vol iv no 01 i p3di januari 2012

20
Permasalahan Hukum Konflik Lahan Dian Cahyaningrum *) Abstrak Konflik lahan banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan seringkali menimbulkan korban jiwa, selain juga kerugian harta benda. Akar konflik adalah penggunaan lahan yang diklaim masyarakat telah dikuasai selama bertahun-tahun atau eksplorasi sumber daya alam yang dirasa merugikan masyarakat. Konflik terjadi karena tidak ada titik temu antar pihak dalam persoalan penggunaan lahan. Mengingat kerugian yang ditimbulkan maka konflik harus ditangani dengan cepat. Penanganan dapat dilakukan di antaranya dengan pembentukan Pansus Konflik Agraria, tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bersalah, dan yang terutama adalah pembaharuan agraria. H U K U M Pendahuluan Kasus sengketa lahan sering terjadi di tanah air. Berdasarkan hasil pendataan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang tahun 2010 telah terjadi 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517.159 kepala keluarga yang berkonflik, dengan intensitas konflik sebagaimana dapat dilihat dalam tabel sebagai di samping. Sengketa lahan juga menempati angka tinggi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Komnas HAM tahun 2010, tercatat pengaduan kasus sengketa lahan mencapai 819 kasus. Sementara periode September 2007 hingga September 2008, pengaduan pelanggaran hak atas tanah menempati peringkat kedua dengan jumlah kasus 692 kasus. NO JENIS SENGKETA JUMLAH 1. Lahan perkebunan 45 kasus 2. Pembangunan sarana umum dan fasilitas perkotaan 41 kasus 3. Kehutanan 13 kasus 4. Pertambangan 3 kasus 5. Pertambakan 1 kasus 6. Perairan 1 kasus 7. Lain-lain 2 kasus Jumlah 106 kasus Berbagai sengketa lahan yang terjadi seringkali menimbulkan banyak *) Peneliti Madya bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected] Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012 - 1 -

Upload: yulia-indahri

Post on 05-Aug-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Permasalahan Hukum Konflik Lahan (Dian Cahyaningrum) Konferensi PUIC dan Beberapa Isu Aktual yang Perlu Direspons (Simela Victor Muhamad) Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum (Herlina Astri) Regulasi Pembatasan Kartu Kredit di Indonesia (Rafika Sari) Pengaturan Lembaga Penyiaran Publik (Handrini Ardiyanti)

TRANSCRIPT

Page 1: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

Permasalahan Hukum Konflik LahanDian Cahyaningrum*)

Abstrak

Konflik lahan banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dan seringkali menimbulkan korban jiwa, selain juga kerugian harta benda. Akar konflik adalah penggunaan lahan yang diklaim masyarakat telah dikuasai selama bertahun-tahun atau eksplorasi sumber daya alam yang dirasa merugikan masyarakat. Konflik terjadi karena tidak ada titik temu antar pihak dalam persoalan penggunaan lahan. Mengingat kerugian yang ditimbulkan maka konflik harus ditangani dengan cepat. Penanganan dapat dilakukan di antaranya dengan pembentukan Pansus Konflik Agraria, tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bersalah, dan yang terutama adalah pembaharuan agraria.

H U K U M

Pendahuluan

Kasus sengketa lahan sering terjadi di tanah air. Berdasarkan hasil pendataan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang tahun 2010 telah terjadi 106 konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517.159 kepala keluarga yang berkonflik, dengan intensitas konflik sebagaimana dapat dilihat dalam tabel sebagai di samping.

Sengketa lahan juga menempati angka tinggi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Komnas HAM tahun 2010, tercatat pengaduan kasus sengketa lahan mencapai 819 kasus. Sementara periode September 2007 hingga September 2008, pengaduan pelanggaran

hak atas tanah menempati peringkat kedua dengan jumlah kasus 692 kasus.

NO JENIS SENGKETA JUMLAH

1. Lahan perkebunan 45 kasus

2. Pembangunan sarana umum dan fasilitas perkotaan

41 kasus

3. Kehutanan 13 kasus

4. Pertambangan 3 kasus

5. Pertambakan 1 kasus

6. Perairan 1 kasus

7. Lain-lain 2 kasus

Jumlah 106 kasus

Berbagai sengketa lahan yang terjadi seringkali menimbulkan banyak

*) Peneliti Madya bidang Hukum pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012

- 1 -

Page 2: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 2 -

korban jiwa, selain juga harta benda yang tidak terhitung nilainya. KPA mencatat, sebanyak 23 petani dan penggarap lahan tewas akibat konflik kepemilikan tanah sepanjang 2007-2010. Selain korban tewas, terdapat 668 petani menjadi korban kriminalisasi. Sengketa lahan juga mengakibatkan 82.726 keluarga tergusur dari tanah mereka. Total konflik 2007-2010 mencapai 185 kasus. Senada dengan KPA, dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2011-2012 pada hari Senin, 9 Januari 2011, Anggota Komisi II DPR RI, Budiman Sudjatmiko dari Fraksi Partai Demoktasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) juga mengungkapkan bahwa sejak pemberlakuan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, sudah banyak petani yang menjadi korban konflik. Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 189 petani yang meninggal akibat kekerasan yang dialami karena tersangkut konflik agraria. Sebanyak 22 petani di antaranya meninggal pada tahun 2011 karena tindakan represif keamanan. Sekitar 33.000 desa juga rusak karena konflik agraria.

Akar persoalan konflik lahan pada dasarnya adalah masalah penggunaan lahan. Sepanjang belum ada pembenahan terhadap persoalan tersebut maka konflik akan terus terjadi dan korban juga akan semakin banyak berjatuhan. Pola setiap konflik hampir sama yaitu ada penerapan kebijakan oleh pemerintah atas suatu lahan. Di sisi lain, lahan itu sudah lebih dulu diklaim oleh masyarakat yang sudah menguasainya selama bertahun-tahun. Tidak ada titik temu dalam persoalan tersebut, sementara mediasi juga tidak berjalan sehingga pada akhirnya terjadilah kekerasan.

Kasus Konflik Lahan

Konflik lahan terjadi di berbagai wilayah Indonesia, di antaranya di Mesuji Lampung dan Sumatera Selatan, yang saat ini mendapat sorotan dari publik termasuk DPR RI. Kasus Mesuji terkait sejumlah pengelolaan lahan di kawasan hutan

tanaman industri Register 45 Way Buaya di Kampung Talang Pelita Jaya, Desa Talang Batu, Kecamatan Mesuji Timur, Kabupaten Mesuji, Lampung. Dalam kasus ini, konflik terjadi antara warga dan PT Silva Inhutani (PT SI). Kemudian, kasus di lahan di Desa Sritanjung, Kagungan, dan Nipah Kuning, Kecamatan Tanjung Raya, antara warga dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (PT BSMI). Selanjutnya, kasus lahan di Desa Sungai Sodong, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang menyebabkan konflik antara warga dengan PT Sumber Wangi Alam (PT SWA).

Catatan laporan khusus yang diterima Komisi III DPR menjabarkan, kasus Mesuji bermula dari adanya penerbitan ijin Hutan Produksi Hutan Tanaman Industri (HPHTI) oleh Menteri Kehutanan pada 1998 di Tulang Bawang, Kabupaten Mesuji, Lampung. Surat Keputusan Menteri Kehutanan menyatakan ijin tersebut diberikan kepada PT SI yang pada awalnya bekerjasama dengan PT BW dengan luas HPHTI 42,760 hektar. Persoalan mulai timbul karena tidak adanya hubungan baik antara pihak perusahaan dan masyarakat adat sehingga di dalam sosialisasi luasan atau batasan areal tidak terselenggara dengan baik. Dalam menyelesaikan persoalan, perusahaan dituding cenderung menggunakan cara-cara represif, yaitu diduga dengan melibatkan institusi Polri. Sebagaimana terekam dalam video yang dibawa perwakilan warga Mesuji pada saat melapor ke Komisi III DPR RI pada tanggal 14 Desember 2011, telah terjadi pembantaian warga oleh aparat keamanan dan kerusakan rumah warga. Menurut warga, konflik lahan tersebut diduga telah menewaskan sekitar 30 orang.

Kasus yang serupa di Mesuji juga terjadi di Pulau Padang, Riau. Terkait dengan kasus ini, sekitar 80 warga Pulau Padang, Kecamatan Marbau, Kabupaten Meranti, Riau sudah hampir satu bulan melakukan aksinya “berkemah” di depan Gedung MPR/DPR/DPD di Jakarta. Mereka akan tetap “berkemah” di depan Gedung Parlemen hingga Kementerian Kehutanan mencabut ijin operasi hutan tanaman industri (HTI) untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) di Pulau Padang. Mereka menuntut penghentian operasional

Page 3: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 3 -

secara permanen oleh Menteri Kehutanan terhadap PT RAPP dan pencabutan Surat Keputusan (SK) No. 327 Tahun 2009 terkait dengan surat ijin operasi untuk PT RAPP. Di dalam SK tersebut ada wilayah HTI Pulau Padang seluas 41.205 hektar.

