adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh tga. oleh ... · padatan hasil preparasi setelah proses...

6
Prosiding Kimia FMIPA Tahap selanjutnya dalan pre oksida perovskit pada penelitian pemanasan/pembakaran/ kalsinasi. Pa ini, metode pembakaran dilakukan ber analisis DTA/TGA. Termogram hasil TGA terhadap prekursor oksida perov pada Gambar 3.5. Pada termogram te beberapa tahapan termal yang terjadi. T ditandai oleh adanya lembah endoterm DTA di sekitar suhu 100 o C. Bebe endotermik kecil lainnya juga terlihat d 180, 205 o C dan 220 o C. Keberadaan le endotermik itu diikuti oleh penurunan 22% (W 1 ). Cuplikan perovskit pada suhu 20 lembah kembali, lembah yang t menunjukan adanya reaksi endotermik. ini terjadi penghilangan air K menyebabkan terjadinya penurunan m 10%. Untuk menghilangkan air kristal energi yang lebih besar dari pada air p ini dikarenakan ikatan yang terjadi anta dengan Kristal ini lebih sulit lepas dar pelepasan air permukaan, karena en butuhkan besar maka akan terbentuknya lembah endotermik yang c Gambar 3.5. Termogram oksida perov Selanjutnya terlihat adanya lemba yang dalam pada suhu sekitar 380 endotermis ini disertai oleh penurunan sebesar 10%. Selanjutnya fenomena terlihat adalah adanya dua lembah end terlihat pada suhu 470 o C dan 550 o C perubahan massa (W 3 ) sebesar 3%. lembah kembali pada suhu 450 – mengindikasikan adanya pelepasan gas diduga sebagai persenyawaan nitrat sep dan N 2 O 5 , pada suhu tersebut t endotermik ditunjukkan dengan terbent dan terjadi pengurangan massa sebes lepasnya gas-gas tersebut. Pada suhu terlihat adanya lembah endotermis pada dan namun tidak terjadi perubahan mass Penyusunan kembali oksida log oksida perovskit akan melepaskan sej lepasnya sejumlah energi ini mengak bersifat eksotermik. Oleh karena itu m eksotermik pada suhu 730 o C. munc eksotermik ini tidak diikuti dengan massa dikarenakan hanya terjadi peny oksida perovskit. Pada suhu diatas perovskit yang terbentuk mulai mele pelelehan ini merupakan suatu perubah ke cair) yang bersifat endotermi terjadinya peristiwa pelelehan ditunjang eparasi/sintesis ini adalah ada penelitian rdasarkan hasil analisis DTA- vskit disajikan ersebut terlihat Tahap pertama mik pada kurva erapa lembah di sekitar suhu embah-lembah massa sebesar 00 o C terbentuk terbentuk ini . Pada lembah Kristal yang massa sebesar ini diperlukan permukaan, hal ara molekul air ri pada proses nergi yang di menyebabkan cukup tajam. vskit LaCoO 3 ah endotermis o C. Lembah n berat (W 2 ) ke tiga yang dotermis kecil C, disertai oleh Terbentuknya 600 o C ini s-gas lain yang perti NO 2 , NO 3 terjadi reaksi tuknya lembah sar 3% akibat u lebih tinggi da suhu 880 o C sa. gam menjadi jumlah energi, kibatkan reaksi muncul puncak culnya puncak pengurangan yusunan ulang 730 o C oksida eleh, peristiwa han (fasa padat ik. Perkiraan g dengan tidak adanya perubahan massa yang terd Oleh karena itu, lembah endoterm pada suhu sekitar 850 o C diperkirak pelelehan dari oksida perovskit. B tersebut maka sintesis oksida penelitian ini dilakukan pada suh yang terjadi mulai dari pelepasan ai sampai terbentuk oksida perovskite Berdasarkan hasil analisis DT yang dihasilkan dikalsinasi dilakuk suhu 850 o C., Pada tahap perta kalsinasi pertama dihaluskan (dig prekursor dalam bentuk serbuk di jam. Setelah itu, prekursor dikelu dan digerus sebelum di dilanjut kedua. Pada tahap kedua, serbuk h pertama yang telah digerus ulang suhu yang sama selama 2 ja didapatkan waktu kalsinasi tota Pengerusan di tengah-tengah dilakukan untuk mendapatkan pre homogen dan membantu mem pengubahan prekursor menjadi Hasil dari proses kalsinasi peng menjadi oksida perovskit d Gambar 3.6. Penggunaan suhu kalsin diharapkan dapat mengubah prekur perovskit. Apabila suhu kalsinas terlalu rendah, dimungkinkan masi non perovskit dari bahan-bahan p yang belum selesai bereaksi menjad Pada penelitian sebelumn x Ca x CoO 3 yang dilakukan oleh menggunakan kalsinasi pada suhu jam Merino dkk.,(2005), sama haln dkk.,(2000) kalsinasi pada suhu berbeda waktu kalsinasi yakni sel tetapi pada penelitian ini dilakuk temperatur diatas 700 o C yakni pada selama 2 jam untuk memastika perovskit sudah terbentuk. A B D E Gambar 3.6. Hasil kalsinasi perovskit pada 850 o C selama 4 jam La 0,9 Ca 0,1 CoO 3 , (c) La 0,8 C La 0,7 Ca 0,3 CoO 3 , (e) La 0,6 Ca 0,4 La 0,5 Ca 0,5 CoO 3 3.2 Karakterisasi hasil preparasi Karakterisasi pada penelitia terhadap prekursor maupun hasil perovskit. Karakterisasi tersebut m deteksi oleh TGA. mik yang terdeteksi kan sebagai proses Berdasarkan ulasan perovskit pada hu 850 o C. reaksi ir Kristal prekursor e La 1-x Ca x CoO 3 . TA/TGA, prekursor kan dua tahap pada ama, serbuk hasil gerus) selanjutnya ikalsinasi selama 2 uarkan dari furnace tkan dengan tahap hasil kalsinasi tahap dikalsinasi dengan am lagi sehingga al selama 4 jam. waktu kalsinasi ekursor yang lebih mpercepat proses oksida perovskit. gubahan prekursor ditunjukkan oleh nasi yang tepat rsor menjadi oksida si yang digunakan ih adanya fasa-fasa penyusun prekursor di oksida perovskit. nya, sintesis La 1- beberapa peneliti u 700 o C selama 2 nya dengan Kahoul u 700 o C, hanya lama 6 jam. Akan kan kalsinasi pada a temperatur 850 o C an bahwa oksida C F prekursor oksida m: (a) LaCoO 3 , (b) Ca 0,2 CoO 3 , (d) 4 CoO 3 dan (f) Oksida Perovskit an ini dilakukan l preparasi oksida meliputi penentuan

