2. teori penunjang 2.1 hotel 2.1.1 sejarah hotel · 2.1 hotel 2.1.1 sejarah hotel perkembangan...
TRANSCRIPT
10 Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Hotel
2.1.1 Sejarah Hotel
Perkembangan hotel modern (dibangun dan dikelola dengan
menggunakan konsep-konsep manajemen hotel modern) di Indonesia, diawali
dengan dibukanya hotel di Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Sejak jaman
penjajahan Belanda sudah terdapat usaha akomodasi yang dikelola secara
komersial, walaupun pada waktu itu belum dikelola secara modern, sebagai
contoh: hotel Sanvoy Homan, Bandung, dibangun pada tahun 1888, kemudian
direnovasi pada tahun 1937 dan selesai 1939. Kemudian hotel Preanger dibangun
pada tahun 1897 dan pada waktu itu masih menyatu dengan toko, kemudian
dibangun kembali sebagai suatu hotel yang lebih terkonsep pada tahun 1928
(Sulastiyono, 2008, p. 10).
Hotel Mij De Boer di Medan, Sumatera Utara didirikan oleh Aeint
Herman De Boer orang Belanda pada tahun 1898. Pada saat itu hotel Mij De Boer
merupakan hotel yang paling megah di Medan yang diperuntukkan bagi penguasa
perkebunan dan para penjabat pemerintah Belanda yang datang ke Sumatera
Utara. Kemudian pada tanggal 14 Desember 1957, dalam rangka nasionalisasi
oleh perusahaan-perusahaan asing, hotel Mij De Boer diambil alih pemerintah
Republika Indonesia diganti namanya menjadi hotel Dharma Bakti, dan sekarang
namanya diganti lagi menjadi hotel Dharma Deli. Di Yogyakarta juga terdapat
sebuah hotel lama yaitu Grand Hotel de Djokya berlokasi di jalan Malioboro,
didirikan pada tahun 1908 dan beroperasi pada tahun 1911(Sulastiyono, 2008, p.
10).
Setelah mengalami beberapa renovasi, saat ini hotel tersebut berganti
nama menjadi hotel Garuda. Dengan adanya usaha-usaha renovasi bangunan hotel
pada waktu itu, hal ini menunjukkan suatu keinginan untuk memperbaiki fasilitas
hotel yang lebih baik (Sulastiyono, 2008, p. 10).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengelolaan akomodasi
secara komersial di Indonesia sudah dimulai dari sejak zaman Belanda, walaupun
11 Universitas Kristen Petra
pada waktu itu cara pengelolaannya masih menggunakan konsep pengelolaan
penginapan, dan belum menggunakan konsep pengelolaan hotel seperti sekarang.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, para pengusaha nasional (termasuk
pengusaha akomodasi atau penginapan) pada waktu itu membentuk suatu asosiasi
yang disebut dengan Organisasi Perusahaan Sejenis (Sulastiyono, 2008, p. 10).
2.1.2 Pengertian Hotel
Pendapat Sulastiyono (2008), tentang pengertian hotel ini didasarkan
atas beberapa teori dibawah ini:
a. Pengertian hotel menurut Hotel Proprietors Act (1956), ”Hotel
adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan
menyediakan pelayanan makanan, minuman, dan fasilitas kamar
untuk tidur, kepada orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah wajar sesuai
dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian
khusus”.
b. Pengertian hotel yang dimuat oleh Grolier Electronic Publishing
Inc. (1995), ”Hotel adalah usaha komersial yang menyediakan
tempat menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk
umum” (p. 5).
Menurut Sulastiyono (2008), selanjutnya dijelaskan oleh United State
Lodging Industry bahwa, yang utama hotel terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
a. Transient Hotel, adalah hotel yang letak atau lokasinya di tengah
kota dengan jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah
untuk urusan bisnis dan turis.
b. Residential Hotel, adalah hotel yang pada dasarnya merupakan
rumah-rumah berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya, dan
disewakan secara bulanan atau tahunan. Residential Hotel juga
menyediakan kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel,
seperti restoran, pelayanan makanan diantar ke kamar, dan
pelayanan kebersihan kamar.
12 Universitas Kristen Petra
c. Resort Hotel, adalah hotel yang pada umumnya berlokasi di
tempat-tempat wisata, dan menyediakan tempat-tempat rekreasi
dan juga ruang serta fasilitas konferensi untuk tamu-tamunya.
Dengan mengacu pada pengertian-pengertian tersebut di atas, dan untuk
menertibkan perhotelan di Indonesia, Pemerintah menurunkan peraturan yang
dituangkan dalam Surat Keputusan Menparpostel (Menteri Pariwisata, Pos, dan
Telekomunikasi) No. KM 37/PW.340/MPPT-86, tentang Peraturan Usaha dan
Penggolongan Hotel. Bab I, Pasal 1, Ayat (b) dalam SK (Surat Keputusan)
tersebut menyebutkan bahwa: Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang
mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa
penginapan, makanan, dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum
yang dikelola secara komersial (p. 6).
Menurut Sulastiyono (2008), dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa, hotel seharusnya adalah:
a. Suatu jenis akomodasi.
b. Menggunakan sebagian atau seluruh bangunan yang ada.
c. Menyediakan jasa penginapan, makanan, dan minuman serta jasa
penunjang lainnya.
d. Disediakan bagi umum.
e. Dikelola secara komersial, yang dimaksud dengan dikelola secara
komersial adalah, dikelola dengan memperhitungkan untung atau
ruginya, serta yang utama adalah bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan berupa uang sebagai tolak ukurnya (p. 7).
Pengertian hotel menurut Keputusan Menparpostel tersebut di atas,
hendaknya dibedakan dengan penginapan atau losmen, dimana dalam keputusan
Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi tersebut dijelaskan (pasal 2) bahwa
penginapan atau losmen tidak termasuk dalam pengertian hotel. Pengertian
penginapan atau losmen, adalah suatu usaha komersial yang menggunakan
seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap
orang untuk memperoleh pelayanan sewa kamar untuk menginap. Dengan
demikian bedanya dengan hotel adalah, bahwa penginapan tidak menyediakan
13 Universitas Kristen Petra
pelayanan makanan dan minuman, serta jasa penunjang lainnya (dalam
Sulastiyono, 2008, p. 8).
2.1.3 Fasilitas Usaha Hotel
Hotel merupakan bagian yang integral dari usaha pariwisata yang
menurut Keputusan Menparpostel disebutkan sebagai suatu usaha akomodasi
yang dikomersialkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a. Kamar tidur (kamar tamu).
b. Makanan dan minuman.
c. Pelayanan-pelayanan penunjang lain seperti, tempat-tempat
rekreasi, fasilitas olah raga, dan fasilitas dobi (laundry),dll
(dalam Sulastiyono, 2008, p. 11).
Hotel merupakan usaha jasa pelayanan yang cukup rumit
pengelolaannya, dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dipergunakan
oleh tamu-tamunya selama 24 jam. Disamping itu, usaha perhotelan juga dapat
menunjang kegiatan para usahawan yang sedang melakukan perjalanan usaha,
ataupun para wisatawan pada waktu melakukan perjalanan untuk mengunjungi
daerah-daerah tujuan wisata, dan membutuhkan tempat untuk menginap, makan
dan minum, serta hiburan (Sulastiyono, 2008, p. 11).
2.1.4 Klasifikasi Usaha Hotel
Untuk dapat memberikan informasi kepada para tamu yang akan
menginap di hotel tentang standar fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing jenis
dan tipe hotel, maka Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi melalui
Direktorat Jendral Pariwisata mengeluarkan suatu peraturan usaha dan
penggolongan hotel (SK. No. KM 37/PW.304/MPPT-86). Penggolongan hotel
tersebut ditandai dengan bintang, yang disusun mulai dari hotel berbintang 1
sampai dengan yang tertinggi adalah hotel dengan bintang 5 (dalam Sulastiyono,
2008, p. 11).
