tugas kuliah uu rsau

24
BAB I PENDAHULUAN Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal 1

Upload: muhammad-ridhwan-fatharanifurqan

Post on 04-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas kuliah uu ruspau

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kuliah Uu Rsau

BAB I

PENDAHULUAN

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum

harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan

secara menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.

Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan

kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah Sakit

sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan

yang sangat diperlukan

dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan. Dokter sebagai salah satu komponen utama

pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting

karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang

diberikan. Landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang

lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui

pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan

ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.

Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan maraknya tuntutan hukum

yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan dengan kegagalan upaya

penyembuhan yang dilakukan dokter sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat

1

Page 2: Tugas Kuliah Uu Rsau

berhasil, dianggap berlebihan, padahal dokter dengan perangkat ilmu pengetahuan dan teknologi

yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan, dan kegagalan penerapan ilmu

kedokteran tidak selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan. Oleh karena itu dibutuhkan

suatu pirantie legal yang dapat menjembatani kebutuhan masyarakat dan kemampuan

pelaksanan profesi dokter sesuai dengan hukum yang berlaku apabila terjadi kesalahan dalam

tindakan medis dapat dilakukan penegakan hukum namun harus dalam bingkai hukum yang

proporsonal sehingga dengan hal tersebut diharapkan dapat menjadi solusi pelayanan kesehatan

yang bermutu tinggi

2

Page 3: Tugas Kuliah Uu Rsau

BAB II

KRONOLOGI KASUS

Pada tanggal 6 November 2012 Adinda terjatuh saat melakukan persiapan bertanding

untuk Kejuaran Nasional (KEJURNAS) EFI-JPEC di Sentul, Jawa Barat. Namun, pada saat itu

Adinda tidak merasakan apa-apa. Namun demikian untuk mengecek kondisinya Adinda

menemui dr. Guntur di Rumah Sakit Sahid Memorial Jakarta, 13 November 2012. Adinda pun

mendapatkan serangkaian tindakan medis berupa penyuntikan dan infus dari dokter tersebut

sehabis menyabet empat medali pada Kejuaraan Nasional EFI.   

Tiga minggu setelah itu, Adinda merasakan wajahnya membengkak dan mati rasa,

tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru. Dia juga mengalami tremor, sakit kepala

yang luar biasa, berat badan naik secara drastis, serta ngilu pada tulang dan otot, karena

kekhawatiran akan adanya kesalahan pengobotan oleh dr. Guntur tersebut Adinda memeriksakan

dirinya pada dokter spesialis endokrinolog di Singapura dan dokter endokrinolog tersebut

memvonis Adinda terkena penyakit "iatrogenic cushing syndrome".   Penyakit itu diduga

merupakan akibat dari tindakan medis dr. Guntur yang merupakan spesialis tulang di Rumah

Sakit Sahid dimaksud.

Di luar sepengetahuan Adinda, dokter tersebut ternyata melakukan tindakan medis

berupa rangkaian suntikan secara intra-articular atau intramuscular injections dan infus Aclasta

yang mengandung zat-zat dosis tinggi TCA (Triamcinolone Acetonide) atau pengobatan steroid,

obat anastesi lokal Lidocaine dan pain killer Tramal. Jenis steroid TCA ini berbeda dengan jenis

steroid yang sering digunakan oleh para atlit untuk doping atau dikenal dengan nama Anabolic

Steroid. 

Pemberian obat yang dikatakan oleh dr. Guntur sebagai Anti Inflamatory (anti pembengkakan

atau peradangan yang disebabkan oleh patah tulang) yang diberikan melalui 15 kali suntikan

dalam 7 hari, ternyata mengandung steroid dosis tinggi. Pemberian obat tersebut diduga terjadi

kesalahan karena ternyata Adinda tidak mengalami patah/retak 3 tulang rusuk dan tulang ekor

juga tidak menderita osteoporosis sehingga semestinya tidak memerlukan tindakan medis seperti

3

Page 4: Tugas Kuliah Uu Rsau

yang telah diberikan oleh dr. Guntur yang dikatakannya sebagai Anti Inflamatory (suntikan) dan

