universitas atma jaya yogyakarta fakultas ekonomi

168
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTAFakultas Ekonomi

Page 2: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

PROCEEDING KONFERENSI NASIONAL DAN CALL FOR PAPER

Improving Accounting, Management, and Economic Researchin Developing Business Sustainability

and Economic Growth

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA 2017

Page 3: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”iii

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PROCEEDING KONFERENSI NASIONAL DAN CALL FOR PAPER

Improving Accounting, Management, and Economic Researchin Developing Business Sustainability

and Economic Growth

Hak Cipta© 2017, pada Penulis/Penerbit

Hak Publikasi pada Penerbit Fakultas EkonomiUniversitas Atma Jaya Yogyakarta

Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku inidalam bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan Pertama, Oktober 2017

Penerbit Fakultas EkonomiUNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Jalan Babarsari 43 YogyakartaTelpon 0274 -487711 Psw. 3127 Faks. 0274-485227

ISBN : 978-602-98157-7-1

Page 4: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”v

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

SAMBUTAN KETUA PANITIA

KONFERENSI NASIONALIMPROVING ACCOUNTING, MANAGEMENT, AND ECONOMIC RESEARCH

IN DEVELOPING BUSINESS SUSTAINABILITY AND ECONOMIC GROWTH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang telah diberikan kepada kita semua sehingga acara Konferensi Nasional “Improving Accounting, Management, And Economic Research In Developing Business Sustainability And Economic Growth” dapat terselenggara. Tema yang dipilih ini dimaksudkan untuk mendorong para peneliti untuk melakukan publikasi dan mendiskusikan riset di bidang akuntansi, manajemen, dan ekonomi supaya dapat ikut berkontribusi mengembangkan bisnis berkelanjutan dan tata kelola organisasi secara keseluruhan. Selai itu juga supaya dapat membangun kerja sama pemerintah, akademisi, dan praktisi dalam mengembangkan masyarakat. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Fasilitasi Jurnal Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik In-

donesia yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini dengan memberikan Bantuan Tata Kelola Terbitan Berkala Ilmiah (BTBI) kepada Jurnal MODUS, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta;

2. Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Bapak Dr. Gregorius Sri Nurhartanto, S.H., LL.M. yang telah mendukung kegiatan ini;

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Bapak Drs. Budi Suprapto, MBA. Ph.D. yang telah mendukung dan memfasilitasi kegiatan ini;

3. Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Bapak A. Jatmiko Wibowo, SE., SIP., M.SF., Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Ibu Endang Raino Wiryono, SE., M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Bapak D. Agus Budi Rahardjono, SE., M.Si., Ak., CA. yang telah memdukung terselenggaranya kegiatan ini;

4. Dwitya Aribawa, SE., MBA., Pengelola Jurnal KINERJA yang telah mendukung dan memberikan sumbangan pemikirannya untuk kegiatan ini;

5. Ketua Program Studi Akuntansi, Manajemen, Ekonomi Pembangunan beserta Sekretaris Program Studi Akuntansi, Manajemen, Ekonomi Pembangunan yang telah mendukung terselenggaranya acara ini;

6. Segenap Panitia Konferensi Nasional Jurnal MODUS yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pemikirannya demi terselenggaranya kegiatan ini;

7. Para Pembicara Konferensi Nasional yang telah bersedia berbagi ilmu dan wawasan kepada peserta konferensi;

8. Bapak dan Ibu Reviewer yang telah meluangkan waktu dalam memeriksa artikel-artikel; dan

9. Bapak Ibu Dosen dan Praktisi serta para mahasiswa yang telah menyumbang artikel hasil penelitian.

Page 5: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya untuk kepentingan pengembangan ilmu dan aplikasi praktik. Kami memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan selama terselenggaranya kegiatan ini. Saran dan kritik yang membangun kami nantikan untuk perbaikan dan penyempurnaan acara-acara selanjutnya.

Yogyakarta, 1 Oktober 2017Ketua Panitia,

Anggreni Dian Kurniawati, SE., M.Sc., Ak., CA.

Page 6: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

SUSUNAN PANITIAKONFERENSI NASIONAL JURNAL MODUS

Penasehat : Drs. Budi Suprapto, MBA., Ph.D. Jatmiko Wibowo, SE., SIP, MSF. Endang Raino Wirjono, SE., M.Si. D. Agus Budi Raharjono, SE., M.Si., Ak., CA.

Ketua : Anggreni Dian Kurniawati, SE., M.Sc., Ak., CASekretaris 1 : Nadia Nila Sari, SE., MBA. Sekretaris 2 : MG. Fitria Harjanti, SE., M.Sc. Bendahara : Anggreni Dian Kurniawati, SE., M.Sc., Ak., CA.

Acara : Debora Wintriarsi H, SE., MM., M.Sc.Koordinator Reviewer : G. Hanny Kusuma, SE., M.Sc. Elisabeth Dita Septiari, SE., M.Sc. Koordinator LO : Tabita Indah Iswari, SE., M.Acc., Ak. G. Hanny Kusuma, SE., M.Sc. MC : Paulina AustinoKesekretariatan : F. Joki Hartono Tri Nugroho, SE. Fransisca Hastin Nugraheni, S.Pd. Abstrak dan Proofread : Woro Wiratsih, S.Pd., MA. Ignatius Indra K, S.Pd., MA. Maria Setyaningsih N, S.Pd., M.Hum. Doriani Lingga, SE., MA.Ec. Damiana Simanjuntak, SE., MA.Ec.Registrasi Peserta : Lintang, Feviriani, Student StaffKonsumsi : Lucia Widowati, Pauline AustinoPublikasi dan Dokumentasi : Arief Lukman, Staff PPEB, Adiya OctabrianPelengkapan dan Dekorasi : Max Agung Nugroho Ignatius Indra Kristianto, S. Pd., MA. Akomodasi : Lucia Widowati, Feviriani Notulen : Woro Wiratsih, S.Pd, MA., Doriani L., SE, MA. Ec.

Page 7: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

viii

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

TERM OF REFERENCE“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Busi-

ness Sustainability and Economic Growth”

LATAR BELAKANG Saat ini, Indonesia tengah mengalami perubahan yang mendasar dalam pengelo-

laan negaranya yang berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi. Suatu negara di-katakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan Gross National Product (GNP) riil di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan sinyal positif yang mengindikasikan adanya keberhasilan dalam pembangunan ekonomi, bahkan per-tumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menjadi tolak ukur kemakmuran suatu negara.

Berdasarkan Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia pada bulan Maret 2017 yang diterbitkan oleh World Bank dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indo-nesia bertambah untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, naik menjadi 5,0% pada tahun 2016 dari 4,9% pada 2015, meski ketidakpastian kebijakan global masih tinggi. Rupiah yang stabil, in lasi yang rendah, turunnya angka pengangguran dan naiknya upah riil mengangkat kepercayaan konsumen dan konsumsi swasta. Sebaliknya, belanja pemerintah dan pertumbuhan investasi melambat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi untuk 2016 secara keseluruhan. Pondasi ekonomi Indonesia tetap kokoh, didu-kung tingkat pertumbuhan ekonomi yang kuat, de isit neraca berjalan dan tingkat pen-gangguran beberapa tahun terakhir yang rendah dalam, de isit iskal yang terjaga baik, serta in lasi yang rendah. Kemiskinan dan ketimpangan juga menurun pada tahun 2016. Kredibilitas iskal yang menguat dengan adanya pemangkasan belanja pemerintah, ser-ta sasaran yang lebih bisa dicapai dalam APBN 2017, memperkuat kepercayaan inves-tor. De isit iskal dan de isit neraca berjalan saat ini berada di tingkat terendah dalam 5 tahun terakhir. Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan naik menjadi 5,2 persen di tahun 2017, dan mencapai 5,3 persen pada 2018. Konsumsi rumahtangga diproyeksikan sema-kin baik dengan adanya Rupiah yang stabil, upah riil lebih tinggi dan terus menurunnya angka pengangguran. Pertumbuhan investasi swasta diproyeksikan naik seiring pulihnya harga-harga komoditas, serta dampak kemudahan moneter pada tahun 2016 dan mulai berdampaknya reformasi ekonomi belakangan ini. Harga komoditas yang lebih tinggi juga akan mengurangi hambatan iskal dan mengangkat belanja pemerintah, sementara per-tumbuhan global yang lebih kuat akan mendorong ekspor. Namun demikian perlu adan-ya perbaikan yang berkelanjutan sehingga pertumbuhan ekonomi akan semakin baik di tahun-tahun berikutnya yaitu dengan meningkatkan kinerja lingkungan dan sosial yang tidak terbatas pada negara tetapi juga bisnis secara keseluruhan dalam jangka panjang. Salah satu kunci penting untuk menjamin berjalannya perbaikan kinerja perusahaan dalam hal sosial dan lingkungan ialah pelaporan. Adanya pelaporan bisa menjadi alat untuk melakukan komunikasi tentang apa yang sudah dilakukan oleh suatu perusahaan sehubungan dengan perbaikan kinerja lingkungan dan sosialnya.Global Reporting Initiative (GRI) menganut beberapa prinsip dalam mende inisikan isi pelaporannya yaitu sebagai berikut: Inklusivitas yang dimaksud adalah bahwa organisasi pelapor harus mengidenti ikasi pemangku kepentingannya dan menjelaskan bagaimana mereka menanggapi isu mereka dalam laporan tersebut.Relevansi dan materialitas yang dimaksud adalah bahwa informasi dalam laporan harus

Page 8: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”ix

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

mencakup isu dan indikator yang secara substantif dapat mempengaruhi keputusan pemangku kepentingan yang menggunakan laporan tersebut. Konteks keberlanjutan yang dimaksud adalah bahwa organisasi pelapor harus menyajikan kinerjanya dalam konteks keberlanjutan yang lebih luas, di mana konteks tersebut memiliki nilai interpretatif yang signi ikan. Kelengkapan yang dimaksud adalah cakupan isu, indikator yang relevan dan material, dan de inisi batas laporan harus cukup memungkinkan pemangku kepentingan menilai kinerja organisasi, ekonomi, lingkungan dan sosial organisasi tersebut dalam periode yang dilaporkan. Dalam membuat pelaporan berkelanjutan tersebut komunikasi memegang peranan yang sangat penting bagi pemangku kepentingan lain yang berhubungan dengan isu lingkungan dan sosial. Pemerintah, Lembaga Sosial Masyarakat dan komunitas akademis bisa melihat bahwa perusahaan memang melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja lingkungan dan sosialnya. Berbagai komitmen dari perusahaan yang sudah dilakukan kepada masyarakat, baik dilakukan dalam pendekatan melalui program community development, corporate social responsibility, maupun berbagai hal lainnya dalam bidang ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, produk dalam pemasaran sampai penggunaannya, sampai dengan hubungan kemasyarakatan. Bisnis sendiri tidak terlepas dalam tiga bidang utama yaitu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang ketiganya saling bersinergi untuk menciptakan sebuah bisnis berkelanjutan. Sinergi pengetahuan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk sebuah riset. Riset merupakan suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Fungsi riset adalah mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan alternatif bagi kemungkinan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah. sebagai usaha mencari kebenaran melalui pendekatan ilmiah. Oleh karena itu, dengan adanya riset di bidang akuntansi, manajemen, dan ekonomi menjadi penting dalam mendukung perbaikan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan, sehingga perbaikan tersebut bisa tepat sasaran dan dapat mengembangkan lagi prinsip dari bisnis yang berkelanjutan ini.

TUJUANMengidenti ikasi persoalan utama dalam penerapan bisnis berkelanjutan dan

bagaimana peran riset di bidang akuntansi, manajemen, dan ekonomi dapat ikut berkon-tribusi mengembangkan bisnis bekelanjutan dan tata kelola organisasi secara keseluru-han.

Mendiseminasikan hasil-hasil riset yang ada. Membangun kerja sama pemerintah, akademisi, dan praktisi dalam mengembangkan

masyarakat.

BENTUK KEGIATANKonferensi Nasional dan Call for Paper dengan tema “Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”.

PESERTA KEGIATANPeserta kegiatan ini adalah akademisi, praktisi, mahasiswa, pemerintah daerah, LSM, Lembaga Keuangan, Lembaga Sosial Masyarakat, dan semua pihak yang berkepentingan.

Page 9: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

x

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

SUSUNAN ACARA

Waktu Kegiatan07.30 – 08.30 Registrasi Ulang08.30 – 09.00 Sambutan:

Dekan Fakultas EkonomiPengelola Jurnal MODUS

09.00 – 11.00 Seminar “Improving Business Sustainability and Reporting”Pembicara 1 (Prof. Andreas Lako)Keynote Speaker (Kepala OJK Yogyakarta)Pembicara 2 (Dr. Handoyo Wibisono)

11.00 – 11.30 Diskusi11.30 – 12.00 Penyerahan Souvenir dan Foto Bersama12.00 – 13.00 Istirahat, Sholat, Makan Siang13.00 – 17.00 Diskusi Paralel (4 kelas)17.00 – 17.30 Penutupan dan Pengumuman Best Paper17.30 – 18.30 Sholat dan Makan Malam

Page 10: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”xi

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

D A F T A R I S I

Strategi Optimalisasi Pendapatan PD. Pasar Kota MedanMuhammad Zuardi ........................................................................................................................................ 1

Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi Terhadap Keinginan Berpindah Karyawan Pada Staf Kantor Akuntan Publik di Kota MedanRina Walmiaty Mardi dan Cahyoginarti .............................................................................................. 13

Penerapan Metode Altman Z-Score Modi ikasi Untuk Analisis Kesehatan Keuangan PT Bank Sumut Medan Jonni Hamonangan Silaen .......................................................................................................................... 27

Memacu Ukm Akes Ke Pasar Internasional (Studi Kasus UKM Binaan Apikri)Yuni Widhiastuti dan Roos Kities Andadari ........................................................................................ 43

Citra Merek, Promosi Penjualan dan Keragaman Produk Dalam Keputusan Pembe-lian Produk Giordano Dirga Pratama Ongkosaputro dan Yunita Budi Rahayu Silintowe ............................................. 65

Pengetahuan Perpajakan Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kesadaran Wajib Pajak Sebagai Variabel Intervening dan Transparansi Sebagai Variabel ModerasiA’isyta Artha Putri, Nita Anggraheny Savitri dan Theresia Woro Damayanti ....................... 79

Pengaruh Pengetahuan, Sikap Wajib Pajak, dan Sarana Prasarana Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Dengan Persepsi Atas Pelayanan Pembayaran Pajak Sebagai Variabel ModerasiDevita Ayu Febriani, Tri Wahyuningsih dan Theresia Woro Damayanti .................................. 93

Globalisasi Ekonomi dan Pengaruhnya Terhadap Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan di IndonesiaLestari Agusalim dan Fanny Suzuda Pohan ....................................................................................... 107

Model Manajemen Pengelolaan Retribusi Sampah di Kota BandungKeni Kaniawati dan Rully Indrawan ..................................................................................................... 125

Kemauan Membayar Pajak: Herding ataukah Pengetahuan (Studi Pada UKM di Jawa Tengah)Ayu Riskawati, Malida Annastasia Ribka dan Theresia Woro Damayanti .......................... 137

Model Rantai Pasok Ketersediaan Bahan Baku Industri Penyamakan Kulit di Sen-tra Sukaregang Kabupaten GarutYani Iriani ........................................................................................................................................................ 151

Page 11: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”1

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

STRATEGI OPTIMALISASI PENDAPATAN PD. PASAR KOTA MEDAN

Muhammad ZuardiPoliteknik Negeri Medan

E-mail : [email protected]

Abstraksi PD Pasar Kota Medan mengelola 51 pasar tradisional di Kota Medan. PD Pasar Kota Medan mengalami permasalahan yakni masih terdapat ruang kosong dalam bentuk toko, kios, stand/meja yang belum ditempati, sehingga target pendapatan tidak tercapai. Potensi ruang yang masih tersedia tidak menarik minat para pedagang untuk membukanya. Jumlah ruang tempat berjualan yang masih banyak tentunya menjadi beban bagi pengelola pasar. Minat pembeli yang cenderung lebih suka berbelanja di pasar modern menjadi tantangan yang tidak dapat dielakkan. Mengoptimalkan fungsi pasar tradisional merupakan langkah yang harus di-lakukan PD Pasar Kota Medan agar pasar tradisional yang dikelola menarik minat pedagang dan pembeli. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempen-garuhi optimalisasi pendapatan PD Pasar Kota Medan, serta menyusun rekomendasi strategi optimalisasi pendapatan di Pasar Pusat Pasar Kota Medan. Data yang diperoleh berasal dari 7 (tujuh) pihak yang berkompeten dengan perkembangan operasional pasar tradisional, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan 4 (empat) alat analisis yakni IFE, EFE, IE dan SWOT. Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan pendapa-tan dari pengelolaan pasar tradisional. Strategi ini mendorong PD Pasar Kota Medan melaku-kan perbaikan saran dan prasaran berjualan, mengoptimalkan pegawai yang ada serta pro-mosi secara agresif.

Kata Kunci : SWOT, Faktor Internal, Faktor Eksternal, Strategi Penetrasi Pasar

Abstract PD Pasar Kota Medan manages 51 traditional markets in Medan City. PD Pasar Kota Medan experienced problems that there is still empty space in the form of shop, kiosk, stand / table that has not been occupied, so the target of income is not reached. Potential space that is still available does not interest the merchants to open it. The amount of space where the selling is still a lot of course a burden for market managers. The interest of buyers who tend to pre-fer to shop in the modern market becomes an inevitable challenge. Optimizing the function of traditional markets is a step that must be done PD Pasar Kota Medan for traditional markets managed to attract the interest of traders and buyers. The purpose of research to analyze the internal and external factors that affect the op-timization of PD Pasar Medan revenue, as well as to formulate the recommendation of revenue optimization strategy at Pasar Pusat Pasar Medan. Data obtained from 7 (seven) competent parties with the development of traditional market operations, the data obtained were analyzed using 4 (four) analysis tools ie IFE, EFE, IE and SWOT. Market Penetration Strategy is the right strategy to increase revenue from traditional market management. This strategy encourages PD Pasar Kota Medan to improve the sugges-tions and marketing of the goods, optimize existing employees and aggressive promotion

Keywords: SWOT, Internal Factors, External Factors, Market Penetration Strategies

Page 12: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

2

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

1. PendahuluanSejak didirikan pada tanggal 7 Juni 1993 PD Pasar Kota Medan berperan aktif dalam

pengelolaan pasar-pasar tradisional di Kota Medan. Pendirian PD Pasar Kota Medan ini adalah didasarkan pada pemikiran untuk optimalisasi fungsi pasar tradisional, yang tentunya akan ber-dampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Keberadaannya terus berkembang dan semakin banyak masyarakat yang menggantung-kan hidupnya dari keberadaan pasar tradisional, namun saat ini perkembangan pasar tradisional sangat tidak signifi kan bahkan menurun karena harus bersaing dengan pasar modern. Minat pedagang untuk berjualan di pasar tradisional juga masih rendah, seperti terlihat pada salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Medan.

Potensi ruang usaha di pasar tradisional yang masih tersedia tidak menarik minat para pedagang untuk membukanya. Jumlah ruang tempat berjualan yang masih banyak tentunya menjadi beban bagi pengelola pasar. Mengoptimalkan fungsi pasar tradisional merupakan lang-kah yang harus dilakukan PD Pasar Kota Medan agar pasar tradisional yang dikelola menarik minat pedagang dan pembeli.

Target pendapatan PD Pasar Kota Medan setiap tahunnya tidak tercapai, penyusunan target sudah disesuaikan dengan potensi pendapatan dari tiap pasar tradisional yang dikelola. Tempat berjualan yang tersedia masih belum sepenuhnya ditempati oleh pedagang resmi, ban-yak pedagang informal yang berjualan disekitar pasar tradisional. Berbagai faktor lain diduga menjadi penyebab belum optimalnya pendapatan dari pengelolaan pasar tradisional.

2. Landasan TeoriPasar dapat didefi nisikan sebagai institusi atau mekanisme di mana pembeli (yang

membutuhkan) dan penjual (yang memproduksi) bertemu dan secara bersama-sama men-gadakan pertukaran barang dan jasa (Campbell et.al., 1990). Sedangkan menurut Stanton (1996) pasar adalah sebagai orang-orang yang mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan untuk membelanjakan uang. Pasar meru-pakan tempat pembeli bertemu dengan penjual, barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian terjadi pemindahan hak milik.

Pasar merupakan akibat dari pola kegiatan manusia yang terjadi karena adanya saling membutuhkan, sehingga terjadi pola pertukaran antara barang dan jasa. Kompleksitas kebutu-han akan mengakibatkan kompleksitas baik orang, jenis barang, cara pertukaran dan tempat yang semakin luas (Kottler & Amstrong, 2001).

Menurut Robinson & Pearce (1997), strategi merupakan suatu seni menggunakan per-tempuran untuk memenangkan suatu perang. Strategi merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan, sehingga strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diper-lukan untuk mencapai tujuan.

Umar (2004) mengatakan bahwa strategi adalah sekumpulan tindakan atau aktivitas yang berbeda untuk menghantarkan nilai yang unik. Sedangkan Thompson dan Strikcland (2001) mengatakan strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas yang penuh daya saing serta pendekatan-pendekatan bisnis untuk mencapai kinerja yang memuaskan (sesuai target).

Tingkatan strategi pada penelitian ini adalah strategi unit bisnis, karena PD Pasar Kota Medan merupakan salah satu BUMD yang dibawah naungan Pemko Medan.

Kiik (2006) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Faktor-Faktor yang Mempen-garuhi Tidak Optimalnya Fungsi Pasar Tradisional Lolowa dan Pasar Tradisional Fatubenao Kecamatan Atambua Kabupaten Belu”. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi me-nyebabkan tingginya aktivitas di Pasar Inpres Atambua, akibatnya pasar menjadi padat dan tidak teratur.

Page 13: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”3

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tujuan tersebut dicapai melalui sasaran-sasaran: identifi kasi dan analisis kebijakan pemerintah daerah, identifi kasi dan analisis kondisi eksisting, identifi kasi dan analisis sistem penunjang, identifi kasi dan analisis pola aktivitas, identifi kasi dan analisis sosial ekonomi ma-syarakat dan merumuskan faktor-faktor penyebab tidak optimalnya fungsi pasar tradisional yang baru. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan an-tara metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kualitatif menggunakan analisis deskriptif, untuk metode penelitian kuantitatif akan digunakan analisis faktor dan alat analisis kuantitatif lain seperti analisis jarak dan kesempatan terdekat, anali-sis indeks sentralitas, dan analisis potensi penduduk.

Dari analisis yang dilakukan terdapat beberapa temuan studi antara lain terdapat indikasi ketidaktahuan dan ketidaktaatan masyarakat dalam pemanfaatan ruan, tidak ada peruntukan fasilitas perdagangan di Kelurahan Lidak dan Fatubenao, pembangunan pasar yang baru tidak melalui studi kelayakan, pedagang bersedia dipindahkan asal tidak hanya sebagian, tetapi seluruhnya, tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pasar yang baru, produk tata ruang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota, aksesibilitas menuju dua pasar baru belum cukup baik, pasar baru dapat menampung pindahan pedagang dari Pasar Inpres Atambua dan tidak terdapatnya jalur angkutan kota ke Pasar Fatubenao. Temuan lain-nya adalah pedagang di Pasar Inpres Atambua banyak yang mempunyai langganan tetap atau hubungan yang baik dengan konsumen, sebaran fasilitas, kepadatan penduduk dan potensi penduduk masih belum cukup memadai di Kelurahan Lidak dan Kelurahan Fatubenao, masih terdapat pengungsi yang tinggal di bangunan Pasar Fatubenao.

3. Metode PenelitianPenelitian dilaksanakan di pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Kota Medan.

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research), yakni suatu penelitian yang dilakukan untuk mendapat temuan-temuan praktis atau untuk keperluan pen-gambilan keputusan operasional. Karena tujuannya untuk pengambilan keputusan operasional guna mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan baru (Sinulingga, 2012).

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang meliputi seluruh elemen yang ada dalam wilayah penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini terdiri dari pihak-pi-hak yang berkompeten memberikan informasi mengenai perkembangan PD Pasar Kota Medan yakni :

1) Direkur Utama PD Pasar Kota Medan2) Direkur Administrasi dan Keuangan PD Pasar Kota Medan 3) Direkur Pengembangan dan SDM PD Pasar Kota Medan 4) Direkur Operasional PD Pasar Kota Medan 5) Ketua Persatuan Pedagang Tradisional Kota Medan6) Wakil Ketua Persatuan Pedagang Tradisional Kota Medan7) Ketua Koperasi Pedagang Pasar Tradisional Kota Medan.Data dan informasi yang diperoleh dari tujuh pihak yang terkait dengan operasional pasar

tradisional yang dikelola PD Pasar Kota Medan, dikumpulkan dan kemudian di analisis dengan menggunakan analisis lingkungan yaitu analisis terhadap lingkungan internal perusahaan yang menghasilkan kekuatan dan kelemahan serta lingkungan eksternal perusahaan yang meng-hasilkan peluang dan ancaman. Dalam penelitian ini, analisis lingkungan diolah dengan 3 (tiga) jenis matriks yakni Matriks Evaluasi Faktor Intern (IFE Matriks), Matriks Evaluasi Faktor In-tern (EFE Matriks) dan Matriks Internal Eksternal (IE Matriks). Setelah diketahui hasil IE Matriks kemudian dilakukan analisis SWOT.

SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strengths), kelemahan (Weakness) internal peru-sahaan, dan peluang (Opportunities) serta ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal peru-

Page 14: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

4

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sahaan. Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimkan kelemahan dan ancaman suatu perusahaan. Apabila diterapkan secara tepat, asumsi sederhana ini mempunyai implikasi yang berpengaruh untuk berhasil.

4. Masil dan Pembahasan Matriks EFE Dan IFE

Dari hasil fokus grup diskusi dengan ketujuh pihak yang terkait, maka disusun faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PD Pasar Kota Medan. Pada Tabel 1 menunjukkan gambar matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation).

Tabel 1. Matriks EFE

Sumber : Data Primer diolah (2017)

Dari Tabel 1. terlihat bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dan Medan merupakan peluang dengan nilai paling tinggi yakni 0,744 hal ini menunjukkan kondisi pereko-nomian yang semakin membaik merupakan peluang bagi PD Pasar Kota Medan dalam mengop-timalkan potensi pasar yang dikelola.

Pengembangan pasar tradisional didukung penuh oleh pemerintah, hal ini terbukti dari Perpres No. 112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Perpres ini mengatur secara teknis mengenai pembagian usaha antara pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Pada beberapa ketentuan pasal, Perpres ini mengatur dengan sangat jelas mengenai lokasi dan syarat-syarat pendirian, luas bangunan, jam operasi, ketentuan pemasokan barang, perizinan, serta pembinaan dan penga-wasan untuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengembangkan usaha kecil serta sebagai suatu upaya pem-binaan terhadap usaha kecil supaya bisa maju dan berkembang. Peraturan yang membatasi operasional pusat perbelanjaan dan toko modern tersebut secara tidak langsung memberikan perlindungan kepada pasar tradisional yang beroperasi sejak pagi hari. Isu kepentingan umum dan kepentingan nasional pada dasarnya merupakan semangat nasionalisme dari para pembuat kebijakan. Salah satu tugas pemerintah adalah dengan penguatan perekonomian dari dalam

Page 15: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”5

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sehingga pelaku usaha domestik mampu bersaing dengan pihak luar. Penguatan perekonomian yaitu dengan melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha domestik untuk melakukan inovasi supaya mampu bersaing dengan pelaku usaha asing.

Kota Medan sebagai ibukota propinsi Sumatera Utara menjadi daya tarik bagi masyarakat disekitarnya untuk membeli berbagai jenis produk untuk dijual kembali. Pasar tradisional yang dikelola PD Pasar Kota Medan beberapa diantaranya merupakan toko besar atau grosir yang berperan sebagai pemasok ke berbagai toko di luar kota Medan.

Pertumbuhan berbagai plaza dan minimarket seperti Indomaret dan Alfamart meurpakan ancaman yang serius terhadap pasar tradisional. Lokasi plaza dan minimarket yang sangat strat-egis dan berdekatan dengan pasar tradisional memberi dampak bagi kalangan menengah atas untuk berbelanja kebutuhan pokok tidak di pasar tradisional.

Metode promosi yang beragam, seperti frequence shopper program (program pelanggan setia), kupon, POP, dan pemesanan melalui media sosial atau melalui website. Membuat pasar modern (supermarket dan minimarket) menjadi lebih menarik di mata konsumen. Kondisi ini tentunya berdampak negatif terhadap pasar tradisional yang kurang melakukan kegiatan-kegiatan promosi.

Di Kota Medan saat ini berkembang kawasan pasar tradisional yang dikelola oleh pribadi atau swasta. Kawasan perumahan dan kampus menjadi daerah potensial bagi pemilik lahan un-tuk membangun pasar tradisional. Pajus singkatan dari Pajak USU merupakan pasar tradisional yang menjual berbagai kebutuhan dasar mahasiswa, mulai dari alat tulis, kuliner, pakaian, elek-tronik, pernik dengan harga murah dan terjadinya proses tawar menawar. Kawasan perumahan elit di Kota Medan juga dilengkapi dengan pasar tradisional yang dikelola oleh pengembang. Perkembangan ini menjadi ancaman pasar tradisional secara tradisional.

Akses kredit atau pinjaman untuk menambah modal sangat sulit diakses oleh para peda-gang tradisional. Hal tersebut dikarenakan karena prosedur dan persyaratan kredit yang rumit, birokratis, dan sebagainya. Berdasarkan penelitian persentasi modal yang digu-nakan, sebanyak 86,8% merupakan modal sendiri.

Selain faktor eksternal, diidentifi kasi juga faktor-faktor internal yang mempengaruhi pendapatan PD Pasar Kota Medan, yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks IFE

Sumber : Data Primer diolah (2017)

Page 16: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

6

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pada Tabel 2. terlihat bahwa lokasi pasar yang strategis merupakan kekuatan yang memi-liki nilai paling tinggi dibanding faktor lain. Letak yang strategis tentunya menjadi daya tarik bagi calon pedagang yang ingin berjualan di pasar tradisional yang dikelola PD Pasar Kota Medan. Sejak tahun 2012 dibawah pimpinan direksi yang baru, banyak terhjadi perbaikan dan penambahan fasilitas yang membuat kenyamanan pedagang dan pembeli semakin membaik.

Dikeluarkannya Perwali No. 60 Tahun 2008 tentang rincian, tugas, fungsi dan tata kerja PD Pasar Kota Medan memberikan wewenang yang lebih luas kepada PD Pasar Kota Medan untuk dapat mengembangkan pasar tradisional yang berada di Kota Medan. Tata kelola organ-isasi terus diperbaiki, kinerja para pegawai cenderung meningkat, terutama kedisiplinan dalam kehadiran dan ketepatan menyelesaikan berbagai beban kerja yang telah ditetapkan pimpinan PD. Pasar Kota Medan.

PD Pasar Kota Medan yang berwenang dalam pengembangan pasar tradisional di Kota Medan, melalukan berbagai kebijakan dalam pengelolaan pasar sampai saat ini telah menjalankan berbagai program, diantaranya adalah revitalisasi pasar dengan memperbaiki sa-rana dan prasaran pasar seperti cor lantai, penggantian lantai keramik, penggantian pipa talang, pengecetan, service eskalator, drainase taman, drainase saluran air dan kamar mandi.

Pengaturan kios, stand dan meja tidak teratur. Banyak pedagang kaki lima yang berjualan bukan pada tempatnya yang membuat kondisi pasar menjadi semrawut. Para pedagang yang ber-jualan di lantai atas merasa dirugikan karena jenis produk yang mereka jual, ada yang menjual di lantai 1 atau yang berdekatan dengan pintu masuk pembeli. Perlu penataan zona produk agar setiap toko memiliki potensi pembeli yang tinggi.

Kondisi interior pasar pada umumnya sangat buruk. Kondisi itu tercermin dengan ke-adaan pasar yang becek, gelap, kotor, sempit, bau dan panas. Berbagai upaya dilakukan pimpi-nan PD Pasar Kota Medan untuk memperbaiki dan mengganti fasilitas yang tidak berfungsi optimal. Fasilitas parkir yang tersedia pada pasar tradisional dinilai kurang layak, baik dari segi luas lahan parkir dan juga utilitas lahan parkir tersebut. Tidak terdapat pelindung dari panas atau hujan pada khususnya pada parkir sepeda motor.

Jumlah pegawai PD Pasar Kota Medan sebanyak 685 orang, yang terdiri pegawai tetap dan tenaga Harian. Jumlah pegawai yang cukup besar ini belum diiringi dengan kinerja yang diharapkan. Tingkat disiplin rendah dan pengetahuan terhadap bidang kerja yang minim, sehingga dalam pelaksanaan kerja cenderung monoton. Para pegawai yang direkrut melalui proses yang tidak terukur, banyak pegawai yang direkrut karena nepotisme, se-hingga pekerjaan tidak sesuai harapan.

Matriks IEMatriks IE bermanfaat untuk memposisikan perusahaan kedalam matriks yang terdiri dari

sembilan sel. Matriks IE terdiri dari dua dimensi, yaitu total skor dari IFE matriks pada sumbu X dan total skor EFE matriks pada sumbu Y.

Berapapun banyaknya faktor yang dimasukan dalam matriks IFE, total rata-rata ter-timbang berkisar antara yang terendah 1,0 dan tertinggi 4,0 dengan rata-rata 2,5. Total rata-rata tertimbang dibawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara internal, sementara total nilai diatas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat (David, 2006).

Dengan menggunakan hasil evaluasi dari matriks IFE dan EFE, pada matriks IE dapat dikerjakan. Untuk suatu sumbu horizontal pada matriks IE ini adalah Total Weight Score dari matriks IFE yaitu sebesar 2,824 , sedangkan untuk sumbu vertikalnya adalah Total Weight Score dari matriks EFE yaitu sebesar 2,637. Pada Gambar 1. menggambarkan matriks IE untuk kondisi PD Pasar Kota Medan dalam mengelola perusahaan.

Page 17: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”7

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Gambar 1. Hasil Matriks IE

Berdasarkan posisi yang digambarkan pada Gambar 1. terlihat bahwa posisi PD Pasar Kota Medan berada pada sel nomor 5 (lima), dengan skor 2,824 untuk faktor internal dan 2,637 untuk faktor eksternal. Berdasarkan teori pada kondisi ini baik dikendalikan dengan strategi-strategi Hold dan Maintain. Strategi-strategi yang umum dipakai yaitu strategi Market Pen-etration dan Product development.

Strategi yang umum pada kuadran ini adalah strategi intensif. Pelaksanaan strategi inten-sif terdiri dari strategi penetrasi pasar (market penetration) dan pengembangan produk (product development). Strategi intensif ini dalam implementasinya memerlukan usaha-usaha intensif untuk meningkatkan posisi persaingan perusahaan melalui produk-produk yang ada.

Strategi penetrasi pasar berusaha mendorong PD Pasar Kota Medan agar lebih agresif melakukan berbagai upaya pemasaran melalui promosi agar calon pedagang memiliki keter-tarikan. Strategi ini akan dapat diimplementasikan secara baik dengan berbagai cara, sesuai dengan kondisi perkembangan PD Pasar Kota Medan. Pada strategi pengembangan produk dilakukan dengan memodifi kasi produk yang didasarkan hasil riset konsumen terhadap produk yang diinginkan. Strategi ini mendorong PD Pasar Kota Medan dengan mengembangkan dan membuat produk baru untuk menggantikan produk yang ada di pasar saat ini. Dapat dilakukan dengan pertumbuhan intensif melalui pengembangan produk melalui mengembangkan tampi-lan baru pasar tradisional, membuat produk dengan kualitas yang berbeda, dan mengembang-kan teknologi baru untuk menghasilkan produk. (Jatmiko, 2004)

Dari kedua strategi tersebut, karena fokus permasalahan pada optimalisasi operasional pasar bukan dalam upaya pengembangan pasar tradisional, maka strategi yang paling tepat dipilih adalah strategi penetrasi pasar. Strategi ini mendorong perusahaan dengan cara menin-gkatkan promosi secara agresif terhadap daya tarik berjualan bagi pedagang. Agar strategi ini terlaksana dengan baik maka dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pasar, menata zona produk agar setiap toko disetiap tingkatan lantai memiliki ni-lai jual yang tinggi, meningkatkan kebersihan pasar, membangun sistem keamanan yang lebih baik serta penataan perparkiran yang memberi kenyamanan terhadap pembeli.

Matriks SWOTMatriks ini digunakan untuk mengidentifi kasi kekuatan, kelemahan dalam lingkungan

Page 18: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

8

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

internal perusahaan, dan peluang serta ancaman lingkungan eksternal perusahaan (Rangkuti, 2004). Analisis kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal terutama ditujukan terhadap faktor keberhasilan kunci. Jadi dengan analisis ini diharapkan akan diperoleh cara un-tuk mengembangkan dan memanfaatkan kekuatan serta penopang atau mengurangi kelemahan dengan maksud untuk memanfaatkan peluang dan mengurangi ancaman. (David, 2006)

Matriks SWOT merupakan matching tool yang penting untuk membantu para pengambil keputusan mengembangkan 4 (empat) tipe strategi. Keempat tipe strategi yakni Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST, Strategi ST. Pada matriks ini, menggunakan key success factors untuk lingkungan internal dan eksternal merupakan bagian yang sulit sehingga dibutuhkan judge-ment yang baik. Kegunaan dari matriks SWOT adalah untuk merumuskan strategi alternatif yang fi sibel untuk dilaksanakan, bukan untuk memilih atau menentukan strategi mana yang terbaik. Jadi tidak semua strategi dikembangkan dalam SWOT. Pada Tabel 3. akan memperli-hatkan matriks SWOT untuk PD Pasar Kota Medan.

Page 19: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”9

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabe

l 3. M

atri

ks S

WO

TK

ekua

tan

(Stre

ngth

s) S

Kel

emah

an (W

eakn

esse

s)W

a. Lo

kasi

pasr

tradis

ional

yang

strat

egis.

b.

Kua

litas

PD

Pas

ar y

ang

bagu

sc.

Satu

-sat

unya

BU

MD

ya

ng

mem

onop

oli

peng

elol

aan

pasa

r di K

ota M

edan

.d.

U

paya

per

baik

an b

erba

gai s

aran

a da

n pr

asar

ana

pasa

r tra

disio

nal y

ang

berk

esin

ambu

ngan

a. Pe

mba

gian

zon

a pr

oduk

yan

g tid

ak te

pat.

b.

Keb

ersih

an p

asr t

radi

siona

l ya

ng k

uran

g be

rsih

.c.

Tida

k ad

anya

pro

mos

i ter

hada

p ke

bera

daan

pro

duk

yang

di

jual

di p

asar

trad

ision

al.

d.

Siste

m k

eam

anan

pas

ar tr

adisi

onal

yang

belu

m m

emad

ai.e.

Kon

disi

area

l par

kir y

ang

tidak

luas

f.

Jum

lah p

egaw

ai y

ang

terlal

u ba

nyak

serta

nep

otism

e da

lam p

rose

s per

ekru

tan

Pelu

ang

(Opp

ortu

nitie

s) O

Stra

tegi

S –

OSt

rate

gi W

– O

a.

Reg

ulas

i pem

erin

tah

yang

ber

piha

k pa

da p

asar

tra

disi

onal

.b.

M

inat

mas

yara

kat

cuku

p tin

ggi

berb

elan

ja d

i pa

sar t

radi

sion

al.

c.

Ting

giny

a pe

rtum

buha

n ek

onom

i Su

mat

era

Uta

rad.

M

enin

gkat

nya

Jum

lah

Pend

uduk

da

n m

enin

gkat

nya

kunj

unga

n ko

nsum

en lu

ar K

ota

Med

an

1.

Pena

mba

han

jum

lah

pasa

r tra

disi

onal

.2.

M

emba

ngun

si

stem

pe

laya

nan

anta

ra

peda

gang

dan

kon

sum

en a

gar h

ubun

gan

teta

p te

rjaga

.3.

M

elak

ukan

ber

baga

i keg

iata

n pr

omos

i dal

am

men

arik

min

at p

edag

ang

berju

alan

di

pasa

r tra

disi

onal

.4.

M

emba

ngun

ciri

kha

s at

au p

ositi

onin

g Pa

sar

Trad

ison

al d

i Kot

a M

edan

.

1. Pe

ngem

bang

an k

onse

p pa

sar

seba

gai

korid

or e

kono

mi

atau

pasa

r wi

sata

deng

an m

ening

katka

n ke

bersi

han

dan

pena

mbah

an sa

rana

atau

pras

aran

a.

2.

Pena

taan

da

n re

nova

si

pasa

r ya

ng

bertu

juan

m

emud

ahka

n ko

nsum

en d

alam

ber

bela

nja.

3.

Mem

berik

an k

atal

og b

eris

i in

form

asi

prod

uk y

ang

diju

al y

ang

dile

ngka

pi d

enga

n lo

kasi

toko

ata

u st

and.

4.

Men

empa

tkan

CC

TV d

iber

baga

i lok

asi s

trate

gis.

5.

Pens

iun

dini

unt

uk p

ara

pega

wai

yan

g tid

ak m

emen

uhi

stan

dar k

erja

Anc

aman

(Thr

eath

s) T

Stra

tegi

S –

TSt

rate

gi W

– T

a.

Juml

ah m

all a

tau

plaza

, swa

layan

, dan

mini

mark

et ya

ng te

rus b

erta

mbah

.b.

Te

knol

ogi

info

rmas

i ya

ng

mem

udah

kan

kons

umen

dal

am m

emili

h da

n m

embe

li ba

rang

. c.

A

kses

per

mod

alan

bag

i ped

agan

g m

asih

sul

itd.

Se

mak

in b

anya

k pa

sar t

radi

sion

al s

was

tae.

H

ubun

gan

pasa

r tra

disi

onal

den

gan

pem

asok

ku

rang

bai

k

1. Pi

mpina

n PD

Pa

sar

memb

angu

n ke

mitra

an

deng

an pa

ra pe

ngelo

la pa

sar t

radis

ional

swas

ta2.

Menin

gkatk

an a

ngga

ran

untuk

per

baika

n da

n pe

namb

ahan

sa

rana

da

n pr

asar

ana

pasa

r tra

dision

al dis

ertai

perb

aikan

siste

m ke

aman

an.

3.

Mem

bang

un

kerja

sam

a de

ngan

le

mba

ga

keua

ngan

dal

am p

embi

ayaa

n pe

daga

ng.

4.

Mem

bang

un

kerja

sam

a an

tara

pe

daga

ng

deng

an p

emas

ok.

1.

Peni

ngka

tan

kom

pete

nsi S

DM

PD

Pas

ar y

ang

berb

asis

te

knol

ogi i

nfor

mas

i2.

M

emba

ngun

si

stem

an

tisip

asi

keba

kara

n se

hing

ga

dapa

t m

emin

imal

kan

resi

ko p

encu

rian

yang

dia

lam

i pe

daga

ng a

tau

penj

ual

3.

Men

ingk

atka

n al

okas

i an

ggar

an u

ntuk

pro

mos

i da

n ko

mpo

nen

lain

dal

am u

saha

men

ingk

atka

n ke

mam

puan

be

rsai

ng p

asar

trad

isio

nal.

Page 20: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

10

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Aplikasi Strategi Dari seluruh usulan alternatif strategi yang diperoleh dari hasil analisis Matriks IE,

dan Matriks SWOT, maka dikelompokkan menjadi 4 (empat) aplikasi strategi seperti terlihat pada Tabel 3. dari 4 (empat) kuadran yakni :

a. Strategi S-O1) Penambahan jumlah pasar tradisional.2) Membangun sistem pelayanan antara pedagang dan konsumen agar hubungan tetap

terjaga .3) Melakukan berbagai kegiatan promosi dalam menarik minat pedagang berjualan di

pasar tradisional.4) Membangun ciri khas atau positioning Pasar Tradisonal di Kota Medan.

b. Strategi W-O1) Pengembangan konsep pasar sebagai koridor ekonomi atau pasar wisata dengan

meningkatkan kebersihan dan penambahan sarana atau prasarana. 2) Penataan dan renovasi pasar yang bertujuan memudahkan konsumen dalam berbe-

lanja.3) Memberikan katalog berisi informasi produk yang dijual yang dilengkapi dengan

lokasi toko atau stand.4) Menempatkan CCTV diberbagai lokasi strategis.5) Pensiun dini untuk para pegawai yang tidak memenuhi standar kerja

c. Strategi S-T1) Pimpinan PD Pasar membangun kemitraan dengan para pengelola pasar tradisional

swasta 2) Meningkatkan anggaran untuk perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana

pasar tradisional disertai perbaikan sistem keamanan terhadap bahaya kebakaran.3) Membangun kerjasama dengan lembaga keuangan dalam pembiayaan pedagang.4) Membangun kerjasama antara pedagang dengan pemasok.

d. Strategi W-T1) Peningkatan kompetensi SDM PD Pasar yang berbasis teknologi informasi2) Membangun sistem antisipasi kebakaran sehingga dapat meminimalkan resiko pen-

curian yang dialami pedagang atau penjual 3) Meningkatkan alokasi anggaran untuk promosi dan komponen lain dalam usaha

meningkatkan kemampuan bersaing pasar tradisional.

4. Kesimpulan dan Sarana. Faktor-faktor internal yang menyebabkan optimalisasi operasional pasar tradisional yang

dikelola PD Pasar Kota Medan belum optimal adalah :1) Pembagian zona produk yang tidak tepat.2) Kebersihan pasar tradisional yang kurang bersih.3) Tidak adanya promosi terhadap keberadaan produk yang dijual di pasar tradisional.4) Sistem keamanan pasar tradisional yang belum memadai.5) Kondisi areal parkir yang tidak luas dan tidak memberikan kenyamanan bagi pemilik

kendaraan.6) Jumlah pegawai PD Pasar yang terlalu banyak disertai sistem rekrutmen yang cenderung

nepotisme.b. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan optimalisasi operasional pasar tradisional

yang dikelola PD Pasar Kota Medan belum optimal adalah :1) Jumlah mall atau plaza, swalayan dan minimarket yang terus bertambah.

Page 21: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”11

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2) Teknologi informasi yang memudahkan konsumen dalam memilih dan membeli barang melalui internet.

3) Akses permodalan bagi pedagang yang masih sulit.4) Bahaya kebakaran.5) Hubungan pasar tradisional dengan pemasok tidak sebaik hubungan pemasok

dengan pasar modern.c. Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi yang tepat dalam meningkatkan optimalisasi

operasional pasar tradisional. Strategi ini mendorong perusahaan dengan cara meningkat-kan promosi secara agresif terhadap daya tarik berjualan bagi pedagang.

Dari hasil kesimpulan, maka disarankan :a. Menata ulang zona produk yang dijual agar memudahkan konsumen dalam berbelanja dan

meningkatkan nilai jual toko.b. Memberikan katalog berisi informasi produk yang dijual yang dilengkapi dengan lokasi

toko atau stand.c. Membangun sistem keamanan yang terintegrasi dengan pihak kepolisian terdekat dengan

pasar tradisional..d. Menata ulang areal parkir agar memberikan kenyamanan dan keamanan pemilik kendaraan

bermotor. e. Menyiapkan anggaran untuk memberlakukan pensiun dini untuk pegawai yang tidak produktif.f. Meningkatkan alokasi anggaran untuk promosi dan komponen lain dalam usaha mening-

katkan kemampuan bersaing pasar tradisional terhadap pasar modern.g. Memanfaatkan teknologi informasi melalui website atau media sosial dalam mempro-

mosikan kondisi pasar yang ditawarkan kepada calon pedagang. h. Mengoptimalkan penggunaan aset agar nilai depresiasi tidak turun terlalu besar.i. Membangun kerjasama dengan para pemilik pasar tradisional swasta.j. Memperbaiki jaringan distribusi pedagang tradisional sehingga memiliki daya tawar leb-

ih baik dengan pemasok.

Daftar PustakaArikunto, Suharsimi, (2006), Prosedur Penelitian ; Sebuah Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,

JakartaCampbell, R. McConnell and Stanley L. Brue, (1990), Economics: Principles, Problems and

Policies, McGraw-Hill Publishing CompanyDavid, Fred R. , (2006), Manajemen Strategis, Salemba Empat, JakartaJatmiko, RD, (2004), Manajemen Strategik, Edisi Pertama, UMM Press, MalangKiik, Victor M. Manek, (2006), Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak Optimalnya

Fungsi Pasar Tradisional Lolowa dan Pasar Tradisional Fatubenao Kecamatan Atambua Kabupaten Belu, Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Kotler, Philip, & Gary Armstrong, (2001), Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid 1, Edisi Kedelapan, Alih Bahasa oleh Damos Sihombing, Erlangga, Jakarta

Rangkuti, Freddy, (2004), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Robinson, Richard B, JR & John A. Pearce II, (1997), Manajemen Strategik Formula, Imple-mentasi, dan Pengendalian, Binarupa Aksara, Jakarta

Stanton, William J., (1996), Prinsip Pemasaran, Edisi Ketujuh, Erlangga, JakartaSugiyono, (2006), Metode Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, BandungSinulingga, Sukaria, (2012), Metode Penelitian, USU Press, Medan

Page 22: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

12

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Thompson, Arthur A. and A.J. Strickland. (2001). Strategic Management Concept and Cases. 11th Edition. McGraw-Hill International Series

Umar, Husein, (2004), Strategic Management in Action, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Page 23: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”13

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN BERPINDAH KARYAWAN PADA STAF KANTOR

AKUNTAN PUBLIK DI KOTA MEDAN

Rina Walmiaty Mardi Politeknik Negeri Medan

E-mail : [email protected]

CahyoginartiPoliteknik Negeri Medan

AbstrakTingginya tingkat turnover intentions telah menjadi masalah serius di dalam perusahaan. Bah-kan beberapa Manajer Personalia mengalami frustrasi ketika mengetahui bahwa proses rek-rutmen yang telah berhasil menjaring staf yang dapat dipercaya dan berkualitas pada akhirnya ternyata menjadi sia-sia karena staf yang baru direkrut tersebut telah memilih pekerjaan di perusahaan lain. Tujuan dari penelitian ini memberikan kontribusi kepada pihak manajemen untuk memper-timbangkan pengaruh kepuasaan kerja dan komitmen organisasi. Tujuan khusus yang ingin dicapai lewat penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat turnover intentions staf akuntan pada KAP yang ada di Kota Medan serta memperoleh hasil yang lebih mencerminkan keadaan sesungguhnya mengenai tingkat turnover intentions sebagai penyempurnaan penelitian sebelumnya. Data yang digunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini mengidentifi kasi bahwa Kantor Akuntan Publik ha-rus memberikan perhatian terhadap beberapa faktor organisasional, seperti memaksimalkan tingkat komitmen organisasional dan kepuasan kerja pada staf akuntannya agar dapat menu-runkan tingkat keinginan berpindah kerja karyawannya.

Kata Kunci : Keinginan Berpindah, Komitmen Organisasi, Kepuasan Kerja

AbstractThe high level of turnover intentions has become a serious problem within the company. Even some Personnel Managers are frustrated to learn that the recruitment process that has captured credible and qualifi ed staff ultimately turns out to be a waste because the newly recruited staff has chosen a job at another company.The purpose of this study contributes to the management to consider the infl uence of work satisfaction and organizational commitment. Specifi c objectives to be achieved through this research are to obtain empirical evidence of factors affecting the turnover intentions level of accounting staff in the existing KAP in Medan City and to obtain results that more refl ect the real state of the level of turnover intentions as a refi nement of previous research. Data used primary data and secondary data. This study identifi es that the Public Accounting Firm should pay attention to several organizational factors, such as maximizing the level of organizational commitment and work satisfaction to its accounting staff in order to decrease the employee’s willingness to switch employment.

Keywords : Turnover Intentions, Organizational Commitment, Job Satisfaction

Page 24: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

14

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

1. Pendahuluan Sumber daya manusia (SDM) merupakan satu-satunya aset penting organisasi yang

dapat menggerakkan sumber daya lainnya. Sumber daya manusia dapat mempenga-ruhi efi siensi dan efektivitas organisasi (Simamora, 1997). Hal tersebutlah yang membuat para pebisnis ritel sadar akan nilai investasi karyawan sebagai sumber daya manusia. Dimana saat ini mengumpulkan tenaga kerja yang cakap dan berkinerja baik semakin sulit dilakukan, terlebih lagi mempertahankan yang sudah ada. Mereka harus memprioritaskan untuk men-emukan, mempekerjakan, memotivasi, melatih, mengembangkan karyawan yang paling dekat dengan budaya perusahaan ritel dan performa yang dikehendaki, serta mempertahankan karyawan berkualitas (Pophal, 2000).

Disinilah dituntut adanya peranan penting manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam sebuah bisnis ritel. Manajemen sumber daya manusia adalah aktivitas yang penting disebuah organisasi. Organisasi perlu me-manage sumber daya manusia untuk mencapai tu-juannya secara efektif, dengan senantiasa melakukan investasi untuk penerimaan, penyelek-sian dan mempertahankan sumber daya manusia yang potensial agar tidak berdampak pada perpindahan karyawan (Anis et al., 2003).

Perpindahan karyawan (employee turnover) adalah suatu fenomena yang sering terjadi dalam industri ritel. Turnover dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi suatu organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah (turnover intentions) mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Turnover dapat berupa pengunduran diri, perpinda-han keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian anggota organisasi.

Saat ini tingginya tingkat turnover karyawan telah menjadi masalah serius bagi banyak perusahaan. Woods dan Macaulay (1989) menjelaskan bahwa turnover yang tinggi pada perusahaan dapat mengganggu operasi, melahirkan permasalahan moral pada karyawan yang tinggal, dan juga melambungkan biaya dalam rekrutmen, wawancara, tes, pengecekan ref-erensi, biaya administrasi pemrosesan karyawan baru, tunjangan, orientasi, dan biaya pelu-ang yang hilang karena karyawan harus mempelajari keahlian yang baru. Rousseau (1994) menambahkan bahwa biaya atau kerugian atas adanya turnover meliputi biaya langsung yang terkait dengan kegiatan rekrutmen (antara lain biaya iklan, biaya agen) dan biaya pen-carian; biaya tidak langsung misalnya biaya biaya yang berhubungan dengan pelatihan karyawan baru; dan kerugian produktivitas oleh proses pembelajaran karyawan baru.

Banyak hal yang disinyalir sebagai penyebab keluarnya seorang karyawan dari suatu pekerjaan. Situasi kerja yang dihadapi saat ini tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan (timbulnya ketidakpuasan dalam bekerja) atau dipengaruhi oleh pandangan karyawan untuk mendapatkan alternatif pekerjaan dan kepuasan yang lebih baik. Dengan demikian, suatu perusahaan dituntut untuk dapat mempertahankan karyawannya, seperti mampu memberikan balas jasa tinggi dan memahami hal-hal yang mampu membuat karyawannya kerasan untuk tetap bekerja tanpa menurunkan kinerja perusahaan tersebut secara keseluruhan. Toly (2001), mengatakan bahwa Tingkat keinginan berpindah yang tinggi para staf akuntan telah menimbul-kan biaya potensial untuk Kantor Akuntan Publik (KAP).

Disadari atau tidak, keinginan berpindah karyawan (turnover intentions) yang berujung pada keluarnya karyawan membawa dampak negatif bagi perusahaan. Sebab disamping dapat menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja, juga peningkatan biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Turnover juga mengakibatkan perusahaan tidak efektif

Page 25: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”15

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

karena kehilangan karyawan yang berpengalaman dan ini berarti organisasi perlu melatih kembali karyawan baru (Woods dan Macaulay, 1989).

Hal ini berdampak pada terganggunya operasi organisasi sehingga menimbulkan keru-gian dari sisi moral maupun fi nancial. Tingginya tingkat turnover karyawan dapat dilihat dari seberapa besar keinginan berpindah yang dimiliki karyawan suatu organisasi atau perusahaan. Beberapa penelitian dan literatur menunjukkan bahwa intention to leave atau turnover intentions mengacu pada niat karyawan untuk mencari alternatif pekerjaan lain dan belum terwujud dalam perilaku nyata (Pasewark dan Strawser, 1996). Keinginan berpindah seseorang terkait erat dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional (DeMicco dan Reid, 1998).

Suwandi dan Indriantoro (1999) telah berhasil mengidentifi kasi proses keinginan ber-pindah, yangberhubungan dengan anteseden dan konsekuensi dari ketidakamanankerja. Hasil dari studi ini secara umum tidak konsisten dengan Suwandi dan Indriantoro (1999) karena dito-laknya beberapa hipotesis. Studi ini mengidentifi kasi bahwa KAP harus memberi perhatian ter-hadap beberapa faktor organisasional, seperti komitmen organisasional, konfl ik peran, ketida-kjelasan peran, dan perubahan organisasional. Adapun Pengaruh Kepuasan kerja dan komitmen organisasi termasuk dari salah satu pengaruh dari keinginan berpindahnya karyawan. Penulis memilih dua variabel tersebut untuk mengetahui hubungan dengan keinginan berpindah kary-awan. Dengan tetap menjadikan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999) pada beberapa KAP di Jakarta sebagai referensi, penelitian ini akan men-coba merumuskan mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keinginan staf akuntan untuk berpindah kerja. Penelitian ini dilakukan dengan berdasar pada asumsi bahwa tingkat perpindahan kerja staf akuntan yang dihadapi oleh KAP di Indonesia cukup tinggi. Tujuan yang ingin dicapai lewat penelitian iniadalah untuk beroleh bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat turnover intentions staf akuntan pada KAP yang ada di Kota Med-an serta memperoleh hasil yang lebihmencerminkan keadaan sesungguhnya mengenai tingkat turnover intentions sebagaipenyempurnaan penelitian sebelumnya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komit-men Organisasi terhadap Keinginan berpindah karyawan (turnover intension) pada Staf Kantor Akuntan Publik di Kota Medan.

2. Pengembangan HipotesisIndividu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan

dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih keluar dari organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akh-irnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain (Andini, 2006).

Ketidakpuasan kerja telah sering diidentifi kasikan sebagai suatu alasan yang penting yang menyebabkan individu meninggalkan pekerjaannya. Secara empiris dapat disimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja memiliki suatu pengaruh langsung pada pembentukan ke-inginan keluar. Robbin (2006) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor-faktor lain seperti pasar kerja, kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja merupakan kendala penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada. Kepuasan kerja dihubungkan secara negatif dengan keinginan berpindah karyawan, tetapi kolerasi itu lebih kuat daripada apa yang ditemukan dalam kemangkiran (Brayfi eld dan Crocket, 1997).

Kepuasan kerja juga dihubungkan secara negatif dengan keluarnya (turnover) kary-

Page 26: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

16

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

awan. Faktor lain misalnya kondisi pasar tenaga kerja, pengeluaran mengenai kesempa-tan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja, pengeluaran mengenai kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja dalam organisasi itu sebenarnya merupakan ken-dala yang penting dalam keputusan untuk meninggalkan pekerjaan (Rivai dalam Witasari, 2009).

Banyak penelitian yang menemukan adanya hubungan negatif kepuasan kerja terha-dap turnover intentions karyawan. Mathis dan Jackson dalam Witasari (2009) mengiden-tifi kasikan bahwa keluar masuk (turnover) karyawan berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja seseorang, maka semakin rendah intensitasnya untuk meninggalkan pekerjaannya. Ditambahkan pula bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap perputaran karyawan. Mereka yang kepuasan kerjanya lebih rendah mudah untuk meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan di perusahaan lain. Studi lainnya yang dikemukakan Kalbers dan Fogarty (1995) menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan turnover intentions mempunyai hubungan negatif.

Tan and Iqbaria dalam Witasari (2009) menemukan bukti empiris pada profesional sistem informasi yang sering diindikasikan memiliki komitmen dan kepuasan kerja yang rendah, sehingga keinginan berpindah profesional tersebut lebih tinggi dibandingkan den-gan profesional lainnya. Hal tersebut mendukung penelitian Passewark dan Strawser (1996) yang menemukan bahwa kepuasan kerja dan keinginan berpindah mempunyai pengaruh langsung dan memiliki hubungan negatif.

H1 : Kepuasan Kerja memiliki hubungan dengan Keinginan Berpindah Karyawan Staf Kantor Akuntan Publik di Kota Medan

Ada 2 (dua) sumber komitmen organisiasional yang berbeda, yaitu komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan. Dimensi berganda komitmen organisasional menurut Meyer et. al. (1993), mempunyai hubungan yang berbeda terhadap maksud turnover dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan lainnya. Hasil penelitian Ketchand dan Strawser dalam Witasari (2009) menunjukkan bahwa dimensi-dimensi komitmen organisasional mem-punyai efek pembeda dengan konsekuensi organisasional, yaitu kepuasan kerja dan turnover intentions.

Bukti riset yang dilakukan Hom, Katerberg dan Hulin dalam Witasari, (2009) menun-jukkan hubungan negatif antara komitmen organisasional baik dengan kemangkiran mau-pun tingkat keluarnya karyawan. Komitmen organisasional agaknya merupakan peramal yang lebih baik karena merupakan respon yang lebih global dan bertahan terhadap organisasi secara keseluruhan daripada kepuasan kerja (Porter et al., 1994). Mathieu dan Zaiac da lam Witasar i (2009) menyimpulkan terdapat hubungan positif antara komitmen organisasional dan berbagai hasil seperti tingginya kinerja, rendahnya tingkat keluarnya karyawan, dan rendahnya tingkat kemangkiran karyawan. Meyer et al., (1993) menunjukkan hubungan negatif antara komitmen afektif dan komitmen berkelanjutan dengan turnover inten-tions karyawan. Diperkuat oleh Jenkins et al., (1992) yang menunjukkan bahwa komit-men afektif berhubungan dengan penurunan turnover intentions, sedangkan komitmen berkelanjutan berhubungan negatif dengan turnover intentions karyawan.

