i dampak positif undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal dalam menciptakan...

171
i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah Oleh: Bintan Dzumirroh Ariny NPM 21150433100018 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

Upload: others

Post on 28-Feb-2020

19 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

i

DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014

TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN

SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum

Program Studi Magister Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

Bintan Dzumirroh Ariny

NPM 21150433100018

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/ 2018 M

Page 2: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala

pertolongan, rahmat dan taufiq-Nya. Tak lupa sholawat dan salam Penulis

dihaturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Sehingga Tesis ini

dapat diselesaikan dalam memenuhi gelar Magister Hukum Ekonomi Syariah.

Kesyukuran dan anugerah bagi Penulis atas terselesaikannya Tesis ini.

Menempuh berbagai usaha dan upaya, penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari

dorongan motivasi, bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang tak terhingga Penulis

ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. H. Asep Saepuddin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Nurhasanah, M.Ag., Ketua Program Studi Magister Hukum Ekonomi

Syariah sekaligus Dosen Pembimbing Tesis.

4. Ahmad Chairul Hadi, MA., Sekretaris Program Studi Magister Hukum

Ekonomi Syariah

5. Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA., Dosen Penasihat Akademik.

6. Segenap Dosen Pengajar/Pengampu Mata Kuliah Magister Hukum

Ekonomi Syariah.

Page 3: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

iii

7. Seluruh Civitas Akademika Magister Hukum Ekonomi Syariah Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya teman-

teman MHES Angkatan 2016.

8. Orang-Orang yang selalu mendoakan dan memberikan penyemangat

Penulis, Kedua Orang Tua Tercinta H. Abdullah Fanani, SH dan Hj.

Masruroh Agustini, ST.MT Kedua Mertua Tercinta H. Moch. Husin dan

Hj. Khusnul Khotimah. Suami Tercinta Chairul Lutfi, S.HI., SH, MH dan

Puteri Tercinta Kanza Berliana Istibaqoh Ghaisani yang akan segera

menjadi kakak untuk adiknya. Saudara/ Saudara Tercinta A. Zaky Balya

Anggara, ST. Candra Haromain Ahmad Hisyam, Chairul Umam., A.md,

Ika Yuliani, SH,. Madinatul Munawwarah serta seluruh keluarga besar

Penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Seluruh Sahabat/Teman baik di Akademik maupun Organisasi yang telah

memberikan dukungan dan motivasinya dalam penulisan tesis ini.

Semoga Allah senantiasa memberikan pahala atas semua jasa baik doa,

dukungan, bantuan, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada Penulis atas

proses penyelesaian Tesis ini baik yang Penulis sebutkan maupun tidak.

Penulis,

Bintan Dzumirroh Ariny

Page 4: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Bintan Dzumirroh Ariny

NIM : 21150433100018

Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Syariah

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang berjudul : ―Dampak Positif Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal Dalam

Menciptakan Sistem Jaminan Produk Halal Di Indonesia” adalah karya asli

saya, kecuali kutipan-dkutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila ada

kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya

yang berakibat pada pembatalan gelar kesarjanaan saya.

Demikian surat pernyataan ini dibuat tanpa paksaan dari siapapun.

Jakarta, 16 Oktober 2018

Bintan Dzumirroh Ariny

Page 5: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

v

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul : ―Efektivitas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

Tentang Jaminan Produk Halal Dalam Menciptakan Sistem Jaminan

Produk Halal Di Indonesia‖ yang ditulis oleh :

Nama : Bintan Dzumirroh Ariny

NIM : 21150433100018

Program Studi : Magister Hukum Ekonomi Syariah

Telah diperiksa dan dinyatakan layak untuk diajukan ke sidang tesis.

Jakarta, 21 September 2018

Dr. Nurhasanah, M.Ag

Page 6: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

vi

PENGESAHAN TIM PENGUJI SIDANG UJIAN PENDAHULUAN TESIS

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

Majelis Sidang Pendahuluan Tesis Program Studi Magister Hukum Ekonomi

Syariah menyetujui Tesis:

Nama : Bintan Dzumirroh Ariny

NIM : 21150433100018

Judul : Dampak Positif Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 Tentang Jaminan Produk Halal Dalam

Menciptakan Sistem Jaminan Produk Halal Di

Indonesia.

Tesis ini sudah diperbaiki sesuai saran dan komentar para penguji

sehingga disetujui untuk diajukan ke ujian tesis.

Disahkan oleh Majelis Sidang Pendahuluan Tesis:

Nama Jabatan TTD

Dr. Nurhasanah, M.Ag Ketua Majelis/

Pembimbing

Ahmad Chairul Hadi, MA

Sekretaris

Prof. Dr. H. Muhammad Amin

Suma, S.H, M.A, M.M. Penguji I

Dr. Ali Hanafiah Selian, S.H, M.H

Penguji II

Jakarta, 15 Oktober 2018

a.n Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Ketua Program Studi

Magister Hukum Ekonomi Syariah

Dr. Nurhasanah, M.Ag

NIP. 1974081720022013

Page 7: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

i

Page 8: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

i

ABSTRAK.

Tesis ini menjelaskan faktor filosofis, faktor sosiologis dan faktor yuridis

dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal dengan melihat pada teori politik hukum, dan menganalisis

kelebihan-kekurangan pelaksanaan Jaminan Produk Halal setelah Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang dilihat pada

teori sistem hukum.

Penelitian tesis ini termasuk penelitian hukum normatif. Untuk

memecahkan isu hukum yang dihadapi, dengan kemampuan untuk

mengidentifikasi permasalahan yang terjadi. Mengambil bahan hukum primer

Risalah Sidang Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan bahan hukum

sekunder yang berasal dari buku (teks), jurnal, peraturan terkait dan bahan

sekunder lainnya. Dengan melakukan pendekatan perundang-undangan dan

pendekatan konseptual.

Kesimpulan tesis ini bahwa Pembentukan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal tidak terlepas dari: a) Faktor filosofis yaitu Pembukaan (preambule)

Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menjelaskan Penjabaran

nilai-nilai Pancasila. Dan Beberapa ayat Al-Quran yang menyatakan hal tersebut

di antaranya : Q.S. Al-Baqarah (2) : 168,, b) Faktor Sosiologis yaitu umat Islam di

Indonesia sebagai konsumen terbesar, membutuhkan hak konstitusional untuk

memperoleh perlindungan hukum dalam mengkonsumsi produk sesuai dengan

syariah Islam. c) Faktor yuridis yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.Kelebihan pelaksanaan jaminan produk halal pasca undang-undang

JPH a) Sertifikasi halal bersifat wajib (Mandatory) dilakukan oleh pelaku usaha,

b) BPJPH sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan jaminan

produk halal, c) Adanya Anggaran baik APBN atau APBD untuk sertifikasi halal,

d) masa berlaku sertifikat halal hingga 5 tahun.

Kata Kunci : Dampak Positif, Jaminan Produk Halal, Sertifikasi Halal,

Page 9: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................................................. iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. v

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 7

C. Batasan Masalah .................................................................................. 9

D. Rumusan Masalah ................................................................................ 9

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 9

F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10

G. Penelitian Terdahulu Yang Relevan..................................................... 11

H. Metodologi Penelitian .......................................................................... 18

I. Sistematika Penulisan .......................................................................... 22

BAB II KAJIAN TEORI: POLITIK HUKUM, TUJUAN HUKUM,

DAN SISTEM HUKUM ................................................................................ 24

A. Politik Hukum ..................................................................................... 24

B. Teori Tujuan Hukum ........................................................................... 37

C. Teori Sistem Hukum ........................................................................... 40

BAB III SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL .................................... 46

A. Konsep Halal ........................................................................................ 46

B. Konsep Produk Halal .......................................................................... 50

C. Sertifikasi Halal Sebelum Terbentuknya Undang-Undang Jaminan

Produk Halal ......................................................................................... 52

D. Anotasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan

Produk Halal ......................................................................................... 63

BAB IV FAKTOR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL .. 67

A. Aspek Filosofis Pembentukan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal ..................................................................................................... 67

B. Aspek Sosiologis Pembentukan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal. .................................................................................................... 70

Page 10: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

iii

C. Aspek Yuridis Pembentukan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal. .................................................................................................... 75

D. Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal ............................................ 88

E. Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi Mengenai Rancangan pada

Undang-Undang Jaminan Produk Halal............................................... 95

F. Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Sebelum Undang-

Undang Jaminan Produk Halal disahkan ............................................. 105

G. Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Setelah Undang-

Undang Jaminan Produk Halal disahkan ............................................. 114

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 150

A. Kesimpulan ......................................................................................... 150

B. Saran ..................................................................................................... 153

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 155

Page 11: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

iv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1.1 : Penelitian Terdahulu Tentang Jaminan Produk Halal ............. 11

Tabel 2.1 : Indikator Sistem Politik Dan Karakter Produk Hukum ............ 34

Gambar 3.1 : Proses Sertifikasi Halal di LP POM MUI Sebelum

Implementasi Undang Undang Jaminan Produk Halal ......... 57

Tabel 4.1 : Tabulasi Peraturan Tentang Jaminan Produk Halal .................. 76

Tabel 4.2 : Permasalahan Dalam Pembahasan Jaminan Produk Halal ....... 93

Tabel 4.3 : Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi DPR RI ..................................... 96

Gambar 4.4 : Data dan Tabel Sertifikasi Halal LPPOM MUI Pusat Januari –

Oktober 2017 ............................................................................ 119

Gambar 4.5 : Data dan Tabel Sertifikasi Halal LPPOM MUI Provinsi

Januari - Oktober 2017 ............................................................. 120

Tabel 4.6 : Peraturan Turunan Pelaksanaan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal.............................................................................. 124

Tabel 4.7 : Proses Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Oleh

LP POM dan BPJPH ............................................................... 146

Page 12: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 29 bahwa

kebebasan untuk memeluk dan menjalankan ibadah agama masing- masing

merupakan hak asasi yang dijamin oleh Negara. Selain hak tersebut, setiap warga

negara berhak mendapatkan perlindungan hukum, hak untuk mendapatkan hidup

yang layak. Hak asasi tersebut merupakan upaya negara dalam melindungi bangsa

Indonesia untuk menciptakan kesejahteraan umum. Termasuk dalam

mengkonsumsi dan menggunakan produk-produk yang tersebar di Indonesia.1

Produk-produk yang berupa makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika,

produk rekayasa genetik dan produk bahan kimia biologi dapat digunakan oleh

masyarakat selama produk tersebut halal dan sesuai dengan syariat Islam.

Sebagaimana dalam Surat An-Nahl ayat 114 dan ayat 115 yang menjelaskan

untuk menkonsumsi makanan yang halal dan melarang mengkonsumsi makanan

yang haram.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar

di dunia. Adanya produk-produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika,

produk rekayasa genetik dan produk bahan kimia biologi yang terjamin

kehalalannya menjadi faktor terpenting untuk dikonsumsi dikalangan masyarakat

Muslim khususnya. Negara berhak untuk melindungi hak atas kenyamanan,

1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Page 13: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

2

keamanan, dan keselamatan bangsanya sebagai konsumen yang menggunakan

produk-produk yang tersebar di Indonesia.2

Selain itu gaya hidup halal di masyarakat bukan hanya monopoli Muslim

dan agama tertentu saja. Gaya hidup halal juga menjadi tren masyarakat dunia.

Mulai dari produk pangan, produk halal, kosmetik, obat-obatan hingga pariwisata

halal sudah menjadi perhatian masyarakat global. Sehingga saat ini negara

berlomba membangun industri halal guna pemenuhan pasar dunia yang

potensinya sangat besar, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Timur

Tengah Turki, Rusia, Afrika dan negara-negara Eropa. Indonesia sebagai negara

dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim harus mampu menjadi negara

pengekspor pangan dan produk halal di pasar dunia.3

Permasalahan kehalalan suatu produk di Indonesia menjadi perhatian baik

dalam negeri maupun luar negeri. Tahun 1988 Majelis Ulama Indonesia (MUI)

sebagai representatif dari para tokoh-tokoh Ulama yang menyadari akan tanggung

jawab melindungi masyarakat Muslim dalam memperoleh kehalalan suatu

produk. Produk tersebut diantaranya makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika,

produk rekayasa genetik dan produk bahan kimia biologi.

Pada tahun 1988 kemunculan kasus adanya beberapa jenis makanan dan

minuman yang mengandung lemak babi. Kenyataan ini didasarkan karena

ditemukannya bahan baku makanan, minuman dan kosmetika yang mengandung

unsur mencurigakan seperti gelatin, shortening, lesitin, dan lemak yang sangat

2 Pasal 4 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 Pendapat Ihsan Abdullah (Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch) dalam Artikel

Gaya Hidup Halal Sudah Jadi Tren Masyarakat Dunia https://www.republika.co.id/berita/gaya-

hidup/wisata-halal/16/10/17/of6bhh301-gaya-hidup-halal-sudah-jadi-tren-masyarakat-dunia

diakses tanggal 18 September 2018

Page 14: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

3

mungkin berasal dari hewan babi. Kasus ini menyebabkan keresahan oleh

masyarakat, termasuk para produsen yang menyebabkan penurunan penjualan

hingga 80 persen.4

Hal tersebut juga sangat dirasakan oleh PT. Food Specialities Indonesia

(FSI), produsen susu Dancow harus mengeluarkan biaya jutaan rupiah untuk

mengklarifikasi berita tersebut melalui iklan karena keresahan akan bahan baku

produk, Anthony F Walker sebagai Direktur PT. Food Specialities Indonesia

memutuskan untuk menolak menerima susu asal daerah Boyolali. Artinya, mata

pencaharian 71 ribu peternak sapi di daerah itu terancam. Kemudian Dirjen POM

Depkes Anthony lega, menyatakan bahwa lesitin yang menjadi bahan susu

Dancow dicurigai berasal dari lemak babi Tragedi nasional lemak babi ini

meresahkan batin umat Islam, mengguncang dunia industri pangan serta

mengganggu stabilitas ekonomi dan politik nasional.5

Setelah persoalan tersebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendirikan

Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Makanan (LP POM) yang disahkan pada

tanggal 6 Januari 1989 sebagai lembaga yang berperan penting dalam menjaga

kehalalan produk-produk yang beredar dimasyarakat, membenahi masalah dalam

makanan (sehubungan dengan kehalalannya) sehingga dapat menentramkan

perlindungan hukum terhadap konsumen konsumen muslim khususnya.6

4 Ma’ruf Amin, Fatwa Halal Melindungi Umat dari Kerugian yang Lebih Besar, Jurnal

Halal No 103 Th. XVI Tahun 2013, (Jakarta : LPPOM MUI, 2013), h. 20 5 Prof. Dr. Hj Aisjah Girindra, Sertifikasi Halal Dongkrak Omzet dalam berita

Republika.co.id tanggal 30 Desember 2008 yang diakses tanggal 8 Mei 2018 /

http://www.republika.co.id/berita/shortlink/23324 6 Tulus Abadi, Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberian Informasi dan Produk Halal, h.

55

Page 15: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

4

Sebelum permasalahan lemak babi pada tahun 1998 ada fakta terkait

makanan dan minuman yang beredar di Indonesia. Sertifikasi dan penandaan

kehalalan produk baru menjangkau sebagian kecil produsen. Berdasarkan data

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia pada tahun 2005

menunjukkan tidak lebih dari 2000 produk yang meminta pencantuman tanda

halal. Saat ini sudah naik signifikan sudah lebih dari 200.000 produk yang

memperoleh izin edar dari BPOM.7

Penanganan label halal sudah dimulai belasan tahun yang lalu dengan

Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 280/Men.Kes/Per/XI/1976 tanggal 10

November 1976 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang

Mengandung Bahan Berasal dari Babi. Peraturan ini mengharuskan semua

makanan dan minuman yang mengandung unsur babi ditempel dengan label

bertuliskan ―mengandung babi‖ dan diberi gambar seekor babi berwarna merah

diatas dasar putih. Bekerjasama dengan Gabungan Pengusaha Makanan dan

Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), label dibagikan secara cuma-cuma pada

perusahaan yang memerlukan.8

Menurut Sunarto Prawirosujanto9 apabila terdapat perusahaan yang ingin

mencantumkan label halal diperbolehkan namun harus bertanggung jawab.

Dikarenakan belum ada undang-undang khusus yang mengatur hal itu, perusahaan

7 Data diambil 5 tahun terakhir oleh Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan diakses

dari http://www.pom.go.id/new/ 8 Henry F. Isnaeni, Sejarah Awal Label Halal, diakses pada tanggal 14 Mei 2018 dari

https://historia.id/agama/articles/sejarah-awal-label-halal-PNRMZ 9 Perwakilan dari Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Kementerian Kesehatan

Page 16: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

5

yang menyatakan produknya halal namun terbukti tidak halal dapat dituntut

sebagai penipuan sesuai undang-undang yang ada. 10

Pada perdagangan regional dan internasional persoalan sertifikasi dan

labelisasi halal suatu produk menjadi perhatian baik dimasyarakat. Hal ini

memberikan perlindungan terhadap konsumen umat Islam diseluruh dunia dalam

menjawab tantangan globalisasi pemasaran berbagai produk. Perdagangan

internasional telah menganut sistem pasar bebas, diantaranya Pasar Bebas

ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),

Amerika Free Trade Area (NAFTA), serta Organisasi Perdagangan Internasional

(World Trace Organization) telah memberikan ketentuan mengenal pedoman

halal. Dengan demikian penandaan halal terhadap produk menjadi salah satu

instrumen penting untuk memperkuat persaingan produk domestik di pasar

internasional.11

Di Indonesia, pemberian sertifikasi kehalalan produk telah lama dilakukan

oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan keputusan yang dikeluarkan

oleh Komisi Fatwa. Pengaturan sertifikasi halal dan labelisasi halal dilakukan oleh

Pemerintah dengan menerbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yaitu,

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1966 Tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967

Tentang Ketentuan Pokok dan Kesehatan Hewan, Undang-Undang Nomor 8

10

Henry F. Isnaeni, Sejarah Awal Label Halal, diakses pada tanggal 14 Mei 2018 dari

https://historia.id/agama/articles/sejarah-awal-label-halal-PNRMZ 11

Sekretariat Komisi VIII DPR RI, Proses Pembahasan RUU Tentang Jaminan Produk

Halal, h. 4

Page 17: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

6

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan beberapa peraturan pelaksana

terkait kehalalan produk.12

Adanya beberapa peraturan tersebut, pada implementasinya masih

menimbulkan tumpang tindih, tidak konsisten, dan tidak sistemik. Karena masih

menggunakan pendekatan sektoral dan parsial. Oleh karena itu, peraturan

perundang-undangan tersebut belum memberikan kepastian hukum dan jaminan

hukum terhadap umat muslim dalam mengenal produk halal yang tersebar di

pasar global.13

Pada tahun 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR

RI) berinisiatif mengusulkan RUU tentang Jaminan Produk Halal. Setelah 8 tahun

melalui pembahasan, RUU tersebut akhirnya dapat disahkan DPR menjadi

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 (UU JPH) pada tanggal 17 Oktober 2014.

Adanya undang-undang ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi

konsumen, khususnya masyarakat muslim sebagai konsumen terbesar.

Pemaparan fakta diatas merupakan dasar pentingnya dibentuk sistem

jaminan produk halal di Indonesia. Oleh karena itu perlunya undang-undang

khusus yang menangani sistem jaminan produk halal untuk mengisi kekosongan

hukum yang ada pada peraturan-peraturan sebelumnya. Serta menjadi upaya

pemerintah mengatur sistem jaminan produk halal yang tidak hanya melingkupi

makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika melainkan mengatur produk yang

berasal dari bahan kimia, biologi dan rekayasa genetik.

12

Lies Afroiyani, Analisis Ekonomi Politik Sertifikasi Halal oleh Majelis Ulama Indonesia,

dalam Jurnal Kebijakan dan Analisa Produk Vo. 18. (Jakarta : 2014), h. 37 13

Sekretariat Komisi VIII DPR RI, Proses Pembahasan RUU Tentang Jaminan Produk

Halal, h.6

Page 18: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

7

Namun setelah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal ini disahkan sampai dengan tahun 2017 instrumen lembaga dan

sistem yang diamanahkan oleh undang-undang tersebut belum dapat

direalisasikan. Diantaranya pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk

Halal (BPJPH) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), peraturan pelaksana yang

diterbitkan oleh lembaga dan kementerian. Sehingga beberapa kasus yang terjadi

dalam kurun waktu 2,5 tahun (2015-pertengahan 2017) yang belum merasakan

hadirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Pada akhir 2017 terdapat kasus dari brand ternama BreadTalk belum

bersertifikat halal MUI. Namun, khusus gerai Breadtalk yang di Banten, sudah

mendapatkan sertifikat halal MUI Banten. Dalam proses perpanjangan sifatnya

harus nasional. Yang semestinya restoran yang sifatnya nasional itu disertifikasi

oleh MUI Pusat. Tapi karena sertifikat ini berlaku sampai sekarang, namun masih

menunggu sampai Februari atau Maret 2018. 14

Pemaparan kasus diatas

merupakan contoh bahwa kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal selama hampir 3 tahun belum memberikan

kepastian hukum terhadap produk-produk yang tersebar di Indonesia. Oleh karena

itu, diharapkan upaya pemerintah untuk dapat memenuhi amanah sebagaimana

dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

B. Identifikasi Masalah

Pada konsep pengaturan jaminan produk halal tidak hanya meliputi

permasalahan syariat. Akan tetapi kajian jaminan produk halal mencakup

14

https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/info-halal/read/2018/02/08/135020/lppom-

mui-bread-talk-belum-bersertifikat-halal.html diakses pada tanggal 16 Agustus 2018

Page 19: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

8

beberapa ilmu pengetahuan. Peran pemerintah sangatlah penting dalam menjamin

kehalalan produk-produk yang tersebar di Indonesia serta memberikan kepastian

hukum di masyarakat. Beberapa permasalahan terkait pengaturan sistem jaminan

produk halal adalah:

Pertama: Seiring dengan perkembangan zaman maka berkembang pula

ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan banyaknya produk olahan

yang berasal dari bahan halal yang kemudian melalui proses pengolahan dan

pencampuran dengan bahan yang lainnya. Sehingga sangat penting untuk menguji

kehalalan produknya.

Kedua: Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras dan agama.

Tentunya dalam hal ini sebagai umat Islam mengharapkan produk halal untuk

dikonsumsi. Karena umat muslim juga mempunyai hak kenyamanan, keamanan,

dan mendapatkan informasi yang jelas. Namun selama ini sertifikat halal hanya

bersifat suka rela apakah mampu diubah menjadi suatu keharusan untuk dilakukan

oleh para produsen.

Ketiga: Pemerintah dan Legislatif, berperan aktif dalam perumusan

perundang-undangan sistem jaminan produk halal. Namun, pembahasan rumusan

undang-undang ini berlangsung lama oleh legislatif. Oleh karena itu, hal ini

menyebabkan masyarakat sudah menunggu terlalu lama sehingga kepercayaan

masyarakat terhadap konsi undang-undang jaminan masih dipertanyakan.

Keempat: Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal telah disahkan

pada Oktober 2014. Hingga akhir 2017 instrumen dan lembaga sebagaimana yang

diamanahkan dalam undang-undang tersebut belum terbentuk. Dalam hal ini, para

Page 20: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

9

produsen dan konsumen belum merasakan adanya kepastian hukum dari undang-

undang tersebut.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan paparan identifikasi masalah tersebut maka penelitian ini

dibatasi pada proses perumusan undang-undang jaminan produk halal yang

dilakukan oleh legislatif. Sebagaimana dalam proses perumusan undang-undang

tidak terlepas dari pengaruh sosiologis, politik, ekonomi dimasyarakat serta

pembahasan undang-undang oleh legislatif dan kelebihan-kekurangan pada

pelaksanaan jaminan produk halal setelah undang-undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan batasan masalah penelitian tersebut maka pokok

pembahasan pada rumusan masalah penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ?

2. Apa kelebihan dan kekurangan pelaksanaan jaminan produk halal setelah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

disahkan ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah:.

Page 21: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

10

1. Untuk menjelaskan dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan

Produk Halal. Baik dari faktor sosiologis, yuridis, maupun politik.

2. Untuk menjelaskan dan menganalisis kelebihan dan kekurangan

pelaksanaan jaminan produk halal setelah Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal disahkan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal sebagai alat untuk menyelesaikan

permasalahan yang terjadi pada jaminan produk halal serta menjelaskan

kelebihan dan kekurangan jaminan produk halal pasca Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi

pemikiran dalam menganalisa problem pelaksanaan jaminan produk

halal yang terjadi setelah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

Tentang Jaminan Produk Halal dan menjadi bahan kajian lebih lanjut.

b) Bagi masyarakat pada umumnya, penelitian ini menjadi pengetahuan

lebih mendalam tentang jaminan produk halal terutama dalam

pelaksanaannya. Serta dapat menjadi panduan dalam proses penerapan

jaminan produk halal pasca Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014.

Page 22: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

11

c) Bagi pemerintah, penelitan ini menjadi pertimbangan untuk

memberikan solusi terhadap problema yang ada pada pelaksanaan

jaminan produk halal pasca Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

disahkan.

G. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian terdahulu adalah penelitian yanmg dilakukan oleh peneliti-

peneliti sebelumnya tentang Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal dan sertifikasi halal di Indonesia. Berikut adalah penelitian

yang telah dilakukan:

1. Penelitian Endah Dwi Rohayah15

Endah Dwi Rohayah, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel

Surabaya, pada tahun 2016 menulis Tesis yang berjudul Politik Hukum Islam

dalam Regulasi Jaminan Produk Halal di Indonesia menyimpulkan bahwa suatu

produk hukum memiliki keterkaitan yang erat dan dipengaruhi aspek sosiologis,

yuridis, maupun filosofis tempat hukum itu dihasilkan. Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal terbentuk karena akar sosiologis

yang kuat dimana mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Namun, pro

dan kontra dikalangan umat Islam sendiri tidak terelakkan dikarenakan sumber

teks hukum Islam sendiri memungkinkan adanya perbedaan interpretasi terhadap

hukum halal dan haram ini. Selain itu perbedaan tingkat pemahaman masyarakat

terhadap halal juga mewarnai pro dan kontra. Disamping itu politik hukum Islam

bergulir sejalan dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat untuk menerapkan

15

Endah Dwi Rohayah, ―Politik Hukum Islam dalam Regulasi Jaminan Produk Halal di

Indonesia‖ (Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2016).

Page 23: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

12

syariah Islam dalam ranah positivisasi hukum yang tercermin dalam aspek yuridis

terbentuknya regulasi jaminan produk halal. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa

nilai-nilai hukum Islam sangat berperan dalam menentukan esensi Undang-

Undang Jaminan Produk Halal dengan mengedepankan prinsip Al-Maqashid

Syariah.

Dalam penelitian ini terdapat persamaan-perbedaan dengan penelitian

peneliti. Pada hal persamaan, penelitian membahas tentang Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Kemudian, perbedaanya

terdapat pada objek materiil yang diteliti. Penelitian ini berkaitan dengan politik

hukum dalam perumusan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal, dan penelitian yang dilakukan Endah Dwi Rohayati

berkaitan dengan politik hukum Islam (aspek syariah) dalam Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

2. Penelitian Murjani16

Penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Fenomena Volume VII No. 2

Tahun 2015 ditulis oleh Murjani, Mahasiswa IAIN Samarinda pada tahun 2015

yang berjudul Sistem Jaminan Produk Halal Dan Thayyib di Indonesia dalam

Aspek Yuridis dan Politis menyimpulkan permasalahan sistem jaminan produk

halal yang selama ini berlaku (ius constitutum) dan rancangan konstruksi sistem

jaminan produk halal dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal

yang akan diberlakukan (ius contituendum). Demi terbangunnya sistem jaminan

produk halal yang ideal dalam konteks keindonesiaan. Pemerintah meninjau

16

Murjani, ―Sistem Jaminan Produk Halal Dan Thayyib di Indonesia dalam Aspek Yuridis

dan Politis‖, (Samarinda : IAIN Samarinda, 2015).

Page 24: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

13

kembali keberadaan sistem Jaminan Produk Halal. Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan LPOM MUI telah melakukan pengawasan terhadap sistem jaminan

produk halal. Kebijakan hukum yang sudah tepat, karena amanat Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal akan mewajibkan pada

setiap produsen untuk melakukan sertifikasi halal pada setiap produk yang

dipasarkan.

Problematika tumpang tindihnya peraturan yang masih berlaku saat ini

harus segera diakhiri dengan upaya unifikasi hukum dengan lahirnya Undang-

Undang Jaminan Produk Halal yang menjadikan BNP2H sebagai institusi

persertifikasi produk halal. Dan MUI masih memiliki peran strategis karena setiap

tetap dilibatkan dalam membangun kontruksi sistenm jaminan produk halal

bersama BNP2H dan MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk

memfatwakan halal dan tidaknya suatu produk.

3. Penelitian Asep Syarifudin Hidayat dan Mustholih Siraj17

Penelitian Anggota Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN-APSI),

Asep Syarifudin Hidayat dan Mustholih Siraj, yang diterbitkan Jurnal Ahkam

Volume XV Nomor 2 July 2015 dengan judul Sertifikasi Halal dan Sertifikasi

Non Halal Pada Produk Pangan Industri menyimpulkan sertifikasi halal pada

produk pangan sesuangguhnya memiliki fungsi dan peran yang sangat

menentukan bukan dari konsumen (masyarakat) tapi juga dari perspektif usaha.

Konsumen membutuhkan produk pangan aman dikonsumsi, dan bergizi serta

sehat mendatangkan ketentraman secara batin yang tidak bercampur dengan

17

Asep Syarifudin Hidayat dan Mustholih Siraj, ―Sertifikasi Halal dan Sertifikasi Non

Halal Pada Produk Pangan Industri‖, (Jakarta Selatan : DPN APSI, 2015).

