tugas ekonomi teknik

5
PENGARUH CASH FLOW DI INDONESIA TERHADAP PERTUKARAN NILAI RUPIAH DENGAN USD Penguatan rupiah yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebaiknya tidak terlalu membuat masyarakat dan investor terbuai. Sebab, ini baru terjadi dalam beberapa hari. Di samping itu, penguatan nilai tukar tersebut terjadi bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai kondisi nilai tukar masih fluktuatif. ”Mata uang dunia semua juga lagi menguat (terhadap USD, Red) kan, jadi jangan senang dulu. Ini masih fluktuatif dan situasi orang jual beli dolar masih tetap ada,” katanya di sela-sela Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XIX di Surabaya kemarin (7/10) Perempuan yang juga sekretaris umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu melanjutkan, pemerintah masih harus mewaspadai aliran dana yang keluar. Sebab, cadangan devisa semakin kecil. Cadangan devisa turun dari USD 105,3 miliar pada Agustus 2015 menjadi USD 101,7 miliar. Cadangan devisa yang terlalu rendah, apalagi jika suatu saat berada di bawah USD 100 miliar, bisa mengakibatkan efek psikologis yang buruk. ”Nanti kan orang mikir pas mau cari dolar gimana,” ucapnya. Untuk menambah cadangan itu, dia menyarankan agar pemerintah mengubah surat utang negara (SUN) menjadi utang luar negeri (ULN). Hal tersebut perlu agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada capital outflow. Selain itu, Aviliani berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengatur arus kas uang ( cash flow). Sebab, pasar masih belum terlalu yakin kondisi rupiah yang menguat bisa bertahan dalam jangka panjang. ”Ini lebih karena faktor global,” ujarnya. Peringatan untuk tetap waspada juga disampaikan ekonom Purbaya Yudhi Sadewa. Saat dihubungi kemarin, Yudhi mengaku masih mencari penyebab kenaikan rupiah yang tajam dalam tiga hari ini. Namun, dia mengatakan, sangat mungkin kebijakan domestik, terutama BI, yang direspons positif membuat itu terjadi.

Upload: wahyu-saputra

Post on 19-Jan-2017

117 views

Category:

Economy & Finance


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH CASH FLOW DI INDONESIA TERHADAP PERTUKARAN NILAI RUPIAH DENGAN USD

Penguatan rupiah yang terjadi dalam beberapa hari terakhir sebaiknya tidak terlalu membuat masyarakat dan investor terbuai. Sebab, ini baru terjadi dalam beberapa hari. Di samping itu, penguatan nilai tukar tersebut terjadi bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai kondisi nilai tukar masih fluktuatif. ”Mata uang dunia semua juga lagi menguat (terhadap USD, Red) kan, jadi jangan senang dulu. Ini masih fluktuatif dan situasi orang jual beli dolar masih tetap ada,” katanya di sela-sela Seminar Nasional dan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XIX di Surabaya kemarin (7/10)

Perempuan yang juga sekretaris umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) itu melanjutkan, pemerintah masih harus mewaspadai aliran dana yang keluar. Sebab, cadangan devisa semakin kecil. Cadangan devisa turun dari USD 105,3 miliar pada Agustus 2015 menjadi USD 101,7 miliar.

Cadangan devisa yang terlalu rendah, apalagi jika suatu saat berada di bawah USD 100 miliar, bisa mengakibatkan efek psikologis yang buruk. ”Nanti kan orang mikir pas mau cari dolar gimana,” ucapnya. Untuk menambah cadangan itu, dia menyarankan agar pemerintah mengubah surat utang negara (SUN) menjadi utang luar negeri (ULN). Hal tersebut perlu agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada capital outflow.

Selain itu, Aviliani berharap pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mengatur arus kas uang ( cash flow). Sebab, pasar masih belum terlalu yakin kondisi rupiah yang menguat bisa bertahan dalam jangka panjang. ”Ini lebih karena faktor global,” ujarnya.

