tugas difteri tonsil

Upload: mumutdws

Post on 07-Feb-2018

251 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    1/31

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Secara keseluruhan insidens difteri mulai menurun di Amerika, masih

    terdapat angka kematian 10%. Faring tetap merupakan daerah paling tersering

    untuk infeksi ini. Penyakit lebih sering pada individu yang tidak diimunisasi

    atau imunisasi yang tidak adekuat. Individu yang mendapat imunisasi yang

    adekuat mendapat tingkat perlindungan dari antitoksin untuk sepuluh tahun

    atau lebih. Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan. Di

    samping itu, pasien mengeluh nausea, muntah dan disfagia. Keadaan imunisasi

    tidak mempunyai efek terhadap keluhan yang terjadi.1

    Pemeriksaan yang khas menunjukkan membran yang khas terjadi di atas

    daerah tonsila dengan meluas ke struktur yang berdekatan. Membran tampak

    kotor dan berwarna hijau tua dan bahkan dapat menyumbat peradangan tonsila.

    Perdarahan terjadi pada pengangkatan membran yang berbeda dengan

    penyebab faringitis membranosa lain. 1

    Organisme penyebab adalah strain toksigenik dari Corynebacterium

    diphteriae.Sediaan apus nasofaring dan tonsila diperoleh dan diletakkan dalam

    medium transport yang kemudian dibiakan pada agar MacConkey atau media

    Loeffler. Strain yang diduga kemudian diuji untuk toksigenitas.1

    Penanganan penyakit terdiri dari dua fase: (1) penggunaan antitoksin

    spesifik dan (2) eliminasi organisme dari orofaring. Sebelum antitoksin

    diberikan, pasien sebaiknya diuji untuk sensitivitas terhadap serum. Pasien

    sebaiknya menerima 40.000 sampai 80.000 unit antitoksin yang dilarutkan

    dalam cairan saline normal diberikan secara perlahan melalui intravena. Terapi

    antibiotik dalam bentuk penisilin dan eritromisin dimulai dari untuk

    menyingkirkan keadaan karier. Biakan ulang sebaiknya dilakukan untuk

    memastikan pasien tidak mengandung organisme dalam faring. Menetapnya

    organisme membutuhkan pengobatan yang lama dengan eritromisin.1

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    2/31

    2

    Komplikasi dari difteri adalah biasa dan pasien yang mengalami obstruksi

    jalan nafas membutuhkan trakeostomi. Kegagalan jantung dan paralisis otot

    dapat terjadi dan proses peradangan dapat menyebar ke telinga, menyebabkan

    otitis media atau ke paru-paru menyebabkan pneumonia.1

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    3/31

    3

    BAB II

    EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISOLOGI TENGGOROKAN

    II.1.Embriologi

    Rongga mulut, faring dan esofagus berasal dari foregut embrionik.

    Foregutjuga berkembang menjadi rongga hidung, gigi, kelenjar liur, hipofise

    anterior, tiroid dan laring, trakea, bronkus, dan alveoli paru. Mulut terbentuk

    dari stomodeum primitif yang merupakan gabungan ektodermal dan

    endodermal, yan membelah. Bibir bagian atas dibentuk oleh bagian prosesus

    nasalis medial dan lateral dan prosesus maksilaris. Celah bibir biasanya tidak

    terletak di garis tengah tetapi di lateral dari prosesus nasalis media, yang

    membentuk premaksila. Bibir bagian bawah berkembang dari bagian

    prosesus mandibula. Otot bibir berasal dari daerah brankial kedua dan

    dipersarafi oleh saraf fasialis. Batas vermilion bibir tampak seperti busur;

    takik pada busur ini merupakan cacat kosmetik yang sangat nyata.2

    Gigi berasal dari lamina dentalis, yang berkembang menjadi sementum

    dan enamel dari gigi tetap. Perkembangan gigi manusia dari gigi susu sampai

    pertumbuhan gigi molar ketiga dewasa berhubungan dengan usia penderita,

    dan grafik dapat mengikuti pertumbuhan gigi yang normal. Terdapat

    beberapa macam kista dan tumor jinak maupun ganas yang beasal dari sisa

    lamina dentalis. Gigi dipersarafi oleh cabang dari saraf trigeminus cabang

    maksilaris dan mandibularis. Pada rahang atas, ada beberapa variasi dan

    tumpang tindih pada daerah yang dipersarafi oleh cabang saraf maksilaris.2

    Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan

    berasal dari prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum

    durum dan palatum mole, dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum.

    Oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakang tetapi dapat

    terjadi kearah maksila depan. Pada tahap pertama, lempeng palatum terdapat

    dilateral lidah dan jika lidah tidak turun maka lempeng palatum tidak dapat

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    4/31

    4

    menyatu. Hal ini merupakan dasar di mana celah palatum berhubungan

    dengan mikrognasia dari Sindrom Pierre Robin.2

    Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian

    depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh

    saraf lingualis, dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang

    mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf

    glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang. Otot

    lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi ke depan, bersama

    saraf hipoglosus. Migrasi saraf hipoglosus diduga mempunyai hubungan

    denga fistula brankial. Tiroid berkembang dari foramen sekum yang terdapat

    di lidah bagian belakang dan bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher.

    Jika migrasi ini tidak terjadi, mengakibatkan tiroid lingualis. Sisa dari duktus

    tiroglosus dapat menetap, dan letaknya di belakang korpus tulang hyoid.2

    Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut dan terletak

    dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktus submandibularis dilalui oleh

    saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.2

    Leher pada masa embrio awal tidak ada leher yang jelas, memisahkan

    toraks dari kepala. Leher dibentuk seperti jantung, di mana berasal dari

    dibawah foregut, yang bermigrasi ke rongga toraks dan aparatus brankial

    berkembang menjadi bentuk yang sekarang. Migrasi dari jantung merupakan

    sebab mengapa beberapa struktur dari leher bermigrasi terakhir. Pada masa

    embrio awal terdapat beberapa tonjolan sepanjang tepi dari foregut yangjuga dapat dilihat dari luar. Tonjolan ini adalah aparatus brankialis.2

    Meskipun secara filogenetik terdapat enam arkus brankialis, arkus

    kelima tidak pernah berkembang pada manusia, dan hanya membentuk

    ligamentum arteriosum. Hanya empat arkus yang dapat dilihat dari luar.

    Setiap arkus brankialis mempunyai sepotong kartilago, yang berhubungan

    dengan kartilago ini adalah arkus arteri, saraf, dan beberapa mesenkim yang

    akan membentuk otot. Dibelakang setiap arkus terdapat alir eksternal yang

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    5/31

    5

    terdiri dari ektodermal. Daerah diantara ektodermal dan endodermal dikenal

    dengan lempeng akhir.2

    Bagian dari stuktur yang disebut diatas berkembang menjadi struktur

    dewasa yang tetap. Bagian yang seharusnya hilang dapat menetap dan

    membentuk struktur abnormal pada dewasa. Derivat normal dari aparatus

    brankialis (dicatat pada tabel 1). Sebaiknya dicatat bahwa celah ektodermal

    dan kantong endodermal terdapat dibelakang arkus kartilago, arteri, dan

    saraf.2

    Tabel 1. Derivat dari aparatus brankialis.2

    I II III IV V

    Kartilago Maleus

    Inkus

    Ligamentum

    sfenomandibularis

    Mandibula (dalam

    membran sekitar

    kartilago)

    Stapes

    Stiloid

    Ligamentum

    stilohyoidea

    Kornu

    mayor

    Korpus

    hioid bagianbawah

    Korpus

    hioid

    Tiroidea Krikoidea

    Arteri Meningea media Cabang post-

    aurikularis

    stilomastoidea

    Stapedia

    persisten

    Karotis

    komunis

    dan interna

    Arkus aorta

    Ligamentum

    arteriosum

    Subklavia

    kanan

    Arteri

    pulmonal

    Saraf Mandibularis Fasialis Glosofaring

    eal

    Laringeus

    superior

    Laringeus

    rekurens

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    6/31

    6

    Otot Pengunyah

    Tensor timpani

    Tensor veli

    palatini

    Milohiodea

    Digastrikus

    anterior

    Ekspresi wajah

    Stapedius

    Aurikularis

    Stilohiodea

    Digastrikus

    posterior

    Stilofaringe

    us

    Krikotiroid Otot

    intrinsik

    laring

    Ekto

    dermal

    Kanalis eksterna

    Membran timpani

    eksterna

    Endo

    dermal

    Tuba eustachius

    Telinga tengah

    Sel-sel udara

    mastoid

    Celah diatas

    tonsila

    II.2. Anatomi

    Pada anatomi, tenggorokan bagian dari leher depan sampai kolumna

    vertebra. Terdiri dari faring dan laring. Bagian yang terpenting dari

    tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanan dan minuman

    yang lewat dan akan menuju ke esophagus. Tenggorakan jika dipendarahi

    oleh bermacam-macam pembuluh darah, otot faring, trakea dan esophagus.

