asuhan keperawatan pada pasien dengan obstruksi usus
Post on 28-Nov-2015
57 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS
A Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001).
b. Obstruksi merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
c. Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
d. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.
Gambar. Ileus atau Obstruksi Usus2. Anatomi Fisiologia. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal), dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)Panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.Usus dua belas jari atau duodenum
adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
3) Usus Penyerapan (illeum)Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Fungsi usus halus1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan
saluran-saluran limfe.2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.3) Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.
b. Usus Besar (Kolon)Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm. Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :1) Kolon asendens (kanan). Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum
sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.2) Kolon transversum. Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ±
28 cm.3) Kolon desendens (kiri). Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
c. Usus Buntu (sekum)Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing (Syaifuddin. 2006).
Gambar. Anatomi Usus Halus dan Usus Besar
3. Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal
sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah segmen dari
usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen
tersebut mengalami supply darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor diluar
usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari kompresi
sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup. Bagian tersebut akan
menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180 derajat sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangrene dan
perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam lumen
usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal dan cecum, dimana
bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.
b. Fungsional (non mekanik)
1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan :
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma sewaktu
pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf pada sakral 4,
misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Uremia
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 335 – 337)
Gambar. Penyebab Obstruksi Usus
4. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah (gangguan
peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak
terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat tekanan pada dinding
usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi
strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-
73).
5. Patofisiologi
Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi.
Distensi dan retensi cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi
lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan
penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya, hal ini akan menyebabkan edema,
kongesti, nekrosis, dan akhirnya ruptur atau perforasi dari dinding usus dan menyebabkan
peritonitis.
Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion
hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam
darah, yang mengakibatkan alkalosis metabolik. Dehidrasi dan asidosiss yang terjadi disebabkan
oleh karena kehilangan cairan dan natrium. Dengan kehilangan cairan akut dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
Pada peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi usus diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Apabila pada
obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, pada obstruksi mekanik
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermiten, dan akhirnya hilang.
Pada patofisiologi akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak
obstruksi. Terjadinya distensi dan retensi cairan mengulangi sekresi cairan dan merangsang.
Lebih banyak sekresi lambung. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terganggu oleh
cairan dan gas.
Dalam obstruksi mekanik sederhana, masalahnya sekunder terhadap distensi usus dengan cairan
dan gas, toksin yang dibuat dari dalam usus yang tersumbat menyebabkan gangguan dasar
namun memperlihatkan juga kehilangan cairan dan elektrolit intra lumen. Gas yang ada di dalam
usus halus mengandung 70% nitrogen, sekitar 10% oksigen dan karbondioksida. Gas intra lumen
diserap menurut perbedaan kosentrasi diferensialnya di dalam plasma, udara, dan lumen.
Sehingga karbondioksida berdifusi cepat keluar dari lumen usus, sedangkan nitrogen tetap
tinggal. Segera timbulnya obstruksi mekenik, distensi timbul tepat proximal dan menyebabkan
muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi timbul dalam mendorong isi usus.
Peristaltik demikian menyebabkan nyeri episodik, kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara
episodik. Karena cairan hilang tetapi sel darah tidak, maka hematokrit dan hemoglobin
meningkat, jadi meningkatkan potensial terhadap gangguan oklusif vaskuler seperti thrombosis
koroner, serebral, dan mesenterika.Gelombang peristaltik lebih sering yang timbul setiap 3
sampai 5 menit di dalam jejenum dan setiap 10 menit di dalam ileum. Aktivitas peristaltik
mendorong udara dan cairan melalui gelang usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas
terdengar dalam obstruksi mekanik. Dengan berlanjutnya obstruksi maka aktivitas peristaltik
menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Yang berhubungan dengan refleks intestinal inhibisi
yang mengikuti, dan usus proksimal terdistensi dengan cairan dan udara. Distensi demikian
membentuk lingkaran setan yang kemudia berlanjut sampai ke seluruh usus proksimal obstruksi.
Karena usus terdistensi, maka diikuti stasis isi usus, yang menyebabkan pembiakan bakteri yang
cepat dan pertumbuhan berlebihan. Jika obstruksi kontinue dan tidak diterapi, maka kemudian
timbul muntah dan distensi usus, kehilangan cairan, natrium, kalium, asam lambung, dengan
kosentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Gejala sisa obstruksi
usus mekanik menyebabkan penurunan volume intravaskuler, hemokosentrasi, dan oliguria atau
anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia,
penurunan curah jantung, hipotensi, dan syok.
Obstruksi strangulata suatu obstruksi mekanik dengan sirkulasi terancam pada usus. Obstruksi
ini mencakup volvulus, pita lekat, hernia, dan aistensi. Dengan strangulasi ada gesekan darah dan
plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisa serosa dinding
usus ke dalam cavitas peritonalis. Mukosa usus yang bertindak sebagai sawar bagi penyerapan
bakteri dan produk toksiknya merupakan bagian dinding usus yang sensitif terhadap perubahan
dalam aliran darah. Dengan strangulasi memenjang, timbul iskemia dan sawar rusak. Bakteri
(bersama dengan endotoksin dan eksotosin) bisa masuk melelui dinding usus ke dalam cavitas
peritonalis. Kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan
syok dan kematian. Obstruksi gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan keluar gelung usus
tersumbat. Kemudian berlanjut ke kestrangulasi dengan cepat. Penyebabnya pita lekat melewati
suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana dan dapat menyebabkan obstruksi aliran
keluar vena dan progresifitas. Obstruksi kolon biasanya kurang akut (kecuali bagian volvulus)
dibandingkan obstruksi usus halus. Bahaya paling mendesak post obstruksi itu karena distensi.
