u Ïj° Â]tÛ¿nkß ~ûj a¿ä% =üß òjrepository.ub.ac.id/165573/1/faizatur rohmah.pdftitle u...

78
PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KEFIR UNTUK PENDUGAAN UMUR SIMPAN SECARA KONVENSIONAL SKRIPSI Oleh: FAIZATUR ROHMAH NIM 125100107111036 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

Upload: others

Post on 19-Nov-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

KARAKTERISTIK KEFIR UNTUK PENDUGAAN UMUR

SIMPAN SECARA KONVENSIONAL

SKRIPSI

Oleh:

FAIZATUR ROHMAH

NIM 125100107111036

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

Page 2: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP

KARAKTERISTIK KEFIR UNTUK PENDUGAAN UMUR

SIMPAN SECARA KONVENSIONAL

Oleh:

FAIZATUR ROHMAH

NIM 125100107111036

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018

Page 3: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô
Page 4: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô
Page 5: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 17 Oktober 1994 dari ayah yang

bernama Muh. Zuhdi dan Ibu Mukarommah. Penulis merupakan anak terakhir

dari 4 bersaudara dengan saudara kandung bernama Aris Fatchurohman, Ulfi

Nihayah dan Retnani Latifah. Penulis menempuh pendidikan di SDN 1 Gondosari

(2000-2006), SMPN 1 Gebog (2006-2009), dan SMAN 1 Kudus (2009-2012).

Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya.

Selama masa pendidikan di Universitas Brawijaya, penulis aktif di salah

satu organisasi kemahasiswaan sebagai staff Divisi Kewirausahaan ARSC

(Agritech Research and Study Club), serta aktif dalam kegiatan seni mahasiswa

diantaranya dalam unit komunitas fotografi Tustel dan unit penyelenggara acara

Flotus. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan diantaranya panitia Orientasi

Pengenalan Jurusan dan Himpunan (OPJH), panitia Scientific Great Moment 5

(SGM 5), panitia Flotus Festival 2014 dan Festival Dawai Nusantara 1 (FDN 1).

Salah satu prestasi yang pernah diperoleh penulis yaitu pendanaan dari

Dikti pada tahun 2015 untuk Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang

Kewirausahaan yang memperkenalkan brand „PARIS‟ yang merupakan produk

komersiil berbasis makanan ringan yang memanfaatkan tepung garut sebagai

bahan dasar pembuatan pie yang rendah indeks glikemik.

Page 6: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô
Page 7: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

i

FAIZATUR ROHMAH. 125100107111036. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Kefir Untuk Pendugaan Umur Simpan Secara Konvensional. SKRIPSI. Pembimbing: Prof. Dr. Teti Estiasih, STP.,MP

RINGKASAN

Kefir merupakan produk susu fermentasi yang terbuat dari bahan baku susu sapi, susu kambing, susu beras maupun susu kedelai dengan menambahkan bibit kefir (kefir grains) yang terdiri dari bakteri asam laktat dan khamir. Manfaat mengkonsumsi kefir adalah meningkatkan sistem pertahanan tubuh karena kandungan antimikroba yang terdapat di dalamnya. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui perubahan karakteristik kefir selama penyimpanan dan menduga umur simpan kefir pada suhu penyimpanan rendah yang berbeda.

Penelitian ini terdiri dari 2 langkah, penelitian pertama menentukan mutu awal dan akhir kefir dengan penyimpanan kefir segar pada suhu ruang (27-28°C) dan dilakukan uji organoleptik menggunakan uji skor selama 3 hari berurutan untuk menentukan nilai kritis kefir. Penelitian kedua untuk menganalisa perubahan karakteristik kefir dilakukan dengan metode Rancangan Petak Terbagi (Split Plot). Suhu (4±1 dan 10±1 °C) sebagai petak utama dan lama penyimpanan (T0, T7, T14, T21, T28, T35 dan T42) sebagai anak petak. Pengulangan dilakukan sebanyak 2 kali. Analisis data dilakukan dengan metode Analysis of Varian (ANOVA), apabila ada interaksi antara kedua faktor maka dilakukan uji lanjut Duncan‟s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata (α=5%) dan apabila tidak ada maka diuji Beda Nyata Terkecil (BNT). Pendugaan umur simpan ditentukan dari parameter yang paling cepat mencapai titik kritisnya.

Hasil penelitian penentuan mutu kritis kefir diperoleh pada penyimpanan hari ke-3 dengan skor penerimaan yang cenderung dipengaruhi oleh aroma (2,27) menolak dan kenampakan (2,23) menolak. Nilai mutu kritis yang diperoleh yaitu pH 3,47, total asam 2,29%, viskositas 540,89 cP, log total mikroba 8,76cfu/ml, L* 87,80, a* -3,43 and b* +11,47. Hasil penelitian perubahan karakteristik kefir selama penyimpanan menunjukkan perlakuan suhu 4±1 dan 10±1 °C memberikan pengaruh nyata (α=5%) terhadap viskositas dan total mikroba. Lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter. Interkasi kedua perlakuan yaitu suhu dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata (α=5%) pada viskositas dan total mikroba. Hasil pendugaan umur simpan kefir pada suhu 4±1 °C berdasarkan parameter viskositas, total mikroba dan nilai b* adalah 21 hari. Hasil pendugaan umur simpan kefir pada suhu 10±1 °C berdasarkan parameter viskositas, total mikroba dan nilai b* adalah 28 hari.

Kata kunci : Kefir, Suhu Penyimpanan, Lama Penyimpanan, Umur Simpan, Pendugaan Umur Simpan Konvensional

Page 8: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

ii

FAIZATUR ROHMAH. 125100107111036. The Effect of Temperature and

Storage Time on The Characteristics of Kefir To Predict The Shelf Life Using Conventional Method. Undergraduate Thesis. Advisors : Prof. Dr. Teti Estiasih, STP.,MP

SUMMARY

Kefir is a fermented milk product that is made from cow milk, goat milk,

rice milk or even soy milk by adding the kefir grains contain lactic acid bacteria

and yeast. The benefit of consuming kefir is to boost the immune system

because it’s antimicrobial activities. The purpose of this study was to investigate

the effect of storage on kefir’s characteristics and predict the kefir’s shelf life at

different cold temperatures.

This research consist two step, the first step was determinated the initial

and final quality by keeping the fresh kefir at room temperature (27-28°C) and

acceptance test using Scoring method for 3 consecutive days to determine the

critical value of kefir. The second step to analized the change of kefir

characteristics using research design Spit Plot Design. Temperature (4±1 dan

10±1 °C) as main plot and storage time (T0, T7, T14, T21, T28, T35 dan T42) as

subplot. It’s treatment was repeated 2 times. The data was analysed by Analysis

of Varian (ANOVA). If there were interaction then advanced test was done using

the Duncan's Multiple Range Test (DMRT) with level of significance (α = 5%) and

if there’s no interaction then continued with Least Significance Different (LSD)

test. The shelf life prediction was determined by the fastest parameter that reach

their critical value.

The result of determine kefir’s critical quality was get by 3 days storage

with acceptance score that tend to be influenced by aroma (2,27) rejected and

appereance (2,23) rejected. The value of critical qualities are pH 3,47, total acid

2,29%, viscosity 540,89 cP, log total microbial 8,76cfu/ml, L* 87,80, a* -3,43 and

b* +11,47. The result of kefir’s characteristics change during storage showed that

4±1 dan 10±1 °C temperature gave significant effect (α = 5%) to viscosity and

total microbial. Storage time gave significant effect (α = 5%) to all parameters.

The interaction between temperature and storage time gave significant effect (α =

5%) to viscosity and total microbial. The result of kefir shelf life at 4±1 °C storage

based on viscosity, total microbial and b* value was 21 days. The result of kefir

shelf life at 10±1 °C storage based on viscosity, total microbial and b* value was

28 days.

Key words : Kefir, Temperature Storage, Storage Time, Shelf Life,

Conventional Shelf Life Prediction

Page 9: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

limpahan rahmatnya dan sholawat serta salam senantiasa penulis penjatkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga tugas akhir dengan judul “Pengaruh

Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Karakteristik Kefir Untuk

Pendugaan Umur Simpan Secara Konvensional” ini dapat terselesaikan.

Laporan tugas akhir ini disusun dalam rangka memenuhi syarat akademik dalam

menempuh jenjang pendidikan gelar sarjana Teknologi Hasil Pertanian.

Sehubungan dengan selesainya tulisan ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Muh. Zuhdi, Ibu Mukarommah dan kakak-kakak di rumah yang selama

ini memberikan dukungan moril maupun materil, serta yang senantiasa

memanjatkan doa demi kesuksesan adinda.

2. Prof. Dr. Teti Estiasih, STP.,MP selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan, ilmu pengetahuan dan kesabaran dalam

membimbing saya dalam proses penulisan tugas akhir ini.

3. Bapak Firman dan mas Ali yang memberikan arahan proses pembuatan kefir.

4. Teman-temanku yang berharga Ama, Grace, Aryani, Kamila, Fira yang cukup

sabar memberi semangat, dukungan, dan bantuannya selama ini. Terimakasih.

5. Teman-teman seperjuangan THP‟12, Rabita, Sita, Iis, Nabliah dan yang tidak

dapat disebutkan satu persatu atas pengalaman dan waktu yang telah dilewatkan

selama perkuliahan.

6. Kakak-kakak Sonyeo Shidae dengan lagu-lagunya yang menemaniku dari

awal masuk kuliah hingga sekarang terutama TaeYeon yang menginpirasi untuk

keep going on and always be grateful.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

dan tidak lepas dari berbagai kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap

perkembangan Ilmu dan Teknologi, khususnya bidang Ilmu dan Teknologi

Pangan.

Malang, Maret 2018

Penulis

Page 10: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

iv

DAFTAR ISI

RINGKASAN .......................................................................................................i

SUMMARY ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii

1. Pendahuluan ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah............................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3

1.5 Hipotesis ................................................................................................. 3

2. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 4

2.1 Susu ....................................................................................................... 4

2.2 Produk Susu Fermentasi ........................................................................ 5

2.3 Kefir ........................................................................................................ 7

2.4 Kefir Grains .......................................................................................... 11

2.4.1 Bakteri Asam Laktat (BAL).......................................................... 13

2.4.2 Khamir ........................................................................................ 14

2.5 Suhu Penyimpanan . ............................................................................ 15

2.6 Kemasan . ............................................................................................. 16

2.6.1 Plastik . ........................................................................................ 17

2.6.2 PET . ........................................................................................... 18

2.7 Umur Simpan . ...................................................................................... 18

2.8 Pendugaan Umur Simpan . ................................................................... 19

2.8.1 Extended Storage Studies (ESS) atau Metode konvensional ...... 19

2.8.2 Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) atau Metode Akselerasi . . 20

3. Metode Penelitian ...................................................................................... 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 21

3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 21

3.2.1 Alat .............................................................................................. 21

Page 11: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

v

3.2.2 Bahan .......................................................................................... 21

3.3 Metode Penelitian .................................................................................. 21

3.4 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 22

3.4.1 Proses Pembuatan Kefir .............................................................. 22

3.4.2 Penentuan Karakteristik Mutu Awal dan Mutu Akhir Kefir ............ 22

3.4.3 Analisa Perubahan Karakterstik Kefir Selama Penyimpanan ....... 23

3.4.4 Pendugaan Umur Simpan ........................................................... 23

3.5 Pengamatan dan Analisa Penelitian .......................................................... 24

3.6 Analisa Data .............................................................................................. 24

4. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 25

4.1 Karakteristik Mutu Awal dan Akhir Kefir. .................................................... 25

4.1.1 Karakteristik Organoleptik. ........................................................... 25

4.1.1.1 Warna. ............................................................................. 27

4.1.1.2 Aroma .............................................................................. 28

4.1.1.3 Tekstur ............................................................................ 29

4.1.1.4 Kenampakan ................................................................... 30

4.1.2 Mutu Awal dan Akhir Kefir ........................................................... 32

4.2 Karakteristik Mutu Kefir Selama Penyimpanan .......................................... 35

4.2.1 pH................................................................................................ 35

4.2.2 Total Asam .................................................................................. 38

4.2.3 Viskositas .................................................................................... 41

4.2.4 Total Mikroba ............................................................................... 44

4.2.5 Warna .......................................................................................... 48

4.2.5.1 Kecerahan (L*) ................................................................ 48

4.2.5.2 Kehijauan (a*) .................................................................. 51

4.2.5.3 Kekuningan (b*) ............................................................... 53

4.3 Pendugaan Umur Simpan .......................................................................... 56

5. Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 59

5.1 Kesimpulan. ............................................................................................... 59

5.2 Saran. ........................................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60

LAMPIRAN ..................................................................................................... 66

Page 12: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Skema Pembuatan Kefir ........................................................................... 8

2.2 Pertumbuhan Mikroba dalam Kefir Brazil .................................................. 9

2.3 Pertumbuhan Mikroba dalam Kefir Selama Penyimpanan ........................ 10

2.4 Reaksi Perubahan Glukosa Menjadi Asam Laktat..................................... 14

2.5 Reaksi Pemecahan Glukosa Pada Proses Fermentasi Khamir ................. 15

3.1 Diagram Alir Pembuatan Kefir ................................................................... 22

3.2 Diagram Alir Penelitian I Karakteristik Produk ........................................... 23

3.3 Diagram alir Penelitian II Pendugaan Umur Simpan ................................. 24

4.1 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Warna Kefir ....................... 27

4.2 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Aroma Kefir ....................... 28

4.3 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Tekstur Kefir ...................... 30

4.4 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Kenampakan Kefir ............. 31

4.5 Grafik Rerata Nilai pH Kefir Selama Penyimpanan ................................... 35

4.6 Grafik Rerata Nilai Total Asam Kefir Selama Penyimpanan ...................... 38

4.7 Grafik Rerata Nilai Viskositas Selama Penyimpanan Kefir ........................ 41

4.8 Grafik Rerata Nilai Total Mikroba Selama Penyimpanan ........................... 45

4.9 Grafik Rerata Nilai Kecerahan Selama Penyimpanan ............................... 49

4.10 Grafik Rerata Nilai Kehijauan Selama Penyimpanan .............................. 51

4.11 Grafik Rerata Nilai Kekuningan Selama Penyimpanan............................ 54

Page 13: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Halaman

2.1 Tabel komposisi zat kimia susu pada sapi perah (%) .................................. 4

2.2 Produk Susu Fermentasi dan Mikroba Pembuatnya ................................... 6

2.3 Komposisi Kimia Kefir ................................................................................. 7

2.4 Syarat Mutu Yogurt ..................................................................................... 11

4.1 Rerata Uji Penerimaan Produk Selama Penyimpanan ................................ 26

4.2 Karakteristik Mutu Awal (A0) dan Akhir (At) Kefir ........................................ 32

4.3 Rerata Perubahan pH Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan ...................... 37

4.4 Rerata Perubahan Total Asam Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan ........ 40

4.5 Rerata Perubahan Viskositas Kefir Selama Penyimpanan ......................... 43

4.6 Rerata Perubahan Total Mikroba Kefir Selama Penyimpanan .................... 47

4.7 Rerata Perubahan Kecerahan Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan ......... 50

4.8 Rerata Perubahan Kehijauan Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan........... 53

4.9 Rerata Perubahan Kekuningan Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan ........ 56

4.10 Pendugaan Umur Simpan Pada Suhu 4±1°C ............................................ 57

4.11 Pendugaan Umur Simpan Pada Suhu 10±1 °C ......................................... 58

Page 14: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permintaan susu dan produk olahan susu di negara berkembang terus

meningkat seiring dengan bertambahnya pendapatan, pertumbuhan penduduk,

urbanisasi dan perubahan pola makan. Kecenderungan ini terjadi di kawasan

timur dan asia tenggara terutama pada negara dengan populasi tinggi seperti

Cina, Indonesia dan Vietnam. Konsumsi susu dan produk olahan susu di Asia

tenggara diprediksi akan meningkat hingga 125% pada 2030 (FAO, 2016). Salah

satu produk olahan susu yang mengalami peningkatan permintaan yaitu

minuman susu fermentasi yang mengandung probiotik. Minuman prebiotik ini

kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk kefir, yogurt dan produk susu fermentasi

lainnya.

Kefir memiliki rasa, warna dan konsistensi yang menyerupai yoghurt

namun kefir memiliki aroma khas seperti tape. Kefir merupakan produk susu

fermentasi yang dapat dibuat dari bahan baku susu sapi, susu kambing, susu

beras maupun susu kedelai dengan menambahkan kefir grains (bibit kefir) yang

terdiri dari bakteri asam laktat dan khamir (Otes et al, 2003). Kefir grains

mengandung Lactobacillus kefiri, spesies dari genus Leuconostoc, Lactococcus

dan Acetobacter yang tumbuh dengan hubungan yang spesifik dan kuat, kefir

grains juga mengandung khamir yang dapat memfermentasi laktosa yaitu

Kluyveromyces marxianus maupun yang tidak dapat memfermentasi laktosa

seperti Saccharomyces unisporus, Saccharomyces cerevisiae dan

Saccharomyces exiguous (CODEX, 2003). Menurut Maheswari (2009), manfaat

mengonsumsi kefir dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh karena

kandungan antimikroba yang terdapat di dalamnya Antimikroba yang dapat .

dijumpai pada kefir adalah asam laktat, asam asetat, asam format,

hidrogenperoksida, diasetil, asetaldehid dan bakteriosin.

Informasi umur simpan produk sangat penting bagi produsen, distributor,

penjual dan konsumen. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan

bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi yang

berkaitan dengan usaha pengembangan produk. Bagi distributor dan penjual,

informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang

dagangannya. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat keamanan dan

Page 15: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

2

kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan petunjuk

terjadinya perubahan cita rasa, penampakan dan kandungan gizi produk

tersebut.

