tidur ketika khutbah
DESCRIPTION
SOAL JAWAB IBADAHTRANSCRIPT
![Page 1: Tidur ketika khutbah](https://reader036.vdocuments.mx/reader036/viewer/2022082504/55cf98fe550346d0339ae894/html5/thumbnails/1.jpg)
Sholat Jum'at "Tertidur Ketika Mendengarkan Khutbah"Posted by Ahmad Xere
Khutbah jum'at diadakan agar jamaah jum'at mendengarkanny. Karena itu, tidak dibenarkan lagi bercakap-
cakap sewaktu khatib telah memulai khutbahnya. Barang siapa melakukan itu, maka gugurlah ganjaran
kehadiran jum'at nya. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh enam perawih hadist standar dari Abu Hurairah
sering disampaikan sebelum khatib memulai khutbahnya " Jika engkau berkata kepada temanmu di hari
jum'at 'diamlah' ketika imam sedang berkhutbah,maka engkau telah melakukan jum'at yang sia-sia".
Khutbah jum'at dinilai oleh sebagian ulama sebagai "pengganti" dua rakaat sholat dzuhur. Bukankah orang
yang menghadiri sholat jum'at tidak wajib lagi menunaikan sholat dzuhur, padahal sholat dzuhur itu empat
rakaat dan sholat jum'at hanya dua rakaat saja? namun demikian, ini tidak berarti bahwa orang yang tidak
mendengarkan khutbah kerana tidur, bercakap-cakap atau terlambat hadir otomatis tidak sah sholatnya
atau harus menambahkan rakaatnya dalam sholat jum'at sehingga menjadi empat.
Mengenai tidur, para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang
membatalkan wudhu adalah tidur yang posisi pelakunya memungkinkan angin (kentut) dapat keluar tanpa
disadarinya. Tidur dalam keadaan berbaring atau bersandar atau tertelungkup memungkinkan hal yang
demikian itu, sehingga membatalkan wudhu dan sekaligus sholat. Akan tetapi, jika yang bersangkutan tidur
dalam keadaan duduk secara mantab dan tidak memungkinkan angin keluar, maka wudhunya tidak batal.
Dengan demikin, jika dia tertidur dan kemudian bangkit untuk mengerjakan sholat jum'at atau lainnya,
maka sholatnya tetap sah. Hal ini didasarkan pada sekian banyak hadist. Diantaranya adalah "Wudhu
tidaklah wajib kecuali bagi yang tidur telentang". Hadist ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ibnu Abbas.
Imam Malik meriwayatkan bahwa sahabat Nabi,Ibnu Umar tidur sambil duduk (duduk dengan mantab).
Kemudian dia bangun dan mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi. Menurut Anas Bin Malik sahabat-
sahabat Nabi pun terkadang tidur sambil duduk sampai kepala mereka tertunduk untuk menanti datangnya
sholat isya. Kemudian mereka mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi.
Mazhab Malik dan Hanbali tidak membedakan dari segi cara duduk, tetapi menyatakan bahwa tidur yang
nyenyak membatalkan wudhu dan tidur yang ringan tidak membatalkannya. Tanda nyenyaknya tidur
adalah bahwa orang yang tidur tidak mendengarkan suara, atau tidak merasakan jatuhnya apa yang
dipegangnya, atau keluar iler atau air liur yang meleleh dari sudut bibir. Jika dia merasakannya, maka
tidurnya dinilai ringan dan tidak membatalkan wudhunya dan sholat yang dilakukannya pun tetap sah.
Alasanny berdasarkan hadist riwayat dari Anas bin Malik di atas yang pada intinya menunjukkan bahwa
tidur yang ringan, tanpa mempertimbangkan cara duduk, tidak membatalkan wudhu. Jika seseorang
merasa ragu apakah tidurnya nyenyak atau tidak, apakah cara duduknya membatalkan wudhu atau tidak,
maka berdasarkan kaidah " sesuatu yang diyakini, tidak dapat dibatalkan oleh yang diragukan" dia dinilai
masih memiliki wudhu. Sebab sebelumnya dia yakin pernah berwudhu, sementara tidurnya masih
diragukan, apakah nyenyak atau tidak dan apakah duduknya mantap atau tidak. Nah, keyakinan itu
mengalahkan keragian ini. Sekalipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa tidur di saat khatib
menyampaikan khutbahnya temasuk mengurangi, kalau enggan dikatakan menghapus ganjaran jum'at.