teori relativitas dan kosmologi · 5.5 pergeseran merah galaksi 127 5.6 ekspansi jagad raya 130 5.7...
TRANSCRIPT
TEORI RELATIVITAS
DAN KOSMOLOGI
Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM
2011
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami
selesaikan. Buku ini disusun untuk digunakan sebagai bahan perkuliahan mata kuliah Teori
Relativitas di Jurusan Fisika FMIPA UGM. Isi buku ini sedapat mungkin disesuaikan dengan
silabus mata kuliah yang terdapat dalam Buku Panduan FMIPA UGM.
Penyajian buku ini dimulai dari Teori Relativitas Khusus, serta beberapa penerapannya,
baik pada bidang Elektrodinamika, maupun dinamika partikel relativistik. Selanjutnya
ditelaah Teori Relativitas Umum yang diawali dari analisis matematika tensor. Setelah
merumuskan persamaan gravitasi Einstein, disajikan beberapa penerapan Teori Relativitas
Umum, seperti pada lubang hitam, presesi orbit planet, pergeseran cahaya bintang, kosmologi
dan lain-lain. Khusus pembahasan kosmologi disediakan dua bab, yaitu pada Bab V dan VI.
Pada Bab penutup, ditelaah dinamika gerak partikel dan foton baik dalam lubang hitam
maupun di jagad raya.
Meski telah disiapkan cukup lama, kami menyadari bahwa buku ini masih memiliki
banyak kekurangan. Diantaranya, tidak terdapat soal-soal latihan. Barangkali pula di sana sini
masih terdapat salah tulis dan ketik. Karena itu kami dengan tangan terbuka sangat
mengharap masukan positif dari para pembaca, dalam rangka penyempurnaan buku ini.
Akhirnya kami berharap, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengembangan fisika di
masa depan.
Yogyakarta, Mei 2011
Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ
DAFTAR ISI BAB I TEORI RELATIVITAS KHUSUS 1
1.1 Pendekatan Energetika dan Penjabaran Kaedah Transformasi Lorentz 2 1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ( p
,E ) 9 1.3 Metode lain penurunan bentuk eksplisit besaran-besaran fisis relativistik 15 1.4 Transformasi Lorentz Vektor-4 melalui Transformasi Koordinat-4 18 1.5 Kaedah Transformasi untuk Vektor 18 1.6 Ruang-Waktu Minkowski dan Kaedah Transformasi Lorentz 19 1.7 Transformasi Lorentz untuk besaran-besaran elektrodinamika 25 Soal-Soal Latihan Bab I 30 BAB II PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS 33 2.1 Paradoks Kembar 33 2.2 Tinjauan Gerakan Partikel relativistik yang dikenai Gaya Konstan dan Medan Gravitasi Seragam 38 2.2.1 Gerakan Partikel oleh Gaya Konstan 38 2.2.2 Gerakan Partikel dalam Medan Gravitasi Seragam 42 2.3 Efek Compton 51 Soal-Soal Latihan Bab II 58 BAB III ANALISIS TENSOR DAN TEORI RELATIVITAS UMUM 61 3.1 Analisis Ruang Riemann 61 3.2 Operasi pada Tensor 64 3.3 Ruang Datar dan Lengkung 65 3.4 Tensor Metrik 67 3.5 Turunan Kovarian 68 3.6 Tensor Riemann-Christoffel, Ricci dan Einstein 69 3.7 Persamaan Geodesik 71 3.8 Teori Relativitas Umum 72 3.9 Hukum Gravitasi Einstein 80 Soal-Soal Latihan Bab III 86 BAB IV PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM 93 4.1 Penyelesaian Schwarzschild 93 4.2 Presesi Orbit Planet 100 4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif 105 4.4 Gelombang gravitasi 109 4.5 Lubang hitam Schwarzschild dan Kruskal-Szekeres 111 4.6 Struktur bintang 115 Soal-Soal Latihan Bab IV 119
BAB V KOSMOLOGI : SEJARAH JAGAD RAYA 121 5.1 Pendahuluan 121 5.2 Asas Kosmologi 124 5.3 Geometri Bolahiper 125 5.4 Metrik Robertson-Walker 126 5.5 Pergeseran merah galaksi 127 5.6 Ekspansi Jagad Raya 130 5.7 Sejarah Suhu Jagad Raya menurut Big Bang 133 5.8 Radiasi Kosmik Latar Belakang Gelombang Mikro 139 Soal-Soal Latihan Bab V 145 BAB VI KOSMOLOGI : DINAMIKA JAGAD RAYA 149 6.1 Dinamika Jagad Raya 149 6.2 Rapat Energi dan Tekanan Jagad Raya 155 6.3 Masa Dominasi Materi 157 6.4 Horison Partikel dan Horison Peristiwa 166 6.5 Masa Dominasi Radiasi 167 6.6 Data Fisis Jagad Raya 171 6.7 Masa Depan Jagad Raya 173 Soal-Soal Latihan Bab VI 175 BAB VII DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON 177 7.1 Persamaan Gravitasi Einstein 178 7.2 Persamaan Geodesik 179 7.3 Dinamika Gerak Partikel dalam Medan Schwarzschild 179 7.4 Dinamika Gerak Foton dalam Bidang Datar Medan Schwarzschild 183 7.5 Dinamika Gerak Foton secara Radial dalam Medan Schwarzschild 185 7.6 Dinamika Gerak Partikel dan Foton dalam Jagad Raya bermetrik Robertson-Walker 186 7.7 Solusi Persamaan Eisntein untuk Jagad Raya 187 7.8 Dinamika Gerak Partikel dalam Jagad Raya 188 7.9 Dinamika Gerak Foton dalam Jagad Raya 197 7.10 Dinamika Metrik de Sitter 198 7.11 Dinamika Gerak Foton dalam Metrik de Sitter 200 7.12 Dinamika Gerak Partikel dalam Metrik de Sitter 202 7.13 Metrik dan Jagad Raya de Sitter 204 7.14 Dinamika Gerak Foton dalam Jagad Raya de Sitter 205 Soal-Soal Latihan Bab VII 207 Daftar Pustaka 213
1 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
BAB I
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Fisika adalah ilmu yang berupaya secara ilmiah menelaah gejala alam mulai
dari skala mikro (partikel elementer) hingga skala makro (jagad raya), serta mulai
dari kelajuan rendah hingga kelajuan maksimum. Teori relativitas merupakan salah
satu tulang punggung fisika modern. Sumbangannya terutama dalam bentuk
penataan dan pelurusan konsep−konsep dasar dalam fisika, khususnya yang
berkaitan dengan ruang−waktu, momentum−energi sebagai aspek kinematika semua
gejala alam, yang selanjutnya mengangkat cahaya sebagai pembawa isyarat
berkelajuan maksimum.
Sumbangan teori relativitas, dalam hal ini adalah teori relativitas khusus
adalah mampu menampilkan persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan
dasar dalam elektrodinamika, dalam bentuk yang kovarian. Konsekuensi teori
relativitas khusus adalah kelajuan gelombang elektromagnet dalan ruang vakum
sama dengan c (laju cahaya di ruang hampa). Beberapa percobaan menunjukkan
bahwa dalam elektromagnetik, tidak ada kerangka istimewa. Dalam kerangka
inersial, kelajuan cahaya sama dengan c, atau dengan kata lain, c merupakan suatu
besaran invarian. Selain itu sistem persamaan Maxwell berlaku dalam smua
kerangka inersial, yang oleh karena itu konsep ruang−waktu dan momentum−energi
yang mutlak harus diganti.
Ada tiga asas yang melandasi teori relativitas khusus, yaitu :
Asas ke nol (Asas perpadanan / korespondensi) : untuk setiap gerakan berkelajuan
rendah (momentum rendah), konsep−konsep dan hukum−hukum relativistik
yang muncul harus sesuai dengan konsep−konsep yang telah ada dalam teori
Newton.
Asas pertama : Semua hukum alam bersifat tetap bentuknya (kovarian) terhadap
perpindahan peninjauan dari kerangka inersial satu menuju kerangka inersial
yang lain.
2 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Asas kedua : Laju maksimal yang dapat dimiliki oleh isyarat tidak bergantung
(invarian) dari kerangka acuan inersial yang digunakan.
Nilai kelajuan maksimal c ini merupakan salah satu tetapan alam yang sangat
penting dalam fisika dan memegang peranan utama dalam penelusuran konsep
ruang−waktu serta momentum−energi. Nilainya sebagaimana yang ditetapkan oleh
Badan Umum Internasional mengenai Berat dan Ukuran adalah c = 299792458 m/s.
Hal ini berarti satu meter adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam ruang
vakum selama selang waktu 1/299792458 detik.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menelusuri kaedah
transformasi antara besaran−besaran fisis (transformasi Lorentz) dari kerangka
inersial yang satu (K) menuju kerangka inersial yang lain )K~
( yang bergerak
dengan kecepatan konstan V
terhadap K.
Pendekatan pertama yang digunakan bersifat konvensional yaitu dengan
memilih ruang dan waktu sebagai variabel awal yang digunakan dalam
merumuskan kaedah transformasi Lorentz. Dengan pendekatan ini, kaedah
transformasi untuk besaran momentum dan energi baru ditelusuri kemudian.
Pendekatan kedua bersifat pendekatan energetika, yaitu dengan memilih
momentum−energi sebagai variabel awal, yang selanjutnya transformasi untuk
besaran ruang dan waktu baru ditampilkan kemudian. Menurut Muslim (1997),
pendekatan ini tampil lebih ringkas dan lebih sesuai apabila diterapkan untuk proses
mikroskopik pada zarah elementer, mengingat data−data pada proses hamburan dan
spektroskopi biasanya melibatkan besaran momentum dan energi.
Berikut ini akan dijabarkan perumusan kaedah transformasi Lorentz melalui
pendekatan energetika (momentum−energi), mengacu pada Muslim (1997).
1.1 Pendekatan Energetika dan Penjabaran Kaedah Transformasi Lorentz
Menurut asas korespondensi, perumusan hukum Newton kedua yang
berbentuk
dt
dpF
= dan r.F
ddE = = dW (1.1)
3 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
dapat pula berlaku dalam energetika relativistik (untuk momentum dan energi
relativistik), dengan modifikasi definisi bagi momentum p
. Dalam hal ini, F
adalah gaya luar yang melakukan kerja dW pada zarah dalam selang waktu dt,
dengan akibat terjadinya perubahan momentum sebesar p
d dan energi sebesar dE
sewaktu zarah tersebut melakukan pergeseran sejauh r
d . Perubahan tenaga tersebut
dapat dituliskan sebagai
r.p
ddt
ddE
= = p.vr
.p
ddt
dd =
. (1.2)
Pada saat zarah dalam keadaan rehat (v
= 0
), energi zarah bernilai 0E yang
dinamakan dengan energi rehat. Selanjutnya jika zarah bergerak (v
≠ 0
), energi
zarah tersebut akan bertambah dengan energi kinetik sebesar kE menjadi energi
total E yang dirumuskan sebagai
kEEE += 0 . (1.3)
Jika zarah tersebut bergerak lurus maka pv
// sehingga
dE = v dp. (1.4)
Untuk foton dengan v = c konstan dan invarian (asas kedua teori relativitas), maka
diperoleh energi foton sebesar
∫ ∫ +=== konstanpcdpcdEE . (1.5)
Mengingat tidak ada foton dengan kecepatan nol, maka disimpulkan bahwa tetapan
konstan tersebut sama dengan nol. Jadi diperoleh
222 cE p= untuk v = c. (1.6)
Selanjutnya untuk zarah bermassa dengan v atau p atau kE sembarang,
bentuk kuadrat momentum 2p
dapat diuraikan ke dalam suatu deret Taylor dalam
kE = 0EE − yang berbentuk
...2210
2 +++= kk EaEaap
(1.7)
Untuk zarah rehat (v = 0), nilai p maupun kE = 0, sehingga 0a = 0. Dari
sini, perilaku zarah untuk kecepatan rendah diberikan oleh koefisien 1a . Untuk
4 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
zarah berkelajuan tinggi, kE tinggi sehingga nilai 22kEE ≈ , mengingat untuk
daerah ini 0E dapat diabaikan. Dari kondisi ini diperoleh 20 /1 ca = , sedangkan
untuk 3a dan seterusnya sama dengan nol. Adapun untuk kelajuan rendah, tentu
saja 01 ≠a . Jadi untuk sembarang daerah kelajuan / energi kinetik, berlaku kaitan
dispersi untuk zarah bebas yang berbentuk
221
2 / cEEa kk +== p.pp
untuk 0 ≤ v ≤ c. (1.8)
Apabila ungkapan di atas diambil turunannya, serta dengan mengingat bahwa
dEEEddEk =−= )( 0 (1.9)
diperoleh
dEcEad k )/2(2 21 +=p.p
(1.10)
atau
p.p
dcEa
dEk
212
1 /+= (1.11)
yang harus = p.v
d . Dari sini diperoleh kesamaan
( )212
1 / cEa k+= vp
. (1.12)
Pangkat dua persamaan di atas adalah
++=
4
2
21
14122
c
E
c
Eaa kkvp
(1.13)
yang harus bernilai sama dengan
221
2 / cEEa kk +=p
. (1.14)
Dua persamaan terakhir di atas dapat dituliskan dengan mengumpulkan kE yang
berpangkat sama sebagai
2214
12
2
12
2
2
2
11 vaEc
va
c
E
c
vk
k =
−+
− . (1.15)
Dengan mengalikan persamaan di atas dengan )/1( 22
2
cv
c
−, diperoleh
)/1(4 22
22212
12
cv
cvaEcaE kk −
=+ (1.16)
5 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
yang ternyata sama dengan 22cp . Dengan demikian
22
1
/12 cv
vap
−= . (1.17)
Untuk kelajuan rendah, berlaku rumus Newton :
mvp = (1.18)
dan
1/1 22 ≈− cv (1.19)
sehingga
21va
mv =
atau
ma 21 = . (1.20)
Dengan mengisikan hasil ini ke dalam pers. (1.17) diperoleh vektor momentum
relativistik sebagai
22 /1 cv
m
−= v
p
= v
mγ (1.21)
dengan
22 /1
1
cv−=γ ≥ 1. (1.22)
Selanjutnya dengan mengisikan nilai ma 21 = ke dalam pers. (1.12) diperoleh
)/( 2cEmm k+= vvγ (1.23)
atau
)1(2 −= γmcEk . (1.24)
Mengingat energi kinetik partikel adalah energi relativistik partikel dikurangi
dengan energi rehatnya, atau yang dituliskan sebagai
0EEEk −= (1.25)
dengan E = energi relativistik partikel dan 0E = energi rehat partikel.
Selanjutnya dapat dilakukan identifikasi berikut :
6 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
22
22
/1 cv
mcmcE
−== γ (1.26)
dan
20 mcE = (1.27)
Untuk limit non−relativistik, bentuk
22222/122 2/1)2/1(1)/1(1 cvcvcv =−+≈−−=− −γ (1.28)
sehingga tenaga kinetik nonrelativistik menjadi
221222 )2/( mvcvmcEk == (1.29)
yang bersesuaian dengan teori Newton.
Kuadrat energi relativistik partikel bernilai
( )222222422222
422
/1
1
/1cvmcvmcm
cvcv
cmE +−
−=
−=
= 22422
2
2222
2242
/1)/1(
)/1(ccmc
cv
mv
cv
cvcmp+=
−+
−−
(1.30)
sehingga
4222 cmcpE += (1.31)
Hubungan antara vp
, dan E dapat dituliskan dalam bentuk
2
22 /c
Ecmcm
vvvp
=== γγ . (1.32)
Dari persamaan (1.31), dapat dibuat ilustrasi yang menggambarkan hubungan
tersebut dalam segitiga siku-siku, seperi yang terdapat pada Gambar 1.1.
E 2mc p
Gambar 1.1
Segitiga siku-siku antara E, pc dan 2mc
7 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Contoh soal :
Tentukan kecepatan sebuah partikel dalam c atau laju cahaya dalam ruang hampa
agar
a. rumus Newton mvp = dapat digunakan dengan kesalahan 610− .
b. rumus 221 mvEk = dapat digunakan dengan kesalahan yang sama.
c. rumus mvp = hanya memberikan setengah dari nilai momentum yang
sebenarnya dimiliki partikel tersebut.
d. rumus 221 mvEk = hanya memberikan nilai setengah dari yang sebenarnya
dimiliki oleh partikel tersebut.
e. Tenaga kinetik partikel sama dengan 10 × tenaga rehatnya.
Jawaban :
a. Jika rumus momentum
2/122/122 )1()/1( −− −=−= βmvcvmvp
seperti yang terdapat pada persamaan (1.21) diuraikan menggunakan deret,
diperoleh
...)1( 4832
21 +++= ββmvp .
Dengan demikian rumus Newton yang hanya memuat suku pertama deret di
atas dapat digunakan dengan kesalahan 610− , jika
6221 10−≤β
atau
m/s1024,41041,1 53 ×=×≤ − cv .
Kecepatan ini cukup tinggi (lebih dari 100 kali kecepatan bunyi di udara).
b. Tenaga kinetik partikel seperti dirumuskan pada persamaan (1.24) adalah
]1)1[( 2/122 −−= −βmcEk
yang jika diuraikan ke dalam deret menjadi
...)1( 2432
21 ++= βmvEk .
8 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Jadi supaya rumus tenaga kinetik klasik masih dapat digunakan dengan
tingkat kesalahan tersebut, maka
6243 10−≤β
atau
cv 31015,1 −×≤ .
Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai pada (a).
c. Untuk pertanyaan tersebut
2/12221 )/1( −−= cvmvmv
yang berarti
cv 321= .
d. Untuk pertanyaan tersebut
]1)/1[( 2/1222212
21 −−= −cvmcmv
yang berarti
2/122 )1(1 −−=+ ββ .
Bentuk ini dapat dituliskan dalam bentuk
11)1)(21( 246242 =+−−=−++ ββββββ
sehingga
0)1( 242 =−− βββ .
Bentuk persamaan kuadrat dalam 2β di atas memiliki akar positif
)15(212 −=β
sehingga
81036,279,0 ×== cv m/s.
e. Untuk
22/122 10]1)1[( mcmcEk =−−= −β
maka
9 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
11)1( 2/12 =− −β
sehingga
121
1202 =β
atau
810988,2 ×=v m/s.
1.2 Transformasi Lorentz untuk besaran ),( p
E
Ditinjau transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K~
yang
bergerak terhadap K dengan kecepatan V, yang secara linear menghubungkan
perangkat besaran ),,,( zyx pppE dan )~,~,~,~
( zyx pppE serta sebagai bentuk
pengkhususan dipilih transformasi yang hanya ditinjau ke arah salah satu sumbu
koordinat saja, dalam hal ini dipilih sumbu x. Bentuk transformasi Lorentz tersebut
adalah (Muslim, 1985)
zzyyxxx ppppaEppbpEE ==+Γ=+Γ= ~dan ~;)(~;)('~
. (1.33)
Jadi pada bentuk di atas, komponen momentum ke arah sumbu y dan z tidak
mengalami perubahan, sehingga transformasi hanya melibatkan pasangan ),( xpE .
Untuk mencari parameter−parameter transformasi yaitu a,',ΓΓ dan b, akan ditinjau
dua kasus khusus yaitu kasus partikel bermassa rehat m yang rehat masing−masing
di K dan K~
. Ilustrasi tentang kerangka K dan K~
terdapat pada Gambar 1.2.
z~ z
V
O~
y~ O y x x~
Gambar 1.2. Kerangka K dan K~
10 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Saat partikel rehat di K
~, yang berarti
0~~~ === zyx ppp (1.34)
maka memberikan
0== zy pp (1.35)
serta
0=+ aEpx (1.36)
atau
aEpx −= . (1.37)
Padahal hubungan antara vp
, dan E adalah
2c
Evp
= (1.38)
sehingga diperoleh kesimpulan
2c
va −= . (1.39)
Mengingat partikel tersebut rehat di K~
, itu berarti partikel tersebut bergerak dengan
kecepatan xnV
== Vv di K. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
2c
Va −= . (1.40)
Selanjutnya saat partikel rehat di K, yang berarti
0=== zyx ppp , (1.41)
yang dari transformasi Lorentz memberikan
0~~ == zy pp (1.43)
serta
.~ 22
2
Vmmcc
VaEpx Γ−=Γ−=Γ= (1.44)
Partikel tersebut berarti bersama−sama dengan kerangka K bergerak terhadap K~
dengan kecepatan xnV
−=−= Vv . Dengan demikian momentum partikel di K~
bernilai
11 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
22 /1 cV
mVpx
−−= (1.45)
sehingga diperoleh
22 /1
1
cV−=Γ . (1.46)
Kemudian dihitung nilai energi E~
di K~
menurut
)0('/1
~ 2
22
2
+Γ=−
= mccV
mcE (1.47)
sehingga diperoleh
Γ=−
=Γ22 /1
1'
cV. (1.48)
Untuk menentukan tetapan b, ditinjau kembali partikel yang rehat di K~
,
sehingga transformasi Lorentz untuk energi E~
di K~
menghasilkan
)('~ 22 mVbmcmcE Γ+ΓΓ== (1.49)
atau
( ) 222222
2
1/1 mVcVmcmcmc
bmV −=−−=−Γ
= (1.50)
yang berarti bahwa
Vb −= . (1.51)
Dengan demikian transformasi Lorentz antara kerangka K dan kerangka K~
yang bergerak dengan kecepatan V ke arah sumbu x untuk perangkat besaran
),,,( zyx pppE dan )~,~,~,~
( zyx pppE adalah
22 /1
~
cV
VpEE x
−
−= ; (1.52)
22
2
/1
/~
cV
cVEpp x
x−
−= ; (1.53)
zzyy pppp == ~;~ . (1.54)
Selanjutnya dilakukan perluasan jika arah V
sembarang. Dengan melakukan
substitusi :
12 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
//ppx → ; (1.55)
⊥→ ppp zy dan ; (1.56)
Vp
⋅=→ VpVpx // (1.57)
diperoleh
22 /1
~
cV
EE
−
⋅−= Vp
; (1.58)
22
2//
///1
/~
cV
cE
−
−= Vpp
; (1.59)
⊥⊥ = pp~
(1.60)
Karena K bergerak terhadap K~
dengan kecepatan − V
, maka transformasi balik
untuk bentuk di atas adalah
22 /1
~~
cV
EE
−
⋅+= Vp
; (1.61)
22
2//
///1
/~~
cV
cE
−
+= Vpp
; (1.62)
⊥⊥ = pp~
(1.63)
Ditinjau sebuah partikel bermassa m yang bergerak di K dengan kecepatan v
dan di K~
dengan kecepatan v~
. Kaedah transformasi untuk energi E~
di kerangka
K~
memberikan
−
⋅−−−
=−
=2222
2
2222
2
/1/1/1
1
/'1
~
cv
m
cv
mc
cVcv
mcE
Vv
(1.64)
yang dengan membalik pembilang dan penyebut persamaan di atas, kemudian
menyederhanakannya diperoleh
2
222222
/1
/1/1/'1
c
cvcVcv
Vv
⋅−−−=− . (1.65)
Jika pada persamaan di atas diisikan v = c, maka v’ juga sama dengan c. Hal ini
berarti kecepatan cahaya di semua kerangka acuan inersial bernilai tetap (invarian)
yang sama dengan c.
13 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Akibat lain dari persamaan di atas adalah dengan menuliskannya sebagai
2/1
11
'
1
cVv
⋅−Γ=
γγ (1.66)
atau
)/1(' 2cVv
⋅−Γ=γγ
(1.67)
Sementara itu dari pers. (1.63) untuk komponen momentum tegaklurus diperoleh
⊥⊥ = vv
mm γγ ~' (1.68)
yang menghasilkan kaedah kecepatan tegaklurus sebagai
)/1(
~2cVv
vv
⋅−Γ= ⊥
⊥ . (1.69)
Sedangkan untuk komponen momentum yang sejajar, diperoleh
)()/(~
' //22
//// VvVvv
−Γ=−Γ= mcmcmm γγγγ (1.70)
sehingga
2//
/1
~
cVv
Vvv
⋅−−= . (1.71)
Dengan menggunakan kaedah penjumlahan kecepatan di atas, dapat
diturunkan transformasi koordinat ),( r
ct dan )~
,~( r
tc menurut resep
dtd /rv = (1.72)
dan
tdd ~/~~rv = . (1.73)
Untuk transformasi kecepatan tegaklurus, diperoleh
)/1(
~~ 2cdt
d
td
d
Vv
rr
⋅−Γ= ⊥
⊥ . (1.74)
Dengan berlakunya simetri gerak pada panjang yang tegaklurus V
, untuk vektor
koordinat yang tegaklurus diperoleh
⊥⊥ = rr~
(1.75)
dan sekaligus juga
⊥⊥ = rr
dd~
, (1.76)
sehingga
14 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
)/()/1(~ 22 cddtcdttd VrVv
⋅−Γ=⋅−Γ= . (1.77)
Untuk syarat awal : 0~ == tt dan 0r
= , integrasi persamaan di atas memberikan
hasil transformasi waktu koordinat :
)/(~ 2ctt Vr
⋅−Γ= . (1.78)
Sementara itu dari kaedah transformasi kecepatan yang sejajar, bentuknya dapat
ditulis sebagai
)/1()/1(
~~
~ 2//
2//
//cdt
dtd
cdt
d
td
d
Vv
Vr
Vv
rr
⋅−−=
⋅−Γ= (1.79)
atau
)(~
//// dtdd Vrr
−Γ= . (1.80)
Dengan menerapkan syarat awal
0~ == tt dan 0rr
== ////~
,
maka pengintegralan persamaan di atas memberikan
)(~
//// tVrr
−Γ= . (1.81)
Gabungan antara pers. (1.75) dan (1.81) menghasilkan
tV VVVrrr
Γ−⋅−Γ+= 2/))(1(~
(1.82)
Contoh Soal :
Sebuah pesawat antariksa dilihat dari bumi sedang bergerak ke arah timur dengan
kecepatan icv pˆ6,0=
dan dalam waktu lima detik akan bertabrakan dengan sebuah
komet yang sedang bergerak ke arah barat dengan kecepatan icvkˆ8,0−= .
a. Dilihat dari pesawat antariksa, berapakah kecepatan komet mendekatinya ?
b. Menurut pilot pesawat antariksa tersebut, berapa waktu yang tersedia untuk
menghindari tabrakan tersebut?
Jawaban :
a. Ditinjau dari pesawat antariksa yang bergerak dengan kecepatan pvV
=
terhadap bumi (kerangka K), kecepatan komet mendekati pesawat tersebut
dapat dicari dengan perumusan
15 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
icccc
cci
cVv
Vvv k
kˆ946,0
/)6,0)(8,0(1
6,08,0ˆ/1
'22
//
//// −=
−−−−−=
−
−=
.
Jadi kecepatan komet tersebut menurut pilot pesawat adalah c946,0
mendekati pesawat tersebut.
b. Dengan menggunakan dilatasi waktu, dapat ditentukan waktu yang tersedia
bagi pilot tersebut untuk menghindari tabrakan. Karena faktor dilatasi waktu
adalah
25,1)6,01( 2/12 =−=Γ −
maka
detik 4detik25,1
5' ==
Γ∆=∆ t
t .
1.3 Metode lain penurunan bentuk eksplisit besaran−−−−besaran fisis relativistik
Metrik ruang−waktu datar empat dimensi (metrik Minkowski) yang
digunakan dalam teori relativitas khusus muncul dari bentuk invarian metrik
222222222 r
ddtcdzdydxdtcdxdxds +−=+++−== νµµνη (1.83)
dengan vektor koordinat−4 kontravarian dirumuskan
),(),,,(),,,(),( 32100 r
ctzyxctxxxxxxx m ====µ (1.84)
Pada metrik pers. (1.83), komponen tensor metrik rank−2 kovarian adalah
133221100 ====− ηηηη (1.85)
dan
0=µνη untuk νµ ≠ . (1.86)
Sementara itu pasangan komponen tensor metrik rank−2 kontravarian adalah
133221100 ====− ηηηη (1.87)
dan
0=µνη untuk νµ ≠ (1.88)
Kaitan antara waktu pribadi τ dengan elemen garis s adalah
222 τdcds −= (1.89)
16 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
sehingga pers. (1.83) menjadi
( )2222
22 1dzdydx
cdtd ++−=τ (1.90)
Diperkenalkan vektor kecepatan−3 v
yang memiliki komponen−komponen
Cartesan
dt
dzv
dt
dyv
dt
dxv zyx === ,, (1.91)
Dengan substitusi komponen−komponen kecepatan−3 di atas, pers. (1.90) dapat
dituliskan menjadi
[ ]
−=
++−=2
22222
222 1)/()/()/(
11
cdtdtdzdtdydtdx
cdtd
v
τ (1.92)
atau
γ
τ dtdt
cd =
−=
2/1
2
2
1v
, (1.93)
dengan
22 /1
1
cv−
=γ . (1.94)
Didefinisikan vektor kecepatan−4 kontravarian µV yang memiliki komponen
( ) ( )vr
,, cctdt
d
d
dt
dt
dx
d
dxV γγ
ττ
µµµ ==== (1.95)
sedangkan komponen vektor kecepatan−4 kovarian µV dapat dicari dari µV dengan
menggunakan tensor metrik kovarian pers. (1.85) − (1.86) :
),( v
cVV −== γη νµνµ . (1.96)
Sementara untuk vektor kecepatan−4 kontravarian µP , komponen−komponennya
adalah
( )
=
=== pvv
,,,2
c
Em
c
mccmmVP γγγµµ (1.97)
dengan energi :
2mcE γ= (1.98)
17 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
dan momentum−3 :
vp
mγ= . (1.99)
Hasil pers. (1.98) dan (1.99) berturut-turut sama dengan pers. (1.26) dan (1.21).