H2 : Komitmen Organisasi memiliki hubungan dengan Keinginan Berpindah Karyawan Staf Kantor Akuntan Publik di Kota Medan

3. Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional, karena bertujuan untuk mengu-

Page 27: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”17

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

kur hubungan antar variabel (Sinulingga, 2012). Penelitian ini hanya dibatasi mengenai penga-ruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap keinginan berpindah (turnover intention) pada Staf di Kantor Akuntan Publik di Kota Medan. Yang mempunyai masa kerja minimum lima tahun. Variabel independen (variabel X) pada penelitian ini adalah Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi. Kepuasan Kerja (X1) merupakan aspek kepuasan yang ditemukan ber-hubungan dengan keinginan individu untukmeninggalkan organisasi/perusahaan. Komitmen organisasi(X2) merupakan respon emosional individu kepada keseluruhan organisasi. Variabel dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya varia-bel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keinginan berpindah (turnover intentions).

Tabel 1. Operasional Variabel

Variabel Defi nisi Operasional Indikator Skala Pengukuran

KepuasanKerja (X1)

Suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima

1. Gaji sesuai tingkat pendidikan2. Kompensasi mempertimbangkan

pengalaman kerja 3. Pendapatan memenuhi

kebutuhan sehari-hari4. Dukungan pimpinan5. Hubungan sesama rekan kerja6. Peralatan kerja

Skala Likert

KomitmenOrganisasional

(X2)

Keadaan dalam mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara kanggotaannya dalam organisasi tersebut

1. Perusahaan ini memiliki arti yang sangat besar

2. Menjadi bagian perusahaan jika ada permasalahan perusahaan

3. Membanggakan perusahaan ini kepada orang lain

4. Menjadi bagian dari keluarga perusahaan

5. Khawatir berhenti jika tanpa ada pekerjaan lain

6. Berat meninggalkan perusahaan meskipun menginginkan

7. Akan menghadapi masalah jika meninggalkan perusahaan

8. Rugi jika meninggalkan perusahaan saat ini

9. Bekerja di perusahaan karena kebanggaan

10. Tidak percaya bahwa seseorang harus loyal terhadap perusahaannya

11. Bekerja di satu perusahaan adalah yang terbaik

12. Berpindah perusahaan merupakan hal yang tidak etis

13. Loyalitas merupakan hal yang penting

14. Karyawan yang setia pada perusahaan merupakan tindakan yang bijaksana

Skala Likert

Page 28: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

18

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Turnover Intentions (Y)

Kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya

1. Kecenderungan individu berfi kir untuk meninggalkan organisasi

2. Kemungkinan individu akan mencari pekerjaan pada perusahaan lain

3. Kemungkinan individu untuk meninggalkan organisasi

4. Kemungkinan individu untuk meninggalkan organisasi dalam waktu dekat.

5. Kemungkinan individu untuk meninggalkan organisasi bila ada kesempatan yang lebih baik.

Skala Likert

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan pada Kantor Akuntan Publik. Penelitian ini di-lakukan dari bulan Juni s.d November 2016.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemu-dian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah Staf Yang bekerja pada Akuntan Publik yang berada di Kota Medan. Kantor Akuntan Publik berjumlah 31 kantor akuntan. Jumlah sampel adalah 38 orang staf yang bekerja pada kantor akuntan publik yang lama bekerja minimum lima tahun.

Penelitian ini menggunakan Skala Likert sebagai alat ukur. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2008). Keperluan analisis kuantitatif maka diberi lima alternatif jawaban kepada responden untuk masing-masing variabel dengan menggunakan skala 1 s/d 5.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah :a. Wawancara , suatu cara pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dengan ber-

tanya langsung kepada beberapa staf akuntan berwenang untuk mendapatkan data /in-formasi yang lebih konkret mengenai gambaran umum perusahaan dan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Kuesioner, merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan – pertanyaanyang diisi oleh responden, yaitu pada staf akuntan publik. Studi pustaka, teknik pengumpulan data melalui buku, artikel, jurnal.

Untuk menganalisis besarnya hubungan dan pengaruh variabel independen yang jum-lahnya lebih dari dua dikenal dengan analisis regresi berganda (Hasan, 2009). Untuk mem-peroleh hasil yang lebih terarah, peneliti menggunakan bantuan program Software SPSS (Sta-tistic Product and Service Solution) Versi 21. Bentuk persamaan regresi dengan tiga variabel independen yaitu:

Y = a + b1X1 + b2X2 + eDimana : Y = Turnover Intension a = Konstanta b1 b2 = Koefi sien regresi yang akan dicari X1 = Skor variabel kepuasan kerja X2 = Skor variabel komitmen organisasional e = error

Page 29: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”19

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Uji Hipotesis Simultan (Uji F)Uji ini disebut juga sebagai uji signifi kansi simultan. uji ini pada dasarnya menunjukkan

apakah semua variabel bebas yang digunakan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel terikat.

Kriteria Pengambilan Keputusan :H0 diterima jika Fhitung< Ftable pada α = 5%Ha diterima jika Fhitung> Ftable pada α = 5%

Uji Hipotesis Parsial (Uji t)Uji ini disebut juga sebagai uji signifi kansi individual.Uji ini menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.Kriteria Pengambilan Keputusan:

H0 diterima jika thitung< ttable pada α = 5%Ha diterima jika thitung> ttable pada α = 5%

Koefi sien KorelasiUntuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel independen yakni kepuasan

kerja dan komitmen organisasional dengan turnover intentions maka digunakan analisis kore-lasi Pearson Product Moment, yang merupakan jenis analisis yang paling sering digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel.

4. Hasil dan PembahasanDengan menggunakan teknik kuota sampling, 38 kuesioner yang disebarkan kepada

staff di KAP di Kota Medan diperoleh pandangan dan sikap dari karyawan tersebut menge-nai kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Berikut ini diuraikan hasil kuesioner dari masing-masing variabel.

Variabel Kepuasan Kerja Pada variabel ini terhadap 6 (enam) pertanyaan yang menjadi indikator kepuasan kerja,

yang terdiri dari :1) Gaji sesuai tingkat pendidikan2) Kompensasi mempertimbangkan pengalaman kerja 3) Pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari4) Dukungan pimpinan5) Hubungan sesama rekan kerja6) Peralatan kerja Hasil jawaban berdasarkan statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 6.3.

Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif Variabel Kepuasan KerjaStatistics

X1-1 X1-2 X1-3 X1-4 X1-5 X1-6

NValid 38 38 36 36 37 37Missing 0 0 2 2 1 1

Mean 3.0000 2.8158 3.6389 3.7778 4.1081 3.3514Median 3.0000 3.0000 4.0000 4.0000 4.0000 3.0000Mode 2.00 3.00 4.00 4.00 4.00 4.00Std. Deviation 1.03975 1.06175 .72320 .79682 .61390 .91943Sum 114.00 107.00 131.00 136.00 152.00 124.00

Sumber : Hasil pengolahan data primer, 2017

Page 30: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

20

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pada Tabel 2. terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden atau missing yakni 2 (dua) responden tidak menjawab di pertanyaan ketiga (X1-3) dan keempat (X1-4), serta masing-masing 1 (satu) pertanyaan di pertanyaan kelima (X1-5) dan keenam (X1-6).

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada jawaban pertanyaan kelima pada variabel kepuasan kerja (X1-5) yakni 4,1081 dan nilai total atau nilai sum sebesar 152, yang menunjukkan kepuasan karyawan terhadap kondisi peralatan kerja yang dibutuhkan.

Nilai terendah pada jawaban pertanyaan pertama (X1-2) dengan nilai rata-rata 2,8158 dan nilai total terendah yakni 107 , hal ini menunjukkan bahwa karyawan tidak puas dengan dasar penentuan gaji dan insentif yang diberikan selama ini.

Pada pertanyaan pertama (X1-1) nilai yang sering muncul atau mode adalah nilai 2 (tidak setuju) Hal ini memberikan indikasi bahwa pemberian kompensasi di KAP belum memuaskan bagi karyawan, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan besarnya pemberian kompensasi yang di berikan kepada karyawan seperti, pemberian gaji yang di atas UMR insentif yang dapat mendorong kinerja karyawan meningkat.

Nilai modus atau mode 4 (setuju) terdapat pada pertanyaan ketiga (X1-3), pertanyaan keempat (X1-4), pertanyaan kelima (X1-5), pertanyaan keenam (X1-6), hal ini menunjukkan sebagian besar karyawan sudah puas dengan lingkungan kerja, dukungan pimpinan perusahaan, hubungan dengan sesama rekan kerja yang harmonis serta peralatan kerja dalam kondisi siap untuk digunakan. Nilai standar deviasi terbesar pada jawaban pertanyaan kedua (X1-2) yakni 1,06175 sedangkan nilai standar deviasi terendah pada jawaban pertanyaan kelima (X1-5)..

Dari uraian jawaban karyawan pada Tabel 2 terlihat bahwa karyawan tidak puas terhadap pendapatan yang diterima saat ini, namun puas dengan lingkungan kerja, dukungan pimpinan perusahaan, hubungan dengan sesama rekan kerja serta peralatan kerja.

Menurut Pebriyanti (2013) untuk mencapai tingkat kepuasan karyawan, perusahaan hen-daknya sangat memperhatikan kompensasi yang diberikan pada karyawan-karyawannya, agar tujuan organisasi dapat tercapai dan karyawan merasakan kepuasan dari pekerjaan yang mereka lakukan.

Variabel Komitmen Organisasional Membangun komitmen dari para karyawan tidak mudah. Dibutuhkan proses yang cu-

kup panjang, hingga akhirnya komitmen tersebut bisa terbentuk dengan sendirinya.Pada Tabel 3. terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden atau miss-

ing yakni 2 (dua) responden tidak menjawab di pertanyaan ketiga belas (X2-13) dan keem-pat belas (X2-14), serta masing-masing 1 (satu) pertanyaan di pertanyaan pertama (X2-1) dan kedua (X2-2). Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada jawaban pertanyaan keempat pada variabel komitmen organisasional (X2-4) yakni 4,2105 dan nilai total atau nilai sum sebesar 160, yang menunjukkan komitmen organisasional. Menjadikan karyawan sebagai bagian dari keluarga kantor KAP telah berhasil. Nilai terendah pada jawaban pertan-yaan pertama (X2-10) dengan nilai rata-rata 3,0789 dan nilai total terendah yakni 117 , hal ini menunjukkan bahwa karyawan tidak menjadikan loyalitas kepada perusahaan sebagai suatu keharusan.

Komitmen organisasional merupakan cerminan bagaimana seseorang individu telah me-miliki tingkat kepercayaan dan menerima serta terikat dengan tujuan organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap organisasi berarti memiliki loyalitas terhadap organisasi, namun karyawan memiliki berbagai alasan yang menyebabkan loyalitas karyawan belum ses-uai harapan.

Page 31: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”21

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

abel

3. H

asil

Stat

istik

Des

krip

tif V

aria

bel K

omitm

en O

rgan

isas

iona

lSt

atis

tics

X2-

1X

2-2

X2-

3X

2-4

X2-

5X

2-6

X2-

7X

2-8

X2-

9X

2-10

X2-

11X

2-12

X2-

13X

2-14

NVa

lid37

3738

3838

3838

3838

3838

3836

36M

issi

ng1

10

00

00

00

00

02

2M

ean

3.94

593.

7838

3.94

744.

2105

3.28

953.

4474

3.50

003.

4474

3.86

843.

0789

3.39

473.

3158

3.77

783.

9444

Med

ian

4.00

004.

0000

4.00

004.

0000

3.00

004.

0000

3.50

003.

0000

4.00

003.

0000

4.00

003.

0000

4.00

004.

0000

Mod

e4.

004.

004.

004.

003.

004.

003.

00a

3.00

4.00

3.00

4.00

4.00

4.00

4.00

Std.

Dev

iatio

n.8

1466

.946

78.7

6925

.474

08.9

2730

1.00

532

1.05

907

.978

07.9

0557

.941

011.

0536

81.

0680

9.9

2924

.892

65Su

m14

6.00

140.

0015

0.00

160.

0012

5.00

131.

0013

3.00

131.

0014

7.00

117.

0012

9.00

126.

0013

6.00

142.

00a.

Mul

tiple

mod

es e

xist

. The

smal

lest

val

ue is

show

n

Su

mbe

r : H

asil

peng

olah

an d

ata

prim

er, 2

017

Nila

i yan

g pa

ling

serin

g ba

nyak

mun

cul p

ada v

aria

bel k

omitm

en o

rgan

isas

iona

l ada

lah

nila

i 3 (n

etra

l) da

n 4

(set

uju)

. Nila

i 3 (n

etra

l) pa

ling

bany

ak m

uncu

l pad

a pe

rtany

aan

kelim

a (X

2-5)

, per

tany

aan

ketu

juh

(X2-

7), p

erta

nyaa

n ke

dela

pan

(X2-

8), p

erta

nyaa

n ke

sepu

luh

(X2-

10) d

an

kedu

abel

as (X

2-12

). N

ilai 4

(set

uju)

yan

g m

enun

jukk

an k

omitm

en k

arya

wan

ting

gi te

rhad

ap p

erus

ahaa

n, p

alin

g ba

nyak

mun

cul p

ada

perta

n-ya

an p

erta

ma

(X2-

1), p

erta

nyaa

n ke

dua

(X2-

2), p

erta

nyaa

n ke

tiga

(X2-

3), p

erta

nyaa

n ke

empa

t (X

2-4)

, per

tany

aan

keem

pat (

X2-

6), p

erta

nyaa

n ke

sem

bila

n (X

2-9)

, per

tany

aan

kese

bela

s (X

2-11

) , p

erta

nyaa

n ke

duab

elas

(X2-

12),

perta

nyaa

n ke

tiga

bela

s (X

2-13

) dan

kee

mpa

tbel

as (X

2-14

).N

ilai s

tand

ar d

evia

si te

rbes

ar p

ada

jaw

aban

per

tany

aan

kedu

a (X

2-12

) yak

ni 1

,068

09 se

dang

kan

nila

i sta

ndar

dev

iasi

tere

ndah

pad

a ja

wa-

ban

perta

nyaa

n ke

lima

(X2-

4) d

enga

n ni

lai 0

,474

08.

Var

iabe

l Tur

nove

r Int

ensi

ons

Pa

da v

aria

bel i

ni te

rhad

ap 5

(lim

a) p

erta

nyaa

n ya

ng m

enja

di in

dika

tor t

urno

ver

inte

nsio

ns. H

asil

jaw

aban

ber

dasa

rkan

sta

tistik

de

skrip

tif d

apat

dili

hat p

ada

Tabe

l 4.

Tabe

l 4.

Has

il St

atis

tik D

eskr

iptif

Var

iabe

l Tur

nove

r Int

ensi

ons

Stat

istic

sY

1-1

Y1-

2Y

1-3

Y1-

4Y

1-5

NVa

lid34

3536

3636

Mis

sing

43

22

2M

ean

2.58

822.

6286

2.30

563.

1667

2.94

44M

edia

n3.

0000

3.00

002.

0000

3.00

003.

0000

Mod

e3.

003.

003.

004.

003.

00St

d. D

evia

tion

1.01

854

.942

02.8

2183

1.08

233

1.04

045

Sum

88.0

092

.00

83.0

011

4.00

106.

00

S

umbe

r : H

asil

peng

olah

an d

ata

prim

er, 2

017

Page 32: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

22

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pada Tabel 4. terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden atau miss-ing yakni 4 (empat) responden tidak menjawab di pertanyaan pertama (Y1-1), 3 (tiga) respon-den tidak menjawab di pertanyaan kedua (Y1-2), dan 2 (dua) responden tidak menjawab di pertanyaan ketiga (X1-3), pertanyaan keempat (X1-4) dan pertanyaan kelima (X1-5).

Tabel 4. menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada jawaban pertanyaan keempat pada variabel turnover intensions (Y1-4) yakni 3,1667 dan nilai total atau nilai sum sebesar 114, yang menunjukkan turnover intensions terjadi jika karyawan memperoleh kesempatan karir yang baik di perusahaan lain.

Kepuasan kerja juga dipengaruhi pengembangan karir seorang karyawan perlu dilakukan karena seorang karyawan bekerja dalam suatu organisasi tidak hanya ingin memperoleh apa yang dipunyainya, tetapi juga mengharapkan ada perubahan, ada kemajuan dan kesem-patan yang diberikan kepadanya untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih baik. Dengan demikian, semakin baik penerapan pengembangan karir di perusahaan akan berpen-garuh pada peningkatan kinerja karyawan (Perdana, 2011).

Nilai terendah pada jawaban pertanyaan ketiga (Y1-3) dengan nilai rata-rata 2,3056 dan nilai total terendah yakni 83 , hal ini menunjukkan bahwa karyawan tidak akan keluar atau ber-henti dari KAP di Kota Medan dalam waktu dekat.

Karyawan yang ingin berhenti tentunya sudah memiliki tempat kerja yang baru atau ren-cana untuk melakukan aktivitas bisnis. Sebagian besar karyawan tidak akan keluar atau berhen-ti karena tingkat persaingan dalam mencari kerja di Kota Medan sangat tinggi, apalagi untuk pekerjaan yang hanya membutuhkan tamatan SMA.

Nilai 4 (setuju) merupakan nilai yang sering muncul pada pertanyaan keempat (Y1-4). Ni-lai mode 3 (netral) terdapat pada pertanyaan pertama (Y1-1), pertanyaan kedua (Y1-2), pertan-yaan keempat (Y1-4), pertanyaan kelima (Y1-5), hal ini menunjukkan sebagian besar karyawan masih belum memiliki keinginan keluar dari.

Hasil Uji Hipotesis Simultan (Uji F) Untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel independen, maka dilaku-

kan uji hipotesis simultan atau Uji F.

Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis SimultanANOVAa

Model Sum of Squares

Df Mean Square F Sig.

1Regression 12.795 2 6.398 24.007 .000b

Residual 9.327 35 .266Total 22.122 37

a. Dependent Variable: Turnover Intentionb. Predictors: (Constant), Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja

Tahap-tahap melakukan uji Simultan (Uji F) sebagai berikut :1. Nilai dari Fhitung dan Ftabel

Dari hasil uji F pada Tabel 5. tersebut, didapat nilai Fhitung sebesar 24,007 dengan probabilitas pada kolom Sig yakni 0.000. Dengan menggunakan Microsoft Excell 2010 dapat diketahui derajat kepercayaan 95%, a=5%, df1 = 2, df2 = 35, melalui fungsi “=FINV(0.05,2,35)” diperoleh hasil Ftabel = 3,267

2. Kriteria Pengujian-Ho diterima dan Ha ditolak, bila Fhitung < Ftabel-Ho ditolak dan Ha diterima, bila Fhitung > Ftabel

Page 33: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”23

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

3. Membandingkan Fhitung dengan FtabelNilai Fhitung > Ftabel (24,007 > 3,267), maka Ho ditolak. berarti ad a pengaruh yang signifi kan dari kepuasan kerja dan komitmen organisasional secara bersama – sama terhadap turnover intentionss.

Diperoleh hasil atau output korelasi pearson product moment dengan alpha 0,05 (mas-ing-masing 0,025 pada satu arah) dan tingkat signifi kansi yang menunjukkan hubungan antara variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional terhadap turnover intensions seperti ter-lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Koefi sien Korelasi Pearson Product MomentCorrelations

Kepuasan Kerja

Komitmen Organisasional

Turnover Intensions

Kepuasan Kerja

Pearson Correlation 1 .507** -.488**

Sig. (2-tailed) .001 .002N 38 38 38

Komitmen

Pearson Correlation .507** 1 -.313

Sig. (2-tailed) .001 .056N 38 38 38

Turnover Intensions

Pearson Correlation -.488** -.313 1

Sig. (2-tailed) .002 .056N 38 38 38

**. Correlation is signifi cant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer, 2017

Untuk menguji hipotesis, dapat dilihat pada kolom Sig. (2-tailed) dengan ketentuan jika nilai Sig > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika nilai Sig < 0,05 maka Ho ditolak. Pada Tabel 6. nilai Sig variabel kepuasan kerja adalah 0,002 yang berarti bahwa Ho1 ditolak, artinya ada hubungan kepuasan kerja (X1) secara signifi kan terhadap turnover intentions.

Pada variabel komitmen organisasional nilai Sig sebesar 0,056 yang berarti Ho2 diteri-ma, artinya tidak ada hubungan komitmen organisasional (X2) secara signifi kan

Dari Tabel 6. juga menghasilkan nilai koefi sien korelasi atau keeratan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, hasil tersebut diuraikan sebagai berikut :

a. Variabel Kepuasan Kerja (X1) memiliki hubungan yang cukup erat dengan Turnover Intensions (Y) karena memiliki nilai korelasi pearson sebesar -0,488. Kemudian hubungan antara variabel Kepuasan Kerja (X1) dengan Turnover Intensions (Y) signifi kan karena memiliki nilai Sig. yakni 0,02 lebih kecil dari 0,05 (0,02 < 0,05). Arah hubungan antara Kepuasan Kerja (X1) dengan Turnover Intensions (Y) berkorelasi negatif, artinya setiap peningkatan kepuasan kerja sebesar 1 (satu) satuan akan menurunkan Turnover Intensions sebesar 0,488 , begitu juga sebaliknya jika Kepuasan Kerja menurun sebesar 1 (satu) satuan, maka Turnover Intensions akan meningkat sebesar 0,488.

b. Hubungan antara variabel Komitmen Organisasional (X2) dengan Turnover Intensions (Y) tidak signifi kan karena memiliki nilai Sig. yakni 0,056 lebih besar dari 0,05 (0,056 > 0,05). Arah hubungan antara Kepuasan Kerja (X1) dengan Turnover Intensions (Y) berkorelasi negatif, artinya setiap peningkatan Komitmen Organisasional sebesar 1 (satu) satuan tidak akan menurunkan Turnover Intensions sebesar 0,313 , begitu juga

Page 34: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

24

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sebaliknya jika Komitmen Organisasional menurun sebesar 1 (satu) satuan, maka Turnover Intensions tidak akan meningkat sebesar 0,313.

c. Dari hasil nilai setiap variabel independen, dapat disimpulkan bahawa variabel yang memiliki hubungan paling kuat dengan Turnover Intensions adalah Kepuasan Kerja (X1) karena memiliki nilai korelasi pearson product moment paling tinggi yakni 0,488 , sedangkan variabel Komitmen Organisasional (X2) tidak memiliki hubungan yang signifi kan dengan Turnover Intensions.

d. Dari dua variabel, yang memiliki hubungan dengan Turnover Intensions adalah Kepuasan Kerja, hal ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap keinginan karyawan untuk berpindah. Semakin tinggi kepuasan kerja akan menurunkan keinginan karyawan untuk pindah.

e. Variabel Komitmen Organisasional tidak memiliki hubungan dengan Turnover Intensions, hal ini tinggi atau rendahnya komitmen organisasi karyawan di KAP di Kota Medan tidak mempengaruhi keinginan berpindah karyawan.

Dari hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang erat dengan turnover intension. Jika kepuasan kerja meningkat akan menurunkan keingi-nan karyawan untuk berhenti dari KAP di Kota Medan. Dari hasil analisis statistik deskriptif dan analisis korelasi maka, kepuasan kerja karyawan dengan nilai mean tertinggi hingga teren-dah sebagai berikut. Hasil ini mengindikasikan bahwa :

1) Hubungan sesama rekan kerja (X1-5) yang harmonis, merupakan faktor yang paling memberi kepuasan bagi karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara karyawan meningkatkan komitmen karyawan untuk tetap bekerja di KAP di Kota Medan.

2) Dukungan pimpinan (X1-4) menurut karyawan selalu memberikan dukungan terhadap karyawan dalam bekerja.

3) Pendapatan karyawan belum memenuhi kebutuhan sehari-hari (X1-3) tingkat persaingan kerja yang tinggi di Kota Medan, membuat tingkat pendapatan yang ditawarkan hanya sebatas upah minimum yang ditetapkan Pemerintah Kota Medan, sehingga belum memenuhi harapan karyawan.

4) Peralatan kerja (X1-6) selalu dalam kondisi siap pakai. Kesesuaian gaji dengan tingkat pendidikan (X1-1). belum memperhatikan tingkat pendidikan karyawan dalam penentuan gaji. Beberapa staf yang memiliki ijazah Diploma III (D-3) namun tentunya perusahaan memiliki ketentuan dalam pemberian gaji. Dasar pemberian gaji berdasarkan beban kerja dan tingkat kesulitan kerja, faktor pendidikan tidak menjadi faktor utama dalam penentuan gaji karyawan.

5) Kompensasi mempertimbangkan pengalaman kerja (X1-2). Setiap karyawan mengharapkan kenaikan gaji, sebagai bentuk penghargaan terhadap loyalitas yang diberikan. Namun belum sepenuhnya hal ini menjadi pertimbangan KAP di Kota Medan.

Permasalahan pendapatan menjadi permasalahan yang umum terjadi di beberapa peru-sahaan swasta dalam negeri. Karyawan menilai bahwa pemberian gaji belum adil atau propor-sional. Gaji yang adil artinya yaitu bahwa gaji yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada pegawai haruslah sesuai dengan posisi jabatan dan prestasi kerjanya, sehingga karyawan dapat merasa puas dengan hasil kerjanya dan merasa senang untuk mengabdi di perusahaan tersebut.

Menurut Manullang (1996), ada beberapa faktor penting dalam menetapkan gaji yang adil, yaitu :

1. Pendidikan. Gaji yang diberikan harus sesuai dengan tingkat pendidikan karyawan, misalnya gaji seorang sarjana harus dibedakan dengan yang bukan sarjana.

Page 35: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”25

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2. Pengalaman. Gaji yang diberikan kepada orang yang sudah mempunyai pengalaman kerja tinggi harus dibedakan dengan orang yang belum berpengalaman.

3. Tanggungan. Gaji sudah dianggap adil bila besarnya gaji bagi yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dibedakan dengan yang mempunyai tanggungan keluarga yang kecil.

4. Kemampuan Perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk membayar karyawannya juga harus diperhitungkan. Bila perusahaan mendapat keuntungan sebaiknya karyawan juga dapat ikut menikmati melalui peningkatan gaji, kesejahteraan.

5. Kondisi - kondisi pekerjaan. Bidang pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan keahlian yang khusus haruslah dibedakan tingkat gajinya dengan pekerja yang mengerjakan pekerjaan biasa dan sederhana.

6. Pemberian kompensasi berupa bonus dan pengembangan karir jika karyawan menunjukkan kinerja yang baik, merupakan bentuk komitmen dalam meningkatkan loyalitas karyawannya termasuk kasir dan pramuniaga.

5. Kesimpulan Dan Saran Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka disimpulkan :

a. Faktor kepuasan kerja merupakan faktor yang memiliki pengaruh dan hubungan erat terhadap turnover intensions staf pada Kantor Akuntan Publik di Kota Medan. Korelasi antara kepuasan kerja dengan turnover intensions dalam bentuk korelasi negatif yang menunjukkan bahwa peningkatan kepuasan kerja akan menurunkan turnover intensions.

b. Faktor komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh dan hubungan terhadap keinginan berpindah.

Dari hasil kesimpulan, maka disarankan pimpinan KAP mengevaluasi analisis pekerjaan secara periodik agar tugas atau beban kerja yang diberikan sesuai dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan, kemudian mempertimbangkan 5 (lima) faktor dalam menetapkan gaji yakni pendidikan, pengalaman, tanggungan, kemampuan perusahaan, serta kondisi pekerjaan dalam memperhitungkan gaji atau insentif yang diberikan kepada karyawan. Kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian terhadap faktor-faktor lain selain faktor kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang mempengaruhi turnover intention yakni sistem remunerasi (Kuncoro, 2012).

Daftar PustakaAnis, Indah K., M. Noor Ardiansah & Sutapa. ( 2003), Pengaruh Kepuasan Kerja dan

Komitmen Organisasional Terhadap Keinginan Berpindah Kerja Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Tengah), Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.4 No. 2, Juli, pp. 141-152

Andini, Rita. (2006), Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisa-sional terhadap Turnover Intention: Studi Kasus Pada Rumah Sakit R o e m a n i Muhammadiyah Semarang, Magister Manajemen, Universitas Diponegoro Semarang

DeMicco, Frederick J and Reid, Robert D. (1998), Older Workers: A Hiring Resource for The Hospitality Industry, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, May, pp. 56-62

Hasan, M. Iqbal. (2009), Pokok-Pokok Materi Statistik 1 ; Statistik Deskriptif, Edisi Kedua, Bumi Aksara, Jakarta

Kuncoro, Aris Wahyu. (2012), Penaruh Sistem Remunerasi, Kepuasan Kerja, Komitmen Or-ganisasional terhadap Turnover Intention, Jurnal Ekonomika dan Manajemen Vol. 1 No. 2 Oktober 2012, Jakarta

Page 36: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

26

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Manullang, M., (1996), Dasar-Dasar Manajemen, Ghalia Indonesia, JakartaMeyer, John, P., Allen, Natalie, J. & Smith, Catherina A. (1993), Commitment to Orga-

nizational and Occupation : Extention and Test of a Three Component Conceptu-alization, Journal Applied Psychology, Vol. 78. No.4

Pasewark, W.R., and J.R. Strawser. (1996), The Determinants and Outcomes Associated with Job Insecurity an A Professional Accounting Environment, Behavioral Research in Accounting, Vol.8, pp. 91 - 113

Perdana, Dika Yudha, (2011), Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Dan Kesempatan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Karyawan di PT Nyonya Meneer Semarang, e-prints, Universitas Diponegor, Semarang

Pophal, Lin Grensing. (2000), Human Resources Book : Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis, Edisi Pertama, Prenada Media, Jakarta

Porter, L.W., R. Steers, R. Mowdey, and P. Boulian. ( 1994), Organization Commitment, Job Satisfaction and Turnover among Psychiatric Tecniciants, Journal Applied Psychology, Vol. 59, October, pp.603-609

Robbin, Stephen P. (2006), Perilaku Organisasi, Edisi Kesepuluh, PT Indeks, JakartaRousseau, L., (1994), What are The real Costs of Employee Turnover ?, CA Magazine, Vol.

117, December, pp.48-55.Simamora, Henry, (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, YogyakartaSinulingga, Sukaria, (2011), Metode Penelitian, USU Press, MedanToly, Agus Arianto (2001),”Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intentions

pada staf kantor akuntan publik” , Jurusan Akuntansi – Universitas Kristen PetraJurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 3, No. 2, November 2001: 102 – 125

Witasari, Lia. (2009), Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional terh-adap Turnover Intentions (Studi Empiris pada Novotel Semarang, Magister Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang

Woods, Robert H and Macaulay, James F. (1989), R for Turnover: Retention Program that Work, Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, May, pp.78 – 90

Zeffane, Rachid. (1994), Understanding Employee Turnover : The Need for a Contingency Approach, International Journal of Manpower, Vol. 15, No. 9, pp. 1-14

Page 37: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”27

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENERAPAN METODE ALTMAN Z-SCORE MODIFIKASI UNTUK ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN

PT BANK SUMUT MEDAN

Jonni Hamonangan SilaenPoliteknik Negeri Medan

Email : [email protected]

AbstrakPenerapan Metode Altman Z-Score Modifi kasi Untuk Analisis Kesehatan Keuangan PT Bank Sumut Medan didasarkan pada kecenderungan perolehan laba yang menurun, peningkatan jumlah kewajiban dan meningkatnya rasio Non Performing Loan (NPL) sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi bank. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada PT Bank Sumut Medan periode 2012 – 2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahun 2012–2016. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dimana sumber data tersebut berdasarkan dari laporan keuangan yang diperoleh melalui website www.banksumut.com . Teknik analisis data menggunakan model prediksi kebangkrutan Altman Z-Score modifi kasi dengan menggunakan 4 variabel yaitu working capital to total asset ratio (X1), retained earning to total asset ratio (X2), earning before interest and taxes to total asset (X3), market value of equity to total debt ratio (X4). Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan maka hasil penelitian menunjukkan laporan keuangan pada periode 2012 menghasilkan perolehan Z-Score -3,68. Pada periode 2013 nilai Z-Score diperoleh sebesar -3,60, periode 2014 sebesar -3,92, periode 2015 sebesar -4,13 dan periode 2016 sebesar -3,94. Hal ini menunjukkan besarnya perolehan nilai Z-Score dari tahun 2012-2016 berada dibawah 1,10 menyimpulkan Bank Sumut dalam kondisi perlu perhatian yang serius karena termasuk pada kategori bank yang terindikasi adanya gejala resiko kebangkrutan/pailit.

Kata kunci : Altman Z-Score modifi kasi, kebangkrutan, prediksi

AbstractThe application of Modifi ed Altman Z-Score Method in analysing of Financial Health of PT Bank Sumut is based on the profi t descending trend, the increas of liabilitie trends and the increas of NPL ratio, that affect Lost. This study is aimed at predecting bankcruptcy potency of PT Bank Sumut during 2012-2016 observation period. Data used in this study is secondary data in form of Financial Reports year20012-2016 downloaded from www.banksumut.com. Modifi ed Altman Z-Score method is applied ini analysing the data, using 4 variabels namely: working capital to total asset ratio (X1), retained earning to total asset ratio (X2), earning before interest and taxes to total asset (X3), and book value of equity to book value of liabilities ratio (X4). The result shows that in 2012, Z-Score is -3.92; in 2013, Z-Score is -3.60; in 2014, Z-Score is 3.92; in 2015, Z-Score is -4.13; and in 2016, Z-Score is -3.94. These mean the during observation period, Z”-Score are less than 1.10; meaning, PT Bank Sumut is highly bankcruptcy risk condition and needs extra attention.

Keywords : Altman Z-Score modifi cation, bankcruptcy, prediction

Page 38: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

28

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PendahuluanTahun 1997 merupakan awal dari masa krisis bagi dunia perbankan Indonesia dan dampak

dari krisis ekonomi global 2008 yang mengakibatkan beberapa bank mengalami kebangkrutan karena mengalami kesulitan keuangan (fi nancial distress). Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan (Kamal 2012) yang ditandai adanya ketidakpastian perolehan laba pada masa mendatang. Kesulitan keuangan menunjukkan adanya masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa melalui penjadwalan kembali secara besar-besaran terhadap operasi dan struktur perusahaan (Setiadi, 2011) dalam Lisdayanti (2013).

Kepailitan atau kebangkrutan pada sebuah perusahan dapat diukur dan dilihat dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu alat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi-strategi perusahaan yang akan atau telah dilaksanakan (Nurdin, 2012). Analisis kebangkrutan sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi suatu perusahaan. Perusahaaan harus melakukan analisis kinerja keuangannya terutama analisis yang berhubungan dengan kebangkrutan untuk mendeteksi faktor-faktor penyebab kebangkrutan lebih dini.

Permasalahan kebangkrutan perusahaan telah menjadi suatu pembahasan yang cukup populer, di tahun 2000-an banyak perusahaan raksasa yang mengalami kebangkrutan seperti General Motor, WorldCom, Lehman Brothers dan Enron and Conseco. Padahal perusahaan yang berskala raksasa ini tidak pernah diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Cukup banyak penelitian yang membahas penyebab kegagalan perusahaan (Estrella & Peristiani, 2000; Mc Kee, 2000; dan Shah & Murtaza, 2000 maupun Mongid, 2000). Terdapat berbagai model yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan bank, salah satu adalah model analisis Altman yang banyak digunakan peneliti dalam memprediksi probabilitas perusahaan mengalami kegagalan atau kebangkrutan, seperti Adnan (2001), Endri (2009), dan Wilopo (2011) di Indonesia, Samarakoon (2003) di Srilangka, Pongsatat (2004) di Thailand dan Duvvuri 2012) di India.

PT Bank Sumut sebagai salah satu lembaga jasa keuangan khususnya di Sumatera Utara bergerak di sektor perbankan yang memiliki peran strategis dalam perkembangan perekonomian daerah khususnya melalui fungsi intermediasinya. Sebagai agent of development, penyaluran kredit maupun pembiayaan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Memperhatikan laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan, ditemukan fl uktuasi perolehan laba bersih periode tahun 2012 hingga 2015 yang mengalami fl uktuasi. Padahal pendapatan bunga setiap tahunnya mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan. Akan tetapi peningkatan penyaluran kredit diikuti pula dengan kecenderungan peningkatan kredit bermasalah (Non Performing Loan) setiap tahunnya. Pada tahun 2012 NPL sebesar 2,81%, peningkatan terjadi pada tahun 2013 menjadi 3,83% dan peningkatan NPL yang melebihi ambang batas sehat terjadi pada tahun 2014 mencapai 5,47%. Keadaan ini menggambarkan bahwa Bank Sumut belum mampu mengelola perkreditannya dengan baik. Pada tahun berikutnya memang terjadi penurunan dimana pada tahun 2015 NPL menjadi 5% namun kondisi ini berada pada “batas maksimum” kategori sehat dan pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 4,70% namun masih berapa pada posisi mendekati angka 5%.

Page 39: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”29

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 1 Perkembangan Laba, Kredit dan NPL PT Bank SumutTahun 2012 – 2016

Tahun Laba Bersih (Rp. 000.000)

Kredit Yang Disalurkan (Rp. 000.000)

NPL (Non Performing Loan)

2012 421.776 Rp. 15.017.737 2,81 %2013 531.968 Rp. 16.641.329 3,83 %2014 465.178 Rp. 17.401.467 5,47 %2015 464.935 Rp. 17.925.612 5,00 %2016 584.500 Rp. 18.677.822 4,70 %

Sumber : Data diolah, 2017

Kinerja perbankan akan terlihat dari kualitas perkreditannya dimana semakin besar kredit kurang lancar, diragukan dan macet akan membentuk Non Performing Loan (NPL) yang akan menjadi indikator negatif bagi bank yang bersangkutan. Peningkatan NPL dalam jumlah besar dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan bank, oleh karena itu bank dituntut untuk selalu menjaga kulaitas kreditnya agar tidak dalam posisi NPL yang tinggi. Merujuk pada SE BI No. 12/11/DPNP/2010 tanggal 31 Maret 2010, jika rasio NPL lebih dari 5% berarti kemampuan pihak manajemen bank dalam mengelola kreditnya dapat dikatakan buruk. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/3/PBI/2011 menyatakan bahwa bank yang memiliki rasio kredit bermasalah lebih dari 5% wajib menghapusbukukan kredit atau pembiayaan yang tergolong macet dan memperhitungkan sebagai kerugian dengan modal bank. Hal ini akan mengakibatkan pengikisan terhadap modal bank sehingga dapat berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup bank tersebut dimasa mendatang.

Tabel 2. Perkembangan Aktiva, Ekuitas dan Hutang(Rp.000.000,-)

Tahun Total Aktiva Ekuitas (Modal Sendiri) Total Hutang2012 19.965.238 1.553.722 18.411.5152013 21.512.323 1.756.163 19.758.9332014 23.394.822 1.995.720 21.399.1022015 24.130.113 1.992.241 22.137.6962016 26.170.044 2.719.149 23.450.895

Sumber : Data laporan keuangan, diolah, 2017

Tabel diatas memperlihatkan bahwa perkembangan aktiva dan ekuitas dari Bank Sumut mengalami peningkatan yang cukup baik dari tahun 2012 hingg 2016 walaupun pada tahun 2015 ekuitas mengalami sedikit penurunan. Demikian juga halnya dengan hutang yang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun seiring dengan kenaikan aktiva. Total aktiva hanya berada sedikit diatas jumlah hutang, perbandingan hutang dengan total aktiva setiap tahunnya rata-rata mencapai 91,38%, artinya aktiva yang dimiliki sebesar Rp. 10.000,- diharuskan menanggung hutang yang ada sebesar Rp. 9.138,-. Demikian juga melihat perbandingan ekuitas bank dengan total hutang yang ada, rata-rata hanya sebesar 0,09 % saja. Ini menunjukkan angka yang sangat rendah, kesulitan keuangan (fi nancial distress) dapat berujung pada kebangkrutan bank tersebut bila tidak segera dicari solusinya.

Indikasi kebangkrutan suatu bank akan terlihat melalui informasi yang didapatkan dari laporan keuangannya dan kemampuan memprediksi keuangan untuk masa mendatang dapat memperkecil resiko terjadinya kebangkrutan. Beberapa sinyal pertanda penyebab perusahaan

Page 40: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

30

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

yang mengalami kesulitan antara lain adanya penurunan pendapatan, laba, total aktiva dan harga pasar saham. Upaya mengatasi fi nancial distress dan meminimalisir keterjadian kebangkrutan pada bank, diperlukan metode tertentu untuk menganalisis laporan keuangan. Model analisis Altman Z-Score merupakan salah satu metode yang terkenal dan dapat berfungsi sebagai early warning sistem (EWS) bagi perusahaan perbankan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja keuangan Bank Sumut periode tahun 2012-2016 guna memprediksi potensi kebangkrutan melalui pendekatan model Altman Z-Score modifi kasi. Hasil prediksi kebangkrutan tidak hanya bermanfaat bagi pihak internal Bank Sumut dalam evaluasi kinerjanya, akan tetapi dapat juga digunakan oleh kreditur, investor, auditor dan pemerintah, dimana prediksi kebangkrutan perusahaan dapat membantu para pemangku kepentingan membuat keputusan yang tepat dan benar dalam mengatasi kesulitan keuangan perusahaan.

Review PustakaLaporan Keuangan

Jumingan (2009:4) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah hasil refl eksi dari sekian banyak transaksi yang berhubungan dengan fi nansial yang terjadi dalam suatu perusahaan. Jadi, laporan keuangan adalah ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu periode tahun buku yang dipakai sebagai media untuk melihat kondisi kesehatan perusahaan bersangkutan. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (neraca) dan periode tertentu (laporan laba rugi). Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2011:7).

Laporan keuangan yang disusun dalam bentuk neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan arus kas dan catatan atas laporan keuangan dengan tujuan agar dapat memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan keuangan suatu perusahaan seperti posisi keuangan, kinerja keuangan dan perubahan arus kas yang berguna dalam pengambilan keputusan serta sebagai wujud pertanggungjawaban manajemen terhadap kinerjanya pada suatu perusahaan.

Analisis Laporan Keuangan Pada prinsipnya analisis laporan keuangan adalah untuk mengadakan penilaian terhadap

kinerja keuangan dan potensi atau kemampuan suatu perusahaan. Menurut Harahap (2009:333) analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang bersifat signifi kan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantittatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam dan sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Menganalisis rasio keuangan berbagai pos dalam suatu laporan keuangan merupakan dasar untuk mengetahui kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan sehingga dapat dijadikan alat untuk menguji apakah informasi keuangan yang dihasilkan memiliki manfaat untuk mengklarifi kasi dan memprediksi suatu kebangkrutan. Melalui analisis laporan keuangan kita dapat mengetahui perkembangan perusahaan dimasa yang akan datang apakah perusahaan dalam keadaan baik/sehat atau tidak. Adapun tujuan dilakukannya analisis laporan keuangan antara lain:

Melakukan screening dalam pemilihan alternatif antara investasi atau merger. Sebagai alat peramalan kondisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.Sebagai alat pendeteksi adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, keuangan, operasi dan aspek lain.Pengertian Kinerja Keuangan

Page 41: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”31

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Menurut Munawir (2007:30) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan analisa rasio keuangan perusahaan. Pihak pemangku kepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Kinerja keuangan baik perusahaan manufaktur maupun perbankan merupakan hasil kerja secara nyata yang dicapai dalam suatu periode waktu tertentu yang dapat mencerminkan tingkat kesehatan keuangan badan usaha tertentu dan dipergunakan untuk menunjukkan pencapaian hasil yang positif. Kinerja bank yang baik akan mampu membuat lembaga keuangan tersebut bertahan lama, karena dengan kinerja keuangan yang baik diharapkan dapat mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang serta kelangsungan hidup.

Pengukuran kinerja bank perlu dilakukan pada tiap akhir periode tertentu, melalui penilaian terhadap kondisi keuangan dan prestasi perusahan sebagai perwujudan kinerja keuangan sehingga dapat diketahui prestasi keuntungan yang dicapainya melalui indikator-indikator pengukuran tingkat kesehatan keuangan. Nurdin (2012) mengatakan analisis laporan keuangan merupakan suatu alat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang dicapai sehubungan dengan penentuan strategi-strategi perusahaan yang akan atau telah dilaksanakan. menggunakan beberapa tolak ukur seperti rasio atau indeks. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara jumlah tertentu dengan jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan (Munawir, 2007: 64). Rasio-rasio yang sering digunakan di dalam usaha melakukan analisis dan interpretasi laporan keuangan adalah sebagai berikut : (1) Rasio Likuiditas, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi berbagai kewajiban fi nansialnya yang harus segera dipenuhi atau kewajiban jangka pendek. (2) Rasio Leverage, untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya. (3) Rasio Profi tabilitas, rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya.

Pengertian KebangkrutanKebangkrutan adalah suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan mengalami kekurangan

dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya. Ketidakmampuan melunasi seluruh kewajiban atau hutang (insolvency) menggambarkan kinerja negatif suatu perusahaan, timbul pada kondisi dimana sebuah perusahaan gagal atau tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban segera dibayar (current liabilities) kepada krediturnya. Indikasi ini merupakan pertanda dari rendahnya tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Anggraini (2011) dan Ramadhani, A.S dan Niki Lukviarman (2009) menyatakan bahwa kebangkrutan biasanya diawali dengan kesulitan keuangan (fi nancial distress) dimana hutang kita lebih besar bila dibandingkan dengan harta yang kita miliki atau suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Begitu juga Toto (2011:332) menyatakan, kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, terdapat indikasi awal dari perusahaan tersebut seperti tidak diperolehnya laba yang diharapkan, pengembalian pinjaman yang tertunda, tidak mampu membiayai operasi perusahaan dan kewajiban yang segera harus dibayar tidak dapat ditutupi dengan laba atau aktiva yang dimiliki. Kondisi ini biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan sianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu. Memburuknya keuangan perusahaan ditandai dengan memburuknya rasio-rasio

Page 42: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

32

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

keuangan dari tahun ke tahun yang dapat mengakibatkan kebangkrutan bagi perusahaan.

Model Altman Z-Score Modifi kasiAnalisis kebangkrutan dengan metode Z-Score pertama kali diperkenalkan oleh Profesor

Edward I. Altman. Altman (1968) dalam Endri (2009) mempelopori penggunaan multivariate discrimant analysis (MDA) dalam memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan (corporate failure). Dengan mengidentifi kasikan rasio-rasio keuangan, Altman menghasilkan suatu model yang dapat memprediksi perusahaan yang memiliki kemungkinan bangkrut atau tidak bangkrut dengan tingkat akurasi 90% untuk masa satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi. MDA mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari seluruh profi l variabel suatu perusahaan termasuk interaksi antar variabel tersebut (seperti ratio-ratio) ke dalam nilai tunggal (single score) dan digunakan mengklasifi kasi suatu observasi ke dalam mutually exclusive groups. Sawir (2005,23) menyatakan Z-Score merupakan suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.

Altman telah mengembangkan tiga model yaitu model Altman Z-Score Pertama, kemudian dilanjutkan dengan model Altman Z-Score Revisi dan terakhir adalah model Atman Z-Score Modifi kasi. Model Altman Z-Score Pertama berfokus pad perusahaan manufaktur yang telah listing di pasar modal (go-public). Fungsi diskriminan yang terbentuk yang dikenal dengan Altman Z-Score sebagai berikut:

Z = 1,2*X1 + 1,4* X2 + 3,3* X3 + 0,6* X4 + 1,0* X5Menyadari bahwa tidak semua perusahaan mempunyai nilai pasar (go public), Altman

mengembangkan formula alternatif khusus bagi perusahaan yang belum melakukan go-public yang dikenal dengan Altman Z-Score Revisi. Berhubung perusahaan privat belum dapat menjual sahamnya di bursa efek sehingga Altman mengubah Market Value of Equity menjadi Book Value of Equity karena perusahaan privat tidak memiliki harga pasar dari ekuitasnya. Formula yang dihasilkan untuk privat manufacture companies sebagai berikut :

Z’ = 0,717* X1 + 0,847* X2 + 3,107* X3 + 0,420* X4 + 0,998* X5 Model prediksi ini terus mengalami penyepurnaan, Altman merasa model yang

dikembangkan hanya bisa digunakan pada perusahaan manufaktur saja sehingga Almatan melakukan modifi kasi terhadap model Altman Revisi agar dapat digunakan untuk perusahaan non manufaktur dengan menghilangkan variabel (rasio) X5. Bagi perusahaan jasa (non-manufacturing companies), Altman telah melakukan pengembangan dengan memodifi kasi formula sebelumnya yang dikenal sebagai Altman Z-Score modifi kasi. Penelitian yang dilakukan Anjum (2012) menyatakan bahwa model ini dapat diterapkan pada ekonomi modern yang mampu memprediksi kebangkrutan hingga satu, dua, dan tiga tahun ke depan. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Fanny dan Saputra (2005) yang melakukan penelitian tentang pengaruh model prediksi kebangkrutan terhadap opini audit going concern, menemukan bahwa model prediksi Altman merupakan model terbaik dibandingkan dengan model Springate dan Zmijewski. Hal yang senada juga disampaikan Hayes, dkk (2010) serta Odipo dan Sitati (2010) bahwa model ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Prediksi kebangkrutan yang diformulasikan oleh Altman dalam bentuk persamaan yang dikenal dengan metode Altman Z-Score. Berikut persamaan Z-Score yang telah dimodifi kasi Altman, sehingga dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan non-manufaktur dan akan digunakan dalam penelitian ini (Altman, 2000) :

Z”-Score = 6,56*X1 + 3,26*X2 + 6,72*X3 + 1,05*X4 Dimana :

Page 43: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”33

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Z = Bankcruptcy IndexX1 = Working Capital to Total Assets (Modal Kerja/Total Aktiva)X2 = Retained Earning to Total Assets (Rasio Laba Ditahan/Total Aktiva)X3 = Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (Rasio Laba Sebelum Bunga

dan Pajak/Total Aktiva)X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt (Rasio Nilai Modal Sendiri/ Nilai

Buku Hutang)Z-Score adalah skor atau nilai yang ditentukan dari perhitungan standar kali nisbah-nisbah

keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan (Kamal, 2012). Altman memberikan batasan yang mewakili nilai suatu perusahaan apakah perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau tidak pada masa yang akan datang dengan interpretasi penilaian sebagai berikut:

Nilai Z”-Score < 1,10 : Menunjukkan indikasi perusahaan menghadapi ancaman kebangkrutan artinya perusahaan sedang dalam kondisi mengalami kesulitan keuangan yang pelik dan memiliki peluang besar akan menghadapi kebangkrutan.

Nilai 1,10 < Z”-Score < 2,60 : Menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi rawan dan patut diwaspadai (grey area) artinya perusahaan memiliki peluang mengalami kebangkrutan, namun peluang terselamatkan dan peluang bangkrut sama besarnya, tergantung dari penanganan pihak manajemen dalam mengelola perusahaan mengatasi hal tersebut.

Nilai Z”-Score > 2,60 : Menunjukkan perusahaan tersebut dalam kondisi sehat dan tidak sedang mengalami kesulitan atau permasalahan keuangan.

Studi Prediksi Kebangkrutan Banyak studi atau penelitian yang telah dilakukan mengenai prediksi kebangkrutan

perusahaan perbankan di Indonesia dengan fokus pada penggunaan rasio-rasio keuangan dalam memprekdiksi atau meramal ada tidaknya potensi kegagalan atau kebangkrutan suatu perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-Score. Endri (2009) dengan menggunakan formula Multivariate Discriminant Analiysis (MDA) Altman menganalisis ketepatan model Altman Z-Score dalam memprediksi kebangkrutan Bank Umum Syariah selama tiga tahun dari 2005-2007. Variabel yang digunakan model Altman Z-Score untuk perusahaan yang belum go public, yakni rasio modal kerja/total aktiva (X1), laba ditahan/total aktiva (X2), Laba sebelum bunga dan pajak/total aktiva (X3), nilai buku saham/nilai buku hutang (X4) dan penjualan/total aktiva (X5), dengan formula Z = 0,717X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,420 X4 + 0,998 X5. Hasil penelitian menyatakan bahwa model Altman Z-Score kurang tepat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perbankan syariah di Indonesia.

Penelitian Anggraini (2011) menilai tingkat kesehatan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk dengan menggunakan metode Altman Z-Score Revisi. Setelah dilakukan perhitungan terhadap lima variabel diperoleh nilai Z-Score lebih kecil dari 1,2. Hal ini berarti bank tersebut berada dalam kondisi menghadapi ancaman kebangkrutan, maka model Altman Z-Score tidak dapat diterapkan pada dunia perbankan Indonesia karena menghasilkan hal yang bertolak belakang terutama untuk bank-bank yang dapat beroperasi tanpa rekapitalisasi. Penelitian Kamal (2012) terhadap 20 bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode penelitian 2008-2010 tentang analisis prediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public pada Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010 dengan menggunakan formula Altman Z-Score yakni Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5, menyimpulkan bahwa model Altman Z-Score dapat memprediksi kebangkrutan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Fitrikah (2013) meneliti 15 perusahaan perbankan go-public di bursa Efek Indonesia

Page 44: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

34

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

periode 2009-2011 dengan menggunakan formula Altman Z-Score Revisi dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh bank yang menjadi objek penelitian berada dalam ketegori perusahaan tidak sehat atau dirediksi akan mengalami kebangkrutan. Namun sampai saat ini bank-bank tersebut masih beroperasi karena bank-bank tersebut memiliki nilai CAR yang tinggi. Penelitian menggunakan model Altman Z-Score Modifi kasi dalam memprediksi kebangkrutan pada sektor Perbankan Syariah untuk menghadapi perubahan lingkungan bisnis dilakukan oleh Kartina (2015) menyimpulkan semua bank syahriah pada periode 2010-2014 dalam kondisi sehat. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Sagho, Maria F. dan Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati (2015) mengenai penggunaan metode Altman Z-Score Modifi kasi dalam memprediksi kebangkrutan bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode penelitian 2011-2013. Hasil penelitian menyatakan bahwa 11 bank yang diteliti tidak terindikasi adanya gejala kebangkrutan bahkan sebaliknya semua bank yang diteliti di prediksi tidak akan mengalami kebangkrutan dalam jangka waktu 1 tahun.

Penelitian Megasari (2014) dengan judul Analisis Resiko Keuangan Pada PT Bank Mandiri (Persero)Tbk dengan menggunakan Metode Altman Z-Score Revisi untuk periode 2010 -2012 menyimpulkan Bank Mandiri dinyatakan bangkrut karena nilai Z-Scorenya lebih kecil dari 1,81. Hilman Abrori (2015) meneliti Hasil Perbandingan Resiko Kebangkrutan Pada Bank Syariah Devisa dan Non Devisa dengan menggunakan Metode Altman Z-Score Modifi kasi Periode 2010-2012 dengan kesimpulan seluruh bank tersebut tidak terdeteksi kemungkinan terjadi kebangkrutan atau berada dalam kondisi sehat.

Oktarina (2017) menganalisis Prediksi Kebangrutan dengan Metode Altman Z-Score Modifi kasi Pada PT BRI Syariah Periode 2011 - 2015 dengan tujuan untuk memprediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score dan untuk mengetahui kinerja operasional perusahaan, kinerja keuangan dan prospek bisnis BRI Syariah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bank tersebut dalam kondisi sehat.

Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan di PT Bank Sumut

Medan dengan menggunakan data sekunder, yaitu data laporan keuangan dari Bank Sumut Medan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi yang bersumber dari laporan keuangan (annual report) PT Bank Sumut yang dipublikasikan melalui situs www.baksumut.com untuk periode tahun 2012 hingga 2016. Data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu rasio Working Capital to Total Assets yang diperoleh dari Neraca, untuk rasio Retained Earnings to Total Assets diperoleh dari Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca, sedangkan rasio Earning Before Income Tax to Total Assets diperoleh dari Laporan Laba Rugi dan Neraca dan rasio Book Value of Equity to Book Value of Liabilities.

Rasio-Rasio Keuangan Altman Z-Score Modifi kasiUraian ke empat rasio keuangan yang secara bersama-sama digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan, akan diperhitungkan ke dalam fungsi diskriminan Altman Z – Score yang telah dimodifi kasi. Keempat rasio keuangan yang digunakan dalam model ini, yaitu :

1). Rasio X1 : Modal Kerja terhadap Total Aktiva (Working Capital / Total Asssets)Rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan dengan membandingkan

antara modal kerja bersih dengan total aktiva sehingga dapat dipakai untuk menunjukkan kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hasil pengurangan dari total aktiva lancar dengan total hutang lancar merupakan modal kerja bersih. Modal kerja yang

Page 45: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”35

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

bernilai negatif mengindikasikan besar kemungkinan perusahaan akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban lancarnya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk membayar kewajiban tersebut. Pada umumnya bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan mengalami penurunan lebih cepat daripada total aktiva. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi terjadinya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah ketidakcukupan kas, hutang dagang yang meningkat dan lain-lain. Rumus : 2). Rasio X2 : Laba Ditahan terhadap Total Aktiva (Retained Earnings / Total Assets)

Rasio ini digunakan untuk mengukur profi tabilitas (kemampulabaan) perusahaan secara kumulatif. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva. Laba ditahan adalah laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk tidak mendistribusikan laba tersebut sebagai dividen. Umur perusahaan sangat berpengaruh terhadap rasio ini, perusahaan yang masih baru akan mempunyai saldo laba ditahan yang cukup rendah dan perusahaan yang sudah lama berdiri akan mempunyai saldo laba ditahan yang besar. Rumus :

3). Rasio X3 : Laba Sebelum Bunga dan Pajak terhadap Total Aktiva (Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets )

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum pembayaran bunga dan pajak yang dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Karena keberadaan utama sebuah perusahaan didasarkan pada kekuatan produktif dari aktiva, maka rasio ini cocok digunakan untuk melihat kegagalan perusahaan. Rasio ini membeerikan kontributor terbesar dari model ini. Sebagai indikator yang dipakai dalam mendeteksi terjadinya masalah pada kemampuan profi tabilitas perusahaan adalah piutang dagang meningkat, persediaan meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang dan rugi terus menerus.Rumus :

4). Rasio X4 : Nilai Modal Sendiri terhadap Nilai Buku Hutang (Book Value of Equity / Book Value of Liabilities )

Rasio ini menujukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat leverage dari suatu perusahaan. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Hutang yang terlalu besar berbahaya bagi keberlangsungan perusahaan, terutama apabila dibelakangnya terdapat bunga yang harus dibayar.Rumus :

4. Hasil dan PembahasanBerdasarkan laporan keuangan yang diperoleh dari annual report PT Bank Sumut periode

tahun 2012 hingga 2016, maka penulis meringkas data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan nilai Z-Score sebagaimana tertera pada Tabel 4.1. Adapun akun-akun dari laporan keuangan yang dibutuhkan dalam perhitungan tersebut yakni :

Modal Kerja (Working Capital), dimana modal kerja ini diperoleh dari perhitungan aktiva lancar dikurangibkewajiban lancar, yang mana kedua akun ini terdapat pada neraca.

Total Aktiva (Total Assets), dimana total aktiva ini adalah bagian dari laporan keuangan yang terdapat pada neraca.

Laba Ditahan (Retained Earning), akun ini terdapat pada perubahan modal.

Page 46: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

36

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Laba sebelum Bunga dan Pajak (EBIT), akun ini terdapat pada laporan laba rugi. Nilai Buku Hutang (Book Value of Total Debt), akun ini terdapat pada neraca yang mana

nilai buku hutang didapat rdari kewajiban lancar ditambah kewajiban jangka panjang.

Tabel 3. Ringkasan Data Laporan Keuangan Bank Sumut 2012-2016(Rp.000.000)

Uraian Perkiraan Periode Tahun2012 2013 2014 2015 2016

Aktiva Lancar 3.539.189 3.456.848 4.271.547 3.704.226 4.076.973Kewajiban Lancar 15.828.035 16.528.432 19.508.282 20.186.686 21.423.895Modal Kerja -12.288.846 -13.071.584 -15.236.735 -16.482.460 -17.346.922Total Aktiva 19.965.238 21.512.323 23.394.822 24.130.113 26.170.044Laba Ditahan 347.492 434.285 521.078 607.871 694.664EBIT 621.620 732.884 617.955 626.300 787.225Modal Sendiri 1.553.722 1.756.163 1.995.720 1.992.241 2.719.149Total Hutang 18.411.515 19.758.933 21.399.102 22.137.696 23.450.895

Sumber : Data Diolah, 2017

Rasio-rasio yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan guna menetapkan kondisi suatu perusahaan dalam keadaan sehat atau terprediksi mengalami kebangkrutan melalui penerapan model Altman Z-Score modifi kasi.