"Suplemen Tulang" (infus)," karena tindakan oleh dr. Guntur itu terjadi efek samping yang

diderita Adinda yang pada akhirnya Adinda didiagnosa mengalami Iatrogenic Cushing's

Syndrom,"

4

Page 5: Tugas Kuliah Uu Rsau

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

1. Menurut Perspektif Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Sebelum masuk pada tinjauan yuridis mengenai posisi kasus sebagaimana yang

telah diuraikan diatas, akan dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hukum

pidana. Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu menunjukkan sanksi

dalam hukum pidana.1 Pidana adalah sebuah konsep dalam bidang hukum pidana yang

masih perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakikatnya. Menurut

Roeslan Saleh “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang

dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”.2

W.P.J Pompe berpendapat bahwa Hukum pidana adalah semua aturan-aturan

hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana

dan apakah macamnya pidana itu.3 Menurutnya sifat melawan hukum dan kesalahan

bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana.4

Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam

arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau

strafrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana

yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale.5 Simons

merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai:6

1) Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam oleh nestapa yaitu

suatu pidana apabila tidak ditaati;

2) Keseluruhan peraturan yang menentukan syarat-syarat untuk menjatuhkan pidana;

1 Romli Atmasasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 23.2 Roeslan Saleh, “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” Dua Pengertian Dalam Hukum Pidana”, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 9.3 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Grafindo. hlm. 5.4 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, Cet ke-2, 1990, hlm. 43.5 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hlm. 1-2. 6 Ibid, hlm. 3.

5

Page 6: Tugas Kuliah Uu Rsau

3) Keseluruhan ketentuan yang menentukan dasar untuk penjatuhan dan penerapan

pidana.

Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara luas dan

sempit, yaitu sebagai berikut:7

1) Dalam arti luas:

Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau

mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu;

2) Dalam arti sempit:

Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana

terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh

badan-badan peradilan.

Selanjutnya di dalam hukum pidana untuk menjatuhkan pemidanaan terhadap

seseorang yang diduga bersalah maka tindakannya harus memenuhi unsur-unsur dari

teori pemidanaan yaitu mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang diduga

bersalah tersebut. D.Simons mengatakan bahwa strafbaar feit atau tindak pidana adalah

“een strafbaar gestelde, onrechmatige, met schuld verband staande handeling van een

toere kennings vatbaar person”. Jadi unsur-unsur strafbaar feit adalah:8

- Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan),

- Diancam dengan pidana (Stratbaar gesteld),

- Melawan hukum (wedderlejtikheid),

- Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)

- Oleh orang yang mampu bertanggung jawab atau toere kennings vatbaar

person.

Sejalan dengan pendapat tersebut Van Hamel mendefinisikan straafbarfeit sebagai

“een wetelijk omschreven menshejlijke gedraginh, onrechmatig, straafwardig, en aan

schuld te witjen”. Jadi unsur-unsurnya terdiri dari:

- Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang.

- Melawan hukum

- Dilakukan dengan kesalahan

7 Sudarto, Op. Cit, hlm. 9.8 Ibid. hlm. 49

6

Page 7: Tugas Kuliah Uu Rsau

- Patut dipidana

Dari kedua pendapat tokoh tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa suatu

tindak pidana dapat dikatakan memenuhi unsur tindak pidana apabila ada perbuatan yang

melanggar peraturan perundang-undangan dan diancam dengan sanksi pidana, dilakukan

dengan melawan hukum (wedderechtelijkheid) serta perbuatan tersebut merupakan suatu

kesalahan / Schuld (kesengajaan atau kelalaian).

Perbuatan melawan hukum merupakan unsur yang sentral dalam menentukan

apakah perbuatan orang tersebut melanggar suatu ketentuan hukum atau tidak. Sifat

melawan hukum dalam pengertian bahasa Belandanya sering disebut dengan

wederrechtelijkheid. Simons dan Noyon memberikan definisi wederrechtelijkheid

sebagai “ in strijd met het recht atau “bertentangan dengan hukum” sedangkan Hoge

Raad memberikan definisi wederrechtelijkheid itu sebagai “ niet steunend op het recht”

atau “tidak berdasarkan hukum” atau pun sebagai “zonder bevoegdheid” atau “tanpa

hak”.9 Dari beberapa definisi tersebut melahirkan dua aliran terhadap pandangan

wederrechtelijkheid yaitu:

1) Sifat Melawan Hukum yang formil:

Suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan diancam pidana

dan dirumuskan sebagai suatu delik dalm undang-undang sedang sifat melawan

hukumnya perbuatan itu dapat dihapus hanya berdasarkan suatu undang-undang.

Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan atau bertentangan

dengan undang-undang (hukum tertulis). Penganut pandangan wederrechtelijkheid

formil itu adalah Simons dan Noyon.

2) Sifat Melawan Hukum Materil

Suatu perbuatan melawan hukum tidak hanya yang ada di undang-undang (yang

tertulis) saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya azaz-azaz hukum yang tidak

tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam

rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga

berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uber gesetzlich). Jadi menurut

ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan undang-undang

9 Van Hamel, Hand Boek, hlm. 221

7

Page 8: Tugas Kuliah Uu Rsau

(hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis

termasuk tata susila dan sebagainya.

Terkait dengan kasus tersebut di atas tindakan dokter Guntur yang melakukan

tindakan medis kepada Adinda Yuanita dapat dijerat dengan tindak pidana sebagaimana

dalam Pasal 360 ayat (2) KUHP.

Pasal 360 ayat (2) KUHP:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.

Terhadap tindakan kedua pasal tersebut apabila dilakukan karena sedang menjalankan

profesi atau jabatannya maka hukuman pidananya diperberat 1/3.10

Dokter Guntur yang melakukan tindakan medis kepada Adinda Yuanita yang

membuat Adinda mengalami luka-luka yaitu wajahnya membengkak dan mati rasa,

tumbuh gundukan, daging pada punuk, badan biru-biru, tremor, sakit kepala yang luar

biasa, berat badan naik secara drastis, serta ngilu pada tulang dan otot. Untuk menyatakan

apakah dokter Guntur telah salah dalam melakukan tindakan medis dan dapat dijerat

dengan sanksi pidana sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 360 ayat (2) tersebut,

maka seluruh unsur di dalam Pasal 360 ayat (2) tersebut harus terpenuhi karena aturan

dalam hukum pidana apabila ada unsur yang tidak terpenuhi maka pemidanaan tidak

dapat diterapkan. Berikut ini unsur-unsur pada pasal 360 ayat (2) KUHP:

a. Karena kesalahannnya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa

sehingga timbul penyakit atau halangan

b. Menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu

c. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.

10 Liat Pasal 361 KUHP.

8

Page 9: Tugas Kuliah Uu Rsau

2. Menurut Perspektif Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran

Dalam melakukan tindakan medis apakah benar dokter Guntur telah melakukan

kesalahan (kelalaian) dalam menjalankan tugasnya sebagai profesi dokter baik itu

melanggar kode etik dokter maupun melanggar UU Praktek Kedokteran. Untuk menjawab

pertanyaan tersebut kita harus meninjau secara keseluruhan pasal-pasal dan penjelasan

pasal yang ada pada UU praktek kedokteran dan Kode etik etik dokter agar dapat

menentukan apakah tela terjadi kesalahan (kelalaian) yang dilakukan oleh dr Guntur.

Berikut ini beberapa Pasal dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

yang patut diduga dilanggar oleh dr Guntur :

1) Pasal 45 ayat (1), (2), dan (3).

Pasal 45 ayat (1)

“Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau

dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”

Pasal 45 ayat (2)

“Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat

penjelasan secara lengkap.”

Pasal 45 ayat (3)

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

2) Pasal 51 huruf (a)

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai

kewajiban:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur

operasional serta kebutuhan medis pasien;

9

Page 10: Tugas Kuliah Uu Rsau

3) Pasal 52 huruf (c)

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

Selanjutnya beberapa pasal yang patut diduga dilanggar oleh dr Guntur yaitu sebagai

berikut:

1) Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya dengan standar

profesi yang tertinggi.

2) Pasal 7 a

Setiap dokter harus dalam setiap praktek medisnya memberikan pelayanan medis

yang kompeten dengan kebebasan tekhnis dan moral sepenuhnya, disertai dengan

rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan terhadap martabat manusia.

3) Pasal 7 c

Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak-

hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasiennya.

