renlit anjar last
Post on 01-Jul-2015
305 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkembangan jaman yang menuntun masyarakat kearah
modernisasi, menuntut masyarakat modern untuk melakukan mobilitas
yang cukup tinggi. Sehingga dengan mobilitas yang tinggi tersebut
mendorong tingginya kepadatan lalu lintas di jalan raya, baik barang
maupun manusia di seluruh dunia. Melihat perkembangan yang ada
dengan kepadatan lalu lintas tersebut, semakin banyak ditemukan
fakta yang menunjukkan bahwa jalan raya justru menjadi salah satu
tempat dimana manusia meninggal dunia dengan sia-sia.
Apabila kita berbicara mengenai aspek keamanan jalan raya di
Indonesia pada saat ini khususnya di wilayah perkotaan memang
cukup memprihatinkan . Hal ini akan semakin buruk jika tidak
ditanggapi dengan langkah-langkah penanganan yang baik.
Peningkatan kapasitas jaringan jalan dengan membangun jalan baru
memang sangat dibutuhkan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas,
tetapi juga harus diimbangi dengan usaha-usaha / program
keselamatan bagi pemakai jalan.
Hasil studi dokumentasi terungkap bahwa 42% dari 1260 kasus
kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia pada umumnya diawali
oleh pelanggaran lalu lintas oleh pengemudi. Sisanya sebanyak 58%
disebabkan oleh kondisi kendaraan, jalan dan alam. Kecelakaan lalu
1 | P a g e
lintas walaupun tidak dominan, pengemudi tetap ikut memberi
kontribusi bagi timbulnya kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh
factor manusia. (Muhammad, 1998:50).
Sejak penemuan kendaraan bermotor lebih seabad lalu,
diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan di
jalan. Kajian terbaru menunjukkan sekitar 1 juta orang meninggal
setiap tahun akibat kecelakaan di jalan di seluruh dunia. Angka
tersebut merupakan peningkatan dari 880.000 korban kecelakaan
tahun 1999 dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1 - 1,2
juta, kemudian menjadi 1,3 - 1,4 juta per tahun pada tahun 2020.
Korban kecelakaan di jalan juga lebih banyak dibandingkan korban
kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020
kecelakaan jalan merupakan penyebab terbesar ketiga kematian di
seluruh dunia, setelah penyakit jantung dan depresi.
(www.waspada.co.id/index.php?)
Salah satu penyumbang terbesar kecelakaan lalu lintas yaitu
kecelakan lalu lintas yang melibatkan kendaraan bermotor roda dua
(sepeda motor). Jumlah sepeda motor yang meningkat dengan cukup
pesat menambah angka kemacetan di jalan raya. Perilaku dan
kesadaran pribadi para pengendara sepeda motor terhadap peraturan
lalu lintas di jalan raya akan berpengaruh terhadap angka kemacetan
dan kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
2 | P a g e
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor diakibatkan oleh
mudahnya masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor roda dua
secara kredit melalui dealer. Banyaknya dealer – dealer yang
menyediakan produk – produk Jepang / Cina semakin menambah
tingginya minat masyarakat untuk memiliki kendaraan roda dua.
Permasalahan yang sangat menonjol terjadi di masyarakat
sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya
jumlah kendaraan roda dua. Dari data yang diperoleh selama 30 tahun
terakhir industri sepeda motor di Indonesia rata-rata tumbuh 12,5
sampai 15 persen per tahun. Angka ini diperkirakan akan terus
meningkat tahun-tahun ke depan. Sampai tahun 2009, sebanyak 51
juta unit sepeda motor diproduksi di Indonesia. Dari jumlah itu,
sebanyak 35 juta unit yang beredar di jalanan.
( http://www.tempointeraktif.com/share/?act)
Salah satu daerah yang mempunyai masalah di bidang lalu
lintas adalah Kabupaten Semarang yang terletak di Provinsi Jawa
Tengah. Di wilayah Kabupaten Semarang masih ditemukan
kesemrawutan lalu lintas dan prilaku tidak disiplin dari para pengemudi
yang berkendara. Kabupaten Semarang merupakan jalur poros tengah
yang menghubungkan Jawa Tengah sebelah utara dengan Jawa
Tengah sebelah selatan dengan panjang jalan Kabupaten pada tahun
2010 tercatat 576,83 km terdiri atas 102 ruas. Melihat kondisi
demografi dan fungsi Kabupaten Semarang sebagai daerah
penghubung maka tidak dapat dipungkiri transportasi jalan di
3 | P a g e
kabupaten semarang menjadi suatu sarana mobilisasi yang cukup vital
peranannya. (www.semarangkab.go.id © 2006-2010)
Dalam hal ini Polri khususnya Satuan lalu lintas Polres
Semarang sebagai salah satu aparat pemerintah yang memiliki tugas
dan wewenang untuk menyelenggarakan segala kegiatan dalam
menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, disamping
melakukan kegiatan represif juga melakukan kegiatan preventif.
Tindakan preventif telah dilakukan berupa pendidikan lalu lintas
terhadap masyarakat (Dikmas Lantas) dalam bentuk penerangan lalu
lintas, pameran lalu lintas, perlombaan/sayembara lalu lintas. Akan
tetapi pada kenyataannya masih banyak masyarakat pemakai jalan
yang kurang memahami dan kurang disiplin terhadap peraturan lalu
lintas serta yang lebih fatal lagi adalah terjadinya kecelakaan lalu lintas
yang mengakibatkan kerugian material dan jiwa.
Dalam Undang – Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13
menyebutkan : Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ; b.
Menegakkan hukum ; dan c. memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 14 Ayat (1) huruf b
menyebutkan : dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertugas melaksanakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan
ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Rumusan Pasal tersebut di atas
memberikan dasar hukum bagi penyelenggaraan fungsi teknis
4 | P a g e
kepolisian dalam bidang lalu lintas khususnya yang meliputi
pembinaan ketertiban lalu lintas, penegakan hukum dan ketertiban lalu
lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor
serta pengkajian masalah lalu lintas. (Momo Kelana, 2002:77-78).
Sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan kecelakaan lalu
lintas di Kabupaten Semarang yaitu dengan implementasi
penggunaan lajur kiri bagi pengendara sepeda motor. Pemerintah
mewajibkan pengendara sepeda motor untuk menggunakan lajur kiri
dimulai dari tanggal 22 juni 2009. Dengan jangka waktu selama satu
bulan dilakukan oleh Sat lantas polres Semarang untuk
mensosialisasikan undang-undang tersebut sebelum diberlakukannya
tindakan preventif terhadap para pelanggar. Sosialisasi dilakukan
secara lansung terhadap beberapa titik daerah yang dinilai rawan
dengan kemacetan lalu lintas. Ada 4 titik daerah rawan macet yang
dijadikan focus dalam pelaksanaan sosialisai penggunaan lajur kiri
tersebut yaitu Perempatan alun-alun Ungaran sebagai pusat
perekonomian dari kabupaten Semarang, Perempatan pegadaian
ungaran, depan pabrik karoseri Laksana Langensari, dan Pertigaan
Lemah ireng bawen yang menuju ke tempat wisata Bandungan.
Dengan dilakukannya sosisalisasi terlebih dahulu diharapkan
masyarakat akan lebih memahami dan mematuhi undang-undang ini,
sehingga pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat
diminimalisasi.
5 | P a g e
Pemberlakuan penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda
motor diatur dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan pada pasal 108 ayat (3) sepeda motor,
kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang,
dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan. ( Undang-
undang N0.22 tahun 2002 tentang Lalu lintas Angkutan Jalan Raya)
Realita yang terjadi di jalan raya kendaraan roda dua lebih
mendominasi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Disamping jumlahnya
lebih banyak kendaraan roda dua lebih fleksibel, para pengendaranya
cenderung melakukan zig – zag, pindah lajur dengan tidak menyalakan
lampu sen, memacu kendaraannya melebihi batas kecepatan,
memodifikasi kendaraan dengan tidak memperhatikan aspek
keselamatan di jalan. Pernyataan ini didukung dengan adanya data
valid jumlah kecelakaan yang terjadi di wilayah hukum Polres
Semarang dalam kurun waktu satu tahun pada tahun 2010 jumlah
kecelakan lalu lintas mencapai 117 kasus. Dari 117 kasus yang
ditangani oleh Unit Laka Lantas Polres Semarang, kendaraan roda dua
sangat mendominasi pada urutan pertama dengan jumlah 111
kendaraan dari jumlah total 244 kendaraan yang terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas. Urutan kedua jenis kendaraan yang terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas yaitu kendaraan roda empat (mobil) jenis
station. Melihat prosentase jumlah kendaraan roda dua yang terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas hingga hampir mencapai 50% dari total
jumlah kendaraan yang terlibat merupakan gambaran yang cukup
6 | P a g e
ironis dari keadaan lalu lintas dijalan raya khususnya di wilayah
kabupaten Semarang.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi penggunaan
lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor dalam rangka mencegah
kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Penulis ingin mengetahui
bagaimana implementasi penggunaan lajur kiri bagi pengendara
sepeda motor dalam rangka mencegah kecelakaan lalu lintas di
provinsi Jawa Tengah khususnya di wilayah Kabupaten Semarang
yang dilaksanakan oleh Sat lantas Polres Semarang. Berpijak dari
rasa keingintahuan penulis akan hal tersebut diatas, maka penulis
melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang
berjudul “ IMPLEMENTASI PENGGUNAAN LAJUR KIRI BAGI
KENDARAAN SEPEDA MOTOR DALAM RANGKA MENCEGAH
KECELAKAAN LALU LINTAS PADA SATLANTAS POLRES
SEMARANG.”