Selama penyimpanan terjadi perubahan sifat fisiko - kimia pada kefir dan

suhu penyimpanan berperan penting dalam terjadinya proses tersebut. Pada

penyimpanan suhu rendah aktivitas metabolism oleh mikroba di kefir akan

menjadi lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang. Tingkat suhu pendinginan

pada lemari pendingin berkisar antara -18 - 10°C. Suhu dalam lemari pendingin

berbeda untuk masing-masing tempat di dalam ruang pendingin. Menurut

Koswara (2009), suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian terbawah dari

kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang beku. Adanya

perbedaan ini, maka perlu dilakukan penelitian penyimpanan pada suhu rendah

yang berbeda yaitu suhu 4±1 dan 10±1°C yang mewakili suhu pendinginan pada

ruang pendingin. Penelitian Usmiati et al. (2000), menyatakan suhu penyimpanan

berpengaruh nyata terhadap kadar asam laktat dan kadar alkohol kefir namun

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Penyimpanan pada suhu kamar

diperoleh kadar asam laktat dan kadar alkoholnya lebih tinggi secara nyata

dibandingkan penyimpanan pada suhu rendah. Lama penyimpanan

menunjukkan peningkatan kadar asam laktat dan kadar alkohol serta terjadi

penurunan nilai pH.

Selama ini umur simpan kefir yang didapatkan dari pengolahan produk

oleh Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya adalah 1,5 bulan yang diprediksi

secara sederhana yaitu dengan mencoba sendiri menyimpan kefir dalam lemari

pendingin hingga dirasa sudah tidak layak dikonsumsi dengan ciri aroma busuk,

rasa terlalu masam dan pahit. Namun, belum dilakukan pengujian tentang

parameter penurunanan mutu kefir secara ilmiah. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh suhu dan lama penyimpanan

terhadap karakteristik kefir untuk pendugaan umur simpan.

Page 16: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

3

1.2 Perumusan masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan karakteristik kefir selama penyimpanan pada suhu

4±1 dan 10±1°C ?

2. Bagaimana umur simpan kefir pada suhu 4±1 dan 10±1°C ?

3. Apakah ada pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap umur simpan

kefir?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui perubahan karakteristik kefir selama penyimpanan pada suhu

4±1 dan 10±1°C

2. Menduga umur simpan kefir pada suhu penyimpanan 4±1 dan 10±1°C

3. Mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik

kefir

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan acuan atau informasi

bagi masyarakat mengenai umur simpan kefir. Bagi produsen, distributor, dan

penjual, informasi umur simpan akan sangat penting dalam hal penanganan stok

produk, sehingga dapat diketahui apakah produk tersebut masih layak diterima

oleh konsumen.

1.5 Hipotesis

1. Diduga suhu dan lama penyimpanan akan mempengaruhi karakteristik kefir

2. Diduga suhu penyimpan yang berbeda akan mempengaruhi umur simpan

kefir

3. Diduga terdapat interaksi antara suhu dan lama penyimpanan terhadap umur

simpan kefir

4. Diduga umur simpan kefir pada penyimpanan suhu 10±1°C lebih pendek

dibanding suhu 4±1°C

Page 17: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

4

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Berdasarkan SK Dirjen Peternakan No.17 Tahun 1983, definisi susu

adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi dan

susu sterilisasi. Secara biologis, susu merupakan sekresi fisiologis kelenjar

ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological preotection)

bagi mamalia. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang

mengandung gula, garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloid.

Komposisi utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin),

laktosa dan abu (Muharastri, 2008). Kandungan air di dalam susu sangat tinggi,

yaitu sekitar 87,5%, dengan kandungan gula susu (laktosa) sekitar 5%, protein

sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium,

fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein susu sepadan nilainya

dengan protein daging dan telur, susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu

asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (Widodo, 2002).

Komposisi zat kimia susu pada sapi perah dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Tabel komposisi zat kimia susu pada sapi perah (%)

Bangsa sapi Air Lemak Protein Laktosa Abu Total padatan

Holstein 87,50 3,55 3,42 4,86 0,68 12,5 Brown swiss 86,60 4,01 3,61 5,04 0,73 13,41 Ayshire 86,90 4,14 3,58 4,69 0,68 13,11 Jersey 85,31 5,18 3,86 4,94 0,70 14,69 Guemsey 85,13 5,19 4,02 4,91 0,74 14,87

Sumber : Mukhtar (2006)

Kualitas susu yang dipersyaratkan di Indonesia, sudah dibuat oleh Badan

Standardisasi Nasional (BSN) berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-

3141-2011, yang mengatur syarat susu segar, antara lain yang terpenting adalah

berat jenis (pada suhu 27,5 0C) minimum 1,0280 , kadar lemak minimum 3,0%,

bahan kering tanpa lemak minimum 8,0% dan protein minimum 2,7%, serta

jumlah mikroorganisma maksimum 1x106 cfu (colony form unit) perml dan jumlah

sel radang maksimum 4X105/ml. Untuk mencegah potensi mikroorganisma ini,

dalam SNI 01-3141-1998 juga mengatur syarat lainnya tentang cemaran

mikroorganisma dalam susu segar, yakni : Salmonella (-), E. coli (patogen) (-),

Page 18: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

5

Coliform (20/ml), Streptococcus Group B (-) dan Staphylococus aureus

(1x102/ml).

Bagi beberapa orang, susu dapat menyebabkan terjadinya intolerance

yang berupa lactose intolerance maupun protein intolerance. Lactose intolerance

merupakan suatu keadaan tidak adanya atau tidak cukupnya jumlah enzim

laktase di dalam tubuh seseorang. Enzim laktase adalah enzim yang bertugas

untuk menguraikan gula laktosa menjadi gula-gula yang lebih sederhana, yaitu

glukosa dan galaktosa. Glukosa dan galaktosa merupakan monosakarida yang

dapat dicerna dan diserap oleh usus untuk proses metabolism dibandingkan

laktosa yang bersifat sebagai disakarida. Ketiadaan enzim laktase inilah yang

menyebabkan terjadinya gejala diare, murus-murus atau mual beberapa saat

setelah minum susu. Bagi beberapa orang, minum susu juga dapat

menyebabkan terjadinya alergi atau protein intolerance. Salah satu jenis protein

yang ada di dalam susu adalah laktoglobulin, yang di dalam tubuh orang tertentu

dapat bertindak sebagai antigen yang sangat kuat sehingga dapat menyebabkan

terjadinya alergi (Widodo, 2002).

Permasalahan lain yang ada pada susu sapi segar adalah sangat mudah

rusak. Faktor penyebab kerusakan susu dapat meliputi faktor kimia, fisik, dan

mikrobiologi. Namun, pengaruh faktor mikrobiologi menjadi penyebab utama

terjadinya kerusakan susu. Tingginya kandungan gizi pada susu justru

merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu

merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak atau perishable (Fratiwi

et al., 2008). Upaya untuk memperpanjang daya guna, daya simpan serta

meningkatkan nilai ekonomi susu, maka diperlukan teknik penanganan dan

pengolahan. Salah satu upaya pengolahan susu yang sangat prospektif adalah

dengan fermentasi susu (Widodo, 2002).

2.2 Produk fermentasi susu

Fermentasi merupakan suatu proses untuk mengubah suatu bahan

menjadi suatu bahan lain dengan cara sederhana dan dibantu oleh mikroba.

Menurut Siswanti (2002), susu fermentasi adalah produk yang dihasilkan dari

susu penuh (full milk), sebagian (kadar lemak 2%), atau tanpa lemak (full skim),

dengan bantuan mikroba spesifik. Dijelaskan pula oleh Chairunnisa et al. (2006),

bahwa susu fermentasi merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses

fermentasi, dengan bahan baku susu yang telah diolah, dengan atau tanpa

Page 19: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

6

penambahan atau modifikasi komposisi susu tersebut, dan dengan adanya

penurunan pH atau tanpa adanya koagulasi.

Fermentasi terbagi menjadi dua jenis yaitu homofermentatif dan

heterofermentatif. Homofermentatif adalah fermentasi yang produk akhirnya

hanya berupa asam laktat, contoh homofermentatif yaitu proses fermentasi yang

terjadi dalam pembutan yoghurt. Heterofermentatif adalah fermentasi yang

produk akhirnya berupa asam laktat dan etanol, contoh heterofermentatif yaitu

proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan tape (Belitz et al., 2009).

Proses fermentasi baik secara aerob maupun anaerob akan menghasilkan

berbagai produk dengan melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya secara

terkontrol. Fermentasi dapat menambah keanekaragaman pangan dan

menghasilkan produk dengan cita rasa, aroma, serta tekstur yang khas, selain itu

juga dapat memperpanjang masa simpan produk (Halin dan Evancho, 1992

dalam Fratiwi et al.,2008). Beberapa contoh produk susu fermentasi dan jenis

mikroba pembuatnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Produk Susu Fermentasi dan Mikroba Pembuatnya

Nama susu fermentasi Mikroba

Yogurt, kishk, zabaday Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus

Kefir Streptococcus Lactic, Lactobacillus kefir

Susu asidofilus Lactobacillus acidophilus

Yakult, susu L. casei Lactobacillus casei

Susu bifidus Bifidobacterium bifidum

Sumber : Widodo, 2002

Fermentasi susu menjadi kefir menghasilkan senyawa metabolit yang

bermanfaat bagi kesehatan yaitu eksopolisakarida dan peptida bioaktif. Kedua

senyawa tersebut akan menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Polisakarida yang

terbentuk pada kefir juga berperan sebagai antitumor (Koswara, 2009). Senyawa

lain yang terdapat pada kefir adalah kandungan β-galactosidase yang baik untuk

penderita lactose intoleran. Komponen antibakteri juga dihasilkan selama

fermentasi kefir seperti asam organik (asam laktat dan asetat), karbondioksida,

hidrogen peroksida, etanol, diacetil dan peptida (bakteriosin) yang tidak hanya

berguna untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan mikroba

Page 20: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

7

pembusuk selama pengolahan dan penyimpanan makanan, tetapi dapat pula

digunakan untuk pencegahan beberapa gangguan pencernaan dan infeksi

(Farnworth, 2005).

2.3 Kefir

Kefir merupakan produk susu fermentasi yang dapat dibuat dari bahan

baku susu sapi, susu kambing atau susu domba dengan menambahkan bibit

kefir (kefir grains) yang terdiri dari bakteri asam laktat dan khamir (Kosikwoski,

1982). Kefir memiliki tekstur bening, berbentuk butiran-butiran seperti gel,

umumnya tidak berwarna / transparan, teksturnya rapuh (mudah pecah apabila

diberi sedikit penekanan). Sifat unik kefir dihasilkan oleh Lactobacillus casei,

yang diyakini mampu mensintesis polisakarida ke dalam bentuk taklarut

(Farnworth, 2005).

Kefir mempunyai kelebihan dibandingkan dengan susu segar karena

asam yang terbentuk dapat memperpanjang masa simpan, mencegah

pertumbuhan mikroba pembusuk sehingga mencegah kerusakan susu, dan

mencegah pertumbuhan mikroba patogen sekaligus meningkatkan keamanan

produk kefir. Komposisi fisiko-kimia kefir tergantung pada jenis susu yang

difermentasi sehingga komponen bioaktif yang terbentuk secara kuantitas juga

berbeda (Mal et al., 2011). Komposisi kimia dalam kefir dapat dilihat pada Tabel

2.3

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kefir

Komponen %

Protein 4-6 Lemak 0,1 – 10 Laktosa 2 – 3 Karbohidrat 5 – 25 Ph 3,5 – 4,6 Keasaman 0,5 – 1,6 Alkohol 0,5 - 2

Sumber : Avianti (2008)

Tamime dan Robinson (1991) dalam Zakaria (2009), menyatakan bahwa

kualitas dari susu fermentasi ditentukan oleh total solid yang terdapat dalam

susu, bahan baku, kefir grain, tingginya kadar protein dan rendahnya angka

synerisis. Penambahan starter dan persentase yang berbeda dan bahan baku

yang berbeda dapat menghasilkan kualitas susu fermentasi yang berbeda dan

Page 21: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

8

dapat merubah nilai nutrisi dan sifat fisik atau tekstur dari susu fermentasi.

Proses pembuatan kefir dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Dipanaskan 85°C (30menit) atau 95°C (5menit)

Didinginkan sampai 22°C

Inkubasi 23°C (20 jam) atau 10°C (2 hari)

Penyaringan

Filtrat

Didinginkan 5°C (2-3 jam)

Dikemas

Gambar 2.1 Skema Pembuatan Kefir (Eniza, 2004)

Menurut Bahar (2008), selama proses fermentasi berlangsung BAL akan

menguraikan laktosa menjadi asam laktat, yang kemudian menyebabkan

terjadinya penurunan pH sehingga kefir bercita rasa massam. BAL dalam proses

fermentasi berperan dalam menghasilkan asam laktat, sedangkan khamir

berperan dalam menghasilkan gas karbon dioksida dan sedikit alkohol (Usmiati,

2007). Selama proses fermentasi, mikroba yang terdapat di dalam kefir grains

akan memproduksi beberapa vitamin yang penting bagi kesehatan seperti asam

pantotenat, asam nikotinat, asam folat, biotin, vitamin B6 dan vitamin B12, serta

mampu menurunkan kadar lemak di dalam produk fermentasi (Edwin, 2012).

Pada hasil penelitian Leite et al. (2013), proses fermentasi kefir selama

24 jam menunjukan bahwa pertumbuhan BAL jenis Lactobacillus sp dan

Lactococcus sp mengalami peningkatan lebih tinggi dibanding bakteri asam

asetat dan khamir. Jumlah BAL dan bakteri asam asetat terlihat mengalami

peningkatan hingga akhir proses fermentasi 24 jam. Jumlah khamir mengalami

Butir kefir

Susu segar

Kefir

Page 22: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

9

peningkatan hingga 12 jam, setelah itu jumlahnya terlihat konstan hingga akhir

proses fermentasi.

Gambar 2.2 Pertumbuhan Mikroba dalam Kefir Brazil (Leite et al., 2013)

Keterangan :

○ : Lactobacillus sp.

● : Lactococcus sp.

▼: Bakteri asam asetat

▽ : Khamir

Pada hasil penelitian Leite et al. (2013), proses penyimpanan kefir

selama 28 hari menunjukan bahwa pertumbuhan BAL dan khamir terlihat

konstan, sedangkan pada bakteri asam asetat cenderung sedikit mengalami

penurunan hingga akhir periode penyimpanan. Pola pertumbuhan mikroba kefir

pada proses penyimpanan lainnya terlihat pada hasil penelitian Irigoyen et al.

(2005), pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan khamir dan

bakteri asam asetat hampir sama seperti yang dilaporkan Leite et al. (2013),

yaitu cenderung konstan hingga akhir penyimpanan. Namun pada jumlah BAL

cenderung mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan 28 hari. Penurunan

Page 23: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

10

terbesar terlihat pada penyimpanan hari ke-7 dengan hari ke-14 dan kemudian

jumlahnya terlihat konstan hingga hari ke-28.

Gambar 2.3 Pertumbuhan Mikroba dalam Kefir Selama Penyimpanan (Irigoyen

et al., 2005)

Keterangan :

a : Lactobacillus sp.

b : Lactococcus sp.

c : Khamir

d : Bakteri asam asetat

Standar kefir belum ada di Indonesia, sehingga mengikuti syarat mutu

yoghut bersarakan Standar Nasional Indonesia (SNI 2981:2009) dapat dilihat

pada Tabel 2.4

Page 24: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

11

Tabel 2.4 Syarat Mutu Yogurt

Kriteria uji Satuan Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi

Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi

yogurt Yogurt rendah lemak

Yogurt tanpa lemak

yogurt Yogurt rendah lemak

Yogurt tanpa lemak

Keadaan Penampakan - Cairan kental padat Cairan kental padat Bau - Normal/khas Normal/khas Rasa - Asam/khas Asam/khas Konsistensi - homogen homogen

Kadar lemak (b/b) % Min 3,0 0,6-2,9 Maks 0,5

Min 3,0

0,6-2,9 Maks 0,5

Total padatan bukan lemak (b/b)

% Min 8.2 Min 8.2

Protein % Min 2,7 Min 2,7 Kadar abu (b/b) % Maks 1,0 Maks 1,0

Keasaman % 0,5-2,0 0,5-2,0 Cemaran logam

Timbal mg/kg Maks 0,3 Maks 0,3

Tembaga mg/kg Maks 20,0 Maks 20,0

Timah mg/kg Maks 40,0 Maks 40,0

Raksa mg/kg Maks 0,03 Maks 0,03

Cemaran mikroba koloni/g

Bakteri coliform - Maks 10 Maks 10

Salmonella - Negatif/25 g Negatif/25 g Listeria

monocytogenes - Negatif/25 g Negatif/25 g

Jumlah bakteri stater Min 107 Min 10

7

Sumber : Standar Nasional Indonesia (2009)

2.4 Kefir grains

Kefir grains atau bibit kefir adalah campuran protein susu dan mikroba

kefir berbentuk seperti biji-biji berwarna putih kekuningan, berukuran 0,1–2 cm.

Kefir grains merupakan butiran-butiran bibit kefir terdiri dari mikroorganisme yang

dikelilingi oleh matriks berbentuk lender yang terdiri atas gula polisakarida yang

disebut kefiran. Kefir grain juga terdiri atas campuran berbagai bakteri dan

khamir, masing-masing berperan dalam pembentukan cita rasa dan struktur kefir

(Ide, 2008).

Page 25: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

12

Kefir grain yang terbentuk dari berbagai jenis strain bakteri sehat dan

khamir bersama-sama membentuk hubungan simbiosis mikroba menghasilkan

kultur pertumbuhan yang stabil. Mikroba mengubah gula menjadi asam laktat,

alkohol (etanol), dan karbon dioksida yang akan menghasilkan minuman

fermentasi berkarbonasi (Gulitz et al., 2011, dalam Michael et al., 2014). Standar

CODEX No. 243 tahun 2003 menyatakan bahwa bibit kefir mengandung

Lactobacillus kefiri, spesies dari genus Leuconostoc, Lactococcus dan

Acetobacter yang tumbuh dengan hubungan yang spesifik dan kuat, kefir grains

juga mengandung khamir yang dapat memfermentasi laktosa yaitu

Kluyveromyces marxianus maupun yang tidak dapat memfermentasi laktosa

yaitu Saccharomyces unisporus, Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces

exiguus.

Menurut Saleh (2004), mikroba penyusun kefir yaitu Streptoccus lactis,

Streptoccus cremoris, Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus, Candida

kefir, Kluyveromyces fragilis. Sedangkan menurut Ide (2008), bakteri baik yang

terkandung di dalam biji kefir, antara lain adalah Lactobacillus acidophillus,

Lactobacillus kefiri, Lactobacillus kefirgranum, Lactobacillus kefiranofaciens,

Lactobacillus parakefir, Lactobacillus delbrueckiisubsp. Lactobacillus fructivorans,

Lactococci, Bulgaricus. Menurut Cousens (2003) dalam Agustina et al. (2013),

butir kefir berkualitas tinggi mengandung:

1. Streptococcus lactis, yang menghasilkan asam laktat, membantu pencernaan,

menghambat mikroba berbahaya dan menghasilkan bakteriolisis.