Page 25: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

14

bahan-bahan non halal. Dari aspek pelaku usaha mereka membutuhkan konsumen

yang loyal sebagai target pemasaran produk yang mereka hasilkan. Terlebih pada

saat ini makanan (pangan) halal bukan lagi dibutuhkan oleh masyarakat muslim

tetapi dibutuhkan juga oleh masyarakat non muslim.

Lahirnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal terbilang sangat lambat

dari negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura yang telah melangkah begitu

jauh dalam merespon kebutuhan makanan (pangan) halal. Indonesia telah

memiliki pelabuhan yang menjadi pintu masuk bagi pengekspor barang ke Timur

Tengah yang mengisyaratkan produk yang diimpor harus bersertifikat halal.

Sebagai negara yang mayoritas muslim terbesar di dunia, sudah semestinya

Indonesia bisa mengejar ketertinggalan tersebut sehingga tidak lagi dijadikan

objek pemasaran produk yang berasal dari negara-negara lain.

4. Penelitian Nidya Waras Sayekti18

Pada tahun 2014 dalam Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik Vol.2

Nomor 5 Nidya Waras Sayeti menulis tentang Jaminan Produk Halal Perspektif

Kelembagaan. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa sertifikasi halal tidak

lagi menjadi ranah hukum agama, tetapi melebar dalam komodifikasi dagang.

Meskipun pada awalnya ditampilkan sebagai instrumen yang tepat bagi umat

Islam. Negara-negara sekuler pun berkomitmen serius untuk turut memproduksi

barang-barang halal, dan terkadang justru lebih terjamin ketimbang produksi yang

dilakukan oleh negara-negara Islam.

18

Nidya Waras Sayekti, ―Jaminan Produk Halal Perspektif Kelembagaan” (Jakarta: P3DI

Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, 2014)

Page 26: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

15

Berkaitan sertifikasi halal oleh MUI dan situasi masyarakat Indonesia

yang dibuktikan

dengan kronologi munculnya kebijakan sertifikasi halal di Indonesia dan

perkembangannya hingga sekarang menunjukkan kebijakan ini lebih banyak

dicampuri tindakan-tindakan bersifat politis. Kenyataan juga menunjukkan

kehadiran sertifikasi halal tidak sepenuhnya diterima oleh berbagai kalangan.

Dengan alasan sertifikasi halal akan menghambat kehidupan

keberagaman di Indonesia dan menyudutkan hak-hak umat beragama lainnya.

Namun di

satu sisi menguntungkan umat Islam, dan bahkan terasa mengistimewakannya.

Persoalan legitimasi—terutama dasar hukum atas insitusi sertifikasi

halal—menjadi konflik yang pelik bagi MUI. Inilah yang harus kita perhatikan

bersama. Rasionalitasnya, jika

pemerintah memang mendukung langkah MUI sebagai institusi yang sah, harus

segera disahkan undang-undang yang mengatur dengan jelas. Undang-undang

yang dimaksud yaitu mengenai kewajiban produsen dalam menjamin kehalalan

produk yang dihasilkan dan MUI ditunjuk dengan tegas sebagai lembaga penerbit

sertifikasi halal yang sah.

5. Penelitian Muhammad Zumar Aminuddin19

Penelitian yang dilakukan Muhammad Zumar Aminuddin, dari IAIN

Surakarta dengan judul Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia

dan Thailand. Penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam Jurnal Shahih Vol.1

19

Muhammad Zumar Aminuddin, Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia

dan Thailand, (Surakarta: IAIN Surakarta, 2015)

Page 27: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

16

Nomor 1 menyimpulkan Penanganan sertifikasi halal di Indonesia selama ini

dilakukan oleh Lembaga Pengkajian dan Penelitian Obat-obatan dan makanan

(LPPOM) MUI, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang merupakan wadah

ulama Indonesia dari berbagai unsur Islam yang ada di Indonesia. Namun dengan

keluarnya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal,

sertifikasi halal menjadi wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Produk halal

(BPJPH) yang merupakan lembaga negara. Artinya terjadi pergeseran dari

gerakan civil society ke program negara. Sertifikasi halal di Thailand menjadi

wewenang Central Islamic Council of Thailand (CICOT) yang merupakan wadah

ulama Thailand di tingkat nasional. Dukungan negara berupa pendanaan dan

dukungan lain dalam bentuk lembaga kajian ilmiah yaitu Halal Center Institute di

Chulakungcorn University.

6. Penelitian Susilowati Suparto20

Pada Jurnal Mimbar Hukum Vol. 28 Nomor 3 Tahun 2016, Susilowati

suparto menuliskan tentang Harmonisasi dan Sinkronisasi Pengaturan Sertifikasi

Halal terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia”. Penelitian tersebut

mengungkapkan selama BPJPH belum terbentuk sertifikasi halal tetap

dilaksanakan oleh LPPOM MUI. Praktik penyelenggaraan sertifikasi halal oleh

LPPOM MUI bersifat Sukarela, sehingga sertifikasi halal menunggu itikad baik

dari para pelaku usaha. Hal ini menyebabkan tidak semua produk tersertifikasi.

Sehingga belum memberikan kepastian hukum jaminan produk halal bagi

konsumen muslim.

20

Susilowati suparto, Djanurdi, Deviana Yuanita Sari, dan Agusuwandono, Harmonisasi

dan Sinkronisasi Pengaturan Sertifikasi Halal terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia,

(Bandung: Universitas Padjajaran, 2016)

Page 28: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

17

BPJPH dalam penyelenggaraannya bekerja sama dengan MUI dan LPH.

Pada hal ini BPJPH mensinergikan fungsi, tugas dan kewenangan

kementerian/lembaga terkait dalam proses sampai dengan pengawasan pasca

diterbitkannya sertifikasi halal.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu tentang Jaminan Produk

No Peneliti/Tahun Judul Penelitian Objek Formiil ObjekMateril

1 2 3 4 5

1 Endah Dwi

Rohayah/ UIN

Sunan

Ampel/2016

Politik Hukum Islam

dalam Regulasi

Jaminan Produk

Halal di Indonesia

Politik Hukum

Islam

Regulasi

Jaminan

Produk Halal

2 Murjani/ IAIN

Samarinda/2015

Sistem Jaminan

Produk Halal dan

Thayib di Indonesia :

Tinjauan Yuridis dan

Politis

Sistem Jaminan

Produk Halal

Tinjauan

dalam aspek

yuridis dan

politis

3

Nidya Waras

Sayekti/P3DI

Bidang Ekonomi

dan Analisis

Kebijakan

Publik/2015

Jaminan Produk

Halal Perspektif

Kelembagaan

Jaminan Produk

Halal

Perspektif

Kelembagaan

4 Muh. Zumar

Aminuddin/ IAIN

Surakarta/ 2016

Sertifikasi Produk

Halal : Studi

Perbandingan

Indonesia dan

Thailand

Sertifikasi Produk

Halal

Studi

Perbandingan

Indonesia dan

Thailand

5 Susilo Suparto, Harmonisasi dan Harmonisasi dan Perlindungan

Page 29: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

18

Djunardi/

Departemen

Hukum Perdata-

Universitas

Padjajaran/2016

Sinkronisasi

Pengaturan

Kelembagaan

Sertifikasi Halal

Terkait Perlindungan

Konsumen Muslim

Indonesia

Sinkronisasi

Pengaturan

Kelembagaan

Sertifikasi Halal

Konsumen

Muslim

Indonesia

6 Asep Syarifudin

Hidayat dan

Mustholih Siraj/

DPN-APSI/ 2015

Sertifikasi Halal dan

Sertifikasi Non Halal

Pada Produk Pangan

Industri

Sertifikasi Halal

dan Sertifikasi Non

Halal

Produk

Pangan

Industri

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum yang merupakan

kegiatan penelitian untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi, dengan

kemampuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.21

Jenis penelitian

yang dipergunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka dan

bahan sekunder.22

Pada penelitian jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang

tertulis dalam perundang-undangan atau peraturan.

21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Edisi Revisi Cet.ke VI, Jakarta : Kencana,

2010), h. 63. 22

Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta : Rajawali

Press, 2006), h. 18.

Page 30: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

19

2. Pendekatan Penelitian

Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama,

pendekatan perundang-undangan (statute approach) untuk menelaah perundang-

undangan dan peraturan yang termasuk dalam isu hukum yang diteliti. Kedua,

pendekatan konseptual (conseptual approach), untuk mengetahui serta menelaah

konsep yang berasal dari doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dan hukum

yang berkaitan.

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) peneliti memahami

hierarki dan asas hukum dalam peraturan perundang-undangan atau pendekatan

dengan menggunakan legislasi dan regulasi.23

Peneliti telah menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute

approach) untuk menelaah isu hukum dalam peraturan perundang-undangan atau

regulasi berdasarkan topik penelitian yaitu Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Pada metode pendekatan konseptual (conceptual approach) peneliti

memahami substansi hukum dan prinsip yang ditemukan dalam suatu pandangan

atau doktrin hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep dan prinsip dapat

ditemukan dalam peraturan/undang-undang.24

Peneliti telah menggunakan

pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk menelaah konsep dan

pandangan doktrin para tokoh yang terdapat dalam rumusan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

23

Marzuki, Penelitian Hukum, h. 137. 24

Marzuki, Penelitian Hukum, h. 178.

Page 31: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

20

3. Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan hukum

primer dan sekunder :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai otoritas

paling utama yaitu Risalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menguatkan bahan hukum

primer dan dapat dipergunakan dengan memperjelas konsep dalam penelitian.25

Dalam penelitian ini bahan sekunder terdiri dari buku yang berkaitan dengan

jaminan produk halal, sertifikasi halal, politik hukum, dan jurnal-jurnal serta

peraturan perundang-undangan terkait yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan, Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang

Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan sumber data sebagai penjelasan bahan hukum

primer dan baham hukum tersier. Dalam hal ini beberapa bahan hukum tersier

seperti kamus, ensiklopedia, bibliografi yang berhubungan dengan penelitian.

25

Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, Penelitian Hukum Normatif, h. 12.

Page 32: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

21

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

a. Penentuan Bahan Hukum

Peneliti telah menentukan bahan hukum yang relevan terhadap penelitian

yang dilakukan. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual

(conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute

approach) maka peneliti melakukan pencarian hasil pembahasan suatu

peraturan untuk menelaah faktor dan konsep hukum yang sesuai Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

b. Inventarisasi Bahan Hukum

Peneliti telah mengumpulkan dengan cara inventarisasi bahan hukum dan

cara studi kepustakaan yaitu dengan mencari dan mengumpulkan berbagai

bahan hukum primer,sekunder, dan tersier.

c. Pengkajian Bahan Hukum

Peneliti telah melakukan pengkajian bahan hukum. Dengan pengkajian

bahan hukum inilah proses pemahaman serta rasionalisasi terhadap konsep dan

teori.

d. Pengolahan Bahan Hukum

Peneliti telah melakukan pengolahan bahan hukum dengan cara editing.

yaitu pemeriksaan kembali bahan hukum yang diperoleh terutama dari

kelengkapannya, kesesuaian, dan relevansinya dengan kajian yang diteliti.

Page 33: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

22

I. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi

dalam lima bab. Setiap bab mempunyai beberapa sub bab.

Bab I : Pendahuluan

Bab ini mengemukakan pendahuluan yang menyajikan latar belakang,

Identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab II : Politik Hukum, Teori Kepastian Hukum, dan Teori Sistem Hukum

Bab ini menguraikan beberapa teori diantaranya adalah pengertian dan

ruang lingkup politik hukum, teori kepastian hukum dan teori sistem

hukum.

Bab III: Jaminan Produk Halal

Bab ini menguraikan tentang: 1) Konsep halal dan Produk halal, 2)

Sertifikasi Halal Sebelum Terbentuknya Undang-Undang Tentang

Jaminan Produk Halal, 3) Anotasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

Tentang Jaminan Produk Halal.

Bab IV: Faktor-Faktor Pembentukan Undang-Undang Tentang Jaminan Produk

Halal

Bab ini membahas tentang 1) Aspek filosofis undang-undang jaminan

produk halal 2) Aspek sosiologis pembentukan undang-undang jaminan

produk halal, 3) Aspek yuridis pembentukan undang-undang jaminan

produk halal, 4) Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal, 5) Pandangan

Page 34: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

23

Akhir Fraksi-Fraksi Mengenai Rancangan Mengenai Rancangan pada

Undang-Undang Jaminan Produk Halal,6) Penyelenggaraan Jaminan

Produk Halal Sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal disahkan,

7) Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Setelah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal disahkan.

Bab V: Penutup

Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari pemaparan

yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Bab ini dimaksudkan

untuk memberikan atau menunjukkan bahwa problem yang diajukan dalam

penelitian ini bisa dijelaskan secara komperehensif dan diakhiri dengan

saran-saran untuk pengembangan studi lebih lanjut

Page 35: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

24

BAB II

KAJIAN TEORI: POLITIK HUKUM TUJUAN HUKUM

DAN SISTEM HUKUM

A. Politik Hukum

1. Pengertian Politik Hukum

Istilah politik dalam Bahasa Arab disebut dengan “ ياسة yang berarti ”الس

siasat, dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dengan politic yang berarti bijaksana.

Pada pembicaraan sehari-hari diartikan sebagai suatu cara yang dipakai untuk

mewujudkan tujuan.26

Istilah politik pertama kali dikenalkan melalui buku Plato yaitu yang

berjudul Politeia yang dikenal dengan republik, dan selanjutnya muncul karya

Aristoteles yang berjudul Politeia. Dari kedua karya tersebut, yang dipandang

sebagai pangkal pemikiran politik yang berkembang saat ini. Politik merupakan

istilah yang diartikan untuk konsep pengaturab masyarakat, sebab kedua karya

tersebut menyangkut tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah

pemerintahan yang dijalankan oleh rezim demi terwujudnya masyarakat yang

baik.27

Terdapat beberapa pandangan ahli, yang mendefinisikan politik. Menurut

Meriam Budiardjo28

, politik merupakan berbagai kegiatan dalam suatu sistem

negara berkaitan dengan proses yang menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai

26

Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, (Jakarta : Prenada Media, 2016), h. 1 27

Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, h.2 28

Mariam Budiardjo, Dasar Ilmu Poltik, (Jakarta : Gramedia, 1982), h.8

Page 36: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

25

oleh suatu negara. Pandangan Deliar Noer29

bahwa politik adalah kegiatan atau

aktivitas yang berhubungan dengan kekuasaan untuk memberikan pengaruh,

dengan cara mengubah atau mempertahankan susunan masyarakat.

Pandangan lain dari Roger. H. Soltau30

mengemukakan pengertian politik

adalah ―Political Science, then, is going to be study of state, its aims and

purposes, the institutions by which those are going to be realized, its relation with

its individual members and written about all these questione.”

(Ilmu Politik, untuk selanjutnya akan dianggap pelajaran tentang negara

maksud, dan tujuan negara, lembaga yang melaksanakan tujuan tersebut,

hubungan antara negara dengan warganya, serta hubungan antarnegara dan juga

apa yang dipikirkan warganya serta hubungan antar negara dan juga apa yang

dipikirkan warganya, keluhan ditulis dalam pertanyaan).

Definisi yang dikemukakan oleh Bellfroid bahwa rechtpolitiek yaitu

proses pembentukan hukum positif (ius constitutum) dari hukum yang akan dan

harus ditetapkan (ius constituendum) untuk memenuhi kebutuhan perubahan

dalam kehidupan masyarakat. Politik hukum terkadang juga dikaitkan dengan

kebijakan publik (public policy) yang menurut Thomas Dye yaitu ―whatever the

government choose to do or not to do‖.31

Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris policy atau dalam bahasa

Belanda politiek yang secara umum dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip umum

29

Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, (Jakarta : Rajawali Press, 1982), h. 36 30

Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, h.2 31

Sri Wahyuni, ―Politik Hukum Islam di Indonesia (Studi terhadap Legislasi Kompilasi Hukum

Islam)‖, Jurnal Mimbar Hukum No. 59 T XIV, al-Hikmah, 2003

Page 37: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

26

yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah dalam mengelola, mengatur atau

menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-

bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian

hukum/peraturan,dengan suatu tujuan yang mengarah pada upaya mewujudkan

kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara).

Selanjutnya, kata ―hukum‖ berasal dari Bahasa Arab ―Al-Hukm” yang

berarti suatu keputusan. Dalam Black’s Law Dictionary32

dijelaskan bahwa : ―Law

in genesic tense, is a body of rules of action or conduct prescribed by controling

authority and having binding legal force”

Secara sederhana, Sri Soemantri Martosoewignjo33

bahwa hukum

merupakan seperangkat aturan tindakan dan tingkah laku yang ada dalam

masyarakat. Adapun pengertian dari Oxford English Dictionary adalah : ―Law is

the body of role, whether formally enacted or customary, whish a state or

community recognized as binding on its members or subjects.” (Hukum adalah

kumpulan aturan, perundang-undangan, atau hukum kebiasaan, dimana suatu

negara atau masyaraat mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan

mengikat terhadap warganya)

Mahfud Md34

mendefinisikan politik hukum adalah Legal policy atau garis

(kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan perbuatan

hukum baru maupun hukum lama dalam rangka mencapai tujuan negara. Padmo

32

Hanry Compell Black, Black’s Dictionary, St Paul : Wet Publishing, 1991, h. 614 dalam

kutipan buku Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, h. 4 33

Sri Sumantri Martosoewignjo, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Cet. 1,

Bandung : Alumni Press, 1992), h. 33 34

Mahfud Md, Poltik Hukum di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h. 1

Page 38: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

27

Wahjono35

dalam bukunya menjelaskan bahwa politik hukum merupakan

kebijakan penyelenggaraan negara yang bersifat mendasar dalam menentukan

arah, bentuk, maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang

akan dibentuk dan tengang apa yang dijadikan kriteria umtuk menghukumkan

sesuatu berkaitan dengan hukum yang akan datang.

Satjipto Rahardjo menjelaskan politik hukum adalah aktivitas (kegiatan)

memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan

hukum tertentu dalam masyarakat (lebih menitikberatkan pada pendekatan

sosiologis).36

Dari berbagai definisi yang tersebut adanya substansi yang sama bahwa

politik hukum merupakan legal policy tentang hukum yang akan diberlakukan

untuk mencapai tujuan suatu negara. Hukum diposisikan sebagai alat untuk

mencapai tujuan negara. Sehingga secara praktis politik hukum juga dapat

digunakan oleh pemerintah untuk mencapai sistem hukum nasional yang sesuai

dengan tujuan negara.37

Dasar definisi yang telah dikemukakan tersebut didasarkan pada kenyataan

bahwa negara mempunyai tujuan yang harus dicapai dan adanya upaya itu

dilakukan dengan menggunakan hukum sebagai alat pemberlakuan atau

penindaklanjutan hukum sesuai dengan tahapan perkembangan yang dihadapi

35

Pahmo Wahjojo, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, (Cet-II. Jakarta : Ghalia

Indonesia, 1986). h. 160 36

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Cet.Ke-3, Bandung : Citra Aditya, 1991), h.352 37

C.F.G Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

(Bandung: Alumni, 1991), h.1

Page 39: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

28

oleh masyarakat dan negara kita. Pandangan hukum sebagai produk politik38

memposisikan bahwa hukum sebagai subsistem kemasyarakatan yang ditentukan

oleh politik. Apalagi dalam tataran ide atau cita hukum. Dalam hal ini, bukan

hanya hukum (dalam arti Undang-Undang) dalam produk politik tetapi juga

mencakup hukum dalam arti yang lain, termasuk konstitusi atau Undang-Undang

Dasar 1945.

Menurut K.C. Wheare mengatakan bahwa, ―Constitution, when they are

framed and adopted, tend to reflect the dominant belieft and interest or some

compromise between conflicting beliefs and interests, which are characteristic the

society at the time. A constitution is indeed the resultant of parallelogramof

forces-political, economic and social which operate at that time of its adoption”.

Dari pengertian Wheare tersebut jelas bahwa konstitusi (yang ada dalam arti

mencakup semua peraturan perundang-undangan dalam pengorganisasian negara)

merupakan produk kesepakatan politik, ekonomi, dan budaya yang sangat

mempengaruhi.39

Selain Wheare, ada 2 pakar yang mengemukakan bahwa asumsi dan

konsep tertentu hukum merupakan produk perkembangan atau keadaan politik.

Menurut Ismail Sunny40

mengatakan dari sudut pandangan hukum, suatu revolusi

jaya dengan sendirinya merupakan suatu kenyataan yang menciptakan hukum,

38

Istilah hukum sebagai produk politik merupakan pandangan dari Mahfud Md yang

berangkat dari cakupan studi ruang lingkup politik hukum dan latar belakang politik dibalik

lahirnya hukum dan pengaruhnya terhadap produk hukum. 39

K.C. Wheare, the Modern Consstitutions, (Oxford University : Third Impression,

London, New York, Torontom 1975), h. 67 40

Ismail Sunny, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, (Cet. V, Jakarta : Aksara Baru, 1983), h.

1

Page 40: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

29

oleh karena itu kesahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia harus

dipertimbangkan dengan menunjuk pada berhasilnya revolusi Indonesia.

Selanjutnya, dalam buku General Theory of Law and State, Hans Kelsen

mengatakan bahwa suatu keadaan politik yang menimbulkan pemerintahan dan

hukum baru dapat sah sebagai pemerintah dan konstitusi baru sejauh pemerintah

tersebut secara politik mampu mempertahankan dan memberlakukan. (If the New

Goverment is able to maintain the new constitution are, according to

Internasional law, the legitimate goverment and the valid constitution of the

state)41

Beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para pakar ahli hukum

mengantarkan pemahaman bahwa studi politik hukum mencakup legal policy

(sebagai kebijakan resmi negara) tentang hukum yang diberlakukan atau tidak

diberlakukan. Terdapat perbedaan cakupan antara politik hukum dan studi politik

hukum, karena cakupan politik hukum bersifat kebih formal pada kebijakan resmi

sedangkan studi politik hukum mencakup kebijakan resmi dan hal-hal lain yang

terkait dengannya.42

Menurut Mahfud Md ruang lingkup studi politik hukum mencakup tiga

hal, diantaranya sebagai berikut :

1) Kebijakan negara (garis resmi) tentang hukum yang akan diberlakukan atau

tidak diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara.

2) Latar belakang politik, ekonomi, sosial, budaya, atas lahirnya politik

hukum.

41

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (Cambridge : Harvard University Press,

1945) h.365 42

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h.3-4

Page 41: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

30

3) Penegakan hukum didalam kenyataan lapangan.

Menurut Satjipto Rahardjo, terdapat beberapa pandangan tentang studi

politik hukum adalah :

1) Apa yang ingin dicapai dengan sistem hukum yang ada.

2) Cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk bisa dipakai

mencapai tujuan tersebut.

3) Kapan waktu hukum itu perlu diubah dan melalui cara-cara bagaimana

perubahan itu sebaiknya dilakukan.

4) Dapatkah dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan, yang membantu

memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan

tersebut secara baik.43

Dalam ruang lingkup kegiatan politik hukum adalah meliputi beberapa hal

sebagaimana berikut :

1) Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat oleh penyelenggara negara yang berwenang meneruskan politik

hukum.

2) Proses pendekatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi (sebagaimana

terdapat pada point 1) ke dalam sebuah rancangan peraturan perundang-

undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan dan

menetapkan hukum.

3) Fakta-fakta yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum baik

yang akan datang maupun yang sudah ditetapkan.

43

Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, h. 9

Page 42: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

31

4) Pelaksanaan dan peraturan yang merupakan implementasi dari politik

hukum suatu negara.44

2. Konfigurasi Politik di Indonesia

Berdasarkan beberapa definisi ahli bahwa hukum adalah instrumen dari

politik atau keinginan politik pada pembentukan perundang-undangan untuk

sebuah kepentingan. Oleh karena itu, pembentukan undang-undang menjadi

medan pertarungan dan pembenturan dari berbagai kepentingan yang kemudian

mencerminkan suatu konfigurasi kekuatan dan kepemtingan yang ada pada

masyarakat.45

Istilah konfigurasi merupakan arti dari bentuk wujud yang

menggambarkan orang atau benda). Menurut Mahfud Md konfigurasi

disandingkan dengan susunan konstelasi politik. Istilah konstelasi politik yang

tediri dari dua kata yaitu konstelasi dan politik. Konstelasi yang berartu gambaran

atau keadaan yang diperlihatkan (yang sedang terjadi). Pada negara demokratis,

pemerintah menjadi cerminan dari kekuatan yang ada dalam masyarakat. Oleh

karena itu, konstelasi politik adalah rangkuman dari kehendak-kehendak politik

masyarakat.46

Oleh karena itu, Mahfud Md mengemukakan perjalanan konfigurasi

politik sangat berkaitan dengan perjalanan politik dalam mempengaruhi hukum

44

Abdul Manan. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek Ketatanegaraan

Islam dan Sistem Hukum Barat, h. 10 45

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,

(Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2002), h. 26 46

Mahfud Md, Politik Hukum, h. 76

Page 43: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

32

dengan cara melihat kondisi kekuasaan yang ada dibelakang pembuatan dan

proses penegakan hukum.47

Terdapat dua konsep konfigurasi politik hukum yaitu:

1) Konfigurasi politik demokratis dengan ciri melahirkan hukum yang

responsif. Merupakan susunan sistem politik dengan membuka kesempatan

(peluang) bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan

kebijaksanaan umum. Partisipasi ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh

wakil-wakil rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip

kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan

politik.48

2) Konfigurasi politik otoriter adalah susunan sistem politik yang lebih

memungkinkan negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir

seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijaksanaan negara. Konfigurasi ini

ditandai dengan dorongan elite kekuasaan untuk melaksanakan persatuan

untuk menentukan kebijaksanaan negara dan dominasi kekuasaan politik

oleh elite politik yang kekal, serta dibalik itu semua ada yang membenarkan

konsentrasi kekuasaan. 49

Sebagaimana dalam penjelasan diatas, bahwa dalam suatu pemerintahan

terdapat konfigurasi politik yang sesuai pada rezminya. Selain itu, terdapat

karakteristik produk hukum di Indonesia yang terbagi menjadi dua:50

47

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h. 77 48

Pengertian tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Henry B. Mayo, An Introduction to

Democratic Theory, (Network : Oxford University Press, 1960), h. 70 yang dikutip oleh Mahfud

Md dalam buku Politik Hukum di Indonesia, h.31 49

Pengertian tersebut disunting dari pengerttian totaliterisme sebagaimana dikemukakan

oleh Carter dan Herz yang dikutip oleh Mahfud Md dalam buku Politik Hukum di Indonesia, h.31 50

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h. 31-32

Page 44: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

33

1) Produk hukum responsif / populistik adalah produk hukum yang

mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Pada

proses perancangannya memberikan peranan besar dan partisipasi penuh

baik dari kelompok-kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.

Oleh karena itu, hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan

kelompok sosial ataupun individu dalam masyarakat.

2) Produk hukum konservatif atau Ortodoks adalah produk hukum yang

isinya lebih mencerminkan visi sosial elite politik, lebih mencerminkan

keinginan pemerintah, bersifat positivis-intrumentalis yaitu menjadi alat

pelaksanaan ideologi dan program negara. Kemudian bersifat tertutup

terhadap tuntutan kelompok masyarakat maupun individu didalam

masyarakat.

Pada produk hukum yang berkarakter responsif, proses pembuatannya

bersifat partisipatif. Yaitu mengundang sebanyak-banyaknya partisipasi

masyarakat melalui kelompok-kelompok sosial dan individu di dalam masyarakat.

Melihat pada fungsinya juga, karakter hukum responsif juga bersifat aspiratif.

Artinya memuat materi yang secara umum sesuai denga aspirasi dan kehendak

masyarakat yang dilayaninya. Pada segi penafsiran, biasanya memberi peluang

bagi pemerintah untuk membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan

pelaksanaan.51

Berbeda dengan produk hukum yang bersifat Ortodoks bersifat sentralistik

dalam arti lebih didominasi oleh lembaga negara terutama pemegang kekuasaan

51

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h. 33

Page 45: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

34

eksekutif. Hukum ini juga bersifat positivis-instrumentatif. Memuat materi yang

lebih merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat

materi yang lebih merupakan alat untuk mewujudkan kehendak dan kepentingan

program pemerintah.Pada segi penafsiran, memberikan peluang luas kepada

pemerintah untuk membuat berbagai interpretasi dengan berbagai peraturan

lanjutan yang berdasarkan visi sepihak dari pemerintah. 52

Tabel 2.1 Indikator Sistem Politik Dan Karakter Produk Hukum

Konfigurasi Politik Demokratis Konfigurasi Politik Otoriter

Parpol dan Parlemen kuat

menentuka haluan atau

kebijakan negara

Parpol dan Parlemen lemah,

dibawah kendali eksekutif

Lembaga Eksekutif

(pemerintah) netral

Lembaga Eksekutif (Pemerintah)

Intervensionis

Pers bebas, tanpa sensor dan

pemberendelan

Pers terpasung, diancam sensor

dan pemberendelan

Karakter Produk Hukum

Responsif

Karakter Produk Hukum

Ortodoks

Pembuatannya partisipatif Pembuatannya Sentralistik –

Dominatif

Muatannya Inspiratif Muatannya positivist –

Instrumentalistik

Rincian isinya limitatif Rincian isinya open

interpretative

Page 46: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

35

Perkembangan konfigurasi politik di Indonesia sampai sekarang

menunjukkan bahwa senantiasa terjadi pergantian, pergeseran, atau tolak tarik

antara konfigurasi demokratis dan ikonfigurasi otoriter. Gambaran spesifik

konfigurasi politik Indonesia sebagai berikut:

1) Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi pembalik arah

dan penampilan konfigurasi politik. Periode ini politik menjadi cenderung

sangat demokratis dan dapat diidentifikasi sebagai demokrasi liberal.