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dibuat
penegasan permasalahan yaitu : “Bagaimana implementasi
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor dalam rangka
mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas pada Sat Lantas Polres
Semarang.“ Kemudian untuk membahas permasalahan selanjutnya
diuraikan dalam pokok – pokok persoalan sebagai berikut :
7 | P a g e
a) Bagaimana pelaksanaan penggunaan lajur kiri oleh
kendaraan sepeda motor di wilayah hukum Sat Lantas
Polres Semarang?
b) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam
implementasi penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor pada Sat Lantas Polres Semarang?
c) Bagaimana hasil yang dicapai dengan pelaksanaan
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor oleh
Sat Lantas Polres Semarang ?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tentang Implementasi penggunaan lajur kiri
bagi kendaraan sepeda motor pada Sat Lantas Polres Semarang:
1) Berusaha untuk mengetahui pelaksanaan penggunaan
lajur kiri oleh kendaraan sepeda motor di wilayah hukum
Sat lantas Polres Semarang.
2) Berusaha mengetahui faktor-faktor yang menghambat
pelakasanaan program penggunaan lajur kiri bagi
kendaraan sepeda motor pada Sat Lantas Polres
Semarang.
3) Berusaha mengetahui hasil yang dicapai dengan adanya
implementasi penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor oleh Sat Lantas Polres Semarang
1.4Manfaat Penelitian
8 | P a g e
1.4.1 Akademis
Secara Akademis, kegunaannya untuk meningkatkan wawasan
keilmuan dalam mengungkapkan secara obyektif tentang implementasi
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor di Polres
Semarang serta mengkaji factor penghambatnya.
1.4.2 Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangaan pemikiran terhadap aparat penegak hukum
dalam mengimplementasikan penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor dalam rangka mencegah kecelakaan lalu lintas
khususnya di wilayah hukum polres Semarang dan umumnya di
Indonesia.
1.5Sistematika Penelitian
Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah :
Bab I Pendahuluan. Bab ini menguraikan secara umum latar
belakang permasalahan yang mendorong penulis untuk melakukan
penelitian tentang implementasi penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor pada Sat Lantas Polres Semarang. Dalam bab ini
mengemukakan latar Belakang permasalahan, perumusan
permasalahan, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang hendak
dicapai.
Bab II Tinjauan kepustakaan. Bab ini menjelaskan penelitian
yang mencakup beberapa penelitian terlebih dahulu yang signifikan
9 | P a g e
dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti. Untuk sub – bab kedua
merupakan kepustakaan konseptual yang berisikan konsep – konsep
dan teori – teori yang relevan dengan fenomena – fenomena penelitian
yang akan dilakukan. Su – bab ketiga berupa kerangka berfikir yang
merupakan alur pemikiran, yang mengandung hubungan antara
variable dan rencana pemecahan masalah.
Bab III Rancangan dan pelaksanaan Penelitian. Bab ini
menjelaskan rancangan penelitian yang mencakup pendekatan dan
metode, sumber data / informasi, teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data, sehingga dapat menguraikan permasalahan yang terjadi
dan dapat digunakan sebagai bahan pemecahan permasalahan serta
jadwal kegiatan penulis selama proses penyusunan skripsi.
Bab IV Temuan Penelitian. Bab ini ditulis berisikan temuan –
temuan selama melaksanakan penelitian, baik yang ditemukan pada
saat wawancara ataupun observasi, yaitu pada sub bab pertama,
gambaran keadaan pelaksanaan penggunaan lajur kiri oleh kendaraan
sepeda motor di wilayah hukum Sat Lantas Polres Semarang. Sub bab
kedua, factor yang menghambat implementasi penggunaan lajur kiri
bagi kendaraan sepeda motor pada Satlantas Polres Semarang, sub
bab ketiga, untuk mengetahui hasil yang dicapai dengan adanya
pelaksanaan implemenrtasi penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor oleh Sat Lantas Polres Semarang
Bab V Pembahasan. Bab ini merupakan analisis temuan
penelitian yang diperoleh, menggambarkan dan menganalisis
10 | P a g e
fenomena yang ditemukan dalam hasil penelitian dihubungkan dengan
teori – teori dan konsep – konsep yang digunakan, yaitu pada sub bab
pertama, untuk menganalisis keadaan rill di lapangan mengenai
penggunaan lajur kiri oleh kendaraan sepeda motor di wilayah hukum
Sat Lantas Polres Semarang, sub bab kedua, untuk menganalisis
faktor yang menghambat dalam implementasi penggunaan lajur kiri
bagi kendaraan sepeda motor pada Satlantas Polres Semarang. Sub
bab ke tiga, menganalisis hasil yang dicapai dengan adanya
pelaksanaan implemenrtasi penggunaan lajur kiri bagi kendaraan
sepeda motor oleh Sat Lantas Polres Semarang
Bab VI Penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan disini merupakan jawaban dari pertanyaan – pertanyaan
pada perumusan dan masalah, sedangkan saran di sini merupakan ide
serta gagasan penulis yang bersifat membangun dan mungkin dapat
juga diterapkan apabila menghadapi permasalahan – permasalahan
yang identik.
11 | P a g e
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
Studi kepustakaan merupakan bagian mutlak yang harus
dilakukan dalam suatu proses penelitian karena suatu proyek
penelitian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu pranata
keilmuan (Keputusan Gubernur PTIK, No.Pol : Kep/01/I/2010 tentang
Petunjuk Penyusunan dan Ujian Skripsi Mahasiswa PTIK). Pada
tinjauan kepustakaan peneliti ini menjelaskan konsep-konsep dan
teori-teori yang relevan pada penelitian ini
2.1 Kepustakaan Penelitian
Dalam kepustakaan penelitian penulis ingin menjelaskan
pendapat dari John W. Creswell (2002:18), manfaat kepustakaan
penelitian, antara lain :
a. Memberitahu pembaca tentang hasil penelitian-penelitian
lain yang berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilaporkan;
b. Menghubungkan suatu penelitian dengan dialog yang lebih
luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam
pustaka, mengisi kekurangan dan memperluas penelitian-
penelitian sebelumnya;
c. Memberikan kerangka untuk menentukan signifikasi
penelitian dengan temuan-temuan lain. Semua atau
12 | P a g e
sebagian di atas dapat dijadikan penulisan literature ilmiah
menjadi suatu penelitian.
Dalam memperoleh kepustakaan penelitian penulis melakukan
pencarian data di perpustakaan PTIK, kemudian hasil laporan
penelitian sebelumnya penulis jadikan refrensi. Untuk itu kepustakaan
penelitian yang menjadi refrensi penulisan penelitian ini adalah
penelitian dari :
Penulis menggunakan penelitian berikut sebagai acuan bagi
penulis untuk membuat penelitian ini : Kepustakaan penelitian yang
pertama adalah skripsi Sigit Hari Wibowo Mahasiswa PTIK tahun 2006
dengan judul “Penerapan program Efektivitas Kanalisasi bagi Sepeda
Motor dan Kendaraan Umum dalam Menciptakan Kamtibcar Lantas di
Polwiltabes Surabaya.” (Sigit Hari Wibowo, 2006).
Menurut Sigit, pelaksanaan Program Kanalisasi atau
penggunaan lajur kiri bagi sepeda motor dan mobil penumpang umum
sangat efektif sekali dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas. Hal
ini dapat dilihat dari data kecelakaan lalu lintas antara tahun 2003
hingga 2005 yang menurun secara signifikan. Namun di sisi lain
penggunaan program kanalisasi tersebut pada situasi – situasi tertentu
belum berjalan secara efektif seperti kemacetan panjang, terhadap
pengendara sepeda motor atau mobil penumpang umum yang
akhirnya ikut menggunakan lajur kanan, dan petugas lalu lintas
memberikan toleransi dengan tidak menindak pelanggar tersebut.
Namun pada jalur – jalur tertentu seperti jalan protokol setiap
13 | P a g e
pengendara sepeda motor dan mobil penumpang umum jika
melanggar kanalisasi maka langsung ditindak oleh petugas Sat Lantas.
Kewenangan Petugas Polantas adalah pada saat pelaksanaan
kanalisasi petugas lalu lintas menemukan pelanggaran yang dilakukan
oleh pemakai jalan khususnya pengemudi seppeda motor dan
pengemudi angkutan umum, hal ini terlihat dari hasil pengamatan
terhadap petugas Polantas yang bertugas di Pasar Wonokromo
Pelaksanaan kanalisasi yang diterapkan Polwiltabes Surabaya
dilakukan berdasarkan diskresi kepolisian, apabila keadaan macet
panjang jika ditemui pelanggar kanalisasi akan dibiarkan oleh petugas
Lantas dan apabila kanalisasi dilaksanakan secara penuh maka
dilajurnya pada ujung jalan akan menimbulkan kemacetan disimpul –
simpul jalan.
Sementara Kerjasama yang telah dilakukan antara Sat Lantas
dengan isntansi terkait seperti Pemda dan Dishub untuk pembuatan
rambu – rambu lalu lintas (marka), pengecatan pembatas kanalisasi,
namun belum pada tahap pembuatan pembatas fisik kanalisasi.
Kerjasama juga terlihat pada saat polisi lalu lintas mengadakan
pengaturan pada pagi hari terlihat anggota Dishub terlihat ikut
membantu melakukan pengawasan dan pengaturan lalu lintas.
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian mahasiswa
Sigit yaitu sama – sama masalah berbicara tentang program
pencegahan kecelakaan lalu lintas. Kemudian perbedaannya adalah
selain lokasi penelitian, penulis lebih memfokuskan program
14 | P a g e
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor, sedangkan Sigit
lebih memfokuskan penelitian pada program kanalisasi sepeda motor.
