wasiat diantara waris dan hibah

15
WASIAT DIANTARA WARIS DAN HIBAH (TINJAUAN KAIDAH FIKIH DAN PRANATA SOSIAL) Achmad Otong Busthomi Pendahuluan Wasiat adalah salah satu tradisi yang berkembang dimasyarakat khususnya di Indonesia, disamping sebagai ajaran agama juga dipahami sebagai adat istiadat, sehingga pengertiannya menjadi kabur, sangat sulit untuk membedakan mana wasiat, mana waris dan mana hibah. Hal itu dapat dilihat didalam pranata sosial kita. Wasiat ini adalah proses pemindahan hak kepemilikan dari seseorang kepada orang lainnya, baik kepada kerabat,keluarga bahkan orang yang tidak punya ikatan sekalipun, bahkan kepada lembaga ataupun yayasan. Akan tetapi didalam prakteknya atau bahkan kalau definisinya tidak “jami’ mani’” maka akan banyak kemiripan dalam proses transaksionalnya, contohnya ketika pengertian wasiat dipenggal didepan “proses pemindahan hak kepemilikan dari seseorang kepada orang lain”, ini bisa mengacu pada jual beli, ibra,hibah, waris dll. Didalam kitab-kitab fikih banyak dibahas tentang pengandaian didalam wasiat, seperti didalam wasiat yang bersifat “manfaat”. Si Musi (Pewasiat) berkata kepada penerima wasiat didepan saksi “saya mewasiatkan kepada fulan untuk mengambil manfaat tanah ini sampai tanah ini bisa menghasilkan” ketika tanah tersebut tidak bermanfaat maka sifulan tidak bisa lagi menggarap tanah tersebut dan tidak bisa memiliki tanah tersebut, karena akadnya adalah wasiat 1

Upload: vialdifaizaladha

Post on 28-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

WASIAT DIANTARA WARIS DAN HIBAH

(TINJAUAN KAIDAH FIKIH DAN PRANATA SOSIAL)

Achmad Otong Busthomi

 

Pendahuluan

Wasiat adalah salah satu tradisi yang berkembang dimasyarakat khususnya di

Indonesia, disamping sebagai ajaran agama juga dipahami sebagai adat istiadat, sehingga

pengertiannya menjadi kabur, sangat sulit untuk membedakan mana wasiat, mana waris

dan mana hibah. Hal itu dapat dilihat didalam pranata sosial kita. Wasiat ini adalah proses

pemindahan hak kepemilikan dari seseorang kepada orang lainnya, baik kepada

kerabat,keluarga bahkan orang yang tidak punya ikatan sekalipun, bahkan kepada lembaga

ataupun yayasan. Akan tetapi didalam prakteknya atau bahkan kalau definisinya tidak

“jami’ mani’” maka akan banyak kemiripan dalam proses transaksionalnya, contohnya

ketika pengertian wasiat dipenggal didepan “proses pemindahan hak kepemilikan dari

seseorang kepada orang lain”, ini bisa mengacu pada jual beli, ibra,hibah, waris dll.

Didalam kitab-kitab fikih banyak dibahas tentang pengandaian didalam wasiat,

seperti didalam wasiat yang bersifat “manfaat”.  Si Musi (Pewasiat) berkata kepada

penerima wasiat didepan saksi “saya mewasiatkan kepada fulan untuk mengambil manfaat

tanah ini sampai tanah ini bisa menghasilkan” ketika tanah tersebut tidak bermanfaat maka

sifulan tidak bisa lagi menggarap tanah tersebut dan tidak bisa memiliki tanah tersebut,

karena akadnya adalah wasiat manfaat. Hal yang demikian akan dibahas lebih lanjut pada

bagian problematika di masyarakat./

Sejarah Wasiat

Bahwa wasiat adalah salah satu kebiasaan yang telah lama dilakukan, meskipun

demikian ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan bentuk wasiat yang diinginkan oleh

ajaran Islam, demikianlah selayang pandang tentang sejarah wasiat :

1. Dimasa Rumawi : ketua keluarga membagikan harta keluarganya dengan tidak adil

bahkan tidak ada aturannya, seringkali mewasiatkan kepada orang luar selain

keluarganya, bahkan melarang anak-anaknya untuk mewarisi harta kekayaannya,

paling bagus menyisakan ¼ harta untuk keluarganya, itupun dengan aturan yang

sangat ketat sekali.

