wrap up skenario 3
DESCRIPTION
blok respirasiTRANSCRIPT
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 1/27
1
Skenario 3
SESAK NAFAS
Anak perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan
sulit bernafas. Pasien 3 hari sebelum ke klinik demam, batuk dan pilek. Sudah minum obat
namun tidak ada perubahan. Menurut ibu, pasien menderita alergi makanan terutama ikan
laut. Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.
Pada inspeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, frekwensi nafas 48x/menit, disertai
batuk-batuk paroksimal, terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastricum dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor
seluruh toraks. Pada auskultasi bunyi nafas kasar/mengeras, terdengar juga ronkhi kering dan
ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien di diagnosis sebagai asma akut episodik
sering.
Penanganan yang dilakukan pemberian β-agonis secara nebulisasi. Pasien di observasi
selama 1-2 jam, respon baik dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator. Pasien
kemudian dianjurkan kontrol ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 2/27
2
LI I Memahami dan Menjelaskan Asma
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definsi Asma
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma
LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma
LO 1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma
LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma
LO 1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Asma
LO 1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Asma
LO 1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Asma
LO 1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma
LO 1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Asma
LO 1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 3/27
3
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Asma
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Definsi Asma
Menurut DAI (Dewan Asma Indonesia), Asma adalah gangguan inflamasi kronik yang
melibatkan berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan dengan hiperreaktivitas
bronkus, sehingga menyebabkan episodic berulang berupa mengi, sesak napas, rasa beratdidada, dan batuk terutama malam hari atau dini hari; episodic perburukan tersebut berkaitan
dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas yang bersifat
reversible baik spontan ataupun dengan pengobatan.
Menurut PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak), Asma adalah mengi berulang dan/ batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada
malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat,
asma atau atopi lain pasien dan/ keluarga.
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Asma
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. I nducer dianggap
sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma
dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan
lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen ,yang tampil dalam bentuk
ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak
dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
Alergen : dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan
dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
Olahraga : Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan. Misalnya :
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 4/27
4
jogging, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh
adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
Infeksi bakteri pada saluran napas : Infeksi bakteri pada saluran napas kecualisinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan
inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh
karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
Stress : Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
Gangguan pada sinus : Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mucus.
LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Asma
Asma EkstrinsikDitandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
(Medicafarma,2008)
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
a. Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapatdiperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85%
kasus timbul sebelum usia 30 tahun
Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda
Asma
Asma Alergik
(Ekstrinsik)
Atopik
Non-Atopik
Asma Non-Alergik
(intrinsik)
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 5/27
5
Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya
gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai
dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.
Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan
tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan
cenderung berkurang di kemudian hari Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
Ada riwayat keluarga yang menderita asma
Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat(Medicafarma,2008)
b. Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain :
Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen
yang spesifik Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap
alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif
Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di
kemudian hari (Medicafarma,2008)
Asma IntrinsikIntrinsik/idiopatik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang
bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara
dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktudan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien
akan mengalami asma gabungan. (Medicafarma,2008)
Sifat dari asma intrinsik :
o Alergen pencetus sukar ditentukan
o Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil
negatif
o Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan
oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda
o Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun
dan disebut juga late onset asma
o Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkalimenimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
o Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak
dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
o Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik
o Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya
sel LE
o Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
o Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
(Medicafarma,2008)
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 6/27
6
Namun klasifikasi diatas pada prakteknya tidak mudah dan sering pasien mempunyai kedua
sifat alergik dan non-alergik, sehingga Mc Connel dan Holgate membagi asma dalam 3
kategori, yaitu :
1) Asma ekstrinsik
2) Asma intrinsik
3) Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruktif kronik.
(sundaru dan sukamto, 2009)
Dalam GINA (Global Initiative for Asma) 2006 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
derajat penyakit asma, serta pola obstruksi aliran udara di saluran napas. Walaupun berbagai
usaha telah dilakukan, klasifikasi berdasarkan etiologi spesifik dari sekitar pasien.
Derajat penyakit asma ditentukan berdasarkan gabungan penilaian gambaranklinis, jumlah
pengunaan antagonis - 2 untuk mengatasi gejala, dan pemeriksaan fungsi paru pada evaluasi
awal pasien.