Konflik lain yang juga mendapat perhatian dari publik termasuk DPR RI adalah konflik yang terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat. Konflik bermula dari dikeluarkannya ijin pertambangan emas oleh Bupati Bima Ferry Zulkarnaen No. 188.45/357/004/2010 tentang Izin Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu yang diberikan kepada 2 perusahaan tambang, PT Sumber Mineral Nusantara dan PT Indo Mineral Citra Persada seluas 24.980 hektar. Insiden terjadi saat polisi membubarkan paksa aksi pendudukan Pelabuhan Sape oleh warga yang mengatasnamakan diri Front Rakyat Anti Tambang (FRAT). Warga yang mayoritas berasal dari Kecamatan Lambu tersebut menuntut agar izin usaha pertambangan (IUP) bagi PT SMN dicabut karena pertambangan emas hanya akan merusak sumber mata air warga. Insiden mengakibatkan 2 warga meninggal dunia yaitu Arif Rahman dan Syaiful, keduanya merupakan warga desa Suni, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima.

Terkait dengan tindakan tegas kepada aparat kepolisian dalam konflik lahan di Mesuji, 3 orang polisi di Polda Lampung yang terbukti melepaskan tembakan hingga menewaskan 2 orang korban akan segera diperiksa secara pidana oleh penyidik reserse dan kriminal. Ketiga polisi tersebut adalah Kasubbag Bin Ops Polres Tulangbawang AKP Wetman Hutagaol, Kanit Patroli Satuan Sabhara Polres Tulangbawang Aipda Dian Permana, dan Bripda Setiawan. Ketiga polisi tersebut juga telah dilakukan sidang disiplin yang hasilnya akan menjadi pertimbangan dalam pemeriksaan di reserse.

Sedangkan dalam insiden di Bima, Irwasum Mabes Polri telah memeriksa 115 aparat polisi yang telah membubarkan demonstrasi warga di Bima. Menurut Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Barat, AKBP Sukarman Husen, Polri telah menetapkan 3 orang polisi sebagai terperiksa terkait dengan pelanggaran kode etik dan disiplin

dalam insiden Bima. Tiga terperiksa tersebut adalah dua anggota Reskrim Polres Bima Kota, Briptu Fatwa dan Briptu Sukarman. Keduanya diduga melakukan pemukulan dengan popor senjata. Satu lainnya, anggota Brimob den Bima, Bripda Fauzi atas dugaan melakukan kekerasan.

Berbagai konflik lahan yang terjadi tanpa ada penanganan atau penyelesaian yang dirasa memuaskan menjadi pemicu terjadinya aksi unjuk rasa ribuan petani, nelayan, mahasiswa, perangkat desa dan warga di sejumlah daerah pada hari Kamis, 12 Januari 2012. Aksi unjuk rasa dilakukan serentak di 27 provinsi se-Indonesia. Mereka menuntut hak-hak petani atas tanah dikembalikan, konflik tanah di beberapa daerah diselesaikan dalam waktu 3 bulan, DPR segera membentuk panitia khusus (pansus) sengketa agraria, dan meminta agar polisi segera ditarik dari daerah konflik agraria

Konflik lahan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia harus segera di tangani dengan baik. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat perlu segera membentuk pansus konflik agraria untuk menyelidiki dan mencari solusi berbagai konflik agraria yang sering menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda yang tidak terhitung nilainya. Pansus Konflik Agraria bertugas menganalisis dan mengkaji kebijakan agraria yang tidak adil, menganalisis kebijakan kepolisian dalam pengamanan konflik agraria, dan memberi solusi untuk mencegah terjadinya sengketa agraria.

Untuk menangani konflik agraria perlu tindakan tegas terhadap semua pihak yang terbukti bersalah. Tindakan tegas tidak hanya diberikan kepada kesalahan dalam hal pengamanan yang seringkali berujung pada timbulnya korban, melainkan juga terhadap pemerintah yang terbukti tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan, melakukan KKN atau menerima gratifikasi dalam mengeluarkan ijin penggunaan lahan. Begitu pula perusahaan yang terbukti bersalah melakukan KKN atau menyuap aparat untuk mendapatkan ijin penggunaan lahan atau tidak mematuhi undang-undang.

Pencegahan konflik lahan juga perlu dilakukan melalui kajian dan revisi berbagai

Page 4: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 4 -

peraturan perundang-undangan. Terkait dengan upaya ini, pemerintah berencana akan merevisi peraturan perundang-undangan terkait, yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dan UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Revisi UU No. 32 Tahun 2004 dilakukan untuk mengontrol kewenangan bupati dalam memberikan izin-izin pertambangan dan perkebunan. Pembuatan kontrak yang dilakukan bupati seringkali tanpa sepengetahuan gubernur atau pemerintah pusat.

Selain merevisi peraturan perundang-undangan juga perlu dilakukan reformasi agraria. Dalam reformasi agraria tersebut perlu ada pengakuan, perlindungan, dan perhatian lebih dari negara terhadap hak masyarakat atas tanah adat atau tanah ulayat karena selama ini sulit sekali untuk membuktikan secara hukum bahwa tanah yang bersangkutan adalah tanah ulayat. Subyek hukum yang bisa menjadi pemilik tanah adalah orang perseorangan dan badan hukum. Dengan demikian tanah ulayat tidak mungkin dapat disertifikatkan karena pemilik dari tanah ulayat adalah masyarakat adat setempat. Untuk itu pemerintah perlu melakukan inventarisasi terhadap tanah-tanah adat atau tanah ulayat yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Perlu segera dibentuk UU perlindungan hak masyarakat adat termasuk hak atas tanah adat yang dimilikinya.

Penutup

Permasalahan Hukum Konflik Lahan perlu ditangani dengan cara:1. Pembentukan pansus konflik agraria

untuk menyelidiki dan mencari solusi berbagai konflik agraria dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR;

2. Menindak secara tegas semua pihak

yang terbukti bersalah dalam konflik lahan.

3. Melakukan kajian dan merevisi berbagai peraturan perundang-undangan;

4. Menjalankan reformasi agraria dengan memberikan pengakuan, perlindungan, dan perhatian terhadap hak masyarakat atas tanah adat atau tanah ulayat

Rujukan:

1. Republika, 14 Desember 2011.2. “Kasus Mesuji dan Sengketa Lahan,”

Republika, 16 Desember 2011.3. “Tajuk: Usut Kasus Mesuji,” Republika,

15 Desember 2011.4. “Semua Pihak Terkait Mesuji

Diklarifikasi,” Republika, 19 Desember 2011.

5. “Polisi Tewaskan Warga Mesuji akan Dipidanakan,” Republika, 24 Desember 2011.

6. “Bima Masih Mencekam,” Republika, 26 Desember 2011.

7. “UU Terkait Bima dan Mesuji akan Direvisi,” Republika, 30 Desember 2011.

8. “Bentuk Pansus Konflik,” Kompas, 10 Januari, 2012.

9. “Pulihkan Hak Tanah Rakyat,” Kompas, 13 Januari 2012.

10. “Istana Dilempari Bakiak, Pagar DPR Dijebol,” Media Indonesia, 13 Januari 2012.

11. Konflik Tanah: Permukiman dan Kebun Rakyat Dikecualikan, 15 Januari 2011, http://nasional.kompas.com/read/2011/01/15/04123197/, diakses tanggal 20 Juli 2011.

12. “Stop Kriminalisasi Masyarakat Adat,” 25 Maret 2011, file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Documents/DIAN%20Documents/penelitian%20tanah%2711/berita.php2.htm, diakses tanggal 20 Juli 2011.

Page 5: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

Konferensi PUIC dan Beberapa Isu Aktual yang Perlu Direspons

Simela Victor Muhamad*)

Abstrak

Pada tanggal 24-31 Januari 2012, DPR RI akan menjadi tuan rumah Sidang ke-7 Konferensi Parlemen Negara-negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (Parliamentary Union of the OIC Member States/PUIC) dan sidang-sidang terkait lainnya, di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Diselenggarakannya Konferensi PUIC di Palembang merupakan momentum baik bagi PUIC, termasuk Indonesia, untuk turut memperjuangkan kepentingan negara-negara Islam dan juga kepentingan masyarakat internasional yang lebih luas dalam berbagai isu.

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Pendahuluan

Sejumlah agenda penting yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam akan dibahas dalam Konferensi PUIC di Palembang pada tanggal 24-31 Januari 2012. Konferensi akan membahas sejumlah isu, baik itu yang berkaitan dengan isu-isu politik, ekonomi, hukum, hak asasi manusia, lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan, maupun sosial-budaya. Tulisan ini akan mengulas sejumlah isu yang kiranya perlu mendapat perhatian peserta konferensi, termasuk Indonesia, dalam Konferensi PUIC di Palembang. Sebelumnya terlebih dahulu akan disampaikan secara singkat perihal keorganisasian PUIC dan agenda Konferensi PUIC di Palembang.

Keorganisasian PUIC

PUIC secara resmi berdiri pada tanggal 17 Juni 1999, dan merupakan satu-satunya organisasi yang menghimpun parlemen negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (sebelumnya Organisasi Konferensi Islam/OKI). Pendiriannya ditandai dengan penyelenggaraan konferensi pertama PUIC di Teheran, Iran, yang memutuskan untuk membentuk Uni Parlemen Negara-negara Anggota OKI, dengan markas besar ditetapkan di Teheran, Iran.