Sedangkan vektor momentum−4 kovarian µP adalah
),/( p
cEPP −== νµνµ η (1.100)
Adapun vektor gaya−4 kontravarian µF memiliki komponen−komponen
=== f
,cdt
dE
d
dt
dt
dP
d
dPF γ
ττ
µµµ (1.101)
dengan gaya−3 f
didefinisikan sebagai
dt
dpf
= (1.102)
Sementara itu vektor gaya−4 kovarian µF dirumuskan sebagai
−== f
,dtc
dEFF γη ν
µνµ . (1.103)
Perkalian dalam (inner product) antara dua vektor kovarian dan kontravarian
akan menghasilkan suatu skalar, seperti misalnya
22
2222222 1),(),( c
cccccVV −=
−−=+−=−= v
vvv
γγγγγµµ (1.104)
dan
( ) 22/),/)(,/( ppp
+−=−= cEcEcEPP µµ = 22cm− (1.105)
Dari turunan pers. (1.104) di atas diperoleh
( ) µµ
µµ
µµτ
FVVFVmVd
d +==0 =
−+
− fvvf
,),(),(,dtc
dEcc
dtc
dE γγγγ
=
⋅+− vf
dt
dE22γ (1.106)
sehingga diperoleh
vf
⋅=dt
dE (1.107)
18 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Dengan hasil di atas, vektor gaya−4 kontravarian dan kovarian berturut−turut dapat
dituliskan menjadi
( )fvf
,/cF ⋅= γµ (1.108)
dan
( )fvf
,/cF ⋅−= γµ (1.109)
Dari pers. (1.105) berlaku kaitan
42222 cmcE += p
. (1.110)
Sementara dari pers. (1.107) :
pvfv
ddtdE ⋅=⋅= . (1.111)
Bentuk di atas sama dengan pers. (1.2)
1.4 Transformasi Lorentz Vektor−−−−4 melalui Transformasi Koordinat−−−−4
Berikut ini akan dijabarkan kaedah alih bentuk Lorentz untuk komponen
vektor−4, baik dalam bentuk kovarian maupun kontravarian melalui transformasi
koordinat−4 (1.3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu) di ruang−waktu Minkowski.
Mula−mula diberikan aturan transformasi koordinat untuk vektor dalam ruang
sembarang berdimensi N. Selanjutnya diberikan deskripsi ruang−waktu Minkowski
yang menjadi wahana teori relativitas khusus Einstein. Diberikan kaitan
transformasi koordinat di dalam ruang−waktu tersebut bagi dua kerangka inersial
yang salah satunya bergerak dengan kecepatan konstan V
terhadap lainnya.
Dengan kaitan tersebut selanjutnya melalui kaedah transformasi untuk vektor,
nilai−nilai komponen beberapa vektor−4 dihitung dan diperoleh relasi yang
mengaitkan besaran−besaran pada kedua kerangka tersebut. Vektor−4 yang dipilih
di sini berkaitan berkaitan dengan masalah dalam dinamika relativistik dan
elektrodinamika, seperti vektor kecepatan−4, vektor momentum−4, vektor gaya−4,
vektor potensial−4 dan vektor kerapatan−4.
1.5 Kaedah Transformasi untuk Vektor
Ditinjau suatu ruang berdimensi N dengan koordinat
19 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Nx = ),...,,( 21 Nxxx . (1.112)
Jika dilakukan transformasi ke koordinat
Nx~ = Nxxx ~,...,~,~( 21 ) (1.113)
di dalam ruang tersebut, kaedah transformasi yang mengubungkan vektor
kontravarian νA dan µA~
serta antara vektor kovarian νA dan µA~
berturut−turut
adalah (Lawden, 1982)
νν
µµ A
x
xA
∂∂=~~
(1.114)
dengan inversi
µµ
νν A
x
xA
~~∂
∂= , (1.115)
serta
νµ
ν
µ Ax
xA ~~
∂∂= (1.116)
dengan inversi
µν
µ
µ Ax
xA
~~
∂∂= . (1.117)
Di sini telah digunakan kesepakatan penjumlahan Einstein, yaitu jika terdapat
indeks berulang, maka penjumlahan harus dilakukan meliputi jangkuan indeks
tersebut. Apabila penjumlahan tak ingin dilakukan, maka hal tersebut harus
diungkapkan secara eksplisit.
1.6 Ruang−−−−Waktu Minkowski dan Kaedah Transformasi Lorentz
Metrik ruang waktu Minkowski dengan koordinat
),,,( 3210 xxxxx =µ = (ct, x, y, z) = ),( r
ct (1.118)
dapat mengambil bentuk
222222222 r
ddtcdzdydxdtcdxdxgds +−=+++−== νµµν (1.119)
dengan
µνµν η=g 0,1,( 0000 ==−== mmmnmn ηηηδη ) (1.120)
20 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Ditinjau dua kerangka inersial yakni kerangka K dengan koordinat µx dan
kerangka K~
dengan koordinat µx~ yang bergerak dengan kecepatan konstan V
terhadap kerangka K ke arah
//r
= VV
V.r
2 (1.121)
Kaitan Lorentz antara koordinat−4 di dalam ruang−waktu Minkowski adalah
(Zahara dkk, 1997)
//~r
= //(r
Γ )tV
− (1.122)
⊥⊥ = rr~
(1.123)
)/(~ 2ctt V.r
−Γ= (1.124)
dengan
22 /1
1
cV−=Γ . (1.125)
Kalau komponen ruang di atas ingin digabungkan, hasilnya
//~~rr
= + ⊥r~
= VVV
V.rr
c
ctΓ−−Γ+2
))(1( (1.126)
yang jika diuraikan ke dalam komponen−komponennya menjadi
i
i
iij
j
ii
ii nx
c
VnV
V
Vxnxnx
02
)1(~ Γ−−Γ
+= (1.127)
atau
02
)1(~ xc
Vx
V
VVx
ijj
iij
i Γ−
−Γ+= δ (1.128)
Sedangkan penguraian untuk komponen waktu adalah
)(~ ii xc
Vcttc −Γ= (1.129)
atau
)(~ 00 ii xc
Vxx −Γ= . (1.130)
21 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Dari pers. (1.128) dan (1.130), jika dilakukan derivatif parsial koordinat K~
terhadap K, diperoleh
2
)1(~
V
VV
x
x ji
ijj
i −Γ+=
∂∂ δ (1.131)
c
V
x
x ii Γ−=∂∂
0
~ (1.132)
c
V
x
x ii
Γ−=∂∂ 0~
(1.133)
Γ=∂∂
0
0~
x
x. (1.134)
Ditinjau suatu vektor−4 kontravarian di ruang K
),(),( 00 S
SSSS m ==µ (1.135)
dan vektor−4 kontravarian di ruang K~
)~
,~
()~
,~
(~ 00 S
SSSS m ==µ . (1.136)
Dengan menggunakan kaedah transformasi untuk komponen vektor kontravarian,
diperoleh :
nn
Sx
xS
x
xS
x
xS
∂∂+
∂∂=
∂∂=
00
0
000
~~~~ νν = 0SΓ
⋅−Γ=Γ−c
SSc
V nn VS
0 (1.137)
dan
nn
mmmm S
x
xS
x
xS
x
xS
∂∂+
∂∂=
∂∂=
~~~~ 00
νν = 0S
c
V mΓ− + nnm
mn S
V
VV
−Γ+2
)1(δ
= mm VV
S2
)1( VS
⋅−Γ+ mVc
S 0Γ− (1.138)
yang jika dinyatakan dalam notasi vektor menjadi
VVS
SS
2
)1(~
V
⋅−Γ+= V
c
S 0Γ− . (1.139)
Mengingat bentuk
//2/)( SVVS
=⋅ V , (1.140)
kaedah untuk komponen vektor S
yang sejajar V
adalah
22 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
////// )1(~
SSS
−Γ+= V
c
S 0Γ− = ( )VS
)/( 0// cS−Γ . (1.141)
Sementara itu kaedah untuk komponen vektor S
yang tegaklurus V
adalah
⊥⊥ = SS~
. (1.142)
Selanjutnya ditinjau vektor kecepatan−4 kontravarian :
),( vγγµ cV = (1.143)
sehingga
cS γ=0 (1.144)
dan
vS
γ= . (1.145)
Dengan menggunakan hasil pers. (1.137), untuk komponen ke nol, diperoleh
⋅+Γ=c
ccVv
γγγ~ (1.146)
yang memberikan hasil
⋅+Γ=2
1~
c
Vv
γγ
. (1.147)
Persamaan di atas menghubungkan faktor dilatasi partikel yang bergerak di kedua
kerangka. Sedangkan dengan menggunakan pers. (1.139) untuk komponen vektor,
diperoleh
VVVv
vv
c
c
V
γγγγ Γ−⋅−Γ+=2
)1(~~ (1.148)
yang jika disederhanakan menjadi
⋅−Γ
Γ−⋅−Γ+=
2
2
1
)1(~
c
VVv
VVVv
vv
(1.149)
Persamaan di atas menghubungkan vektor kecepatan−3 di kedua kerangka acuan.
Kaedah untuk //v
adalah
23 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
2
////
1
~
c
VvVv
v
⋅−
−= (1.150)
Sedangkan untuk ⊥v
adalah
⋅−Γ= ⊥
⊥
21
~
c
Vv
vv
(1.151)
Berikutnya ditinjau vektor momentum−4 kontravarian yang memiliki
komponen :
),/( p
cEP =µ (1.152)
sehingga
cES /0 = (1.153)
dan
pS
= . (1.154)
Kaedah transformasi Lorentz untuk energi adalah
⋅−Γ=c
cEcEVp
//~
(1.155)
atau
( )Vp
⋅−Γ= EE~
. (1.156)
Bentuk (1.156) di atas sama dengan pers. (1.58). Adapun kaedah transformasi
Lorentz untuk vektor momentum−3 adalah
VVVp
pp
22
)1(~
c
E
V
Γ−⋅−Γ+= . (1.157)
Untuk komponen vektor momentum−3 sejajar dan tegaklurus, kaedahnya adalah
( )VpVppp
)/()1(~ 2
//2////// cEc
E −Γ=Γ−−Γ+= (1.158)
dan
⊥⊥ = pp~
(1.159)
Bentuk (1.158) dan (1.159) di atas sama dengan bentuk pers. (1.59) dan (1.60).
Selanjutnya ditinjau vektor gaya−4 kontravarian :
24 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
( )fvf
,/cF ⋅= γµ (1.160)
sehingga
c
Svf
⋅= γ0 (1.161)
dan
fS
γ= . (1.162)
Diperoleh
Vvf
VVf
ff
22
)1(~~cV
⋅Γ−⋅−Γ+= γγγγ (1.163)
yang dengan menggunakan pers. (1.139), bentuk di atas dapat dituliskan menjadi
⋅−Γ
⋅Γ−⋅−Γ+=
2
22
1
)1(~
c
cVVv
Vvf
VVf
ff
. (1.164)
Kaedah f
untuk komponen sejajar dan tegaklurus berturut−turut adalah
⋅−
⋅−=
⋅−Γ
⋅Γ−−Γ+=
2
2//
2
2////
//
11
)1(~
c
c
c
cVv
Vvf
f
Vv
Vvf
fff
. (1.165)
dan
⋅−Γ= ⊥
⊥
21
~
c
Vv
ff
. (1.166)
Selanjutnya jika ditinjau kasus khusus dengan Vv
= , atau partikel rehat di K~
,
yang berarti bahwa :
22
1 −Γ=⋅−c
VV
, (1.167)
2////)( VVf fVVVf
==⋅ , (1.168)
sehingga
25 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
//
2
2
2
2
//0
//
1
1~
f
f
f
=
−
−
=
c
V
c
V
(1.169)
dan
⊥−⊥
⊥ Γ=ΓΓ
= ff
f
20
~. (1.170)
Jadi untuk kerangka rehat partikel di K~
, kaedah transformasi Lorentz untuk vektor
gaya−3 adalah
⊥⊥ Γ+=+= fffff
//00
//0
~~~. (1.171)
1.7 Transformasi Lorentz untuk besaran−−−−besaran elektrodinamika
Diketahui ρ dan v
berturut−turut adalah rapat muatan dan kecepatan aliran
relatif terhadap suatu kerangka inersial K. Rapat arus j
dirumuskan sebagai
vj
ρ= . (1.172)
Persamaan kontinuitas muatan dirumuskan sebagai
0=∇+∂∂
j.
t
ρ (1.173)
Dalam elektrodinamika dikenal skalar potensial listrik φ dan vektor
potensial listrik−3 A
yang mana gabungan keduanya bersama−sama membentuk
suatu vektor potensial−4 µA dengan komponen
),/(),( 0 A
cAAA m φµ == (1.174)
Mengikuti sistem satuan SI, terdapat perumusan−perumusan berikut
012
=∇+∂∂
A.
tc
φ (1.175)
jAA
02
2
2
2
1 µ−=∇+∂∂−
tc (1.176)
20
22
2
2
1c
tcρµφφ −=∇+
∂∂− (1.177)
26 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Gabungan dua persamaan di atas menghasilkan
µµ µ jA 0−=∆ (1.178)
dengan vektor kerapatan−4 µj didefinisikan sebagai
),(),( 0 jj
cjj ρµ == . (1.179)
Operator skalar−4 ∆ didefinisikan sebagai
2
2
2
2
2
2
2
2
22
2
2
2
11
zyxtctc ∂∂+
∂∂+
∂∂+
∂∂−=∇+
∂∂−=∂∂=∆ µ
µ (1.180)
Operator turunan koordinat−4 kovarian dan kontravarian masing-masing
dirumuskan sebagai
∇∂∂=
∂∂
∂∂=
∂∂=∂ ,
1,
0 tcxxx mµµ (1.181)
∇∂∂−=∂=∂ ,
1
tcνµνµ η (1.182)
Bentuk syarat Lorentz pers. (1.175) dapat dituliskan sebagai
0=∂ µµ A (1.183)
sedangkan bentuk persamaan kontinuitas muatan (pers. (1.173)) dapat dituliskan
menjadi
0=∂ µµ j (1.184)
Kaedah transformasi Lorentz untuk komponen vektor kerapatan−4 adalah
⋅−Γ=c
ccVj
ρρ~ (1.185)
atau
⋅−Γ=2
~c
Vj
ρρ (1.186)
serta
VVj
jj
2
)1(~
V
⋅−Γ+= V
ρΓ− , (1.187)
( )Vjj
ρ−Γ= ////
~, (1.188)
27 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
dan
⊥⊥ = jj~
. (1.189)
Sementara itu kaedah transformasi Lorentz untuk komponen vektor
potensial−4 adalah
⋅−Γ=ccc
VA
φφ~ (1.190)
atau
( )VA
⋅−Γ= φφ~ , (1.191)
serta
VVVA
AA
22
)1(~
cV
φΓ−⋅−Γ+= , (1.192)
−Γ= VAA
2////
~
c
φ, (1.193)
dan
⊥⊥ = AA~
. (1.194)
Jika kita ingin mencari transformasi balik dari kerangka K~
ke kerangka K,
hal itu dapat dilakukan dengan mudah, yaitu dengan substitusi VV
−= . Dengan
substitusi ini, diperoleh kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran berikut ini :
Vektor kecepatan−3 :
⋅+Γ
Γ+⋅−Γ+=
2
2
~1
~)1(~
c
VVv
VVVv
vv
(1.195)
2
//// ~
1
~
c
Vv
Vvv
⋅+
+= (1.196)
⋅+Γ= ⊥
⊥
2
~1
~
c
Vv
vv
(1.197)
28 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Energi : ( )Vp
⋅+Γ=~~
EE (1.198)
Vektor momentum−3 :
VVVp
pp
22
~~)1(~
c
E
V
Γ+⋅−Γ+= (1.199)
+Γ= Vpp
2////
~~
c
E (1.200)
⊥⊥ = pp~
(1.201)
Vektor gaya−3 :
⋅+Γ
⋅Γ+⋅−Γ+=
2
22
~1
~~~)1(~
c
cVVv
Vvf
VVf
ff
(1.202)
⋅+
⋅+=
2
2//
// ~1
~~~
c
cVv
Vvf
ff
(1.203)
⋅+Γ= ⊥
⊥
2
~1
~
c
Vv
ff
. (1.204)
Rapat muatan
⋅+Γ=2
~~
c
Vj
ρρ (1.205)
Vektor rapat arus
VVj
jj
2
~)1(~
V
⋅−Γ+= V
ρ~Γ+ (1.206)
+Γ= Vjj
ρ~~
//// (1.207)
⊥⊥ = jj~
. (1.208)
Skalar potensial listrik :
⋅+Γ= VA
~~φφ (1.209)
29 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Vektor potensial−3 listrik :
VVVA
AA
22
~~)1(~
cV
φΓ+⋅−Γ+= (1.210)
+Γ= VAA
2////
~~
c
φ (1.211)
⊥⊥ = AA~
. (1.212)
Dari telaah di atas, tampak bahwa teori relativitas khusus berperan besar
dalam menata dan meluruskan besaran-besaran fisika yang mendasar, seperti
besaran panjang, waktu, kecepatan, momentum, energi dan sebagainya. Selanjutnya
juga telah dikaji proses penurunan kaedah transformasi Lorentz besaran-besaran di
atas yang menunjukkan bahwa hukum fisika memiliki bentuk yang tetap di dalam
semua kerangka acuan inersial.
30 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
Soal-Soal Latihan Bab I
1. Sebuah pesawat bergerak ke arah timur dengan laju 0,8 c diukur menurut
menara yang diam. Pesawat tersebut melepaskan peluru dengan laju 0,6 c
terhadap pesawat. Carilah masing-masing laju dan arah gerak peluru terhadap
menara jika arah peluru terhadap pesawat adalah
(a) timur
(b) utara
(c) barat
(d) timur laut.
2. Sebuah partikel bermassa m bergerak terhadap kerangka I dengan kecepatan
)ˆ2ˆ2ˆ)(5/( kjic +−=v
. Jika terdapat kerangka II yang bergerak terhadap
kerangka I dengan kecepatan )ˆ2ˆˆ2)(5/( kjic −+=V
, carilah :
(a) momentum dan tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut
kerangka I.
(b) kecepatan, momentum, tenaga kinetik dan tenaga total partikel menurut
kerangka II.
3. Dua buah partikel bergerak sepanjang sumbu Z kerangka K masing-masing
dengan kecepatan 1v
dan 2v
dengan 21 vv > . Agar ditinjau dari K’, kedua
partikel tersebut mempunyai kecepatan yang berlawanan, tunjukkan bahwa
kecepatan gerak kerangka K’ ke arah sumbu Z terhadap K besarnya adalah
21
22
221
221
2 ))((
vv
vcvcvvc
−−−−−
.
4. Sebuah elektron dalam suatu akselerator tenaga tinggi bergerak dengan
kelajuan 0,5 c. Carilah kerja yang harus dilakukan terhadap elektron untuk
menaikkan kelajuannya menjadi
(a) 0,75 c
31 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
(b) 0,99 c
(c) Untuk kedua nilai kelajuan tersebut, tentukan faktor peningkatan tenaga
kinetik maupun momentum elektron.
5. Sebuah inti radioaktif bergerak dengan kecepatan icv ˆ6,0= terhadap
kerangka K (lab), sewaktu ia memancarkan partikel beta dengan kecepatan
jcv ˆ75,0=β
terhadap inti tersebut (kerangka 0K ).
(a) Tentukan besar dan arah kecepatan partikel beta menurut kerangka K.
(b) Jika partikel beta tersebut tetap dipancarkan dengan kelajuan c75,0 di
0K , namun arahnya dilihat dari K sejajar dengan sumbu y, tentukan
arah pancaran diamati dari inti dan kelajuan partikel beta diamati di K.
6. Di kerangka K, dua partikel A dan B bergerak masing-masing dengan
kecepatan iˆAA v=v
dan iBB v=v
( 0vv AB >> ). Jika terdapat kerangka
K~
yang bergerak terhadap K dengan kecepatan iˆV=V
(diketahui
0vAB >>> Vv ) :
(a) Tentukan kecepatan A dan B menurut K~
, yaitu A~v
dan B~v
.
(b) Jika menurut pengamat yang rehat di K~
, kecepatan A dan B sama besar
namun berlawanan arah, tunjukkan bahwa
BA
2B
22A
2BA
2 ))(()(
vv
vcvcvvcV
+−−−+
= .
7. Di kerangka K, sebuah partikel bergerak dengan kecepatan u
. Di K tersebut
juga terdapat medan E
dan B
. Bagaimanakah cara menentukan gaya Lorentz
pada partikel tersebut di kerangka K’, dimana K’ bergerak dengan kecepatan
V
terhadap K ? Jika gaya Lorentz di K’ tersebut telah diperoleh, bagaimana
cara menguji bahwa nilai yang diperoleh itu benar ?
32 Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
8. Diketahui vektor−4 kontravarian : ),/( Z
ccYX γµ = dengan γ =
)/1( 22 cu− , u
= vektor kecepatan−3 dan c laju cahaya di ruang hampa.
(a) tuliskan kaedah tranformasi Lorentz untuk besaran Y danZ
. (Petunjuk :
jangan lupa relasi antara γ dengan γ ’ )
(b) Jika terdapat hubungan : ckY = dan ck /uZ
= dengan k suatu
invarian Lorentz, carilah invarian Lorentz yang dapat diperoleh dari
vektor−4 tersebut, serta berapakah nilainya ?
9. Jelaskan bahwa gaya Lorentz yang dirasakan oleh sebuah partikel di kerangka
K menjadi gaya Coulomb di kerangka diam K’. Bagaimana dengan
sebaliknya, gaya Coulomb di K’ menjadi gaya Lorentz di K ?
10. Di kerangka K’ , sebuah partikel bermassa rehat m bermuatan q bergerak
dengan kecepatan konstan u
’ . Di K’ tersebut terdapat medan listrik E ’ dan
medan imbas magnet B
’ . Jika kerangka K’ bergerak terhadap kerangka K
dengan kecepatan konstan V
:
(a) Tentukan energi, energi kinetik dan momentum partikel di K maupun di
K’ .
(b) Carilah kecepatan partikel, medan listrik dan medan imbas magnet di K.
(c) Nyatakan gaya Lorentz yang bekerja pada partikel di K maupun K’ .
(d) Tuliskan tiga invarian Lorentz yang melibatkan besaran-besaran di atas.
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
33
BAB II
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Teori Relativitas Khusus sebagai salah salah satu pilar fisika modern memiliki
beberapa kegunaan dalam menelaah secara lebih kompak dan terpadu berbagai
gejala alam. Berikut ini akan disajikan beberapa penerapan teori relativitas khusus
pada beberapa fenomena, diantaranya adalah persoalan paradoks kembar, gerak
partikel relativistik dalam medan gaya konstan dan medan gravitasi seragam, efek
hamburan Compton dan sebagainya.
2.1 Paradoks Kembar (Twin Paradox)
Paradoks kembar (atau paradoks jam) adalah satu persoalan yang cukup
membingungkan dalam relativitas khusus. Kasus paradoks kembar dapat dinyatakan
sebagai berikut : Misalkan kita punya dua orang kembar : John dan Mary. John
diputuskan tetap tinggal di bumi, sementara Mary menjadi astronot yang akan
mengadakan perjalan ruang angkasa menuju sebuah bintang. Mary mengendarai
pesawat ruang angkasa dan terbang menuju bintang tersebut dengan kecepatan V
(diasumsikan agar nampak efek relativitas, nilai V dalam orde c) dan sesudah sesaat
tiba di bintang, Mary kembali ke bumi dan bertemu dengan John dengan kecepatan
yang sama. Lihat Gambar 2.1
Bumi Bintang
Gambar 2.1 Perjalanan pulang pergi bumi-bintang
Teori relativitas khusus menyatakan bahwa jika Mary bergerak terhadap John, maka
selang waktu dalam kerangka inersial Mary mengalami dilatasi sebesar γ yang
dirumuskan
22 /1 cV−=γ . (2.1)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
34
Jadi pada akhir perjalanan Mary, dia lebih muda daripada John. Paradoks muncul
dari kenyataan bahwa (dengan mengabaikan selang waktu saat Mary bergerak
dipercepat dan diperlambat), Mary berada dalam kerangka inersial, dan selanjutnya
dari prinsip relativitas, Mary dapat mengklaim bahwa Johnlah yang bergerak, bukan
dia. Kalau demikian selang waktu John seharusnya yang mengalami dilatasi, bukan
Mary, sehingga saat Mary kembali, ia menjumpai saudara kembarnya itu lebih
muda daripadanya. Manakah yang benar ?
Untuk menyederhanakan kasus ini, diasumsikan perjalanan Mary terjadi saat
ia lahir (yang juga berarti saat John lahir). Pada saat itu, berarti waktu lokal T = 0
dan posisi X = 0. Selanjutnya akan dibandingkan jarak bumi−bintang menurut
kedua orang tersebut. Jarak antara bumi dan bintang diukur oleh pengamat yang
stasioner di bumi (John) adalah JD . Jarak bumi − bintang yang diukur oleh Mary
adalah
γ/JM DD = . (2.2)
Perumusan ini disebabkan oleh adanya kontraksi Lorentz. Indeks J dan M berturut-
turut menunjukkan pengukuran menurut John dan Mary. Akan diukur umur relatif
John dan Mary. Caranya, pertama dengan melakukan penghitungan dalam kerangka
John dan selanjutnya penghitungan dikerjakan dalam kerangka Mary. Nanti akan
ditunjukkan bahwa dua penghitungan tersebut akan memperoleh hasil yang sama.
Kesamaan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan antara dua kerangka inersial
yang ditinjau.
Sekarang penghitungan dilakukan dalam kerangka John. Mary menempuh
perjalanan total (menuju bintang dan kembali ke bumi) sejauh JD2 dengan
kecepatan V (−V saat kembali). Perjalanan bumi−bintang bolak-baik ini memakan
waktu VDJ /2 . Transformasi Lorentz untuk waktu memberikan hubungan antara
waktu yang ditunjukkan oleh jam milik John (JT ) dan waktu yang ditunjukkan oleh
Mary ( MT ) sebagai
][2c
VXTT J
JM −= γ (2.3)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
35
dengan JX adalah jarak antara mereka. Selama perjalanan Mary menuju ke
bintang, berlaku persamaan
JJ TVX = . (2.4)
Substitusi persamaan di atas ke dalam pers. (2.3), diperoleh
])/([ 22JJM TcVTT −= γ = JTcV )]/(1[ 22−γ =
γJT
. (2.5)
Dalam bentuk penulisan selang waktu,
γ
JM
TT
∆=∆ . (2.6)
Persamaan ini menunjukkan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada jam
milik John dengan faktor γ/1 . Di sini perlu diingat bahwa
γ ≥ 1. (2.7)
Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan pula bahwa hal tersebut berlaku
pula untuk perjalanan Mary pulang ke bumi. Saat kembali ke bumi dengan
kecepatan yang sama, jam milik Mary juga bergerak lebih lambat dari jam milik
John dengan faktor yang sama : γ/1 . Maka selama perjalanan total, umur John
adalah
V
DA J
J2= , (2.8)
sedangkan umur Mary adalah
γ12
V
DA J
M = . (2.9)
Tampak bahwa umur John lebih besar daripada umur Mary, atau dengan kata lain
dalam kerangka John, saat Mary kembali ke bumi, John lebih tua. Selisih umur
mereka adalah
V
DAA J
MJ21
1
−=−
γ. (2.10)
Bagaimanakah penghitungan dalam kerangka Mary ? Seluruh besaran yang
tadinya dihitung pada kerangka John, sekarang diukur oleh Mary. Transformasi
Lorentz memberikan hubungan antara waktu milik jam John dan waktu milik jam
Mary sebagai
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
36
−=2c
VXTT M
MJ γ . (2.11)
Dan dengan penurunan selanjutnya dapat ditunjukkan kaitan untuk selang waktu
masing-masing jam sebagai
γ
MJ
TT
∆=∆ (2.12)
yang berarti jam milik John bergerak lebih lambat daripada jam milik Mary dengan
faktor 1/γ. Sekilas nampak adanya paradoks atau kontradiksi dengan ungkapan
sebelumnya yang menyatakan bahwa jam Mary bergerak lebih lambat daripada
John. Namun demikian yang sebenarnya tidak demikian, karena hal ini disebabkan
relativitas khusus menyatakan bahwa kita tidak dapat menghubungkan waktu yang
ditunjukkan oleh jam pada tempat yang berbeda (yang dalam hal ini umur orang
kembar yang terpisah) sampai kemudian kedua orang tersebut bertemu kembali.
Ketika mereka berdua bertemu kembali, baru tampaklah siapa yang lebih tua atau
lebih muda dengan cara membandingkan selang waktu yang ditunjukkan oleh jam
masing-masing.
Menurut Mary, perjalanannya memakan waktu VDM /2 , sehingga selama
perjalanan, umur Mary adalah
γ
MM
DA
2= . (2.13)
Perlu diingat bahwa telah diasumsikan bahwa waktu untuk mempercepat dan
memperlambat roket telah diabaikan. Karena jam John bergerak lebih lambat
dengan faktor 1/γ, John berumur
γ12
V
DA M
J = . (2.14)
Jika dilatasi waktu menjadi satu-satunya faktor dalam penghitungan, Mary
dapat mengklaim bahwa dirinya berusia lebih tua dari John dengan selisih umur
mereka adalah
V
DAA M
JM21
1
−=−
γ =
γγ121
1V
DJ
− (2.15)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
37
dan dijumpai adanya ketidakcocokan dengan hasil sebelumnya. Bagaimana caranya
memecahkan masalah ini ?
Di sini terdapat faktor lain yang dapat menyelesaikan ketidakcocokan
tersebut. Ketika Mary sampai ke bintang dan kemudian kembali, dia mengubah
kerangka inersialnya. Sebelum Mary tiba di bintang, hubungan antara jam John dan
jam Mary yang diukur oleh Mary adalah
−=2c
VDTT M
MJ γ . (2.16)
Sesaat setelah ia meninggalkan bintang menuju bumi, relasi antara jam keduanya
adalah
+=2c
VDTT M
MJ γ . (2.17)
Dua persamaan terakhir di atas menunjukkan adanya kontradiksi dalam waktu / jam
milik John yang diukur oleh Mary, sesaat setelah Mary berganti keadaan (dari
menuju bintang menjadi meninggalkan bintang. Selisih pengukuran waktu milik
John ini menurut Mary adalah
22
22
c
VD
c
VD JM =γ
. (2.18)
Selisih ini terjadi akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Dengan
demikian dalam kerangka Mary, selisih antara umur John dengan Mary adalah
selisih umur yang telah dihitung pada pers. (2.15) ditambah dengan selisih umur
mereka akibat terjadinya perubahan kerangka inersial Mary. Akhirnya selisih umur
Mary dengan John adalah
2
2121
1
c
VD
V
DAA JJ
MJ +
−=−
γγ =
γγ V
D
c
V
V
D JJ 2122
2
2−
+ . (2.19)
Karena
11
2
2
2=+
c
V
γ (2.20)
maka
γV
D
V
DAA JJ
MJ22 −=− =
V
DJ211
−
γ. (2.21)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
38
Ternyata dalam kerangka Mary, selisih umur antara John dan Mary juga sama
seperti yang telah dihitung pada kerangka John. Dari dua penghitungan tersebut
ditunjukkan bahwa setelah kembali ke bumi, Mary yang menempuh perjalanan
berusia lebih muda daripada saudara kembarnya, John.
2.2 Tinjauan Gerakan Partikel Relativistik yang dikenai Gaya Konstan dan
Medan Gravitasi Seragam
Salah satu latihan yang cukup mudah dalam persoalan mekanika klasik
elementer adalah menyelesaikan problem gerakan sebuah partikel dalam dua
dimensi yang dikenai suatu gaya konstan. Untuk gerakan nonrelativistik, gaya yang
bekerja pada partikel dalam medan gravitasi seragam (uniform) bersifat konstan,
dan persamaan trayektori / lintasan partikel tersebut berbentuk parabola.
Dalam tinjauan teori relativitas khusus, gaya gravitasi yang berkaitan dengan
medan gravitasi seragam tidaklah bersifat konstan, namun merupakan fungsi
kecepatan partikel yang diperoleh dengan menetapkan massa gravitasi sama dengan
massa inersial. Berikut ini akan dicari penyelesaian eksak untuk gerakan pada kasus
tersebut dan juga gerakan dengan gaya konstan.
2.2.1 Gerakan partikel oleh gaya konstan
Pertama kali akan dicari penyelesaian untuk gerakan dibawah pengaruh gaya
konstan. Sebuah partikel dengan massa rehat m ditembakkan dari titik O dengan
kecepatan awal 0V pada bidang X−Y yang membuat sudut θ dengan sumbu X.
Sebuah gaya konstan F
bekerja pada partikel dengan arah sejajar pada sumbu Y
negatif. Didefinisikan
m
Fg
= . (2.22)
Persamaan gerakan partikel tersebut adalah
mgdt
d =p
(2.23)
atau
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
39
( ) gβ
mmcdt
d =γ (2.24)
dengan
c
Vβ
= dan 21
1
βγ
−= . (2.25)
Dengan mengintegralkan pers. (2.24) diperoleh
c
tgββ
+= 00γγ (2.26)
dengan
c0
0V
β
= dan 20
01
1
βγ
−= . (2.27)
Pers. (2.26) dapat dituliskan dalam komponen-komponen ke sumbu X dan Y
sebagai
θγβγβ cos00=x (2.28)
dan
σθγβγβ −= sin00y (2.29)
dengan
c
gt=σ . (2.30)
Dengan mengingat bahwa
221
1
yx ββγ
−−= , (2.31)
penyelesaian untuk yx ββ , dan γ dapat dinyatakan sebagai fungsi σ yang nilainya
adalah
2
0020
00
)sin2(
cos
σσθγβγθγββ
+−=x (2.32)
2
0020
00
)sin2(
sin
σσθγβγσθγββ
+−
−=y (2.33)
dan
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
40
200
20 )sin2( σσθγβγγ +−= . (2.34)
Dengan mengintegralkan pers. (2.32) dan (2.33) diperoleh
)sin1(
sin)sin2(ln
cos
00
002
002000
2
θβγθγβσσσθγβγθγβ
−−++−
=g
cx (2.35)
dan
( )200
200
2
)sin2( σσθγβγγ +−−=g
cy . (2.36)
Dalam limit nonrelativistik,
10 <<β dan 1<<σ (2.37)
sehingga pers. (2.35) dan (2.36) tereduksi ke bentuk
tvg
cx θσθβ coscos 00
2
== (2.38)
dan
20
22
0
2
2
1sin
2sin gttv
g
c
g
cy −=−= θσσθβ . (2.39)
Juga untuk gerakan nonrelativistik berlaku korespondensi
θββ cos0=x = konstan. (2.40)
Untuk 2/πθ = , pers. (2.34), (2.33) dan (2.36) tereduksi menjadi
200
20 2 σσγβγγ +−= (2.41)
2
0020
00
2 σσγβγσγββ
+−
−=y (2.42)
dan
( )200
200
2
2 σσγβγγ +−−=g
cy (2.43)
yang merupakan solusi untuk gerakan relativistik satu dimensi.
Posisi tinggi maksimum partikel pada sumbu y positif my dapat diperoleh
dengan mengisikan
0=yβ (2.44)
ke dalam pers. (2.33) sehingga
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
41
θγβσ sin00= . (2.45)
Substitusi hasil ini ke pers. (2.36) dihasilkan
( )θβγ 2200
2
max sin11 −−=g
cy . (2.46)
Untuk 2/πθ = , berarti
)1( 0
2
max −= γg
cy (2.47)
yang dalam limit non−relativistik akan tereduksi menjadi
g
vy
2
20
max = . (2.48)
Hasil di atas sama dengan hasil tinggi maksimum partikel yang ditembakkan tegak
lurus ke atas dengan kecepatan awal 0v dalam medan gravitasi g.
Sementara itu jarak maksimum pada arah x positif, dalam hal ini y = 0
sehingga dari pers. (2.36) diperoleh
θγβσ sin2 00= . (2.49)
Substitusi ke dalam pers. (2.35) diperoleh
θβθβθγβ
sin1
sin1ln
cos
0
0002
max −+=
g
cx . (2.50)
Dari persamaan di atas, tampak bahwa maxx merupakan fungsi 0β dan θ . Nilai
maksimum maxx untuk 0β tertentu dapat dicari dengan menurunkan persamaan di
atas ke θ kemudian hasilnya diisikan sama dengan nol. Hasilnya nilai maxθ yang
menyebabkan maxx diberikan oleh persamaan berikut
max
220
max2
0
max0
max0max
sin1
)sin1(2
sin1
sin1lnsin
θβθβ
θβθβθ
−−=
−+
. (2.51)
Ternyata nilai maxθ yang menyebabkan maxx masih merupakan fungsi kecepatan
zarah 0β . Limit non−relativistik untuk maxy dan maxx adalah
g
vy
2
sin220
maxθ= (2.52)
dan
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
42
g
vx
θ2sin20
max = . (2.53)
2.2.2 Gerakan Partikel dalam Medan Gravitasi Seragam
Persamaan keadaan untuk keadaan ini adalah
( ) gβ
mmcdt
d γγ = . (2.54)
Dengan memilih
jg ˆ−=g
(2.55)
maka komponen-komponen pers. (2.54) adalah
( ) 0=xmcdt
d βγ (2.56)
dan
( ) mgmcdt
dy γβγ −= . (2.57)
Integrasi pers. (2.56) menghasilkan
θγβγβ cos00=x . (2.58)
Dengan mengingat bahwa
221
1
yx ββγ
−−= , (2.59)
diperoleh
−+
−+−=
−−= ∫ 22
00
22
22ln
0αγγ
αγγ
αγγσ
γ
γ
d (2.60)
dengan
)sin1( 220
20
2 θβγα −= . (2.61)
Kemudian dari pers. (2.60) :
−++= )sin1(sin1
2 000 θβθβγγ σσ e
e. (2.62)
Dari pers. (2.58) :
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
43
[ ])sin1()sin1(
cos2
00
0
θβθβθββ σσ −++
= − eex . (2.63)
Akhirnya dari pers. (2.59) diperoleh
)sin1()sin1(
)sin1()sin1(
00
00
θβθβθβθββ σσ
σσ
−++−−+= −
−
ee
eey . (2.64)
Gerakan partikel dapat ditelusuri dengan mengintegralkan pers. (2.63) dan
(2.64) yang hasilnya adalah
+−−
+−
−= −−
θβθβ
θβθβ
θβθβ σ
sin1
sin1tan
sin1
sin1tan
sin1
cos2
0
01
0
01
220
02
eg
cx , (2.65)
dan
−++−=
−
2
)sin1()sin1(ln 00
2 θβθβ σσ ee
g
cy . (2.66)
Seperti halnya pada telaah di atas, untuk 0β dan σ kecil, pers. (2.63)−(2.66)
tereduksi ke bentuk limit non−relativistik berikut :
θcos0vvx = (2.67)
gtvvy −= θsin0 (2.68)
tvx θcos0= (2.69)
dan
221
0 sin gttvy −= θ . (2.70)
Untuk 2/πθ = , diperoleh solusi untuk persolan gerak jatuh bebas secara
relativistik sebagai
[ ])1()1(2 000 ββγγ σσ −++= − ee (2.71)
)1()1(
)1()1(
00
00
βββββ σσ
σσ
−++−−+= −
−
ee
eey (2.72)
x = 0 (2.73)
dan
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
44
−++−=
−
2
)1()1(ln 00
2 ββ σσ ee
g
cy . (2.74)
Dalam limit non−relativistik, pers. (2.72) dan (2.74) tereduksi ke
gtvvy −= 0 (2.75)
dan
221
0 gttvy −= . (2.76)
Tinggi maksimum maxy dapat diperoleh dengan mengisikan
0=yβ (2.77)
ke dalam pers. (2.72) dan untuk σ diperoleh
−+=
θβθβσ
sin1
sin1ln
0
021 . (2.78)
Substitusi nilai ini ke pers. (2.74), dihasilkan tinggi maksimum
)sin1ln(2
220
2
max θβ−−=g
cy (2.79)
Untuk 2/πθ = , persamaan di atas menjadi
)ln( 0
2
max γg
cy = (2.80)
yang dalam limit non−relativistik tereduksi menjadi
g
vy
2
20
max = . (2.81)
Jangkauan partikel maksimum pada arah sumbu x atau maxx dapat diperoleh
dengan mengisikan
0=y (2.82)
ke dalam pers. (2.66) dan untuk nilai σ yang bersangkutan diperoleh
−+=
θβθβσ
sin1
sin1ln
0
0 . (2.83)
Substitusi hasil ini ke pers. (2.65) dihasilkan jangkauan maksimum
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
45
+−−
−+
−= −−
θβθβ
θβθβ
θβθβ
sin1
sin1tan
sin1
sin1tan
sin1
cos2
0
01
0
01
220
02
max g
cx (2.84)
Kembali di sini maxx adalah fungsi 0β dan θ . Untuk nilai 0β tertentu, nilai
maxx dapat diperoleh sehingga untuk kondisi tersebut nilai sudut proyeksi maxθ
adalah solusi persamaan berikut :
max22
0max22
00
0
01
0
01max
sin1cos
sin1
sin1tan
sin1
sin1tansin
θβθγβ
θβθβ
θβθβθ
−=
+−−
−+ −−
(2.85)
Adapun limit non−relativistik untuk maxy dan maxx adalah
g
vy
2
sin220
maxθ= (2.86)
dan
g
vx
θ2sin20
max = . (2.87)
Selanjutnya ditinjau gerak sebuah partikel pada dua dimensi (x, y) yang
memiliki momentum awal 0p dalam arah sumbu x yang dikenai gaya konstan f
sepanjang sumbu y. Akan dicari bagaimanakah trayektori partikel tersebut secara
relativistik. Dimulai dari persamaan gerak zarah
Fp
=dt
d (2.88)
untuk mana komponen-komponen gaya F
adalah
0=xF = dt
dpx (2.89)
dan
dt
dpfF y
y == . (2.90)
Penyelesaian dua persamaan terakhir di atas memberikan
0ppx = (2.91)
dan
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
46
yptf = (2.92)
Kuadrat momentum dan energinya masing-masing diberikan oleh
2220
222 tfpppp yx +=+= (2.93)
dan
42220
22242222 cmcptcfcmcpE ++=+= . (2.94)
Untuk mengolah kedua hasil di atas lebih lanjut, hubungan antara momentum,
energi dan kecepatan relativistik dapat dituliskan sebagai
222 /)/( cEcmcm vvvp === γγ (2.95)
atau
pv
E
c2
= (2.96)
sehingga jika diambil komponen-komponennya adalah
4222
0222
02
cmcptcf
pc
dt
dxvx
++== (2.97)
dan
4222
0222
2
cmcptcF
tFc
dt
dyvy
++== . (2.98)
Pada pers. (2.97) dilakukan substitusi
ucmcpfct sinh42220 += (2.99)
sehingga
ucmcpucmcpcmcptcf 242220
242220
42220
222 cosh)()sinh1)(( +=++=++ (2.100)
dan
duucf
cmcpdt cosh
42220 +
= . (2.101)
Jadi
duucf
cmcp
cmcpu
pcdx cosh
cosh
42220
42220
02 +
+= = du
f
cp0 (2.102)
yang dengan mengintegralkan persamaan terakhir di atas diperoleh
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
47
Cuf
cpx += 0 . (2.103)
Untuk syarat batas,
0)0( ==tx (2.104)
serta mengingat bahwa untuk t = 0 maka u = 0 sehingga diperoleh C = 0 :
xcp
fu
0
= (2.105)
yang memberikan hubungan antara t dan x secara
+=
0
42220 sinh
cp
xf
cf
cmcpt . (2.106)
Selanjutnya dengan mengingat
+====
00
42220
0
sinh/
/
cp
xf
cp
cmcpt
p
f
v
v
dtdx
dtdy
dx
dy
x
y (2.107)
sehingga
Ccp
xf
f
cmcpxy +
+=
0
42220 cosh)( . (2.108)
Untuk syarat batas
0)0( ==xy (2.109)
maka
f
cmcpC
42220 +
−= (2.110)
sehingga
−
+= 1cosh)(
0
42220
cp
xf
f
cmcpxy (2.111)
Jadi persamaan trayektori partikel tersebut berbentuk kurva cosinus hiperbolik yang
melalui titik (0, 0).
Adapun jika ingin dicari kaitan y sebagai fungsi t, dapat digunakan identitas
dalam trigonometri hiperbolik :
uu 2sinh1cosh += (2.112)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
48
sehingga dengan menggunakan pers. (2.112), bentuk pers. (2.111) dapat ditulis
menjadi
−
++
+= 11)(
2
42220
42220
cmcp
tcf
f
cmcpty
=
−
++++
14222
0
22242220
42220
cmcp
tfccmcp
f
cmcp
= ( )42220
22242220
1cmcptfccmcp
f+−++ . (2.113)
Sedangkan inversi pers. (2.106) adalah
+= −
42220
10 sinhcmcp
tcf
f
cpx (2.114)
Untuk kondisi tak relativistik, pada hubungan t sebagai fungsi x, nilai
10
<<cp
xf (2.115)
sehingga dengan menggunakan deret Maclaurin untuk u << 1 :
( ) uuu
uu
uee
uuu
=≈
−+−−
+++=−=
−2
2
1...
21...
21
2
1
2
)(sinh
22
(2.116)
serta mengingat
2220
22 mccpcm ≈+ (2.117)
maka
00
2
p
xm
cp
xf
cf
mct =≈ (2.118)
atau
tvtm
ptx 0
0)( == (2.119)
dengan 0v adalah kecepatan awal partikel pada arah sumbu x. Gerak yang diberikan
oleh persamaan di atas melukiskan gerak lurus beraturan (GLB) yang tak memiliki
percepatan.
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
49
Sementara itu hubungan tak relativistik antara y dan t diperoleh dengan
menuliskan pers. (2.113) untuk
42220 cmcp << dan 42222 cmtfc << (2.120)
dalam bentuk
=)(ty [ ] [ ]
+−++
2/142220
22/142222220
2 /1/)(11
cmcpmccmtfccpmcf
[ ] [ ]( )42220
242222220
2 2/12/)(11
cmcpmccmtfccpmcf
+−++≈
= 2
2t
m
f = 2
21 at (2.121)
dengan a adalah percepatan ke arah sumbu y yang besarnya sama dengan gaya ke
arah sumbu y dibagi massa partikel. Gerak yang diberikan oleh persamaan di atas
melukiskan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) dengan percepatan a searah
sumbu y.
Dari dua persamaan di atas, hubungan non-relativistik antara y dan x dapat
dituliskan sebagai
220
220 22
xv
ax
p
fmy == . (2.122)
Hubungan di atas dapat pula dicari dari rumus (2.111) yang untuk gerak non-
relativistik berlaku
10
<<cp
xf (2.123)
sehingga dengan mengingat untuk u << 1 :
++−+
+++=+=−
...2
1...2
12
1
2cosh
22 uu
uu
eeu
uu
2211 u+≈ (2.124)
sehingga pers. (2.111) menjadi
220
2
0
2
12
11)( x
p
fm
cp
xf
f
mcxy =
−
+≈ (2.125)
Gerak yang diberikan pada persamaan di atas melukiskan gerak parabola.
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
50
Berikutnya ditinjau sebuah partikel yang bergerak dipercepat dari keadaan
rehat dengan percepatan tetap 0a dalam kerangka rehatnya ke kecepatan mv di K.
Untuk lintasan partikel yang lurus, akan dicari waktu yang diperlukan oleh partikel
tersebut untuk mencapai kecepatan mv , baik yang diukur di kerangka K, maupun di
kerangka rehat partikel tersebut 0K .
Kaedah transformasi percepatan 'a
di kerangka K’ dengan percepatan a
di
kerangka K dirumuskan sebagai (Muslim, 1985)
( )( )
322
21
)/1(
/)(1'
c
c
vV
vaVnanaa
⋅−Γ××−⋅−Γ+=
− (2.126)
dengan V
= n
V = kecepatan kerangka K’ terhadap K, v
= kecepatan partikel di
kerangka K dan 2/122 )/1( −−=Γ cV
Jika dipilih K’ = 0K = kerangka rehat partikel maka
vV
= (2.127)
dan
2/122 )/1( −−==Γ cvγ (2.128)
dan untuk gerakan zarah yang lurus maka anv
//// , sehingga
( )
2/322322
1
0)/1()/1(
1'
cvc −=
⋅−−+==
− a
vv
aaaa
γγ
(2.129)
Selain itu mengingat
2/12222
0 )/1(
1
)/1(
1
' cvcvdt
dt
dt
dt
−=
−==
γ. (2.130)
Jadi :
∫∫∫===
===)(
0
)(
00
1tv
v
tv
v
t
t
dva
dvdv
dtdtt
= 22
0
)(
02/322
0 /1)/1(
1
cva
v
cv
dv
a
tv
v −=
−∫=
(2.131)
sehingga waktu yang diperlukan partikel untuk mencapai kecepatan mv di kerangka
K adalah
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
51
22
0 /1 cva
vt
m
mm
−= . (2.132)
Sementara itu
∫∫∫=== −
=−==)(
022
00
22
000
/1
1/1
0
0
tv
v
t
t
t
t cv
dv
adtcvtt
= vc
vc
a
cdv
cvcva
ctv
v−+=
++
−∫=
ln2/1
1
/1
1
2 0
)(
00
. (2.133)
Jadi waktu yang diperlukan untuk mencapai kecepatan partikel mv menurut
kerangka 0K adalah
m
mm vc
vc
a
ct
−+= ln
2 00 . (2.134)
2.3 Efek Compton
Dalam percobaannya pada tahun 1927, Compton telah menemukan bahwa
sinar X (sebagai salah satu bentuk gelombang elektromagnetik) yang dihamburkan
oleh suatu bahan akan menyebabkan frekuensinya, sekaligus juga panjang
gelombangnya berubah. Jika mula-mula sebuah foton awal dengan panjang
gelombang λ maka foton tersebut akan dihamburkan oleh bahan yang dikenai foton
tersebut dengan panjang gelombang λ’ dan membentuk sudut θ terhadap arah
datang foton. Bagaimanakah hubungan antara tiga besaran tersebut dan juga massa
elektron sebagai partikel yang menghamburkan foton tersebut ? Berikut akan
diturunkan perumusan efek Compton. Lihat gambar 2.2 di bawah ini.
λ 'λ θ e φ
e
Gambar. 2.2 Hamburan Compton
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
52
Mula-mula foton awal dengan frekuensi ν atau panjang gelombang λ. Energi
dan momentum awal foton berturut-turut sama dengan hν dan hν/c. Setelah
dihamburkan, frekuensinya menjadi ν’ atau panjang gelombangnya λ’ . Energi dan
momentum akhir foton tersebut berturut-turut adalah hν’ dan hν’/c. Adapun untuk
elektron bermassa m, mula-mula dalam keadaan rehat sehingga energi dan
momentum awalnya berturut-turut adalah mc2 dan 0. Setelah ditumbuk foton,
elektron tersebut memiliki momentum akhir p dan energi 422 cmp + .
Pada peristiwa ini digunakan hukum kekekalan momentum yang menyatakan
bahwa momentum awal sama dengan momentum akhir, jika dituliskan dalam
komponen-komponennya menjadi :
Komponen x : φθννcoscos
'p
c
h
c
h += (2.135)
Komponen y : φθνsinsin
'0 p
c
h −= (2.136)
Sedangkan hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi awal sama dengan
energi akhir, maka
Khh += 'νν (2.137)
dengan K adalah tenaga kinetik elektron setelah ditumbuk foton.
Pers. (2.135) dan (2.136) dapat dituliskan menjadi
θννφ cos'cos hhpc −= (2.138)
dan
θνφ sin'sin hpc = (2.139)
Dengan menguadratkan dua persamaan di atas, kemudian menjumlahkannya,
diperoleh
θνννν cos'2)'()()( 2222 hhhpc −+= (2.140)
Adapun elektron yang terpental berlaku
KmcE += 2 (2.141)
dan
2222 )()( mcpcE += (2.142)
sehingga
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
53
222 2)( KmcKpc += . (2.143)
Dari pers. (2.137) :
'νν hhK −= (2.144)
sehingga dengan mengisikan (2.144) ke (2.143) diperoleh
22222 )'(2'2)'()()( mchhhhhpc νννννν −+−+= (2.145)
Dengan membandingkan (2.140) dan (2.145) dihasilkan bentuk
222 )'(2'2cos'2 mchhhh ννννθνν −+−=− (2.146)
yang jika masing-masing ruas dibagi dengan mch '2 νν yang kemudian dilakukan
pengaturan ruas, akhirnya diperoleh
)cos1(' θλλ −+=mc
h. (2.147)
Rumus di atas diturunkan dengan menggunakan dua asas yaitu asas kekekalan
momentum dan kekekalan energi. Padahal keduanya dapat disatukan dalam vektor
momentum−4. Karena itu perumusan efek Compton dapat pula diturunkan dengan
menggunakan notasi kovarian vektor momentum−4.
Ditinjau sebuah foton γ dengan frekuensi awal ν atau frekeuensi sudut ω.
Energi foton γ tersebut adalah E = νh sedang vektor momentum−3 foton adalah
kpℏ
= dengan c/ωk
= adalah vektor bilangan gelombang dan ω
adalah vektor
frekuensi sudut. Momentum−4 kovarian foton awal tersebut adalah
),/(),/( kpℏ
chcEP νγγ
γµ == . (2.148)
Dengan menggunakan komponen tensor metrik (+1, −1, −1, −1) maka bentuk
momentum−4 kontravarian foton awal tersebut adalah
),/( kℏ−= chP νγµ . (2.149)
Sedangkan momentum−4 kovarian dan kontravarian foton akhir γ’ tersebut
berturut-turut adalah
)',/'(),/( ''' kp
ℏ
chcEP νγγ
γµ == . (2.150)
dan
)',/'(' kℏ−= chP νγµ . (2.151)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
54
Untuk elektron awal e yang berada dalam keadaan rehat, momentum−4 awal
kovarian dan kontravarian berturut-turut adalah
ePµ = ),(),/( 0p
mccE ee = (2.152)
dan
),( 0
mcP e =µ . (2.153)
Sedangkan momentum−4 elektron akhir 'e kovarian dan kontravarian berturut-turut
adalah
'ePµ = ),(),/( 222'' ppp
cmcE ee += (2.154)
dan
),( 222' pp −+= cmP eµ . (2.155)
Hukum kekekalan momentum−4 kovarian dan kontravarian untuk peristiwa
hamburan ini dapat dituliskan sebagai
'' ee PPPP µγµµ
γµ +=+ (2.156)
dan
'' ee PPPP µγµµγµ +=+ (2.157)
Dua persamaan di atas dapat ditulis menjadi
'' ee PPPP µγµµ
γµ =−+ (2.158)
dan
'' ee PPPP µγµµγµ =−+ (2.159)
Dengan mengalikan masing-masing ruas persamaan di atas dengan diperoleh
'''''''
'
eeee
eeee
PPPPPPPPPP
PPPPPPPPPP
µµ
γµγµ
µγµ
γµγµ
γµµ
µµ
γµµ
γµγµ
µγµ
γµγµ
=+−−−
++−+ (2.160)
Mengingat
0)2(
)()/(2
22
2
222 =−=−=
λπ
λνγµγ
µℏ
ℏh
chPP k , (2.161)
ePP µγµ =
λν hmc
mcc
h =+ 0 (2.162)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
55
( )θλλπ
θννννγµγµ cos1
')2(
cos'''
' 2
2222' −=
−=⋅−= hkk
ch
c
h
c
hPP kk
ℏ (2.163)
λ
νγµµ
hmc
c
hmcPP e =+= 0 (2.164)
220))(( cmmcmcPP ee =+=µµ , (2.165)
'
0''
λνγµ
µhmc
c
hmcPP e =+= (2.166)
( )θλλπ
θννννγµγµ cos1
')2(
cos'''
' 2
2222' −=
−=⋅−= hkk
ch
c
h
c
hPP kk
ℏ (2.167)
ePP µγµ
' = '
0'
λν hmc
mcc
h =+ (2.168)
0'
)2(
')'()/'(
2
22
2
222'' =−=−=
λπ
λνγµγ
µℏ
ℏh
chPP k , (2.169)
222222'' )( cmcmPP ee =−+= ppµ
µ , (2.170)
maka
0 + λ
hmc− ( )θλλ
cos1'
2
−h +
λhmc
+ 22cm − 'λ
hmc− ( )θλλ
cos1'
2
−h −
'λhmc
+ 0 =
22cm
atau
)cos1('
2
'
112
2
θλλλλ
−=
− hhmc . (2.171)
Dengan mengalikan masing-masing ruas di atas dengan hmc2
'λλ, diperoleh
perumusan efek Compton
)cos1(' θλλ −=−mc
h. (2.172)
Selanjutnya akan dihitung berapakah tenaga kinetik elektron yang terpental
oleh tumbukan foton tersebut. Sebelum tumbukan energi foton dan elektron
berturut-turut adalah
λγhc
E = (2.173)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
56
dan
2mcEe = . (2.174)
Setelah terjadi tumbukan, energi foton adalah
'γE = )cos1)(/(' θλλ −+
=mch
hchc (2.175)
Menggunakan asas kekekalan energi, energi elektron setelah tumbukan adalah
'' γγ EEEE ee −+= = )cos1(0
2
θλλλ −+−+ hc
mchc
. (2.176)
Dari nilai energi tersebut, tenaga kinetik elektron yang terpental tersebut adalah
energi elektron dikurangi energi rehatnya yang bernilai
−+−=
)cos1)(/(1
11
0' θλλλ
hcTe
)cos1(
)cos1(
0
0
θλλθλ
λ −+−= hc
. (2.177)
Hubungan antara sudut pentalan foton )(θ dengan sudut pentalan elektron
)(φ dan panjang gelombang foton datang (λ) dapat ditelusuri dengan dengan
menggunakan hukum kekekalan momentum. Untuk komponen ke arah y,
φθλ
sinsin' 'ep
h = . (2.178)
Momentum elektron setelah tumbukan dirumuskan sebagai
422
0
2422'' )cos1(
11cm
hchcmc
ccmE
cp ee −
−+−+=−=
θλλλ
= 42
2
0
02
)cos1(
)cos1(1cm
hcmc
c−
−+−+
θλλθλ
λ
= [ ]20
00222
20
)cos1(
)cos1()cos1(22)cos1(1
θλλθλθλλλ
λθλ
−+−+−+− hcmcmchc
c (2.179)
sehingga dengan mengisikan hasil di atas ke pers. (2.178) diperoleh
( )( ))cos1)(2(2)cos1(
sinsin
20
220 θλλλθλ
θφ−++−
=hcmcmchc
hc (2.180)
Mengingat identitas trigonometri berikut :
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
57
2
cos2
sin2sinθθθ = dan
2sin2cos1 2 θθ =− (2.181)
maka akhirnya diperoleh
( )( ))2/(sin)(/
)2/cos(sin
20
20 θλλλλ
θφmchmch ++
= . (2.182)
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
58
Soal-Soal Latihan BAB II
1. Pada kasus paradoks kembar, John tinggal di bumi selama 30 tahun
sedangkan Mary menempuh perjalanan menuju sebuah bintang yang berjarak
20 tahun cahaya dengan kecepatan 0,75 c pulang pergi.
(a) Berapakah selisih umur keduanya ketika Mary pulang ke bumi?
(b) Berapakah jarak yang ditempuh menurut Mary?
2. Sebuah partike yang memiliki momentum awal 0p dalam arah sumbu Y
dikenai gaya konstan F sepanjang arah sumbu X. Tentukan trayektori partikel
secara relativistik. Bandingkan hasilnya dengan yang diperoleh secara klasik
(mekanika Newton).
3. Sebuah partikel bermassa m bergerak sepanjang sumbu X di bawah pengaruh
gaya 22 )/(2 xaamcF −= . Pada saat t = 0, partikel tersebut rehat di titik O.
Tunjukkan bahwa waktu yang diperlukan partikel ini untuk bergerak dari O
ke titik x (< a) diberikan oleh
c
ax
a
xt
3
3+= .
4. Sebuah partikel bermassa m bergerak dengan kecepatan v sepanjang suatu
garis lurus di bawah pengaruh gaya gesekan sebesar −mv/k yang menentang
gerakannya. K adalah tetapan gaya yang dimensi waktu. Tunjukkan bahwa
selang waktu yang diperlukan gaya untuk mengubah kelajuan zarah dari 4c/5
menjadi 3c/5 adalah ]12/5)2/3[ln( +k .
5. Sebuah partikel dengan massa m bergerak sepanjang sumbu X di bawah
pengaruh gaya tarikan ke titik asal O sebesar 20
2 / xxmcF = . Mula-mula
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
59
partikel tersebut rehat di 0xx = . Tunjukkan bahwa gerakan partikel berupa
getaran selaras sederhana dengan periode cxT /2 0π= .
6. Tunjukkan bahwa kelajuan relatif v dua benda yang masing-masing memiliki
vektor kecepatan 1v
dan 2v
terhadap kerangka K, bernilai
2221
2221
2212
)/1(
/)()(
cvv
cvvvvv
.−×−−= .
Tunjukkan bahwa jika cv =2 maka v juga sama dengan c.
7. Tunjukkan bahwa sebuah benda yang bergerak lurus di bawah pengaruh gaya
konstan dan gaya gesekan 2kvFg −= yang sebanding dengan pangkat dua
kecepatan, mempunyai kecepatan pada saat t sebesar
)/exp()()/exp()(
)/exp()()/exp()()(
00
00mtkvvvmtkvvv
mtkvvvmtkvvvvtv
LLLL
LLLLL −−−+
−−++= dengan 0v dan Lv
berturut-turut adalah kecepatan awal dan kecepatan tertinggi benda.
8. Sebuah pesawat ruang angkasa bermassa m dan motor roketnya dimatikan,
meluncur dengan kecepatan tinggi v melintasi daerah antar bintang dan
menyebabkan gesekan yang menurut pengukuran awak pesawat dengan gaya
gesekan sebesar 2mvα− . Gunakan kaitan dpvdxF = serta mvp γ= untuk
menunjukkan bahwa jarak yang ditempuh pesawat sewaktu kecepatannya
berubah dari 1v ke 2v adalah
−+
−−
−+
−=2
2
21
1
1 1
1ln
2
11
1
1ln
2
111
γγ
γγγ
γαx
dengan
2/12211 )/1( −−= cvγ
dan
2/12222 )/1( −−= cvγ .
Tentukan pula nilai x jika 02 =v .
Penerapan Teori Relativitas Khusus ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
60
9. Pada hamburan Compton, tentukan hubungan antara sudut hamburan dengan
panjang gelombang foton sebelum tumbukan, dimana energi foton setelah
hamburan menjadi berkurang setengahnya.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
61
BAB III
ANALISIS TENSOR DAN
TEORI RELATIVITAS UMUM
Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis
tidak akan bergantung kepada pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti,
persamaan gerak sistem (baik zarah maupun medan) akan memiliki bentuk yang
tetap (tidak berubah) di dalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak
berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat
kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor
banyak digunakan untuk menelaah suatu sistem fisis.
Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan dari vektor, seperti halnya
vektor merupakan perluasan dari besaran skalar. Tensor memiliki komponen-
komponen seperti halnya vektor. Besaran vektor sangat penting di dalam fisikan
karena ia menyatakan objek dengan kaedah-kaedah yang tetap sama meskipun
kerangka acuan yang dipilih berubah-ubah. Perubahan kerangka acuan memang
menyebabkan nilai komponen tensor berubah pula, namun kaedah-kaedah yang
berlaku bagi komponen tensor tetap tidak berubah.
Teori Relativitas Umum adalah salah satu teori fisika modern yang cukup
besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang-waktu dan jagad raya. Teori
ini adalah teori yang indah, memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam
yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematik berupa analisis
tensor. Karena itulah dalam hand out ini akan disajikan analisis tensor sebagai
jembatan untuk memahami teori relativitas umum.
3.1 Analisis Ruang Riemann
Pada pasal ini akan diuraikan landasan formalisme matematik hukum
gravitasi Einstein. Dimulai dari penjelasan tentang skalar, vektor, dan tensor,
dilanjutkan dengan analisis ruang Riemann, hingga pada penurunan rumus-rumus
tensor.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
62
3.1.1 Skalar, Vektor dan Tensor
Ditinjau sebuah ruang berdimensi N dengan sistem koordinat
),...,,( 21 NxxxK = (3.1)
Sistem koordinat dalam ruang tersebut dapat ditransformasi menjadi
),...,,( 21 NxxxK = (3.2)
Akan ditinjau tiga perangkat besaran yang memiliki sifat tertentu pada perubahan
sistem koordinat tersebut, yaitu skalar, vektor dan tensor.
Misalkan ada sebuah perangkat besaran fisis yang memiliki nilai V di K dan
nilai V di K . Jika
VV = (3.3)
yaitu V bersifat invarian, maka besaran tersebut dinamakan skalar. Contoh besaran
skalar adalah laju cahaya di ruang-waktu datar vakum dan muatan listrik.
Misalkan terdapat seperangkat N besaran µA ( µ = 1, 2, …, N ) yang
nilainya ditentukan oleh N bilangan. Di K, besaran tersebut memiliki komponen
),...,,( 21 NAAA (3.4)
sedangkan di K dinyatakan sebagai
),...,,( 21 NAAA . (3.5)
Jika terdapat hubungan
∑∑==
∂=∂∂=
NN
AxAx
xA
11 µ
µνµ
µ
µµ
νν (3.6)
maka perangkat ),...,,( 21 NAAAA =µ adalah vektor kontravarian di K. Lambang
µ∂ menyatakan µx∂∂ / .
Analog dengan di atas, jika di K perangkat µA memiliki komponen
),...,,( 21 NAAA , (3.7)
sedangkan di K komponennya berbentuk
),...,,( 21 NAAA (3.8)
serta berlaku hubungan
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
63
∑∑==
∂=∂∂=
NN
AxAx
xA
11 µµ
µν
µµν
µ
ν (3.9)
maka µA disebut komponen kovarian di K. Lambang µ∂ menyatakan µx∂∂ / .
Dari pengertian di atas, vektor adalah besaran yang lambang komponennya
memiliki satu indeks. Jika indeksnya terletak di atas (bawah) dinamakan vektor
kontravarian (kovarian).
Tensor merupakan perluasan vektor. Indeks tensor lebih besar dari satu.
Banyaknya indeks disebut rank r dengan jumlah komponen rN . Tensor µνB ,
αβγC berturut-turut dinamkana tensor rank−2 kontravarian dan tensor rank−3
kovarian. Karena jumlah rank tensor lebih dari satu maka dimungkinkan terdapat
indeks yang terletak di atas dan di bawah. Tensor seperti ini dinamakan tensor
campuran (mixed tensor) Sebagai contoh µαβD dinamakan tensor rank−3
campuran. Selain itu dapat pula dikatakan bahwa vektor dan skalar tak lain
merupakan tensor rank−1 dan rank−0.
Persamaan transformasi untuk tensor kontravarian serupa dengan bentuk
produk (3.2) yaitu
αβ
βαβ
ν
α
µµν B
x
x
x
xB
N
∑= ∂
∂∂∂=
1,
. (3.10)
Demikian pula kaedah transformasi persamaan tensor kontravarian mengikuti
produk pers. (3.10) yaitu
αββα
ν
β
µ
α
µν Bx
x
x
xB
N
∑= ∂
∂∂∂=
1,
. (3.11)
Sedangkan untuk tensor campuran berlaku kaedah
αβ
βαν
β
α
µµ
ν Bx
x
x
xB
N
∑= ∂
∂∂∂=
1,
. (3.12)
Pers. (3.10), (3.11) dan (3.12) dapat dikembangkan untuk tensor dengan peringkat
yang lebih tinggi.
Selanjutnya untuk mempersingkat penulisan akan digunakan kesepakatan
penjumlahan Einstein meliputi indeks berulang yang menyatakan bahwa jika di
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
64
dalam sebuah bentuk terdapat sepasang indeks yang sama dengan salah satu
terletak di atas dan yang lainnya di bawah, maka penjumlahan harus dilakukan
terhadap bentuk tersebut meliputi jangkauan indeks berulang tersebut. Jadi dari
pers. (3.1) sampai dengan (3.12), tanda Σ tidak perlu dituliskan. Namun jika
bentuk yang memuat indeks berulang tersebut tidak ingin dijumlahkan, hal
tersebut harus ditegaskan secara eksplisit.
3.2 Operasi pada Tensor
Operasi yang berlaku pada tensor adalah :
1. Kombinasi linear
Berlaku jika tensor-tensor tersebut memiliki jenis yang sama seperti
µαβ
µαβ
µαβ cCbBaA =+ . (3.13)
Adapun bentuk µνα
µαβ bBaA + tidak didefinisikan.
2. Perkalian luar
Terhadap dua tensor atau lebih yang memiliki indeks yang berbeda, dapat
dilakukan perkalian luar seperti
βαµνµν
βα CBA = . (3.14)
3. Kontraksi
Proses menyamakan sepasang atau lebih pasangan indeks kovarian dan
kontravarian, seperti
µνββµν
βαβαµν CCC = → ),(kontraksi (3.15)
disebut kontraksi meliputi indeks ),( βα . Proses kontraksi menurunkan rank
tensor sebanyak 2.
4. Perkalian dalam
Proses ini dilakukan terhadap tensor sehingga faktor-faktornya memiliki
sepasang indeks sekutu atau lebih seperti
βµγ
αγ
βµα CBA = . (3.16)
5. Hukum pembagian
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
65
Ditinjau kasus berikut. Misalkan µµ BAC = merupakan suatu skalar untuk
sembarang vektor kontravarian µA , maka µB pasti merupakan suatu vektor
kovarian. Sebaliknya jika C merupakan suatu skalar untuk sembarang vektor
kovarian µB maka µA pasti merupakan suatu vektor kontravarian. Hal ini
dapat diperluas untuk tensor.
3.3 Ruang Datar dan Lengkung
Ditinjau dua buah titik yang berdekatan dalam ruang tiga dimensi yang
dinyatakan dengan koordinat Cartesan. Kedua titik itu masing-masing A (x, y, z)
dan B (x + dx, y + dy, z + dz). Kuadrat jarak antara keduanya adalah
2222 dzdydxds ++= . (3.17)
Jika dilakukan perpindahan ke koordinat silinder melalui transformasi
zzyx === ,sin,cos φρφρ (3.18)
maka jaraknya menjadi
22222 dzddds ++= φρρ . (3.19)
Melalui transformasi inversi
zzx
yyx ==+= ,arctan,22 φρ (3.20)
pers. (3.19) dapat diubah kembali menjadi pers. (3.17).
Ruang tiga dimensi dimana bentuk 2ds dapat dikembalikan ke bentuk
222 dzdydx ++ dinamakan ruang datar atau ruang Euclid. Jika tidak dapat dicari
suatu sistem koordinat ),,( zyx yang memenuhi pers. (3.17) maka ruang tersebut
dinamakan ruang lengkung atau ruang Riemann.
Bentuk 2ds untuk ruang datar satu dan dua dimensi berturut-turut adalah
2dx dan 22 dydx + . Contoh ruang datar untuk dimensi tersebut masing-masing
adalah garis lurus dan bidang datar. Sedangkan contoh ruang lengkung dua
dimensi adalah permukaan bola, ellipsoida, paraboloida, permukaan sadel kuda
dan lain-lain.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
66
Contoh ruang datar empat dimensi (3 dimensi ruang berkoordinat x, y, z dan
satu dimensi waktu berkoordinat t) dengan invarian kuadrat elemen garis adalah
ruang-waktu Minkowski yang memiliki bentuk 2ds adalah
22222 dzdydxdtds +++−= . (3.21)
Adapun contoh ruang−waktu lengkung empat dimensi adalah apa yang dinamakan
dengan ruang bermetrik Schwarzschild untuk mana kuadrat elemen garisnya
berbentuk
)sin(11 222221
22 φθθ ddrdrr
rdt
r
rds SS ++
−+
−−=−
. (3.22)
Beberapa konsekuensi kelengkungan ruang yang membedakan antara ruang
Riemann (ruang lengkung) dengan ruang Euclid (ruang datar) adalah
1. Jumlah sudut dalam segitiga dengan sisi-sisi segitiga merupakan
penghubung terpendek antara titik sudutnya tidak sama dengan 1800.
2. Perbandingan antara keliling dengan diameter lingkaran ≠ π.
3. Garis penghubung terpendek antara dua titik tidak berbentuk garis lurus
melainkan garis lengkung.
4. Dua garis yang sejajar lokal dapat berpotongan.
5. Penggambaran ruang lengkung di dalam ruang datar memerlukan satu
dimensi tambahan. Karena itu jika ingin digambar, misalnya permukaan bola
(3.2 dimensi), diperlukan ruang datar 3 dimensi.
Ilustrasi antara ruang datar dan ruang lengkung dua dimensi terdapat pada
Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Ruang datar (kiri) dan ruang lengkung dua dimensi (kanan)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
67
3.4 Tensor Metrik
Ditinjau dua buah titik µx dan µµ dxx + di dalam ruang sembarang
berdimensi N. Kuadrat jarak antara kedua titik tersebut dinyatakan oleh
νµµν dxdxgds =2 (3.23)
dengan νµ, = 1, 2, …, N dan
g = det µνg =
NNN
N
gg
gg
⋯
⋮⋮
⋯
1
111
(3.24)
2ds disebut kuadrat elemen jarak dan µνg adalah tensor metrik kovarian.
Hubungan antara tensor metrik αβg dalam kerangka K dan µνg dalam
kerangka K adalah
µνβ
ν
α
µ
αβ gx
x
x
xg
∂∂
∂∂= (3.25)
Pers. (3.23) dapat diubah bentuknya menjadi
( ) νµνµµννµµν dxdxggggds )()(
212 −++= (3.26)
Dengan mengambil
νµνµµν dxdxgg )( − = 0 (3.27)
maka
νµµν gg = (3.28)
sehingga µνg efektif merupakan suatu tensor simetri.
Jika )(txx µµ = dengan t adalah suatu parameter maka
22 dtdt
dx
dt
dxgds
νµ
µν= (3.29)
sehingga jarak antara kedua titik adalah
∫
=
2
1
2/1t
t
dtdt
dx
dt
dxgs
νµ
µν . (3.30)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
68
Perkalian dalam antara tensor metrik kontravarian µνg dan tensor metrik
kovarian µνg menghasilkan
≠=
==νανα
δνµναµ
,0
,1agg (3.31)
dengan ανδ adalah delta Kronecker. Jadi untuk mendapatkan tensor metrik metrik
kontravarian µνg dapat digunakan rumus
g
gg µνµν kofaktor
= (3.32)
dengan
kofaktor µννµ
µν gg minor)1( +−= . (3.33)
Kaitan antara µA dengan νA di suatu kerangka K tertentu dihubungkan
melalui persamaan
νµνµ AgA = (3.34)
dan
µνµν AgA = . (3.35)
Perumusan di atas dapat diperluas untuk tensor, seperti jika akan ditentukan suatu
besaran skalar B dari tensor kontravarian rank−2 µνB maka berlaku persamaan
µνµν BgB = (3.36)
3.5 Turunan Kovarian
Ditinjau persamaan transformasi untuk vektor berikut
νν
µµ A
x
xA
∂∂= . (3.37)
Dengan menurunkan µA terhadap αx , diperoleh
))(()( να
µν
νµαν
µα AxAxA ∂∂+∂∂=∂ (3.38)
yang bukan merupakan tensor. Karena itu perlu dicari cara untuk membentuk
tensor dengan menggunakan turunan parsial tersebut. Untuk itu didefinisikan
lambang Christoffel sebagai berikut :
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
69
1. Lambang Christoffel jenis pertama yang dinyatakan sebagai
( )µνββµννβµβµν ggg ∂+∂+∂=21],[ . (3.39)
2. Lambang Christoffel jenis kedua yang dinyatakan oleh persamaan
].,[ βµνµνα αβα
µν g=
=Γ (3.40)
Kedua lambang Christoffel tersebut bukan merupakan tensor.
Kedua lambang Christoffel tersebut digunakan untuk mendefinisikan
turunan kovarian. Turunan kovarian suatu vektor kontravarian µA didefinisikan
sebagai
αµαν
µν
µν AAA Γ+∂=; (3.41)
Sedangkan turunan kovarian vektor kovarian µA adalah
ααµνµννµ AAA Γ−∂=; (3.42)
Dapat ditunjukkan bahwa µν;A dan νµ ;A merupakan tensor. Generalisasi proses
penurunan kovarian pers. (3.41) dan (3.42) untuk tensor dengan rank yang lebih
tinggi adalah sebagai berikut.
1. Tensor kontravarian rank n
αµµµµνα
µαµµνα
µµµν
µµµν
121212121 ............; ... −Γ++Γ+∂= nnnnn AAAA (3.43)
2. Tensor kovarian rank n
αµµµα
νµµαµα
νµµµµννµµµ 121212121 .........;... ...−
Γ++Γ+∂=nnnnn
AAAA . (3.44)
3. Tensor campuran rank m kontravarian dan rank n kovarian
βµµµννν
µβα
µβµννν
µβα
µµµνννν
µµµνννν
121
21
2
21
121
21
21
21
......
...
......
......
;... ... −Γ++Γ+∂= m
n
mm
n
m
n
m
nAAAA
m
nn
m
nAA µµµ
βνννβ
ανµµµ
νβνβ
αν...
......
...21
121
21
21...
−Γ−−Γ− (3.45)
3.6 Tensor Riemann-Christoffel, Ricci dan Einstein
Dari pers. (3.44)
ηηµνµννµ AAA Γ−∂=; (3.46)
dan dengan menurunkan kovarian sekali lagi diperoleh
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
70
( ) βµβ
αννββµανµαναµ ;;;; AAAA Γ−Γ−∂= (3.47)
Jika pers. (3.46) disubstitusikan ke (3.47) dihasilkan
( ) ( ) ( )ηηµβµβ
βανη
ηβνβν
βµαη
ηµνµναναµ AAAAAAA Γ−∂Γ−Γ−∂Γ−Γ−∂∂=; (3.48)
Dengan menukar indeks µ dan α diperoleh
( ) ( ) ( )ηηµβµβ
βναη
ηβαβα
βµνη
ηµνµανανµ AAAAAAA Γ−∂Γ−Γ−∂Γ−Γ−∂∂=; (3.49)
Jika pers. (3.49) dikurangi pers. (3.48) akan dihasilkan
( ) ηβµα
ηβν
βµν
ηβα
ηµαν
ηµναναµανµ AAA ΓΓ−ΓΓ+Γ∂−Γ∂=− ;; (3.50)
Karena ναµανµ ;; AA − adalah tensor kovarian rank−3 dan ηA adalah tensor rank−1
sembarang kovarian maka ungkapan yang terdapat dalam kurung pada persamaan
di atas haruslah merupakan suatu tensor campuran rank−1 kontravarian dan rank−3
kovarian. Hal ini dapat dibuktikan melalui hukum pembagian. Dengan demikian
pers. (3.50) dapat dituliskan menjadi
ναµανµ ;; AA − = ηηµαν AR (3.51)
dengan ηµανR adala tensor Riemann-Christoffel yang dirumuskan sebagai
ηµανR = β
µαηβν
βµν
ηβα
ηµαν
ηµνα ΓΓ−ΓΓ+Γ∂−Γ∂ (3.52)
Pada ruang Euclid selalu dapat dipilih suatu sistem koordinat dengan
µνµν η= sehingga semua nilai lambang Christoffel lenyap. Nilai ηµανR juga
lenyap. Jadi nilai tensor Riemann-Christoffel lenyap di ruang datar.
Tensor kelengkungan βµανR dapat ditentukan dengan perkalian dalam antara
tensor metrik βηg dengan tensor Riemann-Cristoffel ηµανR menurut persamaan
βµανR = βηg ηµανR . (3.53)
Kontraksi ηµανR teradap indeks ),( νη menghasilkan tensor Ricci µαR
µανµαν
ηµαν RRR =→ = β
µανβν
βµν
νβα
νµαν
νµνα ΓΓ−ΓΓ+Γ∂−Γ∂ (3.54)
Skalar kelengkungan R diperoleh melalui perkalian dalam antara µαg
dengan µαR yang dituliskan sebagai
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
71
µαµα RgR = (3.55)
Tensor Einstein yang digunakan dalam teori relativitas umum didefinisikan
sebagai
RgRG µνµνµν 21−= (3.56)
Jika tetapan kosmologi Λ diikutsertakan, persamaan tensor Einstein menjadi
µνµνµνµν gRgRG Λ−−=21 (3.57)
3.7 Persamaan Geodesik
Ditinjau dalam ruang dua titik µx dan µµ dxx + . Menurut pers. (3.30), jarak
antara kedua titik tersebut adalah
∫∫ =
=
2
1
2
1
2/1
12
t
t
t
t
dtFdtdt
dx
dt
dxgs
νµ
µν (3.58)
Syarat stasioner bagi jarak kedua titik itu agar 12s bernilai ekstrem akan
dipenuhi jika
02
1
12 == ∫t
t
dtFs δδ . (3.59)
dengan 12sδ adalah variasi dari 12s . Bentuk (3.59) merupakan integral aksi fungsi
Lagrange F dan persamaan lintasan t. Dengan menggunakan persamaan Euler-
Lagrange berikut
0=∂
∂−
∂∂
µµ x
F
x
F
dt
d
ɺ (3.60)
maka
µµ x
F
Fx
F
Fdt
d
∂∂−
∂∂
2
1
2
1
ɺ =
∂∂−
∂∂−
∂∂
dt
dF
x
F
Fx
F
x
F
dt
d
F µµµ ɺɺ 2
1
2
1 = 0 (3.61)
Di sini t dapat diambil sama dengan jarak 12s sepanjang kurva lintasan. Untuk
kasus ini karena s parameter sembarang maka
ds
dx
ds
dxgF
ds
dxx
ds
dF νµ
µν
µµ === ,,0 ɺ (3.62)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
72
sehingga diperoleh
νµνµ xg
x
Fɺ
ɺ2=
∂∂
(3.63)
dan
µαββα
µ x
gxx
x
F
∂∂
=∂∂
ɺɺ . (3.64)
Pers. (3.61) menjadi
0222
2
=∂∂
−∂
∂+=
∂∂−
∂∂
ds
dx
ds
dx
x
g
ds
dx
ds
dx
x
g
ds
xdg
x
F
x
F
ds
d βα
µαβ
νη
ηµν
ν
µνµµɺ (3.65)
Dengan menggunakan lambang Christoffel jenis pertama serta mengalikannya
dengan µηg , persamaan di atas pada akirnya dapat dituliskan menjadi
02
2
=Γ+ds
dx
ds
dx
ds
xd βαηαβ
η. (3.66)
Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan geodesik. Persamaan ini digunakan
untuk menelaah gerakan jatuh bebas partikel dalam ruang bermetrik tertentu.
Lintasan partikel dalam ruang lengkung dari titik A ke B diilustrasikan pada
Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Lintasan lengkung dalam ruang lengkung
3.8 Teori Relativitas Umum
Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada
tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga hukum gerak yaitu mekanika Newton,
relativitas khusus dan gravitasi newton. Mekanika Newton sangat berhasil di
dalam menerangkan sifat gerak benda berkelajuan rendah. Namun mekanikan ini
gagal untuk benda yang kelanjuannya mendekati laju cahaya. Di samping itu,
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
73
transformasi Galilei gagal apabila diterapkan pada hukum-hukum seperti
persamaan Maxwell yang sifatnya menjadi tidak kovarian di dalam kerangka
inersial.
Kekurangan ini ditutupi oleh Einstein dengan mengemukakan Teori
Relativitas Khusus (TRK). Teori ini dibangun di atas dua asas, yaitu :
1. Semua hukum fisika memiliki bentuk yang tetap (kovarian) di dalam
sebarang kerangka inersial.
2. Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa bernilai tetap (invarian) dan tidak
bergantung pada gerak sumber maupun pengamat.
Asas kedua di atas merupakan tulang punggung TRK Einstein. Tanpa adanya
pernyataan kedua tersebut, tidak ada TRK Einstein, yang ada hanyalah teori
relativitas klasik (Newton-Galilei).
Teori Relativitas Khusus Einstein berhasil menerangkan fenomena benda
saat melaju mendekati laju cahaya. Di samping itu TRK berhasil merumuskan
kekovarianan persamaan Maxwell di sebarang kerangka inersial dengan
menggunakan transformasi Lorentz sebagai pengganti transformasi Galilei. Teori
ini juga lebih lengkap daripada mekanika Newton, karena untuk gerak dengan
kelajuan rendah, mekanika relativistik tereduksi menjadi mekanika Newton. Salah
satu implikasi teori ini adalah ungkapan tidak ada benda atau sinyal yang dapat
bergerak lebih cepat daripada cahaya.
Hukum yang ketiga adalah gravitasi Newton. Hukum ini berlaku pada
medan gravitasi lemah. Besarnya gaya gravitasi antara dua benda masing-masing
bermassa 1m dan 2m yang dipisah oleh jarak sejauh r adalah
)/)(( 321 rmGm rF
−= (3.67)
dengan G adalah tetapan gravitasi universal. Tanda minus pada persamaan di atas
menunjukkan bahwa gaya gravitasi bersifat tarik-menarik.
Hukum gravitasi Newton berhasil menerangkan fenomena gerak benda-
benda langit yang dipengaruhi oleh interaksi gravitasi antar benda-benda tersebut
dengan ketelitian tinggi. Namun sayangnya, hukum ini tidak konsisten dengan
TRK. Jika sebuah benda digerakkan maka gaya gravitasi benda tersebut terhadap
benda lain akan berubah dalam sekejap, atau terjadi aksi spontan. Dengan kata
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
74
lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kelajuan takhingga, sesuatu yang
bertentangan dengan TRK.
Einstein berkali-kali mencoba merumuskan teori gravitasi yang konsisten /
kompatibel dengan Teori Relativitas Khusus. Upayanya di tahun 1915
menghasilkan Teori Relativitas Umum (TRU). Ia mengemukakan saran yang
cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun
gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya
penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut. Teori Relativitas
Umum ini dibangun di atas dua asas, yaitu pertama, asas kesetaraan (principle of
equivalence) dan kedua, kovariansi umum (general covariance) (Krane, 1992 ;
Weinberg, 1972).
Untuk menjelaskan asas kesetaraan ini perlu diberikan penggambaran
sebagai berikut (Krane, 1992). Misalnya seorang astronot berada di dalam roket
yang masih berada pada landasannya di permukaan bumi. Sebuah benda yang
dilepaskan teramati jatuh ke bawah dengan percepatan g = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3a).
Kemudian diandaikan roket tersebut berada di ruang angkasa dengan medan
gravitasi amat kecil sehingga dapat diabaikan. Mesin peluncur kemudian
dinyalakan sehingga memberikan percepatan yang dikendalikan tepat sebesar g =
9,8 m/s2. Sekali lagi benda tersebut dilepaskan. Maka benda tersebut akan
meluncur ke bawah dengan percepatan a = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3b). Kedua
percobaan yang bersifat angan-angan tersebut memberikan hasil sama.
Einstein menggunakan hasil percobaan angan-angan itu untuk
mengemukakan asas kesetaraan yang berbunyi, “Tidak ada percobaan yang dapat
dilakukan dalam daerah kecil (lokal) yang dapat membedakan medan gravitasi
dengan sistem dipercepat yang setara”. Pernyataan daerah kecil ini perlu
disebutkan karena alasan berikut. Seandainya kita melepaskan dua benda yang
terpisah sejauh jarak kecil r, maka di dekat permukaan bumi setiap benda bergerak
sepanjang lintasan jari-jari menuju pusat bumi sehingga kedua benda tersebut
makin lama makin dekat. Namun jika lebar roket cukup kecil, perbedaannya tidak
akan teramati. Hal ini persis seperti percobaan di dalam roket yang meluncur di
ruang angkasa yang dilepaskan dengan percepatan tertentu (Krane, 1992).
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
75
Gambar 3.3. (a) Roket berada di permukaan bumi dengan percepatan gravitasi 9,8 m/s2 (b) Roket bergerak dipercepat ke atas
sebesar 9,9 m/s2 di ruang angkasa dengan medan gravitasi yang dapat diabaikan
Salah satu implikasi asas kesetaraan adalah kesamaan massa inersia dan
massa gravitasi (Wospakrik, 1987). Sifat ini memungkinkan kita untuk
menghilangkan efek gravitasi yang muncul dengan menggunakan kerangka acuan
dipercepat yang sesuai. Sebenarnya hal ini sebagai konsekuensi dari medan
gravitasi yaitu semua benda yang berada di dalamnya akan merasakan percepatan
yang sama serta tidak bergantung dari ukuran maupun massanya. Misalnya sebuah
benda yang bermassa m jatuh di dalam medan gravitasi dengan percepatan
gravitasi sebesar g. Dengan memilih koordinat (y, t), menurut mekanika Newton,
persamaan gerak benda tersebut adalah
gmdt
ydm GI =
2
2
. (3.68)
Melalui persamaan transformasi :
221' gtyy −= dan tt =' (3.69)
pada koordinat )','( ty maka pers. (3.68) menjadi
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
76
gmgmdt
ydm GII =+
2
2
'
' (3.70)
Karena massa inersial Im sama dengan massa gravitasi Gm maka
0'
'2
2
=dt
ydm (3.71)
Dengan demikian kita dapat memilih kerangka acuan inersial )','( ty untuk
menghilangkan efek gravitasi pada kerangka (y, t). Atau dengan kata lain,
kerangka (y, t) adalah kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap
kerangka inersial )','( ty pada daerah tanpa medan gravitasi. Contoh penerapan
persamaan di atas adalah bahwa sebuah sistem pengamatan jatuh bebas dalam
medan gravitasi bumi seperti misalnya sebuah elevator yang kabel gantungnya
putus adalah kerangka inersial lokal. Seorang pengamat dalam elevator tersebut
dapat melepaskan sebuah benda dari keadaan rehat (dalam kerangka pengamat)
dan akan mendapati bahwa benda tersebut tetap rehat. Kesimpulannya adalah
hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah tanpa medan gravitasi sama
dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di dalam medan gravitasi.
Sebenarnya medan gravitasi nyata tidaklah sepenuhnya sama dengan medan
gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat. Pada tempat yang jauh dari
sumber, medan gravitasi nyata selalu lenyap, sementara medan gravitasi yang
setara dengan suatu kerangka dipercepat selalu memiliki nilai tertentu. Sebaliknya
medan gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat akan segera lenyap begitu
percepatan kerangka dilenyapkan. Sedangkan medan gravitasi nyata tidak dapat
dihilangkan oleh pemilihan kerangka acuan manapun.
Berkait dengan elevator yang jatuh bebas tersebut sebenarnya terdaat
takhingga banyakbya kerangka acuan inersial. Kemudian kita dapat menggunakan
transformasi Lorentz untuk mengaitkan kerangka-kerangka inersial tersebut.
Dengan kata lain, hukum alam yang berlaku pada kerangka inersial menurut asas
kovariansi TRK, harus pula berlaku pada kerangka tak-inersial (seperti kerangka
jatuh bebas dalam medan gravitasi). Inilah yang dimaksud dengan asas kovariansi
umum yang berbunyi, “Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap
sebarang pemilihan transformasi koordinat”.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
77
Implikasi penerapan asas ini akan menuntun kita kepada beberapa ramalan
yang mengbah cara pandang kita tentang ruang-waktu (Krane, 1992). Andaikata
seberkas cahaya ditembakkan menembus roket dari sebuah sumber yang rehat
dalam ruang dengan medan gravitasi yang dapat diabaikan (Gambar 3.4a). Jika
roket dalam keadaan rehat terhadap sumber, lintasan berkas cahaya dalam roket
menurut pengamat di dalam roket akan berbentuk garis lurus. Kemudian roket
tersebut bergerak dengan laju tetap terhadap sumber dengan arah tegak lurus pada
arah rambat cahaya (Gambar 3.4b). Pengamat di dalam roket tersebut akan melihat
lintasan cahaya di dalam roket berupa garis lurus miring yang membentuk sudut
v/c (v << c) terhadap arah horisontal. Jika roket tersebut mengalami percepatan,
maka v akan selalu berubah sehingga v/c juga selalu berubah (Gambar 3.4c).
Pengamat dalam roket tersebut akan melihat berkas cahaya melintasi suatu lintasan
lengkung.
Jika asas kesetaraan benar, perilaku berkas cahaya dalam roket yang
dipercepat haruslah sama seperti dalam medan gravitasi. Berarti, berkas cahaya
harus pula menempuh lintasan lengkung dalam medan gravitasi.