2. Lactobacillus plantaturum, yang membuat asam laktat, perkelahian melawan

Listria monoctogenes dan membuat plantaricin yang menghambat

mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan.

3. Streptococcus cremoris, yang memiliki sifat yang mirip Streptococcus lactis.

4. Lactobacillus casei, yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat, berkoloni

dengan baik di saluran pencernaan, menciptakan medium yang

menguntungkan bagi bakteri lain untuk tumbuh, menghambat pembusukan,

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, dan menghambat bakteri patogen dan

membantu melindungi terhadap infeksi bakteri.

5. Streptococcus diacetylactis, menghasilkan CO2 dalam kefir, membuat diasetil,

yang memberi aroma khas kefir, dan memiliki sifat umum mirip dengan S.

lactis.

Page 26: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

13

Menurut Wijaningsih (2008), bahwa konsentrasi starter berpengaruh

terhadap pH kefir dan aktivitas antibakteri. Konsentrasi starter menunjukkan

kekuatan bakteri yang terlibat dalam perombakan laktosa. Pemberian

konsentrasi kefir grains yang tinggi akan menghasilkan kadar asam laktat dan

alkohol yang tinggi pula akibat kerja dari mikroorganisme (Abubakar et al., 2000

dalam Agustina et al., 2013).

2.4.1 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri gram positif berbentuk

kokus atau batang, tidak membentuk spora, suhu optimum ±400C, bersifat

anaerob, katalase negatif dan oksidase positif, dengan asam laktat sebagai

produk utama fermentasi karbohidrat. Sifat-sifat khusus BAL adalah mampu

tumbuh pada kadar gula, alkohol, dan garam yang tinggi, mampu

memfermentasikan monosakarida dan disakarida (Syahrurahman, 1994). Proses

fermentasi yang melibatkan BAL memiliki ciri khas yaitu terakumulasinya asam-

asam organik yang dihasilkan oleh BAL disertai penurunan nilai pH. Asam laktat

menyebabkan penurunan pH sehingga menghambat pertumbuhan bakteri

patogen yang optimum pada pH 6-7 (Parameswari et al., 2011, dalam Yulita et

al., 2013).

Menuru Belitz et al. (2009), fermentasi asam laktat terbagi menjadi dua

jenis, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif yaitu :

1. Bakteri homofermentatif : glukosa difermentasi menghasilkan asam laktat

sebagai satu-satunya produk. Contoh : Streptococus, Pediococcus, dan

beberapa Lactobacillus.

2. Bakteri heterofermentatif : glukosa difermentasikan selain menghasilkan asam

laktat juga memproduksi senyawa-senyawa lainnya yaitu etanol, asam asetat

dan CO2. Contoh : Leuconostoc, dan beberapa spesies Lactobacillus.

Berikut merupakan beberapa jenis bakteri asam laktat antara lain sebagai

berikut (Sumanti, 2008 dalam Agustina et al., 2013) :

1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris.

Semuanya ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang

terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting

dalam industri susu.

Page 27: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

14

2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat,

khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Bakteri ini

berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

3. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini adalah

gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau rantai

pendek. Bakteri-bakteri ini berperan dalam memecah larutan gula dengan

produksi pertumbuhan dekstran berlendir.

4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus,

Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Bakteri ini berbentuk

batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-

selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada

jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih

banyak terdapat pada sayuran. Pada hewan ternak lain seperti sapi bali dapat

ditemukan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus lactis dan Lactobacillus

brevis.

Menurut Khoiriyah et al. (2014), hampir semua BAL hanya memperoleh

energi dari metabolisme gula sehingga habitat pertumbuhannya hanya terbatas

pada lingkungan yang menyediakan cukup gula atau bisa disebut dengan

lingkungan yang kaya nutrisi. Kemampuan mereka untuk mengasilkan senyawa

(biosintesis) juga terbatas dan kebutuhan nutrisi kompleks BAL meliputi asam

amino, vitamin, purin dan pirimidin. Reaksi BAL homofermentatif dalam

menghasilkan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat melalui

fermentasi 1 mol glukosa menjadi 2 mol asam laktat dapat dilihat pada Gambar

2.4.

C6H12O6 2CH3CHOHCOOH

Glukosa Asam Laktat

Gambar 2.4 Reaksi Perubahan Glukosa Menjadi Asam Laktat (Ogunbanwo et al., 2003 dalam Khoiriyah et al., 2014)

2.4.2 Khamir

Khamir termasuk fungi, tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya

yang terutama uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir terutama dengan

cara pertunasan. Sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih

Page 28: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

15

cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen.

Khamir juga lebih efektif dalam memecah komponen kimia dibandingkan dengan

kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang

lebih besar (Pelczar et al.,1977).

Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya

hampir sama dengan kapang yaitu dengan suhu optimum 25-30ºC dan suhu

maksimum 35-47ºC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0ºC atau kurang.

Pertumbuhannya yang lambat dan kesanggupannya untuk bersaing kurang,

khamir sering tumbuh pada lingkungan yang kurang baik untuk pertumbuhan

bakteri, lingkungan tersebut antara lain pH rendah, kelembaban rendah, kadar

gula dan garam yang tinggi, suhu penyimpanan rendah, radiasi pada makanan

dan adanya antibiotika (Viljoen et al.,2003).

Fermentasi gula menjadi etanol umumnya dilakukan oleh khamir. Khamir

yang penting dalam proses fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerevisiae

dengan menggunakan gula-gula sederhana seperti glukosa, maltosa, sukrosa

dan rafinosa. Pada proses fermentasi anaerob khamir memecah glukosa menjadi

alkohol dan karbondioksida sebagai berikut (Madigan et al., 2000 dalam Michael

et al., 2014):

C6H12O6 C2H5OH + 2CO2

Glukosa alkohol karbondioksida

Gambar 2.5 Reaksi Pemecahan Glukosa Pada Proses Fermentasi Khamir

Sebagian besar khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya.

Selain oksigen, substrat yang utama dari khamir adalah gula. Khamir

menghasilkan etil alkohol dan karbondioksida dari gula sederhana seperti

glukosa dan fruktosa. Khamir pada umumnya toleran terhadap asam dan dapat

tumbuh pada pH 4,0 – 4,5, selain itu rentang suhu pertumbuhan khamir sangat

luas yaitu dari 0oC – 50oC, dengan suhu optimum 20oC – 30oC (Michael et al.,

2014)

2.5 Suhu Penyimpan Kefir

Pelczar dan Chan (1988) dalam Asriyani (2012) menyatakan bahwa

penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan pada bahan

pangan antara lain kerusakan fisiologi, kerusakan enzimatik, maupun kerusakan

Page 29: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

16

mikrobiologi. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara

pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah

satu cara pengawetan yang tertua. Pendinginan atau refrigerasi ialah

penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku

bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara 4°C sampai 10°C. Pada

kisaran suhu tersebut pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat.

Penyimpanan suhu rendah biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama

beberapa hari atau beberapa minggu tergantung pada jenis bahan pangan.

Pada produk susu fermentasi lain, yaitu yoghurt yang disimpan pada suhu

5 oC masih memiliki sifat-sifat yang baik selama 1-2 minggu. suhu ideal untuk

penyimpanan yoghurt adalah 7oC atau lebih rendah (Asriyani, 2012). Menurut

penelitian Usmiati, pada penyimpanan kefir selama 12 hari pada suhu kamar

diperoleh kadar asam laktat dan kadar alkoholnya lebih tinggi secara nyata

dibandingkan penyimpanan pada suhu rendah (5-10 oC). Dijelaskan pula, suhu

dan lama penyimpanan menunjukan hubungan interaksi secara nyata terhadao

nilai pH. Menurut penelitian Mal et al., (2013), terdapat kecenderungan

perbedaan antara lama penyimpanan kefir susu kambing pada suhu refrigerator

terhadap nilai pH. Terdapat pula kecenderungan perbedan diantara lama

penyimpanan pada suhu refrigerator terhdapa nilai viskositas kefir susu kambing.

2.6 Kemasan

Kemasan merupakan salah satu proses yang paling penting untuk

menjaga kualitas produk makanan selama penyimpanan, transportasi, dan

penggunaan akhir. Selama distribusi, kualitas produk pangan dapat memburuk

secara biologis dan kimiawi maupun fisik. Oleh karena itu, kemasan makanan

memberikan kontribusi untuk memperpanjang masa simpan dan

mempertahankan kualitas dan keamanan produk makanan (Jun, 2005).

Kemasan merupakan sistem penyiapan barang untuk transportasi,

distribusi, penyimpanan, retailing (eceran) dan pengguna terakhir atau

konsumen. Kemasan digunakan untuk menjamin pengantaran yang aman ke

konsumen pada kondisi yang bagus. fungsi dasar kemasana yaitu sebagai

containment (wadah), protection (pelindung), preservation (pengawetan),

informasi tentang produk, kenyamanan, presentasi, brand communication,

promosi, ekonomi. Kemasan juga merupakan keamanan dan efektivitas biaya

Page 30: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

17

pengiriman produk ke konsumen sesuai dengan strategi marketing perusahaan.

(Coles et al., 2003).

Jenis kemasan berdasarkan bahan dasar pembuatan kemasan

dikelompokan menjadi kaca, logam, plastik dan kertas. Masing-masing jenis

bahan kemasan ini mempunyai karakteristik tersendiri, dan ini menjadi dasar

untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk produk pangan. Beberapa

pertimbangan yang diperhatikan sebelum memilih bahan dan jenis kemasan

yaitu kemasan tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan fisik dan

mekanis, mempunyai daya lindung yang baik terhadap gas dan uap air, harus

dapat melindungi dari sinar ultra violet dan tahan terhadap bahan kimia (Coles et

al., 2003).

2.6.1 Plastik

Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam

perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat

diperoleh sifat sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi,

dan ekstruksi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah

monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari

beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila

rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak,

menyerupai tumpukan erami maka disebut amorf, jika teratur hampir sejajar

disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief et al., 1989).

Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena

keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti

bentuk pangan yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat

transparan/tembus pandang mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna,

dapat diproduksi secara missal dan harga relatif murah. Terdapat berbagai jenis

pilihan bahan dasar plastik yaitu polyethylene (PE), polypropylene (PP),

Polyethylene Terephthalate (PET), ionomers, ethylene vinyl acetate (EVA),

polyamides (PA), polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS), styrene butadiene

(SB), acrylonitrile butadiene styrene (ABS), ethylene vinyl alcohol (EVOH),

polymethyl pentene (TPX), high nitrile polymers (HNP), fluoropolymers

(PCTFE/PTFE), polyvinyl acetate (PVA) (Coles et al., 2003).

Page 31: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

18

2.6.2 Polyethylene Terephthalate (PET)

PET biasa disebut dengan polyester dalam pertekstilan. PET adalah hasil

kondensasi polimer etilen glikol dan asam tereptalat, dan dikenal dengan nama

dagang mylar. Pada bagian bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang

dengan angka 1 di tengahnya dan tulisan PETE atau PET (polyethylene

terephthalate) di bawah segitiga. Plastik ini biasa dipakai untuk botol plastik yang

jernih / tembus pandang seperti botol air mineral, botol jus, dan hampir semua

botol minuman lainnya. Sifat- sifat botol PET antara lain (Syarief et al., 1989)

sebagai berikut :

1. Tembus pandang (transparan), bersih dan jernih

2. Adaptasi terhadap suhu tinggi (300°C) sangat baik, Permeabilitasnya

terhadap uap air dan gas rendah

3. Tahan terhadap pelarut organik seperti asam-asam organik dari buah-

buahan, sehingga dapat digunakan untuk mengemas minuman sari buah

4. Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol, dan benzil alkohol

5. Kuat dan tidak mudah sobek

Penggunaan PET sebagai kemasan pangan mengalami peningkatan paling

cepat, contohnya pada penggunaan pada minuman berkarbonasi dan air mineral

yang dihasilkan dengan mencetak menggunakan injeksi. botol PET juga

digunakan pada edible oils sebagai alternatif PVC. Kebanyakan botol PET di

tutup menggunakan tutup botol PP. Botol PET juga digunakan pada pada

kemasan susu full-fat, semi skim dan susu skim, serta kemasan susu dengan

beberapa perasa seperti vanila, coklat, strawberi, susu fermentasi (Robertson,

2010). Tidak disarankan untuk air hangat apalagi panas dan disarankan hanya

untuk satu kali penggunaan dan tidak untuk mewadahi pangan dengan suhu

lebih besar dari 60C̊, hal ini akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol

tersebut akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat

membahayakan kesehatan (Koswara, 2006).

2.7 Umur simpan

Umur simpan adalah waktu dimana semua karakteristik utama dari

makanan tetap diterima untuk dikonsumsi. Umur simpan produk pangan dapat

diartikan sebagai waktu antara produksi dan pengemasan produk dengan waktu

saat produk mencapai titik tertentu yang tidak dapat diterima dibawah kondisi

lingkungan tertentu. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan terbuka

Page 32: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

19

pada kondisi lingkungan. Oleh karena itu, produsen makanan harus memberikan

perhatian besar terhadap penentuan umur simpan ini (Robertson, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang

dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme

berlangsungnya perubahan, sebagai contoh kepekaan terhadap air dan oksigen

dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik (Labuza, 1982).

Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, kandungan oksigen, dan

cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan penurunan

mutu bahan pangan tersebut. Penurunan mutu ini akan berakibat terjadinya

penolakan oleh konsumen. Oleh karena itu, pemahaman yang baik terhadap

reaksi-reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk pangan

menempati prioritas untuk pengembangan prosedur spesifik guna mengevaluasi

umur simpan produk pangan (Herawati, 2008).

2.8 Pendugaan Umur Simpan

Umur simpan suatu produk akan berubah apabila terjadi perubahan

dalam komposisi produk tersebut, pengaruh lingkungan terhadap produk atau

sistem pengemasan produk. Data yang diperlukan untuk menentukan umur

simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau

evaluasi sensoris, analisis kimia dan fisik, serta pengamatan kandungan mikroba

(Koswara, 2004). Terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan terjadinya

penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap

air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik

atau off flavor (Floros et al., 1993 dalam Herawati, 2008). Faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam

menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor

utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu

produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi.

Menurut Herawati (2008), terdapat dua metode yang dapat dilakukan

untuk mengetahui umur simpan produk pangan yaitu :

2.8.1 Extended Storage Studies (ESS) atau Metode konvensional

ESS (Extended Storage Studies) yang sering disebut juga sebagai

metode konvensional merupakan penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan

Page 33: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

20

menyimpan suatu produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan

pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu

kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati

produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi

diterima oleh konsumen. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis

dan atau kadar air. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan

dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan

analisis parameter mutu yang relative banyak serta mahal. Metode ESS sering

digunakan untuk produk yang mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari tiga

bulan. Metode konvensional ini juga biasanya digunakan untuk mengukur umur

simpan produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam

tahap penelitian (Herawati, 2008).

2.8.2 Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) atau Metode Akselerasi

Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut

dengan Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dilakukan dengan menggunakan

parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu

(usable quality) produk pangan. Menurut Labuza (1982) dalam Herawati (2008),

meningkatnya suhu kelembaban udara pada kondisi penyimpanan bahan

pangan basah dapat digunakan sebagai metode untuk mempersingkat waktu

perkiraan umur simpan suatu produk pangan (metode akselerasi). Adanya faktor

yang dapat menimbulkan terjadinya kerusakan pada produk dapat dilakukan

penentuan tentang masa simpannya dengan menggunakan metode ASLT yang

dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model kadar air kritis

menggunakan kurva sorpsi isotermis dan model Arrhenius. Salah satu

keuntungan menggunakan metode ALST adalah waktu pengujian relatif singkat

(3-4 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi. Kesempurnaan model

secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode

ASLT) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-

asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu

dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat

ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas

produk, bahan pengemas dan lingkungan (Arpah, 2001).

Page 34: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

21

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium

Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, dan

Laboratorium Sensori Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada periode Mei – Juli 2016.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada pengamatan penyimpanan simpan kefir yaitu

autoclave manual (Hirayama), LAF (Laminar Air Flow), vortex (L.W Scientific ilc),

neraca analitik (Scout pro), kompor listrik (Maspion), incubator (Binder), coloni

counter (WTW BZG 30), color reader, viscometer (elcometer), pH meter, kulkas,

termometer, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur,

glassware, baskom.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kefir segar rasa

plain yang didapat dari Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Kota Malang.

Bahan kimia yang digunakan antara lain aquades, pepton, media PCA, indikator

PP, buffer pH 4, buffer pH 7, NaOH.

3.3 Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi

(split plot design) yang terdiri dari :

Petak utama suhu penyimpanan (T), terdiri dari dua taraf, yaitu :

T1 = penyimpanan pada suhu 4±1°C

T2 = penyimpanan pada suhu 10±1°C

Anak petak lama penyimpanan (L), terdiri dari 7 taraf :

L1 = 0 hari

L2 = 7 hari

L3 = 14 hari

Page 35: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

22

L4 = 21 hari

P5 = 28 hari

L6 = 35 hari

L7 = 42 hari

Dari perlakuan tersebut maka diperoleh 2 x 7 = 14 kombinasi, dengan

menggunakan 2 ulangan sehingga terdapat 28 unit percobaan. Proses

pembuatan kefir pada batch yang berbeda (A dan B) akan digunakan sebagai

ulangan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Kefir

Pasteurisasi 85°C 30 menit

Dinginkan 22-23 °C

Inkubasi suhu ruang (27-28 °C) selama 36 jam

Penyaringan

Filtrat

Dikemas

Gambar 3. 1 Diagram Alir Pembuatan Kefir

3.4.2 Penentuan Karakteristik Mutu Awal dan Mutu Akhir Kefir

Kefir yang sudah dipanen dimasukkan ke dalam botol-botol plastik PET

berukuran 100 ml, kemudian dilakukan uji organoleptik secara berkala setiap hari

hingga terjadi penolakan dari 50% panelis. Uji organoleptik dilakukan dengan

pengujian penerimaan dengan skala hedonik 1-5 pada atribut warna, aroma,

tekstur dan kenampakan. Selama periode uji organoleptik, kefir disimpan pada

suhu ruang (27-28°C). Kefir juga dianalisa mutu awal dan mutu akhir. Analisa

mutu awal dilakukan sebelum penyimpanan dan mutu akhir dilakukan setelah

Susu segar

Kefir grains 3%

Kefir grains

Page 36: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

23

terjadi penolakan 50% panelis. Parameter analisa mutu yang digunakan yaitu pH,

total asam, viskositas, total mikroba dan warna. Hasil analisa mutu awal dan

akhir dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui perubahan titik kritis kefir

selama penyimpanan.

3.4.3 Analisa Perubahan Karakterstik Kefir Selama Penyimpanan

Produksi kefir dilakukan pada dua batch produksi yang berbeda kemudian

kefir tersebut disimpan pada suhu 4±1°C dan 10±1°C. Dua batch produksi ini

digunakan sebagai ulangan selama pengamatan. Kefir diamati secara berkala

setiap 7 hari sekali mulai hari ke-0 sampai hari ke-42 sehingga didapatkan 7 titik

pengamatan. Parameter analisa mutu yang dianalisis antara lain pH, total asam,

viskositas, total mikroba dan warna.

3.4.4 Pendugaan Umur Simpan Kefir

Umur simpan kefir diduga menggunakan metode konvensional. Hasil

analisa mutu akhir digunakan sebagai acuan titik kritis kefir. Selama

penyimpanan, umur simpan kefir diduga berdasarkan hasil penurunan mutu yang

mencapai titik kritis paling cepat.

Kefir Batch A Kefir Batch B

Analisa mutu awal dan uji organoleptik

Disimpan pada suhu ruang (27-28°C)

Analisa organoleptik setiap hari

Penolakan dari minimal 50% panelis

Karakteristik mutu akhir

Gambar 3. 2 Diagram alir penelitian I Karakteristik produk

Organoleptik

- Warna

- Aroma

- Tekstur

- kenampakan

Analisa mutu awal (Ao)

- pH - Total asam - Viskositas - Total mikroba - warna

Analisa mutu akhir (At)

- pH - Total asam - Viskositas - Total mikroba - warna

Page 37: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

24

Penyimpanan dalam suhu 4±1°C dan 10±1°C selama 42 hari

Pengamatan tiap 7 hari

Analisis perubahan mutu selama penyimpanan

Pembandingan hasil uji dengan analisis hasil analisis mutu akhir kefir

Pendugaan umur simpan kefir

Gambar 3. 3 Diagram alir penelitian II Pendugaan Umur Simpan

3.5 Pengamatan dan Analisa Penelitian

Pengamatan dilakukan pada setiap anak petak, yaitu:

1. Analisa organoleptik metode uji skor (warna, aroma, tekstur dan

kenampakan)

2. Analisa kimia yang dilakukan antara lain analisa pH menggunakan pH

meter (AOAC, 1995) dan total asam menggunakan metode tertitrasi

(AOAC, 1995)

3. Analisa fisik yang dilakukan yaitu viskositas dengan menggunakan alat

viskosimeter (Yuwono dan Susanto, 1998) dan warna menggunakan color

reader (Yuwono dan Susanto, 1998)

4. Analisa mutu mikrobiologi meliputi Total Mikroba (Lay, 1994)

1.6 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan Analysis of Varian (ANOVA). Uji

lanjut dilakukan dengan menggunakan metode BNT (Beda Nyata Terkecil) dan

DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%..

Kefir batch A Kefir batch B

Analisa perubahan mutu

- pH - Total asam - Viskositas - Total mikroba - warna

Page 38: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Mutu Awal dan Akhir Kefir

Pada pendugaan umur simpan kefir terlebih dulu dilakukan analisis

terhadap atribut yang mempengaruhi mutu produk pada awal penyimpanan.

Untuk menentukan nilai mutu awal dan akhir kefir, dilakukan penyimpanan pada

suhu ruang (27-28°C) dan dilakukan uji organoleptik secara berkala setiap hari

sekali oleh 30 panelis tetap. Kefir yang pertama kali ditolak oleh lebih dari 50%

dinyatakan sebagai produk yang telah mengalami kerusakan, kemudian uji

organoleptik dihentikan dan dillakukan analisa lanjutan untuk menentukan titik

kritis mutu kefir. Analisa yang dilakukan antara lain analisis pH, total asam,

viskositas, total mikroba dan warna. Nilai mutu akhir kefir akan dijadikan sebagai

acuan pendugaan umur simpan kefir.

4.1.1 Karakteristik Organoleptik

Semakin lama waktu penyimpanan, kefir dapat mengalami penurunan

mutu secara organoleptik. Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kefir belum

ada, maka untuk kefir disesuaikan dengan produk susu fermentasi lain yang

hampir sama yaitu yoghurt. Keadaan yoghurt disebut normal ketika keadaan

yoghurt seperti pada SNI 2981 tahun 2009 mengenai yoghurt yaitu

kenampakannya berupa cairan kental padat, baunya normal/khas yoghurt,

rasanya asam/khas yoghurt dan konsistensinya homogen.

Uji organoleptik dilakukan dengan pengujian tingkat penerimaan

menggunakan uji skor. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat

penerimaan terhadap produk dengan cara memberikan nilai sesuai skor yang

ditentukan. Pada penelitian ini atribut mutu yang dianalisa terdiri dari warna,

aroma, tekstur dan kenampakan. Tidak dilakukannya uji penerimaan rasa karena

kefir yang sudah tidak layak kemungkinan akan mempengaruhi kesehatan

panelis. Skor yang digunakan pada penelitian ini ialah skor 1-5 (sangat menolak

hingga sangat menerima), sehingga nilai tengah atau 2,5 diambil sebagai nilai

kritis batas penolakan. Setiap panelis menerima arahan tentang keadaan normal

kefir sebelum melakukan uji organoleptik dan disediakan kontrol sampel kefir

sebagai pembanding. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 4.1. ,

Lampiran 3 dan Lampiran 4

Page 39: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

26

Tabel 4.1. Rerata Uji Penerimaan Produk Selama Penyimpanan

Lama

Penyimpanan

Warna Aroma Tekstur Kenampakan Penolakan

(%)

Hari ke 0 4,37 4,10 4,00 4,20 0 Hari ke 1 3,93 3,77 3,37 3,57 8,33 Hari ke 2 3,83 3,37 3,03 3,20 15,83 Hari ke 3 2,97 2,27 2,57 2,23 55,83

Pada Lampiran 4.1 terlihat bahwa kefir sebelum penyimpanan memiliki

warna, aroma, tekstur, dan kenampakan yang normal. Kondisi menyimpang

mulai terlihat pada penyimpanan hari ke-1 yaitu dari segi warna, aroma, tekstur

dan kenampakan, namun jumlah penolakan masih sedikit sehingga pengujian

tetap dilakukan. Pada pengujian hari ke-2, jumlah penolakan mengalami

kenaikan namun nilainya belum mencapai batas 50% penolakan. Penyimpanan

hari ke-3 merupakan batas waktu penyimpanan kefir karena sebanyak 55,83 %

panelis telah menolak produk. Hal ini menunjukkan bahwa kefir dengan waktu

simpan 2 hari pada suhu ruang masih dapat diterima dengan baik secara

organoleptik.

Rerata uji penerimaan di akhir penyimpanan terhadap atribut warna,

aroma, tekstur dan kenampakan adalah 2,97, 2,27, 2,57 dan 2,23. Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata skor tiap atribut yang diberikan panelis berkisar

antara menolak (2) hingga netral (3). Pada atribut aroma dan kenampakan

menunjukkan nilai rata-rata paling rendah dan mendekati angka 2 atau menolak.

Hal ini menunjukkan bahwa panelis cenderung dipengaruhi oleh aroma dan

penampakan dibandingkan tekstur dan warna dalam menentukan faktor kualitas

yang paling penting dalam penerimaan produk kefir. Pada penelitian Irigoyen et

al. (2005), menyatakan semua nilai atribut sensori kefir mengalami penurunan

secara signifikan seiring lamanya waktu penyimpanan. Hal yang sama

diungkapan pada penelitian Kesenkas et al. (2011), bahwa lama waktu

penyimpanan berpengaruh signifikan terhadap skor sensori kefir susu kedelai.

Penyimpanan pada suhu ruang akan mempercepat aktivitas

mikroorganisme dibandingkan penyimpanan pada suhu rendah. Mikroba yang

beragam pada kefir grains mempengaruhi karakteristik sensori yang dihasilkan.

Tingkat lipolitik dan aktivitas proteolitik pada Bakteri Asam Laktat (BAL) selama

penyimpanan seperti proses terjadinya pembebasan peptida dan asam amino

Page 40: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

27

tidak hanya menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap rasa dan bau

tetapi juga perubahan struktur dan konsistensi kefir (Irigoyen et al.,2005).

4.1.1.1 Warna

Warna merupakan salah satu atribut yang digunakan dalam uji

organoleptik yang berperan sebagai identitas suatu produk pangan. Semakin

menarik warna yang dimiliki oleh suatu produk pangan, maka semakin besar

tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut. Gambar 4.1

menunjukkan histogram kecenderungan tingkat penerimaan panelis terhadap

warna kefir.

Gambar 4.1 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Warna Kefir

Dari Gambar 4.1 terlihat rerata uji penerimaan terhadap warna kefir hari

ke-0 adalah 4,37 dan pada hari ke-3 adalah 2,97. Hal ini menunjukkan bahwa

atribut warna masih dapat diterima oleh panelis dibanding atribut yang lain. Hasil

analisa ragam menunjukan nilai F-hitung > F-tabel untuk atribut warna sehingga

dapat disimpulkan bahwa atribut warna memberikan pengaruh nyata (α=0,05)

terhadap tingkat penerimaan kefir selama penyimpanan.

Kefir pada uji organoleptik hari ke-3 memiliki warna normal putih

kekuningan meskipun warna yang dihasilkan sedikit lebih kekuningan

dibandingkan sampel kontrol, namun perubahan warna ini tidak menyimpang.

Warna putih pada susu merupakan akibat penyebaran butiran-butiran lemak,

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

0 1 2 3

Rer

ata

Pe

ner

imaa

n P

ane

lis(W

arn

a)

Lama Penyimpanan (hari)

Page 41: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

28

kalsium kaseinat dan kalsium fosfat pada susu, sedangkan warna kuning pada

susu disebabkan terlarutnya vitamin A, kolesterol, dan pigmen karoten dalam

globula lemak (Winarno, 2007 dalam Irmayanti, 2015). Perubahan warna pada

kefir diduga karena terjadinya penurunan nilai pH selama penyimpanan sehingga

senyawa-senyawa dalam susu akan mengalami perubahan struktur dan

karakteristik.

Semakin menurunnya nilai pH kefir akan menyebabkan reaksi oksidasi

yang merusak butiran-butiran lemak.

4.1.1.2 Aroma

Aroma atau bau merupakan parameter yang mempengaruhi mutu

suatu produk olahan. Pengujian organoleptik di dalam industri pangan dianggap

penting karena dapat menjadi indikator terjadinya kerusakan produk. Pada

umumnya, bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak

merupakan perpaduan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan

hangus (Winarno, 1997). Gambar 4.2 menunjukkan histogram kecenderungan

tingkat penerimaan panelis terhadap aroma kefir.

Gambar 4. 2 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Aroma Kefir

Dari Gambar 4.2 terlihat rerata uji penerimaan terhadap aroma Kefir hari

ke-0 adalah 4,10 dan pada hari ke-3 adalah 2,27. Hal ini menunjukkan bahwa

berdasarkan atribut aroma, sampel kefir dianggap sudah menyimpang. Hasil

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3

Rer

ata

Pe

ner

imaa

n P

ane

lis(A

rom

a)

Lama Penyimpanan (hari)

Page 42: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

29

analisa ragam menunjukan nilai F-hitung > F-tabel untuk atribut warna sehingga

dapat disimpulkan bahwa atribut aroma memberikan pengaruh nyata (α=0,05)

terhadap tingkat penerimaan kefir selama penyimpanan.

Aroma khas asam menyegarkan dan beralkohol merupakan aroma

normal pada kefir. Pada pengujian hari ke-3, aroma kefir yang dihasilkan sudah

berubah, sedikit bau busuk dan asamnya menyengat. Penurunan penilaian

terhadap aroma sengan semakin lamanya penyimpanan diduga karena adanya

senyawa-senyawa berbau busuk yang dihasilkan oleh mikroba yang bersifat

proteolitik dan lipofilik. Bau busuk biasanya disertai kerusakan pangan. Bakteri-

bakteri pembentuk bau umumnya bersifat putrefaktif, yaitu dapat memecah

protein secara anaerob dan memproduksi komponen-komponen yang berbau

busuk seperti hydrogen sulfide, markaptan, amin, indol dan asam-asam lemak

(Fardiaz, 1992)

Aroma yeasty dan flavor menyegarkan khas yang timbul pada kefir

diakibatkan dari senyawa hasil akhir fermentasi khamir yaitu etanol dan

karbondioksida (Guzel et al., 2000 dalam Leite et al., 2013). Hal ini diperkuat

pada penelitian Usmiati (2004), yang menunjukan bahwa komponen volatil dari

kelompok alkohol dan ester mempengaruhi ciri aroma kefir seperti tape.

Reinecius (1994) dalam Usmiati (2004), menyatakan bahwa ester merupakan

senyawa yang ditemukan pada produk fermentasi dengan komponen alkohol

tinggi yang mengalami esterifikasi menghasilkan ester. Mikroba dalam starter

kefir mempunyai lipase alami yang aktif memecah trigliserida menjadi antara lain

asam-asam lemak bebas yang melalui berbagai jalur metabolisme didegradasi

menjadi asam, alkohol, keton, aldehid dan ester. Pembentukan senyawa-

senyawa tersebut semakin lama akan semakin bertambah dan menimbulkan off-

flavor.

4.1.1.3 Tekstur

Tekstur adalah salah satu komponen yang mempengaruhi kesukaan

orang terhadap suatu makanan. Tekstur merupakan nilai raba pada suatu

permukaan, baik itu nyata maupun semu serta dapat berupa kasar, halus, keras,

lunak, kental maupun encer. Data Gambar 4.3 menunjukkan histogram

kecenderungan tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur kefir.

Page 43: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

30

Gambar 4. 3 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Tekstur Kefir

Dari Gambar 4.3 terlihat rerata uji penerimaan terhadap tekstur Kefir hari

ke 0 adalah 4,00 dan pada hari ke 3 adalah 2,57. Hal ini menunjukkan bahwa

skor tekstur kefir pada hari ke 3 yang diberikan panelis berkisar antara menolak

dan netral. Hasil analisa ragam menunjukan nilai F-hitung > F-tabel untuk atribut

tekstur sehingga dapat disimpulkan bahwa atribut tekstur memberikan pengaruh

nyata (α=0,05) terhadap tingkat penerimaan kefir selama penyimpanan.

Pada pengujian hari ke-3, tekstur kefir yang dihasilkan sedikit encer

dibandingkan kontrol sampel. Hal ini diduga karena semakin lama waktu

penyimpanan maka protein terutama kasein akan mengalami pemecahan lebih

lanjut menjadi senyawa sederhana oleh aktivitas enzim proteinase yang

dihasilkan oleh mikroba sehingga menurunkan nilai viskositas. Menurut Wahab

(2008), ketika pH susu sudah dibawah pH isoelektrik akan terjadi peningkatan

ikatan kasein-kasein yang berlebihan yang menyebabkan terjadi pengkerutan

protein, sehingga terjadi pelepasan air yang mengakibatkan menurunnya

kekuatan gel. Menurunnya kekuatan gel ini akan mempengaruhi viskositas

produk sehingga tekstur kefir menjadi lebih encer.

4.1.1.4 Kenampakan

Penilaian kenampakan ini bedasarkan pada beberapa mutu organoleptik

seperti kenampakan permukaan, kekompakan, tekstur permukaan dan bentuk

yang diakumulasi oleh panelis dan akan mempengaruhi persepsi serta

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3

Re

rata

Pe

ne

rim

aan

Pan

elis

(Te

kstu

r)

Lama Penyimpanan (hari)

Page 44: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

31

penerimaan produk. Gambar 4.4 menunjukkan histogram kecenderungan tingkat

penerimaan panelis terhadap tekstur kefir.

Gambar 4. 4 Grafik Tingkat Penerimaan Panelis Terhadap Kenampakan Kefir

Dari Gambar 4.4 terlihat rerata uji penerimaan terhadap kenampakan

Kefir hari ke 0 adalah 4,20 dan pada hari ke 3 adalah 2,23. Hal ini menunjukkan

bahwa berdasarkan atribut kenampakan sampel kefir dianggap sudah

menyimpang. Hasil analisa ragam menunjukan nilai F-hitung > F-tabel untuk

atribut kenampakan sehingga dapat disimpulkan bahwa atribut kenampakan

memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap tingkat penerimaan kefir selama

penyimpanan.

Pada kondisi penyimpanan hari ke-0, kenampakan kefir terlihat cair-padat

serta homogen, tekstur kental dan warnanya putih. Pada pengujian hari ke-3,

kenampakan kefir terlihat menyimpang dari kontrol sampel seperti adanya

gumpalan-gumpalan kecil dan produk terlihat tidak homogen. Hal ini diduga

karena peningkatan jumlah total asam yang memicu penurunan pH hingga

sekitar pH isoelektrik kasein kemudian terjadi penurunan daya ikat air, sehingga

terjadi sineresis yaitu kerusakan fisik berupa terpisahnya cairan whey dari gel.

Sineresis merupakan akibat dari menurunnya kemampuan jaringan protein untuk

mengikat air. Terjadinya pemisahan air dan padatan pada produk fermentasi

disebabkan adanya gaya gravitasi selama produksi, tingkat keasaman yang

tinggi, suhu inkubasi dan lamanya penyimpanan (Jaziri et al., 2009). Pemisahan

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

0 1 2 3

Rer

ata

Pe

ner

imaa

n P

ane

lis(K

enam

pak

an)

Lama Penyimpanan (hari)

Page 45: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

32

whey ini menyebabkan curd menjadi mengendap membuat produk terlihat tidak

homogen. Produk kefir yang terlihat tidak homogen, warna yang menjadi sedikit

kekuningan serta tekstur yang semakin encer akan memberikan kesan

kenampakan negatif kepada panelis karena menggambarkan kerusakan pada

kefir yang dapat dilihat secara visual.

4.1.2 Mutu Awal dan Akhir Kefir

Karakteristik kefir sebelum penyimpanan perlu diuji untuk mengetahui

karakteristik awalnya. Uji awal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan awal

produk sebelum disimpan sehingga dapat dilakukan pendugaan umur simpan

melalui identifikasi kerusakan-kerusakan yang terjadi selama penyimpanan pada

produk tersebut. Setelah uji organoleptik hingga hari ke-3 menunjukkan hasil

penolakan mencapai 50% maka kefir tersebut dianalisa karakteristik akhirnya.

Analisa yang dilakukan antara lain analisis pH, total asam, viskositas, total

mikroba dan warna. Nilai mutu akhir kefir akan dijadikan sebagai acuan

pendugaan umur simpan kefir. Nilai rata-rata setiap karakteristik mutu awal dan

akhir yang dihasilkan melalui uji penerimaan dapat dilihat pada Tabel. 4.2

Tabel 4.2 Karakteristik Mutu Awal dan Akhir Kefir

Parameter Analisis Nilai awal Nilai akhir

pH 3,70 ± 0 3,47 ± 0,06 Total asam (%) 1,11 ± 0,13 2,29 ± 0,02 Viskositas (cP) 460,56 ± 7,39 540,89 ± 8,26 Log Total mikroba (CFU/ml) 9,67 ± 0,17 8,31 ± 0,58 Analisis warna

(*L) (*a) (*b)

88,37 ± 0,11 -3,07 ± 0,06 +11,23 ± 0,15

87,80 ± 0,28 -3,43 ± 0,06 +11,47 ± 0,15

Data Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai mutu kefir pengalami perubahan

setelah proses penyimpanan. Penyimpanan pada suhu ruang (27-28°C) akan

lebih mendukung pertumbuhan dan metabolisme mikroba dalam kefir grains, hal

ini karena mendekati suhu optimum pertumbuhan BAL (±40°C) dan khamir (20-

30°C) (Farnwoth, 2005). Pertumbuhan mikroba yang tidak terhambat oleh suhu

ini akan menyebabkan perubahan biokimia dan fisik menjadi lebih cepat.

Nilai pH terlihat mengalami penurunan dari 3,7 menjadi 3,47, hal ini diduga

karena BAL dalam kefir grains mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat,

sehingga ion hidrogen bebas dalam kefir akan meningkat. Ion-ion H+ dari asam

Page 46: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

33

laktat maupun asam-asam organik lainnya yang terbaca pada pH meter menjadi

tinggi dan menyebabkan penurunan nilai pH. Menurut Ketchum (1988) dalam

Rahayu (2000) asam laktat dapat memberikan rasa asam pada medium dengan

melepas proton H+ yang juga menyebabkan penurunan pH.

Nilai total asam terlihat mengalami peningkatan 1,11% menjadi 2,29%,

hal ini diduga karena aktivitas mikroba penghasil asam dalam kefir grains yang

mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam organik lainnya akan

meningkat sehingga akumulasi total asam pada produk juga akan meningkat.

Total asam merupakan hasil akumulasi asam-asam organik, alkohol dan

komponen volatil lainnya yang dihasilkan oleh mikroba dalam kefir (Athanasiadis

et al., 2004 dalam Setyawardani, 2005). Mikroba pada kefir grains meliputi BAL

dan khamir yang mampu menghasilkan asam laktat, CO2, etanol, asetaldehid

dan aseton. Asam laktat kebanyakan diproduksi oleh Lactobacillus lactis dan

Lactobacillus kefirgranum sedangkan etanol dan CO2 yang diproduksi oleh

Candida sp. (Susilorini dan Sawitri, 2005).

Nilai viskositas terlihat mengalami peningkatan, hal ini diduga karena

kondisi asam yang dihasilkan oleh mikroba dalam stater akan mendenaturasi

protein sehingga terjadi koagulasi, selain itu jumlah eksopolisakarida yang

semakin meningkat dan berinteraksi dengan protein susu akan meningkatkan

viskositas produk. Menurut Cho et al. (1999) dalam Antoniou et al. (2007),

peningkatan viskositas berhubungan dengan pembentukan globula lemak yang

berkelompok. Pembentukan ini dapat terjadi karena adanya fosfolipid dan protein

yang saling berinteraksi satu sama lain bahkan sebelum membentuk crosslink

dengan whey protein dan casein micelles (kasein misel).

Pada uji organoleptik, nilai tekstur pada penyimpanan hari ke-3 menurut

sebagian panelis menjadi lebih encer dibandingkan pada awal penyimpanan

terihat dari menurunnya skor penerimaan dari 4 (menerima) menjadi 2,57

(netral). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara pengujian secara

organoleptik dengan pengujian secara instrumental. Perbedaan ini diduga karena

kemampuan memberikan kesan yang berbeda oleh tiap panelis. Menurut

Ayustaningwarno (2014), penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu

menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk,

mengingat kembali produk yang telah diamati dan menguraikan kembali sifat

inderawi produk. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan

beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan

Page 47: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

34

panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga

panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun.

Nilai total mikroba terlihat mengalami penurunan, hal ini diduga karena

sebagian populasi mikroba pada fase ini akan mengalami kematian karena

nutrien dalam medium sudah habis dan energi cadangan didalam sel habis

sehingga jumlah sel mati semakin bertambah. Pada hasil peneitian Leite (2013),

jumlah laktosa pada kefir semakin menurun selama proses fermentasi 24 jam

dan pada penyimpanan hingga 28 hari. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba

dalam kefir grains memanfaatkan laktosa untuk dapat bertahan hidup. Hal ini

sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan untuk melakukan

perbanyakkan sel, mikroba memerlukan kandungan nutrisi pada media

fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.

Nilai kecerahan terlihat mengalami penurunan, hal ini diduga karena

reaksi pencoklatan non enzimatis masih terus berlangsung selama penyimpanan.

Menurut Yokotsuka (1986) dalam Herdiyadi (2016), bahwa reaksi Maillard adalah

reaksi pencokatan non enzimatis yang terjadi antara gugus amino dari suatu

asam amino bebas, residu rantai peptida atau protein dengan gugus karbonil dari

suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan atau tersimpan dalam waktu

yang relatif lama. Selain reaksi pencoklatan non enzimatis, penurunan pH

medium serta adanya O2 pada bagian head space diduga memacu terjadinya

oksidasi lipida (Sugiyono, 2004).

Nilai kehijauan (-a) terlihat mengalami penurunan, hal ini diduga karena

riboflavin dimanfaatkan oleh mikroba sebagai salah satu nutrisi yang diperlukan

untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba dalam kefir grains masih mampu

memanfaatkan kandungan riboflavin dan vitamin B kompleks lainnya selama

penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan untuk

melakukan perbanyakkan sel, mikroba memerlukan kandungan nutrisi pada

media fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.

Nilai kekuningan (+b) terlihat mengalami peningkatan, hal ini diduga

karena aktivitas pembentukan metabolit sekunder masih dapat berlangsung

selama penyimpanan, sehingga akumulasi pigmen karoten bertambah dan

meningkatkan intensitas warna kekuningan. Khamir Candida utilis adalah salah

satu mikroba yang berpotensi menghasilkan sejumlah besar karotenoid yaitu

likopen, beta karoten dan astaxantin dengan jalur non endogen melalui farnesyl

pyrophosphate (FPP) (Miura et al.,1998 dalam Supriyono, 2008). Nilai

Page 48: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

35

kecerahan, kehijauan dan kekuningan yang mengalami perubahan ini sesuai

dengan hasil penerimaan organoleptik hari ke-3 yang skornya turun dari 4,37

(menerima) menjadi 2,97 (netral). Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan

mutu warna kefir selama penyimpanan baik secara organoleptik atau subyektif

maupun pengukuran instrumental atau obyektif.

4.2 Karakteristik Mutu Kefir Selama Penyimpanan

4.2.1 pH

Analisis pH dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai pH pada kefir

selama penyimpanan. Rerata nilai pH selama penyimpanan dapat dilihat pada

Gambar 4.5 dan Tabel 4.3.

Gambar 4.5 Grafik Rerata Perubahan Nilai pH Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai pH mengalami penurunan seiring

dengan semakin bertambahnya suhu dan lama penyimpanan. Selama

penyimpanan nilai pada suhu yang lebih tinggi dibanding suhu yang lebih rendah

hanya mengalami sedikit perubahan. Hal ini diduga karena suhu yang digunakan

masih dalam rentan penyimpanan pada suhu rendah. Nilai pH kefir cenderung

menurun semakin lamanya waktu penyimpanan diduga karena akumulasi asam

laktat yang dihasilkan dari aktifitas kefir grains yang tumbuh selama fermentasi

dan penyimpanan berlangsung. Ion-ion H+ dari asam laktat maupun asam-asam

3.3

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

0 7 14 21 28 35 42

pH

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 49: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

36

organik lainnya yang terbaca pada pH meter menjadi tinggi dan menyebabkan

penurunan nilai pH.

Menurut Ketchum (1988) dalam Rahayu (2000) asam laktat dapat

memberi rasa masam pada medium dengan melepas proton H+ yang juga

menyebabkan penurunan pH. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gaikwad and

Ghosh (2009), bahwa BAL memfermentasi laktosa menjadi glukosa dan

galaktosa, selanjutnya glukosa diubah menjadi asam laktat. BAL dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif yang menghasilkan asam laktat sebagai

satu-satunya produk melalui jalur fermentasi EMP (Embden Meyerhof Parnas)

dan heterofermentatif yang menghasilkan asam laktat dan juga menghasilkan

etanol, asam asetat dan CO2 melalui jalur fermentasi fosfoketolasi. Jenis mikroba

dalam kefir grains sangat beranekaragam. Menurut Guzel-Seydim et al. (2000),

Gronnevik et al. (2011), Magalhaes et al. (2011) dalam Leite et al. (2013), bahwa

jenis isolat bakteri yang sering ditemukan pada kefir adalah bakteri

homofermentatif dan heterofermentatif seperti Lactobacillus, Lactococcus,

Leuconostoc dan Acetobacter yang menggunakan kedua pathway dalam proses

fermentasi yang menghasilkan asam-asam organik sehingga menurunkan nilai

pH.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap pH kefir (Lampiran 9)

diperoleh nilai F-hitung < F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan, sehingga dapat

disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan tidak memberikan

pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap pH. Pada faktor lama penyimpanan

nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan

memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH. Interaksi kedua faktor, yakni

suhu dan lama penyimpanan memiliki nilai F-hitung < F-tabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara suhu dan lama penyimpanan

terhadap pH kefir.

Suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pH kefir

selama penyimpanan, hal ini diduga karena suhu penyimpanan yang digunakan

masih termasuk suhu penyimpanan rendah, sehingga kecepatan aktifitas kefir

grain dalam menghasikan asam laktat dan asam organik lainnya menunjukkan

hasil yang tidak berbeda. Pada penelitian Evanuarini (2010), semakin tinggi suhu

maka pH kefir semakin lebih rendah karena meningkatnya laktosa yang

terfermentasi oleh enzim laktase yang tentunya akan meningkatkan jumlah asam

Page 50: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

37

laktat yang terbentuk, sehingga terjadi penurunan nilai pH kefir yang lebih

rendah.

Pada penyimpanan setelah hari ke-21, terlihat rerata nilai pH cenderung

lebih cepat turun pada penyimpanan suhu 10±1 °C dibandingkan pada suhu

4±1°C. Nilai pH awal tiap perlakuan adalah 3,7 dan pada lama penyimpanan hari

ke-42 nilai pH akhir adalah 3,45 untuk penyimpanan suhu 10±1°C sedangkan

pada suhu 4±1°C adalah 3,5. Hal ini diduga pada penyimpanan suhu suhu 4±1°C

lebih dapat menekan aktifitas metabolisme dari mikroba dalam kefir. Kondisi

suhu lingkungan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba dan proses

metabolismenya sehingga pada penelitian ini didapatkan nilai pH suhu 10±1°C

cenderung lebih rendah dibandingkan pada suhu 4±1°C. Hal ini diperkuat oleh

hasil penelitian Setyawardani (2015), bahwa penyimpanan kefir pada suhu 6-

10°C menunjukkan nilai pH yang paling rendah dibandingkan pada suhu (-1) - (-

5)°C dan suhu 1-5°C. Pengaruh lama penyimpanan terhadap rerata pH kefir

dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Rerata Perubahan Nilai pH Akibat Pengaruh Lama Penyimpanan

Lama penyimpan (hari) Rerata BNT 5%

0 3,70 ±0 c 0,05

7 3,62 ±0,05 b

14 3,60 ±0 b

21 3,60 ±0 b 28 3,57 ±0,05 b

35 3,50 ±0 a

42 3,47 ±0,05 a

Keterangan: Angka dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata (α=5%)

Data Tabel 4.3 merupakan hasil uji lanjut BNT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap pH kefir.

Penurunan pH pada masing-masing proses penyimpanan ini diduga karena

adanya aktivitas BAL dan khamir dalam menghidrolisis laktosa menjadi asam

laktat dan dengan semakin lamanya penyimpanan maka asam laktat yang

terbentuk semakin banyak menyebabkan pH semakin turun. Menurut Evanuarini

(2010), asam laktat yang terbentuk dalam jumlah banyak mampu berionisasi

secara maksimal untuk membebaskan ion hidrogennya. Bertambahnya hidrogen

bebas menyebabkan pH kefir akan semakin menurun.

Page 51: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

38

4.2.2 Total Asam

Analisa total asam dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai total

asam pada kefir selama penyimpanan. Total asam teritrasi dinyatakan sebagai

persen asam laktat. Rerata perubahan nilai total asam selama penyimpanan

dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.4.

Gambar 4.6 Grafik Rerata Perubahan Nilai Total Asam Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.6 menunjukan bahwa nilai total asam nilai total asam kefir

cenderung meningkat semakin lamanya waktu penyimpanan, namun setelah

penyimpanan hari ke-28 nilai rerata total asam mengalami penurunan.

Peningkatan total asam diduga karena aktivitas mikroba penghasil asam dalam

kefir grains yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam

organik lainnya akan meningkat sehingga akumulasi total asam pada produk juga

akan meningkat. Terjadinya penurunan total asam diduga karena aktifitas khamir

dalam kefir yang menghasilkan etanol dan CO2 semakin meningkat sedangkan

aktifitas BAL semakin menurun sehingga akumulasi asam laktat menjadi

menurun.

Semakin lama waktu penyimpanan semakin banyak substrat yang

mampu dirombak oleh stater. Total asam merupakan hasil akumulasi asam-asam

organik, alkohol dan komponen volatil lainnya yang dihasilkan oleh mikroba

dalam kefir (Athanasiadis et al., 2004 dalam Setyawardani 2005). Mikroba pada

kefir grains meliputi BAL dan khamir yang mampu menghasilkan asam laktat,

0.8

1.1

1.4

1.7

0 7 14 21 28 35 42

To

tal asam

(%

)

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 52: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

39

CO2, etanol, asetaldehid dan aseton. Asam laktat kebanyakan diproduksi oleh

Lactobacillus lactis dan Lactobacillus kefirgranum sedangkan etanol dan CO2

yang diproduksi oleh Candida sp. (Susilorini dan Sawitri, 2005).

Menurut Koroleva (1988) dalam Mal et al. (2013), bahwa pada proses

fermentasi susu, susu setelah diinokulasi dengan kefir grains akan diinkubasi

selama 24 jam. Asam laktat pada waktu tersebut merupakan hasil aktivitas

Streptococcus yang tumbuh dengan cepat kemudian menyebabkan penurunan

pH, sehingga Lactobacillus dapat tumbuh. Kondisi ini menyebabkan jumlah

Streptococcus menurun. Khamir dan BAL pada kefir grains selama fermentasi

akan membentuk aroma yang diproduksi oleh Streptococcus heterofermentative.

Selama proses fermentasi pertumbuhan BAL akan menguntungkan

perkembangan khamir dan bakteri asam asetat.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap total asam kefir

(Lampiran 10) diperoleh nilai F-hitung < F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap total asam. Pada faktor

lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap total

asam. Interaksi kedua faktor, yakni suhu dan lama penyimpanan memiliki nilai F-

hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara suhu dan

lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total asam.

Suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total

asam kefir selama penyimpanan. Hal ini diduga karena suhu penyimpanan yang

digunakan masih termasuk suhu penyimpanan rendah, sehingga kecepatan

aktifitas kefir grain dalam mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam

organik lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Pada penyimpanan

setelah hari ke-21, rerata nilai total asam cenderung lebih cepat naik pada

penyimpanan suhu 10±1°C dibandingkan pada suhu 4±1°C. Hal ini menunjukkan

bahwa penyimpanan pada suhu yang lebih rendah diperoleh nilai total asam

dengan konsentrasi rendah. Hal ini diduga penyimpanan pada suhu 4±1°C lebih

dapat menekan aktifitas enzim laktase. Menurut Bockelman (1993) dalam

Usmiati (2008), penyimpanan pada suhu rendah akan menghambat

pertumbuhan mikroba sehingga laju reaksi perubahan biokimia dan fisik dari

produk pangan juga terhambat. Pengaruh lama penyimpanan terhadap rerata

total asam kefir dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Page 53: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

40

Tabel 4.4 Rerata Perubahan Nilai Total Asam Akibat Pengaruh Lama

Penyimpanan

Lama penyimpan (hari) Rerata BNT 5%

0 1,17 ±0,10 b 0,15

7 1,28 ±0,12 bc

14 1,31 ±0,07 bcd

21 1,34 ±0,05 cde

28 1,58 ±0,16 f 35 1,46 ±0,09 def

42 0,93 ±0,06 a

Keterangan: Angka dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata (α=5%)

Data Tabel 4.4 merupakan hasil uji lanjut BNT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap total

asam kefir. Hal ini diduga karena kondisi substrat masih memungkinkan untuk

berlangsungnya metabolisme BAL. Pada penelitian Irigoyen (2005), bahwa nilai

laktosa pada kefir semakin menurun selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan

jumlah laktosa yang mampu dimanfaatkan oleh BAL menjadi asam laktat akan

semakin berkurang. Pada data Total Mikroba (Lampiran 12) yang mengalami

penurunan hingga penyimpanan hari ke-28. Meskipun total mikroba mengalami

penurunan namun nilai total asam terlihat meningkat pada awal penyimpanan

hingga hari ke-28, hal ini diduga karena adanya akumulasi asam organik

terutama asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa masih dapat berlangsung.

Terjadinya penurunan total asam setelah penyimpanan hari ke-28 diduga

karena aktifitas khamir dalam kefir yang menghasilkan etanol dan CO2 semakin

meningkat sehingga akumulasi tingkat keasaman menjadi menurun. Hasil

penelitian Irigoyen (2005), menunjukkan bahwa jumlah khamir pada kefir

cenderung konstan selama penyimpanan hingga 28 hari, sedangkan jumlah

Lactobacillus dan Lactococcus semakin berkurang hingga penyimpanan hari ke-

14 kemudian jumlahnya terlihat stabil hingga penyimpanan 28 hari. Jumlah

substrat yang semakin berkurang selama penyimpanan akan mempengaruhi

pertumbuhan mikroba dalam kefir grains menjadi terhambat dan menyebabkan

beberapa mikroba menuju fase statis dan fase kematian (Jay, 2012).

Page 54: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

41

4.2.3 Viskositas

Analisa viskositas dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai viskositas

pada kefir selama penyimpanan. Rerata perubahan nilai viskositas selama

penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.5

Gambar 4.7 Grafik Rerata Nilai Viskositas Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.7 menunjukan bahwa nilai vikositas kefir cenderung meningkat

seiring lamanya waktu penyimpanan, namun setelah penyimpanan hari ke-28

nilai rerata viskositas mengalami penurunan. Peningkatan rerata nilai viskositas

ini diduga karena kondisi asam yang dihasilkan oleh mikroba dalam stater akan

mendenaturasi protein sehingga terjadi koagulasi, selain itu jumlah

eksopolisakarida yang semakin meningkat dan berinteraksi dengan protein susu

akan meningkatkan viskositas produk.

Menurut Cho et al. (1999) dalam Antoniou et al. (2007), peningkatan

viskositas berhubungan dengan pembentukan globula lemak yang berkelompok.

Pembentukan ini dapat terjadi karena adanya fosfolipid dan protein yang saling

berinteraksi satu sama lain bahkan sebelum membentuk crosslink dengan whey

protein dan casein micelles (kasein misel). Hal ini diperkuat oleh Harjiyanti

(2013), yang menyebutkan bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh BAL

menyebabkan peningkatan total asam sehingga kasein mengalami koagulasi

440

465

490

515

540

565

590

0 7 14 21 28 35 42

Vis

ko

sit

as (

cP

)

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 55: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

42

dengan pembentukan gel. Terbentuknya gel menyebabkan tekstur menjadi semi

padat sehingga viskositas produk akan meningkat.

Eksopolisakarida (EPS) adalah polimer dari gula pereduksi dengan berat

molekul tinggi yang disekresikan oleh mikroba ke lingkungan eksternalnya.

Polimer ini merupakan salah satu polimer yang mampu disintesis oleh bakteri

asam laktat. Eksopolisakarida umumnya terdiri dari monosakarida dan beberapa

substituen non-karbohidrat seperti asetat, piruvat, suksinat, fosfat serta

biomolekul seperti protein, asam nukleat, lipid dan zat humat (Van Hijum al.,

2002). Menurut Suresh dan Mody (2009), eksopolisakarida biasanya dihasilkan

oleh BAL yang merupakan ciri kontribusi bakteri ini sebagai probiotik yang

memiliki efek positif bagi kesehatan. Beberapa jenis bakteri yang sukses

menghasilkan eksopolisakarida dan digunakan pada produk fermentasi susu

antara lain Streptococcus, Lactobacilius, Lactococcus dan bifidobacterium (Wang

et al., 2015). Pada hasil penelitian Babina dan Rozhokova (1973) dalam Irigoyen

(2005), mengemukakan adanya bakteri asam asetat dan Lactobacillus dapat

meningkatkan viskositas dan mempertahankan konsistensi kefir. Disebutkan pula

bahwa jumlah bakteri asam asetat hampir konstan selama 28 hari penyimpanan.

Penurunan nilai viskositas setelah penyimpanan hari ke-28 diduga karena

semakin lama penyimpanan maka protein terutama kasein akan mengalami

pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana oleh aktivitas enzim

proteinase yang dihasilkan oleh mikroba sehingga menurunakan viskositas.

Menurut Wahab (2008), ketika pH susu sudah dibawah pH isoelektrik maka akan

terjadi peningkatan ikatan kasein-kasein yang berlebihan sehingga terjadi

pengkerutan protein, sehingga terjadi pelepasan air yang mengakibatkan

menurunnya kekuatan gel. Menurunnya kekuatan gel ini akan mempengaruhi

viskositas produk. Hal ini diperkuat oleh penyataan Merilainen et al., (1999)

dalam Antoniou et al., (2007), bahwa semakin lama waktu penyimpanan efek

EPS akan berkurang karena aktifitas proteolitik yang menghidrolisis protein dan

EPS sehingga menyebabkan struktur protein yang semakin melemah.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap viskositas kefir

(Lampiran 12) diperoleh nilai F-hitung > F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap viskositas. Pada faktor

lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas

Page 56: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

43

Kefir. Interaksi kedua faktor, yaitu suhu dan lama penyimpanan memiliki nilai F-

hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara

suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas.

Nilai rerata perubahan viskositas kefir selama penyimpanan pada suhu 4±1 dan

10±1 °C dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rerata Perubahan Nilai Viskositas Kefir Selama Penyimpanan

Suhu penyimpanan

Lama penyimpanan

(hari)

Rerata nilai viskositas (cP)

DMRT 5%

4±1 °C 0

7

14

21

28

35

42

465,83 ±7,31 a 481,17 ±2,12 bc

501,50 ±2,59 ef

531,67 ±8,48 g

545,33 ±6,60 g

485,50 ±4,95 cd

461,50 ±4,95 a

3,08

3,23

3,33

3,36

3,40

3,42

3,44

10±1 °C 0

7

14

21

28

35

42

469,67 ±7,54 ab

513,83 ±0,71 f

532,50 ±5,89 g

563,33 ±2,83 h

571,67 ±5,66 h

514,35 ±7,54 f

498,50 ±0,24 de

3,44

3,46

3,46

3,46

3,46

3,46

Keterangan : Angka dengan huruf yang berbeda pada setiap kolom

menunjukkan pengaruh berbeda nyata (α = 0,05)

Data Tabel 4.5 merupakan hasil uji lanjut DMRT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap

nilai viskositas. Viskositas tertinggi yaitu pada suhu 10±1°C penyimpanan hari

ke-28 sebesar 571,67 cP dan viskositas terendah pada suhu 4±1°C

penyimpanan hari ke-42 sebesar 461,50 cP. Kefir yang disimpan pada suhu

4±1°C terlihat menunjukan nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan kefir

yang disimpan pada suhu 10±1 °C. Hal ini menunjukkan bahwa pada

penyimpanan suhu yang lebih rendah diperoleh nilai viskositas dengan

konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini diduga penyimpanan pada suhu 4±1 °C

lebih dapat menekan aktifitas metabolisme dari mikroorganisme dalam kefir.

Page 57: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

44

Menurut Bockelman (1993) dalam Usmiati (2008), bahwa penyimpanan pada

suhu rendah menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri sehingga

menghambat terjadinya perubahan biokimia dan fisik dari produk pangan.

Semakin lama waktu penyimpanan semakin meningkat nilai viskositas

kefir. Viskositas tertinggi terlihat pada lama penyimpanan hari ke-28 baik pada

suhu 4±1 °C maupun 10±1°C yaitu sebesar 545,33 cP dan 571,67 cP. Hal ini

didukung oleh adanya data nilai total asam pada penelitian ini, nilai total asam

pada kedua suhu menunjukkan nilai tertinggi pada penyimpanan hari ke-28.

Menurut Evanuarini (2010), keasaman susu fermentasi merupakan salah satu zat

yang dapat menyebabkan penurunan keseimbangan protein susu (kasein) selain

basa, alkohol, panas, radiasi dan garam. Sedangkan menurut Wahyudi dan

Samsundari (2008), terbentuknya asam laktat oleh BAL menyebabkan

peningkatan total asam sehingga protein mengalami koagulasi membentuk gel.

Terbentuknya gel menyebabkan tekstur menjadi semi padat sehingga

viskositasnya menjadi semakin meningkat. Semakin lama waktu penyimpanan

semakin banyak total asam yang dihasillkan maka semakin banyak pula protein

yang terkoagulasi sehingga semakin meningkat viskositas produk.

Tingkat viskositas kefir disebabkan oleh perbedaan suhu, lama inkubasi,

total padatan bahan baku yang mempengaruhi ketersediaan kasein dan laktosa

susu (Usmiati dan Sadono, 2004b). Perlakuan pemanasan susu pada waktu

pembuatan kefir juga akan mempengaruhi agresi kasein yaitu adanya ikatan

antara kasein dan β-laktoglobulin melalui ikatan disulfida serta laktalbumin yang

bereaksi dengan β-laktoglobulin akan mempengaruhi viskositas (Trachoo, 2002

dalam Mal, 2013). Selain itu, pertumbuhan stater didalam produk kefir, apabila

mikroba bakteri mampu memproduksi EPS dengan berat molekul yang besar

akan menghasilkan susu fermentasi dengan viskositas yang tinggi

(Setyawardani, 2016).

4.2.4 Total Mikroba

Analisis total mikroba dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai total

mikroba pada kefir selama penyimpanan. Rerata perubahan nilai total mikroba

selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.6

Page 58: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

45

Gambar 4.8 Grafik Rerata Total Mikroba Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa rerata total mikroba kefir cenderung

menurun semakin lamanya waktu penyimpanan, namun setelah penyimpanan

hari ke-28 rerata nilai total mikroba mengalami peningkatan. Penurunan rerata

nilai total mikroba ini diduga karena jumlah substrat semakin berkurang sehingga

aktivitas mikroba terutama BAL yang memfermentasi laktosa menjadi asam laktat

akan menurun.

Mikroba dalam kefir tidak hanya terdiri dari BAL tetapi terdapat pula

bakteri yang lain dan beberapa jenis khamir. Pada hasil penelitian kefir selama

penyimpanan oleh Irigoyen (2005), jumlah populasi Lactobacillus dan

Lactococcus memiliki patern yang sama yaitu jumlahnya cenderung menurun

hingga 1,5 log unit pada penyimpanan hari ke-7 menuju 14, kemudian jumlahnya

tampak konstan hingga penyimpanan hari ke-28. Jumlah populasi khamir dan

bakteri asam asetat tampak konstan selama 28 hari penyimpanan. Hal ini

menunjukkan bahwa mikroba yang mendominasi hidup dalam kefir adalah

kelompok BAL. Menurut Fardiaz (1992), menurunnya populasi BAL selama

penyimpanan berkaitan dengan dilaluinya fase pertumbuhan statis oleh BAL

yang akan mencapai fase menuju kematian. Sebagian populasi mikroba pada

fase ini akan mengalami kematian karena nutrien dalam medium sudah habis

dan energi cadangan didalam sel habis sehingga jumlah sel mati semakin

bertambah.

8

8.2

8.4

8.6

8.8

9

9.2

9.4

9.6

9.8

10

0 7 14 21 28 35 42

log

tota

l mik

rob

a (C

FU/m

l)

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 59: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

46

Selain itu penurunan populasi total mikroba selama penyimpanan juga

diduga dipengaruhi oleh akumulasi asam yang bersifat antimikroba. Secara

umum beberapa BAL dapat tumbuh pada pH 3,2 sedangkan yang lainnya dapat

tumbuh pada pH 9,6 akan tetapi kebanyakan tumbuh pada kisaran pH 4-4,5

(Jay,2000). Pada penelitian ini pH awal penyimpanan kefir adalah 3,7 dan

nilainya terus menurun selama penyimpanan, hal ini menunjukkan bahwa

pertumbuhan BAL juga kurang optimum.

Peningkatan rerata nilai total mikroba setelah penyimpanan hari ke-28

diduga karena adanya pertumbuhan mikroba putrefaktif yang menghasilkan basa

sehingga menurunkan keasaman kefir dan memacu tumbuhnya mikroba

pembusuk lainnya. Adanya basa yang dihasilkan mikroba putrefaktif ini akan

mempengaruhi pH kefir, terihat pada data nilai pH pada penyimpanan hari ke-35

dan ke-42 terlihat penurunan pH yang tidak berbeda nyata. Menurut Suradi

(2012), aktifitas mikroba selama penyimpanan mengakibatkan terjadinya

dekomposisi senyawa kimia yang terkandung pada produk pangan, khususnya

protein akan dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana dan apabila proses

ini berlanjut terus akan menghasilkan senyawa yang berbau busuk, seperti indol,

skatol, merkaptan, amin-amin dan H2S. Diantara senyawa-senyawa tersebut

hanya merkaptan dan H2S yang bersifat asam lemah, selebihnya bersifat basa

dan basa kuat.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap total mikroba kefir

(Lampiran 13) diperoleh nilai F-hitung > F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap nilai total mikroba. Pada

faktor lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap nilai total mikroba. Interaksi kedua faktor, yaitu suhu dan lama

penyimpanan memiliki nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa

terdapat interaksi antara suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh

nyata terhadap nilai total mikroba. Nilai rerata perubahan log total mikroba kefir

selama penyimpanan pada suhu 4±1 dan 10±1 °C dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Page 60: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

47

Tabel 4.6 Rerata Perubahan Nilai Total Mikroba Kefir Selama Penyimpanan

Suhu penyimpanan

Lama penyimpanan

(hari)

Log total mikroba CFU/ml

DMRT 5%

4±1 °C 0

7

14

21

28

35

42

9,55 ±0,24 hi

9,38 ±0,04 gh

9,30 ±0,08 fgh

9,06 ±0,05 def

8,82 ±0,15 bcd

9,07 ±0,15 ef

9,29 ±0,03 fg

3,08

3,23

3,33

3,36

3,4

3,42

3,44

10±1 °C 0

7

14

21

28

35

42

9,78 ±0,07 I

9,37 ±0,02 gh

8,99 ±0,05 cde

8,73 ±0,07 b

8,42 ±0,14 a

8,81 ±0,11 bc

8,97 ±0,08 cde

3,44

3,46

3,46

3,46

3,46

3,46

Keterangan : Angka dengan huruf yang berbeda pada setiap kolom menunjukkan

pengaruh berbeda nyata (α = 0,05)

Data Tabel 4.6 merupakan hasil uji lanjut DMRT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap

nilai total mikroba Kefir. Total mikroba tertinggi yaitu pada suhu 10±1°C

penyimpanan hari ke-0 dan terendah pada suhu 10±1°C penyimpanan hari ke-

42. Kefir yang disimpan pada suhu 4±1°C terlihat menunjukan nilai rerata total

mikroba yang lebih besar dibandingkan kefir yang disimpan pada suhu 10±1°C.

Hal ini menunjukkan bahwa pada penyimpanan suhu yang lebih rendah diperoleh

nilai total mikroba dengan jumlah yang lebih rendah pula. Hal ini diduga

penyimpanan pada suhu 4±1 °C lebih dapat menekan aktifitas metabolisme dari

mikroba dalam kefir. Menurut Jay (1997), bahwa penggunaan suhu rendah untuk

menyimpan makanan didasarkan pada aktivitas mikroorganisme dapat

diperlambat dan/atau dihentikan pada suhu diatas suhu beku, biasanya berhenti

pada suhu di bawah titik beku. Hal ini disebabkan karena semua reaksi

metabolism mikroorganisme dikatalisasi oleh enzim dan tingkat katalisasi enzim

tergantung pada suhu. Pelczar dan Chan (1986) menjelaskan pada dasarnya

penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk mengurangi atau menarik kadar

Page 61: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

48

air bebas. Suhu rendah mengubah air bebas menjadi kristal es sehingga tidak

dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk aktivitasnya.

Semakin lama waktu penyimpanan semakin menurun nilai total mikroba

kefir hingga pada penyimpanan hari ke-28, setelah itu mengalami peningkatan

hingga akhir penyimpanan hari ke-42. Total mikroba tertinggi terlihat pada lama

penyimpanan hari ke-0 baik pada suhu 4±1 °C maupun 10±1°C, sedangkan total

mikroba terendah pada kedua suhu terlihat pada penyimpanan hari ke-28. Hal ini

diduga karena selama penyimpanan terjadi kompetisi antar mikroba dan adanya

senyawa berbeda yang dihasilkan sehingga menghambat mikroba satu sama lain

yang ditumbuhkan secara bersamaan.

Pada hasil peneitian Leite (2013), jumlah laktosa pada kefir semakin

menurun selama proses fermentasi 24 jam dan hingga penyimpanan 28 hari. Hal

ini menunjukkan bahwa mikroba dalam kefir grains memanfaatkan laktosa untuk

dapat bertahan hidup. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang

menyatakan untuk melakukan perbanyakkan sel, mikroba memerlukan

kandungan nutrisi pada media fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin,

dan mineral. Menurut Jay (2012), jumlah substrat yang semakin berkurang

selama penyimpanan akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam kefir

grains menjadi terhambat dan menyebabkan beberapa mikroba menuju fase

statis dan fase kematian.

4.2.5 Warna

Analisis warna dilakukan untuk mengetahui perubahan warna pada kefir

selama penyimpanan. Warna yang diukur meliputi tingkat kecerahan (nilai L),

tingkat kemerahan (nilai a*) dan tingkat kekuningan (nilai b*).

4.2.5.1 Kecerahan (L*)

Nilai sumbu L* mulai dari atas ke bawah, parameter L* menunjukkan

tingkat kecerahan dengan skala 0 (gelap atau hitam) sampai 100 (cerah atau

terang). Rerata perubahan nilai kecerahan selama penyimpanan dapat dilihat

pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.7

Page 62: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

49

Gambar 4.9 Grafik Rerata Nilai Kecerahan Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.9 menunjukan bahwa rerata nilai kecerahan kefir cenderung

mengalami penurun seiring lamanya waktu penyimpanan. Penurunan rerata nilai

kecerahan ini diduga karena penurunan nilai pH selama penyimpanan selama

proses penyimpanan, dimana senyawa-senyawa dalam susu akan mengalami

perubahan struktur dan karakteristik.

Warna putih pada susu akibat penyebaran butiran-butiran lemak, kalsium

kaseinat, dan kalsium fosfat pada susu, sedangkan warna kuning pada susu

disebabkan terlarutnya vitamin A, kolesterol dan pigmen karoten dalam globula

lemak (Winarno, 2007 dalam Irmayanti, 2015). Semakin menurunnya nilai pH

kefir akan menyebabkan reaksi oksidasi yang merusak butiran-butiran lemak. Hal

ini menyebabkan tingkat kecerahan kefir semakin menurun selama

penyimpanan. Pada penyimpanan hari ke-7, ke-21 dan ke-35 rerata nilai

kecerahan terlihat mengalami sedikit peningkatan, hal diduga karena

terdispersinya beberapa komponen pada kefir akibat protein yang terdenaturasi

pada pH rendah. Pada hasil penelitian Chugh et al. (2014), sampel susu skim

yang diberikan perlakuan High-temperature short-time (HTST) menunjukkan

sedikit peningkatan nilai kecerahan walaupun tidak berbeda nyata, sedangkan

pada perlakuan lain yaitu pasteurisasi dan mikrofilter tidak menunjukkan

perubahan.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap kecerahan kefir

(Lampiran 13) diperoleh nilai F-hitung < F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan tidak

86

86.5

87

87.5

88

88.5

89

0 7 14 21 28 35 42

Nila

i K

ecer

ahan

(L)

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 63: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

50

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap kecerahan kefir. Pada

faktor lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap kecerahan kefir. Interaksi kedua faktor, yaitu suhu dan lama

penyimpanan memiliki nilai F-hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa

interaksi antara suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata

terhadap kecerahan kefir. Pengaruh lama penyimpanan terhadap rerata

kecerahan kefir dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rerata Perubahan Nilai Kecerahan Akibat Pengaruh Lama

Penyimpanan

Lama penyimpan (hari) Rerata BNT 5%

0 88,52 ±0,06 def 0,32

7 88,71 ±0,12 b

14 88,25 ±0,07 d 21 88,31 ±0,10 de

28 87,83 ±0,40 bc

35 87,71 ±0,20 b

42 87,45 ±0,28 a

Keterangan: Angka dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata (α=5%)

Data Tabel 4.7 merupakan hasil uji lanjut BNT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap

kecerahan kefir. Kecerahan tertinggi terlihat pada lama penyimpanan hari ke-7

baik pada suhu 4±1 °C maupun 10±1°C, hal ini menunjukkan bahwa beberapa

senyawa pada kefir terdispersi akibat protein yang terdenaturasi pada pH rendah.

4.2.5.2 Kehijauan (a*)

Sumbu a* dan b* tidak memiliki nilai batas yang spesifik. Apabila nilai a*

positif berarti merah dan apabila negatif adalah hijau. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa koordinat a* bernilai negatif pada semua perlakuan yang

berarti menunjukkan warna hijau. Rerata perubahan nilai viskositas selama

penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan Tabel 4.8.

Page 64: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

51

Gambar 4.10 Grafik Rerata Nilai Kehijauan Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.10 menunjukan bahwa rerata nilai kehijauan kefir cenderung

menurun dari awal waktu penyimpanan, lalu setelah penyimpanan hari ke-21

mengalami peningkatan kemudian pada penyimpanan hari ke-35 menuju ke-42

mengalami penurunan lagi. Penurunan rerata nilai kehijauan ini diduga karena

penurunan kadar riboflavin yang dimanfaatkan oleh mikroba sebagai salah satu

nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan baketri tersebut.

Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Adapun warna

kehijauan kemungkinan merupakan refleksi kandungan vitamin B kompleks yang

relatif tinggi (Vinifera et al.,2016). Pernyataan tersebut didukung oleh Koswara

(2009), yang menyatakan bahwa tingginya kandungan riboflavin (vitamin B2)

membuat susu tampak berwarna kehijau-hijauan. Pada penelitian Rachman et al.

(2016), penurunan kadar riboflavin pada produk yoghurt terjadi setelah proses

fermentasi, meskipun penurunan yang teramati tidak terlalu drastis. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar riboflavin dapat semakin berkurang selama proses

penyimpanan, yang menyebabkan semakin menurunnya pula tingkat kehijauan

produk.

Meskipun pada umumnya BAL mampu menurunkan kadar riboflavin

ketika digunakan untuk fermentasi susu, namun ada juga BAL yang mampu

meningkatkan kadar riboflavin. Pada penelitian Toluine et al. (2013) menemukan

bahwa kadar riboflavin yang difermentasi dengan menggunakan S. thermophillus

dan Lactobacillus delbrueckii tidak berubah signifikan, namun meningkat ketika

-4

-3.5

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

0 7 14 21 28 35 42

Nil

ai K

eh

ijau

an

(-a

)

Lama Penyimpanan

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 65: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

52

digunakan kultur L. acidophilus dan Bifidobacterium lactis. Hal ini menunjukkan

adanya perbedaan kemampuan sintesis riboflavin yang tergantung jenis mikroba

yang ada dalam stater.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap kehijauan kefir

(Lampiran 14) diperoleh nilai F-hitung < F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap kehijauan. Pada faktor

lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

kehijauan. Interaksi kedua faktor, yaitu suhu dan lama penyimpanan memiliki

nilai F-hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara suhu

dan lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai

kehijauan kefir.

Suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kehijauan

kefir selama penyimpanan. Hal ini diduga karena suhu penyimpanan yang

digunakan masih termasuk suhu penyimpanan rendah, sehingga laju

metabolisme mikroba dalam memanfaatkan ribloflavin dan vitamin B kompleks

sama-sama dapat dihambat. Menurut Jay (1997), bahwa penggunaan suhu

rendah untuk menyimpan makanan didasarkan pada aktivitas mikroba dapat

diperlambat dan/atau dihentikan pada suhu diatas suhu beku, biasanya berhenti

pada suhu di bawah titik beku. Hal ini disebabkan karena semua reaksi

metabolism mikroorganisme dikatalisasi oleh enzim dan tingkat katalisasi enzim

tergantung pada suhu. Hal ini diperkuat oleh Buckle et al. (2007) yang

menyatakan untuk melakukan perbanyakkan sel, mikroba memerlukan

kandungan nutrisi pada media fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin,

dan mineral. Pengaruh lama penyimpanan terhadap rerata kehijauan kefir dapat

dilihat pada Tabel 4.8.

Page 66: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

53

Tabel 4.8 Rerata Perubahan Nilai Kehijauan Akibat Pengaruh Lama

Penyimpanan

Lama penyimpan (hari) Rerata BNT 5%

0 -3,15 ±0,08 bc 0,23

7 -3,01 ±0,06 cd

14 -2,67 ±0,23 ef

21 -2,76 ±0,18 ef

28 -3,37 ±0,23 ab 35 -3,49 ±0,11 a

42 -2,87 ±0,15 de

Keterangan: Angka dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata (α=5%)

Data Tabel 4.8 merupakan hasil uji lanjut BNT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap kehijauan

kefir. Semakin lama waktu penyimpanan nilai kehijauan semakin berkurang. Hal

ini diduga karena mikroba dalam kefir grains masih mampu memanfaatkan

kandungan riboflavin dan vitamin B kompleks lainnya selama penyimpanan. Hal

ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan untuk melakukan

perbanyakkan sel, mikroba memerlukan kandungan nutrisi pada media

fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.

Kehijauan tertinggi terlihat pada lama penyimpanan hari ke-35 baik pada

suhu 4±1 °C maupun 10±1°C, hal ini diduga karena adanya mikroba yang

mampu mensintesis riboflavin pada kefir. Pada penelitian Toluine et al. (2013)

menemukan bahwa kadar riboflavin yang difermentasi dengan menggunakan S.

thermophillus dan Lactobacillus delbrueckii tidak berubah signifikan, namun

meningkat ketika digunakan kultur L. acidophilus dan Bifidobacterium lactis. Hal

ini diperkuat oleh Alosta (2007), khamir jenis Candida flareri merupakan salah

jenis mikroba yang mampu menghasilkan riboflavin melalui fermentasi aerobik.

4.2.5.3 Kekuningan (b*)

Nilai b merupakan tingkat yang menunjukkan warna kuning (nilai b+) dan

biru (nilai b-). Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinat b* bernilai positif

pada semua perlakuan yang berarti menunjukkan warna kuning. Rerata

perubahan nilai viskositas selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.11,

Tabel 4.9.

Page 67: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

54

Gambar 4.11 Grafik Rerata Nilai Kekuningan Kefir Selama Penyimpanan

Gambar 4.11 menunjukan bahwa rerata nilai kekuningan kefir cenderung

meningkat dari awal waktu penyimpanan. Secara umum peningkatan terjadi dari

hari ke-0 hingga ke-21, setelah penyimpanan hari ke-21 terjadi penurunan nilai

kekuningan. Peningkatan rerata nilai kekuningan ini diduga karena aktivitas

metabolisme dari mikroorganisme yang mengahasilkan peningkatan jumlah

karotenoid pada kefir.

Warna kuning pada susu disebabkan terlarutnya vitamin A, kolesterol,

dan pigmen karoten dalam globula lemak (Winarno, 2007). Beta karoten

merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan selama fermentasi.

Mikroba yang berperan dalam peningkatan karotenoid selama fermentasi adalah

golongan khamir misalnya Candida utilis dan Saccharomyces cerevisiae. Khamir

Candida utilis adalah salah satu mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan

sejumlah besar karotenoid yaitu likopen, beta karoten dan astaxantin dengan

jalur non endogen melalui farnesyl pyrophosphate (FPP) (Miura et al., 1998

dalam Supriyono, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pembentukan

metabolit sekunder masih dapat berlangsung selama penyimpanan, sehingga

akumulasi pigmen karoten bertambah dan meningkatkan intensitas warna

kekuningan.

Sedangkan penurunan rerata nilai kekuningan diduga karena rendahnya

pH akibat terakumulasinya asam-asam organik selama proses penyimpanan

akan mempengaruhi kestabilan pigmen karoten. Karotenoid stabil pada pH

netral, alkali namun tidak stabil pada kondisi asam, adanya udara atau oksigen,

10

10.5

11

11.5

12

12.5

0 7 14 21 28 35 42

Nil

ai K

eku

nin

gan

(+

b)

Lama Penyimpanan (hari)

Suhu 4±1 °C

Suhu 10±1 °C

Page 68: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

55

cahaya dan panas (Legowo, 2005). Selain itu menurut penyataan Surono

(2004), bahwa BAL menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2) yang berperan

sebagai prekusor pembentukan radikal bebas selama fermentasi. Dugaan ini

diperkuat oleh penyataan Supriyono (2008), bahwa beta karoten yang ada akan

beraksi sebagai antioksidan untuk melawan terjadinya reaksi oksidasi yaitu

dengan kemampuannya untuk menginaktifkan singlet oksigen dan bereaksi

dengan radikal peroksil menjadi senyawa yang lebih stabil.

Dari hasil analisa ragam yang dilakukan terhadap kekuningan kefir

(Lampiran 15) diperoleh nilai F-hitung < F-tabel untuk faktor suhu penyimpanan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa suhu penyimpanan yang digunakan tidak

memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap kekuningan. Pada faktor

lama penyimpanan dengan nilai F-hitung > F-tabel sehingga dapat disimpulkan

bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai

kekuningan. Interaksi kedua faktor, yaitu suhu dan lama penyimpanan memiliki

nilai F-hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi antara suhu

dan lama penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap nilai

kekuningan.

Suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

kekuningan kefir selama penyimpanan. Hal ini diduga karena suhu penyimpanan

yang digunakan masih termasuk suhu penyimpanan rendah, sehingga laju

metabolisme mikroba dalam memanfaatkan karotenoid sama-sama dapat

dihambat. Menurut Jay (1997), bahwa penggunaan suhu rendah untuk

menyimpan makanan didasarkan pada aktivitas mikroba dapat diperlambat

dan/atau dihentikan pada suhu diatas suhu beku, biasanya berhenti pada suhu di

bawah titik beku. Hal ini disebabkan karena semua reaksi metabolism mikroba

dikatalisasi oleh enzim dan tingkat katalisasi enzim tergantung pada suhu. Hal ini

diperkuat oleh Buckle et al. (2007) yang menyatakan untuk melakukan

perbanyakkan sel, mikroba memerlukan kandungan nutrisi pada media

fermentasinya seperti karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral. Pengaruh lama

penyimpanan terhadap rerata kekuningan kefir dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Page 69: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

56

Tabel 4.9 Rerata Perubahan Nilai Kekuningan Akibat Pengaruh Lama

Penyimpanan

Lama penyimpan (hari) Rerata BNT 5%

0 11,27 ±0,07 ab 0,29

7 11,30 ±0,06 abc

14 11,11 ±0,23 a

21 11,36 ±0,18 abc

28 12,01 ±0,15 de 35 11,77 ±0,24 d

42 11,78 ±0,28 de

Keterangan: Angka dengan notasi berbeda menunjukkan berbeda nyata (α=5%)

Data Tabel 4.9 merupakan hasil uji lanjut BNT 5% yang menunjukkan

hasil bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap

kekuningan kefir. Semakin lama waktu penyimpanan nilai kekuningan semakin

meningkat. Hal ini diduga karena mikroba dalam kefir grains masih mampu

memanfaatkan kandungan karotenoid selama penyimpanan. Hal ini sesuai

dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan untuk melakukan perbanyakkan

sel, mikroba memerlukan kandungan nutrisi pada media fermentasinya seperti

karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.

Setelah hari ke-28 kedua suhu memperlihatkan adanya penurunan nilai

kekuningan pada hari ke-35, pada hari ke-42 suhu 4±1°C nilainya meningkat

sedangkan pada suhu 10±1 °C nilai menurun. Hal ini diduga karena aktivitas

metabolism mikroorganisme masih mengahasilkan metabolit sekunder berupa

pigmen karoten sehingga pada suhu 4±1°C nillai kekuningan semakin

bertambah. Hal ini terlihat dari data log Total Mikroba yang mengalami

peningkatan pada lama penyimpanan hari ke-42 suhu 4±1°C. Namun karena

tidak dilakukan analisa total BAL maupun total khamir maka tidak bisa dipastikan

apakah peningkatan mikroba ini merupakan mikroba yang mampu menghasilkan

pigmen karoten atau tidak.

4. 3 Pendugaan Umur Simpan Kefir

Menurut Koswara (2004) dalam Herawaty (2008), data yang diperlukan

untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat

diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan fisik, serta

pengamatan kandungan mikroba. Penentuan umur simpan produk dengan ESS

Page 70: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

57

atau metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan satu seri produk

pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap

penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa.

Hasil pendugaan umur simpan berdasakan penurunan mutu dapat dilihat pada

Tabel 4.10 dan Tabel 4.11

Tabel 4.10 Pendugaan Umur Simpan Pada Suhu 4±1°C

Parameter Mutu

Titik kritis

Lama Penyimpanan (hari)

0 7 14 21 28 35 42

pH 3,47 3,70 3,60 3,60 3,60 3,60 3,50 3,50

Total Asam (%)

2,29 1,21 1,27 1,29 1,31 1,51 1,40 0,88

Viskositas (cP)

540,89 465,83 481,17 501,50 531,67 545,33 485,50 461,50

log Total Mikroba (CFU/ml)

8,76 9,55 9,38 9,30 9,06

8,82

9,07

9,29

Warna

L 87,66 88,48 88,68 88,25 88,37 87,78 87,55 87,58

a* -3,49 -3,15 -2,98 -2,83 -2,73 -3,43 -3,58 -2,75

b* +11,48 +11,32 +11,25 +11,17 +11,25 +12,10 +11,62 +11,95

keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Ditolak Ditolak

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa pada parameter pH dan total

asam belum mencapai nilai titik kritisnya. Pada parameter nilai kecerahan dan

nilai kehijauan mencapai titik kritis masing-masing pada hari ke-35. Sedangkan

pada parameter viskositas, total mikroba dan nilai kekuningan mencapai nilai titik

kritisnya pada penyimpanan hari ke-28. Umur simpan kefir ditentukan dari

kerusakan yang paling cepat, sehingga pada hari ke-28 akan digunakan sebagai

acuan terjadinya penurunan mutu. Sehingga kefir yang disimpan pada suhu

4±1°C memiliki umur simpan 21 hari.

Page 71: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

58

Tabel 4.11 Pendugaan Umur Simpan Pada Suhu 10±1 °C

Parameter Mutu

Titik kritis

Lama Penyimpanan (hari)

0 7 14 21 28 35 42

pH 3,47 3,70 3,65 3,60 3,60 3,55 3,50 3,45

Total Asam (%)

2,29 1,12 1,295 1,33 1,37 1,66 1, 2 0,98

Viskositas (cP)

540,89 469,67 513,83 532,50 563,33 571,67 514,33 498,50

log Total Mikroba (CFU/ml)

8,76 9,78 9,37 8,99 8,73 8,42 8,81 8,97

Warna

L 87,66 88,55 88,73 88,25 88,25 87,88 87,87 87,32

a* -3,49 -3,15 -3,03 -2,50 -2,783 -3,31 -3,40 -2,98

b* +11,48 +11,22 +11,35 +11,05 +11,47 +11,92 +11,92 +11,60

Keterangan Diterima Diterima Diterima Ditolak Ditolak Ditolak Ditolak

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa pada parameter pH dan total

asam belum mencapai nilai titik kritisnya. Pada parameter nilai kecerahan dan

nilai kehijauan mencapai titik kritis masing-masing pada hari ke-28 dan ke-35.

Sedangkan pada parameter viskositas, total mikroba dan nilai kekuningan

mencapai nilai titik kritisnya pada penyimpanan hari ke-21. Umur simpan kefir

ditentukan dari kerusakan yang paling cepat, sehingga penyimpanan hari ke-28

akan digunakan sebagai acuan terjadinya penurunan mutu. Sehingga kefir yang

disimpan pada suhu 10±1 °C memiliki umur simpan 14 hari.

Dalam penelitian pendugaan umur simpan ini dapat dipengaruhi oleh

jenis mikroba dalam kefir grains, kestabilan suhu lemari pendingin, frekuensi

buka tutup lemari pendingin, serta adanya rongga udara pada head space dalam

kemasan. Terlihat bahwa umur simpan produk kefir ini relatif pendek. Untuk

meningkatkan umur simpannya dapat dilakukan beberapa upaya yaitu

penggantian kemasan dengan permeabilitas yang lebih kecil, seperti botol

HDPE. Pemberian kemasan sekunder dan atau tersierpun dapat memperpanjang

umur simpan produk.