Pada saat ini anggota PUIC berjumlah 51 parlemen dan 18 observer dari organisasi parlemen regional dan internasional serta berbagai organisasi internasional lainnya. Keanggotaannya walaupun terdiri

*) Peneliti Madya bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012

- 5 -

Page 6: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 6 -

dari parlemen negara OKI, namun tidak membatasi keanggotaan dari organisasi parlemen regional maupun internasional, yang dapat hadir di konferensi PUIC sebagai observer atas rekomendasi Executive Committee dan atas persetujuan konferensi.

Tujuan pendirian organisasi ini, sebagaimana tercantum dalam Statuta PUIC, antara lain adalah: mengenalkan dan menyebarkan agama Islam yang mulia dengan kesadaran adanya perbedaan aspek dari peradaban Islam itu sendiri; memberikan kerangka kerja untuk adanya kerja sama yang komprehensif dan berdayaguna antarparlemen negara OKI di forum dan organisasi internasional; memajukan pertemuan dan dialog antaranggota parlemen dan parlemen negara OKI; memperkuat koordinasi antarbangsa untuk penghormatan dan pembelaan hak asasi manusia dan menciptakan perdamaian berdasarkan keadilan.

PUIC menyelenggarakan Konferensi setiap dua tahun, yang biasanya dihadiri oleh Ketua Parlemen negara-negara anggota atau yang mewakili, ditambah dengan sejumlah anggota parlemen dalam setiap delegasi.

Sidang dan Agenda Konferensi PUIC Palembang

Sidang ke-7 Konferensi PUIC di Palembang dan Sidang-sidang terkait

lainnya dapat dilihat dalam Tabel. Agenda pembahasan konferensi, khususnya yang dibahas dalam sidang-sidang Standing Specialized Committee, dapat dilihat dalam Box.

Berbagai isu yang dibahas dalam sidang-sidang Standing Specialized Committee tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk resolusi-resolusi setelah mendapatkan persetujuan Sidang Konferensi. Resolusi-resolusi tersebut akan memuat pandangan, sikap dan komitmen parlemen-parlemen anggota PUIC terhadap berbagai persoalan global dan tantangan yang dihadapi dunia Islam.

Isu Aktual yang Perlu Direspons

Mencermati sejumlah agenda Konferensi PUIC Palembang, terlihat bahwa PUIC sesungguhnya juga memberi perhatian terhadap berbagai isu yang dihadapi dunia Islam. Namun sayangnya, suara PUIC terhadap perkembangan situasi politik di sejumlah negara Arab yang berkaitan dengan suksesi kepemimpinan (atau yang dikenal sebagai Arab Spring) masih belum terlalu nyaring. PUIC terkesan lambat merespons perkembangan situasi politik di beberapa negara Arab yang belakangan ini menjadi pemberitaan internasional.

Terhadap krisis politik yang terjadi di Suriah saat ini, misalnya, sejauh ini Liga Arab lebih mendominasi dan terlibat secara

Tabel Sidang-sidang PUIC Palembang

No. Tanggal Pelaksanaan Nama Sidang

1. 24 – 25 Januari 2012 Twenty-Seventh Meeting of the Executive Committee of the PUIC

2. 26 – 27 Januari 2012The 6th Standing Specialized Committee on Political and Economic Affairs

3. 26 Januari 2012The 6th Standing Specialized Committee on Legal Affairs, Human Rights and Environment

4. 26 – 27 Januari 2012The 6th Standing Specialized Committee on Women, Social and Cultural Affairs

5. 27 Januari 2012 The Conference on Muslim Women Parliamentarians

6. 28 – 29 Januari 2012 The 14th Session of the PUIC General Committee (Council)

7. 30 – 31 Januari 2012 The 7th Session of the PUIC Conference

Page 7: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 7 -

Agenda Sidang Standing Specialized Committee

Political Affairs Agenda yang dibahas, antara lain:• Al-QudsAl-Sharif,PalestineAffairsandtheotheroccupiedTerritoriesinSyriaandLebanon.• The inalienableequal andbalanced rightsof all people tohave freeaccessand freeuseofmodern technology for

peacefulpurposesandmakingthewholeMiddleEastregionazonefreeofallweaponsofmassdestruction,especiallynuclearweaponswithnoexception.

• CombatingterrorismundertheumbrellaoftheUNandreconfirmingthelegitimaterightstoresistoccupationandforeignaggressionbyallindividualandcollectivemeansaccordingtoarticle51oftheUNCharterandfurtherdocumentsandmeasuresofliquidationofcolonialismandracism.

• PromotingsolidarityandunityamongMuslimStatestoconfrontinreasingchallengesandconspiracieswhichtargetthecapabilitiesoftheIslamicUmmah.

• Rejectionofalleconomicsanctions-wetherunilateralormultilateral–imposedonanyMuslimcountryparticularlyPUICStates.

• PUICsupportsinthefieldsofdemocracy,economyandeducationtoMuslimpopulationinEuropeancountries.

Economic AffairsAgenda yang dibahas, antara lain: • Warningagainst thedangerof the internationalfinancialcrisisand its impactofglobalizationupon theeconomiesof

developingcountriesandinparticularlyonIslamicCountriesandconstitutingaCommitteetoStudyEconomicproblemsinMemberStates.

• Importanceof internationalparliamentarycooperation in the faceofnaturaldisasters,especially in the frameworkofextendingrelieftothevictims:famineinSomaliaandfloodsinPakistan.

• EncouragingandenhancingbilateralandmultilateraltradeamongIslamicStates.

Legal Affairs, Human Rights and Environment Agenda yang dibahas, antara lain:• Supportof theMemberParliaments to theapplicationmadeby thePUICtoobtain theobserverstatusat theUnited

Nations.• Establishinglegalframeworkfortheprotectionoftherightsofmigrantworkers.• Payingattentiontoenvironmentalissues,anddealingwiththerequirementsofsustainabledevelopment.

Women, Social and Cultural Affairs Agenda yang dibahas, antara lain:• SupportingtheeffortstoestablishsustainabledialoguebetweenIslamicandWesternParliements.• EnhancingtheroleofwomeninalldevelopmentaspectsinPUICMemberStates.• ChildcareandprotectionintheIslamicworld.

aktif dalam mencari solusi damai di sana, meskipun keterlibatan Liga Arab sendiri sempat dikecam Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sebagaimana diberitakan media massa, berdasarkan laporan PBB, krisis politik di Suriah telah menelan korban lebih dari 5.000 jiwa sejak meletusnya aksi unjuk rasa anti rezim Presiden Assad pada Maret 2011. Belakangan juga diberitakan, seorang reporter televisi Perancis, Gilles Jacquier (43 tahun), tewas akibat serangan granat di kota Homs pada 11 Januari 2012. Ini artinya, krisis politik yang terjadi di Suriah, dan juga perkembangan dinamika politik di sejumlah negara Arab lainnya, di mana parlemennya merupakan anggota PUIC, juga harus direspons secara cepat oleh PUIC.

Ketegangan hubungan antara Iran dan negara-negara Barat belakangan ini juga merupakan isu aktual yang perlu direspons oleh PUIC. Ketegangan dipicu oleh usulan

Barat untuk menambah sanksi terhadap Iran berkaitan dengan program nuklirnya, antara lain dengan mengembargo ekspor minyak Iran. Iran, yang mengandalkan pendapatan nasionalnya dari ekspor minyak (hampir 90%), segera merespons keras usulan Barat itu dengan mengancam akan menutup Selat Hormuz, jika Barat berani menjatuhkan sanksi embargo ekspor minyak Iran. Ketegangan hubungan antara Iran dan negara-negara Barat jika tidak terkendali dan mengarah pada perang terbuka akan berdampak buruk tidak saja bagi kawasan Teluk dan Timur Tengah tetapi juga dunia. PUIC, sebagai salah satu organisasi internasional yang memiliki tujuan, antara lain, menciptakan perdamaian berdasarkan keadilan juga perlu merespons secara proporsional isu hubungan antara Iran dan negara-negara Barat.

Page 8: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 8 -

Isu Palestina, terutama yang berkaitan dengan keinginan Palestina untuk menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga merupakan isu menarik yang perlu mendapat perhatian PUIC. Perjuangan Bangsa Palestina untuk merebut kembali wilayah kedaulatannya yang diduduki Israel tidak cukup diperjuangkan melalui gerakan-gerakan perjuangan di lapangan dan perundingan-perundingan dengan pihak Israel (yang dimediasi Barat dan sering mengalami jalan buntu), tetapi juga perlu diperkuat dengan perjuangan diplomasi melalui forum internasional yang diakui dunia, yakni PBB. Oleh karenanya keinginan Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB, yang belakangan ini menjadi isu internasional, juga perlu disuarakan dan didukung PUIC dalam konferensinya di Palembang.

Isu HAM yang berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja di luar negeri (migrant workers protection) juga merupakan isu penting yang perlu disuarakan dalam Konferensi PUIC di Palembang. Setidaknya, hal ini perlu diangkat oleh Indonesia yang sebagian rakyatnya menjadi tenaga kerja di luar negeri, terutama di negara-negara Timur Tengah. Berdasarkan data BNP2TKI, misalnya, jumlah TKI sampai tahun 2011 di Arab Saudi 137.837, Uni Emirat Arab 39.819, Qatar 16.578, Oman 7.290, Bahrain 4.374, Suriah 4.223, Kuwait 2.717. Terkait dengan hal ini, Indonesia telah mempersiapkan draf resolusi yang berjudul “Establishing Legal Framework for the Protection of the Rights of Migrant Workers,” yang antara lain memuat pandangan pentingnya perlindungan tenaga kerja migran beserta keluarganya sebagaimana bunyi International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families.

