tugas metodologi pra proposal uchik

8
JUDUL : Miskonsepsi Siswa dan Perkembangan Teori Pendidikan Kognitif dalam Pembelajaran Fisika di SMA Identitas Peneliti: Nama : Ni Made Suci Bhakti Karya Utami Nim : 1213021042 Jurusan : Pendidikan Fisika Fakultas : MIPA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk kemajuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus sarana membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003). Pengembangan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu cara untuk membangun manusia seutuhnya. Igwebuike (2013a) berpendapat bahwa solusi untuk masalah pembangunan nasional adalah dengan meruncingkan 1

Upload: iketut-suena

Post on 27-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

metopen

TRANSCRIPT

JUDUL: Miskonsepsi Siswa dan Perkembangan Teori Pendidikan Kognitif dalam Pembelajaran Fisika di SMA

Identitas Peneliti:

Nama: Ni Made Suci Bhakti Karya Utami

Nim: 1213021042

Jurusan: Pendidikan Fisika

Fakultas: MIPA

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk kemajuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus sarana membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif , mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas, 2003). Pengembangan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu cara untuk membangun manusia seutuhnya.

Igwebuike (2013a) berpendapat bahwa solusi untuk masalah pembangunan nasional adalah dengan meruncingkan literasi sains dan teknologi serta numerasi dalam warga negara. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah melalui peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran sains khususnya fisika.

Pemerintah telah melakukan beberapa langkah strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan, di antaranya 1) meningkatkan akses pemertaan pendidikan, 2) meningkatkan kualifikasi guru dan dosen melalui program sertifikasi, 3) menaikkan standar nilai rata-rata lulusan ujian nasional, 4) menambah infrastruktur dan investasi pendidikan seperti menambah jumlah LCD proyektor, fasilitas internet, komputer, laboratorium, dan buku perpustakaan di sekolah, 5) meningkatkan anggaran pendidikan, dan 6) melakukan revisi kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013.

Namun berdasarkan fakta, pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih diwarnai berbagai persoalan. Kualitas pendidikan Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan data Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2012, indeks pembangunan pendidikan (education development index/EDI) Indonesia adalah 0,938 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64 dari 120 negara (UNESCO, 2013). Salah satu masalah pendidikan yang terjadi di indonesia adalah rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran sains khususnya fisika. Pembelajaran fisika di tingkat SMA pada umumnya masih dipandang sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disenangi oleh siswa karena kurang menariknya kemasan pembelajaran fisika di kelas (Mardana 2004a). Sebagian siswa beranggapan bahwa fisika merupakan pelajaran yang menjenuhkan dan terkesan sulit. Siswa sering menganggap pelajaran sains (fisika) adalah pelajaran yang rumit karena banyak terdapat konsep-konsep, rumus-rumus dan perhitungan-perhitungan yang sebagian besar terlepas dari pengalaman sains di dalam kehidupan sehari-hari (Mardana et al., 2006).

Dalam international journal research, banyak peneliti fisika telah mengungkapkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep ilmiah karena sebagian besar pemahaman awal dari pemikiran siswa tersebut dikatakan miskonsepsi (Neet. 2015). Ivowi (1984) meneliti 128 siswa di Nigeria mengenai kesalahpahaman dalam ilmu fisika. Dan hasil studi yang dilakukan bahwa setengah dari sampel dikatakan miskonsepsi. Hasil ini juga dialami oleh Cirkinoglu (2004), ia meneliti dengan menggunakan uji konseptual terbuka terkait dengan materi fisika impuls dan konsep momentum untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman konsep dan tingkat kesalahpahaman siswa SMA dan mahasiswa jurusan ilmu dasar, juga melakukan tes wawancara dan hasil dari penelitiannya, dari ke dua sampel tersebut mengalami kesulitan dan tetap mengalami kesalahpahaman yang sama bahkan setelah ia mengajar mengenai konsep tersebut.

Saehana dan Haeruddin (2013) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar fisika pada siswa adalah tingginya tingkat miskonsepsi karena masih diterapkannya metode konvensional (ceramah) oleh sebagian besar guru fisika. Miskonsepsi pada fisika disebabkan oleh banyak faktor. Suparno (2005) mengungkapkan bahwa miskonsepsi berasal dari siswa, guru, buku teks, konteks dan cara mengajar.

Miskonsepsi tersebut berkaitan dengan tingkat pemahaman siswa dalam menangkap materi pelajaran yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena sebelum mengikuti proses pembelajaran formal di sekolah, siswa sudah membawa pemahaman tertentu tentang sebuah konsep materi yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka. Miskonsepsi pada siswa yang muncul secara terus menerus dapat mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pandangan tradisional yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju pandangan konstruktivisme yang berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa ( Howe, 1996 : 45 ). Pengubahan konsepsi yang dilakukan dengan menyajikan proses pembelajaran dengan model konstruktivis ini berpijak pada konstruktivisme Piagetian dan Vygotskian.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa miskonsepsi yang dialami siswa bersifat resisten dalam pembelajaran, sedangkan di sisi lain anak-anak memiliki penalaran formal yang berbeda-beda. Berdasarkan uraian diatas kita akan meneliti lebih lanjut mengenai miskonsepsi yang dimiliki siswa dan penyebabnya, serta upaya penanggulangan yang sesuai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah miskonsepsi siswa pada mata pelajaran fisika di SMA?

2. Bagaimanakah penyebab miskonsepsi siswa pada mata pelajaran fisika di SMA?

3. Bagaimanakah perkembangan kognitif siswa pada mata pelajaran fisika di SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan miskonsepsi siswa pada pada mata pelajaran fisika di SMA.

2. Mendeskripsikan penyebab miskonsespsi siswa pada mata pelajaran fisika di SMA.

3. Mendeskripsikan perkembangan kognitif siswa pada mata pelajaran fisika di SMA.

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Awal Dalam Proses Pembelajaran

Pengetahuan awal di artikan sebagai suatu pengetahuan dimana telah dimiliki oleh siswa melalui suatu proses pembelajaran sebelumnya serta dapat mempermudah mereka untuk mempelajari pengetahuan baru (bahri & apriana dalam Primadewi, 2012). Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif berupa proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan, sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).

2.2 Pengertian Miskonsepsi

Novak (1984) mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Suparno (1998) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan.

2.3 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori konstruktivis ini, suatu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya (Nur, 2002:8)

2. 4 Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya (Pritiadi,2015).

2.5 Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori konstruktivis, siswa dituntut untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai dengan pemahaman konsep. Sehingga pengetahuan awal sangat diperlukan dalam diri siswa yang nantinya dapat menghubungkan pemahaman awal tersebut dengan konsep ilmiah yang ada terutama mengenai konsep fisika. Pemahaman merupakan syarat bagi tercapainya proses kognitif yang lebih tinggi yaitu aplikasi, analisis, evaluasi, dan menciptakan. Akan tetapi dalam kenyatannya pemahaman siswa di Indonesia masih rendah dan jauh dari harapan. Dan masih sering terjadinya miskonsepsi pada saat proses pembelajaran berlangsung maupun saat pengevaluasian.

2.6 Rumusan Hipotetsi

Dapat ditarik suatu hipotetsis yaitu pemahaman perkembangan kognitif dapat mempengaruhi pemahaman awal siswa serta terjadinya miskonsepsi pada siswa pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

2