Upload: vanliem

Post on 17-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

Tahap selanjutnya dalan preparasi/sintesis oksida perovskit pada penelitian ini adalah pemanasan/pembakaran/ kalsinasi. Pada penelitian ini, metode pembakaran dilakukan berdasarkan hasil analisis DTA/TGA. Termogram hasil analisis DTATGA terhadap prekursor oksida perovskit disajikan pada Gambar 3.5. Pada termogram tersebut terlihat beberapa tahapan termal yang terjadi. Tahap pertama ditandai oleh adanya lembah endotermik pada kurva DTA di sekitar suhu 100oC. Beberapa lembah endotermik kecil lainnya juga terlihat di sekitar suhu 180, 205 oC dan 220 oC. Keberadaan lembahendotermik itu diikuti oleh penurunan massa sebesar 22% (�W1).

Cuplikan perovskit pada suhu 200lembah kembali, lembah yang terbentuk ini menunjukan adanya reaksi endotermik. Pada lembah ini terjadi penghilangan air Kristal yang menyebabkan terjadinya penurunan massa sebesar 10%. Untuk menghilangkan air kristal ini diperlukan energi yang lebih besar dari pada air permukaan, hal ini dikarenakan ikatan yang terjadi antara molekul air dengan Kristal ini lebih sulit lepas dari pada proses pelepasan air permukaan, karena energi yang di butuhkan besar maka akan menyebabkan terbentuknya lembah endotermik yang cukup tajam

Gambar 3.5. Termogram oksida perovskit LaCoOSelanjutnya terlihat adanya lembah endotermis

yang dalam pada suhu sekitar 380 endotermis ini disertai oleh penurunan berat (sebesar 10%. Selanjutnya fenomena ke tiga yang terlihat adalah adanya dua lembah endotermis kecil terlihat pada suhu 470 oC dan 550 oC, disertai oleh perubahan massa (�W3) sebesar 3%. Terbentuknya lembah kembali pada suhu 450 – mengindikasikan adanya pelepasan gasdiduga sebagai persenyawaan nitrat seperti NOdan N2O5, pada suhu tersebut terjadi reaksi endotermik ditunjukkan dengan terbentuknya lembah dan terjadi pengurangan massa sebesar 3% akibat lepasnya gas-gas tersebut. Pada suhu lebih tinggi terlihat adanya lembah endotermis pada suhu 880 dan namun tidak terjadi perubahan massa.

Penyusunan kembali oksida logam menjadi oksida perovskit akan melepaskan sejumlah energi, lepasnya sejumlah energi ini mengakibatkan reaksibersifat eksotermik. Oleh karena itu muncul puncak eksotermik pada suhu 730oC. munculnya puncak eksotermik ini tidak diikuti dengan pengurangan massa dikarenakan hanya terjadi penyusunan ulang oksida perovskit. Pada suhu diatas 730perovskit yang terbentuk mulai meleleh, peristiwa pelelehan ini merupakan suatu perubahan (fasa padat ke cair) yang bersifat endotermik. Perkiraan terjadinya peristiwa pelelehan ditunjang dengan tidak

Tahap selanjutnya dalan preparasi/sintesis oksida perovskit pada penelitian ini adalah pemanasan/pembakaran/ kalsinasi. Pada penelitian

ukan berdasarkan hasil Termogram hasil analisis DTA-

TGA terhadap prekursor oksida perovskit disajikan .5. Pada termogram tersebut terlihat

beberapa tahapan termal yang terjadi. Tahap pertama endotermik pada kurva C. Beberapa lembah

endotermik kecil lainnya juga terlihat di sekitar suhu C. Keberadaan lembah-lembah

endotermik itu diikuti oleh penurunan massa sebesar

suhu 200oC terbentuk lembah kembali, lembah yang terbentuk ini menunjukan adanya reaksi endotermik. Pada lembah ini terjadi penghilangan air Kristal yang menyebabkan terjadinya penurunan massa sebesar 10%. Untuk menghilangkan air kristal ini diperlukan nergi yang lebih besar dari pada air permukaan, hal

ini dikarenakan ikatan yang terjadi antara molekul air dengan Kristal ini lebih sulit lepas dari pada proses pelepasan air permukaan, karena energi yang di butuhkan besar maka akan menyebabkan

a lembah endotermik yang cukup tajam.

.5. Termogram oksida perovskit LaCoO3

Selanjutnya terlihat adanya lembah endotermis yang dalam pada suhu sekitar 380 oC. Lembah endotermis ini disertai oleh penurunan berat (�W2) sebesar 10%. Selanjutnya fenomena ke tiga yang terlihat adalah adanya dua lembah endotermis kecil

C, disertai oleh ) sebesar 3%. Terbentuknya

600 oC ini n adanya pelepasan gas-gas lain yang

diduga sebagai persenyawaan nitrat seperti NO2, NO3

, pada suhu tersebut terjadi reaksi endotermik ditunjukkan dengan terbentuknya lembah dan terjadi pengurangan massa sebesar 3% akibat

. Pada suhu lebih tinggi terlihat adanya lembah endotermis pada suhu 880 oC dan namun tidak terjadi perubahan massa.