    Tulang hyoid dan klavikula merupakan salah satu tulang tenggorokan untuk

    mamalia.2

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    7/31

    7

    II.2.1 Rongga mulut

    Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut

    terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar

    lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris

    yang dipersarafi oleh saraf fasilais. Vermilion berwarna merah karena di tutupi

    oleh lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian

    dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis

    menghadap gigi molar kedua atas.2

    Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista

    alveolar maksila di bagian atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu

    gigi taring dan dua gigi geraham. Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan

    satu gigi taring, dua gigi premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dari

    gigi seri berbentuk menyerupai pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi

    premolar dan molar mempunyai permukaan oklusal yang datar. Daerah

    diantara gigi molar paling belakang atas dan bawah dikenal dengan trigonum

    retromolar.2

    Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan

    sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat

    diangkat untuk faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring.

    Ketidakmampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan bicara yang

    abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Dasar mulut diantara lidah

    dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.

    Muara duktus mandibularis terletak di depan ditepi frenulum lidah. Kegagalan

    kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut menjadi kering,

    atau xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada beberapa

    pasien.2

    Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan

    dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    8/31

    8

    oleh saraf hipoglosus. Dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf

    lingualis dan saraf glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.2

    II.2.2 Faring

    Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang dari

    mulut, cavum nasi, kranial atau superior sampai esofagus, laring dan trakea.

    Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,

    yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari

    dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikalis

    ke-6. ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke

    depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan

    dengan laring dibawah berhubungan melaui aditus laring dan ke bawah

    berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang

    dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang

    terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir,

    fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

    Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring).2

    Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput

    inferior, kemudian bagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra

    servikalis lain. Nasofaring membuka ke arah depan ke hidung melalui koana

    posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping,

    muara tuba eustakhius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yang disebut

    fosa Rosenmuller. Kedua struktur ini berada diatas batas bebas otot

    konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang

    menegangkan palatum dan membuka tuba eustakhius, masuk ke faring melalui

    ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus tulang

    untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf

    mandibularis melalui ganglion otic.2

    Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila

    faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    9/31

    9

    mulut. Didepan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus,

    dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus

    otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya

    dipersarafi oleh pleksus faringeus.2

    Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir dan otot:

    a. Mukosa

    Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada

    nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya

    bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet.

    Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena

    fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak

    bersilia.2

    Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid

    yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam

    sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga

    daerah pertahanan tubuh terdepan.2

    b.Palut Lendir (Mucous Blanket)

    Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap

    melalui hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir

    yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia

    ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel

    kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini

    mengandung enzim Lyzozyme yang penting untuk proteksi.2

    c. Otot

    Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung

    ke laring juga dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus.

    Oleh karena itu, kegagalan dari otot-otot faringeal, terutama yang

    menyusun ketiga otot konstriktor faringis, akan menyebabkan

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    10/31

    10

    kesulitan dalam menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur

    dan makanan ke dalam cabang trakeobronkial.2

    Gambar 1. Ukuran perbandingan posisi dan hubungan ketiga otot

    konstriktor faringis

    d. Pendarahan

    Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang

    tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna

    (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang

    a.maksila interna yakni cabang palatina superior.2

    e.

    Persarafan

    Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari

    pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang

    faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis.

    Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus

    faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring

    kecuali m.stilofaring yang dipersarafi lansung oleh cabang

    n.glosofaring (n.IX).2

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    11/31

    11

    f.

    Kelenjar getah bening

    Aliran limfa dari dinding faring dapat melaui 3 saluran yakni

    superior, media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke

    kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal

    dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening

    jugulo-digastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran

    limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam

    bawah.2

    Berdasarkan letak, faring dibagi atas:

    1.

    Nasofaring

    Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya

    adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus

    faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan

    invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu

    refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius,

    konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus

    vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis

    interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara

    tuba eustachius.2

    2. Orofaring

    Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,

    batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut

    sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat

    dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa

    tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan

    foramen sekum.2

    a.

    Dinding posterior faring

    Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut

    terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    12/31

    12

    retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan otot

    posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole

    berhubungan dengan gangguan n.vagus.2

    b. Fosa tonsil

    Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.

    Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas

    atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil

    yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat

    jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar

    bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan

    bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-

    benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.2

    c.

    Tonsil

    Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan

    ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.2

    Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil

    palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk

    lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang

    biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada

    kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang

    merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil

    biasanya melekat pada dasar lidah.2

    Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan

    mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil

    ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus

    biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang

    terlepas, bakteri dan sisa makanan.2

    Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering

    juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    13/31

    13

    faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil

    mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang

    tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis

    dorsal.2

    Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua

    oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah

    anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut

    yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-

    kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara

    klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual

    (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.2

    Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan

    sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole

    sebagai abses peritonsilar.2

    3.

    Laringofaring (hipofaring)Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu

    dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika

    menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut

    menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral

    terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan

    dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus

    piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid.

    Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta

    batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat

    otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara

    esofagus. 2

    Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada

    pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada

    pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    14/31

    14

    bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah

    cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan

    ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut

    juga kantong pil (pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-

    kadang bila menelan 14ocal14an tersangkut disitu.2

    Dibawah valekula terdapta epiglotis. Pada bayi epiglotis ini

    berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun

    kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai

    dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi

    demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi

    tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga

    untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus

    makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke

    esofagus.2

    Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis

    pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada

    pemberian anestesia 14ocal di faring dan laring pada tindakan

    laringoskopi langsung.2

    Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1-T4:

    a. T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai . jarak pilar

    anterior-uvula

    b.T2 : batas medial tonsil melewati . pilar anterior-uvula sampai

    jarak pilar anterior-uvula

    c.

    T3 : batas medial tonsil melewati . pilar anterior-uvula sampai .

    jarak pilar anterior-uvula

    d.T4 : batas medial tonsil melewati . pilar anterior-uvula sampai

    uvula atau lebih.

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    15/31

    15

    Gambar 2. Anatomi tonsil

    II.3. Fisiologi

    II.3.1 Fungsi faring

    Terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan artikulasi.

    Tiga dari fungsi-fungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan

    terperinci.

    a.

    Penelanan

    Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan

    dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan

    melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus,

    keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah:

    pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi

    lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod

    berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalamgerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari

    lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui

    orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media

    dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot

    konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus

    berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan

    melalui esofagus dan masuk ke lambung.2

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    16/31

    16

    b.

    Proses berbicara

    Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot

    palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum

    mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi

    sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan

    m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama

    m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring

    m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir

    mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh

    tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi

    akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil

    gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif

    m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak

    pada waktu bersamaan.2

    Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada

    periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini

    timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.2

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    17/31

    17

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    III.1. Definisi

    Difteri adalah infeksi akut ynag disebabkan oleh Corynebacterium

    Diphteriae. Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada

    kulit, konjungtiva, genitalia dan telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala

    lokal dan sistemik, efek sistemik terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan

    oleh mikroorganisme pada tempat infeksi.3

    Difteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang

    menderita difteri. Bakteri dapat disebarkan melalui tetesan air liur akibat batuk,

    bersin atau berbicara. Beberapa laporan menduga bahwa infeksi difteri pada kulit

    merupakan predisposisi kolonisasi pada saluran nafas.3

    III.2. Etiologi

    Penyebab difteri adalah Corynebacterium diphteriae(basilKlebs-Loeffler)

    merupakan basil gram positif tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora

    dan berbentuk batang pleomorfis. Organisme tersebut paling mudah ditemukan

    pada media yang mengandung penghambat tertentu yang memperlambat

    pertumbuhan mikroorganisme lain (Tellurite). Koloni-koloni Corynebacterium

    diphteriaeberwarna putih kelabu pada medium Loeffler.

    Pada media Telluritedapat dibedakan 3 tipe koloni :

    a.

    koloni mitis yang halus, berwarna hitam dan cembung

    b.

    koloni gravis yang berwarna kelabu dan setengah kasar

    c. koloni intermedius berukuran kecil, halus serta memiliki pusat

    berwarna hitam.3

    Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae,

    kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran nafas bagian atas yaitu

    hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan

    menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    18/31

    18

    seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup

    memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.4

    III.3. Epidemiologi

    Difteri tersebar di seluruh dunia, tetapi insiden penyakit ini menurun

    secara mencolok setelah penggunaan toksoid difteri secara meluar. Umumnya

    masih tetap terjadi pada individu-individu yang berusia kurang dari 15 tahun

    (yang tidak mendapatkan imunisasi primer). Bagaimanapun, pada setiap epidemi

    insidens menurut usia tergantung pada kekebalan individu. Serangan difteri yang

    sering terjadi, mendukung konsep bahwa penyakit ini terjadi di kalangan

    penduduk miskin ynag tinggal di tempat berdesakan dan memperoleh fasilitas

    pelayanan kesehatan terbatas. Kematian umumnya terjadi pada individu yang

    belum mendapatkan imunisasi.3

    Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun

    dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih

    mungkin menderita penyakit ini.

