aktivis edisi 4: keterkaitan

98
4 Sains Sosial Feature KETERKAITAN Kejutan yang menyenangkan: Antara Indonesia dan Australia Kemiskinan di Indonesia: Isu yang berkelanjutan Mengulik sains di balik kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Upload: majalah-aktivis

Post on 24-Jul-2016

288 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Majalah eksplorasi dan ekspresi ide, opini, dan hasil karya Indonesia Sebuah majalah dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia

TRANSCRIPT

Page 1: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

4

SainsSosialFeature

K E T E R K A I T A N

Kejutan yang menyenangkan: Antara Indonesia dan Australia

Kemiskinan di Indonesia:Isu yang berkelanjutan

Mengulik sains di balik kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Page 2: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AKTIVIS merupakan majalah eksplorasi dan ekspresi isu, opini, dan hasil karya Indonesia.

Sebuah majalah dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia

m aja l ah ak t i v i sak t i v i s . p p i a

Page 3: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

keterkaitan/ke·ter·ka·it·an/ (n)suatu interaksi antara dua atau lebih elemen yang

berbeda; di mana satu hal mampu mempengaruhi

yang lain

Page 4: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

Sebagai manusia, kita akan selamanya terhubung. Antar

bangsa, antar agama, antar individu, antar esensi kema-

nusiaan kita yang paling mendasar. Keterkaitanlah yang

mampu membuat kita bertahan hidup – namun keterkai-

tan pulalah yang mampu menjadi jalan kemunduran kita

sebagai manusia.

AKTIVIS edisi 4 berusaha menangkap kompleksitas isu

“keterkaitan” dalam hidup manusia. Melalui artikel men-

genai CAUSINDY yang memperlihatkan hubungan erat

antara latar belakang bangsa Indonesia dan Australia,

atau artikel ‘Indonesia dan Pengungsi: Sebuah Panggi-

lan Kemanusiaan’ yang memperlihatkan bahwa batas

kenegaraan seringkali menjadi kabur saat kita dituntut

untuk terhubung lewat sisi kemanusiaan kita. Di lain pi-

hak, keterkaitan antara human error dan prinsip sains

justru menjadi awal terbentuknya isu pelik kebakaran

hutan di Indonesia, seperti yang disampaikan lewat ar-

tikel ‘Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lah-

an di Indonesia.’

Salam,

Felicia Melina LaseEditor-in-chief AKTIVIS

AKTIVIS hendak memperlihatkan “keterkaitan” yang ser-

ingkali tak bisa dihindari – “keterkaitan” yang, sayangn-

ya, merupakan pedang bermata dua.

Sesuai tema edisi ini, kami turut membuka kerja sama

dan kesempatan kontribusi bagi beberapa komunitas-ko-

munitas non-Indonesia, seperti kontribusi Virania Munaf

dari Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW

ataupun Angelique Corlissa Nagaria dari Anak Indonesia

Katolik Australia (AIKA) yang mewakili orang-orang In-

donesia yang besar di Australia. Kontribusi-kontribusi ini

mampu membuka mata kami tentang hal-hal di luar zona

nyaman ‘Indonesia’. Pengalaman ini pulalah yang ingin

kami bagikan kepada para pembaca AKTIVIS.

Jadi, nikmatilah perjalanan Anda bersama AKTIVIS edisi

4! Kami berharap AKTIVIS dapat terus membuka pikiran

dan menginspirasi Anda untuk mengeksplorasi hal-hal di

sekitar kehidupan Anda.

Salam Redaksi

Page 5: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

Editor-In-ChiefFelicia Melina Lase

Managing EditorJoanita Wibowo

Tim Redaksi...

Tim Editorial

Section Editor Sosial

Alexandra Andreana Dea

Hanna Melissa

Section Editor Politik & Hukum Aditya Tumakaka

Randy Wirasta Nandyatama

Section Editor Bisnis & Ekonomi Adrian Surya Mohammad-Hatta

Desti Maharani

Section Editor Sains & Teknologi Lalita Fitrianti

Gracia Sasongko

Section Editor Seni Budaya Rizka Annisa Sutiarso

Titik Endahyani

Tim Desain Mikhael Geordie Amadeus

Cindy Brigitta

Venansia Frisca Liem

Elizabeth Gondomuljo

Tim Marketing

Marcia Julia

Egadhana Rasyid Satar

Qiudy Qrizya

Webmaster

Marisa Adriani Tjoe

...Kontribusi

Kami ingin melihat hasil karya Anda, entah dalam bentuk tulisan, foto maupun ilustrasi! Segera kirimkan hasil

karya Anda ke email [email protected] untuk kesempatan ditampilkan pada edisi AKTIVIS berikutnya

Partnership

Bagi Anda yang ingin bekerja sama dengan AKTIVIS, entah untuk media partnership ataupun kerja sama kon-

tributor tetap, segera hubungi kami lewat [email protected] dengan subject ‘Partnership’

Masukan, Kritik, Saran

Kami adalah majalah muda yang selalu ingin berkembang dan memperbaiki diri. Bila Anda memiliki masukan,

kritik atau saran, jangan ragu-ragu untuk menghubungi kami lewat [email protected] atau lewat media

sosial kami, Facebook Majalah Aktivis.

Page 6: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

Daftar Isi

Cover oleh Hans Christian

AktivisKeterkaitan

Salam RedaksiTim Redaksi

Feature ArticlesKejutan yang Menyenangkan:

Antara Indonesia dan Australia

oleh Feliciana Natali Wienathan, Sally Hill, DK Wallad,

Heather Reed, Murray O’Hanlon, Risti Permani

Persahabatan Australia-Indonesia

dalam Malam Karir 2015

oleh Virania Munaf

The Forum: Start-up Your Life

oleh Desti Maharani

SosialMari Hentikan Penyalahgunaan Media Sosial

demi Generasi Penerus Bangsa

oleh Pringga Adityawan

Kemiskinan di Indonesia: Isu yang Berkelanjutan

oleh Nikodemus Niko

Project O 2015 In Their Shoes:

Be Them, Know Them, Help Them

oleh Hanna Melissa

Politik dan HukumIndonesia dan Pengungsi:

Sebuah Panggilan Kemanusiaan

oleh Christian Donny Putranto

Kepentingan Nasional: Apa dan Untuk Siapa?

oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar

Perlindungan terhadap Kebebasan Beragama

oleh Adrian W. Tumakaka

SainsPenyebaran Penyakit di Era Transportasi Modern

oleh Gracia Sasongko

Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan

di Indonesia

oleh Lalita Fitrianti Pawarisi

Anda adalah Bagian Dari Permainan

oleh Dimaz Ankaa Wijaya

Nasib Riset di Indonesia

oleh Randi Oktovan Noegroho

Bisnis dan EkonomiDiajeng Lestari: Memulai Start-up, Membuat Peru-

bahan

oleh Desti Maharani

Melek Teknologi: Kunci UMKM di Era Liberisasi

Perdagangan

oleh Kharisma Nisa Rosandrani dan Nurul Qolbi

Australia Indonesia Business Forum

oleh Yohanes Kevin Chandra

Kemitraan Trans-Pasifik dan Indonesia

oleh Adrian Surya Mohammad Hatta

Seni BudayaDi Balik Celebration of Indonesia

oleh Alexandra Andreana Dea

WANITA dan Jembatan Seni Antar Budaya

oleh Felicia Lase

Rani Pramesti: Identitas.Seni.Dialog

oleh Felicia Lase

RefleksiTagar

oleh Made Sania Saraswati

Identitas Gandaku

oleh Angelique Nagaria

1

2

3

4

6

7

11

15

19

20

23

27

30

31

35

39

43

44

47

51

55

59

61

63

67

71

75

77

81

85

89

90

93

Ralat Aktivis Edisi 3- Atribusi foto halaman 61-62 : Dok. T. Endahyani- Atribusi foto halaman 63-64: Dok. Andre Roesli- Keterangan foto halaman 64: ‘Dubes Australia (Paul Grigson) dan mahasiswa Binus (Riki Halim) beserta hasil karya furnitur’

Page 7: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

F E A T U R E A R T I C L E S

(Fot

o ol

eh: R

eaga

n Ku

rnia

dwip

utra

Sus

anto

)

Page 8: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 9: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S8

o l e h f o t o o l e hf e l i c i a n a n a t a l i w i e n a t h a n

d k w a l l a dh e a t h e r r e e d

m u r r a y o ’ h a n l o nr i s t i p e r m a n i

C A U S I N D Y

Kejutan Yang MenyenangkanAntara Indonesia dan Australia

Beberapa pemuda asal Indonesia dan Australia tergabung

dalam Conference of Australian and Indonesian Youth

(CAUSINDY) dan berbagi kisah dari kedua bangsa - yang ser-

ingkali menuai lebih banyak persamaan dibanding perbedaan

Umumnya, berita mengenai hubungan Indonesia dan Aus-

tralia hanya membicarakan tentang kesalahpahaman dan

kesilapan antar dua negara tersebut. Namun, di balik ‘ke-

senjangan’ ini, warga Australia dan Indonesia seringkali

menemukan bahwa mereka punya lebih banyak kesamaan

daripada yang mereka sangka. Pertukaran yang kaya antar

kedua komunitas ini memiliki sejarah yang panjang, dimulai

sebelum berdirinya kedua bangsa ini sebagai negara mod-

ern, sebagaimana hari ini.

Selama empat hari di bulan September 2015, 30 orang

muda Indonesia dan Australia berkumpul di Darwin untuk

berpartisipasi dalam Conference of Australian and Indo-

nesian Youth (CAUSINDY) yang sekarang telah berada di

tahun ketiganya. Mereka mengeksplorasi sejarah, politik

kontemporer dan perdagangan di antara kedua negara

tersebut.

Salah satu peserta, Feliciana Natali Wienathan adalah pen-

gusaha muda yang datang ke Australia pada tahun 2008. Feli-

cia mendirikan Eagle Group Indonesia, sebuah perusahaan di

Jakarta, dimana ia kini menjabat sebagai Head of Marketing.

Felicia menceritakan pengalamannya waktu sedang tersasar

di jalanan Melbourne, saat seorang penjaga toko menawar-

kannya sebuah cincin yang terbuat dari sendok tua dengan

lambang kota City of Melbourne.

“Sejak saat saya menemukan cincin tua ini di Rose Markets di

Melbourne, saya menyadari betapa kreatifnya Australia.”

Felicia lalu memutuskan untuk mengambil program studi Mas-

ters di Monash University, dan sekarang ia merasa telah mem-

bangun pertalian yang intim dengan Australia dan orang-oran-

gnya.

s a l l y h i l l

Page 10: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 9

Selama mengikuti CAUSINDY, Felicia dan rekan-rekannya

membuat berbagai memes di internet untuk mengabadikan

berbagai momen keterkejutan dan sebagai kenang-kenangan

mengenai beberapa barang tertentu yang mengingatkan mer-

eka kepada hubungan Indonesia-Australia.

Sally Hill bekerja di firma hukum Minter Ellison dan sekarang

tengah mengorganisir kompetisi pidato komprehensif yang

pertama di Australia untuk para pelajar bahasa Indonesia. Se-

lama 11 tahun terakhir, Sally telah bepergian antara Australia

dan Indonesia untuk bekerja, belajar dan mengunjungi keluar-

ga angkatnya di Lombok.

“Bibi saya pergi ke Lombok sekitar tiga puluh tahun lalu dan

berteman dengan sebuah keluarga yang tinggal di dekat

Gunung Rinjani, salah satu gunung berapi terbesar di Indone-

sia. Saat saya pertama kali Ke Indonesia, Bibi saya membawa

saya ke sana.

“Saya masih ingat bau yang saya cium saat pertama turun dari

pesawat: bau kemboja. Saya waktu itu masih muda, mudah ter-

kesan dan tidak tahu apa yang bisa saya harapkan.

“Kekhilafan karena perbedaan budaya dan diajari sehari-hari

jadi sudah biasa buat saya. Tapi saya jadi belajar lebih banyak

mengenai diri sendiri, dan akhirnya saya juga ‘diadopsi’ oleh

keluarga ini.

“Tahun lalu saya pergi ke Lombok lagi untuk mendatangi se-

buah pernikahan - itu pertama kalinya keluarga dekat dan kel-

uarga angkat saya berada di tempat yang sama, di waktu yang

sama. Memiliki dua keluarga di dua negara adalah sebuah

karunia yang luar biasa.”

DK Wallad pertama kali mengunjungi Australia di tahun

2011, dan tinggal di Melbourne sebelum pindah belakan-

gan ini. Ia lulus di bulan Agustus 2015 dengan gelar Mas-

ter of International Relations dari University of Melbourne.

DK menceritakan tentang bagaimana ia menemukan komu-

nitas Islam di Australia secara tidak sengaja saat Idul Fitri.

“Saya sedang melakukan perjalanan ke sebuah konferen-

si di Canberra, dan sedang sedih karena jauh dari keluarga

pada waktu spesial ini. Idul Fitri adalah waktunya keluarga

berkumpul, jadi itu seperti apa yang orang-orang Australia

rasakan kalau mereka tidak bersama keluarga saat Natal.

“Setelah sarapan, saya memutuskan untuk berjalan-jalan

di perkotaan. Saya menemukan ribuan orang, mun-

gkin setengah Canberra. Orang-orang Muslim dan

non-Muslim semuanya sedang merayakan Idul Fitri.

“Itu mengagetkan, karena saya tidak tahu kalau orang-orang Aus-

tralia juga mengenal dan merayakan Idul Fitri bersama-sama.”

Awal tahun ini, Heather Reed, yang bekerja sebagai Marketing

Manager di Telstra, membantu menyusun joint venture dengan

Telkom Indonesia. Ia mengembangkan strategi pemasaran untuk

proyek tersebut dan juga menjadi mentor untuk tim yang baru.

“Pada hari pertama dari delapan bulan tugas di Indonesia,

jauh dari keluarga dan teman-teman saya, saya jadi bia-

sa disapa dengan ucapan ‘Selamat Pagi’ yang paling keras.

Sejak saat itu, saya tahu saya akan baik-baik saja di sini.”

Page 11: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 0

Heather cukup terkejut dengan usaha yang orang-orang

Australia dan Indonesia di timnya lakukan untuk meroboh-

kan cultural barriers - orang-orang Australia memakai ke-

meja batik tradisional untuk makan siang bersama, dan

orang-orang Indonesia memakai setelan dan dasi a la Barat.

Risti Permani, seorang peneliti dan akademia muda dari

Bogor, Jawa Barat, sudah berbasis di University of Ade-

laide sejak 2004. Ia telah membangun hubungan kerja yang

kuat dengan profesornya, yang mengenalkan dia kepada

mantan Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pang-

estu, yang juga salah satu alumni universitas di Australia.

“Waktu saya sampai di Adelaide, saya cukup kaget kare-

na kota ini memiliki banyak persamaan dengan kampung

halaman saya, Bogor. Dua-duanya punya kebun raya yang

cantik dan jumlah populasi yang mirip. Tapi yang paling pen-

ting, saya merasa di rumah saat berada di kedua kota ini.”

Risti dan profesornya telah menciptakan sebuah inisiat-

if bernama ‘GoLive Indonesia’ yang bertujuan untuk mem-

perkuat integrasi ekonomi antara Australia dan Indonesia.

Dengan sedikitnya kesempatan untuk belajar baha-

sa-bahasa Asia di SMA-nya di daerah luar kota, Mur-

ray O’Hanlon memiliki hasrat untuk memulai di uni-

versitas. Ia memilih bahasa Indonesia setelah bertemu

dengan seorang diplomat yang telah bekerja di Jakarta dan Dili.

Murray mulai belajar Indonesian Studies pada tahun 2002. Sep-

erti banyak orang muda Australia lainnya, ia pertama kali bep-

ergian ke luar negeri ke Bali dan Lombok, dimana ia mendaki

Gunung Rinjani. Pada tahun 2005, Murray bergabung dengan

ACICIS, sebuah program pertukaran pelajar Aus-

tralia-Indonesia. Dari program ini, Murray menyele-

saikan satu semester di Jawa Timur. Murray meng-

ingat kembali bagaimana pengalamannya membuka

matanya terhadap keragaman umat beragama di Indonesia.

“Saat pengeboman di Bali yang kedua terjadi, saya se-

dang belajar di Jawa Timur. Saya berencana untuk meneliti

daerah dimana pelaku bom Bali berasal, untuk memaha-

mi lebih dalam mengenai pandangan hidup orang-orang

dan komunitas di tempat-tempat seperti Lamongan.

“Seperti orang Barat yang sudah pernah mengunjun-

gi tempat-tempat ini pada umumnya, saya menemu-

kan bahwa ekstremisme hanya merepresentasikan se-

bagian kecil dari komunitas ini, seperti sebuah elemen

kultus yang terdapat jauh di luar masyarakat umum.

“Orang-orang lokal sangat menyesali, dan malu akan ak-

si-aksi yang tetangga mereka lakukan dalam nama Is-

lam. ‘Itu merusak reputasi daerah kami’, mereka bilang.

“Yang paling membuat saya terkejut adalah bagaima-

na keluarga angkat saya memperlakukan saya, seo-

rang non-Muslim, seperti anak mereka sendiri.

“Saya juga ingat saat membawa teman saya, Ghozi, un-

tuk menonton nyanyian Natal di gereja Katolik di Malang.

Sepuluh tahun kemudian, pertemanan kami masih lestari.”

Page 12: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 1

Page 13: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 2

oleh foto olehvirania munaf aiya nsw

Persahabatan Australia - Indonesia dalam Malam Karir 2015

Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW mengadakan Malam Karir 2015 demi mengeratkan hubungan Australia dan Indonesia dalam dunia karir.

“Nanti ngomongnya santai aja ya, ini kan berbagi pengalaman aja. Pas-

ti berguna deh untuk audience kita,” ujar saya kepada lima pembicara aca-

ra Australia Indonesia Youth Association (AIYA) NSW Malam Karir 2015.

Malam Karir 2015 diselenggarakan oleh AIYA NSW pada tanggal 30 September 2015 den-

gan bantuan dan kerjasama dari Pricewaterhouse Coopers (PwC). Tujuan utama acara ini

adalah untuk membimbing dan membantu karir mahasiswa Indonesia di Australia melalui

diskusi dan percakapan dari lima pembicara yang akan berbagi pengalaman karir mereka.

Untuk saya, berbagi pengalaman adalah hal yang sangat penting dan merupakan faktor

besar di balik alasan untuk menyelenggarakan acara Malam Karir 2015 ini. Teringat

ketika dulu jaman kuliah sebagai international student, rasanya seperti orang ‘nyasar’

setiap pergi ke pameran karir yang umumnya ditujukan kepada mahasiswa Australia.

Saya ingat rasanya ‘ngidam’ untuk bisa datang ke acara karir yang lebih intim dan akrab.

Uraian inilah yang saya sampaikan ke lima pembicara acara Malam Karir 2015:

Surya Setiyaputra, Erika Halim, Wendy Hartanti, Ben Davis dan Andrea Booth.

Lima pembicara ini masing-masing mewakili profesi yang sungguh berbeda. Surya Setiya-

putra memiliki latar belakang akademik di bidang sains, namun hati dan jiwa wiraswastan-

ya cenderung lebih mengarah ke dunia bisnis. Surya memberi banyak tips-tips menarik

dan berguna untuk calon wiraswastawan agar ide dan bisnisnya bisa segera maju. Kemu-

daan Surya membuatnya sangat relatable untuk para mahasiswa yang hadir malam itu.

Erika Halim, desainer interior di firma arsitektur Australia terkemuka BVN Ar-

chitecture, menyarankan agar mahasiswa jurusan seni dan desain rela ma-

gang di perusahaan desain sebagai apapun. Yang penting ‘live, breathe and

eat’ dunia desain. Faktor inilah yang mengantar Erika ke profesinya sekarang.

Page 14: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

...

“Sebaik mungkin binalah hubungan kaum

pemuda antara Australia dan Indonesia.”

Page 15: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 4

Wendy Hartanti adalah Senior Tax Manager di salah satu fir-

ma layanan professional terbesar di dunia, Pricewaterhouse

Coopers. Beliau juga anggota dari PwC Indonesia Practice

Team. Wendy memberikan banyak wawasan dari sisi PwC

serta menjabarkan sejarah jenjang karirnya di Australia.

Ben Davis dan Andrea Booth adalah warga negara Austra-

lia yang sudah lama tinggal dan bekerja di Indonesia. Ban-

yak cerita dan anekdot lucu yang mereka utarakan malam

itu, terutama dari Andrea, wartawan veteran yang sempat

bekerja di The Jakarta Post sebelum ia menjadi wartawan lep

as. Sangat menarik untuk mendengarkan pendapat mereka

sebagai orang asing tentang berbagai warna budaya negara

sendiri. Kehadiran kedua pembicara ini juga memikat banyak

mahasiswa Australia yang ingin memulai karir di Indonesia.

Acara ini diakhiri dengan networking yang cukup san-

tai, dimana para pelajar Indonesia bisa berkena-

lan langsung dengan para pembicara dan juga ma-

hasiswa-mahasiswi Australia. Tentunya banyak

informasi bisa didapat dari internet lewat portal beri-

ta – namun, istimewa rasanya apabila bisa mendapa-

tkan secara langsung tips dan nasihat dari man-

tan mahasiswa Indonesia yang sudah lama berkarir.

Hal ini merupakan prinsip dasar dan utama organisasi kami,

AIYA NSW. Acara yang kami selenggarakan selalu memi-

liki unsur pengeratan tali silaturahmi dan hubungan bilat-

eral antara Australia dan Indonesia lewat kaum pemuda.

Ini pun menjadi tema umum isi pidato para pembicara

malam itu. Meskipun mereka semua memiliki latar be-

lakang dan warna cerita yang berbeda, pesan inti mereka

seragam: sebaik mungkin binalah hubungan kaum pemu-

da antara Australia dan Indonesia. Untuk belajar baha-

sa, mencari lowongan pekerjaan ataupun mengembang-

kan bisnis pribadi, semua bisa dimulai di acara AIYA NSW.