Keadaan ini berlangsung hingga tahun 1959, saat presiden Soekarno

menghentikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada periode ini juga

pernah berlaku tiga macam konstitusi yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS

1949 dan UUDS 1950. Namun konfigurasi politik yang ditampilkan saat

itu adalah konfigurasi politik yang demokratis. Indikatornya adalah partai-

partai saat itu lebih dominan. Pada saat yang sama posisi pemerintah

sangat lemah dan sangat mudah dijatuhkan dengan ―mosi‖ di parlemen.

Begitu juga dengan kebebasan pers untuk mengekspresikan temuan, opini

dan kritik-kritiknya.53

2) Konfigurasi politik demokratis54

adalah sistem politik yang membuka

peluang dan kesempatan bagi partisipasi rakyat secara ikut aktif

memutuskan kebijaksanaan umum. Partisipasi ini ditentukan oleh wakil

rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan diselenggarakan dalam suasana kebebasan politik. Pada

periode 1945-1959 mulai ditarik lagi ke arah yang berlawanan menjadi

53

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h.360 54

Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis : Antara Otonomi dan Kontrol, (Jakarta:

CV. Rajawali, 1985), h.8-9

Page 47: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

36

otoriter sejak tahun 1957. Ketika presiden soekarno melemparkan

konsepsinya tentang demokrasi terpimpin. mkonfigurasi politik

sebelumnya dinilai sangat bertentangan dengan budaya di Indonesia, oleh

karena itu harus ditinggalkan. Sangat terlihat pada demokrasi terpimpin

tidak ada demokrasi, yang terjadi adalah sikap otoriter pemerintah yang

berpusat di Istana presiden sangat kuat. Sehingga lembaga perwakilan

rakyat sangat lemah. Kewenangan DPR seringkali di Intervensi dengan

dikeluarkannya Penpres dan Perpu akhirnya parlemen hasil pemilu ini

dibubarkan dengan adanya Penpres. Kebebasan pers mulai ditekan,

melalui pemberedelan, sensor dan pemenjaraan. Pada demokrasi terpimpin

ada tiga kekuatan besar yang saling tarik-menarik dan memanfaatkan yaitu

Presiden Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunis Indonesia (PKI)

3) Konfigurasi politik otoriter pada era globalisasi terpimpin berakhir pada

tahun 1966 ketika Orde Baru yang berintikan Angkatan Darat tampil

sebagai pemeran utama dan membentuk rezim baru. Tampilnya ABRI

diberi jalan oleh peristiwa G/30 S/PKI yang menyebabkan PKI dan

Soekarno sendiri tak dapat mempertahankan jabatannya. Pada awal Orde

Baru memulai langkah politiknya dengan demokratis-liberal. Tetapi,

langgam tersebut hanya sementara yaitu selama pemerintah berusaha

membentuk format baru politik Indonesia. Setelah terbentuknya Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Page 48: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

37

1969 serta hasil dari Pemilu Tahun 1971. Maka sistem politik beralih ke

arah yang lebih otoritarian.55

Berikut ini ciri otoritarian pada konfigurasi politik Orde Baru

terlihat pada: Pertama, sistem kepartaian yang hegemonik, sangat

kompetitif karena yang sangat dominan dan menentukan agenda politik

nasional adalah partai yang mendukung dan didukung dengan kuat oleh

pemerintah, yaitu Partaia Golkar. Kedua, peranan eksekutif sangat

dominan yang ditandai tindakan-tindakan intervensionis dan pembentukan

jaringan-jaringan korporatis serta produk hukum. Ketiga, kebebasan pers

yang relatif terbatas. Dengan demikian, konfigurasi era Orde Baru lebih

menonjolkan ciri otoriternya sehingga dikualifikasikan sebagai konfigurasi

politik otoriter. Oleh karena itu, pada era Orde Baru ini keputusan bidang

legislasi lebih banyak diwarnai oleh visi pemerintah. Termasuk Lembaga

Surat Izin Terbit (LSIT) yang dulunya dikecam sebagai alat yang

memberendel pers eksistensinya dipertahankan melalui Lembaga Surat

Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).56

B. Teori Tujuan Hukum

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang memiliki kekuasaan yang dapat

berbuat untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi dunia. Kekuasaan yang

menjadi titik sentral dari seluruh kehidupan manusia dalam melakukan kegiatan di

dunia. Manusia merupakan pelaku atau subyek bukan alat atau obyek yang

55

Giovanni Sartori, Parties And Party System, A Framework for analtis (Cambridge:

Cambridge Universities Press), h. 47. 56

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h.363

Page 49: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

38

memiliki kepentingan dan tuntutan yang diharapkan dapat terlaksana dengan

baik.57

Kaidah hukum melindungi kepentingan manusia terhadap bahaya yang

mengancam juga mengatur hubungan diantara manusia. Mengatur hubungan

diantara manusia agar tercipta ketertiban atau stabilitas dan diharapkan dapat

dicegah atau diatasi terjadinya konflik atau gangguan kepentingan-kepentingan.

Mengatur hubungan manusia dan meningkatkan atau mengembangkan

hubungan antar manusia. Kaidah hukum fungsinya melindungi kepentingan

manusia, baik secara individual maupun secara kelompok maka manusia yang

memiliki kepentingan hukum itu dihayati, dipatuhi, dilaksanakan dan ditegakkan.

Kesadaran pada diri manusia pada dasarnya adalah manusia memerlukan

perlindungan kepentingan yaitu hukum yang dipatuhi dan dilaksanakan serta

ditegakkan agar kepentingannya maupun kepentingan orang lain terlindungi dari

ancaman disekelilingnya.58

Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa hukum sebagai alat yang

merupakan sarana dan langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk

menciptakan sistem hukum nasional guna mencapai cita – cita bangsa dan tujuan

negara. Negara mempunyai tujuan yang harus dicapai dan upaya untuk mencapai

tujuan dengan menggunakan hukum sebagai alat melalui pemberlakuan atau

penindak berlakuan hukum-hukum sesuai dengan tahap-tahap perkembangan

yang dihadapi oleh masyarakat dan negara kita.59

57

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Jakarta : Cahaya Atma, 2012), h. 13 58

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, h. 17 59

Mahfud Md, Poltik Hukum di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h. 2

Page 50: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

39

Menurut Radbruch, hukum memiliki tiga aspek yaitu :

1) Aspek keadilan yang merujuk pada ―kesamaan hak didepan hukum‖.

Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang paling utama

dari pada dan kemanfaatan dan kepastian hukum.

2) Aspek kemanfatan yang menunjukkan tujuan dari hukum yaitu

memajukan kebaikan hidup manusia dalam yang menentukan isi hukum,

Untuk menumbuhkan nilai kebaikan bagi manusia sebagai suatu nilai

dalam hukum. Nilai kebaikan bagi manusia dapat dihubungkan dalam tiga

subyek diantaranya individu, kolektivitas dan kebudayaan.60

3) Aspek kepastian menunjukkan pada jaminan bahwa hukum (yang berisi

keadilan dan norma yang memajukan kebaikan) benar-benar berfungsi

sebagai peraturan yang ditaati. Pertama, hukum itu positif. Kedua, hukum

itu didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti yaitu

dengan adanya keterangan. Ketiga, kenyataan (fakta) harus dirumuskan

dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam

pemaknaan Di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif

tidak boleh mudah berubah.61

Kepastian hukum merujuk pada pelaksanaan tata kehidupan yang dalam

pelaksanaannya jelas, teratur, konsisten, dan konsekuen serta tidak dapat

dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif dalam

kehidupan masyarakat

60

Bernard, L.Yahya, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,

h.130-131 61

Bernard, L.Yahya, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,

h. 131

Page 51: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

40

C. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman

Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil

tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum yaitu substansi

(isi) hukum meliputi perangkat perundang-undangan, struktur hukum merupakan

aparat penegak hukum dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living

law) yang dianut dalam suatu masyarakat.62

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem

struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan

baik. Struktur hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 mulai

dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas).

Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh

kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang

menyatakan ―Fiat Justitia Et Pereat Mundus‖ meskipun dunia ini runtuh hukum

harus ditegakkan. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat

penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen. Suatu peraturan

perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang

baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak

hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak

hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen

62

Lawrence M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. (Bandung : Nusa Media

2011). h. 7

Page 52: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

41

yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa

faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum.

Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada

masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak

hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.

Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan “To begin with, the legal

sytem has the structure of a legal system consist of elements of this kind: the

number and size of courts; their jurisdiction …Strukture also means how the

legislature is organized …what procedures the police department follow, and so

on. Strukture, in way, is a kind of crosss section of the legal system…a kind of still

photograph, with freezes the action.”63

Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini, jumlah dan

ukuran pengadilan, yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka

periksa), dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya.

Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak

boleh dilakukan oleh presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan

sebagainya. Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada

dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.

Struktur merupakan pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum

dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan

bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan serta proses hukum itu berjalan

dan dijalankan. Di Indonesia misalnya jika kita berbicara tentang struktur sistem

63

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 5-6

Page 53: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

42

hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi

penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.64

2. Substansi Hukum

Substansi hukum menurut Friedman “Another aspect of the legal system is

its substance. By this is meant the actual rules, norm, and behavioral patterns of

people inside the system the stress here is on living law, not just rules in law

books”.65

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansi. Substansi

merupakan aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam

system itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi

aparat penegak hukum.

Dalam teori Lawrence M. Friedman hal ini disebut sebagai sistem

substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.

Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam

sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru

yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law),

bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books).66

Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil Law Sistem atau sistem

Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah

menganut Common Law Sistem atau Anglo Saxon) dikatakan hukum adalah

peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak

64

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta : Gunung Agung, 2002), h.8 65

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 12 66

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 14

Page 54: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

43

tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di

Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP.

Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan ―tidak ada suatu perbuatan pidana yang

dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya‖.67

Sehingga bisa atau

tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut

telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

3. Budaya Hukum

Budaya atau kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah sikap

manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta

harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial

yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalah gunakan.

Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin

tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik

dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara

sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu

indikator berfungsinya hukum.68

Berdasarkan sistem hukum di Indonesia, Teori Friedman menjadi

pedoman dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah

bagian dari struktur bersama dengan organ jaksa, hakim, advokat, dan lembaga

permasyarakatan. Interaksi antar komponen pengabdi hukum ini menentukan

kokoh nya struktur hukum. Walau demikian, tegaknya hukum tidak hanya

ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait dengan kultur hukum di

67

Lihat dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 68

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 16

Page 55: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

44

dalam masyarakat. Namun hingga kini ketiga unsur sebagaimana yang dikatakan

oleh Friedman belum dapat terlaksana dengan baik, khususnya dalam struktur

hukum dan budaya hukum.

Berkaitan dengan budaya hukum, Friedman berpendapat : “The third

component of legal system, of legal culture. By this we mean people’s attitudes

toward law and legal system their belief …in other word, is the climinate of social

thought and social force wich determines how law is used, avoided, or abused”.

Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia

(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum

yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.69

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial

tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk

menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat kearah yang

lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah

atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum

tersebut ke dalam praktek hukum, atau dengan kata lain, jaminan akan adanya

penegakan hukum (law enforcement) yang baik.70

Sependapat dengan M. Friedman, Sajtipto Rahardjo menjelaskan hukum

pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari asas-asas paradigma hukum yang terdiri

69

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 17 70

Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta : Kencana,

2013), h. 40

Page 56: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

45

atas fundamental hukum dan sistem hukum. Beberapa fundamental hukum

diantaranya legislasi, penegakan dan peradilan sedangkan sistem hukum meliputi

substansi, struktur dan kultur hukum. Kesemuanya itu sangat berpengaruh

terhadap efektivitas kinerja sebuah hukum. Dari beberapa definisi tersebut, dapat

kita artikan bahwa berfungsinya sebuah hukum merupakan pertanda bahwa

hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha untuk

mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup. Tingkat

efektivitas hukum juga ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat kepatuhan warga

masyarakat terhadap aturan hukum yang telah dibuat. 71

Menurut Achmad Ali jika suatu aturan hukum dapat ditaati oleh sebagian

besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, maka dapat diartikan bahwa aturan

hukum tersebut efektif. Namun demikian meskipun sebuah aturan yang ditaati

dapat dikatakan efektif, derajat keefektivannya masih bergantung pada

kepentingan mentaatinya. Jika ketaatan masyarakat terhadap suatu aturan hukum

karena kepentingan yang bersifat compliance (takut sanksi), maka derajat

ketaatannya dinilai sangat rendah. Berbeda ketika ketaatannya berdasarkan

kepentingan yang bersifat internalization, yakni ketaatan karena aturan hukum

tersebut benar-benar cocok dengan nilai intrinsik yang dianutnya, maka derajat

ketaatan seperti inilah yang merupakan derajat ketaatan tertinggi.72

71

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas,

2010), h. 8 72

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum. h. 27

Page 57: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

46

BAB III

JAMINAN PRODUK HALAL

A. Konsep Halal

Dalam penyusunan undang-undang Jaminan Produk Halal konsep

berkaitan dengan ―produk‖ seharusnya dipahami secara menyeluruh supaya

perumusan dan penerapan bisa dapat dilakukan dengan baik. Kata ―Halalan‖

berasal dari kata ―Halla‖ yang berarti ―tidak terikat‖. Kata ―Halalan‖ berarti hal-

hal yang boleh dan dapat dilakukan dengan ketentuan yang melarangnya. Dalam

pengertian bahasa halal adalah perbuatan yang dibolehkan, diharuskan, diizinkan

dan dibenarkan atas syariat Islam. Sedangkan, haram adalah perkara atau

perbuatan yang dilarang atau tidak diperbolehkan oleh Syariat Islam

Dasar pertama yang ditetapkan Islam adalah bahwa segala sesuatu yang

diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram kecuali

karena ada ketentuan yang sah dan tegas dari Allah dan Rasul yang

mengharamkannya. Kalau tidak ada ketentuan yang sah, misalnya karena ada

sebagian hadis lemah atau tidak ada ketentuan yang tegas menunjukan haram,

maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu halal dan mubah sebagian

hadis lemah atau tidak ada ketentuan yang tegas menunjukan haram,maka hal

tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu halal dan mubah.

Berikut ini beberapa ayat AI-Quran yang memerintahkan untuk memakan

makanan yang halal, antara lain:

ا ٱلاص أي ي ۥ لكنأ عذ ي إيأط ت ٱلش ل تتبعا خط لا طيباا

ض حل رأ ا فى ٱلأ كلا هو

بيي ه

Page 58: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

47

Artinya: Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi ini secara halal

dan

baik. Dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia adalah

musuh yang nyata bagi kalian" (QS. Al-Baqarah : 168).

بذى )ياا أتنأ إيا تعأ إىأ ك كزا لل اشأ ا الذيي آها كلا هيأ طيبات ها رسقأاكنأ (۱٧۲أي

م الذ م عليأكن الأويأتة ل إوا حز طز غيأز باغ فوي اضأ لغيأز للا ل ب ها أ أشيز ن الأخ لحأ

غفر رحين إى للا (۱٧۳)عاد فل إثأن عليأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-

baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-

benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya

mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika

disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan

terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 172-173).

Berdasarkan ayat di atas, terdapat 5 (lima) macam makanan yang

diharamkan (qardhawi, 1993), dengan rincian sebagai berikut:

1. Diharamkannya Bangkai

Bangkai adalah binatang yang mati dengan sendirinya tanpa ada

suatu usaha manusia yang memang sengaja disembelih atau dengan

berburu. Salah satu sebab diharamkannya bangkai adalah karena binatang

yang mati dengan sendirinya umumnya mati karena suatu sebab, mungkin

karena penyakit yang mengancam atau karena keracunan makanan.

Penyebab yang tidak jelas tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan

bahaya pada manusia. Dalam AI-Qur'an, Allah memperinci yang dimaksud

dengan bangkai. Dalam Surat Al-Maidah Ayat 3 yang artinya:

"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang

disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati)

Page 59: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

48

karena dipukul, yang (mati)karena jatuh dari atas, yang (mati) karena

ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang

dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala. "

2. Diharamkannya Darah yang Mengalir

Orang-orang jahiliyah dahulu jika merasa lapar diambilnya sesuatu yang

tajam lalu ditusukkan kepada unta atau binatang lain dan darahnya yang

mengalir dikumpulkan kemudian diminum. Mengeluarkan darah dengan

cara seperti itu menyakiti binatang dan diduga berbahaya bagi kesehatan

sebagaimana halnya bangkai. Darah yang diharamkan untuk dikonsumsi

hanyalah darah yang mengalir.

3. Diharamkannya Babi

Perilaku babi yang suka makan makanan yang kotor-kotor dan najis

menjadikan babi dianggap sebagai binatang yang kotor. Terlebih ilmu

pengetahuan telah membuktikan bahwa memakan daging babi dapat

membahayakan kesehatan karena mengandung cacing pita. Sebagaimana

dalam Qur’an Surat AI-A'raf: 156 yang artinya "Dan Allah mengharamkan

atas mereka yang kotor."

4. Diharamkannya Binatang yang Disembelih Bukan Karena Allah

Yang dimaksud binatang yang disembelih bukan karena Allah adalah

binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, misalnya

nama berhala kaum penyembah berhala dahulu (watsaniyyin) apabila

hendak menyembelih binatang mereka sebut nama berhala mereka seperti

Latta dan Uzza. Jadi, sebab diharamkannya disini adalah untuk melindungi

Page 60: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

49

kemurnian aqidah dan memberantas kemusyrikan. Oleh karena itu, dalam

penyembelihan diberlakukan berbagai syarat, yaitu:

a. Binatang tersebut harus disembelih atau ditusuk (nahr) dengan suatu alat

yang tajam yang dapat mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang

tersebut, baik alat itu berupa batu ataupun kayu.

b. Penyembelihan atau penusukan itu harus dilakukan di leher binatang

tersebut, yaitu bahwa kematian binatang tersebut adalah akibat dari

terputusnya urat nadi atau kerongkongannya.

c. Tidak disebut selain asma Allah.

d. Harus disebutnya nama Allah (membaca bismillah) ketika

menyembelih).

5. Diharamkan Khamr

Satu lagi makanan/minuman yang diharamkan dalam AIQur'an selain yang

terkandung dalam surat AI-Maidah ayat 3, yaitu khamr. Khamr adalah

bahan yang mengandung alkohol yang memabukkan. Khamr diharamkan

karena jika telah memabukkan, dapat menghalangi jiwa dari mengingat

Allah dan kewajibankewajiban agama yang lainnya. Dalam hubungannya

dengan masyarakat, khamr juga dapat menimbulkan permusuhan dan

kebencian akibat perbuatan-perbuatan buruk di luar kesadaran.

Sebagaimana dalam Al-Quran Surat Al-Maidah Ayat 90-91 "Hai orang-

prang yang beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala, dan undian adalah

kotor dari perbuatan syaithan. 0leh karena itu, jauhilah dia supaya kamu

bahagia. Syaithan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan

Page 61: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

50

kebencian diantara kamu disebabkan khamr dan judi, serta menghalangi

kamu ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau

berhenti?"

B. Konsep Produk Halal

Di dalam ajaran Islam, makanan dan minuman merupakan tolok ukur

dari segala cerminan penilaian awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk

perilaku seseorang. Sehingga, umat muslim harus memperhatikan kehalalan suatu

produk yang dikonsumsi dan digunakanannya.

Secara konsep, pengertian produk menurut Kotler dan Amstrong 73

adalah:

"A product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition,

use or consumption and that might satisfy a want or need". Pengertian tersebut

mengartikan bahwa produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk

mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat memuaskan

keinginan atau kebutuhan konsumen.

Menurut Stanton74

"A product is asset of tangible and intangible attributes,

including packaging, color, price quality and brand plus the services and

reputation of the seller". Pengertian suatu produk adalah kumpulan dari atribut-

atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di dalamnya kemasan, warna,

harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.

Sehingga, produk dapat disimpulkan sebagai segala sesuatu yang

ditawarkan kepada suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan

73

Philip, Kotler. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1&2. (Prenhalindo: Jakart,

2000), h. 40 74

Stanton, William. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid Kedua Edisi Ketujuh. (Erlangga:

Jakarta, 1996), h.7

Page 62: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

51

masyarakat/konsumen. Produk yang perlu dijaga kehalalannya yaitu produk yang

dikonsumsi masuk ke dalam tubuh dan bersentuhan langsung dengan kulit

manusia, seperti: makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk

biologi, dan produk rekayasa genetik. Jika dikaitkan dengan produk farmasetik,

makanan, dan minuman, maka halal dapat dimaknai sebagai produk farmasetik,

makanan atau minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh seorang

muslim.75

Pengertian produk halal menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah

produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat Islam yaitu:

a. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta

tidak menggunakan alkohol sebagai ingridient yang sengaja ditambahkan.

b. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih

menurut tata cara syariat Islam.

c. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol.

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat

pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau

barang tidak halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu

dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syariat Islam.76

Selain ketentuan tersebut di atas, sesuai dengan kemajuan teknologi,

banyak dari bahan-bahan yang halal menjadi tidak halal karena tercampur dengan

bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang tidak halal. Akhirnya

yang halal dan yang haram menjadi tidak jelas, bercampur aduk dan banyak yang

75

Abdul Rohman, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012), hal. 1.

Page 63: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

52

syubhat (samar-samar, tidak jelas hukumnya). Menghadapi kasus semacam ini

maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya makanan olahan yang telah

tersentuh teknologi dan telah diolah sedemikian rupa menjadi samar (syubhat).

Di dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan produk halal adalah

produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi, dan

produk rekayasa genetik, yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat. Untuk

memastikan suatu produk halal atau tidak, diperlukan pemeriksaan secara

menyeluruh oleh auditor yang berkompeten di bidang syariat dan ilmu

pengetahuan. Suatu produk harus terjaga kehalalannya sesuai syariat, dimulai

sejak proses pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan,

dan proses penyajian kepada konsumen.

C. Sertifikasi Halal Sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Sertifikat halal77

adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh MUI Pusat

atau Provinsi tentang halalnya suatu produk makanan, minuman, obat-obatan dan

kosmetika yang diproduksi oleh perusahaan setelah diteliti dan dinyatakan halal

oleh LPPOM MUI. Pemegang otoritas menerbitkan sertifikasi halal adalah

Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang). saat ini secara teknis ditangani oleh

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika (LP POM 78

Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandat dari

Pemerintah/negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam

meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. Berawal dari

77

Nama lain Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu

produk sesuai dengan syariat Islam 78

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

(Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2015), h.15

Page 64: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

53

kesadaran terhadap produk halal dimulai dari Universitas Brawijaya Malang yang

mencuri perhatian berdasarkan hasil temuan ilmiah Prof. Dr. Ir. Tri Susanto.,

M.App.Sc pada tahun 1988, yang membuktikan bahwa produk makanan yang

beredar di lingkungan mahasiswa sekitar ternyata banyak mengandung bahan

tidak halal. Produk-produk tersebut tergolong cukup strategis dan banyak

dikonsumsi oleh mahasiswa karena mencakup susu dan mie. Berdasarkan

penelitian Prof. Tri Susanto, diperkirakan terdapat kandungan bahan gelatin,

shortening, lecithin, dan lemak yang kemungkinan berasal dari babi pada produk-

produk tersebut.79

LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan

pemeriksaan dan sertifikasi halal. Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI

menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun 1996 ditandatangani Nota

Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen Kesehatan dan

MUI. Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Keputusan

Menteri Agama (KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun 2001, yang

menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikasi halal serta melakukan

pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat halal.80

Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LP POM MUI

menggunakan prosedur yang tertuang dalam Standard Operation Procedure

(SOP). Panduan ini senantiasa ditingkatkan dan kembangkan sesuai dengan

pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan. Adapun pimpinan LP POM MUI

79

Pidato Profesor Sukoso, M.Sc dalam Acara Seminar pada tanggal 25 April 2018

http/Malang- Merdeka.com%20%20 Awal kesadaran label halal di Indonesia lahir dari

Malang.htm/ diakses pada tanggal 15-5-2018 80

Tentang LP POM MUI,

www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/130/1511/page/1 diakses pada 15-5-2018

Page 65: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

54

pada periode pertama dipimpin oleh Dr. Ir. M. Amin Aziz (1989-1993), periode

kedua dipimpin oleh Prof. Ir. Aisjah Girindra (1993-2006), periode ketiga

dipimpin oleh Dr. Ir. HM. Nadratuzzaman Hosen (2006-2011), dan periode

selanjutnya dipimpin oleh Ir. Lukmanul Hakim, M.si.81

LPPOM MUI melakukan kerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (Badan POM), Kementerian Agama, Kementerian Pertanian,

Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian

Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif serta sejumlah perguruan Perguruan Tinggi di Indonesia antara

lain Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka,

Universitas Djuanda, UIN, Univeristas Wahid Hasyim Semarang, serta

Universitas Muslimin Indonesia Makasar.

Bagi konsumen, sertifikat halal berfungsi sebagai: a) terlindunginya

masyarakat muslim dari mengonsumsi pangan, obat-obatan, dan kosmetika yang

tidak halal, b) secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tenang, c)

mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram, d)

Sertifikasi halal juga akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum

terhadap konsumen

Bagi produsen, sertifikat halal mempunyai peran sangat penting yaitu: a)

sebagai pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat

masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup muslim, b) meningkatkan

kepercayaan dan kepuasaan konsumen, c) meningkatkan citra dan daya saing

81

LP POM MUI, Indonesia Halal Directory, (Jakarta : LP POM MUI, 2010). h. 10

Page 66: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

55

perusahaan, d) sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area jaringan

pemasaran, e) memberi keuntungan pada produsen dengan meningkatkan daya

saing dan omset produksi dan penjualan.82

Sertifikasi halal diberlakukan bukan hanya untuk produk dalam negeri

tetapi juga produk luar negeri. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga yang

terlibat diantaranya adalah a) Departemen Agama, b) Badan POM, c) MUI

(Komisi Fatwa MUI, LP POM MUI, dan Departemen Pertanian) yang tegabung

dalam Komite Halal Indonesia atau KHI.

Sertifikasi halal berlaku selama dua tahun dan dapat diperbarui selama

dua tahun dan dapat diperbarui untuk jangka waktu yang sama. Setiap pelaku

usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal terhadap produknya mencantumkan

keterangan atau tulisan dan nomor sertifikat pada label setiap produk. Selama

masa berlaku sertifikat halal tersebut, perusahaan harus dapat memberikan

jaminan bahwa segala perubahan baik dari penggunaan bahan, pemasok maupun

teknologi proses hanya dapat dilakukan dengan sepengetahuan dari LP POM MUI

yang menerbitkan sertifikat halal.Yang mana proses ini tertuang dalam sistem

jaminan halal. 83

Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI

melakukan kerja sama dengan beberapa lembaga dan kementerian serta sejumlah

perguruan tinggi di Indonesia. Khusus dengan BPOM, LPPOM MUI bekerja sama

dalam pencantuman sertifikat halal MUI pada kemasan untuk produk yang

82

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP

POM MUI) Jawa Timur, Bunga Rampai Petunjuk Produk Halal, (Surabaya: Lutfiansah

Mediatama, 2004), h.43 83

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h.117

Page 67: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

56

beredar di Indonesia. Berikut alur proses sertifikasi halal yang dilaksanakan oleh

LPPOM MUI sebelum diimplementasikannya Undang-Undang Jaminan Produk

Halal 84

84

Nidya Waras Sayekti, ―Jaminan Produk Halal Perspektif Kelembagaan. Jurnal Ekonomi

& Kebijakan Publik, Vol. 5 No. 2, Desember 2014. h.199

Page 68: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

57

Gambar 3.1 Proses Sertifikasi Halal di LP POM MUI sebelum implementasi

Undang-Undang Jaminan Produk Halal85

85

Dilihat di www.halalmui.org

Page 69: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

58

Berdasarkan alur tersebut, pelaku usaha melakukan pendaftaran

sertifikasi halal langsung kepada LPPOM MUI dengan dua persyaratan yang

harus dipenuhi sebelum dilakukannya audit, yaitu kelengkapan dokumen dan

pelunasan pembiayaan. Biaya yang diperlukan untuk pengurusan sertifikasi halal

ini adalah Rp1 juta sampai dengan Rp5 juta per sertifikat untuk perusahaan

menengah ke atas, dan Rp0 sampai dengan Rp2,5 juta per sertifikat untuk

perusahaan kecil-menengah, tergantung besar atau kecilnya perusahaan. Biaya

tersebut merupakan biaya jasa yang digunakan untuk mengaudit on desk ataupun

on site (lapangan). Biaya tersebut belum termasuk biaya transportasi dan

akomodasi untuk melakukan audit lapangan. Adapun biaya transportasi dan

akomodasi ditentukan oleh perusahaan yang mengajukan sertifikasi dan disepakati

dalam sebuah akad dengan perusahaan pengaju sertifikat halal.86

Sebagai upaya untuk mengefektifkan dan menjaga kesinambungan

pelaksanaan sertifikasi halal serta memperlancar kerja sistem administrasi

sertifikasi halal yang telah ditetapkan. MUI telah membuat standar persyaratan

sertifikasi halal dalam bentuk buku seri HAS 23000 yang mencakup pedoman

untuk produk pangan dan olahan, restoran dan Rumah Potong Hewan (RPH).

HAS 23000 ini kemudian dijadikan standar dalam forum internasional World

Halal Food Council (WHFC).87

86

Inilah Biaya untuk Bisa Raih Label Halal dari MUI‖,

(http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/26/1446338/Inilah.Biaya.untuk.Bisa.Raih.Label.