Penyusunan kembali oksida logam menjadi oksida perovskit akan melepaskan sejumlah energi, lepasnya sejumlah energi ini mengakibatkan reaksi bersifat eksotermik. Oleh karena itu muncul puncak

C. munculnya puncak eksotermik ini tidak diikuti dengan pengurangan massa dikarenakan hanya terjadi penyusunan ulang oksida perovskit. Pada suhu diatas 730oC oksida

terbentuk mulai meleleh, peristiwa pelelehan ini merupakan suatu perubahan (fasa padat ke cair) yang bersifat endotermik. Perkiraan terjadinya peristiwa pelelehan ditunjang dengan tidak

adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh karena itu, lembah endotermik yang terdeteksi pada suhu sekitar 850oC diperkirakan sebagai proses pelelehan dari oksida perovskit. Berdasarkan ulasan tersebut maka sintesis oksida perovskit pada penelitian ini dilakukan pada suhu 850 yang terjadi mulai dari pelepasan air Kristal prekursor sampai terbentuk oksida perovskite

Berdasarkan hasil analisis DTA/TGA, prekursor yang dihasilkan dikalsinasi dilakukan dua tahap pada suhu 850 oC., Pada tahap pertama, serbuk hasil kalsinasi pertama dihaluskan (digerus) selanjutnya prekursor dalam bentuk serbuk dikalsinasi selama 2 jam. Setelah itu, prekursor dikeluarkan dari furnace dan digerus sebelum di dilanjutkan dengan tahap kedua. Pada tahap kedua, serbuk hasil kalsinasi tahap pertama yang telah digerus ulang dikalsinasi dengan suhu yang sama selama 2 jam lagi sehingga didapatkan waktu kalsinasi total selama 4 jam. Pengerusan di tengah-tengah waktu kalsinasi dilakukan untuk mendapatkan prekursor yang lebih homogen dan membantu mempercepat proses pengubahan prekursor menjadi oksida perovskit. Hasil dari proses kalsinasi pengubahan prekursor menjadi oksida perovskit ditunjukkan olehGambar 3.6.

Penggunaan suhu kalsinasi yang tepat diharapkan dapat mengubah prekursor menjadi oksida perovskit. Apabila suhu kalsinasi yang digunakan terlalu rendah, dimungkinkan masih adanya fasanon perovskit dari bahan-bahan penyusun prekursor yang belum selesai bereaksi menjadi oksida perovskit.

Pada penelitian sebelumnya, sintesis LaxCaxCoO3 yang dilakukan oleh beberapa peneliti menggunakan kalsinasi pada suhu 700 jam Merino dkk.,(2005), sama halnya dengan Kahoul dkk.,(2000) kalsinasi pada suhu 700 berbeda waktu kalsinasi yakni selama 6 jam. Akan tetapi pada penelitian ini dilakukan kalsitemperatur diatas 700oC yakni pada temperatur 850selama 2 jam untuk memastikan bahwa oksida perovskit sudah terbentuk.

A

B

D

E

Gambar 3.6. Hasil kalsinasi prekursor oksida perovskit pada 850oC selama 4 jam: (a) LaCoOLa0,9Ca0,1CoO3, (c) La0,8CaLa0,7Ca0,3CoO3, (e) La0,6Ca0,4

La0,5Ca0,5CoO3

3.2 Karakterisasi hasil preparasi Oksida PerovskitKarakterisasi pada penelitian ini dilakukan

terhadap prekursor maupun hasil preparasi oksida perovskit. Karakterisasi tersebut meliputi penentuan

adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. bah endotermik yang terdeteksi

C diperkirakan sebagai proses pelelehan dari oksida perovskit. Berdasarkan ulasan tersebut maka sintesis oksida perovskit pada penelitian ini dilakukan pada suhu 850 oC. reaksi

lepasan air Kristal prekursor sampai terbentuk oksida perovskite La1-xCaxCoO3 .

Berdasarkan hasil analisis DTA/TGA, prekursor yang dihasilkan dikalsinasi dilakukan dua tahap pada

C., Pada tahap pertama, serbuk hasil an (digerus) selanjutnya

prekursor dalam bentuk serbuk dikalsinasi selama 2 jam. Setelah itu, prekursor dikeluarkan dari furnace dan digerus sebelum di dilanjutkan dengan tahap kedua. Pada tahap kedua, serbuk hasil kalsinasi tahap

us ulang dikalsinasi dengan suhu yang sama selama 2 jam lagi sehingga didapatkan waktu kalsinasi total selama 4 jam.

tengah waktu kalsinasi dilakukan untuk mendapatkan prekursor yang lebih homogen dan membantu mempercepat proses

bahan prekursor menjadi oksida perovskit. Hasil dari proses kalsinasi pengubahan prekursor menjadi oksida perovskit ditunjukkan oleh

Penggunaan suhu kalsinasi yang tepat diharapkan dapat mengubah prekursor menjadi oksida

a suhu kalsinasi yang digunakan terlalu rendah, dimungkinkan masih adanya fasa-fasa

bahan penyusun prekursor yang belum selesai bereaksi menjadi oksida perovskit.

Pada penelitian sebelumnya, sintesis La1-

eh beberapa peneliti menggunakan kalsinasi pada suhu 700 oC selama 2 jam Merino dkk.,(2005), sama halnya dengan Kahoul dkk.,(2000) kalsinasi pada suhu 700 oC, hanya berbeda waktu kalsinasi yakni selama 6 jam. Akan tetapi pada penelitian ini dilakukan kalsinasi pada

C yakni pada temperatur 850oC selama 2 jam untuk memastikan bahwa oksida

C

F

.6. Hasil kalsinasi prekursor oksida C selama 4 jam: (a) LaCoO3, (b)

Ca0,2CoO3, (d) 0,4CoO3 dan (f)

Karakterisasi hasil preparasi Oksida Perovskit Karakterisasi pada penelitian ini dilakukan

terhadap prekursor maupun hasil preparasi oksida kterisasi tersebut meliputi penentuan

Page 2: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

komposisi unsur-unsur penyusun oksida perovskit dan penentuan fasanya.