Virania Munaf adalah Presiden Australia Indonesia Youth

Association cabang New South Wales, dan juga editor dan

product lead di LexisNexis Australia. Virania pindah ke Syd-

ney pada tahun 2003 untuk mengambil program studi Jurnal-

isme dan Hukum di University of Technology Sydney.

Page 16: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 5

Page 17: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 6

o l e h f o t o o l e hdest i maharani ppia univers ity of melbourne

The Forum:Start-up Your Life

PPIA University of Melbourne kembali menghadirkan The Forum - kali ini mengajak pelajar untuk mengenal dunia start-up lewat 3 pembicara inspiratif

Belakangan ini, kita sering mendengar istilah “start-up company”. Istilah ini bi-

asanya diasosiasikan kepada perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi da-

lam perkembangannya dengan modal yang relatif terbatas. Di Indonesia, perusahaan

start-up kini telah marak bermunculan, mulai dari bidang transportasi (Gojek), travel (Trav-

eloka dan Tiket.com), hingga fashion (HijUp.com). Pada tanggal 31 Oktober 2015, AK-

TIVIS berkesempatan untuk hadir dalam acara The Forum yang diadakan oleh Perhim-

punan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) University of Melbourne dan bertemakan

“Start-Up Your Life: Spread knowledge, encourage, and inspire aspiring entrepreneurs.”

The Forum merupakan acara diskusi terbuka yang telah diadakan untuk kedua kalinya oleh

PPIA University of Melbourne. Untuk kesempatan kali ini, panitia sengaja memilih tema

start-up mengingat banyaknya mahasiswa yang semakin tertarik membuka bisnis sendiri

- terlebih di dalam iklim dunia ketenagakerjaan yang semakin kompetitif. Pada kesempatan

kali ini, The Forum menghadirkan 3 pembicara yang telah sukses menjalankan bisnis start-

up baik di Indonesia maupun Australia, yaitu Willix Halim (Vice President of Growth di Free-

lancer.com), Achmad Zaky (pendiri Bukalapak.com), dan Diajeng Lestari (pendiri HijUp.com).

Mengapa memilih untuk mendirikan start-up company? - Sudah menjadi pola pikir yang

umum bahwa seusai kuliah kita akan berusaha untuk mencari pekerjaan yang mapan di peru-

sahaan ternama dengan gaji yang relatif besar. Namun, ternyata pilihan itu tak cukup menggi-

urkan bagi sebagian orang. Orang-orang seperti Willix, Zaky, dan Diajeng lebih memilih untuk

membuka jalan baru dalam mencapai kesuksesan dibandingkan dengan mengikuti jejak orang

lain.

Berawal dari pertanyaan seorang dosen “Bagaimana ketoprak bisa dijual di Kana-

da?”, Diajeng memulai mimpinya bahwa produk-produk Indonesia mampu dipas-

arkan di luar negeri. Dengan konsep curated moslem fashion¸ HijUp.com berusa-

ha memperkenalkan busana muslim ke dunia internasional. “Tantangannya adalah

bagaimana negara kita bisa menjadi produsen, bukan menjadi konsumen. Yang

terjadi sekarang justru negara kita menjadi konsumen yang paling besar untuk

berbagai produk dan kita ketergantungan dengan negara lain. Kenapa tidak mu-

lai berubah mulai dari diri sendiri?” ungkap Diajeng. Dengan menggaet beberapa

desainer busana muslim ternama, kini pelanggan HijUp.com tak lagi hanya beras-

al dari Indonesia, namun juga Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia.

Page 18: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 7

“Entrepreneur creates jobs,” ungkap Zaky ketika ditanya men-

gapa akhirnya memantapkan hatinya untuk membangun peru-

sahaan start-up. Dengan latar belakang pendidikan ilmu kom-

puter, Zaky telah memiliki minat pada bidang programming dan

website semenjak kuliah. Di masa akhir kuliahnya, terciptalah ide

awal Bukalapak.com di mana semua orang dapat menjual pro-

duknya melalui internet, yang dipicu oleh maraknya penggunaan

internet untuk berjualan melalui Facebook dan forum daring.

“Sekarang kita punya 500,000 sellers dan semuanya hidup dari

Bukalapak.com,” jelas Zaky.

Willix juga sependapat bahwa internet membawa dampak yang

besar bagi dunia usaha. “Developing countries will become de-

veloped. Everybody will use internet,” paparnya. Freelancer.com

kini telah berhasil menjadi portal internet yang menghubungkan

para freelancer dan pemilik proyek, tak hanya di Australia, na-

mun juga di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Filipina, Indo-

nesia, dan negara-negara lainnya. Sebagai buah dari kesuk-

sesannya, kini Freelancer.com telah menjadi perusahaan yang

terdaftar di bursa efek Australia dan bernilai sekitar $650 juta.

Halangan akan selalu ada - Ketiga kisah sukses di atas

tak terjadi tanpa adanya rintangan. “There are three main obstacles: market, people, and product,” ungkap Willix. Pe-

rusahaan harus memastikan bahwa mereka memiliki pasar

yang scalable dan sustainable. Pada masa awal berdirin-

ya Bukalapak.com, Zaky mengaku bahwa situsnya hanya

mendapat sedikit sekali kunjungan. Namun, ia tak menyerah

sampai di situ. Secara aktif, Zaky menghubungi para penjual

barang melalui Facebok dan forum daring secara personal.

Ia bisa menghubungi sekitar seratus penjual setiap harinya.

Page 19: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 8

Selain menawarkan mereka untuk menjual barangnya di Buka-

lapak.com, ia juga melakukan follow-up secara teratur menge-

nai kesediaan mereka, dan bahkan membuatkan email, user-

name, dan membantu mengunggah foto-foto produk dari para

penjual tersebut demi membuka pasar bagi Bukalapak.com.

Begitu pula dengan permasalahan sumber daya manusia. Pe-

rusahaan start-up biasanya mengalami kesulitan untuk mer-

ekrut tim di masa-masa awal karena ada keengganan bagi

beberapa orang untuk bergabung dengan perusahaan yang,

bisa dikatakan, belum cukup mapan. Namun, Willix memili-

ki prinsip untuk merekrut orang-orang terbaik dalam bidang-

nya dan kini Freelancer.com telah berhasil memiliki tim yang

terdiri dari lulusan universitas-universitas ternama di dunia.

HijUp.com berusaha menjaga kualitas produknya dengan

melakukan kurasi untuk produk-produk yang akan mereka jual.

Namun, dengan adanya proses kurasi tersebut,

produk yang ditawarkan menjadi lebih terbatas. Menghada-

pi trade-off tersebut, Diajeng pernah mencoba untuk mema-

sarkan lebih banyak barang tanpa melalui proses kurasi. Yang

terjadi justru penjualan HijUp.com menurun dan banyak pro-

duk yang tidak terjual di gudang. Akhirnya, HijUp.com pun

kembali melakukan proses kurasi terhadap produk-produk

yang akan dijual. “Dengan punya standar, kita bisa menetap-

kan produk apa yang harus dijual. Target market kita adalah

orang yang mau barang yang bagus,” Diajeng menjelaskan.

Tips bagi para mahasiswa - Di penghujung acara, Zaky

mengajak rekan-rekan yang hadir dalam The Forum untuk

memulai bisnisnya sedini mungkin karena semakin bertam-

bahnya umur, kita akan cenderung untuk lebih menghindari

risiko. “Kalau teman-teman ingin menjadi entrepreneur

atau memulai start-up company, ya semasa kuliah seka-

rang, karena masih nothing to lose dan berani memulai se-

suatu,” pesan Zaky. Diajeng juga menyarankan untuk mem-

ulai bisnis dari sesuatu yang kita suka. “Find your passion.

You will be good on what you are doing,” tambah Willix.

Ketiga pembicara juga mengingatkan untuk tidak menyer-

ah pada masalah-masalah yang muncul saat merintis pe-

rusahaan start-up. “Setiap kita bikin sesuatu, pasti ada

masalahnya. Jangan berharap semuanya mulus,” ujar ke-

tiga narasumber. Masalah bisa datang dari konflik den-

gan rekan bisnis, masalah marketing, IT, dan banyak lagi.

“Tapi percayalah, reward-nya banyak, uangnya banyak.

Ibaratnya, uang itu kakinya ada sepuluh- semakin kita kejar,

semakin jauh ia berlari. Justru, buatlah uang mengejar kita.

Cari masalah terus, belajar terus,” tutup ketiga narasumber.

Acara The Forum pada siang hari itu telah menjadi sarana

inspiratif dan informatif kepada seluruh peserta yang hadir.

Semoga melalui acara semacam The Forum, akan muncul

lebih banyak bibit-bibit bisnis kreatif yang mampu mema-

jukan Tanah Air.

Page 20: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

S O S I A L

(Fot

o ol

eh: J

eann

e An

dini

)

Page 21: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S2 0

o l e h f o t o o l e hp r i n g g a a d i t y a w a n o l x y a m a n

Mari Hentikan Penyalahgunaan Media Sosial demi Generasi Penerus Bangsa

Pringga Adityawan

mengajak masyarakat

untuk memakai sosial

media dengan

bijaksana demi anak

bangsa.

Siapa yang tak kenal dengan media sosial atau “sosmed”? Hampir semua orang di dunia

menggunakan jejaring sosial. Dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Infor-

matika (Kemenkominfo), di tahun 2013 lalu, pengguna internet di Indonesia telah mencapai

63 juta orang dimana 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media so-

sial. Jumlah tersebut terus meningkat hingga saat ini. The Wall Street Journal, sebagaima-

na dikutip dalam CNN Indonesia, bahkan mencatat pada tahun 2014 pengguna sosmed

di Indonesia telah menyentuh angka 69 juta orang, menempatkan Indonesia sebagai

negara pengguna Facebook terbesar ke-4 dan pengguna Twitter terbesar ke-5 di dunia.

Maka tidaklah aneh jika orang-orang, mulai dari anak-anak hingga yang sudah dewasa, tidak

asing dengan Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan sebagainya. Bahkan saat ini hampir

setiap acara televisi menggunakan akun media sosialnya untuk menerima respon dari pe-

nontonnya. Begitu besarnya pengaruh media sosial ini terhadap gaya hidup masyarakat kita.

Sayangnya, peningkatan pengguna media sosial di tanah air belum diimbangi dengan

pertumbuhan tingkat “kesiapan” masyarakat penggunanya. Seberapa sering Anda men-

yaksikan masalah sepele yang memicu sebuah debat kusir dan berakhir pada caci maki

secara “terbuka” di Facebook? Seberapa sering Anda menjumpai perdebatan SARA da-

lam news feed anda yang belum pasti asal-muasalnya? Pernahkah Anda jumpai kolega

Anda yang tiba-tiba menjadi tidak akur setelah terlibat perdebatan yang dipicu oleh se-

buah berita, video atau sepotong gambar palsu atau seringkali dikenal sebagai “hoax”?

Atau bahkan menyaksikan perdebatan yang bersifat pribadi berujung pada masalah

hukum yang awal mulanya hanya dipicu oleh serangkaian tweet pribadi penggunanya?

Fenomena tersebut muncul akibat masyarakat pengguna media sosial tidak siap baik

secara intelektual maupun emosional dalam menggunakan media sosial. Kurangnya

pengetahuan dan keterampilan dalam memilah-milah dan memastikan keabsahan ber-

ita, menyebabkan masyarakat pengguna media sosial rentan terhadap isu provokat-

if, berita palsu, atau informasi yang tidak akurat. Sehingga tidak sedikit dari mereka

yang kemudian langsung mempercayai, menanggapi, dan membagikan informasi

yang tidak akurat tersebut kepada orang lain. Hal ini selain menyesatkan pengguna

media sosial juga kian memicu konflik berkelanjutan yang tidak sehat di masyarakat.

Page 22: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 2 1

berita palsu, atau informasi yang tidak akurat. Sehingga

tidak sedikit dari mereka yang kemudian langsung mem-

percayai, menanggapi, dan membagikan informasi yang

tidak akurat tersebut kepada orang lain. Hal ini selain

menyesatkan pengguna media sosial juga kian memicu

konflik berkelanjutan yang tidak sehat di masyarakat.

Konflik yang muncul akibat berita palsu diperparah den-

gan rendahnya tingkat emosional sebagian besar peng-

gunanya. Dengan mengatasnamakan kebebasan berpikir

dan berpendapat, beberapa pengguna media sosial den-

gan bebas mengutarakan pendapatnya dengan berdasarkan

informasi yang belum pasti kebenarannya. Maka tidaklah

heran jika banyak terjadi kasus perdebatan personal atau

antar kelompok yang hanya dipicu oleh suatu postingan ka-

ta-kata seseorang (status/tweet) atau berita, gambar dan

video dari situs “antah-berantah”. Ketua Dewan Pakar In-

donesia ICT Forum, Teguh Prasetya, berpendapat bahwa

maraknya fenomena sejenis “twitwar” membuktikan bah-

wa masyarakat pengguna media sosial di Indonesia belum

dewasa dan tidak siap dalam menggunakan media sosial.

Kondisi diatas, selain membahayakan persatuan bangsa juga

sangat berbahaya bagi pola pikir dan kesehatan mental gener-

asi muda, khususnya anak-anak. Lebih dari 30 juta anak-anak

dan remaja di Indonesia adalah pengguna media sosial dan

mereka mengakses media sosial melalui smartphone layaknya

orang dewasa pada umumnya. Hadirnya smartphone mampu

memperkuat pengaruh media sosial karena anak-anak dapat

mengakses media sosial kapanpun dan di manapun mereka

berada. Paparan tersebut meningkatkan resiko anak-anak dan

remaja untuk tumbuh dengan kata-kata kasar sebagaimana

yang mereka lihat di media sosial; beraksi dan berdebat dalam

golongan-golongan sebagaimana yang sering terjadi dalam ko-

lom komentar media sosial, maupun aktivitas cyber-bullying atau

mengejek karya orang lain yang mereka temui di media sosial

Melihat begitu berbahayanya kondisi persatuan bangsa

saat ini, maka sudah sepantasnya kita mengatakan HEN-

TIKAN PENYALAHGUNAAN MEDIA SOSIAL! Ketika kita asal

share berita tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenaran

beritanya, maka sama saja kita telah berpartisipasi dalam

Page 23: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S2 2

penyalahgunaan media sosial. Dengan banyak mengo-

mentari hal-hal yang tidak perlu sehingga memicu per-

debatan terbuka di media sosial, maka kita juga telah

melakukan “social media abuse”. Dengan memasukkan

konten-konten (gambar, video, dan sebagainya) yang tidak

layak maka kita juga telah melakukan “social media abuse”.

Mari kita mulai berpikir kembali sebelum melakukan se-

gala sesuatu, karena bisa jadi setiap kata atau foto yang

kita posting dibaca dan dilihat oleh anak-anak di sekitar

kita. Jangan sampai di kemudian hari kita marah ketika kita

melihat postingan pengeroyokan seorang anak tak ber-

daya oleh teman-temannya, atau postingan anak-anak be-

radegan mesum, padahal banyak diantara kita tanpa sa-

dar ikut serta dalam menyebarkan konten-konten yang

tidak layak yang menginspirasi mereka berbuat demikian.

Mari kita beri contoh bagaimana seharusnya anak-anak

itu tumbuh dengan akhlak yang baik. Semoga dengan be-

gitu persatuan bangsa akan tetap terjaga selamanya.

Pringga Adityawan adalah mahasiswa S2

Monash University. Sebelumnya, Pringga

adalah dosen ilmu kesehatan di sebuah uni-

versitas swasta di Malang. Selain mengajar,

Pringga juga aktif dalam kegiatan penelitian,

khususnya dalam bidang behavioural neuro-

science.

...

peningkatan

pengguna media

sosial di Tanah Air

belum diimbangi

dengan pertumbu-

han tingkat “kesia-

pan” masyarakat

penggunanya

Page 24: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 25: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S2 4

o l e h f o t o o l e hn i k o d e m u s n i k o h a n s c h r i s t i a n

d e s t i m a h a r a n i

Kemiskinan di Indonesia Isu yang Berkelanjutan

Nikodemus Niko menelaah kekuatan di balik siklus

kemiskinan Indonesia yang tak pernah usai

Angka kemiskinan di Indonesia meningkat drastis di awal ta-

hun 2015. Secara detail, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS)

menunjukkan bahwa penambahan jumlah penduduk miskin

lebih banyak terjadi di daerah pedesaan. Pada Maret 2015, ter-

catat penduduk miskin di pedesaan sebanyak 17,94 juta orang

dan penduduk miskin di perkotaan sebanyak 10,65 juta orang.

Bagong Suyanto mendefinisikan kemiskinan sebagai tingkat

kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup

minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan pokok

pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup se-

hat berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.

Pengurangan angka kemiskinan menjadi prioritas utama da-

lam taraf internasional. Hal ini dikarenakan kemiskinan mer-

upakan persoalan global yang hingga saat ini belum bisa

terpecahkan penanggulangannya. Oleh karena itu, lahirlah

program Millenium Development Goals (MDGs) sebagai ben-

tuk komitmen negara-negara dunia untuk mengambil berbagai

langkah guna mengatasi kemiskinan global. Salah satu tujuan

pokok dari program MDGs adalah memberantas kemiskinan

dan kelaparan ekstrem, dengan target utama yang adalah

mengurangi hingga separuh jumlah orang yang mempunyai

pendapatan satu dolar AS per hari antara tahun 1990-2015.

Sebagai bagian dari masyarakat global, pembangunan

nasional Indonesia turut memprioritaskan pengurangan

angka kemiskinan. Namun, pada pelaksanaannya upa-

ya yang dilakukan pemerintah di tingkat nasional, region-

al, maupun lokal, selama ini umumnya adalah penerapan

pendekatan ekonomi semata, dan seringkali mengabaikan

aspek peran kebudayaan dan konteks lokal masyarakat.

Banyak alasan mengapa kemiskinan menjadi hal yang se-

makin sulit diberantas di Indonesia. Salah satunya adalah

adanya struktur sosial yang membuat anggota atau kelom-

pok masyarakat tidak dapat menguasai sarana dan fasili-

tas ekonomi secara merata. Falsafah pancasila dalam sila

ke-lima berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indo-

nesia”. Kalimat ini selalu kita dengar setiap hari Senin pada

saat upacara bendera. Kenyataannya keadilan hanya milik

segelintir orang saja - masih sangat banyak rakyat yang tidak

merasakan keadilan yang dimaksud, termasuk sebagian be-

sar rakyat miskin yang berada di wilayah pedesaan Indonesia.

Page 26: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 2 5

jalan tanah yang becek jika musim hujan). Belum lagi masalah

kemiskinan yang seolah membelenggu kehidupan mereka.

Hanya sebagian kecil saja yang boleh dikatakan se-

jahtera dalam akses ekonomi serta tingkat kesejahter-

aan masyarakat, sedangkan sebagian besar lainnya ma

sih berada di bawah garis kemiskinan. Sulitnya sarana dan

prasarana menjadi salah satu penyebab terisolasinya mas-

yarakat di daerah pedesaan dari berbagai produk inovatif.

Kondisi ekonomi masyarakat miskin sangat rentan dan

rapuh dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup se-

hari-harinya. Masyarakat miskin yang bekerja sebagai

penyadap karet dan bertani memiliki pendapatan yang

hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Santoso

juga menjelaskan bahwa masyarakat yang rentan terkena

kerawanan ekonomi, termasuk posisi tawar yang lemah,

sebenarnya mempunyai sistem kultur otonom saat meng-

hadapi dan menyelesaikan ragam permasalahan keterde-

sakan ekonomi yang berlarut. Dalam hal ini, masyarakat

miskin mengalami pelemahan posisi tawar karena adanya

sistem yang sudah mengatur hal tersebut - termasuk keter-

kaitannya dengan harga sembako yang melambung tinggi.

Salah satu dampak dari kemiskinan berantai yang men-

gungkung masyarakat lemah di daerah pedesaan ini ada-

lah semakin banyaknya anak-anak muda yang kemudian

memilih menjadi TKI di Malaysia. Mereka direkrut oleh calo,

kemudian dikirim menjadi pembantu di negeri Jiran. Tidak

jarang mereka menjadi korban perdagangan manusia (hu-

man trafficking) yang diselundupkan melalui wilayah-wilayah

perbatasan yang ada di Kalimantan Barat kemudian dipeker-

jakan di tempat-tempat hiburan malam di wilayah Malaysia.

Sayangnya di Indonesia, permasalahan kemiskinan hanya dipa-

hami sebatas persoalan kurangnya pendapatan masyarakat

yang menyebabkan mereka miskin. Oleh karena itu, program

pemerintah pun hanya sebatas pemberian bantuan ekonomi,

seperti adanya program BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk

keluarga miskin yang berada di pedesaan maupun di perkota-

an, dan adanya Program Keluarga Harapan (PKH) untuk Rumah

Tangga Sangat Miskin (RTSM) di daerah perkotaan. Apakah

efektif? Tentu tidak. Pemberian bantuan ekonomi itu hanya

berlaku untuk jangka pendek saja, sedangkan untuk jangka

panjang, pemberian bantuan itu tidak bisa menyelesaikan per-

masalahan kemiskinan secara tuntas. Justru yang terjadi kemu-

dian adalah banyak melahirkan masalah-masalah baru yang

rumit, misalnya adanya kasus penyelewengan dana bantuan.

Kemiskinan di Wilayah Pedesaan Kalimantan Barat

Kehidupan masyarakat pedesaan di Kalimantan Barat pada

umumnya masih relatif terisolasi dan tertinggal. Mobilitas

vertikal masyarakat berjalan lambat, dan pilihan hidup yang

tersedia pun masih sangat terbatas. Apabila dibandingkan

dengan kehidupan masyarakat di Pulau Jawa, akan terli-

hat sangat jauh berbeda. Kehidupan masyarakat di Pulau

Jawa umumnya sudah memiliki akses dan prasarana pub-

lik yang cukup memadai, sedangkan di Kalimantan Barat

pembangunan masih berpusat di daerah perkotaan saja.

Daerah pedesaan yang letaknya di pedalaman Kalimantan sen-

antiasa diidentikkan dengan suasana keterisolasian, dan ditan-

dai dengan kemiskinan serta corak kehidupan budaya adat

yang masih kental. Bukan hanya itu saja, keterbatasan berb-

agai akses juga merupakan masalah yang belum terselesaikan,

seperti tidak adanya akses listrik yang masuk ke kampung-

kampung di pedalaman dan minimnya akses jalan raya (hanya

...

di Indonesia,

permasalahan kemiskinan hanya

dipahami sebatas persoalan

kurangnya pendapatan masyarakat

Page 27: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S2 6

rakyat yang dirampas hak tanahnya, agar perusahaan-pe-

rusahaan asing dapat menguras sumber daya alam yang

ada di tanah mereka? Di tangan negaralah ketidakadilan

itu terjadi, korporasi perusahaan yang mengeruk kekayaan

alam atas persetujuan negara. Seharusnya bisa menye-

jahterakan masyarakat lokal, tetapi fakta yang terjadi justru

sebaliknya, di mana masih banyak masyarakat yang hidup

miskin di pedesaan yang tidak jauh dari lokasi perusahaan.

Mereka miskin bukan karena mereka malas bekerja, melain-

kan karena struktur sosial yang berlaku telah mengurung

mereka ke dalam suasana ‘miskin’ secara turun-temurun

dan selama bertahun-tahun. Secara teoritis kemiskinan ini

disebut kemiskinan struktural, yang dapat diartikan sebagai

suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat

yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial

yang berlaku. Pada akhirnya, mereka yang termasuk ke da-

lam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk mengu-

bah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya.

Sebagian besar korban human trafficking adalah anak perem-

puan yang berasal dari daerah pedesaan dan hidup miskin.

Bahkan tidak jarang mereka yang hidup di perbatasan negara

Indonesia-Malaysia juga ikut menjadi korban. Syarifah Rahma-

niah berpendapat bahwa rendahnya tingkat pendidikan mas-

yarakat di perbatasan memberi dampak terhadap kurangnya

keterampilan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Oleh karena itu, mereka masih berada dalam kondisi yang ter-

belakang, kurang produktif dan belum mandiri, terutama untuk

memenuhi kebutuhan dasarnya. Masalah ini juga berakar dari

rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap isu perdagangan

manusia yang berkeliaran di sekitar lingkungan hidup mereka.

Kemiskinan yang Terstruktur

Banyak perusahaan sawit dan perusahaan tambang di wilayah

pedesaan Kalimantan Barat yang menggerogoti sumber alam

lokal, sedangkan masyarakat setempat hanya bisa menjadi

penonton karena tidak memiliki pendidikan dan keterampilan

yang memadai untuk bekerja di perusahaan tersebut. Kend-

atipun mereka masuk dalam lingkungan perusahaan, mereka

hanya bekerja menjadi buruh pikul di tanah mereka sendiri.

Adilkah? Di mana bukti nyata peran negara yang tertulis dalam

sila ke-lima Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat In-

donesia”? Apakah adil bagi rakyat yang dirampas hak tanahn-

ya, sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”? Apakah adil bagi

Nikodemus Niko, yang akrab dipanggil Niko, adalah seorang

mahasiswa Sosiologi Pascasarjana di Universitas Padjadja-

ran Bandung. Dalam waktu senggangnya, Niko memiliki hobi

menulis, membaca, dan travelling.

Page 28: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 2 7

...Project O 2015In Their Shoes

o l e h f o t o o l e hh a n n a m e l i s s a t i m d o k u m e n t a s i p r o j e c t o

be them, know them, help them

Page 29: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S2 8

Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) ranting RMIT,

bekerjasama dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) di In-

donesia, kembali dengan proyek amal tahunan Project O 2015

untuk keempat kalinya. Acara ini dimulai dengan serangkaian

kampanye yang diadakan sepanjang tahun dan diakhi-

ri dengan acara puncak mereka, yaitu Project O: In Their

Shoes dengan tagline “Be Them, Know Them, Help Them”.

Fabio Hutagalung dan Mira Tanuwidjaja yang menjabat se-

bagai Project Manager mengatakan bahwa Project O kali ini

tidak hanya mengajak komunitas warga Indonesia di Mel-

bourne, namun juga warga negara Australia untuk membangun

kepedulian bersama akan pentingnya pendidikan untuk anak-

anak kurang mampu di Indonesia. Melalui Project O, masyarakat

Melbourne mendapat kesempatan untuk mengenal isu ini

lebih dalam dan membantu mereka yang kurang mampu

untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Kesada-

ran ini juga dibangun dengan cara memperkenalkan seni

dan budaya Indonesia kepada masyarakat Melbourne.

Pada tanggal 3 Oktober 2015, foyer auditorium RMIT Storey

Hall dipenuhi oleh berbagai macam permainan yang berte-

makan “Anak Jalanan”. Sembari memasuki foyer, para tamu

diberikan sebuah kartu berisi cerita singkat lalu diundang

untuk ikut serta dalam berbagai permainan kreatif, salah sa-

tunya dengan menyanyikan berbagai lagu menggunakan

botol plastik, ember, dan peralatan rumah tangga lainnya.

Setelah mereka menyelesaikan satu permainan, mer-

eka mendapatkan sebuah ‘tanda tangan’ pada kartu

tersebut. Permainan-permainan interaktif tersebut ber-

tujuan agar para tamu-tamu lebih bisa mengerti rasanya

hidup dalam posisi anak-anak yang kurang mampu.

PPIA RMIT mengajak

masyarakat untuk mengenal

kondisi anak-anak kurang

mampu di Indonesia secara

dekat melalui acara interaktif

Page 30: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 2 9

Acara ini juga dimeriahkan oleh beberapa artis tanah air.

Duo jenaka Vincent dan Desta dari The Tonight Show (NET

TV) menjadi pembawa acara puncak talkshow dari rang-

kaian acara Project O: In Their Shoes. Terlebih itu, tamu un-

dangan dalam talkshow tersebut adalah Farhan, Sekretaris

Jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) dan Bayu, alum-

ni sekolah YCAB. Seturut visi dan misi dari Project O sendi-

ri, YCAB merupakan sebuah organisasi yang berfokus pada

pengembangan anak-anak Indonesia - entah dalam bidang

pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Kedua pembic-

ara berhasil membawakan sebuah talkshow yang menghibur

sekaligus inspiratif. Sebagai bagian dari misi Project O sendiri,

sebagian besar dari penjualan tiket acara Project O: In Their

Shoes akan disumbangkan kepada YCAB untuk kelangsun-

gan pendidikan anak-anak kurang mampu di Indonesia.

Seusai talkshow, acara Project O dimeriahkan dengan per-

tunjukan musik dan yang ditampilkan oleh Yovie & Nuno

sebagai bentuk terima kasih bagi para hadirin Project O

2015 yang telah berlangsung dengan luar biasa. Penon-

ton yang kurang lebih berjumlah 500 orang itu terha-

nyut dalam lagu-lagu penuh nostalgia dari Yovie&Nuno.

Project O tidak hanya berhasil menarik perhatian banyak

pihak melalui berbagai acara dan bintang tamu yang dili-

batkan. Namun acara garapan mahasiswa-mahasiswa RMIT

ini mampu menginspirasi semakin banyak individu untuk

lebih peduli atas kondisi anak-anak yang kurang berun-

tung di Indonesia - sesuatu yang seringkali terasa jauh

bagi mereka yang melanjutkan studi di tanah asing ini.

Page 31: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

P O L I T I K + H U K U M

(Fot

o ol

eh: I

ndah

Cris

tian)

Page 32: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 3 1

o l e h f o t o o l e hchr ist ian donny putranto manh hai

mikhael esteeves

Indonesia dan Pengungsi

Sebuah Panggilan Kemanusian

Ketika ribuan orang tak lagi memiliki ‘rumah’, akankah bangsa ini membuka pintu

lebih lebar?

Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pen-

gungsi (UNHCR) di Indonesia pada Februari 2015 melaporkan

bahwa terdapat 11-12 ribu pengungsi dan pencari suaka di

Indonesia. Mayoritas pengungsi dan pencari suaka ini ber-

asal dari Afganistan, Somalia, Iran, Irak, Myanmar, dan Paki-

stan. Kedatangan ribuan etnis Rohingya dengan kapal pada

bulan Mei-Juni 2015 tentu menambah jumlah pengungsi dan

pencari suaka di Indonesia. Sebagai perbandingan, Malaysia

menjadi tempat bermukim sementara bagi kurang lebih 150

000 pengungsi dan pencari suaka. Sementara, kurang lebih

600 000 pengungsi dan pencari suaka ditampung oleh Thai-

land. Indonesia memiliki jumlah populasi pengungsi yang jauh

lebih kecil, akan tetapi Indonesia memiliki kesempatan yang lebih

besar untuk memberi contoh kepada negara lain di wilayah ini ten-

tang bagaimana memberikan perlindungan terhadap pengungsi.

Untuk memperjelas pemahaman, pengungsi adalah mere-

ka yang melarikan diri dari negara asal atau tempat ting-

gal permanen sebelumnya untuk menghindari persekusi

berdasarkan kewarganegaraan, ras, agama, pandangan

politik, atau keanggotaan kelompok sosial tertentu. Se-

mentara itu, pencari suaka pada intinya adalah pengung-

si yang belum diberikan status secara administratif oleh

yang berwenang (baik oleh pemerintah atau oleh UNHCR).

Page 33: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S3 2

‘The Fall of Saigon, Vietnam in April, 1975’

oleh Manh Hai

(CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by/2.0/])

Page 34: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 3 3

Meskipun Indonesia bukanlah negara tujuan, suka tidak

suka, Indonesia terletak di ‘halaman depan’ Australia—yang

merupakan sebuah tujuan utama bagi pengungsi.Indonesia

hanya merupakan tempat transit, tak perduli berapa lama

pengungsi tersebut akan bermukim sementara di Indonesia.

Untuk pergi ke Australia, mayoritas pengung-

si akan melewati Indonesia dengan kapal. Mer-

eka berangkat dari berbagai pulau di Indonesia,

misalnya Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur di mana mer-

eka memulai perjalanan laut yang berbahaya ke Australia.

Australia telah menjadi salah satu negara penerima pe-

ngungsi terbesar semenjak berakhirnya Perang Dunia II.

Australia juga telah menjadi Negara Pihak pada Konvensi

Status Pengungsi Tahun 1951 pada tahun 1954 dan mer-

upakan salah satu Negara perancang konvensi tersebut.

Australia menerima belasan ribu pengungsi setiap tahun-

nya melalui program visa perlindungan dan kemanusiaan.

Program yang berjalan saat ini mengalokasikan 13,750

tempat bagi pengungsi dan, sebagai respon terhadap kri-

sis pengungsi di Eropa, Australia baru saja menambah 12 000

tempat khusus bagi pengungsi dari Suriah yang bermukim di

tenda-tenda pengungsian di Yordania, Turki, dan Lebanon.

Sebagai tambahan, Australia juga merupakan Negara dengan

salah satu sistem suaka dan program integrasi yang paling maju di

dunia. Maka, memiliki hal-hal tersebut merupakan hal yang logis

bagi Australia untuk memastikan kepatuhan terhadap konvensi.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh Indonesia? Posisi geografis

Indonesia yang dekat dengan Australia adalah hal yang

hakiki. Sama hakikinya dengan fakta bahwa ancaman di

negeri asal pengungsi begitu besar, hingga risiko mati di

tengah laut terlihat lebih masuk akal dibanding tinggal

dalam daerah konflik. Atas nama kemanusiaan, perlindun-

gan dengan standar internasional harus diberikan. Apa-

bila negara lain tidak mau melakukannya, biarkan. Indo-

nesia harus dapat memimpin dengan memberikan contoh.

Namun, Indonesia menghadapi dilema yakni tidak adanya kerang-

ka hukum untuk memastikan perlindungan terhadap pengungsi.

Indonesia hanya memiliki sebuah peraturan setingkat Direktur

Jenderal Imigrasi dan saat ini pemerintah sedang merancang

sebuah peraturan presiden tentang penanganan pengungsi

dan pencari suaka di Indonesia. Meskipun demikian, apabila

kerangka hukum belum dapat memberikan kepastian, sudah

selayaknya kita berpaling ke dasar-dasar moral dan kema-

nusiaan. Indonesia dapat berkaca pada kebijakannya pada

‘Mae La Refugee Camp’

oleh Mikhael Esteeves

(CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by/2.0/])

Page 35: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S3 4

dekade 1980-an dan 1990-an yang memberikan perlind-

ungan kepada belasan ribu pengungsi dari Indo-Cina.

Berangkat dari pengalaman ini, Indonesia memiliki kap-

asitas dan postur kemanusiaan untuk terus melakukan

dan meningkatkan perlindungan terhadap pengungsi.

Dalam hal ini, UNHCR membantu Indonesia karena Indonesia bu-

kan Negara Pihak pada Konvensi Status Pengungsi Tahun 1951.

UNHCR melakukan pendaftaran, penentuan status pengungsi, dan

kerja-kerja solusi yang berkepanjangan mewakili Indonesia. Be-

ranggapan mendapatkan hasil positif, seorang pencari suaka di In-

donesia harus melalui tiga tahap di UNHCR sebelum ia mempunyai

masa depan yang baru. Tahap-tahap ini adalah pendaftaran, waw-

ancara penentuan status pengungsi, dan solusi berkepanjangan.

Tahap pendaftaran adalah ketika ia mendaftarkan dirinya ke

UNHCR untuk menunjukan bahwa ia mencari suaka. Tahap

wawancara adalah saat ia meyakinkan UNHCR bahwa ia be-

nar-benar membutuhkan perlindungan dari ancaman yng ada

di negara asalnya. Solusi berkepanjangan merupakan tahap

akhir sebelum ia memiliki masa depan yang baru. Terdapat tiga

solusi dalam tahap ini: integrasi ke negara penerima, pulang

ke negara asal secara sukarela, atau ditempatkan ke nega-

ra ke tiga. Namun, pilihan integrasi di Indonesia tidak dapat

dilaksanakan karena Indonesia bukan Negara pihak Konvensi

Status Pengungsi 1951. Secara keseluruhan, ia akan mengh-

abiskan waktu setidaknya 3-5 tahun sejak ia mendaftarkan diri

ke UNHCR sampai ia ditempatkan ke negara ketiga. Apabila

ia memilih untuk pulang ke negara asal, waktu tunggu ia ten-

tu akan jauh lebih singkat, namun hal ini sangat jarang terjadi.

Akan tetapi, waktu tunggu yang panjang ini tidak mence-

gah kedatangan pencari suaka. Menghadapi hal ini, IndO-

nesia harus mempertahankan peran kepemimpinannya.

Indonesia telah membuktikan hal ini contohnya dengan melun-

curkan Bali Process sebagai sebuah mekanisme kerjasama

regional untuk mengatasi fenomena migrasi iregular. In-

donesia juga telah menolak keras tindakan sepihak Aus-

tralia dalam mengatasi kedatangan perahu pencari suaka.

Kebijakan dasar luar negeri Indonesia adalah bebas aktif dalam

mencapai keadilan dan perdamaian dunia. Maka, Indonesia ha-

rus menunjukkan ke negara lain, terutama di wilayah ini, bah-

wa usaha bersama, meskipun memakan waktu, mengeluarkan

hasil. Dengan menjadi bebas aktif, Indonesia harus mengambil

setiap kesempatan untuk memimpin. Indonesia tidak memili-

ki kepentingan tertentu dalam hal ini selain dari memberikan

contoh bahwa persoalan ini merupakan masalah kemanusiaan.

Maka dari itu, pertama Indonesia harus memastikan secara inter-

nal bahwa mereka yang rentan ini mendapatkan perlindungan.

Dalam konteks ini, maka sangatlah penting bagi pemerintah un-

tuk memastikan bahwa perlindungan terhadap pengungsi tidak

berhenti. Saya tidak menyarankan bahwa pemerintah harus mem-

berikan hak kepada pengungsi setara dengan apa yang didapa-

tkan oleh warga negara. Namun, pemerintah wajib memberikan

perlindungan minimum kepada pengungsi. Tentu saja, perha-

tian khusus harus diberikan kepada kelompok-kelompok rentan

seperti anak-anak, perempuan, orang tua, dan kaum difabel.

Indonesia saat ini berada di persimpangan terkait per-

lindungan pengungsi. Kita dapat memilih untuk mun-

dur dengan meninggalkan pengungsi yang mem-

butuhkan perlindungan. Indonesia tidak memiliki

kepentingan tertentu dalam hal ini selain memberikan con-

toh bahwa persoalan ini merupakan masalah kemanusiaan

...Sama hakikinya dengan fakta

bahwa ancaman di negeri asal pengungsi

begitu besar, hingga risiko mati di tengah

laut terlihat lebih masuk akal dibanding

tinggal dalam daerah konflik

Christian Donny Putranto, sebelumnya bekerja di UNHCR Ja-karta, adalah Australia Awards Scholar yang sedang menempuh program studi Master of Laws (Human Rights) di Melbourne Law School.

Page 36: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 3 1

Page 37: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S3 6

o l e h f o t o o l e hahmad r izky mardhat i l lah umar jeanne andini

Kepentingan Nasional:Apa dan Untuk Siapa?

Di tengah luasnya hubungan internasional saat ini, pengertian dan pemanfaatan istilah “kepentingan nasional” menjadi penting bagi kedaulatan bangsa Indonesia.

Dalam banyak ulasan peristiwa yang terkait dengan hubungan internasional saat

ini, istilah “kepentingan nasional” sering kali digunakan dalam berbagai perbin-

cangan. Dalam kasus penenggalaman kapal asing dan hukuman mati terhadap

pengedar narkoba, misalnya, istilah “kepentingan nasional” sering menjadi argu-

men bagi pengambil kebijakan untuk melegitimasi pilihan aksi yang mereka ambil.

Argumen “kepentingan nasional” sangat sering digunakan untuk melegitimasi

kebijakan-kebijakan pemerintah dalam berbagai isu. Retorik ini pun sering diu-

tarakan ketika bicara mengenai ”kedaulatan” – konsep yang dianggap sakral

dalam eksistensi sebuah negara. Sehingga, ia kerap muncul dalam pembic-

araan tentang keamanan, penegakan hukum, atau posisi pemerintah dalam

interaksinya dengan aktor-aktor transnasional. Namun, jarang sekali argumen

ini dibicarakan esensinya di publik, terutama ketika Indonesia harus meng-

hadapi perundingan besar di level internasional (seperti ASEAN atau PBB).

Maka dari itu, penting bagi kita untuk mempertanyakan ulang apa

yang disebut sebagai “kepentingan nasional” ini. Kendati sering seka-

li diucapkan, disebut, bahkan diperdebatkan sejak masa kampa-

nye hingga era pemerintahan baru, tidak pernah ada yang mendefi-

nisikan secara jelas apa yang disebut “kepentingan nasional” tersebut.

Hal ini penting, terutama ketika Indonesia akan menghadapi Masyarakat ASEAN

dalam waktu dekat. Posisi dan format regionalisme akan dibahas dalam ASEAN

Ministerial Meeting di akhir tahun ini, dan menentukan arah orientasi regional ke

depan. Kegagalan dalam mendefinisikan ”kepentingan nasional” akan berdampak

pada kegamangan pemerintah dalam menangani tantangan ini di masa mendatang.

Dua PerspektifDalam kajian Hubungan Internasional, konsep “kepentingan nasional” sejat-

inya masih berada di ruang perdebatan, baik menurut pengambil kebijakan

maupun kalangan akademisi. Scott Burchil menyatakan ada setidaknya dua

cara pandang yang bisa dipetakan dalam memahami “kepentingan nasional”.

Page 38: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 3 7

adalah mengamankan kepentingannya,

yang utama adalah keamanan dalam neg-

eri agar tidak diserang oleh orang lain.

Pandangan ini akan sangat mudah ditemui

dalam banyak paparan dari pejabat dan

penstudi ketahanan nasional. Bagi kalangan

tersebut, keamanan nasional diukur dari

kapasitas persenjataan, personil, dan aspek

deterrence (daya gentar). Politik luar negeri

diyakini harus bisa membangkitkan ‘ketaku-

tan’ bagi negara lain sehingga mereka tidak

berani macam-macam terhadap negerinya.

Akan tetapi, kita juga bisa melontarkan

pertanyaan: bagaimana kita menempat-

kan “keamanan” di tengah arus lalu lintas

manusia dan barang yang semakin bebas

dan saling berkaitan di Asia Tenggara?

Dari titik ini, setidaknya dua kritik bisa dia-

jukan: (1) perspektif ini sangat menekankan

pada ‘negara’ sehingga gagal memahami

kompleksitas dunia yang sekarang sema-

kin ‘tanpa batas’; (2) perspektif ini akan

memandang gerakan-gerakan sosial yang

menyuarakan pentingnya keterhubungan lin-

tas batas negara sebagai pengganggu ‘sta-

bilitas rezim’, dan oleh karenanya menjadi

ancaman terhadap “kepentingan nasional”.

Kedua, pandangan yang berargumen bahwa

“kepentingan nasional” bukan terletak pada

keamanan negara, melainkan pada stabil-

itas ekonomi dan berjalannya mekanisme

pasar. Cara pandang ini dianut kaum liber-

al-institusionalis. Lebih spesifik lagi, kepent-

ingan nasional didasarkan pada tujuan untuk

menciptakan masyarakat yang diatur oleh

mekanisme pasar dan persaingan yang ter-

buka. Konsekuensinya, berbagai kerjasama

harus difasilitasi agar tercipta iklim usaha yang

nyaman untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

“Kepentingan nasional” seperti ini sebetuln-

ya mengarah pada bentuk kekuasaan yang

tidak terletak pada negara, tetapi pada pasar.

