tingkat adopsi masyarakat terhadap...
TRANSCRIPT
TINGKAT ADOPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN
EKOWISATA DI PULAU DUYUNG KECAMATAN SENAYANG
KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Nurhidayat, [email protected]
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Dr. Khodijah, M.Si
Dosen Jurusan Manajemen Sunberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Dr. Febrianti Lestari, M.Si
Dosen Jurusan Manajemen Sunberdaya Perairan FIKP-UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat adopsi masyarakat
Pulau Duyung terhadap kegiatan pengembangan ekowisata di Pulau Duyung,
selain untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Pulau Duyung.
Penelitian ini dilakukan dimulai pada September 2015 hingga Mei 2016 di Pulau
Duyung, Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan
metode survey yang dibantu dengan kuesioner untuk responden dan panduan
wawancara untuk mengumpulkan data dari informan kunci. Untuk penarikan
sampel (Responden) menggunakan metode acak sederhana (simple random
sampling)dan untuk menentukan informan kunci dengan menggunakan purposive
sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat sangat menerima
adanya kegiatan ekowisata di Pulau Duyung, hanya saja belum ada kegiatan-
kegiatan nyata yang dilakukan masyarakat tentang kegiatan ekowisata
dikarenakan belum adanya kebijakan dari pemerintah atau dinas terkait dalam
membantu pengembangan ekowisata di Pulau Duyung. Berdasarkan penelitian
tentang tingkat adopsi masyarakat Pulau Duyung terhadap pengembangan
kegiatan ekowisata didapati hasil keseluruhan yang menyatakan bahwa tingkat
adopsi masyarakat Pulau Duyung dapat dikatakan “tidak baik”.
Kata Kunci : Pengembangan Ekowisata, Tingkat Adopsi Masyarakat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2003 tentang pembentukan
Kabupaten Lingga di Provinsi
Kepulauan Riau, menetapkan bahwa
Kabupaten Lingga memiliki luas
wilayah daratan dan lautan mencapai
211.772 km2 dengan luas daratan
2.117,72 km2 (1%) dan lautan
209.654 km2 (99%) dan jumlah
keseluruhan pulau adalah 531 buah
pulau, serta 447 buah pulau
diantaranya belum berpenghuni.
Salah satu pulau berpenghuni yang
terdapat di Kabupaten Lingga adalah
Pulau Duyung. Pulau Duyung
merupakan sebuah pulau yang
terlertak di Kecamatan Senayang.
Pulau Duyung memiliki letak batas
yaitu, sebelah utara berbatasan
dengan Desa Benan, sebelah selatan
dengan Pulau Temiang, sebelah barat
dengan Pulau Medang, dan sebelah
timur berbatasan dengan Desa
Mensanak dengan jumlah
keseluruhan penduduk yang ada di
Pulau Duyung adalah berjumlah 423
orang. (Profil Pulau Duyung, 2015).
Pulau duyung merupakan suatu
kawasan yang berpotensi dalam
kegiatan ekowisata, khusunya
kegiatan ekowisata mangrove.
Sebagaimana berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya oleh Prasetio
(2014) tentang analisis sebaran dan
keanekaragaman ekosistem
mangrove di pulau duyung, pulau
duyung memiliki area sebaran
mangrove yang tersebar di sisi barat
laut, timur, dan selatan pulau duyung
dengan luas total mangrove 116.372
Ha dengan 5 jenis mangrove sejati,
diantaranya adalah Bruguiera
gymnorhiza, Rhizophora apiculata,
Rhizophora stylosa, Rhizophora
mucronata, dan Xylocarpus
granatum. Dengan kondisi demikian,
dalam upaya pemanfaatan dan
melestarikan potensi yang ada di
pulau duyung, maka pengembangan
ekowisata merupakan langkah yang
tepat untuk dilakukan. Sejalan
dengan pengertian ekowisata yang
dilihat sebagai suatu konsep
pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk
mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam
3
pengelolaan sumberdaya yang ada
(Satria, 2009).
Kondisi kegiatan ekowisata yang ada
di Pulau Duyung pada saat ini masih
belum maju, dimana sarana dan
prasarana untuk mendukung kegiatan
ekowisata yang ada di Pulau Duyung
masih sangat terbatas, dimana hanya
terdapat sebuah penginapan atau
cottage. Selain pengunjung yang
datang ke Pulau Duyung masih
sangat terbatas kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung juga
masih sangat terbatas. Mengingat
besarnya pengaruh tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
kegiatan ekowisata di Pulau Duyung,
maka perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung terhadap
kegiatan ekowisata di Pulau Duyung.
Terkait dengan upaya tersebut,
mengetahui tingkat adopsi
masyarakat merupakan suatu langkah
awal untuk mendukung
pengembangan kegiatan ekowisata di
Pulau Duyung, mengingat
pengembangan kegiatan ekowisata
yang terdapat di Pulau Duyung
dihadapkan dengan tingkat
penerimaan masyarakat yang
berbeda-beda terhadap kegiatan
tersebut. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkap adopsi
masyarakat Pulau Duyung terhadap
kegiatan ekowisata yang terdapat di
Pulau Duyung. Sedangkan manfaat
dari penelitian ini adalah tersedianya
informasi tentang penerimaan
masyarakat Pulau Duyung terhadap
pengembangan kegiatan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung,
sehingga dapat menjadi masukan
untuk menentukan strategi dalam
meningkatkan tingkat adopsi
masyarakat sebagai upaya
pengembangan kegiatan ekowisata di
Pulau Duyung yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan.
B. Perumusan Masalah
Masyarakat memiliki peran yang
sangat penting dalam pengembangan
kegiatan ekowisata di suatu kawasan,
karena pengembangan kegiatan
ekowisata secara langsung maupun
tidak langsung dipengaruhi oleh
tingkat adopsi masyarakat.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
perumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
4
1. Bagaimanakah kondisi sosial
ekonomi masyarakat Pulau
Duyung
2. Bagaimanakah tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung
terhadap pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi sosial
ekonomi masyarakat Pulau
Duyung
2. Untuk mengetahui tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung
terhadap pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah dapat
bermanfaat bagi tambahan
wawasan/informasi, dan sebagai
rujukan dalam pengambilan
keputusan bagi semua pihak yang
berkepentingan (swasta, pemerintah,
lembaga ataupun perorangan),
khususnya bagi nelayan. Selain itu
hasil penelitian ini diharapkan
berguna pula bagi membantu
menjadi sumber informasi penelitian
selanjutnya.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dimulai pada
bulan November 2015 hingga bulan
Mei 2016 meliputi tahap persiapan,
tahap pengambilan data lapangan,
pengolahan data, penulisan skripsi,
sidang skripsi serta perbaikan skripsi.
Penelitian ini dilakukan di Pulau
Duyung Kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga Provinsi
Kepulauan Riau.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, dimana
menurut Notoatmodjo (2002) bahwa
penelitian deskriptif adalah suatu
metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskripsi tentang
suatu kedaan secara objektif.
Selanjutnya Sumarsono (2004)
menambahkan bahwa data kualitatif
adalah nilai dari perubahan-
perubahan yang tidak dapat
dinyatakan dalam angka-angka.
Kemudian menurut Silalahi (2009)
menambahkan bahwa penelitian
deskriptif sangat penting bagi semua
5
disiplin ilmu, khususnya pada tahap
awal perkembangannya meskipun
hal ini dapat bervariasi. Hasil
penelitian deskriptif juga sangat
penting sebagai sumber
pembentukan teori dan
hipotesis.Penelitian yang bersifat
deskriptif bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu,
keadaan, gejala, atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan
frekuensi atau penyebaran suatu
gejala atau frekuensi adanya
hubungan tertentu antara suatu gejala
dengan gejala yang lain.
C. Populasi dan Pengumpulan
Data
Penentuan responden penelitian
menggunakan teknik penarikan
sampel menggunakan metode acak
sederhana (simple random sampling).
Unit analisis pada penelitian ini
adalah kepala keluarga yang
berdomisili di Pulau Duyung,
kemudian ditentukan 25% sampel
dari populasi, dimana menurut
Arikunto (2010) bahwa apabila
subjek kurang dari seratus, maka
lebih baik diambil semua, sehingga
penelitiannya merupakan populasi.
Tetapi jika subjek lebih dari seratus,
dapat diambil antara 10-15% atau
15-25% atau lebih. Adapun langkah-
langkah dalam penentuan jumlah
sampel sebagai berikut:
1. Mengambil data jumlah kepala
keluarga yang ada di Pulau
Duyung yang dapat diperoleh di
kantor kepala desa atau kantor
setempat.
2. Memberikan masing-masing
nomor urut kepada seluruh
kepala keluarga atau yang
mewakili (orang dewasa).
3. Dilakukan pengundian
berdasarkan nomor urut, yaitu
diambil 25% dari 119 jumlah
kepala keluarga.
Keterangan
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
Dari rumus tersebut, maka didapat
sampel sebanyak:
n = 25 x N
100
n = 25 x 119
100
= 29,75 Orang
6
Dari hasil perhitungan diatas maka
jumlah sampel dalam penelitian
adalah sebanyak 29 responden.
4. Didapatkan jumlah sampel yaitu
29 KK yang dipilih secara acak
dan ditetapkan sebagai responden
dalam penelitian. Namun
berdasarkan kendala dilapangan
seperti responden yang tidak
dapat melakukan wawancara atau
tidak ingin melakukan
wawancara, maka didapat 25
responden yang bersedia untuk
melakukan wawancara atau
dipersentasekan sebesar 21%, hal
ini masih dapat diterima
berdasarkan Arikunto (2010)
bahwa apabila subjek kurang dari
seratus, maka lebih baik diambil
semua, sehingga penelitiannya
merupakan populasi. Tetapi jika
subjek lebih dari seratus, dapat
diambil antara 10-15% atau 15-
25% atau lebih.
Selanjutnya pengumpulan data
dilakukan dengan dibantu oleh
kuisioner, Dimana kusioner adalah
metode pengumpulan data dengan
cara menggunakan daftar pertanyaan
yang diajukan kepada responden
untuk menjawab dengan memberikan
angket. Pada umumnya isi materi
kusioner meliputi identitas responden
dan butir-butir pertanyaan variable
penelitian beserta alternatif jawaban
(Sunyoto, 2011). Selanjutnya
didalam penentuan informan
dilakukan dengan metode purposive
sampling, yang dimana informan
yang dipilih berjumlah 4 orang yang
antara lain adalah kepala desa, kepala
dusun I, ketua BPD (Badan
Permusyawaratan Desa), maupun
tetua adat yang ada di Pulau Duyung
dan yang dirasa mengetahui dengan
baik jawaban-jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam
panduan wawancara. Menurut
Arikunto (2010) metode purposive
sampling ini biasanya dilakuakan
karena beberapa pertimbangan,
misalnya alasan keterbatasan waktu,
tenaga dan dana sehingga tidak dapat
mengambil sampel yang besar dan
jauh. Walaupun cara seperti ini
diperbolehkan, yaitu peneliti biasa
menentukan sampel berdasarkan
tujuan tertentu, tetapi ada syarat-
syarat yang harus dipenuhi,
diantaranya adalah :
7
1. Pengambilan sampel harus
didasarkan atas ciri-ciri, sifat atau
karakteristik tertentu, yaitu yang
merupakan cirri-ciri pokok
populasi.
2. Subjek yang diambil sebagai
sampel benar-benar merupakan
subjek yang paling banyak
mengandung cirri-ciri yang
terdapat pada populasi (key
subjectis).
3. Penentuan karakteristik populasi
dilakukan dengan cermat didalam
studi pendahuluan
Pemilihan sampel dengan metode
ini cukup baik, karena sesuai dengan
pertimbangan peneliti sendiri
sehingga dapat mewakili populasi,
dimana informan adalah orang yang
memberikan informasi. Dengan
pengertian ini maka informan dapat
dikatakan dengan responden apabila
pemberian keterangannya karena
dipancing oleh pihak peneliti. Istilah
informan ini banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif
(Arikunto,2010). Kemudian
pengumpulan data pada informan
dilakukan dengan wawancara yang
dibantu dengan panduan wawancara
(interview guide) dan dengan
pencatatan langsung, dimana
menurut Notoatmodjo (2002) yang
dimaksud pencatatan langsung
adalah langsung mencatat jawaban-
jawaban dari informan, sehingga
alat-alat dan panduan wawancara
harus selalu siap di tangan, dimana
hal ini memiliki keuntungan bahwa
peneliti tidak akan lupa tentang
jawaban-jawaban atau data yang
diperoleh. Tetapi kerugiannya adalah
hubungan antara pewawancara dan
informan menjadi kaku dan tidak
bebas.
Selanjutnya Arikunto (2010)
menambahkan bahwa wawancara
adalah sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara(interviewer)
untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. Panduan wawancara
(interview guide) sangat menolong
dalam proses pelaksanaan
wawancara. Oleh karena itu, panduan
ini bukan saja dibutuhkan, tetapi
sudah menjadi kelengkapan proses
dari wawancara. Ada tiga fungsi dari
panduan wawancara. Pertama,
memberi bimbingan mendasar
tentang hal-hal yang akan
ditanyakan. Kedua mengingatkan
8
pada persoalan-persoalan yang
relavan dengan apa yang ingin
deketahui. Ketiga, memberikan
kerangka kepada laporan wawancara
itu (Silalahi, 2009).
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Menurut Sarwono
(2006), data primer adalah data yang
berupa teks hasil wawancara dan
diperoleh melalui wawancara dengan
informan yang sedang dijadikan
sampel dalam penelitian. Data
tersebut dapat direkam maupun
dicatat oleh peneliti saat melakukan
wawancara terhadap informan.
Sedangkan data sekunder adalah data
yang berupa data-data yang sudah
tersedia dan dapat diperoleh oleh
peneliti dengan cara membaca,
melihat atau mendengarkan, data
sekunder dapat berbentuk teks seperti
surat-surat, pengumuman, spanduk
maupun data dalam bentuk gambar
atau suara rekaman, video dan iklan
dari media elektronik.
E. Instrumen Penelitian
Untuk menentukan instrumen
penelitian, maka perlu diketahui
terlebih dahulu data apa yang
dibutuhkan oleh peneliti untuk
melengkapi data yang diperlukan,
kemudian mengetahui sumber data
atau darimana data itu dapat
diperoleh oleh si peneliti, setelah itu
bagaimana metode pengumpulan
data yang dipilih dalam
melaksanakan pengumpulan data,
setelah itu maka akan di dapat
intrumen apa saja yang dibutuhkan
didalam melaksanakan penelitian.
Adapun spesifikasi alat yang
digunakan dalam penelitian ini
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kusioner atau daftar pertanyaan,
digunakan untuk pengambilan
data primer, atau sebagai
panduan dalam wawancara
dengan responden. Pertanyaan
sifatnya terbuaka ( responden
bebas menjawab), dan tertutup
(dibatasi oleh penulis), serta
diselaraskan dengan tujuan
penelitian. Dimana menurut
Notoatmodjo (2002) pentingnya
pentingnya kuesioer sebagai
instrument pengumpul data
adalah untuk memperoleh suatu
data yang sesuai dengan tujuan
9
penelitian. Oleh karena itu suatu
kuesioner harus mempunyai
syarat, antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Relevan dengan tujuan
penelitian
b. Mudah ditanyakan
c. Mudah dijawab
d. Data yang diperoleh mudah
diolah atau diproses.
2. Panduan wawancara
3. Microsoft Excel
4. SPSS
F. Analisis Data
a. Uji validasi kuesioner
Uji validasi kuesioner menggunakan
Correct Item Total Correlation,
dimana validasi kuesioner dilakukan
dengan percobaan 5 responden
dengan 60 pertanyaan, sehingga
didapatkan 50 pertanyaan yang valid
dan 10 pertanyaan yang tidak valid,
proses di bantu dengan aplikasi spss
dimana hubungan dalam item-item
pernyataan digunakan Uji korelasi
Product Moment (Pearson).
b. Pengukuran
scoring/pembobotan
Untuk mengetahui tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata yang berkembang
dilakukan dengan cara pemberian
skor (scoring). Langkah awal dalam
pengukuran ini adalah dengan
melakukan pemberian skor, dimana
setiap jawaban variabel yang ada
diberi skor-skor tertentu untuk
memudahkan mengukur jenjang atau
tingkatan dari masing-masing
variabel tersebut.
