14. islam dan emansipasi

Upload: panji-braja-satriyanto

Post on 06-Mar-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EMANSIPASI

TRANSCRIPT

  • DISKRIPSI KHUTBAH JUMAT

    Judul Khutbah : ISLAM DAN EMANSIPASI.

    Tanggal khutbah : 24 April 2015 (Jumat minggu IV).

    Nama dan alamat masjid : ____________________________________________________

    ____________________________________________________

    Materi Khutbah : 1. Sekilas tentang emansipasi wanita;

    2. Perlukah perempuan muslimah menyetarakan dirinya dengan laki-laki;

    3. Bagaimana Islam menyikapi emansipasi wanita.

    Tujuan Penulisan : 1. Agar kita mengenal lebih dekat emansipasi wanita;

    2. Agar kita memahami, isu penyetaraan gender, apakah ajaran Islam atau propaganda barat?;

    3. Agar kita paham bahwa Islam berbuat adil kepada wanita dan laki-laki.

    Referensi Penulisan : 1. Al Quran;

    2. Al Hadits;

    3. Situs-situs Islam online.

    Catatan dan revisi : ____________________________________________________

    ____________________________________________________

    ____________________________________________________

  • 2

    ISLAM DAN EMANSIPASI

    anggal 21 April 2015 bagi warga Indonesia adalah hari bersejarah. Hal ini ditandai dengan upacara peringatan yang diadakan disetiap instansi pemerintahan dan pendidikan. Adalah hari Kartini, seorang pahlawan emansipasi wanita. Kali ini kita

    akan membahas apa itu emansipasi wanita dan bagaimana perspektif Islam terkait gerakan tersebut?. Tetapi sebelum berbicara lebih jauh, perlu saya tekankan bahwa materi khutbah kali ini bukanlah upaya pengerdilan R.A Kartini, atau bahkan menggugat gelar pahlawan nasional yang disandang R.A. Kartini. Khutbah ini adalah upaya untuk meneguhkan keyakinan kita bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa emansipasi wanita adalah istilah yang berasal dari Negara Barat. Dulunya kaum wanita dikerdikan menjadi warga kelas 2, sehingga menimbulkan akumulasi kekecewaan dan kemudian timbullah apa yang dinamakan perjuangan persamaan derajat atau emansipasi wanita. Emansipasi wanita bertujuan memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seperti halnya para pria, seimbang dengan kemampuannya. Pengertian sama di sini lebih dipersepsikan pada kata sejajar karena tidak bisa dipungkiri wanita dan laki-laki jelas-jelas berbeda. Setelah mukadimah singkat diatas mari kita tanya al-Quran tentang kedudukan wanita dalam Islam. Allah SWT berfirman :

    Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman. Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan

    yang baik. Dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. an-Nahl : 97).

    Perhatikan dengan seksama redaksi ayat diatas, ternyata Allah SWT (baca : Islam) tidak memperlakukan manusia berdasarkan gender atau jenis kelamin. Dari ayat diatas kita bisa memetik sebuah kesimpulan bahwa dalam beramal salih seorang wanita mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki. Karenanya jika ada seorang wanita rajin beribadah, sementara diwaktu yang sama seorang laki-laki bermalas-malasan, maka dimata Allah wanita ini lebih mulia dan tinggi derajatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam begitu konsen terhadap hak-hak wanita, bahkan para ulama menyusun sebuah bab khusus yang disebut Fiqhul-Marah atau Fikih Perempuan. Bukti berikutnya, betapa Islam sangat menjunjung tinggi derajat wanita adalah diturunkannya 1 surat khusus untuk perempuan yang diberi nama Surat an-Nisa. Sayang, kebodohan dan ketidakdewasaan beragama membuat kita meragukan keadilan Islam kepada wanita, sehingga dirasa perlu memunculkan gerakan emansipasi wanita. Pemandangan ironis adalah saat seorang muslimah dengan bodohnya mengklaim bahwa Islam adalah agama yang diskriminatif dan merendahkan harkat martabat wanita. Bahkan dia tidak segan menyitir potongan firman Allah SWT dalam al-Quran :

    Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (TQS. an-Nisa : 34). Sebelum memvonis Islam mereka lupa untuk membuka sebab diturunkannya ayat ini dan bagaimana memahaminya sesuai dengan konteks dan kaidah tafsir kita. Dalam

    T

  • 3

    beberapa tafsir disebutkan bahwa ayat ini menjelaskan tentang kepemimpinan laki-laki atas perempuan yang didasari 2 faktor. Pertama : kekuatan fisik. Kedua : kewajiban memberi nafkah. Selain 2 faktor tersebut laki-laki dan perempuan sama tidak kurang dan lebih. Islam mewajibakan perempuan untuk belajar menuntut ilmu sama halnya dengan laki-laki. Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja, selama dia tidak menelantarkan kewajibannya sebagai wanita. Islam juga memberikan hak politik kepada wanita sama dengan hak politik yang diterima oleh laki-laki. Jadi bagian mana dari Islam yang merendahkan hak dan martabat wanita, hingga mereka memojokkan Islam dan melabeli Islam sebagai agama yang diskriminatif?. Oleh kebanyakan orang R.A. Kartini selalu di identikan dengan emansipasi wanita. Padahal jika kita menilik sejarah, seorang R.A. Kartini juga memiliki sisi keislaman yang patut untuk dikaji dan ditelaah lebih jauh. Sisi keislaman ini bisa kita temukan dalam salah satu surat yang dikirimkan kepada sahabatnya yang bernama Stella (6 November 1899) Dan, sebenarnyalah saya beragama Islam karena nenek moyang saya beragama Islam. Bagaimana saya mencintai agama saya, kalau saya tidak mengenalnya? Tidak boleh mengenalnya? Al-Quran terlalu suci untuk diterjemahkan, dalam bahasa apapun juga. Jika anda perhatikan dengan seksama redaksi yang ditulis oleh Kartini, tampak keprihatinan beliau terhadap motif beragama kebanyakan masyarakat jawa pada saat itu, yaitu faktor karena nenek moyang. Dengan bahasa lain, kala itu agama dijalankan sebagai warisan turun temurun. Keprihatinan berikutnya adalah pada saat Kartini mengatakan bahwa al-Quran terlalu suci sehingga tidak diterjemahkan kedalam bahasa Jawa. Bagaimana al-Quran akan dipahami jika untuk tahu artinya saja susah?. Cara beragama salah kaprah ini coba didobrak oleh R.A. Kartini. Tanyakan kepada diri kita, Bukankah sampai sekarang banyak diantara kita yang tidak memahami Islam kecuali warisan bapak dan ibu kita?. Dan bukankah banyak manusia mengaku muslim tetapi tidak paham babar blas dengan kitab suci al-Quran?. Pesan inilah yang ingin disampaikan oleh Kartini melalui suratnya. Tak hanya pada surat itu saja Kartini menampakkan sisi religinya, dalam buku kecil yang ditulis Asma Karimah berjudul Tragedi Kartini (2001), disebutkan bahwa Kartini pernah bertemu dengan seorang Kyai dari Semarang saat berkunjung kerumah pamannya, seorang Bupati Demak bernama Pangeran Ario Hadiningrat. Kyai tersebut adalah Haji Muhammad Sholeh bin Umar, yang lebih terkenal dengan sebutan Kyai Sholeh Darat. Setelah mendengar keluh kesah Kartini tentang tidak diperbolehkannya menerjemahkan al-Quran kedalam bahasa Jawa. Kyai Sholeh Darat kemudian tergugah dan mulai menerjemahkan al-Quran kedalam Bahasa Jawa. Hingga saat Kartini menikah, Kyai Sholeh Darat menghadiahkan terjemahan al-Quran (Faidzur Rahman fi Tafsiri al-Quran) jilid 1 yang terdiri dari 13 juz, mulai surat al-Fatihah hingga surat Ibrahim. Meskipun nama Kyai Sholeh Darat tidak disebutkan Kartini secara eksplisit, tetapi dalam beberapa suratnya yang ditujukan kepada Nyonya Abendanon, 17 Agustus 1902 terlihat sekali kegembiraan Kartini menerima terjemahan al-Quran itu. Bagi saya sebuah tindakan tidak adil jika kita selalu melihat Kartini hanya dari kacamata emansipasi wanita. Kartini harus juga dibaca sesuai dengan apa yang tersirat dalam kumpulan suratnya: Door Duisternis tot Licht, yang terlanjur diartikan sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Armijn Pane. Prof. Dr. Haryati Soebadio, mantan Mensos RI, yang nota bene adalah cucu R.A. Kartini mengartikannya sebagai Dari Gelap Menuju Cahaya, yang dalam bahasa arab Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur (al-Baqarah : 257). Kian hari emansipasi wanita kian mirip dengan liberalisasi dan feminisasi. Sementara Kartini semakin meninggalkan semuanya, dan ingin kembali pada fitrahnya. Tak ada salahnya kita kembali menelaah sejarah bangsa ini. Semoga Allah merestui usaha kita semua. Wallahu alam bis-shawab.