Halal.dari.MUI diakses pada tanggal 15 Mei 2018 87

LPPOM MUI, Pelopor Standar Halal & Pendiri Dewan Pangan Halal Dunia‖,

http://www.halalmui.org /newMUI diakses pada tanggal 15 Mei 2018

Page 70: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

59

LPPOM MUI juga telah membuat Ketentuan Sistem Jaminan Halal melalui

suratnya Nomor SK 13/Dir/LPPOM MUI/III/13 tanggal 31 Maret 2013, ketentuan

tersebut memuat sebagai berikut:

1. Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang

disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi,

produk, sumber daya manusia, dan prosedur dalam rangka menjaga

kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM

MUI yang tercantum pada HAS 23000:1 Kriteria Sistem Jaminan Halal.

2. Perusahaan wajib menyusun manual SJH sebagai dokumen utama yang

memuat perencanaan, sekaligus panduan bagi perusahaan bersertifikat

halal MUI dalam menerapkan SJH guna memenuhi kriteria HAS 23000.

Penyusunan manual SJH dapat merujuk pada panduan penyusunan manual

SJH yang sesuai dengan kelompok industri perusahaan (industri

pengolahan, restoran/katering, RPH, jasa).

3. Manual SJH harus disampaikan ke LPPOM untuk aplikasi perusahaan baru dan

aplikasi perpanjangan.

4. Perusahaan wajib menerapkan SJH sesuai dengan manual SJH yang telah

disusun.

5. Implementasi SJH dinilai oleh LPPOM MUI melalui proses audit. Hasil audit

implementasi SJH dinyatakan dalam status implementasi SJH dan sertifikat SJH.

6. Syarat perusahaan memperoleh sertifikat halal yaitu memiliki status SJH

minimum B.

7. Penerbitan status dan sertifikat SJH

8. Informasi yang tercantum pada status dan sertifikat SJH.

Page 71: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

60

9. Basis penerbitan status atau sertifikat SJH adalah pabrik/fasilitas produksi.

Untuk pabrik yang benar-benar baru, maka diterbitkan status baru

(pertama). Namun jika suatu pabrik merupakan pabrik baru yang akan

digunakan karena pabrik lama sudah tidak digunakan lagi, maka

status/sertifikat SJH yang diberikan meneruskan pabrik yang lama.

10. Ada industri pengolahan, pemilik status atau sertifikat SJH adalah

perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal yang diperuntukkan pada

fasilitas produksi (pabrik) yang didaftarkan. Ruang lingkup status atau

sertifikat SJH berlaku untuk semua lini produksi dan seluruh produk yang

dihasilkan di pabrik tersebut (termasuk jika ada penambahan lini produksi

baru atau kelompok produk baru).

11. Pada restauran/katering/dapur, pemilik status atau sertifikat SJH adalah

perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal yang diperuntukkan pada

seluruh fasilitas produksi mencakup outlet, dapur, dan gudang.

12. Pada RPH, pemilik status atau sertifikat SJH adalah perusahaan yang

mengajukan sertifikasi halal yang diperuntukkan pada fasilitas produksi

yang didaftarkan. Ruang lingkup status atau sertifikat SJH berlaku untuk

semua lini produksi.

13. Masa berlaku status implementasi SJH adalah 2 tahun dan sertifikat SJH

adalah 4 tahun.

14. Program percepatan untuk mendapatkan status A atau sertifikat SJH dapat

diajukan oleh perusahaan dengan syarat: (i) pengajuan dilakukan minimal

Page 72: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

61

setelah enam bulan dari audit yang terakhir, (ii) perusahaan telah

melaksanakan audit internal, dan (iii) laporan berkala telah dikirimkan.

15. Pada program percepatan, masa berlaku status SJH menyesuaikan dengan

masa berlaku Sertifikat halal.

Pada peraturan tersebut, Sistem Jaminan Halal diharapkan perusahaan

dapat menghasilkan produk yang benar terjamin kehalalannya. Adapun komponen

Sistem Jaminan Produk Halal yang disusun oleh perusahaan harus mencakup hal-

hal sebagaimana berikut:

Ragaan diatas memberikan pengertian bahwa siklus Sistem Jaminan

Produk Halal (SJH) antara lainnya saling berkaitan. Dimulai dari kebijakan halal,

kemudian dirumuskan perencanaan (planning), pelaksanaan (implementation),

Kebijakan Halal

(Policy)

Pelaksanaan (Doing)

Pemantauan dan Evaluasi (Monitoring

and Evaluating)

Tindakan Perbaikan

(Correcting Action)

Perencanaan (Planning)

Page 73: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

62

pemantauan dan evaluasi (monitoring and evaluating) dan berakhir dengan

tindakan perbaikan (corrective action). 88

Sistem Jaminan Produk Halal diuraikan secara tertulis dalam bentuk

manual halal, meliputi: a) Pernyataan kebijakan perusahaan tentan halal (Halal

Policy), b) Panduan Halal (Halal Guidelines) dengan berlandaskan Standard

Operating Procedure, c) Sistem Manajemen (Halal Management System), d)

Uraian Kritis Keharaman Produk (Haram Critical Control Point), e) Sistem Audit

Halal (Internal Halal Audit System).89

Ditinjau dari aspek tujuan penyusunan dari Sistem Jaminan Halal (SJH)

adalah untuk menjaga kesinambungan proses produksi halal sehingga produk

yang dihasilkan dapat selalu dijamin kehalalannya sesuai dengan ketentuan LP

POM. Oleh karena itu, maka prinsip yang ditegakkan dalam operasional adalah:

1. Maqhasid Syariah. Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal (SJH) bagi

perusahaan yang memiliki sertifikat MUI mempunyai maksud memelihara

kesucian agama, pikiran, jiwa, keturunan, dan harta disamping loyalitas

pada negara.

2. Jujur. Perusahaan harus jujur menjelaskan semua bahan yang digunakan

dan proses produkse yang dilakukan di perusahaan di dalam Manual SJH

serta melakukan operasional produksi halal sehari-hari berdasarkan yang

tertulis didalamnya.

88

LP POM MUI, Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Produk Halal (Halal Assurance

System), (Edisi III, Jakarta, 2005), h. 2 89

LP POM MUI Provinsi Jawa Timur, Bunga Rampai Petunjuk Produk Halal, h. 51-53

Page 74: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

63

3. Kepercayaan. LP POM-MUI memberikan kepercayaan kepada perusahaan

untuk menyusun sendiri manual SJH-nya berdasarkan kondisi nyata

internal perusahaan.

4. Sistematis. SJH didokumentasikan secara baik dan sistematis dalam

bentuk manual SJH dan arsip terkait agara bukti pelaksanaan di

lingkungan perusahaan mudah ditelusuri.

5. Disosialisasikan. Implementasi SJH merupakan tanggung jawab bersama

sehingga harus disosialisasikan kepada lingkungan perusahaan.90

D. Anotasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

merupakan peraturan yang menjadi pedoman terhadap kehalalan suatu produk

yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal. Undang-undang ini telah diundangkan

pada tanggal 17 Oktober 2014 dan ditandatangi oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono.

Terbentuknya Undang-Undang Jaminan Produk Halal dilandasi dengan

empat pertimbangan, diantaranya:

1. Pertimbangan pertama didasarkan pada ketentuan konstitusional mengenai

agama dan jaminan negara bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing untuk beribadah sesuai dengan kepercayaannya.

Selain ketentuan konstitusional juga didasarkan atas sejumlah hak sebagai

HAM dalam Pasal 28H Ayat (1), Pasal 28J UUD 1945.

90

LP POM MUI, Panduan Umum Sistem Jaminan Produk Halal LP POM MUI, (Edisi 4 :

Jakarta, 2004), h. 10

Page 75: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

64

2. Pertimbangan kedua adalah jaminan bagi setiap pemeluk agama untuk

beribadah dan menjalankan ajaran agamanya, dan kewajiban negara

memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan produk yang dikonsumsi

dan digunakan masyarakat. Pertimbangan ini didasari oleh ketentuan

tentang makan dan minum bagi pemeluk agama tertentu yang wajib

memenuhi unsur kehalalan makanan maupun minumannya.

3. Pertimbangan ketiga didasarkan pada kenyataannya bahwa produk yang

beredar dimasyarakat belum semua terjamin kehalalannya. Produk

makanan, minuman, obat-obatan, maupun kosmetika yang beredar dan

diperdagangkan belum semua terjamin kehalalannya, walaupun banyak

mayoritas produk makanan dan minuman yang sudah menaruh perhatian

dengan mencantumkan label halal yang diterbitkan oleh LP POM MUI.

4. Pertimbangan keempat adalah perlunya pengaturan mengenai kehalalan

suatu produk guna menjamin kepastian hukum bagi masyarakat, mengingat

selama ini belum ada satupun secara khusus mengatur tentang jaminan

produk halal. Namun, terdapat beberapa peraturan perundangan telah

mengatur ketentuan pencantuman label halal yang dipersyaratkan , namun

kurang diperhatikan oleh masyarakat maupun pelaku usaha. Mengingat

dasar hukum yang diperhatikan oleh masyarakat adalah fatwa MUI tentang

makanan dan minuman.91

91

Lihat Konsideran dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan

Produk Halal

Page 76: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

65

Bab I : Ketentuan Umum

Pada ketentuan umum yang menjelaskan tentang pengertian-pengertian

istilah (dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal). Asas-Asas dalam

penyelenggara jaminan produk halal, dan Tujuan penyelenggaraan produk

halal.

Bab II : Penyelenggara Produk Halal

Pada Bab ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Bagian Pertama tentang

Pembahasan Umum diantaranya penanggung jawab Jaminan Produk Halal dan

Penyelenggaranya, Bagian Kedua tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Produk Halal (BPJPH), Bagian Ketiga tentang Lembaga Pemeriksa Halal

(LPH).

Bab III : Bahan dan Proses Produk Halal

Pada Bab ini terdiri dari dua bagian: Bagian Pertama, tentang Bahan yang

dikategorikan oleh penyelenggara produk halal. Bagian kedua tentang Proses

Produk Halal

Bab IV: Pelaku Usaha

Pada Bab ini dikhususkan untuk pembahasan Pelaku Usaha. Berkaitan dengan

Hak dan Kewajiban pelaku usaha.

Bab V: Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal

Pada Bab ini terdiri dari beberapa bagian: Bagian pertama tentang

Pengajuan Permohonan dalam memperoleh sertifikat halal, bagian kedua

tentang Lembaga Pemeriksa Halal, bagian ketiga tentang Pemeriksaan dan

Pengujian kehalalan suatu produk, bagian keempat tentang Penetapan

Page 77: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

66

Kehalalan Produk, bagian kelima tentang Penerbitan Sertifikat Halal, bagian

keenam tentang Label Halal yang akan dicantumkan dalam produk, bagian

ketujuh tentang Pembaruan Sertifikat Halal, bagian kedelapan tentang

Pembiayaan yang dibebankan Pelaku Usaha.

Bab VI: Kerjasama Internasional

Pada Bab ini mengatur tentang kerjasama internasional yang dilaksanakan

oleh pemerintah dalam pelaksanaan jaminan produk halal .

Bab VII : Pengawasan

Pada Bab ini membahas tentang pengawasan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Produk Halal (BPJPH) terhadap jaminan produk halal.

Bab VIII: Peran Serta Masyarakat

Pada Bab ini membahas tentang Peran Serta Masyarakat dalam

penyelenggaraan jaminan produk halal. Melalui sosialialisasi maupun

pengawasan terhadap produk halal yang tersebar yang mana jika terjadi hal

yang tidak diinginkan terkait penyelenggaran produk halal dapat melakukan

pengaduan.

Bab IX : Ketentuan Pidana

Pada Bab ini mengatur tentang ketentuan pidana bagi para pelaku usaha

yang tidak menjaga kehalalan produknya dan mencantumkan label yang tidak

sesuai dengan aturan.

Bab X : Ketentuan Peralihan

Bab XI: Ketentuan Penutup

Page 78: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

67

BAB IV

FAKTOR PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN

2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

A. Faktor Filosofis Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Keberadaan undang-undang dalam tata hukum nasional merupakan norma

yang menjabarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, sehingga adanya nilai filosofis di dalam undang-undang

adalah sebuah kemutlakan. Dasar filosofis adalah pandangan hidup bangsa

Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila. Rumusan Pancasila

terdapat di dalam Pembukaan (preambule) Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdiri dari empat alinea.

Penjabaran nilai-nilai Pancasila di dalam hukum mencerminkan suatu keadilan,

ketertiban, dan kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia.

Selain memuat dasar negara yaitu Pancasila, alinea ke-empat Pembukaan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat tujuan

negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Ke-empat

pokok pikiran mengenai tujuan negara di dalam Pembukaan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 pada dasarnya untuk mewujudkan

Page 79: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

68

cita hukum (rechtsides) yang menguasai hukum dasar negara baik yang tertulis

maupun tidak tertulis. 92

Batang tubuh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 mengatur pokok-pokok pikiran tersebut dalam pasal-pasalnya, dengan kata

lain batang tubuh atau pasal-pasal di dalam Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun1945 merupakan perwujudan cita hukum. Pancasila

sebagai norma filosofis negara sebagai sumber cita hukum yang terumuskan lebih

lanjut dalam tata hukum atau hierarki peraturan perundang – undangan merupakan

kaidah dasar fundamental negara.

Umat muslim merupakan penduduk yang jumlahnya sangat besar di

Indonesia, perlu dilindungi hak-haknya untuk menjalankan syariah dalam

kehidupan sehari-hari. Syariah Islam memerintahkan umatnya agar memakan atau

menggunakan bahan-bahan yang baik, suci, dan bersih. Makanan dan minuman

bagi umat Islam tidak sekedar sarana pemenuhan kebutuhan secara lahiriah an

sich, akan tetapi juga bagian dari kebutuhan spiritual yang mutlak dilindungi.93

Halal dan haram bukanlah hal sederhana yang dapat diabaikan, melainkan

masalah yang amat penting dan mendapat perhatian dari ajaran agama secara

umum. Terutama dalam agama Islam, masalah ini tidak hanya menyangkut

hubungan antar sesama manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan Allah

SWT. Seorang muslim tidak dibenarkan mengkonsumsi sesuatu makanan sebelum

ia tahu benar akan kehalalannya. Mengkonsumsi yang haram atau yang belum

92

Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia. 93

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 253

Page 80: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

69

diketahui kehalalannya akan berakibat buruk, baik di dunia maupun di akhirat.

Jadi masalah ini mengandung dimensi duniawi dan sekaligus ukhrawi.94

Kebersihan, kesucian, dan baik atau buruk sesuatu pangan dan produk

lainnya termasuk kosmetika dan obat yang digunakan umat Islam senantiasa

terkait dengan hukum halal atau haram. Oleh karena itu umat Islam perlu

mengetahui informasi yang jelas tentang halal dan haram mengenai makanan,

minuman, obat, kosmetika, produk kimia biologis dan rekayasa genetik.

Bagi umat Islam, mengkonsumsi atau menggunakan makanan, minuman,

obat, kosmetika, produk kimia biologis dan rekayasa genetik, bukan hanya

sekedar untuk memenuhi kebutuhan fisik akan tetapi terdapat tujuan lain yang

lebih utama yaitu ibadah dan bukti ketaatan kepada Allah SWT dengan cara

menegakkan ajaran Islam melalui pengungkapan maqasid a/ syar'iah. AI Qur'an

dan al Hadist sebagai sumber hukum umat Islam telah jelas dan terang

menetapkan bahwa ada makanan, minuman, obat dan kosmetika yang halal

dikonsumsi atau digunakan, dan sebaliknya ada juga yang haram dikonsumsi atau

digunakan, termasuk produk kimia biologis dan rekayasa genetik, yang dapat

menimbulkan keraguan mengenai halal-haramnya.

Beberapa ayat Al-Quran yang menyatakan hal tersebut di antaranya:

ۥ لك ي إيأط ت ٱلش ل تتبعا خط لا طيباا

ض حل رأ ا فى ٱلأ ا ٱلاص كلا هو أي ي بيي نأ عذ ه

Artinya: Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi ini secara halal

dan

baik. Dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia adalah

musuh yang nyata bagi kalian" (QS. Al-Baqarah : 168).

94

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 132

Page 81: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

70

ا الذيي آها يا بذى )أي أتنأ إيا تعأ إىأ ك كزا لل اشأ (۱٧۲كلا هيأ طيبات ها رسقأاكنأ

م الذ م عليأكن الأويأتة ل إوا حز طز غيأز باغ فوي اضأ لغيأز للا ل ب ها أ أشيز ن الأخ لحأ

غفر رحين )عاد فل إ إى للا (۱٧۳ثأن عليأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-

baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-

benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya

mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika

disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan

terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Baqarah Ayat 172-173).

ن ل أجذ في ها أ قلأ أ لحأ ا أ فحا ا هسأ أ دها ا على طاعن يطأعو إل أىأ يكى هيأتةا أ ها حي إلي هحز

أشيز خ فإ

ل عاد فإى طز غيأز باغ فوي اضأ ب ل لغيأز للا ربك غفر رحينأ قاا أ فسأ ض أ رجأ

Artinya : Katakanlah "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan

kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,

kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --

karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas

nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak

menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya

Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Q.S. Al-Anam Ayat 145)

B. Faktor Sosiologis Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Masyarakat Islam Indonesia yang merupakan bagian terbesar penduduk

Indonesia mulai menyadari bahwa banyak produk yang beredar di pasar diragukan

kehalalannya. Pada kemasan produk tidak ditemukan petunjuk yang menandakan

bahwa produk itu halal dikonsumsi atau digunakan. Padahal, peredaran produk

makanan, minuman, obat, kosmetika, dan produk lainnya sebagai hasil dari

teknologi pangan, rekayasa genetika, atau proses kimia

Page 82: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

71

biologik saat ini telah merambah ke berbagai pelosok tanah air.

Umat Islam di Indonesia sebagai konsumen terbesar, membutuhkan hak

konstitusional untuk memperoleh perlindungan hukum dalam mengkonsumsi

produk sesuai dengan syariah Islam. Oleh karena itu, diperlukan suatu

perlindungan hukum berupa undang-undang yang mengatur mengenai jaminan

kehalalan produk yang dikonsumsi atau digunakan. Undang-undang itulah yang

akan mengatur mengenai tata cara pelaksanaan sistem jaminan produk halal

secara komprehensif yang terdiri dari proses pemeriksaan, sertifikasi, labelisasi,

dan pengawasan.95

Sistem tersebut dilakukan bersama-sama oleh pemerintah, pihak-pihak

terkait yang berkompetensi di bidang pemeriksaan kehalalan, lembaga yang

berwenang mengeluarkan fatwa halal, dan melibatkan peran serta masyarakat.

Pihak yang melakukan pemeriksaan dan sertifikasi produk halal harus memiliki

pemahaman yang harmonis dan sinergis mengenai syariah dan bidang keilmuan.

Sementara itu, sistem pengawasan dan pengendalian produk halal dilakukan oleh

Pemerintah. Di tingkat internal produsen, diperlukan halal insurance system yang

mengharuskan adanya tim halal dalam perusahaan untuk menjamin kehalalan

produknya.

Penerapan sistem jaminan produk halal ini hendaknya memperhatikan

perkembangan sosiologis masyarakat yang semakin mengarah pada tatanan

kehidupan global dan ekonomi pasar yang terbuka. Diperlukan edukasi dan

sosialisasi kepada masyarakat mengenai isu kehalalan. Kesadaran masyarakat

95

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h.254

Page 83: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

72

untuk mengkonsumsi produk halal tumbuh karena adanya pemahaman yang baik

mengenai syariah kehalalan.

Apabila isu mengenai pentingnya kehalalan mengkonsumsi suatu produk

sesuai dengan syariah disampaikan secara terus-menerus kepada masyarakat,

maka akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk memilih produk halal.

Kemudian dapat terjadi peningkatan permintaan (demand) terhadap produk halal.

Disinilah akan timbul dorongan bagi pelaku usaha untuk bersaing secara sehat

dalam memproduksi (supply) barang halal dan melakukan sertifikasi serta

labelisasi halal, demi untuk meraih pasar konsumen muslim. Hal ini juga dapat

mendorong munculnya industri halal dalam negeri.96

Sehingga, keuntungan dari sertifikasi halal bukan hanya untuk

perlindungan konsumen muslim tetapi juga persaingan usaha dan peningkatan

pangsa pasar. Undang-undang mengenai Jaminan Produk Halal akan mendorong

daya saing produk nasional mengingat pangsa pasar terbesar bagi para pelaku

usaha adalah masyarakat muslim, bahkan untuk ekspor ke negara muslim di

dunia.97

Dalam hal perdagangan internasional, negara-negara maju (nonmuslim)

banyak yang sudah memiliki kepedulian terhadap kehalalan untuk memperoleh

keuntungan ekonomi dan persaingan usaha. Ada beberapa negara yang

pemerintahnya telah mengeluarkan petunjuk pelaksanaan jaminan kehalalan,

proses pemeriksaan, sertifikasi, serta labelisasi. lni artinya mengenai sistem halal

96

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 136 97

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 137

Page 84: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

73

food dalam pergaulan dunia (internasional) bukan merupakan suatu hal yang

baru. Kenyataan pula dalam hubungan perdagangan, produk yang sudah ada

tulisan "Halal" sudah dianggap sebagai produk yang bersih bahkan oleh kalangan

non muslim sekalipun.

Terkait dengan aspek perdagangan antar negara (ekspor-impor) telah pula

menjadi dasar perlakuan boikot dalam perdagangan, disamping untuk

meningkatkan daya saing produk. Oleh karena itu dalam sistem perdagangan

internasional masalah sertifikasi dan penandaan kehalalan produk mendapat

perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen umat

Islam di seluruh dunia sekaligus sebagai strategi menghadapi tantangan

globalisasi dengan berlakunya sistem pasar bebas baik tingkat regional maupun

internasional.98

Negara Singapura melalui Majelis Ugama Islam Singapura (Islamic

Religions Council of Singapore) telah mengembangkan MUIS Halal Certification

Standard melalui penerapan General Guidelines for the Development,

Implementation and Management of Halal System. Setiap tahun terjadi

peningkatan signifikan pensijilan halal (sertifikasi halal) yang diajukan pelaku

usaha kepada MUIS. Hal itu disebabkan antara lain karena dukungan dan

peningkatan kesadaran tentang potensi industri makanan halal, konsumen yang

memilih produk halal, serta pertumbuhan ekspor makanan ke dunia Islam.

Singapura telah meraup keuntungan dari sistem pensijilan halal dengan kenaikan

omzet pendapatan sebesar 20 - 25 %.

98

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 140

Page 85: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

74

Fakta lain dapat dikemukakan bahwa untuk tujuan ekspansi ekspor daging

ke negara-negara berpenduduk Muslim, Australia telah memiliki kurang lebih 6

lembaga sertifikasi halal, diantaranya adalah Australian Halal Authority. Australia

juga mempunyai sistem produk halal untuk cara penyembelihannya sehingga nilai

ekspor daging Australia ke negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah

semakin meningkat.99

Demikian pula perhatian Kerajaan Malaysia terhadap produk halal

dilaksanakan dengan pembentukan Sahagian Kajian Makanan dan Barangan

Gunaan Islam, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), pada tahun 2003.

Namun demikian dari segi pengaturan, Malaysia sudah memiliki ketentuan

berkaitan dengan produk halal sejak tahun 1971 dengan keluarnya Surat

Kenyataan Halal. Tahun 2005, Kerajaan Malaysia telah menetapkan Malaysia

sebagai Pusat Halal Dunia (World Halal Hub). Ambisi ini berdasarkan dukungan

dan kesadaran penuh masyarakatnya untuk mengonsumsi atau menggunakan

produk halal sesuai standar halal Malaysia. Dalam hal labelisasi halal, sejak bulan

November 2003, JAKIM telah mulai menggunakan logo halal baru. Logo halal

baru ini di perkenalkan dengan tujuan untuk penyelarasan di antara negeri-negeri

di seluruh Malaysia.

Di Amerika Serikat, empat negara bagiannya sudah melakukan sertifikasi

produk halal untuk makanan, minuman, obat, kosmetika, dan sebagainya. Di

Singapura dengan penduduk yang multi-etnis, tempat-tempat menjual produk

yang berlabel halal lebih banyak dikunjungi. Pemerintah Singapura memandang

99

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 141

Page 86: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

75

kehalalan suatu produk sebagai sesuatu hal yang panting, untuk kenyamanan

penduduk serta pendatang muslim. Di lnggris, terdapat banyak lembaga swadaya

masyarakat muslim yang bergerak melakukan sertifikasi halal. Bahkan produsen

dari Gina yang produknya mulai membanjiri pasar di Indonesia memiliki

kesadaran yang cukup tinggi untuk melakukan sertifikasi halal di Indonesia.100

Selanjutnya, dalam hal memperhatikan perspektif ekonomi pelaksanaan

sistem jaminan produk halal berdasarkan asas efektifitas dan efisiensi, atau

dengan kata lain sederhana, cepat, dan biaya murah. Penerapan sistem jaminan

produk halal bukan sama sekali tidak ada biaya yang harus dikeluarkan oleh

Pemerintah. Penyediaan sarana dan prasarana terutama laboratorium pemeriksaan

dan pemantauan serta sumber daya profesional merupakan tantangan yang harus

disediakan dengan dukungan anggaran yang memadai.

C. Faktor Yuridis Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Syariah Islam dengan tegas melarang umatnya mengkonsumsi segala hal

yang tidak halal atau haram. Namun demikian perlindungan bagi hak umat Islam

untuk hidup sehat dan mengkonsumsi atau menggunakan produk halal sesuai

dengan ketentuan Agama Islam (sesuai Kitab suci AI Qur'an dan AI Hadits belum

mendapat perlindungan hukum yang memadai dalam sistem hukum nasional.

Dalam semua peraturan perundang-undangan mengenai atau terkait

dengan produk halal, tidak ada pengaturan yang merujuk pada hadist Nabi bahwa

yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya adalah

mutasyabihat. Undang-undang mengenai jaminan produk halal inilah yang akan

100

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h. 141-142

Page 87: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

76

mengakomodasi Hadist Nabi ini. Untuk yang mutasyabihat, jika masuk kategori

halal akan ditetapkan halal begitu juga sebaliknya, misalnya untuk produk hasil

rekayasa genetik, dengan demikian melalui undang-undang ini diberikan jaminan

kepastian hukum mana yang halal dan mana yang haram secara tegas dan jelas.101

Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan Kewajiban

Konstitusional Negara untuk melindungi hak warga negaranya untuk

melaksanakan keyakinan dan ajaran agama tanpa ada hambatan dan gangguan

yang dapat mengganggu tumbuhnya kehidupan beragama di Indonesia.

Berbagai peraturan perundang-undangan secara parsial berkaitan dengan

jaminan produ halal diantaranya sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabulasi Peraturan Tentang Jaminan Produk Halal

NO Undang-Undang/Peraturan

Pemerintah/ Keputusan

Menteri/Kerjasama

Muatan Pasal

1. Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Tentang

Kesehatan

Pasal 111 Ayat (4) menyebutkan bahwa

pemberian tanda atau label

(sebagaimana pada ayat 1) harus

dilakukan secara baik dan akurat.

Ketentuan yang dimaksud belum

memberikan jaminan produk halal

sehingga belum memberikan

perlindungan hukum kepada masyarakat

Islam. Oleh karena itu, ketentuan

tersebut belum memadai dan belum

101

Sekretariat DPR RI, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk

Halal, h.143

Page 88: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

77

sesuai dengan UUD 1945

2. Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1996 Tentang Pangan

Pasal 30

Ayat (1) ―Setiap orang yang

memproduksi dan memasukkan

kedalam wilayah Indonesia pangan yang

dikemas untuk diperdagangkan wajib

mencantumkan label pada luar, di

dalam, dan atau diluar kemasan

pangan‖.

Ayat (2) ― Label sebagaimana dimaksud

Ayat (1) memuat sekurangnya

keterangan mengenai: a) Nama Produk,

b) Daftar/bahan yang digunakan, c)

berat bersih, d) nama dan alamat pihak

yang memproduksi pangan ke dalam

wilayah Indonesia, e) keterangan

tentang halal dan tanggal, bulan dan

tahun kedaluarsa.‖

Pada penjelasan Pasal 30 Ayat (2) huruf

e dinyatakan bahwa keterangan halal

untuk suatu produk pangan sangat

panting bagi masyarakat Indonesia yang

mayoritas memeluk agama Islam.

Namun pencantumannya pada label

pangan baru merupakan kewajiban

apabila setiap orang yang memproduksi

pangan ke dalam wilayah Indonesia

untuk diperdagangkan menyatakan

bahwa pangan yang bersangkutan

Page 89: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

78

adalah halal bagi umat Islam.

Adapun keterangan tentang halal

dimaksudkan agar masyarakat terhindar

dari mengkonsumsi pangan yang tidak

halal (haram). Dengan pencantuman

halal pada label, maka label tersebut

dapat dianggap sebagai pernyataan

kehalalan produk pangan tersebut, dan

setiap orang yang

membuat pernyataan tersebut

bertanggung jawab atas kebenaran

pernyataan itu.

Pasal 31

Ayat (1) Keterangan pada label,

sebagaimana dimaksud pada Pasal 30

ditulis atau dicetak atau ditampilkan

secara tegas dan jelas sehingga dapat

mudah dimengerti oleh masyarakat.

Ayat (2) Keterangan pada label

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditulis atau dicetak dengan

menggunakan bahasa, angka arab, dan

huruf latin.

Ayat (3} Penggunaan istilah asing,

selain sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dapat dilakukan sepanjang tidak ada

padanannya, tidak diciptakan

padanannya, atau digunakan untuk

kepentingan perdagangan pangan ke

luar negeri.

Page 90: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

79

Pasal 34

Setiap orang yang menyatakan dalam

label atau iklan bahwa pangan yang

diperdagangkan adalah sesuai dengan

persyaratan agama atau kepercayaan

tertentu bertanggung jawab atas

kebenaran pernyataan berdasarkan

persyaratan agama atau kepercayaan

tersebut.

Ketentuan tersebut di atas belum

memberikan kepastian hukum mengenai

institusi yang melakukan pemeriksaan

untuk menentukan sertifikasi jaminan

halal

terhadap produk. Hal itulah yang

menjadi dasar yuridis diperlukan suatu

undang-undang baru yang memberikan

kepastian

hukum dan memberikan sertifikasi

halal. Selain itu, ketentuan tersebut

dengan segala kekurangannya yang

hanya mengatur soal pangan, belum

mengatur sama sekali mengenai

kosmetika, obat, produk kimia biologis

dan rekayasa genetik.

3. Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2009 Tentang

Peternakan dan Kesehatan

Hewan

Pasal 56:

Kesehatan masyarakat veteriner

merupakan penyelenggaraan kesehatan

hewan

dalam bentuk:

Page 91: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

80

a. pengendalian dan

penanggulangan zoonosis.

b. penjaminan keamanan,

kesehatan, keutuhan, dan

kehalalan produk hewan

c. penjaminan higiene dan sanitasi.

d. Pengembangan kedokteran

perbandingan.

e. penanganan bencana.

Penjelasan Pasal 56 Huruf b

menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan "penjaminan keamanan,

kesehatan, keutuhan, dan kehalalan

produk hewan" adalah

erangkaian tindakan dan kegiatan untuk

mewujudkan keamanan, kesehatan,

keutuhan, dan kehalalan produk

hewan. Kemudian ketentuan penjelasan

Pasal 56 huruf b mengenai "penjaminan

kehalalan produk hewan" adalah

pengupayaan dan pengondisian produk

hewan yang diperoleh sesuai dengan

syariat agama Islam.

Pasal 58

Ayat (1) Dalam rangka menjamin

produk hewan yang aman, sehat, utuh,

dan halal, Pemerintah dan Pemerintah

Daerah sesuai kewenangan

melaksanakan pengawasan,

pemeriksaan, pengujian, standardisasi,

sertifikasi, dan registrasi produk hewan.

Page 92: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

81

Ayat (2) Pengawasan dan pemeriksaan

produk hewan berturut-turut dilakukan

di tempat produksi, pada waktu

pemotongan, penampungan, dan

pengumpulan, pada waktu dalam

keadaan segar, sebelum pengawetan,

dan pada waktu peredaran setelah

pengawetan.

Ayat (3) Standardisasi, sertifikasi, dan

registrasi produk hewan dilakukan

terhadap produk hewan yang diproduksi

di dan/atau dimasukkan ke dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia untuk diedarkan dan/atau

dikeluarkan dari wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Ayat (4) Produk hewan yang diproduksi

di dan/atau dimasukkan ke wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia

untuk diedarkan wajib disertai sertifikat

veteriner dan sertifikat halal.

Ayat (5) Produk hewan yang

dikeluarkan dari wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia wajib

disertai sertifikat veteriner dan

sertifikat

Penjelasan Pasal 58 Ayat (4) disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan

"sertifikat halal" adalah surat

keterangan yang dikeluarkan oleh

Page 93: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

82

lembaga penjamin produk halal di

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

Pasal 8

Ayat (1) pelaku usaha dilarang

memproduksi dan atau

memperdagangkan barang dan atau jasa

yang tidak memenuhi ketentuan

berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan halal yang dicantumkan

dalam label.

Namun undang-undang tersebut tidak

mengatur dan tidak pula

mendelegasikan peraturan lebih lanjut

kepada Peraturan Pemerintah, sehingga

ketentuan mengenai

kewajiban pelaku usaha untuk

berproduksi secara halal belum dapat

dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pasal 62

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan

dimaksud Pasal 8, dipidana penjara

paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda

paling banyak Rp. 2.000.000.0000, (dua

millar rupiah.

Berbagai pengaturan yang bersifat

parsial tersebut belum terintegrasi satu

dengan yang lain, sehingga sampai saat

ini sistem

Page 94: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

83

jaminan produk halal yang memberikan

kepastian hukum bagi konsumen yang

memerlukannya belum juga terwujud

5. Peraturan Pemerintah Nomor

69 Tahun 1999 Tentang

Label dan Iklan Pangan

Pasal 2

Ayat (1) Setiap orang yang

memproduksi atau memasukkan pangan

yang dikemas ke

dalam wilayah Indonesia untuk

diperdagangkan wajib mencantumkan

label

pada, di dalam dan atau di kemasan

pangan.

Ayat (2) Pencantuman label

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sedemikian rupa sehingga

tidak mudah lepas dari kemasannya,

tidak mudah luntur atau rusak, serta

tercetak pada bagian kemasan pangan

yang mudah dilihat dan dibaca.

Pasal 9

Setiap orang yang memproduksi atau

memasukkan ke dalam wilayah

Indonesia pangan yang dikemas untuk

di perdagangkan, dilarang

mencantumkan label yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Peraturan Pemerintah

ini.

Page 95: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

84

Sejalan dengan Undang-undang tentang

Pangan, menurut PP ini pencantuman

tulisan halal pada dasarnya bersifat

sukarela

(voluntary). Sifat wajib (mandatory)

hanya berlaku dalam hal pelaku usaha

yang memproduksi atau memasukkan

pangan ke wilayah Indonesia untuk

diperdagangkan menyatakannya sebagai

"produk yang halal" dengan mana ia

wajib mencantumkan tulisan halal.

pada label produknya.

6. Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 1983 Tentang K

Kesehatan Masyarakat

Veteriner

Dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah

ini bahwa setiap hewan potong yang

akan dipotong harus sehat dan telah

diperiksa kesehatannya oleh petugas

pemeriksa yang

berwenang, dan pemotongannya harus

dilaksanakan di rumah potong, kecuali

untuk kepentingan keluarga, upacara

adat, dan keagamaan serta

penyembelihan hewan potong secara

darurat.

7. Peraturan Pemerintah Nomor

28 Tahun 2004 Tentang

Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan

Peraturan Pemerintah ini merupakan

landasan hukum bekerjanya Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (Badan

POM) untuk menjamin kualitas (mutu)

produk yang akan diperdagangkan.

Namun demikian lembaga ini bukan

suatu lembaga yang dimaksudkan untuk

Page 96: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

85

memberikan jaminan kehalalan bagi

produk.

8. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

555/Kpts/TN/1986 tentang

Syarat-Syarat Rumah

Pemotongan Hewan dan

Usaha Pemotongan Hewan

Surat Keputusan ini menetapkan bahwa

rumah pemotongan hewan merupakan

unit/sarana pelayanan masyarakat dalam

penyediaan daging sehat, berfungsi

sebagai tempat dilaksanakannya tempat

pemotongan hewan secara benar, tempat

dilaksanakannya pemeriksaan hewan

sebelum dipotong (ante mortem) dan

pemeriksaan daging (post mortem)

untuk mencegah penularan penyakit

hewan

kepada manusia, tempat untuk

mendeteksi dan memonitor penyakit

hewan.

9. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

557/Kpts/TN/520/9/1987

Tentang Syarat-Syarat

Rumah Pemotongan Unggas

dan Usaha Pemotongan

Unggas.

Surat Keputusan ini menetapkan rumah

pemotongan unggas/tempat pemotongan

unggas merupakan unit/sarana

pelayanan masyarakat dalam

penyediaan daging unggas sehat,

berfungsi sebagai tempat

dilaksanakannya tempat pemotongan

unggas secara benar, tempat

dilaksanakannya pemeriksaan kesehatan

unggas sebelum dipotong (ante mortem)

dan pemeriksaan daging unggas (post

mortem).

10. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor

Surat Keputusan ini menetapkan bahwa

penanganan daging babi termasuk

Page 97: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

86

295/Kptsn/Tn/240/5/1989

tentang Pemotongan Babi

dan Penanganan Daging Babi

dan Hasil Ikutannya.

penyimpanan dan penyiapannya guna

pengolahan lebih lanjut harus terpisah

dari daging hewan lainnya dan tempat

penjualan daging babi di pasar harus

terpisah dari

penjualan daging hewan bukan babi,

dan diberikan tulisan/tanda dengan jelas

menunjukkan bahwa yang ditawarkan

adalah daging babi.

11. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor 413/Kptsn/

TN/310/7/1992 Tentang

Pemotongan Hewan Potong

dan Penanganan Daging

beserta Ikutannya

Surat Keputusan ini menetapkan hewan

potong adalah sapi, kerbau, kuda,

kambing dan domba. Penyembelihan

hewan potong

dilakukan oleh juru sembelih Islam

menurut tata cara yang sesuai dengan

fatwa Majelis Ulama Indonesia, antara

lain memutus jalan nafas (hulqum),

memutus jalan makan (mar't), memutus

dua urat nadi (wajadain), dan membaca

basmallah sebelumnya. Hewan potong

yang sebelum disembelih dipingsankan

terlebih dahulu, maka pemingsanannya

dilakukan sesuai dengan fatwa Majelis

Ulama Indonesia.

12. Surat Keputusan Menteri

Nomor 745/Kptsn/

TN/240/12 /1992 tentang

Persyaratan dan Pemasukan

Daging dari Luar Negeri

Surat Keputusan ini menetapkan Nomor

Kontrol Veteriner sebagai registrasi

rumah pemotongan hewan, perusahaan-

perusahaan pengolahan atau usaha-

usaha lainnya yang bergerak dalam

bidang pengumpulan, penampungan,

Page 98: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

87

penyimpanan dan pengawetan bahan

asal hewan yang diterbitkan oleh

instansi yang bertanggung jawab di

bidang kesehatan masyarakat veteriner

13. Keputusan Menteri Agama

Nomor 518 Tahun 2001

tentang Pedoman dan Tata

cara Pemeriksaan dan

Penetapan Pangan Halal

Di dalam surat keputusan ini antara lain

dinyatakan bahwa untuk mendukung

pernyataan halal yang dikeluarkan

produsen atau importir pangan yang

dikemas untuk

diperdagangkan terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan terhadap pangan

tersebut oleh Lembaga Pemeriksa yang

harus diakreditasi oleh Komite

Akreditasi Nasional.

14. Keputusan Menteri Agama

Nomor 519 Tahun 2001

tentang Lembaga

Pemeriksaan Pangan Halal

Keputusan Menteri Agama Rl ini

menetapkan Majelis Ulama Indonesia

sebagai lembaga pelaksana

pemeriksaaan

pangan yang dinyatakan halal yang

dikemas untuk diperdagangkan di

Indonesia.

15. Piagam Kerjasama

Departemen Kesehatan,

Departemen Agama dan

Majelis Ulama Indonesia

(MUI) tentang Pelaksanaan

Pencantuman Label Halal

Pada Makanan.

Piagam Kerjasama yang dibuat tanggal

21 Juni 1996 tersebut menyatakan

sebagai berikut:"Dalam rangka

memberikan kepastian bagi pemeluk

agama Islam halal tidaknya makanan

dan minuman yang beredar, disadari

bahwa sangat panting dilaksanakan

pencantuman label "Halal" pada

kemasan produk makanan dan

Page 99: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

88

minuman. Untuk itu Departemen

Kesehatan, Departemen Agama dan

Majelis Ulama Indonesia menggalang

kerjasama

dengan koordinasi yang terpadu,

sehingga

pencantuman label "Halal" termaksud

dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan gambaran inventarisasi peraturan perundang-undangan di atas

dan uraian deskriptif ringkas mengenai substansi yang mengatur tentang produk

halal, dapat dipahami bahwa secara keseluruhan peraturan tersebut masih bersifat

parsial dan tidak terintegrasi dalam satu kesatuan, sehingga belum dapat

dilaksanakan sebagaimana mestinya. Karena itu diperlukan adanya instrumen

hukum setingkat undang-undang yang mengatur tentang jaminan produk halal.

D. Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal Pada Periode 2004-2009

Pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH) telah dilakukan oleh

Komisi VIII DPR-RI periode 2004-2009. Pada tepatnya tahun 2008 sampai

dengan tahun 2009. Rancangan Undang-Undang ini merupakan usulan dari

Pemerintah yang dipelopori oleh Kementerian Agama Republik Indonesia

(Kemenag RI) dan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

DPR-RI tahun 2008-2009. Pembahasan dimulai di Masa Persidangan II Tahun

Sidang 2008-2009. 102

102

Sekretariat Komisi VII DPR, Risalah Sidang RUU Jaminan Produk Halal, h. 61

Page 100: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

89

Beberapa pendapat dikemukakan oleh pengusaha, dan perusahaan yang

tergabung dalam perkumpulan/asosiasi, diantaranya sebagai berikut:

Pengusaha farmasi Chrisma Albandjar mengatakan, industri obat juga

tergolong sulit untuk menerapkan jika RUU bersifat mandatori. Pasalnya, obat

terbuat dari belasan ribu item yang harus diteliti satu per satu jika sertifikasi halal

menjadi suatu kewajiban. "Bahan baku obat berasal dari berbagai negara dan ada

13.000 item dalam satu obat. Maka untuk menguji satu demi satu akan butuh

waktu panjang dan keahlian khusus untuk melakukan tes. Direktur Regulasi

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Franky berharap RUU

dapat menggerakkan perekonomian nasional, terutama usaha kecil dan menengah

dalam melalui periode krisis. Hingga saat ini, para pengusaha masih

menginginkan agar sertifikasi halal tidak menjadi suatu kewajiban, tetapi

dijalankan dengan prinsip sukarela seperti yang diberlakukan sekarang.

Dikarenakan tidak ada masalah dengan prinsip jaminan produk halal yang dianut

saat ini.

Kepala Bidang Perdagangan Persatuan Pengusaha Kosmetik Indonesia

(Perkosmi) Bambang, produk kosmetik sudah berinisiatif masuk ke pasar muslim

dengan demikian mendorong mereka untuk mendaftarkan produknya. Jika RUU

yang bersifat mandatori diterapkan, para pengusaha kecil dan menengah

membutuhkan insentif untuk kajian bahan baku dalam proses sertifikasi.103

Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) menuai

penolakan pula dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Ketua Dewan

103

Pengusaha libatkan ahli dalam RUU Jaminan Produk Halal dalam Artikel

https://properti.kompas.com/read/2009/08/25/16495245/pengusaha.libatkan.ahli.untuk.ruu.halal

Page 101: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

90

Pertimbangan KADIN Jakarta, Dhaniswara K. Harjono menilai RUU tersebut tak

memenuhi syarat sebagai undang-undang. Melihat dari aspek ekonomi, RUU ini

tidak akan membantu dan cenderung merepotkan. RUU ini akan merugikan

kegiatan usaha kecil dan menegah, karena telah terkendala oleh modal dan

ditambah lagi dengan beban pendaftaran sertifikasi.104

Asosiasi Perusahaan Produk Halal Indonesia (APPHI) dan Asosiasi

Pengusaha Importir Daging (Aspidi) menolak Rancangan Undang-Undang

Jaminan Produk Halal (RUU JPH). Meningkatnya biaya sertifikasi menjadi alasan

utama kedua asosiasi tersebut.105

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir

Daging, Thomas Sembiring juga berpendapat RUU tersebut berpotensi menambah

biaya dan kesulitan di birokrasi. Sebab, jika ada tambahan biaya dipastikan terjadi

kenaikan harga pada konsumen. Kemudian penambahan lembaga sertifikasi halal

selain LPPOM MUI, akan menambah biaya tersendiri dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).106

Menurut Amidhan, Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jakarta,

pembahasan RUU Jaminan Produk Halal yang dilakukan DPR dan pemerintah,

telah menempatkan MUI sebagai faktor yang tidak penting. Padahal, soal halal

atau tidaknya sebuah produk makanan, merupakan masalah agama, dan bukan

birokrasi. Adanya kekhawatiran birokrasi yang tidak imun terhadap kepentingan

politik, bisnis, dan hubungan luar negeri, bisa mengambil keputusan yang tidak

104

Kadin Tolak RUU Jaminan Produk Halal dalam Artikel

https://ekonomi.kompas.com/read/2009/08/26/16421686/kadin.pun.tolak.ruu.jaminan.halal 105

Rencana pemerintah menerbitkan undang-undang Jaminan Produk Halal akan terganjal,‖ dalam

http://nasional.news.viva.co.id/-news/read/727-dua_asosiasi_tolak_ruu_jaminan_produk_halal 106

Rahmah Maulidia, Urgensi Regulasi dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen, Jurnal

Justicia Islamica, Vol.10 2 Juli-Des 2013

Page 102: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

91

berdasarkan kondisi yang sesungguhnya. Selama ini secara de facto,

penyelenggara jaminan produk halal telah dilaksanakan dengan baik oleh MUI

melalui LPPOM dan Komisi Fatwa MUI. Pembahasan RUU Tentang Jaminan

Produk Halal (JPH) pada periode lalu, tidak dapat terselesaikan. Dikarenakan

selama proses pembahasan RUU ini dapat dikategorisasikan sebagai

permasalahan yang sangat krusial.

Salah satu partai, yaitu Partai Damai Sejahtera (PDS) melalui Anggotanya

Pdt. Tiurlan Basaria Hutagaol dan Stefanus Amalo107

yang menolak terhadap

pembahasan RUU ini. Pemahaman tentang halal tidaknya sebuah produk atau

makanan cukup diserahkan kepada agamanya sendiri untuk memberikan aturan.

Banyak hal yang tidak kita perlukan untuk memancing anarkis. Seharusnya,

keanekaragaman suku bangsa dan agama menjadi pertimbangan untuk membahas

RUU ini karena penentuan haram atau tidak makanan berbeda antara satu daerah

dengan lainnya. Dicontohkan seperti di Bali, Papua, NTT dan Manado, babi

bukan makanan tidak halal tapi justru makanan adat.

Bagi untuk umat Islam daging babi sebuah makanan yang haram, tapi

sebaliknya untuk umat Kristen mengkonsumsi babi diperbolehkan. Artinya,

haramnya umat Islam belum tentu haram untuk umat beragama lainnya. Hal ini

menunjukan bahwa haram atau tidaknya sebuah makanan tidak bisa dimonopoli

oleh agama. Meski begitu, PDS tidak meminta RUU-JPH dihentikan dibahas.

Mereka ingin melihat substansi dari undang-undang tersebut yang harus meliputi

107

Hal ini diungkapkan oleh perwakilan Anggota Fraksi PDS dalam Rapat Kerja

Pemerintah dengan Komisi VIII pada tanggal 16 Februari 2009. Fraksi PDS Tolak RUU Jaminan

Produk Halal republika.co.id sebagaimana dalam

http://www.republika.co.id/berita/shortlink/31828 diakses pada tanggal 15-8-2018

Page 103: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

92

prinsip keadilan dan kesetaraan, sehingga diperlukan adanya perubahan-

perubahan dalam RUU tersebut agar dapat diterima oleh seluruh warga negara

Indonesia. 108

Berbeda dengan Badriah Wahyuni Fraksi PKB berpendapat RUU ini

termasuk dalam kerangka perlindungan konsumen. Tidak ada yang mengatur

pembatasan konsumen untuk mengkonsumsi produk tertentu. RUU ini mengatur

jaminan produk apakah halal mulai dari proses pembuatannya hingga berpindah

ketangan konsumen. Juga sebagai upaya untuk membuat aturan yang lebih kuat

untuk menjamin kehalalan suatu produk. Melihat pada aspek regulasi RUU ini

mendorong agar dunia usaha lebih punya tanggung jawab kepada konsumen

terhadap produk yang mereka jual terutama produk yang sifatnya massive. Karena

kehalalan produk sepertinya belum menjadi kesadaran dunia usaha secara umum.

Selain itu, ada beberapa permasalahan krusial dalam pembahasan RUU

Jaminan Produk Halal ini terutama mengenai: a) Pelaksana JPH (apakah peranan

pemerintah atau lembaga pelaksana JPH ), b) Auditor, c) Laboratorium Pemeriksa

Halal, d) Majelis Ulama Indonesia (MUI).109

108

Fraksi PDS Tolak Jaminan Produk Halal dijadikan Undang-undang, hukumoline.com

sebagaimana dalam, http://www.hukumonline. com/berita/baca/hol21214/fraksi-pds-tolak-

jaminan-produk-halal-dijadikan-uu. Diakses pada 15-8-2018 109

Sekretariat Komisi VII DPR, Risalah Sidang RUU Jaminan Produk Halal. H. 63

Page 104: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

93

Tabel 4.2 Permasalahan Dalam Pembahasan Jaminan Produk Halal

Pasal Isi Pasal

Pasal 3 dan 4

Pasal 19

Mengatur tentang tugas dan wewenang pemerintah dan

wewenang Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam

pemeriksaan halal, penunjukan auditor dan penetapan

fatwa halal.

Tentang Pembiayaan. Biaya spakah termasuk PNBP

(Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang akan diatur oleh

Peraturan Pemerintah atau biaya promosi dan produksi

yang akan diatur oleh lembaga pemeriksa.

Pasal 20 Wewenang dan Tugas terkait siapa yang melakukan

pemeriksaan produk halal. Pemerintah atau Majelis

Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang

mengeluarkan fatwa halal.

Pasal 27 Auditor Halal. Merupakan kepanjangan tangan dari

Ulama dalam melakukan analisa dan pengawasan proses

produksi. Kewenangan menetapkan, mengangkat, dan

mengawasi auditor merupakan tugas yang harus dipegang

apakah kewenangan dari Menteri atau Majelis Ulama

Indonesia (MUI)

Pasal 28 Wewenang Menteri Agama. Dalam hal kerjasama

Indonesia dengan Luar Negri. Sebab selama ini hanya

bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia

Page 105: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

94

Pada pembahasan RUU tentang Jaminan Produk Halal ini sistematika

Batang Tubuh terdiri dari 12 BAB dan 44 Pasal, sebagaimana uraiannya sebagai

berikut:

Bab I Ketentuan Umum

Bab II Tugas-tugas dan Wewenang

Bab III Bahan Baku dan Proses Halal

Bagian Kesatu : Bahan Baku

Bagian Kedua : Proses dan Produk Halal yang terdiri dari : 1) Proses

Produk Halal dengan Bahan Baku Produk Hewan, 2) Proses Produk Halal

dengan Bahan Olahan Nabati, 3) Proses Produk Halal dengan Proses

Kimiawi, Proses Biologik dan Proses Rekayasa Genetik

Bagian Ketiga: Lokasi dan Proses Pengolahan Produk

Bab IV: Tata Cara Memperoleh Jaminan Produk Halal

Bab V : Auditor Halal

Bab VI: Kerjasama

Bab VII: Pengawasan

Bab VIII: Sanksi Administratif

Bab IX: Penyidikan

Bab X: Ketentuan Pidana

Bab XI: Ketentuan Peralihan

Bab XII: Ketentuan Penutup

Bellfroid mengemukakan pada proses inilah adanya rechtpolitiek yaitu

sebuah proses pembentukan hukum positif (ius constitutum) dari hukum yang

Page 106: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

95

akan dan harus ditetapkan (ius constituendum) untuk memenuhi kebutuhan

perubahan dalam kehidupan masyarakat. Politik hukum terkadang juga dikaitkan

dengan kebijakan publik (public policy) yang menurut Thomas Dye yaitu

―whatever the government choose to do or not to do”.

Sehingga terbentuklah suatu hukum yang akan diberlakukan untuk

mencapai tujuan negara. Hukum diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan

negara. Secara praktis politik hukum juga dapat digunakan oleh pemerintah untuk

mencapai sistem hukum nasional yang sesuai dengan tujuan negara.110

E. Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi Mengenai Rancangan Undang-Undang

Tentang Jaminan Produk Halal

Pengesahan undang-undang harus melalui proses konstitusional,

pengaturan hukumnya ada pada Pasal 20 Ayat (4) dan Ayat (5) Undang-Undang

Dasar 1945 setelah perubahan. Sebagaimana dalam Pasa 20 Ayat (4) menyatakan

―Presiden mengesahkan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk

menjadi undang-undang‖. Dengan adanya ketentuannya, berubahnya rancangan

undang-undang menjadi undang-undang adalah adanya perbuatan Presiden untuk

mengesahkan undang-undang yang telah disetujui bersama DPR menjadi undang-

undang.

Pada Pasal 20 Ayat (5) yang menyatakan dalam hal rancangan undang-

undang yang telah disetujui bersama tidak disahkan Presiden dalam waktu tiga

puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan

undang-undang tersebut sah menjadi undang dan wajib diundangkan.

110

C.F.G Sunaryati Hartono. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

(Bandung: Alumni, 1991), h.1

Page 107: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

96

Undang-Undang Jaminan Produk Halal telah disahkan oleh DPR dalam

rapat paripurna pada tanggal 25 September 2014 oleh Ketua DPR , Marzuki Alie.

Beberapa pandangan fraksi yang menilai bahwa undang-undang menjadi pedoman

penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia.

Tabel 4.3 Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi DPR RI

NO FRAKSI PENDAPAT AKHIR

1. F- Partai Demokrat

DPR-RI

1) Perlunya dibentuk lembaga/badan yang

bertanggung jawab dalam penyelenggaraan

JPH. Jaminan Produk Halal wajib ditangani

oleh Pemerintah. Selain karena amanat dari

UUD 1945 dan menyangkut mayoritas

rakyat Indonesia dan kepastian hbiukum.

2) Penerbitan dan pencabutan sertifikasi halal

sebagai perwujudan tanggung jawab lembaga

penyelenggaraan JPH. Lebih dari itu,

menerbitkan dan mencabut sertifikat halal

menjadi domain Pemerintah karena terkait

dengan hukum positif karena harus adanya

kepastian hukum.

3) Status hukum menjadi wajib bagi pelaku

usaha yang telah memperoleh sertifikat halal

dan wajib mencantumkan label halal.

4) Peran MUI, F-Demokrat sangat menghargai.

Berkiprah selama kurang lebih 25 Tahun dan

juga menghargai LPPOM MUI untuk

memberikan jaminan halal atas produk yang

beredar di masyarakat. Namun karena tugas

dan tanggung jawab yang besar, peran MUI

Page 108: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

97

dirasakan tidak mencukupi.

5) Untuk itu, perlunya campur tangan

pemerintah untuk bekerjasama dengan MUI

untuk mempererat peran masing-masing.

Yaitu dengan sertifikasi auditor halal,

penetapan fatwa halal, akreditasi LPH dan

penandatangan sertifikasi halal.

6) F-Demokrat menyetujui RUU Jaminan

Produk Halal untuk disahkan menjadi

undang-undang.

2. F-GOLKAR DPR

RI

Prinsip dasar dalam penyelenggaraan JPH:

1) Sistem JPH harus mampu memberikan

jaminan dan perlindungan kepada Umat

Islam untuk memperoleh dan mengkonsumsi

produki halal.

2) JPH harus menjamin bahwa proses dan

prosedur audit dan sertifikasi yang terkait

dengan proses halal harus dilakukan dengan

sederhana, mudah dan memiliki kejelasan

waktu demi kemudahan bagi produsen dan

pelaku usaha.

3) JPH harus memberikan jaminan bahwa biaya

audit sertifikasi harus murah dan

proporsional.

Substansi pokok yang menjadi consen fraksi ini:

1) Pemerintah bertanggung jawab dalam

menyelenggarakan JPH. Negara menjadi

aktor utama dalam menjamin kehalalan

produk.

2) Diperlukan lembaga yang berfungsi

melakukan pemeriksaan dan standarisasi

Page 109: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

98

kehalalan produk. Lembaga tersebut dibawah

kementerian agama.

3) Posisi RUU yang menjadi undang-undang

bersifat lex specialis dalam mengatur dan

menghimpun regulasi produk halal.

4) RUU JPH mampu membedakan peran

pemerintah, ranah syariah sehingga terjadi

pemisahan antara regulator dan operator.

5) RUU ini memperjelas peran MUI.

6) F-Golkar menyetujui RUU Jaminan

Produk Halal untuk disahkan menjadi

undang-undang.

3. F- PDIP DPR RI 1) Proses JPH dan sertifikasi halal bersifat

mandatory yang dilaksanakan secara bertahap

5 tahun sekali.

2) Sertifikasi halal dilaksanakan oleh pemerintah

dan MUI.

3) Badan sertifikasi halal tidak membebani

anggaran negara.

4) Proses sertifikasi produk halal harus mudah,

cepat dan transparan.

5) F-PDIP menyetujui RUU Jaminan Produk

Halal untuk disahkan menjadi undang-

undang

4. F-PKS DPR RI

1) Pembahasan RUU mencapai 5 tahun lamanya

disebabkan oleh hal yang sulit untuk

disepakati, diantaranya: a) Lembaga/Badan

yang berperan dalam pemeriksaan produk

halal, b) lembaga yang mengeluarkan

sertifikat halal badan/lembaga atau MUI, c)

Page 110: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

99

Mekanisme dan konsekuensi sertifikat halal

yang ditandatangani pimpina badan/lembaga

dan MUI atau salah satu diantara keduanya d)

Posisi badan/lembaga dibawah Presiden atau

kementerian, e) Sifat pengaturan

voluntary/mandatory.

2) Namun, seiring berjalannya pembahasan

adanya titik temu antara Pemerintah dan

Komisi VIII DPR RI, meliputi: a) Ruang

lingkup produk yang harus mendapatkan

sertifikasi halal, b) Pemerintah bertanggung

jawab dalam menyelenggarakan JPH dan

dilaksanakan Menteri Agama. Dalam

pelaksanaaanya dilakukan oleh BPJPH, c)

BPJPH dibantu oleh pemerintah/masyarakat

(lembaga yang berbadan hukum untuk

mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH),

d) Penetapan kehalalan produk dilakukan

MUI yang harus mengikutsertakan Pakar,

Unsur kementerian/lembaga terkait, e)

Sertifikat Halal bersifat mandatory dan

berlaku efektif 5 tahun.

3) F-PKS menyetujui RUU Jaminan Produk

Halal untuk disahkan menjadi undang-

undang

5. F-PAN DPR RI 1) Fraksi PAN berpendirian bahwa sertifikasi

halal merupakan kewenangan ulama. Tetapi

sesuai dengan otoritas, kompetensi dan

legitimasinya yaitu untuk menetapkan hukum

Islam (syar’i) terhadap kehalalan suatu

produk.

Page 111: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

100

2) Pada proses sertifikasi halal ini, mestinya

dapat mengadopsi sistem yang telah dibangun

oleh MUI 25 Tahun. Bahkan fraksi PAN

berpandangan bahwa hanya MUI yang

memiliki otoritas syariah dalam JPH ini.

3) Pada RUU JPH ini, peran MUI sudah

diakomodir dalam aspek sertifikasi auditor

halal, penetapan fatwa halal, akreditasi LPH,

dan penandatanganan sertifikat halal.

4) Terkait kelembagaan sebagai amanat RUU

JPH ini, Peran dan Fungsi BPJPH masih perlu

dikaji ulang supaya nantinya didukung

dengan SDM yang berkompeten dan memiliki

wawasan yang luas tentang kehalalan produk

dalam syariat Islam.

5) Pada aspek pengawasan, mendukung BPJPH

untuk fokus mengawasi Lembaga Pemeriksa

Halal (LPH).

6) Pemerintah dalam hal ini memiliki

kewenangan untuk penegakan hukum

terhadap pihak yang melakukan pelanggaran

dalam penyelenggaraan JPH.

7) F-PAN menyetujui RUU Jaminan Produk

Halal untuk disahkan menjadi undang-

undang.

6. F-PPP DPR RI 1) Rumusan RUU ini telah menempatkan

pemerintah MUI dan para pemangku

kepentingan lainnya secara proporsional dan

adil.

2) Masyarakat dan pemuka agama

mengkhawatirkan RUU JPH akan

Page 112: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

101

melemahkan upaya penjaminan produk halal

yang telah dirintis oleh MUI. Karena MUI

berperan penting dalam membangun

kesadaran masyarakat bahwa sertifikat

kehalalan produk sangat diperlukan.

3) Pada Pasal 9 RUU JPH ini telah dengan tepat

memposisikan MUI sebagai pusat gravitasi

penyelenggaraan JPH. Dan sementara BPJPH

hanya menerima permohonan dari pelaku

usaha, menerbitkan sertifikat halal.

4) Ketentuan kehalalan produk ini menjadi

norma hukum baru dan bersifat wajib. Oleh

karena itu, perlu adanya masa transisi dan

persiapan sekaligus masa edukasi dan

sosialisasi. Lima tahun memada, untuk

menyiapkan BPJPH, LPH serta SDM dan

Laboratorium yang diperlukan.

5) F-PPP menyetujui RUU Jaminan Produk

Halal untuk disahkan menjadi undang-

undang

7. F-PKB DPR RI 1) Dengan mempertimbangkan proses

pembahasan yang berlangsung munculnya

kekhawatiran baik dari Pemerintah maupun

MUI yang notabene memliki otoritas dalam

mengeluarkan rekomendasi kehalalan suatu

produk.

2) Kekhawatiran pemerintah mengenai

pemdaftaran produk yang akan berdampak

pada usaha Mikro, Menengah. Karena selama

ini industri level menengah sebagai penopang

terkuat ekonomi di Indonesia.

Page 113: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

102

3) Dinamika masyarakat berkembang pesat, dan

daya kritis serta teliti terhadap hal-hal yang

ada disekitar. banyak instansi diluar

pemerintahan (swasta) baik dunia akademik

atau perguruan tinggo sama-sama memiliki

pengetahuan agama dan teknologi.

4) Kehadiran RUU JPH ini menandai

perkembangan baru dalam merespon realitas

sosiologis-keagaaman serta kemajuan dalam

teknologi.

5) F-PKB menyetujui RUU Jaminan Produk

Halal untuk disahkan menjadi undang-

undang

8. F-GERINDRA

DPR RI

1) Partai Gerindra menikberatkan kepada RUU

JPH supaya memiliki asas akuntabilitas,

transparan, efektif dan efisien profesional.

2) Menyambut baik terciptanya ruang

komunikasi yang baik win win solution antara

pemerintah dengan organisasi-organisasi

Islam di masyarakat.

3) Terkait dengan produk obat-obatan,

hendaknya lembaga yang mengawasi

bekerjasama dengan BPOM.

4) F-Gerindra menyetujui RUU Jaminan

Produk Halal untuk disahkan menjadi

undang-undang

9. F-HANURA DPR

RI

1) Regulasi berkaitan dengan produk halal

bagian dari perlindungan negara terhadap

warga negaranya. Seiring dengan

perkembangan IPTEK dalam hal produk-

Page 114: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

103

produk yang tersebar dimasyarakat.

2) Globalisasi perdagangan terkait dengan

sertifikasi kehalalan produk mendapat

perhatian serius dari internasional.

3) Penyelenggaraan undang-undang jaminan

produk halal perlu sinergitas antara

pemerintah dan ulama. Pemerintah

menjalankan pengaturan formal dan

administrasi negara. Dan Ulama menjaga

substansi syariah.

4) F-HANURA menyetujui RUU Jaminan

Produk Halal untuk disahkan menjadi

undang-undang

Perjalanan konfigurasi politik sangat berkaitan dengan perjalanan politik

dalam mempengaruhi hukum dengan cara melihat kondisi kekuasaan yang ada

dibelakang pembuatan dan proses penegakan hukum.111

Melalui pembahasan

rancangan undang-undang yang cukup panjang oleh pemerintah dan legislatif

merupakan proses menciptakan hukum sesuai dengan tujuan negara serta upaya

menjadikan produk hukum yang demokratis dan responsif di masyarakat.

Konfigurasi politik demokratis dengan ciri melahirkan hukum yang

responsif. Merupakan susunan sistem politik dengan membuka kesempatan

(peluang) bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan

kebijaksanaan umum. Partisipasi ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-

wakil rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik.

111

Mahfud Md, Politik Hukum di Indonesia, h. 77

Page 115: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

104

Berdasarkan faktor-faktor pembentukan undang-undang jaminan produk

halal dan pandangan serta pendapat akhir fraksi ini merupakan jawaban dari

serangkaian konfigurasi dan konstelasi politik yang terjadi dalam pembahasan

rancangan undang-undang jaminan produk halal. Proses pembahasan RUU

Jaminan Produk Halal sangat sulit dengan berbagai pandangan dan pendapat baik

penerimaan atau penolakan dari para Asosiasi Pengusaha, KADIN, dan

Kementerian terkait. Berbagai pertimbangan dari pemerintah dan legislatif dalam

membahas dan mengesahkan rancangan undang-undang jaminan produk halal ini

menjadi sebuah produk hukum. Bagi masyarakat, pentingnya legalitas kehalalan

produk dalam menjamin perlindungan bagi konsumen muslim di Indonesia

khususnya.

Partisipasi dari berbagai elemen dalam pembuatan undang-undang

jaminan produk halal ini menjadi salah satu ciri dari produk hukum yang

responsif. karakter hukum responsif juga bersifat aspiratif. Artinya memuat materi

yang secara umum sesuai denga aspirasi dan kehendak masyarakat yang

dilayaninya.112

Peranan dari masyarakat dalam hal ini perwakilan Asosiasi

Pengusaha, Kementerian atau lembaga terkait sangat penting dalam menggali

informasi sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam muatan (isi)

undang-undang jaminan produk halal ini. Meskipun dalam pencapaian tuntutan

dari masyarakat dan kelompok sosial pelaksanaan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal ini masih perlu banyak yang harus dipersiapkan dan dilakukan oleh

112

Pendapat Mahfud Md terkait Produk Hukum Responsif dalam buku Politik Hukum di

Indonesia, h. 31

Page 116: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

105

pemerintah, BPJPH sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan jaminan produk halal, dan kementerian/lembaga terkait. .

F. Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Sebelum Undang-Undang

Jaminan Produk Halal disahkan.

Sertifikasi halal sebelum adanya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal menjadi kewenangan penuh Lembaga Pengkajian

Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LP POM). LP POM didirikan pada 6

Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal. Untuk

memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada

tahun 1996 ditandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen

Agama, Departemen Kesehatan dan MUI.

Tahun 1994 LPPOM MUI mengawali kiprah menggagas sertifikasi halal

terhadap pangan yang beredar di pasaran mulai dilakukan. Proses sertifikasi

dilakukan sendiri oleh MUI. Sementara izin label halal pada kemasan pangan

diberikan oleh Departemen Kesehatan (Depkes) c.q. Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Model semacam ini menyebabkan terjadinya dualisme dalam

pengurusan sertifikat dan label halal. Sehingga produk yang sudah mendapatkan

sertifikat halal dari MUI masih harus diperiksa lagi oleh BPOM guna

mendapatkan izin penggunaan logo halal. Untuk memangkas prosedur birokrasi,

21 Juni 1996 melalui piagam kerja sama antara Departemen Kesehatan,

Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia akhirnya disepakati bahwa

pencantuman label halal pada produk pangan akan ditangani bersama oleh tiga

Page 117: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

106

instansi tersebut.113

. Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan

penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519

Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikasi halal serta

melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat

halal.114

Dalam pelaksanaannya sertifikat halal dikeluarkan oleh MUI berdasarkan

audit tim gabungan tiga instansi tersebut. Dengan sertifikat halal MUI tersebut

perusahaan bisa langsung mendapatkan izin pencantuman label halal dari BPOM

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Sehingga tidak ada lagi dualisme dalam

kepengurusan halal. BPOM telah menyerahkan sepenuhnya sertifikasi halal ini

kepada Komisi Fatwa MUI. Pemberian atau penolakan sertifikat halal sepenuhnya

berada di MUI. Berdasarkan fatwa MUI ini, BPOM akan memberi persetujuan

pencantuman label halal bagi yang memperoleh sertifikat halal, atau memberi

penolakan bagi yang tidak mengantongi sertifikat halal. Hal ini, memberikan

kepastian bagi konsumen dalam mengonsumsi produk makanan.115

Terkait sertifikasi halal, LPPOM MUI telah melakukan sertifikasi terhadap

pelbagai produsen pangan, obat dan kosmetik, baik di dalam maupun di luar

negeri. Guna menjangkau produsen di tingkat daerah LPPOM MUI telah

mengembangkan sayapnya melalui pendirian dan pemberdayaan LPPOM MUI

Daerah di pelbagai wilayah. LPPOM MUI daerah mengeluarkan sertifikat halal

113

Lembaga Pengkajian Obat-Obatan dan Kosmetik (LPPOM MUI), Indonesia Halal

Directory 2013-2014, h.9 114

Tentang LP POM MUI,

www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/130/1511/page/1 diakses pada 15-5-2018 115

Wiku Adisasmito, ―Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan

Makanan‖, Makalah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008, h. 5.

Page 118: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

107

untuk produk pangan lokal di daerah seperti pemotongan hewan, produk usaha

kecil dan menengah serta produk daerah lainnya.116

Sertifikasi halal berlaku selama dua tahun dan dapat diperbarui selama

dua tahun dan dapat diperbarui untuk jangka waktu yang sama. Setiap pelaku

usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal terhadap produknya mencantumkan

keterangan atau tulisan dan nomor sertifikat pada label setiap produk. Selama

masa berlaku sertifikat halal tersebut, perusahaan harus dapat memberikan

jaminan bahwa segala perubahan baik dari penggunaan bahan, pemasok maupun

teknologi proses hanya dapat dilakukan dengan sepengetahuan dari LP POM MUI

yang menerbitkan sertifikat halal.Yang mana proses ini tertuang dalam sistem

jaminan halal. 117

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam melaksanakan proses sertifikasi

halal, LPPOM-MUI menggunakan prosedur baku sebagai panduan pelaksanaan,

yang kemudian dituangkan dalam bentuk SOP (Standard Operation Procedure).

Panduan ini senantiasa dikembangkan dan terus ditingkatkan, sesuai dengan

kebutuhan maupun perkembangan ilmu dan teknologi. MUI menetapkan tahapan

atau langkah prosedur dan mekanisme penetapan fatwa halal hingga terbitnya

sertifikat halal.118

Sertifikasi halal dan labelisasi halal merupakan dua kegiatan yang

berbeda namun mempunyai keterkaitan satu dengan yang lain. Hasil dari kegiatan

116

Asep Syarifudin Hidayat dan Mustholih Siraj, ―Sertifikasi Halal dan Sertifikasi Non

Halal Pada Produk Pangan Industri‖. h. 204 117

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h.117 118

Majelis Ulama Indonesia, ―Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal Majelis

Ulama Indonesia,” dalam Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: PT Erlangga, 2015), h. 27-

28

Page 119: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

108

sertifikasi halal adalah diterbitkanna sertifikat halal apabila produk yang

dimaksudkan telah memenuhi ketentuan sebagai produk halal. Sertifikat halal

dilakukan oleh lembaga yang mempunyai otoritas melaksanakannya yaitu LP

POM MUI. Tujuan akhir sertifikasi halal ini adalah pengakuan bahwa produk ini

telah memenuhi ketentuan halal.119

Sedangkan labelisasi halal adalah

pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk

menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal.120

Pada proses labelisasi halal, setiap produsen yang akan mencantumkan

label halal harus memiliki sertifikat halal terlebih dahulu. Tanpa sertifikat halal

MUI, Izin pencantuman label halal tidak diberikan oleh BPOM. Kegiatan dalam

pencantuman label halal ini dikelola oleh Badan Pengawas Obat-Obatan dan

Kosmetik (BPOM). Dalam pelaksanaannya sering terjadi kesimpangsiuran ,

terutama dalam kegiatan labelisasi halal yang telah diterapkan lebih dahulu

sebelum sertifikasi halal.121

Peraturan yang bersifat teknis mengatur masalah pelabelan halal antara

lain Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama RI No.

427/Men.Kes/SKB/VIII/1985 (No. 68 Tahun 1985) tentang Pencantuman Tulisan

Halal Pada Label Makanan.122

Jadi sangat jelas bahwa tulisan ―halal‖ yang

dibubuhkan pada label atau penandaan produk makanan dianggap bahwa

119

Sertifikat Halal MUI pertama kali diterbitkan pada tanggal 7 April 1994 untuk produk

dari Unilever. Pada saat itulah produk Unilever mempunyai legitimasi untuk memasang labelisasi

halal. 120

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk

Halal, h. 118 121

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 118 122

Pada peraturan ini Pasal 2 disebutkan bahwa “Produsen yang mencantumkan tulisan

“halal” pada label makanan produknya bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut

bagi pemeluk agama Islam”

Page 120: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

109

produsen tersebut telah sah dan memenuhi prosedur sertifikasi halal dari LP POM

MUI. Namun apabila produsen tersebut terbukti sebaliknya, maka produsen dapat

dituntut secara hukum karena melakukan pembohongan publik.

Disamping produsen harus bertanggung jawab atas label halal yang

dicantumkan pada produknya, produsen juga berkewajiban melaporkan kepada

pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI sebagaimana yang

diamanahkan dalam Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama.

Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam melakukan pengawasan.

Baik yang bersifat insidental atau mendadak. Berdasarkan peraturan tersebut, ijin

pencantuman label didasarkan atas hasil laporan sepihak perusahaan kepada

Departemen Kesehatan tentang pengolahan dan komposisi bahan. Belum

didasarkan oleh sertifikasi halal.123

Sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal disahkan, dalam upaya

melindungi masyarakat dalam mengkonsumsi produk/barang Pada aspek

penegakan hukumnya, peraturan ini menegaskan hak konsumen yaitu :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

123

Mashudi, Kontruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 120

Page 121: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

110

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pada pengawasannya penyelenggaraan perlindungan konsumen ini dalam

penerapan undang-undangnya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh

Menteri (atau menteri teknis terkait), masyarakat dan Lembaga Perlindungan

Konsumen Swadaya Masyarakat. Tugas lembaga perlindungan konsumen

swadaya masyarakat meliputi kegiatan:124

a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan

kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa.

b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.

c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan

konsumen.

124

Pasal 44 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Page 122: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

111

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima

keluhan atau pengaduan konsumen.

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap

pelaksanaan perlindungan konsumen

Apabila dalam pengawasan ternyata terbukti menyimpang dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, menteri dan

atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan tindakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.125

Penyelesaian sengketa dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

dapat ditempuh melalui jalur pengadilan maupun diluar pengadilan. Setiap

konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang

bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui

peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Dan Penyelesaian sengketa

konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.126

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan

untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau

mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak

akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.127

Menyikapi kasus

tersebut, LP POM MUI berkordinasi dengan dinas terkait dalam penegakan

hukumnya. Pengawasan dan penegakan hukum bersifat a) objektif. Suatu

125

Pasal 30 Ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Konsumen 126

Pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen 127

Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Page 123: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

112

kebijakan perlu ditetapkan berdasarkan fakta empiris tanpa ada intervensi dari

berbagai pihak.

Di Indonesia, objektivitas penegak hukum masih diragukan banyak

kalangan. Selanjutnya, b) Jujur, dengan mengkonsumsi makanan halal sangat

penting, oleh karena itu menjadi gerakan bersama untuk menyadarkan masyarakat

pentingnya mengkonsumsi produk halal. c) Integral, pengawasan dan penegakan

hukum sertifikasi halal yang baik jika didasarkan kepada ranah filosofis (hidup di

masyarakat), yuridis (norma-norma yang berlaku), sosiologis (kenyataan yang

diterima dimasyarakat).128

Atas amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pemerintah

membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai alternatif

dalam penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.129

Tugas Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) : a) melaksanakan penanganan dan

penyelesaian dengan cara mediasi dan arbitrase atau konsiliasi, b) memberikan

konsultasi dalam perlindungan konsumen, c) melakukan pengawasan terhadap

pencantuman klausula baku, d) melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi

pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini, e) menerima pengaduan baik

tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen, f) melakukan penelitian dan pemeriksaan

sengketa perlindungan konsumen, g) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak

adanya kerugian di pihak konsumen, h) memberitahukan putusan kepada pelaku

usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, i)

128

Mashudi, Kontruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h.249 129

Pasal 49 Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Page 124: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

113

menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan

Undang-undang ini.

Selain melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Badan Pengawas Obat, Pangan dan

Kosmetik (BPOM) juga mempunyai Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)

POM yang berada pada Bagian Pengaduan Konsumen Biro Hukum dan

Hubungan Masyarakat BPOM RI serta dibentuk untuk menampung pengaduan

dan memberikan informasi kepada masyarakat. Unit ini berada di BPOM Pusat

serta Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.130

Unit Layanan Perlindungan Konsumen (ULPK) melayani pemberian

informasi yang berkaitan dengan keamanan, kemanfaatan, dan mutu serta aspek

legalitas produk Obat, Obat tradisional, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan

Pangan. Selain itu ULPK juga menerima pengaduan yang berkaitan dengan

produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Makanan Suplemen Kesehatan,

Pangan, Bahan Berbahaya, Narkotika, Psikotropik, Zat Adiktif, dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang tidak memenuhi syarat, ilegal, dan atau

salah penggunaannya yang dapat merugikan kesehatan.

Unit Layanan Perlindungan Konsumen (ULPK) mempunyai tugas dan

fungsi: 1) Pelaksanaan layanan pengaduan konsumen, 2) Pelaksanaan pengolahan

data dan evaluasi layanan pengaduan konsumen, 3) Pelaksanaan bimbingan

layanan pengaduan konsumen.

130

http://ulpk.pom.go.id/ulpk/ diakses pada tanggal 1 Oktober 2018

Page 125: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

114

G. Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Setelah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal disahkan.

1. Ketentuan Sertifikasi Halal pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal

Pandangan dan pemikiran Halalan Thoyyiban sangat penting untuk

diinformasikan dan diformulasikan secara efektif kepada masyarakat disertai

dengan tercukupinya sarana dan prasarana. Salah satunya dengan hadirnya pranata

hukum yang progresif, responsif yaitu dengan adanya Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini.131

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

memperkuat dan mengatur berbagai regulasi halal yang selama ini tersebar di

berbagai peraturan perundang-undangan. Di sisi lain Undang-Undang Jaminan

Produk Halal ini sebagai payung hukum (umbrella act) bagi pengaturan produk

halal. Pengaturan Jaminan Produk Halal (JPH) dalam undang-undang ini

mencakup berbagai aspek tidak hanya obat, makanan, dan kosmetik akan tetapi

lebih luas dari itu menjangkau produk kimiawi, produk biologi, rekayasa genetik,

serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Meskipun saat ini masih menjalani proses persiapan dalam persiapan menuju

2019 mendatang 132

Pengaturannya pun menjangkau kehalalan produk dari hulu sampai hilir.

Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH didefinisikan sebagai

rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan

131

Sofyan Hasan, Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif, Regulasi dan Implementasinya di

Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), h. 351 132

Lihat Undang-Undang Jaminan Produk Halal Pasal 1 Ayat 1

Page 126: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

115

bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan

penyajian produk. Hal ini bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan,

keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam

mengonsumsi dan menggunakan produk serta meningkatkan nilai tambah bagi

pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produknya.133

Jaminan produk halal secara teknis kemudian dijabarkan melalui proses

sertifikasi. Sebelumnya sertifikasi halal bersifat voluntary, sedangkan dalam

Undang-Undang Jaminan Produk Halal menjadi mandatori. Karena itu, semua

produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib

bersertifikat halal dan berlabel halal. Dan bukan hanya perusahaan besar yang

harus memohon sertifikasi halal dan label halal namun juga industri dan

pengusaha kecil. Hal inilah yang menjadi pembeda utama dengan produk

perundang-undangan sebelumnya.

Sebagai penanggungjawab sistem jaminan halal dilakukan oleh

pemerintah yang diselenggarakan Menteri Agama dengan membentuk Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berkedudukan di bawah dan

bertanggungjawab kepada Menteri Agama. Badan Penyelenggara Jaminan Produk

Halal (BPJPH) memiliki kewenangan sebagai berikut:134

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH.

c. Menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada Produk;

d. Melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;

133

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 134

Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Page 127: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

116

e. Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;

f. Melakukan akreditasi terhadap LPH (Lembaga Pemeriksa Halal)

g. Melakukan registrasi Auditor Halal;

h. Melakukan pengawasan terhadap JPH;

i. Melakukan pembinaan Auditor Halal; dan

j. Melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang

penyelenggaraan JPH.135

Dalam melaksanakan wewenangnya BPJPH bekerja sama dengan

Kementerian dan/atau lembaga terkait, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan

Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan

untuk pemeriksaan dan/atau pengujian produk. Kerja sama BPJPH dengan MUI

dilakukan dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan produk;

akreditasi LPH.

Untuk membantu BPJPH dalam melakukan pemeriksaan dan/atau

pengujian kehalalan produk, pemerintah dan masyarakat dapat mendirikan LPH.

Syarat mendirikan LPH meliputi:136

a. Memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya;

b. Memiliki akreditasi dari BPJPH;

c. Memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan

d. Memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga.

135

Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 136

Pasal 13 Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Page 128: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

117

Tujuan terpenting pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah kepastian hukum, Radbruch

berpendapat ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum.

Pertama, hukum itu positif. Kedua, hukum itu didasarkan pada fakta atau hukum

yang ditetapkan itu pasti yaitu dengan adanya keterangan. Ketiga, kenyataan

(fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan

dalam pemaknaan Di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak

boleh mudah berubah.137

Kepastian hukum jaminan produk halal ini mempunyai berbagai fungsi

dan manfaat bagi konsumen dan produsen. Bagi konsumen, terlindunginya

konsumen muslim dari mengonsumsi pangan, obat-obatan, kosmetika, yang tidak

halal. Kedua, secara kejiwaan perasaan hati dan batin konsumen akan tenang.

Ketiga, mempertahankan jiwa dan raga dari keterpurukan akibat produk haram.

Keempat, memberikan respon baik yang mengarah kepada perilaku yang

diinginkan untuk memerhatikan produk, peminatan dalam membeli produk.138

Bagi produsen, jaminan produk halal melalui sertifikasi halal mempunyai

peranan penting. Pertama,sebagai pertanggungjawaban terhadap konsumen

muslim mengingat mengkonsumsi produk halal adalah prinsip dari masyarakat

muslim. Kedua, meningkatkan kepercayaan terhadap konsumen. Ketiga,.

Keempat, sebagai alat pemasaran dan Mampu meningkatkan citra perusahaan dan

137

Bernard, L.Yahya, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,

h. 131 138

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h.168

Page 129: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

118

pelaku usaha memperluas area jaringan pemasaran. Kelima, memberi keuntungan

produsen dengan meningkatkan daya saing dan produksi dan penjualan.139

Sertifikasi halal pasca Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 disahkan

diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang

sebelumnya dilakukan oleh LP POM MUI dan Komisi Fatwa. Begitupun dengan

Labelisasi Halal yang sebelumnya dilakukan oleh BPOM, namun saat ini sudah

dialihkan dan dilaksanakan oleh BPJPH. Perubahan ini telah melalui tahapan

konstruksi berpikir yang merupakan suatu keharusan untuk mengarahkan hukum

kepada cita-cita yang diinginkan oleh masyarakat. Dan upaya pemerintah untuk

menyatukan proses sertifikasi halal dan labelisasi halal dalam permohonan dan

pelaksanaannya.

Secara konstitutif, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal ini adalah kebijakan resmi pemerintah (produk hukum)

yang harus dipatuhi dan dilaksanakan karena bertujuan untuk menjamin

perlindungan hukum bagi masyarakat di Indonesia dalam mengkonsumsi produk

halal. Dalam pendapat Sunaryati Hartono bahwa hukum sebagai alat atau sarana

dan langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan sistem hukum

nasional guna mencapai cita – cita bangsa dan tujuan negara. Dan upaya untuk

mencapai tujuan dengan menggunakan hukum sebagai alat melalui pemberlakuan

atau penindakberlakuan hukum-hukum sesuai dengan tahap-tahap perkembangan

yang dihadapi oleh masyarakat dan negara kita.140

139

Muhammad Ibnu, Label : Antara Spiritualis Bisnis dan Komoditas Agama, (Malang :

Madani). h.31 140

Mahfud Md, Poltik Hukum di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h. 2

Page 130: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

119

Berikut data statistik Sertifikasi Halal Indonesia menurut LP POM MUI

Pusat dan LP LP POM MUI Provinsi :141

Gambar 4.4 Data dan Tabel Sertifikasi Halal LPPOM MUI Pusat

Januari - Oktober 2017

DATA SERTIFIKASI HALAL LPPOM MUI PUSAT

PERIODE 2012 - OKT 2017

TAHUN JUMLAH PERUSAHAAN JUMLAH SH JUMLAH PRODUK

2012 626 653 19830

2013 913 1092 34634

2014 960 1310 40684

2015 1052 1404 46260

2016 1335 1789 65594

Okt - 2017 1169 1516 52982

TOTAL 6055 7764 259984

141

Data diambil di

http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/55/1360/page/1

Page 131: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

120

Gambar 4.5 Data dan Tabel Sertifikasi Halal LPPOM MUI Provinsi

Januari - Oktober 2017

DATA SERTIFIKASI HALAL LPPOM MUI PROVINSI

PERIODE 2012 - 2016

TAHUN JUMLAH PERUSAHAAN JUMLAH SH JUMLAH PRODUK

2012 5203 5504 13060

2013 5753 5922 29487

2014 9219 9009 27945

2015 6888 7272 30996

2016 5229 5603 48668

TOTAL 32292 33310 150156

2. Tantangan Penerapan Jaminan Produk Halal

Tantangan utama pada penerapan ketentuan Jaminan Produk Halal sebagai

produk legislasi, hasil lembaga eksekutif dan legislatif. Ketiadaan peraturan

pelaksanaan mengharuskan pemerintah kembali mengakomodasi berbagai

kepentingan yang pada dasarnya berbeda satu dan lainnya sebagai kepentingan

antar sektoral. Sebagaimana sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33

Page 132: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

121

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Diantaranya kepentingan

Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,

BPOM, MUI, dan lembaga terkait lainnya.

Persoalan perbedaan kepentingan satu sama lain ini, sangat terlihat pada

produk-produk yang beredar di pasaran dengan mencantumkan Label Halal dari

BPOM atas persetujuan LP POM MUI, dan ada pula yang mencantumkan Label

SNI yang merupakan kewenangan dari Kementerian Perindustrian. Kemudian

muncul persoalan adanya Label Halal yang tidak ada nomor registrasi dari LP

POM MUI. Hal ini patut dipertanyakan keabsahannya.142

Penerapan Jaminan Produk Halal jika dilihat dari kepentingan antar

sektoral yang berbeda-beda, maka seharusnya kepentingan tersebut tidak sampai

menghambat pemberlakuan efektifnya ketentuan jaminan produk halal di

Indonesia. Persoalan besar dihadapi oleh produk Obat-Obatan dan Kosmetik yang

mana oleh beberapa pihak dikatakan adanya pengecualian dalam perolehan

sertifikasi halal.

Obat-obatan dan kosmetika tergolong belum banyak menerapkan

Sertifikasi Halal dan Label Halal dari kerjasama LP POM MUI dan BPOM.

Tantangan produksi obat-obatan dan kosmetik semakin besar dan kemampuan

sejumlah perusahaan farmasi memproduksi berbagai jenis obar-obatan

mendapatkan perhatian dari sejumlah pemerintah negara lain untuk melakukan

studi perbandingan bisnis perusahaan mereka lebih lanjut.143

142

Abdurrahman Konoras, Jaminan Produk Halal di Indonesia Perspektif Perlindungan

Konsumen, h.83 143

Abdurrahman Konoras, Jaminan Produk Halal di Indonesia Perspektif Perlindungan

Konsumen, h. 87

Page 133: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

122

Selanjutnya, tantangan yang akan dihadapi adalah berkaitan dengan posisi

Indonesia sebagai Importir terbesar dalam hal pangan seperti jagung, kedelai,

daging sapi, unggas karena kebutuhan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Impor lainnya juga dilakukan diantaranya, bahan baju, bahan olahan makanan,

yang mana jika masuk ke Indonesia harus memenuhi ketentuan Jaminan Produk

Halal sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang. Dalam hal ini tidak

sedikit negara-negara yang menolak kebijakan dari Pemerintah Indonesia

berkaitan dengan Sertifikasi Halal produk yang di impornya.144

Negara Brazil misalnya mempertanyakan penerapan Sertifikasi Halal di

Indonesia atas impor daging sapi, bahkan mengancam akan mengadukan ke

World Trade Organization (WTO). Dalam hal ini pemerintah memberikan

penjelasan secara baik dan benar mengenai Sertifikasi Halal ini. Karena

ketergantungan impor Indonesia ini merupakan faktor yang perlu dicermati

mengingat kebutuhan domestik yang terus meningkat.

Ketentuan penerapan Jaminan Produk Halal yang dilakukan oleh

pemerintah harus disongsong dengan baik. Karena kehalalan suatu produk sebagai

perwujudan perlindungan hukum terhadap konsumen umum dan konsumen

Muslim pada khususnya. Halalnya suatu produk sangat berkaitan erat dengan

upaya memelihara spiritual konsumen Muslim yang notabennya adalah konsumen

terbesar di Indonesia.

144

Abdurrahman Konoras, Jaminan Produk Halal di Indonesia Perspektif Perlindungan

Konsumen, h. 88

Page 134: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

123

3. Problematika Penerapan Jaminan Produk Halal di Indonesia

Namun setelah empat tahun undang-undang ini disahkan, tetapi sampai

saat ini kehadiran undang-undang jaminan produk halal belum dirasakan oleh

masyarakat. Jaminan Produk Halal belum memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap tumbuhnya dunia industri dan percepatan produk halal. Peran Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sangat penting dalam pelaksanaan

jaminan produk halal khususnya berkaitan dengan sertifikasi, pendampingan dan

pembiayaan sertifikasi halal bagi produk halal bagi Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM).

Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi jaminan produk halal harus

disampaikan kepada dunia usaha dan masyarakat. Sikap dari BPJPH sebagai

penyelenggara jaminan produk halal harus tegas dan jelas bahwa sampai saat ini

masih tahap proses dan persiapan untuk melaksanakan amanah undang-undang

jaminan produk halal. Serta belum siap dalam menerima permohonan sertifikasi

halal. Ketidaksiapan BPJPH ini berkaitan dalam persiapan infrastruktur,

organisasi sistem pendaftaran dan tarif sertifikasi. Begitupun kesiapan kerjasama

yang harus dilakukan BPJPH dengan kementerian dan lembaga terkait urusan

perindustrian, kesehatan, pertanian, dan standardisasi dan akreditasi, koperasi dan

usaha mikro, kecil dan menengah, serta pengawasan obat dan makanan. 145

Selain hal tersebut beberapa permasalahan yang muncul pasca terbitnya

Undang-Undang Jaminan Produk Halal juga berkaitan dengan:

145

Pendapat ini disampaikan oleh Ihsan Abdullah, Direktur Eksekutif Halal Watch, dalam

artikel Undang-Undang Jaminan Produk Halal Dinilai Belum Berdampak Pada Masyarakat,

http:///www. UU Jaminan Produk Halal Dinilai Belum Berdampak.htm diakses pada tanggal 17

Januari 2018

Page 135: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

124

1) Permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal saat ini diajukan ke

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama

Indonesia (LPPOM MUI) atau Badan Pengelola Jaminan Produk Halal

(BPJPH). Sementara kewajiban (mandatory) sertifikasi semakin dekat

yakni 17 Oktober 2019. Sehingga perlunya kerja cepat dalam

mempersiapkan sistem jaminan produk halal dalam waktu 1 tahun

kedepan.

2) Peraturan Pemerintah (PP) yang belum terbit sebagai peraturan pelaksana

Undang-undang (UU) berkontribusi menjadikan tidak berfungsinya

BPJPH secara efektif. Tarik menarik kepentingan antara kementerian

terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

menyebabkan terhambatnya penerbitan PP.146

Dikhawatirkan akan

menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2014 (UU JPH) dan berimplikasi pada penerapan sistem jaminan

halal di Indonesia. Berikut Peraturan Turunan yang dibutuhkan dalam

Pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal:

Tabel 4.6 Peraturan Turunan Pelaksanaan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal

No Pasal Peraturan

1. Pasal 5 Ayat (1)

Ketentuan tugas, fungsi, dan

susunan organisasi BPJPH

Peraturan Presiden

2. Pasal 11

Kerjasama BPJPH dengan

Peraturan Pemerintah

146

Menurut Ihsan Abdullah, Direktur Indonesia Halal Watch (IHW) dalam

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/04/06/p6r1zd396-fungsi-bpjph-

menjadi-tidak-efektif-karena-pp-belum-terbit

Page 136: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

125

kementerian/lembaga terkait,

LPH dan MUI

3. Pasal 16

Ketentuan Lembaga

Pemeriksa Halal

Peraturan Pemerintah

4. Pasal 21 Ayat (3)

Ketentuan mengenai lokasi,

tempat, dan alat Proses

Produk Halal

Peraturan Pemerintah

5. Pasal 22 Ayat (2)

Ketentuan Tata Cara

Pengenaan Sanksi

Administrastif bagi pelaku

usaha yang tidak

memisahkan lokasi , tempat,

dan alat PPH

Peraturan Menteri

6. Pasal 27 Ayat (3)

Ketentuan Tata Cara

Pengenaan Sanksi

Administrastif bagi pelaku

usaha yang tidak melakukan

kewajiban

Peraturan Menteri

7. Pasal 28 Ayat (4)

Ketentuan Penyelia Halal

Peraturan Menteri

8. Pasal 29 Ayat (3)

Ketentuan Tata Cara

Pengajuan Permohonan

Sertifikat Halal

Peraturan Menteri

9. Pasal 30 Ayat (3)

Ketentuan Tata Cara

Penetapan Lembaga

Pemeriksa Halal (LPH)

Peraturan Menteri

10. Pasal 40

Ketentuan Label Halal

Peraturan Menteri

11. Pasal 41 Ayat (2)

Ketentuan tata cara

pengenaan sanksi

Peraturan Menteri

Page 137: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

126

administratif bagi pelaku

usaha yang tidak

mencantumkan Label Halal

tidak sesuai.

12. Pasal 42 Ayat (3)

Ketentuan pembaruan

Sertifikat Halal

Peraturan Menteri

13. Pasal 44 Ayat (3)

Ketentuan biaya Sertifikat

Halal

Peraturan Pemerintah

14. Pasal 45 Ayat (2)

Ketentuan Pengelolaan

Keuangan BPJPH

Peraturan Menteri

15. Pasal 46 Ayat (3)

Ketentuan kerjasama

internasional dalam bidang

Jaminan Produk Halal

Peraturan Pemerintah

16. Pasal 48 Ayat (2)

Ketentuan tata cara

pengenaan sanksi

administratif pelaku usaha

yang tidak melakukan

registrasi.

Peraturan Menteri

17. Pasal 52 Ayat (2)

Ketentuan Pengawasan

Jaminan Produk Halal

Peraturan Pemerintah

18. Pasal 55

Ketentuan tata cara peran

masyarakat dan pemberian

penghargaan

Peraturan Menteri

3) Instrumen lembaga sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, BPJPH baru

dibentuk pada tahun 2017

(Sebagaimana diatur dalam Pasal 64, bahwa BPJPH harus dibentuk

selambatnya 3 tahun setelah Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Page 138: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

127

diundangkan). Sehingga perlunya langkah cepat BPJPH melakukan

persiapan-persiapan penerapan sertifikasi halal ini, diantaranya : A)

Perlunya penataan organisasi, tata kerja, dan sumber daya manusia. B)

BPJPH perlu segera bersinergi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

sebagai lembaga fatwa dan lembaga yang selama ini melakukan tugas

sertifikasi ha BPJPH juga harus menetapkan standar dan prosedur-

prosedur yang profesional. Sebagai dasar untuk penetapan fatwa halal oleh

MUI sebagai bagian dari BPJPH. C) BPJPH harus memastikan protap

(prosedur tetap) dan prosedurnya benar-benar profesional sehingga orang

akan yakin dengan badan tersebut. terkait anggaran. D) Menteri Agama

harus segera mengusulkan anggaran untuk BPJPH. Karena sudah menjadi

sebuah badan tersendiri, maka otomatis harus ada peningkatan anggaran.

E) yang harus dilakukan BPJPH adalah sosialisasi. Diharapkan sosialisasi

tentang tugas badan ini, serta pentingnya jaminan produk halal harus lebih

ditingkatkan, dibanding sebelumnya ketika masih ditangani oleh MUI. F)

Sangat penting yang harus dilakukan BPJPH adalah membangun dan

menjaga transparansi dan akuntabilitas badan atau lembaga. Langkah-

langkah harus dilaksanakan dengan waktu yang singkat dan harus

dilaksanakan dengan baik.147

4) Pemerintah telah menyatakan siap menjalankan amanah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal namun hal yang penting diperhatikan adalah

penggunaan teknologi dan pemahaman berkaitan dengan sistem, aspek

147

Pendapat Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid, dalam artikel

https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/info-halal/read/2017/10/15/125674/komisi-viii-

bpjph-harus-benar-benar-profesional-dan-transparan.html

Page 139: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

128

syariah terhadap produk dan mekanisme pengujian produk di

laboratorium.

5) Menurut Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Prof.

Abdul Djamil,148

proses sertifikasi halal dalam undang-undang ini

dijadikan komoditas politik, ekonomi dan kepentingan, sehingga menjadi

lahan baru untuk korupsi.

6) Industri Farmasi masih belum siap menerapkan kewajiban sertifikasi

produk halal 149

. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah a) Peraturan

pelaksanaan belum diterbitkan, b) Terlalu banyak aspek yang disertifikasi

mulai bahan baku, proses produksi, dan juga pabriknya. Jika hal tersebut

tetap dipaksakan khawatirnya akan terjadi kelangkaan obat. Banyak pabrik

yang harus dikunjungi diantaranya pabrik-pabrik bahan baku, pabrik-

pabrik bahan pengemas, dan lain sebagainya. B) Saat ini masih menjadi

pertimbangan status bagi obat-obatan yang apabila ditemukan belum

bersertifikat halal, tetapi sebenarnya itu adalah halal. Belum tentu obat-

obatan yang tidak disertifikasikan itu memang tidak halal, hanya masih

terkendala dalam sertifikasi.

Kemudian respon pelaku usaha terhadap undang-undang jaminan produk

halal ini Balitbang Kemenag melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa:150

149

Disampaikan oleh Parulian Simanjuntak, Direktur Industri Perusahaan Asing di

Indonesia atau Internasional Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG) 150

Artikel Bagaimana Pelaku Usaha Menyikapi Jaminan Produk Halal (17 Oktober 2017

) http://www.nu.or.id/post/read/82039/bagaimana-pelaku-usaha-menyikapi-uu-jaminan-produk-

halal diakses pada tanggal 17 Januari 2018

Page 140: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

129

1) Pengetahuan pelaku usaha kecil terhadap Undang-Undang Jaminan

Produk Halal masih rendah. Hal itu disebabkan karena hanya sedikit

pelaku usaha yang mengikuti sosialisasi tentang undang-undang ini.

Dalam hal ini, pemerintah juga sangat minim melakukan sosialisasi terkait

UU JPH ini karena terbatasnya anggaran. Tercatat, hanya ada 4 kali

sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah (Kemenag) Pusat. Sedangkan

Kemenag Provinsi atau Kabupaten/Kota hanya beberapa kali saja dalam

setahun. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata indeks kognisi yang hanya pada

angka 31,81.

2) Para pelaku usaha sepakat untuk dilakukannya sertifikasi halal pada produk

mereka. Mengkonsumsi atau menggunakan produk halal bagi seorang

muslim adalah sebuah kewajiban agama yang harus ditunaikan. Mereka

juga menilai bahwa sertifikasi halal bisa menunjang dan meningkatkan

penjualan produk-produk mereka karena masyarakat muslim yakin bahwa

produk mereka memang terjamin kehalalannya. Angka kesetujuan (afeksi)

mereka terhadap sertifikasi halal adalah 72,66.

Berdasarkan fakta diatas bahwa, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal belum memberikan jaminan perlindungan dan

kemanfaatan terhadap produk halal di dunia usaha dan masyarakat. Dimulai dari

BPJPH yang masih dalam proses persiapan penyelenggaraan jaminan produksi

halal, serta proses dalam upaya melaksanakan sosialiasi dan edukasi jaminan

produk halal di masyarakat, penentuan tarif permohonan sertifikasi halal, dan

persiapan sarana prasarana lainnya. Sehingga masih banyak langkah yang harus

Page 141: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

130

dilakukan oleh BPJPH untuk mencapai kepastian hukum yang pada akhirnya

dapat dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat.

Oleh karena itu, supaya Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat

berjalan efektif diharapkan adanya upaya kerja keras pemerintah dan masyarakat

dalam melaksanakannya. Mengawali upaya tersebut, dapat melakukan beberapa

langkah diantaranya : 1) Melakukan dan memaksimalkan sosialisasi Undang-

Undang Jaminan Produk Halal ini, 2) Pemerintah harus menuntaskan peraturan

pendukung dalam pelaksanaan jaminan produk halal. Kedua hal ini mengawali

untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan produk halal

pada produk yang beredar.

4. Penegakan Hukum dan Pengawasan Produk Halal

Pada aspek efektifitas hukum Lawrence M. Friedman berpendapat bahwa

hukum yang efektif bergantung pada tiga unsur sistem hukum yaitu struktur

hukum merupakan aparat penegak hukum, substansi (isi) hukum meliputi

perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup

(living law) yang dianut dalam suatu masyarakat.151

Ketiga komponen tersebut merupakan kunci dalam penerapan hukum

dimasyarakat. Penerapan hukum pada hakikatnya adalah penyelenggaraan

pengaturan hubungan hukum antara masyarakat dan hukum itu sendiri. Dalam

pengaturan ini meliputi aspek pencegahan pelanggaran hukum (regulation

151

Lawrence M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. (Bandung : Nusa Media

2011). h. 7

Page 142: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

131

aspect), penyelesaian sengketa hukum (settkement of dispute), hingga pemulihan

kondisi atas kerugian akibat pelanggaran hukum (reparation of compensation).152

Pada aspek struktur hukum peran penegak hukum sebagai aparat

penegakan hukum pada umumnya menangani masalah kepatutan dan ketaatan

hukum. Hal ini berkaitan dengan efektivitas hukum yang ditentukan oleh taraf

kepatuhan masyarakat terhadap hukum.153

Penegakan hukum dalam sertifikasi

halal berarti penegakan yang didasarkan pada tata hukum tertulis, kaidah dan nilai

mengenai sertifikasi halal terhadap produsen atau para pihak yang tidak mematuhi

hukum yang berlaku, dan tidak bertanggung jawab dan bahkan memenuhi sifat

melawan hukum.

Dalam penegakan hukum peran, fungsi, dan posisi penegak hukum

sangat sentral dan menentukan. Penegak hukum yang mencakup hakim, polisi,

jaksa, dan elemen yang bertugas dilembaga pemasyarakatan. Apabila peraturan

perundangan sudah baik namun mental penegak hukum kurang baik maka akan

berpengaruh terhadap sistem penegakan hukum.154

Melihat kasus yang beredar, yaitu kasus oplos daging haram yang

mengundang kecurigaan, adanya motif jahat dibalik merebaknya konsumen

dendeng atau abon babi yang bersertifikat halal. Darimana pasokan daging haram

dan menjijikkan itu sehingga dikonsumsi oleh umat Islam.155

Dan sampai saat ini

152

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h.148 153

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung: Bina Ciptam 1983), h. 62-62 154

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum,h. 15 155

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h. 261

Penelitian yang dilakukan oleh penulis buku di Bandung Jawa Barat. Berdasarkan

informasi dari Dinas Peternakan Jawa Barat dan LP POM MUI Jawa Barat.

Page 143: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

132

pengawasan terhadap rumah potong hewan bersertifikat halal sangat rendah

karena baru 10% rumah potong hewan pemerintah yang bersertifikat halal.156

Akhir 2017 terdapat kasus dari brand ternama BreadTalk belum

bersertifikat halal MUI serta adanya video adanya tikus yang tersebar di tempat

pembuatan kue brand tersebut. Hal ini mengganggu kenyamanan dan

menimbulkan keresahan bagi konsumen brand kue tersebut. Akibat kejadian ini

masyarakat meragukan kehalalan produk kue tersebut. Adanya penjelasan dari

pihak public relation Breadtalk Indonesia, Agnes Pritanti menyatakan khusus

gerai Breadtalk yang di Banten, sudah mendapatkan sertifikat halal MUI Banten.

Dalam proses perpanjangan sifatnya harus nasional. Yang semestinya restoran

yang sifatnya nasional itu disertifikasi oleh MUI Pusat. Tapi karena sertifikat ini

berlaku sampai sekarang, namun masih menunggu sampai Februari atau Maret

2018.157

Dengan melihat pada kasus-kasus tersebut tanggung jawab pemerintah

dalam melindungi keyakinan dan kepentingan konsumen mayoritas muslim di

negeri ini dinilai rendah. Lemahnya jaminan dan pengawasan mengenai produk

halal dari pemerintah dan jelas merugikan konsumen muslim.

Saat ini upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dalam

mengkonsumsi produk halal dan pelaku usaha dalam proses jaminan produk halal.

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

156

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h. 261 157

https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/info-halal/read/2018/02/08/135020/lppom-

mui-bread-talk-belum-bersertifikat-halal.html

Page 144: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

133

Jaminan Produk Halal, pada aspek pengawasan Pasal 49 yang menyebutkan

BPJPH melakukan pengawasan terhadap Jaminan Produk Halal.

Pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal banyak mengatur kewajiban pelaku usaha dengan tujuan untuk melindungi

konsumen. Namun sebenarnya dalam penegakan hukumnya hanya mengatur

sanksi pidana dan sanksi administratif yang ditempatkan dalam bagian dari

pengawasan.

Dalam upaya pengawasan pelaksanaan jaminan produk halal dilakukan

oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).158

Pengawasan

Jaminan Produk Halal dilakukan terhadap beberapa hal, diantaranya: a) Lembaga

Pemeriksa Halal (LPH), b) Masa berlaku halal, c) Kehalalan produk, d)

pencantuman Label Halal, e) Pencantuman keterangan Tidak Halal, f) Pemisahan

lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan,

pendistribusian, penjualan serta penyajian antara Produk Halal dan tidak Halal, g)

keberadaan Penyelia Halal, h) Kegiatan lain yang berkaitan dengan Jaminan

Produk Halal.159

Pada pengawasan jaminan produk halal juga dilakukan oleh

kementerian/lembaga baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Sebagaimana

telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.160

Pengawasan ini juga dapat

dilakukan oleh masyarakat, sebagai konsumen turut serta dalam penyelenggaraan

jaminan produk halal. Peran serta masyarakat ini dapat dilakukan dengan

sosialisasi mengenai JPH dan mengawasi produk halal yang beredar yang

158

Pasal 49 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 159

Pasal 50 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 160

Pasal 51 Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Page 145: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

134

berbentuk dalam pelaporan dan pengaduan kepada Badan Penyelenggara Jaminan

Produk Halal (BPJPH).161

Ketentuan pidana penyelenggaraan jaminan produk halal dikenakan

kepada Pelaku Usaha yang telah memiliki Sertifikat Halal namun tidak menjaga

kehalalan produknya akan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda

paling banyak Rp. 2.000.000.000 (Dua Milyar Rupiah).162

Pasal 57 menyebutkan bahwa Setiap orang yang terlibat dalam

penyelenggaraan proses JPH yang tidak menjaga kerahasiaan formula yang

tercantum dalam informasi yang diserahkan Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 43 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau

pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Sesuai dengan uraian pertanggungjawaban hukum sebelumnya, maka

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

ini merupakan pertanggung jawaban produk yang bertujuan untuk melindungi

konsumen, meniadakan konsumen untuk membuktikan kesalahan produsen. Dan

produsen berkewajiban membuktikan bahwa ia tidak melakukan kesalahan.

Konsekuensi logis dari kontruksi hukum bahwa produsen harus membuktikan

bahwa ia tidak bersalah adalah produsen dianggap telah melakukan kesalahan

(presumption of fault) seketika setelah konsumen mengalami kerugian akibat

menggunakan produknya.163

161

Pasal 53 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 162

Pasal 56 Undang-Undang Jaminan Produk Halal 163

Johanes Gunawan, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Bandung : Citra Aditya

Bakti, 2003), h. 123-124

Page 146: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

135

Ketentuan pidana pada Pasal 56 tersebut ditunjukkan pada pelaku usaha

yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal,

yang berarti bahwa pemenuhan kehalalan suatu produk merupakan kewajiban dan

tanggung jawab pelaku usaha itu sendiri. Yang jika terbukti nantinya bahwa

produk yang diperdagangkan dan digunakan oleh konsumen ternyata terbukti

mengandung unsur haram maka pelaku sendiri yang wajib membuktikannya.

Namun apabila pelaku usaha tidak bersalah maka dapat meluputkan dari ancaman

pidana pada Pasal 56 tersebut.164

Selain perangkat hukum yang baik, sikap mental produsen menjadi faktor

pendukung dalam pengawasan dan penegakan hukum. Sistem jaminan produk

halal dari produsen yang dibuktikan dengan sertifikasi halal merupakan

kepentingan dan kepedulian banyak pihak. Baik dari LP POM MUI dan

Perusahaan itu sendiri. Komunikasi dan kerjasama yang erat dan komunikatif

harus terjalin baik dari LPPOM MUI dan para produsen.

Selain mental produsen, sikap dan mental konsumen menjadi faktor

pendukung. Dengan sertifikasi halal ini konsumen berhati-hati dalam memilih

produk. Konsumen menjadi memperhatikan produk yang akan dikonsumsi atau

dibeli. Meskipun terkadang adanya keraguan dalam pencantuman label halal yang

ada dikemasan industri kecil. Namun semua ini kembali pada konsumen dalam

memilih produk berdasarkan informasi yang didapatkan baik melalui sertifikasi

halal dan label halal.165

164

Abdurahman Konoras, Jaminan Produk Halal di Indonesia Perspektif Hukum

Perlindungan Konsumen, h. 75 165

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 279

Page 147: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

136

Pengawasan dan penegakan hukum adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Keduanya saling berkaitan dalam upaya mewujudkan berlakunya hukum secara

konsisten. Adapun beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengawasan dan

penegakan hukum sertifikasi produk halal yang menjadikan hukum berfungsi

dalam masyarakat, antara lain: 1) Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, 2)

Penegak hukum, 3) Sarana atau fasilitas yang digunakan, 4) Kesadaran

masyarakat.166

5. Dampak Pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Setelah perdebatan sifat Sertifikasi Halal yang sebelumnya bersifat

Voluntary, saat ini berubah menjadi Mandatori serta lembaga yang mempunyai

otoritas dan bertanggung jawab melaksanakan sertifikasi halal yang saat ini

dipegang oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Undang-

Undang ini berpengaruh pada beberapa hal :167

1) Produk makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia

biologi, dan produk rekayasa genetik pada dasarnya haram untuk di

konsumsi kecuali yang ada Label Halalnya.

2) Bukan hanya perusahaan besar yang harus mencantumkan Label Halal

melainkan juga pengusaha kecil meskipun industri kecil (informal) juga

harus mencantumkan Label Halal.

3) Pranata hukum yang tersebar dalam Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, dan Sejumlah Surat Keputusan (SK) Bersama, Keputusan

Menteri, Piagam Kerja Sama sebagaimana mengatur tentang

166

Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 61 167

Mashudi, , Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk

Halal, h. 412

Page 148: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

137

Sertifikat/Label Halal yang bersifat Voluntary tidak berlaku lagi. Karena

sebaliknya, Undang-Undang Jaminan Produk Halal mewajibkan

(Mandatory) melakukan permohonan sertifikasi halal dan pencantuman

Label Halal bagi setiap badan usaha yang berbadan hukum ataupun tidak

yang mana menyelenggarakan kegiatan produksi, impor, penjualan,

penyimpanan, pengemasan, distribusi dan penyajian makanan dan

minuman, obat-obatan dan kosmetik, produk kimiawi dan biologi, produk

rekayasa genetik yang dapat mempengaruhi kehalalan suatu produsen.

Pada aspek sosiologis bahwa adanya Undang-Undang Jaminan Produk

Halal ini sangat strategis dalam upaya menciptakan keamanan dan kenyamanan

masyarakat (produsen dan konsumen). Pengaturan penyimpanan, pendistribusian,

dan penyajian produk halal yang sesuai dengan prosedur hukum justru

mempermudah dalam melayani konsumen muslim. Budaya Pluralisme- bangsa

yang majemuk, dan toleransi dalam konteks budaya Indonesia yang telah

mentradisi. Namun, budaya asal memproduk, membeli, dan melanggar aturan

akan terjadi terus menerus. Misal, penggunaan zat addictive berlebihan, dan

gelatin secara bebas akan terjadi terus menerus jika tidak ada proteksi dari

Indonesia.168

Dampak ekonomi kewajiban Sertifikasi Halal bagi produk kemasan yang

berlaku bagi seluruh pelaku usaha, akan membuka peluang usaha secara jelas dan

produk yang beredar akan aman dikonsumsi oleh masyarakat Muslim khususnya.

Hanya saja pada Anggaran Negara yang digunakan untuk Sertifikasi Halal ini

168

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 312

Page 149: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

138

harus transparan, akuntabel dan jelas pertanggungjawabannya. Oleh karena itu,

dalam pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan mempercepat

tujuan negara dalam melindungi bangsa Indonesia. Harga stabilitas nasional

dalam kehidupan bernegara sangat mahal sebagaimana tercermin pada Undang-

Undang Jaminan Produk Halal yang berasaskan perlindungan, keadilan, kepastian

hukum, asas efektivitas dan efisien, asas profesionalitas,169

yang tersirat

didalamnya asas ketentraman batin, asas produktivitas dan daya saing, dan asas

partisipasi publik. Jadi tidak ada pihak yang dirugikan melalui Undang-Undang

Jaminan Produk Halal ini.

6. Substansi dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal

Pada aspek substansi hukum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal terdiri dari 11 Bab dan 68 Pasal. Bab I

menjelaskan Ketentuan Umum. bab II tentang Penyelenggara Produk Halal, bab

III tentang Bahan dan Proses Produk Halal, bab IV tentang Pelaku Usaha, bab V

tentang Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal, bab VI tentang Kerjasama

Internasional, bab VII tentang Pengawasan, bab VIII tentang Peran Serta

Masyarakat, bab IX tentang Ketentuan Pidana. bab X : Ketentuan Peralihan dan

bab XI tentang Ketentuan Penutup.

Dalam undang-undang ini sudah diatur dengan baik acuan dan pedoman

umum dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. Namun undang-undang ini

akan berjalan apabila instrumen yang diamanahkan didalamnya telah dibentuk.

169

Sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Page 150: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

139

Diantaranya penerbitan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri guna

mendukung pelaksanaan teknis sertifikasi halal. Ketentuan-ketentuan tersebut

adalah a) ketentuan kerja sama antar Lembaga, b) c) ketentuan terkait Lembaga

Pemeriksa Halal (LPH), d) ketentuan terkait proses produk halal mengenai lokasi,

tempat, alat PPH, e) ketentuan tata cara administratif pengenaan sanksi pelaku

usaha, f) ketentuan tata cara permohonan sertifikasi halal, g) ketentuan tata cara

penetapan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), h) ketentuan labelisasi halal, i)

ketentuan biaya sertifikasi halal, j) ketentuan pembaruan sertifikasi halal, k)

ketentuan pengelolaan keuangan BPJPH, l) ketentuan kerjasama internasional, m)

ketentuan pengawasan jaminan produk halal, n) ketentuan tata cara peran

masyarakat dan pemberian penghargaan. Apabila Peraturan Pemerintah (PP) dan

telah diterbitkan, dan didukung kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait maka

penyelenggaraan jaminan produk halal akan berjalan dengan baik.

Struktur lembaga yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Badan Penyelenggara Jaminan

Produk Halal (BPJPH) telah diresmikan Menteri Agama, Lukman Saifuddin pada

hari Rabu, 11 Oktober 2017 yang saat ini diketuai oleh Profesor Sukoso yang

bekerja sama dengan kementerian dalam urusan pemerintahan diantaranya bidang

perindustrian, perdagangan, kesehatan, pertanian, standardisasi dan akreditasi,

koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, serta pengawasan obat dan

makanan dalam urusan ini ditangani oleh BPOM.170

170

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

Page 151: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

140

Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang perindustrian misalnya dalam hal pengaturan serta

pembinaan dan pengawasan industri terkait dengan bahan baku dan bahan

tambahan pangan yang digunakan untuk menghasilkan Produk Halal. Kerja sama

BPJPH dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang perdagangan misalnya dalam pembinaan kepada Pelaku Usaha dan

masyarakat, pengawasan Produk Halal yang beredar di pasar, serta perluasan

akses pasar. Kerja sama BPJPH dengan kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang kesehatan misalnya dalam hal penetapan cara

produksi serta cara distribusi obat, termasuk vaksin, obat tradisional, kosmetik,

alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, makanan, dan minuman.