Berdasarkan hukum Laplace yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ hibular pada
tekanan tertentu apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu, sehingga karena
diameter terlebar kolon di dalam caecum, maka biasanya yang pecah pertama. (Dermawan, dkk.
2010. Hal. 75-77).
6. Manifestasi Klinik
a. Obstruksi usus halus
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian epigasterium yang
cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermiten (hilang timbul).
Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum
bagian proksimal) maka nyeri bersifat konsten atau menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi abdomen, tetapi pada
klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah
obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat
dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi, suhu
tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi
strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat.
Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya
feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan
intususepsi.
b. Obstruksi usus besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus
tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan obstruksi di
sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu – satunya selama beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar
melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 339)
7. Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah
mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 77).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang
meningkat dapat terjadi pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan
metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas antara air dan udara
atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian
distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya
mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thorax tegak
menunjukkan adanya perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT scan akan
mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi komplet,
abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui
derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak
dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi internal,
intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)
9. Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan;
selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau
infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila nyeri.
(Medlinux.com).
c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya maupun
kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Indikasi intervensi bedah Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder
atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan
dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan
cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam
(cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang
tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca
stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,invaginasi strangulata,
dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.
B Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama . Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan
ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan
lepas, abdomen tegang dan kaku.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan
menggunakan pendekatan PQRST :
a) P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
b) Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus
(menetap).
c) R : Di daerah mana gejala dirasakan
d) S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 sampai dengan
10.
e) T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan terhadap
makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
e. Pemeriksan fisik
1) Inspeksi: perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjolan pada regio
inguinalis, femoral, dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada invaginasi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka
operasi sebelumnya.
2) Auskultasi: hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah sampai hilang.
3) Perkusi: hipertimpani
4) Palpasi: kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
f. Pola Kesehatan Gordon
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
2) Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
3) Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
4) Makanan atau cairan
Gejala : anoreksia,mual atau muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk.
5) Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
6) Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
1) Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya
sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan
analgesia.
2) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang
berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus
memerlukan evaluasi lanjut.
3) Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan
tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih.
Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak
meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.
4) Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan
kerjasama dengan aturan terapeutik.
5) Kateterisasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih
sampai fungsinya kembali.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea,
dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-
tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat
menyebabkan syok hipovolemik.
2) Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
3) Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24
jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari hidrasi atau perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman
untuk penggantian cairan.
4) Perhatikan adanya atau ukur distensi abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak
perfusi ginjal.
5) Observasi atau catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi.
Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan
alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk
mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien
beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung, yang
dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum.
6) Pertahankan potensi penghisap NGT atau usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan
dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi
yang sebelumnya ada, mis: kanker.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
Berat badan stabil.
Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi:
1) Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis:
status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
2) Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
3) Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein
dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah
kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
4) Observasi terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional: Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah
erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.
d. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas saluran gastrointestinal.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah konstipasi klien teratasi.
Kriteria hasil : Pola eliminasi klien dalam rentang normal. Klien akan mengeluarkan feses tanpa bantuan. Klien akan mengonsumsi cairan dan serat dengan adekuat.
Intervensi :1) Auskultasi bising usus.
Rasional: adanya bunyi abnormal menunjukkan terjadinya komplikasi.
2) Kaji keluhan nyeri abdomen.Rasional: Mungkin berhubungan dengan distensi gas.
3) Observasi gerakan usus.Rasional: Indicator kembalinya fungsi GI. Mengidentifikasi ketepatan intervensi.
4) Anjurkan makanan atau cairan yang tidak mengiritasi bila masukan oral diberikan.Rasional : Menurunkan resiko iritasi mukosa.
5) Kolaborasi : berikan pelunak feses, supositoria gliserin sesuai indikasi.Rasional : Untuk merangsang peristaltik dengan perlahan.
e. Reiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan primer.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien tidak menunjukkan adanya tanda atau gejala infeksi. Klien menunjukkan personal hygiene yang adekuat. Klien akan menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan.
Intervensi :1) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan suhu.
Rasional: Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2) Pantau pernafasan. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35’-45’.Rasional: distensi abdomen menurunkan ekspansi paru.
3) Observasi terhadap tanda atau gejala peritonitis.Rasional: Peritonitis dapat terjadi bila usus terganggu.
4) Kolaborasi : berikan obat-obatan sesuai indikasi.Rasional: Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Closky, Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby: Philadelphia
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan. Jakarta:
Salemba Medika.
Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby: Philadelphia
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta : EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis, and
outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of disease processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC.
top related