universitas lambung mangkurat fakultas pertanian
TRANSCRIPT
Bidang Unggulan: Ketahanan Pangan/ Pengelolaan Lahan Basah Terpadu
Kode/Nama Rumpun: 151/Ilmu Tanah
PENGEMBANGAN MODEL USAHATANI TERPADUBERKEMANDIRIAN BAHAN DAN ENERGI
DI LAHAN RAWA PASANG SURUT
Tahun ke-1 dari rencana 3 tahun
TIM PENELITI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS PERTANIAN
Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc (NIDN 0007046312)Ir. H. Akhmad Murjani, MS (NIDN 0031106301)
LAPORAN TAHUNANPENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
DESEMBER 2015
Development and Upgrading of Seven Universities in Improvingthe Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Pengembangan model usahatani terpadu berkemandirianbahan dan energi di lahan rawa pasang surut
Peneliti/PelaksanaNama Lengkap : Dr. Ir. AHMAD KURNAIN M.ScPerguruan Tinggi : Universitas Lambung MangkuratNIDN : 0007046312Jabatan Fungsional : Lektor KepalaProgram Studi : AgroteknologiNomor HP : 08152108126Alamat surel (e-mail) : [email protected] (1)Nama Lengkap : Ir AKHMAD MURJANI M.SNIDN : 0031106301Perguruan Tinggi : Universitas Lambung MangkuratInstitusi Mitra (jika ada)Nama Institusi Mitra : -Alamat : -Penanggung Jawab : -Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 3 tahunBiaya Tahun Berjalan : Rp 77.000.000,00Biaya Keseluruhan : Rp 430.000.000,00
Mengetahui,Direktur Eksekutif PIU Unlam
Ir. Rusliansyah, M.ScNIP 196301311991031001
Banjarbaru, 10 - 12 - 2015Ketua,
Dr. Ir. AHMAD KURNAIN M.ScNIP 196304071991031003
Menyetujui,Ketua LPPM Unlam
Prof. Dr. Ir. H. M. Arief Soendjoto, M.ScNIP 196006231988011001
iii
RINGKASAN
Peningkatan produktivitas agroekosistem lahan rawa pasang surut dapat
dilakukakan melalui pendekatan sistem, yaitu pengintegrasian beberapa sub-
sistem usahatani, yang luas dan jenisnya disesuaikan dengan karakteristik air dan
tanah, sehingga aliran bahan dan energi (baik products maupun by products)
berjalan efisien dan efektif. Dengan kata lain sistem akan memenuhi kebutuhan
bahan dan energinya secara mandiri. Untuk mendesain bagaimana model
pertanian terpadu di lahan rawa pasang surut berbasis pada kemandirian bahan
dan energi diperlukan kajian lanjutan berupa: (1) potensi aliran internal hara N, P
dan K dan simulasi model alirannya pada tiga sub sistem usahatani: padi, jeruk
dan kolam ikan, (2) proses aliran internal hara, dan (3) validasi model hasil
simulasi untu mengintegrasikan ke tiga sub sistem tersebut berdasarkan asas
keberlanjutan. Pengembangan model agroekosistem mengacu pada pendekatan
Input-Output pada sistem tertentu. Setiap sub komponen di dalam sistem
usahatani terpadu di lahan rawa pasang memiliki potensi bahan untuk dapat
dialirkan guna saling melengkapi kebutuhan hara bagi proses produksi pertanian.
Pada komponen input (masukan) seperti air kolam, lumpur kolam, air hujan, air
sungai pasang, dan residu tanaman berpotensi untuk dikelola secara optimal
sebagai masukan agroekosistem.
Potensi hara N, P dan K baik pada komponen masukan maupun keluaran
dari setiap sub sistem usahatani padi, jeruk dan kolam ikan berbeda-beda dari satu
sub sistem dengan sub sistem lainnya. Potensinya lebih rendah dibandingkan
dengan potensi yang pernah dilaporkan di negara-negara Asia, terutama untuk sub
sistem padi. Potensi ini tipikal untuk sub sistem padi yang rendah masukan pupuk
kimia, seperti yang sering ditemukan di lahan rawa pasang surut di Barito Kuala.
Sub sistem padi dan kolam ikan memiliki potensi aliran internal hara, yang
masing-masing bersumber dari jerami padi dan lumpur dasar serta air buangan
kolam. Potensi ini dapat dimanfaatkan kembali sebagai sub komponen masukan
hara bagi sub sistem lainnya atau bagi musim tanam berikutnya. Simulasi model
agroekosistem terpadu padi–jeruk–kolam ikan, padi–jeruk, dan kolam ikan–jeruk
dengan rasio luas masing-masing model 8:1:1, 9:1:0, dan 0:1:1 menunjukkan
iv
neraca hara yang positif terutama hara N, sehingga model ini perlu dikembangkan
lebih lanjut. Model 8:1:1, 9:1:0, dan 0:1:1 dapat meniadakan pemakaian pupuk
Urea, mengurangi pemakaian pupuk NPK masing-masing sebesar 75%, 25%, dan
50%, tetapi memanfaatkan jerami padi, lumpur dasar dan air buangan kolam
untuk usahatani padi dan kolam budidaya ikan.
Meskipun demikian beberapa model di atas masih memerlukan validasi
dengan memasukkan faktor proses aliran internal dari pemanfaatan jerami padi
dan lumpur dasar serta air buangan kolam di dalam sistem tanah padi dan tanah
surjan. Setelah itu model tersebut perlu diuji-terap dan dianalisis keberlanjutannya
melalui analisis neraca hara dan kelayakan secara ekonomis. Oleh karena itu,
penelitian ini sangat penting dan segera dilanjutkan.
Kata kunci: agroekosistem, hara, aliran internal, rawa pasang surut
v
PRAKATA
Laporan akhir penelitian tahun ke-1 ini disusun berdasarkan kegiatan penelitian
yang telah dilaksanakan sejak penandatanganan kontrak bulan April sampai
dengan Desember 2015. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 tahun.
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari tim peneliti terhadap
pengembangan sistem pertanian terpadu di lahan rawa pasang surut khususnya di
daerah Kabupaten Barito Kuala. Topik penelitian ini sangat relevan dengan
Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas Lambung Mangkurat yang mengarus-
utamakan pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan. Penelitian ini juga telah
dimanfaatkan oleh beberapa mahasiswa dalam rangka menyelesaikan tuga
akhirnya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang banyak membantu dan memberi saran dalam penelitian ini. Ucapan
terima kasih disampaikan kepada Reviewer yang telah menyetujui untuk
melaksanakan penelitian ini menggunakan dana Hibah Penelitian Unggulan
Perguruan Tinggi dari Proyek IDB 7 in 1“Development and Upgrading of Seven
Universities in Improving the Quality and Relevance of Higher Education in
Indonesia” tahun anggaran 2015. Mengingat relevansi dan kepentingannya, maka
penelitian ini perlu dilanjutkan. Oleh karena itu, laporan tahun ke-1 ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi untuk dapat mempertimbangkan
keberlanjutan penelitian ini.
Banjarbaru, Desember 2015
Tim Peneliti
vi
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
RINGKASAN ............................................................................................ iii
PRAKATA ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
1. Karakteristik Rawa pasang Surut .................................................... 42. Pengelolaan Tanah dan Air ............................................................ 53. Peta Jalan Penelitian Agroekosistem Lahan Rawa Pasang Surut ..... 6
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................ 8
BAB 4. METODE PENELITIAN ............................................................ 9
1. Tapak Penelitian ........................................................................... 92. Desain Penelitian ............................................................................ 9
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 121. Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian ............................................ 122. Neraca Hara pada Sub Sistem Padi ................................................. 133. Perubahan Stok Hara pada Tanah Surjan ........................................ 164. Neraca Hara N pada Sub Sistem Kolam Ikan ................................. 175. Usulan Model Integrasi Padi, Jeruk dan Kolam Ikan ...................... 18
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 23
LAMPIRAN ............................................................................................... 26
vii
DAFTAR TABEL
halaman
1. Sifat tanah lokasi penelitian agroekosistem di lahan rawa pasangsurut di Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau Badauh KabupatenBarito Kuala ................................................................................... 12
2. Neraca hara N, P dan K pada agroekosistem padi di lahan rawapasang surut Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau BadauhKabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan selamamusim tanam Mei – Agustus 2015 ................................................ 13
3. Neraca hara N, P dan K pada agroekosistem padi di lahan rawapasang surut Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau BadauhKabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan selamamusim tanam Mei – Agustus 2015 ................................................... 14
4. Perubahan stok hara dalam tanah surjan pada agroekosistem jerukdi lahan rawa pasang surut Desa Danda Jaya Kecamatan RantauBadauh Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatanselama Mei – Agustus 2015 ........................................................... 16
5. Neraca hara N pada agroekosistem kolam ikan di KabupatenBanjar Kalimantan Selatan selama musim Mei – Agustus 2015 ..... 17
viii
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Rumusan masalah dan peta penelitian pengembangan modelagroekosistem terpadu berkemandirian bahan dan energi di rawapasang surut ................................................................................... 2
2. Potensi aliran bahan pada sub sistem usahatani padi di lahan rawapasang surut ................................................................................... 9
3. Potensi aliran bahan pada sub sistem usahatani surjan dan kolamikan di lahan rawa pasang surut ..................................................... 10
4. Neraca N pada agroekosistem integrasi padi, kolam dan jerukdengan rasio luas 8:1:1 .................................................................. 18
5. Neraca N pada agroekosistem integrasi padi dan jeruk dengan rasioluas 9:1 .......................................................................................... 19
6. Neraca N pada agroekosistem integrasi kolam ikan dan jerukdengan rasio luas 1:1 ...................................................................... 20
ix
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Susunan organisasi peneliti dan pembagian tugas ............................ 26
2. Bukti luaran penelitian......... .......................................................... 27
BAB 1. PENDAHULUAN
Lahan rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa non-pasang surut (rawa
lebak), merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif. Lahan rawa tersebar hampir di
seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil digitasi terbaru oleh BBDSLP
(2014) luas lahan rawa di Indonesia sebesar 34,93 juta hektar yang terdiri dari tiga
tipologi lahan yaitu lahan rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa gambut dengan
luas masing-masing 8,35 juta hektar, 11,64 juta hektar, dan 14,93 juta hektar. Di
Kalimantan Selatan luas lahan rawa diperkirakan 1,14 juta hektar (Kurnain, et al.,
2008), dan 346.753 ha diantaranya adalah rawa pasang surut (Mulyani dan
Sarwani, 2013).
Pemanfaatan lahan rawa pasang surut sebagai lahan pertanian produktif
dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala itu terutama terkait dengan
karakteristik air dan tanah (Kurnain dan Ifansyah, 2007 dan 2008). Dalam hal air,
kendala yang dihadapi antara lain yang terkait dengan tingginya genangan air di
lahan, air stagnan di lahan, atau terjadinya drainase (pengatusan) berlebihan.
Dalam hal tanah, kendala yang dihadapi terutama meliputi reaksi tanah masam,
potensi pirit yang jika tidak berhati-hati mengelolanya akan menimbulkan
kemasaman, dan mobilitas hara tinggi. Terkait dengan kendala lahan tersebut,
petani Banjar dan transmigran di Kalimantan Selatan, khususnya di Kabupaten
Barito Kuala membuat bedengan-timbun atau surjan (raised bed). Pembuatan
bedengan ini dimaksudkan untuk memberikan pengatusan secukupnya kepada
lingkungan perakaran, yang apabila tidak demikian suasana risosfer akan selalu
basah dan langka udara bagi kehidupan normal akar-akar tanaman. Selain itu,
dengan penataan lahan seperti ini memungkinkan petani untuk melakukan lebih
dari satu kegiatan usahatani (Nazemi, et al., 2008; Djamhari, 2009), seperti padi-
jeruk, padi-jeruk-ikan, atau padi-jeruk-ternak unggas.
Lahan pasang surut di Kabupaten Barito Kuala secara umum telah
dimanfaatkan sebagai lahan untuk berbagai usahatani (mix farming). Usahatani
campuran ini sebenarnya memiliki potensi aliran internal bahan dan energi ntuk
mendukung proses produksi. Hanya saja potensi ini kurang termanfaatkan,
2
sehingga input produksi lebih banyak tergantung pada input eksternal.
Pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) di lahan
pasang surut Barito Kuala merupakan alternatif yang tepat untuk mengurangi
input eksternal melalui suatu siklus biologi (biocycle farming). Siklus biologi
akan mengefisienkan aliran bahan dan energi dari berbagai subsistem pertanian, di
mana limbah (by products) dari salah satu usahatani dapat dimanfaatkan oleh
usahatani lainnya dan seterusnya. Sehingga bahan dan energi yang dibutuhkan
dari masing-masing usahatani dapat terpenuhi secara mandiri dalam sistem ini.
Sejalan dengan rumusan masalah dan peta penelitian untuk
mengembangkan model usahatani terpadu berkemandirian bahan dan energi di
lahan rawa pasang surut, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, secara
keseluruhan penelitian ini didesain untuk dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun.
Gambar 1. Rumusan masalah dan peta penelitian pengembangan modelagroekosistem terpadu berkemandirian bahan dan energi di rawapasang surut
3
Untuk mendesain bagaimana model agroekosistem lahan rawa pasang
surut berbasis pada kemandirian bahan dan energi diperlukan kajian potensi
produk dan residunya dari beberapa subsistem usahatani semula ada (existing
farming), bagaimana pengaliran dan neraca bahan dan energi (hara dan air), serta
sumber daya in situ yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan
dan energi pada pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk tujuan pertanian.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Karakteristik Rawa Pasang Surut
Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang
panjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged)
air dangkal (Subagyo, 2006a). Kemudian lahan rawa dibedakan menjadi rawa
pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut adalah daerah rawa yang
mendapat pengaruh langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surutnya air
laut atau air sungai di sekitarnya (Subagyo, 2006b), sedangkan rawa lebak adalah
daerah rawa non pasang surut yang karena posisinya di dataran banjir sungai
mendapat genangan secara periodik sekurang-kurangnya sekali dalam setahun,
yang berasal dari curah hujan dan atau luapan banjir sungai (Subagyo, 2006c).
Tanah-tanah yang berkembang di lahan rawa pasang surut adalah tanah
yang terbentuk dari endapan sungai dan laut yang membentuk tanah aluvial, dan
tanah gambut (Subagyo, 2006b). Dari tanah aluvial berkembang tanah sulfat
masam potensial dan aktual (Noor, 2004). Tanah gambut cenderung menghilang
dan tanah sulfat masam cenderung bertambah luas, karena penipisan lapisan
gambut yang biasanya menyertai ketika lahan dikembangkan misalnya untuk
pertanian. Adanya tanah sulfat masam ini kelak menjadi kendala dalam
pemanfaatan rawa menjadi lahan pertanian (Kurnain, et al, 2008).
Tanah sulfat masam berkembang sebagai akibat oksidasi bahan induk
yang kaya dengan pirit (FeS2) (Shamsuddin dan Sarwani, 2002; Subagyo, 2006b).
Pirit terakumulasi pada tanah tergenang yang banyak mengandung bahan organik
dan sulfida terlarut yang biasanya berasal dari air laut. Drainase lahan
mengakibatkan difusi oksigen dan medorong oksidasi pirit. Oksidasi pirit
menghasilkan asam sulfat yang selanjunya akan terhidrolisis menghasilkan ion
hidrogen. Tanah sulfat masam berkembang jika produksi ion hidrogen melebihi
kemampuan netralisasi dari bahan induk, sehingga pH biasanya turun menjadi
kurang dari 4.
Secara hidrologis, tata air di wilayah rawa pasang surut sangat
dipengaruhi oleh pasang surut diurnal dan semi diurnal dari sungai. Gerakan
pasang surut mengikuti kekuatan daya tarik benda-benda langit, sehingga dalam
5
satu bulan dapat terjadi pasang tinggi (springtide) dan pasang ganda (neaptide).
Pasang tinggi terjadi dua kali dalam sebulan, yaitu pada bulan purnama dan bulan
mati. Sedangkan pasang ganda terjadi di antara dua pasang tinggi dan dapat
terjadi dua kali dalam 24 jam. Berdasarkan luapan air pasang, tipe lahan rawa
pasang surut dibedakan menjadi (Wijaya Adhi et al. 1992): (1) Tipe A: lahan yang
selalu diluapi, baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil hampir
sepanjang tahun, (2) Tipe B: lahan yang hanya diluapi air hanya pada pasang
besar, (3) Tipe C: lahan yang tidak pernah diluapi air pada waktu pasang besar,
tetapi air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah, dan (4) Tipe D: lahan
yang tidak pernah diluapi air pada waktu pasang besar, dan air tanah lebih dari 50
cm dari permukaan tanah.
Air yang berlimpah di lahan rawa merupakan faktor yang menguntung dan
sekaligus dapat merugikan untuk pengembangan lahan rawa menjadi pertanian
lahan basah. Pengeringan berlebihan juga berpotensi menurunkan pH tanah.
Oleh karena itu pengelolaan sistem hidrologi dan pengelolaan tanah merupakan
kunci penting pengambangan lahan rawa untuk pertanian (Kurnain, et al, 2008).
2. Pengelolaan Tanah dan Air
Pengelolaan tanah dan air (soil and water management) merupakan kunci
utama untuk keberhasilan pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut
(Kurnain et al., 2008). Pengelolaan tanah dan air meliputi penataan lahan,
pengaturan air, ameliorasi, dan pemupukan (Suriadikarta dan Setyorini, 2006).
Penataan lahan perlu dilakukan untuk membuat lahan tersebut sesuai dengan
kebutuhan tanaman yang akan dikembangkan. Dalam melakukan penataan lahan
perlu diperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola
pemanfaatannya. Sebagai contoh, petani Banjar menata lahannya seperti pada
tipologi tanah sulfat masam potensial dengan tipe luapan A dan B dengan
membuat surjan yang dapat ditanami palawija, sayuran atau buah-buahan
(terutama jeruk), dan di bagian tabukannya ditanami padi atau kadang-kadang
dimanfaatkan sebagai kolam ikan (Alihamsyah dan Noor, 2003; Hidayat, et al.,
2010).
6
Pengaturan air di lahan rawa khususnya lahan pasang surut ditujukan
selain untuk memenuhi kebutuhan air selama penyiapan lahan dan pertumbuhan
tanaman juga untuk memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah. Tata air pada lahan
yang bertipe luapan A dan B perlu diatur dalam sistem aliran satu arah (one way
flow system) dan sistem tabat (dam overflow) (Suriadikarta dan Setyorini, 2006).
Penerapan penataan lahan dan sistem tata air tersebut selain dapat meningkatkan
kualitas dan produktivitas lahan, juga dapat meningkatkan intensitas penggunaan
lahan dan penerapan beragam pola tanam serta pendapatan masyarakat (Nazemi
et.al., 2008).
3. Peta Jalan Penelitian Agroekosistem Lahan Rawa Pasang Surut
Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
pemanfaatan lahan rawa pasang surut lebih handal jika dilakukan melalui
pendekatan agroekosistem ketimbang melalui pendekatan komoditas (Alihamsyah
dan Noor, 2003; Nazemi et al., 2008; Hidayat et.al., 2010). Pendekatan
agroekosistem dimaksudkan bahwa pemanfaatan lahan rawa pasang surut
disesuaikan dengan tipologi lahan dan tipologi luapan air.
Kehandalan agroekosistem ditunjukkan oleh keberlanjutan lahan untuk
menghasilkan biomassa (Van Ittersum et al., 2008). Keberlanjutan lahan untuk
melangsungkan proses produksi dapat dinilai dengan mengukur aliran dan neraca
bahan dan energi, termasuk hara dan air dalam suatu agroekosistem (Granstedt,
2000; Onwonga dan Freyer, 2006; Kasno, et al., 2009). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk menilai kehandalan agroekosistem lahan rawa pasang surut
meliputi dinamika hara dalam tanah dan air (Kurnain dan Ifansyah, 2007 dan
2008) yang menunjukkan bahwa deposisi air hujan dan pasang surut air sangat
berpengaruh atas pergerakan hara di dalam tanah terutama di bagian surjan.
Penelitian terakhir (Kurnain et al., 2011) menunjukkan bahwa beberapa
komponen internal dan eksternal dari suatu agroekosistem agro-aquakultur pada
skala lahan usahatani memiliki kapasitas masing-masing untuk mengalirkan hara
N. Beberapa penelitian tersebut menyiratkan adanya potensi aliran bahan dan
energi (hara dan air) di dalam suatu agroekosistem tertentu. Fenomena pada skala
7
lahan usatani ini boleh jadi dapat dikembangkan pada skala lansekap, dan
manfaatnya akan menjadi lebih besar, karena terbukti komponen deposisi air
hujan dan pasang surut air sangat berpengaruh atas neraca hara pada
agroekosistem di lahan rawa pasang surut.
8
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan topik penelitian ini, tujuan akhir dari penelitian multi-tahun
ini adalah menemukan model pengaliran bahan dan energi untuk memenuhi
kebutuhan agroekosistem lahan rawa pasang surut secara mandiri untuk
memproduksi biomassa. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut, penelitian ini
dirancang selama 3 (tiga) tahun yang masing-masing tujuan tahunannya sebagai
berikut:
1) Menghitung potensi dan aliran internal hara N, P, dan K pada agroekosistem
lahan rawa pasang surut pada sub sistem usahatani padi, jeruk, dan kolam
ikan, serta mensimulasikannya untuk mengembangan model agroekosistem
terpadu padi-jeruk, kolam ikan-jeruk, dan padi-jeruk-kolam ikan;
2) Menganalisis proses aliran internal hara N, P, dan K pada agroekosistem lahan
rawa pasang surut, dan memvalidasi model agroekosistem terpadu padi-jeruk-
kolam ikan; dan
3) Mengembangkan dan menguji kinerja model agroekosistem lahan rawa
pasang surut berkemandirian bahan dan energi melalui analisis neraca hara
dan kelayakan secara ekonomis.
2. Manfaat Penelitian
Sejalan dengan rencana luaran penelitian, manfaat penelitian ini adalah:
1) Meningkatkan jumlah dan kualitas publikasi ilmiah pada jurnal ilmiah
bereputasi nasional dan atau internasional;
2) Memantapkan visi dan misi Universitas Lambung Mangkurat dalam hal
pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan; dan
3) Secara eksternal hasil penelitian berkontribusi pada pengarusutamaan
pengelolaan lahan basah untuk produksi biomassa secara berkelanjutan sejalan
dengan peningkatan ketahanan pangan dan pendapatan petani.
9
BAB 4. METODE PENELITIAN
1. Tapak Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan rawa pasang surut bertipe lahan sulfat
masam potensial dan bertipe luapan B di Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau
Badauh Kabupaten Barito Kuala. Usahatani yang ada adalah padi dan jeruk.
Tapak kolam budidaya ikan yang representatif tidak tersedia, sehingga perlu
dibuat untuk penelitian tahun kedua. Untuk memperoleh potensi aliran internal,
pengamatannya dilakukan di Desa Sungai Rangas, Kabupaten Banjar.
2. Desain Penelitian
Secara fungsional potensi aliran bahan dan energi di dalam agroekosistem
lahan rawa pasang surut yang lahannya didesain dengan pembuatan surjan yang
biasanya ditanami jeruk dan sayuran, dan sisanya bagian tabukan yang biasanya
ditanami padi atau kolam ikan disajikan pada Gambar 2 dan 3. Antar-sub unit
usahatani terjadi pengaliran bahan (terutama residu pertanian), sehingga dapat
menjadi sumber bahan dan energi bagi proses produksi di sub unit lainnya.
Secara keseluruhan diharapkan akan terjadi efisiensi dan optimalisasi
pemanfaatan residu dalam rangka proses produksi biomassa.
Gambar 2. Potensi aliran bahan pada sub sistem usahatani padi di lahan rawapasang surut
10
Pada setiap komponen dan sub-komponen baik internal maupun eksternal
dari suatu sistem akan diamati kapasitas dan intensitas hara (N, P, dan K) selama
periode 1 (satu) tahun 2015 – 2016 dengan interval 1 bulan. Pengamatan periode 1
didanai dengan 2 (tahun) anggaran. Kemudian pada tahun ketiga akan dilakukan
pengembangan model dengan melakukan simulasi dan menerapkannya di
lapangan.
Gambar 3. Potensi aliran bahan pada sub sistem usahatani surjan dan kolam ikandi lahan rawa pasang surut
Penelitian tahun ke-1 merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan
(Kurnain et al., 2013). Penelitian pendahuluan telah menunjukkan adanya potensi
bahan dan energi yang bersumber dari residu (by products) sub sistem usahatani
padi, jeruk, dan budidaya kolam ikan. Penelitian tahun ke-1 meliputi analisis
aliran internal hara N, P dan K pada beberapa kombinasi sub sistem usahatani
padi, jeruk, dan kolam ikan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (Kurnain
et al., 2013) kombinasi sub sistem usahatani yang dianalisis aliran internalnya
adalah: (a) sistem usahatani terpadu padi – jeruk dengan rasio luas lahan 9:1, (b)
sistem usahatani terpadu jeruk – kolam ikan dengan rasio luas lahan 1:1, dan (c)
sistem usahatani terpadu padi – jeruk – kolam ikan dengan rasio luas lahan 8:1:1.