2.2 Kepustakaan Konseptual
Dalam penelitian ini, kerangka teoritis dan konseptual yang
digunakan adalah sebagai berikut :
2.2.1 Teori-Teori dan Konsep-konsep
a. Teori Manajemen dari Goerge R. Terry
Teori manajemen yang disampaikan oleh Terry (Goerge R.
Terry, 1986:5). Teori ini mengkelompokan beberapa fungsi
manajemen, fungsi manajemen tersebut yaitu :
1) Perencanaan (planning), dalam perencanaan meliputi tindakan memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasi serta merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.
2) Pengorganisasian (organizing), adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, hingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran organisasi.
3) Pelaksanaan/Penggerakan (actuating), adalah usaha untuk menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mencapai sasaran yang diharapkan dari tujuan organisasi.
4) Pengawasan (controlling), adalah mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif agar hasil pekerjaan sesuai dengan rencana atau harapan.
Manajemen sendiri mempunyai unsur – unsur yang diperlukan
guna menjalankan sebuah organisasi. Unsur tersebut diperlukan untuk
15 | P a g e
mendukung dilaksanakannya manajemen tersebut, karena tanpa
dukungan unsur tersebut manajemen tidak akan berjalan. Menurut
Terry ada enam unsur dalam manajemen yaitu :
1) Men and women diartikan unsure manusia. Manusia adalah unsur utama yang menjalankan sebuah manajemen.
2) Materials diartikan sebagai prasarana. Dalam menjalankan manajemen harus memiliki prasarana.
3) Machines diartikan sebagai sarana. Sarana adalah unsur pendukung dari sebuah manajemen.
4) Methods diartikan sebagai metode sebagai unsur pendukung manajemen.
5) Money diartikan sebagai dana atau anggaran. Dalam menjalankan manajemen harus didukung adanya anggaran.
6) Markets diartikan sebagai pasar atau sasaran. Setelah memiliki empat unsur di atas manajemen harus memiliki pasar atau sasaran dari manajemen itu sendiri (George R. Terry (1990)
Teori Manajemen ini penulis gunakan untuk membahas
bagaimana peran manajerial seorang pimpinan dalam merencanakan
tujuan organisasi dengan melibatkan anggota/bawahan dalam rangka
menciptakan keamanan dan ketertiban serta kelancaran dalam berlalu
lintas di jalan raya sesuai dengan harapan masyarakat. Fungsi-fungsi
manajemen yang terdapat dalam teori tersebut apakah dapat
dilaksanakan oleh seorang pimpinan, penulis tuangkan dalam
pembahasan Bab V.
b. Teori Organisasi
Menurut Robbins (1994), teori organisasi adalah disiplin ilmu
yang mempelajari struktur dan desain organisasi. Teori organisasi
menunjuk pada aspek – aspek deskriptif maupun preskriptif dari
16 | P a g e
disiplin ilmu tersebut. Teori ini menjelaskan bagaimana organisasi
dapat dikonstruksi guna meningkatkan keefektikan mereka. (Stephan
Robbins, 1994 : 8) Dalam teori organisasi unit – unit analisisnya adalah
organisasi itu sendiri . Teori organisasi memfokuskan diri kepada
prilaku dari organisasi dan menggunakan definisi lebih luas tentang
keefektifan organisasi. Teori organisasi tidak hanya memperhatikan
prestasi dan sikap para pegawai, tetapi juga kemampuan organisasi
secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri dalam mencapai
tujuannya.
c. Teori Motivasi
Wahjosumidjo (1987: 193) mengatakan bahwa teori motivasi
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerjanya, pengertian
lingkungan kerja dalam kehidupan organisasi adalah faktor pemimpin
dan bawahan. Dari pihak pemimpin ada berbagai unsur yang sangat
berpengaruh terhadap motivasi seperti sebagai berikut :
1) Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk
didalam prosedur kerja, berbagai rencana dan program
kerja.
2) Persyaratan kerja yang dipenuhi oleh para bawahan
3) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan
didalam mendukung pelaksanaan kerja, termasuk di
dalamnya bagaimana tempat para bawahan bekerja.
17 | P a g e
4) Dan yang tidak kalah pentingnya gaya kepemimpinan
atasan dalam arti sifat – sifat dan perilaku atasan
terhadap bawahan.
Disamping pemimpin atau atasan, bawahan juga memiliki
peranan penting didalam motivasi. Seperti kita ketahui setiap bawahan
didalam dirinya dapat dilihat adanya berbagai gejala karakteristik,
seperti :
1) Kemampuan kerja
2) Semangat atau modal kerja
3) Rasa kebersamaan dalam kehidupan berkelompok
4) Prestasi dan produktivitas kerja (Wahjosumidjo, 1987:
193)
d. Teori Psikoanalisis
Menurut Sigmund Freud (1856-1939) ada tiga komponen dalam
kepribadian seseorang, yaitu “ Id yang selalu berprinsip mau
memenuhi kesenangannya sendiri (pleasure principle), ego yang selalu
berorintasi pada kenyataan (reality principle), dan super-ego yang
selalu berpatokan pada norma-norma yang berlaku (moral standard).” (
disadur dari Sarlito, 2002:58, menyadur dari Freud 1856-1939).
Dari asumsi tersebut dimaksudkan sebagai manusia setiap
pengendara sepeda motor memiliki perilaku yang berbeda-beda, hal
ini karena kepribadian yang terbentuk dipengaruhi oleh Id, Ego, dan
Super-ego yang ada dalam dirinya masing-masing. Dari ketiga
18 | P a g e
komponen ini mana yang paling dominan akan menentukan
bagaimana perilaku dari seseorang.
e. Konsep Implementasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (423), bahwa yang
dimaksud implementasi adalah “pelaksanan, penerapan, adalah
sebuah proses dalam mendapatkan sumber daya tambahan sehingga
dapat mengukur apa-apa yang telah dikerjakan”. Asumsi tersebut
bahwa implementasi adalah proses menjalankan, melaksanakan atau
melakukan suatu kewajiban yang diberikan pada seseorang atau
organisasi dalam menyelenggarakan atau mengemban tugas
pokoknya. Hakekat dalam penelitian ini adalah implementasi program
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor oleh Satlantas
Polres Semarang.
f. Konsep Kecelakaan Lalu Lintas
Pasal 1 butir (24) UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah
suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lainnya,
mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda.
Sedangkan menurut Vademikum Polisi Lalu Lintas (2005 : 194)
kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan
19 | P a g e
lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta. Di mana
unsur-unsur kecelakaan lalu lintas tersebut meliputi pengemudi /
pemakai jalan, kendaraan, jalan dan lingkungan.
Unsur manusia sering menjadi penyebab utama dalam
kecelakaan. Kenyataannya manusia adalah penyebab daripada
kecelakaan yang ditunjukkan kepada tiga elemen dasar dari
kecelakaan yaitu : manusia (75% s/d 90%); kendaraan (3 s/d 10%) dan
lingkungan (30%). (Vademikum Polisi Lalu Lintas, 2005: 106)
Kesalahan manusia tersebut antara lain :
1) Salah memperkirakan terhadap benda/obyek bergerak
dengan kecepatan tertentu, merespon terhadap aksi
yang dihadapi, penglihatan terhadap suatu obyek yang
bergerak atau sebaliknya, dan kemampuan untuk
memberikan aksi-aksi yang tepat melalui panca indra
sesuai tantangan yang dihadapinya.
2) Salah pengertian terhadap alat-alat pengendali lalu lintas.
3) Tidak dapat melihat atau mematuhi sistem pengendalian
lalu lintas.
Pengaruh terhadap pemakai jalan antara lain tataguna lahan,
cuaca, desain kendaraan, desain prasarana, kondisi arus lalu lintas.
Keadaan tersebut akan menjadi baik jika pengemudi tidak mengemudi
kendaraan dengan kecepatan tinggi apabila ban/kendaraan buruk dan
jalan/lingkungan licin, banyak tikungan/berkelok-kelok, tidak
20 | P a g e
rata/bergelombang, serta kondisi arus lalu lintas tidak
memungkinkan/macet.
2.3 Kerangka Berpikir
Masalah lalu-lintas bukan hanya menjadi tanggungjawab Polri
saja, akan tetapi tugas di bidang lalu-lintas tersebut pada dasarnya
menjadi tugas dan tanggungjawab dari semua pihak. Berikut ini adalah
kerangka berpikir penelitian tentang Implementasi program
penggunaan lajur kiri bagi kendaraan sepeda motor dalam rangka
mencegah kecelakaan lalu lintas oleh Satlantas Polres Semarang.
Untuk mencapai suatu kesimpulan yang dapat menggambarkan
hubungan antara variable-variabel, peneliti akan memberi batasan
dengan memperjelas arti dari suatu variable itu sendiri sebelum
mengkaitkannya dengan teori-teori yang berupa konsep-konsep
dengan maksud agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman yang
dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengambil kebijaksanaan.
21 | P a g e
Gambar 1
Pola Pikir
22 | P a g e
POLRES SEMARANG
Penggunaan Lajur Kiri Bagi Sepeda
Motor
SAT LANTAS POLRES SEMARANG
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
implementasi Penggunaan Lajur Kiri
Pencegahan kecelakaan Lalu
Lintas di Jalan Raya
Implementasi Penggunaan Lajur Kiri Bagi Sepeda Motor Dalam Rangka
Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas Pada Sat Lantas Polres Semarang
UU NO.22 Tahun 2009
Tentang Lalu lintas Angkutan Jalan Raya
BAB III
RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif,
berdasarkan cirri – cirri yang menurut Muhammad dan Djali (2005:90)
antara lain : “bersifat, teori lahir dan berkembang di lapangan, proses
berulang – ulang, pembahasan lebih bersifat khusus dan spesifik,
mengandalkan kecermatan dalam pengumpulan data untuk
mangungkap secara tepat keadaan yang terjadi sesungguhnya di
tempat penelitian”.