Peringatan untuk tetap waspada juga disampaikan ekonom Purbaya Yudhi Sadewa. Saat dihubungi kemarin, Yudhi mengaku masih mencari penyebab kenaikan rupiah yang tajam dalam tiga hari ini. Namun, dia mengatakan, sangat mungkin kebijakan domestik, terutama BI, yang direspons positif membuat itu terjadi.

” Tertundanya kenaikan suku bunga The Fed mungkin memberikan ruang untuk menguat. Tapi, kalau lihat kenaikan regional, negara lain tak setajam rupiah,” jelas dia.

Namun, lanjut Yudhi, penguatan rupiah kali ini belum mencerminkan fundamen perekonomian negara. Dia masih menilai ekonomi domestik cenderung lambat. ”Daya beli masyarakat di September turun. Tampaknya PHK sudah membawa pengaruh,” ujarnya.

Yudhi menyatakan, penguatan rupiah bisa diterima positif. Itu akan menciptakan landasan pertumbuhan ekonomi ke depan. Namun, dia menuturkan agar tidak terlena dengan keadaan saat ini. Hal tersebut dinilainya hanya efek jangka pendek. Jika tidak ada kebijakan jangka panjang, tidak ada pula perbaikan ke depan. ”Ini kan hot money masuk, biasanya cepat keluar juga. Maka, cermati apa yang menjadi konsen investor. Itu dijaga betul. Mereka harus dilihat betul,” lanjutnya.

Saat ini, kata Yudhi, yang harus dilakukan adalah waspada. Kenaikan rupiah yang begitu cepat harus diiringi kesiapan untuk menanggulangi jika ada potensi kebalikan arus.

Penguatan tajam rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terus berlanjut. Bahkan, di pasar spot, kemarin rupiah mencatat penguatan harian terbesar sepanjang enam tahun terakhir. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan tajam rupiah dalam tiga hari terakhir tak lepas dari dorongan kombinasi faktor eksternal dan internal.

”Itu memicu pembalikan modal dari AS ke emerging markets, termasuk Indonesia,” ujarnya di Kantor Presiden kemarin (7/10).

Sebagai gambaran, dalam dua hari terakhir saja, ada USD 82 juta (sekitar Rp 1,15 triliun) dana tambahan yang dialokasikan manajer investasi asing ke pasar modal Indonesia. Menurut Mirza, faktor eksternal –yakni melemahnya recovery perekonomian AS yang lantas meredam isu kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed)– memicu penguatan mata uang global terhadap USD. ”Investor atau spekulan yang tadinya memegang dolar sudah mulai melakukan cut loss (jual rugi, Red),” katanya.

Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (JISDOR) yang dirilis BI menunjukkan, kemarin rupiah ditutup di level Rp 14.065 per USD, menguat signifikan 317 poin bila dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya yang di posisi Rp 14.382 per USD. Level Rp 14.065 per USD tersebut merupakan yang terkuat setelah 31 Agustus 2015.

Di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, kemarin rupiah langsung dibuka menguat di level Rp 14.179 per USD dari penutupan sebelumnya di Rp 14.241 per USD. Setelah itu, rupiah tak sekali pun melemah hingga mencatat level terkuat di Rp 13.711 per USD, sebelum akhirnya ditutup pada sore kemarin di level Rp 13.821 per USD atau menguat 2,95 persen.

Mirza mengatakan, aliran modal yang kembali ke Indonesia membuat situasi pasar keuangan dan pasar modal kian kondusif. Bukan hanya rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat. Tapi, penguatan juga dialami pasar surat utang negara (SUN). Dia mengatakan, yield atau imbal hasil SUN yang sebelumnya sempat mendekati level 10 persen sudah turun tajam ke kisaran 8,7 persen kemarin. ”Ini sangat bermanfaat karena berarti biaya utang pemerintah turun,” jelasnya.

Dampak ke Sektor Riil Penguatan tajam rupiah juga membuat para pelaku usaha di bidang ekspor impor mulai me- lakukan kalkulasi ulang. Ketua Umum Asosiasi Eksporter-Importer Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) Khafid Sirotuddin mengatakan, meski rupiah mulai menguat beberapa hari ini, sekarang belum menjadi momen yang tepat untuk melakukan importasi. ”Harga masih tinggi kalau mengimpor sekarang, terakhir kami impor waktu rupiah masih Rp 13.000 per dolar AS,” tuturnya.

Saat order, importer harus membayar uang muka. Selanjutnya, saat buah dan sayuran di negara asal panen dan siap dikirim, dolar malah menguat hingga tembus Rp 14.500 per dolar AS. ”Harga dari penjual memang tetap, misalnya USD 2 per kg, tapi kami bayarnya pakai rupiah. Jadi, dari harusnya Rp 26.000 menjadi Rp 29.000 per kg. Nah, kalau sekontainer?,” tuturnya.

Ketua Asosiasi Tur dan Travel Indonesia (Asita) Asnawi Bahar menambahkan, penguatan rupiah kemarin sangat mengejutkan. Dia berharap hal tersebut bisa membuat masyarakat lebih bergairah untuk berwisata, terutama ke luar negeri (LN). Sebab, saat USD terus merangkak naik, bisnis itu menjadi lesu. ”Ada penurunan meski tidak banyak karena orang Indonesia suka jalan-jalan,” terangnya.

Angka pastinya memang tidak disebutkan. Namun, penurunannya tidak lebih dari 5 persen bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2014. Selain itu, menguatnya USD membuat pelancong asal Indonesia tidak mau berlamalama di luar negeri. ”Belanja mereka juga dikurangi. Tapi, ke luar negerinya tetap ada.”

Faktor terbesar yang mempengaruhi perekonomian dunia adalah kebijakan tapering off yang dilakukan The Fed sehingga menyebabkan banyaknya capital outflow dari emerging market salah satunya Indonesia. Perbaikan kondisi perekonomian di Amerika Serikat juga mempengaruhi perubahan alokasi investasi dari investasi di negara berkembang beralih ke Amerika Serikat. Hal inilah yang perlu diantisipasi pemerintah agar kondisi perekonomian dalam negeri tetap kondusif.

Faktor lain yang menahan penguatan Rupiah dalam range nyaris flat adalah GDP

Amerika Serikat pada kuartal III/2014 dilaporkan naik 5%, jauh lebih tinggi ketimbang estimasi sebelumnya yang hanya 4.3%. Angka klaim pengangguran mingguan untuk minggu kedua bulan Desember di negeri Paman Sam juga turun sebanyak 9,000 orang. Angka-angka tersebut memantapkan profil data ekonomi Amerika Serikat yang terus menguat secara konsisten sejak kuartal II/2014. Dalam kondisi demikian, proyeksi kenaikan suku bunga AS di pertengahan tahun 2015 pun nampak makin positif, mendukung potensi penguatan Dolar AS dan menekan sentimen di pasar negara berkembang.

Salah satu cara untuk memitigasi risiko ketidakpastian ini yaitu dengan melakukan lindung nilai (hedging). Hedging masih kurang populer di kalangan bisnis Indonesia. Umumnya yang melakukan hedging ini adalah pihak swasta. Sedangkan BUMN masih takut dengan risiko jika melakukan hedging. Perturan perundang-undang yang belum komprehensif mengatur tentang heding menjadi alasan utama sebagian besar BUMN enggan melakukan hedging. Disamping itu, pasar keuangan Indonesia yang masih dangkal juga ikut andil dalam perkembangan hedging di Indonesia.

Sumber :

http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_PENGGUNAAN_HEDGING_DI_INDONESIA_DALAM_MEMINIMALISIR_RISIKO_NILAI_TUKAR20140821142214.pdf

http://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20151008/281487865175069/TextView

http://www.seputarforex.com/analisa/lihat.php?id=216484&title=analisa_rupiah_29_desember_2014_2_januari_2015