Satu isu penting lain yang juga perlu mendapat perhatian PUIC adalah yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Terkait dengan hal ini, perubahan iklim (climate change) menjadi bagian dari isu lingkungan hidup yang perlu mendapat perhatian serius mengingat dampaknya yang sudah semakin terasa di hampir seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara muslim. PUIC harus menjadi bagian penting dari upaya global dalam mengatasi isu

perubahan iklim. Indonesia, sebagai salah satu negara yang sangat concerns terhadap isu perubahan iklim, telah mempersiapkan Draft Resolution on Enviromental Protection and Sustainable Development untuk dibahas dalam Konferensi PUIC di Palembang.

Penutup

Penyelenggaraan Konferensi PUIC di Palembang merupakan kesempatan berharga bagi Indonesia, khususnya DPR RI melalui diplomasi parlemennya, untuk turut memperjuangkan kepentingan negara-negara Islam dan juga kepentingan masyarakat internasional yang lebih luas dalam berbagai isu. Tampilnya Ketua DPR RI sebagai Presiden PUIC 2012-2013 juga merupakan kesempatan berharga bagi Indonesia dan harus dimanfaatkan secara sungguh-sungguh untuk memberi kontribusi nyata bagi kemajuan PUIC.

Rujukan:

1. “Iran starts uranium enrichment, condemns American to death,” The Jakarta Post, 11 Januari 2012.

2. “Liga Arab Marah kepada Suriah,” Kompas, 13 Januari 2012.

3. “Tension high, US warns Iran not to block shipping,” The Jakarta Post, 14 Januari 2012.

4. “Qatar Minta Arab Kirim Pasukan,” Kompas, 16 Januari 2012.

5. “Data-data Penempatan dan Perlindungan TKI 6 Januari 2012,” http://bnp2tki.go.id/statistik-mainmenu-86/data-penempatan-mainmenu-87.html - diakses 11 Januari 2012.

6. “Parliamentary Union of the OIC Members States (PUIC),” http://www.puic.org/english - diakses 3 Januari 2012.

7. Murad Qureshi, TheJakartaGlobe.com, 16 Februari 2010, “The Muslim World and Climate Change,” http://www.thejakartaglobe.com/opinion/the-mus l im-wor ld-and-c l imate-change/359010 - diakses 4 Januari 2012.

Page 9: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum

Herlina Astri*)

Abstrak

Kasus-kasus terakhir mengenai anak yang berkonflik dengan Hukum (ABH) semakin dirasakan serius dampaknya, tidak hanya bagi anak tetapi juga bagi masyarakat. Seharusnya prinsip kepentingan terbaik bagi anak menjadi pedoman bagi semua pihak dalam memberikan perlindungan kepada anak. Salah satu hal penting yang patut diperhatikan adalah mendengarkan pendapat anak atas berbagai permasalahan yang akan mempengaruhi masa depannya. Tanggung jawab masalah anak seharusnya tidak hanya menjadi sekadar wacana, namun dapat diwujudkan oleh semua pihak, agar berbagai permasalahan anak dapat teratasi.

K E S E J A H T E R A A N S O S I A L

Pendahuluan

Permasalahan perlindungan anak di Indonesia semakin tahun semakin berat dan kompleks. Salah satu persoalan yang serius dan mendesak untuk diperhatikan adalah masalah penanganan anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Persoalan ini cukup serius karena: 1) dalam proses peradilan cenderung terjadi pelanggaran hak asasi manusia, banyak bukti menunjukkan adanya praktek kekerasan dan penyiksaan terhadap anak yang masuk dalam proses peradilan; 2) perspektif anak belum mewarnai proses peradilan; 3) penjara yang menjadi tempat penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat yang tepat untuk membina anak mencapai proses pendewasaan yang diharapkan; 4) selama proses peradilan, anak yang berhadapan

dengan hukum kehilangan hak-hak dasarnya seperti hak berkomunikasi dengan orang tua, hak memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan, dan 5) ada stigma yang melekat pada anak setelah selesai proses peradilan sehingga akan menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.

Banyak ragam kasus anak, di antaranya MA, 8 tahun, harus ditahan dalam penjara selama 19 Januari s.d. 2 Februari 2006 di Rutan Pangkalan Brandan. Kasus bermula ketika MA berkelahi dengan kakak kelasnya, A, 14 tahun, pada Rabu 31 Agustus 2005. Keduanya sama-sama terluka, namun orang tua A mengadukan MA kepada polisi dengan tuduhan penganiayaan. Akhirnya kasus sampai ke meja hijau, dan hakim memutuskan menahan MA di Rutan. Kasus lain, dugaan penganiayaan oleh anak di bawah umur. DYD, 9 tahun, yang

*) Calon Peneliti bidang Kesejahteraan Sosial, Konsentrasi Bidang Studi Kemasyarakatan (Kerja Sosial) pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012

- 9 -

Page 10: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 10 -

menakuti teman satu sekolahnya, DNS, 9 tahun, juga berakhir di meja hijau. Kasus ini terjadi pada 3 Maret 2009, ketika DYD menakuti DNS dengan seekor lebah, lalu pipi DNS disengat lebah tersebut. Atas perbuatannya, DYD terancam hukuman 9 bulan penjara. Sebenarnya perkara ini telah selesai secara kekeluargaan melalui mediasi pihak sekolah. Namun, pihak kepolisian dan kejaksaan tetap melanjutkan kasus tersebut. Kasus terkini adalah AAL, 15 tahun, yang harus mengalami interogasi cukup panjang oleh pihak kepolisian dan kasusnya sampai ke pengadilan di Palu, karena dituduh mencuri sandal jepit milik dua anggota Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. AAL diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara, hakim memutuskan dia bersalah dan dikembalikan kepada orang tuanya. Selain itu masih banyak kasus lain yang terkait dengan ABH.

Beberapa tahun terakhir, kasus-kasus ABH di Indonesia semakin memprihatinkan. Menurut hasil penelitian UNICEF dan Pusat Kajian Kriminologi FISIP UI (September s.d. November 2002), dari 4.325 anak yang ditangkap dan ditempatkan di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia, sebagian besar (84%) ditahan bersama orang dewasa. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), selama tahun 2010-2011, lebih dari 7.000 anak berhadapan dengan hukum. Sebanyak 6.726 anak sudah divonis dan selebihnya dalam proses. Selama tahun 2008-2009, sekitar 4.000 anak divonis bersalah dan ditahan di 14 lembaga pemasyarakatan di Indonesia.

Selain itu, 9.440 anak ditangkap dan selama menantikan sidang pengadilan, mereka ditempatkan di dalam rumah tahanan negara. Tidak ada data yang tersedia tentang banyaknya anak-anak yang dialihkan dari sistem peradilan ke sistem perlakuan yang lebih baik untuk kepentingan anak (the best interest of the child) yang merupakan implikasi dari konsep Restorative Justice, tetapi sebagian besar mereka (84–90%) dikirim ke pengadilan dan dari sana ke penjara/lembaga pemasyarakatan. Kondisi anak-anak di dalam rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan sangat memprihatinkan, karena minimnya akses

pada pendidikan, kesehatan dan fasilitas bagi mereka pada saat mengisi waktu senggang.

Menurut Data Bina Statistik Dirjen Pemasyarakatan, Juli 2009, jumlah anak yang berkonflik dengan hukum dan berada dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebanyak 6.576, terdiri dari 2.188 anak berstatus tahanan dan 3.388 berstatus narapidana berada di dalam Rutan dan Lapas. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga Juli 2010, jumlah anak di Indonesia yang memiliki masalah hukum sebanyak 6.273 orang, dan 3.197 di antaranya telah berstatus narapidana. Dari jumlah anak yang berkonflik hukum itu, 2.357 berada di Lapas dan 3.916 di luar Lapas Anak.

Berbagai kasus tersebut membuktikan, selama ini perlindungan terhadap anak belum dilakukan secara optimal. Prinsip utama perlindungan anak adalah upaya yang ditujukan untuk mencegah agar anak tidak mengalami perlakuan yang diskriminatif/perlakuan salah (child abused) baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan hidup, tumbuh dan perkembangan anak secara wajar, baik fisik maupun mental dan sosial.

Kepentingan Terbaik bagi Anak

Kepentingan terbaik bagi anak menjadi pilihan yang harus diutamakan dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku, karena mereka semua memerlukan perlindungan, mengingat anak adalah individu yang masih belum matang dan sangat tergantung pada orang lain. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri terhadap berbagai ancaman mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang hidup, kehidupan dan penghidupan, khususnya dalam pelaksanaan pemidanaan terhadapnya dirinya.

Penanganan ABH seharusnya dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif. Hal ini sejalan dengan prinsip dalam Konvensi Hak Anak (Convention on The Rights of The Child - KHA) yang telah

Page 11: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 11 -

diratifikasi melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan KHA. Menurut KHA, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang yaitu hak atas kelangsungan hidup, hak untuk berkembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, tentunya peran keluarga dalam pendampingan terhadap anak menjadi tuntutan utama. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak adalah hubungan orang tua dan anak yang sehat di mana kebutuhan anak seperti: perhatian, dan kasih sayang yang kontinyu, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua. Menurut Knowles, ada enam kebutuhan dasar bagi anak yang harus diperhatikan, terutama dalam proses pendidikannya, yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan tumbuh, kebutuhan keamanan, kebutuhan pengalaman baru, kebutuhan kasih sayang, dan kebutuhan penghargaan.