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler (1986),
sebagaimana dilansir oleh Moloeng (2002:2) :
Juga mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang
dipertentangkan dengan pengamatan kuantatif. Pendekatan kuantatif
melibatkan pengukuran tingkatan suatu cirri tertentu yang mencakup
setiap jenis pendekatan penelitian yang didasarkan atas perhitungan
persentase, rata – rata, kuadrat dan perhitungan satistik lainnya. Di
pihak lain, pendekatan kualitatif berdasarkan pada “kualitas” yang
menunjuk pada segi “ilmiah” yaitu pendekatan penelitian yang lebih
menekankan pada kealamiahn sumber data.
Menurut Muhammad dan Djaali (2005:88), dalam penelitian
kulitatif, data merupakan sumber teori atau teori berdasarkan data.
Katagori dan konsep – konsep dikembangkan oleh peneliti di
23 | P a g e
lapangan. Data lapangan dapat dimanfaatkan untuk verifikasi yang
timbul di lapangan, dan terus menerus disempurnakan selama proses
penelitian berlangsung yang dilakukan secara berulang – ulang.
Penelitian kualitatif adalah penelitian eksploratif yang biasanya lebih
bersifat studi kasus. Jenis penelitian ini dimulai dengan adanya suatu
masalah yang biasanya spesifik dan diteliti secara khusus sebagai
suatu kasus yang akan diangkat ke permukaan tanpa adanya maksud
untuk generalisasi. Dalam prosesnya, penelitian kualitatif mempunyai
suatu periode yang dilakukan berulang – ulang, sehingga keadaan
yang sesungguhnya dapat diungkap dengan cermat dan lengkap.
Proses tersebut dimulai dengan survey pendahuluan untuk mendeteksi
situasi lapangan dan karakteristik subyek (masyarakat atau
kebudayaan tertentu) yang akan menjadi obyek penelitian.
3.2 Sumber Data / Informasi
Sumber informasi dalam penelitian ini adalah :
1) Kapolres
2) Kasat Lantas
3) Kaur Binops Lantas
4) Anggota Sat Lantas
5) Kepala Dinas Pekerjaan Umum
6) Kepala Dinas LLAJR
7) Masyarakat
24 | P a g e
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini adalah :
3.3.1 Observasi / pengamatan
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala – gejala yang diteliti. Observasi merupakan proses
yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan psikologis.
Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting adalah
mengandalkan pengamatan dan ingatan peneliti. Dalam observasi
diperlukan : catatan - catatan : alat – alat elektronik seperti kamera,
tape recorder dan sebagainya : lebih banyak melibatkan pengamat :
memusatkan perhatian pada data – data yang relevan ;
mengklasifikasikan gejala pada kelompok yang tepat ; menambah
persepsi tentang obyek yang diamati (Husaini Usman dan Purnomo
Akbar, 2004 : 54)
3.3.2 Wawancara
Wawancara adalah Tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langsung. Kegunaan wawancara adalah untuk
mendapatkan data di tangan pertama (data primer); pelengkap teknik
pengumpulan data; menguji pengumpulan data lainnya. Jenis
wawancara ada dua yaitu wawancara tak terpimpin dan wawancara
terpimpin. Wawancara tak terpimpin ialah wawancara yang tidak
terarah. Wawancara terpimpin ialah Tanya jawab searah untuk
25 | P a g e
mengumpulkan data – data yang relevan saja. Kelemahan teknik ini
adalah : kesan – kesan seperti angket yang di ucapkan ; suasana
menjadi kaku dan formal. Keuntungan : pertanyaan sistematis
sehingga menjadi mudah diolah kembali, pemecahan masalah lebih
mudah, memungkinkan analisa kuantitatif dan kualittif, dan kesimpulan
yang dimbil lebih reliable. (Husaini Usman dan Purnomo Akbar, 2004 :
59)
3.3.3 Telaah Dokumen
Pengambilan data dengan menggunakan telaah dokumen yaitu
peneliti menelaah dokumen – dokumen tentang implementasi program
penggunaan lajur kiri dan menyalakan lampu di siang hari bagi
kendaraan sepeda motor pada Satlantas Polres Semarang.
Keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biaya relaatif murah,
waktu dan tenaga lebih efisien. Kelemahannya data yang diambil
dokumen cenderung sudah lama, dan kalau ada yang salah cetak,
maka peneliti ikut salah pula mengambil datanya. (Husaini Usman dan
Purnomo Akbar, 2004 : 73)
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah prroses untuk mengorganisasikan dan
meletakkan data menurut pola atau kategori dan satuan uraian dasar
sehingga peneliti dapat mengadakan evaluasi dan menyeleksi
terhadap data yang relevan atau tidak relevan dengen penelitian
tentang implementassi program penggunaan lajur kiri dan penyalaan
26 | P a g e
lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda dua di Polres
Semarang.
Teknik analisis data kualitatif yaitu data yang dikumpulkan
berupa catatan – catatan ataupun rekaman – rekaman peristiwa yang
terjadi di lapangan yang kemudiaan dialihkan dalam bentuk kata – kata
yang tersusun rapi dan teratur, kemudian dikombinasikan oleh peneliti
agar menjadi lebih akurat dan memiliki gambaran jelas tentang
implementasi program penggunaan lajur kiri dan menyalakan lampu di
siang hari bagi kendaraan sepeda motor pada Satlanta Polres
Semarang. Proses analisis data pada penelitian kualitatif menurut
Milles dan Huberman menjelaskan ada 3 (tiga) unsur utama yaitu
“produksi data, sajian data (data display), dan penarikan kesimpulan
atau verifikkasi” (Disaddur dari Muhammad dan Djaali,2005 : 110).
Reduksi data merupakan proses seleksi, menyederhanakan dan
abstraksi daari data kasar yang ada dalam catatan lapangan. Proses
ini berlangsung tersu sepanjang pelaksaanaan penelitian, berupa
singkatan, pembuatan kode, memusatkan tema, membuat batas –
batas persoalan, dan menulis memo.
Sajian data adalah suatu susunan informasi yang
memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Dengan
melihat sajian data, penulis akan memahami apa yang terjadi serta
memberikan peluang bagi peneliti untuk mengerjakan sesuatu pada
analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahamannya.
27 | P a g e
Penyajian data dalam bentuk matriks, gambar, skema, jaringan
kerja, dan kabel, mungkin akan banyak membantu menganalisis guna
mendapatkan gambaran yang jelas serta memudahkan dalam
penyusunan kesimpulan penelitian. Pada dasarnya sajian data
dirancang untuk menggambarkan suatu informasi secara sistematik
dan mudah dilihat serta dipahami dalam bentuk keseluruhan sajiannya.
Sejak awal pengumpulan data, penelitian harus sudah mulai
memahami makna dari hal- hal yang ditemui dengan mencatat
keteraturan, pola – pola, pernyataan dari berbagai konfigurasi yang
mungkin, arah hubungan kausal, dan proposisi. Kesimpulan akhir pada
penelitian kualitatif tidak akan ditarik kecuali setelah proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang dibuat perlu diverifikassi
dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali, sambil meninjau
secara sepintas pada catatan di lapangan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih tepat.
3.5 Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitiaan skripsi ini disesuaikan dengan
Kalender Akademik PTIK Angkatan LVI, yaitu dilaksanakan mulai
tanggal Juli 2007 sampai dengan November 2007. adapun jadwaal
penelitian sebagai berikut :
3.5.1 Tahap Persiapan Oktober s/d 11 November 2010
1) Menyusun dan mengumpulkan judul
28 | P a g e
2) Membuat Rencana Penelitian
3) Bimbingn Rencana Penelitian
4) Penyerahan Rencana Penelitian
3.5.2 Tahap Pelaksanaan 1 Pebruari 2011 s/d 7 Maret 2011
1) Koordinasi dengan pimpinan tempat penelitian
2) Melaksanakan penelitian
3) Pengumpulan data
4) Pengolahan data
5) Analisis data
3.5.3 Tahap Pengakhiran 8 maret 2011 s/d April 2011
1) Penyusunan skripsi
2) Perbaikan skripsi
3) Pengumpulan skripsi
29 | P a g e
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Tingkat Kecelakaan Lalu;intas dan Penyebabnya di
Wilayah Hukum Polres Semarang
Kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan suatu
permasalahan lalu lintas yang dapat menimbulkan masalah dan
kerugian besar di masyarakat. Pada kenyataan yang kita temukan
sehari – hari, permasalahan ini selalu terjadi di jalur lalu lintas
manapun. Penyebabnya bermacam – macam baik sarana jalan,
cuaca, factor teknis kendaraan maupun factor pengemudi.
Berdasarkan temuan penelitian penulis, diketahui bahwa di
wilayah hukum Polres Semarang pada tahun 2006 terjadi
30 | P a g e
kecelakaan lalu lintas karena tabrakkan di wilayah hukum Polres
Semarang dengan jumlah meninggal 47 Orang, luka berat 42
orang, luka ringan 70 orang, dan kerugian materiik sebesar Rp.
