uji efikasi ekstrak daun iler (oleus scutellarioides linn

122
UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (Coleus scutellarioides Linn. Benth) SEBAGAI PLANT-BASED REPELLENT TERHADAP Aedes aegypti SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH : ARDILLAH WASIAH NIM : 109101000047 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M /1434 H

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

SEBAGAI PLANT-BASED REPELLENT TERHADAP Aedes aegypti

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

ARDILLAH WASIAH

NIM : 109101000047

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014 M /1434 H

Page 2: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

i

Page 3: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, April 2014

Ardillah Wasiah, NIM : 109101000047

UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (Coleus scutellarioides Linn. Benth) SEBAGAI PLANT-BASED REPELLENT TERHADAP Aedes aegypti

(xvii + 80 halaman, 9 tabel, 6 gambar, 2 bagan, 4 lampiran)

ABSTRAK

Aedes aegypti meupakan vektor utama penyakit demam berdarah dengue (DBD), chikungunya dan demam kuning yang diderita oleh jutaan jiwa penduduk dunia. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan aplikasi repellent sebagai pelindung diri. Adanya efek toksik pada manusia dan resistensi nyamuk akibat penggunaan repellent sintetik DEET, mendorong alternatif repellent yang aman dari bahan alam. Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) diketahui memiliki kandungan eugenol, timol, kamfor, alkaloid, karvakol dan rosmarinic acid yang telah diketahui bersifat repellent terhadap Aedes aegypti.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti. Metode eksperimen ini adalah post test only with control group design, dengan empat kali replikasi pada 7 interval waktu (jam ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6). Sampel yang digunakan untuk setiap uji efikasi konsentrasi 0% (kontrol), 20%, 40%, 60%, dan 100% ekstrak daun Iler yaitu 10 ekor Aedes aegypti steril, dengan total sampel 160 ekor.

Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan daya proteksi yang signifikan diantara kelompok perlakuan (Anova jam ke-0 p= 0,05, jam ke-1 p=0,05, Jam ke-2 p=0,002, jam ke-3 p=0,003, jam ke-4 p= 0,01; kruskall wallis jam ke-5 p=0,018, jam ke-6 p=0,007). Pada uji korelasi Pearson didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi, semakin besar daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai repellent (r = 0,501), dan semakin lama waktu pengujian, semakin kecil daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai repellent (r = -0,780) pada kondisi suhu ruang yang optimal. Sedangkan nilai EC50 ekstrak daun Iler didapat pada konsentrasi 100%, dengan daya proteksi total pada konsentrasi tersebut mencapai 50,53%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka ekstrak daun Iler kurang berpotensi sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait optimalisasi kerja ekstrak daun Iler, serta efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan ekstrak tersebut sebagai plant-based repellent.

Kata Kunci : Aedes aegypti, Ekstrak daun Iler, Plant-based repellent, Daya proteksi, EC50

Daftar Bacaan : 59 (1969-2013)

Page 4: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergratuated Thesis, April 2014

Ardillah Wasiah, NIM : 109101000047

EFFICACY OF Coleus scutellarioides Linn. Benth EXTRACT AS A PLANT-BASED REPELLENT AGAINST Aedes aegypti

(xvii + 80 pages, 9 tables, 6 figures, 2 charts, 4 appendixs)

ABSTRACT

Aedes aegypti is the primary vector of viral diseases such as dengue fever, chikungunya and yellow fever that affect million of people throughout the world. Repellent application is one of the mosquito-control that could be done as personal protective measure against mosquito. Emerging issue related to toxic effects on human and development of resistance in mosquitoes as a result of continuous application of DEET based repellents, prompted the search for alternative natural repellent which considered more safety. Coleus scutellarioides Linn. Benth known to contain eugenol, thymol, camphor, alkaloids, karvakol and rosmarinic acid, which has been reported previously for their repellent activities.

The aim of this research was to determine the potential of painted-nettle leaves extract as a plant-based repellent against Aedes aegypti. The experimental with post-test only control group design was used in this experiment, which replicated four times in seven period time intervals of testing, start from 0, 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th, 6th hour. Samples of 10 uninfected Aedes aegypti was used for each test at concentrations 0% (control), 20%, 40%, 60%, and 100% of painted-nettle leaves extract, with total amount of sample approximately 160 Aedes aegypti .

Analysis result showed the differences in percentage repellency for each treatment group (Anova 0 hour p= 0,05, 1st hour p=0,05, 2nd hour p=0,002, 3rd hour p=0,003, 4th hour p= 0,01; kruskall wallis 5th hour p=0,018, 6th hour p=0,007). From Pearson correlation test was founded that with the increasing of extract concentration, also increased its percentage repellency (r = 0.501). Thus, the longer duration of testing time, decreased percentage repellency (r = -0.780). Meanwhile, EC50 value based on probit analysis was obtained at 100% of Coleus scutellarioides Linn. Benth extract, with the highest for its percentage repellency approximately 50,53% in seven period time intervals of testing.

The conclusion that could be derived was that Coleus scutellarioides Linn. Benth leaves extract lacking in its potential as a plant-based repellent against Aedes aegypti. Further research aiming to optimize repellent activities of painted-nettle leaves extract are need to be done, also to find an adverse effects that could occur as the result of application of these extract as a plant-based repellent.

Keywords : Aedes aegypti, Coleus scutellarioides Linn. Benth leaves extract, Plant-based repellent, percentage repellency, EC50

Literature : 59 (1969-2013)

Page 5: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

iv

Page 6: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

v

Page 7: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ardillah Wasiah

TTL : Jakarta, 12 Februari 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Karet Pedurenan No. 62 RT. 008/04 Kel. Karet

Kuningan Kec. Setiabudi Jakarta Selatan 12940

No. Telp : 085780433482

Email : [email protected] / [email protected]

Riwayat Pendidikan Formal

Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran SDN Karet 04 Pagi 1997-2003 SMPN 58 Jakarta 2003-2006 SMAN 3 Jakarta 2006-2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan – Kesmas)

2009-Sekarang

Pengalaman Organisasi

Organisasi Jabatan Periode English Club SMPN 58 Jakarta Anggota 2003-2005 Osis SMPN 58 Jakarta Seksi Bidang

Olahraga dan Kesenian 2004-2005

KIR SMAN 3 Jakarta Wakil Ketua 2006-2007 Deutsch Club SMAN 3 Jakarta Humas 2008-2009 ENVIHSA Anggota 2012-2013

Page 8: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan

nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi dengan judul “Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) Sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti”

ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak

kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Untuk mama dan papa; kakak dan adikku (Emma dan Aldi) yang senantiasa

mendoakan, memberi dorongan semangat. Love u all so much.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dewi Utami Iriani, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing I, dan Bapak Dr.

Arif Sumantri, S.KM M.Kes selaku pembimbing II dan pembina peminatan

kesehatan lingkungan, terima kasih atas masukan, nasihat, ilmu, motivasi, dan

saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

viii

5. Ibu Catur Rosidati, MKM; Bapak Anton Wibawa, MKM dan ibu Hoirun Nisa,

Ph.D; selaku penguji sidang skripsi.

6. Bapak Dr. Zulkifli Rangkuti selaku pembina peminatan Kesehatan Lingkungan,

terima kasih atas masukannya sehingga terbentuk pondasi awal skripsi ini.

7. Bapak Supriyono dari FKH IPB dan Ibu Yusniar dari litbangkes; terima kasih

atas pencerahan, motivasi, dan masukan yang diberikan ke penulis.

8. Ibu Fahma, selaku kepala pusat laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullah.

9. Ka Pipit, Ka Erni, Pak Aris, dan lainnya, selaku laboran di lab PLT.

10. Sahabat – sahabat Kesling 2009 (Imah, Zia, Cita, Maya, Ami, Sri, Yeni, Moris,

Ersa, Herisma, Nita, Agung, Nissa, Ratna, Tari, Rudi, Udin, Yudi, Aan), love u

all guys and till we meet again in the throne of success!!!

11. Sahabat seperjuangan dilab PLT (Imah, Fattah, Tyas, Lina, Ka Wafa, Cita, dll).

12. Dan seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian penelitian skripsi ini

yang tidak bisa disebutkan satu per-satu. Hormat penulis kepada semuanya.

Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat balasan yang setimpal dari

Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan

dan keterbatasan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh

penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

TERIMA KASIH.

Jakarta, April 2014

Ardillah Wasiah

Page 10: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. i

ABSTRAK ………………………………………..………………………....... ii

ABSTRACT …...………………………………………………..…………….. iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….……....…… iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. vi

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ix

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xiv

DAFTAR BAGAN ………….………………………………………………... xv

DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………... xvi

DAFTAR ISTILAH……................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .……………….….…………………………..….... 1

1.2 Rumusan Masalah …………….….……………………………….... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian …………..…..…………………….……….. 7

1.4 Tujuan Penelitian …….….…………..……………………....……. 8

1.5 Manfaat Penelitian ..………………….…………………...………. 9

1.5.1 Mahasiswa ….……………………..………………………....... 9

1.5.2 Masyarakat ...……………………….……………………..…... 9

1.5.3 Peneliti Lain ...………………………...………………….…… 10

Page 11: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

x

1.5.4 Dinas Kesehatan…………………………………………..…... 10

1.6 Ruang Lingkup….....………………….…………………...………. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyamuk Aedes aegypti ...…..………………..……………………. 11

2.1.1 Klasifikasi .……………..……………….………………….…. 12

2.1.2 Morfologi ……………..………………….………………..….. 13

2.1.3 Siklus Hidup …...……..…………………..………………….... 13

2.1.4 Bionomik ………………………………….……………..……. 14

2.1.5 Indera Penciuman Nyamuk……...….…………………………. 18

2.2 IMM (Integrated Mosquito Management) .………….……...…….. 19

2.3 Repellent …...…….……………………………...………..………. 20

2.4 Pemanfaatan Ekstrak Daun Iler …...……………...………………. 23

2.4.1 Taksonomi. ….………………………………………………… 23

2.4.2 Morfologi …….……………………………………………….. 24

2.4.3 Ekologi dan Penyebaran ……………………………………… 25

2.4.4 Manfaat ….……………………………………………………. 25

2.4.5 Kandungan ……………………………………………………. 26

2.5 Proses Ekstraksi ….………………………………………….……. 27

2.6 Uji Efikasi ………….……………………………………………... 29

2.7 Kerangka Teori ……………………………………..…………….. 32

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep …..……………………………………...……… 33

3.2 Definisi Operasional ….……..……………………………………. 34

Page 12: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xi

3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………...…….. 36

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ..………………………………………...…….... 37

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 37

4.3 Populasi, Sampel dan Subjek Uji Penelitian ................................... 37

4.3.1 Populasi ...……………………………….................................. 37

4.3.2 Sampel …...………………………………................................ 38

4.3.3 Subjek Uji …...…………………………….............................. 39

4.4 Alat dan Bahan ….…………………………………….................. 41

4.4.1 Alat …....…………………………………................................ 41

4.4.2 Bahan …..…………………………………….......................... 42

4.5 Prosedur Kerja ................................................................................. 42

4.5.1 Pemeliharaan (rearing) Aedes aegypti…………….................. 42

4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Iler …….……………….…............. 43

4.5.2.1 Proses Pemilihan dan Pengeringan ………………...…….. 43

4.5.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak Tanaman Uji …...…….……. 43

4.5.3 Pengujian ...……..………………………….............................. 44

4.5.3.1 Uji Efikasi………………………...………………...…….. 44

4.6 Pengumpulan Data .......................................................................... 47

4.6.1 Data Primer …........................................................................... 47

4.6.2 Data Sekunder ……................................................................... 47

4.7 Pengolahan dan Analisa Data…....................................................... 47

BAB V HASIL

5.1 Pengaruh Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

Page 13: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xii

Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti.................. 49

5.1.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti ….….................................... 50

5.1.2 Perhitungan Daya Proteksi………….….................................... 54

5.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Iler Terhadap Daya Proteksi.............................................................................................

57

5.3 Nilai EC50 Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth). 59

5.4 Hubungan Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu Pengujian dengan Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent…………

60

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Peneliti………………………………………............ 63

6.2 Pengaruh Ekstrak Daun Iler Terhadap Frekuensi Hinggap Aedes aegypti…………………………………………………………………………………………………

64

6.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi dan Interval Waktu Pengujian Terhadap Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent............

65

6.4 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Potensi Daun Iler sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti..................

70

6.5 Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti Dalam Penerapan Integrated Mosquito Management........

75

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 79

7.2 Saran ………….….......................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran

Page 14: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1

Jumlah spesies dari sub-famili atau suku berdasarkan wilayah zoogeografi…..……...................................................................

12

Tabel 3.1 Definisi Operasional………….……………………………...... 34

Tabel 5.1

Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 0% Ekstrak Daun Iler (Kontrol) dan Interval Jam Pengujian……...

50

Tabel 5.2

Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 20% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian……...…………

51

Tabel 5.3

Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 40% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian………...………

52

Tabel 5.4

Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 60% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian…...……………

53

Tabel 5.5

Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 100% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian……...…………

54

Tabel 5.6 Daya Proteksi Ekstrak Daun Iler pada setiap Konsentrasi dan Tujuh Interval Waktu Pengujian (empat replikasi)....................

55

Tabel 5.7 Korelasi Antara Variasi Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu dengan Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti…………………………….

61

Page 15: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1

Sebaran Jumlah spesies dan jenis berdasarkan wilayah Zoogeografi…….………………...………………………......

11

Gambar 2.2 Bionomik Aedes aegypti.......................................................... 15

Gambar 2.3 Kemoreseptor (Sensilla) pada antena nyamuk……………… 18

Gambar 2.4 Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)……………………. 23

Gambar 5.1 Plot Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Iler (C. scutellarioides) Sebagai Plant-based Repellent Terhadap A. aegypti pada tujuh Interval Waktu Pengujian…………....

58

Gambar 5.2 Grafik Persamaan Garis Regresi EC50 Ekstrak Daun Iler…… 60

Page 16: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori…………………………………………….. 32

Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………….. 33

Page 17: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xvi

DAFTAR SINGKATAN

cyclicAMP : cyclic adenocine monophosphate

DAG : Diacylglycerol

DBD : Demam Berdarah Dengue

DEET : Diethyltoluamide atau N,N-diethyl-3-methylbenzamide

DP : Daya Proteksi

EC50 : Effective concentration 50

EC90 : Effective concentration 90

FDA : Food and Drug Administration

GABA : Gamma-Aminobutyric Acid

GRs : Gustatory Receptors

KD60 : Knock down 60

IMM : Integrated Mosquito management

IP3 inositol 1,4,5 triphosphate

IVM : Integrated Vector Management

LD50 : Lethal Dose 50

OBPs : Odor Binding Protein

ODE : Odor Degrading Enzym

ORs : Odor Receptors

ORNs : Olfactory Receptor Neurons

USEPA : United States Environmental Protection Agency

WHO : World Health Organization

WHOPES : World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme

Page 18: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

xvii

DAFTAR ISTILAH

A – S

Alomon: Senyawa kimia yang

menguntungkan bagi penghasil senyawa

kimia tersebut karena dipergunakan untuk

mengusir dan membingungkan predator,

dan memediasi interaksi simbiotik

Depolarisasi: Perubahan muatan ion

didalam sel dari negatif menjadi positif,

dimana pada keadaan ini membran sel

saraf bersifat impermeabel terhadap ion K

dan permeabel terhadap ion Na sebagai

akibat dari adanya rangsangan pada sel

(listrik, zat kimia), menyebabkan ion Na

berdifusi dan ion K ditahan.

Feromon: Senyawa yang disekresikan

oleh satu individu dan diterima oleh

individu lain pada spesies yang sama,

dimana mereka akan memberikan reaksi

yang spesifik, seperti perubahan perilaku.

fixative additives: Perekat yang berfungsi

mempertahankan struktur cairan kimia dan

sebagai penetral karena didalamnya

terdapat sedikit pH yang berfungsi untuk

mengurangi efek iritasi pada kulit.

Kairomon: Senyawa kimia yang

dilepaskan oleh suatu organisme yang

dapat menimbulkan respon fisiologis dan

perilaku pada spesies lain yang sifatnya

menguntungkan bagi individu tersebut.

Konformasi: Bentuk-bentuk molekul

pada ruang tiga dimensi akibat putaran

pada poros ikatan tunggal (gol. alkana

atau molekul yang memiliki gugus alkil).

Morfogenesis: Semua perubahan bentuk

dan lokasi (letak) dari sebuah atau

sekelompok sel atau jaringan.

Probing: Penetrasi nyamuk pada tubuh

host tanpa terjadi penghisapan darah.

Senyawa metabolit sekunder: Senyawa

hasil sintesa sel tumbuhan yang

digunakan untuk mempertahankan diri

dari habitatnya dan tidak berperan

penting dalam proses metabolisme utama.

Page 19: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga dari filum arthropoda yang

berperan dalam transmisi penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria,

filariasis, chikungunya, demam kuning (yellow fever), dan virus West Nile pada

jutaan jiwa penduduk dunia (Ghosh, 2012). Hal tersebut mendorong WHO untuk

mendeklarasikan nyamuk sebagai “public enemy number one” (Ghosh, 2012). Salah

satu spesies nyamuk yang berperan sebagai agent penyebaran beberapa penyakit yang

disebutkan diatas adalah Aedes aegypti.

Aedes aegypti betina memiliki sifat multiple feeding, yang berarti untuk

memenuhi kebutuhan darah untuk satu periode siklus gonotropik, nyamuk dapat

menghisap darah beberapa kali (Pusat Data Surveilans Epidemiologi KEMENKES

RI, 2010). Sifat tersebut akan meningkatkan risiko transmisi patogen, dimana satu

nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu menggigit, mampu menularkan virus

kepada lebih dari satu orang. Oleh sebab itu, tindakan pengendalian terhadap vektor

tersebut perlu dilakukan.

Pengendalian vektor nyamuk awalnya hanya tersentral pada reduksi kepadatan

populasi dan minimalisasi kontak vektor dengan manusia melalui pemanfaatan

senyawa sintetik (Gosh, 2012). Namun, seperti yang tertuang dalam PerMenKes No.

374 tahun 2010 tentang pengendalian vektor, bahwa saat ini upaya pengendalian

Page 20: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

2

vektor tidak hanya terfokus pada penggunaan kedua metode tersebut; tetapi juga

kombinasi dari beberapa metode seperti pengelolaan lingkungan dan pengembangan

kearifan lokal yang dilakukan dengan azas keamanan, efektifitas, dan rasionalitas.

Upaya pengendalian tersebut diketahui sebagai Integrated Vector Management

atau Pengendalian Vektor Terpadu. Untuk mencegah adanya kesalahpahaman pada

kerangka konseptual dari pengendalian vektor terpadu yang sebenarnya akibat

spesifikasi target dan metode yang digunakan, maka dipergunakan istilah Integrated

Mosquito Management (IMM) atau pengendalian nyamuk terpadu dalam mengatasi

masalah nyamuk.

Berdasarkan American Mosquito Control Association, 2009; Environmental

Health Directorate, 2006; dan Rose, 2001; IMM merupakan strategi pencegahan dan

pengendalian nyamuk yang komprehensif melalui aplikasi berbagai metode

pengendalian, baik secara terpisah atau kombinasi yang bertujuan untuk melindungi

kesehatan masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan menuju peningkatkan derajat

kualitas hidup secara keseluruhan. Pendekatan utama IMM mencakup kegiatan

surveilans, pemetaan, pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian biologi, edukasi

publik, dan penggunaan Mosquitocide (obat nyamuk) yang meliputi larvasida dan

adultisida (American Mosquito Control Association, 2009; Gosh, 2012).

Dari sekian banyak pendekatan yang ada pada IMM, penggunaan Mosquitocide

memiliki tingkat keberhasilan yang paling besar dalam upaya pengendalian (Gosh,

2012). Salah satu metode tambahan yang turut melengkapi keberhasilan penggunaan

Page 21: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

3

metode Mosquitocide (obat nyamuk) adalah berupa aplikasi alat pelindung diri

(personal protection) seperti repellent.

Produk repellent yang banyak beredar di masyarakat hingga kini diketahui

merupakan repellent sintetis berbahan N,N-diethyl-3-methylbenzamide atau DEET.

Meskipun DEET diketahui bekerja efektif sebagai repellent, namun penggunaannya

menjadi perdebatan karena dilaporkan memiliki efek toksik yang ringan hingga berat

pada manusia, salah satunya menyebabkan iritasi pada membran mucus (Taylor,

2009). Selain itu, pada penelitian Stanczyk (2011) diketahui bahwa telah terjadi

insensitifitas DEET sebagai repellent pada Aedes aegypti, menyebabkan perlu

ditekankan betapa pentingnya eksplorasi metode alternatif dalam upaya perlindungan

diri dari gangguan nyamuk yang lebih aman untuk digunakan.

Salah satu alternatif yang telah banyak dikembangkan saat ini adalah melalui

pemanfaatan senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman sebagai plant-based

repellent. Pemanfaatan tanaman sebagai repellent nyamuk atau insekta lain telah

dipraktekkan selama ribuan tahun oleh manusia, dan hingga kini masih diterapkan di

negara-negara berkembang (Moore et al, 2006). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis

ditemukan tumbuhan di dunia, dan 30.000 jenis di antaranya diperkirakan tumbuh di

Indonesia (Irwan et al, 2007). Namun, baru 1.000 jenis yang telah dimanfaatkan

sebagai obat-obatan dan insektisida (Irwan et al, 2007).

Penggunaan repellent dari bahan alami lebih menguntungkan, karena selain

terkandung senyawa aktif utama dengan bioaktivitas sebagai repellent, juga terdapat

senyawa tambahan sinergis yang dapat meningkatkan aktivitas repellent tumbuhan

Page 22: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

4

tersebut (Moore et al, 2006). Substansi dari tanaman bersifat eco-safety; spesifik pada

target; dan tidak menyebabkan resistensi dan mutasi pada serangga sasaran, karena

adanya keterbatasan pada serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap

aktivitas beberapa senyawa yang berbeda (Moore et al, 2006).

Selain itu, penggunaan senyawa yang berasal dari tanaman juga lebih mudah

untuk diterima di daerah pedesaan (Govindarajan, 2009), sehingga dapat mendorong

terbentuknya kearifan lokal dalam upaya pengendalian nyamuk. Hal tersebut tentu

sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai IMM, yaitu mengurangi resiko transmisi

penyakit lewat perantara nyamuk, namun turut memperhatikan aspek keamanan dari

kesehatan masyarakat dan lingkungan (Rose, 2001; Environmental Health

Directorate, 2006; American Mosquito Control Association, 2009).

Tumbuhan yang berpotensi besar untuk digunakan dalam pengendalian serangga

adalah yang berasal dari famili Meliaceae, Rutaceae, Annonaceae, Labiatae, dan

Zingiberaceae (Prasetyo, 2011). Beberapa tanaman dari famili tersebut diketahui

memberi aktivitas repellent pada nyamuk.

Mimba merupakan salah satu contoh tanaman dari famili Meliaceae yang

memiliki daya proteksi terhadap nyamuk sebesar 76% selama 2 jam. Sedangkan pada

famili Rutaceae, seperti Jeruk Purut memiliki daya proteksi 100% terhadap

Ae.aegypti dan C.quinquefasciatus berturut-turut selama 3 dan 1,5 jam (Maia dan

Moore, 2011). Pada famili Annonaceae, seperti Kenanga diketahui memberikan daya

proteksi sebesar 97,4% terhadap Ae.aegypti selama 3 jam. Sedangkan Babadotan dari

Page 23: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

5

famili Asteraceae diketahui memberikan daya proteksi terhadap nyamuk Ae.aegypti

sebesar 97,2% selama 3 jam (Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).

Nilam, Rosemary, dan Kemangi merupakan beberapa contoh jenis tanaman dari

famili Labiatae atau lamiacea yang memiliki aktivitas insektisida maupun repellent.

Minyak atsiri Nilam dan Rosemary diketahui memberi daya proteksi terhadap

nyamuk Ae.aegypti berturut turut sebesar 97,6% dan 96,2% selama 3 jam, sedangkan

Kemangi memberikan daya proteksi berturut-turut sebesar 78.7% dan 79.2% terhadap

An.arabiensis dan An.pharaoensis. Selain itu, Pada P. marrubioides Benth. dengan

isolasi senyawa kampor sebanyak 48% juga ditemukan aktivitas repellent terhadap

An. gambiae Meign (Rasikari, 2007; Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).

Bioaktivitas repellent dari tanaman-tanaman tersebut tidak terlepas dari senyawa

aktif yang terkandung didalamnya. Senyawa seperti azadirachtin (pada Mimba), sitrat

(pada Jeruk Purut), flavanoid (pada Kenanga, Babadotan dan Nilam), eugenol (pada

Kenanga dan Babadotan), sesquirterpen (pada Kenanga dan Nilam), alkaloid (pada

Babadotan dan Rosemary), kumarin (pada Babadotan), patchouli (pada Nilam),

caffeic acid (pada Rosemary dan Kemangi), rosmarinic acid (pada Rosemary dan

Kemangi), sineol (pada Rosemary), borneol (pada Babadotan dan Rosemary), dan

camphor (pada Babadotan, Rosemary dan P. marrubioides) merupakan senyawa yang

diketahui berperan penting dalam menimbulkan bioaktivitas repellent terhadap

serangga famili Culicidae (nyamuk) pada tanaman-tanaman tersebut (Shiga, 2009;

Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).

Page 24: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

6

Iler merupakan salah satu spesies dari famili labiatae yang banyak ditemukan di

Indonesia dan masuk dalam daftar 66 komoditas tanaman biofarmaka berdasarkan

KepMenPer No. 511 tahun 2006 (Ridwan et al, 2010). Iler diketahui memiliki

kandungan saponin, flavonoid, eugenol, steroid, tanin, karvakol, etil salisilat,

alkaloid, metil eugenol, rosmarinic acid, timol, dan kamfor yang diketahui memiliki

aktivitas repellent dan insektisida (Shiga, 2008; Nugroho, 2009; Kalita, 2013).

Terlihat adanya similaritas antara senyawa yang terkandung pada daun Iler

dengan beberapa senyawa dari beberapa tanaman yang memiliki bioaktivitas

repellent seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh sebab itu, diasumsikan

bahwa daun Iler berpotensi memiliki aktivitas repellent terhadap famili Culicidae

atau nyamuk. Namun sejauh ini belum ada penelitian yang memperkuat asumsi

tersebut. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh terkait

aktivitas dan potensi ekstrak daun iler sebagai plant-based repellent terhadap

nyamuk, terutama spesies Aedes aegypti.

1.2 Rumusan Masalah

Nyamuk mentransmisi penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), Malaria,

chikungunya, demam kuning (yellow fever) dan virus West Nile yang merupakan

penyebab masalah utama kesehatan di dunia. Untuk itu, perlu dilakukan upaya

pengendalian nyamuk yang efisien, efektif dan aman, seperti yang tertuang dalam

IMM. Salah satunya adalah dengan aplikasi senyawa repellent sebagai perlindungan

diri yang bertujuan untuk minimalisasi kontak dengan nyamuk.

Page 25: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

7

Diketahuinya efek negatif dari repellent berbahan DEET yang beredar di

pasaran, mendorong terjadinya peningkatan usaha pencarian repellent alami (plant-

based repellent). Iler adalah salah satu tumbuhan yang diduga berpotensi sebagai

repellent karena mengandung senyawa seperti saponin, flavonoid, eugenol, polifenol,

steroid, tanin, karvakrol, etil salisilat, alkaloid, metil eugenol, rosmarinic acid, timol,

dan kamfor yang diketahui memberi aktivitas repellent terhadap nyamuk, seperti

yang dijumpai pada Kenanga, Rosmary, dan Babadotan. Adanya senyawa tersebut,

serta distribusi daun Iler yang merata di Indonesia, memungkinkan untuk

dikembangkannya pemanfaatan daun Iler sebagai kearifan lokal dalam hal

pengendalian nyamuk.

Namun, penelitian terkait pemanfaatan daun Iler sebagai repellent belum dapat

ditemukan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui secara pasti ada

atau tidaknya aktivitas repellent pada daun Iler terhadap serangga, khususnya pada

famili Culicidae atau nyamuk. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan penelitian ini adalah “Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) Sebagai Plant-Based Repellent terhadap Aedes aegypti”.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1) Bagaimana daya proteksi dari ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.

Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti pada variasi

konsentrasi uji?

Page 26: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

8

2) Berapa nilai EC50 (effective concentration 50) ekstrak daun Iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes

aegypti?

3) Bagaimana hubungan antara variasi konsentrasi dengan daya proteksi ekstrak

daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent

terhadap Aedes aegypti?

4) Bagaimana hubungan antara interval waktu pengujian dengan daya proteksi

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based

repellent terhadap Aedes aegypti?

1.4 Tujuan Penelitian:

o Umum:

Untuk mengetahui potensi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.

Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.

o Khusus:

1) Diketahuinya daya proteksi ekstrak daun iler (Coleus scutellarioides Linn.

Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti pada variasi

konsentrasi uji.

2) Diketahuinya nilai EC50 (effective concentration 50) ekstrak daun iler

(Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent

terhadap Aedes aegypti.

Page 27: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

9

3) Diketahuinya hubungan varian konsentrasi dengan daya proteksi ekstrak

daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based

repellent terhadap Aedes aegypti.

4) Diketahuinya hubungan lamanya interval waktu pengujian dengan daya

proteksi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai

plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Mahasiswa

Sebagai pengalaman dan media pembelajaran dalam aplikasi ilmu kesehatan

lingkungan dan kesehatan masyarakat yaitu melalui pencarian alternatif pengendalian

vektor yang ramah lingkungan dan minim risiko efek samping pada kesehatan, yaitu

melalui pemanfaatan bahan-bahan alami seperti tumbuhan sebagai upaya preventif

terjadinya transmisi patogen yang ditularkan oleh vektor penyakit, khususnya

penyakit yang ditularkan lewat nyamuk.

1.5.2 Masyarakat

Sumber informasi terkait pemanfaatan bahan alami dari tumbuhan untuk

dijadikan sebagai alternatif dalam minimalisasi terjadinya kontak dengan vektor

penyakit, khususnya nyamuk tanpa perlu bergantung pada produk sintetik yang

diketahui dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Page 28: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

10

1.5.3 Peneliti Lain

Sebagai referensi atau acuan untuk pelaksanaan penelitian serupa maupun

penelitian lanjutan terkait pemanfaatan ekstrak tumbuhan, khususnya tumbuhan Iler

sebagai upaya alternatif pengendalian nyamuk yang efektif memberikan

perlindungan, serta aman digunakan bagi manusia dan lingkungan.

1.5.4 Dinas Kesehatan

Sebagai informasi tambahan yang diharapkan dapat memberikan alternatif

dalam pengambilan kebijakan terkait usaha minimalisasi kontak antara vektor

penyakit dengan manusia, khususnya nyamuk, yang kemudian dapat disosialisasikan

ke masyarakat untuk dirasakan manfaatnya oleh khalayak ramai.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan,

Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui potensi

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent

terhadap Aedes aegypti pada skala laboratorium.

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2013 - Januari 2014. Populasi

penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti steril dari patogen, dengan total sampel yang

digunakan sebanyak 160 ekor. Data-data yang dikumpulkan berupa hasil pengamatan

yang kemudian dianalisa untuk mengetahui kinerja ekstrak daun iler sebagai repellent

terhadap Aedes aegypti.

Page 29: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk terdistribusi hampir diseluruh belahan dunia, namun diperkirakan masih

terdapat sebanyak 1000 spesies nyamuk yang hingga kini masih belum terdata

(Rueda, 2008). Dari 3.500 spesies dan sub-spesies yang telah terdata, 300 diantaranya

diketahui berperan dalam transmisi penyakit (Govindarajan, 2009).

Gambar 2.1 Sebaran jumlah spesies nyamuk berdasarkan

wilayah Zoogeografi (Rueda, 2008)

Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito-borne diseases) hingga kini

masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia, terutama di daerah

beriklim tropis dan sub-tropis (Benjawan et al, 2005). Daerah tersebut menjadi

tempat endemik dari sejumlah genus nyamuk, dengan proporsi terbanyak berasal dari

genus Aedini atau Aedes, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 (Rueda, 2008).

Page 30: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

12

Spesies Aedes aegypti dari genus Aedes merupakan vektor patogen berbahaya

seperti demam berdarah dengue, yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat utama di Indonesia dan beberapa negara di Asia (Pusat Data Surveilans

Epidemiologi KEMENKES RI, 2010).

Tabel 2.1 Jumlah spesies dari sub-famili atau suku berdasarkan wilayah zoogeografi

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi dari Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Philum : Antrophoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Familia : Culicidae

Sumber: (Rueda, 2008)

Page 31: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

13

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

2.1.2 Morfologi

Telur Aedes aegypti memiliki dinding bergaris-garis membentuk bangunan

menyerupai gambaran kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi

sisir yang berduri lateral. Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang, dengan

tubuh berwarna hitam kecoklatan yang ditutupi sisik dengan garis-garis putih

keperakan. Di bagian punggung tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri

dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil

dari nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena (Achmadi, 2011).

2.1.3 Siklus Hidup

Siklus hidup Aedes aegypti berawal dari peletakan telur oleh nyamuk betina di

atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat permukaannya.

Setelah dua hari, telur akan menetas menjadi larva, kemudian mengalami

pengelupasan kulit sebanyak 4 kali dan bertambah ukuran hingga mencapai tahap

akhir, tanpa memerlukan asupan makanan, yaitu pupa (Achmadi, 2011). Didalam

kulit pupa, nyamuk dewasa membentuk diri sebagai jantan atau betina, dan tahap

dewasa muncul dari pecahan di bagian belakang kulit pupa.

Nyamuk dewasa yang baru muncul beristirahat di atas permukaan air untuk

periode waktu singkat agar sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum

Page 32: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

14

terbang. Nyamuk jantan muncul sekitar satu hari sebelum nyamuk betina, dan

menetap dekat tempat perkembangbiakannya, makan dari sari buah tumbuhan dan

kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian (Achmadi, 2011).

Untuk nyamuk betina, meskipun saat awal kemunculannya mereka memakan

sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga dan kemudian kawin, namun untuk

memproduksi telur dan memulai generasi baru, nyamuk betina memerlukan protein

yang banyak terdapat dalam darah. Perkembangan nyamuk sangat bergantung pada

iklim dari kondisi lingkungan lokal, terutama suhu dan curah hujan (Achmadi, 2011).

2.1.4 Bionomik

a) Breeding place

Aedes aegypti berkembang biak di air yang bersih yang tidak beralaskan tanah,

dan letaknya berdekatan dengan pemukiman, dengan jarak tidak lebih dari 500 m.

Biasanya telur diletakkan pada bagian yang berdekatan dengan permukaan air di

tempat yang gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar matahari langsung;

misalnya di bak mandi, drum air, kaleng, tower air yang tidak tertutup, vas bunga

dan potongan bambu.

b) Feeding activity

Aedes aegypti aktif menggigit antara pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00, dan

lebih banyak terjadi didalam ruangan. Nyamuk ini memiliki sifat multiple feeding

/bitters (Pusat Data Surveilans Epidemiologi KEMENKES RI, 2010). Selain

terdorong rasa lapar, saat mencari makan nyamuk juga dipengaruhi oleh beberapa

Page 33: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

15

faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh host, suhu, kelembaban, karbon dioksida,

dan warna (Achmadi, 2011).

c) Resting place

Setelah mengkonsumsi darah, nyamuk betina mencari tempat beristirahat yang

aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk beristirahat di daerah vegetasi

yang padat atau pada baju-baju yang bergantungan di dalam rumah. Masa

peristirahatan selesai ditandai dengan matangnya telur, dimana nyamuk mulai

mencari habitat untuk meletakkan telurnya (Achmadi, 2011).

Gambar 2.2 Bionomik Aedes aegypti (Mattingly, 1969)

d) Jarak Terbang

Ketika terbang, penguapan air pada tubuh nyamuk lebih besar karena jumlah

oksigen yang diperlukan lebih banyak, sehingga jarak terbang nyamuk terbatas

(Reiter, 2001).

Page 34: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

16

e) Lingkungan Fisik

1) Jarak antar rumah dan kondisi bangunan

Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk. Semakin dekat jarak,

semakin mudah nyamuk berpindah tempat (Reiter, 2001).

2) Suhu udara

Suhu mempengaruhi proses metabolisme yang menjadi penentu dalam

kecepatan perkembangan tubuh nyamuk. Karenanya kejadian biologis tertentu

seperti lamanya pra-dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap,

pematangan indung telur dan frekuensi menggigit berbeda menurut suhu. Suhu

optimum pertumbuhan nyamuk pada 25oC-27oC, dan terhenti pada suhu <10oC

atau >40oC (Depkes RI, 2007).

3) Kelembaban udara

Kelembaban mempengaruhi tingkat bertahan (survival rate) nyamuk,

dimana pada kelembaban rendah (<60%) akan menghambat pembentukan telur,

meskipun konsumsi darah tetap berlangsung (Reiter, 2001). Pada kelembaban

tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Depkes RI,

2007).

4) Curah hujan

Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat

perindukan nyamuk alamiah (Reiter, 2001).

Page 35: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

17

5) Kecepatan angin

Angin berpengaruh pada suhu udara dan evaporasi air di lingkungan

sehingga berkaitan dengan kelembaban, dengan begitu akan mempengaruhi

kontak antara nyamuk dan manusia (Reiter, 2001).

6) Intensitas cahaya

Intensitas cahaya secara langsung mempengaruhi aktivitas istirahat dan

terbang nyamuk. Nyamuk terbang jika intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd).

f) Faktor manusia

Menurut Reiter (2001) Ada beberapa faktor dari aktivitas dan budaya manusia

yang mempengaruhi siklus dan aktivitas hidup nyamuk, yaitu:

- Berpindahnya penduduk, yang berdampak pada kepadatan sebuah tempat,

sehingga memungkinkan nyamuk mencari mangsa dengan cepat.

- Pola aktivitas, dimana lokasinya dekat dengan perindukan nyamuk.

- Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA; Lokasinya berpotensi menjadi

tempat perindukan nyamuk. Kurangnya vegetasi meningkatkan suhu sekitar,

menyebabkan aktivitas menghisap darah nyamuk meningkat.

- Penggunaan pestisida atau insektisida sintetik; Residunya berpotensi

menyebabkan resistensi psikologis silang dan perilaku, misalnya spesies

yang mulanya bersifat endofilik berubah menjadi eksofilik.

Page 36: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

18

2.1.5 Indera Penciuman Nyamuk

Indera penciuman atau olfaktori memegang peranan terpenting bagi nyamuk

dalam mendeteksi lokasi mangsanya (Rueda, 2008). Terdapat lebih dari 300 senyawa

yang dibuang oleh tubuh manusia sebagai hasil sampingan metabolisme, dan lebih

dari 100 senyawa volatil dapat terdeteksi pada nafas manusia (Rueda, 2008).

Molekul bau yang volatil akan masuk secara ekstraseluler dan berikatan dengan

kemoreseptor (sensilla) yang berada pada antena nyamuk. Molekul bau tersebut

berikatan dengan odorant-binding proteins (OBPs) yang kemudian dibawa melewati

cairan lymph di sensilla menuju olfactory receptor neurons (ORNs) (Paluch, 2009).

Molekul bau tersebut selanjutnya akan berinteraksi dengan G-protein-coupled

receptors ekstraseluler pada olfactory receptors (ORs) yang terletak di dendrit ORNs

spesifik; dimana secara bergantian G-protein-coupled receptors intraseluler aktif dan

menyebabkan perubahan konformasi G-protein (Paluch, 2009).

Hal tersebut mendorong aktivasi sinyal intraseluler berupa Adenosina

monofosfat siklik dan Inositol trifosfat + Diacylglycerol (cyclicAMP and IP3+ DAG)

Gambar 2.3 Kemoreseptor (Sensilla) pada antena nyamuk (Qiu and van Loon, 2010)

Page 37: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

19

untuk membuka jalur masuk untuk ion Na+ atau Ca++, menyebabkan depolarisasi

saraf nyamuk. Impuls elektrik yang dihasilkan selanjutnya ditransmisikan ke lobus

antena nyamuk untuk memunculkan respon berupa tingkah laku yang tepat, apakah

nyamuk akan menghindari atau mendekati bau tersebut (Paluch, 2009).

2.2 IMM (Integrated Mosquito Management)

Integrated Mosquito Management atau pengendalian nyamuk terpadu merupakan

strategi komprehensif dalam pengendalian nyamuk dengan mengkombinasikan atau

mengaplikasikan metode pengendalian nyamuk yang tersedia secara terpisah. Tujuan

IMM adalah melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit yang ditransmisi oleh

nyamuk, menciptakan lingkungan yang sehat melalui rasionalisasi pemanfaatan

pestisida yang sesuai aturan, dan meningkatkan kualitas hidup melalui penerapan

strategi pengendalian vektor yang efektif dan efisien (Ghost, 2012).

IMM dikembangkan dengan memperhatikan faktor ekologi, ekonomi, sosial dan

teknologi pengendalian nyamuk terpadu yang praktis dan efektif; dengan pendekatan

utama mencakup kegiatan surveilans, pemetaan, reduksi sumber dan pengelolaan

lingkungan hidup, pengendalian biologi, edukasi publik, dan penggunaan

Mosquitocide (larvasida dan adultisida) (Environmental Health Directorate, 2006;

American Mosquito Control Association, 2009; Gosh, 2012).

Upaya pengendalian yang dilakukan dengan pendekatan tidak langsung dengan

tujuan meminimalisasi kontak antara nyamuk dan manusia dilakukan melalui reduksi

sumber resiko pemajanan dengan membuat semacam pembatas di daerah habitat

Page 38: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

20

nyamuk. Selain itu, bekerja sama dengan komunitas di masyarakat untuk melakukan

modifikasi fisik tempat yang berpotensi sebagai tempat ideal perkembangbiakan

nyamuk, serta melakukan edukasi publik untuk menghindari habitat dan interaksi

dengan nyamuk juga dapat dilakukan (Environmental Health Directorate, 2006).

Intervensi langsung dalam upaya pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan

menerapkan program reduksi sumber, yaitu berupa pembasmian habitat

perkembangbiakan nyamuk. Pengendalian biologi dengan memanfaatkan predator

dalam mengurangi kuantitas nyamuk di lingkungan ke skala yang dapat ditolerir,

serta pengaplikasian insekstisida (larvasida dan adultisida) dengan tata cara

penggunaan yang benar juga dapat dilakukan sebagai upaya intervensi langsung

dalam mengendalikan nyamuk (Environmental Health Directorate, 2006).

Meskipun reduksi sumber dan pengendalian biologi juga digunakan dalam IMM,

namun efisiensi dan efektifitas kedua program tersebut dalam mencapai pengendalian

yang optimal tidaklah sebanding dengnan pemakaian Mosquitocides (Rose, 2001).

Penggunaan perlindungan diri seperti repellent merupakan salah satu bagian dari

pengendalian nyamuk fase dewasa (adeulticide) yang dianggap efisien, tepat sasaran,

dan memiliki probabilitas keberhasilan pengendalian berupa minimalisasi kontak

dengan nyamuk.

2.3 Repellent

Repellent merupakan salah satu produk atau substansi yang dapat digunakan

sebagai upaya pelindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk dengan tujuan untuk

Page 39: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

21

mengurangi atau mencegah terjadinya transmisi penyakit berbasis vektor (Rueda,

2008) seperti yang diatur dalam IMM. Produk repellent yang digunakan harus

memenuhi beberapa syarat, diantaranya tidak beracun, tidak menimbulkan iritasi atau

alergi, memberi perlindungan efektif terhadap berbagai gangguan serangga, dan dapat

bertahan lama (Fradin, 2002).

Beberapa studi menyatakan bahwa hilangnya repellent pada kulit disebabkan

abrasi, absorpsi dan keringat. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas

repellent antara lain komponen bahan kimia aktif, komposisi, dosis, metode aplikasi,

titik didih, kecepatan penguapan, jenis serangga target, aktivitas dan kondisi fisik

individu (misal pori-pori tubuh), dan faktor lingkungan berupa kelembaban, suhu,

sirkulasi udara, iklim, dan curah hujan (Suwasono, 2006).

Menurut Austin (2011), terdapat dua mekanisme kerja repellent. Mekanisme

pertama yaitu pemblokan molekul bau menuju reseptor bau nyamuk yang

menyebabkan kegagalan deteksi mangsa karena terjadi gangguan dalam pengenalan

bau oleh otak nyamuk. Mekanisme kedua yaitu dengan mempengaruhi kadar CO2,

kelembaban dan temperatur di permukaan kulit, dimana molekul bau dapat masuk ke

dalam kutikula dengan diantarkan oleh OBPs menuju ke reseptor bau, namun hanya

dikenali sebagai benda tidak bernyawa, sehingga nyamuk akan mencari tanda

kehidupan atau mangsa lain.

DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide) merupakan sediaan repellent yang

paling efektif dan sekaligus paling persisten pada kulit karena spektrum dan adanya

kandungan hidrokarbon terhalogenasi dengan waktu paruh penguraian yang relatif

Page 40: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

22

panjang (Moore et al, 2006; Khater, 2012). Meskipun efektif, namun Pitasawat

(2003) dalam Khater (2012) berpendapat bahwa DEET dapat menimbulkan resiko

pada kesehatan manusia dan lingkungan. Pada penelitian (Stanczyk, 2011) juga

ditemukan efek resistensi pada nyamuk akibat dari penggunaan DEET. Oleh sebab

itu, hingga kini upaya pencarian terhadap repellent yang alami dan ramah lingkungan

terus meningkat intensitasnya.

Beberapa jenis repellent nabati diketahui memiliki kinerja yang sebanding dan

ada yang bekerja lebih efektif dibanding DEET, meskipun derajat efektifitasnya

hanya berlangsung singkat karena dipengaruhi oleh sifatnya yang mudah menguap

(Khater, 2012). Repellent nabati (plant-based repellent) diketahui menimbulkan

residu yang relatif lebih rendah dibanding dengan DEET, karena sifatnya yang hit

and run, yaitu jika perannya telah tercapai maka akan cepat terurai, tidak persisten,

dan tidak memicu dampak berkepanjangan; sehingga aman bagi lingkungan, hewan,

manusia dan organisme bukan sasaran (Asmaliyah, 2006).

Tinjauan yang dilakukan oleh Nerio (2010) dalam Khater (2012) diketahui

bahwa senyawa-senyawa metabolit pada minyak atsiri tanaman memiliki peranan

penting terhadap aktivitas repellent. seperti pada metabolit monoterpenes ( -pinene,

cineole, eugenol, limonene, terpinolene, citronellol, citronellal, camphor, dan thymol)

yang bersifat repellent terhadap nyamuk. Metabolit sesquiterpenes, -caryophyllene,

juga diketahui bersifat repellent terhadap A. aegypti, sedangkan metabolit phytol,

diterpene alcohol linier bersifat repellent terhadap An. gambiae (Khater, 2012).

Page 41: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

23

2.4 Pemanfaatan Ekstrak Daun Iler

2.4.1 Taksonomi

Tanaman Iler memiliki banyak sinonim, yaitu dengan nama: Coleus blumei,

Coleus atropurpureus, Bent., C. ingrates, Benth., C. laciniatus, Benth., C. hybridus,

Hort. Plectranthus scutellariodes, (Linn.), Solenostemon scutellarioides Codd

(Ridwan et al, 2010). Urutan klasifikasi tanaman Iler adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Lamiaceae (Labiatae)

Genus : Coleus

Spesies : Coleus scutellarioides Linn. Benth

Gambar 2.4 Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) (Setiawati, 2008)

Page 42: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

24

Iler atau Coleus blumei merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara (Ridwan

2010). Namun saat ini Coleus blumei telah tersebar luas dan dapat ditemukan hampir

diseluruh dunia. Iler dikenal didunia dengan nama “Painted Nettle” atau “Rainbow

plant”. Nama Iler pada beberapa negara diantaranya Tzai Ye Cao (Cina); Mayana,

Maliana (Tagalog); Daun Ati-ati, Ati-kati Merah, Ati-ati Besar (Malaysia); Jangata

(Marawake, Eastern Highlands); Jeune, Okavu (Papua New Guinea); Ruese Phasom

Laeo, dan Waan Lueat Haeng di Thailand (Nadia, 2008).

Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda tergantung

daerah ditemukannya (Nadia, 2008). Di Sumatera dikenal dengan Gresing (Batak),

Adong-adong (Palembang), Miana dan Pilado (Sumatera Barat). Di daerah Jawa,

dikenal dengan Jawer Kotok dan Jengger Ayam (Sunda), Iler (Jawa Tengah),

Kentangan (Jawa Timur). Di Nusa Tenggara dikenal dengan Janggar Siap, Ndae Ana

Sina di Bali, dan Bunak Manu Larit di Timor. Di Sulawesi, dikenal dengan Mayana

(Manado), Ati-ati (Bugis), dan Bunga Lali Manu (Makassar) (Ridwan et al, 2010).

2.4.2 Morfologi

Iler memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkal dan merayap

tinggi berkisar 30-150 cm, mempunyai penampang batang berbentuk segiempat dan

termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah (Setiawati, 2008).

Daunnya berbentuk hati dan pada setiap tepiannya dihiasi oleh jorong-jorong atau

lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung oleh tangkai daun yang

Page 43: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

25

panjangnya sekitar 3 cm, dan memiliki warna yang beraneka ragam, mulai dari hijau

hingga merah ungu (Setiawati, 2008).

Bunga berbentuk untaian bersusun dipucuk tangkai dengan variasi warna

merah atau putih, ungu atau kuning. Tanaman iler memiliki aroma bau yang khas dan

rasa yang agak pahit, sifatnya dingin. Buah keras berbentuk seperti telur dan licin.

Jika seluruh bagian diremas akan mengeluarkan bau yang harum.

2.4.3 Ekologi dan Penyebaran

Coleus blumei atau Iler ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat lembab dan

terbuka, seperti tempat pembuangan sampah, pinggiran sungai dan sepanjang ladang,

dipinggir selokan, pematang sawah atau tepi jalan pedesaan pada ketinggian 1-1300

m di atas permukaan laut (Nugroho, 2009). Selain itu, tanaman ini juga dapat tumbuh

di area kanopi (naungan pohon besar) dan hutan (Ridwan et al, 2010).

2.4.4 Manfaat

Iler merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam daftar 66

komoditas tanaman biofarmaka berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:

511/Kpts/PD.310/9/2006 (Ridwan et al, 2010). Daunnya dimanfaatkan oleh

masyarakat dalam bidang kesehatan, seperti ramuan untuk mengobati opthalmia dan

dyspepsia (Batugal, 2004); racikan untuk mengurangi bengkak pada luka (anti-

inflamator), sakit kepala, asma, bronkhitis, batuk, melancarkan siklus menstruasi,

Page 44: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

26

menetralisir racun, penambah nafsu makan, mempercepat pematangan bisul, diare,

dan obat cacing (Batugal, 2004; Tag, 2006; Ridwan et al, 2010).

Pada suku Matigsalug di Filipina, daun Coleus blumei termasuk sebagai bagian

dari kearifan lokal masyarakat dalam penyembuhan demam berdarah dan malaria

(Gascon, 2011). Daun Coleus blumei juga dimanfaatkan oleh masyarakat Papua

untuk menghilangkan rasa sakit saat persalinan, ramuan untuk sakit perut, dan

membantu terjadinya proses kehamilan (WHO, 2009).

2.4.5 Kandungan

Coleus blumei atau Iler kaya akan berbagai senyawa metabolit primer maupun

sekunder. Metabolit primer mencakup karbohidrat, protein, lemak yang digunakan

tumbuhan untuk pertumbuhannya, dan metabolit sekunder mencakup senyawa hasil

metabolisme yang memiliki berbagai kemampuan bioaktivitas, salah satunya sebagai

pelindung dari gangguan hama (Ridwan et al, 2010).

Telah dilakukan beberapa studi tentang senyawa aktif yang terkandung di

dalam daun Coleus blumei. Pada ekstrak kasar daun Coleus blumei diketahui kaya

akan kandungan senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, saponin, steroid, dan

tanin (Ridwan, 2005). Keempat senyawa metabolit sekunder tersebut diketahui

sebagai senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek pestisida pada tanaman

(Prasetyo, 2011).

Selain itu, daun Iler juga mengandung senyawa polifenol, minyak atsiri,

karvakrol, eugenol, etil salisilat, lender, alkaloid, metil eugenol, phytosterol, kalsium

Page 45: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

27

oksalat, timol, dan camphor (Nugroho, 2009; Rahmawati, 2008). Senyawa metabolit

sekunder seperti eugenol, metil eugenol, camphor, alkaloid dan timol diketahui

bersifat repellent terhadap nyamuk (Khater, 2012). Daun Coleus blumei atau Iler juga

diketahui mengandung senyawa rosmarinic acid (RA) yang memiliki ativitas

antioksidan, efek farmakologi berupa minimalisasi pollinosis dan alergi, aktivitas

antimikrobial dan aktivitas repellent terhadap serangga (Shiga, 2008).

2.5 Proses Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut. Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi, yaitu:

1) Cara dingin

§ Maserasi, yaitu proses pengekstrakan yang menggunakan pelarut dengan

beberapa kali kocokan atau adukan pada temperatur ruangan (kamar).

§ Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

2) Cara panas

§ Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

§ Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Page 46: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

28

§ Digesti, adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari

temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

§ Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

§ Dekok; infus pada waktu lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

Hasil ekstraksi yang diperoleh bergantung senyawa yang terkandung pada

sampel uji dan jenis pelarut yang digunakan. Yang perlu dipertimbangkan dalam

pemilihan pelarut adalah seleltivitas, kapasitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga

pelarut tersebut. Prinsip kelarutan yaitu “like dissolve like”, yaitu pelarut polar

melarutkan senyawa polar, pelarut non-polar melarutkan senyawa non-polar; dan

pelarut organik melarutkan senyawa organik (Darwiati, 2009).

Pelarut yang paling sering digunakan saat proses ekstraksi adalah benzene,

toluene atau xylene, methylene chloride, chloroform, ethyl acetate, methanol atau

ethanol. Alkohol atau etanol merupakan pelarut yang paling banyak dipilih terutama

karena memiliki tingkat toksisitas yang rendah (Shankar et al, 2008).

Hal tersebut yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan pelarut etanol pada

penelitian ini. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Ridwan, et al (2010)

yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun miana memiliki toksisitas yang rendah,

dengan baru didapatnya gejala klinis pada mencit mulai pada dosis 6000mg/bb, serta

analisa probit berupa LD50 per-oral sebesar 9757.14 mg/kg.

Page 47: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

29

2.6 Uji Efikasi

Efikasi berkaitan dengan efek atau daya optimal dari adanya intervensi yang

dilakukan pada skala laboratorium. Tujuan dari efikasi yang dilakukan pada

penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun Iler sebagai plant-

based repellent terhadap organisme sasaran, yaitu Aedes aegypti betina pada skala

laboratorium (KEPMEN Pertanian, 2001). Untuk mengetahui efektif atau tidaknya

sebuah ekstraksi yang digunakan sebagai repellent, maka dapat dilakukan

perhitungan daya proteksi menggunakan data hinggap nyamuk melalui rumus Abbot:

Daya Proteksi � � � �� �

x 100%

Daya proteksi merupakan ukuran derajat dari sedian repellent, yaitu ekstrak

etanol daun iler dalam memberikan perlindungan terhadap nyamuk selama Interval

waktu pengujian. Syarat mutu efektifitas penolakan yang ditetapkan SNI untuk

produk anti-nyamuk dengan memanfaatkan bahan aktif kimiawi adalah 80%

(Prasetyo, 2011).

Namun, jika mengacu pada Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah

Tangga dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk dan

Pestisida Kementerian Pertanian tahun 2012, efektif atau tidaknya suatu ekstrak

tanaman sebagai repellent ditentukan berdasarkan kriteria nilai daya proteksi. Ekstrak

Keterangan:

Ca = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan kontrol

Ta = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan perlakuan

Page 48: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

30

tanaman dikatakan efektif sebagai repellent terhadap organisme sasaran, dalam hal ini

Aedes aegypti, jika persentase daya proteksinya berada diatas 90% dari interval waktu

jam ke-0 hingga jam ke-6 pengujian.

Selain itu, dalam pencarian senyawa repellent baru dari bahan alam perlu

dilakukan uji hayati untuk mengetahui bioaktivitas apa saja yang dimiliki dari bahan

alam tersebut. Besaran umum dalam uji hayati yang biasa digunakan untuk

menyatakan kefektifan zat bioaktif dalam menimbulkan respon pada organisme uji

adalah EC50 (effective concentration 50) dan EC90 (effective concentration 90), yaitu

konsentrasi zat yang dapat menyebabkan respon pada 50% dan 90% jumlah

organisme sasaran atau sampel (Zaridah, 2005). Respon yang dimaksud pada

penelitian ini adalah respon menolak (repellent) terhadap hinggap-nya nyamuk.

Pengaruh dari ekstrak yang diuji terhadap sampel juga dapat dilihat dari kejadian

jatuh atau lumpuhnya (knock down) organisme sasaran yang dilihat dari nilai KD60

(waktu kejatuhan selama 1 jam). Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Phill (2006)

dalam Kardian (2006) yang menyatakan bahwa serangga mendeteksi suatu

rangsangan melalui alat sensornya (olfaktori), yang pada umumnya responsif

terhadap rangsangan kimia (aroma khas).

Serangga tersebut akan merespon dengan berusaha untuk mendekat jika besifat

menarik (attract), atau menghindar (repel) dari sumber rangsangan tersebut jika

dianggap berbahaya atau tidak disukai oleh serangga tersebut. Ketika serangga tidak

mampu atau terlambat untuk menghindar, maka serangga akan mengalami knock

Page 49: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

31

down yang dapat bersifat permanen (diikuti kematian) atau sementara (reversible),

dimana serangga akan pulih kembali setelah beberapa waktu (Kardian, 2006).

Meskipun menurut Metode Standar Efikasi Komisi Pestisida pengujian efek

repellent ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti dilakukan selama periode 6 jam,

pengujian akan dihentikan ketika telah mengalami kegagalan efikasi (efficacy failure)

disetiap interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Efficacy failure yang

digunakan pada penelitian ini yaitu dengan terjadinya probing Aedes aegypti

sebanyak 2 kali pada lengan subjek uji (USEPA, 2010).

Page 50: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

32

2.7 Kerangka Teori

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikembangkan kerangka teori berupa:

Bagan 2.1 Kerangka Teori

(Zaridah, 2005; Kardian, 2006; Paluch, 2009; Komisi Pestisida, 2012)

Keterangan:

ORNs: Olfactory Receptor Neurons

OBPs : Odor Binding Protein

ORs : Odor Receptors

EC50 : Effective concentration 50

EC90 : Effective concentration 90

KD60 : Knock down 60

Ekstrak etanol daun iler (C. scutellarioides Linn. Benth)

Bau (aroma khas)

Senyawa metabolit sekunder yang volatil

G-protein-coupled receptors intraseluler

Berikatan dengan G-protein-coupled receptors di ORs

Impuls bau-OBPs ORNs

Berikatan dengan OBPs

Kemoreseptor di antena nyamuk

Sensilla (cairan lymph)

Molekul bau

Nyamuk mendekat Nyamuk menghindar

Depolarisasi saraf

Lobus posterior (otak)

Impuls elektrik

Nyamuk jatuh (knockdown)

Nilai KD60

Mati Pulih

Nilai EC50

Nyamuk hinggap

Nilai EC90

Daya Proteksi

Page 51: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

33

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Mengacu kepada kerangka teori, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Lengan Kanan

Ekstrak kasar etanol daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

Paparan lengan kontrol dan lengan perlakuan terhadap 10 ekor A. aegypti (umur 2-5 hari) selama 5 menit

A. aegypti menghindar A. aegypti mendekat

Frekuensi hinggap A. aegypti

Daya Proteksi

Nilai EC50

Effective

concentratio

n 50

Kontrol (0%)

Lengan Kiri

20% 40% 60% 100%

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Page 52: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

34

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

1. Daya proteksi Potensi ekstrak daun iler sebagai

plant-based repellent terhadap Aedes

aegypti.

Peengukuran Rumus Abbott:

� � � �� �

x 100%

Persentase (%) Rasio

2. Konsentrasi Ekstrak

daun iler

Perbandingan antara ekstrak kasar

induk daun Iler dengan etanol 70%

(ml/ml).

Pengukuran Rumus Pengenceran:

C1 x V1 = C2 x V2

1. 0%

2. 20%

3. 40%

4. 60%

5. 100%

Rasio

3. Interval Waktu

Pengujian

Lamanya periode pengujian efikasi

ekstrak daun Iler sebagai plant-based

repellent terhadap Aedes aegypti.

Pengukuran Stopwatch

1. Jam ke-0

2. Jam ke-1

3. Jam ke-2

4. Jam ke-3

5. Jam ke-4

6. Jam ke-5

Interval

Page 53: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

35

7. Jam ke-6

3. Frekuensi hinggap

nyamuk

Jumlah Aedes aegypti yang hinggap

pada lengan perlakuan dan lengan

kontrol.

Pengukuran Counter Ekor Rasio

5. EC50 (Effective

concentration 50)

Konsentrasi optimum ekstrak daun

Iler yang dapat menimbulkan efek

repellent sebesar 50% terhadap

Aedes aegypti.

Analisa Probit Tabel probit dan

program SPSS

Persentase (%) Rasio

Page 54: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

36

3.3 Hipotesis Penelitian

§ Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.

Benth), maka akan semakin besar daya proteksinya sebagai plant-based

repellent terhadap Aedes aegypti

§ Semakin lama interval waktu pengujian, semakin rendah daya proteksi

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based

repellent terhadap Aedes aegypti pada kondisi suhu ruang yang optimal.

Page 55: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

37

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only

control group design yang bertujuan untuk mengetahui efek dari pengaplikasian

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai repellent terhadap

Aedes aegypti. Objek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol

dan perlakuan yang dianggap sama sebelum pengujian dilakukan. Perbedaan hasil

observasi yang didapat diantara kedua kelompok tersebut dianggap sebagai efek dari

pemberian intervensi atau perlakuan (treatment).

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 hingga Januari 2014 dan

bertempat di Laboratorium Kimia, Ekologi, dan Pangan; Pusat Laboratorium

Terpadu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.3 Populasi, sampel, dan subjek uji penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Aedes aegypti steril yang

didapat dengan memelihara nyamuk tersebut dari fase telur hingga dewasa. Telur

Page 56: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

38

nyamuk didapatkan dari Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Fakultas

Kedokteran Hewan IPB.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aedes aegypti betina

steril dengan umur antara 2-5 hari, seperti yang diatur dalam Metode Standar

Pengujian Efikasi, Komisi Pestisida Indonesia tahun 2012.

Dalam panduan uji efikasi produk repellent pada kulit manusia yang

dikeluarkan oleh USEPA (2010), disebutkkan bahwa setidaknya sebanyak 200 ekor

nyamuk digunakan untuk setiap kurungan percobaan berukuran 2’x2’x2’ atau ±

232,000 cm3 (setara dengan ± 1 ekor nyamuk untuk setiap penambahan volume

kurungan uji sebesar 1,160 cm3). Namun, menurut Fradin (2002) disarankan untuk

menggunakan sampel dengan kepadatan yang rendah (± 10 ekor) sebagai

pertimbangan bahwa pada kondisi tersebut akan lebih akurat dalam menggambarkan

frekuensi kontak antara manusia dan nyamuk yang dijumpai di lingkungan (Fradin,

2002). Sehingga, jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 ekor

Aedes aegypti yang ditempatkan pada kurungan uji berukuran ± 27 x 27 x 27 cm

untuk setiap pengujian.

Percobaan ini dilakukan replikasi sebanyak 4 kali seperti yang

direkomendasikan dalam Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga

dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan Direktorat Pupuk dan Pestisida

Page 57: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

39

Kementerian Pertanian tahun 2012. Oleh sebab itu, jumlah sampel yang dibutuhkan

adalah sebanyak ±160 ekor.

4.3.3 Subjek uji

Partisipasi sebanyak empat subjek uji atau volunteer diperlukan pada

penelitian ini. Setiap subjek uji akan melakukan serangkaian uji efikasi yang terdiri

dari konsentrasi kontrol (0%) dan konsentrasi ekstrak uji (20%, 40%, 60%, dan 100%

v/v), dimana untuk uji coba peningkatan konsentrasi ekstrak uji dilakukan pada hari

berikutnya (WHOPES, 20009; Komisi Pestisida Indonesia, 2012). Uji efikasi

dilakukan replikasi atau pengulangan sebanyak 4 kali, dimana untuk setiap replikasi

melibatkan subjek uji yang berbeda. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan

pengaruh dari perbedaan jenis kulit terhadap hasil uji repelansi (daya proteksi) yang

didapat (Rajkumar, 2010). Berikut skema rangkaian uji efikasi yang dilakukan.

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4

Subjek uji 1

Subjek uji 3

Subjek uji 2

Subjek uji 4

R1

K + 100%

K + 60%

K + 40%

K + 20%

R2

K + 40%

K + 60%

K + 100%

K + 20%

R4

K + 100%

K + 60%

K + 20%

K + 40%

R3

K + 60%

K + 40%

K + 100%

K + 20%

Page 58: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

40

Semua subjek uji yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah

menandatangani surat persetujuan atau informed consent setelah sebelumnya

diberikan penjelasan terkait tujuan penelitian, prosedur, dan risiko yang mungkin

timbul pada subjek uji saat penelitian berlangsung. Protokol uji efikasi repellent

ekstrak daun Iler yang dilakukan pada penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Minimalisasi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan subjek uji yang

mungkin timbul akibat penelitian ini perlu dilakukan, karena terdapat golongan

individu tertentu yang sangat rentan terhadap kontak dengan nyamuk. Kelompok

tersebut diantaranya lansia, bumil dan menyusui, dan perokok (WHOPES, 2009;

USEPA, 2010). Selain itu, perlu diperhatikan juga minimalisasi faktor pengganggu

yang dapat mempengaruhi kinerja optimum ekstrak daun Iler sebagai repellent,

seperti penggunaan parfum atau produk repellent sebelum pengujian. Bau dari produk

tersebut dapat meningkatkan atau menihilkan bau dari ekstrak uji yang diterima oleh

protein (OBPs) pada olfaktori nyamuk (WHOPES, 2009; Qiu dan van Loon, 2010).

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kedua permasalahan tersebut, maka

perlu ditetapkan kriteria dalam pemilihan subjek uji, yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rangkaian Uji Efikasi

Keterangan: K = Kontrol (konsentrasi 0%)

R = Replikasi atau pengulangan

Page 59: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

41

1. Pria atau wanita sehat (umur 18-55 tahun); kecuali bumil dan menyusui,

dan perokok (dapat dilibatkan jika tidak mengkonsumsi rokok selama 12

jam sebelum pengujian berlangsung).

2. Tidak memiliki riwayat alergi atau sensitif terhadap kontak dengan

nyamuk dan senyawa kimia tertentu.

3. Menghindari pemakaian produk repellent dan parfum selama 12 jam

sebelum pengujian dilakukan, dan saat pengujian berlangsung.

Mengacu pada kriteria diatas, maka didapatkan proporsi perbandingan jumlah

wanita dan pria sehat yang terlibat sebagai subjek uji yaitu sebesar 3:1, dengan usia

berada pada rentang 20 - 22 tahun.

4.4 Alat dan Bahan

4.4.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vacuum rotary evaporator,

blender, oven, gelas ukur, kurungan pemeliharaan, shaker, labu erlenmeyer, neraca

analitik, counter, botol sprayer tangan, tabung reaksi bertutup, destilator, penangas

pasir, desikator, kurungan uji (terbuat dari kawat kasa dengan lapisan kaca dikedua

sisi untuk mempermudah pengamatan) berukuran ± 27 cm x 27 cm x 27 cm dengan

diameter lubang ±14 cm, sarung tangan lateks, kertas saring, corong, alumunium foil,

termohigrometer, Stop watch, mikro pipet, aspirator, kain kasa dan kapas.

Page 60: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

42

4.4.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah daun Iler, telur Aedes aegypti, ethanol 70%,

aquades, air mineral, larutan gula 10% dan pelet (fish food).

4.5 Prosedur kerja

4.5.1 Pemeliharaan (rearing) Aedes aegypti

Nyamuk yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan membiakkan

telur Aedes aegypti steril yang diperoleh dari Laboratorium Entomologi dan

Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Ketika telur menetas menjadi larva,

larva tersebut akan diberi pakan ikan hingga mencapai stadium pupa (fase dorman).

Setelah mencapai stadium dewasa, nyamuk akan diberi pakan berupa larutan

gula 10% hingga mencapai target umur yang akan digunakan dalam percobaan.

Dalam pengembangbiakan nyamuk, perlu diperhatikan kondisi fisik lingkungan

sekitar dengan mengikuti standar yang ditetapkan oleh WHOPES (2009) yang

mencakup aspek temperatur (27 ± 2 oC); dan kelembaban ( ≥ 80 ± 10%) untuk

memastikan siklus gonotropik nyamuk tetap berlangsung.

Penggunaan nyamuk steril (uninfected) pada penelitian ini bertujuan untuk

memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan subjek penelitian dari adanya

transmisi patogen. Penggunaan nyamuk steril pada uji efikasi diketahui juga dapat

mendorong respon imun subjek uji untuk membentuk suatu proteksi terhadap

patogen. Penelitian yang dilakukan Donovan et al (2007) pada mencit yang terpapar

gigitan A. stephensi steril berulang-ulang, didapatkan adanya dorongan pada respon

Page 61: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

43

imun untuk membentuk T-helper 1 (Th1) phenotype yang diketahui efektif bekerja

dalam menekan penyebaran infeksi malaria.

4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Iler

4.5.2.1 Proses Pemilihan dan Pengeringan

Coleus blumei atau Iler yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari

pot-pot pekarangan rumah penduduk pada kawasan padat pemukiman di daerah

Jakarta dan Bogor. Daun Iler dipilih yang kondisinya baik (tidak muda dan tidak tua),

dan kemudian dibersihkan dari kotoran yang menempel. Setelah disortir dan dicuci

bersih, daun Coleus blumei tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu

500 selama ± 2 hari. Bahan kering tersebut kemudian dihancurkan dengan blender

sampai menjadi serbuk.

4.5.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak Tanaman Uji

Serbuk halus daun Iler yang telah diketahui bobotnya dimasukkan ke dalam

labu erlenmeyer untuk direndam dalam pelarut yang digunakan, yaitu etanol 70%

dengan perbandingan 1:10. Kemudian sampel diaduk menggunakan shaker selama 24

jam. Sampel tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Selanjutnya

ampas dicampur kembali dengan pelarut dengan perbandingan 1:5. Larutan tersebut

kembali disaring dan ditampung untuk dicampur dengan hasil saringan utama.

Masing-masing filtrat kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator

pada suhu ±60°C yang dilanjutkan dengan menggunakan penangas pasir untuk

Page 62: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

44

menguapkan pelarut. Proses pemekatan dihentikan setelah semua senyawa ethanol

menguap dan didapat ekstrak kasar induk daun Coleus blumei atau Iler. Dari ekstrak

kasar induk tadi kemudian dibuat berbagai konsentrasi uji yang akan digunakan

menggunakan larutan etanol 70% dengan perbandingan volume per volume (ml/ml)

dengan menggunakan rumus pengenceran:

C1 x V1 = C2 x V2

Keterangan:

C1 : Konsentrasi ekstrak kasar induk (100%)

C2 : Konsentrasi ekstrak uji yang diinginkan

V1 : Volume ekstrak kasar induk yang harus dilarutkan

V2 : Volume ekstrak uji yang dinginkan

4.5.3 Pengujian

4.5.3.1 Uji Efikasi

Setelah didapatkannya ekstrak kasar induk daun Iler atau Coleus blumei,

selanjutnya dilakukan uji pendahuluan dengan satu kali replikasi menggunakan

konsentrasi ekstrak daun Iler sebesar 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, dan 40% v/v. Hal

tersebut bertujuan untuk menentukan rangkaian konsentrasi ekstrak daun Iler yang

menimbulkan efek repellent kurang dari 50% (2-3 konsentrasi) dan lebih dari 50%

(2-3 konsentrasi) untuk digunakan dalam penelitian ini, seperti yang

direkomendasikan oleh WHOPES (2009) untuk uji repellent pada skala laboratorium.

Page 63: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

45

Pengujian efikasi dilakukan dengan metode uji repelansi atau daya proteksi

berdasarkan Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan

Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk dan Pestisida

Kementerian Pertanian tahun 2012.

Untuk melakukan uji efikasi, langkah pertama yang dapat dilakukan yaitu

penyiapan ekstrak daun Iler pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 100% v/v yang

telah ditetapkan sebagai konsentrasi uji berdasarkan hasil uji pendahuluan yang

didapat dengan mengacu pada estimasi WHOPES (2009). Kemudian dilanjutkan

dengan penyiapan kurungan uji berukuran ± 27 x 27 x 27 cm2 yang diisi sebanyak 10

ekor Aedes aegypti betina steril yang telah diberikan pakan larutan gula 10% dan

dibuat lapar selama 12 jam sebelum proses pengujian dilakukan.

Langkah selanjutnya yaitu menutupi daerah pergelangan tangan hingga ujung

jari lengan kontrol dan lengan perlakuan menggunakan sarung tangan lateks. Lengan

terlebih dulu dicuci dengan air atau aquades hingga bersih, lalu dikeringkan

(WHOPES, 2009). Kemudian lengan perlakuan (lengan kiri) diaplikasi ekstrak uji

dengan dosis 0,5 mg/cm2 (0,375 � � ) ke permukaan lengan secara merata, dan

dibiarkan selama 5 menit. Bagian lengan yang dipaparkan sebatas persendian tangan

hingga siku, dengan perhitungan area paparan (WHOPES, 2009):

� � � � � � � � � � � ….(cm2)

Keterangan:

cw → lingkar pergelangan tangan (cm)

Page 64: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

46

ce → lingkar siku fosa kubiti (bagian bisep) (cm)

Dwe → jarak antara cw dan ce (cm)

Selama masa tunggu pengaplikasian ekstrak uji, subjek tidak diperbolehkan

melakukan kegiatan apapun untuk minimalisasi kecepatan penguapan senyawa volatil

yang terkandung dalam ekstrak daun Iler.

Lengan kontrol (lengan kanan) dimasukkan kedalam kurungan uji selama 5

menit. Secara bergantian, masukkan lengan perlakuan ke dalam kurungan uji selama

5 menit. Setiap pengujian menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang belum pernah

dipakai sebelumnya. Nyamuk yang tidak aktif atau mati selanjutnya diambil dan

diganti dengan nyamuk baru menggunakan aspirator.

Pengujian akan dihentikan ketika telah mencapai efficacy failure, yaitu

terjadinya probing (penetrasi tanpa terjadi penghisapan darah) Aedes aegypti

sebanyak 2 kali pada lengan subjek uji (USEPA, 2010). Jumlah nyamuk yang

hinggap pada kedua lengan tersebut dihitung dari jam ke-0 (segera setelah

pemaparan) sampai terjadinya efficacy failure. Prosedur yang sama juga berlaku

untuk pengujian di interval waktu berikutnya hingga interval jam ke-6, seperti yang

tertera dalam Metode Standar Efikasi oleh Komisi Pestisida (2012) dan repellent test

guideline oleh USEPA (2010). Nilai efikasi ditentukan berdasarkan daya proteksi

yang dihitung dengan rumus:

Daya Proteksi DP � � � �� �

x 100

Page 65: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

47

Keterangan:

Ca = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan kontrol

Ta = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan perlakuan

4.6 Pengumpulan data

4.6.1 Data primer

Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari hasil uji efikasi

laboratorium, yaitu berupa data jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan subjek uji

yang diamati mulai dari periode pengujian jam ke-0 hingga jam ke-6. Data tersebut

selanjutnya dicatat dan diolah untuk mengetahui data persentase daya proteksi.

4.6.2 Data sekunder

Data sekunder yang diperoleh pada penelitian ini bersumber dari studi

kepustakaan berupa buku atau jurnal-jurnal yang memuat tentang penelitian serupa,

teori-teori pendukung, data-data statistik, dan berupa guideline pelaksanaan uji efikasi

repellent dengan menggunakan manusia sebagai subjek uji.

4.7 Pengolahan dan Analisa data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program statistik

computer (SPSS for windows). Data pengamatan berupa jumlah nyamuk yang

hinggap pada lengan subjek uji (kontrol dan perlakuan) kemudian digunakan untuk

menentukan nilai daya proteksi untuk masing-masing konsentrasi ekstrak daun Iler

Page 66: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

48

selama tujuh interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Data daya proteksi

yang didapat selanjutnya dianalisa menggunakan uji Anova untuk mengetahui adanya

perbedaan daya proteksi diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (20%, 40%,

60%, dan 100%).

Data daya proteksi tersebut selanjutnya dianalisa dengan metode probit dan

dilanjutkan dengan uji regresi linier untuk mendapatkan persamaan garis yang

digunakan untuk menentukan nilai EC50 (konsentrasi ekstrak yang memberikan efek

repellent atau daya proteksi sebesar 50% ) ekstrak daun Iler selama tujuh interval

waktu pengujian. Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi pearson dan regresi linier

untuk mengetahui adanya hubungan serta berapa besar hubungan antara variasi

konsentrasi dan lamanya interval waktu terhadap daya proteksi atau potensi ekstrak

daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti yang didapat.

Page 67: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

49

BAB V

HASIL

5.1 Pengaruh Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) Sebagai

Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti

Daya tolak (repellent) ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

terlihat dari frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan subjek uji yang telah

diaplikasi variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (0%, 20%, 40%, 60%, dan 100%)

hingga terjadinya efficacy failure untuk setiap interval waktu pengujian (jam ke-0

hingga ke-6). Sebelum prosedur tersebut diterapkan, terlebih dulu dilakukan

standardisasi pada sampel dan subjek uji, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

bias pada penelitian karena munculnya keanekaragaman data.

Standardisasi Aedes aegypti dilakukan dengan homogenisasi morfologi berupa

umur (2-5 hari); bionomik (feeding activity), yaitu dengan memblok akses larutan

gula 12 jam sebelum pengujian; serta dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban

ruangan uji untuk memastikan siklus gonotropik tetap berlangsung. Pada subjek uji,

homogenisasi dilakukan pada respon fisiologis, yaitu dengan menetapkan kriteria

seperti tidak memiliki riwayat alergi dan tidak memakai produk repellent atau

parfum; serta perilaku, yaitu dengan membatasi pergerakan subjek uji saat uji efikasi

berlangsung.

Page 68: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

50

5.1.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa frekuensi hinggap Aedes aegypti

pada lengan subjek uji berbeda untuk setiap variasi konsentrasi dan interval waktu

pengujian di setiap replikasinya. Sementara itu, terjadinya efficacy failure (kegagalan

efikasi) pada kelompok konsentrasi ekstrak daun Iler cenderung homogen, yaitu

terjadi segera setelah pengujian berlangsung (jam ke-0) disetiap replikasinya.

Namun, durasi proteksi yang didapat bervariasi untuk masing-masing

konsentrasi uji yang diaplikasi, yaitu berturut-turut terjadi pada ≤ 2 menit untuk

konsentrasi 20%, ≤ 3 menit untuk konsentrasi 40%, 3-4 menit untuk konsentrasi

60%, dan ³ 4 menit untuk konsentrasi 100%. Data frekuensi hinggap Aedes aegypti

untuk masing-masing konsentrasi uji (20%, 40%, 60% dan 100% v/v) pada tujuh

interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) disetiap replikasinya terlihat

pada tabel 5.1 hingga 5.5 berikut ini.

Tabel 5.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

pada Konsentrasi 0% (Kontrol) dan Tujuh Interval Jam Pengujian

Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-

rata 0 1 2 3 4 5 6

I 9 7 9 8 9 8 8 8,29

II 9 8 9 8 8 9 7 8,29

III 9 8 9 8 8 8 9 8,43

IV 8 9 8 9 7 8 8 8,14

Rata-rata 8,29

Page 69: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

51

Berdasarkan tabel 5.1 diatas, terlihat bahwa pada kelompok kontrol berupa

aplikasi aquades pada lengan kanan subjek uji tidak memberikan daya tolak

(repellent) yang signifikan terhadap frekuensi Aedes aegypti yang hinggap. Hal

tersebut terihat dari masih banyaknya jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan

subjek uji. Frekuensi hinggap Aedes aegypti tertinggi mencapai 9 ekor, sementara

frekuensi terendah mencapai 7 ekor yang terjadi di interval akhir pengujian. Rata-rata

jumlah Aedes aegypti yang hinggap selama tujuh interval waktu pengujian adalah

sebanyak 8,29 ekor.

Tabel 5.2 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

pada Konsentrasi 20% dan Tujuh Interval Jam Pengujian

Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-

rata 0 1 2 3 4 5 6

I 5 4 6 6 7 7 8 6,14

II 4 4 5 5 6 7 7 5,43

III 6 5 6 6 7 7 8 6,43

IV 5 6 6 7 6 7 7 6,29

Rata-rata 6,07

Pada tabel 5.2 diatas, terlihat bahwa daya tolak (repellent) daun Iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti mulai terlihat di periode awal

waktu pengujian. Frekuensi tertinggi Aedes aegypti yang hinggap pada lengan kiri

subjek uji mencapai 8 ekor yang ditemukan di akhir periode waktu pengujian (jam

ke-6). Sedangkan frekuensi terendah mencapai 4 ekor yang didapat di awal periode

Page 70: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

52

waktu pengujian (jam ke-0 dan ke-1). Rata-rata jumlah Aedes aegypti yang

hinggap selama tujuh interval waktu pengujian pada kelompok ini adalah sebanyak

8,29 ekor.

Tabel 5.3 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

pada Konsentrasi 40% dan Tujuh Interval Jam Pengujian

Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-

rata 0 1 2 3 4 5 6

I 5 4 6 6 7 6 7 5,86

II 3 3 4 4 5 6 6 4,43

III 4 5 6 6 7 7 8 6,14

IV 4 5 5 6 6 7 7 5,71

Rata-rata 5,54

Tabel 5.3 diatas menjelaskan adanya peningkatan penolakan (repellent) dari

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti

dibanding dengan aplikasi konsentrasi sebelumnya. Rata-rata jumlah Aedes aegypti

yang hinggap pada lengan kiri subjek uji selama tujuh interval waktu pengujian yaitu

sebesar 5,54 ekor. Frekuensi tertinggi Aedes aegypti yang hinggap pada kelompok ini

mencapai 8 ekor yang terjadi di akhir periode pengujian (jam ke-6), dan terendah

mencapai 3 ekor yang didapat diawal periode pengujian (jam ke-0 dan ke-1).

Page 71: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

53

Tabel 5.4 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

pada Konsentrasi 60% dan Tujuh Interval Jam Pengujian

Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-

rata 0 1 2 3 4 5 6

I 2 3 4 5 6 5 6 4,43

II 4 4 5 5 6 7 6 5,29

III 4 4 5 5 6 6 7 5,29

IV 3 4 4 5 5 6 7 4,86

Rata-rata 4,97

Mengacu pada tabel 5.4 diatas, efek penolakan (repellent) terhadap Aedes

aegypti yang diberikan oleh ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

pada konsentrasi 60% terlihat terus mengalami peningkatan jika dibanding dengan 2

konsentrasi sebelumnya. Frekuensi terendah Aedes aegypti yang hinggap pada lengan

kiri subjek ukelompok ini mencapai 2 ekor yang didapat diawal periode pengujian

(jam ke-0). Sedangkan frekuensi tertinggi mencapai 7 ekor yang didapat di akhir

periode pengujian (jam ke- 5 dan ke-6), dengan rata-rata jumlah Aedes aegypti yang

hinggap selama tujuh interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) yaitu

sebesar 4,97.

Page 72: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

54

Tabel 5.5 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

pada Konsentrasi 100% dan Tujuh Interval Jam Pengujian

Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-

rata 0 1 2 3 4 5 6

I 3 3 4 4 6 5 6 4,43

II 2 2 3 4 5 6 5 3,86

III 3 3 4 4 5 5 6 4,29

IV 2 3 3 4 4 5 5 3,71

Rata-rata 4,07

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, efek penolakan (repellent) terhadap Aedes aegypti

dari ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) pada konsentrasi 100%

terlihat terus mengalami peningkatan jika dibanding dengan 3 konsentrasi

sebelumnya. Rata-rata jumlah Aedes aegypti yang hinggap selama tujuh interval

waktu pengujian adalah sebesar 4,07. Frekuensi terendah Aedes aegypti yang

hinggap pada kelompok ini mencapai 2 ekor yang didapat diawal periode pengujian

(jam ke-0 dan ke-1), sedangkan frekuensi tertinggi mencapai 6 ekor yang didapat di

akhir periode pengujian (jam ke- 4 hingga ke-6).

5.1.2 Perhitungan Daya Proteksi

Pada tabel 5.3 diatas, terlihat bahwa pada kelompok kontrol (0%), meskipun

tidak memberikan efek repellent terhadap Aedes aegypti, namun sebesar 17,1%

sampel ditemukan menunjukkan respon menolak atau menghindar dari lengan subjek

Page 73: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

55

uji. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya bias pada nilai daya proteksi yang

didapatkan maka perlu dilakukan pengkoreksian data menggunakan rumus abbott

untuk memastikan bahwa efek penolakan yang didapatkan pada kelompok perlakuan

(konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 100% v/v) adalah benar-benar sebagai akibat dari

pengaplikasian ekstrak daun Iler. Persentase daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai

plant-based repellent terhadap Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini.

Tabel 5.6

Daya Proteksi Ekstrak Daun Iler pada setiap

Konsentrasi dan Tujuh Interval Waktu Pengujian (empat replikasi)

Konsentrasi Replikasi

Daya Proteksi (%) pada Interval Jam ke- Total

Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6

20% I 44,44 42,86 33,33 25 22,22 12,5 0

II 55,56 50 44,44 37,5 25 22,22 0

III 33,33 37,5 33,33 25 12,5 12,5 11,11

IV 37,5 33,33 25 22,22 14,29 12,5 12,5

Rata-rata 42,71 40,92 34,03 27,43 18,5 14,93 5,9 26,35%

40% I 44,44 42,86 33,33 25 22,22 25 12,5

II 66,67 62,5 55,56 50 37,5 33,33 14,29

III 55,56 37,5 33,33 25 12,5 12,5 11,11

IV 50 44,44 37,5 33,33 14,29 12,5 12,5

Rata-rata 54,17 46,83 39,93 33,33 21,63 20,83 12,6 32,76%

60% I 77,78 57,14 55,56 37,5 33,33 37,5 25

II 55,56 50 44,44 37,5 25 22,22 14,29

Page 74: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

56

III 55,56 50 44,44 37,5 25 25 22,22

IV 62,5 55,56 50 44,44 28,57 25 12,5

Rata-rata 62,85 53,18 48,61 39,24 27,98 27,43 18,5 39,68%

100% I 66,67 57,14 55,56 50 33,33 37,5 25

II 77,78 75 66,67 50 37,5 33,33 28,57

III 66,67 62,5 55,56 50 37,5 37,5 33,33

IV 75 66,67 62,5 55,56 42,86 37,5 37,5

Rata-rata 71,53 65,33 60,1 51,39 37,8 36,46 31,1 50,53%

Berdasarkan tabel 5.6 diatas, terlihat bahwa variasi konsentrasi ekstrak daun

Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) memberikan daya proteksi yang berbeda

terhadap Aedes aegypti. Daya proteksi tertinggi ekstrak daun Iler terlihat mencapai

77,78% yang didapat diawal periode waktu uji (jam ke-0) pada konsentrasi ekstrak

100%. Sedangkan daya proteksi terendah mencapai 0% yang terjadi di akhir periode

waktu uji (jam ke-6) pada konsentrasi 20%. Diketahui pula bahwa total daya proteksi

tertinggi ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti selama tujuh interval waktu

pengujian yaitu sebesar 50,53% yang dicapai pada aplikasi konsentrasi 100%.

Dari tabel daya proteksi diatas, terlihat bahwa kenaikan daya proteksi ekstrak

daun Iler terjadi bersamaan dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang diaplikasikan.

Trend tersebut terlihat terjadi secara kontinuiti dari awal hingga periode akhir

pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Tabel diatas juga menunjukkan adanya perbedaan

daya proteksi disetiap interval waktu pengujian, dimana daya proteksi ekstrak daun

Page 75: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

57

Iler semakin menurun seiring dengan peningkatan interval waktu uji, dan hal

tersebut terjadi disemua kelompok konsentrasi ekstrak daun Iler.

Meskipun terlihat adanya perbedaan daya proteksi pada variasi konsentrasi

ekstrak daun Iler disetiap interval waktu pengujiannya, namun untuk mengetahui

apakah perbedaan tersebut signifikan, serta untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh dari variable konsentrasi dan interval waktu pengujian terhadap daya

proteksi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti, maka

selanjutnya perlu dilakukan pengujian secara statistik.

5.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Iler Terhadap Daya Proteksi

Untuk mengetahui adanya pengaruh dari variasi konsentrasi ekstrak daun Iler

dengan daya proteksi yang diberikan dari ekstrak tersebut terhadap frekuensi hinggap

Aedes aegypti, maka dilakukan uji analisa varians atau Anova. Terlebih dulu

dilakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk memastikan

bahwa data berdistribusi normal. Setelah normalitas data terpenuhi, selanjutnya

dilakukan uji kesamaan ragam Levene (Levene test homogeneity of variances) untuk

memastikan bahwa data yang didapatkan homogen.

Berdasarkan uji normalitas data yang dilakukan, diketahui bahwa data daya

proteksi ekstrak daun Iler berdistribusi normal (p > 0,05) pada tujuh periode waktu

pengujian (lampiran 3). Namun, dari hasil uji kesamaan ragam Levine diketahui

bahwa hanya pada 5 dari 7 periode waktu pengujian didapatkan data daya proteksi

yang relatif homogen (p > 0,05) (lampiran 3), yaitu pada interval waktu pengujian

Page 76: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

58

jam ke-0 hingga jam ke-4. Dengan demikian, uji Anova dapat dilakukan pada data

daya proteksi yang didapatkan pada periode pengujian jam ke-0 hingga ke-4,

sementara data daya proteksi pada periode pengujian jam ke-5 dan ke-6 dilakukan uji

non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan daya proteksi

diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler.

Dari hasil analisis Anova dan Kruskal Wallis, didapatkan adanya perbedaan

daya proteksi (p < 0,05) pada variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (20%, 40%, 60%,

dan 100%) disetiap periode waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) (lampiran

3). Perbedaan daya proteksi diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler secara jelas

telihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 5.1 Plot Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Iler (C. scutellarioides) sebagai

Plant-based Repellent terhadap A. aegypti pada tujuh Interval Waktu Pengujian

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0 1 2 3 4 5 6

Daya Proteksi (%) Ekstrak daun Iler sebagai

Plant

-

based Repellent

tehadap

A. aegypti

Interval Waktu Pengujian (Jam ke-)

Kons. 20%

Kons. 40%

Kons. 60%

Kons. 100%

Page 77: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

59

Plot diatas menunjukkan adanya pengaruh variasi konsentrasi dengan daya

proteksi ekstrak daun Iler disetiap periode waktu uji. Terlihat bahwa dengan

ditingkatkannya konsentrasi ekstrak, meningkat pula daya proteksi dari ekstrak daun

Iler terhadap Aedes aegypti. Namun sebaliknya, dengan penambahan periode waktu

uji, penurunan daya proteksi ekstrak daun Iler pun terjadi. Didapatkan pula bahwa

diantara kelompok perlakuan ekstrak daun Iler yang digunakan, ekstrak daun Iler

pada konsentrasi 100% merupakan yang paling baik memberikan perlindungan

terhadap Aedes aegypti, seperti yang ditunjukkan dengan persentase daya proteksi

yang paling besar diantara daya proteksi konsentrasi ekstrak daun Iler lainnya.

5.3 Nilai EC50 Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)

Nilai daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap frekuensi hinggap Aedes aegypti

yang didapat dari hasil pengkoreksian menggunakan formula Abbott selanjutnya

digunakan untuk mendapatkan nilai probit dengan menggunakan tabel konversi

probit. Setelah diketahui nilai probit untuk masing-masing konsentrasi uji, kemudian

dilakukan uji regresi untuk mendapatkan nilai EC50 ekstrak daun Iler yang

menunjukkan konsentrasi optimum dari ekstrak tersebut sebagai plant-based

repellent pada 50% jumlah Aedes aegypti.

Berdasarkan hasil uji regresi didapatkan adanya hubungan antara log10

konsesntrasi ekstrak daun Iler dengan probit (p = 0,02). Persamaan regresi yang

didapat berupa Y = 0,912x + 3,160; dimana Y menyatakan nilai probit, dan x

menyatakan log10 konsentrasi ekstrak daun Iler.

Page 78: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

60

Nilai EC50 ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent selanjutnya dihitung

menggunakan persamaan regresi diatas dengan memasukkan nilai probit 5,0 untuk

mendapatkan nilai EC50. Dari persamaan linier tersebut, maka didapatkan nilai log10

konsentrasi sebesar 2,018. Dengan demikian, nilai EC50 ekstrak daun Iler adalah

pada konsentrasi 100% (antilog 2). Plot hubungan log10 konsentrasi ekstrak daun Iler

terhadap nilai probit dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 5.2 Grafik Persamaan Garis Regresi EC50 Ekstrak Daun Iler

5.4 Hubungan Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu Pengujian dengan

Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent

Untuk mengetahui hubungan antara interval waktu pengujian dan konsentrasi

ekstrak dengan potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti,

maka dilakukan uji korelasi Pearson dengan hasil seperti yang terlihat pada tabel 5.9.

Y = 0.912x + 3.160R² = 0.961

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.9

5

5.1

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Probit

Log10 Konsentrasi ekstrak daun Iler

EC50

Page 79: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

61

Tabel 5.7 Korelasi antara Variasi Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu dengan

Potensi Daun Iler sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti

Variabel Koefisien korelasi (r) Pvalue

Potensi (Daya proteksi) daun Iler

(Coleus scutellarioides Linn. Benth)

dengan konsentrasi ekstrak

0,501 0,000

Potensi (Daya proteksi) daun Iler

(Coleus scutellarioides Linn. Benth)

dengan Interval waktu pengujian

- 0,780 0,000

Berdasarkan hasil analisis diatas, terlihat bahwa interval waktu pengujian dan

konsentrasi ekstrak memiliki korelasi yang signifikan (p < 0,05) dengan potensi atau

daya proteksi daun Iler, dengan koefisien korelasi yang didapat menunjukkan besaran

serta sifat dari hubungan tersebut.

Dari tabel diatas terlihat bahwa bahwa korelasi antara konsentrasi ekstrak dengan

potensi atau daya proteksi daun Iler adalah berbanding lurus, yang berarti setiap

peningkatan konsentrasi ekstrak akan cenderung meningkatkan potensi daun Iler

sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti (r = 0,501). Sementara itu,

korelasi antara interval waktu pengujian dengan daya proteksi daun iler berbanding

terbalik, yang berarti semakin meningkat interval waktu pengujian, maka potensi atau

daya proteksi daun Iler justru akan cenderung semakin menurun ( r = - 0,780).

Sementara itu, hasil dari uji regresi untuk mengetahui bentuk hubungan diantara

konsentrasi ekstrak, interval waktu , dan daya proteksi dari ekstrak daun Iler sebagai

repellent menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p < 0,05), dengan

Page 80: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

62

persamaan regresi yang didapat berupa Y = –6,949 x1 + 0,302x2 + 41,58; dimana Y

menyatakan potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler, x1 sebagai interval waktu

pengujian, dan x2 sebagai konsentrasi ekstrak.

Berdasarkan persamaan regresi tersebut diketahui bahwa tanpa

mempertimbangkan pengaruh konsentrasi ekstrak dan interval waktu pengujian, maka

daya proteksi ekstrak daun Iler akan meningkat secara konstan sebesar 41,582%.

Namun, dengan memperhatikan faktor konsentrasi dan interval waktu pengujian,

maka setiap kenaikan 1% konsentrasi ekstrak akan menyebabkan kenaikan daya

proteksi ekstrak daun Iler sebesar 0,302%, sedangkan untuk setiap penambahan satu

periode waktu pengujian akan menyebabkan terjadinya penurunan potensi atau daya

proteksi ekstak sebesar 6,949%.

Telah dibahas sebelumnya bahwa suatu produk repellent yang memanfaatkan

bahan aktif kimia dikategorikan efektif jika daya proteksi yang diberikan dari produk

tersebut mencapai lebih dari 90% (selama periode 6 jam aplikasi), seperti yang

ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan hasil

perhitungan nilai daya proteksi ekstrak daun Iler dengan menggunakan model regresi

diatas, diketahui bahwa konsentrasi ekstrak daun Iler yang diperlukan untuk

memberikan daya proteksi sebesar 90% selama 6 jam pengaplikasian adalah sebesar

298,38% v/v.

Page 81: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

63

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Peneliti

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu diantaranya:

1) Penentuan rangkaian konsentrasi uji yang dipakai tidak terstandar, hanya

mengikuti rekomendasi dari WHO yang kemudian disesuaikan dengan hasil

uji pendahuluan yang didapat.

2) Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dan tidak dilakukan uji fitokimia

dari hasil ekstrak tersebut, sehingga komposisi kandungan metabolit sekunder

yang terlarut tidak diketahui apakah semua senyawa yang terlarut memiliki

bioaktivitas sebagai repellent.

3) Ekstrak daun Iler yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang rentan

terhadap kontaminasi, dan senyawa volatil yang terkandung dalam ekstrak

tersebut berisiko untuk menguap lebih cepat, sehingga kinerja dari ekstrak

daun Iler berkurang ketika uji efikasi dilakukan.

4) Faktor yang berpengaruh terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai

repellent yang diukur pada penelitian ini hanya faktor konsentrasi dan interval

waktu uji. Sementara faktor-faktor berpengaruh lain seperti faktor lingkungan,

subjek uji, serangga target tidak dilakukan.

Page 82: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

64

6.2 Pengaruh Ekstrak Daun Iler Terhadap Frekuensi Hinggap Aedes aegypti

Hasil pengamatan terhadap frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan subjek

uji sebagai akibat dari aplikasi 5 variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) didapatkan starting point efikasi (jumlah Aedes aegypti

yang hinggap pada jam ke-0) yang berbeda. Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa

pada kelompok kontrol (0%) berupa aquades, didapatkan rata-rata jumlah Aedes

aegypti yang hinggap pada lengan subjek uji sebesar 82,9%. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa tidak ada efek penolakan yang diberikan karena masih cukup

banyak didapatkannya jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada lengan subjek uji.

Pengaruh ekstrak daun Iler dalam menolak Aedes aegypti untuk hinggap pada

lengan subjek uji mulai terlihat pada konsentrasi 20%, dimana rata-rata jumlah Aedes

aegypti yang hinggap mengalami penurunan, yaitu mencapai 60,7% (tabel 5.2). Efek

penolakan ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes

aegypti terus mengalami peningkatan searah dengan peningkatan konsentrasi ekstrak

yang digunakan. Hal tersebut terlihat dari rata-rata jumlah Aedes aegypti yang

hinggap dikelompok perlakuan ekstrak daun Iler pada konsentrasi 40%, 60%, dan

100%, yaitu masing-masing sebesar 55,4%, 49,7%, dan 40,7% (tabel 5.3 hingga 5.5).

Adanya perbedaan starting point efikasi dibeberapa replikasi kelompok

perlakuan (tabel 5.2 hingga 5.5) diindikasikan terjadi karena adanya perbedaan

komposisi senyawa metabolit sekunder volatil yang terkandung dalam masing-

masing konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth).

Page 83: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

65

Hal tersebut didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2010) dan

Shinta (2010) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi tertinggi ekstrak yang

digunakan pada uji efikasi cenderung memiliki proporsi senyawa aktif repellent yang

lebih besar dibanding dengan konsentrasi ekstrak yang lebih rendah. Dengan begitu,

besarnya konsentrasi ekstrak mempengaruhi besarnya nilai daya proteksi dari ekstrak

daun Iler terhadap Aedes aegypti.

Ketidakstabilan suhu dan kelembaban ruangan uji untuk setiap peningkatan

periode waktu uji, seperti yang diamati terjadi di setiap awal pengujian, juga

diperkirakan mempengaruhi variasi frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan

subjek uji. Hal tersebut terjadi karena suhu dan kelembaban berkaitan dengan proses

metabolisme dan keadaan oviparitas yang menjadi penentu keaktifan nyamuk dalam

mendeteksi host untuk menggigit atau mengkonsumsi darah (Reiter, 2001; Depkes

RI, 2007).

6.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi dan Interval Waktu Pengujian Terhadap

Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent

Berpotensi atau tidaknya suatu sediaan tanaman dalam memberikan perlindungan

terhadap nyamuk direpresentasikan dengan besarnya persentase daya proteksi yang

diberikan selama beberapa interval waktu tertentu. Hasil pengkoreksian daya proteksi

ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti

menggunakan rumus abbot didapatkan adanya perbedaan daya proteksi yang terjadi

Page 84: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

66

pada interval pengujian jam ke-0 hingga ke-6, seperti yang ditunjukkan dari hasil

analisis Anova dan Kruskal-Wallis (p < 0,05) (lampiran 3).

Meskipun didapatkan perbedaan daya proteksi ekstrak daun Iler di tujuh interval

waktu uji, namun diketahui bahwa perbedaan terbesar terlihat pada interval pengujian

jam ke-0 (p = 0,005) dan jam ke-1 (p = 0,005). Senyawa metabolit sekunder volatil

yang terkandung dalam ekstrak daun Iler bekerja dalam fase uap, dan umumnya

efektif bekerja sebagai repellent segera setelah pengaplikasian (Kalita, 2013). Dengan

begitu, uap atau molekul bau yang dihasilkan oleh variasi konsentrasi ekstrak daun

Iler dengan proporsi yang berbeda itulah yang menyebabkan perbedaan daya proteksi

yang cukup besar pada kedua periode waktu uji tersebut.

Analisa probit terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler juga dilakukan untuk

mengetahui konsentrasi ekstrak yang mampu memberikan efek penolakan

(repellent) optimum sebesar 50% jumlah Aedes aegypti yang dilihat dari nilai EC50.

Berdasarkan analisis regresi terhadap probit yang didapat, diketahui adanya

hubungan antara log10 konsentrasi ekstrak daun Iler dengan probit (p = 0,02), dimana

nilai EC50 yang didapat sebesar 100% (antilog 2). Nilai EC50 yang relatif besar

tersebut menandakan cenderung rendahnya aktivitas repellent ekstrak daun Iler

karena kecilnya proporsi kandungan senyawa metabolit sekunder yang bertanggung

jawab terhadap aktivitas repellent dalam ekstrak tersebut.

Rendah atau tingginya proporsi kandung metabolit sekunder tanaman yang

bekerja sebgai repellent salah satunya dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan,

Page 85: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

67

serta metode ekstraksi yang diaplikasikan (Ridwan 2010). Efek tersebut terlihat pada

tabel 5.2 hingga 5.5, dimana daya kerja ekstrak daun Iler dalam memberikan

perlindungan terhadap Aedes aegypti berlangsung singkat, yang ditandai dengan

efficacy failure yang cenderung terjadi segera setelah pemaparan (pada jam ke-0)

pada semua kelompok perlakuan.

Spesifikasi mekanisme kerja senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam

ekstrak tanaman sebagai repellent hingga saat ini masih dalam proses studi, namun

secara umum kinerjanya dikaitkan dengan indera penciuman nyamuk. Sifat dari

senyawa metabolit tanaman yang mudah menguap di lingkungan bebas, dimanfaatkan

sebagai chemical messengers bagi serangga dan hewan lainya sebagai sinyal dalam

durasi singkat yang memberikan peringatan pada feromon serangga (Kalita, 2013).

Bau khas dari metabolit sekunder ekstrak daun Iler akan masuk secara

ekstraseluler dan kemudian ditangkap oleh kemoreseptor pada sensilla yang terletak

di antenna nyamuk. Molekul bau tersebut selanjutnya akan berikatan dengan OBPs

(odorant-binding proteins), dan kemudian akan dibawa oleh OBPs melewati cairan

lymph (getah bening) di sensilla menuju ORNs (olfactory receptor neurons) (Paluch,

2009). Selain membawa molekul bau, OBPs juga berfungsi melarutkan molekul bau

tersebut serta menyeleksi molekul bau untuk diterima pada ORs (olfactory receptors)

tertentu (Austin, 2011).

Molekul bau selanjutnya berinteraksi dengan G-protein-coupled receptors

ekstraseluler pada ORs yang terletak di dendrit ORNs spesifik; dimana secara

bergantian G-protein-coupled receptors intraseluler aktif dan menyebabkan

Page 86: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

68

perubahan konformasi G-protein (Paluch, 2009). Hal tersebut menyebabkan

terjadinya depolarisasi saraf yang akan memicu terjadinya transmisi implus elektrik

ke lobus antena nyamuk untuk memunculkan respon penolakan atau memblok indera

penciuman nyamuk yang akhirnya bertindak sebagai pengahalang kinerja nyamuk

untuk mengenali mangsanya (Paluch, 2009; Kalita, 2013).

Jacquin-Joly dan Merlin (2004) dalam Austin (2011) menyatakan bahwa molekul

bau yang berikatan dengan OBPs tidak selamanya beredar dalam pembuluh limfe

nyamuk karena akan didegradasi oleh enzim yang dikenal dengan ODEs (odor-

degrading enzymes), dengan kecepatan degradasi tergantung dari molekul yang

berikatan dengan OBP tersebut. ODEs berfungsi sebagai regulator, terutama jika

molekul bau yang berikatan dengan OBPs berlebihan (Austin, 2011).

Diketahui dari hasil uji korelasi Pearson bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kadar senyawa metabolit sekunder dengan bioaktivitas repellent

yang erat kaitannya dengan besar konsentrasi ekstrak (r = 0,501), dan lamanya

interval waktu pengujian (r = - 0,780) terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler.

Sementara itu, didapatkan koefisien determinasi (R square) sebesar 85,9% yang

menjelaskan cukup besarnya pengaruh yang diberikan oleh konsentrasi ekstrak dan

interval waktu pengujian terhadap daya proteksi atau potensi ekstrak daun Iler

sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.

Senyawa metabolit sekunder golongan monoterpen seperti eugenol, kamfor dan

timol yang diketahui terkandung dalam daun Iler merupakan komponen umum dalam

tumbuhan yang menimbulkan efek repellent terhadap nyamuk (Kalita, 2013).

Page 87: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

69

Sebagian dari senyawa monoterpen tersebut diketahui bersifat sitotoksik terhadap

jaringan hewan, menyebabkan penurunan jumlah mitokondria dan badan golgi;

menyebabkan terganggunya sistem pernafasan dan permeabilitas membran sel

(Kalita, 2013).

Efek sitotoksik dari senyawa monoterpen tersebut terbukti dengan ditemukannya

sejumlah Aedes aegypti yang mati saat uji efikasi berlangsung. Mortalitas Aedes

aegypti mulai terjadi pada kelompok perlakuan ekstrak daun Iler dengan konsentrasi

40%, konsentrasi 60%, dan konsentrasi 100% setelah kontak antara ekstrak tersebut

dengan Aedes aegypti berlangsung selama periode 1 jam pengujian.

Eugenol merupakan senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik, dan

memiliki aroma yang menyegarkan dan pedas. Diketahui bahwa kandungan eugenol

pada konsentrasi 10% yang dimanfaatkan sebagai insektisida dapat menyebabkan

gangguan pada non-target untuk menghasilkan keturunan (Austin, 2011). Bariyah

(2010) dalam Austin (2011) menyatakan bahwa selain memiliki aktivitas sebagai

antiseptik, eugenol juga memiliki aktivitas repellent terhadap gangguan nyamuk,

meskipun mekanisme kerja dari senyawa tersebut belum diketahui secara pasti.

Tinjauan yang dilakukan oleh Rattan (2010) dalam Gosh (2012) terkait efek kerja

senyawa timol diketahui dapat menyebabkan gangguan fisiologis pada serangga.

Gangguan fisiologis tersebut berupa terjadinya penghambatan kerja enzim

asetilkolinestrase, penghambatan reseptor GABA (Gamma-Aminobutyric Acid)

terkait pembukaan saluran ion klorida ke dalam sel, pemblokan reseptor octopamine,

Page 88: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

70

serta gangguan pada proses molekuler seperti morfogenesis, serta perubahan perilaku

dan memori pada syaraf cholinergic nyamuk.

Penelitian yang dilakukan oleh Rasikari (2007) terhadap daun Iler dan beberapa

spesies dari genus Plectranthus lainnya, didapatkan kuantitas kandungan metabolit

polar berupa rosmarinic acid dan turunan abietane yang signifikan. Senyawa

metabolit tersebut dilaporkan memiliki efek non-toksik hingga sangat toksis terhadap

T. urticae (Rasikari, 2007). Senyawa Rosmarinic acid diketahui memiliki aktivitas

repellent terhadap serangga (Shiga, 2008), sedangkan turunan abietane diketahui

memiliki aktivitas antibakteri dan insect anti-feedant (Wellsow, 2005).

6.4 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Potensi Daun Iler Sebagai Plant-

based Repellent Terhadap Aedes aegypti

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat dari uji regresi,

diketahui bahwa sebesar 14,1% nilai potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler

(Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai repellent dipengaruhi oleh faktor-faktor

lain selain konsentrasi ekstrak uji dan interval waktu pengujian. Menurut Suwasono

(2006), faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor ekstraksi,

jenis dan jumlah serangga target, serta karakteristik fisik individu atau subjek uji.

Faktor-faktor lingkungan yang turut mempengaruhi potensi atau nilai daya

proteksi ekstrak daun Iler adalah temperatur dan kelembaban sebelum dan saat

pengujian berlangsung (Rasikari, 2007). Achmadi (2011) menyatakan bahwa dengan

meningkatnya suhu dan kelembaban di lingkungan sekitar, menyebabkan lebih

Page 89: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

71

mudahnya nyamuk untuk mendekati host. Kelembaban dan suhu juga berkaitan erat

dengan kecepatan laju penguapan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak daun Iler

yang bekerja sebagai repellent (Rasikari, 2007).

Faktor jumlah serangga yang digunakan dalam uji efikasi juga turut

mempengaruhi potensi ekstrak sebagai repellent. Hal tersebut terjadi karena berkaitan

dengan kemampuan serangga tersebut untuk memberikan respon terhadap senyawa

kimia yang diterimanya (Rasikari, 2007). Pemilihan jenis serangga juga berpengaruh

terhadap potensi suatu repellent, salah satunya adalah karena pernyataan

Schoonhoven (1977) dalam Rasikari (2007) yaitu menjelaskan bahwa selain

dilengkapi dengan olfactory receptors di antena, ada beberapa jenis nyamuk yang

ditemukan memiliki gustatory receptors (GRs) atau kemoreseptor kontak yang

terletak di bagian mulut (labella) nyamuk yang bekerja sebagai feeding deterrence.

Dengan begitu, meskipun terdapat enzim penghambat (ODEs) pada olfaktori

Aedes aegypti yang menghentikan sinyal bau dari metabolit sekunder ekstrak,

menyebabkan mulai ditemukannya kembali Aedes aegypti yang hinggap pada lengan

subjek uji; namun dengan adanya senyawa metabolit sekunder bervolatil rendah

yang terkandung dalam ekstrak daun Iler, yang kemudian akan berinteraksi dengan

gustatory receptors (GRs) atau kemoreseptor kontak nyamuk, maka respon nyamuk

berupa gigitan pun berkurang karena aktivitas senyawa volatil rendah tadi yang

bekerja sebagai repellent kontak (feeding deterrence) (Dickens et al, 2013).

Faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap efektifitas suatu repellent

adalah karakteristik host atau subjek uji. Telah diketahui bahwa setiap orang memiliki

Page 90: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

72

daya tarik yang berbeda terhadap nyamuk karena adanya variasi suhu, kelembaban

tubuh, dan lemak di lapisan kulit (Carrol, 2007). Hal tersebut tentunya juga akan

mempengaruhi efektifitas kerja repellent dalam melindungi host dari deteksi sistem

olfaktori nyamuk, mengingat tidak semua ORNs maupun ORs nyamuk yang sensitif

terhadap senyawa yang bekerja sebagai repellent yang sama.

Karakteristik host atau subjek uji yang juga berpengaruh terhadap daya proteksi

repellent adalah kandungan mikroba pada kulit, kemampuan absorpsi kulit, dan

produksi keringat (Stajkovic Dan Milutinovic, 2013). Kandungan mikroorganisme

pada kulit manusia berkaitan dengan intensitas bau, serta komposisi kimia yang

dilepaskan oleh manusia dalam molekul bau yang nantinya akan dideteksi oleh

nyamuk sebagai sensor untuk mendekati host-nya (Verhulst, 2010; Achmadi, 2011).

Menurut Shelley et al (1953) dalam Verhulst (2010), pada dasarnya keringat

manusia tidak berbau, namun dengan adanya inkubasi dari bakteri pada kulit-lah yang

menyebabkan keringat menimbulkan bau yang khas dan bertindak sebagai kairomon

atau atraktan bagi nyamuk. Kandungan mikroorganisme tersebut berbeda pada setiap

individu, sehingga reaksi nyamuk juga bervariasi terhadap individu yang berbeda.

Reaksi berupa mendekat atau menjauh dari host yang diberikan oleh nyamuk

lebih banyak disebabkan oleh senyawa volatil yang berasal dari aktivitas bakteri

dalam kulit host tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh de Jong dan Knol (1995) dalam

Verhulst (2010), dimana ketika membasuh kaki dengan sabun anti-bakteri terbukti

secara signifikan mengurangi daerah gigitan An. gambiae betina pada subjek uji.

Page 91: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

73

Selain itu, variasi kinerja repellent yang terjadi antar individu juga dapat

disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan absorpsi kulit individu tersebut

terhadap komponen aktif repellent yang digunakan (Carrol, 2007). Terdapat lapisan

penghalang yang secara natural terdapat dalam kulit yang menghalangi terjadinya

absorpsi suatu senyawa. Namun, Williams (1991) dalam Uzor (2011) menyatakan

bahwa senyawa golongan terpen seperti carvone, cineol, geraniol, timol, eugenol,

rosmarinic acid, karvakol, dan kamfor memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit

yang cukup baik dengan tingkat iritan dan toksisitas sistemik yang rendah, seperti

yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA).

Oleh karena itu, jika senyawa timol, eugenol, camphor, karvakol, dan rosmarinic

acid yang terkandung dalam ekstrak daun Iler yang diaplikasi pada lengan uji

menguap lebih cepat daripada diabsorp oleh kulit, maka proteksi yang diberikan oleh

ekstrak tersebut sebagai repellent akan optimal (Stajkovic dan Milutinovic, 2013).

Namun, jika senyawa tersebut diserap terlebih dulu oleh kulit, maka konsentrasi

molekul bau yang dihasilkan dari senyawa tersebut akan berkurang, menyebabkan

daya proteksi yang diberikan oleh ekstrak daun Iler terhadap nyamuk pun kurang

optimal (Stajkovic dan Milutinovic, 2013).

Penurunan daya proteksi ekstrak daun Iler terjadi karena menurut Todd et al

(1992) dalam Qiu dan van Loon (2010) respon ORNs nyamuk terhadap molekul bau

bergantung pada konsentrasi molekul bau tersebut. Lebih lanjut Hallem et al (2004)

dalam Qiu dan van Loon (2010) menjelaskan bahwa ORs nyamuk lebih banyak

teraktivasi jika kontak dengan molekul bau dengan konsentrasi yang tinggi.

Page 92: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

74

Rendahnya konsentrasi molekul bau ekstrak daun Iler yang bersifat sebagai

alomon (repellent terhadap nyamuk) sebagai akibat dari adanya absorpsi ekstrak oleh

kulit memiliki kemungkinan untuk mengalami netralisasi. Hal tersebut menurut

Verhulst (2010) dapat terjadi karena adanya senyawa kairomon (atraktan bagi

nyamuk) dengan konsentrasi molekul bau yang lebih besar yang dihasilkan oleh

bakteri pada kulit subjek uji yang menghalangi efek repellent dari ekstrak daun Iler.

Penggunaan alkohol atau etanol sebagai pengencer dalam pembuatan konsentrasi

uji ekstrak daun iler dalam format spray ternyata juga turut mempengaruhi efektifitas

ekstrak tersebut sebagai repellent. Penelitian yang dilakukan oleh Pates (2002) dalam

Qiu dan van Loon (2010) menunjukkan bahwa mencuci kulit dengan etanol

merupakan salah satu atraktan nyamuk yang sangat kuat (Pates 2002). Selain itu,

Shirai et al (2002) dalam Bernier et al (2006) melaporkan bahwa frekuensi hinggap

Aedes albopictus meningkat setelah konsumsi minuman yang mengandung etanol.

Alkohol juga diketahui dapat memperbesar ukuran pori-pori manusia (Rinzler,

2013), menyebabkan lebih mudahnya absorpsi suatu senyawa ke dalam kulit. Hal

tersebut selanjutnya berimbas kepada kadar konsentrasi molekul bau dari ekstrak

daun Iler yang dilepaskan. Pori-pori yang membesar juga mendorong terjadinya

produksi keringat dalam jumlah yang besar dibanding dengan keadaan normal

(Rinzler, 2013). Terjadinya kontak antara repellent dengan keringat akan

mengurangi durasi proteksi, karena konsentrasi dari repellent yang diaplikasi akan

berkurang (Carrol, 2007).

Page 93: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

75

6.5 Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti

Dalam Penerapan Integrated Mosquito Management

Mengacu pada standar efektifitas repellent yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida

Indonesia, dimana suatu repellent dikategorikan efektif jika daya proteksi yang

diberikan mencapai lebih dari 90% selama tujuh interval waktu uji (6 jam

pemakaian); maka ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) belum

termasuk ke dalam sediaan atau produk repellent yang berpotensi untuk digunakan

atau dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan daya proteksi tertinggi dari ekstrak

daun Iler berdasarkan uji efikasi hanya mencapai 50,53% pada konsentrasi 100%

selama 6 jam.

Pada beberapa penelitian uji efikasi ekstrak tanaman sebagai plant-based

repellent terhadap nyamuk juga menunjukkan hal serupa, yaitu masih belum

ditemukannya ekstrak tanaman yang telah memenuhi standar efektifitas yang

ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia. Pada penelitian Shinta (2010) terhadap

bunga Kenanga, daun Babadotan, daun Nilam, daun Rosemary, didapatkan daya

proteksi ekstrak botani tersebut terhadap Aedes aegypti berturut-turut sebesar 97,4%;

97,2%; 97,6%; dan 96,2% selama 3 jam.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Korneliani (2011) terhadap kulit Jeruk

keprok dan Jeruk nipis didapatkan daya proteksi yang diberikan terhadap Aedes

aegypti mencapai 55,33 % dan 57,64% selama 6 jam. Begitu juga dalam tinjauan

yang dilakukan oleh Maia dan Moore (2011), dimana ekstrak daun Mimba hanya

memberikan proteksi sebesar 76% selama 2 jam.

Page 94: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

76

Meskipun sulit untuk mendapatkan daya proteksi optimal dari ekstrak botani

seperti yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia, namun terdapat beberapa

alternatif yang dapat dilakukan untuk untuk meningkatkan daya proteksi atau

memperlama durasi waktu kerja dari ekstrak tersebut sebagai repellent. Menurut

Trongtokit et al (2005) dan Maji et al (2007) dalam Kalita (2013), salah satu solusi

yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi volatilitas atau penguapan senyawa

metabolit sekunder dengan bioaktivitas repellent yang terkandung dalam suatu

ekstrak tanaman dan kemampuan kulit manusia untuk mengabsorpsi senyawa tersebut

adalah dengan mengembangkannya menjadi suatu formulasi atau menambahkan

fixative additives seperti vanillin.

Fixative merupakan perekat yang berfungsi mempertahankan struktur cairan

kimia dan sebagai penetral karena terdapat pH yang berfungsi mengurangi efek

iritasi pada kulit (Kalita, 2013). Dengan penambahan perekat tersebut, maka

senyawa aktif dalam ekstrak daun Iler akan dapat bertahan pada kulit dalam jangka

waktu yang lebih lama, sehingga derajat efektifitas dan nilai ekonomis dari ekstrak

tanaman tersebut sebagai plant-based repellent akan semakin meningkat (Kalita,

2013).

Belum didapatkannya plant-based repellent yang memenuhi standar Komisi

Pestisida Indonesia tahun 2012 disebabkan karena pada dasarnya acuan atau standar

efektifitas sediaan repellent tersebut ditujukan untuk repellent sintetis berbahan

DEET, yang memang diketahui memberikan perlindungan paling baik dengan durasi

Page 95: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

77

yang lebih lama (6-8 jam) terhadap beberapa spesies serangga karena memiliki

struktur komponen kimia yang tidak mudah rusak (Korneliani, 2012).

Oleh sebab itu, perlu adanya perumusan sebuah standar baru yang ditujukan

untuk repellent dengan bahan aktif berupa metabolit sekunder tanaman. Tjajani

(2008) dalam Korneliani (2011) menyatakan terdapat perbedaan standar yang

ditetapkan di Indonesia dengan standar yang di tetapkan di Kanada terkait efektifitas

penggunaan suatu repellent, dimana sediaan repellent dapat didaftarkan jika zat atau

sediaan bahan tersebut memberikan daya proteksi mencapai lebih dari 95% selama

minimal 30 menit.

Meskipun telah diketahui memiliki efek kerja yang cenderung lebih singkat

dibanding DEET, pengujian terhadap banyak jenis tanaman sebagai sumber botani

penolak serangga hingga kini masih terus dilakukan (Korneliani, 2012), mengingat

telah dilaporkannya efek toksik ringan hingga berat pada manusia seperti iritasi pada

membran mucus setelah penggunaan senyawa DEET dalam repellent (Taylor, 2009).

Ditambah dengan adanya penelitian yang menunjukkan adanya resistensi yang terjadi

pada Aedes aegypti karena pemakaian repellent sintetik berbahan aktif DEET

(Stanczyk, 2011)

Pemanfaatan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak daun Iler atau botani

lainnya sebagai plant-based repellent merupakan salah satu upaya alternatif yang

dapat dilakukan dalam pengendalian nyamuk. Dengan begitu, tujuan berupa

minimalisasi kontak antara manusia dengan nyamuk sebagai vektor penyakit pun

dapat t.erlaksana. Upaya alternatif tersebut terus ditekankan pelaksanaannya sebagai

Page 96: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

78

bagian integral dari Integrated Mosquito Management (IMM) (Gosh, 2012), dimana

dalam pelaksanaan strategi pengendalian vektor tersebut sangat diperhatikan azas

keamanan, efektifitas, dan rasionalitas (PerMenKes No. 374 tahun 2012).

Terdapat beberapa pendekatan dalam pelaksanaan IMM, dan dari sekian banyak

pendekatan tersebut penggunaan Mosquitocide memiliki tingkat keberhasilan

pengendalian yang paling besar (Gosh, 2012). Salah satu Mosquitocide yang

dianggap efektif sekaligus efisien untuk diterapkan adalah berupa aplikasi personal

protection seperti repellent. Repellent telah diakui oleh WHO sebagai alat yang

berguna dalam upaya pencegahan penyakit sebagai pelengkap dari metode

pengendalian vektor dengan pendekatan Mosquitocide (Maia dan Moore, 2011).

Peranan penting repellent kemungkinan akan terus meningkat sebagai salah satu

upaya pengendalian spesies nyamuk, dan pemanfaatan senyawa metabolit sekunder

yang berasal dari tumbuhan yang berlimpah ruah di alam dapat memainkan peranan

luas dalam penerapan teknologi repellent yang berkelanjutan dan ramah lingkungan

(green and sustainable technology) (Khater, 2012; Kalita, 2013). Potensi tersebut

tentunya didukung dengan adanya fakta bahwa di abad 21 ini, penyakit yang

ditransmisikan oleh nyamuk (mosquito borne diseases) banyak diderita oleh populasi

manusia di seluruh dunia (Kalita, 2013).

Page 97: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

79

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan:

1) Daya proteksi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) berbeda

antara variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan.

2) Nilai EC50 ekstrak daun Iler sebagai repellent terhadap Aedes aegypti selama

tujuh interval waktu pengujian adalah 100% (v/v).

3) Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, semakin tinggi daya proteksi ekstrak daun

.Iler sebagai plant-based repellent yang didapat.

4) Semakin meningkat interval waktu pengujian, semakin menurun daya

proteksi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent yang didapat.

7.2 Saran

1. Bagi masyarakat

Masyarakat sebagai konsumen agar dapat mempertimbangkan alternatif

pemanfaatan bahan alam seperti daun Iler dan TRO sebagai repellent yang

kemudian dikembangkan menjadi kearifan lokal masyarakat dalam

pengendalian vektor nyamuk; mengingat telah ditemukannya efek toksis pada

manusia dan resistensi nyamuk akibat pemakaian repellent sintetis DEET

dalam jangka waktu panjang.

Page 98: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

80

2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian terkait:

· Optimalisasi aktivitas repellent ekstrak daun Iler melalui pembuatan

formulasi atau penambahan fixative additives seperti vanillin untuk

mengurangi laju penguapan metabolit sekunder ekstrak daun Iler.

· Pengaplikasian pelarut dan metode ekstraksi yang berbeda untuk

mengetahui ada atau tidaknya variasi aktivitas repellent daun Iler.

· Analisa pengaruh faktor lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan

angin), faktor host (suhu tubuh, pori-pori kulit), faktor agent (variasi

spesies), dan faktor waktu penyimpanan ekstrak.

3. Bagi Dinas Kesehatan

Bekerja sama dengan Departemen Pertanian, dan lembaga penelitian seperti

LIPI atau LITBANGKES untuk mengeksplorasi hasil penelitian ini lebih

lanjut terkait aktivitas repellent daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth),

dan menggunakannya sebagai rujukan untuk mengembangkan pemanfaatan

daun iler sebagai plant-based repellent yang memiliki nilai pakai dan nilai

guna bagi masyarakat luas.

Page 99: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:

Rajawali Pers.

American Mosquito Control Association. 2009. Best Management Practices for

Integrated Mosquito Management.

Asmaliyah. 2006. Prospek Pemanfaatan Bioinsektisida Sebagai Alternatif Dalam

Pengendalian Hama Pada Hutan Tanaman.

Austin, Rifcka. 2011. Uji Potensi Ekstrak Bunga Kenanga (Cananga odorate)

Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Culex sp. Skripsi. FK UnBra, Malang.

Batugal, PA, et al. 2004. Medicinal Plants Research in Asia. Vol. 1: The Framework

and Project Workplans. International Plant Genetic Resources Institute.

Benjawan, T., et al. 2005. Repellent Properties of Celery, Apium graveolens L.,

Compared With Commercial Repellents, Againts Mosquitoes Under Laboratory

and Field Conditions. Tropical Medicine and International Health.

Bernier, Ulrich R., et al. 2006. Human Emanations and Related Natural Compounds

That Inhibit Mosquito Host-Finding Abilities. Insect Repellents: Principles,

Methods, and Uses. VELU—14245—XML MODEL CRC1 – pp. 77–100.

Carrol, Scott P.. 2007. Evaluation of Topical Insect Repellent and Factors That Affect

Their Performance. Insect Repellents: Principles, Methodes, and Uses, 245-

260. Boca Raton, FL: CRC Press.

Page 100: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Darwiati, Wida. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr)

Sebagai Pestisida Nabati Dalam Pengendalian Hama Daun (Eurema spp. Dan

Spodoptera litura F.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.

Depkes RI,. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Dit.Jen. PP & PL.

Dickens, Joseph C., et al. 2013. Mini Review: Mode of Action of Mosquito Repellents.

Pesticide Biochemistry and Physiology xxx (2013) xxx–xxx.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Donovan, Michael J., et al. 2007. Uninfected Mosquito Bites Confer Protection

against Infection with Malaria Parasites. Infect. Immun. 2007, 75(5):2523.

Environmental Health Directorate. 2006. Planning a Mosquito Management

Program. Department of Health. Western Australia.

Fradin, Mark S., et al. 2002. Comparative Efficacy of Insect Repellents Againts

Mosquito Bites. New England Journal of Medicine.

Gascon, Mervin G. 2011. Traditional Ecological Knowleadge System Of The

Matigsalug Tribe In Mitigating The Effects Of Dengue and Malaria Outbreak.

Asian Journal Of Health Ethno Medical Section Vol. 1 No. 1 pp. 160-171.

Gosh, Anupam, et al. 2011. Plant Extracts as Potential Mosquito Larvacides. Indian

J Med Res 135, May 2012, pp 581-598.

Govindarajan, M.. 2009. Bioefficacy of Cassia fistula Linn. (Leguminosae) Leaf

Extract Against Chikungunya Vector, Aedes aegypti (Diptera: Culicidae).

European Review for Medical and Pharmacological Sciences; 13: 99-103.

Page 101: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Irwan, Azidi, et al. 2007. Uji Aktivitas Ekstrak Saponin Fraksi n-Butanoldari Kulit

Batang Kemiri (Aleurites moluccana Willd) pada Larva Nyamuk Aedes aegypti.

Sains dan Terapan Kimia, Vol. 1, no. 2 , 93 - 101.

Kalita, Bhupen, et al. 2013. Plant Essential Oils As Mosquito Repellent-A Review.

International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life

Sciences Vol. 3, No.1, pp 741-747.

Kardian, Agus. 2006. Daya Tolak Ekstrak Tanaman Rosemery (Rosmarinus

officianalis) Terhadap Lalat (Musca domestica). Buletin Littro no. 2, 170-176.

Keputusan Menteri Pertanian. 2001. Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida.

Nomor: 434.1/Kpts/TP.270/7/2001.

Khater, Hanem Fathy. 2012. Ecosmart Biorational Insecticides: Alternative Insect

Control Strategies in Insecticides - Advances in Integrated Pest Management.

Egypt: InTech.

Korneliani, Kiki. 2011. Perbedaan Dya Proteksi Berbagai Ekstrak Kulit Jeruk

(Citrus sp.) Sebagai Repellent Terhadap Kontak Nyamuk. FKM UNSIL.

Maia, Marta F. and Moore, Sarah J. 2011. Plant-based Insect Repellents: a Review of

their Efficacy, Development and Testing. Malaria Journal (Suppl 1):S11.

Mattingly, P. F. 1969. The Biology of Mosquito-Borne Disease. The Science of

Biology Series 1. London : George Allen & Unwin Ltd.

Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan Pengendalian

Vektor. 2012. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Direktorat Jenderal Prasarana

dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.

Page 102: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Moore, Sarah J., et al. 2006. Plant-Based Insect Repellents. In Insect Repellents:

Principles Methods, and Use. Boca Raton Florida: CRC Press.

Nadia, Husna. 2008. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Miana (Coleus blumei)

Terhadap Infeksi Hymenolepis microstoma Pada Mencit (Mus musculus

albinus). Skripsi. FKH IPB.

Nugroho, Yun Astuti. 2009. Pembuatan Formula dan Uji Aktivitas Obat Anti

Malaria Berbasis Buah Sirih Menggunakan Teknologi Vacuuk Drying. Badan

Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pengendalian Vektor.

Nomor: 374/MENKES/PER/III/ 2010.

Prasetyo, Arif Budi. 2011. Formulasi Anti Nyamuk Spray Menggunakan Bahan Aktif

Minyak Nilam. Skripsi. FTP IPB.

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010. Demam

Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 2, Agustus 2010.

Qiu, Yu Tong and van Loon, Joop J. A.. 2010. Olfactory Physiology of Blood-feeding

Vector Mosquitoes. Olfaction in Vector-Host Interactions, 39-61. Ebook, Vol 2.

Rahmawati, Fri. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun

Miana (Coleus scutellarioides [L] Benth.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.

Rajkumar, S., et al. 2010. Prevention of Dengue Fever Through Plant-based

Mosquito Repellent Clausena dentata (Willd.) M. Roem (Family: Rutaceae)

Essential Oil Against Aedes aegypti L. (Diptera: Culicidae) Mosquito.

European Review for Medical and Pharmacological Sciences : 231-234

Page 103: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Rasikari, Heidi. 2007. Phytochemistry and Arthropod Bioactivity of Australian

Lamiaceae. Thesis. Southern Cross University.

Reiter, Paul. 2001. Climate Change and Mosquito-Borne Disease. Environmental

Health Perspectives. Volume 109, Supplement 1, March 2001.

Ridwan, Yusuf, et al. 2010. Efektivitas Anticestoda Ekstrak Daun Miana (Coleus

blumei Bent) terhadap Cacing Hymenolepis microstoma pada Mencit. Media

Peternakan Vol. 33 No. 1, hlm. 6-11.

Ridwan, Yusuf. 2005. Kandungan Kimia Berbagai Ekstrak Daun Miana (Coleus

blumei Benth) dan Efek Anthelmintiknya Terhadap Cacing Pita Pada Ayam.

J.II. Pert.Indon. Volume 11 (2). 2006.

Rinzler, Carol Ann. 2013. Nutrition for Dummies, 5th Edition. Ebook. Diakses pada

tanggal 22 Februari 2014 dalam http://m.dummies.com/topics/health-

fitness/diet-nutrition/understanding-diet-nutrition.html.

Rose, Robert I. 2001. Pesticides and Public Health: Integrated Methods of Mosquito

Management. U.S. EPA. Vol. 7, No. 1, January–February 2001.

Rueda, Leopolda M. 2008. Global Diversity of Mosquito (Insecta: Diptera:

Culicidae) in Freshwater. Freshwater Animal Diversity Assessment.

Hydrobiologia (2008) 595:477–487.

Setiawati, Wiwin, et al. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara

Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).

Bandung: Prima Tani Balitsa (Balai Penelitian Tanaman Sayuran).

Page 104: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Shankar, Smriti, et al. 2008. Growth Studies of Coleus aromaticus by Changing the

Composition of MS Media Extraction and Purification of Eugenol from the

Coleus Leaves. Faculty of Engineering and Technology. SRM University.

Shiga, Tomomi, et al,. 2008. Effect of Light Quality on Rosmarinic Acid Content and

Antioxidant Activity of Sweet Basil, Ocimum basilicum L.. Plant Biotechnology

26, 255–259 (2009).

Shinta. 2010. Potensi Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin B.), Daun

Babadotan (Ageratum conyzoides L), Bunga Kenanga (Cananga odorata hook

F & Thoms), dan Daun Rosemarry (Rosmarinus officinalis L) Sebagai Repelan

Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. Media Litbang Kesehatan Vol 22 no. 2.

Stajkovic, Novica and Milutinovic, Radmila. 2013. Insect repellents – transmissive

disease vectors prevention. Vojnosanit Pregl 2013; 70(9): 854–860.

Stanczyk, Nina. 2011. An Investigation Of DEET-Insensitivity In Aedes aegypti.

Thesis. University of Nottingham.

Suwasono, Hadi, et al. 2006. Uji Efikasi Repelen “X” Terhadap Nyamuk Aedes

aegypti, Culex quinquefasciatus dan Anopheles aconiatus Di Laboratorium.

Jurnal Vektora Vol. 1 no.2.

Tag, Hui, et al. 2006. Anti-inflammatory Plants Used by the Khamti tribe of Lohit

District in Eastern Arunachal Pradesh, India. Natural Product Radiance, Vol. 6

(4) 2007, pp. 334-340.

Taylor. 2009. The Effectiveness Of Botanical Extracts as Repellent Against Aedes

aegypti Mosquitoes. American Museum Of Natural History.

Page 105: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

USEPA. 2010. Insect Repellents to be Applied to Human Skin. Test Guidelines.

Uzor, P. F., et al. 2011. Perspective on Transdermal Drug Delivery. Journal of

Chemistry and Pharmaceutical Research, 2011, 3(3):680-700.

Verhulst, Niels O. 2010. The Role of Skin Microbiota in the Attractiveness of Humans

to the Malaria Mosquito An. gambiae Giles. Thesis. Wageningen University.

WHO. 2009. Medicinal Plants in Papua New Guinea. WHO Library Cataloguing in

Publication Data. ISBN 978 92 9061 249 0.

Wellsow, Julia, et al. 2005. Insect-Antifeedant and Antibacterial Activity of

Diterpenoids From Spesies Of Plectranthus. Phytochemistry 67 1818–1825.

WHOPES. 2009. Guidelines for Efficacy Testing of Mosquito Repellents for Human

Skin. WHO/HTM/NTD/WHOPES/2009.4

Zaridah, M. Z., et al. 2005. Mosquitocidal Activities Of Malaysian Plants. Journal of

Tropical Forest Science 18(1): 74--80 (2006).

Page 106: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

LAMPIRAN

Page 107: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

LAMPIRAN 1

Page 108: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn
Page 109: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

INFORMED CONSENT KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

A. Introduksi

Saya, Ardillah Wasiah, mahasiswa S1 angkatan 2009, Peminatan Kesehatan

Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(FKIK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; akan melaksanakan

penelitian yang berjudul Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.

Benth) Sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti.

Penelitia ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun iler (Coleus

scutellarioides Linn. Benth) sebagai Plant-Based Repellent terhadap Aedes aegypti

melalui persentase daya proteksi berdasarkan variasi konsentrasi ekstrak dan interval

waktu pengujian, dan nilai effective concentration 50 (EC50) pada hasil uji efikasi.

B. Kesukarelaan partisipasi dalam penelitian

Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela (volunteer) tanpa adanya

paksaan dari pihak manapun. Bila Anda telah memutuskan untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa perlu

memberikan penjelasan dan tanpa dikenai denda atau sangsi apapun.

LAMPIRAN 2

Page 110: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, namun berkeberatan

untuk menjadi subjek uji, maka alternatif lainnya yaitu Anda dapat bertindak sebagai

observator atau pengamat saat proses penelitian berlangsung.

C. Prosedur Penelitian

Apabila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta

untuk menandatangani lembar persetujuan yang terlampir dihalaman akhir.

Selanjutnya Anda akan diminta untuk mengikuti prosedur pengujian efikasi daya

tolak (repelansi) yang berpedoman pada Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida

Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk

dan Pestisida Kementerian Pertanian tahun 2012 dan USEPA 2010. Prosedur

pengujian sebagai berikut:

1) Pengujian dilakukan pada pagi hari sesuai dengan masa aktif nyamuk Aedes

aegypti, yaitu dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB selama 4 hari berturut-turut.

2) Pengujian dilakukan setiap jamnya selama periode 6 jam hingga terjadinya

efficacy failure (terjadinya probing oleh nyamuk sebanyak 2 kali), dan

dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk keempat konsentrasi (20%, 40%,

60%, dan 100% v/v) yang digunakan. Sehingga diharapkan untuk setiap

volunteer untuk menyelesaikan 4 rangkaian konsentrasi (konsentrasi 20%,

40%, 60%, dan 100% v/v) dihari yang berbeda, beserta kontrol (0%).

3) Nyamuk yang digunakan adalah nyamuk yang steril dari patogen, sebagai

upaya pencegahan terjadinya transmisi penyakit.

Page 111: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

4) Menghitung area paparan. Bagian lengan yang dipaparkan sebatas persendian

tangan hingga siku.

5) Cuci kedua lengan menggunakan aquades (lengan kanan sebagai kontrol).

Setelah kering, daerah pergelangan tangan hingga ujung jari kedua lengan

ditutup dengan sarung tangan lateks sebagai penanda bukan daerah uji.

6) Lengan kiri diaplikasikan ekstrak daun iler dengan dosis 0,5 mg/cm2 (0,375

� � ) untuk tiap-tiap konsentrasi pada permukaan lengan secara merata, dan

dibiarkan selama 5 menit.

7) Uji efikasi dimulai dengan memasukkan lengan kanan (kontrol) kedalam

kurungan uji berisi 10 ekor Aedes aegypti steril selama 5 menit. Secara

bergantian, masukkan lengan kiri yang telah diberi ekstrak daun iler selama 5

menit. Jumlah nyamuk yang hinggap pada kedua lengan tersebut dihitung dari

jam ke-0 sampai jam ke-6 hingga terjadinya efficacy failure (terjadinya

probing oleh nyamuk sebanyak 2 kali) untuk mengetahui efikasi penolakan

(repellent) ekstrak daun Iler terhadap nyamuk disetiap interval waktu

pengujian (Jam ke-0 hingga ke-6).

D. Kewajiban subjek penelitian

Sebagai subjek penelitian, Saudara/Saudari berkewajiban mengikuti aturan atau

petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Saudara/Saudari bisa bertanya lebih

lanjut kepada peneliti jika masih ada ketidakjelasan. Tidak diperkenankan memakai

Page 112: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

produk repellent, parfum, dan merokok selama 12 jam sebelum dan saat pengujian.

Saat pengujian berlangsung, Saudara/Saudari sebaiknya menghindari pergerakan

yang berlebihan agar tidak mempengaruhi kecepatan penguapan dari senyawa volatile

yang terkandung dalam sediaan repellent yang digunakan.

E. Risiko, Efek samping, dan Penanganannya

Daun iler telah banyak digunakan masyarakat sebagai ramuan dalam mengobati

gigitan serangga karena sifanya sebagai anti-inflamasi. Ekstrak etanol daun iler juga

diketahui memiliki toksisitas rendah berdasarkan hasil analisa probit berupa LD50

sebesar 9757.14 mg/kg berat badan. Uji pendahuluan telah dilakukan sebelumnya,

dan tidak ditemui efek samping berupa alergi atau gangguan kulit lainnya akibat

aplikasi dari ekstrak tersebut.

Meskipun berdasarkan fakta diatas yang mengindikasikan bahwa penggunaan

ekstrak daun iler tidak memberikan efek samping yang berarti, namun terkadang pada

beberapa orang dapat terjadi alergi bahan kimia alami yang tidak diduga-duga. Oleh

sebab itu, sebagai langkah awal dilakukan seleksi subjek uji, dengan syarat tidak

memiliki riwayat alergi; karena selain risiko dari ekstrak etanol daun iler, gigitan

nyamuk yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit juga dapat terjadi saat

proses pengujian berlangsung,

Oleh sebab itu, selama penelitian peneliti menyiapkan perlindungan yang

diperlukan seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Perlindungan tersebut

yaitu dengan penyediaan sediaan anti-alergi dan sediaan pereda rasa gatal yang

Page 113: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

mungkin timbul akibat gigitan nyamuk; dan seandainya terjadi efek samping berupa

gatal-gatal, ruam, dan gejala iritasi kulit lainnya yang perlu dilakukan tindakan medis,

maka biaya medis tersebut sepenuhnya akan ditanggung oleh peneliti.

F. Kerahasiaan

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian akan

dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan subjek penelitian. Hasil

penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subjek penelitian.

G. Insentif

Sebagai apresiasi kepada Anda yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,

akomodasi makan siang akan disediakan atau ditanggung oleh peneliti ketika

penelitian telah selesai dilaksanakan.

H. Informasi tambahan

Bila Anda belum sepenuhnya paham dan ingin mendapatkan penjelasan lebih

lanjut dan mengajukan pertanyaan terkait penelitian ini, atau sewaktu-waktu terjadi

efek samping setelah ikut serta dalam penelitian ini, Anda dapat menghubungi

peneliti melalui telepon/sms ke no. 085780433482, atau email

[email protected] / [email protected].

Terima kasih atas kesedian Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Page 114: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Nama lengkap :

NIM :

No. Telp. :

Menyatakan bahwa saya telah membaca informasi terkait penelitian yang

dilakukan oleh Ardillah Wasiah (109101000047). Saya memiliki kesempatan untuk

bertanya lebih lanjut terkait penelitian tersebut, dan jawaban yang diberikan telah

memenuhi ekspektasi saya. Saya mengerti bahwa saya memiliki hak untuk

mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa dikenai denda atau sangsi apapun yang

dapat mempengaruhi kesehatan maupun keselamatan saya.

Saya menyatakan tidak memiliki riwayat alergi, dan karenanya bersedia untuk

menjadi subjek uji atau volunteer dalam penelitian yang dilakukan di Laboratorium

Pangan, Kimia dan Ekologi; Pusat Laboratorium Terpadu, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan kesadaran saya tanpa adanya

pengaruh atau paksaan dan pihak manapun.

Jakarta, 2014

………………………………

Page 115: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Output Analisa Data

1) Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-0

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-1

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-2

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-3

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-4

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-5

Daya

proteksi

daun iler

jam ke-6

N 16 16 16 16 16 16 16

Normal

Parametersa

Mean 57.8137 51.5625 45.6594 37.8469 26.4756 24.9125 17.1138

Std. Deviation 13.66533 11.64033 12.22534 11.17518 9.87177 10.19922 10.55865

Most

Extreme

Differences

Absolute .128 .116 .166 .187 .141 .201 .230

Positive .128 .116 .156 .187 .141 .201 .230

Negative -.122 -.076 -.166 -.174 -.131 -.170 -.160

Kolmogorov-Smirnov Z .512 .464 .664 .749 .566 .803 .922

Asymp. Sig. (2-tailed) .956 .983 .770 .628 .906 .540 .363

a. Test distribution is normal

2) Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Daya proteksi daun iler jam ke-0 .271 3 12 .845

Daya proteksi daun iler jam ke-1 .902 3 12 .469

Daya proteksi daun iler jam ke-2 .655 3 12 .595

Daya proteksi daun iler jam ke-3 2.028 3 12 .164

Daya proteksi daun iler jam ke-4 2.094 3 12 .154

Daya proteksi daun iler jam ke-5 4.099 3 12 .032

Daya proteksi daun iler jam ke-6 9.221 3 12 .002

LAMPIRAN 3

Page 116: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

3) Uji anova ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Daya proteksi daun iler jam ke-0 Between Groups 1819.973 3 606.658 7.420 .005

Within Groups 981.146 12 81.762

Total 2801.119 15

Daya proteksi daun iler jam ke-1 Between Groups 1310.916 3 436.972 7.267 .005

Within Groups 721.545 12 60.129

Total 2032.461 15

Daya proteksi daun iler jam ke-2 Between Groups 1538.515 3 512.838 8.749 .002

Within Groups 703.368 12 58.614

Total 2241.883 15

Daya proteksi daun iler jam ke-3 Between Groups 1256.936 3 418.979 8.158 .003

Within Groups 616.333 12 51.361

Total 1873.269 15

Daya proteksi daun iler jam ke-4 Between Groups 870.032 3 290.011 5.881 .010

Within Groups 591.746 12 49.312

Total 1461.778 15

4) Uji Kruskal Wallis

Test Statisticsa,b

Daya proteksi daun iler jam ke-5 Daya proteksi daun iler jam ke-6

Chi-Square 10.068 12.247 Df 3 3 Asymp. Sig. .018 .007

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: konsentrasi

Page 117: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

5) Uji Probit

konsentrasi Log10

konsentrasi Total Penolakan

% daya

proteksi

% koreksi daya proteksi

dng formula abbot Probit*

0 - 10 1.71 17.1 - -

20 1.301 10 3.93 39.3 26.78 4.39

40 1.602 10 4.46 44.6 33.17 4.56

60 1.778 10 5.03 50.3 40.05 4.75

100 2 10 5.93 59.3 50.91 5.03

*ket: nilai probit didapat dari tabel probit

Tabel Probit

% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2.67 2.95 3.12 3.25 3.35 3.44 3.52 3.59 3.66

10 3.72 3.77 3.82 3.87 3.92 3.96 4.01 4.05 4.08 4.12 20 4.16 4.19 4.23 4.26 4.29 4.33 4.36 4.39 4.42 4.45 30 4.48 4.50 4.53 4.56 4.59 4.62 4.64 4.67 4.70 4.72 40 4.75 4.77 4.80 4.82 4.85 4.87 4.90 4.92 4.95 4.98 50 5.00 5.03 5.05 5.08 5.10 5.13 5.15 5.18 5.20 5.23 60 5.25 5.28 5.31 5.33 5.36 5.38 5.41 5.44 5.47 5.50 70 5.52 5.55 5.58 5.61 5.64 5.67 5.71 5.74 5.77 5.81 80 5.84 5.88 5.92 5.95 5.99 6.04 6.08 6.13 6.18 6.23 90 6.28 6.34 6.41 6.48 6.56 6.65 6.75 6.88 7.05 7.33

§ Regresi probit

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .980a .961 .942 .066043

a. Predictors: (Constant), log10konsentrasi

b. Dependent Variable: probit

Page 118: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .217 1 .217 49.787 .020a

Residual .009 2 .004

Total .226 3

a. Predictors: (Constant), log10konsentrasi

b. Dependent Variable: probit

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 3.160 .218 14.477 .005

log10kons .912 .129 .980 7.056 .020

a. Dependent Variable: probit

6) Uji korelasi dan regresi daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap konsentrasi

dan interval waktu pengujian Correlations

Konsentrasi Daya proteksi daun iler Interval jam ke-

Konsentrasi Pearson Correlation 1 .501** .000

Sig. (2-tailed) .000 1.000

N 112 112 112

Daya proteksi daun iler Pearson Correlation .501** 1 -.780**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 112 112 112

Interval jam ke- Pearson Correlation .000 -.780** 1

Sig. (2-tailed) 1.000 .000 N 112 112 112

Page 119: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Correlations

Konsentrasi Daya proteksi daun iler Interval jam ke-

Konsentrasi Pearson Correlation 1 .501** .000

Sig. (2-tailed) .000 1.000

N 112 112 112

Daya proteksi daun iler Pearson Correlation .501** 1 -.780**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 112 112 112

Interval jam ke- Pearson Correlation .000 -.780** 1

Sig. (2-tailed) 1.000 .000 N 112 112 112

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .927a .859 .856 6.79496

a. Predictors: (Constant), kons, intervaljamke

b. Dependent Variable: dayaproteksi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 30570.486 2 15285.243 331.054 .000a

Residual 5032.687 109 46.171

Total 35603.173 111

a. Predictors: (Constant), intervaljamke, Kons b. Dependent Variable: dayaproteksidauniler

Page 120: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 41.582 1.663 25.007 .000

Konsentrasi .302 .022 .501 13.911 .000

Interval jam ke- -6.949 .321 -.780 -21.647 .000

a. Dependent Variable: daya proteksi daun iler

Page 121: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

§ Tahap persiapan penelitian

LAMPIRAN 4

Destilasi pelarut etanol

Rearing Aedes aegypti (tahap larva instar III – dewasa)

Kandang uji dan pemeliharaan

U

Pengumpulan dan pensortiran simplisia daun Iler

Pemekatan ekstrak etanol daun Iler

Pemisahan filtrat dengan ampas

Page 122: UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (oleus scutellarioides Linn

§ Tahap pelaksanaan pengujian

Sprayer tangan berisi konsentrasi ekstrak uji, termohigrometer, counter

Pengujian ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent pada lengan subjek uji (volunteer)

Ekstrak kasar daun Iler

Pengenceran ekstrak daun Iler menjadi 4 konsentrasi uji

(20%, 40%, 60%, dan 100%)

Aspirator