journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerpdf/urologifd46705feefull.docx · web viewiliac wing),...

15
Ureteral Injury From External Trauma: Missed Diagnosis Despite Extensive Initial Radiologic Investigation Rameshdo Yuanda 1 , Tarmono 1 1 Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya ABSTRACT Ureteral injury from external trauma is a rare condition, comprising less than 1% of all urogenital injuries. Patient with ureteral injury generally sustains trauma with high energy, resulting in multiple associated injuries, including those injuries that is rarely happen, such as vertebral column or intestinal injury. In the majority of cases, ureteral injury was detected during exploration. But in the era of non-operative management for blunt abdominal injury, contrast-enhanced helical CT scan remains the goldstandard for the diagnosis of ureteral injury. Nevertheless, delayed or missed diagnosis is still approximately 8-20%, despite application of this modern radiologic technology. We report 1 case of ureteral injury due to blunt abdominal trauma, with multiple concomitant injury. The diagnosis of ureteral injury is missed at presentation, though complete urinary tract imaging had been done. Application of special imaging technique, for example delayed image, is recommended to detect ureteral injury more accurately in highly suspicious case. Keywords : ureteral injury, external trauma, contrast-enhanced CT scan PENDAHULUAN Trauma ureter akibat kekerasan dari luar sangat jarang terjadi, meliputi kurang dari 4% kasus trauma tembus dan kurang dari 1% trauma tumpul. Secara keseluruhan, trauma ureter terjadi kurang dari 1% dari seluruh trauma sistem urogenital. Kebanyakan penderita juga mengalami trauma yang signifikan pada organ lain, dengan angka 1

Upload: phungque

Post on 04-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

Ureteral Injury From External Trauma: Missed Diagnosis Despite Extensive Initial

Radiologic Investigation

Rameshdo Yuanda1, Tarmono1

1 Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya

ABSTRACT

Ureteral injury from external trauma is a rare condition, comprising less than 1% of all

urogenital injuries. Patient with ureteral injury generally sustains trauma with high energy,

resulting in multiple associated injuries, including those injuries that is rarely happen, such

as vertebral column or intestinal injury.

In the majority of cases, ureteral injury was detected during exploration. But in the era of

non-operative management for blunt abdominal injury, contrast-enhanced helical CT scan

remains the goldstandard for the diagnosis of ureteral injury. Nevertheless, delayed or missed

diagnosis is still approximately 8-20%, despite application of this modern radiologic

technology.

We report 1 case of ureteral injury due to blunt abdominal trauma, with multiple concomitant

injury. The diagnosis of ureteral injury is missed at presentation, though complete urinary

tract imaging had been done. Application of special imaging technique, for example delayed

image, is recommended to detect ureteral injury more accurately in highly suspicious case.

Keywords : ureteral injury, external trauma, contrast-enhanced CT scan

PENDAHULUAN

Trauma ureter akibat kekerasan dari luar

sangat jarang terjadi, meliputi kurang dari

4% kasus trauma tembus dan kurang dari 1%

trauma tumpul. Secara keseluruhan, trauma

ureter terjadi kurang dari 1% dari seluruh

trauma sistem urogenital. Kebanyakan

penderita juga mengalami trauma yang

signifikan pada organ lain, dengan angka

mortalitas mencapai sepertiganya. 10-28%

penderita dengan trauma ureter juga

menderita trauma ginjal, dan 5% diantaranya

menderita trauma buli(1). Di rumah sakit

umum Dr. Soetomo, selama tahun 2007-

2009, didapatkan 67 kasus trauma urogenital.

Diantara jumlah tersebut, belum pernah

didapatkan adanya kasus trauma ureter(2). Hal

ini menunjukkan bahwa trauma ureter sangat

jarang terjadi, meskipun di pusat pelayanan

kesehatan yang banyak menangani kasus

trauma.

Penderita dengan trauma ureter

umumnya mengalami cedera berenergi tinggi

yang diterima di seluruh tubuhnya. Besarnya

energi tersebut berakibat pada terjadinya

trauma lain, yang umumnya juga jarang

terjadi, seperti fraktur pada processus

vertebrae lumbal, atau dislokasi vertebra

1

Page 2: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

torakolumbal(1). Oleh karena itu,

ditemukannya trauma semacam ini pada

penderita dengan trauma tumpul harus

meningkatkan kewaspadaan kita terhadap

terjadinya trauma ureter.

Dilaporkan 1 kasus trauma ureter akibat

trauma tumpul, yang disertai dengan trauma

pada berbagai organ (multitrauma), meliputi

otak, toraks (fraktur costa), lien, pelvis

(fraktur ramus pubis dan iliac wing), serta

vertebra (fraktur processus spinosus).

Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

sebagai kebocoran urine melalui track fiksasi

eksternal yang dilakukan untuk stabilisasi

fraktur pelvis. Penatalaksanaan yang

dikerjakan meliputi pencitraan secara

endoskopik (Retrograde Pyelography/RPG)

di kamar operasi, yang dilanjutkan dengan

operasi eksplorasi dan penyambungan ureter

dengan teknik end to end anastomoseatau

ureteroureterostomi. Meskipun

penatalaksanaan trauma ureter tersebut

berhasil dengan baik, tantangan masih timbul

dalam hal deteksi dini dari trauma ureter

pada penderita dengan trauma tumpul,

terutama pada kasus multitrauma.

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan berusia 25 tahun

dibawa ke Instalasi Rawat Darurat (IRD)

Rumah Sakit Dr. Soetomo (RSDS), setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas 6 jam

sebelumnya. Kecelakaan berupa tabrakan

frontal antara sepeda motor yang ditumpangi

pasien dengan sebuah truk dari arah

berlawanan. Terdapat 2 penumpang lain di

motor tersebut, dan keduanya meninggal

dunia di tempat kejadian. Didapatkan riwayat

pingsan dan tidak ingat kejadian. Saat datang

di rumah sakit, pasien dalam kondisi

hemodinamik stabil dengan Glasgow Coma

Scale (GCS) 4-5-6. Pada exposure

didapatkan adanya ekskoriasi luas, mulai dari

regio hemithorax inferior sampai dengan

regio femur kiri penderita (foto

1).Didapatkan juga unstable pelvis pada

pasien ini. Tidak didapatkan jejas di regio

flank kanan. Didapatkan gross hematuria

pada pasien ini. Pemeriksaan laboratorium

saat datang menunjukkan adanya anemia

dengan kadar hemoglobin 3,3 g/dL, dengan

kadar leukosit sebesar 10200 sel/cmm. Tes

fungsi ginjal tidak menunjukkan adanya

kelainan dengan kreatinin serum 0,7 mg/dL.

Foto 1. Kondisi klinis pasien. Tampak ekskoriasi

dengan defek kulit yang luas di regio thorax inferior,

abdomen sampai femoris kiri (sebagian besar tertutup

kasa). Tidak tampak jejas yang berarti di regio flank

kanan maupun suprapubik

2

Page 3: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

Evaluasi dengan Focused Abdominal

Sonography on Trauma (FAST)

menunjukkan adanya cairan bebas di

Morrison’s pouch, yang mengindikasikan

adanya kecurigaan suatu internal bleeding,

sehingga pada pasien dikerjakan Computed

Tomography Scan (CT scan) abdomen

dengan kontras, sekaligus dengan one shoot

Intra Venous Pyelography (one shoot IVP)

atas indikasi adanya trauma tumpul abdomen

dengan gross hematuria. Dari hasil

pemeriksaan CT scan abdomen dengan

kontras serta one shoot IVP didapatkan

adanya trauma lien derajat I dan trauma

ginjal kanan derajat IV (foto 2). Pada

pemeriksaan CT scan tersebut tampak adanya

gambaran laserasi parenkim ginjal kanan

yang mengenai sistem pelvikaliseal.

Sementara dari one shoot IVP tidak tampak

gambaran sistem pelvikaliseal yang intak

dengan didapatkan juga adanya ekstravasasi

kontras. Dari kedua pemeriksaan tersebut

kemudian ditegakkan diagnosis trauma ginjal

kanan derajat IV dengan hemodinamik stabil.

Evaluasi pelvic ring dengan foto polos pelvis

proyeksi AP dan CT scan pelvis dengan

rekonstruksi 3 dimensi menunjukkan adanya

fraktur four rami pubis (straddle fracture)

dengan fraktur iliac wing kanan serta disrupsi

dari sacroiliac joint sebelah kanan (foto 3).