Metode scoring bertujuan
memperhitungkan setiap parameter
dengan pembobotan yang berbeda-
beda. Bobot yang digunakan sangat
tergantung dari percobaan atau
pengalaman empiris yang telah
dilakukan. Semakin banyak sudah di
uji coba, semakin akurat pula metode
scoring yang digunakan. Kemudian
untuk mengategorikan rata-rata
jawaban responden dibuat skala
interval.
c. Analisis Adopsi
Data dasar disusun dengan
menggunakan tabel distribusi
frekuensi serta pengukuranya
menggunakan skala likert yaitu
dengan memberi bobot tertentu pada
setiap jawaban pertanyaan dengan
mengukur sikap, pendapat dan
persepsi responden tentang kejadian
sosial atau suatu keadaan yang
10
negatif ke jenjang yang positif.
Analisa skala likert adalah teknik
analisa yang berkaitan dengan data
kualitatif yang datanya berupa skor
atau skala. Pada ujung sebelah kiri
jawaban diberi skala rendah yang
kemudian membesar pada jawaban
disebelah kanan. Digunakan untuk
mendapatkan data tentang dimensi-
dimensi dari variabel-variabel yang
dianalisis dalam penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item
instrument yang dapat berupa
pernyataan dan pertanyaan. Jawaban
setiap item instrument yang
menggunakan skala likert
mempunyai gradiasi dari sangat
positif sampai sangat negative
(Khodijah, 2014). Indikator adopsi
masyarakat terdiri dari beberapa
tahapan sebagai berikut:
Tabel 2. Indikator Adopsi
Masyarakat
No Indikator No Urut
Pertanyaan
1. Sadar 1-10
2. Minat 11-20
3. Menilai 21-30
4. Mencoba 31-40
5. Menerapkan 41-50
Adapun penilaian adopsi dilakukan
dengan menggunakan scoring
(angka). Nilai skor adalah 1 sampai 3
dengan penilaian sebagai berikut:
Skor dengan nilai = 3 kategori
baik
Skor dengan nilai = 2 kategori
kurang baik
Skor dengan nilai = 1 kategori
tidak baik
Selanjutnya untuk menilai tingkat
adopsi masyarakat digunakan nilai
interval kelas dan rentang kelas
dengan cara yaitu:
11
Nalai tertinggi = Skor
tertinggi x Jumlah sampel x Jumlah
pertanyaan
Nilai terendah = Skor
terendah x Jumlah sampel x Jumlah
pertanyaan
Interval kelas = Angka tertinggi –
Angka terendah
Jumlah kelas
Interpretasi jumlah skor tersebut
adalah :
1. Kuartil III< Skor < Maksimal
artinya sangat positif (adopsi
sudah sangat baik)
2. Median < Skor < Kuartil III
artinya positif (adopsi sudah
baik)
3. Kuartil I< Skor < Median artinya
negatif (adopsi tidak baik)
4. Minimal < Skor < Kuartil I
artinya sangat negatif (adopsi
sangat tidak baik)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lokasi
Penelitian
Pulau Duyung merupakan salah satu
Desa Pemekaran dari Desa Pulau
Medang, yang memiliki batas
wilayah sebelah utara berbatasan
dengan Pulau Benan, sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Temiang,
sebelah barat berbatasan dengan
Pulau Medang, dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Mensanak.
Dimana jarak tempuh dari Pulau
Duyung ke Ibu Kota Kecamatan
adalah 20 Mil, dari Pulau Duyung ke
Ibu Kota Provinsi berjarak tempuh
25 Mil, kemudian jarak dari Pulau
Duyung ke Ibu Kota Kabupaten yaitu
memiliki jarak tempuh 45 Mil. Pulau
Duyung memiliki karakteristik yang
tidak jauh berbeda dengan pulau-
pulau yang ada disekitarnya, dimana
memiliki luas yang kurang dari 1.500
hektar dengan ketinggian berkisar
antara 0 - 200 meter dari permukaan
air laut. Pulau Duyung memiliki
lahan dengan kondisi permukaan
yang relatif datar dengan variasi
perbukitan yang memiliki
kemiringan berkisar antara 8 - 15 %
(Profil Pulau Duyung, 2015).
Pulau Duyung merupakan sebuah
pulau yang memiliki 6 RT, 3 RW,
dan 2 buah dusun yang diketuai oleh
seorang kepala dusun dari masing-
masing dusun serta dipimpin
langsung oleh Kepala Desa, dimana
12
penentuan Kepala Desa dengan cara
dipilih langsung oleh masyarakat
Pulau Duyung. Pulau Duyung
merukapan sebuah pulau yang
memiliki pantai dengan panjang +
1000 meter dan karakteristik pantai
yang landai dan hamparan pasir putih
disepanjang pantai dengan lebar + 5
meter menjorok ke laut, kemudian
disusul dengan padang lamun dan
karang . Pulau Duyung memiliki 3
bagian pantai diantaranya adalah
pantai pasir panjang, pantai lubuk
tangis, dan pantai batu duyung,
dimana ketiga pantai tersebut
memiliki karakteristik yang tidak
jauh berbeda, ditumbuhi berbagai
macam jenis vegetasi mangrove
sejati, maupun mangrove ikutan,
diantaranya adalah pohon kelapa dan
tanaman bakau. Dimana 90% pesisir
pulau duyung ditumbuhi oleh
mangrove dengan ketinggian
mencapai + 2 – 3 meter yang
tersebar di sisi barat laut, timur, dan
selatan pulau duyung, dengan luas
total mangrove mencapai 116.372 Ha
dan memiliki 5 janis mangrove sejati
diantaranya adalah Bruguiera
gymnorhiza, Rhizophora apiculata,
Rhizophora stylosa, Rhizophora
mucronata, dan Xylocarpus granatum
(Profil Pulau Duyung, 2015).
Pulau Duyung merupakan sebuah
pulau yang memiliki satu dermaga,
dimana dermaga ini menjadi satu-
satunya akses yang dapat mendukung
kegiatan transportasi laut untuk
masyarakat Pulau Duyung,selain
pelantar rumah-rumah warga yang
sejatinya 70% dibangun diatas laut,
dan sisanya tersebar di dalam pulau,
terdapat beberapa jenis alat
transportasi yang terdapat di Pulau
Duyung, diantaranya adalah 65 unit
sepeda motor, 47 unit pompong, 3
unit speed boat, dan juga 56 unit
sampan dayung. Pulau Duyung
memiliki akses jalan yang memiliki
lebar hanya + 1-2 meter yang
dibangun dengan menggunakan
material papin blok, semen maupun
sekedar tanah merah (bauksit), jalan-
jalan tersebut merupakan satu-
satunya sarana untuk mempermudah
masyarakat Pulau Duyung didalam
kegiatan sehari-hari. Pulau Duyung
memiliki sarana pendidikan
diantaranya adalah 1 buah gedung
untuk kegiatan PAUD, yang dimana
PAUD tersebut memiliki 4 orang
guru yang bertanggung jawab atas 26
13
murid. Kemudian memiliki 2 SD
(Sekolah Dasar) dengan 10 guru
yang bertanggung jawab atas 65
murid, 1 SMP (Sekolah Menengah
Pertama) yang memiliki 7 guru dan
27 murid, kemudian 1 TPA-
Madrasah yang memiliki 12 guru
dengan 97 murid, selain sarana
pendidikan tersebut, Pulau Duyung
memiliki sarana pengairan berbentuk
parit dengan lebar dan dalam + 1
meter guna memudahkan jalannya air
hujan mengalir ke laut, selain itu
Pulau Duyung memiliki 6 buah bak
penampungan air yang berkapasitas
1000 liter guna menjamin
ketersediaan air tawar untuk
masyarakat Pulau Duyung dengan 2
buah WC umum yang dimana
pembangunan sarana-sarana yang
terdapat di Pulau Duyung tersebut
dibangun dengan sumber dana dari
PNMP, APBD, ADD maupun A3DK
Provinsi Kepulauan Riau (Profil
Pulau Duyung, 2015).
Pulau Duyung memiliki 1 buah
sarana kesehatan berupa Polindes,
yang sengaja di bangun dikawasan
ramai penduduk untuk
mempermudah akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan. Selain itu terdapat 1buah
sarana ibadah berupa masjid yang
dibangun menjorok ke darat, yang
dimana selain digunakan untuk
tempat sembahyang, masjid ini juga
berfungsi sebagai tempat pengajian,
majelis ta‟lim, maupun penyuluhan
agama. Pulau Duyung juga memiliki
1 buah Kantor Kepala Desa yang
dibangun sebagai Pusat Administrasi
Desa (Profil Pulau Duyung, 2015).
Sumberdaya listrik yang terdapat di
Pulau Duyung masih sangat terbatas,
dimana warga dapat menggunakan
listrik hanya pada sore hingga malam
hari, yaitu dari jam 18:00 – 23:00,
hal ini disebabkan oleh pembangkit
tenaga listrik yang masih terbatas,
berupa generator listrik tenaga diesel
yang berbahan bakar solar yang
dialirkan melalui kabel-kabel kecil
menuju ke rumah-rumah warga.
Genarator listrik tenaga diesel
tersebut dikelola oleh desa, dan
masyarakat yang menggunakanya
diwajibkan membayar iuran perbulan
untuk biaya pembelian bahan bakar
solar serta biaya perawatan mesin
diesel.
B. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Pulau Duyung
14
1. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Secara Umum
Pulau Duyung memiliki jumlah
penduduk keseluruhan yaitu
berjumlah 423 jiwa, yang dimana
terdiri dari 119 kepala keluarga. Jika
jumlah penduduk yang ada di Pulau
Duyung dilihat berdasarkan jenis
kelamin, maka penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah
222 jiwa dan jumlah penduduk yang
berjenis kelamin perempuan adalah
201 jiwa, yang dimana keseluruhan
penduduk yang ada di Pulau Duyung
merupakan WNI (Warga Negara
Indonesia). Dari jumlah penduduk
keseluruhan yang ada di Pulau
Duyung tersebut, 100% penduduk
Pulau Duyung beragama islam.
Jika jumlah penduduk yang ada di
Pulau Duyung ditinjau berdasarkan
golongan usia, maka penduduk Pulau
Duyung yang memiliki usia antara 0
– 4 tahun berjumlah 40 jiwa, yang
dimana dari jumlah tersebut terdiri
dari 22 jiwa penduduk yang berjenis
kelamin laki-laki, dan 18 jiwa
penduduk yang berjenis kelamin
perempuan. Kemudian jumlah
penduduk Pulau Duyung yang
memiliki usia antara 5 – 14 tahun
yaitu keseluruhan adalah berjumlah
92 jiwa, yang dimana dari jumlah
tersebut terdiri dari 49 jiwa
penduduk yang berjenis kelamin
laki-laki dan 43 jiwa penduduk yang
berjenis kelamin perempuan, untuk
golongan penduduk yang memiliki
usia antara 15 – 24 tahun yaitu
keseluruhan adalah berjumlah 69
jiwa, yang dimana terdapat 43 jiwa
penduduk yang berjenis kelamin
laki-laki dan 26 jiwa penduduk yang
berjenis kelamin perempuan.
Selanjutnya penduduk Pulau Duyung
yang termasuk kedalam golongan
usia antara 25 – 34 tahun yaitu
keseluruhan adalah berjumlah 83
jiwa, yang dimana didalamnya
terdapat 43 jiwa penduduk yang
berjenis kelamin laki-laki dan 40
jiwa penduduk yang berjenis kelamin
perempuan yang terdapat di Pulau
Duyung.
Selanjutnya berdasarkan data yang
didapat, penduduk Pulau Duyung
yang termasuk ke dalam golongan
usia antara 35 – 44 tahun
keseluruhan berjumlah 72 jiwa, yang
dimana didalamnya terdiri dari 38
jiwa penduduk yang berjenis kelamin
laki-laki dan 34 jiwa penduduk yang
15
berjenis kelamin perempuan.
Kemudian penduduk Pulau Duyung
yang termasuk ke dalam golongan
usia antara 45 – 54 tahun dengan
jumlah keseluruhan adalah 39 jiwa
yang terdiri dari 19 jiwa penduduk
yang berjenis kelamin laki-laki dan
20 jiwa penduduk yang berjenis
kelamin perempuan. Penduduk Pulau
Duyung yang termasuk ke dalam
golongan usia antara 55 – 64 tahun
adalah keseluruhan berjumlah 21
jiwa yang terdiri dari 11 jiwa
penduduk yang berkelamin laki-laki
dan 10 jiwa penduduk yang berjenis
n kelamin perempuan. Untuk
penduduk yang termasuk ke dalam
golongan usia antara 65 – 74 adalah
berjumlah 5 jiwa, yaitu terdiri dari 2
jiwa penduduk laki-laki dan 3 jiwa
penduduk perempuan. Selanjutnya
penduduk Pulau Duyung yang
memiliki usia lebih dari 75 tahun
keseluruhan berjumlah 2 jiwa yang
terdiri dari 1 penduduk perempuan
dan 1 orang penduduk laki-laki.
Penduduk Pulau Duyung
sebagian besar memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan
tangkap, hal ini dipengaruhi oleh
keadaan alam yang sangat
mendukung karena di kelilingi oleh
lautan yang cocok untuk kegiatan
perikanan tangkap. Alat tangkap
yang biasa digunakan oleh penduduk
Pulau Duyung yaitu berupa
pancingan, jaring, bento, dan juga
kawat bubu, dengan hasil tangkapan
berupa kepiting, ikan, maupun
sotong dan cumi-cumi. Dari
keseluruhan jumlah penduduk yang
ada di Pulau Duyung, penduduk yang
memiliki mata pencaharian sebagai
nelayan tangkap adalah berjumlah
149 jiwa yang terdiri dari 114 laki-
laki dan 5 nelayan tangkap
perempuan. Untuk hasil tangkapan
yang diperoleh nelayan biasanya di
jual ke penampungan yang ada di
Pulau Duyung atau untuk dikonsumsi
sendiri. Selain memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan,
beberapa penduduk Pulau Duyung
juga ada yang berprofesi sebagai
penampung ikan, dimana terdapat 3
tempat penampungan ikan yang ada
di Pulau Duyung. Hasil tangkapan
nelayan yang telah ditampung oleh
penampung akan di jual ke luar
maupun dalam negeri seperi
Singapore, Batam, dan
Tanjungpinang, dengan
16
menggunakan kapal kayu yang
biasanya datang untuk
menghantarkan hasil tampungan para
penampung ikan yang ada di Pulau
Duyung ke luar maupun dalam
negeri.
Selain memiliki mata pencaharian
sebagai nelayan tangkap dan
penampung ikan, beberapa penduduk
memiliki mata pencaharian sebagai
pegawai negeri, dimana berdasarkan
data yang diperoleh, jumlah
keseluruhan pegawai negeri yang ada
di Pulau Duyung adalah berjumlah
10 jiwa yang terdiri dari 5
perempuan dan 5 laki-laki yang
ditempatkan di sekolah-sekolah
maupun kantor yang ada di Pulau
Duyung. Beberapa dari pegawai
yang bertugas di Pulau Duyung
sebenarnya bukanlah penduduk asli
Pulau Duyung, melainkan adalah
orang-orang yang kebetulan
ditugaskan di Pulau Duyung.
Kemudian terdapat beberapa
penduduk Pulau Duyung yang
memiliki mata pencaharian lain
diantaranya adalah sebagai pedagang
dengan jumlah total 9 orang yang
terdiri dari 5 laki-laki dan 4
perempuan, diantaranya berdagang
kebutuhan sehari-hari atau sekedar
kedai kelontong, biasanya bahan-
bahan yang dijual berasal dari
tanjung pinang yang dibawa dengan
kapal ikan yang rutin setiap minggu
singgah di Pulau Duyung untuk
mengambil ikan dari penampung-
penampung ikan yang ada di Pulau
Duyung. Kemudian selebihnya
memiliki mata pencaharian sebagai
wiraswasta, wira usaha, maupun
buruh atau jasa tukang. Data jumlah
penduduk Pulau Duyung berdasarkan
mata pencaharian dapat dilihat pada
tabel berikut :
2. Kondisi Sosial Ekonomi
Responden
Sebagian besar responden bila
ditinjau dari kelompok umur
didominasi oleh responden yang
memiliki umur diatara 35 – 44 tahun
dengan jumlah keseluruhan dari
responden yang memiliki umur
diantara 35 – 44 tahun tersebut
adalah berjumlah 14 jiwa atau bila
dipersentasekan adalah berjumlah 56
% , lebih dari setengah, dari jumlah
persentase keseluruhan responden.
Kemudian disusul oleh responden
yang mendominasi umur antara 45 –
17
54 tahun dengan jumlah 6 jiwa, jika
dipersentasekan adalah berjumlah 24
%, disusul oleh responden yang
berada dalam golongan usia antara
25 – 34 tahun yang berjumlah total 5
jiwa atau berkisar 20 % saja, untuk
golongan umur antara 55 – 64 iyalah
berjumlah 0 jiwa.
Berdasarkan jenis pekerjaan
responden yang didapat di Pulau
Duyung didominasi oleh masyarakat
yang memiliki pekerjaan sebagai
nelayan, hal ini sejalan dengan data
pekerjaan penduduk Pulau Duyung
yang di dapat di kantor desa bahwa
sebagian besar masyarakat Pulau
Duyung memiliki pekerjaan sebagai
nelayan adalah berjumlah 149 jiwa.
Keseluruhan responden yang
memiliki mata pencaharian sebagai
nelayan berjumlah 19 jiwa atau jika
dipersentasekan adalah berjumlah 76
% , kemudian disusul oleh
masyarakat Pulau Duyung yang
memiliki pekerjaan sebagai pegawai
dengan berjumlah 4 jiwa atau 16 %
dimana pegawai tersebut merupakan
pegawai negeri yang ditempatkan di
kantor-kantor maupun sekolah
sekolah yang ada di Pulau Duyung,
dan yang terakhir merupakan
masyarakat Pulau Duyung yang
bekerja sebagai wira usaha dengan
jumlah 2 jiwa atau sebesar 8 %
dimana wirausaha yang dimaksud
adalah sebagai penampung ikan,
kepiting, maupun hasil tangkapan
lainnya.
Masyarakat yang terdapat di
Pulau Duyung memiliki tingkat
pendidikan yang sangat berbeda-
beda, dimulai dari yang tidak
sekolah, hanya memegang ijazah
sekolah dasar, hanya menuntaskan
sekolah menengah pertama, tamatan
sekolah menengah atas, paket c
maupun lulusan sarjana, sebagian
besar sarjana yang ada di Pulau
Duyung tidak berasal dari Pulau
Duyung itu sendiri, mereka berasa
dari luar Pulau Duyung namun
ditugaskan untuk bertempat di Pulau
Duyung oleh dinas-dinas terkait.
Berdasarkan penentuan responden
yang dilakukan maka terdapat
responden yang didapat di Pulau
Duyung hanya memiliki beberapa
latar belakang pendidikan seperti
responden yang sama sekali tidak
merasakan dunia pendidikan formal
atau tidak bersekolah dengan jumlah
6 jiwa atau sebesar 24 % dari
18
keseluruhan jumlah yang ada,
kemudian disusul oleh responden
yang memiliki latar pendidikan
hanya sampai jenjang sekolah dasar
yang yang berjumlah 5 jiwa atau jika
ditinjau menggunakan persentase
yaitu sebesar 20 %, selanjutnya
terdapat 10 jiwa atau 40 % responden
yang memiliki latar belakang
pendidikan sekolah menengah
pertama dan yang terakhir adalah
responden yang memiliki latar
belakang pendidikan paket c dan
sarjana yang masing-masing
berjumlah 2 jiwa atau sebesar 8 %.
Dari tabel diatas dapat dilihat
angka tertinggi terdapat pada
responden yang memiliki latar
belakang pendidikan setingkat SMP
(Sekolah Menengah Atas) dan yang
paling terendah adalah responden
dengan latar belakang pendidikan
setingkat S1(Sajana) dengan jumlah
hanya 2 jiwa atau 8% dari jumlah
keseluruhan 25 jiwa.
C. Tingkat Adopsi Masyarakat
Terhadap Pengembangan
Ekowisata di Pulau Duyung
1. Pengembangan Ekowisata
Pulau Duyung
Pulau Duyung merupakan sebuah
Pulau yang termasuk dalam salah
satu jajaran Pulau yang ada di
Kabupaten Lingga, dimana Pulau
Duyung merupakan sebuah Pulau
yang memiliki potensi ekowisata
yang sangat menjanjikan dengan luas
tutupan mangrove seluas116.372 Ha
dengan 5 jenis mangrove sejati,
diantaranya adalah Bruguiera
gymnorhiza, Rhizophora apiculata,
Rhizophora stylosa, Rhizophora
mucronata, dan Xylocarpus
granatum (Prasetio, 2014).
Perkembangan ekowisata di Pulau
Duyung dapat dikatakan masih
sangat lambat, terbukti dengan
sarana dan prasarana yang masih
sangat terbatas yang ada di Pulau
Duyung, hanya terdapat 1 unit
cottage untuk tempat tamu atau
wisatawan yang berkunjung ke Pulau
Duyung. Menurut informasi yang
didapat dari informan kunci bahwa
belum adanya penyuluhan yang
dilakukan di Pulau Duyung tentang
pengembangan ekowisata,
penyuluhan tentang pemberdayaan
masyarakat terhadap kegiatan
ekowisata dan hal-hal pendukung
kegiatan ekowisata lainnya.
19
2. Tahap Adopsi Masyarakat
Terhadap Inovasi
Pengembangan Ekowisata di
Pulau Duyung
Tingkat adopsi masyarakat
merupakan aspek penting didalam
upaya pengembangan kegiatan
ekowisata yang ada di Pulau
Duyung.
Pada tahap sadar, menurut
Mardikanto (2009) ditandai dengan
adanya indikator seperti masyarakat
mau mendengarkan dengan penuh
perhatian hal-hal yang menyangkut
tentang inovasi yang disampaikan,
kemudian masyarakat mulai tertarik
dengan inovasi tersebut dan
masyarakat mengetahui tentang
adanya inovasi dan informasi-
informasi sederhana tentang inovasi
tersebut. Untuk masyarakat Pulau
Duyung pada tahap sadar, Skor yang
didapat keseluruhan adalah
berjumlah 905 yang menyatakan
bahwa pada tahap sadar ekowisata
masyarakat Pulau Duyung berada
pada posisi antara median dan kuartil
II dimana posisi diantara median dan
kuartil III berarti bahwa tingkat
adopsi masyarakat Pulau Duyung
dapat dikatakan “baik”.
Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan di lapangan, sebagian
besar masyarakat Pulau Duyung
telah mengetahui apa itu ekowisata
dan setuju akan pengembangan
ekowisata di Pulau Duyung. Sejalan
dengan data yang didapat dari
responden bahwa angka tertinggi
berada pada pertanyaan nomor 2
dalam lembaran kusioner tingkat
kesadaran masyarakat yang
menanyakan bahwa “Apakah
Bapak/Ibu mengetahui bahwa Pulau
Duyung memiliki potensi untuk
pengembangan ekowisata”.
Kesadaran masyarakat Pulau Duyung
tentang ekowisata dapat dikatakan
baik karena masyarakat Pulau
Duyung mengetahui bahwa Pulau
Duyung memilki potensi yang sangat
besar dan mereka mengetahui bahwa
cara agar dapat memanfaatkan dan
menjaga kelestarian potensi yang ada
di Pulau Duyung adalah dengan cara
menjadikan Pulau Duyung sebagai
tempat wisata. Selain itu masyarakat
Pulau Duyung juga telah menyadari
bahwa membuang sampah kelaut
dapat menurunkan kualitas perairan
yang ada di Pulau Duyung, sehingga
sedikit demi sedikit masyarakat
20
Pulau Duyung tidak lagi membuang
sampah ke laut, meskipun ada
beberapa dari masyarakat yang sadar
tetapi tetap melakukan kegiatan
membuang sampah di laut, hal ini
dilatarbelakangi oleh alasan yang
berbeda-beda. Salah satu upaya
masyarakat Pulau Duyung dalam
mengurangi pembuangan sampah ke
laut adalah dengan membuat tempat
pembuangan sampah berukuran
besar yang dibuat dari semen pada
setiap RT, dimana pada tempat
tersebut sampah-sampah yang telah
terkumpul dari warga setempat akan
dibakar pada waktu-waktu tertentu.
Gambar 8. Bak penampungan
sampah
Berdasarkan data yang diperoleh dari
lapangan, skor terendah yang didapat
dari responden pada lembar kusioner
tingkat kesadaran masyarakat hanya
mencapai angka 55, dimana
pertanyaan tersebut merupakan
sebuah pertanyaan yang membahas
tentang pengetahuan masyarakat
tentang ekowisata bahari, dari hal
tersebut dapat dilihat bahwa
masyarakat Pulau Duyung masih
belum memiliki pengetahuan yang
cukup tentang ekowisata dan hal-hal
yang terkait dengan ekowisata,
masyarakat Pulau Duyung hanya
mengetahui bahwa daerah Pulau
Duyung memiliki potensi besar dan
baik untuk dijadikan tempat wisata,
tetapi masyarakat Pulau Duyung
hanya mengetahui ekowisata dalam
ruang lingkup yang sangat kecil dan
hanya memiliki pengetahuan tentang
ekowisata yang didapat dari mulut ke
mulut sehingga informasi yang
diperoleh tidak terlalu mendalam.
Hal ini berkaitan dan dapat
dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi masyarakat Pulau Duyung
seperti minimnya tingkat pendidikan
pada masyarakat Pulau Duyung
sehingga masyarakat hanya
mengetahui kegiatan ekowisata
dengan pengertian sempit dan sangat
terbatas.
Terbatasnya jalur informasi atau
media-media yang dapat membantu
dalam penyebaran dan
21
pengembangan pengetahuan
masyarakat Pulau Duyung contohnya
media cetak, media elektronik seperti
televisi, radio dan alat-alat elektronik
lainnya juga mempengaruhi tingkat
adopsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata di Pulau
Duyung. Sedikitnya informasi yang
dapat diperoleh dari media elektronik
seperti televisi dan radio juga
dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya
listrik yang ada di Pulau Duyung.
Kondisi sumberdaya listrik yang ada
di Pulau Duyung sangat terbatas,
sehingga alat-alat elektronik yang
masyarakat Pulau Duyung miliki
tidak dapat digunakan pada setiap
waktu, hanya waktu-waktu tertentu
saja, biasanya masyarakat Pulau
Duyung mendapatkan fasilitas listrik
hanya pada sore hingga tengah
malam, sehingga alat-alat elektronik
yang dapat menjadi sumber-sumber
informasi untuk masyarakat Pulau
Duyung tidak dapat digunakan secara
efektif menambah pengetahuan
masyarakat.
Beberapa keterbatasan kondisi sosial
ekonomi pada masyarakat Pulau
Duyung merupakan suatu rantai yang
saling mempengaruhi dan berdampak
pada tingkat adopsi masyarakat
terhadap pengembangan ekowisata di
Pulau Duyung.
Pada tahap minat, menurut
Mardikanto (2009), ditandai dengan
indikator-indikator seperti,
masyarakat mulai mencari informasi
secara aktif tentang inovasi yang ada,
kemudian masyarakat telah
mengetahui lebih dalam tentang
inovasi tersebut, biasanya disertai
dengan keinginan dari masyarakat
untuk mengetahui lebih mendalam
tentang kegiatan ekowisata dan
kegiatan-kegiatan yang dapat
mendatangkan keuntungan dari
adanya kegiatan ekowisata di Pulau
Duyung.Pada tahap minat, diperoleh
skor 813 yang menyatakan bahwa
pada tahap minat masyarakat Pulau
Duyung berada pada posisi diantara
median dan kuartil III yang berarti
tingkat adopsi masyarakat Pulau
Duyung pada tahap minat dapat
dikatakan „‟baik‟‟.
Bila dikaitkan dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat Pulau Duyung
bahwa masyarakat Pulau Duyung
sebagian besar memiliki latar
belakang sebagai nelayan tangkap
dengan kondisi penghasilan yang
22
tidak menentu pada setiap waktunya
dimana pada dasarnya kondisi
ekonomi sebagian besar masyarakat
Pulau Duyung dapat dikatakan tidak
stabil, hal ini menyebabkan pada
dasarnya masyarakat Pulau Duyung
membutuhkan inovasi untuk
meningkatkan kondisi ekonomi
masyarakat dengan sebuah kegiatan
yang lebih dari sekedar perikanan
tangkap, hal tersebut dapat
mempengaruhi tingkat minat
masyarakat Pulau Duyung terhadap
adanya kegiatan pengembangan
ekowisata di Pulau Duyung, karena
selain pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung dapat
menyediakan peluang-peluang usaha
baru untuk masyarakat yang ada di
Pulau Duyung, juga dapat
meningkatkan kondisi sosial
ekonomi masyarakat setempat.
Berdasarkan hasil wawancara
terhadap responden, masyarakat
Pulau Duyung menyadari dan
mengerti bahwa Pulau Duyung
merupakan sebuah Pulau yang
memiliki potensi yang sangat
menjanjikan untuk melahirkan
peluang-peluang dalam memajukan
dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Pulau Duyung itu
sendiri, hanya saja belum ada
kegiatan-kegiatan nyata yang
dilakukan oleh masyarakat Pulau
Duyung dalam mencari secara aktif
mengenai peluang-peluang usaha apa
saja yang dapat dilakukan untuk
mendatangkan keuntungan dari
kegiatan ekowisata yang ada di Pulau
Duyung. Masyarakat hanya sekedar
tahu bahwa Pulau Duyung memiliki
potensi yang sangat menjanjikan,
dimana potensi yang sangat
menjanjikan itu diantaranya adalah
Pulau Duyung memiliki hutan
mangrove yang masih sangat terjaga
yang cocok untuk dijadikan tujuan
ekowisata mangrove, selain itu hutan
mangrove yang terdapat di Pulau
Duyung juga memiliki jalur-jalur
yang dapat dilewati dengan perahu
kecil sehingga memudahkan
wisatawan dalam melihat-lihat atau
melakukan kegiatan wisata
mangrove. Selain wisata mengrove
yang sangat menarik, Pulau Duyung
juga memiliki potensi seperti
terumbu karang yang masih terjaga
keindahannya, perairan yang jernih
serta wisata pantai yang tidak kalah
indah.
23
Gambar 10.
Kawasan mangrove Pulau Duyung
a. Tahap Menilai (evaluation)
Pada tahap menilai atau
evaluation menurut Mardikanto
(2009), biasanya ditunjukan dengan
pernyataan keinginan dari
masyarakat, menyatakan persetujuan
maupun menolak sebuah inovasi,
bahkan hingga ke tahap menghitung
keuntungan atau kerugian yang di
timbulkan dari sebuah inovasi
terhadap hal-hal yang telah ada
sebelumnya. Pada tahap minat
inovasi yang ada di masyarakat
Pulau Duyung, didapat skor dengan
jumlah 704 yang menyatakan bahwa
pada tahap menilai, masyarakat
Pulau Duyung berada pada posisi
antara median dan kuartil III, yang
berarti tingkat adopsi masyarakat
Pulau Duyung pada tahap menilai
dapat dikatakan “baik”. Dari data
yang didapat di lapangan sebagian
besar masyarakat Pulau Duyung
setuju akan adanya ekowisata di
Pulau Duyung, mereka menyatakan
persetujuan dan menyatakan
keinginan tentang kegiatan ekowisata
di Pulau Duyung, karena menurut
sebagian besar masyarakat Pulau
Duyung menilai bahwa kegiatan
ekowisata merupakan kegiatan yang
sangat bermanfaat untuk pelestarian
alam dan masyarakat Pulau Duyung
itu sendiri di waktu yang akan
datang. Berkaitan dengan kondisi
sosial masyarakat Pulau Duyung
yang dimana sedikitnya sumber
informasi yang dimiliki oleh
masyarakat Pulau Duyung
menyebabkan informasi yang didapat
hanya dari mulut ke mulut, sehingga
biasanya penilaian dari satu sumber
informasi diadopsi langsung oleh
masyarakat lain yang mendapat
informasi, begitu seterusnya
penyebaran infromasi inovasi yang
ada di Pulau Duyung, seperti
penyebaran informasi tentang
kegiatan ekowisata yang ada di Pulau
Duyung yang kebanyakan sama.
Selanjutnya bila ditinjau dari segi
keuntungan, masyarakat belum
24
pernah mendapatkan keuntungan
apapun dari kegiatan ekowisata, hal
ini diakibatkan karena ekowisata
Pulau Duyung dapat dikatakan belum
berkembang jika dilihat dari sisi
sarana dan prasarana maupun jumlah
pengunjung yang datang setiap
tahunnya, tentunya hal tersebut
berdampak kepada peluang-peluang
masyarakat Pulau Duyung untuk
mendapatkan keuntungan. Sebagian
besar masyarakat Pulau Duyung
sangat menunggu adanya kegiatan-
kegiatan nyata yang dilakukan oleh
pemerintah dalam upaya membantu
pengembangan kegiatan ekowisata di
Pulau Duyung. Karena dengan
adanya kegiatan ekowisata di Pulau
Duyung, masyarakat Pulau Duyung
mengharapkan adanya peningkatan
kondisi sosial ekonomi masyarakat
Pulau Duyung kearah yang lebih
baik untuk kedepannya, sehingga
masyarakat tidak hanya
mengandalkan kegiatan perikanan
tangkap sebagai mata pencaharian,
tetapi juga dapat mengandalkan
kegiatan berkaitan ekowisata sebagai
sumber pendapatan keluarga
masyarakat yang ada di Pulau
Duyung.
b. Tahap mencoba (trial)
Pada tahap mencoba atau trial
menurut Mardikanto (2009)
ditunjukan dengan adanya kegiatan
nyata seperti mencoba atau memulai
dengan skala kecil inovasi yang telah
diberikan, tahap ini merupakan salah
satu tahap penting dalam proses
adopsi inovasi. Pada tahap mencoba,
masyarakat Pulau Duyung
mendapatkan skor 460 yang berada
diantara kuartil I dan minimal, ini
bukan merupakan angka yang baik,
posisi antara kuartil I dan minimal
menunjukan bahwa pada tahap
mencoba, masyarakat Pulau Duyung
dapat dikatakan “sangat tidak baik”.
Berkaitan dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat Pulau Duyung
yang dimana kegiatan perikanan
tangkap merupakan kegiatan yang
telah dilakukan selama
bertahun-tahun dan secara turun-
temurun, merupakan hal yang sulit
untuk diselingkan atau digantikaan
dengan menjalankan atau mencoba
kegiatan-kegiatan baru seperti
kegiatan-kegiatan terkait ekowisata,
butuh dorongan yang kuat dari
pihak-pihak terkait untuk mendorong
25
masyarakat Pulau Duyung mencoba
masuk ke dalam kegiatan terkait
pengembangan ekowisata yang ada
di Pulau Duyung dalam bentuk
pendanaan, penyuluhan, maupun
bantuan-bantuan terkait lain.
Berdasarkan data yang didapat di
lapangan, masyarakat Pulau Duyung
menyadari dan menerima kegiatan
ekowisata hanya,belum ada kegiatan-
kegiatan nyata dari masyarakat
maupun pemerintah setempat yang
mendukung kegiatan ekowisata yang
ada di Pulau Duyung. Hal ini sangat
mempengaruhi perkembangan
kegiatan ekowisata di Pulau Duyung.
Minimnya peluang-peluang yang ada
untuk masyarakat mencoba atau
memulai suatu usaha yang berkaitan
dengan ekowisata merupakan sebuah
alasan besar rendahnya tingkat
adopsi pada tahap mencoba, hal ini
yang membuat sebagian besar
masyarakat yang ada di Pulau
Duyung akhirnya kembali
mengandalkan perikanan tangkap
sebagai satu-satunya usaha untuk
mendapatkan keuntungan dan
sebagai mata pencaharian.
c. Tahap menerapkan
(adoption)
Pada tahap menerapkan menurut
Mardikanto (2009) ditunjukan
dengan adanya indikator-indikator
seperti, masyarakat telah atau selalu
melaksanakan inovasi yang telah
diberikan, telah menjalankan dan
mendapat keuntungan dari inovasi
tersebut. Selain itu masyarakat juga
selalu mencari penyempurnaan dari
inovasi yang diberikan, jika di
bidang ekowisata penyempurnaan-
penyempurnaan tersebut dapat
berupa kegiatan-kegiatan nyata untuk
memajukan wisata seperti aktif
mempromosikan daerah tempat
wisata,barusaha melengkapi sarana
dan prasarana seperti akses menuju
daerah wisata, penginapan dan
aspek-aspek penting lainnya sebagai
penunjang kegiatan wisata yang ada
di daerah tersebut. Pada tahap
menerapkan, masyarakat Pulau
Duyung hanya mendapatkan skor
457 atau mendapatkan posisi diantara
minimal dan kuartil I, hal ini berarti
pada tahap menerapkan masyarakat
Pulau Duyung dapat dikatakan
“sangat tidak baik”.
26
Penerapan kegiatan ekowisata
pada masyarakat Pulau Duyung
merupakan hal yang tidak mudah
mengingat kondisi sosial ekonomi
masyarakat Pulau Duyung, dimana
sebagian besar masyarakat Pulau
Duyung masih mengandalkan
perikanan tangkap sebagai kegiatan
sehari-sehari, selain itu berdasarkan
data di lapangan bahwa kondisi
wisata di Pulau Duyung dapat
dikatakan belum terlalu maju,
sehingga hal tersebut menyebabkan
belum tersedianya kesempatan-
kesempatan usaha pada bidang
ekowisata untuk masyarakat
setempat yang tinggal di Pulau
Duyung, sehingga masyarakat belum
terlalu aktif didalam menerapkan
kegiatan-kegiatan ekowisata di Pulau
Duyung. Kegiatan-kegiatan umum
yang diterapkan dan secara tidak
langsung berkaitan dengan kegiatan
ekowisata antara lain adalah seperti
memulai untuk mengurangi
membuang sampah di laut sehingga
tidak mengurangi kualitas perairan
yang nantinya akan berdampak pada
kualitas wisata di Pulau Duyung,
selain itu belum ada kegiatan-
kegiatan nyata yang dilakukan oleh
masyarakat Pulau Duyung yang
berkaitan dengan kegiatan ekowisata
di Pulau Duyung.
3. Tingkat adopsi masyarakat
terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Duyung
Serah (2014) mengatakan bahwa
adopsi merupakan sebuah proses
pengubahan sosial dengan adanya
penemuan baru yang
dikomunikasikan kepada pihak lain,
kemudian diadopsi oleh masyarakat
atau sistem sosial, sedangkan inovasi
adalah sesuatu ide yang dianggap
baru oleh seseorang, baik berupa
teknologi baru, cara organisasi baru
dan sebagainya, dan proses adopsi
merupakan proses yang terjadi sejak
pertama kali seseorang mendengar
hal yang baru sampai orang tersebut
mengadopsinya. Tingkat adopsi
terhadap ekowisata di Pulau Duyung
secara keseluruhan berada pada skor
3339 atau berada pada kuartil I dan
median, hal ini menggambarkan
bahwa tingkat adopsi masyarakat
Pulau Duyung terhadap ekowisata di
Pulau Duyung dapat dikatakan “tidak
baik”. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi masyarakat
27
Pulau Duyung itu sendiri, seperti
kondisi masyarakat Pulau Duyung
yang sebagian besar merupakan
nelayan selama bertahun-tahun lalu,
sehingga kegiatan perikanan tangkap
sudah melekat pada masyarakat
Pulau Duyung dan sulit untuk
merubah ke kegiatan lain seperti
kegiatan ekowisata yang ada di Pulau
Duyung. Hal ini menyebabkan
kegiatan ekowisata di Pulau Duyung
menjadi belum berkembang dan
mempengaruhi skor keseluruhan
yang di dapat bila dilihat dari tingkat
adopsi masyarakat Pulau Duyung
terhadap pengembangan ekowisata,
dimana kegiatan ekowisata akan
berdampak pula terhadap
peningkatan sosial ekonomi
masyarakat lokal sendiri.
Mardikanto (2009) menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan target
sasaran untuk megadopsi suatu
inovasi diantaranya adalah sifat
inovasi itu sendiri, baik sifat yang
melekat pada inovasi tersebut
maupun sifat yang dipengaruhi oleh
lingkungan, sifat sasaran atau
masyarakat yang diberi inovasi, cara
pengambilan keputusan, saluran
komunikasi yang digunakan maupun
keadaan penyuluh itu sendiri.
Berdasarkan data yang didapat di
lapangan hanya beberapa faktor yang
mendukung kecepatan tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung terhadap
pengembangan ekowisata di Pulau
Duyung, diantaranya adalah sifat
sasaran atau masyarakat yang diberi
inovasi. Sifat sasaran di Pulau
Duyung sebagaian besar sangat
menerima adanya pengembangan
ekowisata di Pulau Duyung
dikarenakan masyarakat Pulau
Duyung mengetahui bahwa daerah
mereka sangat berpotensi sebagai
tempat wisata yang dapat
mendatangkan keuntungan dan
kesejahteraan untuk masyarakat
setempat. Namun ada beberapa
faktor yang tidak terpenuhi untuk
mendukung kecepatan masyarakat
Pulau Duyung dalam proses adopsi
inovasi ekowisata di Pulau Duyung,
salah satunya adalah ketersediaan
penyuluh itu sendiri, dimana
kegiatan penyuluhan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam
bidang ekowisata. Kecilnya tingkat
28
adopsi masyarakat Pulau Duyung
terhadap pengembangan ekowisata
pulau duyung tidak terlepas dari
masih kecilnya peran pemerintah di
dalam upaya pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung, karena
peran pemerintah sangat-sangat
berpengaruh terhadap tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung untuk
pengembangan ekowisata di Pulau
Duyung karena kebijakan-kebijakan
atau bantuan pemerintah dapat
menjadi sebuah cara dalam membuka
peluang untuk masyarakat Pulau
Duyung untuk terkait langsung
dengan pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan di Pulau Duyung
Kecamatan Senayang Provinsi
Kepulauan Riau, diketahui bahwa
sebagian besar masyarakat Pulau
Duyung masih sangat mengandalkan
potensi kelautan sebagai sumber
mata pencaharian, sebagian besar
masyarakat Pulau Duyung bekerja
sebagai nelayan tangkap, hanya
sebagian kecil yang bekerja sebagai
pedagang, pegawai, dan pekerjaan
lainnya. Masyarakat Pulau Duyung
sangat mengutamakan asas
kekeluargaan, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari saling bantu
membantu dan gotong royong
merupakan tradisi yang belum
tergerus sama sekali, namun
masyarakat Pulau Duyung
merupakan masyarakat yang tidak
menutup diri terhadap sebuah inovasi
yang datang ke Pulau Duyung,
contohnya adalah ekowisata.
Masyarakat sangat menerima
adanya kegiatan ekowisata di Pulau
Duyung, hanya saja belum ada
kegiatan-kegiatan nyata yang
dilakukan masyarakat tentang
kegiatan ekowisata dikarenakan
belum adanya kebijakan dari
pemerintah atau dinas terkait dalam
membantu pengembangan ekowisata
di Pulau Duyung. Berdasarkan
penelitian tentang tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung terhadap
pengembangan kegiatan ekowisata
didapati hasil keseluruhan yang
menyatakan bahwa tingkat adopsi
masyarakat Pulau Duyung dapat
29
dikatakan “tidak baik”, dimana untuk
nilai keseluruhan hanya sebesar 3339
atau berada diantara kuartil I dan
median, dengan kondisi tingkat
adopsi masyarakat Pulau Duyung
yang masih rendah, perlu adanya
manajemen dimana berkaitan dengan
pengembangan sumberdaya, baik
sumberdaya manusia maupun
pengembangan pemanfaatan potensi
sumberdaya alam Pulau Duyung, hal
ini dapat dicapai dengan dimulai
dengan langkah-langkah sederhana
seperti penyuluhan tentang manfaat
kegiatan ekowisata untuk masyarakat
setempat dan bagaimana cara
menjaga potensi dan
memanfaatkannya secara
berkelanjutan, seperti tidak lagi
membuang sampah di laut dan tidak
melakukan kegiatan-kegiatan yang
bersifat merusak potensi alam yang
ada di Pulau Duyung. Langkah
berikutnya dapat dilakukan
manajemen potensi yang ada di
Pulau Duyung yaitu dengan
menetapkan lokasi-lokasi potensi
wisata yang ada di Pulau Duyung
sebagai kawasan yang tidak dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan tangkap atau dapat
dimanfaatkan dengan batasan-
batasan tertentu. Hal ini bertujuan
menghindari kerusakan atau
turunnya kualitas potensi wisata yang
ada di Pulau Duyung.
B. Saran
1. Sangat disarankan kepada
pemerintah atau dinas terkait
membuat kabijakan-kebijakan
yang dapat membantu
pengembangan kegiatan
ekowisata di Pulau Duyung dan
melakukan kegiatan-kegiatan
pendukung seperti penyuluhan
ekowisata meupun kegiatan
promosi ekowisata Pulau Duyung
maupun pelatihan untuk
meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia yang ada.
2. Sangat disarankan pemerintah
atau dinas terkait mengusahakan
bantuan modal terhadap
pengembangan ekowisata di
Pulau Duyung, baik untuk
melengkapi sarana dan prasarana
dan aspek-aspek pendukung
pengembangan ekowisata Pulau
Duyung lainnya.
3. Sangat disarankan kepada
masyarakat Pulau Duyung atau
30
pihak-pihak yang berwenang
seperti kepala desa atau
jajarannya untuk menciptakan
sebuah manajemen lokal dalam
upaya menjaga potensi wisata
Pulau Duyung seperti penetapan
kawasan-kawasan bebas kegiatan
perikanan tangkap dan
pengelolaan sampah yang baik,
seperti tidak membebani perairan
Pulau Duyung sebagai tempat
akhir pembuangan sampah.
31
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur
Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi.2007.
Manajemen Penelitian. Rineka Cipta,
Jakarta.
Karto, 2008. Analsis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Adopsi
Refrigerator Sea
Water pada Kapal Motor ≥
20 GT. Tesis. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Khodijah,2014.Strategi Penghidupan
Berkelanjutan Rumah Tangga
Nelayan yang
dikepalai Perempuan (Studi
Kasus Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang
Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau), Disertasi,
Universitas Andalas: Padang.
Mardikanto, Totok.2009. Sistem
Penyuluhan Pertanian,
Sebelas Maret University
Press, Surakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2002.Metode
Penelitian Kesehatan. Jakarta,
Rineka Cipta.
Prabayanti, Herning. 2010. Faktor-
faktor yang Mempengaruhi
Adopsi Biopeptisida oleh
Petani di Kecamatan
Mojogedang Kabupaten
karang anyar,
Skripsi.Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Purhantara, Wahyu. 2010. Metode
Penelitian Kualitatif untuk Bisnis.
Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Satria, Dias. 2009. STRATEGI
PENGEMBANGAN EKOWISATA
BERBASIS
EKONOMI LOKAL
DALAM RANGKA
PROGRAM PENGETASAN
KEMISKINAN DI
WILAYAH KABUPATEN
MALANG, Skripsi,
Universitas Brawijaya.
Journal of Indonesian
Applied Economics Vol. 3,
No. 1, Mei 2009, 37-47.
32
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode
penelitian kualitatif dan
kuantitatif. Graha
Ilmu,Yogyakarta.
Sunyoto, danang. 2011. Metode
penelitian untuk ekonomi Caps
(center academic
publishing service,
Yogyakarta.
Subyantoro, Arief & Fx, Suwarto.
2007. Metode dan teknik
penelitian sosial. ANDI,
Yogyakarta.
Suhara, Otong djunadi. 2011.
Sumberdaya Perairan, Potensi
Masalah dan Pengelolaan.
Widya Padjadjaran, Bandung.
Sumarsono, Sony. 2004. Metode
Riset Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Tuwo,Ambo.2011.Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan Laut.
Brlilian Internasional,
Surabaya.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode
Penelitian Sosial. PT Refika
Aditama. Bandung.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas
Metode Penelitian. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Yulianda, Fredinan. 2010.
Pengelolaan Pesisir dan Laut
secara Terpadu.
PUSDIKLAT
KEHUTANAN-
DEPARTEMEN
KEHUTANAN RI SECEM-
KOREA INTERNATIONAL
COORPERATION
AGENCY. Bogor.
Undang-Undang No.27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil.
Undang-Undang No.5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Undang-Undang No.31 Tahun 2003
tentang Pembentukan
33
Kabupaten Lingga di Provinsi
Kepulauan Riau.
Serah, Tobias. 2014. Pengaruh
Karakteristik Inovasi Sistem
Sosial Dan
SaluranKomunikasi Terhadap
Adopsi Inovasi Teknologi
Pertanian. Tesis. Universitas
Atma Jaya, Yogyakarta.
Prasetio, Rais. 2014. Analisis
Sebaran dan
Keanekaragaman Ekosistem
Mangrove di Pulau Duyung
Kabupaten Lingga. Skripsi.
Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjung Pinang.