uji efikasi ekstrak daun iler (oleus scutellarioides linn
TRANSCRIPT
UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
SEBAGAI PLANT-BASED REPELLENT TERHADAP Aedes aegypti
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
ARDILLAH WASIAH
NIM : 109101000047
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M /1434 H
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, April 2014
Ardillah Wasiah, NIM : 109101000047
UJI EFIKASI EKSTRAK DAUN ILER (Coleus scutellarioides Linn. Benth) SEBAGAI PLANT-BASED REPELLENT TERHADAP Aedes aegypti
(xvii + 80 halaman, 9 tabel, 6 gambar, 2 bagan, 4 lampiran)
ABSTRAK
Aedes aegypti meupakan vektor utama penyakit demam berdarah dengue (DBD), chikungunya dan demam kuning yang diderita oleh jutaan jiwa penduduk dunia. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan aplikasi repellent sebagai pelindung diri. Adanya efek toksik pada manusia dan resistensi nyamuk akibat penggunaan repellent sintetik DEET, mendorong alternatif repellent yang aman dari bahan alam. Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) diketahui memiliki kandungan eugenol, timol, kamfor, alkaloid, karvakol dan rosmarinic acid yang telah diketahui bersifat repellent terhadap Aedes aegypti.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti. Metode eksperimen ini adalah post test only with control group design, dengan empat kali replikasi pada 7 interval waktu (jam ke- 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6). Sampel yang digunakan untuk setiap uji efikasi konsentrasi 0% (kontrol), 20%, 40%, 60%, dan 100% ekstrak daun Iler yaitu 10 ekor Aedes aegypti steril, dengan total sampel 160 ekor.
Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan daya proteksi yang signifikan diantara kelompok perlakuan (Anova jam ke-0 p= 0,05, jam ke-1 p=0,05, Jam ke-2 p=0,002, jam ke-3 p=0,003, jam ke-4 p= 0,01; kruskall wallis jam ke-5 p=0,018, jam ke-6 p=0,007). Pada uji korelasi Pearson didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi, semakin besar daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai repellent (r = 0,501), dan semakin lama waktu pengujian, semakin kecil daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai repellent (r = -0,780) pada kondisi suhu ruang yang optimal. Sedangkan nilai EC50 ekstrak daun Iler didapat pada konsentrasi 100%, dengan daya proteksi total pada konsentrasi tersebut mencapai 50,53%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka ekstrak daun Iler kurang berpotensi sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait optimalisasi kerja ekstrak daun Iler, serta efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan ekstrak tersebut sebagai plant-based repellent.
Kata Kunci : Aedes aegypti, Ekstrak daun Iler, Plant-based repellent, Daya proteksi, EC50
Daftar Bacaan : 59 (1969-2013)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergratuated Thesis, April 2014
Ardillah Wasiah, NIM : 109101000047
EFFICACY OF Coleus scutellarioides Linn. Benth EXTRACT AS A PLANT-BASED REPELLENT AGAINST Aedes aegypti
(xvii + 80 pages, 9 tables, 6 figures, 2 charts, 4 appendixs)
ABSTRACT
Aedes aegypti is the primary vector of viral diseases such as dengue fever, chikungunya and yellow fever that affect million of people throughout the world. Repellent application is one of the mosquito-control that could be done as personal protective measure against mosquito. Emerging issue related to toxic effects on human and development of resistance in mosquitoes as a result of continuous application of DEET based repellents, prompted the search for alternative natural repellent which considered more safety. Coleus scutellarioides Linn. Benth known to contain eugenol, thymol, camphor, alkaloids, karvakol and rosmarinic acid, which has been reported previously for their repellent activities.
The aim of this research was to determine the potential of painted-nettle leaves extract as a plant-based repellent against Aedes aegypti. The experimental with post-test only control group design was used in this experiment, which replicated four times in seven period time intervals of testing, start from 0, 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th, 6th hour. Samples of 10 uninfected Aedes aegypti was used for each test at concentrations 0% (control), 20%, 40%, 60%, and 100% of painted-nettle leaves extract, with total amount of sample approximately 160 Aedes aegypti .
Analysis result showed the differences in percentage repellency for each treatment group (Anova 0 hour p= 0,05, 1st hour p=0,05, 2nd hour p=0,002, 3rd hour p=0,003, 4th hour p= 0,01; kruskall wallis 5th hour p=0,018, 6th hour p=0,007). From Pearson correlation test was founded that with the increasing of extract concentration, also increased its percentage repellency (r = 0.501). Thus, the longer duration of testing time, decreased percentage repellency (r = -0.780). Meanwhile, EC50 value based on probit analysis was obtained at 100% of Coleus scutellarioides Linn. Benth extract, with the highest for its percentage repellency approximately 50,53% in seven period time intervals of testing.
The conclusion that could be derived was that Coleus scutellarioides Linn. Benth leaves extract lacking in its potential as a plant-based repellent against Aedes aegypti. Further research aiming to optimize repellent activities of painted-nettle leaves extract are need to be done, also to find an adverse effects that could occur as the result of application of these extract as a plant-based repellent.
Keywords : Aedes aegypti, Coleus scutellarioides Linn. Benth leaves extract, Plant-based repellent, percentage repellency, EC50
Literature : 59 (1969-2013)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ardillah Wasiah
TTL : Jakarta, 12 Februari 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karet Pedurenan No. 62 RT. 008/04 Kel. Karet
Kuningan Kec. Setiabudi Jakarta Selatan 12940
No. Telp : 085780433482
Email : [email protected] / [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran SDN Karet 04 Pagi 1997-2003 SMPN 58 Jakarta 2003-2006 SMAN 3 Jakarta 2006-2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan – Kesmas)
2009-Sekarang
Pengalaman Organisasi
Organisasi Jabatan Periode English Club SMPN 58 Jakarta Anggota 2003-2005 Osis SMPN 58 Jakarta Seksi Bidang
Olahraga dan Kesenian 2004-2005
KIR SMAN 3 Jakarta Wakil Ketua 2006-2007 Deutsch Club SMAN 3 Jakarta Humas 2008-2009 ENVIHSA Anggota 2012-2013
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi dengan judul “Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) Sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti”
ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak
kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Untuk mama dan papa; kakak dan adikku (Emma dan Aldi) yang senantiasa
mendoakan, memberi dorongan semangat. Love u all so much.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dewi Utami Iriani, S.KM, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing I, dan Bapak Dr.
Arif Sumantri, S.KM M.Kes selaku pembimbing II dan pembina peminatan
kesehatan lingkungan, terima kasih atas masukan, nasihat, ilmu, motivasi, dan
saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
5. Ibu Catur Rosidati, MKM; Bapak Anton Wibawa, MKM dan ibu Hoirun Nisa,
Ph.D; selaku penguji sidang skripsi.
6. Bapak Dr. Zulkifli Rangkuti selaku pembina peminatan Kesehatan Lingkungan,
terima kasih atas masukannya sehingga terbentuk pondasi awal skripsi ini.
7. Bapak Supriyono dari FKH IPB dan Ibu Yusniar dari litbangkes; terima kasih
atas pencerahan, motivasi, dan masukan yang diberikan ke penulis.
8. Ibu Fahma, selaku kepala pusat laboratorium terpadu UIN Syarif Hidayatullah.
9. Ka Pipit, Ka Erni, Pak Aris, dan lainnya, selaku laboran di lab PLT.
10. Sahabat – sahabat Kesling 2009 (Imah, Zia, Cita, Maya, Ami, Sri, Yeni, Moris,
Ersa, Herisma, Nita, Agung, Nissa, Ratna, Tari, Rudi, Udin, Yudi, Aan), love u
all guys and till we meet again in the throne of success!!!
11. Sahabat seperjuangan dilab PLT (Imah, Fattah, Tyas, Lina, Ka Wafa, Cita, dll).
12. Dan seluruh pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian penelitian skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per-satu. Hormat penulis kepada semuanya.
Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan
dan keterbatasan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh
penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
TERIMA KASIH.
Jakarta, April 2014
Ardillah Wasiah
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. i
ABSTRAK ………………………………………..………………………....... ii
ABSTRACT …...………………………………………………..…………….. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….……....…… iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xiv
DAFTAR BAGAN ………….………………………………………………... xv
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………... xvi
DAFTAR ISTILAH……................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .……………….….…………………………..….... 1
1.2 Rumusan Masalah …………….….……………………………….... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian …………..…..…………………….……….. 7
1.4 Tujuan Penelitian …….….…………..……………………....……. 8
1.5 Manfaat Penelitian ..………………….…………………...………. 9
1.5.1 Mahasiswa ….……………………..………………………....... 9
1.5.2 Masyarakat ...……………………….……………………..…... 9
1.5.3 Peneliti Lain ...………………………...………………….…… 10
x
1.5.4 Dinas Kesehatan…………………………………………..…... 10
1.6 Ruang Lingkup….....………………….…………………...………. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyamuk Aedes aegypti ...…..………………..……………………. 11
2.1.1 Klasifikasi .……………..……………….………………….…. 12
2.1.2 Morfologi ……………..………………….………………..….. 13
2.1.3 Siklus Hidup …...……..…………………..………………….... 13
2.1.4 Bionomik ………………………………….……………..……. 14
2.1.5 Indera Penciuman Nyamuk……...….…………………………. 18
2.2 IMM (Integrated Mosquito Management) .………….……...…….. 19
2.3 Repellent …...…….……………………………...………..………. 20
2.4 Pemanfaatan Ekstrak Daun Iler …...……………...………………. 23
2.4.1 Taksonomi. ….………………………………………………… 23
2.4.2 Morfologi …….……………………………………………….. 24
2.4.3 Ekologi dan Penyebaran ……………………………………… 25
2.4.4 Manfaat ….……………………………………………………. 25
2.4.5 Kandungan ……………………………………………………. 26
2.5 Proses Ekstraksi ….………………………………………….……. 27
2.6 Uji Efikasi ………….……………………………………………... 29
2.7 Kerangka Teori ……………………………………..…………….. 32
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep …..……………………………………...……… 33
3.2 Definisi Operasional ….……..……………………………………. 34
xi
3.3 Hipotesis Penelitian ………………………………………...…….. 36
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ..………………………………………...…….... 37
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 37
4.3 Populasi, Sampel dan Subjek Uji Penelitian ................................... 37
4.3.1 Populasi ...……………………………….................................. 37
4.3.2 Sampel …...………………………………................................ 38
4.3.3 Subjek Uji …...…………………………….............................. 39
4.4 Alat dan Bahan ….…………………………………….................. 41
4.4.1 Alat …....…………………………………................................ 41
4.4.2 Bahan …..…………………………………….......................... 42
4.5 Prosedur Kerja ................................................................................. 42
4.5.1 Pemeliharaan (rearing) Aedes aegypti…………….................. 42
4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Iler …….……………….…............. 43
4.5.2.1 Proses Pemilihan dan Pengeringan ………………...…….. 43
4.5.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak Tanaman Uji …...…….……. 43
4.5.3 Pengujian ...……..………………………….............................. 44
4.5.3.1 Uji Efikasi………………………...………………...…….. 44
4.6 Pengumpulan Data .......................................................................... 47
4.6.1 Data Primer …........................................................................... 47
4.6.2 Data Sekunder ……................................................................... 47
4.7 Pengolahan dan Analisa Data…....................................................... 47
BAB V HASIL
5.1 Pengaruh Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
xii
Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti.................. 49
5.1.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti ….….................................... 50
5.1.2 Perhitungan Daya Proteksi………….….................................... 54
5.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Iler Terhadap Daya Proteksi.............................................................................................
57
5.3 Nilai EC50 Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth). 59
5.4 Hubungan Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu Pengujian dengan Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent…………
60
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Peneliti………………………………………............ 63
6.2 Pengaruh Ekstrak Daun Iler Terhadap Frekuensi Hinggap Aedes aegypti…………………………………………………………………………………………………
64
6.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi dan Interval Waktu Pengujian Terhadap Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent............
65
6.4 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Potensi Daun Iler sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti..................
70
6.5 Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti Dalam Penerapan Integrated Mosquito Management........
75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 79
7.2 Saran ………….….......................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Jumlah spesies dari sub-famili atau suku berdasarkan wilayah zoogeografi…..……...................................................................
12
Tabel 3.1 Definisi Operasional………….……………………………...... 34
Tabel 5.1
Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 0% Ekstrak Daun Iler (Kontrol) dan Interval Jam Pengujian……...
50
Tabel 5.2
Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 20% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian……...…………
51
Tabel 5.3
Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 40% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian………...………
52
Tabel 5.4
Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 60% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian…...……………
53
Tabel 5.5
Frekuensi Hinggap Aedes aegypti Pada Konsentrasi 100% Ekstrak Daun Iler dan Interval Jam Pengujian……...…………
54
Tabel 5.6 Daya Proteksi Ekstrak Daun Iler pada setiap Konsentrasi dan Tujuh Interval Waktu Pengujian (empat replikasi)....................
55
Tabel 5.7 Korelasi Antara Variasi Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu dengan Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti…………………………….
61
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Sebaran Jumlah spesies dan jenis berdasarkan wilayah Zoogeografi…….………………...………………………......
11
Gambar 2.2 Bionomik Aedes aegypti.......................................................... 15
Gambar 2.3 Kemoreseptor (Sensilla) pada antena nyamuk……………… 18
Gambar 2.4 Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)……………………. 23
Gambar 5.1 Plot Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Iler (C. scutellarioides) Sebagai Plant-based Repellent Terhadap A. aegypti pada tujuh Interval Waktu Pengujian…………....
58
Gambar 5.2 Grafik Persamaan Garis Regresi EC50 Ekstrak Daun Iler…… 60
xv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori…………………………………………….. 32
Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………….. 33
xvi
DAFTAR SINGKATAN
cyclicAMP : cyclic adenocine monophosphate
DAG : Diacylglycerol
DBD : Demam Berdarah Dengue
DEET : Diethyltoluamide atau N,N-diethyl-3-methylbenzamide
DP : Daya Proteksi
EC50 : Effective concentration 50
EC90 : Effective concentration 90
FDA : Food and Drug Administration
GABA : Gamma-Aminobutyric Acid
GRs : Gustatory Receptors
KD60 : Knock down 60
IMM : Integrated Mosquito management
IP3 inositol 1,4,5 triphosphate
IVM : Integrated Vector Management
LD50 : Lethal Dose 50
OBPs : Odor Binding Protein
ODE : Odor Degrading Enzym
ORs : Odor Receptors
ORNs : Olfactory Receptor Neurons
USEPA : United States Environmental Protection Agency
WHO : World Health Organization
WHOPES : World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme
xvii
DAFTAR ISTILAH
A – S
Alomon: Senyawa kimia yang
menguntungkan bagi penghasil senyawa
kimia tersebut karena dipergunakan untuk
mengusir dan membingungkan predator,
dan memediasi interaksi simbiotik
Depolarisasi: Perubahan muatan ion
didalam sel dari negatif menjadi positif,
dimana pada keadaan ini membran sel
saraf bersifat impermeabel terhadap ion K
dan permeabel terhadap ion Na sebagai
akibat dari adanya rangsangan pada sel
(listrik, zat kimia), menyebabkan ion Na
berdifusi dan ion K ditahan.
Feromon: Senyawa yang disekresikan
oleh satu individu dan diterima oleh
individu lain pada spesies yang sama,
dimana mereka akan memberikan reaksi
yang spesifik, seperti perubahan perilaku.
fixative additives: Perekat yang berfungsi
mempertahankan struktur cairan kimia dan
sebagai penetral karena didalamnya
terdapat sedikit pH yang berfungsi untuk
mengurangi efek iritasi pada kulit.
Kairomon: Senyawa kimia yang
dilepaskan oleh suatu organisme yang
dapat menimbulkan respon fisiologis dan
perilaku pada spesies lain yang sifatnya
menguntungkan bagi individu tersebut.
Konformasi: Bentuk-bentuk molekul
pada ruang tiga dimensi akibat putaran
pada poros ikatan tunggal (gol. alkana
atau molekul yang memiliki gugus alkil).
Morfogenesis: Semua perubahan bentuk
dan lokasi (letak) dari sebuah atau
sekelompok sel atau jaringan.
Probing: Penetrasi nyamuk pada tubuh
host tanpa terjadi penghisapan darah.
Senyawa metabolit sekunder: Senyawa
hasil sintesa sel tumbuhan yang
digunakan untuk mempertahankan diri
dari habitatnya dan tidak berperan
penting dalam proses metabolisme utama.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga dari filum arthropoda yang
berperan dalam transmisi penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria,
filariasis, chikungunya, demam kuning (yellow fever), dan virus West Nile pada
jutaan jiwa penduduk dunia (Ghosh, 2012). Hal tersebut mendorong WHO untuk
mendeklarasikan nyamuk sebagai “public enemy number one” (Ghosh, 2012). Salah
satu spesies nyamuk yang berperan sebagai agent penyebaran beberapa penyakit yang
disebutkan diatas adalah Aedes aegypti.
Aedes aegypti betina memiliki sifat multiple feeding, yang berarti untuk
memenuhi kebutuhan darah untuk satu periode siklus gonotropik, nyamuk dapat
menghisap darah beberapa kali (Pusat Data Surveilans Epidemiologi KEMENKES
RI, 2010). Sifat tersebut akan meningkatkan risiko transmisi patogen, dimana satu
nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu menggigit, mampu menularkan virus
kepada lebih dari satu orang. Oleh sebab itu, tindakan pengendalian terhadap vektor
tersebut perlu dilakukan.
Pengendalian vektor nyamuk awalnya hanya tersentral pada reduksi kepadatan
populasi dan minimalisasi kontak vektor dengan manusia melalui pemanfaatan
senyawa sintetik (Gosh, 2012). Namun, seperti yang tertuang dalam PerMenKes No.
374 tahun 2010 tentang pengendalian vektor, bahwa saat ini upaya pengendalian
2
vektor tidak hanya terfokus pada penggunaan kedua metode tersebut; tetapi juga
kombinasi dari beberapa metode seperti pengelolaan lingkungan dan pengembangan
kearifan lokal yang dilakukan dengan azas keamanan, efektifitas, dan rasionalitas.
Upaya pengendalian tersebut diketahui sebagai Integrated Vector Management
atau Pengendalian Vektor Terpadu. Untuk mencegah adanya kesalahpahaman pada
kerangka konseptual dari pengendalian vektor terpadu yang sebenarnya akibat
spesifikasi target dan metode yang digunakan, maka dipergunakan istilah Integrated
Mosquito Management (IMM) atau pengendalian nyamuk terpadu dalam mengatasi
masalah nyamuk.
Berdasarkan American Mosquito Control Association, 2009; Environmental
Health Directorate, 2006; dan Rose, 2001; IMM merupakan strategi pencegahan dan
pengendalian nyamuk yang komprehensif melalui aplikasi berbagai metode
pengendalian, baik secara terpisah atau kombinasi yang bertujuan untuk melindungi
kesehatan masyarakat dan menjaga kualitas lingkungan menuju peningkatkan derajat
kualitas hidup secara keseluruhan. Pendekatan utama IMM mencakup kegiatan
surveilans, pemetaan, pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian biologi, edukasi
publik, dan penggunaan Mosquitocide (obat nyamuk) yang meliputi larvasida dan
adultisida (American Mosquito Control Association, 2009; Gosh, 2012).
Dari sekian banyak pendekatan yang ada pada IMM, penggunaan Mosquitocide
memiliki tingkat keberhasilan yang paling besar dalam upaya pengendalian (Gosh,
2012). Salah satu metode tambahan yang turut melengkapi keberhasilan penggunaan
3
metode Mosquitocide (obat nyamuk) adalah berupa aplikasi alat pelindung diri
(personal protection) seperti repellent.
Produk repellent yang banyak beredar di masyarakat hingga kini diketahui
merupakan repellent sintetis berbahan N,N-diethyl-3-methylbenzamide atau DEET.
Meskipun DEET diketahui bekerja efektif sebagai repellent, namun penggunaannya
menjadi perdebatan karena dilaporkan memiliki efek toksik yang ringan hingga berat
pada manusia, salah satunya menyebabkan iritasi pada membran mucus (Taylor,
2009). Selain itu, pada penelitian Stanczyk (2011) diketahui bahwa telah terjadi
insensitifitas DEET sebagai repellent pada Aedes aegypti, menyebabkan perlu
ditekankan betapa pentingnya eksplorasi metode alternatif dalam upaya perlindungan
diri dari gangguan nyamuk yang lebih aman untuk digunakan.
Salah satu alternatif yang telah banyak dikembangkan saat ini adalah melalui
pemanfaatan senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman sebagai plant-based
repellent. Pemanfaatan tanaman sebagai repellent nyamuk atau insekta lain telah
dipraktekkan selama ribuan tahun oleh manusia, dan hingga kini masih diterapkan di
negara-negara berkembang (Moore et al, 2006). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis
ditemukan tumbuhan di dunia, dan 30.000 jenis di antaranya diperkirakan tumbuh di
Indonesia (Irwan et al, 2007). Namun, baru 1.000 jenis yang telah dimanfaatkan
sebagai obat-obatan dan insektisida (Irwan et al, 2007).
Penggunaan repellent dari bahan alami lebih menguntungkan, karena selain
terkandung senyawa aktif utama dengan bioaktivitas sebagai repellent, juga terdapat
senyawa tambahan sinergis yang dapat meningkatkan aktivitas repellent tumbuhan
4
tersebut (Moore et al, 2006). Substansi dari tanaman bersifat eco-safety; spesifik pada
target; dan tidak menyebabkan resistensi dan mutasi pada serangga sasaran, karena
adanya keterbatasan pada serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap
aktivitas beberapa senyawa yang berbeda (Moore et al, 2006).
Selain itu, penggunaan senyawa yang berasal dari tanaman juga lebih mudah
untuk diterima di daerah pedesaan (Govindarajan, 2009), sehingga dapat mendorong
terbentuknya kearifan lokal dalam upaya pengendalian nyamuk. Hal tersebut tentu
sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai IMM, yaitu mengurangi resiko transmisi
penyakit lewat perantara nyamuk, namun turut memperhatikan aspek keamanan dari
kesehatan masyarakat dan lingkungan (Rose, 2001; Environmental Health
Directorate, 2006; American Mosquito Control Association, 2009).
Tumbuhan yang berpotensi besar untuk digunakan dalam pengendalian serangga
adalah yang berasal dari famili Meliaceae, Rutaceae, Annonaceae, Labiatae, dan
Zingiberaceae (Prasetyo, 2011). Beberapa tanaman dari famili tersebut diketahui
memberi aktivitas repellent pada nyamuk.
Mimba merupakan salah satu contoh tanaman dari famili Meliaceae yang
memiliki daya proteksi terhadap nyamuk sebesar 76% selama 2 jam. Sedangkan pada
famili Rutaceae, seperti Jeruk Purut memiliki daya proteksi 100% terhadap
Ae.aegypti dan C.quinquefasciatus berturut-turut selama 3 dan 1,5 jam (Maia dan
Moore, 2011). Pada famili Annonaceae, seperti Kenanga diketahui memberikan daya
proteksi sebesar 97,4% terhadap Ae.aegypti selama 3 jam. Sedangkan Babadotan dari
5
famili Asteraceae diketahui memberikan daya proteksi terhadap nyamuk Ae.aegypti
sebesar 97,2% selama 3 jam (Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).
Nilam, Rosemary, dan Kemangi merupakan beberapa contoh jenis tanaman dari
famili Labiatae atau lamiacea yang memiliki aktivitas insektisida maupun repellent.
Minyak atsiri Nilam dan Rosemary diketahui memberi daya proteksi terhadap
nyamuk Ae.aegypti berturut turut sebesar 97,6% dan 96,2% selama 3 jam, sedangkan
Kemangi memberikan daya proteksi berturut-turut sebesar 78.7% dan 79.2% terhadap
An.arabiensis dan An.pharaoensis. Selain itu, Pada P. marrubioides Benth. dengan
isolasi senyawa kampor sebanyak 48% juga ditemukan aktivitas repellent terhadap
An. gambiae Meign (Rasikari, 2007; Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).
Bioaktivitas repellent dari tanaman-tanaman tersebut tidak terlepas dari senyawa
aktif yang terkandung didalamnya. Senyawa seperti azadirachtin (pada Mimba), sitrat
(pada Jeruk Purut), flavanoid (pada Kenanga, Babadotan dan Nilam), eugenol (pada
Kenanga dan Babadotan), sesquirterpen (pada Kenanga dan Nilam), alkaloid (pada
Babadotan dan Rosemary), kumarin (pada Babadotan), patchouli (pada Nilam),
caffeic acid (pada Rosemary dan Kemangi), rosmarinic acid (pada Rosemary dan
Kemangi), sineol (pada Rosemary), borneol (pada Babadotan dan Rosemary), dan
camphor (pada Babadotan, Rosemary dan P. marrubioides) merupakan senyawa yang
diketahui berperan penting dalam menimbulkan bioaktivitas repellent terhadap
serangga famili Culicidae (nyamuk) pada tanaman-tanaman tersebut (Shiga, 2009;
Shinta, 2010; Maia dan Moore, 2011).
6
Iler merupakan salah satu spesies dari famili labiatae yang banyak ditemukan di
Indonesia dan masuk dalam daftar 66 komoditas tanaman biofarmaka berdasarkan
KepMenPer No. 511 tahun 2006 (Ridwan et al, 2010). Iler diketahui memiliki
kandungan saponin, flavonoid, eugenol, steroid, tanin, karvakol, etil salisilat,
alkaloid, metil eugenol, rosmarinic acid, timol, dan kamfor yang diketahui memiliki
aktivitas repellent dan insektisida (Shiga, 2008; Nugroho, 2009; Kalita, 2013).
Terlihat adanya similaritas antara senyawa yang terkandung pada daun Iler
dengan beberapa senyawa dari beberapa tanaman yang memiliki bioaktivitas
repellent seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh sebab itu, diasumsikan
bahwa daun Iler berpotensi memiliki aktivitas repellent terhadap famili Culicidae
atau nyamuk. Namun sejauh ini belum ada penelitian yang memperkuat asumsi
tersebut. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih jauh terkait
aktivitas dan potensi ekstrak daun iler sebagai plant-based repellent terhadap
nyamuk, terutama spesies Aedes aegypti.
1.2 Rumusan Masalah
Nyamuk mentransmisi penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), Malaria,
chikungunya, demam kuning (yellow fever) dan virus West Nile yang merupakan
penyebab masalah utama kesehatan di dunia. Untuk itu, perlu dilakukan upaya
pengendalian nyamuk yang efisien, efektif dan aman, seperti yang tertuang dalam
IMM. Salah satunya adalah dengan aplikasi senyawa repellent sebagai perlindungan
diri yang bertujuan untuk minimalisasi kontak dengan nyamuk.
7
Diketahuinya efek negatif dari repellent berbahan DEET yang beredar di
pasaran, mendorong terjadinya peningkatan usaha pencarian repellent alami (plant-
based repellent). Iler adalah salah satu tumbuhan yang diduga berpotensi sebagai
repellent karena mengandung senyawa seperti saponin, flavonoid, eugenol, polifenol,
steroid, tanin, karvakrol, etil salisilat, alkaloid, metil eugenol, rosmarinic acid, timol,
dan kamfor yang diketahui memberi aktivitas repellent terhadap nyamuk, seperti
yang dijumpai pada Kenanga, Rosmary, dan Babadotan. Adanya senyawa tersebut,
serta distribusi daun Iler yang merata di Indonesia, memungkinkan untuk
dikembangkannya pemanfaatan daun Iler sebagai kearifan lokal dalam hal
pengendalian nyamuk.
Namun, penelitian terkait pemanfaatan daun Iler sebagai repellent belum dapat
ditemukan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui secara pasti ada
atau tidaknya aktivitas repellent pada daun Iler terhadap serangga, khususnya pada
famili Culicidae atau nyamuk. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini adalah “Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) Sebagai Plant-Based Repellent terhadap Aedes aegypti”.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1) Bagaimana daya proteksi dari ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.
Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti pada variasi
konsentrasi uji?
8
2) Berapa nilai EC50 (effective concentration 50) ekstrak daun Iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes
aegypti?
3) Bagaimana hubungan antara variasi konsentrasi dengan daya proteksi ekstrak
daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent
terhadap Aedes aegypti?
4) Bagaimana hubungan antara interval waktu pengujian dengan daya proteksi
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based
repellent terhadap Aedes aegypti?
1.4 Tujuan Penelitian:
o Umum:
Untuk mengetahui potensi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.
Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.
o Khusus:
1) Diketahuinya daya proteksi ekstrak daun iler (Coleus scutellarioides Linn.
Benth) sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti pada variasi
konsentrasi uji.
2) Diketahuinya nilai EC50 (effective concentration 50) ekstrak daun iler
(Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent
terhadap Aedes aegypti.
9
3) Diketahuinya hubungan varian konsentrasi dengan daya proteksi ekstrak
daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based
repellent terhadap Aedes aegypti.
4) Diketahuinya hubungan lamanya interval waktu pengujian dengan daya
proteksi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai
plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Mahasiswa
Sebagai pengalaman dan media pembelajaran dalam aplikasi ilmu kesehatan
lingkungan dan kesehatan masyarakat yaitu melalui pencarian alternatif pengendalian
vektor yang ramah lingkungan dan minim risiko efek samping pada kesehatan, yaitu
melalui pemanfaatan bahan-bahan alami seperti tumbuhan sebagai upaya preventif
terjadinya transmisi patogen yang ditularkan oleh vektor penyakit, khususnya
penyakit yang ditularkan lewat nyamuk.
1.5.2 Masyarakat
Sumber informasi terkait pemanfaatan bahan alami dari tumbuhan untuk
dijadikan sebagai alternatif dalam minimalisasi terjadinya kontak dengan vektor
penyakit, khususnya nyamuk tanpa perlu bergantung pada produk sintetik yang
diketahui dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
10
1.5.3 Peneliti Lain
Sebagai referensi atau acuan untuk pelaksanaan penelitian serupa maupun
penelitian lanjutan terkait pemanfaatan ekstrak tumbuhan, khususnya tumbuhan Iler
sebagai upaya alternatif pengendalian nyamuk yang efektif memberikan
perlindungan, serta aman digunakan bagi manusia dan lingkungan.
1.5.4 Dinas Kesehatan
Sebagai informasi tambahan yang diharapkan dapat memberikan alternatif
dalam pengambilan kebijakan terkait usaha minimalisasi kontak antara vektor
penyakit dengan manusia, khususnya nyamuk, yang kemudian dapat disosialisasikan
ke masyarakat untuk dirasakan manfaatnya oleh khalayak ramai.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui potensi
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based repellent
terhadap Aedes aegypti pada skala laboratorium.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2013 - Januari 2014. Populasi
penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti steril dari patogen, dengan total sampel yang
digunakan sebanyak 160 ekor. Data-data yang dikumpulkan berupa hasil pengamatan
yang kemudian dianalisa untuk mengetahui kinerja ekstrak daun iler sebagai repellent
terhadap Aedes aegypti.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk terdistribusi hampir diseluruh belahan dunia, namun diperkirakan masih
terdapat sebanyak 1000 spesies nyamuk yang hingga kini masih belum terdata
(Rueda, 2008). Dari 3.500 spesies dan sub-spesies yang telah terdata, 300 diantaranya
diketahui berperan dalam transmisi penyakit (Govindarajan, 2009).
Gambar 2.1 Sebaran jumlah spesies nyamuk berdasarkan
wilayah Zoogeografi (Rueda, 2008)
Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (mosquito-borne diseases) hingga kini
masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia, terutama di daerah
beriklim tropis dan sub-tropis (Benjawan et al, 2005). Daerah tersebut menjadi
tempat endemik dari sejumlah genus nyamuk, dengan proporsi terbanyak berasal dari
genus Aedini atau Aedes, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 (Rueda, 2008).
12
Spesies Aedes aegypti dari genus Aedes merupakan vektor patogen berbahaya
seperti demam berdarah dengue, yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama di Indonesia dan beberapa negara di Asia (Pusat Data Surveilans
Epidemiologi KEMENKES RI, 2010).
Tabel 2.1 Jumlah spesies dari sub-famili atau suku berdasarkan wilayah zoogeografi
2.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi dari Aedes aegypti adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Philum : Antrophoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sumber: (Rueda, 2008)
13
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
2.1.2 Morfologi
Telur Aedes aegypti memiliki dinding bergaris-garis membentuk bangunan
menyerupai gambaran kain kasa. Larvanya mempunyai pelana yang terbuka dan gigi
sisir yang berduri lateral. Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang, dengan
tubuh berwarna hitam kecoklatan yang ditutupi sisik dengan garis-garis putih
keperakan. Di bagian punggung tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri
dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil
dari nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena (Achmadi, 2011).
2.1.3 Siklus Hidup
Siklus hidup Aedes aegypti berawal dari peletakan telur oleh nyamuk betina di
atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat permukaannya.
Setelah dua hari, telur akan menetas menjadi larva, kemudian mengalami
pengelupasan kulit sebanyak 4 kali dan bertambah ukuran hingga mencapai tahap
akhir, tanpa memerlukan asupan makanan, yaitu pupa (Achmadi, 2011). Didalam
kulit pupa, nyamuk dewasa membentuk diri sebagai jantan atau betina, dan tahap
dewasa muncul dari pecahan di bagian belakang kulit pupa.
Nyamuk dewasa yang baru muncul beristirahat di atas permukaan air untuk
periode waktu singkat agar sayap dan badan mereka kering dan menguat sebelum
14
terbang. Nyamuk jantan muncul sekitar satu hari sebelum nyamuk betina, dan
menetap dekat tempat perkembangbiakannya, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian (Achmadi, 2011).
Untuk nyamuk betina, meskipun saat awal kemunculannya mereka memakan
sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga dan kemudian kawin, namun untuk
memproduksi telur dan memulai generasi baru, nyamuk betina memerlukan protein
yang banyak terdapat dalam darah. Perkembangan nyamuk sangat bergantung pada
iklim dari kondisi lingkungan lokal, terutama suhu dan curah hujan (Achmadi, 2011).
2.1.4 Bionomik
a) Breeding place
Aedes aegypti berkembang biak di air yang bersih yang tidak beralaskan tanah,
dan letaknya berdekatan dengan pemukiman, dengan jarak tidak lebih dari 500 m.
Biasanya telur diletakkan pada bagian yang berdekatan dengan permukaan air di
tempat yang gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar matahari langsung;
misalnya di bak mandi, drum air, kaleng, tower air yang tidak tertutup, vas bunga
dan potongan bambu.
b) Feeding activity
Aedes aegypti aktif menggigit antara pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00, dan
lebih banyak terjadi didalam ruangan. Nyamuk ini memiliki sifat multiple feeding
/bitters (Pusat Data Surveilans Epidemiologi KEMENKES RI, 2010). Selain
terdorong rasa lapar, saat mencari makan nyamuk juga dipengaruhi oleh beberapa
15
faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh host, suhu, kelembaban, karbon dioksida,
dan warna (Achmadi, 2011).
c) Resting place
Setelah mengkonsumsi darah, nyamuk betina mencari tempat beristirahat yang
aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk beristirahat di daerah vegetasi
yang padat atau pada baju-baju yang bergantungan di dalam rumah. Masa
peristirahatan selesai ditandai dengan matangnya telur, dimana nyamuk mulai
mencari habitat untuk meletakkan telurnya (Achmadi, 2011).
Gambar 2.2 Bionomik Aedes aegypti (Mattingly, 1969)
d) Jarak Terbang
Ketika terbang, penguapan air pada tubuh nyamuk lebih besar karena jumlah
oksigen yang diperlukan lebih banyak, sehingga jarak terbang nyamuk terbatas
(Reiter, 2001).
16
e) Lingkungan Fisik
1) Jarak antar rumah dan kondisi bangunan
Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk. Semakin dekat jarak,
semakin mudah nyamuk berpindah tempat (Reiter, 2001).
2) Suhu udara
Suhu mempengaruhi proses metabolisme yang menjadi penentu dalam
kecepatan perkembangan tubuh nyamuk. Karenanya kejadian biologis tertentu
seperti lamanya pra-dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap,
pematangan indung telur dan frekuensi menggigit berbeda menurut suhu. Suhu
optimum pertumbuhan nyamuk pada 25oC-27oC, dan terhenti pada suhu <10oC
atau >40oC (Depkes RI, 2007).
3) Kelembaban udara
Kelembaban mempengaruhi tingkat bertahan (survival rate) nyamuk,
dimana pada kelembaban rendah (<60%) akan menghambat pembentukan telur,
meskipun konsumsi darah tetap berlangsung (Reiter, 2001). Pada kelembaban
tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit (Depkes RI,
2007).
4) Curah hujan
Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat
perindukan nyamuk alamiah (Reiter, 2001).
17
5) Kecepatan angin
Angin berpengaruh pada suhu udara dan evaporasi air di lingkungan
sehingga berkaitan dengan kelembaban, dengan begitu akan mempengaruhi
kontak antara nyamuk dan manusia (Reiter, 2001).
6) Intensitas cahaya
Intensitas cahaya secara langsung mempengaruhi aktivitas istirahat dan
terbang nyamuk. Nyamuk terbang jika intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd).
f) Faktor manusia
Menurut Reiter (2001) Ada beberapa faktor dari aktivitas dan budaya manusia
yang mempengaruhi siklus dan aktivitas hidup nyamuk, yaitu:
- Berpindahnya penduduk, yang berdampak pada kepadatan sebuah tempat,
sehingga memungkinkan nyamuk mencari mangsa dengan cepat.
- Pola aktivitas, dimana lokasinya dekat dengan perindukan nyamuk.
- Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi SDA; Lokasinya berpotensi menjadi
tempat perindukan nyamuk. Kurangnya vegetasi meningkatkan suhu sekitar,
menyebabkan aktivitas menghisap darah nyamuk meningkat.
- Penggunaan pestisida atau insektisida sintetik; Residunya berpotensi
menyebabkan resistensi psikologis silang dan perilaku, misalnya spesies
yang mulanya bersifat endofilik berubah menjadi eksofilik.
18
2.1.5 Indera Penciuman Nyamuk
Indera penciuman atau olfaktori memegang peranan terpenting bagi nyamuk
dalam mendeteksi lokasi mangsanya (Rueda, 2008). Terdapat lebih dari 300 senyawa
yang dibuang oleh tubuh manusia sebagai hasil sampingan metabolisme, dan lebih
dari 100 senyawa volatil dapat terdeteksi pada nafas manusia (Rueda, 2008).
Molekul bau yang volatil akan masuk secara ekstraseluler dan berikatan dengan
kemoreseptor (sensilla) yang berada pada antena nyamuk. Molekul bau tersebut
berikatan dengan odorant-binding proteins (OBPs) yang kemudian dibawa melewati
cairan lymph di sensilla menuju olfactory receptor neurons (ORNs) (Paluch, 2009).
Molekul bau tersebut selanjutnya akan berinteraksi dengan G-protein-coupled
receptors ekstraseluler pada olfactory receptors (ORs) yang terletak di dendrit ORNs
spesifik; dimana secara bergantian G-protein-coupled receptors intraseluler aktif dan
menyebabkan perubahan konformasi G-protein (Paluch, 2009).
Hal tersebut mendorong aktivasi sinyal intraseluler berupa Adenosina
monofosfat siklik dan Inositol trifosfat + Diacylglycerol (cyclicAMP and IP3+ DAG)
Gambar 2.3 Kemoreseptor (Sensilla) pada antena nyamuk (Qiu and van Loon, 2010)
19
untuk membuka jalur masuk untuk ion Na+ atau Ca++, menyebabkan depolarisasi
saraf nyamuk. Impuls elektrik yang dihasilkan selanjutnya ditransmisikan ke lobus
antena nyamuk untuk memunculkan respon berupa tingkah laku yang tepat, apakah
nyamuk akan menghindari atau mendekati bau tersebut (Paluch, 2009).
2.2 IMM (Integrated Mosquito Management)
Integrated Mosquito Management atau pengendalian nyamuk terpadu merupakan
strategi komprehensif dalam pengendalian nyamuk dengan mengkombinasikan atau
mengaplikasikan metode pengendalian nyamuk yang tersedia secara terpisah. Tujuan
IMM adalah melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit yang ditransmisi oleh
nyamuk, menciptakan lingkungan yang sehat melalui rasionalisasi pemanfaatan
pestisida yang sesuai aturan, dan meningkatkan kualitas hidup melalui penerapan
strategi pengendalian vektor yang efektif dan efisien (Ghost, 2012).
IMM dikembangkan dengan memperhatikan faktor ekologi, ekonomi, sosial dan
teknologi pengendalian nyamuk terpadu yang praktis dan efektif; dengan pendekatan
utama mencakup kegiatan surveilans, pemetaan, reduksi sumber dan pengelolaan
lingkungan hidup, pengendalian biologi, edukasi publik, dan penggunaan
Mosquitocide (larvasida dan adultisida) (Environmental Health Directorate, 2006;
American Mosquito Control Association, 2009; Gosh, 2012).
Upaya pengendalian yang dilakukan dengan pendekatan tidak langsung dengan
tujuan meminimalisasi kontak antara nyamuk dan manusia dilakukan melalui reduksi
sumber resiko pemajanan dengan membuat semacam pembatas di daerah habitat
20
nyamuk. Selain itu, bekerja sama dengan komunitas di masyarakat untuk melakukan
modifikasi fisik tempat yang berpotensi sebagai tempat ideal perkembangbiakan
nyamuk, serta melakukan edukasi publik untuk menghindari habitat dan interaksi
dengan nyamuk juga dapat dilakukan (Environmental Health Directorate, 2006).
Intervensi langsung dalam upaya pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan
menerapkan program reduksi sumber, yaitu berupa pembasmian habitat
perkembangbiakan nyamuk. Pengendalian biologi dengan memanfaatkan predator
dalam mengurangi kuantitas nyamuk di lingkungan ke skala yang dapat ditolerir,
serta pengaplikasian insekstisida (larvasida dan adultisida) dengan tata cara
penggunaan yang benar juga dapat dilakukan sebagai upaya intervensi langsung
dalam mengendalikan nyamuk (Environmental Health Directorate, 2006).
Meskipun reduksi sumber dan pengendalian biologi juga digunakan dalam IMM,
namun efisiensi dan efektifitas kedua program tersebut dalam mencapai pengendalian
yang optimal tidaklah sebanding dengnan pemakaian Mosquitocides (Rose, 2001).
Penggunaan perlindungan diri seperti repellent merupakan salah satu bagian dari
pengendalian nyamuk fase dewasa (adeulticide) yang dianggap efisien, tepat sasaran,
dan memiliki probabilitas keberhasilan pengendalian berupa minimalisasi kontak
dengan nyamuk.
2.3 Repellent
Repellent merupakan salah satu produk atau substansi yang dapat digunakan
sebagai upaya pelindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk dengan tujuan untuk
21
mengurangi atau mencegah terjadinya transmisi penyakit berbasis vektor (Rueda,
2008) seperti yang diatur dalam IMM. Produk repellent yang digunakan harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya tidak beracun, tidak menimbulkan iritasi atau
alergi, memberi perlindungan efektif terhadap berbagai gangguan serangga, dan dapat
bertahan lama (Fradin, 2002).
Beberapa studi menyatakan bahwa hilangnya repellent pada kulit disebabkan
abrasi, absorpsi dan keringat. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas
repellent antara lain komponen bahan kimia aktif, komposisi, dosis, metode aplikasi,
titik didih, kecepatan penguapan, jenis serangga target, aktivitas dan kondisi fisik
individu (misal pori-pori tubuh), dan faktor lingkungan berupa kelembaban, suhu,
sirkulasi udara, iklim, dan curah hujan (Suwasono, 2006).
Menurut Austin (2011), terdapat dua mekanisme kerja repellent. Mekanisme
pertama yaitu pemblokan molekul bau menuju reseptor bau nyamuk yang
menyebabkan kegagalan deteksi mangsa karena terjadi gangguan dalam pengenalan
bau oleh otak nyamuk. Mekanisme kedua yaitu dengan mempengaruhi kadar CO2,
kelembaban dan temperatur di permukaan kulit, dimana molekul bau dapat masuk ke
dalam kutikula dengan diantarkan oleh OBPs menuju ke reseptor bau, namun hanya
dikenali sebagai benda tidak bernyawa, sehingga nyamuk akan mencari tanda
kehidupan atau mangsa lain.
DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide) merupakan sediaan repellent yang
paling efektif dan sekaligus paling persisten pada kulit karena spektrum dan adanya
kandungan hidrokarbon terhalogenasi dengan waktu paruh penguraian yang relatif
22
panjang (Moore et al, 2006; Khater, 2012). Meskipun efektif, namun Pitasawat
(2003) dalam Khater (2012) berpendapat bahwa DEET dapat menimbulkan resiko
pada kesehatan manusia dan lingkungan. Pada penelitian (Stanczyk, 2011) juga
ditemukan efek resistensi pada nyamuk akibat dari penggunaan DEET. Oleh sebab
itu, hingga kini upaya pencarian terhadap repellent yang alami dan ramah lingkungan
terus meningkat intensitasnya.
Beberapa jenis repellent nabati diketahui memiliki kinerja yang sebanding dan
ada yang bekerja lebih efektif dibanding DEET, meskipun derajat efektifitasnya
hanya berlangsung singkat karena dipengaruhi oleh sifatnya yang mudah menguap
(Khater, 2012). Repellent nabati (plant-based repellent) diketahui menimbulkan
residu yang relatif lebih rendah dibanding dengan DEET, karena sifatnya yang hit
and run, yaitu jika perannya telah tercapai maka akan cepat terurai, tidak persisten,
dan tidak memicu dampak berkepanjangan; sehingga aman bagi lingkungan, hewan,
manusia dan organisme bukan sasaran (Asmaliyah, 2006).
Tinjauan yang dilakukan oleh Nerio (2010) dalam Khater (2012) diketahui
bahwa senyawa-senyawa metabolit pada minyak atsiri tanaman memiliki peranan
penting terhadap aktivitas repellent. seperti pada metabolit monoterpenes ( -pinene,
cineole, eugenol, limonene, terpinolene, citronellol, citronellal, camphor, dan thymol)
yang bersifat repellent terhadap nyamuk. Metabolit sesquiterpenes, -caryophyllene,
juga diketahui bersifat repellent terhadap A. aegypti, sedangkan metabolit phytol,
diterpene alcohol linier bersifat repellent terhadap An. gambiae (Khater, 2012).
23
2.4 Pemanfaatan Ekstrak Daun Iler
2.4.1 Taksonomi
Tanaman Iler memiliki banyak sinonim, yaitu dengan nama: Coleus blumei,
Coleus atropurpureus, Bent., C. ingrates, Benth., C. laciniatus, Benth., C. hybridus,
Hort. Plectranthus scutellariodes, (Linn.), Solenostemon scutellarioides Codd
(Ridwan et al, 2010). Urutan klasifikasi tanaman Iler adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Lamiaceae (Labiatae)
Genus : Coleus
Spesies : Coleus scutellarioides Linn. Benth
Gambar 2.4 Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) (Setiawati, 2008)
24
Iler atau Coleus blumei merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara (Ridwan
2010). Namun saat ini Coleus blumei telah tersebar luas dan dapat ditemukan hampir
diseluruh dunia. Iler dikenal didunia dengan nama “Painted Nettle” atau “Rainbow
plant”. Nama Iler pada beberapa negara diantaranya Tzai Ye Cao (Cina); Mayana,
Maliana (Tagalog); Daun Ati-ati, Ati-kati Merah, Ati-ati Besar (Malaysia); Jangata
(Marawake, Eastern Highlands); Jeune, Okavu (Papua New Guinea); Ruese Phasom
Laeo, dan Waan Lueat Haeng di Thailand (Nadia, 2008).
Sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda tergantung
daerah ditemukannya (Nadia, 2008). Di Sumatera dikenal dengan Gresing (Batak),
Adong-adong (Palembang), Miana dan Pilado (Sumatera Barat). Di daerah Jawa,
dikenal dengan Jawer Kotok dan Jengger Ayam (Sunda), Iler (Jawa Tengah),
Kentangan (Jawa Timur). Di Nusa Tenggara dikenal dengan Janggar Siap, Ndae Ana
Sina di Bali, dan Bunak Manu Larit di Timor. Di Sulawesi, dikenal dengan Mayana
(Manado), Ati-ati (Bugis), dan Bunga Lali Manu (Makassar) (Ridwan et al, 2010).
2.4.2 Morfologi
Iler memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkal dan merayap
tinggi berkisar 30-150 cm, mempunyai penampang batang berbentuk segiempat dan
termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah (Setiawati, 2008).
Daunnya berbentuk hati dan pada setiap tepiannya dihiasi oleh jorong-jorong atau
lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung oleh tangkai daun yang
25
panjangnya sekitar 3 cm, dan memiliki warna yang beraneka ragam, mulai dari hijau
hingga merah ungu (Setiawati, 2008).
Bunga berbentuk untaian bersusun dipucuk tangkai dengan variasi warna
merah atau putih, ungu atau kuning. Tanaman iler memiliki aroma bau yang khas dan
rasa yang agak pahit, sifatnya dingin. Buah keras berbentuk seperti telur dan licin.
Jika seluruh bagian diremas akan mengeluarkan bau yang harum.
2.4.3 Ekologi dan Penyebaran
Coleus blumei atau Iler ditemukan tumbuh liar pada tempat-tempat lembab dan
terbuka, seperti tempat pembuangan sampah, pinggiran sungai dan sepanjang ladang,
dipinggir selokan, pematang sawah atau tepi jalan pedesaan pada ketinggian 1-1300
m di atas permukaan laut (Nugroho, 2009). Selain itu, tanaman ini juga dapat tumbuh
di area kanopi (naungan pohon besar) dan hutan (Ridwan et al, 2010).
2.4.4 Manfaat
Iler merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam daftar 66
komoditas tanaman biofarmaka berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
511/Kpts/PD.310/9/2006 (Ridwan et al, 2010). Daunnya dimanfaatkan oleh
masyarakat dalam bidang kesehatan, seperti ramuan untuk mengobati opthalmia dan
dyspepsia (Batugal, 2004); racikan untuk mengurangi bengkak pada luka (anti-
inflamator), sakit kepala, asma, bronkhitis, batuk, melancarkan siklus menstruasi,
26
menetralisir racun, penambah nafsu makan, mempercepat pematangan bisul, diare,
dan obat cacing (Batugal, 2004; Tag, 2006; Ridwan et al, 2010).
Pada suku Matigsalug di Filipina, daun Coleus blumei termasuk sebagai bagian
dari kearifan lokal masyarakat dalam penyembuhan demam berdarah dan malaria
(Gascon, 2011). Daun Coleus blumei juga dimanfaatkan oleh masyarakat Papua
untuk menghilangkan rasa sakit saat persalinan, ramuan untuk sakit perut, dan
membantu terjadinya proses kehamilan (WHO, 2009).
2.4.5 Kandungan
Coleus blumei atau Iler kaya akan berbagai senyawa metabolit primer maupun
sekunder. Metabolit primer mencakup karbohidrat, protein, lemak yang digunakan
tumbuhan untuk pertumbuhannya, dan metabolit sekunder mencakup senyawa hasil
metabolisme yang memiliki berbagai kemampuan bioaktivitas, salah satunya sebagai
pelindung dari gangguan hama (Ridwan et al, 2010).
Telah dilakukan beberapa studi tentang senyawa aktif yang terkandung di
dalam daun Coleus blumei. Pada ekstrak kasar daun Coleus blumei diketahui kaya
akan kandungan senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, saponin, steroid, dan
tanin (Ridwan, 2005). Keempat senyawa metabolit sekunder tersebut diketahui
sebagai senyawa yang bertanggung jawab terhadap efek pestisida pada tanaman
(Prasetyo, 2011).
Selain itu, daun Iler juga mengandung senyawa polifenol, minyak atsiri,
karvakrol, eugenol, etil salisilat, lender, alkaloid, metil eugenol, phytosterol, kalsium
27
oksalat, timol, dan camphor (Nugroho, 2009; Rahmawati, 2008). Senyawa metabolit
sekunder seperti eugenol, metil eugenol, camphor, alkaloid dan timol diketahui
bersifat repellent terhadap nyamuk (Khater, 2012). Daun Coleus blumei atau Iler juga
diketahui mengandung senyawa rosmarinic acid (RA) yang memiliki ativitas
antioksidan, efek farmakologi berupa minimalisasi pollinosis dan alergi, aktivitas
antimikrobial dan aktivitas repellent terhadap serangga (Shiga, 2008).
2.5 Proses Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu
pelarut. Menurut Ditjen POM (2000), beberapa metode ekstraksi, yaitu:
1) Cara dingin
§ Maserasi, yaitu proses pengekstrakan yang menggunakan pelarut dengan
beberapa kali kocokan atau adukan pada temperatur ruangan (kamar).
§ Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
2) Cara panas
§ Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
§ Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
28
§ Digesti, adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari
temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
§ Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
§ Dekok; infus pada waktu lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.
Hasil ekstraksi yang diperoleh bergantung senyawa yang terkandung pada
sampel uji dan jenis pelarut yang digunakan. Yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan pelarut adalah seleltivitas, kapasitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga
pelarut tersebut. Prinsip kelarutan yaitu “like dissolve like”, yaitu pelarut polar
melarutkan senyawa polar, pelarut non-polar melarutkan senyawa non-polar; dan
pelarut organik melarutkan senyawa organik (Darwiati, 2009).
Pelarut yang paling sering digunakan saat proses ekstraksi adalah benzene,
toluene atau xylene, methylene chloride, chloroform, ethyl acetate, methanol atau
ethanol. Alkohol atau etanol merupakan pelarut yang paling banyak dipilih terutama
karena memiliki tingkat toksisitas yang rendah (Shankar et al, 2008).
Hal tersebut yang menjadi dasar pertimbangan penggunaan pelarut etanol pada
penelitian ini. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Ridwan, et al (2010)
yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun miana memiliki toksisitas yang rendah,
dengan baru didapatnya gejala klinis pada mencit mulai pada dosis 6000mg/bb, serta
analisa probit berupa LD50 per-oral sebesar 9757.14 mg/kg.
29
2.6 Uji Efikasi
Efikasi berkaitan dengan efek atau daya optimal dari adanya intervensi yang
dilakukan pada skala laboratorium. Tujuan dari efikasi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun Iler sebagai plant-
based repellent terhadap organisme sasaran, yaitu Aedes aegypti betina pada skala
laboratorium (KEPMEN Pertanian, 2001). Untuk mengetahui efektif atau tidaknya
sebuah ekstraksi yang digunakan sebagai repellent, maka dapat dilakukan
perhitungan daya proteksi menggunakan data hinggap nyamuk melalui rumus Abbot:
Daya Proteksi � � � �� �
x 100%
Daya proteksi merupakan ukuran derajat dari sedian repellent, yaitu ekstrak
etanol daun iler dalam memberikan perlindungan terhadap nyamuk selama Interval
waktu pengujian. Syarat mutu efektifitas penolakan yang ditetapkan SNI untuk
produk anti-nyamuk dengan memanfaatkan bahan aktif kimiawi adalah 80%
(Prasetyo, 2011).
Namun, jika mengacu pada Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah
Tangga dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk dan
Pestisida Kementerian Pertanian tahun 2012, efektif atau tidaknya suatu ekstrak
tanaman sebagai repellent ditentukan berdasarkan kriteria nilai daya proteksi. Ekstrak
Keterangan:
Ca = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan kontrol
Ta = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan perlakuan
30
tanaman dikatakan efektif sebagai repellent terhadap organisme sasaran, dalam hal ini
Aedes aegypti, jika persentase daya proteksinya berada diatas 90% dari interval waktu
jam ke-0 hingga jam ke-6 pengujian.
Selain itu, dalam pencarian senyawa repellent baru dari bahan alam perlu
dilakukan uji hayati untuk mengetahui bioaktivitas apa saja yang dimiliki dari bahan
alam tersebut. Besaran umum dalam uji hayati yang biasa digunakan untuk
menyatakan kefektifan zat bioaktif dalam menimbulkan respon pada organisme uji
adalah EC50 (effective concentration 50) dan EC90 (effective concentration 90), yaitu
konsentrasi zat yang dapat menyebabkan respon pada 50% dan 90% jumlah
organisme sasaran atau sampel (Zaridah, 2005). Respon yang dimaksud pada
penelitian ini adalah respon menolak (repellent) terhadap hinggap-nya nyamuk.
Pengaruh dari ekstrak yang diuji terhadap sampel juga dapat dilihat dari kejadian
jatuh atau lumpuhnya (knock down) organisme sasaran yang dilihat dari nilai KD60
(waktu kejatuhan selama 1 jam). Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Phill (2006)
dalam Kardian (2006) yang menyatakan bahwa serangga mendeteksi suatu
rangsangan melalui alat sensornya (olfaktori), yang pada umumnya responsif
terhadap rangsangan kimia (aroma khas).
Serangga tersebut akan merespon dengan berusaha untuk mendekat jika besifat
menarik (attract), atau menghindar (repel) dari sumber rangsangan tersebut jika
dianggap berbahaya atau tidak disukai oleh serangga tersebut. Ketika serangga tidak
mampu atau terlambat untuk menghindar, maka serangga akan mengalami knock
31
down yang dapat bersifat permanen (diikuti kematian) atau sementara (reversible),
dimana serangga akan pulih kembali setelah beberapa waktu (Kardian, 2006).
Meskipun menurut Metode Standar Efikasi Komisi Pestisida pengujian efek
repellent ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti dilakukan selama periode 6 jam,
pengujian akan dihentikan ketika telah mengalami kegagalan efikasi (efficacy failure)
disetiap interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Efficacy failure yang
digunakan pada penelitian ini yaitu dengan terjadinya probing Aedes aegypti
sebanyak 2 kali pada lengan subjek uji (USEPA, 2010).
32
2.7 Kerangka Teori
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikembangkan kerangka teori berupa:
Bagan 2.1 Kerangka Teori
(Zaridah, 2005; Kardian, 2006; Paluch, 2009; Komisi Pestisida, 2012)
Keterangan:
ORNs: Olfactory Receptor Neurons
OBPs : Odor Binding Protein
ORs : Odor Receptors
EC50 : Effective concentration 50
EC90 : Effective concentration 90
KD60 : Knock down 60
Ekstrak etanol daun iler (C. scutellarioides Linn. Benth)
Bau (aroma khas)
Senyawa metabolit sekunder yang volatil
G-protein-coupled receptors intraseluler
Berikatan dengan G-protein-coupled receptors di ORs
Impuls bau-OBPs ORNs
Berikatan dengan OBPs
Kemoreseptor di antena nyamuk
Sensilla (cairan lymph)
Molekul bau
Nyamuk mendekat Nyamuk menghindar
Depolarisasi saraf
Lobus posterior (otak)
Impuls elektrik
Nyamuk jatuh (knockdown)
Nilai KD60
Mati Pulih
Nilai EC50
Nyamuk hinggap
Nilai EC90
Daya Proteksi
33
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Mengacu kepada kerangka teori, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Lengan Kanan
Ekstrak kasar etanol daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
Paparan lengan kontrol dan lengan perlakuan terhadap 10 ekor A. aegypti (umur 2-5 hari) selama 5 menit
A. aegypti menghindar A. aegypti mendekat
Frekuensi hinggap A. aegypti
Daya Proteksi
Nilai EC50
Effective
concentratio
n 50
Kontrol (0%)
Lengan Kiri
20% 40% 60% 100%
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
34
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
1. Daya proteksi Potensi ekstrak daun iler sebagai
plant-based repellent terhadap Aedes
aegypti.
Peengukuran Rumus Abbott:
� � � �� �
x 100%
Persentase (%) Rasio
2. Konsentrasi Ekstrak
daun iler
Perbandingan antara ekstrak kasar
induk daun Iler dengan etanol 70%
(ml/ml).
Pengukuran Rumus Pengenceran:
C1 x V1 = C2 x V2
1. 0%
2. 20%
3. 40%
4. 60%
5. 100%
Rasio
3. Interval Waktu
Pengujian
Lamanya periode pengujian efikasi
ekstrak daun Iler sebagai plant-based
repellent terhadap Aedes aegypti.
Pengukuran Stopwatch
1. Jam ke-0
2. Jam ke-1
3. Jam ke-2
4. Jam ke-3
5. Jam ke-4
6. Jam ke-5
Interval
35
7. Jam ke-6
3. Frekuensi hinggap
nyamuk
Jumlah Aedes aegypti yang hinggap
pada lengan perlakuan dan lengan
kontrol.
Pengukuran Counter Ekor Rasio
5. EC50 (Effective
concentration 50)
Konsentrasi optimum ekstrak daun
Iler yang dapat menimbulkan efek
repellent sebesar 50% terhadap
Aedes aegypti.
Analisa Probit Tabel probit dan
program SPSS
Persentase (%) Rasio
36
3.3 Hipotesis Penelitian
§ Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.
Benth), maka akan semakin besar daya proteksinya sebagai plant-based
repellent terhadap Aedes aegypti
§ Semakin lama interval waktu pengujian, semakin rendah daya proteksi
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai plant-based
repellent terhadap Aedes aegypti pada kondisi suhu ruang yang optimal.
37
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan post test only
control group design yang bertujuan untuk mengetahui efek dari pengaplikasian
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai repellent terhadap
Aedes aegypti. Objek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol
dan perlakuan yang dianggap sama sebelum pengujian dilakukan. Perbedaan hasil
observasi yang didapat diantara kedua kelompok tersebut dianggap sebagai efek dari
pemberian intervensi atau perlakuan (treatment).
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 hingga Januari 2014 dan
bertempat di Laboratorium Kimia, Ekologi, dan Pangan; Pusat Laboratorium
Terpadu, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.3 Populasi, sampel, dan subjek uji penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Aedes aegypti steril yang
didapat dengan memelihara nyamuk tersebut dari fase telur hingga dewasa. Telur
38
nyamuk didapatkan dari Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
4.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aedes aegypti betina
steril dengan umur antara 2-5 hari, seperti yang diatur dalam Metode Standar
Pengujian Efikasi, Komisi Pestisida Indonesia tahun 2012.
Dalam panduan uji efikasi produk repellent pada kulit manusia yang
dikeluarkan oleh USEPA (2010), disebutkkan bahwa setidaknya sebanyak 200 ekor
nyamuk digunakan untuk setiap kurungan percobaan berukuran 2’x2’x2’ atau ±
232,000 cm3 (setara dengan ± 1 ekor nyamuk untuk setiap penambahan volume
kurungan uji sebesar 1,160 cm3). Namun, menurut Fradin (2002) disarankan untuk
menggunakan sampel dengan kepadatan yang rendah (± 10 ekor) sebagai
pertimbangan bahwa pada kondisi tersebut akan lebih akurat dalam menggambarkan
frekuensi kontak antara manusia dan nyamuk yang dijumpai di lingkungan (Fradin,
2002). Sehingga, jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 ekor
Aedes aegypti yang ditempatkan pada kurungan uji berukuran ± 27 x 27 x 27 cm
untuk setiap pengujian.
Percobaan ini dilakukan replikasi sebanyak 4 kali seperti yang
direkomendasikan dalam Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga
dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan Direktorat Pupuk dan Pestisida
39
Kementerian Pertanian tahun 2012. Oleh sebab itu, jumlah sampel yang dibutuhkan
adalah sebanyak ±160 ekor.
4.3.3 Subjek uji
Partisipasi sebanyak empat subjek uji atau volunteer diperlukan pada
penelitian ini. Setiap subjek uji akan melakukan serangkaian uji efikasi yang terdiri
dari konsentrasi kontrol (0%) dan konsentrasi ekstrak uji (20%, 40%, 60%, dan 100%
v/v), dimana untuk uji coba peningkatan konsentrasi ekstrak uji dilakukan pada hari
berikutnya (WHOPES, 20009; Komisi Pestisida Indonesia, 2012). Uji efikasi
dilakukan replikasi atau pengulangan sebanyak 4 kali, dimana untuk setiap replikasi
melibatkan subjek uji yang berbeda. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan
pengaruh dari perbedaan jenis kulit terhadap hasil uji repelansi (daya proteksi) yang
didapat (Rajkumar, 2010). Berikut skema rangkaian uji efikasi yang dilakukan.
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
Subjek uji 1
Subjek uji 3
Subjek uji 2
Subjek uji 4
R1
K + 100%
K + 60%
K + 40%
K + 20%
R2
K + 40%
K + 60%
K + 100%
K + 20%
R4
K + 100%
K + 60%
K + 20%
K + 40%
R3
K + 60%
K + 40%
K + 100%
K + 20%
40
Semua subjek uji yang berpartisipasi dalam penelitian ini telah
menandatangani surat persetujuan atau informed consent setelah sebelumnya
diberikan penjelasan terkait tujuan penelitian, prosedur, dan risiko yang mungkin
timbul pada subjek uji saat penelitian berlangsung. Protokol uji efikasi repellent
ekstrak daun Iler yang dilakukan pada penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Minimalisasi risiko terhadap kesehatan dan keselamatan subjek uji yang
mungkin timbul akibat penelitian ini perlu dilakukan, karena terdapat golongan
individu tertentu yang sangat rentan terhadap kontak dengan nyamuk. Kelompok
tersebut diantaranya lansia, bumil dan menyusui, dan perokok (WHOPES, 2009;
USEPA, 2010). Selain itu, perlu diperhatikan juga minimalisasi faktor pengganggu
yang dapat mempengaruhi kinerja optimum ekstrak daun Iler sebagai repellent,
seperti penggunaan parfum atau produk repellent sebelum pengujian. Bau dari produk
tersebut dapat meningkatkan atau menihilkan bau dari ekstrak uji yang diterima oleh
protein (OBPs) pada olfaktori nyamuk (WHOPES, 2009; Qiu dan van Loon, 2010).
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kedua permasalahan tersebut, maka
perlu ditetapkan kriteria dalam pemilihan subjek uji, yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.1 Rangkaian Uji Efikasi
Keterangan: K = Kontrol (konsentrasi 0%)
R = Replikasi atau pengulangan
41
1. Pria atau wanita sehat (umur 18-55 tahun); kecuali bumil dan menyusui,
dan perokok (dapat dilibatkan jika tidak mengkonsumsi rokok selama 12
jam sebelum pengujian berlangsung).
2. Tidak memiliki riwayat alergi atau sensitif terhadap kontak dengan
nyamuk dan senyawa kimia tertentu.
3. Menghindari pemakaian produk repellent dan parfum selama 12 jam
sebelum pengujian dilakukan, dan saat pengujian berlangsung.
Mengacu pada kriteria diatas, maka didapatkan proporsi perbandingan jumlah
wanita dan pria sehat yang terlibat sebagai subjek uji yaitu sebesar 3:1, dengan usia
berada pada rentang 20 - 22 tahun.
4.4 Alat dan Bahan
4.4.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vacuum rotary evaporator,
blender, oven, gelas ukur, kurungan pemeliharaan, shaker, labu erlenmeyer, neraca
analitik, counter, botol sprayer tangan, tabung reaksi bertutup, destilator, penangas
pasir, desikator, kurungan uji (terbuat dari kawat kasa dengan lapisan kaca dikedua
sisi untuk mempermudah pengamatan) berukuran ± 27 cm x 27 cm x 27 cm dengan
diameter lubang ±14 cm, sarung tangan lateks, kertas saring, corong, alumunium foil,
termohigrometer, Stop watch, mikro pipet, aspirator, kain kasa dan kapas.
42
4.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun Iler, telur Aedes aegypti, ethanol 70%,
aquades, air mineral, larutan gula 10% dan pelet (fish food).
4.5 Prosedur kerja
4.5.1 Pemeliharaan (rearing) Aedes aegypti
Nyamuk yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dengan membiakkan
telur Aedes aegypti steril yang diperoleh dari Laboratorium Entomologi dan
Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Ketika telur menetas menjadi larva,
larva tersebut akan diberi pakan ikan hingga mencapai stadium pupa (fase dorman).
Setelah mencapai stadium dewasa, nyamuk akan diberi pakan berupa larutan
gula 10% hingga mencapai target umur yang akan digunakan dalam percobaan.
Dalam pengembangbiakan nyamuk, perlu diperhatikan kondisi fisik lingkungan
sekitar dengan mengikuti standar yang ditetapkan oleh WHOPES (2009) yang
mencakup aspek temperatur (27 ± 2 oC); dan kelembaban ( ≥ 80 ± 10%) untuk
memastikan siklus gonotropik nyamuk tetap berlangsung.
Penggunaan nyamuk steril (uninfected) pada penelitian ini bertujuan untuk
memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan subjek penelitian dari adanya
transmisi patogen. Penggunaan nyamuk steril pada uji efikasi diketahui juga dapat
mendorong respon imun subjek uji untuk membentuk suatu proteksi terhadap
patogen. Penelitian yang dilakukan Donovan et al (2007) pada mencit yang terpapar
gigitan A. stephensi steril berulang-ulang, didapatkan adanya dorongan pada respon
43
imun untuk membentuk T-helper 1 (Th1) phenotype yang diketahui efektif bekerja
dalam menekan penyebaran infeksi malaria.
4.5.2 Pembuatan Ekstrak Daun Iler
4.5.2.1 Proses Pemilihan dan Pengeringan
Coleus blumei atau Iler yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari
pot-pot pekarangan rumah penduduk pada kawasan padat pemukiman di daerah
Jakarta dan Bogor. Daun Iler dipilih yang kondisinya baik (tidak muda dan tidak tua),
dan kemudian dibersihkan dari kotoran yang menempel. Setelah disortir dan dicuci
bersih, daun Coleus blumei tersebut kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu
500 selama ± 2 hari. Bahan kering tersebut kemudian dihancurkan dengan blender
sampai menjadi serbuk.
4.5.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak Tanaman Uji
Serbuk halus daun Iler yang telah diketahui bobotnya dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer untuk direndam dalam pelarut yang digunakan, yaitu etanol 70%
dengan perbandingan 1:10. Kemudian sampel diaduk menggunakan shaker selama 24
jam. Sampel tersebut disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Selanjutnya
ampas dicampur kembali dengan pelarut dengan perbandingan 1:5. Larutan tersebut
kembali disaring dan ditampung untuk dicampur dengan hasil saringan utama.
Masing-masing filtrat kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator
pada suhu ±60°C yang dilanjutkan dengan menggunakan penangas pasir untuk
44
menguapkan pelarut. Proses pemekatan dihentikan setelah semua senyawa ethanol
menguap dan didapat ekstrak kasar induk daun Coleus blumei atau Iler. Dari ekstrak
kasar induk tadi kemudian dibuat berbagai konsentrasi uji yang akan digunakan
menggunakan larutan etanol 70% dengan perbandingan volume per volume (ml/ml)
dengan menggunakan rumus pengenceran:
C1 x V1 = C2 x V2
Keterangan:
C1 : Konsentrasi ekstrak kasar induk (100%)
C2 : Konsentrasi ekstrak uji yang diinginkan
V1 : Volume ekstrak kasar induk yang harus dilarutkan
V2 : Volume ekstrak uji yang dinginkan
4.5.3 Pengujian
4.5.3.1 Uji Efikasi
Setelah didapatkannya ekstrak kasar induk daun Iler atau Coleus blumei,
selanjutnya dilakukan uji pendahuluan dengan satu kali replikasi menggunakan
konsentrasi ekstrak daun Iler sebesar 5% v/v, 10% v/v, 20% v/v, dan 40% v/v. Hal
tersebut bertujuan untuk menentukan rangkaian konsentrasi ekstrak daun Iler yang
menimbulkan efek repellent kurang dari 50% (2-3 konsentrasi) dan lebih dari 50%
(2-3 konsentrasi) untuk digunakan dalam penelitian ini, seperti yang
direkomendasikan oleh WHOPES (2009) untuk uji repellent pada skala laboratorium.
45
Pengujian efikasi dilakukan dengan metode uji repelansi atau daya proteksi
berdasarkan Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan
Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk dan Pestisida
Kementerian Pertanian tahun 2012.
Untuk melakukan uji efikasi, langkah pertama yang dapat dilakukan yaitu
penyiapan ekstrak daun Iler pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 100% v/v yang
telah ditetapkan sebagai konsentrasi uji berdasarkan hasil uji pendahuluan yang
didapat dengan mengacu pada estimasi WHOPES (2009). Kemudian dilanjutkan
dengan penyiapan kurungan uji berukuran ± 27 x 27 x 27 cm2 yang diisi sebanyak 10
ekor Aedes aegypti betina steril yang telah diberikan pakan larutan gula 10% dan
dibuat lapar selama 12 jam sebelum proses pengujian dilakukan.
Langkah selanjutnya yaitu menutupi daerah pergelangan tangan hingga ujung
jari lengan kontrol dan lengan perlakuan menggunakan sarung tangan lateks. Lengan
terlebih dulu dicuci dengan air atau aquades hingga bersih, lalu dikeringkan
(WHOPES, 2009). Kemudian lengan perlakuan (lengan kiri) diaplikasi ekstrak uji
dengan dosis 0,5 mg/cm2 (0,375 � � ) ke permukaan lengan secara merata, dan
dibiarkan selama 5 menit. Bagian lengan yang dipaparkan sebatas persendian tangan
hingga siku, dengan perhitungan area paparan (WHOPES, 2009):
� � � � � � � � � � � ….(cm2)
Keterangan:
cw → lingkar pergelangan tangan (cm)
46
ce → lingkar siku fosa kubiti (bagian bisep) (cm)
Dwe → jarak antara cw dan ce (cm)
Selama masa tunggu pengaplikasian ekstrak uji, subjek tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan apapun untuk minimalisasi kecepatan penguapan senyawa volatil
yang terkandung dalam ekstrak daun Iler.
Lengan kontrol (lengan kanan) dimasukkan kedalam kurungan uji selama 5
menit. Secara bergantian, masukkan lengan perlakuan ke dalam kurungan uji selama
5 menit. Setiap pengujian menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang belum pernah
dipakai sebelumnya. Nyamuk yang tidak aktif atau mati selanjutnya diambil dan
diganti dengan nyamuk baru menggunakan aspirator.
Pengujian akan dihentikan ketika telah mencapai efficacy failure, yaitu
terjadinya probing (penetrasi tanpa terjadi penghisapan darah) Aedes aegypti
sebanyak 2 kali pada lengan subjek uji (USEPA, 2010). Jumlah nyamuk yang
hinggap pada kedua lengan tersebut dihitung dari jam ke-0 (segera setelah
pemaparan) sampai terjadinya efficacy failure. Prosedur yang sama juga berlaku
untuk pengujian di interval waktu berikutnya hingga interval jam ke-6, seperti yang
tertera dalam Metode Standar Efikasi oleh Komisi Pestisida (2012) dan repellent test
guideline oleh USEPA (2010). Nilai efikasi ditentukan berdasarkan daya proteksi
yang dihitung dengan rumus:
Daya Proteksi DP � � � �� �
x 100
47
Keterangan:
Ca = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan kontrol
Ta = Frekuensi nyamuk hinggap pada lengan perlakuan
4.6 Pengumpulan data
4.6.1 Data primer
Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari hasil uji efikasi
laboratorium, yaitu berupa data jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan subjek uji
yang diamati mulai dari periode pengujian jam ke-0 hingga jam ke-6. Data tersebut
selanjutnya dicatat dan diolah untuk mengetahui data persentase daya proteksi.
4.6.2 Data sekunder
Data sekunder yang diperoleh pada penelitian ini bersumber dari studi
kepustakaan berupa buku atau jurnal-jurnal yang memuat tentang penelitian serupa,
teori-teori pendukung, data-data statistik, dan berupa guideline pelaksanaan uji efikasi
repellent dengan menggunakan manusia sebagai subjek uji.
4.7 Pengolahan dan Analisa data
Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program statistik
computer (SPSS for windows). Data pengamatan berupa jumlah nyamuk yang
hinggap pada lengan subjek uji (kontrol dan perlakuan) kemudian digunakan untuk
menentukan nilai daya proteksi untuk masing-masing konsentrasi ekstrak daun Iler
48
selama tujuh interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Data daya proteksi
yang didapat selanjutnya dianalisa menggunakan uji Anova untuk mengetahui adanya
perbedaan daya proteksi diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (20%, 40%,
60%, dan 100%).
Data daya proteksi tersebut selanjutnya dianalisa dengan metode probit dan
dilanjutkan dengan uji regresi linier untuk mendapatkan persamaan garis yang
digunakan untuk menentukan nilai EC50 (konsentrasi ekstrak yang memberikan efek
repellent atau daya proteksi sebesar 50% ) ekstrak daun Iler selama tujuh interval
waktu pengujian. Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi pearson dan regresi linier
untuk mengetahui adanya hubungan serta berapa besar hubungan antara variasi
konsentrasi dan lamanya interval waktu terhadap daya proteksi atau potensi ekstrak
daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti yang didapat.
49
BAB V
HASIL
5.1 Pengaruh Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) Sebagai
Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti
Daya tolak (repellent) ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
terlihat dari frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan subjek uji yang telah
diaplikasi variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (0%, 20%, 40%, 60%, dan 100%)
hingga terjadinya efficacy failure untuk setiap interval waktu pengujian (jam ke-0
hingga ke-6). Sebelum prosedur tersebut diterapkan, terlebih dulu dilakukan
standardisasi pada sampel dan subjek uji, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
bias pada penelitian karena munculnya keanekaragaman data.
Standardisasi Aedes aegypti dilakukan dengan homogenisasi morfologi berupa
umur (2-5 hari); bionomik (feeding activity), yaitu dengan memblok akses larutan
gula 12 jam sebelum pengujian; serta dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban
ruangan uji untuk memastikan siklus gonotropik tetap berlangsung. Pada subjek uji,
homogenisasi dilakukan pada respon fisiologis, yaitu dengan menetapkan kriteria
seperti tidak memiliki riwayat alergi dan tidak memakai produk repellent atau
parfum; serta perilaku, yaitu dengan membatasi pergerakan subjek uji saat uji efikasi
berlangsung.
50
5.1.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa frekuensi hinggap Aedes aegypti
pada lengan subjek uji berbeda untuk setiap variasi konsentrasi dan interval waktu
pengujian di setiap replikasinya. Sementara itu, terjadinya efficacy failure (kegagalan
efikasi) pada kelompok konsentrasi ekstrak daun Iler cenderung homogen, yaitu
terjadi segera setelah pengujian berlangsung (jam ke-0) disetiap replikasinya.
Namun, durasi proteksi yang didapat bervariasi untuk masing-masing
konsentrasi uji yang diaplikasi, yaitu berturut-turut terjadi pada ≤ 2 menit untuk
konsentrasi 20%, ≤ 3 menit untuk konsentrasi 40%, 3-4 menit untuk konsentrasi
60%, dan ³ 4 menit untuk konsentrasi 100%. Data frekuensi hinggap Aedes aegypti
untuk masing-masing konsentrasi uji (20%, 40%, 60% dan 100% v/v) pada tujuh
interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) disetiap replikasinya terlihat
pada tabel 5.1 hingga 5.5 berikut ini.
Tabel 5.1 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
pada Konsentrasi 0% (Kontrol) dan Tujuh Interval Jam Pengujian
Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-
rata 0 1 2 3 4 5 6
I 9 7 9 8 9 8 8 8,29
II 9 8 9 8 8 9 7 8,29
III 9 8 9 8 8 8 9 8,43
IV 8 9 8 9 7 8 8 8,14
Rata-rata 8,29
51
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, terlihat bahwa pada kelompok kontrol berupa
aplikasi aquades pada lengan kanan subjek uji tidak memberikan daya tolak
(repellent) yang signifikan terhadap frekuensi Aedes aegypti yang hinggap. Hal
tersebut terihat dari masih banyaknya jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan
subjek uji. Frekuensi hinggap Aedes aegypti tertinggi mencapai 9 ekor, sementara
frekuensi terendah mencapai 7 ekor yang terjadi di interval akhir pengujian. Rata-rata
jumlah Aedes aegypti yang hinggap selama tujuh interval waktu pengujian adalah
sebanyak 8,29 ekor.
Tabel 5.2 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
pada Konsentrasi 20% dan Tujuh Interval Jam Pengujian
Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-
rata 0 1 2 3 4 5 6
I 5 4 6 6 7 7 8 6,14
II 4 4 5 5 6 7 7 5,43
III 6 5 6 6 7 7 8 6,43
IV 5 6 6 7 6 7 7 6,29
Rata-rata 6,07
Pada tabel 5.2 diatas, terlihat bahwa daya tolak (repellent) daun Iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti mulai terlihat di periode awal
waktu pengujian. Frekuensi tertinggi Aedes aegypti yang hinggap pada lengan kiri
subjek uji mencapai 8 ekor yang ditemukan di akhir periode waktu pengujian (jam
ke-6). Sedangkan frekuensi terendah mencapai 4 ekor yang didapat di awal periode
52
waktu pengujian (jam ke-0 dan ke-1). Rata-rata jumlah Aedes aegypti yang
hinggap selama tujuh interval waktu pengujian pada kelompok ini adalah sebanyak
8,29 ekor.
Tabel 5.3 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
pada Konsentrasi 40% dan Tujuh Interval Jam Pengujian
Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-
rata 0 1 2 3 4 5 6
I 5 4 6 6 7 6 7 5,86
II 3 3 4 4 5 6 6 4,43
III 4 5 6 6 7 7 8 6,14
IV 4 5 5 6 6 7 7 5,71
Rata-rata 5,54
Tabel 5.3 diatas menjelaskan adanya peningkatan penolakan (repellent) dari
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti
dibanding dengan aplikasi konsentrasi sebelumnya. Rata-rata jumlah Aedes aegypti
yang hinggap pada lengan kiri subjek uji selama tujuh interval waktu pengujian yaitu
sebesar 5,54 ekor. Frekuensi tertinggi Aedes aegypti yang hinggap pada kelompok ini
mencapai 8 ekor yang terjadi di akhir periode pengujian (jam ke-6), dan terendah
mencapai 3 ekor yang didapat diawal periode pengujian (jam ke-0 dan ke-1).
53
Tabel 5.4 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
pada Konsentrasi 60% dan Tujuh Interval Jam Pengujian
Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-
rata 0 1 2 3 4 5 6
I 2 3 4 5 6 5 6 4,43
II 4 4 5 5 6 7 6 5,29
III 4 4 5 5 6 6 7 5,29
IV 3 4 4 5 5 6 7 4,86
Rata-rata 4,97
Mengacu pada tabel 5.4 diatas, efek penolakan (repellent) terhadap Aedes
aegypti yang diberikan oleh ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
pada konsentrasi 60% terlihat terus mengalami peningkatan jika dibanding dengan 2
konsentrasi sebelumnya. Frekuensi terendah Aedes aegypti yang hinggap pada lengan
kiri subjek ukelompok ini mencapai 2 ekor yang didapat diawal periode pengujian
(jam ke-0). Sedangkan frekuensi tertinggi mencapai 7 ekor yang didapat di akhir
periode pengujian (jam ke- 5 dan ke-6), dengan rata-rata jumlah Aedes aegypti yang
hinggap selama tujuh interval waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) yaitu
sebesar 4,97.
54
Tabel 5.5 Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
pada Konsentrasi 100% dan Tujuh Interval Jam Pengujian
Replikasi Jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada Interval Jam ke- Rata-
rata 0 1 2 3 4 5 6
I 3 3 4 4 6 5 6 4,43
II 2 2 3 4 5 6 5 3,86
III 3 3 4 4 5 5 6 4,29
IV 2 3 3 4 4 5 5 3,71
Rata-rata 4,07
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, efek penolakan (repellent) terhadap Aedes aegypti
dari ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) pada konsentrasi 100%
terlihat terus mengalami peningkatan jika dibanding dengan 3 konsentrasi
sebelumnya. Rata-rata jumlah Aedes aegypti yang hinggap selama tujuh interval
waktu pengujian adalah sebesar 4,07. Frekuensi terendah Aedes aegypti yang
hinggap pada kelompok ini mencapai 2 ekor yang didapat diawal periode pengujian
(jam ke-0 dan ke-1), sedangkan frekuensi tertinggi mencapai 6 ekor yang didapat di
akhir periode pengujian (jam ke- 4 hingga ke-6).
5.1.2 Perhitungan Daya Proteksi
Pada tabel 5.3 diatas, terlihat bahwa pada kelompok kontrol (0%), meskipun
tidak memberikan efek repellent terhadap Aedes aegypti, namun sebesar 17,1%
sampel ditemukan menunjukkan respon menolak atau menghindar dari lengan subjek
55
uji. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya bias pada nilai daya proteksi yang
didapatkan maka perlu dilakukan pengkoreksian data menggunakan rumus abbott
untuk memastikan bahwa efek penolakan yang didapatkan pada kelompok perlakuan
(konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 100% v/v) adalah benar-benar sebagai akibat dari
pengaplikasian ekstrak daun Iler. Persentase daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai
plant-based repellent terhadap Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6
Daya Proteksi Ekstrak Daun Iler pada setiap
Konsentrasi dan Tujuh Interval Waktu Pengujian (empat replikasi)
Konsentrasi Replikasi
Daya Proteksi (%) pada Interval Jam ke- Total
Rata-rata 0 1 2 3 4 5 6
20% I 44,44 42,86 33,33 25 22,22 12,5 0
II 55,56 50 44,44 37,5 25 22,22 0
III 33,33 37,5 33,33 25 12,5 12,5 11,11
IV 37,5 33,33 25 22,22 14,29 12,5 12,5
Rata-rata 42,71 40,92 34,03 27,43 18,5 14,93 5,9 26,35%
40% I 44,44 42,86 33,33 25 22,22 25 12,5
II 66,67 62,5 55,56 50 37,5 33,33 14,29
III 55,56 37,5 33,33 25 12,5 12,5 11,11
IV 50 44,44 37,5 33,33 14,29 12,5 12,5
Rata-rata 54,17 46,83 39,93 33,33 21,63 20,83 12,6 32,76%
60% I 77,78 57,14 55,56 37,5 33,33 37,5 25
II 55,56 50 44,44 37,5 25 22,22 14,29
56
III 55,56 50 44,44 37,5 25 25 22,22
IV 62,5 55,56 50 44,44 28,57 25 12,5
Rata-rata 62,85 53,18 48,61 39,24 27,98 27,43 18,5 39,68%
100% I 66,67 57,14 55,56 50 33,33 37,5 25
II 77,78 75 66,67 50 37,5 33,33 28,57
III 66,67 62,5 55,56 50 37,5 37,5 33,33
IV 75 66,67 62,5 55,56 42,86 37,5 37,5
Rata-rata 71,53 65,33 60,1 51,39 37,8 36,46 31,1 50,53%
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, terlihat bahwa variasi konsentrasi ekstrak daun
Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) memberikan daya proteksi yang berbeda
terhadap Aedes aegypti. Daya proteksi tertinggi ekstrak daun Iler terlihat mencapai
77,78% yang didapat diawal periode waktu uji (jam ke-0) pada konsentrasi ekstrak
100%. Sedangkan daya proteksi terendah mencapai 0% yang terjadi di akhir periode
waktu uji (jam ke-6) pada konsentrasi 20%. Diketahui pula bahwa total daya proteksi
tertinggi ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti selama tujuh interval waktu
pengujian yaitu sebesar 50,53% yang dicapai pada aplikasi konsentrasi 100%.
Dari tabel daya proteksi diatas, terlihat bahwa kenaikan daya proteksi ekstrak
daun Iler terjadi bersamaan dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang diaplikasikan.
Trend tersebut terlihat terjadi secara kontinuiti dari awal hingga periode akhir
pengujian (jam ke-0 hingga ke-6). Tabel diatas juga menunjukkan adanya perbedaan
daya proteksi disetiap interval waktu pengujian, dimana daya proteksi ekstrak daun
57
Iler semakin menurun seiring dengan peningkatan interval waktu uji, dan hal
tersebut terjadi disemua kelompok konsentrasi ekstrak daun Iler.
Meskipun terlihat adanya perbedaan daya proteksi pada variasi konsentrasi
ekstrak daun Iler disetiap interval waktu pengujiannya, namun untuk mengetahui
apakah perbedaan tersebut signifikan, serta untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari variable konsentrasi dan interval waktu pengujian terhadap daya
proteksi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti, maka
selanjutnya perlu dilakukan pengujian secara statistik.
5.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Daun Iler Terhadap Daya Proteksi
Untuk mengetahui adanya pengaruh dari variasi konsentrasi ekstrak daun Iler
dengan daya proteksi yang diberikan dari ekstrak tersebut terhadap frekuensi hinggap
Aedes aegypti, maka dilakukan uji analisa varians atau Anova. Terlebih dulu
dilakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov untuk memastikan
bahwa data berdistribusi normal. Setelah normalitas data terpenuhi, selanjutnya
dilakukan uji kesamaan ragam Levene (Levene test homogeneity of variances) untuk
memastikan bahwa data yang didapatkan homogen.
Berdasarkan uji normalitas data yang dilakukan, diketahui bahwa data daya
proteksi ekstrak daun Iler berdistribusi normal (p > 0,05) pada tujuh periode waktu
pengujian (lampiran 3). Namun, dari hasil uji kesamaan ragam Levine diketahui
bahwa hanya pada 5 dari 7 periode waktu pengujian didapatkan data daya proteksi
yang relatif homogen (p > 0,05) (lampiran 3), yaitu pada interval waktu pengujian
58
jam ke-0 hingga jam ke-4. Dengan demikian, uji Anova dapat dilakukan pada data
daya proteksi yang didapatkan pada periode pengujian jam ke-0 hingga ke-4,
sementara data daya proteksi pada periode pengujian jam ke-5 dan ke-6 dilakukan uji
non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan daya proteksi
diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler.
Dari hasil analisis Anova dan Kruskal Wallis, didapatkan adanya perbedaan
daya proteksi (p < 0,05) pada variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (20%, 40%, 60%,
dan 100%) disetiap periode waktu pengujian (jam ke-0 hingga jam ke-6) (lampiran
3). Perbedaan daya proteksi diantara variasi konsentrasi ekstrak daun Iler secara jelas
telihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 5.1 Plot Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Iler (C. scutellarioides) sebagai
Plant-based Repellent terhadap A. aegypti pada tujuh Interval Waktu Pengujian
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0 1 2 3 4 5 6
Daya Proteksi (%) Ekstrak daun Iler sebagai
Plant
-
based Repellent
tehadap
A. aegypti
Interval Waktu Pengujian (Jam ke-)
Kons. 20%
Kons. 40%
Kons. 60%
Kons. 100%
59
Plot diatas menunjukkan adanya pengaruh variasi konsentrasi dengan daya
proteksi ekstrak daun Iler disetiap periode waktu uji. Terlihat bahwa dengan
ditingkatkannya konsentrasi ekstrak, meningkat pula daya proteksi dari ekstrak daun
Iler terhadap Aedes aegypti. Namun sebaliknya, dengan penambahan periode waktu
uji, penurunan daya proteksi ekstrak daun Iler pun terjadi. Didapatkan pula bahwa
diantara kelompok perlakuan ekstrak daun Iler yang digunakan, ekstrak daun Iler
pada konsentrasi 100% merupakan yang paling baik memberikan perlindungan
terhadap Aedes aegypti, seperti yang ditunjukkan dengan persentase daya proteksi
yang paling besar diantara daya proteksi konsentrasi ekstrak daun Iler lainnya.
5.3 Nilai EC50 Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth)
Nilai daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap frekuensi hinggap Aedes aegypti
yang didapat dari hasil pengkoreksian menggunakan formula Abbott selanjutnya
digunakan untuk mendapatkan nilai probit dengan menggunakan tabel konversi
probit. Setelah diketahui nilai probit untuk masing-masing konsentrasi uji, kemudian
dilakukan uji regresi untuk mendapatkan nilai EC50 ekstrak daun Iler yang
menunjukkan konsentrasi optimum dari ekstrak tersebut sebagai plant-based
repellent pada 50% jumlah Aedes aegypti.
Berdasarkan hasil uji regresi didapatkan adanya hubungan antara log10
konsesntrasi ekstrak daun Iler dengan probit (p = 0,02). Persamaan regresi yang
didapat berupa Y = 0,912x + 3,160; dimana Y menyatakan nilai probit, dan x
menyatakan log10 konsentrasi ekstrak daun Iler.
60
Nilai EC50 ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent selanjutnya dihitung
menggunakan persamaan regresi diatas dengan memasukkan nilai probit 5,0 untuk
mendapatkan nilai EC50. Dari persamaan linier tersebut, maka didapatkan nilai log10
konsentrasi sebesar 2,018. Dengan demikian, nilai EC50 ekstrak daun Iler adalah
pada konsentrasi 100% (antilog 2). Plot hubungan log10 konsentrasi ekstrak daun Iler
terhadap nilai probit dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 5.2 Grafik Persamaan Garis Regresi EC50 Ekstrak Daun Iler
5.4 Hubungan Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu Pengujian dengan
Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent
Untuk mengetahui hubungan antara interval waktu pengujian dan konsentrasi
ekstrak dengan potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap Aedes aegypti,
maka dilakukan uji korelasi Pearson dengan hasil seperti yang terlihat pada tabel 5.9.
Y = 0.912x + 3.160R² = 0.961
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
5
5.1
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Probit
Log10 Konsentrasi ekstrak daun Iler
EC50
61
Tabel 5.7 Korelasi antara Variasi Konsentrasi Ekstrak dan Interval Waktu dengan
Potensi Daun Iler sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti
Variabel Koefisien korelasi (r) Pvalue
Potensi (Daya proteksi) daun Iler
(Coleus scutellarioides Linn. Benth)
dengan konsentrasi ekstrak
0,501 0,000
Potensi (Daya proteksi) daun Iler
(Coleus scutellarioides Linn. Benth)
dengan Interval waktu pengujian
- 0,780 0,000
Berdasarkan hasil analisis diatas, terlihat bahwa interval waktu pengujian dan
konsentrasi ekstrak memiliki korelasi yang signifikan (p < 0,05) dengan potensi atau
daya proteksi daun Iler, dengan koefisien korelasi yang didapat menunjukkan besaran
serta sifat dari hubungan tersebut.
Dari tabel diatas terlihat bahwa bahwa korelasi antara konsentrasi ekstrak dengan
potensi atau daya proteksi daun Iler adalah berbanding lurus, yang berarti setiap
peningkatan konsentrasi ekstrak akan cenderung meningkatkan potensi daun Iler
sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti (r = 0,501). Sementara itu,
korelasi antara interval waktu pengujian dengan daya proteksi daun iler berbanding
terbalik, yang berarti semakin meningkat interval waktu pengujian, maka potensi atau
daya proteksi daun Iler justru akan cenderung semakin menurun ( r = - 0,780).
Sementara itu, hasil dari uji regresi untuk mengetahui bentuk hubungan diantara
konsentrasi ekstrak, interval waktu , dan daya proteksi dari ekstrak daun Iler sebagai
repellent menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p < 0,05), dengan
62
persamaan regresi yang didapat berupa Y = –6,949 x1 + 0,302x2 + 41,58; dimana Y
menyatakan potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler, x1 sebagai interval waktu
pengujian, dan x2 sebagai konsentrasi ekstrak.
Berdasarkan persamaan regresi tersebut diketahui bahwa tanpa
mempertimbangkan pengaruh konsentrasi ekstrak dan interval waktu pengujian, maka
daya proteksi ekstrak daun Iler akan meningkat secara konstan sebesar 41,582%.
Namun, dengan memperhatikan faktor konsentrasi dan interval waktu pengujian,
maka setiap kenaikan 1% konsentrasi ekstrak akan menyebabkan kenaikan daya
proteksi ekstrak daun Iler sebesar 0,302%, sedangkan untuk setiap penambahan satu
periode waktu pengujian akan menyebabkan terjadinya penurunan potensi atau daya
proteksi ekstak sebesar 6,949%.
Telah dibahas sebelumnya bahwa suatu produk repellent yang memanfaatkan
bahan aktif kimia dikategorikan efektif jika daya proteksi yang diberikan dari produk
tersebut mencapai lebih dari 90% (selama periode 6 jam aplikasi), seperti yang
ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan hasil
perhitungan nilai daya proteksi ekstrak daun Iler dengan menggunakan model regresi
diatas, diketahui bahwa konsentrasi ekstrak daun Iler yang diperlukan untuk
memberikan daya proteksi sebesar 90% selama 6 jam pengaplikasian adalah sebesar
298,38% v/v.
63
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Peneliti
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu diantaranya:
1) Penentuan rangkaian konsentrasi uji yang dipakai tidak terstandar, hanya
mengikuti rekomendasi dari WHO yang kemudian disesuaikan dengan hasil
uji pendahuluan yang didapat.
2) Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dan tidak dilakukan uji fitokimia
dari hasil ekstrak tersebut, sehingga komposisi kandungan metabolit sekunder
yang terlarut tidak diketahui apakah semua senyawa yang terlarut memiliki
bioaktivitas sebagai repellent.
3) Ekstrak daun Iler yang digunakan masih berupa ekstrak kasar yang rentan
terhadap kontaminasi, dan senyawa volatil yang terkandung dalam ekstrak
tersebut berisiko untuk menguap lebih cepat, sehingga kinerja dari ekstrak
daun Iler berkurang ketika uji efikasi dilakukan.
4) Faktor yang berpengaruh terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler sebagai
repellent yang diukur pada penelitian ini hanya faktor konsentrasi dan interval
waktu uji. Sementara faktor-faktor berpengaruh lain seperti faktor lingkungan,
subjek uji, serangga target tidak dilakukan.
64
6.2 Pengaruh Ekstrak Daun Iler Terhadap Frekuensi Hinggap Aedes aegypti
Hasil pengamatan terhadap frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan subjek
uji sebagai akibat dari aplikasi 5 variasi konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) didapatkan starting point efikasi (jumlah Aedes aegypti
yang hinggap pada jam ke-0) yang berbeda. Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa
pada kelompok kontrol (0%) berupa aquades, didapatkan rata-rata jumlah Aedes
aegypti yang hinggap pada lengan subjek uji sebesar 82,9%. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada efek penolakan yang diberikan karena masih cukup
banyak didapatkannya jumlah Aedes aegypti yang hinggap pada lengan subjek uji.
Pengaruh ekstrak daun Iler dalam menolak Aedes aegypti untuk hinggap pada
lengan subjek uji mulai terlihat pada konsentrasi 20%, dimana rata-rata jumlah Aedes
aegypti yang hinggap mengalami penurunan, yaitu mencapai 60,7% (tabel 5.2). Efek
penolakan ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes
aegypti terus mengalami peningkatan searah dengan peningkatan konsentrasi ekstrak
yang digunakan. Hal tersebut terlihat dari rata-rata jumlah Aedes aegypti yang
hinggap dikelompok perlakuan ekstrak daun Iler pada konsentrasi 40%, 60%, dan
100%, yaitu masing-masing sebesar 55,4%, 49,7%, dan 40,7% (tabel 5.3 hingga 5.5).
Adanya perbedaan starting point efikasi dibeberapa replikasi kelompok
perlakuan (tabel 5.2 hingga 5.5) diindikasikan terjadi karena adanya perbedaan
komposisi senyawa metabolit sekunder volatil yang terkandung dalam masing-
masing konsentrasi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth).
65
Hal tersebut didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2010) dan
Shinta (2010) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi tertinggi ekstrak yang
digunakan pada uji efikasi cenderung memiliki proporsi senyawa aktif repellent yang
lebih besar dibanding dengan konsentrasi ekstrak yang lebih rendah. Dengan begitu,
besarnya konsentrasi ekstrak mempengaruhi besarnya nilai daya proteksi dari ekstrak
daun Iler terhadap Aedes aegypti.
Ketidakstabilan suhu dan kelembaban ruangan uji untuk setiap peningkatan
periode waktu uji, seperti yang diamati terjadi di setiap awal pengujian, juga
diperkirakan mempengaruhi variasi frekuensi hinggap Aedes aegypti pada lengan
subjek uji. Hal tersebut terjadi karena suhu dan kelembaban berkaitan dengan proses
metabolisme dan keadaan oviparitas yang menjadi penentu keaktifan nyamuk dalam
mendeteksi host untuk menggigit atau mengkonsumsi darah (Reiter, 2001; Depkes
RI, 2007).
6.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi dan Interval Waktu Pengujian Terhadap
Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent
Berpotensi atau tidaknya suatu sediaan tanaman dalam memberikan perlindungan
terhadap nyamuk direpresentasikan dengan besarnya persentase daya proteksi yang
diberikan selama beberapa interval waktu tertentu. Hasil pengkoreksian daya proteksi
ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) terhadap Aedes aegypti
menggunakan rumus abbot didapatkan adanya perbedaan daya proteksi yang terjadi
66
pada interval pengujian jam ke-0 hingga ke-6, seperti yang ditunjukkan dari hasil
analisis Anova dan Kruskal-Wallis (p < 0,05) (lampiran 3).
Meskipun didapatkan perbedaan daya proteksi ekstrak daun Iler di tujuh interval
waktu uji, namun diketahui bahwa perbedaan terbesar terlihat pada interval pengujian
jam ke-0 (p = 0,005) dan jam ke-1 (p = 0,005). Senyawa metabolit sekunder volatil
yang terkandung dalam ekstrak daun Iler bekerja dalam fase uap, dan umumnya
efektif bekerja sebagai repellent segera setelah pengaplikasian (Kalita, 2013). Dengan
begitu, uap atau molekul bau yang dihasilkan oleh variasi konsentrasi ekstrak daun
Iler dengan proporsi yang berbeda itulah yang menyebabkan perbedaan daya proteksi
yang cukup besar pada kedua periode waktu uji tersebut.
Analisa probit terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler juga dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi ekstrak yang mampu memberikan efek penolakan
(repellent) optimum sebesar 50% jumlah Aedes aegypti yang dilihat dari nilai EC50.
Berdasarkan analisis regresi terhadap probit yang didapat, diketahui adanya
hubungan antara log10 konsentrasi ekstrak daun Iler dengan probit (p = 0,02), dimana
nilai EC50 yang didapat sebesar 100% (antilog 2). Nilai EC50 yang relatif besar
tersebut menandakan cenderung rendahnya aktivitas repellent ekstrak daun Iler
karena kecilnya proporsi kandungan senyawa metabolit sekunder yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas repellent dalam ekstrak tersebut.
Rendah atau tingginya proporsi kandung metabolit sekunder tanaman yang
bekerja sebgai repellent salah satunya dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan,
67
serta metode ekstraksi yang diaplikasikan (Ridwan 2010). Efek tersebut terlihat pada
tabel 5.2 hingga 5.5, dimana daya kerja ekstrak daun Iler dalam memberikan
perlindungan terhadap Aedes aegypti berlangsung singkat, yang ditandai dengan
efficacy failure yang cenderung terjadi segera setelah pemaparan (pada jam ke-0)
pada semua kelompok perlakuan.
Spesifikasi mekanisme kerja senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
ekstrak tanaman sebagai repellent hingga saat ini masih dalam proses studi, namun
secara umum kinerjanya dikaitkan dengan indera penciuman nyamuk. Sifat dari
senyawa metabolit tanaman yang mudah menguap di lingkungan bebas, dimanfaatkan
sebagai chemical messengers bagi serangga dan hewan lainya sebagai sinyal dalam
durasi singkat yang memberikan peringatan pada feromon serangga (Kalita, 2013).
Bau khas dari metabolit sekunder ekstrak daun Iler akan masuk secara
ekstraseluler dan kemudian ditangkap oleh kemoreseptor pada sensilla yang terletak
di antenna nyamuk. Molekul bau tersebut selanjutnya akan berikatan dengan OBPs
(odorant-binding proteins), dan kemudian akan dibawa oleh OBPs melewati cairan
lymph (getah bening) di sensilla menuju ORNs (olfactory receptor neurons) (Paluch,
2009). Selain membawa molekul bau, OBPs juga berfungsi melarutkan molekul bau
tersebut serta menyeleksi molekul bau untuk diterima pada ORs (olfactory receptors)
tertentu (Austin, 2011).
Molekul bau selanjutnya berinteraksi dengan G-protein-coupled receptors
ekstraseluler pada ORs yang terletak di dendrit ORNs spesifik; dimana secara
bergantian G-protein-coupled receptors intraseluler aktif dan menyebabkan
68
perubahan konformasi G-protein (Paluch, 2009). Hal tersebut menyebabkan
terjadinya depolarisasi saraf yang akan memicu terjadinya transmisi implus elektrik
ke lobus antena nyamuk untuk memunculkan respon penolakan atau memblok indera
penciuman nyamuk yang akhirnya bertindak sebagai pengahalang kinerja nyamuk
untuk mengenali mangsanya (Paluch, 2009; Kalita, 2013).
Jacquin-Joly dan Merlin (2004) dalam Austin (2011) menyatakan bahwa molekul
bau yang berikatan dengan OBPs tidak selamanya beredar dalam pembuluh limfe
nyamuk karena akan didegradasi oleh enzim yang dikenal dengan ODEs (odor-
degrading enzymes), dengan kecepatan degradasi tergantung dari molekul yang
berikatan dengan OBP tersebut. ODEs berfungsi sebagai regulator, terutama jika
molekul bau yang berikatan dengan OBPs berlebihan (Austin, 2011).
Diketahui dari hasil uji korelasi Pearson bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kadar senyawa metabolit sekunder dengan bioaktivitas repellent
yang erat kaitannya dengan besar konsentrasi ekstrak (r = 0,501), dan lamanya
interval waktu pengujian (r = - 0,780) terhadap daya proteksi ekstrak daun Iler.
Sementara itu, didapatkan koefisien determinasi (R square) sebesar 85,9% yang
menjelaskan cukup besarnya pengaruh yang diberikan oleh konsentrasi ekstrak dan
interval waktu pengujian terhadap daya proteksi atau potensi ekstrak daun Iler
sebagai plant-based repellent terhadap Aedes aegypti.
Senyawa metabolit sekunder golongan monoterpen seperti eugenol, kamfor dan
timol yang diketahui terkandung dalam daun Iler merupakan komponen umum dalam
tumbuhan yang menimbulkan efek repellent terhadap nyamuk (Kalita, 2013).
69
Sebagian dari senyawa monoterpen tersebut diketahui bersifat sitotoksik terhadap
jaringan hewan, menyebabkan penurunan jumlah mitokondria dan badan golgi;
menyebabkan terganggunya sistem pernafasan dan permeabilitas membran sel
(Kalita, 2013).
Efek sitotoksik dari senyawa monoterpen tersebut terbukti dengan ditemukannya
sejumlah Aedes aegypti yang mati saat uji efikasi berlangsung. Mortalitas Aedes
aegypti mulai terjadi pada kelompok perlakuan ekstrak daun Iler dengan konsentrasi
40%, konsentrasi 60%, dan konsentrasi 100% setelah kontak antara ekstrak tersebut
dengan Aedes aegypti berlangsung selama periode 1 jam pengujian.
Eugenol merupakan senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik, dan
memiliki aroma yang menyegarkan dan pedas. Diketahui bahwa kandungan eugenol
pada konsentrasi 10% yang dimanfaatkan sebagai insektisida dapat menyebabkan
gangguan pada non-target untuk menghasilkan keturunan (Austin, 2011). Bariyah
(2010) dalam Austin (2011) menyatakan bahwa selain memiliki aktivitas sebagai
antiseptik, eugenol juga memiliki aktivitas repellent terhadap gangguan nyamuk,
meskipun mekanisme kerja dari senyawa tersebut belum diketahui secara pasti.
Tinjauan yang dilakukan oleh Rattan (2010) dalam Gosh (2012) terkait efek kerja
senyawa timol diketahui dapat menyebabkan gangguan fisiologis pada serangga.
Gangguan fisiologis tersebut berupa terjadinya penghambatan kerja enzim
asetilkolinestrase, penghambatan reseptor GABA (Gamma-Aminobutyric Acid)
terkait pembukaan saluran ion klorida ke dalam sel, pemblokan reseptor octopamine,
70
serta gangguan pada proses molekuler seperti morfogenesis, serta perubahan perilaku
dan memori pada syaraf cholinergic nyamuk.
Penelitian yang dilakukan oleh Rasikari (2007) terhadap daun Iler dan beberapa
spesies dari genus Plectranthus lainnya, didapatkan kuantitas kandungan metabolit
polar berupa rosmarinic acid dan turunan abietane yang signifikan. Senyawa
metabolit tersebut dilaporkan memiliki efek non-toksik hingga sangat toksis terhadap
T. urticae (Rasikari, 2007). Senyawa Rosmarinic acid diketahui memiliki aktivitas
repellent terhadap serangga (Shiga, 2008), sedangkan turunan abietane diketahui
memiliki aktivitas antibakteri dan insect anti-feedant (Wellsow, 2005).
6.4 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Potensi Daun Iler Sebagai Plant-
based Repellent Terhadap Aedes aegypti
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R square) yang didapat dari uji regresi,
diketahui bahwa sebesar 14,1% nilai potensi atau daya proteksi ekstrak daun Iler
(Coleus scutellarioides Linn. Benth) sebagai repellent dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain selain konsentrasi ekstrak uji dan interval waktu pengujian. Menurut Suwasono
(2006), faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor ekstraksi,
jenis dan jumlah serangga target, serta karakteristik fisik individu atau subjek uji.
Faktor-faktor lingkungan yang turut mempengaruhi potensi atau nilai daya
proteksi ekstrak daun Iler adalah temperatur dan kelembaban sebelum dan saat
pengujian berlangsung (Rasikari, 2007). Achmadi (2011) menyatakan bahwa dengan
meningkatnya suhu dan kelembaban di lingkungan sekitar, menyebabkan lebih
71
mudahnya nyamuk untuk mendekati host. Kelembaban dan suhu juga berkaitan erat
dengan kecepatan laju penguapan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak daun Iler
yang bekerja sebagai repellent (Rasikari, 2007).
Faktor jumlah serangga yang digunakan dalam uji efikasi juga turut
mempengaruhi potensi ekstrak sebagai repellent. Hal tersebut terjadi karena berkaitan
dengan kemampuan serangga tersebut untuk memberikan respon terhadap senyawa
kimia yang diterimanya (Rasikari, 2007). Pemilihan jenis serangga juga berpengaruh
terhadap potensi suatu repellent, salah satunya adalah karena pernyataan
Schoonhoven (1977) dalam Rasikari (2007) yaitu menjelaskan bahwa selain
dilengkapi dengan olfactory receptors di antena, ada beberapa jenis nyamuk yang
ditemukan memiliki gustatory receptors (GRs) atau kemoreseptor kontak yang
terletak di bagian mulut (labella) nyamuk yang bekerja sebagai feeding deterrence.
Dengan begitu, meskipun terdapat enzim penghambat (ODEs) pada olfaktori
Aedes aegypti yang menghentikan sinyal bau dari metabolit sekunder ekstrak,
menyebabkan mulai ditemukannya kembali Aedes aegypti yang hinggap pada lengan
subjek uji; namun dengan adanya senyawa metabolit sekunder bervolatil rendah
yang terkandung dalam ekstrak daun Iler, yang kemudian akan berinteraksi dengan
gustatory receptors (GRs) atau kemoreseptor kontak nyamuk, maka respon nyamuk
berupa gigitan pun berkurang karena aktivitas senyawa volatil rendah tadi yang
bekerja sebagai repellent kontak (feeding deterrence) (Dickens et al, 2013).
Faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap efektifitas suatu repellent
adalah karakteristik host atau subjek uji. Telah diketahui bahwa setiap orang memiliki
72
daya tarik yang berbeda terhadap nyamuk karena adanya variasi suhu, kelembaban
tubuh, dan lemak di lapisan kulit (Carrol, 2007). Hal tersebut tentunya juga akan
mempengaruhi efektifitas kerja repellent dalam melindungi host dari deteksi sistem
olfaktori nyamuk, mengingat tidak semua ORNs maupun ORs nyamuk yang sensitif
terhadap senyawa yang bekerja sebagai repellent yang sama.
Karakteristik host atau subjek uji yang juga berpengaruh terhadap daya proteksi
repellent adalah kandungan mikroba pada kulit, kemampuan absorpsi kulit, dan
produksi keringat (Stajkovic Dan Milutinovic, 2013). Kandungan mikroorganisme
pada kulit manusia berkaitan dengan intensitas bau, serta komposisi kimia yang
dilepaskan oleh manusia dalam molekul bau yang nantinya akan dideteksi oleh
nyamuk sebagai sensor untuk mendekati host-nya (Verhulst, 2010; Achmadi, 2011).
Menurut Shelley et al (1953) dalam Verhulst (2010), pada dasarnya keringat
manusia tidak berbau, namun dengan adanya inkubasi dari bakteri pada kulit-lah yang
menyebabkan keringat menimbulkan bau yang khas dan bertindak sebagai kairomon
atau atraktan bagi nyamuk. Kandungan mikroorganisme tersebut berbeda pada setiap
individu, sehingga reaksi nyamuk juga bervariasi terhadap individu yang berbeda.
Reaksi berupa mendekat atau menjauh dari host yang diberikan oleh nyamuk
lebih banyak disebabkan oleh senyawa volatil yang berasal dari aktivitas bakteri
dalam kulit host tersebut. Hal tersebut diperkuat oleh de Jong dan Knol (1995) dalam
Verhulst (2010), dimana ketika membasuh kaki dengan sabun anti-bakteri terbukti
secara signifikan mengurangi daerah gigitan An. gambiae betina pada subjek uji.
73
Selain itu, variasi kinerja repellent yang terjadi antar individu juga dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan absorpsi kulit individu tersebut
terhadap komponen aktif repellent yang digunakan (Carrol, 2007). Terdapat lapisan
penghalang yang secara natural terdapat dalam kulit yang menghalangi terjadinya
absorpsi suatu senyawa. Namun, Williams (1991) dalam Uzor (2011) menyatakan
bahwa senyawa golongan terpen seperti carvone, cineol, geraniol, timol, eugenol,
rosmarinic acid, karvakol, dan kamfor memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit
yang cukup baik dengan tingkat iritan dan toksisitas sistemik yang rendah, seperti
yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA).
Oleh karena itu, jika senyawa timol, eugenol, camphor, karvakol, dan rosmarinic
acid yang terkandung dalam ekstrak daun Iler yang diaplikasi pada lengan uji
menguap lebih cepat daripada diabsorp oleh kulit, maka proteksi yang diberikan oleh
ekstrak tersebut sebagai repellent akan optimal (Stajkovic dan Milutinovic, 2013).
Namun, jika senyawa tersebut diserap terlebih dulu oleh kulit, maka konsentrasi
molekul bau yang dihasilkan dari senyawa tersebut akan berkurang, menyebabkan
daya proteksi yang diberikan oleh ekstrak daun Iler terhadap nyamuk pun kurang
optimal (Stajkovic dan Milutinovic, 2013).
Penurunan daya proteksi ekstrak daun Iler terjadi karena menurut Todd et al
(1992) dalam Qiu dan van Loon (2010) respon ORNs nyamuk terhadap molekul bau
bergantung pada konsentrasi molekul bau tersebut. Lebih lanjut Hallem et al (2004)
dalam Qiu dan van Loon (2010) menjelaskan bahwa ORs nyamuk lebih banyak
teraktivasi jika kontak dengan molekul bau dengan konsentrasi yang tinggi.
74
Rendahnya konsentrasi molekul bau ekstrak daun Iler yang bersifat sebagai
alomon (repellent terhadap nyamuk) sebagai akibat dari adanya absorpsi ekstrak oleh
kulit memiliki kemungkinan untuk mengalami netralisasi. Hal tersebut menurut
Verhulst (2010) dapat terjadi karena adanya senyawa kairomon (atraktan bagi
nyamuk) dengan konsentrasi molekul bau yang lebih besar yang dihasilkan oleh
bakteri pada kulit subjek uji yang menghalangi efek repellent dari ekstrak daun Iler.
Penggunaan alkohol atau etanol sebagai pengencer dalam pembuatan konsentrasi
uji ekstrak daun iler dalam format spray ternyata juga turut mempengaruhi efektifitas
ekstrak tersebut sebagai repellent. Penelitian yang dilakukan oleh Pates (2002) dalam
Qiu dan van Loon (2010) menunjukkan bahwa mencuci kulit dengan etanol
merupakan salah satu atraktan nyamuk yang sangat kuat (Pates 2002). Selain itu,
Shirai et al (2002) dalam Bernier et al (2006) melaporkan bahwa frekuensi hinggap
Aedes albopictus meningkat setelah konsumsi minuman yang mengandung etanol.
Alkohol juga diketahui dapat memperbesar ukuran pori-pori manusia (Rinzler,
2013), menyebabkan lebih mudahnya absorpsi suatu senyawa ke dalam kulit. Hal
tersebut selanjutnya berimbas kepada kadar konsentrasi molekul bau dari ekstrak
daun Iler yang dilepaskan. Pori-pori yang membesar juga mendorong terjadinya
produksi keringat dalam jumlah yang besar dibanding dengan keadaan normal
(Rinzler, 2013). Terjadinya kontak antara repellent dengan keringat akan
mengurangi durasi proteksi, karena konsentrasi dari repellent yang diaplikasi akan
berkurang (Carrol, 2007).
75
6.5 Potensi Daun Iler Sebagai Plant-based Repellent Terhadap Aedes aegypti
Dalam Penerapan Integrated Mosquito Management
Mengacu pada standar efektifitas repellent yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida
Indonesia, dimana suatu repellent dikategorikan efektif jika daya proteksi yang
diberikan mencapai lebih dari 90% selama tujuh interval waktu uji (6 jam
pemakaian); maka ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) belum
termasuk ke dalam sediaan atau produk repellent yang berpotensi untuk digunakan
atau dikembangkan. Hal tersebut dikarenakan daya proteksi tertinggi dari ekstrak
daun Iler berdasarkan uji efikasi hanya mencapai 50,53% pada konsentrasi 100%
selama 6 jam.
Pada beberapa penelitian uji efikasi ekstrak tanaman sebagai plant-based
repellent terhadap nyamuk juga menunjukkan hal serupa, yaitu masih belum
ditemukannya ekstrak tanaman yang telah memenuhi standar efektifitas yang
ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia. Pada penelitian Shinta (2010) terhadap
bunga Kenanga, daun Babadotan, daun Nilam, daun Rosemary, didapatkan daya
proteksi ekstrak botani tersebut terhadap Aedes aegypti berturut-turut sebesar 97,4%;
97,2%; 97,6%; dan 96,2% selama 3 jam.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Korneliani (2011) terhadap kulit Jeruk
keprok dan Jeruk nipis didapatkan daya proteksi yang diberikan terhadap Aedes
aegypti mencapai 55,33 % dan 57,64% selama 6 jam. Begitu juga dalam tinjauan
yang dilakukan oleh Maia dan Moore (2011), dimana ekstrak daun Mimba hanya
memberikan proteksi sebesar 76% selama 2 jam.
76
Meskipun sulit untuk mendapatkan daya proteksi optimal dari ekstrak botani
seperti yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida Indonesia, namun terdapat beberapa
alternatif yang dapat dilakukan untuk untuk meningkatkan daya proteksi atau
memperlama durasi waktu kerja dari ekstrak tersebut sebagai repellent. Menurut
Trongtokit et al (2005) dan Maji et al (2007) dalam Kalita (2013), salah satu solusi
yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi volatilitas atau penguapan senyawa
metabolit sekunder dengan bioaktivitas repellent yang terkandung dalam suatu
ekstrak tanaman dan kemampuan kulit manusia untuk mengabsorpsi senyawa tersebut
adalah dengan mengembangkannya menjadi suatu formulasi atau menambahkan
fixative additives seperti vanillin.
Fixative merupakan perekat yang berfungsi mempertahankan struktur cairan
kimia dan sebagai penetral karena terdapat pH yang berfungsi mengurangi efek
iritasi pada kulit (Kalita, 2013). Dengan penambahan perekat tersebut, maka
senyawa aktif dalam ekstrak daun Iler akan dapat bertahan pada kulit dalam jangka
waktu yang lebih lama, sehingga derajat efektifitas dan nilai ekonomis dari ekstrak
tanaman tersebut sebagai plant-based repellent akan semakin meningkat (Kalita,
2013).
Belum didapatkannya plant-based repellent yang memenuhi standar Komisi
Pestisida Indonesia tahun 2012 disebabkan karena pada dasarnya acuan atau standar
efektifitas sediaan repellent tersebut ditujukan untuk repellent sintetis berbahan
DEET, yang memang diketahui memberikan perlindungan paling baik dengan durasi
77
yang lebih lama (6-8 jam) terhadap beberapa spesies serangga karena memiliki
struktur komponen kimia yang tidak mudah rusak (Korneliani, 2012).
Oleh sebab itu, perlu adanya perumusan sebuah standar baru yang ditujukan
untuk repellent dengan bahan aktif berupa metabolit sekunder tanaman. Tjajani
(2008) dalam Korneliani (2011) menyatakan terdapat perbedaan standar yang
ditetapkan di Indonesia dengan standar yang di tetapkan di Kanada terkait efektifitas
penggunaan suatu repellent, dimana sediaan repellent dapat didaftarkan jika zat atau
sediaan bahan tersebut memberikan daya proteksi mencapai lebih dari 95% selama
minimal 30 menit.
Meskipun telah diketahui memiliki efek kerja yang cenderung lebih singkat
dibanding DEET, pengujian terhadap banyak jenis tanaman sebagai sumber botani
penolak serangga hingga kini masih terus dilakukan (Korneliani, 2012), mengingat
telah dilaporkannya efek toksik ringan hingga berat pada manusia seperti iritasi pada
membran mucus setelah penggunaan senyawa DEET dalam repellent (Taylor, 2009).
Ditambah dengan adanya penelitian yang menunjukkan adanya resistensi yang terjadi
pada Aedes aegypti karena pemakaian repellent sintetik berbahan aktif DEET
(Stanczyk, 2011)
Pemanfaatan senyawa metabolit sekunder dari ekstrak daun Iler atau botani
lainnya sebagai plant-based repellent merupakan salah satu upaya alternatif yang
dapat dilakukan dalam pengendalian nyamuk. Dengan begitu, tujuan berupa
minimalisasi kontak antara manusia dengan nyamuk sebagai vektor penyakit pun
dapat t.erlaksana. Upaya alternatif tersebut terus ditekankan pelaksanaannya sebagai
78
bagian integral dari Integrated Mosquito Management (IMM) (Gosh, 2012), dimana
dalam pelaksanaan strategi pengendalian vektor tersebut sangat diperhatikan azas
keamanan, efektifitas, dan rasionalitas (PerMenKes No. 374 tahun 2012).
Terdapat beberapa pendekatan dalam pelaksanaan IMM, dan dari sekian banyak
pendekatan tersebut penggunaan Mosquitocide memiliki tingkat keberhasilan
pengendalian yang paling besar (Gosh, 2012). Salah satu Mosquitocide yang
dianggap efektif sekaligus efisien untuk diterapkan adalah berupa aplikasi personal
protection seperti repellent. Repellent telah diakui oleh WHO sebagai alat yang
berguna dalam upaya pencegahan penyakit sebagai pelengkap dari metode
pengendalian vektor dengan pendekatan Mosquitocide (Maia dan Moore, 2011).
Peranan penting repellent kemungkinan akan terus meningkat sebagai salah satu
upaya pengendalian spesies nyamuk, dan pemanfaatan senyawa metabolit sekunder
yang berasal dari tumbuhan yang berlimpah ruah di alam dapat memainkan peranan
luas dalam penerapan teknologi repellent yang berkelanjutan dan ramah lingkungan
(green and sustainable technology) (Khater, 2012; Kalita, 2013). Potensi tersebut
tentunya didukung dengan adanya fakta bahwa di abad 21 ini, penyakit yang
ditransmisikan oleh nyamuk (mosquito borne diseases) banyak diderita oleh populasi
manusia di seluruh dunia (Kalita, 2013).
79
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan:
1) Daya proteksi ekstrak daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth) berbeda
antara variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan.
2) Nilai EC50 ekstrak daun Iler sebagai repellent terhadap Aedes aegypti selama
tujuh interval waktu pengujian adalah 100% (v/v).
3) Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, semakin tinggi daya proteksi ekstrak daun
.Iler sebagai plant-based repellent yang didapat.
4) Semakin meningkat interval waktu pengujian, semakin menurun daya
proteksi ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent yang didapat.
7.2 Saran
1. Bagi masyarakat
Masyarakat sebagai konsumen agar dapat mempertimbangkan alternatif
pemanfaatan bahan alam seperti daun Iler dan TRO sebagai repellent yang
kemudian dikembangkan menjadi kearifan lokal masyarakat dalam
pengendalian vektor nyamuk; mengingat telah ditemukannya efek toksis pada
manusia dan resistensi nyamuk akibat pemakaian repellent sintetis DEET
dalam jangka waktu panjang.
80
2. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian terkait:
· Optimalisasi aktivitas repellent ekstrak daun Iler melalui pembuatan
formulasi atau penambahan fixative additives seperti vanillin untuk
mengurangi laju penguapan metabolit sekunder ekstrak daun Iler.
· Pengaplikasian pelarut dan metode ekstraksi yang berbeda untuk
mengetahui ada atau tidaknya variasi aktivitas repellent daun Iler.
· Analisa pengaruh faktor lingkungan (suhu, kelembaban, kecepatan
angin), faktor host (suhu tubuh, pori-pori kulit), faktor agent (variasi
spesies), dan faktor waktu penyimpanan ekstrak.
3. Bagi Dinas Kesehatan
Bekerja sama dengan Departemen Pertanian, dan lembaga penelitian seperti
LIPI atau LITBANGKES untuk mengeksplorasi hasil penelitian ini lebih
lanjut terkait aktivitas repellent daun Iler (Coleus scutellarioides Linn. Benth),
dan menggunakannya sebagai rujukan untuk mengembangkan pemanfaatan
daun iler sebagai plant-based repellent yang memiliki nilai pakai dan nilai
guna bagi masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta:
Rajawali Pers.
American Mosquito Control Association. 2009. Best Management Practices for
Integrated Mosquito Management.
Asmaliyah. 2006. Prospek Pemanfaatan Bioinsektisida Sebagai Alternatif Dalam
Pengendalian Hama Pada Hutan Tanaman.
Austin, Rifcka. 2011. Uji Potensi Ekstrak Bunga Kenanga (Cananga odorate)
Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Culex sp. Skripsi. FK UnBra, Malang.
Batugal, PA, et al. 2004. Medicinal Plants Research in Asia. Vol. 1: The Framework
and Project Workplans. International Plant Genetic Resources Institute.
Benjawan, T., et al. 2005. Repellent Properties of Celery, Apium graveolens L.,
Compared With Commercial Repellents, Againts Mosquitoes Under Laboratory
and Field Conditions. Tropical Medicine and International Health.
Bernier, Ulrich R., et al. 2006. Human Emanations and Related Natural Compounds
That Inhibit Mosquito Host-Finding Abilities. Insect Repellents: Principles,
Methods, and Uses. VELU—14245—XML MODEL CRC1 – pp. 77–100.
Carrol, Scott P.. 2007. Evaluation of Topical Insect Repellent and Factors That Affect
Their Performance. Insect Repellents: Principles, Methodes, and Uses, 245-
260. Boca Raton, FL: CRC Press.
Darwiati, Wida. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr)
Sebagai Pestisida Nabati Dalam Pengendalian Hama Daun (Eurema spp. Dan
Spodoptera litura F.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.
Depkes RI,. 2007. Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Dit.Jen. PP & PL.
Dickens, Joseph C., et al. 2013. Mini Review: Mode of Action of Mosquito Repellents.
Pesticide Biochemistry and Physiology xxx (2013) xxx–xxx.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Donovan, Michael J., et al. 2007. Uninfected Mosquito Bites Confer Protection
against Infection with Malaria Parasites. Infect. Immun. 2007, 75(5):2523.
Environmental Health Directorate. 2006. Planning a Mosquito Management
Program. Department of Health. Western Australia.
Fradin, Mark S., et al. 2002. Comparative Efficacy of Insect Repellents Againts
Mosquito Bites. New England Journal of Medicine.
Gascon, Mervin G. 2011. Traditional Ecological Knowleadge System Of The
Matigsalug Tribe In Mitigating The Effects Of Dengue and Malaria Outbreak.
Asian Journal Of Health Ethno Medical Section Vol. 1 No. 1 pp. 160-171.
Gosh, Anupam, et al. 2011. Plant Extracts as Potential Mosquito Larvacides. Indian
J Med Res 135, May 2012, pp 581-598.
Govindarajan, M.. 2009. Bioefficacy of Cassia fistula Linn. (Leguminosae) Leaf
Extract Against Chikungunya Vector, Aedes aegypti (Diptera: Culicidae).
European Review for Medical and Pharmacological Sciences; 13: 99-103.
Irwan, Azidi, et al. 2007. Uji Aktivitas Ekstrak Saponin Fraksi n-Butanoldari Kulit
Batang Kemiri (Aleurites moluccana Willd) pada Larva Nyamuk Aedes aegypti.
Sains dan Terapan Kimia, Vol. 1, no. 2 , 93 - 101.
Kalita, Bhupen, et al. 2013. Plant Essential Oils As Mosquito Repellent-A Review.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life
Sciences Vol. 3, No.1, pp 741-747.
Kardian, Agus. 2006. Daya Tolak Ekstrak Tanaman Rosemery (Rosmarinus
officianalis) Terhadap Lalat (Musca domestica). Buletin Littro no. 2, 170-176.
Keputusan Menteri Pertanian. 2001. Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida.
Nomor: 434.1/Kpts/TP.270/7/2001.
Khater, Hanem Fathy. 2012. Ecosmart Biorational Insecticides: Alternative Insect
Control Strategies in Insecticides - Advances in Integrated Pest Management.
Egypt: InTech.
Korneliani, Kiki. 2011. Perbedaan Dya Proteksi Berbagai Ekstrak Kulit Jeruk
(Citrus sp.) Sebagai Repellent Terhadap Kontak Nyamuk. FKM UNSIL.
Maia, Marta F. and Moore, Sarah J. 2011. Plant-based Insect Repellents: a Review of
their Efficacy, Development and Testing. Malaria Journal (Suppl 1):S11.
Mattingly, P. F. 1969. The Biology of Mosquito-Borne Disease. The Science of
Biology Series 1. London : George Allen & Unwin Ltd.
Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan Pengendalian
Vektor. 2012. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Direktorat Jenderal Prasarana
dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Moore, Sarah J., et al. 2006. Plant-Based Insect Repellents. In Insect Repellents:
Principles Methods, and Use. Boca Raton Florida: CRC Press.
Nadia, Husna. 2008. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Miana (Coleus blumei)
Terhadap Infeksi Hymenolepis microstoma Pada Mencit (Mus musculus
albinus). Skripsi. FKH IPB.
Nugroho, Yun Astuti. 2009. Pembuatan Formula dan Uji Aktivitas Obat Anti
Malaria Berbasis Buah Sirih Menggunakan Teknologi Vacuuk Drying. Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pengendalian Vektor.
Nomor: 374/MENKES/PER/III/ 2010.
Prasetyo, Arif Budi. 2011. Formulasi Anti Nyamuk Spray Menggunakan Bahan Aktif
Minyak Nilam. Skripsi. FTP IPB.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010. Demam
Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 2, Agustus 2010.
Qiu, Yu Tong and van Loon, Joop J. A.. 2010. Olfactory Physiology of Blood-feeding
Vector Mosquitoes. Olfaction in Vector-Host Interactions, 39-61. Ebook, Vol 2.
Rahmawati, Fri. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun
Miana (Coleus scutellarioides [L] Benth.). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.
Rajkumar, S., et al. 2010. Prevention of Dengue Fever Through Plant-based
Mosquito Repellent Clausena dentata (Willd.) M. Roem (Family: Rutaceae)
Essential Oil Against Aedes aegypti L. (Diptera: Culicidae) Mosquito.
European Review for Medical and Pharmacological Sciences : 231-234
Rasikari, Heidi. 2007. Phytochemistry and Arthropod Bioactivity of Australian
Lamiaceae. Thesis. Southern Cross University.
Reiter, Paul. 2001. Climate Change and Mosquito-Borne Disease. Environmental
Health Perspectives. Volume 109, Supplement 1, March 2001.
Ridwan, Yusuf, et al. 2010. Efektivitas Anticestoda Ekstrak Daun Miana (Coleus
blumei Bent) terhadap Cacing Hymenolepis microstoma pada Mencit. Media
Peternakan Vol. 33 No. 1, hlm. 6-11.
Ridwan, Yusuf. 2005. Kandungan Kimia Berbagai Ekstrak Daun Miana (Coleus
blumei Benth) dan Efek Anthelmintiknya Terhadap Cacing Pita Pada Ayam.
J.II. Pert.Indon. Volume 11 (2). 2006.
Rinzler, Carol Ann. 2013. Nutrition for Dummies, 5th Edition. Ebook. Diakses pada
tanggal 22 Februari 2014 dalam http://m.dummies.com/topics/health-
fitness/diet-nutrition/understanding-diet-nutrition.html.
Rose, Robert I. 2001. Pesticides and Public Health: Integrated Methods of Mosquito
Management. U.S. EPA. Vol. 7, No. 1, January–February 2001.
Rueda, Leopolda M. 2008. Global Diversity of Mosquito (Insecta: Diptera:
Culicidae) in Freshwater. Freshwater Animal Diversity Assessment.
Hydrobiologia (2008) 595:477–487.
Setiawati, Wiwin, et al. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara
Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Bandung: Prima Tani Balitsa (Balai Penelitian Tanaman Sayuran).
Shankar, Smriti, et al. 2008. Growth Studies of Coleus aromaticus by Changing the
Composition of MS Media Extraction and Purification of Eugenol from the
Coleus Leaves. Faculty of Engineering and Technology. SRM University.
Shiga, Tomomi, et al,. 2008. Effect of Light Quality on Rosmarinic Acid Content and
Antioxidant Activity of Sweet Basil, Ocimum basilicum L.. Plant Biotechnology
26, 255–259 (2009).
Shinta. 2010. Potensi Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin B.), Daun
Babadotan (Ageratum conyzoides L), Bunga Kenanga (Cananga odorata hook
F & Thoms), dan Daun Rosemarry (Rosmarinus officinalis L) Sebagai Repelan
Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. Media Litbang Kesehatan Vol 22 no. 2.
Stajkovic, Novica and Milutinovic, Radmila. 2013. Insect repellents – transmissive
disease vectors prevention. Vojnosanit Pregl 2013; 70(9): 854–860.
Stanczyk, Nina. 2011. An Investigation Of DEET-Insensitivity In Aedes aegypti.
Thesis. University of Nottingham.
Suwasono, Hadi, et al. 2006. Uji Efikasi Repelen “X” Terhadap Nyamuk Aedes
aegypti, Culex quinquefasciatus dan Anopheles aconiatus Di Laboratorium.
Jurnal Vektora Vol. 1 no.2.
Tag, Hui, et al. 2006. Anti-inflammatory Plants Used by the Khamti tribe of Lohit
District in Eastern Arunachal Pradesh, India. Natural Product Radiance, Vol. 6
(4) 2007, pp. 334-340.
Taylor. 2009. The Effectiveness Of Botanical Extracts as Repellent Against Aedes
aegypti Mosquitoes. American Museum Of Natural History.
USEPA. 2010. Insect Repellents to be Applied to Human Skin. Test Guidelines.
Uzor, P. F., et al. 2011. Perspective on Transdermal Drug Delivery. Journal of
Chemistry and Pharmaceutical Research, 2011, 3(3):680-700.
Verhulst, Niels O. 2010. The Role of Skin Microbiota in the Attractiveness of Humans
to the Malaria Mosquito An. gambiae Giles. Thesis. Wageningen University.
WHO. 2009. Medicinal Plants in Papua New Guinea. WHO Library Cataloguing in
Publication Data. ISBN 978 92 9061 249 0.
Wellsow, Julia, et al. 2005. Insect-Antifeedant and Antibacterial Activity of
Diterpenoids From Spesies Of Plectranthus. Phytochemistry 67 1818–1825.
WHOPES. 2009. Guidelines for Efficacy Testing of Mosquito Repellents for Human
Skin. WHO/HTM/NTD/WHOPES/2009.4
Zaridah, M. Z., et al. 2005. Mosquitocidal Activities Of Malaysian Plants. Journal of
Tropical Forest Science 18(1): 74--80 (2006).
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
INFORMED CONSENT KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
A. Introduksi
Saya, Ardillah Wasiah, mahasiswa S1 angkatan 2009, Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta; akan melaksanakan
penelitian yang berjudul Uji Efikasi Ekstrak Daun Iler (Coleus scutellarioides Linn.
Benth) Sebagai Plant-based Repellent terhadap Aedes aegypti.
Penelitia ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari ekstrak daun iler (Coleus
scutellarioides Linn. Benth) sebagai Plant-Based Repellent terhadap Aedes aegypti
melalui persentase daya proteksi berdasarkan variasi konsentrasi ekstrak dan interval
waktu pengujian, dan nilai effective concentration 50 (EC50) pada hasil uji efikasi.
B. Kesukarelaan partisipasi dalam penelitian
Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela (volunteer) tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun. Bila Anda telah memutuskan untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa perlu
memberikan penjelasan dan tanpa dikenai denda atau sangsi apapun.
LAMPIRAN 2
Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, namun berkeberatan
untuk menjadi subjek uji, maka alternatif lainnya yaitu Anda dapat bertindak sebagai
observator atau pengamat saat proses penelitian berlangsung.
C. Prosedur Penelitian
Apabila Anda bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan yang terlampir dihalaman akhir.
Selanjutnya Anda akan diminta untuk mengikuti prosedur pengujian efikasi daya
tolak (repelansi) yang berpedoman pada Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida
Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor yang dikeluarkan oleh Direktorat Pupuk
dan Pestisida Kementerian Pertanian tahun 2012 dan USEPA 2010. Prosedur
pengujian sebagai berikut:
1) Pengujian dilakukan pada pagi hari sesuai dengan masa aktif nyamuk Aedes
aegypti, yaitu dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB selama 4 hari berturut-turut.
2) Pengujian dilakukan setiap jamnya selama periode 6 jam hingga terjadinya
efficacy failure (terjadinya probing oleh nyamuk sebanyak 2 kali), dan
dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk keempat konsentrasi (20%, 40%,
60%, dan 100% v/v) yang digunakan. Sehingga diharapkan untuk setiap
volunteer untuk menyelesaikan 4 rangkaian konsentrasi (konsentrasi 20%,
40%, 60%, dan 100% v/v) dihari yang berbeda, beserta kontrol (0%).
3) Nyamuk yang digunakan adalah nyamuk yang steril dari patogen, sebagai
upaya pencegahan terjadinya transmisi penyakit.
4) Menghitung area paparan. Bagian lengan yang dipaparkan sebatas persendian
tangan hingga siku.
5) Cuci kedua lengan menggunakan aquades (lengan kanan sebagai kontrol).
Setelah kering, daerah pergelangan tangan hingga ujung jari kedua lengan
ditutup dengan sarung tangan lateks sebagai penanda bukan daerah uji.
6) Lengan kiri diaplikasikan ekstrak daun iler dengan dosis 0,5 mg/cm2 (0,375
� � ) untuk tiap-tiap konsentrasi pada permukaan lengan secara merata, dan
dibiarkan selama 5 menit.
7) Uji efikasi dimulai dengan memasukkan lengan kanan (kontrol) kedalam
kurungan uji berisi 10 ekor Aedes aegypti steril selama 5 menit. Secara
bergantian, masukkan lengan kiri yang telah diberi ekstrak daun iler selama 5
menit. Jumlah nyamuk yang hinggap pada kedua lengan tersebut dihitung dari
jam ke-0 sampai jam ke-6 hingga terjadinya efficacy failure (terjadinya
probing oleh nyamuk sebanyak 2 kali) untuk mengetahui efikasi penolakan
(repellent) ekstrak daun Iler terhadap nyamuk disetiap interval waktu
pengujian (Jam ke-0 hingga ke-6).
D. Kewajiban subjek penelitian
Sebagai subjek penelitian, Saudara/Saudari berkewajiban mengikuti aturan atau
petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Saudara/Saudari bisa bertanya lebih
lanjut kepada peneliti jika masih ada ketidakjelasan. Tidak diperkenankan memakai
produk repellent, parfum, dan merokok selama 12 jam sebelum dan saat pengujian.
Saat pengujian berlangsung, Saudara/Saudari sebaiknya menghindari pergerakan
yang berlebihan agar tidak mempengaruhi kecepatan penguapan dari senyawa volatile
yang terkandung dalam sediaan repellent yang digunakan.
E. Risiko, Efek samping, dan Penanganannya
Daun iler telah banyak digunakan masyarakat sebagai ramuan dalam mengobati
gigitan serangga karena sifanya sebagai anti-inflamasi. Ekstrak etanol daun iler juga
diketahui memiliki toksisitas rendah berdasarkan hasil analisa probit berupa LD50
sebesar 9757.14 mg/kg berat badan. Uji pendahuluan telah dilakukan sebelumnya,
dan tidak ditemui efek samping berupa alergi atau gangguan kulit lainnya akibat
aplikasi dari ekstrak tersebut.
Meskipun berdasarkan fakta diatas yang mengindikasikan bahwa penggunaan
ekstrak daun iler tidak memberikan efek samping yang berarti, namun terkadang pada
beberapa orang dapat terjadi alergi bahan kimia alami yang tidak diduga-duga. Oleh
sebab itu, sebagai langkah awal dilakukan seleksi subjek uji, dengan syarat tidak
memiliki riwayat alergi; karena selain risiko dari ekstrak etanol daun iler, gigitan
nyamuk yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit juga dapat terjadi saat
proses pengujian berlangsung,
Oleh sebab itu, selama penelitian peneliti menyiapkan perlindungan yang
diperlukan seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Perlindungan tersebut
yaitu dengan penyediaan sediaan anti-alergi dan sediaan pereda rasa gatal yang
mungkin timbul akibat gigitan nyamuk; dan seandainya terjadi efek samping berupa
gatal-gatal, ruam, dan gejala iritasi kulit lainnya yang perlu dilakukan tindakan medis,
maka biaya medis tersebut sepenuhnya akan ditanggung oleh peneliti.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan subjek penelitian. Hasil
penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subjek penelitian.
G. Insentif
Sebagai apresiasi kepada Anda yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,
akomodasi makan siang akan disediakan atau ditanggung oleh peneliti ketika
penelitian telah selesai dilaksanakan.
H. Informasi tambahan
Bila Anda belum sepenuhnya paham dan ingin mendapatkan penjelasan lebih
lanjut dan mengajukan pertanyaan terkait penelitian ini, atau sewaktu-waktu terjadi
efek samping setelah ikut serta dalam penelitian ini, Anda dapat menghubungi
peneliti melalui telepon/sms ke no. 085780433482, atau email
[email protected] / [email protected].
Terima kasih atas kesedian Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN
Nama lengkap :
NIM :
No. Telp. :
Menyatakan bahwa saya telah membaca informasi terkait penelitian yang
dilakukan oleh Ardillah Wasiah (109101000047). Saya memiliki kesempatan untuk
bertanya lebih lanjut terkait penelitian tersebut, dan jawaban yang diberikan telah
memenuhi ekspektasi saya. Saya mengerti bahwa saya memiliki hak untuk
mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa dikenai denda atau sangsi apapun yang
dapat mempengaruhi kesehatan maupun keselamatan saya.
Saya menyatakan tidak memiliki riwayat alergi, dan karenanya bersedia untuk
menjadi subjek uji atau volunteer dalam penelitian yang dilakukan di Laboratorium
Pangan, Kimia dan Ekologi; Pusat Laboratorium Terpadu, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan kesadaran saya tanpa adanya
pengaruh atau paksaan dan pihak manapun.
Jakarta, 2014
………………………………
Output Analisa Data
1) Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-0
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-1
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-2
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-3
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-4
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-5
Daya
proteksi
daun iler
jam ke-6
N 16 16 16 16 16 16 16
Normal
Parametersa
Mean 57.8137 51.5625 45.6594 37.8469 26.4756 24.9125 17.1138
Std. Deviation 13.66533 11.64033 12.22534 11.17518 9.87177 10.19922 10.55865
Most
Extreme
Differences
Absolute .128 .116 .166 .187 .141 .201 .230
Positive .128 .116 .156 .187 .141 .201 .230
Negative -.122 -.076 -.166 -.174 -.131 -.170 -.160
Kolmogorov-Smirnov Z .512 .464 .664 .749 .566 .803 .922
Asymp. Sig. (2-tailed) .956 .983 .770 .628 .906 .540 .363
a. Test distribution is normal
2) Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Daya proteksi daun iler jam ke-0 .271 3 12 .845
Daya proteksi daun iler jam ke-1 .902 3 12 .469
Daya proteksi daun iler jam ke-2 .655 3 12 .595
Daya proteksi daun iler jam ke-3 2.028 3 12 .164
Daya proteksi daun iler jam ke-4 2.094 3 12 .154
Daya proteksi daun iler jam ke-5 4.099 3 12 .032
Daya proteksi daun iler jam ke-6 9.221 3 12 .002
LAMPIRAN 3
3) Uji anova ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Daya proteksi daun iler jam ke-0 Between Groups 1819.973 3 606.658 7.420 .005
Within Groups 981.146 12 81.762
Total 2801.119 15
Daya proteksi daun iler jam ke-1 Between Groups 1310.916 3 436.972 7.267 .005
Within Groups 721.545 12 60.129
Total 2032.461 15
Daya proteksi daun iler jam ke-2 Between Groups 1538.515 3 512.838 8.749 .002
Within Groups 703.368 12 58.614
Total 2241.883 15
Daya proteksi daun iler jam ke-3 Between Groups 1256.936 3 418.979 8.158 .003
Within Groups 616.333 12 51.361
Total 1873.269 15
Daya proteksi daun iler jam ke-4 Between Groups 870.032 3 290.011 5.881 .010
Within Groups 591.746 12 49.312
Total 1461.778 15
4) Uji Kruskal Wallis
Test Statisticsa,b
Daya proteksi daun iler jam ke-5 Daya proteksi daun iler jam ke-6
Chi-Square 10.068 12.247 Df 3 3 Asymp. Sig. .018 .007
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: konsentrasi
5) Uji Probit
konsentrasi Log10
konsentrasi Total Penolakan
% daya
proteksi
% koreksi daya proteksi
dng formula abbot Probit*
0 - 10 1.71 17.1 - -
20 1.301 10 3.93 39.3 26.78 4.39
40 1.602 10 4.46 44.6 33.17 4.56
60 1.778 10 5.03 50.3 40.05 4.75
100 2 10 5.93 59.3 50.91 5.03
*ket: nilai probit didapat dari tabel probit
Tabel Probit
% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 2.67 2.95 3.12 3.25 3.35 3.44 3.52 3.59 3.66
10 3.72 3.77 3.82 3.87 3.92 3.96 4.01 4.05 4.08 4.12 20 4.16 4.19 4.23 4.26 4.29 4.33 4.36 4.39 4.42 4.45 30 4.48 4.50 4.53 4.56 4.59 4.62 4.64 4.67 4.70 4.72 40 4.75 4.77 4.80 4.82 4.85 4.87 4.90 4.92 4.95 4.98 50 5.00 5.03 5.05 5.08 5.10 5.13 5.15 5.18 5.20 5.23 60 5.25 5.28 5.31 5.33 5.36 5.38 5.41 5.44 5.47 5.50 70 5.52 5.55 5.58 5.61 5.64 5.67 5.71 5.74 5.77 5.81 80 5.84 5.88 5.92 5.95 5.99 6.04 6.08 6.13 6.18 6.23 90 6.28 6.34 6.41 6.48 6.56 6.65 6.75 6.88 7.05 7.33
§ Regresi probit
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .980a .961 .942 .066043
a. Predictors: (Constant), log10konsentrasi
b. Dependent Variable: probit
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .217 1 .217 49.787 .020a
Residual .009 2 .004
Total .226 3
a. Predictors: (Constant), log10konsentrasi
b. Dependent Variable: probit
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.160 .218 14.477 .005
log10kons .912 .129 .980 7.056 .020
a. Dependent Variable: probit
6) Uji korelasi dan regresi daya proteksi ekstrak daun Iler terhadap konsentrasi
dan interval waktu pengujian Correlations
Konsentrasi Daya proteksi daun iler Interval jam ke-
Konsentrasi Pearson Correlation 1 .501** .000
Sig. (2-tailed) .000 1.000
N 112 112 112
Daya proteksi daun iler Pearson Correlation .501** 1 -.780**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 112 112 112
Interval jam ke- Pearson Correlation .000 -.780** 1
Sig. (2-tailed) 1.000 .000 N 112 112 112
Correlations
Konsentrasi Daya proteksi daun iler Interval jam ke-
Konsentrasi Pearson Correlation 1 .501** .000
Sig. (2-tailed) .000 1.000
N 112 112 112
Daya proteksi daun iler Pearson Correlation .501** 1 -.780**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 112 112 112
Interval jam ke- Pearson Correlation .000 -.780** 1
Sig. (2-tailed) 1.000 .000 N 112 112 112
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .927a .859 .856 6.79496
a. Predictors: (Constant), kons, intervaljamke
b. Dependent Variable: dayaproteksi
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 30570.486 2 15285.243 331.054 .000a
Residual 5032.687 109 46.171
Total 35603.173 111
a. Predictors: (Constant), intervaljamke, Kons b. Dependent Variable: dayaproteksidauniler
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 41.582 1.663 25.007 .000
Konsentrasi .302 .022 .501 13.911 .000
Interval jam ke- -6.949 .321 -.780 -21.647 .000
a. Dependent Variable: daya proteksi daun iler
§ Tahap persiapan penelitian
LAMPIRAN 4
Destilasi pelarut etanol
Rearing Aedes aegypti (tahap larva instar III – dewasa)
Kandang uji dan pemeliharaan
U
Pengumpulan dan pensortiran simplisia daun Iler
Pemekatan ekstrak etanol daun Iler
Pemisahan filtrat dengan ampas
§ Tahap pelaksanaan pengujian
Sprayer tangan berisi konsentrasi ekstrak uji, termohigrometer, counter
Pengujian ekstrak daun Iler sebagai plant-based repellent pada lengan subjek uji (volunteer)
Ekstrak kasar daun Iler
Pengenceran ekstrak daun Iler menjadi 4 konsentrasi uji
(20%, 40%, 60%, dan 100%)
Aspirator