Selain itu juga didapatkan fraktur processus

transversus vertebrae lumbalis IV dan V kiri

(foto 4), dan fraktur processus spinosus

vertebrae lumbalis II sampai V (foto 5).

Foto 2. Imaging traktus urinarius saat pasien datang.

CT scan abdomen irisan axial dan sagital

menunjukkan adanya laserasi parenkim ginjal yang

mencapai sistem pelvikaliseal. Sedangkan pada IVP

one-shoot tampak gambaran ekstravasasi kontras di

sebelah kanan, dengan visualisasi sistem pelvikaliseal

ginjal kanan yang tidak jelas. Tampak juga adanya

hematoma subkapsuler lien (tanda panah).

3

Page 4: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

Foto 3. Foto polos pelvis proyeksi AP dilanjutkan

dengan CT scan pelvis dengan rekonstruksi 3 dimensi

menunjukkan adanya fraktur four rami pubis serta

fraktur iliac wing kanan dengan disrupsi sacroiliac

joint kanan.

Foto 4 Fraktur processus transversus vertebrae

lumbalis IV dan V kiri tampak pada CT scan pevis

dengan rekonstruksi 3 dimensi.

Foto 5 Dengan pemeriksaan yang sama, tampak

adanya fraktur processus spinosus vertebrae lumbalis

II-V.

Berdasarkan pemeriksaan tersebut

diatas, pada pasien ini ditegakkan diagnosis

cedera otak ringan + trauma lien derajat I

+ trauma ginjal kanan derajat IV +

fraktur four rami pubis + fraktur iliac

wing kanan + disrupsi sacroiliac joint

kanan + fraktur processus transversus

vertebrae lumbalis IV-V kiri + fraktur

processus spinosus vertebrae lumbalis II-

V.

Penatalaksanaan non-operatif dipilih

untuk pasien ini, meliputi tirah baring total,

pemberian antibiotika, analgetika dan

antifibrinolitik parenteral, serta observasi

ketat tanda vital, produksi dan kualitas urine,

serta parameter laboratorium dan urinalisis.

Bagian bedah saraf dan bedah digestif juga

memilih penanganan konservatif. Untuk

stabilisasi pelvis, bagian orthopedi

memasang pelvic sling, sambil

mengoptimalkan kondisi pasien untuk

tindakan reduksi terbuka dan fiksasi eksternal

pelvis secara elektif.

Operasi reduksi terbuka dan fiksasi

eksternal pelvis dikerjakan pada hari ke-7

4

Page 5: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

perawatan. Selama masa perawatan tersebut

belum didapatkan kecurigaan adanya ruptur

ureter, oleh karena nyeri pinggang dan

hematuria yang dialami penderita sudah

didiagnosis sebagai trauma ginjal kanan

derajat IV. Kecurigaan adanya trauma ureter

baru muncul pada hari ke-2 setelah

pemasangan fiksasi eksternal, setelah

ditemukan rembesan urine pada track fiksasi

eksternal yang terpasang. Tidak didapatkan

tanda-tanda sepsis, maupun penurunan fungsi

ginjal pada pasien.

Dengan adanya kecurigaan trauma ureter

tersebut, pasien kembali menjalani

pemeriksaan radiologi berupa CT scan pelvis

dengan kontras dan IVP one-shoot. Pada

pemeriksaan yang kedua ini baru didapatkan

adanya ekstravasasi kontras yang tampak

jelas berasal dari ureter proksimal kanan,

setinggi corpus vertebrae lumbalis III-IV

(foto 6). Hal yang menarik adalah bahwa

pada pemeriksaan tersebut, yang dilakukan

dalam kurun waktu hanya 2 minggu setelah

trauma, tidak didapatkan lagi gambaran

adanya laserasi parenkim ginjal, seperti yang

terlihat pada CT scan yang pertama.

Setelah ditegakkan diagnosis trauma

ureter kanan, pasien direncanakan untuk

menjalani operasi eksplorasi, dengan

didahului retrograde pyelography (RPG) di

kamar operasi. RPG menunjukkan kontras

terhenti setinggi corpus vertebra lumbalis III

kanan, dengan gambaran ekstravasasi kontras

(foto 7). Atas dasar hasil RPG tersebut

ditegakkan diagnosis ruptur ureter proksimal

kanan dan operasi dilanjutkan dengan

eksplorasi ureter.

Eksplorasi ureter tersebut dikerjakan

melalui insisi Gibson, karena pasien tidak

memungkinkan untuk diposisikan miring.

Namun demikian, dengan sedikit ekstensi ke

kranial (foto 8), cavum retroperitoneal serta

ureter dapat diakses dengan baik hingga

mencapai pelvis renalis dan melakukan

evaluasi pada ginjal.

Foto 6. Re-imaging traktus urinarius atas indikasi

kebocoran urine melalui track fiksasi eksternal pelvis.

Dari CT scan dan IVP one-shoot tersebut tampak

adanya ekstravasasi kontras setinggi corpus vertebra

lumbalis III kanan, mengesankan suatu ruptur ureter.

Tampak juga bahwa kontur ginjal tampak normal pada

pemeriksaan ini, berbeda dengan gambaran

5

Page 6: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

sebelumnya yang menunjukkan adanya ruptur ginjal

derajat 4.

Pada eksplorasi didapatkan ureter yang

mengalami ruptur total, dengan stump distal

ditemukan kurang lebih setinggi vertebra

lumbalis III dan stump proksimal tepat di

distal ureteropelvic junction (UPJ) (foto 9).

Parenkim ginjal tampak utuh, tidak

didapatkan tanda adanya laserasi parenkim

seperti gambaran CT scan awal. Setelah

dilakukan debridement dan freshening dari

tepi-tepi stump ureter, dilakukan

penyambungan dengan teknik end to end,

dengan spatulasi, dan dilakukan pemasangan

double J stent (DJ stent). Hasil akhir dari

operasi ini adalah anastomosis yang tension-

free, seperti tampak pada foto 10 dan 11.

Foto 7. Retrograde Pyelography (RPG) durante

operasi, menkonfirmasi adanya ekstravasasi kontras

dengan kecurigaan lokasi ruptur ureter berada setinggi

corpus vertebra lumbalis III, menegakkan diagnosis

ruptur ureter proksimal kanan.

Foto 8. Lokasi insisi operasi. Pada pasien ini

eksplorasi ureter proksimal dilakukan melalui insisi

Gibson yang diperlebar ke kraniolateral karena

pasien tidak dapat diposisikan miring.

Foto 9. Eksplorasi durante operasi menunjukkan

adanya ruptur total ureter proksimal kanan, dengan

stump distal berada setinggi vertebra lumbalis III dan

stump proksimal berada tepat di distal UPJ, gambaran

cedera yang sesuai dengan trauma ureter akibat cedera

akselerasi-deselerasi.

6

Page 7: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

Perjalanan paska operasi berjalan tanpa

komplikasi. Kateter uretra dipertahankan

selama 1 minggu untuk mencegah terjadinya

refluks serta karena pasien belum dapat

mobilisasi dengan baik. Redon drain dilepas

pada hari ke-4, dan tidak ada tanda-tanda

kebocoran urine setelah itu. Pasien masih

menjalani beberapa operasi lanjutan oleh

bagian orthopedi untuk revisi fiksasi pelvis

dan penutupan defek kulit, dan dipulangkan 1

bulan setelah operasi dalam kondisi yang

baik, serta tanpa keluhan urologi.

Foto 10 Hasil akhir operasi menunjukkan anastomosis

ureter yang tension-free.

Foto 11 (kanan) menunjukkan DJ stent kanan yang

terpasang dengan baik.

DISKUSI

Trauma ureter dapat diklasifikasikan

menjadi trauma yang bersifat akut, serta

trauma dengan onset yang lebih perlahan.

Trauma ureter akut jarang terjadi, dan

seringkali merupakan trauma iatrogenik

intraoperatif (80%) dibandingkan akibat

trauma eksternal (20%). Diantara trauma

ureter iatrogenik tersebut, 52-82% terjadi

pada operasi ginekologi. Radiasi, batu ureter,

dan adanya riwayat instrumentasi merupakan

beberapa penyebab trauma ureter “kronik”,

yang seringkali muncul sebagai fistula atau

hidroureteronefrosis sekunder akibat striktur

ureter(3).

Diantara seluruh kasus trauma ureter,

90,7% diantaranya terjadi akibat luka

tembak, 5,2% akibat luka tikam, dan hanya

4,1% terjadi akibat trauma tumpul. Meskipun

begitu, ureter hanya mengalami trauma pada

kurang dari 3% kasus luka tembak daerah

abdomen.

Trauma tumpul ureter dapat terjadi

setelah jatuh dari ketinggian, atau akibat

kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan

tinggi, seperti pada kasus ini. Deselerasi yang

terjadi secara cepat dan mendadak

menyebabkan terjadinya disrupsi ureter pada

titik yang relatif fixed sepanjang

perjalanannya. Titik tersebut adalah

ureterovesical junction, dan yang lebih

sering lagi, ureteropelvic junction(3). Pada

kasus ini, disrupsi ureter juga ditemukan

tepat dibawah ureteropelvic junction, yang

menunjukkan bahwa trauma ureter pada

kasus ini terjadi akibat trauma deselerasi

cepat.

Hematuria, baik gross maupun

mikroskopik (lebih dari 5 eritrosit per

lapangan pandang besar), dapat ditemukan

pada 74% kasus trauma ureter(3). Pada 25-

45% kasus trauma ureter, tidak ditemukan

7

Page 8: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

adanya hematuria, sekalipun mikroskopis(4).

Hematuria dapat tidak terjadi pada kasus

transeksi ureter secara total, maupun

transeksi parsial yang adynamic. Armenakas

menunjukkan bahwa 93% kasus trauma

ureter dapat dikenali secara dini, 57%

diantaranya diidentifikasi intraoperatif(5).

Kunkle dkk menyatakan bahwa eksplorasi

operatif memiliki sensitivitas sebesar 88,9%

untuk mendeteksi trauma ureter(6). Pada kasus

dimana trauma ureter tidak ditemukan saat

presentasi, beberapa hal dapat dijadikan

penanda akan adanya trauma ureter, meliputi

demam, lekositosis, sampai tanda iritasi

peritoneum lokal. Adanya tanda tersebut

merupakan indikasi untuk segera melakukan

evaluasi dengan CT scan. Namun demikian,

berbeda dengan saat kondisi ‘akut’, trauma

ureter yang ‘terlewatkan’ (terdeteksi lebih

dari 48 jam setelah kejadian) memerlukan

RPG sebagai sarana diagnostik terbaik(1). IVP

seringkali tidak membantu, dengan angka

kesalahan berkisar antara 33-100%(7). Presti

dkk mendapatkan angka keterlambatan

deteksi trauma ureter sebesar 8-20%, dan hal

ini berkaitan dengan kurang sensitifnya

berbagai perangkat diagnostik yang biasa

digunakan(4). Pada kasus ini trauma ureter

tidak terdeteksi sejak awal meskipun

ditemukan adanya hematuria makroskopis

dan telah dikerjakan evaluasi dengan CT

scan dan one-shot IVP. Hal ini mungkin

terjadi karena ekstravasasi kontras yang

terlihat pada one-shot IVP dapat dijelaskan

oleh adanya ruptur ginjal derajat 4 yang

ditemukan pada CT scan, sehingga tidak

memunculkan kecurigaan akan adanya

trauma ureter. Lebih menarik lagi, tidak

ditemukan adanya trauma ginjal saat

eksplorasi. Penggunaan CT scan helical, dan

pengambilan gambar secara delayed (5

sampai 20 menit setelah injeksi bahan

kontras) dapat membantu mengidentifkasi

adanya ekstravasasi dari ureter secara lebih

akurat(8).

Pada kasus ini dilakukan repair ureter

dengan teknik end to end anastomose

(ureteroureterostomy), dengan sebelumnya

melakukan spatulasi, dan dengan

menggunakan DJ stent. Hal ini sesuai dengan

prinsip penanganan trauma ureter seperti

yang dikemukakan oleh Palmer dkk, 1983.

Prinsip tersebut meliputi: Mobilisasi dengan

preservasi adventitia, debridement dari

jaringan nonviabel sampai mendapatkan tepi

yang berdarah, spatulasi, tension-free,

penggunaan stent, anastomosis yang

watertight, pembesaran optik untuk

menjamin aposisi antar-urothelium, serta

penggunaan drain retroperitoneal setelah

operasi(7) (3). Interposisi dengan omentum juga

dianjurkan untuk melapisi lokasi anastomosis

jika memungkinkan(1).