11
Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada pendekatan
sistem Input – Ouput. Setiap sistem usahatani terpadu dirancang sistem input-
output dan aliran internalnya sehingga neraca input-output seimbang (ke arah nol)
dan aliran internalnya optimal (dengan kata lain output dari satu sub sistem
usahatani secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai input bagi sub sistem
usahatani lainnya). Secara fungsional sistem input-output dan aliran internalnya
pada setiap sub sistem usahatani digambarkan pada Gambar 2 dan 3.
12
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Tanah Lokasi Penelitian
Karakteristik cuplikan tanah lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.
Secara kimia, tanah di 3 tapak penelitian dihadapkan pada rendahnya ketersediaan
basa-basa tukar, yang sering dijumpai pada tanah-tanah di lahan rawa pasang
surut (Kurnain, 2007; Aulia, 2009). Kandungan N tanah tergolong sedang, yang
secara potensial menyiratkan adanya potensi alirannya di dalam sistem tanah
tersebut. Secara fisik, ketiga tanah lokasi penelitian menyiratkan adanya hambatan
yang boleh jadi dapat membatasi pergerakan air di dalam sistem tanah. Indikasi
itu ditunjukkan oleh tektur tanahnya yang berbutiran halus dan permeabilitasnya
lambat. Berdasarkan persentase liat, cuplikan tanah di semua tapak penelitian
tergolong bertekstur halus (liat). Hasil ini sesuai dengan kisaran berat volume dan
berat jenisnya yang umumnya mencirikan tanah-tanah bertekstur halus (Hanafiah,
2005).
Tabel 1. Sifat tanah lokasi penelitian agroekosistem di lahan rawa pasang surutdi Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten BaritoKuala
Sifat TanahTanah Surjan Tanah Padi
Nilai Kriteria Nilai KriteriaN-Total (%) 0,29 sedang 0,26 sedangP-Total (mg P2O5/100 g) 47,55 tinggi 35,06 sedangP-Tersedia (ppm) 2,06 sangat rendah 2,12 sangat rendahC-Organik (%) 2,65 sedang 2,01 sedangK-Total (mg K2O/100 g) 8,45 sangat rendah 9,04 sangat rendahNa-Tukar (me/100 g) 0,10 sangat rendah 0,04 sangat rendahK-Tukar (me/100 g) 0,12 rendah 0,16 rendahCa-Tukar (me/100 g) 0,35 sangat rendah 0,35 sangat rendahMg-Tukar (me/100 g) 0,28 sangat rendah 0,37 sangat rendahKTK (me/100 g) 9,57 rendah 8,05 rendahKejenuhan Al (%) 1,15 sangat rendah 1,12 sangat rendahH-Tukar(me/100 g) 0,08 0,05pH (H20) 5,16 masam 4,05 sangat masamDHL (µS/cm) 102,51 sangat rendah 112,2 sangat rendahTekstur clay loam clay loamBulk Density 0,92 0,91Particle Density 2,10 2,09Permeabilitas (cm/jam) 8,24 13,45Fe Larut (ppm) 0,14
13
2. Neraca Hara pada Sub Sistem Padi
Neraca hara pada setiap komponen masukan dan keluaran beserta sub
komponennya pada sub-sistem usahatani padi telah dihitung berdasarkan
pengamatan pada setiap sub-sistem usahatani, komponen dan sub komponennya
selama satu musim tanam padi dari bulan Mei – Agustus 2015. Tabel 2
menunjukkan neraca N, P dan K pada agroekosistem padi untuk setiap komponen
masukan dan keluaran beserta sub komponennya.
Tabel 2. Neraca hara N, P dan K pada agroekosistem padi di lahan rawa pasangsurut Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten BaritoKuala Provinsi Kalimantan Selatan selama musim tanam Mei – Agustus2015
N P Kkg ha-1
INPUTPupuk Urea 19,17 0 0Pupuk Npk 18,75 8,19 15,56Air Sungai 147,99 3,67 251,32Air Hujan 1,47 0,37 0,61Stok awal dalam tanah 0-20 cm 5,57 2,00 7,57
Jumlah Input 192,95 14,22 275,06
OUTPUTHasil 24,90 3,32 6,55Jerami 16,66 1,29 12,58Air Drainase 76,14 16,79 229,70Stok akhir dalam tanah 0-20 cm 94,85 0,66 37,21
Jumlah Output 212,54 22,06 286,05
Pada agroekosistem rawa terutama pasang surut, kontribusi hara dari air
pasang-surut berlangsung melalui mekanisme sedimentasi dan atau pelindian,
sehingga dapat disebut sebagai input sedimentasi dan atau ouput pelindian
(Antonopoulos, 2008). Untuk menunjukkan apakah terjadi sedimentasi atau
pelindian, maka kapasitas air sungai dikurangi dengan kapasitas air drainase,
sehingga diperoleh nilai sebesar 71,85 kg N ha-1, -13,13 kg P ha-1 dan 21,62 kg K
14
ha-1. Hal ini berarti bahwa ada sedimentasi N dan K, dan sebaliknya pelindian
hara P. Dengan demikian kapasitas hara N, P dan K pada komponen masukan
agroekosistem padi masing-masing mencapai 116,81, 10,56 dan 45,36 kg ha-1
selama satu musim tanam (Tabel 3).
Tabel 3. Neraca hara N, P dan K pada agroekosistem padi di lahan rawa pasangsurut Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau Badauh Kabupaten BaritoKuala Provinsi Kalimantan Selatan selama musim tanam Mei – Agustus2015
N P Kkg ha-1
INPUTPupuk Urea 19,17 0,00 0,00Pupuk NPK 18,75 8,19 15,56Sedimentasi 71,85 0,00 21,62Air hujan 1,47 0,37 0,61Stok awal dalam tanah 0-20 cm 5,57 2,00 7,57
Jumlah Input 116,81 10,56 45,36
OUTPUTHasil 24,90 3,32 6,55Jerami 16,66 1,29 12,58Pelindian 0,00 13,13 0,00Stok akhir dalam tanah 0-20 cm 94,85 0,66 37,21
Jumlah Output 136,41 18,39 56,35
Potensi ini diperhitungkan dari empat sub komponen masukan: air hujan,
air sungai, pupuk kimia, dan stok tersedia dalam tanah. Perhitungan kapasitas
masukan ini sesuai dengan Yoon et al. (2003), tetapi tidak termasuk stok hara
tanah. Stok hara tanah diperhitungkan sebagai proses internal di dalam tanah,
sehingga tidak dianggap sebagai sub komponen masukan. Dengan demikian
kapasitas neto hara N, P dan K pada komponen masukan agroekosistem padi
masing-masing mencapai 111,24, 8,56 dan 37,79 kg ha-1. Sub komponen masukan
lainnya dapat berupa pemanfaatan residu padi (jerami) dan pupuk kandang
(Buresh et al., 2010; Liao et al., 2010).
15
Potensi masukan hara N, P dan K pada agroekosistem padi di lahan rawa
pasang surut selama satu musim tanam dapat diperbandingkan dengan yang
dilaporkan oleh Yoon et al. (2003) dan Liao et al. (2010), yang nilainya sangat
tergantung pada dosis pupuk N, P dan K yang diberikan. Yoon et al. (2003)
melaporkan potensi masukan N dan P masing-masing berkisar 98 – 183 dan 15 –
31 kg ha-1 pada usahatani padi di Korea, yang nilainya tergantung dari jumlah
pupuk N atau P yang digunakan. Makin kecil dosisnya, makin kecil juga
kapasitas masukannya. Selanjutnya Liao et al. (2010) melaporkan potensi
masukan K sebesar 17 kg ha-1 untuk agroekosistem padi tanpa pupuk K.
Antonopoulos (2008) juga melaporkan kapasitas masukan N berkisar antara 25 –
45 kg ha-1. Dengan demikian potensi masukan N, P dan K pada agroekosistem
padi di rawa pasang surut di Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Indonesia berada
pada kisaran tinggi, dan hal ini bisa dipahami karena tinggi sedimentasi hara.
Komponen keluaran pada agroekosistem padi mencapai 136,41, 18,39 dan
56,35 kg ha-1 masing-masing untuk hara N, P dan K. Jika stok hara dalam tanah
dikeluarkan, maka kapasitas keluarannya menjadi 41,56, 17,73 dan 19,14 kg ha-1.
Potensi keluaran hara N jauh lebih rendah, tetapi P sejalan dengan yang
dilaporkan oleh Yoon et al. (2003) bahwa keluaran N dan P padi usahatani padi
beririgasi masing-masing berkisar antara 123 – 141 dan 17 – 20 kg ha-1.
Potensi keluaran hara N dan K lebih rendah daripada komponen
masukannya; dan hal ini boleh jadi menunjukkan kecenderungan pengayaan N
dan K dalam sistem tanah, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Sedangkan
potensi keluaran hara P lebih tinggi daripada komponen masukannya; dan hal ini
menunjukkan penurunan hara P dalam tanah. Kondisi demikian seperti yang
dilaporkan oleh Buresh et al. (2010) bahwa neraca K dan P pada usahatani padi
beririgasi bernilai negatif pada hasil di bawah 3 ton ha-1.
Sama halnya dengan komponen masukan, potensi hara pada komponen
keluaran juga dibatasi oleh jumlah sub komponen keluaran yang boleh jadi dapat
melalui emisi hara N berupa gas, dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan.
Asumsi itu terutama berhubungan dengan beberapa sifat hidrofisik tanah yang
mempengaruhi tingkat drainase dalam tanah. Sub komponen jerami (residu padi)
memiliki peluang untuk dapat dimanfaatkan sebagai sub komponen masukan pada
16
musim pertanaman berikutnya (Phongpan dan Mosier, 2003). Peluang ini tentu
saja masih perlu dikaji sehingga diperoleh potensi bersih (net potential) jerami
untuk menyediakan hara N, P, dan K pada musim tanam berikutnya.
Antonopoulos (2008) melaporkan komponen naraca N meliputi proses yang
melibatkan transportasi dan transformasi N dalam tanah.
3. Perubahan Stok Hara pada Tanah Surjan
Stok hara tanah pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut selama
bulan Mei - Agustus 2015 mengalami perubahan menurut waktu dan lapisan
tanah. Stok hara N, P dan K pada tanah surjan meningkat sejalan waktu atau
musim tanam padi, yang sebelumnya tanah surjan tersebut dilimburi dengan
jerami padi sisa musim tanam padi sebelumnya. Lapisan atas tanah surjan (0 – 20
cm) lebih tinggi peningkatannya terutama hara N. Hal ini berkaitan dengan
kondisi yang selalu aerob (oksidatif), sehingga mendorong oksidasi jerami padi
lebih aktif pada lapisan atas surjan dibandingkan dengan lapisan 40 – 60 cm yang
kondisi lengasnya lebih anaerob.
Tabel 4. Perubahan stok hara dalam tanah surjan pada agroekosistem jeruk dilahan rawa pasang surut Desa Danda Jaya Kecamatan Rantau BadauhKabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan selama Mei –Agustus 2015
N P Kkg ha-1
Stok awal dalam tanah 0-20 52,09 0,65 26,09Stok awal dalam tanah 40-60 32,43 0,44 22,91Jumlah stok awal 84,52 1,09 49,00
Stok akhir dalam tanah 0-20 75,78 0,67 41,04Stok akhir dalam tanah 40-60 43,02 0,80 45,20Jumlah stok akhir 118,80 1,47 86,24
Perubahan stok hara 34,28 0,38 37,24
Perubahan stok hara pada tanah surjan berhubungan dengan kapasitas
masukan dan keluaran pada sistem surjan. Erniawati (2012) menunjukkan bahwa
secara umum perubahan stok N tanah berhubungan dengan kapasitas N sistem
17
surjan, yang berdasarkan analisis korelasi menunjukkan bahwa perubahan stok N
tanah berkorelasi positif dengan kapasitas N sistem surjan. Dengan demikian
adanya peningkatan stok hara bersifat positif bagi keharaan tanaman (misalnya
jeruk dan hortikultura) pada tanah surjan. Hal ini juga menyiratkan pentingnya
pelimburan jerami padi pada tanah surjan bagi keharaan tanaman.
4. Neraca Hara N pada Sub Sistem Kolam Ikan
Kapasitas hara N pada sub sistem kolam ikan mencapai 29,82 kg 100 m-2,
yang diperhitungkan dari sub komponen masukan pelet, air sungai dan air hujan.
Kapasitas ini diasumsikan secara efisien dimanfaatkan menjadi sub komponen
hasil pada komponen keluaran (Tabel 5). Sisanya ada potensi internal hara dalam
bentuk lumpur kolam dan air buangan kolam, yang masing-masing bernilai 0,88
dan 0,94 kg 100 m-2. Dengan demikian lumpur kolam dan air bungan kolam dapat
dimanfaatkan kembali (re-used) sebagai sumber hara bagi sub sistem usahatani
yang lain, seperti yang pernah dilaporkan oleh Nhan (2007).
Tabel 5. Neraca hara N pada agroekosistem kolam ikan di Kabupaten BanjarKalimantan Selatan selama musim Mei – Agustus 2015
Komponen / Sub komponen N (kg 100 m-2)INPUT
Pelet 29,53Air sungai 0,27Air hujan 0,01Total Input 29,82
OUTPUTLumpur kolam 0,88Air kolam 0,94Hasil *) 28,00Total Output 29,82
*) Sistem dianggap mantap (seimbang) sehingga sub komponen hasil diasumsikansama dengan hasil pengurangan total input dengan output lainnya.
18
5. Usulan Model Integrasi Padi, Jeruk dan Kolam Ikan
Berdasarkan potensi kandungan hara pada setiap komponen atau sub
komponen dari berbagai usahatani semula ada, dibuatkan skenario potensi aliran
hara untuk pengembangan model agroekosistem terpadu. Skenario dibuat hanya
berdasarkan potensi aliran N, karena hara N merupakan hara utama yang sangat
menentukan produksi biomassa. Model yang diusulkan adalah mengintegrasikan
usahatani padi–jeruk, kolam–jeruk, dan padi–kolam–jeruk dengan rasio luas
masing-masing 9:1, 1:1, dan 8:1:1. Model-model ini diusulkan untuk
mengoptimalkan pemanfaatan residu (aliran internal), sehingga input pupuk Urea
dan NPK dapat dikurangi atau bahkan tidak diperlukan.
Gambar 4. Neraca N pada agroekosistem integrasi padi, kolam dan jeruk denganrasio luas 8:1:1
19
Model agroekosistem terpadu padi–kolam–jeruk dengan rasio luas 8:1:1
memiliki kapasitas masukan dan keluaran masing-masing 392,98 dan 356,22 kg N
ha-1 selama satu musim tanam padi (Gambar 4). Neraca hara N untuk model ini
dibuat dari total masukan dan keluaran. Komponen masukan terdiri dari: pupuk
kimia (IN1), pakan ikan (IN2), residu atau aliran internal yang dimanfaatkan
(IN3), air hujan (IN4), dan sedimentasi dari pasang-surut air sungai (IN5).
Komponen keluaran terdiri dari: hasil padi (OUT1a), hasil ikan (OUT1b), serapan
jeruk (OUT1c), jerami padi (OUT2), dan lumpur dan air kolam ikan (OUT3).
Neraca hara N untuk model ini bernilai positif sebesar 36,76 kg ha-1. Neraca ini
diperoleh dengan meniadakan pupuk Urea dan menurunkan pupuk NPK menjadi
25% dari dosis semula, serta memanfaatkan 25% jerami padi yang dihasilkan
untuk sub sistem padi. Selain itu juga memanfaatkan semua residu kolam ikan dan
75% jerami padi untuk sub sistem jeruk.
Gambar 5. Neraca N pada agroekosistem integrasi padi dan jeruk dengan rasioluas 9:1
20
Model agroekosistem terpadu padi–jeruk dengan rasio luas 9:1 memiliki
kapasitas masukan dan keluaran masing-masing 95,04 dan 54,59 kg N ha-1 selama
satu musim tanam padi (Gambar 5). Neraca hara N untuk model ini bernilai
positif sebesar 40,45 kg ha-1. Neraca ini diperoleh dengan meniadakan pupuk
Urea dan menurunkan pupuk NPK menjadi 25% dari dosis semula, serta
memanfaatkan 25% jerami padi yang dihasilkan untuk sub sistem padi. Sisa
jerami padi (75%) dimanfaatkan untuk sub sistem jeruk, selain memberikan
pupuk NPK sebanyak 50% dari dosis semula.
Gambar 6. Neraca N pada agroekosistem integrasi kolam ikan dan jeruk denganrasio luas 1:1
Model agroekosistem terpadu kolam ikan–jeruk dengan rasio 1:1 memiliki
aliran internal hara N jauh lebih tinggi daripada kedua model yang telah
didiskusikan di atas, yakni mencapai 91,00 kg N ha-1 yang berasal dari lumpur
21
dasar kolam dan air buangan kolam masing-masing sebesar 44,0 dan 47,0 kg N
ha-1. Potensi aliran internal ini dapat dimanfaatkan sebagai sub komponen
masukan untuk sub sistem usahatani jeruk. Jika potensi ini dimanfaatkan, maka
hanya diperlukan penambahan pupuk NPK sebanyak 50% dari dosis semula untuk
sub sistem jeruk.
22
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1) Potensi hara N, P dan K baik pada komponen masukan maupun keluaran dari
setiap sub sistem usahatani padi, jeruk dan kolam ikan berbeda-beda dari satu
sub sistem dengan sub sistem lainnya. Potensinya lebih rendah dibandingkan
dengan potensi yang pernah dilaporkan di negara-negara Asia, terutama untuk
sub sistem padi. Potensi ini tipikal untuk sub sistem padi yang rendah
masukan pupuk kimia, seperti yang sering ditemukan di lahan rawa pasang
surut di Barito Kuala.
2) Sub sistem padi dan kolam ikan memiliki potensi aliran internal hara, yang
masing-masing bersumber dari jerami padi dan lumpur dasar serta air buangan
kolam. Potensi ini dapat dimanfaatkan kembali sebagai sub komponen
masukan hara bagi sub sistem lainnya atau bagi musim tanam berikutnya.
3) Simulasi model agroekosistem terpadu padi–jeruk–kolam ikan, padi–jeruk,
dan kolam ikan–jeruk menunjukkan neraca hara yang positif terutama hara N,
sehingga model ini perlu dikembangkan lebih lanjut. Model-model ini dapat
mengurangi pemakaian pupuk kimia atau bahkan meniadakannya.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, diperlukan beberapa saran dan tindak-
lanjut sebagai berikut:
1) Pemanfaatan jerami padi dan lumpur dasar serta air buangan kolam sebagai
salah satu sumber masukan hara bagi sub sistem usahatani lainnya atau musim
tanam berikutnya.
2) Validasi model yang telah disimulasikan dengan memasukkan proses aliran
internal dari pemanfaatan jerami padi dan lumpur dasar serta air buangan
kolam.
3) Uji-terap model dan analisis keberlanjutannya melalui analisis neraca hara dan
kelayakan secara ekonomis.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alihamsyah, T. dan M. Noor. 2003. Lahan Rawa Pasang Surut PendukungKetahanan Pangan dan Sumber Pertumbuhan Agribisnis. Balai PenelitianPertanian Lahan Rawa. Banjarbaru.
Antonopoulos, V.Z. 2008. Modeling of water and nitrogen balance in the pondedwater of rice fields. Paddy Water Environ 6:387–395.
BBSDLP. 2014. Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia: Luas, Penyebaran danPotensi. Edisi 1. Balitbangtan, Jakarta.
Buresh, R.J., M.F. Pampolino, and C. Witt. 2010. Field-specific potassium andphosphorus balances and fertilizer requirements for irrigated rice-basedcropping systems. Plant Soil 335:35–64.
Djaja, H.T. 1995. Penanggulangan lahan bermasalah dalam menyongsong abad21, prospek, tantangan dan kendalanya di Kalimantan selatan. KalimantanAgrikultura. 4:67-79
Djamhari, S. 2009. Penerapan Teknologi pengelolaan air di rawa lebak sebagaiusaha peningkatan indeks tanam di Kabupaten Muara Enim. J. HidrosfirIndonesia, 4(1): 23-28.
Granstedt, A. 2000. Increasing the efficiency of plant nutrient recycling withinthe agricultural system as a way of reducing the load to the environment—experience from Sweden and Finland. Agriculture, Ecosystems andEnvironment 80:169–185.
Hidayat, T., N.K. Panjaitan, A.H. Dharmawan, Wahyu, dan F. Sitorus. 2010.Kontestasi sains dengan pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan lahanrawa pasang surut. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,dan Ekologi Manusia, April 2010: 1-16.
Kasno, Nurjaya, dan D.A. Suriadikarta. 2009. Neraca Hara N, P, dan K padaPengelolaan Hara Terpadu Lahan Sawah Bermineral Liat Campuran dan1:1. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan,Bogor, 24-25 Nopember 2009 Buku II: Teknologi Konservasi, Pemupukan,dan Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan SumberdayaLahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,Kementerian Pertanian.
Kurnain, A. dan H. Ifansyah. 2007. Dinamika kation basa sistem surjan di lahanrawa pasang surut. Laporan Penelitian Fundamental. Universitas LambungMangkurat, Banjarmasin.
Kurnain, A. dan H. Ifansyah. 2008. Dinamika keasaman tanah bedengan-timbun di lahan rawa pasang surut. Laporan Penelitian Fundamental.Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Kurnain, A., B.J. Priatmadi, R. Chandrawidjaja, T. Hidayat, dan M. Agus. 2008.Konsep pengembangan rawa pasang surut untuk pertanian. DalamProsiding Seminar Nasional Rawa: Teknik Pengembangan Sumber DayaRawa, Revitalisasi Pengelolaan dan Pengembangan Rawa. Dilaksanakanpada tanggal 4 Agustus 2008 di Banjarmasin. Universitas LambungMangkurat, hal: 51 – 66.
Kurnain, A., M. Septiana, dan M. Mahbub. 2011. Potensi aliran bahan dan padasistem pertanian organik terpadu di lahan rawa pasang surut. Laporan RG-IMHERE Batch II Unniversitas Lambung Mangkurat.
24
Liao, Y., S. Zheng, Y. Lu, Z. Yang, J. Nie, and J. Xie. 2010. Long-term effect offertilizer application on rice yield, potassium uptake in plants, andpotassium balance in double rice cropping system. Front. Agric. China4(4): 406–415.
Mulyani A.; dan M. Sarwani. 2013. Karakteristik dan potensi lahan sub optimaluntuk pengembangan pertanian di Indonesia. Jurnal SumberdayaLahan.Vol. 7 No.1 Juli 2013, BBSDLP, Bogor
Nazemi, D., Y. Rina, I. Ar-Riza dan S. Saragih. 2008. Penerapan sistem surjanuntuk mendukung diversifikasi dan peningkatan pendapatan di lahan pasangsurut, Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya SaingProduk Pertanian
Nhan, D.K. 2007. The role of a fish pond in optimizing nutrient flows inintegrated agriculture-aquaculture farming systems. PhD Thesis,Wageningen University, The Netherlands.
Noor, M. 2004. Lahan Rawa. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.Onwonga, R., dan B. Freyer. 2006. Impact of Traditional Farming Practices on
Nutrient Balances in Smallholder Farming Systems of Nakuru District,Kenya. Conference on “Prosperity and Poverty in a Globalised World —Challenges for Agricultural Research”, Conference on “Prosperity andPoverty in a Globalised World — Challenges for Agricultural Research”
Phongpan, S. And A.R. Mosier. 2003. Effect of rice straw management onnitrogen balance and residual effect of urea-N in an annual lowland ricecropping sequence. Biol Fertil Soils 37:102–107.
Shamsuddin, J dan M. Sarwani. 2002. Pyrite in acid sulfate soils:transformationand inhibition of its oxidation by application of natural materials.17thWCCS 14-21 August 2002, Thailand. p. 97: 1-5
Subagyo H. 2006a. Klasifikasi dan penyebaran lahan rawa, dalam I. Las, D. A.Suriadikarta, U. Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini(Editor), Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Subagyo H. 2006b. Lahan rawa pasang surut, dalam I. Las, D. A. Suriadikarta, U.Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini (Editor), Karakteristikdan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Subagyo H. 2006c. Lahan rawa lebak, dalam I. Las, D. A. Suriadikarta, U.Kurnia, Mamat H.S., W. Hartatik, dan D. Setyorini (Editor), Karakteristikdan Pengelolaan Lahan Rawa, Balai Besar Penelitian dan PengembanganSumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Suriadikarta, D.A. dan D. Setyorini. 2006. Teknologi pengelolaan lahan sulfatmasam, dalam I. Las, D. A. Suriadikarta, U. Kurnia, Mamat H.S., W.Hartatik, dan D. Setyorini (Editor), Karakteristik dan Pengelolaan LahanRawa, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya LahanPertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian DepartemenPertanian, Bogor.
25
Van Ittersum, M.K., Ewert, F., Heckelei, T., Wery, J., Alkan Olsson, J., Andersen,E., Bezlepkina, I., Brouwer, F., Donatelli, M., Flichman, G., Olsson, L.,Rizzoli, A.E., van der Wal, T., Wien, J.E., Wolf, J., 2008. Integratedassessment of agricultural systems – a component-based framework for theEuropean Union (SEAMLESS). Agricultural Systems 96, 150–165.
Wijaya Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D.S. Ardi dan S.A. Karama. 1992. Sumberdayalahan rawa: potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Dalam S. Partohardjonodan M. Syam (eds). Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa PasangSurut dan Lebak. SWAMPS II-Puslitbangtan, Bogor.
Yoon, C.G., J.H. Ham, and J.H. Jeon. 2003. Mass balance analysis in Koreanpaddy rice culture. Paddy Water Environ 1: 99-106.
26
LAMPIRAN
Lampiran 1. Susunan organisasi peneliti dan pembagian tugas
No. Nama NIDN AlokasiWaktu(jam/minggu)
Uraian Tugas
1 Dr. Ir. AhmadKurnain, M.Sc
0007046312 15 1. Mengkoordinirseluruh kegiatan
2. Mengorganisasikanpenelitian neracahara
2 Ir. AkhmadMurjani, MS
0031106301 10 1. Mengorganisasikanpenelitian budidayaikan
2. Membantu ketuapenelitimengidentifikasisumberdaya in situ
27
Lampiran 2: Bukti luaran penelitian
(1) Sertifikat pemakalah dan artikel ilmiah untuk presentasi pada Seminar
Nasional Himpunan Ilmu Tanah 28–30 Oktober 2015 di Universitas
Brawijaya Malanng.
(2) Bukti luaran Modul Pembelajaran
(3) Bukti luaran publikasi internasional
KONGRES DAN SEMINAR NASIONAL XI HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI)
JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jalan Veteran Malang-65145 Telpon: (0341) 553623; 551611; 551665; Fax (0341)
560011
Nomor : 38/UN10.4/T/HITI/VI/2015
Lampiran : 1
Perihal : Letter of Acceptance
Kepada:
Yth. Prof/Dr/Mr/Ms
Ahmad Kurnain
Kami ucapkan terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara yang telah mendaftarkan abstrak atau
full paper untuk kegiatan Seminar Nasional XI Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) yang akan
diselenggarakan pada tanggal 28 – 31 Oktober 2015 di Universitas Brawijaya Malang. Hasil
evaluasi/review oleh Dewan Editor Prosiding Seminar Nasional terhadap abstrak atau full paper
adalah sebagai berikut:
Judul : Optimizing Internal Nutrient Flows in Agri-Aquaculture Systems on Tidal
Swamp Land
Penulis : Ahmad Kurnain, Akhmad Murjani
Evaluasi : Diterima dan dinyatakan lulus untuk Presentasi Oral
Pemakalah oral diharapkan untuk mempersiapkan file presentasi dalam bentuk power point (ppt)
dengan durasi waktu selama 10 menit dan mengirimkan kepada panitia paling lambat tanggal 26
oktober 2015. Untuk peserta poster diharapkan mencetak poster masing-masing dengan ukuran 80
cm x 120 cm.
Seluruh peserta pemakalah oral dan poster diharapkan mengirimkan revisi abstrak (jika ada) melalui
email seminar: [email protected] dengan menyertakan bukti pembayaran paling lambat
tanggal 13 Oktober 2015. Panitia berhak untuk mencoret daftar peserta yang tidak mengirimkan revisi
abstrak dan menyelesaikan pembayaran sampai dengan batas waktu tersebut.
Full paper yang akan diterbitkan dalam prosiding, paling lambat diserahkan pada saat pelaksanaan
seminar. Full paper yang masuk akan direview oleh Dewan Editor tersendiri. Panitia hanya akan
menerbitkan makalah yang telah dipresentasikan.
Jadwal presentasi akan kami informasikan selanjutnya pada website seminar (mohon selalu meng-
update informasi dari website seminar).
Demikian, terimakasih atas partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dan kami tunggu kehadirannya di acara
seminar.
KONGRES DAN SEMINAR NASIONAL XI HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI)
JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jalan Veteran Malang-65145 Telpon: (0341) 553623; 551611; 551665; Fax (0341)
560011
Template untuk Abstrak
Judul Paper (Huruf besar pada awal kata)
Penulis pertamaa, Penulis keduab, Penulis ketigab
aAfiliasi penulis pertama,alamat, kode pos, e-mail bAfiliasi penulis kedua, alamat, kode pos
dst
Abstrak
Abstrak berisi tentang tujuan, lingkup, metodologi hasil dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Abstract diusahakan terdiri dari 300-500 kata, font Times New Roman, 11, spasi 1, rata kanan kiri, pada kertas A4, batas kiri 3cm, kanan, atas bawah 2 cm
Kata kunci: ditulis disini, dipisahkan dengan tanda semi colons;
Tata Cara Penulisan
1. Tata cara pemberian nama file: Nomor subtema_Nomor registrasi_Nama Penulis
2. Jumlah kata : 300-500 kata
3. Ukuran kertas A4
4. Batas tepi kiri halaman = 3cm; batas atas, kanan dan bawah halalaman 2cm
5. Huruf (font) dan ukuran : Time New Roman 11, kecuali untuk judul ukuran font 12.
6. Format file: Word Document 97-2003 atau di atasnya.
KONGRES DAN SEMINAR NASIONAL XI HIMPUNAN ILMU TANAH INDONESIA (HITI)
JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Jalan Veteran Malang-65145 Telpon: (0341) 553623; 551611; 551665; Fax (0341)
560011
Template untuk Full Paper
Judul Paper (Huruf besar pada awal kata)
Penulis pertamaa, Penulis keduab, Penulis ketigab
aAfiliasi penulis pertama, alamat, kode pos, e-mail
bAfiliasi penulis pertama, alamat, kode pos
dst
Ringkasan
Ringkasan berisi tentang tujuan, lingkup, hasil dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.
Kata kunci: ditulis disini, dipisahkan dengan tanda semicolons ;
Latarbelakang
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Daftar Pustaka
Catatan: Jumlah halaman untuk full paper maksimal sebanyak 10 halaman.
Tata Cara Penulisan
1. Tata cara pemberian nama file: Nomor subtema_Nomor registrasi_Nama Penulis
2. Jumlah halaman maksimal : full paper 10 halaman, Spasi 1pt
3. Ukuran kertas A4
4. Batas tepi atas dan kiri halaman = 3 cm; batas atas, kanan dan bawah halaman 2 cm
5. Huruf (font) dan ukuran : Time New Roman 12, kecuali untuk judul ukuran font 14.
6. Format file: Word Document 97-2003 atau di atasnya.
Scanned by CamScanner
Template untuk Extended Abstract
KONGRES DAN SEMINAR NASIONALKESEHATAN TANAH DAN AIR UNTUK KEDAULATAN
PANGAN, ENERGI, DAN LINGKUNGAN 2014
Optimizing internal nutrient flows in agri-aquaculture systemson tidal swamp lands
Ahmad Kurnaina, Akhmad Murjanib
aDepartment of Soil Science, Faculty of Agriculture, University of Lambung MangkuratJalan Jendral A. Yani km 36 Banjarbaru 70714, South Kalimantan, Indonesia, email:
[email protected] of Aquaculture, Faculty of Fishery, University of Lambung Mangkurat
Jalan Jendral A. Yani km 36 Banjarbaru 70714, South Kalimantan, Indonesia.
Extended Abstract
Strategy of sub-optimum land uses including tidal swamp lands through a commoditybased approach is difficult to be implemented instead of an agricultural-ecosystem basedapproach. In line with that is a strategy of fertilization also has to refer to the agriculturalecosystem based approach. To formulate the strategy of fertilization in the tidal swampland it is necessary to carry out the present study of nutrient flow potentials in theagricultural ecosystem. The study was in line with the previous study at the rainy season ofNovember – February 2012, that limited to the observation of N flows at a farm scale agri-aquaculture system in the tidal swamp land during the dry season of April - July 2015.
In combination with the previous study (Kurnain et al., 2012) N-inorganic capacity of theagri-aquaculture system in the tidal swamp land during two rice planting seasons at therainy season of November – February 2012 and the dry season of April – July 2015reached 474 kg N ha-1, which is derived from rainwater (IN1), river water (IN2), fertilizer(IN3), and the internal flow of the fishpond muds ( IF1) and rice straw (IF2) respectively23, 329, 69, 32 and 20 kg N ha-1 (Figure 1). In agro-ecosystems naturally stagnant asswamp lands, input from river water must be balanced with the output in the form ofdrainage water (Folmer et al., 1998), and therefore the net input of river water through theprocess of sedimentation is 102 kg N ha-1. Thus the net capacity of the system reached 247kg N ha-1 can potentially be used for biomass production during the year (Shepherd andSoule, 1998).
Figure 1. Capacity of inorganic N in agri-aquaculture system on the tidal swamp land ofBarito Kuala District during two rice planting season at the rainy season of November –February 2012 and the dry season of April – July 2015
References
Folmer ECR, Geurts PMH, Francisco JR. 1998. Assessment of soil fertility depletion inMozambique. Agriculture, Ecosystems and Environment 71, 159-167.
Kurnain A, Riani I, Mahbub M, Septiana M, Makalew AM. 2012. Strategi pemupukanberbasis agroekosistem: Optimalisasi aliran hara N sistem agro-aquakultur di lahanrawa pasang surut. Prosiding Seminar Nasional: Teknologi Pemupukan danPemulihan Lahan Terdegradasi. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor,383-390.
Shepherd KD, Soule MJ. 1998. Soil fertility management in west Kenya: dynamicsimulation of productivity, profitability and sustainability at different resourceendowment levels. Agriculture, Ecosystems and Environment 71, 131-145.
MODUL PEMBELAJARANPengelolaan Tanah dan Produktivitas Lahan (PSA 531)
Untuk Mahasiswa S2 Agronomi Fakultas Pertanian
Best Practices:Optimalisasi Aliran Internal Hara
Oleh:Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU2015
ii
KATA PENGANTAR
Modul ini disusun sebagai materi pembelajaran untuk mahasiswa Fakultas Pertanian yang
mengambil mata kuliah Pengelolaan Tanah dan Produktivitas Lahan (PSA 531. Materi
pembelajaran dalam modul ini hanya merupakan materi esensial yang wajib dikuasai oleh
mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini. Untuk pengayaan materi, mahasiswa
dianjurkan untuk membaca beberapa buku referensi dan/atau publikasi ilmiah lainnya yang
terkait dengan topik bahasan.
Akhirnya penulis berharap semoga modul ini bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Banjarbaru, 17 Juli 2015
Pengampu,
Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc
I. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER
A. Deskripsi Matakuliah
Matakuliah Pengelolaan Tanah dan Produktivitas Lahan (PSA 531 / 3(3-0)), dengan beban 3 sks,
merupakan matakuliah wajib bagi mahasiswa Program Studi S2 Agronomi. Matakuliah ini
disajikan pada tahun pertama semester genap. Matakuliah Pengelolaan Tanah dan Produktivitas
Lahan merupakan kumpulan bahan kajian untuk memenuhi kompetensi memahami pentingnya
pengelolaan tanah dalam peningkatan produktivitas lahan untuk produksi biomassa. • Kunci
peningkatan produktivtas lahan adalah pengelolaan tanah. Kunci pengelolaan tanah adalah
memelihara kualitas tanah dan kandungan bahan organik dan C-organik. Dengan demikian
kunci utama peningkatan produktivitas lahan adalah kondisi C-tanah.
B. Petunjuk Penggunaan Modul
1. Pahami setiap materi yang akan menunjang penguasaan Anda dengan membaca secara teliti.
Kerjakan tes formatif dan evaluasi sebagai sarana latihan Anda.
2. Jawablah tes formatif dengan jawaban singkat dan jelas, serta kerjakan sesuai dengan
kemampuan Anda setelah mempelajari modul ini.
3. Bila terdapat penugasan, kerjakan tugas tersebut dengan baik dan jika dirasa perlu
konsultasikan dengan guru/instrukturt.
4. Catatlah kesulitan yang Anda temui dalam modul ini dan tanyakan kepada guru/instruktur
pada saat kegiatan tatap muka. Bacalah referensi yang berhubungan dengan materi modul
ini agar Anda mendapatkan pengetahuan tambahan.
C. Kompetensi Matakuliah
1. Capaian Pembelajaran Lulusan
Berdasarkan rumusan deskripsi generik level 8 KKNI (Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 8
tahun 2012), dan deskripsi spesifiknya, matakuliah Pengelolaan Tanah dan Produktivitas Lahan
diberikan kepada mahasiswa PS S2 Agronomi untuk memenuhi capaian pembelajaran (learning
outcomes) lulusan:
12.1. Mampu melakukan pengelolaan tanah untuk meningkatkan produktivitas beberapa
tipologi lahan untuk produksi biomassa yang berkelanjutan.
13.2. Memiliki pengetahuan tentang pengelolaan tanah untuk meningkatkan produktivitas
beberapa tipologi lahan untuk produksi biomassa yang berkelanjutan
2. Capaian Pembelajaran Matakuliah
Memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk merumuskan strategi dan teknik pengelolaan
tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan.
3. Tujuan Pembelajaran
1. Mengenali komponen lahan dan interaksinya dengan tanah;
2. Menganalisis hubungan pengelolaan tanah dan produktivitas lahan secara berkelanjutan;
3. Mengenali komponen dan prinsip pengelolaan tanah dan lahan secara terpadu;
4. Menilai produktivitas lahan; dan
5. Mengenali Best Practices Pengelolaan Tanah dan Lahan
D. Bahan Kajian
Untuk memenuhi standar capaian pembelajaran mata kuliah Pengelolaan Tanah danProduktivitas Lahan yang ditetapkan, bahan kajian mata kuliah ini meliputi uraian:
Komponen Lahan dan Interaksinya dengan Tanah Hubungan Pengelolaan Tanah dan Produktivitas Lahan
o Konsep Produktivitas Lahano Komponen dan Prinsip Pengelolaan Tanaho Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Lahan
Komponen dan Prinsip Pengelolaan Tanah dan Lahan Terpaduo Bahan Organik dan Fungsi Biologi Tanaho Pertanian Organiko Pertanian Konservasio Aliran Bahan dan Energi dalam Agroekosistem
Penilaian Produktivitas Lahano Atribut dan Indikator Produktivitas Lahano Indeks Produktivitas Lahan
o Indeks Kualitas Lahan Best Practices Pengelolaan Tanah dan Lahan
o Pengelolaan Kemasaman Tanaho Pengelolaan Bahan Organiko Pengelolaan Kesuburan Tanaho Konservasi Air dan Hara (Sistem Biopori)o Sistem Pertanian Terpadu
E. Alokasi Waktu
Pertemuan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Dosen
1 Komponen Lahan danInteraksinya denganTanah
Moehansyah
2 Hubungan PengelolaanTanah dan ProduktivitasLahan
Konsep Produktivitas Lahan Komponen dan Prinsip
Pengelolaan Tanah
Moehansyah
3 Faktor-Faktor yangMempengaruhi ProduktivitasLahan
Moehansyah
4 Komponen dan PrinsipPengelolaan Tanah danLahan Terpadu
Bahan Organik dan FungsiBiologi Tanah
Ahmad Kurnain
5 Pertanian Organik Ahmad Kurnain
6 Pertanian Konservasi Ahmad Kurnain
7 Aliran Bahan dan Energi dalamAgroekosistem
Ahmad Kurnain
8 Ujian Tengah Semester Moehansyah
9 Penilaian ProduktivitasLahan
Atribut dan IndikatorProduktivitas Lahan
Moehansyah
10 Indeks Produktivitas Lahan Moehansyah
11 Best PracticesPengelolaan Tanah danLahan
Pengelolaan Kemasaman Tanah Moehansyah
12 Pengelolaan Bahan Organik Ahmad Kurnain
13 Konservasi Air dan Hara Moehansyah
14 Sistem Pertanian Terpadu Ahmad Kurnain
15 Pemaparan Best PracticesPengelolaan Tanah dan Lahan
Ahmad Kurnain
16 Pemaparan Best PracticesPengelolaan Tanah dan Lahan
Ahmad Kurnain
Banjarbaru, 16 Juli 2015
Ketua PS S2 Agronomi,
Dr. Ir. Jamzuri Hadi, M.Si
Pengampu,
Dr. Ir. Ahmad Kurnain, M.Sc
II. MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengantar
Lahan (land) merupakan hamparan darat (terristrial) yang memadukan sejumlah sumberdaya
alam dan budaya. Lahan mengandung sejumlah ekosistem yang saling berinteraksi satu dengan
lainnya. Menurut FAO, produktivitas lahan adalah jumlah biomassa yang dapat dihasilkan oleh
tanah beserta komponen lahan lainnya secara berkelanjutan atau jangka panjang. Produktivitas
lahan ditentukan oleh kondisi fisika, kimiawi, dan biologi tanah. Kondisi kimiawi meliputi
ketersediaan hara bagi tanaman (bioavailability), kapasitas simpan dan suplai hara, dan
keberadaan unsur fitotoksik seperti logam berat, boron, dan akumulasi garam. Keberadaan
makro, meso, dan mikro organisme baik untuk proses biokimia untuk menjadikan hara tersedia
bagi tanaman.
Kunci peningkatan produktivtas lahan adalah pengelolaan tanah. Kunci pengelolaan
tanah adalah memelihara kualitas tanah dan kandungan bahan organik dan C-organik. Dengan
demikian kunci utama peningkatan produktivitas lahan adalah kondisi C-tanah. Best Practices
Pengelolaan tanah: (1) Pemakaian pupuk kandang, (2) Pemilihan tanaman: legume, penutup
tanah, tanaman bioenergi (tahunan), (3) Pemakaian kembali residu tanaman, (4) Tanpa olah
tanah, dan (5) Mengamankan neraca hara dalam sistem.
B. Best Practices: Optimalisasi Aliran Internal Hara pada Lahan Rawa
Pemanfaatan lahan rawa pasang surut sebagai lahan pertanian produktif dihadapkan pada
berbagai kendala. Kendala itu terutama terkait dengan karakteristik air dan tanah (Kurnain, et
al., 2008). Dalam hal air, kendala yang dihadapi antara lain yang terkait dengan tingginya
genangan air di lahan, air stagnan di lahan, dan terjadinya drainase (pengatusan) berlebihan.
Dalam hal tanah, kendala yang dihadapi terutama meliputi reaksi tanah masam, potensi pirit
yang jika tidak berhati-hati pengelolaan lahan dan air akan menimbulkan kemasaman, dan
mobilitas hara tinggi terutama hara nitrogen (N). Petani Banjar dan transmigran di Kalimantan
Selatan, khususnya di Kabupaten Barito Kuala sudah terbiasa membuat bedengan-timbun atau
surjan (raised beds) untuk mengatasi kendala lahan tersebut. Pembuatan surjan dimaksudkan
untuk memberikan pengatusan (drainase) secukupnya kepada lingkungan perakaran, yang
apabila tidak demikian suasana risosfer akan selalu basah dan langka udara bagi kehidupan
normal akar-akar tanaman (Notohadiprawiro, 1986). Selain itu, dengan penataan lahan seperti
ini memungkinkan petani untuk melakukan lebih dari satu kegiatan usahatani, seperti padi-jeruk,
padi-jeruk-ikan, atau padi-jeruk-ternak unggas.
Lahan rawa pasang surut di Kabupaten Barito Kuala secara umum telah dikembangkan
menjadi lahan pertanian campuran (mix farming) atau sistem pertanian dengan beberapa sub
sistem usahatani. Input yang diberikan kepada setiap sub sistem usahatani lebih banyak
diusahakan dari dalam sistem sendiri ketimbang dari luar. Sebagai contoh, jerami padi sebagai
salah satu bentuk residu (by products) dari sub sistem usahatani padi sering digunakan kembali
sebagai sumber bahan organik dan hara untuk sub sistem yang sama (Erna, 2012) atau
sebagiannya untuk sub sistem usahatani lainnya, seperti usahatani jeruk di bagian surjan
(Erniawati, 2012). Begitu juga untuk sistem agro-aquakultur, yang mengkombinasikan sub
sistem usahatani kolam ikan di bagian lahan yang berair dan sub sistem usahatani jeruk dan atau
sayur-sayuran di bagian surjan, residu kolam ikan berupa lumpur dasar kolam dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber hara bagi sub sistem usahatani di bagian surjan.
Pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) di lahan rawa pasang surut
merupakan salah satu strategi yang tepat untuk mengurangi input produksi dari luar sistem
melalui suatu siklus biologi (biocycle farming). Siklus ini akan mengefesienkan aliran bahan
dan energi dari berbagai sub sistem usahatani; residu dari salah satu sub sistem usahatani akan
dapat dimanfaatkan kembali oleh sub sistem usahatani itu sendiri atau lainnya. Sehingga bahan
dan energi yang dibutuhkan dari masing-masing sub sistem usahatani dapat terpenuhi secara
efisien dan mandiri (Gambar 1). Pendekatan ini sudah tentu penting bagi manajemen hara atau
pemupukan pada lahan-lahan sub-optimal seperti lahan rawa pasang surut.
Gambar 1. Potensi aliran N-anorganik pada sistem agro-aquakultur di lahan rawa pasang surut
Secara fungsional potensi aliran di atas dapat diskenariokan secara rinci seperti pada
Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Desain fungsional pengamatan pada setiap sub komponen pada sistem agro-aquakulturdi lahan rawa pasang surut
Sub Komponen Bagian yang diamati Kegunaan dataKolam ikan Lumpur dasar kolam (yang
diasumsikan berasal dari fesesikan dan residu pakan ikan)
Kandungan N-anorganiklumpur, sebagai sub komponeninput bagi tanah surjan
Air sungai Air sungai pada pintu masuk(inlet)
Kandungan N-anorganik airsungai, sebagai sub komponeninput bagi kolam
Air sungai pada pintu keluar(outlet)
Kandungan N-anorganik airdrainase, sebagai subkomponen output
Air hujan Air hujan yang ditampungdengan penakar hujan
Kandungan N-anorganik airhujan, sebagai sub komponeninput bagi tanah dan kolam
Selanjutnya kapasitas N-anorganik setiap sub komponen dihitung sebagai berikut:
1. Kapasitas masukan air hujan (IN1) dihitung sebagai berikut:
IN1 (kg ha-1) = rerata N air hujan (mg l-1) x volume air hujan (l m-2) x porositas total tanahx fraksi pori air kapasitas lapang x ketebalan tanah (m) x fraksi air hujanmenyumbang air tanah relatif terhadap sumber air lainnya x 10-2 (konversike kg ha-1)
Porositas total tanah digunakan 0,56 (Aulia, 2009) dan fraksi pori air kapasitas lapang
diasumsikan 0,5 bagian dari porositas total tanah. Fraksi air hujan yang menyumbang air tanah
dibedakan menurut kedalaman tanah; tanah di kedalaman 0-20 cm fraksinya adalah 0,9, tanah di
kedalaman 30 cm berikutnya 0,1 dan di kedalaman berikutnya diasumsikan fraksinya 0 (tidak
ada sumbangan dari air hujan).
2. Kapasitas masukan air sungai atau inlet (IN2) dihitung sebagai berikut:
IN2 (kg ha-1) = rerata N air sungai (mg l-1) x porositas total tanah x fraksi pori airkapasitas lapang x ketebalan tanah (m) x luas tanah 1 m2 x 103 (konversi
m3 ke l) x fraksi air sungai berada dalam tanah persatuan waktu x fraksi airsungai menyumbang air tanah x 10-2 (konversi mg m-2 ke kg ha-1)
Fraksi air sungai berada dalam tanah per satuan waktu diasumsikan 0,1 pada tanah di kedalaman
0-20 cm, 0,25 di kedalaman 30 cm berikutnya dan 1,0 di kedalaman berikutnya. Fraksi air
sungai yang menyumbang air tanah dibedakan menurut kedalaman tanah; tanah di kedalaman 0-
20 cm fraksinya adalah 0,1, tanah di kedalaman 30 cm berikutnya 0,9 dan di kedalaman
berikutnya diasumsikan fraksinya 1,0 (artinya lapisan tanah ini airnya hanya bersumber dari air
sungai).
3. Kapasitas keluaran air drainase atau outlet (OUT3) dihitung sebagai berikut:
OUT3 (kg ha-1) = rerata N air sungai (mg l-1) x porositas total tanah x fraksi pori airterdrainase x ketebalan tanah (m) x luas tanah 1 m2 x 103 (konversi m3
ke l) x fraksi air sungai berada dalam tanah persatuan waktu x fraksi airsungai menyumbang air tanah x 10-2 (konversi mg m-2 ke kg ha-1)
Fraksi pori air terdrainase (drainable porosity) diasumsikan 0,5.
4. Kapasitas aliran internal lumpur kolam (IF1) dihitung sebagai berikut:
IF1 (kg ha-1) = rerata N anorganik lumpur (mg kg-1) x berat lumpur per satuan luas (kg m-
2) x 10-2 (konversi mg m-2 ke kg ha-1)
5. Kapasitas sub komponen masukan yang lain seperti pupuk (IN3) sama dengan 0 karena tidak
dipupuk; dan pakan ikan (IN4) tidak diamati dan diasumsikan 0 untuk keperluan perhitungan
neraca N sistem. Kapasitas sub komponen keluaran lainnya seperti hasil tanaman (OUT1)
dan hasil ikan (OUT2) dihitung menurut neraca. Selanjutnya kapasitas aliran internal residu
tanaman (IF2) tidak diamati dan diasumsikan 0.
6. Kapasitas N sistem secara keseluruhan dihitung sebagai berikut:
Kapasitas total (kg ha-1) = IN1 + IN2 + IN3 + IN4 + IF1 + IF2
Kapasitas bersih (kg ha-1) = IN1 + IN2 + IN3 + IN4 + IF1 + IF2 – OUT3
Kapasitas N-anorganik sistem agro-aquakultur di lahan rawa pasang surut selama periode
musim hujan (November 2011 – Januari 2012) mencapai 167 kg N ha-1, yang bersumber dari air
hujan (IN1), air sungai (IN2), dan aliran internal dari lumpur kolam (IF1) masing-masing 13,
138, dan 16 kg N ha-1 (Gambar 2). Kapasitas N sistem ini mungkin akan menjadi lebih besar
karena pada komponen input belum diperhitungkan input dari pupuk dan pakan ikan, dan adanya
potensi aliran internal residu tanaman. Pada agroekosistem yang tergenang secara alamiah
seperti lahan rawa, masukan (input) dari air sungai harus diseimbangkan dengan keluaran
(output) berupa air drainase (Folmer et al., 1998), dan karena itu masukan bersih (netto) air
sungai melalui proses sedimentasi sebesar 55 kg N ha-1. Dengan demikian kapasitas bersih
(netto) N sistem mencapai 84 kg N ha-1 yang secara potensial dapat dimanfaatkan untuk
produksi biomassa (Shepherd dan Soule, 1998).
Gambar 2. Kapasitas N-anorganik pada sistem agro-aquakultur di lahan rawa pasang surutselama periode musim hujan (November 2011 – Januari 2012)
Setiap sub komponen di dalam sistem usahatani terpadu di lahan rawa pasang memiliki
potensi bahan untuk dapat dialirkan guna saling melengkapi kebutuhan bahan (N-anorganik)
bagi proses produksi biomassa. Sub komponen air kolam, lumpur kolam, air hujan, air sungai
pasang, dan residu tanaman berpotensi untuk dikelola secara optimal sebagai komponen
masukan bagi agroekosistem. Pengelolaannya harus memenuhi prinsip keseimbangan antara
komponen masukan dan keluaran, sehingga tidak ada residu yang tak termanfaatkan atau tidak
ada bahan yang dimasukkan ke dalam agroekosistem. Keseimbangan bahan (hara) ini dapat
digunakan sebagai indikator keberlanjutan agroekosistem (Shepherd and Soule, 1998). Smaling
et al. (1996) mengklasifikasikan sistem produksi biomassa berdasarkan keseimbangan haranya
menjadi 3 (tiga) kondisi: (1) jika jumlah masukan lebih tinggi daripada jumlah keluaran, maka
stok hara dalam tanah meningkat; (2) jika jumlah masukan lebih rendah daripada jumlah
keluaran, maka stok hara dalam tanah menurun; dan (3) jika jumlah masukan sama dengan
jumlah keluaran, maka stok hara dalam tanah tetap. Kondisi yang sesuai dengan prinsip
keberlanjutan agroekosistem adalah ketika jumlah masukan sama dengan jumlah keluaran; atau
dengan kata lain sistem berada dalam keadaan tetap (steady state).
Tabel 2. Potensi aliran N-anorganik (kg ha-1) pada sistem agro-aquakultur (d = 1 meter) denganbeberapa skenario rasio luas surjan dan luas kolam selama periode musim hujan(Nopember 2011 – Januari 2012)
Luas(ha)
IN1 IN2 IN3 IN4 OUT1 OUT2 OUT3 IF1 IF2Kapasitas
SistemSurjan 0,3 3,9 41,4 0,0 0,0 31,5 0,0 24,9 11,1 0,0 56,4Kolam 0,7 9,2 96,7 0,0 0,0 0,0 36,7 58,1 0,0 0,0 105,8
162,2Surjan 0,4 5,2 55,3 0,0 0,0 36,8 0,0 33,2 9,5 0,0 70,0Kolam 0,6 7,8 82,9 0,0 0,0 0,0 31,4 49,8 0,0 0,0 90,7
160,7Surjan 0,5 6,5 69,1 0,0 0,0 42,0 0,0 41,5 7,9 0,0 83,5Kolam 0,5 6,5 69,1 0,0 0,0 0,0 26,2 41,5 0,0 0,0 75,6
159,1Surjan 0,6 7,8 82,9 0,0 0,0 47,2 0,0 49,8 6,3 0,0 97,0Kolam 0,4 5,2 55,3 0,0 0,0 0,0 21,0 33,2 0,0 0,0 60,5
157,5Surjan 0,7 9,2 96,7 0,0 0,0 52,5 0,0 58,1 4,7 0,0 110,6Kolam 0,3 3,9 41,4 0,0 0,0 0,0 15,7 24,9 0,0 0,0 45,4
156,0Keterangan: IN1 = air hujan, IN2 = air sungai, IN3 = pupuk, IN4 = pakan, OUT1 = hasil tanaman, OUT2 = hasil
ikan, OUT3 = air drainase, IF1 = aliran internal lumpur kolam, dan IF2 = residu tanaman.
Berdasarkan prinsip keberlanjutan dan potensi aliran N, beberapa skenario pengelolaan
lahan sistem agro-aquakultur dapat disusun. Tabel 2 menggambarkan sistem masukan-keluaran
pada sistem agro-aquakultur dengan beberapa skenario perbandingan luas surjan dan luas kolam.
Pada setiap skenario diperlihatkan potensi sistem untuk menyediakan hara N bagi produksi
biomassa (tanaman dan ikan). Sebagai contoh, pada rasio luas lahan surjan dan kolam 3:7
tersedia hara N sebesar masing-masing 31,5 dan 36,7 kg N selama periode pengamatan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa agroekosistem lahan rawa pasang surut memiliki kemampuan
sendiri untuk mensuplai hara bagi produksi biomassa. Hal ini menyiratkan bahwa produksi
biomassa di lahan rawa pasang surut tidak selalu membutuhkan pemupukan (pemberian pupuk
dari luar), tetapi cukup mengoptimalkan aliran hara secara internal. Sejalan dengan hal ini, De
Jager et al (2001) melaporkan bahwa sistem pertanian dengan masukan eksternal rendah (low
external input agriculture) mampu memeliharan tingkat kesuburan tanah-tanah pertanian
dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional. Pendekatan seperti ini lebih menjamin
keberlanjutan sistem usahatani di lahan rawa pasang surut.
C. Penugasan
Dengan mengacu pada studi kasus di atas, buatkan skenario sistem usahatani padi, jeruk dan
ikan pada luas lahan rawa pasang surut 2 hektar.
D. Pustaka Acuan
Aulia, R. 2009. Dinamika kation basa pada surjan di lahan rawa pasang surut KecamatanCerbon Kabupaten Barito Kuala. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas LambungMangkurat, Banjarbaru.
De Jager, A., D. Onduru, M.S. van Wijk, J. Vlaming dan G.N. Gachini. 2001. Assessingsustainability of low-external-input farm management systems with the nutrientmonitoring approach: a case study in Kenya. Agricultural Systems 69: 99-118.
Erna. 2012. Pengaruh pemberian bahan organic in situ terhadap ketersediaan nitrogen danpertumbuhan padi varietas Margasari pada saat pasang besar. Skripsi. Fakultas PertanianUniversitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Erniawati. 2012. Kapasitas N-anorganik sub sistem surjan pada sistem usahatani di lahan rawapasang surut. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Folmer, E.C.R., P.M.H. Geurts dan J.R. Francisco. 1998. Assessment of soil fertility depletionin Mozambique. Agriculture, Ecosystems and Environment 71: 159-167.
Kurnain, A., B.J. Priatmadi, R. Chandrawidjaja, T. Hidayat dan M. Agus. 2008. Konseppengembangan rawa pasang surut untuk pertanian. Dalam Prosiding Seminar NasionalRawa: Teknik Pengembangan Sumber Daya Rawa, Revitalisasi Pengelolaan danPengembangan Rawa. Dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2008 di Banjarmasin.Universitas Lambung Mangkurat, hal: 51-66.
Notohadiprawiro, T. 1986. Tanah Estuarin: Watak, Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya. GhaliaIndonesia, Jakarta.
Shepherd, K. D. dan M. J. Soule. 1998. Soil fertility management in west Kenya: dynamicsimulation of productivity, profitability and sustainability at different resource endowmentlevels. Agriculture, Ecosystems and Environment 71: 131-145.
Smaling, E.M.A., I.O. Fresco dan A. De Jager. 1996. Classifying, monitoring and improvingsoil nutrient stocks and flows in African agriculture. Ambio 25: 492-496.
| Copyright Agreement |
International Network for Natural Sciences (INNSPUB)E- 929, Kadirgonj, P/S: Boalia, Rajshahi- 6000, Bangladesh
International Network for Natural Sciences (INNSPUB)
w w w . i n n s p u b . n e tE-mail: info@ innspub.net
Journal Name: International Journal of Biosciences
Article Title: Optimizing internal nutrient flows in agri-aquaculture systems
on tidal swamp lands
Author (s) Name: Ahmad Kurnain, Ahkmad Murjani
Authorship statement:By signing this statement, corresponding authors guarantees that:• All listed authors assume responsibility for the manuscript content;• Manuscript is not previously published in the same or very similar form in other journal;• Manuscript is not currently under consideration in other journals.
Copyright transfer:By signing this statement, corresponding author grants that:• All copyrights of the paper are transferred to International Network for Natural Sciences.• Publisher has the right to distribute article in printed and electronic form without asking
for permission.• The author(s) is obliged to pay the publication charge ($100 per article) if the paper is
accepted for publication after review.
Payment Methods (Please mark by ‘X’ for select method):Paypal Credit/Debit Card Bank Transfer Western Union Moneygram Express Money
x
Signature of corresponding author:Journal Name: International Journal of Biosciences
Phone and e-mail: +628152108126, [email protected]
Signature and date: 28 July 2015
Optimizing internal nutrient flows in agri-aquaculture systemson tidal swamp lands
Ahmad Kurnain1 and A. Murjani2
1Department of Soil Science, Faculty of Agriculture, University of Lambung Mangkurat
Jalan Jendral A. Yani km 36 Banjarbaru 70714, South Kalimantan, Indonesia
2Department of Aquaculture, Faculty of Fishery, University of Lambung Mangkurat
Jalan Jendral A. Yani km 36 Banjarbaru 70714, South Kalimantan, Indonesia
Corresponding author: [email protected] ; [email protected]
Abstract
Strategy of sub-optimum land uses including tidal swamp lands through a commodity based
approach is difficult to be implemented instead of an agricultural-ecosystem based
approach. In line with that is a strategy of fertilization also has to refer to the agricultural
ecosystem based approach. To formulate the strategy of fertilization in the tidal swamp land
it is necessary to carry out the present study of nutrient flow potentials in the agricultural
ecosystem. The study was in line with the previous study at the rainy season of November –
February 2012, that limited to the observation of N flows at a farm scale agri-aquaculture
system in the tidal swamp land during the dry season of April - July 2015. The net N capacity
of the system reached 247 kg N ha-1 for two rice planting seasons. From the net N capacity,
there were 32 kg N ha-1 of fishpond muds and 20 kg N ha-1 of rice straw those can be used
as internal flows in the system. This will significantly reduce amount of chemical fertilizer
such as Urea. Optimizing N flows of the system related to the fertilization strategy could be
reached through the development of farm lands into an agri-aquaculture system.
Key words: agri-aquaculture, internal N flow, raised bed, tidal swamp land.
INTRODUCTION
Utilization of tidal swamp lands for agriculture purposes is faced with many constraints
mainly related to water and soil characteristics. Application of fertilizers on such lands is
usually ineffective in which most of fertilizers applied is not available for crop production due
to leaching, volatilization, and immobilization. Overcoming the constraints, local farmers of
Indonesia who have used the tidal swamp land have designed their farming areas into raised
and sunken beds (Notohadiprawiro, 1986; Kurnain et al., 2012). As well as reducing the
constraints, this arrangement of the land allows the farmers in South Kalimantan to do more
than one farming activities, such as rice-orange or orange-rice-fish farming systems. Such
multi farming systems have potentially resources those can be used as an internal source of
energy for sustaining biomass production. For examples, rice straw as one of the residues
(by products) from rice farming area is often reused as a source of organic matters and
nutrients to the next rice farming season (Kurnain and Hayati, 2012) or partly to other
farming systems.
Development of integrated farming systems in the tidal swamp land is an appropriate
strategy for reducing external inputs of nutritional requirements. This is in line with the
approach of low external input agriculture ((LEIA) for mainstreaming sustainable agriculture.
The LEIA approach have been developed to manage internal resources for agriculture for
satisfy changing human needs, while maintaining the quality of the environment and
conserving land resources (De Jager et al., 2001). This can be executed through a biological
cycle, and so called a biocycle farming system. This cycle will optimize energy flows of the
various sub-systems of farming; residues of one of the sub-systems of farming will be used
again by the sub-system farm itself or others. So that the materials and energy needed from
each sub-system of farming can be met efficiently and independently. This approach is
certainly important for the management of nutrients or fertilizing sub-optimum lands such as
the tidal swamp land.
To formulate strategies of nutrient management it is necessary to study locally and
specifically potentials of nutrient flows in an agri-aquaculture system on the tidal swamp
land. This study is intended to obtain information on potential flows of material, which in this
case is limited to the flow of the N-inorganic, agro-aquaculture systems in tidal swamp land.
The study was emphasized on describing internal N flows of agri-aquacultural systems on
the tidal swamp land of Barito Kuala District, South Kalimantan, Indonesia, in which most
farmers have cultivated rice, orange, and also a few of them have cultured fish in fishponds.
Results of the present study were incorparated with the previous studies (Kurnain et al,.
2012; 2013) to emphasize the importance of internal sources on nutrient management.
MATERIALS AND METHOD
Reasearch Design
The present study described potentials of the internal flow of inorganic N (N-NH4 + N-NO3)
on agri-aquaculture systems in the tidal swamp land of Barito Kuala District, South
Kalimantan, Indonesia. The system refers to the previously existing farming systems on
which most farmers usually cultivate orange and vegetable crops on raised beds, and
cultivate rice crops and fish ponds on sunken beds. This study was limited to the observation
of the potential flow of inorganic N on the sub-system of raised bed planted with orange and
the sub-system of sunken bed cultivated with rice and fish pond. The system was monitored
using an approach of input-output flows in terms of nutritional status (Figure 1).
Figure 1.
Collection of Data
Contents of inorganic N (N-NH4 + N-NO3) on each component of the input, output and
internal flow, as stated on Figure 1, was observed during the period of the rice planting
season (Apri - July 2015). Collection of data was operationally stated on Table 1.
Table 1. Design of collecting data for the study of input-output-internal flow system on agri-
aquaculture system in the tidal swamp land
Component /
Sub
component
Observed Use of Data
INPUT:
Rain water Samples collected on raingauge biweekly,
during the period of rice planting season
As input component of both
raised and sunken beds
(IN1)
River water Water samples on inlet gate of the
system, collected at the beginning and the
end of rice planting season
As input component of rice
field and fishpond on sunken
bed system (IN2)
Fertilizer Amount of Urea applied for one rice
growing season
As input component of rice
field (IN3)
Fish feed Not determined, net balance between fish
feed and fish harvested was assumed as
fish pond muds
As input component of fish
pond (IN4)
OUTPUT:
Rice field Samples of harvested parts, collected at
the end of rice planting season
As output component of rice
field (OUT1)
Fish harvested Not determined as fish feed As output component of fish
pond (OUT2)
Dranage water Water samples on outlet gate of the
system, collected at the beginning and the
end of rice planting season
As output component of the
system of fishpond and rice
field (OUT3)
INFLOW:
Fishpond Fish pond muds, consisting of feces and
residues of fish feeds, collected at the end
of fish culture season
As internal flow component
of raised bed system (IF1)
Rice residues Samples of non-harvested parts, collected
at the end of rice planting season
As internal flow (IF2) of the
next rice season, or other
systems
Furthermore, calculation of N contents of each sub component was as follows:
1. Nitrogen contents of rainwater and river water inputs (IN1 and IN2), drainage water
output (OUT3), and internal flow of fish pond muds (IF1) were calculated as previously
described by Kurnain et al. (2012).
2. Nitrogen contents of other sub components were calculated as follow:
Input of fertilizer (IN3) (kg ha-1) = amount of urea applied (kg ha-1) x N concentration in
urea (%).
Output of rice yield (OUT1) (kg ha-1) = amount of yield harvested (kg ha-1) x N
concentration in harvested parts (%).
Internal flow of rice field (IF2) (kg ha-1) = amount of non harvested parts (kg ha-1) x N
concentration in non harvested parts (%).
3. Nitrogen capacity of the system was calculated as follows:
Total Capacity (kg ha-1) = IN1 + IN2 + IN3 + IF1 + IF2
Net Capacity (kg ha-1) = IN1 + IN2 + IN3 + IF1 + IF2 – OUT3
RESULTS AND DISCUSSION
In combination with the previous study (Kurnain et al., 2012) N-inorganic capacity of the agri-
aquaculture system in the tidal swamp land during two rice planting seasons at the rainy
season of November – February 2012 and the dry season of April – July 2015 reached 474
kg N ha-1, which is derived from rainwater (IN1), river water (IN2), fertilizer (IN3), and the
internal flow of the fishpond muds ( IF1) and rice straw (IF2) respectively 23, 329, 69, 32 and
20 kg N ha-1 (Figure 2). In agro-ecosystems naturally stagnant as swamp lands, input from
river water must be balanced with the output in the form of drainage water (Folmer et al.,
1998), and therefore the net input of river water through the process of sedimentation is 102
kg N ha-1. Thus the net capacity of the system reached 247 kg N ha-1 can potentially be used
for biomass production during the year (Shepherd and Soule, 1998).
Figure 2
There are two potential internal sources of nutrients on the agri-aquaculture, including
fishpond muds (IF1) and rice straw (IF2). Previous study (Kurnain and Hayati, 2012)
showed that the rice field treated with local organic matter sources such as rice straw as well
as Urea fertilizer results in a more well N balance compared to the rice field which only is
treated with Urea showing a negative N balance indicating declining of soil N quality. In line
with the sustainability of agricultural system, there is necessary to incorporate the use of rice
straws in rice production in tidal swamp lands. Nutrient management should meet the
principle of balance between the input and output components, so that no residue is not
utilized or no material is entered into the agro-ecosystem. The balance of materials
(nutrients) can be used as an indicator of the sustainability of agro-ecosystems (Shepherd
and Soule, 1998). Smaling et al. (1996) classifies biomass production systems based on the
nutrient balance into three conditions: (1) if the number of inputs is higher than the number of
outputs, the stock of nutrients in the soil increased; (2) if the number of inputs is lower than
the number of outputs, the stock of nutrients in the soil decreases; and (3) if the number of
inputs equal to the number of outputs, the stock of nutrients in the soil remains. Conditions in
accordance with the principles of sustainability of agro-ecosystems is when the number of
inputs equal to the number of output; or in other words the system is in steady state (steady
state).
Based on the principle of sustainability and the potential flows of N, some scenarios of agri-
aquaculture systems can be arranged. Kurnain et al. (2012) had illustrated the input-output
system on agri-aquaculture systems with some area scenarios of raised and sunken beds.
Each scenario showed potential of the system to provide N nutrient for production of
biomass (plants and fish). Result of the present study indicates that agro-ecosystem of the
tidal swamp land has its own ability to supply nutrients for biomass production. This implies
that the production of biomass in the tidal swamp land does not always require fertilization,
but sufficient to optimize the flow of nutrients internally. In line with this, De Jager et al (2001)
reported that agricultural systems with low external inputs capable of maintaining the fertility
of agricultural lands in comparison with conventional farming systems. Such an approach is
ensuring the sustainability of farming systems in tidal swamp land.
ConclussionOptimizing internal N flows of the system related to the nutrient management could be
reached through the development of farm lands into agro-ecological systems. If this system
integrated with the rice field, there is necessary to incorporate use of rice straws in rice
production in tidal swamp lands. However, there is required to further studies for getting an
insight and developing bio-cycle farming systems on the tidal lowland.
AcknowledgmentThe authors would like to thank Directorate General of Higher Education, Ministry of
Education and Culture, the Government of Indonesia, and the Islamic Development Bank
through the project of Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the
Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia, for funding respectively the
previous and present studies by the scheme of the Researh Grant of University Excellence
in 2013 and 2015. The author would like also to thank Rector of University of Lambung
Mangkurat, for facilitating the study.
ReferencesDe Jager A, Onduru D, van Wijk MS, Vlaming J, Gachini GN. 2001. Assessing
sustainability of low-external-input farm management systems with the nutrient
monitoring approach: a case study in Kenya. Agricultural Systems 69, 99-118.
Folmer ECR, Geurts PMH, Francisco JR. 1998. Assessment of soil fertility depletion in
Mozambique. Agriculture, Ecosystems and Environment 71, 159-167.
Kurnain A, Hayati A. 2012. Nutrient balances as an indicator of sustainability of rice
production on tidal lowlands. Paper presented on the International Seminar held on
Banjarmasin in 2012 (unpublished).
Kurnain A, Hayati A, Makalew AM. 2013. Bio-cycle farming systems on sub-optimum
lands: Optimizing internal nutrient flows in agricultural-ecological systems on the tidal
lowland. Proceeding of 11th International Conference The East and Southeast Asia
Federation of Soil Science Societies: Land for Sustaining Food and Energy Security.
Indonesian Society of Soil Science, Jakarta, 107-109.
Kurnain A, Riani I, Mahbub M, Septiana M, Makalew AM. 2012. Strategi pemupukan
berbasis agroekosistem: Optimalisasi aliran hara N sistem agro-aquakultur di lahan
rawa pasang surut. Prosiding Seminar Nasional: Teknologi Pemupukan dan
Pemulihan Lahan Terdegradasi. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor,
383-390.
Notohadiprawiro T. 1986. Tanah Estuarin: Watak, Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Shepherd KD, Soule MJ. 1998. Soil fertility management in west Kenya: dynamic
simulation of productivity, profitability and sustainability at different resource
endowment levels. Agriculture, Ecosystems and Environment 71, 131-145.
Smaling EMA, Fresco IO, De Jager A. 1996. Classifying, monitoring and improving soil
nutrient stocks and flows in African agriculture. Ambio 25, 492-496.
Figure 1. Potential nutrient flows of agri-aquaculture systems in tidal swamp lands
(cited from Kurnain et al., 2012)
Figure 2. Capacity of inorganic N in agri-aquaculture system on the tidal swamp land of
Barito Kuala District during two rice planting season at the rainy season of November –
February 2012 and the dry season of April – July 2015
23
329
69
422
43
227270
32 2052
474
050
100150200250300350400450500
rain
wat
er (I
N1)
river
wat
er (I
N2)
fert
ilize
r (IN
3)
fish
feed
(IN
4)
Tota
l Inp
ut
rice
yiel
d (O
UT1
)
fish
yiel
d (O
UT2
)
drai
nage
wat
er (O
UT3
)
Tota
l Out
put
fishp
ond
mud
(IF1
)
rice
resid
ue (I
F2)
Tota
l int
erna
l flo
w
CAPA
CITY
OF
THE
SYST
EM
kg h
a-1
N-NH4+
N-NO3-
N-inorganic