tingkat cemaran unsur radionuklida alam 238u dan …
TRANSCRIPT
TINGKAT CEMARAN UNSUR RADIONUKLIDA ALAM 238
U DAN 232
Th DI
PERAIRAN SEKITAR KAWASAN PLTU BATUBARA
(KAJIAN DI PERAIRAN PULAU PANJANG DAN
PESISIR TELUK LADA, BANTEN)
Sabam Parsaoran Situmorang1, Harpasis Selamet Sanusi
1 dan June Mellawati
2
1Dept. Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
2Pusat Pengembangan Energi Nuklir, BATAN
ABSTRAK
TINGKAT CEMARAN UNSUR RADIONUKLIDA ALAM 238
U DAN 232
Th DI
PERAIRAN SEKITAR KAWASAN PLTU BATUBARA (KAJIAN DI PERAIRAN
PULAU PANJANG DAN PESISIR TELUK LADA, BANTEN). Telah dilakukan
pengambilan contoh permukaan sedimen, air laut, rumput laut, ikan teri (Stolephorus and
Anchoa) dan kerang (Codakia) dari 4 stasiun pengamatan di perairan Pulau Panjang dan pesisir Teluk Lada (sebagai kontrol/lokasi pembanding), Banten pada Juni-Juli 2010. Konsentrasi
radionuklida alam (238
U dan 232
Th) dalam contoh diukur dengan menggunakan metode neutron
activation analysis (NAA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi radionuklida alam total dalam sedimen (
238U: 18,6160–35,0013 Bq/kg;
232Th: 11,2020-35,6685 Bq/kg), air laut
(238
U: tidak terdeteksi; 232
Th: 0,0790-0,1299 Bq/l), rumput laut budidaya (238
U: tidak terdeteksi; 232
Th: 3,6735-4,8345 Bq/kg), rumput laut alami (238
U: 3,6851-48,0430 Bq/kg; 232
Th: 3,9941-9,0788 Bq/kg), Stolephorus (
238U: tidak terdeteksi;
232Th: 3,3078 Bq/kg) dan Codakia (
238U:
6,8903 Bq/kg; 232
Th: 3,6023 Bq/kg) di perairan Pulau Panjang, Banten sekitar PLTU-batubara
Suralaya lebih tinggi daripada lokasi pembanding yang berada di sekitar PLTU-batubara
Labuan, yaitu dalam sedimen (238
U: 10,4253 Bq/kg; 232
Th: 16,5952 Bq/kg), air laut (238
U: tidak terdeteksi;
232Th: 0,0671 Bq/l), rumput laut budidaya (
238U: tidak terdeteksi;
232Th: 2,3005
Bq/kg), rumput laut alami (238
U:19,5367 Bq/kg; 232
Th: 2,6729 Bq/kg) dan Anchoa (238
U: tidak
terdeteksi; 232
Th: 2,0603 Bq/kg).
Kata Kunci : radionuklida alam, neutron activation analysis (NAA), PLTU
ABSTRACT
CONTAMINATION LEVEL OF NATURAL 238
U AND 232
Th RADIONUCLIDES IN
OFFSHORE OF COAL POWER PLANT (ASSESSMENT AT OFFSHORE OF PANJANG
ISLAND AND LADA BAY, BANTEN). This study had been carried out by collecting sample
of the surficial sediments, sea water, seaweeds, anchovies (Stolephorus and Anchoa) and
mussels (Codakia) from 4 locations in waters of Pulau Panjang and coastal of Lada Bay (as control/comparison site), Banten in June - July 2010. Natural radionuclides (
238U and
232Th)
concentration in samples was measured using neutron activation analysis (NAA) method. The
results showed that the total radionuclides concentration in sediment (238
U: 18,6160–35,0013 Bq/kg;
232Th: 11,2020-35,6685 Bq/kg), seawater (
238U: undetected;
232Th: 0,0790-0,1299 Bq/l),
cultivation seaweeds (238
U: undetected; 232
Th: 3,6735-4,8345 Bq/kg), natural seaweeds (238
U:
3,6851-48,0430 Bq/kg; 232
Th: 3,9941-9,0788 Bq/kg), Stolephorus (238
U: undetected; 232
Th: 3,3078 Bq/kg) and Codakia (
238U: 6,8903 Bq/kg;
232Th: 3,6023 Bq/kg) in Pulau Panjang,
Banten around Suralaya coal power plant higher than control site that were around the Labuan
coal power plant, namely in sediments (238
U: 10,4253 Bq/kg; 232
Th: 16,5952 Bq/kg), seawater
(238
U: undetected; 232
Th: 0,0671 Bq/l), cultivation seaweeds (238
U: undetected; 232
Th: 2,3005 Bq/kg), natural seaweeds (
238U:19,5367 Bq/kg;
232Th: 2,6729 Bq/kg) and Anchoa (
238U:
undetected; 232
Th: 2,0603 Bq/kg).