Tabel 4Hasil Perhitungn WTCA (Rp. 000.000)

Uraian Perkiraan Periode Tahun2012 2013 2014 2015 2016

Aktiva Lancar 3.539.189 3.456.848 4.271.547 3.704.226 4.076.973Kewajiban Lancar 15.828.035 16.528.432 19.508.282 20.186.686 21.423.895Modal Kerja -12.288.846 -13.071.584 -15.236.735 -16.482.460 -17.346.922Total Aktiva 19.965.238 21.512.323 23.394.822 24.130.113 26.170.044WCTA (X1) -0,6155 -0,6076 -0,6513 -0,6831 -0,6629

Sumber : Data diolah, 2017

Dari tabel diatas terlihat bahwa modal kerja bersih bernilai negatif, akibatnya hasil per-hitungan modal kerja terhadap total aktiva (X1) bernilai nilai negatif. Hal ini mengidenti-fi kasikan bahwa Bank Sumut menghadapi masalah likuditas yang serius untuk menutupi kewajiban lacarnya, karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk membayar dana pihak ketiga (DPK) dan kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar lainnya. Quick rasio sebagai satu ukuran likuiditas bank adalah perbandingan cash asset to total deposit, mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya kepada deposan (pemilik giro, tabungan dan deposito) dengan harta yang paling likuid (kas) yang dimiliki oleh bank, menghasilkan nilai 0,05 (2012), 0,06 (2013), 0,04 (2014), 0,034 (2015) dan 0,031 (2016). Turunnya rasio ini menunjukkan kemampuan Bank Sumut semakin illikuid dalam memenuhi pembayaran terhadap DPK serta kewajiban segera dibayar lainnya. Peningkatan hutang lancar tidak diikuti dengan kecukupan kas dan peningkatan NPL cenderung mencapai bahkan lebih dari 5% akan berdampak pada tingkat likuiditas Bank Sumut sehingga dapat menimbulkan ketidak percay-aan nasabah kepada bank tersebut.

Page 47: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”37

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 5.Hasil Perhitungan RETA (Rp.000.000)

Uraian Perkiraan Periode Tahun2012 2013 2014 2015 2016

Laba Ditahan 347.492 434.285 521.078 607.871 694.664Total Aktiva 19.965.238 21.512.323 23.394.822 24.130.113 26.170.044RETA (X2) 0,0174 0,0202 0,0223 0,0252 0,0265

Sumber : Data diolah, 2017

Tabel diatas menghasilkan perhitungan laba ditahan terhadap total asset yang dimiliki Bank Sumut, maka dapat dikatakan bahwa laba ditahan mengalami peningkatan setiap tahun-nya sejalan dengan umur perusahan telah mencapai 75 tahun. Namun rasio X2 yang dihasilkan masih rendah sehingga dapat mengindikasikan kekurangmampuan Bank Sumut menghasilkan laba yang rendah sehingga laba ditahan juga rendah.

Tabel 6. Hasil Perhitungan EBITTA (Rp.000.000)

Uraian Perkiraan Periode Tahun2012 2013 2014 2015 2016

EBIT 621.620 732.884 617.955 626.300 787.225Total Aktiva 19.965.238 21.512.323 23.394.822 24.130.113 26.170.044EBITTA (X3) 0,0311 0,0341 0,0264 0,0260 0,0301

Sumber : Data diolah, 2017

Dari hasil perhitungan laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva (X3) yang dimiliki Bank Sumut sangat rendah. Hal ini menggambarkan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola aktiva secara efektif dan efi sien. Rendahnya rasio ini disebabkan oleh me-ningkatnya beban operasional setiap tahunnya, sementara laba operasional bank mengalami naik turun. Hal ini menunjukkan bahwa asset produktif perusahaan perbankan belum mampu menghasilkan laba usaha seperti yang telah direncanakan.

Tabel 7. Hasil Perhitungan BVETL (Rp.000.000)

Uraian Perkiraan Periode Tahun2012 2013 2014 2015 2016

Ekuitas 1.553.722 1.756.163 1.995.720 1.992.241 2.719.149Total Hutang 18.411.515 19.758.933 21.399.102 22.137.696 23.450.895BVETD (X4) 0,0843 0,0888 0,0933 0,0899 0,116

Sumber : Data diolah, 2017

Memperhatikan tabel di atas, hasil rasio X4 yang rendah mengindikasikan bahwa Bank Sumut mengakumulasi hutang yang lebih banyak daripada modal sendiri. Kondisi ketidakseimbangan antara jumlah modal dengan hutang dimana hutang yang terlalu besar menimbulkan pembengkakan beban bunga yang harus ditanggung oleh Bank Sumut.

Page 48: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

38

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 8. Hasil Perhitungan Z-Score Bank SumutNo Tahun X1 X2 X3 X4 Z-Score Hasil Prediksi1. 2012 -0,6155 0,0174 0,0311 0,0843 -3,68 Bangkrut2. 2013 -0,6076 0,0202 0,0341 0,0888 -3,60 Bangkrut3. 2014 -0,6513 0,0223 0,0264 0,0933 -3,92 Bangkrut4. 2015 -0,6831 0,0252 0,0260 0,0899 -4,13 Bangkrut5. 2016 -0,6629 0,0265 0,0301 0,1160 -3,94 Bangkrut

Sumber : Data Diolah, 2017

Dari hasil perhitungan Altman Z-Score diperoleh nilai Z” dari tahun 2012 hingga 2016 adalah sebesar -3,68, -,3,60, -3,92, -4,13 dan -3,94.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas kinerja keuangan Bank Sumut selama periode penelitian tidak menunjukkan perkembangan yang signifi kan bahkan menggambarkan kondisi kesulitan keuangan (fi nancial distress). Keadaan ini dapat dilihat dari besaran nilai Z” yang dicapai lebih kecil dari 1,10 bahkan bernilai negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi Bank Sumut termasuk ke dalam kategori bank yang berpotensi/diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Bila kita mengamati dengan seksama setiap rasio keuangan yang digunakan dalam model ini, nilai masing-masing variabel rasio keuangan sangat rendah bahkan ada yang bernilai negatif.

Hasil rasio X1 (Modal Kerja/Total Aktiva Aktiva), angka yang diperoleh bernilai negatif. Hal ini disebabkan karena aktiva lancar tidak dapat menutupi kewajiban lancarnya sehingga menyebabkan net working capital-nya bernilai rendah. Kondisi net working capital yang rendah bahkan negatif adalah hal yang biasa dan wajar, berbeda halnya dengan perusahaan manufaktur dimana mayoritas sumber dana bank berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menyebabkan besarnya kewajiban lancar bank. Perbankan akan menjalankan perannya sebagai fi nancial intermediary, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito lalu menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman ataupun pembiayaan. Setiap tahun terjadi peningkatan DPK yang cukup berarti, meningkatnya DPK akan meningkatkan kewajiban lancar di sisi pasiva akan diikuti dengan peningkatan jumlah aktiva disisi aktiva neraca bank. akibatnya nilai X1 menjadi rendah.

Hasil rasio X2 nilainya ditentukan oleh laba ditahan dibagi dengan total aktiva juga menghasilkan nilai yang sangat kecil walaupun Bank Sumut telah mencapai umur 75 tahun. Hal ini disebabkan laba yang dicapai masih kecil dan turun naik setiap tahunnya, setelah dikurangi dengan pembagian deviden maka laba ditahan semakin kecil pula. Seperti dikatakan sebelumnya, di sisi aktiva terjadi peningkatan yang lebih besar dibandingkan peningkatan laba ditahan sehingga nilainya menjadi rendah. Nilai rasio X2 yang sangat rendah dapat mengindikasikan kekurangmampuan Bank Sumut menghasilkan laba sehingga laba ditahan juga rendah. Untuk dapat menaikkan nilai rasio ini manajemen Bank Sumut dituntut agar mampu meningkatkan laba yang signifi kan.

Pada rasio X3 digunakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak dengan total aktiva juga menunjukkan nilai yang rendah padahal rasio ini merupakan kontributor terbesar dalam model ini. Rendahnya nilai rasio ini disebabkan laba yang dihasilkan masih relatif kecil, walaupun EBIT setiap tahunnya meningkat namun tidak seimbang dengan peningkatan total aktivanya.

Untuk rasio X4 digunakan perbandingan nilai buku ekuitas dengan nilai buku hutang menghasilkan nilai yang lebih baik dari rasio-rasio lainnya. Terjadi peningkatan nilai setiap tahunnya karena jumlah ekuitas yang meningkat dibarengi terjadinya peningkatan jumlah

Page 49: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”39

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

kewajiban. Manajemen Bank Sumut mengakumulasi hutang yang lebih banyak daripada modal sendiri. Kondisi ketidakseimbangan antara jumlah modal dengan hutang dimana hutang yang terlalu besar menimbulkan pembengkakan beban bunga yang harus ditanggung oleh Bank Sumut.

Penelitian dengan menggunakan model Altman Z-Score ini tidak memberikan jawaban yang sebenarnya, pada kenyataannya Bank Sumut masih beroperasi menjalankan kegiatan usahanya hingga saat ini. Hal ini tidak sesuai dengan penyataan Hayes, dkk (2010) serta Odipo dan Sita (2010) maupun Anjum (2012) bahwa model ini dapat diterapkan pada ekonomi modern yang mampu memprediksi kebangkrutan hingga satu, dua dan tiga tahun ke depan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Endri (2009) yang menyimpulkan bahwa model Altman Z-Score kurang sesuai digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan perbankan syariah. Demikian juga hasil penelitian yang menyimpulkan kebangkrutan bank yaitu Megasari (2014) meneliti Bank Mandiri, Anggraini (2011) yang meneliti Bank Rakyat Indonesia serta Fitrikah (2013) dengan 15 bank sebagai objek penelitiannya diprediksi akan mengalami kebangkrutan.

Memang hasil analisis dengan model Altman Z-Score memprediksi kondisi perusahaan apakah bangkrut atau tidak, bagi perusahaan yang diprediksi berpotensi menghadapi kebangkrutan pada tahun yang diteliti bukan serta merta mengalami kebangkrutan. Namun pihak manajemen harus menyadari hal ini merupakan sinyal/peringatan dini (early warning system) terkait dengan kondisi perusahaan tersebut sehingga pihak manajemen bank dapat mengantisipasi kemungkinan terburuk yang akan dihadapi pada masa yang akan datang serta melakukan perbaikan kinerja serta melakukan tindakan yang tepat dan benar untuk kelangsungan usahanya. Memperhatikan hasil analisis data diatas, Bank Sumut harus lebih serius memperbaiki kinerjanya agar bisa bersaing dengan lembaga jasa keuangan lain dan lebih diminati masyarakat.

Memperhatikan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya dan hasil penelitian penulis sendiri, dapat dikatakan bahwa model Altman modifi kasi kurang sesuai digunakan sebagai model pendeteksi kebangkrutan industri jasa keuangan. Karateristik bisnis yang berbeda antara perusahaan manufaktur dengan industri jasa keuangan (fi nancial intermediary) dimana pada industri jasa keuangan (perbankan) net working capital yang rendah dan bahkan bernilai negatif adalah hal yang wajar. Mayoritas sumber dana yang dikelola oleh perbankan berasal dari Dana Pihak Ketiga sehingga berdampak tingginya kewajiban lancar perbankan sedangkan total aktiva yang membesar karena adanya penyaluran kredit bank ke masyarakat.

5. Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian

ini, perolehan nilai Z (Z-Score) untuk memprediksi kebangkrutan Bank Sumut berdasarkan laporan keuangan untuk masa periode 5 tahun (2012-2016) setiap tahunnya Z-Score bernilai negatif atau lebih kecil dari 1,10, maka dapat disimpulkan bahwa Bank Sumut diprediksi akan mengalami kebangkrutan. Namun, pada kenyataannya Bank Sumut masih menjalankan operasi jasa keuangannya hingga saat ini. Penerapan model Altman Z-Score modifi kasi kurang tepat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada Bank Sumut. Keadaan ini mungkin saja disebabkan Bank Sumut merupakan bank daerah dan belum go-public, sehingga pemupukan modal kerjanya dominan berasal dari Dana Pihak Ketiga, tentu saja hal ini menyebabkan kewajiban lancar bank yang besar dan berdampak pada nilai net working capital yang rendah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Bank Sumut sebagai bank yang masuk ke dalam kategori kebangkrutan serius agar melakukan evaluasi serta meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat meminimalisir gangguan terhadap kelangsungan usaha.

Page 50: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

40

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Bank Sumut juga harus menjaga likuiditasnya untuk memenuhi semua kewajibannya pada saat jatuh tempo sehingga tetap dapat menjaga kredibilitasnya di mata masyarakat.

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mendalami prediksi kebangkrutan bank disarankan untuk menambah jumlah bank yang lebih variatif serta menggunakan lebih dari satu model analisis agar hasil yang didapatkan lebih akurat berhubung setiap model analisis memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Saran Bagi Pihak PT Bank Sumut Untuk memperoleh hasil nilai Z-Score yang ideal dan menjaga kelangsungan hidup

perusahaan, selayaknya pihak Bank Sumut dapat membangun suatu strategi dan kebijakan seperti :1). Pihak manajemen harus melakukan evaluasi untuk memperbaiki kinerja keuangan

perusahaan dengan meningkatkan nilai net working capital dengan menaikkan aktiva lancarnya serta meningkatkan likuiditas bank.

2). Melakukan peninjauan kembali kebijakan pembagian dividen dan pembentukan laba ditahan untuk meningkatkan rasio laba ditahan terhadap total aktiva.

3). Mengambil langkah-langkah preventif sehingga biaya-biaya kebangkrutan dapat dihindari atau diminimalisasi.

Daftar PustakaAbrori, Hilman. (2015). Analisis Perbandingan Risiko Kebangkrutan pada Bank Syariah

Devisa dan Non Devisa dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score. Semarang. UIN Walisongo.

Altman, E. I. (2000). Predicting Financial Distress of Companies: Revisiting the Z-Score and Zeta® Model. Updated from E. Altman, Financial Ratios, Discriminant Analysisi and the Prediction of Corporate Bankcruptcy. Journal of Banking & Finance. 1.

Anggraini, Yuli Rizki. (2011). Analisis Prediksi Kebangkrutan Perbankan Berdasarkan Model Altman Z-Score Pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Universitas Jember.

Anjum, Sanobarm. (2012). Business bankcruptcy prediction model: A signifi cant study of the Altman’s Z-Scre model. Asian Journal of Management Research 3(1). Rayalaseema University.

Duvvuri, M. (2012). Financialll Health of NFCL-A Z-Model Appraoch. International Journal of Research in Management & Technology. 2(1): 101-106.

Endri. (2009). Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk Menghadapi Dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisis Model Altman’s Z-Score. Perbanas Quartely Review, 2(1).

Estrella, A., Park, S., & Peristiani, S. (2000) Capital Ratios as Predictors of Bank Failure. Economic Policy Review. 6(2): 33-52.

Fitrikah, Lailatul. (2013). Analisis Penggunaan Metode Z-Score Altman Untuk Meprediksi Potensi Kenagkrutan Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011. UIN Maulana Malik Ibrahim.

Harahap, Sofyan Syafri. (2009). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafi ndo Persada.

Hayes, S.K., Hodge, K.A., and Hughes, L.W. (2010). A Study of the Effi cacy of Altman’s Z To Predict Bankcruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in Contemporary Times. Economics and Business. Journal: Inquiries & Perspective 3(1). University of Nebraskka at Kearney and Central Washington University.

Jumingan. (2009). Analsis Laporan Keuangan. Jakarta : Salemba EmpatKasmir. (2011). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Satu. Cetakan Keempat. PT. RajaGrafi ndo

Persada. Jakarta.

Page 51: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”41

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Kamal, St. Ibrah Mustafa. (2012). Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Public Di Bursa Efek Indonesia (Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score ). Jurnal Ilmiah. Universitas Hasanudin Makasar.

Kartina, Sharfi na Putri. (2015). Potensi Kebangkrutan Pada Sektor Perbankan Syariah Untuk Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score Modifi kasi (Studi Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014). UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Lisdayanti, Agustya. Siti Iqlima Zeinia dan Wanda Anindita. (2012). Analisis Potensi Kebangkrutan Bank Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012 Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score. Proceeding PESAT. Vol. 5.

Munawir. (2007). Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.Megasari, Nur. (2014). Analisa Resiko Keuangan Pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. dengan

Menggunakan Metode Altman Z-Score. Artikel Publikasi Ilmiah. UMS.Odipo, M.K., dan Sitati. A. (2010). Evaluation Of Applicability Of Altman’s Revised Model

in Prediction Of Financial Distress: A Case Of Companies Quoted in The Nairobi Stock Exchange. Journal of Business Failure Prediction.

Oktarina, Eka (2017). Analisis Prediksi Kebangrutan dengan Metode Altman Z-Score Pada PT BRI Syariah. Palembang : UIN Raden Fatah.

Peter dan Yoseph. (2011). Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005 – 2009. Jurnal Ilmiah Akuntansi. Nomor 04 Tahun ke 2 April 2011.

Pongsatat, S., Judy, R., & Howard, L. (2004). Bankruptcy Prediction for Large and Small Firms in Asia: A Comparison of Ohlson and Altman. Journal of Accounting and Corporate Governance. 1(2): 1-13.

Pratiwi, A. (2012). Analisis Diskriminan model Altman (Z-Score) dalam memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan perdagangan eceran yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009, Universitas Gunadarma, Depok.

Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman. (2009). Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi dan Altman Modifi kasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis. Volume 13, No.1. Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Samarakoon, Lalith & Hasan, Tanweer. (2003). Altman Z-Score Models of Predicting Corporate Distress: Evidence from Emerging Sri Lanka Stock Market. Journal of the Academy of Finance, Vol.1.

Sawir, Agnes. (2005). Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sharfi na, Putri Kartina (2015). Potensi Kebangkrutan Pada Sektor Perbankan Syariah untuk Menghadapi Perubahan Lingkungan Bisnis. Jurnal Ekonomi. Vol.14 No.2. Oktober 2015.

Sinta, Kartika Wita. (2008). Analisis Z-Score Dalam Mengukur Kinerja Keuangn Untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Tujuh Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Toto, Prihadi. (2011). Analisis Laporan Keuangan Teori dan Aplikasi, PPM. Jakarta.Wilopo (2011). Prediksi Kebangkrutan Bank. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 4 (2): 184-198.

Page 52: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”43

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

MEMACU UKM AKES KE PASAR INTERNASIONAL (STUDI KASUS UKM BINAAN APIKRI)

Yuni WidhiastutiRoos Kities Andadari

[email protected]

AbstractIn general, many small fi rms want to access the international market as they expect to get premium prices for their products and experiences. However, the ability to access the international market is not easy, as the market requires small enterprises to meet specifi c demands. To be able to access the international market, some social enterprises that are concerned with the problem of small enterprises try to facilitate small fi rm producers by linking them to fair trade. Fair trade is a trade system introduced by WFTO (World Fair Trade Organization) to protect small producers in poor and developed countries. Fair trade helps producers to promote their products at good prices. The purpose of this research is to understand the implementation of 10 fair trade principle, benefi ts, problems, and efforts to solve the problems. This is a qualitative research that uses an interview method to collect data. The interviews are conducted with Apikri (a social enterprise) management and 3 small fi rms (artisans) that are facilitated by Apikri. The results of this research show that from 10 fair trade principles, some principles have not been done well. The problems come from internal and external sources of the organization, which are still challenging for Apikri and artisans to overcome.

Keywords: fair trade, artisans, small fi rms, fair trade principles

PENDAHULUAN Salah satu kendala yang dihadapi oleh UKM di Indonesia untuk lebih berkembang

adalah hambatan ekspor (Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK, 2006). Hambatan tersebut menyebabkan sumbangan UKM kepada ekspor relatif kecil. Jika dibandingkan dengan eksportir besar, kinerja UKM sangat jauh berada dibawahnya yang memperlihatkan ketimpangan dalam peran. Dengan makin ketatnya persaingan membuat banyak perusahaan menerapkan berbagai cara untuk mengejar keuntungan. Berbagai praktek yang kurang tepat sering diterapkan untuk menekan biaya produksi seperti pemanfaatan bahan baku yang mengganggu tidak mempetimbangkan kesehatan, tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dll. Praktek yang terjadi sering dianggap tidak mempertimbangkan etika berbisnis. Selain itu, bertaut pada international buyer atau lembaga internasional merupakan upaya yang sering dilakukan UKM untuk memperoleh akses ke pasar internasional, salah satunya menjadi anggota fair trade.

Fair trade menurut FLO (Fair Trade International) dalam delCarmen (2013), adalah pendekatan alternatif dalam perdagangan konvensional dan didasarkan kemitraan antara produsen dan konsumen. Fair trade menawarkan kesepakatan yang lebih baik bagi produsen dan peningkatan persyaratan perdagangan, dimana hal tersebut memperbolehkan mereka untuk meningkatkan kualitas hidup dan perencanaan produsen di masa yang akan datang. Tujuan dari fair trade lainnya adalah membantu produsen lokal dari negara-negara berkembang agar tidak kalah bersaing dengan produsen besar dari negara maju. Jadi tujuan akhir dari fair trade adalah membantu produsen lokal agar mereka mendapatkan upah yang layak untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Upah ini didapatkan dengan cara mempromosikan produk mereka ke pasar domestik maupun pasar internasional. Promosi ini secara khusus ditangani oleh organisasi

Page 53: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

44

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

tertentu yang memayungi fair trade. Secara global organisasi yang menangani adalah WFTO (World Fair Trade Organization). WFTO mempunyai organisasi di beberapa negara yang secara khusus bertugas memantau pelaksanaan prinsip-prinsip fair trade di negaranya.

Dalam prakteknya, produk-produk yang dijual lewat fair trade cukup beragam, pada umumnya adalah makanan (bahan pangan), kerajinan tangan, dan tekstil. Menurut delCarmen (2013), sampai pada tahun 1990, produk kerajinan tangan dan tekstil sangat merajai penjualan fair trade. delCarmen juga menyebutkan bahwa pada tahun 1991 penjualan fair trade secara global mencapai 4,96 juta euro, meningkat sebanyak 12% dari tahun sebelumnya meskipun sempat mengalami krisis global.

Implementasi fair trade telah banyak membantu berbagai produsen yang terdaftar didalamnya. Penelitian Jaffee (2007) dalam Robbins (2013), menyebutkan adanya fair trade pada komunitas di Meksiko dapat meningkatkan pendapatan petani kopi disana jika dibandingkan dengan menjualnya di pasar konvensional, mengurangi hutang rumah tangga, meningkatkan perekonomian individu dan daerah serta memberikan kehidupan dan pendidikan yang layak bagi anak mereka. Tetapi walaupun sudah memberikan kemudahan dan keuntungan dari biasanya, namun tidak cukup untuk mengatasi kemiskinan secara keseluruhan. Manfaat fair trade tak hanya diterima oleh produsen saja, tetapi organisasi juga menerimanya. Organisasi mendapatkan profi t dari hasil penjualan, dana dan bantuan yang dapat digunakan untuk menjalankan organisasi dan membantu produsen yang terdaftar.

Di Indonesia terdapat beberapa organisasi yang menjadi anggota fair trade yaitu Pekerti (Jakarta), Apikri (Yogyakarta), Mitra Bali Fair Trade (Bali), CD Craft (Yogyakarta), Lombok Pottery (Nusa Tenggara Barat), Arum Dalu (Bali), JKPP Buton (Sulawesi Tenggara), Sahani Organic (Yogyakarta), Java Ixora (Yogyakarta), dan XS Project (Jakarta).

Penelitian ini ingin mempelajari lebih mendalam praktek fair trade oleh Apikri. Apikri adalah organisasi anggota fair trade yang secara khusus menangani produk kerajinan tangan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini akan menjawab persoalan berikut: 1) Bagaimana penerapan prinsip-prinsip fair trade di Apikri?, 2) Apa saja manfaat yang diterima oleh Apikri sebagai organisasi anggota fair trade?, 3) Apa saja kendala-kendala yang dihadapi Apikri dan pengrajin anggotanya?, 4) Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Apikri untuk mengatasi kendala tersebut?

KAJIAN TEORIFair Trade

Menurut piagam prinsip-prinsip fair trade (delCarmen, 2013), fair trade muncul sebagai tanggapan terhadap kegagalan perdagangan konvensional, yang bertujuan untuk memberikan mata pencaharian berkelanjutan dan peluang bagi orang-orang yang berada di negara berkembang dan miskin. Defi nisi yang umum fair trade juga dikembangkan oleh FINE (2001) dalam delCarmen (2013) yaitu kemitraan perdagangan, berdasarkan pada dialog, transparansi dan saling hormat dengan melihat ekuitas yang lebih besar pada perdagangan internasional. Hal tersebut berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan menawarkan kondisi yang lebih baik untuk perdagangan dan mengamankan hak-hak produsen yang terpinggirkan. Organisasi fair trade (didukung oleh konsumen) untuk secara aktif terlibat dalam kesadaran meningkatkan dan mendukung kampanye untuk perubahan dalam aturan dan praktek perdagangan konvensional. FINE adalah akronim yang sering digunakan dalam asosiasi informal pada FLO (Fair Trade International Organization) dan WFTO (World Fair Trade Organization).

Dari defi nisi diatas fair trade ini adalah cara yang dikembangkan guna mengatasi ketidakadilan dalam perdagangan konvensional. Perdagangan ini pada umumnya dikuasai oleh negara-negara maju, sehingga produsen-produsen yang berada di negara berkembang

Page 54: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”45

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

dan negara miskin susah terlibat dalam persaingan. Sistem fair trade membantu produsen-produsen di negara miskin dan berkembang agar produk mereka lebih dikenal oleh masyarakat global sehingga membantu meningkatkan perekonomian mereka agar lebih baik. Fair trade tak hanya melibatkan produsen-produsen dan organisasi tertentu saja, tetapi juga konsumen karena konsumen pada akhirnya menjadi end usernya.

Penerapan prinsip-prinsip Fair Trade Untuk mengatur mekanisme hubungan antar pelaku pasar dikembangkan 10 prinsip yang diharapkan diikuti oleh anggota fair trade yaitu:

Tabel 1. Sepuluh (10) Prinsip Fair Trade dan Defi nisinyaOpportunities for Disadvantaged Producers

Organisasi mendukung produsen kecil yang terpinggirkan, baik bisnis keluarga independen, atau dikelompokkan dalam asosiasi atau koperasi.

Transparency and Accountability Organisasi harus transparan dan mempunyai komunikasi yang baik antar anggota.

Fair Trade Practices Organisasi bertanggung jawab secara profesional dalam memenuhi komitmen dan tanggung jawabnya.

Fair Payment Organisasi harus menyediakan upah yang adil bagi produsen dan sesuai dengan kesepakatan yang ada.

No Child Labour, No Forced Labour

Organisasi perlu memastikan bahwa tidak ada tenaga kerja paksa dan tenaga kerja anak.

No Discrimination, Gender Equity, Freedom of Association

Organisasi tidak boleh melakukan diskriminasi dalam perekrutan, remunerasi, akses ke pelatihan, promosi, penghentian atau pensiun berdasarkan ras, kasta, agama, kecacatan, jenis kelamin, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afi liasi politik, status HIV/AIDS atau usia.

Good Working Conditions Organisasi perlu menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi karyawan dan anggota.

Respect for the Environment Organisasi harus meminimalisir dampak negatif bagi lingkungan (bagi produsen yang menggunakan bahan baku dari alam).

Sumber : WFTO (terjemahan), 2017

Kesepuluh prinsip ini perlu diperhatikan dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh organisasi pelaksana fair trade. Prinsip ini dijadikan pedoman dan penilaian apakah organisasi tersebut sudah berhasil menerapkan fair trade atau belum.

Manfaat yang diterima Berdasarkan penelitian delCarmen (2013) tentang pelaksanaan fair trade di Peru

ditemukan organisasi banyak menerima keuntungan dan bantuan pada saat menjalankan sistem fair trade. CIAP sebagai anggota fair trade, pada awal berdiri, mereka masih kebingungan dengan konsep fair trade yang sebenarnya. Berkat bantuan komunitas gereja dan organisasi non-pemerintah, mereka menjadi lebih paham tentang konsep fair trade. Pada penelitiannya di Peru yaitu MINKA (nama organisasi), pihak MINKA banyak melakukan aktivitas komersial seperti membentuk partnership yang kuat dengan beberapa klien seperti People Tree dari U.K dan Trade Aid dari New Zealand. Profi t yang mereka dapatkan dari aktivitas diatas digunakan MINKA untuk mendanai kegiatan-kegiatan komunitas pengrajin MINKA. Selain itu, MINKA juga kerap mendapatkan donasi dari komunitas lain berupa peralatan-peralatan seperti komputer. Adanya donasi ini membantu para pengrajin disana untuk mengakses informasi melalui internet. Kemudahan ini tak hanya membantu pengrajin disana tetapi juga memudahkan organisasi

Page 55: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

46

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

untuk memberikan informasi kepada pengrajin yang ada. Sebelumnya, sebelumnya mereka mengalami kesulitan menyebarkan informasi karena kemiskinan yang parah.

Agar implementasi fair trade berjalan dengan baik, beberapa pihak ikut membantu. Menurut Commons (2008) dalam delCarmen (2013), secara umum organisasi berada di bawah pengawasan dari WFTO (World Fair Trade Organization) dan FLO (Fair Trade International Organization). FLO adalah organisasi yang khusus memberikan sertifi kasi pada produk-produk tertentu agar dapat dikelompokkan menjadi produk fair trade. Sedangkan WFTO adalah organisasi yang bertugas untuk memonitoring organisasi yang tergabung dalam fair trade. Menurut Nicholls dan Opal (2005) dalam delCarmen (2013), produk kerajinan tangan dan tekstil tidak mendapatkan sertifi kasi fair trade dikarenakan jenis dan teknik produksinya yang sangat kompleks sehingga sangat susah memberikan sertifi kasi ke setiap produk. Oleh karena itu, produk kerajinan tangan dan tekstil hanya diawasi oleh WFTO dan organisasi-organisasi daerah yang tergabung di dalamnya. Di Indonesia, pelaksanaan fair trade diawasi oleh FFTI (Forum Fair Trade Indonesia), yaitu perwakilan regional Asia, atau disebut sebagai Country Network dari World Fair Trade Organization (WFTO) Asia.

Selain organisasi, buyer atau pembeli juga membantu proses pelaksanaan fair trade. Menurut delCarmen (2013), buyer berperan dalam quality control, dengan memberikan masukan kepada organisasi atas produk yang dibelinya dari produsen. Menurut Stratton dan Werner (2013) dan Becchetti et. al (2007) buyer juga berperan dalam menerapkan pembelian yang bersifat sosial atau socially responsible. Socially responsible bertujuan meningkatkan value dalam proses penjualannya kepada konsumen dan memberikan rasa puas dan bangga kepada konsumen, dengan ikut membeli produk fair trade. Menurut Cabrera (2001) dalam Linton, dkk (2004), Starbucks ikut membeli kopi fair trade guna menarik pembeli agar membeli kopi fair trade dan menjadi bagian dari “Starbucks experience”. Selain itu, Doane (2010) dalam Robbins (2013) menjelaskan bahwa pengusaha kecil dan coffee roasters kerap membantu para petani kopi pada saat harga kopi turun. Bantuan yang ada berupa mengembangkan tempat wisata dengan memberikan value dan pengalaman tentang budaya, lingkungan, petualangan dan tentunya kopi. Pengembangan tur wisata ini juga dilakukan pada pengrajin di Ten Thousand Village, Kanada yang ditujukan untuk para wisatawan lokal yang tertarik dengan kerajinan tangan (Randall, 2005).

Kendala Fair Trade Berdasarkan Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK (2006), Usaha Kecil (UK) yang berpotensi mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian tangan (handmade), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan dari UK yang mana bersifat padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja. Hal ini berbeda dengan UB (Usaha Besar) yang bersifat padat modal. Akan tetapi, walaupun dianggap dapat berperan besar, pada kenyataannya UKM yang ada masih kerap mengalami hambatan-hambatan. Salah satu hambatan yaitu hambatan ekspor (Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK, 2006)

Dengan adanya sistem fair trade, maka pengrajin kecil atau UKM akan lebih banyak terbantu. Organisasi fair trade sendiri memang memfokuskan diri pada pengrajin atau produsen yang susah berkembang. Menurut WFTO ada 10 prinsip yang mengatur tentang jalannya fair trade di seluruh dunia. Kesepuluh prinsip tersebut harus dijalankan oleh organisasi fair trade dengan sebaik-baiknya. Prinsip ini berkaitan dengan organisasi pemangku di daerah serta anggota yang terlibat didalamnya. Seringkali dalam proses pelaksanaan fair trade masih ada prinsip-prinsip yang belum sepenuhnya terlaksana, yang menunjukkan bahwa masalah atau kendala tidak sepenuhnya berhenti jika pengrajin atau UKM memasuki fair trade.

Page 56: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”47

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Jenis kendala dibagi menjadi 2 yaitu, kendala internal dan eksternal. Internal adalah kendala yang muncul dari pihak produsen atau organisasi sedangkan eksternal adalah kendala yang muncul dari luar.

a. Kendala Internal Menurut Bezençon (2011), yang mengkombinasikan hasil penelitian Diaz Pedregal

(2006), Murray et al. (2003), dan Ronchi (2002), masalah yang sering dikeluhkan produsen adalah minimnya order yang diterima dari TerrEspoir Foundation. TerrEspoir adalah partnership antara koperasi yang memproduksi buah-buahan di Cameroon dan fondation lain yang mengimpor dan mendistribusikan buah tersebut di Switzerland. TerrEspoir mempunyai anggota sebanyak 147 orang dan masing-masing mereka hanya dapat menjual 10-20% hasil produksinya. Minimnya penjualan ini disebabkan kebijakan yang diterapkan oleh fondation yang terus memperbanyak jumlah produsen terdaftar. Seharusnya mereka membatasi jumlah anggota sehingga meningkatkan kuota produksi mereka.

Penelitian Joordan dan Barry (2009) menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah pengrajin yang mempunyai skill di Afrika Selatan. Hal ini diakibatkan oleh minimnya kemauan si pengrajin untuk mengembangkan skill nya serta organisasi setempat yang mengurangi biaya pelatihan bagi pengrajin. Disini pengrajin cenderung lebih suka mengembangkan skill nya sendiri. Pelatihan yang seharusnya diberikan pun, juga tidak dilaksanakan dengan benar. Pelatihan ini mencakup memberikan skill tambahan bagi pengrajin. Akibat mengurangi biaya tersebut, maka skill mereka tidak berkembang. Selain itu, kondisi lain yang makin memperburuk keadaan adalah rendahnya permintaan. Akibat rendahnya permintaan maka para pengrajin disana “menganggur” sehingga upah atau pendapatan yang mereka terima tidak mengalami kenaikan padahal biaya hidup terus meningkat. Hal tersebut terjadi terus menerus sehingga jumlah pengrajin berkurang karena berpindah ke profesi lain.

Penelitian delCarmen (2013) pada komunitas Unocolla di Peru, mereka hanya memasukkan produk ke pasar fair trade sekitar 20-30%. Yang berarti mereka hanya bekerja 3 sampai 4 bulan setiap tahunnya untuk memproduksi permintaan dari pasar fair trade. Berdasarkan direktur MINKA (organisasi fair trade di Peru) alasan utama dari masalah tersebut adalah kurangnya permintaan. Akan tetapi masalah tersebut tidak terlalu banyak memberikan pengaruh negatif. Bahkan sebaliknya, hanya dengan memproduksi 20% tersebut, pengrajin disana sudah mendapatkan pendapatan yang sama banyaknya dari pasar konvensional selama setahun. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang sudah dijelaskan sebelumnya. Rendahnya permintaan ini justru tidak berakibat buruk bagi produsen. Walaupun dengan permintaan yang sedikit mereka masih mampu bertahan bahkan mereka dapat perlahan-lahan meningkatkan kualitas hidup mereka. Tetapi yang menjadi masalah ekonomi di komunitas Unocolla bukan hal tersebut, melainkan masalah upah yang diterima oleh para pekerja atau staff. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa upah yang diterima tidak sesuai dengan hasil yang sudah disepakati bersama. Walaupun upah mereka sudah sesuai dengan upah minimum Peru, tetapi kenyataannya mereka hanya menerima sekitar 20% dari kesepakatan.

Di Peru, khususnya MINKA sempat mengalami masalah tentang ketidakmampuan pengrajin dalam menyelesaikan produknya. Hal ini disebabkan oleh kondisi keuangan mereka yang tidak memungkinkan menunggu sampai pembayaran diterima. Masalah seperti diatas menimbulkan masalah bagi buyer karena produk yang mereka pesan tidak selesai tepat waktu. Apabila berlangsung terus menerus, maka jumlah permintaan kemungkinan akan mengalami penurunan.

Page 57: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

48

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

b. Kendala Eksternal Rendahnya permintaan juga dialami oleh petani kopi di Costa Rica, tetapi hal ini

disebabkan oleh keadaan dari luar. Penelitian Sick (2008), menjelaskan produksi kopi di Costa Rica terbilang sangat rendah jika dibandingkan dengan negara penghasil kopi lainnya seperti Peru, Mexico dan Nicaragua. Produksi kopi yang dijual dalam pasar fair trade hanya sekitar 1% dari total produksinya. The Consorcio de Cooperativas Cafetalera de Guanacaste y Montes de Oro atau yang lebih sering disebut Coocafé yaitu sebuah konsorsium tertua disana hanya membeli sekitar 30.000 kuintal setiap tahunnya dari petani yang jumlahnya 3.500 orang. Sick memperkirakan hal tersebut disebabkan oleh minimnya cakupan pasar dari kopi fair trade Costa Rica.

Minimnya permintaan juga terjadi pada pengrajin kain di India. Penelitian Wood (2011) menyebutkan bahwa kain di India kalah bersaing dengan kain produksi China. China kerap kali dikenal sebagai negara yang pintar dalam membuat barang imitasi dengan harga yang lebih murah dari harga aslinya. Perbedaan harga tersebut menyebabkan permintaan kain dari India berkurang cukup banyak. Kain dari India ini jelas memiliki harga yang lebih tinggi karena proses pembuatannya yang masih manual dan mempunyai nilai seni yang lebih tinggi dari kain produksi China. Persaingan yang tidak seimbang inilah yang pada akhirnya akan membuat para pengrajin di India susah untuk bertahan kedepannya. Tak hanya pada pengrajin saja, ketidakstabilan pendapatan ini juga dialami oleh petani kopi asal Peru dan Mexico. Berdasarkan penelitian dari Raynolds (2009) dalam Dragusanu et. al (2013) belum ditemukan bukti yang akurat apakah organisasi kopi fair trade di Peru dan Mexico dapat memberikan stabilitas kepada petani kopi. Menurut Raynolds hal tersebut salah satunya disebabkan oleh susahnya menemukan partnership dengan pembeli kopi yang biasanya disebut “market drive”. Market drive ini adalah pihak yang akan membeli kopi (biasanya dalam jumlah besar) seperti Starbucks, Nestle, dll. Apabila hal tersebut susah dilakukan, maka organisasi juga akan kesulitan menjual kopi milik petani dan pada akhirnya menyebabkan pendapatan petani kopi tidak stabil. Stabilitas merupakan salah satu praktek yang baik di dalam organisasi fair trade tetapi sulit untuk dijalankan. Ketidakstabilan ini diakibatkan oleh kondisi perekonomian suatu negara yang sedang memburuk atau bisa juga kondisi pasar domestik dan luar negeri yang berubah.

Gambar 1. Jenis kendala dan faktor penyebabnya dalam fair tradeSumber : berbagai hasil penelitian terdahulu

Page 58: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”49

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Upaya untuk mengatasi kendala Penelitian Bezençon (2011) menjelaskan keluhan petani buah-buahan akibat

rendahnya permintaan dari TerrEspoir Foundation. Kendala tersebut muncul akibat TerrEspoir memberlakukan aturan bahwa mereka memperbolehkan masuknya petani sebanyak-banyaknya pada foundation. Ini karena fair trade yang sifatnya “fair” memberikan produsen perlakuan yang sama. Untuk menghadapi keluhan tersebut, TerrEspoir tetap memberlakukan aturan tersebut tetapi dengan memberikan benefi t yang banyak kepada produsen yang terdaftar. Benefi t yang mereka terima dalam aspek ekonomi adalah, pertama memberikan harga yang lebih tinggi dari pasar konvensional serta jaminan mendapatkan harga yang stabil dan tidak berfl uktuatif seperti harga dari pasar konvensional. Kedua, para produsen juga menerima pelatihan dalam bisnis dan manajemen yang baik, dan yang terakhir adalah kesempatan membangun kapasitas produsen.

Joordan dan Barry (2009) menjelaskan bahwa organisasi tidak serius dalam menjaga dan menjamin kehidupan pengrajin didalamnya yang mengakibatkan adanya penurunan jumlah pengrajin di Afrika Selatan. Hal-hal yang perlu diupayakan oleh organisasi lebih dalam lagi adalah meningkatkan upaya melatih pengrajin, karena masih ditemukan data bahwa ada pihak-pihak yang tidak serius melakukannya. Secara keseluruhan pemenuhan kebutuhan individual (hierarki Maslow) perlu lebih ditingkatkan lagi agar tak hanya mendapatkan upah yang layak saja, tetapi mereka juga merasakan kenyamanan dan dihargai oleh organisasi. Joordan dan Barry menjelaskan bahwa hasil penelitian tidak sepenuhnya akurat, karena dari 73 organisasi hanya 1 organisasi saja yang bersedia untuk dites pendapatnya.

Penelitian delCarmen (2013) menjelaskan bahwa adanya keluhan dari para pekerja di komunitas Unocolla, Peru bahwa upah yang mereka terima tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Belum ditemukan hasil apakah organisasi setempat sudah mengatasi kendala tersebut atau belum. Tetapi perlu dicatat bahwa organisasi perlu menepati perjanjian dengan benar. Apalagi masalah upah adalah hal yang negatif. Jika tidak segera diatasi, maka kredibilitas organisasi akan turun dan akan dianggap tidak menerapkan fair trade dengan benar sesuai dengan prinsip yang ada.

Selain itu untuk mengatasi masalah pada pengrajin di MINKA, organisasi memberlakukan sistem pre-payment yaitu mengharuskan buyer memberikan payment pertama sejumlah 50%, dan sisanya dibayarkan pada saat produk sudah mereka terima. Hal ini dimaksudkan agar pengrajin di MINKA dapat memproduksi barang tanpa ada kendala keuangan. Selain itu, upaya tersebut dilakukan guna mencegah para pengrajin untuk menjual produk mereka ke pasar konvensional terlalu sering. Mereka menjual di pasar konvensional, pembayaran yang mereka terima langsung diterima pada saat itu juga.

Penelitian Sick (2008) tentang petani kopi di Costa Rica menyebutkan bahwa organisasi-organisasi fair trade disana sudah melakukan banyak hal untuk meningkatkan permintaan kopi dan mempertahankan harga jualnya seperti bekerjasama dengan Las Nubes Biological Corridor dan Coocafé, serta membuat perjanjian partnership dengan organisasi besar lainnya. Walaupun begitu produksi dan permintaan kopi Costa Rica masih terbilang kecil bahkan tidak berkembang. Oleh karena itu, banyak petani kopi disana yang tidak menanam kopi lagi, tetapi mengganti dengan tanaman tropis lainnya yang lebih menjanjikan, seperti nanas. Aksi ini dilakukan murni keputusan pribadi petani mengakibatkan jumlah petani kopi fair trade di Costa Rica yang aktif semakin berkurang. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh organisasi setempat telah gagal.

Di India, secara keseluruhan belum banyak organisasi yang menangani fair trade. Menurut Wood (2011), terdapat organisasi yang membantu pengrajin di India memperdalam teknik mereka dalam membuat kain. Organisasi tersebut adalah AVANI. AVANI mengajarkan

Page 59: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

50

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

pengrajin menerapkan cinta lingkungan dalam setiap proses produksi yang mereka kerjakan agar tidak membahayakan lingkungan. Selain itu, ada organisasi lain yang khusus memasarkan produk mereka ke pasar Internasional yaitu AIACA (All Indian Artisan’s and Craft Workers’s Welfare Association‘s). Tak hanya memasarkan, mereka juga mengembangkan sektor pasar agar lebih luas serta meningkatkan awareness konsumen disana untuk menggunakan produk milik pengrajin lokal India. Walaupun begitu masalah seperti persaingan dengan produk dari China masih merupakan masalah yang belum teratasi dengan baik. Selanjutnya Wood menjelaskan bahwa organisasi setempat masih belum memberikan upaya maksimal untuk mengatasinya.

Untuk mengatasi ketidakstabilan pendapatan yang dirasakan oleh petani kopi di Peru dan Mexico, organisasi mengupayakan mencari partnership yang bersedia membeli kopi fair trade. Belum ditemukan bukti yang akurat apakah hal tersebut berhasil. Tetapi berdasarkan penelitian Raynolds (2009) dalam Dragusanu et. al (2013), organisasi merasakan kesusahan untuk menjalankan kontrak yang sifatnya jangka panjang. Kebanyakan perusahaan hanya bersedia untuk menandatangani kontrak yang berjangka pendek saja dikarenakan berbagai kesulitan selama pelaksanaannya (Fisher, 2013).

METODE PENELITIANJenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010), metode kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah. Sebagai obyek penelitian adalah Apikri sebagai social enterprise.

Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yaitu perwakilan Apikri dan pengusaha

UKM. Selama melakukan wawancara dengan UKM, secara tidak langsung peneliti melakukan pengamatan tentang kondisi mereka.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN Profi l Apikri

Apikri merupakan salah satu organisasi di Indonesia yang menjadi anggota fair trade. Apikri didirikan untuk membantu para pengrajin kecil di kota Yogyakarta dan sekitarnya. Selain di Yogyakarta, Apikri juga menangani fair trade untuk pengrajin di kota lainnya seperti Klaten, Wonogiri, Solo, Secang, Pekalongan dan Jawa Timur (Pacitan, Gresik, Situbondo). Apikri didirikan pada tahun 1987 oleh 25 orang pengrajin kecil dan para aktivis NGO sebagai pendampingnya. Awalnya Apikri merupakan singkatan dari Asosiasi Pemasaran Industri Kerajinan Rakyat Indonesia. Tahun 1989, nama Apikri berubah menjadi Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia. Perubahan nama ini disebabkan karena problem usaha kecil mikro tidak hanya pemasaran, tetapi juga problem lain seperti produk dan keproduksian, mental kewirausahaan, permodalan, dan lain-lain. Tahun 1990, Apikri berubah lagi menjadi Yayasan Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia, yang kemudian dikenal dengan “Yayasan Apikri”.

Apikri merupakan organisasi kedua setelah Pekerti (Jakarta) yang terdaftar sebagai anggota FFTI (Forum Fair Trade Indonesia). Apikri juga merupakan anggota dari AFTF (Asia Fair Trade Forum) dan IFAT (International Federation Alternative Trade). Tujuan utama Apikri sebagai organisasi fair trade adalah untuk meningkatkan kemampuan bisnis bagi para pengrajin mikro kecil, memfasilitasi akses pemasaran bagi para pengrajin mikro kecil, memperkuat

Page 60: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”51

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

bagi para pengrajin mikro kecil sebagai pelaku usaha dalam dinamika ekonomi nasional serta mendorong terwujudnya perdagangan yang adil sebagai instrumen untuk mencapai demokrasi dalam kehidupan ekonomi.

Apikri secara khusus membantu para pengrajin kecil di Yogyakarta dengan memfasilitasi akses ke pasar internasional (ekspor). Ekspor disini merupakan langkah terakhir yang dilakukan Apikri apabila para pengrajin kesulitan mendapatkan pasarnya sendiri atau pasar lain yang potensial. Apikri tidak terlibat dalam pasar domestik yang dilakukan oleh para pengrajin. Apikri berharap bahwa para pengrajin dapat lebih mandiri dalam mencari pasar domestiknya sendiri. Apikri dan pengrajin membangun hubungan yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Jadi Apikri dan pengrajin bekerja sama demi mencapai keuntungan yang diinginkan masing-masing.

Karena fokusnya pada pasar internasional, Apikri bekerja sama dengan beberapa trading partner di luar negeri. Sampai dengan akhir tahun 2006, Apikri telah bekerja sama dengan 17 trading partner dari negara Eropa, Amerika Utara, Asia dan Australia. Tetapi mulai tahun 2014 dan 2015, jumlah trading partner Apikri berkurang menjadi 13 bahkan sempat menjadi 12. Dan pada akhir tahun 2016 bertambah satu lagi menjadi 13. Sebagian besar trading partner Apikri adalah chain stores, bukan broker, agen atau distributor. Trading ini diperlukan untuk membantu menambah pendapatan pengrajin di Apikri yang berjumlah sekitar 461 orang. Namun dari 461 orang tersebut hanya 130 orang yang masih aktif dalam kegiatan Apikri. Untuk perkembangan jumlah pengrajin di Apikri pada awal berdirinya bisa dibilang cukup cepat. Pada awal Apikri berdiri hanya terdiri dari 25 orang pengrajin kecil. Pada akhir tahun 1990an, jumlahnya mencapai dua kali lipat dari sebelumnya. Untuk tahun 2000 dan seterusnya jumlah pengrajin di Apikri terus bertambah dengan jumlah yang stabil, yaitu sekitar 10-20 orang setiap tahunnya. Jenis-jenis UKM (pengrajin) yang terdaftar di Apikri cukup beragam, yaitu kulit, logam mulia (perak, kuningan tembaga, alpaka, nugold), tekstil (batik dan serat alam), kayu, bambu, rotan, keramik, dan hewani (tanduk dan kerang). UKM yang ada pada umumnya tidak hanya berfokus pada satu bahan saja, tetapi pada produk akhirnya mereka menggunakan berbagai jenis bahan baku yang digabungkan menjadi sebuah kerajinan tangan yang mempunyai nilai seni. Sebagian besar UKM yang terdaftar di Apikri adalah pengrajin perhiasan dan yang menggunakan bahan baku alam seperti kayu, bambu, dan lain-lain.

Profi l UKM anggota Apikri Wawancara dilakukan dengan memilih 3 orang narasumber yang berasal dari UKM

yang berbeda (kecil, menengah dan mapan). Untuk kategori UKM kecil yaitu UKM bapak DA (±50 tahun). Produk-produk yang dihasilkan cenderung lebih banyak ke alat musik dan pajangan dinding yang berbahan baku kayu. Bapak DA bergabung di Apikri sejak tahun 1994 dan masih aktif sampai sekarang. Untuk kategori UKM menengah yaitu UKM bapak LU (±60 tahun). Produk-produk yang dihasilkan cenderung lebih ke perhiasan serta plakat yang berbahan baku perak dan kuningan. Bapak LU bergabung di Apikri sejak awal tahun 1990an dan masih aktif sampai sekarang. Sampai tahun 2016 kemarin, bapak LU masih aktif berperan sebagai salah satu perwakilan pengrajin Apikri. Bapak LU banyak menyuarakan aspirasi pengrajin serta memberikan kritik dan saran bagi kemajuan Apikri.

Untuk kategori UKM mapan yaitu UKM bapak SR (±50 tahun). Produk-produk yang dihasilkan adalah topeng dan pajangan meja yang berbahan baku kayu. Bapak SR mengelola UKM bagi pengrajin topeng di desanya. Pada awal mula Apikri berdiri, orang tua dari bapak SR adalah salah satu pendirinya. UKM yang ada sekarang ini sudah mulai dijalankan oleh anak dari bapak SR. Bisa dibilang produksi topeng ini sudah masuk ke generasi ketiga.Penerapan Fair Trade di Apikri

Page 61: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

52

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

B

erda

sark

an p

rinsi

p-pr

insi

p fa

ir tr

ade

yang

sud

ah d

ijela

skan

pad

a ba

b se

belu

mny

a, a

da 1

0 pr

insi

p ya

ng h

arus

diu

saha

kan

oleh

org

anis

asi

yang

men

jala

nkan

fair

trad

e. B

egitu

pun

deng

an A

pikr

i, m

erek

a be

rusa

ha u

ntuk

men

erap

kan

kese

pulu

h pr

insi

p fa

ir tr

ade

yang

ada

.

Tabe

l 2. P

ener

apan

10

Prin

sip

Fair

Tra

de d

i Api

kri

Prin

sip

Defi

nis

i/ Tu

ntut

an O

rgan

isas

iPe

laks

anaa

nK

esul

itan

Usa

ha y

ang

dila

kuka

nO

ppor

tuni

ties f

or

Dis

adva

ntag

ed

Prod

ucer

s

Org

anis

asi m

endu

kung

pro

duse

n ke

cil y

ang

terp

ingg

irkan

, bai

k bi

snis

inde

pend

en, a

sosi

asi d

an

kope

rasi

unt

uk te

rliba

t dal

am fa

ir

trad

e.

Api

kri m

empr

omos

ikan

has

il ka

rya

peng

rajin

(UK

M) l

ewat

fair

trad

e ke

pada

mas

yara

kat L

N, s

ehin

gga

terja

di p

enin

gkat

an k

uant

itas p

esan

an

dan

pend

apat

an y

ang

dite

rima.

Ket

erba

tasa

n SD

M y

ang

dim

iliki

unt

uk

teru

s men

erus

mem

prom

osik

an p

rodu

k U

KM

ke

calo

n bu

yer d

i lua

r neg

eri.

Api

kri,

beke

rjasa

ma

deng

an

FFTI

dan

buy

er u

ntuk

mem

bant

u m

empr

omos

ikan

pro

duk

UK

M.

Tran

spar

ency

and

A

ccou

ntab

ility

Org

anis

asi d

itunt

ut u

ntuk

sela

lu

trans

para

n ak

an p

eker

jaan

nya

dan

berk

omun

ikas

i den

gan

baik

ke

pada

ang

gota

nya.

Api

kri m

engi

nfor

mas

ikan

pro

ses

bisn

is y

ang

haru

s dija

lani

, sis

tem

fair

tr

ade,

mod

al a

wal

, ban

tuan

dan

ide

desi

gn k

epad

a U

KM

Api

kri m

asih

kes

ulita

n un

tuk

men

terje

mah

kan

kehe

ndak

dar

i par

a bu

yer s

ecar

a se

derh

ana

agar

dap

at

dipa

ham

i ole

h U

KM

.

Api

kri b

eker

jaam

a de

ngan

pe

rwak

ilan

dari

FFTI

dan

buy

er

mem

bant

u m

enje

lask

an tu

ntut

an

mer

eka

kepa

da U

KM

den

gan

cara

da

tang

ke

lapa

ngan

seca

ra ru

tin.

Fai

r Tra

de P

ract

ices

Org

anis

asi d

itunt

ut u

ntuk

se

lalu

mem

egan

g ko

mitm

en

dan

tang

gung

jaw

ab se

baga

i or

gani

sasi

pel

aksa

na fa

ir tr

ade

Api

kri m

ampu

men

jaga

dan

m

emas

tikan

sem

ua p

rodu

k ya

ng

diki

rim se

rta se

tiap

pros

es b

isni

s yan

g di

laku

kan

sesu

ai d

enga

n tu

ntut

an fa

ir

trad

e se

cara

kes

elur

uhan

.

Api

kri s

erin

g ke

sulit

an m

engo

ntro

l pa

ra U

KM

aga

r mem

enuh

i sya

rat y

ang

ditu

ntut

ole

h fa

ir tr

ade.

Api

kri m

elib

atka

n FF

TI d

an b

uyer

un

tuk

ikut

mem

anta

u pr

oses

pr

oduk

si y

ang

dila

kuka

n ol

eh

UK

M a

paka

h m

emen

uhi p

rinsi

p fa

ir tr

ade.

Fai

r Pay

men

tO

rgan

isas

i ditu

ntut

mem

astik

an

angg

otan

ya m

emba

yar u

pah

yang

laya

k.

Api

kri m

elak

ukan

pen

gece

kan

seca

ra ru

tin se

jauh

man

a U

KM

tela

h m

embe

rikan

upa

h ya

ng la

yak

kepa

da

para

pek

erja

nya.

Ada

beb

erap

a U

KM

yan

g be

lum

m

ampu

men

erap

kan

upah

sesu

ai U

MR

di

kare

naka

n m

inim

nya

pend

apat

an

UK

M

Api

kri d

an p

erw

akila

n FF

TI

mel

akuk

an su

rvey

ke

UK

M se

cara

ru

tin d

an m

embe

rikan

ara

han

kepa

da U

KM

No

Chi

ld L

abou

r; N

o F

orce

d La

bour

Org

anis

asi m

emas

tikan

ang

gota

tid

ak m

empe

kerja

kan

tena

ga

kerja

pak

sa d

an te

naga

ker

ja

anak

Api

kri s

ecar

a ru

tin m

elak

ukan

pe

ninj

auan

lapa

ngan

unt

uk

mem

astik

an b

ahw

a U

KM

tida

k m

empe

kerja

kan

tena

ga k

erja

pak

sa

dan

tena

ga k

erja

ana

k.

--

No

Dis

crim

inat

ion;

G

ende

r Equ

ity;

Fre

edom

of

Ass

ocia

tion

Org

anis

asi t

idak

bol

eh

mel

akuk

an d

iskr

imin

asi d

alam

pe

rekr

utan

, pel

atih

an, d

ll be

rdas

arka

n ra

s, ag

ama

kast

a, d

ll

Api

kri s

ecar

a ru

tin m

elak

ukan

pe

ninj

auan

lapa

ngan

ke

UK

M u

ntuk

m

emas

tikan

mer

eka

tidak

mel

angg

ar

prin

sip

ini.

--

Goo

d W

orki

ng

Con

ditio

nsO

rgan

isas

i ditu

ntut

men

yedi

akan

da

n m

emas

tikan

ling

kung

an

kerja

yan

g am

an d

an se

hat b

agi

kary

awan

ata

u an

ggot

a

Api

kri m

emas

tikan

UK

M m

empu

nyai

te

mpa

t ker

ja se

rta g

udan

g pe

nyim

pana

n ya

ng la

yak,

seha

t, am

an, d

an n

yam

an b

agi p

eker

jany

a.

Mas

ih a

da b

eber

apa

UK

M p

ada

krite

ria

terte

ntu

yang

bel

um m

empu

nyai

tem

pat

kerja

laya

k di

kare

naka

n m

inim

nya

pend

apat

an U

KM

.

Api

kri,

FFTI

, dan

buy

er b

eker

ja

sam

a ag

ar m

erek

a da

pat

mem

berik

an b

antu

an k

epad

a U

KM

ya

ng b

elum

mem

puny

ai te

mpa

t ke

rja la

yak.

Page 62: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”53

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Cap

acity

Bui

ldin

gO

rgan

isas

i mem

bant

u an

ggot

a at

au p

rodu

sen

keci

l unt

uk

men

ingk

atka

n da

mpa

k pe

rkem

bang

an p

ositi

f mel

alui

fa

ir tr

ade

Api

kri m

embe

rikan

pel

atih

an

(man

ajem

en, k

euan

gan,

pem

asar

an,

dll)

kepa

da U

KM

aga

r mer

eka

ke

depa

nnya

dap

at b

erge

rak

seca

ra

man

diri.

Api

kri m

asih

bel

um m

ampu

m

embe

rikan

pel

atih

an se

cara

rutin

serta

m

asih

ada

UK

M y

ang

mal

as-m

alas

an

untu

k m

engi

kuti

prog

ram

Api

kri.

Api

kri b

eker

ja sa

ma

deng

an

buye

r, FF

TI, d

an d

inas

sete

mpa

t un

tuk

mem

bant

u m

embe

rikan

ba

ntua

n ya

ng b

ertu

juan

unt

uk

men

ingk

atka

n ke

mam

puan

UK

M

Prom

ote

Fai

r Tra

deO

rgan

isas

i ditu

ntut

unt

uk

men

gem

bang

kan

pem

asar

an

yang

bai

k ke

pada

ang

gota

dan

bu

yer

Api

kri m

empr

omos

ikan

pro

duk

UK

M

mer

eka

ke m

asya

raka

t LN

serta

ikut

se

rta d

alam

beb

erap

a ev

ent p

rom

osi

di d

aera

h.

Ket

erba

tasa

n SD

M u

ntuk

men

cari

pasa

r ya

ng b

aru

serta

kee

ngga

nan

Api

kri

untu

k te

rliba

t dal

am p

emas

aran

loka

l.

Api

kri d

an b

uyer

bek

erja

sam

a un

tuk

mem

asar

kan

dan

men

yeba

rluas

kan

prod

uk fa

ir tr

ade

Res

pect

for t

he

Env

irom

ent

Org

anis

asi d

itunt

ut u

ntuk

sela

lu

mel

esta

rikan

kes

eim

bang

an

lingk

unga

n da

lam

setia

p pr

oses

bi

snis

yan

g di

laku

kan

oleh

an

ggot

anya

.

Api

kri s

elal

u m

eman

tau

UK

M n

ya

untu

k m

emas

tikan

bah

wa

mer

eka

sela

lu m

enja

ga k

esei

mba

ngan

lin

gkun

gan

deng

an c

ara

men

anam

po

hon

kem

bali

apab

ila m

eneb

ang.

A

pikr

i jug

a m

elak

ukan

pen

gece

kan

terh

adap

sura

t ide

ntita

s bah

an b

aku

yang

dig

unak

an o

leh

UK

M se

hing

ga

tidak

men

gang

gu k

esei

mba

ngan

lin

gkun

gan.

Api

kri j

uga

mem

bata

si

peng

guna

an b

ahan

bak

u ya

ng la

ngka

.

--

Sum

ber :

WFT

O (2

017)

dan

dat

a pr

imer

(201

7)

Page 63: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

54

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Prinsip Opportunities for Disadvantaged Producers secara umum sudah berjalan dengan cukup baik. Namun, kesulitan yang masih dihadapi oleh Apikri adalah keterbatasan SDM di Apikri untuk terus mempromosikan fair trade secara rutin. Jika prinsip ini sudah teratasi dengan baik, maka UKM yang ada akan mendapat jaminan bahwa mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka di masa mendatang. Transparency and Accountability secara umum juga sudah berjalan dengan cukup baik. Tetapi dikarenakan kehendak buyer yang cukup rumit dan bermacam-macam, Apikri masih kesulitan menjelaskan ke UKM tentang apa yang diinginkan oleh buyer. Dalam penerapan prinsip Fair Trade Practices, Apikri masih kesulitan untuk selalu memastikan produk yang dikirim sudah sesuai dengan fair trade (baik kualitas dan standarnya). Untuk memperbaiki 3 prinsip diatas, Apikri melakukan kerjasama dengan FFTI dan buyer dengan cara memantau pelaksanaannya serta memberikan bantuan dan sosialisasi kepada UKM yang terkait.

Untuk prinsip Fair Payment bisa dibilang belum terlaksana dengan baik. Jika melihat dari kriteria UKM (kecil, menengah dan mapan) tidak semua UKM yang ada dapat memberikan upah yang fair kepada pekerjanya. Untuk UKM yang berada pada kriteria mapan, mereka sudah mampu untuk memberikan upah yang sesuai dengan UMR daerahnya masing-masing. Sedangkan untuk UKM yang berada pada kriteria kecil dan menengah, mereka masih kesusahan untuk membayarkan upah sesuai UMR. Apikri sadar akan perbedaan yang ada pada UKM nya. Oleh karena itu, perwakilan Apikri menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memaksa UKM yang tidak mampu tersebut. Peran Apikri disini adalah memastikan bahwa pekerja yang terdaftar masih mendapatkan upah yang layak serta mendorong UKM tersebut agar memberikan bantuan-bantuan lain yang bersifat sosial sebagai pengganti upah yang belum sesuai.

Prinsip fair trade yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), seperti No Child Labour; No Forced Labour dan No Discrimination; Gender Equity; Freedom of Association sudah terlaksana dengan baik. Praktek yang ada sudah tidak ditemukan adanya pekerja anak dan pekerja paksa, juga tidak ada diskriminasi antar gender dan ras. Dengan begitu, maka peran Apikri dalam prinsip ini sudah berjalan dengan baik.

Untuk prinsip Good Working Conditions sudah berjalan dengan baik pada UKM yang berada pada kriteria mapan dan menengah. Rumah-rumah yang berfungsi sebagai tempat bekerja sudah layak dan juga terpisah dari rumah utama, sehingga tidak ada kasus barang yang tercampur aduk dengan barang pribadi. Ruang tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi juga layak dan mempunyai ventilasi yang baik. Sedangkan pada UKM yang berkriteria kecil, rumah dan tempat bekerja berada pada satu ruangan, ventilasi yang ada juga kurang baik sehingga semua barang bercampur aduk menjadi satu sehingga udara dalam ruangan tersebut tidak sehat. Apikri, FFTI, dan buyer setiap secara rutin mengunjungi beberapa UKM untuk melihat seperti apa kondisi mereka secara real. Peran Apikri disini kedepannya tak hanya mengontrol saja, tetapi juga mencari cara untuk mengatasi kondisi diatas. Kondisi ini berkaitan langsung dengan pesanan dan permintaan yang masuk. Semakin banyak permintaan yang masuk ke UKM kecil ini, maka kemampuan mereka untuk dapat mengembangkan kondisi ruang bekerja mereka juga akan semakin besar dan otomatis prinsip ini akan berjalan dengan baik.

Prinsip Capacity Building adalah prinsip yang bertujuan untuk menguatkan kemampuan pengrajin serta memperlihatkan perkembangan mereka. Penerapan prinsip ini belum berjalan dengan baik, dikarenakan Apikri masih kesulitan untuk memberikan pelatihan secara rutin kepada UKM. Padahal pelatihan-pelatihan ini sangat diperlukan agar mereka dapat berkembang. Untuk mengatasinya, Apikri banyak bekerjasama dengan pihak lain seperti FFTI, buyer, dan dinas setempat agar UKM dapat menerima pelatihan lain diluar Apikri.

Sebagai organisasi yang menjalankan fair trade, Apikri perlu menerapkan berbagai strategi agar UKM yang terdaftar didalamnya terjamin pekerjaan dan kehidupannya. Oleh

Page 64: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”55

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

karena itu, prinsip Promote Fair Trade ini perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Yang mana peran Apikri disini adalah melakukan promosi serta mencari target pasar yang ideal. Selama melakukan penelitian, salah satu UKM menjelaskan bahwa kinerja Apikri memang cukup baik, dilihat dari pesanan yang masih rutin mereka terima. Namun mereka menambahkan bahwa Apikri perlu memulai terobosan baru dalam kegiatan pemasarannya agar kedepannya UKM yang ada tidak merasa khawatir di tengah persaingan yang semakin ketat.

Prinsip terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah Respect for the Enviroment. Prinsip ini adalah prinsip yang fokus pada pelestarian lingkungan. Sebagian besar UKM yang terdaftar di Apikri menggunakan kayu sebagai bahan baku. Baik bahan baku utama maupun pelengkap. Untuk dapat melestarikan lingkungan, UKM diharuskan untuk menanam kembali kayu sebagai pengganti kayu yang sudah mereka tebang. Peran Apikri disini juga memastikan bahwa kayu yang ditebang tersebut tidak berlebihan, sehingga tidak mengganggu keseimbangan alam. Selain itu, untuk UKM yang tidak menebang kayu tetapi membeli kayu di toko juga berada dalam pantauan Apikri. UKM tersebut perlu menyerahkan surat identitas kayu dari toko agar Apikri dapat mengetahui dan mengontrol jumlah pemakaian agar tidak berlebih. Selain itu, agar prinsip ini terlaksana lebih baik, Apikri, buyer, dan UKM telah sepakat untuk hanya menggunakan kayu jenis tertentu saja. Kayu yang biasanya digunakan adalah kayu jenis sengon dan ulin (bukan kayu jati). Alasan mereka adalah walaupun kayu jati mempunyai kualitas yang paling baik, tetapi kayu jati sangat lama pertumbuhannya dan harganya juga sangat mahal. Dengan penggunaan kayu jenis lain (sengon dan ulin) akan memudahkan mereka karena kayu jenis tersebut cepat tumbuh dan harganya yang tidak terlalu mahal. Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa secara umum Apikri sudah dapat melaksanakan prinsip fair trade dengan cukup baik. Walaupun ditemukan bahwa prinsip yang ada belum berjalan dengan baik.

a. Business Process Setiap tahap bisnis yang ada, mulai dari awal pesanan masuk hingga diterima oleh buyer

ditangani dan dipantau oleh Apikri. Apikri disini selalu berkoordinasi dengan buyer serta UKM mereka sehingga proses bisnis ini dapat berjalan lancar dan dapat bertahan sampai sekarang. Berikut penjelasannya:

Gambar 2. Proses Bisnis di Apikri(Sumber : data primer, 2017)

Pada saat ada pesanan masuk, Apikri akan mencatatnya. Catatan ini berisi jenis

Page 65: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

56

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

produk, jumlah yang diinginkan, dan design tambahan. Setelah itu, Apikri akan berkoordinasi terlebih dahulu kepada pengrajin (UKM tertentu), untuk memastikan apakah mereka sanggup menyelesaikan pesanan yang diinginkan. Setelah mendapatkan konfi rmasi yang jelas dari UKM, maka Apikri akan langsung menghubungi buyer bahwa pesanan resmi masuk ke Apikri. Selanjutnya buyer akan mengirim sejumlah uang ke Apikri sebagai pembayaran awal kepada UKM. Setelah pembayaran mereka terima, maka UKM akan dapat langsung memulai proses produksi. Penerimaan pembayaran awal ini diikuti dengan pemberian surat pesanan kepada UKM. Surat ini berisi jenis produk, jumlah, design tambahan dan batas waktu penyelesaian produk (deadline). Lamanya proses produksi bermacam-macam, tergantung dari jenis produk dan jumlah yang dipesan. Biasanya proses ini akan memakan waktu antara 1 hingga 2 bulan. Setelah produk selesai diproduksi, UKM akan mengirim produk tersebut ke gudang Apikri. Apikri selanjutnya akan menyeleksi produk yang masuk untuk melihat apakah produk telah benar-benar sesuai dengan keinginan buyer. Apabila ada beberapa produk yang cacat atau belum sesuai dengan pesanan, maka Apikri akan mengembalikan ke UKM guna memperbaiki atau memproses ulang produk. Jika dalam proses ini memakan waktu lebih lama dari deadline, maka Apikri akan menghubungi buyer guna meminta perpanjangan waktu. Apabila tidak ada masalah dengan seleksi akhir maka tugas UKM berhenti dan Apikri dapat memulai proses packaging. Pengiriman (ekspor) dilakukan oleh Apikri sendiri. Setelah produk diterima buyer, maka buyer berkewajiban untuk melakukan pembayaran akhir kepada UKM Apikri. Proses ini berjalan dengan cara yang sama setiap ada pesanan yang masuk ke Apikri.

b. Mekanisme hubungan Dalam hubungan bisnis yang berbasis fair trade ini, ada 3 pihak yang paling sering terlibat, yaitu produsen (UKM), organisasi, dan buyer. Ketiga pihak ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut penjelasannya dalam lingkup Apikri:

Gambar 3. Mekanisme Hubungan antara UKM, Apikri dan Buyer(Sumber : data primer, 2017)

Gambar diatas menunjukkan bahwa Apikri berfungsi sebagai jembatan antara UKM dan buyer. Walaupun UKM dan buyer tidak kontak secara langsung, tetapi mereka mempunyai hubungan dan saling memberikan keuntungan yang diinginkan masing-masing. Ketiga bagian disini telah menunjukkan perannya sebagai anggota dari sistem fair trade.

Page 66: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”57

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

c. Pemanfaatan media pemasaran lokal Apikri mempunyai sebuah showroom yang letaknya berdekatan dengan kantor Apikri. Showroom ini berfungsi untuk menunjukkan karya-karya dari pengrajin (UKM) di Apikri. Showroom tidak dibuka secara resmi untuk umum, tetapi akan dibuka apabila ada buyer yang tertarik dengan produk Apikri dan fair trade. Alasan Apikri tidak membukanya secara umum adalah kekhawatiran akan peniruan produk. Karena Apikri fokus pada pasar internasional serta permintaan buyer luar yang cukup eksklusif, Apikri tidak ingin ide UKM mereka ditiru secara luas. Apikri mewajibkan untuk setiap UKM yang terdaftar untuk menaruh hasil karya mereka di showroom tersebut. Sistem dari penitipan produk mereka adalah konsinyasi, sehingga uang akan mereka terima apabila ada transaksi. Perwakilan Apikri menjelaskan bahwa Apikri cukup sering terlibat dalam pameran lokal baik di sekitar Yogyakarta maupun di tempat lain. Akan tetapi tidak semua produk UKM mereka dipamerkan. Alasannya adalah beberapa UKM sudah ada yang terlibat pameran secara mandiri dan rutin. Apikri tidak ingin ada pemaksaan dalam keterlibatannya dan juga Apikri berharap agar UKM tersebut dapat berjalan sendiri di pasar lokal tanpa bantuan dari Apikri. Dalam pameran lokal, Apikri juga memilih produk mana yang tepat untuk dipamerkan. Produk-produk yang merupakan ide atau permintaan buyer luar tidak diikutkan dalam pameran guna menjaga agar produk tersebut tidak ditiru umum.

Manfaat yang diterima Apikri Berdasarkan keterangan dari Apikri, ada banyak manfaat yang diterima oleh Apikri. Manfaat ini sifatnya bermacam-macam. Pada saat awal Apikri berdiri, mereka menerima bantuan dana dari Oxfam dan US ID yang digunakan untuk kebutuhan sewa tempat dan pembangunan kantor dan showroom. Selain itu, mereka juga mendapatkan manfaat lain dari instansi-instansi pemerintah, universitas, dan lembaga lain diluar fair trade seperti bantuan pelatihan, buku-buku maupun bantuan keuangan. Manfaat ini merupakan bentuk kerjasama antara kedua belah pihak yang Apikri jalin dari awal berdiri sampai sekarang. Bahkan menurut perwakilan Apikri, pihak-pihak tersebut banyak yang menerima kritik dan saran dari Apikri guna membentuk sistem perdagangan yang mendukung pengrajin kecil. Sebagai organisasi fair trade, Apikri tetap mengambil profi t dari setiap pesanan yang masuk, tetapi tidak mengambil fee. Profi t ini digunakan untuk membiayai operasional Apikri. Buyer Apikri juga ada yang memberikan bantuan. Sampai saat ini, buyer akan datang ke Apikri setiap tahunnya untuk memberikan kertas kerja yang berisi contoh design yang akan menjadi trend tahun depan. Sistem produksi di Apikri sendiri adalah tak hanya memproduksi sesuai pesanan saja tetapi juga membuat produk-produk yang diramalkan akan menjadi trend tahun depan. Jadi misalnya pada tahun 2017, pengrajin sudah mulai memproduksi produk yang akan dijual pada tahun 2018. Tak hanya itu saja, buyer yang datang pun juga ikut serta dalam menyeleksi sampel baru yang dibuat oleh pengrajin dan melakukan quality kontrol produk. Menurut perwakilan Apikri, pada tahun 2006 tepatnya pada saat kota Yogyakarta dilanda gempa bumi ada beberapa buyer yang datang guna membantu pengrajin setempat. Bantuan ini sifatnya tak hanya bantuan dana saja, tetapi juga bantuan sosial yang bertujuan untuk memberikan semangat kepada pengrajin serta memberikan pelatihan-pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan pasar kerajinan tangan.

Kendala-kendala, faktor penyebab dan upaya mengatasi Menurut Hardono (2004), pada dasarnya UKM memiliki masalah klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan

Page 67: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

58

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

teknologi yang dimilikinya. Dengan bergabung pada fair trade, hambatan-hambatan yang ada dapat berkurang. Namun walaupun sudah bergabung dalam fair trade, masalah kendala belum sepenuhnya dapat menghilang. Untuk kendala, ada banyak kendala-kendala yang dirasakan oleh Apikri dan UKM nya. Kendala yang paling kerap dialami sampai saat ini adalah permintaan, pengembangan design serta ketidakmampuan produksi. Selain itu, ada juga kendala-kendala lain sifatnya tidak dapat diprediksi. Dari bab sebelumnya, kendala yang dialami oleh para pengrajin fair trade berasal dari internal dan eksternal. Tentang kendala yang berkaitan dengan ketidakmampuan produksi akan dibagi menjadi dua, internal dan eksternal. Hal ini dikarenakan kendala tersebut faktor penyebabnya cukup beragam. Beberapa kendala internal yang peneliti temukan pada pengrajin Apikri adalah pengembangan design, perbedaan skill, ketepatan waktu, dan lain-lain.

Tabel 3. Daftar Kendala InternalKendala Internal

Kendala Kriteria UKM Faktor Penyebab Upaya MengatasiPengembangan design

UKM kecil & menengah

Kurangnya kreativitas, kesibukan pengrajin, faktor usia

Apikri memberikan pelatihan individual tentang design, UKM menerima pelatihan dari luar Apikri

Ketepatan waktu pengerjaan

Semua kriteria UKM Kebiasaan menunda-nunda, pesanan yang menumpuk

Meminimalisir (memberikan ketegasan), meminta perpanjangan waktu ke buyer, UKM mencari mitra lain

Kualitas produk UKM kecil & menengah

Perbedaan skill, keterbatasan waktu, pesanan menumpuk

UKM melakukan deteksi dini kesalahan produk, Apikri melakukan seleksi produk sebelum dieskpor

Perpajakan UKM kecil Ketidakmampuan UKM dalam membuat pembukuan

Apikri dan dinas setempat memberikan bantuan jika ada UKM yang membutuhkan

Upah tidak sesuai UMR

UKM kecil & menengah

Minimnya pendapatan UKM

Sampai saat ini belum ada cara yang tepat untuk mengatasi hal ini, Apikri hanya memastikan pekerja mendapat upah yang layak dan bantuan sosial

Sumber : data primer, 2017

Tabel 4. Daftar Kendala EksternalKendala Eksternal

Kendala Kriteria UKM Faktor Penyebab Upaya MengatasiPenurunan permintaan

Semua kriteria UKM Krisis di Eropa dan Amerika

Apikri masih belum menemukan cara yang tepat untuk mengatasi kendala ini

Pendapatan tidak stabil

Semua kriteria UKM Permintaan yang tidak stabil

Belum ada upaya yang dilakukan dikarenakan permintaan yang tidak stabil masih susah diatasi

Persaingan dengan negara lain

Semua kriteria UKM Produk Indonesia kalah bersaing

Apikri sebisa mungkin memproduksi barang yang susah ditiru oleh mesin (bernilai seni tinggi)

Cuaca Setiap UKM yang menggunakan bahan baku yang perlu dikeringkan

Musim penghujan menyebabkan bahan baku susah untuk dikeringkan secara maksimal

Menggunakan mesin pengering untuk mengeringkan bahan baku (masih susah dilakukan bagi UKM kecil yang tidak punya mesin)

Bahan baku Setiap UKM yang membeli bahan baku dari luar

Perubahan harga yang tidak dapat diduga

Berkomunikasi dengan buyer perihal penyesuaian harga produk

Sumber : data primer, 2017

Page 68: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”59

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tentang kendala pengembangan design masih banyak yang berasal dari para pengrajin. Perwakilan Apikri menjelaskan bahwa masih ada pengrajin yang kesusahan untuk melakukan pengembangan design bahkan setelah menerima kertas kerja dari buyer dan Apikri. Kesusahan ini kebanyakan dirasakan oleh pengrajin kategori kecil dan menengah. Perwakilan Apikri menilai bahwa hal tersebut terjadi karena kurangnya kreativitas dan kecerdasan dalam menangkap sebuah ide. Keterangan pengrajin yang peneliti wawancara juga menambahkan bahwa kendala tersebut juga disebabkan oleh pengrajin yang hanya fokus pada memproduksi barang, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan design. Serta ada pengrajin yang menjelaskan bahwa faktor usia pengrajin juga menyebabkan seseorang kesulitan mengembangkan design.

Untuk mengatasi kendala-kendala diatas, Apikri memberikan pelatihan dan juga penjelasan tentang design. Pelatihan ini dilakukan secara individual, yang bertujuan agar pengrajin lebih fokus dan mengerti tentang design yang diinginkan. Tak hanya Apikri saja, pengrajin juga secara aktif terlibat dalam pelatihan-pelatihan yang diberikan dari luar, seperti dari dinas-dinas pemerintahan setempat. Adanya pelatihan ini diharapkan akan semakin meningkatkan kemampuan pengrajin agar tidak kalah dengan pengrajin dari pasar konvensional. Pengrajin juga menambahkan bahwa “Yang namanya pengrajin ya harus rajin”. Hal tersebut menjelaskan dimana selama pengrajin mempunyai keinginan untuk berkembang, masalah design dan kreativitas bukanlah suatu masalah yang besar. Untuk mengatasi masalah tentang faktor usia, tidak banyak yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pengrajin dan Apikri. Tetapi Apikri mengembangkan pelatihan-pelatihan khusus bagi pengrajin muda yang baru bergabung agar kedepannya mereka dapat menyumbangkan karyanya lebih banyak kepada Apikri.

Masalah design erat kaitannya skill. Apabila skill seorang pengrajin semakin bagus, maka design yang diproduksinya juga akan semakin bagus. Terkait skill sendiri, pengrajin menjelaskan bahwa skill setiap orang tentunya berbeda-beda. Pengrajin juga menjelaskan bahwa cukup sulit untuk menyamaratakan skill pengrajin satu dengan yang lainnya. Untuk mengatasi kendala diatas, tidak jauh berbeda dengan upaya pengembangan design sebelumnya. Diperlukan keinginan dan kesungguhan yang dalam dari pengrajin agar mereka dapat berkembang saat dilatih.

Kendala yang lain adalah ketepatan waktu dalam pengerjaan produk. Kendala ini hampir dirasakan oleh ketiga kategori UKM yang peneliti wawancara. Menurut keterangan perwakilan Apikri, kendala ini disebabkan oleh kebiasaan pengrajin yang sering menunda-nunda pekerjaan. Pengrajin pun membenarkan pernyataan tersebut, tetapi menurut pengrajin sebenarnya hal tersebut tidak parah sampai bisa disebut sebagai kebiasaan. Pengrajin menambahkan bahwa mereka kerap menunda-nunda ini disebabkan oleh kedua hal yaitu kehidupan sosial mereka serta jumlah pesanan yang menumpuk. Kehidupan sosial yang dimaksud adalah keterlibatan pengrajin dalam kegiatan sosial di sekitar lingkungan mereka. Contohnya pada saat ada tetangga atau keluarga yang memiliki hajatan (tradisi orang jawa) biasanya akan memakan waktu mereka dalam memproduksi barang. Sehingga apabila pesanan masuk saat banyak-banyaknya hajatan maka pesanan yang terlambat kerap terjadi. Pengrajin juga menambahkan bahwa hal tersebut adalah perbedaan budaya Indonesia dengan negara lain. Cukup susah untuk mengatasinya apabila hal tersebut dijadikan sebuah alasan. Maka dari itu, pengrajin mengupayakan untuk meminta ke Apikri dan buyer untuk menambah waktu produksi.

Penyebab kedua adalah pesanan yang menumpuk. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pengrajin juga terlibat dalam pasar lokal atau pasar konvensional. Pada saat pesanan dari buyer Apikri masuk di waktu yang bersamaan maka kendala tentang ketidaktepatan waktu pengerjaan kerap terjadi. Selain meminta penambahan waktu, pengrajin yang mengalami kendala diatas mencoba untuk mencari mitra pengrajin lain yang dapat membantu mereka untuk membagi jumlah pesanan yang masuk. Sebagian besar pengrajin bahkan banyak yang menyelesaikan

Page 69: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

60

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

produksi di rumah masing-masing agar produksi lebih cepat dilakukan. Tentang ketidaktepatan waktu ini menurut Apikri berkaitan dengan kedisiplinan pengrajin. Menurut mereka, untuk dapat meminta perpanjangan waktu produksi ini sebenarnya tidak mudah, karena buyer dari luar menuntut untuk selalu profesional. Maka dari itu, Apikri tidak dengan mudah memberikan perpanjangan waktu. Bagi Apikri, apabila pengrajin terlalu sering dimanja maka dampaknya kedepan akan semakin merugikan.

Kendala lain yang terkait dengan ketidakmampuan produksi pengrajin adalah kualitas produk. Menurut Apikri kualiatas produk sangat diperlukan dalam pasar fair trade. Buyer dari Apikri menghendaki bahwa produk yang mereka terima dalam kualitas yang baik dan tentunya sesuai dengan sampel yang diinginkan. Menurut keterangan pengrajin, memang sampai saat ini mereka masih cukup susah untuk memproduksi barang dalam bentuk yang sama. Bagi UKM yang menggunakan bahan baku kayu, hal yang masih susah disamakan adalah masalah pewarnaan. Masalah seperti perbedaan skill pengrajin, minimnya waktu produksi serta pesanan yang banyak juga menyebabkan kendala diatas kerap terjadi. Untuk dapat meminimalisir kendala diatas maka pengrajin melakukan deteksi dini produk agar produk berada dalam kualitas yang sama. Selain itu, fi nishing yang dilakukan selalu dilakukan oleh pengrajin yang paling teliti.

Terkait dengan keuangan dan permodalan produksi, tidak ada masalah yang sangat signifi kan. Sistem pembayaran di Apikri adalah 50-50 (pembayaran 50% diawal, sisanya dibayar saat produk sudah sampai ke tangan buyer). Dengan sistem tersebut, sangat membantu pengrajin untuk mengatasi kendala keuangan. Apabila setelah pemberian pembayaran 50% pengrajin masih tetap kesulitan memproduksi, maka Apikri memberikan fasilitas keuangan yang diberi nama FKM (Fasilitas Kredit Mikro).

Menurut keterangan perwakilan Apikri, masalah perpajakan dulu juga sempat menjadi kendala. Para pengrajin sempat mengalami kesusahan untuk membuat pembukuan untuk laporan pajak. Menurut keterangan pengrajin, sekarang hal diatas tidak lagi menjadi kendala, karena sekarang mengurus pajak lebih mudah. Para petugas pajak juga memberikan bantuan apabila ada pihak yang ingin mengurus pajak. Akan tetapi, walaupun sudah tidak menjadi kendala, masalah pembukuan juga masih dialami oleh pengrajin kecil. Beberapa pengrajin kecil masih malas membuat pembukuan yang lancar. Pengrajin cenderung hanya membuat apabila hanya ada pesanan yang masuk saja.

Apikri memastikan bahwa UKM yang mapan dapat memberikan upah kepada pengrajinnya sesuai dengan UMR setempat. Tetapi untuk pengrajin pada kategori kecil dan menengah, UMR yang sesuai masih cukup susah untuk diterapkan. Mereka biasanya hanya memberikan sesuai dengan jumlah produk yang mereka kerjakan saja. Walaupun masih menjadi kendala, Apikri menjelaskan bahwa UKM akan memberikan kelebihan-kelebihan lain seperti bantuan sosial atau bingkisan/ bonus tahunan. Bantuan sosial ini seperti kekeluargaan, kepedulian, serta tali kasih antar pengrajin yang sifatnya tidak dapat diuangkan. Menurut Apikri, hal inilah yang menjadikan fair trade di Yogyakarta atau di Indonesia berbeda dengan di negara lain. Walaupun upah yang fair masih susah diterapkan, tetapi nilai-nilai kekeluargaan lebih banyak diterapkan disini.

Tak hanya kendala internal saja, kendala eksternal juga masih merupakan salah satu yang susah untuk diatasi oleh Apikri dan pengrajin. Beberapa kendala eksternal yang kerap dialami juga bermacam-macam, yaitu masalah permintaan dan ketidakmampuan produksi dari pengrajin. Permintaan yang diterima untuk beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima pengrajin juga semakin menurun. Menurut perwakilan Apikri, penurunan permintaan ini terjadi karena disebabkan oleh krisis yang sempat terjadi di Eropa dan Amerika. Adanya krisis ini menyebabkan semua pihak mengalami kesulitan. Pada saat krisis mereda pun, tidak serta merta permintaan langsung naik. Bahkan untuk kembali

Page 70: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”61

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

meningkatkan permintaan ke titik semula masih susah untuk dilakukan. Saat melakukan wawancara dengan pengrajin, peneliti menemukan fakta bahwa rendahnya permintaan ini dirasakan oleh semua UKM dari kategori kecil, menengah dan mapan.

Masalah permintaan ini, sebenarnya tidak hanya rendahnya saja tetapi permintaan yang masuk tidak kontinyu. Menurut keterangan salah satu pengrajin, permintaan yang tidak kontinyu ini dampaknya berkepanjangan. Apabila tidak kontinyu, maka pendapatan yang diterima tidak stabil dan pada kondisi yang berkepanjangan menyebabkan beberapa pengrajin lebih fokus pada pasar konvensional. Padahal pengrajin sebenarnya berharap bahwa pasar fair trade lebih tinggi daripada pasar konvensional, atau paling tidak pada posisi yang seimbang. Jika fokusnya berubah maka apabila ada permintaan dari Apikri masuk secara mendadak, pengerjaannya tidak maksimal seperti pengerjaan yang tidak tepat waktu atau kualitas yang turun. Padahal buyer Apikri hanya menerima produk yang baik dan pengerjaannya tepat waktu. Oleh karena itu, pengrajin berharap agar Apikri bisa mengatur ritme pesanan yang masuk agar fokus pengrajin dapat tetap terarah baik pada pasar konvensional maupun pada pasar fair trade. Akan tetapi, untuk dapat mengatur ritme pesanan ini masih sulit untuk dilakukan, mengingat kondisi permintaan dari buyer yang masih terbilang rendah.

Persaingan dalam dunia bisnis itu pasti ada, dalam pasar produk kerajinan tangan pun juga demikian. Apikri menjelaskan bahwa sampai saat ini produk dari Indonesia bisa dibilang masih kalah dari negara lain, apalagi jika bersaing dengan produk non fair trade. Pada negara lain yang sudah lebih canggih teknologinya, contohnya China, meniru atau memproduksi barang dalam jumlah massal akan lebih mudah dilakukan. Hal tersebut menjadikan barang yang dijual akan lebih murah dan produk Indonesia yang dengan harga premium akan kalah bersaing. Upaya yang dilakukan Apikri untuk mengatasi kendala diatas adalah mencoba semaksimal mungkin produk yang dihasilkan sifatnya unik dan tidak bisa ditiru atau diproduksi dengan mesin. Meskipun dengan resiko barang yang dihasilkan lebih sedikit dan harganya premium, tetapi Apikri percaya bahwa produk kerajinan tangan Indonesia yang berlabel fair trade masih bisa eksis di luar negeri.

Kendala yang berhubungan tentang ketidakmampuan produksi jenisnya bermacam-macam. Yang pertama adalah kendala cuaca. Kendala ini lebih banyak dialami oleh UKM yang memproduksi dengan bahan baku yang berasal dari kayu atau bahan lain yang sifatnya perlu dikeringkan. Menurut keterangan pengrajin, pada saat musim penghujan akan cukup susah untuk mendapatkan kayu yang benar-benar kering. Apabila kayu tidak sampai kering, maka pada saat penyimpanan produk akan lebih mudah menjamur dan rusak. Untuk mengatasi kendala diatas, selain masih tetap menggunakan pengeringan secara manual, UKM juga menggunakan oven sebagai media yang membantu pengeringan. Akan tetapi tidak semua UKM punya oven pengering, khususnya UKM kecil. Beberapa UKM ada yang meminjam atau menggunakan secara bergantian oven tersebut, dengan konsekuensi produksi akan selesai lebih lama dari biasanya. Kendala yang kedua masih berkaitan dengan bahan baku. Menurut pengrajin selama ini tidak ada masalah tentang kelangkaan bahan baku. Tetapi harganya cukup menjadi masalah. Harga yang kerap naik turun mengakibatkan pengrajin cukup susah menentukan harga yang sesuai. Perubahan harga ini sebenarnya tidak terlalu signifi kan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala tersebut dilakukanlah penyesuaian-penyesuaian harga. Penyesuaian ini tidak bisa dilakukan setiap saat, melainkan setiap periode tertentu tergantung dengan jenis pengrajinnya.

Sebelumnya pada profi l Apikri sudah dijelaskan bahwa sampai saat ini Apikri sudah bekerja sama dengan 17 trading partner. Pada saat wawancara, peneliti menanyakan tentang keterlibatan Apikri dengan kontrak atau partnership. Menurut keterangan perwakilan Apikri, mereka belum melakukan partnership dengan pihak manapun. Apikri sempat mendapatkan tawaran kontrak produksi dengan partnership tertentu, tetapi ditolak. Alasan yang diberikan

Page 71: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

62

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

adalah kontrak tersebut memberikan syarat-syarat yang dinilai masih susah untuk dilakukan. Mereka khawatir akan kesiapan, kapasitas pengrajin serta kualitas produk yang nantinya akan dihasilkan. Karena sampai pada saat itu, kondisi pengrajin yang dinilai masih belum mampu untuk memproduksi barang dengan jumlah banyak dan kualitas tertentu.

Masa depan Apikri dan UKM Menurut keterangan UKM, khususnya kategori kecil dan menengah, mereka ingin

Apikri mengembangkan pemasaran lokal dengan cara membentuk toko yang dapat mereka gunakan untuk memasarkan produknya. Toko ini pun juga perlu dibangun di lokasi sekitar tempat wisata. Mengingat dengan banyaknya turis yang datang ke Yogyakarta dan kepahaman mereka tentang fair trade, mungkin membentuk toko adalah suatu ide yang baik. Dengan promosi yang baik pun, diharapkan konsep fair trade juga semakin dikenal oleh masyarakat domestik. Pengrajin juga memberikan ide alternatif, yaitu membangun warung makan atau restoran tradisional khusus untuk turis. Selain menjual makanan, disana mereka juga dapat memamerkan produk mereka. Ide warung makan ini juga dapat memaksimalkan kemampuan istri-istri pengrajin didalamnya serta menyerap pengangguran.

Sampai saat ini, sebenarnya di Apikri sudah ada media pemasaran lokal. Media ini adalah showroom, tetapi tidak dimaksimalkan dengan baik. Showroom hanya dibuka saat ada buyer Apikri atau tamu yang datang. Pengrajin juga menambahkan, agar Apikri bisa lebih memaksimalkan showroom yang sudah ada dengan membukanya untuk umum. Pemaksimalan ini dapat dilakukan dengan cara merenovasi agar showroom mudah dilihat dari jalan. Karena faktanya, apabila orang awam yang lewat tidak akan tahu apabila di Apikri ada showroom. Menurut keterangan pengrajin, sebenarnya mereka sudah menyampaikan saran-saran diatas, tetapi tidak ada kelanjutan tentang pelaksanaanya.

Saran lain yang diberikan pengrajin adalah perluasan tujuan ekspor. Menurut pengrajin, pasar fair trade masih sangat jauh dari pasar konvensional. Jika kondisi diatas makin berkepanjangan, pasar fair trade mustahil untuk berkembang. Maka dari itu, Apikri sebagai organisasi fair trade perlu melakukan perluasan tujuan ekspor agar kehidupan pengrajin tetap terjamin. Untuk melakukan hal diatas, tentunya diperlukan promosi yang kuat serta sumber daya manusia yang mumpuni. Pengrajin menilai, Apikri akhir-akhir ini tidak membuat terobosan pasar yang baru, dan cenderung hanya bergantung pada pasar yang “itu-itu saja”. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan oleh sumber daya manusia di Apikri yang masih takut-takut dengan keadaan dan kurang berani mengambil tantangan.

PENUTUPKesimpulan

1. Penerapan prinsip-prinsip fair trade di Apikri sejauh ini belum bisa dikatakan 100% sempurna. Dari 10 prinsip yang ada, 3 prinsip (1) No Child Labour; No Forced Labour, (2) No Discrimination; Gender Equity; Freedom of Association dan (3) Respect for the Enviroment) tidak ditemukan kesulitan atau kendala selama pelaksanaan. Untuk 7 prinsip lainnya sejauh ini pelaksanaanya sudah berjalan dengan cukup baik. Walaupun masih ada beberapa kesulitan yang ditemukan, tetapi Apikri tetap berusaha untuk mengatasi kesulitan tersebut. Apikri banyak melakukan kerjasama dengan FFTI, buyer, dan dinas pemerintahan setempat guna membantu UKM yang bermasalah.

2. Manfaat yang diterima Apikri sebagai organisasi fair trade beragam, yaitu mereka banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Bantuan ini sifatnya ada yang berupa dana, bantuan sosial, pelatihan kepada UKM, profi t dan lain-lain. Manfaat ini sudah dirasakan Apikri sejak mereka mulai berdiri sampai saat ini. Manfaat yang diterima

Page 72: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”63

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Apikri juga bisa langsung dirasakan oleh UKM.3. Kendala yang dialami oleh Apikri dan UKM juga beragam. Sebagian besar kendala

yang muncul berasal dari UKM. Kendala tersebut faktor penyebabnya dari internal dan eksternal. Selain itu, kendala yang dialami oleh masing-masing UKM berbeda. Perbedaan ini mengacu pada kriteria UKM yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

4. Apikri dan UKM berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi atau meminimalisir kendala yang ada. Mereka banyak bekerjasama dengan berbagai pihak guna mengatasi kendala tersebut. Sampai saat ini, masih ada beberapa kendala yang belum dapat diatasi dengan baik.

Saran1. Apikri perlu merekrut SDM baru yang berkualitas dan peduli akan fair trade. SDM ini

bertujuan untuk mengatasi atau meminimalisir kendala-kendala yang sampai sekarang masih belum teratasi.

2. Apikri perlu melakukan perluasan negara tujuan ekspor. Dengan melakukan hal tersebut, diharapkan produk fair trade karya UKM Yogyakarta akan semakin dikenal. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan pesanan dan pendapatan dari UKM.

3. Apikri perlu mencoba membentuk kontrak bekerjasama (dual partnership). Dengan melakukan kontrak dengan mereka, diharapkan pesanan dan pendapatan yang diterima oleh UKM akan stabil sehingga UKM tidak perlu merasakan kekhawatiran untuk terus bergabung dengan fair trade.

4. Apikri perlu menerima atau bahkan mengaplikasikan aspirasi-aspirasi dari UKM terkait dengan usaha pengembangan pemasaran lokal. Melihat status Yogyakarta adalah kota wisata yang banyak dikunjungi turis mancanegara maka hal ini perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.

Daftar PustakaBecchetti, L., M. Constantino, dan E. Portale. 2007. Human Capital, Externalities

and Tourism: Three Unexplored Sides of the Impact of FT Affi liation on Primary Producers. CEIS Working Paper, No 262, Tor Vergata University.

Bezençon, V. 2011. Producers and the Fair Trade Distribution Systems: What Are the Benefi ts and Problems?. Sustainable Development, 19, 60–70.

delCarmen, A. 2013. Implementation of Fair Trade Practices in Peruvian Artisanal Organizations: Analysis through Case Studies. Asian Journal of Latin American Studies, Vol. 26 No. 4: 67-92.

Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK. 2006. Hambatan Usaha Kecil dan Menengah dalam Kegiatan Ekspor. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM, No. 1 Tahun 1.

Dragusanu, R., D. Giovannucci., dan N.Nunn. 2013. The Economics of Fair Trade. Journal of Economics Perspectives. Harvard University.

Fisher, J. 2013. Fair or Balanced? The Other Side of Fair Trade in a Nicaraguan Sewing Cooperative. Anthropological Quarterly, Vol. 86, No. 2, 527-528.

Hardono. 2004. Faktor-Faktor yang Menghambat Bisnis Ekspor UKM. Makalah dalam Diskusi Panel Pengembangan UKM dalam Kegiatan Ekspor, Hotel Bumi Karsa, Jakarta.

Jordaan, N., dan M. L Barry. 2009. Investigating the Reasons for Lack of Skilled Artisans in South Africa: The Perspective of Artisans. South African Journal of Industrial Engineering, Vol 20(1): 173-184.

Page 73: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

64

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Linton, M., C.C Liou., dan K.A Shaw. 2004. A Taste of Trade Justice: Marketing Global Social Responsibility via Fair Trade Coffee. Globalizations, Vol.1 No 2:223-246.

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi revisi. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Randall, D. C. 2005. An Exploration of Opportunities for the Growth of the Fair Trade Market: Three Cases of Craft Organizations. Journal of Business Ethics, 56: 55-67.

Robbins, R. H. 2013. Coffe, Fair Trade, and the Coomodifi cation of Morality. Reviews in Anthropology, 42:243-263.

Sick, D. 2008. Coffee, Farming Families, and Fair Trade in Costa Rica: New Markets, Same Old Problems?. Latin American Research Review, Vol. 43, No.3. University of Ottawa.

Stratton, J. P., dan M. J Werner. 2013. Consumer Behavior Analysis of Fair Trade Coffee: Evidence From Field Research. The Psychological Record, 63, 363-374.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

WFTO. 2017. 10 Principles of Fair Trade. Available at http://www.wfto.com/ (diakses 23 Mei 2017).

Wood, S. 2011. Sustaining crafts and livelihoods: handmade in India. Craft+Design Enquiry, Vol.3.

Page 74: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”65

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

CITRA MEREK, PROMOSI PENJUALAN DAN KERAGAMAN PRODUK DALAM KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK GIORDANO

Dirga Pratama OngkosaputroYunita Budi Rahayu Silintowe

Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya WacanaE-mail: [email protected]

AbstrakPerkembangan usaha retail terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan demikian diperlukan sesuatu yang khusus yang dapat ditawarkan oleh usaha tersebut terhadap konsumen sehingga konsumen menjadi yakin terhadap barang yang akan dibelinya. Beberapa hal yang telah di-lakukan oleh pihak penjual adalah dengan membangun citra merek yang baik bagi konsumen terkait produk, memberikan promosi penjualan yang menarik, dan usaha untuk menambah keragaman produk yang dijual. Penelitian ini hendak melihat apakah faktor-faktor tersebut masih mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian produk Giordano. Tujuan peneli-tian ini adalah untuk melihat apakah citra merek, promosi penjualan, dan keragaman produk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen di gerai Giordano Semarang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 115 konsumen produk Giordano, dengan menggunakan metode purposive random sampling. Teknik analisis data menggunakan Uji T dan Uji F. Hasil pada penelitian ini membuktikan bah-wa citra merek dan promosi penjualan berpengaruh positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian sedangkan keragaman produk tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen di gerai Giordano.

Kata kunci: citra merek, keputusan pembelian, keragaman produk, promosi penjualan

AbstractThe development of retail business continues to increase from year to year. Thus it takes some-thing special that can be offered by the business to consumers so that consumers become confi -dent about the goods to be purchased. Some of the things that have been done by the seller are to build a good brand image for consumers related products, provide attractive sales promo-tions, and efforts to increase the diversity of products sold. This study would like to see whether these factors still affect consumers in purchasing decision Giordano products. The purpose of this study was to see whether brand image, sales promotion, and product diversity infl uenced consumer purchasing decisions at Giordano outlet Semarang. This type of research is quantita-tive research. The sample used in this study were 115 consumers of Giordano products, using purposive random sampling method. The technique of data analysis using T test and F test. The result of this research proves that brand image and sales promotion have the positive and signifi cant effect to purchasing decision while product diversity has no effect on consumer pur-chase decision at Giordano outlet.

Keywords: brand image, purchase decision, product variety, sales promotion

Page 75: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

66

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

1. PENDAHULUANSeiring dengan berkembangnya zaman, pertumbuhan usaha yang bergerak di bidang re-

tail semakin meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Dalam industri retail, ada ungka-pan yang sangat populer yaitu retail is detail. Artinya ada banyak aspek detail yang dibutuh-kan untuk dapat menghasilkan bahasan yang lebih bermakna dan dapat diterapkan (Triyono, 2006). Kehadiran industri ritel modern pada dasarnya memanfaatkan pola belanja masyarakat terutama kelas menengah ke atas yang tidak mau berdesak-desakan di dalam pasar tradisional yang biasanya becek atau tidak tertata rapi. Walaupun kehadiran ritel modern ini disoroti dapat mematikan pasar tradisional karena mempunyai keunggulan pada banyak faktor, perkemban-gannya sendiri dapat dikatakan tidak terbendung. Industri ritel di Indonesia saat ini semakin berkembang dengan semakin banyaknya pembangunan gerai-gerai baru di berbagai tempat (Soliha, 2008).

Salah satu bisnis ritel yang saat ini berkembang adalah bisnis fashion. Bisnis fashion san-gat erat hubungannya dengan kualitas, mode, harga, tren dan gaya hidup yang selalu berubah bersama dengan berubahnya kebutuhan, daya beli, dan selera konsumen (Irawati & Subagio, 2014). Kegairahan para pengusaha ritel untuk berlomba-lomba menanamkan investasi dalam pembangunan gerai-gerai baru tidaklah sulit untuk dipahami. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 3% sejak tahun 2000 dan makin terkendalinya laju infl asi, bisa menjadi alasan mereka bahwa ekonomi Indonesia bisa menguat kembali di masa mendatang (Soliha, 2008). Salah satu usaha retail yang bergerak di bidang fashion yaitu Giordano. Giordano, sebagai salah satu merek pakaian asal Hong Kong memiliki beberapa gerai di Semarang, seperti Paragon Mall, Citraland Mall dan Java Mall.

Dalam penjualan barang fashion tersebut tidak lepas dari perilaku konsumen. Di dalam perilaku konsumen diperlihatkan bahwa konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan mereka (Schiffman dan Kanuk, 1994). Di dalam perilaku konsumen terdapat keputusan pem-belian. Keputusan pembelian merupakan perilaku akhir dari konsumen, baik individual mau-pun rumah tangga, yang membeli barang-barang dan jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler dan Amstrong, 2008). Keputusan pembelian merupakan cara individu, kelompok, organisasi me-milih, membeli, memakai dan memanfaatkan barang, jasa, gagasan, pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat (Kotler, 2005). Dari beberapa defi nisi tersebut maka kepu-tusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau organisasi un-tuk memilih, membeli, memakai dan memanfaatkan barang, jasa, gagasan, pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan.

Tingginya persaingan antar perusahaan saat ini mengharuskan setiap perusahaan untuk terus berinovasi dan kreatif dalam menyusun strategi pemasarannya. Strategi pemasaran meru-pakan salah satu cara perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidup, memperoleh laba, memperkuat posisi perusahaan serta mengembangkan perusahaan dalam menghadapi per-saingan. Strategi pemasaran yang dapat dilakukan perusahaan dalam menghadapi persaingan adalah melalui kegiatan promosi dan citra merek yang dimiliki perusahaan (Giri dan Jatra, 2014). Selain itu terkait kelangsungan penjualan suatu produk, maka keragaman produk perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan keputusan pembelian.

Promosi yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk menginformasikan, memberi-tahukan, membujuk, dan memengaruhi konsumen dalam memilih atau membeli suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Citra merek adalah persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti yang tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen (Kotler dan Keller, 2007). Merek merupakan nama, istilah, tanda atau lambang, desain,warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan

Page 76: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”67

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

diferensiasi terhadap produk pesaing (Tjiptono, 2006). Keragaman produk juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2007) mendefi nisikan keragaman produk sebagai kumpulan seluruh produk dan barang yang ditawarkan penjual tertentu kepada pembeli.

Fenomena dipilihnya Giordano dalam penelitian ini ada beberapa alasan. Pertama, dilihat dari banyaknya merek fashion pria dan wanita dalam Asia’s Top 1000 brand, Giordano ter-masuk dalam urutan 731 besar. Jika ditinjau hanya dari 32 total merek yang bersaing di pasar fashion pria dan wanita Giordano berada diperingkat 20 besar (India, 2011). Kedua, Giordano merupakan produk fashion dengan pangsa pasar hampir seluruh usia dimulai dari anak. Usia remaja, dewasa dan tua masih tetap bisa menggunakan produk Giordano dan memiliki keuni-kan pada produk yang dijual. Ketiga, bentuk promosi khusus yang dilakukan Giordano sangat menarik, yaitu apabila membeli banyak maka akan mendapat aharga yang lebih murah. Ke-empat, Giordano memiliki keragaman variasi produk yang dijual selain kaos, seperti kemeja, celana, ikat pinggang, kaos kaki, dll.

Indratama dan Artanti (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh citra merek dan promosi penjualan terhadap keputusan nasabah memilih tabungan Bank Syariah Mandiri. Hasil penelitian Indratama dan Artanti (2014) menunjukkan bahwa promosi penjualan dan citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Kurniawan (2017) melakukan penelitian dengan judul pengaruh analisis pengaruh harga, keragaman produk dan lokasi terhadap kepu-tusan pembelian pedagang kaki lima di Kabupaten Bantul. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Sementara itu, penelitian Ahmad et al. (2015) serta Bello et al. (2014) meneliti tentang pengaruh promosi penjualan terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa promosi penjualan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Zhang (2015) meneliti tentang pengaruh citra merek terhadap keputusan pembelian. Hasil penelitiannya menunjuk-kan bahwa citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Nurrahman dan Utama (2016) melakukan penelitian pengaruh variasi produk terhadap keputusan pembelian smart-phone Nokia series X di BEC Bandung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Selain itu terdapat peneliti lain yang hasilnya berbeda sehingga memunculkan research gap. Hasil penelitian Lestari et al. (2016) menunjukkan bahwa promosi penjualan tidak ber-pengaruh terhadap keputusan pembelian. Selain itu peneliti lainnya Sengkey dan Wenas (2015) membuktikan bahwa citra merek tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Rizkasari (2016) membuktikan bahwa keragaman produk tidak berpengaruh terhadap keputusan pembe-lian.

Berdasarkan fenomena dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini hendak melihat apakah citra merek, promosi penjualan dan keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Semarang. Dipilihnya variabel citra merek, promosi penjualan dan keragaman produk terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Semarang dikarenakan, untuk variabel citra merek produk Giordano berada dalam peringkat 20 besar dilihat dari 32 total merek yang bersaing di pasar fashion pria dan wanita, variabel promosi penjualan di Giordano memiliki berbagai macam promosi penjualan yang menarik, dan variabel keragaman produk di Giordano memiliki beragam jenis produk dan hampir diseluruh usia, yang menentukan keputusan pembelian seorang konsumen. Sehingga dapat dirumuskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah melihat seberapa besar pengaruh citra merek, promosi penjualan dan keragaman produk terhadap keputusan pembelian produk Gior-dano serta mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Kota Semarang.

Page 77: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

68

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2. KAJIAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS2.1. Citra Merek

Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap suatu merek. Citra ter-hadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memung-kinkan untuk melakukan pembelian (Setiadi, 2003). Menurut Keller (2003) citra merek adalah anggapan tentang merek yang direfl eksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Alma (2009) menyatakan bahwa citra merek adalah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombina-si keduanya. Membangun citra merek yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Berdasarkan defi nisi yang diberikan maka disimpulkan bahwa citra merek adalah identitas dari suatu produk yang tertanam dalam pikiran dan benak konsumen.

Faktor pendukung terbentuknya citra merek dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek (Keller, 2003):

1. Keunggulan asosiasi merek, produk tersebut unggul dalam persaingan. 2. Kekuatan asosiasi merek, setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu

kepribadian khusus adalah kewajiban mendasar bagi pemilik merek untuk dapat mengungkapkan, mensosialisasikan jiwa/kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan pemasaran lainnya.

3. Keunikan asosiasi merek, merupakan keunikan yang dimiliki oleh produk tersebut.

2.2. Promosi PenjualanMenurut Kotler (2005), promosi adalah proses komunikasi suatu perusahaan dengan

pihak-pihak yang berkepentingan sekarang dan yang akan datang serta masyarakat. Bauran promosi (promotion mix) terdiri atas lima perangkat utama, yaitu: periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), publisitas (publicity), promosi penjualan (sales promotion) dan pemasaran langsung (direct marketing) (Kotler, 2005).

Promosi penjualan adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan arus barang atau jasa dari produsen sampai pada penjualan akhirnya. Yang erat kaitannya dengan ini adalah berbagai tipe promosi perdagangan seperti barang gratis, upah (allowances), dan potongan khusus yang bertujuan untuk mempengaruhi kerjasama penjualan lagi (reseller coop-eration) (Lupiyoadi, 2001). Melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer. Secara umum tujuan dari promosi penjualan:

1. Meningkatkan permintaan dari para pemakai industrial dan/atau konsumen akhir2. Meningkatkan kinerja perusahaan3. Mendukung dan mengkoordinasikan kegiatan personal selling dan iklan.

2.3. Keragaman Produk Produk menurut Kotler dan Amstrong (2008) adalah segala sesuatu yang ditawarkan

ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen. Pembelian sangat erat kaitannya pada kelangsungan penjualan suatu perusahaan. Keragaman produk merupakan kumpulan seluruh produk dan barang yang dita-warkan penjual tertentu kepada pembeli (Kotler, 2005). Hubungan antara keragaman produk

Page 78: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”69

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

dan perilaku konsumen dalam melakukan keputusan pembelian sangat erat kaitannya pada kelangsungan penjualan suatu perusahaan.

2.4. Keputusan PembelianSetiadi (2010) menyatakan bahwa pengambilan keputusan konsumen adalah proses

pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Keputusan pembelian menurut Alma (2009) adalah suatu keputusan konsumen yang dipengaruhi oleh stimuli, kemudian dengan mempertimbangkan faktor ekonomi keuangan, teknologi, politik, budaya, produk, harga, lo-kasi, promosi, physical evidence, people dan process, sehingga membentuk suatu sikap pada konsumen untuk mengolah segala informasi dan mengambil kesimpulan berupa response yang muncul produk apa yang akan dibeli. Berdasarkan defi nisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah proses evaluasi dan sikap konsumen untuk mengolah data menjadi respon untuk melakukan pembelian.

2.5. Pengembangan Hipotesis2.5.1. Pengaruh Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terha-dap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Kon-sumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian (Setiadi, 2003). Sari (2013) melakukan penelitian dengan judul penga-ruh citra merek dan keluarga terhadap keputusan pembelian Honda Beat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Indratama dan Artanti (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh citra merek dan promosi penjualan terhadap keputusan nasabah memilih tabungan Bank Syariah Mandiri. Hasil Indratama dan Artanti (2014) menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Sementara itu, Zhang (2015) meneliti tentang pengaruh citra merek terhadap keputusan pem-belian. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

H1: Citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian

2.5.2. Pengaruh Promosi Penjualan Terhadap Keputusan PembelianPromosi penjualan adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan arus

barang atau jasa dari produsen sampai pada penjualan akhirnya. Point of sales promotion ter-diri dari brosur, information sheets, dan lain-lain (Lupiyoadi, 2001). Promosi penjualan bertu-juan untuk merangsang tanggapan pembeli yang cepat (quick buying response). Dewi (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh periklanan dan promosi penjualan terhadap keputusan pembelian konsumen di Pasar Swalayan Ada Pati. Hasil penelitiannya Dewi (2014) menunjukkan bahwa promosi penjualan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Indrata-ma dan Artanti (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh citra merek dan promosi penjualan terhadap keputusan nasabah memilih tabungan Bank Syariah Mandiri. Hasil pene-litian Indratama dan Artanti (2014) menunjukkan bahwa promosi penjualan mempengaruhi keputusan pembelian. Sementara itu, penelitian Ahmad et al. (2015) serta Bello et al. (2014) meneliti tentang pengaruh promosi penjualan terhadap keputusan pembelian, dan menunjukkan hasil bahwa promosi penjualan berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

H2: Promosi penjualan berpengaruh terhadap keputusan pembelian

Page 79: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

70

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2.5.3. Pengaruh Keragaman Produk Terhadap Keputusan Pembelian Keragaman produk merupakan kumpulan seluruh produk dan barang yang ditawar-

kan penjual tertentu kepada pembeli (Kotler, 2005). Hubungan antara keragaman produk dan perilaku konsumen dalam melakukan keputusan pembelian sangat erat kaitannya pada kelangsungan penjualan suatu perusahaan. Kurniawan (2017) melakukan penelitian dengan judul pengaruh analisis pengaruh harga, keragaman produk dan lokasi terhadap keputusan pembelian pedagang kaki lima di Kabupaten Bantul. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Nurrahman dan Utama (2016) melakukan penelitian dengan judul pengaruh variasi produk terhadap keputusan pembelian smartphone Nokia series X di BEC Bandung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keraga-man produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

H3: Keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian

2.6. Model PenelitianBerdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka,

maka berikut ini adalah model penelitian.

Citra Merek (X1)

Promosi Penjualan (X2) Keputusan

Pembelian (Y)

Keragaman Produk (X3)

Gambar 1. Model Penelitian

3. METODE PENELITIAN3.1. Populasi dan Sampel

�opulasi penelitian ini adalah seluruh konsumen di gerai �iordano �emarang. �eneli-tian ini menggunakan teknik purposive random sampling, yaitu teknik penentuan sampel se-�ara a�ak dengan ketentuan tertentu. �ampel penelitian ini adalah konsumen di gerai �iordano �aragon �emarang. Hair (dalam �ugiyono, 2010) menyatakan, jumlah responden yang ideal untuk setiap indikator adalah dikalikan 5-10. �enga�u pada teori di atas, pengambilan sampel pada penelitian ini mengalikan jumlah seluruh indikator yang berjumlah 23 dengan 5 sehingga menghasilkan 115 sampel. �ampel yang didapat harus memenuhi syarat sebagai konsumen �iordano di �emarang yang pernah melakukan pembelian.

3.2. Teknik Pengumpulan Data �enis data dalam penelitian ini adalah data primer berupa data hasil jawaban kuesion-

er yang dibagikan kepada responden. �eknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei yang merupakan metode pengumpulan data primer dengan pertanyaan lisan dan tertulis (�ndriantoro dan �upomo, 1���), melalui penyebaran kuesioner.

Page 80: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”71

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

3.3. Metode Analisis DataDalam penelitian ini sebelum dilakukan uji hipotesis dari data penelitian utama dilakukan

uji validitas dan uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji hetero-skedastisitas, dan uji multikolinearitas.

Uji model fi t dilakukan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual secara statistik, setidaknya hal ini dapat diukur dari nilai koefi sien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Ghozali, 2009). Koefi sien determinasi (adjusted R²) di-maksudkan untuk mengetahui tingkat ketepatan paling baik dalam analisis regresi. Selain itu koefi sien determinasi dipergunakan untuk mengetahui presentase perubahan variabel depen-den yang disebabkan oleh variabel independen (Ghozali, 2009). Uji hipotesis dilakukan den-gan uji regresi linear berganda yaitu pengujian yang memiliki variabel independen lebih dari satu dengan satu variabel dependen.

4. HASIL PENELITIAN4.1. Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Pada uji pre-test pertama terdapat satu indikator pada variabel keragaman produk dan dua indikator pada variabel keputusan pembelian yang tidak valid, dengan hasil perhitungan lebih kecil dari nilai r tabel 0,361. Dan tidak reliabel untuk variabel keragaman produk dan keputusan pembelian karena memiliki nilai alpha cronbach lebil kecil dari 0,06

Peneliti melakukan uji pre-test kedua dengan memperbaiki indikator yang tidak valid serta menyebar ulang kuesioner tersebut terhadap pelanggan Giordano yang berbeda namun di tempat yang sama. Hasil pre-test kedua menunjukan data yang valid dimana hasil perhitungan berada di atas nilai r tabel 0,361. Sedangkan untuk uji reliabilitas semua variabel memiliki nilai Alpha Cronbach > 0,06 sehingga peneliti dapat melanjutkan pengolahan data ke tahap penelitian utama.

Pada hasil pengujian penelitian utama semua indikator dinyatakan valid dikarenakan ni-lai r hitung lebih besar dari nilai r tabel 0,176. Sedangkan untuk uji reliabilitas semua variabel memiliki nilai Alpha Cronbach> 0,06 hal ini mengindikasikan bahwa seluruh responden men-jawab konsisten dan stabil (Ghozali, 2009) dengan nilai citra merek sebesar 0,625, promosi penjualan sebesar 0,613, keragaman produk sebesar 0,606, dan keputusan pembelian sebesar 0,606. Sehingga dapat disimpulkan instrumen penelitian yang digunakan peneliti dapat digu-nakan untuk pengujian hipotesis.

4.2. Profi l Responden Penelitian ini dilakukan di gerai Giordano Semarang yang berada di Paragon Mall, Cit-

raland Mall, dan Java Mall. Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai responden yang terpilih dalam penelitian ini. Berikut adalah karakteristik responden dalam penelitian ini.

Tabel 1. Karakteristik Responden

KeteranganSub -

kategori%

1 Jenis KelaminLaki-laki 95 82%Perempuan 20 17%

Page 81: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

72

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2 Pendidikan Terakhir

SMA 6 5%D3 15 13%S1 58 50%S2 28 24%S3 8 7%

3 Pekerjaan

Pelajar 27 23%Pegawai Negeri 15 13%Pengacara 4 3%Swasta 64 56%Akuntan 1 1%Lainnya 4 3%

4 StatusBelum Menikah 37 32%Menikah 78 68%

5Penghasilan / Uang Saku per Bulan

< 1 juta 0 0%> 1-1.5 juta 0 0%> 1.5-2 juta 13 11%> 2-3 juta 32 28%> 3-5 juta 61 53%> 5 juta 9 8%

6Membeli Produk Giordano Sebanyak

1x 25 22%2x 20 17%3x 30 26%4x 9 8%5x 14 12%>5x 17 15%

7Membeli Produk Giordano di

Paragon Mall 78 67%Citraland Mall 33 28%Java Mall 4 3%

Berdasarkan data karakteristik responden dapat disimpulkan bahwa pembelian produk Giordano didominasi oleh laki-laki dikarenakan hampir 82% pakaian yang dijual oleh Gior-dano merupakan pakaian untuk para laki-laki, kebanyakan wanita yang membeli produk di Giordano adalah untuk memberikan hadiah terhadap saudara, atau pasangan mereka. Berdasar-kan pendidikan terakhir 50% responden dalam penelitian ini adalah lulusan S1 dan 56% dari responden juga merupakan pegawai swasta serta 68% dari mereka sudah menikah. Dengan hal ini dapat kita ketahui bahwa Giordano mentargetkan produknya untuk di jual kepada para ekse-kutif muda, pekerjaan seorang karyawan perusahaan swasta, dan sudah menikah. Konsumen produk Giordano merupakan kalangan menengah ke atas karena 53% dari mereka memiliki pengahsilan 3-5 juta rupiah perbulan, hal ini dikarenakan Giordano menjual produk dengan merek yang berkualitas serta memiliki target pasar para eksekutif muda yang berpenghasilan menengah ke atas. Giordano juga memberikan kesan yang positif di mata konsumen mereka, hal ini juga terbukti dari 26% responden sudah pernah membeli sebanyak 3x. Mall yang meru-pakan tujuan pembelanjaan konsumen dengan kelas menengah keatas adalah Paragon Mall, sehingga 67% responden membeli produk tersebut di Paragon Mall.

Page 82: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”73

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

4.3. Uji Asumsi Klasik4.3.1. Uji Normalitas

Pada uji normalitas, menggunakan uji Kolmogorof Smirnov yang diperoleh nilai signifi -kansi sebesar 0,200, bila mana nilai signifi kansi lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan normal (Ghozali, 2011).

Tabel 2. Hasil Uji NormalitasOne-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestUnstandardized

ResidualN 115Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.41484027Most Extreme Differences Absolute .065

Positive .038Negative -.065

Test Statistic .065Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.c. Lilliefors Signifi cance Correction.d. This is a lower bound of the true signifi cance.

4.3.2. Uji Heteroskedastisitas

Pada gambar dibawah ini dapat dilihat bahwa data tersebar tanpa membentuk pola tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada data pengolahan ini.

Gambar 2. Scatterplots

4.3.3. Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya

korelasi antar variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independen antara lain adalah variabel citra merek, promosi penjualan, dan keragaman produk. Sedangkan untuk variabel de-penden dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian. Suatu regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Page 83: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

74

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 3. Hasil Uji MultikolinearitasCoeffi cientsa

Model

Unstandardized Coeffi cients Standardized Coeffi cients

t Sig.

Collinearity Statistics

BStd. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8.808 3.469 2.539 .013CITRA MEREK .339 .089 .305 3.786 .000 .926 1.080

PROMOSI PENJUALAN .519 .101 .415 5.156 .000 .925 1.081

KERAGAMAN PRODUK .007 .117 .005 .058 .954 1.000 1.000

a. Dependent Variable: KEPUTUSAN PEMBELIAN

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa semua variabel memiliki collinearity tolerance > 0,05 serta memiliki nilai VIF < 10,00 dengan demikian data yang di dapat peneliti tidak memi-liki korelasi antar variabel independennya.

4.4. Pengujian HipotesisUntuk menguji hipotesis pengaruh citra merek, promosi penjualan dan keragaman produk

terhadap keputusan pembelian dengan demikian pengaruh citra merek (X1), promosi penjualan (X2) dan keragaman produk (X3) terhadap keputusan pembelian dapat dilihat di tabel 3. Di-nyatakan dengan persamaan:

Y = 8,808+0,339X1 + 0,519 X2 + 0,007 X3 + e

Dari persamaan tersebut dapat diintepretasikan sebagai berikut : Keputusan pembelian terhadap produk Giordano dipengaruhi oleh citra merek (X1) sebesar 0,339, dimana setiap ke-naikan nilai indikator-indikator citra merek sebesar 1 satuan maka keputusan pembelian akan naik sebesar 0,339 satuan; promosi penjualan (X2) sebesar 0,519, dimana setiap naiknya nilai indikator-indikator promosi penjualan sebesar 1 satuan akan menaikan keputusan pembelian sebesar 0,519; dan keragaman produk (X3) sebesar 0,007, dimana setiap kenaikan nilai indika-tor-indikator keragaman produk sebesar 1 satuan akan menambah keputusan pembelian sebesar 0,007.

4.4.1. Uji Hipotesis Secara ParsialSecara parsial citra merek, promosi penjualan berpengaruh positif dan signifi kan terhadap

keputusan pembelian produk Giordano. Sementara variabel keragaman produk tidak berpenga-ruh terhadap keputusan pembelian produk Giordano secara parsial.

Nilai t hitung dari variabel citra merek sebesar 3,786 > 0,6767 (nilai t tabel), dengan nilai signifi kansi sebesar 0,000 < 0,05, dengan demikian variabel citra merek memiliki pengaruh yang signifi kan terhadap keputusan pembelian konsumen. Dengan demikian hipotesis pertama diterima, dimana variabel citra merek memiliki pengaruh yang signifi kan terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Semarang.

Nilai t hitung dari variabel promosi penjualan sebesar 5,156 > 0,6767 (nilait t tabel), den-gan nilai signifi kansi sebesar 0,000 < 0,05, dengan demikian variabel promosi penjualan me-miliki pengaruh yang signifi kan terhadap keputusan pembelian. Maka hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima dan dinyatakan bahwa variabel promosi penjualan memiliki pengaruh yang signifi kan terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Semarang.

Nilai t hitung dari variabel keragaman produk sebesar 0,058 < 0,6767 (nilai t tabel), den-

Page 84: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”75

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

gan nilai signifi kansi sebesar 0,954 > 0,05, dengan demikian variabel keragaman produk tidak mempengaruhi keputusan pembelian. Dengan demikian hipotesis ketiga dalam penelitian ini tidak diterima.

4.4.2. Uji Hipotesis Secara SimultanPada pengujian ini peneliti akan membandingkan nilai f hitung dengan f tabel serta penel-

iti akan mencari tahu apakah variabel citra merek, promosi penjualan, dan keragaman produk memiliki pengaruh positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian bila dilakukan secara bersamaan. Hasil yang didapatkan peneliti adalah ketiga variabel independen dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang positif dan signifi kan secara bersamaan. Hal ini dapat dilihat jika f hitung lebih besar dari f tabel sebesar 2,686 dan nilai signifi kansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4. Hasil Uji FANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.1 Regression 333.788 3 111.263 18.578 .000b

Residual 664.786 111 5.989Total 998.574 114

a. Dependent Variable: KEPUTUSAN PEMBELIANb. Predictors: (Constant), KERAGAMAN PRODUK, CITRA MEREK, PROMOSI PENJUALAN

4.5. Uji Koefi sien DeterminasiUji koefi sien determinasi digunakan untuk menguji besar kecilnya pengaruh variabel in-

dependen terhadap variabel dependen. Pada pengujian ini peneliti akan melihat nilai adjusted R square dikarenakan jumlah variabel independen yang dimiliki dalam penelitian ini lebih dari 2 sehingga akan lebih akurat hasilnya jika peneliti menggunakan nilai adjusted R square (Ghozali, 2011). Nilai R square dapat digunakan bila semua variabel memiliki pengaruh yang positif dan signifi kan sedangkan nilai adjusted r square digunakan bila ada variabel yang tidak berpengaruh dalam penelitian tersebut. Pada penelitian ini variabel-variabel independen yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh sebesar 31,6%.

Tabel 5. Hasil Uji Koefi sien DeterminasiModel Summaryb

Model R R Square Adjusted R SquareStd. Error of the Estimate

1 .578a .334 .316 2.447a. Predictors: (Constant), KERAGAMAN PRODUK, CITRA MEREK, PROMOSI PENJUALANb. Dependent Variable: KEPUTUSAN PEMBELIAN

5. PEMBAHASAN5.1. Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian

Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa ada pengaruh antara variabel independen ter-hadap variabel dependen secara simultan serta memiliki pengaruh sebesar 31,6%. Variabel citra merek sendiri memiliki pengaruh yang positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian, hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2013) yang juga mengatakan bahwa citra merek memiliki pengaruh yang positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian konsumen Honda. Hal ini juga dapat diartikan bahwa semakin baik citra merek yang dimiliki oleh Giordano maka kon-

Page 85: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

76

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sumen akan semakin memutuskan untuk membeli produk-produk yang disediakan oleh merek Giordano. Dengan hasil tersebut diharapkan bahwa citra merek Giordano dapat membuat kon-sumen semakin yakin dalam memutuskan pembelian yang akan mereka lakukan di gerai Gior-dano.

5.2. Pengaruh Promosi Penjualan terhadap Keputusan PembelianVariabel promosi penjualan berpengaruh positif dan signifi kan terhadap keputusan pem-

belian, hal ini sejalan dengan penelitian Dewi (2014) sebagai mana beliau juga mengatakan bahwa promosi penjualan berpengaruh positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian pelanggan pasar swalayan. Hal ini juga dibuktikan dengan pendapat para pelanggan Giordano yang setuju bahwa semakin bagus dan kreatif promosi penjualan yang dilakukan oleh toko atau gerai tersebut maka semakin mantap seseorang dalam memutuskan pembelian di gerai Gior-dano. Dengan promosi penjualan yang informatif dan baik akan membuat pelanggan semakin yakin untuk membeli produk tersebut (Alma, 2009).

5.3. Pengaruh Keragaman Produk terhadap Keputusan PembelianVariabel keragaman produk dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap kepu-

tusan pembelian. Namun secara simultan keragaman produk dapat mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kurniawan (2017) yang men-gatakan bahwa keragaman produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian para konsumen pedagang kaki lima. Peneliti menemukan bahwa pada gerai Giordano yang ada di Semarang hampir semua pelanggan merupakan kalangan menengah keatas dengan rata-rata penghasilan 3-5 juta sesuai karakteristik responden yang telah dijelaskan sebelumnya. Beberapa responden merasa bahwa mereka tidak terlalu melihat varian pakaian yang ada dalam gerai tersebut, na-mun mereka hanya melihat nama merek Giordano dalam pakaian-pakaian yang di jual. Hasil ini juga di dukung oleh penelitian Rizkasari (2016) yang juga tidak menemukan pengaruh dari keragaman produk terhadap keputusan pembelian konsumen Mak Yung Cofee & cafe Medan. Hal ini pun juga berlaku pada gerai Giordano dikarenakan para pelanggan yang datang kesana sudah memiliki target pembelian sehingga tidak perlu varian pakaian yang terlalu beragam.

6. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek dan promosi penjualan secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian produk Giordano Semarang. Hal ini dapat dilihat dari uji parsial kedua variabel tersebut memiliki nilai signifi kansi lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,00. Sehingga semakin bagus citra merek produk Giordano, dan semakin bagus promosi penjualan yang dilakukan oleh pihak Giordano maka akan semakin meningkatkan keputusan pembelian konsumen di gerai Giordano Semarang. Hal ini berbeda dengan faktor keragaman produk, yang bila secara parsial di uji maka keragaman produk tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian produk Giordano di Semarang, karena nilai signifi kansi lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,954. Namun secara simultan ketiga variabel penelitian ini yaitu citra merek, promosi penjualan, dan keragaman produk berpenga-ruh terhadap keputusan pembelian. Hal ini dapat dilihat dalam uji simultan dimana nilai signifi -kansi ketiga variabel tersebut lebih kecil dari 0,05 sebesar 0,00.

6.2. Keterbatasan PenelitianHal utama yang menjadi keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti be-

lum mampu menampilkan hal-hal yang mempengaruhi keputusan pembelian secara menyelu-

Page 86: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”77

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

ruh dikarenakan peneliti hanya menemukan pengaruh dari ketiga variabel dalam penelitian ini sebanyak 31,6% dan sisanya sebanyak 68.4% masih belum dapat peneliti jelaskan dalam penelitian ini. Beberapa hal yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan pembelian yang tidak dimasukan peneliti dalam penelitian ini adalah seperti variabel harga dalam penelitian Oktavianty (2014), lokasi dalam penelitian Kurniawan (2017), serta kualitas layanan dalam penelitian Rizkasari (2016). Dengan demikian masih banyak faktor-faktor yang dapat mempen-garuhi keputusan pembelian pelanggan.

6.3. Implikasi TeoritisBerdasarkan kesimpulan yang telah dibahas peneliti maka implikasi teoritis dalam

penelitian ini adalah:1. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Sari (2013) yang menyatakan bahwa citra merek

memiliki pengaruh yang positif dan signifi kan terhadap keputusan pembelian. Semakin bagus citra merek di mata konsumen akan semakin meningkatkan keyakinan konsumen dalam membeli produk.

2. Hasil peneilitian ini juga memperkuat penelitian Dewi (2014) yang menyatakan bahwa semakin baik promosi penjualan yang dilakukan oleh sebuah toko maka semakin meyakinkan konsumen untuk membeli suatu produk dalam toko tersebut.

6.4. Implikasi Terapan1. Bagai peneliti selanjutnya

Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian, seperti variabel harga dalam penelitian Oktavianty (2014), lokasi dalam penelitian Kurniawan (2017), serta kualitas layanan dalam penelitian Rizkasari (2016).

2. Bagi gerai Giordano di SemarangGerai Giordano di Semarang diharapkan tetap menjaga citra merek perusahaan

mereka serta tetap menerapkan promosi penjualan yang telah dilakukan bahkan bila perlu menambahkan metode promosi yang lebih baik sehingga konsumen dapat semakin yakin untuk memilih produk Giordano.

Daftar PustakaAhmad, S. E., W. Mehmood, S. A. Mahmed, M. Mustafa, M. F. T. Khan, M. Yasmeen. 2015.

Impact Of Sales Promotion On Consumer Buying Behavior In Pakistan. International Interdisciplinary Journal Of Scholarly Research (IIJSR). 1(3):13-22.

Alma, Buchari. 2009. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: CV Alfabet.Bello, Li, Okaforl. 2014. Sales Promotion On Consumer Purchasing Behaviour. International

Journal Of Business And Marketing Management.2(1): 8-13.Dewi, V. P. 2014. Pengaruh Periklanan dan Promosi Penjualan Terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen di Pasar Swalayan ADA Pati. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana Sa-latiga.

Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (Edisi Kelima).Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Giri, I. G. W. D. dan I. M. Jatra. 2014.Pengaruh Promosi Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian.E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana. 3(11):3154-3169.

India,C. 2011. Asia’s Top 1000 Brands: the full ranking revealed. 4 Juli 2011.http://www.cam-paignindia.in/article/asias-top-1000-brands-the-full-ranking-revealed/414513. Diunduh 31 Oktober 2016.

Page 87: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

78

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Indratama, A. B. dan Artanti, Y. 2014.Pengaruh Citra Merek Dan Promosi Penjualan Terhadap Keputusan Nasabah Memilih Tabungan Bank Syariah Mandiri.Jurnal Ilmu Manajemen. 2(4):1261-1272.

Indriantoro, N. dan Supomo. B.1999.Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manaje-men. Yogyakarta: BPFE.

Irawati, C., Subagio, H. 2014. Pengaruh Retail Mix Terhadap Loyalitas Konsumen Dengan Customer Satisfaction Sebagai Variabel Intervening Di Giordano Ciputra World Sura-baya. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra. 2(1):1-9.

Keller, Kevin L. 2003. Strategic Brand Management. New Jersey: Prentice-Hall.Kotler, Philip dan Keller, Kevin L. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT IndeksKotler, Philip dan Armstrong, Gary. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran.Jakarta: Erlangga.Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.Kurniawan, A. 2017.Analisis Pengaruh Harga, Keragaman Produk Dan Lokasi Terhadap Kepu-

tusan Pembelian. Studi Kasus Pada Konsumen Pedagang Kaki Lima Di Desa Tamantirto Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul. Skripsi. Universitas PGRI Yogyakarta.

Lestari, M., I. A. Wicaksono, D. P. Utami. 2016. Analisis Pengaruh Ekuitas Merek, Promosi Penjualan Dan Harga, Terhadap Keputusan Pembelian Getuk Marem Di Kota Magelang.Surya Agritama. 5(1):13-21.

Lupiyoadi, R. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: PT Salemba Empat.Nurrahman, I. dan Utama, D. H. 2016. Pengaruh Variasi Produk Terhadap Keputusan Pem-

belian (Survei Pada Pembeli Smartphone Nokia Series X Di BEC Bandung.Journal of Business Management and EnterpreneurshipEducation. 1(1):54-63.

Oktavianty, F. 2014. Analisis Pengaruh Citra Merek, Kualitas Produk dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Produk Orifl ame di Jakarta Utara. Skripsi. Universitas Esa Unggul Jakarta.

Rizkasari, N. D. 2016. Pengaruh Keragaman Produk, Kualitas Pelayanan dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Mak Yung Coffee & Cafe Medan. Skripsi. Univ-eritas Negeri Medan.

Sari, A. 2013. Pengaruh Citra Merek dan Keluarga Terhadap Keputusan Pembelian Honda Beat. Jurnal Ilmu Manajemen. 1(1):285-296.

Schiffman, L. G. dan Kanuk, L. 1994.Consumer Behaviour, Fifth Editions. New Jersey: Pren-tice-Hall Inc.

Sengkey, C. S. dan Wenas, R. S.2015. Analisis Citra Merek, Atmosfer Toko, Dan Psikolo-gis Terhadap Keputusan Pembelian Pada Time Out Sport Café It Center Manado.Jurnal Emba.3(1):1162-1172.

Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasinya untukStrategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media Group.Setiadi, Nugroho J. 2010. Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan,

dan Keingina Konsumen, Jakarta: Prenada Media Group.Soliha, E. 2008. Analisis Industri Ritel Di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE).15(2):128-

142.Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.Tjiptono, F. 2006. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Penerbit Andi.Triyono, Sigit. 2006. Sukses Terpadu Bisnis Ritel. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Zhang, Yi. 2015. The Impact Of Brand Image On Consumer Behavior: A Literature Review.

Open Journal Of Business And Management. 3:58-62.

Page 88: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”79

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENGETAHUAN PERPAJAKAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DENGAN KESADARAN

WAJIB PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING DAN TRANSPARANSI SEBAGAI VARIABEL MODERASI

A’isyta Artha PutriNita Anggraheny Savitri

Theresia Woro DamayantiFakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana

AbstractTax is a mandatory contribution to the state obtained through the taxpayer. Tax revenue will increase if the loyality of the taxpayers are increases. This study was conducted to identify the impact of taxation knowledge and tax sanctions on taxpayer compliance with tax awareness as an intervening variable. This study also adds transparency as a moderating variable that infl uence of tax awareness on tax compliance. This research was conducted in KPP Pratama Salatiga with taxpayer respondent of entrepreneur or freelance employee. The sample method used is convinence sampling. Using the Partial Least Square, this study shows tax sanctions affect tax awareness, and tax awareness not affects tax compliance. In addition, transparency is also not a moderating variables in infl uence between tax awareness and tax compliance.

Keywords : knowledge of taxation, taxation sanction, transparency, tax awareness, taxpayer compliance.

AbstrakPajak merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang diperoleh melalui wajib pajak. Penerimaan pajak akan meningkat jika kepatuhan pajak meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan perpajakan dan sanksi perpajakan terhadap kepatu-han wajib pajak dengan kesadaran pajak sebagai variabel intervening. Penelitian ini juga menambahkan transparansi sebagai variabel moderasi pengaruh kesadaran pajak terhadap kepatuhan pajak. Penelitian ini dilakukan di KPP Pratama Salatiga dengan responden wajib pajak orang pribadi usahawan atau pekerjaan bebas yang terdaftar di KPP Pratama Salati-ga. Metode sampel yang digunakan adalah convinence sampling. Dengan menggunakan alat statistik Partial Least Square, penelitian ini menunjukkan bahwa sanksi perpajakan berpenga-ruh terhadap kesadaran pajak, dan kesadaran pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Selain itu, transparansi juga tidak terbukti sebagai variabel yang memoderasi pengaruh antara kesadaran dan kepatuhan pajak.

Kata Kunci : pengetahuan perpajakan, sanksi perpajakan, transparansi, kesadaran pajak, kepatuhan wajib pajak

Page 89: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

80

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENDAHULUANPajak merupakan suatu kontribusi wajib kepada negara yang diperoleh melalui wajib

pajak di Indonesia. Penerimaan pajak yang diperoleh negara digunakan untuk membiayai pelayanan masyarakat dan pembangunan negara. Penerimaan pajak yang cukup mendominasi merupakan hal yang wajar, terlihat dari sumber daya alam khususnya minyak bumi yang tidak dapat diandalkan. Penerimaan pajak diharapkan meningkat pada setiap tahun agar pembangu-nan negara dapat berjalan dengan baik. Peningkatan penerimaan pajak dapat tercapai saat ma-syarakat patuh dalam membayar pajak. Untuk mencapai masyarakat yang patuh, wajib pajak harus menumbuhkan kesadaran akan kewajibannya dalam membayar pajak terlebih dahulu. Dengan begitu penerimaan akan mengalami peningkatan karena jumlah wajib pajak bertambah setiap tahunnya.

Masyarakat yang mengetahui pengalokasian penerimaan pajak dengan jelas diharapkan dapat sadar dan menciptakan kepatuhan wajib pajak. Menurut Pakpahan (2015) transparansi diartikan sebagai keterbukaan atau kejelasan atas semua alokasi dari penerimaan pajak tersebut. Dibutuhkan kepercayaan wajib pajak pada pemerintah agar masyarakat sadar dalam membayar pajak. Banyaknya kasus penggelapan pajak mengakibatkan masyarakat tidak percaya kepada petugas pajak. Masyarakat beranggapan bahwa penerimaan pajak digunakan untuk kepentin-gan pribadi bukan untuk melaksanakan pembangunan negara. Masyarakat akan merasa puas apabila mengetahui untuk apa uang pajak yang disetorkan dan diharapkan penggunaan penga-lokasiannya dapat memberi dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat (Dwiyanto, 2008). Dengan begitu transparansi dapat mendukung wajib pajak dalam mencapai kepatuhan.

Berdasarkan UU No.28 Tahun 2007 membahas tentang Self Assessment System, yaitu sistem dalam pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban atas pajak. Dengan dianutnya Self As-sessment System tidak hanya bergantung dengan kesadaran wajib pajak, namun pengetahuan tentang perpajakan juga memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran itu sendiri. Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar mau-pun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka (Utomo, 2011). Menurut Sury-adi (2006) pengetahuan perpajakan yang meningkat memberikan kesadaran dalam membayar pajak baik pengetahuan pajak formal maupun non formal. Pengetahuan wajib pajak, persepsi transparansi dan pelayanan petugas pajak yang terbilang rendah mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak (Gardina & Dedy, 2006). Jadi diharapkan wajib pajak yang me-miliki pengetahuan tentang pajak mereka lebih bersedia mengikuti undang-undang perpajakan dan memenuhi kewajiban pajaknya.

Faktor lain yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak adalah sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan adalah jaminan bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi, dapat dikatakan sanksi perpajakan digunakan sebagai alat untuk mencegah agar wajib pajak mematuhi norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Menurut Rahayu (2017) sanksi perpajakan memberikan pengaruh positif, ketegasan sanksi pajak yang tinggi akan meningkatkan kepatu-han wajib pajak. Dengan begitu adanya sanksi perpajakan diharapkan bisa menjadi acuan bagi masyarakat wajib pajak agar masyarakat sadar dalam membayar pajak demi keberlangsungan pembangunan negara.

Menurut Rahayu (2017) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifi kan pada pen-getahuan perpajakan kesadaran wajib pajak. Faktor ketegasan sanksi pajak juga memiliki pen-garuh yang signifi kan, semakin tinggi ketegasan sanksi pajak akan meningkatkan kesadaran wajib pajak.

Menurut Dartini & Jati (2016) tentang pemahaman akuntansi, transparansi dan akunt-

Page 90: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”81

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

abilitas pada kepatuhan wajib pajak badan. Penelitian ini menemukan bahwa transparansi tidak me-miliki pengaruh yang signifi kan pada kepatuhan wajib pajak badan. Ini berarti sebagian besar wajib pajak badan tidak terdorong untuk patuh akan kewajiban perpajakannya hanya dengan memperoleh informasi yang transparan dari pihak petugas pajak.

TELAAH LITERATURKepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan merupakan sikap patuh pada aturan yang berlaku. Jadi kepatuhan wajib pajak meru-pakan sikap patuh dimana wajib pajak melakukan kewajibannya dalam membayar pajak sesuai un-dang-undang yang berlaku (Rahayu, 2010).

Menurut Nurmantu (2003) wajib pajak dinyatakan patuh jika telah melakukan semua hak dan kewajiban perpajakannya. Nagin & Klepper (1989) menyatakan bahwa terdapat komponen kepatu-han wajib pajak yaitu kepatuhan untuk mendaftarkan diri, kepatuhan dalam membayar pajak dan kepatuhan untuk melaporkan pajaknya.

Kesadaran Wajib PajakKemajuan dan perkembangan negara tidak lepas dari kesadaran masyarakat dalam memenuhi

kewajiban pajaknya. Kesadaran wajib pajak adalah sikap yang telah memahami dan secara sadar melaksanakan kewajibannya akan pajak dan sudah melaporkan semua pendapatannya tanpa ada yang disembunyikan dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Nasution, 2006). Menurut Sia-haan (2010) masyarakat kurang dapat mengenal pentingnya berbangsa danbertanah air, berbahasa nasional, dan keamanan serta ketertiban jika masyarakat memiliki kesadaran bernegara yang kurang sehingga pada akhirnya kesadaran membayar pajak akan berkurang karena masyarakat merasa tidak menikmati manfaat pengeluaran pemerintah. Menurut Suryadi (2006) terdapat empat indikator untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak, yaitu :menciptakan persepsi positif wajib pajak akan kewajiban perpajakannya,mengenali karakteristik wajib pajak, meningkatkan pengetahuan perpajakan dan sos-ialisasi perpajakan kepada wajib pajak.Transparansi

Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan (2005) menyatakan bahwatransparansi adalah memberikan informasi tentang keuangan secara terbuka dan jujur dengan

pertimbangan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui secara jelas dan terbuka serta menyeluruh atas pelaksanaan pemeritahan dalam mengelola sumber daya alam.

Transparansi dalam pajak berarti segala informasi yang dipresentasikan kepada berbagai pihak baik dari segi pengelolaan, penggunaan, perolehan, dan pemanfaatan penerimaan pajak agar tidak menimbulkan salah tafsir dan kecurigaan masyarakat kepada pemerintah. Penyuluhan atau sosialisasi mengenai peraturan baru perpajakan dan informasi yang transparan mengenai alokasi penerimaan pajak akan menumbuhkan kesadaran wajib pajak dan mendorong masyarakat menjadi patuh. Ma-syarakat akan merasa puas apabila mengetahui untuk apa uang pajak yang disetorkan dan diharapkan penggunaan pengalokasiannya dapat memberi dampak yang bisa dirasakan oleh masyarakat (Dwi-yanto, 2008).

Menurut Pakpahan(2015) transparansi dalam pajak diartikan sebagai keterbukaan atau kejela-san atas semua alokasi atau penggunaan dari penerimaan pajak tersebut. Transparansi perpajakan ber-hubungan dengan pertama, penyiapan informasi yang akurat, yang tidak menimbulkan salah tafsir. Begitu juga transparansi dalam manajemennya yang berhubungan dengan pengelolaan dan peng-gunaan, merupakan persyaratan untuk menghilangkan atau mengurangi kecurigaan dan ketidakper-cayaan. Transparansi kedua yaitu penetapan jumlah yang harus dibayar. Transparansi ketiga adalah berkaitan dengan penggunaan atau pemanfaatan perolehan pajak. Transparansi keempat adalah akunt-abilitas dimana hak masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah.

Page 91: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

82

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pengetahuan Perpajakan Menurut Resmi(2009) pengetahuan perpajakan merupakan proses dimana wajib pajak men-

getahui dan memahami perpajakan sehingga wajib pajak mengaplikasikannya untuk membayar pa-jak. Pengetahuan tetang pajak yang dimaksud adalah mengerti dan memahami tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib pajak dapat meningkatkan pengetahuan perpajakannya melalui seminar tentang perpa-jakan, sosialisasi serta pelatihan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak. Menurut penelitian Widayati & Nurlis(2010) terdapat beberapa indikator wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan, yaitu:

1. Wajib pajak yang telah memiliki pendapatan telah mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak agar memperoleh NPWP.

2. Pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Apabila masyarakat mengatahui kewajiban akan pajak,maka mereka akan membayar pajak.

3. Pengetahuan tentang sanksi perpajakan. Meningkatnya pengetahuan tentang pajak, wajib pajak akan menegetahui sanksi yang akan diterima bila tidak melakukan kewajiban perpajakannya. Hal ini akan mendorong wajib pajak yang patuh dan taat dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dnegan baik.

4. Pengetahuan mengenai tarif pajak yang berlaku dapat menumbuhkan kesadaran wajib pajak untuk menghitung kewajiban pajaknya dengan benar.

5. Pengetahuan perpajakan diperoleh wajib pajak melalui penyuluhan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

6. Pengetahuan perpajakan diperoleh wajib pajak melalui pelatihan perpajakan yang mereka ikuti.

Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan adalah jaminan bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi, dapat dikatakan sanksi perpajakan digunakan sebagai alat untuk mencegah agar wajib pajak mematuhi norma perpajakan (Mardiasmo, 2009). Dalam undang-undang perpajakan terdapat dua jenis sanksi, yaitu :1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi adalah pembayaran kerugian pada negara khususnya berupa bunga dan kenaikan. Terdapat tiga jenis sanksi administrasi yaitu sanksi berupa bunga, denda administrasi dan kenaikan (Mardiasmo, 2009).

2. Sanksi PidanaMenurut ketetuan undang-undang perpajakan terdapat tiga jenis sanksi pidana, yaitu :a. Denda Pidana

Denda pidana dikenakan kepada wajib pajak yang melakukan tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun kejahatan. Denda pidana tidak hanya dikenakan kepada wajib pajak tetapi ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak yang melanggar norma.

b. Denda kurunganDenda kurungan hanya ditujukan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ketiga.

c. Pidana penjaraPidana penjara sama dengan pidana kururngan yaitu merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana ditujukan kepada pejabat pajak dan kepada wajib pajak.

Page 92: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”83

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Hipotesis PenelitianPengaruh pengetahuan perpajakan terhadap kesadaran wajib pajak

Suryadi (2006) dalam penelitianya mengatakan bahwa pengetahuan perpajakan yang meningkat memberikan kesadaran dalam membayar pajak baik pengetahuan pajak formal maupun non formal. Menurut Gardina & Dedy (2006) tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah disebabkan oleh pengetahuan wajib pajak serta persepsi tentang pajak dan petugas pajak yang terbilang rendah. Sebagian wajib pajak memperoleh pengetahuan perpajakannya melalui petugas pajak, media informasi, sosialisasi perpajakan dan pelatihan pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:H1 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak.

Pengaruh sanksi perpajakan terhadap kesadaran wajib pajakMenurut Winerungan(2013) sanksi perpajakan tidak memiliki pengaruh yang signifi kan

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hal itu dikarenakan masyarakat belum sadar akan pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Menurut Rahayu(2017) ketegasan sanksi pajak memberikan pengaruh positif, semakin tinggi ketegasan sanksi pajak maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:H2 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak

Pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajakMenurut Purnomo dan Musyarofah (2008) menyatakan bahwa Wajib pajak

berkonsekuensi logis untuk wajib pajak agar mereka secara suka rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksana fungsi perpajakan dengan cara membayar kewajiban pajak secara cepat waktu dan dengan jumlah yang tepat. Rendahnya kesadaran dalam membayar pajak dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kesadaran wajib pajak tergantung pada masing-masing wajib pajak. Jika kesadaran wajib pajak terus meningkat, maka kepatuhan wajib pajak juga akan meningkat. Semakin wajib pajak memiliki kesadaran yang tinggi maka akan mengerti fungsi dan manfaat pajak, baik mengerti untuk masyarakat maupun diri pribadi. Menurut Triaada(2013) kesadaran perpajakan memiliki pengaruh yang signifi kan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dikarenakan kesadaran perpajakan hanya akan menjadi bahan pertimbangan bagi mereka untuk menyetorkan nominal pajak yang dibebankan kepada wajib pajak tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H3: Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan waib pajak

Pengaruh transparansi dalam memoderasi kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Menurut Pakpahan (2015) transparansi memiliki pengaruh yang signnifi kan pada pemahaman akuntansi, pemahaman ketentuan perpajakan dan transparansi terhadap kepatuhan wajib pajak badan. Berbeda dnegan penelitian oleh Dartini dan Jati (2016) yang menyatakan bahwa transparansi tidak berpengaruh signifi kan pada kepatuhan wajib pajak badan. Ini berarti sebagian besar wajib pajak badan tidak terdorong untuk patuh akan kewajiban perpajakkannya hanya dengan memperoleh informasi yang transparan dari pihak petugas pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: H4 : Transparansi memoderasi kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

Page 93: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

84

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pengetahuanperpajakan (X1)

Sanksi perpajakan (X2)

PesepsiTransparansi (X3)

Kesadaran Wajib Pajak (Y)

Kepatuhan Wajib Pajak (Z)

Gambar 1.Model Kerngka Penelitian

METODE PENELITIANJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, data tersebut berupa

kuesioner yang diisi oleh responden (Sekaran, 2003). Sumber data primer diperoleh melalui kuesioner berisi pertanyaan yang bersifat tertutup. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi usahawan dan wajib pajak dengan pekerjaan bebas yang terdaftar di KPP Pratama Salatiga. Wajib pajak orang pribadi dalam kategori usahawan dan melakukan pekerjaan bebas dipilih sebagai populasi sebab wajib pajak dalam kategori usahawan dan pekerjaan bebas melakukan semua kewajiban perpajakannya sendiri mulai dari menghitung beban pajak, membayar pajak yang telah dihitung, dan melaporkan pajak yang telah dihitung dan dibayar. Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah convinence sampling yaitu metode yang dignakan untuk mengambil sampel berdasarakan kemudahan (Sugiyono, 2010). Dalam hal ini kemudahan yang dimaksud yaitu responden yang bersedia di wawancara dan diberi kuesioner. Sampel dari penelitian ini adalah 125 responden yang terdaftar di KPP Pratama Salatiga.

Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang sebagian besar diadopsi dan dikembangkan dari instrumen-instrumen yang telah digunakan pada penelitian terdahulu. Kuesioner dalam penelitian ini meliputi beberapa bagian, yaitu bagian pertama berisi sejumlah pertanyaan untuk memperoleh informasi mengenai sikap wajib pajak atas kepatuhan pajak, kesadaran wajib pajak, pengetahuan perpajakan, sanksi perpajakan serta transparansi wajib pajak. Bagian kedua berisi pertanyaan mengenai biodata responden, hal ini ditujukan untuk memperoleh biodata responden. Penelitian ini menggunakan 3 konstruk utama, satu konstruk intervening dan satu konstruk moderasi. Konstruk dalam model penelitian ini adalah (a) Pengetahuan Perpajakan, (b) Sanksi Perpajakan, (c) Kesadaran Wajib Pajak, (d) Transparansi, (e) Kepatuhan Wajib Pajak

Tabel 1.Indikator-Indikator Konstruk

Variabel Defi nisi Operasional IndikatorP e n g e t a h u a n Perpajakan

Pengetahuan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang pajak dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak. (Resmi, 2009).

1. Pengetahuan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 2. Pengetahuan mengenai Fungsi Pajak 3. Pengetahuan mengenai Sistem Perpajakan(Rahayu, 2010)

Page 94: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”85

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Sanksi Perpajakan Sanksi perpajakan adalah jaminan bahwa peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi, dapat dikatakan sanksi perpajakan digunakan sebagai alat untuk mencegah agar wajib pajak mematuhi norma perpajakan (Mardiasmo, 2009)

1. Sanksi pidana untuk pelanggar aturan pajak yang cukup berat.2. Sanksi adminstrasi dikenakan kepada pelanggar aturan pajak sangat ringan.3. Pengenaan sanksi atas pajak dapat dinegosiasikan4. Sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik wajib pajak yang dapat diberikan.5. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa adanya toleransi.(Yandyana, 2009)

Tabel 1.Indikator-indikator Konstruk (lanjutan)Variabel Defi nisi Operasional Indikator

Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran wajib pajak adalah sikap yang telah memahami dan secara sadar melaksanakan kewajibannya akan pajak dan sudah melaporkan semua pendapatannya tanpa ada yang disembunyikandan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Nasution, 2006)

1. Mengetahui adanya Undang-undang dan ketentuan perpajakan; 2. Mengetahui fungsi pajak yang digunakan untuk pembiayaan negara; 3. Pelaksanaan wajib pajak akan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.4. Menghitung, membayar,serta melaporkan pajak dengan suka rela; 5. Menghitung, membayar, dan melaporkan pajak secara tepat dan benar. (Asri, 2009)

Transparansi Menurut Pakpahan (2015) transparansi dalam pajak diartikan sebagai kejelasan atas semua alokasi/penggunaan dari penerimaan pajak tersebut.

1. Jumlah atau besaran nilai pajak yang dikenakan2. Persyaratan dan prosedur pembayaran (papan informasi)3. Besar atau nilai sanksi denda yang dikenakan kepada penunggak pajak4. Batas waktu pembayaran pajak5. Peruntukan atau penggunaan hasil pajak

Kepatuhan Wjib Pajak Kepatuhan merupakan sikap patuh pada aturan yang berlaku. Jadi kepatuhan wajib pajak merupakan sikap patuh dimana wajib pajak melakukan kewajibannya dalam membayar pajak sesuai undang-undang yang berlaku (Rahayu, 2010).

1. Wajib pajak memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas3. Menghitung jumlah pajak terutang dengan benar(Devano & Rahayu, 2006)

Penelitian ini menggunakan metode analisis data dan pengujian hipotesis dengan menggunakan software Smart PLS. Ghozali (2006) menjelaskan bahwa PLS adalah metode analisis dengan sifat soft modeling karena tidak mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel dapat kecil (dibawah 100 sampel). Selain itu, prosedur PLS memungkinkan dapat dilakukannya spesifi kasi hubungan diantara konsep faktor yang diteliti dan ukuran masing-masing konstruk.

Page 95: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

86

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Analisis DataStatistik Deskriptif

Menurut Istijanto (2009) analisis deskriptif bertujuan mengubah kumpulan data mentah menjadi mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas. Di sisi lain Sugiyono (2005) menjelaskan statistik deskriptif adalah menganalisis data dengan mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan dan tidak membuat kesimpulan yang berlaku umum. Nilai-nilai yang diperoleh dalam analisis deskriptif yaitu mean, median, modus, tabel frekuensi, atau persentase.

Uji Kualitas DataUji kualitas data dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali, 2008). Suatu kesioner dikatakan valid jika item-item pada kuesioner dapat mengungkapkan secara nyata atau benar. Parameter uji validitas konstruk dalam model pengukuran PLS adalah Pertama, rule of thumbs parameter uji validitas konvergen adalah loading factor ≥ 0.70, Average variance extracted (AVE) ≥ 0,50, dan Communality ≥ 0,50. Kedua, rule of thumbs parameter uji validitas diskriminan adalah akar AVE dan korelasi variabel laten: akar AVE ≥ korelasi variabel laten dan Cross loading ≥ 0,70 dalam satu variabel.

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui hasil pengukuran dapat dipercaya dan dapat memberikan hasil yang tidak berbeda jika dilakukan kembali kepada subyek yang sama (Azwar, 1997). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,600 (Ghozali, 2006). Konstruk dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika nilai cronbach alpha-nya berada diatas 0,6, nilai compositereliability-nya diatas 0,70 (Ghozali, 2015).

Uji Inner ModelInner model merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan keterkaitan atau

kausalitas antarvariabel laten. Dalam penelitian ini menggunakan rumus goodness of fi t (GoF). GoF merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk memvalidasi performa gabungan antara model pengukuran dan model struktural. Nilai GoF untuk model penelitian ini berdasarkan Ghozali (2015), yaitu sebgai berikut : 𝐺𝑜𝐹 = √𝐴 ̅̅̅𝑉 ̅̅�̅�x𝑅 ̅̅̅2̅

Nilai goodness of fi tyang semakin mendekati nilai satu berarti dapat disimpulkan semakin fi t sebuat model. Demikian pula sebaliknya jika nilai goodness of fi t mendekati nilai 0 berarti dapat disimpulkan bahwa model tidak fi t.

Uji HipotesisPengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian Partial Least Square (PLS). PLS

merupakansebuah pendekatan yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian (Ghozali, 2015). PLS digunakan dalam penelitian ini karena tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengembangkan teori yaitu tentang kepatuhan pajak. Tahapan analisis data dengan menggunakan PLS (Ghozali, 2008) adalah pertama menyusun model spesifi kasi, yaitu model analisis jalur semua variabel laten yang terdiri dari tiga set hubungan inner model yang menspesifi kasi hubungan antar variabel laten, outer model yang menspesifi kasi hubungan antara variabel laten dengan variabel manifesnya, dan weight estimation di mana nilai kasus dari variabel laten dapat diestimasi. Kedua, melakukan evaluasi model pengukuran dan model struktural. Batasan untuk menolak dan menerima signifi kansi parameter yang diestimasi adalah di atas 1,645 untuk p < 0,05.

Page 96: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”87

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

HASIL DAN PEMBAHASANStatistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.

Tabel 2. Statistik Deskriptif KonstrukKonstruk N Min Maks Rata-

RataStd. Deviasi

Pengetahuan Perpajakan 125 3 6 4,656 0,981Sanksi Perpajakan 125 2 5 3,788 0,826Transparansi 125 2 5 3,610 0,904Kesadaran Wajib Pajak 125 4 5 4,400 0,479Kepatuhan Wajib Pajak 125 2 5 3,610 0,904

Konstruk pengetahuan perpajakan menunjukkan nilai skor minimum 3 dan skor nilai maksimum 6. Nilai rata-rata untuk konstruk pengetahuan perpjakan sebesar 4,656 dengan de-viasi standar sebesar 0,981. Hasil statistik ini memberikan gambaran bahwa responden memi-liki pengetahuan perpajakan yang tinggi. Hasil yang tidak jauh berbeda ditunjukkan oleh kon-struk sanksi perpajakan. Konstruk sanksi perpajakan menunjukkan nilai skor minimum 2 dan skor nilai maksimum 5. Nilai rata-rata untuk konstruk sanksi perpajakan sebesar 3,788 dengan deviasi standar sebesar 0,826. Hasil ini memberikan gambaran bahwa responden akan sadar jika sanksi yang diberlakukan pemerintah cukup tegas.

Konstruk transparansi menunjukkan nilai skor minimum 2 dan skor nilai maksimum 5. Nilai rata-rata untuk konstruk transparansi sebesar 3,610 dengan deviasi standar sebesar 0,904. Hasil statistik ini memberikan gambaran bahwa responden memiliki kejelasan yang cukup baik atas pemerintah yang terkait dengan perpajakan. Konstruk kesadaran wajib pajak menunjuk-kan nilai skor minimum 2 dan skor nilai maksimum 5. Nilai rata-rata untuk konstruk kesadaran wajib pajak sebesar 4,400 dengan deviasi standar sebesar 0,479. Hasil statistik ini memberi-kan gambaran bahwa responden memiliki tingkat kesadaran yang tinggi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Konstruk kepatuhan wajib pajak menunjukkan nilai skor minimum 2 dan skor nilai maksi-mum 5.Nilai rata-rata untuk konstruk kepatuhan wajib pajak sebesar 3,610 dengan deviasi stan-dar sebesar 0,904.Hasil statistik ini memberikan gambaran bahwa responden memiliki ketaatan yang tinggi dalam memenuhi fungsi-fungsinya, yaitu menghitung, membayar, dan melapor.

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata jawaban responden adalah lebih dari 3 untuk konstruk pengetahuan perpajakan, sanksi perpajakan, transparansi, kesadraan wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki kepatuhan akan kewajiban perpajakan, memiliki tingkat pengetahuan perpajakan yang tinggi, sanksi perpajakan menampilkan kesadaran wajib pajak, transparansi pemerintah meyakinkan wajib pajak dan memiliki kesadaran yang tinggi untuk patuh.

Evaluasi ModelPengujian model pengukuran digunakan untuk validasi model penelitian yang dibangun.

Dua parameter utama yang dibangun adalah pengujian validitas konstruk (validitas konvergen dan validitas diskriminan) dan pengujian reliabilitas konstruk. Berikut ini adalah tabel outpul literasi algoritma.

Page 97: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

88

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 3. Hasil AlgoritmaKonstruk AVE Composite

ReliabilityR Square Cronbach’s

AlphaPP 1,000 1,000 1,000SP 0,711 0,907 0,862TP 0,823 0,949 0,928KS 0,717 0,884 0,295 0,804KP 0,823 0,949 1,000 0,928

Sumber: Data yang DiolahKeterangan: PP: Pengetahuan Perpajakan, SP: Sanksi Perpajakan, TP: Transparansi, KS: Kesadaran, KP: Kepatuhan.

Uji validitas konstruk. Validitas konstruk terdiri atas validitas konvergen dan validitas diskriminan. Pertama, Validitas konvergen berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur dari suatu konstruk berkorelasi tinggi. Validitas konvergen terjadi jika skor yang diperoleh dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang sama mempunyai korelasi yang tinggi. Jika nilai loading antara 0,50 – 0,70, sebaiknya tidak menghapus indikator yang memiliki skor loading tersebut sepanjang nilai Average Variance Extracted (AVE)indikator tersebut >0,50 (Hartono, 2009). Hasil uji validitas konvergen adalah nilai outer loading factor seluruh kon-struk yang digunakan adalah >0,7, AVE seluruh konstruk yang digunakan adalah >0,5.

Uji reliabilitas. Reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan pengukuran. Hasil uji reliabilitas Tabel 3. menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha >0,60 dan nilai composite realibility >0,70 untuk seluruh konstruk yang di-gunakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam pene-litian ini reliable.

Goodness of fi t. Goodness of fi t adalah ukuran yang menunjukkan prediksi model ke-seluruhan atau ukuran yang menunjukkan seberapa besar model secara keseluruhan mampu menjelaskan variance dari data. Dengan variabel moderasi transparansi R square pada Tabel 3. yaitu R square kesadaran wajib pajak (Y) sebesar 0,295, R square kepatuhan wajib pajak (Z) sebesar 1,000. Goodness of fi t (GOF) yang dihitung dengan menggunakan rumus (Gho-zali, 2015) adalah sebesar 0,726. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model struktural tanpa variabel moderasi maupun dengan variabel moderasi adalah fi t.

Pengujian HipotesisHasil pengujian Total Effects (Path Coeffi cients, Mean, STDEV, t-values) untuk model

struktural utama. Hipotesis 1 (H1) menyatakan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak. Hasil pengujian Tabel 4. menunjukkan nilai statistik t adalah 1,306 (<1,645), dapat disimpulkan H1tidak didukung. Nilai koefi sien -0,095 menun-jukkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruhf negatif terhadap kesadaran wajib pajak.

Hipotesis 2 (H2) menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpenaruh positif terhadap kes-adaran wajib pajak.Hasil pengujian Tabel 4. menunjukkan nilai statistik t 7,286 (>1,645), dapat disimpulkan H2 didukung. Nilai koefi sien 1,081 menunjukkan bahwa sanksi perpajakan ber-pengaruh positif terhadap kesadaran wajib pajak..

Hipotesis 3 (H3) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil pengujian pada Tabel 4. menunjukkan nilai statistik t adalah 1,292 (<1,645), dapat disimpulkan H3 tidak didukung. Nilai koefi sien -0,002 menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak.

Hipotesis 4 (H4) menyatakan bahwa transparansi memoderasi kesadaran wajib pajak ter-

Page 98: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”89

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

hadap kepatuhan wajib pajak. Hasil pengujian Tabel 4. menunjukkan nilai statistik t adalah 0,296 (<1,645), dapat disimpulkan H4 tidak didukung. Hal ini berarti bahwa transparansi tidak terbukti sebagai variabel moderasi pengaruh antara sikap atas kepatuhan pajak terhadap niat untuk patuh.

. Tabel 4.Pengaruh Total (dengan Efek Moderasi)

Koefi sien Nilai tKS ->KP -0,002 1,292PP ->KS -0,095 1,306SP ->KS 1,081 7,286KS*TP -> KP 0,019 0,296

Sumber: Data yang diolahKeterangan: PP: Pengetahuan Perpajakan, SP: Sanksi Perpajakan, TP: Transparansi, KS: Kesadaran Wajib Pajak, KP: Kepatuhan Wajib Pajak

PembahasanHasil Pengujian membuktikan bahwa hanya sanksi perpajakan yang berpengaruh terha-

dap kesadaran pajak sementara pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak. Penelitian ini juga membuktikan bahwa kesadaran wajib pajak tidak mempenga-ruhi kepatuhan pajak. Selain itu, transparansi juga tidak memoderasi pengaruh antara kesada-ran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2017) yang menjelaskan bahwa ketegasan sanksi pajak memberikan pengaruh positif, semakin tinggi ketegasan sanksi pajak maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak

Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak memiliki pengaruh terhadap ke-sadaran diduga karena kepatuhan yang ada dalam wajib pajak masih bersifat kepatuhan yang terpaksa bukan kepatuhan sukarela. Oleh sebab itu, faktor yang mendasari kepatuhan pajak lebih didasarkan atas besarnya sanksi. Penelitian ini bertolak belakang dengan hasil peneli-tian Suryadi (2006) serta Gardina & Dedy (2006) dimana penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah disebabkan oleh pengetahuan wajib pajak.

Hal yang sama ditunjukkan pula oleh variabel kesadaran pajak. Penelitian ini menun-jukkan bahwa kesadaran pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Hal ini diduga karena kepatuhan yang ada dalam wajib pajak masih bersifat kepatuhan yang terpaksa bukan kepatuhan sukarela sehingga tidak ada pengaruh antara kesadaran pajak terhadap kepatuhan pa-jak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Purnomo dan Musyarofah (2008) menyatakan bahwa Wajib pajak berkonsekuensi logis untuk wajib pajak agar mereka secara suka rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksana fungsi perpajakan dengan cara mem-bayar kewajiban pajak secara cepat waktu dan dengan jumlah yang tepat. Rendahnya kesadaran dalam membayar pajak dapat berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Kesadaran wajib pajak tergantung pada masing-masing wajib pajak.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Dari analisis data yang dilakukan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan yaitu Pengeta-huan Perpajakan tidak berpengaruh terhadap Kesadaran Wajib Pajak. Karena dari data yang diolah ternyata wajib pajak tidak sadar hanya dengan memiliki pengetahuan dalam hal per-pajakan. Sanksi Perpajakan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap Kesadaran Wa-jib Pajak. Kesadaran Wajib Pajak tidak mempengaruhi Kepatuhan Wajjib Pajak. Selain itu,

Page 99: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

90

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

transparansi juga tidak memoderasi pengaruh antara Kesadaran Wajib Pajak dengan Kepatuhan Wajib Pajak.

SaranUntuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan perubahan variabel penelititan untuk

menemukan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, serta dilakukan perubahan alternatif jawaban pada kue-sioner penelitian. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik jika dilengkapi den-gan wawancara ataupun pernyataan tertulis sehingga dapat menggali semua hal yang menjadi tujuan penelitian.

Daftar PustakaArum, H. P. (2012). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pa-

jak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas. Skripsi Program Sarjana S1, Universitas Diponegoro Semarang, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Cilacap.

Asri, W. M. (2009). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Biaya Kepatuhan Pajak, dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar. Denpasar: Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Eko-nomi Universitas Udayana.

Azwar, S. (1997). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Dartini, G. A., & Jati, I. K. (2016). Pemahaman Akuntansi, Transparansi, dan Akuntabilitas

Pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 2447-2473.

Devano, S., & Rahayu, S. K. (2006). Perpajakan Konsep, Teori, Isu. Jakarta: Kencana.Dwiyanto, A. (2008). Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada

University Press.Gardina, T., & Dedy, H. (2006). Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi kepatuhan Wajib

Pajak. Modus, vol 18, no 1, 10-28.Ghozali, I. (2006). Aplikai Analisis Multivarite dengan SPSS, Cetakan Keempat. Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Ghozali, I. (2008). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos

16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Ghozali, I. (2015). Partial Least Squares, Konsep, Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program

SmartPLS 3.0. . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Istijanto. (2009). Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Mardiasmo. (2009). Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi.Nagin, D. S., & Klepper, S. (1989). The Role Of Tax Practitioners in Tax Compliance. Policy

Sciences, 167-194.Nasution. (2006). Perpajakan. Jakarta: Bumi Aksara.Nurmantu, S. (2003). Pengantar Perpajakan edisi 2. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.Pakpahan, Y. E. (2015). Pengaryh Pemahaman Akuntansi, Pemahaman Ketentuan Perpajakan

Dan Transparansi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan. JOM.FEKON Vol 2, 1-15.Purnomo, A., & Musyarofah, S. (2008). Pengaruh Kesadraan dan Persepsi Tentang Sanksi dan

Hasrat Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. JAMBSP.rahayu, n. (2017, 04 1). pengaruh pengetahuan perpajakan, ketegasan sanksi pajak dan tax am-

nesty terhadap kepatuhan wajib pajak. ustjogja, 15.Rahayu, S. K. (2010). Perpajakan Indonesia : Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha

Page 100: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”91

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Ilmu.Resmi, S. (2009). Perpajakan:Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.Siahaan, M. P. (2010). Hukum Pajak Elementer Konsep Dasar Perpajakan Indonesia. Yogya-

karta: Graha Ilmu.Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Administrasi: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.Suryadi. (2006). Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dn

Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. Jurnal Keuangan Publik, 105-121.Susanto, H. (2012, Januari 09). Retrieved Juni 02, 2017, from http://www.pajak.go.id/content/

membangun-kesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-pajakTiraada, T. A. (2013). Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sifat Fiskus Terhadap Kepatuhan

WPOP di Kabupaten Minahasa Selata. Emba, 999-1008.Utomo, B. W. (2011). Pengaruh Sikap, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Di Ke-camatan Pamulang Kota Tangerang Selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatul-lah.

widayati, & nurlis. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas.

Winerungan, O. L. (2013). Sosialiasai Perpajakan, Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung. Jurnal Emba Vol.1 No.03, 960-970.

Yandyana, I. K. (2009). Pengaruh Moral dan Sikap Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Koperasi di Kota Denpasar. Denpasar: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Page 101: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”93

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP WAJIB PAJAK, DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KEPATUHAN

WAJIB PAJAKKENDARAAN BERMOTOR DENGAN PERSEPSI ATAS PELAYANAN PEMBAYARAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL

MODERASI

Devita Ayu FebrianiTri Wahyuningsih

TheresiaWoroDamayantiFakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

AbstrakPajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak daerah yang memberikan kontribusi yang tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah, namun sayangnya saat ini penerimaannya belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengetahuan wajib pajak, sikap wajib pajak, dan sarana prasarana terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor dengan menambahkan variabel moderasi yaitu persepsi atas pelay-anan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor. Penelitian ini menggunakan responden Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di daerah Kabupaten Boyolali.Penentuan sampel menggunakan metode Stratifi ed Random Sampling dan Accidental Random Sampling .Data dianalisis dengan menggunakan Teknik Analisis Regresi Logistik.Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap wa-jib pajak dan sarana prasarana berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian ini juga membuktikan bahwa persepsi atas pelayanan pembayaran Pajak memoderasi pengaruh sikap wajib pajak, dan sarana prasarana terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Kata Kunci : Pajak Kendaraan Bermotor, Pengetahuan Wajib Pajak, Sikap Wajib Pajak, Sa-rana Prasarana, Pelayanan Pembayaran Pajak

AbstractVehicle Tax is a local tax that gives high contribution to Local Revenue, but unfortunately at this moment its acceptance not yet maximal. This study aims to obtain empirical evidence of taxpayers’ knowledge, attitudes of taxpayers, and infrastructure facilities against Taxpayer Compliance in paying Motor Vehicle Tax by adding a moderation variable that is perception of payment service of Motor Vehicle Tax. This research use Vehicle Taxpayer Responder in Boyolali District area. The sample is determined by Stratifi ed Random Sampling and Acci-dental Random Sampling Method. The data are analyzed using Logistic Regression Analysis Technique. The result of the research shows that the attitudes of the taxpayer and the means of infrastructure have an effect on the Taxpayer Compliance. This study also proves that the perception of Tax payment service to moderate the infl uence of taxpayer attitudes, and facilities infrastructure against Taxpayer Compliance.

Keywords: Vehicle Tax, Taxpayer Knowledge, Taxpayer Attitude,Infrastructure Facility, Tax Payment Service

Page 102: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

94

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

LATAR BELAKANGPajak Kendaraan Bermotor merupakan Pajak Daerah yang memberikan kontribusi terbe-

sar bagi Pendapatan Asli Daerah.Namun saat ini penerimaan Pajak Kendaran Bermotor tidak sebanding dengan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor setiap harinya.Salah satu hal yang mempengaruhi penerimaan pajak di Indonesia adalah tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.Wajib Pajak dikatakan patuh apabila wajib pajak tersebut dengan setia membayar pajak sesuai aturan tanpa memiliki tunggakan Menurut Rustiyaningsih (2011) dalam Syahril (2013).

70%70%71%

70%72%73%

67%

57%

63%64%64%64%65%

65%66%66%66%66%

66%67%67%

67%67%67%67%

68%68%69%69%

69%71%71%72%71%72%

73%74%

Prosentase Kepatuhan

Gambar 1. Prosentase Kepatuhan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Tengah

Berdasarkan data dari BPPD Provinsi Jawa Tengah tahun 2016, Provinsi Jawa Tengah masih memiliki sekitar 27% sampai 43% wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban pajak kendaraan bermotor. Adanya ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak akan mengan-cam upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Boyolali merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang tingkat kepatuhannya masih 70%.Kabupaten Boyolali yang separuh wilayahnya masih berupa desa menarik peneliti untuk meng-gali lebih lagi tingkat kepatuhan di Boyolali.

Kepatuhan harus digali dengan cara melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kepatu-han. Menurut Putri dan Jati (2012) faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan wajib pa-jak diantaranya adalah kesadaran wajib pajak, kewajiban moral, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan. Kemala (2015) juga mengatakan bahwa kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sikap wajib pajak dan reformasi administrasi perpajakan secara simultan berpengaruh terha-dap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor. Menurut Hardiningsih dan Yulianawati (2011) pengetahuan peraturan perpajakan dan pemahaman peraturan perpajakan tidak berpengaruh terhadap kemauan dalam membayar pajak, namun faktor persepsi efektifi tas sitem dan kualitas

Page 103: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”95

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan. Dalam penelitian ini peneliti ingin menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak yaitu pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Sikap Wajib Pajak terhadap Kepatuhan, Sarana Prasana dan Persepsi Pelayanan Pem-bayaran Pajak.

Pengetahuan wajib pajak tentang Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu fak-tor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan kepatuhan. Tanpa adanya pengetahuan masyarakat tidak akan bisa melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Pengetahuan dasar tentang perpajakan seperti prosedur pembayaran, waktu jatuh tempo pembayaran, nilai yang harus dibayarkan dianggap sangat penting untuk mendorong wajib pajak dalam membayar pa-jak. Hasil penelitian Ilhamsyah, Endang dan Dewantara (2016) faktor pengetahuan dan pema-haman Pajak tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan wajib pajak Kendaraan Bermotor di Kota Malang.Namun hasil penelitian Hardiningsih dan Yulianawati (2011) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan tidak berpenga-ruh terhadap kemauan wajib pajak dalam membayar pajak.Hal ini mendorong peneliti untuk menguji kembali faktor pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpa-jakan terhadap Kepatuhan wajib pajak Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kepatuhan adalah Sikap Wajib Pajak atas kepatuhan membayar pajak. Sikap berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.Menurut Mi-djan (1994) tindakan seseorang dipengaruhi oleh rangsangan tertentu. Rangsangan dapat beras-al dari dalam diri seseorang maupun dari luar yang nantinya akan membentuk persepsi sebagai hubungan dalam suatu lingkungan sosial. Wajib pajak yang memiliki persepsi baik mengenai kepatuhan, diduga akan cenderung lebih patuh membayar pajak. Namun wajib pajak yang me-miliki persepsi buruk mengenai kepatuhan maka akan cenderung mengambil tindakan tidak patuh.

Sarana Prasarana merupakan kondisi fasilitas umum yang ada di lingkungan wajib pajak saat ini. Apabila wajib pajak merasakan sarana prasarana di lingkungannya sudah baik maka hal tersebut akan mendorong wajib pajak untuk mau membayar pajak. Dengan asumsi wajib pajak mengetahui dan merasakan manfaat pajak yang mereka bayarkan digunakan unntuk pembangu-nan infrastruktur.Dalam penelitian ini juga menggunakan variabel moderasi yaitu persepsi atas pelayanan pembayaran pajak. Variabel ini diharapkan dapat meningkatkan dan mempengaruhi variabel lain. Wajib pajak yang memiliki persepsi baik mengenai pelayanan pembayaran pajak akan lebih patuh membayar kewajiban pajaknya.

Berdasarkan pemaparan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh pengetahuan wajib pajak, sikap wajib pajak atas kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor dan sarana prasarana terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor dengan persepsi atas pelayanan pembayaran pajak sebagai variabel moderasi.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah yaitu mampu memberi pengeta-huan kepada pemerintah mengenai faktor-faktor penting yang memiliki pengaruh besar terha-dap kepatuhan wajib pajak. Sehingga nantinya dapat digunakan oleh pemerintah untuk mem-buat kebijakan dan treatment bagi wajib pajak yang belum patuh. Bagi Wajib Pajak diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dalam bidang akuntansi perilaku, dan agar wajib pajak lebih patuh membayar pajak kendaraan bermotor.

TELAAH LITERATURPajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor menurut Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 adalah

Page 104: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

96

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi un-tuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga bergerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Objek dari Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau pen-guasaan Kendaraan Bermotor.Sedangkan yang merupakan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah Orang Pribadi atau Badan yang memiliki kendaraan bermotor.

Menurut Mardiasmo (2008) sistem pemungutan pajak di Indonesia ada tiga yaitu Offi cial assesement system, Self assesement system dan With holding system. Pajak Kendaraan Bermo-tor masuk ke dalam Offi cial assesement system, yaitu sitem pemungutan pajak yang besaran nilai pajak terutangnya ditentukan oleh pemerintah (fi skus). Sehingga Wajib Pajak tidak perlu menghitung pajak terutang yang menjadi kewajibannya. Dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor, Wajib Pajak hanya perlu membayar pajak terutang yang sudah dihitung oleh pemer-intah (fi skus) di SAMSAT sesuai tanggal jatuh tempo yang sudah ditetapkan.

