tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa … · husada, lukas budi. 2017. tingkat kesantunan...
TRANSCRIPT
TINGKAT KESANTUNAN BERKOMUNIKASI
MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DI LINGKUP UNIT KEGIATAN MAHASISWA
SENI KARAWITAN BULAN FEBRUARI – MEI TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Lukas Budi Husada
NIM: 131224041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTO
Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia membimbing aku ke air yang tenang. Sekalipun aku berjalan
dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau
besertaku.
(Mazmur 23:1-4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Allah Yang Maha Baik
Untuk Kedua Orang Tuaku Tercinta
Thietus Priya Raharja dan Maria Immaculata Sunarti
Yang dengan sabar dan tulus memberikan doa-doa, dukungan, perhatian, dan
semangat agar puncak keberhasilan dapat kurai dengan sempurna.
Untuk Kakakku Tersayang
Veronica Dewi Pranandari
Yang selalu memberikan doa dan dukungan untuk keberhasilanku baik dalam bidang
akademik maupun non-akademik.
Untuk Teman Istimewa
Maria Sherly Anita
Yang selalu memberikan doa, perhatian, dan semangat dalam menikmati perkuliahan
maupun berkegiatan (kesenian, jurnalistik, kepramukaan) dan memacu semangatku
untuk segera meraih gelar S.Pd.
Untuk Simbah Putri
Paulina Pertimah
Yang selalu memberikan doa, restu, dan penyemangat untuk menjalani perkuliahan
hingga menyelesaikan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang kain, kecuali yang telah disebutkan di
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Agustus 2017
Penulis
Lukas Budi Husada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Lukas Budi Husada
Nomor Induk Mahasiswa : 131224041
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:
TINGKAT KESANTUNAN BERKOMUNIKASI
MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DI LINGKUP UNIT KEGIATAN MAHASISWA
SENI KARAWITAN BULAN FEBRUARI – MEI 2017
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media yang
lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas,
dan mempublikasikannya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta,
pada tanggal: 21 Agustus 2017
Yang menyatakan
Lukas Budi Husada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Husada, Lukas Budi. 2017. Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
Universitas Sanata Dharma di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan Bulan Februari-Mei 2017. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji mengenai tingkat kesantunan berkomunikasi
mahasiswa Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan. Tujuan utama dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan tingkat
kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma sebagai pengrawit
(penabuh gamelan) di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Penelitian ini sebagai penelitian kualitatif sesuai dengan data penelitian dan
tujuannya. Data penelitian ini adalah tuturan langsung mahasiswa Universitas Sanata
Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan yang diambil
sejak bulan Februari-Mei 2017. Data tuturan berupa tuturan campur kode bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia. Tujuannya yaitu mendeskripsikan tingkat kesantunan
berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang berperan sebagai
pengrawit di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan. Metode pengumpulan data
menggunakan metode observasi partisipatif dan metode simak-catat dan rekaman.
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini berdasarkan
kajian analisis deskriptif yang dipaparkan dalam empat tahap, yaitu tahap klasifikasi,
tahap identifikasi, tahap interpretasi, dan tahap deskripsi.
Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, peneliti
menganalisis data tuturan campur kode bahasa Jawa dan bahasa Indonesia
menggunakan tiga skala kesantunan yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech (1983).
Ketiga skala kesantunan tersebut yaitu, 1) skala untung-rugi, 2) skala pilihan, dan 3)
skala ketidaklangsungan. Ketiga skala tersebut sebagai alat ukur untuk mengetahui
tingkat kesantunan berkomunikasi. Peneliti menemukan 59 data tuturan yang
tergolong santun dan 13 data tuturan tidak santun berdasarkan analisis dengan
menggunakan skala kesantunan Leech.
Berdasarkan hasil analisis data tuturan dapat dibuktikan bahwa tingkat
kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit
Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan sebagian besar tergolong santun. Berdasarkan
hasil analisisnya dapat dilihat bahwa penggunaan campur kode bahasa Jawa Ngoko
dan bahasa Indonesia tergolong cukup santun.
Kata kunci: bahasa, pragmatik, kesantunan, pengrawit, dan karawitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Husada, Lukas Budi. 2017. The Level of Sanata Dharma University Student’s
Communication Politeness in Karawitan Student’s University Club
Februari – May 2017. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and
Literature Education Study Program, Faculty of Teacher and Education,
Sanata Dharma University.
This research examines the level of communicative politeness of students of
Sanata Dharma University’s students in Students Extracuricular Unit of Karawitan
Arts. The level of communicative politeness of Sanata Dharma University’s students
as a gamelan musician in Students Extracuricular Unit of Karawitan Arts.
The method of collecting data is particitory, observation, referring-record,
record methodology. The data of this research is direct speech of Sanata Dharma
University students who follow Karawitan Students Extracuricular Unit taken from
February to May 2017. The data of speech in the form of mixed speech of Javanese
and Indonesian language code. The goal is to describe the level of politeness
communicate students of Sanata Dharma University who play a role in the Students
Extracuricular Unit of Karawitan Arts. Methods of data collection using
participatory observation methods and methods of referring-record and recording.
The technique of data analysis conducted by the researcher is descriptive analysis.
Analysis is presented in four stages, namely classification stage, identification stage,
stage of interpretation, and description stage.
In accordance with the problem formulations, the research analyzes the
mixed data of Javanese and Indonesian language code using three levels of
politeness proposed by Geoffrey Leech (1983). The three scales of politeness are, 1)
cost-benefit scale, 2) optionaly scale, 3) inderectness scale. The third scales function
as a measuring tool to determine the level of politeness communicate. The
researchers found 59 classified speech data and 13 speech data were not polite based
on analysis by using Leech’s politeness scale.
Based on analysis of speech data, it can be proved that the level of
communicative politeness of Sanata Dharma University’s in Students Extracuricular
Unit of Karawitan Art is mostly classified. Based on the result, it can be seen that the
use of mixed Java language code Ngoko and Indonesian quite classy.
Keyword: language, pragmatic, politeness, pengrawit, and karawitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis sembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmatNya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
Universitas Sanata Dharma di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan Bulan Februari – Mei 2017 dengan baik dan lancar.
Di dalam tugas akhir ini, secara berurutan penulis mengungkapkan
gagasannya berdasarkan hasil penelitian terhadap tuturan mahasiswa Universitas
Sanata Dharma yang aktif terlibat di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai dengan
kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan lancar berkat
doa-doa, dukungan, bantuan, dan kerja sama dengan berbagai pihak. Maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia yang telah setia mendampingi, mendukung, dan
bersedia membantu penulis secara akademis selama penulis menempuh
pendidikan di Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan setia,
pengertian, dan penuh kesabaran telah membimbing, memotivasi, berdiskusi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
mengarahkan, dan memberikan banyak masukan yang sangat berharga bagi
penulis mulai dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini selesai.
5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah
mendidik, mengarahkan, dan menuntun penulis selama masa studi dan
berproses bersama dalam usaha mendalami berbagai ilmu kependidikan dan
kebahasaan, khususnya bahasa dan sastra Indonesia, sebagai bekal dan harta
berharga bagi penulis untuk berkiprah di dunia pendidikan yang sesungguhnya
sebagai guru dan pendidik sejati.
6. Robertus Marsidiq, selaku karyawan Sekretariat Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia yang dengan tekun, tulus, dan sabar memberikan
pelayanan yang optimal kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan
administrasi dan urusan penyelesaian skripsi ini.
7. Drs. Paulus Suparmo, S.S., M.Hum., selaku Kepala Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan segenap staf perpustakaan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya
bagi penulis untuk mengerjakan tugas akhir ini di ruang Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bersih dan nyaman.
8. Sahabat PBSI seperjuangan, Timotius Tri Yogatama, Indah Rahayu, Natalia
Kartika Purnasari, Yuliana Herwinda SP, Maria Kiky Adhi, Faradhita Dian
Maharani, Fransiska Kumala Sari, Riska Safitri, Andreas Novian Puspita, dan
Windy Anindita D, Alfonsus Lintang Samodro, Adrian Nugroho, Rosalia Fibi,
atas kebersamaan, dukungan, kekonyolan, serta seloroh yang telah muncul
bertubi-tubi selama ini. Kalian telah memberi banyak warna dalam setiap
perjalanan masa studi di Universitas Sanata Dharma dalam suka dan duka,
tangis dan tawa, malu dan bangga.
9. Teman-teman PBSI angkatan 2013, secara khusus kelas A dan B, yang telah
memberikan dukungan serta memberikan banyak masukan serta semangat
dalam dinamika perkuliahan selama ini hingga penulis menyelesaikan skripsi
ini.
10. Albertus Eko Susilo, S.Sn., Muhammad Nur Hanafi, S.Kar., dan Trikoyo,
S.Kar., sebagai pelatih karawitan saat penulis baru pertama kali mengenal dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
belajar karawitan sejak kuliah di Universitas Sanata Dharma dan memberi
kesempatan untuk membantu penulis dalam mencari data-data penelitian yang
diperlukan.
11. Teman-teman UKM Seni Karawitan Universitas Sanata Dharma, Maria Vita,
Agnes Listi, Meivawati, Maria Sherly Anita, Joseph Cahyo, Adrian Nugroho,
Lawrence Heriyanto, Thomas Yulis Padmara, Robertus Budi Santosa,
Antonius Andi Gunawan, Ajeng Anggraeni Putri, Raras Ruming Melathi,
Maria Dwi Utami, Katarina Novita Sari, dan semua pengrawit yang sekian
lama berproses di karawitan dan unjuk gigi dengan menyelenggarakan
pergelaran wayang kulit, sendra tari, FSG, dan lainnya baik sebagai panitia
maupun sebagai pengrawit. Kalian juga memberi bantuan dan dukungan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Teman-teman Etnik Banget, Paroki Santa Perawan Maria Tak Bercela
Nanggulan, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta yang selalu mengajak
menggubah musik gamelan dan musik modern, lalu dipentaskam untuk
memeriahkan Kirab Salib AYD 2017 dari paroki ke paroki (Kulonprogo,
Magelang, Sleman, dan Jogjakarta), dan selalu memberi warna baru yang unik,
kreatif, dan asyik saat berkesenian di luar kampus.
13. Karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Gareng, Nardi, Dolok,
Munaji, Alek, dan kawan Topan CGI yang selalu mendukung, mengingatkan,
dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Tonny Setia Putra sebagai redaktur Majalah Praba yang selalu memberi
kesempatan dan semangat untuk mengembangkan keterampilan menulis berita,
opini, dan wacana sebagai bentuk penerapan materi-materi perkuliahan dalam
bidang jurnalistik.
15. Dominikus Nanang Purwanto sebagai penerbit buku Scritto Books Publisher
yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk menulis
buku yang diberi judul “KUNCI PAS EBI (EJAAN BAHASA INDONESIA
YANG DISEMPURNAKAN)”, yang didistribusikan di Gramedia seluruh
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Penulis menyadari bahwa ada banyak pihak lainnya yang dengan
berbagai cara telah membantu dan mendukung penulis dalam keseluruhan proses
pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini. Tanpa mengurangi rasa
hormat kepada berbagai pihak tersebut yang namanya tidak sempat disebutkan
satu per satu di dalam tulisan ini, sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, segala bentuk kritik, saran, dan sumbangan ide yang membangun
kiranya dapat disampaikan kepada penulis demi penyempurnaan tulisan ini.
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi
inspirasi bagi peminat studi kebahasaan, khususnya bidang pragmatik.
Yogyakarta, 21 Agustus 2017
Penulis
Lukas Budi Husada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
MOTO ........................................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................ vii
ABSTRAK ................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ............................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xviii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xxi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
1.5 Batasan Istilah ....................................................................................... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 7
1.7 Sistematika Penelitian ........................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 9
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ...................................................... 9
2.2 Kajian Pustaka ....................................................................................... 11
2.2.1 Pragmatik ...................................................................................... 11
2.2.2 Tindak Tutur.................................................................................. 13
2.2.3 Konteks ......................................................................................... 16
2.2.4 Konsep Muka ................................................................................ 19
2.2.5 Teori Kesantunan Berkomunikasi ................................................. 20
2.2.5.1 Prinsip Kesantunan Berkomunikasi .................................. 21
2.2.5.2 Skala Kesantunan Berkomunikasi .................................... 25
2.2.5.3 Indikator Kesantunan Berkomunikasi ............................... 30
2.3 Kerangka Berpikir ................................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 41
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 41
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ......................................................... 42
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 43
3.4 Instrumen Penelitian.............................................................................. 45
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 45
3.6 Triangulasi Data .................................................................................... 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 50
4.1 Deskripsi Data ....................................................................................... 50
4.2 Hasil Analisis Data ................................................................................ 52
4.2.1 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa Universitas
Sanata Dharma di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan ..................................................................................... 52
4.2.1.1 Skala Biaya Keuntungan (Untung-Rugi) ......................... 52
4.2.1.2 Skala Pilihan (Keopsionalan) ........................................... 81
4.2.1.3 Skala Ketidaklangsungan ................................................. 109
4.3 Pembahasan ........................................................................................... 138
4.3.1 Skala Untung-Rugi .............................................................. 138
4.3.2 Skala Pilihan........................................................................ 140
4.3.3 Skala Ketidaklangsungan .................................................... 141
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 147
5.1 Simpulan ............................................................................................... 147
5.2 Saran ...................................................................................................... 148
5.2.1 Bagi Penelitian Lanjutan .............................................................. 148
5.2.2 Bagi Guru ..................................................................................... 149
5.2.3 Bagi Masyarakat Pemakai Bahasa ............................................... 149
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 150
LAMPIRAN - LAMPIRAN ..................................................................... 152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Lampiran I Data Tuturan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma
di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan ........ 152
Lampiran II Tabulasi Triangulasi Data ....................................................... 162
BIOGRAFI PENULIS .............................................................................. 177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Daftar Subjek Penelitian ..................................................................... 43
Tabel 2 Aspek Penentu Kesantunan Berkomunikasi Menurut Leech .............. 47
Tabel 3 Analisis 1 Skala Untung-Rugi ............................................................ 53
Tabel 4 Analisis 2 Skala Untung-Rugi ............................................................ 54
Tabel 5 Analisis 3 Skala Untung-Rugi ............................................................ 55
Tabel 6 Analisis 4 Skala Untung-Rugi ............................................................ 57
Tabel 7 Analisis 5 Skala Untung-Rugi ............................................................ 58
Tabel 8 Analisis 6 Skala Untung-Rugi ............................................................ 59
Tabel 9 Analisis 7 Skala Untung-Rugi ............................................................ 61
Tabel 10 Analisis 8 Skala Untung-Rugi........................................................... 62
Tabel 11 Analisis 9 Skala Untung-Rugi........................................................... 63
Tabel 12 Analisis 10 Skala Untung-Rugi......................................................... 64
Tabel 13 Analisis 11 Skala Untung-Rugi......................................................... 65
Tabel 14 Analisis 12 Skala Untung-Rugi......................................................... 67
Tabel 15 Analisis 13 Skala Untung-Rugi......................................................... 68
Tabel 16 Analisis 14 Skala Untung-Rugi......................................................... 69
Tabel 17 Analisis 15 Skala Untung-Rugi......................................................... 70
Tabel 18 Analisis 16 Skala Untung-Rugi......................................................... 71
Tabel 19 Analisis 17 Skala Untung-Rugi......................................................... 72
Tabel 20 Analisis 18 Skala Untung-Rugi......................................................... 73
Tabel 21 Analisis 19 Skala Untung-Rugi......................................................... 74
Tabel 22 Analisis 20 Skala Untung-Rugi......................................................... 75
Tabel 23 Analisis 21 Skala Untung-Rugi......................................................... 76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
Tabel 24 Analisis 22 Skala Untung-Rugi......................................................... 77
Tabel 25 Analisis 23 Skala Untung Rugi ......................................................... 79
Tabel 26 Analisis 24 Skala Untung Rugi ......................................................... 80
Tabel 27 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa UKM Seni
Karawitan Dari Skala Untung-Rugi .................................................. 81
Tabel 28 Analisis 25 Skala Pilihan ................................................................. 82
Tabel 29 Analisis 26 Skala Pilihan .................................................................. 83
Tabel 30 Analisis 27 Skala Pilihan .................................................................. 84
Tabel 31 Analisis 28 Skala Pilihan .................................................................. 85
Tabel 32 Analisis 29 Skala Pilihan .................................................................. 87
Tabel 33 Analisis 30 Skala Pilihan .................................................................. 88
Tabel 34 Analisis 31 Skala Pilihan .................................................................. 89
Tabel 35 Analisis 32 Skala Pilihan .................................................................. 90
Tabel 36 Analisis 33 Skala Pilihan .................................................................. 92
Tabel 37 Analisis 34 Skala Pilihan .................................................................. 93
Tabel 38 Analisis 35 Skala Pilihan .................................................................. 94
Tabel 39 Analisis 36 Skala Pilihan .................................................................. 95
Tabel 40 Analisis 37 Skala Pilihan .................................................................. 96
Tabel 41 Analisis 38 Skala Pilihan .................................................................. 97
Tabel 42 Analisis 39 Skala Pilihan .................................................................. 98
Tabel 43 Analisis 40 Skala Pilihan .................................................................. 99
Tabel 44 Analisis 41 Skala Pilihan .................................................................. 100
Tabel 45 Analisis 42 Skala Pilihan .................................................................. 101
Tabel 46 Analisis 43 Skala Pilihan .................................................................. 102
Tabel 47 Analisis 44 Skala Pilihan .................................................................. 103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
Tabel 48 Analisis 45 Skala Pilihan .................................................................. 104
Tabel 49 Analisis 46 Skala Pilihan .................................................................. 105
Tabel 50 Analisis 47 Skala Pilihan .................................................................. 107
Tabel 51 Analisis 48 Skala Pilihan .................................................................. 108
Tabel 52 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
KM Seni Karawitan Dari Skala Pilihan ............................................ 109
Tabel 53 Analisis 49 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 110
Tabel 54 Analisis 50 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 111
Tabel 55 Analisis 51 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 112
Tabel 56 Analisis 52 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 113
Tabel 57 Analisis 53 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 115
Tabel 58 Analisis 54 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 116
Tabel 59 Analisis 55 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 117
Tabel 60 Analisis 56 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 118
Tabel 61 Analisis 57 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 119
Tabel 62 Analisis 58 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 120
Tabel 63 Analisis 59 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 121
Tabel 64 Analisis 60 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 122
Tabel 65 Analisis 61 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 123
Tabel 66 Analisis 62 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 124
Tabel 67 Analisis 63 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 126
Tabel 68 Analisis 64 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 127
Tabel 69 Analisis 65 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 128
Tabel 70 Analisis 66 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 129
Tabel 71 Analisis 67 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xxi
Tabel 72 Analisis 68 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 131
Tabel 73 Analisis 69 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 132
Tabel 74 Analisis 70 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 134
Tabel 75 Analisis 71 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 135
Tabel 76 Analisis 72 Skala Ketidaklangsungan ............................................... 136
Tabel 77 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
UKM Seni Karawitan Dari Skala Ketidaklangsungan ...................... 137
Tabel 78 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Berdasarkan Skor Aspek
Penentu Kesantunan .......................................................................... 142
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Berpikir .............................................................................. 40
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Tingkat Kesantunan Berdasarkan Aspek Penentu Kesantunan ......... 143
Grafik 2 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Khusus ......................... 144
Grafik 3 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Umum .......................... 145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini mencakup tentang 1) latar belakang, 2) rumusan masalah, 3) tujuan
penelitian, 4) manfaat penelitian, 5) batasan istilah, 6) ruang lingkup penelitian,
dan 7) sistematika penulisan. Uraian secara lengkap bagian pendahuluan
dijabarkan berikut ini.
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahkuk sosial yang memiliki bahasa sebagai alat
untuk berinteraksi antarmanusia. Bahasa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari dalam berinterkasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan
oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.
Bahasa dalam kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi segala bidang
kemasyarakatan, seperti bidang ekonomi, bidang politik, bidang pendidikan,
bidang kesehatan, dan lain sebagainya. Pengaruh bahasa itu sendiri memiliki
fungsi masing-masing sesuai dengan kondisi atau situasi yang terjadi dan
bagaimana bahasa itu digunakan di dalam masyarakat. Maka bahasa dapat
dikatakan memiliki fungsi komunikatif. Van Dijk, T.A, 1977 (dalam Pranowo,
2014:178) menyatakan bahwa fungsi komunikatif bahasa antara lain, fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
informatif, transaksional, interaksional, komisif, direktif, konatif,
ekspresif, regulatory, heuristik, instrumental, dan fungsi imajinatif. Kesebelas
fungsi komunikatif bahasa tersebut merupakan faktor penentu kesantunan
berbahasa dan bertindak yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain.
Wahab (dalam Pranowo, 2009) menyatakan bahwa bahasa menentukan
perilaku budaya manusia. Orang yang berbicara menggunakan pilihan kata,
ungkapan yang santun, struktur kalimat, dan tindakan yang benar menunjukkan
bahwa kepribadian orang itu baik. Sementara orang berkepribadian tidak baik,
kendati telah berbahasa baik, benar, dan santun pada suatu saat kepribadiannya
yang buruk akan muncul dengan bahasa maupun tindakan yang tidak santun.
Maka dalam berkomunikasi harus memiliki pokok masalah yang
dikomunikasikan.
Pembicaraan yang dilakukan oleh seseorang dengan mitra tutur harus
memperhatikan kaidah “empan papan” atau mempertimbangkan situasi dan
kondisi. Ketika berkomunikasi, orang Jawa lebih suka adu rasa dan angon rasa
(Pranowo, 2009:210). Masyarakat Jawa saat berkomunikasi tidak menonjolkan
rasio, melainkan lebih menekankan perasaan. Adu rasa berarti mengadu
ketajaman perasaan antara seseorang dengan mitra tutur untuk menyampaikan
maksud secara tidak langsung. Sementara angon rasa merupakan pengungkapan
maksud dalam tuturan dengan mempertimbangkan waktu yang tepat berkaitan
dengan kondisi perasaan mitra tuturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Melalui sikap adu rasa dan angon rasa ini, dapat menimbulkan sikap
hormat dan menghargai orang lain. Sikap ini mengandung nasehat agar orang
selalu berperilaku rendah hati (andhap asor), tidak congkak, tidak sombong, dan
sebagainya. Saat berbicara dengan mitra tutur, sikap ini terwujud dalam
pemakaian bahasa untuk memuji mitra tutur dan tidak meninggikan diri sendiri.
Dalam hal ini, sikap dan tuturan seseorang yang santun dapat dilihat dari
pengaruh nilai-nilai budaya Jawa yang berkembang di dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Seni Karawitan Universitas Sanata Dharma.
Banyak orang menganggap bahwa tuturan di dunia seni karawitan identik
dengan penggunaan bahasa Jawa Krama Inggil (bahasa tingkat tinggi) yang serba
halus sehingga menunjukkan kesantunan berkomunikasi yang tinggi. Namun di
UKM Seni Karawitan Universitas Sanata Dharma justru penggunaan bahasa Jawa
Ngoko (bahasa arus bawah) dan bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa
pengantar dalam proses pembelajaran karawitan. Misalnya ada tuturan sebagai
berikut.
A : “Astafirulloh! Sakiiiiiit ya ampun!!”
B : “Ndadak nglangkahi gamelan. Hati-hati, ndak usah diulangi.”
A : “Iya sorry, Mas. nJarem tenan iki garesku. Ngapura ya, Mas.”
Dari tuturan antara si A menjerit kesakitan karena mengalami cidera pada
kakinya setelah melompati gamelan yang ada di depannya. Si A tidak berhasil
melompati tetapi justru menendang gamelan yang terbuat dari kayu jati dan
perunggu. Lalu si B menanggapi dengan menyindir dan menasihati agar si A tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengulangi tindakan seperti itu, sebagai bentuk kesopanan dan menghormati
karya orang lain maupun menghormati dan menghargai orang-orang di sekitarnya.
Si A meminta maaf karena menyadari bahwa dirinya salah.
Melihat fenomena dinamika pembelajaran karawitan saat ini, penulis ingin
menganalisis fenomena kesantunan mahasiswa di UKM Seni Karawitan
Universitas Sanata Dharma. Terkadang dalam suatu percakapan yang terjadi di
ruang karawitan menggunakan bahasa yang santun tetapi memiliki makna yang
berbeda yang dirasakan oleh mitra tutur. Tentu saja ini akan berpengaruh pada
situasi atau konteks komunikasi antar pengrawit (penabuh gamelan). Dari proses
pembelajaran karawitan yang sedang berlangsung, tuturan pengrawit dengan
maksud yang baik tetapi ditanggapi dengan tuturan yang kurang santun disertai
dengan nada yang tinggi atau tanggapan yang baik pula.
Berdasarkan uraian tersebut bahwa fenomena kesantunan berkomunikasi
memiliki keunikan tersendiri. Penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya. Penelitian mengenai interaksi antara dua orang atau lebih sudah
banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai tingkat kesantunan berkomunikasi
di dunia seni karawitan belum banyak dilakukan, sehingga penelitian ini
dipandang tepat dan menarik. Permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan
pilihan kata dalam berkomunikasi menimbulkan kehati-hatian agar komunikasi
berjalan dengan baik. Maka penelitian ini dimaksudkan untuk melihat dan
mengkaji sejauh mana tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas
Sanata Dharma yang mengikuti seni karawitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
bagaimanakah tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata
Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan tentang tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa
Universitas Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
maupun secara teoretis dalam kehidupan dan perkembangan semantik pada
umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis
1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
konstribusi dalam perkembangan ilmu Pragmatik yang berkaitan
dengan kesantunan berkomukasi.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori
Pragmatik bagi perkembangan ilmu bahasa dan sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat dari penelitian ini sebagai berikut.
Penelitian ini dapat memberikan wawasan kepada masyarakat khususnya
kalangan muda bahwa nilai-nilai budaya Jawa itu masih sangat relevan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu masyarakat juga dapat
mengetahui bahwa mahasiswa memiliki andil yang besar dalam menjaga
kearifan lokal daan membentuk jati diri bangsa Indonesia yang santun dan
halus dalam berkomunikasi maupun bertindak.
1.5 Batasan Istilah
Pembahasan di dalam penelitian ini tentu saja hanya mencakup beberapa
hal, sehingga penulis mencantumkan batasan istilah yang digunakan agar
pembahasan yang ada di dalamnya tidak melebar terlalu jauh dan dapat
dimengerti pembacanya.
1. Pragmatik
Pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa
dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud telah tergramatisasi dan
terkodifikasi sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari struktur
bahasanya (Levinson, dalam Rahardi, 2009: 20).
2. Konteks
Konteks adalah situasi lingkungan dalam arti luas yang
memungkinkan peserta tuturan untuk dapat berinterkasi dan membuat
ujaran mereka dapat dipahami (Mey, dalam Nadar, 2009:3).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
3. Kesantunan
Dalam KBBI mendefinisikan santun sebagai halus dan baik (budi
bahasanya, tingkah lakunya; sabar dan tenang; sopan. Pranowo (2009:1)
mengungkapkan bahwa kesantunan berarti mampu bertutur kata secara
halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang jelas dapat menyejukkan
hati dan membuat orang lain berkenan.
4. Tindak Tutur
Tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis
dan yang dapat dilihat melalui makna tindakan dalam tuturannya itu.
Serangkaian tindak tutur akan membentuk suatu peristiwa tutur (Chaer,
2010:27). Menurut Austin 1962 dan Searle 1969 (dalam Rahardi, 2009:17)
tindak tutur terbagi menjadi tiga, yaitu tindak lokusioner, tindak
ilokusioner, dan tindak perlokusioner.
5. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Karawitan
UKM Seni Karawitan Universitas Sanata Dharma merupakan
kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh universitas sebagai
wahana untuk mengembangkan bakat dan keterampilan mahasiswa dalam
bermain karawitan. Selain itu UKM Seni Karawitan juga dijadikan sebagai
ajang dalam melestarikan kesenian tradisional yang luhur.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sebagai suatu
penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini hanya dibatasi pada upaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
mendeskripsikan tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa yang tergabung
dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Karawitan. Tuturan yang diteliti
adalah tuturan mahasiswa yang mengikuti UKM Seni Karawitan di Universitas
Sanata Dharma yang diambil pada Februari – Mei 2017.
1.7 Sistematika Penelitian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang
berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II memuat landasan teori yang diintegrasikan dengan beberapa penelitian
relevan yang terkait dengan topik penelitian ini. Pada bab II ini berturut-turut
dibahas 1) penelitian relevan, hubungan bahasa dan kebudayaan, pragmatik,
tindak tutur, konteks, teori kesantunan berkomunikasi, dan kerangka berpikir. Bab
III berisi metodologi penelitian, yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data dan
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, instrumen penelitian, dan
triangulasi data. Pada bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri
dari deskripsi data, analisis data, dan pembahasan temuan. Bab V berisi penutup
yang terdiri dari simpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bagian ini mencakup tentang 1) penelitian yang relevan, 2) kajian pustaka, dan 3)
kerangka berpikir. Uraian secara lengkap bagian kajian pustaka dijabarkan berikut
ini.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sejauh penelusuran penulis tentang penelitian sejenis atau yang
mempunyai korelasi dengan penelitian ini, penulis menjumpai beberapa penelitian
yang pernah dilakukan. Penelitian dengan judul: “Tingkat Kesantunan
Berkomunikasi Mahasiswa Universitas Sanata Dharma di Lingkup Unit Kegiatan
Mahasiswa Seni Karawitan”, belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Namun, penelitian yang menganalisis kesantunan berkomunikasi di bidang seni
karawitan belum pernah dilakukan.
Penelitian dengan judul: “Tingkat Kesantunan dan Keefektifan Tuturan
Bahasa Slang sebagai Bahasa Percakapan dalam Komunitas Pesepeda di
Yogyakarta”. Penelitian ini dilakukan oleh Sumarwanto tahun 2013. Berkaitan
dengan tuturan, penelitian ini menemukan bahwa penutur dapat dikatakan santun
jika memperhatikan mitra tuturnya, kapan, kepada siapa berbicara, apa jabatan
kita, dan di mana pun berada. Kriteria keefektifan kesantunan terdiri dari konteks
tuturan, penggunaan kata yang tepat, bentuk yang sesuai, jujur, sopan santun, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
menarik. Tuturan yang tidak santun belum tentu tidak efektif untuk digunakan,
karena jika memenuhi sebagian besar kriteria maka tuturan itu efektif sebagai
percakapan tetapi tidak santun digunakan. Bahasa slang dianggap merusak
suasana tuturan menjadi kacau dan sulit dimengerti. Peneliti menyimpulkan
bahwa bahasa slang masih santun sebagai percakapan. Bahkan bahasa slang yang
tidak santun masih efektif digunakan sebagai percakapan berdasarkan kriteria
yang ditentukan. Bahasa slang terjadi supaya maksud yang ingin disampaikan
oleh penutur kepada mitra tuturnya tidak bertele-tele.
Penelitian dengan judul: “Tingkat Kesantunan Berbahasa “Perko”
Trotoar Malioboro Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan salah satu dari
beberapa penelitian yang pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan oleh Sasmaya
tahun 2014. Data pada penelitian tersebut difokuskan pada kesantunan berbahasa
antara penjual dan pembeli “Perko” trotoar Malioboro. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Sasmaya menemukan bahwa dalam berbahasa, penutur harus
memperhatikan penggunaan sapaan, alih kode, dan campur kode. Penutur dan
mitra tutur juga harus memperhatikan konteks. Tingkat kesantunan penjual dan
pembeli dilihat dari penggunaan kata yang tepat, menemukan bentuk yang sesuai,
kejujuran, sopan santun, dan menarik. Tingkat kesantunan berbahasa penjual
masih tergolong santun walaupun menggunakan bahasa sehari-hari sesuka
mereka, sementara kesantunan pembeli sangat rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2.2 Kajian Pustaka
Peneliti akan menyajikan beberapa materi untuk mengkaji penelitian ini.
Materi-materi di sini akan dimanfaatkan sebagai bentuk pedoman dalam proses
pengkajian terkait penelitian ini. Berikut ini teori-teori yang digunakan peneliti.
2.2.1 Pragmatik
Menurut George Yule (2006:5), pragmatik adalah studi tentang hubungan
antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Pragmatik dapat
dikatakan berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui
bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam
bentuk-bentuk linguistik yang digunakan. Namun, pragmatik juga muncul secara
alami tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan
konteks, tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Menurut Levinson 1983
(dalam Rahardi, 2009:20) pragmatik adalah studi bahasa yang mempelajari relasi
bahasa dengan konteksnya. Konteks tersebut telah tergramatisasi dan terkodifikasi
sehingga tidak pernah dapat dilepaskan dari struktur bahasanya. Sementara Parker
1986 (dalam Rahardi, 2009:21) menyebutkan bahwa pramatik adalah cabang ilmu
bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Studi bahasa itu tidak
perlu dikaitkan dengan konteksnya, sedangkan studi pragmatik mutlak dikaitkan
dengan konteksnya. Maka, secara gamblang pragmatik dapat disederhanakan
sebagai ilmu bahasa yang berpijak pada analisis konteks.
Pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari tentang makna yang
disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar. Hal ini karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
pragmatik lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang
dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah
antara kata atau frasa yang dipakai dalam tuturan. Maka pragmatik dapat
dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tentang maksud penutur. Studi ini
melibatkan penafsiran tentang suatu maksud dalam konteks yang berpengaruh
terhadap apa yang dikatakan. Oleh sebab itu muncul pertimbangan bagaimana
cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang sesuai dengan orang
yang diajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Ilmu pragmatik
berlandaskan pada makna bahasa dalam komunikasi sesuai konteks penutur dan
lawan tutur dalam peristiwa tutur. Perhatikan contoh di bawah ini.
Ayah : “Lho, kenapa mobilmu yang baru ini?”
Heri : “Aduh, maafkan aku, Ayah. Tadi bersenggolan dengan truk.”
Ayah : “Astaga...., ya bagus itu. Besok senggol-senggolan lagi saja, ya!”
Kalimat, “bagus, senggol-senggolan lagi saja, ya” dalam tuturan Ayah di
atas digunakan untuk menyindir Heri yang sebenarnya bermakna “Jangan
menyerempet kendaraan lain”. Kalau kita perhatikan dari percakapan di atas,
maksud dari penutur dapat kita pahami berlandaskan pada makna bahasa dalam
komunikasi sesuai konteks penutur dan lawan tutur dalam peristiwa tutur.
Pendekatan tersebut perlu menyelidiki cara pendengar dapat
menyimpulkan tuturan. Bagaimana seseorang lebih banyak menyampaikan
sesuatu daripada yang dituturkan. Keakraban seseorang dengan mitra tutur
berkaitan erat dengan keakraban fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang kedekatan ini, penutur
menentukan seberapa banyak kebutuhan yang dituturkan. Fenomena pemaknaan
bahasa yang rumit muncul karena selain adanya penggunaan bahasa yang
konotatif, juga karena makna bahasa itu sangat dipengaruhi konteks pemakainya.
Ketidakterlibatan konteks ketika digunakannya suatu bahasa yang konotatif dan
bukan denotatif, akan menyulitkan pemaknaan bahasa tersebut. Gejala seperti ini
biasanya banyak dijumpai pada tataran wacana dalam bentuk percakapan.
Selain makna, hal lain yang juga harus sangat diperhatikan ialah citra
tuturan sehingga tercapai maksud atau efek yang diharapkan. Maka pragmatik
sangat berperan dalam pengungkapan maksud suatu tuturan, karena pragmatik
tidak hanya melihat bahasa dari bentuknya, tetapi juga melihat di mana dan dalam
situasi apa bahasa itu dituturkan.
2.2.2 Tindak Tutur
Menurut K. Buhler (dalam Sumarsono, 2007:15) tindak tutur dari sudut
pandang penutur merupakan gejala yang sebagai petunjuk atau indikasi tentang
apa yang ada/ terjadi dalam benaknya. Dari sudut pandang pendengar, tindak tutur
diartikan sebagai sinyal atau panggilan dan perintah untuk melakukan suatu
tindakan. Dari sudut komunikasi, tindak tutur adalah lambang yang menunjukkan
apa pun yang dimaksudkan oleh penutur untuk disampaikan.
John Austin (dalam Louise Cummings, 2007:8) menungkapkan gagasan
bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui pembedaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
antara ujaran konstatif dan ujaran performatif. Ujaran konstatif menunjukkan
peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan di masyarakat. Maka ujaran konstatif
dapat dikatakan benar atau salah. Pembedaan ini dapat dilihat pada contoh
berikut. “Santi berjanji akan menyelesaikan pekerjaan rumahnya” adalah sebuah
ujaran konstatif, karena ujaran tersebut merupakan laporan tentang suatu peristiwa
yang telah terjadi. Jika laporan ini memang akurat bahwa dia memang telah
berjanji akan melakukan pekerjaan rumahnya, dan ini merupakan ujaran konstatif
yang benar. “Saya berjanji akan pulang awal” merupakan ujaran performatif,
karena pengujarannya yang sebenarnya merupakan tindakan berjanji. Dalam
pengujaran itu, ujaran performatif tidak benar atau salah. Namun, keadaan yang
diciptakan oleh ujaran ini bahwa dia berjanji untuk pulang awal dapat menjadi
landasan bagi ujaran konstatif selanjutnya benar atau salah, tergantung pada
tingkat keakuratannya. Sumbangan terbesar Austin dalam teori tindak tutur adalah
pembedaan tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi. Menurut Austin, setiap kali
penutur berujar, dia melakukan tiga tindakan secara bersamaan, yaitu (a) tindak
lokusi (locutionary acts), tindak ilokusi (illocutionary acts) dan tindak perlokusi
(perlocutionary acts).
