tutorial skenario a blok 23 dc
DESCRIPTION
niTRANSCRIPT
Tugas
Tutorial Skenario A Blok 23 2015
Devin Chandra
04011181320016
PDU Unsri B 2013
Pendidikan Dokter UmumFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2015
Tutorial Skenario A Blok 23 2015
A. Analisis Masalah
1. Apa indikasi, kontraindikasi, farmakokinetik, dan farmakodinamik dari NSAID?
NSAID dapat digunakan untuk mengobati penyakit seperti rheumatoid arthritis dan
osteoarthritis. NSAID memiliki efek samping seperti gangguan pencernaan (nyeri
abdomen, displasia, mual, muntah, perdarahan saluran cerna), pusing, edema, asma,
gangguan hati dan tidak boleh digunakan pada wanita hamil dan menyusui, anak-anak,
penderita dengan gangguan ginjal berat, penderita yang hipersensitif terhadap NSAID,
serta penderita dengan tukak lambung.
Farmakokinetik dari NSAID yaitu sebagian besar obat dapat diserap baik. NSAID seperti
aspirin cepat diserap dari lambung dan usus halus bagian atas menghasilkan kadar
salisilat plasma puncak dalam 1-2 jam. Aspirin diserap secara utuh dan cepat dihidrolisis
menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase di jaringan dan darah. Salisilat terikat
secara non-linier ke albumin.
Farmakodinamik dari NSAID yaitu obat bekerja dengan menghambat siklo-oksigenase
(COX) seperti pada obat aspirin, di mana aspirin megnhambat secara ireversibel COX
trombosit sehingga efek anti-trombosit aspirin menetap 8-10 hari.
2. Bagaimana cara menetukan MCV, MCH, MCHC, dan RDW?
MCV (Mean Corpuscular Volume)
nilai normal: 82-92 femtoliter (fL)
MCV: nilai hematokrit(%) x 10 fL
jumlah RBC (/L)
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)
nilai normal: 27-31 pikogram (pg)
MCV: kadar hemoglobin (g/dL) x 10 pg
jumlah RBC (/L)
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)
nilai normal: 31-36 g/dL
MCV: kadar hemoglobin (g/dL) x 100 g/dL
nilai hematokrit(%)
RDW (Red Cell Distribution Width)
nilai normal: 11,6-14,6 %
RDW: SD (fL) x 100%
MCV (fL)
3. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara berkembang berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Di
Indonesia, anemia defisiensi besi terjadi pada 16-50% laki-laki, 25-48% perempuan, 46-
92% ibu hamil dan 55,5% balita.
B. Learning Issue
1. Anemia Defisiensi Besi
Definisi
Anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoiesis karena
cadangan besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya pembentukan
hemoglobin.
Etiologi
a) Kebutuhan zat besi meningkat: anak dalam masa pertumbuhan, kehamilan, dan
laktasi
b) Kehilangan zat besi karena perdarahan:
traktus gastrointestinal: pemakaian NSAID, tukak peptik, kanker lambung,
kanker kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang
traktus urinaria: hematuria
traktus respiratorius: hemoptoe
organ genitalia perempuan: menoragia, metroragia
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara berkembang berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Di
Indonesia, anemia defisiensi besi terjadi pada 16-50% laki-laki, 25-48% perempuan, 46-
92% ibu hamil dan 55,5% balita.
Patofisiologi
Kekurangan zat besi baik secara asupan maupun akibat perdarahan mengakibatkan
gangguan eritropoiesis sehingga kadar hemoglobin menurun yang berakibat pada anemia
mikrositik hipokrom. Kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim juga dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Manifestasi Klinis
a) Gejala umum: lemah, cepat lelah, mata berkunang-kunang, pucat
b) Gejala khas defisiensi besi: kolinokia (kuku sendok), atrofi papil lidah, stomatitis
angularis (lesi makulopapular dan vesikular pada kulit sudut bibir dan perbatasan
mukokutaneus, disfagia.
Diagnosis
Anemia defisiensi besi ditegakkan bila ditemukan penurunan kadar Hb dan penurunan
kadar Fe serum.
Diagnosis Banding
Tabel 1: Diagnosis Banding dari Anemia Defisiensi Besi
Anemia
Defisiensi
Besi
Anemia
Penyakit
Kronis
Trait
Thalasemia
Anemia
Sideroblastik
Derajat anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat
MCV ↓ ↓/normal ↓ ↓/Normal
MCH ↓ ↓/normal ↓ ↓/Normal
Besi Serum ↓ ↓ Normal/↑ Normal/↑
TIBC ↑ ↓ Normal/↓ Normal/↓
Saturasi
Transferrin
↓ ↓/Normal ↑ ↑
Besi Sumsum
Tulang
Negatif positif Positif kuat Positif dengan
ring sideroblast
Ferritin Serum ↓ Normal/↑ Normal/↑ Normal/
Protoporfirin
eritrosit
↑ ↑ Normal Normal
Elektroforesis
Hb
normal normal HbA2 Normal
Tata Laksana
a) Terapi kausal, dengan mengatasi penyebab perdarahan yang terjadi, misalnya
mengobati infeksi cacing tambang.
b) Pemberian preparat besi: ferrous sulfat per oral 3x200 mg selama 3-6 bulan saat
perut kosong. Bila pasien memiliki keluhan gastrointestinal pemberian dapat
dilakukan bersamaan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg. Preparat
vitamin C 3x100 mg juga boleh diberikan untuk meningkatkan penyerapan zat besi.
c) Terapi besi parenteral: iron dextran complex (50mg/mL), subkutan atau intravena
pelan. Dosis kebutuhan besi (mg) = [(15-Hb pasien) x Berat Badan x 2,4] + (500-
1000 mg). Rute ini bukanlah rute utama dan dilakukan bila terdapat gangguan dalam
pemberian oral.
Komplikasi
Anemia defisiensi besi kronis jarang menimbulkan komplikasi berat. Perdararahan hebat
dapat menyebabkan kematian, berkaitan dengan hipoksia yang disebabkan oleh anemia
pasca perdarahan.
Prognosis
Tanda respon pengobatan yang baik, antara lain retikulosit naik pada minggu pertama,
mencapai puncak pada hari ke-10 dan kembali normal setelah hari ke-14, kenaikan Hb
0,15 g/dL per hari atau 2 g/dL, setelah 3-4 minggu sehingga Hb akan kembali normal
setelah 4-10 minggu.
Daftar Pustaka
Arifputera, Andy, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Katzung, Bertram G., dkk. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 12. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 5. Jakarta: Interna Publishing