tinjauan karakteristik muara sungai dalam …
TRANSCRIPT
TINJAUAN KARAKTERISTIK MUARA SUNGAI
DALAM RANGKA PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR TERPADU
DI KABUPATEN JEMBER
Oleh:
Nasobi Niki Suma, S.Pd., M.Sc.
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
FEBRUARI 2018
TINJAUAN KARAKTERISTIK MUARA SUNGAI
DALAM RANGKA PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR TERPADU
DI KABUPATEN JEMBER
ABSTRAK
Jember memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang terdiri dari
DAS Mayang, DAS Bedadung dan DAS Tanggul. Tiga DAS utama tersebut
memiliki karakter lingkungan dan dinamika masyarakat yang berbeda-beda. DAS
Mayang berada di bagian timur Jember, sedangkan DAS Bedadung merupakan
area aliran sungai yang melewati tengah pusat kota Jember, dan DAS Mayang
berada di bagian barat Jember. Semua aliran sungainya bermuara di Pesisir
Selatan Kabupaten Jember. Potensi dari area muara sungai secara alami sangat
melimpah, namun aktivitas pencemaran membuat potensi tersebut kian
menghilang. Muara sungai pada era sekarang ini semakin beralih fungsi menjadi
tempat penampungan sampah terakhir yang dialirkan dari sungai-sungai besar,
termasuk di Kabupaten Jember. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui
kondisi hidrologi di Kabupaten Jember, (2) mengetahui karakteristik tiga muara
sungai utama di Jember, dan (3) membuat strategi pengelolaan perairan pesisir
secara terpadu di Kabupaten Jember. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan bantuan
Sistem Informasi Geografi (Arc Gis 10.2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) kondisi hidrologi di Kabupaten Jember terdiri dari tiga Daerah Aliran Sungai
(DAS) utama, yaitu DAS Mayang, DAS Bedadung dan DAS Tanggul; (2)
karakteristik muara sungai sangat bervariasi dipengaruhi oleh faktor alami dan
faktor aktivitas manusia; dan (3) dalam membuat strategi pengelolaan perairan
pesisir di Kabupaten Jember dilakukan melalui beberapa tahap yaitu: (a)
Memahami konsep dan wilayah kepesisiran (Coastal Area), (b) Memahami klasifikasi
tipologi dan karakteristik wilayah kepesisiran, (c) Identifikasi dan analisis dinamika
wilayah kepesisiran, dan (d) Strategi pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu
antar dinas terkait.
Kata Kunci:Karakteristik Muara Sungai, Pengelolaan Pesisir Terpadu, Jember
A. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki banyak potensi yang ada di dalam luas perairan
lautnya. Menurut Departeman Kehutanan (dalam Rustam: 2001) Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 pulau. Wilayah pesisir
dan luas laut mencakup sekitar 3,1 juta km2 dan ZEE 5,8 juta km
2. Garis pantai
memuat habitat yang sangat bervariasi sepanjang 81.000 km2, terpanjang kedua
setelah Kanada. Dengan panjang garis pantai yang dimiliki Indonesia ditambah
lagi banyaknya sungai yang tersebar di berbagai daerah, serta tingginya curah
hujan maka lingkungan estuari dan muara sungai banyak dijumpai di wilayah ini.
Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat
produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan
kegiatan manusia maupun oleh proses-proses alamiah (Dahuri, 1996). Proses-
proses alami yang sering memberi tekanan pada lingkungan estuari yaitu
gelombang pantai. Dalam keadaan dimana terjadi gelombang yang besar dapat
menimbulkan kerusakan yang hebat di daerah pantai, khususnya di lingkungan
mulut estuari. Selanjutnya, kegiatan manusia seperti membuang limbah rumah
tangga ke sungai, dapat mencemari lingkungan sungai yang akhirnya juga ikut
mencemari daerah hilir yaitu di lingkungan estuari dan muara sungai.
Kabupaten Jember seperti daerah-daerah lain di Indonesia, juga banyak
penduduknya yang bertempat tinggal berdampingan dengan aliran sungai-sungai
besar. Pertumbuhan penduduk yang semakin padat akan mengakibatkan
meningkatnya pemenuhan terhadap air bersih dan infrastruktur pendukung
lainnya. Meningkatnya akan kebutuhan-kebutuhan tersebut akan memperbesar
tekanan pada lingkungan hidup. Tekanan terhadap lingkungan yang sering
nampak di Kabupaten Jember, terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS). Selain
kuantitas, kualitas air sungai di Kabupaten Jember juga telah menurun karena
pencemaran, yang akan mengakibatkan air bersih terbatas dan mengancam
lingkungan estuari dan muara pada daerah hilir. Muara Sungai yang ada di Jember
meliputi Muara Sungai Mayang, Muara Sungai Bedadung, dan Muara Sungai
Tanggul. Estuari dan muara sungai pada era sekarang ini semakin beralih fungsi
menjadi tempat penampungan sampah terakhir yang dialirkan dari sungai-sungai
besar di Jember. Pemantauan kualitas air di beberapa titik sungai pada bulan Mei
2010 menunjukkan hampir 100% parameter yang dipantau seperti DO, BOD, dan
COD sudah tidak memenuhi kriteria mutu air kelas II. (SLHD Kabupaten Jember,
2010). Apabila hal tersebut dibiarkan, dan tidak dikelola secara baik dan terpadu,
maka akan mengancam lingkungan estuari dan muara sungai yang produktif di
pesisir selatan Jember.
B. METODE PENELITIAN
Lokasi dalam penelitian ini terdapat di tiga muara sungai utama di Pesisir Selatan
Kabupaten Jember (lihat Gambar 1). Informasi geospasial yang terdapat pada
Gambar 1 menunjukkan bahwa tiga muara sungai di Pesisir Selatan Kabupaten
Jember memiliki karakteristik yang berbeda antara muara sungai satu dengan
muara sungai yang lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik survey dan
menggunakan bantuan Sistem Informasi Geografi (Arc Gis 10.2) untuk membuat
informasi geospasialnya. Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan atau area
populasi tertentu secara obyektif (Sulistyaningsih, 2012). Hasil dari informasi
geospasial menggunakan bantuan software Arc Gis 10.2 kemudian dideskripsikan
sesuai karakteristik muara sungai di pesisir selatan Jember.
Gambar 1. Lokasi Muara Sungai di Pesisir Selatan Jember
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Hidrologi Kabupaten Jember
Keberadaan sungai di wilayah Kabupaten Jember, seluruh airnya secara
umum di manfaatkan untuk kepentingan masyarakat khususnya sektor pertanian,
perindustrian, dan perkebunan. Luas layanan irigasi mencapai 85.530 Ha atau
25,972 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Jember, yang membujur dari utara
ke selatan dengan topografi berbukit-bukit (pegunungan) pada daerah hulu dan
dataran rendah pada daerah tengah ke selatan sampai Samudera Hindia. (Dinas
PU & Pengairan Kab. Jember, 2010). Adapun sungai-sungai besar yang ada di
Kabupaten Jember yaitu:
a. Sungai Bedadung
Sungai Bedadung memiliki panjang 46.880 Km dan luas daerah aliran dan
luas Daerah Aliran Sungai 9.304 Km2, serta memiliki luas layanan 13.245
Ha. Pada saat musim hujan mendistribusikan debit air untuk lahan
pertanian sebesar 26.311 m3/det sedangkan pada musim kemarau
mendistribusikan debit air untuk lahan pertanian sebesar 22.292 m3/det.
(Dinas PU dan Pengairan, 2009). Sungai Bedadung ini mempunyai
karakteristik:
Sumber air : terletak di kawasan Gunung Putri (Pegunungan
Argopuro) dengan ketinggian 2177 m dpal, dan termasuk
dalam garis teritorial Kabupaten Bondowoso
Anak Sungai : 13 buah
Penyebaran : 7 Kecamatan dan 25 Desa/Kelurahan
Muara : Samudera Hindia dengan titik pantai Pancer Desa Puger
Kulon, Kecamatan Puger
b. Sungai Mrawan
Sungai Mrawan memiliki panjang 22.275 Km dan luas daerah aliran dan
luas Daerah Aliran Sungai 2.280 Km2, serta memiliki luas layanan 2.685
Ha. Pada saat musim hujan mendistribusikan debit air untuk lahan
pertanian sebesar 5.370 m3/det sedangkan pada musim kemarau
mendistribusikan debit air untuk lahan pertanian sebesar 2.016 m3/det.
(Dinas PU dan Pengairan, 2009). Sungai Mrawan ini mempunyai
karakteristik:
Sumber air : terletak di kawasan Gunung Gumitir (Lereng Gunung
Raung) dengan ketinggian 2486 m dpal, dan termasuk
dalam garis teritorial Kabupaten Banyuwangi
Anak Sungai : 1 buah
Penyebaran : 4 Kecamatan dan 10 Desa/Kelurahan
Muara : Samudera Hindia dengan titik pantai sebelah timur Taman
Wisata Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu
c. Sungai Mayang
Sungai Mayang memiliki panjang 45.500 Km dan luas daerah aliran dan
luas Daerah Aliran Sungai 5.860 Km2, serta memiliki luas layanan 8.849
Ha. Pada saat musim hujan mendistribusikan debit air untuk lahan
pertanian sebesar 13.104 m3/det sedangkan pada musim kemarau
mendistribusikan debit air untuk lahan pertanian sebesar 7.012 m3/det.
(Dinas PU dan Pengairan, 2009). Sungai Mayang ini mempunyai
karakteristik:
Sumber air : terletak di kawasan Gunung Gumitir (Lereng Gunung
Raung) dengan ketinggian 1623 m dpal, dan termasuk
dalam garis teritorial Kabupaten Jember
Anak Sungai : 1 buah
Penyebaran : 4 Kecamatan dan 13 Desa/Kelurahan
Muara : Samudera Hindia dengan titik pantai sebelah timur Taman
Wisata Watu Ulo, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu
d. Sungai Tanggul
Sungai Tanggul memiliki panjang 51.190 Km dan luas daerah aliran dan
luas Daerah Aliran Sungai 2.076 Km2, serta memiliki luas layanan 7.606
Ha. Pada saat musim hujan mendistribusikan debit air untuk lahan
pertanian sebesar 14.573 m3/det sedangkan pada musim kemarau
mendistribusikan debit air untuk lahan pertanian sebesar 11.031 m3/det.
(Dinas PU dan Pengairan, 2009). Sungai Tanggul ini mempunyai
karakteristik:
Sumber air : terletak di lereng Gunung Argopuro dengan ketinggian
2865 m dpal, dan termasuk dalam garis teritorial Kabu-
paten Jember
Anak Sungai : 1 buah
Penyebaran : 4 Kecamatan dan 9 Desa/Kelurahan
Muara : Samudera Hindia dengan titik pantai di Desa Mayangan,
Kecamatan Gumukmas
Karakteristik Muara Sungai di Pesisir Selatan Kab. Jember
Estuari berdasarkan sistemnya dibedakan menjadi 4 yaitu daerah mulut
estuari (Marine Subsystem), daerah pasang surut (Bay Subsystem), daerah rawa
(Slough Subsystem) dan daerah sungai (Riverine Subsystem). (Rositasari, 1994:23)
Gambar 2. Sistem Estuari (Rositasari, 1994:28)
1. Subsistem Laut (Marine Subsystem)
Subsistem ini terletak tepat di mulut sungai yang langsung
berhubungan dengan laut. Pada zona yang didominasi oleh pengaruh laut
ini, selalu terjadi percampuran biota yang berasal dari lingkungan laut
menuju estuari sebagai gerbang keluar atau masuk bagi berbagai jenis ikan
dan invertebrata. Biota-biota tersebut memanfaatkan kekayaan nutrien di
daerah estuari ini untuk melangsungkan pertumbuhannya yang melalui
beberapa fase tersebut. Namun demikian ada pula beberapa estuari yang
lebih didominasi oleh komponen air laut, akibat kurangnya aliran air
tawar.
Kelp dan algae dari jenis lain, biasanya menutupi substrat batu dan
membentuk mikrohabitat. Invertebrata bentik yang terdapat di lingkungan
ini dapat merupakan jenis marin atau jenis estuari.
2. Subsistem Teluk (Bay Subsystem)
Daerah ini dicirikan dengan adanya hamparan rataan lumpur yang
tampak ke permukaan pada saat surut, dan tergenang oleh campuran air
tawar dan air laut pada saat pasang. Rataan ini tidak hanya terdiri dari
lumpur, tapi juga butiran pasir yang terbawa oleh aliran sungai. Butiran
pasir yang berasal dari komponen daratan ini diendapkan di teluk bagian
atas (bagian rataan yang dangkal) dan sepanjang pinggiran saluran utama
(main channel). Partikel yang lebih halus seperti lempung, terhanyutkan
hingga mencapai tepian rataan didekat rawa pasang-surut. Pasir yang
berasal dari laut dapat juga terbawa masuk ke dalam lingkungan perairan
ini hingga beberapa kilometer ke arah sungai, yaitu pada saat terjadi air
pasang yang berenergi tinggi.
Air dengan kekayaan nutrien tinggi menggenangi daerah ini dua
kali sehari. Air tersebut merupakan media yang ideal bagi fitoplankton
untuk dapat menangkap sinar matahari. Hasil asimilasi inilah yang
merupakan suplai energi secara berkesinambungan bagi rantai makanan
biologis di lingkungan estuari ini. Energi matahari merupakan pemacu
metabolisme kolektif dari keseluruhan perairan estuari ini.
3. Rawa-rawa (Slough Subsystem)
Rawa-rawa ini merupakan percabangan kecil yang
menghubungkan teluk dengan saluran utama dari sungai. Input air tawar di
lingkungan ini biasanya sedikit. Pengaruh pasang-surut di lingkungan ini
tidak sebesar bagian lain dari estuari yang lebih dekat dengan laut.
Umumnya rawa-rawa ini terdiri dari saluran yang berkelok yang
menerobos rataan lumpur hingga mencapai teluk utama. Saluran inilah
yang membawa air pasang hingga ke rawa pasang-surut (marsh) dan
bagian ujung dari hutan pantai didaerah tersebut.
4. Sungai (Riverine Subsystem)
Subsistem ini terletak di daerah masuknya air tawar dari gunung
menuju lingkungan estuari. Sebagian besar dari subsistem ini terbentuk
menyudut dan biasa disebut saluran sungai yang terpengaruh pasang-surut.
Salinitas sepanjang tahun di lingkungan ini rendah, malah sebagian dari
subsistem ini seluruhnya terdiri dari air tawar.
Klasifikasi estuari di Jember berdasarkan sistemnya merupakan sebuah
kenampakan yang dapat dilihat melalui foto udara maupun langsung mengamati
dilapangan. Foto udara yang diiringi dengan pengamatan langsung dilapangan
kemudian dilakukan deliniasi dengan menggunakan software SIG ArcGis 10.2.
dan bantuan aplikasi google earth.
1. Muara Mayang
Lingkungan Estuari Mayang berada dibagian timur pesisir selatan
Kabupaten Jember. Pemanfaatan lahan yang mendominasi disekitar estuari
yaitu lahan sawah. Kemudian diikuti oleh lahan tambak dan mangrove
budidaya masyarakat desa setempat. Dominasi sawah sebagai lahan yang
mempengaruhi tekanan terhadap lingkungan estuari sangatlah tinggi.
Aktivitas pertanian seperti pemupukan menggunakan pupuk anorganik dan
pengairan sawah sangatlah berhubungan langsung dengan lingkungan
estuari. Hal ini yang dikhawatirkan dapat mengganggu kelestarian
lingkungan Estuari Mayang.
Gambar 3. Peta Lingkungan Muara Sungai Mayang
2. Muara Bedadung
Estuari Bedadung difungsikan sebagai pemukiman, pelabuhan dan Tempat
Pelelangan Ikan (TPI). Sehingga limbah yang dapat mencemari
lingkungan estuari berasal dari limbah domestik, non domestik dan limbah
TPI. Jumlah limbah air total dari ketiga jenis limbah yang ada di
Lingungan Estuari Bedadung sebesar 87,5 m3/hari. (KLH Jember, 2009).
Hal ini akan memperparah pencemaran yang terjadi di lingkungan estuari.
Selain tekenan terbesar berasal dai TPI yang berada di lingkungan ini,
pemanfaatan estuari sebagai pelabuhan terbesar di Kabupaten Jember
menjadikan beban tekanan lingkungan semakin tinggi. Aktivitas seperti
mencuci kapal dan membuang sisa limbah kapal langsung ke lingkungan
estuari. Tumbuhan pasang surut yang berada di lingkungan ini hanya
ditemui nipah.
Gambar 4. Peta Lingkungan Estuari Bedadung
3. Muara Tanggul
Pada daerah Muara Sungai Tanggul (Estuari Tanggul), penggunaan
lahannya sebagian besar digunakan sebagai area tambak. Area tambak di
Lingkungan Estuari Tanggul, merupakan area tambak terluas di
Kabupaten Jember. Luas tambak total di Kabupaten Jember sebesar
531,74 Ha, sedangkan luas tambak di Estuari Tanggul mencapai 465 Ha.
(Jember Dalam Angka, 2010). Banyaknya area tambak yang langsung
berhubungan dengan lingkungan estuari, akan menyumbangkan bahan
pencemar. Indikator biologi yang dapat melihat adanya pencemaran di
Lingkungan Estuari Tanggul yaitu munculnya eceng gondok di daerah ini.
Eceng gondok (Eichornia crassoper) merupakan indikator terjadinya
pencemaran organik. (Sastrawijaya, 1991:126). Hal ini dapat
menyebabkan menurunnya kandungan DO pada Lingkungan Estuari
Tanggul. Limbah tambak di Estuari Tanggul menyumbangkan fosfat yang
dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng
gondok. Pada lingkungan estuari ini dijumpai laguna dan tumbuhan
pasang surut mangrove. Pada daerah mulut muara, saluran air menuju ke
laut semakin kecil, hal ini akan mempengaruhi lajunya air dan pencemaran
pada perairan tersebut, karena sirkulasi air sulit terjadi.
Gambar 5. Peta Lingkungan Estuari Tanggul
PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR TERPADU DI LINGKUNGAN
ESTUARI KABUPATEN JEMBER
Strategi dan pengembangan wilayah perairan pesisir di Kabupaten Jember
harus berpedoman pada empat langkah utama dalam perencanaan pengelolaan
pesisir dan laut, yaitu:
1. Memahami konsep dan wilayah kepesisiran (Coastal Area)
2. Memahami klasifikasi tipologi dan karakteristik wilayah kepesisiran
3. Identifikasi dan analisis dinamika wilayah kepesisiran
4. Strategi pengelolaan wilayah kepesisiran
Pemahaman mengenai batas pesisir menjadi hal yang paling utama dalam
pengelolaan perairan pesisir terpadu. Batas pengaruh darat hingga ke lautan dan
batas pengaruh laut hingga masuk ke daratan menjadi batas pengertian pesisir.
Pendeliniasian dengan mengasumsikan garis imajiner pada suatu foto udara harus
dilakukan untuk menentukan batas suatu pesisir. Deliniasi tersebut tentunya selain
pengamatan menggunakan foto udara, juga didukung dengan pengamatan
langsung di lapangan. Pendeliniasian pesisir pada ketiga lingkungan estuari
sebagai berikut:
Gambar 6. Deliniasi Pesisir di Lingkungan Estuari Mayang
Gambar 7. Deliniasi Pesisir di Lingkungan Estuari Bedadung
Wilayah Pesisir
Estuari Bedadung
Wilayah Pesisir
Estuari Mayang
Gambar 8. Deliniasi Pesisir di Lingkungan Estuari Tanggul
Setelah mengetahui batas pesisir pada masing-masing lingkungan estuari, langkah
selanjutnya yaitu mengetahui tipologi pesisir. Tipologi pesisir pada ketiga lingkungan
estuari berdasarkan genesisnya tarmasuk dalam kategori Marine Deposition Coast.
Memiliki karakteristik lerengnya landai, meluas dan proses pengendapan material
pasir begitu dominan pada wilayah ini. Gelombang umumnya besar dan beresiko
tinggi terhadap kejadian bencana tsunami. Wilayahnya cocok untuk
dikembangkan sebagai tempat wisata, karena berpasir dan masih alami. Pada
daerah ini tidak memungkinkan tumbuh padang lamun dan karang. Akses dan
infrastruktur pada pesisir tipe ini umumnya berkembang pesat.
Wilayah Pesisir
Estuari Tanggul
Gambar 9. Marine Deposition Coast di Estuari Tanggul
Pemahaman mengenai dinamika yang terjadi pada ketiga lingkuan estuari
di pesisir Jember juga harus diterapkan. Wilayah Pesisir Kabupaten Jember
memiliki dinamika yang cukup kompleks. Beberapa dinamika yang terjadi pada
ketiga pesisir lingkungan estuari yaitu astrodinamik, geodinamik, aerodinamik,
hidrodinamik, morfodinamik, ekodinamik, dan antrodinamik. Ketujuh dinamika
tersebut sangat mempengaruhi keberlangsungan dan kelestarian estuari di pesisir
Jember. Misalnya saja antrodinamika yang dipengaruhi oleh dinamika akibat
aktivitas manusia seperti tambak, sawah dan pelabuhan akan memberikan tekanan
pencemaran terhadap lingkungan estuari. Aktivitas-aktivitas tersebut berhubungan
langsung dengan perairan estuari, sehingga apabila aktivitas tersebut tidak
dikontrol dengan baik maka dapat membahayakan perairan pesisir.
(a) (b)
Gambar 10. Antrodinamika di Lingkungan Estuari (a) TPI, dan (b) Tambak
Langkah terakhir yaitu membuat strategi pengembangan perairan pesisir terpadu
dengan menganalisis potensi serta masalah yang terjadi pada lingkungan estuari.
Selanjutnya dibuat matrik perencanaan pesisir terpadu sebagai berikut:
Tabel 1. Strategi Pengembangan Perairan Pesisir Terpadu di Kab. Jember
Nama
Estuari Potensi Masalah Strategi Program
Penanggung
Jawab
Estuari
Mayang
Perairan
Alami dan
wisata alam,
kaya akan
ikan dan
beberapa
jenis biawak.
Berhubungan
langsung
dengan
pertanian
warga,
sehingga
dapat
tercepar oleh
pestisida dan
pupuk
anorganik
lainnya.
Pariwisata
Pantai Alami,
dan
pengendalian
limbah
pertanian
1. Program
pengembangan
pariwisata
berwawasan
lingkungan
2. Program
pengembangan sistem
informasi pariwisata
alami (baik peta
maupun tanda
bahaya)
3. Program
pengendalian limbah
pertanian
Kolaborasi antar
sektor yang terkait,
meliputi:
Masyarakat
Jember
Pemkab Jember
Dinas
Peternakan,
Perikanan dan
Kelautan Kab.
Jember
Dinas Pariwisata
Kab. Jember
BLH Kab.
Jember
Dinas Perikanan
dan Kelautan
Provinsi Jawa
Timur
Pemprov Jatim
Estuari
Bedadung
Pasar Ikan
terbesar di
Kabupaten
Jember
Pencemaran
limbah TPI
dan
Pelabuhan
Pengembangan
pasar ikan dan
pengendalian
limbah dengan
membuat
IPAL terpadu.
1. Program
pengembangan pasar
ikan.
2. Program
pembangungan
IPAL.
E. Tanggul Tambak dan
pengelolaan
ikan
Pencemaran
tambak
Pengembangan
tambak dan
pengendalian
limbah
1. Program
pengembangan
tambak.
2. Pengendalian limbah
Sumber: Analisis Peneliti
Strategi pengelolaan perairan pesisir secara terpadu seperti matrik dalam
Tabel 1, diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang ada di pesisir
Jember. Dengan demikian dapat dikembangkan potensi yang telah ada dengan
cara meminimalisir masalah yang terjadi. Pengelolaan antar sektor pemerintahan
baik di tingat kabupaten maupun provinsi harus berkolaborasi, demi mewujudkan
pengelolaan terpadu dan berkelanjutan.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Lingkungan estuari merupakan tempat pertemuan antara air tawar dari
daratan dengan air asin dari lautan. Pada daerah perairan ini terjadi dinamika
dan sifat perairan yang sangat khas. Hal ini dikarenakan pada wilayah
perairan ini terdapat percampuran air asin dan tawar kemudian membentuk
perairan payau. Wilayah perairan ini secara alami akan mampu menjadikan
habitat ikan yang melimpah dari spesies ikan darat maupun laut. Pesisir
Kabupaten Jember memiliki beberapa tekanan terhadap perairan estuari.
Tekanan terbesar berasal dari dinamika aktivitas manusia (antrodinamik).
Mengingat pentingnya akan wilayah perairan ini, maka perlu dikembangkan
pengelolaan perairan pesisir secara terpadu untuk melestarikan dan
mengembangkan lingkungan estuari di pesisir Jember.
2. Saran
Aktivitas manusia yang dapat mencemari lingkungan estuari, hendaknya
perlu diminimalisir. Hal ini selain bertujuan untuk melestarikan lingkungan
etuari sendiri, juga dapat menjaga kesejahteraan warga pesisir. Dengan
terjaganya lingkungan estuari, maka hasil ikan akan melimpah dan kemudian
akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
penghidupan masyarakat disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, Rokhim. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Dinas PU dan Pengairan Kabupaten Jember. 2009. Pelaksanaan Operasional
Jaringan Irigasi di Kabupaten Jember. Jember: Kantor Pengairan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2010. Jember Dalam Angka Tahun
2010. Jember: BPS Jember
KLH Kabupaten Jember. 2009. Wisata Bahari Pantai Puger. Jember: Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Jember.
Rositasari, Ricky dan Rahayu, Sri Kusdi. 1994. Sifat-sifat Estuari dan
Pengelolaannya. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan
Oseanografi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.
Rustam. 2001. Perencanaan Pengelolaan Kawasan Estuaria secara Terpadu dan
Berkelanjutan. (Online), (http://rudyct.com/PPS702.ipb/02201/rustam.
htm), diakses 5 september 2011.
Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
SLHD Kabupaten Jember. 2010. Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten
Jember. Jember: Kantor Lingkungan Hidup.