toolkit kpbu infrastruktur kepariwisataan 2017...
TRANSCRIPT
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 1
LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang No.10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan diuraikan bahwa Kepariwisataan
bertujuan untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c.
menghapus kemiskinan; d. mengatasi pengangguran; e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber
daya; f. memajukan kebudayaan; g. mengangkat citra bangsa; h. memupuk rasa cinta tanah air; i.
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan j. mempererat persahabatan antarbangsa (Pasal 4).
Kemudian pada Pasal 5 dijelaskan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan, yaitu: a. menjunjung
tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam
keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan
sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi
manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat,
keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; e.
memberdayakan masyarakat setempat; f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara
pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistem dalam kerangka otonomi daerah, serta
keterpaduan antarpemangku kepentingan; g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan
kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tujuan dan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan agar fungsi kepariwisataan
efektif bekerja yaitu: memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan
rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Dengan demikian, pengembangan pariwisata memiliki dimensi a) pemenuhan kebutuhan wisatawan
melalui kegiatan rekreasi dan perjalanan wisata; dan b) mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui
peningkatan pendapatan negara.
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan
kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud tersebut
merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional (Pasal 8).
Pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan
kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam,
serta kebutuhan manusia untuk berwisata, meliputi pembangunan: a. industri pariwisata; b. destinasi
pariwisata; c. pemasaran; dan d. kelembagaan pariwisata.
Kawasan pariwisata yang secara formal biasa dikenal dengan daerah tujuan pariwisata atau destinasi
pariwisata adalah hamparan permukaan bumi yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif (pemerintahan) yang di dalamnya terdapat 1) daya tarik wisata (attraction), 2) fasilitas
umum, fasilitas pariwisata (amenitases), dan 3) aksesibilitas (accessibility), serta 4) masyarakat yang
saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Hal tersebut memberikan pemahaman
bahwa pengembangan kepariwisataan memerlukan kelengkapan prasarana dan sarana yang bersifat
atraksi, kenyamanan dan aksesibilitas, dalam satu kesatuan penyediaan agar wisatawan mendapatkan
pengalaman wisata yang diidamkannya dan penyelenggaraan yang didukung kegiatan promosi dan
sadar wisata akan mendukung kepariwisataan berlangsung secara berkelanjutan.
Dilihat dari jenis dan luasannya, kawasan pariwisata atau destinasi wisata juga beragam mulai dari
bagian dari suatu provinsi atau wilayahnya meliputi lebih dari satu kabupaten/kota, kawasan wisata
berupa taman rekreasi di dalam suatu kabupaten/kota atau bagian wilayah kota/kabupaten, hingga
taman rekreasi maupun taman pada sekala kawasan pemukiman/perumahan. Namun kesemuanya
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 2
jenis dan luasannya tersebut, untuk berhasil menarik wisatawan, perlu memiliki unsur atraksi,
amenitas, dan aksesibilitas yang memadai ditengah masyarakat yang sudah sadar wisata, serta
promosi yang gencar dan sesuai.
Unsur atraksi dapat bersifat bentang alam atau daya tarik yang bersifat alami seperti pemandangan,
air terjun, danau, hutan, perkebunan, dan dapat juga bersifat buatan berupa konstruksi bangunan
untuk dilihat seperti bangunan bersejarah, tugu, maupun konstruksi untuk pertunjukan, seperti: teater,
atau sarana aktifitas wisatawan, seperti: jetcoaster, flyingfox, rumah pohon, ayunan, kursi dan bangku
taman. Untuk maksud pengembangan destinasi/kawasan pariwisata, elemen atraksi ini perlu dijaga
konsistensi dan keserasian antar daya tariknya, karena itu upaya pengembangannya perlu mengenali:
a) keadaan daya tarik wisata yang ada sekarang di dalam kawasan pariwisata bersangkutan maupun
di sekitarnya, dan b) potensi daya tarik wisata yang perlu atau dapat dikembangkan di dalam kawasan
maupun di sekitarnya, c) serta kegiatan atau keadaan yang dapat mengancam keberadaan dan pesona
daya tarik yang sudah ada dan atau akan dikembangkan;
Unsur amenitas/kenyamanan meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial penunjang pariwisata,
seperti: klinik, rumah sakit, pasar cinderamata, sarana akomodasi: hotel/losmen, rumah makan,
toilet, pos dan personel polisi pariwisata, penyewaan kendaraan, yang didukung SDM pariwisata
yang melayani para wisatawan berikut prasarana dan sarana pendididkan dan pelatihannya. Untuk
maksud pengembangan destinasi/kawasan pariwisata, elemen amenitas ini perlu dikembangkan
secara proporsional untuk memenuhi kebutuhan pariwisata masa kini maupun masa depan. Untuk
itu perlu ditelaah secara teliti dan matang kelengkapan dari jenis layanan elemen amenitas ini maupun
keadaannya secara kuantitas dan kualitas. Sebagai ilustrasi, pengembangan klinik di sekitar desa
wisata perlu disesuaikan secara spesifik dengan kemungkinan kecelakaan akibat keterlibatan
wisatawan dalam salah satu atraksi pariwisata yang tersedia.
Unsusr aksesibilitas meliputi prasarana transportasi (jalan, lapangan terbang, stasiun dan dermaga),
dan sarana angkutan (darat, laut dan udara) transportasi wisatawan menuju kawasan pariwisata,
maupun di dalam kawasan pariwisata. Perlu ditelaah keadaan sekarang mengenai kesesuaian
kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana angkutan menuju kawasan wisata, maupun di dalam
kawasan pariwisata, serta peningkatan kebutuhan ke depan serta optimasi jangkauan layanannya.
Dengan demikian pembangunan kepariwisataan adalah membangun memelihara dan merawat
prasarana dan sarana pariwisata dalam bentuk atraksi, amenitas dan aksesibilitas agar tercipta
kegiatan dan perjalanan wisata yang dapat memenuhi kebutuhan rekreasi dan perjalanan wisatawan
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka untuk maksud pengembangan destinasi/kawasan pariwisata
Selanjutnya, perlu ditelaah secara cermat jumlah wisatawan yang datang dengan keadaan atraksi,
amenitas dan akses yang ada sekarang ini, dengan kondisi pengelolaan (elemen atraksi, amenitas,
akses dan promosi) yang tersedia, secara seksama. Kemudian mempelajari target-target terkait
pengembangan pariwisata di wilayah bersangkutan, maupun target untuk wilayah yang lebih luas
(target pemerintah kabupaten/kota, target pemerintah provinsi maupun target nasional), yang
ditetapkan secara resmi oleh pemerintah dan menjadi tanggungjawab pemerintah.
Berdasarkan sandingan keadaan layanan pariwisata yang ada dan target yang ditetapkan dapat
ditelusuri kendala yang dihadapi dalam pemenuhan target yang perlu dicapai. Langkah selanjutnya
menelaah keadaan anggaran pemerintah dalam mencapai target yang dimaksud. Informasi yang
tersedia atas kajian tersebut dapat memberikan gambaran mengenai peluang yang tersedia untuk
percepatan pembangunan bila terdapat investasi swasta dalam bentuk KPBU untuk pengembangan /
pembangunan kawasan pariwisata yang dimaksud.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 3
Dengan demikian, sudah dapat dijelaskan dengan proporsional kedudukan KPBU kawasan
pariwisata yang dimaksud dalam maksud meningkatkan wisatawan di wilayah tersebut maupun
dalam maksud mencapai tujuan pembangunan pariwisata pemerintah, melalui perbaikan pengelolaan
dan pembangunan berikut pemeliharaan elemen atraksi, amenitas dan aksesibiltas pariwisata.
Untuk penyelenggaraan dan pengembangan kawasan/destinasi pariwisata, baik dikenali para
pemangku kepentingan yang perlu menjalin hubungan dengan baik dan berinteraksi sesuai fungsi dan
kedudukannya agar terlaksana penyelenggaraan kepariwisataan yang berkembang sehat dan
berkelanjutan.
Selanjutnya, sebelum pembahasan lebih dalam, untuk menghindari kesalahpahaman serta kesesuaian
dengan peraturan yang berlaku hendaknya diperhatikan peristilahan dan dasar-dasar ketentuan dalam
bidang pariwisata sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, berikut peraturan pelaksanaannya.
Peraturan KPBU secara spesifik memperbolehkan pengadaan infrastruktur kepariwisataan
menggunakan model KPBU. Infrastruktur kepariwisataan, pada hakekatnya, berupa sarana dan
prasarana sehubungan dengan atraksi, amenitas, dan akses pariwisata, yang mana ketiga elemen tsb.
secara utuh saling mendukung memberikan kenyamanan dan pengalaman wisata bagi wisatawan.
Ketiga elemen tersebut dapat hadir dalam satu kesatuan pengadaan, maupun pengadaan secara
terpisah namun dalam satu koordinasi yang efektif. Dengan demikian, jenis bangunan (konstruksi)
yang diinvestasikan dapat berupa infrastruktur terkait dengan elemen atraksi, amenitas dan akses,
sebagai berikut, (pasal 3, Peraturan Menteri PPN/Bappenas nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara
Pelaksanaan KPBU dalam Penyediaan infrastruktur):
a. infrastruktur transportasi, antara lain: 1. penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau
pelayanan jasa kebandarudaraan, termasuk fasilitas pendukung seperti terminal penumpang
dan kargo; 2. penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa
kepelabuhanan; 3. sarana dan/atau prasarana perkeretaapian; 4. sarana dan prasarana
angkutan massal perkotaan dan lalu lintas; dan/atau 5. sarana dan prasarana penyeberangan
laut, sungai, dan/atau danau.
b. infrastruktur jalan, antara lain: 1. jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal; 2. jalan tol;
dan/atau 3. jembatan tol.
c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi, antara lain: 1. saluran pembawa air baku; dan/atau
2. jaringan irigasi dan prasarana penampung air beserta bangunan pelengkapnya, antara lain
waduk, bendungan, dan bendung.
d. infrastruktur air minum, antara lain: 1. unit air baku; 2. unit produksi; dan/atau 3. unit
distribusi.
e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat, antara lain: 1. unit pelayanan; 2. unit
pengumpulan; 3. unit pengolahan; 4. unit pembuangan akhir; dan/atau 5. saluran
pembuangan air, dan sanitasi.
f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat, antara lain: 1. unit pengolahan
setempat; 2. unit pengangkutan; 3. unit pengolahan lumpur tinja; 4. unit pembuangan akhir;
dan/atau 5. saluran pembuangan air, dan sanitasi.
g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan, antara lain: 1. pengangkutan; 2. pengolahan;
dan/atau 3. pemrosesan akhir sampah.
h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika, antara lain: 1. jaringan telekomunikasi; 2..
infrastruktur pasif seperti pipa saluran media transmisi kabel (ducting).
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 4
i. infrastruktur energi dan ketenagalistrikan, termasuk infrastruktur energi terbarukan, antara
lain: infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk: a) pembangkit listrik; b) transmisi tenaga
listrik; c) gardu induk; dan/atau d) distribusi tenaga listrik.
j. infrastruktur konservasi energi, antara lain: 1. penerangan jalan umum; dan/atau 2. efisiensi
energi.
k. infrastruktur ekonomi fasilitas perkotaan, antara lain: 1. saluran utilitas (tunnel); dan/atau 2.
pasar umum.
l. infrastruktur kawasan, antara lain: 1. kawasan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan inovasi termasuk pembangunan science and techno park; dan/atau 2. kawasan industri.
Dalam penyusunan toolkit kawasan pariwisata ini terdapat pilihan untuk mengangkat suatu destinasi
wisata menjadi contoh dalam penyusunan KPBU kawasan pariwisata. Perlu dicermati penerapan
KPBU pada beberapa peluang di sektor pariwisata, dengan uraian sebagai berikut.
1. Penerapan KPBU pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata
Ciri khas penyelengaraan KEK adalah dengan menyerahkan pengelolaan suatu kawasan
tanpa penduduk untuk dikembangkan oleh swasta melalui sektor ekonomi tertentu. Prasarana
dan sarana yang diperlukan untuk menunjang pengembangan KEK di luar wilayah KEK akan
didukung oleh pemerintah, sedangkan di dalam wilayah KEK sepenuhnya dalam pengelolaan
swasta dengan memenuhi persyaratan dari kementerian yang terkait. Dengan demikian
diharapkan, pengelolaan internal KEK sesuai dengan minat investor dan pemerintah dapat
mengalokasikan sumber dana pembangunan untuk hal-hal di luar wilayah KEK.
Dengan demikian, peluang penerapan KPBU pada prasarana dan sarana penunjang KEK
yang berada di luar KEK tersebut antara lain: jalan tol menuju wilayah KEK, rest area pada
jalan tol, pengadaan sistem air minum secara utuh: penyediaan prasarana intake dari air baku,
pembangunan prasarana dan sarana pengolahan air minum, dan pipa distribusi utama menuju
wilayah KEK ataupun subsistemnya, hanya bagian dari sistem yang utuh tersebut. Hal yang
sama dapat dilakukan untuk pengadaan tenaga listrik, dan sistem telekomunikasi.
Pengembangan pada prasarana dan sarana amenitas yang dapat sekaligus dimaksudkan untuk
melayani masyarakat di luar wilayah KEK seperti, rumah sakit, prasarana dan sarana
pendidikan dan pelatihan, dan lain sebagainya.
Pengembangan KPBU di dalam wilayah KEK masih dimungkinkan dengan dasar terdapat
tanah yang sepenuhnya dimiliki pemerintah dan akan dimanfaatkan untuk prasarana dan atau
sarana umum. Namun demikian, dukungan pendanaan dari pemerintah perlu
memperhatikan maksud dan ketentuan dalam pemberian KEK tersebut kepada swasta.
2. Penerapan KPBU pada Badan Otorita Pariwisata
Badan Otorita Pariwisata adalah Badan yang dibentuk oleh pemerintah dan mendapatkan
kewenangan pada suatu kawasan tertentu untuk dikelola sesuai mandat yang diperolehnya.
Dengan demikian, badan otorita adalah bagian dari lembaga pemerintah maka kerja sama
yang dilakukan badan otorita dapat disejajarkan dengan peran PJPK di sektor tersebut.
Bidang yang dapat dikerjasamakan dengan KPBU tentu semua infrastruktur (prasarana) dan
sarana yang dimungkinkan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Sedangkan peran Badan
Otorita sebagai PJPK perlu mandat dari Kementerian terkait.
3. Penerapan KPBU Kawasan Pariwisata pada pemerintah daerah
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 5
Kepala pemerintah daerah adalah PJPK yang dapat menerapkan KPBU sesuai ketentuan
yang berlaku. Perlu dicermati bahwa pola umum kegiatan wisata adalah perjalanan menuju
destinasi pariwisata, melakukan perjalanan dan atau menikmati atraksi wisata, bisa jadi pada
beberapa lokasi atau terkumpul dalam satu lokasi dan kemudian kembali ke tempat
tinggalnya, semakin lama perjalanan wisata maka semakin besar peluang pemasukan di sektor
pariwisata, maka untuk itu disediakan akomodasi dan kenyamanan lainnya.
Dengan demikian, dapat ditelusuri bahwa pola umum penerapan KPBU kawasan pariwisata,
adalah pengadaan investasi pada sarana dan prasarana yang diperlukan pada elemen atraksi,
amenitas dan aksesibitas secara optimal untuk menerima manfaat dari bertambah banyaknya
wisatawan yang berkunjung.
4. Pola umum penerapan KPBU pada penyelenggaraan pariwisata pada suatu
kawasan/destinasi pariwisata, adalah penerapan kerja sama pemerintah dan badan usaha
sehubungan dengan kegiatan investasi untuk prasarana dan sarana elemen atraksi, amenitas,
dan aksesibilitas pariwisata yang kemudian dikelola dan dikembangkan untuk memperbanyak
kunjungan wisatawan pada masyarakat yang sadar wisata, didukung kegiatan promosi yang
sesuai dan proporsional. Pola umum tersebut berlaku pada destinasi/kawasan wisata yang
lebih kompleks (KEK Pariwisata; Badan Otorita Pariwisata) atau pun yang jauh lebih
sederhana, seperti penataan pantai dengan contoh Pantai Losari di Makassar, atau Ancol di
Jakarta, maupun pembangunan atraksi edukasi berupa Taman Lalulintas, pembangunan
wisata air ataupun sekedar kolam renang umum, dan lainnya namun tentu perlu dilakukan
penyesuaian. Penyesuaian utama yang perlu dilakukan adalah: a) peran dan dukungan PJPK,
b) jenis dan porsi prasarana dan sarana untuk pengembangan atraksi, amenitas dan akses
pariwisata, maupun promosinya, serta c) bentuk KPBU sesuai dengan pengelolaan barang
milik negara dan nilai strategis pengembangan kawasan wisata yang diselenggarakan tsb.
Sedangkan kesamaan pada setiap jenis KPBU tersebut adalah tanah destinasi/kawasan
pariwisata adalah tanah yang dikuasai oleh pemerintah (kementerian/lembaga, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota)
Dalam penyusunan toolkit kawasan pariwisata, akan dipilih kawasan pariwisata sebagai contoh
pelaksanaan skema KPBU untuk infrastruktur pariwisata dengan pertimbangan seperti diuraikan di
bawah ini:
a. Penyelenggaraan kawasan wisata meliputi pengadaan, pengelolaan (operasionalisasi,
pemeliharaan dan perawatan) elemen atraksi, amenitas, dan akses, serta promosi (3A+P), agar
kegiatan pariwisata wisatawan terlaksana secara berkelanjutan;
b. Dengan memilih KPBU kawasan pariwisata maka diharapkan dapat memberikan gambaran yang
representatif untuk dimanfaatkan bagi semua variasi dari penyelenggaraan pariwisata yang dapat
dilaksanakan dengan skema KPBU. Karena pada hakekatnya kegiatan penyelenggaraan
pariwisata lainnya adalah kombinasi dari 3 elemen tersebut dilengkapi dengan kegiatan promosi
(3A+P), hanya kuantitas dan atau jenis pada tiap-tiap elemen tersebut yang berubah, dan bisa jadi
sangat spesifik dan unik perubahannya. Namun demikian, pola umum penyelenggaraan
pariwisata meliputi penyelenggaraan dan pengelolaan unsur-unsur tersebut (3A+P)
Dengan melihat peluang dan kondisi seperti diuraikan diatas, maka penyelenggaraan Kawasan
Pariwisata melalui skema KPBU bisa menjadi salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas
dan kuantitas destinasi wisata melalui penyediaan elemen atraksi, amenitas, dan aksesibiliti
pariwisata yang memadai dan berkelanjutan.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 6
TUJUAN TOOLKIT KPBU
Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri
PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan
umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara
proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan
untuk:
1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku
kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan
2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata
cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk
memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi
dokumen pra studi-kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa Toolkit atau petunjuk pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website
diharapkan dapat:
1) Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri PPN No.
4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)
2) Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena Toolkit dibuat berbasiskan website
3) Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan dapat memperjelas pengguna dalam menentukan
tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen Pra-Studi Kelayakan
(Pre-Feasibility Study/Pre-FS).
PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari Toolkit berbasis website ini diantaranya adalah:
1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah
• Kementerian Pariwisata
• Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas
• Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
• Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
• Kementerian Perhubungan
• Kementerian Keuangan
• Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota)
• Dinas-dinas dan UPT Pariwisata
• Instansi yang akan menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
• Dan lain-lain
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 7
2. Badan Usaha
• Badan Usaha yang ingin menjadi pemrakarsa
• Badan usaha yang ingin mengikuti proses pengadaan Badan Usaha Pelaksana
• Perbankan dan institusi pembiayaan lainnya
3. Pemangku kepentingan lainnya
• Lembaga donor
• Konsultan penyiapan KPBU
• Dll.
MANFAAT KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA
Skema KPBU menjadi salah satu prioritas skema pembiayaan infrastruktur dengan berbagai
pertimbangan sebagai berikut:
• Adanya keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur;
• Skema KPBU menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan
infrastruktur atau layanan publik;
• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta atau badan usaha dalam penentuan proyek yang
layak untuk dikembangkan;
• Skema KPBU memungkinkan bagi Pemerintah untuk memilih dan memberi tanggung jawab
kepada pihak swasta yang benar-benar memiliki kapasitas untuk melakukan pengelolaan yang
efisien terhadap fasilitas atau infrastruktur yang dibangun;
• Melalui skema KPBU, Pemerintah dapat memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak
swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal terhadap infrastruktur yang
dikerjasamakan, sehingga layanan publik dapat digunakan secara berkelanjutan.
INFRASTRUKTUR KPBU
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan
infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:
1) Infrastruktur transportasi
2) Infrastruktur jalan
3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi
4) Infrastruktur air minum
5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah
terpusat
11) Infrastruktur konservasi energi
12) Infrastruktur fasilitas perkotaan
13) Infrastruktur kawasan
14) Infrastruktur pariwisata
15) Infrastruktur fasilitas pendidikan
16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga
17) Infrastruktur kesehatan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 8
6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah
setempat
7) Infrastruktur sistem pengelolaan
persampahan
8) Infrastruktur telekomunikasi dan
informatika
9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan;
10) Infrastruktur minyak dan gas bumi
18) Infrastruktur pemasyarakatan
19) Infrastruktur perumahan rakyat
RUANG LINGKUP TOOLKIT
Ruang lingkup Toolkit KPBU Kawasan Pariwisata adalah:
1. Proyek KPBU yang diusulkan merupakan proyek yang diprakarsai Pemerintah (solicited).;
2. Penyelenggaraan kawasan pariwisata yang dimaksud adalah penyelenggaraan suatu kawasan
yang meliputi elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas dengan kelengkapan prasarana dan
sarananya secara utuh, termasuk di dalamnya upaya pengelolaan: pembangunan (baru),
pemeliharaan /perawatan, dan pemasaran.
3. Penyelenggaraan pariwisata pada suatu kawasan pariwisata, walaupun format Toolkit ini
dapat juga digunakan untuk destinasi/kawasan wisata yang lebih kompleks (KEK Pariwisata;
Badan Otorita Pariwisata) atau pun yang jauh lebih sederhana, seperti penataan pantai dengan
contoh Pantai Losari di Makassar, pembangunan atraksi edukasi berupa Taman Lalulintas,
pembangunan wisata air ataupun sekedar kolam renang umum, dan lainnya namun tentu
perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian utama yang perlu dilakukan adalah: a) peran dan
dukungan PJPK, b) jenis prasarana dan sarana untuk pengembangan atraksi, amenitas dan
akses pariwisata, serta c) bentuk KPBU sesuai dengan pengelolaan barang milik negara dan
nilai strategis pengembangan kawasan wisata yang diselenggarakan tsb.
4. Kegiatan dalam Toolkit ini secara khusus diarahkan pada Rencana Pengembangan
Kawasan Pariwisata.
TEMPLATE PRA-STUDI KELAYAKAN
Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan
penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk infrastruktur kawasan pariwisata. Secara
umum, isi prastudi kelayakan meliputi:
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan
Bab 3 : Kajian Teknis
Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial
Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan
Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 9
Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU
Bab 8 : Kajian Risiko
Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)
Bab 11 : Kajian Pengadaan
Lampiran-lampiran
• Info Memorandum
• Bahan Market Sounding
• Real Demand Survey
• Kajian Lingkungan (KA-ANDAL dan/atau lainnya)
• Lain-lain
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dokumen Pra-Studi Kelayakan harus diawali oleh Ringkasan Eksekutif yang merupakan ringkasan
dari Dokumen Pra-Studi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis
atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan Ringkasan
Eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca.
Ringkasan Eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini dan
tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan tujuan
pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan pembayaran bagi
pihak Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) maupun Badan Usaha Pelaksana (BUP) serta
manfaat bagi semua pihak.
Dalam membuat Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu:
Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif
secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :
1. Pengantar.
Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa
perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU. Jelaskan apakah ini merupakan proyek
solicited atau unsolicited dan siapa yang menjadi pemrakrasanya.
2. Lokasi Proyek
Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya. Secara rinci baik dijelaskan jenis
dan lokasi elemen atraksi, elemen amenitas – seperti akomodasi penginapan, rumah makan,
serta fasilitas keamanan dan kesehatan yang sudah siap mendukung maupun yang diperlukan.
3. Peluang Pasar
Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek KPBU di sektor pariwisata (khususnya
bidang usaha kawasan pariwisata) yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang
dilakukan.
4. Skema Kerjasama yang ditawarkan
Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta dengan
alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.
5. Rencana Investasi
Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-pihak yang
terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada) mencakup
Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan (Expected Revenue), biaya
(Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama masa kerjasama.
6. Struktur Organisasi
Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam KPBU. Penjelasan dapat
dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya.
7. Kesiapan Proyek
Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun belum
terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 2
8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Menjelaskan diperlukan atau tidaknya serta kesiapan dari Dukungan Pemerintah dan/atau
Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menguraikan secara umum latar belakang diperlukannya proyek KPBU Kawasan Pariwisata yang
dimaksud. Perlu ditelusuri dan diuraikan kebutuhan rintisan pengembangan, pengembangan,
maupun revitalisasi kawasan pariwisata yang akan dikembangkan melalui KPBU. Penelusuran dapat
dilakukan melalui pencarian atau penemuan langsung destinasi wisata di lapangan, maupun yang
direkomendasikan oleh lembaga resmi atau ternama, serta dapat pula penelusuran dari pemenuhan
target-target pembangunan pariwisata melalui dokumen resmi kementerian, pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota, seperti RPJMN, Renstra Kementerian, RPJMD
provinsi/kabupaten/kota, dan rencana induk pengembangan pariwisata nasional maupun daerah
(provinsi/kabupaten/kota), serta masterplan/rencana induk suatu kawasan pariwisata.
Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini antara lain meliputi:
1. Kondisi penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata secara nasional, beserta data-data
pendukungnya. Misalkan secara keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) dan
wisatawan nusantara (wisnu) dan perkembangannya, kemudian secara spesifik porsi jumlah
wisman dan wisnu yang yang datang pada wilayah destinasi wisata yang akan dikembangkan.
2. Uraian target Pemerintah dalam meningkatkan kunjungan wisatawan dan penyelenggaraan
pariwisata secara nasional kemudian dirinci menurut provinsi dan kabupaten lokasi destinasi
wisata yang dimaksudkan akan dikembangkan kawasan wisatanya.
3. Kondisi umum layanan dan pengelolaan pariwisata di Provinsi atau Kabupaten/Kota
bersangkutan secara umum, meliputi kondisi sarana dan prasarana pariisata meliputi elemen
atraksi, amenitas dan aksesibiltas dan promosi pariwisata..
4. Peluang peningkatan wisman dan wisnu sebagai akibat pengembangan kawasan pariwisata yang
dimaksud dan akan diuraikan pra studi-kelayakannya ini.
5. Upaya dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah bersangkutan dalam maksud
peningkatan jumlah wisman dan wisnu di wilayah kerjanya.
6. Kendala yang dihadapi dalam pembiayaan dalam meningkatkan kualitas penyediaan dan/atau
penyelenggaraan pariwisata di wilayah kerjanya.
7. Kesimpulan akan adanya kebutuhan pembiayaan untuk meningkatkan kualitas dan kualitas
destinasi pariwisata (elemen atraksi dan/atau amenitas dan/atau aksesibilitas pariwisata) dalam
rangka peningkatan jumlah dan lama tinggal wisatawan, melalui penyelenggaraan kawasan
pariwisata dengan melibatkan pihak swasta melalui skema KPBU.
1.2. Maksud dan Tujuan
Dalam sub-bab ini diuraikan tentang maksud dan tujuan dari penyusunan Pra-Studi Kelayakan
tersebut.
1.2.1. Maksud
Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU. Contoh dari maksud
tersebut antara lain sebagai berikut:
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 4
• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi
dalam pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan kawasan/destinasi pariwisata
secara utuh maupun bagian dari sarana/prasarana elemen atarksi, amenitas, aksesibilitas
pariwisatanya
• Mengembangkan struktur pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan
kawasan/destinasi pariwisata melalui skema KPBU.
• Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan
kawasan/destinasi pariwisata melalui skema KPBU.
• Memberikan informasi awal dan langkah-langkah penyiapan KPBU bidang pariwisata,
khususnya KPBU tentang kawasan wisata dengan penyusunan studi kelayakan awal
• Memberikan kajian kelayakan pembiayaan penyediaan ataupun penyelenggaraan elemen
pariwisata (salah satu atau kesemuanya : elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas, plus
promosi) dalam rangka peningkatan jumlah wisatawan, lama tinggal serta belanja wisata
di suatu kawasan /destinasi wisata.
1.2.2. Tujuan
Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan
tersebut antara lain:
• Memberikan pemahaman akan kelayakan dalam penyediaan dan/ataupun
penyelenggaraan kawasan/destinasi pariwisata melalui skema KPBU.
• Memastikan peningkatan kualitas penyelenggaraan kawasan pariwisata.
• Terciptanya transfer teknologi maupun kemampuan manajerial dalam memberikan
pelayanan dan fasilitas pada kawasan/destinasi pariwisata di wilayah proyek.
• Meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pelayanan pariwisata melalui
pengembangan kawasan wisata.
• Dan/atau lain-lain.
1.3. Sistematika Pembahasan
Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan beserta uraian singkat isi
dari tiap-tiap bab dalam Pra-Studi Kelayakan, yaitu:
Ringkasan Eksekutif
Bab 1 : Pendahuluan
Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan
Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan
Bab 4 : Kajian Teknis
Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial
Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial
Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU
Bab 8 : Kajian Risiko
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 5
Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues)
Bab 11 : Kajian Pengadaan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 6
BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN
2.1. Analisis Kebutuhan
Dalam Sub-Bab analisis kebutuhan ini perlu diterangkan mengenai:
a. Kepastian bahwa peningkatan kuantitas dan/atau kualitas penyelenggaraan
kawasan/destinasi pariwisata melalui skema KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan
ekonomi.
b. Penjelasan terkait kebutuhan daerah akan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas
penyelenggaraan kawasan/destinasi pariwisata dilihat dari ketidakcukupan pelayanan yang
ada saat ini baik dari segi kelengkapan, kuantitas dan kualitas dari salah satu atau kesemuanya
sehubungan dengan elemen atraksi, amenitas, dan aksisibilitas pariwisata, berdasarkan
analisis data-data sekunder yang ada.
c. Penjelasan mengenai komitmen pemerintah pusat maupun pemerintah daerah setempat
berdasarkan hasil diskusi dengan pihak-pihak terkait ataupun berdasarkan hasil Konsultasi
Publik.
2.2. Kriteria Kepatuhan
Dalam sub-bab Kriteria Kepatuhan, dokumen Pra-Studi Kelayakan harus dapat menjelaskan
mengenai hal-hal berikut:
a. Siapakah yang akan menjadi PJPK dan apa dasar hukumnya.
b. Adakah peraturan yang mendukung atau sebaliknya melarang pelaksanaan penyelenggaraan
pengembangan destinasi/kawasan pariwisata melalui skema KPBU?
c. Apa saja rencana pengembangan di sektor pariwisata, khususnya terkait wilayah/destinasi
wisata bersangkutan, yang terdapat di dalam RPJMN?
d. Apa saja rencana pengembangan di sektor pariwisata, khususnya terkait destinasi/kawasan
pariwisata yang dimaksud, yang terdapat di dalam RPJMD pemerintah daerah provinsi?
e. Apa saja rencana pengembangan di sektor pariwisata, khususnya terkait destinasi/kawasan
pariwisata yang dimaksud, yang terdapat di dalam RPJMD pemerintah daerah
kabupaten/kota bersangkutan?
f. Apa saja rencana pengembangan di sektor pariwisata, khususnya kawasan/destinasi
pariwisata yang dimaksud, yang terdapat di dalam Rencana Strategis Kementerian
Pariwisata?
g. Dari aspek tata ruang, perlu dikaji kesesuaian lokasi kawasan pariwisata yang akan
dikerjasamakan terhadap perencanaan tata ruang wilayah sehingga diharapkan lokasi yang
diusulkan tidak melanggar fungsi kawasannya.
h. Apa saja rencana pengembangan di sektor pariwisata, khususnya sektor elemen pariwisata
(atraksi, amenitas, aksesibilitas) yang akan dikembangkan (infrastruktur yang dapat
dikembangkan melalui KPBU), yang terdapat di dalam dokumen rencana pembangunan
Provinsi dan Kabupaten/Kota bersangkutan (dokumen RPJMD, Renstra SKPD, RKPD)?
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 7
2.3. Kesimpulan
Berdasarkan kajian-kajian terhadap perencanaan yang telah diuraikan diatas, maka dalam sub-bab ini
harus bisa menjelaskan sejauh mana kesesuaian rencana proyek KPBU pengembangan
destinasi/kawasan pariwisata yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan dan
perencanaan yang ada.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 8
BAB 3. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN
3.1. Kajian Hukum
Sub-Bab Kajian Hukum ini bertujuan untuk memastikan bahwa rencana pengembangan
penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata melalui skema KPBU telah sesuai dengan peraturan
perundangan yang terkait. Beberapa hal yang perlu dibahas setidaknya meliputi:
3.1.1. Analisis Peraturan Perundangan
Analisa peraturan perundang-undangan akan mengkaji berbagai peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di sektor
pengembangan penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata, terutama penyelenggaraan di
lokasi yang diajukan. Perlu dipastikan bahwa rencana proyek KPBU ini tidak menyalahi
peraturan perundangan yang ada. Beberapa peraturan yang perlu dikaji dalam Dokumen Pra-
FS ini meliputi:
a. Peraturan KPBU
Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur penyelenggaraan destinasi/kawasan
pariwisata yang dimaksud termasuk dalam infrastruktur yang masuk dalam daftar
infrastruktur yang dapat di-KPBU-kan. Peraturan ini mengacu pada Perpres No. 38/2015
dan Permen PPN No. 4/2015. Beberapa point penting yang perlu dibahas meliputi:
• Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur destinasi/kawasan pariwisata dengan
skema KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha);
• Penjelasan pengembangan destinasi/kawasan pariwisata (meliputi elemen atraksi,
amenitas dan aksesibilitas pariwisata) termasuk dalam infrastruktur yang dapat
dikerjasamakan melalui skema KPBU sebagai infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial;
• Pelaksanaan pengembangan infrastruktur destinasi/kawasan pariwisata dapat
dilakukan dengan skema KPBU dengan menggabungkan dengan lebih dari satu
jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.
• Pasal atau ayat terkait penetapan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
untuk proyek KPBU yang diusulkan serta bagaimana pengaturan pengembalian
investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan
keuntungan Badan Usaha Pelaksana.
b. Peraturan terkait penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata.
Memastikan bahwa pengembangan infrastruktur destinasi/kawasan pariwisata didukung
oleh peraturan yang terkait penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata, khususnya
destinasi/kawasan pariwisata di lokasi yang diusulkan. Beberapa peraturan yang dapat
menjadi acuan diantaranya adalah:
• Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Kajian terhadap Undang-Undang Kepariwisataan sebagai landasan hukum
penyelenggaraan kepariwisataan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan azas,
fungsi dan tujuan kepariwisataan, pengaturan tentang prinsip penyelenggaraan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 9
kepariwisataan dan pembangunan kepariwisataan. Di samping itu, kajian juga
meliputi keselarasan dengan pengaturan tentang usaha pariwisata, serta
standarisasi dan SDM kepariwisataan agar mendukung terciptanya
penyelenggaraan destinasi/kawasan pariwisata yang baik.
• Standar Nasional Indonesia
Mengkaji tentang pengaturan standar sarana kawasan pariwisata meliputi elemen
atraksi, amenitas dan aksesibilitas yang meliputi perabot, peralatan
kepariwisataan, kelengkapan keselamatan pariwisata untuk menikmati atraksi
wisata maupun kelengkapan peralatan/perabot untuk dapur terkait
kepariwisataan, akomodasi dlsb. untuk menunjang proses penyelenggaraan
kawasan pariwisata yang berkelanjutan. Di samping itu, juga mengkaji standar
prasarana terkait elemen atraksi, amenity dan aksesibilitas yang meliputi luasan
lahan, luasan ruang, luas fasilitas olahraga dan bermain, yang diperlukan untuk
menunjang kegiatan kepariwisataan yang berkelanjutan.
• Peraturan Kementerian terkait standar pelayanan prasarana, sarana dan layanan
terkait kawasan Pariwisata meliputi elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas.
c. Undang Undang Pemerintahan Daerah
Menjelaskan pembagian urusan pemerintahan bidang kepariwisataan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lampiran
A sebagai berikut:
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PARIWISATA
NO SUB URUSAN PEMERINTAH
PUSAT
DAERAH
PROVINSI
DAERAH
KABUPATEN/ KOTA
1 Destinasi
Pariwisata • Penetapan daya
tarik wisata,
kawasan strategis
pariwisata, dan
destinasi pariwisata.
• Pengelolaan daya
tarik wisata
nasional.
• Pengelolaan
kawasan strategis
pariwisata nasional.
• Pengelolaan
destinasi pariwisata
nasional.
• Penetapan tanda
daftar usaha
pariwisata lintas
Daerah provinsi.
• Pengelolaan daya
tarik wisata
provinsi.
• Pengelolaan
kawasan strategis
pariwisata
provinsi.
• Pengelolaan
destinasi
pariwisata
provinsi.
• Penetapan tanda
daftar usaha
pariwisata lintas
Daerah
kabupaten/kota
dalam 1 (satu)
Daerah provinsi.
• Pengelolaan daya tarik
wisata
kabupaten/kota.
• Pengelolaan kawasan
strategis pariwisata
kabupaten/kota.
• Pengelolaan destinasi
pariwisata
kabupaten/kota.
• Penetapan tanda
daftar usaha
pariwisata kabupaten/kota.
2. Pemasaran
Pariwisata
Pemasaran pariwisata
dalam dan luar negeri
daya tarik, destinasi
dan kawasan strategis pariwisata nasional.
Pemasaran
pariwisata dalam
dan luar negeri daya
tarik, destinasi dan
kawasan strategis
pariwisata provinsi.
Pemasaran pariwisata
dalam dan luar negeri
daya tarik, destinasi dan
kawasan strategis
pariwisata
kabupaten/kota.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 10
3 Pengembangan
Ekonomi
Kreatif melalui
Pemanfaatan
dan
Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual
Pengembangan
ekonomi kreatif
nasional yang
ditetapkan dengan kriteria.
Pengembangan
ekonomi kreatif
nasional yang
ditetapkan dengan kriteria.
Pengembangan ekonomi
kreatif nasional yang
ditetapkan dengan kriteria.
4 Pengembangan
Sumber Daya
Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif
Pengembangan,
penyelenggaraan dan
peningkatan kapasitas
sumber daya manusia
pariwisata dan
ekonomi kreatif
tingkat ahli.
Pengembangan,
penyelenggaraan
dan peningkatan
kapasitas sumber
daya manusia
pariwisata dan
ekonomi kreatif tingkat ahli.
Pengembangan,
penyelenggaraan dan
peningkatan kapasitas
sumber daya manusia
pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat ahli.
d. Peraturan Terkait Pendirian Badan Usaha
Peraturan Menteri Pariwisata nomor 3 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan pelayanan
Terpadu satu Pintu Bidang Pariwisata di Badan Koordinasi penanaman Modal
Kajian terhadap Peraturan Menteri Pariwisata no 3 tahun 2017 sebagai dasar bagi
pelaksanaan dan penyelasaran dengan hal izin usaha/pendaftaran usaha, yang secara
implisit menjamin keselarasan dengan peraturan lainnya sehubungan dengan
penyelengaraan usaha kawasan pariwisata.
e. Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
Mengkaji tentang peraturan daerah yang terkait dengan kepariwisataan, termasuk
penyelenggaraan usaha kepariwisataan untuk jenis kawasan pariwisata. Keberadaan
Perda memperkuat landasan untuk terselenggaranya kerjasama sektor infrastruktur
Pariwisata yang terdiri dari prasarana dan sarana elemen atraksi, amenity dan aksesibilitas
pariwisata.
f. Peraturan Terkait Lingkungan
Berisi kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan aspek lingkungan dan
dilakukan penetapan tingkat kajian lingkungan yang perlu dilakukan terkait dengan
besaran proyek KPBU yang akan dilakukan, apakah AMDAL, UKL/UPL atau Izin
Lingkungan. Peraturan tersebut antara lain:
1) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
2) Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2015 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
g. Peraturan Terkait Pembiayaan Daerah
Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pembiayaan infrastruktur oleh
Pemerintah Daerah, khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diperbaharui oleh Peraturan Menteri
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 11
Dalam Negeri No. 59 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun
2011. Bisa juga dilakukan pengkajian tentang kemungkinan dilakukannya pinjaman
daerah dengan merujuk pada PP no. 30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.
h. Peraturan Terkait Pengadaan
Sub-bab ini akan membahas beberapa peraturan terkait pengadaan BUP terutama untuk
menentukan tahapan proses pengadaan, apakah pengadaan dilakukan secara satu tahap
atau dua tahap dengan melihat spesifikasi keluaran proyek KPBU.
Peraturan yang perlu dikaji setidaknya adalah Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
i. Peraturan Terkait Penanaman Modal
Berisikan kajian mengenai penanaman modal usaha dalam pengembangan infrastruktur
SMKN melalui skema KPBU dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun
2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Berdasarkan peraturan presiden
tersebut, perlu dilihat batas kepemilikan modal asing untuk bidang usaha penyediaan
sarana dan atau prasarana penyelenggaraan kawasan pariwisata yang meliputi sarana dan
prasarana elemen ataraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata.
j. Peraturan Terkait Persaingan Usaha
Berisikan kajian kesesuaian proyek pengembangan dan penyelenggaraan kawasan
pariwisata dengan peraturan persaingan usaha diantaranya yaitu Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan
peraturan pelaksanaannya.
k. Peraturan Terkait Ketenagakerjaan
Dilakukan kajian terkait tenaga kerja atau pegawai yang akan terlibat dalam
pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata melalui skema KPBU, baik
pada saat konstruksi maupun saat pengoperasiannya. Kajian ini dapat mengacu salah
satunya pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan
peraturan pelaksanaan di bawahnya.
l. Peraturan Terkait Pengadaan Tanah
Bila proyek pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata melalui skema
KPBU ini memerlukan tanah, maka perlu dilakukan kajian terhadap proses pengadaan
tanah yang harus mengacu pada:
• UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
• Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014, Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 dan
Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015.
• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 12
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun
2015.
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan
Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
• Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan
Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
m. Peraturan Terkait Pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah
Pada bagian ini dianalisa kemungkinan pemanfaatan Barang Milik Negara/Barang Milik
Daerah dalam proyek pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata dengan
mengacu pada:
• Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
• Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan No. 87/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 246/PMK.06/2014.
• Peraturan Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan
Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
65/PMK.06/2016.
n. Peraturan Terkait Perpajakan
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perpajakan khususnya yang berkaitan langsung dengan pengembangan
dan/atau pengelolaan kawasan pariwisata oleh Badan Usaha. Pada bagian ini diharapkan
dapat teridentifikasi kemungkinan pemberian insentif perpajakan kepada Badan Usaha
jika diperlukan.
o. Peraturan Terkait Dukungan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, Pemerintah dapat memberikan dukungan pemerintah
terhadap badan usaha pelaksana dalam pelaksanaan KPBU. Berkaitan dengan pemberian
dukungan pemerintah atas sebagian biaya konstruksi, perlu dilakukan analisa terhadap
Peraturan Menteri Keuangan No. 223/PMK.011/2012 Pemberian Dukungan Kelayakan
Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Pelaksanaan Infrastruktur.
p. Peraturan Terkait Jaminan Pemerintah
Dalam pelaksanaan skema KPBU, pemerintah dapat memberikan jaminan pemerintah
dalam bentuk penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah dapat diberikan oleh
Menteri Keuangan melalui PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) selaku
badan usaha penjaminan infrastruktur. Jaminan pemerintah diberikan dengan
memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian risiko keuangan dalam APBN.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 13
Pada bagian ini dilakukan analisa terhadap proses pemberian jaminan pemerintah oleh
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang diatur dalam:
• Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam
Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan
Usaha Penjaminan Infrastruktur; dan
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha, sebagaimana telah diubah dengan PMK No 8/PMK/08/2016 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
• Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka
Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur
3.1.2. Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi
Dalam sub-bab ini, dokumen Pra-Studi Kelayakan perlu menguraikan isu-isu hukum yang
berpotensi memberikan pengaruh/dampak pada penyiapan, transaksi, maupun pelaksanaan
proyek KPBU berdasarkan kajian hukum yang telah dilakukan di sub-bab sebelumnya, serta
menjabarkan strategi mitigasi untuk meminimalisasi kemungkinan terjadi dan besaran
dampaknya. Misalnya, risiko yang diakibatkan dari diterbitkannya peraturan baru.
3.1.3. Kebutuhan Perijinan
Pada sub-bab ini akan diuraikan perijinan-perijinan yang diperlukan untuk pelaksanaan
pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata serta rencana strategi untuk
memperoleh perijinan-perijinan tersebut, baik perijinan sebelum proses pengadaan maupun
setelah proses pengadaan. Sebagai contoh adalah perijinan AMDAL, Izin Lingkungan, Surat
Penetapan Lokasi dari Gubernur, persetujuan prinsip dukungan dan/atau jaminan
pemerintah (jika dibutuhkan), dan sebagainya yang diperlukan sebelum proses pengadaan.
Sementara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sebagainya diperlukan setelah proses
pengadaan dan penandatangan kerjasama.
3.1.4. Rencana dan Jadwal Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum
Dalam sub-bab ini perlu diuraikan rencana dan jadwal pemenuhan persyaratan peraturan dan
hukum disesuaikan dengan rencana dan jadwal penyiapan, transaksi, serta pelaksanaan
proyek KPBU.
3.2. Kajian Kelembagaan
Sub-Bab Kajian Kelembagaan ini bertujuan untuk menjelaskan kelembagaan yang akan terlibat dalam
pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata, struktur kelembagaannya, tugas dari
masing-masing institusi yang terlibat serta mengkaji permasalahan dan rencana mitigasi
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 14
permasalahan di aspek kelembagaan. Pada bagian ini, analisis kelembagaan akan dilaksanakan
dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memastikan kewenangan institusi yang akan bertindak sebagai PJPK dalam melaksanakan
KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastruktur (jika ada);
b. Melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan menentukan
peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;
c. Menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan penyiapan
Prastudi Kelayakan, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada PJPK;
d. Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan
e. Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.
Uraian kajian kelembagaan ini meliputi:
3.2.1. Struktur Organisasi KPBU
Pada sub-bab ini digambarkan skema atau struktur organisasi dari instansi-instansi yang akan
terlibat dalam KPBU beserta dengan penjelasan umumnya.
3.2.2. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
Pada bagian ini menguraikan institusi mana yang menjadi PJPK serta dilakukan analisa
mengenai kewenangan institusi yang menjadi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU yang
diusulkan. Penanggung Jawab Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur Pariwisata yang terdiri dari parasarana dan sarana elemen atraksi,
amenitas dan aksesibilitas pariwisata, memperhatikan pembagian urusan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan undang-undang
tersebut ditetapkan pengelolaan kawasan pariwisata yang dimaksud menjadi kewenangan
kementerian/Badan, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota
sehingga PJPK untuk proyek KPBU infrastruktur kawasan wisata tersebut dapat ditentukan:
terdiri dari PJPK tunggal atau menyangku beberapa PJPK yang kemudian perlu menetapkan
PJPK gabungannya.
Dalam bagian ini juga perlu diuraikan apakah PJPK akan dibantu oleh Badan Penyiapan atau
Tim KPBU.
3.2.3. Pemetaan Peran dan Tanggungjawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping)
Dalam sub-bab ini akan diuraikan peran dan tanggung jawab dari masing-masing lembaga
terkait dengan proyek pengembangan penyelenggaraan SMKN, diantaranya meliputi:
a. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PJPK serta apa yang perlu disiapkan oleh PJPK,
serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
b. Tim KPBU
Menguraikan apakah Tim KPBU sudah terbentuk atau belum dan juga berisikan
penjelasan mengenai pembentukan Tim Teknis KPBU berdasarkan Surat
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 15
Penetapan/Surat Keputusan dari PJPK, menguraikan tugas dan tanggung jawab Tim
KPBU, serta menentukan peran dalam skema pengambilan keputusan.
c. Badan Usaha Pelaksana-BUP (Special Purpose Company - SPC)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab BUP, serta menentukan peran dalam skema
pengambilan keputusan.
d. Kementerian Pariwisata
Menguraikan peran dan tanggungjawab Kementerian Pariwisata dalam proyek kerjasama
yang diusulkan, meliputi diantaranya:
• Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kepariwisataan;
• Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Pariwisata;
• Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pariwisata;
• Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Pariwisata di daerah;
• Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan
• Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
e. Pemerintah Daerah Provinsi
Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Provinsi dalam mendukung
pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah provinsi di sektor
pariwisata, khususnya pembangunan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata.
f. Pemerintah Kabupaten/Kota
Menguraikan tugas dan peran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam mendukung
pelaksanaan proyek KPBU ini sesuai dengan urusan pemerintah daerah di sektor
pariwisata, khususnya pembangunan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata.
g. Kementerian/Lembaga Non Kementerian Terkait
Menguraikan kewenangan dan tanggungjawab kementerian/lembaga non kementerian
yang tugas dan fungsinya terkait dengan aspek perencanaan dan pengembangan
infrastruktur kepariwisataan meliputi prasarana dan sarana elemen atraksi, amenitas dan
aksesibilitas pariwisata yang sedang disusun, seperti misalnya Bappenas, Kemenkeu, dan
sebagainya.
h. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Menguraikan tugas dan tanggung jawab PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
apabila proyek KPBU yang direncanakan memerlukan Jaminan Pemerintah.
i. Badan Lainnya
Menguraikan tugas dan tanggung jawab badan-badan atau lembaga-lembaga lain yang
akan terlibat dalam proyek KPBU yang direncanakan.
3.2.4. Perangkat Regulasi Kelembagaan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 16
Berdasarkan analisa terhadap peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder)
terkait dan Tim KPBU, pada bagian ini dilakukan analisa kebutuhan regulasi untuk
mendukung peran dan tanggungjawab lembaga terkait sebagaimana dimaksud diatas.
3.3. Kerangka Acuan Pengambilan Keputusan
Berdasarkan analisa terhadap peraturan perundang-undangan serta peran dan tanggung jawab
pemangku kepentingan (stakeholder) terkait, pada bagian ini dilakukan analisa kerangka acuan
pengambilan keputusan terkait pelaksanaan Proyek KPBU. Kerangka acuan ini menjelaskan institusi
mana yang akan bertanggungjawab untuk kegiatan tertentu, seperti contoh dibawah ini:
Jenis Keputusan Penerbit/Penanggung Jawab Persyaratan/Catatan
Konfirmasi kesiapan proyek Panitia Pengadaan Checklist kelengkapan
dokumen telah memenuhi
Penetapan Pemenang Lelang PJPK Penetapan berdasarkan usulan
dari Panitia Pengadaan
Surat Penunjukan BUP
Pemenang Lelang
PJPK Penerbitan dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) hari kerja
setelah surat pemenang lelang
diterbitkan.
Dan lain-lain
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 17
BAB 4. KAJIAN TEKNIS
4.1. Kondisi Eksisting
Sub-bab kondisi eksisting ini ditujukan untuk menguraikan kondisi penyelenggaraan
destinasi/kawasan pariwisata, di wilayah perencanaan. Beberapa kondisi eksisting yang perlu
diuraikan diantaranya meliputi:
4.1.1. Kondisi Geografis Lokal
Menceritakan kondisi geografis lokal secara umum wilayah kabupaten/kota sampai dengan
kondisi geografis di rencana lokasi pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata
yang akan dikembangkan. Bahasan termasuk, sebaran elemen atraksi dan amenitas dan
aksesibilitas pariwisata.
4.1.2. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kondisi sosial ekonomi dan budaya mnerupakan faktor penting untuk melihat potensi
pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata yang akan dikembangkan. Beberapa
kondisi sosial ekonomi yang perlu ditinjau antara lain :
• Besaran kunjungan wisatawan menurut jumlah, lama menetap dan perkiraan belanja
wisatawan secara time-series;
• Sebaran, jumlah dan jenis atraksi bagi wisatawan dan pendapatan yang dihasilkan,
secara time-seires;
• Sebaran, jumlah dan jenis layanan amenitas bagi wisatawan dan frekuensi
pemanfaatannya oleh wisatawan, secara time series;
• Jenis dan jumlah prasarana dan sarana angkutan yang tersedia dan porsi aktivitas bagi
wisatawan
• Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga
• PDRB dan porsi sektor pariwisata
• Pola pertumbuhan PDRB
• Proyeksi PDRB
4.1.3. Kondisi Kawasan Pariwisata
Menjelaskan mengenai lokasi, jumlah, jenis, kondisi dan daya tampung kawasan pariwisata
yang ada saat ini dan jumlah kunjungan wisatawan yang ada saat ini.
4.2. Tinjauan Tata Ruang
Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah kabupaten/kota
bersangkutan dan juga secara lebih mendetail di rencana lokasi pengembangan dan penyelenggaraan
kawasan wisata yang akan dikerjasamakan. Tinjauan tersebut meliputi:
• Struktur tata ruang
• Rencana detil tata ruang
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 18
• Peraturan zonasi
• Rencana pengembangan
Dalam kajian ini perlu disimpulkan bagaimana kesesuaian rencana lokasi kawasan pariwisata yang
akan dikerjasamakan dilihat dari aspek tata ruang
4.3. Aspek Utilitas
Pada bagian ini diuraikan mengenai kondisi utilitas di wilayah kabupaten/kota bersangkutan secara
umum dan juga kondisi utilitas di rencana lokasi kawasan pariwisata. Kajian tersebut meliputi:
4.3.1. Sumber Tenaga Listrik
Menguraikan ketersediaan pasokan listrik secara umum dan juga di wilayah lokasi kawasan
pariwisata, sehingga dapat disimpulkan kesiapan utilitas listrik untuk pengembangan kawasan
pariwisata yang akan dikerjasamakan.
4.3.2. Sumber Air Bersih
Menguraikan sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat secara umum, termasuk juga
cakupan lokasi pelayanan air minum perpipaan yang ada. Akan sangat baik jika disampaikan
dalam bentuk peta.
4.3.3. Pengelolaan Limbah
Menguraikan sistem pengelolaan limbah cair dan limbah padat yang saat ini berlangsung di
wilayah perencanaan, termasuk juga cakupan pelayanan, sistem pengelolaan, sistem
pembuangan limbah, dan sebagainya.
4.3.4. Sistem Transportasi
Menguraikan sistem transportasi yang tersedia dil wilayah perencanaan, termasuk
didalamnya sistem transportasi berupa angkutan kota, bis, MRT, LRT, dan sebagainya bila
ada.
4.4. Kajian Kebutuhan
Dalam sub-bab diuraikan kebutuhan akan infrastruktur kawasan wisata yang terdiri dari elemen
atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata, berdasarkan proyeksi kunjungan wisatawan
berdasarkan umur, besar grup dan belanja wisata, terutama yang sejenis, maupun yang complementary
(saling melengkapi) dengan kawasan pariwisata yang akan dikerjasamakan, kapasitas dan daya tarik
wisatawan, serta potensi penyerapan wisatawan baru, dan sebagainya.
4.4.1. Proyeksi Wisatawan
Bagian ini menguraikan proyeksi jumlah wisatawan (wisman dan wisnu), berdasarkan jumlah
dan perkembangan atraksi, keadaan amenitas dan akses pariwisata.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 19
4.4.2. Potensi Pengembangan Kawasan Pariwisata.
Menjelaskan tentang potensi pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata yang
terdiri dari elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata yang baru , sebagai pelengkap
atraksi yang sudah ada maupun sebagai atraksi baru.
4.4.3. Kebutuhan Fasilitas Pemenuhan Elemen Amenitas Pariwisata
Bagian ini menjelaskan tentang kebutuhan fasilitas umum dan sosial, dan ekonomi termasuk
prasarana dan sarana akomodasi (penginapan, hotel, bungalow dlsb.) yang diperlukan untuk
mengimbangi perkembangan elemen atraksi dan potensi peningkatan wasatawan.
4.4.4. Potensi Penyebarluasan Pemasaran Kawasan Pariwisata
Bagian ini menjelaskan tentang potensi peningkatan wisatawan melalui kegiatan promosi
kawasan pariwisata, berdasarkan pada program promosi yang sesuai dan proporsional pada
lokasi yang terbukti memiliki calon wisatawan yang sesuai dengan kawasan pariwisata yang
akan dikembangkan.
4.4.5. Dukungan Masyarakat dan Dunia Usaha
Menjelaskan tentang adanya dukungan masyarakat dan dunia usaha/industri terhadap
rencana pengembangan dan penyelenggaraan kawasan pariwisata yang akan dikerjasamakan.
4.5. Rancang Bangun Awal
Dalam sub-bab ini akan diuraikan identifikasi infrastruktur pariwisata yang terdiri dari sarana dan
prasarana elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata yang diperlukan untuk pengembangan
kawasan pariwisata yang dimaksud. Setelah itu penyediaan rancang bangun awal infrastruktur
fasilitas pariwisata tersebut yang akan dikerjasamakan, mulai dari desain sampai dengan serah terima
aset. Dalam hal pengembangan kawasan pariwisata, rancang bangun awal dapat terdiri dari beberapa
prasarana dan sarana yang secara teknis perlu memperhatikan standar dan spesifikasi pembangunan
sesuai ketentuan dari kementerian dan atau SKPD yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dikaji dan
diuraikan dalam sub-bab ini adalah seperti di bawah ini.
4.5.1. Pola Perjalanan Wisatawan
Pada bagian ini dijelaskan pola perjalanan wisatawan pada keadaan atraksi, amenitas dan
aksesiblitas pariwisata yang tersedia. Cermati pesona atraksi yang membuat wisatawan
berkunjung dan telaah upaya penguatan daya tarik/pesona dan/atau dukungan amenitas dan
aksesibilitas yang diperlukan untuk penambahan kapasitas wisatawan berkunjung
(peningkatan kuantitas: jumlah wisatawan dan lama menetap wisatawan, serta belanja
wisatawan; maupun kualitas pengalaman wisatawan yang berhasil terekam tidak terlupakan).
Berdasarkan keadaan dan lokasi elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata yang
tersedia, dilengkapi dengan potensi pengembangan atraksi pariwisata yang dapat
dikembangkan maka tentukan pilihan investasi pada elemen atraksi , amenitas dan
aksesibilitas pariwisata yang diperhitungkan dapat membuat peningkatan jumlah wisatawan.
Hal tersebut kemudian dirumuskan dalam skenario perjalanan wisatawan (wisnu dan
wisman), secara rombongan (dalam grup) atau individual, kembali cermati penguatan daya
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 20
tarik dan penambahan atraksi pariwisata yang dapat ditambahkan, serta jenis dan kuantitas
serta kualitas prasarana dan sarana elemen amenitas dan aksesibilitas pariwisata, kemudian
terjemahkan dalam bentuk investasi prasarana dan sarana pariwisata.
4.5.2. Visi dan Misi
Pada bagian ini berdasarkan kondisi keadaan dan penyelenggaraan destinasi/kawasan
pariwisata yang ada serta peluang dan tantangan masa depan kepariwisataan dan
hubungannya dengan kawasan pariwisata yang akan dibangun, maka dirumuskan dan
diuraikan diuraikan visi dan misi pengembangan dan penyelenggaraan kawasan wisata yang
dimaksud.
4.5.3. Lokasi Kawasan Pariwisata
Pada bagian ini diuraikan tentang lokasi kawasan pariwisata secara detail, termasuk peta
lokasi dan peta orientasi lokasi. Pada peta lokasi juga dimuat elemen atraksi, amenitas dan
aksesibilitas yang sudah tersedia, serta posisinya dengan investasi sarana dan prasarana
maupun kegiatan di dalam kawasan pariwisata yang akan dikembangkan dalam kerjasama
ini. Dijelaskan juga mengenai pemilihan lokasi dengan mempertimbangkan ketentuan dan
pertimbangan-pertimbangan lainnya seperti:
• Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional, Provinsi dan Kabupaten terkait.
• Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota
• Mengacu pada peraturan zonasi.
• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran air.
• Mengacu pada perundangan tentang baku mutu kebisingan.
• Mengacu pada perundangan tentang pencemaran udara.
• Mengacu pada rencana/target peningkatan wisatawan yang tertuang dalam RPJMD,
Renstra SKPD terkait. maupun rencana perjalanan wisatawan.
4.5.4. Jumlah Wisatawan dan Kapasitas Layanan
Pada bagian ini diuraikan perkiraan jumlah wisatawan yang perlu ditampung menikmati
atraksi wisata, serta prasarana, sarana elemen amenitas dan aksesibilitas yang diperlukan dan
kapasitasnya memadai untuk ditampung dalam kawasan wisata yang akan dibangun.
4.5.5. Prasarana Kawasan Pariwisata
A. Lahan
Dapat terhampar dalam satu kawasan maupun terpisah-pisah sesuai elemen atraksi yang
diusung serta layanan amenitas dan sirkulasi/transportasi wisatawannya.
B. Bangunan Gedung untuk elemen atraksi dan aminiti dan aksesibilitas pariwisata,
(termasuk TIC)
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 21
Termasuk dalam elemen atraksi adalah bangunan gedung pertunjukan, bangunan untuk
oleh raga, termasuk dalam elemen amenitas adalah penginapan, rumah makan, layanan
kesehatan (klinik dan pos kesehatan) dan keamanan (pos dan asrama stapam, dlsb.). .
C. Bangunan Prasarana dan Sarana Elemen Atraksi Ruang Luar Pariwisata
Termasuk dalam hal ini prasarana dan sarana rekreasi, permainan (flyingfox, komedi putar,
jetcoaster dlsb.) dan olah raga di luar ruangan,
D. Pola dan Jenis Ruang terbuka hijau, berikut jenis Flora dan Fauna.
Termasuk dalam hal ini berbagai jenis taman, atraksi flora dan fauna.
E. Jaringan dan Konstruksi Jalur dan Layanan Transportasi,
Termasuk stasiun, terminal, dermaga/pelabuhan, bandara, prasarana dan sarana parkir
dan sewa moda transportasi.
F. Jaringan dan Konstruksi Sistem penyediaan Air Minum
Saluran in-take, bangunan pengolahan air minum dan sistem jaringan distribusi dan
kelengkapan sambungannya.
G. Jaringan dan Konstruksi Sistem Penanganan Limbah (padat dan Cair).
Penanganan sampah melalui bak penampung sampah, Tempat Pembuangan Sementara
dan Tempat Pembuangan Akhir serta Bangunan Pengolahan sampah dan atau
pembakaran sampah.
Penanganan limbah cair domestik meliputi saluran limbah domestik dan bangunan
pengolahan limbah cair hingga efluent mencapai syarat yang ditentukan.
H. Jaringan dan Konstruksi Sistem jaringan tenaga listrik dan generator listrik cadangan.
Sistem pembangkit dan jaringan tenaga listrik, terdiri dari bangunan tempat pembankit
tenaga listrik serta saluran distribusi tenaga listrik secara bertahap sehingga dapat
dimanfaatkan pada tegangan yang ditentukan.
I. Jaringan dan Konstruksi Sistem jaringan telekomunikasi
Termasuk dalam hal ini adalah sistem jaringan kabel dan instalasinya, maupun menara
antene untuk transmisi data.
J. Jaringan dan Konstruksi Sistem jaringan gas domestik
Infrastruktur tersebut, dirancang dan dibangun untuk memenuhi kuantitas dan kualitas prasarana dan
sarana elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata yang dibangun di kawasan
pariwisatayang akan diselenggarakan melalui KPBU. Komponen yang dibangun tentu terbatas pada
komponen yang diperlukan dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan melalui pembangunan
kawasan pariwisata yang dimaksud. Untuk itu diperlukan masterplan atau Rencana Induk Kawasan
Pariwisata yang memuat lokasi dan jenis konstruksi dan jaringan ke semua parasaran dan sarana
elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata yang akan di bangun. Dengan demikian
perkiraan investasi pembangunan kawasan pariwisata sudah dapat ditentukan.
Dengan penyusunan masterplan tersebut, sudah dapat dirinci dan memadai untuk penyusunan detail
engineering design (DED) sebagai rujukan teknis pembangunan prasarana dan sarana melalui lelang
pengadaan.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 22
BAB 5. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL
Pada bab ini perlu dilakukan kajian secara ekonomi yang meliputi analisis permintaan (demand),
analisis pasar dari sisi investor, analisis struktur pendapatan, serta analisis biaya dan manfaat sosial
(ABMS). Selain itu juga dilakukan kajian finansial yang meliputi asumsi analisis keuangan,
pendapatan pelaku usaha, biaya Capex dan OPEX, indikator keuangan, proyeksi kinerja keuangan,
analisis sensitivitas, serta analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money).
5.1. Kajian Ekonomi
5.1.1. Analisis Permintaan (Demand)
Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey – RDS) yang
akan memuat proporsi minat investasi di kawasan pariwisata, kemudian dipertajam dengan
proporsi investasi kawasan wisata di lokasi yang dimaksud relatif terhadap lokasi lainnya di
kabupaten/kota yang sama maupun tetangganya..
A. Metodologi
Dalam sub bab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan
Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam
metodologi mencakup :
a. Metoda penetapan responden, responden ditetapkan adalah wisatawan yang
berkunjung untuk mengetahui pesona atraksi yang mereka senangi dilengkapi dengan
karakteristik sosial ekonomi nya untuk perluasan responden di lokasi asal wisatawan,
maupun lokasi tetangganya sepanjang karakteristik responden dapat dikenali dalam
kelompok sosial ekonomi yang sama.
b. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada
responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner
memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan
menyangkut kawasan pariwisata yang akan dibangun.
c. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun
analisis multinomial logistic regression.
B. Pelaksanaan Survei dan Pengolahan Data Survei
Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup
diantaranya:
• Jumlah sampel serta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase
karakteristik respondennya.
• Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode
mewawancarai rensponden.
• Waktu dan lokasi pelaksanaan survei.
• Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner.
• Proses editing dan pengkodean (coding).
• Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan pengolahan
data.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 23
C. Analisis
Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu
diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:
a. Responden wisatawan yang berkunjung
• Informasi kelompok usia responden.
• Informasi domisili responden.
• Keinginan responden untuk kembali ke kawasan wisata
• Ekspektasi Pesona atraksi dan komponen amenity yang perlu ditinngkatkan.
b. Responden calon wisatawan di lokasi asal atau wilayah tetangga
• Informasi kelompok usia responden.
• Informasi domisili responden.
• Informasi tentang kebiasaan berwisata dan frekuensi berwisata;
• Informasi tentang pengetahuan responden akan lokasi kawasan pariwisata
yang akan dikembangkan;
• Minat responden mengunjungi lokasi kawasan pariwisata
• Ekspektasi Pesona atraksi dan komponen amenity yang akan ditemui di lokasi
kawasan pariwisata.
• Hambatan untuk mengunjungi kawasan lokasi wisata
5.1.2. Analisis Pasar (Market)
Dalam subbab ini diuraikan tentang minat dunia usaha pada proyek KPBU infrastruktur
pariwisata berupa kawasan/destinasi pariwisata . Beberapa hal yang perlu dimasukkan adalah
sebagai berikut:
• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang
diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup
ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko
utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah
dan/atau Jaminan Pemerintah.
• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional
terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka
waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan,
serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.
• Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,
diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur
perolehan penjaminan, dan lainnya.
• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang
sehat dalam pengadaan proyek KPBU.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 24
• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari
proyek-proyek KPBU sektor infrastruktur kepariwisataan.
5.1.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU
Berisikan uraian detail potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU selama masa
perjanjian kerjasama. Untuk sektor infrastruktur pariwisata berupa sarana dan prasarana
elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata, pendapatan dari Tipping fee yang
dibayarkan pemerintah (atau institusi yang diberi otoritas) kepada Badan Usaha Pelaksana.
Perlu dilihat kemungkinan adanya sumber pendapatan dari operasional (operating revenue) dan
non-operational (non operating revenue).
Pada sub-bab ini diidentifikasi juga dampak terhadap pendapatan jika terjadi:
• kenaikan biaya KPBU (cost over run);
• pembangunan KPBU selesai lebih awal;
• pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan.
• pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban.
5.1.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)
Analisis Biaya Manfaat Sosial(ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan
alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan
masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek
KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU
serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah
bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan
besaran dukungan pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan
ini meliputi:
A. Asumsi umum
• Periode evaluasi;
• Faktor konversi;
• Dan asumsi lain yang diperlukan.
B. Manfaat
Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek KPBU
pengembangan kawasan pariwisata. Manfaat dikuantifikasi dan dikonversi dari nilai
finansial menjadi nilai ekonomi.
C. Biaya
• Biaya penyiapan KPBU;
• Biaya modal;
• Biaya operasional;
• Biaya pemeliharaan;
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 25
• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.
Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak.
Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.
D. Parameter Penilaian
Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU
yang akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputi:
• Economic Internal Rate of Return (EIRR);
• Economic Net Present Value (ENPV);
• Economic Benefit Cost Ratio (BCR).
E. Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan
KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:
• Perubahan nilai social discount rate;
• Penurunan/kenaikan komponen biaya;
• Penurunan/kenaikan komponen manfaat
5.2. Kajian Keuangan
Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan dijalankan.
Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi:
5.2.1. Asumsi analisis keuangan
Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU
infrastruktur kawasan pariwisata adalah antara lain sebagai berikut :
• Tingkat inflasi per tahun
• Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun
• Jumlah wisatawan
• Jumlah pegawai dan tenaga bersertifikat yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai
indeks inflasi per tahunnya
• Tarif pajak
• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan,
pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya
• Periode kerja sama
5.2.2. Pendapatan
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 26
Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU. Proyeksi
pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis
sebelumnya.
5.2.3. Biaya
Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari tahap
konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji
meliputi:
• Biaya investasi (CAPEX)
Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara total.
Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku.
Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX)
sektor infrastruktur kawasan pariwisata ini antara lain meliputi :
- Biaya investasi untuk Fasilitas bangunan dan lahan;
- Biaya investasi untuk sarana dan prasarana atraksi dan amenitas pariwisata;
- Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan, termasuk jalan akses,
tempat parkir, dll.
Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi ini,
pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang mencakup biaya perizinan,
biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan hukum, biaya
peresmian, dan biaya pemasaran.
• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)
Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi
tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain:
- Biaya pegawai dan tenaga bersertifikat
- Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur kawasan pariwisata
- Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas
- Biaya penyusutan
- Biaya asuransi
- Biaya bunga hutang
- Biaya lainnya
5.2.4. Indikator Keuangan
Dalam Sub Bab ini membahas beberapa indikator penting yang akan menentukan layak
tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha Pelaksana. Beberapa indikator keuangan
tersebut adalah:
• IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 27
• Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka
Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return (MARR) masih
lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
• Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK
5.2.5. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana
Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan
menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu
dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:
• Proyeksi laba rugi (income statement)
• Proyeksi neraca (balance sheet)
• Proyeksi arus kas (cash flow)
5.2.6. Analisis Sensitivitas
Pada sub bab ini akan dikaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat
kelayakan keuangan proyek, misalnya:
• Penurunan/kenaikan biaya;
• Penurunan/kenaikan permintaan
5.3. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)
Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan
dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif
penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC). Nilai
Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid).
Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika
VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 28
5.3.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost)
Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan oleh Pemerintah dan KPBU dalam
menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.
Untuk Pemerintah : CAPEX dan OPEX
Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan profit
5.3.2. Pembiayaan (Financing)
Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan proyek melalui KPBU dan oleh
Pemerintah. Biasanya total pembiayaan dengan skema KPBU lebih tinggi daripada dengan
skema biasa oleh Pemerintah karena Badan Usaha memperoleh pinjaman dengan suku bunga
yang lebih tinggi.
5.3.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost)
Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait
langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.
5.3.4. Risiko
Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC seluruh
risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada
Badan Usaha.
5.3.5. Competitive Neutrality
Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian
kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang
terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang
menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive
neutrality ditambahkan ke dalam PSC.
PSC KPBU
Competitive neutrality
Risk
Ancillary cost
Financing
Base cost
Risk
Ancillary cost
Financing
Base cost
Value for Money
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 29
5.3.6. Kesimpulan
Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran
VFM dari proyek KPBU.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 30
BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL
Pada bab ini akan dibahas secara ringkas dari hasil studi lingkungan yang telah dilakukan. Beberapa
hal yang perlu masuk dalam bab ini meliputi:
6.1. Pengamanan Lingkungan
Pada Dokumen Pra-studi Kelayakan kajian lingkungan hidup yang dilakukan merupakan kajian awal
lingkungan (Initial Environmental Examination – IEE). Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji dan
disampaikan pada kajian awal lingkungan:
1. Latar belakang dan gambaran kegiatan, termasuk namun tidak terbatas pada latar belakang,
tujuan dan ruang lingkup kajian awal lingkungan, serta gambaran kegiatan pada setiap
tahapan proyek ((i) perencanaan/desain, (ii) konstruksi, (iii) operasi, (iv) end-of-life;
2. Lokasi terkena dampak;
3. Kebijakan dan prosedur lingkungan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;
4. Evaluasi potensi dampak lingkungan -- matriks dampak proyek:
• Susun daftar potensi dampak;
• Identifikasi dan pertimbangkan daftar berdasarkan kelas/tipe dampak;
• Prediksi dan karakterisasi potensi dampak (besaran, arah (menguntungkan/merugikan),
jangkauan, durasi, frekuensi, reversibilitas, kemungkinan terjadi);
5. Rekomendasi aksi penentuan dan mitigasi, termasuk pengawasan dan evaluasi.
6.2. Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan
Sebagian potensi dampak sosial yang ditimbulkan dari proyek KPBU serta rencana mitigasinya telah
dibahas pada kajian lingkungan hidup. Namun, jika dampak sosial yang ditimbulkan cukup besar
maka perlu diperjelas atau dirinci pada bagian ini.
Selain itu, bagian ini juga berfokus pada kegiatan pengadaan tanah untuk tapak proyek KPBU.
Berikut adalah hal-hal yang perlu dikaji pada kajian ini:
1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang terkena dampak beserta status lahannya;
2. Mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi dari pihak-pihak yang terkena dampak;
3. Mengidentifikasi aksi yang harus dilakukan untuk kebutuhan tapak proyek KPBU, apakah
pengajuan izin pemanfaatan, pembelian tanah, sewa, atau lainnya;
4. Mengidentifikasi nilai/harga lahan yang akan dibebaskan;
5. Menentukan kompensasi yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak
dengan mempertimbangkan kapasitas PJPK dalam menyediakan kompensasi tersebut;
6. Menunjuk lembaga atau membentuk tim yang bertanggung jawab untuk pengadaan tanah
dan/atau pemukiman kembali;
7. Melaksanakan konsultasi publik kepada pihak-pihak yang terkena dampak;
8. Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 31
Bersamaan dengan penyusunan Dokumen Pra-Studi Kelayakan, PJPK juga harus menyediakan
dokumen pendukung terkait kajian lingkungan dan sosial yang dipersyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan
oleh PJPK:
1. Identifikasi persyaratan dokumen yang perlu disiapkan (wajib AMDAL atau UKL-UPL atau
SPPL) untuk memperoleh izin lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
2. Dalam menyusun dokumen pendukung (AMDAL ataupun UKL-UPL atau SPPL) PJPK dapat
menunjuk konsultan atau tim penyusun. Untuk Tim Penyusun AMDAL diatur oleh Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2010.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 32
BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU
Pada bab ini akan dibahas alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat diterapkan sampai dengan
penetapan skemanya. Beberapa hal yang dikaji dalam bab ini meliputi:
7.1. Alternatif Skema Kerjasama
Pada sub-bab ini berisikan karakteristik alternatif-alternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan
dan kerugian/kelemahan dari masing-masing alternatif tersebut, seperti misalnya BOT, BTO, BOO,
kontrak manajemen, kontrak sewa, dan sebagainya.
7.2. Penetapan Skema KPBU
Berisikan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan skema KPBU yang akan diterapkan.
Beberapa pertimbangan dapat meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan,
ketersediaan infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan (teknis dan
finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha pelaksana, kemungkinan pembiayaan
dari sumber lain serta pembagian risikonya dan kepastian adanya pengalihan keterampilan
manajemen dan teknis dari sektor swasta kepada sektor publik.
Sub-bab ini juga menguraikan skema struktur kelembagaan penjelasan alur tanggung jawab masing-
masing lembaga.
7.2.1. Lingkup kerjasama KPBU
Berisikan pembagian tanggung jawab antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana (BUP).
Dalam menentukan lingkup kerjasama ini perlu melihat peraturan yang berlaku, termasuk
tupoksi dari lembaga-lembaga terkait. Misalkan bahwa BUP hanya menyediakan peralatan
elemen amenitas saja atau juga hingga membangun bangunan pertunjukkan dan kegiatan
outdoor untuk pemenuhan elemen atraksi pariwisata, dan yang lainnya disediakan PJPK, atau
sebaliknya dan lain sebagainya.
Dalam lingkup ini juga perlu diuraikan faktor-faktor kritis yang akan menentukan suksesnya
proyek KPBU, seperti misalnya komitmen, proses pengadaan yang efektif, alokasi dan
manajemen risiko, kejelasan spesifikasi keluaran, dan sebagainya.
Peran dan tanggung jawab instansi terkait perlu diuraikan secara lebih mendetail dalam sub-
bab ini, seperti misalnya peran PJPK, Badan Usaha Pelaksana, dan sebagainya, berdasarkan
struktur KPBU yang akan diterapkan.
7.2.2. Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU
Penentuan jangka waktu mempertimbangkan tingkat dan jangka waktu pengembalian
investasi yang ditanamkan Badan Usaha. Diuraikan pula rencana kegiatan proses penyiapan
transaksi KPBU dengan memperhatikan kondisi permintaan ataupun pertimbangan lainnya.
7.2.3. Keterlibatan Pihak Ketiga
Keterlibatan pihak ketiga perlu diidentifikasi termasuk peran, tanggung jawab, kompensasi
/pembayaran (jika ada), serta kebutuhan perjanjian. Terdapat kemungkinan salah satu elemen
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 33
atraksi alam berada dalam kawasan hutan, maka ijin dari pemangku kawasan hutan menjadi
penting dan perlu disebutkan, dan lain sebagainya.
7.2.4. Penggunaan aset daerah
Dalam sub-bab ini akan dikaji aset-aset pemerintah daerah atau BUMN/BUMD, maupun
instansi lainnya di daerah yang akan digunakan untuk kerjasama ini berikut sistem pemakaian
yang akan diterapkan. Aset ini juga termasuk dengan aset-aset institusi lain seperti misalnya
aset jalan akses, aset jaringan listrik, gedung dan sebagainya.
7.2.5. Alur Finansial Operasional
Pada sub-bab ini diuraikan mengenai aliran keuangan yang direncanakan setelah proyek
KPBU diimplementasikan. Perlu dipertimbangkan pembentukan badan khusus pengelola
proyek dari sisi PJPK dengan mempertimbangkan legalitas badan usaha tersebut dalam
mengelola alur finansial operasional. Badan usaha tersebut bisa saja dalam bentuk Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) atau bentuk lainnya.
7.2.6. Status Kepemilikan Aset dan Pengalihan Aset
Sub-bab ini menguraikan status kepemilikan aset yang dikuasai BUP selama jangka waktu
perjanjian kerjasama dan mekanisme pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian
kerjasama.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 34
BAB 8. KAJIAN RESIKO
Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu
proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisis risiko terdiri
atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisis risiko
adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses
pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan
menyerap/menerima risiko tersebut.
8.1. Identifikasi Resiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek.
Untuk sektor pariwisata, risiko-risiko tersebut biasanya antara lain meliputi:
a. Risiko Lokasi, risiko pencemaran ke lingkungan sekitar lokasi, keresahan masyarakat, dan
sebagainya.
b. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi risiko keterlambatan penyelesaian konstruksi
dan kenaikan biaya, kesalahan desain atau desain yang tidak lengkap, ketidaksesuaian
peralatan layanan pariwisata, ketidakjelasan spesifikasi output, risiko uji operasi, dan
sebagainya.
c. Risiko Sponsor, bila terdapat anggota konsorsium pembentuk BUP yang tidak dapat
memenuhi kewajiban kontraktualnya serta kinerja kontraktor EPC dan OPC yang buruk.
d. Risiko Finansial, risiko tidak tercapainya perolehan biaya proyek (financial close), terjadinya
fluktuasi nilai mata uang dan tingkat bunga pinjaman, perubahan tingkat inflasi yang
signifikan, dan sebagainya.
e. Risiko Operasional, risiko terjadinya perubahan biaya operasi & pemeliharaan prasarana dan
sarana elemen atraksi, amenitas dan aksesibilitas pariwisata termasuk perlengkapan /
peralatan layanan pariwisata, kerusakan peralatan, kenaikan biaya energi, tidak tersedianya
tenaga bersertifikat/pegawai yang memadai, dan sebagainya.
f. Risiko Pendapatan, risiko kegagalan penetapan retribusi awal, kegagalan penyesuaian
retribusi sesuai rencana dalam model finansial, perubahan volume output proyek,
ketidaksiapan availability payment dan sebagainya.
g. Risiko Politik, risiko perubahan politik yang signifikan, pemutusan kerjasama akibat
perubahan regulasi, risiko mata uang asing (repatriasi, ekspropriasi, dan konversi).
h. Risiko Kahar, risiko kahar politik akibat perang dan sebagainya, risiko bencana alam.
i. Risiko Kepemilikan Aset, risiko hilang atau rusaknya aset, buruknya kondisi aset saat serah
terima, dan sebagainya.
8.2. Prinsip Alokasi Risiko
Dalam sub-bab ini diuraikan mengenai prinsip-prinsip alokasi risiko, dimana dalam pelaksanaan
proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara
mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih
efisien dan efektif.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 35
Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah “Risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih
mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika
prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan
biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek
tersebut.
Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama (yang
dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu
memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal
penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).
8.3. Metode Penilaian Risiko
Dalam menentukan risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling
signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, disusun suatu kriteria penilaian risiko yang
dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko.
Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko
Peringkat Keterangan
Hampir Pasti Terjadi Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah
terjadi di proyek lainnya.
Mungkin Sekali Terjadi Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual
Mungkin Terjadi Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu
Jarang Terjadi Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa terjadi,
tapi mungkin tidak akan pernah terjadi
Hampir Tidak Mungkin
Terjadi
Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi
di proyek lainnya.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 36
Pemeringkatan Dampak Risiko
Peringkat Dampak
Keuangan Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Politik
Tidak Penting
Varian <5%
terhadap
anggaran
Tidak ada/ hanya cidera pribadi,
Pertolongan
Pertama dibutuhkan tetapi
tidak ada penundaan hari
< 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada dampak kecil
terhadap unsur-unsur
non-inti
Pelanggaran Kecil
Perubahan dan dampak kecil
terhadap proyek
Ringan Varian 5%-
10% terhadap
anggaran
Cidera ringan,
perawatan medis dan penundaan
beberapa hari
3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi
ada kerugian sementara dari sisi
layanan, atau kinerja unsur-unsur non-inti
yang berada dibawah
standar
Pelanggaran
prosedur/ pedoman
internal
Perubahan
memberikan dampak yang
signifikan terhadap proyek
Sedang Varian
10%-20% terhadap
anggaran
Cidera:
Kemungkinan rawat inap dan
banyak penundaan
hari
6 – 12 bulan Kerugian sementara
unsur proyek inti, atau standar kinerja unsur
inti yang menjadi
berada di bawah standar
Pelanggaran
kebijakan/ peraturan
pemerintah
Ketidakstabilan
situasi berdampak pada keuangan
dan kinerja.
Besar Varian
20%_30% terhadap
anggaran
Cacat sebagian
atau penyakit jangka panjang
atau beberapa cidera serius
1 – 2 tahun Ketidakmampuan
untuk memenuhi unsur inti, dan secara
signifikan menjadikan proyek dibatalkan
Pelanggan
lisensi atau hukum,
pengenaan penalti
Ketidakstabilan
berdampak pada keuangan dan
kinerja
Serius Varian
30%-50% terhadap
anggaran
Kematian atau
cacat permanen
>2 tahun Kegagalan total
proyek
Intervensi
peraturan atau tuntutan,
pengenaan penalti
Ketidakstabilan
menyebabkan penghentian
layanan
Metode penilaian risiko tersebut akan dimasukan dalam matriks peta risiko sebagai berikut:
Matriks Peta Risiko
Kemungkinan Konsekuensi
Tidak Penting Ringan Sedang Besar Serius
Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi
Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi
Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi
Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi
Hampir Tidak
Mungkin Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 37
8.4. Mitigasi Risiko
Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara mengelola risiko terbaik dengan
mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko
ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko
terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko,
meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau
menerima/menyerap risiko tersebut.
Berikut disampaikan contoh dari matriks risiko proyek KPBU di sektor infrastruktur Kawasan
Parwisata.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 38
Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Kawasan Pariwisata Kategori Risiko dan
Persitiwa Risiko Deskripsi PJPK BU Bersama
Strategi Mitigasi Sesuai Best Practice
Kondisi Spesifik terkait Alokasi Risiko
1. RISIKO LAHAN
Keterlambatan dan kenaikan biaya pembebasan lahan
Keterlambatan dan kenaikan Biaya akibat proses pembebasan lahan yang berkepanjangan
Pemerintah menyediakan lahan proyek sebelum proses pengadaan
Lahan tidak dapat dibebaskan
Kegagalan perolehan lokasi lahan proyek karena proses pembebasan lahan yang sulit
Status hukum lahan dan prosedur yang jelas dalam pembebasan lahan proyek
Kejelasan status hukum dan tata ruang lahan bisa menjadi kendala
Proses pemukiman kembali yang rumit
Keterlambatan dan kenaikan biaya karena rumitnya isu proses pemukiman kembali
Kompensasi yang wajar dan komunikasi yang baik dengan pihak yang terkena dampak
Dampak sosial relatif luas bila lahan di perkotaan dan sifatnya masih produktif
Kesulitan pada kondisi lokasi yang tak terduga
Keterlambatan karena ketidakpastian kondisi lokasi
Data historis penggunaan lahan dan penyelidikan tanah
Kerusakan artefak dan barang kuno pada lokasi
Data historis penggunaan lahan dan penyelidikan tanah
Gagal menjaga keselamatan dalam lokasi
Implementasi prosedur keselamatan kerja yang baik
Kontaminasi/polusi ke lingkungan lokasi
Kesesuaian dengan studi Amdal yang baik
2. RISIKO DESAIN, KONSTRUKSI, DAN UJI OPERASI
Risiko design brief Kerugian akibat tidak jelasnya/tidak lengkapnya design brief
Konsultan desain yang
berpengalaman dan baik
Kesalahan desain Menyebabkan ekstra/revisi desain yang diminta operator
Konsultan desain yang berpengalaman dan baik
Biasanya teridentifikasi saat uji operasi teknis
Terlambatnya penyelesaian konstruksi
Dapat termasuk terlambatnya pengembalian akses lokasi
Kontraktor yang handal dan klausul kontrak yang standar
Kenaikan biaya konstruksi
Kesepakatan faktor eskalasi harga tertentu dalam kontrak
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 39
Kategori Risiko dan Persitiwa Risiko
Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
Practice Kondisi Spesifik terkait
Alokasi Risiko
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/ biaya dalam uji operasi teknis
Koordinasi kontraktor dan operator yang baik
3. RISIKO SPONSOR
Kinerja subkontraktor yang buruk
Proses pemilihan sub-kontraktor yang kredibel
Kegagalan/default dari sub-
kontraktor
Proses pemilihan sub-kontraktor yang kredibel
Kegagalan/default dari Badan Usaha
Default Badan Usaha yang mengarah ke terminasi/step-in oleh Financier
Konsorsium didukung sponsor yang kredibel dan solid
Kegagalan/default dari sponsor proyek
Default pihak sponsor (atau anggota konsorsium)
Proses PQ untuk memperoleh sponsor yang kredibel
4. RISIKO FINANSIAL
Kegagalan mencapai financial close
Tidak tercapainya financial close karena ketidakpastian kondisi pasar
Koordinasi yang baik dengan potential lenders
Bisa juga karena conditions precedence tidak terpenuhi
Risiko struktur finansial Inefisiensi karena struktur modal proyek yang tidak optimal
Konsorsium didukung sponsor/lender yang kredibel dan solid
Risiko nilai tukar mata uang fluktuasi (non ekstrim) nilai tukar mata uang
Instrumen lindung nilai
Risiko tingkat inflasi Kenaikan (non ekstrim) tingkat inflasi terhadap asumsi dalam life-cycle cost
Faktor indeksasi tarif;
Risiko suku bunga Fluktuasi (non ekstrim) tingkat suku bunga
Lindung nilai tingkat suku bunga
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risiko tertentu tidak lagi tersedia dari penyedia asuransi di pasaran
Konsultansi dengan spesialis/broker asuransi
Khususnya untuk cakupan asuransi risiko terkait keadaan kahar
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkat premi terhadap estimasi awal
Konsultansi dengan spesialis/broker asuransi
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 40
Kategori Risiko dan Persitiwa Risiko
Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
Practice Kondisi Spesifik terkait
Alokasi Risiko
5. RISIKO OPERASI
Ketersediaan fasilitas Akibat fasilitas tidak terbangun Kontraktor yang handal
Buruk atau tidak tersedianya layanan
Akibat fasilitas tidak bisa beroperasi
Operator yang handal; Spesifikasi output yang jelas
Aksi industry Aksi mogok, larangan kerja,dsb
Kebijakan SDM dan hubungan industrial yang baik
Bisa oleh staf operator, subkontraktor atau penyuplai
Kenaikan biaya O&M Akibat kesalahan estimasi biaya atau kenaikan tidak terduga
Operator yang handal;
Faktor eskalasi dalam kontrak
Kesalahan estimasi biaya life cycle
Kesepakatan/kontrak dengan supplier seawal mungkin
Kecelakaan lalu lintas atau isu keselamatan
Asuransi kewajiban pihak ketiga
6. RISIKO PENDAPATAN
Kegagalan mengajukan
penyesuaian tarif
Akibat BU(P) tidak mampu memenuhi standar minimal yang disepakati
Kinerja operasi yang baik dan jelas;
Penyesuaian tarif periodic terlambat
Pada indeksasi tarif terhadap tingkat inflasi
Kinerja operasi yang baik dan jelas;
Tingkat penyesuaian tarif lebih rendah dari proyeksi
khususnya setelah indeksasi tarif dan rebasing tariff
Kinerja operasi yang baik dan jelas;
Kesalahan perhitungan estimasi tarif
Survai user affordability and willingness yang handal
7. RISIKO ATRAKSI DAN AMENITAS PARIWISATA
Atraksi Pariwisata tidak berfungsi
Kerusakan atau elemen atraksi pariwisata tidak berfungsi atau gagal dinikmati wisatawan.
▪ Standar kinerja operasi dan pengawasan yang baik;
▪ Perubahan rute perjalanan wisata dan atau atraksi pariwisata.
Amenitas Pariwisata Layanan amenitas tidak berfungsi secara baik karena terganggu oleh fungsi tenaga
▪ Standar kinerja operasi dan pengawasan yang baik;
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 41
Kategori Risiko dan Persitiwa Risiko
Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
Practice Kondisi Spesifik terkait
Alokasi Risiko
kerja, peralatan, utilitas terganggu dlsb.
▪ Alih layanan pada unit layanan pendukungnya atau unit layanan induknya/yang lebih besar.
8. RISIKO POLITIK
Mata uang asing tidak dapat dikonversi
Mata uang asing tidak tersedianya dan/atau tidak bisa dikonversi dari Rupiah
• Pembiayaan domestic
• Akun pembiayaan luar negeri
• Penjaminan dari bank sentral
Mata uang asing tidak dapat direpatriasi
Mata uang asing tidak bisa ditransfer ke negara asal investor
• Pembiayaan domestik
• Akun pembiayaan luar negeri
• Penjaminan dari bank sentral
Risiko ekspropriasi Bisa juga akibat default PJPK
• Mediasi
• Penjaminan pemerintah
Perubahan regulasi (dan pajak) yang umum
Perubahan regulasi (dan pajak) yang diskriminatif dan spesifik
Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
Keterlambatan perolehan persetujuan perencanaan
Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas terkait
Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
Gagal/terlambatnya perolehan persetujuan
Hanya jika dipicu keputusan sepihak /tidak wajar dari otoritas terkait
Provisi kontrak yang jelas termasuk kompensasinya
Biasanya terkait isu selain Perencanaan
9. RISIKO KAHAR
Bencana alam Asuransi, bila dimungkinkan
Kahar politis Peristiwa perang, kerusuhan, gangguan keamanan masyarakat
Asuransi, bila dimungkinkan
Cuaca ekstrim Asuransi, bila dimungkinkan
Kahar berkepanjangan Jika di atas 6-12 bulan,dapat mengganggu aspek ekonomis pihak yang terkena dampak
Setiap pihak dapat mengakhiri kontrak KPBU dan memicu prosedur terminasi proyek
Terutama bila asuransi tidak tersedia untuk risiko tertentu
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 42
Kategori Risiko dan Persitiwa Risiko
Deskripsi PJPK BU Bersama Strategi Mitigasi Sesuai Best
Practice Kondisi Spesifik terkait
Alokasi Risiko
10. RISIKO KEPEMILIKAN ALAT
Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb Asuransi
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 43
BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DUKUNGAN PEMERINTAH
DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH
Bab ini menguraikan kebutuhan Dukungan Pemerintah serta cakupan kebutuhan Jaminan
Pemerintah berdasarkan hasil kajian ekonomi dan komersial serta kajian risiko, proses dan strategi
untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, serta kajian kesiapan
proyek untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah
9.1. Kajian Kemampuan PJPK
Dalam sub-bab ini dikaji kemampuan PJPK dalam membiayai porsi pembiayaan yang menjadi
tanggung jawabnya dan juga kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan subsidi dan/atau
availability payment. Hal ini bisa dikaji dari kapasitas fiskal pemerintah daerah dan laporan keuangan
daerah selama 5 hingga 10 tahun ke belakang.
Selain kemampuan finansial, hal yang perlu dikaji juga adalah kemampuan sumber daya manusia
untuk dapat menyelenggarakan proyek KPBU dan juga menjalankan fasilitas yang akan di-KPBU-
kan
9.2. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah
Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan
adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan
terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya
investasi paling kurang senilai Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Walaupun proyek KPBU tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF, sub-bab ini
tetap perlu dibahas dengan memberikan klarifikasi mengapa tidak perlu VGF. Misalnya karena nilai
proyek yang kurang dari seratus milyar rupiah dan tidak mengaplikasikan prinsip “pengguna
membayar”.
VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi yang tidak
mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).
Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa hal yang perlu
dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:
a. Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?
b. Apakah proyek didasarkan pada “prinsip pengguna membayar”
c. Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka dan
kompetitif dibawah skema KPBU?
d. Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/ atau manajemen
aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?
e. Apakah dalam studi kelayakan telah menunjukkan:
• Alokasi risiko yang optimal antara investor dan PJPK
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 44
• Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara finansial
apabila diberikan VGF
f. Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan dalam
Perpres No. 38 tahun 2015?
9.3. Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah
Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk
mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha.Jaminan Pemerintah ini diberikan oleh
Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Pada sub-bab ini dikaji mengenai ketentuan mengenai jaminan pemerintah, risiko infrastruktur yang
dapat diberikan penjaminan, kajian penjaminan yang mengacu pada PMK No 8/PMK/08/2016,
rencana pengusulan Jaminan Pemerintah, dan sebagainya.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR KEPARIWISATAAN
KAWASAN PARIWISATA 2017
BUKU II 45
BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU
DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES)
Pada bab ini akan diuraikan hal-hal kritis yang perlu ditindaklanjuti dengan isi sub-bab sebagai
berikut:
10.1. Identifikasi Hal-Hal Kritis
Sub-bab ini akan menguraikan hal-hal kritis yang perlu diselesaikan pada tahap penyiapan proyek
KPBU dan juga sebelum dimulainya tahap transaksi KPBU, seperti misalnya penyelesaian studi
Amdal, perizinan, ekspose kepada DPRD, dan sebagainya.
10.2. Rencana Penyelesaian Hal-Hal Kritis
Sub-bab ini menguraikan strategi, rencana, jadwal dan penanggung jawab penyelesaian hal-hal kritis
yang perlu diselesaikan. Hal ini dijabarkan dalam bentuk matriks.
TOOLKIT KPBU INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN DAN LITBANG
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 2017
BUKU III 46
BAB 11. KAJIAN PENGADAAN
Dalam bab ini perlu diuraikan beberapa hal berikut
11.1. Landasan Hukum Pengadaan KPBU
Menguraikan berbagai landasan hukum yang harus digunakan dalam melakukan pengadaan Badan
Usaha Pelaksana
11.2. Pembentukan Panitia Pengadaan
Menguraikan surat keputusan pembentukan Panitia Pengadaan, serta tugas dan tanggung Panitia
Pengadaan.
11.3. Tahapan Dalam Pengadaan KPBU
Menguraikan tahapan pengadaan Badan Usaha Pelaksana, yaitu apakah perlu dilakukan pelelangan
satu tahap atau pelelangan dua tahap, beserta dengan berbagai pertimbangannya.
Pemilihan Badan Usaha Pelaksana dengan Pelelangan Satu Tahap, dilakukan untuk Proyek KPBU
yang memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur dapat dirumuskan dengan jelas; dan
b. Tidak memerlukan diskusi optimalisasi teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
Pemilihan Badan Usaha dengan Pelelangan Dua Tahap dilakukan untuk Proyek KPBU yang
memiliki karakteristik:
a. Spesifikasi dari Penyediaan Infrastruktur belum dapat dirumuskan dengan pasti karena
terdapat variasi inovasi dan teknologi; dan
b. Memerlukan optimalisasi penawaran teknis dalam rangka mencapai output yang optimal.
11.4. Progres Pengadaan
Menjelaskan proses pengadaan secara umum, sesuai dengan tahapan pengadaan seperti tertuang pada
sebelumnya.
11.5. Jadwal dan Kontak
Menguraikan perkiraan jadwal proses pengadaan Badan Usaha dan juga menguraikan alamat
sekretariat Panitia Pengadaan