pa-opi-autosaved.doc
Post on 10-Dec-2015
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
A. Etiologi
Berikut merupakan faktor-faktor etiologi nefropati diabetik (Sudoyo,
2007) :
1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160
mg/dl).
2. Genetik.
3. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus).
4. Hipertensi sistemik
5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik).
6. Radang.
7. Peubahan permeabilitas pembuluh darah.
8. Asupan protein berlebih.
9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme poliol, pembentukan
advanced glycation end product, peningkatan produksi sitokin ).
10. Pelepasan growth factor.
11. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein.
12. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrana basalis glomerulus).
13. Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+
ATPase pump).
14. Hiperlipidemia.
15. Aktivasi protein kinase C.
B. Faktor risiko
Berikut adalah faktor risiko nefropati diabetik :
1. Faktor Metabolik
Faktor metabolik yang sangat mempengaruhi progresivitas komplikasi
diabetes mellitus adalah hiperglikemi. Mekanismenya secara pasti
belum diketahui, namun hiperglikemi mempengaruhi timbulnya
nefropati diabetik melalui tiga jalur, yaitu glikasi lanjut, jalur aldose
reduktase, dan aktivasi protein kinase C (PKC) isoform (Ritz, 2010) .
2. Hormon Pertumbuhan dan Cytokin
Disebabkan efek promotif dan proliferatifnya, hormon pertumbuhan
dan cytokin dianggap berperan penting dalam progresivitas gangguan
fungsi ginjal akibat diabetes mellitus. Terutama growth hormone
(GH) / Insuline like growth factors (IGFs), TGF-βs, dan vascular
endothelial growth factors (VEGF) telah diteliti memiliki efek yang
signifikan terhadap penyakit ginjal diabetik (Ritz, 2010).
3. Faktor-faktor vasoaktif
Beberapa hormon vasoaktif seperti kinin, prostaglandin, atrial
natriuretik peptide, dan nitrit oksida, memainkan peranan dalam
perubahan hemodinamik ginjal dan berimplikasi pada inisiasi dan
progresi nefropati diabetik (Ritz, 2010).
4. Ras
Bangsa yang paling banyak menderita nefropati diabetik adalah bangsa
Asia Selatan. Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi
mikroalbuminuria dan proteinuria (Bilous, 2008).
5. Diet dan Lipid
Beberapa penelitian membuktikan adanya penurunan kadar albumin
urin yang signifikan setelah dilakukan intervensi diet. Hasil penelitian
ini konsisten dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa terjadi
perubahan kadar albuminuria setelah dilakukan koreksi glikemik pada
DM tipe 2. Perubahan ini mungkin disebabkan karena perubahan
hemodinamik akibat penurunan glikemia dan juga mungkin
disebabkan karena penurunan intake protein. Hubungan antara kadar
lipid plasma, albuminuria, dan gangguan fungsi ginjal juga dilaporkan
oleh sebuah penelitian dengan 585 sampel yang melakukan diet selama
3 tahun dan berhasil menurunkan kadar albuminuria, tetapi kadar
glukosa puasa dan trigliserid bervariasi. Kadar trigliserid juga
berhubungan dengan peningkatan albuminuria dan proteinuria (Bilous,
2008).
6. Riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
Nefropati diabetik, yang merupakan suatu penyakit ginjal kronis,
merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal terminal yang juga
merupakan komplikasi dari penyakit kardiovaskuler. Mekanisme
patogenesis antara penyakit kardiovaskuler dan timbulnya nefropati
diabetik belum diketahui dengan pasti. Faktor risiko yang sudah
diketahui menyebabkan timbulnya nefropati diabetik dan penyakit
kardiovaskular adalah hiperglikemi, hipertensi, peningkatan kadar
kolesterol LDL, dan albuminuria. Sedangkan faktor-faktor lain yang
diduga merupakan faktor risiko adalah hiperhomosisteinemia,
inflamasi/stres oksidatif, peningkatan produk akhir glikasi,
dimetilarginin asimetrik, dan anemia (Bilous, 2008).
7. Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika (Sukandar, 2007) :
a. Antigen HLA (human leukosit antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan Faktor genetika tipe
antigen HLA dengan kejadian Nefropati Diabetik. Kelompok
penderita diabetes dengan nefropatilebih sering mempunyai Ag
tipe HLA-B9
b. Glukose trasporter (GLUT)
Setiap penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5 mempunyai
potensi untuk mendapat Nefropati Diabetik.
C. Penegakan Diagnosis
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan
visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat
kriteria diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis
dan sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila
dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
a. DM
b. Retinopati Diabetika
c. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu
tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl (Lestariningsih, 2004).
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan
tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri,
polidipsi, polifagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa:
kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia,
impotens (Lestariningsih, 2004).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang
merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa (Ritz, 2010) :
1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah dalam kapiler retina.
2) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama
daerah kapiler vena.
3) Eksudat berupa :
a) Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma
yang lama.
b) Cotton wool patches.
Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskhemia retina.
4) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi kapiler.
5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6) Neovaskularisasi
7) Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V)
atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada :
c) Cor cardiomegali.
d) Pulmo oedem pulmo.
B. Patogenesis
Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat
diterangkan dengan pasti. Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik
dan hemodinamik berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan
awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah
terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomeruli.