3.2.1 Komposisi Unsur

Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur kimia, baik prekursor maupun oksida perovskit hasil sintesis ditentukan dengan menggunakan metode XRF. Analisa tersebut digunakan untuk mengetahui rasio komposisi kimia hasil sintesis dengan mengetahui komposisi kimia dari hasil sintesis dapat di perkirakan kemunculan fasa non perovskit akibat perbedaan komposisi penyusunnya (antara teroritis dan eksperimen) jika hasilnya berbeda antara teoritis dengan eksperimen dimungkinkan terjadi pergeseran atau bahkan muncul puncak baru. Hasil yang diperoleh dari analisis XRF ditunjukkan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Komposisi La1-xCaxCoO3 berdasarkan analisis XRF

Oksida Komposisi Hasil XRF La1Co1O3 La1,03Co1 La0,9Ca0,1Co1O3 La0,91Ca0,04Co1,02O3 La0,8Ca0,2Co1O3 La0,89Ca0,04Co0,95O3 La0,7Ca0,3Co1O3 La0,88Ca0,13Co0,95O3 La0,6Ca0,4Co1O3 La0,74Ca0,12Co1,01O3 La0,5Ca0,5Co1O3 La0,58Ca0,12Co1,04O3

Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Bibiana dkk., (2006) bahwa sintesis perovskit La1-

xCaxFeO3 diperoleh komposisi kimia dari Lantanum lebih tinggi dari yang diharapkan. Secara eksperimental hal yang sama ditunjukan pada Tabel 3.1 dimana hasil sintesis La1-xCaxCoO3 diperoleh komposisi La berlebih dari teoritis sedangkan Ca diperoleh komposisi yang lebih rendah dari teoritis. Terdeteksi komposisi Co yang relatif sesuai dengan teoritis.

Komposisi Ca yang lebih rendah dibandingkan La dan Co diakibatkan proses pengendapan yang belum sempurna, dikarena perbedaan kelarutan ketiga logam tersebut, kelarutan lantanum dan kobalt yang jauh lebih kecil daripada kalsium menyebabkan lantanum dan kobalt mengendap lebih dulu dibandingkan dengan kalsium. Hal ini ditandai dengan hilangnya warna merah larutan La1-xCaxCoO3 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Lapisan atas tidak berwarna menunjukkan kobalt telah mengendap sempurna (Gambar 3.3 (b)). Berbeda halnya dengan kalsium yang tidak berwarna (Gambar 3.1.(c)) menyebabkan sulitnya mengidentifikasi kalsium telah mengendap sempurna atau baru sebagian.

Hasil eksperimental yang ditunjukan pada Tabel 4.1 diatas mempengaruhi hasil XRD yang di tunjukkan oleh Gambar 3.7.

3.2.2 Komposisi Fasa-Fasa Oksida Perovskit

Untuk menjelaskan bahwa komposisi yang diperoleh dari hasil XRF telah terbentuk perovskit, langkah selanjutnya adalah karakterisasi menggunakan XRD. Analisis difraksi sinar-X ini dilakukan pada rentang sudut 2θ antara 20 dan 60o karena pada rentang sudut tersebut, puncak-puncak khas oksida perovskit LaCoO3 telah cukup lengkap. Difaktogram sinar-X oksida perovskit yang dihasilkan disajikan pada Gambar 3.7 .Puncak-puncak khas oksida perovskit LaCoO3 berada 2θ

sekitar 23o, 32 o, 33 o, 40,6 o, 41,3o, 47,5 o, 53,2 o, 53,8 o, 59 o dan 59,7 o

Gambar 3.7 difaktogram sinar-X oksida perovskit La1-xCaxCoO3 (* = oksida perovskit, # = Co3O4)

Puncak-puncak yang muncul pada difaktogram

hasil analisa XRD merupakan puncak khas perovskit, akan tetapi ada puncak yang merupakan fasa non perovskit. Munculnya fasa-fasa non perovskit disebabkan beberapa kemungkinan diantaranya adanya komposisi yang tidak sesuai, yang didukung oleh data hasil analisa XRF, munculnya puncak lain dapat disebabkan karena cuplikan tidak homogen. Peningkatan homogenitas dapat dilakukan dengan teknik penggerusan.

Gambar 4.7 menunjukkan puncak perovskit yang muncul pada 2θ, sedangkan fasa non perovskit terjadi jika nilai x pada La1-xCaxCoO3 lebih besar dari 0,2. Difaktogram hasil XRD pada tabel 4.6 memperlihatkan puncak perovskit telah terbentuk. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh pecchi dkk., (2007) bahwa oksida perovskit yang disubstitusi dengan Ca terbentuk pada x<0,2 dan akan terbentuk fasa non perovskit pada x≥0,2 .

Kemungkinan fasa non perovskit yang terbentuk adalah Co3O4, terbentuknya fasa non perovskit tersebut akibat ion Co3+ tidak bereaksi dengan ion O2-. Sebaliknya ion-ion tersebut bereaksi sendiri-sendiri dengan ion O2- membentuk oksida logam. Hal ini dapat terjadi karena prekursor yang dihasilkan memiliki homogenitas yang rendah, sehingga ion logam tidak cukup berdekatan untuk bereaksi membentuk oksida perovskit.

Penelitian terdahulu, Merino dkk., (2005) mengungkapkan terjadinya pergeseran sudut difraksi oksida perovskit yang disubstitusi dengan kalsium. Puncak perovskit pada difraksi XRD ditunjukkan gambar 3.7 mengalami pergeseran karena adanya substitusi kalsium. Difraksi sinar-X menunjukkan puncak kembar pada 2Ө 32,91; 33,33 untuk LaCoO3, terjadi pergeseran sudut difraksi yang sangat kecil yaitu 32,91; 33,31 untuk La0,9Ca0,1CoO3 dan 32,90; 33,30 untuk La0,8Ca0,2CoO3.