Sehingga, untuk menjaga “kepent-

ingan nasional”, kemitraan pub-

lik dan sektor swasta harus dibangun.

Dalam cara pandang ini, kepentingan nasional

dipahami ketika negara berhasil memenang-

kan “daya saing” dan membuat sektor swasta

dapat memberi keuntungan yang besar bagi

negara. Anggaran negara ditujukan untuk

menjaga mekanisme pasar agar tetap stabil.

Kepentingan nasional berarti kedaulatan pasar.

Pihak-pihak yang menolak penenggelaman

kapal-kapal asing banyak bersandar pada ar-

gumen ini. Hal ini, misalnya, dapat dilihat dalam

pernyataan mantan presiden Susilo Bambang

Yudhoyono yang menyesalkan penenggelaman

kapal karena berisiko “mengganggu hubungan

dengan negara lain”. Selain itu, mereka yang

menolak hukuman mati juga sebenarnya memili-

ki logika serupa. Sebab, bagi mereka, nyawa ma-

nusia dan hubungan diplomatik dengan negara

lain adalah sesuatu yang lebih layak untuk diper-

juangkan daripada sekadar ‘kedaulatan negara’.

Namun, tentu saja ada kritik lain. Karena

kepentingan nasional berada pada jaminan

atas “kedaulatan pasar”, bagaimana menja-

min orang-orang yang gagal berkompetisi

karena modal yang minim? Atau, bagaimana

memastikan tidak akan muncul ketimpangan

ekonomi ketika mengejar kepentingan tersebut?

Kajian Thomas Piketty melihat bahwa da-

lam sistem ekonomi pasar yang diterap-

kan dengan sesedikit mungkin peran nega-

ra di dalamnya, derajat ketimpangan justru

semakin tinggi dari tahun ke tahun, terutama

setelah krisis global. Artinya, jika kita men-

dasarkan pemahaman bahwa “kepentingan

nasional” adalah kemampuan dalam ber-

kompetisi di pasar, pandangan ini justru mele-

starikan ketimpangan di antara warga negaranya.

Pendekatan KritisDengan demikian, perlu ada kritik terhadap pe-

mahaman mengenai “kepentingan nasional”

... “Kepentingan

nasional” seperti

ini sebetulnya

mengarah pada

bentuk kekua-

saan yang tidak

terletak pada

negara, tetapi

pada pasar.

Page 39: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S3 8

sejauh ini. Sebetulnya, ada alternatif cara pandang lain, yaitu cara pan-

dang kritis dari Vedi Hadiz yang mencoba melihat “kepentingan nasi-

onal” sebagai perwujudan dari pertarungan kelas-kelas berkuasa di

Indonesia serta dimensi kepentingan ekonomi-politik di belakangnya.

Dalam cara pandang ini, negara bukanlah sesuatu yang netral atau pe-

megang kekuasaan tunggal. Negara pada dasarnya diisi oleh kelom-

pok-kelompok yang memiliki kepentingan ekonomi-politik tertentu.

Oleh sebab itu, dalam mendefinisikan kepentingan nasional, negara

harus mampu mengelola dan menjaga diri dari dominasi kelompok ter-

tentu dan memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat luas.

Cara pandang ini berimplikasi pada satu hal penting, yakni bah-

wa persepsi tentang “kepentingan nasional” mesti diperta-

rungkan melalui perdebatan-perdebatan dan mekanisme poli-

tik yang demokratis, bukan model pengambilan “teknokratis”

apalagi didefinisikan sendiri oleh Presiden atau partai berkuasa.

Dalam konteks menghadapi Masyarakat ASEAN, misalnya, sosialisasi

dan pelibatan kepentingan aktor-aktor yang ter-

dampak dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN atau Mas-

yarakat Politik dan Keamanan ASEAN menjadi penting.

Pelibatan tersebut seharusnya tidak hanya dilakukan melalui ‘sosial-

isasi’, tetapi juga melalui proses diseminasi dan penjaringan aspirasi

sebelum pemerintah maju ke tahapan diplomasi yang lebih tinggi.

Selama ini, jika kita lihat cetak biru Masyarakat Ekonomi

ASEAN, kepentingan pemerintah di ASEAN lebih ban-

yak berbasis pada kepentingan pemain bisnis besar. Pada-

hal tugas pemerintah yang sebenarnya adalah mengako-

modasi kelompok yang terpengaruh oleh kondisi tersebut.

Dengan menempatkan kepentingan nasional secara lebih

representatif, kita bisa melihat posisi Indonesia dengan leb-

ih jernih; bahwa kepentingan nasional dapat didefinisikan se-

cara jelas sebagai kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar adalah mahasiswa Pascasa-rjana Ilmu Politik di University of Sheffield dan Ketua Divisi Ka-jian Lingkar Studi Cendekia UK

Page 40: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 3 9

o l e h f o t o o l e hadr ian w. tumakaka cindy br ig itta

Perlindungan terhadap Kebebasan

Beragama

Beragama dan beribadah adalah hal hakiki dalam kehidupan berbangsa.

Namun, sejauh apakah peraturan pemerintah mampu melindungi hak

mendasar tersebut bagi seluruh rakyatnya?

Beberapa bulan terakhir ini, Indonesia dilanda insiden-insiden

yang berhubungan dengan konflik antar umat beragama. Salah

satunya yaitu pada tanggal 13 Oktober 2015, tiga gereja yang

terletak di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, dibakar oleh

sekelompok massa yang mempersenjatai diri dengan senjata

tajam dan bom Molotov. Menurut Ketua MUI Din Syamsuddin hal

ini dikarenakan “banyak tempat ibadah agama lain yang terlalu

banyak. Padahal penduduknya mayoritas Muslim,” saat ditanya

oleh Republika. Kemudian di Manokwari, Papua Barat, Kamis 29

Oktober, ribuan orang melakukan demonstrasi di depan kan-

tor bupati untuk menolak pendirian masjid di kawasan Andai,

karena selain belum mengantongi izin mendirikan bangunan

(IMB) pendirian rumah ibadah tersebut dianggap mencederai ker-

ukunan umat beragama di Manokwari. Serupa dengan insiden ini,

pada bulan Mei tahun 2012 lalu - meskipun tidak terjadi insiden -

terjadi penolakan yang sama oleh Forum Komunikasi Antar-Umat

Beragama (FKUB) Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara

Timur, mempermasalahkan pembangunan dua masjid di daer-

ah tersebut karena belum mengantongi rekomendasi resmi dari

FKUB. Insiden ini menunjukkan bahwa terdapat intoleransi antar

umat beragama di Indonesia dan masyarakat minoritas (di daer-

ahnya), tidak peduli apapun agamanya dapat menjadi korban.

Page 41: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S4 0

Page 42: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 4 1

Tradisi, norma adat, dan kebiasaan masyarakat Indonesia menun-

jukkan bahwa memiliki agama dan beribadah kepada Tuhan yang

kita percayai dan imani adalah suatu hal yang esensial dan tidak

dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Agama ada-

lah hubungan batin yang tidak dapat diputus begitu saja dengan

undang-undang yang melarang suatu kepercayaan atau agama

atau ketiadaan pengakuan pemerintah, karena kepercayaan dan

iman berasal dari hati dan pikiran manusia. Hubungan beragama

tersebut berada di luar area yang dapat dijangkau hukum, namun

kebebasan untuk melaksanakannya dijamin sepenuhnya oleh kon-

stitusi negara kita. Mengingat pentingnya kebebasan beragama

dalam praktik bernegara, adalah penting bagi negara dan mas-

yarakat untuk dapat saling menjamin kenyamanan dan keamanan

melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaannya mas-

ing-masing. Mari kita garis bawahi dulu ide ini: kebebasan berag-

ama adalah hal yang hakiki dan menjadi tanggung jawab bersama

baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat menjaganya.

SKB Dua Menteri

Banyak kalangan menilai pendirian rumah ibadah menjadi su-

lit sejak diatur oleh Surat Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Ta-

hun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/

Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendi-

rian Rumah Ibadat (‘SKB’). Peraturan ini dalam pertimbangan-

nya terlihat begitu apik. Ia menimbang bahwa hak beragama

adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun dan pada intinya menjamin kemerdekaan rakyat Indo-

nesia dalam memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya.

Terlepas dari teknikalitas interpretasi undang-undang dan pera-

turan hukum, apabila kita lihat lebih lanjut, ketentuan dalam

SKB ini tidak sejalan dengan maksud dan tujuannya. Menga-

pa? Karena menurut pasal 14 ayat 2(b) SKB, salah satu syarat

khusus pendirian rumah ibadah adalah dukungan masyarakat

setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala

desa. Masyarakat setempat dalam hal ini merupakan masyarakat

sekitar yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda kare-

na sebagian besar masyarakat dengan kepercayaan yang sama akan

menjadi anggota rumah ibadah tersebut dan berada di luar definisi

“masyarakat setempat” yang dipersyaratkan. Ketentuan ini tentunya

merugikan masyarakat minoritas karena mereka masih membutuh-

kan persetujuan masyarakat mayoritas untuk melaksanakan ibadah.

‘Ketenteraman’ vs Kebebasan Beragama

Meskipun tidak secara eksplisit, namun peraturan ini sebe-

narnya menitikberatkan pada perlindungan atas “perasaan”

Page 43: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S4 2

masyarakat mayoritas di sekitar rumah ibadah kare-

na rumah ibadah yang dibangun tidak boleh meng-

ganggu ketenteraman masyarakat setempat. Bu-

kannya tidak mungkin, namun hal ini mempersulit

masyarakat minoritas untuk dapat meminta dukun-

gan dari masyarakat sekitar yang berbeda. Dalam

situasi seperti ini, mungkin kita harus bertanya,

siapa yang harus dilindungi? Lalu apakah ‘keten-

teraman’ ini lebih penting daripada kebebasan

rakyat Indonesia dalam menjalankan ibadahnya?

Apabila Anda menjawab ‘ketentera-

man’ lebih penting, mungkin kita per-

lu mengintrospeksi diri masing-masing

karena sebenarnya harga ‘ketenteraman’ yang

kita inginkan dibayar dengan merampas kebe-

basan beribadah saudara-saudara kita. Jika begi-

tu realitanya, bukankah ‘ketenteraman’ ini berarti

hanya sebuah sugarcoat dari intoleransi yang

ada di masyarakat? Penolakan terhadap diban-

gunnya tempat-tempat ibadah milik masyarakat

minoritas oleh masyarakat mayoritas di daerah

tertentu adalah bukti bahwa intoleransi ada dan

SKB ini mendukung praktek intoleransi tersebut.

SKB vs UUD 1945

Nampaknya kita sudah gelap mata dengan se-

gala “pembangunan” dan “ketenteraman” fisik

yang ada, dan lupa bahwa sebenarnya kita per-

caya bangsa Indonesia ditempatkan sampai saat

ini “...atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa

dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,

supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas…”

seperti yang tertera dalam Pembukaan UUD

1945. Pembukaan UUD 1945 adalah salah satu

pedoman bagaimana kita mengisi kemerdekaan

yang telah sama-sama kita proklamasikan. Tan-

panya, kita tidak memiliki “raison d’etre” selain

mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu pertiwi.

Semangat berkebangsaan yang bebas ini kemudian

terwujud di dalam Pasal 28E UUD 1945 yang secara

jelas menyatakan bahwa “setiap orang bebas me-

meluk agama dan beribadat menurut agamanya…”

dan pada paragraf (2) bahwa “setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan

pikiran dan sikap, sesuai dengan hari nuraninya.”

Hak beragama ini dalam Pasal 28I UUD’45

bahkan dianggap sebagai hak yang asasi

“yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apa pun.” Dihadapkan dengan konstitusi,

maka nampaklah bahwa SKB ini tidak se-

jalan dengan apa yang kita cita-citakan.

Suatu perangkat hukum juga memiliki fungsi sosiai

yang mampu merubah perilaku masyarakat yang

dianggap negatif menjadi positif. Salah satun-

ya adalah sikap intoleran. Dengan memberlaku-

kan SKB ini, kedua kementerian menjadikan mas-

yarakat mayoritas sebagai penentu kebebasan

beribadah masyarakat minoritas. Namun apakah

kewenangan atas hak yang hakiki ini pantas

diberikan kepada masyarakat yang mungkin ma-

sih intoleran? Perlu diingat bahwa pemberian ‘ke-

wenangan’ ini miskin transparansi atas reasoning

process yang mendasari keputusan penolakan

tersebut sehingga kita sulit untuk mengkritisi

penolakan ini secara rasional. ‘Keputusan mas-

yarakat’ ini bukan juga merupakan keputusan ad-

ministratif pemerintah yang dapat dengan mudah

digugat di pengadilan administrasi negara, kec-

uali dalam keadaan dimana pemerintah daerah

telah mengeluarkan surat keputusan yang dapat

digugat di pengadilan sehingga rakyat terkadang

hanya dapat menerima keputusan sepihak ini.

Harapan

Mengingat SKB adalah peraturan menteri yang

berada di bawah Undang-Undang, maka ter-

dapat dua jalan yang dapat ditempuh untuk

merubah atau membatalkannya, yaitu (i) men-

gajukan gugatan pembatalan keputusan ini ke-

pada Mahkamah Agung oleh masyarakat yang

terkena imbas, atau (ii) apabila Presiden Jokowi

menepati janjinya dalam visi-misinya - seperti

yang disampaikan oleh Musdah Mulia pada Di-

skusi Masa Depan Kebebasan Beragama dan

Kelompok Minor di Indonesia - bahwa jika terpi-

lih, dirinya akan menghapus regulasi yang me-

langgar HAM, salah satunya termasuk SKB. Mari

kita awasi dan doakan supaya janji ini dapat ce-

pat terealisasi, dan semoga kiranya Tuhan yang

Maha Kuasa dan Maha Pengasih melindungi dan

merahmati Bangsa Indonesia dengan persatu-

an, kemakmuran dan ketenteraman yang sejati.

... Ketentuan ini

tentunya

merugikan

masyarakat

minoritas karena

mereka masih

membutuhkan

persetujuan

masyarakat

mayoritas untuk

melaksanakan

ibadah.

Page 44: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

S A I N S + T E K N O L O G I

Page 45: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S4 4

Sudah lebih dari 50 tahun lamanya

sejak pesawat terbang pertama mun-

cul secara komersial. Kini, akses antar

negara semakin mudah dan travelling

menjadi hal yang sudah lazim. Men-

gunjungi suatu tempat sudah bukan

masalah lagi. Dengan adanya pilihan

transportasi udara, air maupun daratan

serta barang bawaan yang sudah siap

dikemas untuk kebutuhan beberapa

hari, seorang individu mampu pergi ke

luar kota atau bahkan luar negeri den-

gan mudah. Semudah itulah individu

sekarang berkeliling, begitu pula den-

gan bibit-bibit penyakit yang hidup di

setiap orang - yang dengan mudahnya

berpindah tempat.

Sebut saja virus Ebola yang marak

dibicarakan berita setahun yang lalu.

Gejala-gejala infeksi Ebola; seper-

ti demam, sakit tenggorokan, nyeri

otot, sakit kepala, muntah, dan diare

yang mulai terlihat dua hari sampai

tiga minggu setelah terjangkit virus,

biasanya disertai dengan menurunnya

fungsi hati dan ginjal serta pendarah-

an luar yang parah. Sumber virus yang

berpusat pada kelelawar dan monyet

ini dengan mudahnya dapat ditularkan

melalui cairan tubuh seperti darah, ke-

ringat atau ludah. Penyakit ini sedang

mewabah di Afrika Barat, lebih tepat-

nya di kota Guinea dan Sierra Leone.

Karena minimnya pilihan untuk sarana

pengobatan, World Health Organisa-

tion (WHO) melaporkan bahwa 28.512

kasus telah teridentifikasi di dunia,

dengan 11.313 orang meninggal per 18

Oktober 2015.

Penyebaran Penyakit di Era

Transportasi Modern

oleh

gracia sasongko

... Transportasi

modern tidak hanya

mempermudah

perjalanan Anda

melintasi negara - ia

juga memudahkan

penyebaran

penyakit ke seluruh

penjuru dunia

foto oleh

jamy bundy

Page 46: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 4 5

Pada bulan Agustus, PBB pun

mendeklarasikan status Ebola sebagai

“International Public Health Emergen-

cy” setelah penyakit tersebut ditemu-

kan di negara-negara selain Afrika,

seperti Amerika dan Eropa. Thomas Eric

Duncan, 42, adalah korban pertama di

Amerika Serikat. Setelah kembali ke

Amerika Serikat usai berjalan-jalan di

Afrika, ternyata Thomas mengidap virus

Ebola tanpa menunjukkan gejala sakit.

Setelah lima hari di Amerika Serikat,

gejala-gejala Ebola mulai bermunculan.

Waspada akan adanya orang lain yang

tertular, terutama mereka yang berbagi

minuman dengan Thomas, sektor kese-

hatan Amerika Serikat pun turun tangan

untuk mengontak semua orang yang

ditemui Thomas semendaratnya dia di

negara tersebut Begitu mudah nya vi-

rus Ebola ini tersebar - hanya melalui

seseorang yang berada di Afrika, yang

bahkan tak mengetahui dirinya telah

terinfeksi virus tersebut, pergi ke neg-

ara lain dengan potensi menyebarluas-

kan penyakit tersebut. Era transportasi

modern sekarang ini dengan mudahnya

memfasilitasi penyebaran virus ke neg-

ara-negara yang berbeda, seperti bisa

dilihat di statistik berikut ini.

Page 47: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S4 6

Keterbatasan sarana pengobatan bu-

kan berarti keterbatasan dalam upaya

penanggulangan. Untuk meminimalisasi

jumlah kasus, upaya pencegahan bisa

dilakukan. Misalkan saja kasus Influenza

virus H5N1, yang lebih dikenal sebagai

flu burung. Pada tahun 2008, penyakit

yang marak menyebar di Cina, Mesir, In-

donesia, Pakistan, dan Vietnam ini pun

akhirnya dapat dikurangi melalui vaksi-

nasi dan kontrol perdagangan unggas,

yang merupakan sumber dari penyakit

tersebut sendiri. Sama halnya dengan

Ebola - karantina bisa menjadi salah satu

bentuk pencegahan.

Pada jam-jam terakhir penerbangan jarak

jauh Jakarta-Sydney di bulan Juli 2014,

petugas bandara Soekarno-Hatta mulai

sibuk lalu-lalang membagikan kartu imi-

grasi dan secarik lembar lainnya. Kertas

yang bertuliskan “Protect Yourself, Protect

Others: EBOLA” pun diselipkan. Salah satu

pertanyaan dari secarik lembar itu me-

minta keterangan mengenai pengalaman

kunjungan ke Afrika dan kota apa saja

yang dituju. Mungkin ini hanya merupa-

kan secarik kertas, tetapi kertas ini ada-

lah salah satu bentuk pencegahan yang

dilakukan oleh pemerintah Australia. Sama

halnya dengan mereka yang datang den-

gan gejala-gejala umum yang diderita oleh

penderita penyakit Ebola (seperti yang

disebutkan di atas), semua orang ini perlu

diteliti lebih lanjut dalam proses karantina

untuk mencegah adanya potensi penyeb-

aran penyakit. Australia yang kedatangan

15-30 pengunjung dari Afrika setiap ming-

gunya, terbukti efektif dalam mencegah

datangnya penyakit ini - terbukti dengan

tidak adanya laporan penyebaran Ebola di

negara tersebut.

Semua hal di atas menunjukkan rumitnya

hubungan antara penyebaran penyakit,

akses transportasi yang mudah, serta

upaya-upaya pencegahan. Penyebaran

penyakit tidak hanya berdampak pada

sektor kesehatan, tetapi juga memiliki

implikasi besar pada sektor ekonomi dan

politik. Oleh sebab itu, peran pemerintah

menjadi penting dalam mencegah terjad-

inya kemungkinan dampak terburuk, di

mana Australia sudah berhasil memberi

contoh yang baik.

Mencegah sebelum menyesal

Page 48: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 49: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S4 8

oleh

lal i ta f i t r iant i pawaris i

Sejak bulan Agustus, Indonesia diresahkan oleh kebakaran

hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera. Menurut Gui-

do van der Werf dari Global Fire Emissions Database, hampir

100,000 titik api ditemukan di seluruh Indonesia pada 15

Oktober lalu. Laporan ini mengemukakan bahwa jumlah ha-

rian emisi karbon yang diproduksi kebakaran tersebut leb-

ih besar daripada jumlah yang dihasilkan seluruh aktivitas

perekonomian Amerika Serikat, yakni 1.043 juta Mt. Salah

satu dampak dari kejadian ini adalah kerugian ekonomi aki-

bat transportasi udara yang terhambat serta besarnya dana

yang perlu disisihkan untuk penganggulangan bencana.

Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo telah menghitung

sekitar Rp 475 triliun dibutuhkan untuk mengatasi hal ini.

Dampak lainnya terkait kesehatan masyarakat, dimana lebih

dari 500.000 kasus infeksi saluran pernapasan akut dilapor-

kan sejak bulan Juli.

Mengulik Sains di Balik Kebakaran Hutan dan Lahan

di Indonesia

... Deforestasi besar-besa-ran ini mengakibatkan area-area yang seharusnya sulit terbakar di Indonesia menjadi mudah terbakar.

Pr insip sains menda sar yang memulai perc ikan apikebakaran hutan Indonesia

Page 50: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 4 9

Memahami kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Sebelum melihat kebakaran di Indonesia, kita akan melihat

dasar dari terbentuknya api. Agar api terbentuk, dibutuh-

kan tiga faktor penting, yaitu bensin, panas, dan oksigen.

Ketiadaan satu faktor saja akan menghilangkan potensi ter-

bentuknya api. Bensin yang dimaksud di sini merupakan ma-

teri berbasis karbon, seperti bahan bakar minyak dan kayu.

Semakin banyak bensin yang terkumpul, semakin lama api

akan berkobar. Api juga hanya muncul dalam kadar oksigen

yang tepat. Pada suhu ruang (23°C), api bisa muncul pada

kadar oksigen sebesar 21%. Pada suhu yang lebih tinggi, api

dapat muncul pada kadar oksigen yang lebih rendah. Dalam

presensi panas dan oksigen, bensin akan teroksidasi dan

menghasilkan panas.

Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Asia Tenggara bu-

kanlah hal yang asing. Secara historis, kebakaran di daerah

ini telah terjadi sejak zaman Pleistocene. Di Asia Tengga-

ra sendiri, kebakaran sering diasosiasikan dengan El Nino

Southern Oscillation (ENSO) yang membawa musim kering

setiap 2-7 tahun. Selain itu, kebakaran hanya terjadi di eko-

sistem kering seperti hutan desidua dan savanna sehingga

ekosistem lembab, seperti gambut, umumnya tidak ikut ter-

bakar. Jika pun terjadi kebakaran dalam ekosistem tersebut,

kebakaran terjadi dalam interval yang sangat jarang, yakni

500-1.000 tahun.

Jika kita mengaitkan dengan konsep formasi api yang di-

jelaskan sebelumnya, ekosistem lembab tidak terbakar

karena ketiadaan salah satu faktor. Dalam perihal lahan

gambut, oksigen merupakan faktor yang hilang. Meski pun

kaya dengan materi organik dan terletak di daerah dengan

suhu hangat, serasah di lahan gambut terbenam air sehing-

ga rendah oksigen.

Lalu, mengapa kebakaran di Indonesia sekarang

menjadi masalah besar?

Kebakaran di Indonesia sering dikaitkan dengan faktor

manusia. Mark Cochrane berpendapat bahwa tekanan dari

pertumbuhan populasi yang pesat dan banyaknya warga di

bawah garis kemiskinan menjadi motif dari maraknya pem-

bukaan lahan. Menurut beberapa riset, pembukaan lahan

di wilayah tropis menurunkan kadar kelembaban di eko-

sistem-ekosistem basah. Hal ini telah terjadi di Indonesia

sejak tahun 1960an, dimana industri kayu mulai berkembang

pesat dan Mega Rice Project diperkenalkan di Kalimantan

(catatan editor: Mega Rice Project adalah proyek pembu-

kaan lahan gambut di Kalimantan menjadi lahan pertanian

padi sebagai langkah mengatasi krisis pangan Indonesia).

Deforestasi besar-besaran ini mengakibatkan area-area

yang seharusnya sulit terbakar di Indonesia menjadi mudah

terbakar. Pembukaan lahan pada gambut berarti menghil-

angkan kadar air dari gambut – membuatnya terpapar keke-

ringan dengan kadar oksigen yang tinggi. Akibat besarnya

jumlah bensin dalam serasah gambut, gambut mampu ter-

bakar dalam kelembaban kurang dari 125%.

Hal ini diperparah dengan periode kekeringan yang dibawa

ENSO. Meski ENSO merupakan siklus alami, intensitas keba-

karan yang terjadi menjadi tinggi karena pengaruh manu-

sia. Dalam kondisi seperti ini, jangankan kebakaran akibat

pembukaan lahan, kebakaran akibat puntung rokok yang

terbuang pun dapat tumbuh menjadi kebakaran besar.

Page 51: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S5 0

Kebakaran merupakan masalah multidimensi

Jika manusia sudah terlibat dalam carut marut kebakaran di Indonesia, jelas terlihat bahwa penegakan hukum merupakan

faktor yang sangat penting. Christopher Barr berargumen bahwa masalah kehutanan di Indonesia berujung pada masalah

politik dan hukum. Namun, masih sangat prematur untuk menyimpulkan hal tersebut. Diperlukan studi yang lebih kompre-

hensif dan multidisiplin untuk mengurai perihal kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Page 52: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 5 1

Isu keamanan digital seakan tidak ada habisnya. Beberapa

minggu yang lalu, seorang teman mengirimkan sebuah pe-

san berantai. Isinya bercerita tentang seorang wakil presi-

den sebuah BUMN besar berbasis teknologi di Indonesia

yang kehilangan uang saat bertransaksi menggunakan in-

ternet. Saya sendiri tidak sempat mengecek kebenaran in-

formasi ini, namun melalui eksperimen yang saya lakukan

dalam sebuah tugas kuliah membuat saya percaya bahwa

kejadian itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Internet bu-

kanlah tempat yang aman. Ini adalah dasar yang harus dita-

namkan kepada semua pengguna Internet, sebab persepsi

yang salah terhadap keamanan (false perception of security)

akan menimbulkan dampak yang jauh lebih besar ketimbang

ketidaktahuan terhadap keamanan. Persepsi yang salah ter-

hadap keamanan membuat pengguna merasa yakin dirinya

aman sehingga lengah dan kurang mengantisipasi serangan

terhadap dirinya.

Penting kiranya bagi pengguna untuk sadar bahwa ia be-

rada di titik terlemah dari rangkaian sistem IT, yang bisa

diibaratkan sebagai sebuah permainan yang dimainkan oleh

penyerang (attacker) dan pelindung keamanan (defender).

Tanpa pengguna, sistem tak akan mencapai tujuannya untuk

memberikan pelayanan.

Sebuah sistem perusahaan sebesar bank BUMN tentunya

memiliki anggaran belanja yang tidak sedikit untuk melind-

ungi sistemnya dari serangan digital. Namun, sekuat dan se-

besar apapun perlindungan yang diberikan terhadap sistem

miliknya, bank tidak dapat melindungi komputer maupun

ponsel pintar milik pengguna. Pengguna sendirilah yang wa-

jib melindungi dirinya sendiri terhadap serangan digital, pa-

dahal tidak semua pengguna internet memiliki pemahaman

yang baik terhadap serangan digital. Pengguna sendirilah

yang wajib melindungi dirinya sendiri terhadap serangan

digital, padahal tidak semua pengguna internet memiliki pe-

mahaman yang baik terhadap serangan digital.

Anda AdalahBagian dari Permainan

Seir ing kemajuan teknolog i , peng guna inter net tur ut ma suk da-lam re s iko keamanan yang l ebih be sar

oleh

dimaz ankaa wi jaya

Page 53: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S5 2

Kendatipun sang pengguna telah berusaha memberikan

perlindungan terhadap komputernya dengan memasang

berbagai antivirus dan firewall, bukan hal yang mustahil un-

tuk serangan tetap datang padanya. Serangan digital tidak

hanya diluncurkan dalam bentuk basis teknologi yang rumit.

Kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan pengguna dapat

menjadi jalan masuk bagi serangan digital yang lebih fatal.

Berikut beberapa kemungkinan kesalahan kecil pengguna

yang dapat dieksploitasi:

1. Menggunakan username dan password yang terlalu

mudah ditebak.

2. Menggunakan jaringan komputer yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan keamananannya.

3. Terlalu banyak membeberkan data diri di media sosial.

Social engineering merupakan salah satu tipe serangan

yang memandang karakter manusia sebagai sebuah cel-

ah keamanan yang dapat dieksploitasi. Social engineering

mengumpulkan fakta-fakta mengenai diri pengguna dan me-

manfaatkannya untuk menyerang sistem, misalnya dengan

menebak username dan password. Kita sendiri pasti sadar

bahwa setiap kali memilih password, kita pastinya memasti-

kan bahwa password itu dapat diingat dengan mudah, dima-

na salah satu caranya adalah dengan mengasosiasikannya

dengan hal yang dekat dengan kita; seperti tanggal lahir,

tempat lahir, nama suami, istri, anak, atau semacamnya –

yang tentunya lebih mudah dibobol oleh hacker.

Seorang hacker tidak akan menyerang bagian terkuat dari

sebuah sistem, tentu saja, sebab meskipun bisa saja dilaku-

kan, hal ini akan memakan banyak sumber daya waktu dan

tenaga. Titik terlemah dari sebuah sistem ada pada peng-

guna, yang tentu saja memiliki tingkat pengetahuan akan

keamanan yang berbeda-beda. Sementara si hacker memili-

ki berbagai trik untuk mengelabui pengguna, seperti brute-

force attack, rainbow table, phishing, man-in-the-middle

(MITM), cross-site-scripting (XSS), dan sejenisnya. Berikut

akan dibahas beberapa tipe serangan yang ditujukan pada

sisi pengguna.

Page 54: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 5 3

Phishing

Phishing (dibaca fishing) merupa-

kan sebuah metode serangan yang

mengelabui pengguna seolah-olah

mereka berinteraksi dengan sistem

yang asli, padahal pengguna sedang

dijebak dalam sistem tiruan yang dib-

uat oleh penyerang. Phishing bisa ber-

bentuk apa saja, mulai dari laman login

Facebook palsu sampai dengan laman

internet banking palsu. Dengan mema-

sukkan username dan password pada

laman palsu tersebut, maka informasi

sensitif akan tersimpan pada database

penyerang dan dapat digunakan tanpa

sepengetahuan pengguna.

Untuk menghindari terjadinya phish-

ing, pengguna harus memastikan bah-

wa laman yang diakses merupakan

laman yang benar. Sistem login yang

aman menyediakan metode komunika-

si terenkripsi bagi penggunanya untuk

mengirimkan informasi sensitif seperti

username dan password pada sistem.

Enkripsi tersebut dapat terlihat pada

penggunaan protokol HTTPS (hyper

text transfer protocol secure) dengan

berbagai metode enkripsi yang dapat

Anda pelajari dengan menekan tanda

gembok pada address bar peramban

(browser) Anda.

Terkadang, protokol HTTPS saja tidak

cukup, sebab siapapun dapat mengap-

likasikan HTTPS pada sistemnya. Oleh

karena itu terdapat fitur lain yang dise-

but sertifikat digital (digital certificate)

yang telah diverifikasi oleh pihak lain

yang terpercaya yang disebut dengan

otoritas sertifikat (certificate authori-

ty / CA) yang memastikan identitas si

pemilik situs adalah valid dan dapat

dipercaya.

Man-in-the-Middle (MITM)

MITM merupakan tipe serangan yang

memodifikasi paket-paket data yang

berada dalam jalur komunikasi yang

dikuasai oleh penyerang. Skema MITM

dapat dilihat pada gambar berikut.

Dengan adanya middleman di ten-

gah jalur komunikasi, secara teknis

semua paket dapat dimodifikasi oleh si

penyerang, dan terkadang tipe seran-

gan seperti ini tidak disadari oleh peng-

guna, sebab data dapat dibaca, diubah,

dan ditransmisikan ulang (read, modi-

fy, retransmit) oleh penyerang. Untuk

menghindari serangan MITM, pengguna

harus benar-benar memastikan bahwa

komputer ataupun smartphone nya be-

bas dari malware, dan tidak memakai

koneksi yang tidak terpercaya seperti

fasilitas free WiFi. Pengguna juga harus

memperhatikan jika ada hal-hal yang

di luar kebiasaan, maka patut dicurigai

bahwa serangan sedang terjadi.

Cross-site-scripting (XSS)

XSS merupakan tipe serangan yang leb-

ih kompleks dengan melibatkan beber-

apa kombinasi serangan. XSS meman-

faatkan celah keamanan pada sebuah

situs terpercaya dan menginjeksikan

sebuah skrip di situ. Pengguna yang

mengakses situs terpercaya tersebut

selain mengakses situs, juga secara ti-

dak sadar menjalankan skrip yang telah

disisipkan oleh si penyerang.

Dengan menjalankan skrip yang disi-

sipkan tersebut, komputer pengguna

dapat dikendalikan oleh penyerang

dari jarak jauh, misalnya dengan meny-

isipkan program lain untuk mengambil

alih komputer dan mencuri informasi

penting di dalamnya. Pada prosesnya,

bisa saja pengguna tidak menyadari

terjadinya serangan, dan kerusakan

oleh XSS telanjur terjadi sebelum

serangan dapat dideteksi. Beberapa

cara untuk mengurangi potensi terjad-

inya XSS adalah menjalankan prosedur

keamanan seperti antivirus, firewall,

dan enkripsi komunikasi.

Page 55: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 3

...Penting kiranya bagi

pengguna untuk sadar

bahwa ia berada di titik

terlemah dari rangkaian

sistem IT, yang bisa

diibaratkan sebagai se-

buah permainan yang di-

mainkan oleh penyerang

(attacker) dan pelindung

keamanan (defender).

Pada akhirnya, para penyerang akan selalu tampak selangkah

lebih maju dibandingkan kemampuan antivirus, firewall, dan

solusi keamanan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kesada-

ran keamanan (security awareness) dari pengguna internet,

khususnya mereka yang menggunakan internet untuk melaku-

kan aktivitas yang melibatkan transimisi informasi - informasi

sensitif, seperti internet banking. Tidak hanya bertindak sigap

dalam mencegah, tetapi individu juga perlu selalu waspada

apabila merasa bahwa ada yang tidak beres ketika melakukan

transaksi. Segeralah berhenti, dan jika diperlukan, laporkan

pada pihak pemilik sistem (contoh: bank) untuk mendapatkan

bantuan keamanan.

Skema MITM. Sumber : youtube.com

Skema XSS. Sumber : hackertarget.com

Dimaz Ankaa Wijaya menyelesaikan pendidikan Sarjana

Komputer di FMIPA UGM pada tahun 2007 dan berpetualang

di Papua sebagai konsultan IT selama setahun sebelum akh-

irnya mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil di Direktorat

Jenderal Pajak sejak 2009. Dimaz kemudian melanjutkan

studi melalui beasiswa LPDP di program Master of Networks

and Security di Monash University dan kini sedang melaku-

kan penelitian tentang Bitcoin dan cryptocurrency.

Page 56: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 57: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S5 6

oleh

randi oktovan noegroho

i lustrasi

mikhael geordie

Riset di Indonesia?Jangan Berharap

Pada hari Kamis (8/10), kabar mengenai Penghargaan Nobel muncul di notifikasi

HP saya. Pemenang penghargaan prestisius di bidang Fisika itu jatuh pada pria

berkebangsaan Jepang, Takaaki Kajita, dan pria berkebangsaan Kanada, Arthur

B. McDonald. Bentuk prestasi apakah yang telah mereka raih? Mereka berhasil

memecahkan misteri yang telah berdiri kokoh selama 25 tahun, yaitu menghi-

langnya dua per tiga jumlah neutrino yang diemisikan oleh matahari dan juga

menarik kesimpulan bahwa neutrino memiliki massa. Mungkin tersirak di benak

kalian, apakah arti dari penemuan ini? Yang jelas segala sesuatu yang berguna

untuk kehidupan manusia selalu berawal dari penemuan yang abstrak, seperti

elektron oleh J. J. Thompson pada 1898. Saya yakin saat itu banyak masyarakat

yang bertanya-tanya terkait kegunaan penemuan elektron, layaknya kita saat ini

mengenai neutrino. Akan tetapi, bagaimana dampaknya pada kehidupan seka-

rang? Dengan ditemukannya elektron, ilmuwan mampu memahami karakteristik

dan memanipulasinya sedemikian rupa sehingga mendatangkan efek positif bagi

kehidupan, dengan manifestasinya berupa listrik. Bayangkan jika riset elektron

tidak terjadi. Tidak akan ada yang namanya internet maupun komputer. Manusia

akan tetap hidup di zaman batu.

Ditengah proses membaca berita, muncullah sebuah pertanyaan yang saya kira

cukup naif: mengapa bukan orang Indonesia yang mendapatkan Penghargaan

Nobel? Untuk merumuskan jawaban atas pertanyaan tersebut, identifikasi mas-

alah harus dikemukakan terlebih dahulu: bagaimana kondisi dunia riset di Indo-

nesia saat ini? Dalam sebuah studi di tahun 2011 yang berjudul Study of the Role

of the Indonesian Institute of Sciences in Bridging Between Research and Devel-

opment Policy dikemukakan bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

memiliki kualitas dan metodologi riset yang sangat lemah. Fakta ini merupakan

bencana untuk riset di tanah air karena LIPI merupakan salah satu lembaga riset

terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Apa yang telah diperbuat pe-

merintah Indonesia?

Jika kita perhatikan hasil forecast anggaran biaya untuk riset dan pengembangan

dari Batelle, International Monetary Fund, World Bank, dan CIA Fact Book yang

dirangkum oleh R&D Magazine, Amerika Serikat (AS) menduduki posisi tertinggi.

Pemerintah AS mengeluarkan US$450 triliun pada 2013 untuk riset dan pengem-

bangan (research and development, R&D), atau 2.8% dari GDP. Posisi kedua dimi-

liki oleh satu negara BRIC, Cina, dengan US$258 triliun, 1.9% GDP mereka. Posisi

ketiga ditempati oleh negeri Sakura, Jepang, dengan US$163 triliun, 3.4% GDP.

...Randi Oktovan

Noegroho

mempertanyakan

kondisi di balik

rendahnya

perkembangan

riset di Indonesia

Page 58: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 5 7

Masalah utama muncul karena pemerintah Indonesia ku-

rang mengapresiasi sains dan teknologi. Sains dan teknolo-

gi tidak mendapatkan perhatian, di saat teknologi berperan

besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Contoh saja

mobil listrik, di mana riset populer ini banyak dikembangkan

oleh putra-putri bangsa. Pada tengah tahun 2014, Pertamina

menunjukkan dukungannya dengan mendonasikan 1 mobil

listrik untuk setiap perguruan tinggi seperti Institut Teknolo-

gi Bandung (ITB), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),

dan Universitas Indonesia (UI) dengan tujuan agar universitas

dapat mengembangkannya. Selain itu, banyak pihak swasta

yang menunjukkan keseriusannya menggarap mobil listrik

Indonesia, salah satunya Dasep Ahmadi. Ketika itu ia tengah

menggarap electric city car sebelum kehidupan berbalik mel-

awannya.

Coba anda bayangkan jika riset ini dipupuk dengan baik. Da-

lam beberapa tahun kedepan, Indonesia akan mampu mem-

produksi mobil listrik karya dalam negeri. Industri mobil listrik

dapat berkembang, emisi karbon berkurang, ketergantungan

terhadap bahan bakar minyak berkurang, subsidi minyak

berkurang dan dapat dialihkan ke sektor produktif, dan kede-

pannya dapat diekspor ke mancanegara.

Namun hal tersebut hanyalah angan-angan. Pertengahan ta-

hun 2015, diberitakan bahwa mobil sumbangan Pertamina

tersebut tersangkut kasus korupsi, yang membuat pihak uni-

versitas tidak berani untuk mengutak-utik mobil listrik terse-

but. Lebih lanjut, Dasep Ahmadi menjadi tersangka kasus

korupsi di balik pengadaan 16 mobil listrik atas usul Kemente-

rian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kini dia mendekam di

balik jeruji besi. Konyolnya adalah dugaan korupsi ini muncul

karena mobil tersebut cepat panas dalam jarak tempuh yang

singkat. Perlu diketahui bahwa dalam dunia teknik, kegaga-

lan adalah sesuatu yang sangat wajar. Itulah mengapa riset

dan pengembangan sangat krusial. Sebelum diciptakan, riset

dilakukan terlebih dahulu. Apabila saat dicoba ternyata gagal,

maka dilakukan pengembangan. Namun konsep ini tampakn-

ya tidak dapat dipahami oleh politisi Indonesia. Mungkin lain

cerita jika mereka memiliki latar belakang engineering.

Riset dan Pemerintah

Bagaimana dengan Indonesia? Peringkat 40. Mengejutkan? Pada tahun 2014, Indo-

nesia memiliki GDP sebesar US$1.374 triliun, US$250 triliun di atas Australia, akan

tetapi hanya membuka kran dana riset sebesar 0.2%. Kekikiran ini membuktikan

ketidakseriusan pemerintah kita dalam menopang riset dan pengembangan. Bukan

hanya karena kurangnya dana, tetapi rendahnya performa Indonesia di kalangan

riset juga ternyata didasari pada minimnya jumlah ilmuwan dan insinyur; yaitu 100

ilmuwan dan insinyur dalam setiap 1 juta orang. Jumlah tersebut sangat jauh jika

dibandingkan dengan Finlandia, sebuah negara Skandinavia yang menaruh ban-

yak usaha pada riset, teknologi, dan pendidikan. Terdapat lebih dari 7.000 ilmuwan

dan insinyur pada setiap 1 juta penduduk Finlandia. Wajar saja jika kualitas dan

kuantitas riset di Indonesia di bawah ekspektasi. Uangnya saja tidak ada, orang

yang mengerjakan pun juga sedikit. Bagaimana hal ini mungkin terjadi? R&D kita

terdampar di dasar, namun tampaknya pemerintah tidak melakukan banyak hal

untuk memperbaikinya. Kritik sudah dilancarkan, advokasi dilakukan, namun seak-

an-akan membentur tembok baja.

Page 59: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S5 8

Dunia Riset Kurang Peminat

Sektor R&D tidak mendapatkan perhatian finansial dan mor-

al yang layak dan cenderung untuk dijatuhkan dengan alasan

yang sering kali tidak logis. Alhasil, sektor ini tidak menarik

banyak minat dari pemuda-pemudi bangsa. Tidak dihargai dan

sering dijatuhkan, siapa yang ingin memiliki karir demikian?

Hanya akan ada segelintir orang dengan tekad kuat (atau ter-

paksa) bertahan di R&D. Ribuan hingga jutaan otak brilian akan

lari menjauhi R&D menuju bidang-bidang yang lebih bonafide.