Menurut Suharto, dalam menjamin pertumbuhan fisiknya, anak membutuhkan makanan yang bergizi, pakaian, sanitasi, dan perawatan kesehatan. Sejak kecil mereka memerlukan pemeliharaan dan perlindungan dari orang tua sebagai perantara dengan dunia nyata. Sedangkan dalam menjamin perkembangan psikis dan sosialnya, anak memerlukan kasih sayang, pemahaman, suasana rekreatif, stimulasi kreatif, aktualisasi diri dan pengembangan intelektual. Anak memerlukan pendidikan dan sosialisasi dasar sejak dini, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial dan keterampilan dasar agar menjadi warga masyarakat yang bermanfaat. Namun, yang terjadi seringkali anak harus kehilangan jaminan tersebut karena terisolasi dengan kasus dan putusan hukum yang divoniskan kepadanya.

Apapun alasannya, penanganan ABH sebaiknya disertai dengan tindakan yang optimal untuk mencari keadilan yang terbaik bagi anak. Tindakan pidana hanya merupakan langkah paling akhir yang dapat diambil dalam keadaan terpaksa. Jika penahanan terhadap seorang anak terpaksa dilakukan dengan alasan yang kuat, maka hal itu hanya dilakukan dalam waktu yang singkat dan tidak boleh menghambat hak-

hak anak, misalnya: hak pengasuhan, hak kesehatan, dan hak pendidikan.

Peran Semua Pihak

Semua pihak yang menjadi elemen dalam negara Indonesia mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak sebagai konsekuensi ratifikasi KHA. Jika mempelajari sistem otonomi daerah melalui birokrasi yang diterapkan oleh pemerintah saat ini, maka sebenarnya untuk memenuhi hak-hak anak diperlukan adanya suatu institusi/ataupun relawan yang memiliki kepedulian secara khusus untuk menangani advokasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Melalui kebijakan tersebut diharapkan penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat menggunakan restorative justice sebagai alternatif dari pelaksanaan pemidanaan terhadap anak.

Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sudah sangat mendesak, semua pihak hendaknya duduk bersama untuk merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam rangka menyelamatkan anak-anak sebagai generasi muda penerus pembangunan bangsa. Upaya restorative justice diwujudkan ketika semua komponen duduk bersama merumuskan secara kolektif cara mengatasi konsekuensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak dan implikasinya. Upaya tersebut dilakukan sebagai dasar nilai-nilai tradisional komunitas yang positif dan sanksi-sanksi yang diterapkan atau dilaksanakan selalu menghargai hak asasi manusia.

Selain itu, DPR sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang bertanggung jawab terhadap pembuatan kebijakan, juga dtuntut berperan dalam mengatasi permasalahan ABH. Terkait dengan perlindungan anak, selama ini kebijakan-kebijakan yang ada memang belum sepenuhnya memihak pada kepentingan terbaik bagi anak. Masih ada celah-celah yang harus diperbaiki agar pelaksanaan perlindungan anak sesuai dengan KHA yang telah diratifikasi. Tanggung jawab ini bukan wacana semata, tetapi merupakan peran

Page 12: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 12 -

yang wajib dijalankan untuk menjawab permasalahan anak.

Penutup

Berbagai latar belakang yang menyebabkan anak berkonflik dengan hukum sering kali tidak menjadi fokus perhatian. Fokus media massa umumnya hanya pada jenis kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak. Hal ini memberikan dampak yang kurang baik bagi kelangsungan hidup anak ke depannya. Selain hak-haknya tidak terpenuhi, anak juga dibebani dengan stigma yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.

Pada prinsipnya, tidak dibenarkan jika anak dikenakan sanksi sangkaan/tuduhan dan tindakan pidana (diperiksa, disidik, ditahan, sampai disidangkan dan divonis masuk penjara). Anak yang melakukan kesalahan dapat diberikan hukuman yang tidak memiliki potensi perlakuan kekerasan, stigmatisasi, sampai dengan penyiksaan yang akan mempengaruhi proses belajar menuju pendewasaan dirinya. Hukuman yang diberikan pada anak pun bukan bertujuan untuk balas dendam dan mencari alasan penjeraan pada pelaku, tetapi lebih ditekankan pada kemampuan anak untuk menyadari bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Atas kesadaran tersebut, anak belajar untuk memperbaiki dirinya. Proses perbaikan diri anak tersebut, tidak diartikan dalam bentuk isolasi dalam tahanan, namun dalam bentuk pendampingan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat, dengan tujuan tidak menghilangkan hak pengasuhan pada anak.

Hal tersebut semestinya dapat dicapai oleh UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sangat disayangkan, masih terdapat beberapa kelemahan dalam UUPA, sehingga sampai kini pelaksanaan perlindungan anak belum dapat dilakukan secara optimal. Pelanggaran terhadap hak-hak anak juga belum menemukan penyelesaian yang ditujukan bagi kepentingan terbaik bagi anak. Oleh karena itu, perlu dilakukan amandemen terhadap UUPA agar dapat menjadi kebijakan yang benar-benar melindungi hak-hak anak dan mendukung tumbuh kembang anak, tanpa adanya pembedaan apapun (diskriminasi).

Rujukan:

1. Alternatif Pemidanaan “Restorative Justice“ Bagi Anak Berkonflik Dengan Hukum, 23 Desember 2011. http://kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/190-alternatif-pemidanaan-restorative-justice-bagi-anak-berkonflik-dengan-hukum.html, diakses tanggal 7 Januari 2012.

2. Heru Susetyo, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Hukum Perlindungan Anak FH-UI 26 Maret 2011. http://he runuswan to . f i l e s .wordp re s s .com/2011/05/anak-yang-berkonflik-dengan-hukum2-may-2011.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2012.

3. “Keadilan” Sandal Jepit Di Indonesia, http://jejaringku.com/2012/01/keadilan-sandal-jepit-di-indonesia/, diakses tanggal 3 Januari 2012.

4. Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Nuansa. hal. 21.

5. Muhidin, Syarif. 1997. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: STKS Bandung. hal. 2–3.

6. Knowles, Malcolm. S, 1970. The Modern Practice of Adult Education, Andragogy versus Pedagogy. New York: Association Press.

7. Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS Bandung. hal. 363.

8. Eggen, Paul D. & Kauchak, Donald P. 2004. Educational Psychology: Windows on Classroom, 6th Edition. New Jersey: Pearson Merril Prentice Hall. hal. 34–35.

9. http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2012/01/12/11192/121/Memvonis-Anak-Anak, diakses tanggal 12 Januari 2012.

10. http://www.detiknews.com/read/2012/01/11/153954/1812847/10/komnas-pa-akan-dampingi-anak-di-ntt-pencuri-bunga, diakses tanggal 12 Januari 2012

Page 13: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

Regulasi Pembatasan Kartu Kredit di Indonesia

Rafika Sari*)

Abstrak

Bank Indonesia (BI) mengeluarkan peraturan baru untuk menekan populasi kartu kredit di Indonesia melalui Peraturan BI No.14/2/P/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) pada awal bulan Januari 2012. Beberapa potensi mungkin akan muncul sebagai implikasi atas regulasi pembatasan kartu kredit yang dikeluarkan oleh BI, baik dampak positif maupun negatif. Untuk itu, perlu upaya BI dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dalam persiapan penerapan kejakan pembatasan ini.

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Pendahuluan

Pada awal Januari 2012, BI mengeluarkan peraturan untuk membatasi populasi kartu kredit di Indonesia melalui Peraturan BI No. 14/2/P/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), sebagai revisi terhadap Peraturan BI No 11/11/P/2009. Peraturan ini berlaku efektif 1 Januari 2013 dengan masa transisi sampai 1 Januari 2015.

Menurut BI, definisi kartu kredit adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit (acquirer) dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Prinsip “buy now pay later” menjadikan kartu kredit sebagai alat pembayaran yang diminati banyak orang dengan fleksibilitas pembayarannya. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah kartu kredit dan volume transaksi kartu kredit di Indonesia pada bulan November 2011 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data BI, pada bulan November 2011 jumlah kartu kredit meningkat sebanyak 1 juta kartu dan volume transaksi meningkat Rp2,3 triliun dibandingkan bulan Desember 2010.

Grafik 1. Jumlah Dan Transaksi Kartu Kredit,

2010 & 2011

Sumber: BI (dalam http://www.suarapembaruan.com/home/-prediksi-jumlah-kartu-kredit-naik-leh-tinggi-di-2012/15770#Scene_1, diakses 10 Jan 2012).

*) Calon Peneliti Ekonomi dan Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012

- 13 -

163,2 165,5

14,5913,57

Des 2010 Nov 2011

Page 14: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 14 -

Adapun alasan BI mengeluarkan regulasi tersebut adalah untuk memurnikan fungsi kartu kredit tersebut sebagai alat pembayaran yang belum diatur sebelumnya dalam bentuk P. Dengan P ini, kartu kredit dilarang digunakan selain sebagai alat pembayaran dan dilarang digunakan untuk memperoleh angsuran kredit lainnya.