    4

    III.4. Patofisiologi

    Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada

    permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang

    merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui

    pembuluh limfe dan darah. Toksin ini merupakan suatu protein dengan berat

    molekul 62.000 dalton, tidak tahan panas/cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu

    fragmen A (aminoterminal) dan fragmen B (carboxyterminal) yang disatukan

    dengan ikatan disulfida. Fragmen B diperlukan untuk melekatkan molekul toksin

    yang teraktifasi pada reseptor sel pejamu yang sensitif. Perlekatan ini mutlak agar

    fragmen A dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting

    dalam menimbulkan efek toksik pada sel.3

    Reseptor-reseptor toksin diphtheria pada membran sel terkumpul dalam

    suatu coated pitdan toksin mengadakan penetrasi dengan cara endositosis. Proses

    ini memungkinkan toksin mencapai bagian dalam sel. Selanjutnya endosom yang

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    19/31

    19

    mengalami asidifikasi secara alamiah ini dan mengandung toksin memudahkan

    toksin untuk melalui membran endosom ke cytosol. Efek toksik pada jaringan

    tubuh manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. 3

    Pembentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan 2 asam amino

    yang telah diikat 2 transfer RNA yang menempati kedudukan P dan A dari pada

    ribosome. Bila rangkaian asam amino ini akan ditambah dengan asam amino lain

    untuk membentuk polipeptida sesuai dengan cetakan biru RNA, diperlukan proses

    translokasi. Translokasi ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA +

    dipeptida dari kedudukan A ke kedudukan P. Proses translokasi ini memerlukan

    enzim translokase (Elongation faktor-2) yang aktif.3

    Toksin diphtheria mula mula menempel pada membran sel dengan

    bantuan fragmen B dan selanjutnya fragmen A akan masuk dan mengakibatkan

    inaktivasi enzim translokase melalui proses :

    NAD+ + EF2 (aktif) ---toksin---> ADP-ribosil-EF2 (inaktif) + H2 +

    Nicotinamide ADP-ribosil-EF2 yang inaktif .

    Hal ini menyebabkan proses translokasi tidak berjalan sehingga tidak

    terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati.

    Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi

    inflamasi lokal yang bersama-sama dengan jaringan nekrotik membentuk

    bercak eksudat yang mula-mula mudah dilepas. Produksi toksin semakin

    banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuklah eksudat fibrin.

    Terbentuklah suatu membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman,

    tergantung dari jumlah darah yang terkandung. selain fibrin, membran juga

    terdiri dari sel-sel radang, eritrosit dan sel-sel epitel. Bila dipaksa melepas

    membran akan terjadi perdarahan. Selanjutnya membran akan terlepas sendiri

    dalam periode penyembuhan.3

    Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya

    Streptococcus pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat

    jalan nafas. gangguan pernafasan/suffokasi bisa terjadi dengan perluasan

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    20/31

    20

    penyakit ke dalam laring atau cabang-cabang tracheobronchial. Toksin yang

    diedarkan dalam tubuh bisa mengakibatkan kerusakan pada setiap organ,

    terutama jantung, saraf dan ginjal.3

    Antitoksin diphtheria hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau

    yang terabsorbsi pada sel, tetapi tidak bila telah terjadi penetrasi ke dalam sel.

    Setelah toksin terfiksasi dalam sel, terdapat periode laten yang bervariasi

    sebelum timbulnya manifestasi klinik. Miokardiopati toksik biasanya terjadi

    dalam 10-14 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3-7 minggu.

    Kelainan patologi yang menonjol adalah nekrosis toksis dan degenerasi hialin

    pada bermacam-macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema,

    kongesti, infiltrasi sel mononuklear pada serat otot dan sistem konduksi. Bila

    penderita tetap hidup terjadi regenerasi otot dan fibrosis interstisial. Pada saraf

    tampak neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada selaput mielin. Nekrosis

    hati bisa disertai gejala hipoglikemia, kadang-kadang tampak perdarahan

    adrenal dan nekrosis tubuler akut pada ginjal.3

    III.5. Manifestasi Klinis

    Tanda-tanda dan gejala difteri tergantung pada fokus infeksi, status

    kekebalan dan apakah toksin yang dikeluarkan itu telah memasuki peredaran

    darah atau belum. Masa inkubasi difteri biasanya 2-5 hari, walaupun dapat

    singkat hanya satu hari dan lama 8 hari bahkan sampai 4 minggu. Biasanya

    serangan penyakit agak terselubung, misalnya hanya sakit tenggorokan yang

    ringan, panas yang tidak tinggi, berkisar antara 37,8oC38,9oC. Pada

    mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi

    membran putih/keabu-abuan.3

    Dalam 24 jam membran dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum

    molle, uvula. Mula-mula membran tipis, putih dan berselaput yang segera

    menjadi tebal., abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan

    masuknya darah ke dalam eksudat. Membran mempunyai batas-batas jelas dan

    melekat dengan jaringan dibawahnya. Sehingga sukar untuk diangkat, sehingga

    bila diangkat secara paksa menimbulkan perdarahan. Jaringan yang tidak ada

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    21/31

    21

    membrane biasanya tidak membengkak. Pada difteri sedang biasanya proses

    yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun antitoksin tidak

    diberikan.3

    Gejala lokal dan sistemik secara bertahap menghilang dan membran akan

    menghilang. Dan perubahan ini akn lebih cepat bila diberikan antitoksin.

    Difteri berat akan lebih berat pada anak yang lebih muda. Bentuk difteri antara

    lain bentuk Bullneck atau maglinant difteri. Bentuk ini timbul dengan gejala-

    gejala yang lebih berat dan membran menyebar secrara cepat menutupi faring

    dan dapat menjalar ke hidung. Udema tonsil dan uvula dapat pula timbul.

    Kadang-kadang udema disertai nekrosis. Pembengkakan kelenjer leher, infiltrat

    ke dalam jaringan sel-sel leher, dari telinga satu ke telinga yang lain. Dan

    mengisi dibawah mandibula sehingga memberi gambaran bullneck.3

    Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu :

    a. Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh

    biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi

    lambat, serta keluhan nyeri menelan

    b. Gejala lokal, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih

    kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk semu.

    Membran ini dapat meluas ke palatum molle, uvula, nasofaring, laring,

    trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini

    melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.

    Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar

    limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher

    menyerupai sapi (bullneck)atau disebut jugaBurgermeesters hals.

    c. gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan

    menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi

    miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial

    menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada

    ginjal menimbulkan albuminoria.4

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    22/31

    22

    Difteri Tonsil

    Gejala biasanya tidak khas berupa malaise, anoreksia, sakit tenggorok dan

    demam. Difteri tonsil dan faring khas ditandai dengan adanya adenitis /

    periadenitis cervical, kasus yang berat ditandai dengan bullneck (limfadenitis

    disertai edema jaringan lunak leher). Suhu dapat normal atau sedikit meningkat

    tetapi nadi biasanya cepat.3

    Pada kasus ringan membran biasanya akan menghilang antara 7-10 hari dan

    penderita tampak sehat. Pada kasus sangat berat ditandai dengan gejala-gejala

    toksemia berupa lemah, pucat, nadi cepat dan kecil, stupor, koma dan

    meninggal dalam 6-10 hari. Pada kasus sedang penyembuhan lambat disertai

    komplikasi seperti miokarditis dan neuritis.(2)

    Difteri Hidung

    Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai

    gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan

    kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada

    pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi. Absorpsi toksin

    sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis

    lambat dibuat.3

    Difteri Laring

    Biasanya merupakan perluasan diphtheria faring, pada diphtheria laring

    primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran

    nafas atas. Gejala sukar dibedakan dari tipe infectious croupyang lain seperti

    nafas berbunyi, stridor progresif, suara parau, batuk kering dan pada obstruksi

    laring yang berat terdapat retraksi suprasternal, subcostal dan supraclavicular.

    Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian

    mendadak. pada kasus berat, membran meluas ke percabangan

    tracheobronchial. Dalam hal diphtheria laring sebagai perluasan daripada

    diphtheria faring, gejala merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia.3

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    23/31

    23

    Difteria Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva, Telinga

    Difteri kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada

    dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi

    pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva

    palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan

    berbau.3

    III.6. Diagnosis

    Harus dibuat atas dasar pemeriksaan klinis oleh karena penundaanpengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Penentuan kuman diphtheria

    dengan sediaan langsung kurang dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat

    adalah dengan identifikasi secarafluorescent antibody technique,namun untuk

    ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphtheriae

    dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes

    toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).Cara Polymerase

    Chain Reaction(PCR) dapat membantu menegakkan diagnosis difteri dengan

    cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjajagan lebih

    lanjut untuk penggunaan secara luas.3

    Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

    pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah

    membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterum diphteriae.4

    III.7. Diagnosis Banding

    III.7.1. Difteri Hidung

    1. Rhinorrhea (common cold, sinusitis, adenoiditis)

    2. Benda asing dalam hidung

    3. Snuffles(lues congenita).3

    III.7.2. Difteri Faring :