Keyword: Natural radionuclide, neutron activation analysis (NAA), Coal Power Plant
1. Pendahuluan
Perairan pesisir merupakan daerah
peralihan antara daratan dan laut.
Terdapat bermacam ekosistem dan
sumber daya pesisir dalam perairan
tersebut. Di era industrialisasi, kawasan
pesisir menjadi prioritas utama untuk
mengembangkan berbagai kegiatan
industri sehingga wilayah tersebut
berisiko tinggi untuk berbagai kasus
pencemaran. Industri - industri “non
nuklir” di daerah pesisir seperti timah,
pupuk fosfat, minyak dan gas, semen,
listrik (PLTU-batubara) dan bauksit
merupakan industri - industri yang
berpotensi meningkatkan radionuklida
alam di lingkungan sekitarnya dan pada
tahap berikutnya akan meningkatkan
paparan radiasi terhadap kehidupan di
lingkungannya [1].
Guna memenuhi kebutuhan listrik di
Indonesia dalam rangka peningkatan
kesejahteraan dan perekonomian,
pemerintah terus berupaya membangun
PLTU-batubara dan PLTN. PLTU di
Indonesia sebagian besar menggunakan
batubara sebagai bahan bakar yang
mengandung material radioaktif
(NORM = Naturally Occuring
Radioactive Material), yaitu uranium-
238 (238
U), thorium-232 (232
Th),
radium-226 (226
Ra) dan kalium-40
(40
K). Pengoperasian PLTU-batubara
pada kondisi normal berpotensi
melepaskan sejumlah radionuklida alam
(khususnya 238
U dan 232
Th) ke
lingkungan perairan pesisir disekitarnya
melalui fly ash, bottom ash dan aktivitas
pemasokan bahan bakar batubara ke
PLTU dengan menggunakan kapal-
kapal tongkang [2].
Radionuklida alam tersebut dapat
larut dalam kolom air dan terdeposit ke
dalam sedimen, sehingga dengan
adanya interaksi antara komponen
biotik dengan abiotik dapat terjadi
akumulasi dalam tubuh biota dan
tumbuhan [3][4]. Melalui jalur rantai
makanan radionuklida alam tersebut
akan sampai ke manusia. Asupan
terhadap biota dan tumbuhan yang
mengandung 238
U dan 232
Th oleh
manusia dapat menimbulkan paparan
radiasi interna dalam tubuh manusia.
Kerusakan biologis yang timbul akibat
terpapar radiasi ini misalnya kerusakan
materi inti sel, khusunya pada DNA dan
kromosom sehingga berpotensi
menyebabkan kanker.
Tujuan penelitian adalah untuk
mengkuantifikasi konsentrasi
radionuklida alam 238
U dan 232
Th dalam
lingkungan abiotik (air, padatan
tersuspensi dan sedimen) dan
lingkungan biotik yaitu rumput laut,
ikan teri dan kerang di perairan Pulau
Panjang sekitar kawasan PLTU
Suralaya dan pesisir Teluk Lada sekitar
kawasan PLTU Labuan, Banten.