161.050.000,- atau seratus enam puluh satu juta lima puluh ribu
rupiah. Kemudian pada periose bulan Januari sampai dengan
September 2007 di wilayah hukum polres Semarang dengan
jumlah meninggal 73 orang, luka berat 32 orang, luka ringan 52
orang, dan kerugian materiil sebesar Rp. 160.110.000,- atau
seratus enam puluh juta seratus sepuluh ribu rupisah.
Berdasarkan data jumlah kecelakaan tersebut dapat dilihat
bahwa dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya peristiwa
kecelakaan tersebut mencakup beberapa hal yaitu : korrban jiwa
meninggal dunia, korban luka berat, korban luka ringan dan
kerugian materi yang nilainya tidak sedikit.
Dampak kerugian dari terjadinya kecelakaan lalu lintas
dapat dilihat dari berbagai segi seperti segi social, maupun
kemanusiaan. Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Segi kemanusiaan. Kerugian dari dampak kecelakaan dari
segi kemanusiaan adalah jatuhnya korban jiwa pada peristiwa
kecelakaan dimana nyawa orang dapat terengut pada peristiwa
kecelakaan lalu lintas. Korban jiwa ini bukan hanya terjadi pada
pengemudi kendaraan namun bias juga terjadi pada pejalan kaki atau
orang – orang yang tinggal di dekat jalan raya tersebut (misalnya
31 | P a g e
apabila kendaraan meluncur tanpa kendali kea rah kerumunan,pasar,
atau ke rumah yang lokasinya berbeda di bawah jalan raya).
2) Segi Nasional. Kerugian dari dampak kecelakaan dari segi
nasional adalah berkurangnya sumber daya manusia yang merupakan
modal dasar bagi pembangunan nasional. Oleh sebab itu kecelakaan
lalu lintas merpakan salah satu permasalahan nasional dan bukan
hanya permasalahan lalu lintas maupun masyarakkat.
3) Segi Materi. Kerugian dari dampak kecelakaan dari segi
materi adalah selain rusaknya kendaraan juga dapat merusak
bangunan, kios dan sebagainya yang terletak di kawasan jalan raya
apabila bangunan-bangunan tersebut tertabrak oleh kendaraan yang
melintas di jalan raya dan mengalami kecelakaan berupa lepas kendali
dan keluar jalur lalu lintas.
4) Segi Sosial. Kerugian dari dampak kecelakaan dari segi
social adalah apabila seseorang yang mengalami kecelakaan lalu
lintas, baik ia dalam posisi naik kendaraan atau ditabrak saat
menyebrang di jalan raya, kemudian jika dia mengalami cacat
permanent maka ia akan mengalami kerugian dari segi social. Pertama
ada kemungkinan ia tidak dapat bekerja lagi dengan tangan atau
kakinya, kedua ada kemungkinan ia akan menjadi tergantung pada
orang lain, dan ketiga ada kemungkinan ia akan mengalami putus
asa/depresi atau hal lainnya. Jika hal itu terjadi bukan hanya akan
merugikan orang tersebut melainkan orang-orang yang berada di
32 | P a g e
sekitarnya seperti keluarganya karena harus mengurus dan
sebagainya.
Untuk mengatasi banyaknya peristiwa kecelakaan di jalan
raya yang pertama-tama harus diketahui adalah mengenali faktor-
faktor penyebabnya. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan
sebelumnya di wilayah hukum Polres Semarang maka penyebab-
penyebab dari terjadinya kecelakaan lalu lintas umumnya terdiri
dari :
1) Faktor manusia
a) Kondisi fisik pengemudi. Banyak kecelakaan
disebabkan oleh factor pengemudi dalam menjalankan
kendaraannya, kemudian faktor-faktor seperti kelelahan
fisik, mengantuk atau terpengaruh alcohol merupakan
penyebab-penyebab dari kecelakaan lalu lintas. Kondisi
fisik sangat berpengaruh pada terjadinya kecelakaan lalu
lintas. Seseorang yang kelelahan dapat saja kehilangan
konsentrasi dalam mengemudi sehingga dapat terjadi
kecelakaan. Seseorang yang mengantuk juga akan
mengalami hal yang sama. Kemudian kondisi terpengaruh
alkohol bias saja kehilangan kesadarannya sehingga saat
mengemudi dapat menabrak atau tertabrak kendaraan lain.
b) Kurangnya disiplin pengemudi dalam mematuhi
peraturan-peraturan lalu lintas. Pengemudi yang tidak
sabar dan tida disiplin umpamanya, sangat mempengaruhi
33 | P a g e
menjadi penyebabnya suatu insiden kecelakaan. Tidak
sabar dan tidak disiplin biasanya diwujudkan dalam bentuk
melanggar peraturan lalu lintas dan melanggar peraturan
tersebut seperti menyalip kendaraan lain, menyerobot,
tidak menyebabkan kesemerawutan bahkan kecelakaan
lalu lintas. Perilaku pengemudi yang suka menyebut hingga
melanggar batas kecepatan misalnya sering menjadi faktor
penyebab kecelakaan karena dalam peristiwa tersebut
terkadang muncul sikap agresif hingga akhirnya hilang
control atau kendali dan tidak mempedulikan keselamatan
diri.
2) Faktor cuaca yang buruk seprti hujan akan
menyebabkan kondisi jalan licin sehingga kendaraan mudah
selip, faktor ala mini juga sering menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan dimana kendaraan slip sehingga tidak terkendali
dan membuat kecelakaan. Karena sulitnya memprediksi faktor
alam dalam mengntisipasi atau kecelakaan lalu lintas, maka
biasanya faktor manusia lebih ditekankan untuk mengtasi
masalah lalu lintas, maka biasanya faktor manusia lebih
ditekankan untuk mengatasi masalah ini. Misalnya agar
pengemudi lebih berhai-hati, mengurangi kecapetan atau
berjalan lambat – lambat.
3) Teknis Kendaraan. Dalam masalah teknis
kendaraan mencakup fisik kendaraan seperti rem, ban dan
34 | P a g e
sebagainya. Pengemudi yang tidak memperhatikan rem – Nya
apakah berfungsi atau tidak dapat saja terkena resiko
kecelakaan. Dalam hal ini pencegahan juga ditekankan pada
faktor pengemudi dimana seorang pengemudi harus
memperhatikan kendaraan dapat diatasi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada
banyak faktor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Faktor
pertama adalah faktor manusia yang sangat berpengaruh
termasuk pada faktor – faktor lainnya. Berpengaruh dalam hal ini
baik faktor cuaca maupun faktor lain seperti teknis kendaraan
juga memerlukan pengemudi agar lebih memperhatikan
keselamatan diri dengan beradaptasi terhadap cuacau yaitu
dengan berhati – hati pada saat cuaca sedang buruk, atau pun
memperhatikan teknis kendaraan untuk menjaga agar tidak terjadi
masalah pada saat menggunakannya di jalan raya.
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang
Prasarana Lalu Lintas Jalan menyebutkan bahwa kecelakan lalu
lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka –
sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa memakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia
atau kerugian harta benda.
Sedangkan menurut Vademikum Polisis Lalu Lintas (2005 :
194) kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
35 | P a g e
pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau
kerugian harta benda.
Sedangkan menurut Vademikum Polisi Lalu Lintas
(2005:194) kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pemakai jalan lainya, mengakibatkan korban manusia atau
kerugian harta. Di mana unsure – unsur – unsur kecelakaan lalu
lintas tersebut meliputi pengemudi/pemakai jalan, kendaraan,
jalan dan lingkungan.
Unsur manusia sering menjadi penyebab utama dalam
kecelakaan. Kenyataannya manusia adalah penyebab daripada
kecelakaan yang ditunjukkan kepada tiga elemen dasar dari
kecelakaan yaitu : manusia (75% s/d 90%); kendaraan (3 s/d
10%) dan lingkungan (30%). Menurut Vademikum Polisi Lalulintas
kesalahan manusia tersebut antara lain :
1. Salah memperkirakan terhadap benda /
obyek bergerak dengan kecepatan tertentu, merespon
terhadap aksi yang dihadapi, penglihatan terhadap suatu
obyek yang bergerak atau sebaliknya, dan kemampuan untuk
memperbaiki aksi – aksi yang tepat melalui panca indra sesuai
tantangan yang dihadapinya.
2. Salah pengertian terhadap alat – alat
pengendali lalu lintas.
36 | P a g e
3. Tidak dapat melihat atau mematuhi
system pengendali lalu lintas
Berdasarkan faktor – faktor penyebab terjadinya
kecelakaan tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa
faktor manusia memegang peranan sangat berpengaruh
sebagai penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Oleh
sebab itu diperlukan upaya pemerintah terkait dengan
pengamanan berkendara bagi pengemudi guna mencegah
terjaadinya kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Selain itu
dalam mencarari solusi atau pemecahan masalah untuk
mencegah atau mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas
perlu untuk mempertimbangkan faktor manusia sebagai
penyebab kecelakaan tersebut.
5.2 Pelaksanaan Program Safety Riding Melalui
Pemberlakuan Lajur Kiri dan Penyalaan Lampu Utama di
Siang Hari Bagi Kendaraan Roda Dua di Polres Semarang.
Untuk mengatasi permasalahan lalu lintas seperti
pencegahan kecelakaan lalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu
lintas bukan hanya merupakan tanggung jawab Pemerintah Darah
dalam hal ini Dinas Perhubungan, melainkan harus mengajak
Instasni lain yang berkompeten (termasuk kepolisian) untuk
memecahkan permasalahan (solve problem) lalu lintas. Mengenai
manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana disebutkan
37 | P a g e
dalam pasal 2 peraturan pemerintah RI nomor 43 Tahun 1993
tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan meliputi kegiatan
perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu
lintas.