Tindak lokusioner adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan
sesuatu dan biasanya kurang penting dalam kajian tindak tutur. Berbeda dengan
tindak lokusi bahwa tindak ilokusi adalah apa yang ingin didapatkan penutur saat
menuturkan sesuatu seperti permintaan maaf, minta tolong, memerintah,
mengancam, dan lain-lain. Apabila si penutur berniat menguratakan sesuatu yang
pasti secara langsung, tanpa keharusan bagi si penutur untuk melaksanakan isi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
tuturannya, niatannya disebut tindak tutur lokusi. Bila si penutur berniat
mengutarakan sesuatu secara langsung, dengan menggunakan suatu daya yang
khas, yang membuat penutur berntindak sesuai dengan apa yang dituturkannya,
niatannya disebut tindak tutur ilokusi. Dalam pernyataan lain, tindak ilokusi
adalah tindak dalam menyatakan sesuatu (performatif) yang berlawanan dengan
tindak menyatakan sesuatu (konstantif). Sementara itu, jika si penutur berniat
menimbulkan respons atau efek tertentu kepada mitra tuturnya, niatannya disebut
tindak tutur perlokusi. Bila tindak lokusi dan ilokusi lebih menekankan pada
peranan tindakan si penutur, tindak perlokusi justru lebih menekankan pada
bagaimana respons si mitra tutur. Hal yang disebutkan terakhir ini, menurut
Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan
manusia. Kendati demikian, ketiga tindak tutur tersebut merupakan satu kesatuan
yang koheren di dalam keseluruhan proses tindak pengungkapan bahasa sehingga
seharusnya mencerminkan prinsip adanya satu kata dan tindakan atau perbuatan.
Wijana (dalam Rahardi, 2009:19) menguraikan jenis tindak tutur yaitu, 1)
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur langsung
adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya. Kalimat
deklaratif atau kalimat berita adalah kalimat untuk menyampaikan suatu
informasi. Kalimat tanya untuk menanyakan suatu hal. Kalimat perintah untuk
menyatakan perintah.
Maka tindak tutur langsung merupakan fungsi konvensional kalimat.
Sementara tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan
langsung oleh modus kalimatnya. Ada saat seseorang menyampaikan maksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
memerintah dengan menggunakan kalimat berita atau kalimat tanya. Tindak tutur
tidak langsung dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau terimplikasi, 2) tindak
tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur literal dapat dimaknai
sebagai tindak tutur yang memiliki maksud sama persis dengan makna ujaran.
Tindak tutur nonliteral adalah tindak tutur yang maksudnya berbeda, atau
berlawanan dengan makna ujaran. Contoh, „Wow, suaramu merdu bagaikan
kicauan ribuan burung surga‟. Jika maksud ujaran itu menyatakan pujian, maka
tuturan itu tindak tutur literal, tetapi jika menyindir jelas sekali merupakan tindak
tutur nonliteral. Dari empat jenis tindak tutur itu, dihasilkan tindak tutur yaitu,
1) tindak tutur langsung literal,
2) tindak tutur tidak langsung literal,
3) tindak tutur langsung tidak literal,
4) tindak tutur tidak langsung tidak literal.
2.2.3 Konteks
Nadar (2009:3) mengartikan konteks sebagai situasi lingkungan dalam arti
luas yang memungkinkan peserta tuturan untuk dapat berinteraksi dan membuat
ujaran mereka dapat dipahami. Dengan kata lain, konteks merupakan situasi yang
berada di luar kerangka kebahasaan yang mendukung, proses pemahaman ujaran
antara penutur dan mitra tutur menjadi lebih mudah dan terarah. Menurut
Pranowo (2014:144), konteks situasi yaitu segala situasi yang dapat melingkupi
suatu ujaran dan dapat menentukan maksud.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Berikut ini contoh konteks yang dapat dilihat pada tuturan. Ketika ada dua
orang muda-mudi yang duduk berhimpitan di suatu tempat, apa interpretasi kita?
Jika kita melihat bahwa kedua muda-mudi itu duduknya di dalam bus yang penuh
penumpang dan kursi yang ditempati seharusnya untuk dua orang, tetapi diduduki
oleh tiga orang, maka interpretasi kita menjadi sangat biasa, “oh, kasihan
penumpang bus itu, mereka dijejalkan seperti kayu saja!”. Sedangkan apabila
mereka duduk di pinggir taman yang sepi dan disinari lampu remang-remang,
bahkan mereka duduk berhimpitan maka interpretasi kita menjadi berbeda. Hal ini
karena konteks situasi peristiwanya sangat berbeda meskipun ujarannya sama.
Imam Syafi‟ie (dalam Mulyana, 2005:24) mengatakan bahwa konteks
terjadinya suatu tuturan dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu sebagai
berikut.
1. Konteks linguistik (linguistic context), adalah kalimat-kalimat yang ada
di dalam suatu percakapan.
2. Konteks epistemis (epistemis context), adalah latar belakang
pengetahuan yang diketahui oleh penutur dan mitra tutur.
3. Konteks fisik (physical context), terdiri dari tempat terjadinya
pertuturan, objek yang disajikan, dan tindakan partisipan.
4. Konteks sosial (social context), adalah relasi sosio-kultural yang
melengkapi hubungan penutur dan mitra tutur.
Hymes 1964 (dalam Hamid, 2011:87) menulis ciri-ciri konteks yang
relevan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1. Advesser (pembicara)
Mengetahui si pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk
menginterpretasikan pembicaraannya.
2. Advessee (pendengar)
Kepentingan mengetahui si pembicara sama dengan kepentingan
mengetahui si pendengar.
3. Setting (waktu dan tempat)
Hubungan antara si pembicara dan pendengar dengan waktu dan tempat.
4. Topik pembicaraan
Dengan mengetahui topik pembicaraan akan mempermudah pendengar
atau yang membaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan.
5. Channel (penghubungnya: bahasa tulisan, lisan, dan sebagainya)
Untuk memberikan informasi seorang pembicara dapat mempergunakan
berbagai cara, bisa dengan lisan, tulisan, telegram, dan lain-lain.
6. Code (dialek)
Kalau channelnya lisan, kodenya dapat menggunakan salah satu dialek
bahasa itu. Dengan memakai dialek maka percakapan lebih akrab.
7. Massage from (debat, diskusi, seremoni agama)
Pesan yang kita sampaikan haruslah tepat karena bentuk pesan ini bersifat
fundamental dan penting.
8. Event (kejadian)
Setiap peristiwa tutur berbeda cara penuturnya karena setiap peristiwa
menghendaki tutur tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.2.4 Konsep Muka
Pada saat terjadi interaksi sosial, seseorang biasanya bertingkah laku agar
harapan-harapan mereka berkenaan dengan nama baik di masyarakat mereka
sendiri, atau keinginan wajah mereka, akan dihormati (Yule, 2006:105). Hal ini
berkaitan dengan kesantunan. Bersikap santun merupakan sikap peduli pada
wajah atau muka. Muka diartikan sebagai harga diri seseorang baik penutur atau
mitra tutur. Jika seorang penutur menyatakan sesuatu yang mengandung ancaman
atau ejekan dari orang lain berkaitan dengan nama baiknya, pernyataan ini
dianggap sebagai tindak ancaman wajah. Jika penutur dapat mengatakan sesuatu
untuk mengurangi kemungkinan suatu ancaman atau ejekan yang muncul maka
disebut dengan tindak penyelamatan wajah.
Wajah sebagai atribut pribadi yang dimiliki oleh setiap insan dan bersifat
universal, Brown dan Levinson 1967 (dalam Sasmaya, 2014:47). Dalam
pandangan ini kemudian muncul wajah positif (positive face) dan wajah negatif
(negative face). Wajah positif adalah kebutuhan untuk dapat diterima, disukai
orang lain, diperlakukan sebagai bagian dari kelompok pertemanan, dan
mengetahui bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan lainnya. Dengan kata
lain, wajah positif ialah kebutuhan untuk dapat dihubungi. Sementara wajah
negatif ialah kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak, dan tidak
tertekan oleh orang lain.
Kesantunan dan kesopanan memiliki makna yang berbeda. Sopan berarti
menunjukkan rasa hormat, sementara santun berarti berbahasa dengan melihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
jarak sosial antara penutur dan mitra tutur. Tindak penyelamatan wajah negatif
akan muncul rasa hormat, menekankan pentingnya minat dan waktu orang lain,
dan menunjukkan permintaan maaf atas pemaksaan atau penyelaan. Tindak
penyelamatan wajah positif cenderung menunjukkan rasa persahabatan, memiliki
minat dan keinginan yang sama, dan memiliki pemahaman atau tujuan bersama.
2.2.5 Teori Kesantunan Berkomunikasi
Kegiatan berkomunikasi tentu saja sudah menjadi suatu kegiatan yang
pasti dilakukan dalam kegiatan sehari-hari. Komunikasi tidak akan berhasil
dilakukan tanpa adanya penutur dan mitra tutur. Ketika berkomunikasi, interaksi
yang terjadi antara penutur dan mitra tutur menimbulkan berbagai macam tuturan,
seperti basa-basi, memberi kabar, menyuruh, menolak, dan lain-lain Agar
memahami dan menggunakan berbagai macam tuturan dengan baik, maka penutur
maupun mitra tutur dapat menggunakan bahasa yang santun.
Niels Mulder (1973:62) mengatakan bahwa orang Jawa memandang dan
mengalami kehidupan mereka sebagai keseluruhan yang bersifat sosial dan
simbiolis. Dimensi hidup satu saja; identitas individu hanya bersifat sosial,
hakikat hidup diwujudkan oleh hubungan-hubungan sosial dan dengan atasan
halus. Nilai-nilai budaya Jawa yang telah menjadi pedoman sikap menjadikan
orang Jawa sebagai pribadi yang terarah. Faktor penentu kesantunan adalah segala
hal yang dapat mempengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun
(Pranowo, 2014:182).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2.2.4.1 Prinsip Kesantunan Berkomunikasi
Prinsip kesantunan yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech (1983)
merupakan prinsip kesantunan yang paling lengkap. Prinsip kesantunan Leech
dipandang sebagai prinsip kerja sama yang berpijak pada konteks kerja sama
antara penutur dan mitra tutur. Di bawah ini terdapat 6 maksim mengenai prinsip
kesantunan menurut Leech (1983:206-207).
1. Maksim Kebijaksanaan
Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam kesantunan bahwa penutur
berpegang pada prinsip mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan
memaksimalkan keuntungan pihak lain. Apabila seseorang mampu berpegang
pada maksim kebijaksanaan, maka ia dapat menghindakan sikap tinggi hati, iri
hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun.
Contoh untuk maksim ini sebagai berikut.
Ibu : “Silakan dimakan dulu baksonya, Mbak! Di dapur masih
banyak.”
Bude : “Wow, sedap sekali. Siapa yang masak ini tadi, Jeng?”
Pemaksimalan keuntungan bagi mitra tutur tampak jelas pada tuturan Ibu,
yaitu Silakan dimakan dulu baksonya, Mbak! Di belakang masih banyak, kok.
Tuturan ini disampaikan kepada Bude padahal hidangan tersebut tidak dimasak
sendiri, tetapi beli di taman kuliner. Ibu berpura-pura mengatakan bahwa di dapur
masih tersedia bakso dalam jumlah yang banyak. Tuturan ini disampaikan dengan
maksud agar Bude merasa bebas dan senang hati menyantap hidangan bakso
tanpa ada perasaan tidak enak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2. Maksim Kedermawanan
Maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, penutur diharapkan
dapat menghormati orang lain. Penghormatan ini akan terjadi apabila orang
dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan
keuntungan bagi pihak lain.
Contoh tuturan maksim kedermawanan adalah:
Leo : “Mari saya cucikan baju kotormu! Pakaianku tidak banyak,
kok, yang kotor.”
Oki : “Tidak usah, Leo. Nanti siang saya akan mencuci juga.”
Tuturan Leo tersebut terlihat jelas bahwa ia berusaha memaksimalkan
keuntungan mitra tuturnya dengan cara menambahkan beban bagi dirinya
sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara menawarkan bantuan untuk
mencucuikan pakaian kotor milik Oki. Pada masyarakat Jawa, hal demikian
sering terjadi dalam bentuk kerja sama dan gotong royong untuk membangun
rumah, gorong-gorong, dan semacamnya.
3. Maksim Penghargaan
Di dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat
dianggap santun apabila dalam bertutur memberikan penghargaan kepada mitra
tutur. Penutur diharapkan tidak mengejek, atau merendahkan martabat mitra
tuturnya. Mari kita lihat contoh tuturan di bawah ini.
Pak Parwoto : “Bu, tadi anak-anak sudah latihan kor untuk besok
Minggu.”
Bu Wati : “Baik, Pak. Tadi kornya sudah lumayan bagus.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pemberitahuan yang disampaikan oleh Pak Parwoto terhadap Bu Wati
ditanggapi secara baik dan disertai dengan pujian. Maka, dapat dikatakan
bahwa di dalam tuturan itu Bu Wati berperilaku santun kepada Pak Parwoto.
4. Maksim Kesederhanaan
Maksim kesederhanaan atau kerendahan hati menggambarkan bagaimana
penutur bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya
sendiri. Orang yang sombong dan congkak hati apabila bertutur selalu memuji
atau mengunggulkan dirinya sendiri. Di dalam masyarakat Indonesia pada
umumnya, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai
parameter penilaian kesantunan seseorang. Contoh percakapan maksim
kesederhanaan sebagai berikut.
Bu Marwah : “Setelah ini Ibu Joko yang akan mempresentasikan
hasil penelitiannya tentang pengembangbiakan
ternak ayam kampung super.”
Bu Joko : “Waduh, ...... saya malah jadi grogi ini.”
5. Maksim Permufakatan
Wijana (dalam Rahardi, 2010) maksim pemufakatan seringkali disebut
dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta
tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan
bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur
dengan mitra tutur, mereka dapat dikatakan bersikap santun. Di dalam
masyarakat Jawa, orang tidak diperbolehkan memenggal atau bahkan
membantah secara langsung apa yang dituturkan oleh pihak lain. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
tampak jelas, apabila usia, jabatan, dan status sosial penutur berbeda dengan
mitra tutur. Pada zaman ini seringkali didapatkan bahwa dalam memperhatikan
dan menanggapi penutur, mitra tutur menggunakan anggukan-anggukan,
acungan jempol, senyum lebar, sebagai tanda setuju. Berikut ini ilustrasi
tuturan maksim kemufakatan.
Pak Guru : “Ruangan ini seperti di luar sana, ya!”
Siswa : “Saya hidupkan kipas angin dulu, Pak.”
6. Maksim Kesimpatisan
Maksim kesimpatisan menunjukkan bahwa seseorang diharapkan
memaksimalkan sikap simpati kepada orang lain. Masyarakat tutur Indonesia
sangat menjunjung tinggi rasa kesimpatisan terhadap orang lain di dalam
komunikasi sehari-hari. Orang yang bersikap antipati apalagi sinis, akan
dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di masyarakat.
Kesimpatisan ditunjukkan dengan senyuman, anggukan, gandengan tangan,
dan sebagainya. Orang yang sama sekali tidak memiliki rasa simpati terhadap
orang lain tidak akan menunjukkan senyuman atau anggukan. Di bawah ini
contoh tuturan maksim kesimpatisan.
Indra : “Hai, Iwan! Kamu ulang tahun, ya? Selamat ulang tahun,
ya! Semoga sehat selalu.
Iwan : “Waaah.... terima kasih, Indra. Kamu yang pertama
mengucapkan „selamat ulang tahun‟.”
Indra : “Iya, tapi jangan lupa sate ayam!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.2.4.2 Skala Kesantunan Berkomunikasi
Menurut KBBI, skala/ kriteria adalah garis atau titik tanda yang berderet-
deret yang sama jarak antaranya, dipakai untuk mengukur. Chaer (2010:63) skala
kesantunan diartikan sebagai peringkat kesantunan, mulai dari yang tidak santun
sampai dengan yang paling santun. Berikut ini aspek-aspek untuk melancarkan
komunikasi yang ideal maka yang harus diperhatikan.
a) Aspek intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara)
Ketika penutur menyampaikan maksud kepada mitra tutur dengan
menggunakan intonasi keras dengan jarak yang sangat dekat, penutur akan
dinilai tidak santun. Namun intonasi kadang-kadang dipengaruhi oleh latar
belakang budaya masyarakat.
b) Aspek nada bicara (berkaitan erat dengan suasana emosi penutur: nada resmi,
nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir) Nada adalah
naik turunnya tuturan yang menggambarkan suasana hati
penutur ketika sedang bertutur.
c) Faktor pilihan kata
Pilihan kata merupakan salah satu penentu kesantunan dalam bahasa lisan
maupun bahasa tulis. Ketika seseorang sedang berbicara, kata-kata yang
digunakan dipilih sesuai dengan topik yang dibicarakan, konteks pembicaraan,
suasana mitra tutur, pesan yang disampaikan, dan sebagainya.
d) Faktor struktur kalimat
Ketika berkomunikasi, penutur dan mitra tutur ingin saling dihormati. Bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
penutur, apa yang dikatakan, dimiliki, diyakini dapat dihargai oleh mitra tutur
sehingga penutur merasa bahwa sesuatu yang diungkapkan memang berguna.
Dengan adanya hubungan yang ideal dan santun, maka penutur dan mitra
tutur akan saling mengerti apa yang sedang dikomunikasikan. Tuturan yang
dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang
dikatakan secara eksplisit. Di bawah ini beberapa penentu kesantunan
berkomunikasi.
a) Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika
dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung.
b) Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan
dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata lugas.
c) Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan
dengan ungkapan biasa.
d) Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan biasanya tuturan
lebih santun.
Di bawah ini akan disampaikan skala kesantunan dari pendapat para ahli,
yaitu Lakoff, Brown dan Levinson, dan Leech (dalam Chaer 2010).
1. Robin Lakoff
Skala kesantunan berkomunikasi menurut Robin Lakoff (1973) terdapat tiga
ketentuan agar kesantunan di dalam bertutur terpenuhi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
a) Skala formalitas (formality scale) menyatakan bahwa agar penutur dan mitra
tutur merasa nyaman dalam kegiatan bertutur, maka tuturan yang digunakan
tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh terkesan angkuh. Di dalam
pertuturan, penutur dan mitra tutur harus saling menjaga keformalitasan dan
menjaga jarak yang sewajarnya dan sealamiah mungkin antara yang satu
dengan yang lain.
b) Skala ketidaktegasan disebut juga skala pilihan (optionality scale)
menunjukkan agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman
dalam bertutur, maka pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh
kedua belah pihak. Kita tidak boleh bersikap terlalu tegang atau terlalu kaku
dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.
c) Skala kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, maka
harus bersikap ramah dan mempertahankan persahabatan antara penutur dan
mitra tutur. Rasa persahabatan itu merupakan salah satu syarat agar
kesantunan tercapai.
2. Brown dan Levinson
Brown dan Levinson menggagas tiga skala penentu tinggi atau rendahnya
peringkat kesantunan suatu tuturan yang ditentukan secara kontekstual, sosial,
dan kultural.
a) Skala peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur banyak ditentukan oleh
parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
yang berkaitan dengan perbedaan usia. Biasanya semakin tua usia seseorang
akan semakin tinggi peringkat kesantunan pertuturannya, begitu sebaliknya.
b) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur didasarkan pada
kedudukan asimetrik antara penutur dengan mitra tutur.
c) Skala peringkat tindak tutur didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur
yang satu dengan lainnya.
3. Geoffrey Leech
Leech memberikan lima skala pengukur kesantunan berkomunikasi yang
didasarkan pada setiap maksim interpersonalnya.
a) Skala kerugian dan keuntungan (cost-benefit scale) merujuk pada besar
kecilnya biaya dan keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur
pada sebuah tuturan. Ukuran skala ini kalau penutur semakin mengalami
kerugian diri sendiri, maka penutur dianggap semakin santunlah tuturan itu.
Sebaliknya jika tuturan semakin menguntungkan penutur maka dianggap
tidak santunlah tuturan itu.
b) Skala pilihan (optionality scale) mengacu pada banyak atau sedikitnya
pilihan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur. Semakin banyak
pilihan dan keleluasaan dalam bertutur, maka dianggap semakin santun
tuturan itu. Sebaliknya jika tuturan sama sekali tidak memberikan
kemungkinan yang leluasa bagi penutur dan mitra tutur, maka tuturan itu
dianggap tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
c) Skala ketidaklangsungan (inderectness scale) merujuk pada peringkat
langsung atau tidak langsungnya “maksud” suatu tuturan. Semakin tuturan
bersifat langsung akan dianggap tidak santun, sedangkan semakin tidak
langsung maksud tuturan dianggap semakin santun tuturan itu.
d) Skala keotoritasan (anthority scale) berkaitan dengan hubungan status sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam tuturan. Semakin jauh
jarak peringkat sosial maka tuturan yang digunakan cenderung semakin
santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak status sosial penutur dan mitra tutur
maka akan cenderung semakin berkurang tingkat kesantunan tuturan
tersebut.
e) Skala jarak sosial (social distance) merujuk pada peringkat hubungan sosial
antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam tuturan. Ada
kecenderungan semakin dekat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur
akan menjadi kurang santun tuturan itu. Begitu juga jika semakin jauh jarak
peringkat hubungan sosial di antara penutur dan mitra tutur, maka akan
semakin santun tuturan tersebut. Dengan kata lain, tingkat keakraban
hubungan antara penutur dan mitra tutur sangat menentukan peringkat
kesantunan tuturan yang digunakan (Chaer, 2010:69)
Berikut ini akan dipaparkan rangkuman pendapat ketiga ahli di atas dengan
singkat dan jelas. Skala Robin Lakoff menjelaskan mengenai kenyamanan dalam
berkomunikasi. Skala Brown dan Levinson menjelaskan tentang peringkat dalam
berkomunikasi, sementara skala Geoffrey Leech menerangkan rangkuman dari
kedua skala lainnya, yaitu memaparkan kenyamanan dan peringkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
berkomunikasi. Maka, skala kesantunan yang diungkap oleh Leech merupakan
skala kesantunan yang paling lengkap.
Di dalam skala kesantunan di atas terdapat beberapa beberapa kriteria dari
para pakar yang dapat digunakan untuk mengukur kesantunan berkomunikasi para
pengrawit di UKM Seni Karawitan. Penelitian ini menggunakan skala kesantunan
yang diungkap oleh Leech untuk menganalisis tingkat kesantunan berkomunikasi
pengrawit. Pisau analisis di dalam penelitian ini menggunakan skala kesantunan
Leech yaitu, 1) skala untung rugi, 2) skala pilihan, 3) skala ketidaklangsungan, 4)
skala keotoritasan, dan 5) skala jarak sosial. Namun peneliti memodifikasi kelima
skala kesantunan tersebut dan hanya menggunakan tiga skala kesantunan. Ketiga
skala kesantunan tersebut yaitu, 1) skala untung rugi, 2) skala pilihan, dan 3) skala
ketidaklangsungan. Peneliti menggunakan tiga skala kesantunan ini karena sudah
dapat mencakup dari skala-skala lainnya dan sudah dapat mewakili untuk melihat
tingkat kesantunan berkomunikasi para pengrawit. Maka peneliti dapat
mengetahui tuturan mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti UKM
Seni Karawitan (pengrawit) tergolong santun atau tidak santun.
2.2.5.3 Indikator Kesantunan Berkomunikasi
Pranowo (2009:100-104) mengemukakan bahwa terdapat banyak ahli
yang menemukan indikator kesantunan berkomunikasi. Di dalam dunia karawitan,
secara halus menuntut setiap pengrawit untuk memperhatikan setiap diksi atau
pemilihan kata yang tepat. Istilah-istilah maupun ungkapan yang sering kali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dilontarkan pendamping maupun pelatih karawitan diupayakan mampu
mempengaruhi tindak tutur pengrawit lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Maka
dapat dikatakan bahwa bahasa membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu,
agar perilaku berkomunikasi seseorang berkembang dengan santun, harus
dibiasakan berkomunikasi secara santun.
Keraf (1985) mengungkapkan bahwa diksi atau pilihan kata tidak hanya
digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, gaya bahasa, dan ungkapan. Diksi
sebagai suatu cara untuk mempelajari, memilih, menyusun, dan menggunakan
kata-kata dengan baik, benar, dan santun. Dalam budaya Jawa, ada istilah “tepa
selira” yang berarti „ukurlah tubuh sendiri‟.
Berkaitan dengan penggunaan bahasa adalah jangan gunakan bahasa yang
tidak patut kepada orang lain sebagaimana Anda tidak mau orang lain
menggunakan bahasa yang tidak patut kepada Anda. Dengan kata lain, penutur
harus memilih dan menyusun kata-kata yang tepat kepada mitra tutur dan jangan
sampai justru menyinggung perasaan mitra tutur.
Pranowo (2009:104) menjelaskan mengenai indikator kesantunan dari segi
diksi yang mencerminkan sikap santun yaitu,
a) gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan mitra tutur.
b) gunakan frasa “terima kasih” sebagai tanda hormat.
c) gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang dianggap telah menyinggung perasaan
mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
d) gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan mitra tutur melakukan
sesuatu.
e) gunakan sapaan “beliau” untuk menyebut orang ketiga/ dihormati.
f) gunakan kata “Bapak/ Ibu” untuk menyebut orang kedua dewasa.
Pranowo, 2009 menyatakan 4 indikator kesantunan yang diungkapkan oleh
para ahli yaitu, Pranowo, Leech, Grice, dan Hymes.
1. Indikator Kesantunan Menurut Pranowo (2005)
a) Sikap Andhap Asor (rendah hati)
Sikap rendah hati sebagai salah satu nilai yang diluhurkan dalam budaya
Jawa karena merupakan sikap universal manusia. Sikap rendah hati yang
sering dipersepsi oleh masyarakat sebagai sikap khas budaya Jawa karena
masyarakat Jawa mengidealkan sikap itu menjadi sifat manusia luhur. Sifat
rendah hati muncul karena adanya kesadaran individu maupun masyarakat
bahwa setiap manusia memiliki kekurangan. Kekurangan itu dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang sehingga mereka tidak mau
memperlihatkan diri karena malu. Namun, seseorang juga menyadari bahwa
setiap individu memiliki kelebihan tetapi kelebihan yang dimiliki kadang-
kadang tidak yakin kalau kelebihan yang dimiliki itu benar adanya. Dia
khawatir, jangan-jangan apa yang dimiliki atau diketahui jika diungkapkan
kepada orang lain sebenarnya tidak lebih baik dari yang dimiliki atau diketahui
orang lain. Konsep kultural itulah yang melatarbelakangi bahwa manusia perlu
memiliki sikap bahkan diharapkan menjadi sifat “andhap asor”. Sifat rendah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
hati mencerminkan watak halus seseorang karena tidak pernah memuji diri
sendiri di hadapan mitra tutur.
Masyarakat Jawa mempersepsi sifat rendah hati sebagai kearifan budaya
untuk menjaga keharmonisan dan toleransi antarsesama. Sikap rendah hati
dalam berbahasa bukan hanya diungkapkan oleh orang Jawa, tetapi juga oleh
manusia lain di mana saja. Manifestasi sifat rendah hati dalam berbahasa dapat
dilihat melalui pilihan kata atau gaya bahasa yang digunakan dalam bertutur.
b) Sikap Empan Papan
Empan papan adalah kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri
dengan tempat dan waktu dalam bertindak dengan mitra tutur. Sikap ini
sebagai nilai luhur karena seseorang mampu mengendalikan diri untuk tidak
mengganggu orang lain dalam situasi yang berbeda dengan situasi normal.
c) Sikap Mawas Diri
Mawa diri dinyatakan dengan ungkapan mulat salira hangrasa wani dan
harus selalu bisa rumangsa. Nilai yang diluhurkan sebenarnya bersifat
universal. Artinya, keberanian seseorang untuk mawas diri. Mampu mawas diri
manifestasinya adalah bisa rumangsa (selalu tahu diri). Bisa rumangsa adalah
cermin kerendahan hati, sedangkan rumangsa bisa merupakan kesombongan.
Sikap Menjaga Perasaan
Dalam berkomunikasi, masyarakat Jawa tidak hanya mengandalkan
pikiran. Meskipun yang ingin dikomunikasikan adalah buah pikiran, tetapi
ketika akan menyampaikan maksud kepada mitra tutur, biasanya terlebih
dahulu berusaha menjada perasaan dengan menjajaki kondisi psikologis mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
tutur (njaga rasa). Hal ini dimaksudkan agar komunikasi selalu terjaga
kesantunannya.
Penjajakan kondisi psikologi mitra tutur ini dilakukan dengan mengenali
“suasana hati” mitra tutur (angon rasa). Jika penutur sudah berhasil mengenali
suasana hati mitra tutur, penjajakan selanjutnya adalah ingin mengenali
“kesiapan hati” mitra tutur (adu rasa). Jika suasana hati dan kesiapan hati mitra
tutur sudah berhasil dikenali, penutur baru berusaha menyampaikan maksud
sesuai dengan suasana dan kesiapan hati mitra tutur. Apabila hal ini dapat
dikenali dengan baik maka tuturan dapat berjalan dengan baik pula.
d) Sikap mau Berkorban
Orang yang memiliki sikap dan sifat rendah hati adalah orang yang selalu
mengutamakan sikap dan sifat “sepi ing pamrih rame ing gawe” dan “wani
ngalah luhur wekasane”. Artinya adalah kesanggupan seseorang untuk mau
berkorban dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri dan tetap mau
bekerja keras untuk kepentingan orang lain.
2. Indikator Kesantunan Menurut Grice (2000)
Grice (dalam Pranowo, 2009) menyatakan bahwa santun tidaknya
pemakaian bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal berikut ini.
1. Ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra tutur agar tidak
merasa dipermalukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
2. Ketika berkomunikasi tidak boleh mengatakan hal-hal yang kurang baik
mengenai diri mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan
mitra tutur.
3. Tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur.
4. Tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra
tutur merasa jatuh harga dirinya.
5. Tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau
kelebihan diri sendiri.
3. Indikator Kesantunan Menurut Leech (1983)
Leech berpandangan bahwa tuturan dapat dikatakan santun jika terdapat
penanda sebagai berikut.
1. Tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (maksim
kebijaksanaan).
2. Tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur (maksim
kedermawanan).
3. Tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur (maksim pujian).
4. Tuturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendahan hati).
5. Tuturan memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan)
6. Tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati kepada mitra tutur (maksim
kesimpatisan).
7. Tuturan mengungkapkan rasa senang pada mitra tutur (maksim
pertimbangan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
4. Indikator Kesantunan Menurut Dell Hymes (1978)
Hymes 1978 (dalam Pranowo, 2009:100) mengatakan bahwa saat
seseorang berkomunikasi hendaknya memperhatikan beberapa komponen tutur
yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING. Berikut ini penjelasannya.
1. (S) Setting and Scene (latar) mengacu pada tempat dan waktu yang
terjadinya komunikasi. Setiap orang dalam melakukan percakapan pasti
berada di suatu tempat dan waktu tertentu. Contoh tuturan dari komponen
ini sebagai berikut.
A : “Kamu tadi setelah sekolah bermain di mana, Anton?”
B : “Tadi main di rumah Sari, Bu.”
2. (P) Participants (peserta) mengacu pada orang yang terlibat dalam
komunikasi. Dalam suatu tuturan pasti terdapat peserta tutur yang terlibat,
baik penutur maupun mitra tutur. Contoh tuturan dapat dilihat di bawah ini.
A : “Mas Mamad sudah datang apa belum ya, teman-teman?”
B : “Sudah dari tadi, Mas.”
3. (E) Ends (tujuan komunikasi) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai
dalam berkomunikasi. Komunikasi yang baik yang dituturkan oleh penutur
kepada mitra tutur memungkinkan adanya tujuan yang jelas dan dapat
dipahami mitra tutur. Contoh tuturan sebagai berikut.
A : “Bagaimana jika rumah ini kita cat, Pak?”
B : “Memang seharusnya begitu, Bu. Rupanya sudah 10 tahun tidak dicat.”
4. (A) Act Sequence (pesan yang ingin disampaikan) mengacu pada bentuk dan
pesan yang ingin disampaikan dalam bahasa tulis atau bahasa lisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Berkaitan dengan hal ini, pesan yang disampaikan penutur kepada mitra
tutur berupa pesan dalam bahasa tulis maupun lisan. Berikut ini contoh
tuturan dalam bentuk bahasa tulis (pesan singkat/ SMS).
A : “Selamat siang, Pak Tony. Pak, saya sudah mengirimkan artikel opini
tentang kemacetan. Artikel saya kirim di e-mail. Terima kasih.”
5. (K) Key (kunci) mengacu pada pelaksanaan percakapan. Maksudnya,
bagaimana pesan itu disampaikan kepada mitra tutur (cara penyampaian).
Cara menyampaikan tuturan dengan orang yang lebih tua tentu berbeda
dengan penyampaikan tuturan dengan teman sebaya. Contoh tuturan antara
siswa dengan guru sebagai berikut.
A : “Maaf, Pak. Saya terlambat masuk kelas karena rantai sepeda saya tadi
putus dan belum ada bengkel yang buka, Pak.”
B : “Ya, tidak apa-apa. Masuk dulu, Nak.”
A : “Baik, Pak. Terima kasih.”
6. (I) Instrumentalities (sarana tutur) yang mengacu pada segala ilustrasi yang
ada di sekitar peristiwa tutur. Sarana tutur ini dapat dilihat saat penutur
menggunakan microfon saat menjadi pembawa acara dalam suatu dialog.
Dengan menggunakan microfon, volume suara penutur dapat dengan mudah
diatur sehingga dapat didengar dengan jelas oleh banyak orang. Contoh
tuturan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
A : “Baiklah, Bapak-Ibu sekalian. Setelah mendengar paparan tentang
budidaya lele dari Bapak Joko tadi, adakah yang ingin bertanya?”
B : “Saya ingin bertanya, Pak.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
7. (N) Norms (norma) yaitu pranata sosial kemasyarakatan yang mengacu pada
norma perilaku partisipan dalam berkomunikasi. Norma berkaitan dengan
kearifan lokal yang berkembang di masyarakat agar dapat berinterkasi
dengan baik. Norma yang berlaku dapat menentukan sikap hormat dan
menghargai orang lain. Contoh tuturan komponen ini sebagai berikut.
A : “Top-markotop, Mas! Gending garapannya menggelegar.”
B : “Ah, tadi saya grogi, Mas. Tadi juga ada urutan yang salah.”
A : “Nggak keliatan kalau salah, Mas.
8. (G) Genres (ragam, register) mengacu pada ragam bahasa yang digunakan,
misalnya ragam formal, ragam santai, dan sebagainya. Berikut ini contoh
tuturan ragam santai.
A : “Nampaknya badan kamu lemas sekali.”
B : “Belum makan, Om. Lapar perutku. Lupa bawa uang.”
A : “Ini aku beri uang untuk beli nasi.”
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Penelitian ini mendeskripsikan penggunaan bahasa yang dituturkan oleh
mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa Seni Karawitan. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesantunan
berkomunikasi yang terjalin antar mahasiswa lintas program studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2. Landasan teori secara umum menggunakan teori pragmatik dan secara khusus
menggunakan teori skala kesantunan. Teori ini dikemukakan oleh Geoffrey
Leech (1983). Skala kesantunan tersebut ada lima yakni, 1) skala untung-rugi,
2 skala pilihan, 3) skala ketidaklangsungan, 4) skala keotoritasan, 5) skala jarak
sosial. Namun peneliti memodifikasi kelima skala kesantunan itu menjadi tiga
skala yaitu, 1) skala untung-rugi, 2) skala pilihan, 3) skala ketidaklangsungan.
3. Berdasarkan teori tersebut, penelitian ini akan mendeskripsikan secara jelas
mengenai tingkat kesantunan berkomunikasi yang digunakan oleh mahasiswa
Universitas Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Seni
Karawitan.
4. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang menitikberatkan deskripsi data
penelitian dengan instrumen penelitian peneliti sendiri yang memiliki bekal
wawasan mengenai teori pragmatik, dan teori kesantunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Bagan 1: Kerangka Berpikir
Tuturan-tuturan mahasiswa Univeristas Sanata Dharma di Lingkup Unit
Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan
Tinggi
Teori-teori Kesantunan
Tidak Santun
Kajian Pragmatik
Santun
Tingkat Kesantunan
Berkomunikasi Mahasiswa
Skala Kesantunan
Geoffrey Leech (1983)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini mengkaji mengenai tingkat kesantunan berkomunikasi yang
dituturan oleh mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti UKM Seni
Karawitan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan data, yakni data yang berupa
tuturan, nilai-nilai budaya Jawa yang berpengaruh terhadap kesantunan
berkomunikasi. Selain itu, pendekatan yang melibatkan mahasiswa ini diarahkan
pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu
kesatuan yang utuh. Menurut Prastowo (2014), dalam literatur metodologi
penelitian, istilah kualitatif tidak lazim dimaknai sebagai jenis data, tetapi juga
berhubungan dengan analisis data dan interpretasi atas objek kajian. Menurut
Djajasudarma (2006:11) metode kualitatif merupakan prosedur yang
menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa.
