tugas analisis cemaran lingkungan

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang dihadapi manusia hingga saat ini. Masalah tersebut masih belum dapat terselesaikan. Pencemaran lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan. Rumah sakit sebagai salah satu hasil pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan dampak lingkungan Rumah Sakit yang dimulai dari analisa dampak lingkungan (AMDAL). Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih dan serangga/ binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat 1

Upload: via-lachtheany

Post on 02-Sep-2015

257 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pencemaran lingkungan di rumah sakit

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang dihadapi manusia hingga saat ini. Masalah tersebut masih belum dapat terselesaikan. Pencemaran lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan.Rumah sakit sebagai salah satu hasil pembangunan dan upaya penunjang pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan sarana pelayanan umum, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan dapat menjadi tempat penularan penyakit. Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan dampak lingkungan Rumah Sakit yang dimulai dari analisa dampak lingkungan (AMDAL).Rumah sakit bersih adalah tempat pelayanan kesehatan yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan bangunan dan halaman baik fisik, sampah, limbah cair, air bersih dan serangga/ binatang pengganggu. Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/ kebiasaan, perilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi.Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius belum di kelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius, selain itu kerap bercampur limbah medis dan non medis yang justru memperbesar permasalahan limbah medis.Pengolahan limbah rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan dalam volume, penggunaan kembali dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang dan pengolahan. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan limbah adalah pemisahan limbah, penyimpanan limbah, penanganan limbah dan pembuangan limbah.Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dengan meningkatnya pendirian Rumah Sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit yang tidak memenuhi syarat menyebabkan limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk disekitar rumah sakit dan menimbulkan masalah kesehatan, hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam thypoid, cholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum di buang ke lingkungan (Bapedal, 1999).Dimulai dengan makin meningkatnya pendirian rumah sakit, kehidupan masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya, serta kurangnya kepedulian manajemen rumah sakit terhadap pengelolaan lingkungan. Mulailah timbul tumpukan sampah ataupun limbah yang dibuang tidak sebagaimanasemestinya. Halini berakibat pada kehidupan manusia dibumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama pada lingkungan sekitarnya.Secara garis besar ada 3 (tiga) macam limbah Rumah Sakit yaitu limbah padat (sampah), limbah cair dan limbah klinis. Sampah Sampah Rumah Sakit dapat dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular karena sampah menjadi tempat tertimbunnya mikro organisme penyakit dan sarang serangga serta tikus. Di samping itu kadang-kadang dapat mengandung bahan kimia beracun dan benda-benda tajam yang dapat menimbulkan penyakit atau cidera. Sampah yang dihasilkan di Rumah Sakit antara lain terdiri dari : sampah yang mudah busuk yang berasal dari instalasi gizi, sampah yang tidak mudah busuk dan tidak mudah terbakar atau yang mudah terbakar, sampah medis, sampah patologis serta sampah yang berasal dari laboratorium. Limbah Cair Limbah cair Rumah Sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari ruangan-ruangan atau unit di Rumah Sakit yang kemungkinan mengandung mikro organisme, bahan kimia beracun dan radio aktif. Limbah klinis Limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gizi, "Veteranary", Farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan di Rumah Sakit pada saat dilakukan perawatan/pengobatan atau penelitian. Bentuk limbah klinis antara lain berupa benda tajam, limbah infeksius, jaringan tubuh, limbah cito toksik, limbah Farmasi, limbah kimia, limbah radio aktif dan limbah plastik.

1.2 RUMUSAN MASALAH1. Bagaimana pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh? 2. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh?3. Bagaimana keefektifan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh ?

1.3 TUJUAN1. Untuk mengetahui pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh.2. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh.3. Untuk mengetahui keefektifan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh.

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Rumah SakitPengertian Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI 2004). Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar,1996):1. Rumah Sakit Kelas A Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat. 2. Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe B.