Bentuk kerja sama BPJPH dengan kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang pertanian misalnya dalam hal penetapan

persyaratan rumah potong hewan/unggas dan unit potong hewan/unggas,

pedoman pemotongan hewan/unggas dan penanganan daging hewan serta hasil

ikutannya, pedoman sertifikasi kontrol veteriner pada unit usaha pangan asal

hewan, dan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan hasil pertanian. Kerja

sama BPJPH dengan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang standardisasi dan akreditasi misalnya dalam hal

persyaratan untuk pemeriksaan, pengujian, auditor, lembaga pemeriksa, dan

lembaga sertifikasi dalam sistem JPH sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Dalam melaksanakan wewenangnya BPJPH selain bekerja sama dengan

Kementerian dan/atau lembaga terkait, juga bekerja sama Lembaga Pemeriksa

Page 152: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

141

Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama BPJPH dengan

LPH dilakukan untuk pemeriksaan dan/atau pengujian Produk. Kerja sama BPJPH

dengan MUI dilakukan dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan

kehalalan produk, akreditasi LPH.171

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) saat ini memasuki proses pendaftaran

yang masih berlangsung. Sebagian Calon LPH merupakan perguruan tinggi. Dan

sudah masuk 40 pendaftar calon LPH.172

Dalam Pasal 12 menyebutkan: 1)

Pemerintah dan/atau masyarakat dapat mendirikan LPH. 2) LPH sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang sama dalam membantu

BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk.

Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk pendirian LPH sebagaimana

dalam Pasal 13 adalah 1) Untuk mendirikan LPH sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12, harus dipenuhi persyaratan a) memiliki kantor sendiri dan

perlengkapannya, b) memiliki akreditasi dari BPJPH, c) memiliki Auditor Halal

paling sedikit 3 (tiga) orang, d) memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja

sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium. 2) Dalam hal LPH

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan oleh masyarakat, LPH harus

diajukan oleh lembaga keagamaan Islam berbadan hukum.

Dengan membangun kerjasama dengan kementerian/lembaga terkait

dalam penyelenggaraan jaminan produk halal yang dilakukan dengan permohonan

sertifikasi halal maka ada beberapa keterlibatan pihak yang ikut campur sehingga

membutuhkan durasi waktu yang lama. Serta rawan menimbulkan konflik

171

Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal 172

Hal ini disampaikan oleh Siti Aminah, Kepala Pusat Registrasi dan Serifikasi Halal

BPJPH dalam Artikel Harian Nasional

Page 153: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

142

kepentingan karena BPJPH menetapkan siapa LPH yang akan digunakan untuk

melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk.

Berkaitan dengan biaya pengajuan sertifikasi halal, menurut Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 44

menjelaskan 1) Biaya Sertifikasi Halal dibebankan kepada Pelaku Usaha yang

mengajukan permohonan Sertifikat Halal. 2) Dalam hal Pelaku Usaha merupakan

usaha mikro dan kecil, biaya Sertifikasi Halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.

Kriteria ―usaha mikro dan kecil‖ didasarkan pada ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur bidang usaha mikro dan kecil. Yang

dimaksud dengan ―pihak lain‖ antara lain Pemerintah melalui anggaran

pendapatan dan belanja negara, pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan

dan belanja daerah, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, asosiasi,

dan komunitas.173

Sertifikasi halal bagi usahawan besar dibiayai oleh perusahaan

bersangkutan. Sedangkan khusus pelaku usaha yang merupakan usaha mikro,

kecil dan menengah (UMKM), biaya sertifikasi halal diusulkan sebesar 10 persen.

Menurut Soekoso174

, pemerintah berupaya UMKM hanya dibebani10 persen

biaya pembuatan sertifikat halal. Dan 90 persen berasal dari subsidi pemerintah.

Biaya sertifikat halal sama di setiap provinsi, tergantung pada produk dan

perusahaannya.

173

Lihat dalam penjelasan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang

Jaminan Produk Halal 174

Kepala Badan Penyelenggara Produk Halal, dalam artikel BPJPH Upayakan Biaya

Sertifikasi Halal UMKM Hanya 10 persen https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-

nusantara/18/06/24/patuyo313-bpjph-upayakan-biaya-sertifikat-halal-umkm-hanya-10-persen

Page 154: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

143

Dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal telah diatur pedoman

umum penyelenggaraan jaminan produk halal. Namun masih perlu perangkat

peraturan pelaksana yang diterbitkan oleh pemerintah maupun kementerian.

Karena undang-undang tersebut tidak mengatur penyelenggaraan jaminan produk

halal secara rinci dan harus didukung oleh peraturan turunannya. Kemudian dalam

membahas peraturan-peraturan tersebut diperlukan waktu yang lama dan

berpotensi adanya tumpang tindih dalam peraturan tersebut. Sehingga dapat

memperlambat pelaksanaan undang-undang jaminan produk halal yang

berpengaruh kepada perlindungan produk halal yang tersebar di masyarakat.

Aspek budaya hukum masyarakat erat kaitannya dengan kesadaran hukum

masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta

budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai

hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap

hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.175

Kesadaran dan kepatuhan masyarakat baik produsen maupun konsumen

dalam pelaksanaan jaminan produk halal ini. Diantaranya adalah 1) Keyakinan

dan rendahnya kesadaran konsumen muslim terkait kewajiban mengkonsumsi

produk halal belum diikuti oleh konsistensinya dalam memilih produk

bersertifikat halal dan standar, sebagai konsumen seringkali memilih harga murah

sebagai penentu pilihan, 2) Produsen sering kali beranggapan bahwa produknya

tidak memakai bahan haram, padahal dugaan ini belum tentu benar karena banyak

bahan tambahan yang berpotensi haram, 3) Pada aspek yuridis, sertifikasi halal

175

Lawrence .M. Friedman,Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial, h. 16

Page 155: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

144

masih memerlukan peraturan tambahan sehingga harus menunggu sampai

peraturan tersebut diterbitkan. 4) Pada aspek pembiayaan sertifikasi halal yang

masih dianggap beban oleh pelaku usaha dan sertifikasi halal dianggap masih

hanya sebagai kewajiban agama, sosialisasi belum maksimal, isu halal masih

dianggap sebagai sesuatu yang sensitif. 176

Lemahnya respons produsen terhadap tuntutan kehalalan produk, mestinya

menyadarkan untuk turut mengontrol produk yang beredar. Dengan mengubah

paradigma bahwa dengan sertifikasi halal tidak hanya menguntungkan konsumen

tetapi juga produsen. Dan orientasi dari suatu produk bukan hanya ekonomis

tetapi juga kepastian kehalalan produk tersebut.

Namun,dalam penelitian lain menyebutkan ada beberapa perusahaan

yang merespon baik adanya Sertifikasi Halal dengan menyadari akan pentingnya

Sertifikasi Halal. Hal itu dilandasi oleh dua harapan diantaranya: 1) Meningkatkan

produktivitas di pasaran, 2) Memperoleh keamanan dan kepastian hukum dalam

menjalankan roda perusahaan. Beberapa perusahaan mengungkapkan:177

1) Siswanto, salah seorang Staf PT. Alphabet Cahaya Dunia

mengungkapkan salah satu perusahaan Catering di Jakarta yang telah

mempunyai Sertifikat Halal dari LP POM MUI. Menurutnya ada

penambahan pemesanan dalam jumlah yang signifikan antara sebelum dan

sesudah produk bersertifikat halal serta mendapat kepercayaan dari

masyarakat.

176

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal,

h. 263 177

Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

h. 150- 154

Page 156: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

145

2) Chairuddin Ahmad, Senior Project Manager PT. Wyeth Indonesia, sebuah

perusahaan pelopor dalam produksi susu formula bayi dengan berbagai

perkembangannya seperti protein whey dominan yang mirip dengan

protein dalam ASI. Mengartikan bahwa Sertifikasi Halal sebagai upaya

negara dalam melindungi masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi

produk yang halal.

3) PT. Quindofood, perusahaan yang bergerak dalam bidang industri

makanan tradisional menyatakan bahwa sertifikasi halal direspon dengan

mengoptimalkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJH) di Perusahaan.

Sistem Jaminan Halal (SJH) ini dinilai menguntungkan perusahaan karena

semakin meningkatnya kepercayaan konsumen yang sangat berpengaruh

terhadap penjualan produk. Adanya Sertifikat dan Label Halal

menyebabkan penjualan meningkat. Dan jauh lebih mudah masuk dalam

retail. Upaya untuk menerapkan Sistem Jaminan Produk Halal (SJH)

adalah dengan menjaga sistem yang diiringi komitmen halal bagi seluruh

bagian Perusahaan.178

4) Bagi PT. Dairy Gold Indonesia, salah satu perusahaan penghasil keju olahan

dengan brand cheesy, mengemukakan bahwa Sistem Jaminan Halal (SJH)

yang menyertakan Sertifikat dan Label Halal guna memperluas wilayah

pemasaran dan meyakini bahwa langkah ini penting untuk dilaksanakan.

Perusahaan ini juga menyatakan bahwa menjamin Pelaksanaan Sistem

Jaminan Produk Halal tidak dari sistem dan produknya saja, akan tetapi dari

178

LP POM MUI, Jurnal Halal : Menentramkan Ummat Nomor 69 Desember Tahun IX

2007, h. 17 dalam buku Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi

Produk h. 152

Page 157: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

146

rohani karyawannya. Menjamin pelaksanaan Sistem Jaminan Produk Halal

(SJH) tidak berjalan tetapi kontrol pun dilakukan disetiap pribadi karyawan.

Sebagai upaya persiapan, pembekalan dan sosialisasi juga dijalankan.179

5) Bagi PT. Froozen Food Pahala, perusahaan yang berbidang usaha pada

daging olahan seperti Nugget, sosis, daging asap tanpa bahan pengawet dan

Monosodium Glutamate (MSG). Dengan jaminan kualitas yang terus

dikontrol dan sertifikat halal yang dipegangnya menjadikan produknya

dipercaya, dan dikonsumsi dengan aman.180

Berdasarkan uraian diatas, terdapat perbedaan penyelenggaraan jaminan

produk halal semakin terlihat jelas sebelum dan sesudah adanya Undang-Undang

Jaminan Produk Halal. Namun tidak telepas dengan adanya kekuatan dan

kelemahan dalam proses penyelenggaraannya, sebagaimana dalam uraian berikut:

Tabel 4.7 Proses Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal Oleh LP POM dan

BPJPH

Penyelengaraan Jaminan Produk

Halal oleh LP POM

Penyelenggaraan Jaminan Produk

Halal oleh BPJPH

Kekuatan:

1. Infrastruktur dan sistem telah

terbentuk sejak didirikan LP

POM dan berkembang seiring

dengan berjalannya waktu.

2. Permohonan Sertifikasi Halal

Kekuatan:

1. Penyelenggaraan Jaminan

Produk Halal terstruktur dan

keberadaan LPH sudah

terorganisir.

2. Pembentukan Badan

179

LP POM MUI, Jurnal Halal : Menentramkan Ummat Nomor 80 November-Desember

Tahun XII 2009, h. 23 dalam buku Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat

terhadap Sertifikasi Produk , h. 153 180

180

LP POM MUI, Jurnal Halal : Menentramkan Ummat Nomor 81 Januari- Februari

Tahun XIII 2010, H. 17-18 Mashudi, Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap

Sertifikasi Produk , h. 156

Page 158: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

147

sudah dilakukan dengan

online.

3. Biaya Sertifikasi Halal yang

tidak membebani

APBN/APBD.

4. Ulama sebagai otoritas utama

dalam menentukan sertifikasi

halal melalui fatwa halal.

5. Alur birokrasi yang tidak

melibatkan banyak pihak atau

lembaga.

6. Sudah memiliki pengalaman

baik dalam maupun luar

negeri.

Kelemahan:

1. Permohonan sertifikasi halal

masih bersifat Sukarela

(Voluntary). Artinya pelaku

usaha tidak memliki

Penyelenggara Jaminan Produk

Halal (BPJPH) mempunyai

kekuatan hukum karena amanah

dari undang-undang.

3. Auditor Halal wajib berasal

dari enam latar belakang

pendidikan di bidang pangan,

kimia, biokimia, teknik industri,

biologi, atau farmasi.

4. Auditor halal yang tidak

menjalani perannya dengan baik

atau melakukan pelanggaran

tidak dikenakan sanksi baik

pidana ataupun denda.

5. Sertifikasi halal bersifat wajib

(Mandatory) dilakukan oleh

pelaku usaha.

6. Adanya dukungan anggaran

dari pemerintah (APBN) dalam

penyelenggaraan jaminan

produk halal.

7. Masa berlaku sertifikat halal

hingga 5 tahun.

Kelemahan:

1. Dibutuhkan waktu dan biaya

yang tidak sedikit untuk

pembentukan insfrastruktur,

sarana dan prasarana,

sosialisasi. Yang mana bisa

Page 159: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

148

kewajiban untuk melakukan

sertifikasi halal.

2. Dukungan anggaran, sarana

dan prasarana dari pemerintah

sangat terbatas.

3. Pengawasan dan penegakan

hukum masih lemah.

4. Masa berlaku sertifikat halal

hanya 2 tahun.

menekan APBN/APBD.

2. Masih menunggu penataan

SDM di BPJPH dalam

persiapan permohonan

sertifikasi halal.

3. Seiring dengan banyak pihak

yang menangani sertifikasi

halal, maka alur dan proses

akan semakin panjang dan

menyulitkan pelaku usaha.

4. Masih perlu mengatur

akuntabilitas dan transaparansi

kinerja.

5. Menunggu peraturan turunan

baik dari pemerintah maupun

peraturan menteri untuk

penyelenggaraan jaminan

produk halal.

6. Dalam menetapkan peraturan

turunannya, membutuhkan

waktu lama dan tidak menutup

kemungkinan adanya

kontradiksi antar peraturan.

7. Rawan terjadi conflict of

interest (konflik kepentingan)

karena BPJPH menetapkan

siapa LPH yang akan digunakan

untuk melakukan pemeriksaan

dan/atau pengujian produk. Di

samping itu, MUI sebagai

lembaga yang mengeluarkan

Page 160: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

149

fatwa halal juga memiliki LPH

yaitu LPPOM MUI. Hal

tersebut dapat menimbulkan

dominasi LPH yang melakukan

pemeriksaan dan/atau pengujian

produk.

Page 161: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

150

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertama, tesis ini menyimpulkan Pembentukan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal tidak terlepas dari faktor-faktor yang

melatarbelakanginya, yaitu:

a) Faktor filosofis Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang tercermin

dalam Pembukaan (preambule) Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang terdiri dari empat alinea. Penjabaran nilai-nilai

Pancasila di dalam hukum mencerminkan suatu keadilan, ketertiban, dan

kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Beberapa ayat

Al-Quran yang menyatakan bahwa Orang Muslim wajib untuk

mengkonsumsi makanan yang Halal dan Toyyib sebagaimana dalam : Q.S.

Al-Baqarah (2) : 168, 172-173, Q. S. Al-Anam : 145.

b) Faktor Sosiologis Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Umat Islam di

Indonesia sebagai konsumen terbesar, membutuhkan hak konstitusional

untuk memperoleh perlindungan hukum dalam mengkonsumsi produk

sesuai dengan syariah Islam. Penerapan sistem jaminan produk halal ini

hendaknya memperhatikan perkembangan sosiologis masyarakat yang

semakin mengarah pada tatanan kehidupan global dan ekonomi pasar yang

terbuka.

c) Faktor yuridis undang-undang jaminan produk halal. Ada beberapa

peraturan yang melatarbelakangi terbentuknya undang-undang jaminan

produk halal yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Page 162: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

151

Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan,

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Peranan dari masyarakat dalam hal ini perwakilan Asosiasi Pengusaaha,

Kementerian atau lembaga terkait sangat penting dalam menggali informasi

sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam muatan (isi) Undang-

Undang Jaminan Produk Halal ini. Segala bentuk aspirasi dari berbagai pihak

akan menjadikan Undang-Undang Jaminan Produk Halal bersifat aspiratif karena

mendorong pemerintah dalam melindungi konsumen Muslim khususnya dalam

mengkonsumsi produk yang beredar di Indonesia. Meskipun dalam pencapaian

tuntutan dari masyarakat dan kelompok sosial pelaksanaan Undang-Undang

Jaminan Produk Halal ini masih perlu banyak yang harus dipersiapkan dan

dilakukan. Namun, partisipasi dari berbagai elemen dalam perumusan hingga

pembahasan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Ini menjadi salah satu ciri

dari produk hukum yang responsif.

Kedua, tujuan terpenting pemerintah mengesahkan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah kepastian hukum

dalam pelaksanaan jaminan produk halal baik dari pengaturan permohonan

sertifikasi halal sampai sanksi yang diberikan pada pelaku usaha yang tidak

menaati undang-undang ini. Selain itu, berbagai fungsi dan manfaat bagi

konsumen untuk memberikan respon baik yang mengarah kepada perilaku yang

diinginkan untuk memerhatikan produk serta peminatan dalam membeli produk.

Page 163: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

152

Sedangkan untuk produsen dapat meningkatkan daya minat konsumen terhadap

produk yang diproduksinya.

Substansi Undang-Undang Jaminan Produk Halal sudah tersusun dalam

11 Bab dan 68 Pasal yang mengatur permohonan sertifikasi halal hingga sanksi

terhadap pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban dalam penyelenggaran

jaminan produk halal. Penegakan hukum dan pengawasan yang dilakukan ole

BPJPH yang bekerjasama dengan pihak penegak hukum harus dilakukan dengan

baik, untuk menciptakan kenyamanan, ketertiban dan tujuan yang akan dicapai

pada undang-undang ini yaitu melindungi konsumen dalam mengkonsumsi

produk yang beredar. Banyak dari pelaku usaha yang menyadari bahwa

pentingnya untuk melakukan sertifikasi halal pada produk yang diproduksinya.

Guna memberikan kepercayaan kepada konsumen dan upaya untuk meningkatkan

permintaan produk di pasaran.

Setelah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal disahkan ada beberapa kelebihan dan kelemahan yang terjadi dalam

pelaksanaan jaminan produk halal. Kelebihannya adalah: a) penyelenggaraan

Jaminan Produk Halal dilaksanakan oleh Badan Penyelanggara Jaminan Produk

Halal (BPJPH) dibawah Kementerian Agama, b) Sertifikasi halal bersifat wajib

(Mandatory) dilakukan oleh pelaku usaha, c) Adanya dukungan anggaran dari

pemerintah (APBN) dalam penyelenggaraan jaminan produk halal, d) masa

berlaku sertifikat halal hingga 5 tahun. Kelemahannya, a) menunggu peraturan

turunan baik dari pemerintah maupun peraturan menteri untuk penyelenggaraan

jaminan produk halal, b) dalam menetapkan peraturan turunannya, membutuhkan

Page 164: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

153

waktu lama dan tidak menutup kemungkinan adanya kontradiksi antar peraturan,

c) dibutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk pembentukan

insfrastruktur, sarana dan prasarana, sosialisasi. Yang mana bisa menekan

APBN/APBD.

B. Saran

Tesis ini menyarankan kepada Pemerintah setelah terbentuknya Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal melalui Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bertanggung jawab penuh dalam

mengawal pelaksanaan jaminan produk halal ini supaya dapat berjalan dengan

efektif dan cepat. Mengingat sertifkasi halal bersifat Mandatory dan harus

diterapkan pada tahun 2019. Dengan melakukan hal-hal berikut:

1) Persiapan teknis yang matang dan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)

sebagai faktor pendukung dalam penyelenggaraan jaminan produk halal.

2) Melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap pelaku usaha (perusahaan

maupun UMKM) serta masyarakat guna memberikan kepedulian terhadap

produk yang beredar di Indonesia dan kesadaran hukum bagi masyarakat

akan pentingnya mengkonsumsi/memproduksi produk halal.

3) Mempersiapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan memberikan

sertifikasi kepada LPH supaya dapat bekerja sama dengan BPJPH dalam

memeriksa kehalalan produk sehingga dapat melaksanakan pemeriksaan

produk dengan cepat dan efektif.

Selanjutnya bagi produsen (pelaku usaha) untuk menyadari bahwa

pentingnya sertifikasi halal dan mempersiapka permohonan sertifikasi halal pada

Page 165: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

154

produk yang dibuatnya. Guna memberikan kepastian dan perlindungan terhadap

konsumen yang mengkonsumsinya serta meningkatkan daya jual produk di

pasaran.

Page 166: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

155

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abadi, Tulus. Peran Serta Masyarakat Dalam Pemberian Informasi dan Produk

Halal, Jakarta : Tim Kajian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2011.

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum. Jakarta : Gunung Agung, 2002.

__________. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Jurisprudenc) Termasuk Interpretasi Undang-Undang. Jakarta :

Kencana Prenada Group. 2010.

Amiruddin, Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Cet. VI. Jakarta

: Raja Grafindo Persada. 2012

Apriyantono, Anton Nurbowo. Panduan Belanja dan Konsumsi Halal. Jakarta:

Khairul Bayaan, 2003.

Budiardjo, Mariam. Dasar Ilmu Poltik, Jakarta : Gramedia, 1982.

Dahl, Robert A. Dilema Demokrasi Pluralis : Antara Otonomi dan Kontrol.

Jakarta: CV. Rajawali. 1985.

Fuady. Munir. Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum.

Jakarta:Prenadamedia. 2014

Friedman, Lawrence M. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Bandung : Nusa

Media . 2011.

Hartono. .F.G Sunaryati. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,

(Bandung: Alumni, 1991.

Hatta. Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek

Hukum dan Non Hukum, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2006.

Ibrahim Jhonny, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing. 2006.

Indrati, Maria Farida. Ilmu Perundangundangan: Jenis, Fungsi, dan Materi

Muatan,. Yogyakarta : Kanisius.2010.

K.C. Wheare, the Modern Consstitutions, (Oxford University : Third Impression,

London, New York, Torontom 1975.

Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. Cambridge : Harvard University

Press.

Page 167: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

156

Konoras, Abdurrahman. Jaminan Produk Halal di Indonesia: Perspektif Hukum

Perlindungan Konsumen. Depok : Rajawali Press. 2017

Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1&2. Prenhalindo:

Jakarta. 2000.

Irianto, Sulistyowati. Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi.

Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. 2011.

Syafii, Inu Kencana. Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Pustaka Reka Cipta,

2009.

LPPOM MUI, Sejarah LPPOM, Jakarta : Sekretariat MUI. 2000

___________, Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Produk Halal (Halal

Assurance System. Edisi III, Jakarta: LP POM MUI. 2005.

___________, Panduan Umum Sistem Jaminan Produk Halal LP POM MUI.

Edisi 4 : Jakarta. 2004.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Edisi Revisi Cet.ke VI, Jakarta :

Kencana, 2010.

Mashudi. Konstruksi Hukum dan Respon Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk

Halal. Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2015.

Manan, Abdul. Politik Hukum : Studi Perbandingan dalam Praktek

Ketatanegaraan Islam dan Sistem Hukum Barat, Jakarta : Prenada

Media, 2016.

Martosoewignjo, Sri Sumantri. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,

Cet. 1, Bandung : Alumni Press, 1992.

Md, Mahfud. Poltik Hukum di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

2014.

Rohman, Abdul. Pengembangan dan Analisis Produk Halal. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum, Cet.Ke-3, Bandung : Citra Aditya, 1991.

_______, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,

Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2002.

_________, Penegakan Hukum Progresif. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. 2010

Salman, Otje. Teori Hukum. Bandung: Refika Aditama. 2007.

Page 168: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

157

Sartori, Giovanni. Parties And Party System, A Framework for analtis.

Cambridge: Cambridge Universities Press.

Sunny,Ismail. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Cet. V, Jakarta : Aksara Baru.

1983.

Soekanto, Soerjono dan Sri Pamudji, Penelitian Hukum Normatif Jakarta :

Rajawali Press, 2006.

_______________, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2008.

W.J.S Poerwasarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka)

Wahjojo, Padmo. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, (Cet-II. Jakarta :

Ghalia Indonesia, 1986

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta : Sinar Grafika.

2002

William, Stanton. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid Kedua Edisi Ketujuh.

Erlangga: Jakarta. 1996.

Yahya, Bernard, L. dkk. Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi. Jogjakarta : Genta Publishing. 2010.

Yani, Ahmad. Pembentukan Peraturan Perundang-UndanganYang Responsif.

Jakarta: Konstitusi Press. 2013

B. Jurnal

Afroiyani, Lies. Analisis Ekonomi Politik Sertifikasi Halal oleh Majelis Ulama

Indonesia, dalam Jurnal Kebijakan dan Analisa Produk Vo. 18. Jakarta :

2014.

Amin, Ma’ruf Fatwa Halal Melindungi Umatdari Kerugian yang Lebih Besar,

Jurnal Halal No 103 Th. XVI, Jakarta : LPPOM MUI, 2013.

Aminuddin, Muhammad Zumar. Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan

Indonesia dan Thailand. Jurnal Shahih Vol.1 Nomor 1. Surakarta: IAIN

Surakarta. 2015.

Huda, Nurul. Pemahaman Produsen Makanan Tentang Sertifikasi Halal dalam

Jurnal Ishraqi Vol.10 Nomor 1 Surakarta : Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Page 169: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

158

May Lim Charity, Halal Product Guarantee in Indonesia, dalam Jurnal Legislasi

Volume 14 No.1 Maret 2017 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-

Undangan Kementerian Hukum dan HAM.

Murjani. Sistem Jaminan Produk Halal Dan Thayyib di Indonesia dalam Aspek

Yuridis dan Politis dalam Jurnal Fenomena Volume VII No. 2.

Samarinda : IAIN Samarinda. 2015.

Rohayah, Endah Dwi. Politik Hukum Islam dalam Regulasi Jaminan Produk

Halal di Indonesia. Tesis. Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2016.

Sayekti, Nidya Waras. Jaminan Produk Halal Perspektif Kelembagaan Jurnal

Ekonomi dan Kebijakan Publik Vol.2 Nomor 5, 2014.

Suparto, Susilowati. Dkk. Harmonisasi dan Sinkronisasi Pengaturan Sertifikasi

Halal terkait Perlindungan Konsumen Muslim Indonesia. Jurnal Mimbar

Hukum Vol. 28 Nomor 3. Bandung: Universitas Padjajaran. 2016.

Syarifuddin, Asep dan Mustolih, Sertifikasi Halal Dan Sertifikasi Non Halal Pada

Produk Pangan Industri dalam Jurnal Al-Ahkam Vol. XV Jakarta :

Ahkam Press, 2015.

Uno, Sandiaga . Menjadikan UKM Semakin Berdaya Saing Tinggi, Jurnal Halal

No. 91 Th. XVI Jakarta : LPPOM MUI, 2011.

Sudarto, Perkembangan Ilmu Hukum dan Politik Hukum, dalam Jurnal Hukum

dan Keadilan No.5 Tahun VII, h. 15-16

C. Perundang-undangan dan Peraturan Terkait

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 Tentang K Kesehatan Masyarakat

Veteriner.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan

Page 170: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

159

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN/1986 tentang Syarat-Syarat

Rumah Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 557/Kpts/TN/520/9/1987 Tentang Syarat-

Syarat Rumah Pemotongan Unggas dan Usaha Pemotongan Unggas.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 295/Kptsn/Tn/240/5/1989 tentang

Pemotongan Babi dan Penanganan Daging Babi dan Hasil Ikutannya.

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kptsn/ TN/310/7/1992 Tentang

Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging beserta Ikutannya.

Keputusan Menteri Nomor 745/Kptsn/ TN/240/12 /1992 tentang Persyaratan dan

Pemasukan Daging dari Luar Negeri.

Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata

cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal.

Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 tentang Lembaga

Pemeriksaan Pangan Halal

D. Berita (Internet)

Bagaimana Pelaku Usaha Menyikapi UU Jaminan Produk Halal?‖

http://www.nu.or.id/post/read/82039/bagaimana-pelaku-usaha-

menyikapi-uu-jaminan-produk-halal diakses 18-01-2018

UUJaminan Produk Halal Berikan Kepastian Hukum Bagi Konsumen‖

((http://poskotanews.com/2017/11/29/mui-jaminan-produk-halal-sudah-

jadi-tren-kehidupan-global/) , diakses 17 Januari 2018

Menag Resmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal‖

https://news.detik.com/berita/d-3679207/menag-resmikan-badan-

penyelenggara-jaminan-produk-halal diakses 31 Oktober 2017

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Temui Banyak Kendala‖

http://www.suaramerdeka.com/news/detail/12735/Badan-Penyelenggara-

Jaminan-Produk-Halal-Temui-Banyak-Kendala diakses tanggal 17

Januari 2018

Prof. Dr. Hj Aisjah Girindra, Sertifikasi Halal Dongkrak Omzet dalam berita

Republika.co.id tanggal 30 Desember 2008 yang diakses tanggal 8 Mei

2018 / http://www.republika.co.id/berita/shortlink/23324

Page 171: i DAMPAK POSITIF UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM MENCIPTAKAN SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA . TESIS . Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

160

Fraksi PDS Tolak RUU Jaminan Produk Halal republika.co.id

http://www.republika.co.id/berita/shortlink/31828 diakses pada tanggal

15-8-2018

Fraksi PDS Tolak Jaminan Produk Halal dijadikan Undang-undang,

hukumoline.com,http://www.hukumonline.

com/berita/baca/hol21214/fraksi-pds-tolak-jaminan-produk-halal-

dijadikan-uu. Diakses pada 15-8-2018