thelaziosis pada ternak sapi potong peternakan … · konjungtivitis yang mengarah ke...

43
21 THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN KUPANG DEWI F. L. DJUNGU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vunhu

Post on 07-Mar-2019

296 views

Category:

Documents


31 download

TRANSCRIPT

Page 1: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

21

THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN RAKYAT

DI KABUPATEN KUPANG

DEWI F. L. DJUNGU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

ii

Page 3: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Thelaziosis pada Ternak

Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kabupaten Kupang adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Dewi F. L. Djungu

B252110041

Page 4: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

iv

RINGKASAN

DEWI DJUNGU. Thelaziosis pada Ternak Sapi Potong Peternakan Rakyat di

Kabupaten Kupang. Dibimbing oleh ELOK BUDI RETNANI dan YUSUF

RIDWAN

Thelaziosis adalah kecacingan pada mata yang disebabkan oleh nematoda.

Siklus hidup cacing ini memerlukan inang antara lalat dari famili Muscidae.

Kabupaten Kupang merupakan daerah yang memiliki potensi peternakan sapi

potong yang cukup besar. Umumnya sapi potong di Kabupaten Kupang dipelihara

secara tradisional dengan cara digembalakan di padang penggembalaan. Metode

pemeliharaan ini memiliki risiko terinfeksi oleh berbagai penyakit diantaranya

thelaziosis. Informasi thelaziosis di Kabupaten Kupang sangat minim. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui spesies Thelazia, tingkat prevalensi, derajat

infeksi, gejala klinis dan faktor risiko terkait kejadian thelaziosis.

Survei thelaziosis di Kabupaten Kupang dilakukan dengan menggunakan

metode cross-sectional. Sebanyak 385 ekor sapi diambil sebagai sampel dari 96

peternakan yang dipilih secara acak dari tiga kecamatan dari Kabupaten Kupang.

sampel sapi diamati gejala klinis akibat thelaziosis dan cacing yang terdapat pada

mata sapi dikoleksi menggunakan pinset setelah di berikan cairan anestesi lokal

(10% Xylocaine). Informasi tentang umur ternak, sumber daya manusia dan

manajemen peternakan yang berpotensi sebagai faktor risiko thelaziosis diperoleh

melalui wawancara menggunakan metode kuesioner. Pengaruh berbagai faktor

risiko terhadap nilai prevalensi thelaziosis dianalisis menggunakan chi-square,

sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor risiko dianalisis

menggunakan regresi logistik.

Sebanyak 357 cacing (157 jantan dan 210 betina) yang dikoleksi dari 23

ekor sapi yang terinfeksi, dengan rataan jumlah cacing sebanyak 32.92 ± 21.03

ekor. Berdasarkan hasil pengamatan morfometrik, cacing yang ditemukan

diidentifikasi sebagai spesies Thelazia rhodesii. Hasil penelitian menunjukkan

prevalensi thelaziosis rhodesii 5.97 % (23/385), sebanyak 22 ekor sapi yang

terinfeksi menunjukkan gejala klinis yaitu lakrimasi yang berlebihan dan

konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi

menunjukkan ulserasi. Hasil analisis terhadap faktor risiko infeksi menunjukkan

bahwa sapi yang berumur >6-12 bulan dan >12 bulan memiliki prevalensi lebih

tinggi dari sapi yang berumur 0-6 bulan (P<0.05). Faktor risiko infeksi yang

bersumber dari manajemen peternakan yang mempengaruhi prevalensi thelaziosis

pada sapi adalah pengobatan terhadap cacing, manajemen penggembalaan,

pembersihan kandang dan pengelolaan feses. Pengobatan menggunakan

anthelmintik setahun sekali memiliki risiko terinfeksi Thelazia spp 19.06 (P<0.05)

kali lebih tinggi dibandingkan pengobatan menggunakan anthelmintik dua kali

setahun. Pembersihan kandang secara teratur sebulan sekali memiliki risiko

terhadap infeksi T.rhodesii 124.08 (P<0.05) kali lebih tinggi dari yang dibersihkan

setiap hari. Lokasi penggembalan di padang rumput memiliki risiko terinfeksi

Thelazia spp 19.3 (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan di sawah. Kata kunci : Thelazia rhodesii, sapi, prevalensi, derajat infeksi, faktor risiko.

Page 5: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

v

SUMMARY

DEWI DJUNGU. Bovine Thelaziosis in Kupang District Livestock. Supervised

by ELOK BUDI RETNANI and YUSUF RIDWAN

Thelaziosis is eyeworm disease caused by nematodes. The life cycle of this

worm requires the host intermediate flies of the family Muscidae. Kupang district

is an area that has the potential of beef cattle farms large enough. Generally, beef

cattle in Kupang district has traditionally maintained by means of grazing on

pasture. This maintenance method has the risk of becoming infected by various

diseases including thelaziosis. Information of thelaziosis in Indonesia is very

minimal including in Kupang district. This study was conducted to identify

species of Thelazia, determine the prevalence, the intensity infection, clinical sign

and to investigate associated risk factors of thelaziosis.

Survey thelaziosis in Kupang district were carried out using Cross-sectional

study. A total of 385 cattles were randomly selected from 96 farms in three

subdistrict of Kupang District and observed to thelaziosis. The nematode present

in the eye of cattle were collected with a forcep after administrating of local

anesthesia (10% Xylocaine). The potential risk factors regarding to age of cattle,

human resources and farm management were obtained by interviewing the

farmers. The influence of various risk factors to the prevalence of thelaziosis were

analized using chi-square, while logistic regression was applied to analyze related

risk factor of thelaziosis.

Total of 357 worms (157 males and 210 female) were collected from 23

infected cattles with the mean number of worms in infected cattle was 32.92 ±

21.03. Observation using Scanning Electron Microscope (SEM) on morphology

characteristic showed that nematode species founded were identified as Thelazia

rhodesii. The result showed that of the total 385 cattles observed, 23 (5.96%) were

infected by T.rhodesii, of which 22 cattles showed apparent clinical signs namely

excessive lacrimation and conjunctivitis that leads to keratoconjunctivitis, while

one cattle showed ulceration. The infection was more prevalence in older cattle

(>6-12 month old and >12 month old) than calf (0-6 month old) (P<0.05).

Significant risk factors of animal husbandry practices affecting the prevalence of

thelaziosis in cattle were anthelmintic treatment, grazing management, barn

cleaning, and manure management. The regular once a year anthelmintic

treatment had 19.06 (P<0.05) times higher risk to Thelazia spp infection than the

regular twice a year treatment. Regular cleaning of barn, once a month had 124.08

(P<0.05)times higher risk factors to Thelazia spp infection than everyday and

pastoral locations on pasture had 19.3 (P<0.05) higher risk factors than field rice

to Thelazia spp infection. Our results highlight that significancy risk factors for

the occurrence of the disease should be considered in designing control programs

of thelaziosis. Key words : Thelazia rhodesii, cattles, prevalence, worm burden, risk factors.

Page 6: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

vii

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN RAKYAT

DI KABUPATEN KUPANG

DEWI F. L. DJUNGU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh. Fadjar Satrija, M.Sc., Ph.D

Page 9: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

ix

Judul Tesis : Thelaziosis pada Ternak Sapi Potong Peternakan Rakyat di

Kabupaten Kupang

Nama : Dewi F. L. Djungu

NIM : B252110041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr drh Elok Budi Retnani, MS

Ketua

Dr drh Yusuf Ridwan, MSi

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Parasitologi dan Entomologi

Kesehatan

Prof Dr drh Upik K. Hadi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

21 Januari 2014

Page 10: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

x

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

segala karunia-Nya maka studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema

yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah

thelaziosis, dengan judul Thelaziosis pada Ternak Sapi Potong Peternakan Rakyat

di Kabupaten Kupang.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr.drh.

Elok Budi Retnani,MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr.drh. Yusuf

Ridwan,MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar dan setia

meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan saran dalam proses

pembimbingan dan penyelesaian tesis. Terimakasih sebesar-besarnya penulis

ucapkan kepada Bapak drh.Fadjar Satrija,M.Sc.,Ph.D selaku penguji dan Ibu

Prof.Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi,MS selaku ketua program studi Parasitologi

dan Entomologi Kesehatan serta seluruh dosen program studi PEK beserta tenaga

kependidikan yang turut membantu dan mendukung secara penuh dan konsisten

sehingga studi dan penelitian penulis dapat selesai dengan baik.

Terimaksih kepada Universitas Nusa Cendana Kupang yang telah

memberikan beasiswa dan kesempatan bagi penulis untuk dapat menjalani proses

pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB. Terimaksih kepada Ibu Ir.

Endang Purwaningsih atas dedikasi dan kesetiaanya mendampingi penulis selama

penelitian di laboratorium. Ucapan terimakasih serta penghargaan juga

disampaikan kepada peternak pada kecamatan Amarasi, Fatuleu dan Kupang

Timur yang telah memfasilitasi dan mendukung secara penuh terhadap kegiatan

penelitian yang saya lakukan.

Kepada Papa Dominggus A.Djungu (Alm) dan Mama Adelaide Djungu

terimakasih untuk kasih sayang dan pengorbanannya yang tulus dalam mendidik

dan memberi tauladan untuk menjadi seseorang yang bertanggung jawab dalam

segala hal. Kakak serta adik tersayang beserta keluarganya, terimaksih atas doa

dan kasih sayang serta dorongan semangatnya. Tunangan tercinta Apri Dira

Tome,ST terimaksih atas izin, kesabaran, doa serta kasih sayangnya yang selalu

membesarkan hati sebagai pemacu semangat dalam mendampingi penulis hingga

menyelesaikan studi.

Semoga bantuan, dukungan, dorongan dan perhatian dari semua pihak yang

telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari

Tuhan Yang Maha Esa. Penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga

diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun di masa mendatang.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Februari 2014

Dewi F. L Djungu

Page 11: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN

Latar belakang 1

Tujuan 1 Manfaat 1

2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran umum Kabupaten Kupang 2

Populasi ternak di Kabupaten Kupang 2

Manajemen pemeliharaan 3

Morfologi dan klasifikasi Thelazia spp 4

Siklus hidup 4

Patogenesis dan gejala klinis 5

Epidemiologi 5

3 METODE

Waktu dan tempat penelitian 6

Desain penelitian 7

Pengamatan parasiotologi 7

Pengamatan gejala klinis dan cacing parasit 7

Identifikasi parasit 7

Faktor risiko terkait kejadian thelaziosis 7

Analisis data 8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum fisik dan tata laksana peternakan 8

Total prevalensi dan derajat infeksi Thelazia spp 10

Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian thelaziosis 13

Pembahasan 15

5 SIMPULAN DAN SARAN 17

6 DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

RIWAYAT HIDUP 21

Page 12: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR TABEL

1 Populasi ternak besar menurut jenis ternak dan kecamatan 3

2 Total prevalensi infeksi Thelazia spp 10

3 Rataan derajat infeksi Thelazia spp 10

4 Nilai Crude Odds-Ratio (OR) faktor umur dan jenis kelamin 13

5 Nilai Crude Odds-Ratio (OR) faktor kandang 14

6 Nilai Crude Odds-Ratio (OR) faktor pengelolaan feses 14

7 Nilai Crude Odds-Ratio (OR) faktor penggembalaan 14

8 Nilai Crude Odds-Ratio (OR) faktor pemberian anthelmintika 15

DAFTAR GAMBAR

1 Siklus hidup Thelazia spp 4

2 Peta lokasi penelitian 6

3 Struktur bangunan kandang sapi 9

4 Lokasi penggembalaan sapi 9

5 Gejala klinis sapi yang terinfeksi 11

6 Morfologi cacing betina Thelazia rhodesii 12

7 Morfologi cacing jantan Thelazia rhodesii 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Makalah publikasi 20

2 Riwayat hidup 21

Page 13: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Kupang merupakan daerah yang memiliki potensi peternakan

sapi potong yang cukup besar. Umumnya sapi potong di Kabupaten Kupang

dipelihara secara tradisional dengan cara digembalakan di padang penggembalaan.

Metode pemeliharaan ini memiliki risiko terinfeksi oleh berbagai penyakit

diantaranya thelaziosis.

Thelaziosis adalah kecacingan pada mata yang disebabkan oleh nematoda.

Siklus hidup cacing ini memerlukan inang antara lalat dari famili Muscidae. Larva

maupun cacing dewasa Thelazia spp dalam kantung konjungtiva dan saluran air

mata sapi menyebabkan konjungtivitis disertai lakrimasi yang dapat mengakibatkan kongesti konjugtiva. Bila keadaan ini dibiarkan dapat

menyebabkan kekeruhan kornea, keratitis, ulserasi pada kornea mata dan

konjungtiva membengkak karena adanya penyumbatan duktus lakrimalis oleh

cairan purulen (Otranto dan Traversa 2005). Thelaziosis pada sapi disebabkan oleh spesies Thelazia rhodesii, Thelazia

gulosa dan Thelazia skrjabini. Thelaziosis pada sapi di Eropa, umumnya

disebabkan oleh T.gulosa dan T.skrjabini, akan tetapi laporan terbaru

menunjukkan adanya thelaziosis pada sapi disebabkan oleh T.rhodesii di Portugal

(Bras 2012). Thelaziosis yang disebabkan oleh T.rhodesii juga dilaporkan di

Zambia Afrika Selatan (Munang’andu et al. 2011) dan di Filipina (Aken et al.

1996). Infeksi oleh T.rhodesii di Indonesia telah dilaporkan di pulau Jawa dan

Sumatera pada tahun 1893 (Yamaguti 1963).

Informasi thelaziosis pada sapi di Kabupaten Kupang sangat minim.

PUSKESWAN Takari (2009) melaporkan kejadian thelaziosis pada 152 ekor

ternak sapi (10.93%) di Kecamatan Takari. Sebanyak dua ekor dari sapi yang

menderita thelaziosis mati dan 63 ekor mengalami kebutaan sementara.

Mengingat kerugian tersebut, maka diperlukan usaha pengendalian yang efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian thelaziosis,

mengidentifikasi spesies Thelazia spp, mengetahui derajat infeksi thelaziosis serta

menganalisis faktor risiko thelaziosis. Hasil penelitian ini merupakan dasar

pengetahuan untuk menyusun strategi pengendalian thelaziosis pada ternak sapi

potong di Kabupaten Kupang.

Page 14: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Kabupaten Kupang

Kabupaten Kupang terletak di antara 9015 – 10

022 Lintang Selatan dan

123016 – 124

011 Bujur Timur. Batas-batas wilayahnya di bagian utara dan barat

berbatasan dengan Laut Sawu, bagian Selatan berbatasan dengan Samudera

Hindia dan di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara

dan Timor Leste (Disnak NTT 2011).

Wilayah Kabupaten Kupang terdiri dari 24 kecamatan dengan luas daratan

5.490,97 ribu km2. Kondisi fisik kabupaten Kupang berbukit-bukit, bergunung-

gunung dan sebagian terdiri dari dataran rendah yang luas. Kabupaten Kupang

memiliki dua musim yaitu musim kemarau pada Juni – September, sedangkan

musim hujan pada bulan Desember – Maret. Dalam beberapa tahun terakhir telah

terjadi perubahan periode musim yang cukup signifikan, waktu hujan menjadi

lebih panjang dibanding tahun-tahun sebelumnya (Disnak NTT 2011).

Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Kupang

Populasi ternak sapi potong di NTT mencapai 788.600 ekor. Sebagian besar

populasi sapi potong terdapat di Pulau Timor yaitu sebanyak 533.700 ekor atau

68.5% dari total populasi sapi potong di NTT. Pulau Flores 132.400 ekor (17.0%),

pulau Sumba 62.500 ekor (8.0%) dan kepulauan lainnya (Alor, Lembata, Rote

Ndao dan Sabu Raijua) sebanyak 50 ribu ekor (6.4%). Bangsa sapi yang paling

banyak dipelihara di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sapi bali dengan

populasi mencapai 87.87% dari total populasi sapi yang tersebar di provinsi Nusa

Tenggara Timur. Jenis sapi lainnya yang dipelihara di NTT adalah sapi Ongole

dengan populasi sebesar 10.48%, sapi madura dengan populasi sebesar 1.51% dan

sapi Brahman dengan populasi sebesar 0.41%. Populasi sapi terbanyak terdapat di

pulau Timor yaitu 533.7 ribu ekor atau 68.5% dari populasi sapi potong di NTT

(BPS NTT 2011). Tingginya populasi sapi di Pulau Timor disebabkan karena

ketersediaan padang penggembalaan yang cukup luas bagi sapi di pulau tersebut

dibandingkan dengan ketersediaan padang penggembalaan di pulau lain seperti

Alor ataupun Flores. Bangsa sapi yang dipelihara di NTT umumnya memiliki

keistimewaan antara lain tahan terhadap panas, tidak selektif terhadap pakan yang

diberikan termasuk pakan yang berkualitas rendah, mempunyai daya cerna yang

baik terhadap pakan, memiliki presentase karkas yang tinggi dan fertilitas tinggi

(Blakely dan Bade 1994).

Berikut ini adalah tabel populasi ternak sapi di Kabupaten Kupang menurut

jenis ternak dan Kecamatan di Kabupaten Kupang pada tahun 2011.

Page 15: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

3

Tabel 1 Populasi ternak besar menurut jenis ternak dan kecamatan di kabupaten

Kupang

Kecamatan

Sapi

Kerbau

Kuda

Semau 8.538 45 107 Semau Selatan - - - Kupang Barat 9.990 45 371 Nekamese - - - Kupang Tengah 6.565 17 108 Taebenu - - - Amarasi 20.421 16 1.344 Amarasi Barat - - - Amarasi Selatan - - - Amarasi Timur - - - Kupang Timur 36.962 1.223 1.321 Amabi Oefeto Timur - - - Amabi Oefeto - - - Sulamu 8.350 36 1.082 Fatuleu 18.275 354 789 Fatuleu Barat - - - Fatuleu Tengah - - - Takari 16.617 15 128 Amfoang Selatan 17.175 176 2.076 Amfoang Barat Daya - - - Amfoang Utara 16.231 122 1.057 Amfoang Barat Laut - - - Amfoang Timur - - - Amfoang Tengah - - - Jumlah/Total 159.124 2.039 8.383

Sumber : BPS NTT 2012

Manajemen Pemeliharaan

Padang penggembalaan yang luas berupa savana di Kabupaten Kupang

memungkinkan sektor peternakan berkembang dengan baik. Hampir 25% dari

luas wilayah NTT adalah padang penggembalaan savana (Disnak NTT 2011).

Pada umumnya manajemen pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Kupang

dilakukan melalui dua metode yaitu ternak digembalakan disiang hari dan pada

malam hari dikandangkan tanpa adanya pemberian pakan serta ternak dipelihara

di dalam kandang, pakan berupa hijauan dan konsentrat yaitu dedak disediakan

dalam kandang sepanjang hari (Disnak NTT 2011). Sistem ini sering dilakukan

pada penggemukan sapi.

Page 16: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

4

Morfologi dan klasifikasi Thelazia spp

Secara taksonomi menurut Soulsby (1982) Thelazia spp termasuk ke dalam

kelas Nematoda, sub kelas Secernentea, ordo Spirurorida, famili Thelaziidae dan

genus Thelazia.

Ciri umum Thelazia spp adalah memiliki tubuh berwarna putih susu,

mulutnya tidak mempunyai bibir tetapi tepi anterior kapsula bukal terbalik keluar

dan terbagi oleh lekukan menjadi 6 feston serta memiliki kutikula yang tebal

bergaris-garis transversal. Cacing jantan dewasa memiliki ciri berukuran 8-12

mm, ekor tumpul dan menggulung, testes terdapat pada bagian pertengahan dari

ekor dan memiliki spikulum yang tidak sama besar serta memiliki sekitar 14

pasang papila pre kloakal dan 3 pasang papila pada kloaka (Soulsby 1982).

Cacing betina dewasa memiliki ciri berukuran 12-21 mm, vulva dari betina

memiliki penutup yang terletak di bagian kiri anterior tubuh. Lubang vagina

berukuran kira-kira 62-160 µm dan terletak pada bagian anterior antara esofagus

dan usus. Bagian posterior terdapat uterus yang berisi telur yang belum matang

dan pada bagian ujung ekor terdapat dua phasmid sensorik. Telur pada mulanya

beukuran 26-29 mikron, tetapi kemudian terenggang oleh perkembangan larva

dan menjadi 207x4 mikron. Betina dari Thelazia spp bersifat ovoviviparosa

(Levine 1994).

Siklus hidup Thelazia spp

Gambar 1 Siklus hidup Thelazia spp

Sumber : modifikasi dari text book Soulsby (1982)

Page 17: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

5

Siklus hidup Thelazia spp (Gambar 1) tidak langsung membutuhkan inang

antara yaitu lalat famili Muscidae (diptera). Lalat terinfeksi oleh cacing stadium

larva (L1) pada saat makan disekitar mata inang defenitif. Larva (L1) memasuki

usus lalat dan menembus folikel ovarium kemudian berkembang menjadi larva

tahap kedua (L2) yang berukuran panjang 3-4 mm. Larva kemudian ekdisis

menjadi larva tahap ketiga (L3) berukuran panjang 5-7 mm yang merupakan larva

infektif. Larva kemudian meninggalkan folikel ovarium dan bermigrasi kebagian

mulut lalat. Perkembangan dari larva tahap pertama sampai dengan larva tahap

ketiga berlangsung selama 15-20 hari di dalam tubuh lalat. Larva infektif akan

menginfeksi mata sapi ketika lalat makan disekitar mata sapi. Di dalam mata sapi

cacing akan menjadi dewasa dalam waktu 20-25 hari (Soulsby 1982).

Patogenesis dan Gejala Klinis

Kornea mata, kantung konjungtiva dan membran pengerjap merupakan

habitat dari T. rhodesii, T. skrjabini, dan T. gulosa. Kutikula yang keras dan

bergerigi dari Thelazia rhodesii menyebabkan kerusakan mekanis pada epitel

konjungtiva dan kornea sehingga produksi air mata meningkat yang berperan

penting dalam transmisi cacing ke vektornya dalam hal ini lalat Musca spp (face

flies) yang pakannya adalah sekresi air mata sapi (Otranto dan Traversa 2005).

Dalam infeksi eksperimental menggunakan T.callipaeda yang dilakukan

terhadap 20 ekor kelinci, 3 di antaranya mengalami kebutaan dengan jumlah

cacing 40-50 ekor dan 17 ekor lainnya menunjukkan gejala klinis inflamasi dan

penyumbatan duktus lakrimalis oleh cairan purulen (Wang et al. 2002 ; Wang et

al. 2006).

Gejala klinis yang paling umum dari thelaziosis adalah konjungtivitis,

hipertrofi konjungtiva, lakrimasi yang berlebihan, penyumbatan duktus lakrimalis

dan keratitis. Gejala klinis tersebut dipengaruhi oleh jumlah cacing, habitat cacing

dan respon imun dari inang (Wang et al. 1999).

Epidemiologi

Epidemiologi Thelaziosis pada sapi dipengaruhi oleh manajemen

peternakan serta keberadaan, biologi dan etiologi dari lalat yang berperan sebagai

inang antara (Bras 2012). Thelaziosis pada sapi telah di laporkan di Amerika

Amerika Serikat (Genden dan Stoffolano 1980 ; O'Hara dan Kennedy 1991 ;

Turfrey dan Chandler 1978). Penelitian selanjutnya melaporkan adanya thelaziosis

pada sapi di Iran (Ebadi 1951), Jepang (Okoshi dan Kitano 1966), Ghana

(Vohradsky 1970), Afghanistan (Barus et al. 1976), Kanada (Krafsur dan Church

1985), Inggris (Arbuckle dan Khalil 1978), Zambia (Ghirotti et al. 1989;

Munang’andhu et al. 2011 ) dan di Asia dilaporkan di Filipina (Aken et al. 1996).

Survei epidemiologi molekuler menggunakan metode Polymerase Chain

Reaction (PCR) telah dilakukan untuk mengidentifikasi tiga spesies Thelazia spp

dalam tubuh lalat yang merupakan inang antara, pada kondisi lapangan di Italia

Selatan. Lalat sebanyak 5190 yang dikumpulkan selama lima musim dari enam

peternakan sebanyak 2.86% dari total jumlah lalat yang dikumpulkan, memiliki

Page 18: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

6

larva Thelazia spp dalam tubuhya (Otranto 2003). Kebiasaan lalat yang memakan

sekresi mata sangat berpotensi dalam transmisi penyakit thelaziosis. Tingkat

infeksi umumnya cenderung meningkat dengan bertambahnya umur inang

defenitif (Aken et al. 1996).

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga Kecamatan di Kabupaten Kupang. Pengolahan

serta identifikasi secara morfologi hasil pengumpulan parasit dilaksanakan di

Laboratorium Helmintologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan,

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Malakologi dan

Invertebrata Lain, Bidang Zoology Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Waktu yang diperlukan untuk

pengumpulan sampel serta identifikasi parasit di laboratorium melalui prosesing,

penghitungan, serta analisis data dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni

2013.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Page 19: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

7

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di

Kabupaten Kupang untuk mengetahui prevalensi thelaziosis, derajat infeksi, jenis-

jenis cacing mata dan faktor-faktor risiko terkait kejadian thelaziosis. Populasi

target dari penelitian ini adalah ternak sapi peternakan rakyat di wilayah

Kabupaten Kupang. Jumlah sampel sapi dalam penelitian ini dihitung

menggunakan software winepiscope 2.0 dengan prevalensi yang diharapkan 20%

dan sensivitas uji 95%. Sampel parasit diambil secara acak di tiga kecamatan pada

mata sapi dewasa ( 12 bulan), anak ( >6 – 12 bulan) dan pedet (0-6 bulan)

selanjutnya dikoleksi untuk diidentifikasi di laboratorium. Data mengenai

karakteristik sumber daya manusia peternak dan manajemen peternakan diperoleh

melalui wawancara menggunakan kuesioner. Semua data yang diperoleh

kemudian di analisis statistik.

Pengamatan Parasitologi

Pengamatan Gejala Klinis dan Pengumpulan Cacing Parasit

Sebanyak 385 sampel sapi dewasa (> 12 bulan), anak (>6-12 bulan), pedet

(0-6 bulan) diperiksa gejala klinisnya akibat thelaziosis. Cacing dikoleksi dari sapi

yang terinfeksi thelaziosis dengan memberikan cairan anestesi (Xylocaine 10% )

pada mata. Cacing kemudian dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi

larutan garam fisiologis (Otranto dan Dutto 2008). Sampel cacing kemudian

dibawa ke laboratorium untuk proses identifikasi.

Identifikasi Parasit

Proses identifikasi dimulai dengan pembilasan cacing kemudian dibunuh,

difiksasi dan selanjutnya di clearing kemudian diidentifikasi secara morfologi

mengikuti ciri-ciri yang dideskripsikan oleh Yamaguti (1963) dan Naem (2007).

Identifikasi secara morfologi dengan menggunakan mikroskop untuk mengetahui

ukuran tubuh dari cacing, ukuran bukal kapsul, jarak servikal papila dari anterior,

jarak vulva dari anterior dan panjang spikula. Scanning Electron Microscopy

(SEM) digunakan untuk melihat karakter dari kutikula, jumlah papila pre-anal dan

pola kutikula disekitar vulva. Jumlah cacing mata dihitung untuk mengetahui

derajat infeksi. Derajat infeksi dikategorikan ringan (1-10 ekor), sedang (11-20

ekor) dan berat ( 21).

Faktor risiko terkait kejadian thelaziosis

Untuk mengetahui faktor risiko kejadian thelaziosis yang yang berkaitan

dengan manajemen peternakan dan sumber daya manusia di peternakan dilakukan

wawancara menggunakan kuesioner.

Page 20: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

8

Analisis Data

Data yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan laboratorium diinput

dalam data base menggunakan SPSS 17.0. Berbagai faktor risiko kejadian

thelaziosis yang berkaitan dengan manajemen peternakan dan sumber daya

manusia di peternakan dianalisis menggunakan regresi logistik.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kondisi Umum Fisik dan Tata Laksana Peternakan

Ketiga kecamatan yang diamati dalam penelitian ini secara geografis

terletak pada tipe iklim yang sama menurut banyaknya bulan basah dan kering di

wilayah Kabupaten Kupang. Secara umum bulan Juni sampai September, arus

angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga

mengakibatkan musim kemarau, sebaliknya pada bulan Desember sampai Maret

arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera

Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Rata-rata kelembaban udara di Kabupaten

Kupang tahun 2012 sebesar 73.75%, tekanan udara 1.768.21 mb dan rata-rata

suhu udara diatas 27.230C (BMG kelas II Kupang).

Seluruh sampel peternakan tergolong peternak skala usaha kecil dengan

populasi paling sedikit 5 ekor dan terbanyak sebesar 15 ekor. Populasi setiap

kelompok bervariasi setiap peternakan, minimal 5 ekor/kelompok dan setiap

kandang terdapat 2-4 ekor pedet. Jenis sapi bali adalah ras terbanyak yang

dipelihara (95%) dan sisanya adalah bangsa sapi madura dan sapi ongole (5%).

Dari jumlah sapi yang diperiksa, umur yang terbanyak (33%) adalah sapi berumur

1-3 tahun berturut –turut diikuti oleh sapi berumur 6-12 bulan (24%), >3 tahun

(23%) dan 0-6 bulan (20%).

Letak geografis, kondisi fisik peternakan, sanitasi secara umum, serta tata

laksana menunjukkan pula gambaran prevalensi thelaziosis yang beragam pula

pada setiap Kecamatan. Secara umum struktur bangunan kandang berkerangka

kayu, tidak memiliki atap dan berlantai tanah (Gambar 3). Kandang tersebut tidak

dilengkapi dengan tempat tempat pakan dan minum karena pada umumnya ternak

digembalakan pada siang hari dan pada malam hari dikandangkan tanpa

pemberian pakan pada saat di dalam kandang (Gambar 4). Peternakan rata-rata

tidak memiliki tempat pembuangan feses sehingga kondisi lingkungan di sekitar

kandang relatif kotor dan menimbulkan bau karena terdapat tumpukkan feses

yang basah. Tata laksana pembersihan kandang tidak seragam pada setiap

peternakan, sebanyak 34.3% dari 96 peternakan membersihkan kandang secara

tidak teratur, 65.6% dilakukan secara periodik setiap semingu sekali atau lebih.

Sehubungan dengan pengendalian kecacingan, pemberian antelmintika tidak

diimbangi dengan tata laksana lingkungan yang dapat menunjang keefektifan

Page 21: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

9

pengendalian. Jenis dan waktu serta metode pemberian antelmintika berbeda-beda

diantara peternak-peternak. Sebagian besar peternak (84%) mengobati secara

periodik setahun 2 kali menggunakan tetramisol, sisanya memberikan obat hanya

ketika mengetahui dengan pasti bahwa ternaknya kecacingan dari hasil

pemeriksaan oleh petugas dinas peternakan.

Gambar 3 Struktur bangunan kandang sapi

A. Kecamatan Amarasi

B. Kecamatan Fatuleu

C. Kecamatan Kupang Timur

Gambar 4 Lokasi penggembalaan sapi di Kabupaten Kupang

A. Padang rumput B. Sawah

Page 22: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

10

Total Prevalensi dan Derajat Infeksi Thelazia spp

Sapi yang diperiksa sebanyak 385 ekor, 23 ekor (5.97%) dari kecamatan

Amarasi dan Fatuleu terinfeksi Thelazia spp. Prevalensi thelaziosis diantara kedua

kecamatan tersebut tidak berbeda (Tabel 2) (P>0.05), akan tetapi rataan jumlah

cacing per ekor sapi lebih tinggi pada Kecamatan Fatuleu (Tabel 3).

Tabel 2 Total prevalensi infeksi Thelazia spp pada setiap kecamatan

Kecamatan Prevalensi P

n (ekor) Thelaziosis (%) Chi-square

Amarasi 150 8.66

Fatuleu 118 8.47 0.120

Kupang Timur 117 0.00 TOTAL 385 5.97

nJumlah sapi yang diperiksa; SK= Selang Kepercayaan; OR= Odds Ratio

Tabel 3 Rataan derajat infeksi Thelazia spp pada setiap kecamatan

Kecamatan Tidak infeksi Infeksi Rataan jumlah cacing per

ekor sapi

n (ekor) n (ekor) ( ±SD)

Amarasi 150 13 8.10±8.50* Fatuleu 118 10 24±13.24* Kupang Timur 117 0 0

TOTAL 385 23 32.92±21.74 nJumlah sapi yang diperiksa; *berbeda nyata pada α < 0.05

Sapi yang terinfeksi Thelazia spp menunjukkan gejala klinis yaitu lakrimasi

yang berlebihan, konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis dan

ulserasi (Gambar 5). Adapun sapi yang tidak terinfeksi tidak menunjukkan gejala

klinis tersebut. Gejala klinis lakrimasi, konjungtivitis yang mengarah ke

keratokonjungtivitis ditemukan pada 22 ekor sapi (22/23) sedangkan ulserasi

hanya ditemukan pada satu ekor sapi (1/23) dengan jumlah cacing 8 ekor.

Perubahan patologis yang paling menonjol yang diamati pada pada 18 ekor sapi

(18/23) pada saat pemeriksaan adalah kekeruhan pada kornea mata (opacity

cornea). Sapi yang memiliki jumlah cacing 1-10 ekor (5/23) menunjukkan gejala

klinis lakrimasi dan konjungtivitis, sedangkan keratokonjungtivitis dan opasiti

kornea diamati pada sapi dengan jumlah cacing 11-20 ekor (10/23) dan >21 ekor

(8/23).

Page 23: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

11

Cacing dewasa sebanyak 357 ekor diperoleh dari ternak sapi yang terinfeksi

Thelazia spp, terdiri atas 210 ekor cacing betina dan 147 ekor cacing jantan.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi mikroskopik cacing yang diamati

memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tubuh berwarna putih susu, memiliki kutikula

yang tebal dan bergaris transversal. Bagian kepala dari cacing jantan dan betina

memiliki bentuk yang sama dan tidak memiliki bibir. Bukal kapsul berukuran 20-

24 x 44-52 µm, terdapat dua cervical papillae pada bagian lateral, yang terletak

pada sisi kanan dan kiri dari tubuh cacing yang berjarak 350-384 µm diukur dari

ujung anterior. Cervical papillae ini dimiliki oleh cacing jantan dan betina. Cacing

betina (Gambar 6) memiliki panjang 12.5-20.5 mm dan lebar 300-500 µm. Vulva

terletak pada daerah esofagus yang berjarak 505.2-536.3 µm dari bagian kepala.

Lubang anal terdapat pada bagian posterior dan memiliki ujung ekor yang keras.

Cacing jantan (Gambar 7) memiliki panjang 7.5-14.5 mm dan lebar 420-475 µm.

Cacing ini memiliki ekor yang tumpul dan menggulung, spikula tidak sama

panjang yaitu 624-850 µm dan 100-130 µm dan tidak memiliki gubernakulum.

Hasil pengamatan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) diamati 14

pasang papila pre anal dan papila tunggal terdapat pada bagian anterior dari

kloaka, sedangkan sepasang papila terdapat pada bagian post anal. Sepasang

phasmid yang berbentuk seperti puting yang terletak pada ujung posterior. Ciri

tersebut menurut Yamaguti (1963) dan Naem (2007) adalah spesies Thelazia

rhodesii.

Gambar 5 Gejala klinis pada sapi yang terinfeksi Thelazia rhodesii

A. Lakrimasi B. Konjungtivitis C. Ulserasi

Page 24: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

12

Gambar 6 Morfologi cacing betina Thelazia rhodesii

Buccal Capsule (BC), Cervical Papillae (CP), Vulva (V), Cuticula

Transversa (CT)

Gambar 7 Morfologi cacing jantan Thelazia rhodesii

Spicula (S), Papilla pre anal (PrCP), Papila post anal (PoCP), Phasmid (Ph).

Page 25: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

13

Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian thelaziosis

Faktor risiko infeksi parasit adalah semua faktor yang secara nyata

meningkatkan peluang terjadinya transmisi stadium infektif parasit sehingga

menyebabkan inang sakit. Satu faktor dengan faktor lainnya saling berkaitan

dalam mendukung terjadinya penyakit. Terdapat perbedaan yang signifikan

(P<0.05) pada tingkat infeksi antara sapi dewasa dan anak. Ternak sapi dewasa

memiliki risiko terinfeksi lebih besar dibandingkan dengan sapi anak (Tabel 4)

sedangkan prevalensi infeksi antar jenis kelamin ternak sapi tidak berbeda (Tabel

4). Prevalensi infeksi yang lebih tinggi ditemukan pada peternakan yang

membersihkan kandang tidak teratur dibandingkan dengan peternakan yang

membersihkan kandang secara teratur demikian pula dengan frekwensi

pembersihan kandang. Kandang yang dibersihkan sebanyak sebulan sekali

memiliki prevalensi infeksi lebih besar dibandingkan dengan kandang yang

dibersihkan setiap hari (Tabel 5). Perbedaan yang signifikan (P<0.05) prevalensi

infeksi terdapat pada sapi yang digembalakan dipadang rumput lebih tinggi

dibandingkan dengan yang di sawah (Tabel 7). Risiko infeksi Thelazia rhodesii

secara signifikan (P<0.05) lebih tinggi pada ternak yang mendapatkan

anthelmintik sebanyak satu kali setahun dibandingkan dengan ternak yang

mendapatkan anthelmintik sebanyak dua kali setahun (Tabel 8).

Tabel 4 Nilai Crude Odds-Ratio faktor umur dan jenis kelamin terhadap

kejadian thelaziosis

Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi SK P OR n(ekor) % n(ekor) %

Umur sapi

0-6 bulan 6 4.9 117 95.1 1.00 >6-12 bulan 15 6.9 200 93.1 1.140-9.091 0.027* 3.21 >12 bulan 2 4.9 45 95.1 1.28-22.145 0.018* 5.42

Jenis kelamin Jantan 11 5.9 179 94.1 1.00 Betina 12 6 183 94 0.464-4.701 0.467 1.57

nJumlah sapi yang diperiksa; *signifikan pada α < 0.05; SK= Selang Kepercayaan; OR= Odds Ratio

Page 26: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

14

Tabel 5 Nilai Crude Odds-Ratio faktor kandang terhadap kejadian thelaziosis

Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi SK P OR n(ekor) % n(ekor) %

Keteraturan pembersihan kandang

Teratur 7 3.9 200 96.1 1.00

Tidak teratur 16 8.9 162 91.1 8.834-115.91 0.000* 32.01

Frekwensi pembersihan kandang

Setiap hari 4 3.9 102 96.1 1.00

Sebulan sekali 19 6.9 260 93.1 14.73-1058.4 0.001* 124.30

Cara bersihkan kandang Disapu 9 2.0 209 98.0 1.00

Tidak disapu 14 8.9 153 91.1 0.225-2.497 0.639 0.80

nJumlah sapi yang diperiksa; *signifikan pada α < 0.05; SK= Selang Kepercayaan; OR = Odds Ratio

Tabel 6 Nilai Crude Odds-Ratio faktor pengelolaan feses terhadap kejadian

thelaziosis

Tabel 7 Nilai Crude Odds-Ratio faktor penggembalaan terhadap kejadian

thelaziosis

Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi

SK P OR n(ekor) % n(ekor) %

Lokasi gembala

Sawah 6 2.7 212 97.3 1.00

Padang rumput 17 10.8 150 89.2 2.35-158.4 0.018* 19.38

Cara memelihara

Dikandangkan terus menerus 3 1.9 227 98.1 0.13-0.93 0.072 0.11

Siang dilepas,malam dikandang 20 12.1 135 87.9 1.00

nJumlah sapi yang diperiksa; *signifikan pada α < 0.05; SK= Selang Kepercayaan; OR= Odds Ratio

Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi SK P OR n(ekor) % n(ekor) %

Tempat feses

Ada 8 4.9 170 95.1 1.00

Tidak ada 15 7.9 192 92.1 2.351-4.85 0.004* 19.33

Pengelolaan feses

Dibuat pupuk 5 3.4 139 96.6 1.00

Dibiarkan saja 18 7.4 223 92.6 0.664-4.311 0.269 1.78

nJumlah sapi yang diperiksa; *signifikan pada α < 0.05; SK= Selang Kepercayaan; OR= Odds Ratio

Page 27: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

15

Tabel 8 Nilai Crude Odds-Ratio faktor pemberian anthelmintika terhadap

kejadian thelaziosis

Faktor risiko Infeksi Tidak infeksi SK P OR

n(ekor) % n(ekor) %

Pengobatan cacing

mata

Diobati 5 2.9 197 97.1 1.00

Tidak diobati 18 10 165 90 1.1-7.0 0.062 2.85

Pemberian obat cacing

Dua kali setahun 7 4.9 162 95.1 1.00

Setahun sekali 16 7.9 200 92.1 5.697-63.812 0.001* 19.06

nJumlah sapi yang diperiksa; *signifikan pada α < 0.05; SK= Selang Kepercayaan; OR= Odds Ratio

PEMBAHASAN

Thelazia yang menginfeksi ternak sapi di Kabupaten Kupang diidentifikasi

sebagai Thelazia rhodesii. T.rhodesii memiliki perbedaan yang spesifik terhadap

T.gulosa dan T.skrjabini yang juga menginfeksi ternak sapi. Perbedaan tersebut

terletak pada karakteristik kutikula, jumlah papila pre anal dan pola kutikula di

sekitar vulva yang dapat diamati menggunakan Scanning Electron Microscopy

(SEM). Kutikula yang dimiliki oleh T.rhodesii bergerigi dan keras sedangkan

kutikula yang dimiliki oleh T.gulosa dan T.skrjabini lebih halus. Demikian pula

dengan jumlah papila pre-anal pada cacing jantan, T.rhodesii memiliki papila pre-

anal sebanyak 14 pasang sedangkan jumlah papila pre-anal T.gulosa dan

T.skrjabini sebanyak 35-40 dan 31-38 tidak berpasangan (Naem 2007). Cacing

betina perbedaan yang paling spesifik terletak pada pola kutikula disekitar vulva.

Pada T.rhodesii kutikula di sekitar vulva membentuk kumpulan papil sedangkan

T.skrjabini dan T.gulosa tidak memiliki pola di sekitar vulva tetapi memiliki

vulva yang menonjol (Naem 2007).

Infeksi oleh T.rhodesii pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis,

akan tetapi dalam beberapa kasus infeksi oleh T.rhodesii menunujukkan gejala

klinis diantaranya epiphora, konjungtivitis, keratitis, opasiti kornea dan ulserasi.

Asimptomatik klinis dari thelaziosis disebabkan oleh aktifitas dari cacing jantan

sedangkan gejala simptomatik klinis disebabkan aktifitas dari cacing betina yang

gravid atau bunting. Kutikula yang keras dan bergerigi dari T.rhodesii

menyebabkan kerusakan mekanis pada epitel konjungtiva dan kornea, sehingga

produksi air mata meningkat yang berperan dalam transmisi cacing ke inang

antara (Otranto dan Traversa 2005).

Sapi yang terinfeksi T.rhodesii pada penelitian ini menunjukkan gejala

klinis lakrimasi yang berlebihan, konjungtivitis yang mengarah ke

keratokonjungtivitis dan ulserasi meskipun perubahan patologis yang paling

menonjol yang diamati pada pada mata 18 ekor sapi pada saat pemeriksaan adalah

kekeruhan pada kornea mata (opacity cornea), kemungkinan infeksi diawali

dengan keratokonjuntivitis sehingga menyebabkan opasiti kornea. Terdapat

Page 28: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

16

kecenderungan hubungan antara gejala klinis terhadap jumlah cacing. Semakin

banyak jumlah cacing maka semakin menginduksi keparahan panyakit. Kerusakan

mekanik yang diakibatkan oleh kutikula yang bergerigi dari T.rhodesii

menyebabkan perlukaan sehingga terjadi infeksi sekunder oleh organisme lain.

Kemungkinan infeksi sekunder ini ditunjukkan pada sapi yang hanya memiliki 8

ekor cacing. Thelaziosis tidak menyebabkan kematian namun konjungtivitis,

keratitis, kekeruhan pada kornea mata (opacity cornea) dan kebutaan memberikan

dampak negatif pada ternak itu sendiri yaitu ternak rentan terhadap predator dan

juga ternak mengalami kesulitan dalam merumput karena adanya gangguan

penglihatan.

T.rhodesii tersebar di daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan topografi

dan lingkungan yang dapat mendukung perkembangan lalat yang merupakan

inang antara dari cacing T.rhodesii (Kennedy 1993; Zubairova dan Ataev 2010).

Kejadian thelaziosis di daerah tropis meningkat pada musim penghujan sedangkan

di daerah sub tropis kejadian thelaziosis terjadi pada musim semi (Ghirotti dan

Iliamupu 1989; Aken et al. 1996). Musca autumnalis merupakan inang antara di

Eropa, Afrika Utara, Asia dan Amerika Utara bahkan di Afrika Timur Musca

autumnalis merupakan satu-satunya inang antara thelaziosis pada sapi. Selain

M.autumnalis di negara tropis maupun subtropis terdapat beberapa spesies lainnya

yaitu M.amita, M.sorbens, M.vitripennis dan M.larvipara (Krafsur dan Moon

1997). Prevalensi Thelaziosis pada sapi dipengaruhi oleh distribusi ternak yang

terinfeksi, banyaknya lalat betina yang terinfeksi dan ekologi suatu daerah untuk

mendukung perkembangan lalat yang berpotensi sebagai inang antara T.rhodesii

(Kennedy 1993).

Prevalensi thelaziosis di Kabupaten Kupang termasuk rendah. Hal ini

diduga berkaitan dengan berkurangnya media perindukkan lalat akibat feses

ternak yang cepat mengering sebelum larva menyelesaikan perkembangan ke

tahap dewasa pada musim kemarau. Prevalensi yang rendah pada musim kemarau

juga dilaporkan di Zambia sebesar 3.1% dibandingkan pada musim hujan sebesar

26.6% (Munang’andhu et al. 2011).

Pemberian anthelmintik juga ikut mempengaruhi prevalensi thelaziosis pada

sapi. Ternak yang mendapatkan pengobatan terhadap infeksi cacing parasit

setahun sekali memiliki risiko terinfeksi sebesar 19.06 kali lebih besar

dibandingkan ternak yang mendapatkan pengobatan sebanyak dua kali setahun.

Tetramisol yang diberikan secara teratur sebanyak dua kali setahun sebagai

anthelmintik untuk mengobati ternak yang terinfeksi Thelazia rhodesii

menunjukkan efektivitas yang cukup baik. Meskipun pemberian anthelmintik ini

cukup efektif, namun perlu diwaspadai risiko timbulnya populasi parasit yang

resisten. Diperlukan strategi pemberian anthelmintik yang dapat memperlambat

timbulnya populasi parasit yang resisten.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kejadian thelaziosis adalah umur

inang yaitu sapi yang berumur >6-12 bulan berisiko terinfeksi sebesar 3.21 kali

dibandingkan sapi yang berumur 0-6 bulan demikian pula dengan sapi yang

berumur >12 bulan, memiliki risiko terinfeksi sebesar 5.42 kali lebih tinggi

dibandingkan sapi yang berumur 0-6 bulan. Hal tersebut disebabkan oleh umur

yang panjang dari cacing T. rhodesii (lebih dari satu tahun), tidak adanya respon

imun dari tubuh inang defenitif, re-infeksi cacing yang terjadi sepanjang hidup

inang defenitif dan lebih lamanya waktu merumput ternak dewasa dibandingkan

Page 29: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

17

dengan ternak muda (Otranto dan Traversa 2005). Demikian pula dengan

manajemen pemeliharaan, sapi yang digembalakan di padang rumput memiliki

risiko 19.30 kali lebih besar terinfeksi thelaziosis dibandingkan sapi yang

digembalakan di sawah. Manajemen pemeliharaan ternak dengan cara ternak

digembalakan di padang penggembalaan yang sama secara terus menerus tanpa

adanya rotasi penggembalaan menyebabkan ternak tidak dapat terhindar dari

infeksi parasit. Rotasi penggembalaan sangat besar manfaatnya bagi pengendalian

penyebaran infeksi parasit dan menghindari telur cacing yang berasal dari hewan

terinfeksi di padang penggembalaan. Padang penggembalaan yang tidak

digunakan selama 3 bulan berturut-turut mampu menurunkan jumlah stadium pre

parasitik di lingkungan (Subronto et al. 2001). Frekwensi pembersihan kandang

pada peternakan juga berpengaruh terhadap kejadian thelaziosis. Pembersihan

kandang yang dilakukan sebulan sekali memiliki risiko terinfeksi thelaziosis 124

kali lebih besar dibandingkan dengan setiap hari.

Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor-faktor biotik maupun abiotik

yang meliputi inang, parasit dan lingkungan dapat mendukung terjadinya infeksi

thelaziosis. Prevalensi thelaziosis di Kabupaten Kupang disebabkan berbagai

faktor risiko diantaranya inang, parasit dan manajemen peternakan. Oleh karena

itu pengendalian terhadap thelaziosis secara utuh membutuhkan suatu pendekatan

termasuk pemberian anthelmintik dan perbaikan manajemen peternakan untuk

mengurangi populasi lalat. Nilai Crude Odds-Ratio hasil penelitian ini merupakan

pengetahuan yang perlu dipertimbangkan dalam merancang strategi pengendalian

thelaziosis di Kabupaten Kupang.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1 Prevalensi kejadian thelaziosis di Kabupaten Kupang adalah sebesar 5.97%.

2 Jenis Thelazia spp yang menginfeksi sapi di Kabupaten Kupang adalah

Thelazia rhodesii

3 Ternak sapi yang terinfeksi thelaziosis menunujukkan gejala klinis lakrimasi,

serta konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis.

4 Faktor risiko yang secara nyata mempengaruhi kejadian thelaziosis pada

ternak sapi peternakan rakyat adalah umur sapi, manajemen peternakan dan

pemberian anthelmintika. Saran

1 Penelitian serupa perlu dilakukan untuk melihat pola kejadian yang

dihubungkan dengan faktor musim.

2 Perlu diperhatikan aspek tata laksana peternakan untuk meminimalkan

kejadian thelaziosis pada peternakan rakyat.

Page 30: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

18

DAFTAR PUSTAKA

Arbuckle JB, Khalil LF. 1978. A survey of Thelazia worms in the eyelids of

british Cattle. J Vet Rec (2):207-210.

Aken VD, Dargantes AP, Lagapa JT. Vercruysse J. 1996. Thelazia rhodesii

(Desmaret,1828) infections in cattle in Mindanao, Philippines. Vet

Parasitol (66):125-129.

Bras ALL. 2012. Estude epidemilogico geospacial de Thelazia spp em bovinos da

regiao de alentejo [Dissertation]. Lisboa Portugal.

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2012. Data curah hujan dan

klimatologi wilayah Kabupaten Kupang. Badan Meteorologi dan

Geofisika Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang.

Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis hasil PSPK. No 7/II/53/XIV Hal 1-14.

Badan Pusat Statistik. 2012. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Katalog BPPS :

1102001.53 Hal 192.

Blakely J, Bade DH. 1994. Ilmu Peternakan (Terjemahan). Edisi Keempat.

Gadjah Mada University Press.

Barus V, Blazek A, Morayec F. 1976. Nematodes parasitizing domestic ruminants

in Afganistan. J Folia Parasitol (23):207-216.

[Disnak] Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur. 2011. Kabupaten Kupang

Dalam Angka. Kupang

Ebadi A. 1951. A survey on Thelazia spp in cattle in Tehran,Iran [Tesis]. College

of veterinary medicine. Taheran Iran.

Genden CJ, Stoffolano JG. 1980. Bovine thelaziosis in Massachusetts. J Corn Vet

(70):344-359

Ghirotti M, Iliamupu DS. 1989. Thelazia rhodesii (Desmarest 1828) In cattle of

central Province, Zambia. J Parassitologia (31):231-237

Krafsur ES, Church CJ. 1985. Bovine thelaziosis in Iowa. J Parasitol (71):279-

286

Krafsur ES, Moon RD. 1997. Bionomics of the face fly, Musca autumnalis. Ann

review of entomology (42):503-523. Kennedy MJ. 1993. Prevalence of eyeworm (Nematoda:Thelazioidea) in beef

cattle grazing different range pasture zones in Alberta,Canada. J Parasitol (79):866-869.

Levine ND.1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.

Munang’andhu HM, Chaembensofu M, Siamudaala VM, Munyeme M,

Mantandiko W. 2011. Thelazia rhodesii The African Buffalo Syncerus

caffer, In Zambia. Korean J Parasitol (49): 91-94

Naem S. 2007. Morphological differentiation among three Thelazia species

(Nematoda Thelaziidae) by scaning electron microscopy. Parasitol Res

(101):145-151.

Otranto D, Dutto M. 2008. Human Thelaziosis, Europe. Emerging Infectious

Diseases (14):647-649.

Okoshi S, Kitano N. 1966. Studies on Thelaziosis of cattle I. Thelazia skrjabini

Erschow, 1982 Found In Japan. Jpn J Vet (28): 11-15

Otranto DT. 2003.Molecular epidemiological survey on the vectors of Thelazia

gulosa,Thelazia rhodesii and Thelazia skrjabini (Spirurida :

Thelazidae). J parasitol (12)7 : 365-373.

Page 31: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

19

Otranto D, Traversa D. 2005. Thelazia Eyeworm : An original endo and ecto

parasitic nematode. J Trends Parasitol (21): 1-4.

O’hara JE, Kenndy MJ. 1991. Development of the nematode eyeworm, Thelazia

skrjabini ( Nematoda : Thelaziodea), in experimentally infected face

flies, Musca autumnalis (Diptera : Muscidae). J parasitol (77): 417-

425

[PUSKESWAN] Pusat Kesehatan Hewan Takari.2009.Laporan Tahunan.Kupang

Subronto, Tjahajati I. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University

Press

Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals. Ed ke-7. Bailliere Tindall. London.

Turfrey BA, Chandler RL. 1978. Incidence of Thelazia nematodes in the eyes of

cattle at a research institute in berkshire. Vet Rec (102): 23.

Vohradsky F. 1970. Clinical course of Thelazia rhodesii infection of cattle in

Accra Plains of Ghana. Bull Epizoot Dis Afr (18):159-170.

Wang KC, Wang ZX, Shen JL. 1999. Canine infection with Thelazia callipaeda

and human thelaziasiasis. J Trop Dis Parasitol (28):216-218.

Wang ZX, Chen Q, Jiang BL. 2002. Epidemiology of thelaziasis in China.

Chinese J Parasitic Dis Cntrl (6):335-337.

Wang ZX, Shen JL, Wang HY, Otranto D. 2006. An update on the research of

human thelaziosis. Chinese J Parasitic Dis (4):299-303.

Yamaguti S. 1963. Systema Helminthum Vol III. The nematodes of vertebrata Part

1. Interscience Publishers Ltd. London.

Zubairova MM, Ataev AM. 2010. Fauna and distribution of nematodes from the

sub orders spirurata and filariata parasitizing cattle in Dangestan, from

the perspective of vertical zoning. J Parasitol (44):525-530.

Page 32: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

20

LAMPIRAN

Page 33: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

21

Thelazia rhodesii infection on cattle in Kupang District

Dewi F.L. Djungu1,2

, Elok Budi Retnani1,3

, Yusuf Ridwan1,3

1Graduate School of Bogor Agricultural University

2 University of Nusa Cendana Kupang

3Helmintologi Laboratory Department of Parasitology and Entomology,

Department of Animal Disease and Veterinary Public Health.

Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University,Agatis

Street,Dramaga,Bogor

Email: [email protected]

Abstract

A cross-sectional study was carried out to determine the prevalence, the

intensity infection, clinical sign, to identify species and to investigate associated

risk factors of thelaziosis on cattle in Kupang district, Nusa Tenggara Timur

Province. A total of 385 cattles were randomly selected from 96 farms in three

subdistricts of Kupang District and observed for thelaziosis. The nematode present

in the eye of cattle were collected with a forcep after administering local

anesthesia (10% Xylocaine). The potential risk factors related to age of cattle,

human resources and farm management were obtained by interviewing the

farmers. Logistic regression was applied to analyze related risk factor of

Thelaziosis. The result showed that of the total 385 cattles observed, 23 (5.96%)

were infected by Thelazia spp, of which 22 cattles showed apparent clinical signs

namely excessive lacrimation and conjunctivitis that leads to ceratoconjunctivitis,

while one cattle showed ulceration. A total of 357 worms (157 males and 210

female) were collected from 23 infected cattles with the mean number of worms

in infected cattle was 32.92 ± 21.03. Observation using Scanning Electron

Microscope (SEM) on morphology characteristic showed that nematode species

founded were identified as Thelazia rhodesii. The infection was more prevalentin

older cattle (≥6-12 month old) than calf (0-6 month old) (P<0.05). Significant risk

factors of animal husbandry practices affecting the prevalence of thelaziosis in

cattle were anthelmintic treatment, grazing management, barn cleaning, and

manure management. Our results highlight that significancy risk factors for the

occurrence of the disease should be considered in designing control strategic

program of thelaziosis.

INTRODUCTION

Spiruride nematodes belonging to the genus Thelazia Bosc,1819 are

helminths that infect the conjunctiva sacks and lachrymal ducts of animals. They

cause a variety of clinical signs that include conjunctivitis and lacrimation which

could cause a conjunctive congestion which in the end resulted an opacity cornea,

cerathitic, ulceration on the cornea and the swelling conjunctive as a result of a

lacrimalis duct obstruction which caused by a purulent liquid (Otranto and

Traversa, 2005).

Page 34: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

22

Thelazia rhodesii (Asia, Afrika, Europe), Thelazia gulosa (Asia, North

Amerika, Europe) and Thelazia skrjabini (Europe, North Amerika) are the

primary species in cattle. However, a new report shows that there is a thelaziosis

infection on cattle which caused by T.rhodesii in Alentejo Portugal (Bras, 2012).

Thelaziosis rhodesii are reported on cattle in Zambia, South Africa (Munang’andu

et al., 2011), Philippines (Aken et al., 1996) including in Indonesia especially in

both Java & Sumatera Island in 1893 (Yamaguti, 1963).

Thelaziosis cases were reported on 152 (10.93%) cattle in Takari district,

Kupang regency in 2009. Two of infected cattles were reported dead and the

others showed clinical sign of temporally blind (PUSKESWAN Takari, 2009).

Although considerable works has been done on cattle thelaziosis prevalence and

losses to farm clinical level, however no report so far has been published on the

species of Thelazia spp and Musca as intermediate host. Considering the

economic importance and pathological effect of Thelazia spp infection and

unvailable baseline information of thelaziosis, therefore, this study was conducted

in Kupang district, to determine the magnitude of thelaziosis in cattle of Kupang

district, to determine the prevalence of thelaziosis in relation to age, sex and

husbandry managements as well as information on transmismission of disease and

control methods.

MATERIALS AND METHODS

Study Area

The study was conducted in three districts in Kupang Regency (Figure 1).

The area is located in between 9015 – 10

022 south latitude and 123

016 – 124

011

east longitude (Disnak NTT, 2011). Topographically, it is situated at altitude of 0-

500 m above sea level with the mean annual temperature and relative humadity of

27.230C and 73.75%, respectively Physical condition is hilly and mountainous.

Most of them consist of very wide lowland. There are two seasons: Dry season,

from June to September and rainy season, from December to March (BMG Class

II Kupang).

Clinical observations and worm collection

Clinical observations and worm collection were done from April to June

2013. A total of 385 cattle (> 12 months), calve (>6-12 months), calf (0-6 months)

were examined using visual observation foreign body, excessive lacrimation,

conjunctivitis, cheratitic, cornea opacity, ulceration of the eyes by flushing the

anesthesia liquid (Xylocaine 10%) on both eyes. The worm were collected

directly from the conjuctival sac of each animal and placed in a sample collection

bottle for the identification processing (Otranto and Dutto, 2008).

Page 35: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

23

Species Identification

The worms which were cleared in alcohol and glycerin (Kruse & Pritchard,

1982) were prepared on object glass and examined under a streo microscope.

Species identification was made using keys developed by Yamaguti (1963) and

Naem (2007). The morphological identification was done by the microscope in

order to find out the worm’s body size, buccal capsule size, the cervical papilla

range from the anterior, the vulva range from the anterior and the specula length.

The Scanning Electron Microscopy (SEM) was used in order to find out the

cuticle character, pre-anal papilla total and the cuticle pattern around the vulva.

The total of the eye worm was calculated in order to find out its worm burden.

There are three worm burden categories: light (1-10 worms), medium (11-20

worms) and heavy (> 21).

Statistical Analysis

All collected data were (interview and laboratory research) entered to excel

sheet and analized using the SPSS 17.0. The risk factors of thelaziosis (age host,

sex, management and the cattle’s human resources) was analized using logistic

regression. Overall level of significance in all analized was P<0.05.

Ethical Considerations

Both of the clinical signs observed and parasite worm collecting on both

sample cattle were done based on the applied regulations, which is under the

supervision of veterinarian, in order to avoid the damages on both cattles’ eyes

during the parasite collecting sample.

All techniques involving collecton of samples from live animals were done

according to specified regulations (Animal care and use regulations) with the

attendance of a veterinarian (Committee on guidelines for the use of animals in

neuroscience and behavioral research, 2003).

RESULTS

Among 385 cattles examined, 23 (5.97%) cattles from two subdistrict of

Amarasi and Fatuleu were infected by Thelazia spp. The prevalence of thelaziosis

between Amarasi and Fatuleu sub district were not different. However, the

average worms burden per cattles was higher than Amarasi (Table 1).

The clinical signs observed in the infected cattle were an excessive

lacrimation, conjunctivitis, ceratoconjunctivity and ulceration (Figure 2). The

clinical signs of lacrimation, conjunctivitis and ceratoconjunctivity was found in

22 cattle (22/23) while, the ulceration only found in one cattle (1/23) with 8

worms. The most noticeable pathological changes found in 18 cattle (18/23)

during the examination was the opacity cornea.

There were 357 adult worms were collected from the infected cattles, which

consist of 210 female worms and 147 male worms. Based on the morphological

observation using a compound microscope showed that the worm has

morphological characteristic as follow a milk-white body and have a thick yet

Page 36: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

24

stripes transversal cuticles. The head of both male & female worms has the same

shape and doesn’t have any lips at all. Inside the 20-24 x 44-52 µm buccal

capsule, there are two cervical papillae on the lateral part which located on both

right and left side of the worm bodies which has a length of 350-38µm measured

from the corner of the anterior in both of male & female worms. The female worm

(Figure 3) has a length of 12.5-20.5 mm and wide of 300-500µm. Vulva is located

on esophagus area which has range of 505.2-536.3 µm from head. The anal pore

is located on the posterior part and has a hard tip of tail. The male worm (Figure

4) has a length of 7.5-14.5 mm and wide of 420-475 µm with the tail blunt and

curved ventrally. The specules don’t have the same length which is 624-850 µm

and 100-130 µm. The male worm doesn’t have gubernaculum at all. Scanning

Electron Microscopy (SEM) observation showed that the worm had about 14 pairs

of papilla pre-anal and single papilla are located on the cloaca’s anterior part,

while a pair of papilla is located on the post-anal part and two nipple shaped

phasmids at the posterior end (Figure 3 & 4). Those characteristics according to

Yamaguti (1963) and Naem (2007) are the characteristic of Thelazia rhodesii

species.

There was difference in the rate of infection between the old and the young

cattle, in the old was higher than young with odds ratio of 7.3 which were

statistically significant (Table 2), while the prevalence between animal sex was

not different significantly (Table 2). Significantly (P<0.05) higher prevalence

were found in poorly managed farms as compared to well mananged farms in

terms of cleanliness (Table 3) as well as regular cleaning of barn, higher

prevalence were found on barn that cleaning once a month than everyday (Table

4). Significantly (P<0.05) higher prevalence of thelaziosis was recorded in cattle

that grazed in pasture than rice field (Table 5). The risk of Thelazia spp infection

was significantly higher on cattle that treated with anthelmintic once a year than

twice a year (Table 6).

DISCUSSION

Morphological characteristic of the nematodes examined in the present

study were identified as a T.rhodesii. Thelazia rhodesii has specific differences

with two other Thelazia spp species infected cattle. Those differences are on its

cuticle characteristic, the total of pre-anal papilla and the cuticle pattern around

the vulva which can be observed by using the Scanning Electron Microscopy

(SEM). The T.rhodesii cuticle is hard and ridged while T.gulosa & T.skrjabini are

smoother. Likewise, the total number of male worm’s pre-anal papilla, the

T.rhodesii has 14 pairs of pre-anal papilla while the total number of T.gulosa and

T.skrjabini pre-anal papilla is 35-40 and 31-38 unpaired (Naem, 2007). The

specific differences of female worm are on its cuticle pattern around the vulva. On

T.rhodesii, the cuticle around the vulva creates a group of papilla while both

T.gulosa and T.skrjabini don’t have any pattern around the vulva but rather have a

prominent vulva (Naem, 2007).

In general, T. rhodesii infection does not show clinical signs, however in

some cases T.rhodesii infection shows clinical signs such as epiphora,

conjunctivitis, cheratitic, cornea opacity and ulceration. All the cattle infected by

Page 37: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

25

T.rhodesii in this research showed symptom namely excessive lacrimation,

conjunctivitis, ceratoconjunctivity and ulceration. The most prominent

pathological changes was opacity cornea which were observed in the eyes of 18

cattles. The clinical signs of thelaziosis is caused by the activites gravid (pregnant)

female worm. The T.rhodesii’s hard and ridged cuticle could cause a mechanical

damage on both cornea and conjunctive epitel thus, the lachrymal gland

productions increase (Otranto and Traversa, 2005). It is assumed that clinical

signs has correlation with worm burden. The severity of infection increased with

the number of worm that found in the eyes. Mechanical damage caused by the

T.rhodesii’s serrated cuticle port the entry of secondary infection. The possibility

of secondary infection is demonstrated in cattle that have only 8 worms.

Thelaziosis does not cause mortality on cattle, however, the morbidity in terms of

conjunctivitis, cerathitic, corneal opacity and blindness gives a negative impact to

the cattle itself such as vulnerability to the predator and having a difficulty on

grazing activity because of impaired vision.

Thelazia rhodesii distributed in both tropical and sub-tropical area are

supporting the fly’s growth (Kennedy, 1993; Zubairova & Ataev, 2010). The

Thelaziosis epidemic in the tropical area is increasing on rainy season while the

sub tropical area it happens in spring (Ghirotti & Iliamupu, 1989; Aken et al.,

1996). Musca autumnalis is a host intermediate in Europe, North Africa, Asia and

North America furthermore, in East Africa Musca.autumnalis is the only host

intermediate bovine thelazaiosis. Besides M. autumnalis, in both tropical and sub

tropical countries there are several other species such as: Musca.amita,

Musca.sorbens, Musca.vitripennis, Musca.larvipara (Krafsur & Moon, 1997).

The Thelaziosis prevalence on cattles is influenced by infected cattle distributions,

the numbers of infected flies and the ecology of one area to support flies

population (Kennedy, 1993).

The Thelaziosis prevalence in Kupang Regency lowest it is assumed that is

related to the decreasing fly’s brood media which caused by the quick-dry cattle

feces which is dry before the larva finished its growth to the adult phases in dry

season. Thelaziosis relatively low prevalence in the dry season was also report in

Zambia amount of 3.1% compared with the prevalence in the rainy season was

26.6% (Munang’andhu et al, 2011).

The anthelmintic usage is also influencing the thelaziosis prevalence on

cattles. The antihelmintic management distribution which applied by every cattle

gives a real influence which is the cattle that got a antihelmintic treatment parasite

worm infection once a year has 19.06 times more risk than the cattle that got

antihelmintic treatment twice a year. It can be seen on farm in Kupang Timur

which has prevalence of 0% due administration of anthelmintic done regularly and

for monitoring the health of livestock by the development of animal husbandry

department officials conducted every month.

The age of the animals is considered as a factor in the prevalence of

thelaziosis. The infection rate increased with the increase of age. Thelaziosis was

observed higher in cattle aged >6-12 months than 0-6 months cattle with the risk

infection of 7.3 times higher. The higher infection rate in older animals could be

due to long time exposure to disease. Other factors involving in the higher rate of

infection in older cattle is the long lifespan of Thelazia spp (more than one year).

Therefore the infection could not induce developing host immune responses. The

Page 38: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

26

reinfection will occure as long as the definitive host lives and the more exposure

to the disease the higher rate of infection on cattle (Otranto & Traversa, 2005).

Management of cattle is also influencing the incidence of thelaziosis. The

cattles which is pastoral in pasture has 19.30 times more risk to be infected by

thelaziosis than a cattle which pastured in field rice. Susceptibility of cattles to

Thelazia spp and free-grazing are more likely to be exposed than other animals to

fly vectors of the eyeworm. Meanwhile the frequency of barn cleaning once a

month has 124 time more risk to be infected by thelaziosis than cattle which barn

cleaning every day.

Generally, it can be said that both biotic and abiotic factors including host,

parasite and environment could influence the occurrence of thelaziosis infection.

Prevalence of thelaziosis in Kupang is attributed by multifactorial risk factors

which comprises host, parasite and animal husbandry management effects.

Therefore, thelaziosis control needs comprehenship approach including the

anthelmintic treatment and the management improvement in order to decrease the

fly population. Detailed study on the seasonal infection and presumably the crude

odds ratio value are need to design appropriate control program of thelaziosis in

Kupang district.

ACKNOWLEDGEMENTS

This study was supported financially by Nusa Cendana Kupang University.

We are grateful to Mrs. Ir. Endang Purwaningsih for her loyalty and dedications in

helping the authors while doing the research in laboratory. We also thank to the

entire field technicians who made this research goes smoothly.

REFERENCES

Aken, D.V., Dargantes, A.P., Lagapa, J.T &, Vercruysse, J. (1996). Thelazia

rhodesii (Desmaret,1828) Infections In Cattle In Mindanao, Philippines.

Veterinary Parasitolology 66 (1-2): 125-129

Bras, A.L.L. (2012). Estude epidemilogico geospacial de Thelazia spp em bovinos

da regiao de alentejo [Dissertation] Lisboa Portugal.

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. (2012). Data curah hujan dan

klimatologi wilayah Kabupaten Kupang. Badan Meteorologi dan

Geofisika Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang.

Committee on guidelines for the use of animals in neuroscience and behavioral

research. (2003). Guidelines for the use of animals in neuroscience and

behavioral research. The national academies press. Washington, DC

[Disnak] Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur. (2011). Kabupaten Kupang

Dalam Angka. Kupang.

Ghirotti M. & Iliamupu, D.S. (1989). Thelazia rhodesii (Desmarest,1828) in cattle

of Central Province, Zambia. Parasitologia 31 (2-3):503-523.

Krafsur, E.S & Moon, R.D. (1997). Bionomics of the face fly, Musca autumnalis.

Annual Review of Entomology (42) : 503-523.

Page 39: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

27

Kennedy, M.J. (1993). Prevalence of eyeworm (Nematoda:Thelazioidea) in beef

cattle grazing different range pasture zones in Alberta,Canada. Journal of

Parasitology 79 (6):866-869.

Kruse G.O.W., Pritchard M.H. (1982). The collcetion and preservation of animal

parasites. University of Nebraska Press, Lincoln and London.

Munang’andhu, H.M., Chaembensofu, M., Siamudaala, V.M., Munyeme, M.&

Mantandiko, W. (2011). Thelazia rhodesii The African Buffalo Syncerus

caffer, In Zambia. Korean Journal of Parasitology 49 (1): 91-94

Naem, S. (2007). Morphological differentiation among three Thelazia species

(Nematoda Thelaziidae) by scaning electron microscopy : Parasitol Res

101 (1): 145-151

Otranto, D. & Dutto, M. (2008). Human Thelaziosis, Europe. Emerging Infectious

Diseases 14 (4) : 647-649.

Otranto, D. & Traversa, D. (2005). Thelazia Eyeworm : An Original Endo and

Ecto Parasitic Nematode. Trends in Parasitology 21 (1): 1-4.

[PUSKESWAN] Pusat Kesehatan Hewan Takari. (2009). Laporan Tahunan.

Kupang

Yamaguti S. (1963).Systema Helminthum Vol III. The Nematodes of Vertebrata

Part 1. Interscience Publishers Ltd. London.

Zubairova, M.M.& Ataev, A.M. (2010). Fauna and distribution of nematodes

from the sub orders spirurata and filariata parasitizing cattle in Dangestan,

from the perspective of vertical zoning. Parasitologia 44 (6):525-530.

Page 40: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

28

FIGURE :

Figure 1 Research location’s map Figure 3 Thelazia rhodesii female worm

morphological

Figure 4 Thelazia rhodesii male worm

morphological

Figure 2 Clinical signs on infected cattle

A. Excessive lacrimation B. Conjunctivitis C. Ulceration

Page 41: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

29

TABLE :

Table 1: The total prevalence and Thelazia spp worm burden average on each

district

District

Prevalence

The Worm Total Average per

Cattle

n (cattle) Thelaziosis (%) ( ±SD)

Amarasi 150 8.66 8.10±8.50

Fatuleu 118 8.47 24±13.24

Kupang Timur 117 0.00 0

TOTAL 385 5.97 32.92±21.03 nThe Total Checked Cattle

Table 2 Crude Odds-Ratio value of sex & age cattle factors to thelaziosis infection

Risk factors Infection Not infection CI P OR

n(cattle) % n(cattle) %

Age cattle

0-6 months 6 4.9 117 95.1 1.00

> 6-12 months 15 6.9 200 93.1 1.6-31.3 0.025* 7.35

>12 months 2 4.9 45 95.1 1.6-31.3 0.025* 7.35

Sex

Male 11 5.9 179 94.1 1.00

Female 12 6 183 94 0.4-4.7 0.467 1.57

nThe total checked cattle; OR : Odds Ratio; CI : Convidence Intervals; P : Probability value for OR

Table 3 Crude Odds-Ratio value of barn factors to thelaziosis infection

Risk factors Infection Not infection CI P OR

n(cattle) % n(cattle) %

Barn Cleaning Regularity

Regular 7 3.9 200 96.1 1.00

Irregular 16 8.9 162 91.1 8.834-115.91 0.000* 32.01

Barn Cleaning Frequency

Every day 4 3.9 102 96.1 1.00

Once a month 19 6.9 260 93.1 14.73-1058.4 0.001* 124.30

Cleaning methods

Unswept 14 8.9 153 91.1 0.225-2.497 0.639 0.80

Swept 9 2.0 209 98.0 1.00

nThe total checked cattle; OR :Odds Ratio; CI :Convidence Intervals; P : Probability value for OR

Page 42: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

30

Table 4 Crude Odds-Ratio value of Feces management factors to thelaziosis

infection

Risk factors Infection Not infection CI P OR

n(cattle) % n(cattle) %

Container

Available 8 4.9 170 95.1 1.00

Unavailable 15 7.9 192 92.1 2.351-4.85 0.004* 19.33

Manure

management

Composting 5 3.4 139 96.6 1.00

Not treatment 18 7.4 223 92.6 0.664-

4.311

0.269 1.78

nThe total checked cattle; OR : Odds Ratio; CI : Convidence Intervals; P : Probability value for OR

Table 5 Crude Odds-Ratio value of pastoral factors to thelaziosis infection

Risk factors Infection Not infection CI P OR

n(cattle) % n(cattle) %

Grazing management

Non grazing 3 1.9 227 98.1 0.13-0.93 0.07 0.11

Grazing 20 12.1 135 87.9 1.00

Pastoral locations

Field rice 6 2.7 212 97.3 1.00

Pasture 17 10.8 150 89.2 2.35-158.4 0.018* 19.38

nThe total checked cattle; OR : Odds Ratio; CI : Convidence Intervals; P : Probability value for OR

Table 6 Crude Odds-Ratio value of anthelmintica distribution factors to

thelaziosis infection

Risk factors Infection Not infection CI P OR

n(cattle) % n(cattle)) %

Wormeye

Treatment

treated 5 2.9 197 97.1 1.00

Untreated 18 10 165 90 1.1-7.0 0.062 2.85

Treated of

anthelmintic

Twice a year 7 4.9 162 95.1 1.00

Once a year 16 7.9 200 92.1 5.697-

63.812

0.001* 19.06

nThe total checked cattle; OR : Odds Ratio; CI : Convidence Intervals; P : Probability value for OR

Page 43: THELAZIOSIS PADA TERNAK SAPI POTONG PETERNAKAN … · konjungtivitis yang mengarah ke keratokonjungtivitis, sementara satu ekor sapi ... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi . DAFTAR GAMBAR

31

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putri ketiga, dari Bapak Dominggus A. Djungu (Alm) dan

Ibu Adelaide Djungu, dilahirkan di kota Kupang pada tanggal 9 Februari 1980.

Pendidikan strata-1 ditempuh di Fakultas Peternakan, Jurusan Nutrisi dan

Makanan Ternak, Universitas Nusa Cendana Kupang. Berdasarkan SK Rektor

Universitas Nusa Cendana Nomor 213/KP/2010 penulis ditetapkan sebagai tenaga

pendidik honorer pada Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Nusa

Cendana Kupang. Pada tahun 2011 terdaftar sebagai mahasiswi pascasarjana pada

Mayor Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan,

Institut Pertanian Bogor.

21