zaman paleo megalitikum
DESCRIPTION
manusia purbaTRANSCRIPT
ZAMAN PALEOLITIKUMPosted on 3 Maret 2011 by haries
ZAMAN PALEOLITIKUMA. ZAMAN PALEOLITIKUM TUA
Sejak kira-kira dua setengah tahun yang lalu umat manusia sudah berkembang kearah
makhluk yang berbudaya. Bukti-bukti yang ditemukan dibeberapa tempat, misalnya di dekat
danau Turkana, di Kenya, dan di Etiopia Selatan dan Jurang Olduvai, yang masih berupa
peralatan dari batu yang amat kasar, menandai permulaan zaman Paleolitikum Tua.
Pada masa ini mulai muncul peralatan dari batu yang lebih
dikenal dengan tradisi peralatan Oldowan. Karakteristik
tradisi alat ini adalah bahwa ia merupakan alat penetak
untuk segala keperluan, cara pembuatannya dengan
menggunakan system benturan, yaitu memukuli bahan
baku dengan batu lain atau memukulkan bahan baku
tersebut pada batu besar untuk melepaskan kepingan-
kepingannya. Meskipun dalam segi hasil alat penetak ini masih amat kasar, tapi tradisi alat
oldowan ini merupakan kemajuan teknologi yang penting bagi Hominida Purba. Mereka bisa
lebih mudah mencari bahan-bahan makanan disaat alam mulai berubah. Tradisi oldowan ini
juga menandai salah satu waktu bahwa sesuatu jenis makhluk beradaptasi secara cultural dan
tidak secara fisik kepada kondisi lingkungan. Alat – alat oldowan ini banyak ditemukan di
tepi danau atau sungai di tengah-tengah padang rumput, dan ditemukan masih dalam situs
yang sangat kecil, dan juga bahwa nereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang masih
berpindah-berpindah tempat. Adapun alat-alat zaman Peleolitikum Tua, termasuk tradisi
peralatan oldowan banyak terdapat di jurang olduvai. Dalam perkembangan penetek oldowan
berubah menjadi lebih canggih dan berkembang menjadi kapak genggam acheulean. Dalam
periode ini mulailah terjadi diversivikasi kebudayaan peralatan, Homo Erectus tidak hanya
membuat kapak genggam tapi juga menciptakan alat penyerut dan alat-alat kepingan, dan
semua alat ini terbuat dari batu api. Keuntungan utama dari kemunculan alat ini adalah
semakin banyak sumber daya alam yang dapat didayagunakan dalam waktu yang lebih
singkat, dengan tenaga yang lebih sedikit, dan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi.
Dalam zaman Acheulean yang lebih mudah, di dunia barat dikembangkan dua tehnik
pembuatan peralatan , yang menghasilkan kapak yang lebih tipis dan lebih canggih dengan
bagian mata yang lebih lurus dan lebih tajam. Metode tongkat memanfaatkan pemukul dari
tulang atau tanduk rusa untuk memukul tepi gumpala batu api, sedangkan metode bidang
pukulan berfungsi untuk membuat kapak yang lebih tajam dan lebih tipis. Peradaban Homo
Erectus semakin berkembang dengan ditemukannya penggunaan api, karena bisa dipastikan
dengan kemampuan mereka menggunakan api memungkinkan mereka untuk berpindah ke
daerah-daerah yang lebih dingin. Transisi kebudayaan Hominida antara Homo Erectus dan
Homo Sapiens tidak banyak brubah dari pendahulu mereka. Homo Sapiens Primitif tetap
menggunakan tradisi peralatan acheulean sampai beberapa ribu tahun. Akan tetapi menjelang
dua ratus ribu tahun yang lalu orang mulai menggunakan teknik Levalloision untuk membuat
peralatan.