Upaya Polres Semarang dalam rangka menciptakan
kamtiblancar lantas dan mencegah atau mengurangi tingkat
kecelakaan lalu lintas antara lain adalah melaksanakan program
safety riding atau keselamatan berkendaraan dengan melalui
pemberlakuan lajur kiri dan menyalakan lampu pada siang hari
yang diterakpan pada kendaraan bermotor khususnya kendaraan
roda dua. Pemberlakuan program safety riding melalui
pemberlakuaan penyalaan lampu utama di siang hari dan lajur
kiri bagi kendaraan roda dua di wilayah hukum Polres Semarang
sudah berjalan sejak bulan April 2007.
Ketentuan penggunaan jalur kanan pada Pasal 51 ayat (1)
Peraturab Pemerintah Nomo 43 Tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan, menegaskan bahwa lalu lintas untuk
semua jenis kendaraan yang dianut di wilayah Republik Indonesia
adalah menggunakan jalur sebelah kiri bukan sebelah kanan
sebagaimana yang diberlakukan di Amerika Serikat.
(Konsekwensi dari ketentuan ini maka letak kemudi pada semua
mobil yang dipergunakan di Indonesia didesain sebelah kanan).
Ketentuan posisi kendaraan di jalan diatur dalam Pasal 51 PP No
43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan,
38 | P a g e
menyatakan bahwa pada jalan yang memiliki dua jalur atau lajur
searrah, kendaraan yang berkecepatan lebih rendah daripada
kendaraan lain harus mengambil lajur sebelah kiri.
Dalam PP No 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan Pasal 73 ayat (1) yaitu pengemudi kendaraan
bermotor waktu malam hari atau waktu lain dalam keadaan gelap
wajib menyalakan lampu utama dekat, lampu posisi depan dan
belakang, lampu tanda nomor kendaraan dan lampu batas yang
diwajibkan bagi kendaraan tertentu. Jadi tidak ada keharusan bagi
kendaraan bermotor (speda motor) untuk menyalakan lampu
pada siang hari.
Ada dua hal berbeda yang perlu dicermaati dari situasi ini.
Pertama, Menyalakan lampu demi keselamatan walaupun dengan
anjuran. Kedua, tidak wajib menyalakan tetapi beresiko terhadap
keselamatan. Jika harus memilih, maka rasanya pilihan pertama
yang lebih baik karena sangat berkepentingan dengan faktor
keselamatan. Hal ini tersurat dalam UU No. 14 Tahun 1992
tentang LLAJ Pasal 22 ayat (1) huruf d yaitu untuk keselamatan
keamanan dan ketertiban LLAJ ditetapkan ketentuan mengenai
penggunaan peralatan dan perlengkapan kendaraan bermotor
yang diharuskan, peringatan dengan bunyi dan sinar. Jadi
walaupun tidak disebutkan adanya kkewajiban menyalakan lampu
pada waktu selain yang disebutkab dalam Pasal 73 PP No. 43
Tahun 1993 tersebut (hari terang) upaya ini tetap mengacu
39 | P a g e
kepada ketentuan Pasal 22 UU No 14 Tahun 1992. namun yang
perlu dipikirkaan adalah ketepatan penempatan dan penerapan
strategi yang akan dijalankan tersebut.
Tujuan dari implementasi program safety riding atau
keselamatan berkendaraan dengan melalui pemberlakuan lajur
kiri dan menyalakan lampu pada siang hari yang diterapkan pada
kendaraan bermotor khususnya kendaraan roda dua. Antara lain
adalah untuk bentuk kampanye keselamatan dan bentuk
kepedulian manusia dalam rangka menekan angka kecelakaan
dan menghindari jumlah korban yang semakin hari terus
bertambah guna mewujudkan keamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas. Pelaksanaannya
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Mengutamakan simpatik dengan himbauan. Perilaku
anggota Lantas terkait dengan penggunaan lajur kiri dan penyalaan
lampu kendaraan bermotor di siang hari akan membawa dampak
positif maupun negative terhadap keberhasilan implementasi program
safety riding melalui pemberlakuan lajur kiri dan menyalakan lampu
pada siang hari yang diterapkan pada kendaraan bermotor khususnya
kendaraan roda dua. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan tersebut
personel Sat Lantas Polres Semarang yang bertugas di jalan raya
harus bersikap simpatik dan menjalankan tugas dengan disiplin sesuai
aaturan yang berlaku.
40 | P a g e
2) Sosialisasi baik melalui spanduk maupun bermacam
media. Masyarakat mengetahui program pemberlakuan lajur kiri dan
penyalaan lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda dua yaitu
dengan cara petugas menggunakan sarana seperti rambu tulisan/ ada
papan atau plang pemberitahuan.
3) Menggelar anggota dijalan. Personel – personel Sat Lantas
Polres Semarang dalam melakukan sosialisasi menggelar anggota –
anggotanya di jalan – jalan untuk memberi arahan yang simpaatik
kepada masyarakat agar mengikuti aturan program safety riding
tersebut.
Pelaksanaan implementasi program safety riding melalui
pemberlakuan lajur kiri dan menyalakan lampu pada siang hari
yang diterapkan pada kendaraan bermotor khususnya kendaraan
roda dua dilaksaanakan oleh organisasi kepolisian bekerjasama
dengan instansi – instansi terkait seprti Dinas Perhubungan.
Menurut Stephen P. Robins, dalam teori organisasi bahwa
suatu organisasi dapat dikonstruksi gunaa meningkatkan
keefektikn mereka dengan mengambil pandangan makro, dimana
unit – unit analisisnya adalah organisasi itu sendiri atau sub – sub
utamanya, teori organisasi memfokuskan diri kepada prilaku dari
organisasi dan menggunakan definisi lebih luas tentang
keefektifan organisasi. Teori organisassi tidak hanya
memperhatikan prestasi dan sikap para pegawai, tetapi juga
kemampuan organisasi secara keseluruhan untuk menyesuaikan
41 | P a g e
diri dan mencapai tujuan – tujuannya. Untuk meningkatkan
efektivitas organisasi tersebut diperlukan suatu manajemen.
George R. Terry menyatakan bahwa proses manajemen
meliputi planning, organizing, actualiting dan controlling, atau
yang lebih dikenal dengan P.O.A.C. selanjutnya dikatkn bahwa
P.O.A.C adalah alat atau instrument yang digunakan manajer
dalam melaksanakan pekerjaan mnajemen, skaligus merupakan
cirri – cirri pokok yang membedakan seorang manajer dan
seorang non manajer. Dalam pelaksanaan program
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari
bagi kendaraan roda dua yang dilaksanakan oleh Sat Lantas
Polres Semarang, dapat dianalisis melalui teori manajemen
sebagai berikut :
1) Planning (perencanaan) yaitu tindakan
mendeterminasikan sasaran dan arah tindakan yang diikuti.
Dalam pelaksanaan kegiatan program pemberlakuan lajur kiri
dan penyalaan lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda
dua dilakukan perencanaan terlebih dahulu di wilayah Polres
Semarang melalui pembuatan rencana kegiatan (rengiat).
Dengan rencana kegiatan tersebut maka pelaksanaan tugas
akan menjadi lebih terarah sehingga petugas Sat Lantas
Polres Deli akan dapat melaksanakan tugasnya dengen efektif
dan efisien.
42 | P a g e
2) Organizing (pengorganisasian) yaitu tindakan
mendistribusi pekerjaan pada anggota kelompok yang ada dan
menetapkan dan merincci hubungan – hubungan yang
diperlukan. Dalam pengorganisasian dalam melakukan
pembagian tugas Sat Lantas Polres Semarang, yaitu ada yang
bertugas dalam patroli, dalam pemeriksaan, dan ada juga
yang bertugas mensosialisasikan program safety riding yang
dapat dilakukan sambil mengatur lalu lintas di wilayah khusus
safety riding.
3) Actualiting (Menggerakkan) yaitu merangsang
anggota – anggota kelompok tertentu untuk melaksanakan
tugas – tugas mereka dengan kemauan yang baik dan secara
antusias. Kasat Lantas dapat memberikan faktor stimulant
terhadap anggota – anggota kelompok untuk melaksanakan
tugas mereka dengan kemampuan atau motivasi. Motivasi
tersebut biasanya dalam bentuk reward, meskipun masih pada
ucapan penghargaan dan bukan dalam bentuk materi namun
sudah cukup membuat personal merasa termotivasi.
Wahjosumidjo mengatakan bahwa teori motivasi sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkngan kerjanya, pengertian
lingkungan kerja dalam kehidupan organisasi adalah faktor
pemimpin dan bawahan. Dari pihak pemimpin ada berbagai
unsur yang sangat berpengaruh terhadap motivasi seperti
sebagai berikut : kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan,
43 | P a g e
termasuk dalam prosedur kerja, berbagai rencana dan
program kerja. Persyaratan kerja yang dipenuhi oleh para
bawahan. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan
didalam mendukung pelaksanaan kerja, termasuk di dalamnya
bagaimana tempat para bawahan bekerja. Dan yang tidak
kalah pentingnya gaya kepemimpinan atasan dalam arti sifat -
sifat dan prilaku atasan terhadap bawahan.
4) Controling (Pengawasan) yaitu mengawasi
aktifitas – aktifitas agar sesuai dengan rencana – rencana
Pengawasan dan pengendalian program pemberlakuan lajur
kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari bagi kendaraan
roda dua dalam pelaksanaan langsung kita para perwira
secara bergantian melakukan pengecekan dan seminggu
sekali kita lakukan analisis dan evaluasi internal. Kasat /
Perwira juga sering turun ke lapangan di dalam pelaksanaan
tugas itu, turun langsung memasang rambu lajur kiri tersebut.