Substitusi oksida perovskit LaCaCoO3 menggunakan metode kopresipitasi menyebabkan terjadinya perubahan struktur, perubahan struktur tersebut diakibatkan oleh masuknya atom lain yang memiliki perbedaan jari-jari atom (La 1,87Å dan Ca 1,97Å). Akibat adanya perbedaan jari-jari atom tersebut menyebabkan perubahan susunan bidang kisi kristal sehingga terjadinya perubahan 2θ pada difaktogram hasil XRD. Pergeseran sudut oksida perovskit hasil sintesis dapat dilihat pada tabel 3.2

Page 3: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

Tabel 3.2 Hubungan Variasi Komposisi Dengan Intensitas Difraksi

Cuplikan 2θ Intensitas

LaCoO3 23,26 172,44 32,91 790,94 33,33 747,51

La0,9Ca0,1CoO3 23,24 168,15 32,91 653,88 33,30 677,61

La0,8Ca0,2CoO3 23,24 110,96 32,90 668,02 33,30 625,73

La0,7Ca0,3CoO3 23,28 63,61 32,93 403,75 33,31 431,41

La0,6Ca0,4CoO3 23,28 82,05 32,95 413,56 33,34 397,05

La0,5Ca0,5CoO3 23,28 63.12 32,94 379,85 33,32 482,35

Puncak-puncak perovkit pada Gambar 3.7

menunjukkan intensitas yang berbeda-beda tergantung pada jumlah substituennya. Hubungan antara substitusi dengan intensitas oksida perovskit dapat dilihat pada Tabel 3.2. tabel tersebut memperlihatkan bahwa intensitas tertinggi dimiliki oleh oksida perovskit LaCoO3 tanpa adanya agen pensubstitusi. Sedangkan oksida perovskit yang disubtitusi dengan kalsium memiliki intensitas teringgi pada La0,9Ca0,1CoO3. Kenaikan jumlah kalsium dapat diamati bersamaan dengan turunnya intensitas puncak difraksi (Merino dkk, 2005).

4. Kesimpulan

Oksida perovskit LaCoO3 yang disubstitusi Ca2+ terhadap La3+ dapat disintesis dengan metode kopresipitasi menggunakan NaOH sebagai agen pengendap dengan suhu kalsinasi 850 oC (hasil dari analisis DTA-TGA). Hasil analisis fasa kristal oksida perovskit La1-xCaxCoO3 menunjukkan bahwa substitusi Ca2+ dapat menghasilkan oksida perovskit ditunjukkan dengan munculnya puncak khas 23o, 32 o, 33 o, 40,6 o

, 41,3o, 47,5 o, 53,2 o, 53,8 o, 59 o, 59,7 o tetapi masih muncul fasa non perovskit yaitu Co3O4. Pengaruh substitusi oksida perovskit dapat diamati dengan menurunnya intensitas puncak oksida perovskit seiring dengan bertambahnya substituen. Komposisi oksida perovskit berdasarkan hasil analisis XRF, oksida perovskit yang paling mendekati komposisi sebenarnya adalah LaCoO3 dimana diperoleh perbandingan mol La : Co sebesar 1,03 : 1.

Ucapan terimakasih 1. Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D atas dukungan,

bimbingan dan motivasi yang diberikan 2. Ibu dan Ayah atas doa dan dukungannnya 3. Semua pihak yang mendukung yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu hingga terselesainya penelitian ini.

Daftar Pustaka

Bibiana P., Barbero, Julio A., & Luis E. (2006), Synthesis and Characterisation of La1-xCaxFeO3 Perovskite-type oxide catalysis for total oxidation of volatile organic compounds, App.Catalysis 21-30

Galasso, F.S. (1969), Structure, Properties and Preparation of Perovskite Type Compounds. Pergamon Press, Oxford

Junwu, Z., Xiaojie, S., Yanping, W., Xin, W., Xujie Y., & Lude, (2007), Solution-Phase Synthesis and Characterization of Perovskite LaCoO3 Nanocrystals via A Co-Precipitation Route, Journal Of Rare Earths, vol. 25, pp. 601-604

Kahoul,A.,Hammouche,F.,Naamoune, Chartier,P., Poillerat, & G.,Koenig, J.,F.,(2000), Solven Effect on Synthesis Perovskit-type La1-

xCaxCoO3 and Their Electrochemical Properties for Oxygen Reactions, Journal of Materials Research Bulletin,vol 35, pp.1955-1966.

Merino, N.A., Bibiana P. Barbero, Paul Grange, & Luis E. Cadús, (2005), La1-xCaxCoO3 perovskite-type oxides: preparation, characterisation, stability, and catalytic potentiality for the total oxidation of propane, Journal of Catalysis, vol. 231, pp. 232–244

Pecchi, G., Reyes, P., Zamora, R., Campos, C., Cadus, L. E. and Barbero, B. P. (2008), Effect of the preparation method on the catalytic activity of La1-xCaxFeO3 perovskites-type oxides, Catalysis Today, 133-135, 420-427.

Tien-Thao, N., Zahedi-Niaki, M. H., Alamdari, H. and Kaliaguine, S. (2006), LaCo1-xCuxO3-δ

Perovskite Catalyst for Higher Alcohol Synthesis, Applied Catalysis A: General, 311, 204-212.

Tong, J., Yang, W., Cai, R., Zhu, B. & Lin, L. (2002), Novel and Ideal Zirconium-based Dense Membrane Reactors for Partial Oxidation of Methane to Syngas, Catalysis Letters, 78, 129-137

Wang, H., Cong, Y., Zhu, X. & Yang, W. (2003), Oxidative Dehydrogenation of Propane in a Dense Tubular Membrane Reaktor, Reaction Kinetic Catalysis, 79, 351-356

Wei, H.J., Y. Cao, W.J. Ji & C.T. Au, (2008), Lattice oxygen of La1-xSrxMO3 (M=Mn, Ni) and LaMnO3-δFβ perovskite oxides for the partial oxidation of methane to synthesis gas, Catalysis Communications, vol. 9, pp. 2509–2514

Yang, W., Wang, H., Zhu, X. & Lin, L. (2005), Development and Application of Oxygen Permeable Membrane in Selective Oxidation of Light Alkanes, Topics in Catalysis, 3, 155-167

Yaremchenko, A. A., Valente, A. A., Kharton, V. V., Tsipis, E. V., Frade, J. R., Naumovich, E. N., Rocha, J. & Marques, F. M. B. (2003), Oxidation of Dry Methane on the Surface of Oxygen Ion-conducting Membranes, Catalysis Letters, 91, 169-174.

