makalah agis itp
Post on 06-Feb-2016
76 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENUGASAN
BLOK 11: HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER
“IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA”
OLEH :
YAUMIL AGISNA SARI
H1A 012 063
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
NUSA TENGGARA BARAT
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan suatu penyakit yang belum
diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ITP itu termasuk ke dalam Trombocytopenia Akuisita.
Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan panyakit dan disebut dengan berbagai
nama misalnya morbus makulosus werlhofi, syndrome hemogenic, purpura trombocytolitic.1,2
Dikatakan Idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat diketahui
penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti anemia, kelainan
leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah
yang hilang karena perdarahan.2
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited)
atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada penelitian diketahui bahwa ITP
merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. 2
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.1
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak
diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan
ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune
thrombocytopenic purpura.2
Kata trombositopenia menunjukan bahwa terdapat angka trombosit yang rendah,
sedangkan kata purpura berasal dari suatu deskripsi akan kulit yang berwarna lebam karena
simptom penyakit, warna ungu pada kulit ini disebabkan oleh merembesnya darah di bawah
kulit.
2.2. ETIOLOGI
Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak diketahui. Seringkali pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh virus (rubella, rubeola, varisela) atau, sekitar tiga minggu menjadi
ITP. Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi terhadap virus, "sengaja" juga
membuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel platelet. Tubuh mengenali setiap sel
dengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan mereka. Itulah sebabnya ITP juga
disebut sebagai imuno thrombocytopenic purpura.1
Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah tulang panjang dan
bertanggung jawab untuk membuat sel-sel darah, termasuk trombosit. Sumsum tulang
merespon rendahnya jumlah trombosit dan menghasilkan lebih banyak untuk mengirim ke
tubuh. Sel-sel di sumsum tulang pada pasien dengan ITP, akan banyak trombosit muda yang
telah dihasilkan. Namun, hasil tes darah dari sirkulasi darah akan menunjukkan jumlah
trombosit yang sangat rendah. Tubuh memproduksi sel-sel normal, tetapi tubuh juga
3
menghancurkan mereka. Dalam kebanyakan kasus, tes darah lainnya normal kecuali untuk
rendahnya jumlah trombosit. Pada pasien ITP, trombosit biasanya bertahan hanya beberapa
jam, dibandingkan dengan trombosit yang normal yang memiliki umur 7 sampai 10 hari.
Trombosit sangat penting untuk pembentukan bekuan darah.1
2.3. EPIDEMIOLOGI
Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umunya terjadi pada anak-
anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik.
Purpura Trombosit Idiopatik pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada
beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak
diperkirakan 0,46 per 100.000 anak pertahun.
Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-
6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa median rata-
rata usia 40-45 tahun. Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP
akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.1
Jumlah insiden ITP yang sebenarnya, tidak diketahui, karena individu dengan penyakit
ringan mungkin asimtomatik sehingga tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, penyakit
gejala terjadi pada sekitar 70 dewasa / 1.000.000 dan 50 anak / 1.000.000. Penderita ITP
refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis
standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah
normal atau ada perdarahan. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari
jumlah penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi
dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%. 1,4
2.4. PATOFISIOLOGI
ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP diperantai oleh suatu autoantibodi,
mengingat kejadian transient trombositopenia pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopenia pada
orang sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita ITP.
4
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di
lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan. Pada sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme kompensasi dengan
peningkatan produksi trombosit. Sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap
terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag
didalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit,
kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukan adanya masa megakariosit normal. 5
Untuk sebagian kasus ITP yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit
mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi trombosit. Penderita
ITP dengan tipe ini dapat dikatakan menderita ITP kronik tetapi stabil dengan jumlah
trombosit yang rendah pada tingkat aman. Pada kasus berat, auto antibodi dapat langsung
meyerang antigen yang terdapat pada trombosit dan juga megakariosit. Pada tipe ini produksi
trombosit terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk menghindari resiko
perdarahan internal atau organ dalam. 1
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk
berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurang kompleks glikoprotein IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX,Ia/IIa,IV
dan V dan determinasi trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap
berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.
5
Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali
glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.
1. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi.
2. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriITPk dari glikoprotein trombosit yang lain.
3. Sel penyaji antigen yang teraktifasi
4. Mengekspresikan peITPda baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi
(yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang
berfungsi menfasilitasi proliferasi inisiasi CD4 positif Tcell clone (Tcell clone 1)
dan spesifitas tambahan (Tcell clone 2)
6
5. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell clone
2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein
Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi
oleh B cell clone 1. 1,3,5
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari idipatik trombositosis purpura adalah meningkatnya perdarahan
akibat menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan dalam:
1. Purpura. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di
dalam mulut) yang berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya.
2. Petekie. Bintik-bintik merah di kulit. Terkadang bintik merah saling menyatu dan
mungkin terlihat seperti ruam. Bintik merah merupakan perdarahan di bawah kulit
3. Perdarahan yang sulit berhenti
4. Perdarahan dari gusi
5. Mimisan
6. Menstruasi yang berkepanjangan pada wanita
7. Hematuria
8. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang palin serius pada ITP. Hal ini
mengenai hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di
subarachnoid, sering multipel dan ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi darah
yang luas.1
2.6. KLASIFIKASI
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik
a. ITP akut.
Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut sering dijumpai
pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat
infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada
anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh
virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi adalah varicella zooster dan
ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan,
7
perdarahn intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk
akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit
lebih fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi
pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh
dalam 3-6 bulan.
b. ITP kronik
Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya tidak
menentu, riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan
pembesaran lien jarang terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode
perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau terus menerus. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis,
petekie, purpura. Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi
dengan jumlah trombosit. Secara umum bila pasien dengan AT > 50.000/ml maka
biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml terdapat luka memar/hematom, AT
10.000-30.000/ml terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan
memanjang bila ada luka, AT < 10.000/ml terjadi perdarahan mukosa (epistaksis,
perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf
pusat. 1
2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan:
1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (<
150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang berat)
dan leukosit dalam batas normal.
2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan eritrosit dan
leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit muda dengan ukuran
yang lebih besar (megatrombosit).
3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen normal.
8
4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit dihubungkan
dengan antibodi, secara langsung untuk mengukur trombosit yang berkaitan
dengan antibodi.
5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah megakariosit
dan agranuler, serta tidak mengandung trombosit. 4,6 Pedoman dari america
society of hematology menyatakan pemeriksaan sumsum tulang tidak
diperlukan pada usia > 40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas
( gambaran sitopeni) atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi.
Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatrik hematologi
merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum memulai
pemberian kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. 1
2.8. DIAGNOSIS
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke saranakesehatan. Hal ini
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan
fisik dan laboratorium, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.
Dari Anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor resiko. Tanda
perdarahan seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit berhenti, perdarahan
pada gusi, mimisan spontan, perdarahan konjungtiva, perdarahan saluran cerna seperti
melena, hematuria, dan menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya purpura dan petekie, perdarahan mukokutan,
mungkin bisa ditemukan adanya splenomegali (10% pada anak) yang jarang terjadi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap dapat ditemukan
adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan eritrosit dalam batas normal (tidak
terjadi perdarahan masif), pemeriksaan darah tepi ditemukan penurunan sel trombosit dengan
atau tanpa megatrombosit, pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan
megakariosit. Pada pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal.
9
2.9. PENATALAKSANAAN
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehinggamencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari
aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian
obat-obatan yangmempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis.
Terapi Awal ITP (Standar)
Prednison
Prednison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis
1,0-1,5mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu
dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid
dilanjutkan sampai 1 bulan , kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT
<30.000/µL, AT>50.000/µL setelah 10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak
berespons bila peningkatan AT <30.000µL/ AT ≤50.000/µ L terapi 10 hari. Respon menetap
bila AT menetap>50.000/mL setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik persisten
dan trombositopenia berat (AT <10.000/µL) setelah mendapat terapi prednisone perlu
dipertimbangkan untuk splenektomi.
Imunoglobulin Intravena
Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-
turutdigunakan bila terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah mendapat
terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80%
pasien berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya.
Gagal ginjal dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang
mempunyai defisiensi IgA Kongenital. Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak
diketahui namun meliputi blockade Fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang
menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.
Splenektomi
Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk ITP, dan kebanyakan pasiend
ewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak boleh
berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi diindikasikan jika
pasien tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan prednison dosis tinggi yang
tidak masuk akal untuk mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain
10
mungkin tidak toleran terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah
alternatif. Splenektomidapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung trombosit
kurang dari 10.000 / MCL.80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan
remisi lengkap atau parsial, dan angka kekambuhan ialah 15-25%.
Penanganan Rileps pertama
Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak
berespons dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.Penggunaan
imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok untuk
pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal
tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk
memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /µL sampai 50.000/µL
bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya
risikotinggi untuk trauma. Pada AT >50.000/µL perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau
setelahtrauma pada beberapa pasien. Pada pasien ITP kronik dan AT <30.000/µl IglV atau
metil prednisolon dapat membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.
Terapi ITP Kronik Refrakter
Pasien refrakter (±25%-30% pada ITP) didefinisikan sebagai kegagalan
terapikortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut
karena ATyang rendah atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons terapi
yang rendah,mempunyai morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta
memilikimortalitas sekitar 16%. ITP refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria
sebagai berikut: a). ITP menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien gagal berespon dengan
splenektomi; c). AT<30.000/mL.
Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua
Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa
pilihan terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif
kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.
Steroid Dosis Tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10
pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik (dengan AT
11
>100.000/mL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon
dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.
Metil prednisolon
Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga
pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak dan dewasa
yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien
ITP berat menggunakan dosis tinggi metil prednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis
diturunkan tiap 3hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien ITP klinis
ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis konvensional.
Pasien yang mendapat terapi metilprednisolondosis tinggi mempunyai respon lebih cepat
(4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80%vs 53%). Respons steroid intravena
bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT
tetap adekuat.
IglV Dosis Tinggi
Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut,
seringdikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek
samping,terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten
ataudisubtitusi dengan anti-D intravena.
Anti-D Intravena
Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa.
Dosisanti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesusD-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi
bersaing denganautoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
Alkaloid Vinka
Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin
bernilaiketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat,
misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6
minggu.
Danazol
Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon
seringlambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan
12
sampaidosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari
setiap 4 bulan.
Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi
Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi
lainnya.Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid
sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada
pasien yang berat,simptomatik, ITP kronik refrakter terhadap berbagai terapis ebelumnya.
Pemakaian siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif
digunakan seperti padalimfoma.
Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin 50-100
mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan
turunkan sampai dosis terkecil.
Dapsone
Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien- pasien
harusdiperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko
hemolisisyang serius. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua
Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau keduadan
memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif namun lebih
banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada umumnya
ITP refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai
kualitashidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini
pertama dankedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-α, (ii) anti-
CD20, (iii)Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya.
Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua
Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan
bagi mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu
antibodimonoklonal terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 - 50%,
danmemiliki respon yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.
13
Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak berespon
dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. Perdarahan aktif).
Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP refrakter tetapi studi lebih.
2.10. PROGNOSIS
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada ITP biasanya
disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
14
BAB III
PENUTUP
1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai
dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.
2. Insidensi ITP pada anak diperkirakan 4,0-5,3 per 100.000 anak pertahun. Insidensi ITP
kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000)
dengan jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.
3. Penyebab ITP yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui pasti namun penyebab ITP
dikaitkan dengan infeksi rubela, rubeola,varisella pada pasien ITP yang sebelumnya
terinfeksi.
4. ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag
5. Pada pemeriksaan darah lengkap di dapatkannya penurunan jumlah trombosit dengan
adanya tanda perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis, subkonjungtiva bleeding,
melena, hematuria.
6. Standar penatalaksanaan pasien ITP dengan pemberian kortikosteroid.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto I. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI, 2010; Hal. 659-664.
2. George, James N. Definition, Diagnosis and Treatment of Immune Thrombocytopenic Purpura. Oklahoma City, OK, USA. University of Oklahoma Health Sciences Center, 2009; Hal.759-761.Tersedia di: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2688564/pdf/0940759.pdf [Diakses 15 April 2015].
3. Alvina. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Laboratory Diagnosis And Management. Universa Medicina, Vol.30, No.2. Jakarta: Department of Clinical Pathology Medical Faculty. Trisakti University Jakarta, 2011. Tersedia di: http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/08/Alvina.pdf [Diakses 15 April 2015].
4. Neunert Cindy, et al. The American Society of Hematology 2011 Evidence-based Practice Guideline for Immune Thrombocytopenia. In : Blood, Vol. 117, No. 16. The American Society of Hematology, 2011. Tersedia di: http://www.bloodjournal.org/content/bloodjournal/117/16/4190.full.pdf [Diakses 15 April 2015].
5. Michel M, et al. Characteristics and Outcome of Immune Thrombocytopenia in Elderly: Results From a Single Center Case-Controlled Study. 2011. Tersedia di: http://reference.medscape.com/medline/abstract/21956157 [Diakses 15 April 2015].
16
top related