    1. Tonsilitis membranosa akuta oleh karenastreptokokus(tonsillitis

    akuta/septic sore throat)

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    24/31

    24

    2.Mononucleosis infectiosa

    3. Tonsilitis membranosa non bakterial

    4. Tonsillitis herpetika primer

    5. Moniliasis

    6.Blood dyscrasia

    7. Pasca tonsilektomi.3

    III.7.3. Difteri Laring :

    1.Infectious croupyang lain

    2. Spasmodic croup

    3.Angioneurotic edemapada laring

    4. Benda asing dalam laring.3

    III.7.4. Diphtheria Kulit :

    1.Impetigo

    2. Infeksi o.k.streptokokus/stafilokokus.3

    III.8. Penyulit

    1. Obstruksi jalan nafas

    Disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran diphtheria

    atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan

    cervical.

    2.

    Efek toksin

    Penyulit pada jantung berupa miokardioopati toksik bisa terjadi pada

    minggu ke dua, tetapi bisa lebih dini (minggu pertama) atau lebih

    lambat (minggu ke enam). Manifestasinya bisa berupa takhikardi,

    suara jantung redup, bising jantung, atau aritmia. Bisa pula terjadi

    gagal jantung. Penyulit pada saraf (neuropati) biasanya terjadi lambat,

    bersifat bilateral, terutama mengenai saraf motorik dan sembuh

    sempurna. Kelumpuhan pada palatum molle pada minggu ke-3, suara

    menjadi sengau, terjadi regurgitasi nasal, kesukaran menelan. Paralisis

    otot mata biasanya pada minggu ke-5, meskipun dapat terjadi antara

    minggu ke-5 dan ke-7. Paralisa ekstremitas bersifat bilateral dan

    simetris disertai hilangnya deep tendon reflexes, peningkatan kadar

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    25/31

    25

    protein dalam liquor cerebrospinalis. Bila terjadi kelumpuhan pada

    pusat vasomotor dapat terjadi hipotensi dan gagal jantung.

    3. Infeksi sekunder dengan bakteri lain

    4.

    Setelah penggunaan antibiotika secara luas, penyulit ini sudah sangat

    jarang.3

    III.9. Penatalaksanaan

    1. Isolasi dan KarantinaPenderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa

    akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan

    berikut terlaksana :

    a. biakan hidung dan tenggorok

    b.

    seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap

    diphtheria)

    c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.3\

    Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster

    dengan toksoid diphtheria.\

    Bila kultur (-)/Schick test(-) : bebas isolasi

    Bila kultur (+)/Schick test(-) :pengobatan carrier

    Bila kultur (+)/Schick test (+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria +

    penisilin

    Bila kultur (-)/Shick test(+) : toksoid (imunisasi aktif).3

    2. Pengobatan

    Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksinyang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar

    penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diphtheriae untuk

    mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit

    diphtheria.3

    2.1Umum

    Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan

    serta diit yang adekwat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    26/31

    26

    nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan

    menggunakan nebulizer. Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta

    gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan

    indikasi tindakan trakeostomi.3

    2.2. Khusus :

    2.2.1. Antitoksin :serum anti diphtheria (ADS)

    Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis

    diphtheria. Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes

    konjungtiva dahulu. Oleh karena pada pemberian ADS terdapat

    kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik, maka harus tersedia

    larutan Adrenalin 1 : 1000 dalam semprit.3

    Tes kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam

    larutan garam fisiologis 1 : 1000 secara intrakutan. Tes positif bila

    dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm.3

    Tes konjungtiva dilakukan dengan meneteskan 1 tetes

    larutan serum 1 : 10 dalam garam faali. Pada mata yang lain

    diteteskan garam faali. Tes positif bila dalam 20 menit tampak

    gejala konjungtivitis dan lakrimasi.

    Bila tes kulit/konjungtiva positif, ADS diberikan dengan

    cara desensitisasi (Besredka). Bila tes hipersensitivitas tersebut di

    atas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara tetesanintravena.

    Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris

    berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan

    penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.

    Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara tetesan

    dalam larutan 200 ml dalam waktu kira-kira 4-8 jam. Pengamatan

    terhadap kemungkinan efek samping obat/reaksi sakal dilakukan

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    27/31

    27

    selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya.

    Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas

    lambat (serum sickness).3

    2.2.2. Antimikrobial

    Bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk

    menghentikan produksi toksin. Penisilin prokain 50.000-100.000

    KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi bisa diberikan eritromisin

    40 mg/kg/hari.3

    2.2.3. Kortikosteroid

    Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan

    obat ini pada diphtheria. Di Ruang Menular Anak RSUD Dr.

    Soetomo kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala

    obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit

    miokardiopati toksik.3

    2.2.4. Pengobatan penyulit

    Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar

    hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang

    disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.3

    2.2.5. Pengobatan Carrier

    Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan,mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil

    diphtheria dalam nasofaringnya.

    Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau

    suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin

    diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.3

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    28/31

    28

    III.10. Pencegahan

    III.10.1 Umum

    Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini

    bagi anak-anak. Pada umumnya setelah menderita penyakit difteri

    kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga

    perlu imunisasi.3

    III.10.2. Khusus

    Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.3

    III.11. Imunitas

    III.11.1 Test kekebalan :

    Schick test : menentukan kerentanan (suseptibilitas) terhadap

    diphtheria. Test dilakukan dengan menyuntikan toksin diphtheria

    (dilemahkan) secara intrakutan. Bila tidak terdapat kekebalan

    antitoksik akan terjadi nekrosis jaringan sehingga test positif.3

    Moloney test : menentukan sensitivitas terhadap produk kuman

    diphtheria. Tes dilakukan dengan memberikan 0,1 ml larutan fluid

    difteri toxoid secara suntikan intradermal. Reaksi positif bila dalam

    24 jam timbul eritema >10 mm. Ini berarti bahwa :

    pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya sehingga

    terjadi reaksi hipersensitivitas.

    pemberian toksoid difteri bisa mengakibatkan timbulnya

    reaksi yang berbahaya.

    Kekebalan pasif : diperoleh secara transplasental dari ibu yang

    kebal terhadap difteri (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin

    (sampai 2-3 minggu).

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    29/31

    29

    Kekebalan aktif : diperoleh dengan cara menderita sakit atau

    inapparent infectiondan imunisasi dengan toksoid difteri.3

    III.12. Komplikasi

    1. Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu menjalar ke

    laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda pasien makin cepat

    timbul komplikasi ini.

    2. Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau dekompensasio

    kordis.3. Kelumpuhan otot palatum molle, otot mata untuk akomodasi, otot faring

    serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau

    dan kelumpuhan otot-otot pernafasan.

    4. Albuminuria sebagai akibat dari komplikasi ke ginjal.4

    III.13. Prognosa

    Sebelum adanya antitoksin dan antibiotika, angka kematian mencapai 30-

    50 %. Dengan adanya antibiotik dan antitoksin maka kematian menurun menjadi

    5-10% dan sering terjadi akibat miokarditis.Prognosa tergantung pada :

    1.

    Usia penderita

    Makin rendah makin jelek prognosa. Kematian paling sering ditemukan

    pada anak-anak kurang dari 4 tahun dan terjadi sebagai akibat tercekik

    oleh membran difterik.

    2.

    Waktu pengobatan antitoksinSangat dipengaruhi oleh cepatnya pemberian antitoksin.

    3.

    Tipe klinis difteri

    Mortalitas tertinggi pada difteri faring-laring (56,8%) menyusul tipe

    nasofaring (48,4%) dan faring (10,5%)

    4.

    Keadaan umum penderita

    Prognosa baik pada penderita dengan gizi baik.

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    30/31

    30

    Difteri yang disebabkan oleh strain gravis biasanya memberikan prognosis

    buruk. Semakin luas daerah yang diliputi membran difteri, semakin berat penyakit

    yang diderita. Difteri laring lebih mudah menimbulkan akibat fatal pada bayi atau

    pada penderita tanpa pemantauan pernafasan ketat. Terjadinya trombositopenia

    amegakariositik atau miokarditis yang disertai disosiasi atrioventrikuler

    menggambarkan prognosis yang lebih buruk.5

  • 7/21/2019 Tugas Difteri Tonsil

    31/31

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Adams, GL. Boies, LR. Higler, PA. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT

    (BOIES Fundamentals of Otalaryngology) Edisi 6. Penerbit : EGC.

    Cetakan ke III. Jakarta .1997

    2.

    Snell. Buku Ajar Ilmu Anatomi Klinik. Jilid I. Penerbit Buku Kedokteran

    EGC. Jakarta: 2001.

    3.

    www.pediatric.com

    4. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi

    keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007.

    5. www.medicastore.com

    http://www.pediatric.com/http://www.medicastore.com/http://www.medicastore.com/http://www.pediatric.com/