2. Metode Penelitian
2.1. Lokasi dan waktu penelitian
1.2. Lokasi pengambilan contoh
dilakukan pada 3 stasiun
pengamatan di perairan Pulau
Panjang sekitar kawasan PLTU-
batubara Suralaya (Gambar 1)
dan 1 stasiun sebagai
kontrol/pembanding di pesisir
Teluk Lada sekitar kawasan
PLTU-batubara Labuan, Banten.
Waktu pengambilan contoh adalah
Juni-Juli 2010.
1.3. Preparasi dan pengukuran
kandungan radionuklida alam
dilakukan di Laboratorium
Instrumentasi Bidang Sumber
Daya Alam dan Lingkungan,
Puslitbang Teknologi Isotop dan
Radiasi, BATAN, Pasar Jumat,
Jakarta. Proses aktivasi neutron
contoh dan standar menggunakan
reaktor GA Siwabessy, PRSG
BATAN, Puspiptek, Serpong,
Tanggerang, Banten. Pengukuran
parameter total suspended solid
(TSS) dan identifikasi jenis kerang
dilakukan di Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan
(Proling) Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan (MSP),
FPIK-IPB.
1.4. Bahan organik total (TOM)
sedimen dan analisis ukuran
butiran sedimen dilakukan di
Laboratorium Lingkungan
Akuakultur Departemen Budidaya
Perairan, FPIK-IPB. Identifikasi
spesies ikan teri dilakukan di
Laboratorium Ikhtiologi, MSP,
FPIK-IPB, sedangkan jenis
rumput laut ditentukan
berdasarkan buku pengenalan
jenis-jenis rumput laut Indonesia
[5].
2.2. Pengukuran radionuklida alam 238
U dan 232
Th
Contoh bersama-sama standar
diaktivasi dengan neutron termal fluks
1013
n/cm2/detik, selama 30 menit di
reaktor nuklir G.A. Siwabessy, PRSG
BATAN, Serpong. Kemudian contoh
didiamkan dalam ruang Hot Cel selama
7 – 10 hari dan selanjutnya dipersiapkan
untuk pengukuran. Radionuklida alam
238U teridentifikasi sebagai
239Np pada
energi gamma 106,12; 228,18; dan
277,60 keV. Radionuklida alam 232
Th
teridentifikasi sebagai 233
Pa pada energi
gamma 300,18 dan 312,01 keV [6].
Pengukuran dilakukan
menggunakan perangkat Spektrometer
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Tabel 1. Komponen dan parameter lingkungan yang diukur
Gamma yang dilengkapi dengan
detektor semikonduktor HPGe (High
Pure Germanium), perangkat lunak
penganalisis salur ganda (Multi Channel
Analyzer) dan Genie-2000 (untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif).
Komponen dan parameter lingkungan yang diukur
Komponen
lingkungan
Parameter
lingkungan Satuan Metode pengukuran
Fisika - kimia air Salinitas ‰ Water checker
pH - Water checker
Suhu oC Water checker
DO mg/l Water checker
TSS mg/l Gravimetri
Fisik - kimia
sedimen
Bahan
organik % %LOI
Tekstur
sedimen % Pemipetan
NORM
238U dan
232Th Bq/l (contoh air)
Bq/kg (contoh sedimen,
padatan tersuspensi, biota,
dan tumbuhan laut)
Neutron Activation
Analysis (NAA)
St. 1 : 106o08’16,7” E; 5
o56’24,7” S
St. 2 : 106o08’14,5” E; 5
o55’18,1” S
St. 3 : 106o10’12,8” E; 5
o56’09,2” S
Stasiun
St. 1 St. 2 St. 3 St. kontrol
Te
kstu
r se
dim
en
(%
)
0
20
40
60
80
100
sand
silt
clay
Stasiun
St. 1 St. 2 St. 3 St. kontrol
TO
M (
%)
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
12.60 15.65 7.93 6.56
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengukuran beberapa
parameter perairan sekitar Pulau
Panjang dan pesisir Teluk Lada, Banten,
yaitu salinitas, pH, suhu air dan TSS
memenuhi/sesuai baku mutu untuk
kehidupan biota laut (Kepmen LH No.
51 Th. 2004) [7], kecuali untuk DO
berada di bawah baku mutu (Tabel 2).
Persentase pasir stasiun 1, 2, 3 dan 4
berturut-turut adalah 51,92%, 50,16%,
95,80% dan 97,95% (Gambar 2).
Kandungan bahan organik total dalam
sedimen (TOM) pada stasiun 1, 2, 3 dan
4 berturut-turut 12,60%, 15,65%, 7,93%
dan 6,56%. (Gambar 3).
Gambar 2. Sebaran rata-rata fraksi
sedimen
pada stasiun pengamatan,
Juni-
Juli 2010
Gambar 3. Kandungan TOM (%) dalam
sedimen pada stasiun
pengamatan, Juni 2010
Tabel 2. Parameter fisik kimia air laut di lokasi pengamatan, Juni 2010
St. Posisi
Kedalaman
(meter)
Nilai Kualitas Perairan
Lintang
(Selatan)
Bujur
(Timur)
Salinitas
(‰) pH
Suhu
(oC)
DO
(mg/l)
TSS
(mg/l)
1 5o56’24,7” 106
o08’16,7” 10 30,2 8,15 30,1 2,23 16,2
2 5o55’18,1” 106
o08’14,5” 12 30,3 8,33 29,8 1,68 15,2
3 5o56’09,2” 106
o10’12,8” 7 30,7 7,56 29,5 0,72 17,2
4 6o38’53,2” 105
o38’40,4” 3 27,0 7,91 31,0 - 19,7
Baku Mutu (Kepmen LH No. 51 Th. 2004) Alami 7-8,5 Alami 80
3.1 Konsentrasi 238
U dan 232
Th dalam
komponen abiotik
Konsentrasi 238
U dan 232
Th (total,
teradsorpsi materi tersuspensi dan
terlarut) disajikan oleh Tabel 3.
Konsentrasi radionuklida 238
U baik
total, tersuspensi dan terlarut tidak
terdeteksi atau dibawah batas deteksi
alat (< 0,1749 Bq/l). Rata-rata
konsentrasi 232
Th total, tersuspensi dan
terlarut di perairan Pulau Panjang
masing-masing 0,1103 Bq/l, 0,0290
Bq/l dan 0,0813 Bq/l, lebih tinggi
dibandingkan lokasi pembanding
masing-masing 0,0671 Bq/l, 0,0338
Bq/l dan 0,0333 Bq/l.
Secara umum konsentrasi 232
Th di
perairan Pulau Panjang tertinggi berada
pada stasiun 1 dan 2, hal ini diduga
karena kedua lokasi tersebut jaraknya
lebih dekat dengan PLTU Suralaya dan
merupakan jalur pelayaran kapal
tongkang pengangkut batubara dari
Stockpile batubara. Persentase
radionuklida alam 232
Th dari nilai total
dalam air laut perairan Pulau Panjang
lebih besar terdapat dalam bentuk
terlarut daripada yang teradsorpsi oleh
materi tersuspensi (tersuspensi),
sehingga dapat dikatakan memiliki nilai
toksisitas yang lebih tinggi karena
tersedia secara biologi (bioavailible)
bagi organisme akuatik. Rendahnya
persentase radionuklida alam 232
Th
tersuspensi terkait dengan rendahnya
konsentrasi TSS di perairan tersebut.
Tabel 4 menyajikan profil sebaran
konsentrasi 238
U dan 232
Th total dalam
sedimen pada lokasi pengamatan.
Konsentrasi radionuklida alam 238
U
total dalam sedimen berkisar 18,6160 –
35,0013 Bq/kg dengan rata-rata 29,5195
Bq/kg, nilai ini lebih tinggi daripada
lokasi pembanding (10,4253 Bq/kg).
Konsentrasi radionuklida alam 232
Th
total dalam sedimen berkisar antara
11,2502 – 35,6685 Bq/kg dengan rata-
rata 22,7929 Bq/kg, nilai ini lebih tinggi
daripada lokasi pembanding (16,5952
Bq/kg).
Secara umum, sedimen stasiun 1
dan 2 memiliki konsentrasi radionuklida
alam 232
Th relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan stasiun 3, kecuali
pada 238
U. Hal ini diduga lokasi
tersebut selain lebih dekat dengan
PLTU, juga merupakan jalur kapal
tongkang pengangkut batubara. Stasiun
4 (pembanding) memiliki konsentrasi
yang relatif lebih rendah karena berada
di sekitar kawasan PLTU yang baru
beroperasi.
Konsentrasi 238
U dan 232
Th juga
dipengaruhi oleh karakteristik fisika
kimia sedimen diantaranya tekstur
sedimen dan bahan oragnik total
Tabel 3. Konsentrasi 238
U dan 232
Th total, tersuspensi dan terlarut dalam air laut di lokasi
pengamatan Juni-Juli 2010
St.
Air laut (Bq/l)
Total Tersuspensi Terlarut Kisaran alami total [9] 238
U 232
Th 238
U 232
Th 238
U 232
Th 238
U 232
Th
1 ttd 0,1299 ttd 0,0433 ttd 0,0866
0,023 - 0,058 0,0012 - 2 2 ttd 0,1220 ttd 0,0269 ttd 0,0951
3 ttd 0,0790 ttd 0,0167 ttd 0,0623
4 ttd 0,0671 ttd 0,0338 ttd 0,0333
ttd : di bawah deteksi alat (238
U : <0,1749 Bq/l)
Tabel 4. Konsentrasi 238
U dan 232
Th total dalam sedimen pada lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
St. Sedimen (Bq/kg) Kisaran alami (Bq/kg) [9]
238U
232Th
238U
232Th
1 18,6160 21,4601
10 – 50 7 - 50 2 35,0013 35,6685
3 34,9416 11,2020
4 10,4253 16,5952
(TOM). Terdapat hubungan antara
ukuran partikel sedimen dengan
kandungan bahan organik. Sedimen
bertekstur halus memiliki persentase
bahan organik lebih tinggi
dibandingkan sedimen kasar. Bahan
organik tinggi akan cenderung
mengakumulasi logam berat maupun
radionuklida alam lebih tinggi, karena
senyawa-senyawa tersebut memiliki
sifat mengikat logam berat dan
radionuklida alam. Stasiun 1 dan 2
memiliki persentase ukuran butir
sedimen halus (lanau dan lempung)
lebih tinggi dan kandungan TOM yang
lebih tinggi, sedangkan stasiun 3 dan 4
(lokasi pembanding) tipe sedimennya
berpasir dan kandungan TOM nya lebih
rendah, sehingga, logam berat dan
radionuklida alam pada fraksi sedimen
yang lebih kecil/halus memiliki fraksi
yang lebih besar [8].
3.2 Konsentrasi 238
U dan 232
Th dalam
komponen biotik
Rumput laut dapat dikatakan baik
digunakan sebagai biomonitor
keberadaan radionuklida alam yang
konsentrasinya sangat rendah di kolom
air [10][11]. Tabel 5 menyajikan jenis-
jenis rumput laut yang ditemukan dan
konsentrasi 238
U dalam rumput laut di
lokasi pengamatan.
Konsentrasi 238
U dalam rumput laut
budidaya Eucheuma alvarezii (Doty) di
Tabel 5. Konsentrasi 238
U dalam rumput laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
Jenis rumput laut Keterangan 238
U (Bq/kg) FK
1 2 3 4
Eucheuma alvarezii
(Doty)
Budidaya
(Algae merah) ttd ttd ttd ttd -
Gracilaria salicornia Alami (Algae merah) - 3,6851 6,0847 - 0,1397
Sargassum duplicatum Alami (Algae coklat) - 22,3467 14,0890 19,5367 0,9719
Padina australis Alami (Algae coklat) - - 16,1515 - 0,4622
Ulva lactuca Alami (Algae hijau) - - 48,0430 - 1,3750 ttd : di bawah deteksi alat (238U: < 5,3984 Bq/kg)
Tabel 6. Konsentrasi 232
Th dalam rumput laut di lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
semua stasiun pengamatan tidak
terdeteksi (di bawah batas deteksi alat
sebesar 5,3984 Bq/kg). Hal ini diduga
terkait dengan konsentrasi 238
U terlarut
dalam air laut relatif kecil (<0,1749
Bq/l).
Rumput laut alami ditemukan
menempel pada substrat dasar
(sedimen), sehingga selain menyerap
radionuklida alam dari kolom air juga
dari sedimen melalui akar. Konsentrasi
rata-rata 238
U dalam rumput laut alami
di perairan Pulau Panjang, Banten lebih
tinggi pada Ulva lactuca, kemudian
berturut-turut Sargassum duplicatum,
Padina australis dan Gracilaria
salicornia.
Tabel 6 menyajikan jenis rumput
laut yang ditemukan di lokasi penelitian
dan konsentrasi 232
Th nya. Konsentrasi
232Th dalam rumput laut budidaya
Eucheuma alvarezii (Doty) rata-rata
4,1247 Bq/kg, lebih tinggi daripada
lokasi pembanding (2,3005 Bq/kg).
Konsentrasi rata-rata 232
Th dalam
rumput laut alami berturut-turut
tertinggi pada Ulva lactuca (9,0788
Bq/kg), Padina australis (4,8386
Bq/kg), Sargassum duplicatum (4,4079
Bq/kg) dan Gracilaria salicornia
(4,2721 Bq/kg).
Jenis rumput laut Keterangan 232
Th (Bq/kg) FK
1 2 3 4
Eucheuma alvarezii
(Doty)
Budidaya
(Algae merah) 4,8347 3,8658 3,6735 2,3005 -
Gracilaria salicornia Alami (Algae merah) - 4,5502 3,9941 - 0,1221
Sargassum duplicatum Alami (Algae coklat) - 4,4895 4,3263 2,6729 0,1695
Padina australis Alami (Algae coklat) - - 4,8386 - 0,1385
Ulva lactuca Alami (Algae hijau) - - 9,0788 - 0,2598
Secara umum, konsentrasi 232
Th
dalam rumput laut budidaya di perairan
Pulau Panjang tertinggi ditemukan di
stasiun 1 dan terendah di stasiun 3,
dimana profil tersebut sesuai dengan
profil konsentrasi 232
Th dalam air laut.
Rumput laut alami hidup menempel
pada substrat dasar perairan (sedimen)
sehingga selain menyerap radionuklida
alam dari kolom air juga dari sedimen
melalui akar dan diduga memiliki umur
yang lebih panjang. Akan tetapi,
konsentrasi 232
Th dalam rumput laut
alami relatif sama dengan di dalam
tubuh rumput laut budidaya (kecuali
jenis Ulva lactuca), sehingga dapat
dikatakan Eucheuma alvarezii (Doty)
memiliki kemampuan mengakumulasi
232Th lebih baik.
Faktor konsentrasi menggambarkan
konsentrasi radionuklida alam dalam
tubuh organisme relatif terhadap
lingkungan, sehingga dapat
menunjukkan kemampuan jenis
organisme (rumput laut, ikan teri dan
kerang) tertentu dalam menyerap
radionuklida alam terlarut di kolom air
atau dalam sedimen ke dalam tubuhnya
[12]. Tabel 5 dan 6 juga menunjukkan
faktor konsentrasi 238
U dan 232
Th
(konsentrasi radionuklida dalam tubuh
rumput laut alami relatif terhadap
sedimen) di berbagai jenis rumput laut
alami yang ditemukan di lokasi
penelitian terhadap radionuklida alam.