Dalam pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
tugas anggota di lapangan juga selalu dilakukan oleh kasat
dan kalau tidak oleh kaur atau perwira yang lain. Selain itu
anev juga rutin dilaksanakan namun hanya internal Polres aja
dan kita akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait
Menurut G.R Terry, koordinasi adalah suatu usaha yang
sinkron dan teraturr untuk menyediakan jumlah dan waktu yang
tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu
44 | P a g e
tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah
ditentukan. Koordinasi adalah pernyataan dan usaha dengan ciri
– cirri sebagai berikut :
1) Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Usaha yang dilakukan Polres Semarang bersama instansi terkait
dalam pelaksanaan program pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan
lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda dua adalah dalam
pengaturan lalu lintas bersama dan memasang spanduk – spanduk
sebagai kampanye. Safety riding. Semakin banyak spanduk yang
dipasang akan semakin baik atau semakin sering dilakukan sosialisasi
maka akan masyarakat akan lebih cepat dapat menerima peraturan
tersebut.
2) Waktu yang tepat dari usaha – usaha ini. Waktu yang
digunakan dalam pelaksanaan program pemberlakuan lajur kiri dan
penyalaan lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda dua adalah
pada saat melakukan pengeturan lalu lintas di jalan raya di siang hari,
petugas dengan bbeerkoordinasi dengan instansi Dishub dapat
bersama melakukan sosialisasi program tersebut kepada masyarakat.
3) Sasaran yang ditentukan adalah masyarakat pengguna
jalan. Oleh sebab itu baik Polres maupun Dishub harus sama – sama
berorientasi pada sasaran yaitu masyarakat dalam rangka
mensosialisasikan program pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan
lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda dua.
45 | P a g e
Implementasi safety riding melalui pemberlakuan lajur kiri
dan penyalaan lampu utama di siang hari pada kendaraan roda
duaa di wilayh hukum Polres Semarang dimulai pada bulan April
2007. Dalam jangka waktu beberapa bulan tersebut program
tersebut masih pada tahap sosialisasi yang dimaksudkan untuk
memperkenalkan program tersebut terlebih dahulu kepada
masyarakat aagar masyarakat khususnya pengemudi kendaraan
bermotor roda dua menjadi terbiasa
Berger (1987) dikutip oleh Sunarto (2004) mendefinisikan
sosialisasi a process by which a child learns to be aa participans
member of society. (Proses dimana seorang anak belajar menjadi
anggota dari masyarakat). Sosialisasi dapat juga diartikan
sebagai melalui suatu proses yang harud dilakukan setiap
anggota baru suatu masyarakat untuk mempelajari kebiasaan
yang dipunyai manusia – baik di bidang ekonomi, kekeluargaan,
agama, politik dan sebagainya. Dalam pelaksanaan sosialisasi
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari
pada kendaraan roda dua di wilayah hukum Polres Semarang
dilakukan melalui pemsangan spanduk – spanduk, atau pun
pengarahan tersebut diharapkan masyarakat akan mengenal
ataau mempelajari, dan kemudian membiasakan diri pada
program pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di
siang hari pada kendaraan roda dua tersebut.
46 | P a g e
Pola sosialisasi dibagi menjadi dua yaitu : (1) pola
sosialisasi represif yang menekankan pada penggunaan represif
terhadap kesalahan, (2) pola sosialisasi partisipatoris, dimana
seseorang diberi imbalan jika mau ikut berpartisipasi atau
mengikuti apa yang disosialisasikan tersebut. Dalam pelaksanaan
sosialisasi pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di
siang hari pada kendaraan roda dua di wilayah hukum Polres
Semarang pola sosialisasinya adalah pola sosialisasi
partisipaatoris dimana masyarakat Semarang tidak diancam
dengan sanksi atau hukuman jika tidak melaksanakan atau
mematuhi program atau peraturan baru tersebut, melainkan diberi
kesadaran bahwa jika mereka mau mematuhi peraturan dan ikut
berpartisipasi dan mengikuti penerapan program tersebut.
Dalam implementasi program safety riding melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari
pada kendaraan roda dua di wilayah hukum Polres Semarang
diperlukan pasrtisipasi masyarakat agar memiliki kesadaran untuk
mengikuti peraturan demi keselamatan mereka. Hal tersebut
disebabkan belum ada sanksi hukuman yang dapat membuat
daya tangkal pada pelanggar.
Partisipasi menurut Terry dapat didefinisikan sebagai turut
sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk
memberikan sumbangsih kepada prosses pembuatan keputusan,
terutama mengenai persoalan – persso’alan dimana ketertiban
47 | P a g e
pribadi orang yang bersangkutan terdapat dan orang – oraang
yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk
melakukan hal tersebut. Partisipasi didasarkan atas prinsip
psikologis yang membantu menetapkannya dibandingkan dengan
tujuan pihak lain. Di samping itu orang menaruh perhatian pribadi
dalam bidang keputusan – keputusan dan pemecahan –
pemecahan problem dimana orang turut serta dalam hal
penetapannya. Partisipasi didasarkab atas prinsip psikologis yang
menyatakan bahwa orang lebih dimotivasi kea rah – arah tujuan
untuk dimana orang tersebut membantu menetapkannyaa
dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan oleh pihak lain.
Untuk menumbuhkan pasrtisipasi masyarakat pengguna
jalan dalam implementasi program safety riding melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari
pada kendaraan roda dua diperlukan perilaku atau sikap petugas
polisi lalu lintas yang simpatik dalam mensosialisasikan program
tersebut. Perilaku simpaatik dan sosialisasi yang mengena akan
menumbuhkan sikap bagi seseorang baik secara mental maupun
emosiaonal untuk memberikan sumbangsih kepada program
tersebut mengingat bahwa program safety riding memang
diterapkan untuk kepentingan masyarakat pengguna jalan.
Dengan timbulnya motivasi diri individu itu sendiri untuk mematuhi
peraturan dan mensukseskan program safety riding tersebut
maka proses sosialisasi akan lebih efektif.
48 | P a g e
Pola penindakan yang dilakukan terhadap pelanggar –
pelanggar dalam implementasi program safety riding melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di siang hari
pada kendaraan roda dua adalah peningdakan dengan teguran.
Dalam implementassi program safety riding, pengambilan putusan
yang diambil polisi untuk menindak pelanggar dengan teguran
adalah karena pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggar masih
bersifat ringan.
Terhadap pelanggaran pemberlakuan lajur kirri dan
penyalaan lampu utama kendaraan bermotor di siang hari masih
dapat dikatakan ringan karena bisa disamakan setingkat dengan
pelanggaran marka jalan. Dalam pemberian tindakan seorang
petugas polisi harus mempertimbangkan kadar berat/ringannya
suatu pelanggaran. Oleh sebab itu penindakan yang dilakukan
adalah dengan menggunakan tindakan teguran.
5.3 Faaktor Penghambat Implementasi program
penggunaan lajur kiri dan menyalakan lampu di siang hari
bagi kendaraan sepeda motor pada Satlantas Polres
Semarang.
Pada faktor penghambat penulis menganalisaa dengan
unsur – unsur manajemen yang dikemukakan oleh George Terry
yang di jabarkan sebagai berikut :
5.3.1Faktor Manusia
49 | P a g e
Menurut Terry, faktor Mend and Women diartikan
unsur manusia. Manusia adalah unsur utama yang
menjalankan sebuah manajemen. Jika melihaat personel
Satlantas Polres Semarang yang berdasarkan table yang
disebutkan pada Bab IV berjumlah 72 orang yang belum
mengikuti Dikjur. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya
manusia yang dimiliki jajaran Satlantas sangan minim
dalam mengetahui tentang safety riding. Terbatasnya
kemampuan dan keterampilan anggota. Banyak daro
personel Sat Lantas yang belum mengikuti pendidikan
kejuruan lantas, sehingga dalam pelaksanaan tugas
menjadi tidak kreatif tetapi selalu bergantung bertanya
pada pimpinannya. Hal tersebut menjadikan pelaksanaan
tugas menjadi kurang optimal.
Pelaksanaan sosialisasi implementasi program
safety riding di wilayah Polres Deli Serdaang melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di
siang hari bagi kendaraan roda dua yang dilaksanakan
oleh Polres Semarang umumnya mengandalkan spanduk –
spandduk slogan program yang ada. Namun jika untuk
melakukannya sosialisasi tersebut sendiri di lapangan
petugas umumnya masih terkendala karena belum
menguasasi atau memahami sepenuhnya mengenai
bagaimana proses sosialisasi yang seharusnya dilakukan.
50 | P a g e
Hal – hal lain yang penting dalam proses sosialisasi
implementasi program safety riding di wilayah Polres
Semarang melalui pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan
lampu utama di siang hari bagi kendaraan rodaa dua
seperti bagaimana cara mensosialisasikan, apa yang
dijelaskan dalam sosialisasi atau apa tujuan sosialisasi
yang sejelasnyaa masih belum semua petugas menguasai.
Pelaksanaan program yang mementingkan keselamatan
berkendaraan memang memerlukan keteraampilan dalam
berkomunikasi agar dapat mempengaruhi pelaksanaan
program tersebut.
