tidur ketika khutbah

2
Sholat Jum'at "Tertidur Ketika Mendengarkan Khutbah" Posted by Ahmad Xere Khutbah jum'at diadakan agar jamaah jum'at mendengarkanny. Karena itu, tidak dibenarkan lagi bercakap-cakap sewaktu khatib telah memulai khutbahnya. Barang siapa melakukan itu, maka gugurlah ganjaran kehadiran jum'at nya. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh enam perawih hadist standar dari Abu Hurairah sering disampaikan sebelum khatib memulai khutbahnya " Jika engkau berkata kepada temanmu di hari jum'at 'diamlah' ketika imam sedang berkhutbah,maka engkau telah melakukan jum'at yang sia-sia". Khutbah jum'at dinilai oleh sebagian ulama sebagai "pengganti" dua rakaat sholat dzuhur. Bukankah orang yang menghadiri sholat jum'at tidak wajib lagi menunaikan sholat dzuhur, padahal sholat dzuhur itu empat rakaat dan sholat jum'at hanya dua rakaat saja? namun demikian, ini tidak berarti bahwa orang yang tidak mendengarkan khutbah kerana tidur, bercakap-cakap atau terlambat hadir otomatis tidak sah sholatnya atau harus menambahkan rakaatnya dalam sholat jum'at sehingga menjadi empat. Mengenai tidur, para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang posisi pelakunya memungkinkan angin (kentut) dapat keluar tanpa disadarinya. Tidur dalam keadaan berbaring atau bersandar atau tertelungkup memungkinkan hal yang demikian itu, sehingga membatalkan wudhu dan sekaligus sholat. Akan tetapi, jika yang bersangkutan tidur dalam keadaan duduk secara mantab dan tidak memungkinkan angin keluar, maka wudhunya tidak batal. Dengan demikin, jika dia tertidur dan kemudian bangkit untuk mengerjakan sholat jum'at atau lainnya, maka sholatnya tetap sah. Hal ini didasarkan pada sekian banyak hadist. Diantaranya adalah "Wudhu tidaklah wajib kecuali bagi yang tidur telentang". Hadist ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas. Imam Malik meriwayatkan bahwa sahabat Nabi,Ibnu Umar tidur sambil duduk (duduk dengan mantab). Kemudian dia bangun dan mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi. Menurut Anas Bin Malik sahabat-sahabat Nabi pun terkadang tidur sambil duduk sampai kepala mereka tertunduk untuk menanti datangnya sholat isya. Kemudian mereka mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi. Mazhab Malik dan Hanbali tidak membedakan dari segi cara duduk, tetapi menyatakan bahwa tidur yang nyenyak membatalkan wudhu dan tidur yang ringan tidak membatalkannya. Tanda nyenyaknya tidur adalah bahwa orang yang tidur tidak mendengarkan suara, atau tidak merasakan jatuhnya apa yang dipegangnya, atau keluar iler atau air liur yang meleleh dari sudut bibir. Jika dia merasakannya, maka tidurnya dinilai ringan dan tidak membatalkan wudhunya dan sholat yang dilakukannya pun tetap sah. Alasanny berdasarkan hadist riwayat dari Anas bin Malik di atas yang pada intinya menunjukkan bahwa tidur yang ringan, tanpa mempertimbangkan cara duduk, tidak membatalkan wudhu. Jika seseorang merasa ragu apakah tidurnya nyenyak atau tidak, apakah cara duduknya membatalkan wudhu atau tidak, maka berdasarkan kaidah " sesuatu yang diyakini, tidak dapat dibatalkan oleh yang diragukan" dia dinilai masih memiliki wudhu. Sebab sebelumnya dia yakin pernah berwudhu, sementara tidurnya masih diragukan, apakah nyenyak atau tidak dan apakah duduknya mantap atau tidak. Nah, keyakinan itu mengalahkan keragian ini. Sekalipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa

Upload: hossain-baharun

Post on 20-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

SOAL JAWAB IBADAH

TRANSCRIPT

Page 1: Tidur ketika khutbah

Sholat Jum'at "Tertidur Ketika Mendengarkan Khutbah"Posted by Ahmad Xere

Khutbah jum'at diadakan agar jamaah jum'at mendengarkanny. Karena itu, tidak dibenarkan lagi bercakap-

cakap sewaktu khatib telah memulai khutbahnya. Barang siapa melakukan itu, maka gugurlah ganjaran

kehadiran jum'at nya. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh enam perawih hadist standar dari Abu Hurairah

sering disampaikan sebelum khatib memulai khutbahnya " Jika engkau berkata kepada temanmu di hari

jum'at 'diamlah' ketika imam sedang berkhutbah,maka engkau telah melakukan jum'at yang sia-sia".

Khutbah jum'at dinilai oleh sebagian ulama sebagai "pengganti" dua rakaat sholat dzuhur. Bukankah orang

yang menghadiri sholat jum'at tidak wajib lagi menunaikan sholat dzuhur, padahal sholat dzuhur itu empat

rakaat dan sholat jum'at hanya dua rakaat saja? namun demikian, ini tidak berarti bahwa orang yang tidak

mendengarkan khutbah kerana tidur, bercakap-cakap atau terlambat hadir otomatis tidak sah sholatnya

atau harus menambahkan rakaatnya dalam sholat jum'at sehingga menjadi empat.

Mengenai tidur, para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang

membatalkan wudhu adalah tidur yang posisi pelakunya memungkinkan angin (kentut) dapat keluar tanpa

disadarinya. Tidur dalam keadaan berbaring atau bersandar atau tertelungkup memungkinkan hal yang

demikian itu, sehingga membatalkan wudhu dan sekaligus sholat. Akan tetapi, jika yang bersangkutan tidur

dalam keadaan duduk secara mantab dan tidak memungkinkan angin keluar, maka wudhunya tidak batal.

Dengan demikin, jika dia tertidur dan kemudian bangkit untuk mengerjakan sholat jum'at atau lainnya,

maka sholatnya tetap sah. Hal ini didasarkan pada sekian banyak hadist. Diantaranya adalah "Wudhu

tidaklah wajib kecuali bagi yang tidur telentang". Hadist ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas.

Imam Malik meriwayatkan bahwa sahabat Nabi,Ibnu Umar tidur sambil duduk (duduk dengan mantab).

Kemudian dia bangun dan mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi. Menurut Anas Bin Malik sahabat-

sahabat Nabi pun terkadang tidur sambil duduk sampai kepala mereka tertunduk untuk menanti datangnya

sholat isya. Kemudian mereka mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi.

Mazhab Malik dan Hanbali tidak membedakan dari segi cara duduk, tetapi menyatakan bahwa tidur yang

nyenyak membatalkan wudhu dan tidur yang ringan tidak membatalkannya. Tanda nyenyaknya tidur

adalah bahwa orang yang tidur tidak mendengarkan suara, atau tidak merasakan jatuhnya apa yang

dipegangnya, atau keluar iler atau air liur yang meleleh dari sudut bibir. Jika dia merasakannya, maka

tidurnya dinilai ringan dan tidak membatalkan wudhunya dan sholat yang dilakukannya pun tetap sah.

Alasanny berdasarkan hadist riwayat dari Anas bin Malik di atas yang pada intinya menunjukkan bahwa

tidur yang ringan, tanpa mempertimbangkan cara duduk, tidak membatalkan wudhu. Jika seseorang

merasa ragu apakah tidurnya nyenyak atau tidak, apakah cara duduknya membatalkan wudhu atau tidak,

maka berdasarkan kaidah " sesuatu yang diyakini, tidak dapat dibatalkan oleh yang diragukan" dia dinilai

masih memiliki wudhu. Sebab sebelumnya dia yakin pernah berwudhu, sementara tidurnya masih

diragukan, apakah nyenyak atau tidak dan apakah duduknya mantap atau tidak. Nah, keyakinan itu

mengalahkan keragian ini. Sekalipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa tidur di saat khatib

menyampaikan khutbahnya temasuk mengurangi, kalau enggan dikatakan menghapus ganjaran jum'at.