B. ZAMAN PALEOLITIKUM MADYA
Zaman Paleolitikum Madya ditandai oleh munculnya manusia Neanderthal. Di zaman ini
muncul tradisi baru, trdisi Mousterian, yaitu trdisi pembuatan peralatan dari manusia
Neanderthal di Eropa, Asia Barat Daya, dan Afika Utara, yang menghasilkan alat-alat
kepingan yang lebih tipis daripada alat kepingan Levalloisian. Banyak situs Neandhertal yang
menunjukan bahwa pada masa ini telah adanya kepercayaan dan upacara keagamaan,
misalnya di goa Shanidar di Irak terdapat bukti bahwa adanya penguburan disertai dengan
upacara kematian. Yang paling umum terdapat di situs-situs Mousterian adalah bukti
mengenai pemujaan binatang, khusasnya pemujaan beruang gua. Situs-situs Mousterian yang
menghasilkan sejumlah artifak yang bersifat lambang murni.
C. ZAMAN PALEOLITIKUM MUDA
Paleolitikum Muda di Eropa dan Asia barat merupakan perkembangan dari tradisi
Mousterian yang sebelumnya. Peralatan meraka semakin berkembang dengan pesat,di zaman
Paleolitikum Muda mereka telah menemukan panah, pelempar tombak dan pisau batu. Dua
alat yang pertama memungkinkan mereka dalam hal penyempurnaan teknik perburuan dan
mengurangi resiko bagi si pemburu saat berburu binatang buas. Pada Paleolitikum Muda
dikenal dua teknik untuk membuat peralatan, teknik pisau adalah teknik pembuatan alat batu
dengan memukul lepas kepimgan –kepingan panjang secara paralel dari sisi sebuah gumpalan
batu yang sudah dipersiapkan secara khusus, sedangkan teknik tekanan adalah teknik
pembuatan alat batu dengan menggunakan alat tulang, tanduk rusa, atau kayu yang ditekan
dan tidak dipukulkan untuk melepaskan kepingan –kepingan kecil –kecil dari sebuah batu
api. Ada juga sebuah alat yang bernama pahat, yaitu alat alat batu yang bagian matanya
menyerupai pahat, berfungsi untuk menggarap tulang, tanduk rusa dan sejenisnya . Kegunaan
penemuan busur tidak hanya menyempurnakan teknik berburu saja, tapi busur juga bisa
digunakan untuk membuat alat musik. Pada masa ini kita tidak bisa hanya membahas tentang
satu kebudayaan tuinggal saja, karena telah adanya penyebaran manusia purba keberbagai
pelosok bumi,yang mana disetiap sisinya memiliki alam yang berbeda yang menimbulkan
tradisi yang berbeda pula..
Kesimpulan
Zaman Paleolitikum dibagi menjadi tiga, yaitu zaman
Paleolitikum Tua, zaman Paleolitikum Madya, dan
zaman Paleolitikum Muda. Kebudayaan simbolis mulai
ditemukan bersamaan denagan peralatan –peralatan
tradisi Acheulean, di zaman Paleolitikum Tua. Zaman
Paleolitikum Madya telah ada pemujaan kepada beruang
gua. Pada zaman Paleolitikum Muda telah adanya
kebudayaan seni gambar. Manusia dimasa Paleolitikum
masih merupakan pemburu binatang. Masa
Mesolittikum adalah masa manusiapurba mulai
mengenal pertanian, ketika orang belajar bagaimana
untuk menghasilkan daripada memperoleh makanan mereka, secara luas dianggap sebagai
salah satu perubahan terbesar dalam sejarah manusia, Perubahan dari pemburu-pengumpul
dengan cara pertanian hidup adalah apa yang mendefinisikan awal Neolitik atau Zaman Batu
Baru. Munculnya peradapan juga karena adanya sebuah organisasi sosial yang
mengakibatkan terbentuknya kota-kota atau desa-desa dan sistem pemerintahan serta
stratifikasi social. Pemukiman yang menetap dan permanent serta sudah mengenal pakain
yang lebih modern.
