tesis analisis penerapan kompetensi inti promosi kesehatan terhadap petugas promosi...
TRANSCRIPT
TESIS
ANALISIS PENERAPAN KOMPETENSI INTI PROMOSI
KESEHATAN TERHADAP PETUGAS PROMOSI
KESEHATAN DI PUSKESMAS
KOTA BAUBAU
Analysis of Application of Core Competence of Health
Promotion to Health Promotion Officer at Public
Health Center of Baubau City
WISNU FAJRIAN UMAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
ANALISIS PENERAPAN KOMPETENSI INTI PROMOSI
KESEHATAN TERHADAP PETUGAS PROMOSI
KESEHATAN DI PUSKESMAS
KOTA BAUBAU
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
WISNU FAJRIAN UMAR
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Wisnu Fajrian Umar
Nomor Mahasiswa : P1805215006
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Agustus 2017
Yang menyatakan
Wisnu Fajrian Umar
v
PRAKATA
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Maha Suci ALLAH SWT yang atas
karunia ilmu, kesehatan dan kesempatanyalah sehingga penyusunan
tesis ini dapat penulis selesaikan pada waktunya. Tak lupa shalawat dan
salam penulis kirimkan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan
Keluarganya yang Suci pembawa kebenaran dan teladan ummat
manusia.
Penulis menyadari bahwa hamba Allah, kesempurnaan sangat jauh
dari penyusun tesis ini. keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam
tesis ini merupakan refleksi dari ketidaksempurnaan penulis sebagai
manusia. Namun segala kerendahan dan ketulusan hati, penulis
memberanikan diri mempersembahkan tesis ini sebagai hasil usaha dan
kerja keras yang telah penulis lakukan selama ini.
Penyusunan tesis ini juga tidak lepas dari bantuan dan dukungan
banyak orang. Terima kasih untuk doa dan dukungan dari Ibunda
tercinta Hasniar, Spd dan juga Ayahanda tercinta Umar S.sos. terima
kasih juga penulis berikan khusus untuk adik-adik tersayang Rachmat Adi
Wiguna Umar dan Tisa Amalia Umar untuk semua cinta, kasih sayang,
semangat dan doa-doa manis yang tak putus hingga kemudian
mengantarkan penulis hingga sampai tahap ini.
vi
Perkenankan pula penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada Ibu DR. Suriah, SKM, M.Kes
selaku ketua Komisi Penasehat dan Bapak DR. Lalu Muhammad Saleh,
SKM, M.Kes selaku Sekertaris Penasihat, yang tak pernah lelah ditengah
kesibukannya dengan penuh kesabaran memberikan arahan, perhatian,
motivasi, masukan dan dukungan moril yang sangat bermanfaat bagi
penyempurnaan penyusunan dan penulisan tesis ini.
Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dewan penguji yang terhormat atas masukan,
saran dan koreksinya dalam pembuatan tesis ini yakni, Bapak Prof. DR.
dr. Muhammad Syafar, MS. Bapak Prof. DR. Amran Razak, M.Sc dan
Ibu DR. dr. Syamsiar S. Russeng, MS. Semoga apa yang diberikan akan
dibalas oleh yang maha kuasa dengan limpahan rahmat dan karunianya.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku rektor Universitas
Hasanuddin
2. Bapak Prof. Dr. drg. H. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes Selaku Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Bapak Dr. Ridwan M Thaha, M.Sc Selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin
4. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes Selaku Ketua Konsentrasi Promosi
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
vii
5. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin atas ilmu berharga, bimbingan dan segala bantuan sarana
dan prasarana selama menempuh pendidikan di Fakultas kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.
6. Bapak/Ibu/Saudara(i) Kepala Puskesmas se-Kota Baubau dan Petugas
Promosi Kesehatan Puskesmas Kota baubau yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu dan mengikuti penelitian ini sebagai
informan serta dukungan dan motivasi dan doanya.
7. Terkhusus buat Dinas Kesehatan Kota Baubau yang sudah
memberikan izin penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tesis ini.
8. Seluruh rekan-rekan seperahu seperjuangan 2015 Program Studi
Kesehatan Masyarakat khusunya Promosi kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin terima kasih telah
mengisi hari-hari ini yang senantiasa memberikan semangat, motivasi,
kerjasama, kebersamaan, keceriaan dan kenangan indah selama
pendidikan dan dalam penyusunan tesis ini.
9. Kepada keluarga, kerabat dan handai taulan serta seluruh teman-
teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namanya terima
kasih atas bantuan dan doanya.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang
sempurna. Demikian pula dengan penyususn tesisi ini. penulis menyadari
bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon maaf
viii
dan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun. Semoga Allah SWT senantiasa melimbahkan rahmat-Nya
kepada kita semua dan apa yang disajikan dalam tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin ya Robbal Alamin. Wassalam
Makassar, Agustus 2017
Penulis
Wisnu Fajrian Umar
10
11
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ……………………………………….…………… i
HALAMAN JUDUL ……………………………………….……..…….… ii
LEMBAR PENGESAHAN ……..……………………………….…….… iii
PERNYATAAN KEASLIAN ….….…………………………….……..… iv
PRAKATA ……………………………………………………….…….…. v
ABSTRAK ………………………………………………………….…….. vi
ABSTRACT ………………………………………………………………. vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….... viii
DAFTAR SKEMA ……………………………………………………… ix
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………...... x
DAFTAR MATRIKS………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………….…………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .............................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 12
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....... .................................................................... 16
A. Tinjauan Umum tentang Kompetensi ............................................... 16
B. Tinjauan Umum Kompetensi Inti Promkes ....................................... 22
C. Tinjauan Umum Tentang Petugas Promosi Kesehatan ..................... 57
D. Tinjauan Tentang Puskesmas ............................................................ 58
E. Kerangka Teori………………………………………………. ........................... 64
F. Kerangka Konsep……………………………………………. .......................... 65
G. Defenisi Konsep………………………………………………........................... 65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 67
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................................... 67
B. Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………………....................... 68
C. Informan Penelitian…………………………………………........................... 69
D. Cara Pengumpulan Data………………………………………......................... 69
E. Keabsahan Data……………………………………………….......................... 73
F. Instrumen Penelitian…………………………………………......................... 73
G. Pengolahan Dan Analisis Data………………………………..................... 73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………................................... 76
A. HASIL PENELITIAN………………………………………................................ 76
1. Mengelola merencanakan & Mengevaluasi…………………............. 79
2. Komunikasi…………………………………………………….......................... 85
3. Pendidikan Kesehatan………………………………………….................... 88
4. Pemasaran & Publikasi………………………………………….................... 98
5. Fasilitas & Publikasi…………………………………………......................... 102
13
6. Memengaruhi Kebijakan & Paraktik………………………….................. 105
B. PEMBAHASAN………………………………………………................................ 114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….................................... 135
Kesimpulan…………………………………………………………............................... 135
Saran……………………………………………………………….................................. 139
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
14
DAFTAR SKEMA
nomor halaman
1. Skema tentang kemampan petugas promkes dalam mengelola dan
merencanakan……………………………………… …..................... 82
2. Skema tentang kemampuan petugas promkes dalam
mengevaluasi............................................................................. 85
3. Skema tentang kemampuan petugas promkes dalam melakukan
Bentuk-bentuk komunikasi………………………………………… 88
4. Skema tentang pengetahuan petugas promkes………………… 91
5. Skema tentang petugas promkes dalam membuat materi
penyuluhan................................................................................ 93
6. Skema tentang petugas promkes mengenai metode yang dilakukan
dalam melakukan upaya penyuluhan atau pendidikan
kesehatan……............................................................................ 96
7. Skema tentang petugas promkes mengenai media yang
dipakai…….............................................................................. 98
8. Skema tentang petugas promkes mengenai bentuk-bentuk pemasa
ran.sosial………………………………………………………… 100
9. Skema petugas promkes dalam melakukan kerjasama ……. 105
10. Skema petugas promkes dalam melakukan Advokasi ………… 108
15
DAFTAR BAGAN
nomor halaman
11. Bagan tentang kemampan petugas promkes dalam mengelola dan
merencanakan……………………………………… …..................... 83
12. Bagan tentang kemampuan petugas promkes dalam mengevaluasi 86
13. Bagan tentang kemampuan petugas promkes dalam melakukan
Bentuk-bentuk komunikasi………………………………………… 89
14. Bagan tentang pengetahuan petugas promkes………………… 92
15. Bagan tentang petugas promkes dalam membuat materi
penyuluhan................................................................................. 94
16. Bagan tentang petugas promkes mengenai metode yang dilakukan
dalam melakukan upaya penyuluhan atau pendidikan
kesehatan……......................................................................... 97
17. Bagan tentang petugas promkes mengenai media yang
dipakai……............................................................................. 99
18. Bagan tentang petugas promkes mengenai bentuk-bentuk pemasa
ran.sosial……………………………………………………… 102
19. Bagan petugas promkes dalam melakukan kerjasama …….. 106
16
DAFTAR MATRIKS
nomor halaman
20. Matriks metode pengumpulan data……………………………… 71
21. Matriks kompetensi inti promkes yang sudah dilaksanakan dan
yang belum dilaksanakan……………………………………… 138
17
DAFTAR LAMPIRAN
a. Lembar penjelasan penelitian
b. Lembar persetujuan menjadi informan
penelitian
c. Pedoman wawancara
d. Lembar observasi komptensi inti
Promkes
e. Lembar tilik dokumen
f. Tabel sintesa hasil penelitian
g. Peta lokasi penelitian
h. Dokumentasi penelitian
i. Surat izin Penelitian Dekan fakultas
FKM Unhas
j. Surat Izin Penelitian pemerintah Kota
Baubau
k. Surat Izin Penelitian Dinas kesehatan
Kota Baubau
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) yang tertulis dalam
Piagam Otawwa tahun1986 Promosi kesehatan adalah proses atau
upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang
atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi,
mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan
lingkungan (Kholid, 2014).
Menurut Depkes promosi kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).
Tenaga promosi kesehatan masyarakat Puskesmas adalah tenaga
kesehatan masyarakat yang diberi tugas untuk menangani program
promosi kesehatan masyarakat di Puskesmas. kompetensi adalah
kombinasi spesifik antara pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan khusus. Kompetensi inilah
19
yang seharusnya dipahami dan dimiliki oleh seorang petugas promosi
kesehatan terutama di Puskesmas (Ismoyo, 2009).
Upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam hal pemberdayaan
masyarakat yang berbasis preventif dan promotif seyogyanya dilakukan
oleh para petugas kesehatan di Puskesmas sebagai unit dan ujung
tombak pemerintah di dalam melakukan upaya preventif dan promotif.
Puskesmas (Health Centre) adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan masyarakat perseorangan tingkat pertama dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya
(Permenkes RI. NO. 75 Tahun 2014).
Promosi kesehatan dalam setiap kegiatan-kegiatannya memerlukan
suatu penerapan metode yang tepat dan keterampilan yang sesuai.
Keterampilan dan metode yang digunakan berperan besar terhadap
ketercapaian atau keberhasilan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan
yang dilaksanakan. Dengan kata lain, petugas promosi kesehatan harus
memiliki kompetensi yang sesuai. Kompetensi disini dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan spesifik antara pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan kegiatan tertentu.
Bekerja dengan orang untuk mempromosikan kesehatan dalam banyak
situasi yang berbeda dengan tujuan yang berbeda-beda pula. Oleh karena
itu memiliki pengetahuan tentang metode-metode khusus dan
20
keterampilan khusus sangat diperlukan sebelum dan saat melakukan
kegiatan promosi kesehatan (Maulana, 2009).
Upaya promosi kesehatan di Puskesmas adalah tanggung jawab
semua petugas kesehatan yang bekerja di Puskesmas, mengingat
Puskesmas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan yang berbasis
Promotif dan Prenventif, namun kegiatan promosi kesehatan secara
khusus dilakukan oleh petugas penyuluh kesehatan yang telah terdidik
dan telah diberikan wewenang di dalam melakukan upaya-upaya promotif.
Oleh karena itu seorang tenaga penyuluh kesehatan di Puskesmas harus
memiliki kompetensi yang baik agar dapat melakukan tugas-tugasnya
dengan baik di tempat kerja.
Menurut laporan tahunan pusat promosi kesehatan tahun 2013
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa upaya
pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan untuk meningkatkan
perilaku sehat di masyarakat ditandai dengan terjadinya peningkatan
Rumah tangga ber-perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), desa siaga
aktif dan kenaikan jumlah pos kesehatan desa.
Laporan Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2012 hal yang
membuat tidak maksimalnya pelaksanaan promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat adalah terbatasnya kapasitas promosi
kesehatan di daerah akibat kurangnya tenaga promosi kesehatan jumlah
tenaga penyuluh kesehatan masyarakat di Puskesmas hanya 4.144 orang
di seluruh Indonesia. Tenaga tersebut tersebar di 3.085 Puskesmas
21
(34,4%). Rata-rata tenaga promosi kesehatan di Puskesmas sebanyak
0,46 per-Puskesmas. Itu pun hanya 1% yang memiliki basis
pendidikan/pelatihan promosi kesehatan (Kemenkes, 2012).
Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesehjahteraan Sosial
(Kemenkes-Kesos, 2001), menunujukan bahwa penyuluh kesehatan
masyarakat adalah Pegawai Negei Sipil (PNS) yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwewenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan
masyarakat/ Promosi kesehatan. Sedangkan menurut penelitian Agustini
dalam Ismoyo 2009 bahwa tenaga promosi kesehatan masyarakat
Puskesmas adalah tenaga kesehatan masyarakat yang diberi tugas untuk
menangani program promosi kesehatan masyarakat di Puskesmas.
Sumber daya utama diperlukan untuk penyelenggaraan promosi
kesehatan Puskesmas adalah tenaga (Sumber Daya Manusia atau SDM),
sarana/peralatan termaksuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
Pengelolaan promosi kesehatan hendaknya dilakukan oleh kordinator
yang mempunyai kapasitas dibidang promosi kesehatan. Koordinator
tersebut dipilih dari tenaga khusus promosi kesehatan (yaitu pejabat
fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat atau PKM). Jika tidak tersedia
tenaga khusus promosi kesehatan tersebut dapat dipilih dari semua
tenaga kesehatan Puskesmas yang melayani pasien/klien (dokter,
perawat, bidan, sanitarian, dan lain-lain) (Depkes, 2008).
22
Tugas Pokok Jabatan penyuluh kesehatan masyarakat
berdasarkan surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 58/KEP/M.PAN/8/2000 yaitu melaksanakan kegiatan Adokasi,
melaksanakan kegiatan bina suasana, melaksanakan pemberdayaan
masyarakat, melakukan penyebarluasan informasi kesehatan dalam
berbagai bentuk dan saluran komunikasi, membuat rancangan media baik
media cetak, elektronika maupun luar ruang, melakukan
pengkajian/penelitian perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan, merencanakan intervensi dalam rangka mengembangkan
perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan.
Studi awal bulan tanggal 4 Januari 2017 dengan melakukan
wawancara dengan pemegang program promosi kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Baubau ditemukan bahwa masih banyak pemegang
program promosi kesehatan di Puskesmas yang merangkap tugas
diakibatkkan persebaran jumlah pegawai Puskesmas yang tidak merata
serta ditambah lagi kurangnya pelatihan secara berkala yang mereka ikuti.
Kemudian hasil wawancara melalui via telepon kepada salah satu
pemegang promosi kesehatan di Puskesmas Kota Baubau, mengatakan
bahwa, dalam melakukan perencanaan kegiatan mereka hanya
berdasarkan data capaian tahunan yang belum tercapai target sebagai
dasar, tanpa melihat skala prioritas masalah dan mengukur dampak yang
akan dicapai nantinya sebagaimana proses perencanaan yang ada
didalam kompetensi inti promosi kesehatan, hal ini dikarenakan menurut
23
mereka selain mudah dikerjakan juga tidak memakan waktu lama dalam
menyusun perencanaan kegiatan dan juga biasa dikerjakan oleh para
pemegang promosi kesehatan yang sebelumnya.
Penyuluhan kesehatan yang serig dilakukan, isi materinya yang
disampaikan biasa bersifat spontan, dan biasa dilakukan di Posyandu
atau pada saat banyak yang datang berobat di Puskesmas, artinya tanpa
persiapan dan pengkajian sasaran dan pesan yang ingin di capai.
Selanjutya dalam hal publikasi kebanyakan masih menggunakan media
seperti baliho, spanduk dan leafleat dan belum menggunakan media
elektronik dan massa misalnya Tv dan Koran dan jarang dilakukan
evaluasi terhadap keefektifan penggunaan media tersebut dikarenakan
bila itu dilakukan maka akan memakan waktu dan akan terbengkalai
tugas-tugas mereka yang lain. Selanjunya di dalam kegiatan membangun
jaringan dengan masyarakat baik di dalam upaya kemitraan biasa di
lakukan hanya mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat, seperti RT/RW dan
Kelurahan, dan biasanya dilakukan pada saat terjadi KLB misalnya
Kejadian Demam berdarah atau Diare. Adapun kegiatan didalam upaya
memengaruhi kebijakan dalam bentuk Advokasi dan praktek belum
terlaksana dengan baik di karenakan para petugas belum paham
mengenai apa yang akan dilakukan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diana (2015) di Kota Tual
menemukan bahwa kemampuan petugas tentang promosi kesehatan,
kompetensi petugas, strategi, metode dan penggunaan media masih
24
kurang karena masih sebatas pengalaman saja serta standarisasi
profesionalitas petugas penyuluh kesehatan tidak ada. Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Gamrin (2012) di Kabupaten Maros
menemukan bahwa kemampuan penyuluh kesehatan masyarakat/promosi
kesehatan masyarakat kurang sebagai akibat dari rendahnya
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan. Penelitian ini di perkuat oleh
(Yuniarti, 2012) yang mengatakan bahwa Kinerja petugas Penyuluh
kesehatan masyarakat/promosi kesehatan itu dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, pelatihan, dan keterampilan. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Khotimah (2016) di Kota Palembang yang menemukan
bahwa perlu dilakukan refresh training, pembinaan berkelanjutan dan
training of trainee (TOT) untuk meningkatkan kompetensi dan kapabilitas
bagi tenaga promosi kesehatan di Puskesmas.
Menurut Permenkes RI. No. 17 Tahun 2015 menunjukkan bahwa
kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi
jabatan. Kompetensi ini adalah sebagai standar jabatan fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat digunakan dalam rangka meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi jabatan fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat (Permenkes, 2015).
Menurut Ewles dan Simnett (1994) terdapat enam kompetensi inti
dalam promosi kesehatan yakni : 1) mengelola, merencanakan dan
mengevaluasi, 2) komunikasi, 3) pendidikan kesehatan, 4) pemasaran dan
25
publikasi, 5) fasilitas dan jaringan yakni kemampuan menfasilitasi dan
membangun jaringan agar orang lain mampu mempromosikan kesehatan
mereka sendiri dan orang lain dan 6) memengaruhi kebijakan dan praktik
yakni mampu bekerja sama dengan berbagai organisasi di komunitas dan
mampu menyusun kebijakan publik yang sehat dan peraturan yang
membutuhkan lobi serta tindakan politik (Maulana, 2009). Dengan
demikian pelaksanaan program Promosi kesehatan di Kota Baubau masih
perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan meningkatkan
kompetensi petugas promkes untuk mengatasi masalah rendahnya
cakupan kegiatan promosi di Kota Baubau.
Salah satu azas penyelenggaraan Puskesmas yaitu pemberdayaan
masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup bersih dan sehat. Untuk
melaksanakan upaya kesehatan wajib tersebut di Puskesmas diperlukan
tenaga fungsional, Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) untuk mampu
mengelola promosi kesehatan di Puskesmas secara profesional dan
mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan pelayanan yang
bersifat promotif dan preventif.
Tenaga promosi kesehatan di Kota Baubau yang tersebar di 17
Puskesmas dalam melakukan kegiatan promosi kesehatan masyarakat
masih belum maksimal hal ini dipengaruhi oleh masih banyak yang
merangkap jabatan, sebaran pegawai juga tidak merata di tiap
Puskesmas sehingga memengaruhi pelayanan dalam upaya promosi.
26
Latar belakang pendidikan petugas juga bermacam-macam yakni dari 17
tenaga Promkes hanya dua orang yang mempunyai jabatan Fungsional.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1.1 Petugas Promkes Puskesmas Kota Baubau
berdasarkan jabatan Fungsional
No Puskesmas
Latar belakang pendidikan
Jabatan Fungsional
1 Kampeonaho S1 Kesling Kesling
2 Wolio S1 Kesling Kontrak
3 Katobengke S1 Promkes Promkes
4 Bataraguru S1 Kesling Kesling
5 Wajo S1 Kesling Kesling
6 Melai S1 Epidemiologi Epidemiologi
7 Liwuto S1 AKK Kontrak
8 Lakologou S1 Kesling Kontrak
9 Sorawolio S1 Promkes Promkes
10 Lowu-Lowu S1 Kesling Kontrak
11 Kadolomoko S1 perawat Perawat
12 Sulaa S1 Perawat Perawat
13 Waborobo S1 Kesling Kesling
14 Bungi D3 Bidan Bidan
15 Meo-Meo S1 Kesling Kontrak
16 Betoambari S1 AKK AKK
17 Bukit Wolio Indah S1 Kesling Kontrak
Tenaga Promkes Dalam melakukan perencanaan kegiatan mereka
hanya berdasarkan data capaian tahunan yang belum tercapai target
sebagai dasar, tanpa melihat skala prioritas masalah dan mengukur
dampak yang akan dicapai . Begitu halnya dalam melakukan penyuluhan,
materi yang disampaikan biasa bersifat spontan, dan biasa dilakukan di
Posyandu atau pada saat banyak yang datang berobat di Puskesmas,
artinya tanpa persiapan dan pengkajian sasaran dan pesan yang ingin di
27
capai. Selanjutnya dalam hal publikasi kebanyakan masih menggunakan
media seperti baliho, spanduk dan leafleat dan belum menggunakan
media elektonik dan massa misalnya Tv dan Koran dan jarang di lakukan
evaluasi terhadap keefektifan penggunaan media tersebut di karenakan
bila itu dilakukan maka akan memakan waktu dan akan terbengkalai
pekerjaan yang lain.
Selanjutnya di dalam kegiatan membangun jaringan dengan
masyarakat baik di dalam upaya kemitraan biasa di lakukan hanya
mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat, seperti RT/RW dan Kelurahan, dan
biasanya dilakukan pada saat terjadi KLB misalnya Kejadian Demam
berdarah atau Diare. Adapun kegiatan didalam upaya memengaruhi
kebijakan dalam bentuk Advokasi dan praktek belum terlaksana dengan
baik di karenakan para petugas belum paham mengenai apa yang akan
dilakukan. Akibatnya capaian PHBS (38,50%) dan ASI Eklusif (33,2%)
serta strata Posyandu purnama hanya 53,10%.
B. Rumusan Masalah
Promosi kesehatan dalam setiap kegiatan-kegiatannya
memerlukan suatu penerapan metode yang tepat dan keterampilan yang
sesuai. Keterampilan dan metode yang digunakan berperan besar
terhadap ketercapaian atau keberhasilan kegiatan-kegiatan promosi
kesehatan yang dilaksanakan. Dengan kata lain, petugas promosi
kesehatan harus memiliki kompetensi yang sesuai. Berdasarkan uraian
28
diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
penerapan kompetensi inti Promosi kesehatan pada petugas Promosi
kesehatan di puskesmas. Selanjutnya akan di follow up dengan
membandingkan kompetensi antara petugas yang memiliki latar belakang
Jabatan fungsional Promkes dan petugas yag bukan Jabatan fungsional
Promkes dan juga akan di telusuri penyebab kurangnya tenaga jabfung
promkes di puskesmas.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
Kompetensi inti promosi kesehatan pada petugas promosi kesehatan
di Puskesamas Kota Baubau Provinsi Sulawesi tenggara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
mengelola, merencanakan dan mengevaluasi kegiataan promosi
kesehatan di Puskesmas.
b. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
melakukan komunikasi kegiataan promosi kesehatan di
Puskesmas.
c. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
melakukan pendidikan kesehatan dimasyarakat.
29
d. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
melakukan upaya pemasaran dan publikasi.
e. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
memfasilitasi dan mambangun jaringan.
f. Untuk menganalisis kompetensi petugas promosi kesehatan dalam
memengaruhi kebijakan dan praktik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
a. Sebagai sumbangan ide dan referensi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan untuk memperkaya khasanah pengetahuan bagi
peneliti dan secara umum kepada semua pihak yang
berkepentingan.
b. Sebagai wadah untuk mengaktualisasikan ilmu yang telah didapat
selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Konsentrasi Promosi Kesehatan.
2. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian tentang kompetensi ini, maka dapat
diketahui kompetensi petugas promosi kesehatan dalam rangka
menjalankan kegiatan promosi kesehatan di masyarakat.
30
3. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan ilmu dalam bidang promosi kesehatan khususnya
dalam peningkatan kompetensi para petugas promosi kesehatan di 17
Puskesmas se-Kota Baubau, dapat memberikan informasi untuk
penelitian lanjutan, khususnya yang berhubungan dengan kompetensi
promosi kesehatan. Penelitian ini juga akan menambah wawasan
peneliti terutama dalam permasalahan yang berhubungan dengan
kompetensi petugas promosi kesehatan serta dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan dan mutu masyarakat di dalam upaya
pencegahan penyakit.
31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kompetensi
1. Definisi Kompetensi
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan
atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan
seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di
tempat kerja, juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang
memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab
mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional
dalam pekerjaan.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi kompetensi
Spencer dan Spencer (dalam Palan, 2007) mengemukakan
bahwa kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari
perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas),
konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa
seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat
32
kerja. Selanjutnya, Spencer dan Spencer menguraikan lima
karakteristik yang membentuk kompetensi, sebagai berikut:
1. Pengetahuan; merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran.
2. Keterampilan; merujuk pada kemampuan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan.
3. Konsep diri dan nilai-nilai; merujuk pada sikap, nilai-nilai dan
citra diri seseorang, seperti kepercayaan seseorang bahwa dia
bisa berhasil dalam suatu situasi.
4. Karakteristik pribadi; merujuk pada karakteristik fisik dan
konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi, seperti
pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang dibawah
tekanan.
5. Motif; merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau
dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan (Palan, 2007).
Michael Zwell 2000:25 (dalam Wibowo, 2007:93) memberikan
lima kategori kompetensi, yang terdiri dari task achievement,
relationship, personal attribute, managerial, dan leadership.
1. Task achievement
merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja
baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievementditunjukkan
oleh: orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mepengaruhi, inisiatif,
efisensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli kepada kualitas,
perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis.
33
2. Relationship
merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan
komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan
kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan relationship
meliputi: kerja sama, orientasi pada pelayanan, kepedulian antar
pribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan,
penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas
budaya.
3. Personal attribute
merupakan kompetensi intrinsik individu dan menghubungkan
bagaimana orang berpikir, merasa, belajar dan berkembang. Personal
attribute merupakan kompetensi yang meliputi: integritas dan kejujuran,
pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stress,
berpikir analitis, dan berpikir konseptual.
4. Managerial
merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan
pengelolaan, pengawasan dan mengembangkan orang. Kompetensi
manajerial berupa: memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan
orang lain.
5. Leadership
merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin
organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan
organisasi. Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi:
34
kepemimpinan visioner, berpikir strategis, orientasi kewirausahaan,
manajemen perubahan, membangun komitmen organisasional,
membangun focus dan maksud.
Setiap kompetensi tampak pada individu pada berbagai tingkatan.
Kompetensi termasuk karakteristik manusia yang paling dalam seperti
motif, sifat dan sikap atau merupakan karakteristik yang dengan mudah
dapat diamati seperti keterampilan atau pengetahuan. Adanya tingkat
kompetensi dikemukakan oleh spencer dan spencer 1993:11 (dalam
Wibowo, 2007: 95) seperti gunung es dimana ada yang tampak
dipermukaan, tetapi ada pula yang tidak terlihat dipermukaan. Tingkatan
kompetensi dapat dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: behavior
tools, image attribute, dan personal characteristic
1. Behavioral Tools.
a. Knowledge
merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang tertentu.
b. Skill
merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan
baik.
2. Image Attribute.
a. Social role
merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok social
atau organisasi.
35
b. Self Image
merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri, identitas,
kepribadian, dan harga dirinya.
3. Personal Characteristic
a. Traits
merupakan aspek tipikal berperilaku.
b. Motive
merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang
tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan).
Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat
dipengaruhi, Michael Zwell (2000) mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa factor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi
seseorang, yaitu sebagai berikut: (Wibowo, 2007)
1. Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan
sangat mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka
tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang
cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu. Untuk itu, setiap
orang harus berpikir positif baik tentang dirinya maupun terhadap orang
lain dan menunjukkan ciri orang yang berpikir kedepan.
2. Keterampilan
Keterampilan memainkan peran dikebanyakan kompetensi.
Pengembangan keterampilan yang secara spesifik berkaitan dengan
36
kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan
kompetensi individual.
3. Pengalaman.
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman
mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok,
menyelesaikan masalah, dsb. Orang yang pekerjaannya memerlukan
sedikit pemikiran strategis kurang mengembangkan kompetensi
daripada mereka yang telah menggunakan pemikiran strategis
bertahun-tahun. Pengalaman merupakan elemen kompetensi yang
perlu, tetapi untuk menjadi ahli tidak cukup dengan pengalaman.
4. Karakteristik Kepribadian.
Dalam kepribadian termasuk banyak factor yang diantaranya sulit untuk
berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat
berubah. Kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang waktu.
Orang merespons dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan
sekitarnya. Kepribadian dapat mempengaruhi keahlian manajer dan
pekerja dalam sejumlah kompetensi, termasuk dalam penyelesaian
konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja
dalam tim, memberikan pengaruh dan membangun hubungan.
Walaupun dapat berubah, kepribadian tidak cenderung berubah dengan
mudah. Tidaklah bijaksana untuk mengharapkan orang memperbaiki
kompetensinya dengan mengubah kepribadiannya.
37
5. Motivasi
Merupakan factor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan,
memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat
mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seorang bawahan.
Kompetensi menyebabkan orientasi bekerja seseorang pada hasil,
kemampuan mempengaruhi orang lain, meningkatnya inisiatif, dsb.
Pada gilirannya, peningkatan kompetensi akan meningkatkan kinerja
bawahan dan kontribusinya pada organisasi pun menjadi meningkat.
6. Isu Emosional
Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut
membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disuai atau tidak
menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif.
Perasaan tentang kewenangan dapat mempengaruhi kemampuan
komunikasi dan menyelesaikan konflik dengan manajer. Mengatasi
pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki penguasaan
dalam banyak kompetensi. Akan tetapi, tidak beralasan mengharapkan
pekerja mengatasi hambatan emosional tanpa bantuan.
7. Kemampuan Intelektual.
Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran
konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui
setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi.
38
8. Budaya Organisasi
Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia
dalam kegiatan sebagai berikut :
a. Praktik rekruitmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa
diantara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat
keahliannya tentang kompetensi.
b. Sistem penghargaan mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana
organisasi menghargai kompetensi.
c. Praktik pengambilan keputusan mempengaruhi kompetensi dalam
memberdayakan orang lain, inisiatif, dan memotivasi orang lain.
d. Filosofi organisasi, visi-misi, dan nilai-nilai berhubungan dengan
semua kompetensi.
e. Kebiasaan dan prosedur member informasi kepada pekerja tentang
berapa banyak kompetensi yang diharapkan.
f. Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan
pada pekerja tentang pentingnya kompetensi tentang pembangunan
berkelanjutan.
g. Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara
langsung mempengaruhi kompetensi kepemimpinan.
39
B. Tinjauan Umum KoPmptensi Inti Promosi kesehatan
Menurut Ewles dan Simnett (1994), terdapat enam kompetensi inti
dalam promosi kesehatan yakni : (1) Mengelola, merencanakan dan
mengevaluasi, (2) Komunikasi, (3) Pendidikan, (4) Pemasaran dan
publikasi, (5) fasilitas dan jaringan, (6) mempengaruhi kebijakan dan
praktik.
1. Mengelola, merencanakan dan mengevaluasi
a. Perencanaan
Langkah-langkah dalam perencanaan promosi kesehatan adalah;
1. Menentukan kebutuhan promosi kesehatan
a. Diagnosa masalah
b. Menetapkan prioritas masalah
2. Mengembangkan komponen promosi kesehatan
a. Menentukan tujuan promosi kesehatan
b. Menentukan sasaran promosi kesehatan
c. Menentukan isi promosi kesehatan
d. Menentukan metode yang akan digunakan
e. Menentukan media yang akan digunakan
f. Menentukan rencana evaluasi
g. Menyusun jadwal pelaksanaan
40
a. Diagnosa masalah
Diagnosa sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat
terhadap kebutuhannya atau terhadap kualitas hidupnya dan aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan kualita hidupnya melalui partisipasi dan
penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya.
b. Menetapkan prioritas masalah
Langkah yang harus ditempuh untuk menetapkan prioritas masalah
kesehatan adalah:
1. Menentukan status kesehatan masyarakat
2. Menentukan pola pelayanan kesehatan masyarakat yang ada
3. Menentukan hubungan antara status kesehatan dengan pelayanan
kesehatan di masyarakat.
4. Menentukan determinan masalah kesehatan masyarakat meliputi
tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, ras, letak geografis,
kebiasaan/perilaku dan kepercayaan yang dianut.
Dalam menentukan prioritas masalah kita harus mempertimbangkan
beberapa faktor seperti:
Berat masalah dan akibat yang ditimbulkannya
Pertimbangan politis
Sumber daya yang ada di masyarakat.
c. Menentukan tujuan
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan
yaitu:
41
1. Tujuan program (Program Objective)
Merupakan pernyataan apa yang akan dicapai dalam periode
tertentu dengan status kesehatan. Pada tujuan ini harus
mencakup who will do how much of what by when. Tujuan
program sering disebut dengan tujuan jangka panjang.
2. Tujuan pendidikan (Educaional Objective)
Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada. Oleh sebab itu tujuan
pendidikan sering disebut dengan tujuan jangka menengah.
3. Tujuan perilaku (Behavioral objective)
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus dicapai
agar tecapai pperilaku yang diinginkan. Oleh sebab itu tujuan
perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan sikap dan
disebut dengan tujuan jangka pendek.
d. Menentukan sasaran promosi kesehatan
Sasaran promosi kesehatan dan sasaran pendidikan kesehatan
tidak selalu sama, oleh sebab itu kita harus menetapkan sasaran
langsung dan sasaran tidak langsung. Didalam promosi kesehatan
yang dimaksud adalah kelompok sasaran yaitu individu, kelompok
maupun keduanya.
e. Menentukan isi promosi kesehatan
Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin
sehingga mudah dipahami oleh sasaran. Bila perlu isi pesan dibuat
42
dengan menggunakan gambar dan bahasa setempat sehingga sasaran
merasa bahwa pesan tersebut memang benar-benar ditujuakan
untuknya sebagai akibatnya sasaran mau melaksanakan isi pesan
tersebut.
f. Menentukan metode yang akan digunakan
Menentukan metode dalam promosi kesehatan harus
dipertimbangkan tentang aspek yan akan dicapai. Bila mencakup aspek
pengetahuan maka dapat dilkukan dengan cara penyuluhan langsung,
pemasagan poster, spanduk, penyebaran leflet. Untuk aspek sikap maka
kita perlu memberikan contoh konkret yang dapat menggugah emosi,
perasaan dan sikap sasaran. Bila untuk kemampuan ketrampilan
tertentu maka sasaran harus diberi kesempatan untuk mencoba
ketrampilan tersebut.
g. Menentukan media yang akan digunakan
Teori pendidikan mengatakan bahwa belajar yang paling mudah
adalah dengan mnggunakan media, oleh karena itu hampir semua
program pendidikan kesehatan selalu menggunakan berbagai media.
Media yang dipilih harus tergantung pada sasarannya, tingkat
pendidikannya, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunakan dan
sumber data yang ada.
h. Menentukan rencana evaluasi
Disini baru dijabarkan tentang kapan evaluasi akan
dilaksanakan, dimana akan dilaksanakan, kelompok sasaran yang
43
mana akan dievaluasi dan siapa yang akan melaksanakan evaluasi
tersebut.
i. Menyusun jadwal pelaksanaan
Merupakan penjabaran dari waktu tempat dan pelaksanaan yang
biasanya dsajikan dalam bentuk gan chart
b. Evaluasi
Evaluasi dilakukan baik terhadap proses maupun hasil
implementasi kebijakan. Penilaian terhadap proses kebijakan difokuskan
pada tahapan perumusan kebijakan, terutama untuk melihat keterpaduan
antar tahapan, serta sejauhmana program dan pelayanan sosial mengikuti
garis kebijakan yang telah ditetapkan. Penilaian terhadap hasil dilakukan
untuk melihat pengaruh atau dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan
mampu mengurangi atau mengatasi masalah. Berdasarkan evaluasi ini,
dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan kebijakan yang akan dijadikan
masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya atau perumusan
kebijakan baru (Masyuni, 2010).
Hawe et al, (1998) mengatakan evaluasi adalah proses yang
memungkinkan kita untuk menetapkan kebenaran atau nilai dari sesuatu.
Evaluasi meliputi dua proses yaitu: observasi (pengamatan) dan
pengukuran, serta membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria atau
standar yang dianggap merupakan hal yang baik. Evaluasi juga meliputi
pengamatan dan pengumpulan hasil pengukuran tentang operasionalisasi
44
program dan pengaruh progam terhadap masalah dibandingkan dengan
sebelum pelaksanaan program (Masyuni, 2010).
Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan 9
bentuk desain evaluasi, yaitu:
a Historikal , dengan merekonstruksi kejadian di masa lalu secara
objektif dan tepat dikaitkan dengan hipotesis atau asumsi.
b Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atau
hal yang menjadi perhatian secara faktual dan tepat.
c Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola dan
urutan perkembangan atau perubahan menurut waktu.
d Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secara
intensif latar belakang status sekarang, dan interaksi lingkungan dari
suatu unit sosial, baik perorangan, kelompok, lembaga, atau
masyarakat.
e Studi korelasional (corelational study) , meneliti sejauh mana variasi
dari satu faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain
berdasarkan koefisien tertentu.
f Studi sebab akibat (causal comparative study), yang menyelidiki
kemungkinan hubungan sebab akibat dengan mengamati berbagai
konsekuensi yang ada dan menggalinya kembali melalui data untuk
faktor menjelaskan penyebabnya.
g. Eksperimen murni (true esperimental), yang menyelidiki kemungkinan
hubungan sebab-akibat dengan membuat satu kelompok percobaan
45
atau lebih terpapar akan suatu perlakuan atau kondisi dan
membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok control
yang tidak menerima perlakuan atau kondisi. Pemilihan kelompok-
kelompok secara sembarang (random) sangat penting.
h …...Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang
mendekati eksperimen, tetapi di mana kontrol tidak ada dan
manipulasitidak bias dilakukan.
i . Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalaman
baru melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan.
2. Komunikasi
Menurut Potter dan Perry (2005) komunikasi merupakan
kompleks (verbal dan non verbal) yang melibatkan tingkah laku dan
hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain
dan dengan lingkungan sekitarnya. Komunikasi mengacu tidak hanya
pada isi, tetapi juga perasaan dan emosi ketika individu menyampaikan
hubungan.
a. Faktor yang mempengaruhi komunikasi
Credibility. Sumber harus memiliki kredibilitas tinggi, agar
mempermudah kepercayaan sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
Content. Hendaknya pesan yang disampaikan mengandung isi
yang bermanfaat bagi sasaran.
46
Context. Pesan yang disampaikan ada hubungan dengan
kepentingan dan kebutuhan sasaran, serta realitas sehari-hari.
Clarity. Pesan yang disampaikan harus jelas, sehingga harus
diupayakan untuk memilih pesan yang ketika disampaikan
akan lebih mudah diterima.
b. Proses perencanaan komunikasi kesehatan
Pengembangan program perencanaan komunikasi yang lebih
efektif dan efisien di gambarkan dalam bentuk diagram P”, atau
lebih dikenal sebagai P process. Ada beberapa tahapan dalam
perencanaan komunikasi yaitu: (Maulana, 2014).
Gambar 2.1 Proses rancangan komunikasi kesehatan oleh The
Jhon Hopkins University
47
1. Tahap pertama yaitu analisis khalayak dan program yang terdiri dari
meninjau khalayak potensial, mengkaji kebijaksanaan dan program
yang ada, mencari lembaga atau organisasi yang potensial untuk
mendukung program dan mengevaluasi sumber daya KIE
2. Tahap kedua yaitu penyusunan rancangan program yang terdiri dari
menentukan tujuan komunikasi, mengindentifikasi khalayak sasaran,
mengembangkan pesan, memilih media, merencanakan dukungan,
penguatan interpersonal dan menyusun rencana kegiatan
3. Tahap ketiga yaitu pengembangan, uji coba penyempurnaan dan
produksi media yang terdiri dari mengembangkan konsep pesan,
melakukan pre-test atau uji coba terhadap khalayak sasaran,
merumuskan pesan lengkap dan bentuk kemasannya, melakukakan
pre-test lanjutan dan terakhir melakukan uji ulang terhadap bahan KIE
yang ada.
4. Tahap keempat yaitu penerapan dan pemantauan yang terdiri dari
mengelola iklim organisasi, menerapkan rencana kegiatan dan
memantau hasil program.
5. Tahap kelima yaitu evaluasi dan rancang ulang yang terdiri dari
mengukur dampak keseluruhan dan menyusun rancangan ulang untuk
periode berikutnya.
48
c. Komunikasi kesehatan
Bentuk komunikasi dalam bidang kesehatan adalah
komunikasi dalam diri individu (Intrapersonal Communication),
komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication) dan
komunikasi massa (Mass Communication) (Maulana, 2009).
Komunikasi dalam diri indiidu (intrapersonal Communication).
Menurut Perry dan Potter (2005), komunikasi intrapersonal
merupakan model bicara seorang diri atau dialog internal yang
terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari komunikasi
intrapersonal adalah kesadaran diri yang memengaruhi konsep diri
dan perasaan dihargai. Konsep diri yang yang positif dan
kesadaran diri yang matang melalui dialog internal dapat membantu
petugas kesehatan mengekspresikan diri secara tepat kepada
orang lain.
Komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication).
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi langsung bertatap
muka, baik secara individu maupun kelompok. Metode komunikasi
antar pribadi yang paling baik adalah konseling karena
memungkinkan terjadi dialog terbuka tanpa kehadiran pihak ketiga
dan keberhasilannya dapat segera dinilai. Kekurangan komunikasi
antar personal adalah membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya
lebih dengan keterbatasan sasaran yang terjangkau. Komunikasi
antar pribadi yang sehat dapat mengasilkan pemecahan masalah,
49
menumbuhkan berbagai ide. pengambilan keputusan, dan
perkembangan pribadi. Petugas kesehatan dapat membantu klien
berkomunikasi dalam tingkat antarpribadi yang bermakna.
Efektifitas komunikasi antar pribadi ditentukan oleh 3 hal yaitu:
1. Empati yang berarti menempati diri pada kedudukan orang lain.
2. Respek terhadap perasaan dan sikap orang lain
3. Jujur dalam menanggapi pertanyaan orang lain yang diajak
komunikasi
Komunikasi massa (Mass Communication). Komunikasi massa
adalah komunikasi dengan menggunakan media massa (TV, Radio,
dan Media Cetak) untuk menyampaikan pesan atau informasi
kepada masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, komunikasi
massa tidak hanya terbatas pada penggunaan media cetak dan
elektronik tetapi juga melalui penggunaan media tradisional
misalnya wayang golek. Penggunaan media massa memungkinkan
sasaran yang dicapai lebih banyak sehingga menghemat waktu,
tenaga, dan biaya. Kemampuan khusus yang harus dimiliki seorang
komunikator adalah penggunaan postur, gerak tubuh, dan nada
bicara yang membantu pembicara untuk mengekspersikan ide-
idenya.
3. Pendidikan kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan secara umum adalah
segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain
50
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Selanjutnya menurut Entjang (1991) pendidikan kesehatan
adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dam
memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan
untuk individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang
kesehatan dan melakukan perubahan-perubahan secara suka rela
dalam tingkah laku individu. Berdasarkan pengertian di atas dapat di
artikan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya
terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok, keluarga dan
masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan
membutuhkan pemahaman yang mendalam, karena melibatkan
berbagai istilah seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan.
Menurut Berlo (1960) mengemukakan bahwa, kegiatan
penyuluhan sebagai proses pendidikan, pada hakikatnya berupaya
untuk menggerakan masyarakat sasarannya agar aktif di dalam proses
belajar. Proses belajar itu sendiri, merupakan proses pemberian
respon (tanggapan) atas segala rangsangan-rangsangan (stimulus)
yang diterimnya selama proses belajar itu berlangsung. Sedangkan
penyuluhan kesehatan menurut Depkes (2002) adalah penambahan
pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek
belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau memengaruhi
perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk
dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.
51
Penyuluhan kesehatan juga dapat berupa gabungan berbagai
kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu
bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan
(Effendy, 2003).
1. Sasaran
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat
dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga
binaan dan masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga
diutamakan pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang
menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah,
keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasi
lingkungan yang buruk dan sebagainya.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat
dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai
anak balita, kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah
kesehatan seperti kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai
institusi pelayanan kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam
perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada sasaran
masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas,
52
masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang terkena
wabah dan lain-lain (Effendy, 2003)
2. Materi/pesan
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang
disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang
disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, dalam
penyampaian materi sebaiknya menggunakan metode dan media
untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian
sasaran (Effendy, 2003). Menentukan isi materi yaitu komponen
materi atau bahan pelajaran berisi bahan yang akan disampaikan
kepada sasaran untuk meningkatkan pencapaian tujuan khusus.
Menurut Ewles dan Simnett (1994) pedoman memilih dan
memproduksi materi pendidikan kesehatan/penyuluhan antara lain
sebagai berikut :
a) Apakah sesuai dengan tujuan?
b) Apakah materi tersebut paling tepat?
c) Apakah konsisten dengan nilai dan pendekatan yang
dilakukan?
d) Apakak relevan untuk sasaran?
e) Apakah cenderung membedakan ras atau jenis kelamin?
53
f) Apakah dimengerti?
g) Apakah informasinya tepat?
h) Apakah memuat iklan?
3. Metode
Metode diartikan sebagai cara atau pendekatan tertentu. Di
dalam proses belajar, pendidik harus dapat memilih dan menggunakan
metede/cara mengajar yang cocok atau relevan/sesuai kondisi
setempat. Pemberian pendidikan kesehatan pada sasaran yang sama
tetapi waktu dan tempat yang berbeda dalam pelaksanaanya
memerlukan metode yang juga berbeda demikian sebaliknya.
Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan
salah satu faktor yang memengaruhi tercapainya suatu hasil
penyuluhan secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain:
a. Metode penyuluhan perorangan (individual)
Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk
membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik
pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan
pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah
atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan
atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain :
1. Bimbingan dan penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih
intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat
54
dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan
dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian
akan menerima perilaku tersebut.
2. Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan
penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan
klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum
menerima perubahan, ia tertarik atau belum menerima
perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah
atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan
yang lebih mendalam lagi.
b. Metode penyuluhan kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus
mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan
formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan
berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan
tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini
mencakup:
a. Kelompok besar,
yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode
yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
55
1). Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi
maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan metode ceramah adalah:
a. Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri
menguasai materi apa yang akan diceramahkan, untuk itu
penceramah harus mempersiapkan diri. Mempelajari materi
dengan sistimatika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun
dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alat
bantu pengajaran.
b. Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila
penceramah dapat menguasai sasaran Untuk dapat
menguasai sasaran penceramah dapat menunjukkan sikap
dan penampilan yang meyakinkan. Tidak boleh bersikap
ragu-ragu dan gelisah. Suara hendaknya cukup keras dan
jelas. Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta. Berdiri di
depan /dipertengahan, seyogianya tidak duduk dan
menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin.
2). Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar
deng pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu
56
penyajian dari seseorang ahli atau beberapa orang ahli
tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap
hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil,
yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang.
Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok,
curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan
simulasi.
c. Metode penyuluhan massa
Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Oleh karena sasaran
bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan
sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa
tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan massa ini tidak
langsung, biasanya menggunakan media massa. Beberapa contoh
dari metode ini adalah ceramah umum, pidato melalui media
massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan,
sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill board yang dipasang di
pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.
57
a. Media penyuluhan
Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya
yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah
positif terhadap kesehatan. Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas
dari media karena melalui media, pesan yang disampaikan dapat
lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran dapat mempelajari
pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk
mengadopsinya ke perilaku yang positif. Tujuan atau alasan
mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan antara lain adalah:
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi
d. Media dapat mempermudah pengertian.
e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap
dengan mata.
g. Media dapat memperlancar komunikasi.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan,
media ini dibagi menjadi 3 yakni :
58
a. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri
dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna.
Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer
(selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat
kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi
kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan
lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-
mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat
meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu
tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
b. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat
dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu
elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi radio, video
film, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki
kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah
dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca
indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta
jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya
lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk
produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan
59
berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.
c. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui
media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk,
pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini
adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum
dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu
alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya. Media penyuluhan kesehatan
yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau
pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan
sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku
sesuai dengan apa yang diharapkan
4. Alat bantu dan media penyuluhan
a. Alat bantu penyuluhan
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan
oleh penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering
disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan
60
meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo,
2007). Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa
pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau
ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang
digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan
semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan
indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga
mempermudah persepsi.
Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk
menimbulkan minat sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak,
membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran
untuk melaksanakan pesan kesehatan, membantu sasaran untuk
belajar lebih banyak dan tepat, merangsang sasaran untuk
meneruskan pesan yang diterima kepada orang lain,
mempermudah memperoleh informasi oleh sasaran, mendorong
keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami dan
akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, dan membantu
menegakkan pengertian yang diperoleh.
Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu :
2. Alat bantu lihat
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera mata
pada waktu ternyadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu
61
alat yang diproyeksikan misalnya slide, film dan alat yang tidak
diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar peta,
bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain.
3. Alat bantu dengar
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera
pendengar, pada waktu proses penyampaian bahan penyuluhan
misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
4. .Alat bantu lihat- dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan
pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi,
video cassette dan lain-lain
4.…Pemasaran Sosial dan publikasi dalam promosi kesehatan
Menurut Kotler (2006), pemasaran sosial adalah suatu proses
untuk membuat rancangan, implementasi, dan pengawasan program
yang bertujuan meningkatkan penerimaan gagasan sosial atau
perilaku pada suatu kelompok sasran. Selanjutnya, Pemasaran dalam
promosi kesehatan adalah keterampilan manajemen dalam hal
mengidentifikasi kesempatan-kesem35patan untuk memenuhi
permintaan konsumen atau klien sehingga memberikan perlindungan
maksimal atau perbaikan dalam kesehatan mereka (Ewles dan
Simnett, 1994).
Pusat kegiatan pada pemasaran sosial adalah konsumen atau
masyarakat, atau pemasaran sosial berorientasi pada konsumen,
62
bukan pada perusahaan seperti pada pemasaran komersial.
Konsumen sebagai tolak ukur proses mempunyai empat unsure, yaitu
produk, harga, tempat dan promosi.
a. Produk
Jenis produk yang akan dijual dalam pemasaran adalah
produk sosial atau produk yang secara sosial bermanfaat. Hal ini
berupa jenis pelayanan misalnya penimbangan balita, pemeriksaan
ibu hamil atau perilaku berhenti merokok, kesegaran jasmani atau
juga berupa benda nyata seperti kapsul vitamin A, tablet besi.
Produk harus berdasarkan minat atau kebutuhan masyarakat.
b. Harga
Dalam pemasaran sosial, harga produk ditentukan
berdasarkan manfaat atau kemudahan yang dapat dinikmati oleh
masyarakat. Harga dapat berupa uang, kesempatan, status atau
waktu. Contohnya, meskipun posyandu memberikan pelayanan
secara gratis, tetapi reaksi anak terhadap imunisasi dan gangguan
keluarga, termaksuk biaya untuk jajan anak dan transportasi ke
posyandu, dapat dianggap harga yang harus dibandingkan dengan
manfaaat yang di dapat. Dengan demikian, harga menjadi sangat
bervariasi untuk setiap individu. Penetapan harga tidak terlepas dari
ketiga unsur pemasaran lainnya karena setiap unsure saling
memengaruhi dan turut menentukan besarnya harga yang harus
dibayar konsumen.
63
c. Tempat
Tempat pemasaran sosial adalah lokasi tempat produk
dapat diperoleh. Penyediaan dan distribusi produk sosial tidak
hanya melibatkan sistem agen dan pengecer, tetapi dapat melalui
kader, tenaga lapangan, sarana pelayanan kesehatan, atau tenaga
kesehatan sendiri. Dalam pemasaran sosial, jalur distribusi
menyangkut bermacam-macam institusi yang terlibat, mulai dari
perumus gagasan sampai penerima yang dituju. Faktor efektifitas
dan efisisensi harus tetap dipertimbangkan serta arus penyaluran
produk harus lancar dan persediaan harus selalu cukup.
d. Promosi
Dalam meningkatkan penjualan produk, diperlukan
kegiatan promosi, yaitu mengkomunikasikan keunggulan dan
membujuk konsumen atau kelompok sasaran untuk menggunakan
produk yang ditawarkan. Efektifitas pemasaran sangat bergantung
pada efektifitas komunikasi, karena pada dasarnya promosi adalah
komunikasi. Tema promosi harus mengikat semua unsur
pemasaran, yaitu tempat, produk dan harga karena ketiga unsur
tersebut juga merupakan alat promosi.
Faktor- faktor yang menentukan keberhasilan pemasaran
sosial meliputi: (Maulana, 2014)
b. Manajemen, pemasaran sosial yang baik harus didukung
manajemen yang baik. Manajer bertanggung jawab penuh
64
terhadap pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan meskipun
dibentuk kelompok kerja.
c. Konsumen, merupakan titik tolak semua unsur kegiatan
pemasaran sehingga penyusunan pesan, bagaimana pesan
disampaikan, dan saluran komunikasi yang digunakan harus
berdasarkan penelitian tentang konsumen.
d. Kelompok sasaran, program komunikasi akan berhasil jika
pesan-pesan ditujukan lansung kepada kelompok sasaran yang
sesuai. Misalnya, pesan imunisasi harus khusus ditujukan pada
ibu dari anak usia balita. Pesan yang berbeda diperlukan bagi
para ibu yang mempunyai anak dengan usia berbeda.
Kelompok sasaran dapat berbeda berdasarkan pola makan
anak pada umur yang berbeda sehingga pesan ditujukan
kepada ibu dari setiap tingkat usia balita tersebut.
e. Identitas, produk atau layanan yang dipromosikan harus memilih
identitas yang jelas dan tegas (misalnya, “sayuran mengandung
vitamin yang menyehatkan” memberikan identitas yang jelas
pada sayuran tersebut dibandingkan “sayuran baik untuk anak-
anak”)
f. Manfaat, produk atau layanan yang dipromosikan harus
memberikan manfaat atau keuntungan yang jelas dan nyata,
penelitian yang cermat akan membantu menunjukan
keuntungan atau manfaat nyata dan dapat dipercaya (misalnya,
65
poster yang berbunyi “Datanglah ke Posyandu dan Timbang
Anak Anda”, tidak akan memberikan pengaruh yang diharapkan
karena tidak menunjukkan manfaat apa yang dapat diperoleh
dengan membawa anak ke posyandu).
g. Biaya, biaya berhubungan dengan keterjangkauan konsumen
untuk membeli produk atau pelayanan yang akan dibandingkan
dengan manfaat yang diperoleh. Keterjangkauan biaya harus
mencakup biaya nyata dan biaya tersembunyi. Meskipun
pelayanan posyandu gratis, terdapat biaya tersembunyi yang
harus dikeluarkan, seperti waktu, biaya untuk jajan anak,
transportasi, dan lain-lain. Keputusan datang tidaknya ke
posyandu merupakan hasil dari usaha membandingkan semua
biaya (yang nyata dan tersembunyi) dengan manfaat dating ke
posyandu.
h. Ketersediaan, promosi apapun tidak akan berhasil jika produk
atau pelayanan yang dipromosikan tidak dapat atau sulit
diperoleh. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa produk
memang dapat diperoleh sebelum promosi dicanangkan
(misalnya, promosi oralit tidak akan berhasil jika oralitnya sulit
diperoleh atau promosi kebiasaan buang sampah pada
tempatnya akan sulit diwujudkan jika tempat sampahnya tidak
tersedia).
66
i. Saluran komunikasi, pesan dapat diterima kelompok sasaran
melalui kominikasi yang dapat dipercaya sehingga penting
menentukan saluran komunikasi yang dapat dipakai, seperti
media massa, kader dan kelompok masyarakat. Tentukan juga
berapa persen kelompok sasaran yang dapat dicapai setiap
saluran komunikasi dan berapa frekuensinya.
j. Pemantauan dan Perbaikan, sistem pemantauan bagian dari
pendekatan pemasaran sosial. Pemantauan dilakukan untuk
mengetahui apakah semua unsur komunikasi sesuai rencana
dan perbaikan yang sekiranya diperlukan.
k. Evaluasi, dilakukan pada akhir program sesuai jangka waktu
yang ditentukan setiap tahun apabila program berjangka
panjang.
5. Fasilitas dan jaringan
Pengertian fasilitas menurut kamus besar bahasa Indonesia
ialah sarana untuk melancarkan suatu fungsi atau kemudahan.
Fasilitasi seringkali digunakan secara bersamaan dengan
pendampingan yang merujuk pada bentuk dukungan tenaga dan
metodologi dalam berbagai program pembangunan dan pengentasan
kemiskinan. Fasilitasi menjadi inti dari kegiatan pendampingan yang
dilakukan oleh tenaga khusus untuk membantu masyarkat dalam
berbagai sektor pembangunan. Kegiatan pendampingan dilakukan
dalam upaya mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat.
67
Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian dalam proses
pemberdayaan masyarakat.
Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga yang memiliki
kemampuan untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku
tertentu kepada masyarakat. Disamping itu, perlu dukungan dan
sarana pengembangan diri dalam bentuk latihan bagi para
pendamping.
Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan
masyarakat, hal penting ketika bekerja dengan komunitas adalah
kemampuan memfasilitasi dan membangun jaringan agar orang lain
mampu mempromosikan kesehatan mereka sendiri dan orang lain.
Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti tukar
menukar keterampilan dan informasi dan membangun kepercayaan
pada diri sendiri dan orang lain.
Di dalam upaya promosi kesehatan membangun jaringan
dapat dilakukan melalui kemitraan sebagaimana menurut Notoadmojo
(2010) bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama yang formal individu-
individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota,
tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang
telah dibuat, dan saling berbagi (sharing) baik dalam risiko maupun
keuntungan yang diperoleh.
68
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes
RI) meliputi:
a. kemitraan mengandung pengertian ada nya interaksi dan interelasi
minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak
merupakan ”mitra” atau ” partner ”.
b..Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk
kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik
secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non - pemerintah
untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas
kesepakatan, prinsip, dan peran masing - masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok
atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil
dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama
baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hub
ungan masing - masing secara teratur dan memperbaiki kembali
kesepakatan bila diperlukan (Ditjen P2L & PM, 2004).
Adapun landasaan dalam membangun kemitraan menurut
Havelloc dalam Notoadmojo (2010) yakni :
1. Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing
(structure), artinya kemitraan sebagai suatu oerganisasi jejaring kerja
sudah barang tentu masing-masing anggota mempunyai peran dan
69
fungsi yang berbeda. Oleh karena itu setiap anggota memahami tugas
dan fungsi masing-masing.
2. Saling menghubungi (linkage), artinya agar kemitraan tetap terjalin
dibutuhkan komunikasi yang efektif diantara anggota atau mitra
tersebut misalkan dengan melakukan pertemuan atau rapat rutin
kemitraan.
3. Saling mendekati (proximity) artinya dalam kekeluargaan atau
pertemanan kedekatan antara anggota keluarga atau antara teman
adalah mutlak diperlukan. Dalam kedekatan satu dengan yang lainnya
akan terjadi saling memahami atau saling mengenal satu dengan yang
lainnya, baik kelemahan maupun kekuatan masing-masing anggota.
4. Saling terbuka dan bersedia membantu (openes), artinya dalam rangka
mencapai tujuan sudah barang tentu peran dan fungsi masing-masing
anggota terkait dan diketahui satu sama lain.
5. Saling mendorong dan saling mendukung (synergy) artinya saling
mendukung dan member support bila ada salah satu anggota yang
kurang bersemangat.
6. Saling menghargai (reward), artinya seberapa kecilpun peran dan
kontribusi anggota suatu kemitraan perlu dihargai oleh anggota atau
mitra lain.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis
atau tipe kemitraan yaitu:
70
1. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain
tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.
2. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan
tidak Maksimal
3. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan
pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang
lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas seperti program delivery
dan resource mobilization.
4. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh
dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang
lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.
6. Memengaruhi kebijakan dan praktik
Dalam memengaruhi kebijakan kesehatan, seorang promosi
kesehatan harus mampu bekerja sama dengan berbagai organisasi
serta dapat memahami pendistribusian dan penerapan kekuasaan
dalam komunitas diberbagai tingkatan dan kemudian mampu
menggunakan pengetahuannya untuk memengaruhi keputusan.
71
a. Pengertian adokasi
Advokasi merupakan upaya atau proses yang strategis dan
terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-
pihak yang terkait (stakeholders). WHO (1989) di kutip dalam UNFPA
dan BKKBN (2002) menggunkan “advocacy is a combination on
individual and social action design to gain political commitment, policy
support, social acceptance and systems support for particular health
goal or programme” (Maulana, 2009).
Jadi advokasi adalah kombinasi kegiatan individu dan sosial
yang dirancang untuk memperoleh komitmen, dukungan kebijakan,
penerimaan sosial dan sistem yang mendukung tujuan atau program
kesehatan tertentu. Advokasi adalah upaya mendekati, mendampingi,
dan mempengaruhi para pembuat kebijakan secara bijak, sehingga
mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan
kesehatan. Advokasi kesehatan adalah upaya pendekatan kepada
pemimpin atau pengambil keputusan supaya dapat memberikan
dukungan, kemudahan, dan semacamnya pada upaya pembangunan
kesehatan (maulana, 2014).
b. Langkah-langkah dalam advokasi
Menurut depkes RI 2005 terdapat lima langkah kegiatan
advokasi antara lain :
72
a. Identifikasi dan analisis masalah
Masalah atau isu advokasi perlu dirumuskan berbasis data
atau fakta. Data sangat penting agar keputusan yang dibuat
berdasarkan informsi yang tepat dan benar. Data berbasis fakta
sangat membantu menetapkan masalah, mengidentifikasi solusi
dan menentukan tujuan yang realistis . contoh : paradigm sehat,
Indonesia sehat 2010, anggaran kesehatan.
b. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran.
Sasaran kegiatan advokasi ditujukan kepada para pembuat
keputusan (decion maker) atau penentu kebijakan (policy maker),
baik di bidang kesehatan maupun diluar sector kesehatan yang
berpengaruh terhadap public. Tujuanya agar pembuat keputusan
mengeluarkan kebijakan-kebijakan, antara lain dalam bentuk
peraturan, undang-undang, instruksi, dan yang menguntungkan
kesehatan. Dalam mengidentifikasi sasaran, perlu ditetapkan siapa
saja yang menjadi sasaran, mengapa perlu advokasi, apa
kecenderunganya, dan apa harapan kita kepadanya.
c. Siapkan dan kemas bahan informasi.
Tokoh politik mungkin termotivasi dan akan mengambil
keputusan jika mereka mengetahui secara rinci besarnya masalah
kesehatan tertentu. Oleh sebab itu, penting diketahui pesan atau
informasi apa yang diperlukan agar sasaran yang dituju dapat
membuat keputusan yang mewakili kepentingan advocator . kata
73
kunci untuk bahan informasi ini adalah informasi yang akurat , tepat
dan menarik. Beberapa pertimbangan dalam menetapkan bahan
informasi ini meliputi :
1. Bahan informasi minimal memuat rumusan masalah yang
dibahas, latar belakang masalahnya, alternative mengatasinya,
usulan peran atau tindakan yang di harapkan, dan tindak lanjut
penyelesaianya. Bahan informasi juga minimal memuat tentang
5W 1H (what, why, who, where, when, dan how) tentang
permasalahan yang di angkat.
2. Dikemas menarik, ringkas, jelas dan mengesankan.
3. Bahan informasi tersebut akan lebih baik lagi jika disertakan data
pendukung, ilustrasi contoh, gambar dan bagan.
4. Waktu dan tempat penyampaian bahan informasi , apakah
sebelum, saat, atau setelah pertemuan.
d. Rencanakan teknik atau acara kegiatan operasional.
Beberapa teknik dan kegiatan operasional advokasi dapat
meliputi, konsultasi , lobi, pendekatan, atau pembicaraan formal
atau informal terhadap para pembuat keputusan , negosiasi atau
resolusi konflik, pertemuan khusus, debat public, petisi, pembuatan
opini, dan seminar-seminar kesehatan
74
C. Tinjauan umum tentang petugas promosi kesehatan
masyarakat
1. Pengertian Petugas Puskesmas
Menurut Kemenkes dan kesejahteraan sosial tentang petunjuk
teknis pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh kesehatan masyrakat,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan
masyarakat adalah Pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat atau
promosi kesehatan. (Kemenkes-Kesos, 2001)
2. Tugas Pokok
Tugas pokok Jabfung (Jabatan fungsional) penyuluh kesehatan
masyarakat menurut Kepmenpan No, 58/KEP/M.PAN/8/2000 yaitu
melaksanakan kegiatan advokasi, bina suasana, dan pemberdayaan
masyarakat, melakukan penyebarluasan informasi kesehatan dalam
berbagai bentuk dan saluran komunikasi, membuat rancangan media,
baik media cetak, elektronik maupun media luar ruang, melakukan
pengkajian/penelitian perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan dan merencanakan interensi dalam rangka
mengembangkan perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan.
75
D. Tinjauan umum tentang Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya (Permenkes RI. No. 75 Tahun 2014).
Menurut Entjang (2000) Puskesmas (Health Centre) adalah
suatu kesatuan organisasi fungsionil yang langsung memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam
satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan
pokok.
2. Manajemen Puskesmas
Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang
berkualitas berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim
Manajemen Puskesmas yang juga dapat berfungsi sebagai
penanggung jawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim terdiri atas
penanggung jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung
sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-masing. Tim ini
bertanggung jawab terhadap tercapainya target kinerja Puskesmas,
76
melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu (Permenkes RI.
No. 44 Tahun 2016).
Upaya kesehatan bermutu merupakan upaya yang
memberikan rasa puas sebagai pernyataan subjektif pelanggan, dan
menghasilkan outcome sebagai bukti objektif dari mutu layanan yang
diterima pelanggan. Oleh karena itu Puskesmas harus menetapkan
indikator mutu setiap pelayanan yang dilaksanakannya atau mengikuti
standar mutu pelayanan setiap program/pelayanan yang telah
ditetapkan, yang dikoordinasikan oleh Dinas kesehatan
Kabupaten/kota.
3. Fungsi Puskesmas
Fungsi dari Puskesmas menurut Prasetyawati. A (2012) adalah
sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
sebagagai pusat pemberdayaan masyarakat dengan memberikan
petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien serta
sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama baik pelayanan
kesehatan perorangan maupun pelayanan kesehatan masyarakat.
Puskesmas memiliki 3 fungsi pokok yaitu:
b. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
yaitu berupaya menggerakan lintas sector dan dunia usaha
diwilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang
berwawasan kesehatan dan aktif memantau dan melaporkan
77
dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan diwilayah kerjanya.
c. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat yaitu berupaya agar
perorangan terutama pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat,
keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup
sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termaksud pembiayaan, ikut menetapkan,
menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan, membina peran serta masyarakat diwilayah kerjanya
dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat,
merangsang masyarakat termaksuk swasta untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri dan memberikan
petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana mengganti dan
menggunakan sumber daya yang ada.
d. Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama yaitu
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertam secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang meliputi upaya
kesehatan masyarakat yang selnajutnya disingkat UKM adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dengan sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat sedangkan
upaya kesehatan perorangan yang selanjutnya disingkat UKP
78
adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderita akibat penyakit
dan memuhlihkan kesehatan perseorangan (Permenkes RI. No. 75
Tahun 2014).
4. Visi Puskesmas
Visi Puskesmas menentukan misi, tujuan, strategi, kebijakan,
program dan kegiatan puskesmas yang harus dilaksanakan dalam
mencapai tujan puskesmas yang telah ditetapkan. Visi puskesmas
merupakan pencerminan jati diri Puskesmas yang diwujudkan,
dipelihara dan dikembangkan dan menunjukan jenis pelayanan
kesehatan unggulan yang diselenggrakan Puskesmas serta
menggambarkan dengan jelas kebutuhan dan keinginan pelanggan
atau pengguna jasa pelayanan kesehatan yang akan diupayakan
Puskesmas (Sulaeman, SE. 2009).
5. Misi Puskesmas
Misi merupakan penjabaran visi yang berisikan garis-garis
besar tujuan dan strategi. Misi Puskesmas merupakan upaya untuk
mewujudkan visi Puskesmas menjadi kenyataan. Misi Puskesmas
disusun dari konteks maslah, potensi dan kebutuhan kesehatan
masyarakat diwilayah kerja puskesmas. Pernyataan misi Puskesmas
adalah suatu pernyataan tentang dasar tujuan dan jangkauan kegiatan
79
dan program Puskesmas yang membedakan dengan organisasi lain
yang sejenis (Sulaeman, SE. 2009).
6. Program Pokok Puskesmas
Kegiatan pokok Puskesmas bersifat dinamis dan berubah
sesuai dengan kondisi masyarakat.). Upaya Puskesmas tercantum
dalam 6 program pokok pelayanan kesehatan di Puskesmas yaitu:
(Sulaeman, SE. 2009).
1. Upaya promosi kesehatan yaitu Desa/ Kelurahan Sehat sebagai
pilar Kecamatan Sehat belum diupayakan secara terarah dan
terencana, Desa Siaga belum dilaksanakan sebagaimana mestinya
dengan pendekatan PKMD (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Desa).
2. Upaya kesehatan lingkungan yaitu penyediaan air bersih belum
memadai baik kualitas maupun kualitas (terkontaminasi E, Coli),
rendahnya kepemilikan jamban keluarga, cakupan sarana
pembuangan air limbah masih rendah serta banyak air comberan
dan air kotor yang tergenang, sampah masih berserakan dan tidak
adanya pembuangan sampah akhir di tingkat dusun dan desa,
pembuat dan penjaja makanan belum terpantau dan terbina.
3. Upaya gizi masyarakat yaitu tingginya prevalensi anemia ibu hamil
akibat kekurangan zat besi, Kekurangan EnergI Kronik (KEK) ibu
hamil, tingginya prevalensi gondok endemic, Kekurangan Kalori
Protein (KKP), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan kekurangan
80
vitamin A, cakupan penimbangan balita masih rendah, dan
kurangnya program pemberian makanan tambahan.
4. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta keluarga Berencana
(KB) yaitu masih tingginya angka kematian ibu bersalin, neonatal
dan prenatal, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan masih
rendah, cakupan pemeriksaan ibu hamil masih belum mencapai
target, tingginya prevalensi anemia pada remaja wanita dan ibu
hamil, tingginya kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tingkat
kepersetaan Keluarga Berencana (KB) cenderung menurun serta
penggarapan dan dukungan terhadap program KB semakin lemah.
5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yaitu
prevalensi penyakit yang ditularkan melalui vector (Vektor Bom
Disease) cukup tinggi seperti demam berdarah dengue, malaria,
dan filariasis, tingginya prevalensi penyakit yang dapat dicegah
dengan Imunisasi (PD3I) seperti ABC, morbili, dan semakin
tingginya prevalensi kasus penyakit menuar akibat hubungan seks
(Gonore, Sifilis, Herpas, AIDS atau AC-quired Immune Deficiency
Syndrome dan sebagainya).
6. Upaya pengobatan yaitu terbatasnya obat dan alat kesehatan baik
jenis maupun jumlahnya, belum terlaksananya pengobatan
rasional, standar mutu dan SOP (Standard Operating Procedure)
pengobatan puskesmas, system pencatatan dan pelaporan
penyakit belum berjalan sebagaimana mestinya.
81
E. Kerangka Teori
Menurut Ewles dan Simnett (1994) terdapat enam
kompetensi inti dalam promosi kesehatan yakni: (1) Mengelola,
merencanakan dan mengevaluasi, (2) Komunikasi, (3) Pendidikan,
(4) Pemasaran dan publikasi, (5) fasilitas dan jaringan, (6)
mempengaruhi kebijakan dan praktik. Berikut skema kerangka teori
Gambar 2.2
Teori Kompetensi inti promosi kesehatan menurut Ewles dan Simnett (1994)
Kompetensi
Inti Promkes
Mengelola,
Merencanakan, dan
dmengevaluasi
Pendidikan
Kesehatan
Memengaruhi
Kebijakan dan
Praktek
Komunikasi Fasilitas dan jaringan
Pemasaran dan
Publikasi
82
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas maka dapat di buat kerangka
konsep penelitian sebagai berikut:
G. Defenisi Konsep
1. Mengelola adalah kemampuan informan di dalam mengumpulkan
data dan informasi sebagai bahan untuk melakukan perencanaan
2. Merencanakan adalah kemampuan informan di dalam menyusun
kegiatan berdasarkan prioritas masalah
Kompetensi petugas promosi Kesehatan
Mengelola Merencanakan Mengevaluasi
Memengaruhi kebijakan
& Praktik
Komunikasi
Pendidikan kesehatan
Pemasaran dan Publikasi
Fasilitas dan jaringan