14 Universitas Kristen Petra
Menurut Sulastiyono (2008), hotel ditinjau dari segi fisik adalah sebagai
berikut:
a. Besar/ kecilnya hotel atau banyak/sedikitnya jumlah kamar tamu:
1. Hotel kecil, hotel dengan 25 kamar atau kurang.
2. Hotel sedang, hotel yang memiliki lebih dari 25 dan kurang
dari 100 kamar.
3. Hotel menengah, hotel dengan jumlah kamar lebih dari 100 dan
kurang dari 300 kamar.
4. Hotel besar, adalah hotel yang memiliki lebih dari 300 kamar.
b. Kualitas, lokasi dan lingkungan bangunan;
c. Fasilitas yang tersedia untuk tamu, seperti ruang penerima tamu,
dapur, toilet, dan telepon umum;
d. Perlengkapan yang tersedia, baik bagi karyawan, tamu maupun
bagi pengelola hotel. Peralatan yang dimiliki oleh setiap
departemen atau bagian, baik yang digunakan untuk keperluan
pelayanan tamu, ataupun untuk keperluan pelaksanaan kerja
karyawan;
e. Kualitas bangunan, yang dimaksud adalah kualitas bahan-bahan
bangunan yang dipergunakan, seperti kualitas lantai, dinding,
termasuk juga tingkat kekedapan terhadap api, kekedapan terhadap
suara yang datang dari luar ataupun dari dalam hotel.
f. Tata letak ruang, dan ukuran ruang (p. 12).
Menurut Sulastiyono (2008), p. 12, hotel ditinjau dari segi operasional
atau manajemen adalah sebagai berikut:
a. Struktur organisasi dengan uraian tugas dan manual kerja secara
tertulis bagi masing-masing jabatan yang tercantum dalam
organisasi.
b. Tenaga kerja, spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan
disesuaikan dengan persyaratan peraturan penggolongan hotel.
Menurut Sulastiyono (2008), p. 13, hotel ditinjau dari segi pelayanan
adalah sebagai berikut:
a. Keramahtamahan, sopan, dan mengenakan pakaian seragam hotel;
15 Universitas Kristen Petra
b. Pelayanan diberikan dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan tamu;
c. Untuk hotel bintang 4 dan 5, pelayanan dibuka selama 24 jam.
Segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah hotel termuat dalam
buku Peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel (SK No. KM 37/PW.304/MPPT-
86), setebal 125 halaman. Pemerintah akan memeriksa penginapan yang diajukan
oleh pemiliknya untuk memperoleh pengakuan sebagai hotel, selanjutnya
memberikan surat pengakuan dan menetapkan golongan hotel tersebut jika segala
persyaratannya dipenuhi (dalam Sulastiyono, 2008, p. 13).
2.2. Travel Agent
2.2.1 Definisi Travel Agent
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pariwisata
No.Kep.16/U/II/88 Tgl. 25 Februari 1988 tentang pelaksanaan Ketentuan Usaha
Perjalanan, pada Bab I, Penelitian Umum Pasal 1, memberi pengertian dengan
batasan sebagai berikut:
a. Usaha perjalanan
Adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur,
menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang,
sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan
utama untuk berwisata.
b. Biro perjalanan umum
Adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha
perjalanan ke dalam negeri dan atau di dalam negeri dan atau ke
luar negeri.
c. Cabang biro perjalanan umum
Adalah salah satu unit usaha biro perjalanan umum, yang
berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya atau
di wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya.
d. Agen perjalanan
16 Universitas Kristen Petra
Adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan
yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau
mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.
e. Perwakilan
Adalah biro perjalanan umum, agen perjalanan, badan usaha
lainnya atau perorangan, yang ditunjuk oleh suatu biro perjalanan
umum yang berkedudukan di wilayah lain untuk melakukan
kegiatan yang diwakilkan, baik secara tetap, maupun tidak tetap.
Dari batasan tersebut di atas maka diperoleh 2 pengertian, yaitu
disamping agen perjalanan (travel agent) dijumpai istilah biro perjalanan (travel
bureau) yang mempunyai kegiatan berbeda (dalam Yoeti, 2006, p. 27).
Menurut Yoeti (2006), sesuai dengan isi Pasal 4, Bab II, Surat
Keputusan tersebut di atas, biro perjalanan umum, ruang lingkup kegiatan
usahanya adalah:
a. Membuat, menjual, dan menyelenggarakan paket wisata;
b. Mengurus dan melayani kebutuhan jasa angkutan bagi perorangan
dan atau kelompok orang yang diurusnya;
c. Melayani pemesanan akomodasi, restoran, dan sarana wisata
lainnya;
d. Mengurus dokumen perjalanan;
e. Menyelenggarakan panduan perjalanan wisata;
f. Melayani penyelenggaraan konvensi.
Sedangkan ruang lingkup agen perjalanan mencakup kegiatan usaha
sebagai berikut:
a. Menjadi perantara di dalam pemesanan tiket angkutan udara, laut,
dan darat;
b. Mengurus dokumen perjalanan;
c. Menjadi perantara didalam pemesanan akomodasi, restoran, dan
sarana pariwisata lainnya;
d. Menjual paket-paket wisata yang dibuat oleh biro perjalanan umum
(p. 28).
17 Universitas Kristen Petra
Pendit (1967), memberikan pengertian tentang perusahaan perjalanan
atau travel agent atau travel bureau, yaitu: travel bureau atau travel agent adalah
”Perusahaan yang mempunyai tujuan untuk menyiapkan suatu perjalanan bagi
seseorang yang merencanakan untuk mengadakannya” (dalam Yoeti, 2006, p. 28).
Sedangkan Darmadjati (1973), memberikan batasan yang sama tentang
travel agent dan tour operator maupun travel bureau. Menurut Darmadjati
(1973), yang di maksudkan dengan travel agent adalah ”Perusahaan yang khusus
mengatur dan menyelenggarakan perjalanan dan persinggahan orang-orang,
termasuk kelengkapan perjalanannya, dari suatu tempat ke tempat lain, baik dalam
negeri, dari dalam negeri, ke luar negeri atau dalam negeri itu sendiri” (dalam
Yoeti, 2006, p. 29)
Selain biro perjalanan dan agen perjalanan, juga dikenal istilah tentang
tour operator adalah ”Suatu perusahaan yang usaha kegiatannya merencanakan
dan menyelenggarakan perjalanan orang-orang untuk tujuan pariwisata atas
inisiatif dan resiko sendiri dengan tujuan mengambil keuntungan dari
penyelenggaraan perjalanan tersebut” (Yoeti, 2006, p. 30).
Lehmann (1989), dalam bukunya, travel and tourism memberikan
batasan tentang tour operator sebagai berikut: ”Tour operator is a company that
creates (packages) or markets inclusive tours, selling them through travel agent
or directly to the public and that may perform tour sevices or sub-contract for
such services”. Pengertian tour operator ini biasanya juga dikenal dengan sebutan
“wholesaler” yang dalam istilah ekonomi adalah pedagang besar. Disebut
demikian karena tour operator berusaha terutama dalam penjualan barang dan
jasa secara langsung kepada pengecer (retailers) atau orang yang bertindak
sebagai agen yang dapat menjualkan barang-barang dan jasa kepada pemakai
terakhir (end user). Hal yang terpenting dan merupakan prinsip bagi tour operator
adalah ia merencanakan perjalanan wisata (tours) yang segera dapat dijual,
sedangkan penjualan paket wisata tersebut dijual melalui agen perjalanan
pengecer atau agen lain yang ditunjuk sendiri (Yoeti, 2006, p. 30).