Gambaran histologi jaringan pada nefropati diabetik memperlihatkan
adanya penebalan membran basal glomerulus, ekspansi mesangial
glomerulus yang akhirnya menyebabkan glomerulosklerosis, hyalinosis
arteri eferen dan eferen serta fibrosis tubulo interstitial. Tampaknya
berbagai faktor berperan dalam terjadinya kelainan tersebut. Peningkatan
glukosa yang menahun (glukotoksisitas) pada penderita yang mempunyai
predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor
lainnya dapat menimbulkan nefropati. Glukotoksisitas terhadap basal
membran dapat melalui 2 jalur (Bethesda, 2010):
a. Alur metabolik (metabolic pathway): Faktor metabolik diawali dengan
hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi secara proses non enzimatik
dengan asam amino bebas menghasilkan AGE’s (advance
glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan
kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur poliol,
dan aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol pathway) terjadi
peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya reduksi
glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol
akan mengakibatkan berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan
gangguan osmolaritas membran basal.
b. Alur Hemodinamik : Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada
penderita DM terjadi akibat glukotoksisitas yang menimbulkan
kelainan pada sel endotel pembuluh darah. Faktor hemodinamik
diawali degan peningkatan hormon vasoaktif seperti angiotensin II.
angiotensin II juga berperan dalam perjalanan ND. Angiotensin
IIberperan baik secara hemodinamik maupun non-hemodinamik.
Peranan tersebut antara lain merangsang vasokontriksi sistemik,
meningkatkan tahanan kapiler arteriol glomerulus, pengurangan luas
permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstra selular, serta
stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik. Hipotesis ini didukung
dengan meningkatnya kadar prorenin, aktivitas faktor von Willebrand
dan trombomodulin sebagai penanda terjadinya gangguan endotel
kapiler. Hal ini juga yang dapat menjelaskan mengapa pada penderita
dengan mikroalbuminuria persisten, terutama pada DM tipe 2, lebih
banyak terjadi kematian akibat kardiovaskular. Peran hipertensi dalam
patogenesis diabetik kidney disease masih kontroversial, terutama
pada penderita DM tipe 2 dimana pada penderita ini hipertensi dapat
dijumpai pada awal malahan sebelum diagnosis diabetes ditegakkan.
Dari kedua faktor diatas maka akan terjadi peningkatan TGF beta
yang akan menyebabkan proteinuria melalui peningkatan
permeabilitas vaskuler. TGF beta juga akan meningkatkan akumulasi
ektraceluler matrik yang berperan dalam terjadinya nefropati diabetik.
C. Gambaran Histopatologi
Pada gambaran histopatologi nefropati diabeti ditemukan tiga kelainan
penting yaitu (Kumar, 2007):
1) Lesi glomerulus
Penebalan membran basal kapiler di seluruh panjangnya. Perubahan
ini dapat dideteksi dengan mikroskop elektron kadang tanpa disertai
perubahan fungsi ginjal. Glomerulosklerosis dibagi dua yaitu
glomerulosklerosis difus terdiri dari penigkatan difus matriks
mesangium disertai proliferasi sel mesangium dan hampir selalu
disertai penebalan membran basal. Adapun glomerulosklerosis
nodular terdapat endapan mirip bola matriks berlapis di dalam inti
mesangium lobulus. Nodus cenderung di bagian perifer glomerulus
dan karena timbulnya di dalam mesangium maka nodus-nodus
mendorong gelungan kapiler glomerulus semakin ke tepi sehingga
gelungan kapiler membentuk halo disekitar nodus disebut lesi
Kimmelstiel Wilson. Pada penyakit tahap lanjut, terbentuk banyak
nodus di dalam satu glomerulus dan sebagian besar glomerulus
terkena. Endapan ini positif pada pewarnaan periodic acid-Schiff dan
mengandung mukopolisakarida, lemak, dan fibril serta kolagen seperti
endapan matriks pada glomerulosklerosis difus.
2) Lesi vaskular ginjal terutama arteriosklerosis
Arteriosklerosis hialin mempengaruhi arteriol aferen dan arteriol
eferen. Arteriosklerosis arterio eferen jarang ditemukan pada
penderita bukan DM.
3) Pielonefritis termasuk papilitis nekrotikans
Pielonefritis merupakan peradangan akut atau kronik ginjal yang
berawal di jaringan intersitium kemudian menyebar untuk
mempengaruhi tubulus dan pada kasus ekstrem, glomerulus. Pola
khusus dari pieolonefritid akut yaitu papilitis nekrotikans.
Gambar 1. Perubahan histologi glomerulus pada nefropati diabetik
(Inope CA, 2008).
Gambar 2. Glomerulosklerosis noduler (Inope CA, 2008).
D. Komplikasi
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes
melitus. Jika nefropati diabetik tidak terkontrol dapat menyebabkan gagal
ginjal diabetik (End stage Diabetic Nephropathy) (Sukandar, 2007).
Dapus
Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.
Ritz E, Keller C, Kristian H. Bergis. 2010. “Nephropathy of type II
diabetes mellitus”, Nephrol Dial Transplant 11, Suppl 9: 38-44.
Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004.
Semarang. hal 1-5.
Bethesda.2010. ”Kidney Disease of Diabetes” . Available at: http: // www.kidney.
niddk. nih.gov / kudiseases / pubs / kdd / index.htm. (diakses 11
September 2015) .
Sukandar E. 2007. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.
Edisi ke-2. Penerbit ITB : Bandung.
Inope CA. 2008. “Pathophisology of Diabetic Nephropathy”. http:
www.carlosvirtual.wordpress.com. (diakses 11 September 2015).
Bilous. 2008 . Seri Kesehatan Bimbingan Dokter pada Diabetes. Jakarta:
Dian Rakyat.
Kumar, V., Ramzi S.C., dan Stanley L.Robins. 2007. Buku Ajar Patologi.
Edisi 7. Jakarta : EGC.
top related