Selain dari segi keterampilan Polantas, perilaku
pemakai jalan yang tidak tertib. Pengemudi yang kurang
tertib dan tidak disiplin dan masyarakat yang cuek serta
susah diatur membuat implementasi program safety riding
di wilayah Polres Semarang melalui pemberlakuan lajur kiri
dan penyalaan lampy utama di siang hari bagi kendaraan
roda duaa menjadi terkendala. Kurangnya kepedulian
tersebut anntara lain karena masyarakat tersebut dalam
proses sosialisasi proses sosialisasi program safety riding
kurang termotivasi untuk mengikuti sosialisasinya safety
riding. Akan sangat berbeda jika pola sosialisasi bersifat
represif dimana massyarakat aatau pengemudi kendaraan
roda dua yang tidak mengikuti sosialisasi tersebut daari
51 | P a g e
sanksi aatau hukuman, seperti melalui upaya tilang
misalnya, tentu hasilnya akan berbeda.
Kemudian tidak adanya efek jera terhadap
pelanggar maka hal ini juga masyarakat hal itu melanggar
praturan. Menurut analisa penulis hambatan yang
diakibatkan unsur manusia sangat berpengaruh dalam
mencapai tujuan. Seandainya program ini tidak berhasil
diterapkan maka sosialisasi dapat dikatakan masih
jaraang dilakukan. Sosialisasi sangatlah penting karena
masyarakat pada umumnya tidak menaruh perhatian
dengan program tersebut. Teguran yang diberikan bila
melanggar lajur kiri oleh petugas menunjukkan tidak adaa
ketegasan terhadap adanya peraturan.
5.3.2Faktor Sarana dan Prasarana
Machines diartikan sebagai sarana. Sarana adalah
unsur pendukung sebuah manajemen. Sarana berupa
alat pendukung tugas yang kurang spanduk dan kampanye
masih kurang. Kurangnya sarana termasuk juga spanduk
dan selebaran – selebaran sehingga menghambat
sosialisasi program. Sosialisasi dapat juga diartikan
sebagai melalui suatu proses yang harus dilakukan setiap
anggota baru suatu masyarakat untuk mempelajari
kebiasaan yang dipunyai manusia – baik di bidang
52 | P a g e
ekonomi, kekeluargaan, agama, politik dan sebagainya.
Dalam proses sosialisassi implementasi program
safety riding di wilayah Polres Semarang melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di
siang hari bagi kendaraan roda dua diperlukan pengenalan
dan pembiasaan bagi masyarakat pengguna jalan
mengenai program tersebut. Oleh sebab itu diperlukan
spanduk – spanduk agar masyarakat mengetahui yang
kemudian jika telah berjalan lama maka menjadi semakin
terbiasa. Namun dengan keterbatasan sarana berupa
kurangnya media pemberitahuan seperti spanduk dan
sejenisnya maka dapat mengurangi kelancaran proses
sosialisasi.
Ada dua hal berbeda yang perlu dicermati dari
situasi ini. Pertama, menyalakan lampu demi keselamatan
walaupun dengan anjuran. Kedua, tidak wajib menyalakan
tetapi berisiko terhadap keselamatan. Jika harus memilih,
maka rasanya pilihan pertama yang lebih baik karena
sangat berkepentingaan dengan faaktor keselamatan. Hal
ini tersurat dalam UU No. 14 tahun 1992 tentang LLAJ
Pasal 22 ayat (1) huruf d yaitu untuk keselamatan,
keamanan dan ketertiban LLAJ ditetapkan ketentuan
mengenai penggunaan peralatan dan perlengkapan
kendaraan bermotor yang diharuskan, peringatan dengan
53 | P a g e
bunyi dan sinar. Jadi walaupun tidak disebutkan adanya
kewajiban menyalakan lampu pada waktu selain yang
disebutkan dalam pasal 73 PP No. 43 Tahun 1993 tersebut
(hari terang) upaya ini tetap mengacu kepada ketentuan
pasal 22 UU No. 14 Tahun 1992. Namun yang perlu
dipikirkan adalah ketepatan penempatan dan penerapan
strategi yang akan dijalankan tersebut. Aaktor sarana dan
prasarana salah satu unsur manajemen yang akan
diungkapkan pada bab IV Aparat masih kurang tegas.
Karena sosialisasinya yang masih baaru maka jika terjado
pelanggaran terhadap program hanya ditindak lanjuti
dengan teguran dari petugas. Masyarakat atau pengemudi
kendaraan bermotor tidak semua dapat diatur dengan
mudah dimana era kemajuan zaman membuat perubahan
sikap masyarakat yang semakin berani dan tidak dengan
mudah mematuhi hukum atau peraturan.
Dalam implementsi program safety riding diwilayah
Polres Semarang melalui pemberlakuan lajur kirri dan
penyalaan lampu utama di siang hari bagi kendaraan roda
dua jika ada pengemudi yang melanggar peraturan
tersebut hanya ditegur dan diberi aarahan oleh petugas
sebagai aparat penegak hukum. Massyarakat saat ini pada
umumnya tidak takut pada petugas melainkan takut pada
hukuam dengan tidak adanya sanksi pada penerapan
54 | P a g e
peraturan safety riding tersebut naka tidak ada daya
tangkal bagi masyarakat tersebut untuk tidaak melanggar
ketentuan yang berlaku.
5.3.3Anggaran
Faktor Anggaran menjadi masalah lama.
Pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan laampu bagi
kendaraan bermotor di siang hari tidak langsung efektif.
Jika tidak adanya sosialisasi. Selanjutnya biaya untuk
melakukan sosialisasi membutuhkan anggaran yang besar.
Berger (1978) dikutip oleh Sunarto (2004) mendefinisikan
sosialisasi sebagai aa process by which a child learns to be
aa participans member of society (Proses dimana seorang
anak belajar menjadi anggota dari masyarakat). Sosialisasi
dapat juga diartikan sebagai melalui status proses yang
harus dilakukan setiap anggota baru suatu masyarakat
untuk mempelajari kebiasaan yang dipunyai manusia –
baik di bidang ekonomi, kekeluargaan, agama, politik dan
sebagainya. Pelaksanaan sosialisasi implementasi
program safety riding di wilayah Polres Semarang melalui
pemberlakuan lajur kiri dan penyalaan lampu utama di
siang hari bagi kendaraan roda dua yang dilaksanakan
oleh Polres Semarang umumnya mengandalkan spanduk –
spandduk slogan program yang ada.
55 | P a g e
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di bab – bab
sebelumnya maka kesimpulan yang bisa diambil adalah sebagai
berikut :
1) Penyebab – penyebab dari terjadinya kecelakaan lalu lintas
yang terjadi di wilayah hukum polres Semarang umumnya terdirri dari :
1) Faktor manusia ; a. Kondisi fisik pengemudi seperti kelelahan fisik ,
mengantuk, atau terpengaruh alcohol merupakan penyebab –
penyebab dari kecelakaan lalu lintas. b. Kurangnya disiplin pengemudi
dalam mematuhi pperaturan – peraturan lalu lintas. pengemudi yang
tidak sabar dan tidak disiplin umpamanya, sangat mempengaruhi
menjadi penyebab suatu insiden kecelakaan : 2) Faktor Cuaca 3)
Teknis Kendaraan. Dalam masalah teknis kendaraan mencakup fisik
kendaraan seperti rem, ban dan sebagainya.
2) Implementasi program safety riding atau keselamatan
berkendaraan dengaan melalui pemberlakuan lajur kirri dan
menyalakan lampu pada siang hari yang diterapkan pada kendaraan
bermotor khususnya kendaraan bermotor Roda Dua. Antara lain
adalah bentuk kampanye keselamatan dan bentuk kepedulian
kemanusiaan dalam rangka menekan angka kecelakaan dan
menghindari jumlah korban yang semakin hari terus bertambah guna
56 | P a g e
mewujudkan keamanaan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
berlalu lintas. pelaksanaannya kegiatan tersebut adalah sebagai
berikut : mengutamakan simpatik dengan himbauan – himbauan.
Sosialisasi baik melalui spanduk maupun bermacam media. Menggelar
anggota di jalan. Sedangkan penindakan yang diberikan pada
pengemudi jalan yang melanggar ketentuan pemberlakuan tersebut
adalah masih dalam bentuk teguran dan pengarahan dan bukan dalam
bentuk sanksi.
3) Faaktor penghambat dalam pelaksanaan program safety
riding di wilaayah Polres Semarang melalui Pemberlakuan Lajur Kiri
dan Penyalaan Lampu Utama di Siang Hari bagi kendaraan bermotor
roda dua adalah sebagai berikut : Sarana berupa alat pendukung tugas
seperti pendukung tugas seperti spanduk dan kampanye masih kurang
: Perrilaku pemakai jalan yang tidak tertib; aparat masih kurang tegas;
Terbatasnyaa kemampuan dan keterampilan anggota.
6.2 Saran
Dalam rangka pelaksanaan implementasi program safety
riding di wilayah Polres Semarang melalui Pemberlakuan Lajur
Kiri dan Penyalaan Lampu Utaama di Siang Hari Bagi Kendaraan
Bermotor Roda Dua diwilayah hukum Polres Semarang, berikut
ini adalah saran atau rekomendasi yang dapat diberikan
diantaranya adalah sebagai berikut :
57 | P a g e
1) Membuat Peraturan Perundang – undangan
mengenai Pemberlakuan Lajur Kirri dan penyalaan lampu
utamaa di siang haari bagi kendaraan Bermotor Roda Dua di
wilayah hukum Polres Semarang.
2) Melakukan kerjasama dengan pihak swastaa dan
LSM yang peduli keselamatan lalu lintas sehingga dari sana
dapat digalang dana guna menambah spanduk atapun
sarana yang akan menunjang implementasi program
pemberlakuan lajur kirri dan penyalaan lampu utama di siang
hari bagi kendaraan bermotor rodaa dua diwilayah hukum
polres Semarang.
58 | P a g e
top related