uji aktivitas antioksidan biji lamtoro (leucaena leucocephala
TRANSCRIPT
Uji Aktivitas Antioksidan Biji Lamtoro (Leucaena
Leucocephala (Lamk) De Wit) Secara In-Vitro
Dra. Eddy Sulistyowati, Apt., M.S.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta 2007
INTISARI
Kerusakan sel akibat radikal bebas mempengaruhi terjadinya banyak penyakit-penyakit kronik.
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif dan radikal bebas dalam
tubuh. Biji lamtoro [Leucaena leucocepala (Lamk) De Wit] diketahui mengandung flavonoid. Aktivitas
antioksidan yang dimiliki oleh sebagian besar flavonoid telah diteliti. Maka dilakukan penelitian untuk
mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak air dari infusa biji lamtoro.
Biji lamtoro [Leucaena leucocepala (Lamk) De Wit] diinfudasi kemudian diekstraksi dengan
etanol sehingga diperoleh ekstrak air dan ekstrak etanol. Penelitian penghambatan oksidasi dilakukan
dengan metode tiosianat. Konsentrasi sampel (ekstrak air dan ekstrak etanol) yang digunakan adalah
0,01%; 0,02%; 0,03%; 0,04% dan 0,05%. Sedangkan untuk kontrol positif digunakan rutin 0,1%.
Pemeriksaan pendahuluan dengan menggunakan kromatografi kertas dengan menggunakan fase gerak
BAW ( 4:2:4). Deteksi bercak kromatogram dengan sinar UV 366 nm sebelum dan sesudah diuapi
ammonia dan pereaksi semprot yang dibuat baru dari campuran 1% kalium ferisianida dengan 2% larutan
feriklorida (1:1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua konsentrasi ekstrak etanol dan ekstrak air dari infusa
biji lamtoro mempunyai kemampuan penghambat oksidasi yang ditunjukkan sebagai persentase
penghambatan oksidasi maksimum pada hari ke-2 yaitu ekstrak air 80,069%±1,271 (0,01%) <
90,673±1,309 (0,02%) < 91,427±0,186 (0,03%) < 92,497±0,509 (0,04%) < 94,521±0,410 (0,05%),
sedangkan untuk ekstrak etanol yaitu 65,531±1,242 (0,01%) < 85,640±0,613 (0,02%) < 89,969±0,649
(0,03%) < 91,692±0,348 (0,04%) < 92,311±0,206 (0,05%) dan rutin 0,1% 95,184±0,485. Hasil analisis
statistik anova dua jalan dengan taraf kepercayaa 95%, bahwa antar konsentrasi dan antar lama waktu
penyimpanan ada perbedaan bermakna. Namun, antar keduanya tidak ada perbedaan bermakna. Uji
pendahuluan adanya flavonoid dengan uap ammonia dan pereaksi campuran 1% kalium ferisianida
dengan 2% larutan feriklorida (1:1) secara kromatografi kertas menunjukkan bahwa didalam sampel
mengandung flavonoid.
Kata kunci: Leucaena leucocephala (Lamk.) De Wit, flavonoid, metode tiosianat
PENDAHULUAN
Tubuh kita pada keadaan normal memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap
pengrusakan oleh radikal bebas yang beragam, efisien dan tersebar di berbagai tempat di dalam
sel. Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah yang secara normal terjadi di dalam tubuh
dan merupakan suatu episode kehidupan yang tak terelakan. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, saat ini proses menua telah diketahui bukan
hanya sebagai akibat usia yang bertambah atau pengaruh faktor genetik dan lingkungan tetapi
juga sangat dipengaruhi oleh faktor lain seperti stres, serangan berbagai macam radikal bebas,
meningkatnya pembentukan homosistein, defisiensi vitamin, mineral dan nutrien tertentu, atau
pun menurunnya sistem kekebalan. Menurunnya sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut juga
akan mempercepat proses penuaan dan tubuh akan menjadi rentan terhadap serangan penyakit
infeksi, kanker dan sebagainya. Senyawa yang dapat sebagai antioksidan antara lain vitamin C,
vitamin E, β-karoten, α-tokoferol, zink, selenium, sayur hijau, polong-polongan, padi-padian.
Selain itu juga rutin yang merupakan glikosida kuersetin yang mempunyai aktivitas antiradikal
yang cukup tinggi.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu pencarian senyawa-senyawa antioksidan
yang mempunyai aktivitas tinggi dengan efek samping yang relatif kecil. Salah satu tumbuhan
yang digunakan untuk pengobatan tradisional adalah lamtoro (Leucaena leucocephala (Lamk.)
De Wit.). Lamtoro merupakan tanaman perdu yang banyak mengandung alkaloid, saponin,
flavonoid, tanin, protein lemak, kalsium, fosfor, besi, asam amino, leukanol. Uji aktivitas
antioksidan dapat dilakukan dengan metode tiosianat, seperti yang telah dilakukan pada uji
aktivitas antioksidan ekstrak air daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara in-vitro (Chairul,
dkk., 2003).
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat. Blender, almari pengering, panci infusa, penangas air, Erlenmeyer, corong
Buchner, batang pengaduk, cawan porselin, bejana pengembang, tabung reaksi dan rak,
Erlenmeyer, pipet volume, vial 25 ml, neraca analitik, spektrofotometer UV-Vis, oven, cuvet.
Bahan-bahan. Semua bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berstandar p.a
(pro analisis) kecuali etanol untuk pembuatan ekstrak, akuades, kertas Whatman no.1. Bahan
untuk membuat ekstrak biji lamtoro adalah serbuk biji lamtoro dan etanol 96%. Bahan untuk uji
pendahuluan adanya flavonoid adalah kertas Whatman no.1, butanol, asam asetat 15%, air dan
uap amoniak. Sedangkan bahan untuk uji pendahuluan adanya aktivitas antioksidan adalah 1%
kalium ferisianida dan 2% feri klorida. Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan
dengan metode tiosianat adalah buffer fosfat (pH 7,0) 0,05 M, asam linoleat 2,51%, rutin,
ammonium tiosianat 30%, ferro sulfat 0,02 M, asam klorida 3,5%, etanol 96%, etanol 75%.
METODE PENELITIAN
Ekstrak etanol infusa biji lomtoro yang didapat dilarutkan dalam etanol 96%, larutan
dibuat dalam empat konsentrasi yaitu 0,02 mg/ml, 0,04 mg/ml, 0,06 mg/ml, dan 0,08 mg/ml.
Diambil 4 ml dari masing-masing larutan uji dan dimasukkan dalam vial terpisah dan
ditambahkan 4,1 ml asam linoleat 2,51% dalam etanol 96%, 8 ml buffer fosfat 0,05 M dan 3,9 ml
akuades. Vial ditutup rapat dan dimasukkan dalam oven pada suhu 40 °C dan didiamkan selama
24 jam. Kemudian larutan uji, kontrol positif dan kontrol negatif yang telah didiamkan selama 24
jam dan diambil sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9,7 ml
etanol 75%, 0,1 ml ammonium tiosianat 30%, kemudian dikocok sampai homogen dan
didiamkan selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan 0,1 ml ferro sulfat 0,02 M dalam HCl 3,5%
dan dikocok kembali sampai homogen, warna merah yang terjadi diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm dan dilakukan pengulangan sebanyak
lima kali. Pengukuran tersebut dilakukan setiap 24 jam selama 14 hari (Kikuzaki, dkk., 1999).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas antioksidan yang dimaksud adalah kemampuan flavonoid untuk menghambat
atau mengurangi reaksi oksidasi dari asam linoleat. Aktivitas ini disebabkan karena adanya
gugus hidroksi fenolik dalam strukturnya (pada cincin B). Gugus hidroksi pada cincin B dari
flavonoid bereaksi untuk menghambat oksidasi asam linoleat, pada flavonoid lebih stabil karena
adanya stabilisasi resonansi. Penghambatan oksidasi asam linoleat ditentukan dengan membaca
absorbansi kompleks feritiosianat [Fe(SCN)3] pada larutan uji dengan penambahan flavonoid
ekstrak etanol dan ekstrak air infusa biji lamtoro (perlakuan) serta rutin (kontrol positif) yang
dibandingkan dengan absorbansi kompleks feritiosianat tanpa penambahan flavonoid maupun
rutin (kontrol negatif).
Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak air dibandingkan rutin sebagai
kontrol positif karena rutin mempunyai struktur yang hampir sama dengan flavonoid yang diteliti
dan rutin diketahui juga sebagai antiradikal yang cukup tinggi.
Pada tahap awal dilakukan orientasi untuk mencari waktu operasional, panjang
gelombang maksimum dan konsentrasi sampel sampai didapat hasil yang baik. Penentuan waktu
operasional dan panjang gelombang maksimum dilakukan pada kontrol negatif. Secara teoritis
panjang gelombang maksimumnya adalah 500 nm (Kikuzaki, dkk., 1999). Dari hasil pengamatan
dengan me-running kontrol negatif pada panjang gelombang 200-800 nm, didapat panjang
gelombang maksimum 490 nm dan untuk pengamatan berikutnya menggunakan panjang
gelombang 490 nm.
Larutan uji yang digunakan terdiri dari lima konsentrasi ekstrak etanol dan ekstrak air
masing-masing 0,01%; 0,02%; 0,03%; 0,04%; 0,05% dan rutin 0,1% sebagai kontrol positif
masing-masing tiga replikasi.
Pada penelitian ini semua larutan uji menunjukkan aktivitas antioksidan sebagai
penghambat oksidasi. Persentase penghambatan oksidasi asam linoleat oleh sampel dan rutin
dengan metode tiosianat dapat dilihat pada tabel berikut :
Sampel
Persen penghambatan oksidasi
Hari
ke-0
Hari
ke-1
Hari
ke-2
Hari
ke-3
Hari
ke-4
Hari
ke-5
Hari
ke-6
Ekstrak
0,01% 18,606 63,781 65,531 51,61 43,113 22,305 9,072
0,02% 24,066 83,111 85,640 81,525 68,005 42,189 18,730
etanol 0,03% 24,281 85,953 89,696 82,006 75,995 59,539 34,421
0,04% 24,907 86,825 91,692 82,531 79,555 64,675 35,869
0,05% 27,035 87,119 92,311 83,668 83,670 77,389 42,892
Ekstrak
air
0,01% 14,655 74,853 80,069 70,098 43,657 33,422 27,981
0,02% 19,284 84,774 90,673 82,010 81,200 78,810 71,818
0,03% 21,596 85,845 91,427 88,225 86,685 80,131 75,264
0,04% 25,527 87,514 92,497 92,184 92,091 91,555 91,521
0,05% 34,864 91,514 94,521 93,335 92,729 92,554 92,536
Rutin 0,1% 30,013 84,384 95,184 83,910 81,099 61,358 33,196
Dari hasil perhitungan rata-rata persentase penghambatan oksidasi menunjukkan bahwa
semakin lama waktu penyimpanan maka semakin besar pula persentase penghambatan oksidasi.
Namun, peningkatan persentase penghambatan oksidasi hanya sampai batas waktu tertentu yang
kemudian akan menurun Optimalisasi terjadi pada hari ke-2, setelah itu menurun. Pada hari ke-0
dan ke-1 pembentukan radikal bebas dari asam linoleat masih sedikit sampai terjadi optimalisasi
pada hari ke-2. sampai terbentuk hidroperoksida yang menghasilkan On (O tunggal) dalam
suasana asam yang menyebabkan oksidasi ion ferro menjadi ion feri. Namun, setelah hari ke-2
oksidasi ion ferro menjadi ion feri meningkat, sehingga kemampuan flavonoid maupun rutin
dalam menghambat oksidasi asam linoleat menurun. Terlihat pada tabel persentase
penghambatan oksidasi setelah hari ke-2 makin kecil. Dari tabel di atas persen penghambatan
oksidasi ekstrak air rata-rata lebih besar dibanding ekstrak etanol, hal ini kemungkinan karena
lebih banyak senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan yang bersifat polar. Rutin sebagai
senyawa pembanding mempunyai persen penghambatan oksidasi yang kurang poten dibanding
sampel karena konsentrasi yang digunakan terlalu besar. Sebenarnya dengan kadar yang kecil
rutin sudah dapat digunakan sebagai antioksidan karena senyawa ini berupa senyawa sintetik.
Potensi antioksidan dari ekstrak etanol dan ekstrak air infusa biji lamtoro dapat
ditentukan dengan parameter persen penghambatan oksidasi dan perhtungan IC50 (inhibition
concentration 50). IC50 yaitu konsentrasi senyawa uji yang menyebabkan penghambatan oksidasi
sebesar 50%. Nilai IC50 dapat ditentukan dengan persamaan regresi linier antara log konsentrasi
senyawa uji dengan nilai probit dari persentase penghambatan oksidasi senyawa uji yang
dihasilkan. Potensi antioksidan dihitung pada saat penghambatan oksidasi yang maksimum dari
senyawa uji, sesuai table berikut :
Konsentrasi(%)
Log
Ekstrak etanol Ekstrak air
Penghambatan Nilai probit Penghambatan Nilai probit
konsentrasi oksidasi (%) oksidasi (%)
0,01 -2,000 65,531 5,401 80,069 5,664
0,02 -1,699 85,640 6,052 90,673 6,326
0,03 -1,523 89,969 6,281 91,427 6,370
0,04 -1,398 91,692 6,388 92,497 6,436
0,05 -1,301 92,311 6,438 94,521 6,597
Hasil persamaaan regresi linier antara log konsentrasi senyawa uji (x) dengan nilai probit
(y) adalah Y = 1,499X + 8,486 dengan r = 0,9747 (ekstrak etanol), sedangkan Y = 0,982X +
7,870 dengan r = 0,9634 (ekstrak air). Dengan memasukkan nilai probit = 5,00 (persen
penghambatan oksidasi 50%) pada Y dari persamaan regresi linier tersebut, maka diperoleh nilai
IC50 sebesar 4,726 x 10-3
% untuk ekstrak etanol dan 1,194 x 10-3
% untuk ekstrak air.
Nilai IC50 yang diperoleh mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan
penghambatan oksidasinya, artinya semakin besar IC50 maka kemampuan penghambatan
oksidasinya semakin kecil. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak
etanol > ekstrak air, hal ini berarti ekstrak etanol infusa biji lamtoro mempunyai penghambatan
oksidasi yang lebih kecil dibanding ekstrak airnya.
Hasil persen penghambatan oksidasi dianalisis dengan anova dua jalan dan jika ada
perbedaan dilanjutkan dengan uji Tukey dengan taraf kepercayaan 95%. Uji ini dilakukan pada
antar konsentrasi larutan uji dan antar waktu penyimpanan.
Pada persen penghambatan oksidasi sebelum dianalisis dengan anova, dilakukan tes
homogenitas varian untuk mengetahui apakah varian dari kelima perlakuan pada antar
konsentrasi senyawa uji dan antar waktu penyimpanan adakah perbedaan, karena salah satu
asumsi dasar anova adalah bahwa varian harus sama. Dari hasil tes homogenitas bahwa semua
perlakuan adalah sama, maka dilanjutkan dengan uji anova.
Berdasarkan hasil uji Tukey dapat dilihat bahwa pada perlakuan antar konsentrasi
senyawa uji ada perbedaan yang signifkan dan ada pula yang berbeda tidak signifikan. Hal ini
mungkin disebabkan karena kandungan zat aktifnya sama atau konsentrasi sampel yang hampir
sama. Berdasarkan statistik, ekstrak air 0,05% adalah konsentrasi sampel yang memberikan
penghambatan oksidasi terbesar.
Hasil uji Tukey menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dan tidak signifikan dari
beberapa perlakuan atau dari perbedaan waktu penyimnpanan. Dari hari ke-1 sampai ke-5
terdapat perbedaan yang signifikan karena terjadi peningkatan penghambatan oksidasi.
Sedangkan pada hari ke-2 sampai ke-6 terdapat perbedaan yang tidak signifikan karena pada saat
itu mulai terjadi penurunan penghambatan oksidasi. Penghambatan oksidasi maksimum terjadi
pada hari ke-3 penyimpanan. Sehingga apabila akan mengkonsumsi antioksidan ini sebaiknya
tiga hari setelah pembuatan, untuk mencapai hasil yang maksimum.
PENUTUP
Dari hasil penelitian yang telah dilakuakan dapat disimpulkan bahwa semua larutan uji
mempunyai aktivitas antioksidan. Aktivitas yang paling besar dimiliki oleh rutin sebagai kontrol
positifnya dan ekstrak air 0,05% sebagai sampel. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, bahwa biji lamtoro selain dapat digunakan sebagai obat cacing, bengkak (oedem),
radang ginjal dan kencing manis dapat juga digunakan sebagai antioksidan. Sehingga biji
lamtoro layak untuk dikonsumsi masyarakat sebagai obat tradisional, khususnya sebagai
antioksidan. Jika diaplikasikan, biasanya antioksidan ini untuk pemakaian internal yaitu dengan
diminum atau ditelan. Kadar efektif untuk dapat sebagai antioksidan pada penelitian ini adalah
0,05% yang direbus dengan air dan efek maksimum akan terlihat pada hari ke-2.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Index Herba Medisinal di Indonesia, PT Eisai Indonesia, Japan, 152.
Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, 303-305.
Anonim, 2004, http:\\www.lcpang.tripod.com/jawaban.htm
Backer, C. A., Brink, V. D. R. C., 1965, Flora of Java, Vol I, N. V. P. Noordhoff, Groningen,
The Netherlands, 560.
Basset, J., Denrey, R. C., Jeffery, G. H., Mendham, J., 1994, Buku Ajar Vogel : Kimia Anlisis
Kuantitatif Anorganik, Alih Bahasa : A. Hadyana, L. Setiono, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta, 846-849.
Budavari, S. (ed), 1996, The Merck Index, Thirdteenth Edition, Whitehouse Station, N J, 1106.
Burda, S. dan Wieslaw O., 2001, Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoid, Journal of
Agric. Food Chem, Vol. 49, 2776.
Chairul, S. M, Ros Sumarny, Chairul, 2003, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Daun
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) secara In-Vitro, Majalah Farmasi Indonesia, Vol.
XIV, No.4, 208-215.
Cooper, H, Kenneth, 2001, Sehat Tanpa Obat Empat Langkah Revolusi Antioksidan,
Diterjemahkan oleh Marlia Singgih, Penerbit Kaifa, Bandung, 46-48.
Dalimartha, S., Mooryati, S., BR. A., 1999, Awet Muda Dengan Tumbuhan Obat dan Diet
Suplemen, Trubus Agriwidya, Semarang, 1-8.
Dhody, S. P., 1998, Agar Awet Muda, Trubus Agriwidya, Semarang, 21-32.
Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas-Sifat dan Peran dalam Menimbulkan Kerusakan atau
Kematian Sel, Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 102, 32-35.
Hanasaki, Y., Ogawa, S., Fukui, S., 1994, The Correlation Between Active Oxygen, Scavenging
and Antioxidative Effect of Flavonoids, Free Radical Biol. Med., Vol. 16, 845-850.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Edisi Kedua, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerbit
ITB, Bandung, 91.
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Departemen Kehutanan,
Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta, 885-887.
Heckelman, P. E., Smith, A. J., O’Neil, M., 2001, The Merck Index Thirdteenth Edition, An
Encyclopedia of Chemicals and Biological, Merck Research Laboratories Division of
Merck and Co., Whitehouse Station, N J, 8383.
Husain, S. R., Cillard, J., and Cillard, P., 1987, Hidroxyl Scavenging Activity of Flavonoids,
Phytochemystry, Vol. 26, 48.
Kikuzaki, H., Hara S., Yayoi, K., and Nakatani, N., 1999, Antioxidative. Phenylpropanoids from
Berries of Pimenta dioica, Journal of Phytochemistry, Vol. 52, 1307-1312.
Kikuzaki, H., and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effects of Some Ginger Constituens, J. Food
Sci., 58 (6), 1407.
Kirugawa, K., Karugi, A., Kurechi, T., 1980, Chemistry and Implication of Degeneration of
Phenolic Antioxidant, Food Antioxidant, Tokyo College of Pharmacy, Japan, 65-66.
Kusumawardani, A., 2001, Uji Aktivitas Antioksidan Curcuma xanthoriza, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Lautan, J., 1997, Radikal Bebas pada Eritrosit dan Leukosit, Cermin Dunia Kedokteran, Vol.
116, 49-52.
Mangoting, D., Imang Irawan, Said Abdullah, 2005, Tanaman Lalap Berkhasiat Obat, Cetakan
Pertama, Penebar Swadaya, Jakarta, 74.
Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, 15-21, 38, 63.
Morel, L., Lescoat, G., Cilliard, P., Cilliard, J., 1994, Role of Flavonoid and Iron Chelationin
Antioxidant Action, Methods Enzymol, 234, 437-443.
Muhilal, 1991, Teori Radikal Bebas dalam Gizi dan Kedokteran, Cermin Dunia Kedokteran,
Vol. 69, 9-10.
Mulyati, Z. A., 2004, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Daun Lamtoro (Leucaena Glauca Bth.),
Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Murray, Robbert K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V. W., 1999, Biokimia Harper, Edisi
24, Diterjemahkan oleh Andy Hartono, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 174-
175.
Narayana, K.R., 2001, Bioflavonoid Classification, Pharmacological, Biochemical Effect and
Therapeutical Potential, Indian Journal of Pharmacology, Vol. 33, 2-16.
Pramono, S., 1989, Pemisahan Flavonoid, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 1-12.
Ratty, A. K., dan Das, N. P., 1988, Effect of Flavonoid Nonenzymatic Lipid Peroxidation :
Structure Activity Relationship, Biochem. Med, 39, 69-79.
Steenis, C. G. G. J. V., 1997, Flora untuk Sekolah di Indonesia, Diterjemahkan oleh Moeso
Surjowinoto, PT Pradnya Pramita, Jakarta, 206.
Suharman dan Mulja, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya, 26.
Wasitaatmaja, S. M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI-Press, Jakarta, 196-201.
Wijayakusuma, H., Wirian A. S., Yaputra T., Dalimartha S., Wibowo B., 1996, Tanaman
Berkhasiat Obat di Indonesia, Jilid III, Penerbit Pustaka Kartini Anggota IKAPI Jaya,
Jakarta, 35.
Wijayakusuma, H., 1997, Hidup Sehat Cara Hembing, Buku 10, PT Gramedia, Jakarta, 37