2. Dimasa Arab Jahili : Orang arab memberikan wasiatnya kepada orang luar (ajnabi)

sebagai bentuk kesombongan dan meninggalkan keluarganya dalam kadaan fakir.

1

Page 2: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

3. Dimasa Islam : datang azas legalitas wasiat surat an nisa ayat 12

�ه�ن� ان� ل ��ن ك �د� ف�إ �ه�ن� و�ل �ن ل �ك �م� ي �ن ل �م� إ و�اج�ك �ز� ك� أ �ر� �ص�ف� م�ا ت �م� ن �ك و�ل

�ن� ك �ر� �ع� م�م�ا ت ب �م� الر% �ك �د� ف�ل ا و�ل ين� ب�ه� ي�ة ي�وص� �ن) م�ن ب�ع�د� و�ص� و� د�ي� أ

د� ��م� و�ل �ك ان� ل ��ن ك إ �د� ف ��م� و�ل �ك �ن ل �ك �م� ي �ن ل �م� إ �ت ك ر� ��ع� م�م�ا ت ب �ه�ن� الر% و�ل�م �ت ك �ر� %م�ن� م�م�ا ت �ه�ن� الث ا ف�ل ون� ب�ه��� ي�ة ت�وص��� �ن) م�ن ب�ع�د� و�ص��� و� د�ي

� أد) �ل- و�اح ��ك �خ�ت� ف�ل و� أ

� �خ� أ �ه� أ �ة� و�ل أ �و ام�ر� �ة4 أ �ل �ال ث� ك �ور� ج�ل� ي �ان� ر� �ن ك و�إ�اء ف�ي ك ر� �ك� ف�ه�م� ش �ر� م�ن ذ�ل ��ث �ك � أ �و�ا ان ��ن ك إ �د�س� ف %ا الس ��ه�م م-ن

%ل�ث� ا الث ي�ة ي�وص�ى ب�ه� �ة4 م-ن� م�ن ب�ع�د� و�ص� �ر� م�ض�آرE و�ص�ي �ن) غ�ي و� د�ي� أ

�يم� .... النساء ل �يم� ح� Kه� ع�ل Kه� و�الل ﴾١٢﴿الل“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka

tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat

seperempatdari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau

(dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan

jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh

seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau

(dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan

yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara

laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari

kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,

maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya

atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah

menetapkan yang demikian itu sebagai) syari`at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

ية  يرا الوصرك خوت إن تدكم المر أح كتب عليكم إذا حضرةا على المتقين .... البقالمعروف حق﴿  للوالدين واألقربين ب

١٨٠﴾“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia

meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf,

(ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

د أعطى ه قوارث  إن اللية له, فال وصق حقل ذي ح ك)المتواتر(

“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada yang punya hak, dan tidak ada wasiat untuk

ahli waris”

ير من أن اء خك أغنيذر ورثتك أن تير, إن الثلث, والثلث كثتدعهم عالة يتكففون الناس )رواه الجماعة(

2

Page 3: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

“Sepertiga? Dan sepertiga itu banyak/besar, sesungguhnya jika engkau tinggalkan

pewarismu/anakmu dalam keadaan baik/berkecukupan lebih baik dari pada meninggalkannya

dalam keadaan sengsara/meminta-minta”

 

Definisi wasiat:

Wasiat adalah pemberian atau perjanjian kepada orang lain untuk melaksanakan

perintah baik ketika ia masih hidup atau setelah kematiannya. Wasiat juga bisa berarti

menjadikan hartanya untuk orang lain. Bahkan Ibnu Rush al hafid mengatakan bahwa

wasiat adalah hibah seseorang terhadap hartanya kepada orang lain atau kepada seseorang

setelah kematiannya1.

Secara istilah adalah wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik

berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat

sesudah orang yang berwasiat mati. Hal ini yang menjadikan wasiat berbeda dengan jual

beli atau hibah (bukan hanya sekedar pertukaran barang) atau sewa menyewa (yang hanya

bisa mengambil manfaat tanpa harus memiliki) lebih spesifik lagi bahwa wasiat adalah

transaksi setelah kematian atau bersedekah (tabarru’) setelah mati.

Rukun wasiat

Sebagian ulama Hanafiah mengatakan bahwa rukun haji ada satu yaitu “Ijab dari

pewasiat”, sedangkan “qabul” dari penerima wasiat merupakan syarat wasiat. Menurut

Jumhur Rukun Wasiat ada 4 yaitu :

1. Pewasiat (Mushi)

2. Penerima wasiat (Mushi lahu)

3. Materi wasiat (Musi bihi)

م� إع�ط�اؤ�ه� �خ�ذ�ه� ح�ر- م� أ م�ا ح�ر-“Apa yang diharamkan untuk mengambilnya maka diharamkan pula untuk memberikannya”

اذ�ه� -خ� م� ات �ه� ح�ر- �ع�م�ال ت م� اس� م�ا ح�ر-“Apa yang diharamkan untuk memakainya maka diharamkan pula untuk mengambilnya”

4. Sigah2 atau wasiat3

Tatacara wasiat

1 Ibnu Rush al Hafid, Bidayatul Mujtahid, juz 2 hal 252

2 Wahbah Zuhaili,al fiqh al islam wa Adillatuh, juz 8 hal 15

3 Ibnu Rush al Hafid, Bidayatul Mujtahid, juz 2 hal 250

3

Page 4: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

Wasiat dapat dilaksanakan dengan salah satu dari 3 cara, yaitu dengan

ungkapan/lisan, atau tertulis, isyarat yang dapat dipahami.

�ارة� ق�وم� م�ق�ام� الع�ب� ة� ت ار� �ش� = الكتابة� كالخطاب�  اإل“Tanda /Isyarat menduduki kedudukan pernyataan yang diucapkan” = “Tulisan adalah

sama dengan ucapan”

اس� كالبيان� باللسان� �ح�ر� اإلشارة� المعهودة� لأل“Isyarat yang diketahui yang biasa dilakukan oleh orang bisu sama kedudukannya dengan

penjelasan dengan lisan”

Syarat wasiat menurut Hanafiah ada syarat sah, syarat nafad, dan syarat tawaqquf

Syarat sah pewasiat (mushi) adalah :

1. Mukallaf/balig, berakal, merdeka

2. Atas kemauan sendiri tanpa paksaan

Sedangkan untuk syarat “nafad” untuk pewasiat adalah tidak mempunyai hutang

yang akan menghabiskan seluruh harta yang dimilikinya, sedangkan membayar hutang

harus didahulukan dari waris, hibah dan wasiat, kalau seandainya hutangnya dapat ditutup

maka wasiat dapat terelisasi, tapi apabila tidak mencukupi maka wasiatnya menjadi

batal/tidak sah. Syarat sah penerima wasiat (mushi lahu) :

1. Penerimanya ada

2. Jelas

3. layak

4. Bukan pembunuh pewasiat

5. Tidak dalam keadaan perang

Sedangkan syarat “nafad’ untuk penerima waris adalah dia bukan ahli waris dari

pewasiat, kalau seandainya ia termasuk ahli waris harus mendapat pesetujuan saudaranya,

kalau disetujui maka warisanitu terealisasi/nafad. Syarat sah Materi wasiat (musi bihi) :

1. Berupa harta

2. Bernilai

3. Dapat dimiliki

4. Milik pewasiat

5. Bukan maksiat

Sedangkan syarat “nafad” untuk mushi bihi adalah :

1. Barangnya tidak habis karena hutang

2. Tidak lebih dari 1/3

4

Page 5: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

Hukum Wasiat :

1. Wajib, seperti wasiat untuk mengembalikan barang tititpan, atau pelunasan hutang,

kafarat, fidyah dll

2. Mustahab, seperti wasiat kepada kerabat selain ahli waris yang membutuhkan,

untuk mencari kebaikan dan kebajikan.

3. Mubah, seperti wasiat kepada orang kaya.

4. Makruh haram, seperti wasiat untuk maksiat, kepada fasik, membuat gereja

Masalah yang terjadi di masyarakat/Pranata sosial :

1. Masalah dalam wasiat yang paling mendasar adalah apakah penerimaan menjadi

yang paling utama dalam penerimaan wasiat, adalah memiliki atau “qobdu” apakah

menjadi syarat atau tidak, hal ini juga yang terjadi didalam hibah. Contohnya si A

menerima wasiat berupa sebuah mobil avansa dari si B, karena mobil itu dipke oleh

si B selama hidupnya, maka ketika si B meninggal si A harus puas menerima

keadaan mobil avansa dari si B.

2. Pembagian warisan yang menyerupai hibah. Biasanya hal ini terjadi ketika salah

satu suami istri meninggal (misal istrinya), lalu warisan dibagi kepada ahli waris,

akan tetapi karena suami/bapaknya masih hidup maka yang akan diwariskan

dikuasai oleh sang bapak. Menyerupai hibah karena salah satu orang tuanya masih

hidup dan warisan sudah dikapling-kapling.

3. Wasiat yang berubah menjadi warisan atau hibah. Contohnya ada seorang petani

mewasiatkan sebidang sawah untuk saudaranya, karena saudaranya tersebut telah

banyak membantunya, ketika petani tersebut meninggal maka saudaranya dapat

membuat surat kepemilikan berupa surat hibah dari anak petani tersebut. Akan

tetapi kalau saudaranya tersebut adalah termasuk ahli waris maka ia bisa membuat

surat kepemilikannya berupa akta waris.

4. Wasiat yang berubah menjadi warisan atau jual beli. Ada saudagar Z memberikan

hibah kepada anaknya A dengan sepengetahuan dan persetujuaan anaknya yang lain

yaitu B,C,D. ketika saudagar itu meninggal, warisan BCD dibeli sama A. ketika A

ingin membuat akta wasiat dia tidak bisa, karena Z telah meninggal, wal hasil dia

memasukan bagian wasiatnya ke akta jual beli atau akta waris (pembagian harta

bersama).

5. Wasiat kepada orang lain. Hal ini dianjurkan kalau memang ahli warisnya telah

mapan dan tidak boleh melebihi 1/3 hartanya (setelah dikurangi hutang, kafarat, dll)

5

Page 6: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

6. Wasiat berupa infak/sedekah. Inipun dibolehkan, wasiat berupa azas manfaat.

Sekilas tentang KHI yang memebicarakan tentang wasiat :

Pasal 194 ayat 3 “Pemilikan terhadap benda seperti dalam ayat 1 pasal ini baru

dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia”

Pasal 195 ayat 2 “Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta

warisan kecuali apabila semua ahli waris menyutujui.

Ayat 3 “Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris”

Pasal 197 ayat 1 “Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat ……..:

a. “Dipersalahkan membunuh/mencoba membunuh atau menganiaya berat

kepada pewasiat”

b. “Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa

pewasiat telah melakukan kejahatan yang diancam lima tahun penjara atau

lebih berat”

c. “Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk

membuat/mencabut/merubah wasiat”

d. “Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak/memalsukan suarat wasiat

pewasiat”

Ayat 2 “Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk menerima wasiat …..”

a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum

meninggalnya pewasiat

b. Mengetahui adanya wasiat tapi ia menolak untuk menerimanya

c. Mengetahui adanya wasiat teapi tidak pernah menyatakan menerima atau

menolak sapai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat

Pasal 198 wasiat yang berupa hasil atau pemanfaatan suatu benda harus diberikan

jangka waktu tertentu

Pasal 199 tentang pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau

notaris dengan disaksikan 2 orang saksi”

Pasal 200 “Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila mengalami

kerusakan atau penyusutan sebelum pewasiat meninggal, maka penerima wasiat hanya

menerima harta yang tersisa”

Pasal 201 “Apabila wasiat melebihi 1/3 dari harta warisan, sedangkan ahli waris

ada yang tidak setuju, maka wasiat hanya dilaksananakan sampai 1/3 harta warisnya”

 

6

Page 7: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

Wasiat wajibah dalam KHI hanya menyangkut rusan anak angkat dan orang tua

angkat apabila keduanya tidak menerima dari masing-masing maka banginya 1/3 dari harta

warisan (Pasal 209).

Hibah pasal 210 KHI “…….Dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta

bendanya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi untuk dimiliki”

Pasal 211 ‘Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai

warisan”

Pasal 212 “Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada

anaknya”

Pasal 213 “Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit

yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari hali warisnya”

Sekilas tentang Hibah

Rukun Hibah adalah :

1.      Pemberi Hibah (Wahib)

2.      Penerima Hibah (Mauhub Lahu)

3.      Barang Yang Diberikan (Hibah)

Didalam hibah juga mengenal istilah 1/3 (tsulus), artinya memberikan kepada

saudara atau orang lain tidak boleh lebih dari 1/3 hartanya. Hal ni berdasarkan hadis Imron

bin hishin dari nabi Saw.

هلى الله صول اللأمره رسه, ف في الذي أعتق ستة أعبد عند موتعليه وسلم فأعتق ثلثهم وأرقK الباقي

“yang memerdekakan 6 budak yang dimilinya ketika kematiannya, Rasulullah Saw memerintahkan untuk

memerdekakan budak 1/3 saja sisanya kembalikan/diwariskan kepada ahli warisnya” Ad dhahiri

mengatakan bahwa hadis ini berkaitan dengan wasiat.”

لى  حديث النعمان بن بشير"إن أباه بشيرا أتى به إلي رسول الله صالان لي, فقذا الغالم كني هال : إني نحلت� ابلم فق الله عليه وسالذا؟ قل ه�ه مث رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكلK ولدك نحلت

ال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فارتجعه"“Bahwa Basyir bapaknya Nu’man datang kepada Rasulullah Saw bahwa dia telah memberikan salah satu

anaknya (sesuatu), rasulullah Saw bertanya “Apakah setiap anakmu mendapatkannya? Basyir menjawab

tidak, Rasulullah Saw bersabda “Maka ambilah kembali pemberianmu”

7

Page 8: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

Hadis ini memberikan pelajaran bahwa tidak boleh mengangungkan atau

memuliakan anak satu dengan lainnya. Apabila anak yang satu mendapatkan pemberian

maka hendaklah anak yang lain juga mendapatkannya.

Beberapa Kaidah Fikih yang berkaitan dengan wasiat, hibah dan waris

تصرف في التركة مضاف إلى ما بعد الموت“Harta warisan dilaksanakan setelah kematian”

ادة لكم فيوالكم, زياتكم, بثلث أمد وفدق عليكم عنه تص إن اللأعمالكم )رواه خمسة من الصحابة(

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk bersedekah ketika menjelang kematian

kalian, dengan 1/3 harta kalian, hal itu sebagai tambahan amal baik kalian”

ب�  ر� ��ق ف� أل ��و�ق و� ال� �ة�, أ ي ��و�ص د- إال ف�ي ال ��ج ه� ع�ل�ى ال ��ن , و�اب Eم� �خ� أل د�م� أ ��ق ال ي

�و�الء�. , و�ف�ي ال �ك� �ج�د- إال ف�ي ذ�ل ب) ع�ل�ى ال� و� أل

� ق�يق�, أ �خ� ش� . و�ال أ �ق�ار�ب� األ

“Jangan dahulukan saudara ibu dan anaknya dari pada kakek kecuali dalam urusan

warisan, atau wakaf ……

غ�ل� ش�� � ي غ�ول� ال الم�ش�“Sesuatu yang dijadikan obyek perbuatan, maka tidak boleh dijadikan obyek perbuatan

lain”

�ر� ف�ض�ال  �ث ك� �ان� أ �ر� ف�ع�ال, ك �ث ك

� �ان� أ م�ا ك“Banyak berbuat banyak kebaikan”

ال وصية لوارث“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

كل% من ورث شيأ ورثه بحقوقه�“Setiap orang yang mewarisi sesuatu, maka dia mewarisi pula hak-haknya”

ال تركة� إال بعد� سداد� الدين“Tidak ada harta peninggalan kecuali setelah dibayar lunas hutangnya (orang yang

meninggal)”

�كية� للوارث� إال بعد� سداد� الدين ال م�ل“Tidak ada hak kepemilikan harta bagi ahli waris kecuali setelah dilunasi hutangnya”

ال يصح الوصية� بكل- المال“Tidak sah wasiat dengan keseluruhan harta”

اال ل مبته, وكز ه ما جاز بيعه جازت هبته, وما لم يجز يبعه لم تجيصح قبضه ال تصح هبته

8

Page 9: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

“Apa yang boleh dijual belikan, boleh dihibahkan, dan apa yang tidak boleh dijual belikan

tidak boleh dihibahkan, dan setiap yang tidak boleh dimiliki tidak boleh dihibahkan”

Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel ini :

NO WASIAT WARIS HIBAH KET

1Rukunnya, pewasiat, penerima wasiat, yang diwasiatkan

sama samaPemberi,

penerima,yg diberikan

2Diberikan setelah pemberi meninggal

sama Masih hidup

3 Tidak boleh melebihi 1/3Boleh kalau

ashobahsama

4 ikhtiari ijbari ikhtiari

5Kalau diberikan kepada keluarga dihitung waris

sama sama

6 Bisa berkurangTidak

berkurangsama

Apabila tidak langsung dimiliki (hibah) membayar hutang pemeberi

(wasiat)

7Bisa berupa manfaat suatu benda

tidak bisa

Daftar Pustaka :

Al-Burnu, Muhammad shidqi bin Ahmad. al Wajiz fi al Idhoh qawaid al fiqh al kulliyah,

Muassasah ar risalah cet 1 1983

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah FikihKencana PrenadaMedia Grup, tahun 2011

_________ Kitab Undang-undang hukum perdata islam, Kiblat Umat Pres 2002

Ibnu Rusd al Hafid, Imam al Qodhi Abu al Walid Muhamad bin Ahmad , Bidayatul

Mujtahid wa Nihayatul Muktashid Jiz 2, Karya Putra Semarang, tanpa tahun

Ismail, Muhamad Bakar. al qawaid al fiqhiyah baina al asholah wa at taujih, darul manar

tanpa tahun

Kompilasi Hukum Islam, Nuansa Aulia, 2008

Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek),Wipress

tahun 2008

Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, 2010

Al-Zarqa, Musthofa Ahmad. Syarah al qawaid al fiqhiyah, cet 8, Darul Qalam 1989

Al-Zuhaily, Muhamad Musthofa. al qawaid al fiqh wa at tatbiqathiha fi madzahib al

arba’ah, darul fikiri 2009

9

Page 10: Wasiat Diantara Waris Dan Hibah

Al-Zuhaily, Wahbah. Al Fiqh Al IslamiWa’Adillatuh,Dar Al Fikr juz 8, tahun 1996

10