Page 4: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

SK-091304

Sintesis Dan Karakterisasi Oksida Perovskit La1-xCaxCoO3 Dengan Metode Kopresipitasi

Nike Shielda Elmania*, Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D 1)

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Abstrak Oksida-oksida perovskit (ABO3) telah lama dikenal sebagai bahan yang dapat disubstitusi isomorfis pada unsur A-

nya maupun pada unsur B-nya. Mobilitas oksigen kisi pada oksida perovskit bergantung pada struktur kisinya yang dapat dimodifikasi dengan melakukan substitusi isomorfis, baik pada posisi kisi yang ditempati oleh ion A-nya maupun B-nya dengan ion-ion sejenis. Pada penelitian ini ion La3+ pada oksida perovskit akan disubstitusi dengan Ca2+ sehingga dihasilkan oksida perovskit dengan komposisi La1-xCaxCoO3, dimana 0≤x≤0,5. Oksida perovskit La1-xCaxCoO3 disintesis dengan metode kopresipitasi menggunakan natrium hidroksida sebagai agen pengendap. Substitusi Ca2+ akan mempengaruhi intensitas puncak perovskit pada difraktogram.

Kata kunci : perovskit, kopresipitasi, La1-xCaxCoO3 Abstract

Perovskite oxides (ABO3) have been known as material which may be isomorphically substituted for either the A element or the B element. Oxygent Mobility of perovskite oxides depend on its lattice structure which may be modified by isomorphic substitution on either the A ions or B ions position with ions of a kind. In this research La3+ on perovskite oxide substituted by Ca2+ with result La1-xCaxCoO3, which 0≤x≤0,5. Perovskite oxides La1-xCaxCoO3 could be synthesized by coprecipitation method with sodium hydroxide as precipitant agent. Ca2+ substitution influence on peak intensity XRD pattern of perovskite.

Keywords: Perovskite, Coprecipitation, La1-xCaxCoO3

1. Pendahuluan Ketersediaan bahan bakar yang kita konsumsi

semakin lama akan habis, oleh sebab itu banyak penelitian dilakukan untuk memperoleh sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil, salah satunya adalah gas metana yang berpotensi sebagai sumber energi alternatif. Gas metana dapat dikonversi menjadi bahan bakar sintetis. Untuk mengkonversi gas metana menjadi bahan bakar memerlukan proses yang panjang dan rumit, sehingga untuk mempercepat proses tersebut dibutuhkan suatu katalis yang dapat meningkatkan selektivitasnya. Dalam hal ini katalis yang digunakan adalah perovskit.

Oksida perovskit memiliki kegunaan sebagai katalis. Salah satu contoh perovskit sebagai katalis yakni perovskita Co1-xCuxO3 dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi oksidasi gas alam menjadi alkohol (Tien-Thao dkk., 2007). Selain itu perovskit La1-

xSrxMO3 (M=Mn, Ni) juga dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi oksidasi parsial metana menjadi syngas (Wei dkk,2008). Oksida perovskit juga memiliki sifat oksidasi-reduksi yang baik, dapat menghantarkan ion oksigen memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi. (Yang dkk., 2005; Wang dkk., 2003 dan Yaremchenko dkk.,2003).

Adapun kelemahan pada oksida perovskit yakni membran penghantar ion oksigen mudah pecah atau retak dikarenakan adanya perubahan suhu dan perubahan tekanan yang mendadak (Tong dkk., 2002 dan Wang dkk., 2003). Keretakkan sekecil apapun tidak diperkenankan terjadi pada membran penghantar ion oksigen karena hal ini dapat menyebabkan perpindahan massa melalui pori-pori yang muncul pada retakan-retakan yang terjadi. Dengan demikian, maka hilanglah sifat rapat (dense) dari membran rapat penghantar ion oksigen tersebut.

Selain mudah retak, fluks okigen pada membran penghantar ion oksigen relatif rendah. Oleh karena itu membran penghantar ion oksigen masih jarang digunakan sebagai katalis membran dalam proses konversi. Sehingga dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah yang timbul. Diantaranya upaya peningkatan fluks serta kekuatan mekanik bahan. Fluks oksigen dan kekuatan mekanik dipengaruhi substitusi isomorfis. Substitusi ion A atau B dengan ion lain yang sejenis. Karena tingkat kestabilan struktur yang tinggi, antara ion A dan B dapat disubtitusi parsial dengan unsur-unsur lain yang sejenis tanpa mengubah struktur dasarnya dan menghasilkan sejumlah perovskit yang memilki sifat kimia-fisika yang khas (Galasso dkk, 1969).

Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis oksida perovskit berbasis LaCoO3 yang disubtitusi dengan ion Ca2+. Dengan harapan kalsium dapat meningkatkan aktivitas katalitik dan menghasilkan katalis dengan stabilitas struktural, dikarenakan kesamaan jari-jari ionik dengan La3+ (Merino dkk., 2005).

* Corresponding author Phone : +6285655200062, e-mail:[email protected]

1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

e-mail: [email protected]

Prosiding Skripsi Semester Gasal 2010/2011

Page 5: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

Bermacam metode telah digunakan untuk menghasilkan perovskit, diantaranya yaitu metode solid-state, metode glisin-nitrat. Metode lain yang dapat digunakan untuk mensintesis oksida La1-

xCaxCoO3 adalah kopresipitasi. Metode kopresipitasi telah banyak dilakukan untuk mensintesis oksida logam diantaranya yang dilakukan oleh Junwu dkk. (2007) bahwa oksida perovskit LaCoO3 dapat disintesis melalui metode kopresipitasi dengan suhu kalsinasi hanya 600 oC dan tanpa ada satupun pengotor yang terdeteksi. Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, sintesis La1-xCaxCoO3 dengan metode kopresipitasi belum banyak diulas. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut terkait dengan perovskit lantanum kalsium kobalt oksida.

Metode kopresipitasi merupakan metode pengendapan logam secara bersama-sama. Bahan yang digunakan diantaranya La2O3, Co(NO3)3, Ca(NO3)2, dengan NaOH sebagai agen pengendap, pada konsentrasi yang telah ditentukan. Hasil akhirnya akan diperoleh serbuk murni selanjutnya dikarakterisasi menggunakan Termogravimetri Analisis (TGA) untuk mengetahui pengurangan massa endapan, XRF(X-Ray Fluorosence) digunakan untuk mengetahui komposisi kimia sedangkan X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui komposisi fasa pada oksida perovskit.

2. Metode Penelitian 2.1 Peralatan dan Bahan 2.1.1 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, furnace, hot plate, pengaduk magnetik, beker gelas, labu ukur, pipet, cawan penguap, pompa vakum, corong buchner dan neraca analitik

2.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lantanum oksida (La2O3) (Merck, 99,5%), garam-garam nitrat Co(NO3)2.6H2O (Merck, 99%), Ca(NO3)2.4H2O (Merck, 99%), NaOH (Mallinckrodt, 99%), larutan asam nitrat (Mallinckrodt, 68%), Metanol p.a (Mallinckrodt, 99,8%) dan aqua-demin.

2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Preparasi Oksida Perovskit La1-xCaxCoO3

Oksida perovskit yang disintesis pada penelitian ini berbasis LaCoO3 yang disubstitusi dengan Ca2+. Bahan baku utama dari oksida perovskit LaCoO3 adalah Lantanum Oksida (La2O3) dan Cobalt (II) Nitrat (Co(NO3)2.6H2O).. Sedangkan metode yang digunakan adalah kopresipitasi merujuk pada penelitian yang dilaporkan oleh Pecchi dkk. (2007).

Sintesis oksida perovskit La1-xCaxCoO3 (x=0-0,5) diawali dengan pembuatan larutan latanum nitrat. Larutan lantanum nitrat dibuat dengan melarutkan oksida lantanum (La2O3) dalam laurtan asam nitrat 1 M. Oksida lantanum mula-mula ditimbang sesuai komposisi yang dikehendaki. Selanjutnya, serbuk putih lantanum oksida tersebut dilarutkan dengan asam nitrat 1M ±70 mL, diaduk dengan magnetik stirer 300rpm dipanaskan dengan suhu 70 ˚C selama 30 menit menghasilkan larutan tidak berwarna dan tanpa ada endapan. Larutan La(NO3)3 yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai larutan 1. Volume asam nitrat yang dibutuhkan adalah ±70 mL.

Larutan kobalt nitrat dibuat dengan melarutkan garam Co(NO3)2.6H2O kedalam ±4 mL aqua DM, sehingga diperoleh larutan merah pekat. Laurtan kobalt nitrat ini selanjutnya disebut larutan 2.

Larutan ketiga yang disiapkan (larutan 3) adalah larutan kalsium nitrat. Larutan ini dibuat dengan melarutkan garam Ca(NO3)2.4H2O ke dalam ±2 mL aqua DM. Larutan yang dihasilkan tidak berwarna. Garam nitrat lebih mudah larut dengan sedikit aquaDM

Sintesis La1-xCaxCoO3 dilakukan dengan cara mencampurkan larutan lantanum nitrat (larutan 1) dengan larutan kobalt nitrat (larutan 2) dan larutan kalsium nitrat (larutan 3) Larutan yang terbentuk selanjutnya dibasakan dengan larutan NaOH 1M untuk mengendapkan campuran kation-kation La3+, Co2+ dan Ca2+

. Penambahan larutan NaOH dilakukan hingga pH larutan 10. Larutan NaOH yang digunakan ini dibuat dari 4 gram pelet NaOH yang dilarutkan ke dalam 100 mL aqua DM.

Endapan yang terbentuk selanjutnya disaring dengan corong Buchner menggunakan kertas saring Whatman No 41. Selanjutnya endapan yang tertinggal di kertas saring pada corong Buchner dicuci dengan metanol 99,8% hingga diperoleh filtrat dengan pH netral. Setelah pH filtrat hasil pencucian menjadi netral, selanjutnya endapan pada kertas saring dikeringkan pada suhu 100oC di dalam oven selama 4 jam.

Endapan kering (prekursor) yang terbentuk selanjutnya dibubah menjadi oksida perovskit dengan cara dipanaskan pada suhu tinggi menggunakan furnace listrik. Suhu, waktu dan metode kalsinasi dipilih berdasarkan hasil analisis DTA-TGA terhadap endapan kering yang dihasilkan.

2.2.2 Karakterisasi Oksida La1-xCaxCoO3

Karakterisasasi dilakukan baik terhadap prekursor maupun terhadap oksida perovskit yang dihasilkan. Karakterisasi yang dilakukan melaputi karakterisasi termal menggunakan metode analisis DTA/TGA dan penentuan fasa menggunakan difraksi sinar-X. Selain itu, dilakukan pula analisis komposisi unsur-unsur pembentuk oksida perovskit menggunakan fluoresensi sinar x (XRF).

2.2.3 Analisis DTA/TGA

Analisis DTA/TGA dilakukan untuk menentukan suhu, waktu dan metode kalsinasi dalam mengubah prekursor menjadi oksida perovskit. Prekursor yang digunakan berbentuk serbuk. Analisis dilakukan di Balai Besar Keramik Bandung, menggunakan instrumen Setaram Setsys-1750. Analisis DTA/TGA dilakukan dengan kenaikan suhu 10 o/menit dalam atmosfir udara dan rentang suhu mulai dari suhu kamar hingga 1000 oC.

2.2.4 Penentuan Fasa Oksida Perovskit Menggunakan XRD

Analisis menggunakan difraksi sinar-x dilakukan untuk menentukan fasa oksida perovskit yang terbentuk dari proses sintesis. Analisis XRD dilakukan di Riset Center ITS menggunakan difraktometer Philipps X’pert PN-1830 X-ray. Sumber sinar-X yang digunakan adalah Cu dengan radiasi Kα1 yang dihasilkan dari sumber Cu dengan

Page 6: adanya perubahan massa yang terdeteksi oleh TGA. Oleh ... · Padatan hasil preparasi setelah proses kalsinasi yang berbentuk serbuk dianalisis untuk mengetahui komposisi unsur-unsur

Prosiding Kimia FMIPA

panjang gelombang (λ) 1,54056 Å. Analisis dilakukan pada 2θ antara 20 sampai 60o.

Analisis difraksi dilakukan terhadap cuplikan dalam bentuk serbuk halus. Serbuk tersebut ditempatkan di dalam holder berbentuk bulat. Teknik eksperimen difraksi serbuk dengan sistem optik Bragg-Brentano. Pada teknik ini sampel yang diamati berbentuk serbuk halus, dimana sampel (holder) diputar dengan sudut θ terhadap sudut dating sinar-X, sedangkan detektornya diputar dengan sudut 2θ dari sudut dating sinar-X. Sistem ini akan menghasilkan data yang berkualitas dengan syarat ukuran partikel harus kecil, permukaan yang diukur harus rata, dan struktur sampel (cuplikan) harus stabil (tidak berubah saat pengambilan data difraksi berlangsung).

2.2.5 Komposisi Oksida Perovskit

Analisis X-ray Fluoresence (XRF) dilakukan untuk menentukan komposisi oksida yang terbentuk. Instrumen XRF yang digunakana adalah XRF merk PANalytical tipe Minipal 4, PW 4030/45b. Analisa XRF dilakukan di Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa LPPM ITS Surabaya. Cuplikan yang digunakan untuk analisa adalah serbuk setelah dilakukan kalasinasi.

3.Hasil dan Diskusi 3.1 Sintesis Oksida Perovskit La1-xCaxCoO3

Sintesis oksida perovskit dengan metode kopresipitasi ini diawali oleh preparasi prekursor yang dibuat dari oksida lantanum dan garam-garam nitrat kalsium dan kobalt. Selanjutnya prekursor tersebut diubah menjadi oksida perovskit dengan cara dibakar/dipanaskan pada suhu tinggi. Suhu, lama serta metode pembakaran berdasarkan hasil análisis termal terhadap prekursor dengan menggunakan metode DTA/TGA.

Oksida perovskit La1-xCaxCoO3 (x=0-0,5), pada penelitian ini disintesis menggunakan metode kopresipitasi dengan rujukan utama Pecchi dkk. (2007). Proses síntesis diawali dengan pembuatan larutan lantanum nitrat larutan I) dari oksida lantanum (La2O3). Larutan asam nitrat yang digunakan untuk melarutkan oksida lantanum berasal dari asam nitrat pekat berkonsentrasi 15,3 M yang diencerkan dengan aqua DM sehingga didapatkan konsentrasi 1M yang tidak berwarna (Gambar 3.1. (a)). Selanjutnya dibuat larutan kobalt nitrat dari garam Co(NO3)2.6H2O yang berwarna merah pekat (larutan II) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. (b). Larutan ketiga yang dibuat adalah larutan kalsium nitrat (larutan III) yang berasal dari garam Ca(NO3)2.4H2O seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.1. (c). Garam-garam nitrat dari kobalt dan kalsium sangat mudah larut didalam air, sehingga hanya diperlukan sedikit aqua DM untk melarutkan garam-garam tersebut. Baik dalam membuat larutan larutan lanthanum nitrat, kobalt nitrat maupun kalsium nitrat, jumlah pelarut yang ditambahkan adalah sesedikit mungkin untuk memudahkan proses selanjutnya pada sintesis menggunakan metode kopresipitasi.

a

b

c

Gambar 3.1. Larutan-larutan: (a) lantanun nitrat, (b) kobalt nitrat dan (c) kalsium nitrat

Ke tiga larutan yang disiapkan diatas selanjutnya

dicampurkan ke dalam gelas beker. campuran tersebut diaduk sehingga diperoleh larutan homogen berwarna merah seperti ditunjukkan oleh Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Larutan hasil pencampuran larutan lantanum nitrat, kobalt nitrat dan kalsium nitrat dengan komposisi La0,8Ca0,2CoO3

Untuk menghasilkan endapan perovskit diperlukan suatu agen pengedap. Agen pengendap yang dapat digunakan yakni larutan natrium hidroksida (NaOH). Penambahan NaOH ini sebagai agen pengendap pecchi.,dkk (2008)

penambahkan NaOH dihentikan sampai pH larutan 10. Larutan yang dihasilkan berwarna hijau kebiruan, kemudian dibiarkan mengendap hingga terpisah antara endapan dengan larutannya. Lapisan atas tidak berwarna menunjukkan kobalt telah mengendap sempurna (Gambar 3.3 (b)). Berbeda halnya dengan kalsium yang tidak berwarna (Gambar 3.1.(c)) menyebabkan sulitnya mengidentifikasi kalsium telah mengendap sempurna atau baru sebagian. Endapan yang dihasilkan berwarna hijau kebiruan sedangkan larutannya tidak berwarna, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3

a

b

Gambar 3.3. (a) endapan dengan filtrat merah muda (b) endapan dengan filtrat tidak berwarna.

Proses selanjutnya untuk memperoleh endapan oksida perovskit adalah filtrasi. Prinsip dari proses ini adalah pemisahan zat yang ukuran partikelnya lebih besar. Hasil filtrasi selanjutnya dicuci dengan metanol 99,8%. Tujuan pencucian dengan metanol adalah untuk menghilangkan kelebihan ion natrium yang berasal dari NaOH. Pencucian dihentikan saat pH larutan telah netral untuk mengetahui bahwa pH telah netral dilakukan pengukuran dari tetesan terakhir hasil penyaringan, dan diperoleh endapan hijau ditunjukkan pada Gambar 3.4. (a). Endapan yang diperoleh selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC selama 4jam. sehingga diperoleh padatan kering seperti pada Gambar 3.4. (b). Padatan kering ini selanjutnya disebut dengan prekursor.

a

b

Gambar 3.4. Endapan hasil preparasi: (a) setelah pencucian dan (b) setelah dikeringkan selama 4 jam