bab iv hasil dan pembahasan 4.1. kelangsungan hidup...
Post on 08-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kelangsungan Hidup Nilem
Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi
kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan. Kelangsungan
hidup tertinggi sebesar 100% pada akuarium dengan perlakuan 0 mL EM4/L air
dalam biofilter, perlakuan 9 mL EM4/L air dalam biofilter dan 15 mL EM4/L air
dalam biofilter. Kelangsungan hidup terendah terjadi pada perlakuan 12 mL
EM4/L air dalam biofilter dan 18 mL EM4/L air dalam biofilter, yaitu sebesar
97,67%. Tingkat kelangsungan hidup nilem tiap perlakuan selama penelitian
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan
Kelangsungan hidup ikan nilem dapat dipengaruhi oleh keberadaan
parasit, serangan penyakit, perubahan lingkungan dan ketersediaan makanan
(Wicaksono, 2005). Pengamatan visual terhadap tingkah laku maupun tubuh ikan
uji menunjukkan bahwa ikan uji berada dalam kondisi yang sehat. Tingkat
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 9 12 15 18
Ke
lan
gsu
gan
Hid
up
(%
)
Konsentrasi Perlakuan (mL EM4/L air)
25
kelangsungan hidup yang tinggi pada akuarium kontrol maupun pada akuarium
perlakuan yang ditambahkan EM4 pada media biofilter-nya ini disebabkan oleh
kondisi lingkungan yang terkontrol, penelitian yang dilakukan didalam ruangan
(indoor) memberikan proteksi kepada ikan dari ancaman penyakit dan parasit
yang datang dari lingkungan luar. Sistem continuous flow yang digunakan dalam
penelitian ini juga bekerja dengan baik dalam menjaga kualitas air sehingga
berpengaruh positif terhadap kelangsungan hidup ikan nilem. Pengunaan sistem
continous flow disertai dengan penggunaan media biofilter pada penelitian ini
menekan peningkatan jumlah amonia dalam air.
Fokus utama dalam sistem akuaponik adalah untuk menghilangkan
amonia, yaitu produk limbah dari proses metabolisme ikan. Amonia masuk ke
tubuh ikan melalui insang. Amonia akan terakumulasi dan mencapai tingkat
beracun, kecuali jika amonia diubah melalui proses nitrifikasi. Dalam proses ini,
amonia akan teroksidasi menjadi nitrit, yang besifat racun, dan kemudian diubah
menjadi nitrat, yang bersifat tidak beracun oleh bakteri. Ada dua kelompok
bakteri (Nitrosomonas dan Nitrobacter) yang secara alami melakukan proses ini.
Bakteri nitrifikasi akan tumbuh membentuk lapisan (film) pada permukaan suatu
benda atau akan melekat pada partikel-partikel organik (Rakocy et al. 2006).
Konsentrasi nitrit yang tinggi dalam air menyebabkan brown blood
disease. Nitrit masuk aliran darah melalui insang dan mengubah darah menjadi
bewarna kecoklatan. Hemoglobin yang berperan mengangkut oksigen dalam
darah, bergabung dengan nitrit membentuk methemoglobin, sehingga tidak dapat
melakukan pengangkutan oksigen. Ketika ikan terserang bakteri maupun parasit,
kepekaan terhadap nitrit menjadi besar. Ikan yang mempertahankan diri dari
brown blood disease atau stres nitrit lebih mudah terkena infeksi bakteri,
anaemia (bibir menjadi pucat atau tidak ada darah), dan penyakit lain yang
berkaitan dengan stress. Serangan Aeromonas maupun infeksi Columnaris juga
sering menyerang antara 1 sampai 3 minggu setelah brown blood disease terjadi.
Pemeliharaan mutu pH air dapat mempercepat penyerapan nutrisi oleh tanaman,
memaksimalkan proses nitrifikasi, memperkecil terjadinya keracunan ammonia,
26
memaksimalkan oksigenasi dan memelihara keseimbangan tingkat stres ikan
dalam sistem (Burgess, 2009).
Perlakuan penambahan EM4 menunjukkan kelangsungan hidup ikan yang
tinggi dan mengindikasikan media hidup ikan yang sesuai kebutuhan ikan. Peran
EM4 terhadap kelangsungan hidup terlihat pada 10 hari pertama dimana biofilter
yang diberi EM4 mengalami peningkatan konsentrasi amonia lebih sedikit (0
mg/L – 0,83 mg/L) dibanding akuarium kontrol yang mengalami kenaikan
konsentrasi amonia sampai 0,25 mg/L. Dengan melakukan penambahan EM4 pada
biofilter, selain oleh bakteri nitrifikasi, kinerja penguraian juga dibantu oleh
mikroorganisme yang terkandung dalam EM4. EM4 mengandung bakteri
photosynthetic yang dapat meningkatkan kapasitas fiksasi nitrogen (Kyan et al.
1999).
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian EM4 pada biofilter
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup nilem.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa pemberian 12
mL EM4/L air pada media biofilter dapat memberikan kelangsungan hidup
tertinggi. Pemberian EM4 pada media biofilter dalam penelitian ini menghasilkan
tingkat kelangsungan hidup > 97% pada tiap perlakuan, sehingga masih sangat
memungkinkan untuk dilakukan penambahan konsentrasi EM4 pada media
biofilter.
4.2. Laju Pertumbuhan Nilem
Pertambahan panjang dan bobot nilem selama penelitian cukup baik.
Pertumbuhan nilem dapat semakin ditingkatkan jika pakan yang diberikan cocok
dengan kebiasaan makan nilem sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik
oleh tubuh ikan. Kandungan protein yang tinggi pada pakan (PF 1000) dengan
persentase 40% ternyata tidak dapat diserap maksimal oleh tubuh nilem yang
memiliki sifat herbivora.
Wicaksono (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh padat tebar
terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nilem (Osteochilus hasselti
C.V) yang dipelihara dalam keramba jaring apung di waduk Cirata dengan pakan
27
perifiton. Ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) yang digunakan berukuran 7,1-
7,4 cm dengan berat 4,6-5,3 g dan dipelihara selama 48 hari. Hasil dari penelitian
Wicaksono (2005) adalah pertumbuhan harian nilem di kepadatan 35 ekor/m3, 70
ekor/m3 dan 105 ekor/m3 masing-masing menunjukkan nilai sebesar 1,66%,
1,50% dan 0,88% dengan kelangsungan hidup bernilai > 90% pada tiap perlakuan.
Dalam penelitian ini, rata-rata nilai pertumbuhan harian ikan nilem yang
dihasilkan berkisar antara 2,36% – 2,83% dengan tingkat kelangsungan hidup >
97% pada tiap perlakuan. Jika dilakukan perbandingan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wicaksono (2005), hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih
tinggi nilainya dalam hal pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup nilem.
Pertumbuhan ikan nilem yang ditambahkan EM4 pada biofilternya lebih
tinggi dari perlakuan yang tidak ditambahkan EM4 (kontrol). Kandungan
mikroorganisme pada EM4 terbukti dapat meningkatkan laju pertumbuhan nilem.
Bakteri asam laktat (Lactobacillus spp) memiliki kemampuan untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit. Ragi (Saccharomyces spp)
berperan dalam pertumbuhan merupakan mikroorganisme dalam EM4 yang
meningkatkan laju pertumbuhan nilem (Kyan et al. 1999). Mikroorganisme pada
EM4 yang diintroduksi pada media air dapat masuk ke dalam tubuh ikan
dikarenakan aktivitas ikan yang meminum air pada proses osmoregulasi, sehingga
mikroorganisme tinggal dalam organ pencernaan.
Pengukuran terhadap panjang nilem selama penelitian menunjukkan
pertambahan panjang yang berbeda tiap perlakuan. Sistem akuaponik yang diberi
EM4 pada media biofilter-nya menghasilkan pertambahan panjang yang lebih
tinggi dibanding dengan sistem akuaponik tanpa pemberian EM4 pada media
biofilter-nya.
Pertambahan panjang tertinggi terjadi pada perlakuan 18 mL EM4/L air,
sebesar 1,27 cm. Pertambahan panjang terendah terjadi pada perlakuan 0 mL
EM4/L air (kontrol), sebesar 0,83 cm. Rata-rata pertambahan panjang yang sama
terjadi pada perlakuan 9 mL EM4/L air dengan 15 mL EM4/L air. Perlakuan 18
mL EM4/L air memberikan pertambahan panjang rata-rata tertinggi, hasil ini
membantah hipotesis awal yang menyatakan pertambahan panjang tertinggi
28
terjadi pada perlakuan 12 mL/L EM4. Pertambahan panjang ikan nilem tiap
perlakuan selama penelitian dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pertambahan Panjang Nilem tiap Perlakuan
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian EM4 pada biofilter
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada terhadap pertambahan panjang
nilem.
Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot yang berbeda pada tiap
perlakuan. Dalam penelitian ini, sistem akuaponik yang diberi EM4 pada media
biofilter-nya menghasilkan pertambahan bobot yang lebih tinggi dibanding
dengan sistem akuaponik tanpa pemberian EM4 pada media biofilter-nya.
Pertambahan bobot rata-rata tertinggi terjadi pada perlakuan 15 mL EM4/L air,
yaitu sebesar 2,89 gr. Pertambahan bobot rata-rata terendah terjadi pada perlakuan
0 mL EM4/L air (kontrol), yaitu sebesar 2.37 g. Pertambahan bobot ikan nilem
tiap perlakuan selama penelitian dilakukan dapat dilihat pada Gambar 6.
4
5
6
7
0 7 14 21 28
Pan
jan
g (c
m)
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
29
Gambar 6. Pertambahan Bobot Nilem tiap Perlakuan
Hasil penelitian juga menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan spesifik
lebih tinggi pada sistem akuaponik yang diberi EM4 pada biofilter-nya dibanding
dengan sistem akuaponik tanpa EM4. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik (specific
growth rate) tertinggi terjadi pada perlakuan 15 mL EM4/L air, yaitu sebesar
2,84%. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik terendah terjadi pada perlakuan 0 mL
EM4/L air (kontrol). Laju pertumbuhan spesifik nilem selama penelitian dapat
dilihat pada Gambar 7.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0 7 14 21 28
Bo
bo
t (g
r)
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
30
Gambar 7. Laju Pertumbuhan Spesifik Nilem tiap Perlakuan
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian EM4 pada biofilter
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada terhadap pertambahan bobot
nilem.
4.3. Pertumbuhan Kangkung Darat
Metode continuous flow (Tezel, 2009) yang diterapkan pada sistem
akuaponik dalam penelitian ini mampu melakukan resirkulasi air (Gambar 8)
sebanyak 500 mL/menit. Air akan terus mengalir selama 24 jam sehingga
menggenangi media tumbuh (Gambar 9). Air yang mengalir dari akuarium akan
membawa nutrisi yang berguna untuk pertumbuhan kangkung darat.
Gambar 8. Resirkulasi Air Gambar 9. Air Menggenangi
Media Tanam
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
1 2 3
SGR
(%
)
Ulangan
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
31
Pada penelitian yang dilakukan, pertumbuhan kangkung cenderung
lambat, diduga kangkung darat tidak mendapat nutrisi yang cukup untuk
menopang pertumbuhan yang optimal. Pada hari ke-1 sampai hari ke-7 kangkung
tumbuh mencapai tinggi rata-rata 13 cm. Pada hari ke-8 sampai hari ke-15
pertumbuhan mengarah ke pertambahan volume batang dan jumlah daun. Pada
hari ke-16 sampai hari ke-20 pertambahan tinggi kangkung cenderung stagnan.
Pertumbuh kangkung saat penelitian dilakukan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pertumbuhan Kangkung Darat saat Penelitian
Lambatnya pertumbuhan kangkung dikarenakan sedang terjadi musim
hujan dan sering terjadi mendung sehingga sinar matahari menjadi terhalang
awan, kemudian intensitas cahaya yang masuk kedalam ruang hatchery
berkurang. Lampu yang digunakan sebagai sumber pencahayaan ternyata tidak
memberikan kebutuhan cahaya yang cukup untuk pertumbuhan kangkung. Untuk
mendukung pertumbuhan kangkung dibutuhkan lampu dengan kekuatan
pencahayaan yang lebih besar.
Pada hari ke-21 sebagian tanaman terserang jamur yang menyebabkan
bagian batang kangkung layu dan membusuk. Serangan jamur ini diperkirakan
32
terjadi karena keadaan lingkungan yang lembab, berlangsungnya musim hujan
pada penelitian ini sangat mempengaruhi kelembapan ruangan. Kangkung yang
mati karena serangan jamur dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kangkung yang Mati Karena Serangan Jamur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tertinggi
kangkung terjadi pada perlakuan 15 mL EM4/L air, yaitu sebesar 17 cm. Rata-rata
pertumbuhan terendah terjadi pada perlakuan 0 mL EM4/L air, yaitu sebesar 16
cm. Pertambahan tinggi rata-rata kangkung tiap perlakuan selama penelitian
dilakukan dapat dilihat pada Gambar 12.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian EM4 pada biofilter
memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi
kangkung darat.
33
Gambar 12. Pertambahan Tinggi Kangkung Darat tiap Perlakuan
4.4. Kualitas Air
4.4.1. Suhu
Hasil pengukuran terhadap suhu air selama penelitian berlangsung
menunjukkan kisaran suhu sekitar 24°C-28°C. Pengukuran suhu dilakukan setiap
7 hari pada pukul 11.00 WIB. Suhu terendah terjadi saat sampling pertama
dilakukan (hari ke-0), yaitu 24°C. Rendahnya suhu rata-rata pada awal penelitian
ini terjadi karena pemasangan heater baru dilakukan. Pada sampling berikutnya,
kisaran suhu sektar 27°C-28°C. Pengukuran terhadap suhu air tiap perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 13.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Tin
ggi
(cm
)
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
34
Gambar 13. Suhu Air tiap Perlakuan
4.4.2. Amonia Total
Pengukuran terhadap kadar amonia dalam air menghasilkan kisaran sekitar
0 – 0,67 mg/L. Peningkatan konsentrasi amonia mulai terlihat pada sampling ke-2
(hari ke-10), biofilter yang diberi EM4 mengalami peningkatan konsentrasi
amonia lebih sedikit (0 mg/L – 0,83 mg/L) dibanding kontrol (0,25 mg/L). Kadar
rata-rata amonia tertinggi terjadi pada sampling ke-4, yaitu pada perlakuan 12 mL
EM4/L air dan 18 mL EM4/L air, sebesar 0,67 mg/L, pada perlakuan lainnya,
kadar amonia total tetap pada 0,25 mg/L.
Kondisi amonia total pada sistem akuaponik selama penelitian masih aman
untuk nilem. Normalnya, ikan air tawar masih toleran terhadap total amonia
sampai 1,0 mg/L (Molleda, 2007). Hasil pengukuran amonia rata-rata tiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 14.
22
23
24
25
26
27
28
29
0 7 14 21 28
Suh
u(°
C)
Waktu (hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
35
Gambar 14. Konsentrasi Amonia dalam Air tiap Perlakuan
Kematian pada sebagian tanaman dikarenakan serangan jamur
menyebabkan peningkatan kadar amonia pada perlakuan 18 mL EM4/L air dan 12
mL EM4/L air. Terjadi proses dekomposisi pada tanaman yang mati sehingga
meningkatkan kandungan bahan organik pada air.
Pengukuran amonia total pada biofilter (Gambar 15) selama penelitian
berlangsung menunjukkan nilai 0 mg/L pada setiap perlakuan. Pada biofilter
terlihat sedimen yang berasal dari proses filtrasi air (Gambar 16). Hasil ini
membuktikan bahwa biofilter bekerja dengan baik dalam melakukan filtrasi air.
Gambar 15. Pengukuran Amonia
dengan Menggunakan Test Kit Gambar 16. Sedimen yang Tersaring
oleh Biofilter
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 10 20 30
Am
on
ia (
mg/
L)
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
36
4.4.3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxigen) Air
Pengukuran terhadap DO air selama penelitian menunjukkan terjadinya
fluktuasi. Kisaran DO air pada semua perlakuan sekitar 7,5 mg/L – 9,6 mg/L.
Nilai DO air tiap sistem pada penelitian ini masih dalam batas normal untuk
pertumbuhan nilem. Nilai DO air minimum untuk kebutuhan oksigen budidaya
ikan air tawar sebaiknya lebih dari 5 mg/L (Summerfelt, 1998). Hasil pengukuran
rata-rata DO air tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. DO Air tiap Perlakuan
4.4.4. Derajat Keasaman (pH) Air
Pengukuran terhadap pH air menunjukkan kisaran antara 7,33 – 8,4.
Terjadi penurunan nilai pH air tiap minggu. Penurunan pH terjadi karena
degradasi kualitas air yang disebabkan oleh sisa pakan, feses, respirasi alga dan
berkurangnya CO2 dalam air (Molleda, 2007). Proses nitrifikasi adalah proses
yang menghasilkan zat asam (acid producing process), sehingga berpengaruh
terhadap pH air. Kisaran pH optimum air untuk proses nitrifikasi adalah 7.0 - 9.0.
Adapun kisaran pH yang cocok untuk pertumbuhan tanaman hidroponik ada lah
5
5,5
6
6,5
7
7,5
8
8,5
9
9,5
0 7 14 21 28
DO
(mg/
L)
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
37
5.5 - 6.5. Nilai pH dalam air akan mempengaruhi daya larut nutrisi. Nutrisi seperti
besi (iron), mangan, tembaga (copper), seng (zinc) dan boron akan lebih sedikit
diperoleh tanaman pada pH > 7.0. Daya larut fosfor, calsium, magnesium dan
molybdenum akan sangat berkurang pada pH < 6.0. Kesesuaian antara proses
nitrifikasi dan ketersediaan nutrisi akan didapat dalam sistem akuaponik jika pH
air tetap dipelihara pada nilai pH sekitar 7.0 (Rakocy, 2006). Nilai pH air yang
paling produktif normalnya berkisar antara 6.5 – 8.5 (Summerfelt, 1998).
Dalam penelitian ini, nilai pH dalam tiap akuarium masih normal untuk
menunjang pertumbuhan ikan, namun masih belum sesuai dengan pH yang cocok
untuk kangkung darat sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
kangkung. Hasil pengukuran pH air tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat
pada Gambar 18.
Gambar 18. pH Air tiap Perlakuan
6,8
7
7,2
7,4
7,6
7,8
8
8,2
8,4
8,6
0 7 14 21 28
pH
Waktu (Hari)
0 mL EM4/L air
9 mL EM4/L air
12 mL EM4/L air
15 mL EM4/L air
18 mL EM4/L air
top related