Berdasarkan Undang-Undang Praktek Kedokteran, Kode etik kedokteran dapat

kita analisis bahwa tindakan dr. Guntur yang tidak menanyakan persetujuan lebih dahulu

kepada pasien Adinda Yuanita mengenai resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

akibat dari pengobatan yang dilakukannya pada dasarnya telah melanggar Pasal 45 UU

Praktek Kedokteran dan Pasal 7 c Kode etik kedokteran.. Tindakan medis oleh dr Guntur

juga tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien hal ini dapat dibuktikan dengan

pemberian obat Anti Inflamatory (anti pembengkakan atau peradangan yang disebabkan

oleh patah tulang) yang diberikan melalui 15 kali suntikan dalam 7 hari, yang

mengandung steroid dosis tinggi. Pemberian obat tersebut terjadi kesalahan karena obat

tersebut diperuntukkan untuk pasien yang mengalami patah/ retak tulung rusuk dan

osteoporosis pada tulang ekor dan ternyata Adinda tidak mengalami patah/retak 3 tulang

rusuk dan tulang ekor juga tidak menderita osteoporosis sehingga semestinya tidak

memerlukan tindakan medis Anti Inflamatory (suntikan) dan "Suplemen Tulang" (infus)

10

Page 11: Tugas Kuliah Uu Rsau

sebagaimana yang diberikan oleh dr Guntur, tindakan ini dapat dikualifikasikan telah

melanggar Pasal 51 a dan 52 c Undang-Undang Praktek Kedokteran dank ode etik Pasal 2

dan Pasal 7 a.

Kesalahan (kelalaian) sebagaimana yang dilakukan oleh dr Guntur juga telah

memenuhi persyaratan perbuatan melawan hukum baik materiil maupun formil dan

tindakan dr. Guntur telah mengakibatakan Adinda Yunandi tidak dapat menjalankan

pekerjaannya yang juga sebagai meta pencahariaanya dengan menjadi tim pelatih dan

manajer atlet berkuda show jumping di dalam mengikuti beberapa pertandingan. Oleh

karena dr. Guntur telah melakukan kesalahan (kelalaian) dalam melakukan tindakan medis

dan juga telah memenuhi persyaratan perbuatan melawan hukum (wedderechttelijkheid)

serta perbuatan dr. Guntur tersebut menyebabkan Adinda Yuanita tidak dapat

melaksanakan pekerjaannya yang mana perbuatan tersebut diancam pidana sebagaimana

Pasal 360 ayat (2) KUHP maka dr. Guntur dapat disimpulkan telah memenuhi unsur-unsur

delik sebagaimana yang di persyaratkan Pasal 360 ayat (2) KUHP.

3. Menurut Perspektif Hukum (KUHPerdata, UU Rumah Sakit, UU Perlindungan

Konsumen)

Selain dari upaya hukum pidana yang dapat ditempuh oleh Adinda Yuanita

upaya lain yang dapat ditempuh ialah melalui jalur hukum perdata. Untuk lebih

memperjelas analisi ini maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengeanai Hal-hal yang

prinsip dalam hukum perdata. Menurut Sri Sudewi Masjchoen Sofwan Hukum Perdata

adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan

perseorangan yang lainnya. Ronald G. Salawane menyatakan bahwa Hukum Perdata

adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang atau badan hukum yang satu

dengan orang atau badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan

kepada kepentingan perseorangan dan memberikan sanksi yang keras atas pelanggaran

yang dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Selanjutnya Subekti mengatakan bahwa Hukum perdata adalah semua hak yang

meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan. Dari ketiga

definisi ahli hukum perdata tersebut dapat kita simpulkan bahwa hukum perdata

11

Page 12: Tugas Kuliah Uu Rsau

merupakan hukum perseorangan yang bersifat privat dan mengatur kepentingan

perseorangan yang di dasari oleh aturan hukum perdata maetriil.

Terkait dengan kasus dr, Guntur dan Adinda Yuniati secara keperdataan atau

hubungan personalitas tindakan hukum yang dapat dilakukan adalah menuntut ganti rugi

atas kerugian yang dialami oleh Adinda Yuanita akibat dari tindakan dr Guntur akan

tetapi untuk dapat meminta suatu ganti rugi terhadap perkara perdata ada beberapa hal

yang harus diperhatikan yaitu misalnya mengenai peraturan perundang-undangan yang

membolehkan adanya ganti rugi, hal yang menyebabkan timbulnya ganti rugi apakah

karena perjanjian atau karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad), dan

besaran ganti rugi yang dapat dituntut. Selanjutnya ada beberapa dasar hukum sebagai

dasar untuk mengajukan ganti rugi baik dari pihak dr. Guntur atau pihak rumah sakit

yaitu sebagai berikut:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

Pasal 1365 KUHPer

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,

mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

menggantikankerugian tersebut”.

Pasal 1371 KUHPer

“Menyebabkan luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena

kurang hati-hati, memberi hak kepada korban selain untuk menuntut penggantian

biaya pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh

luka atau cacat badan tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut

kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Ketentuan

terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh

suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang”.

2) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 19 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen

12

Page 13: Tugas Kuliah Uu Rsau

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan

atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang

atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya yang kemudian harus diketahui lebih lanjut adalah hal yang

menyebabkan timbulnya ganti rugi tersebut di dalam hukum perdata ganti rugi bisa

terjadi karena 2 hal yaitu karena Wanprestasi dan karena Perbutatan Melawan Hukum

karena di dalam kasus ini tidak terdapat peranjian antara kedua belah pihak dan tindakan

medis yang dilaukan oleh dr Guntur diduga terjadi karena kesalahan oleh sebab itu

penuntutan ganti rugi dalam hal ini lebih teapat jika dirumuskan dalam Perbuatan

Melawan Hukum (onrechtmatigdaad). Untuk dapat dikatakan seseorang telah melawan

hukum dari perspektif hukum perdata maka unsur-unsur dibawah ini harus terpenuhi

yaitu:

1)  Perbuatan Tersebut Melawan Hukum2)  Harus ada kesalahan pada pelaku3)  Harus ada kerugian, dan4)  Harus ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Dari ke empat unsur tersebut diatas tindakan dr Guntur telah memenuhi persyaratan

tersebut. Perbuatan melawan hukum dalam hal ini adanya undang-undang atau azas

kepatutan yang dilanggar, sebagaimana penjelasan diatas bahwa ada beberapa pasal

dalam ketetentuan pidana dan kode etik yang diduga kuat dilanggar oleh dr Guntur begitu

pun dengan kesalahan yaitu kelalaian atau kekurang hati-hatian dr Guntur dalam

menjalankan tugas selaku dokter sebagaiamana keterangan Adinda Yuanita yang

menyatakan bahwa dr Guntur tidak memberitahukan resiko dari pengobatan Aninda

Yunita sebagaimana juga yang telah diuraikan diatas. Mengenai kerugian yang diderita

oleh Aninda Yunita adalah ia tidak memperoleh kesembuhan padahal sudah

mengeluarkan uang untuk kesembuhannya bahkan harus menambah biaya karena harus

melakukan pengecekan ulang ke Singapore dan hal tersebut harus dilakukannya karena

diduaga ada kesalahan tindakan medis yang dilakukan oleh dr Guntur. Oleh karena ke

13

Page 14: Tugas Kuliah Uu Rsau

empat syarat tersebut telah terpenuhi maka menurut peraturan dalam KUHPerdata

Adinda Yunita dapat mengajukan ganti rugi secara keperdataan. Selain itu jika merujuk

pada UU Perlindungan Konsumen syaratnya juga sudah terpenuhi karena kerugian

konsumen atas konumsi jasa dari pelaku usaha dapat dimintai ganti rugi. Ganti rugi yang

ditetapkan UU Perlindungan Konsumen, dilakukan oleh konsumen dalam hal ini Adinda

Yunita yang ditujukan ke Pelaku Usaha dalam hal ini Rumah Sakit Sahid. Dengan

demikian ganti rugi baik menurut KUHPerdata maupun UU Perlindungan Konsumen

dapat dilakukan oleh Adinda Yuanita.

5. Menurut Perspektif UU Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang

Rumah Sakit

Lebih lanjut selain daripada sanksi pidana dan perdata sebagaimana yang telah

diuraikan di atas, rumah sakit tempat dr Guntur bekerja juga dapat dikenakan sanksi

administrasi akibat dari tindakan dr Guntur tersebut hal ini sebagaimana yang

ditegaskan dalam UU Rumah Sakit pada Pasal 29 ayat (1) huruf b dan Pasal 29 ayat (2)

berikut ini:

Pasal 29 huruf b bahwa “Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban: memberi

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit”

Pasal 29 ayat (2) bahwa Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi admisnistratif berupa:

- teguran;

- teguran tertulis; atau

- denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

Pasal 32 huruf e, j dan q , setiap pasien mempunyai hak :

(e) memperoleh layaan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian

fisik dan materi;

(j) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,tujuan

tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiran biaya,

14

Page 15: Tugas Kuliah Uu Rsau

(q) menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga memberikan

pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Berdasarkan kasus, pihak dokter melanggar pasal ini karena diketahui tidak memberi

penjelasan mengenai obat yang diberikan baik indikasi diberikan obat tersebut maupun

efek samping dengan pemberian obat tersebut, sedangkan setiap tindakan kedokteran

yang dilakukan seharusnya pasien harus dimintai persetujuannya setelah mengetahui

informasi mengenai tindakan tersebut.

Pada pasal 46 diketahui bahwa “rumah sakit bertanggung jawab secara hokum terhadap

semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di

Rumah Sakit”. Dalam kasus ini pihak RS ikut bertanggung jawab secara hukum terhadap

kerugian yang dialami adinda akibat tindakan yang dilakukan dr.Guntur.

15

Page 16: Tugas Kuliah Uu Rsau

BAB IV

PENUTUP

Pembelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut diatas adalah kiranya dokter di

dalam menjalankan profesinya harus dilakukan dengan hati-hati, memberikan pelayanan yang

terbaik serta selalu mengupdate ilmu pengetahuaanya mengingat profesi dokter merupakan

profesi yang sangat penting karena menyangkut dengan kesehatan manusia bahkan dapat

dikatakan menyangkut kehidupan seorang manusia. Selain itu yang juga perlu menjadi perhatian

adalah kiranya dokter dalam melaksanakan tugasnya penting untuk memperhatikan seluruh

aspek peraturan hukum baik terkait dengan kode etik maupun yang terkait dengan peraturan

perundang-undangan hal ini sangat penting karena tindakan yang dilakukan dokter tidak hanya

mempengaruhi diri pribadi dokter tersebut akan tetapi apabila adanya kesalahan tindakan medis

yang dilakukan dokter dalam menjalankan tugasnya di rumah sakit maka tuntutan hukum tidak

hanya dikenakan ke dokter yang bersangkutan melainkan rumah sakit tempat dokter tersebut

bekerja juga dapat dilakukan penuntutan hukum. Bahkan tuntutan hukum yang dapat dilakukan

tidak hanya berupa sanksi pidana melainkan juga sanksi perdata dan sanksi administrasi.

Tindakan medis yang dilakukan seorang dokter secara professional yang sesuai dengan

aturan-aturan hukum dan kewajiban selaku dokter serta memberikan seluruh hak pasien dengan

benar di dalam melayani pasien merupakan kunci utama untuk dapat terhindar dari segala aspek

tuntutan hukum yang belakangan ini sedang sering dilakukan oleh masyarakat, kiranya pameo

Aegrosi Lex Suprema (Kesalamatan pasien adalah hukum yang tertinggi) dapat menjadi landasan

tindakan seorang dokter di dalam menjalankan tugas mulianya.

Demikianlah anlisis kasus ini kami buat yang mana analisis kasus ini berdasarkan dengan

data yang penulis dapatkan sehingga dapat dikatakan sumber informasinya masih parsial dan

akan mungkin berbeda dengan kenyataan hasil suatu penyelidikan atau penyidikan yang

dilakukan baik oleh MKDKI ataupun yang dilakukan oleh Penyidik Kepolisian untuk itu sesuai

dengan azas hukum yang berlaku universal maka sebaiknya kita memposisikan sikap pada Azas

Persemption of innocence (Azas Praduga tidak bersalah) sampai benar-benar ada putusan oleh

pengadilan sebagai the last corner stone dalam criminal justice system di Indonesia yang

memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewidjge)

16