Muhammad (2014:31) mengungkapkan bahwa salah satu fenomena objek
penelitian kualitatif adalah peristiwa komunikasi atau berbahasa karena peristiwa
ini melibatkan tuturan, makna semantik tuturan, orang yang bertutur, maksud
yang bertutur, situasi bertutur, peristiwa tutur, tindak tutur, dan latar tuturan.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesantunan berkomunikasi mahasiswa dalam berproses bermain karawitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
maupun dalam kehidupan sehari-hari secara alamiah. Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan atau membuat gambaran atau menjabarkan secara faktual, dan
akurat mengenai data dan sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian
Menurut Arikunto (2006:129), sumber data adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh. Sumber data merupakan tempat asal muasalnya data. Sedangkan
data merupakan bahan penelitian yang diambil dari sumber data. Sumber data
dalam penelitian ini berasal dari Mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang
mengikuti UKM Seni Karawitan sebagai sumber primer yang benar-benar akurat.
Sugiyono (2012:225) sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Data dari penelitian berupa tuturan
langung dari Mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti UKM Seni
Karawitan (pengrawit). Tuturan berupa campur kode antara bahasa Jawa Ngoko
dan bahasa Indonesia. Keseluruhan data-data tersebut merupakan populasi dari
penelitian ini. Data-data yang diambil sebagai sumber pengambilan sampel yang
akurat dan menyeluruh.
Fokus penelitian ini adalah 12 mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang
mengikuti UKM Seni Karawitan, dan informan dalam penelitian ini adalah 12
mahasiswa itu sendiri. Berikut ini daftar 12 mahasiswa yang menjadi subjek
penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Tabel 1: Daftar Subjek Penelitian
No. Nama Jenis
Kelamin Program Studi Asal Daerah
1. Martteisyasuli Nindela P. P P. Matematika Tangerang
2. Ajeng Anggraeni P. P Sastra Inggris Sleman
3. Thomas Yuli Padmara L PGSD Kulonprogo
4. Raras Ruming Melathi P P. Sejarah Magelang
5. Antonius Andi Gunawan L Sastra Indonesia Kulonprogo
6. Maria Dwi Utami P P. Ekonomi Bantul
7. Maria Sherly Anita P Akuntansi Sleman
8. Yoselia Alvi Kusuma P P. Fisika Jepara
9. Yosafat Margiono L PGSD Magelang
10 Risya Kristiana P P. Fisika Purwokerto
11. Angela Nesha P Psikologi Yogyakarta
12. Robertus Budi Santosa L P. Sejarah Kulonprogo
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian dengan teknik observasi partisipatif
(pengamatan), simak dan catat/ rekam. Pengumpulan data dilakukan pada kondisi
alamiah (natural setting), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih
banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan dokumentasi
(Sugiyono, 2012:225). Dalam proses observasi, peneliti terlibat langsung
(partisipatif) dan mengamati kegiatan pembelajaran karawitan dengan 12 anggota
UKM Seni Karawitan. Hal ini bertujuan agar data yang diperoleh lebih lengkap
dan faktual.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Mulyana (2010:175) memaparkan bahwa pengamatan berperan serta,
peneliti dapat berpartisipasi dalam rutinitas subjek penelitian baik mengamati apa
yang mereka lakukan, mendengarkan apa yang mereka katakan, dan menanyai
orang-orang di sekitar mereka. Pengamatan berperan-serta (observasi partisipan)
berpotensi mendapatkan data yang lengkap kendati peneliti harus memerlukan
kepekaan, keterampilan, dan seni untuk memasuki lingkungan budaya yang akan
diteliti. Menurut Prastowo (2014:209) mengatakan bahwa peneliti sebagai alat,
dapat peka dan bereaksi menyesuaikan diri terhadap segala semua aspek keadaan
lingkungan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data. Dengan metode ini,
tuturan antar mahasiswa (pengrawit) mengenai bentuk-bentuk kesantunan
berkomunikasi dapat diperoleh secara jelas. Selain kesantunan, pemilihan kata,
pemakaian gaya bahasa, tidak dipungkiri akan muncul peristiwa campur kode dan
alih kode.
Tuturan antar pengrawit diperoleh dengan memperhatikan metode simak-
catat, yakni pertuturan langsung saat peristiwa tutur di dalamnya terdapat bentuk-
bentuk kesantunan berkomunikasi. Menurut Sugiyono (2014:82) dokumen
merupakan catatan peristiwa dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Teknik
yang digunakan dalam metode ini adalah mencatat dan merekam tuturan yang
terjadi di antara pengrawit. Hasil rekaman dapat disimpan dalam peralatan
tersebut sehingga menjadi dokumen yang dapat dibuka sewaktu-waktu untuk
meninjau kembali catatan dan pengamatan yang sudah diperoleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti berbekal pengetahuan
sosiolinguistik dan pragmatik dan kesantunan berkomunikasi yang telah dipelajari
semasa proses perkuliahan. Peneliti sebagai penutur bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa serta memiliki bekal pengetahuan mengenai pragmatik yang cukup memadai
untuk mendapatkan data penelitian. Peneliti sebagai instrumen dengan
mengedepankan kemampuan memproses data secepatnya serta memanfaatkan
kesempatan untuk mengklarifikasi data (Moleong, 2005:171). Instrumen
penelitian dilakukan supaya dapat melengkapi data-data serta membandingkannya
dengan data-data yang telah ditemukan hasil dari observasi dan wawancara
(Sugiyono, 2012:223). Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat
simpulan (Sugiyono, 2012:222).
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (Sugiyono,
2012:245). Sementara Moleong 2006 (dalam Prastowo, 2014:238) analisis data
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, ketegori,
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditentukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesa kerja. Tenik analisis data yang dilakukan peneliti merujuk pada kajian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
analisis deskriptif dan analisis kontekstual. Kemudian Seiddel (dalam Moleong,
2014:248) mengungkapkan proses analisis data kualitatif sebagai berikut.
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mentesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari, dan menemukan pola hubungan-hubungan dan
membuat temuan-temuan umum.
Adapun langkah untuk melakukan teknik analisis data sebagai berikut.
1. Tahap klasifikasi
Peneliti mengelompokkan data-data penelitian hasil dari observasi
partisipatif dan simak, catat/ rekam.
2. Tahap identifikasi
Peneliti mengidentifikasi data-data yang telah terkumpul dengan mengkaji
tuturan kebahasaan menggunakan teori kesantunan.
3. Tahap interpretasi
Pada tahap ini sebagai tahap pemberian makna atas temuan-temuan
penelitian. Pemaknaan tentu saja tidak terlepas dari konteks pada data-data
penelitian.
4. Tahap deskripsi
Peneliti memaparkan dan menjelaskan hasil kajian yang telah dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Berikut ini disajikan tabel yang memaparkan aspek penentu kesantunan
berkomunikasi berdasarkan lima skala kesantunan menurut Leech yang telah
dimodifikasi menjadi tiga skala. Apabila dalam 1 data tuturan memenuhi ketiga
aspek kesantunan, maka diberi skor 3 (sangat santun). Jika hanya memenuhi dua
aspek kesantunan, maka diberi skor 2 (santun). Begitu juga jika hanya memenuhi
satu aspek kesantunan, maka skor 1 (kurang santun). Apabila tidak memenuhi
ketiga aspek kesantunan, maka skor 0 (tidak santun).
Tabel 2: Aspek Penentu Kesantunan Berkomunikasi Menurut Leech
No Aspek Kesantunan Skor
1. Skala Untung-Rugi
Santun : apabila tuturan semakin
merugikan penutur, atau sama-sama
menguntungkan mitra tutur maupun
penutur.
1
Tidak santun : apabila tuturan
semakin merugikan mitra tutur.
0
2. Skala Pilihan
Santun : apabila banyak pilihan dan
keleluasaan bagi penutur maupun
mitra tutur.
1
Tidak santun : apabila sama sekali
tidak ada keleluasaan dan pilihan
bagi mitra tutur.
0
3. Skala Ketidaklangsungan
Santun : apabila maksud tuturan
penutur maupun mitra tutur semakin
tidak langsung.
1
Tidak santun : apabila maksud
tuturan penutur bersifat langsung.
0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3.6 Triangulasi Hasil Data
Sebagai dasar untuk membangun kepercayaan (validitas) hasil analisis
data dilakukan pemeriksaan keabsahan dengan cara triangulasi teori. Sugiyono
(2012:241) mengatakan bahwa triangulasi merupakan pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Metode triangulasi merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam uji validitas penelitian kualitatif.
Teori triangulasi dapat dilakukan dengan cara mengkonfirmasikan hasil
analisis data dengan beberapa landasan teori yang digunakan. Hal ini bertujuan
sebagai kekuatan akan kredibilitas penelitian ini. Triangulasi teknik untuk
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda (Prastowo, 2014:270). Triangulasi
sumber, yaitu untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2012:274). Peneliti
menggunakan triangulasi sumber dari seorang informan atau ahli yang merupakan
pakar Pragmatik untuk menguji keabsahan data.
Peneliti menggunakan triangulasi teori yaitu peneliti memanfaatkan dan
membandingkan teori-teori tentang kesantunan berkomunikasi dan skala
kesantunan dan menjelaskan tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa
Universitas Sanata Dharma yang mengikuti UKM Seni Karawitan. Triangulasi
penyidik ini memerlukan turut serta seorang penyidik triangulasi ini untuk
memeriksa hasil pengumpulan data dan tabulasi data yang telah dianalisis.
Peneliti mempercayakan Dr. B. Widharyanto, M.Pd., sebagai tringulator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Penelitian ini dapat dikatakan sangat menarik dilakukan karena berdasarkan
jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan lainnya, peneliti
dapat mengambil nilai-nilai positif. Selain melakukan penelitian, peneliti juga
terlibat di dalam dinamika permainan karawitan dengan para pengrawit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijabarkan tiga hal, yaitu 1) deskripsi data, 2) hasil
analisis data, dan 3) pembahasan temuan.
4.1 Deskripsi Data
Berkomunikasi dan bertindak secara santun adalah keharusan setiap orang
yang berada di suatu masyarakat. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan
martabat pribadi agar keharmonisan bersama dapat terjalin dengan baik. Seperti
permintaan tolong yang ditujukan kepada orang yang dihormati dapat
menggunakan kata “mohon”. Hal itu menunjukkan bahwa penutur juga berusaha
mempertimbangkan perasaan mitra tutur yang dihormati. Mempertimbangkan
perasaan mitra tutur merupakan bentuk kesantunan berkomunikasi sehingga
proses komunikasi terjalin lancar.
Dalam berkomunikasi, penutur juga harus memperhatikan situasi atau
konteks. Konteks itu dapat berupa siapa orang yang diajak berkomunikasi, tempat
berkomunikasi, waktu berkomunikasi, dan sebagainya. Hal ini dapat kita lihat
pada tuturan para pengrawit di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Pemakaian bahasa Jawa yang halus tidak dijadikan sebagai bahasa pengantar
dalam dinamika yang terjalin. Pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Ngoko justru sering digunakan dan tidak mengurangi tingkat kesantunan bertutur
dengan sesama pengrawit ketika bermain karawitan.
Peneliti ingin menganalisis tentang tingkat kesantunan berkomunikasi
mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa
Seni Karawitan. Dasar analisis ini menggunakan skala kesantunan berkomunikasi
menurut Leech karena paling lengkap. Kelima skala yang terangkum dalam skala
pragmatik adalah 1) skala biaya-keuntungan, 2) skala pilihan, 3) skala
ketaklangsungan, 4) skala keotoritasan, dan 5) skala jarak sosial. Namun peneliti
hanya menggunakan tiga skala kesantunan sebagai pisau analisisnya. Ketiga skala
tersebut yaitu, 1) skala untung-rugi, 2) skala pilihan, dan 3) skala
ketidaklangsungan. Ketiga skala kesantunan digunakan peneliti untuk dasar
analisis tuturan karena sudah dapat dikatakan mencakup skala-skala lainnya.
Selain itu data-data yang diperoleh oleh peneliti juga hanya mencakup tiga skala
tersebut. Maka ketiga skala kesantunan yang dikemukakan Leech sudah dapat
mewakili untuk melihat tingkat kesantunan berkomunikasi di kalangan mahasiswa
Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Berdasarkan ketiga skala kesantunan berkomunikasi tersebut, peneliti dapat
mengetahui apakah tingkat tuturan yang digunakan sebagai komunikasi tergolong
santun atau tidak santun.
Data tuturan yang dianalisis di dalam penelitian ini adalah tuturan verbal
yang sifatnya percakapan antar pengrawit. Data tuturan berupa campur kode
antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Data diambil dari observasi yang
dilakukan oleh peneliti selama proses berlatih karawitan di kampus sejak bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Februari sampai dengan Mei 2017. Ada sekitar 24 data tuturan yang dianalisis di
dalam penelitian ini dengan menggunakan tiga skala kesantunan. Jadi, jumlah
analisis data ada sekitar 72 analisis data tuturan.
4.2 Hasil Analisis Data
Agar pemahaman kita lebih jelas mengenai hasil analisis tersebut, berikut
ini dijelaskan secara rinci tentang masing-masing aspek di atas.
4.2.1 Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa Universitas Sanata
Dharma di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan
Data tuturan berupa campur kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa
Jawa yang diperoleh peneliti dianalisis menggunakan skala kesantunan yang
diungkap oleh Leech sebagai dasar kajian analisis. Gunarwan (1994:91-93)
menyampaikan pendapat Leech (1983:123) bahwa lima skala kesantunan perlu
dipertimbangkan untuk menilai atau mengukur derajat kesantunan. Namun
peneliti hanya menggunakan tiga skala kesantunan sebagai dasar analisis
penelitian ini, yaitu skala untung-rugi, skala pilihan, dan skala ketidaklangsungan.
Hasil data yang dianalisis dengan menggunakan tiga skala kesantunan itu dapat
dijelaskan sebagai berikut.
4.2.1.1 Skala Biaya-Keuntungan (Untung-Rugi)
Skala biaya-keuntungan ini dipakai untuk menghitung biaya dan
keuntungan dalam melakukan tindakan (seperti yang ditujukan oleh daya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
ilokusioner tindak tutur) antara penutur dan mitra tutur. Indikator yang
ditunjukkan yaitu seberapa besar tuturan dari penutur dapat menguntungkan mitra
tutur saat menjalin komunikasi. Semakin penutur menguntungkan diri mitra
tuturnya, maka tingkat kesantunannya menjadi sangat santun. Sebaliknya jika
penutur justru merugikan mitra tutur, maka tingkat kesantunannya akan tidak
santun. Data penelitian yang telah diperoleh dapat disajikan di bawah ini.
Tabel 3: Analisis 1 Skala Untung-Rugi
DT.01
Hari/ tanggal : Rabu, 22 Februari 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aku pamit duluan ya, Mas,
Mbak.” P2 : “Gamelané rung disuwuk ki,
Ras.”
(“Gamelannya belum disuwuk ini,
Ras.”)
P1 : “Iya é. Soalé aku pulang ke
Magelang ini, Mas, biar ndak
kewengèn. Kalau Mas pulang
kapan?”
(“Iya. Ini aku pulang ke
Magelang Mas, supaya tidak
kemalaman. Kalau Mas pulang
kapan?”)
P2 : “O ya, ati-ati.”
(”O ya, hati-hati.”)
P3 : “Kéné Magelang sejam nganti
ra?”
(“Sini ke Magelang satu jam
sampai apa tidak?”)
P2 : “Rong jam yo. Adoh é.”
(“Dua jam, ya. Lumayan jauh.”)
P1 : “Daaa semua!”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
penutur perempuan kepada
pengrawit yang lain di dalam
ruang karawitan, Mrican. P1
adalah penutur perempuan
sedangkan P2 dan P3 merupakan
mitra tutur laki-laki. P1
memohon pamit terlebih dahulu,
tetapi P2 dan P3 meminta P1
agar pulang bersama-sama. P1
memberikan alasan bahwa sudah
pukul 8 malam dan akan pulang
ke Magelang, tidak ke kos.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini menunjukkan bahwa tuturan itu diucapkan
oleh P1 sebagai penutur perempuan kepada P2 sebagai mitra tutur laki-laki ketika
sedang berpamitan kepada teman-teman pengrawit yang lain. Tuturan, “Aku
pamit duluan ya, Mas, Mbak.”, menunjukkan bahwa penutur menguntungkan
dirinya sendiri karena mau pulang terlebih dahulu sebelum proses kegiatan
karawitan selesai. Mitra tutur tampak kurang senang jika penutur pulang lebih
dulu karena biasanya waktu pulang pukul 21.00 WIB. Mitra tutur pertama
menanggapi penutur karena menginginkan agar penutur masih ikut latihan
karawitan, dan pulang bersama-sama seperti biasanya. Tuturan ini menunjukkan
ketidaksantunan penutur terhadap mitra tutur karena penutur mau pulang duluan
sementara kegiatan karawitan selesai. Maka tuturan pada data ini dikategorikan
tuturan yang tidak santun.
Tabel 4: Analisis 2 Skala Untung-Rugi
DT.02
Hari/ tanggal : Rabu, 8 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Lho, rung dha teka, ta, bro? Tak
kira nèk aku kèri dhéwé é.”
(“Lho, belum pada datang, bro?
Aku kira aku yang terlambat
datang.”)
P2 : “Urung kok. Aku waé gèk ntas
tekan, bro.”
(“Belum. Aku saja baru saja
sampai, bro.”
P1 : “Mas Éko ya rung teka pa?”
(“Apa Mas Eko juga belum
Tuturan tersebut diucapkan oleh
penutur laki-laki kepada mitra
tutur laki-laki di Ruang Drost,
Paingan ketika akan latihan
karawitan untuk wayang kulit.
Penutur terkejut karena
pengrawit yang lain belum
datang, padahal sudah terburu-
buru bahkan belum sempat
untuk makan. Lalu mitra tutur
menanggapi agar sama-sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
datang?”)
P2 : “Gèk otw paling.”
(Mungkin masih otw.”)
P1 : “Asem kok, tuas aku banter-
banter nganti rung madhang
barang.” (“Asem, padahal aku sudah
terburu-buru sampai belum
sempat makan.”)
P2 : “Hayo dientèni bro. Hahaha...”
(“Ya ditunggu dulu, bro.
Hahaha”)
menunggu semua berkumpul
dulu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini memperlihatkan bahwa penutur
mengucapkan tuturan, “Asem kok, tuas aku banter-banter nganti rung madhang
barang.” dengan nada kesal dan sedikit marah terhadap mitra tutur yang sedang
duduk santai. Tuturan, “asem” ini sebetulnya berasal dari kata “asu” dan
merupakan sebuah umpatan yang tidak santun. Penutur mengucapkan kata
tersebut karena pengrawit yang akan latihan wayang kulit belum lengkap. Maka
tuturan tersebut termasuk tuturan tidak santun.
Tabel 5: Analisis 3 Skala Untung-Rugi
DT.03
Hari/ tanggal : Rabu, 29 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”
(“Ndi, sini pegangkan kempul
ini!”)
P2 : “Isa ra?”
(“Bisa tidak?”)
P1 : “Wahés! Alon-alon ta, Ndi!”
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) yang
memukul kempul kepada
pengrawit laki-laki (P2). P1
meminta P2 yang sedang
berdiskusi di samping gamelan
untuk memindahkan posisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
(“Aduh! Pelan-pelan saja, Ndi!”)
P2 : “Iya! Malah tok uculké.”
(“Iya! Malah kamu lepaskan.”)
P1 : “Uculké gundhulmu kuwi.
Pindhahké sisan kuwi.” (“Lepaskan kepalamu itu.
Pindahkan juga yang itu.”)
kempul supaya pas.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data di atas memperlihatkan bahwa tuturan P1
sebagai penutur laki-laki kepada P2 sebagai mitra tutur laki-laki tersebut tidak
santun dan mengakibatkan suasana percakapan menjadi rusak. Penutur seolah-
olah tidak memperhatikan suasana mitra tutur yang sedang bingung mengonsep
acara pergelaran wayang kulit. Mitra tutur merasa diganggu dan justru
menimbulkan efek negatif dan menghancurkan suasana tuturan sehingga ada
kempul yang berbenturan dan menghasilkan suara keras yang mengejutkan.
Tuturan penutur, “Uculké gundhulmu kuwi. Pindhahké sisan kuwi.”. Penutur
menyalahkan mitra tutur akibat benturan kempul-kempul tersebut. Maka semakin
penutur merugikan mitra tuturnya melalui tuturannya, maka tingkat
kesantunannya menjadi tidak santun. Seharusnya penutur sebelum meminta
bantuan mitra tutur harus mengucapkan kata “maaf” dan “tolong” sebagai bentuk
sikap rendah hati untuk meminta bantuan mitra tutur. Mitra tutur menjadi
dirugikan karena merasa diganggu dengan adanya permintaan bantuan itu tanpa
mengucapkan kata “maaf” dan “tolong”. Benturan kempul tersebut terjadi karena
penutur memang tidak sengaja melepaskan tali kempul, tetapi tidak mau
disalahkan oleh mitra tutur. Penutur menanggapi ucapan mitra tutur dengan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
“gundhulmu” yang berarti tidak mau disalahkan dan justru mengejek mitra tutur.
Seharusnya penutur menanggapi dengan tuturan, “aduh, maaf, aku tidak sengaja”.
Tabel 6: Analisis 4 Skala Untung-Rugi
DT.05
Hari/ tanggal : Sabtu, 8 April 2017
Lokasi : Ruang Kadarman, Gedung Pusat USD, Mrican
Data Konteks
P1 : “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..” P2 : “Lha piyé?”
(“Gimana?”)
P1 : “Kok aku ndak dijatah surjan?”
(“Kenapa aku tidak diberi surjan?”
P2 : “Salahé wingi ra omong!”
(“Salahmu kemarin tidak minta!”)
P1 : “Nyebai!”
(“Menyebalkan!”)
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit laki-laki (P2) di
Ruang Kadarman jam 7 pagi
saat akan mengenakan surjan
untuk mengiringi wisuda.
Namun P2 sebagai petugas
kostum justru menyalahkan P1
yang sebelumnya tidak meminta
surjan.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini termasuk tuturan yang tidak santun. P1
sebagai penutur laki-laki mengalami kebingungan ketika tidak kebagian surjan
yang akan dipakai untuk tugas mengiringi wisuda. Tuturan penutur mengucapkan
tuturan, “Waduh, lha aku suruh make surjan yang mana? Weeeeh..” untuk
menyindir P2 sebagai mitra tutur yang bertugas mempersiapkan kostum pengrawit
wisuda. Tuturan itu telah dipahami oleh mitra tutur bahwa tuturan tersebut
merupakan sindiran, karena jumlah surjan tidak sesuai dengan jumlah pengrawit.
Maka mitra tutur hanya menanggapi tuturan penutur dengan ucapan “lha piyé?”.
Tentu saja tuturan ini dikategorikan tuturan yang tidak santun. Hal ini
mengakibatkan mitra tuturnya tidak nyaman dengan komunikasi yang terjadi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
karena penutur menyindir. Sebenarnya sindiran tersebut merupakan sindiran yang
halus dan tidak langsung. Seharusnya sindiran tersebut diartikan sebagai bentuk
permintaan tolong penutur kepada mitra tutur agar segera membantu mencarikan
surjan lagi. Namun karena mitra tutur hanya mengartikan maksud penutur sebagai
sindiran, maka mitra tutur justru kesal dan menanggapinya dengan nada kesal dan
cetus. Hal itu menunjukkan bahwa mitra tutur benar-benar kesal dan tampak tidak
santun bertutur demikian di depan para pengrawit laki-laki dan perempuan.
Alangkah baiknya jika mitra tutur mengucapkan kata, “oh maaf, Mas, masih
kurang ya? Coba aku carikan dulu di lemari karawitan.” Maka dapat dikatakan
bahwa data di atas merupakan tuturan tidak santun yang mengakibatkan efek
negatif.
Tabel 7: Analisis 5 Skala Untung-Rugi
DT.04
Hari/ tanggal : Kamis, 30 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya, Nes.” P2 : “Ok, Mas. Kebetulan dari tadi
aku juga gerah e. Yang nomer
berapa, Mas?”
P1 : “Haha... biar silir jé. Ya manut.”
(“Hahaha... supaya semilir.
Terserah.”)
P2 : “Kena apa nggak, Mas?”
(“Kena apa tidak, Mas?”)
P1 : “Iya, kena. Dah makasih, Nes.”
Tuturan diucapkan oleh
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit perempuan (P2) di
ruang karawitan, Mrican. P1
meminta kepada P2 saat latihan
wayang kulit untuk
menghidupkan kipas angin
supaya ruangan tidak panas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini dikategorikan tuturan yang santun. P1
sebagai penutur laki-laki meminta tolong kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan untuk menghidupkan kipas angin karena posisi duduknya dekat
dengan tombol kipas angin. Penutur mengucapkan, “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya, Nes.” menimbulkan tanggapan yang baik dari mitra tutur. Tuturan
tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur mengalami keuntungan, karena hawa di
ruang karawitan menjadi agak dingin dan membuat nyaman. Penekanan kata
“tolong” menginginkan mitra tuturnya supaya menghidupkan kipas angin karena
hawa di ruang karawitan gerah meskipun sudah jam 7 malam. Suasana tuturan
antara penutur dan mitra tutur menjadi lancar karena mitra tutur merasa
diuntungkan. Penutur memahami bahwa pengrawit yang lain sejak awal
mengalami gerah dan lupa tidak menghidupkan kipas angin karena fokus
menggamel. Hal kemudian menimbulkan tuturan yang menguntungkan mitra tutur
dengan tuturan “kebetulan” setelah penutur mengingatkan agar kipas angin
dihidupkan. Komunikasi ini berjalan lancar dan dapat dikatakan santun karena
menguntungkan mitra tutur.
Tabel 8: Analisis 6 Skala Untung-Rugi
DT.19
Hari/ tanggal : Senin, 29 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem
ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu
ro lu, lu ro lu ro.”
Tuturan itu diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai penutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
P2 : “Gimana, Mbak?”
P1 : “Gini lho, Ris. Lihat ya.”
(praktek menabuh bonang barung)
P2 : “Ok, Mbak. Yang nem di atas apa
bawah, Mbak?”
P1 : “Yang bawah. Yang bawah, Ris.
Rong ulihan.”
perempuan yang berbeda usia.
P1 mengajari menabuh bonang
barung di UKM Seni Karawitan
Paingan setelah azan magrib.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini tergolong sebagai tuturan yang santun
karena penutur dan mitra tutur dapat mengerti arah dan maksud pembicaraannya.
Hal ini ditandai dengan tuturan yang diucapkan oleh P1 sebagai penutur
perempuan kepada P2 sebagai mitra tutur perempuan. Keduanya hanya berbeda
usia dan sedang belajar menabuh bonang barung. Tuturan yang diucapkan oleh P1
menunjukkan kesantunan berkomunikasi. Tuturan yang diucapkan oleh penutur
bermaksud mengajarkan mitra tutur cara menabuh bonang pada gending Ladrang
Ayun-Ayun. Penekanan kata, “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem ma nem ma, ro ji
ro, ro ji ro ji, lu ro lu, lu ro lu ro.”, merupakan tuturan yang menguntungkan bagi
mitra tutur karena mendapatkan tanggapan yang baik sehingga mitra tutur tidak
merasa dirugikan. Suasana percakapan antara penutur dan mitra tutur berjalan
lancar. Data tuturan ini menjelaskan bahwa tuturan penutur tersebut merupakan
sebuah keuntungan yang didapat oleh mitra tutur. Dapat dilihat penutur
memberikan keuntungan kepada mitra tutur dengan mengajari mitra tutur
menabuh bonang barung berdasarkan not dan teknik permainan. Hal ini sangat
menguntungkan mitra tutur, sehingga mitra tutur dapat melihat dan menirukan
teknik permainan penutur. Ekspresi tanggapan mitra tutur terlihat senang dan puas
dan segera menabuh bonang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel 9: Analisis 7 Skala Untung-Rugi
DT.16
Hari/ tanggal : Senin, 18 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, ini sertifikatnya.”
P2 : “Sertifikat apa ya ini, Is?”
P1 : “Sertifikat pergelaran wayang
kulit kemarin, Mas Nug.”
P2 : “Oh, sik Kunthi itu to. Wah
makasih.”
P1 : “Iya, Mas.”
P2 : “Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu?
Aku ndak bawa tas besar je.”
P1 : “Boleh, Mas. Tak bawain dulu
aja.” P2 : “Besok tak ambil nek pas pake tas
besar.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan yang
menyerahkan sertifikat
pergelaran wayang kulit setelah
latihan gamelan di ruang
karawitan Paingan sekitar jam 8
malam. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menerima tetapi
menitipkan kepada P1 karena P2
tidak membawa tas yang besar.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data tuturan ini mengindikasikan bahwa P1 sebagai
penutur perempuan sedang berbicara dan menyerahkan sertifikat pergelaran
wayang kulit kepada P2 sebagai mitra tutur laki-laki. Dapat dilihat bahwa
percakapan yang dilakukan oleh penutur dan mitra tutur berjalan dengan baik dan
lancar meskipun kedua berbeda usia dan jenis kelamin. Percakapan yang baik dan
lancar menjadikan kedua partisipan terlihat akrab. Penutur dan mitra tutur
memiliki pemahaman yang sama terhadap konteks dan percakapan yang
dibicarakan yaitu berkaitan dengan pergelaran wayang kulit beberapa waktu lalu.
Tuturan pada data ini termasuk dalam kategori tuturan yang santun karena penutur
memberikan keuntungan kepada mitra tutur dengan penekanan tuturan, “Boleh,
Mas. Tak bawain dulu aja.”. Penekanan tuturan tersebut memberikan keuntungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bagi mitra tutur karena selain diberikan apresiasi berupa sertifikat, mitra tutur juga
menanggapi mitra tutur dengan baik dengan membawakan sertifikatnya penutur.
Hal ini karena mitra tutur tidak membawa tas besar sehingga kesulitan untuk
membawa pulang, apalagi kertasnya tidak terlalu kaku dan tebal
Tabel 10: Analisis 8 Skala Untung-Rugi
DT.17
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : Parkiran Aula, Mrican
Data Konteks
P1 : “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya
tadi baru ambil „anu‟ buat besok ke
Solo.”
P2 : “Ndak apa-apa. Wong dari tadi
yang lain juga belum pada datang
kok.”
P1 : “Oh ya? Tadi aku juga habis
makan e. Tapi maaf lagi, Mas.
Uang transportnya belum jadi tak
ambil soale Dea tadi lupa bawa
uang kas UKM.”
P2 : “Ndak apa-apa, Mar. Besok aja
ndak apa-apa.”
P1 : “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak
kasih uang transportnya.”
P2 : “Iyes, hahaha...”
Tuturan diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki. Percakapan terjadi
sekitar pukul 18.00 di luar ruang
karawitan Mrican, tepatnya di
dekat pintu masuk parkiran. P1
meminta maaf kepada P2 karena
tidak jadi memberikan uang
transport ke Solo untuk
mengikuti lomba nembang
macapat senasional. P1
memaklumi hal itu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan pada data ini termasuk dalam kategori
tuturan yang santun. Hal ini terlihat pada percakapan yang terjadi antara P1
sebagai penutur perempuan dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang lancar.
Kedua partisipan dapat mengerti alur tuturan yang sedang berlangsung dan tuturan
penutur, “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya tadi baru ambil „anu‟ buat besok ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Solo.”, sebagai penanda bahwa penutur rendah hati kepada mitra tutur meskipun
mitra tutur sebagai ketua UKM Seni Karawitan. Keuntungan yang diperoleh mitra
tutur yaitu mitra tutur mendapatkan uang transport untuk mengikuti lomba
nembang macapat tingkat nasional di Solo. Tuturan itu tuturan yang santun karena
penutur menguntungkan mitra tutur.
Tabel 11: Analisis 9 Skala Untung-Rugi
DT.20
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Selain BKHI kita juga diminta
mengisi project NASA di ISI.”
P2 : “BKHI ki apa?”
P1 : “Jadi BKHI itu Biro Kerja sama
Hubungan Internasional, kebetulan
sedang menjalin kerja sama
mahasiswa dari Korea.”
P2 : “Njuk besok gimana?”
P1 : “Besok Mas Eko mengajari
mereka berlatih gamelan, Mas.” P2 : “Oh, ok-ok.”
P1 : “Sebatas mengajari gamelan aja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada mitra tutur laki-laki saat
rapat UKM di ruang karawitan,
Mrican. P1 sebagai pemimpin
rapat memberikan informasi
acara-acara seputar karawitan
yang akan dilaksanakan
beberapa bulan lagi.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data tersebut merupakan tuturan dari seorang
pemimpin rapat UKM Seni Karawitan kepada para anggotanya di dalam ruang
karawitan Mrican. Dalam tuturan data ini tampak bahwa partisipan mengerti alur
pembicaraan yang sedang berlangsung. Dari tuturan tersebuut dapat dilihat bahwa
tuturan berjalan baik dan lancar. Keduanya sama sekali tidak mengalami kesulitan
untuk memahami dan mengerti alur pembicaraan dalam rapat tersebut. Tuturan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
termasuk tuturan yang santun karena penutur dan mitra tutur dapat mengerti arah
dan maksud pembicaraannya. Tuturan yang diucapkan oleh penutur yaitu, “Besok
Mas Eko mengajari mereka berlatih gamelan, Mas.”. Penekanan tuturan
tersebut merupakan suatu penanda kesantunan dalam data ini. Penutur
memberikan keuntungan kepada mitra tutur karena bidang profesionalisme yang
dimiliki mitra tutur sebagai pengajar dan pelatih gamelan. Apalagi peserta yang
akan belajar gamelan berasal dari Korea, tentu saja juga akan memberikan
pengalaman dan keuntungan uang dari BKHI. Ekspresi tanggapan mitra tutur
terlihat senang dan bangga karena bertambah pengalaman sebagai pelatih gamelan
mahasiswa-mahasiswa lintas negara. Oleh karena itu, tuturan ini dinilai santun
karena tuturan penutur memberikan keuntungan kepada mitra tutur.
Tabel 12: Analisis 10 Skala Untung-Rugi
DT.23
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Nama kamu siapa, Mas?”
P2 : “What?”
P1 : “What‟s your name?
P2 : “Adam.”
P1 : “Ok, Adam. Ini namanya kempul.
Kalau yang besar itu gong gedhé
ora gong besar, big.” P2 : “Apa?”
P1 : “This is name a kempul.”
P2 : “Kempul?”
P1 : “Yes, kempul. This is gong.”
P2 : “Ok, gong. Kempul dan gong.”
P1 : “Coba dipukul dulu.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang berasal dari
Amerika. Mitra tutur ingin
belajar karawitan bersama
dengan teman-temannya.
Penutur sebagai anggota UKM
Seni Karawitan membantu
melatih karawitan kepada mitra
tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan yang terjadi di
ruang karawitan Mrican. Percakapan dilakukan oleh P1 sebagai penutur laki-laki
dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang akan belajar karawitan. Mitra tutur
merupakan penutur bahasa asing (bahasa Inggris) yang berasal dari Amerika.
Mitra tutur bersama dengan teman-temannya mengikuti program BIPA yang
diadakan oleh Lembaga Bahasa. Penutur sebagai pengrawit kawakan di UKM
Seni Karawitan membantu mitra tutur yang akan menabuh karawitan di bagian
kempul dan gong. Dari tuturan tersebut terlihat berjalan dengan baik. Penutur
berusaha untuk tetap menjaga suasana tuturan berjalan dengan baik dan lancar.
Tuturan ini termasuk dalam kategori tuturan yang santun karena penutur
menguntungkan mitra tutur dengan menjelaskan dan membantu mengenal kempul
dan gong, serta mengerti arah dan maksud pembicaraannya. Penekanan pada
tuturan penutur yaitu, “Ok, Adam. Ini namanya kempul. Kalau yang besar itu
gong gedhé ora gong besar, big.”, mempertegas behawa penutur sangat
menguntungkan mitra tutur. Penekanan tuturan ini adalah penanda kesantunan di
dalam data ini. Penutur memberikan keuntungan kepada mitra tutur dengan
menjelaskan secara perlahan-lahan dengan tuturan campur kode itu.
Tabel 13: Analisis 11 Skala Untung-Rugi
DT.11
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, njenengan besok Minggu Tuturan tersebut diucapkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
bisa bantuin tugas di Gereja
Babarsari?”
(“Mas, kamu besok Minggu bisa
membantu tugas di Gereja
Babarsari?”)
P2 : “Tugas buat apa é, Mar?”
(“Tugas untuk apa itu, Mar?”)
P1 : “Tugas mengiringi misa, Mas,
penggalangan dana Sekar Geni.”
P2 : “Siap, aku ikut. Aku nabuh apa?”
P1 : “Masé mau ikut kor atau gamel?”
P2 : “Ha rak ya wis akèh ta sik kor?
Ana Budi barang galo. Sik gamel
kurang wong iki, Mar.”
(“Bukannya sudah banyak yang
kor? Ada Budi juga itu. Yang
gamel kekurangan orang ini,
Mar.”)
P1 : “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel
waé, Mas.” (Oh iya, ya, tidak apa-apa ikut
gamel saja, Mas.”)
P1 sebagai penutur perempuan
dan ketua panitia Festival Sekar
Geni (Seni Karawitan Gending
Gerejani). Penutur mengajak P2
sebagai mitra tutur laki-laki
untuk membantu kor dalam
mencari dana dengan mengiringi
misa di Gereja Babarsari.
Namun mitra tutur hanya mau
membantu mengiringi kor saja
karena kekurangan pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Dalam data ini, P1 sebagai penutur perempuan
sementara P2 sebagai mitra tutur laki-laki. Keduanya sama sekali tidak
mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti percakapan yang
berlangsung. Tuturan ini tergolong tuturan yang santun karena penutur
memberikan kesempatan kepada mitra tutur untuk mengiringi misa dengan
karawitan. Sementara mitra tutur juga menanggapi dengan baik permintaan dari
penutur. Tuturan, “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel waé, Mas.”,
memperlihatkan bahwa penutur menguntungkan mitra tutur. Penekanan tuturan
itu merupakan suatu penanda kesantunan dalam data ini. Maka tuturan ini
tergolong tuturan yang santun karena penutur menguntungkan si mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel 14: Analisis 12 Skala Untung-Rugi
DT.12
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Teman-teman, gimana ini besok
ordinariumnya mau pakai yang
Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?”
P2 : “Nggo sik Kratoning Allah waé.”
(“Pakai yang Kerajaan Allah saja.”)
P1 : “Yang Kerajaan Allah, Mas?”
P2 : “Soalé sing biyèn dah pernah
pakek yang Gaya Sundha, kan.”
(“Soalnya yang dulu sudah pernah
menggunakan Gaya Sunda,
bukan?”)
P1 : “Ok, deh. Kita pakai yang
Kerajaan Allah, ya teman-
teman.”
Tuturan tersebut diucapkan
ketua panitia Festival Sekar Geni
kepada para pengrawit dan
petugas kor. P1 sebagai penutur
perempuan memberikan pilihan
gaya lagu ordinarium yang mau
dinyanyikan untuk mengiringi
misa di Gereja Babarsari. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menanggapi untuk menggunakan
Gaya Kerajaan Allah. Akhirnya
P1 memutuskan bahwa gaya
yang digunakan dalam tugas kor
adalah Gaya Kerajaan Allah.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. P1 sebagai penutur perempuan dan P2 merupakan
mitra tutur laki-laki. Keduanya hanya dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Data
ini menandakan bahwa tuturan berjalan dengan baik. Hal ini karena penutur dan
mitra tutur dapat mengerti arah pembicaraan yang berlangsung. Tuturan pada data
ini termasuk dalam kategori tuturan santun karena penutur memberikan
keuntungan kepada mitra tutur. Usulan yang diucapkan oleh mitra tutur
ditanggapi dengan baik oleh penutur dan digunakan sebagai dasar untuk tugas kor
di gereja. Mitra tutur memberikan alasan dan pertimbangan yang baik kepada
penutur sehingga penutur menerima usulan dari mitra tutur. Tuturan tersebut
yaitu, “Ok, deh. Kita pakai yang Kerajaan Allah, ya teman-teman.”. Penekanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
tuturan ini merupakan suatu penanda kesantunan. Tuturan tersebut
menguntungkan mitra tutur sehingga tuturan ini dikategorikan sebagai tuturan
yang santun.
Tabel 15: Analisis 13 Skala Untung-Rugi
DT.08
Hari/ tanggal : Selasa, 11 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Kamu mau nabuh saron sing ndi
é, Mbak Klara?”
(“Kamu mau nabuh saron yang
mana ya, Mbak Klara?”)
P2 : “Disuruh nabuh saron. Tapi....”
P1 : “Arep saron sik kéné apa kana?”
(“Mau saron yang ini apa itu?”)
P2 : “Yang ini saja lah.”
P1 : “O ya, berarti aku yang di situ.”
Tuturan tersebut dituturkan oleh
P1 sebagai pengrawit laki-laki
yang menabuh saron. P1
memberi peluang untuk P2
sebagai mitra tutur perempuan
yang baru saja ikut latihan
karawitan di ruang karawitan
Mrican.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini dapat dikategorikan sebagai tuturan yang
santun, karena P1 sebagai penutur laki-laki menguntungkan P2 sebagai mitra tutur
perempuan. Keduanya tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Dari
tuturan tersebut terlihat kedua partisipan tutur sangat mengerti alur pembicaraan
sehingga tuturan berjalan dengan baik. Hal ini menjadi penanda bahwa penutur
menguntungkan mitra tutur. Tuturan tersebut yaitu, “O ya, berarti aku yang di
situ.”. Penekanan tuturan ini merupakan penanda kesantunan dan menunjukkan
bahwa penutur menguntungkan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Tabel 16: Analisis 14 Skala Untung-Rugi
DT.13
Hari/ tanggal : Kamis, 27 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”
(“Mau merokok dulu yuk, jon?”)
P2 : “Kowé gawa, jon?”
(“Apa kamu bawa, jon?”)
P1 : “Iya iki.”
(“Iya ini.”)
P2 : “Ya sini, jon, tak minta.”
P1 : “Nèng kana waé lé udud, jon.”
(“Merokok di sana saja, jon.”)
P2 : “Kéné waé napa.”
(“Di sini saja.”)
P1 : “Ra pénak asapé. Jaba waé sing
nyaman.
(“Tidak enak asapnya. Di luar saja
yang nyaman.”)
P2 : “Iya ya. Ok-ok.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang mengajak untuk
merokok sebelum latihan
karawitan dimulai. P1 mengajak
merokok di luar ruang karawitan
Paingan karena banyak
pengrawit perempuan yang
sudah berlatih karawitan.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan percakapan antara P1 sebagai
penutur laki-laki dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki. Keduanya sudah saling
akrab dan sama-sama sebagai pengrawit senior. Dalam dara ini terlihat bahwa
penutur dan mitra tutur sangat mengerti alur pembicaraan yang berlangsung. Dari
tuturan ini dapat dilihat bahwa tuturan berjalan dengan baik dengan pembicaraan
yang terarah. Tuturan ini termasuk dalam kategori tuturan santun. Penekanan pada
tuturan penutur yang dicetak tebal miring yakni, “Arep ngudud-ngudud sik,
jon?”, mempertegas bahwa penutur menguntungkan mitra tutur. Mitra tutur yang
menunggu latihan karawitan belum dimulai. Sehingga penutur mengajak mitra
tutur untuk merokok dulu. Penekanan tuturan tersebut sebagai penanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
kesantunan. Ekspreasi tanggapan mitra tutur terlihat senang dan merasa
diuntungkan. Maka tuturan ini tergolong santun.
Tabel 17: Analisis 15 Skala Untung-Rugi
DT.14
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ana umat lingkunganku ki
rasan-rasan nèk misa pingin nggo
gamelan.”
(“Ada umat lingkunganku punya
niat kalau misa pakai gamelan.”)
P2 : “Nggèné njenengan ki paroki
pundi, Mas?”
(“Lingkunganmu ikut paroki
mana, Mas?”)
P1 : “Mèlu Pringwulung.”
(“Ikut Pringwulung.”)
P2 : “O, Pringwulung, ta. Napa ten
mriku ènten gamelané, Mas?”
(“O, Pringwulung. Apa di sana
ada gamelan, Mas?”)
P1 : “Ora ana. Ning wongé lé rasan-
rasan ora gelem kandha langsung
nèng UKM. Ha nèk gelem mono,
cah-cah arep dha gelem nabuh
apa ora.”
(“Tidak ada. Tapi orangnya hanya
berharap, belum berani meminta
ke UKM. Kalau bisa dan sanggup,
teman-teman ada yang mau
mengiringi apa tidak.”)
P2 : “Mungkin nggih purun, Mas.”
(“Mungkin saja mau, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pelatih gamelan untuk menawari
mengiringi kor misa
menggunakan gamelan di Gereja
Pringwulung, ketika sedang
berkumpul di depan Gereja
Babarsari untuk gladi bersih
mengiringi misa penggalan dana
Festival Sekar Geni.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Dalam data ini P1 sebagai penutur laki-laki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sedangkan P2 merupakan mitra tutur laki-laki. Kedua partisipan tutur ini berjalan
dengan baik dan lancar dalam percakapan yang sedang dilakukan. Mitra tutur
menanggapi dengan baik tuturan yang diucapkan oleh penutur. Kedua partisipan
sama-sama mengerti alur tuturan yang sedang dibicarakan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tuturan, “Mungkin nggih purun, Mas.”. Mitra tutur
menguntungkan penutur karena penutur ingin meminta bantuan untuk menjadi
pengrawit mengiringi kor. Dari tuturan tersebut dapat dilihat bahwa penutur
diuntungkan oleh mitra tutur karena tampak bersedia menjadi pengrawit mewakili
para pengrawit yang lain. Mitra tutur juga merasa diuntungkan karena diberi
kesempatan untuk mengembangkan pengalaman ngrawit di gereja.
Tabel 18: Analisis 16 Skala Untung-Rugi
DT.18
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Mbak Sherly besok ikut ke Solo
apa enggak e?”
P2 : “Iya aku besok ikut, Ras.”
P1 : “Boncengan sama siapa, Mbak?
Pilih aku apa Mas Lukas? Eaaaaa.”
P2 : “Sama Lukas.”
P1 : “Yey... akhirnya aku ada
temen cewek.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempan
dan P2 sebagai mitra tutur
perempuan mitra tutur akan
belajar macapat. Tuturan ini
memberikan pilihan kepada
mitra tutur.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan dari P1 sebagai penutur
perempuan dengan P2 sebagai mitra tutur perempuan. Keduanya hanya dibedakan
usia. Pada tuturan ini mitra penutur merasa sangat diuntungkan oleh mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Terlihat bahwa tuturan dapat berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada efek tidak
baik yang muncul. Tuturan dari percakapan ini termasuk dalam kategori yang
santun karena mitra tutur menguntungkan penutur. Keuntungan yang diperoleh
penutur terlihat dari tuturan mitra tutur yaitu, “Iya aku besok ikut, Ras.”.
Penekanan tuturan tersebut merupakan suatu penanda kesantunan dalam data ini.
Maka tuturan dalam data ini tergolong tuturan yang santun.
Tabel 19: Analisis 17 Skala Untung-Rugi
DT.24
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Sekarang kita lanjut ke ini aja
ya, ke pendataan. Untuk
sementara expo Insadha itu nanti
tergantung hasil rapat
berikutnya. Gitu ya, teman-
teman.”
P2 : “Ok.”
P1 : “Sekarang didata dulu aja. Mulai
dari workshop BKHI. Siapa aja
yang mau ikut? Ose bisa?” P2 : “Iya bisa.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. P1 memimpin rapat
UKM di ruang karawitan Mrican
untuk menentukan pengrawit
yang bersedia menabuh dalam
workshop BKHI.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan di data ini dapat dikategorikan sebagai
tuturan santun karena penutur merasa diuntungkan oleh si mitra tutura. Mitra tutur
bersedia terlibat dalam rencana pentas karawitan acara workshop BKHI. Penutur
yang menawarkan pentas kepada mitra tutur merupakan penanda bahwa penutur
memberi keuntungan. Tuturan yang menjadi penanda kesantunan dalam data ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
dibuktikan dengan tuturan, “Sekarang didata dulu aja. Mulai dari workshop
BKHI. Siapa aja yang mau ikut? Ose bisa?”. Penekanan tuturan ini dapat dilihat
bahwa tuturan berjalan dengan baik karena penutur memberikan informasi dan
memberi kesempatan kepada mitra tutur untuk mengikuti acara BKHI. Dari
tuturan ini menunjukkan bahwa tuturan termasuk dalam kategori santun karena
baik penutur menguntungkan mitra tutur dan mitra tutur tidak merasa dirugikan.
Tabel 20: Analisis 18 Skala Untung-Rugi
DT.21
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Budi besok mau ikut yang apa?
Mèh nabuh semua apa pilih yang
mana?”
P2 : “Lhaaa kalo aku ya terserah.
Semua itu bisa. Hahahaha....”
P1 : “Berarti bisa semua ya. Yang
workshop BKHI, wisuda,
kolaborasi TSD, expo Insada,
project Nasa di ISI ya, Bud.”
P2 : “Iya, kalo aku ya ok-ok saja.
Mumpung selo kok yo.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki saat rapat pengurus
UKM Seni Karawitan membagi
pengrawit pada beberapa event
mendatang. P1 memberikan
pilihan-pilihan kepada P2 dalam
rapat tersebut.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini mengindikasikan bahwa penutur sedang
meminta bantuan dari mitra tutur untuk menjadi pengrawit acara workshop BKHI.
Saat melakukan percakapan, penutur sebagai ketua karawitan menawari mitra
tutur. Kedua partisipan tutur sangat mengerti alur pembicaraan sehingga keduanya
merasa sama-sama diuntungkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan tuturan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
“Berarti bisa semua ya. Yang workshop BKHI, wisuda, kolaborasi TSD, expo
Insada, project Nasa di ISI ya, Bud.”. Penekanan tuturan ini merupakan penanda
kesantunan dalam data ini. Penutur memberikan keuntungan kepada mitra tutur
karena memberi kesempatan pentas dan berpartisipasi di banyak acara. Maka,
tuturan dalam data ini termasuk tuturan yang santun.
Tabel 21: Analisis 19 Skala Untung-Rugi
DT.06
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.” (“Jeng, seperti ini. Kalau pas
playon memukulnya lombo saja.”)
P2 : “Lombo gimana, Mas?”
P1 : “Lombo ki alusan, nggak mak
jlèng. Misalé, tlung ndak tak tak
nong nèng nong. Alusan waé,
kejaba sesek.”
(“Lombo itu halus, tidak
mengejutkan. Misalnya, tlung ndak
tak tak nong neng nong. Halus saja
memukulnya, tidak seperti sesek.”)
P2 : “Ok-ok, siap, Mas.”
P1 : “Dikepénaké waé.”
(“Dienakkan saja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. Penutur adalah
pengendang latihan wayang
kulit. P1 mengingatkan P2 yang
menabuh demung agar
menabuhnya halus jika aba-aba
kendang halus. Namun jika
sesek (cepat dan keras), maka
semua cepat dan keras juga.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur laki-laki dengan P2 sebagai mitra tutur perempuan saat latihan karawitan
di ruang karawitan Mrican. Data tersebut menunjukkan kesantunan penutur
terhadap mitra tutur dalam sebuah percakapan. Penutur mengingatkan mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
dengan tuturan agar mitra tutur menghaluskan pemukulan gamelan (lombo)
sehingga suara menjadi lembut. Tuturan penutur tersebut dapat menguntungkan
mitra tutur. Tuturan tersebut dapat dilihat sebagai berikut, “Jeng, gini lho. Kalo
pas playon nabuhnya lombo waé.”. Terlihat bahwa percakapan data tuturan
tersebut, kedua partisipan tuturan memiliki pemahaman yang baik dan cenderung
sama atas tuturan yang tengah berlangsung. Sehingga kedua partisipan tampak
saling diuntungkan. Keuntungan yang didapat mitra tutur yaitu lebih mengerti
mengolah rasa, dalam hal ini intonasi suara gamelan saat dipukul. Maka dari itu,
data tuturan ini terbilang santun.
Tabel 22: Analisis 20 Skala Untung-Rugi
DT.09
Hari/ tanggal : Rabu, 19 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho, ini kotak snack siapa, Is?”
P2 : “Kayaknya itu untuk dalang,
Mas. Andi tadi bilang kalau snack
yang untuk dalang ada di plastik
besar.”
P1 : “Dhalangé ra teka 2 ki?”
(“Dalangnya yang 2 tidak datang?
P3 : “Mbok dibuka di sini aja, Mas.”
(“Ya dibuka di sini saja, Mas.”
P1 : “Joss iki. Makasih yo, Ras.
Monggo Mbak Raras didhahar.” (“Asyik ini. Terima kasih, Ras.
Silakan Mbak Raras dimakan.)
Tuturan diucapkan oleh P1
setelah latihan karawitan selesai.
P1 ingin membuka kotak snack
bagian 2 dalang dengan
menanyakan bahwa snack itu
milik siapa. Lalu P2 menanggapi
dengan memberi keterangan dari
petugas konsumsi. P3 sebagai
dalang ke-3 menyuruh untuk
memakan snack itu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Keduanya tidak mengalami kesulitan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
berkomunikasi. Dari tuturan tersebut terlihat kedua partisipan tutur sangat
mengerti alur pembicaraan sehingga tuturan berjalan dengan baik. Tuturan yang
menguntungkan mitra tutur tersebut adalah, “Joss iki. Makasih yo, Ras. Monggo
Mbak Raras didhahar.”. Tuturan penutur ini dirasa memberikan keuntungan bagi
si mitra tutur karena selain mengucapkan „terima kasih‟ juga mempersilakan mitra
tutur untuk ikut makan snack. Maka, data tuturan ini termasuk dalam kategori
santun.
Tabel 23: Analisis 21 Skala Untung-Rugi
DT.10
Hari/ tanggal : Jumat, 21 April 2017
Lokasi : Panggung Realino, Mrican
Data Konteks
P1 : “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki
malah nandi, jon?”
(“Sekarang jam berapa ya? Kamu
tadi ke mana, jon?”)
P2 : “Lagi garap tugas jé.”
(“Sedang mengerjakan tugas.”)
P1 : “Lha piyé kenongé?”
(“Itu kenongnya bagaimana?”)
P2 : “Yo sorry. Mau ana sik nabuh
kan?”
(“Maaf. Tadi ada yang memukul,
kan?”)
P1 : “Untung ya ana sing nabuh.”
(“Untung ya ada yang memukul.”)
P2 : “Sapa mau sik nabuh?”
(“Siapa tadi yang memukul?”)
P1 : “Oyèn ro aku mau gantian.”
(“Oyen dan aku tadi gantian.”)
P2 : “Ok, makasih, Mas Nug..”
(“Ok, terima kasih, Mas Nug.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang datang terlambat
saat gladi bersih pergelaran
wayang kulit yang dimulai pukul
18.00 WIB di Panggung
Realino, Mrican. P2 datang
terlambat, tidak sesuai dengan
kesepakatan yang telah disetujui
dengan panitia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan percakapan antara P1 sebagai
penutur laki-laki dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki. Keduanya hanya
dibedakan berdasarkan usia. Pada tuturan tersebut, penutur yang menjadi senior
pengrawit tampak tidak terima dengan mitra tutur yang datang terlambat saat
gladi bersih pementasan wayang kulit. Penutur merasa kecewa karena mitra tutur
tidak tepat waktu datang sesuai dengan jadwal kesepakatan yang telah ditentukan
oleh panitia. Namun, mitra tutur sendiri sebenarnya harus menyelesaikan tugas
kuliah yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Tuturan penutur tersebut yakni,
“Saiki jam pira ya? Kowé mau ki malah nandi, jon?”. Hal ini menunjukkan
bahwa penutur justru merugikan mitra tutur karena dirasa tidak memaklumi mitra
tutur. Tuturan penutur terasa menyindir mitra tutur yang telah bersusah payah
mengerjakan tugas kuliahnya terlebih dahulu sebelum gladi bersih. Oleh karena
itu, tuturan ini termasuk tuturan tidak santun.
Tabel 24: Analisis 22 Skala Untung-Rugi
DT.15
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ndi, kowé ki asliné nabuh
apa?”
(Ndi, kamu sebenarnya memukul
apa?”)
P2 : “Nabuh slenthem, Sher.”
(“Memukul slenthem, Sher.”)
P1 : “Lha kok saroné tok sèlèhké kono
ki napa?”
(Kenapa saron kamu letakkan di
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki dan pengrawit yang
terlalu over ingin manabuh dua
alat musik (slenthem dan saron),
ketika gladi bersih mengiringi
misa di Gereja Babarsari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
situ?”)
P2 : “Nabuh loro-loroné.”
(“Memukul dua-duanya.”)
P1 : “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk
dhobel-dhobel ngono kuwi?” (“Memukulnya bagaimana kalau
doble-doble seperti itu?”)
P2 : “Oh iya dhing, angèl.”
(“Betul juga ya, sulit.”)
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki saat gladi bersih di
gereja. Data tersebut menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam
sebuah percakapan. Penutur mengingatkan mitra tutur dengan tuturan agar mitra
tutur cukup memukul satu gamelan saja, yaitu saron dalam satu permainan.
Tuturan penutur tersebut dapat menguntungkan si mitra tutur. Tuturan tersebut
dapat dilihat sebagai berikut, “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk dhobel-dhobel ngono
kuwi?. Tuturan penutur ini justru menguntungkan mitra tutur karena dalam satu
permainan karawitan cukup memukul satu alat musik gamelan. Hal ini agar
menjadi optimal, tidak pukul saron pukul slenthem dalam satu permainan
karawitan. Terlihat bahwa percakapan data tuturan tersebut, kedua partisipan
tuturan memiliki pemahaman yang baik dan cenderung sama atas tuturan yang
tengah berlangsung. Terlebih mitra tutur menanggapi tuturan itu dengan baik
sehingga tidak menimbulkan efek tidak baik. Maka dari itu, data tuturan ini
terbilang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Tabel 25: Analisis 23 Skala Untung-Rugi
DT.07
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aduh, kesandung.”
P2 : “Walah hati-hati lho, Mar. Sakit
ra e?”
P1 : “Hehe.., ndak kok, Mas.”
(P1 : “Hehe.., tidak sakit, Mas.”)
P2 : “Beneran? Soalé aku dhisik wis
tau nyandhung rancakan demung
malahan.”
(P2 : “Benarkah? Soalnya aku dulu
sudah pernah menyandung
rancakan demung.”)
P1 : “Sebenernya ya sakit, Mas.”
Tuturan tersebut diucapkan P1
perempuan karena kakinya
menyandung gamelan yang
keras. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menanggapi karena
kakinya dulu juga pernah
menyandung gamelan hingga
sakit nyeri.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki setelah selesai latihan
karawitan. Data tersebut menunjukkan kesantunan mitra tutur terhadap penutur
dalam sebuah percakapan. Mitra tutur menanggapi penutur yang tersandung
rancakan gamelan dengan tuturan agar penutur lebih berhati-hati saat berjalan di
area gamelan. Tuturan tersebut dapat dilihat sebagai berikut, “Sebenernya ya
sakit, Mas.”. Tuturan ini menguntungkan si mitra tutur karena penutur sudah
jujur bahwa kakinya sakit. Suasana percakapan kedua partisipan tutur tersebut
berjalan baik. Maka dari itu, data tuturan ini terbilang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Tabel 26: Analisis 24 Skala Untung-Rugi
DT.22
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho itu pekingnya kok diam aja?
Vi, Novi itu pekingnya nganggur.”
P2 : “Apa iya, Mar?”
P1 : “Iya e, nggak ada yang ngisi.”
P2 : “Aku aja deh yang nabuh.”
P1 : “Nah iya.”
Tuturan diucapkan oleh penutur
perempuan kepada mitra tutur
perempuan yang berusia sebaya.
Penutur bermaksud menyuruh
mitra tutur untuk menabuh
peking yang belum diisi
pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala untung-rugi maka
akan tampak sebagai berikut. P1 sebagai penutur perempuan dan P2 sebagai mitra
tutur perempuan. Kedua partisipan tutur ini sama-sama memahami alur
percakapan yang tengah terjadi saat latihan karawitan. Terlihat dari percakapan di
atas, mitra tutur menguntungkan permintaan penutur untuk memukul peking yang
belum dipukul. Hal ini dapat dibuktikan dengan tuturan mitra tutur yaitu, “Lho itu
pekingnya kok diam aja? Vi, Novi itu pekingnya nganggur.”. Mitra tutur
menanggapi permintaan penutur dan menyetujui untuk memukul peking karena
belum ada pengrawit yang memukul. Namun hal ini sebenarnya juga
menguntungkan mitra tutur karena penutur sebagai ketua UKM Karawitan
mempersilakan mitra tutur untuk ikut bermain gamelan. Oleh karena itu, tuturan
pada data ini dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun karena sama-sama
menguntungkan antara penutur dan mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Tabel 27: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa UKM Seni
Karawitan Dari Skala Untung-Rugi
No Urutan Analisis Kode
Data
Skala Untung-Rugi
Santun Tidak Santun
1. Analisis 1 DT.01
2. Analisis 2 DT.02
3. Analisis 3 DT.03
4. Analisis 4 DT.05
5. Analisis 5 DT.04
6. Analisis 6 DT.19
7. Analisis 7 DT.16
8. Analisis 8 DT.17
9. Analisis 9 DT.20
10. Analisis 10 DT.23
11. Analisis 11 DT.11
12. Analisis 12 DT.12
13. Analisis 13 DT.08
14. Analisis 14 DT.13
15. Analisis 15 DT.14
16. Analisis 16 DT.18
17. Analisis 17 DT.24
18. Analisis 18 DT.21
19. Analisis 19 DT.06
20. Analisis 20 DT.09
21. Analisis 21 DT.10
22. Analisis 22 DT.15
23. Analisis 23 DT.07
24. Analisis 24 DT.22
4.2.1.2 Skala Pilihan (Keopsionalan)
Skala keopsionalan menunjuk pada banyak atau sedikitnya pilihan
(options) yang disampaikan penutur kepada mitra tutur. Jika tuturan semakin
memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan
leluasa, maka tuturan dianggap santun. Sebaliknya, jika tuturan sama sekali tidak
memberikan kemungkinan memilih antara penutur dan mitra tutur, tuturan
tersebut dianggap tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Tabel 28: Analisis 25 Skala Pilihan
DT.11
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, njenengan besok Minggu
bisa bantuin tugas di Gereja
Babarsari?”
(“Mas, kamu besok Minggu bisa
membantu tugas di Gereja
Babarsari?”)
P2 : “Tugas buat apa é, Mar?”
(“Tugas untuk apa itu, Mar?”)
P1 : “Tugas mengiringi misa, Mas,
penggalangan dana Sekar Geni.”
P2 : “Siap, aku ikut. Aku nabuh apa?”
P1 : “Masé mau ikut kor atau gamel?”
P2 : “Ha rak ya wis akèh ta sik kor?
Ana Budi barang galo. Sik gamel
kurang wong iki, Mar.”
(“Bukannya sudah banyak yang
kor? Ada Budi juga itu. Yang
gamel kekurangan orang ini,
Mar.”)
P1 : “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel
waé, Mas.”
(Oh iya, ya, tidak apa-apa ikut
gamel saja, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
dan ketua panitia Festival Sekar
Geni (Seni Karawitan Gending
Gerejani). Penutur mengajak P2
sebagai mitra tutur laki-laki
untuk membantu kor dalam
rangka mencari dana dengan
mengiringi misa di Gereja
Babarsari. Namun mitra tutur
hanya mau membantu
mengiringi nabuh gamelan saja
karena kekurangan pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki, hanya keduanya
dibedakan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Data ini menunjukkan kesantunan
penutur (P1) terhadap mitra tutur (P2) dalam sebuah percakapan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra
tutur. Tuturan penutur mencoba untuk bertanya terlebih dahulu kepada mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
bisa atau tidaknya untuk membantu tugas di Gereja Babarsari dalam rangka
penggalangan dana Festival Sekar Geni (Seni Karawitan Gending Gerejani).
Penutur memberikan pilihan atas permintaannya kepada mitra tutur seperti tuturan
ini, “Mas mau ikut kor atau gamel?”. Penekanan tuturan ini sebagai suatu
penanda kesantunan dalam data ini. Mitra tutur menginginkan bertugas sebagai
pengrawit pengiring kor karena kekurangan pengrawit dari pada kor. Dengan
memberikan pilihan tersebut, mitra tutur mempertimbangkan jumlah orang antara
petugas kor dan pengiring kor. Maka data tersebut termasuk santun.
Tabel 29: Analisis 26 Skala Pilihan
DT.12
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Teman-teman, gimana ini besok
ordinariumnya mau pakai yang
Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?” P2 : “Nggo sik Kratoning Allah waé.”
(“Pakai yang Kerajaan Allah saja.”)
P1 : “Yang Kerajaan Allah, Mas?”
P2 : “Soalé sing biyèn dah pernah
pakek yang Gaya Sundha, kan.”
(“Soalnya yang dulu sudah pernah
menggunakan Gaya Sunda,
bukan?”)
P1 : “Ok, deh. Kita pakai yang
Kerajaan Allah, ya teman-
teman.”
Tuturan tersebut diucapkan
ketua panitia Festival Sekar Geni
kepada para pengrawit dan
petugas kor. P1 sebagai penutur
perempuan memberikan pilihan
gaya lagu ordinarium yang mau
dinyanyikan untuk mengiringi
misa di Gereja Babarsari. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menanggapi untuk menggunakan
Gaya Kerajaan Allah. Akhirnya
P1 memutuskan bahwa gaya
yang digunakan dalam tugas kor
adalah Gaya Kerajaan Allah.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan antara ketua Festival
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Sekar Geni dengan para pengrawit dan petugas kor saat akan latihan di ruang
karawitan, Paingan, setelah azan magrib. P1 sebagai penutur perempuan
memberikan banyak pilihan kepada pengrawit dan kor. Tuturan yang diucapkan
penutur sebagai berikut, “Teman-teman, gimana ini besok ordinariumnya mau
pakai yang Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan Allah?”. Penekanan tuturan tersebut
merupakan penanda kesantunan dalam data ini. Tuturan dari penutur
memunculkan pilihan-pilihan kepada P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang
menanggapi tuturan dari penutur. P2 memilih untuk menggunakan Gaya Kerajaan
Allah dengan mempertimbangkan bahwa dulu sudah pernah mengiringi misa di
Gereja Babarsari dengan Gaya Sunda. Data ini menunjukkan kesantunan penutur
kepada mitra tutur dalam sebuah percakapan. Dengan memberikan pilihan
tersebut, mitra tutur akan mengetahui dan mempertimbangkan gaya lagu apa yang
cocok untuk mengiringi misa. Maka, data ini terbilang santun.
Tabel 30: Analisis 27 Skala Pilihan
DT.08
Hari/ tanggal : Selasa, 11 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Kamu mau nabuh saron sing ndi
é, Mbak?”
(“Kamu mau nabuh saron yang
mana ya, Mbak Klara?”)
P2 : “Disuruh nabuh saron. Tapi....”
P1 : “Arep saron sik kéné apa kana?”
(“Mau saron yang ini apa itu?”)
P2 : “Yang ini saja lah.”
P1 : “O ya, berarti aku yang di situ.”
Tuturan tersebut dituturkan oleh
P1 sebagai pengrawit laki-laki
yang menabuh saron. P1
memberi peluang untuk P2
sebagai mitra tutur perempuan
yang baru saja ikut latihan
karawitan di ruang karawitan
Mrican.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data tuturan tersebut merupakan tuturan yang
diucapkan oleh P1 sebagai penutur laki-laki kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan ketika akan mulai latihan karawitan di ruang karawitan, Mrican.
Dalam tuturan ini, penutur memberikan pilihan-pilihan bagian saron yang akan
dipukul oleh mitra tutur. Tuturan penutur dapat dilihat sebagai berikut, “Kamu
mau nuthuk saron sing ndi é, mbak?”. Tuturan ini merupakan suatu penanda
kesantunan di dalam data ini. Mitra tutur menanggapi tetapi masih bingung mau
memukul saron yang mana karena baru pertama kali ikut latihan. Lalu penutur
memberikan pilihan lagi kepada mitra tutur dengan tuturan, “Arep saron sik kéné
apa kana?”. Mitra tutur dapat memilih saron dan memberi tanggapan baik atas
pilihan-pilihan yang diberikan oleh penutur. Maka, data ini dapat digolongkan
sebagai tuturan santun.
Tabel 31: Analisis 28 Skala Pilihan
DT.13
Hari/ tanggal : Kamis, 27 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”
(“Mau merokok dulu yuk, jon?”)
P2 : “Kowé gawa, jon?”
(“Apa kamu bawa, jon?”)
P1 : “Iya iki.”
(“Iya ini.”
P2 : “Ya sini, jon, tak minta.”
P1 :“Nèng kana waé lé udud, jon.”
(“Merokok di sana saja, jon.”)
P2 : “Kéné waé napa.”
(“Di sini saja.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang mengajak untuk
merokok sebelum latihan
karawitan dimulai. P1 mengajak
merokok di luar ruang karawitan
Paingan karena banyak
pengrawit perempuan yang
sudah berlatih karawitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
P1 : “Ra pénak asapé. Jaba waé sing
nyaman.
(“Tidak enak asapnya. Di luar saja
yang nyaman.”)
P2 : “Iya ya. Ok-ok.”
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan yang dituturkan oleh P1
sebagai penutur laki-laki kepada P2 sebagai mitra tutur laki-laki saat di Ruang
Drost Paingan, sebelum latihan karawitan. Dalam tuturan tersebut, penutur
memberikan pilihan mengenai rokok dan tempat yang nyaman untuk merokok.
Tuturan (1) menandakan bahwa penutur mengajak untuk merokok, karena penutur
paham bahwa latihan karawitan belum dimulai sehingga masih menunggu sekitar
15 menit lagi. Mitra tutur dapat menyetejui ajakan penutur dan memberikan
tanggapan baik. Tuturan tersebut juga dapat dilihat dari situasi tuturan yang
terjadi. Situasi yang sebelumnya hening karena menunggu pengrawit yang belum
datang, berubah menjadi situasi komunikasi yang baik dan berjalan lancar.
Tuturan penutur tidak memberikan pilihan kepada mitra tutur dapat dilihat pada
tuturan, “Nèng kana waé lé udud, jon.”. Komunikasi yang lancar ini terjadi
karena penutur dan mitra tutur mengerti alur pembicaraan mereka. Namun data ini
tergolong tidak santun karena penutur tidak memberikan pilihan kepada mitra
tutur. Maka tuturan menjadi tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Tabel 32: Analisis 29 Skala Pilihan
DT.14
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ana umat lingkunganku ki
rasan-rasan nèk misa pingin nggo
gamelan.” (“Ada umat lingkunganku punya
niat kalau misa pakai gamelan.”)
P2 : “Nggèné njenengan ki paroki
pundi, Mas?”
(“Lingkunganmu ikut paroki
mana, Mas?”)
P1 : “Mèlu Pringwulung.”
(“Ikut Pringwulung.”)
P2 : “O, Pringwulung, ta. Napa ten
mriku ènten gamelané, Mas?”
(“O, Pringwulung. Apa di sana
ada gamelan, Mas?”)
P1 : “Ora ana. Ning wongé lé rasan-
rasan ora gelem kandha langsung
nèng UKM. Ha nèk gelem mono,
cah-cah arep dha gelem nabuh
apa ora.”
(“Tidak ada. Tapi orangnya hanya
berharap, belum berani meminta
ke UKM. Kalau bisa dan sanggup,
teman-teman ada yang mau
mengiringi apa tidak.”)
P2 : “Mungkin nggih purun, Mas.”
(“Mungkin saja mau, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pelatih gamelan untuk menawari
mengiringi kor misa
menggunakan gamelan di Gereja
Pringwulung, ketika sedang
berkumpul di depan Gereja
Babarsari untuk gladi bersih
mengiringi misa penggalan dana
Festival Sekar Geni.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini menunjukkan kepada pembaca bahwa
komunikasi antara P1 sebagai penutur laki-laki dengan P2 sebagai mitra tutur
laki-laki memiliki nilai kesantunan yang baik. Hal ini terlihat pada tuturan penutur
yang memberikan pilihan untuk mengiringi kor misa di Gereja Pringwulung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
“Ana umat lingkunganku ki rasan-rasan nèk misa pingin nggo gamelan.”,
tuturan tersebut memiliki maksud sebagai maksud memberikan pilihan kepada
mitra tutur untuk menentukan pilihan membantu umat lingkungan penutur atau
tidak. Penekanan tuturan tersebut merupakan suatu penanda kesantunan dalam
data ini. Seperti pada skala yang diungkapkan Leech, semakin tuturan itu
memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan
leluasa, akan dinggap santunlah tuturan itu. Maka tuturan data ini dikategorikan
sebagai tuturan yang santun karena penutur memberikan pilihan-pilihan yang
leluasa kepada mitra tutur. Komunikasi yang lancar di antara penutur dan mitra
tutur memperlihatkan bahwa tuturan cukup baik dan menimbulkan situasi yang
nyaman.
Tabel 33: Analisis 30 Skala Pilihan
DT.18
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Mbak Sherly besok ikut ke Solo
apa enggak e?” P2 : “Iya aku besok ikut, Ras.”
P1 : “Boncengan sama siapa, Mbak?
Pilih aku apa Mas Lukas?
Eaaaaa.”
P2 : “Sama Lukas.”
P1 : “Yey... akhirnya aku ada
temen cewek.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempan
dan P2 sebagai mitra tutur
perempuan mitra tutur akan
belajar macapat. Tuturan ini
memberikan pilihan kepada
mitra tutur.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan yang diucapkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
partisipan yang sama-sama berjenis kelamin perempuan, hanya saa dibedakan
berdasarkan usia. P1 sebagai penutur perempuan yang akan belajar tembang
macapat memberikan pilihan-pilihan kepada P2 sebagai mitra tutur perempuan.
Data ini menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam percakapan
yang terjadi. Hal ini dapat dibuktikan pada tuturan berikut, “Mbak Sherly besok
ikut ke Solo apa enggak e?”. Penekanan tuturan tersebut suatu penanda
kesantunan tuturan dalam data ini. Selain itu penutur juga memberikan pilihan
lagi dengan tuturan, “Boncengan sama siapa, Mbak? Pilih aku apa Mas Lukas?
Eaaaaa.”. Dengan banyaknya pilihan yang diberikan penutur, mitra tutur akan
mengetahui dan memikirkan mau boncengan dengan siapa, sehingga pemahaman
tuturan tersebut terjalin dengan baik.
Tabel 34: Analisis 31 Skala Pilihan
DT.24
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Sekarang kita lanjut ke ini aja
ya, ke pendataan. Untuk
sementara expo Insadha itu nanti
tergantung hasil rapat
berikutnya. Gitu ya, teman-
teman.”
P2 : “Ok.”
P1 : “Sekarang didata dulu aja. Mulai
dari workshop BKHI. Siapa aja
yang bisa ikut? Ose bisa?” P2 : “Iya bisa.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. P1 memimpin rapat
UKM di ruang karawitan Mrican
untuk menentukan pengrawit
yang bersedia menabuh dalam
workshop BKHI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan yang sedang memimpin rapat di ruang karawitan Mrican.
Rapat yang berlangsung diikuti oleh para anggota UKM Seni Karawitan sebelum
mulai latihan karawitan, saat azan magrib berkumandang. Data tersebut
menunjukkan kesantunan penutur terhadap P2 sebagai mitra tutur perempuan
yang menanggapi tuturan yang diucapkan penutur. Hal ini dapat dilihat dengan
pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur. Penutur memberikan
pilihan atas tawaran mengisi acara workshop BKHI seperti pada tuturan,
“Sekarang didata dulu aja. Mulai dari workshop BKHI. Siapa aja yang bisa
ikut? Ose bisa?”. Penekanan tuturan ini merupakan suatu penanda kesantunan
dalam data ini. Mitra tutur menginginkan untuk terlibat menabuh gamelan dalam
rangka mengisi acara workshop BKHI. Oleh karena itu penutur memberikan
pilihan mengenai keikutsertaan mitra tutur. Dengan memberikan pilihan tersebut,
mitra tutur dapat menentukan pilihan sesuai dengan minat yang akan diikuti.
Maka data ini termasuk dalam kategori tuturan santun.
Tabel 35: Analisis 32 Skala Pilihan
DT.21
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Budi besok mau ikut yang apa?
Mèh nabuh semua apa pilih yang
mana?” P2 : “Lhaaa kalo aku ya terserah.
Semua itu bisa. Hahahaha....”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki saat rapat pengurus
UKM Seni Karawitan membagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
P1 : “Berarti bisa semua ya. Yang
workshop BKHI, wisuda,
kolaborasi TSD, expo Insada,
project Nasa di ISI ya, Bud.”
P2 : “Iya, kalo aku ya ok-ok saja.
Mumpung selo kok yo.”
pengrawit pada beberapa event
mendatang. P1 memberikan
pilihan-pilihan kepada P2 dalam
rapat tersebut.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data tersebut merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan yang memimpin rapat terhadap P2 sebagai mitra tutur laki-
laki sebagai anggota rapat pengurus UKM Seni Karawitan. Rapat diadakan di
ruang karawitan, Mrican sekitar pukul 18.00 sebelum latihan karawitan dimulai.
Data tersebut menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam sebuah
komunikasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pilihan yang diberikan
oleh penutur kepada mitra tutur. Penutur memberikan banyak pilihan atas event-
event karawitan (workshop BKHI, wisuda, kolaborasi TSD, expo Insadha, dan
project Nasa di ISI). Penutur memberikan banyak pilihan atas event-event kepada
mitra tutur pada tuturan, “Budi besok mau ikut yang apa? Mèh nabuh semua
apa pilih yang mana?”. Penekanan tuturan ini merupakan suatu penanda
kesantunan dalam data ini. Mitra tutur menginginkan ikut menabuh semua event
yang akan diikuti oleh UKM Seni Karawitan. Maka, penutur memberikan pilihan-
pilihan mengenai semua event tersebut. Dengan banyaknya event dan pilihan
yang diberikan penutur, mitra tutur akan mengetahui dan memikirkan event mana
yang bisa diikuti sehingga pemahaman tuturan di antara penutur dan mitra tutur
terjalin dengan baik. Mitra tutur menanggapi dengan tuturan dengan senang hati.
Maka data ini dikatakan sebagai tuturan yang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tabel 36: Analisis 33 Skala Pilihan
DT.01
Hari/ tanggal : Rabu, 22 Februari 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aku pamit duluan ya, Mas,
Mbak.”
P2 : “Gamelané rung disuwuk ki,
Ras.”
(“Gamelannya belum disuwuk ini,
Ras.”)
P1 : “Iya é. Soalé aku pulang ke
Magelang ini, Mas, biar ndak
kewengèn. Kalau Mas pulang
kapan?”
(“Iya. Ini aku pulang ke
Magelang Mas, supaya tidak
kemalaman. Kalau Mas pulang
kapan?”)
P2 : “O ya, ati-ati.”
(” O ya, hati-hati.”)
P3 : “Kéné Magelang sejam nganti
ra?”
(“Sini ke Magelang satu jam
sampai apa tidak?”)
P2 : “Rong jam yo. Adoh é.”
(“Dua jam, ya. Lumayan jauh.”)
P1 : “Daaa semua!”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pengrawit perempuan (P1)
kepada pengrawit yang lain di
dalam ruang karawitan, Mrican.
P1 adalah penutur perempuan
sedangkan P2 dan P3 merupakan
mitra tutur laki-laki. P1
memohon pamit terlebih dahulu,
tetapi P2 dan P3 meminta P1
agar pulang bersama-sama. P1
memberikan alasan bahwa sudah
pukul 8 malam dan akan pulang
ke Magelang, tidak ke kos.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala biaya-keuntungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur perempuan dengan P2 dan P3 sebagai penutur laki-laki. Data ini
menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam berkomunikasi. Hal
ini dapat dibuktikan dengan tuturan penutur kepada mitra tutur. Pada tuturan, “Iya
é. Soalé aku pulang ke Magelang ini, Mas, biar ndak kewengèn. Kalau Mas
pulang kapan?” menunjukkan bahwa penutur memberikan pilihan kepada mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
tutur yang tidak memperbolehkan penutur pulang duluan. Hal ini memunculkan
suatu pilihan dan keleluasaan kepada mitra tutur. Maka tuturan ini dikatakan
santun.
Tabel 37: Analisis 34 Skala Pilihan
DT.02
Hari/ tanggal : Rabu, 8 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Lho, rung dha teka, ta, bro? Tak
kira nèk aku kèri dhéwé é.”
(“Lho, belum pada datang, bro?
Aku kira aku yang terlambat
datang.”)
P2 : “Urung kok. Aku waé gèk ntas
tekan, bro.”
(“Belum. Aku saja baru saja
sampai, bro.”
P1 : “Mas Éko ya rung teka pa?”
(“Apa Mas Eko juga belum
datang?”)
P2 : “Gèk otw paling.”
(Mungkin masih otw.”)
P1 : “Asem kok, tuas aku banter-
banter nganti rung madhang
barang.”
(“Asem, padahal aku sudah
terburu-buru sampai belum
sempat makan.”)
P2 : “Hayo dientèni bro. Hahaha...”
(“Ya ditunggu dulu, bro.
Hahaha”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
penutur laki-laki (P1) kepada
mitra tutur laki-laki (P2) di
Ruang Drost, Paingan ketika
akan latihan karawitan untuk
wayang kulit. Penutur terkejut
karena pengrawit yang lain
belum datang, padahal sudah
terburu-buru bahkan belum
sempat untuk makan. Lalu mitra
tutur menanggapi agar sama-
sama menunggu semua
berkumpul dulu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Komunikasi terjadi antara P1 sebagai penutur laki-
laki dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki saat akan latihan karawitan. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
tuturan ini, mitra tutur memberikan pilihan kepada penutur. Penutur sudah
terburu-buru datang untuk latihan karawitan tetapi pengrawit yang lain belum
datang semua. Hal ini mengakibatkan penutur bertanya-tanya kepada mitra tutur.
Tuturan tersebut, “Hayo dientèni bro. Hahaha...”. Tuturan ini ditanggapi oleh
mitra tutur dengan memberikan pilihan agar penutur menunggu pengrawit yang
lain. Maka tuturan tersebut termasuk dalam kategori santun.
Tabel 38: Analisis 35 Skala Pilihan
DT.03
Hari/ tanggal : Rabu, 29 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”
(“Ndi, sini pegangkan kempul
ini!”)
P2 : “Isa ra?”
(“Bisa tidak?”)
P1 : “Wahés! Alon-alon ta, Ndi!”
(“Aduh! Pelan-pelan saja, Ndi!”)
P2 : “Iya! Malah tok uculké.”
(“Iya! Malah kamu lepaskan.”)
P1 : “Uculké gundhulmu kuwi.
Pindhahké sisan kuwi.”
(“Lepaskan kepalamu itu.
Pindahkan juga yang itu.”)
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) yang
memukul kempul kepada
pengrawit laki-laki (P2). P1
meminta P2 yang sedang
berdiskusi di samping gamelan
untuk memindahkan posisi
kempul supaya pas.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. P1 sebagai penutur laki-laki dan P2 sebagai mitra
tutur laki-laki melakukan percakapan. Tuturan dari penutur tidak memberikan
pilihan kepada mitra tutur. Penutur langsung menyuruh mitra tutur untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
memegangi kempul dengan tidak melihat suasana yang sedang dialami mitra tutur
yang sedang berdiskusi kepanitiaan. Tuturan ini termasuk sebagai tuturan tidak
santun. Hal ini dapat dibuktikan dengaan tuturan, “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”, tanpa melihat konteks mitra tutur yang sedang terjadi. Penutur tidak
mencoba berbasa-basi terlebih dahulu terhadap mitra tutur yang sedang berdiskusi
kepanitiaan. Sehingga tuturan pada data ini termasuk ke dalam tuturan yang tidak
santun karena penutur sama sekali tidak memberikan pilihan dan keleluasaan
kepada mitra tutur.
Tabel 39: Analisis 36 Skala Pilihan
DT.05
Hari/ tanggal : Sabtu, 8 April 2017
Lokasi : Ruang Kadarman, Gedung Pusat USD, Mrican
Data Konteks
P1 : “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..”
P2 : “Lha piyé?”
(“Gimana?”)
P1 : “Kok aku ndak dijatah surjan?”
(“Kenapa aku tidak diberi surjan?”
P2 : “Salahé wingi ra omong!”
(“Salahmu kemarin tidak minta!”)
P1 : “Nyebai!”
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit laki-laki (P2) di
Ruang Kadarman jam 7 pagi
saat akan mengenakan surjan
untuk mengiringi wisuda.
Namun P2 sebagai petugas
kostum justru menyalahkan P1
yang sebelumnya tidak meminta
surjan.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. P1 sebagai penutur laki-laki sementara P2 sebagai
mitra tutur laki-laki yang berbeda usia. Data tersebut menunjukkan
ketidaksantunan mitra tutur terhadap penutur yang tidak memberikan pilihan. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
ini dapat dibuktikan dengan tuturan, “Salahé wingi ra omong!”. Tuturan tersebut
diucapkan oleh mitra tutur kepada penutur yang meminta kostum surjan untuk
dipakai. Tuturan mitra tutur dengan nada keras dan tinggi, seakan-akan tidak mau
disalahkan, padahal tidak ada yang menyalahkan. Penekanan kata tersebut
menunjukkan bahwa tuturan tidak santun. Keinginan penutur untuk memakai
surjan tidak dapat terwujud karena tanggapan mitra tutur sebagai penyedia kostum
tidak memberikan pilihan apapun. Maka tuturan ini tergolong sebagai tuturan
yang tidak santun.
Tabel 40: Analisis 37 Skala Pilihan
DT.04
Hari/ tanggal : Kamis, 30 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya, Nes.”
P2 : “Ok, Mas. Kebetulan dari tadi
aku juga gerah e. Yang nomer
berapa, Mas?”
P1 : “Haha... biar silir jé. Ya manut.”
(“Hahaha... supaya semilir.
Terserah.”)
P2 : “Kena apa nggak, Mas?”
(“Kena apa tidak, Mas?”)
P1 : “Iya, kena. Dah makasih, Nes.”
Tuturan diucapkan oleh
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit perempuan (P2) di
ruang karawitan, Mrican. P1
meminta kepada P2 saat latihan
wayang kulit untuk
menghidupkan kipas angin
supaya ruangan tidak panas.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Dalam tuturan ini, P1 sebagai penutur laki-laki
berbeda usia dan jenis kelamin dengan P2 sebagai mitra tutur perempuan. Tuturan
mitra tutur, “Haha... biar silir jé. Ya manut.” merupakan penanda kesantunan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
dalam tuturan ini. Penutur memberikan pilihan kepada mitra tutur untuk mengklik
tombol nomor berapa yang akan diklik. Maka data ini dapat digolongkan sebagai
tuturan yang santun. Tuturan tersebut tampak santun juga dilihat dari situasi yang
terjadi karena penutur menguntungkan mitra tutur.
Tabel 41: Analisis 38 Skala Pilihan
DT.19
Hari/ tanggal : Senin, 29 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem
ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu
ro lu, lu ro lu ro.”
P2 : “Gimana, Mbak?”
P1 : “Gini lho, Ris. Lihat ya.”
(praktek menabuh bonang barung)
P2 : “Ok, Mbak. Yang nem di atas apa
bawah, Mbak?”
P1 : “Yang bawah. Yang bawah, Ris.
Rong ulihan.”
Tuturan itu diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai penutur
perempuan yang berbeda usia.
P1 mengajari menabuh bonang
barung di UKM Seni Karawitan
Paingan setelah azan magrib.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan terjadi antara P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur perempuan, keduanya dibedakan
berdasarkan usia. Data tersebut menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra
tutur dalam sebuah percakapan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pilihan
yang diberikan penutur kepada mitra tutur karena mitra tutur meminta pilihan dari
penutur. Tuturan mitra tutur yaitu, “Yang bawah. Yang bawah, Ris. Rong
ulihan.”. Tuturan tersebut merupakan penanda kesantunan dalam data ini. Mitra
tutur menginginkan keputusan dari penutur untuk menentukan pilihan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
teknik pemukulan bonang. Oleh karena itu penutur menjawab dengan menyatakan
pilihan mengenai posisi bonang bagian atas atau bawah yang harus dipukul.
Tabel 42: Analisis 39 Skala Pilihan
DT.16
Hari/ tanggal : Senin, 18 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, ini sertifikatnya.”
P2 : “Sertifikat apa ya ini, Is?”
P1 : “Sertifikat pergelaran wayang
kulit kemarin, Mas Nug.”
P2 : “Oh, sik Kunthi itu to. Wah
makasih.”
P1 : “Iya, Mas.”
P2 : “Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu?
Aku ndak bawa tas besar je.”
P1 : “Boleh, Mas. Tak bawain dulu
aja.” P2 : “Besok tak ambil nek pas pake tas
besar.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan yang
menyerahkan sertifikat
pergelaran wayang kulit setelah
latihan gamelan di ruang
karawitan Paingan sekitar jam 8
malam. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menerima tetapi
menitipkan kepada P1 karena P2
tidak membawa tas yang besar.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan terjadi antara P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang berbeda usia. Data tersebut
menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam sebuah percakapan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pilihan yang diberikan penutur kepada
mitra tutur karena mitra tutur meminta pilihan dari penutur. Tuturan penutur yaitu,
“Boleh, Mas. Tak bawain dulu aja.”. Tuturan tersebut merupakan penanda
kesantunan dalam data ini. Mitra tutur menginginkan keputusan dari penutur
untuk menentukan pilihan dan meminta tolong penutur untuk membawakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
sertifikat. Oleh karena itu penutur menjawab dengan menyatakan pilihan. Tuturan
penutur tersebut menandakan bahwa penutur telah memberikan keleluasaan dan
pilihan kepada mitra tutur. Dengan memberikan pilihan itu, mitra tutur dapat
mengetahui pilihan yang diberikan penutur. Demikian juga suasana percakapan
berjalan dengan baik. Maka, data ini tuturan dalam data ini terbilang santun.
Tabel 43: Analisis 40 Skala Pilihan
DT.17
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : Parkiran Aula, Mrican
Data Konteks
P1 : “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya
tadi baru ambil „anu‟ buat besok ke
Solo.”
P2 : “Ndak apa-apa. Wong dari tadi
yang lain juga belum pada datang
kok.”
P1 : “Oh ya? Tadi aku juga habis
makan e. Tapi maaf lagi, Mas.
Uang transportnya belum jadi tak
ambil soale Dea tadi lupa bawa
uang kas UKM.”
P2 : “Ndak apa-apa, Mar. Besok aja
ndak apa-apa.”
P1 : “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak
kasih uang transportnya.”
P2 : “Iyes, hahaha...”
Tuturan diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki. Percakapan terjadi
sekitar pukul 18.00 di luar ruang
karawitan Mrican, tepatnya di
dekat pintu masuk parkiran. P1
meminta maaf kepada P2 karena
tidak jadi memberikan uang
transport ke Solo untuk
mengikuti lomba nembang
macapat senasional. P1
memaklumi hal itu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan terjadi antara P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang berbeda usia. Data tersebut
menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur dalam sebuah percakapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pilihan yang diberikan penutur kepada
mitra tutur karena mitra tutur meminta pilihan dari penutur. Dengan memberikan
pilihan, penutur dapat menentukan keleluasaan kepada mitra tutur. Tuturan
tersebut yaitu, “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak kasih uang transportnya.”.
Demikian juga suasana percakapan berjalan dengan baik. Maka, data ini tuturan
dalam data ini terbilang santun.
Tabel 44: Analisis 41 Skala Pilihan
DT.20
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Selain BKHI kita juga diminta
mengisi project NASA di ISI.”
P2 : “BKHI ki apa?”
P1 : “Jadi BKHI itu Biro Kerja sama
Hubungan Internasional, kebetulan
sedang menjalin kerja sama
mahasiswa dari Korea.”
P2 : “Njuk besok gimana?”
P1 : “Besok Mas Eko mengajari
mereka berlatih gamelan, Mas.” P2 : “Oh, ok-ok.”
P1 : “Sebatas mengajari gamelan aja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada mitra tutur laki-laki saat
rapat UKM di ruang karawitan,
Mrican. P1 sebagai pemimpin
rapat memberikan informasi
acara-acara seputar karawitan
yang akan dilaksanakan
beberapa bulan lagi.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan terjadi antara P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang berbeda usia. Data tersebut
menunjukkan ketidaksantunan penutur terhadap mitra tutur dalam sebuah
percakapan. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya pilihan yang diberikan
penutur kepada mitra tutur. Tuturan penutur yaitu, “Besok Mas Eko mengajari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
mereka berlatih gamelan, Mas.”. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang tidak
santun sebab menimbulkan suatu keharusan dan tidak memberikan pilihan lain
seperti meminta pengrawit lain untuk menjadi pelatih secara bersama-sama. Mitra
tutur tidak memberikan suatu pilihan kepada penutur dengan mengharuskan mitra
tutur untuk menjadi pelatih karawitan tanpa mengajak pengrawit senior lainnya
untuk bergabung. Maka, data ini tuturan dalam data ini terbilang tidak santun.
Tabel 45: Analisis 42 Skala Pilihan
DT.23
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Namamu siapa, Mas?”
P2 : “What?”
P1 : “What‟s your name?
P2 : “Adam.”
P1 : “Ok, Adam. Ini namanya kempul.
Kalau yang besar itu gong gedhé
ora gong besar, big.”
P2 : “Apa?”
P1 : “This is name a kempul.”
P2 : “Kempul?”
P1 : “Yes, kempul. This is gong.”
P2 : “Ok, gong. Kempul dan gong.”
P1 : “Coba dipukul dulu.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang berasal dari
Amerika. Mitra tutur ingin
belajar karawitan bersama
dengan teman-temannya.
Penutur sebagai anggota UKM
Seni Karawitan membantu
melatih karawitan kepada mitra
tutur.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan di dalam data ini, P1 sebagai penutur laki-
laki memberikan pilihan kepada P2 sebagai mitra tutur. Keduanya dibedakan
berdasarkan usia. Data ini menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur
dalam sebuah percakapan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pilihan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
diberikan oleh penutur kepada mitra tutur dalam proses pembelajaran bermain
karawitan. Penutur memberikan pilihan kepada mitra tutur untuk memukul
kempul dan gong. Tuturan tersebut yaitu, “Coba dipukul dulu.”. Kata “coba”
menunjukkan bahwa penutur memberikan keleluasaan kepada mitra tutur yang
ingin belajar karawitan. Maka, tuturan ini terbilang santun.
Tabel 46: Analisis 43 Skala Pilihan
DT.06
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.”
(“Jeng, seperti ini. Kalau pas
playon memukulnya lombo saja.”)
P2 : “Lombo gimana, Mas?”
P1 : “Lombo ki alusan, nggak mak
jlèng. Misalé, tlung ndak tak tak
nong nèng nong. Alusan waé,
kejaba sesek.”
(“Lombo itu halus, tidak
mengejutkan. Misalnya, tlung ndak
tak tak nong neng nong. Halus saja
memukulnya, tidak seperti sesek.”)
P2 : “Ok-ok, siap, Mas.”
P1 : “Dikepénaké waé.”
(“Dienakkan saja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. Penutur adalah
pengendang latihan wayang
kulit. P1 mengingatkan P2 yang
menabuh demung agar
menabuhnya halus jika aba-aba
kendang halus. Namun jika
sesek (cepat dan keras), maka
semua cepat dan keras juga.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara P1 sebagai
penutur laki-laki dan P2 sebagai mitra tutur perempun saat latihan karawitan. Data
ini dirasa menunjukkan ketidaksantunan penutur terhadap diri mitra tutur dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
sebuah komunikasi. Dalam hal ini, penutur justru menyindir mitra tutur yang
sedang belajar gamelan. Mitra tutur sangat jarang memukul demung karena
terbiasa memukul bonang sehingga teknik pemukulan gamelan berbeda. Tuturan
yang dianggap kurang santun tersebut ialah, “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.”. Mitra tutur belum sepenuhnya memahami bagaimana
intonasi pemukulan demung itu halus atau keras untuk gending wayang kulit
bagian iringan perang. Selain itu mitra tutur juga belum mengerti arti kata
“lombo” sehingga membingungkan mitra tutur. Oleh karena itu, penekanan kata
tersebut merupakan penanda ketidaksantunan, sehingga tuturan pada data ini
dapat dikatakan sebagai tuturan yang tidak santun.
Tabel 47: Analisis 44 Skala Pilihan
DT.09
Hari/ tanggal : Rabu, 19 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho, ini kotak snack siapa, Is?”
P2 : “Kayaknya itu untuk dalang,
Mas. Andi tadi bilang kalau snack
yang untuk dalang ada di plastik
besar.”
P1 : “Dhalangé ra teka 2 ki?”
(“Dalangnya yang 2 tidak datang?
P3 : “Mbok dibuka di sini aja, Mas.”
(“Ya dibuka di sini saja, Mas.”
P1 : “Joss iki. Makasih yo, Ras.
Monggo Mbak Raras didhahar.”
(“Asyik ini. Terima kasih, Ras.
Silakan Mbak Raras dimakan.)
Tuturan diucapkan oleh P1
setelah latihan karawitan selesai.
P1 ingin membuka kotak snack
bagian 2 dalang dengan
menanyakan bahwa snack itu
milik siapa. Lalu P2 menanggapi
dengan memberi keterangan dari
petugas konsumsi. P3 sebagai
dalang ke-3 menyuruh untuk
memakan snack itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara penutur laki-laki
sebagai pengrawit senior dengan mitra tutur perempuan. Data ini menunjukkan
kesantunan dalam berkomunikasi antara penutur dengan mitra tutur setelah latihan
karawitan. Dalam hal ini, penutur memberikan suatu pilihan kepada mitra tutur
dengan menawari snack. Tuturan tersebut ialah, “Joss iki. Makasih yo, Ras.
Monggo Mbak Raras didhahar.”. Penekanan kata ini menunjukkan kesantunan
penutur kepada mitra tutur. Jadi tuturan ini tergolong tuturan yang santun.
Tabel 48: Analisis 45 Skala Pilihan
DT.10
Hari/ tanggal : Jumat, 21 April 2017
Lokasi : Panggung Realino, Mrican
Data Konteks
P1 : “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki
malah nandi, jon?”
(“Sekarang jam berapa ya? Kamu
tadi ke mana, jon?”)
P2 : “Lagi garap tugas jé.”
(“Sedang mengerjakan tugas.”)
P1 : “Lha piyé kenongé?”
(“Itu kenongnya bagaimana?”)
P2 : “Yo sorry. Mau ana sik nabuh
kan?”
(“Maaf. Tadi ada yang memukul,
kan?”)
P1 : “Untung ya ana sing nabuh.”
(“Untung ya ada yang memukul.”)
P2 : “Sapa mau sik nabuh?”
(“Siapa tadi yang memukul?”)
P1 : “Oyèn ro aku mau gantian.”
(“Oyen dan aku tadi gantian.”)
P2 : “Ok, makasih, Mas Nug..”
(“Ok, terima kasih, Mas Nug.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang datang terlambat
saat gladi bersih pergelaran
wayang kulit yang dimulai pukul
18.00 WIB di Panggung
Realino, Mrican. P2 datang
terlambat, tidak sesuai dengan
kesepakatan yang telah disetujui
dengan panitia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara penutur laki-laki
sebagai pengrawit senior dengan mitra tutur laki-laki. Data ini menunjukkan
ketidaksantunan penutur terhadap penutur dalam percakapan saat gladi bersih
karawitan untuk pementasan wayang kulit. Dalam hal ini, penutur tidak memberi
pilihan apapun terhadap mitra tutur yang mengharuskan mitra tutur datang tepat
waktu. Meskipun suasana tuturan berjalan dengan baik dan lancar, tetapi tuturan
dari penutur tersebut dirasa tidak santun. Penutur tidak mau tahu mengenai situasi
diri mitra tutur yang harus menyelesaikan tugas perkuliahan. Tuturan yang
dianggap tidak santun tersebut ialah, “Lha piyé kenongé?”. Penekanan kata ini
menunjukkan ketidaksantunan penutur kepada mitra tutur. Tuturan tersebut juga
seakan-akan menyalahkan mitra tutur yang terlambat gladi bersih. Penutur
mengharuskan mitra tutur datang tepat waktu sehingga kenong dapat dipukul oleh
mitra tutur, bukan oleh penutur. Oleh karena itu, tuturan yang diucapkan penutur
tersebut dikategorikan sebagai tuturan yang tidak santun.
Tabel 49: Analisis 46 Skala Pilihan
DT.15
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ndi, kowé ki asliné nabuh
apa?”
(P1 : Ndi, kamu sebenarnya memukul
apa?”)
P2 : “Nabuh slenthem, Sher.”
(P2 : “Memukul slenthem, Sher.”)
P1 : “Lha kok saroné tok sèlèhké kono
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki dan pengrawit yang
terlalu over ingin manabuh dua
alat musik (slenthem dan saron),
ketika gladi bersih mengiringi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
ki napa?”
(P1 : Kenapa saron kamu letakkan di
situ?”)
P2 : “Nabuh loro-loroné.”
(P2 : “Memukul dua-duanya.”)
P1 : “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk
dhobel-dhobel ngono kuwi?” (P1 : “Memukulnya bagaimana kalau
doble-doble seperti itu?”)
P2 : “Oh iya dhing, angèl.”
(P2 : “Betul juga ya, sulit.”)
misa di Gereja Babarsari.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara penutur
perempuan sebagai pengrawit senior dengan mitra tutur laki-laki. Data ini
menunjukkan ketidaksantunan penutur terhadap mitra tutur dalam percakapan saat
gladi bersih karawitan untuk mengiri kor di gereja. Dalam hal ini, penutur tidak
memberi pilihan apapun terhadap mitra tutur yang mengharuskan mitra tutur
memukul slenthem saja. Meskipun suasana tuturan berjalan dengan baik dan
lancar, tetapi tuturan dari penutur tersebut dirasa tidak santun. Penutur
menyinggung mitra tutur agar tidak memukul saron juga selain slenthem. Tuturan
yang dianggap tidak santun tersebut ialah, “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk dhobel-
dhobel ngono kuwi?”. Penekanan kata ini menunjukkan ketidaksantunan penutur
kepada mitra tutur. Tuturan tersebut juga seakan-akan melarang mitra tutur untuk
mengekspresikan kecerdikannya memainkan dua alat musik dalam satu permainan
karawitan. Oleh karena itu, tuturan yang diucapkan penutur tersebut dikategorikan
sebagai tuturan yang tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Tabel 50: Analisis 47 Skala Pilihan
DT.22
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho itu pekingnya kok diam aja?
Vi, Novi itu pekingnya nganggur.” P2 : “Apa iya, Mar?”
P1 : “Iya e, nggak ada yang ngisi.”
P2 : “Aku aja deh yang nabuh.”
P1 : “Nah iya.”
Tuturan diucapkan oleh penutur
perempuan kepada mitra tutur
perempuan yang berusia sebaya.
Penutur bermaksud menyuruh
mitra tutur untuk menabuh
peking yang belum diisi
pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan antara penutur
perempuan dengan mitra tutur perempuan. Data ini menunjukkan ketidaksantunan
penutur terhadap mitra tutur dalam percakapan saat latihan karawitan reguler.
Dalam hal ini, penutur tidak memberi pilihan apapun terhadap mitra tutur yang
mengharuskan mitra tutur untuk memukul peking tidak ada pengrawit yang
memukul. Meskipun suasana tuturan berjalan dengan baik dan lancar, tetapi
tuturan dari penutur tersebut dirasa tidak santun. Penutur menyindir mitra tutur
agar segera memukul peking. Tuturan yang dianggap tidak santun tersebut ialah,
“Lho itu pekingnya kok diam aja? Vi, Novi itu pekingnya nganggur.”.
Penekanan kata ini menunjukkan ketidaksantunan penutur kepada mitra tutur.
Tuturan tersebut juga seakan-akan memaksa mitra tutur untuk memukul peking
padahal sedang sibuk menulis sesuatu. Oleh karena itu, tuturan yang diucapkan
penutur tersebut dikategorikan sebagai tuturan yang tidak santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Tabel 51: Analisis 48 Skala Pilihan
DT.07
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aduh, kesandung.”
P2 : “Walah hati-hati lho, Mar. Sakit
ra e?”
P1 : “Hehe.., ndak kok, Mas.”
(“Hehe.., tidak sakit, Mas.”)
P2 : “Beneran? Soalé aku dhisik wis
tau nyandhung rancakan demung
malahan.”
(“Benarkah? Soalnya aku dulu
sudah pernah menyandung
rancakan demung.”)
P1 : “Sebenernya ya sakit, Mas.”
Tuturan tersebut diucapkan P1
perempuan karena kakinya
menyandung gamelan yang
keras. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menanggapi karena
kakinya dulu juga pernah
menyandung gamelan hingga
sakit nyeri.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala keopsionalan maka
akan tampak sebagai berikut. Tuturan terjadi antara P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki yang berbeda usia. Data tersebut
menunjukkan kesantunan mitra tutur kepada penutur dalam sebuah percakapan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya tanggapan yang baik dan adanya
pilihan yang diberikan mitra tutur kepada penutur. Tuturan mitra tutur yaitu,
“Walah hati-hati lho, Mar. Sakit ra e?”. Tuturan tersebut merupakan penanda
kesantunan dalam data ini. Mitra tutur memberikan suatu pilihan kepada penutur
dengan tuturan yang memberikan pilihan. Dengan memberikan pilihan itu,
penutur menentukan pilihan terhadap apa yang sedang dirasakan, yaitu antara
sakit atau tidak setelah kakinya menendang rancakan gamelan. Maka, data ini
tuturan dalam data ini terbilang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Tabel 52: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
UKM Seni Karawitan Dari Skala Pilihan
No Urutan Analisis Kode
Data
Skala Pilihan
Santun Tidak Santun
1. Analisis 25 DT.11
2. Analisis 26 DT.12
3. Analisis 27 DT.08
4. Analisis 28 DT.13
5. Analisis 29 DT.14
6. Analisis 30 DT.18
7. Analisis 31 DT.24
8. Analisis 32 DT.21
9. Analisis 33 DT.01
10. Analisis 34 DT.02
11. Analisis 35 DT.03
12. Analisis 36 DT.05
13. Analisis 37 DT.04
14. Analisis 38 DT.19
15. Analisis 39 DT.16
16. Analisis 40 DT.17
17. Analisis 41 DT.20
18. Analisis 42 DT.23
19. Analisis 43 DT.06
20. Analisis 44 DT.09
21. Analisis 45 DT.10
22. Analisis 46 DT.15
23. Analisis 47 DT.22
24. Analisis 28 DT.07
4.2.1.3 Skala Ketidaklangsungan
Skala ketidaklangsungan merujuk pada peringkat langsung atau tidak
langsungnya maksud sebuah tuturan yang diucapkan penutur atau mitra tutur.
Semakin tuturan bersifat langsung maka dianggap tidak santun, sebaliknya jika
tidak langsung dianggap santun. Data penelitian dapat disajikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Tabel 53: Analisis 49 Skala Ketidaklangsungan
DT.06
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.” (“Jeng, seperti ini. Kalau pas
playon memukulnya lombo saja.”)
P2 : “Lombo gimana, Mas?”
P1 : “Lombo ki alusan, nggak mak
jlèng. Misalé, tlung ndak tak tak
nong nèng nong. Alusan waé,
kejaba sesek.”
(“Lombo itu halus, tidak
mengejutkan. Misalnya, tlung ndak
tak tak nong neng nong. Halus saja
memukulnya, tidak seperti sesek.”)
P2 : “Ok-ok, siap, Mas.”
P1 : “Dikepénaké waé.”
(“Dienakkan saja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. Penutur adalah
pengendang latihan wayang
kulit. P1 mengingatkan P2 yang
menabuh demung agar
menabuhnya halus jika aba-aba
kendang halus. Namun jika
sesek (cepat dan keras), maka
semua cepat dan keras juga.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan yang
diucapkan oleh P1 sebagai penutur laki-laki kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan saat latihan karawitan di ruang karawitan, Mrican. Dalam tuturan
tersebut, penutur secara tidak langsung meminta mitra tutur untuk memukul
gamelan secara halus. “Jeng, nèk pas playon modhèlé lombo waé lé nabuh,
tuturan itulah yang diucapkan oleh penutur kepada mitra tutur. Tuturan ini
dimaksudkan supaya mitra tutur tidak tersinggung. Penutur tidak menyindir secara
langsung. Saat mitra tutur bertanya kepada mitra tutur terhadap istilah yang
dimaksud tersebut, penutur berusaha menerangkan secara jelas. Tuturan penutur
yang bersifat tidak langsung ini termasuk dalam tuturan yang santun. Hal ini juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
ditandai dengan tuturan, “Dikepénaké waé.”. Istilah tersebut menandakan bahwa
teknik permainan di dalam kalangan pengrawit tidak ada yang salah, hanya
kurang pas sehingga kurang enak didengar. Jika penutur justru mengucapkan, “Itu
salah!”, tentu saja pasti menyinggung perasaan mitra tutur dan menimbulkan efek
negatif di antara penutur dan mitra tutur. Maka tuturan pada data ini termasuk
tuturan santun.
Tabel 54: Analisis 50 Skala Ketidaklangsungan
DT.09
Hari/ tanggal : Rabu, 19 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho, ini kotak snack siapa, Is?”
P2 : “Kayaknya itu untuk dalang,
Mas. Andi tadi bilang kalau snack
yang untuk dalang ada di plastik
besar.”
P1 : “Dhalangé ra teka 2 ki?”
(P1 : “Dalangnya yang 2 tidak datang?
P3 : “Mbok dibuka di sini aja, Mas.”
(P3 : “Ya dibuka di sini saja, Mas.”
P1 : “Joss iki. Makasih yo, Ras.”
(P1 : “Asyik ini. Terima kasih, Ras.)
Tuturan diucapkan oleh P1
setelah latihan karawitan selesai.
P1 ingin membuka kotak snack
bagian 2 dalang dengan
menanyakan bahwa snack itu
milik siapa. Lalu P2 menanggapi
dengan memberi keterangan dari
petugas konsumsi. P3 sebagai
dalang ke-3 menyuruh untuk
memakan snack itu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data tersebutmengindikasikan bahwa tuturan
yang terjadi adalah tuturan yang santun. Terlihat percakapan yang terjadi, tuturan
P1 sebagai penutur laki-laki memiliki sifat tidak langsung. Penutur bertanya
terlebih dahulu kepada mitra tutur (P2) setelah selesai latihan karawitan di ruang
karawitan, Mrican sekitar jam 9 malam. Tuturan, “Lho, ini kotak snack punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
siapa, Is?”, hal ini ditanyakan oleh penutur karena penutur merasa tidak nyaman
jika makanan di dalam kotak snack bagian kedua dalang langsung dimakan,
meskipun mereka tidak datang. Tanggapan mitra tutur di dalam tuturan (2)
menjelaskan secara lengkap menunjukkan bahwa tuturan santun, karena tidak
bermaksud melarang untuk dimakan. Tuturan (4) yang diucapkan mitra tutur
kedua (P3) sebagai dalang ketiga bermaksud agar kotak snak boleh dimakan
karena kedua dalang rekannya tidak datang. Maka tuturan data ini termasuk dalam
kategori tuturan yang santun.
Tabel 55: Analisis 51 Skala Ketidaklangsungan
DT.10
Hari/ tanggal : Jumat, 21 April 2017
Lokasi : Panggung Realino, Mrican
Data Konteks
P1 : “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki
malah nandi, jon?” (“Sekarang jam berapa ya? Kamu
tadi ke mana, jon?”)
P2 : “Lagi garap tugas jé.”
(“Sedang mengerjakan tugas.”)
P1 : “Lha piyé kenongé?”
(“Itu kenongnya bagaimana?”)
P2 : “Yo sorry. Mau ana sik nabuh
kan?”
(“Maaf. Tadi ada yang memukul,
kan?”)
P1 : “Untung ya ana sing nabuh.”
(“Untung ya ada yang memukul.”)
P2 : “Sapa mau sik nabuh?”
(“Siapa tadi yang memukul?”)
P1 : “Oyèn ro aku mau gantian.”
(“Oyen dan aku tadi gantian.”)
P2 : “Ok, makasih, Mas Nug..”
(“Ok, terima kasih, Mas Nug.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang datang terlambat
saat gladi bersih pergelaran
wayang kulit yang dimulai pukul
18.00 WIB di Panggung
Realino, Mrican. P2 datang
terlambat, tidak sesuai dengan
kesepakatan yang telah disetujui
dengan panitia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan yang
diucapkan oleh sesama pengrawit ketika acara gladi bersih pergelaran wayang
kulit di Panggung Realino. Dalam data tuturan tersebut, penutur secara tidak
langsung mengingatkan mitra tutur untuk segera ikut gladi bersih dan tidak ada
alasan terlambat. Pada tuturan, “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki malah nandi,
jon?” penutur bermaksud berbasa-basi karena mitra tutur terlambat datang sekitar
1 jam. Penutur tidak langsung menyalahkan mitra tutur karena tidak tepat waktu
sementara para pengrawit sudah mulai gladi bersih. Tuturan penutur tersebut
bermaksud supaya mitra tutur dapat memberikan alasan yang tepat dan
bertanggung jawab, sebab sudah ada kesepakatan jika gladi bersih dimulai pukul
18.00 WIB. Tuturan penutur yang bersifat tidak langsung ini termasuk tuturan
yang santun. Penutur memberikan kesempatan untuk menyatakan alasan yang
bertanggung jawab dan tidak seolah-olah menyalahkan mitra tutur yang telat
datang. Maka tuturan ini santun.
Tabel 56: Analisis 52 Skala Ketidaklangsungan
DT.15
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ndi, kowé ki asliné nabuh
apa?”
(Ndi, kamu sebenarnya memukul
apa?”)
P2 : “Nabuh slenthem, Sher.”
(“Memukul slenthem, Sher.”)
P1 : “Lha kok saroné tok sèlèhké kono
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki dan pengrawit yang
terlalu over ingin manabuh dua
alat musik (slenthem dan saron),
ketika gladi bersih mengiringi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
ki napa?”
(Kenapa saron kamu letakkan di
situ?”)
P2 : “Nabuh loro-loroné.”
(“Memukul dua-duanya.”)
P1 : “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk
dhobel-dhobel ngono kuwi?” (“Memukulnya bagaimana kalau
doble-doble seperti itu?”)
P2 : “Oh iya dhing, angèl.”
(“Betul juga ya, sulit.”)
misa di Gereja Babarsari.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Berdasardakan tuturan yang terjadi pada data
tersebut, P1 sebagai penutur laki-laki tidak langsung melarang P2 sebagai mitra
tutur laki-laki. Penutur menyuruh agar mitra tutur memukul satu alat musik saja,
yaitu slenthem. Akan tetapi penutur tidak secara langsung melarang mitra tutur
memukul 2 alat musik, slenthem dan saron. Mitra tutur mengetahui maksud dari
penutur bahwa pengrawit satu bisa memukul 1 alat musik di dalam sebuah
permainan, tidak bisa 2 alat musik sekaligus. Mitra tutur menyadari bahwa dirinya
bertugas sebagai pemukul slenthem, tetapi karena ada 1 saron yang tidak dipukul
maka diletakkan di depannya persis seperti slenthem. Tuturan, “Lé nabuh ki ya
kepiyé nèk dhobel-dhobel ngono kuwi?”, menunjukkan tuturan yang tidak
langsung kepada mitra tutur bahwa memukul 2 alat sekaligus tidak akan pernah
bisa. Mengetahui maksud kedua dari penutur itu, mitra tutur memberi tanggapan
yang baik. Dengan demikian, secara tidak langsung maksud penutur tersampaikan
dan mendapatkan tanggapan yang baik dari mitra tutur. Data ini memperlihatkan
bahwa tuturan yang terjadi antara penutur dan mitra tutur termasuk tuturan yang
santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Tabel 57: Analisis 53 Skala Ketidaklangsungan
DT.07
Hari/ tanggal : Senin, 10 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aduh, kesandung.”
P2 : “Walah hati-hati lho, Mar. Sakit
ra e?”
P1 : “Hehe.., ndak kok, Mas.”
(“Hehe.., tidak sakit, Mas.”)
P2 : “Beneran? Soalé aku dhisik wis
tau nyandhung rancakan demung
malahan.”
(“Benarkah? Soalnya aku dulu
sudah pernah menyandung
rancakan demung.”)
P1 : “Sebenernya ya sakit, Mas.”
Tuturan tersebut diucapkan P1
perempuan karena kakinya
menyandung gamelan yang
keras. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menanggapi karena
kakinya dulu juga pernah
menyandung gamelan hingga
sakit nyeri.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan yang diucapkan
oleh pengrawit perempuan yang menyandung gamelan saat memberesi teks
gending di ruang karawitan Mrican, sekitar pukul 21.00 WIB. P2 sebagai mitra
tutur menanggapi tuturan penutur yang tampak menahan sakit karena kakinya
menyandung rancakan gamelan dari kayu jati yang cukup keras. Tuturan penutur,
“Hehe.., ndak kok, Mas.” secara tidak langsung menunjukkan rasa sakitnya
karena terlihat menahan nyeri. Lalu mitra tutur bercerita bahwa dulu juga pernah
menyandung rancakan gamelan bagian demung yang lebih besar dari saron.
Setelah mendengar cerita mitra tutur, penutur mengucapkan bahwa kakinya benar-
benar terasa sakit. Tuturan data di atas menunjukkan kesantunan berkomunikasi
karena penutur tidak langsung menyampaikan maksudnya. Maka tuturan ini
tergolong santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Tabel 58: Analisis 54 Skala Ketidaklangsungan
DT.22
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Lho itu pekingnya kok diam aja?
Vi, Novi itu pekingnya nganggur.” P2 : “Apa iya, Mar?”
P1 : “Iya e, nggak ada yang ngisi.”
P2 : “Aku aja deh yang nabuh.”
P1 : “Nah iya.”
Tuturan diucapkan oleh penutur
perempuan kepada mitra tutur
perempuan yang berusia sebaya.
Penutur bermaksud menyuruh
mitra tutur untuk menabuh
peking yang belum diisi
pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Pada data ini memperlihatkan bahwa tuturan
yang diucapkan oleh P1 sebagai penutur perempuan kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan berjalan lancar saat latihan karawitan berlangsung. Tuturan yang
sedang terjadi menunjukkan kesantunan penutur terhadap mitra tutur. Tuturan
yang diucapkan oleh penutur kepada mitra tutur memperlihatkan bahwa penutur
bermaksud menyuruh mitra tutur agar segera menempatkan diri menabuh peking.
Tuturan tersebut yaitu, “Lho itu pekingnya kok diam aja? Vi, Novi itu pekingnya
nganggur.”. Penekanan tuturan “pekingnya kok diam aja?” menunjukkan bahwa
peking belum ada yang menabuh. Padahal para pengrawit sudah siap untuk
menabuh secara bersama-sama, sementara mitra tutur tidak segera menempatkan
diri di bagian peking. Maka, penutur bermaksud mengingatkan dan menyuruh
mitra tutur untuk menabuh peking. Tanggapan mitra tutur atas tuturan yang
diucapkan oleh penutur ditanggapi dengan baik dan percakapan berjalan lancar.
Maka tuturan pada data ini termasuk dalam kategori santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Tabel 59: Analisis 55 Skala Ketidaklangsungan
DT.01
Hari/ tanggal : Rabu, 22 Februari 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Aku pamit duluan ya, Mas,
Mbak.”
P2 : “Gamelané rung disuwuk ki,
Ras.” (“Gamelannya belum disuwuk ini,
Ras.”)
P1 : “Iya é. Soalé aku pulang ke
Magelang ini, Mas, biar ndak
kewengèn.”
(“Iya. Ini aku pulang ke
Magelang Mas, supaya tidak
kemalaman.”)
P2 : “O ya, ati-ati.”
(” O ya, hati-hati.”)
P3 : “Kéné Magelang sejam nganti
ra?”
(“Sini ke Magelang satu jam
sampai apa tidak?”)
P2 : “Rong jam yo. Adoh é.”
(“Dua jam, ya. Lumayan jauh.”)
P1 : “Daaa semua!”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pengrawit perempuan (P1)
kepada pengrawit yang lain di
dalam ruang karawitan, Mrican.
P1 adalah penutur perempuan
sedangkan P2 dan P3 merupakan
mitra tutur laki-laki. P1
memohon pamit terlebih dahulu,
tetapi P2 dan P3 meminta P1
agar pulang bersama-sama. P1
memberikan alasan bahwa sudah
pukul 8 malam dan akan pulang
ke Magelang, tidak ke kos.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan di dalam data ini, mitra tutur tidak
secara langsung memberikan izin kepada penutur yang akan pulang duluan. Mitra
tutur sebenarnya menginginkan agar penutur tetap bermain karawitan karena
jadwal latihan belum selesai. Mitra tutur berusaha untuk membujuk penutur
supaya pengrawit pemula yang lain tidak ikut-ikutan pulang. Oleh karena itu
mitra tutur menanggapi tuturan dari penutur yang pamit duluan tersebut. Dapat
dibuktikan dengan tuturan mitra tutur seperti ini, “Gamelané rung disuwuk ki,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Ras.”. Mendengar bujukan dari mitra tutur tersebut, si penutur memberi
tanggapan dengan memberikan alasan yang baik sehingga mitra tutur
mempersilakan penutur untuk pulang duluan supaya tidak kemalaman pulang ke
Magelang. Maka data ini memperlihatkan bahwa tuturan yang terjadi termasuk
dalam kategori tuturan yang santun.
Tabel 60: Analisis 56 Skala Ketidaklangsungan
DT.02
Hari/ tanggal : Rabu, 8 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Lho, rung dha teka, ta, bro? Tak
kira nèk aku kèri dhéwé é.” (P1 : “Lho, belum pada datang, bro?
Aku kira aku yang terlambat
datang.”)
P2 : “Urung kok. Aku waé gèk ntas
tekan, bro.”
(P2 : “Belum. Aku saja baru saja
sampai, bro.”
P1 : “Mas Éko ya rung teka pa?”
(P1 : “Apa Mas Eko juga belum
datang?”)
P2 : “Gèk otw paling.”
(P2 : Mungkin masih otw.”)
P1 : “Asem kok, tuas aku banter-
banter nganti rung madhang
barang.”
(P2 : “Asem, padahal aku sudah
terburu-buru sampai belum
sempat makan.”)
P2 : “Hayo dientèni bro. Hahaha...”
(P2 : “Ya ditunggu dulu, bro.
Hahaha”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
penutur laki-laki (P1) kepada
mitra tutur laki-laki (P2) di
Ruang Drost, Paingan ketika
akan latihan karawitan untuk
wayang kulit. Penutur terkejut
karena pengrawit yang lain
belum datang, padahal sudah
terburu-buru bahkan belum
sempat untuk makan. Lalu mitra
tutur menanggapi agar sama-
sama menunggu semua
berkumpul dulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan yang diucapkan
oleh penutur sebagai pengrawit laki-laki dengan mitra tutur sebagai pengrawit
laki-laki. Tuturan terjadi ketika latihan karawitan akan dimulai di ruang
karawitan, Paingan. Dalam tuturan tersebut, penutur secara tidak langsung merasa
kecewa karena jadwal latihan karawitan tidak tepat waktu. “Lho, rung dha teka,
ta, bro? Tak kira nèk aku kèri dhéwé é.”, tuturan tersebut yang dituturkan oleh
penutur kepada mitra tutur yang menunggu pengrawit yang lain datang. Tuturan
tersebut dituturkan dengan maksud agar mitra tutur dapat menanggapi
kekecewaan penutur. Sehingga, penutur tidak berlarut-larut kecewa dengan
pengurus karawitan yang sudah menjadwalkan latihan harus tepat waktu. Mitra
tutur menanggapi tuturan penutur dengan baik sehingga tidak memunculkan efek
tidak baik. Maka, tuturan di dalam data ini tergolong tuturan santun.
Tabel 61: Analisis 57 Skala Ketidaklangsungan
DT.03
Hari/ tanggal : Rabu, 29 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”
(P1 : “Ndi, sini pegangkan kempul
ini!”)
P2 : “Isa ra?”
(P2 : “Bisa tidak?”)
P1 : “Wahés! Alon-alon ta, Ndi!”
(P1 : “Aduh! Pelan-pelan saja, Ndi!”)
P2 : “Iya! Malah tok uculké.”
(P2 : “Iya! Malah kamu lepaskan.”)
P1 : “Uculké gundhulmu kuwi.
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) yang
memukul kempul kepada
pengrawit laki-laki (P2). P1
meminta P2 yang sedang
berdiskusi di samping gamelan
untuk memindahkan posisi
kempul supaya pas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
Pindhahké sisan kuwi.” (P1 : “Lepaskan kepalamu itu.
Pindahkan juga yang itu.”)
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini mengindikasikan bahwa tuturan yang
terjadi antara penutur dan mitra tutur tidak santun. Terlihat dari percakapan yang
berlangsung, penutur secara langsung menyindir mitra tutur yang dimintai
bantuan memegangkan kempul. Penutur yang tidak mau tahu situasi yang sedang
dialami oleh mitra tutur langsung menyuruh untuk memegangkan kempul
sehingga terjadi efek yang tidak baik. Kempul ada yang terjatuh karena penutur
tergesa-gesa, dan justru menyalahkan mitra tutur karena membenturkan kempul-
kempul tanpa sengaja. Tuturan, “Uculké gundhulmu kuwi. Pindhahké sisan
kuwi.”, menunjukkan bahwa penutur secara langsung menyalahkan mitra tutur
yang sejak awal meminta bantuan mitra tutur dengan kurang santun. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa tuturan ini tergolong tidak santun.
Tabel 62: Analisis 58 Skala Ketidaklangsungan
DT.05
Hari/ tanggal : Sabtu, 8 April 2017
Lokasi : Ruang Kadarman, Gedung Pusat USD, Mrican
Data Konteks
P1 : “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..” P2 : “Lha piyé?”
(P2 : “Gimana?”)
P1 : “Kok aku ndak dijatah surjan?”
(P1 : “Kenapa aku tidak diberi surjan?”
P2 : “Salahé wingi ra omong!”
(P2 : “Salahmu kemarin tidak minta!”)
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit laki-laki (P2) di
Ruang Kadarman jam 7 pagi
saat akan mengenakan surjan
untuk mengiringi wisuda.
Namun P2 sebagai petugas
kostum justru menyalahkan P1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
P1 : “Nyebai!”
yang sebelumnya tidak meminta
surjan.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan di dalam data ini merupakan tuturan
yang diucapkan oleh penutur kepada mitra tutur ketika sedang berganti kostum
Jawa untuk tugas mengiringi wisuda. Pada data tersebut, tuturan di penutur
memiliki sifat yang tidak langsung. Penutur bertanya terlebih dahulu kepada mitra
tutur ada jatah surjan untuk penutur atau tidak. Hal ini dilakukan oleh penutur
karena tidak kebagian/ mendapatkan surjan padahal acara wisuda akan segera
dimulai. Tuturan tersebut dapat dibuktikan yaitu, “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..”. Data tuturan ini termasuk dalam kategori tuturan
yang santun. Tuturan ini bermaksud agar mitra tutur sebagai penanggung jawab
kostum segera mencarikan surjan yang belum disiapkan terlebih dahulu.
Tabel 63: Analisis 59 Skala Ketidaklangsungan
DT.04
Hari/ tanggal : Kamis, 30 Maret 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya, Nes.” P2 : “Ok, Mas. Kebetulan dari tadi
aku juga gerah e. Yang nomer
berapa, Mas?”
P1 : “Haha... biar silir jé. Ya manut.”
(P1 : “Hahaha... supaya semilir.
Terserah.”)
P2 : “Kena apa nggak, Mas?”
(P2 : “Kena apa tidak, Mas?”)
P1 : “Iya, kena. Dah makasih, Nes.”
Tuturan diucapkan oleh
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit perempuan (P2) di
ruang karawitan, Mrican. P1
meminta kepada P2 saat latihan
wayang kulit untuk
menghidupkan kipas angin
supaya ruangan tidak panas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Terlihat dari percakapan dalam data di atas,
penutur secara tidak langsung meminta tolong kepada mitra tutur supaya mitra
tutur menghidupkan kipas angin. Penutur tidak secara langsung menyuruh mitra
tutur memencet tombol kipas angin. Hal ini karena penutur tahu apabila dia
menyuruh memencetkan tombol kipas angin nomor 3, mitra tutur pasti akan
menyangka bahwa penutur kemaruk walaupun hawanya di ruang karawitan
memang gerah. Sehingga penutur hanya mengucapkan tuturan permintaan yang
tidak langsung. Dapat dibuktikan dengan tuturan penutur seperti ini, “Nes, Nesha,
tolong kipas anginnya, Nes.”. Mengetahui permintaan tolong penutur tersebut,
mitra tutur pun memberi tanggapan dengan baik, dan merasa sangat diuntungkan
karena diingatkan oleh penutur. Sebab posisi kipas angin tepat di belakang mitra
tutur. Maka data ini memperlihatkan bahwa tuturan yang terjadi termasuk dalam
kategori tuturan yang santun.
Tabel 64: Analisis 60 Skala Ketidaklangsungan
DT.19
Hari/ tanggal : Senin, 29 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem
ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu
ro lu, lu ro lu ro.”
P2 : “Gimana, Mbak?”
P1 : “Gini lho, Ris. Lihat ya.”
(praktek menabuh bonang barung)
P2 : “Ok, Mbak. Yang nem di atas apa
bawah, Mbak?”
P1 : “Yang bawah. Yang bawah, Ris.
Tuturan itu diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai penutur
perempuan yang berbeda usia.
P1 mengajari menabuh bonang
barung di UKM Seni Karawitan
Paingan setelah azan magrib.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Rong ulihan.”
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini mengindikasikan bahwa tuturan yang
berlangsung adalah tuturan santun. Terlihat dari percakapan antara penutur dan
mitra tutur perempuan yang dibedakan usia. Penutur secara tidak langsung
mengajari mitra tutur yang masih belajar memukul bonang. Dalam teknik
permainan karawitan, pengrawit tidak diperkenankan mengatakan bahwa cara
memukul gamelan salah, hanya kurang enak didengar atau kurang pas. Sehingga
penutur mengajari mitra tutur untuk memukul bonang beserta dengan nada-
nadanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan tuturan penutur yaitu, “Ris, gini ya.
Nem ma nem, nem ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu ro lu, lu ro lu ro.”. Hal ini
dilakukan penutur agar mitra tutur tidak merasa malu karena tabuhan satu gending
berhenti sebelum selesai (suwuk). Oleh karena itu, tuturan di dalam data ini dapat
dikatakan sebagai tuturan yang santun.
Tabel 65: Analisis 61 Skala Ketidaklangsungan
DT.16
Hari/ tanggal : Senin, 18 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, ini sertifikatnya.”
P2 : “Sertifikat apa ya ini, Is?”
P1 : “Sertifikat pergelaran wayang
kulit kemarin, Mas Nug.”
P2 : “Oh, sik Kunthi itu to. Wah
makasih.”
P1 : “Iya, Mas.”
P2 : “Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu?
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan yang
menyerahkan sertifikat
pergelaran wayang kulit setelah
latihan gamelan di ruang
karawitan Paingan sekitar jam 8
malam. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menerima tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Aku ndak bawa tas besar je.” P1 : “Boleh, Mas. Tak bawain dulu
aja.”
P2 : “Besok tak ambil nek pas pake tas
besar.”
menitipkan kepada P1 karena P2
tidak membawa tas yang besar.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan yang diucapkan
oleh P1 sebagai penutur perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki.
Keduanya juga berbeda usia. Dalam tuturan ini, mitra tutur secara langsung
meminta tolong penutur untuk membawakan sertifikat yang diberikan penutur.
Mitra tutur tidak membawa tas yang besar sehingga apabila dipegangi dengan
tangan saat berkendara akan rusak. Tuturan mitra tutur dapat dilihat berikut ini,
“Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu? Aku ndak bawa tas besar je.”. Tuturan ini
diucapkan secara langsung oleh mitra tutur kepada penutur. Mitra tutur tidak
membawa tas yang besar untuk meletakkan sertifikat, sehingga secara langsung
meminta tolong penutur untuk membawakan sertifikat itu terlebih dahulu. Oleh
karena itu, tuturan ini dikategorikan dalam tuturan tidak santun.
Tabel 66: Analisis 62 Skala Ketidaklangsungan
DT.17
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : Parkiran Aula, Mrican
Data Konteks
P1 : “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya
tadi baru ambil „anu‟ buat besok
ke Solo.”
P2 : “Ndak apa-apa. Wong dari tadi
yang lain juga belum pada datang
kok.”
Tuturan diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki. Percakapan terjadi
sekitar pukul 18.00 di luar ruang
karawitan Mrican, tepatnya di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
P1 : “Oh ya? Tadi aku juga habis
makan e. Tapi maaf lagi, Mas.
Uang transportnya belum jadi tak
ambil soale Dea tadi lupa bawa
uang kas UKM.” P2 : “Ndak apa-apa, Mar. Besok aja
ndak apa-apa.”
P1 : “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak
kasih uang transportnya.”
P2 : “Iyes, hahaha...”
dekat pintu masuk parkiran. P1
meminta maaf kepada P2 karena
tidak jadi memberikan uang
transport ke Solo untuk
mengikuti lomba nembang
macapat senasional. P1
memaklumi hal itu.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan ini diucapkan oleh P1 sebagai penutur
perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki. Keduanya juga berbeda usia.
Dalam tuturan itu, penutur tidak secara langsung belum bisa memberikan uang
yang akan diberikan kepada mitra tutur. Karena penutur tahu apabila dia langsung
mengatakan bahwa uang untuk transport perjalanan ke Solo belum dibawa, maka
mitra tutur akan langsung tersinggung. Oleh karena itu penutur meminta maaf
karena tidak tepat janji. Hal itu dapat dibuktikan pada tuturan ini, “Oh ya? Tadi
aku juga habis makan e. Tapi maaf lagi, Mas. Uang transportnya belum jadi
tak ambil soale Dea tadi lupa bawa uang kas UKM.”. Mengetahui tuturan
tersebut, mitra tutur dapat menanggapi dengan baik sehingga suasana tutur
berjalan dengan baik dan lancar. Kata “maaf” yang sering diucapkan oleh penutur
menandakan kesantunan dalam berkomunikasi karena merasa tidak tepat janji.
Maka, data ini termasuk dalam kategori santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Tabel 67: Analisis 63 Skala Ketidaklangsungan
DT.20
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Selain BKHI kita juga diminta
mengisi project NASA di ISI.”
P2 : “BKHI ki apa?”
P1 : “Jadi BKHI itu Biro Kerja sama
Hubungan Internasional, kebetulan
sedang menjalin kerja sama
mahasiswa dari Korea.”
P2 : “Njuk besok gimana?”
P1 : “Besok Mas Eko mengajari
mereka berlatih gamelan, Mas.”
P2 : “Oh, ok-ok.”
P1 : “Sebatas mengajari gamelan aja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada mitra tutur laki-laki saat
rapat UKM di ruang karawitan,
Mrican. P1 sebagai pemimpin
rapat memberikan informasi
acara-acara seputar karawitan
yang akan dilaksanakan
beberapa bulan lagi.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data tersebut merupakan tuturan yang
diucapkan oleh P1 sebagai penutur perempuan dan P2 sebagai mitra tutur laki-laki
saat rapat pengurus. Pada tuturan tersebut, terlihat bahwa mitra tutur bertanya
dengan maksud secara tidak langsung. Mitra tutur yang telah mendengar
penjelasan dari penutur mengenai proyek karawitan dari acara BKHI ingin terlibat
dalam acara tersebut. Hal ini dilakukan oleh mitra tutur karena selain ingin
menambah pengalaman mengajari karawitan mahasiswa dari Korea juga ingin
memperoleh honor seperti biasanya. Tuturan tersebut yaitu, “Njuk besok
gimana?”. Tuturan ini bermaksud bahwa mitra tutur ingin terlibat dalam acara
itu. Maka, data tuturan ini termasuk dalam kategori tuturan yang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Tabel 68: Analisis 64 Skala Ketidaklangsungan
DT.23
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Namamu siapa, Mas?”
P2 : “What?”
P1 : “What your name?
P2 : “Adam.”
P1 : “Ok, Adam. Ini namanya kempul.
Kalau yang besar itu gong gedhé
ora gong besar, big.”
P2 : “Apa?”
P1 : “This is name a kempul.”
P2 : “Kempul?”
P1 : “Yes, kempul. That is gong.”
P2 : “Ok, gong. Kempul dan gong.”
P1 : “Coba dipukul dulu.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang berasal dari
Amerika. Mitra tutur ingin
belajar karawitan bersama
dengan teman-temannya.
Penutur sebagai anggota UKM
Seni Karawitan membantu
melatih karawitan kepada mitra
tutur.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Terlihat dari percakapan data yang terjadi,
penutur secara tidak langsung ingin berkenalan dengan mitra tutur sebagai orang
asing. Penutur sebenarnya ingin lebih dekat dengan mitra tutur tersebut sehingga
penutur bertanya siapa nama mitra tutur. Karena penutur tahu apabila tidak
mengetahui nama mitra tutur, maka akan sulit untuk memanggil nama mitra tutur.
Hal itu juga dapat mengakibatkan kurang santun tanpa menyapa nama mitra tutur.
Oleh karena itu, penutur bertanya nama dari mitra tutur seperti ini, “Namamu
siapa, Mas?”. Mengetahui bahwa penutur bertanya, mitra tutur menanggapi
tuturan tersebut dan secara tidak langung meminta bertanya dengan bahasa
Inggris. Lalu penutur bertanya dengan menggunakan bahasa Inggris mengenai
nama dari mitra tutur tersebut. Dengan begitu secara tidak langsung keinginan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
penutur maupun mitra tutur terpenuhi dan sama-sama mendapatkan respon yang
baik. Maka data ini termasuk tuturan yang santun.
Tabel 69: Analisis 65 Skala Ketidaklangsungan
DT.11
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Mas, njenengan besok Minggu
bisa bantuin tugas di Gereja
Babarsari?” (“Mas, kamu besok Minggu bisa
membantu tugas di Gereja
Babarsari?”)
P2 : “Tugas buat apa é, Mar?”
(“Tugas untuk apa itu, Mar?”)
P1 : “Tugas mengiringi misa, Mas,
penggalangan dana Sekar Geni.”
P2 : “Siap, aku ikut. Aku nabuh apa?”
P1 : “Masé mau ikut kor atau gamel?”
P2 : “Ha rak ya wis akèh ta sik kor?
Ana Budi barang galo. Sik gamel
kurang wong iki, Mar.”
(“Bukannya sudah banyak yang
kor? Ada Budi juga itu. Yang
gamel kekurangan orang ini,
Mar.”)
P1 : “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel
waé, Mas.”
(Oh iya, ya, tidak apa-apa ikut
gamel saja, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
dan ketua panitia Festival Sekar
Geni (Seni Karawitan Gending
Gerejani). Penutur mengajak P2
sebagai mitra tutur laki-laki
untuk membantu kor dalam
mencari dana dengan mengiringi
misa di Gereja Babarsari.
Namun mitra tutur hanya mau
membantu mengiringi kor saja
karena kekurangan pengrawit.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan penutur yang
dirasa santun karena penutur tidak langsung menyuruh mitra tutur ikut tugas
mengiringi kor misa di gereja. Walaupun penutur adalah ketua UKM Seni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Karawitan tetapi dia secara tidak langsung meminta bantun mitra tutur dengan
menawari dengan sopan. Bukti dari tuturan tersebut yakni, “Mas, njenengan
besok Minggu bisa bantuin tugas di Gereja Babarsari?”. Tuturan ini
menunjukkan ketidaklangsungan penutur meminta bantuan dari mitra tutur. Hal
ini jelas memperlihatkan bahwa sebenarnya mitra tutur pasti bersedia membantu
karena memang pengrawit yang aktif. Secara otomatis tuturan tersebut dianggap
santun karena tidak langsung memaksa mitra tutur untuk ngrawit, apalagi
kekurangan pengrawit. Oleh karena itu, tuturan ini termasuk tuturan yang santun.
Tabel 70: Analisis 66 Skala Ketidaklangsungan
DT.12
Hari/ tanggal : Selasa, 25 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Teman-teman, gimana ini besok
ordinariumnya mau pakai yang
Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?” P2 : “Nggo sik Kratoning Allah waé.”
(P2 : “Pakai yang Kerajaan Allah saja.”)
P1 : “Yang Kerajaan Allah, Mas?”
P2 : “Soalé sing biyèn dah pernah
pakek yang Gaya Sundha, kan.”
(P2 : “Soalnya yang dulu sudah pernah
menggunakan Gaya Sunda,
bukan?”)
P1 : “Ok, deh. Kita pakai yang
Kerajaan Allah, ya teman-
teman.”
Tuturan tersebut diucapkan
ketua panitia Festival Sekar Geni
kepada para pengrawit dan
petugas kor. P1 sebagai penutur
perempuan memberikan pilihan
gaya lagu ordinarium yang mau
dinyanyikan untuk mengiringi
misa di Gereja Babarsari. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menanggapi untuk menggunakan
Gaya Kerajaan Allah. Akhirnya
P1 memutuskan bahwa gaya
yang digunakan dalam tugas kor
adalah Gaya Kerajaan Allah.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan tuturan P1 sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
penutur perempuan yang termasuk ke dalam kategori tuturan santun. Hal ini
terlihat bahwa penutur tidak langsung menentukan gaya lagu ordinarum yang
akan dinyanyikan. Penutur bertanya terlebih dahulu kepada mitra tutur mengenai
gaya lagu Jawa atau Sunda yang akan digunakan dalam mengiringi misa di gereja.
Tuturan tersebut yaitu, “Teman-teman, gimana ini besok ordinariumnya mau
pakai yang Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan Allah?”. Tuturan ini
mengindikasikan bahwa tuturan si penutur dianggap santun karena tidak langsung
menentukan gaya lagu ordinarium. Hal ini tentu saja menimbulkan tanggapan
yang baik dari mitra tutur dan dapat memberi usulan untuk menentukan gaya lagu
ordinarium. Sehingga baik pengrawit maupun kor tidak merasa dirugikan karena
sudah ada kesepakatan bersama. Maka, tuturan di dalam data ini dikatakan santun.
Tabel 71: Analisis 67 Skala Ketidaklangsungan
DT.08
Hari/ tanggal : Selasa, 11 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Kamu mau nabuh saron sing ndi
é, Mbak Klara?” (P1 : “Kamu mau nabuh saron yang
mana ya, Mbak Klara?”)
P2 : “Disuruh nabuh saron. Tapi....”
P1 : “Arep saron sik kéné apa kana?”
(P1 : “Mau saron yang ini apa itu?”)
P2 : “Yang ini saja lah.”
P1 : “O ya, berarti aku yang di situ.”
Tuturan tersebut dituturkan oleh
P1 sebagai pengrawit laki-laki
yang menabuh saron. P1
memberi peluang untuk P2
sebagai mitra tutur perempuan
yang baru saja ikut latihan
karawitan di ruang karawitan
Mrican.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan di dalam data ini merupakan tuturan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
dari P1 sebagai penutur laki-laki yang dirasa santun karena penutur tidak langsung
menempati saron yang akan dipukul. Penutur juga bermaksud agar mitra tutur
segera menempati posisi sesuai dengan perannya. Penutur bertanya terlebih
dahulu kepada P2 sebagai mitra tutur perempuan tentang saron mana yang akan
dipukul oleh mitra tutur. “Kamu mau nabuh saron sing ndi é, Mbak Klara?”,
itulah bukti tuturan penutur kepada mitra tutur. Secara otomatis menunjukkan
bahwa tuturan yang dituturkan oleh penutur dianggap santun karena tidak
langsung menyuruh mitra tutur untuk menempati saron 1 atau saron 2. Apabila
penutur langsung menyuruh mitra tutur untuk memukul saron 2 maka akan
merugikan mitra tutur karena sudah terbiasa memukul saron 1. Dalam data ini
penutur bertanya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa mitra tutur akan
memukul saron yang mana. Oleh karena itu, tuturan ini tergolong tuturan santun.
Tabel 72: Analisis 68 Skala Ketidaklangsungan
DT.13
Hari/ tanggal : Kamis, 27 April 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Paingan
Data Konteks
P1 : “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”
(P1 : “Mau merokok dulu yuk, jon?”)
P2 : “Kowé gawa, jon?”
(P2 : “Apa kamu bawa, jon?”)
P1 : “Iya iki.”
(P1 : “Iya ini.”
P2 : “Ya sini, jon, tak minta.”
P1 : “Nèng kana waé lé udud, jon.”
(P1 : “Merokok di sana saja, jon.”)
P2 : “Kéné waé napa.”
(P2 : “Di sini saja.”)
P1 : “Ra pénak asapé. Jaba waé sing
nyaman.
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang mengajak untuk
merokok sebelum latihan
karawitan dimulai. P1 mengajak
merokok di luar ruang karawitan
Paingan karena banyak
pengrawit perempuan yang
sudah berlatih karawitan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
(P1 : “Tidak enak asapnya. Di luar saja
yang nyaman.”)
P2 : “Iya ya. Ok-ok.”
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data di atas merupakan percakapan antara P1
sebagai penutur laki-laki dengan P2 sebagai mitra tutur laki-laki dalam suasan
menunggu latihan karawitan dimulai. Dalam data ini terlihat kedua partisipan
tutur sangat mengerti alur pembicaraan yang tengah mereka lakukan. Dari tuturan
ini dapat dilihat bahwa tuturan berjalan dengan baik dan lancar. Keduanya tidak
mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerti alur pembicaraan. Tuturan
penutur secara tidak langsung mengindikasikan bahwa penutur ingin mengajak
mitra tutur agar tidak bosan menunggu latihan karawitan dimulai. Tuturan
tersebut yaitu, “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”. Penekanan tuturan ini tidak
langsung mengajak mitra tutur untuk merokok, tetapi bermaksud menawari mitra
tutur. Maka tuturan ini termasuk dalam kategori tuturan yang santun karena
penutur secara tidak langsung bermaksud untuk mengajak mitra tutur merokok
sembari menunggu latihan karawitan dimulai.
Tabel 73: Analisis 69 Skala Ketidaklangsungan
DT.14
Hari/ tanggal : Jumat, 28 April 2017
Lokasi : Gereja Maria Assumpta Babarsari
Data Konteks
P1 : “Ana umat lingkunganku ki
rasan-rasan nèk misa pingin nggo
gamelan.”
(P1 : “Ada umat lingkunganku punya
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pelatih gamelan untuk menawari
mengiringi kor misa
menggunakan gamelan di Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
niat kalau misa pakai gamelan.”)
P2 : “Nggèné njenengan ki paroki
pundi, Mas?”
(P2 : “Lingkunganmu ikut paroki
mana, Mas?”)
P1 : “Mèlu Pringwulung.”
(P1 : “Ikut Pringwulung.”)
P2 : “O, Pringwulung, ta. Napa ten
mriku ènten gamelané, Mas?” (P2 : “O, Pringwulung. Apa di sana
ada gamelan, Mas?”)
P1 : “Ora ana. Ning wongé lé rasan-
rasan ora gelem kandha langsung
nèng UKM. Ha nèk gelem mono,
cah-cah arep dha gelem nabuh
apa ora.”
(P1 : “Tidak ada. Tapi orangnya hanya
berharap, belum berani meminta
ke UKM. Kalau bisa dan sanggup,
teman-teman ada yang mau
mengiringi apa tidak.”)
P2 : “Mungkin nggih purun, Mas.”
(P2 : “Mungkin saja mau, Mas.”)
Pringwulung, ketika sedang
berkumpul di depan Gereja
Babarsari untuk gladi bersih
mengiringi misa penggalan dana
Festival Sekar Geni.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Data ini merupakan tuturan penutur dan mitra
tutur sebelum mulai gladi bersih tugas mengiringi misa di gereja. Dengan
santainya mitra tutur bertanya secara langsung bahwa ia ingin diajak menjadi
pengrawit apabila umat lingkungan penutur tugas kor di gereja menggunakan
gamelan. Mitra tutur secara tidak langsung bertanya, “O, Pringwulung, ta. Napa
ten mriku ènten gamelané, Mas?”. Hal ini menandakan bahwa mitra tutur
bermaksud agar dapat menjadi bagian dari tugas kor tersebut. Sehingga penutur
merasa diuntungkan karena ditanggapi dengan baik oleh mitra tutur. Maka tuturan
ini termasuk tuturan yang santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Tabel 74: Analisis 70 Skala Ketidaklangsungan
DT.18
Hari/ tanggal : Senin, 22 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Mbak Sherly besok ikut ke Solo
apa enggak e?” P2 : “Iya aku besok ikut, Ras.”
P1 : “Boncengan sama siapa, Mbak?
Pilih aku apa Mas Lukas? Eaaaaa.”
P2 : “Sama Lukas.”
P1 : “Yey... akhirnya aku ada
temen cewek.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempan
dan P2 sebagai mitra tutur
perempuan mitra tutur akan
belajar macapat. Tuturan ini
memberikan pilihan kepada
mitra tutur.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan tersebut merupakan tuturan penutur
yang dapat dikatakan santun karena penutur tidak langsung mengajak mitra tutur
untuk ikut menemani ke Solo. Penutur bertanya terlebih dahulu kepada mitra tutur
mengenai mitra tutur ingin ikut ke Solo atau tidak. “Mbak Sherly besok ikut ke
Solo apa enggak e?”, merupakan tuturan penutur yang diucapkan kepada mitra
tutur. Secara otomatis tuturan tersebut dianggap santun karena tidak langsung
mengajak mitra tutur untuk ikut ke Solo. Tanggapan mitra tutur terkesan baik
terlihat percakapan berjalan lancar tanpa kesulitan apapun. Mitra tutur
menanggapi tuturan penutur dan menyatakan ikut ke Solo, sehingga ekspresi
penutur menjadi senang. Hal ini menguntungkan penutur. Maka data ini termasuk
dalam kategori tuturan santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Tabel 75: Analisis 71 Skala Ketidaklangsungan
DT.24
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Sekarang kita lanjut ke ini aja
ya, ke pendataan. Untuk
sementara expo Insadha itu nanti
tergantung hasil rapat
berikutnya. Gitu ya, teman-
teman.”
P2 : “Ok.”
P1 : “Sekarang didata dulu aja. Mulai
dari workshop BKHI. Siapa aja
yang bisa ikut? Ose bisa?” P2 : “Iya bisa.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. P1 memimpin rapat
UKM di ruang karawitan Mrican
untuk menentukan pengrawit
yang bersedia menabuh dalam
workshop BKHI.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan tersebut merupakan tuturan penutur
yang dapat dikatakan santun karena penutur tidak langsung menyuruh mitra tutur
untuk ikut menjadi pengrawit dalam acara workshop BKHI. Penutur bertanya
terlebih dahulu kepada mitra tutur mengenai mitra tutur ingin ikut acara workshop
BKHI atau tidak. “Sekarang didata dulu aja. Mulai dari workshop BKHI. Siapa
aja yang bisa ikut? Ose bisa?, merupakan tuturan penutur yang diucapkan kepada
mitra tutur. Secara otomatis tuturan tersebut dianggap santun karena tidak
langsung mengajak mitra tutur untuk bertugas menjadi pengrawit dalam acara itu.
Tanggapan mitra tutur terkesan baik terlihat percakapan berjalan lancar tanpa
kesulitan apapun. Mitra tutur menanggapi tuturan penutur dan menyatakan ikut,
sehingga ekspresi penutur menjadi senang. Hal ini menguntungkan penutur. Maka
data ini termasuk dalam kategori tuturan santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Tabel 76: Analisis 72 Skala Ketidaklangsungan
DT.21
Hari/ tanggal : Rabu, 31 Mei 2017
Lokasi : UKM Seni Karawitan Mrican
Data Konteks
P1 : “Budi besok mau ikut yang apa?
Mèh nabuh semua apa pilih yang
mana?” P2 : “Lhaaa kalo aku ya terserah.
Semua itu bisa. Hahahaha....”
P1 : “Berarti bisa semua ya. Yang
workshop BKHI, wisuda,
kolaborasi TSD, expo Insada,
project Nasa di ISI ya, Bud.”
P2 : “Iya, kalo aku ya ok-ok saja.
Mumpung selo kok yo.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki saat rapat pengurus
UKM Seni Karawitan membagi
pengrawit pada beberapa event
mendatang. P1 memberikan
pilihan-pilihan kepada P2 dalam
rapat tersebut.
Jika tuturan-tuturan di atas dikaji berdasarkan skala ketidaklangsungan
maka akan tampak sebagai berikut. Tuturan tersebut merupakan tuturan penutur
yang dapat dikatakan santun karena penutur tidak langsung meminta tolong
dengan menyuruh mitra tutur untuk ikut menjadi pengrawit dalam beberapa acara.
Penutur bertanya terlebih dahulu kepada mitra tutur mengenai mitra tutur ingin
ikut menjadi pengrawit dalam satu acara atau semua acara yang sudah terjadwal.
Tuturan tersebut adalah, “Budi besok mau ikut yang apa? Mèh nabuh semua
apa pilih yang mana?”. Tuturan ini merupakan tuturan penutur yang diucapkan
kepada mitra tutur secara tidak langsung. Penutur bermaksud menyuruh mitra
tutur untuk membantu ngrawit pada acara tersebut. Secara otomatis tuturan
tersebut dianggap santun karena tidak langsung mengajak mitra tutur untuk
bertugas menjadi pengrawit dalam acara itu. Tanggapan mitra tutur terkesan baik
terlihat percakapan berjalan lancar tanpa kesulitan apapun. Mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
menanggapi tuturan penutur dan menyatakan ikut, sehingga ekspresi penutur
menjadi senang. Hal ini berarti menguntungkan penutur. Maka data ini termasuk
dalam kategori tuturan santun.
Tabel 77: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa
UKM Seni Karawitan Dari Skala Ketidaklangsungan
No Urutan Analisis Kode
Data
Skala Ketidaklangsungan
Santun Tidak Santun
1. Analisis 48 DT.06
2. Analisis 49 DT.09
3. Analisis 50 DT.10
4. Analisis 51 DT.15
5. Analisis 52 DT.07
6. Analisis 53 DT.22
7. Analisis 54 DT.01
8. Analisis 55 DT.02
9. Analisis 56 DT.03
10. Analisis 57 DT.05
11. Analisis 58 DT.04
12. Analisis 59 DT.19
13. Analisis 60 DT.16
14. Analisis 61 DT.17
15. Analisis 62 DT.20
16. Analisis 63 DT.23
17. Analisis 64 DT.11
18. Analisis 65 DT.12
19. Analisis 66 DT.08
20. Analisis 67 DT.13
21. Analisis 68 DT.14
22. Analisis 69 DT.18
23. Analisis 70 DT.24
24. Analisis 71 DT.21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
4.3 Pembahasan
Dalam suatu pertuturan yang terpenting dan harus diperhatikan adalah
bagaimana penutur dan mitra tutur (antar pengrawit) mengerti arah dan tujuan
pembicaraan di manapun berada, tidak hanya saat pembelajaran karawitan di
ruang karawitan. Orang lain tidak hanya menilai tanpa melihat konteks yang
mempengaruhi kesantunan tuturan yang terjadi di sekitarnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara penutur dan mitra tutur
agar tuturan yang berlangsung menjadi santun, yaitu 1) seberapa besar
keuntungan atau kerugian yang diberikan oleh penutur dan mitra tutur atau
sebaliknya (skala untung rugi), 2) seberapa besar penutur memberikan pilihan-
pilihan dan keleluasaan kepada mitra tutur atau sebaliknya, 3) penutur berusaha
berbasa-basi terlebih dahulu saat menyampaikan tuturannya kepada mitra tutur
atau sebaliknya (skala ketidaklangsungan). Ketiga hal itu merupakan teori skala
kesantunan Geoffrey Leech yang digunakan sebagai alat ukur tingkat kesantunan
berkomunikasi.
4.3.1 Skala Untung-Rugi
Berdasarkan analisis di atas tuturan yang diujarkan oleh penutur kepada
mitra tutur saat percakapan yang berlangsung, sebagian besar masih tergolong
santun. Sebab penutur menggunakan kata-kata atau kalimat yang menandakan
bahwa tuturan itu memberikan keuntungan kepada mitra tutur. Berkaitan dengan
hal ini santunnya tuturan tampak dari tuturan penutur bahwa tuturannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
menguntungkan mitra tutur. Dapat dibuktikan pada data tuturan ini: “Ris, gini ya.
Nem ma nem, nem ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu ro lu, lu ro lu ro.” (DT.19
analisis 6), “Besok Mas Eko mengajari mereka berlatih gamelan, Mas.” (DT.20
analisis 9), “Boleh, Mas. Tak bawain dulu aja.” (DT.16 analisis 7). Kalimat-
kalimat yang dituturkan penutur pada percakapan dengan mitra tutur tersebut
menandakan bahwa penutur memberikan keuntungan kepada mitra tutur.
Demikian juga tuturan yang diucapkan oleh mitra tutur juga menguntungkan
penutur. Mitra tutur tidak merasa dirugikan, bahkan dapat saling menguntungkan
antara penutur dan mitra tutur.
Saat berkomunikasi yang dilakukan penutur dan mitra tutur tentu saja
tidak dapat terlepas dengan adanya tuturan-tuturan yang dinilai tidak santun yang
dituturkan penutur kepada mitra tutur. Misalnya dengan tuturan sebagai berikut.
“Uculké gundhulmu kuwi. Pindhahké sisan kuwi.” (DT.03 analisis 3), “Saiki
jam pira ya? Kowé mau ki malah nandi, jon?” (DT.10 analisis 21). Tuturan
tersebut telah mencerminkan bahwa tuturan yang diujarkan kepada mitra tutur
tidak santun. Kalimat itu menandakan bahwa penutur sangat merugikan mitra
tutur. Maka dengan munculnya penekanan-penekanan kalimat tersebut, tuturan
yang dituturkan penutur kepada mitra tutur dapat digolongkan sebagai tuturan
yang tidak santun dan merugikan mitra tutur. Dalam skala untung-rugi telah
dipaparkan mengenai seberapa besar keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan
penutur kepada mitra tutur. Penutur yang santun sebaiknya merugikan diri sendiri,
bukan meninggikan diri sendiri bahkan merugikan orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
4.3.2 Skala Pilihan
Pembahasan selanjutnya tentang seberapa besar penutur memberikan
pilihan-pilihan kepada mitra tutur saat melakukan pembicaraan. Dalam melakukan
pembicaraan antara penutur dan mitra tutur, terdapat tuturan-tuturan yang
menandakan santun atau tidaknya tuturan dilihat dari skala pilihan. Berikut ini
tuturan-tuturan yang penutur kepada mitra tutur dilihat dengan skala pilihan.
“Masé mau ikut kor atau gamel?” (DT.11 analisis 25), “Teman-teman, gimana
ini besok ordinariumnya mau pakai yang Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?” (DT.12 analisis 26), “Budi besok mau ikut yang apa? Mèh nabuh
semua apa pilih yang mana?” (DT.21 analisis 32). Tuturan-tuturan di atas
merupakan penanda pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur.
Dengan munculnya pilihan-pilihan yang diberikan penutur kepada mitra tutur
berarti tuturan dikategorikan ke dalam tuturan yang santun.
Demikian juga ketika penutur sama sekali tidak memberikan suatu pilihan
atau keleluasaan kepada mitra tutur. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut, “Besok
Mas Eko mengajari mereka berlatih gamelan, Mas.” (DT.20 analisis 41), “Lé
nabuh ki ya kepiyé nèk dhobel-dhobel ngono kuwi?” (DT.15 analisis 46).
Tuturan tersebut merupakan tuturan yang sama sekali tidak memberikan pilihan
dan keleluasaan apapun kepada mitra tutur. Maka tuturan ini dikategorikan ke
dalam tuturan yang tidak santun.
Tuturan di atas mengacu pada teori Leech terutama skala pilihan yang
mengungkapkan mengenai seberapa besar penutur memberikan pilihan kepada
mitra tutur. Penutur sebaiknya tidak mengharuskan mitra tutur untuk melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
tindakan yang diinginkan penutur. Jika penutur memaksa, maka penutur dianggap
tidak santun dalam berkomunikasi.
4.3.3 Skala Ketidaklangsungan
Pembahasan ini membahas tuturan yang menandakan santun dan tidaknya
tuturan penutur kepada mitra tutur. Dapat dilihat tuturan berikut ini. “Dikepénaké
waé.” (DT.06 analisis 48), “Lho, ini kotak snack siapa, Is?” (DT.09 analisis 49),
“Lho itu pekingnya kok diam aja? Vi, Novi itu pekingnya nganggur.” (DT.22
analisis 53). “Nes, Nesha, tolong kipas anginnya, Nes.” (DT.04 analisis 58).
Tuturan-tuturan di atas merupakan penanda bahwa tuturan yang dituturkan
bersifat tidak langsung. Penutur secara tidak langsung menuturkan apa yang
diinginkan dengan basa-basi kepada mitra tutur. Penutur tidak diperbolehkan
terang-terangan menyampaikan maksud dari tuturan yang diujarkan, karena
semakin langsung maksud dari tuturan tersebut terucap, tuturan menjadi tidak
santun, begitupun sebaliknya jika semakin tidak langsung tuturan diucapkan maka
semakin santun tuturan itu. Oleh karena itu tuturan dengan penekanan ini
termasuk dalam kategori tuturan yang santun.
Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menyampaikan maksud
dari tuturannya, baik secara langsung maupun dengan cara basa-basi (tidak
langsung) agar tuturan yang dituturkan kepada mitra tutur tidak menyinggung.
Skala ketidaklangsungan (inderectness scale) merujuk pada peringkat langsung
atau tidak langsungnya “maksud” suatu tuturan. Semakin tuturan bersifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
langsung akan dianggap tidak santun, sedangkan semakin tidak langsung maksud
tuturan dianggap semakin santun tuturan itu.
Gunarman (1994:87) mengatakan bahwa makin tembus pandang atau
transparan atau makin jelas maksud sebuah ujaran, maka makin langsunglah
ujaran tersebut dituturkan, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, dalam suatu
tuturan kita harus bisa mengontrol tuturan yang akan diujarkan. Penutur tidak
boleh terang-terangan menyampaikan maksud karena dianggap tidak santun.
Pranowo (2014:211) menjelaskan bahwa agar tuturan semakin santun,
penutur akan menggunakan tuturan tidak langsung kepada mitra tutur agar dapat
memahami maksud penutur. Jika mitra tutur mulai berkenan dengan penutur,
biasanya mitra tutur “mengajak” berkomunikasi secara langsung.
Berikut ini akan disajikan tabel dan grafik tingkat kesantunan hasil analisis
dari 24 data tuturan berdasarkan tiga skala kesantunan.
Tabel 78: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Berdasarkan Skor Aspek
Penentu Kesantunan
Data
Tingkat Kesantunan
Sangat
Santun Santun
Kurang
Santun
Tidak
Santun
DT.01
DT.02
DT.03
DT.04
DT.05
DT.06
DT.07
DT.08
DT.09
DT.10
DT.11
DT.12
DT.13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
DT.14
DT.15
DT.16
DT.17
DT.18
DT.19
DT.20
DT.21
DT.22
DT.23
DT.24
Jumlah 13 10 0 1
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 72 analisis data tuturan
berdasarkan tiga skala kesantunan dari 24 data tuturan, data yang memenuhi
ketiga skala kesantunan dengan skor 3 dan tergolong sangat santun berjumlah 13
data. Data yang memenuhi dua skala kesantunan dengan skor 2 dan tergolong
santun berjumlah 10 data, sementara data yang memenuhi satu skala kesantunan
dengan skor 1 dan tergolong kurang santun tidak ada. Data yang tidak memenuhi
ketiga skala kesantunan dengan skor 0 dan tergolong tidak santun berjumlah 1.
Apabila daftar tingkat kesantunan tersebut dibuat dalam bentuk grafik, maka
dapat dilihat sebagai berikut.
Grafik 1: Tingkat Kesantunan Berdasarkan Aspek Penentu Kesantunan
SS, 13
S, 10
KS, 0 TS, 1
0
5
10
15
Tuturan
Tin
gkat
Ke
san
tun
an
Tingkat Kesantunan Berdasarkan Aspek Penentu Kesantunan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Selanjutnya, grafik di bawah ini menunjukkan bahwa pada skala untung-
rugi, yang tergolong tuturan santun berjumlah 20 tuturan, sementara tuturan tidak
santun berjumlah 4 tuturan. Pada skala pilihan, tuturan yang santun berjumlah 16
tuturan, sementara tuturan tidak santun berjumlah 8 tuturan. Skala
ketidaklangsungan, tuturan santun berjumlah 23 tuturan dan tuturan tidak santun
berjumlah 1 tuturan. Maka jika dijumlahkan, data tuturan pada analisis data
penelitian ini ada 72 data tuturan. Dengan begitu, berdasarkan analisis data
tuturan dengan menggunakan tiga skala kesantunan tersebut, jumlah tuturan yang
santun ada 59 data tuturan, sedangkan jumlah tuturan tidak santun ada 13 data
tuturan.
Grafik 2: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Khusus
Untung-Rugi Pilihan Ketidaklangsungan
Santun 20 16 23
Tidak Santun 4 8 1
0
5
10
15
20
25
Jum
lah
Tu
tura
n
Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Berikut ini grafik yang menunjukkan tingkat kesantunan berkomunikasi
antara tuturan santun dengan tuturan tidak santun secara umum.
Grafik 3: Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Umum
Dari grafik tersebut dapat diamati bahwa jumlah tuturan santun tercatat 59
data tuturan, sementara tuturan tidak santun berjumlah 13 data tuturan. Maka,
tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma di
lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan tergolong santun.
Uraian di atas jika dirangkum dapat dikatakan bahwa tuturan yang
dituturkan baik penutur maupun mitra tutur harus disesuaikan dengan konteks
yang ada di sekitarnya (kapan tuturan harus diucapkan, di mana tuturan itu
diujarkan, siapa mitra tutur kita, dan bagaimana maksud dari tuturan yang
dituturkan).
Setiap manusia sebagai makhluk sosial tentu saja menginginkan agar
setiap interaksi dapat berjalan dengan baik. Tuturan dan ungkapan yang menarik
Santun Tidak Santun
Tidak Santun 0 13
Santun 59 0
0
10
20
30
40
50
60
70
Jum
lah
Tu
tura
n
Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Secara Umum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
sebagai harapan semua orang. Begitu juga dengan tuturan mahasiswa Universitas
Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Mereka berkeinginan agar tuturan yang muncul dapat mudah dipahami dan santun
meskipun tidak harus menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil. Penggunaan
bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Indonesia dengan ungkapan dan tuturan santun
sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar karawitan. Penggunaan bahasa
Jawa Ngoko yang dituturkan oleh penutur tidak berarti tuturan tersebut tidak
santun karena penutur memberikan pujian atau menguntungkan diri mitra tutur
atau memberikan pilihan dan keleluasaan. Hal ini sesuai dengan indikator
kesantunan Leech.
Pembahasan di atas secara perlahan dapat membuka wawasan kita
terhadap pertanyaan, bagaimanakah tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa
Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan.
Hasil analisis dari 24 data tuturan dengan menggunakan tiga skala kesantunan
tersebut menunjukkan bahwa pada skala untung-rugi, tuturan santun berjumlah 20
tuturan dan tuturan tidak santun berjumlah 4 tuturan. Pada skala pilihan, tuturan
santun ada 16 tuturan dan tuturan tidak santun ada 8 tuturan, sedangkan skala
ketidaklangsungan, tuturan santun tercatat 23 tuturan dan tuturan tidak santun ada
1 tuturan. Maka jumlah data tuturan pada analisis penelitian ini ada 72 data
tuturan dengan rincian jumlah tuturan santun ada 59 tuturan, sedangkan jumlah
tuturan tidak santun ada 13 tuturan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat
kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit
Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan sebagian besar tergolong santun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini diuraikan dua hal, yaitu 1) simpulan dan 2) saran. Simpulan
ini berisi rangkuman dari keseluruhan penelitian ini, sementara saran berisi hal-
hal yang perlu demi penelitian lanjutan.
5.1 Simpulan
Penelitian ini telah membahas pokok masalah mengenai tingkat
kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit
Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan. Peneliti memperoleh beberapa hal yang
dapat disimpulkan pada analisis ini berdasarkan pada bab yang telah disajikan
sebelumnya. Berikut ini ada 2 hal yang dapat disimpulkan.
1. Tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma
di lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan tergolong masih
cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis tuturan bahwa
sebagian besar tuturan masih tergolong santun. Dari data tuturan yang
dianalisis dengan menggunakan tiga skala kesantunan, tuturan mahasiswa
yang santun tercatat ada 59 tuturan, sedangkan tuturan yang tidak santun
ada 13 tuturan. Di dalam analisis yang telah dilakukan oleh peneliti
memang terdapat tuturan yang santun dan tidak santun, tetapi dari hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
analisis ini tingkat kesantunan mahasiswa Universitas Sanata Dharma di
lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan masih cukup tinggi dan
tergolong santun.
2. Secara khusus, tingkat kesantunan berkomunikasi berdasarkan tiga skala
kesantunan yaitu, skala untung-rugi ada 20 tuturan santun dan 4 tuturan
yang tidak santun, skala pilihan ada 16 tuturan santun dan 8 tuturan tidak
santun, skala ketidaklangsungan ada 23 tuturan santun dan 1 tuturan yang
tidak santun.
5.2 Saran
Penelitian ini tentu memiliki banyak keterbatasan dan jauh dari kata
sempurna. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di dalam tulisan ini, ada
beberapa saran yang sekiranya perlu diperhatikan.
5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini membahas tentang tingkat kesantunan berkomunikasi
mahasiswa Universitas Sanata Dharma di lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa
Seni Karawitan. Peneliti lain dapat lebih mengembangkan topik-topik
tersebut secara khusus dengan menguraikan tingkat-tingkat kesantunan
berkomunikasi di lingkungan seni karawitan lebih mendalam di lingkungan
Keraton Yogyakarta atau Surakarta. Seni karawitan di lingkungan keraton
pastinya sangat berbeda dengan yang ada di tingkat mahasiswa, baik dari
segi konteks, penggunaan bahasa, nada bicara, maupun sikap bicara (wiraga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
wirasa, wirama) yang muncul di kalangan pengrawit keraton. Oleh karena
itu, bagi pihak yang berminat untuk mengadakan penelitian tentang
kesantunan bahasa, khususnya mahasiswa jurusan bahasa dan sastra
Indonesia untuk melakukan penelitian sejenis.
5.2.2 Bagi Guru
Para guru dapat menjadikan contoh-contoh dalam penelitian ini
sebagai referensi dalam suatu pembelajaran tentang wacana yang sesuai
dengan materi pembelajaran di sekolah, khususnya di tingkat sekolah
menengah. Wacana ini dapat dijadikan contoh tingkat kesantunan
berkomunikasi pengrawit (mahasiswa) kepada para siswa sesuai dengan
konteks dan menempatkan aspek-aspek kesantunan sebagai indikator
pembelajaran yang disusun.
5.2.3 Bagi Masyarakat Pemakai Bahasa
Di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, kesantunan tuturan
suatu bahasa perlu diperhatikan. Sebab, penutur maupun mitra tutur pasti
menginginkan untuk dihargai satu sama lain agar keharmonisan interaksi
tetap terjaga dengan baik. Hal paling sederhana untuk menjaga
keharmonisan tersebut melalui tuturan yang diucapkan setiap hari di tengah-
tengah masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Djajasudarma, T. F. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Gunarwan, Asim. 1994. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan
Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian Sosiopragmatik”. Dalam Bambang
Kaswanti Purwo (Penyunting). Pelita 7: Analisis Klausa, Pragmatik
Wacana, Pengkomputeran Bahasa. Jakarta: Unika Atma Jaya.
Hamid, Hasan Lubis A. 2011. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Penerbit
Angkasa Bandung.
Kaswanti, Purwo B. 1989. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta:
Kanisius.
Khoyin, Muhammad. 2013. Filsafat Bahasa. Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-prinsip Pramatik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nababan, 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pranowo. 2009. Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______2014. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Prastowo, Andi. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Sasmaya, Dike Desintya Dipta Fransiska. 2014. “Tingkat Kesantunan Berbahasa
“Perko” Trotoar Malioboro Yogyakarta”. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarwanto, Bambang. 2013. “Tingkat Kesantunan dan Keefektifan Tuturan
Bahasa Slang sebagai Bahasa Percakapan dalam Komunitas Pesepeda di
Yogyakarta”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
LAMPIRAN I
DATA TUTURAN MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DI LINGKUP UNIT KEGIATAN MAHASISWA SENI KARAWITAN
Keterangan:
P1 = penutur laki-laki/ perempuan
P2 = mitra tutur laki-laki/ perempuan
No Data Konteks Kode
1 P1 : “Aku pamit duluan ya, Mas,
Mbak.”
P2 : “Gamelané rung disuwuk ki,
Ras.”
(P2 : “Gamelannya belum disuwuk ini,
Ras.”)
P1 : “Iya é. Soalé aku pulang ke
Magelang ini, Mas, biar ndak
kewengèn.”
(P1 : “Iya. Ini aku pulang ke
Magelang Mas, supaya tidak
kemalaman. Kalau Mas pulang
kapan?”)
P2 : “O ya, ati-ati.”
(P2 :” O ya, hati-hati.”)
P3 : “Kéné Magelang sejam nganti
ra?”
(P3 : “Sini ke Magelang satu jam
sampai apa tidak?”)
P2 : “Rong jam yo. Adoh é.”
(P2 : “Dua jam, ya. Lumayan jauh.”)
P1 : “Daaa semua!”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh pengrawit perempuan
(P1) kepada pengrawit yang
lain di dalam ruang karawitan,
Mrican. P1 adalah penutur
perempuan sedangkan P2 dan
P3 merupakan mitra tutur laki-
laki. P1 memohon pamit
terlebih dahulu, tetapi P2 dan
P3 meminta P1 agar pulang
bersama-sama. P1 memberikan
alasan bahwa sudah pukul 8
malam dan akan pulang ke
Magelang, tidak ke kos.
Data diambil pada, Rabu 22
Februari 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican
DT.01
2 P1 : “Lho, rung dha teka, ta, bro? Tak
kira nèk aku kèri dhéwé é.”
(P1 : “Lho, belum pada datang, bro?
Aku kira aku yang terlambat
datang.”)
P2 : “Urung kok. Aku waé gèk ntas
Tuturan tersebut diucapkan
oleh pengrawit laki-laki (P1)
kepada pengrawit laki-laki
(P2) di Ruang Drost, Paingan
ketika akan latihan karawitan
DT.02
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
tekan, bro.”
(P2 : “Belum. Aku saja baru saja
sampai, bro.”
P1 : “Mas Éko ya rung teka pa?”
(P1 : “Apa Mas Eko juga belum
datang?”)
P2 : “Gèk otw paling.”
(P2 : Mungkin masih otw.”)
P1 : “Asem kok, tuas aku banter-
banter nganti rung madhang
barang.”
(P2 : “Asem, padahal aku sudah
terburu-buru sampai belum
sempat makan.”)
P2 : “Hayo dientèni bro. Hahaha...”
(P2 : “Ya ditunggu dulu, bro. Hahaha”)
untuk wayang kulit. P1
terkejut karena pengrawit yang
lain belum datang, padahal
sudah terburu-buru bahkan
belum sempat untuk makan.
Lalu P2 menanggapi agar
sama-sama menunggu semua
berkumpul dulu.
Data diambil pada, Rabu 8
Maret 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
3 P1 : “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”
(P1 : “Ndi, sini pegangkan kempul
ini!”)
P2 : “Isa ra?”
(P2 : “Bisa tidak?”)
P1 : “Wahés! Alon-alon ta, Ndi!”
(P1 : “Aduh! Pelan-pelan saja, Ndi!”)
P2 : “Iya! Malah tok uculké.”
(P2 : “Iya! Malah kamu lepaskan.”)
P1 : “Uculké gundhulmu kuwi.
Pindhahké sisan kuwi.”
(P1: “Lepaskan kepalamu itu.
Pindahkan juga yang itu.”)
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) yang
memukul kempul kepada
pengrawit laki-laki (P2). P1
meminta P2 yang sedang
berdiskusi di samping gamelan
untuk memindahkan posisi
kempul supaya pas.
Data diambil pada, Rabu, 29
Maret 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.03
4 P1 : “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya diklikkan, nomor 2
saja.”
P2 : “Ok, Mas. Kebetulan dari tadi
aku juga gerah e.”
P1 : “Hahaha... biar silir jé.”
(P1 : “Hahaha... supaya semilir.”)
P2 : “Kena apa nggak, Mas?”
(P2 : “Kena apa tidak, Mas?”)
P1 : “Iya, kena. Dah makasih, Nes.”
Tuturan diucapkan oleh
pengrawit laki-laki (P1)
kepada pengrawit perempuan
(P2) di ruang karawitan,
Mrican. P1 meminta kepada
P2 saat latihan wayang kulit
untuk menghidupkan kipas
angin supaya ruangan tidak
panas.
Data diambil pada, Kamis, 30
Maret 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
5 P1 : “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..”
P2 : “Lha piyé?”
(P2 : “Gimana?”)
P1 : “Kok aku ndak dijatah surjan?”
(P1 : “Kenapa aku tidak diberi surjan?”
P2 : “Salahé wingi ra omong!”
(P2 : “Salahmu kemarin tidak minta!”)
P1 : “Nyebai!”
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1)
kepada pengrawit laki-laki
(P2) di Ruang Kadarman jam 7
pagi saat akan mengenakan
surjan untuk mengiringi
wisuda. Namun P2 sebagai
petugas kostum justru
menyalahkan P1 yang
sebelumnya tidak meminta
surjan.
Data diambil pada, Sabtu, 8
April 2017 di Ruang
Kadarman, Gedung Pusat
USD, Mrican.
DT.05
6 P1 : “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.”
(P1 : “Jeng, seperti ini. Kalau pas
playon memukulnya lombo saja.”)
P2 : “Lombo gimana, Mas?”
P1 : “Lombo ki alusan, nggak mak
jlèng. Misalé, tlung ndak tak tak
nong nèng nong. Alusan waé,
kejaba sesek.”
(P1 : “Lombo itu halus, tidak
mengejutkan. Misalnya, tlung ndak
tak tak nong neng nong. Halus saja
memukulnya, tidak seperti sesek.”)
P2 : “Ok-ok, siap, Mas.”
P1 : “Dikepénaké waé.”
(P2 : “Dienakkan saja.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur laki-
laki kepada P2 sebagai mitra
tutur perempuan. Penutur
adalah pengendang latihan
wayang kulit. P1
mengingatkan P2 yang
menabuh demung agar
menabuhnya halus jika aba-
aba kendang halus. Namun
jika sesek (cepat dan keras),
maka semua cepat dan keras
juga.
Data diambil pada, Senin, 10
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.06
7 P1 : “Aduh, kesandung.”
P2 : “Walah hati-hati lho, Mar. Sakit
ra e?”
P1 : “Hehe.., ndak kok, Mas.”
(P1 : “Hehe.., tidak sakit, Mas.”)
P2 : “Beneran? Soalé aku dhisik wis
tau nyandhung rancakan demung
malahan.”
(P2 : “Benarkah? Soalnya aku dulu
Tuturan tersebut diucapkan P1
perempuan karena kakinya
menyandung gamelan yang
keras. P2 sebagai mitra tutur
laki-laki menanggapi karena
kakinya dulu juga pernah
menyandung gamelan hingga
sakit nyeri.
DT.07
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
sudah pernah menyandung
rancakan demung.”)
P1 : “Sebenernya ya sakit, Mas.”
Data diambil pada, Senin, 10
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
8 P1 : “Kamu mau nabuh saron sing ndi
é, Mbak?”
(P1 : “Kamu mau nabuh saron yang
mana ya, Mbak Klara?”)
P2 : “Disuruh nabuh saron. Tapi....”
P1 : “Arep saron sik kéné apa kana?”
(P1 : “Mau saron yang ini apa itu?”)
P2 : “Yang ini saja lah.”
P1 : “O ya, berarti aku yang di situ.”
Tuturan tersebut dituturkan
oleh P1 sebagai pengrawit
laki-laki yang menabuh saron.
P1 memberi peluang untuk P2
sebagai mitra tutur perempuan
yang baru saja ikut latihan
karawitan di ruang karawitan
Mrican.
Data diambil pada, Selasa, 11
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.08
9 P1 : “Lho, ini kotak snack siapa, Is?”
P2 : “Kayaknya itu untuk dalang,
Mas. Andi tadi bilang kalau snack
yang untuk dalang ada di plastik
besar.”
P1 : “Dhalangé ra teka 2 ki?”
(P1 : “Dalangnya yang 2 tidak datang?
P3 : “Mbok dibuka di sini aja, Mas.”
(P3 : “Ya dibuka di sini saja, Mas.”
P1 : “Joss iki. Makasih yo, Ras.”
(P1 : “Asyik ini. Terima kasih, Ras.)
Tuturan diucapkan oleh P1
setelah latihan karawitan
selesai. P1 ingin membuka
kotak snack bagian 2 dalang
dengan menanyakan bahwa
snack itu milik siapa. Lalu P2
menanggapi dengan memberi
keterangan dari petugas
konsumsi. P3 sebagai dalang
ke-3 menyuruh untuk
memakan snack itu.
Data diambil pada, Rabu, 19
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.09
10 P1 : “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki
malah nandi, jon?”
(P1 : “Sekarang jam berapa ya? Kamu
tadi ke mana, jon?”)
P2 : “Lagi garap tugas jé.”
(P2 : “Sedang mengerjakan tugas.”)
P1 : “Lha piyé kenongé?”
(P1 : “Itu kenongnya bagaimana?”)
P2 : “Yo sorry. Mau ana sik nabuh
kan?”
(P2 : “Maaf. Tadi ada yang memukul,
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur laki-
laki kepada P2 sebagai mitra
tutur laki-laki yang datang
terlambat saat gladi bersih
pergelaran wayang kulit yang
dimulai pukul 18.00 WIB di
Panggung Realino, Mrican. P2
datang terlambat, tidak sesuai
dengan kesepakatan yang telah
DT.10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
kan?”)
P1 : “Untung ya ana sing nabuh.”
(P1 : “Untung ya ada yang memukul.”)
P2 : “Sapa mau sik nabuh?”
(P2 : “Siapa tadi yang memukul?”)
P1 : “Oyèn ro aku mau gantian.”
(P1 : “Oyen dan aku tadi gantian.”)
P2 : “Ok, makasih, Mas Nug..”
(P2 : “Ok, terima kasih, Mas Nug.”)
disetujui dengan panitia.
Data diambil pada, Jumat, 21
April 2017 di Panggung
Realino Mrican.
11 P1 : “Mas, njenengan besok Minggu
bisa bantuin tugas di Gereja
Babarsari?”
(P1 : “Mas, kamu besok Minggu bisa
membantu tugas di Gereja
Babarsari?”)
P2 : “Tugas buat apa é, Mar?”
(P2 : “Tugas untuk apa itu, Mar?”)
P1 : “Tugas mengiringi misa, Mas,
penggalangan dana Sekar Geni.”
P2 : “Siap, aku ikut. Aku nabuh apa?”
P1 : “Masé mau ikut kor atau gamel?”
P2 : “Ha rak ya wis akèh ta sik kor?
Ana Budi barang galo. Sik gamel
kurang wong iki, Mar.”
(P2 : “Bukannya sudah banyak yang
kor? Ada Budi juga itu. Yang
gamel kekurangan orang ini,
Mar.”)
P1 : “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel
waé, Mas.”
(P1 : Oh iya, ya, tidak apa-apa ikut
gamel saja, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur
perempuan dan ketua panitia
Festival Sekar Geni (Seni
Karawitan Gending Gerejani).
Penutur mengajak P2 sebagai
mitra tutur laki-laki untuk
membantu kor dalam mencari
dana dengan mengiringi misa
di Gereja Babarsari. Namun
mitra tutur hanya mau
membantu mengiringi kor saja
karena kekurangan pengrawit.
Data diambil pada, Selasa, 25
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
DT.11
12 P1 : “Teman-teman, gimana ini besok
ordinariumnya mau pakai yang
Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?”
P2 : “Nggo sik Kratoning Allah waé.”
(P2 : “Pakai yang Kerajaan Allah saja.”)
P1 : “Yang Kerajaan Allah, Mas?”
P2 : “Soalé sing biyèn dah pernah
pakek yang Gaya Sundha, kan.”
(P2 : “Soalnya yang dulu sudah pernah
menggunakan Gaya Sunda,
bukan?”)
Tuturan tersebut diucapkan
ketua panitia Festival Sekar
Geni kepada para pengrawit
dan petugas kor. P1 sebagai
penutur perempuan
memberikan pilihan gaya lagu
ordinarium yang mau
dinyanyikan untuk mengiringi
misa di Gereja Babarsari. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
DT.12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
P1 : “Ok, deh. Kita pakai yang
Kerajaan Allah, ya teman-
teman.”
menanggapi untuk
menggunakan Gaya Kerajaan
Allah. Akhirnya P1
memutuskan bahwa gaya yang
digunakan dalam tugas kor
adalah Gaya Kerajaan Allah.
Data diambil pada, 25 April
2017 di UKM Seni Karawitan
Paingan.
13 P1 : “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”
(P1 : “Mau merokok dulu yuk, jon?”)
P2 : “Kowé gawa, jon?”
(P2 : “Apa kamu bawa, jon?”)
P1 : “Iya iki.”
(P1 : “Iya ini.”
P2 : “Ya sini, jon, tak minta.”
P1 : “Nèng kana waé lé udud, jon.”
(P1 : “Merokok di sana saja, jon.”)
P2 : “Kéné waé napa.”
(P2 : “Di sini saja.”)
P1 : “Ra pénak asapé. Jaba waé sing
nyaman.
(P1 : “Tidak enak asapnya. Di luar saja
yang nyaman.”)
P2 : “Iya ya. Ok-ok.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur laki-
laki kepada P2 sebagai mitra
tutur laki-laki yang mengajak
untuk merokok sebelum
latihan karawitan dimulai. P1
mengajak merokok di luar
ruang karawitan Paingan
karena banyak pengrawit
perempuan yang sudah berlatih
karawitan.
Data diambil pada, Kamis, 27
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
DT.13
14 P1 : “Ana umat lingkunganku ki
rasan-rasan nèk misa pingin nggo
gamelan.”
(P1 : “Ada umat lingkunganku punya
niat kalau misa pakai gamelan.”)
P2 : “Nggèné njenengan ki paroki
pundi, Mas?”
(P2 : “Lingkunganmu ikut paroki
mana, Mas?”)
P1 : “Mèlu Pringwulung.”
(P1 : “Ikut Pringwulung.”)
P2 : “O, Pringwulung, ta. Napa ten
mriku ènten gamelané, Mas?”
(P2 : “O, Pringwulung. Apa di sana
ada gamelan, Mas?”)
P1 : “Ora ana. Ning wongé lé rasan-
Tuturan tersebut diucapkan
oleh pelatih gamelan untuk
menawari mengiringi kor misa
menggunakan gamelan di
Gereja Pringwulung, ketika
sedang berkumpul di depan
Gereja Babarsari untuk gladi
bersih mengiringi misa
penggalan dana Festival Sekar
Geni.
Data diambil pada, Jumat, 25
April 2017 di Gereja Maria
Assumpta Babarsari.
DT.14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
rasan ora gelem kandha langsung
nèng UKM. Ha nèk gelem mono,
cah-cah arep dha gelem nabuh
apa ora.”
(P1 : “Tidak ada. Tapi orangnya hanya
berharap, belum berani meminta
ke UKM. Kalau bisa dan sanggup,
teman-teman ada yang mau
mengiringi apa tidak.”)
P2 : “Mungkin nggih purun, Mas.”
(P2 : “Mungkin saja mau, Mas.”)
15 P1 : “Ndi, kowé ki asliné nabuh
apa?”
(P1 : Ndi, kamu sebenarnya memukul
apa?”)
P2 : “Nabuh slenthem, Sher.”
(P2 : “Memukul slenthem, Sher.”)
P1 : “Lha kok saroné tok sèlèhké kono
ki napa?”
(P1 : Kenapa saron kamu letakkan di
situ?”)
P2 : “Nabuh loro-loroné.”
(P2 : “Memukul dua-duanya.”)
P1 : “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk
dhobel-dhobel ngono kuwi?”
(P1 : “Memukulnya bagaimana kalau
doble-doble seperti itu?”)
P2 : “Oh iya dhing, angèl.”
(P2 : “Betul juga ya, sulit.”)
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur laki-
laki kepada P2 sebagai mitra
tutur laki-laki dan pengrawit
yang terlalu over ingin
manabuh dua alat musik
(slenthem dan saron), ketika
gladi bersih mengiringi misa di
Gereja Babarsari.
Data diambil pada, Jumat, 28
April 2017 di Gereja Maria
Assumpta Babarsari.
DT.15
16 P1 : “Mas, ini sertifikatnya.”
P2 : “Sertifikat apa ya ini, Is?”
P1 : “Sertifikat pergelaran wayang
kulit kemarin, Mas Nug.”
P2 : “Oh, sik Kunthi itu to. Wah
makasih.”
P1 : “Iya, Mas.”
P2 : “Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu?
Aku ndak bawa tas besar je.”
P1 : “Boleh, Mas. Tak bawain dulu
aja.”
P2 : “Besok tak ambil nek pas pake tas
besar.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
yang menyerahkan sertifikat
pergelaran wayang kulit
setelah latihan gamelan di
ruang karawitan Paingan
sekitar jam 8 malam. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menerima tetapi menitipkan
kepada P1 karena P2 tidak
membawa tas yang besar.
Data diambil pada, Senin, 18
DT.16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
17 P1 : “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya
tadi baru ambil „anu‟ buat besok ke
Solo.”
P2 : “Ndak apa-apa. Wong dari tadi
yang lain juga belum pada datang
kok.”
P1 : “Oh ya? Tadi aku juga habis
makan e. Tapi maaf lagi, Mas.
Uang transportnya belum jadi tak
ambil soale Dea tadi lupa bawa
uang kas UKM.”
P2 : “Ndak apa-apa, Mar. Besok aja
ndak apa-apa.”
P1 : “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak
kasih uang transportnya.”
P2 : “Iyes, hahaha...”
Tuturan diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki. Percakapan terjadi
sekitar pukul 18.00 di luar
ruang karawitan Mrican,
tepatnya di dekat pintu masuk
parkiran. P1 meminta maaf
kepada P2 karena tidak jadi
memberikan uang transport ke
Solo untuk mengikuti lomba
nembang macapat senasional.
P1 memaklumi hal itu.
Data diambil pada, Senin, 22
Mei 2017 di Parkiran Aula
Mrican.
DT.17
18 P1 : “Mbak Sherly besok ikut ke Solo
apa enggak e?”
P2 : “Iya aku besok ikut, Ras.”
P1 : “Boncengan sama siapa, Mbak?
Pilih aku apa Mas Lukas? Eaaaaa.”
P2 : “Sama Lukas.”
P1 : “Yeaaaay... akhirnya aku ada temen
cewek.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur
perempan dan P2 sebagai mitra
tutur perempuan mitra tutur
akan belajar macapat. Tuturan
ini memberikan pilihan kepada
mitra tutur.
Data diambil pada, Senin, 22
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.18
19 P1 : “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem
ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu
ro lu, lu ro lu ro.”
P2 : “Gimana, Mbak?”
P1 : “Gini lho, Ris. Lihat ya.”
(praktek menabuh bonang barung)
P2 : “Ok, Mbak. Yang nem di atas apa
bawah, Mbak?”
P1 : “Yang bawah. Yang bawah, Ris.
Tuturan itu diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai penutur
perempuan yang berbeda usia.
P1 mengajari menabuh bonang
barung di UKM Seni
Karawitan Paingan setelah
azan magrib.
DT.19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Rong ulihan.”
Data diambil pada, Senin 29
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
20 P1 : “Selain BKHI kita juga diminta
mengisi project NASA di ISI.”
P2 : “BKHI ki apa?”
P1 : “Jadi BKHI itu Biro Kerja sama
Hubungan Internasional, kebetulan
sedang menjalin kerja sama
mahasiswa dari Korea.”
P2 : “Njuk besok gimana?”
P1 : “Besok Mas Eko mengajari
mereka berlatih gamelan, Mas.”
P2 : “Oh, ok-ok.”
P1 : “Sebatas mengajari gamelan aja.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur
perempuan kepada mitra tutur
laki-laki saat rapat UKM di
ruang karawitan, Mrican. P1
sebagai pemimpin rapat
memberikan informasi acara-
acara seputar karawitan yang
akan dilaksanakan beberapa
bulan lagi.
Data diambil pada, Rabu, 31
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.20
21 P1 : “Budi besok mau ikut yang apa?
Mèh nabuh semua apa pilih yang
mana?”
P2 : “Lhaaa kalo aku ya terserah.
Semua itu bisa. Hahahaha....”
P1 : “Berarti bisa semua ya. Yang
workshop BKHI, wisuda,
kolaborasi TSD, expo Insada,
project Nasa di ISI ya, Bud.”
P2 : “Iya, kalo aku ya ok-ok saja.
Mumpung selo kok yo.”
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki saat rapat pengurus
UKM Seni Karawitan
membagi pengrawit pada
beberapa event mendatang. P1
memberikan pilihan-pilihan
kepada P2 dalam rapat
tersebut.
Data diambil pada, Rabu, 31
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.21
22 P1 : “Lho itu pekingnya kok diam
aja? Vi, Novi itu pekingnya
nganggur.”
P2 : “Apa iya, Mar?”
P1 : “Iya e, nggak ada yang ngisi.”
P2 : “Aku aja deh yang nabuh.”
Tuturan diucapkan oleh
penutur perempuan kepada
mitra tutur perempuan yang
berusia sebaya. Penutur
bermaksud menyuruh mitra
DT.22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
P1 : “Nah iya.”
tutur untuk menabuh peking
yang belum diisi pengrawit.
Data diambil pada, Rabu, 31
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
23 P1 : “Nama kamu siapa?”
P2 : “What?”
P1 : “What‟s your name?
P2 : “Adam.”
P1 : “Ok, Adam. Ini namanya kempul?
Kalau yang besar itu gong gedhé.”
P2 : “Apa?”
P1 : “This is name a kempul.”
P2 : “Kempul?”
P1 : “Iyes, kempul. Itu gong.”
P2 : “Ok, gong. Kempul dan gong.”
P1 : “Coba dipukul dulu.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur laki-
laki kepada P2 sebagai mitra
tutur laki-laki yang berasal dari
Amerika. Mitra tutur ingin
belajar karawitan bersama
dengan teman-temannya.
Penutur sebagai anggota UKM
Seni Karawitan membantu
melatih karawitan kepada
mitra tutur.
Data diambil pada, Rabu, 31
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.23
24 P1 : “Sekarang kita lanjut ke ini aja
ya, ke pendataan. Untuk
sementara expo Insadha itu nanti
tergantung hasil rapat
berikutnya. Gitu ya, teman-
teman.”
P2 : “Ok.”
P1 : “Sekarang didata dulu aja. Mulai
dari workshop BKHI. Siapa aja
yang bisa ikut? Ose bisa?”
P2 : “Iya bisa.”
Tuturan tersebut diucapkan
oleh P1 sebagai penutur
perempuan kepada P2 sebagai
mitra tutur perempuan. P1
memimpin rapat UKM di
ruang karawitan Mrican untuk
menentukan pengrawit yang
bersedia menabuh dalam
workshop BKHI.
Data diambil pada, Rabu, 31
Mei 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
DT.24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
LAMPIRAN II
TABULASI TRIANGULASI DATA
DATA TUTURAN MAHASISWA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DI LINGKUP UNIT KEGIATAN MAHASISWA SENI KARAWITAN
Penelitian yang diambil ini mengenai tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Karawitan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2017 karena pada masa tersebut
banyak kegiatan karawitan yang berlangsung di kampus maupun di luar kampus. Dalam menentukan keabsahan data maka penelitian ini
menggunakan triangulasi. Triangulasi data pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber/ ahli. Triangulasi ahli sebagai penyidik
yang mengevaluasi serta melakukan kreadibilitas kajian objek penelitian. Maka triangulasi digunakan untuk memastikan kebenaran data
yang diperoleh. Oleh karena itu, triangulator dimohon untuk memeriksa dan mengecek kembali data yang diperoleh peneliti untuk
keperluan keabsahan data. Triangulator yang dipercaya untuk memeriksa data penelitian adalah Bapak Dr. B. Widharyanto, M.Pd.
Petunjuk Pengisian:
1. Triangulator dimohon untuk memeriksa dan mengecek kembali data yang diperoleh peneliti untuk keperluan keabsahan data.
Kemudian triangulator memberikan justifikasi berupa tanda centang () jika pernyataan setuju atau tanda silang (x) jika tidak
setuju.
2. Triangulator dimohon untuk memberi catatan pada kolom keterangan untuk memberi kritikan dan saran.
Rumusan Masalah:
Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, rumusan masalah di dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan,
bagaimanakah tingkat kesantunan berkomunikasi mahasiswa Universitas Sanata Dharma yang mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa
Seni Karawitan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Aspek Penentu Kesantunan
No Aspek Kesantunan
1. Skala Untung-Rugi Santun : apabila tuturan semakin merugikan penutur, atau sama-sama diuntungkan.
Tidak santun : apabila tuturan semakin merugikan mitra tutur.
2. Skala Pilihan
Santun : apabila penutur memberi banyak pilihan dan keleluasaan, demikian juga
mitra tutur tidak merasa terpaksa.
Tidak santun : apabila penutur sama sekali tidak ada keleluasaan/ pilihan.
3. Skala Ketidaklangsungan Santun : apabila maksud tuturan penutur semakin tidak langsung.
Tidak santun : apabila maksud tuturan penutur bersifat langsung.
Kriteria:
Santun: Tidak Santun
U-R : Skala Untung Rugi U-R : Skala Untung Rugi
S-P : Skala Pilihan S-P : Skala Pilihan
S-Kl : Skala Ketidaklangsungan S-Kl : Skala Ketidaklangsungan
Keterangan
U-R : Skala Untung Rugi P1 : Penutur laki-laki / penutur perempuan
S-P : Skala Pilihan P2 : Mitra tutur laki-laki / mitra tutur perempuan
S-Kl : Skala Ketidaklangsungan : Setuju
S : Santun X : Tidak setuju
TS : Tidak Santun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
No Data Konteks
Skala Kesantunan Skor
Kesantunan Jusfiks.
Triangu-
lator
S-UR S-P S-Kl
S TS S TS S TS S TS
1 P1 : “Aku pamit duluan ya, Mas,
Mbak.”
P2 : “Gamelané rung disuwuk ki,
Ras.”
(P2 : “Gamelannya belum disuwuk ini,
Ras.”)
P1 : “Iya é. Soalé aku pulang ke
Magelang ini, Mas, biar ndak
kewengèn.”
(P1 : “Iya. Ini aku pulang ke
Magelang Mas, supaya tidak
kemalaman. Kalau Mas pulang
kapan?”)
P2 : “O ya, ati-ati.”
(P2 :” O ya, hati-hati.”)
P3 : “Kéné Magelang sejam nganti
ra?”
(P3 : “Sini ke Magelang satu jam
sampai apa tidak?”)
P2 : “Rong jam yo. Adoh é.”
(P2 : “Dua jam, ya. Lumayan jauh.”)
P1 : “Daaa semua!”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pengrawit perempuan (P1) kepada
pengrawit yang lain di dalam
ruang karawitan, Mrican. P1
adalah penutur perempuan
sedangkan P2 dan P3 merupakan
mitra tutur laki-laki. P1 memohon
pamit terlebih dahulu, tetapi P2
dan P3 meminta P1 agar pulang
bersama-sama. P1 memberikan
alasan bahwa sudah pukul 8
malam dan akan pulang ke
Magelang, tidak ke kos.
Data diambil pada, Rabu 22
Februari 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican
3 0
2 P1 : “Lho, rung dha teka, ta, bro? Tak
kira nèk aku kèri dhéwé é.”
(P1 : “Lho, belum pada datang, bro?
Aku kira aku yang terlambat
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit laki-laki (P2) di Ruang
Drost, Paingan ketika akan latihan
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
datang.”)
P2 : “Urung kok. Aku waé gèk ntas
tekan, bro.”
(P2 : “Belum. Aku saja baru saja
sampai, bro.”
P1 : “Mas Éko ya rung teka pa?”
(P1 : “Apa Mas Eko juga belum
datang?”)
P2 : “Gèk otw paling.”
(P2 : Mungkin masih otw.”)
P1 : “Asem kok, tuas aku banter-
banter nganti rung madhang
barang.”
(P2 : “Asem, padahal aku sudah
terburu-buru sampai belum
sempat makan.”)
P2 : “Hayo dientèni bro. Hahaha...”
(P2 : “Ya ditunggu dulu, bro. Hahaha”)
karawitan untuk wayang kulit. P1
terkejut karena pengrawit yang
lain belum datang, padahal sudah
terburu-buru bahkan belum
sempat untuk makan. Lalu P2
menanggapi agar sama-sama
menunggu semua berkumpul
dulu.
Data diambil pada, Rabu 8 Maret
2017 di UKM Seni Karawitan
Paingan.
3 P1 : “Ndi, mrénéa gocèkna kempulé
iki!”
(P1 : “Ndi, sini pegangkan kempul
ini!”)
P2 : “Isa ra?”
(P2 : “Bisa tidak?”)
P1 : “Wahés! Alon-alon ta, Ndi!”
(P1 : “Aduh! Pelan-pelan saja, Ndi!”)
P2 : “Iya! Malah tok uculké.”
(P2 : “Iya! Malah kamu lepaskan.”)
P1 : “Uculké gundhulmu kuwi.
Pindhahké sisan kuwi.”
(P1: “Lepaskan kepalamu itu.
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) yang
memukul kempul kepada
pengrawit laki-laki (P2). P1
meminta P2 yang sedang
berdiskusi di samping gamelan
untuk memindahkan posisi
kempul supaya pas.
Data diambil pada, Rabu, 29
Maret 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
0 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Pindahkan juga yang itu.”)
4 P1 : “Nes, Nesha, tolong kipas
anginnya diklikkan, nomor 2
saja.”
P2 : “Ok, Mas. Kebetulan dari tadi
aku juga gerah e.”
P1 : “Hahaha... biar silir jé.”
(P1 : “Hahaha... supaya semilir.”)
P2 : “Kena apa nggak, Mas?”
(P2 : “Kena apa tidak, Mas?”)
P1 : “Iya, kena. Dah makasih, Nes.”
Tuturan diucapkan oleh pengrawit
laki-laki (P1) kepada pengrawit
perempuan (P2) di ruang
karawitan, Mrican. P1 meminta
kepada P2 saat latihan wayang
kulit untuk menghidupkan kipas
angin supaya ruangan tidak panas.
Data diambil pada, Kamis, 30
Maret 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
3 0
5 P1 : “Waduh, lha aku suruh make
surjan yang mana? Weeeeh..”
P2 : “Lha piyé?”
(P2 : “Gimana?”)
P1 : “Kok aku ndak dijatah surjan?”
(P1 : “Kenapa aku tidak diberi surjan?”
P2 : “Salahé wingi ra omong!”
(P2 : “Salahmu kemarin tidak minta!”)
P1 : “Nyebai!”
Tuturan tersebut diucapkan
pengrawit laki-laki (P1) kepada
pengrawit laki-laki (P2) di Ruang
Kadarman jam 7 pagi saat akan
mengenakan surjan untuk
mengiringi wisuda. Namun P2
sebagai petugas kostum justru
menyalahkan P1 yang sebelumnya
tidak meminta surjan.
Data diambil pada, Sabtu, 8 April
2017 di Ruang Kadarman,
Gedung Pusat USD, Mrican.
2 1
6 P1 : “Jeng, gini lho. Kalo pas playon
nabuhnya lombo waé.”
(P1 : “Jeng, seperti ini. Kalau pas
playon memukulnya lombo saja.”)
P2 : “Lombo gimana, Mas?”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. Penutur adalah
pengendang latihan wayang kulit.
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
P1 : “Lombo ki alusan, nggak mak
jlèng. Misalé, tlung ndak tak tak
nong nèng nong. Alusan waé,
kejaba sesek.”
(P1 : “Lombo itu halus, tidak
mengejutkan. Misalnya, tlung
ndak tak tak nong neng nong.
Halus saja memukulnya, tidak
seperti sesek.”)
P2 : “Ok-ok, siap, Mas.”
P1 : “Dikepénaké waé.”
(P2 : “Dienakkan saja.”
P1 mengingatkan P2 yang
menabuh demung agar
menabuhnya halus jika aba-aba
kendang halus. Namun jika sesek
(cepat dan keras), maka semua
cepat dan keras juga.
Data diambil pada, Senin, 10
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
7 P1 : “Aduh, kesandung.”
P2 : “Walah hati-hati lho, Mar. Sakit
ra e?”
P1 : “Hehe.., ndak kok, Mas.”
(P1 : “Hehe.., tidak sakit, Mas.”)
P2 : “Beneran? Soalé aku dhisik wis
tau nyandhung rancakan demung
malahan.”
(P2 : “Benarkah? Soalnya aku dulu
sudah pernah menyandung
rancakan demung.”)
P1 : “Sebenernya ya sakit, Mas.”
Tuturan tersebut diucapkan P1
perempuan karena kakinya
menyandung gamelan yang keras.
P2 sebagai mitra tutur laki-laki
menanggapi karena kakinya dulu
juga pernah menyandung gamelan
hingga sakit nyeri.
Data diambil pada, Senin, 10
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
3 0
8 P1 : “Kamu mau nabuh saron sing ndi
é, Mbak Klara?”
(P1 : “Kamu mau nabuh saron yang
mana ya, Mbak Klara?”)
P2 : “Disuruh nabuh saron. Tapi....”
P1 : “Arep saron sik kéné apa kana?”
Tuturan tersebut dituturkan oleh
P1 sebagai pengrawit laki-laki
yang menabuh saron. P1 memberi
peluang untuk P2 sebagai mitra
tutur perempuan yang baru saja
ikut latihan karawitan di ruang
3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
(P1 : “Mau saron yang ini apa itu?”)
P2 : “Yang ini saja lah.”
P1 : “O ya, berarti aku yang di situ.”
karawitan Mrican.
Data diambil pada, Selasa, 11
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Mrican.
9 P1 : “Lho, ini kotak snack siapa, Is?”
P2 : “Kayaknya itu untuk dalang,
Mas. Andi tadi bilang kalau snack
yang untuk dalang ada di plastik
besar.”
P1 : “Dhalangé ra teka 2 ki?”
(P1 : “Dalangnya yang 2 tidak datang?
P3 : “Mbok dibuka di sini aja, Mas.”
(P3 : “Ya dibuka di sini saja, Mas.”
P1 : “Joss iki. Makasih yo, Ras.”
(P1 : “Asyik ini. Terima kasih, Ras.)
Tuturan diucapkan oleh P1 setelah
latihan karawitan selesai. P1 ingin
membuka kotak snack bagian 2
dalang dengan menanyakan
bahwa snack itu milik siapa. Lalu
P2 menanggapi dengan memberi
keterangan dari petugas konsumsi.
P3 sebagai dalang ke-3 menyuruh
untuk memakan snack itu.
Data diambil pada, Rabu, 19 April
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
3 0
10 P1 : “Saiki jam pira ya? Kowé mau ki
malah nandi, jon?”
(P1 : “Sekarang jam berapa ya? Kamu
tadi ke mana, jon?”)
P2 : “Lagi garap tugas jé.”
(P2 : “Sedang mengerjakan tugas.”)
P1 : “Lha piyé kenongé?”
(P1 : “Itu kenongnya bagaimana?”)
P2 : “Yo sorry. Mau ana sik nabuh
kan?”
(P2 : “Maaf. Tadi ada yang memukul,
kan?”)
P1 : “Untung ya ana sing nabuh.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang datang terlambat
saat gladi bersih pergelaran
wayang kulit yang dimulai pukul
18.00 WIB di Panggung Realino,
Mrican. P2 datang terlambat,
tidak sesuai dengan kesepakatan
yang telah disetujui dengan
panitia.
Data diambil pada, Jumat, 21
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
(P1 : “Untung ya ada yang memukul.”)
P2 : “Sapa mau sik nabuh?”
(P2 : “Siapa tadi yang memukul?”)
P1 : “Oyèn ro aku mau gantian.”
(P1 : “Oyen dan aku tadi gantian.”)
P2 : “Ok, makasih, Mas Nug..”
(P2 : “Ok, terima kasih, Mas Nug.”)
April 2017 di Panggung Realino
Mrican.
11 P1 : “Mas, njenengan besok Minggu
bisa bantuin tugas di Gereja
Babarsari?”
(P1 : “Mas, kamu besok Minggu bisa
membantu tugas di Gereja
Babarsari?”)
P2 : “Tugas buat apa é, Mar?”
(P2 : “Tugas untuk apa itu, Mar?”)
P1 : “Tugas mengiringi misa, Mas,
penggalangan dana Sekar Geni.”
P2 : “Siap, aku ikut. Aku nabuh apa?”
P1 : “Masé mau ikut kor atau gamel?”
P2 : “Ha rak ya wis akèh ta sik kor?
Ana Budi barang galo. Sik gamel
kurang wong iki, Mar.”
(P2 : “Bukannya sudah banyak yang
kor? Ada Budi juga itu. Yang
gamel kekurangan orang ini,
Mar.”)
P1 : “Oh iya, ya, ndak papa, ikut gamel
waé, Mas.”
(P1 : Oh iya, ya, tidak apa-apa ikut
gamel saja, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
dan ketua panitia Festival Sekar
Geni (Seni Karawitan Gending
Gerejani). Penutur mengajak P2
sebagai mitra tutur laki-laki untuk
membantu kor dalam mencari
dana dengan mengiringi misa di
Gereja Babarsari. Namun mitra
tutur hanya mau membantu
mengiringi kor saja karena
kekurangan pengrawit.
Data diambil pada, Selasa, 25
April 2017 di UKM Seni
Karawitan Paingan.
3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
12 P1 : “Teman-teman, gimana ini besok
ordinariumnya mau pakai yang
Gaya Sunda apa Gaya Kerajaan
Allah?”
P2 : “Nggo sik Kratoning Allah waé.”
(P2 : “Pakai yang Kerajaan Allah
saja.”)
P1 : “Yang Kerajaan Allah, Mas?”
P2 : “Soalé sing biyèn dah pernah
pakek yang Gaya Sundha, kan.”
(P2 : “Soalnya yang dulu sudah pernah
menggunakan Gaya Sunda,
bukan?”)
P1 : “Ok, deh. Kita pakai yang
Kerajaan Allah, ya teman-
teman.”
Tuturan tersebut diucapkan ketua
panitia Festival Sekar Geni
kepada para pengrawit dan
petugas kor. P1 sebagai penutur
perempuan memberikan pilihan
gaya lagu ordinarium yang mau
dinyanyikan untuk mengiringi
misa di Gereja Babarsari. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menanggapi untuk menggunakan
Gaya Kerajaan Allah. Akhirnya
P1 memutuskan bahwa gaya yang
digunakan dalam tugas kor adalah
Gaya Kerajaan Allah.
Data diambil pada, 25 April 2017
di UKM Seni Karawitan Paingan.
3 0
13 P1 : “Arep ngudud-ngudud sik, jon?”
(P1 : “Mau merokok dulu yuk, jon?”)
P2 : “Kowé gawa, jon?”
(P2 : “Apa kamu bawa, jon?”)
P1 : “Iya iki.”
(P1 : “Iya ini.”
P2 : “Ya sini, jon, tak minta.”
P1 : “Nèng kana waé lé udud, jon.”
(P1 : “Merokok di sana saja, jon.”)
P2 : “Kéné waé napa.”
(P2 : “Di sini saja.”)
P1 : “Ra pénak asapé. Jaba waé sing
nyaman.
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang mengajak untuk
merokok sebelum latihan
karawitan dimulai. P1 mengajak
merokok di luar ruang karawitan
Paingan karena banyak pengrawit
perempuan yang sudah berlatih
karawitan.
Data diambil pada, Kamis, 27
April 2017 di UKM Seni
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
(P1 : “Tidak enak asapnya. Di luar saja
yang nyaman.”)
P2 : “Iya ya. Ok-ok.”
Karawitan Paingan.
14 P1 : “Ana umat lingkunganku ki
rasan-rasan nèk misa pingin nggo
gamelan.”
(P1 : “Ada umat lingkunganku punya
niat kalau misa pakai gamelan.”)
P2 : “Nggèné njenengan ki paroki
pundi, Mas?”
(P2 : “Lingkunganmu ikut paroki
mana, Mas?”)
P1 : “Mèlu Pringwulung.”
(P1 : “Ikut Pringwulung.”)
P2 : “O, Pringwulung, ta. Napa ten
mriku ènten gamelané, Mas?”
(P2 : “O, Pringwulung. Apa di sana
ada gamelan, Mas?”)
P1 : “Ora ana. Ning wongé lé rasan-
rasan ora gelem kandha langsung
nèng UKM. Ha nèk gelem mono,
cah-cah arep dha gelem nabuh
apa ora.”
(P1 : “Tidak ada. Tapi orangnya hanya
berharap, belum berani meminta
ke UKM. Kalau bisa dan
sanggup, teman-teman ada yang
mau mengiringi apa tidak.”)
P2 : “Mungkin nggih purun, Mas.”
(P2 : “Mungkin saja mau, Mas.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
pelatih gamelan untuk menawari
mengiringi kor misa
menggunakan gamelan di Gereja
Pringwulung, ketika sedang
berkumpul di depan Gereja
Babarsari untuk gladi bersih
mengiringi misa penggalan dana
Festival Sekar Geni.
Data diambil pada, Jumat, 25
April 2017 di Gereja Maria
Assumpta Babarsari.
3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
15 P1 : “Ndi, kowé ki asliné nabuh
apa?”
(P1 : Ndi, kamu sebenarnya memukul
apa?”)
P2 : “Nabuh slenthem, Sher.”
(P2 : “Memukul slenthem, Sher.”)
P1 : “Lha kok saroné tok sèlèhké kono
ki napa?”
(P1 : Kenapa saron kamu letakkan di
situ?”)
P2 : “Nabuh loro-loroné.”
(P2 : “Memukul dua-duanya.”)
P1 : “Lé nabuh ki ya kepiyé nèk
dhobel-dhobel ngono kuwi?”
(P1 : “Memukulnya bagaimana kalau
doble-doble seperti itu?”)
P2 : “Oh iya dhing, angèl.”
(P2 : “Betul juga ya, sulit.”)
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki dan pengrawit yang
terlalu over ingin manabuh dua
alat musik (slenthem dan saron),
ketika gladi bersih mengiringi
misa di Gereja Babarsari.
Data diambil pada, Jumat, 28
April 2017 di Gereja Maria
Assumpta Babarsari.
2 1
16 P1 : “Mas, ini sertifikatnya.”
P2 : “Sertifikat apa ya ini, Is?”
P1 : “Sertifikat pergelaran wayang
kulit kemarin, Mas Nug.”
P2 : “Oh, sik Kunthi itu to. Wah
makasih.”
P1 : “Iya, Mas.”
P2 : “Eh, Sil, bisa kamu bawa dulu?
Aku ndak bawa tas besar je.”
P1 : “Boleh, Mas. Tak bawain dulu
aja.”
P2 : “Besok tak ambil nek pas pake tas
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan yang
menyerahkan sertifikat pergelaran
wayang kulit setelah latihan
gamelan di ruang karawitan
Paingan sekitar jam 8 malam. P2
sebagai mitra tutur laki-laki
menerima tetapi menitipkan
kepada P1 karena P2 tidak
membawa tas yang besar.
Data diambil pada, Senin, 18 Mei
2 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
besar.” 2017 di UKM Seni Karawitan
Paingan.
17 P1 : “Maaf, Mas, baru datang. Soalnya
tadi baru ambil „anu‟ buat besok
ke Solo.”
P2 : “Ndak apa-apa. Wong dari tadi
yang lain juga belum pada datang
kok.”
P1 : “Oh ya? Tadi aku juga habis
makan e. Tapi maaf lagi, Mas.
Uang transportnya belum jadi tak
ambil soale Dea tadi lupa bawa
uang kas UKM.”
P2 : “Ndak apa-apa, Mar. Besok aja
ndak apa-apa.”
P1 : “Ok, Mas. Berarti besok aja ya tak
kasih uang transportnya.”
P2 : “Iyes, hahaha...”
Tuturan diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki. Percakapan terjadi
sekitar pukul 18.00 di luar ruang
karawitan Mrican, tepatnya di
dekat pintu masuk parkiran. P1
meminta maaf kepada P2 karena
tidak jadi memberikan uang
transport ke Solo untuk mengikuti
lomba nembang macapat
senasional. P1 memaklumi hal itu.
Data diambil pada, Senin, 22 Mei
2017 di Parkiran Aula Mrican.
3 0
18 P1 : “Mbak Sherly besok ikut ke Solo
apa enggak e?”
P2 : “Iya aku besok ikut, Ras.”
P1 : “Boncengan sama siapa, Mbak?
Pilih aku apa Mas Lukas? Eaaaaa.”
P2 : “Sama Lukas.”
P1 : “Yeaaaay... akhirnya aku ada
temen cewek.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempan dan
P2 sebagai mitra tutur perempuan
mitra tutur akan belajar macapat.
Tuturan ini memberikan pilihan
kepada mitra tutur.
Data diambil pada, Senin, 22 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
3 0
19 P1 : “Ris, gini ya. Nem ma nem, nem Tuturan itu diucapkan oleh P1 3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
ma nem ma, ro ji ro, ro ji ro ji, lu
ro lu, lu ro lu ro.”
P2 : “Gimana, Mbak?”
P1 : “Gini lho, Ris. Lihat ya.”
(praktek menabuh bonang barung)
P2 : “Ok, Mbak. Yang nem di atas apa
bawah, Mbak?”
P1 : “Yang bawah. Yang bawah, Ris.
Rong ulihan.”
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai penutur
perempuan yang berbeda usia. P1
mengajari menabuh bonang
barung di UKM Seni Karawitan
Paingan setelah azan magrib.
Data diambil pada, Senin 29 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Paingan.
20 P1 : “Selain BKHI kita juga diminta
mengisi project NASA di ISI.”
P2 : “BKHI ki apa?”
P1 : “Jadi BKHI itu Biro Kerja sama
Hubungan Internasional, kebetulan
sedang menjalin kerja sama
mahasiswa dari Korea.”
P2 : “Njuk besok gimana?”
P1 : “Besok Mas Eko mengajari
mereka berlatih gamelan, Mas.”
P2 : “Oh, ok-ok.”
P1 : “Sebatas mengajari gamelan aja.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada mitra tutur laki-laki saat
rapat UKM di ruang karawitan,
Mrican. P1 sebagai pemimpin
rapat memberikan informasi
acara-acara seputar karawitan
yang akan dilaksanakan beberapa
bulan lagi.
Data diambil pada, Rabu, 31 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
2 1
21 P1 : “Budi besok mau ikut yang apa?
Mèh nabuh semua apa pilih yang
mana?”
P2 : “Lhaaa kalo aku ya terserah.
Semua itu bisa. Hahahaha....”
P1 : “Berarti bisa semua ya. Yang
workshop BKHI, wisuda,
Tuturan ini diucapkan oleh P1
sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki saat rapat pengurus
UKM Seni Karawitan membagi
pengrawit pada beberapa event
mendatang. P1 memberikan
3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
kolaborasi TSD, expo Insada,
project Nasa di ISI ya, Bud.”
P2 : “Iya, kalo aku ya ok-ok saja.
Mumpung selo kok yo.”
pilihan-pilihan kepada P2 dalam
rapat tersebut.
Data diambil pada, Rabu, 31 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
22 P1 : “Lho itu pekingnya kok diam
aja? Vi, Novi itu pekingnya
nganggur.”
P2 : “Apa iya, Mar?”
P1 : “Iya e, nggak ada yang ngisi.”
P2 : “Aku aja deh yang nabuh.”
P1 : “Nah iya.”
Tuturan diucapkan oleh penutur
perempuan kepada mitra tutur
perempuan yang berusia sebaya.
Penutur bermaksud menyuruh
mitra tutur untuk menabuh peking
yang belum diisi pengrawit.
Data diambil pada, Rabu, 31 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
2 1
23 P1 : “Nama kamu siapa?”
P2 : “What?”
P1 : “What‟s your name?
P2 : “Adam.”
P1 : “Ok, Adam. Ini namanya kempul?
Kalau yang besar itu gong gedhé.”
P2 : “Apa?”
P1 : “This is name a kempul.”
P2 : “Kempul?”
P1 : “Iyes, kempul. Itu gong.”
P2 : “Ok, gong. Kempul dan gong.”
P1 : “Coba dipukul dulu.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur laki-laki
kepada P2 sebagai mitra tutur
laki-laki yang berasal dari
Amerika. Mitra tutur ingin belajar
karawitan bersama dengan teman-
temannya. Penutur sebagai
anggota UKM Seni Karawitan
membantu melatih karawitan
kepada mitra tutur.
Data diambil pada, Rabu, 31 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
3 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
24 P1 : “Sekarang kita lanjut ke ini aja
ya, ke pendataan. Untuk
sementara expo Insadha itu nanti
tergantung hasil rapat
berikutnya. Gitu ya, teman-
teman.”
P2 : “Ok.”
P1 : “Sekarang didata dulu aja. Mulai
dari workshop BKHI. Siapa aja
yang bisa ikut? Ose bisa?”
P2 : “Iya bisa.”
Tuturan tersebut diucapkan oleh
P1 sebagai penutur perempuan
kepada P2 sebagai mitra tutur
perempuan. P1 memimpin rapat
UKM di ruang karawitan Mrican
untuk menentukan pengrawit
yang bersedia menabuh dalam
workshop BKHI.
Data diambil pada, Rabu, 31 Mei
2017 di UKM Seni Karawitan
Mrican.
3 0
Triangulator Peneliti
Dr. B. Widharyanto, M.Pd Lukas Budi Husada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
BIOGRAFI PENULIS
Lukas Budi Husada lahir di Lubuklinggau, 23 Februari
1995. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri Purwakarya
tahun 2001-2003. Pada tahun 2003-2007, ia pindah di SD
Xaverius Tugumulyo, Musi Rawas. Pada tahun 2007-2010, ia
melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Xaverius
Tugumulyo, Musi Rawas. Kemudian tahun 2010-2013 ia menempuh pendidikan
menengah atas di SMA Xaverius Lubuklinggau.
Pada tahun 2013, ia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, banyak kegiatan-kegiatan yang ia ikuti berkaitan dengan
bidang akademik maupun non-akademik.
Kemudian, untuk mengakhiri masa pendidikan di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, ditandai dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan
judul, Tingkat Kesantunan Berkomunikasi Mahasiswa Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta di Lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Karawitan
Bulan Februari – Mei 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI