uin syarif hidayatullah jakarta perbandingan...

89
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PERBANDINGAN TINGKAT KECERAHAN DAN EROSIVITAS SPESIMEN GIGI SETELAH PENGAPLIKASIAN PATCH JUS TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DAN PATCH HIDROGEN PEROKSIDA SECARA IN-VITRO SKRIPSI BERLIANA NOVIANITA 1113102000050 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA DESEMBER 2017

Upload: hakiet

Post on 22-Jul-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN TINGKAT KECERAHAN DAN EROSIVITAS

SPESIMEN GIGI SETELAH PENGAPLIKASIAN PATCH JUS TOMAT

(Solanum lycopersicum L.) DAN PATCH HIDROGEN PEROKSIDA

SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

BERLIANA NOVIANITA

1113102000050

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2017

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PERBANDINGAN TINGKAT KECERAHAN DAN EROSIVITAS

SPESIMEN GIGI SETELAH PENGAPLIKASIAN PATCH JUS TOMAT

(Solanum lycopersicum L.) DAN PATCH HIDROGEN PEROKSIDA

SECARA IN-VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

BERLIANA NOVIANITA

1113102000050

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

DESEMBER 2017

iii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

iv

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

v

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

vi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ABSTRAK

Nama : Berliana Novianita

Program Studi : Farmasi

Judul : Perbandingan Tingkat Kecerahan dan Erosivitas Spesimen

Gigi Setelah Pengaplikasian Patch Jus Tomat

(Solanum lycopersicum L.) dan Patch Hidrogen Peroksida

secara In-vitro

Bahan pemutih gigi alami mulai digunakan sebagai alternatif untuk menghindari

risiko iritasi akibat penggunaan pemutih gigi golongan peroksida. Tomat

diketahui memiliki potensi yang baik dalam memutihkan gigi. Sediaan pemutih

gigi juga memiliki beragam bentuk sediaan dan patch merupakan salah satu

bentuk sediaan yang paling disukai karena memberikan rasa nyaman

penggunanya saat pengaplikasian. Pada penelitian ini, sediaan patch pemutih gigi

yang mengandung jus tomat (Solanum lycopersicum L.) telah dibuat sebagai

pemutih gigi alami. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan tingkat

kecerahan dan erosivitas spesimen gigi setelah aplikasi patch jus tomat dan patch

hidrogen peroksida secara in-vitro serta mengkarakterisasi sifat-sifat dari patch

jus tomat yang berbasis polimer hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan

polivinil pirrolidon (PVP). Patch dibuat dalam 3 formula F1, F2, dan F3 dengan

variasi perbandingan konsentrasi jus tomat yang berturut-turut adalah 55%; 60%;

dan 65% (b/b). Patch dibuat dengan metode solvent casting. Hasil evaluasi fisik

patch menunjukkan bahwa ketiga patch dapat melekat pada spesimen gigi lebih

dari 3 jam. Tingkat kecerahan gigi setelah aplikasi patch F1, F2, dan F3

menunjukkan adanya peningkatan dan formula F3 menghasilkan peningkatan

kecerahan spesimen gigi yang paling baik. Erosivitas gigi dilihat dari morfologi

gigi di bawah Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan bahwa patch

hidrogen peroksida bersifat lebih erosif terhadap spesimen gigi dibandingkan

patch F3.

Kata kunci: Patch, Solanum lycopersicum L., hidrogen peroksida, HPMC, PVP,

Tegaderm, bahan pemutih gigi, Scanning Electron Microscope.

vii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ABSTRACT

Name : Berliana Novianita

Program Study : Pharmacy

Title : The In-vitro Studies of Lightness and

Erosivity Comparison of Teeth Specimens after The

Application of Patch Containing Solanum

lycopersicum L. Juice and Patch Containing

Hydrogen Peroxide

Natural dental bleaching has been used as alternative to avoid the risk of irritation

due to the application of dental bleaching made from peroxide groups. Tomato

has known to have good potency in teeth bleaching. Dental bleaching also has

various dosage forms and patch is one of most-preferrable dosage form because of

its comfort when it is applied. In this experiment, teeth whitening patches

containing tomato (Solanum lycopersicum L.) juice have been made as natural

dental bleaching. The objectives of this research were to compare the effect of

lightness and erosivity of teeth specimens after the application of patches

containing tomato with patch containing hydrogen peroxide and characterize the

tomato juice patch based Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) combined

with Polyvinnyl Pirrolidon (PVP). Patches were formulated in three formulas

termed as F1, F2, and F3 by varying the tomato juice concentration into 55%;

60%; dan 65% (w/w). Patches were prepared by solvent casting method. Patches

characterization showed that all formulas can be attached on teeth specimens more

than 3 hours. Teeth lightness after the application of F1, F2, and F3 patches

showed that F3 has the greatest increase of teeth specimens’ lightness. Teeth

specimens’ erosivities were observed under the Scanning Electron Microscope

(SEM) and the result showed that the greatest erosivity occurred due to the

application of patch containing hydrogen peroxide than the application of patch

F3.

Keywords: Patch, Solanum lycopersicum L., hydrogen peroxide, HPMC, PVP,

Tegaderm, dental bleaching, Scanning Electron Microscope.

viii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat dan keridhaan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Perbandingan Tingkat

Kecerahan dan Erosivitas Spesimen Gigi Setelah Pengaplikasian Patch Jus Tomat

(Solanum lycopersicum L.) dan Patch Hidrogen Peroksida secara In-vitro”

bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Farmasi dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tanpa berbagai bantuan dan dukungan dari segi moral

maupun material dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan hingga masa

penyusunan skripsi ini, tentunya akan menjadi suatu hal yang mustahil bagi

penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D.,

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga dan

pikiran untuk membimbing penulis selama penelitian.

4. Seluruh dosen Program Studi Farmasi dan Civitas Akademika Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta atas ilmu, inspirasi dan bantuan yang diberikan

kepada saya.

5. Orang tua tercinta; Papa, Riza Taufik, S.E.; Mama, Suprianah; dan Bunda,

Evie Aryantie S.E.; Alm. Bapak, Budi Hasan; yang telah mendidik dan

membesarkan saya dengan cinta dan selalu mendukung apapun keputusan

dan risiko yang saya ambil. Terima kasih atas kepercayaan yang telah

diberikan atas semua pilihan hidup saya.

ix

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

6. Kakak dan adik tersayang; Nada Risprian dan Luthfialdi Nouval, yang

selalu menjadi sumber motivasi saya untuk selalu menjadi lebih baik di

setiap kesempatan.

7. Seluruh laboran FKIK; Kak Eris, Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Yaenap, Kak

Walid, Mbak Rani, yang telah memberikan kemudahan kepada saya

selama menjalani penelitian.

8. drg. Lisbeth, Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Moestopo, dan

seluruh pihak penyumbang spesimen gigi yang telah membantu penulis

dalam penelitian ini.

9. Kepada sahabat-sahabat saya; Ayu Halim Maharani, Tiara Nur Annisa,

Raudhatul Husna, Destiana Maisratun yang selalu memberi motivasi dan

bantuan dalam perjuangan selama perkuliahan hingga penulisan skripsi.

10. Kepada sahabat perjuangan selama perkuliahan; Puspa Novadianti, Talitha

Amanda, Sinthiya Nur Septiani serta teman-teman seperjuangan di

laboratorium, yang menyadarkan saya bahwa perjuangan menjadi Sarjana

Farmasi tidaklah mudah dan memotivasi saya hingga saya dapat melewati

tahap ini.

11. Hesham Essam Ghaly, yang membuat saya selalu percaya bahwa saya

dapat meraih apapun yang saya mau, yang selalu mendukung dan

memotivasi saya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12. LSO Pharmacy Music Community, yang telah memberikan banyak

memori tak tergantikan. Terima kasih atas segala dukungan yang telah

diberikan kepada saya.

13. Farmasi UIN Jakarta angkatan 2013 atas kebersamaan yang berharga.

14. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang

telah mendukung penelitian ini.

x

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, namun penulis

berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang farmasi khususnya pengembangan sistem penghantaran

obat. Semoga Allah membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah

membantu saya selama penelitian.

Ciputat, 18 Desember 2017

Penulis

xi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR ISI

xiii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xiv

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xv

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Penggolongan Stains…………...……………………... 6

Tabel 2.2. Pilihan Perawatan Teeth Bleaching ………..…………. 8

Tabel 2.3. Kandungan Kimia Tomat Per 100 Gram Buah............. 16

Tabel 3.1. Formula Patch Hidrogen Peroksida dan Patch Jus

Tomat……………….…………………………………

22

Tabel 3.2. Formula Cairan Saliva Buatan Metode Afnor….…….. 23

Tabel 3.3. Urutan Skor Perubahan Warna Gigi…..………………. 26

Tabel 4.1. Viskositas Cairan Pembentuk Film………..………….. 30

Tabel 4.2. Evaluasi Fisik Film……………………………………. 33

Tabel 4.3. Uji Derajat Pengembangan Patch………….…………. 34

Tabel 4.4. Daya Tahan Lipat Patch.……………………………… 35

Tabel 4.5. Kadar Air Patch…...…………………………………... 36

Tabel 4.6. Uji Waktu Tinggal secara In-vitro ……………………. 37

Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi terhadap Efek Teeth Staining Larutan Teh dan

Bleaching dengan Jus Tomat 100%............................

38

Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Kuantitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi terhadap Efek Teeth Staining Larutan Teh dan

Bleaching dengan Jus Tomat 100%.............................

39

Tabel 4.9. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi Sebelum dan Sesudah Aplikasi Patch Formula 1..

40

Tabel 4.10. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi Sebelum dan Sesudah Aplikasi Patch Formula 2..

40

Tabel 4.11. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi Sebelum dan Sesudah Aplikasi Patch Formula 3..

41

Tabel 4.12. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi Sebelum dan Sesudah Aplikasi patch Formula

Standar…………………………………………………

41

Tabel 4.13. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan

Gigi sesudah Aplikasi Patch F1, F2 dan F3……...……

42

xvi

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Mekanisme Hidrogen Peroksida sebagai Pemutih Gigi.. 6

Gambar 2.2. Gigi Primer…………………………………………….. 8

Gambar 2.3. Gigi Permanen…...…………………………………..... 8

Gambar 2.4. Vitapan Classical Shadeguide…………………………. 13

Gambar 2.5. Struktur Kimia Hidrogen Peroksida…..……………….. 16

Gambar 2.6. Struktur Kimia HPMC………………………………… 16

Gambar 2.7. Struktur Kimia PVP…………………………………… 17

Gambar 2.8. Struktur Kimia Poliuretan…………………………….. 18

Gambar 4.1. Kurva Viskositas CPF pada 6 Titik.…………….......... 30

Gambar 4.2. Gambar Makroskopik Film……..…………………….. 31

Gambar 4.3. Perbandingan Makroskopik Film……………...………. 31

Gambar 4.4. Gambar Mikroskopik Film…………..………………... 31

Gambar 4.5. Kurva Derajat Pengembangan Patch………………...... 34

Gambar 4.6. Kurva Uji Kuantitatif Warna Gigi sebelum

Perendaman Teh, sesudah Perendaman Teh dan

sesudah Perendaman dalam Jus Tomat

100%........................................................................

38

Gambar 4.7. Kurva Peningkatan Kecerahan Warna Spesimen Gigi

Uji Setelah Aplikasi Patch…………………………….. 42

Gambar 4.8. Morfologi Kelompok Kontrol Negatif Perbesaran 1000

Kali dan 5000 Kali…..………………………………... 43

Gambar 4.9. Morfologi Kelompok Patch Hidrogen Peroksida

Perbesaran 1000 Kali dan 5000 Kali………………….. 43

Gambar 4.10. Morfologi Kelompok Formula F3 Perbesaran 1000

Kali dan 5000 Kali……………………………………. 44

xvii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penampilan merupakan salah satu aspek yang sangat diperhatikan

seseorang dalam interaksi sosial pada zaman modern ini. Gigi yang putih adalah

salah satu hal yang diidamkan masyarakat untuk menunjang penampilan mereka

sehingga mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi ketika berinteraksi

dengan orang lain. Namun, terdapat faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti

makanan dan minuman favorit yang dikonsumsi masyarakat, dapat menyebabkan

gigi menjadi kuning (teeth staining).

Pewarnaan pada gigi (teeth staining) memiliki penyebab yang multi-

faktorial akibat kromogen (agen pewarna) yang berasal dari makanan yang sering

dikonsumsi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan langsung dengan mulut.

Kromogen ini diambil oleh pelikel gigi (pellicle) dan warna yang ditimbulkan

pada gigi menyerupai kromogen. Merokok dan mengunyah merupakan salah satu

penyebab pewarnaan pada gigi, juga mengonsumsi kopi dan teh. Diduga

pewarnaan pada gigi akibat polifenol yang terkandung dalam makanan dan

minuman tersebut (Pearson, D. 1976).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tin-Oo, et al. (2011), 124 dari

235 pasien (52,8%) Hospital Universiti Sains Malaysia, yang terdiri dari 70 pria

dan 165 wanita, menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan penampilan gigi

mereka. Sebanyak 132 pasien (56,2%) diantaranya menyatakan ketidakpuasan

terhadap warna gigi mereka. Penelitian ini juga menentukan faktor yang

meningkatkan kepuasan pasien terhadap penampilan gigi mereka dan perlakuan

yang diharapkan untuk meningkatkan estetika penampilan gigi mereka. Prosedur

pemutihan gigi (teeth whitening) adalah perlakuan yang paling diharapkan oleh

kebanyakan pasien; yakni sebanyak 48,1% dari 235 pasien Hospital Universiti

Sains Malaysia.

In-office bleaching, take-home bleaching atau produk pemutih gigi OTC

merupakan pilihan yang tersedia saat ini untuk perawatan pemutihan gigi. Home

2

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

bleaching merupakan salah satu cara pemutihan gigi vital dan cukup populer.

Bahan yang digunakan dapat hidrogen peroksida, karbamid peroksida atau sistem

non-hidrogen peroksida yang mengandung natrium klorida, oksigen dan natrium

fluorida (Meizarini dan Rianti, 2005).

Di Indonesia, variasi sediaan pemutih gigi masih belum terlalu banyak.

Beberapa variasi sediaan OTC pemutih gigi yang lazim dan populer digunakan

antara lain pasta gigi dan obat kumur. Kini juga muncul beberapa variasi sediaan

baru yang belum populer digunakan di Indonesia seperti pena pemutih gigi,

teknologi penyinaran dan gel pemutih gigi instan. Di Amerika Serikat, sediaan

berupa patch pemutih gigi yang mengandung hidrogen peroksida atau karbamid

peroksida mulai popular di kalangan masyarakat, salah satunya diproduksi oleh

Crest 3D White dari P&G.

Patch merupakan suatu bentuk sediaan yang terdiri dari satu atau lebih

lapisan atau film polimer yang mengandung obat dan/atau eksipien lain. Patch

dapat mengandung lapisan polimer mukoadhesif yang berikatan dengan mukosa

mulut, gingiva atau gigi untuk mengontrol pelepasan obat ke mukosa mulut,

rongga mulut atau keduanya (Shravan, et al., 2012).

Chang, et al. (2003) telah mengembangkan patch pemutih gigi tipe basah

yang merupakan formulasi hidrogel atau berupa formulasi gel zat aktif yang

diaplikasikan ke suatu lapisan adhesif atau membenamkan lapisan adhesif ke

dalam larutan zat aktif. Patch tipe basah memiliki kekuatan adhesif yang lemah.

Selain itu, karena sifatnya yang lengket menyebabkan gel dapat menempel pada

tangan pengguna saat sebelum aplikasi (Chang, et al., 2003).

Patch tipe kering dibuat untuk mengatasi permasalahan ini. Patch

berbentuk kering sehingga saat kontak dengan tangan atau kulit, patch tidak

lengket dan tidak terjadi pelepasan zat aktif. Patch tipe kering juga memiliki

kekuatan adhesif yang lebih kuat terhadap gigi dan mampu bertahan menempel

pada gigi selama terhidrasi dan menempel pada gigi sehingga dapat menempel

lebih lama dan memberikan efek pemutih yang lebih baik dengan konsentrasi zat

aktif lebih rendah (Kim, et al., 2010).

Dalam penelitian ini, polimer glasi hidrofilik PVP digunakan sebagai basis

polimer karena kompatibilitasnya terhadap peroksida dan kemampuannya

3

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

memberikan sifat adhesi yang kuat terhadap gigi (Kim, et al., 2010). PVP

dikombinasikan dengan HPMC sebagai agen pembentuk film karena film dengan

polimer HPMC memiliki karakteristik yang tahan terhadap pelipatan lebih dari

300 kali, kekuatan bioadhesif yang tinggi hingga lebih dari 7 jam (Fitriyah, 2013),

serta lebih tahan terhadap disolusi dibandingkan dengan Na CMC sehingga

diharapkan dapat mempertahankan bentuk film saat diaplikasikan pada gigi dan

terhidrasi oleh saliva (Wardana, 2013).

Lapisan film kemudian dilapisi backing layer sehingga membentuk patch.

Menurut Kim, et al. (2010), backing harus terdiri dari polimer tidak larut air dan

impermeabel untuk mencegah penempelan pada gusi atau lidah atau mencegah

terlepasnya patch dari gigi akibat saliva. Backing Tegaderm dipilih karena

sifatnya yang impermeabel dan tidak larut air sehingga dapat menahan difusi zat

aktif ke saliva (Wardana, 2013).

Bahan pemutih gigi hidrogen peroksida memiliki efek samping seperti

iritasi gingiva dan gigi sensitif. Efek samping tersebut membuat para ahli mencari

alternatif bahan dental bleaching alami yang lebih aman dan murah. Tomat

merupakan salah satu buah yang dapat dijadikan sebagai bahan pemutih alami

pada gigi. Hal ini dikarenakan, tomat mengandung senyawa peroksida (Fauziah,

Fitriyani dan Diansari, 2012).

Tomat mengandung hidrogen peroksida dan enzim peroksidase. Hidrogen

peroksida berdifusi melalui email menuju ke tubuli dentin dan berfungsi sebagai

oksidator kuat yang dapat menghasilkan radikal bebas yang sangat reaktif.

Senyawa tersebut mampu merusak molekul-molekul zat warna sehingga warna

menjadi netral dan menyebabkan efek pemutihan. Peroksidase dapat

meningkatkan kecepatan hidrogen peroksida dalam mereduksi warna (S.A.

Pratiwi, 2009).

Lumuhu, dkk. (2016), telah melakukan penelitian mengenai perbedaan

efektivitas jus tomat dan jus apel sebagai bahan alami pemutih gigi dengan

metode perendaman spesimen gigi dalam jus 100%. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jus tomat dan jus apel dapat memutihkan gigi. Jus tomat lebih efektif

memutihkan gigi dibandingkan dengan jus apel dalam memutihkan gigi.

4

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Potensinya yang cukup baik mendasari peneliti memilih tomat sebagai pemutih

gigi alami yang akan diformulasikan dalam patch pemutih gigi.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan studi untuk melihat

pengaruh variasi konsentrasi jus tomat yang diformulasikan dalam sediaan patch

pemutih gigi terhadap warna dan erosivitas spesimen gigi secara in-vitro. Patch

merupakan patch pemutih gigi tipe kering yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan

utama merupakan matriks kombinasi polimer HPMC dan PVP yang mengandung

zat aktif dan lapisan backing Tegaderm. Jus tomat 100% dan patch hidrogen

peroksida digunakan sebagai standar pembanding.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik sediaan patch yang menggunakan kombinasi

polimer HPMC dan PVP sebagai matriks sediaan patch pemutih gigi?

2. Bagaimana perbandingan tingkat kecerahan spesimen gigi setelah aplikasi

patch jus tomat dan patch hidrogen peroksida secara in-vitro?

3. Bagaimana perbandingan tingkat erosivitas spesimen gigi setelah aplikasi

patch jus tomat dan patch hidrogen peroksida secara in-vitro?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi sediaan

patch dengan kombinasi polimer HPMC dan PVP sebagai matriks dalam

pengembangan teknologi sediaan patch pemutih gigi serta melihat perbandingan

tingkat kecerahan spesimen gigi setelah aplikasi patch jus tomat dan patch

hidrogen peroksida secara in-vitro.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai karakterisasi sediaan

patch dengan kombinasi polimer HPMC dan PVP sebagai matriks dalam

pengembangan teknologi sediaan patch pemutih gigi serta perbandingan tingkat

kecerahan spesimen gigi setelah aplikasi patch jus tomat dan patch hidrogen

peroksida secara in-vitro.

5

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Noda Gigi (Teeth Stains)

Menurut Margeas (2006) serta A. Watts dan M. Addy (2001), ada

beberapa jenis noda pada gigi (teeth stains) menurut letak dan prosesnya, yakni :

1) Extrinsic stains (noda ekstrinsik); noda pada permukaan gigi yang disebabkan

oleh interaksi antara muatan positif dari makanan dan muatan negatif pada

pelikel gigi yang berasal dari protein saliva. Perubahan warna pada bagian

permukaan gigi yang disebabkan oleh multifaktor seperti morfologi

permukaan gigi, komposisi protein saliva, makanan dan minuman yang

dikonsumsi, kebiasaan merokok dan tingkat kebersihan gigi. Beberapa

penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi minuman kaya polifenol

seperti teh, kopi, red wine menyebabkan noda ekstrinsik.

2) Internalised discolouration (diskolorasi terinternalisasi); noda ekstrinsik yang

masuk ke badan enamel dan dentin seperti kromogen makanan dan produk

rokok tembakau. Hal ini disebabkan oleh meningkatkan porositas enamel

sehingga noda ekstrinsik berpenetrasi ke dalam enamel dan dentin.

3) Intrinsic stains (noda intrinsik); terjadi ketika noda berada di dalam atau

berpenetrasi ke dalam gigi di bawah permukaan enamel gigi. Hal ini dapat

terjadi akibat molekul makanan masuk ke dalam enamel yang rusak atau

berlubang, perubahan struktural gigi atau ketebalan jaringan gigi, warna alami

dari enamel dan dentin, faktor sistemik dan penyakit metabolik, trauma dan

paparan tetrasiklin.

6

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 2.1. Penggolongan Stains

Parameter Noda ekstrinsik Noda

terinternalisasi

Noda intrinsik

Lokasi Permukaan luar

gigi

Badan enamel dan

dentin

Bagian internal dan

subpermukaan gigi

Sumber Red wine,

tembakau, kopi,

teh, makanan

kaya polifenol,

molekul dengan

muatan positif

tinggi seperti

klorheksidin

glukonat

Kromogen dari

makanan seperti

sumber noda

ekstrinsik yang

masuk akibat

peningkatan

porositas enamel

Warna alami enamel

dan dentin, variasi

struktural, penyakit

metabolik, faktor

sistemik, trauma dan

obat-obatan tertentu

Metode

stain

removal

Agen abrasif

(secara fisik),

surfaktan (mampu

mengangkat noda

dari permukaan)

Peroksida atau

analog peroksida

dengan atau tanpa

aktivasi panas atau

kimia (memudarkan

noda bukan

menghilangkan

noda); senyawa

asam dan metode

dehidrasi

(opasifikasi enamel

untuk melihat noda

pada subpermukaan

gigi)

Peroksida atau

analog peroksida

dengan atau tanpa

aktivasi panas atau

kimia (memudarkan

noda bukan

menghilangkan

noda); senyawa

asam dan metode

dehidrasi

(opasifikasi enamel

untuk melihat noda

pada subpermukaan

gigi) [Sumber: Margeas (2006); A. Watts dan M. Addy (2001)]

2.2. Bleaching

Teknologi pemutihan gigi dapat dikategorikan ke dalam 2 tipe; 1)

teknologi yang dirancang menghilangkan hanya noda ekstrinsik melalui

mekanisme abrasi; 2) teknologi yang dirancang untuk menghilangkan noda

ekstrinsik maupun intrinsik melalui mediasi senyawa kimia (Margeas, 2006).

Menurut Margeas (2006), metode pembersihan noda pada gigi dibagi

menjadi 2 metode yaitu pembersihan secara fisika dan kimia :

1) Metode pembersihan noda gigi secara fisika; dilakukan menggunakan

agen abrasif yang biasa diformulasikan dalam pasta gigi. Agen abrasif

yang digunakan baiknya digunakan abrasif yang berdiameter lebih halus,

dan sferis karena dapat mengangkat noda dan memberikan kesan kilau

7

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

pada gigi, juga untuk meminimalisir kerusakan jaringan gigi akibat

menggosok gigi. Agen abrasif yang biasa digunakan antara lain; silica

amorf sintetik, kalsium karbonat (derivat cangkang kerang), cangkang

telur, kalsit, kapur alam, mica, dikalsium fosfat dihidrat, alumunium

oksida atau bauksit.

[Sumber : Margeas, 2006]

Gambar 2.1. Mekanisme Hidrogen Peroksida sebagai Pemutih Gigi

2) Metode pembersihan noda gigi secara kimiawi; dapat dilakukan oleh

tenaga professional atau berupa produk take-home atau Over The Counter

(OTC) yang dapat digunakan dirumah. Senyawa yang biasa digunakan

adalah hidrogen peroksida dan analognya. Hidrogen peroksida

memutihkan gigi dengan mengoksidasi noda yang merupakan senyawa

organik dalam enamel dan dentin sehingga menjadi tak berwarna.

Hidrogen peroksida terpecah membentuk radikal bebas yang akan

memutus ikatan rangkap antara dua karbon (-C=C-) yang terdapat dalam

noda pada gigi.

8

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 2.2. Pilihan Perawatan Teeth Bleaching

Pilihan Perawatan Teeth Bleaching

In-office Hidrogen peroksida (25-35%)

Membutuhkan pelindung gusi

Aktivator :

Zat kimia

Panas

Cahaya

Hasil paling cepat

Diaplikasikan oleh dokter gigi

Take-home

Karbamid peroksida (hingga 21%)

Menggunakan cetakan gigi

Digunakan 2 kali sehari pada malam

hari

Diaplikasikan oleh pasien

OTC

Hidrogen atau karbamid peroksida

Tersedia dalam bentuk

Cetakan gigi

Strips

Paint-on liquids

Cairan kumur [Sumber: Margeas (2006)]

2.3. Efek Samping Proses Bleaching

Diketahui konsentrasi in-office bleaching yang biasa digunakan (30-35%

hidrogen peroksida) dapat menyebabkan rasa terbakar pada jaringan lunak (seperti

mukosa) yang dapat menyebabkan jaringan berubah warna menjadi keputihan.

Dalam penggunaannya perlu digunakan pelindung gusi. Pada pemakaian at-home

bleaching juga dilaporkan iritasi akibat penggunaan cetakan daripada agen

bleaching itu sendiri. Meskipun konsentrasi agen bleaching pada sediaan at-home

bleaching jauh lebih rendah, kadang dilaporkan terjadi iritasi mukosa

gastrointestinal seperti rasa terbakar pada langit-langit mulut dan tenggorokan,

serta gangguan minor pada lambung atau usus halus. Bleaching juga memberikan

efek pada struktur gigi. Efek yang terjadi pada enamel antara lain perbesaran pori

pada enamel, demineralisasi dan penurunan konsentrasi protein, degradasi matriks

organik, perubahan rasio kalsium:fosfat, dan penurunan kalsium gigi (Al-Qahtani,

2014).

9

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.4. Anatomi Gigi dan Jaringan Gigi

Gigi manusia terdiri dari 4 jenis gigi, yaitu insisivus, kaninus, pramolar

dan molar. Insisivus sentral dan lateral serta kaninus dikategorikan sebagai gigi

anterior, sedangkan pramolar dan molar dikategorikan sebagai gigi posterior. Gigi

primer terdiri dari 20 buah gigi; 10 gigi pada masing-masing rahang atas dan

bawah; yang terdiri dari 4 buah insisivus, 2 buah kaninus, dan 4 molar pada setiap

rahang. Gigi primer juga disebut gigi temporer atau gigi susu. Gigi primer akan

digantikan oleh gigi permanen yang berjumlah 32 buah masing-masing berjumlah

16 pada rahang maksilaris (rahang atas) dan mandibular (rahang bawah) (Nelson,

2010).

[Sumber : Nelson, 2010]

Gambar 2.2. Gigi Primer

[Sumber : Nelson, 2010]

Gambar 2.3. Gigi Permanen

10

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Setiap gigi terdiri dari bagian mahkota dan akar. Bagian mahkota

dilindungi oleh enamel dan akan dilindungi oleh semen. Bagian mahkota dan akar

menyatu oleh adanya cementoenamel junction (CEJ) atau biasa disebut cervical

line. Gigi terdiri dari 4 jaringan yaitu; enamel, semen, dentin yang merupakan

jaringan keras dan pulpa yang merupakan jaringan lunak. Jaringan pulpa

menyediakan suplai darah dan saraf untuk gigi. Bagian akar dikokohkan oleh

proses penulangan pada rahang sehingga gigi berada pada posisi yang tetap

sedangkan bagian mahkota tidak dilindungi oleh jaringan tulang, tetapi sebagian

dilindungi oleh gingiva atau gusi (Nelson, 2010).

Menurut Driessens dan Verbeeck (1990) dan Hilson (1986), enamel

mengandung hingga 96% kalsium fosfat (dari bobot), 3% air, dan 1% senyawa

organik. Sedangkan, dentin mengandung 70-75% kalsium fosfat, kurang lebih

20% senyawa organik dan 5-10% air.

2.5. Patch

Patch merupakan suatu bentuk sediaan matriks tipis tak larut yang terdiri

dari satu atau lebih lapisan atau film polimer yang mengandung obat dan/atau

eksipien lain. Patch dapat mengandung lapisan polimer mukoadhesif yang

berikatan dengan mukosa mulut, gingiva atau gigi untuk mengontrol pelepasan

obat ke mukosa mulut, rongga mulut (pelepasan searah) atau keduanya (pelepasan

dua arah). Patch dapat dilepaskan dari mulut dan dibuang setelah jangka waktu

tertentu. Patch yang ideal harus fleksibel, elastis dan lembut namun cukup kuat

untuk menahan kerusakan akibat aktivitas mulut. Selain itu, patch juga harus

menunjukkan kekuatan mukoadhesif yang baik sehingga dapat bertahan di mulut

selama waktu yang diharapkan (Shravan, et al., 2012).

Tipe-tipe patch antara lain (Shravan, et al., 2012) :

1) Tipe matriks (dua arah); yaitu patch yang dibuat dalam bentuk matriks

mengandung obat, bahan adhesif, dan eksipien yang dicampurkan

bersama. Patch dua arah melepaskan obat pada mukosa dan mulut.

2) Tipe reservoir (searah); yaitu patch yang dibuat dalam sistem reservoir

mengandung sebuah ruang untuk obat dan eksipien terpisah dari bahan

adhesif. Lapisan backing impermeable digunakan untuk mngontrol sistem

11

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

penghantaran searah; untuk mengurangi perubahan bentuk dan hancurnya

patch ketika di mulut dan untuk mencegah kehilangan obat.

Proses pembuatan patch dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu

(Shravan, et al., 2012; Sharma, et al., 2012) :

1) Solvent Casting Method; merupakan proses yang banyak digunakan dalam

pembuatan patch karena prosesnya mudah dan murah. Biasanya digunakan

untuk penelitian skala laboratorium. Metode ini terdiri dari enam langkah,

yaitu; (1) pembuatan larutan cetak, (2) penghilangan molekul udara dari

larutan (deaeration); (3) pemindahan larutan ke dalam cetakan sesuai

volume yang dibutuhkan; (4) pengeringan larutan; (5) pemotongan sediaan

kering yang mengandung sejumlah obat yang diinginkan dan (6)

pengemasan.

2) Direct Milling; pembuatan patch tanpa menggunakan pelarut. Obat dan

eksipien secara mekanis dicampur dengan penggilingan langsung atau

dengan meremas, tanpa adanya cairan. Setelah proses pencampuran, bahan

yang dihasilkan digulung pada release liner hingga ketebalan yang

diinginkan. Bahan backing kemudian dilaminasi seperti yang dijelaskan

sebelumnya.

3) Hot Melt Extrusion; pada metode ini, bahan dilelehkan dan ditekan

melalui sebuah lubang untuk menghasilkan bahan yang homogeny dalam

berbagai bentuk seperti butiran, tablet, atau film. Metode ini telah

digunakan untuk pembuatan tablet matriks dengan pelepasan terkendali,

pellet dan butiran serta film yang hancur di mulut.

4) Semisolid casting; disiapkan larutan film larut air pembentuk polimer.

Larutan yang dihasilkan ditambahkan ke dalam larutan polimer yang tidak

larut asam (seperti selulosa asetat ftalat, selulosa asetat butirat) yang

disiapkan pada ammonium atau NaOH. Kemudian sejumlah plasticizer

ditambahkan sehingga membentuk massa gel. Setelah itu, massa gel

dicetak menjadi film menggunakan heat control drums.

5) Solid dispersion extrusion; digunakan komponen yang tidak dapat

dicampur dengan obat. Selanjutnya dispersi padat dibentuk menjadi film

oleh die.

12

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

6) Rolling method; larutan atau suspensi yang mengandung obat digulung

pada pembawa. Larutan utama air dan campuran air dan alkohol. Film

dikeringkan dalam roller dan dipotong sesuai bentuk dan ukuran yang

diinginkan.

2.6. Patch Pemutih Gigi

Patch pemutih gigi (teeth whitening strip) dapat terdiri dari satu lapis

(single layer) maupun lebih dari satu lapis (laminate atau multi-layers) matriks

(Choi, et al., 2008). Secara umum, patch pemutih gigi juga dibagi ke dalam 2 tipe,

yaitu tipe basah dan tipe kering :

1) Tipe basah biasanya merupakan formulasi hidrogel atau berupa formulasi

gel zat aktif yang diaplikasikan ke suatu lapisan adhesif atau

membenamkan lapisan adhesif ke dalam larutan zat aktif. Perbedaan utama

antara patch tipe basah dan tipe kering adalah pada jumlah air dan

humektan dalam formula. Pada patch tipe basah, kadar air dan humektan

tinggi, sedangkan tipe kering lebih rendah. Patch tipe basah memiliki

kekuatan adhesif yang lemah. Selain itu, karena sifatnya yang lengket

menyebabkan gel dapat menempel pada tangan pengguna saat sebelum

aplikasi (Chang, et al., 2003).

2) Patch tipe kering dibuat untuk mengatasi permasalahan ini. Patch dalam

bentuk kering sehingga saat kontak dengan tangan atau kulit, tidak lengket

dan tidak terjadi pelepasan zat aktif. Patch tipe kering juga memiliki

kekuatan adhesif yang lebih kuat terhadap gigi dan mampu bertahan

menempel pada gigi selama terhidrasi dan menempel pada gigi sehingga

dapat menempel lebih lama dan memberikan efek pemutih yang lebih baik

dengan konsentrasi zat aktif lebih rendah (Kim, et al., 2010).

Chang, dkk (2003) dan Kim, dkk (2010) telah mengembangkan patch

pemutih gigi tipe kering. Patch tipe ini merupakan tipe matriks yang mengandung

peroksida sebagai zat aktif dan hydrophilic glass polymer seperti PVP sebagai

basis film yang mampu memberikan gaya adhesif yang kuat terhadap gigi ketika

terhidrasi oleh kelembaban pada enamel gigi.

13

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Choi, dkk (2008), telah mengembangkan patch pemutih gigi multi-layers

(teeth whitening strip) erodible; yaitu sediaan yang terdiri lapisan yang adhesif

terhadap gigi (tooth-adhering layer), dan lapisan pengontrol laju erosi (erosion

rate-controlling layer). Lapisan adhesif dapat mengandung kompleks polimer

erodible yang terbentuk dari ikatan hidrogen dari polimer yang memiliki gugus

karboksil (-C=O) atau eter (-O-) dan zat aktif. Lapisan pengontrol laju erosi

mengandung campuran polimer hidrofilik dan polimer pembentuk film. Patch

berupa film dan tererosi hingga terdegradasi setelah melepaskan zat aktif. Ketika

diaplikasikan pada gigi, patch melepaskan zat aktif peroksida selama terhidrasi

oleh saliva dalam mulut dan kemudian perlahan tererosi hingga terlepas dari gigi.

Patch ini nyaman digunakan dan memberikan efek memutihkan gigi yang sangat

baik.

Bagian-bagian utama patch pemutih gigi tipe kering menurut Kim, et al.

(2010) antara lain :

1) Matriks polimer; dapat terdiri dari satu maupun kombinasi polimer.

Polimer yang digunakan antara lain hydrophilic glass polymer maupun

golongan selulosa seperti polivinilalkohol (PVA), poloksamer 407,

polivinilpirolidon (PVP K-15~K-120), karbopol, hidroksipropilmetil

selulosa (HPMC), hidroksietil selulosa (HEC), hidroksipropil selulosa

(HPC), gelatin dan garam alginat.

2) Pelarut; dapat digunakan pelarut air, etanol maupun campuran keduanya

dengan perbandingan konsentrasi tertentu.

3) Plasticizer; digunakan untuk membuat patch cukup fleksibel untuk

mengikuti kontur gigi saat diaplikasikan. Plasticizer yang dipilih

tergantung pada kompatibilitasnya terhadap polimer yang dipilih. Secara

umum, yang digunakan adalah polipropilen glikol, gliserin, atau polietilen

glikol.

4) Zat aktif pemutih gigi; dapat dipilih dari golongan peroksida seperti

hydrogen peroksida, karbamid peroksida, kalsium peroksida, atau

golongan lain seperti natrium perkarbonat, natrium perborat, tetrasodium

pirofosfat peroksida (TSPP) atau campuran zat-zat tersebut.

14

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

5) Backing layer; dapat dibuat dari polivinilasetat (PVA), etil selulosa (EC),

polimetilmetakrilat, kopolimer asam metakrilat (Eudragit L 100, Eudragit

L 125) atau campuran polimer tersebut.

2.7. Sistem Warna Hunter (Lab)

Salah satu sistem penilaian warna secara digital adalah sistem warna

Hunter yang dikembangkan pada tahun 1952. Pengukuran warna dengan metode

ini menggunakan 3 parameter yaitu L, a dan b. Lokasi warna pada sistem ini

ditentukan dengan koordinat L*, a* dan b*. Notasi L*: 0 sampai 100 (hitam-

putih); menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih,

abu-abu, dan hitam. Notasi a*: 0 sampai +80 (warna merah) dan 0 sampai -80

(warna hijau); menyatakan warna kromatik cmpuran merah-hijau. Notasi b*: 0

sampai +70 (warna kuning) dan 0 sampai -70 (warna biru); menyatakan warna

kromatik campuran biru-kuning (Nurmawati, 2011).

2.8. VITAPAN Classical Shade Guide

VITAPAN Classical Shade Guide adalah suatu skala warna yang

digunakan untuk mengukur skala warna secara kualitatif. Perangkat ini terdiri dari

gigi buatan yang memiliki kode warna yang berbeda. Kode warna A1-A4

menyatakan warna gigi dalam spectrum merah hingga cokelat; B1-B4

menyatakan warna gigi dalam spectrum merah hingga kuning; C1-C4 menyatakan

warna gigi dalam spectrum abu-abu; dan D2-D4 menyatakan warna gigi dalam

spectrum merah hingga abu (VITA Zahnfabrik H. Rauter, 2017).

[Sumber: https://www.vita-zahnfabrik.com/en]

Gambar 2.4. VITAPAN Classical Shade Guide

15

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2.9. Tanaman Tomat

Buah tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicon esculentum) berasal

dari Amerika tropis, ditanam sebagai tanaman buah di ladang, perkarangan, atau

ditemukan liar pada ketinggian 1-1.600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan terhadap

hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur

(Dalimartha, 2007).

Tanaman tomat tergolong tanaman semusim (annual), yang artinya

tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati.

Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada

permukaan tanah dengan panjang mencapai 2 meter (Firmanto, 2011).

2.9.1. Kandungan Buah Tomat

Kandungan yang terdapat pada buah tomat meliputi alkaloid solanin

(0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, biflavonoid, protein,

lemak, gula (fruktosa, glukosa), adenine, trigonelin, kolin, tomatin, mineral (Ca,

Mg, P, K, Na, Fe, sulfur dan klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamine

dan likopen (Dalimartha, 2007).

Penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa tomat mengandung

hidrogen peroksida dan peroksidase yang dapat digunakan sebagai bahan

alternatif untuk memutihkan gigi (S.A. Pratiwi, 2009).

16

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 2.3. Kandungan Kimia Tomat per 100 Gram Buah

Komponen Kadar

Hidrogen peroksida 4000 nmol

Peroksidase 3.105 U

Energi 20,00 kal

Protein 1,00 gram

Lemak 0,30 gram

Karbohidrat 4,20 gram

Kalsium 5,00 mg

Fosfor 27,00 mg

Zat besi 0,50 mg

Vitamin A 1.500,00 SI

Vitamin B1 0,06 mg

Vitamin C 40,00 mg

Air 94,00 gram

[Sumber: S.A. Pratiwi (2009)]

2.9.2. Monografi Tanaman Tomat

Menurut Tugiono (2005), tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Spermatophytae

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Superorder : Asteridae

Order : Polimoniales

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon

Spesies : Lycopersicon esculentum Mill. syn.

Solanum lycopersicum L.

2.10. Hidrogen Peroksida

Konsentrat hidrogen peroksida mengandung tidak kurang dari 29,0% dan

tidak lebih dari 32,0% senyawa H2O2. Konsentrat ini dapat mengandung tidak

lebih dari 0,05% satu atau lebih pengawet yang sesuai (Anonim, 2009).

17

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

[Sumber: Anonim. 2009. US Pharmacopeia 29-NF 24]

Gambar 2.5. Struktur Kimia Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida memiliki berat molekul sekitar 34,01. Hidrogen

peroksida harus disimpan dalam wadah yang terisi sebagian dan memiliki

ventilasi kecil pada bagian penutupnya serta disimpan dalam tempat yang sejuk.

2.11. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Hidroksi Propil Metil Selulosa dengan sinonim benecel MHPC;

hypromellose, E464; HPMC; hypromellosum; methocel; methylcellulose

propylene glycol ether; methyl hydroxypropylcellulose; metolose; MHPC;

pharmacoat; tylopur; tylose MO; memiliki berat molekul sekitar 10.000-

1.500.000 (Rowe, et al., 2009).

[Sumber : Rowe, et al., 2009]

Gambar 2.6. Struktur Kimia HPMC. R adalah H, CH3 atau CH3CH(OH)CH2

HPMC tidak berbau, tidak berasa, serat berwarna putih atau putih krem

atau berbentuk bubuk granul. Larut dalam air dingin membentuk larutan koloid

kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%), dan eter tetapi

18

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan

diklorometana, dan campuran air dan alkohol. Beberapa jenis HPMC larut dalam

larutan aseton-air, campuran diklorometana dan propan-2-ol, dan pelarut organik

lain. Beberapa jenis mengembang dalam etanol (Rowe, et al., 2009).

HPMC sering digunakan sebagai eksipien dalam formulasi sediaan oral,

oftalmik, nasal dan topikal sebagai bahan bioadhesif, zat penyalut, zat pendispersi,

zat pengemulsi, penstabil emulsi, pembentuk film, pembusa, membantu proses

granulasi, pengikat tablet, peningkat viskositas, dan pengatur kecepatan pelepasan

obat. HMPC juga digunakan secara luas dalam kosmetik dan makanan. HPMC

umumnya dianggap sebagai bahan nontoksik dan noniritan. Mengonsumsi HPMC

oral berlebihan akan mengakibatkan efek laksatif. WHO belum menyatakan

asupan harian yang diizinkan untuk HPMC (Rowe, et al., 2009).

HPMC tidak bercampur dengan beberapa zat pengoksidasi kuat. HPMC

merupakan polimer nonionik, sehingga tidak membentuk kompleks dengan garam

logam atau ion organik dan tidak membentuk endapan yang tidak larut. Larutan

HPMC stabil pada pH 3-11 (Rowe, et al., 2009).

2.12. Polivinilpirrolidon (PVP)

Polivinilpirrolidon dengan sinonim povidone; E1201; kollidon; plasdone;

poly[1{2-oxo-1-pyrrolidinyl}ethylene]; polyvidone; povidonum; povipharm; PVP;

1-vinyl-2-pyrrolidone polymer.

[Sumber : Rowe, et al., 2009]

Gambar 2.7. Struktur Kimia PVP

PVP merupakan serbuk halus higrokopik, tidak berbau atau hampir tidak

berbau, berwarna putih hingga putih krem. PVP dengan harga K sama dengan

atau kurang dari 30 diproduksi dengan metode spray-drying dan berbentuk sferis.

PVP K-90 atau dengan harga K lebih tinggi diproduksi dengan metode drum-

19

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

drying dan berbentuk pipih. PVP sangat mudah larut dalam asam, kloroform,

etanol (95%), keton, methanol dan air. Praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon,

dan minyak mineral. Dalam air, konsentrasi memengaruhi viskositas larutan

berdasarkan harga K (Rowe, et al., 2009).

PVP sering digunakan dalam berbagai formulasi sediaan terutama sediaan

solid. Dalam tablet, larutan PVP digunakan sebagai pengikat pada proses

granulasi basah. PVP digunakan sebagai peningkat kelarutan dalam sediaan oral

dan parenteral dan meningkatkan kelarutan obat dengan kelarutan rendah. Larutan

PVP juga digunakan sebagai penyalut atau pengikat ketika menyalut zat aktif.

PVP juga digunakan sebagai agen penyuspensi, penstabil atau peningkat

viskositas pada beberapa sediaan suspensi dan larutan (Rowe, et al., 2009).

PVP tidak bercampur dengan larutan garam inorganik, resin alam dan

sintetis, dan beberapa senyawa kimia. Membentuk molekul adisi dalam larutan

dengan sulfatiazol, natrium salisilat, asam salisilat, fenobarbital, tannin, dan

beberapa senyawa. Efikasi beberapa pengawet seperti timerosal mungkin hilang

karena membentuk kompleks dengan PVP (Rowe, et al., 2009).

2.13. Poliuretan

Poliuretan (PU) adalah polimer yang mengandung sejumlah besar

kelompok uretan dalam molekulnya yang merupakan hasil reaksi kimia antara

gugus hidroksil dan kelompok isosianat. PU merupakan kelompok polimer yang

banyak digunakan sebagai biomaterial dalam aplikasi klinis karena sifat fisik dan

mekaniknya yang sangat baik serta kompatibilitasnya terhadap darah relatif baik.

Kelompok polimer ini memiliki keragaman karena adanya perbedaan komposisi

kimia dan sifat seperti elastisitas, toleransi dalam tubuh, daya tahan dan

penyesuaian, yang umumnya lebih baik dari pada polimer lain (Istanbullu, et al..,

2013).

Tegaderm adalah film transparan dengan backing hipoallergenik, bebas

lateks yang menempel dengan baik, lembut dan aman bagi kulit. Bersifat

breathable, steril, transparan dan tahan air, serta dapat melindungi dari berbagai

kontaminan eksternal. Sifat breathable tersebut juga memungkinkan terjadinya

penguapan air dan pertukaran gas yang sangat penting untuk menjaga fungsi

20

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

normal kulit. Tegaderm memiliki adhesi awal yang baik dan tidak mengakibatkan

peningkatan adhesi yang berlebihan pada waktu diaplikasikan, bahkan untuk

penggunaan dalam waktu yang lama, risiko ketidaknyamanan dan trauma kulit

jarang terjadi ketika Tegaderm dilepas dengan benar (3MTM, 2012).

[Sumber : Istanbullu, et al., 2012]

Gambar 2.8. Poliuretan

Penelitian yang dilakukan Ginting (2014), menggunakan backing film

Tegaderm pada sediaan patch mukoadhesif oral yang mengandung natrium

diklofenak untuk penyakit periodontal. Selain itu, Desai, et al. (2012), juga

menggunakan backing film Tegaderm pada sediaan patch mukoadhesif oral yang

mengandung fenretinide untuk kemoprevensi penyakit kanker mulut.

21

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Teknik Sediaan Steril,

Gedung FKIK UIN Jakarta.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Timbangan analitik, viskotester HAAKE 6R, pengaduk magnetik, hot

plate, mikrometer digital, cetakan film, mikropipet, oven, botol timbang,

desikator, inkubator, blender, cutter, gunting, penggaris, pH meter, Shade Guide

(VITAPAN Classical), kamera DSLR, Software Adobe Photoshop, mikroskop

optik, Scanning Electron Microscope (SEM) ZEISS EVO, dan peralatan gelas

yang sering digunakan di laboratorium.

3.2.2. Bahan

Buah tomat, hidrogen peroksida 30%, HPMC E15 LV (15 mPa), PVP K-

30, saliva buatan Afnor (NaHCO3, Na2HPO4, KH2PO4, KSCN, NaCl, KCl, dan

HCl untuk adjust pH), aquadest, gliserin, silica blue, film tipis transparan

Tegaderm™ 1624 W (3M Healthcare), gigi pascaekstraksi, plastisin.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Preparasi Jus Tomat

Pada penelitian ini, digunakan tomat varietas commune matang yang

ditandai dengan kulit buah berwarna merah-jingga hingga merah seluruhnya.

Sebanyak 500 gram tomat dibersihkan, dipotong kecil-kecil dan dihaluskan

dengan blender tanpa penambahan air kemudian disaring dengan kain. Kemudian

dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter.

22

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3.3.2. Formula Patch

Melalui perhitungan, maka tiap 30 gram formula mengandung komponen-

komponen seperti yang ada pada Tabel 3.1..

Tabel 3.1. Formula Patch Hidrogen Peroksida dan Patch Jus Tomat

Nama Bahan Formula (gram)

F1 F2 F3 FS

Jus tomat 16,5 18,0 19,5 -

Hidrogen peroksida 30% - - - 1,8

HPMC 2,1 2,1 2,1 2,1

PVP 0,9 0,9 0,9 0,9

Gliserin 1,5 1,5 1,5 1,5

Aquadest ad 30,0 30,0 30,0 30,0

3.3.3. Preparasi Cairan Pembentuk Film

Bahan ditimbang secara akurat kemudian HPMC dilarutkan dalam

sebagian aquadest hingga larut (M1) dan PVP dilarutkan dalam sebagian aquadest

hingga larut (M2). M2 kemudian dicampurkan ke dalam M1 sambil diaduk hingga

homogen dan gliserin ditambahkan. Terakhir, pada formula F1, F2, F3, jus tomat

dimasukkan ke dalam larutan dan pada formula FS, hidrogen peroksida

dimasukkan ke dalam larutan kemudian diaduk hingga homogen.

3.3.4. Evaluasi Viskositas Cairan Pembentuk Film

Pengujian dilakukan dengan menggunakan viskotester HAAKE 6R

terhadap setiap cairan pembentuk film sesuai formula menggunakan spindel R7

dengan kecepatan putar 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5 rpm pada suhu ruang. Hasil pembacaan

skala dicatat.

3.3.5. Preparasi Patch

Cairan pembentuk film dituang ke dalam cetakan yang telah dikalibrasi

dan dikeringkan pada suhu 40°C selama 18 jam (lama pengeringan merupakan

hasil optimasi) hingga membentuk film.

Setelah terbentuk lapisan film yang mudah dilepas dari cetakan, film dipisahkan

dari cetakan dan dimasukkan ke dalam wadah kedap udara berisi silika. Setelah

23

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

bobot konstan, film diukur sesuai ukuran. Sebagian film kemudian dilapisi dengan

backing membrane Tegaderm sehingga menjadi patch (Ginting, 2014).

3.3.6. Preparasi Cairan Saliva Buatan Metode Afnor

Dibuat cairan saliva buatan metode Afnor (Bonde et al., 2016) yang

mengandung komponen-komponen seperti yang ada pada Tabel 3.2..

Tabel 3.2. Formula cairan saliva buatan metode Afnor

Nama Bahan Gram / Liter

Na2HPO4 0,26

KSCN 0,33

NaCl 6,00

KH2PO4 0,20

KCl 1,20

NaHCO3 1,50

HCl Adjust pH 6,8

Aquadest Ad 1 Liter

3.4. Evaluasi Film dan Patch

3.4.1. Evalusi Makroskopik dan Mikroskopik film

Pengamatan makroskopik secara visual fisik film meliputi warna dan

tekstur permukaan serta mikroskopik penampang membujur dan melintang patch

(J. Balasubramanian et al.., 2012).

3.4.2. Evaluasi Fisik Film

1) Pengukuran Bobot Film

Pengujian dilakukan dengan menimbang 10 buah patch dengan

ukuran 6 x 1,5 cm2 secara acak kemudian dihitung massa rata-ratanya dan

dibandingkan dengan massa patch satu per satu kemudian dihitung

simpangan bakunya (R. Yogananda dan Rakesh, 2012 dengan modifikasi).

2) Pengukuran Ketebalan Film

Ketebalan film diukur dengan mikrometer digital di 5 titik pada

masing-masing film, kemudian dihitung rata-rata ketebalannya dan

24

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

dinyatakan dalam satuan mikrometer (µm) (R. Yogananda dan Rakesh, 2012

dengan modifikasi).

3.4.3. Pengukuran pH Permukaan Patch

Patch berukuran 2 x 1 cm2 dibiarkan mengembang pada 1 mL aquadest

(pH 7) selama 2 jam dalam suhu ruang, kemudian pH permukaan diukur

menggunakan pH indikator (R. Yogananda dan Rakesh, 2012 dimodifikasi secara

triplo).

3.4.4. Uji Derajat Pengembangan Patch

Patch dengan ukuran 6 x 1,5 cm2 direndam ke dalam cawan petri yang

mengandung 25 mL larutan saliva buatan. Bobot patch ditimbang setiap 5 menit.

Kelebihan air pada patch dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue. Penimbangan

dilakukan hingga menit ke-30 (R. Yogananda dan Rakesh, 2012, dengan

modifikasi secara triplo). Derajat pengembangan dilakukan dengan menggunakan

persamaan:

Keterangan: Wo = bobot awal (gram), Wt = bobot setelah direndam dalam saliva buatan (gram)

3.4.5. Penetapan Kadar Air Patch

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode

thermogravimetri. Patch dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 ± 5 °C

selama satu jam dan kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit.

Bobot patch diukur. Patch dipanaskan kembali hingga bobot konstan (Buckel et

al., 2008, dengan modifikasi secara triplo). Kadar air dihitung menggunakan

persamaan :

Keterangan: Wo = bobot awal (gram), Wt = bobot akhir (gram)

25

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3.4.6. Evaluasi Fungsional Patch

1) Uji Pelipatan

Pengujian dilakukan dengan cara melipat secara berulang satu patch

dengan ukuran 2x1 cm2 pada tempat yang sama hingga patch patah atau

hingga 300 kali secara manual. Jumlah lipatan yang dapat dilipat pada tempat

yang sama tanpa patah memberikan nilai daya tahan lipatan (R. Yogananda

dan Rakesh, 2012, secara triplo).

2) Uji Waktu Tinggal secara In-Vitro

Uji waktu tinggal diukur menggunakan inkubator yang dimodifikasi.

Masing-masing spesimen gigi dibasahi dengan 50 µL saliva buatan dan patch

ditempelkan ke spesimen gigi dengan sedikit ditekan hingga patch tetap

bertahan menempel pada posisi. Kelembaban patch saat aplikasi dijaga

dengan meneteskan saliva buatan 3 mL/10 menit. Spesimen gigi kemudian

dimasukkan ke dalam inkubator kemudian diamati waktu yang dibutuhkan

hingga patch terlepas dari permukaan spesimen gigi.

3.5. Uji Tingkat Kecerahan Gigi

3.5.1. Preparasi Spesimen Gigi

Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 buah gigi

pascaekstraksi yang diperoleh dari pasien yang melakukan perawatan ortodonti,

dengan kriteria masih utuh. Gigi-gigi tersebut dibersihkan kemudian gigi diolesi

cat kuku warna putih bening hingga bagian servikal dengan tujuan menutup akar

sehingga larutan teh saat proses staining dilakukan, tidak berpenetrasi ke dalam

tubuli dentin. Warna gigi kemudian diukur menggunakan Shade Guide (VITAPAN

Classical) dan diukur skor warna masing-masing gigi.

Masing-masing spesimen direndam dalam larutan teh selama 12 hari,

larutan teh diganti setiap hari. Setelah 12 hari, perubahan warna gigi diukur secara

kualitatif menggunakan Shade Guide (VITAPAN Classical) dan secara kuantitatif

menggunakan teknik digital dental photo CIEL*a*b* analysis (metode

CIEL*a*b). Gigi kemudian dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing terdiri

dari 6 gigi.

26

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3.5.2. Uji Kualitatif Tingkat Kecerahan Gigi

Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan oleh 3 pengamat

dalam ruangan tertutup dengan menggunakan shade guide merek VITA classical

yang terdiri dari 16 warna gigi. Sebelum pengukuran, warna pada shade guide

terlebih dahulu diurutkan mulai dari yang paling terang hingga yang paling gelap.

Warna yang telah diurutkan tersebut dilakukan dengan penomoran sesuai dengan

urutannya dan ditentukan skornya. Semakin besar skor menunjukkan bahwa gigi

semakin gelap.

Tabel 3.3. Urutan skor perubahan warna

Nomor Skor

B1 1

A1 2

B2 3

D2 4

A2 5

D3 6

B3 7

A3,5 8

B4 9

C3 10

A4 11

C4 12 [Sumber: Fauziah, Fitriyani dan Diansari (2012)]

3.5.3. Uji Kuantitatif Tingkat Kecerahan Gigi

Digunakan teknik digital dental photo CIEL*a*b* analysis (metode

CIEL*a*b). Pada metode ini, sampel sebelum dan sesudah uji difoto

menggunakan kamera DSLR pada tempat, posisi dan pencahayaan yang sama

setiap pengambilan gambar. Hasil foto sampel kemudian dianalisis menggunakan

software Adobe Photoshop system dengan mode lab color. Metode ini efektif dan

efisien untuk melihat nilai perubahan warna pada email pada gigi (Lumuhu, et al.,

2016).Dari hasil analisis, didapatkan nilai L*,a* dan b* yang kemudian akan

dimasukkan ke dalam rumus untuk menentukkan skor akhir. Semakin besar skor

menunjukkan bahwa warna gigi semakin cerah.

27

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

∆E*ab = [(∆L*)2 + (∆a*)

2 + ∆ (b*)

2]

1/2

Keterangan : ∆E*ab: Total perubahan warna; ∆L: lightness; ∆a: chroma red-green; ∆b: chroma

blue-yellow.

3.5.4. Uji Tingkat Kecerahan Gigi dengan Metode Perendaman Spesimen Gigi

dalam Jus Tomat 100%

Jus tomat dimasukkan ke dalam 6 buah wadah bertutup. Masing-masing wadah

dimasukkan satu buah gigi spesimen gigi kemudian vial dibungkus dengan plastic

wrap. Spesimen gigi direndam selama 42 jam (setara dengan pemakaian 3 jam per

hari selama 14 hari). Setelah perendaman, gigi dicuci dengan air mengalir dan

disikat kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Warna gigi setelah proses

perendaman dalam jus tomat kembali diukur secara kualitatif dan kuantitatif.

3.5.5. Pengaplikasian Patch Jus Tomat dan Patch Hidrogen Peroksida pada

Spesimen Gigi

Keempat formula patch akan diaplikasikan pada empat kelompok gigi yang

berbeda. Spesimen gigi disusun dalam posisi tegak dengan cara akar gigi ditanam

ke dalam plastisin. Masing-masing spesimen gigi dibasahi dengan 50 µL saliva

buatan dan Patch ditempelkan ke spesimen gigi dengan sedikit ditekan hingga

patch tetap bertahan menempel pada posisi. Aplikasi dilakukan selama 3 jam dan

kelembaban dijaga dengan meneteskan saliva buatan 3 mL/10 menit. Setelah

aplikasi, spesimen gigi di cuci dengan air mengalir dan disikat, kemudian

dikeringkan pada suhu ruang. Prosedur diulang selama 21 kali (jumlah dan lama

pengaplikasian patch mengikuti anjuran penggunaan produk komersil).

3.6. Uji Kualitatif Erosivitas Gigi setelah Pengaplikasian Patch Jus Tomat dan

Patch Hidrogen Peroksida

Diambil secara acak satu sampel spesimen gigi dari kelompok kontrol negatif

tanpa perlakuan, kelompok kontrol positif patch hidrogen peroksida dan

kelompok uji dengan konsentrasi tertinggi (F3). Sampel kemudian dicuci dibawah

air mengalir sampai bersih dan dilapisi emas kemudian dilihat morfologinya

menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) (Widyaningtyas, et al., 2014,

dengan modifikasi).

28

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Formulasi Patch

Pada penelitian ini, diformulasikan patch pemutih gigi tipe kering yang

terdiri dari dua lapisan yaitu, lapisan utama yang mengandung kombinasi polimer

HPMC dan PVP, serta lapisan backing Tegaderm untuk melindungi polimer

terdisolusi berlebihan oleh saliva dan membantu zat aktif agar dapat berdifusi

searah ke dalam gigi. Lapisan utama dibuat dengan kandungan polimer sebanyak

10% b/b dengan konsentrasi HPMC:PVP perbandigan 7:3 pada masing-masing

formula. Perbandingan didasarkan atas proses optimasi dalam uji pendahuluan

dimana lapisan film yang dihasilkan memiliki ketahanan bentuk film dan

memiliki sifat adhesif terhadap gigi.

Menurut Kim (2010), peroksida diketahui sebagai senyawa dengan

reaktivitas tinggi dalam sediaan patch sehingga dibutuhkan zat penstabil yang

kompatibel dengan golongan peroksida, seperti Span dan Tween. Namun, PVP

memiliki kompatibilitas yang sangat baik dengan golongan peroksida dan larutan

PVP mampu menstabilkan peroksida melalui proses pembentukkan kompleks

dengan PVP melalui ikatan hidrogen. Dengan demikian, PVP menjadi polimer

gelasi hidrofilik yang paling disarankan dalam pembuatan lapisan matriks dengan

kandungan peroksida sebagai zat aktif.

Zat aktif yang digunakan sebagai agen pemutih gigi adalah jus tomat. Jus

tomat yang dihasilkan memiliki kisaran pH 4,4-4,6. Pengukuran pH ini dilakukan

agar dipastikan bahwa komposisi formula patch adalah bahan yang stabil dan

kompatibel pada pH asam. HPMC dan PVP adalah polimer yang stabil dalam

larutan dengan pH asam. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 dan larutan PVP

stabil pada pH 3-7 (Rowe, 2009). Zat aktif divariasikan ke dalam tiga formula

dengan perbandingan konsentrasi jus tomat berbeda, yakni berturut-turut; 55%

(F1); 60% (F2) dan 65% (F3). Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh

konsentrasi jus tomat terhadap efek pemutih gigi yang dihasilkan.

29

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Penggunaan gliserin sebanyak 50% b/b dari berat polimer total didasarkan

atas proses optimasi sehingga lapisan film yang dihasilkan memiliki kelenturan

yang baik.

Pemilihan aquadest sebagai pelarut didasarkan atas kelarutan PVP dan

HPMC yang baik dalam air (Rowe, 2009) dan kompatibilitasnya yang baik

terhadap zat aktif, yakni hidrogen peroksida (Kim, 2010) yang terkandung dalam

tomat.

Pada proses pembuatan lapisan film, dilakukan dengan teknik solvent

casting dengan pelarut aquadest. Teknik ini dipilih karena prosedur dan peralatan

yang digunakan sederhana. Cetakan yang telah diisi cairan pembentuk film

dimasukkan dalam oven suhu 40°C selama 18 jam hingga terbentuk lapisan film.

Pemilihan suhu dan lamanya waktu pengeringan didasarkan pada proses optimasi.

Sebelum dikarakterisasi, film terlebih dahulu disimpan dalam desikator hingga

bobot konstan (tidak ada lagi sisa pelarut yang menguap). Pendinginan dalam

desikator bertujuan untuk mengeringkan sampel dan menjaganya dari kelembaban

udara (Humaidah, 2011). Lapisan film kemudian dipotong-potong ukuran 6x1,5

cm2. Kemudian masing-masing potongan film dilapisi backing impermeabel

Tegaderm hingga membentuk patch dan dilakukan karakterisasi patch.

4.2. Karakteristik Cairan Pembentuk Film

Pengamatan secara visual terhadap organoleptis cairan pembentuk film

menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki kesamaan warna, yakni berupa

larutan jernih berwarna cokelat kemerahan. Selain pengamatan visual, juga

dilakukan pengamatan pengaruh perbedaan konsentrasi jus tomat terhadap

viskositas cairan pembentuk film.

Uji viskositas dilakukan terhadap cairan pembentuk film yang telah

didiamkan selama 24 jam (dianggap pengembangannya telah sempurna)

menggunakan alat viskotester HAAKE 6R spindle R7 dengan 6 titik kecepatan

yang berbeda; 1,5 rpm; 2 rpm; 2,5 rpm; 3 rpm; 4 rpm; 5 rpm dan data yang

diperoleh kemudian dituangkan dalam bentuk kurva kecepatan spindel terhadap

viskositas. Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 4.1.,

diketahui bahwa cairan pembentuk film dengan konsentrasi polimer yang sama

30

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

dan konsentrasi jus tomat yang berbeda memberikan hasil kurva yang mirip.

Konsentrasi polimer 10% pada Cairan Pembentuk Film (CPF) menghasilkan

viskositas pada kisaran 6.000-10.000 cP. Viskositas cairan pembentuk film setelah

didiamkan selama 24 jam meningkat secara signifikan dibandingkan sesaat

setelah cairan pembentuk film selesai dibuat. Sesaat setelah dibuat, cairan masih

sangat mudah dituang, sehingga disarankan cairan pembentuk film harus segara

dituang ke dalam cetakan sesaat setelah selesai dibuat.

Viskositas diketahui dapat mempengaruhi beberapa aspek fisik film, yaitu

transparansi, kepadatan dan ketebalan film. Pernyataan ini sejalan dengan

penelitian Kusumawati, dkk. (2013) yang menyatakan adanya peningkatan

ketebalan film seiring peningkatan konsentrasi pati pada luas plat dan volume

suspensi plat cetakan pembentuk film yang sama. Peningkatan konsentrasi pati

akan meningkatkan viskositas cairan pembentuk film sehingga film yang

terbentuk akan semakin tebal.

Tabel 4.1. Viskositas Cairan Pembentuk Film

Kecepatan spindel (rpm) Viskositas (cP)

F1 F2 F3

1,5 10.113 10.039 10.283

2,0 9.197 9.656 9.390

2,5 8.519 9.056 8.419

3,0 8.023 8.176 8.015

4,0 7.254 7.547 7.162

5,0 6.707 7.076 6.978

31

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 4.1. Kurva Viskositas CPF pada 6 Titik

4.3. Evaluasi Makroskopis dan Mikroskopis Film

Secara visual, makroskopik film berwarna putih hingga putih kecokelatan,

tidak bening, dengan tekstur permukaan atas agak kasar serta bagian dasar halus

dan rata. Intensitas warna kecokelatan disebabkan warna dari jus tomat. Dari hasil

pengamatan pada Gambar 4.2. dan Gambar 4.3., lapisan film hidrogen

peroksida lebih bening dibandingkan dengan lapisan film jus tomat karena

hidrogen peroksida merupakan cairan bening tidak berwarna. Perbedaan

konsentrasi jus tomat pada ketiga formula tidak menghasilkan intensitas warna

film yang berbeda. Film berbentuk tipis, lentur, tidak rapuh dan berbau aroma

khas buah tomat.

Pengamatan secara mikroskopik juga dilakukan untuk mengamati

organoleptis pada penampang membujur dan melintang film dengan perbesaran

100x. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa film yang dihasilkan memiliki

organoleptis mikroskopik yang homogen.

Hasil pengamatan secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.2.

dan pengamatan secara mikroskopik pada Gambar 4.3..

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

1,5 2 2,5 3 4 5

Vis

kosi

tas

(cP

)

Kecepatan Spindel (rpm)

F1

F2

F3

32

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 4.2. Gambar Makroskopik Film. Kiri: Formula F1; Tengah:

Formula F2; Kanan: Formula F3.

Gambar 4.3. Perbandingan Makroskopik Film. Kiri: Film Jus Tomat;

Kanan: Lapisan Film Hidrogen Peroksida.

Penampang F1 F2 F3

Membujur

Melintang

Gambar 4.4. Gambar Mikroskopik Film

33

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 4.2. Evaluasi Fisik Film

Formula Ketebalan (µm) Bobot (mg)*

F1 240,27 ± 0,76 245,33 ± 1,52

F2 244,13 ± 2,00 249,00 ± 1,73

F3 240,20 ± 2,00 241,33 ± 1,53

*) Bobot film berukuran 6 x 1,5 cm2.

Pada evaluasi fisik film, ketebalan dan bobot film diukur. Pengambilan

sampel dilakukan dengan memilih 3 sampel secara acak dari satu batch produksi

dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemiringan wadah saat pengeringan

sehingga dihasilkan film yang cukup rata ketebalan dan bobotnya. Dari hasil

evaluasi fisik, disimpulkan bahwa film yang dihasilkan memiliki bobot dan

ketebalan yang cukup seragam dilihat dari simpangan baku yang diperoleh (SB ≤

2,00). Ketebalan ketiga formula berada dalam rentang yang disarankan untuk

kenyamanan penggunaan, yakni 100-300 µm. Menurut Kim (2010), ketebalan

juga merupakan faktor penting dalam efikasi patch sebagai pemutih gigi dan one-

contact time yang diharapkan. Semakin tebal lapisan film, maka efek pemutih

dapat semakin meningkat karena konsentrasi zat aktif lebih banyak. One-contact

time adalah waktu kontak sediaan pada gigi. Pada konsentrasi zat pemutih gigi

yang sama, semakin lama waktu kontak maka semakin baik efek pemutihan pada

gigi. Ketebalan lapisan film harus dikontrol karena jika terlalu tipis, akan sulit

menciptakan kekuatan adhesif yang baik pada periode waktu penggunaan yang

lama. Namun, jika terlalu tebal akan meningkatkan ketidaknyamanan pengguna

patch (Kim, 2010).

4.4. pH Permukaan

pH permukaan diukur untuk mengetahui besar pH yang akan terpapar ke

gigi saat patch diaplikasikan, sehingga dapat diperkirakan kemungkinan

terjadinya efek samping pemakaian. pH permukaan patch diukur menggunakan

pH indikator universal. Rentang pH jus tomat pada penelitian adalah 4,4-4,6 dan

masing-masing formula menunjukkan pH sediaan patch yang sama yakni berasa

dikisaran pH 4-5. Menurut Crispin (1995), batas pH kritis yang ditetapkan untuk

etsa email adalah 5,2-5,8 dan untuk dentin 6,0-6,8. Dengan demikian, pH patch

yang dihasilkan dari penelitian ini masih berada di bawah pH kritis tersebut

34

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

sehingga perlu dilakukan pengontrolan pH dalam rentang pH kritis tersebut.

diperhatikan risiko kerusakan enamel dan dentin selama penggunaan patch.

Hidrogen peroksida sebagai pemutih gigi memiliki potensi yang

berpengaruh pada email karena pH-nya yang asam. Hidrogen peroksida 1% dalam

larutan adalah 5,0-6,0. Menurut Adang, dkk (tahun), pH 5,0-6,5 dapat

meningkatkan shelf-life zat peroksida sebagai pemutih gigi namun meningkatkan

risiko kerusakan enamel dan dentin. Menurut Al-Qahtani (2014), paparan asam

pada proses bleaching menyebabkan semakin tingginya enamel yang tererosi. Hal

ini sejalan dengan penelitian Azrak, et al. (2010) yang melakukan penelitian in-

vitro terhadap spesimen gigi anterior manusia yang diinkubasi dalam agen

pemutih yang berbeda dengan rentang pH 4,9-10,8. Hasil menunjukkan bahwa

pemaparan zat bleaching yang bersifat asam (pH 4,9) menyebabkan permukaan

enamel yang lebih kasar dibandingkan pada pH yang lebih tinggi (pH 6,15). Hal

ini menunjukkan, semakin asam pH, maka semakin meningkat erosi yang terjadi

pada enamel gigi. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pH sediaan patch

hingga masuk ke dalam rentang pH kritis enamel dan dentin, yakni 5,2-6,0.

4.5. Uji Derajat Pengembangan Patch

Uji derajat pengembangan dilakukan untuk memperoleh gambaran jumlah

air yang telah diserap atau peningkatan hidrasi yang terjadi (Wardhana, 2013). Uji

ini dilakukan dengan mengamati peningkatan bobot patch yang direndam dalam

saliva buatan setiap 5 menit dalam waktu 30 menit yang dapat dilihat pada Tabel

4.3..

Tabel 4.3. Uji Derajat Pengembangan Patch

Menit ke- Derajat Pengembangan (%)

F1 F2 F3

0 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00 0,00 ± 0,00

5 135,77 ± 6,99 144,87 ± 15,17 147,15 ± 9,27

10 212,97 ± 8,08 209,65 ± 31,18 211,18 ± 8,87

15 263,11 ± 15,66 256,06 ± 18,99 258,58 ± 9,74

20 300,04 ± 16,05 289,87 ± 22,90 283,27 ± 18,22

25 306,94 ± 4,76 310,66 ± 25,71 303,92 ± 11,75

30 344,80 ± 17,85 333,14 ± 26,73 319,00 ± 13,54

35

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Dari hasil pengukuran, dapat dilihat bahwa patch mengalami peningkatan

derajat pengembangan secara signifikan pada menit ke-5, kemudian kemampuan

patch untuk mengembang menurun perlahan. Patch masih terus mengembang

hingga menit ke-30. Gambaran derajat pengembangan patch disajikan dalam

kurva pada Gambar 4.5..

Gambar 4.5. Kurva Derajat Pengembangan Patch

4.6. Kadar Air Patch

Penetapan kadar air dilakukan untuk melihat sisa air yang digunakan

sebagai pelarut pada patch.

Tabel 4.5. Kadar Air Patch

Formula Kadar Air

F1 15,09 ± 0,59

F2 13,06 ± 0,45

F3 12,69 ± 0,54

Kadar air berturut-turut dari yang tertinggi hingga terendah terdapat pada

formula F1, F2 dan F3. Hal ini disebabkan karena jumlah pelarut pada formula F1

paling banyak, yakni 30%. Sedangkan jumlah pelarut pada formula F2 adalah

25% dan formula F3 adalah 20%. Dari hasil pengamatan, dapat disimpulkan

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 5 10 15 20 25 30

%Sw

elli

ng

Ind

ex

Menit ke-

F1

F2

F3

36

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

bahwa jumlah pelarut memengaruhi kadar air pada patch. Semakin banyak jumlah

pelarut, semakin tinggi kadar air patch.

4.7. Daya Tahan Lipatan

Daya tahan lipatan patch ditentukan dengan cara melipat patch secara

manual pada posisi yang sama hingga patch patah atau dilipat hingga 300 kali.

Hasil pengujian menunjukkan ketiga formula menghasilkan patch yang tahan

terhadap lipatan lebih dari 300 kali. Sebelumya, pada penelitian Wardana (2013)

dan Ginting (2014) menunjukkan bahwa penambahan plasticizer sebanyak 40%

mampu membentuk lapisan polimer yang tidak mudah sobek. Berdasarkan hasil

penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan plasticizer sebanyak 50%

b/b dari berat polimer mampu membentuk lapisan polimer yang tidak mudah

sobek.

Tabel 4.4. Uji Daya Tahan Lipatan Patch

Formula Daya Tahan Lipatan

F1 >300 kali

F2 >300 kali

F3 >300 kali

4.8. Uji Waktu Tinggal secara In-Vitro

Pengujian waktu tinggal patch dilakukan dengan menempelkan patch

berukuran 2x1 cm2 pada spesimen gigi yang telah dibasahi dengan 50 µL larutan

saliva buatan. Spesimen yang telah diaplikasikan patch kemudian dimasukkan ke

dalam oven suhu 37°C. Selama pengujian, patch ditetesi 1,5 mL larutan saliva

buatan tiap 5 menit untuk menjaga kelembaban. Hal tersebut didasari pada

kecepatan saliva tak terstimulasi (unstimulated saliva air flow) pada orang dewasa

(18-64 tahun), yakni 0,3 mL/menit (Cunha-Cruz, et al., 2014).

Saat pengaplikasian patch pada spesimen gigi, patch cukup sulit

ditempelkan ke spesimen gigi sehingga patch perlu dibasahi terlebih dahulu

hingga patch mampu menempel pada spesimen. Ketiga formula menghasilkan

patch dengan waktu tinggal lebih dari 3 jam. Pada pengamatan jam ke-1, patch

masih menempel pada spesimen. Derajat pengembangan yang cukup besar

mengakibatkan lapisan film mengembang melebihi lapisan backing Tegaderm.

37

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Pada jam ke-3 patch masih menempel pada spesimen gigi sehingga dapat

disimpulkan bahwa patch memiliki kekuatan adhesif terhadap gigi lebih dari 3

jam dan mengalami disolusi pada sebagian lapisan film.

Tabel 4.6. Uji Waktu Tinggal secara In-Vitro

Formula Waktu tinggal

F1 >3 jam

F2 >3 jam

F3 >3 jam

Dari hasil pengamatan di atas, disimpulkan bahwa patch yang dihasilkan

memenuhi waktu tinggal yang diharapkan. Patch cukup sulit diaplikasikan di

awal pemakaian. Patch perlu dibasahi terlebih dahulu agar patch lebih fleksibel

mengikuti kontur gigi dan PVP dapat aktif bekerja sebagai penyedia adhesif

setelah kontak dengan air. Namun, setelah patch menempel pada gigi, patch

memiliki one-contact time lebih dari 3 jam tetapi dengan derajat pengembangan

yang tinggi.

4.9. Proses Teeth Staining

Pada saat preparasi gigi, dilakukan proses penodaan pada gigi (teeth

staining). Proses penodaan ini bertujuan agar warna gigi menjadi lebih gelap

sehingga memudahkan pengamatan jika terjadi proses peningkatan kecerahan

warna gigi setelah perendaman spesimen gigi dalam jus tomat 100%. Teh hitam

dipilih sebagai faktor teeth staining dalam penelitian ini karena secara empiris,

masyarakat menyadari bahwa kebiasaan mengonsumsi teh dapat menyebabkan

warna gigi menjadi lebih gelap. Hal ini sejalan dengan penelitian Bagheri, Burrow

dan Tyas (2005) yang menunjukkan bahwa teh memberikan efek penodaan pada

gigi lebih tinggi dari pada minuman kola dan kecap.

Proses penodaan pada gigi (teeth staining) dilakukan dengan cara

perendaman dalam larutan teh selama 12 hari. Setelah proses penodaan gigi,

spesimen gigi dibagi menjadi 5 kelompok uji yang masing-masing terdiri dari 6

buah spesimen gigi. Hasil proses teeth staining pada 30 spesimen gigi uji

menunjukkan bahwa teh dapat memberikan efek penggelapan pada warna

spesimen gigi uji dengan rata-rata 8,23 tingkat lebih gelap secara kualitatif dan

38

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

8,37 secara kuantitatif. Namun, proses teeth staining pada spesimen gigi uji cukup

beragam dilihat dari simpangan baku uji kualitatif 5,25 dan uji kuantitatif 3,97

(≥2,00).

Penurunan tingkat kecerahan spesimen gigi yang beragam dapat

disebabkan oleh perbedaan porositas masing-masing spesimen gigi sehingga

banyaknya kromogen yang berpenetrasi tergantung pada tingkat porositas masing-

masing spesimen gigi. Menurut A. Watts dan M. Addy (2001), dengan

meningkatnya porositas enamel atau meningkatnya jumlah kerusakan pada

enamel, noda ekstrinsik dapat berpenetrasi ke dalam enamel.

4.10. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Perendaman Jus Tomat

4.10.1. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Perendaman Jus Tomat secara

Kualitatif.

Setelah proses penodaan gigi, 6 buah spesimen gigi direndam dalam jus

tomat selama 42 jam. Hal ini setara dengan perendaman dalam jus tomat 3

jam/hari selama 14 hari. Gigi mengalami peningkatan kecerahan warna secara

kualitatif. Permukaan gigi yang mulanya bertekstur licin, setelah direndam dalam

jus tomat selama 42 jam, tekstur permukaan gigi menjadi kesat.

Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi terhadap

Efek Teeth Staining Larutan Teh dan Bleaching dengan Jus Tomat

100%

Kode Gigi Skor Tingkat

penurunan

Skor Tingkat

kenaikan T0 T12 JT42

JTa 2 15 13 3 12

JTb 10 15 5 5 10

JTc 2 10 8 1 9

JTd 11 15 4 2 13

JTe 1 5 4 1 4

JTf 2 16 14 2 14

Mean 8 ± 4,52 Mean 10,33 ± 3,61

Keterangan: T0: Sebelum perendaman teh; T12: setelah perendaman teh 12 hari; JT: setelah

perendaman dalam jus tomat 100% selama 42 jam. Semakin kecil skor menunjukkan bahwa

semakin cerah warna gigi

39

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

4.10.2. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Perendaman Jus Tomat secara

Kuantitatif

Pada pengukuran tingkat kecerahan warna gigi secara kuantitatif

menggunakan metode CIEL*b*a*, didapatkan masing-masing skor ∆E*ab. Tabel

4.10. menunjukkan bahwa spesimen gigi mengalami peningkatan kecerahan

warna gigi secara kuantitatif setelah perendaman spesimen gigi dalam jus tomat

100% selama 42 jam.

Tabel 4.8. Hasil Pengukuran Kuantitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi terhadap

Efek Teeth Staining Larutan Teh dan Bleaching dengan Jus Tomat

100%

Kode Gigi Skor ∆E*ab

T0 T12 JT42

JTa 93,00 86,49 90,56

JTb 88,20 84,35 86,58

JTc 93,00 88,14 88,28

JTd 89,36 85,38 90,58

JTe 93,00 88,28 91,02

JTf 93,02 83,55 89,28

Mean 91,60 ± 2,21 86,04 ± 1,96 89,38 ± 1,71

Keterangan: T0: Sebelum perendaman teh; T12: setelah perendaman teh 12 hari; JT: setelah

perendaman dalam jus tomat 100% selama 42 jam. Semakin besar skor menunjukkan bahwa

semakin cerah warna gigi

Keterangan : T0: sebelum perendaman teh; T12: setelah perendaman teh 12 hari; JT42: setelah

perendaman jus tomat 100%

Gambar 4.6. Kurva uji kuantitatif warna gigi sebelum perendaman teh, sesudah

perendaman teh dan sesudah perendaman dalam jus tomat 100%.

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

T0 T12 JT42

Sko

r

JT

40

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Menurut Margeas (2006), mekanisme hidrogen peroksida dalam

memutihkan gigi terjadi melalui proses oksidasi senyawa organik pada noda

dalam enamel dan dentin sehingga menjadi tak berwarna. Hidrogen peroksida

terpecah membentuk radikal bebas yang akan memutus ikatan rangkap antara dua

karbon (-C=C-) yang terdapat dalam noda pada gigi. Menurut Pratiwi (2009),

tomat mengandung hidrogen peroksida dan enzim peroksidase yang dapat

digunakan sebagai bahan alternatif untuk memutihkan gigi sehingga pada

penelitian ini, hidrogen peroksida dan enzim peroksidase merupakan senyawa

yang diperkirakan bekerja dalam memutihkan gigi.

4.11. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Aplikasi Patch

4.11.1. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Aplikasi Patch secara Kualitatif

Setelah proses penodaan gigi, ketiga formula patch F1, F2 dan F3 serta

formula patch hidrogen peroksida di aplikasikan sebanyak 14 kali pada kelompok

spesimen gigi uji yang berbeda. Warna gigi diukur menggunakan Vitapan

Classical Shadeguide sebelum aplikasi patch, setelah aplikasi patch ke-7 dan

setelah aplikasi patch ke-14. Gigi mengalami peningkatan kecerahan warna secara

kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa formula patch F1, F2, F3, FS dapat

meningkatkan kecerahan warna gigi dan F3 menunjukkan peningkatan kecerahan

gigi yang paling baik.

Tabel 4.9. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi sebelum

dan sesudah aplikasi patch Formula 1

Kode

Gigi

Skor Tingkat

penurunan

Skor Tingkat

kenaikan

Skor P0-P14

T0 P0 P7 P14

F1a 1 4 3 1 3 1 3

F1b 1 5 4 1 4 1 4

F1c 1 4 3 1 3 1 3

F1d 1 2 1 1 1 1 1

F1e 2 16 14 12 4 9 7

F1f 1 6 5 1 5 1 5

Mean 5 ± 4,60 Mean 3,33 ± 1,37 Mean 3,83 ± 2,04

Keterangan: F1: patch jus tomat 55%; T0 : sebelum perendaman teh; P0 : perlakuan ke-0;

P7 : perlakuan ke-7; P14 : perlakuan ke-14

41

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tabel 4.10. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi sebelum

dan sesudah aplikasi patch Formula 2

Kode

Gigi

Skor Tingkat

penurunan

Skor Tingkat

kenaikan

Skor P0-P14

T0 P0 P7 P14

F2a 1 15 14 9 6 6 9

F2b 2 9 7 2 7 2 7

F2c 1 16 15 6 10 2 14

F2d 2 14 12 2 12 1 13

F2e 1 16 15 5 11 2 14

F2f 2 10 8 5 9 1 9

Mean 11,83 ± 3,54 Mean 9,17 ± 2,32 Mean 11 ± 3,03

Keterangan: F2: patch jus tomat 60%; T0 : sebelum perendaman teh; P0 : perlakuan ke-0;

P7 : perlakuan ke-7; P14 : perlakuan ke-14

Tabel 4.11. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi sebelum

dan sesudah aplikasi patch Formula 3

Kode

Gigi

Skor Tingkat

penurunan

Skor Tingkat

kenaikan

Skor P0-P14

T0 P0 P7 P14

F3a 1 16 15 5 11 2 14

F3b 1 16 15 12 4 1 15

F3c 1 16 15 2 14 1 15

F3d 1 10 9 2 8 1 9

F3e 1 16 15 2 14 2 14

F3f 1 10 9 1 9 1 9

Mean 13 ± 3,10 Mean 10 ± 3,85 Mean 12,67 ± 2,88

Keterangan: F3: patch jus tomat 65%; T0 : sebelum perendaman teh; P0 : perlakuan ke-0;

P7 : perlakuan ke-7; P14 : perlakuan ke-14

Tabel 4.12. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi sebelum

dan sesudah aplikasi patch Formula Standar

Kode

Gigi

Skor Tingkat

penurunan

Skor Tingkat

kenaikan

Skor P0-P14

T0 P0 P7 P14

FSa 1 2 1 1 1 1 1

FSb 4 5 1 1 4 1 4

FSc 2 10 8 1 9 1 9

FSd 2 2 0 1 1 1 1

FSe 1 4 3 1 3 1 3

FSf 2 12 10 2 10 1 11

Mean 3,83 ± 4,16 Mean 4,66 ± 3,93 Mean 4,83 ± 4,21

Keterangan: FS: patch hidrogen peroksida; T0 : sebelum perendaman teh; P0 : hari ke-0;

P7 : perlakuan ke-7; P14 : hari ke-14

42

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

4.11.2. Uji Tingkat Kecerahan Gigi setelah Aplikasi Patch secara Kuantitatif

Pengujian tingkat kecerahan warna gigi dilakukan dengan metode

CIEL*b*a* dan didapatkan masing-masing skor ∆E*ab. Gigi mengalami

peningkatan kecerahan warna secara kuantitatif. Hasil menunjukkan bahwa

formula patch F1, F2, F3, FS dapat meningkatkan kecerahan warna gigi dan F3

menunjukkan peningkatan kecerahan gigi yang paling baik. Namun, F3 dan FS

tidak menunjukkan perbedaan bermakna dilihat dari kurva pada Gambar 4.7..

Tabel 4.13. Hasil Pengukuran Kualitatif Skor Tingkat Kecerahan Gigi sesudah

aplikasi patch F1, F2 dan F3

Kode

Gigi

Perendaman Teh Aplikasi Patch

∆E*ab

T0

∆E*ab

T12

∆E*ab

(T0 - T12)

∆E*ab

P7

∆E*ab

(P7-T12)

∆E*ab

P14

∆E*ab

(P14 - P7)

F1a 96,00 84,05 11,95 90,00 5,95 90,36 0,36

F1b 96,02 83,74 12,28 89,00 5,26 90,27 1,27

F1c 98,08 84,05 14,03 90,00 5,95 95,02 5,02

F1d 96,00 87,05 8,95 89,00 1,95 89,09 0,09

F1e 96,02 79,83 16,19 82,58 2,75 89,29 6,71

F1f 97,00 83,60 13,40 91,00 7,40 93,13 2,13

Mean 12,80 ± 2,41 4,87 ± 2,09 2,59 ± 2,68

F2a 94,02 82,01 12,01 85,84 3,83 90,95 5,11

F2b 92,01 86,31 5,70 89,22 2,91 90,27 1,05

F2c 90,05 81,74 8,31 88,38 6,64 89,82 1,44

F2d 90,37 83,24 7,13 88,46 5,22 90,27 1,81

F2e 95,00 79,25 15,75 89,00 9,75 89,09 0,09

F2f 91,29 86,31 4,98 88,50 2,19 90,29 1,79

Mean 8,98 ± 4,13 5,09 ± 2,78 1,88 ± 1,70

F3a 93,00 80,39 12,61 89,20 8,81 90,36 1,16

F3b 90,05 80,46 9,59 87,32 6,86 90,11 2,79

F3c 90,00 82,03 7,97 90,19 8,16 91,27 1,08

F3d 94,00 85,48 8,52 90,09 4,61 91,80 0,99

F3e 90,02 83,19 6,83 89,00 5,81 91,15 2,15

F3f 94,09 86,37 7,72 91,00 4,63 91,28 0,28

Mean 8,87 ± 2,04 96,00 6,48 ± 1,77 1,24 ± 0,72

FSa 92,158 84,10 8,04 92,00 7,90 94,02 2,02

FSb 86,753 86,70 0,04 91,00 4,30 91,00 0,00

FSc 92,973 82,38 10,58 90,01 7,63 92,00 1,99

FSd 90,604 89,38 1,21 92,02 2,64 93,00 0,98

FSe 89,381 81,64 7,74 90,00 8,36 93,00 3,00

FSf 90,377 84,01 6,35 90,00 5,99 90,00 0,00

Mean 5,66 ± 4,14 6,13 ± 2,27 1,33 ± 1,21

Keterangan: ∆E*abT0 : skor tingkat kecerahan gigi sebelum perendaman teh; ∆E*abT12:

skor tingkat kecerahan gigi setelah perendaman teh; ∆E*ab P7: skor tingkat kecerahan gigi

setelah aplikasi patch 7 kali; ∆E*abP14: skor tingkat kecerahan gigi setelah aplikasi patch 14

kali.

43

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Keterangan : P0: sebelum aplikasi patch; P7: sesudah aplikasi patch ke-7;

P14: sesudah aplikasi patch ke-14. F1: patch jus tomat 55%; F2: patch jus tomat 60%;

F3: patch jus tomat 65%; FS: patch hidrogen peroksida

Gambar 4.7. Kurva peningkatan kecerahan warna spesimen gigi uji setelah

aplikasi patch.

Menurut Rosidah, dkk. (2017), terdapat faktor yang dapat memengaruhi

tingkat kecerahan gigi yaitu ketebalan enamel, usia gigi dan pH bahan pemutih.

Enamel gigi yang tebal akan membuat bahan pemutih membutuhkan waktu yang

lebih lama untuk berpenetrasi. Usia pemilik gigi pada penelitian ini tidak

diketahui sehingga perubahan tingkat kecerahan gigi yang bervariasi. Hal ini

disebabkan, semakin bertambahnya usia pemilik gigi maka lapisan enamel akan

semakin menipis dan dentin semakin menebal akibat terbentuknya dentin

sekunder terus-menerus. Sementara itu, semakin rendah pH maka penyerapan

bahan pemutih dapat lebih maksimal masuk ke tubulus dentinalis akibat erosi gigi

yang dihasilkan.

4.12. Uji Erosivitas Spesimen Gigi setelah Aplikasi Patch menggunakan Scanning

Electron Microsope (SEM)

Pengujian tingkat erosi gigi setelah pengaplikasian patch dilakukan dengan

melihat morfologi enamel menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)

pada perbesaran 1000 kali dan 5000 kali pada sampel dari kelompok kontrol

negatif tanpa perlakuan, kelompok standar yang diaplikasikan patch hidrogen

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

P0 P7 P14

De

raja

t K

en

aika

n S

kor

F1

F2

F3

FS

44

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

peroksida dan kelompok uji yang diaplikasikan patch formula F3. Pengambilan

sampel dengan cara tersebut di atas bertujuan untuk membandingkan tingkat erosi

yang dihasilkan oleh patch jus tomat dengan patch hidrogen peroksida.

Dari hasil mikroskopik, dapat disimpulkan bahwa patch hidrogen

peroksida memberikan efek erosif lebih kuat dibandingkan patch jus tomat.

Gambar 4.8. Morfologi kelompok kontrol negatif. Kiri: perbesaran 1000 kali.

Kanan: 5000 kali

Gambar 4.9. Morfologi kelompok patch hidrogen peroksida. Kiri: perbesaran

1000 kali. Kanan: perbesaran 5000 kali

45

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Gambar 4.10. Morfologi kelompok formula F3 patch jus tomat. Kiri:

perbesaran 1000 kali. Kanan: 5000 kali

46

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini, sediaan patch pemutih gigi yang mengandung jus

tomat (Solanum lycopersicum L.) telah dibuat sebagai pemutih gigi alami. Patch

dibuat dalam 3 formula F1, F2, dan F3 dengan variasi perbandingan konsentrasi

jus tomat yang berturut-turut adalah 55%; 60%; dan 65% (b/b). Hasil penelitian

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Formula patch F1, F2 dan F3 memiliki pH permukaan yang lebih asam

dibandingkan pH kritis etsa enamel 5,2-5,8 dan dentin 6,0-6,8 sehingga

perlu dilakukan peningkatan pH.

2) Formula patch F1, F2, dan F3 memiliki one-contact time lebih dari 3 jam.

Namun, patch perlu dibasahi sebelum diaplikasikan agar lebih mudah

menempel pada gigi.

3) Formula patch F1, F2, dan F3 dapat meningkatkan kecerahan warna

spesimen gigi. Formula F3 menunjukkan peningkatan yang paling baik.

4) Formula F3 memberikan efek erosif lebih kecil dibandingkan formula

standar patch hidrogen peroksida.

5.2. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memerlukan

penyempurnaan dan pengembangan. Dengan demikian, peneliti menyarankan

untuk dilakukan penelitian lanjutan sebagai berikut :

1) Pengujian stabilitas fisika dan kimia patch jus tomat.

2) Pengujian kandungan hidrogen peroksida pada jus tomat dan patch jus

tomat secara kualitatif dan kuantitatif.

3) Pengujian secara in-vivo efek pemutih gigi patch jus tomat.

4) Pengujian secara in-vivo efek erosivitas gigi patch jus tomat.

47

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qahtani. 2014. Tooth-bleaching procedures and their controversial effects: A

literature Review. The Saudi Dental Journal (2014) 26 Hal: 33-46.

Anonim. 2017. VITAPAN Classical A1-D4 Shade Guide Product Information.

[https://www.vita-zahnfabrik.com/en di akses pada tanggal 30 Agustus

2017].

Azrak, B., et al. 2010. Influence of bleaching agents on surface roughness of

sound or eroded dental enamel specimens. J. Esthet. Restor. Dent. 22. Hal:

391-399.

Bagheri, Burrow dan Tyas. 2005. Influence of food-stimulating solutions and

surface finish on susceptibility to staining of aesthetic restorative

materials. J. Dent. 2005 May; 33(5). Hal : 389-398.

Bonde, Marchelina M., Fatimawali, P. S. Anindita. 2016. Uji pelepasan ion logam

nikel (Ni) dan kromium (Cr) kawat ortodontik stainless steel yang

direndam dalam air kelapa. Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon Vol 5. No.

4. Universitas Sam Ratulangi. ISSN 2302-2493. Hal : 40-45.

Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G. H., dan Wootton, M. 2008. Food Science.

Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Jakarta :

Universitas Indonesia.

Chang, et al; inventors. 2002. Patches for Teeth Whitening. Patent Publication

No.: US2003/0133884A1.

Choi, et al.; inventors. Icure Pharmaceutical Corp, Seoul (KR); assignee. 2003.

Patch for Tooth Whitening. Patent Publication No.: US7323161B2.

Crispin B. 1995. Nonrestorative esthetic procedure in contemporary aesthetic

dentistry: Practice Fundamentals. Chicago: Quintessence Books. Hal : 33-

56.

Cruz, et al. 2014. Salivary characteristics and dental caries: evidence for general

dental practices. J Am Dent Assoc. Author Manuscript; available in PMC

2014 May 01.

Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.

48

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Desai, Kashappa GH, Susan RM, Andrew SH, dan Steven PS. 2012. Development

and in-vitro - in-vivo evaluation of fenretinide-loaded oral mucoadhesive

patches for sitespesific chemoprevention of oral cancer. Pharm Res. Hal:

1-2.

Driessens F. C. M. and Verbeeck R. M. H. (1990). Biominerals. CRC Press.

Fauziah, Cut. Sri Fitriyani. Viona Diansari. 2012. Colour change of enamel after

application of Averrhoa bilimbi. Journal of Dentistry Indonesia. Vol. 19.

No. 3. Hal: 53-56.

Fitriyah, H. 2013. Formulasi patch natrium diklofenak berbasis polimer Hidroksi

Propil Metil Selulosa (HPMC) sebagai sediaan lokal penanganan inflamasi

pada penyakit periodontal. Skripsi Sarjana Farmasi. UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Hal: 25-27.

Ginting, D. 2014. Formulasi patch natrium diklofenak berbasis polimer Hidroksi

Propil Metil Selulosa (HPMC) dan Natrium Karboksi Metil Selulosa

(NaCMC) sebagai antiinflamasi lokal pada penyakit periodontal. Skripsi

Sarjana Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal: 24-25.

Hillson S.. 1986. Teeth. Cambridge University Press.

Humaidah, Siti. 2011. Potensi desikator untuk inkubator anaerob. Surabaya :

FMIPA ITS.

Istanbullu, Hillal, Sofia Ahmed, M. Ali Sheraz, dan Ihtesham ur Rehman. 2013.

Development and characterization of novel polyurethane films

impregnated with tolfenamic acid for therapeutic application. BioMed

Research International. Hal: 1-2.

J. Balasubramanian, Narayan N., Senthil Kumar M., Vijaya Kumar N., dan

Azhagesh Raj K. 2012. Formulation and evaluation of mucoadhesive

buccal films of diclofenac sodium. Indian J. Innovations Dev. Hal : 70.

Kim, et al.; inventors. L.G. Household and Health Care, Ltd, Daejeon (KR);

assignee. 2004. Method and device for teeth whitening using a dry type

adhesive. Patent Publication No.: US7785572B2.

Kusumawati, dkk. 2013. Karakteristik fisik dan kimia edible film pati jagung yang

diinkorporasi dengan perasan temu hitam. Jurnal Pangan dan

Agroindustri Vol. 1 No. 1. Hal: 90-100.

49

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lumuhu, Martha M. Kaseke dan Wulan G. Parengkuan. 2016. Perbedaan

efektivitas jus tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dan jus apel (Mallus

sylvesteris Mill.) sebagai bahan alami pemutih gigi. Jurnal e-GiGi (eG),

volume 4 No. 2, Juli-Desember 2016. Hal: 83-89.

Margeas, Robert. 2006. New advances in tooth whitening and dental cleaning

technology : A peer-reviewed publication. The Academy of Dental

Theurapetics and Stomatology. Hal : 4.

Meizarini, Asti dan Devi Rianti. 2005. Bahan pemutih gigi dengan sertifikat

ADA/ISO. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 2 April–Juni 2005. Hal:

73–76.

Nelson, Stanley J., DDS, MS. 2010. Wheeler’s dental anatomy, Physiology, and

Occlusion. United States : Saunders Elsevier.

Nurmawati, Ririn. 2011. Pengembangan metode pengukuran warna menggunakan

kamera CCD (Charge Coupled Device) dan image processing. Sarjana

Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hal: 10.

Pearson D. 1976. The chemical analysis of foods. 7th ed. London: Churchill

Livingstone.

Pratiwi SA. 2009. Pengaruh pemberian jus tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

terhadap perubahan warna gigi pada proses in-vitro. Skripsi. Semarang :

Universitas Diponegoro.

Rosidah, dkk.. 2017. Perbandingan efektivitas jus buah apel (Mallus Sylvesteris

Mill.) sebagai pemutih gigi alami eksternal berdasarkan varietas. Dentin

(Jur. Ked. Gigi), Vol. I. No. 1. April 2017. Hal: 1-5.

Rowe, et al., 2009. Handbook of pharmaceutical excipients. 6th

Edition. London :

Pharmaceutical Press.

Sagel, et al.; inventors. The Procter & Gamble Company; assignee. 1999.

Delivery system for a tooth whitener using a strip of material having low

flexural stiffness. Patent Publication No : 5891453

Sharma, et al.. 2012. Oral mucoadhesive drug delivery systems: a review. Pharma

Science Monitor An Int J Pharm Sci. Vol.3. Hal. 32.

Shravan, K.Y., et al.. 2012. Comprehensive review on buccal delivery.

International Journal of Pharmacy. Vol. 2(1). Hal: 205-217.

50

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Tin-Oo MM, Saddki N, Hassan N. 2011. Factors influencing patient satisfaction

with dental appearance and treatments they desire to improve aesthetics.

BioMed Central Oral Health. doi: 10.1186/1472-6831-11-6.

Tugiyono, Herry. 2005. Bertanam tomat. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal: 5.

United States Pharmacopeial Convention. 2006. A United States Pharmacopeia

National Formulary, USP 29/NF24. Twinbrook Parkway: United States

Pharmacopeial Convention.

Wardana, M.S. 2013. Formulasi patch natrium diklofenak berbasis polimer

Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) sebagai sediaan lokal penanganan

inflamasi pada penyakit periodontal. Skripsi Sarjana Farmasi. UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Watts, A. dan M. Addy. 2001. Tooth discolouration and staining: a review of the

literature. British Dental Journal Vol. 190 No. 6.

Widyaningtyas, Vievien, et al.. 2014. Analisis peningkatan remineralisasi enamel

gigi setelah direndam dalam susu kedelai murni (Glycine Max, (L.) Merill)

menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Jember: FKG

Universitas Jember.

Yogananda dan Rakesh. 2012. An overview on mucoadhesive buccal patches.

International Journal of Universal Pharmacy and Life Sciences. Vol2(2).

Hal : 348-373.

Zimmer, Georg Kirchner, Mozhgan Bizhang, Mathias Benedix. 2015. Influence of

various acidic beverages on tooth erosion: evaluation by a new method.

PLoS ONE 10(6). doi:10.1371/journal.pone.0129462.

51

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

LAMPIRAN

52

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian

53

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 2. Viskositas Cairan Pembentuk Film

Formula Kecepatan

(rpm)

1 2 3

%Torque

(%)

Viskositas

(P)

%Torque

(%)

Viskositas

(P)

%Torque

(%)

Viskositas

(P)

F1 1,5 37,9 10.113 48,1 12.846 42,7 12.077

2,0 45,9 9.197 56,6 11.338 52,1 10.425

2,5 53,2 8.519 64,0 10.241 60,2 9.234

3,0 60,1 8.023 70,5 9.400 67,5 8.334

4,0 72,5 7.254 82,2 8.223 80,9 7.096

5,0 83,8 6.707 92,7 7.419 90,1 6,792

F2 1,5 37,6 10.039 49,0 13.088 40,0 10.688

2,0 48,2 9.656 58,2 11.643 47,3 9.462

2,5 56,9 9.056 66,4 10.626 53,7 8.607

3,0 61,3 8.176 73,5 9.801 59,5 7.940

4,0 75,4 7.547 86,3 8.639 69,7 6.972

5,0 88,4 7.076 97,7 7.818 78,4 6.277

F3 1,5 31,0 10.283 43,4 11.590 40,0 10.689

2,0 41,9 9.390 51,8 10.374 48,1 9.620

2,5 52,6 8.419 59,0 9.443 55,5 8.884

3,0 60,1 8.015 65,6 8.759 62,7 8.372

4,0 71,6 7.162 77,2 7.721 74,4 7.440

5,0 87,2 6.978 87,4 6.995 85,7 6.859

Lampiran 3. Bobot film

3 patch secara acak diambil dari satu batch produksi yang sama

Formula Bobot sampel (mg)

1 2 3 Rata-rata SB

F1 244,00 247,00 245,00 245,33 1,52

F2 250,00 247,00 250,00 249,00 1,73

F3 240,00 243,00 241,00 241,33 1,53

54

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 4. Ketebalan film

3 patch secara acak diambil dari satu batch produksi yang sama

Formula Ketebalan sampel (µm)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Rata-rata

F1 1 232,00 234,00 237,00 245,00 255,00 240,60

2 231,00 237,00 239,00 244,00 253,00 240,80

3 222,00 232,00 245,00 246,00 252,00 239,40

Rata-rata 240,27

SB 0,76

F2 1 228,00 240,00 245,00 247,00 253,00 242,60

2 231,00 232,00 252,00 256,00 261,00 246,40

3 234,00 239,00 242,00 249,00 253,00 243,40

Rata-rata 244,13

SB 2,00

F3 1 228,00 238,00 244,00 244,00 247,00 240,20

2 228,00 233,00 241,00 243,00 249,00 238,20

3 238,00 239,00 242,00 246,00 249,00 242,20

Rata-rata 240,20

SB 2,00

55

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 5. Stabilitas bobot patch

hari ke-0 hari ke-3 hari ke-6 hari ke-9

F1a 232 226 225 223

F1b 228 221 220 220

F1c 222 216 216 214

F2a 226 216 216 216

F2b 227 217 217 215

F2c 236 228 228 226

F3a 222 215 214 214

F3b 224 216 214 213

F3c 221 214 212 211

200

210

220

230

240

250

260

270

280

290

300A

xis

Titl

e

Kestabilan Bobot Patch

56

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 6. Gambar pengukuran pH permukaan patch dengan pH indikator

57

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 7. Gambar Perbandingan Mikroskopis dan Makroskopis pada Uji

Derajat Pengembangan Patch

58

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 8. Uji Derajat Pengembangan Patch

59

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 9. Gambar Uji Daya Tahan Lipat

Keterangan : Patch memiliki daya tahan lipat yang baik karena tahan terhadap lipatan

sesudah dilipat secara manual 300 kali

Lampiran 10. Kadar Air Patch

Formula Wo (mg) Wt (mg) % kadar air Rata-rata SB

F1 1 281,20 238,00 15,36 15,09 0,59

2 279,60 239,00 14,41

3 285,20 241,00 15,49

F2 1 233,00 202,00 13,31 13,06 0,45

2 220,00 191,00 13,18

3 252,00 220,00 12,70

F3 1 277,00 241,00 13,00 12,69 0,54

2 265,00 233,00 12,07

3 269,00 234,00 13,01 Keterangan: Patch secara acak diambil 1 dari 3 batch produksi yang berbeda

Lampiran 11. Uji Waktu Tinggal Patch

Formula Waktu tinggal (jam)

1 2 3 Rata-rata

1 >3 jam >3 jam >3 jam >3 jam

2 >3 jam >3 jam >3 jam >3 jam

3 >3 jam >3 jam >3 jam >3 jam Keterangan: Patch secara acak diambil 1 dari 3 batch produksi yang berbeda

F1 F2 F3

60

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 12. Gambar Uji Efek Pemutih Jus Tomat

Keterangan: Gigi mengalami peningkatan kecerahan setelah perendaman dalam jus tomat 100%.

Kiri: Sebelum perendaman jus tomat; Kanan: Setelah perendaman jus tomat

(dari kiri ke kanan; a,b,c,d,e,f)

61

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 13. Tabel Kualitatif Efek Teeth Staining Larutan Teh

Kode

Gigi

T0 T12 Tingkat

Penurunan Nilai Skor Nilai Skor

JTa A1 2 A4 15 13

JTb D3 10 A4 15 5

JTc A1 2 D3 10 8

JTd B3 11 A4 15 4

JTe B1 1 A2 5 4

JTf A1 2 A4 16 14

F1a B1 1 D2 4 3

F1b B1 1 A2 5 4

F1c B1 1 D2 4 3

F1d B1 1 A1 2 1

F1e A1 2 C4 16 14

F1f B1 1 C1 6 5

F2a B1 1 C4 16 15

F2b B1 1 C4 16 15

F2c B1 1 C4 16 15

F2d B1 1 D3 10 9

F2e B1 1 C4 16 15

F2f B1 1 D3 10 9

F3a B1 1 A4 15 14

F3b A1 2 A3 9 7

F3c B1 1 C4 16 15

F3d A1 2 C3 14 12

F3e B1 1 C4 16 15

F3f A1 2 D3 10 8

FSa B1 1 A1 2 1

FSb D2 4 A2 5 1

FSc A1 2 D3 10 8

FSd A1 2 A1 2 0

FSe B1 1 D2 4 3

FSf A1 2 A3,5 12 10

Rata-rata 8,23

SB 5,25

Keterangan: T0: Sebelum perendaman teh; T12: setelah perendaman teh 12 hari

62

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 14. Uji Kuantitatif Proses Teeth Staining

Formula

T0 T12

L a B ∆E L A b ∆E Selisih

∆E*ab

JTa 93 0 0 93,00 85 0 16 86,49 6,51 JTb 88 0 6 88,20 83 -1 15 84,35 3,85 JTc 93 0 1 93,00 88 -1 7 88,14 4,86 JTd 89 -1 8 89,36 83 -1 20 85,38 3,98 JTe 93 0 0 93,00 88 -1 7 88,28 4,72 JTf 93 0 2 93,02 82 -1 16 83,55 9,47

F1a 96 0 0 96,00 84 -1 3 84,05 11,95

F1b 96 -1 2 96,02 83 -2 11 83,74 12,28

F1c 98 -1 4 98,08 84 -1 3 84,05 14,03

F1d 96 0 1 96,00 87 -1 3 87,05 8,95

F1e 96 -1 2 96,02 78 -1 17 79,83 16,19

F1f 97 0 0 97,00 83 -1 10 83,60 13,40

F2a 94 0 2 94,02 79 -1 22 82,01 12,01

F2b 92 -1 1 92,01 85 -1 15 86,31 5,70

F2c 90 -1 3 90,05 79 -1 21 81,74 8,31

F2d 90 -2 8 90,37 80 0 23 83,24 7,13

F2e 95 0 0 95,00 78 -1 14 79,25 15,75

F2f 91 -2 7 91,29 85 -1 15 86,31 4,98

F3a 93 0 1 93,00 80 0 8 80,39 12,61

F3b 90 0 3 90,05 79 3 15 80,46 9,59

F3c 90 0 0 90,00 81 0 13 82,03 7,97

F3d 94 0 1 94,00 85 -1 9 85,48 8,52

F3e 90 -1 2 90,02 82 1 14 83,19 6,83

F3f 94 -1 4 94,09 86 -1 8 86,37 7,72

FSa 92 -2 5 92,15 84 -1 4 84,10 8,05

FSb 86 -3 11 86,75 86 -1 11 86,70 0,05

FSc 91 -3 9 92,97 81 -1 15 82,38 10,59

FSd 90 -3 10 90,60 89 -2 8 89,38 1,22

FSe 89 -2 8 89,38 81 -2 10 81,64 7,74

FSf 90 -2 8 90,37 83 -1 13 84,01 6,36

Rata-rata 8,37 SB 3,97

Keterangan: T0: Sebelum perendaman teh; T12: setelah perendaman teh 12 hari

63

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 15. Uji Kuantitatif Efek Pemutih Patch Jus Tomat dan Patch Hidrogen

Peroksida

64

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 16. Gambar Spesimen Gigi Uji Kelompok JT

65

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 17. Gambar Spesimen Gigi Uji Kelompok F1

66

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 18. Gambar Spesimen Gigi Uji Kelompok F2

67

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 19. Gambar Spesimen Gigi Uji Kelompok F3

68

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 20. Gambar Spesimen Gigi Uji Kelompok FS

69

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 21. Hasil Identifikasi Determinasi Tumbuhan

70

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 22. Sertifikat Analisis HPMC

71

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 23. Sertifikat Analisis PVP

72

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 24. Sertifikat Analisis Hidrogen Peroksida