3. Rumah Sakit Kelas C Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.4. Rumah Sakit Kelas D Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas. 5. Rumah Sakit Kelas E Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak. Rumah sakit merupakan suatu kegiatan yang mempunyai potensi besar menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama yang berasal dari aktivitas medis. Sampah rumah sakit dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah medis dan sampah non medis. Untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan perlu adanya langkah-langkah penanganan dan pemantauan lingkungan.

2.2 Pengertian Sampah Rumah SakitSampah ialah segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat (Soemirat, 2002). Menurut defenisi (WHO) yang dikutip oleh Chandra mengemukakan pengertian sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Badan lingkungan hidup menyatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia. (Kusnoputranto, 1986).

2.3 Jenis Sampah Rumah Sakit Menurut SumbernyaSetiap ruangan/unit kerja di rumah sakit merupakan penghasil sampah. Jenis sampah dari setiap ruangan berbeda-beda sesuai dengan penggunaan dari setiap ruangan/unit yang bersangkutan.Tabel. Jenis Sampah Menurut Sumbernya

2.4 Penggolongan Limbah Rumah SakitBerdasarkan Depkes RI 1992, sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013)1. Limbah Benda TajamLimbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisaubedah.Semuabenda tajam ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atautusukan.Benda-bendatajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.2. Limbah InfeksiusLimbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/ isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan terkontaminasi (medical waste).3. Limbah Jaringan TubuhLimbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.

4. Limbah CitotoksikLimbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000C.5. Limbah FarmasiLimbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.6. Limbah KimiaLimbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.7. Limbah Radio AktifLimbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair atau gas.8. Limbah PlastikLimbah plastik adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastic dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.Selain sampah klinis dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/ administrasi (kertas), unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruangan pasien, sisa makanan buangan, sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan, sayur dll). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung dari jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organic dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik dan lainnya. (Arifin, 2008).Sebagaimana termaktub dalam undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang pokok-pokok kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan berupa pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. (Siregar, 2001)Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi, 2003): Pemrakarsa dan penanggung jawab rumah sakit Pengguna jasa pelayanan rumah sakit Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah disiapkan dengan menyediakan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Disamping itu secara bertahap dan berkesinambungan Depertemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit, sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perludisempurnakan. Namunharus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi. (Barlin, 1995).

2.5 Jumlah SampahRumah sakit akan menghasilkan sampah medis dan non medis. Untuk itu usaha pengelolaannya terlebih dahulu menentukan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari. Jumlah ini akan menentukan jumlah dan volume sarana penampungan lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya dan juga bila rumah sakit memiliki tempat pengolahan sendiri jumlah produksi dapat diproyeksikan untuk memperkirakan pembiayaan, dan lain-lain. Dalam pengelolaan sampah ukuran yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jumlah Menurut Berat Ukuran berat yang sering digunakan adalah : a. Dalam ton perhari untuk jumlah timbunan sampah.b. Dalam kg/orang/hari atau gram/orang/hari untuk produksi sampah per orang (Kusnoputranto, 1986) 2. Jumlah Menurut Disposable (Benda yang langsung Dibuang) Meningkatnya jumlah sampah berkaitan dengan meningkatnya penggunaan barang disposable. Daftar barang disposable merupakan indikator jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposable mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pemgelolaan sampah. ( Depkes RI, 2002).

3. Jumlah Menurut Volume Ukuran ini sering digunakan terutama di negara berkembang dimana masih terdapat kesulitan biaya untuk pengadaan alat timbangan. Satuan ukuran yang digunakan adalah m3 /hari atau liter/hari. Dalam pelaksanaan sehari-hari sering alat ukur volume diterapkan langsung pada alat-alat pengumpul dan pengangkut sampah. Volume sampah harus diketahui untuk menentukan ukuran bak sampah dan sarana pengangkutan. (Depkes RI, 2002).

2.6 Pelaksanaaan Pengelolaan Sampah Rumah SakitPengelolaan sampah harus dilakukan dengan benar dan efektif dan memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak digunakan lagi, tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka sampah tentu harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) tidak menimbulkan kebakaran, dan sebagainya.Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit didalam pelaksanaan pengelolaan sampah setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan melakukan :1. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya. 2. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia. 3. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi. 4. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan kebersihan. 5. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun. 6. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan. 7. Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa. 8. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan9. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor. Hal ini dilakukan agar sampah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dikurangi sehingga dapat menghemat biaya operasional untuk pengelolaan sampah. (Dekpes. RI, 2004)

2.7 Penampungan Sampah Rumah SakitSampah biasanya ditampung di tempat produksi di tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Sampah sebaiknya tidak dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama. Kadang-kadang sampah juga diangkut langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan. Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam (Depkes RI, 2004). Untuk memudahkan pengelolaan sampah rumah sakit maka terlebih dahulu limbah atau sampahnya dipilah-pilah untuk dipisahkan. Pewadahan atau penampungan sampah harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan jenis wadah sesuai kategori sebagai berikut :

Tabel.Jenis Wadah dan Label Sampah Padat Sesuai Kategorinya

Tempat-tempat penampungan sampah hendaknya memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut (Depkes RI, 2002) : bahan tidak mudah karat kedap air, terutama untuk menampung sampah basah bertutup rapat mudah dibersihkan mudah dikosongkan atau diangkut tidak menimbulkan bising tahan terhadap benda tajam dan runcing.Kantong plastik pelapis dan bak sampah dapat digunakan untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus sampah waktu pengangkutan sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia dan mengurangi bau, tidak terlihat sehingga memberi rasa estetis dan memudahkan pencucian bak sampah. Penggunaan kantong plastik ini terutama bermanfaat untuk sampah laboratorium. Ketebalan plastik disesuaikan dengan jenis sampah yang dibungkus agar petugas pengangkut sampah tidak cidera oleh benda tajam yang menonjol dari bungkus sampah. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi sampah . Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman (Depkes RI, 2004).Unit laboratorium menghasilkan berbagai jenis sampah. Untuk itu diperlukan tiga tipe dari tempat penampungan sampah di laboratorium yaitu tempat penampungan sampah gelas dan pecahan gelas untuk mencegah cidera, sampah yang basah dengan solvent untuk mencegah penguapan bahan-bahan solvent dan mencegah timbulnya api dan tempat penampungan dari logam untuk sampah yang mudah terbakar. Hendaknya disediakan sarana untuk mencuci tempat penampungan sampah yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Untuk rumah sakit kecil mungkin cukup dengan pencuci manual, tetapi untuk rumah sakit besar mungkin perlu disediakan alat cuci mekanis. Pencucian ini sebaiknya dilakukan setiap pengosongan atau sebelum tampak kotor. Dengan menggunakan kantong pelapis dapat mengurangi frekuensi pencucian. Setelah dicuci sebaiknya dilakukan disinfeksi dan pemeriksaan bila terdapat kerusakan dan mungkin perlu diganti.

2.8 Potensi Pencemaran Limbah Rumah SakitDalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah1.090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisi lebih jauh menunjukkan produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 % dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 %. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton perhari.Darigambaran tersebut dapat dibayangkan seberapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya kecelakaan dan penularan penyakit. (Sabayang dkk, 1996)Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang diterima pembaharuan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jakarta Timur hanya 3 rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik, selebihnya ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat. (Sabayang dkk, 1996)Data tersebut juga menyebutkan hanya 9 rumah sakit saja yang memilikiincinerator. Alattersebut digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap 3 bulan sekali. Sayangnya, sejak dilayangkan surat edaran (September 2005), hanya 3 rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit khususnya limbah medis yang infeksius belum dikelola dengan baik, sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis non infeksius. Selain itu kerap bercampur limbah medis dan non medis.Pencampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis.Yangtermasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksik, dan limbah laboratorium. Kebanyakan dari rumah sakit, limbah medis langsung dibuang kedalam sebuah tangki pembuangan berukuran besar, pasalnya tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit malah dibuang ke tangki pembuangan seperti itu. Sementara itu buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada tahun 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus dibakar di incinerator.Persoalannya harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit memilikinya. (Sabayang dkk, 1996).

2.9 Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah SakitEvaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sampah dan perlu dilakukan secara berkala. Berbagai indikator yang dapat digunakan antara lain: 1. Akumulasi sampah yang tidak terangkut atau terolah 2. Pengukuran tingkat kepadatan lalat (indeks lalat) 3. Ada tidaknnya keluhan, baik dari masyarakat yang tinggal disekitar rumah sakit, pengunjung, pasien, dan petugas rumah sakit.4. 2.10 Pengaruh Limbah Rumah Sakir terhadap Lingkungan dan KesehatanMenurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari topi/ helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron untuk industry, sepatu boot, serta sarung tangan khusus.Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organic, yang menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif dan karat) air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan disekitar rumah sakit.3. Gangguan/ kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrient tertentu dan fosfor.4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam berat seperti Hg, Pb dan Cd yang bersal dari bagian kedokteran gigi.5. Gangguan genetic dan reproduksi.6. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang baik bagi vector penyakit seperti lalat dan tikus.7. Kecelakaan kerja pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik atau benda tajam lainnya.8. Insiden penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan air.9. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.10. Adanya partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan, menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.11. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya akan mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara.

BAB IIIPEMBAHASAN

4.1 Pencemaran Lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh

Rumah Sakit merupakan sarana kesehatan dalam melaksanakan fungsinya menghasilkan buangan yang berupa limbah, baik limbah padat, limbah cair dan gas (Soewarso, 1996). Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari proses satuan kerja seluruh lingkungan rumah sakit yang kemungkinan mengandung bahan kimia berbahaya (Agnes dan Azizah, 2005). Pengelolaan limbah cair rumah sakit merupakan bagian yang berfungsi untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan penanganan yang baik dan benar melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah pengelolaan menyeluruh dari proses kegiatan operasional rumah sakit baik medis maupun non-medis. Limbah tersebut diolah di dalam IPAL rumah sakit dimulai dari unit-unit penghasil limbah cair dengan cara pembersihan secara fisik terhadap bahan-bahan organik, secara mikrobiologis oleh bakteri dan diakhiri pembunuhan kuman dengan cara klorinasi (Said,1999). Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) merupakan rumah sakit pemerintahan di kota Banda Aceh yang menghasilkan limbah cair. Berdasarkan observasi di lapangan RSUDZA melakukan pengolahan limbah cair menggunakan 1 unit IPAL dengan metode lumpur aktif dengan kapasitas 260 m3/hari yang telah dibangun sejak tahun 1996. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) menggunakan desinfektan yang sebagian besar mengandung senyawa-senyawa fenol. Diduga bahan pencemar yang ada dalam limbah cair di RSUDZA Banda Aceh banyak mengandung senyawa fenol. Fenol merupakan asam karbolat yang sering digunakan sebagai desinfektan. Banyak senyawa fenol dan turunannya yang digunakan sebagai desinfektan, seperti kresol, fenilfenol dan hesaklorofen (Pelczar dan Chan, 2005). Jika kandungan fenol dalam limbah cair konsentrasinya tinggi dapat menyebabkan gangguan pada badan air dan menjadi toksik bagi mikroorganisme yang berfungsi mengolah limbah. Fenol bersifat karsinogen dan korosif pada tubuh manusia (Kusumastuti, 2006). Untuk menentukan keefektifan sistem pengolahan limbah cair sebelum dibuang dari bak pengolahan, konsentrasi standar maksimum fenol berdasarkan keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1991 bagi kegiatan yang sudah beroperasi yaitu sebesar 0,01 sampai 2,00 mg/L (Fardiaz, 1992). Sedangkan untuk mengukur bahan pencemar dalam limbah cair rumah sakit digunakan parameter pH, BOD, COD dan TSS yang didasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 58 tahun 1995 tanggal 21 Desember 1995 (Anonimus, 1995). Melihat dampak yang ditimbulkan oleh senyawa fenol maka, perlu dilakukan untuk mengetahui kesesuaian sistem pengolahan limbah cair di RSUDZA Banda Aceh dalam mengurangi senyawa-senyawa fenol.

4.2 Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh

Dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keefektivitasan pengolahan limbah cair RSUDZA dalam menurunkan kadar fenol setelah dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu: Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-03/MENKLH/II/1991. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai Februari 2009 di UPTD Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) NAD untuk pengukuran sampel, sedangkan pengambilan sampel dilakukan di RSUDZA Banda Aceh. Pada penelitian ini diperlukan sampel penelitian yaitu : limbah cair RSUDZA sebelum diolah (inlet), limbah cair sesudah diolah (outlet), akuades, nitrifications hemmistof, tablet natrium hidroksida , larutan digesti (campuran K2Cr2O7, dan HgSO4) ,larutan feroin, larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS), larutan campuran H2SO4 dan Ag2SO4 ,fenol reagent powder pillows ,fenol reagent powder pillows , \hardness buffer,kloroform dan metanol. Sedangkan alat yang digunakan yaitu: botol bekas (aqua), botol winkler, pH meter merk Hach 230 At, gelas beaker 250 Ml, kuvet, fotolap S12, labu ukur 164 Ml, oxytop (botol sampel, penutup oxytop, kapsul karet dan Inductive Stirring System), magnetik stirer, inkubator, termoreaktor, tabung COD, pipet tetes, buret, corong, gelas ukur 1000 mL , labu pisah 300 Ml, labu erlenmeyer (50 mL), tabung spekrofotometer, kertas saring 1 Phase Separators (PS) yang berukuran 125 mm dan spektrofotometer merk DR 2800. Metode Penelitian yang dilakukan yaitu digunakan metode eksperimen dengan dua perlakuan yaitu pada bak sebelum pengolahan (inlet) dan bak sesudah pengolahan (outlet). Data diambil selama10 hari berturut-turut. Parameter yang diukur adalah kadar fenol (mg/L) pada limbah cair rumah sakit. Sedangkan parameter tambahan adalah pH, BOD (mg/L), COD (mg/L) dan TSS (mg/L).

Prosedur yang dilakukan yaitu :1. Mula-mula pengambilan sampel. Sampel penelitian adalah limbah cair sebelum pengolahan (Inlet) dan sesudah pengolahan (Outlet). Pengambilan sampel Inlet dilakukan pada bak sebelum pengolahan (bak pengumpul utama), sedangkan pengambilan sampel Outlet dilakukan pada bak sesudah pengolahan (bak uji biologis) IPAL RSDUZA Banda Aceh. Untuk pemeriksaan fenol sampel diambil sebanyak 600 mL dan dimasukkan ke dalam botol bekas (aqua), sedangkan untuk melakukan pemeriksaan pH, BOD, COD dan TSS sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 4 botol winkler yang sudah dibilas dengan air. Sampel diambil setiap hari sebanyak 2 kali yaitu pada pukul 10.00 WIB pada bak sebelum pengolahan dan pada pukul 14.00 WIB pada bak sesudah pengolahan (Interval waktu didasarkan pada proses pengendapan di RSUDZA selama 4 jam) selama 10 hari.2. Pemeriksaan kadar fenol. Pengukuran kadar fenol menggunakan metode spektrofotometri. Sebelum digunakan semua alat-alat yang digunakan dibilas dengan akuades, metanol dan kloroform. Sampel sebanyak 300 mL dimasukkan ke dalam labu pisah, lalu diteteskan sebanyak 5 mL hardness buffer (untuk mengatur pH 10,1), kemudian ditutup dan dikocok. Setelah sampel homogen, dimasukkan fenol reagent powder pillow sebanyak 50 mg dan ditambahkan fenol 2 reagent powder pillow sebanyak 50 mg, lalu dihomogenkan kembali. Dimasukan kloroform sebanyak 30 mL ke dalam labu pisah, kemudian dikocok selama 30 detik. Kloroform digunakan sebagai penangkap fenol. Setelah dikocok akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berupa larutan campuran dari reagent dan lapisan bawah adalah larutan campuran kloroform dan fenol. Dibuka kran yang terdapat pada labu pisah, lalu diambil lapisan bawahnya yang mengandung fenol, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dengan cara menyaringnya dengan menggunakan kertas saring 1 Phase Separotors (PS) 125 mm, lalu filtrat yang berwarna kuning muda jernih tersebut dimasukkan ke tabung spektrofotometer sebanyak 10 mL, lalu dibersihkan bagian luar dari tabung tersebut. Diulangi untuk blanko (menggunakan akuades) dengan cara yang sama. Maka nilai layar tersebut menunjukkan kadar dari fenol.3. Pengukuran pH. Pengukuran pH limbah cair dilakukan dengan metode elektrometri menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu, setelah kalibrasi dimasukkan elektroda ke dalam limbah cair untuk diukur. Setelah angka pada pH meter tersebut stabil, maka nilai pH langsung terbaca dan angka tersebut menunjukkan nilai pH yang diukur (Anonimus, 2004).4. Pemeriksaan Biochemical Oxygen Demand (BOD). Pengukuran BOD dengan menggunakan metode oxitop. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 164 mL (sampai tanda batas) di dalam labu ukur dipindahan ke botol sampel, lalu ditetesi 20 tetes dengan nitrifications hemmistof. Kemudian dimasukkan magnetik stirer ke dalam botol sampel, lalu diletakkan kapsul karet pada leher botol dan dimasukkan 2 tablet natrium hidroksid ke dalam kapsul karet. Botol sampel ditutup dengan penutup oxytop dengan rapat. Ditekan tombol S dan M secara bersamaan pada tutup oxytop sampai muncul angka. Selanjutnya botol sampel diletakkan di atas Inductive Stirring System, lalu dimasukkan ke dalam inkubator selama 5 hari pada suhu 20 C. Sesudah 5 hari, ditekan tombol S sebanyak 5 kali. Dicatat hasil dari hari pertama sampai kelima, kemudian dijumlahkan hasilnya untuk menentukan nilai BOD.5. Pemeriksaan Chemical Oxygen Demand (COD). Pengukuran COD menggunakan metode titrasi. Diambil sampel sebanyak 2,5 mL dengan menggunakan pipet dimasukkan dalam tabung COD yang telah dibilas dengan H2SO4 20%, lalu ditambahkan larutan digesti (campuran K2Cr2O7 dan HgSO4) sebanyak 1,5 mL dan ditambahkan larutan campuran H2SO4 dengan Ag2SO4 sebanyak 3,5 mL hingga larutan berwarna kuning, kemudian tabung ditutup rapat dan dihomogenkan. Untuk blanko digunakan 2,5 mL akuades dengan proses yang sama. Selanjutnya, masing-masing tabung dimasukkan ke dalam termoreaktor COD dan dipanaskan dengan suhu 150C, dibiarkan tabung dalam termoreaktor selama 2 jam. Apabila selama pemanasan warna kuning hilang, ini berarti K2Cr2O7 habis, maka sampel harus diencerkan. Setelah 2 jam dikeluarkan dan didinginkan. Dipindahkan campuran sampel ke dalam gelas beaker dan tambahkan akuades sebanyak volume larutan sampel tadi, kemudian ditambahkan indikator Feroin sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0,10 M. Dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari hijau kebiru-biruan menjadi coklat kemerah-merahan, diulangi untuk blanko dengan cara yang sama.6. Pemeriksaan Total Suspended Solid (TSS). Pemeriksaan parameter TSS menggunakan metode fotometri dengan prinsip kerja, sinar dilewatkan ke sampel. Sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Kemudian dimasukkan ke dalam fotolab S12. Nilai akan terbaca pada layar.

4.3 Keefektifan Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUSZA), Banda Aceh

Hasil analisis kadar fenol pada limbah cair yang diperoleh dari IPAL di RSUDZA menunjukkan perbedaan yang nyata (P