tinjauan pustaka baru dbd

22
TINJAUAN PUSTAKA DEMAM BERDARAH DENGUE I. DEFINISI Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS). (2) II. ETIOLOGI Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN- 1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. (1) (2) Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan 1

Upload: fitri-zahara

Post on 15-Sep-2015

46 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dbd

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE

I. DEFINISI

Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS). (2)II. ETIOLOGIDemam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.(1)(2)Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.(1) Virus dengue tipe 2 & 3 yang terdapat di Asia tenggara berhubungan dengan sindroma klinis yang parah dengan ciri encephalopathy, hypoglycemia, peningkatan enzim liver dan kadang-kadang kuning.(3)(4)

III.PATOGENESIS

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.(1)

Dua teori patogenesis DBD dan DSS (Dengue Syok Sindrom) yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.(1)

Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.(1)

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.(1) Redistribusi cairan , bersama-sama dengan defisit cairan akibat kurang minum dan muntah menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi, hipovolemi, peningkatan beban jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia.(3)

Fragilitas kapiler meningkat yang terlihat dari tes tourniquet yang positif dan kulit yang mudah lebam. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.(1)

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.(1) Hal ini menjelaskan fenomena seseorang yang memiliki kadar platelet > 100.000 tetapi memiliki waktu pendarahan yang memanjang.(3)

Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(1) Kematian biasanya disebabkan oleh pendarahan saluran pencernaan atau intrakranial. Pendarahan pada saluran pencernaan bagian atas dan pteki pada septum interventrikel jantung, pericardium, dan permukaan subserosa organ. Pendarahan focal sering terjadi di paru-paru, hati, adrenal dan ruang subarachnoid. Liver biasanya membesar dan mengalami perlemakan. Efusi berupa cairan kekuningan atau kemerahan ditemukan pada rongga serosa.(3)

IV.MANIFESTASI KLINIS

IV.1Demam Dengue

Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi oleh umur. Pada bayi dan anak muda, penyakit sulit dibedakan dengan ciri demam selama 1-5 hari, inflamasi faring, rhinitis, dan batuk ringan. Sebagian besar anak dewasa yang terkena mengalami demam mendadak , dengan peningkatan suhu hingga 39.441.1C (103106F), biasanya diikuti oleh nyeri frontal atau retro-orbital, terutama ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung muncul sebelum demam (back-break fever). Rash berupa macular luas yang hilang jika ditekan dapat ditemukan setelah 2448jam demam. Denyut nadi dapat melambat relatif terhadap derajat demam. Myalgia dan arthralgia semakin lama bertambah berat. Pada hari ke 2 dan 6 demam, dapat terjadi mual dan muntah, generalized lymphadenopathy, cutaneous hyperesthesia or hyperalgesia, perubahan pengecapan, dan anorexia.(3)

Pada hari ke 1 dan 2 pemulihan, terjadi rash morbilliform, maculopapular yang terjadi menyeluruh kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki. Rash menghilang pada hari ke 1-5, setelah itu dapat terjadi pengelupasan kulit. Jarang, tetapi dapat juga terjadi edema pada telapak tangan dan kaki. Pada saat rash muncul, suhu tubuh, yang sebelumnya telah mencapai normal dapat meningkat menghasilkan gambaran biphasic.(3)

Pada daerah epidemic, dengue juga dapat disertai oleh komplikasi seperti epistaxis, pendarahan gusi, pendarahan saluran cerna, dan hematuria. (3)

IV.2Demam berdarah dengue

Kasus DHF tipikal memiliki 4 ciri gejala utama yaitu : demam tinggi, fenomena pendarahan, hepatomegaly dan kegagalan sirkulasi. Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan trombocytopenia dan hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis yang menentukan tingkat keparahan DHF dan membedakan dengan DF adalah plasma leakage yang terlihat sebagai peningkatan hematocrit, efusi serosa atau hipoproteinemia.(2)

Pada fase awal terjadi demam mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anorexia, dan batuk yang berlangsung selama 2-5 hari.(3) Demam tinggi berlanjut hingga 2-7 hari. Suhu dapat mencapai 40-41 C. Pada suhu ini bayi rentan terkena kejang demam. Beberapa pasien mungkin mengeluh sakit tenggorokan, dan faring yang merah dapat terlihat pada pemeriksaan, namun gejala pilek dan batuk sangat jarang. Dapat juga terlihat injeksi konjungtiva.(2) Pada fase kedua, pasien merasa dingin, ekstrimitas dingin, batang tubuh terasa hangat, muka flushing, keringat berlebih, gelisah, iritabel, dan nyeri pada mid epigastric. Sering, ptekie tersebar pada dahi dan ekstrimitas. Ekimosis dapat terlihat, kulit mudah lebam dan pendarahan pada tempat penyuntikan dapat terjadi. Rash macular atau maculopapular dapat terlihat, juga terdapat cyanosis circumoral dan peripheral. Liver dapat membesar hingga 4-6 cm di bawah batas costa dan teraba lunak.(3) Pasien juga mengalami nyeri tekan epigastric dan di bawah arkus costarum atau nyeri perut menyeluruh. Fase kritis terjadi pada akhir fase demam. Setelah demam selama 2-7 hari terjadi penurunan suhu yang diikuti oleh tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu : berkeringat, gelisah, ekstrimitas dingin, respirasi cepat, nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung redup.(2) Sekitar 20-30% penyakit DBD mengalami komplikasi shock (dengue shock syndrome). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis atau pendarahan saluran cerna, biasanya setelah periode syok yang tidak terkoreksi. Setelah fase krisis selama 24-36 jam, penyembuhan terjadi dengan cepat terutama pada anak-anak. Suhu dapat menjadi normal selama fase syok. Pada fase penyembuhan sering terjadi bradycardi dan ventricular extrasystoles.(3)

IV.3Dengue Shock Syndrome (DSS)

Kondisi pasien mengalami perburukan setelah demam 2-7 hari. Gejala gangguan sirkulasi utama yang muncul adalah : kulit yang menjadi dingin, nadi cepat, terdapat cyanosis sirkumoral. Pasien awalanya letargis namun dengan cepat dapat menjadi gelisah pada fase kritis syok. Nyeri akut abdomen sering dikeluhkan pada fase awal syok. DSS memiliki ciri nadi yang cepat dan tekanan nadi yang sempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang diikuti ekstrimitas yang dingin dan gelisah. Pasien beresiko meninggal jika terapi tidak tepat. Kebanyakan pasien tetap sadar hingga fase akhir penyakit. Durasi syok berlangsung sangat singkat, pasien dapat meninggal dalam 12-24 jam atau membaik dengan cepat. Efusi pleura dan ascites dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Syok yang tidak terkoreksi menyebabkan komplikasi pendarahan gastrointestinal dan metabolik acidosis. Pasien dengan pendarahan intrakranial dapat mengalami kejang dan menjadi koma. Encephalopaty dapat terjadi akibat gangguan elektrolit atau akibat pendarahan intrakranial.(2) Fase pemulihan berlangsung cepat dalam 2-3 hari, meskipun ascites dan efusi pleura dapat tetap ada. Tanda prognosis yang baik adalah membaiknya output urin dan kembalinya nafsu makan. Pada fase pemulihan sering ditemukan bradycardia dan arrhytmia dan rash konfluen yang menyisakan sedikit kulit normal. Gejala biasanya hanya berlangsung selama 7-10 hari.(3)

V.KLASIFIKASI

Menurut WHO (1997), DBD dibagi atas 4 derajat : (2)1. Derajat I : Demam dan uji tourniquet (+)2. Derajat II : Demam dengan perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan/atau perdarahan di tempat lain3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lembut, tekanan nadi (< 20 mmHg) atau hipotensi dengan kulit dingin, lembab dan gelisah4. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak dapat diukur VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.(1)

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan : (2)

Isolasi virus Peningkatan antibodi

- Haemagglution inhibition test (HI)

- Complement Fixation test (CF)

- Neutralization test (NT)

- Test to detect IgM and IgG VII.TERAPI

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.(1)

Tatalaksana Demam Dengue/ Tersangka Demam Berdarah Dengue

Tatalaksana DBD derajat I/II tanpa peningkatan Ht

Tatalaksana DBD derajat III/ IV

Monitoring(1)

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah :

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien stabil.

setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.

Kreteria Memulangkan Pasien :(2)

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :

1.Tampak perbaikan secara klinis

2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

VIII.PENCEGAHAN

Profilaksis meliputi menghindari gigitan nyamuk dengan insektisida, repellan, pakaian pelindung tubuh, jaring rumah, dan penghancuran tempat persarangan A. aegypti. Jika memerlukan tempat penyimpanan air sebaiknya ditutup rapat atau dituang sedikit minyak untuk mencegah telur menempel dan menetas..(1)

IX.PROGNOSIS

Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif atau didapat yang meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue. Pada DBD kematian terjadi pada 4050% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif, kematian dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan dengan terapi suportif awal. Kadang-kadang terdapat sisa kerusakan otak yang diakibatkan oleh syok berkepanjangan atau terjadi pendarahan intrakranial.(3)

DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta : 2000.

2. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control; edisi ke-2. WHO, 1997.

3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18. Saunders. 2007.

4. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever. Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009.

5. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and Epidemiology. CDC : 2009.

6. Garna, H, Melinda H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak ed 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2005

17