Secara umum, faktor konsentrasi
238U dan
232Th rumput laut alami
berturut-turut lebih tinggi pada jenis
algae hijau, algae coklat dan algae
merah. Faktor konsentrasi 238
U lebih
tinggi daripada 232
Th, sehingga dapat
dikatakan bahwa radionuklida 238
U
lebih bioavailable di beberapa jenis
rumput laut alami daripada 232
Th. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Goddard
dan Jupp (2001), rumput laut algae
hijau mengakumulasi radionuklida alam
lebih tinggi daripada algae varietas
coklat [10]. Strezov dan Nonova (2009)
menyimpulkan bahwa rumput laut algae
hijau dari Laut Hitam mengakumulasi
radionuklida alam 3 kali lebih tinggi
dibandingkan algae jenis lainnya [11].
Konsentrasi 238
U dan 232
Th dalam
ikan teri dan daging kerang serta nilai
faktor konsentrasinya ditunjukkan pada
Tabel 7. Ikan teri yang diteliti dari
Genus Stolephorus dan Anchoa, Famili
Engraulidae. Ikan teri (Stolephorus) di
perairan Pulau Panjang hanya diperoleh
dari Stasiun 1. Kerang dari Genus
Codakia dan hanya ditemukan di
stasiun 3 perairan Pulau Panjang,
Banten.
Dalam ikan teri dari perairan Pulau
Panjang dan lokasi pembanding tidak
Tabel 7. Konsentrasi 238
U dan 232
Th dalam tubuh ikan teri dan kerang serta nilai
faktor konsentrasinya di lokasi pengamatan, Juni-Juli 2010
Jenis biota Konsentrasi (Bq/kg) Faktor konsentrasi
238U
232Th
238U
232Th
Pulau Panjang, Banten
Ikan teri (Genus Stolephorus) ttd 3,5812
- 0,7830 ttd 2,0254
ttd 4,3168
Rata-rata ttd 3,3078±1,1699
Kerang (Genus Codakia) 5,2431 3,6808
0,1972 0,3202 6,5803 3,1449
8,8477 3,9812
Rata-rata 6,8903±1,8221 3,6023±0,4237
Lokasi Pembanding
Ikan teri (Genus Anchoa) ttd 1,5273
ttd 2,2419
ttd 2,4116
Rata-rata ttd 2,0603±0,4693 ttd : di bawah deteksi alat (238U: < 5,3984 Bq/kg)
ditemukan radionuklida alam 238
U
(dibawah batas deteksi alat atau <
5,3984 Bq/kg). Konsentrasi rata-rata
232Th nya di perairan Pulau Panjang
(3,3078 Bq/kg) lebih tinggi
dibandingkan lokasi pembanding
(2,0603 Bq/kg). Faktor konsentrasi
232Th pada ikan teri Genus Stolephorus
sebesar 0,7830.
Konsentrasi rata-rata 238
U dan 232
Th
dalam daging kerang Codakia masing-
masing 6,890 Bq/kg dan 3,602 Bq/kg.
Konsentrasi 238
U dalam daging kerang
Codakia lebih tinggi daripada 232
Th, hal
ini terkait dengan tingginya konsentrasi
238U total bila dibandingkan dengan
232Th total dalam sedimen. Akan tetapi,
radionuklida 232
Th diakumulasi pada
tingkat yang lebih tinggi oleh kerang
Codakia daripada 238
U karena 232
Th
memiliki faktor konsentrasi (0,3202)
lebih tinggi daripada 238
U (0,1972).
Kerang dikenal secara luas sebagai
bioindikator karena dapat
mengakumulasi radionuklida dalam
jaringannya yang berhubungan dengan
radionuklida yang tersedia secara
biologi dalam perairan [3][13].
4. Kesimpulan
1. Aktivitas PLTU-batubara
memberikan dampak terhadap
perairan di sekitarnya, ada indikasi
peningkatan konsentrasi
radionuklida alam di perairan Pulau
Panjang, Banten sekitar kawasan
PLTU Suralaya yang telah
beroperasi selama 27 tahun bila
dibandingkan lokasi pembanding
(sekitar PLTU Labuan yang telah
beroperasi 1 tahun).
2. Rata-rata konsentrasi 238
U dan
232Th dalam sedimen sekitar PLTU
Suralaya 2,8 dan 1,4 kali lebih
besar daripada sedimen sekitar
PLTU Labuan, sedangkan
perbandingan 232
Th total,
tersuspensi dan terlarut yaitu di
sekitar PLTU Suralaya 1,6, 0,9 dan
2,4 kali lebih besar daripada di
perairan sekiatar PLTU Labuan.
3. Tingkat akumulasi 238
U dan 232
Th
pada rumput laut alami di
penelitian berturut-turut lebih tinggi
pada jenis algae hijau, algae coklat
dan algae merah.
4. Tingkat akumulasi 232
Th lebih besar
daripada 238
U oleh kerang Codakia.
5. Daftar Pustaka
[1] Bunawas dan Pujadi, Industri dan
Pencemaran Radionuklida Alam
di Lingkungan. Buletin ALARA.
2(2): 13-18. (1998).
[2] Alex Gabbard (1993). Coal
Combustion, Oak Ridge National
Laboratory’s Communications
and External Relations. US
Department Energy, ORNL
Review Vol. 26, No. 3 dan 4.
[3] Tateda, Y. dan T. Koyanagi
(1986). Accumulation of
Radionuclides by Common
Mussel Mytilus edulis and
Purplish Bifurcate Mussel
Septifer virgatus. Bulletin of the
Japanese Society of Scientific
Fisheries. 52(11): 2019-2026.
[4] Monte, L, R. Perianez, P. Boyer,
J.T. Smith, J.E. Brittain (2009).
The role of physical processes
controlling the behaviour of
radionuclide contaminants in the
aquatic environment: a review of
state-of-the art modelling
approaches. Journal of
Environmental Radioactivity.
100: 779–784.
[5] Atmadja, W.S, A. Kadi, Sulistijo
dan R. Satari (1996). Pengenalan
Jenis-jenis Rumput Laut
Indonesia. Puslitbang Oseanografi
LIPI. Jakarta.
[6] IAEA (1990). International
Atomic Energy Agency. Practical
Aspect of Operating a Neutron
Activation Analysis Laboratory
IAEA Tecdoc-564. Vienna.
[7] Kementerian Negara Lingkungan
Hidup RI (2004). Surat
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup RI Nomor 51
Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Air Laut. Jakarta.
[8] Randle, K. Dan J. A. Jundi
(2001). Instrumental Neutron
Activation Analysis (INAA) of
Estuarine Sediments. Journal of
Radioanalytical and Nuclear
Chemistry. 249 (2): 361-367.
[9] Michael, J. K (1994). Practical
Handbook of Marine Science.
Boca Raton: CRC Press.
[10] Goddard, C. C dan B. P Jupp
(2001). The Radionuclide Content
of Seaweeds in Seagrasses
Around the Coast of Oman and
the United Arab Emirates. Marine
Pollution Buletin. 42(12): 1411-
1416.
[11] Strezov, A. dan Tzvetana Nonova
(2009). Influence of Macroalgal
Diversity on Accumulation of
Radionuclides and Heavy Metals
in Bulgarian Black Sea
Ecosystems. Journal of
Environmental Radioactivity.
ELSEVIER. (100): 144-150.
[12] Connel, D. W. dan G. J. Miller
(1995). Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. Terjemahan Yanti
Koestoer. Cetakan Pertama.
Universitas Indonesia Press.
[13] Tkalin, A. V., T. S. Lishavskaya,
dan V. M. Shulkin (1998).
Radionuclides and Trace Metals
in Mussels and Bottom Sediments
Around Vladivostok, Russia.
Marine Pollution Bulletin. 36 (7):
551-554.