Mereka akan pergi ke tempat yang lebih menghargai jerih payah

mereka, salah satunya ke luar negeri. Masuk akal jika Study of

the Role of the Indonesian Institute of Sciences in Bridging

Between Research and Development menyatakan Balitbang

kekurangan tenaga kerja yang kompeten. Pertanyaan yang

kemungkinan besar muncul: Apakah pemuda-pemudi tersebut

egois, oportunis, dan tidak nasionalis? Sekarang coba bayang-

kan jika pekerjaan Anda tidak diacuhkan oleh atasan Anda.

Karya Anda sering dijatuhkan dengan alasan yang absurd. Par-

ahnya adalah Anda yakin yang Anda lakukan demi kebaikan

bersama. Apa yang akan Anda lakukan? Menjauhi hal tersebut,

bukan? Secara pasti, itu adalah reaksi akibat kurangnya apre-

siasi pada bidang riset dan pengembangan. Aksi buruk akan

diikuti dengan reaksi yang buruk pula. Tampak bahwa Hukum

Newton III berlaku di bidang sosial. Di dalam keruhnya dunia

riset Indonesia, pemerintah perlu membuat sebuah gerakan

perubahan. Penghargaan dan dukungan finansial serta moral

perlu pemerintah kucurkan ke dalam dunia R&D, baik dengan

menaikkan anggaran riset, juga mempermudah birokrasi R&D.

Akan tetapi, mengharapkan perubahan ini terjadi dalam waktu

yang singkat adalah hal yang naif. Mengapa tidak dimulai dari

diri kita sendiri? Kurangnya budaya apresiasi oleh pemerintah

lahir dari kehidupan bermasyarakat Indonesia yang demikian

juga. Dapat dikatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia, terma-

suk penulis, berkontribusi pada terpuruknya dunia riset saat

ini. Langkah kecil yang nyata yang dapat kita, rakyat Indone-

sia, lakukan detik ini juga untuk ikut memperbaiki dunia riset

adalah dengan menumbuhkan sifat menghargai dan empati.

Mungkin terdengar sepele jika dibandingkan dengan materi

trigonometri, diferensial, ataupun integral. Indonesia tidak

kekurangan orang cerdas, namun hanya sedikit yang mampu

mengapresiasi dan berempati.

Randi Noegroho, lahir di Surabaya, saat ini sedang menempuh studi Master of Engineering (Electrical) di University of

Melbourne. Sebelumnya, Randi telah menyelesaikan studi S1 jurusan Teknik Tenaga Listrik di Institut Teknologi Bandung.

Page 60: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

B I S N I S + E K O N O M I

Page 61: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

B I S N I S + E K O N O M I

Page 62: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 6 1

o l e h w a w a n c a r a f o t o dest i maharani fe l ic ia mel ina lase kevin rusl i

Diajeng Lestari:Memulai Start-up, Membuat Perubahan

Seorang revolusioner di bidang fashion muslim, Diajeng Lestari mengajak entrepreneur muda untuk memulai

perubahan dalam masyarakat dari diri sendiri.

Diajeng Lestari, atau yang biasa disapa dengan Ajeng, adalah

seorang pengusaha wanita yang sukses dengan perusahaan

start-up di bidang busana muslim, yaitu HijUp.com. Tidak memi-

liki latar belakang pendidikan bisnis tak menghalangi lulusan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini un-

tuk mewujudkan mimpinya dalam memperkenalkan fashion mus-

lim ke dunia internasional. Dengan kerja keras dan persistensin-

ya, kini HijUp.com telah menjadi rumah bagi lebih dari 200 brand

fashion muslim dan memiliki pelanggan dari mancanegara.

Melalui bisnis ini pula, ibu muda ini bermimpi untuk dapat mem-

berikan dampak positif bagi masyakarat di sekitarnya. AKTIVIS

sempat berbincang singkat dengan pengusaha start-up muda ini.

Apa yang membuat Mbak Ajeng terinspi-

rasi untuk mendirikan start-up company?

Ketika saya belajar ilmu politik, banyak pemaparan ten-

tang masalah-masalah politik Indonesia. Sebagai war-

ga negara Indonesia, saya ingin melakukan perubahan.

Tapi ketika kita mencoba mengubah dari dalam sistem,

misalnya melalui sistem politik, hal itu akan menjadi su-

lit karena sistem tersebut terlalu luas. Jadi, cara lain

untuk melakukan perubahan adalah dari luar sistem.

Bagaimana caranya? Melihat dari perspektif politik - it is all

about power. Power sendiri memiliki empat resources: cap-

ital, pengetahuan, kharisma, dan senjata. Untuk senjata dan

kharisma, kini sudah bukan eranya lagi. Sekarang adalah

eranya capital dan pengetahuan. Kita akan memiliki power

ketika kita memiliki dua hal tersebut. Dengan memulai bisnis

yang profitable, kita akan memiliki kapital, dan kita bisa men-

gubah sesuatu tanpa perlu masuk ke sistem politik. Apalagi

kalau bisnis tersebut bisa berdampak kepada masyarakat.

Kalau dilihat, latar belakang Mbak Ajeng di bidang ilmu politik

agak berbeda dengan pekerjaan Mbak di bidang bisnis seka-

rang ini. Apakah hal ini memberi pengaruh yang signifikan?

Kita tidak perlu terlalu terpaku dengan sistem. Walaupun bela-

jar politik, tidak harus akhirnya menjadi politisi. The best univer-

sity is the university of life. Sekarang, keberadaan internet bisa

membuktikan bahwa pelajaran-pelajaran di kampus bisa kita

cari resource-nya dari luar. Kita punya Youtube; kita punya pod-

cast; kita punya banyak resource untuk mencari apa pun yang

kita inginkan. Bisnis tidak hanya untuk anak bisnis. Semua orang

bisa memulai bisnis. Bahkan, banyak pebisnis sukses, misaln-

ya Steve Jobs, drop-out dari sekolahnya. Masuk ke universitas

dengan jurusan bisnis, tentunya akan membantu. Namun, ketika

kita bukan anak bisnis, jangan membuat hal itu menjadi limit.

Ketika memulai HijUp.com, adakah saat-saat trial and error?

Ada, ketika kami sedang menentukan approach mengenai pro-

duk apa yang akan dijual di HijUp.com. Konsep awalnya adalah

kami melakukan kurasi, di mana hanya produk yang bagus yang

bisa masuk. Akan tetapi, langkah ini membuat produk kami leb-

ih terbatas, sedangkan kami harus berfokus pada growth juga.

Mengingat adanya rumus “semakin banyak barang, semain ban-

yak yang terjual”, kami pun turut mengikuti rumus tersebut. Kami

tidak melakukan kurasi dan menawarkan produk sebanyak-ban-

yaknya. Namun, apa yang terjadi? Penjualan malah turun kare-

na target market kami adalah yang orang yang menginginkan

barang kualitas tinggi. Itu trial and error kami yang pertama.

Yang kedua, kami sempat berpikir untuk menjual baju anak-

anak sebagai pelengkap lini fashion wanita. Namun, ternya-

ta gagal. Ya sudah, akhirnya tidak kami lanjutkan. Jadi, tidak

usah takut dengan kegagalan. Kita harus learn fast, fail fast.

Page 63: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S6 2

kevin rusl i

Banyak anak muda yang berpikir, “Untuk apa mengambil

resiko dengan memulai bisnis baru? Kita cari yang pasti-pasti saja

lah.” Bagaimana pendapat Mbak Ajeng mengenai hal tersebut?

Kembali ke dalam pola pikir kita masing-masing: sebe-

narnya apakah definisi sukses itu sendiri? Apakah di-

lihat dari berapa juta dolar yang kita punya? Sebera-

pa senang kita dengan pekerjaan yang kita lakukan?

Atau seberapa banyak impact yang telah kita lakukan?

Salah satu definisi sukses bagi saya adalah making impact.

Sukses dilihat dari seberapa banyak impact yang bisa kita

berikan untuk sebanyak-banyaknya orang, mulai dari diri kita

sendiri, kemudian keluarga, dan orang-orang di sekitar kita.

Sama halnya dengan beberapa start-up lainnya, saya mendiri-

kan HijUp.com agar orang lain mempunyai kesempatan untuk

sejahtera. Kita lihat di Indonesia, salah satu potensinya adalah

busana muslim. Lalu, kenapa kita tidak empower potensi ini?

Menurut saya, successful entrepreneur is not just about how

much billion dollar you have. Namun, sebanyak apa kita bisa

membuat orang berubah ke arah yang lebih baik. Uang juga

berharga, tetapi definisi sukses lebih dari sekedar uang. Kita

perlu orang-orang yang membuat lebih banyak impact, ter-

utama di Indonesia. Kalau kita cuma memikirkan diri sendi-

ri, maka masalah di Indonesia tidak akan ada yang selesai.

Saya melihat Indonesia seperti negara yang lagi stroke:

tidak bisa bicara dan bergerak. Hidup, tapi seperti mati. Kenapa?

Karena orang-orangnya tidak bergerak. Kalau kita tidak sembuhkan,

ya akan mati. Bagaimana cara menyembuhkannya? Orang-orang

yang berada di dalamnya harus bergerak, harus aktif berkontribusi.

Kalau kita mau menyelesaikan masalah, tidak perlu bergantung ke-

pada orang lain. Mulailah dari diri kita sendiri. Mulai dari mengubah

diri sendiri, mengubah orang-orang di sekitar kita, mengubah mas-

yarakat kita, mengubah negara kita, dan akhirnya mengubah dunia.

Bagaimana perkembangan entrepreneurship di Indonesia?

Menurut saya sih baik. Banyak anak muda yang sudah melihat entre-

preneur sebagai sesuatu yang ‘wow’. Kalau dulu, setelah lulus kuliah

mereka akan berpikir “Perusahaan mana ya yang bagus? Mana yang

gajinya paling tinggi?” Saat ini, internet mengubah banyak hal karena

masyarakat bisa membeli apa saja dari internet. Internet membuka

kesempatan bagi kita untuk lebih progresif dalam kegiatan ekonomi.

Apa harapan Mbak Ajeng untuk Indonesia?

Semoga Indonesia bisa lebih maju dengan lebih banyak en-

trepreneur di masa depan. Saya yakin Indonesia bisa menjadi

negara maju karena kita memiliki banyak resource. Entrepre-

neur adalah semangat untuk melakukan hal yang lebih baik dan

membuat perubahan. Jadi, dengan banyaknya entrepreneurial

spirit, saya berharap akan ada banyak perubahan di Indonesia.

Page 64: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 65: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S6 4

o l e h f o t o o l e h

khar isma nisa rosandraninurul qolbi

berbagai sumber

Melek Teknologi:Kunci UMKM Di Era Liberisasi Perdagangan

Saat dunia perdagangan semakin terbuka lebar, teknologi menjadi jalan bagi usaha - usaha Tanah Air untuk tetap bertahan

Komposisi penduduk Indonesia yang mayoritas kalangan menengah ke bawah menjadikan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai media penggerak perekonomian sektor

riil. UMKM merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Pasalnya UMKM kini menjadi pe-

nopang perekonomian daerah yang kemudian menentukan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam perspektif dunia, UMKM diakui memiliki peranan penting. Di negara maju, UMKM

tak hanya menyerap tenaga kerja; kontribusinya dalam produk domestik bruto (PDB) leb-

ih besar dibandingkan dengan usaha besar. Sementara itu, di negara-negara berkem-

bang, UMKM merupakan sebuah sumber pendapatan bagi kelompok yang kurang mam-

pu, sumber distribusi pendapatan dan lini terdepan dalam pengentasan kemiskinan,

serta sumber pembangunan ekonomi pedesaan. Sayangnya, kontribusinya terhadap

PDB negara berkembang masih relatif rendah jika dibandingkan dengan industri besar.

Kinerja UMKM yang efisien, produktif, serta berdaya saing tinggi merupakan salah

satu karakteristik dari dinamika dan kinerja ekonomi yang baik dengan mening-

katnya laju pertumbuhan. Hal tersebut terjadi di Korea Selatan, Singapura, ser-

ta Taiwan yang dikenal sebagai Newly Industrializing Countries (NICs). Menurut

Tambunan, di negara-negara tersebut, UMKM dinilai responsif terhadap kebi-

jakan pemerintah dalam rangka membangun sektor swastaserta meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dengan orientasi ekspor. Dengan demikian, UMKM mer-

upakan sebuah pintu yang tepat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan.

UMKM dan Liberalisasi Perdagangan

Di Indonesia, UMKM dianggap sebagai sektor penyelamat krisis 1997. Pada masa

itu, UMKM merupakan sektor yang fleksibel dalam menyiasati perubahan. UMKM

juga mampu menyerap tenaga kerja dan berperan mengurangi tingkat pengang-

guran maupun kemiskinan. Hingga tahun 2013, UMKM Indonesia telah menyerap

110.801.648 tenaga kerja (orang) dengan kontribusi terhadap perekonomian 9.109.129

milyar rupiah. Sementara itu, jumlah usaha mikro telah mencapai sebanyak 57.189.393

unit (98,77 persen), sedangkan usaha kecil berjumlah 654.222 unit, usaha menen-

gah 52.106 unit, dan usaha besar 5.066 unit (Kementerian Koperasi dan UKM, 2013).

Page 66: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 6 5

Dewasa ini, liberalisasi perdagangan semakin menuntut

UMKM untuk meningkatkan kualitas produknya, karena

terbukanya keran globabisasi meningkatkan persaingan di

antara pelaku UMKM. Masuknya pelaku UMKM dari negara

lain dengan produk-produk yang berdaya saing tinggi—

bila dilihat dari harga dan kandungan teknologi—merupa-

kan salah satu tantangan bagi pemain domestik. Meski de-

mikian, harus diakui, liberalisasi perdagangan membawa

manfaat bagi pelaku UMKM. Salah satunya adalah dengan

penghapusan hambatan tarif maupun non-tarif antarnega-

ra secara bertahap yang memampukan UMKM untuk men-

jangkau pasar yang lebih luas. Dengan demikian, UMKM

yang tidak mampu mengoptimalkan penggunan modal mau-

pun tenaga kerja akan tersingkir dari pasar internasional.

Lantas, bagaimana dengan UMKM Indone-

sia jika harus terjun ke pasar internasional?

Teknologi dan UMKM: Komplemen yang Tak Terpisah-

kan - Indonesia memerlukan sebuah kunci agar UMKM

mampu menjadi pemain di pasar internasional. Sebuah

kunci yang dapat menjangkau seluruh negeri. Sebuah

keterkaitan yang hanya bisa digapai oleh teknologi.

Dalam upaya menjadi pemain di pasar internasion-

al, UMKM mau tak mau harus melek teknologi. Peman-

faatan teknologi tak hanya sebagai sarana penelitian

dan pengembangan dalam rangka inovasi produk. Te-

knologi dapat menjadi media pemasaran produk, memu-

dahkan dalam hal permodalan dan kebijakan hukum.

Teknologi dalam pemasaran — dalam arti sempit, mer-

upakan media promosi penjualan yang dapat diterap-

kan menggunakan sosial media. Melalui sosial media,

Page 67: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S6 6

UMKM dapat mempromosikan produknya maupun men-

dengar secara langsung saran dan kritik dari konsumen.

Penggunaan sosial media sedikit banyak mengurangi bi-

aya pemasaran karena dapat dikelola dengan lebih mudah.

Hal ini dapat dimanfaatkan UMKM sebagai ajang branding.

Salah satu UMKM yang berhasil da-

lam hal ini adalah PT Maicih Inti Sinergi.

Ada pula situs (website) dan aplikasi smartphone. Ber-

beda dengan sosial media yang bisa dimanfaatkan se-

cara gratis, penggunaan kedua media hasil dari kema-

juan teknologi ini harus merogoh kocek lebih dalam.

Meski demikian, dampak yang dihasilkan biasanya leb-

ih baik dibandingkan hanya menggunakan sosial media.

Bahkan, tanpa sebuah toko UMKM dapat berjalan hanya

menggunakan situs atau sebuah aplikasi smartphone.

Tak kalah canggih, era smartphone saat ini dimanfaatkan

oleh Nadiem Makarim, pendiri GO-JEK Indonesia. Tinggin-

ya mobilitas warga jakarta membuat Nadim memikirkan

sebuah solusi yang efektif dan inovatif: GO-JEK, sebuah

layanan yang memungkinkan konsumen untuk memesan

jasa lewat aplikasi di smartphone-nya tanpa harus ke pang-

kalan ojek. Terlepas dari pro-kontra yang ada, GO-JEK terus

berkembang dan menjadi perintis jasa aplikasi di Indonesia.

Teknologi mengambil peran penting dalam memperbaiki

branding mutu produk UMKM Indonesia di mata masyrakat.

Namun, pemerintah kini juga tengah berupaya menggalak-

kan program Aku Cinta Produk Indonesia. Selain itu, untuk

meningkatkan kualitas produk UMKM, pemerintah mengada-

kan kegiatan training agar kelak pelaku UMKM dapat meman-

faatkan peluang kesempatan perluasan pasar global yang dic-

iptakan oleh pemerintah. Pemerintah melalui Bank Indonesia

juga memperkenalkan Layanan Keuangan Digital (LKD) yang

dapat dimanfaatkan untuk menunjang pengembangan UMKM.

Pada akhirnya UMKM Indonesia harus bertahan dan men-

jadi pemain dalam liberalisasi perdagangan. Seiring

dengan kemajuan zaman dan pergantian peradaban, te-

knologi tak dipungkiri menjadi sebuah kunci untuk men-

jangkau seluruh ruang dan wilayah di dunia. Teknologi

merupakan sarana pelengkap yang tak dapat dipisahkan

dari UMKM. Pemanfaatkan teknologi dengan tepat akan

membuka pintu kejayaan bagi UMKM Indonesia, baik di

negeri sendiri atau bersaing sehat dengan negara lain.

Kharisma Nisa Rosandrani adalah mahasiswa Departe-men Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis di Universi-tas Diponegoro. Sedangkan Nurul Qolbi merupakan maha-siswa Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomika dan Bisnis di universitas yang sama.

Page 68: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 69: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S6 8

o l e h f o t o o l e h

yohanes kevin chandra ppia monash

Australia Indonesia Business Forum

PPIA Monash University menghadirkan forum interaktif

demi membahas keterikatan perekonomian Indonesia dan Australia

Pada tanggal 30 September 2015, Perhimpunan Pelajar Indo-

nesia Australia (PPIA) Monash University menyelenggarakan

acara Australia Indonesia Business Forum, atau AIBF, yang

mengusung tema “Crafting Innovative Leaders in Golden Era”.

AIBF adalah forum diskusi yang membahas kondisi ekonomi

Indonesia dan Australia terkini dan bagaimana mahasiswa In-

donesia sebagai duta/wakil Indonesia di Australia bisa berkon-

tribusi untuk meningkatkan hubungan antar kedua negara.

Acara ini menghadirkan banyak pembicara utama

dari Indonesia dan Australia yang memiliki latar be-

lakang dari berbagai bidang ilmu. Perwakilan pemerin-

tah dari kedua negara pun hadir untuk membuka forum ini.

Indonesia diwakili oleh Nadjib Riphat Kesoema, duta

besar Indonesia untuk Australia, sedangkan Austra-

lia diwakili oleh Estelle Parker, Acting State Director

dari Victoria Department of Foreign Affairs and Trade.

Dalam pidato pembukanya, perwakilan pemerintah Australia

mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara

tetangga yang mendapat perhatian khusus dari Australia. Den-

gan latar belakang hubungan bilateral yang telah terjalin cukup

lama, Australia berkomitmen untuk meningkatkan kerjasama di

bidang ekonomi dan pendidikan; misalnya melalui program bea-

siswa bagi warga negara Australia untuk belajar di Indonesia,

agar generasi muda Australia dapat mengenal budaya Indonesia.

Page 70: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 6 9

Sebaliknya, Australia juga secara berkelanjutan menyediakan

beasiswa bagi warga negara Indonesia untuk mengenyam

ilmu di Australia. Alumni dari program ini kini telah menjadi

tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia. Salah satu di antara-

nya adalah Boediono, wakil presiden Indonesia ke-11 yang

pernah menempuh studi di University of Western Australia dan

Monash University. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan den-

gan diskusi yang terbagi menjadi dua panel. Panel pertama,

yang membahas tentang keadaan ekonomi dan bisnis antara

Indonesia dan Australia, diisi oleh Andrew Bird, Executive Di-

rector UBS Australia; Destry Damayanti, Chief Economist Bank

Mandiri, dan Richard Price, Deputy Director (research) Australia

Indonesia Center. Menurut Andrew Bird, indeks saham Indo-

nesia mengalami peningkatan yang cukup besar selama 12

tahun terakhir, yaitu naik hampir 1400 persen, dibanding-

kan dengan Australia yang hanya naik sebesar 260 persen.

Hal ini menunjukkan potensi bisnis yang sangat besar bagi

investor Australia untuk berinventasi di Indonesia, dan juga

memberikan kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk

dapat berperan serta dan menikmati keuntungan dari adanya

potensi tersebut. Selain itu, Destry Damayanti mengatakan

meskipun laju perekonomian Indonesia kini sedikit melam-

bat dan nilai tukar Rupiah juga sedikit menurun, ekonomi In-

donesia masih cukup baik dibandingkan negara-negara lain

karena Indonesia memiliki pasar domestik yang besar yang

dapat menjadi tumpuan bagi pertumbuhan ekonomi dalam

negeri. Besarnya pasar domestik ini juga memberikan kesem-

patan bagi para mahasiswa Indonesia di Australia yang ingin

kembali ke Indonesia seusai lulus kuliah untuk meniti karir.

Panel kedua yang diisi oleh Ivan Tandyo, CEO Navanti Holdings;

Jason Widjaja, mahasiswa MBA di University of Melbourne;

Adi Prananto, Senior Lecturer di Swinburne University dan

Sastra Wijaya, Southeast Asia Editor di ABC International,

Page 71: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S7 0

membahas bagaimana mahasiswa Indonesia dapat berper-

an langsung dalam meningkatkan hubungan ekonomi dan

bisnis antara Indonesia dan Australia. Dalam sesi ini, Ivan

Tandyo membagikan pengalamannya sebagai wirausaha-

wan yang sudah memiliki usaha di berbagai bidang selama

bertahun-tahun, serta memberikan motivasi dan tips kepada

mahasiswa Indonesia di Australia agar dapat menciptakan

bisnis dan lapangan kerja secara mandiri. Ia menekankan

pentingnya memiliki keberanian dan daya juang bagi para

pebisnis muda karena dalam berbisnis, rugi bukanlah ses-

uatu kegagalan tetapi merupakan pelajaran yang berharga.

Panel ini diakhiri dengan pembahasan mengenai pentingn-

ya e-commerce dalam bisnis oleh Adi Prananto. E-commerce

diharapkan mampu memberikan prospek yang menjanjikan

dalam dunia bisnis walaupun kini masih harus menghadapi

berbagai tantangan, diantaranya masih rendahnya tingkat

kepercayaan masyarakat Indonesia atas transaksi daring.

... Ia menekankan pentingnya

memiliki keberanian dan daya

juang bagi para pebisnis muda

karena dalam berbisnis,

rugi bukanlah sesuatu kegaga-

lan tetapi merupakan pelajaran

yang berharga.

Yohanes Kevin Chandra adalah mahasiswa tahun keti-ga Bachelor of Professional Communication dengan major Public Relations and Communications di Monash Univer-sity. Yohanes memiliki pengalaman menjadi Social Media Officer di Affairs Today, Media and Communication Officer di PPIA, dan jurnalis di majalah Monash College, Our Voice

Page 72: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 7 1

o l e hadr ian sur ya mohammad hatta

Kemitraan Trans-Pasifik

dan IndonesiaDalam beberapa bulan terakhir, media banyak men-yorot tentang bagaimana Indonesia akan bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Part-

nership, atau TPP). Apakah sebenarnya TPP itu? Apa manfaat bergabung dalam TPP bagi Indonesia?

TPP adalah sebuah kerjasama multi-lateral di bidang per-

dagangan antar negara-negara yang berada di wilayah

Lingkar Pasifik. Awalnya, kerjasama ini dicetuskan oleh 12

negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Kanada, Singapu-

ra, Vietnam, Brunei Darussalam, Jepang, Meksiko, Peru,

Malaysia, Chili, dan Selandia Baru. Perjanjian kerjasama

ini sendiri memiliki prinsip untuk mencapai perdagangan

bebas tanpa tarif dan barrier. Setiap negara yang bera-

da di dalam kemitraan ini diharuskan untuk meratifikasi

dan melaksanakan komitmennya terhadap poin-poin TPP.

Salah satu poin penting dalam perjanjian ini adalah pelarangan

bagi para anggota TPP untuk menaikkan tarif ataupun bea ma-

suk yang sudah ditetapkan dan dijalankan saat ini. Selain itu,

lseluruh anggota TPP diwajibkan pula untuk menurunkan tarif

maupun barrier terhadap perdagangannya secara progresif.

Barrier yang dimaksudkan disini adalah segala jenis pem-

batasan terhadap ekspor maupun impor baik dalam segi

harga, kuantitas dan lain-lain. Ditambah lagi, apabila ada

anggota yang bermohon agar penurunan tarif dari anggo-

ta lainnya dipercepat, maka anggota tersebut harus melak-

sanakannya. Penurunan tarif ini berlaku bagi hampir seluruh

barang yang diperdagangkan, termasuk di dalamnya pro-

duk industri jasa, produk kekayaan intelektual dan investasi.

Perjanj ian TPP hanya memberikan pengecualian bea

masuk terhadap beberapa jenis barang dan jasa ter-

tentu. Beberapa diantaranya adalah barang impor

yang masuk kembali ke negara asal untuk diperbai-

ki atau dimodif ikasi, barang impor yang merupakan

sampel komersi l , serta barang-barang produksi perf i l -

man, barang untuk dipamerkan, dan alat-alat olahraga.

Page 73: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S7 2

Page 74: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 7 3

Secara dampak, penurunan tarif secara multilateral dapat

menyebabkan turunnya pendapatan pemerintah dari sek-

tor penerimaan bea dan cukai. Besarnya penurunan ini

harus diperhitungkan dengan matang sebelum menan-

datangani nota perjanjian TPP. Sebagai contoh saja, ber-

dasarkan data dari Kementerian Perindustrian pada 2014,

lima jenis produk dengan impor tertinggi Indonesia dari

Jepang bernilai hampir 15 milyar US Dollar (USD). Sedang-

kan 5 jenis produk ekspor tertinggi Indonesia ke Jepang

tidak lebih besar nilainya dari 7 milyar USD; neraca perd-

agangan Indonesia terhadap Jepang berada pada posisi

defisit. Nilai tarif bea masuk barang-barang impor tentun-

ya akan menurun. Pendapatan pemerintah dari sektor bea

masuk ini pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Perbaikan (APBNP) 2015 ditetapkan sebesar Rp. 37.2 trili-

un. Tentunya apabila TPP ini sudah ditandatangani, tar-

get penerimaan bea masuk pada masa mendatang pun

haruslah disesuaikan secara signifikan mengingat nilai im-

por Indonesia dari negara-negara anggota TPP cukup besar.

Dampak apa yang akan dihasilkan dari TPP haruslah di-

kaji secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum disetu-

jui, mengingat masih banyaknya industri di Indonesia

yang sebenarnya belum bisa mandiri dan mampu ber-

saing dengan pasar internasional secara independen.

Hal ini ditambah dengan infrastruktur Indonesia yang

relatif belum sesiap negara-negara maju. Hal-hal terse-

but merupakan risiko yang harus segera dipertimbang-

kan. Tarif impor dan barrier of trade sering kali dipergu-

nakan secara proaktif sebagai medium untuk mengontrol

pasar dan juga industri di dalam negeri. Dengan menan-

datangani perjanjian TPP ini, pemerintah secara sukarela

menyerahkan sebagian kedaulatannya dalam mengontrol

arus barang dan jasa dari negara-negara anggota TPP.

Page 75: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S7 4

Pemerintah Indonesia harus melakukan analisa pro-

duktivitas terhadap seluruh industri dalam skala prod-

uct-by-product basis untuk mendapatkan gambaran akan

efek biaya-manfaat dari bergabungnya Indonesia ke TPP.

Selain risiko-risiko yang sudah dijabarkan, bergabung-

nya Indonesia ke dalam TPP juga menawarkan sebuah

peluang dan kesempatan. Negara-negara anggota TPP

per data akhir tahun 2014 berkontribusi terhadap per-

dagangan global sebesar lebih dari 25 persen, dengan

nilai total ekonomi sebesar 28 triliun USD atau 40 pers-

en dari total nilai ekonomi dunia. Sebuah potensi pas-

ar yang sangat luar biasa apabila dapat kita manfaatkan.

Bergabung ke dalam TPP ini juga mampu mening-

katkan t ingkat kecepatan perputaran barang dan

jasa dikarenakan berkurangnya halangan terhadap

pergerakan barang dan jasa tersebut . Manfaat dari

percepatan pergerakan barang dan jasa di pasar

internasional adalah meningkatnya produk t iv i tas

produksi seluruh industr i dan juga menurunnya har-

ga - harga barang secara massal biarpun implemen-

tasinya harus melalui proses yang ber tahap. Hal ini

tentu akan dapat dinikmat i , t idak hanya oleh end-us-

er dari sebuah produk barang ataupun jasa, tetapi

juga sebagai input dari seluruh proses produksi yang

pada ujungnya diharapkan akan mampu meningkat-

kan kemampuan produk dalam negeri untuk ber-

kompetisi di dalam perdagangan internasional.

Dengan semakin cepatnya perputaran barang dan jasa

diser tai dengan menurunnya harga-harga komoditas

industr i maupun komoditas konsumsi tentu hal ini

akan sangat menguntungkan konsumen pada ujun-

gnya. Selain i tu, t ingkat per tumbuhan ekonomi pun

past i akan ikut terkena efeknya. Secara keseluruhan,

diharapkan turunnya penerimaan pemerintah dari bea

masuk set idaknya dapat ditutup dengan per tumbuhan

produk domest ik bruto dan produk t iv i tas nasional.

... Dengan menanda-

tangani perjanjian TPP

ini, pemerintah secara

sukarela menyerahkan

sebagian kedaulatan-

nya dalam mengontrol

arus barang dan jasa

dari negara-negara

anggota TPP.

Page 76: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

S E N I B U D A Y A

Page 77: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

S E N I B U D A Y A

(Fot

o ol

eh: I

ndah

Cris

tian)

Page 78: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3

Page 79: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S7 8

o l e h f o t o o l e h

alexandra andreana dea windu kuntoro

Di Balik Celebration of Indonesia

Editor Alexandra Andreana Dea berbincang dengan Produser Celebration of Indonesia Randy Enos Hallatu mengenai kemerdekaan Indonesia dan makna di balik menampil-kan budaya bangsa dalam acara akbar tersebut

Q: Halo, Enos. Boleh dijelaskan sedikit tentang Celebration Of Indonesia?

A: Celebration of Indonesia (CoI) adalah sebuah pertunjukan seni dalam rangka memperingati 70 tahun Indonesia merde-

ka, yang melibatkan para seniman dan sejumlah komunitas lokal di Melbourne.

Q: Untuk apa acara Celebration of Indonesia ini diadakan?

A: Selain bertujuan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia bagi komunitas Indonesia di Melbourne, acara yang

diselenggarakan di Melbourne Town Hall pada 12 September 2015 ini, acara ini juga bertujuan untuk memperkenalkan

kebudayaan Indonesia kepada pengunjung yang bukan berasal dari Indonesia.

Q: Bagaimana respon penonton terhadap acara Celebration of Indonesia?

A: Respon penonton sangat positif, tidak disangka hasilnya sangat memuaskan dan sebagai penyelenggara acara sangat

senang. Para penonton lebih terkejut saat mengetahui bahwa semua resources untuk produksi berasal dari Melbourne.

Q: Apakah hasil yang dicapai telah memenuhi harapan dan target acara tersebut?

A: Secara keseluruhan kami sangat puas dan senang dengan hasil yang diharapkan. Walaupun saya, selaku produser

acara ini, punya harapan yang lebih, saya sudah sangat bangga dan senang terhadap hasil akhirnya

Pada bulan September yang lalu, ribuan masyarakat Indonesia di Melbourne berkumpul di Melbourne Town

Hall untuk ikut meramaikan acara bertajuk Celebration of Indonesia. Acara yang diproduseri oleh komposer

kelahiran Jayapura Randy Enos Hallatu ini berhasil menarik penonton Indonesia maupun lokal dalam pesona

keindahan budaya Indonesia. Berikut adalah wawancara dengan Enos yang berbagi pengalaman atas kesuk-

sesan acara yang diadakan pada 12 September 2015 tersebut.

Page 80: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 7 9

Page 81: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S8 0

Q: Apa pengaruh budaya Indonesia sebagai inti acara Celebration of Indonesia terhadap masyarakat di Melbourne?

A: Tentunya sangat berpengaruh positif! Ada beberapa hal yang bisa kita lihat. Yang pertama, kita berhasil memperke-

nalkan kebudayaan Indonesia ke pasar internasional di Australia, khususnya kota Melbourne. Lalu, acara ini memberikan

kesempatan kepada berbagai komunitas seniman Indonesia di Melbourne untuk tampil dan bermain musik, dan juga

untuk saling memperkuat hubungan satu sama lain. Selanjutnya, acara ini membuktikan bahwa orang Indonesia yang

sedang di luar negeri dan jauh dari kampung halaman tetap peduli dan ingat dengan kebudayaannya! Dengan demikian,

acara ini juga sangat memberi dampak positif terhadap hubungan bilateral Australia dengan Indonesia. Harapan saya

juga acara ini dapat mempererat hubungan antar kedua negara.

Q: Menurut Enos, mengapa melestarikan budaya itu penting? Lalu, bagaimanakah sekiranya para pelajar Indonesia di Melbourne dapat mengembangkan hal tersebut?

A: Kebudayaan adalah citra diri, identitas, dan juga sebuah kekayaan bangsa. Kekayaan adalah aset; sebuah aset yang

kalau tidak dilestarikan atau dikelola akan punah. Kalau sampai punah, artinya dalam 20 sampai 50 tahun mendatang

sudah tidak ada lagi orang yang peduli dengan musik, tarian, atau sejarah bangsa Indonesia. Hal ini tidak boleh terjadi,

karena kehilangan kebudayaan itu sama dengan kehilangan identitas. Dengan demikian, kehilangan identitas itu sama

dengan kehilangan diri kita sendiri.

Selamat atas kesuksesan Celebration of Indonesia! Semoga acara serupa dapat terus dilanjutkan demi memupuk kecintaan warga Indonesia terhadap Tanah Air di manapun mereka berada.

Kesalahan yang cenderung dilakukan oleh masyarakat Indonesia masa kini, yaitu menilai kebudayaan kita sebagai

second class. Sebagian besar masyarakat Indonesia lebih kagum dengan pengaruh dari budaya barat atau Western cul-

ture. Padahal, masyarakat di luar Indonesia banyak yang ingin mempelajari budaya Indonesia. Mungkin benar adanya

kata pepatah “rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri”, walaupun begitu, tetap harus ada yang peduli dengan

kebudayaan kita supaya tidak punah.

Sebagai pelajar, generasi muda penerus bangsa, kita bisa memulai dengan hal-hal yang sangat mudah, yaitu bangga-

lah dengan kebudayaanmu, karena itu adalah dirimu yang sebenarnya.Setelah kita mengubah pola pikir tersebut, kita

bisa mulai menerapkannya ke banyak hal. Salah satunya dengan diadakannya acara ini. Tentunya tidak harus terhenti

sampai di situ saja, masih banyak lagi yang bisa dilakukan untuk memperkaya budaya kita! Mari teman-teman, kita maju

terus!

Page 82: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 8 1

WANITA dan Jembatan Seni Antar Budaya

“Seni mampu masuk ke akar masalahnya. Di tengah zaman yang penuh dengan konflik, kita perlu mengutamakan keberadaan seni dalam menumbuhkan pengertian antar komunitas.” Sooji Kim,

pelopor Women Arts Network Indonesia to Australia (WANITA)

Tak seperti asosiasi seniman lainnya, WANITA sengaja dibentuk demi menciptakan komuni-

kasi efektif antara seniman perempuan Indonesia dan Australia. Inisiatif yang baru saja dilun-

curkan pada awal tahun 2015 ini telah meluncurkan berbagai acara-acara, seperti workshop

seni di Jakarta dan pameran karya seniman-seniman wanita Jakarta di Footscray Commu-

nity Arts Centre dengan judul WANITA: Female Artivism - Jakarta! bulan Oktober 2015 lalu.

WANITA merupakan sebuah wadah berwujud direktori daring yang membuka ke-

sempatan bagi seniman Indonesia maupun Australia untuk berkolaborasi dengan

seniman lainnya. Pendiri WANITA, Sooji Kim mengaku bahwa awalnya WANITA ter-

cipta sebagai proyek sampingan saat band-nya, Empat Lima, sedang tur di Indone-

sia pada tahun 2014 lalu. “WANITA terbentuk secara natural karena sebagai all-female

band, kami ingin bertemu dan berkolaborasi dengan seniman-seniman wanita lainn-

ya di Indonesia,” jelas Sooji, “kami sungguh terinspirasi oleh art scene di Indonesia

dan berkomitmen untuk membagikan pengalaman tersebut ke masyarakat Australia.”

Selama di Indonesia, Sooji bersama Empat Lima membuat workshop seni dengan komu-

nitas Ruangrupa, acara diskusi di Museum Musik Malang dan Jatiwangi serta mendistri-

busikan zine hasil dari workshop tersebut di Melbourne. Komitmen Sooji untuk menampil-

kan karya-karya masyarakat Indonesia di Australia inilah yang kemudian mendorong

terciptanya WANITA dalam bentuk website dan acara layaknya Female Artivism – Jakarta!.

Berkat workshop di Jakarta itu pulalah, Sooji mampu bekerja sama dengan komuni-

tas seni Ruangrupa dan membawa Ika Vantiani sebagai salah satu kurator seni untuk

WANITA: Female Artivism - Jakarta! Ketiga kurator - Ika Vantiani, Marishka Soekar-

na, dan Ayu Dila Martina - serta produser Rani Pramesti berhasil membawa hasil karya

dari 13 seniman lainnya untuk memberi cuplikan tentang berbagai pengalaman hidup

seniman wanita di Jakarta kepada audiens di Melbourne. Bertempat di galeri mun-

gil Footscray Community Arts Centre, pameran unik tersebut menampilkan berbagai

karya dengan cerita tersendiri. Sebut saja Ika yang menggunakan berbagai teknik

o l e h f o t o o l e h

fel ic ia lase marcia jul ia

Page 83: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S8 2

menjahit, kolase, fotografi hingga video untuk menceritakan

perjalanannya sebagai seorang seniman wanita otodidak. Lain

lagi dengan Ayu yang berani mengeksplorasi berbagai tema

tabu demi menunjukkan berbagai label perempuan di Indo-

nesia.

Ika mengaku tertarik bergabung dalam WANITA karena prinsip

yang dipegang oleh inisiatif itu sendiri. “Menurut saya, WANITA

merupakan platform yang menarik karena mampu membentuk

jalinan kerja sama dan pertemanan antar seniman perempuan

Indonesia dan Australia – sesuatu yang memang belum ban-

yak jumlahnya di Indonesia saat ini,” jelas Ika. Ika, yang mem-

ulai perjalanan seninya secara otodidak, merasa WANITA turut

membangun pengalaman para seniman dalam hal berkomuni-

kasi dan berkarya karena tanggapan-tanggapan pengunjung

yang datang. “Hal ini bukan hanya menumbuhkan semangat

baru untuk berkarya, namun juga memberi pelajaran baru ten-

tang bagaimana seni dan publik berinteraksi di luar Indone-

sia,” ujar Ika bersemangat.

Ika Vantiani(Credit: Ifan Hartanto)

Berbagai karya seni di WANITA: Female Artivism (Credit: Marcia Julia)

Page 84: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 8 3

Tentunya sebagai seorang seniman yang aktif dalam WANITA,

Ika maupun Sooji sangat mendukung adanya perkembangan

komunikasi dan integrasi efektif antar seniman dengan berb-

agai latar belakang. Hal ini khususnya amat dekat dengan

kisah perjalanan Ika sebagai seorang seniman. Sebagai seo-

rang seniman otodidak, Ika mampu berkembang pesat karena

turut didukung oleh komunitas seni Ruangrupa. Dengan min-

imnya dukungan publik maupun pemerintah, Ika menyadari

pentingnya keberadaan komunitas seni untuk mendukung

proses berkarya para seniman. “Bagi saya, Ruangrupa ada-

lah salah satu art community paling suportif dalam perjalanan

seni saya,” kata Ika, “Ruangrupa memberi kesempatan bagi

orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni un-

tuk mampu berkecimpung di dunia seni.” Sejak saat itulah,

Ika mulai membuat kolase, mengorganisir pameran, membuat

berbagai workshop, hingga membuat toko daring yang berpu-

sat di Amerika Serikat.

Kedua seniman inipun terus mendukung adanya integrasi dan

apresiasi seni kontemporer Indonesia dengan negara lain,

termasuk Australia. Bagi Ika, seni kontemporer Indonesia se-

sungguhnya sudah sangat dihargai dalam skala internasional

– terbukti dengan banyaknya pameran, penghargaan serta

kegiatan seni berskala internasional yang mengajak seniman

Indonesia untuk berpartisipasi.

Sooji turut menambahkan bahwa exposure seni Indonesia di

ranah seni Australia juga berkembang pesat melalui berbagai

festival dan inisiatif multikultural di Australia. Akan tetapi, may-

oritas seniman yang tergabung adalah pria. “Itulah mengapa

saya berharap WANITA dapat membantu seniman wanita un-

tuk menciptakan kolaborasi secara mandiri, tanpa perlu ber-

gantung pada organisasi-organisasi besar,” kata Sooji, “jika

para seniman memiliki kemauan untuk terus maju, platform

ini tersedia untuk membantu membuka koneksi tersebut bagi

mereka.”

Sooji dan Ika pun memiliki harapan besar bagi rana seni kon-

temporer Indonesia maupun Australia. Bagi Ika, kesenian di

Indonesia masih membutuhkan banyak edukasi - terlebih

bagi pemegang kepentingan, layaknya pemerintah maupun

korporasi besar. “Kita harus saling membantu melaksanakan

proses edukasi ini agar bukan hanya para pelakunya saja yang

semakin semangat berkarya, namun mereka juga didukung

oleh lingkungan yang semakin suportif,” jelas Ika.

Sooji sendiri merasa ranah seni di Australia, terlebih dalam

bidang musik, belum mampu merepresentasikan keberag-

aman budaya yang luas. Padahal, Sooji merasa bahwa seni

mampu menjadi wadah penyatu hubungan antar bangsa Indo-

nesia dan Australia. “Di tengah dunia yang dipenuhi diskrim-

inasi dan prasangka, munculnya berbagai budaya yang be-

ragam di ranah seni menjadi sangatlah penting dan relevan,”

ucap Sooji seraya menutup pembicaraan.

Sooji Kim (kiri) bersama band Empat Lima (Credit: Kelly Russ)

Dialog Seni

Page 85: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 3

Page 86: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 8 5

Rani Pramesti (Credit: Marcia Julia)

Instalasi Chinese Whispers (Credit: Dok. Rani Pramesti)

Page 87: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S8 6

o l e h f o t o o l e h

fel ic ia lase marcia jul ia

Rani Pramesti:Identitas. Seni. Dialog.

Rani Pramesti berbagi kisah di balik menjadi seorang Tionghoa di Mei 1998, seo-rang Indonesia di tanah Australia, dan seorang seniman di dunia multikultural

Di tengah teriknya matahari Melbourne, Rani Pramesti mengajak AKTIVIS berbincang di Footscray

Community Arts Centre (FCAC) tempatnya bekerja. Sebagai seorang producer di FCAC, Rani ten-

tunya akrab dengan dunia seni dan pentingnya mengekspresikan diri melalui medium-medium

seni. Namun, lulusan jurusan Dramatic Arts dari Victorian College of Arts (VCA) ini memiliki prin-

sip yang jauh lebih mendalam dan personal mengenai karya-karyanya. Melalui seni, Rani mengek-

spresikan identitas, menyampaikan kisah dan menginspirasi dialog antar bangsa di tanah Australia ini.

Eksplorasi Identitas

Sebagai seorang Indonesia berketurunan Tionghoa di Australia, Rani merasa belum mampu mengek-

spresikan identitasnya secara terbuka selama studinya di bidang Dramatic Arts. “Sewaktu bersekolah

di VCA, aku merasa sebagai bagian dari minoritas,” ujar Rani, “ranah performing arts di Australia itu

memang sangat dominan Western. Bukan hanya senimannya saja, tapi apa yang kita pelajari sebagai

siswa juga mayoritas bertema Barat.” Hal inilah yang kemudian mendorong Rani untuk menampilkan

sebuah karya yang mampu mewakili latar belakang budayanya. Saat itulah, Chinese Whispers1 lahir.

Chinese Whispers adalah sebuah instalasi seni perdana Rani yang mendapatkan penghargaan dari Mel-

bourne Fringe Award sebagai Best Live Art and Kultour’s Innovation in Culturally Diverse Practice Award.

Chinese Whispers terwujud karena keikutsertaannya dalam Emerging Cultural Leaders (ECL), salah

satu program mentoring dari FCAC selama 5 bulan kepada beberapa seniman-seniman muda terpilih.

Chinese Whispers sendiri merupakan sebuah instalasi interaktif yang mengajak pengunjung un-

tuk mengikuti perjalanan Rani sebagai seorang Chinese-Indonesian secara dekat dan person-

al. Secara berpasangan, pengunjung berjalan menyusuri ruang tertutup kain-kain putih ser-

aya mendengarkan kisah personal Rani tentang pengalamannya dalam peristiwa Mei 1998. Di

akhir perjalanan, seorang aktor duduk di ujung ruangan untuk mendengarkan reaksi pengunjung

setelah mendengar kisah yang sedemikian kuat tentang pembunuhan massal Mei 1998 tersebut.

“Setelah mengeksplorasi banyak kisah untuk Chinese Whispers, aku kemudian sangat ingin membicara-

kan tentang Mei 1998,” tegas Rani usai menunjukkan video Chinese Whispers kepada AKTIVIS, “because

it changed my life. It changed so many other people’s lives.” Chinese Whispers mampu menampilkan

kisah lain dari Mei 1998 yang tentunya membuat seluruh pengunjung merasa emosional dan tersentuh.

“Chinese Whispers adalah sebuah eksplorasi identitas – identitasku se-

bagai seorang Indonesia maupun seorang keturunan Tionghoa,” ujar Rani.

Page 88: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 8 7

Inspirasi Chinese Whispers pun berakar dari sebuah pen-

galaman yang sangat personal bagi Rani. Perjalanann-

ya pindah ke Australia tidak semudah mayoritas maha-

siswa-mahasiswa Indonesia di Australia sekarang ini.

Dengan banyaknya kasus pemerkosaan dan pembunuhan

masyarakat Tionghoa pada Mei 1998, kedua orang tuanya

memutuskan untuk mengirim Rani dan kakaknya ke Australia.

“Aku pindah ke Australia pada waktu umur 12 tahun demi me-

ngungsi saat kejadian Mei 1998,” ujar Rani, “kejadian itu be-

nar-benar disturbing dan mengakibatkan krisis identitas bagi

diriku yang masih kecil.” Setelah mengungsi sebentar di Bali,

Rani menyusul sang kakak ke Australia dan tinggal bersama

di dalam asrama. Walaupun sudah lancar berbahasa Inggris,

tentulah tetap tidak mudah bagi Rani untuk tiba-tiba berpi-

sah dengan kedua orang tuanya saat ia masih sangat belia.

Pengalaman ini berpengaruh besar terhadap pandangan Rani

tentang identitasnya. “Selama 12 tahun pertama kehidupanku,

aku merasa identitasku itu adalah seorang Indonesia. Namun,

kenapa selanjutnya, di peristiwa Mei 1998, aku dianggap ber-

beda - dianggap sebagai seorang Cina?” ungkap Rani. “Bagi

aku yang masih 12 tahun, sulit untuk mengerti bahwa ada

kepentingan politis yang jauh lebih besar di balik itu semua.”

Sang seniman Indonesia ini baru mampu mengerti latar be-

lakang diskriminasi etnis ini bertahun-tahun kemudian. Bah-

wa sesungguhnya, bangsa Belandalah yang pertama kali

Instalasi Chinese Whispers (Credit: Dok. Rani Pramesti)

Mei 1998

Page 89: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S8 8

Perempuan kelahiran 1986 ini sangat aktif dalam mem-

bagikan kisahnya sebagai seorang Indonesia di ranah

seni Australia dan terus menciptakan dialog antar

bangsa. Rani sungguh bersyukur karena FCAC dan pe-

ngunjung sangat mendukung perjalanannya dalam

mengeksplorasi identitas miliknya. Bukan hanya orang In-

donesia, sejumlah warga negara Yunani, Arab, maupun Af-

rika turut datang dan menyelami kisah Chinese Whispers.

“Aku selalu berusaha untuk menarik garis paralel antar kultur

agar karyaku dapat dimengerti across culture,” ungkap Rani.

Hal ini terbukti mampu tercapai dengan baik. Setelah me-

nikmati Chinese Whispers, para pengunjung lokal Australia

turut berpikir mengenai kekerasan pada orang Aborigin di

Australia – tentang betapa dekatnya isu rasialisme terse-

but dalam kehidupan sehari-hari mereka. “Walaupun su-

dah banyak media-media yang lebih berfokus pada orang

Aborigin, pada kenyataannya, Australia masih didominasi

dan dipersepsikan sebagai tanah white people,” jelas Rani.

Rani pun tetap berkeinginan kuat untuk memperluas apre-

siasi seni antar bangsa dalam karya-karyanya. Salah sa-

tunya dengan memproduseri acara WANITA (Women Arts

Network Indonesia to Australia) yang berhasil membawa

berbagai seniman-seniman wanita dari Jakarta ke Mel-

bourne untuk berbagi kisah melalui seni mereka. Rani

juga sedang mempersiapkan instalasi seninya yang kedua

dengan judul Sedih//Sunno2. Produksi yang akan dita-

mpilkan pada tahun 2016 ini berusaha menampilkan ceri-

ta wanita dari berbagai latar belakang kultur. Untuk in-

formasi selanjutnya dapat dilihat melalui ranip.com.au.

Yang pasti, Rani telah mampu memutarbalikkan kisah pa-

hitnya menjadi dialog bermakna antar bangsa – hal yang

seringkali terlupakan di era individualis ini. “Pada akh-

irnya, akan selalu ada tema universal yang mampu di-

mengerti semua orang – and arts help you to process

these things,” ujar Rani seraya menutup pembicaraan.

Dialog Antar Bangsa

2 Sedih // Sunno was co-created by Rani Pramesti, Ria Soemardjo, Shivanjani Lal and

Kei Murakami through Next Wave’s Kickstart program, with the support of the Australia

Council for the Arts, Creative Victoria and the Besen Family Foundation.

1 Chinese Whispers was supported by the Creative Victoria and University of Mel-

bourne Faculty of VCAMCM Graduate Mentorship Scholarship and began as an Emerg-

ing Cultural Leaders project at Footscray Community Arts Centre, under the mentor-

ship of theatre maker, Chi Vu.

membedakan antara etnis Tionghoa dan pribumi. Bahwa

melalui taktik divide et impera, etnis Tionghoa dengan sen-

gaja dianggap sebagai penduduk yang lebih tinggi – semua

demi memecah belah bangsa Indonesia. Namun, sayangnya

hal ini masih sulit untuk dimengerti banyak pihak, terlebih

oleh orang-orang dari latar belakang kultur yang berbeda.

Hal ini yang kemudian mendorong Rani untuk men-

yampaikan kisah dan menciptakan dialog antar bang-

sa dalam karya-karya seninya. “Aku merasa salah satu

purpose-ku sebagai seniman adalah untuk mencip-

takan understanding between cultures,” tegas Rani.

Page 90: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

R E F L E K S I

(Fot

o ol

eh: I

ndah

Cris

tian)

Page 91: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 39 0

...Tagar

o l e h

i l l u s t r a s i o l e h

m a d e s . s a r a s w a t i

m i k h a e l g e o r d i e

Salah satu alasan mengapa kita senang

memberi label pada sesuatu, seekor, atau

seseorang adalah karena peng-kategori-an

merupakan alat untuk kita memproses in-

formasi (yang datang dari banyak arah dan

berbagai volume) dengan efisien. Dalam

biologi, kita mengenal binomial nomencla-

ture yang memudahkan pengkategorian,

atau identifikasi, makhluk hidup dengan

standar yang telah disempurnakan berta-

hun-tahun. Sistem ini juga kita pakai dalam

interaksi sosial sehari-hari, secara alami.

Meskipun tidak ada pakem yang tertulis,

tapi semua orang mengerti cara kerjanya.

Proses ini alamiah terjadi, dari anak SD sam-

pai kakek-nenek bisa melakukannya. Cara-

nya: Pertama, lihat karakteristik fisik yang

menonjol. Bisa jadi tato harimau, make up

yang menor, baju dekil, kemeja flanel, ka-

camata hitam – semua ini adalah ciri khas

yang terlihat dalam sekilas pandang. Namun,

pada praktiknya, banyak penilaian yang ter-

jadi sampai di tahap ini saja sehingga sering

terjadi generalisasi. Meskipun yang dilihat

belum tentu karakter asli orang tersebut,

namun generalisasi yang kuat menyebab-

kan kita percaya pada sifat dari ‘genus’ ter-

tentu. Tahap ini sifatnya artifisial, mudah

untuk dipalsukan, sebuah pencitraan belaka.

Apalagi dengan hadirnya jejaring sosial.

Setelah berhasil mengakui eksistensi an-

tar individu dalam kelompok, mereka men-

dambakan pengakuan dari grup lain yang

lebih besar secara kuantitas – masyarakat.

Sekarang, tidak hanya identifikasi dari satu

individu yang berlaku, melainkan satu grup.

Disaat kita merasa kita diterima dalam mas-

yarakat, disitulah tumbuh rasa bangga. Kare-

na inilah, kita cenderung mengaitkan diri ter-

hadap kelompok kita dengan sepenuh hati.

Namun karena identitas kelompok menjadi

terlalu melekat di individu, identitas si indi-

vidu kerap melebur menjadi identitas kelom-

pok, dimana identitas individu dan identitas

kelompok sudah menjadi kabur batasannya.

Oleh sebab itu, perhatian yang diterima seo-

rang individu dari banyak individu lainnya

menghasilkan stereotype atau generalisasi.

Meskipun terdengar negatif, tapi cara ini ter-

bukti efektif. Ini merupakan cara yang sering

dipakai Sherlock Holmes, yakni deductive

reasoning - cara yang mampu mendapatkan

keputusan yang dibutuhkan pada detik itu

juga dengan menggabungkan begitu banyak

informasi dalam waktu singkat. Mengambil

kesimpulan berdasarkan premis umum yang

diberikan dan premis khusus yang dimengerti.

Sekarang kita bisa mengatur stereotipe

dengan kekuatan tagar.

Meski terbukti efektif, tapi tidak ada alat

yang seratus persen berfungsi benar. Seka-

rang stereotipe terdengar negatif dan kuno.

Banyak dari kita yang berpikir bahwa alat ini

tidak lagi bisa dipakai. Sekarang, jika kita

percaya kalau semua adalah satu, untuk apa

kita dibeda-bedakan? Pengelompokkan itu

berseberangan dengan kemanusiaan. Ketika

kita mulai menghilangkan kotak yang dibuat

untuk orang lain, muncul tagar (hashtag) di

media sosial. Sebuah kotak yang kita buat un-

tuk diri sendiri, yang sering kita ketik di tiap

post. Kita mulai mengelompokkan diri sendiri

ke grup yang kita inginkan – bisa jadi sebuah

pencitraan atau sisi lain dari diri yang tersem-

bunyi. Kita tidak lagi membutuhkan orang

lain untuk menentukan kita masuk kelompok

mana secara maya. Media sosial memberikan

ruang lebih untuk berekspresi, dan dengan

fitur tagar (hashtag), kita bisa memberi la-

bel apapun yang kita inginkan pada diri kita.

Kehadiran

media sosial

justru membuat

manusia tak

sanggup hidup

tanpa adanya

label dan

stereotipe

Page 92: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 3 AK T I V I S1 3

Page 93: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 3AK T I V I S 1 3

Timbul rasa bangga.

Dengan keistimewaan yang diberikan oleh media sosial, kita

cenderung untuk memilih label yang kita suka. Ditambah dengan

respon (like atau comment yang menyanjung) dari sesama peng-

guna media sosial, semakin kita bangga akan citra yang diben-

tuk. Kemudian tercipta kebutuhan untuk mempertahankan citra

tersebut. Jika sebelumnya label adalah pemberian eksklusif se-

cara eksternal untuk pihak eksternal, atau stereotipe, sekarang

label bisa diciptakan secara internal untuk konsumsi eksternal.

Sebuah bukti eksistensi diri.

Stereotipe adalah label yang dipetik secara luas namun gam-

blang - dan melekat kuat pada satu tipe karakter orang, kelom-

pok atau benda. Di media sosial, semakin banyak tagar maka

semakin eksis pula kita. Dengan tagar-tagar yang diketik, kes-

empatan untuk bisa dilihat orang lain menjadi lebih besar. Da lam

kata lain, kebebasan mengekspresikan diri kita masih bermuara

pada keinginan untuk diakui oleh orang lain. Selama kita masih

hidup di masyarakat, senang atau tidak, kita masih membutuh-

kan satu dan lainnya – entah itu secara langsung maupun tidak.

Seketika semuanya menjadi negara yang meneriakkan

merdeka. Lalu siapa pengabsahnya?

Selama kita masih hidup di sistem masyarakat, senang atau

tidak, kita masih membutuhkan satu dan lainnya. Meski hid-

up mandiri adalah ideal, tapi untuk hidup sendiri itu musta-

hil. Ketika post kita disukai atau dikomen orang lain, muncul

perasaan bahwa kita diterima oleh yang lain. Sebuah kontra-

diksi ketika post tersebut berkenaan tema mengasingkan diri.

Pengasingan adalah sebuah hukuman bagi makhluk yang,

pada akarnya, mendambakan peran dalam hidup. Se-

buah peran menjadi ada saat ada karakter lain dan penon-

ton. Keinginan itu baru terwujud saat kita saling mengikat

diri untuk menjadi lebih ‘besar’. Struktur masyarakat

adalah alami ketika banyak individu tinggal bersama.

Made Sania Saraswati adalah seorang designer/copywriter di

salah satu perusahaan keramik terbesar di Bali, Jenggala. Sebel-

umnya, ia belajar Industrial Design di Limkokwing University of Cre-

ative Technology di Malaysia.

...

Manusia hidup layaknya sel yang

terjalin membentuk jaringan,

membuat organ menjadi sistem organ dan

bersama menghasilkan individu utuh

Page 94: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 39 3

...Identitas

Gandaku

o l e h

f o t o o l e h

i l l u s t r a s i o l e h

a n g e l i q u e n a g a r i a

m r . t i n d c

m i k h a e l g e o r d i e

Bandara Udara Tullamarine pada pukul 7

pagi 28 Juli 2003, dengan suhu luar 10°C.

Aku masih ingat dengan jelas hari perta-

maku di Melbourne. Aku ingat melihat ‘Big

Ben’ dan ‘menara Eiffel’ yang terletak di

sebuah jalan bernama Flinders. Aku ingat

bagaimana udara yang kuhirup terasa san-

gat bersih dan segar. Aku juga ingat bah-

wa aku membutuhkan hingga empat lapis

baju untuk menjaga diriku tetap hangat.

Melbourne terkenal sebagai salah satu kota

yang memiliki budaya paling beragam di

dunia. Dan kota ini memang terbukti layak

menerima reputasi tersebut. Contohnya, di

mana lagi kita bisa mendapatkan sebuah

rumah makan tradisional Korea bersebe-

lahan dengan sebuah restoran hidangan

Perancis? Dengan ini ‘kampung halaman’ku

yang baru membuat aku merasa diteri-

ma layaknya di rumah sendiri sedari awal.

Pada awalnya, diriku masih terlalu terba-

wa dan terbiasa dengan budaya Indonesia

yang kumiliki. Aku tetap berbicara dalam

Bahasa Indonesia kepada keluarga dan

teman-temanku dan aku kerap mengha-

biskan banyak waktu menulis surat untuk

kerabat dan kenalanku di Jakarta. Bahkan,

aku kegirangan sekali ketika mengetahui

bahwa mereka menjual Indomie di sini!

Sejujurnya, diriku yang masih kecil dan lugu

sempat kehilangan kepercayaan diri saat hari

pertama sekolah. Aku tidak bisa tidur mem-

bayangkan bahwa aku akan menjadi satu-sat-

unya gadis berambut hitam dan berkulit sawo

matang di tengah-tengah lautan anak-anak

berambut pirang dan bermata biru. Namun,

melihat kondisiku sekarang, kekhawatiranku

yang dulu sekarang berubah menjadi hal yang

Tapi tetap saja, kampung halamanku yang

baru tidak mengecewakanku; semua mu-

rid dan guru di sekolahku ternyata san-

gat ramah (bahkan mungkin lebih ramah

dari guruku di Indonesia) dan akhirnya

aku pun bisa bergaul dan mendapatkan

teman baru dalam waktu yang singkat.

Perjalanan pulang kampung yang terjadi se-

tahun sekali seakan-akan menjadi sebuah

bentuk terapi yang menenangkan dan juga

menyenangkan. Aku dapat melepas rindu

dengan sahabat lama dan pastinya bertemu

kembali dengan bermacam-macam hidan-

gan khas Indonesia yang juga aku rindukan,

seperti Pecel Lele, Bakmi dan Pempek. Di

dalam rentang 12 tahun lamanya aku ting-

gal di sini, aku tidak pernah melewatkan

perjalanan pulang kampung selama 8 tahun.

Sepanjang masa sekolahku di Melbourne, aku

tidak memiliki banyak teman yang berasal

dari Indonesia sehingga peluangku untuk ber-

bicara dan berinteraksi dengan sesama orang

Indonesia pun berkurang. Semenjak itu aku

mulai untuk bercakap-cakap dalam Bahasa

Inggris termasuk kepada keluargaku sendiri,

dan aku bahkan sampai mulai berpikir dan

bermimpi dalam Bahasa Inggris (tampaknya

itulah cara kita mengetahui bahwa kita telah

menguasai sebuah bahasa dengan lancar).

Pada saat itu, aku merasa bahwa kefasihanku

dalam berbahasa Indonesia lambat laun meng-

hilang. Aku membutuhkan waktu yang lebih

lama untuk merangkai sebuah kalimat dalam

Bahasa Indonesia dan seringkali ketinggalan

akan slang atau “bahasa gaul” yang terbaru.

Saat kau adalah

seorang Indonesia

sekaligus Austra-

lia, apakah makna

identitas dirimu?

Page 95: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S1 39 4

Page 96: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan

AK T I V I S 1 39 5

Dengan didirikannya AIKA (Anak Indonesia Katolik Australia),

sebuah perkumpulan religius yang terdiri dari anak- anak muda

khususnya yang tumbuh di Melbourne, aku menjadi lebih terli-

bat dalam komunitas Katolik Indonesia sekaligus dipersatukan

kembali dengan budaya Indonesiaku setelah sekian lama. Aku

diberikan tanggung jawab untuk mengurus aktivitas permain-

an dalam perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia dan akupun

terhanyut dalam nostalgia. Aku teringat akan berbagai macam

permainan dan acara Hari Kemerdekaan yang aku hadiri selama

di Indonesia dan aku berusaha untuk menciptakan kembali sua-

sana itu di dalam komunitas Katolik Indonesia yang ada di sini.

Aku menyadari bahwa kefasihanku dalam berbahasa In-

donesia kian membaik dan aku semakin percaya diri da-

lam menggunakannya, walaupun terkadang aku masih ti-

dak mengerti ‘bahasa gaul’ yang selalu berubah- ubah.

Seringkali aku mendapatkan pertanyaan: “Apakah kamu me-

lihat dirimu sebagai orang Australia atau orang Indonesia?”

Menurutku menjadi orang Australia berarti kamu memili-

ki kebebasan untuk menggolongkan dirimu ke dalam bu-

daya apapun, tidak terkekang sebatas satu budaya semata.

Menjadi orang Indonesia selama masa kecilku telah memban-

gun sebuah pendirian dan prinsip bekerja yang kuat yang bah-

kan aku miliki hingga sekarang.

Dan menjadi orang Australia membuatku menjadi individu yang

lebih perseptif dan berpikiran terbuka.

Aku dengan bangga menyatakan bahwa aku merasa nyaman

menjadi orang Indonesia maupun orang Australia.

Angelique Nagaria adalah seorang mahasiswi jurusan Bisnis

Pascasarjana di Monash University dengan minat di dunia fash-

ion dan makeup. Di waktu luang, ia senang membaca, minum

secangkir kopi dan daydreaming.

CC by 2.0 [https://creativecommons.org/licenses/by-nd/2.0/]

Page 97: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan
Page 98: AKTIVIS Edisi 4: Keterkaitan