Page 72: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

59

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian penyimpanan kefir pada perlakuan suhu 4±1°C dan

10±1°C menunjukkan berpengaruh nyata (α = 0,05) terhadap viskositas dan total

mikroba, tetapi tidak memberikan perbedaan terhadap pH, total asam dan warna

pada produk. Interaksi kedua perlakuan, yaitu suhu dan waktu penyimpanan kefir

berpengaruh nyata (α = 0,05) terhadap terhadap viskositas dan total mikroba,

tetapi tidak memberikan perbedaan terhadap pH, total asam dan warna pada

produk.

Penyimpanan suhu rendah yang berbeda memberikan pengaruh umur

simpan produk yang berbeda. Umur simpan kefir ditentukan dari kerusakan yang

paling cepat dengan pembandingan parameter mutu kritis akhir pada pH 3,47 ,

total asam 2,289 %, viskositas 540,889 Cp, log total mikroba 8,763 CFU/ml, nilai

L 87,662, a* -3,489 dan b* +11,478. Pada penyimpananan suhu 4±1°C umur

simpan kefir mencapai 21 hari. Sedangkan pada penyimpananan suhu 10±1°C

umur simpan kefir mencapai 14 hari.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengujian total Bakteri Asam Laktat dan total Khamir selama

penyimpanan

2. Perlu dilakukan pengujian bakteri patogen pada produk selama

penyimpanan

3. Perlu dilakukan penentuan umur simpan produk berdasarkan parameter

organoleptik pada penyimpanan suhu rendah.

4. Perlu dilakukan uji viabilitas Bakteri Asam Laktat dan Khamir selama

penyimpanan produk.

Page 73: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

60

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, E. Dyah, Haw Lengkey dan Soetardjo, D. S.. 2000. Kajian Tentang Dosis Starter dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Kefir. dalam Agustina, L., Setyawardani, T., dan Astuti, T. Y. 2013. Penggunaan Starter Biji Kefir dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Susu Sapi Terhadap pH dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1):

254-259

Ahmed, Z., Y. Wang, A. Ahmad, S.T. Khan, M. Nisa, H. Ahmad, A. Afreen. 2013. Kefir and Health: A Contemporary Perspective dalam Diosma, G., E. David, F. Maria, B. Rey, A.Londero, G.L. Garrote. 2014. Yeasts from Kefir Grains: Isolation, Identification and Probiotic Characterization. World Journal of Microbiology and Biotechnology. Volume 30 Issue 1, pp 43–53

Albaari, A. N., dan Murti, T. W. 2003. Analisa pH, Keasaman dan Kadar Laktosan pada Yakult, Kefir. Proceeding Simposium Nasional Hasil-hasil Penelitian di Unika Soegijapranata. Semarang

Alosta, H.A. 2007. Riboflavin Production by Encapsulated Candida Flareri

Diakses di http://digital.library.okstate.edu/etd/umi-okstate-2346.pdf pada 22 Desember 2017

Andrianto, S. 2008. Pembuatan Es Krim Probiotik dengan Subtitusi Susu Fermentasi Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus F1 terhadap Susu Skim. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Antoniou, K.D., Topalidou, S., Tsavalia, G dan Dimitreli, G. 2011. Effect of Starter Culture, Milk Fat and Storage Time on the Rheological Behaviour of Kefir. Procedia Food Science, 1, 583-588

Arpah. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu

Pangan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Asriyani, R. 2012. Umur Simpan Yoghurt Simbiotik dengan Variasi Bahan Kemasan dan Suhu Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.

Institur Pertanian Bogor. Bogor

Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan, Teori Praktis dan Aplikasi. Diakses di http://grahailmu.co.id/previewpdf/978-602-262-212-3-1225.pdf pada 20 Desember 2017

Belitz, H. D., Grosch, W., dan Schieberle, P. 2009, Food Chemistry. Edisi 4 Revisi. Hal. 448-498

Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Fleet dan M. Wootton. 2007. Ilmu Pangan, Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono.Universitas Indonesia Press.

Jakarta

Chairunnisa, H., Roostita L. Balia, dan Gemilang, L.U.S. 2006. Penggunaan starter bakteri asam laktat pada produk susu fermentasi "Lofihomi".

Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Jurnal Ilmu Ternak, Desember 2006. vol 6 no.2,102-10

Page 74: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

61

Chugh, A., Dipendra, K., Markus, W.R., Milena, C., Lisa, D. and Mansel W.G. 2014. Change in Color and Volatile Composition of Skim Milk Processed with Pulsed Electric Field and Microfiltration Treatments or Heat Pasteurization. Foods 2014, 3 p. 250-268

Codez Alimentarius Commision. 2003. Codex Standard for Fermented Milks: Codex STAN 243. FAO/ WHO Food Standards.

Coles,R., McDowell, D., dan Kirwan,M.J. 2003. Food Packaging Technology. Blackwell Publishing Ltd. USA. p. 8-10

Direktorat Jendral Peternakan. 1983. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 17/KPTS/DJP/Depatan/83. Tentang Syarat-Syarat Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri

Evanuarini, H. 2010. Pengaruh Suhu dan Lama Pemeraman Pada Inkubator Terhadap Kualitas Fisik Kefir. Jurnal Ilmu Peternakan 20 (2): 8 - 13

Fardiaz. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Grafindo. Jakarta

Farnworth, E.R. 2005. Kefir a Complex Probiotic. Food Research and

Development Centre, Agriculture and Agri-food. Canada, St. Hyacinthe, Quebec, Canada J2S 8E3

Fratiwi, Yulneriwarni, dan Noverita. 2008. Fermentasi Kefir dari Susu Kacang-Kacangan. Jurnal Vis Vitalis, Vol. 1 No. 2, 45-54

Gaikwad, D. S., and J. S. Ghosh., 2009. Pharmacodynamic Effect of Growth of Saccharomyces Cerevisiae During Lactic Fermentation of Milk.

Asian J. Agri. Sci., 1 (1): 1518

Gulitz, A., Stadie, J., Wenning, M., Ehrmann, M. A., dan Vogel, R. F. 2011. The Microbial Diversity of Water Kefir. dalam Michael, B., Boy R.S., dan L.M., Ekawati Purwijantiningsih.2014. Potensi Kefir sebagai anti Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta

Halin JH and Evancho GM. 1992. The Beneficial Role of Microorganisms in the Safety and Stability of Refrigerated Food dalam Fratiwi, Yulneriwarni, dan Noverita. 2008. Fermentasi Kefir dari Susu Kacang-Kacangan. Jurnal Vis Vitalis, Vol. 1 No. 2, 45-54

Harjiyanti, M.D., Pramono, Y.B. dan Mulyani, S. 2013. Total Asam, Viskositas dan Kesukaan Pada Yoghurt Drink dengan Sari Buah Mangga (Mangifera indica) Sebagai Perisa Alami. Jurnal Aplikasi Teknologi

Pangan Vol.2 No.2

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan Produk Pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, No. 27(4)

Herdiyadi, I. 2016. Kualitas Organoleptik dan Keasaman Susu Fermentasi yang Menggunakan Konsentrasi Sukrosa Berbeda. Skripsi. Fakultas

Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Ide, P. 2008. Health Secret of Kefir. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta

Irigoyen, A., I. Arana, M. Castiella, P. Torre and F. Ibanez. 2005. Microbiological,physicochemical, and sensory characteristics of kefir during storage. Food. Chem. 90: 613-620.

Page 75: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

62

Irmayanti. 2015. Nilai Rendemen dan Karakteristik Organoleptik Dangke Berbahan Dasar Susu Segar dan Susu Bubuk Komersial. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin. Makasar.

Jay, J.M. 2012. Modern Food Microbiology. diakses di

http://197.14.51.10:81/pmb/BIOLOGIE/MicroBiology[Doridro.com]/7231803.pdf pada 18 Desember 2017

Jaziri, I., Ben Slama, M., Mhadhbi, H., Urdaci, M. C., and Hamdi, M. 2009. Effect of Green and black teas (Camellia sinentis L) on the characteristic microflora of yogurt during fermentation and refrigerated storage. J.

Food Chem, 112:614-620

Jovanka V., Raljic, P., Nada S. L., Jovanka G.L., Miroljub B.B., and Visnja M.s. 2008. Color Changes of UHT Milk During Storage. Sensors 2008, 5961-

5974 DOI: 10.3390/s8095961

Jun H, Han. 2005. Innovations in Food Packaging. Elsevier Ltd

Kesenkas, H., Dincki, N., Seckin, K., Kinik, O., Gonc, S., Gunc, P., Ergunol, Kavas., G. 2011. Physicochemical, Microbiological and Sensory Characteristic of Soymilk Kefir. African Journal of Microbiology Research Vol. 5 (22) pp.3737-3746

Khoiriyah, H., dan Puji, A. 2014. Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Terhadap Aktivitas Bakteorisin Lactobacillus sp. RED4. Jurnal volume 3 (4), halaman 52-56 . Universitas Tanjungpura

Kosikowski, F., dan Mistry, V. V. 1982. Cheese and Fermented Milk Foods (3rd), New York

Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai dalam Yusmarini dan Efendi, 2004. Evaluasi Mutu Soygurt yang dibuat dengan Penamabahan beberapa Jenis Gula. Jurnal Natur Indonesia 6(2): 104-

110

Koswara, S. 2004. Evaluasi sensori dalam pendugaan umur simpan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). Pusat

Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Diakses di

http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/TEKNOLOGI-PENGOLAHAN-SUSU.pdf pada 19 November 2017

Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Food. Food and Nutrition. Press, Inc., Westport Connecticut.

Legowo, A. 2005. Pengaruh Blanching terhadap Sifat Sensoris dan Kadar Provitamin Tepung Labu Kuning. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Leite, A.M.O., D.C.S Leite, E.M. Del Aguila, T.S. Alvares, R.S. Peixoto, M.A.L Miguel, J.T Silvia and V.M.F Paschoalin. 2013. Microbiological and Chemical Characteristic of Brazilian Kefir During Fermentation and Storage Processes. J. Dairy Sci. 96:4149-4159

Madigan, M. T., Martinko, J. M., dan Parker, J. 2000. Brock Biology of Microorganisms dalam Michael,B., Boy R.S., dan L.M., Ekawati Purwijantiningsih. 2014. Potensi Kefir sebagai anti Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Atma Jaya. Yogyakarta

Page 76: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

63

Maheswari, R. R. A. dan Setiawan, J. 2009. Mengapa Harus Kefir. Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Manab, A. 2008. Kajian Sifat Fisik Yogurt Selama Penyimpanan Pada Suhu 4ºC. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Februari 2008, Hal 52-58.

ISSN : 1978 – 0303

Mal, R., Radiati, L.E., dan Purwadi. 2013. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Refrigertor Terhadap Nilai pH, Viskositas, Total Asam Laktat dan Profil Protein Terlarut Kefir Susu Kambing. Jurnal Universitas

Brawijaya. Malang

Michael, B., Boy R.S., dan L.M., Ekawati Purwijantiningsih.2014. Potensi Kefir sebagai anti Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Atma Jaya.

Yogyakarta

Muharastri, Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di Kota Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nurul, Umi J. 2014. Uji Organoleptik dan Daya Simpan Selai Krokot (Portulaca oleracea) dengan Pewarna Sari Buah Naga Merah dan Penambahan Jahe serta Gula Aren dengan Konsentrasi yang Berbeda. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Otes, Semih dan Ozem, Cagindi. 2003. Kefir: A Probiotic Dairy-Composition, Nutritional and Therapeutic Aspects. Pakistan Journal Of Nutrition 2 (2): 54-59,2003

Parameswari, A., Kuntari, S. dan Herawati. 2011. Daya Hambat Probiotik Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans dalam Yulita R., Ekawati Purwijantiningsih, dan Boy Rahardjo Sidharta. 2013. Viabilitas Bakteri Asam Laktat dan Aktivitas Antimikrobia Susu Fermentasi Terhadap Streptococcus pyogenes, Vibrio cholera dan Candida albicans. Jurnal

Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Pelczar, M.J., Reid, R.D., dan Chan, E.C.S. 1977. Microbiology. Tata Mc. Graw-

Hill Publ. Co. Ltd. New Delhi

Rahayu, S. E. 2000. Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi dan Pengawetan Makanan (Lactic Acid Bacteria in Food Fermentation and Preservation). Seminar Nasional Industri Pangan. 2000. Vol I:299-308

Rachman, S.D., S. Djajasoepena, I. Indrawati, L. Bangun, D.S. Kamara,dan s. Ishmayana. 2016. Penentuan Kadar Riboflavin dan Uji Pendahuluan Aktivitas Antibakteri Yoghurt yang Difermentasi dengan Bakteri yang Diisolasi dari Yoghurt Komersial. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan

Pembelajaran Kimia UNPAD. Sumedang

Robertson, G.L. 2010. Food Packaging and shelf life: A Pratical Guide. Boca

Raton, Florida: CRC Press

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolohan Susu dan Hasil Ternak. diakses di

http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf pada 20 Maret 2016

Setyawardani, T., Sumarmono, J. 2015. Chemical and Microbiological Characteristic of Goat Milk Kefir During Storage Under Different Temperatures. J.Indonesian Trop.Anim. Agric.. 40(3):183-188

Page 77: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

64

Setyawardani, T., Sumarmono, J., Rahardjo, A.H.D, Sulistyowati, M., dan Widyaka, K. 2016. Kualitas Kimia, Fisik dan Sensori Kefir Susu Kambing yang Disimpan Pada Suhu dan Lama Penyimpanan Berbeda.Buletin Peternakan Vol. 41 (3): 298-306. Purwokerto

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. SNI 2981:2009. Yogurt. Badan

Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2011. SNI 3141.1:2011 Susu Segar-Bagian 1: Sapi. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta

Sumanti, D.M. 2008. Diktat Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan.dalam Agustina, L., Setyawardani, T., dan Astuti, T. Y. 2013. Penggunaan Starter Biji Kefir dengan Konsentrasi yang Berbeda pada Susu Sapi Terhadap pH dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1):

254-259

Sumardikan, H. 2007. Penggunaan Carboxymethylcellulose (CMC) Terhadap pH, Keasaman, Viskositas, Sineresis dan Mutu Organoleptik Yoghurt. Skripsi. Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Teknologi Hasil

Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya Malang.

Sugiyono. 2004. Kimia Pangan. Diakses di

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/ir-sugiyono-mkes/buku-kimia-pangan.pdf pada 19 November 2017

Supriyono, T. 2008. Kandungan Beta Karoten, Polifeno Total dan AKtivitas "Merantas" Radikal Bebas Kefir Susu Kacang Hijau (Vigna radiata) Oleh Pengaruh Jumlah Stater (Lactobacillus bulgaricus dan Candida kefir) dan Konsentrasi Glukosa. Tesis. UNDIP. Semarang

Suradi, K. 2012. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Ruang Terhadap Perubahan Nilai pH, TVB dan Total Bakteri Daging Kerbau. Jurnal

Ilmu Ternak, Vol. 12, No. 2, 9 -11

Suresh and Mody. 2009. Microbiol Exopholysaccharides: Variety and Potential Applications Microbial Production of Biopolymer and Polymer Precursors. Caister Academic Press. USA.

Susilorini, T.E. dan M.E. Sawitri. 2005. Produk-Produk Olahan Susu. PT Penebar Swadaya. Jakarta

Suriasih, K., W.R. Aryanta, G. Mahardika, and N.M. Astawa. 2012. Microbiological and Chemical Properties of Kefir Made of Bali Cattle Milk. Food Sc. And Qual.. Manag 6:12-22

Syahrurachman, Agus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Syarief, R., Santausa, dan Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.

Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tamime, A.Y. and Robinson R.K., 1999. Yogurt Science and Technology dalam Zakaria, Y. 2009. Pengaruh Jenis Susu dan Persentase Starter yang Berbeda terhadap Kualitas Kefir. Jurnal Agripet. Vol 9, No. 1: 26-

30.

Taufik, E. 2009. Ketahanan Hidup Bakteri Patogen dalam Yoghurt dan Kefir Selama Proses Fermentasi dan Penyimpanan Dingin. Tesis.ITB. Bogor

Page 78: U ÏJ° Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJrepository.ub.ac.id/165573/1/Faizatur Rohmah.pdfTitle U ÏJ Â]tÛ¿NKß ~ûj a¿ä% =üß òJ Author ÷ì IÚ -GºB e Búý «PU¢ #ÆK¨ô

65

Tolouie, H., Toloun, S.H.H., Ejtahed, H.S. & Jalaliani, H. 2013. Assessment of Vitamin B2 and B3 Contents of Conventional and Probiotic Yogurt after Refrigeration by High Performance Liquid Chromatography. Journal of Pakistan Medical Students. 3(3): 148 – 151

Usmiati, S. dan A, Apriyantono. 2004. Komponen Volatil Pembentuk Flavor Kefir dengan Stater Kombinasi Berbagai Jenis Bakteri dan Khamir.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor

Usmiati, S. dan A. Sudono. 2004. Pengaruh Stater Kombinasi Bakteri dan Khamir Terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensori Kefir. J. Pascapanen

1(1) 2004: 12-21

Van Hijum SAFT, van GS, Rahaoui H, Van DM, Dijkhuizen L. 2002. Characterization Of A Novel Fructosiltransferase From Lactobacillus Reuteri That Synthesizes High-Molecular-Weight Inulin And Inulin Oligosaccharides. Appl Environ Microbiol 68 (9): 4390-4398.

Viljoen, B.C., Knox, M.A., De Jager H.P. dan Lourens A–Hattingh. 2003. Development of Yeast Populations During Processing and Ripening of Blue Veined Cheese. Department of Microbial, Biochemical and Food Biotechnology. University of the Free State. Bloemfontein 9300. South Africa

Vinifera Errythrina, Nurina, Sunaryo. 2016. Studi Tentang Kualitas Air Susu Sapi Segar yang Dipasarkan di Kota Kediri. Jurnal Fillia Cendekia Vol. 1

No. 1 Maret 2016 . Kediri.

Wahyudi, A. dan S. Samsundaari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi.

Universitas Muhammadiyah Malang Press. Malang

Widodo, W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Malang. Pusat

Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Wijaningsih, W. 2008. Aktivitas AntiBakteri In Vitro dan Sifat Kimia Kefir Susu Kacang Hijau (Vignaradiata) oleh Pengaruh Jumlah Starter dan Lama Fermentasi. Tesis. Universitas Diponegoro . Semarang

Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama