tugas 1 perkebunan
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Tanaman Teh dan Karet
2.1.1Tanaman Teh
Tanaman teh pertama kali
masuk ke Indonesia tahun 1684,
berupa biji teh dari Jepang yang
dibawa oleh seorang Jerman bernama
Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai
tanaman hias di Jakarta. Pada tahun
1694, seorang pendeta bernama F.
Valentijn melaporkan melihat perdu
teh muda berasal dari Cina tumbuh
di Taman Istana Gubernur Jenderal Champuys di Jakarta. Pada
tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun
Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan
Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman
percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung
(Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk
Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi
usaha perkebunan teh di Jawa. Pada tahun 1828 masa
pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu
tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam
Paksa ( Culture Stelsel ).
1
Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki
sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara
pada garis lintang 30° sebelah utara maupun selatan
khatulistiwa. Selain tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze) yang dikonsumsi sebagai minuman penyegar, genus
Cammelia ini juga mencakup banyak jenis tanaman hias.
Kebiasaan minum teh diduga berasal dari China yang
kemudian berkembang ke Jepang dan juga Eropa. Tanaman teh
berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan
(Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan
India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah
peralihan tropis dan subtropis.
Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam
melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun
Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya
penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta)
dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus
Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh
landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa.
Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di
Amsterdam tahun 1835. Teh jenis Assam mulai masuk ke
Indonesia (Jawa) dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan
ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat.
Dengan masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara
berangsur tanaman teh China diganti dengan teh Assam, dan
2
sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang
semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh
di daerah Simalungun, Sumatera Utara. (Sumber: Petunjuk
Kultur Teknis Edisi Kedua PPTK Gambung).
2.1.2Tanaman Karet
Karet pertama kali dikenal di
Eropa, yaitu sejak ditemukannya
benua Amerika oleh Christopher
Columbus pada tahun 1476. Orang
Eropa yang pertama kali
menemukan ialah Pietro Martyre
d’Anghiera. Penemuan tersebut dituliskan dalam sebuah buku
yang berjudul De Orbe Novo (Edisi 1530). Pada tahun 1730-an,
para ilmuwan mulai tertarik untuk menyelidiki bahan (karet)
tersebut. Istilah rubber pada tanaman karet mulai dikenal
setelah seorang ahli kimia dari Inggris (tahun 1770) melaporkan
bahwa, karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari
pensil. Kemudian masyarakat Inggris mengenalnya dengan
istilah Rubber (dari kata to rub, yang berarti menghapus). Pada
dasarnya, nama ilmiah yang diberikan untuk benda yang elastis
(termasuk karet) ialah elastomer, tetapi istilah rubber-lah yang
lebih populer di kalangan masyarakat pada waktu itu.
Pada awal abad ke-19, seorang ilmuwan bernama Charles
Macintosh dari Skotlandia, dan Thomas Hancock mencoba
untuk mengolah karet menggunakan bahan cairan pelarut
3
berupa terpentin (turpentine). Hasilnya karet menjadi kaku di
musin dingin dan lengket di musim panas. Hingga akhirnya
Charles Goodyear pada tahun 1838 menemukan bahwa dengan
dicampurkannya belerang kemudian dipanaskan maka keret
tersebut menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh cuaca.
Sebagian besar ilmuwan sepakat untuk menetapkan Charles
Goodyear sebagai penemu proses vulkanisasi. Penemuan besar
proses vulkanisasi ini akhirnya disebut sebagai awal dari
perkembangan industri karet. Menidaklanjuti apa yang
disampaikan Charles Marie de la Condamine dan Francois
Fresneau dari Perancis bahwa ada beberapa jenis tanaman
yang dapat menghasilkan lateks atau karet, kemudian Sir
Clement R. Markham bersama Sir Joseph Dalton Hooker
berusaha membudidayakan beberapa jenis pohon karet
tesebut. Hevea brasiliensis merupakan jenis pohon karet yang
memiliki prospek bagus untuk dikembangkan dibanding jenis
karet yang lainnya.
Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda. Tanaman karet yang paling tua
diketemukan di Subang Jawa Barat yang ditanam pada tahun
1862. Pada tahun l864 tanaman karet ditanam di Kebun Raya
Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet
dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di
beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada
tahun 1864 di daerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat.
4
Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau
Ficus elastica. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) ditanam di
daerah Sumatera Timur pada tahun 1902, kemudian dibawa
oleh perusahaan perkebunan asing ditanam di Sumatera
Selatan. Pada waktu itu petani membuka hutan untuk
menanam padi selama 2 tahun lalu ladang
ditinggalkan ,sebelum meninggalkan ladang biasanya
menanam tanaman keras seperti karet dan buah-buahan.
Petani akan datang kembali setelah 10 - 12 tahun kemudian
untuk menyadap kebun karetnya.
Perusahaan Harrison and Crossfield Company adalah
perusahaan asing pertama yang mulai menanam karet di
Sumatera Selatan dalam suatu perkebunan yang dikelola
secara komersial, kemudian Perusahaan Sociente Financiere
des Caoutchoues dari Belgia pada tahun 1909 dan diikuti
perusahaan Amerika yang bernama Hollands Amerikaanse
Plantage Maatschappij (HAPM) pada tahun 1910-1991.
Perluasan perkebunan karet di Sumatera berlangsung mulus
berkat tersedianya sarana transportasi yang memadai.
Umumnya sarana transportasi ini merupakan warisan dari
usaha perkebunan tembakau yang telah dirombak. Harga karet
yang membumbung pada tahun 1910 dan 1911 menambah
semangat para pengusaha perkebunan untuk mengembangkan
usahanya. Walaupun demikian, pada tahun 1920-1921 terjadi
depresi perekonomian dunia yang membuat harga karet
5
merosot. Namun pada tahun 1922 dan 1926 terjadi ledakan
harga lagi karena kurangnya produksi karet dunia sementara
industri mobil di Amerika meningkatkan jumlah permintaan
karet.
Pada tahun 1977/1978 pengembangan perkebunan karet
di Indonesia dilakukan pemerintah melalui empat pola yaitu (1)
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), (2) Pola Unit Pelaksanaan
Proyek (UPP), (3) Pola Bantuan Parsial, dan (4) Pola
Pengembangan Perkebunan Besar (PPB).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Teh dan Karet
2.2.1Tanaman Teh
Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab, dan
tumbuh baik pada temperatur yang berkisar antara 10-30o C
pada daerah dengan curah hujan 2.000 mm per tahun dengan
ketinggian 600-2000 m dpl. Tanaman teh di perkebunan
ditanam secara berbaris dengan jarak tanam satu meter.
Tanaman teh yang tidak dipangkas akan tumbuh kecil setinggi
50–100 cm dengan batang tegak dan bercabang-cabang .
Pohon teh mampu menghasilkan teh yang bagus selama 50-70
tahun, namun setelah 50 tahun hasil produksinya akan
menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan penggantian
tanaman tua agar produktivitas tanaman teh tetap bagus.
Pohon yang tua diganti dengan bibit yang masih muda yang
telah ditumbuhkan di perkebunan khusus untuk pembiakan
tanaman muda.
6
Selain itu, persyaratan lain untuk tumbuh dan
berproduksi, tanaman teh memerlukan kondisi sumber daya
lahan yang ditentukan oleh tingkat ketersediaan air, media
perakaran, retensi hara, hara tersedia toksisitas dan potensi
mekanisasi. Komoditas perkebunan khususnya teh memerlukan
kondisi tanah yang cukup subur dan biasanya tumbuh di
wilayah dengan ketinggian tempat berkisar antara 800 – 1100
mdpl (meter di atas permukaan laut), tidak bercadas dan
mengandung bahan organik yang cukup, kandungan unsur hara
nitrogen, posfat dan kalium antara sedang-tinggi (Djaenudin,
dkk., 2003)
Tanah
Sifat Tanah yang Sesuai untuk Tanaman Teh yaitu :
- Tanah sedalaman efektif minimal 60cm
- Tanah subur yang kaya nutrisi dengan keseimbangan
yang baik diantara nutrisi tersebut.
- pH tanah 4.5-5.5
- Air dapat meresap dengan mudah selama hujan dan
lepas lambat ke akar tanaman saat cuaca kering
- Tanah dengan drainase yang baik, air bawah tanah
minimal 80cm di bawah permukaan akar.
- Tanah gembur, mudah diolah sehingga akar tanaman
mudah untuk penetrasi.
- Tanah sehat, bahan organik cepat terdekomposisi, dan
tanah tidak terinfeksi oleh jamur dan nematoda.
7
Pada klasifikasi keserasian tanah yang cocok untuk teh
terdapat dua macam tanah yaitu tanah serasi dan tanah
serasi bersyarat
Tanah Serasi
- Kedalaman efektif >40 cm
- Struktur Remah
Contoh : Jenis tanah Andisol, daya mengikat air sangat
tinggi, selalu dalam keadaan jenuh apabila tanah
tertutup vegetasi dan sangat gembur, tetapi mempunyai
derajat ketahanan struktur tinggi, sehingga mudah
diolah, jumlah makro pori banyak, menyebabkan
permeabilitas (peresapan air) tinggi.
Tanah serasi bersyarat
- Kedalaman efektif minimal 40 cm
- Struktur Remah atau gumpal lemah
Contoh : Jenis tanah Entisol, Inseptisol dan Ultisol, daya
mengikat air kurang,apabila kena hujan akan menjadi
lengket dan bila kekeringan akan mengeras. Struktur
remah pada Ultisol, gumpal lemah pada Inseptisol.
Air
Tingkat penyanggaan air pada tanah-tanah serasi dan
serasi bersyarat ditentukan dari subfaktor struktur tanah
yaitu (1) kadar bahan organik tanah yang komponen
utamanya asam humat dan (2) kadar mineral liat. Pada
tanah-tanah serasi umumnya mengandung bahan organik
8
berhumat lebih tinggi dan berliat amorf, sehingga disamping
berstruktur gembur , juga mampu lebih banyak menyangga
air Sedangkan pada tanah-tanah yang air. serasi bersyarat
karena kadar bahan organik rendah dan mineral kiatnya 1 :
1 (kaolinit), kurang mampu mengangga air dan berstruktur
tanah gumpal. Salah satu peranan tanah adalah sebagai
tempat penyimpanan air, tertahannya air oleh tanah
disebabkan oleh proses adhesi antara air dan tanah serta
proses kohesi air. Air yang tertahan dijumpai di dalam pori-
pori mikro ataupun selaputselaput yang ada disekeliling
zarah-zarah tanah. Air yang tidak tertahan akan mengsisi
pori-pori makro dan kemudian meresap kebawah karena
adanya gaya gravitasi. Air dalam tanah dapat digolongkan
kepada (1) air gravitasi : air yang tidak dapat ditahan oleh
tanah, tetapi meresap kebawah karena adanya gaya
gravitasi ,(2) air kapiler : air yang diserap, biasanya
merupakan suatu lapisan yang ada disekeliling zarah-zarah
tanah dan berada dalam ruang-ruang kapiler,(3) Air
higroskopis : air yang dijerap dari uap air udara oleh zarah-
zarah tabah, air ini melekat pada permukaan zarah tanah
yang merupakan selaput tipis dari lapisan molekul air yang
tertahan kuat hingga tidak akan menguap dalam keadaan
biasa. Air higroskopis tidak dapat diambil tanaman. Untuk
mengetahui keadaan air tanah dalam hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman, maka perlu ditetapkan kadar air
9
tanah dalam beberapa keadaan : (1) kadar air total : kadar
air tanah yang diperoleh dengan cara pengeringan tanah
kering udara didalam oven pada suhu 105 º C sehingga
bobotnya tetap. (2) kapasitas lapang : jumlah air yang
ditahan oleh tanah setelah kelebihan air gravitasi meresap
kebawah karena gaya gravitasi, (3) Titik layu permanen :
kandungan air tanah pada saat tanaman yang ditanam
diatasnya telah mengalami layu permanen dalam arti sukar
disembuhkan kembali meskipun telah ditambahkan
sejumlah air yang mencukupi.Selisih antara kadar air pada
kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air
tersedia.
Iklim dan Topografi
Jumlah dan sebaran curah hujan mempunyai pengaruh
kuat terhadap sebaran pertanaman maupun aras
produktivitasnya. Tanaman teh lebih sensitif terhadap
peningkatan hujan di dataran tinggi, diperkirakan karena
peningkatan hujan akan menurunkan suhu minimum lebih
rendah dari normal, selain itu lama penyinaran dan
intensitas radiasi juga menurun drastis karena tingginya
tingkat penutupan awan sehingga kelembaban udara
menjadi tinggi. Meningkatnya intensitas hujan di musim
kemarau tahun 2010 menyebabkan lama penyinaran
matahari berkurang, kelembaban udara tinggi sehingga
10
serangan penyakit cacar daun teh cukup berat dan berakibat
menurunnya pencapaian produksi.
2.2.2Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan
terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan
keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.
Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone
antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman
karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga
terlambat.
Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara
2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan
berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika
sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran
rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut.
Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk
tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar
antara 25oC sampai 35oC.
Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya
kurang baik untuk penanaman karet
11
Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada
umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah
dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan
perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah
dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis
tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah
gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang
cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air
tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara
umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.
Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak
sesuai pada pH <3,0 dan > pH 8,0. Sifat‐sifat tanah yang
cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu‐batuan
dan lapisan cadas
Aerase dan drainase cukup
Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
12
Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur
hara mikro
Reaksi tanah dengan pH 4,5 ‐ pH 6,5
Kemiringan tanah < 16% dan
Permukaan air tanah < 100 cm.
2.3 Pengaruh Iklim dan Topografi terhadap Pertumbuhan Teh dan
Karet
2.3.1Tanaman Teh
Kondisi iklim berpengaruh besar pada pertumbuhan dan
produksi tanaman teh. Kondisi optimal yang diperlukan oleh
pertumbuhan tanaman adalah: suhu udara antara 12o-25oC,
dengan intensitas sinar matahari 70-80% dan kelembaban nisbi
tidak kurang dari 70%, curah hujan tidak kurang dari 2000
mm/th dengan maksimal 2 bulan kering (Anonim, 2006).
Pengaruh keragaman hujan pada tanaman teh terlihat
cukup nyata pada saat fenomena La Nina berlangsung. Pada
tahun normal 2009, lama musim kemarau di seluruh
perkebunan teh di Jawa Barat (dataran rendah, sedang dan
tinggi) pada kondisi yang ideal yaitu antara 2-3 bulan kering.
Namun pada tahun 2010 (La Nina) tidak ada bulan kering sama
sekali, sehingga disebut sebagai “musim kemarau basah”.
Tinggi hujan pada MK 2010 hampir tiga kali lipat tinggi hujan
tahun 2009 (Gambar 1). Hal ini membuat berbagai
perencanaan produksi perusahaan perkebunan menjadi tidak
tepat. Realisasi hasil tahun 2010 pada umumnya lebih rendah
13
dari tahun 2009, walaupun perbedaannya tidak lebih dari 100
kg.
Berdasarkan analisis hubungan antara produktivitas
tanaman teh bulanan dan hujan bulanan dari perkebunan di
dataran rendah, sedang dan tinggi, diperoleh indikasi bahwa
produktivitas teh mulai menurun apabila curah hujan bulanan
sudah melebihi 350 mm per bulan. Apabila dipisahkan antara
dataran tinggi dan rendah, pengaruh negatif dari meningkatnya
curah hujan terlihat lebih nyata pada tanaman teh yang
ditanam di dataran tinggi.
2.3.2 Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan tanaman tropis yang dapat
tumbuh baik pada kisaran curah hujan antara 1500 mm/th–
3000 mm/th dengan distribusi curah hujan yang merata. Karena
sebagian besar areal pertanaman karet terletak pada curah
hujan yang tinggi, maka air sering tidak dipandang sebagai
faktor pembatas dan kurang mendapat perhatian. Namun
tingginya curah hujan dapat mempengaruhi kualitas lateks dan
kegagalan pembuahan sebagai bahan batang bawah
pembenihan karet.
14
Curah hujan yang terlalu tinggi (merata) sepanjang tahun
dapat berpengaruh negatif pada tanaman karet, khususnya
pada saat pembentukan biji, tetapi tidak pada tingkat
pembibitan atau tanaman belum menghasilkan. Pada
pembibitan batang bawah dan tanaman belum menghasilkan
akan lebih baik dengan adanya curah hujan yang merata.
Irigasi di pembibitan batang bawah tidak diperlukan secara
intensif karena curah hujan yang cukup. Hujan yang merata
sepanjang tahun menyebabkan penurunan jumlah biji yang
dihasilkan karena akan mengurangi pembungaan tanaman
karet. Selain itu juga dapat menyebabkan gugur daun sehingga
produksi getah menurun.
Pengaruh La Nina 2010 pada produksi karet di Sembawa
terjadi melalui beberapa cara. Pertama, meningkatnya hari
hujan akan menurunkan jumlah hari sadap. Jumlah hari sadap
berdasarkan data dari KP Balit Sembawa, banyak hari sadap
yang berkurang akibat meningkatnya jumlah hari hujan antara
tahun 2009 dan 2010 ialah sekitar 9 hari. Dengan rata-rata
hasil tiap hari sadap 7,89 kg/ha, dengan hilangnya hari sadap
sebanyak 9 hari berarti KP Balit Sembawa kehilangan produksi
sebanyak 70,97 kg/ha selama tahun 2010.
Pengaruh kedua ialah meningkatnya hujan akan
meningkatkan gugur daun. Gugur daun yang berlebihan pada
tahun 2010 terjadi karena ketika daun baru muncul terjadi
curah hujan yang tinggi yang memicu terjadinya gugur daun
15
sekunder sebanyak empat kali. Hal ini mengakibatkan asimilat
yang dihasilkan daun tidak optimal dialokasikan untuk
menghasilkan lateks karena sebagian terpakai untuk
membentuk daun baru. Dengan demikian produksi lateks yang
dihasilkan menjadi lebih rendah dari pada tahun normal 2009.
Anomali iklim tahun 2010 (La Nina) akan berdampak lebih
besar apabila kesehatan tanaman terganggu karena kondisi
yang lembab akibat peningkatan curah hujan.
2.4 Letak Geografis Wilayah Bogor
Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27% dari
luas Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor ini terdiri dari 6 kecamatan,yaitu
kecamatan Bogor Selatan, Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Barat,
Bogor Tengah dan Tanah Saeral,yang meliputi 68 Kelurahan . Ciri-ciri
daerah perkotaan adalah kepadatan penduduk per kilometer persegi
snagat tinggi di atas 5.000 jiwa / km2, Untuk Kota Bogor rata rata
per kilometer ditempati 6.662 jiwa penduduk. Kepadatan tertinggi
ada di kecamatan Bogor Selatan 5.019 jiwa / km2. Kota Bogor
terletak diantara 106 48 BT dan 6 36 LS serta mempunyai ketinggian
rata rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter , kemiringan
lereng antara 0 3%, 4 5%, 16 30% dan diatas 40% dengan jarak ibu
Kota kurang lebih 60 km, dikelilingi Gunung Salak, Gunung Pangrango
dan Gunung Gede Kota Bogor berpenduduk 820.707 jiwa dengan
komposisi 419.252 Laki laki dan perempuan 401.455 jiwa. Dikenal
dengan sebutan Kota Hujan karena memiliki curah hujan yang tinggi
yaitu berkisar 3.500 4.000 milimeter pertahunnya. Secara umum Kota
16
Bogor ditutup oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan
(batuan sedimen) dua gunung berapi,yaitu Gunung Pangrango
(berupa satuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa
alluvium/kal dan aluvium/kpal) . Lapisan batuan ini berada agak
dalam dari permukaan tanah dan jauh dari daerah aliran sungai.
Endapan permukaan umumnya berupa aluvial yang tersusun oleh
tanah, pasir dan kerikil hasil dari pelapukan endapan yang baik untuk
vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki
daya dukung tanah yang berada 1,5 Kg/ Cm2. Sebagai salah satu
bagian dari Provinsi Jawa Barat, Kota Bogor marupakan penyangga
ibu kota Negara yang memiliki Asset Wisata Ilmiah yang bersifat
Internasional (Kebun Raya) Pusat Kota Bogor terletak 100 km di
sebelah Selatan dari Pelabuhan Sunda Kelapa yang pada jaman
dahulu kala merupakan pelabuhan terpenting bagi Negara Pakuan
Pajajaran yang pusatnya sekitar Batu Tulis di Selatan Kota Bogor.
Kota bogor dengan ketinggian dari permukaan laut minimal 190
meter dan maksimal 30 meter , memiliki udara rata rata setiap
bulannya adalah 260C dan suhu udara terendah 21,80C, dengan
kelembaban udara kurang lebih 70% sedangkan curah hujan cukup
besar setiap tahunnya berkisar antara 3500-4000 mm dengan luas
4333,05 Ha, terutama pada bulan desember sampai dengan bulan
januari . Kota Bogor yang disebut sebagai kota hujan di aliri beberapa
sungai yang permukaan airnya jauh di bawah permukaan kota, yaitu
sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan
17
Cibalok, maka boleh dikatakan secara umum kota bogor aman dari
bahaya banjir.
Kedudukan topografis kota bogor di tengah-tengah wilayah kabupaten
Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibu kota Negara, merupakan
potensi yang strategis untuk perkembanagan dan pertumbuhan
ekonomi. Adanya Kebun Raya yang di dalamnya terdapat Istana Bogor
di pusat kota, merupakan tujuan wisata,serta kedudukan kota Bogor
diantara jalur wisata Puncak-Cianjur juga merupakan potensi yang
strategis bagi pertubuhan ekonomi.
18
DAFTAR PUSTAKA
_____________. 2008. Sejarah Teh Indonesia. Melalui
http://www.sosro.com/sejarah-teh-indonesia di akses pada 26
Maret 2013
Rohdiana. 2011. Sejarah Teh di Indonesia. Melalui
http://www.google.com/search?
cx=w&sourceid=chrome&ie=UTF-
8&q=Sejarah+Teh+di+Indonesia di akses pada 26 Maret
2013
Rouf, Akhmad. 2009. SEJARAH DAN PROSPEK PENGEMBANGAN KARET.
Melalui http://balitgetas.wordpress.com/ SEJARAH-DAN-
PROSPEK-PENGEMBANGAN-KARET di akses pada 26 Maret
2013
Margono, Tulus Tri. 2012. Pengaruh Iklim dan Kejadian La Nina dan
Antisipasinya Terhadap Produksi Tanaman Teh. Melalui
http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/index.php?
view=article&catid=6%3Aiptek&id=246%3Apengaruh-iklim-
dan-kejadian-la-nina-dan-antisipasinya-terhadap-produksi-
tanaman-teh&format=pdf&option=com_content&Itemid=7. Di
akses pada 26 Maret 2013
19
_____________.
www.geotek.lipi.go.id/riset/index.php/jurnal/article/view/57/18
_____________. 2009. Kondisi Geografi Kota Bogor. Melalui
http://www.bppt.kotabogor.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=65&Itemid=83.
Diakses pada 27 Maret 2013
20