Kepatuhan Wajib Pajak Muliari dan Setiawan (2010) dalam Arum (2012) sesuai dengan Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 235/KMK/03/2003 menjelaskan bahwa kriteria Wajib Pajak yang dapat di-katakan patuh adalah sebagai berikut :

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir

2. Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak selama 3 (tiga) masa berturut-turut.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena tindak pidana di bidang perpajakan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.

4. Wajib Pajak yang Laporan Keuangannya telah diaudit dan dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pengecualian namun tidak mempengaruhi laba rugi fi skal.

5. Menyelenggarakan pembukuan selama dua tahun terakhir, pernah menjalani pemeriksaan dan koreksi atas tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen.

Terdapat dua macam kepatuhan yang dijelaskan oleh Sari dan Susanti (2013) yaitu Kepatuhan Formal dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan per-aturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan Kepatuhan Material merupakan keadaan dimana Wajib Pajak mematuhi kewajiban perpajakan sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Per-pajakan.Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.

Pengetahuan Wajib Pajak Pengetahuan Wajib pajak merupakan informasi dasar bagi seorang wajib pajak yang

nantinya akan digunakan untuk bertindak, mengatur strategi perpajakan dan mengambil kepu-tusan dalam menerima hak hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak berhubungan dengan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan Carolina (2009). Menurut Adiasa (2013) indikator pemahaman wajib pajak terhadap sistem pajak meliputi ketentuan perundang-undangan perpa-jakan, mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, dan membayar pajak tepat waktu. Beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan pajak juga disampaikan oleh Widayanti dan Nurlis dalam Nurlaela (2013), yaitu :

1. Memiliki NPWP, sebagai salah satu sarana yang digunakan untuk memenuhi kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang sudah memiliki penghasilan.

2. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

Page 105: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”97

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

3. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan yang dikenakan apabila melalaikan kewajiban perpajakan.

4. Memiliki pemahaman tentang PKP, PTKP, dan tarif pajak.5. Mengetahui dan memahami peraturan perpajakan lewat sosialisasi oleh KPP.6. Mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui training yang diikuti.

Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Yuliana dan Isharijadi (2014) mengatakan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek

merupakan perasaan mendukung bahkan memihak (favorable) maupun perasaan yang tidak memihak (unfavorable) terhadap objek tersebut. Rangsangan dari luar berpengaruh terhadap sikap yang akan diambil oleh seseorang. Rangsangan yang diterima individu kemudian akan membentuk sebuah persepsi baik atau buruknya sebuah objek. Dalam diri manusia akan ter-jadi dinamika psikofi sik seperti kebutuhan, motivasi, dan pengambilan keputusan oleh individu tersebut (Suyatmin, 2004). Proses tersebut merupakan proses tertutup yang nantinya akan men-jadi dasar pembentukan suatu sikap dan akan menjadi sebuah tindakan yang terbuka, inilah yang merupakan perilaku.

Dalam penelitian ini yang dimaksud sikap wajib pajak terhadap kepatuhan adalah si-kap wajib pajak terhadap kepatuhannya dalam membayar pajak, dilihat dari persepsinya dalam menilai kepatuhan membayar pajak. Apabila persepsi wajib pajak baik, maka wajib pajak akan mengambil sikap dan tindakan yaitu patuh dalam membayar pajak.

Sarana Prasarana Sarana Prasarana merupakan akses ataupun fasilitas disekitar lingkungan wajib pajak

yang dapat mendukung Menurut (Rohemah dan Rahmawati 2013) akses pajak merupakan pusat kegiatan pelayanan yang strategis atau lokasi yang mudah dijangkau oleh wajib pajak, termasuk kemudahan untuk menemukan jalan-jalan disekitarnya dan kejelasan rute, sehingga memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Sarana Prasarana yang ada di lingkungan wajib pajak yaitu akses jalan, transportasi umum, penerangan listrik dan jaringan komunikasi.

Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak Rukmana (2013) menyatakan bahwa pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Dharma (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan indikator kualitas pelayanan yaitu:

1. Kesopanan dan sikap yang baik sebagai kredibilitas yang dimiliki setiap Petugas; 2. Informasi yang jelas dan mudah dimengerti; 3. Penguasaan informasi; 4. Masalah ditangani dengan cepat; 5. Selama prosedur dilakukan, pelayanan yang diberikan baik; 6. Kemudahan mendapatkan arahan/bimbingan; 7. Petugas berpenampilan rapi; 8. Kenyamanan yang ditimbulkan oleh fasilitas yang disediakan.

Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak menjadi sangat penting karena wajib pajak yang memiliki persepsi yang baik atas pelayanan pembayaran pajak akan memiliki tingkat kepatuhan yang baik pula dalam membayar kewajiban perpajakannya.

Page 106: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

98

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak perlu mengetahui prose-

dur, peraturan mengenai perpajakan, biaya yang harus dibayarkan, waktu jatuh tempo bahkan sanksi keterlambatan pembayaran.Pengetahuan Wajib Pajak mengenai perpajakan menjadi hal yang mendasar untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Karena apabila tingkat pengeta-huan wajib pajak masih rendah maka tingkat kepatuhan wajib pajak akan tetap rendah. Wa-laupun wajib pajak memiliki niat yang besar untuk membayar dan mematuhi peraturan pajak, namun apabila kurangnya pengetahuan mengenai perpajakan, wajib pajak tidak dapat melak-sanakan kewajibannya.Sehingga kepatuhan wajib pajak tidak dapat meningkat.

Menurut Syahril(2013) apabila wajib pajak memiliki pengetahuan yang cukup, maka semua ketentuan keawajiban pajak yang harus dipenuhi dapat dilakukan dengan baik oleh wajib pajak dan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat.

Menurut Muslim (2007:11) dalam Syahril (2013) mengatakan apabila tingkat pengeta-huan dan pemahaman mengenaiperaturan perpajakan semakin tinggi,maka kemungkinan wajib pajak yang melanggar peraturan perpajakan akan semakin rendah. Berdasarkan penjabaran dia-tas maka diajukan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sikap Wajib Pajak merupakan hal yang mendasar dan sangat penting untuk meningkat-

kan kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki persepsi baik mengenai kepatuhan dan keharusannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan akan mengambil sikap atau tindakan yang baik pula, yaitu dengan membayar pajak secara patuh sesuai aturan yang berlaku. Se-hingga dengan meningkatnya sikap wajib pajak, kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor akan meningkat.

Sikap wajib pajak dalam penelitian ini dilihat dari beberapa persepsi masyarakat yang meliputi 1) penilaian masyarakat mengenai seberapa pentingnya membayar pajak. 2) persepsi masyarakat mengenai pengelolaan pemerintah terhadap uang yang dibayarkan oleh masyara-kat. 3) persepsi masyarakat mengenai pengembalian atau kemanfaatan karena pembayaran pa-jak kendaraan bermotor. 4) penilaian terhadap ketegasan sanksi dan aturan dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor. Apabila beberapa persepsi tersebut dinilai baik oleh masyarakat, maka diduga masyarakat akan bertindak dan mengambil sikap lebih patuh dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan penjelasan diatas maka diajukan hipotesis kedua, yaitu:

H2 : Sikap Wajib Pajak Berpengaruh Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pengaruh Sarana Prasarana Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sarana Prasarana memiliki peran yang penting dalam meningkatkan tingkat kepatuhan.

Dengan adanya sarana prasarana yang memadai maka akan membuat wajib pajak tidak enggan untuk membayar pajak ke kantor SAMSAT yang ada. Sehingga kepatuhan wajib pajak kenda-raan bermotor akan meningkat. Beberapa sarana prasarana yang menunjang adalah akses jalan, transportasi umum, penerangan jalan, dan juga jaringan telekomunikasi.

Wajib Pajak memerlukan sarana prasarana tersebut untuk menunjang akses menuju kan-tor SAMSAT Boyolali guna membayar pajak kendaraan bermotor. Selain itu apabila wajib pa-jak merasakan adanya pembangunan sarana prasarana di lingkungan mereka, wajib pajak akan memiliki persepsi yang baik atas penggunaan hasil pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak. Berdasarkan penjelasan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut :

Page 107: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”99

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

H3 :Sarana Prasarana Berpengaruh Positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pengaruh Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak Terhadap Kepatuhan PajakKepatuhan wajib pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan pelayanan

yang baik dan memuaskan kepada wajib pajak yang sedang dan ingin memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak (Jatmiko, 2006:21). Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepua-san tersendiri bagi pelanggan. Begitu juga dengan pelayanan yang ada pada tempat pembayaran pajak kendaraan bermotor yaitu SAMSAT.

Wajib pajak yang memiliki persepsi baik atas pelayanan pembayaran pajak , akan cend-erung lebih patuh dibandingkan wajib pajak yang memiliki persepsi buruk mengenai pelayanan pembayaran pajak. Sehingga SAMSAT harus selalu meningkatkan kualitas pelayanan supaya kepatuhan pajak juga ikut meningkat. Ketentuan perpajakan yang dibuat sederhana dan mudah dipahami oleh wajib pajak akan membuat pelayanan perpajakan atas hak dankewajiban mereka dapat dilaksanakan secara efektif dan efi sien. Dengan demikian system informasi perpajakan dan kualitas SDM yang handal akan menghasilkan pelayanan perpajakanyang semakin baik. Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak dijadikan variabel moderasi yang diharapkan akan mempengaruhi dan meningkatkan variabel lain. Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak akan mendukung variabel lain sehingga wajib pajak akan semakin yakin mengambil tindakan membayar pajak dengan teratur. Berdasarkan penjabaran diatas maka diajukan hipotesis :H4 :Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak Memoderasi Pengaruh Pengetahuan Wajib

PajakH5 :Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak Memoderasi Pengaruh Sikap Wajib PajakH6 :Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak Memoderasi Pengaruh Sarana Prasarana

Pengetahuan Wajib Pajak (X1)

Sikap Wajib Pajak (X2)

Sarana Prasarana (X3)

Persepsi atas Pelayanan PembayaranPajak (X4)

Kepatuhan Pajak (Y)

Gambar 2. Model Penelitian

METODE PENELITIANPenggalian data melalui survei dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara

dalam bentuk kuesioner. Kuesioner berisi mengenai indikator variabel yang akan diteliti. Kue-sioner merupakan replikasi dari Kuesioner Kepatuhan Wajib Pajak Provinsi Jawa Tengah tahun 2017. Selain penggalian data melalui wawancara langsung, apabila diperlukan akan dilakukan pendalaman materi melalui wawancara mendalam (indepth interview). Populasi dari penelitian ini adalah wajib pajak kendaraan bermotor di Wilayah Kabupaten Boyolali. Kantor SAMSAT Boyolali mencatat jumlah wajib pajak kendaraan bermotor kurang lebih 471.120.Pengambilan

Page 108: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

100

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sampel dalam penelitian ini menggunakan Stratifi ed Random Sampling dan Accidental Random Sampling.Stratifi ed Random sampling yaitu metode pengambilan sample dengan memperhati-kan tingkatan atau kriteria tertentu.Metode ini digunakan untuk menentukan sampel awal dan digunakan supaya kuesioner dapat terbagi rata di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali. Sedan-gkan Accidental Random Samplingyaitu metode pengambilan sampel teknik penentuan sam-pel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan cocok sebagai sumber data( Sugiyono, 2012).

Penelitian ini menggunakan tiga konstruk utama dan dua konstruk moderasi. Konstruk dalam model penelitian ini adalah (a) Pengetahuan Wajib Pajak, (b) Sikap Wajib Pajak, (c) Sa-rana Prasarana, (d) Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak, (e) Kepatuhan Wajib Pajak

Tabel 1.Indikator-indikator KonstrukVariabel Defi nisi Operasional Indikator

P`engetahuan Wajib Pajak

Pengetahuan Wajib pajak merupakan informasi dasar bagi seorang wajib pajak yang nantinya akan digunakan untuk bertindak, mengatur strategi perpajakan dan mengambil keputusan dalam menerima hak hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak berhubungan dengan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan Carolina (2009)

1. Besaran/Nilai/Jumlah PKB yang harus dibayarkan.2. Komponen yang digunakan untuk menghitung PKB3. Prosedur atau tata cara pembayaran PKB4. Persyaratan/Kelengkapan pembayaran PKB5. Waktu jatuh tempo pembayaran PKB6. Sanksi Keterlambatan Pembayaran PKB7. Tempat Pembayaran PKB

Sikap Wajib Pajak

Sikap seseorang terhadap suatu objek merupakan perasaan mendukung bahkan memihak (favorable) maupun perasaan yang tidak memihak ( unfavorable) terhadap objek tersebut (Yuliana dan Isharijadi 2014).

1. Membayar PKB sama pentingnya dengan pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari2. Membayar PKB merupakan salah satu bentuk sumbangan (kontribusi) yang diberikan masyarakat 3. untuk menjaga kelangsungan roda pemerintah dalam mensejahterakan rakyat.4. Uang yang dibayarkan masyarakat kepada negara melalui PKB akan dikelola sebaik-baiknya.5. Masyarakat akan menerima pengembalian atau kemanfaatan karena membayar PKB dalam bentuk pembangunan infrastruktur.6. Membayar PKB adalah urusan yang merepotkan dan membebani.7. Aturan dan sanksi keterlambatan pembayaran PKB tidak jelas dan tidak tegas.8. Denda keterlambatan terlalu ringan

S a r a n a Prasarana

Sarana Prasarana merupakan akses ataupun fasilitas disekitar lingkungan wajib pajak yang dapat mendukung Akses pajak merupakan pusat kegiatan pelayanan yang strategis atau lokasi yang mudah dijangkau oleh wajib pajak, termasuk kemudahan untuk menemukan jalan-jalan disekitarnya dan kejelasan rute, sehingga memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya(Rohemah dan Rahmawati 2013).

1. Kondisi jalan di lingkungan sekitar tempat tinggal2. Kondisi lampu penerangan di sekitar tempat tinggal3. Kondisi air bersih disekitar lingkungan tempat tinggal4. Kondisi jaringan telekomunikasi di sekitar tempat tinggal5. Keberadaan transportasi umum di sekitar tempat tinggal

Page 109: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”101

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 1.Indikator-indikator Konstruk (lanjutan)Persepsi atas P e l a y a n a n P e m b a y a r a n Pajak

Persepsi wajib pajak atas pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus (Rukmana 2013).

1. Jumlah titik pelayanan pembayaran PKB2. Fasilitas pembayaran PKB3. Mekanisme pembayaran PKB4. Kualitas pelayanan pembayaran PKB

K e p a t u h a n Pajak

Kepatuhan pajak merupakan wajib pajak yang memiliki kesediaan dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku, tanpa adanya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan maupun ancaman dan penerapan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi hukuman (Gunadi 2005).

1. Patuh membayar Pajak2. Tidak Patuh membayar pajak

Uji kualitas data dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Pen-gukuran validitas dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Nilai Correlated Item-Total Correlation atau nilai r hitung dibandingkan dengan nilai r tabel.Jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid (Ghozali 2007). Pengukuran Realibilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpha (α).Variabel atau konstruk dapat dikatakan reliabel apabila suatuvariabel atau konstruk memiliki nilai Cronbach Alpha> 0.60.

Analisis Regresi Logistik digunakan untuk menguji dan mengetahui adanya pengaruh pengetahuan wajib pajak, sikap wajib pajak, norma subjektif, dan transparansi terhadap kepatu-han wajib pajak. Penggunaan analisis regresi logistik dikarenakan variabel dependen yaitu me-miliki dua kategori yaitu nilai 0 untuk wajib pajak yang tidak patuh dan nilai 1 untuk wajib pajak yang patuh. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan program SPSS Statistic 23. Jika Wald hitung <Chi-Square tabel, dan nilai Asymptotic Signifi cance > tingkat signifi kansi (5%) maka H0 diterima.Hal ini berarti HA ditolak atauhipotesis yang menyatakan variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen ditolak.Sementara jika Wald hi-tung >Chi-Square tabel, dan nilai Asymptotic Signifi cance < tingkat signifi kansi (5%) maka H0 ditolak.Hal ini berarti HA diterima atau hipotesis yang menyatakan variabel independen yang berpengaruh terhadapvariabel dependen diterima.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANProfi l Responden

Data yang digunakan oleh peneliti diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada 100 responden di seluruh wilayah Kabupaten Boyolali.Data yang dapat diolah hanya sebanyak 75 kuesioner dikarenakan 25 kuesioner tidak dapat diolah.

Dari 75 responden persentase responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 65,40% se-dangkan persentase responden berjenis kelamin perempuan sebesar 34,60%. Responden yang berumur kurang dari 30 tahun berjumlah 11 orang, yang berumur antara 30 sampai 40 tahun berjumlah 16 orang. Sedangkan responden yang berumur 41 sampai 50 tahun sebanyak 31 orang dan responden yang berumur lebih dari 50 tahun sebanyak 17 orang. Dari seluruh re-sponden yang ada, responden yang berpendidikan akhir perguruan tinggi memiliki persentase terbanyak yaitu sebesar 17,30%. Rata-rata penghasilan responden kurang dari 3 juta perbulan.

Page 110: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

102

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Hasil Uji Validitasdan Reliabilitas Uji signifi kansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk

degree of freedom (df) = n – 2 dengan alpha 0,05, dalam hal ini n adalah jumlah sampel (Gho-zali, 2013:53). Dalam penelitian ini df = n-2 (75-2) = 73, sehingga didapat r tabel untuk df (73) = 0,1914. Berdasarkan hasil uji validitas data yang diolah , nilai r hitung selalu lebih besar dari nilai r tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap item pertanyaan dalam kuesioner valid.

Pengujian reliabilitas penelitian ini menggunakan koefi sien Cronbach Alpha(α) dengan taksiran batasan minimal 0,6. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cron-bach Alpha> 0,6.Dari tabel reliabilitas yang sudah diolah dapat disimpulan bahwa kuesioner dikatakan reliabel.

Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis menggunakan analisis regresi logistik menggunakan SPSS. Data

kuesioner yang telah diperoleh diolah, dan hasilnya akan menentukan hipotesis diterima atau ditolak. Berikut ini hasil analisis regresi logistik yang telah diola :

Tabel 1. Hasil Pengujian Hipotesisi Score Df Sig.

Variables Pengetahuan 1,325 1 ,250

Sikap 8,538 1 ,003Sarana Prasarana 6,434 1 ,011

Persepsi atas Pelayanan 4,204 1 ,040

Pengetahuan*Pelayanan 3,195 1 ,074Sikap*Pelayanan 10,839 1 ,001Sarana Prasarana*Pelayanan 10,379 1 ,001

Overall Statistics 28,025 7 ,000Data Primer Olahan, 2017

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik dapat disimpulkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Pengetahuan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Sig. 0,250> 0,05. Dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.Pengujian hipotesis 2 menunjukkan bahwa Sig. 0,03< 0,05. Dengan demikian H2 diterima. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bahwa Pengetahuan Wajib Pajak berpen-garuh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor. Hasil pengujian untuk hi-potesis ketiga menunjukkan Sig. 0,011< 0,05. Dengan demikian H3 diterima. Hasil pengujian tersebut menyatakan bahwa Sarana Prasarana berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor.

Pengujian untuk variable moderasi menunjukkan pelayanan pembayaran pajak tidak memoderasi pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan pajak. Hal ini ditunjukkan me-lalui Sig. 0,74> 0,05. Tabel diatas menunjukan bahwa Sig untuk hipotesis kelima adalah 0,01 < 0,05. Oleh sebab itu persepsi atas pelayanan pembayaran pajak memoderasi sikap wajib wajak terhadap kepatuhan pajak. Hal yang sama ditunjukkan oleh hipotesis keenam, hasil pengujian menunjukkan bahwa Sig. 0,01< 0,05.. Hasil pengujian tersebut menyatakan bahwa

Page 111: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”103

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Persepsi atas Pelayanan Pembayaran Pajak memoderasi Sarana Prasarana. Ketika wajib pajak memiliki persepsi atas pelayanan pembayaran pajak yang baik dan juga sarana prasarana di sekitar lingkungan yang memadai, maka wajib pajak tersebut akan memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang hanya merasakan adanya sarana prasarana yang memadai saja.

PembahasanHasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kepatu-

han pajak kendaraan bermotor. Pengetahuan Wajib Pajak mengenai perpajakan menjadi hal yang mendasar untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Karena apabila tingkat pengeta-huan wajib pajak masih rendah maka tingkat kepatuhan wajib pajak akan tetap rendah. Na-mun demikian, penelitian ini menunjukkan hal yang sebaliknya. Hal ini diduga karena sifat pemungutan pajak kendaraan bermotor adalah offi cial assessment. Dalam offi cial aseesment, wajib pajak hanya perlu untuk membayar tanpa perlu untuk melakukan perhitungan, sehingga pengetahuan bukanlah faktor yang mempengaruhi kepatuhan. Hasil penelitian ini tidak seja-lan dengan Syahril (2013) yang menyatakan bahwa wajib pajak memiliki pengetahuan yang cukup, maka semua ketentuan keawajiban pajak yang harus dipenuhi dapat dilakukan dengan baik oleh wajib pajak dan tingkat kepatuhan wajib pajak akan meningkat.

Sikap Wajib Pajak merupakan hal yang mendasar dan sangat penting untuk mening-katkan kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak yang memiliki persepsi baik mengenai kepatuhan dan keharusannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan akan mengambil sikap atau tin-dakan yang baik pula, yaitu dengan membayar pajak secara patuh sesuai aturan yang berlaku. Hasil penelitian ini telah memberikan bukti secara empiris bahwa sikap berpengaruh terhadap kepatuhan pajak. Selain sikap, sarana prasarana memiliki peran yang penting dalam mening-katkan tingkat kepatuhan. Dengan adanya sarana prasarana yang memadai maka akan membuat wajib pajak tidak enggan untuk membayar pajak ke kantor SAMSAT yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sarana prasarana memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pajak.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa persepsi atas pelayanan dapat memoderasi penga-ruh sikap dan sarana prasarana terhadap kepatuhan pajak, namun tidak berhasil membuktikan moderasi dalam pengaruh antara pengetahuan dan kepatuhan pajak. Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan. Begitu juga dengan pelayanan yang ada pada tempat pembayaran pajak kendaraan bermotor yaitu SAMSAT. Wajib pajak yang memi-liki persepsi baik atas pelayanan pembayaran pajak , akan cenderung lebih patuh dibandingkan wajib pajak yang memiliki persepsi buruk mengenai pelayanan pembayaran pajak.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Dari analisis data yang dilakukan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan yaitu Pengeta-huan Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali. Karena dari data yang diolah ternyata wajib pajak yang tidak patuh membayar pajak kendaraan bermotor memiliki pengetahuan dalam hal perpajakan. Sikap Wajib Pajak, Sarana Prasarana merupakan variabel yang berpengaruh terhadap tingkat Kepatuhan Pa-jak Kendaraan Bermotor di Kabupaten Boyolali. Sikap Wajib Pajak yang baik dan juga Sarana dan Prasarana yang memadai meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak.Variabel moderasi yaitu Persepsi atas Pelayanan dalam membayar Pajaka Kendaraan bermotor hanya memoderasi variabel sikap wajib pajak dan sarana prasarana saja.Hal ini dikarenakan variabel pengetahuan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Page 112: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

104

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

SaranBagi peneliti selanjutnya diharapkan akan lebih baik lagi dalam memperluas sampel

penelitian,. Selain itu diharapkan peneliti selanjutnya menambahkan variabel lain yang mung-kin dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor, seperti variabel kesadaran wajib pajak, hasrat membayar pajak serta persepsi wajib pajak tentang manfaat pajak. Bagi in-stansi yang terkait dalam hal ini Kantor Bersama SAMSAT Boyolali perlu memanfaatkan akses yang mudah serta menyuguhkan fasilitas yang memadai.Tidak hanya itu, kualitas pelayanan juga harus terus ditingkatkan sehingga wajib pajak semakin patuh dalam memenuhi hak dan kewajiban pajak kendaraan bermotornya.

Daftar PustakaAdiasa, Nirawan. “Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Dengan Moderating Preferensi Risiko.” Agustus 2013: 346.Arum, Harjanti Puspa. “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas.” Skripsi Program Sarjana S1, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Univer-sitas Diponegoro Semarang, Cilacap, 2012, 1-71.

Badan Pajak Dan Retribusi Daerah Provinsi DKI Jakarta. 2015. http://bprd.jakarta.go.id/pa-jak-kendaraan-bermotor/ (diakses 6 10, 2017).

Carolina, Veronica. Pengetahuan Pajak. Jakarta: Salemba Empat, 2009.Dynamics, Centro for Micro And Small Enterprise. “Kajian Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan

Bermotor di Provinsi Jawa Tengah.” 2017: 1-11.Ernawati, Widi Dwi, dan Bambang Purnomosidhi. “Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, Kontrol

Perilaku yang Dipersepsikan dan Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Niat sebagai Variabel Intervening.” 2010: 1-21.

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program SPSS. Semarang, 2007.Gunadi. “Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan (Tax Compliance).” Jurnal

Perpajakan Indonesia Vol 04 No 5 (2005): 4-9.Hardiningsih, Pancawati, dan Nila Yulianawati. “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemauan

Membayar Pajak.” Dinamika Keuangan dan Perbankan 3 No.1 (November 2011): 126-142.

Ilhamsyah, Randi, Maria G Wi Endang, dan Rizky Yudhi Dewantara. “Pengaruh Pemahaman dan Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Peraturan Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Malang.” Jurnal Perpajakan (JEJAK) Vol.1 No.1 (2016): 1-9.

Jatmiko, Agus Nugroho. “Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelay-anan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.” Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.

Kemala, Winda. “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sikap Wajib Pajak dan Reformasi Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor.” JOM.FEKON 2 (Februari 2015): 1-15.

Mardiasmo. “Perpajakan.” Dalam Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi, 2008.Midjan, La. “Pengaruh Budaya TerhadapSikap Pimpinan Puncak dan Kepala Bagian Akuntansi

Perusahaan “Go Public”.” Tesis Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, Bandung, 1994.

Nurlaela, Siti. “Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Kesadaran, Persepsi Terhadap Kem-auan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas.”

Page 113: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”105

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Jurnal Paradigma (Portal Garuda) Vol.11 No.2 (Agustus 2013): 89-101.Putra, I Made Adi Darma. “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kewajiban Moral, Pengeta-

huan Pajak dan Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kantor Bersama SAMSAT Taban.” 2016: 1-13.

Putri, Amanda R. Siswanto, dan I Ketut Jati. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Kendaraan Bermotor di Denpasar.” Fakultas Eko-nomi Universitas Udayana, 2012: 661-667.

Rita Yuliana, Isharijadi. Pengaruh Sikap, NormaSubjektif dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Madiun (ASSET : Jurnal Akun-tansi dan Pendidikan) Vol.3 No.2 (Oktober 2014): 77.

Rohemah, Kompyurini, dan Rahmawati. “Analisis Pengaruh Implementasi Layanan Samsat Keliling Terhadap Kepatuhan Wjib Pajak Kendaraan Bermotor Roda Dua di Kabupaten Pamekasan.” Universitas Trunajaya Madura, 2013.

Rukmana, Dian Ayu. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Perpajakan, Kinerja Lembaga, Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang.” Universitas Mari-tim Raja Ali Haji Tanjung Pinang, 2013.

Sari, R.A Vivi Yulian, dan Neri Susanti. “Faktor Faktoryang Mempengaruhi Kepatuhan Wa-jib Pajak DalamMembayar Pajak Kendaraan Bermotor di Unit Pelayanan Pendapatan Provinsi Kabupaten Seluma.” Ekombis Review, 2013: 63-78.

Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis.” Oleh Alfabeta. Bandung, 2012.Sumianto, dan C.H Heni Kurniawan. “Pengaruh Pemahaman Akuntansi danKetentuan Perpa-

jakan Serta Transparansi Dalam Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Pada UKM di Yogyakarta.” MODUS Vol.27, 2015: 41-51.

Suyatmin. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Tesis Magister Sains Akuntansi, Magister Sains Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang: Diponegoro University Institusional Repository, 2004.

Syahril, Farid. “Pengaruh Tingkat Pemahaman Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Fiskus Ter-hadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Pph Orang Pribadi.” Universitas Negeri Padang, Padang, 2013, 1-24.

Widiastuti, Riana. “Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Waib Pajak Bumi dan Ban-gunan.” Skripsi Program Sarjana S1, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Dipo-negoro, Semarang, 2014, 1-67.

Widyarini, Nilam. Kunci Pengembangan Diri. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009.Yogatama, Arya. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi.” Skripsi Program Sarjana S1, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Dipo-negoro, Semarang, 2014, 1-57.

Yuliana, Rita, dan Isharijadi. “Pengaruh Sikap, NormaSubjektif dan Keadilan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Madiun.” ASSET : Jurnal Akun-tansi dan Pendidikan Vol.3 No.2 (Oktober 2014): 75-85.

Page 114: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”107

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

GLOBALISASI EKONOMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN DI INDONESIA

Lestari AgusalimUniversitas Trilogi

[email protected]

Fanny Suzuda PohanUniversitas Trilogi

[email protected]

AbstractEconomic globalization has created the mutual economic relations among countries, and the traffi c of goods and services will form trade among countries. Globalization will uplift the international trade, nevertheless it often leads to strong infl uences on income patterns within a country, thereby generating both the benefi ciaries and the disadvantaged. There are some countries experiencing poverty reduction and decreasing income inequality, some with increas-ing poverty and income inequality. This research aims to analyze the short and long term effect of economic globalization to poverty and income inequality in Indonesia, and to give policy of recommendation in order to minimize the negative effect of economic globalization. The secondary data used are export import value, gross domestic product, income per capita, open unemployment rate, poverty rate, and gini index during 1978-2015. Vector Error Correction Model (VECM) analysis shows that in short term, trade openness does not have any signifi cant impact on poverty, but in the long term, it has signi cant impact in reducing poverty. Meanwhile, economic globalization in the short term can reduce income inequality, but in the long run it does not have a signifi cant impact. To reduce the poverty and income inequality through inter-national trade, it requires a fair trade system. So that all economy agents would get benefi t, not becoming predator to others

Keywords: Economic Globalization, Poverty, Income Inequality, VECM

AbstrakGlobalisasi ekonomi menciptakan hubungan ekonomi yang saling memengaruhi antarnegara serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antarnegara. Globalisasi akan meningkatkan perdagangan internasional, akan tetapi seringkali menimbulkan berbagai pen-garuh yang kuat terhadap pola pendapatan di dalam suatu negara, sehingga memunculkan pihak yang diuntungkan dan pihak yang dirugikan. Ada negara yang mengalami penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, ada pula yang mengalami peningkatan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jang-ka pendek dan jangka panjang globalisasi ekonomi terhadap kemiskinan dan ketimpangan pendapatan di Indonesia, serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka meminimali-sir dampak negatif dari globalisasi ekonomi. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari nilai ekspor impor, produk domestic bruto, pendapatan per kapita, tingkat pen-gangguran terbuka, tingkat kemikisknan, dan indeks gini dari tahun 1978-2015. Hasil analisis menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) menunjukkan bahwa globalisasi eko-nomi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, tetapi dalam jangka panjang dapat mengurangi

Page 115: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

108

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

tingkat kemiskinan. Sementara itu, globalisasi ekonomi dalam jangka pendek dapat mengu-rangi ketimpangan pendapatan, akan tetapi dalam jangka panjang tidak memikili dampak yang signifi kan. Untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan melalui perdagangan internasional, perlu diterapkan suatu sistem perdagangan yang adil. Dengan demikian semua pelaku ekonomi mendapat manfaat, bukan menjadi predator bagi yang lainnya.

Kata Kunci: Globalisasi Ekonomi, Kemiskinan, Ketimpangan Pendapatan, VECM

1. PENDAHULUANGlobalisasi ekonomi adalah suatu proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam

suatu sistem ekonomi global (Fakih, 2002). Salah satu bentuk globalisasi ekonomi ditandai dengan meningkatnya keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap perdagangan interna-sional. Globalisasi ekonomi ini akan menciptakan hubungan ekonomi yang saling memenga-ruhi antarnegara, serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antarnegara. Kontrol pemerintah semakin memudar karena proses globalisasi digerakkan oleh kekuatan pas-ar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh suatu pemerintah secara individu. Kegiatan perdagangan internasional akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena semua negara bersaing di pasar internasional (Todaro dan Smith, 2006).

Menurut Husynski dan Buchanan (2002), globalisasi ekonomi menghasilkan suatu kondi-si perubahan yang cepat. Mulai dari revolusi cyber, liberalisasi perdagangan, homogenisasi barang dan jasa di seluruh dunia hingga ekspor yang berorientasi pertumbuhan merupakan komponen dari fenomena globalisasi. Globalisasi ekonomi akan meningkatkan perdagangan internasional. Akan tetapi, seringkali menimbulkan berbagai pengaruh yang kuat terhadap pola pendapatan di dalam suatu negara. Perdagangan internasional diyakini memunculkan pihak-pihak yang diuntungkan dan pihak-pihak yang dirugikan.

Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari globalisasi seperti peningkatan pendapatan nasional karena mempunyai keunggulan komparatif, jalan masuk ter-hadap global capital, penyebaran teknologi, penyebaran human rights dan peningkatan kesem-patan kerja sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Atas dasar pemikiran tersebut, organisasi perdagangan internasional dan banyak ekonom berpendapat bahwa globalisasi mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dan ket-impangan pendapatan. Sedangkan dampak negatif dari globalisasi adalah melemahnya posisi dari negara yang kekurangan keterampilan dan modal, pengelolaan yang lemah dalam perda-gangan internasional oleh negara miskin, eksploitasi pekerja di negara miskin, resiko pasar modal global yang tidak stabil, melemahnya stabilitas budaya nasional, otonomi perekonomian nasional dirusak oleh keterbukaan pasar modal, dan negara yang lebih miskin harus menerima kebijakan yang dibuat negara yang lebih kaya (Mutascu dan Fleischer, 2011).

Ada perdebatan tentang keuntungan dan kerugian dari keterbukaan perdagangan. Ber-dasarkan beberapa penelitian yang dilakukankan di berbagai negara, ditemukan bahwa terdapat tiga pola hubungan antara keterbukaan perdagangan dengan kemiskinan suatu negera, dianta-ranya; (1) keterbukaan perdagangan menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan menurun, (2) keterbukaan perdagangan menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan meningkat, (3) terdapat hubungan yang rumit antara keterbukaan ekonomi dan kemiskinan dan ketimpan-gan pendapatan.

Dampak keterbukaan perdagangan dalam mengurangi kemiskinan dibuktikan oleh hasil penelitian Ozcan dan Kar (2016), Okungbowa dan Eburajolo (2014), Oyewale dan Amusat (2013), dan Fischer (2003) yang menemukan bahwa keterbukaan perdagangan mampu mendo-rong pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan di negara-negara dunia. Sebagian be-

Page 116: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”109

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sar ekonom dan organisasi ekonomi internasional menyatakan hal yang sama. Posisi yang pro terhadap perdagangan internasional mengklaim bahwa gelombang arus globalisasi sejak 1980-an sebenarnya telah mempromosikan kesetaraan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan (Dollar & Kraay, 2002). Hasil penelitian Bukhari dan Munir (2016), Amjad (2015), Salimi et al, (2014), Faustino dan Vali (2011), Heshmati dan Lee (2010), Borraz dan Lopez-Cordova (2007) juga menemukan bahwa globalisasi perdagangan menurunkan ketimpangan pendapa-tan. Globalisasi secara keseluruhan ditemukan mempunyai dampak yang positif secara signifi -kan terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampak yang negatif terhadap ketimpangan pendapa-tan. Globalisasi memungkinkan penduduk suatu negara dapat mengonsumsi produk dan jasa dari negara lain, berinvestasi di negara lain, bekerja dan memperoleh pendapatan di negara lain, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Mukherjee dan Krieckhaus, 2012).

Tetapi terdapat keraguan dari kelompok pesimistis yang globalisasi justru semakin me-miskinkan negara yang terlibat di dalamnya. Hasil penelitian Chen dan Ravallion (2007), Ra-vallion (2006), Abbott (2003), dan Twyford (2003) menemukan bahwa kemisikinan masih tinggi seiring berkembangannya globalisasi ekonomi. Globalisasi bisa memperburuk ketimpa-ngan pendapatan karena proses produksi dibagi dan beberapa bagian ditransfer ke luar negeri (Feenstra dan Hanson, 1999). Selain itu, kebijakan ekonomi neoliberal yang mendorong global-isasi telah memberikan kontribusi untuk peningkatan ketidaksetaraan pendapatan (Cornia dan Kiiski, 2001). Secara pesimistis, globalisasi dianggap memiliki dampak terhadap meningkat-nya ketimpangan pendapatan (Mahesh, 2016; Zakaria dan Fida, 2016; Wong, 2016; Asteriou et al, 2013; Ogunyomi, et al, 2013).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Chaudhry dan Imran (2013), Nissanke dan Thorbecke (2010), Harrison (2007), Harrison et al., (2004) dan Lopez (2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang kompleks dan samar antara globalisasi ekonomi dan kemiskinan. Sementara itu, hasil penelitian Williamson (2002), O’Rourke (2001) dan Aghion dan Williamson (1998), menunjukkan globalisasi memberikan dampak yang bervariasi bagi tiap negara. Ada negara yang mengalami penurunan ketimpangan ekonomi ada pula yang mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan.

Di tengah-tengah perdepatan sengit mengenai pengaruh globalisasi terhadap perekono-mian suatu negara, globalisasi semakin tak terhindarkan oleh negara-negara di dunia, karena perdagangan bebas, aliran informasi, barang dan jasa antar negara di dunia terus meningkat yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Banyaknya ratifi kasi kerjasama ekonomi inter-nasional oleh Indonesia menimbulkan diskursus diantara para pakar ekonomi khususnya men-genai pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di dalam negeri. Gambar 1, menunjukkan perkembangan nilai ekspor, impor, dan tingkat kemisnan di Indonesia sejak tahun 1978 hingga 2015. Selama tiga puluh delapan tahun, nilai ekspor impor indonesia men-galami peningkatan yang pesat. Neraca perdagangan Indonesia selalu bernilai positif kecuali pada tahun 2012 hingga 2014 yang mengalami defi sit neraca perdagangan. Salah satu faktor yang menyebabkan tekanan defi sit pada neraca perdagangan Indonesia adalah meningkatnya permintaan impor komoditi migas dan menurunnya kinerja ekspor non-migas (Ginting, 2014). Selain itu, juga karena didorong oleh peningkatan permintaan kendaraan bermotor dan smart-phone. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami fl uktuatif, pada zaman orde baru terjadi penurunan tingkat kemiskinan secara signifi kan. Pada masa transisi menuju era re-formasi terjadi peningkatan kemiskinan diakibatkan krisis moneter dan politik. Namun, setelah tahun 2001 tingkat kemiskinan mengalami penurunan tetapi melambat.

Page 117: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

110

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

0

5

10

15

20

25

30

35

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

1978 2015

Pers

en

Juta

USD

Ekspor Impor Tingkat Kemiskinan

Sumber: Badan Pusat Statistik & Kementerian Perdagangan, 2016 (data diolah)

Gambar 1 Ekspor, Impor, dan Tingkat Kemiskinan

Sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia telah meratifi kasi berbagai perjanjian perdagangan bebas. Banyaknya ratifi kasi tersebut, menimbulkan diskursus di antara para pakar ekonomi nasional khususnya mengenai pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di dalam negeri. Gambar 2, menunjukkan perkembangan nilai ekspor, impor, dan tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia sejak tahun 1978 hingga 2015.

0,00

0,20

0,�0

0,60

0,80

1,00

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

1978 2015

Inde

ks �

ini

Juta

USD

Ekspor Impor Indeks �ini

Sumber: Badan Pusat Statistik & Kementerian Perdagangan, 2016 (data diolah)

Gambar 2 Ekspor, Impor, dan Tingkat Ketimpangan

Selama tiga puluh delapan tahun, nilai ekspor impor Indonesia mengalami peningka-

Page 118: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”111

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

tan yang pesat. Neraca perdagangan Indonesia selalu bernilai positif kecuali pada tahun 2012 hingga 2014 yang mengalami defi sit neraca perdagangan. Salah satu faktor yang menyebabkan tekanan defi sit pada neraca perdagangan Indonesia adalah meningkatnya permintaan impor komoditi migas dan menurunnya kinerja ekspor non-migas (Ginting, 2014). Selain itu, juga karena didorong oleh peningkatan permintaan kendaraan bermotor dan smartphone. Sementara itu, ketimpangan pendapatan di Indonesia tidak mengalami perubahan yang berarti. Pada akhir orde baru terjadi penurunan ketimpangan pendapatan. Namun, setelah reformasi ketimpangan pendapatan cenderung meningkat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai Globalisasi Ekonomi dan Pengaruhnya terhadap Kemiskinan dan Ket-impangan Pendapatan di Indonesia. Dengan mengetahui pengaruh keterbukaan perdagangan tersebut maka akan memberikan suatu informasi penting kepada pemerintah sehingga dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan pertimbangan dalam menentukan arah perekonomian In-donesia.

2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai

berikut: 1. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang globalisasi ekonomi terhadap

kemiskinan di Indonesia?2. Bagaimana pengaruh jangka pendek dan jangka panjang globalisasi ekonomi terhadap

ketimpangan pendapatan di Indonesia?3. Apa rekomendasi kebijakan dalam rangka meminimalisir dampak negatif dari globalisasi

ekonomi?

Manfaat penelitianPenelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa kontribusi akademik. Pertama,

kajian yang luas tentang globalisasi dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai manfaat dan biaya dari globalisasi terutama terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan. Kedua, analisis globalisasi ekonomi (indeks keterbukaan perdagangan) dan hubungannya dengan variabel kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang merujuk pada konsep teoritis dan temuan empiris di negara lain. Analisis ini memberi implikasi kebijakan yang penting dan membantu pemerintah untuk mempertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk memaksi-malkan manfaat globalisasi dan meminimalkan biaya.

3. KAJIAN TEORITIS3.1. Globalisasi Ekonomi dan Kemiskinan

Ada perdebatan tentang keuntungan dan kerugian dari globalisasi. Sebagian besar eko-nom dan organisasi internasional berpendapat bahwa globalisasi memacu pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan (Fischer, 2003). Ozcan dan Kar (2016) melakukan riset pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap kemiskinan di Turki. Turki mulai menerapkan strategi per-tumbuhan berorientasi ekspor pada awal tahun 1980 dan telah menjadi bagian integral dari ekonomi dunia. Liberalisasi perdagangan diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan eko-nomi, pendapatan per kapita, dan mengurangi kemiskinan. Dengan menggunakan model vector error correction model (VECM), ditemukan bahwa liberalisasi perdagangan telah mengurangi kemiskinan di Turki.

Hal yang sama juga di temukan oleh Okungbowa Eburajolo (2014) saat melakukan pene-litian di Nigeria. Hasilnya, globalisasi ekonomi menyebabkan penurunan kemiskinan. Begitu

Page 119: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

112

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

pula dengan Oyewale dan Amusat (2013) yang menilai globalisasi melalui integrasi ekonomi yang semakin meluas pada akhirnya untuk meningkatkan standar hidup orang di seluruh dunia, namun sebagian besar negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin telah menjadi korban dari proses globalisasi terutama karena kemiskinan dan ketimpangan pendapatan me-ningkat dalam dua dekade terakhir.

Chaudhry dan Imran (2013) melakukan penelitian di Pakistan menggunakan analisis re-gresi time series menemukan bukti empiris bahwa liberalisasi perdagangan mengurangi ke-miskinan tetapi tidak memiliki dampak yang signifi kan secara statistik terhadap kemiskinan dan pendapatan ketimpangan secara agregat dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, lib-eralisasi perdagangan memiliki beberapa efek yang kuat pada kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Lopez (2004) menyatakan globalisasi bisa memberi efek yang rumit pada keterkaitan an-tara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan. Globalisasi memperburuk ketimpa-ngan pendapatan, sementara potensi pertumbuhan terbatas sehingga meningkatkan kemiskinan dalam jangka panjang panjang. Namun, jika globalisasi keuangan memberikan kontribusi untuk keuangan pembangunan, kendala pendanaan bisa mereda dan efek negatif dari ketimpangan pertumbuhan bisa menjadi lebih kecil (Harrison et al., 2004). Globalisasi juga bisa mendisip-linkan pemerintah dan membatasi korupsi, dan periksa efek samping negatif dari ketimpangan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa kita harus mempertimbangkan interaksi yang rumit dan hubungan antara globalisasi, ketimpangan dan pertumbuhan, dalam memeriksa efek dari globalisasi terhadap kemiskinan.

Banyak argumen yang meragukan bahwa globalisasi mengurangi kemiskinan di nega-ra-negara berkembang. Kemiskinan masih merajalela di banyak negara berkembang setelah berkembangannya arus globalisasi meskipun jumlah orang di bawah kemiskinan absolut terus turun (Chen dan Ravallion, 2007). Pangsa penduduk yang hidup di bawah $ 1 per hari di dunia menurun dari sekitar 30% pada tahun 1981 menjadi 18% pada tahun 2004 di Asia. Sementara itu, kemiskinan absolut turun dari 11% menjadi 9% di Amerika Latin dan Karibia, 42% menjadi 41% di Sub-Sahara Afrika, dan 0.7% menjadi 0.9% di Eropa Timur dan Asia Tengah. Studi lain menyimpulkan bahwa globalisasi bisa memecahkan masalah kemiskinan jika kebijakan peleng-kap termasuk pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur, dan stabilitas makroeko-nomi yang dilaksanakan (Harrison, 2007). Nissanke dan Thorbecke (2010) menyatakan bahwa dampak globalisasi terhadap kemiskinan sangat kompleks terkait dengan interaksi globalisasi, pertumbuhan dan ketimpangan.

3.2. Globalisasi Ekonomi dan Ketimpangan PendapatanTerdapat banyak studi tentang hubungan antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini memberikan implikasi penting tentang peran globalisasi dalam pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan kemiskinan. Secara teoritis, hubungan antara pertumbuhan global-isasi dan ketimpangan pendapatan dibahas dari sudut pandang tiga teori pertumbuhan.

Pertama, teori pertumbuhan neo-klasik memprediksi terjadi konvergensi (meningkatkan kesetaraan) karena peningkatan mobilitas modal melalui perdagangan internasional. Kuznets (1955) membuat hipotesis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapa-tan yang berbentuk kurva U-terbalik. Pada awalnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat-kan ketimpangan pendapatan, akan tetapi pada tingkat tertentu akan menurunkan ketimpangan tersebut. Wang et al., (2008) melakukan penelitian di China yang menemukan Globalisasi eko-nomi memperbaiki ketimpangan pendapatan. Peningkatan pendapatan disebabkan oleh adanya pembangunan yang tidak merata di beberapa wilayah di China. Suci (2015) meneliti pengaruh globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di ASEAN. Hasil-nya, tingkat globalisasi secara keseluruhan ditemukan mempunyai dampak yang positif secara

Page 120: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”113

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

signifi kan terhadap pertumbuhan ekonomi dan dampak yang negatif terhadap ketimpangan pendapatan.

Kedua, teori pertumbuhan endogen memprediksi kurang konvergensi atau divergensi (meningkatkan ketimpangan pendapatan) karena meningkatnya inovasi teknologi di negara-negara maju dan tidak adanya struktur fundamental makroekonomi untuk mengeksploitasi keuntungan dari globalisasi di negara-negara kurang berkembang. Globalisasi bisa memperbu-ruk ketimpangan pendapatan karena proses produksi dibagi dan beberapa bagian ditransfer ke luar negeri (Feenstra dan Hanson, 1999). Selain itu, efek ancaman yang terkait dengan pemin-dahan pabrik dapat melemahkan daya tawar pekerja (Burke dan Epstein, 2000). Kebijakan eko-nomi neoliberal yang mendorong globalisasi telah memberikan kontribusi untuk peningkatan ketidaksetaraan pendapatan (Cornia dan Kiiski, 2001).

Ketiga, teori pertumbuhan ketergantungan memprediksi terjadi divergensi (peningkatan ketimpangan pendapatan) karena perbedaan manfaat dari integrasi ekonomi dan perdagangan dan struktur produksi terkunci di negara kurang berkembang. Sudut pandang ini menilai Glo-balisasi menyebabkan ketimpangan pendapatan antar negara semakin tinggi dibandingkan ket-impangan pendapatan masyarakat dalam suatu negara. Atif et al., (2012) menggunakan data dari 68 negara berkembang tahun 1990-2010 menemukan bahwa globalisasi akan meningkat-kan ketimpangan pendapatan.

Globalisasi akan memiliki implikasi yang sangat berbeda terhadap ketimpangan pendapa-tan tergantung pada dimensi globalisasi yang terlibat di negara yang bersangkutan. Perekono-mian dunia telah menjadi lebih terintegrasi secara global tetapi telah menimbulkan ketimpangan antara negara-negara. Dampak dalam negeri akibat globalisasi tergantung pada strategi dan ke-bijakan negara tersebut. Negara yang paling dirugikan adalah negara yang kualitas sumberdaya manusianya rendah, birokrasi yang rumit, dan tidak demokrasi (Williamson, 2002; O’Rourke, 2001; dan Aghion dan Williamson, 1998).

Krugman dan Obstfeld (2004) menyatakan para pemilik faktor-faktor produksi yang melimpah di suatu negara akan memperoleh keuntungan dari adanya hubungan perdagangan, namun para pemilik faktor-faktor produksi yang langka di suatu negara sebaliknya akan men-galami kerugian akibat perdagangan internasional. Menurut argumen Stopler-Samuelson, ket-erbukaan perdagangan akan meningkatkan ketimpangan pendapatan apabila negara berkelim-pahan modal, dan akan mengurangi ketimpangan pendapatan jika negara berkelimpahan tenaga kerja (Asteriou et al., 2013).

4. METODE PENELITIAN4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data deret waktu dari tahun 1978-2015. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Indonesia. Pada studi kepustakaan diambil melalui jurnal internasional dan nasi-onal, buku-buku, dan literatur ilmuah lainnya. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi diproksikan dari data PDB ADHK tahun dasar 2010. Data globalisasi ekonomi diukur dengan indeks liberalisasi perdagangan yang diproksikan dari jumlah ekspor dan impor sebagai rasio dari PDB. Data kemiskinan diproksikan dari data rasio jumlah orang miskin terhadap jumlah penduduk. Data ketimpangan pendapatan diproksikan dari data indeks gini. Data pen-dukung lainnya yang digunakan adalah data tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang diproksi dari jumlah orang menganggur terhadap jumlah angkatan kerja.

4.2. Metode Vector Error Correction Model (VECM)Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode

Page 121: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

114

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

VECM yang merupakan VAR yang terestriksi yang digunakan untuk variabel yang nonstasioner tetapi memiliki potensi untuk terkointegrasi. Setelah dilakukan uji kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukan persamaan kointegrasi kedalam model yang digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (fi rst difference) atau I (1) (Firdaus, 2011). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifi kasinya. Oleh karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series tidak stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang.

Adapun spesifi kasi model VECM secara Umum adalah sebagai berikut:

………………………………………. (1)dimana:

= vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian = vektor intersep = vektor koefi sien regresi

= time trend = , dimana mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang

= variabel in-level

= matriks koefi sien regresi = ordo VECM dari VAR

= error term

4.3. Model Penelitian Dalam penelitian ini akan melihat hubungan antara globalisasi ekonomi dengan kemiskinan dan

ketimpangan pendapatan di Indonesia baik hubungan jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga model persamaan adalah sebagai berikut:

MODEL 1: Fokus menganalisis dampak globalisasi ekonomi terhadap kemiskinan.

........ (2)dimana:

= Tingkat kemiskinan

= Pendapatan Domestik Bruto (dalam bentuk logaritma natural)

= Pendapatan Domestik Bruto per Kapita (dalam bentuk logaritma natural)

= Tingkat pengangguran terbuka

MODEL 2: Fokus menganalisis dampak globalisasi ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan.

......... (3)dimana:

= Indeks Gini

Page 122: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”115

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

= Pendapatan Domestik Bruto (dalam bentuk logaritma natural)

= Pendapatan Domestik Bruto per Kapita (dalam bentuk logaritma natural)

= Tingkat pengangguran terbuka

Semua data yang digunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural (LN) kecuali data yang sudah dalam bentuk persen. Selain itu dapat memudahkan dalam melakukan analisis IRF dan FEVD, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel dalam metode VAR adalah variabel endogen, se-hingga dalam model penelitian dapat melihat hubungan saling ketergantungan antar semua variabel.

PEMBAHASANSebelum membahas mengenai estimasi VAR terlebih dahulu dilakukan dilakukan pemer-

iksaan terhadap hasil uji stasioneritas data, penentuan lag optimal, uji stabilitas, dan uji koin-tegrasi (Juanda dan Junaidi 2012). Uji stasioneritas data menggunakan uji ADF (Augmenteed Dicky Fuller) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai den-gan fi rst difference. Baik pada Model 1 dan Model 2, didapatkan bahwa data stasioner pada tingkat fi rst difference.

Besarnya lag dalam sebuah sistem VAR merupakan hal yang penting. Di samping berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya, penentuan lag optimal juga berguna untuk menghilangkan masalah autokolerasi dalam sebuah sistem VAR. Penetapan lag optimum biasanya didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC), Final Prediction Error (FPE), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Schwarz Infor-mation Criterion (SC). Berdasarkan kriteria tersebut, lag optimal untuk Model 1 dan Model 2 adalah lag 4.

Model VAR stabil jika root-nya memiliki nilai modulus (nilai absolut) kurang dari satu. Dari hasil uji stabilitas VAR pada lag 4 Model 1 diperoleh nilai modulus kurang dari satu, yaitu berkisar antara 0.271219 hingga 0.976011. Pada Model 2 dengan lag 4 juga diperoleh nilai modulus kurang dari satu, yaitu berkisar antara 0.539220 hingga 0.994165. Hal ini menunjuk-kan bahwa sistem VAR yang digunakan dalam penelitian ini bersifat stabil.

Uji kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang stasioner pada tingkat fi rst difference terkointegrasi atau tidak. Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggu-nakan metode Johansen Cointegration Test dengan membandingkan trace statistic dengan nilai kritis sebesar 5 persen. Jika nilai trace statistic lebih besar dibandingkan nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Pada kedua model penelitian ditemukan adanya kointegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel yang diuji memiliki hubungan kombinasi linear yang bersifat stasioner (kointegrasi) dalam jangka panjang. Dengan demikian, penelitian ini dapat menggunakan model VECM karena semua data stasioner pada fi rst difference dan terdapat kointegrasi antarvariabel.

5.1. Dampak Globalisasi Ekonomi Terhadap KemiskinanBesimi et al., (2006) menyatakan bawah model VECM menghasilkan dua output esti-

masi utama, yaitu mengukur hubungan jangka pendek antarvariabel dan mengukur error-cor-rection atau kecepetan variabel-variabel dalam bergerak menuju keseimbangan jangka pan-

Page 123: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

116

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

jangnya. Dengan demikian, estimasi VECM dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan keseimbangan jangka pendek dan jangka panjang antarvariabel. Dari hasil estimasi VECM akan didapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara tingkat kemiskinan (POVR), indeks keterbukaan perdagangan (TOI), pertumbuhan ekonomi (LNGDP), pendapatan per kap-ita (LNGDP_C), dan tingkat pengangguran terbuka (OUR).

Tabel 1 memperlihatkan hubungan variabel pada jangka pendek maupun jangka panjang. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat pada jangka pendek terdapat empat variabel yang berpenga-ruh signifi kan terhadap tingkat kemiskinan. Variabel tersebut adalah variabel tingkat kemiski-nan itu sendiri pada lag kedua dan keempat. Pada lag kedua secara signifi kan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, yang berarti bahwa kenaikkan sebesar satu persen pada dua tahun sebelumnya akan menurunkan tingkat kemiskinan itu sendiri pada periode sekarang sebesar 0.98 persen. Sementara itu, tingkat kemiskinan pada lag keempat secara signifi kan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, yang berarti bahwa kenaikkan sebesar satu persen pada empat tahun sebelumnya akan menaikkan tingkat kemiskinan itu sendiri pada periode sekarang sebesar 0.82 persen.

Variabel kedua adalah pertumbuhan ekonomi pada lag ketiga dan keempat yang ber-pengaruh positif pada tingkat kemiskinan. Hal ini berarti kenaikkan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi tiga tahun sebelumnya akan menaikkan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 25.78 persen. Hal yang serupa terjadi pada lag keempat, dimana apabila terjadi kenaikkan satu persen pertumbuhan ekonomi pada empat tahun sebelumnya akan meningkat-kan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 56.39 persen.

Variabel ketiga adalah pendapatan per kapita pada lag pertama dan kedua yang berpenga-ruh positif pada tingkat kemiskinan. Hal ini berarti kenaikkan sebesar satu persen pendapatan per kapita pada tahun sebelumnya akan menaikkan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 12.21 persen. Hal yang serupa terjadi pada lag kedua, dimana apabila terjadi kenaik-kan satu persen pendapatan per kapita pada dua tahun sebelumnya akan meningkatkan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 14.50 persen.

Variabel keempat adalah tingkat pengangguran terbuka pada lag kedua dan ketiga yang berpengaruh positif pada tingkat kemiskinan. Hal ini berarti kenaikkan sebesar satu persen pada tingkat pengangguran terbuka pada dua tahun sebelumnya akan menaikkan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 0.69 persen. Hal yang serupa terjadi pada lag ketiga, dimana apa-bila terjadi kenaikkan satu persen tingkat pengangguran terbuka pada tiga tahun sebelumnya akan meningkatkan tingkat kemiskinan pada tahun berjalan sebesar 2.01 persen.

Infomasi lain yang berguna dari hasil estimasi VECM dalam jangka pendek adalah ket-erbukaan perdagangan internasional tidak memiliki pengaruh signifkan dalam jangka pendek terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan perdagangan tidak serta merta dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia. Menurut McCulloch et al., (2001) perdagan-gan yang mengarah pada liberalisasi perdagangan tidak berperan langsung dalam mengatasi kemiskinan. Walaupun keterbukaan perdagangan semakin besar, ia memainkan peranan kecil untuk mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu, meskipun pemerintah membuat kebijakan yang mengarah kepada liberalisasi perdagangan, harus diikuti pula dengan kebijakan anti kemiski-nan lainnya agar perdagangan dapat memberikan manfaat yang maksimal dalam mengurangi kemiskinan.

Dari Tabel 1 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yang ditunjukkan dengan koefi sien kointegrasi yang signifi kan dan bernilai negatif. Koefi sien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0.139820 pers-en untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Hasil estimasi VECM dalam jangka panjang menunjukkan bahwa variabel yang signifi kan memengaruhi tingkat kemiskinan (POVR) di

Page 124: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”117

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Indonesia adalah indeks keterbukaan perdagangan (TOI), pertumbuhan ekonomi (LNGDP), pendapatan per kapita (LNGDP_C), dan tingkat pengangguran terbuka (UNEMP).

Tabel 1Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek dan Jangka Panjang Model 1

Jangka PanjangVariabel Koefi sien t-statistikPOVR(-1) 1TOI(-1) -0.120499 *[-1.98855]LNGDP(-1) 29.02112 *[5.80804]LNGDP_C(-1) -11.71190 *[-6.01732]UNEMP(-1) 0.565004 *[3.13480]

Jangka PendekVariabel Koefi sien t-statistikCointEq1 -0.139820 *[-2.14374]D(POVR(-2)) -0.986442 *[-2.39425]D(POVR(-4)) 0.823853 *[2.77993]D(LNGDP(-3)) 25.78372 *[2.07411]D(LNGDP(-4)) 56.39695 *[2.93695]D(LNGDP_C(-1)) 12.21765 *[2.07411]D(LNGDP_C(-2)) 14.50142 *[2.07962]D(UNEMP(-2)) 0.695482 *[2.52805]D(UNEMP(-3)) 2.018665 *[3.71066]

Keterangan: -)* siginifi kan pada taraf nyata 5%.-) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946.

Hubungan jangka panjang diatas dapat ditulis dalam persamaan linier berikut:

POVR = -0.120499*TOI + 29.02112*LNGDP – 11.71190*LNGDP_C +0.565004*UNEMP

Pada pengujian VECM, variabel keterbukaan perdagangan berpengaruh negatif secara signifi kan terhadap tingkat kemiskinan dengan nilai koefi sien sebesar -0.12. Nilai tersebut menginterpretasikan bahwa setiap kenaikkan indek keterbukaan perdagangan sebesar satu persen akan menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 0.12 persen. Hal ini mengin-dikasikan bahwa dalam jangka panjang dengan semakin terbukanya perdagangan internasional akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hameed dan Nazir (2009) yang menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi dapat mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. Akan tetapi, manfaat dari globalisasi ekonomi terhadap perekonomian suatu negara juga tergantung pada kebijakan makroekonomi domestik, struktur pasar, kondisi awal ekonomi, kualitas lembaga dan tingkat stabilitas politik. Ozcan dan Kar (2016), Okungbowa dan Eburajolo (2014), Oyewale dan Amusat (2013), dan Fischer (2003) juga memberi kesimpulan yang serupa. Berdasarkan hasil estimasi VECM, manfaat perdagangan bagi masyarakat miskin baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya lain agar masyarakat miskin mendapatkan manfaat dari perda-gangan internasional. Hal ini dapat direalisasikan apabila kebijakan perdagangan dapat mem-berdayakan dan memproteksi pelaku ekonomi kecil sehingga mampu bersaing dalam perda-gangan dunia.

Variabel GDP berpengaruh positif secara signifi kan terhadap tingkat kemiskinan di Indo-nesia. Koefi sien GDP adalah sebesar 29.02 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikkan GDP

Page 125: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

118

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sebesar satu persen maka tingkat kemiskinan akan meningkat sebesar 29.02 persen. Hasil pen-gujian VECM tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi makro selama ini ti-dak pro terhadap masyarakat miskin. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia menghasilkan suatu proses sirkuler yang membuat pemilik modal mendapat keuntungan semakin banyak, dan mereka yang tidak memiliki modal menjadi semakin miskin (Myrdal, 1968). Todaro dan Smith (2006) memberikan deskripsi serupa yang menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak dengan sendirinya memperbaiki distribusi keuntungan bagi segenap penduduk. Pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Pemikir lain seperti Baudril-lard (2011) juga mengkritik secara tajam ideologi pertumbuhan. Ia menyatakan bahwa ideologi pertumbuhan hanya menghasilkan dua hal, yaitu kemakmuran dan kemiskinan. Makmur bagi yang diuntungkan dan miskin bagi yang dipinggirkan. Berdasarkan berita resmi statistik yang dikeluarkan oleh BPS Indonesia, ekonomi Indonesia Semester I-2016 terhadap Semester II-2015 tumbuh 0.71%. Akan tetapi, penurunan tingkat kemiskinan hanya terjadi di perkotaan, se-mentara di pedesaan mengalami peningkatan. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Semester II-2015 sebesar 8.22 persen, turun menjadi 7.79 persen pada Semester I-2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14.09 persen menjadi 14.11 persen pada periode yang sama (BPS, 2016).

Variabel pendapatan per kapita diduga dalam jangka panjang akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan secara signifi kan. Koefi sien pendapatan per kapita adalah sebesar –11.71 yang berarti jika pendapatan per kapita dinaikkan sebesar satu persen maka tingkat ke-miskinan akan menurun sebesar 11.71 persen. Hasil penelitian ini menujukkan pola yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirawan dan Arka (2015), yaitu apabila pendapatan per kapita meningkat maka penduduk di wilayah tersebut semakin sejahtera sehingga mereka dapat keluar dari garis kemiskinan dan tingkat kemiskinan berkurang.

Variabel tingkat pengangguran terbuka dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang positif secara signifi kan terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0.56 persen. Artinya dalam jangka panjang peningkatan tingkat pengangguran terbuka sebesar satu persen akan meningkatkan kemiskinan sebesar 0.56 persen. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Egunjobi (2014) men-genai paradoks kemiskinan dan pengangguran di Nigeria. Meskipun Nigeria kaya akan sumber daya alam, tingkat kemiskinan masih tinggi dan pengangguran tinggi. Penelitian yang meng-gunakan data times series dengan cointegration dan error correction model ini menemukan bahwa dalam jangka panjang pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan. Di Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah pengangguran dan kemiskinan masih menjadi isu yang selalu hangat dibicarakan baik darah akademik maupun politik.

5.2. Dampak Globalisasi Ekonomi Terhadap Ketimpangan PendapatanDari hasil estimasi VECM akan didapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang

antara ketimpangan pendapatan (GINI), indeks keterbukaan perdagangan (TOI), pertumbuhan ekonomi (LNGDP), pendapatan per kapita (LNGDP_C), dan tingkat pengangguran terbuka (UNEMP). Tabel 2 memperlihatkan hubungan variabel pada jangka pendek dan jangka panjang. Pada Tabel 2 terlihat pada jangka pendek terdapat empat variabel yang berpengaruh signifi kan terhadap ketimpangan pendapatan. Variabel pertama adalah variabel ketimpangan pendapatan itu sendiri pada lag pertama. yang berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan. Artinya, kenaikkan sebesar satu satuan pada setahun sebelumnya akan menurunkan ketimpan-gan pendapatan itu sendiri pada periode sekarang sebesar 0.72 satuan.

Variabel kedua adalah keterbukaan perdagangan pada lag kedua dan ketiga yang berpen-garuh negatif terhadap ketimpangan pendapatan. Hal ini berarti kenaikkan sebesar satu persen

Page 126: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”119

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

pada indeks keterbukaan perdagangan dua tahun sebelumnya akan menurunkan ketimpangan pendapatanan pada tahun berjalan sebesar 0.002%. Hal yang serupa terjadi pada lag ketiga, apabila terjadi kenaikkan satu persen indeks keterbukaan perdagangan pada empat tahun sebe-lumnya akan menurunkan ketimpangan pendapatan pada tahun berjalan sebesar 0.001 persen.

Variabel ketiga adalah pertumbuhan ekonomi pada lag pertama dan keempat. Pada lag pertama secara signifi kan berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan, yang berarti bahwa kenaikkan sebesar satu persen pada setahun sebelumnya akan meningkatkan ketimpa-ngan pendapatan pada periode sekarang sebesar 0.29%. Pada lag keempat secara signifi kan berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan, yang berarti bahwa kenaikkan sebesar satu persen pada empat tahun sebelumnya akan menurunkan ketimpangan pendapatan pada periode sekarang sebesar 0.29 satuan.

Variabel keempat adalah tingkat pengangguran terbuka pada lag ketiga yang berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini berarti kenaikkan sebesar satu persen pada tingkat pengangguran terbuka pada tiga tahun sebelumnya akan menurunkan ketimpangan pendapatan pada tahun berjalan sebesar 0.01 satuan.

Tabel 2Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek dan Jangka Panjang Model 2

Jangka PanjangVariabel Koefi sien t-statistik

GINI(-1) 1

TOI(-1) -0.000384 [-0.87212]

LNGDP(-1) 0.737547 *[26.5387]

LNGDP_C(-1) -0.203856 *[-16.0871]

UNEMP(-1) 0.018914 *[15.2752]

Jangka PendekVariabel Koefi sien t-statistik

CointEq1 0.208109 *[3.17719]

D(GINI(-1)) -0.726986 *[-2.63336]

D(TOI(-2)) -0.002458 *[-2.80994]

D(TOI(-3)) -0.001780 *[-2.10537]

D(LNGDP(-1)) 0.291417 *[2.70823]

D(LNGDP(-4)) -0.314023 *[-2.91980]

D(UNEMP(-3)) -0.012239 *[-3.02180]Keterangan: -)* siginifi kan pada taraf nyata 5%.-) nilai t-ADF untuk nilai kritis 5% sama dengan 1.946.

Dari Tabel 2 juga terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang yang ditunjukkan dengan koefi sien kointegrasi yang signifi kan dan bernilai positif. Koefi sien pada kointegrasi tersebut berarti bahwa kesalahan dikoreksi sebesar 0.20% untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Hasil estimasi VECM dalam jangka panjang menunjuk-kan bahwa variabel yang signifi kan memengaruhi ketimpangan pendapatan (GINI) di Indone-sia adalah indeks keterbukaan perdagangan (TOI), pertumbuhan ekonomi (LNGDP), pendapa-tan per kapita (LNGDP_C), dan tingkat pengangguran terbuka (UNEMP).

Hubungan jangka panjang diatas dapat ditulis dalam persamaan linier berikut:

GINI = -0.000384*TOI + 0.737547*LNGDP - 0.203856*LNGDP_C + 0.018914*UNEMP

Pada pengujian VECM, variabel keterbukaan perdagangan berpengaruh negatif secara tidak signifi kan terhadap ketimpangan pendapatan dengan nilai koefi sien sebesar -0.000384.

Page 127: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

120

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Nilai tersebut menginterpretasikan bahwa setiap kenaikkan indeks keterbukaan perdagangan sebesar satu persen akan menurunkan ketimpangan pendapatan di Indonesia sebesar 0.000384 satuan. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang dengan semakin terbukanya perdagangan internasional akan berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan tetapi tidak signifi kan. Manfaat perdagangan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan lebih dira-sakan dampaknya dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang tidak berpengaruh signifi kan. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya lain agar masyarakat berpendapatan rendah mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional. Hal ini dapat direalisasikan apa-bila kebijakan perdagangan dapat memberdayakan dan memproteksi pelaku ekonomi kecil se-hingga mampu bersaing dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, peran negara dalam men-gatur perdagangan internasional menjadi penting untuk mewujudkan pemerataan pendapatan (Stiglitz, 2007). Tjakrawerdaja et al, (2017) menyatakan bahwa negara mempunyai peran yang sangat startegis dalam mengendalikan ekonomi untuk kesejahteraan bersama.

Variabel GDP berpengaruh positif secara signifi kan terhadap ketimpangan di Indonesia. Koefi sien GDP adalah sebesar 0.73 yang menunjukkan bahwa setiap kenaikkan GDP sebe-sar satu persen maka ketimpangan pendapatan akan meningkat sebesar 0.73 satuan. Hasil ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi makro selama ini tidak dirasakan merata oleh seluruh masyarakat. Agusalim (2016) menemukan hasil yang sama dalam penelitian yang menganalisis pengaruh desentralisasi dalam mendistribusikan pendapatan nasional untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Peneltian tersebut menemukan setelah reformasi ber-laku, setiap kenaikan satu persen dalam pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan ketimpa-ngan pendapatan sebesar 0.14 persen. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak dengan sendirinya memperbaiki distribusi keuntungan bagi segenap penduduk. Pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, kare-na mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Pemikir lain seperti Baudrillard (2011) juga mengkritik secara tajam ideologi pertumbuhan. Ia menyatakan bahwa ideologi pertumbuhan hanya menghasilkan dua hal, yaitu kemakmuran dan kemiskinan. Makmur bagi yang diuntungkan dan miskin bagi yang dipinggirkan, sehingga menciptakan ketimpangan pendapatan yang semakin lebar.

Variabel pendapatan per kapita diduga dalam jangka panjang akan berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan secara signifi kan. Koefi sien pendapatan per kapita adalah sebesar –0.20 yang berarti jika pendapatan per kapita naik sebesar satu persen maka ketimpan-gan pendapatan akan turun sebesar 0.20 persen. Hasil ini menunjukkan pola yang berbeda den-gan hipotesis Kuznet. Perbedaannya terletak pada hubungan jangka pendek antara pendapa-tan per kapita dan ketimpangan pendapatan. Kuznet (1955) menyatakan bahwa dalam jangka pendek peningkatan pendapatan per kapita akan diikuti oleh naiknya ketimpangan pendapa-tan, tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jangka pendek antara kedua variabel tersebut. Namun demikian, dalam jangka panjang hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan oleh Kuznet.

Variabel tingkat pengangguran terbuka dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang positif secara signifi kan terhadap ketimpangan pendapatan sebesar 0.01. Artinya dalam jangka panjang peningkatan tingkat pengangguran terbuka sebesar satu persen akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.01 persen. Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Cysne dan Turchik (2012) dan Saunders (2002) yang membuktikan bahwa pengangguran berkontri-busi terhadap ketimpangan pendapatan. Hal itu juga menimbulkan serangkaian dampak sosial yang melemahkan orang yang menganggur itu sendiri, keluarga mereka dan masyarakat tem-pat mereka tinggal. Di Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah pengangguran dan ketimpangan pendapatan masih menjadi isu yang selalu hangat dibicarakan baik darah

Page 128: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”121

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

akademik maupun politik. Untuk itu, pemerintah perlu mendesain suatu kebijakan yang efektif untuk penciptaan lapangan kerja guna memperkecil ketimpangan pendapatan.

5. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian Model 1, dapat disimpulkan bahwa dalam jangka pendek keterbukaan perdagangan internasional tidak memiliki pengaruh yang signifi kan terhadap ke-miskinan. Tetapi, dalam jangka panjang terbukaan perdagangan internasional berpengaruh sig-nifkan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia. Hasil penelitian Model 2, dapat disimpulkan bahwa dalam jangka pendek keterbukaan perdagangan internasional berpengaruh negatif signifi kan terhadap ketimpangan pendapatan. Tetapi, dalam jangka panjang keterbu-kaan perdagangan internasional tidak berpengaruh signifi kan dalam menurunkan ketimpangan pendapatan.

Untuk mengurangi kemismikinan melalui perdagangan internasional, perlu diterapkan suatu sistem perdagangan yang adil. Sehingga semua pelaku ekonomi mendapat manfaat, bu-kan menjadi predator bagi yang lainnya. Ketimpangan pendapatan dapat dikurangi dengan cara menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif sehingga seluruh masyarakat menik-mati hasil dari pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perlu dijuga diterapkan sistem perdagangan yang adil, dimana terdapat kemitraan yang setara antarperlaku ekonomi yang dilandasi oleh jiwa dan semangat kekeluargaan (gotong royong) sebagai acuan dalam aturan main perdagan-gan.

5.2. Implikasi KebijakanDari berbagai artikel ilmiah dan fakta empiris yang terungkap dalam penelitian ini, maka

diperlukan suatu komitmen dan strategi bagi seluruh pelaku ekonomi dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menciptakan suatu sistem perdagangan yang adil. World Fair Trade Or-ganization (WFTO) mendefi nisikan fair trade sebagai model perdagangan yang berdasarkan pada kemitraan setara melalui dialog, keterbukaan dan saling menghormati. Tujuannya adalah untuk menciptakan keadilan, pembangunan berkesinambungan, melindungi hak-hak kelom-pok produsen dan pekerja yang terpinggirkan, dan melindungi lingkungan dari kerusakan aki-bat kegiatan ekonomi yang eksploratif.

Menurut Tjakrawerdaja et al, (2017) sistem perdagangan yang adil hanya dapat terjadi bila terdapat kemitraan yang setara antarperlaku ekonomi. Apabila perdagangan dijalankan atas prinsip persaingan maka dipastikan ada yang menang dan ada yang kalah. Kemitraan yang setara dalam perdagangan harus dilandasi oleh jiwa dan semangat kekeluargaan (gotong roy-ong) sebagai acuan dalam aturan main perdagangan. Semua pelaku ekonomi harus menerap-kan hubungan kerja dan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Kon-sep ini menurut Tjakrawerdaja et al, (2017) merupakan bagian dari Sistem Ekonomi Pancasila, yang tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan kemakmuran bersama seluruh rakyat dan kemandirian ekonomi bangsa. Tujuan tersebut dapat terwujud apabila seluruh keputusan alo-kasi sumber daya ekonomi diputuskan oleh seluruh rakyat, melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukan oleh pasar atau pemerintah yang berkuasa (lembaga eksekutif).

UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih terutamanya disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi,

dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan atas bantuan dana Penelitian Dosen Pemula tahun 2017 yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini dan pihak lain yang telah ikut membantu.

Page 129: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

122

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Daftar PustakaAbbott, K.W. (2003). Development policy in the new millennium and the Doha ‘Development

Round’. Asian Development Bank, available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=431921 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.431921.

Aghion, P., dan J.G. Williamson. (1998). Growth, inequality and globalization: Theory, his-tory, and policy. New York: Cambridge University Press.

Agusalim, L. (2016). Pertumbuhan ekonomi, ketimpangan pedapatan dan desentralisasi di In-donesia. KINERJA: Journal of Business and Economics, 20(1): 53-68. DOI: 10.24002/kinerja.v20i1.697.

Amjad, Z. (2015). Trade and income distribution in Pakistan. Global Journal of Management and Business Research (B) Economics and Commerce, 15(8): 18-25.

Asteriou D, Dimelis S, Moudatsu A. 2013. Globalization and income inequality: A panel data econometric approach for the EU27 countries. Economic Model 03071; dx.doi.org/10.1016/j.econmod.2013.09.051

Atif, M., Srivastav, M., Sauytbekova, M., dan Arachchige, K. (2012). Globalization and in-come inequality: a panel data analysis of 68 countries. Munich Personal RePec Archive Paper No. 42385; mpra.ub.uni-muenchen.de/42385/.

Baudrillard, J.P. (2011). Masyarakat konsumsi. Bantul (ID). Penerbit:Kreasi Wacana.Besimi, F., G, Pugh, dan N, Adnett. (2006). The monetary transmission mechanism in

Macedonia: Implications for monetary policy. Working Papers : Centre for Research on Emerging Economies Staffordshire University, 2 : 1-34.

Borraz, F., Lopez-Cordova, J. E. (2007). Has globalization deepened income inequality in Mexico? Global Economy Journal, 7(1): 1-55. DOI: 10.2202/1524-5861.1237.

Bukhari, M., Munir, K. (2016). Impact of globalization on income inequality in selected Asian Countries. MPRA Paper No. 74248. https://mpra.ub.uni-muenchen.de/74248/.

Burke, J. and G. Epstein. (2000). Threat effects and the internationalization of production, PERI Working Paper, No. 15.

Chaudhry, I.S., Imran, F. (2013). Does trade liberalization reduce poverty and inequality? Em-pirical evidence from Pakistan. Pakistan Journal of Commerce and Social Sciences, 7(3): 569-587.

Chen, S., and M, Ravallion. (2007). Absolute poverty measures for the developing world, 1981- 2004, World Bank Policy Research Working Paper No. 4211.

Cysne, R.P., Turchick, D. (2012). Equilibrium unemployment-inequality correlation. Journal of Macroeconomics, 34(2): 454-469. DOI: 10.1016/j.jmacro.2011.12.009.

Dollar, D., Kraay, A. (2002), Growth is good for the poor. Journal of Economic Growth, 7: 195-225. doi:10.1023/A:1020139631000.

Egunjobi, T.A. (2014). Poverty and unemployment paradox in Nigeria. IOSR Journal Of Hu-manities And Social Science (IOSR-JHSS), 19(5) Ver. IV: 106-116.

Fakih, M. (2002). Runtuhnya teori pembangunan dan globalisasi. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Faustino, H.C., dan C, Vali. (2011). The effects of globalisation on OECD income inequal-ity: A static and dynamic analysis. Working Papers 12/2011/DE. http://pascal.iseg.utl.pt/~depeco/wp/wp122011.pdf.

Feenstra, R.C., dan G.H. Hanson. (1999). The impact of outsourcing and high-technology capi-tal on wages: Estimates for the U.S., 1979-1990, Quarterly Journal of Economics, 114(3).

Firdaus, M. (2011). Aplikasi ekonometrika untuk data panel dan time series. Bogor. PT. Pener-bit IPB Press.

Fischer, S. (2003). Globalization and its challenges. Presented at the conference in memory of

Page 130: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”123

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Rudiger Dornbush. Ginting, A.M. (2014). Trade balance development and its determining factors. Buletin Ilmiah

Litbang Perdagangan, 8(1): 51-72. Hameed, A., dan A. Nazir. (2009). Economic globalization and its impact on poverty and in-

equality: Evidence From Pakistan. http://www.eco.int/ftproot/Publications/Journal/1/Ar-ticle_TDB.pdf

Harrison, A.I.L., dan M.S. McMillan. (2004). Global Capital Flows and Financing Constraints. Journal of Development Economics, 75(1).

Harrison, A. (2007). Globalization and poverty: An introduction. Chicago: University of Chi-cago Press and the National Bureau of Economic Research.

Heshmati, A., dan Lee, S. (2010). The relationship between globalization, economic growth and income inequality. Journal of Globalization Studies, 1(2): 87–117.

Husynski dan Buchanan. (2002). An introduction to organizational behaviour. Prentice Hall Edition

Juanda, B., dan Junaidi. (2012). Ekonometrika deret waktu teori dan aplikasi. Bogor (ID). IPB Press.

Krugman, P., Obstfeld, M. (2004). Ekonomi internasional. Faisal H Basri, penerjemah; Eva Dia Sakti, editor. Jakarta (ID): Penerbit Indeks. Terjemahan dari: International Economics. Ed ke 5.

Kuznets, S. (1955). Economic growth and income inequality. American Economic Review, 45(1):1-28.

Cornia, G.A., dan S. Kiiski. (2001). Trends in income distribution in the post-world war II pe-riod. WIDER Discussion Paper, 2001/89.

Lopez, J.H. (2004). Pro-poor growth: A review of what we know (and of what we don’t). World Bank. Mimeo.

Mahesh, M. (2016). The effects of trade openness on income inequality - Evidence from BRIC countries. Economics Bulletin, 36(3): 1751-1761.

McCulloch, N., L. A. Winters, dan X. Cirera. (2001). Trade tiberalization and poverty: A hand-book. London: Centre for Economic Policy Research and Department for International Development.

Mukherjee, N., dan Krieckhaus, J. (2012). Globalization and human well-being. International Political Science Review, 33(2): 150-170. h p://doi.org/10.1177/0192512111402592.

Mutascu, M., dan Fleischer, A. (2011). Economic growth and globalization in Romania. World Applied Science Journal 12 (10): 1691-1697, 2011.

Myrdal, G. (1968). Asian drama – An inquiry into the poverty of nations. New York, Pantheon.Nissanke, M., dan Thorbecker, E. (2010). Globalization, poverty and inequality in Lation

America: Findings from case studies. World Development, 38(6): 797-802; doi:10.1016/j.worlddev.2010.02.003

Ogunyomi, O.O., Daisi, O.R., dan Oluwashikemi, R.A. (2013). Economic globalization, in-come inequality and economic growth in Nigeria: A Static Data Analysis (1986-2010). ABC Journal of Advanced Research, 2(2): 55-68.

Okungbowa, F.O.E., dan Eburajolo, O.C. (2014). Globalization and poverty rate in Nigeria: An empirical analysis. International Journal of Humanities and Social Science, 4(11): 126-135.

O’Rourke, K.H. (2001). Globalization and inequality: Historical trends. Trinity College Dub-lin, CEPR and NBER, 1-42. h ps://www.tcd.ie/Economics/TEP/2001_papers/TEPNo9KO21.pdf.

Oyewale, I.O., dan Amusat, W.A. (2013). Impact of globalization on poverty reduction in Ni-geria. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 4(11).

Page 131: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Ozcan, G., Kar, M. (2016). Does foreign trade liberalization reduce poverty in Turkey?. Journal of Economic and Social Development, 3(1): 157-173.

Ravallion, M. (2006), Looking beyond averages in the trade and poverty debate. World Development, Elsevier, 34(8): 1374-1392. Available from: h p://dx.doi.org/10.1016/j.worlddev.2005.10.015

Salimi, F., Akhoondzadeh, T., dan Arsalanbod, M. R. (2014). The triangle of trade liberalization, eco-nomic growth and income inequality. Communications on Advanced Computational Science with Applications, 2014(1): 1-15. h p://doi.org/10.5899/2014/cacsa-00026.

Saunders, P. (2002). The direct and indirect effects of unemployment on poverty and inequality. SPRC Discussion Paper No. 118: 1-31. h ps://www.sprc.unsw.edu.au/media/SPRCFile/DP118.pdf.

Stiglitz, J.E. (2007). Making globalization work. New York: W.W. Norton & Company, Inc. Suci, S.C. (2015). Pengaruh tingkat globalisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan

pendapatan di ASEAN. [TESIS]. Institut Pertanian Bogor. BogorTjakrawerdaja S, Purwandaya, B., Lenggono, P. S., Karim, M. dan Agusalim, L. (2017). Sistem eko-

nomi Pancasila. Jakarta: Rajawali Pers.Todaro, P., dan Smith, S.C. (2006). Pembangunan ekonomi. Haris Munandar, penerjemah; Devri

Barnadi, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Economic Development. Ed ke 9.

Twyford, P. (2003). Does trade liberalisation exacerbate or reduce poverty? Trade and globalisation in the lead up to the Cancun Ministerial. Address to Council for International Development (CID) Trade Forum. Oxfam International. Landon.

Wang, B., Tian, X., dan Dayanandan, A. (2008). The impact of economic globalization on income distribution: Empirical evidence in China. Economic Bulletin, 4(35): 1-8.

Williamson, J.G. (2002). Winners and losers over two centuries of globalization. WIDER Annual Lecture 6. Helsinki: UNU-WIDER.

Wirawan, I.M.T., dan S, Arka. (2015). Analisis pengaruh pendidikan, PDRB per kapita dan tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangu-nan Universitas Udayana, 4(5): 546-560.

Wong, M.Y.H. (2016). Globalization, spending and income inequality in Asia Pasifi c. Journal of Comparative Asian Development, 15(1): 1-18. h p://dx.doi.org/10.1080/15339114.2015.1115746.

Zakaria, M., dan Fida, B.A. (2016). Trade openness and income inequality in China and the SAARC Region, Asian Pasifi c Economic Literature, 30(2): 33-44. h p://doi.org/10.1111/apel.12152.

Page 132: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”125

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

MODEL MANAJEMEN PENGELOLAAN RETRIBUSI SAMPAH DI KOTA BANDUNG

Keni Kaniawati, Rully IndrawanUniversitas Widyatama

[email protected] Pasundan

[email protected]

Abstrak Selain melakukan pemungutan pajak, Pemerintah juga melakukan pungutan resmi yaitu retribusi. Retribusi adalah iuran kepada Negara berdasarkan undang-undang Perpa-jakan yang pengenaannya dapat di paksakan dan mendapat kontra prestasi secara langsung yang dipergunakan untuk keperluan pemerintah daerah.Salah satu contoh retribusi tersebut adalah retribusi sampah. Pengelolaan retribusi sampah ini sangat penting guna mendukung operasional pengelolaan sampah. Apabila Manajemen Pengelolaan Retribusi Sampah ini ti-dak dikelola dengan baik, maka akan timbul kerugian. Pada kenyataannya PD Kebersihan kota Bandung tahun 2013 hingga 2015 mengalami kerugian. Oleh karena itu diperlukan model manajemen pengelolaan retribusi sampah.Penelitian yang diusulkan bertujuan mengembangkan model manajemen pengelolaan retribu-si sampah dan merancang kerangka aplikasi manajemen pengelolaan retribusi sampahuntuk memudahkan pemungutan retribusi sampah yang di perlukan pengelola kebersihan/sampah. Sehingga fungsi pemungutan retribusi sampah sesuai dengan tujuannya.Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah sebuah model dan kerangka aplikasi yang dapat digunakan oleh pen-gelola kebersihan untuk memudahkan pemungutan sampah.Penelitian yang diusulkan menggunakan metode kualitatif. Dimana penelitian ini dikaji secara deskriptif kualitatif artinya penelitian ini dilakukan secara cermat mengamati suatu fenomena tertentu melalui pengumpulan fakta tanpa melakukan pengujian hipotesis (Meleong, 2002: 58).Hasil penelitian ini merupakan inovasi dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia khu-susnya kota Bandung guna pemecahan masalah pengelolaan retribusi sampah. Temuan dan luaran dari penelitian adalah: pertama, memberikan kontribusi kepada Pemerintah dengan adanya model manajemen pengelolaan restribusi sampah di kota Bandung. Kedua, publikasi ilmiah berupa kerangka aplikasi model manajemen pengelolaan restribusi sampah di kota Bandung.dalam jurnal nasional dan jurnal internasional terindeks.

Kata Kunci : Sampah, Restribusi Sampah, Manajemen Pengelolaan Restribusi, Model mana-jemen Pengelolaan Retribusi

Page 133: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

126

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENDAHULUANKota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki luas wilayah

sebesar 334.787 Ha, yang secara administratif terbagi atas 30 kecamatan, 151 kelurahan, 1.561 RW, dan 9.691 RT. kecamatan terluas adalah kecamatan Gedebage, dengan luas 958 hektar dan kecamatan terkecil adalah wilayah kecamatan astana anyar dengan luas 89 hektar. sedangkan jumlah penduduk kota Bandung tahun 2012 tercatat 2.655.160 jiwa, terdiri dari 1.358.623 laki-laki, dan 1.296.537 perempuan.

Meningkatnya laju pembangunan disemua sektor pada saat ini dan tahun-tahun akan datang di daerah perkotaan wilayah Kota Bandung, telah memicu terjadinya peningkatan laju urbanisasi. Konsekuensi logis dari semua itu adalah meningkatnya aktifi tas perkotaan di ber-bagai sektor, baik sektor perumahan, industri perdagangan, serta meningkatnya produksi sam-pah. Hal ini tentunya dapat menimbulkan permasalahan tidak hanya mempengaruhi estetika, kebersihan, dan kenyamanan kota, juga berpengaruh terhadap kesehatan penduduk dan ling-kungan kota sebagai akibat dari produksi dan polusi sampah.

Selain pajak, retribusi merupakan sumber penerimaan Negara yang signifi kan. Berbeda dengan pajak, retribusi pada umumnya berhubungan dengan kontra prestasi langsung, dalam arti bahwa pembayar retribusi akan menerima imbalan secara langsung dari retribusi yang dibayarnya. Hal tersebut memang disengaja sebab pembayaran tersebut oleh sipembayar ditu-jukan semata-mata untuk mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah. Oleh sebab itu, dapat didefenisikan bahwa retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pem-berian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Saat ini PD Kebersihan Kota Bandung masih mengalami kerugian, hal ini disebabkan karena kurang optimalnya manajemen pengelolaan restribusi sampah, disamping belum ada penyesuaian tarif retribusi masih jauh dengan yang diharapkan, juga karena kesulitan dalam penarikan retribusi sampah kepada masyarakat. Selain itu, sistem penarikan retribusi sampah masyarakat dikerjasamakan dengan aparat kewilayahan dan pihak swasta, namun hasilnya ti-dak sesuai dengan apa yang diharapkan seperti kerjasama dengan pihak ke tiga menemui ja-lan buntu dan tidak ada kelanjutannya juga kerjasama dengan aparat kewilayahan RW tidak menghasilkan peningkatan yang signifi kan. Hal ini terjadi karena sistem penarikan retribusi yang dilakukan PD kebersihan berdasarkan permintaan jumlah tiket dari Setiap RW, sehingga tidak tahu persis berapa jumlah wajib bayar retribusi sampah yang sebenarnya. Disamping itu tiket yang diberikan tidak selamanya sesuai dengan jumlah tiket yang kembali. Artinya terjadi kebocoran setoran uang retribusi oleh RW. Pihak RW beralasan uang retribusi terpakai biaya operasional dan kebersihan wilayahnya padahal dari jumlah retribusi yang masuk, PD Keber-sihan telah sepakat memberikan insentif pungutan kepada RW sebesar 15 % dari nilai total pendapatan penarikan retribusi sampah oleh setiap RW.

Hal ini tentunya masih jauh dari yang dibutuhkan, sehingga target sasaran retribusi sam-pah pada Tahun 2013 adalah sebesar 21 Milyar, akan tetapi hanya tercapai sebesar 19 Milyar.

Disamping itu penyebab lemahnya retribusi sampah yang masuk kepada PD kebersihan dikarena terdapat kendala dalam penanganan pemungutan retribusi sampah kepada masyarakat, diantaranya:

1. Saat ini PD kebersihan sulit melakukan kerjasama pungutan sampah yang digabungkan dengan rekening PLN;

2. Jika pungutan sampah digabungkan dengan tagihan AIR PDAM, masalahnya tidak semua masyarakat menggunakan jasa layanan air dari PDAM;Melihat kendala tersebut, sudah waktunya PD Kebersihan mencari solusi strategi untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Untuk efi siensi, memang dirasa sangat efektif apabila tagihan

Page 134: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”127

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

retribusi sampah masyarakat digabungkan dengan biaya rekening l istrik dari PLN. Bersaran tarif retribusipun harus disesuaikan dengan besaran timbulan sampah pada setiap fungsi dan kategori bangunan. Jika digunakan konsep subsidi silang antara masyarakat miskin dengan kaya maka besaran pembayaranpun harus disesuaikan secara proporsional.

Prinsip penetapan tarif jasa pengelolaan sampah ditetapkan dengan memperhatikan bi-aya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, jarak tempuh ke lokasi TPA, aspek keadilan dan efektifi tas pengendalian atas pelayanan pengelolaan sampah, dll.

Mengingat hal tersebut diatas, Perlu ada kajian penyesuaian retribusi sampah rumah tangga untuk berbagai klasifi kasi bangunan dan fungsi bangunan yang sesuai dan management pengelolaan sampah yang benar sehingga diharapkan terwujudnya lingkungan hunian yang nyaman, asri, sehat dan berkelanjutan sehingga penduduknya merasa nyaman dan bebas dari polusi sampah.

Optimalisasi pengelolaan retribusi terpadu dan retribusi sampah diharapkan dapat mem-berikan nilai positif dan pencitraan Kota Bandung sebagai kota bersih dan ramah lingkungan dengan menjadikan sampah sebagai dumber daya yang bias dioptimalkan sebagai sumber energi, juga meningkatkan PAD dari sektor retribusi sampah.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan persoalan sebagai berikut :

1. Belum optimalnya teknik penarikan retribusi sampah yang dilakukan oleh PD Kebersihan dengan melibatkan RW setempat;

2. Belum optimalnya penyesuaian retribusi sampah di Kota Bandung disesuaikan dengan klasifi kasi dan fungsi bangunan;

3. Belum adanya penyesuaian besaran tarif retribusi sampah di Kota Bandung berdasarkan potensi timbulan sampah.

TINJAUAN PUSTAKAPENGERTIAN SAMPAH

Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri mau-pun domestik (rumah tangga). Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu pros-es. Sampah didefi nisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefi nisikan konsep lingkungan maka sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya.

Menurut Slamet (2002), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sementara didalam Naskah Akademis Rancangan Undang-un-dang Persampahan disebutkan sampah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang berujud padat atau semi padat berupa zat organik atau an organik bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan.

RETRIBUSI SAMPAHRetribusi merupakan salah satu bentuk nyata partisipasi masyarakat didalam membiayai

program pengelolaan persampahan. Retribusi harus disiapkan dengan seksama serta mempu-nyai landasan yang kokoh, agar masyarakat dapat menerima kenyataan bahwa untuk hidup

Page 135: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

128

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sehat diperlukan biaya dan masyarakat dapat percaya bahwa uang yang dibayarnya benar-benar digunakan untuk pengelolaan persampahan.

Komponen yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan penentuan tarif. retribusi adalah sebagai berikut :

Kebutuhan biaya pengelolaan per tahun Tingkat pelayanan / jumlah sampah yang dikelola Jumlah timbulan sampah masing-masing sumber Pengelompokan wajib retribusi Pola subsidi silang Kemampuan Pemda mensubsidi Kemampuan dan kemauan masyarakat membayar retribusi (ditinjau dari tingkat

penghasilan masyarakat berpendapatan tinggi, menengah dan rendah serta urgensi pelayanan yang dituntut oleh masyarakat)

Pengelolaan sampah merupakan jenis pelayanan yang hingga saat ini disediakan oleh Pemerintah Kota. Sumber pembiayaan penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah Kota berasal dari sumber-sumber penerimaan daerah termasuk penerimaan dari pungutan jasa pelay-anan (Retribusi).

Retribusi pelayanan persampahan merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah (dalam hal ini satuan kerja perangkat daerah (SKPD tertentu) kepada rumah tangga ataupun objek lainnya yang telah memperoleh jasa pelayanan pengelolaan sampah. Jadi retri-busi pelayanan persampahan yang termasuk ke dalam golongan retribusi jasa umum yakni pun-gutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat yang berada dalam wilayah hukumnya atas pemberian jasa atau pelayanan penanganan sampah atau kebersihan.

Pemungutannya harus didasarkan pada pertimbangan mengenai biaya penyelenggaraan pelayanan, tingkat kemampuan masyarakat dalam membayar serta aspek keadilan. Oleh sebab itu penetapan besarnya tarif retribusi sampah ini harus didasarkan pada besarnya biaya opera-sional pengelolaan. Selain itu pemungutan retribusi (termasuk retribusi persampahan) haruslah dilandasi oleh Undang-undang atau peraturan tertentu.

Dengan nama retribusi pelayanan persampahan/Kebersihan, dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan Persampahan/kebersihan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Dan subjek retribusi pelayanan persampahan/kebersihan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh/menikmati pelayanan persampahan/kebersihan.

Tingkat penggunaan jasa pelayanan persampahan/kebersihan diukur berdasarkan be-sarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi, sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan daerah No 11 Tahun 2011.

MANAJEMEN PENGELOLAAN RETRIBUSI SAMPAH

MODEL MANAJEMEN PENGELOLAAN RETRIBUSI SAMPAHModel merupakan usaha untuk menggambarkan, menganalisis, menyederhanakan atau

menunjukkan sistem. Suatu model dibuat berdasarkan pada teori. Model yang baik harus dapat menggambarkan sifat penting dari sistem yang dimodelkan. Model merupakan pengganti dari suatu sistem yang nyata.

Model digunakan bila bekerja dengan pengganti tersebut akan lebih mudah bila diband-ingkan dengan sistem aktual. Secara umum model didefi nisikan sebagai suatu perwakilan atau abtraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan

Page 136: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”129

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik (sebab akibat). Oleh karena model merupakan abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada reali-tas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap bila dapat mewakili berbagai aspek dari reali-tas itu sendiri. Salah satu dasar utama dalam pengembangan model adalah guna menemukan peubah-peubah yang penting dan tepat.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BANDUNGPengelolaan sampah Kota Bandung dilakukan oleh Perusahaan Daerah kebersihan Kota

Bandung. Adapun fungsi dan tugas perusahaan daerah kebersihan/PD Kebersihan Kota Band-ung ialah:- Pengelolaan kebersihan atau pengelolaan sampah di lokasi protokol dan tempat umum dalam

bentuk kegiatan penyapuan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir.

- Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dalam bentuk kegiatan penyediaan tempat pembuangan sampah (kontainer), pengangkutan dan pembuangan akhir.

- Pengelolaan sampah dipasar non pemukiman dalam bentuk pengangkutan sampah dan pengelolaan akhir di tempat pembuangan akhir.

- Pengelolaan sampah di pasar dalam bentuk kegiatan berupa penyapuan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir.

Pemerintah Daerah Kebersihan Kota Bandung berhak memungut imbalan jasa pelay-anan kepada setiap objek pelayanan pengelolaan sampah. Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung merupakan lembaga pemerintah yang menangani masalah persampahan di Kota Bandung, yang dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat serta kecamatan. Pengelolaan sam-pah setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan volume sampah, hal tersebut dikarenakan populasi penduduk Kota Bandung yang semakin meningkat.

PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BANDUNGSecara umum, operasional pengelolaan sampah Kota Bandung meliputi :

1. Penanganan sampah di sumbernya (pada skala sumber sampah) meliputi kegiatan pewadahan dan 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle).

2. Penanganan sampah pada skala lingkungan meliputi pengumpulan, pemindahan dan 3 R.3. Penanganan sampah skala Kota meliputi pengangkutan dan pemrosesan akhir.

PENANGANAN SAMPAH SKALA KOTAPenanganan sampah skala Kota menjadi kewajiban dari pengelola sampah Kota melalui

lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Bandung. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh pengelola sampah skala kota adalah :

a. Penanganan sampah yang bersumber dari tempat dan fasilitas umum meliputi : jalan protokol, pasar, terminal, alun-alun dan tempat umum lainnya. Kegiatannya berupa penyapuan, pengampulan sampai dengan pemrosesan akhir. Penyapuan jalan dilakukan secara manual dengan tenaga kerja orang dan peralatan sapu lidi dengan sarana pewadahan hasil sapuan menggunakan kontainer 120 liter. Pengumpulan sampah basil sapuan menggunakan sarana gerobak motor dan kendaraan Pick up. Penyediaan sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kota menjadi kewajiban dari lembaga pengelola sampah kota.Kebutuhan sarana untuk pengelolaan sampah fasilitas umum (jalan probokol) :1) Panjang jalan Kota Bandung yang perlu dilakukan pengelolaan sampah ± 400 km.

Page 137: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

130

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

2) Jumlah petugas penyapu jalan yang diperlukan @ km adalah 2 orang jumlah keseluruhan 800 orang.

3) Sarana untuk penyapuan berupa sapu lidi, pengki dan kontainer 120 liter merupakan unit/set peralatan untuk setiap satu orang penyapu, maka kebutuhan unit/set peratatan adalah 800 unit/set.

4) Dengan asumsi setiap penyapu basil penyapuan sampah dengan volume 120 liter, maka volume sarnpah terkumpul/hari adalah 96 m3.

5) Pengumpulan sampah hasil penyapuan, 30 % menggunakan gerobak motor dengan kapasitas @ gerobak motor 1 m3 dan 70 % menggunakan Pick up @ kapasitas m3 , maka kebutuhan gerobak motor 28 buah dan pick up 30 buah.

b. Pengangkutan sampah dari TPS hingga ke tempat pemrosesan akhir (TPA).Pengangkutan sampah menggunakan truk dengan sistem Load Haul (LH) menggunakan truk jenis Arm Roll. Sejalan dengan perkembangan tata ruang kola yang semakin sulit untuk memperoleh ruang untuk penempatan TPS, maka sistem pengangkutan akan bergeser ke sistem pengangkutan langsung dengan menggunakan trek jenis Compactor yang mengumpulkan sampah dari titik komunal dengan wadah sampah kompatibel dengan peralatan pengisian ke dalam truk. Untuk 5 tahun ke depan masih akan menggunakan trek jenis arm roll dengan fasilitas TPS menggunakan kontainer. Kebutuhan sarana pemindahan dan pengangkutan sampah1) Proyeksi timbulan sampah Kota Bandung Timbulan sampah disumber sampah per orang per hari = 3,021 liter2) Kebutuhan kontainer di TPS Kebutuhan kontainer dihitung berdasarkan timbulan sampah di TPS yang telah

memperhitungkan pemadatan dengan kapasitas setup kontainer 3,5 ton.3) Kebutuhan TrukTahun 2007 sampai tahun 2009 pengangkutan sampah ke TPA dengan kemampuan an-

gkut per trek per hari sebanyak 2 rit truk dan sebagian ke lokasi pengolahan (daur ulang dan pengomposan) sebanyak 25 % dari timbulan sampah di TPS dengan kemampuan angkut per trek per had 2 rit trek.

Mulai tahun 2010 pengangkutan sampah ke lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan kapasitas 700 ton dan kemampuan angkut per trek per had sebanyak 4 rit trek, ke daur ulang dan pengomposan 25 % dari timbutan sampah di TPS dan sisanya masih ke TPA.

METODE PENELITIANDalam melakukan sebuah penelitian, agar mempermudah langkah-langkah penelitian

sehingga masalah dapat diselesaikan maka peneliti perlu menetapkan terlebih dahulu metode penelitian yang akan digunakan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif.

Objek Penelitian Menurut Sugiyono (2012:13) Objek penelitian adalah: “Sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hak objektif, valid dan reliabel tentang suatu hal (variabel tertentu)”.

Dalam penelitian ini, Objek dalam penelitian ini adalah Jumlah Rumah Tinggal di Kota Bandung, Kebutuhan Biaya seluruh Kegiatan Pengelolaan Sampah Kota Bandung serta Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bandung.

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah

Page 138: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”131

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

jumlah rumah tinggal yang ada di Kota Bandung. Berdasarkan data dari PD Kebersihan jumlah rumah tinggal yang ada di Kota Bandung sebanyak 328.339 rumah tinggal.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel yaitu berdasarkan rumus Slovene jum-lah sampel didapat sebesar 100 rumah tinggal dari Populasi dalam penelitian dengan jumlah rumah tinggal yang ada di Kota Bandung. Berdasarkan data dari PD Kebersihan jumlah rumah tinggal yang ada di Kota Bandung sebanyak 328.339 rumah tinggal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dan Perancangan

A. Analisis PermasalahanMasalah dalam pengelolaan retribusi sampah kota Bandung menurut penulis terdiri dari

beberapa faktor. Faktor pertama adalah permasalahan mekanisme pembayaran.Masih banyak golongan wajib bayar retribusi yang tidak membayar retribusi sebagaimana mestinya. Hal ini bisa dililihat bahwa selama kurun waktu penagihan tahun 2015 jumlah bukti penagihan yang diterbitkan sebanyak 98.700 lembar, 83.080 lembar retribusi yang tertagih sedangkan seban-yak 15.620 lembar retribusi yang tidak tertagih (Jamaluddin, 2016). Selain itu jika ditelaah penyebaran aparatur pelaksana penagihan ternyata tidak sebanding dengan jumlah wajib bayar retribusi (Jamaluddin, 2016) sehingga pihak PD Kebersihan kota Bandung mencoba bekerja sama dengan pihak swasta namun hasilnya belum maksimal.

Berdasarkan data laporan PD Kebersihan Kota Bandung tahun 2015 jumlah penerimaan mencapai 97,07% (PD Kebersihan Kota Bandung, 2015) dari target yang dicanangkan. Jumlah ini terlihat cukup ideal namun pada kenyataannya PD Kebersihan Kota Bandung juga meneri-ma subsidi dari pemerintah Kota Bandung sebesar Rp 88.806.000.000. Artinya walaupun target penerimaan hampir mencapai 100% namun biaya pengeluaran tidak sebanding dengan peneri-maan karena pihak PD Kebersihan Kota Bandung masih membutuhkan subsidi dari pemerin-tah.

Faktor lainnya menurut penulis adalah tarif pembayaran retribusi. Pada artikel yang di-tulis di Kompas (Ramdhani, 2017) Walikota Ridwan Kamil mengatakan bahwa tarif golongan wajib bayar golongan rumah tinggal tidak proporsional. Hal ini dikarenakan jumlah orang per keluarga tidak masuk dalam hitungan pembayaran. Artinya jika satu keluarga yang berjumlah 7 orang maka keluarga tersebut akan membayar tarif retribusi dengan jumlah sama dengan ke-luarga yang hanya berjumlah 3 orang. Menurut Perwal Kota Bandung Tahun 2013 sendiri (Per-aturan Walikota Bandung No 316, 2013)tarif golongan rumah tinggal hanya dibagi berdasarkan daya listrik, luas tanah, dan luas bangunan.

B. Analisis Kebutuhan SistemBerdasarkan subbab analisis permasalahan maka diperlukan solusi agar permasalahan

yang dipaparkan dalam subbab tersebut dapat diatasi. Dalam hal ini penulis mengajukan sebuah sistem terintegrasi yang dibangun dengan teknologi informasi berbasis web dan mobile. Sistem informasi berbasis web dan mobile dipilih penulis karena kemudahan dalam hal mengaksesnya sehingga semua golongan wajib bayar retribusi dan pihak PD Kebersihan Kota Bandung send-iri dapat dengan mudah memantau pengelolaan tarif retribusi sampah.

Berdasarkan Perwal Tahun 2013 tentang retribusi sampah pasal 5 (Peraturan Walikota Bandung No 316, 2013) terdapat 5 golongan wajib bayar jasa pelayanan pengelolaan sampah yaitu golongan Rumah Tinggal; Komersial/Non Komersial; Sosial; Pedagang Sektor Informal; dan Angkutan Umum. Setiap golongan tersebut memiliki tarif yang telah spesifi kasikan mas-

Page 139: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

132

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

ing-masing. Dengan sistem informasi retribusi sampah ini maka setiap golongan tersebut dapat melihat dan membayar tarifnya sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1 yang menunjukan use case untuk mekanisme pembayaran langsung.

uc User Use Cases

Sistem Retribusi Sampah

Lihat Tagihan

User (Gol Rumah Tangga)

Bayar Tagihan

User (Gol Komersial/Non

Komersial)User (Gol Sosial)

User (Gol pedagang sektor informal)

User (Gol Angkutan umum)

Pilih Metode Pembayaran«extend»

«include»

Gambar 1. Use case pembayaran langsung untuk setiap golongan wajib bayar

Pada use case gambar 1, user juga dapat memilih metode pembayaran yang diinginkan-nya. Dalam hal ini metode autodebet, transfer, dan semacamnya dapat dipilih oleh user untuk memudahkan proses pembayaran.

Selain metode pembayaran langsung, golongan wajib bayar juga dapat membayar dengan melalui pihak kedua. Pihak kedua disini adalah RW atau petugas PD Kebersihan sendiri. Proses pembayaran dengan pihak kedua ini dimasukkan penulis ke dalam sistem retribusi sampah karena belum semua rakyat Indonesia memahami cara penggunaan teknologi informasi. Gam-bar 2 dan 3 memperlihatkan use case dengan pembayaran melalui pihak RW atau petugas PD Kebersihan.

uc RW user case

Sistem Retribusi Sampah

User (Ketua RW)

Lihat Tagihan Anggota Rukun Warga

Bayar tagihan anggota rukun warga

Pilih Metode Pembayaran

«include»

«extend»

Gambar 2. Use case mekanisme pembayaran retribusi sampah melalui pihak RW

Page 140: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”133

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

uc Petugas Kebersihan Use Case

Sistem Retribusi Sampah

Petugas Kebersihan

Entry Pembayaran

Lihat Tagihan

«include»

Gambar 3. Use case mekanisme pembayaran retribusi sampah melalui petugas kebersihan

Selain mekanisme pembayaran, pada sistem ini petugas PD kebersihan juga dapat melakukan entry golongan wajib bayar dan tarifnya. Gambar 4 menunjukan use case untuk administrasi PD Kebersihan.

uc Administrasi PD Kebersihan Use Case

Sistem Retribusi Sampah

Admin (PD Kebersihan)

Entry Golongan Waj ib Bayar Retribusi

Sampah

Entry Tarif untuk Golongan Waj ib Bayar

Retribusi Sampah

Lihat Tagihan Golongan Waj ib Bayar Retribusi

Sampah

Lihat tagihan yang belum terbayarkan

Lihat tagihan yang sudah terbayarkan

«include»

«include»

Gambar 4. Use case admin petugas kebersihan

Data golongan, kriteria, dan tarif retribusi sampah diinputkan sendiri oleh pihak PD Ke-bersihan Kota Bandung. Namun data pelaku (data rumah tangga, industry, dsb) diambil dari eksternal data, yaitu diperoleh dari data yang tercatat di pemerintah kota Bandung.

C. Proses BisnisProses bisnis dalam sistem retribusi sampah dibagi menjadi dua bagian, yaitu mekanisme

pembayaran dan mekanisme penginputan data oleh admin. Pada proses mekanisme proses pembayaran, sebagaimana yang telah dibahas sebelumya pada diagram use case, terdapat 3 me-kanisme pembayaran yang bisa dilakukan. Gambar 5 memperlihat 3 mekanisme pembayaran pada sistem retribusi ini

Page 141: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

134

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Start

Lihat Tagihan

Pilih Metede Pembayaran

Bayar

Selesai

Start

Terima Pembayaran

Warganya

Lihat Tagihan Warganya

Pilih Metede Pembayaran

Bayar

Selesai

Start

Lihat Tagihan Pembayar

Entry Pembayaran

Selesai

Dat

a Ta

giha

n

Dat

a Ta

giha

n

Dat

a Ta

giha

n

Mekanisme Pembayaran Langsung Mekanisme Pembayaran Melalui RW Mekanisme Pembayaran melalui Petugas

Gambar 5. Proses bisnis mekanisme pembayaran sistem retribusi

Dari gambar 5, user dapat melihat tagihannya terlebih dahulu sebelum melakukan pem-bayaran. Data tarif pergolongan diperoleh dari internal data yang diinputkan oleh petugas PD Kebersihan kota Bandung sendiri. Sedangkan, data-data individu seperti kepala keluarga, peru-sahaan, atau industri diperoleh dari data di pemerintah kota Bandung.

Pada bisnis proses yang berjalan saat ini, masyarakat dapat membayar retribusi sampah melalui pihak swasta. Proses tersebut bisa dilakukan namun tidak terlibat langsung dalam pros-es bisnis sistem ini. Prosesnya, setelah pihak swasta menerima pembayaran dari masyarakat maka kemudian pihak swasta menyerahkan kepada PD Kebersihan kota Bandung. Pihak PD Kebersihan Kota Bandung baru kemudian melakukan input pembayaran pada sistem ini.

Start

Entry Golongan Wajib Bayar

Retribusi Sampah

Enty Tarif dan Kriterianya Per Golongan Wajib Bayar Retribusi

Sampah

Finish

Dat

abas

eData Golongan

dan Tarifnya

Simpan

Gambar 6. Proses bisnis entry golongan beserta tarif untuk pelaku wajib bayar retribusi sampah

Pada gambar 6, PD Kebersihan Kota Bandung dapat menginput data golongan beserta kriteria dan tarif yang harus dibayarkan pelaku wajib bayar retribusi sampah. Dengan fi tur ini maka jika ada penyesuaian tarif dan kriteria di masa akan dating akan mudah dilakukan.

Page 142: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”135

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

StartFinish

Lihat Tarif Akumulasi/Individu

Lihat Tarif yang terbayarkan ?

Lihat tarif yang sudah dibayar

Lihat tarif yang belum dibayar

Dat

abas

e

Data Golongan dan Tarifnya

Data Pelaku Pembayar Retribusi Sampah

Ya

Tidak

<<External data>>

Gambar 7. Proses bisnis melihat tarif PD Kebersihan Kota BandungUntuk mempermudah pengawasan dan pemantauan, maka pihak PD Kebersihan Kota Bandung harus dapat memantau tarif-tarif dari para pelaku wajib bayar retribusi sampah baik yang su-dah terbayarkan atau belum terbayarkan. Gambar 7 diatas memperlihatkan proses bisnis untuk melihat tarif-tarif dari pelaku wajib bayar retribusi sampah oleh pihak PD Kebersihan Kota Bandung.

D. Rancangan Kelas Diagramclass diagram sistem retribusi sampah

Person

- username: String

User

Admin

+ entryGol()+ entryKriteria()+ entrySubGol()

Golongan

- jenisGolongan: String

Kriteria

- jenisKriteria: String- tarif: double

SubGolongan

- jnsGolongan: Golongan- l istKriteria: List<Kriteria>- namaSub: String

RWPetugas

Masyarakat

- jenisGolongan: SubGolongan

Pembayaran

+ getTagihan(): double+ prosesPembayaran(): double

Gambar 8. Rancangan kelas diagram

Rancangan kelas diagram pada gambar 8 saat ini masih bersifat general. Implementasi detail kelas diagram masih dalam proses saat ini.

Daftar PustakaJamaluddin, Y. (2016). Implementasi kebijakan tarif jasa pengelolaan sampah di kota bandung,

1(November), 16–24.PD Kebersihan Kota Bandung. (2015). Laporan Kinerja PD Kebersihan Kota Bandung 2015.

Bandung. Retrieved from https://ppid.bandung.go.id/knowledgebase/laporan-kinerja-

Page 143: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

tahun-2015/Peraturan Walikota Bandung No 316. Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tentang Tarif Jasa

Pengelolaan Sampah (2013). Indonesia.Ramdhani, D. (2017). Tarif Retribusi Sampah di Bandung Tak Proporsional - Kompas.com.

Retrieved from http://regional.kompas.com/read/2017/02/21/13302831/tarif.retribusi.sampah.di.bandung.tak.proporsional.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung (2007); Kelayakan Tarif Pungutan Sampah Kota Bandung.

Lia Yukiati (2013); Pengaruh Alih Fungsi Rumah Tangga Willingness to Pay RetribusiSampah dan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung; Tesis Program Pascasarjana Universitas

Padjajaran, Bandung.Moh. Nazir (2003); Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2002); Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan

Manajemen, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta.PD Kebersihan Kota Bandung (2014); Rencana Kerja Anggaran PD Kebersihan Tahun 2014.Purbayu Budi Santos dan Ashari (2005); Analisis Statistik dengan Microsoft Excell dan

SPSS, Edisi I, Andi, Yogyakarta.Syahnaz Rachmaningtyas (2013); Sistem Pengelolaan Sampah Kota Bandung, Jawa Barat,Laporan Kerja Praktek, Universitas Diponegoro, Semarang.Sugiyono (2009); Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.

Page 144: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”137

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK: HERDING ATAUKAH PENGETAHUAN(STUDI PADA UKM DI JAWA TENGAH)

Ayu RiskawatiMalida Annastasia RibkaTheresia Woro Damayanti

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

AbstractPP 46 of 2013 which is a solution to the limitations of SMEs in calculating the tax becomes an interesting phenomenon to be studied. Indonesia has a collectivism culture so there is a ten-dency to imitate the behavior of other taxpayers or known as herding behavior. This study aims to determine whether the willingness to pay taxes caused by taxpayer knowledge or because of herding behavior. This research is conducted to the Taxpayer of SMEs in Central Java with 100 taxpayers as sample. The results showed that both knowledge of taxpayers and herding behavior affects the willingness to pay in taxes. But in coeffi cient analysis found that herding is a dominant factor in the willingness to pay taxes

Keywords: Knowledge of the Taxpayers, Herding Behavior, Willingness to pay taxes

AbstrakPP 46 Tahun 2013 sebagai jalan tengah atas keterbatasan UKM dalam menghitung pajak menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti. Indonesia memiliki budaya collectivism maka perilaku yang dihasilkan adalah meniru perilaku wajib pajak lain atau yang dikenal dengan perilaku herding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kemauan untuk membayar pajak disebabkan oleh pengetahuan wajib pajak ataukah karena perilaku herding. Penelitian ini dilakukan kepada Wajib Pajak UKM di Jawa Tengah dengan sampel berjumlah 100 wajib pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pengetahuan wajib pajak maupun perilaku herding mempengaruhi kemauan untuk membayar pajak. Namun dalam analisis beda koefi sien ditemukan herding merupakan faktor dominan dalam kemauan untuk membayar pajak

Kata Kunci: Pengetahuan Wajib Pajak, Perilaku Herding, Kemauan Membayar Pajak

Page 145: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

138

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

PENDAHULUANPeraturan pemerintah nomor 46/2013 mengamanatkan UMKM yang memiliki omzet

usaha tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun wajib membayar PPh pribadi maupun badan sebesar 1 persen dari omzet. Pemotongan dari omzet diusulkan karena UMKM selama ini ti-dak memiliki pembukuan yang rinci soal belanja, penjualan, maupun pendapatan bersihnya Oleh karena itu, untuk mempermudah, diusulkan pemotongan dari omzet. Fuad dalam Mustami (2015) menerangkan bahwa DJP berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi pa-yung hukum bagi kebijakan pajak tersebut tidak menyatakan pengenaan pajak untuk UMKM, melainkan pajak yang dikenakan berdasarkan hasil usaha di atas Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar. Artinya, pengusaha mikro seperti penjual bakso, pedagang sayur dan pedagang asongan atau penjual keliling lainnya tetap bebas pajak, sedangkan mereka yang beromzet lebih dari Rp 4,8 miliar dikenai pajak seperti pengusaha besar. “Untuk usaha yang beromzet diatas Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar akan dikenai PPN 1 % dan PPh 1%,” urai Fuad (Mus-tami, 2015).

Strategi fi skus dalam penerapan peraturan PP No. 46 untuk menjaring lebih banyak wajib pajak dan menggiring pebisnis menjadi pengusaha kena pajak (PKP), karena sebagian bisnis unit banyak yang mendaftarkan diri menjadi PKP demi dapat menjalankan kegiatan bisnis dengan kapasitas mengeluarkan faktur pajak sekalipun omzet penjualan kurang dari Rp. 4.8 milyar akan efektif meningkatkan pendapatan negara dan memaksa pebisnis menjalankan kewajiban perpajakan mereka dengan lebih jujur dan tertib. Namun minimnya sosialisai tentang latar belakang dan contoh perhitungan yang riel mengakibatkan pelaksanaan peraturan baru ini kurang efektif baik dari sisi wajib pajak bahkan fi skus dan account representative di kantor pelayanan pajak setempat (Setiawati dan Tjahjono, 2015).

Kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan khususnya Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari usaha dengan omset tertentu, merupakan jawaban atas keluhan Wajib Pajak selama ini yang sangat sulit menghitung Pajak Penghasilannya. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46), diharapkan agar Wajib Pajak dapat dengan mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Terdapat pro dan kontra terhadap peraturan perpajakan baru untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) khusunya pada PP 46 tahun 2013 yang mengatur tentang besaran pajak yang dikenakan pada pengusaha UMKM tersebut. Besaran pajaknya ialah 1% dari net omzet UMKM tersebut, dikatakan pro apabila UMKM tersebut memiliki margin keuntungan sebesar 7%, karena tarif yang dikenakan tersebut sangat rendah. Sedangkan kontra yang dialami akibat kebijakan baru dari PP 46 tahun 2013, semisal pengusaha UMKM tersebut memiliki margin keuntungan kurang dari 7%, akan terasa memberatkan dalam pembayaran pajak, karena hasil perhitungan lebih besar dari pajak yang margin keuntungan lebih dari 7% (Minghadi, 2013).

Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan ekonomi akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kemauan mereka dalam membayar pajak (Suryadi, 2006). Hal paling menentukan dalam keberhasilan pemungutan pajak adalah kemauan wajib pajak untuk melakukan kewajiban. Ketidakmauan wajib pajak melakukan kewajiban tersebut adalah asas perpajakan, yaitu bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak. Masyarakat tidak pernah tahu wujud kongkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak (Hardiningsih dan Yulianawati, 2011).

Wajib pajak yang mengetahui pajak seperti manfaat perpajakan bagi negara, akan memiliki sikap yang positif wajib pajak terhadap perpajakan. Dengan adanya sikap yang positif akan pajak maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Terdapat pengaruh sikap wajib pajak terhadap pengetahuan wajib pajak (Widayati dan Nurlis; dan Agustiantono dalam

Page 146: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”139

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Nugroho, 2016). Kemauan para pelaku wajib pajak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk memenuhi kewajibannya kepada negara dengan membayar pajak sesuai aturan yang berlaku. Apakah wajib pajak memiliki kemauan membayar pajak, ataukah wajib pajak berperilaku herding. Herding adalah ketika seseorang meniru orang lainnya. Mengabaikan informasi sesungguhnya yang telah dimiliki (Scharfstein and Stein, 1990). Sebelumnya banyak analisis perilaku herding yang mendefi nisikan bahwa perilaku investor yang menekan analisis atau pendapat pribadi mereka dan menjadikan perilaku investor lain dan sentimen pasar sebagai dasar dari pengambilan keputusan investasi (Christie dan Huang dalam Dharmawan, 2015). Herding dijelaskan sebagai perilaku individu dan atau sekelompok yang cenderung meniru atau mengikuti individu dan atau sekelompok orang lainnya. Terlepas apakah tindakan individu dan atau sekelompok orang tersebut rasional atau irasional, tetap saja ada individu dan atau sekelompok lainnya yang mengikutinya. Pendeteksian perilaku herding pada suatu pasar saham dibutuhkan untuk melihat kerasionalan dari pelaku investor di beberapa kondisi pasar. Pendeteksian perilaku herding ini menjadi penting karena performa perekonomian Indonesia menjadikan salah satu faktor yang menarik untuk berinvestasi. Penelitian yang dilakukan menandakan bahwa ada kemungkinan perilaku herding dalam berinvestasi (Gunawan, 2011). Dari pemaparan di atas terdapat rumusan masalah yaitu, bagaimana pengaruh perilaku herding dan pengetahuan wajib pajak mempengaruhi kemauan pembayaran pajak UMKM konveksi di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Perilaku Herding pada Wajib Pajak ataukah Pengetahuan Wajib Pajak merupakan faktor dari Kemauan Wajib Pajak untuk Membayar Pajak UMKM sesuai PP 46 tahun 2013. Dalam penelitian ini diharapkan bagi Wajib Pajak khususnya WP UMKM dapat memberikan kontribusi besar dalam pembayaran pajak di negeri ini, mengingat keberadaan UMKM dalam perekonomian Indonesia cukup dominan.

TINJAUAN PUSTAKAPengetahuan Wajib Pajak

Wajib pajak yang tidak mengetahui peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Jelas bahwa semakin paham wajib pajak terhadap per-aturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. (Zahidah, 2010)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), memiliki beberapa karakteristik, seperti ketidakpastian pasar, ketidakpastian apakah dalam beberapa tahun pertama perusahaan dapat bertahan hidup atau tidak. Selain itu, yang menjadi kelemahan UMKM adalah, adanya pembu-kuan yang tidak jelas (Ekawati dan Endro dalam Rajif, 2012). Kelemahan-kelemahan UMKM yang sudah disebutkan di atas bisa menimbulkan perbedaan pemahaman dan kewajiban setiap pengusaha UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, latar belakang pen-didikan pengusaha UMKM yang berbeda beda juga bisa menimbulkan perbedaan pemahaman dan kewajiban mereka dalam memenuhi kewajiban perpajakannnya. Berdasarkan Penelitian Wardhani (dalam Rajif, 2012), menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pengetahuan akuntansi pajak yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewa-jiban pajak penghasilan.

Saat ini pajak merupakan suatu hal yang wajib untuk dipahami dengan baik, itu terjadi karena pajak sudah menjadi bagian penting dalam perekonomian. Wajib Pajak pasti akan beruru-san dengan pajak, namun tidak sedikit masyarakat kesulitan dalam menetapkan pajak. Banyak para pengusaha yang tergolong dalam UMKM yang masih belum memiliki NPWP Para pen-gusaha UMKM belum memiliki NPWP karena mereka belum memiliki informasi yang tepat mengenai pajak. Pajak masih dinilai sebagai hal yang menakutkan dan membahayakan usaha

Page 147: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

140

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

mereka. Kebanyakan para UMKM juga tidak memiliki pembukuan yang teratur. Kondisi sema-cam ini sering menyulitkan dalam pemeriksaan pajak (pajakonline.com dalam Rajif, 2012).

Perilaku HerdingPerilaku individu yang cenderung meniru tindakan dari sekelompok orang yang jum-

lahnya lebih besar, Herding (Subash, 2012). Tidak dapat dipungkiri, orang dapat mempelajari sesuatu melalui interaksi dengan orang lainnya atau mengamati perilaku orang lain (Nofsinger, 2005 : 75). Herding berasal dari kata herd, yang artinya sekumpulan orang-orang dan cender-ung bertindak atau berkumpul kearah yang sama.

Terdapat beberapa alasan yang mendasari perilaku herding dalam diri. Pertama manusia adalah makhluk sosial yang dalam keseharian manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Kemudian tindakan lain herding ialah seseorang merasa bahwa tindakan atau keputusan yang diambilnya salah jika apa yang dilakukann yaitu berbeda dari kebanyakan orang. Perilaku herd-ing menunjukkan bagaimana individu-individu dalam suatu kelompok dapat bertindak secara sama atau bersama-sama tanpa adanya arahan atau perintah tertentu. Terdapat contoh dalam penelitian Gunawan (dalam Chasanah, 2015) bahwa perilaku herding dapat memicu kesalahan penetapan harga dari suatu saham karena terjadi bias diantara investor dalam melihat resiko dan imbal hasil yang diharapkan dari suatu saham, investor mendasarkan keputusan investasinya bukan dengan melihat landasan fundamental ekonomi dari suatu aset beresiko, namun dengan melihat tindakan investor lain pada keadaan yang sama, maupun mengikuti konsensus pasar. Jika herding terjadi, maka tingkat penyebaran imbal hasil saham akan meningkat lebih rendah daripada kenaikan imbal hasil portofolio pasar, bahkan tingkat penyebaran imbal hasil saham akan menurun walaupun imbal hasil portofolio pasar meningkat.

Alasan lain dari perilaku herding adalah seseorang merasa bahwa tindakan atau keputusan yang diambilnya salah jika apa yang dilakukannya itu berbeda dari kebanyakan orang. Meskipun di dalam hati merasa bahwa sebenarnya pandangannya tidak sejalan dengan orang-orang yang lainnya, atau sadar bahwa tindakan sekelompok orang lainnya tersebut salah atau tidak rasional, namun tetap diikuti karena merasa ada hal-hal lain yang orang lain lebih tahu. Tentu saja kan berpengaruh pada pengambilan keputusan. Akhirnya, dapat mengakibatkan munculnya herding, yang mendorong individu-individu untuk berpikir dan bertindak sama dengan kebanyakan orang disekitarnya.

Herding merupakan fenomena terjadinya pembelian ataupun penjualan secara berkelompok atas satu atau lebih saham secara berkelompok yang terjadi di pasar modal atau bursa. Herding tidak semata-mata terjadi secara terencana setiap kali terjadi pembelian berkelompok. Kemampuan institusi-institusi dalam hal akses kecepatan memperoleh informasi relatif setara. Informasi-informasi yang sama yang diterima institusi (informasi publik), apabila diterjemahkan sama oleh masing-masing institusi, dapat juga menjadi penggerak transaksi berkelompok ke arah yang sama, seolah-olah terjadi herding (Bikchandani dan Sharma dalam Dharmawan, 2015).

Kemauan Membayar PajakKonsep kemauan membayar pajak diartikan suatu nilai yang rela dikontribusikan

oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara dengan tidak mendapat jasa timbale balik secara langsung (Vanessa dan Hari dalam Hardiningsih dan Yulianawati, 2011). Kesadaran membayar pajak merupakan suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan sukarela, ini berarti kesadaran merupakan kemauan wajib pajak dan dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya (Jatmiko dalam Wibowo, 2014)

Page 148: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”141

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Kemauan membayar pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak. (Devano dan Rahayu dalam Hardiningsih dan Yulianawati, 2011). Apabila seseorang sadar akan pajak, maka akan timbul kemauan membayar pajak tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran tersebut yaitu, faktor ekonomi/pendapatan, apabila masyarakat tidak akan menemukan kesulitan membayar pajak jika penghasilannya lebih dari kewajiban mereka membayar pajak, begitu pula sebaliknya. Adapula prasangka negatif, apabila seseorang berprasangka negatif terhadap aparat perpajakan mereka akan bersikap tertutup dan cenderung menahan informasi dan tidak co operatif. (Susanto, 2012)

Pengembangan HipotesisPengaruh Pengetahuan Wajib Pajak atas Kemauan Pembayaran Pajak UMKM

Banyaknya pelaku UMKM belum memahami kewajiban pajak, atau tidak mengetahui apabila UMKM memiliki kewajiban dalam bidang perpajakan, seperti halnya perusahaan-pe-rusahaan yang ada. Rendahnya kepatuhan wajib pajak yang antara lain disebabkan pengeta-huan sebagian besar wajib pajak yang rendah tentang pajak; serta persepsi wajib pajak tentang pajak masih rendah. Pengetahuan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan adalah cara wajib pajak dalam memahami peraturan perpajakan yang telah ada. Wajib pajak yang tidak memaha-mi peraturan perpajakan secara jelas cenderung akan menjadi wajib pajak yang tidak taat. Jelas bahwa semakin paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perpajakan yaitu dilihat berdasarkan cara perole-han NPWP, tata cara perhitungan pajak, tata cara pembayaran pajak dan tata cara pelaporan pajak (Supramono dan Damayanti dalam Nugroho, 2016). Diharapkan bukan hanya paham tentang peraturan pajak tetapi mengetahui bagaimana prosedur penyetoran pajak maupun penghitungan pajaknya yang masih perlu disosialisasikan lagi terutama kepada pengusaha ke-cil, karena masih banyak pengusaha yang belum mengetahui pajaknya apalagi dalam hal pen-gisian SPT maupun pembuatan laporan keuangan yang berguna pada saat pemeriksaan pajak. Berdasarkan Penelitian (Wardhani dalam Rajif, 2011), menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pengetahuan akuntansi pajak yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan. (Hardiningsih dan Yulianawati, 2011) Tanpa adanya pengetahuan yang memadai dari Wajib Pajak, maka Wajib Pajak akan kesulitan dalam melak-sanakan kewajiban perpajakannya (Putri, 2013). Berdasarkan pemaparan di atas dapat disim-pulkan hipotesis sebagai berikut:H1 : Pengetahuan Wajib Pajak mempengaruhi Kemauan Pembayaran Pajak UMKM

Pengaruh Perilaku Herding Wajib Pajak atas Kemauan Pembayaran Pajak UMKM Kebanyakan orang sangat memperhatikan lingkungan sosial, mereka merasa diterima

atau termasuk dalam suatu kelompok tertentu apabila mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar atau sekelompok orang tersebut. Suatu kelompok dapat mempengaruhi keputusan dalam suatu individu didalamnya. Interaksi dalam suatu kelompok tersebutlah yang membuat suatu individu melakukan, mendorong bahkan meniru pemikiran mereka supaya sama dengan individu lainnya didalam suatu kelempok tersebut, dengan kata lain individu tersebut melakukan suatu perilaku tertentu yang menyebabkan herding.

Herding tidak semata-mata terjadi secara terencana, Informasi-informasi yang sama diterima institusi berupa informasi publik, apabila diterjemahkan sama oleh masing-masing institusi, dapat juga menjadi penggerak ke arah yang sama, seolah-olah terjadi herding (Chasa-nah, 2015). Setelah PP dikeluarkan pada pertengahan 2013 lalu, Ditjen Pajak menilai hingga

Page 149: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

142

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

kini masih banyak pengusaha UMKM yang tetap tak bayar pajak. Apalagi, peraturan tersebut tak mengatur sanksi bagi para pelanggar (Handoko, 2015) dan minimnya sosialisai tentang latar belakang dan contoh perhitungan yang riel mengakibatkan pelaksanaan peraturan baru ini kurang efektif (Setiawati dan Tjahjono, 2015).Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan hipotesis yang pertama sebagai berikut:H2: Perilaku herding mempengaruhi Kemauan Pembayaran Pajak UMKM.

Model Penelitian

Pengetahuan Wajib Pajak (X1)

Perilaku Herding(X2)

Kemauan Pembayaran Pajak

UMKM (Y)

Gambar 1 Model Penelitian.

METODE PENELITIAN�eni� peneli�ian yang digunakan pada penelitian ini bersifat kuantitatif. �enelitian kuanti�

tatif merupakan penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono dalam �ewi, 201�). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui kuesioner.

�ada penelitian ini yang menjadi populasi merupakan pengusaha UMKM di �awa Ten�gah. �engambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik ��n�enien�e �ampling yai�tu, teknik sampling yang dipilih secara subjektif dari suatu populasi yang dipilih berdasarkan tingkat kemudahan dan kerelaan untuk dijadikan sampel penelitian dan pertimbangan kecoco�kan waktu (Sugiyono dalam �ugroho 201�). Sampel dalam penelitian ini adalah UMKM di Kota Solo dan di Salatiga. dalam penelitian ini jumlah responden sebanyak 100 responden.

�ariabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Kemauan pembayaran pajak UMKM (�), perilaku herding (�1), �engetahuan wajib pajak (�2). Konsep �engetahuan �ajib �ajak atas pajak UMKM, �erilaku �erding dan Kemauan Membayar �ajak, diukur pada aras pen�gukuran ordinal. Sesuai dengan skala pengukuran ordinal, peneliti menggunakan skala �ik�ert yaitu 1 sampai 5, dimana angka 1 mewakili pernyataan sangat tidak setuju hingga skala 5 mewakili pernyataan sangat setuju untuk Kemauan Membayar �ajak dan �erilaku Herding, sedangkan pengukuran �engetahuan �ajib �ajak dilakukan dengan pemberian skor, semakin banyak jumlah pertanyaan yang dijawab benar oleh pemilik UMKM, maka semakin tinggi pula skornya. Semakin banyak skor yang didapat, mengindikasikan bahwa pengetahuan wajib pajak makin baik, sehingga diasumsikan semakin besar kemauannya membayar pajak.

�ariabel perilaku herding merupakan tindakan yang cenderung atau berkumpul ke�arah yang sama, cenderung sama dengan orang lainnya, keputusan yang diambil salah jika apa yang dilakukannya itu berbeda dari kebanyakan orang tanpa arahan atau perintah tertentu. �erilaku herding disebabkan oleh akti�itas merespon sinyal dari perilaku orang lain (�rechter, 2001).

Page 150: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”143

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Variabel Pengetahuan Wajib Pajak tentang pajak UMKM adalah informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan (Carolina dan Simanjuntak dalam Nugroho, 2016). Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perpajakan yaitu dilihat berdasarkan cara perolehan NPWP, tata cara per-hitungan pajak, tata cara pembayaran pajak dan tata cara pelaporan pajak. (Supramono dan Damayanti dalam Nugroho, 2016).

Tabel 1.Indikator Empirik

Konsep Defi nisi Operasional Indikator EmpirikPengetahuan wajib pajak

adalah informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan (Carolina dan Simanjuntak dalam Nugroho, 2016)

1. Saya mengetahui tata cara pelaporan perpajakan.2. Saya mengetahui dasar perhitungan pajak3. Saya mengetahui batas akhir membayar pajak4. Saya mengetahui besar tarif pajak5. Saya mengetahui sanksi yang diterima apabila lalai dalam membayar pajak.

Perilaku Herding Seseorang meniru orang lainnya, mengabaikan informasi yang sesungguhnya (Scharfstein and Stein, 1990)

1. melakukan tindakan yang sama dengan orang lainnya.2. Bertindak secara sama-sama tanpa arahan atau perintah tertentu.3. Hubungan yang dimiliki sesama pengusaha UMKM

Kemauan Pembayaran Pajak UMKM

Nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung (Vanessa dan Hari dalam Hardiningsih dan Yulianawati, 2011)

1. Pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan Negara2. Pemungutan Pajak tidak merugikan saya3. Pajak adalah kewajiban mutlak warga Negara.4. Pajak berguna untuk meningkatkan kesejahteraan warga5. Pajak telah ditetapkan dalam Undang-undang sehingga memiliki landasan yang kuat (Wibowo, 2014)

Page 151: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

144

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner secara langsung ke-pada responden pengusaha UMKM konveksi baik di kota Solo dan di Salatiga. Data dikumpul-kan dengan cara melakukan penyebaran kuesioner dari beberapa sentra konveksi yang berada di Kota Salatiga dan Kota Solo. Dan didapatkan responden yang mau mengisi kuesioner dengan lengkap sebanyak 100 responden. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi men-genai jawaban responden mengenai variable Kemauan Pembayaran Pajak UMKM merupakan variabel independen dan variable Perilaku Herding, Pengetahuan Wajib Pajak sebagai variabel dependen dan akan diukur dengan skala Likert.

Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan uji t dan uji F. Uji t, uji sig-nifi kansi apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifi kan terhadap variabel dependen. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan p-value dengan tingakt signifi kansi, jika p-value lebih kecil dari 0,05 maka H1 dan H2 diterima, demikian sebaliknya. Uji F, uji signifi kansi apakah variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifi kan terhadap veriabel dependen, jika p-value lebih kecil dari 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASANProfi l Responden Berdasarkan hasil penelitian terdapat 100 responden yang bersedia mengisi kuesioner, adapun profi l responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan omset perbulan, sebagai berikut.

Tabel 2. Profi l RespondenProfi l Responden Jumlah ProsentaseJenis Kelamin Laki-laki 33 33.00%Perempuan 67 67.00%Total 100 100.00%Usia Usia 21 tahun - 30 tahun 4 4.00%Usia 31 tahun - 40 tahun 23 23.00%Usia 41 tahun - 50 tahun 31 31.00%Usia diatas 50 tahun 42 42.00%Total 100 100.00%

Tabel 3. Profi l RespondenProfi l Responden Jumlah ProsentasePendidikan Terakhir 0.00%SD 20 20.00%SMP 24 24.00%SMA 49 49.00%Diploma 4 4.00%Sarjana 3 3.00%Total 100 100.00%Omset Perbulan 0.00%≤ Rp. 3.000.000,00 27 27.00%

Page 152: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”145

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Rp. 3.000.000,00 – Rp. 400.000.000,00 73 73.00%> Rp. 400.000.000,00 0 0.00%Total 100 100.00%Sumber : Data Primer yang diolah (2016)

Tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 67% dengan usia terbanyak d iatas 50 tahun sebesar 42%. Tingkat pendidikan terbanyak ialah SMA sebesar 49 %, dan berdasarkan tingkat penghasilan, semua responden memiliki penghasilan kurang dari 400 juta, sehingga responden dikenai PP 46 tahun 2013.

Statistik Deskriptif Analisis Deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan kuesioner. Tabel di bawah ini menggambarkan deskriptif untuk variabel pengetahuan wajib pajak, herding dan kemauan untuk membayar pajak

Tabel 4.Deskriptif Statistik

No Indikator Mengetahui Perpajakan

Tidak Mengetahui Perpajakan

Total

Panel A. Pengetahuan Wajib Pajak

1 Melaporkan perpajakan 27% 73% 100%

2 Dasar perhitungan perpajakan 29% 71% 100%3 Besar tarif pajak UMKM 67% 33% 100%4 Batas pembayaran pajak 25% 75% 100%5 Sanksi yang diterima apabila lalai

membayar pajak80% 20% 100%

Panel B. HerdingNo Indikator Min Max Mean Std. Deviation

1 Sikap pengusaha sekitar yang mendorong pengusaha lain untuk membayar pajak

2 5 3,29 0,808

2 Membayar pajak dikarenakan pengusaha disekitar juga melakukannya

2 5 3,88 0,998

3 Hubungan antar pengusaha mempengaruhi minat dalam membayar pajak

2 5 3,68 0,737

Rata-rata 2 5 3,62 0,847

Panel C. Kemauan Membayar PajakNo Indikator Min Max Mean Std. Deviation

Page 153: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

146

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

1 Membayar pajak adalah bentuk partisipasi untuk menunjang pembangunan Negara

2 5 4,03 0,577

2 Tidak ada rasa rugi apabila membayar pajak

2 5 3,76 0,683

3 Pajak adalah kewajiban 2 5 3,79 0,7294 Pajak berguna untuk meningkatkan

kesejahteraan warga Negara2 5 3,84 0,677

5 Peraturan perpajakan berlandaskan hukum yang kuat

2 5 3,79 0,856

Rata-rata 2 5 3,84 0,705Sumber : Lampiran deskriptif statistik (2016)

Tabel 3 pada panel A dapat dijelaskan bahwa responden yang tidak memiliki pengetahuan pajak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan pajak, responden sebesar 67 % dari mereka mengetahui tarif yang dikenakan bagi para pengusaha UMKM. Sedangkan responden sebesar 73% mereka tidak tahu bagaimana cara pelaporan pajak. Mereka cenderung tidak mengetahui dasar perhitungan pajak dan batas pembayaran pajak, sedangkan mereka tahu sanksi yang akan mereka terima apabila mereka melalaikan pajak.

Perilaku herding menunjukan rata-rata jawaban responden sebesar 3,62 yang artinya bahwa sebagian responden memiliki sikap herding dalam menentukan apakah responden mau membayar pajak atau tidak. Nilai tertinggi pada indikator perilaku herding ialah membayar pajak ditentukan apabila pengusaha sekitar juga melakukannya sebesar 4,29. Sementara itu, jika dilihat dari nilai terendah indikator perilaku herding responden mendapat dorongan dan atau mendorong pengusaha lain untuk membayar pajak sebesar 3,29. Untuk variable kemauan membayar pajak, rata-rata jawaban responden menunjukan bahwa sebagian responden memi-liki tingkat kemauan yang besar terhadap pembayaran pajak. Pernyataan didukung dengan nilai mean sebesar 3,84. Jika dilihat dari nilai mean tertinggi pada indikator membayar pajak meru-pakan bentuk partisipasi menunjang pembangunan Negara sebesar 3,84. Kemudian dapat dili-hat juga indikator terendah ialah pajak merupakan kewajiban dan peraturan perpajakan berlan-daskan pada hukum yang kuat memiliki nilai mean yang sama yaitu sama-sama sebesar 3,79.

Uji Validitas dan Reliabilitas Data Hasil uji validitas perilaku herding, pengetahuan wajib pajak dan kemauan membayar

pajak diperoleh nilai Item-Total Correlation tiap indikator lebih besar dari 0,3 yang artinya bahwa data valid dan dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil uji reliabilitas berdasarkan pada nilai Cronbach Alpha (α), menunjukkan dari masing-masing variabel perilaku herding, pengetahuan wajib pajak dan kemauan membayar pajak memenuhi unsur reliabilitas dengan nilai Cronbach Alpha (α) lebih besar dari 0,60. Dengan demikian, data dapat digunakan dalam pengolahan se-lanjutnya.

Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas,

uji multikolinearitas, dan uji heterokedasitas. Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov smirnov dan diperoleh nilai signifi kansi 0,251 yang lebih besar dari 0,005 sehingga data di-katakan normal. Dengan melihat tolerance value yang seluruhnya diatas 0,10 dan VIF yang seluruhnya dibawah 10, kemudian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

Page 154: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”147

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Uji Hipotesis Pengujian regresi berganda dengan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.00 menunjukkan hasil seperti tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Regresi Linier BergandaNo. Variabel Koef. Regresi Sig.1. Pengetahuan Wajib Pajak 0,385 0,073*2. Perilaku Herding 0,374 0,006**

Konstanta = 14,269Adjusted R2 = 0,071

Keterangan : * signifi kan pada a 10% ** signifi kan pada a 5%

Berdasarkan data pada tabel 5 dapat dijelaskan nilai signifi kansi pengetahuan wajib pajak 0,073 > 0.05 Maka H1 tidak diterima atau pengetahuan wajib pajak berpengaruh signifi kan atas kemauan membayar pajak. Variabel perilaku herding memiliki nilai signifi kansi 0,006 < 0,05. Maka H2 diterima yang menyatakan bahwa perilaku herding berpengaruh signifi kan terhadap kemauan membayar pajak UMKM. Nilai Adj. R square 0,071 yang berarti sebesar 7,10% dari model penelitian ini dijelaskan oleh variabel yang diteliti dan sisanya oleh variabel lain diluar model penelitian.

PEMBAHASAN Pengetahuan wajib pajak tidak berpengaruh atas kemauan pembayaran pajak UMKM

industri konveksi di Kota Salatiga dan Solo. Kesimpulan ini tidak sejalan dengan penelitian Roseline (2012) yaitu, pengetahuan wajib pajak berpengaruh kepada kepatuhan wajib pajak, hal ini karena pengetahuan dari pemilik UMKM akan perpajakan masih rendah. Dari data kuesioner menunjukkan bahwa bahwa responden yang tidak memiliki pengetahuan pajak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan pajak, responden sebesar 67 % dari mereka mengetahui tarif yang dikenakan bagi para pengusaha UMKM. Sedangkan responden sebesar 73% mereka tidak tahu bagaimana cara pelaporan pajak. Mereka cenderung tidak men-getahui dasar perhitungan pajak dan batas pembayaran pajak, sedangkan mereka tahu sanksi yang akan mereka terima apabila mereka melalaikan pajak.

Perilaku Herding berpengaruh signifi kan terhadap Kemauan membayar pajak Responden pelaku UMKM, kemudian peneliti melakukan uji crosstab untuk melihat kemungkinan terjadi bahwa perilaku herding berpengaruh terhadap kemauan, mengingat hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa perilaku herding memiliki nilai signifi kan yang sama-sama tinggi dengan kemauan membayar pajak. Crosstab atau disebut juga tabulasi silang merupakan metode anali-sis kategori data yang mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda ke dalam suatu matriks yang hasilnya disajikan dalam suatu tabel dengan variabel yang terdiri dari kolom dan baris, kemudian dilakukan uji Chi Square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel baris dan variabel kolom. Apabila hasil uji chi square asymp sig > 0.05, maka tidak terdapat hubungan signifi kan (Indratno dan Irwinsyah, 1998).

Dalam hal ini setelah diuji dengan Crosstab kemudian dilakukan uji chi square untuk melihat seberapa pengaruh Perilaku Herding terhadap Jenis Kelamin Responden.

Page 155: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

148

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Tabel 5. Uji Crosstab Perilaku Herding dengan Jenis Kelamin Responden

Perilaku Herding

Laki-laki Perempuan Total

Rendah 12 orang 20 orang 32 orangTinggi 21 orang 47 orang 68 orang

Sumber : olahan, 2017

Dilihat dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Jenis Kelamin para Responden memi-liki hubungan yang signifi kan terhadap Perilaku Herding karena memiliki nilai asymp sig 0.006 > 0.05. Dapat dilihat pula bahwa Responden berjenis kelamin perempuan memiliki perilaku Herding lebih tinggi dari Responden berjenis kelamin Laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan Tristantyo (2014) yang menyatakan adanya perilaku herding pada pasar modal di Indonesia walaupun dampaknya hanya pada sesama tipe investor.

PENUTUPKesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan pembayaran pajak UMKM, perilaku herding dalam penelitian mempenga-ruhi responden atas kemauan membayar pajak. Penelitian ini tidak selaras dengan Supramono dan Damayanti (dalam Nugroho, 2016), bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian perlu melakukan aktivitas guna membangun rasa kemauan membayar pajak dengan memberikan sosialisasi mengenai peraturan perpajakan, pen-getahuan dasar perpajakan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Pajak beserta staf dibawahn-ya. Sosialisasi dapat melalui media yaitu, iklan, radio, televisi, bahkan mendatangi langsung supaya lebih efektif dan diharapkan mereka lebih paham tentang pajak supaya tidak bergantung pada sikap atau keputusan orang lain.

Saran Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai pertimban-

gan bagaimana cara pemerintah untuk meyakinkan para pelaku UMKM untuk mau membayar pajak dengan cara sosialisasi langsung ditempat-tempat sentra UMKM. Disamping itu kemauan dari para pelaku Pajaklah yang dapat membangun penilaian positif tersendiri dan dapat men-dorong mereka sendiri untuk membayar pajak dengan tepat waktu dan sesuai tarif yang me-mang harus mereka bayarkan, namun dengan catatan pemungutan dari pajak haruslah adil dan merata pada setiap komponen masyarakat, hal tersebut yang akan menjadi catatan Pemerintah bagaimana dan dengan hal apa pemerintah meyakinkan mereka para pelaku pajak.

Perilaku herding berpengaruh signifi kan atas kemauan pembayaran pajak UMKM pada Responden yang berjenis kelamin Perempuan, dilihat dari hasil uji crosstab bahwa Responden berjenis kelamin perempuanlah yang banyak berperilaku herding. Peneliti selanjutnya dapat mengkaji penyebab mengapa perilaku herding hanya terdapat pada responden yang berjenis kelamin perempuan.

Keterbatasan dan Agenda Penelitian Mendatang Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu, tidak semua pengusaha UMKM yang

bergerak dibidang konveksi khususnya, mau mengisi kuesioner yang peneliti buat, dikarena-kan kuesioner sebagian membahas tentang pajak. Dalam kaitannya dengan herding, pertan-yaan yang diajukan merujuk penilaian terhadap perilaku herding responden yang bersangkutan.

Page 156: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”149

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Karakteristik individu biasanya enggan untuk dikatakan bahwa dirinya meniru tindakan ses-eorang lainnya (herding). Oleh sebab itu, penelitian mendatang perlu melakukan rekonstruksi pertanyaan untuk mendeteksi herding yang tidak merujuk pada penilaian individual melainkan penilaian perilaku herding dalam komunitasnya. Selain itu penelitian mendatang perlu untuk melakukan pengujian kemauan membayar pajak dengan melakukan interaksi antara pengeta-huan wajib pajak dan perilaku herding.

Daftar PustakaBadan Pusat Statistik. 2016. Tabel Perkembangan UMKM periode 1997 - 2013. Available at https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1322 di unduh 29 februari 2017Chasanah, Fatihah Nida ‘Ul. 2015. Analisis Pengaruh Perilaku Herding Investor Asing, Vol-

atilitas Indeks Harga Saham Gabungan, Tingkat Infl asi, dan Kapitalisasi pasar terhadap Return pasar (studi kasus pada Pasar Saham Indonesia Periode Januari 2005 – Desem-ber 2014). Skripsi Universitas Diponegoro Semarang

Dewi, Ni Nyoman Kristiana. 2014. Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik,dan Dimensi Tata Kelola Perusahaan yang baik pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.

Dharmawan, Aditya. 2015. Analisis dan Pendeteksian Perilaku Herding di Bursa S a h a m ASEAN-5 Periode Januari 2008 – Desember 2014 (studi kasus pada Bursa Saham Negara Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand). Skripsi Universitas Di-ponegoro Semarang.

Gunawan, Hari Wijayanto. 2011. pendeteksian perilaku herding pada pasar saham Indonesia dan asean. Jurnal Institut Pertanian Bogor.

Handoko, Peter. 2015. Available at http://pemeriksaan pajak.com /2015/03/23/pajak-peng-hasilanukmdiperketat/ di unduh pada http://www.pemeriksaanpajak.com 14 November 2015.

Hardiningsih, Pancawati dan Yulianawati, Nila. 2011. Faktor-faktor yang M e m p e n g a r u h i Kemauan Membayar Pajak. Dinamika Keuangan dan Perbankan, vol. 3 no. 1, hal 126-142.

Hendriyadi. 2012. Menentukan Sampel Sederhana. Available at http://teorionline.net/me-nentukan-ukuran-sampel-menurut-para-ahli/ di unduh 25 November 2015.

Indratno, Imam dan Irwinsyah, Rakhmat. 1998. Aplikasi Analisis Tabulasi Silang ( Crosstab ) dalam PerencanaanWilayah dan Kota. Jurnal PWK-48 Vol 9, No.2/Mei 1998.

Jateng.bps.go.id, 2015. Perkembangan Ekspor Impor Jawa Tengah Mei 2015. Available at http://jateng.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd 20150615123 752.pdf di unduh 30 Januari 2017.

Minghadi. 2013. Pro-kontra Peraturan Pemerintah PP 46 tahun 2013. Available at h t t p : / /www.minghadi.com/ pro-kontra-peraturan-pemerintah-pp- 46- tahun 2013/ diunduh dari www.minghadi.com 16 Oktober 2015.

Mustami, Adinda Ade. Pelaku UKM harus bersiap bayar Pajak lebih. Available at http://bisni-skeuangan.kompas.com/read/2015/06/23/ 115858626/ Pelaku. U M K M . H a r u s .Bersiap.Bayar.Pajak.Lebih.Besar di unduh 10 Oktober 2015.

Nugroho, Galih Adhityo. 2016. Pengetahuan Perpajakan, Sikap Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (studi kasus UMKM Pengrajin Kayu di Kecamatan Tengaran Ka-bupaten Semarang). Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Notestalk.wordpress, 2019. Perkembangan Ekspor Impor Jawa Tengah Mei 2015.Available at https://notestalk.wordpress.com/2009/10/20/analisis-industri-tekstil-dan-produk-

tekstil-tpt-di-indonesia-tahun-2008/ di unduh 30 Januari 2017.

Page 157: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

150

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Prasetyo. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilik Usaha Kecil Menengah dalam Pelaporan Kewajiban Perpajakan di Daerah Jogjakarta Universitas Islam Indone-sia, Jogjakarta.

Prechter. Robert R. 2001. Unconscious Herding Behaviour as the Psychological basis of Fi-nancial Market Trends and Patterns. The Journal of Psychological and Financial Mar-kets 2001 Vol. 2 No. 3; 120-125.

Putri, Wike Puspasari. 2013. Pemahaman Wajib Pajak, Manfaat yang Dirasakan W a -jib Pajak, Kepercayaan terhadap Aparat Pajak, Sosialisasi Pajak, Kepatuhan Pemilik UMKM dalam Memiliki NPWP. Jurnal Universitas Brawijaya Malang.

Rajif, Mohamad. 2011. Pengaruh Pemahaman, Kualitas Pelayanan, dan KetegasanSanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pajak Pengusaha UKM di Daerah Cirebon. Skripsi

Universitas Gunadarma Jakarta.Roseline, Riessa. 2012. Analisis Faktor - faktor yang mempengaruhi KepatuhanWajib Pajak dalam mengukuhkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak. Skripsi Universitas

Brawijaya Malang.Scharfstein, D.S & J.C Stein. 1990. Herd Behaviour and Investment. The American Econom-

ic Review, 8(3), 465-479.Setiawati, Lulu., Kurniawati Tjahjono, Josephine. 2015. Pengaruh Penerapan P e r a t u r a n

Pemerintah No. 46 tentang PPh fi nal terhadap Pajak Penghasilan dan Profi t PT. X. Jurnal GEMA AKTUALITA, Vol. 4 No. 1, Juni 2015.

Subash., R. 2012 Role of Behavioral Finance in Portfolio Investment Decisions: E v i d e n c e from India. Master Thesis Faculty of Social Sciences, Institure of Economics Studies, Charles University in Prague.

Suryadi (2006) .Model kausal kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak,dan pengaruh-nya terhadap kinerja penerimaan pajak: Suatu survey diwilayah Jatim. Jurnal Keuangan Publik.Volume 4.No.1:105-121.

Susanto, Herry. 2012. Membangun Kesadaran dan Kepedulian Sukarela WajibPajak. Available at http: // www.pajak.go.id / content / membangun-kesadaran-dan-kepedu-

lian-sukarela-wajib-pajak di unduh 29 Februari 2017.Tristantyo, Rajendra Wishnu. 2014. Analisis Perilaku Herding Berdasarkan Tipe Investor

Dalam Kepemilikan Saham : Studi Kasus pada Saham LQ-45 Periode Januari 2009 Juni 2014. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang.

Wibowo, Meida Cahya. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Mem-bayar Pajak pada Pemilik UMKM: Studi Kasus pada Centra Industri Konveksi Keca-matan Tingkir Kota Salatiga. Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Wijaya, RM. Sayid Fiska Kusuma. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi K e m a u a n Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Be-bas. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Zahidah, Choiriyatuz. 2010. Pengaruh tingkat Pemahaman, Kepatuhan danKetegasan Sanksi Perpajakan terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Page 158: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”151

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

MODEL RANTAI PASOK KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI SENTRA SUKAREGANG KABUPATEN GARUT

Yani Iriani Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Widyatama,

e-mail: [email protected]

AbstrakPersediaan merupakan salah satu penggerak rantai pasok yang penting. Tanpa adanya perse-diaan yang baik para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan dan akan kehilangan pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model rantai pasok yang digunakan usahakecil menengah (UKM.). Metode penelitian yang dilakukan dengan melakukan survei dan ob-servasi terhadap UKM di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut. Berdasarkan hasil penelitian rantai pasok pada UKM Sentra Sukaregang Kabupaten Garut masih bersifat konvensional dan sistem kemitraan yang erat. Suplai bahan baku kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut berasal dari berbagai lokasi, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Penyedia bahan baku diklasifi kasikan dalam tiga kategori berdasarkan wilayah pemasok, yaitu lokal (Kabupaten Garut), luar provinsi (nasional), dan asing (Internasional). Lebih dari 60% UKM kulit mem-peroleh bahan bakunya dari pemasok lokal yaitu, Jawa Timur, Sumatera dan Nusa Tenggara. Di dalam menentukan supplier (pasokan) terdapat beberapa strategi manajemen rantai pasokan yang digunakan industry penyamakan kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut diantaranya yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 1 suplier sebesar 46%, yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 2 suplier yaitu 19%, yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 3 suplier yaitu 25%, dan yang menggunakan strategi banyak suplier dengan 4 – 10 suplier yaitu 10%. Dengan adanya model rantai pasok ini diharapkan persediaan bahan baku akan selalu terjaga dan memenuhi kebutuhan dan permintaan saat diperlukan.

Kata Kunci : persediaan bahan baku, model rantai pasok, penyamakan kulit

1. PENDAHULUANUsaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangu-

nan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan dan merupakan motor penggerak pertumbuhan aktivitas ekonomi nasional.. Dalam krisis ekonomi yang terjadi dinegara kita sejak be-berapa tahun yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifi tasnya, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM) terbukti lebih tangguh dalam mengha-dapi krisis tersebut. (Amalia, A., 2012)

Industri penyamakan kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut.merupakan salah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah(UMKM) dan kawasan home industry, penghasil ker-ajinan kulit terbesar di Jawa Barat. Peranan usaha penyamakan kulit dalam pembangu-nan cukup besar, baik sebagai penghasil bahan sandang maupun sebagai penghasil de-visa Negara. Potensi industri penyamakan kulit sebagai salah satu pendukung munculnyaUsaha Kecil Menengah (UKM) pada kerajinan kulit belum digali secara maksimal.Industri penyamakan kulit merupakan salah satu komoditi potensial yang beradadi Kabupaten Garut. Industri ini tersebar di lima kecamatan, yaitu Karangpawitan,Garut Kota, Cibiuk, Samarang dan Limbangan. Salah satu daerah yang merupakan

Page 159: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

152

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

sentra industri penyamakan kulit di Garut Kota adalah kecamatan Sukaregang. Didaerah ini, terdapat 23 pabrik pengolahan penyamakan kulit besar dan 54 pabrikpengolahan kecil (Disperindagkop 2015).

Kegiatan usaha industri kecil penyamakan kulit Sukaregang tumbuh dan berkem-bang sejak tahun 1920 secara tradisional. Pada tahun 1981 Departemen Perindustrian bekerjasama dengan Pemda Provinsi Jawa Barat mendirikan Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) yang bertujuan mengembangkan dan mengantisipasi permasalahan sentra penya-makan kulit Sukaregang di Kabupaten Garut supaya tetap bertahan (Disperindagkop 2012).Industri penyamakan kulit sebagai sektor agroindustri mempunyai peranan penting dalam per-ekonomian nasional. Soekartawi (2000) mengatakan bahwa agroindustri (1) mampu mening-katkan pendapatan pelaku agribisnis khususnya dan pendapatan masyarakat pada umumnya; (2) mampu menyerap tenaga kerja; (3) mampu meningkatkan perolehan devisa dan (4) mampu menumbuhkan industri yang lain, khususnya industri pedesaan.

Industri kulit Sukaregang memiliki permasalahan internal berupa kekurangan perse-diaan bahan baku. Dalam beberapa tahun terakhir industri kulit mengalami kekurangan pa-sokan bahan baku kulit. Kondisi ini berdampak kepada utilisasi pabrik penyamakan rendah.Kekurangan pasokan bahan baku juga menyebabkan penyamak berusaha memperoleh bahan baku dengan kualitas yang tercampur. Hal ini menyebabkan kualitas sebagian kulit tersamak yang dihasilkan juga tidak baik (Dzikron, 2016).

Pada aspek integrasi Supply Chain kinerja dalam hubungan antar pengusaha dalam aso-siasi penyamak kulit kurang terjalin kerjasama. Dengan demikian hasil analisis rantai nilai dan aliran supply chain baik secara internal pabrik dan hubungan integrasi antar industri belum berjalan secara efi sien

Untuk melakukan penelusuran bahan baku produk kulit dibutuhkan suatu sistemyang efektif agar memudahkan pihak pengguna dalam mendapatkan informasi asal-muasal ba-han baku dan proses penanganan bahan tersebut dalam setiap tahapan proses dari bahan baku mentah sampai ke produk jadi. Sistem penelusuran (traceability system) melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kebutuhan dan tujuan yang berbeda dalam proses penyediaan bahan baku. Oleh karena itu perlu adanya rekayasa sistem kelembagaan yang dapat mengatur dan menjembatani proses penelusuran dan pengadaan bahan baku kulit sehingga terjamin asal usul bahan baku dan memudahkan pihak industri maupun pihak pengguna kulit.

Beberapa kajian yang berkaitan dengan sistem penelusuran bahan baku suatu produk untuk menjamin mutu dan keamanan produk telah dilakukan oleh Mousavi dan Sarhadi (2002), Kehagia et al. (2007), Rijswijk dan Frewer (2008) dan Starbird et al. (2008), sedangkan pene-litian yang berkaitan dengan sistem kontrak dan hubungan pemasok dengan pembeli dalam kaitan menjamin mutu produk telah dilakukan oleh Rabade dan Alfaro (2009) dan Starbird dan Amanor-Boadu (2007)

2. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana merumuskan model rantai pasokan

ketersediaan bahan baku yang tepat, sehingga persediaan bahan baku akan selalu terjaga dan memenuhi kebutuhan dan permintaan saat diperlukan. Secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Menghasilkan pemetaan jaringan pasokan kulit pada industri penyamakan kulit untukpengembangan industri kulit.

2. Menghasilkan model rantai penyediaan bahan baku industri kulit untuk menjamin mutu produk dengan konsep kepastian asal-usul bahan baku dan proses produk-sinya.

Page 160: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”153

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Manfaat penelitianManfaat dari penelitian ini adalah dengan adanya model rantai pasokan penelusuran ba-

han baku ini diharapkan bermanfaat bagi para pengambil keputusan untuk menyusun kebijakan pengembangan industri kulit sehingga dapat menjamin kepastian asal-usul bahan baku kulit se-hingga produk yang dihasilkan dapat meningkatkan nilai jual produk karena adanya kepastian asal-muasal bahan baku

3. KAJIAN TEORITIS Rantai Pasokan

Supply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasok “ adalah rangkaian hubungan antar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari tempat asal sampai ke tempat pembeli atau pelanggan (Assauri, 2011:280). Supply chain menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang dan informasi. Barang umumnya mengalir hulu ke hilir,uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun hilir ke hulu. Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier (pemasok), manufac-turer (pabrik pembuat barang), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer), customer (pelanggan). Secara Vertikal, ada lima komponen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transpoter (pengangkut), warehouse (penyimpan), seller (penjual) dan sebagainya (Assauri, 2011:169).

Pujawan (2005:5) mendefi nisikan Rantai pasok sebagai jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tan-gan pemakai akhir.Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distrib-utor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.

Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management)Rantai Suplai (Supply chain management) adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk

diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. (Kalakota, 2000: 197).

Heizer and Render (2005:4) manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menen-tukan: (1) Transportasi ke vendor; (2) Pemindahan uang secara kredit dan tunai; (3) Para pemasok; (4) Bank dan distributor; (5) Utang dan piutang usaha; (6) Pergudangan dan tingkat persediaan; (7) Pemenuhan pesanan; (8) Berbagi informasi pelanggan, prediksi, dan produksi.

Tujuan dasar Supply Chain Management adalah untuk mengendalikan persediaan dengan manajemen arus material. Persediaan adalah jumlah material dari pemasok yang digunakan un-tuk memenuhi permintaan pelanggan atau mendukung proses produksi barang dan jasa. Peru-sahaan dapat mengambil pendekatan supply chain management yang efi sien untuk mengkoor-dinasikan aliran material untuk meminimalkan persediaan dan memaksimalkan produkivitas perusahaan

PersediaanIndrajit dan Djokopranoto (2003:3) mendefi nisikan Persediaan adalah barang-barang yang bi-asanya dapat dijumpai di gudang tertutup, lapangan, gudang terbuka, atau tempat-tempat peny-impanan lain, baik berupa bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, barang-barang untuk keperluan operasi, atau barangbarang untuk keperluan suatu proyek.

Page 161: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

154

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Fungsi-fungsi PersediaanPersediaan dapat melayani beberapa fungsi yang menambah fl eksibilitas bagi operasi pe-

rusahaan.Keempat fungsi persediaan (Heizer and Render, 2010:82) adalah sebagai berikut:1. Decouple atau memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Sebagai contoh,

jika persediaan sebuah perusahaan berfl uktuasi, persediaan tambahan mungkin diper-lukan untuk melakukan decouple proses produksi dari pemasok.

2. Melakukan decouple perusahaan dari fl uktuasi permintaan dan menyediakan persedi-aan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan seperti ini digunakan secara umum pada bisnis eceran.

3. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah besar dapat mengurangi biaya pengiriman barang.

4. Melindungi terhadap infl asi dan kenaikan harga.

Jenis-Jenis PersediaanHeizer and Render (2010:83) mendifi nisikan untuk mengakomodasi fungsi-fungsi

persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan, yaitu:a. Persediaan bahan mentah (raw material inventory) telah dibeli, tetapi belum diproses.

Dapat digunakan untuk melakukan decouple (memisahkan) pemasok dari proses produk-si.

b. Persediaan barang setengah jadi (work in process-WIP inventory) adalah komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai.

c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi. MRO adalah persediaan-persedi-aan yang disediakan untuk persediaan pemeliharaan, perbaikan, operasi (maintenance, repair, operating-MRO) yang dibutuhkanuntuk menjagaagar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif.

d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal menunggu pengiri-man. Barang jadi dimasukan ke dalam persediaan karena permintaan pelanggan di masa mendatang tidak diketahui.

4. METODA PENELITIANDesain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu rangkaian kegiatan atau proses men-jaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek yang dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandangan teoritis maupun praktis sehingga penelitian kualitatif bersifat induktif karena tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus (Satori dan Koma-riah, 2010:23). Desain penelitian kualitatif dimulai dengan pengumpulan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat (common sense) manusia Sugiyono (2010:2).

Lokasi dan Waktu PenelitianWaktu penelitian berlangsung April 2017 sampai dengan bulan Agustus 2017. Lokasi

penelitian berada di Industri Penyamakan Kulit Sentra Sukaregang Kabupaten Garut.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena metode penelitian

yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti sebagai in-

Page 162: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”155

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

strument kunci. Obyek yang alamiah ialah obyek yang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti berada di obyek dan setelah keluar dari obyek relatif tidak berubah (Sugiyono, 2008;115)

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara dengan penyamak atau pengrajin serta kuesioner yang diberikan dan diisi oleh responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, internet, penelitian terdahulu, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kabupaten Garut, serta data-data penunjang lainnya.

Informan PenelitianDalam penelitian kualitatif populasi dan sampel dalam penelitian yang diambil adalah

disebut informan, Informan penelitian ialah orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang ter-libat langsung dengan permasalahan penelitian. Mengingat metode penelitian ini meng-gunakan penelitian kualitatif, maka peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual, jadi maksud sampling dalam hal ini untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dan rancangan serta teori yang muncul (Harsono, 2009:62 dan Simamora, 2008:285). Penetapan informan ditentukan berdasarkan kajian penelitian yaitu para penyamak,dan UPT Kabupaten Garut

Teknik Pengambilan SampelTeknik pengambilan sampling adalah purposif sampling yaitu pengambilan sampel

atau informan berdasarkan kriteria tertentu (Sugiyono, 2010: 205). Kriteria memilih informan sebagai narasumber dalam penelitian ini yaitu: pihak penyamak kulit, pengrajin dan pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) khusunya di Sentra Sukaregang Kabuapten Garut

Cara Pengumpulan DataInstrumen utama pengumpulan data pada penelitian kualitatif ialah peneliti itu sendiri atau

apa yang disebut sebagai instrument (Bungin, 2001: 71 dan Danim, 2002: 135). Sebagaimana disebutkan, tujuan kualitatif bersifat mendeskripsikan keadaan atau fenomena yang sedang terjadi, oleh sebab itu instrument diperlukan karena peneliti dituntut dapat menemukan data yang diangkat dari fenomena atau peristiwa tertentu, peneliti dalam melaksanakan wawancara walaupun sifatnya tak terstruktur tetapi minimal peneliti menggunakan pedoman pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai catatan, yang juga disebut sebagai pedoman wawancara interview guide (Arikunto, 2010:203).

Defi nisi OperasionalSupply chain atau dapat diterjemahkan “rantai pasok “ adalah rangkaian hubungan an-

tar perusahaan atau aktivitas yang melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari tempat asal sampai ke tempat pembeli atau pelanggan. Supply chain menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai barang, uang dan informasi. Barang umumnya mengalir hulu ke hilir,uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun hilir ke hulu. Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply chain, yaitu supplier (pemasok), manufacturer (pabrik pembuat barang), distributor (pedagang besar), retailer (pengecer), customer (pelanggan). Secara Vertikal, ada lima kompo-nen utama supply chain, yaitu buyer (pembeli), transpoter (pengangkut), warehouse (penyim-pan), seller (penjual) dan sebagainya.

Page 163: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

156

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Teknik Analisis DataData yang telah terkumpul, dianalisis dengan menggunakan langkah-langkah yang

sering disebut triangulasi, yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1994), dalam Sugi-yono (2010:243) yaitu: (1) Reduksi data; (2) Display Data; (3) Kesimpulan.

Sampel dan Data PenelitianMenurut Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Perindustrian Jawa

Barat, saat ini terdapat 178 unit usaha penyamakan kulit (UPTD BPP,2015) di Sentra Sukare-gang Garut Kota Wetan, Garut kota dengan luas areal 79 hektar

Berdasarkan data tersebut peneliti berusaha mendatangi dan mewawancarainya, namun tidak semua UKM dapat ditemui karena beberapa alasan dan alamat yang sudah tidak valid. Dari UKM yang berhasil diwawancarai penulis mendapatkan informasi mengenai keberadaan UKM sejenis. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode non probability sampling,yaitu Snowball sampling sebagai tehnik pengambilan sampel. Dengan tehnik initerkumpul 80 sampel UKM

Tabel 1Prosedur Pemilihan Sampel

Keterangan JumlahJumlah UU yang terdaftar di UPT tahun 2015 178Jumlah sampel yang disebarkan tidak tersedia lengkap

1000

Total sampel yang dipakai tahun 2017 80

5. PEMBAHASANBerdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan, maka diperoleh

pola/ peta supply chain industri kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut adalah sebagai berikut (gambar 1)

SUPPLIER MANUFACTURER DISTRIBUTOR

Pemasok Bahan Baku Lokal (60 %)

Pemasok Bahan Baku asing (6 %)

Pemasok Bahan Baku Luar Propinsi

(34 %)

TEMPAT PENYIMPANAN/

GUDANG

Inpeksi Bahan Baku

Proses Produksi Produk Jadi

Sub-kontrak (35%)

Memasarkan Produk sendiri

(42%)

Sub-kontrak & Memasarkan

Produk sendiri (23%)

Pasar Lokal (22%)

Pasar Nasional (67%)

Pasar Internasional

(11%)

Gambar 1Model Rantai Pasokan Ketersedian Bahan Baku Industri Penyamakan Kulit

Sukaregang

Pemasok bahan baku UKM kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut berasal dari berbagai lokasi, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Penyedia bahan baku diklasifi kasikan dalam tiga kategori berdasarkan wilayah pemasok, yaitu lokal (Kabupaten Garut), luar provinsi

Page 164: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”157

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

(nasional), dan asing (Internasional). Lebih dari 60% UKM kulit memperoleh bahan bakunya dari pemasok lokal yaitu ), Jawa Timur, Sumatera dan Nusa Tenggara. Komposisi perolehan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.

Eksplorasi Jumlah Supplier dan saluran distribusi yang digunakan UKMBerkaitan dengan jumlah suplier yang digunakan UKM dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2Jumlah Pemasok / Suplier yang digunakan UKM

Jumlah Pemasok/suplierFrekuensi

%

1 37 462 15 193 20 25

4-10 8 10Total 80 100

Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan 1 pemasok / suplier untuk 1 ba-han baku adalah 37 penyamak/pengrajin (46%). Kegiatan selanjutnya yang dilakukan dalam manajemen rantai pasokan yaitu melakukan proses produksi (manufaktur) dari bahan baku menjadi produk jadi. Rantai selanjutnya dalam manajemen rantai pasokan yaitu melakukan kegiatan pemasaran dengan mendistribusikan atau menyalurkan barang kepada konsumen atau pelanggan. Tabel berikut merupkan saluran diistribusi yang digunakan UKM

Tabel 3Saluran Distribusi yang Digunakan UKM

Saluran Distribusi

Frekuensi

%

Langsung ke konsumen 35 43,75%Produsen – pengecer – konsumen 25 31,25%Produsen – agen - pengecer – konsumen 15 18,75%Produsen – distributor - pengecer – konsumen 3 3,75%

Produsen – distributor – agen - pengecer – konsumen 2 2,50%

Sebesar 43,75% UKM di Sukaregang Kabupaten Garut dalam memasarkan produknya menggunakan saluran distribusi langsung ke konsumen.

Struktur Rantai Pasok Industri Penyamakan KulitRantai pasok industry penyamakan kulit terdiri dari, supplier atau pengepul, pabrik,

Konsumen. Aktivitas pada rantai pasok industri kulit ini mulai dari hulu hingga hilirakan berjalan secara optimal apabila seluruh komponen terlibat (Ketchen dan Hult, 2007).Dalam menyusun model seluruh komponen yang terlibat dalam prosesbisnis industry penyamakan kulit ini, peneliti menggunakan sebagai acuan penelitian (Handayani, 2014)

Page 165: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

158

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Material Penunjang

Proses ProduksiIndustri Kulit

Peternak

PlantSupplierKonsumen

AkhirPengumpul

Customer

Distributor

Gambar 2. Struktur Rantai Pasok Industri Penyamakan Kulit

Aktivitas rantai pasok dimulai dari penerimaan bahan baku, proses pembuatan produk dan distribusi. Aktivitas yang di lakukan peternak hanya pengiriman bahan baku ke supplier sesuai dengan hasil ternak. Sedangkan supplier mengumpulkan bahan baku dari para peternak untuk dikirim ke pabrik, aktivitas yang di lakukan supplier sebelum mengirim bahan baku kulit ke pabrik yaitu; pengemasan dan labeling. Return ke supplier apabila bahan baku tidak sesuai dengan standar kualitas yang diinginkan pabrik.

Model Rancangan Arsitektur Sistem InformasiBerdasarkan sub-elemen kunci dari setiap elemen sistem tersebut di atas dapat diusulkan

suatu model/rancanganarsitektur system informasi rantai pasokan ketersediaan bahan baku ku-lit. Model tersebut disajikan Gambar 4 sebagai berikut.

Model arsitektur informasi rantai pasok bahan baku kulit

Analisis kondisi aktual

Analisis objektif bisnis

Analisis proses bisnis

Perancangan arsitektur informasi

Perancangan kelas data rantai pasok bahan baku kulit

Perancangan arsitektur informasi rantai pasok

bahan baku kulit

Gambar 3. Perancangan Arsitektur Informasi Rantai Pasok Ketersediaan Bahan Baku Kulit

Page 166: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research

in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”159

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

Kegiatan perancangan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis kondisi keadaan (ac-tual) rantai pasok bahan baku kulit dan perancangan arsitektur informasi berdasarkan hasil analisis. Analisis rantai pasok dibagi lagi menjadi analisis objektif bisnis dan analisis proses bisnis.Tahap perancangan arsitektur informasi dibagi menjadi perancangan kelas data berdasr-kan proses bisnis dan perncangan arsitektur informasi.

6. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASISimpulan

Dengan adanya manajemen rantai pasok yang baik akan membuat persediaan bahan baku akan selalu terjaga dan memenuhi kebutuhan dan permintaan saat diperlukan. Di dalam me-nentukan supplier (pasokan) terdapat beberapa strategi manajemen rantai pasokan yang digunakan industry penyamakan kulit di Sentra Sukaregang Kabupaten Garut diantaranya yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 1 suplier sebesar 46%, yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 2 suplier yaitu 19%, yang menggunakan strategi sedikit suplier dengan 3 suplier yaitu 25%, dan yang menggunakan strategi banyak suplier dengan 4 – 10 suplier yaitu 10%. Penelitian yang dilakukan baru sebatas membuat model atau tahap proses pemetaan terhadap rantai pasok ketersediaan baha baku. Hasil yang diperoleh pada tahap pemetaan ini akan menjadi dasar untuk merancang sistem informasi rantai pasok ketersediaan bahan baku kulit sehingga diharapkan dapat meng-koordinir semua pelaku pada aktivitas rantai pasok, sehingga proses pendistribusian produk menjadi lancar. Aktivitas ini melibatkan banyak pelaku yang berbeda tetapi semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku harus terkoordinasi sehingga peran teknologi informasi men-jadi sangat penting agar semua aktifi tas menjadi lancar

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang memberikan gambaran desain jaringan In-dustri kulit di di Sentra Sukaregang tentang aliran dari hulu sampai hilir meliputi pemasok, pe-rusahaan dan sampai pada konsumen akhir dengan tujuan agar UKM dapat mengetahui proses yang terjadi dalam perusahaan

Keterbatasan dan SaranPenelitian model manajemen rantai pasok ini memang masih berada di tahap eksplorasi,

khususnya di bagian paling hulu dari sebuah rantai pasok yaitu penggunaan industry oleh kon-sumen. Pada penelitian ini, sampel yang dipilih adalah para penyamak, pengrajin atau dan karyawan UPT di Sukaregang Kabupaten Garut . Sampel penelitian hanya menggunakan UKM tertentu dengan menggunakan metoda purposive sampling, sehingga hasil penelitian belum dapat digeneralisasi secara luas untuk setiap perusahaan/UKM di Indonesia. Penelitian selan-jutnya diharapkan bisa menggunakan semua sektor dan menambah jumlah pengamatan.

Daftar PustakaAlfaro, J dan Rabade, L., (2009), Traceability as a strategic tool to improve inventory

management, A case study in the food industry. International Journal of ProductionEconomic, 118 (1), 104-110

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 2010, Pener-bit Rineka Cipta, Jakarta.

Assauri, S. 2011. Manajemen Produksi dan Operasi, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.Amalia, A., W. H. dan A. B. (2012). Analisis Strategi Pengembangan Usaha pada UKM Batik

Semarangan di Kota Semarang. Jurnal. Universitas Diponegoro. SemarangDinas Perindagkop UKM Kabupaten Garut, 2014, Data Potensi Industri di Kabupaten Garut

Tahun 2013Dzikron, M. (2016). Perbaikan kinerja operasional industri penyamakan kulit dengan pendeka-

Page 167: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

Konferensi Nasional dan Call for Paper“Improving Accounting, Management, and Economic Research in Developing Business Sustainability and and Economic Growth”

160

Jurnal MODUS & Ristekdikti- 2017

tan Supply Chain dan Lean Manufacturing, 584–594.Heizer, Jay. & Reinder, Barry. 2005. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. PT. Salemba. Ja-

karta.Heizer Jay dan Berry Render. 2010. Manajemen Operasi. Edisi 9. Penerbit Salemba Empat,

Jakarta Handayani, D. I., Industri, J. T., Panca, U., & Probolinggo, M. (2014). Model Tracking dan

Tracing pada Sistem Traceability.Indrajit, Richardus E & Rhichardus Djokopranato. 2003. Manajemen Persediaan. Edisi Per-

tama. Gramedia, JakartaKalakota, R. 2000. E-Business 2.0: A Roadmap to Success. Longman: Addison Welley, USA Kehagia O, Linardakis M, Chryssochoidis G. 2007. Beef traceability: are Greek consumers

willing to pay?. EuroMed Journal of Business. Vol 2 No.2 , 2007 pp 173-190Ketchen, D.J., and Hult, G.T., 2007, Bridging Organization Theory And Supply Chain

Management: The Case Of Best Value Supply Chains, Journal of OperationsManagement, 25: pp. 573–580

Mousavi A, Sarhadi M. 2002. Tracking and Tracebability in the meat processing industry : a solution. British Food Journal. Vol 104 No.1, 2002 pp. 7-19.

Nur, S., Said, E. G., Munandar, J. M., & Machfud. (2010). Model Kelembagaan Penelusuran Pasokan Bahan Baku Industri Gelatin Dari Kulit Sapi. Agritech, (28), 131–142.

Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Penerbit Guna Widya, Surabaya. Rijswijk WV, Frewer LJ. 2008. Consumer Perceptions of food quality and safety and their

relation to traceability. British Food Journal Vol 110 No. 10, pp 1034-1046Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta (ID):

PT Raja Grafi ndo Persada. Starbird SA, Amanor-Boadu V, Roberts T. 2007. Traceability, Moral Hazard, and Food Safety.

Congress of the European Association of Agricultural Economists – EAAESatori, D., dan Komariah, A. 2010. Motodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Alfabeta, Band-

ung.Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).

Penerbit Alfabeta. Bandung.

Page 168: UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ekonomi

9A 7A8A6A0A2A9A 8A1A5A7A7A1A

Penerbit Fakultas EkonomiUNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Jalan Babarsari 43 YogyakartaTelpon 0274 -487711 Psw. 3127 Faks. 0274-485227