Pembagian derajat penyakit asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
1. Intermiten
- Gejala kurang dari 1 kali/minggu
- Serangan singkat
- Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan ( 2 kali)
o FEV1 ( forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada
detik pertama) 80% predicted atau PEF ( Peak Expiratory Flow) 80%
nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF ( Peak Expiratory Flow) atau FEV1 20 %
2. Persisten ringan
- Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
- Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
- Gejala nokturnal > 2 kali/bulan
o FEV1 ( forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada
detik pertama) 80% predicted atau PEF ( Peak Expiratory Flow) 80%nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 20-30%
3. Persisten sedang
- Gejala terjadi setiap hari
- Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
- Gejala nokturnal > 1 kali dalam seminggu- Menggunakan agonis - 2 kerja pendek setiap hari
o FEV1 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
4. Persisten berat
- Gejala terjadi setiap hari
- Serangan sering terjadi
- Gejala asma nokturnal sering terjadi
o FEV1 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik untuk individu
o Variabilitas PEF atau FEV1 > 30%
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 7/27
7
Pembagian lain derajat penyakit asma dibuat oleh Phelan dkk. (dikutip dan Konsensus
Pediatri Internatiol III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3, yaitu
sebagai berikut :
1. Asma episodik jarangMerupakan 75% populasi asma pada anak. Ditandai oleh adanya episode < 1x tiap 4-6
minggu, mengi setelah aktivitas berat, tidak terdapat gejala diantara episode serangan,
dan fungsi paru normal di antara serangan. Tetapi profilaksis tidak dibutuhkan pada
kelompok ini.
2. Asma episodik sering
Merupakan 20% populasi asma. Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering
dan timbulnya mengi pada aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemebrian
agonis-2.Gejala terjadi kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru diantara serangan
normal antagonis atau hampir normal. Terapi profilaksis biasanya dibutuhkan.
3. Asam persisten
Terjadi pada sekitar 5% anak asma. Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada
aktivitas ringan, dan diantara interval gejala dibutuhkan agonis-2 lebih dari3x/minggu karena anak terbangun di malam hari atau dada terasa berat di pagi hari.
Terapi profilaksis sangat dibutuhkan.
Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia membagi asma menjadi 3 derajat penyakit.
Parameter klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru
Asma episodik
jarang (asma
ringan)
Asma episodik
sering (asma
sedang)
Asma persisten
(asma berat)
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjangtahun, tidak ada
remisi
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis
diluar serangan
Normal (tidak
ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu
(ditemukan
kelainan)
Tidak pernah
normal
Obat pengendali(anti inflamasi)
Tidak perlu Non steroid/steroid
hirupan dosis rendah
Steroid hirupan /
oral
Uji faal paru
(di luar serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80%PEF/FEV1 < 60%
Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal
paru (bila ada
serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30%Variabilitas > 50%
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 8/27
8
Jika terdapat keraguan antara derajat penyakit yang satu dengan yang lainnya maka
tatalaksana diberikan sesuai dengan derajat yang lebih berat.
(Rahajoe et al, 2008)
LO 1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma
Obstruksi saluran napas
Bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau dengan pengobatan.
Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada, mengi dan
hiperesponsivitas bronkus terhadap berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang
utama adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang
dilepaskan sel inflamasi.
Hiperesponsivitas saluran napas
Mekanisme pasti hiperesponsivitas saluran napas belum diketahui jelas, diduga karena perubahan sifat otot polos saluran napas sekunder terhadap perubahan fenotip
kontraktilitas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di daerah peribronkial dapat
menambah penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos. Hiperesponsivitas
saluran napas dapat diukur dengan uji provokasi bronkus
Kontraksi Otot Polos Bronkus
Pada penderita asma terjadi peningkatan pemendekan otot polos bronkus saat kontraksi
isotonik. Perubahan fungsi kontraksi mungkin disebabkan oleh perubahan aparatus
kontraksi.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 9/27
9
Hipersekresi mukus
Terjadi hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet pada saluran napas penderita asma.Penyumbatan saluran napas oleh mukus hampir selalu didapatkan pada asma yang fatal.Hipersekresi mukus akan mengurangi gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi danmenyebabkan kerusakan struktur/ fungsi epitel.
Keterbatasan aliran udara ireversibel
Penebalan dinding saluran napas adalah karakteristik remodelling yang terdapat padasaluran napas besar maupun kecil. Gambaran ini terlihat secara patologi maupunradiologi.