Sumber : http://sejahar.wordpress.com/2011/03/03/zaman-paleolitikum/
Mesolithikum (Zaman Batu Tengah)October 1st, 2012 in Sejarah Seni Rupa dan Desain
Setelah pleistosen berganti dengan holosen, kebudayaan paleolithikum tidak begitu
saja lenyap melainkan mengalami perkembangan selanjutnya. Di Indonesia, kebudayaan
paleolithikum itu mendapat pengaruh baru dengan mengalirnya arus kebudayaan baru dari
daratan Asia ygna membawa coraknya sendiri. Kebudayaan baru yang timbul itu dinamakan
Mesolithikum. Dari peninggalan-peninggalan tersebut dapat diketahui bahwa jaman itu
manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi
sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap, sehingga bisa dimungkinkan sudah
bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan. Bekas-bekas tempat
tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai (Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua
(Abris Sous Roche). Disitulah pula banyak didapatkan bekas-bekas kebudayaannya.
Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang
ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang
ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble
dapat dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan
bahwa alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman
paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman
paleolithikum.
A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
a. Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang
berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken
artinya dapur dan modding artinya sampah
jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya
adalah sampah dapur. Dalam kenyataan
Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau
tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah
membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur
Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Van Stein Callenfels melakukan penelitian
di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang
ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).
b. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels
melakukan penelitian di bukit kerang
tersebut dan hasilnya menemukan kapak
genggam. Kapak genggam yang ditemukan
di dalam bukit kerang tersebut dinamakan
dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi
penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut
berasal batu kali yang dipecah-pecah.
c. Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak
tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak
pendek.
d. Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam
bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-
batu penggiling beserta landasannya). Batu
pipisan selain dipergunakan untuk
menggiling makanan juga dipergunakan
untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat
merah berasal dari tanah merah. Cat merah
diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di
Sampung (daerah Ponorogo – Madiun Jawa Timur) tahun 1928 –
1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes,
kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-
alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari
alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai
Sampung Bone Culture.
3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba
pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas.
Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara
lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes,
batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal
dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-
alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang
sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan
tulang dari Sampung.
Sumber : http://purnamaaputri.blog.stisitelkom.ac.id/2012/10/01/mesolithikum-zaman-batu-tengah/
Kebudayaan Neolithikum Sumber: e-dukasi.net
Hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolithikum ini adalah jenis kapak
persegi dan kapak lonjong. Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang perkembangan
kapak tersebut, maka amatilah gambar 1.7 di bawah ini.
gambar 1.7
Masih ingatkah Anda nama kapak pada gambar 1.77 Kalau Anda ingat nama kapak
tersebut berarti Anda masih ingat asal-usul penyebaran kapak tersebut melalui suatu migrasi
bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang
lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.
Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil.
Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/ pacul.
Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat
pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.
Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu
api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan
sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tAnda kebesaran. Untuk lebih jelasnya bentuk
kapak persegi dari chalcedon, maka amatilah gambar 1.8 berikut ini.
Gambar 1.8. Kapak Chalcedon
Daerah asal kapak persegi adalah daratan Asia masuk ke Indonesia melalui jalur barat
dan daerah penyebarannya di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Walaupun kapak persegi berasal dari daratan Asia, tetapi di Indonesia banyak
ditemukan pabrik/tempat pembuatan kapak tersebut yaitu di Lahat (Sumatera Selatan),
Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan serta lereng selatan gunung Ijen (Jawa
Timur).
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan penyebaran kapak persegi, di Indonesia Timur
juga tersebar sejenis kapak yang penampang melintangnya berbentuk lonjong sehingga
disebut kapak lonjong.
Untuk mengetahui bentuk kapak lonjong, silahkan Anda amati gambar 1.9 berikut ini.
Gambar 1.9. Kapak Lonjong
Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman.
Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip
menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk
keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang
kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi.
Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan
Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga
para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.
Sumber :http://server.smansarbg.com/libsmansa/onnet1/content/sejarah3.htm
KEBUDAYAAN MEGALITIKUM
Kebudayaan Megalitikum bukanlah suatu zaman yang berkembang tersendiri,
melainkan suatu hasil budaya yang timbul pada zaman Neolitikum dan berkembang pesat
pada zaman logam. Setiap bangunan yang diciptakan oleh masyarakat tentu memiliki fungsi.