Angka komplikasi setelah repair ureter

akibat trauma kurang lebih sebesar 25% (9).

Komplikasi dini yang paling sering terjadi

adalah kebocoran urine yang berkepanjangan

pada lokasi anastomosis. Komplikasi ini

dapat tampil sebagai urinoma, abses, sampai

peritonitis. Komplikasi lambat meliputi

8

Page 9: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

striktur ureter bahkan tertinggalnya stent

dalam waktu yang berkepanjangan akibat

sulitnya follow-up dalam setting trauma.

Angka kematian pasien dengan trauma ureter

juga cukup tinggi, dan hal ini biasanya

berkaitan dengan beratnya trauma penyerta

yang terjadi, bukan akibat trauma ureter itu

sendiri(3). Pada kasus ini, pasien juga

mengalami berbagai trauma mulai dari otak

sampai pelvis. Namun penanganan yang baik

dengan mengandalkan kerjasama

multidisiplin yang baik dapat mencegah

terjadinya mortalitas pada pasien tersebut.

KESIMPULAN

Trauma ureter akibat trauma eksternal

jarang ditemukan, terutama bila pada trauma

tumpul abdomen. Kita perlu meningkatkan

kecurigaan akan adanya trauma ureter jika

didapatkan riwayat trauma tumpul abdomen

dengan adanya trauma deselerasi cepat, serta

pada kasus trauma yang melibatkan multi

organ, terutama pada organ-organ yang

umumnya jarang mengalami trauma, seperti

columna vertebralis atau trauma intestinal.

Pada kecurigaan trauma ureter modalitas

radiologi yang dianjurkan adalah CT scan

abdomen dengan contrast-enhanced, dengan

pengambilan gambar yang delayed, sehingga

turunnya kontras pada ureter dapat diikuti

dengan baik. Dengan pengambilan gambar

secara delayed, diharapkan misdiagnosis

seperti yang terjadi pada kasus ini dapat

dihindari.

Penanganan trauma ureter dengan

memperhatikan prinsip-prinsip rekonstruksi

ureter akan memberikan outcome yang

sangat baik. Pada kasus ini semua prinsip

rekonstruksi ureter meliputi debridement

sampai jaringan viabel, anastomosis yang

watertight dan tension free, spatulasi serta

pemasangan stentdan drainasedapat dipenuhi,

dan hasil akhirnya adalah kesembuhan yang

memuaskan baik tim dokter maupun

penderita.

DAFTAR PUSTAKA1. McAninch JW, Santucci RA. Renal and

Ureteral Trauma. In: Wein: Campbell-Walsh Urology, 9th Ed. 2007. Saunders Elseviers, Philadelphia

2. Kristyantoro B, Soebadi DM:Profil dan Penatalaksanaan Trauma Urogenital di RSU Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2007-2009: penelitian retrospektif. Previously Unpublished

3. Elliott SP, McAninch JW:Ureteral Injuries: External and Iatrogenic.Urol Clin N Am2006;33(1):55-66

4. Presti Jr JC, Carroll PR, McAninch JW: Ureteral and renal pelvic injuries from external trauma: Diagnosis and management.  J Trauma  1989; 29:370-374

5. Armenakas NA: Current methods of diagnosis and management of ureteral injuries.  World J Urol  1999; 17:78-83

6. Kunkle DA, Kansas BT, Pathak A, Goldberg AJ, Mydlo JH:Delayed Diagnosis of Traumatic Ureteral Injuries. J Urol 2006;176: 2503-7

7. Palmer JK, Benson GS, Corriere Jr JN: Diagnosis and initial management of urological injuries associated with 200 consecutive pelvic fractures.  J Urol  1983; 130:712-714

8. Kawashima A, Sandler CM, Corl FM, et al: Imaging of renal trauma: A comprehensive review. Radiographics  2001; 21:557-574

9. Elliott SP, McAninch JW:Ureteral injuries from external violence: the 25-year experience at San Francisco General Hospital. J Urol 2003;170(4 Pt 1): 1213–6

9

Page 10: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/urologifd46705feefull.docx · Web viewiliac wing), serta vertebra (fraktur processus spinosus). Trauma tersebut ditemukan secara kebetulan

10