Dengan demikian, yang menjadi permasalahan adalah implikasi apa saja yang timbul dari regulasi baru yang dikeluarkan oleh BI baik bagi penerbit kartu kredit, konsumen, maupun terhadap industri perbankan di Indonesia? Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius dalam rangka mengembangkan sektor perbankan di Indonesia.

Suku Bunga dan Regulasi Pembatasan Kartu Kredit di Indonesia

Belum adanya regulasi pembatasan jumlah kartu kredit di Indonesia telah mendorong bisnis kartu kredit di Indonesia semakin berkembang dari tahun ke tahun. Nilai pendapatan bunga (net interest income) yang tinggi dan pendapatan komisi (fee income) yang bervariasi merupakan faktor yang menyebabkan penerbit kartu kredit semakin gencar meningkatkan target akuisisinya. Pada Tabel 1 terlihat bahwa 19 bank penerbit kartu kredit menawarkan suku bunga kartu kredit yang umumnya berkisar di atas 3% per bulan (atau 36% per tahun) untuk retail dan antara 3,5%-4% per bulan (atau 42%-48% per tahun) untuk tarik tunai melalui kartu kredit. Menurut Darmin, suku bunga tersebut sudah terlalu tinggi dan suku bunga kartu kredit yang wajar berada di sekitar 2 hingga 3%. Tingkat bunga yang sangat tinggi ini memberikan pendapatan bunga bersih (net interest income) dari bisnis kartu kredit lebih tinggi daripada produk pinjaman lainnya.

Adapun beberapa hal yang diatur dalam Peraturan BI No. 14/2/P/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK adalah: Pertama, kriteria kelayakan seorang nasabah untuk mendapatkan kartu kredit. Kriteria kelayakan nasabah ditentukan oleh batas minimum usia calon pemegang kartu dan batas minimum pendapatan, yaitu pendapatan minimum pemilik kartu Rp3 juta dengan usia 21 tahun atau telah menikah, dan berpenghasilan Rp3 juta – Rp10 juta, maksimal kartu diterbitkan dua penerbit saja. Setiap nasabah yang memiliki

gaji Rp10 juta ke bawah hanya bisa memiliki maksimal kartu kredit dari 2 penerbit. Kedua, penetapan batas maksimal suku bunga kartu kredit. BI menetapkan batas maksimum suku bunga kartu kredit mulai 1 Januari 2013, yang direncanakan maksimum sebesar 3%. Ketiga, larangan pemberlakuan bunga berjenjang (bunga majemuk). BI melarang memasukkan biaya dan denda serta bunga terutang dalam komponen penghitungan bunga yang menyebabkan bunga-berbunga. Keempat, persyaratan penagihan utang kartu kredit dengan menggunakan jasa pihak lain (outsourcing) dengan kualitas tertentu yang diatur dalam surat edaran BI. Pada Tabel 2 dijelaskan peraturan baru kartu kredit di Indonesia dan bentuk limitasi kartu kredit yang telah dilakukan di beberapa negara ASEAN.

Tabel 1. Suku Bunga Retail per Bulan, Tarik Tunai

Kartu Kredit Menurut Bank

Retail Tarik Tunai

ANZ 4,75% 5%

BCA 3,25% 3,25%

BII 3,5% 4%

BNI 2,95% 3,75%

BRI 2,68% 3,25%

CIMB Niaga 3,75%

Citibank 2,75%-3,5% 3,25%-4%

Danamon 3,59% 3,99%

Bumiputera Classic 3,75%Gold 3,5%

Platinum 3,5%

Bukopin Classic 3,15%Gold 3,25%

Platinum 3,35%

GE Finance 3,75% 4,25%

HSBC 3,5% 4%

Mandiri 3,5% 4%

Panin 3,25% 3,5%

OCBC NISP 3,5% 4%

Standard Chartered

3,59%

UOB Buana 3,5% 3,5%

Permata Classic 4,5%Gold 3,49%

Platinum 3,5%

Mega Classic 3,6%Gold 3,5%

Platinum 4%

4%

Sumber: Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), 7 November 2011.

Page 15: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 15 -

Implikasi Kebijakan

Adanya Peraturan BI No.14/2/P/2012 menimbulkan implikasi ekonomi sebagai berikut:• Batas kepemilikan kartu untuk satu

nasabah. Setiap nasabah yang memiliki gaji Rp10 juta ke bawah hanya bisa memiliki maksimal kartu kredit dari 2 penert. BI menyadari adanya dampak negatif jika pembatasan kepemilikan kartu kredit diberlakukan, yang berpotensi menghambat pertumbuhan industri yaitu menurunnya kontribusi pendapatan kartu kredit terhadap laba bank. Bisnis kartu kredit di Indonesia berpotensi melambat karena berkurangnya pendapatan komisi (fee

income) akibat semakin sedikitnya jumlah kartu yang diterbitkan. Namun di sisi lain, dampak positif yang diperoleh adalah pihak penerbit kartu kredit diperkirakan akan cenderung berhati-hati dalam melakukan ekspansi bisnis ini dengan seleksi kualifikasi nasabah.• Penurunan rasio kredit macet (NPL). Tujuan BI melakukan pengetatan regulasi terhadap alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) adalah untuk menurunkan rasio kredit macet kartu kredit (NPL) di Indonesia. Saat ini, rasio NPL kartu kredit di Indonesia di atas 4%, lebih tinggi daripada rasio kredit secara umum berkisar 3%. Menurut BI (Media Indonesia, 10 Jan 2012) NPL kartu kredit bulan Desember 2010 sebesar 4,63% sedangkan NPL November 2011 sebesar 4,51%. Berdasarkan jenis transaksi kartu kredit, penarikan tunai dari kartu kredit (cash advance) dinilai berpotensi meningkatkan rasio NPL. Dengan adanya kebijakan ini, penerbit hanya akan

menerbitkan kartu kredit kepada nasabah yang persyaratannya terpenuhi sehingga dapat menekan rasio kredit macet.

• Batas maksimal suku bunga kartu kredit. Hal ini berdampak pada penerbit yang suku bunganya di atas batas maksimal yang ditetapkan dalam regulasi baru, yaitu penurunan pendapatan bunga (interest income) yang diperoleh penerbit. Namun penurunan pendapatan tersebut dapat diantisipasi dengan perolehan nasabah yang berkualitas hasil seleksi kualifikasi nasabah sehingga biaya operasional dapat diminimalisasi, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan total dari penerbit kartu kredit. Ketua Perhimpunan

Tabel 2. Persyaratan Kepemilikan Kartu Kredit

di Negara ASEAN

Indonesia* Malaysia Singapura Thailand

Batas umur Min 21 tahun(18 thn menikah)

Min 21 tahun Min 21 tahun

Batas gaji/pendapatan

nasabah

Min 3x UMRRp3 juta /bln

Min MYR24.000 (± Rp67,2 juta/thn atau Rp 5,6 juta

/bln)

Usia ≤ 55 • thn: min SGD30.000 /thn (± Rp17,25 juta /bln)Usia > 55 • tahun: min SGD15.000 /thn (± Rp 8,625 juta /bln)

Min 15.000 Bath /bln

(± Rp4,5 juta /bln) atau memiliki

simpanan di lembaga

keuangan yang dianggap cukup.

Batas Kepemilikan kartu kredit

Gaji dibawah Rp10 juta

maksimal 2 penert. Untuk > Rp10 juta tergantung

penilaian bank.

Max 2 penert untuk pendapatan

< MYR36.000 /thn

Plafon pinjaman

Max 3 x pendapatan

perbulan

2 x pendapatan perbulan

2 bulan • pendapatan (pendapatan < SGD 30.000 /thn)4 bulan • pendapatan (pendapatan SGD30.000 /thn)

Max 5x pendapatan perbulan.

Bunga kartu kredit

Max 3% perbulan 18% pertahun Max 18% pertahun.

Bunga penarikan

tunai

3% perbulan 18% pertahun Max 3% dari jumlah penarikan.

Keterangan: MYR: Malaysia Ringgit dan SGD: Singapore DollarSumber: Data Indonesia dikutip dari snis Indonesia,10 Jan 2012 hal. 5; Malaysia, Singapura & Thailand dikutip dari Vivanews.com

Page 16: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 16 -

Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai, peraturan baru ini menguntungkan karena akan mengurangi risiko kredit macet di layanan kartu kredit, dan dirasakan peraturan tersebut tidak mengurangi pendapatan industri perbankan.

• Larangan bunga berbunga. Dari sisi penerbit kartu, kebijakan ini membantu industri perbankan dalam menjaga kesehatan bank, sementara itu, kebijakan ini juga melindungi kepentingan konsumen dan mencegah konsumen hidup dalam perangkap hutang kartu kredit akibat penggunaan kartu kredit yang berlebihan dan tidak sehat.

Kendala Kebijakan dan Strategi Antisipasi Kerugian Potensial

Realisasi kebijakan baru tentang pembatasan kartu kredit di Indonesia membutuhkan persiapan yang matang. Salah satu kendala adalah masalah infrastruktur. Dengan gencarnya pemasaran kartu kredit di Indonesia, maka tidak dipungkiri banyak konsumen yang telah memiliki lebih dari dua kartu kredit. Dan karena peraturan ini juga berlaku tidak hanya untuk nasabah baru, namun juga untuk nasabah lama, maka konsumen yang sudah memiliki lebih dari dua kartu dan berpendapatan kurang dari Rp 10juta harus segera menutup kartu. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah kartu dari penerbit mana yang harus ditutup dan bagaimana mendorong agar konsumen bersedia untuk menutup kartunya.

Dalam masa transisi, BI harus selalu memberikan informasi terkini dalam Sistem Informasi Debitur (SID), sehingga dapat menjadi acuan bagi industri perbankan sebelum menyalurkan kredit. Menurut Direktur Direktorat Sistem Pembayaran Ronald Waas, sanksi yang diberikan BI kepada penerbit kartu yang melanggar peraturan dapat berupa larangan menambah nasabah baru atau yang terberat adalah pencabutan izin menerbitkan kartu.

Kebijakan pembatasan kepemilikan kartu kredit yang dikeluarkan oleh BI memiliki dampak negatif bagi industri perbankan yaitu berkurangnya pendapatan potensial bank. Namun demikian, kemungkinan potential lost dapat diantisipasi dengan peningkatan volume

kartu kredit. Dengan nasabah yang berpotensi, perlu kemasan fitur dan program yang beragam dan menarik sehingga dapat menaikkan volume kartu kredit, dan rasio NPL pun dapat ditekan. Hal ini akan mempermudah BI melakukan tugas pengawasan bank di Indonesia.

Penutup

Kartu kredit merupakan salah satu bisnis yang menggiurkan pada industri perbankan. Regulasi pembatasan kartu kredit melalui Peraturan BI No. 14/2/P/2012 merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen dalam sektor perbankan di Indonesia. Diharapkan kebijakan ini mampu meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan manajemen resiko pemberian kredit pada industri perbankan di Indonesia. Untuk itu, perlu kerjasama antara BI dan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dalam masa transisi penerapan regulasi ini.

Rujukan:

1. “Kepemilikan Kartu Kredit Diperketat,” Republika, 10 Januari 2012, hlm. 1.

2. “Pembatasan Pangkas Jumlah Kartu Kredit,” Bisnis Indonesia, 10 Januari, 2012, hlm. 5.

3. “Autentikasi Kartu Kredit Wajib Pakai PIN,” Media Indonesia, 10 Januari 2012, hlm. 17.

4. “BI Pertegas Aturan Kartu Kredit,” Republika, 9 Januari 2012, http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/12/01/09/lxizcz-bank-indonesia-pertegas-aturan-kartu-kredit, diakses 10 Januari 2012.

5. “Regulasi Diperketat.: NPL Kartu Kredit Dibawah 4%,” Suara Pembaruan, 10 Januari, 2012, hlm. 12.

6. “Ingin Murnikan Fungsi Kartu Kredit,” Suara Pembaruan, 9 Januari 2012, ht tp : / /www.suarapembaruan .com/ekonomidansnis/-ingin-murnikan-fungsi-kartu-kredit/15778#Scene_1, diakses 10 Januari 2012.

7. “Aturan Credit Card Mesti Tekan Risiko Kredit Macet Resmi Diluncurkan Bank Sentral,” Rakyat Merdeka, 10 Januari 2012, http://eks.rakyatmerdekaonline.com/read/2012/01/10/51510/Aturan-Credit-Card-Mesti-Tekan-Risiko-Kredit-Macet-, diakses 11 Januari 2012.

Page 17: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

Pengaturan Lembaga Penyiaran Publik

Handrini Ardiyanti*)

Abstrak

Keberadaan lembaga penyiaran publik perlu diatur secara jelas dan terinci demi menjamin terlaksananya tugas-tugas lembaga penyiaran yang harus mengutamakan kepentingan publik, dan eksistensinya lembaga penyiaran sebagai sebuah industri padat modal.

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Pendahuluan

Wacana untuk memisahkan pengaturan tentang Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai lembaga penyiaran publik dalam satu undang-undang tersendiri mulai bergulir. Bahkan Ketua Komisi I DPR Mahfud Siddiq dalam Rakernas LPP RRI di Mataram, NTB, Selasa (10/1) mengatakan, DPR akan membuat UU LPP RRI dan TVRI yang sangat dibutuhkan tidak saja bagi RRI dan TVRI, namun juga sangat penting bagi negara. Demikian pula dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Penyiaran Komisi I Rabu (11/01) .

Keberadaan lembaga penyiaran publik mutlak diperlukan dalam sebuah negara demokratis demi terjaminnya hak rakyat untuk mendapatkan informasi agar dapat memainkan peranan sentral dalam keseluruhan proses politik. Namun bagaimana pengaturan keberadaan dan kelembagaan lembaga penyiaran publik dalam peraturan perundang-undangan,

memerlukan kecermatan, agar tetap dapat menjamin perannya sebagai lembaga penyiaran yang mengutamakan kepentingan publik sebagai masyarakat sekaligus tetap eksis sebagai sebuah industri padat modal.

Pemahaman tentang Lembaga Penyiaran Publik

Menururt Ghazali, 2002, lembaga penyiaran publik secara khusus didefinisikan sebagai lembaga penyiaran yang menyelenggarakan penyiaran radio atau penyiaran televisi atau penyiaran berlangganan yang memberikan pengakuan secara signifikan terhadap peran supervisi dan evaluasi publik melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk tujuan tersebut.

Berbeda dengan lembaga penyiaran komersial yang mengutamakan economic determinism, di mana seolah-olah semua aspek tingkah laku institusi penyiaran ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi

*) Peneliti Muda Bidang Komunikasi pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, e-mail: [email protected]

Vol. IV, No. 01/I/P3DI/Januari/2012

- 17 -

Page 18: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 18 -

dengan logika never-ending circuit of capital accumulation: MCM (Money – Commodities – More Money) - lembaga penyiaran publik menitikberatkan perhatian kepada kepentingan dan kepuasan publik sebagai tolok ukur keberhasilan program.

Lembaga Penyiaran Publik di Berbagai Negara

Menurut UNESCO saat ini hampir seluruh negara pemerintahnya telah mengembangkan keberadaan lembaga penyiaran publik sebagai media alternatif di tengah dominasi media yang bersifat

komersil untuk mendorong akses dan partisipasi publik. Sebab lembaga penyiaran publik melalui program-programnya yang diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan dan wawasan serta mendorong partisipasi publik.

Pengaturan Lembaga Penyiaran Publik

Pengaturan keberadaan dan operasionalisasi lembaga penyiaran publik berbeda-beda sesuai dengan perkembangan kebijakan pemerintah yang berkuasa. Di Korea misalnya, KBS yang semula merupakan milik pemerintah dengan nama Seoul TV Broadcasting Station menjadi penyiaran publik sejak 3 Maret 1973 ini diperbolehkan menerima iklan pada tahun 1980, namun sejak tahun 1994 KBS tidak lagi menayangkan

iklan seiring telah direvisinya kebijakan sistem pengumpulan iuran televisi oleh pemerintah. Sedangkan Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) yang merupakan lembaga penyiaran publik dengan sistem jaringan

Tabel 1. Perbedaan Lembaga Penyiaran Komersial dengan

Lembaga Penyiaran Publik

Aspek Lembaga Penyiaran Komersial

Lembaga Penyiaran Publik

Konsep Market Model yaitu sebagai industri yang menjual

produk.

Public Sphere Model yaitu sebagai salah satu sumber daya yang dimiliki masyarakat yang melayani masyarakat dengan menyajikan

berbagai program yang dibutuhkan masyarakat

Posisi audiens

Sebagai konsumen Sebagai masyarakat

Definisi Mendasarkan operasinya atas prinsi-prinsip

pencapaian keuntungan ekonomi (komersial)

Memberikan pengakuan secara signifikan terhadap peran supervisi dan evaluasi publik

melalui sebuah lembaga supervisi yang khusus didirikan untuk tujuan tersebut.

Khalayak Umum, terbuka lebar Umum, lebih satu komunitas.

Visi Memberikan hiburan, informasi dan pendidikan.

Implementasinya untuk produksi dan pemasaran

dengan memperhitungkan prinsip-prinsip capaian keuntungan ekonomi

(komersial).

Meningkatkan kualitas hidup publik. Secara khusus meningkatkan apresiasi terhadap

keaneka-ragaman yang ada ditengah masyarakat dengan harapan menciptakan

kehidupan yang harmonis di antara berbagai komunitas yang berbeda.

Ukuran Kesuksesan

Rating Kepuasan Publik

Pemilik Umumnya berbentuk perseroan terbatas

Negara, PT, Pemda, non pemerintah (swasta), yayasan, LSM, Perguruan Tinggi, dll namun tetap harus membentuk Lembaga Supervisi

yang independen.

Sumber Pemasukan

Iklan APBN, APBD, iuran, iklan dan sumber lain yang dikembangkan

Diolah berdasarkan Diagram Penggolongan Lembaga Penyiaran (Ghazali, 2002) dan Tabel Market Model Versus Public Sphere (Croteau & Hoynes , 2006)

Tabel 2. Lembaga Penyiaran Publik di Berbagai Negara

No Negara Lembaga Penyiaran Publik (Public Broadcasting)

1. Korea Selatan Korean Broadcasting System (KBS), Munwha Broadcasting Corporation (MBC), Education Broadcasting System (EBS)

2. Amerika Serikat National Public Radio, Public Broadcasting Service, Wisconsin Public Television, Minnesota Public Radio

3. Canada Canadian Broadcasting Corporation (CBC)

4. Inggris British Broadcasting Corporation (BBC)

5. Jepang NHK (Japan Broadcasting Corporation)

6. Perancis Radiodiffusion-Television (RTF)

Diolah dari TVRI Sebagai Media Komunikasi Pembangunan (Gayatri, 2011)

Page 19: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 19 -

dengan 19 stasiun lokal yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh organisasi nirlaba (LSM) Foundation for Broadcast Culture ini menerapkan kebijakan mengijinkan pemasangan iklan.

Pengaturan keberadaan dan

operasionalisasi lembaga penyiaran publik biasanya menyatu dengan UU Penyiaran. UU Penyiaran Inggris misalnya memasukan pengaturan tentang BBC (The British Broadcasting Corporation) dalam satu bab khusus yaitu pada bab VI yang mengatur tentang tugas dan kewenangan BBC, kewenangan Sekretaris Negara terkait dengan BBC.

Namun di antara sekian banyak regulasi terkait keberadaan lembaga penyiaran publik, UU Penyiaran Kanada merupakan salah satu undang-undang yang mengatur secara singkat dan komprehensif tentang keberadaan lembaga penyiaran publik baik dalam kerangka melayani kepentingan audiens sebagai masyarakat maupun keberadaannya sebagai industri.

Pengaturan Lembaga Penyiaran Publik dalam UU Penyiaran Kanada

Lembaga penyiaran publik yang merupakan milik negara

di Kanada adalah Canadian Broadcasting Corporation (CBC Radio and Television). Pengaturan tentang CBC diatur menjadi satu ke dalam UU Penyiaran (Broadcasting Act, Statue of Canada 1991) yang diatur dalam 36 pasal yaitu pasal 35 sampai dengan pasal 71

Tabel 3. Pengaturan Lembaga Penyiaran Publik dalam UU Penyiaran Kanada

Tentang Pengaturan

Kelembagaan Berbentuk korporasi dengan pengorganisasian terdiri dari auditor, • dewan direksi, direktur, ketua dewan, presiden CBC dan anak perusahaan CBC .Ketua Dewan Direksi dan presiden direktur CBC yang dipilih dari • ke-12 direksi oleh GubernurJenderal Kanada.Jika Presiden Direktur tidak hadir atau berhalangan atau jika kosong, • maka Presiden harus bertindak sebagai Presiden Direktur, dan jika keduanya tidak ada maka Dewan dapat memilih seorang direktur untuk bertindak sebagai Presiden. Namun tidak memiliki kewenangan sebagai Presiden melebihi enam puluh hari tanpa persetujuan dari Gubernur Jenderal.

Tugas dan Kewenangan

Tugas CBC adalah menyediakan program siaran sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Komisi Penyiaran Kanada antara lain mengumpulkan berita yang berkaitan dengan kejadian saat ini di setiap bagian dari dunia dan membangun dan berlangganan kantor berita, memproduksi, mendistribusikan dan melestarikan berbagai produk-produk penyiaran, mendapatkan keuntungan dari usaha penyiaran baik dengan sewa atau pembelian.Kewenangan CBC membuat perjanjian atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain terkait dengan penyediaan jasa penyiaran dan lainnya serta melakukan kontrak-kontrak bisnis terkait dengan penyiaran mewakili ratu.

Tugas dan kewajiban Auditor, Presiden

Direktur, Direksi dll

Auditor bertugas melakukan verifikasi korporasi, Dewan Direksi Korporasi yang terdiri dari 12 Direksi termasuk di dalamnya Ketua Dewan Direksi, Direktur yang bertugas sesuai dengan pengaturan administrasi korporasi, presiden atau direktur umum korporasi serta anak perusahaan yang dimiliki CBC.Ketua Dewan Direksi harus melaksanakan tugas dan fungsinya secara rutin minimal secara paruh waktu.

Masa Jabatan Masa Jabatan direksi adalah lima tahun dan sewaktu-waktu dapat diganti oleh Gubernur Jenderal terkait kasus-kasus tertentu.

Staffing Dewan Direksi CBC memiliki kebebasan untuk merekrut staff termasuk di dalamnya persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Renumerasi Dewan Direksi CBC memiliki kebebasan untuk mengatur remunerasi

Kedudukan Kedudukan kantor pusat korporasi yang diatur harus berada di Ibu Kota negara serta pengaturan tentang pertemuan Dewan Direksi CBC minimal enam kali dalam setahun.

Pengaturan Sebagai Entitas Bisnis

Terdapat ketentuan tentang akuisisi dan tata cara melakukan perjanjian bisnis termasuk di dalamnya mekanisme peminjaman yang harus mendapatkan persetujuan menteri keuangan.

Pertanggungjawaban Korporasi bertanggung jawab kepada parlemen yang dilakukan melalui Perdana Menteri. mekanisme laporan keuangan CBC yang disampaikan kepada Parlemen melalui menteri paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya satu tahun anggaran.

Jaminan Independensi

Terdapat penegasan dalam satu pasal tersendiri bahwa keberadaan CBC sebagai korporasi tidak berarti ditafsirkan atau diterapkan sehingga dapat membatasi kebebasan ekspresi atau kemerdekaan, jurnalistik kreatif atau pemrograman serta penegasan kebebasan jurnalistik tetap dapat dinikmati oleh korporasi meski dalam pelaksanaan tugas-tugasnya korporasi tetap mengejar keuntungan.

Diolah UU Penyiaran Kanada

Page 20: Vol IV No 01 I P3DI Januari 2012

- 20 -

dalam bagian III sesudah pengaturan tentang kebijakan umum penyiaran di Kanada dan pengaturan tentang Komisi Penyiaran Kanada.

Penutup

Pengaturan tentang kelembagaan penyiaran publik mutlak dilakukan dalam sebuah negara demokratis demi menjamin keberadaannya, namun yang harus digarisbawahi adalah pengaturan lembaga penyiaran publik hendaknya tidak terlepas dari kenyataan bahwa industri penyiaran merupakan industri yang padat modal dengan mengadop susunan kelembagaan sesuai dengan entitas bisnis yang ada sebagaimana dilakukan dalam UU Penyiaran Kanada yang memberikan keleluasaan kepada Dewan Direksi CBC untuk mengatur remunerasi serta merekrut staff termasuk di dalamnya persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Selain itu pengaturan tentang lembaga penyiaran publik milik negara harus memberikan penegasan bahwa sisi komersial lembaga penyiaran sebagai sebuah industri tetap harus mendapat perhatian dengan cara mengatur tentang berbagai mekanisme admisitrasi keuangan lembaga sebagai sebuah institusi bisnis sekaligus tetap menegaskan bahwa keberadaan lembaga penyiaran publik sebagai sebuah entitas bisnis tidak akan mempengaruhi fungsi dari keberadaan lembaga penyiaran tersebut sebagai lembaga penyiaran publik yang dijamin kemerdekaan dan independensinya sebagaimana pengaturan yang terdapat dalam pengaturan tentang lembaga penyiaran publik milik negara yang ada sebagaimana dinyatakan dalam pasal 70 UU Penyiaran Kanada.

Hal yang terpenting yang harus diperhatikan dalam pengaturan lembaga penyiaran publik adalah tetap menjamin terlaksananya prinsip-prinsip dasar penyiaran publik yaitu lebih mengutamankan program-program yang berkualitas, menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan seluruh wilayah negara,

merefleksikan keanekaragaman budaya serta mencerminkan identitas nasional.

Rujukan:

1. Effendi Gazali, Penyiaran Alternatif tapi Mutlak, Sebuah Acuan tentang penyiaran Publik dan Komunitas, Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Jakarta, 2002.

2. UU Penyiaran Kanada (Broadcasting Act, Statue of Canada 1991), Departemen Kehakiman Kanada, http://laws.justice.gc.ca/eng/acts/B-9.01/ diakses tanggal Kamis, 12 Januari 2012.

3. UU Administrasi Keuangan Kanada (Financial Administration Act, Revised Statue of Canada 1985), Departemen Kehakiman Kanada, http://laws.justice.gc.ca/eng/acts/F-11 diakses tanggal Kamis, 12 Januari 2012.

4. “Komisi I DPR: Kita Sepakat Bikin UU RRI dan TVRI,” http://rri.co.id/index.php/detailberita/detail/7141 diakses Jumat, 13 Januari 2011.

5. Gati Gayatri, TVRI Sebagai Media Komunikasi Pembangunan, 2011.

6. Market Model Versus Public Sphere by Croteau & Hoynes dalam h t t p : / / b u d i a f r i ya n . w o r d p r e s s .com/2006/01/16/market-model-versus-public-sphere-model-of-mass-media/ diakses Senin, 2 Oktober 2011.

7. “Korean Broadcasting System“ http://id.wikipedia.org/wiki/Korean_Broadcasting_System diakses Selasa, 17 Januari 2011.

8. “Munhwa Broadcasting Corporation“ http://id.wikipedia.org/wiki/Munhwa_Broadcasting_Corporation diakses Selasa, 17 Januari 2011.

9. Public Broadcasting, Why? How? UNESCO. (2001) h t t p : / / u n e s d o c . u n e s c o . o r g / images/0012/001240/124058eo.pdf, 16 November 2011.