tugas ( diagnosa lab penyakit nd dan penanggulangannya)
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1LATAR BELAKANG ..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................32.1 Replikasi Virus ................................................................................................32.2 Sejarah Virus Newcastle disease .....................................................................2.3 Sifat Virus Newcastle disease...........................................................................2.4 Gejala Klinis.....................................................................................................2.5 Patogenesis dan Imunitas .................................................................................2.6 Diagnosis Laboratorium ..................................................................................2.7 Epidemiologi ...................................................................................................2.8 Ternak Rentan...................................................................................................2.9 Kelainan Pasca Mati.........................................................................................2.10 Pencegahan.....................................................................................................2.11 Pengendalian...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
BAB IPENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Wabah penyakit tetelo (Newcastle Disease) yang ganas masih banyak
dijumpai pada berbagai peternakan di Indonesia, meskipun usaha pencegahannya
melalui vaksinasi telah banyak dilakukan. Darminto dan Ronoharjo (1995)
melaporkan bahwa sepanjang tahun 1995 tingkat kejadian (prevalensi) dari kasus ND
di Indonesia berfluktuasi dari 20-85%, tergantung daerahnya. Vaksinasi merupakan
salah satu cara untuk mencegah serangan tetelo.
Cara aplikasi vaksin ND di Indonesia umumya dimulai dengan tetes mata
kemudian dilanjutkan dengan suntikan ke urat daging atau melalui air minum. Pada
beberapa peternakan vaksinasi dilakukan dengan spray atau penyemprotan vaksin
(Partadiredja dan Soejoedono,1988). Aplikasi vaksin ND dengan cara tersebut
umumya dilakukan pada peternakan peternakan dengan cara pemeliharaan yang
intensif atau semi-intensif dimana ayam dipelihara dalam kandang tertentu dan tidak
berkeliaran. Sebaliknya pada ayam buras yang dipelihara secara tradisional dan semi
intensif, vaksinasi tetes mata dan penyuntikan ke urat daging kurang efektif dan sulit
untuk dilakukan sebab ayam buras harus ditangkap satu persatu (Lee,1988). Cara
vaksinasi ND dengan penyuntikan ke urat daging cukup baik hasilnya,namun cara
aplikasinya memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Bila vaksin diberikan
melalui air minum maka vaksin hanya tahan selama dua jam saja. Untuk
13
mempemudah cara vaksinasi ND pada ayam khususnya ayam buras, Spradbrow dan
Latif (1994) rnencoba mencampurkan vaksin pada media pakan. Namun penggunaan
makanan sebagai media vaksin ND di Indonesia dan SriLanka kurang berhasil;
Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang cocoknya jenis pakan yang digunakan
sebagai media vaksinasi , (Partadiredja , 1991 ; Spradbrow, 1994).
Ada berbagai jenis media pakan yang dapat digunakan sebagai bahan
pembawa vaksinND. Menurut Spradbrow (1992, tepung terigu terbukti sangat cocok
sebagai bahan pembawa vaksin ini dan telah dicobakan di Malaysia. Sebagai bahan
tambahan pada media pembawa vaksin banyak digunakan polyvinylprollione (pvp)
yang terbukti cukup baik melindungi virus vaksin dari lingkungan diluar media
pembawa. Bahan lain yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan adalah sukrosa,
metilselulosa, gelatin dan susu skim. Susu skim marnpu melindungi virus dan baik
digunakan untuk waktu penyimpanan yang relatif cepat.
BAB IIPEMBAHASAN
13
BAB II
PEMBAHASAN
Newcastle Disease termasuk ke dalam Famili Paramyxoviridae. Dari penyakit
yang di sebabkan oleh Famili Paramyxoviridae, Newcastle disease merupakan salah
satu penyakit yang membawa kerugian yang sangat besar. Newcastle disease
menyerang unggas piaraan dan liar yang merupakan penyakit umum yang serius
dengan gejala system saraf pusat.
Replikasi Virus
Berbagai tipe sel yang berbeda digunakan untuk menumbuhkan
paramyxovirus yang berbeda. Biakan sel yang diperoleh dari spesies yang sama
biasanya digunakan untuk morbilivirus dan pneumovirus; akan tetapi, virus ini tidak
gampang ditumbuhkan, dan diadaptasi melalui penyepihan biasanya diperlukan.
Replikasi virus dalam biakan biasanya menyebabkan kematian sel, tetapi biakan
pembawa dengan mudah dapat ditimbulkan pada banyak system virus sel-inang.
Pembentukan sinsitium pada biakan sel dan in vitro merupakan gambaran
menciri dari dari patologi sel, sebagaimana dengan pembentukan inklusi asidofilk
pada sitoplasma. Walaupun replikasinya sepenuhnya dalam sitoplasma, morbilivirus
juga menghasilkan inklusi intranukleus asidofilik. Penyerapan hama dengan mudah
dapat diamati dengan parainfluenzavirus dan beberapa morbilivirus, tetapi tidak
dengan pneumovirus.
Genom ssRNA polariras minus dari paramyxovirus ditranskripsi oleh
polymerase RNA tergantung RNA terkait – virion ( Transkriptase) menjadi enam atau
sepuluh mRNA polaritas plus tidak diolah melalui sintesis tersela mengikuti waktu
dari pendorong ( promoter) tunggal. RNA polaritas plus yang utuh juga disintesis dan
bertindak sebagai cetakan untuk replikasi dari RNA genom polaritas minus.
Pengendalian dari proses ini terutama pada tingkat transkripsi.
Pendewasaan virion meliputi:
1. Penggabungan glikoprotein virus ke dalam membrane plasma sel inang.
2. Penyatuan protein matriks (M) dan protein tidak terglikolisasi lainnya dengan
membrane sel inang yang berubah.
3. Peletakan nukleokapsid (RNA ditambah NP ditambah L ditambah P) di bawah
protein matriks.
4. Pembentukan dan pelepasan lewat penguncupan virion dewasa dari tempatnya
pada membrane plasma yang termodifikasi.
Sejarah Virus Newcastle Disease
Dikenal ada sembilan serotype paramyxovirus unggas, tetapi hanya
paramyxovirus unggas 1, virus penyakit newcastle, berkaitan dengan penyakit yang
diketahui dengan jelas. Newcastle merupakan infeksi yang sangat menular pada
unggas. Penyakit ini pertama kali diamati di Jawa pada 1926, pada musim gugur
tahun itu virus menyebar ke Inggris, dan pertama kali diamati di Newcastle, oleh
karena itu penyakit ini dinamakan demikian. Kemudian diamati di banyak bagian
dunia, penyakit newcastle menyebabkan epidemik yang dasyat pada unggas di
banyak negara. Penyakit ini merupakan ancaman serius bagi peternakan ayam dan
kalkun di negara yang bebas dari galur virus yang virulen, dan bilamana galur
virulennya endemis, penyakit newcastle merupakan penyebab kerugian ekonomi yang
utama. Penyakit akut yang disebabkan oleh virus penyakit newcastle juga ditemukan
pada merpati, terutama di Eropa.
Wabah penyakit newcastle beragam dalam hal keganasan klinis dan
kemampuan menyebarnya. Pada sejumlah wabah, khususnya pada ayam dewasa,
gejala klinis mungkin minimum. Virus yang menyebabkan bentuk penyakit ini
disebut “lentogenik”. Pada wabah lain, penyakit ini dapat mempunyai angka
mortalitas sampai 25%, seringkali lebih tinggi pada unggas; virus yang sedemikian
itu disebut “Mesogenik”. Pada wabah yang lainnya lagi, angka kematian yang lain
lagi, terdapat angka kematian yang sangat tinggi, kadang-kadang mencapai 100%,
13
yang disebabkan oleh virus yang velogenik. Kemampuan menyibak protein F
merupakan faktor utama yang mempengaruhi virulensi.
Penyakit klinik akut berkaitan dengan gangguan pernapasan, gangguan
peredaran darah, dan mencret yang hebat. Tanda gangguan sistem saraf pusat paling
menonjol pada kasus kronis. Terjadi gangguan ekonomi akibat dari tingginya angka
kematian, dan juga dari merosotnya bobot badan dan turunnya produksi unggas yang
bertahan hidup dari setiap bentuk penyakit itu. Di sebagian besar Negara dengan
industri perunggasan yang telah maju, bentuk lentogenik paling umum dan bentuk
velogenik dianggap eksotik. Walaupan penyakit Newcastle berkurang arti pentingnya
pada tahun 1980 karena berhasilnya pengendalian yang ketat, penyakit itu masih tetap
merupakan ancaman di Negara industri dan merupakan penyebab kerugian yang
bermakna di Negara berkembang.
Sifat Virus Newcastle disease
Terdapat hanya satu serotype, tetapi sedikit keragaman antigenic ditemukan
dengan menggunakan antibody monoklon. Galur virus tersendiri sangat beragam
virulensinya. Di samping rataan waktu kematian dari telur unggas berembrio, indeks
patogenesitas intraserebrum pada anak ayam umur 1 hari dan pembentukan plak pada
sel embrio unggas dalam keadaan ada atau tidak ada tripsin, yang berkaitan dengan
apakah penyibakan pascatranlasi dari precursor polipeptida F terjadi atau tidak terjadi
pada sistem inang, dapat digunakan sebagai penanda dari virulensi.
Dibandingkan dengan kebanyakan paramyxovirus, virus penyakit Newcastle
relative tahan panas, sifat yang sangat penting dalam kaitan dengan epidemiologi dan
pengendaliannya. Virus ini tetap menular pada sumsum tulang dan otot dari ayam
yang disembelih paling tidak selama 6 bulan pada temperature -20 derajat C dan
sampai 4 bulan pada temperature almari pendingin. Virus yang menular dapat
bertahan hidup sampai berbulan-bulan pada temperature kamar pada telur dari ayam
yang terinfeksi dan sampai lebih dari 1 tahun pada temperature 4 derajat C. Daya
tahan hidup yang demikian itu dapat diamati untuk virus pada bulu, dan virus dapat
tetap menular untuk jangka waktu yang lama pada kandang yang terinfeksi. Senyawa
seperempat bagian ammonium, lisol 1-2%kresol 0,1% dan formalin 2% digunakan
dalam disinfeksi.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang sangat
ringan sampai yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan gejala-gejala klinis
pada ungggas penderita penyakit ND.
• Bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut, menimbulkan kematian yang
tinggi, mencapai 80 – 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang,
mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-megap,
ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat
gejala torticalis.
• Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti
torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas
bisa mencapai 60–80%.
• Bentuk Mesogenik : pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala
respirasi, seperti : batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam
menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya
berupa penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tidak
menimbulkan kematian.
• Bentuk Lentogenik : terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala
syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun
ayam dewasa.
• Bentuk asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak
memperlihatkan gejala klinis.
13
Gejala klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND dijelaskan sebagai
berikut:
(a) Pada anak ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala penyakit.
Pernapasan sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan
berkerumun. Terlihat gejala syaraf berupa paralisis total atau parsial. Penderita
mengalami tremor atau kejang otot, bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai
dan leher terputar (torticolis). Mortalitas pada penderita bervariasi.
(b) pada ayam fase produksi, umur 2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala
gangguan pernapasan, depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf
jarang terlihat. Produksi telur menurun secara mendadak. Morbiditas dapat
mencapai 100%, sedangkan mortalitas bisa mencapai 15%.
Patogenesis dan Imunitas
Pada mulanya virus bereplikasi pada epitel mukosa dari saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pencernaaan; segera setelah terinfeksi, virus menyebar lewat
aliran darah ke ginjal dan sumsum tulang, yang menyebabkan viremia sekunder. Ini
mengakibatkan infeksi pada organ sasaran sekunder: paru-paru, usus, dan system
saraf pusat. Kesulitan bernapas dan sesak napas timbul akibat penyumbatan pada
paru-paru dan kerusakan pada pusat pernapasan di otak.
Perubahan pasca mati meliputi perdarahan ekimotik pada larings, trakea,
esophagus, dan di sepanjang usus. Lesi histologik yang paling menonjol adalah
nekrosis terpusat pada mukosa usus dan jaringan limfe dan perubahan hyperemia di
sebagian besar organ, termasuk otak.
Produksi antibody berlangsung dengan cepat. Antibody penghambat
hemaglutinasi dapat diamati dalam waktu 4-6 hari setelah infeksi dan menetap selama
paling tidak 2 tahun. Titer antibody penghambat hemaglutinasi merupakan ukuran
dari kekebalan. Antibody asal-induk dapat melindungi anak ayam samapi 3-4 minggu
setelah menetas. Antibodi IgG yang terbatas pada aliran darah tidak mampu
mencegah infeksi pernapasan tetapi dapat mencegah viremia; antibody IgA yang
dihasilkan secara local berperan penting dalam melindungi saluran pernapasan dan
saluran pencernaan.
Diagnosis Laboratorium
Karena gejalanya tidak spesifik, diagnosis harus dipastikan dengan isolasi
virus dan serologi. Virus yang dapat diisolasi dari limpa, otak, atau paru-paru melalui
inokulasi alantois dari telur berembrio umur 10 hari, virus dibedakan dari virus
lainnya dengan uji penghambatan serapan darah dan penghambatan hemaglutinasi.
Penentuan virulensi sangat diperlukan untuk isolate lapangan. Sebagai tambahan atas
indeks kerusakan saraf dan rataan waktu kematian dari embrio ayam, juga dipakai
pembentukan plak dalam keadaan ada atau tidak adanya tripsin pada sel ayam. Uji
penghambatan-hemaglutinasi digunakan dalam diagnosis dan pemantauan penyakit
Newcastle kronis di Negara tempat bentuk penyakit ini merupakan endemis.
Epidemiologi
Spectrum inang dari virus penyakit Newcastle meliputi unggas gallina (ayam
piaraan, kalkun, burung Afrika dan merak) puyuh, partridge dan merpati. Angsa dan
itik jarang terjangkiti penyakit ini. Unggas liar merupakan sumber virus yang belum
diketahui tetapi berpotensi penting. Virus dapat diisolasi dari berbagai spesies.
Kadang-kadang terjadi infeksi pada manusia, sebagai penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan ditandai oleh konjungtivitis dan kadang laryngitis, faringitis dan trakeitis.
Pada unggas yang sembuh, virus dikeluarkan pada semua hasil sekresi dan
ekskresi selama paling tidak 4 minggu. Perdagangan spesies unggas yang produknya
terinfeksi berperan penting dalam penyebaran penyakit Newcastle dari daerah
terinfeksi ke daerah bebas infeksi, dan terjadi pemasukan virus ke berbagai Negara
melalui ayam beku. Virus juga dapat disebarkan oleh daging ayam mentah yang
dibuang, bahan makanan, alas kandang, kotoran kandang, dan wadah pengangkut.
13
Sebagai perbandingan, peran Epidemiologi dari vector hidup seperti unggas
liar atau barangkali tungau adalah tidak begitu penting, walaupun burung liar dapat
membawa virus ke suatu Negara yang sebelumnya bebas-infeksi. Penularan terjadi
melalui kontak langsung antara sesama unggas melalui jalur udara lewat jalur
pernapasan dan partikel debu dan melalui makanan dan minuman yang tercemar.
Penularan mekanis antara sesame kawanan unggas dimungkinkan karena relative
stabilnya virus dan luasnya kisaran inang. Pada galur lentogenik, penularan
transovarium penting, dan ayam terinfeksi-virus dapat diperoleh dari telur yang
mengandung virus
Ternak Rentan
Hampir semua jenis unggas, baik unggas darat maupun unggas air rentan
terhadap virus ND, termasuk ayam, kalkun, itik, angsa, merpati dan unggas liar.
Kelainan Pasca Mati
Perubahan pasca mati pada unggas penderita antara lain, meliputi
ptechiae,berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus dan seca tonsil, eksudat
dan peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis pada usus, sebagaimana
Gambar 1.Trakhea penderita ND terlihat lebih merah daripada trakhea normal, karena
adanya peradangan.
Gambar 1. Perdarahan dan nekrosis usus pada ayam penderita ND
(Tabbu, 2000)
Pencegahan
Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan
terhadap penyakit ND. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan, yaitu (1)
pada infeksi lentogenik ayam pedaging, dicegah dengan pemberian vaksin aerosol
atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner
B1 dan dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau secara aerosol (2) pada
13
infeksi lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin Hitchner
B1 secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi berikutnya dilakukan
pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1 atau vaksin LaSota
dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi multivalen yang diinaktivasi
dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin multivalen ini dapat diberikan
lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada titer antibodi kawanan ayam, resiko
terjangkitnya penyakit dan faktor faktor lain yang berhubungan dengan pemeliharaan.
Tindakan pencegahan selain vaksinasi adalah sanitasi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan, antara lain :
(1) sebelum kandang dipakai, kandang dibersihkan kemudian dilebur dengan kapur
yang dibubuhi NaOH 2%. Desinfeksi kandang dilakukan secara fumigasi dengan
menggunakan fumigan berupa formalin 1 – 2% dan KMnO4, dengan
perbandingan 1 : 5000.
(2) liter diupayakan tetap kering, bersih dengan ventilasi yang baik. Bebaskan
kandang dari hewan-hewan vektor yang bisa memindahkan virus ND. Kandang
diusahakan mendapat cukup sinar matahari
(3) hindari penggunaan karung bekas
(4) DOC harus berasal dari perusahaan pembibit yang bebas dari ND
(5) di pintu pintu masuk disediakan tempat penghapus hamaan, baik untuk alat
transportasi maupun orang.
(6) memberikan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas.
Pengendalian
Tindakan pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND sangat diperlukan.
Tindakan-tindakan tersebut, antara lain meliputi:
(1) ayam yang mati karena ND harus dibakar atau dikubur.
(2) ayam penderita yang masih hidup harus disingkirkan, disembelih dan daging bisa
diperjualbelikan dengan syarat harus dimasak terlebih dahulu dan sisa
pemotongan harus dibakar atau dikubur
(3) larangan mengeluarkan ayam, baik dalam keadaan mati atau hidup bagi
peternakan yang terkena wabah ND, kecuali untuk kepentingan diagnosis.
(4) larangan menetaskan telur dari ayam penderita ND dan izin menetaskan telur
harus dicabut selama masih ada wabah ND pada perusahaan pembibit
(5) penyakit ND dianggap lenyap dari peternakan setelah 2 bulan dari kasus terahir
atau 1 bulan dari kasus terakhir yang disertai tindakan penghapus hamaan
13
BAB IIIKESIMPULAN
BAB III
KESIMPULAN
Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular, dengan angka
kematian yang tinggi, disebabkan oleh virus genus paramyxovirus dengan famili
paramyxoviridae. Nama lain untuk ND adalah tetelo, pseudovogolpest, sampar ayam,
Rhaniket, Pneumoencephalitis dan Tontaor furrens. Newcastle Disease dipandang
sebagai salah satu penyakit penting di bidang perunggasan. Kejadian wabah penyakit
ND seringkali terjadi pada kelompok ayam yang tidak memiliki kekebalan atau pada
kelompok yang memiliki kekebalan rendah akibat terlambat divaksinasi atau karena
kegagalan program vaksinasi.
Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ND antara lain berupa kematian
ayam, penurunan produksi telur pada ayam petelur, gangguan pertumbuhan dan
penurunan berat badan pada ayam pedaging.
Pemberian antibiotik/antibakteri hanya bertujuan untuk mengobati infeksi
sekunder oleh karena bakteri. Disamping itu perlu juga dilakukan pengobatan suportif
untk mempercepat kesembuhan jaringan yang rusak dengan cara pemberian
multivitamin. Sanitasi dan desinfeksi perlu ditingkatkan untuk mencegah meluasnya
infeksi pada kandang. Jika diagnosis ND dapat diperoleh dari awal, maka vaksinasi
ulangan pada ayam yang belum terinfeksi mungkin dapat memberikan perlindungan
terhadap infeksi virus tersebut.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Darminto dan P. Konohardjo. 1995. Newcastle disease pada unggas di Indonesia : situasi terakhir dan reIevansinya terhadap pengendalian penyakit. Abstrak Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua 7-8 November 1995. Buslitbangnak, Bogor.
Lee, B. 1988. Newcastle Disease - A Vaccine for Village Poultry. Partners, 1: 6-9.
Partadiredja, M dan R. Soejoedono. 1988. Perbandingan daya guna tiga cara aplikasi vaksinNewcastle disease. Hemera Zoa, 73 (1): 19-24.
Partadiredja, M. 1991. Mempelajari Potensi ND Galur Kumarov, La-sota dan Bl Diaplikasikan Melalui Makanan. Hernera Zoa, 74 (2)5- 17.
Phillips, J.M. 1973. Vaccination against Newcastle Disease : an assesrnent of hemaglutination-inhibition titre obtained from field samples. Veterinary Record 93: 577-583.
Spradbow, P. 1992. A review of the use of food carriers for the delivery of royal Newcastle Disease Vaccine. In : Newcastle Disease in Village Chickens. ACIAR Proceedings No.39 (Ed. Spradbow). Australian Centre for International Agricultural Research.Canberra. p. 18-20.
Spradbow, P. 1994. Newcastle disease vaccine takes hold. Partners, 7: 2-7.
13