Stonehenge merupakan sebuah monumen batu peninggalan manusia purba pada zaman
Megalitikum yang terletak di Salisbury Plain, Propinsi Wilshire, Inggris. Stonehenge sendiri
terdiri dari tiga puluh batu tegak (sarsens) dengan ukuran yang sangat besar (masing-masing
batu pada mulanya seragam tingginya,yaitu 10 meter dengan masing-masing batu
mempunyai berat 26 ton),semua batu tegak tsb disusun dengan bentuk tegak melingkar.
Patung megalitik di Pematang Panggang, Ogan
Komering Ilir (foto diambil di masa Hindia Belanda)
Didalam 30 lingkaran batu besar tadi, juga masih
terdapat sekitar 30 batu dengan ukuran yang lebih kecil
yang dinamakan Lintels, yang disusun dengan bentuk
melingkar juga.Tapi sayang, pada saat ini kebanyakan
batu-batu tegak tadi telah terkikis dan jatuh.
1. Contoh hasil kebudayaan zaman megalitikum
a. Menhir
Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari
periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang
berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari
bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang).
Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau
berkelompok sejajar di atas tanah.
b. Dolmen
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan
sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang. Di bawah dolmen biasanya sering
ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan
tempat pemujaan misalnya ditemukan di
Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat.
Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar
145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian
tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya
adalah manik-manik dan gerabah.
c. Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh
yang diberi tutup
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali.
Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki
kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli
bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak
zaman logam.
Fungsinya sebagai tempat menyimpan mayat yang
disertai bekal kuburnya.
d. Kubur Batu
Kubur Batu/Peti Mati yang terbuat dari batu besar
yang masing-masing papan batunya lepas satu sama
lain.
fungsi dari kubr batu adalah sebagai tempat
menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.
e. Punden Berundak
Punden berundak merupakan contoh
struktur tertua buatan manusia yang
tersisa di Indonesia, beberapa dari
struktur tersebut beranggal lebih dari
2000 tahun yang lalu. Punden berundak
bukan merupakan “bangunan” tetapi
merupakan pengubahan bentang-lahan
atau undak-undakan yang memotong lereng bukit, seperti tangga raksasa. Bahan utamanya
tanah, bahan pembantunya batu;menghadap ke anak tangga tegak, lorong melapisi jalan
setapak, tangga, dan monolit tegak.
fungsi dari punden berundak itu sendiri adalah sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek
moyang yang telah meninggal.
f. Arca Batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk
binatang atau manusia. Bentuk binatang yang
digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan
moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang
ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya,
wujudnya manusia dengan penampilan yang
dinamis seperti arca batu gajah. Arca batu gajah
adalah patung besar dengan gambaran seseorang
yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah
(Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain
Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
g. Waruga
Waruga adalah kubur atau makam leluhur
orang Minahasa yang terbuat dari batu dan
terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk
segitiga seperti bubungan rumah dan bagian
bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya
ada ruang.
2. Budaya Megalitik di Indonesia
Di Indonesia, beberapa etnik masih memiliki unsur-unsur megalitik yang dipertahankan
hingga sekarang
Pasemah
Pasemah merupakan wilayah dari Propinsi Sumatera Selatan, berada di kaki Gunung Dempo.
Tinggalan-tinggalan megalitik di wilayah ini tersebar sebanyak 19 situs, berdasarkan
penelitian yang di lakukan oleh Budi Wiyana (1996), dari Balai Arkeologi Palembang.
Tinggalan megalitik Pasemah muncul dalam bentuk yang begitu unik, patung-patung dipahat
dengan begitu dinamis dan monumental, yang mencirikan kebebasan sang seniman dalam
memahat sehingga tinggalan [megalitik pasemah], disebut oleh ahli arkeologi sebagai Budaya
Megalitik Pasemah
.Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang
penting di Nias (awal abad ke-20). Foto koleksi Tropenmuseum, Amsterdam.
Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu dan
kubur batu masih memperlihatkan elemen-
elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu
besar sebagai tempat untuk memecahkan
perselisihan.
Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen
megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah
perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.
Sumber : http://dhoni-ds.blogspot.com/2011/12/hasil-kebudayaan-megalitikum-dan-
budaya.html