Eksaserbasi
Episode eksaserbasi merupakan gambaran yang umum pada asma. Faktor penyebabeksaserbasi antara lain rangsangan penyebab bronkokonstriksi saja (inciter) sepertilatihan, udara dingin, kabut / asap dan rangsangan penyebab inflamasi (inducer)seperti pajanan alergen, sensitisasi zat di tempat kerja, ozon dan infeksi saluran napas
oleh virus
Asma malam
Biopsi transbronkus pada penderita asma malam menunjukkan akumulasi eosinofil danmakrofag pada malam hari di alveolar dan jaringan peribronkus.
Analisis gas darah
Asma menyebabkan gangguan pertukaran gas; derajat hipoksemia berkorelasi dengan penyempitan saluran napas akibat ketidakseimbangan ventilasi perfusi.
REMODELLING SALURAN NAPAS
Remodeling saluran respiratorik merupakan serangkaian proses yang menyebabkan
deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratorik melalui
proses diferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi struktur sel.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 10/27
10
Proses yang penitng dalam remodeling : kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan
epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/transforming
growth factors (TGF-b) dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi
myofibroblas. Myofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor
pertumbuhan. Kemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel -sel otot polos
saluran respiratorik dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah
vaskularisasi, neovaskularisasi dan jaringan saraf.
Hipertropi dan hyperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar
submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan
berat.Secara keseluruhan, saluran respiratorik pada asma memperilihatakan perubahan
struktur saluran respiratorik yang bervariasi yang dapat menyebabkan penebalan dinding
saluran respiratorik.
Selama ini asma diyakini sebagai obstruksi saluran respiratorik yang bersifat
reversible. Pada sebagian besar pasien, reversibelitas yang menyeluruh dapat diamati
pada penukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi kortikosteroid.Namun beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respiratorik residual yang dapat
terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala, hal ini menceerminkan adanya
remodeling saluran nafas.
Hiperreaktifitas saluran nafas
Hal yang menyebabkan hipereaktivitas saluran nafas adalah :
a. Inflamasi saluran nafas
b. Kerusakan epitel
c. Mekanisme neurologisd. Gangguan intrinsik
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 11/27
11
e. Obstruksi saluran nafas
LO 1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma
Tanda/gejala Ringan Sedang Berat tanpa
ancaman
Berat dengan
ancaman henti
napas
Sesak Berjalan, bayimenangis keras
Berbicara, bayimenangis
pendek danlemah serta
kesulitanmenyusui
Istirahat,bayitidak mau
makan/minum
Posisi Bisa berbaring Lebih sukaduduk
Duduk bertopanglengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkinirritable Biasanyairritable Biasanyairritable Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, seringhanya padaakhir ekspirasi
Nyaringsepanjangekspirasiinspirasi
Sangat nyaring,terdengar tanpastetoskopsepanjangekspirasi daninspirasi
Sulit/tidakterdengar
Penggunaan otot
bantu
respiratorik
Biasanya tidak Biasanyamenggunakan
Ya Gerakan paradoks torako-
abdominal
Retraksi Dangkal,retraksiintercostal
Sedang,ditambahretraksisuprasternal,
hiperinflasi dada
Dalam,ditambah napascuping hidung
Dangkal/hilang
Frekuensi napas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea
Saturasi
Oksigen
>95% 90-95% <90% <90%
Frekuensi nadi Normal Takikardia Takikardia Bradikardia
Auskultasi Hanya mengi
pada akhirekspirasi
Mengi inspirasi
dan ekspirasi
Suara napas
tidak terdengar
Saturasi
Karbondioksida
<45mmHg <45mmHg >45mmHg
PaO2 Normal, biasanya tidka
perlu diperiksa
>60mmHg <60mmHg
PEFR atau
FEV1 pra
bronkodilator
dan pasca
bronkodilator
>60% ; >80% 40-60% ; 60-80%
<40% ; <60% ;respon <2jam
Pulsus
Paradoksus
Tidak ada,
<10mmHg
Ada, 10-
20mmHg
Ada, >20mmHg Tidak ada, tanda
kelelahan ototnapas
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 12/27
12
LO 1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Asma
A. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien yaitu :
Riwayat hidung mampat, atau berair (ingusan) rhinitis alergi