18 Universitas Kristen Petra
2.2.2 Fungsi Travel Agent
Menurut (Yoeti, 2006, p. 32-37), travel agent dibedakan berdasarkan
fungsinya yaitu:
a. Fungsi umum:
Travel agent merupakan suatu badan usaha yang dapat
memberikan penerangan atau informasi tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan dunia perjalanan pada umumnya dan
perjalanan wisata pada khususnya.
b. Fungsi khusus:
1. Travel agent sebagai perantara dapat disamakan dengan
“broker” dalam dunia perdagangan. Dalam kegiatannya travel
agent bertindak atas nama perusahaan lain dan menjual jasa-
jasa perusahaan yang diwakilinya. Karena itu sebagai perantara
travel agent berada antara wisatawan dan perusahaan industri
pariwisata.
2. Travel agent sebagai suatu badan usaha yang merencanakan
dan menyelenggarakan tour dengan tanggung jawab dan
resikonya sendiri.
3. Travel agent sebagai pengorganisasi, maksudnya tidak lain
bahwa dalam rangka mengembangkan usahanya travel agent
aktif melakukan kerja sama dengan perusahaan lain baik di
dalam maupun di luar negeri. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki
perusahaan ini dimanfaatkan untuk barang dagangannya yang
akan ditawarkan pada wisatawan yang akan melakukan
perjalanan wisata.
c. Fungsi sebagai perantara:
Dalam menjalankan fungsi sebagai perantara (middleman)
tugasnya ialah:
1. Di negara asal wisatawan:
a. Melengkapi bermacam-macam informasi bagi calon
wisatawan yang akan melakukan perjalanan wisata,
terutama mengenai daerah tujuan wisata yang akan
19 Universitas Kristen Petra
dikunjungi, pengurusan dokumen perjalanan (1. passport; 2.
exit permit, diberikan kepada warga negara asing pemegang
KITAP atau Kartu Ijin Menetap ataupun warga negara
asing pemegang KITAS atau Kartu Ijin Tinggal Terbatas
yang sudah habis masa berlakunya; 3. visa; 4. re-entry
permit, diberikan pada pemegang KITAP atau KITAS yang
akan bepergian ke luar negeri), pakaian dan perlengkapan
yang harus dibawa pada musim-musim tertentu.
b. Memberi saran kepada calon wisatawan yang akan
melakukan perjalanan wisata sesuai dengan waktu dan
keuangan yang tersedia, daerah tujuan wisata yang baik
untuk dikunjungi, tour itinerary yang mana sebaiknya
dipilih, kendaraan mana yang sebaiknya digunakan serta
akomodasi mana yang baik untuk menginap.
c. Menyediakan tiket bagi pelanggan dalam macam-macam
bentuk transportasi yang diinginkan dan mengurus segala
barang-barang yang dibawa oleh para wisatawan.
d. Memilih atas nama para pelanggannya, perusahaan
akomodasi atau hotel yang baik untuk kepentingan orang-
orang yang akan bepergian berikut dengan semua barang
bawaannnya.
2. Di daerah tujuan wisata:
a. Memberikan informasi kepada pelanggan tentang hotel
yang ada, terutama mengenai lokasi, tipe, kamar yang
tersedia, harga kamar, serta makanan dan minuman yang
dapat disediakan.
b. Membantu pelanggan untuk melakukan reservasi hotel
yang diinginkan.
c. Menyediakan transportasi dari dan ke daerah tujuan atau
airport.
20 Universitas Kristen Petra
d. Mengatur perencanaan tour yang akan diselenggarakan
serta mengunjungi obyek dan atraksi wisata yang akan
dilihat.
e. Menjual tiket dan memesan tanda-tanda masuk pada
berbagai macam pertunjukkan seperti konser, pagelaran
kesenian, tari-tarian dan atraksi lainnya.
f. Membantu mengirim barang-barang sovenir para pelanggan
melalui kantor pos setempat ke alamat wisatawan di
negaranya.
Jadi kalau dilihat dari kaca mata wisatawan, maka travel agent adalah:
1. Tempat dimana dapat memperoleh informasi mengenai sesuatu di
daerah tujuan wisata.
2. Tempat dimana para wisatawan dapat minta bantuan untuk
menguruskan dokumen perjalanan atau perpanjangan.
3. Tempat dimana para wisatawan dapat memesan dan membeli tiket
untuk segala macam transportasi dan akomodasi yang diinginkan.
4. Tempat dimana para wisatawan dapat mengikuti paket-paket
wisata yang ditawarkan.
5. Tempat dimana wisatawan minta bantuan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan perjalanannya.
Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang pengusaha industri pariwisata,
peran travel agent disini sebagai supplier, dimana travel agent dapat menjual
produk yang dihasilkannya. Jadi di sini, travel agent berfungsi sebagai perantara
antara wisatawan sebagai konsumen dan di pihak lain pengusaha industri
pariwisata sebagai produsen. Yang termasuk dalam kategori perantara semacam
ini adalah travel agent dan tour operator. Peranannya sangat menentukan, travel
agent merupakan katalisator dalam kepariwisataan atau bertindak sebagai ”agent
of development” dalam kepariwisataan.
Ada beberapa alasan mengapa perantara sangat penting dan berperan
dalam industri pariwisata antara lain:
1. Kebanyakan perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata
terletak jauh dari tempat kediaman wisatawan. Bagi wisatawan
21 Universitas Kristen Petra
akan lebih mudah berhubungan dengan para perantara yang cukup
banyak itu, karena dengan cara demikian akan menghemat waktu,
menghemat biaya, memperoleh informasi yang cukup lengkap,
keamanan yang terjamin dan tidak ada keragu-raguan dalam
perjalanan, sedangkan kalau perjalanan secara individual
keadaannya tidak demikian.
2. Kebanyakan industri pariwisata adalah perusahaan yang relatif
kecil tanpa banyak modal, dengan manajemen yang terbatas,
kegiatan pemasaran tidak memadai, sehingga usahanya lebih
banyak bersifat menunggu.
3. Kebanyakan perantara menjual produk atau jasa menghadapi
tingkat persaingan yang tajam, karena adanya tingkat komisi atau
insentif lain yang telah distandarisasikan dalam melakukan
penjualan-penjualan khusus atas nama produsen.
4. Perantara selalu mengkonsentrasikan diri dengan menawarkan
jasa-jasanya secara cepat dan mudah, karena tujuannya adalah
keuntungan melalui penjualan tanpa memproduksi sendiri produk
yang dijualnya.
5. Perantara khususnya travel agent dan tour operator selalu
memperhatikan jasa-jasa yang diinginkan oleh pelanggan dan
biasanya lebih suka kepada produsen yang dapat menyediakan
pelayanan yang lengkap. Tidak lain karena travel agent dan tour
operator ingin lebih mudah dalam mengkoordinasi pelaksanaan
tour yang diselenggarakannya.
6. Perantara selalu memperhatikan dalam kegiatan promosi, baik
daerah tujuan maupun fasilitas industri pariwisata guna untuk
membentuk pesan (image) dengan para pelanggannya sendiri. Ini
berarti bahwa travel agent dan tour operator tersebut telah
memberikan preferensi kepada produsen yang dapat memberikan
pelayanan yang baik dan membantu mereka mencapai tujuannya.
22 Universitas Kristen Petra
d. Fungsi sebagi pengatur (Organizer)
Dibawah ini adalah contoh kewajiban-kewajiban travel agent
apabila mengadakan perjanjian kerja sama dengan pihak
perhotelan:
1. Travel agent berkewajiban untuk memberikan segala data
informasi yang diperlukan secara lengkap dan terperinci
yang berhubungan dengan pemesanan kamar yang diminta
(ayat 27).
2. Pihak travel agent tidak berhak untuk menuntut
pembayaran bagi segala jerih payahnya, kecuali komisi
sebagaimana dimaksudkan (ayat 28).
3. Travel agent tidak boleh memberikan harga kepada
kliennya lebih dari tarif yang berlaku. Namun demikian
biaya untuk pemesanan kamar dapat dikenakan kepada
kliennya secara terpisah, selain penagihan sewa kamar (ayat
29).
4. Walaupun suatu travel agent menghubungi secara serentak
beberapa hotel untuk melakukan pemesanan kamar, namun
tidak diperbolehkan sekaligus mengikat kontrak pemesanan
kamar bagi kliennya untuk waktu-waktu yang bersamaan,
dengan maksud membatalkan salah satu yang nantinya
tidak diperlukan, walaupun hal ini masih dalam batas-batas
waktu kontrak yang berlaku (ayat 30).
Fungsi selaku pengatur itu tidak hanya mempertemukan wisatawan
selaku konsumen dan pengusaha masing-masing perusahaan industri pariwisata,
tetapi fungsi yang lebih penting adalah mempersiapkan macam-macam tour yang
mungkin dapat ditawarkan bagi calon wisatawan taylor made sesuai dengan
permintaan yang dapat dijual bebas pada orang banyak yang menghendakinya.
Seperti kita ketahui fungsi pengatur adalah fungsi yang bersifat kreatif. Di sini
sangat diperlukan praduga inisiatif, daya khayal, berjiwa pembaharuan, dan
mempunyai keahlian seni dalam cara mengatur. Dengan kata lain, ia harus bisa
23 Universitas Kristen Petra
menggali objek dan atraksi yang mungkin dapat menarik serta disenangi oleh
wisatawan.
Betapa kompleksnya mengatur suatu paket wisata, dapat dijelaskan
dengan contoh sebagai berikut. Untuk suatu daerah tujuan wisata tertentu dapat
dibuat bermacam-macam paket wisata. Hal ini bergantung dan dimungkinkan oleh
hal-hal sebagai berikut :
1. Bergantung pada musim (season). Di Eropa atau Amerika
misalnya permintaan untuk, melakukan perjalanan wisata sangat
dipengaruhi oleh adanya musim panas dan musim dingin yang
setiap tahun selalu datang. Di samping itu dalam kepariwisataan
dikenal pula ada musim ramai (peak season) dan musim sepi (off
season) yang dapat memungkinkan menyusun harga secara sesuai;
2. Banyaknya acara di daerah tujuan wisata yang bisa diatur sesuai
dengan lamanya tinggal di tempat tersebut;
3. Inclusive tour fares, mahal atau murahnya bergantung pada banyak
atau sedikitnya mereka yang ikut;
4. Umur wisatawan yang melakukan perjalanan wisata;
5. Bentuk kendaraan yang digunakan untuk mencapai daerah tujuan
wisata yang diinginkan;
6. Bentuk atau macam akomodasi yang digunakan.
Perbedaan harga merupakan faktor yang paling penting bagi tour
operator. Sering terjadi untuk suatu daerah tujuan wisata, tour fare berbeda
walaupun fasilitas di tempat tujuan adalah sama dan kalau ada perbedaan hanya
dalam selera masing-masing.
2.3 Komitmen
Memahami pengertian komitmen merupakan hal yang penting agar
perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Berikut ini adalah beberapa
pengertian mengenai komitmen menurut beberapa ahli:
1. Komitmen merupakan suatu keadaan dimana perusahaan memihak
pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat
memelihara hubungan dalam organisasi (Robbins, 2001, p. 140).
24 Universitas Kristen Petra
2. Menurut Jennifer and Gareth (2002), ”Organizational commitment is
the collection of feelings and beliefs that people have about their
organization as a whole”, level komitmen bisa dimulai dari sangat
tinggi sampai sangat rendah, perusahaan bisa mempunyai sikap
tentang berbagai aspek organisasi seperti saat praktek organisasi,
kualitas produk organisasi, dan perbedaan budaya organisasi (dalam
Armansyah, 2004, p. 2).
3. Mathis dan Jackson (2008), mendefinisikan komitmen organisasional
sebagai derajat dimana perusahaan percaya dan mau menerima
tujuan-tujuan organisasi dan tidak akan meninggalkan organisasinya
(dalam Sopiah, 2008, p. 155).
Menurut Steers and Porter (1983), ”Suatu bentuk komitmen yang
muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan
hubungan yang aktif dengan organisasi yang memiliki tujuan memberikan segala
usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan” (dalam Armansyah, 2004,
p. 2).
Menurut Modway, Steers, dan Porter (1991), komitmen menunjukkan
dukungan dan keyakinan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin
dicapai. Komitmen bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan
emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai
yang ada di dalam organisasi serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi terhadap
organisasi (dalam Armansyah, 2004, p. 1). Identifikasi-identifikasi pengertian
komitmen organisasi dalam tiga tema yaitu:
1. Komitmen sebagai attachment.
2. Komitmen dengan pertimbangan biaya apabila meninggalkan
organisasi.
3. Komitmen sebagai suatu obligation untuk menetap (dalam
Armansyah, 2004, p. 2).
Allen dan Meyer (1987), membedakan komitmen atas tiga komponen,
yaitu affective, continuance (kesinambungan), dan normative yang didasarkan atas
karya teoritis dan empirik dalam perilaku organisasi. Ketiga komitmen tersebut
secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
25 Universitas Kristen Petra
1. Komponen affective
Affective atau afeksi merupakan komponen yang difokuskan pada
sebuah ikatan emosi positif yaitu tingkat seberapa erat terikat secara
psikologis terhadap organisasi berdasarkan perasaan suka atau tidak
suka terhadap organisasi. Individu yang memiki komitmen afektif,
berarti individu tersebut melakukan identifikasi nilai maupun
aktivitas organisasi. Semakin kuat identifikasi yang dilakukan, akan
terjadi hubungan yang dekat dengan nilai organisasi yang semakin
intensif sehingga dirinya akan semakin terlibat dengan apa yang
dilakukan oleh organisasi. Salah satu akibat dari proses tersebut akan
terlihat dari kinerjanya.
2. Komponen continuance
Continuance atau kesinambungan adalah komitmen yang didasarkan
pada kepentingan diri sendiri dalam sebuah hubungan, yaitu seberapa
erat anggota terikat secara psikologis dengan organisasi berdasarkan
percieved cost (secara ekonomis, sosial, dan status) yang harus
ditanggung oleh anggota tersebut ketika seseorang meninggalkan
organisasi. Individu yang memiliki komitmen jenis ini, akan melihat
untung-rugi secara finacial dengan cara membandingkan organisasi
saat ini terhadap organisasi lain. Jika dilihat dari segi pendapatan
masih menguntungkan organisasi yang sekarang, individu tersebut
akan tetap bertahan.
3. Komponen Normative
Normative atau normatif adalah perasaan kewajiban moral terhadap
organisasi, yaitu tingkat kewajiban seberapa erat terikat secara
psikologis terhadap organisasi berdasarkan kewajiban moral yang
dirasakan untuk memelihara hubungan dengan organisasi.
Meningkatnya saling ketergantungan diperkirakan akan
mempengaruhi komitmen normative secara positif karena dua alasan.
Pertama, meningkatnya saling ketergantungan ini mengakibatkan
anggota-anggota ini mengembangkan kewajiban-kewajiban terhadap
yang lain-lainnya dalam kelompok. Kedua, melalui interaksi-
26 Universitas Kristen Petra
interaksinya dengan yang lain-lainnya, mengembangkan sebuah rasa
memiliki. Oleh karena itu, anggota-anggota ini dengan sebuah
kepercayaan yang meningkat bahwa harus tetap berada dalam
organisasi sehingga tidak akan meninggalkan organisasi (dalam
Kuntjoro, 2004, p. 1).
Menurut Anderson et al., (1994), secara umum komitmen pada
organisasi terhadap hubungan kerjasama dapat diartikan sebagai keinginan untuk
berusaha menjaga hubungan, yang dianggap berharga. Pada dasarnya, komitmen
merupakan pengorbanan yang dilakukan sebagai bagian dan memiliki daya tahan,
dalam arti bahwa komitmen kerjasama menunjukkan orientasi jangka panjang,
termasuk pengorbanan jangka pendek dengan pandangan mendapatkan
keuntungan jangka panjang. Dengan demikian hotel dan travel agent percaya
bahwa hubungan akan stabil dan akan berlangsung cukup lama untuk
menyediakan keuntungan jangka panjang (dalam Medina-Munoz and Garcia-
Falcon, 2000, p. 741).
2.4 Kerjasama
Kerjasama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua
pihak atau lebih yang saling menguntungkan. Menurut beberapa ahli terdapat
beberapa pengertian kerjasama seperti dibawah ini dalam:
1. Hafsah (2000), menyebut kerjasama ini dengan istilah kemitraan,
yang artinya adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
membesarkan (dalam Afrilia et al., 2011, p. 2).
2. Kusnadi (2003), mengartikan kerjasama sebagai dua pihak atau lebih
untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu
yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu (dalam
Afrilia et al., 2011, p. 2).
3. Zainuddin (2002), kerjasama merupakan kepedulian satu pihak
dengan pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang
menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya,
27 Universitas Kristen Petra
menghargai, dan adanya norma yang mengatur (dalam Afrilia et al.,
2011, p. 2).
Menurut Tangkilisan (2005), dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Publik, lingkungan ekstern maupun intern, yaitu semua kekuatan yang timbul
diluar batas-batas organisasi dapat mempengaruhi keputusan serta tindakan di
dalam organisasi. Oleh karena itu, perlu diadakan kerjasama dengan kekuatan
yang diperkirakan mungkin akan timbul. Kerjasama tersebut dapat didasarkan atas
hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan
(dalam Afrilia et al., 2011, p. 2).
Bowo dan Andy (2007), menjelaskan bahwa dalam pelaksanan
kerjasama harus tercapai keuntungan bersama. Pelaksanaan kerjasama hanya
dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat
di dalamnya (win-win solution). Apabila satu pihak dirugikan dalam proses
kerjasama, maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai
keuntungan bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua
pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama (dalam Afrilia et al., 2011,
p. 3).
Dari pengertian kerjasama di atas, maka ada beberapa aspek yang
terkadung dalam kerjasama, yaitu:
1. Dua pihak atau lebih, artinya kerjasama akan ada kalau ada minimal
dua pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses
tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua pihak
yang bekerjasama tersebut.
2. Aktivitas, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut terjadi karena
adanya aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk
mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi (bisnis atau usaha).
3. Tujuan atau target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari
kerjasama usaha dimana dirasakan atau diterima oleh kedua pihak.
4. Jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut
dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakatan kedua pihak kapan
kerjasama itu berakhir.
28 Universitas Kristen Petra
Agar dapat berhasil melaksanakan kerjasama, maka dibutuhkan prinsip-
prinsip umum sebagaimana dijelaskan oleh Edralin & Whitaker (1993), prinsip
tersebut terdapat dalam good governance, yaitu:
1. Transparansi;
2. Akuntabilitas;
3. Partisipatif;
4. Efisiensi;
5. Efektivitas;
6. Saling menguntungkan dan memajukan (dalam Afrilia et al., 2011, p.
7).
Menurut Hafsah (2000), pada dasarnya maksud dan tujuan dari
kerjasama adalah win-win solution, dimana dalam kerjasama harus menimbulkan
kesadaran dan saling menguntungkan kedua pihak. Tentu saja, saling
menguntungkan bukan berarti bahwa kedua pihak yang bekerja sama tersebut
harus memiliki kekuatan dan kemampuan yang sama serta memperoleh
keuntungan yang sama besar. Akan tetapi kedua pihak yang berkontribusi sesuai
dengan kekuatan dan potensi masing-masing pihak. Oleh karena itu keuntungan
atau kerugian yang dicapai atau diderita kedua pihak bersifat proposional artinya
sesuai dengan peran dan kekuatan masing-masing (dalam Afrilia et al., 2011, p.
4).
Menurut Anderson et al., (1994), didalam hubungan kerjasama hotel dan
travel agent, maka kerjasama, didefinisikan sebagai proses dimana masing-
masing pihak berpartisipasi dan berusaha dalam usaha bisnis yang dilakukan
bersama. Hal ini menjadi faktor positif yang terkait, sejauh penelitian yang
dilakukan ini menunjukkan tingkat tertinggi koordinasi dalam kegiatan yang
dilakukan oleh kedua pihak (dalam Medina-Munoz and Garcia-Falcon, 2000, p.
742).
Stern dan El-Ansary (1992), menyarankan kerjasama sangat penting
dalam hubungan dengan saluran distibusi. Selain itu, upaya hotel untuk
berkerjasama dengan travel agent, termasuk tindakannya seperti menyediakan
informasi yang terbaru dan akurat dalam setiap aspek yang mempengaruhi
keefisienan (seperti harga, kamar yang tersedia, dan promosi penjualan), serta
29 Universitas Kristen Petra
menanggapi permintaan travel agent dan pertanyaan dengan cepat. Hal ini dapat
terlihat sebagai kontribusi dalam mencapai kesuksesan (dalam Medina-Munoz
and Garcia-Falcon, 2000, p. 742).
2.5 Kontrak
Menurut Salim (2010), istilah “Kontrak berasal dai bahasa Inggris, yaitu
contract. Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst
(perjanjian)” (p. 25).
Menurut Salim (2010), pengertian perjanjian atau kontrak diatur Pasal
1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”. Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;
2. Tidak tampak asas konsesualisme;
3. Bersifat dualisme (p. 25).
Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya
disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut
dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam
doktrin. Jadi, menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah
”Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Dunne (1990), yang
diartikan dengan perjanjian adalah ”Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum” (dalam Salim,
2010, p. 26).
Menurut Salim (2010), teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian
semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang
mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut teori baru,
yaitu:
1. Tahap pra contractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
2. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak
antara para pihak;
3. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian (p. 26).
30 Universitas Kristen Petra
Knapp dan Crystal (1993), mengatakan contract is : ”An agreement
between two or more persons not merely a shared belief, but common
understanding at to something that is to be done in the future by one or both of
them” (p. 2). Artinya, ”Kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau
lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling
pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau
keduanya dari mereka” (dalam Salim, 2010, p. 26).
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga
menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya transaksi dapat disebut suatu
kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu:
1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang
fakta antara kedua belah pihak);
2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);
3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang
yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan
(2) persetujuan tertulis) (Salim, 2010, p. 26).
Di dalam Black’s Law Dictionary (1979), yang diartikan dengan
contract adalah ”An agreement between two or more person which creates an
obligation to do or not to do a particular thing”. Artinya, kontrak adalah suatu
persetujuan antara dua orang atau lebih, dimana menimbulkan sebuah kewajiban
untuk melakukannya atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian” (p. 291)
(dalam Salim, 2010, p. 26).
Menurut Widjaja (2004), pola suatu kontrak adalah :
1. Judul (heading);
2. Pembukaan (opening);
3. Komparisi
Para pihak (parties);
4. Premise (Recitals)
Dasar pertimbangan;
5. Isi perjanjian
Ketentuan dan persyaratan (Terms and Conditons);
6. Penutup (Closure);
31 Universitas Kristen Petra
7. Tanda tangan (Attestation)
Saksi-saksi (Witnesses)
Lampiran (Attachment / Exhibits) (p.100) (dalam Salim, 2010, p.
26).
Pada umumnya, sebagian hotel mengandalkan kerjasama yang saling
menguntungkan antara hotel dengan travel agent. Kerjasama ini diikat dengan
sebuah kontrak kerjasama yang di kalangan perhotelan disebut room contract
rate. Dari room contract rate inilah masing-masing pihak memperoleh hasil yang
bernilai ekonomi. Dalam Kajian tentang civil law and common law convergence
ini, maka perlu dilihat tiga hal mendasar yang terkait, yaitu:
1. Tradisi hukum yang diterapkan dalam kontrak kerjasama antara
pihak hotel dengan travel agent;
2. Elemen-elemen yang tertera pada kontrak kerjasama dan
pertimbangan-pertimbangan dari elemen yang disepakati dalam
kerjasama tersebut;
3. Realisasi operasional dari kontrak kerjasama antara hotel dengan
travel agent.
Menurut Putra (2001), dari pendekatan teori, pada kontrak kerjasama
yang digunakan pada bisnis pariwisata seperti di perhotelan memiliki relevansi
atau ada koherensi dengan beberapa teori hukum baik yang secara praktis
digunakan maupun yang hanya menjadi landasan teori hukum saja. Masalah
kontrak kerjasama merupakan suatu kesepakatan yang didasari atas berbagai
pertimbangan oleh kedua belah pihak. Di Indonesia pada umumnya aplikasi
hukum yang diterapkan pada hukum kepariwisataan adalah menggunakan tradisi
hukum sipil atau civil law yang merupakan warisan pemerintah Belanda. Jika
dikaitkan penerapan tradisi hukum, dalam masalah kontrak sebenarnya digunakan
kedua tradisi hukum yaitu common law dan civil law. Pada common law,
keputusan-keputusan pengadilan dijadikan dasar pembentukan kontrak, sedangkan
pada civil law, yang dijadikan dasar adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Per) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Menurut Putra (2001), dalam tradisi common law, suatu kontrak
ditentukan oleh keseriusan proses negosiasi, sedangkan pada civil law ditentukan
32 Universitas Kristen Petra
oleh pernyataan kehendak untuk terikat (expression of will) para pihak. Proses
negosiasi dalam tradisi common law menjadi hal yang sangat penting. Oleh
karenanya dalam proses ini seseorang yang terlibat dalam negosiasi hendaknya
memiliki ketrampilan tentang negosiasi yang baik.
Dalam kaitannya dengan perjanjian kontrak kerjasama antara hotel
dengan travel agent inipun. Umumnya kedua belah pihak memberlakukan kedua
ruang lingkup ini. Pihak hotel selalu bekerjasama dengan travel agent domestik
dan internasional dalam operasionalnya untuk memenuhi target pengisian
okupansi kamar.
Kontrak kerjasama antara hotel dan biro perjalanan wisata diberlakukan
hampir pada sebagian hotel baik hotel kecil maupun hotel besar. Kontrak
kerjasama seperti ini adalah merupakan suatu kerjasama yang dilakukan secara
terus menerus dan diatur melalui suatu periode masa kontrak. Akan tetapi
beberapa item yang tercantum dalam kontrak disesuaikan dengan kondisi kedua
belah pihak ketika menandatangani kontrak tersebut. Menurut Putra (2001),
elemen-elemen kontrak yang secara teoritis mencakup sepuluh elemen, tidak
secara pasti berlaku di semua hotel. Kesepuluh elemen yang dimaksud yaitu :
1. Judul dalam kotrak dibuat sejelas mungkin contohnya CONTRACT
BETWEEN A HOTEL & NEW HORIZONS PTY LTD.
2. Tanggal kontrak, tanggal tersebut adalah bertepatan dengan tanggal
pada saat pertemuan negosiasi kedua belah pihak.
3. Para Pihak dalam kontrak, pada umumnya contract rate hotel yang
melibatkan travel agent, yang penerapan kontraknya menggunakan
menggunakan tradisi common law.
4. Dari aspek pertimbangan, dalam kontrak ini juga tidak memberi
justifikasi secara tertulis. Tetapi segala yang diputuskan secara
tertulis dalam kontrak ini sesungguhnya sudah melalui suatu tahapan
dan proses. Beberapa item pokok contract rate yang sering menjadi
pertimbangan :
a. Contract validity, secara umum contract rate validity berlaku
untuk satu tahun opersional. Perpanjangan contract rate
33 Universitas Kristen Petra
biasanya dilakukan minimal tiga bulan sebelum masa kontrak
berakhir.
b. Currency, kesepakatan tentang penggunaan currency adalah hal
yang cukup penting dalam item yang dibahas dalam kontrak.
Adanya penetapan tentang penggunaan currency (mata uang)
yang akan digunakan dalam transaksi dari realisasi kontrak
pada tahun operasional.
c. Room Rates, kesepakatan tentang room rate dilakukan dengan
berbagai pertimbangan antar kedua belah pihak.
d. Free night offer, pada umumnya tentang kesepakatan bagi
pihak hotel untuk memberikan harga kamar gratis bagi client
dari travel agency yang menginap di hotel dalam kurun waktu
tertentu, misalnya bagi client yang menginap minimal 10
malam, maka pada malam terakhir diberikan gratis.
e. Preferential check out time, hal ini penting agar pihak hotel
bisa mengatur alokasi kamar bagi setiap wisatawan yang akan
menginap pada saat wisatawan yang lain sudah meninggalkan
hotel. Jadi dengan kesepakatan yang jelas ini, pihak hotel
berkesempatan untuk mengatur sirkulasi penghunian kamar
setiap hari.
f. Extra Bed, ada kalanya wisatawan baru meminta disediakan
extra bed setelah tiba di hotel, tetapi adapula yang sejak berada
di negaranya sudah meminta untuk disediakan extra bed. Untuk
hal ini, travel agent melakukan negosiasi harga yang layak
untuk extra bed serta memperhitungkan kelayakan kamar yang
bisa diisi extra bed di dalam kamarnya.
g. Charge for refrigerator, ada sebagian hotel yang menyediakan
kulkas, tetapi bentuk persediaannya kulkas yang dalam keadaan
kosong. Tetapi ada juga yang menyewa dengan membayar
uang tambahan atau extra charge.
34 Universitas Kristen Petra
h. Meal rate, harga makanan atau meal rate tidak terlalu menjadi
perhatian besar bagi travel agency, terutama apabila travel
agency tersebut melakukan kerjasama dengan hotel-hotel kecil.
i. Brochure support, kesepakatan tentang brochure support
adalah bentuk kesepakatan yang dibuat guna adanya proses
timbal balik atas jasa yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
j. Room Allotment, adalah jatah kamar yang harus diberikan oleh
pihak hotel kepada travel agent.
k. Special benefits, adalah kesepakatan pihak hotel untuk
memberikan sesuatu yang spesial kepada travel agent.
Pemberian khusus ini berupa kebijakan hotel untuk
memberikan sesuatu seperti birthday cake, fruit basket,
decorated room, dan free dinner. Semua yang diberikan oleh
hotel dalam bentuk special benefit semata-mata diberikan
kepada wisatawan yang meminta sesuatu melalui special
request.
5. Ruang lingkup, yang dimaksud adalah ruang lingkup yang terkait
dengan kontrak tersebut. Secara khusus, ruang lingkup dari kotrak ini
meliputi ruang lingkup kerjasama dibidang pelayanan, baik
pelayanan reservasi, kedatangan, pelayanan di dalam hotel, sampai
pada pelayanan tamu meninggalkan hotel. Ruang lingkup kerjasama
ini juga mencakup promosi, sistem pembayaran atau transaksi bagi
kedua belah pihak.
6. Transaksi, disamping promosi, juga mencakup sistem pembayaran
atau transaksi bagi kedua belah pihak. Mekanisme pembayaran atau
transaksi juga ditetapkan dalam kerjasama ini, misalnya melalui
claim advice atau bank transfer.
7. Pilihan hukum, dalam kotrak kerjasama yang dilakukan oleh kedua
belah pihak tidak semua kontrak menyebutkan kemungkinan pilihan
hukum dalam menyelesaikan sengketa. Sebagian besar permasalahan
yang berkenaan dengan perselisihan, kesalah pahaman, serta ketidak
35 Universitas Kristen Petra
sepakatan dalam operasional kontrak ini diselesaikan dengan jalan
penyelesaian bersifat privat.
8. Pilihan forum, berbeda halnya dengan pilihan hukum, bahwa forum
adalah cara terbaik digunakan menyelesaikan permasalahan.
9. Penyelesaian sengketa, dalam kontrak kerjasama dengan model
common law tidak dicantumkan mekanisme secara tertulis yang
digunakan dalam menyelesaikan setiap sengketa. Akan tetapi secara
operasional, setiap permasalahan sebelum menjadi sengketa
diselesaikan terlebih dahulu dengan melalui berbagai pertemuan para
pihak.
10. Realisasi kontrak, dibuat oleh hotel tidak sebatas konsep belaka,
melainkan untuk kepentingan operasional, memberikan atau
meningkatkan pendapatan yang maksimal bagi pihak hotel maupun
travel agent.
2.6 Sharing Benefit
Pada industri hotel, saluran distribusi memiliki peranan sebagai alat
pemasaran yang digunakan oleh hotel. Salah satu saluran distribusi yang
digunakan hotel adalah travel agent dalam memasarkan produk yang berupa
kamar.
Pelaksanaan kerjasama strategis yang dilakukan oleh hotel dan travel
agent harus dapat diartikan memberikan sharing benefit bagi keduanya. Dalam hal
ini faktor kontribusi kedua belah pihak berperan dalam keberhasilan hubungan
hotel dan travel agent, tidak hanya pengelolaan keberlanjutan hubungan yang ada,
tetapi juga dalam pemilihan travel agent yang berpotensi. Terutama, hasil
menunjukkan bahwa travel agent harus percaya, menunjukkan sikap kerjasama,
dan berkomitmen untuk membina hubungan dengan hotel. Demikian pula, hotel
dianggap sebagai yang percaya, kerjasama, dan berkomitmen untuk hubungan
dengan travel agent, diharapkan dapat lebih menawarkan untuk membangun
hubungan bisnis jangka panjang. Dengan demikian, kondisi ini dapat mewakili
sumber utama keuntungan kompetitif bagi keduanya yang tertarik membangun
hubungan bisnis. Selain itu, hotel dan travel agent harus seimbang dalam
36 Universitas Kristen Petra
memiliki ketergantugan dengan tujuan menciptakan dan mengembangkan sharing
benefit diantara keduanya. Sebagai hasilnya, tampak menjadi penting bahwa hotel
membina berbagai hubungan dengan berbagai travel agent untuk mendapatkan
sharing benefit (Media-Munoz and Garcia-Falcon, 2000, p. 757).
Kusnadi (2003), mengatakan bahwa “Sharing benefit secara umum,
hubungan timbal balik diantara kedua belah pihak yang memberikan keuntungan
baik dalam bentuk profit maupun non profit”. Berikut ini adalah beberapa hal
penting yang mendasari sharing benefit, yaitu:
1. Mendorong persaingan didalam pencapaian tujuan.
2. Mendorong persaingan didalam peningkatan produktivitas.
3. Mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih
produktif.
4. Menciptakan sinergi sehingga biaya operasional akan menjadi
semakin rendah.
5. Menciptakan sinergi yang menyebabkan kemampuan bersaing
meningkat (dalam Afrilia et al., 2011, p. 5).
2.7 Tingkat Okupansi
Occupancy atau tingkat hunian adalah banyaknya kamar yang terpakai
pada suatu hotel pada satu waktu tertentu. Adapun tingkat occupancy menurut
Kasavana dan Brooks (1995) dibagi menjadi dua, yaitu single occupancy dan
double occupancy. Yang dimaksud single occupancy adalah apabila satu kamar
hanya digunakan oleh satu orang saja, sedangkan double occupancy apabila satu
kamar dihuni oleh dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Endar (1996),
occupancy hotel adalah tingkat hunian kamar dari suatu hotel, yang mana data
tersebut dapat digunakan sebagai alat pembanding bagi hotel itu sendiri terhadap
hotel lain dalam rangka bisnis dan wajib dihitung setiap hari/per hari.
Dalam konteks hubungan kerjasama hotel dan travel agent diharapkan
semakin penting dalam memberikan kontribusi terhadap pemesanan kamar. Hal
ini didasari oleh tiga alasan yaitu pertama, travel agent mempunyai peluang yang
besar dalam penyebaran sistem reservasi yang fleksibel dalam menjual paket
liburan dimana hal ini dapat membuat ketertarikan konsumen untuk
37 Universitas Kristen Petra
memperpanjang lama tinggal di hotel, kedua adalah travel agent sangat dekat
dengan konsumen industri dan sering memainkan peran utama dalam menentukan
jenis layanan yang dicari sehingga jumlah kamar terjual meningkat, ketiga adalah
hotel melihat masa depan hubungan kerjasama dengan travel agent dimana
informasi dengan tepat waktu dan akurat dapat mengantisipasi rendahnya
pemesanan kamar (Medina-Munoz and Garcia-Falcon, 2000, p. 738).
2.8 Code of Practice on the relations between Hoteliers and Travel Agents
Adanya hubungan diantara hotel dan travel agent yang dibentuk dan
disepakati dalam IHA (International Hotel Association) dan UFTAA (Universal
Federation Of Travel Agents’ Associations) mencerminkan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam sebuah hubungan kerjasama. Dalam hal ini dinamakan code of
pratice. Hal yang diatur didalamnya mengandung kebijakan dan pengaturan
kontrak yang memperlihatkan kewajiban serta hak mereka sebagai mitra untuk
bekerja sama. Dengan demikian konsistensi hukum dan praktek dalam hubungan
kerjasama akan menghindari masalah yang serius. Sejauh ketentuan yang ada
masih dalam praktek yang sesuai dengan prinsip-prinsip kerjasama yang
disepakati (IHA&UFTAA, 1999, p. 1).
Didalam code of practice ditunjukkan bahwa tahap awal hubungan antara
pihak hotel dan travel agent, dimana komitmen dan kerjasama merupakan langkah
penting yang diambil masing-masing pihak. Hubungan kerjasama ini disepakati
secara hukum dengan adanya perjanjian yang mendasari ketentuan-ketentuan
dalam pelaksanaan kerjasama keduanya. Antara pihak hotel dan travel agent
menyadari persetujuan yang telah dibuat keduanya diharapkan untuk memberikan
efek-efek yang positif dan bermanfaat bagi kerjasama keduanya (IHA&UFTAA,
1999, p. 14).
2.9 Hubungan antara travel agent dan hotel untuk memaksimalkan
tingkat okupansi melalui sharing benefit
Di era modern ini, industri pariwisata semakin berkembang dan
mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dapat terlihat dari usaha
perhotelan yang semakin banyak didirikan oleh masing-masing pengusaha dimana
38 Universitas Kristen Petra
saling berkompetisi antara yang satu dengan yang lain. Meskipun munculnya situs
internet yang memungkinkan para tamu untuk memesan kamar hotel secara
langsung, travel agent tetap menjadi bagian penting dalam bauran pemasaran
hotel. Travel agent merupakan salah satu prasarana yang digunakan untuk
memberikan penerangan atau informasi mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan dunia perjalanan wisata.
Peranan yang dilakukan travel agent sebagai perantara yaitu travel
agent bertindak atas nama hotel dan menjual jasa dari hotel tersebut. Dengan cara
menawarkan fasilitas yang dimiliki oleh hotel tersebut kepada para wisatawan
yang akan melakukan perjalanan wisata. Langkah-langkah strategis dalam
hubungan antara hotel dan travel agent harus dipraktekan secara nyata dalam
bisnis yang lebih memberikan sharing benefit. Selain itu, kesadaran dalam
membina faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan antara
perusahaan hotel dan travel agent yaitu komitmen, kerjasama, dan kontrak
diperlukan agar dapat menjaga hubungan kerjasama serta memilih mitra yang
pontensial.
Berikut ini penjelasan hubungan yang dibentuk oleh hotel dan travel
agent:
2.9.1 Hubungan komitmen antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap kontrak
Komitmen merupakan suatu keadaan dimana seseorang memihak pada
suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara hubungan
dalam organisasi. Dalam hal ini hotel dan travel agent memiliki masing-masing
komitmen yang kuat untuk menentukan hubungan keduanya di masa yang akan
datang.
Pembinaan hubungan jangka panjang antara hotel dengan travel agent
melalui komitmen menimbulkan tingkat kepercayaan diantara kedua belah pihak.
Dengan adanya kesepakatan bersama yang didasari hukum yaitu kontrak maka
hubungan keduanya akan semakin jelas. Komitmen yang dibentuk oleh kedua
belah pihak akan memberikan prosedur komitmen yang sah diantara keduanya.
39 Universitas Kristen Petra
2.9.2 Hubungan Kerjasama antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap kontrak
Hotel dan travel agent sebagai mitra kerja membutuhkan satu sama lain
untuk saling bekerjasama. Dimana kedua belah pihak melaksanakan win-win
solution, maksudnya adalah bahwa dalam kerjasama harus menimbulkan kesadaran
dan saling menguntungkan kedua pihak.
Kerjasama ini tidak hanya berhenti pada kerjasama antara keduanya
tetapi dibutuhkan pula perjanjian yang mendasari keduanya dalam mengambil
keputusan ini. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dalam konteks ini
adalah travel agent dan hotel yang mengikatkan diri dalam hubungan kontrak.
Sehingga terdapat hubungan diantara kerjasama dan kontrak yang saling
mendukung terjalinnya hubungan kerjasama antara hotel dan travel agent.
2.9.3 Hubungan komitmen antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap sharing benefit
Suatu bentuk komitmen yang muncul diantara travel agent dan hotel
bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang
aktif. Hotel dan travel agent membangun hubungan komitmen ini menunjukkan
dukungan dan keyakinan yang kuat dalam nilai dan sasaran tujuan yang dicapai.
Kedua belah pihak memiliki ikatan emosional terhadap satu sama lain
dalam membentuk komitmen. Ketika hotel dan travel agent saling memenuhi
komitmen masing-masing dalam melaksanakan kinerjanya maka dapat
memberikan sharing benefit bagi keduanya. Salah satu contohnya pihak hotel
tidak akan mengabaikan travel agent yang memaksimalkan tingkat hunian hotel
dan begitupula sebaliknya.
2.9.4 Hubungan kerjasama antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap sharing benefit
Kerjasama diantara hotel dan travel agent mempunyai hubungan timbal
balik yang saling menguntungkan bila ditinjau dari beberapa hal yang dapat
40 Universitas Kristen Petra
memberikan nilai bagi keduanya. Kerjasama mendorong berbagai upaya bagi
keduanya untuk bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien.
Hubungan yang harmonis antara hotel dan travel agent dapat
menimbulkan rasa saling memiliki diantara keduanya. Hal ini dapat menimbulkan
motivasi bagi keduanya sehingga kemampuan bersaing menjadi semakin
meningkat. Hal ini juga mempengaruhi sharing benefit diantara keduanya, seperti
keadaan yang mendukung untuk menciptakan peluang-peluang pasar yang
meningkatkan pendapatan bagi kedua belah pihak.
2.9.5 Hubungan kontrak travel agent dan hotel memberikan sharing
benefit
Hotel dan travel agent, membentuk kesepakatan yang didasari oleh
komitmen, kerjasama, dan kontrak dalam bentuk tradisi hukum. Tradisi hukum
yang digunakan adalah hukum kontrak, baik secara common law maupun civil
law. Hal terpenting dalam konsep hukum kontrak ini adalah esensi dari kontrak
tersebut.
Kontrak antara hotel dan travel agent merupakan suatu persetujuan
antara dua pihak atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara
bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh
seseorang atau keduanya. Dalam hal hubungan kontrak ini kedua belah pihak
menggunakan contract rate yang mendasari implementasi kerjasama ini. Dengan
terealisasinya kerjasama, hal ini dapat memberikan sharing benefit antara hotel
dan travel agent, maka perpaduan antara penerapan civil law dan common law
menjadi metode yang cukup baik dalam memperoleh target pasar baik bagi hotel
maupun bagi travel agent.
2.9.6 Hubungan sharing benefit antara travel agent dan hotel
meningkatkan okupansi hotel
Hubungan kerjasama yang baik antara hotel dan travel agent melalui
adanya tradisi hukum kontrak diharapkan dapat berlangsung untuk jangka
panjang. Disamping hal itu dalam pelaksanaannya, diperlukan komitmen dan
kerjasama sebagai evaluasi kinerja dari masing-masing pihak agar hubungan yang
41 Universitas Kristen Petra
terjalin dapat saling menguntungkan. Dimana hal-hal tersebut tercantum dalam
perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak.
Dilihat dari tiga hal diatas yang membentuk hubungan yang baik antara
hotel dan travel agent maka hal ini dapat membuat keduanya saling memberikan
benefit bagi keduanya. Dapat dilihat dari travel agent sebagai salah satu alat
reservasi yang dipergunakan oleh hotel untuk memaksimalkan tingkat okupansi
memberikan pendapatan kepada hotel melalui reservasi secara konsisten yang
diberikan setiap bulan terhadap hotel dan begitu pula sebaliknya.
42 Universitas Kristen Petra
2.10 Kerangka Pemikiran
H1 H2
H5
H3 H4
H6
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Sumber: International Hotel Association and Universal Federation
Of Travel Agents’ Associations (1999, p. 13)
Hotel Travel Agent
Komitmen :
-Affective
-Continuance
-Normative
Kontrak :
-Tradisi hukum
yang diterapkan
-Elemen-elemen
yang tertera
-Realisasi
operasional
Kerjasama :
-Transparansi
-Akuntabilitas
-Partisipatif
-Efisiensi
-Efektivitas
-Saling
menguntungkan
dan memajukan
Sharing benefit :
- mencapai tujuan perusahaan
-meningkatkan produktivitas
perusahaan
- bekerja lebih produktif
-sinergi untuk meningkatkan
kemampuan bersaing
-sinergi untuk menekan biaya
operasional
- Akurasi data
Tingkat okupansi :
- Overstay
- Jumlah kamar terjual meningkat
- Low cancellation
43 Universitas Kristen Petra
Kerangka pemikiran ini dimulai dengan adanya fenomena hotel memiliki
berbagai alat reservasi yang digunakan, dimana salah satunya adalah jasa yang
ditawarkan oleh travel agent. Travel agent sebagai perantara, badan usaha yang
merencanakan, menyelenggarakan tour dengan tanggung jawab dan resiko
sendiri, dan sebagai pengorganisasi. Sehingga melalui travel agent, hotel dapat
memperluas jangkauan pemasaran, dimana konsumen akan mengetahui mengenai
keberadaan akan suatu hotel, apa saja fasilitasnya, atau apa saja daya tarik kota
dimana hotel itu berada. Sedangkan dari pihak hotel juga memberikan potongan
harga seperti pada tour operator yang mempunyai perjanjian untuk membeli
dengan jumlah minimum yang dijanjikan pada rentang waktu tertentu.
Seperti diketahui dengan adanya berbagai kesibukan, para wisatawan
lebih memilih untuk memberikan perencanaan wisata kepada para travel agent
untuk di organisirkan. Sehingga travel agent yang menjadi pengorganisir bagi
para wisatawan memilih hotel sebagai tempat penginapan. Dimana hal ini tidak
akan tercipta tanpa adanya kerjasama, komitmen, dan kontrak kerja sama antara
kedua belah pihak. Oleh karena itu diharapkan terjalin kerjasama antara hotel dan
travel agent sehingga dapat meningkatkan tingkat okupansi melalui sharing
benefit.
2.11 Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-
variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik
(Kuncoro, 2003, p.48). Dalam penelitian ini hipotesa yang diteliti berdasarkan
telaah dari International Hotel Association and Universal Federation Of Travel
Agents’ Associations adalah sebagai berikut :
1. Diduga kerjasama antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap kontrak.
2. Diduga komitmen antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap kontrak.
44 Universitas Kristen Petra
3. Diduga kerjasama antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap sharing benefit.
4. Diduga komitmen antara travel agent dan hotel berpengaruh
terhadap sharing benefit.
5. Diduga kontrak travel agent dan hotel memberikan sharing benefit.
6. Diduga sharing benefit antara travel agent dan hotel meningkatkan
okupansi hotel.