Mata merah, gatal dan berair konjungtivis alergi
Eksim atopi
Batuk sering kambuh disertai mengi
Flu berulang
Adanya hambatan pernafasan saat beraktifitas terutama saat berolahraga
Sering terbangun pada malam hari
Adanya riwayat keluarga
Memelihara binatang dalam rumah
Banyak kecoa
Kebiasaan merokok pada pasien atau keluarga pasien
B. Pemeriksaan Fisik
Ronki (suara tambahan pada pernafasan)
Takipnea (pernafasan cepat)
Rales/ crackles (ronki basah) terputus-putus terdengar saat inspirasi
Fases ekspirasi memanjang
Orthopnea sulit bernafas kecuali dengan keadaan tegak
Penyempitan dada
C. Pemeriksaan Penunjang
Menggunakan spirometri mengukur kapasitas volume ekspirasi paksa dalam 1
detik (FEV1), kapasitas vital paksa (FVC) dan parameter Tiffeneau (FEV1/VC)
Peak Flow Meter / PFM alat pengukur faal paru yang sederhana, alat tersebut
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Spirometer lebih
diutamakn dibanding PFM karena PFM kurang sensitif
X-ray dada / thorax
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 13/27
13
Pemeriksaan IgE Skin prick test (Uji tusuk kulit) menunjukkan adanya
antibodi spesifik pada kuit untuk mencari faktor pencetus, bila uji tusuk tidak
dapat dilakukan (pada dermographism) mengunakan Radioallergosorbent test
(RAST)
Skin prick test
RAST
Petanda inflamasi biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan
kadar ksida nitrit pada ekspirasin
Pada sputum didapatkan :
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil
.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 14/27
14
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
(Medicafarma,2008)
Uji hipereaktifias bronkus / HRB tes provokasi bronkial spesifik (droplet
ekstrak alergen spesifik), dan tes provokasi nonspesifik (latihan jasmani, inhalasi
udara dingin atau kering, histamin dan metakolin)
Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
(Medicafarma,2008)
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
♆ Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
♆ Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
♆ Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
♆ Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
♆ Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.(Medicafarma,2008)
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 15/27
15
D. Kriteria Diagnosis
Munculnya gejala pada malam hari atau pagi (lebih sering pada subuh) biasanya
sesak nafas dan batuk (baik produktif maupun tidak) khususnya pada :
Setelah paparan alergen
Selama, atau setelah penggunaan energi berlebih misalnya saat olahraga
Pemaparan pada rangsangan termal, misalnya pada udara dingin
Pemaparan pada asap dan debu
Riwayat keluarga (alergi dan atau asma)
Obstruksi (FEV1/VC<70%) dan FEV1 meningkat >15% (minimal 200ml)
Peningkatan FEV1 >15% selama atau 30 menit setelah latihan fisik (asma
exertional)
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 16/27
16
Mengi/wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah
anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda, dan pada saat
diperiksa tanda wheezing , sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Asma sulit didiagnosis
pada anak di bawah 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan
faal/fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow
meter , atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Lainnya bisa melalui uji provokasi
bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 17/27
17
NaCl hipertonis. Pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak melalui 3
cara, yaitu didapatkannya :
Variabilitas pada PFR ( peak flow rate) atau FEV1 ( forced expiratory volume in 1
second ) ≥15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam
satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang
pemeriksaannya berlangsung ≥ 2 minggu.
Reversibilitas pada PFR atau FEV1 ≥15%
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah
pemberian inhalasi bronkodilator.
Penurunan ≥20% pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus dengan
metakolin atau histamin.
Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain
mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma. Pada anak dengan
tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian obat asma baik sekali,
maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut.
LO 1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Asma
Penyakit KeteranganInfeksi
Bronkiolitis (RSV) Individu atopik mungkin mempunyai kecendrungan
untuk mengi dengan RSV
Pneumonia Penyakit demam akut
Croup Batuk menggonggong, stridor, lebih daripada mengi
Tuberkulosis,
Histoplasmosis
Limfadenopati menekan bronkus dengan mengi
Bronkiektasis Konginetal, didapat, infeksi tingkat pertama kedua
Bronkiolitis Obliterans Proses pascainfeksi (influenza, adenovirus, campak)
Bronkitis Kemungkinan asna
Anatomik Kongenital
Kistik Fibrosis Cincin
Vaskuler
Gejala-gejala menetap, jari tabuh, streptococcus
aureus, Pseudomonas aeruginosa, P. Cepacia
Diskinisia Siliaris Kelainan yang terkait esophagus
Cacati Imun Limfosit B Infeksi kronis, berulang-ulang situs invertus
Gagal Jantung
Kongestif
Infeksi sinopulmonal berulang
Laringotrakeomalasia Bising, shunt yang besar dari kiri ke kananTumor, Limfoma Stridor, pernafasan yang berisik sejak lahir
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 18/27
18
Fisula Trakeoesofagus
tipe-H
Obstruksi bronchial
Fistula Trakeoesofagus
yang diperbaiki
Jarang, sukar didiagnosis, [neumonia aspirasi
berulang sejak lahir
Refluks Gastroesofagus Penderita mempunyai resiko bertambahnya refluks
dan mengi, kemungkinan asma. Dapat juga
memperburuk asma sebenarnya
Vaskulitis,
Hipersensitivitas
Aspergilosis
Bronkopumonal
Alergika
Eosinofilia mencolok, kadar IgE serum tinggi,
sputum positif untuk aspergilosis
Alveolitis Alergika,
PneuminitisHipersensitivitas
Reaksi terhadap antigen asing (jamur, protein
burung, tumbuh-tumbuhan), pekerjaan
Sindrom Churgg-
Strauss
Angiitis dan granulomatosis laergika, eosinofilia
Periarteritis Nodosa Mutisistem (ginjal, paru, saraf), eosinofilia
Lain-lain
Aspirasi Benda Asing
Tromboemboli Paru Batuk berdahak, menyesakkan nafas, mengi
setempat dan suara pernafasan berkurang
Batuk Psikogenik Nyeri dada akut, hipoksia
Sarkoidosis Tidak batuk selama tidur
Displasia
Bronkopulmonal
Penyumbatan paru akibat limfadenopati
Riwayat prematuritas, dapat member kecendrungan
pada asma
LO 1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Asma
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 19/27
19
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma
jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini
tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu.
Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat
profilaksis. Obat ini digunakan untuk
mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian
pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya
kemudian pemberiannya diturunkan pelan- pelan yaitu 25% setip penurunan setelah tujuan
pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.
Obat-obat Pereda (Reliever) :
I. Bronkodilator
a. Short- acting ß2 agonist :Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.
Reseptor ß2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel
inflamasi, jantung, pembuluh darah,
otot lurik, hepar, dan pankreas. Obat ini menstimulasi reseptor ß2 adrenergik
menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot
polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya
bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan
permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast
Epinefrin/adrenalin Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada ß2 agonis
selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor ß1, ß2, dan a sehingga
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia,
tremor, dan hipertensi. Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena
durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping,
terutama pada jantung dan CNS.
ß2 agonis selektif
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 20/27
20
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol. Dosis salbutamol oral :
0,1- 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam. Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1
mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),
interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam
(dosis maksimum 15 mg/jam). Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam. Pemberian inhalasi
(inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10
menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 - 4 semprotan tiap 3 - 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
b. Methyl xanthine Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan ß2 agonist inhalasi, tapi karena efek
sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada
serangan asma berat dengan kombinasi ß2 agonist dan anticholinergick. Efek
bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan
inhibisi PDE 4 dan PDE 5.
Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.
Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang
lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan
absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine
didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu.
Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
a. 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
b. 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
c. 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
d. > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebihtinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.
c. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi ß2
agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,
nebulisasi tiap 4 jam. Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan
dosis: untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek
sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi
tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.
d. Kortikosteroid
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 21/27
21
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:
Terapi inisial inhalasi ß2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup
lama
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid
hirupan sebagai kontroler. Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang
di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2
mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan
paru dan menurunkan permeabilitas vascular.
Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan
paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.
Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.
Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 –
1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.
e. Ekspektoran
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan
menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan
dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang mengandung
antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH),
Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG).
f. Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan
infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Obat – obat PengontrolObat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled ß2-agonist, theofilin, cromones,dan long acting oral ß2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan
penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan
asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan.
Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol
gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, danmengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan. Glukokortikosteroid dapat
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 22/27
22
mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan
mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor ß2 agonist. Dosis yang
dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).
Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat,
dan gangguan pada gigi dan mulut.
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA) Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin
hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA.
Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut:
a. LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane
b. Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;
c. Dapat diberikan per oral.
d. Montelukast. Hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak
mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat Montelukast ini belum ada di Indonesia;e. Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan
kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)
sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos,
serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.
Ada 2 preparat LTRA :
– Montelukast Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1
kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
– Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun
dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada
berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek
samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga
perlu pemantauan fungsi hati.
3. Long acting ß2 Agonist (LABA) Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS
400ug dengantambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV pagi dan
sore, penggunaan steroid oral,menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.
Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone
propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretidedalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan
obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.
4. Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah. Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala,
stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang,
perdarahan lambung.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 23/27
23
Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi
dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai
10mg/kgBB/hari.
Prinsip terapi inhalasiTerapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas
melalui penghisapan. Terapi pemberian ini, saat ini makin berkembang luas dan
banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam
obat seperti antibiotik,mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan
pada terapi inhalasi.Obat asma inhalasi yang memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-
paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi keluhan sesak
napas. Untuk mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus
berukuran sangat kecil (2-5 mikron).
Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran
napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan asma karena
setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran
pernapasan yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk
mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap dosis lebih murah. Untuk efek
samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah.
Jenis Terapi Inhalasi
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa,
tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang
tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh pasien, orang cacat, dan
orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai.
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 24/27
24
Berikut beberapa alat terapi inhalasi:
Metered Dose Inhaler (MDI)
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga
kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan diorofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan
panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml.
Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.
Dry Powder Inhaler (DPI)
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup
kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan
obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan
MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih
konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun
Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke
paruparu. Pasien tidak akan mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak
perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Satu produk turbuhaler mengandung 60-200
dosis.
Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk:
Bricasma, Pulmicort, Symbicort Rotahaler.
Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap
obat, rotahaler harus didiisi dulu dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler
hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan usia lanjut. Contoh
produk: Ventolin Rotacap
Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah
diubah menjadi bentuk kabut. Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan
mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis nebulizer berupa kompresordan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien
cukup bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu
dosis obat akan terhirup habis tidak lebih dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan
dengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas. Anak-anak usia
kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer.Untuk
memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme
akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan sesak napas dan epiglottis Keuntungan
nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya
seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat
menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer
ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute lainnya seperti:
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 25/27
25
subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu
mengeluarkan sekresi bronkus.
LO 1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma
PneumothoraxKeadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru – paru
kesulitan untuk mengembang.
Pneumodiastinum
Adanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum.
Emfisema
Pembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai
dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas.
Atelektasis
pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Bronchitis
Peradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.
Gagal nafas
Perubahan bentuk thorax
Thorax membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen terlihat diafragma
letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, hilus kiri dan kanan bertambah. Pada
asma berat dapat terjadi bentuk dada burung (pektus karinatum/ pigeon chest) dan
tampak sulkus Harrison.
LO 1.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Asma
1. Mencegah sensitasi
Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitasi alergi (terjadinya atopi,
diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya
asma pada individu yang sensitasi.
2. Mencegah eksaserbasi
Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor)
seperti tungau debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti
polan, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan
beberapa faktor seperti menghentukan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan
kerja, makanan, adiktif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki kontrol
asma serta keperluan obat. Biasanya penderita bereaksi terhdap banyak faktor
lingkungan sehingga usaha menghindari alergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain
yang harus dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif, obesitas,
emosi-stress dan berbagai faktor lainnya.
LO 1.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50 – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 26/27
26
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7 – 10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26 – 78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 – 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70 – 80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
Daftar Pustaka
7/18/2019 wrap up skenario 3
http://slidepdf.com/reader/full/wrap-up-skenario-3-56d656192d0ad 27/27
Faisal Yunus Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia SMF Paru. RSUP
Persahahatan, Jakarta
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
http://www.asthmastuff.com/nebulizer.html. Diakses pada 27 Februari 2014
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 26 Februari 2014 dari Medicafarma:
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit . Jilid 1.
Edisi 6.
Rahajoe N.N, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2008. p : 108-109
Sudoyo A.w, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu penyakit Dalam. 2009. p : 404