Gambar 3.4 (a) Roket dalam keadaan rehat terhadap sumber cahaya (b) Roket bergerak dengan laju v konstan (c) Roket bergerak
dipercepat dengan percepatan a konstan Berkas cahaya memiliki tempat khusus dalam pemahaman kita tentang
ruang-waktu karena cahaya harus melintasi lintasan terpendek dan selangsung
mungkin antara dua titik dalam ruang. Jika tidak demikian, ada kemungkinan
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
78
terdapat benda lain yang menempuh kedua titik tadi dalam selang waktu yang
lebih singkat, yang dengan demikian lebih cepat dari cahaya, dan hal ini
bertentangan dengan relativitas khusus. Jika berkas cahaya menempuh lintasan
lengkung sebagai lintasan terpendek antara dua titik dalam ruang, maka ruang itu
tentulah lengkung, serta penyebab kelengkungannya adalah medan gravitasi.
Karena medan gravitasi ditimbulkan oleh materi, diperoleh kesimpulan bahwa
kelengkungan ruang-waktu terjadi karena adanya penyebaran materi di dalam
ruang-waktu tersebut. Jika materi tersebut dilenyapkan, ruang-waktu menjadi
datar.
Lintasan terpendek yang menghubungkan dua buah titik dalam geometri
lengkung disebut geodesik. Dalam ruang datar, lintasan geodesiknya adalh garis
lurus, sedangkan pada permukaan bola, lintasannya berupa busur lingkaran besar.
Penegertian tersebut akan lebih mudah dipahami dengan contoh berikut. Sebuah
batu di atas bumi akan jatuh karena adanya tarikan gravitasi. Menurut Newton,
batu tersebut akan bergerak menuju pusat bumi. Tetapi, apakah benda tersebut
mengetahui letak pusat bumi ?
Ini merupakan masalah mendasar dari gerakan benda oleh pengaruh
gravitasi. Apa yang diterangkan menurut teori Newton bersifat spekulatif, batu
tersebut dianggap mengetahui kemana arah yang hendak dituju. Sementara
menurut Einstein, batu tersebut sama sekali tidak mengetahui dimana pusat bumi,
namun ia hanya mengikuti garis kelengkungan setempat dari ruang-waktu. Garis
itu ada dimana-mana seperti halnya garis gaya medan listrik yang ditimbulkan oleh
muatan listrik (Krane, 1992).
Dengan konsep yang baru, teori relativitas umum benar-benar memberikan
pandangan yang baru sama sekali mengenai ruang−waktu. Konsep bahwa ruang-
waktu dapat melengkung jika di dalamnya terdapat materi massif memberikan
beberapa implikasi baru. Diantaranya, jika cahaya bintang melewati sebuah benda
langit massif seperti matahari, maka ramalan teori relativitas umum adalah cahaya
bintang tersebut akan dibelokkan di sekitar matahari tersebut. Membeloknya
cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tertariknya cahaya bintang karena
pengaruh gaya gravitasi bumi, melainkan ruang-waktu di sekitar matahari tersebut
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
79
melengkung. Jika bukan konsep teori relativitas umum yang digunakan, tetapi
konsep teori relativitas khusus dan gravitasi Newton, yang dalam hal ini cahaya
bintang dianggap memiliki massa yang sebanding dengan energinya, memang
penghitungan menunjukkan adanya pembelokan, namun sayangnya nilai
ramalannya hanya setengah dari ramalan teori relativitas umum. Pengamatan
astronomi menunjukkan bahwa ternyata ramalan teori relativitas umumlah yang
lebih sesuai.
Ramalan teori relativitas umum yang lain, bahwa orbit planet mengelilingi
matahari mengalami presesi. Lagi-lagi ramalan tersebut dibuktikan oleh
pengamatan. Selain itu teori relativitas umum juga menyajikan gagasan adanya
gelombang gravitasi (gravitational waves) yang muncul akibat terjadinya
pergerakan materi massif di dalam ruang-waktu. Cukup banyak orang yang
mencoba mengamati adanya gelombang gravitasi di jagad raya ini.
Salah satu implikasi yang cukup spektakuler adalah munculnya gagasan
lubang hitam (black hole) yang dibatasi oleh event horizon dimana segala
peristiwa yang terjadi di dalam event horizon tidak dapat diamati dari luar. Lubang
hitam adalah sebuah konsep matematik yang muncul dari solusi persamaan
gravitasi Einstein dengan memiliki sifat-sifat fisis tertentu. Karena itulah orang
berupaya untuk mencari, adakah lubang hitam di jagad raya ini.
Perkembangan lebih lanjut mengenai telaah lubang hitam diantaranya adalah
kajian tentang lubang putih (white hole). White hole adalah solusi lain dari
persamaan gravitasi Einstein, dimana sifat-sifatnya berlawanan dengan sifat-sifat
lubang hitam. Kalau pada lubang hitam, mater-materi di sekitarnya akan ditarik
masuk ke dalam, maka pada konsep lubang putih, materi-materi akan dilontarkan
keluar. Orang kemudian menciptakan gagasan bahwa lubang hitam dan lubang
putih disatukan melalui suatu kerongkongan (throat). Materi yang diserap oleh
lubang hitam akan dikeluarkan melalui lubang putih. Gabungan lubang hitam
dengan lubang putih tersebut dikenal dengan nama lubang ulat (worm hole).
Implikasi selanjutnya menghasilkan gagasan tentang time machine dan time travel
yang dilakukan dengan wahana lubang ulat.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
80
Implikasi teori relativitas umum yang lain adalah mengenai jagad raya.
Solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya memberikan hasil-hasil
yang sama sekali tak terduga dari pandangan orang sebelumnya. Diantaranya
ternyata jagad raya bersifat dinamik, ia mengalami pengembangan (dan mungkin
saja mengalami pengerutan). Jika jagad raya mengalami pengembangan / ekspansi,
tentunya pada masa lalu ia berukuran lebih kecil dari sebelumnya. Jikaterus ditarik
ke belakang, ada saat dimana jagad raya berukuran sangat kecil, bersuhu amat
tinggi dengan rapat energi amat tinggi. Analisis ini jika digabungkan dengan fakta-
fakta dalam fisika partikel tentulah amat menantang. Menarik untuk dikaji,
bagaimana jagad raya pada masa lalu sebagai media untuk melakukan penciptaan
dan pemusnahan partikel yang biasanya dikaji dalam fisika partikel. Hal menarik
lain adalah bagaimana masa depan jagad raya di masa depan.
3.9 Hukum Gravitasi Einstein
Sebuah kenyataan yang mencolok : hukum Gravitasi Newton memiliki
bentuk yang mirip dengan hukum Coulomb dalam listrik. Dalam hukum Coulomb,
terdapat persamaan potensial listrik
)(42 rρπφ k−=∇ (3.72)
dengan φ adalah skalar potensial listrik, k adalah tetapan dan )(rρ adalah rapat
muatan sumber. Analog dengan persamaan di atas, persamaan potensial medan
gravitasi Newton berbentuk
)(42 rρπφ G=∇ (3.73)
dengan G adalah tetapan gravitasi universal dan )(rρ adalah rapat massa sumber
medan gravitasi. Kedua persamaan di atas termasuk jenis persamaan Poisson.
Dengan digunakannya geometri Riemman, pers. (3.73) harus diubah dan
diperluas. Potensial gravitasi diperluas menjadi kelengkungan ruang-waktu yang
tertuang dalam tensor Einstein, yaitu
RgRG µνµνµν 21−= . (3.74)
Jika tetapan kosmologi Λ ingin diikutsertakan, persamaan tensor Einstein menjadi
µνµνµνµν gRgRG Λ−−= 21 . (3.75)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
81
Adapun rapat massa yang menimbulkan potensial medan gravitasi diperluas
menjadi tensor energi−momentum µνT dengan rapat massa−energi termasuk salah
satu komponen di dalamnya.
Melihat bentuk pers. (3.73) yang menyatakan bahwa potensial medan
gravitasi sebanding dengan rapat massa sumber medan, maka dapat dilakukan
perluasan bahwa kelengkungan ruang−waktu sebanding pula dengan tensor
energi−momentum yang dirumuskan sebagai
µνµνµν κTRgR −=−21 . (3.76)
Persamaan di atas menampilkan hukum gravitasi Einstein dengan κ berupa suatu
tetapan positif yang ada hubungannya dengan G. Dua bentuk variasi persamaan
tersebut adalah
µν
µν
µν κδ TRR −=−
21 (3.77)
dan
µνµνµν κTRgR −=−21 . (3.78)
Secara berturut-turut, kedua persamaan terakhir di atas disajikan dalam bentuk
persamaan tensor campuran dan kontravarian. Jika dilakukan kontraksi terhadap
pers. (3.77), diperoleh
TR κ= (3.79)
sehingga hukum gravitasi Einstein dapat dibawa ke bentuk
)(21
µνµνµν κ TTgR −= . (3.80)
Jika tetapan kosmologi diikutsertakan, bentuk persamaan gravitasi Einstein yang
termodifikasi adalah
µνµνµνµν κTgRgR −=Λ−−21 . (3.81)
Salah satu keunggulan teori relativitas umum adalah teori yang kovarian ini
akan tereduksi menjadi hukum gravitasi Newton pada medan gravitasi lemah. Sifat
ini dikenal sebagai asas korespondensi. Dalam ruang-waktu yang berisi medan
gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri Riemann, sedangkan dalam
ruang-waktu tanpa medan gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
82
Euclid. Pada ruang Euclid, metrik ruang-waktu diberikan oleh metrik Minkowski
yang dirumuskan sebagai
22222 dzdydxdtdxdxds +++−== νµµνη . (3.82)
Karena itu dalam medan gravitasi lemah, metrik ruang-waktu yang digunakan
tidak berbeda jauh dari metrik di atas. Tensor metrik µνg dalam medan gravitasi
lemah dapat didekati dengan bentuk
µνµνµν η hg += (3.83)
dengan µνη adalah tensor metrik Minkowski dan µνh kecil ( << 1).
Ditinjau sebuah partikel yang bergerak dalam medan gravitasi lemah, dengan
tensor metrik diberikan oleh persamaan di atas. Partikel tersebut dalam ruang-
waktu menempuh lintasan yang dinamakan sebagai lintasan geodesik. Persamaan
geodesik lintasan tersebut dirumuskan sebagai
02
2
=Γ+ds
dx
ds
dx
ds
xd βαµ
αβ
µ. (3.84)
Melalui kaitan
22 τdds −= (3.85)
persamaan di atas menjadi
02
2
=Γ+τττ
βαµ
αβ
µ
d
dx
d
dx
d
xd (3.86)
Dengan mengisikan 0== βα diperoleh
02
002
2
=
Γ+ττ
µµ
d
dt
d
xd. (3.87)
Karena medan tersebut bersifat stasioner, seluruh turunan µνg terhadap
lenyap, sehingga
0021
00 hg νµνµ ∂−=Γ . (3.88)
Dengan demikian persamaan (3.87) di atas dapat dipecahkan menjadi dua
persamaan berikut :
00
2
21
2
2
hd
dt
d
d ∇
=ττ
x
(3.89)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
83
dan
02
2
=τd
td. (3.90)
Pers. (3.90) menyatakan bahwa τddt / bernilai konstan. Dengan membagi kedua
ruas pers. (3.89) dengan 2)/( τddt , diperoleh percepatan gerak benda
0021
2
2
hdt
d ∇=x
. (3.91)
Di sisi lain, jika φ adalah potensial gravitasi Newton pada jarak r dari titik
massa M yang besarnya
r
GM−=φ (3.92)
maka percepatan benda itu sama dengan φ∇− . Dihubungkan dengan pers. (3.91),
diperoleh hasil
00h = φ2− + tetapan. (3.93)
Pada tempat yang jauh dari sumber medan gravitasi, sistem koordinatnya
menjadi sistem koordinat Minkowski, sehingga 00h lenyap. Demikian pula dengan
φ sebagaimana pers. (3.92) sehingga tetapan di atas bernilai nol. Akhirnya
diperoleh
)21(00 φ+−=g (3.94)
sedangkan pasangan kontravariannya adalah
100 )21( −+−= φg . (3.95)
Selanjutnya hukum gravitasi Einstein akan direduksi ke hukum gravitasi
Newton pada kasus normal dimana intensitas medan gravitasi bernilai lemah dan
distribusi materi bersifat statik. Pereduksian ini akan menghasilkan hubungan
antara κ (gravitasi Einstein) dan G (gravitasi Newton).
Ditinjau bentuk tensor Riemann-Christoffel dalam medan lemah. Tensor
metrik diberikan oleh pers. (3.83). Nilai lambang Christoffel jenis kedua adalah
∂∂
−∂∂
+∂
∂=Γ β
µνµ
νβνβµαβα
µνx
g
x
g
x
gg
21 =
∂∂
−∂∂
+∂∂
βµν
µνβ
νβµαβη
x
h
x
h
x
h21 . (3.96)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
84
Jika nilai perkalian µνh diabaikan, nilai tensor Ricci untuk 0== µµ bernilai
νν
νν 000000 Γ∂−Γ∂=R
=
∂∂−
∂∂
+∂∂
∂ βννβ
νβνβη
x
h
x
h
x
h0
00
21
0 −
∂∂−
∂∂
+∂∂
∂ βββνβ
ν ηx
h
x
h
x
h00
00
00
21
= ( )βννββννβνβη 000000002
1 hhhh ∂∂−∂∂−∂∂+∂∂ . (3.97)
Jika distribusi materi bersifat statis maka µνh bukan fungsi t atau
00 =∂ µνh (3.98)
sehingga pers. (3.97) menjadi
( ) 003333
2222
1111
21
0021
00 hhR ∂∂+∂∂+∂∂=∂∂= ηηηη βννβ = 00
221 h∇ (3.99)
dengan
2
2
2
2
2
22
zyx ∂∂+
∂∂+
∂∂=∇ . (3.100)
Dengan menggunakan pers. (3.73) dan (3.93), pers. (3.99) menjadi
ρπφ GR 4200 −=−∇= . (3.101)
Tensor energi-momentum fluida sempurna dirumuskan sebagai
pgVVpT µννµµν ρ ++= )( (3.102)
Karena distribusi materi bersifat statik (dapat dianggap sebagai kumpulan
debu / dust ) materi tersebut tidak memiliki tekanan internal p sehingga pers.
(3.102) tereduksi ke bentuk
νµµν ρ VVT = . (3.103)
Selain itu vektor kecepatan−4 adalah
),1( 0
−=µV (3.104)
sehingga seluruh komponen µνT lenyap kecuali ρ=00T . Skalar T dapat dihitung
dengan perkalian dalam antara tensor metrik kontravarian dengan tensor energi-
momentum kovarian untuk dust sebagai
φ
ρµν
µν
210000
+−=== TgTgT . (3.105)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
85
Dengan menggunakan pers. (3.80), nilai 00R adalah
( )
−
+−+−=−= ρ
φρφκκ21
).21(.21
000021
00 TTgR = κρ21− (3.106)
Dihubungkan dengan pers. (3.101), akhirnya diperoleh
Gπκ 8= (3.107)
sehingga persamaan gravitasi Einstein (3.76) menjadi
µνµνµν πGTRgR 821 −=− (3.108)
Adapun persamaan gravitasi Einstein dengan hadirnya tetapan kosmologi
dirumuskan sebagai
µνµνµνµν πGTgRgR 821 −=Λ−− . (3.109)
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
86
Soal-Soal Latihan BAB III
1. Uraikan perbandingan antara Teori Relativitas Khusus dan Umum Einstein.
2. Dalam kerangka K berdimensi dua dengan koordinat xx =1 dan yx =2 ,
sebuah tensor αβT memiliki komponen
12211 =−= TT dan 02112 == TT .
Jika pada kerangka K~
yang berkoordinat
yxxx +== ~~1 dan yxyx −== ~~2 ,
tensor tersebut adalah µνT~
maka
(a) Tuliskan kaedah transformasi antara αβT dan µνT~
.
(b) Carilah seluruh nilai komponen µνT~
.
(c) Jika metrik di K adalah
222 dydxds −= ,
tuliskan tensor metrik di K, kemudian carilah seluruh komponen αβT .
(d) carilah metrik dan tensor metrik di K~
, tuliskan kaedah transformasi
antara αβT dengan µνT~
, serta tentukan seluruh komponen µνT~
.
3. Metrik permukaan bola dua dimensi berjari-jari 1 dengan koordinat
),( φθµ =x dirumuskan sebagai
2222 sin φθ ddds += .
Tunjukkan bahwa 02112 == RR . Gunakan persamaan geodesik untuk
menentukan lintasan terpendek antara titik ),( 11 φθ dan ),( 22 φθ .
4. Metrik ruang-waktu dalam suatu daerah ruang kosong tertentu diberikan
oleh
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
87
22222 )( dtedzdydxeds βα −++=
dengan βα, adalah hanya fungsi z . Tunjukkan bahwa persamaan gravitasi
Einstein memberikan
0'''''2 2 =++ βααα ,
0'''''2''4 2 =−++ βαββα ,
0'''''2 2 =++ βαββ .
Tanda ‘ menunjukkan turunan ke z. Tunjukkan bahwa
4)( zkAe −=α
dan
2)( −−= zkBeβ
dengan A, B dan k tetapan.
5. Tunjukkan bahwa persamaan Einstein dapat dituliskan dalam bentuk
)(21 µνµνµνµν κ TTggR −=Λ+ .
6. Di dalam suatu bola cairan homogen bergravitasi statik, rapat massa pribadi
adalah ρ (tetapan) dan tekanan p. Komponen tensor energi−momentum
lenyap kecuali untuk
pTTT === 33
22
11 , 24
4 cT ρ−= .
Diasumsikan bahwa metrik medan gravitasi di dalam bola tersebut diberikan
oleh persamaan
22222222 )sin( dtcbddrdrads −++= φθθ
dengan αexp=a dan βexp=b . Tunjukkan bahwa solusi persamaan
Einstein memberikan
22))]exp(1([ rcrdr
d ρκα =−− ,
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
88
ακαβexp
1exprp
rdr
d +−= ,
αρκαβαββexp)(
2
2
1
2
1 22
2
2cp
dr
d
rdr
d
dr
d
dr
d
dr
d −=−−
+ .
Asumsikan 0=α untuk r = 0 dan 0=p untuk r = a (permukaan bola),
kemudian tunjukkan bahwa
21)exp( rq−=−α
dengan
3/2ρκ cq =
dan
22
222
113
11
qrqa
qaqrcp
−−−
−−−= ρ .
7. Sebuah atom yang stasioner pada suatu jarak koordinat Schwarzschild r dari
pusat ), memancarkan cahaya berfrekuensi ν yang diamati oleh seorang
pengamat stasioner pada koordinat R (> r) dari pusat O. Tunjukkan bahwa
frekuensi yang diamati adalah δνν − dengan
−=Rr
m11
/νδν
sampai dengan orde pertama dalam m.
8. Diketahui ijA adalah suatu tensor kovarian. Jika jiij AB = , tunjukkan bahwa
ijB juga suatu tensor kovarian.
9. Di kerangka K dengan koordinat ),(tsx =µ terdapat suatu vektor µA
dengan komponen
11 =A dan 2A = 2.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
89
Terdapat kerangka K’ dengan koordinat ),(' vux =µ dimana hubungan
antara koordinat-koordinat tersebut adalah
tsu += dan tsv −= .
Jika di K’ terdapat vektor µ'A , carilah komponen vektor tersebut.
10. Jika iA adalah sebuah vektor kovarian, tunjukkan bahwa
ij
jiij xAxAB ∂∂−∂∂= //
tertansformasi seperti sebuah tensor kovarian.
11. Dengan mendiferensialkan persamaan
ikjk
ij gg δ=
terhadap ix , tunjukkan bahwa berlaku hubungan
l
jkijmkl
im
x
ggg
x
g
∂
∂−=
∂
∂,
serta tunjukkan pula berlakunya
0=
+
+∂
∂lj
ig
lj
mg
x
g mjijl
im.
12. Jika θ dan φ adalah sudut azimut dan sudut polar pada permukaan
lingkaran dengan jari-jari 1, diperoleh metrik
2222 sin φθθ ddds +=
untuk permukaan tersebut. Tunjukkan bahwa lambang Christoffel yang tak
lenyap adalah
θθφφ
θcossin−=
dan
θθφ
φφθ
φcot=
=
.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
90
Tunjukkan bahwa komponen tensor Ricci diberikan oleh
0== φθθφ RR , 1−=θθR , θφφ2sin−=R .
Tunjukkan pula bahwa skalar kelengkungan diberikan oleh R = −2.
13. ),( yx adalah koordinat Kartesan dan ),(θr adalah koordinat polar pada
sebuah bidang Euclidean. ijA adalah sebuah medan tensor simetrik yang
didefinisikan di dalam bidang tersebut melalui komponen-komponennya
yaitu
0== yyxx AA , xyyxAA yxxy // +== .
Tunjukkan bahwa komponen kutub kontravarian dari medan tensor tersebut
dinyatakan dalam variabel r dan θ adalah
2=rrA , rAA rr /)2cot2( θθθ == , 2/2 rA −=θθ .
14. zyx ,, adalah koordinat Kartesan datar dalam ruang tiga dimensi. Persamaan
parametrik untuk parabolida hiperbolik diberikan dalam bentuk vux += ,
vuy −= , uvz = . Sebuah medan tensor kovarian pada permukaan
parabolida hiperbolik tersebut memiliki komponen
2uAuu = , uvAA vuuv −== , 2vAvv = .
Tunjukkan bahwa komponen kontravarian medan tensor tersebut bernilai
seperempat dari komponen kovarian masing-masing.
15. yx, adalah koordinat Kartesan datar pada bidang Euclidean. vu, adalah
koordinat kurvilinear yang didefinisikan oleh
vuax coscosh= , vuay sinsinh= .
Sebuah vektor kovarian memiliki komponen xA , yA pada titik ( ),yx dan
komponen kurvilinear vu AA , . Tunjukkan bahwa
)2cos2(cosh
)sincoshcossinh(2
vua
vuAvuAA vu
x −−
= .
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
91
16. yx, adalah koordinat Kartesan datar pada bidang Euclidean. Koordinat
kuvilinear vu, didefinisikan melalui persamaan transformasi
)( 2221 yxu −= , xyv = .
Tunjukkan bahwa metrik dalam kerangka uv adalah
22
222
2 vu
dvduds
+
+= .
Sebuah vektor kovarian memiliki komponen Kartesan ),( yx AA dan
komponen kurvilinear ),( vu AA . Tunjukkan bahwa
22 yx
yAxAA
yxu
+
−=
serta carilah perumusan untuk vA .
17. Pada permukaan bola beruji satu dengan θ dan φ adalah koordinat azimut
dan kutub, tunjukkan bahwa geodesik permukaan bola memiliki bentuk
)sin(tantan βφαθ +=
dengan βα, adalah tetapan sembarang.
18. Diberikan ruang-waktu yang memiliki metrik
2222222 dtedzedydxds φθ −++=
dengan φθ , adalah fungsi z saja. Tunjukkan bahwa tensor Riemann-
Christoffel lenyap, jika dan hanya jika
02
2
2=
+−dz
d
dz
d
dz
d
dz
d φθφφ.
Jika θφ −= , tunjukkan bahwa ruang−waktu tersebut bersifat datar jika
)ln(21 bza +=φ ,
dengan a dan b tetapan.
Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
92
19. Jika ruang−waktu memiliki metrik
222222 )( dtederdzdreds ρρλ φ −++= −
dengan ρλ, adalah fungsi r dan z saja, tunjukkan bahwa persamaan medan
gravitasi Einstein dalam ruang kosong ijR = 0 mempersyaratkan bahwa λ
dan ρ memenuhi persamaan
∂∂−
∂∂=
∂∂+
∂∂ 22
2 zr
r
rr
ρρρλ,
zrr
zz ∂∂
∂∂=
∂∂+
∂∂ ρρρλ
,
01
2
2
2
2=
∂∂+
∂
∂+∂
∂rrzr
ρρρ,
02
1 22
2
2
2
2
2
2
2
2=
∂∂+
∂∂+
∂
∂+∂
∂+∂
∂+∂
∂zrzrzr
ρρρρλλ.
20. Suatu ruang dua dimensi memiliki metrik
2222
2111
2 )()( dxgdxgds +=
dengan 11g dan 22g merupakan fungsi 1x dan 2x .
Carilah nilai 22211211 ,,, RRRR .
Jika
ijij RgR = ,
tunjukkan bahwa
ijij RgR21= .
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
93
BAB IV
PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM
Telah diturunkan persamaan gravitasi Einstein dengan pengabaian tetapan
kosmologi yang dirumuskan sebagai
µνµνµν π TcGRgR )/8( 421 −=− (4.1)
Selanjutnya persamaan tersebut akan diterapkan untuk menelaah beberapa gejala
alam. Pertama kali akan diturunkan solusi persamaan gravitasi Einstein untuk
objek statik bermassa M yang diletakkan pada pusat koordinat dengan pemilihan
koordinat empat dimensi berupa 3 dimensi koordinat ruang polar ),,( φθr dan satu
dimensi koordinat waktu (t). yang nantinya dikenal solusi Schwarzschild.
4.1 Penyelesaian Schwarzschild
Berikut ini akan diturunkan metrik yang mendeskripsikan medan gravitasi
isotropik statik. Agar lebih mudah diperoleh, metrik ruang−waktu 4 dimensi (3
dimensi ruang dan 1 dimensi waktu) akan dirumuskan dalam wakilan koordinat
bola. Dalam koordinat bola, 3 koordinatnya adalah
),,(),,( 321 φθrxxxxm == . (4.2)
Metrik ruang−waktu datar dalam wakilan koordinat bola diberikan oleh
)sin( 22222222 φθθ ddrdrdtcds +++−= . (4.3)
Mengikuti penulisan Weinberg (1972), nilai c sementara diisikan sama dengan 1
sehingga metrik di atas menjadi
)sin( 2222222 φθθ ddrdrdtds +++−= (4.4)
Selanjutnya akan ditinjau metrik untuk medan gravitasi isotropik statik.
Tensor metrik untuk medan tersebut, yang dalam hal ini untuk komponen ttg dan
rrg hanya merupakan fungsi radial r. Bentuk metriknya menjadi
)sin()()( 2222222 φθθ ddrdrrAdtrBds +++−= (4.5)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
94
dimana metrik di atas akan kembali ke metrik Minkowski jika sumber medan
gravitasi dilenyapkan. Dari metrik di atas, komponen tensor metrik kovarian yang
tak lenyap adalah
θφφθθ222 sin,),(,)( rgrgrAgrBg rrtt ===−= (4.6)
dengan fungsi )(rA dan )(rB ingin dicari untuk dapat menyelesaikan persamaan
medan gravitasi. Mengingat µνg bersifat diagonal, komponen tensor metrik
kontravarian bernilai
θ
φφθθ222 sin
1,
1,
)(
1,
)(
1
rg
rg
rAg
rBg rrtt ===−= . (4.7)
Selanjutnya determinan matriks yang menyajikan komponen tensor metrik adalah
g yang bernilai
θ24 sin)()( rrBrAg −= (4.8)
sehingga elemen volume invarian adalah
φθθφθ dddrrrBrAdddrgdV sin)()( 2== . (4.9)
Hubungan affine (affine connection) atau lambang Christoffel dapat
dihitung dengan menggunakan formula
∂∂
−∂∂
+∂
∂=Γ ρ
µνµ
νρνρµλρλ
µνx
g
x
g
x
gg2
1 . (4.10)
Dengan rumus di atas dan metrik yang diberikan oleh pers. (4.6) dan (4.7),
komponen-komponen lambang Christoffel yang tak lenyap bernilai
,)(
)(2
1
dr
rdA
rArrr =Γ (4.11)
,)(rA
rr −=Γθθ (4.12)
,)(
sin2
rA
rr θφφ −=Γ (4.13)
dr
rdB
rArtt
)(
)(2
1=Γ , (4.14)
,1
rrrrr =Γ=Γ=Γ=Γ φφ
φφ
θθ
θθ (4.15)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
95
,cossin θθθφφ −=Γ (4.16)
,cotθφθφ
φφθ =Γ=Γ (4.17)
dan
dr
rdB
rBtrt
ttr
)(
)(2
1=Γ=Γ . (4.18)
Lebih lanjut, dibutuhkan besaran tensor Ricci yang dirumuskan sebagai
ηλη
ηµκ
λκη
ηµλλ
λµκ
κ
λµλ
µκ ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂
−∂Γ∂
=xx
R . (4.19)
Dari lambang-lambang Christoffel di atas, komponen-komponen tensor Ricci
diberikan sebagai
)(
)('1
)(
)('
)(
)('
)(
)('
4
1
)(2
)(''
rA
rA
rrB
rB
rA
rA
rB
rB
rB
rBRrr −
+−= , (4.20)
)(
1
)(
)('
)(
)('
)(2
11
rArB
rB
rA
rA
rA
rR +
+−+−=θθ , (4.21)
θθθφφ2sinRR = , (4.22)
)(
)('1
)(
)('
)(
)('
)(
)('
4
1
)(2
)(''
rA
rB
rrB
rB
rA
rA
rA
rB
rA
rBRtt −
++−= , (4.23)
dan
0=µνR untuk µ ≠ ν. (4.24)
Pada persamaan –persamaan di atas, tanda aksen berarti turunan / derivatif
ke r. Dari hasil di atas, komponen θφφθφθ RRRRR ttrr dan,,, lenyap, serta
θθθφφ2sinRR = yang menunjukkan konsekuensi dari invariansi terhadap
transformasi rotasi pada metrik tersebut. Sementara itu rtR lenyap akibat
konsekuensi adanya invariansi bentuk metrik ketika dilakukan transformasi
pembalikan waktu tt −→ .
Selanjutnya persamaan medan gravitasi Einstein akan diterapkan untuk
metrik isotropik statik tersebut. Persamaan medan gravitasi Einstein untuk ruang
kosong tersebut berbentuk
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
96
0=µνR . (4.25)
Dari pers. (4.20) dan (4.23), hubungan antara rrR dan ttR dapat ditulis menjadi
+−=+B
B
A
A
rAB
R
A
R ttrr ''1. (4.26)
Dengan menerapkan pers. (4.25), persamaan di atas menjadi
B
B
A
A '' −= (4.27)
atau
)()( rBrA = konstan. (4.28)
Selanjutnya syarat batas untuk A dan B adalah bahwa untuk ∞→r , bentuk
metrik isotropik statik tersebut harus kembali ke bentuk metrik Minkowski dalam
koordinat bola, yang berarti
∞→∞→==
rrrBrA .1)(lim)(lim (4.29)
Dengan syarat batas ini hubungan antara )(rA dan )(rB dapat dituliskan secara
lebih eksplisit dalam bentuk
)(
1)(
rBrA = . (4.30)
Adapun komponen tensor Ricci yang lain pada pers. (4.20) − (4.21) dapat
dituliskan menjadi
)()('1 rBrrBR ++−=θθ (4.31)
dan
rB
R
rB
B
B
BRrr 2
''
2
'' θθ=+= (4.32)
yang dengan mengingat bahwa 0=θθR maka
( ) 1' ==+ rBdr
dBrB . (4.33)
Solusi persamaan diferensial di atas adalah
rrrB =)( + tetapan. (4.34)
Untuk menentukan nilai tetapan integrasi di atas, kita ingat bahwa untuk jarak
yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak di pusat koordinat O,
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
97
komponen Bgtt −= harus bernilai mendekati )21( U+− dengan U adalah
potensial Newtonian benda bermassa M pada jarak r yang bernilai U = −GM / r.
Jadi nilai tetapan integrasi di atas adalah −2GM, sehingga
−=r
GMrB
21)( (4.35)
dan
1
21)(
−
−=r
GMrA . (4.36)
Akhirnya bentuk metrik isotropik statik untuk ruang−waktu 4 dimensi
berkoordinat bola adalah
)sin(2
12
1 222221
22 φθθ ddrdrr
GMdt
r
GMds ++
−+
−−=−
. (4.37)
Bentuk metrik ini pertama kali diturunkan oleh K. Schwarzschild pada tahun
1916. Karena itu, metrik ini sering disebut metrik Schwarzschild. Bentuk metrik
tersebut masih mengisikan nilai c = 1. Apabila nilai c diisikan, bentuk metrik
Schwarzschild menjadi
)sin(2
12
1 222221
222
22 φθθ ddrdr
rc
GMdtc
rc
GMds ++
−+
−−=−
. (4.38)
Bentuk 2/2 cGM sering disingkat menjadi m (bersatuan panjang), sehingga
metrik di atas menjadi
)sin(2
12
1 222221
222 φθθ ddrdrr
mdtc
r
mds ++
−+
−−=−
(4.39)
Metrik Schwarzschild ini bersifat simetri bola dan merepresentasikan medan
gravitasi di luar suatu partikel bersimetri bola dengan pusat partikel terletak pada
pusat koordinat bola ),,( φθr .
Dari pers. (4.39) tampak bahwa metrik tersebut tidak valid untuk
2
22
c
GMmr == (4.40)
Jarak tersebut dinamakan radius Schwarzschild. Dalam satuan SI, c = 3 × 108 dan
untuk bumi, GM = 3,991 × 1014, sehingga radius Schwarzschild untuk partikel
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
98
bumi adalah sekitar 9 mm, karena itu tidak ada persoalan jika metrik ini
diterapkan untuk bumi. Namun ada keadaan tertentu jika radius Schwarzschild
cukup besar, untuk mana hal ini terjadi jika M bernilai cukup besar, sementara ruji
partikel tersebut cukup kecil, hal mana yang dapat terjadi pada lubang hitam
(black holes) . Penggambaran radius Schwarzschild dalam lubang hitam dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 lubang hitam Schwarzschild bermassa M beradius Sr
Metrik Schwarzschild dapat dinyatakan dalam bentuk “isotropik”, yaitu
dengan mengenalkan variabel koordinat radial baru :
( )mrrmr 2221 −+−=ρ (4.41)
atau transformasi baliknya adalah
2
21
+=
ρρ m
r . (4.42)
Substitusi bentuk di atas ke dalam metrik Schwarzschild akan memberikan
( ))sin(2
12/1
2/1 222224
222
2 θφθρρ dddr
mdtc
rm
rmds ++
++
+−−= . (4.43)
Dapat pula dibentuk koordinat harmonik
φθ cossin1 RX = (4.44)
φθ sinsin2 RX = (4.45)
θcos3 RX = (4.46)
dan
t = t (4.47)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
99
dengan
mrR −= (4.48)
yang menghasilkan metrik
( )24
22
2222
/1
/11
/1
/1XXX
dR
m
Rm
Rmd
R
mdtc
Rm
Rmds ⋅
−++
++
+−−= (4.49)
dengan
22 X
=R . (4.50)
Metrik Schwarzschild dapat juga dinyatakan dalam bentuk koordinat kuasi-
Minkowski dengan mendefinisikan
φθ cossin1 rx = (4.51)
φθ sinsin2 rx = (4.52)
θcos3 rx = (4.53)
dan
t = t (4.54)
sehingga diperoleh
2
212222 )(
12
12
1r
d
r
mddtc
r
mds
xxx
⋅
−
−++
−−=−
. (4.55)
Adapun jika dilakukan transformasi
2/3
3
2r
avu += (4.56)
dan
−+−+=
ar
araratv ln2 2 (4.57)
dihasilkan metrik
)sin()()(9
4 2223/4223/2
222 φθθµµ
ddvuduvu
dvds +−+−
+−= (4.58)
dengan
ma 22 = (4.59)
dan
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
100
4
9 23 a=µ . (4.60)
4.2 Presesi Orbit Planet
Ditinjau partikel-partikel berupa planet-planet yang bergerak mengelilingi
matahari. Di sini dipilih koordinat bola dengan matahari diletakkan pada pusat
koordinat. Materi matahari tersebut menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya
menjadi ruang-waktu bermetrik Schwarzschild. Tentu saja massa planet yang
mengelilingi matahari memberikan sumbangan perubahan metrik, namun
mengingat massa total planet jauh lebih kecil daripada massa matahari,
sumbangan tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian sistem yang ditinjau
adalah partikel planet bergerak mengelilingi matahari dengan menempuh lintasan
geodesik.
Metrik Schwarzschild dapat diubah bentuknya menjadi
++
−−
−= )sin(/21
121 2222
2
222 φθθτ ddr
rm
dr
cdt
r
md (4.61)
dengan koordinat-4 tetap berbentuk
),,,(),( 0 φθµ rctxxx m == . (4.62)
Dengan menggunakan persamaan geodesik berikut (Lawden, 1982)
02 =∂∂
−
ττττ
νµ
αµν
β
αβ d
dx
d
dx
x
g
d
dxg
d
d, (4.63)
diperoleh set persamaan geodesik sebagai berikut
0sin)2(2
2
2
222
22
2=
+
−
−
−+
− ττφθ
τθ
τττ d
dt
r
mc
d
dr
d
dr
d
dr
mr
m
d
dr
mr
r
d
d
(4.64)
0cossin2
22 =
−
τφθθ
τθ
τ d
dr
d
dr
d
d (4.65)
0sin22 =
τφθ
τ d
dr
d
d (4.66)
dan
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
101
02 =
−ττ d
dt
r
mr
d
d. (4.67)
Bentuk metrik Schwarzschild (4.61) dapat dituliskan menjadi
2222
22
22
)2(sin
2c
d
dt
r
mrc
d
d
d
dr
d
dr
mr
r −=
−−
+
+
− ττφθ
τθ
τ. (4.68)
Selanjutnya dipilih koordinat bola sedemikian sehingga planet tersebut
bergerak pada bidang planar atau
2/πθ = . (4.69)
Maka
0=τθ
d
d (4.70)
dan dari integrasi pers. (4.66) dan (4.67) serta mengisikan 2/πθ = , diperoleh
2r
h
d
d =τφ
(4.71)
dan
mr
kr
d
dt
2−=
τ (4.72)
dengan h dan k adalah tetapan integrasi.
Substitusi τθ dd / dan τddt / dari dua persamaan terakhir di atas, serta
mengisikan 2/πθ = ke pers. (4.68), selanjutnya dihasilkan
r
mckcmr
r
h
d
dr 222
3
222
)1()2( +−=−+
τ. (4.73)
Selanjutnya dengan mengeliminasi τd dari persamaan di atas dan pers. (4.71)
didapat persamaan orbit planet dalam bentuk
3
2222
2
22
2
22)1(
r
mh
r
mckc
r
h
d
dr
r
h ++−=+
φ (4.74)
Dengan substitusi
r
u1= , (4.75)
bentuk di atas berubah menjadi
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
102
32
22
2
22
2
22
)1( muuh
mck
h
cu
d
du ++−=+
φ. (4.76)
Dengan menurunkan persamaan terakhir di atas ke φ , akhirnya dihasilkan
persamaan orbit planet mengelilingi matahari bermassa M dalam bentuk
22
2
2
2
3muh
mcu
d
ud +=+φ
. (4.77)
Sementara itu dalam mekanika klasik, persamaan orbit planet menurut
mekanika Newton adalah
22
2
h
GMu
d
ud =+φ
(4.78)
dengan M adalah massa matahari dan h adalah momentum sudut konstan
persatuan massa partikel planet yang dirumuskan sebagai
hdt
dr =φ2 . (4.79)
Jika variabel waktu t dalam mekanika klasik bersesuaian dengan swawaktu
(proper time)τ dalam teori relativitas, pers. (4.71) dan (4.79) menjadi identik dan
pemilihan nilai h yang terdapat dalam pers. (4.71) dapat diterima. Selanjutnya
juga diperoleh
2c
GMm = (4.80)
hal mana yang juga telah diperoleh sebelumnya dari pers. (40). Pers. (4.77) yang
diperoleh secara relativistik ternyata bersesuaian dengan hasil dari mekanika
klasik [pers. (4.78)] dengan adanya suku tambahan sebesar 23mu . Perbandingan
antara suku tambahan ini yang sebesar 23mu dengan bentuk awal dalam
mekanika klasik yang sebesar 22 / hmc adalah
2222
22 33 φɺrcc
ch = . (4.81)
Faktor φɺr adalah komponen transversal kecepatan planet, dan untuk planet-planet
yang terdapat dalam tata surya, nilai terbesar dimiliki oleh planet Merkurius, yaitu
sebesar 4108,4 × m/s. Mengingat c = 8103× m/s, nilai perbandingan di atas
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
103
untuk planet Merkurius adalah 8107,7 −× . Nilai ini sangat kecil, namun efek ini
bersifat akumulatif sehingga untuk rentang waktu yang cukup panjang, perubahan
nilai dapat diamati secara signifikan.
Penyelesaian untuk persamaan klasik (4.78) adalah
)cos(12
ωφµ −+= eh
u (4.82)
dengan e = eksentrisitas orbit dan ω = longitude perihelion.
Dari solusi klasik tersebut, suku tambahan relativistik bernilai
24
22 )cos(1
33 ωφµ −+= e
h
mmu . (4.83)
Pers. (4.77) dapat dituliskan menjadi
24
2
22
2
)cos(13 ωφµµ
φ−++=+ e
h
m
hu
d
ud. (4.84)
Dengan adanya suku tambahan yang telah diisikan di atas, diperoleh penyelesaian
yaitu penyelesaian mula-mula yang berbentuk pers. (4.83) ditambah dengan
penyelesaian khusus yang berbentuk
[ ])sin()(2cos13 2
612
21
4
2
ωφφωφµ −+−−+ eeeh
m. (4.85)
Dengan menjumlahkan penyelesaian di atas ke dalam penyelesaian pers. (4.82)
akan diperoleh
[ ])cos(1
)sin(3
)cos(1
2
22
δωωφµ
ωφφµωφµ
−−+=
−+−+=
eh
h
eme
hu
(4.86)
dengan
2
3
h
mµφδω = (4.87)
untuk mana suku berorde )( 2δωO telah diabaikan.
Persamaan di atas mengindikasikan bahwa longitude perihelion seharusnya
secara ajeg meningkat dengan besarnya pertambahan sebesar
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
104
φµφµφµδωlchch
m222
2
2
333 === (4.88)
dengan
µ
2hl = (4.89)
adalah semi latus rectum orbit. Dengan mengambil satuan SI : 201033,1 ×=µ
untuk matahari, c = 8103× dan 101079,5 ×=l untuk Merkurius, maka nilai
prediksi presesi orbit perihelion planet Merkurius selama seratus tahun (satu abad)
adalah
34 ′′ = derajat3600
43.
Prediksi ini ternyata bersesuaian dengan hasil eksperimen yang telah
dilakukan oleh Clemence pada tahun 1943 (Weinberg, 1972). Clemence
menemukan bahwa presesi planet Merkurius dalam jangka waktu 1 abad sebesar
')'45,011,43( ± . Ilustrasi presesi orbit planet yang bersifat kumulatif ini disajikan
pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Presesi Orbit Planet
Sebenarnya nilai presesi orbit planet Merkurius yang diamati dalam
eksperimen jauh lebih besar itu. Nilai menurut eksperimen adalah
'')41,073,5600(eksp ±=∆φ (4.90)
Sedangkan teori Newton memberikan presesi Merkurius sebesar
')'20,062,5557(Newton ±=∆φ (4.91)
yang mana angka menurut prediksi teori newton tersebut meliputi ''5025 yang
berasal dari rotasi bumi berdasarkan sistem kerangka koordinat astronomik, dan
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
105
sekitar ''532 karena gangguan gravitasi yang dihitung oleh teori gangguan
Newtonian dari gerakan planet lain, seperti Venus, bumi dan Jupiter. Selisih
antara hasil eksperimen dengan prediksi Newtonian itulah yang murni akibat
digunakannya relativitas umum.
Adapun data perbandingan presesi beberapa planet antara prediksi relativitas
umum dengan hasil eksperimen diberikan pada tabel di bawah ini (Weinberg,
1972)
Tabel 4.1 Perbandingan presesi beberapa planet antara relativitas umum dengan hasil eksperimen
No Planet Sudut Presesi tiap
revolusi (detik)
Jumlah
revolusi / abad
Prediksi TRU
(detik/abad)
eksperimen
(detik/abad)
1 Merkurius 0,1038 415 43,03 43,11 ± 0,45
2 Venus 0,058 149 8,6 8,4 ± 4,8
3 Bumi 0,038 100 3,8 5,0 ± 1,2
4 Icarus 0,115 89 10,3 9,8 ± 0,8
Dengan membandingkan antara prediksi teori relativitas umum dengan hasil
eksperimen nampak adanya kecocokan yang cukup baik. Hasil ini mendukung
kebenaran teori relativitas umum dalam menelaah gejala jagad raya akibat adanya
interaksi gravitasi antar partikel massif.
4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif
Cahaya melintasi ruang-waktu melalui lintasan geodesik. Untuk cahaya,
elemen garis yang ditempuh olehnya sama dengan nol atau
0=ds . (4.92)
Dari nolnya kuadrat elemen garis, swawaktunya juga nol. Karena itu
persamaan metrik Schwarzschild dengan dituliskan dengan substitusi τ → λ
yang merupakan parameter sembarang sebagai
0)2(sin2
2222
22
2
=
−−
+
+
− λλφθ
λθ
λ d
dtmr
r
c
d
d
d
dr
d
dr
mr
r. (4.93)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
106
Tanpa kehilangan peninjauan secara umum, diisikan 2/πθ = sehingga
berkas cahaya ditinjau dalam bidang ekuator, dan dengan penurunan yang sama
seperti halnya pada presesi gerak planet, diperoleh persamaan diferensial
22
2
3muud
ud =+φ
(4.94)
dengan
r
u1= . (4.95)
Pada pendekatan pertama untuk solusi pers. (4.94), suku kanan diabaikan
terlebih dahulu. Bentuk penyelesaiannya adalah
)cos(1 αφ +=R
u (4.96)
dengan R adalah tetapan integrasi. Ini adalah persamaan polar untuk garis lurus,
dimana jarak tegak lurus dari pusat atraksi adalah R.
Tanpa kehilangan generalisasi, nilai α diisikan sama dengan nol. Dengan
mengisikan
R
uφcos= (4.97)
pada ruas kanan pers. (4.94), bentuk persamaan tersebut menjadi
φφ
222
2
cos3
R
mu
d
ud =+ . (4.98)
Penyelesaian dalam penghampiran kedua dalam bentuk persamaan polar sinar
cahaya adalah
)cos2(cos1 2
2φφ −+=
R
m
Ru . (4.99)
Pada akhir sinar, nilai
0=u (4.100)
sehingga
02
coscos2 =−−R
m
R
m φφ . (4.101)
Dengan asumsi
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
107
1<<R
m, (4.102)
persamaan kuadrat tersebut memiliki akar yang kecil dan akar yang besar. Untuk
akar yang kecil, penghampiran nilainya adalah
R
m2cos −=φ (4.103)
sehingga
+±=R
m2
2
πφ (4.104)
pada keadaan awal dan akhir lintasan cahaya. Maka nilai sudut pembelokan
cahaya bintang yang melintasi massa massif yang diletakkan di pusat koordinat
yang menimbulkan medan Schwarzschild adalah
R
m4. (4.105)
Untuk cahaya yang melintas dekat matahari : R = jari-jari matahari = 6,95 ×
108 m dan m = 1,5 × 103 m, sehingga nilai prediksi pembelokan adalah
=R
m4 8,62 × 10−6 radian = ''77,1 =
3600
77,1 derajat. (4.106)
Ilustrasi pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif terdapat pada
Gambar 4.3.
θ matahari
Gambar 4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar matahari
Prediksi ini juga secara umum bersesuaian dengan hasil eksperimen.
Pengamatan pertama kali dilakukan pada tahun 1919, saat beberapa team
ekspedisi berangkat ke Sobral, Brazil dan Principe, Teluk Guinea untuk
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
108
mengamati adanya pembelokan cahaya bintang saat terjadi gerhana matahari.
Mengapa harus dilakukan pada saat terjadi gerhana matahari ? Cara cerdik ini
diusulkan oleh Einstein ketika mengajukan hipotesis adanya pembelokan cahaya
bintang saat cahaya tersebut melewati dekat matahari. Menurutnya, pada siang
hari, cahaya bintang tertutup oleh sinar matahari. Namun saat gerhana, cahaya
bintang tersebut dapat nampak. Dengan membandingkan antara posisi bintang
tersebut saat matahari lewat dekat cahaya bintang tersebut, dengan saat matahari
tidak berada di dekat cahaya bintang tersebut, dapat dibandingkan apakah terjadi
pergeseran posisi bintang. Pada pengamatan di tahun 1919 tersebut setelah
mempelajari sejumlah posisi bintang, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa
cahaya bintang yang lewat dekat matahari telah membelok dengan sudut sebesar
1,98 ± 0,16 detik dan 1,61 ± 0,40 detik. Nilai pengamatan pertama ini cukup dekat
dengan ramalan teori relativitas umum sebesar 1,75 detik.
Tabel 4.2 Pengamatan pembelokan cahaya bintang pada beberapa peristiwa gerhana
No Tanggal gerhana Tempat pengamatan Jumlah bintang
yang diamati
Sudut pembelokan
(detik)
1 29 Mei 1919 Sobral, Brazil 7 1,98 ± 0,16
Principe, Teluk Guinea 5 1,61 ± 0,40
2 21 September 1922
Australia 11 − 14 1,77 ± 0,40
Australia 18 1,42 s.d. 2,16
Australia 62 − 85 1,72 ± 0,15
Australia 145 1,82 ± 0,20
3 9 Mei 1929 Sumatra 17 − 18 2,24 ± 0,10
4 19 Juni 1936 Rusia 16 − 29 2,73 ± 0,31
Jepang 8 1,28 s.d. 2,13
5 20 Mei 1947 Brazil 51 2,01 ± 0,27
6 25 Februari 1952 Sudan 9 − 11 1,70 ± 0,10
Sejak tahun 1919 telah dilakukan pengamatan kira-kira terhadap 380
bintang sepanjang gerhana matahari yang terjadi pada tahun 1922, 1929, 1936,
1947 dan 1952. Data hasil eksperimen tersebut disajikan pada Tabel 4.2. Nilai
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
109
pengamatan tersebut bervariasi dari 1,3 hingga 2,7 detik, namun paling banyak di
antara 1,7 hingga 2 detik. Eksperimen terbaru pada hasil tersebut adalah 1,70 ±
0,10 detik, yang cukup baik kesesuaiannya dengan prediksi teori relativitas umum.
Hasil eksperimen ini semakin menguatkan kebenaran teori relativitas umum,
setelah bukti pertama di atas, yaitu prediksi presisi sudut orbit planet yang
berevolusi memutari matahari.
4.4 Gelombang gravitasi
Untuk menelaah gelombang gravitasi, diasumsikan bahwa medan gravitasi
bersifat lemah, sehingga koordinat µx bersifat quasi−Minkowski. Karena tensor
metrik diberikan sebagai
µνµνµν δ hg += (4.107)
dengan µνh < < 1 dan suku derajat dua atau lebih tinggi dari µνh atau
derivatifnya dapat diabaikan. Ditinjau kerangka koordinat tersebut bersifat
harmonik sehingga tensor metrik memenuhi persamaan
0=Γαµν
µνg . (4.108)
Untuk orde pertama, pers. (4.108) tereduksi ke bentuk
[ ] αµµµµααµµ ,21
,, hh −= = 0. (4.109)
Dengan diturunkan, bentuk di atas menjadi
0,21
, =− ναµµµνµα hh . (4.110)
Dengan menukar indeks ν dan α , kemudian menambahkan persamaan baru
tersebut ke pers. (4.110), diperoleh
0,,, =−+ ναµµµνµαµαµν hhh . (4.111)
Bentuk tensor Ricci untuk tensor metrik (4.107) adalah
∂∂∂
−∂∂
∂−
∂∂∂+
∂∂∂
= νµαµ
αµµν
µµνα
ανµµ
ναxx
h
xx
h
xx
h
xx
hR
2222
2
1 (4.112)
Dengan menggunakan hasil (4.111), pers. (4.112) tereduksi ke bentuk
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
110
µµνανα ,21 hR = (4.113)
sehingga skalar kelengkungan R bernilai
µµνννανα
,21 hRgR == . (4.114)
Selanjutnya tensor Einstein diberikan oleh
µµναµµββναµµνανανα δ ,21
,41
,21
21 'hhhRgR =−=− (4.115)
dengan
ββνανανα δ hhh21' −= . (4.116)
Akhirnya persamaan gravitasi Einstein dapat dinyatakan dalam bentuk ναµµνα κTh 2' , −= . (4.117)
Dalam ruang hampa, tensor energi-momentum lenyap, sehingga pers. (4.117)
tereduksi ke bentuk
0''22
2
2
2
2
2
2
2
, =
∂∂−
∂∂+
∂∂+
∂∂= ναµµνα h
tczyxh . (4.118)
Pers. (4.118) di atas merupakan persamaan gelombang yang menunjukkan bahwa
gelombang gravitasi merambat dalam ruang hampa dengan laju sama dengan laju
cahaya.
Selanjutnya ditinjau solusi untuk pers. (4.118) di atas dalam bentuk
persamaan gelombang−datar :
)exp()exp(' * λλµν
λλµνµν xikexikeh −+= . (4.119)
bentuk di atas memenuhi pers. (4.118) jika
0=µµ kk (4.120)
dimana hubungan antara vektor kontravarian νk dan vektor kovarian µk
dihubungkan oleh tensor metrik µνg sebagai
νµνµ kgk = . (4.121)
Bentuk matriks µνe bersifat simetri :
νµµν ee = (4.122)
yang sering pula disebut tensor polarisasi (polarization tensor)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
111
4.5 Lubang hitam Schwarzschild dan Kruskal−−−−Szekeres
Geometri ruang−waktu Schwarzschild yang diberikan oleh metrik
)sin(/21
21 22222
2222 φθ drdr
rm
drdtc
r
mds ++
−+
−−= (4.123)
tampak memiliki sifat singularitas saat mr 2= , karena pada keadaan tersebut ttg
menjadi lenyap dan rrg bernilai takhingga. Daerah tersebut sering disebut sebagai
jari-jari Schwarzschild, permukaan Schwarzschild, horison Schwarzschild, bola
Schwarzschild atau singularitas Schwarzschild.
Pada daerah di sekitar mr 2= , ada sifat yang berbeda untuk koordinat r dan
t. Pada daerah r > 2m, pada t direction atau t∂∂ / bersifat bak−waktu (timelike)
karena 0<ttg , sedangkan r direction atau r∂∂ / adalah bak−ruang (spacelike)
karena 0>rrg . Sebaliknya pada daerah r < 2m, t∂∂ / adalah bak−ruang
(spacelike) karena 0>ttg dan r∂∂ / adalah bak−waktu (timelike) karena
0<rrg .
Dengan sifat di sekitar mr 2= ini, Kruskal dan Szekeres melakukan
transformasi koordinat yang menghubungkan antara koordinat r dan t dengan
koordinat radial takberdimensi u dan koordinat waktu takberdimensi v yang
dirumuskan sebagai
)4/sinh(12/
)4/cosh(12/
4/
4/
mtemrv
mtemru
mr
mr
−=
−= untuk mr 2> (4.124)
Dengan transformasi koordinat ini, metrik Schwarzschild berubah menjadi
)sin()()/32( 2222222/32 φθθ ddrdudvermds mr +++−= − (4.125)
Metrik di atas dikatakan sebagai geometri Schwarzschild dalam koordinat
Kruskal-Szekeres. Di sini, besaran r dapat dinyatakan dalam fungsi u dan v
sebagai
222/)12/( vuemr mr −=− . (4.126)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
112
Motivasi untuk melakukan transformasi koordinat Kruskal-Szekeres diawali
dengan mengenalkan sistem koordinat yang berbeda, pertama kali dilakukan oleh
Eddington (4.1924) dan Finkelstein (4.1958) (Misner dkk, 1973). Mereka
mengenalkan koordinat U~
dan V~
yang masing-masing melambangkan koordinat
radial keluar (outgoing) dan masuk (ingoing) pada geodesik nol, yaitu untuk gerak
foton jatuh bebas (freely falling photon). Untuk gerakan radial foton jatuh bebas
02 =ds (4.127)
dan
0== φθ dd (4.128)
sehingga metrik Schwarzschild menjadi (c = 1)
rm
drdt
r
m
/21
210
22
−+
−−= . (4.129)
Untuk gerak foton keluar, dilakukan transformasi
*~
rtU −= (4.130)
sedangkan untuk gerak foton masuk, persamaan transformasinya adalah
*~
rtV += (4.131)
Di sini r* diberikan sebagai
12
ln2* −+=m
rmrr . (4.132)
Untuk gerakan radial foton keluar (outgoing), metrik Schwarzschild pada
pers. (4.123) menjadi
drVdVdr
m ~2
~210 2 +
−−= . (4.133)
Persamaan di atas memiliki dua akar, yaitu
0~
=dr
Vd (4.134)
dan
rmdr
Vd
/21
2~
−= . (4.135)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
113
Sedangkan untuk gerak radial foton masuk (ingoing), bentuk metrik
Schwarzschild menjadi
drUdUdr
m ~2
~210 2 −
−−= . (4.136)
Persamaan di atas memiliki dua akar yaitu
0~
=dr
Ud (4.137)
dan
rmdr
Ud
/21
2~
−−= . (4.138)
Selanjutnya transisi dari koordinat Eddington−Finkelstein ke
Kruskal−Szekeres dilakukan, pertama dengan menuliskan dari pers. (4.130) dan
(4.131) sebagai
*2~~
rUV =− (4.139)
dan
tUV 2~~ =+ (4.140)
sehingga metrik Schwarzschild berubah menjadi
)sin(~~2
1 22222 φθθ ddrVdUdr
mds ++
−−= . (4.141)
Dalam metrik di atas masih terdapatbentuk rm /21− yang menunjukkan adanya
singularitas di mr 2= . Kemudian disusun persamaan berikut
−=
=
−m
r
m
r
m
r
m
UV
2exp1
22
*exp
2
~~exp . (4.142)
Berikutnya dengan mendefinisikan
−
−−=
−−=
m
t
m
r
m
r
m
Uu
4exp
4exp1
24
~exp~ (4.143)
dan
−=
−=
m
t
m
r
m
r
m
Vv
4exp
4exp1
24
~exp~ , (4.144)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
114
substitusi ini akan menghilangkan bentuk rm /21− dalam koefisien koordinat.
Dalam wakilan koordinat yang baru, metrik Schwarzschild berbentuk
)sin(~~2
exp32 2222
32 φθθ ddrvdud
m
r
r
mds ++
−
−= (4.145)
Tampak bahwa bentuk rm /21− telah lenyap, sehingga metrik tersebut tetap valid
untuk mr 2= . Terakhir dengan melakukan substitusi berikut, diperoleh metrik
dalam koordinat Kruskal−Szekeres, yaitu :
−=−=m
t
m
r
m
ruvu
4cosh
4exp1
2)~~(
2
1 (4.146)
dan
−=+=m
t
m
r
m
ruvv
4sinh
4exp1
2)~~(
2
1 (4.147)
sehingga diperoleh pula
udvddudv ~~22 =− . (4.148)
Akhirnya diperoleh metrik berkoordinat Kruskal−Szekeres yang berbentuk
( ) )sin(2
exp32 222222
32 φθθ ddrdvdu
m
r
r
mds ++−
−
= . (4.149)
Ilustrasi metrik berkoordinat Kruskal−Szekeres disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Ilustrasi ruang−waktu bermetrik Kruskal−Szekeres
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
115
4.6 Struktur Bintang
Berikut ini akan ditelaah struktur bintang statik simetri bola beserta
dinamika tekanan, rapat massa dan medan gravitasi. Dari metrik isotropik statik
(nilai c diisikan sama dengan 1) yang berbentuk
)sin()()( 2222222 φθθ ddrdrrAdtrBds +++−= (4.150)
komponen tensor metrik kovarian adalah
)(rAgrr = , 2rg =θθ , θφφ22 sinrg = , )(rBgtt −=
dan 0=µνg untuk νµ ≠ . (4.151)
Diasumsikan tensor energi-momentum pada keadaan ini berbentuk tensor untuk
fluida sempurna (perfect fluid) yang berbentuk
νµµνµν ρ UUppgT )( ++= (4.152)
dengan :
p = tekanan pribadi (proper pressure),
ρ = rapat energi total pribadi (proper total energy density), dan
µU = vektor kecepatan−4,
yang memenuhi persamaan
1−=νµµν UUg . (4.153)
Mengingat fluida dalam keadaan rehat, diambil nilai-nilai
0=== φθ UUU r (4.154)
dan
)(1
rBg
Uttt −=
−−= . (4.155)
Diasumsikan bahwa sistem yang ditinjau tak gayut waktu t serta bersifat simetri
bola yang membawa konsekuensi bahwa tekanan p dan rapat energi ρ hanya
fungsi koordinat radial r.
Dengan menggunakan nilai-nilai komponen tensor metrik, tensor energi-
momentum fluida sempurna ke dalam tensor Ricci dan persamaan gravitasi
Einstein, diperoleh persamaan-persamaan berikut :
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
116
ApGrA
A
B
B
A
A
B
B
B
BRrr )(4
'''
4
'
2
'' −−=−
+−= ρπ (4.156)
2)(41''
21 rpG
AB
B
A
A
A
rR −−=+
+−+−= ρπθθ (4.157)
dan
BpGrA
B
B
B
A
A
A
B
A
BRtt )3(4
'''
4
'
2
'' +−=−
++−= ρπ . (4.158)
Tanda aksen yang terdapat pada persamaan di atas menunjukkan ./ drd
Sebagai tambahan analisis, persamaan yang menyatakan keseimbangan
hidrostatik (hydrostatic equilibrium) diberikan oleh (Weinberg, 1972)
ρ+
−=p
p
B
B '2'. (4.159)
Langkah pertama untuk menyelesaikan persamaan-persamaan di atas adalah
mencari nilai )(rA , yaitu dengan membentuk persamaan berikut
ρπθθ GArrrA
A
B
R
r
R
A
R ttrr 811'
22 2222−=+−−=++ . (4.160)
Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
281 rGA
r
dr
d ρπ−=
. (4.161)
Penyelesaian persamaan diferensial di atas dengan syarat )0( =rA berhingga
diberikan dalam bentuk
1
)(21)(
−
Μ−=r
rGrA (4.162)
dengan
∫=
=Μr
r
rdrrr0~
2 ~)~(~4)( ρπ . (4.163)
Untuk mengeliminasi )(rA dan )(rB dari pers. (4.157), digunakan pers. (4.159)
dan (4.162) yang kemudian menjadi
22 )(44'
12
11 rpGrGr
G
p
rp
r
G −−=−Μ+
+−
Μ−+− ρπρπρ
. (4.164)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
117
Kita dapat menuliskan persamaan di atas dalam bentuk
13
2 )(21
)(
)(41
)(
)(1)()()('
−
Μ−
Μ+
+Μ=−
r
rG
r
rpr
r
rprrGrpr
πρ
ρ . (4.165)
Ketika kita menghitung )(),( rr Μρ dan )(rp , dapat dengan segera diperoleh
)(rA dari pers. (4.162). Selanjutnya untuk memperoleh )(rB , pers. (4.165) dapat
digunakan untuk menuliskan pers. (4.159) dalam bentuk
rG
pr
r
G
B
B
/21
)4(2' 3
2 Μ−+Μ= π
. (4.166)
Solusi untuk syarat batas 1)( =∞B adalah
( )
Μ−+Μ−= ∫∞
=
−
rdr
rGrprr
r
GrB
rr
~~
)~(21)~(~4)~(
2exp)(
~
13
2π (4.167)
Di luar bintang, )(rp dan )(rρ lenyap, dan )(rΜ adalah tetapan yang
bernilai )(RΜ , sehingga pers. (4.162) dan (4.167) memberikan
r
rG
rArB
)(21
)(
1)(
Μ−== untuk Rr ≥ . (4.168)
Sekarang ditinjau keadaan dimana bintang memiliki rapat energi konstan :
ρ = konstan. (4.169)
Dengan ρ konstan, pers. (4.164) dapat ditulis menjadi
]3/)(][)([
)('
ρρ ++−
rprp
rp =
12
3
814
−
− rG
Grρππ . (4.170)
Di permukaan bintang dengan r = R, nilai tekanan pribadi (proper pressure)
p haruslah lenyap atau
0)( == Rrp (4.171)
sehingga syarat batas ini memberikan bentuk
3/81
3/81)(3)(
2
2
rG
RG
rp
rp
ρπρπ
ρρ
−−=
++
. (4.172)
Untuk mencari tekanan p, rapat energi ρ dinyatakan dalam massa bintang secara
34
3
R
M
πρ = untuk Rr < (4.173)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
118
sehingga diperoleh tekanan bintang
−−−
−−−=
)/2(13/2(1
/2(1)/2(1
4
3)(
32
32
3RGMRGMr
RGMrRGM
R
Mrp
π. (4.174)
Komponen tensor metrik )(rA dapat dihitung menggunakan pers. (4.162) :
1
3
221)(
−
−=
R
GMrrA (4.175)
sedangkan komponen tensor metrik )(rB dapat dihitung dengan menggunakan
pers. (4.174) ke dalam integral (4.167) yang memberikan
2
3
221
213
4
1)(
−−−=
R
GMr
R
GMrB . (4.176)
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
119
Soal-Soal Latihan BAB IV
1. Bagaimanakah konsep gravitasi Newton dan Einstein terhadap kasus :
sebuah massa M simetri bola ditempatkan di pusat koordinat.
2. Apakah metrik Schwarzschild menyimpan singularitas di dalamnya? Ketika
dilakukan transformasi koordinat ke koordinat Kruskal−Szekeres, apakah
seluruh singularitas menjadi lenyap? Jelaskan.
3. Tunjukkan bahwa transformasi Kruskal−Szekeres
)4/cosh()4/exp(12/ mctmrmru −= ,
)4/sinh()4/exp(12/ mctmrmrv −=
mengubah metrik Schwarzschild ke bentuk
)sin()2/exp(
)(32 2222223
2 φθθ ddrmrr
dvdumds ++−=
dengan r diberikan dalam bentuk u dan v oleh persamaan
)2/exp()12/(22 mrmrvu −=− .
Tunjukkan bahwa persamaan lintasan foton yang bergerak radial adalah
vu ± = tetapan.
4. Tunjukkan bahwa transformasi
arvu 3/2 2/3+= ,
])/()ln[(2 2 arararatv −+−+=
dengan ma 22 = akan mengubah metrik Schwarzschild ke bentuk
22223/423/2
222 )sin()(
)(9
4dvddvu
vu
duds −+−+
−= φθθµµ
dengan 4/9 23 a=µ .
Penerapan Teori Relativitas Umum _________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
120
5. Tunjukkan bahwa dengan melakukan transformasi koordinat
2
'21'
+=r
mrr
ke dalam metrik Schwarzschild diperoleh metrik dalam bentuk ‘isotropik”
yaitu
222
222222
2
'2/1
'2/1))sin(''(
'21 dtc
rm
rmddrdr
r
mds
+−−++
+= φθθ .
6. Pada metrik Schwarzschild :
(a) Tentukan jari-jari dimana sebuah foton menempuh gerakan melingkar.
(b) Tentukan periode orbit foton tersebut yang diukur oleh seorang
pengamat tetap.
7. Buktikan persamaan (4.43).
8. Buktikan persamaan (4.49).
9. Buktikan persamaan (4.55).
10. Buktikan persamaan (4.58).
11. Buktikan bahwa jika peristiwa pembelokan cahaya bintang hanya dipandang
sebagai tarikan foton relativistik oleh medan gravitasi Newton benda massif,
maka sudut pembelokan cahaya bintang tersebut hanya bernilai setengah
dari ramalan relativitas umum.
12. Carilah lintasan gerak foton pada metrik Kruskal−Szekeres.
13. Buktikan persamaan (4.156)−(4.158).
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
121
BAB V
KOSMOLOGI : SEJARAH JAGAD RAYA
5.1 Pendahuluan
Sebagaimana ditulis oleh Krane (1992), setiap kemajuan baru di dalam
pemahaman jagad raya ternyata semakin memperkecil peran kita di dalamnya.
Walaupun demikian, setiap kemajuan ini selalu menimbulkan rasa kekaguman
baru. Astronomi abad ke tujuh belas mengungkapkan fakta bahwa bumi bukanlah
pusat tata surya melainkan salah satu dari beberapa planet yang mengitari
matahari. Pada abad ke sembilan belas, para astronom mengarahkan teleskopnya
ke bintang-bintang dan menggunakan peralatan spektroskopi yang dikembangkan
untuk mengukur berbagai panjang gelombang cahaya bintang. Ditemukan fakta
bahwa matahari kita ternyata hanya sebuah bintang biasa yang kedudukannya
tidaklah istimewa dalam skala galaksi. Matahari kita ternyata adalah satu dari
sekitar 1011 bintang dalam galaksi kita yang dikenal dengan nama galaksi Bima
Sakti.
Dari teleskop para astronom, terungkap pula beberapa objek aneh seperti
gumpalan nebula redup yaitu sepotong cahaya lebar yang melebihi ukuran bintang.
Beberapa nebula ini kemudian dapat disimpulkan sebagai kabut gas dalam galaksi,
yang dapat menyatakan materi baru dari mana bintang dibentuk, atau sisa dari
bintang yang mengakhiri hidupnya dengan ledakan dahsyat.
Selain itu diperoleh pula nebula yang agak redup. Namun hal ini masih
menimbulkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya hakikat nebula yang agak redup
ini. Kepastian tentang pertanyaan ini hanya dapat terpecahkan bila cahaya semua
objek redup dapat dipisahkan menjadi bintang-bintang tunggal. Hal ini adalah
persoalan eksperimental yang amat sulit, karena memerlukan pencahayaan sebuah
pelat foto sepanjang malam, pada saat mana para astronom bergulat dalam
kedinginan malam di atas puncak gunung untuk menjaga fokus teleskopnya tetap
mengarah ke nebula, sebagai akibat rotasi bumi dan perubahan suhu yang
menyebabkan perubahan ukuran teleskop. Pada tahun 1920−an, Edwin Hubble
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
122
berhasil memisahkan cahaya berbagai bintang dalam galaksi tetangga kita, serta
menyimpulkan ukuran, kecemerlangan dan jaraknya dari kita.
Semakin banyak nebula dan galaksi yang ditemukan, semakin pula
kedudukan kita di jagad raya. Matahari kita tidak saja hanya satu dari sekitar 1011
bintang dalam galaksi Bima Sakti, melainkan mungkin galaksi Bima Sakti sendiri
merupakan satu di antara 1011 galaksi yang ada di jagad raya.
Pengamatan Hubble juga menghasilkan pernyataan yang menarik : setiap
galaksi bergerak menjauhi kita (dan menjauhi yang lainnya) dengan kelajuan yang
amat tinggi. Semakin jauh sebuah galaksi dari kita, semakin tinggi lajunya.
Kesimpulan mengesankan ini akan menuntun kita ke model standar jagad raya
beserta asal usulnya. Jika semua galaksi bergerak saling menjauhi, maka mereka
sebelumnya tentulah berdekatan. Jika kita kembali cukup jauh ke masa lampau,
semua materi tentulah berasal dari sebuah titik singularitas berkerapatan takhingga
yang mengalami ledakan dahsyat. Peristiwa itu dikenal sebagai Big Bang (Ledakan
Besar).
Informasi yang lebih menghebohkan datang menyusul. Pada tahun 1965, dua
astronom yang bernama Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan pijaran
radiasi latar belakang gelombang mikro dari sisa-sisa ledakan besar yang mengisi
seluruh jagad raya dan terus menghujami bumi, meskipun telah mengalami
pendinginan selama kurang lebih 15 milyar tahun.
Karya eksperimental yang telah dirintis oleh Hubble, Penzias dan Wilson
merupakan landasan untuk berspekulasi mengenai asal mula, evolusi dan masa
depan jagad raya. Semua teori ini termasuk dalam bidang kajian kosmologi yang
berasaskan pada teori relativitas umum dengan paduan bidang astronomi, fisika
partikel, fisika statistik, termodinamika dan elektrodinamika. (Krane, 1992)
Di dalam jagad raya paling tidak terdapat empat jenis interaksi dasar
(mungkin dapat ditambah satu lagi yaitu interaksi maha lemah atau superweak).
Keempat interaksi tersebut masing-masing adalah interaksi kuat, lemah,
elektromagnetik dan gravitasi. Interaksi elektromagnetik (EM) bermediator foton
dan berjangkauan jauh terjalin antara zarah−zarah bermuatan listrik dan/atau
bermomen magnet dan berlangsung secara makro dan mikro dalam atom inti dan
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
123
zarah elementer. Teori kuantum interaksi medan elektromagnetik dikenal dengan
nama Elektrodinamika Kuantum (QED) dan merupakan teori interaksi yang paling
akurat dan luas cakupannya. Interaksi kuat yang berjangkauan pendek serta
bersama−sama dengan interaksi EM mempertahankan paritas, hanya muncul
dalam daerah kuantum serta berperan dalam interaksi antar nukleon dalam inti
atom dan antar penyusun nukleon dan meson yaitu tiga jenis kuark (u, d dan s)
dengan mediator partikel gluon bermassa. Teori interaksi kuat yang melibatkan
zarah−zarah hadron ini disebut Kromodinamika Kuantum (QCD). Interaksi lemah
yang hanya muncul pada daerah mikro, melibatkan zarah neutrino dan bekerja
pada peluruhan beta inti, pion, muon dan sebagainya dengan mediator partikel
bermassa W± (bermuatan) dan Z (netral) serta melanggar kekekalan paritas. Teori
untuk interaksi ini disebut Flavordinamika Kuantum (QFD). Interaksi yang paling
lemah dari keempat interaksi dasar adalah interaksi gravitasi yang berperan dalam
interaksi jangkauan jauh antar massa dan antar massa dengan foton dengan
mediator graviton tak bermassa. Teori kuantum yang menjelaskan interaksi
gravitasi antar partikel bermassa dikenal dengan nama Geometrodinamika
Kuantum (QGD).
Pada materi massif seperti bintang dan galaksi, muatan mereka praktis netral
sehingga interaksi elektromagnetik tak bekerja pada struktur skala besar jagad
raya. Pada pada skala ini, hanya interaksi gravitasi saja yang bekerja. Oleh karena
itu hukum gravitasi Einstein yang didasarkan pada teori relativitas umum akan
sanggup memberikan gambaran jagad raya secara komprehensif, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Teori Gravitasi Einstein sendiri mampu meramalkan beberapa fenomena di
jagad raya dengan ketelitian tinggi. Teori ini adalah teori yang menyempurnakan
teori gravitasi Newton. Beberapa fenomena di jagad raya yang terbuktikan
ramalannya dengan ketelitian tinggi adalah :
1. pembelokan cahaya bintang
2. presesi orbit planet
3. pergeseran merah gravitasi
4. gema tunda waktu radar (Weinberg, 1972; Krane 1992).
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
124
Relativitas umum juga menyajikan beberapa ramalan menarik seperti adanya
lubang hitam (black holes), gelombang gravitasi (gravitational waves), singularitas
ruang-waktu dan sebagainya. Meskipun teori ini memiliki daya pikat, keindahan
estetis dan sementara ini lulus dalam tes eksperimental, jumlah tes tersebut
sebenarnya masih tergolong langka. Nampaknya agak berlebihan jika jagad raya
dapat ditelaah hanya dengan menggunakan teori ini. Namun akan diperoleh bahwa
paling tidak secara kuantitatif, ramalan teori relativitas umum sesuai dengan
beberapa pengamatan, seperti fenomena ekspansi jagad raya, ramalan sisa-sisa
radiasi Big Bang dan sebagainya.
Tidak digunakannya gravitasi Newton untuk menelaah interaksi gravitasi
dalam jagad raya disebabkan oleh keterbatasan teori itu sendiri. Memang gravitasi
Newton itu sendiri memberikan pemerian secara kuantitatif yang serupa dengan
solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya (Weinberg, 1972).
Namun teori Newton menganggap bahwa ruang di jagad raya bersifat Euclid
(datar). Newton tidak mengenal istilah ruang lengkung. Padahal menurut Einstein,
keberadaan medan gravitasi dalam ruang menyebabkan ruang di jagad raya
menjadi lengkung, dengan geometri ruang bersifat Riemannian. Kelengkungan
ruang untuk skala galaksi memang masih dapat diabaikan, namun untuk skala
besar jagad raya, efek ini dapat dijumlahkan sehingga tak dapat diabaikan lagi.
Oleh karena itu penelaahan keadaan fisis jagad raya dilakukan dengan
menyelesaikan persamaan medan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya.
5.2 Asas Kosmologi
Dalam skala besar jagad raya, mulai dari jarak 107 parsec, seluruh materi
dapat dianggap sebagai fluida yang kontinu, homogen dan isotrop. Pernyataan ini
membawa kepada kesimpulan bahwa tidak ada pengamat galaksi yang dipandang
istimewa di jagad raya ini. Dengan kata lain, seluruh pengamat bergerak bersama
galaksi dan melihat proses skala besar yang sama dalam evolusi jagad raya. Inilah
yang dinamakan dengan asas kosmologi (cosmological principle). Sedangkan teori
keadaan ajeg (steady state theory) didasarkan pada asas kosmologi sempurna
(perfect cosmological principle) yang menyatakan bahwa seluruh pengamat
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
125
galaksi melihat struktur skala besar jagad raya yang sama untuk seluruh waktu.
Berdasarkan fakta-fakta, ditemui bahwa yang lebih tepat adalah asas pertama,
bukan asas kedua.
5.3 Geometri Bolahiper (Hypersphere geometry)
Dalam ruang Euclid empat dimensi
),,,( 4321 xxxxxi = (5.1)
kuadrat elemen garis dirumuskan sebagai
242322212 )()()()( dxdxdxdxdxdxdl jiij +++== η (5.2)
Bentuk persamaan bolahiper (hypersphere) tiga dimensi dalam ruang empat
dimensi menyerupai bentuk persamaan permukaan bola dua dimensi dalam ruang
tiga dimensi. Persamaan bolahiper tersebut adalah
224232221 )()()()( Sxxxx =+++ (5.3)
dengan S adalah ruji bolahiper. Jika persamaan di atas diturunkan maka bentuknya
menjadi
044332211 =+++ dxxdxxdxxdxx (5.4)
atau
4
3322114
x
dxxdxxdxxdx
++−= . (5.5)
Dengan memasukkan pers. (5.5) ke (5.2) diperoleh
23
1
224
3
1
22 )()2(
1)(
+= ∑∑
== i
i
i
i xdx
dxdl (5.6)
yang menyatakan bentuk umum persamaan kuadrat elemen garis pada bolahiper.
Jika ruang Euclid tersebut dinyatakan dalam koordinat polar
),,( φθu (5.7)
melalui persamaan transformasi
θφθφθ cos,sinsin,cossin 321 uxuxux === (5.8)
maka
( ) 2/1332211 )()()( xxxu ++= (5.9)
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
126
dan
242 )(xuS += (5.10)
sehingga
22
22222222 )sin(
uS
duuddududl
−+++= φθθ (5.11)
= )sin()/(1
22222
2
φθθ dduSu
du ++−
. (5.12)
Dengan substitusi
Sru = (5.13)
diperoleh
++
−= )sin(
12222
2
222 φθθ ddr
r
drSdl . (5.14)
Jika pada pers. (5.3), 2S diganti dengan 2S− , pers. (5.14) menjadi
++
+= )sin(
12222
2
222 φθθ ddr
r
drSdl . (5.15)
Kedua metrik di atas dapat dituliskan sekaligus dalam ungkapan
++
−= )sin(
12222
2
222 φθθ ddr
kr
drSdl (5.16)
dengan k = 1 untuk pers. (5.14) dan k = −1 untuk pers. (5.15). Jika diisikan k = 0 ,
dihasilkan ruang Euclid tiga dimensi.
5.4 Metrik Robertson-Walker
Metrik Robertson-Walker dibangun di atas dua asumsi berikut :
1. Adanya waktu kosmik x0 dalam koordinat Gauss, yaitu koordinat yang ikut
bergerak bersama pengamat
2. Asas homogen dan isotrop jagad raya.
Metrik jagad raya mengambil bentuk
νµµν dxdxgds =2 (5.17)
Persamaan transformasi untuk 0ig adalah
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
127
000 ji
j
jk
k
i
j
i gx
xg
x
x
x
xg
∂∂=
∂∂
∂∂=
yang menggambarkan bahwa 0ig menentukan arah tertentu pada ruang tiga
dimensi. Hal ini bertentangan dengan asumsi kedua di atas sehingga ditarik
kesimpulan bahwa 00 =ig untuk i = 1, 2, 3. Bentuk metrik jagad raya tereduksi ke
bentuk
jiij dxdxgdxgds += 20
002 )( (5.18)
Ditinjau dua kejadian yang masing-masing terjadi pada waktu 0x dan
00 dxx + . Diketahui τd adalah swawaktu / waktu pribadi (proper time) antara dua
kejadian tersebut. Karena koordinat spatial pengamat tidak pernah berubah, bentuk
metrik (5.18) menjadi
2000
2 )(dxgd =− τ (5.19)
Berdasarkan asumsi pertama, swawaktu ∫= ττ d sama dengan waktu kosmik
tx =0 sehingga 100 −=g . Bentuk metrik (5.18) menjadi
jiij dxdxgdtds +−= 22 (5.20)
Dengan mengambil t konstan, metrik di atas menjadi
22 dldxdxgds jiij == (5.21)
Berdasarkan asas kosmologi, setiap pengamat akan mendapati ruang spatial
bersifat homogen dan isotrop. Oleh karena itu, bentuk 2dl adalah bentuk umum
elemen garis pers. (5.16) sehingga pers. (5.20) dituliskan sebagai
++
−+−= )sin(
12222
2
2222 φθθ ddr
kr
drSdtds (5.22)
Metrik di atas dinamakan metrik Robertson-Walker. S adalah faktor skala kosmik
yang merupakan fungsi t saja. Untuk k = +1, nilai S menyatakan ruji spatial
bolahiper 3 dimensi dalam ruang empat dimensi spatial.
5.5 Pergeseran merah galaksi
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
128
Informasi penting yang diperoleh mengenai faktor skala kosmik )(tS akan
membawa pada pengamatan pergeseran frekuensi cahaya yang dipancarkan dari
sumber tertentu. Untuk menghitung pergeseran frekuensi ini, kita akan
menempatkan diri kita pada titik awal koordinat r = 0. Ditinjau cahaya yang
merambat hanya pada arah r dengan θ dan φ konstan. Persamaan geodesik
cahaya tersebut adalah
2
2222
10
kr
drSdtd
−−== τ (5.23)
atau
21 kr
dr
S
dt
−=− . (5.24)
Jika cahaya meninggalkan galaksi dengan koordinat ),,( 111 φθr pada saat 1t
maka cahaya tersebut akan sampai pada kita pada saat 0t yang diberikan oleh
persamaan
)( 1
0
1
rfS
dtt
t
=∫ (5.25)
dengan
−==
+==
−=
−
−
∫1sinh
0
1sin
1)(
11
1
11
021
1
kr
kr
kr
kr
drrf
r
(5.26)
Galaksi tersebut memiliki koordinat ),,( 111 φθr konstan sehingga )( 1rf tak
gayut waktu. Selanjutnya jika cahaya berikutnya meninggalkan 1r pada waktu
11 tt δ+ , cahaya tersebut akan sampai kepada kita pada waktu 00 tt δ+ dengan
hubungan sebagai
)( 1
00
11
rfS
dttt
tt
=∫+
+
δ
δ
(5.27)
yang berimplikasi pada hubungan
)()( 1
1
0
0
tS
t
tS
t δδ = . (5.28)
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
129
Cahaya berfrekuensi 0ν yang dipancarkan akan teramati berfrekuensi 1ν melalui
hubungan
)(
)(
0
1
0
1
1
0
tS
tS
t
t ==δδ
νν
. (5.29)
Didefinisikan pergeseran merah z sebagai fraksi pertambahan panjang
gelombang
1
10
λλλ −=z . (5.30)
Karena
0
1
1
0
νν
λλ = (5.31)
maka
1)(
)(
1
0 −=tS
tSz . (5.32)
Jadi z akan bernilai positif jika
)()( 10 tStS > (5.33)
yang menyatakan adanya ekspansi jagad raya.
Jika galaksi yang diamati cukup dekat pada skala besar, 10 tt − relatif kecil
dan )( 1tS dapat dinyatakan dalam deret Taylor sebagai
...)()()()()()( 02
1021
01001 −−+−−= tStttStttStS ɺɺɺ
= ( )...)()(1)( 210002
11000 −−−−− ttHqttHtS (5.34)
dengan 0H dan 0q berturut-turut menyatakan tetapan Hubble dan parameter
perlambatan untuk saat ini. Kedua besaran itu dikatakan konstanta, meski
sebenarnya nilai gayut waktu. Namun untuk rentang waktu yang relatif kecil, jika
dibandingkan dengan usia jagad raya, kedua nilai di atas praktis konstan. Secara
umum keduanya didefinisikan sebagai
S
SH
ɺ
= (5.35)
dan
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
130
2S
SSq
ɺ
ɺɺ
−= (5.36)
Dengan substitusi pers. (5.34) − (5.36) ke (5.32) diperoleh hasil
...)()1()( 210
2002
1100 +−++−= ttHqttHz (5.37)
Dengan mengamati z untuk sejumlah galaksi serta menghitung )( 10 tt − setiap
galaksi, ekspansi z di atas menghasilkan nilai 0H dan 0q saat ini yang besarnya
masing-masing adalah (Weinberg, 1972)
0H = 75 km/sMpc (5.38)
0q = 1,2 ± 0,4. (5.39)
Selanjutnya kedua nilai tersebut dipakai untuk menelaah sifat fisis jagad raya.
5.6 Ekspansi Jagad Raya
Bukti adanya ekspansi jagad raya berasal dari efek pergeseran Doppler
cahaya yang dipancarkan oleh galaksi-galaksi jauh. Pergerakan bintang-bintang
atau galaksi dekat relatif terhadap kita tidaklah cukup memberikan bukti adanya
ekspansi jagad raya. Beberapa bintang di galaksi kita bergerak menuju kita dan
panjang gelombang yang dipancarkannya teramati mengalami pergeseran ke
panjang gelombang yang lebih pendek (pergeseran biru). Sementara itu beberapa
bintang lainnya bergerak menjauhi kita sehingga cahayanya mengalami pergeseran
ke arah panjang gelombang yang lebih besar atau dikenal sebagai pergeseran
merah.
Jika kita beralih ke cahaya yang berasal dari galaksi-galaksi di dekat kita,
kembali akan diperoleh beberapa di antara mereka mengalami pergeseran biru, dan
beberapa lainnya mengalami pergeseran merah. Hanya jika kita alihkan perhatian
kepada galaksi-galaksi jauh, barulah nampak secara konvergen galaksi-galaksi
tersebut bergerak menjauhi kita serta cahaya yang dipancarkannya mengalami
pergeseran merah.
Bagaimanakah kita dapat meyakini adanya pengembangan jagad raya yang
menyebabkan terjadinya pergeseran merah tersebut ? Sekurang-kurangnya terdapat
tiga alasan yaitu (Krane, 1992) :
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
131
1. Menurut pengamatan, jumlah galaksi yang mengalami pergeseran merah dan
biru tidak seimbang. Semua galaksi jauh bergerak menjauhi kita. Oleh
karena itu pergeseran merah ini tidak dapat dijelaskan sebagai pergeseran
acak sejumlah galaksi yang mematuhi suatu distribusi tertentu.
2. Pergeseran merah itu nampaknya bukanlah pergeseran merah galaksi
menurut relativitas umum. Hal ini disebabkan materi dalam galaksi tidaklah
terlalu padat sehingga tidak dapat menghasilkan pergeseran yang besar.
3. Pergeseran yang diamati berbanding lurus dengan jarak galaksi dari kita.
Agaknya kenyataan ini merupakan langkah paling penting untuk mendukung
gagasan ekspansi jagad raya yang biasanya diungkapkan sebagai Hukum
Hubble, yaitu
v = Hd (5.40)
dengan v adalah laju galaksi, H adalah tetapan Hubble dan d adalah jarak galaksi
dari kita.
Hukum Hubble tersebut dapat diturunkan dari metrik Robetrson-Walker.
Jika tempat kita dipilih dengan koordinat r = 0, maka jarak radial galaksi ),,( 1 φθr
terhadap kita pada waktu kosmik t adalah
)(1
10
2
1
rSfkr
drSd
r
r
=−
= ∫=
(5.41)
dengan )( 1rf seperti pada pers. (5.26). Laju pergerakan galaksi tersebut terhadap
kita diberikan sebagai
HdS
SSrf
dt
dSrfdv ====
ɺɺ )()( 11 (5.42)
yaitu hukum Hubble.
Bagaimanakah hukum Hubble melukiskan ekspansi jagad raya ? Ditinjau
kiasan jagad raya yang digambarkan oleh sistem koordinat tiga dimensi pada
Gambar 5.1 yang mana setiap titik mewakili sebuah galaksi. Galaksi Bima Sakti
dipilih pada titik O. Jarak mula-mula suatu galaksi terhadap Bima Sakti adalah d.
Setelah jagad raya mengembang yang digambarkan oleh menjauhnya semua titik
tersebut, jarak tersebut menjadi d’. Diasumsikan pengembangan tersebut terjadi
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
132
sedemikian sehingga seluruh jarak ukur bertambah dengan faktor pengali konstan
k pada waktu t. Rumus yang berlaku adalah kxx =' . Jadi kdd =' . Dengan
demikian jika dalam selang waktu t galaksi tersebut menempuh jarak dd −'
menjauhi Bima Sakti, laju pergerakannya adalah
t
ddv
−= ' =
t
kd )1( −. (5.43)
Jika kita bandingkan antara kelajuan galaksi 1 dan 2 diperoleh
2
1
2
1
d
d
v
v = (5.44)
yang identik dengan hukum Hubble. Pers. (5.44) di atas sekaligus menunjukkan
bahwa makin jauh jarak galaksi dari kita, makin cepat pula ia meninggalkan kita.
Gambar 5.1.
Kiasan pengembangan jagad raya dengan kiasan kawat
Perlu dicatat di sini bahwa ekspansi jagad raya berlangsung sedemikian
sehingga tidak ada satu tempat/ruang di jagad yang menjadi pusat ekspansi. Semua
titik/ruang mengalami ekspansi sehingga tidak ada titik yang memiliki kedudukan
istimewa di jagad raya. Jika kita mengecat beberapa titik pada balon kemudian
meniupnya, tampak bahwa setiap titik bergerak saling menjauhi. Semakin jauh
jarak antara dua titik, semakin cepat pula keduanya menjauh.
Peristiwa fisis ekspansi jagad raya ini melahirkan dua teori besar. Teori
pertama, jika setiap galaksi bergerak saling menjauhi, berarti di masa lampau jarak
mereka lebih dekat. Kalau kita menengok lebih jauh lagi, akan didapati seluruh
galaksi dan materi lainnya mula-mula berada pada titik singularitas dengan
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
133
kerapatan dan temperatur takhingga besar. Teori ini dikenal sebagai hipotesis Big
Bang (Ledakan Besar) yang dikemukakan oleh George Gamow dkk pada tahun
1948. Teori kedua, kerapatan jagad raya selalu konstan. Sewatu galaksi-galaksi
bergerak saling menjauhi, dalam ruang antargalaksi terus diciptakan materi baru
agar kerapatan jagad raya selalu konstan. Galaksi atau materi baru yang diciptakan
akan menyebabkan jagad raya tampak sama sepanjang masa, baik pada masa
lampau, sekarang maupun masa depan. Teori ini dikenal dengan hipotesis Steady
State (Keadaan Ajeg) yang dikemukakan oleh Hoyle dkk pada tahun 1960. Teori
kedua ini menggunakan asas kosmologi sempurna, sebagaimana tersebut pada
pasal 2. Pengamatan dengan teleskop radio yang dilakukan oleh Penzias dan
Wilson di tahun 1965 berhasil menyingkap adanya suatu radiasi latar belakang
kosmik pada daerah gelombang mikro yang diyakini sebagai sisa-sisa radiasi Big
Bang. Dengan demikian pengamatan tunggal ini mengunggulkan teori Big Bang
dari semua model kosmologi lainnya.
5.7 Sejarah Suhu Jagad Raya menurut Big Bang
Menurut teori Big Bang, jagad raya berasal dari suatu ledakan besar yang
menghamburkan seluruh isi jagad raya ke segala arah ruang. Saat ledakan terjadi,
jagad raya berukuran titik berkerapatan energi takhingga, bersuhu takhingga besar.
Saat jagad raya terus mengembang dan usianya bertambah, suhunya semakin
mengecil. Akhirnya suhu jagad raya sampai pada ambang penciptaan partikel-
antipartikel.
Menurut Weinberg (1972), garis besar sejarah suhu (thermal history) jagad
raya adalah sebagai berikut :
1. Pada suhu T > 1012 K, jagad raya berisi banyak sekali variasi partikel pada
kesetimbangan suhu, seperti foton, lepton, meson dan nukleon beserta
antipartikel masing-masing. Suhu ambang bagi penciptaan nukleon ini
adalah sekitar 1013 K. Di atas suhu tersebut, energi jagad raya sedemikian
tinggi sehingga mungkin mampu menciptakan kuark yang lebih berat dari
nukleon seperti kuark jenis charmed, bottom dan top (Griffith, 1987).
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
134
2. Pada T ≈ 1012 K, jagad raya berisi foton, muon, antimuon, elektron, positron,
neutrino dan antineutrino. Terdapat percampuran nukeon dalam jumlah amat
kecil, dengan neutron dan proton berjumlah kurang lebih sama. Semua
partikel masih berada dalam kesetimbangan suhu.
3. Ketika T < 10 12 K, muon dan antimuon mengalami proses pelenyapan
(annihilation). Setelah seluruh muon lenyap, pada T ≈ 1,3 × 1011 K, neutrino
dan antineutrino mengalami ketidakgandengan (decoupled) dengan partikel
lain. Partikel ±e , γ dan sebagian kecil nukleon berada pada kesetimbangan
suhu dengan T ∝ S −1.
4. Ketika T < 10 11 K atau t ≈ 10−2 s, perbedaan massa proton dan neutron
menyebabkan terjadinya perubahan percampuran nukleon sehingga proton
lebih banyak daripada neutron.
5. Ketika T < 5 × 109 K atau t ≈ 4 s, pasangan elektron-positron mengalami
pelenyapan sehingga melenyapkan seluruh positron dan menyisakan sedikit
elektron. Jagad raya hanya didominasi oleh foton, neutrino dan antineutrino
dengan suhu foton lebih tinggi 40,1 % daripada suhu neutrino-antineutrino.
Perbandingan neutron terhadap proton kira-kira 1 : 5.
6. Pada T ≈ 109 K atau t ≈ 180 s, terjadi fusi antara proton dengan neutron yang
membentuk inti yang lebih berat seperti deuterium dan helium.
7. Ekspansi bebas foton, neutrino dan antineutrino terus berlanjut dengan γT =
1,401 νT ∝ 1−S . Pada 103 K < T < 105 K, nilai rapat energi foton, neutrino-
antinuetrino menjadi di bawah rapat energi rehat hidrogen dan helium. Atom
hidrogen terbentuk kira-kira pada T ∝ 4000 K setelah elektron bergabung
dan inti atom membentuk atom hidrogen. Dimulailah masa dominasi radiasi.
Pada tabel 5.1 di bawah ini disajikan beberapa partikel elementer penyusun
jagad raya beserta energi rehat dan suhu ambang yang berkaitan suhu tersebut.
Nilai suhu ambang tersebut diperoleh melalui kaitan persamaan
k
ET = (5.45)
dengan k adalah tetapan Boltzmann.
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
135
Tabel 5.1. Partikel utama penyusun jagad raya beserta energi dan suhu ambang
No Partikel Energi (MeV) Suhu ambang (× 109 K)
1 Foton 0 0
2 νν , ≈ 0 ≈ 0
3 +− ee , 0,511 5,9
4 +− µµ , 106 1230
5 +− ππ , 140 1620
6 pp, 938 10880
7 nn, 940 10910
Kali ini akan ditelaah sejarah suhu jagad raya secara lebih rinci, dimulai dari
K103,1K10 1112 ×>> T ketika moun ( +µ ) dan antimuon ( −µ ) cukup jarang.
Pengisi penting jagad raya, adalah elektron-positron ( +− ee , ), foton (γ), neutrino-
antineutrino untuk elektron ( ee νν , ) serta neutrino-antineutrino untuk muon
( µµ νν , ) yang seluruhnya masih berada pada kesetimbangan suhu (thermal
equilibrium). Foton memenuhi distribusi Planck sedangkan elektron-positron dan
neutrino-antineutrino memenuhi distribusi Fermi. Neutrino dan antineutrino
tersebut dihasilkan, dilenyapkan dan dihamburkan melalui reaksi berikut :
µννµ +→←+ +−ee (5.46)
−− +→←+ ee µνµν (5.47)
++ +→←+ eeνµν µ (5.48)
µννµ +→←+ −+ee (5.49)
++ +→←+ ee µνµν (5.50)
−− +→←+ eeνµν µ . (5.51)
Pada masa dominasi radiasi berlaku kaitan antara rapat energi (ρ) dengan
suhu (T) jagad raya yang dirumuskan sebagai
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
136
4T∝ρ . (5.52)
Sedangkan juga pada masa dominasi radiasi, hubungan antara rapat energi dengan
ruji atau faktor skala kosmik (S) jagad raya dirumuskan sebagai
1−∝ ST . (5.53)
Ketika T turun hingga 1,3 × 1011 K, µν dan µν (mungkin juga eν dan eν )
mengalami ketidakgandengan (decoupled) dengan partikel dalam kesetimbangan
suhu dan mulai melakukan ekspansi bebas (free expansion). Tetapi,
ketidakgandengan ini tidak berdampak apa-apa pada distribusi partikel. Partikel
yang berada di dalam kesetimbangan suhu tersebut masih berperilaku seperti
partikel ultrarelativistik sehingga suhu mereka tetap sebanding dengan 1−S . Rapat
jumlah neutrino dan antineutrino bebas sebanding dengan 3−S dan mengalami
pergeseran merah oleh faktor 1−S seperti foton. Suhunya juga menurun mengikuti
1−S . Selanjutnya terjadi ketidakgandengan (decoupled) kedua neutrino ),( ee νν
pada saat T = 1010 K, namun hal ini juga tidak membawa pengaruh pada fungsi
distribusi neutrino dan antineutrino. Secara keseluruhan pada rentang suhu 1012 K
> T > 5 × 109 K, nilai rapat energi neutrino dan antineutrino baik untuk elektron
maupun untuk muon adalah sama yaitu sebesar
16
7 4aTee
===== ννννν ρρρρρµµ
(5.54)
dengan tetapan Stefan-Boltzmann
33
45
15
8
hc
ka
π= = 7,5 × 10−16 J m−3 K−4. (5.55)
Pada saat kTme < , ±e bersifat relativistik sehingga
8
72
4aTee
=== +− νρρρ . (5.56)
Rapat energi untuk elektron dan positron bernilai dua kali rapat energi neutrino
karena elektron dan positron memiliki dua keadaan spin. Rapat energi total jagad
raya saat rentang suhunya 1012 K > T > 5 × 109 K adalah jumlah rapat energi
neutrino, elektron, positron dan foton sebesar
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
137
2
9 4
totalaT=ρ . (5.57)
Berikutnya saat T di bawah suhu 1010 K, partikel yang berperan penting di
dalam kesetimbangan suhu hanyalah ±e dan γ. Neutrino dan antineutrino tidak
mengalami pemanasan ketika pelenyapan elektron-positron sehingga suhu
keduanya turun sebanding dengan 1−S . Selanjutnya untuk T < 5 × 109 K, suhu
neutrino dan antineutrino (νT ) harus dibedakan dengan suhu foton dan partikel
bermuatan lainnya (T). Suhu foton lebih besar daripada suhu neutrino dengan
faktor sebesar
401,14
113
K109
==
<TT
T
ν. (5.58)
Untuk T < 109 K, partikel yang tersisa di kesetimbangan suhu adalah sejumlah
kecil nukleon dan elektron setelah seluruh pasangan −+ee mengalami proses
pelenyapan. Kedua nilai νT dan T turun mengikuti 1−S dengan perbandingan
antara keduanya seperti yang disajikan pada persamaan di atas. Nantinya suhu
foton γT juga akan berbeda dengan suhu materi T setelah T turun di bawah 4000
K, yaitu saat suhu yang memungkinkan terbentuknya atom hidrogen. Suhu foton
ini akan terus menurun mengikuti 1−S .
Radiasi kosmik latar belakang gelombang mikro yang ditemukan orang
memiliki suhu saat ini sebesar
0γT = 2,7 K. (5.59)
Karena itu seharusnya suhu radiasi benda hitam neutrino dan antineutrino sebesar
3 4/11
0
0
γν
TT = = 1,9 K. (5.60)
Dari saat T ≈ 109 K hingga saat ini, rapat energi foton, neutrino dan
antineutrino yang membentuk rapat energi radiasi adalah
445,1 γρ aTR = . (5.61)
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
138
Selama masa dominasi radiasi, nilai rapat energi 4−∝ Sρ . Solusi persamaan
dinamika jagad raya untuk keadaan tersebut adalah
+=ρπG
t32
3 tetapan. (5.62)
Tabel 5.2
Deskripsi suhu, usia dan ruji jagad raya
T (K) νTT / 0/ SS T (detik)
1 × 1012 1,000 1,9 × 10−12 0
6 × 1011 1,000 3,2 × 10−12 1,94 × 10−4
3 × 1011 1,000 6,4 × 10−12 1,13 × 10−3
2 × 1011 1,000 9,6 × 10−12 2,61 × 10−3
1 × 1011 1,000 1,9 × 10−11 1,08 × 10−2
6 × 1010 1,000 3,2 × 10−11 3,01 × 10−3
3 × 1010 1,001 6,4 × 10−11 0,121
2 × 1010 1,002 9,6 × 10−11 0,273
1 × 1010 1,008 1,9 × 10−10 1,103
6 × 109 1,022 3,1 × 10−10 3,14
3 × 109 1,081 5,9 × 10−10 13,83
2 × 109 1,159 8,3 × 10−10 35,2
1 × 109 1,346 2,6 × 10−9 1,82 × 102
3 × 108 1,401 9,0 × 10−9 2,08 × 103
1 × 108 1,401 2,7 × 10−8 1,92 × 104
1 × 107 1,401 2,7 × 10−7 1,92 × 106
1 × 106 1,401 2,7 × 10−6 1,92 × 108
1 × 105 1,401 2,7 × 10−5 1,92 × 1010
1 × 104 1,401 2,7 × 10−4 1,92 × 1012
4 × 103 1,401 6,3 × 10−4 1,20 × 1013
Semenjak 1012 K > T > 5 × 109 K, rapat energi dirumuskan oleh pers. (5.57)
sehingga diperoleh (nilai c diisikan)
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
139
+=4
2
48 GaT
ct
π tetapan
= 1,09 ×
210 K10
T detik + tetapan. (5.63)
Jika t = 0 dimulai saat T = 1012 K (tentu saja yang benar tidak demikian), maka
diperlukan waktu 0,0107 detik agar suhu turun ke 1011 K dan selanjutnya sebesar
1,07 detik untuk turun ke 1010 K.
Adapun dari 109 K > T > 0γT , waktu yang diperlukan adalah
+=4
2
5,15 γπGaT
ct tetapan
= 1,92 × +
210K10
T tetapan. (5.64)
Waktu yang diperlukan agar suhu turun dari 109 K menuju 108 K adalah sekitar 5,3
jam. Jika radiasi terus lebih dominan daripada materi sampai terbentuknya atom
hidrogen pada T = 4000 K, usia jagad raya saat itu sekitar 400.000 tahun.
Pada Tabel 5.2 disajikan deskripsi suhu usia, usia dan ruji jagad raya dengan
sumber dari Weinberg (1972).
5.8. Radiasi Kosmik Latar Belakang Gelombang Mikro
Pengembangan jagad raya menyebabkan suhunya menurun, demikian pula
dengan suhu radiasi foton. Hal ini membawa pula pada perubahan panjang
gelombang foton yang bergeser ke arah yang lebih besar, yang dikenal sebagai
pergeseran merah (red shift). Meskipun demikian, distribusi spektrum radiasi foton
tetap seperti yang dimiliki oleh radiasi benda hitam. Pada tahun 1940-an, para
ilmuwan kosmolog Big Bang seperti Gamow dan lainnya meramalkan bahwa suhu
“bola api” sekarang menurun menjadi suhu yang berorde 5 sampai dengan 10 K.
Foton-foton tersebut akan memiliki energi kT dalam orde 10−3 eV yang berkaitan
dengan panjang gelombang berorde 1 mm, yaitu dalam daerah spektrum
gelombang mikro (microwaves).
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
140
Spektrum panjang gelombang radiasi ini dilukiskan oleh distribusi Planck
melalui perumusan
1)/exp(
8)(
5 −=
kThc
dhcdu
λλ
λπλλ (5.65)
dengan λλ du )( adalah rapat energi radiasi yang dipancarkan pada rentang
panjang gelombang λ dan λλ d+ . Distribusi panjang gelombang untuk suatu
suhu tertentu memiliki nilai maksimum pada maxλ yang dirumuskan dalam hukum
pergeseran Wien sebagai
Tmaxλ = 2,898 × 10−3 K m. (5.66)
Rapat energi radiasi total untuk seluruh panjang gelombang diperoleh dari hukum
Stefan-Boltzmann yaitu dengan mengintegralkan pers. (5.65) yang hasilnya
∫∞
=
=0
)(λ
λλρ du = 433
45
15
8T
hc
kπ. (5.67)
Ketika jagad raya mengembang, suhu T turun sehingga nilai maxλ membesar.
Panjang gelombang maxλ membesar dengan faktor f, yang berpadanan dengan
penurunan suhu T dengan faktor f sehingga ρ mengecil sebesar 4f .
Dengan substitusi
E
hc=λ , (5.68)
pers. (5.65) dapat dituliskan sebagai
1)/exp(
8)(
33
3
−=
kTE
dE
ch
EdEEu
π. (5.69)
Persamaan di atas menyatakan kerapatan energi foton. Jika nilai di atas dibagi E,
hasilnya menyatakan jumlah foton berenergi E persatuan volume atau n(E) yang
dirumuskan sebagai
1)/exp(
8)(
33
2
−=
kTE
dE
ch
EdEEn
π. (5.70)
Jumlah foton untuk seluruh rentang energi persatuan volume atau N dapat dicari
dengan mengintegralkan persamaan di atas yang nilainya adalah
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
141
∫∫∞
=
∞
= −==
0
2
33
33
01)exp(
8)(
xEx
dxx
ch
TkdEEnN
π (5.71)
untuk mana telah dilakukan substitusi
kT
Ex = . (5.72)
Nilai integral tersebut dapat dicari secara numerik, sehingga akhirnya diperoleh
jumlah foton persatuan volume sebesar
N = 2,03 × 107 T 3 foton m−3. (5.73)
Sementara itu nilai rapat energi dari pers. (5.67) adalah
ρ = 4,73 × 103 T 4 eV m−3, (5.74)
sehingga energi rata-rata tiap foton adalah
N
Eρ=−ratarata = 2,33 × 10−4 T eV. (5.75)
Selanjutnya beralih pada upaya eksperimental untuk mendeteksi radiasi
gelombang mikro serta penentuan suhunya. Dari pers. (5.65) tampak bahwa suhu T
dapat ditentukan dengan mengukur energi radiasi benda hitam pada sembarang
panjang gelombang. Namun untuk menunjukkan bahwa radiasinya mematuhi
aturan spektrum radiasi benda hitam, maka diperlukan pengukuran dalam suatu
rentang panjang gelombang.
Pada tahun 1965, Penzias dan Wilson menggunakan suatu teleskop radio
yang dipasang untuk panjang gelombang 7,35 cm. Pada panjang gelombang
tersebut terekam suatu “desis” yang mengganggu teleskop mereka yang sulit untuk
dihilangkan. Setelah upaya untuk menghilangkan gangguan itu ternyata sia-sia,
mereka berkesimpulan bahwa asal radiasi tersebut adalah suatu sumber tak dikenal
yang menghujami teleskop mereka dari segala arah, baik siang maupun malam.
Dari energi radiasi pada panjang gelombang 7,35 cm tersebut mereka
menyimpulkan bahwa suhu radiasi benda hitam adalah 3,1 ± 1,0 K. Dalam
perkembangan selanjutnya ternyata disimpulkan bahwa radiasi tersebut adalah
warisan dari “bola api” Big Bang. Pada Gambar 5.2 disajikan distribusi radiasi
benda hitam pada radiasi latar belakang gelombang mikro (Krane, 1992).
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
142
Gambar 5.2 Distribusi radiasi benda hitam pada radiasi latar belakang gelombang mikro
Sejak penemuan tersebut telah dilakukan pula pengamatan pada berbagai
panjang gelombang dalam rentang 0,1 hingga 100 cm. Semua pengamatan
memberikan kesimpulan suhu yang sama. Nilai baku suhu radiasi kosmik latar
belakang gelombang mikro adalah 2,7 ± 0,1 K. Semua hasil pengamatan
menampakkan kecocokan yang tinggi. Kecocokan ini akan lebih meyakinkan jika
dilakukan pula pengamatan pada panjang gelombang di bawah 0,1 cm. Hanya
sayangnya, radiasi pada panjang gelombang tersebut mengalami penyerapan kuat
oleh atmosfer bumi. Oleh karena itu teleskop radio di permukaan bumi tidak dapat
bermanfaat. Namun demikain data yang dicatat oleh stasiun balon yang
diterbangkan di atas atmosfer bumi membuktikan bahwa intensitas radiasi pada
rentang panjang gelombang di bawah 0,1 cm memang mematuhi aturan radiasi
benda hitam yang bersuhu 2,7 K (Krane, 1992).
Selain itu terdapat metode eksperimen lain yang mendukung kebenaran nilai
suhu yang disimpulkan dari pengukuran dengan teleskop radio. Salah satu molekul
dwiatom dalam ruang antarbintang yang dicirikan dari spektrum serapnya adalah
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
143
Sianogen atau CN. Tingkat energi molekul adalah gabungan dari keadaan
elektronik, vibrasi dan rotasi. Pada keadaan dasar, molekuk CN menyerap energi
radiasi pada panjang gelombang λ = 387,46 nm pada ujung biru spektrum tampak.
Keadaan rotasi pertama memiliki energi sebesar 4,70 × 10−4 eV di atas keadaan
dasar. Pada keadaan ini, panjang gelombang garis serapnya adalah 387,40 nm. Jika
kita mengukur spektrum serap, perbandingan intensitas kedua garis serap ini
merupakan ukuran perbandingan jumlah molekul pada keadaan dasar dan dalam
keadaan rotasi pertamanya.
Jika CN berada pada T = 0, semua molekulnya harus berada dalam keadaan
dasar. Pada suhu T, populasi keadaan eksitasi ditentukan oleh faktor Boltzmann
)/exp( kTE− . Bobot statistik tingkat tersebut dirumuskan sebagai
[ ]kTEEL
L
N
N/)(exp
12
1221
2
1
2
1 −−++= . (5.76)
Oleh karena itu penentuan jumlah relatif molekul pada kedua tingkat tersebut
adalah suatu cara untuk menentukan suhu gas. Pengamatan terhadap intensitas
kedua garis serap gas CN di atas menunjukkan bahwa sekitar 25 % molekulnya
berada dalam keadaan tereksitasi. Persamaan di atas menjadi
)/1070,4exp(102
112
%75
%25 4 kTeV−×−+×+×= (5.77)
yang berarti
T = 2,5 K. (5.78)
Hal ini berarti bahwa pada ruang antar bintang yang amat dingin, terdapat sesuatu
yang memanasi molekul-molekul gas CN sehingga memiliki suhu tersebut (Krane,
1992).
Pengamatan terhadap radiasi kosmik menunjukkan bahwa radiasi tersebut
bersifat isotrop (merata) pada seluruh arah hingga ketelitian 10−3. Sifat ini sesuai
dengan asas kosmologi.
Suhu T = 2,7 K ini dapat dikatakan sebagai suhu jagad raya. Hal ini tentu
saja berlaku untuk skala besar (large scale). Dengan menggunakan suhu ini, dapat
dihitung bahwa dalam setiap volume satu meter kubik ruang di jagad raya, terdapat
sekitar 4 × 108 buah foton. Sumbangannya bagi rapat energi jagad raya adalah
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
144
sekitar 2,5 × 105 eV m−3 atau kira-kira setengah dari energi rehat sebuah elektron.
Jadi setiap foton memiliki energi rata-rata sebesar 6,3 × 10−4 eV.
Mengingat fenomena di atas, pantaslah jika Big Bang merupakan salah satu
teori yang cukup menerangkan gejala penciptaan jagad raya dan ekspansinya.
Namun demikian terdapat teori baru yang mampu memberikan tambahan
penjelasan yang belum mampu dijelaskan oleh teori Big Bang, diantaranya adalah
teori jagad raya yang mengalami inflasi (inflationary universe). Hal-hal yang
belum dapat dijelaskan oleh teori Big Bang adalah, mengapa jagad raya nampak
begitu datar dan seragam, darimanakah munculnya ketidakteraturan rapat massa
jagad raya pada skala kecil, dan sebagainya. Namun demikian telaah jagad raya
yang mengalami inflasi tersebut tidak akan dibahas di sini.
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
145
Soal-Soal Latihan BAB V
1. Jelaskan alasan mengapa munculnya pergeseran merah galaksi-galaksi jauh
merupakan isyarat terjadinya ekspansi jagad raya?
2. Apakah tetapan Hubble benar-benar sebuah tetapan? Apakah terhadap jarak
yang jauh, ia mengalami perubahan? Bagaimanakah terhadap selang waktu
yang lama, akankah ia juga mengalami perubahan?
3. Bagaimanakah kesimpulan anda, bahwa saat umur jagad raya sekitar 410−
detik, perbandingan antara jari-jari jagad raya saat itu dengan jari-jari jagad
raya saat ini adalah sekitar 1210− (jari-jari jagad raya saat ini sekitar 2610
m)?
4. Jelaskan perbedaan antara jagad raya terbuka, datar serta tertutup.
5. Buktikan persamaan (5.15).
5. Asumsikan suatu jagad raya bermetrik
)sin(sin)( 222222222 φθθ ddrdrtRdtcds +++−=
dengan
3/20)( tRtR = .
Seorang pengamat pada 1tt = mengamati suatu galaksi yang berjarak pribadi
D tegaklurus dengan garis sight pada 0tt = . Tentukan pergeseran merah
yang diamati dalam suku 100 ,, ttR .
6. Asumsikan jagad raya bersifat isotropik dan datar secara spasial. Metrik
jagad raya tersebut dapat mengambil bentuk
)sin)(( 222222222 φθθ drdrdrtadtds +++−=
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
146
dengan φθ ,,r adalah koordinat yang ikut bergerak (comoving coordinate).
Jagad raya ini diasumsikan didominasi matero dengan rapat materi )(tρ
pada waktu t. Solusi persamaan Einstein adalah
22
3
8a
Ga ρπ=ɺ dan a
Ga ρπ
3
4−=ɺɺ .
Dari fakta bahwa cahaya merambat sepanjang geodesik null, tunjukkan
bahwa pergeseran merah kosmologi dari garis spektrum yang dipancarkan
pada waktu et dan diterima pada waktu 0t yang didefinisikan sebagai
e
eZλ
λλ −= 0 ,
adalah
10 −=ea
aZ
dengan )( 00 taa = dan )( ee taa = .
7. Asumsikan bahwa geometri jagad raya dilukiskan oleh metrik Robertson-
Walker (c = 1)
Ω+
−+−= 22
2
2222
1)( dr
kr
drtRdtds .
Sebuah pesawat ruang angkasa bergerak relatif terhadap seorang pengamat
kosmologis dengan kecepatan v. Beberapa waktu kemudian ketika jagad raya
telah mengembang dengan faktor skala z+1 , tentukan kecepatan 'v relatif
terhadap pengamat tersebut.
8. Gunakan hukum Hubble untuk memperkirakan panjang gelombang 590 nm
spektrum garis Na yang diamati terpancarkan dari galaksi yang jaraknya dari
bumi adalah
(a) 1 juta tahun cahaya
(b) 100 juta tahun cahaya
(c) 1 milyar tahun cahaya
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
147
9. Carilah panjang gelombang dari puncak spektrum radiasi benda hitam yang
bersuhu 2,7 K.
10. Keadaan rotasi pertama sianogen berada pada energi 41070,4 −× eV di atas
keadaan dasar. Hitunglah populasi relatif keadaan dasar dan ketiga keadaan
rotasi pertama pada suhu T = 2,7 K.
11. Kapankah suhu jagad raya berada di bawah suhu ambang bagi
(a) Penciptaan nukleon
(b) Penciptaan meson π
(c) Terbentuknya atom hidrogen
12. Saat jagad raya memungkinkan foton menghasilkan meson K ( 5000 =E
MeV)
(a) Pada suhu berapakah peristiwa itu dapat terjadi?
(b) Pada usia berapakah jagad raya saat memiliki suhu tersebut?
13. Andaikata rapat jumlah neutrino saat terjadi Big Bang sama dengan rapat
jumlah foton sekarang, hitunglah energi diam seluruh neutrino yang dapat
memberikan kerapatan kritis yang diperlukan untuk menghasilkan jagad raya
tertutup.
14. Karena kita belum memiliki teori kuantum gravitasi, kita tidak dapat
menganalisis jagad raya sebelum waktu Planck, sekitar 4310− detik. Jika kita
menganggap bahwa sifat jagad raya selama masa iu ditentukan oleh teori
kuantum, relativitas dan grvitasi, waktu Planck haruslah ditentukan oleh
tetapan dasar dari ketiga teori ini : h, c dan G. Jadi kita dapat menuliskan
γβα GchtP = .
(a) Lakukan analisis dimensi untuk menentukan βα , dan γ .
(b) Hitunglah waktu Planck tersebut.
Kosmologi : Sejarah Jagad Raya _________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________
148
(c) Kita dapat pula melakukan hal yang sama untuk menentukan panjang
Planck Pl dan massa Planck Pm . Tentukan pula panjang Planck dan
massa Planck.
15. Mengapa suhu neutrino lebih rendah daripada suhu radiasi latarbelakang
gelombang mikro?
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
149
BAB VI
KOSMOLOGI : DINAMIKA JAGAD RAYA
Interaksi antar materi pada skala besar jagad raya saat ini hanya dipengaruhi
oleh gravitasi. Karena itu, pemecahan persamaan medan gravitasi Einstein akan
sanggup memberikan deskripsi jagad raya secara klasik, baik pada asperk kualitatif
maupun kuantitatif. Ada beberapa model jagad raya yang dapat disajikan sebagai
penyelesaian persamaan Einstein.
6.1 Dinamika Jagad Raya
Persamaan medan gravitasi Einstein akan diselesaikan untuk objek fisis jagad
raya. Terlebih dahulu akan dihitung tensor energi-momentum gas galaksi. Setiap
partikel (galaksi) di jagad raya bergerak mengikuti garis dunia (world line).
Kecepatan−4 partikel tersebut dapat dinyatakan oleh vektor kontravarian µV
τ
µµ
d
dxV = (6.1)
dengan µx adalah vektor koordinat−4 dan τ adalah swawaktu (proper time) yang
diukur oleh jam standar yang ikut bergerak bersamanya. Partikel-partikel di jagad
raya dapat dianggap sebagai fluida sempurna (perfect fluid). Tensor energi-
momentum untuk fluida sempurna dirumuskan sebagai (Anugraha, 1997)
µννµµν ρ pgVVpT ++= )( (6.2)
dengan ρ adalah rapat massa galaksi dan p adalah tekanan jagad raya.
Sepanjang garis dunia partikel gas galaksi, koordinat ),,( φθr bernilai
konstan. Dari keadaan ini, metrik Robertson-Walker (Anugraha, 1997) memberikan
22 dtds −= (6.3)
Padahal dari definisi,
22 τdds −= (6.4)
yang berarti
t=τ . (6.5)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
150
Jadi kecepatan−4 partikel tersebut di kerangka Robertson-Walker adalah
),1( 0
=µV (6.6)
Komponen tensor metrik kovarian untuk metrik Robertson-Walker yang
nilainya tak lenyap adalah
100 −=g , 2
2
111 kr
Sg
−= , 22
22 rSg = dan θ22233 sinrSg = (6.7)
Adapun pasangan komponen kontravarian yang tak nol adalah
100 −=g , 2
211 1
S
krg
−= , 22
22 1
rSg = dan
θ22233
sin
1
rSg = (6.8)
Dari bentuk persamaan (6.1), tensor energi-momentum fluida sempurna
memiliki komponen kovarian
µννµµν ρ pgVVpT ++= )( (6.9)
Dari kecepatan−4 kontravarian di atas, nilai kecepatan−4 kovarian adalah
),1( 0
−=µV . (6.10)
Dengan demikian komponen kovarian tensor energi-momentum yang tak lenyap
adalah
22222
2
1100 ,1
, rpSTkr
pSTT =
−== ρ dan θ222
33 sinrpST = (6.11)
Lambang Christoffel jenis kedua dirumuskan sebagai (Lawden, 1992)
∂∂
−∂
∂+
∂∂
=Γ βµν
νβµ
µνβαβα
µνx
g
x
g
x
gg
21 (6.12)
Dari pers. (6.7), (6.8) dan (6.12), nilai-nilai lambang Christoffel jenis kedua
yang tak lenyap adalah
t
gmnmn ∂
∂=Γ210 , a
mam
am dt
dS
Sδ1
00 =Γ=Γ , 2
111
1 kr
kr
−=Γ , )1( 21
22 krr −−=Γ , =Γ233
θ2133 sinΓ ,
r
1331
313
221
212 =Γ=Γ=Γ=Γ , θ2sin
212
33 −=Γ , θcot332
323 =Γ=Γ (6.13)
Tensor Ricci dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
βµα
νβν
βµν
νβαν
νµα
α
νµν
µα ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂
−∂Γ∂
=xx
R (6.14)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
151
Dengan nilai-nilai lambang Christoffel di atas, nilai komponen tensor Ricci
yang tidak lenyap adalah
βνβν
βν
νβν
ννν
000000
00
00 ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂−
∂Γ∂=
xxR
= )0()( 303
202
101 νxt ∂
∂−Γ+Γ+Γ∂∂
+ 0.303
330
202
220
101
110
νβνΓ−ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
= 2
23
dt
Sd
S (6.15)
βνβν
βν
νβν
ννν
111111
11
11 ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂−
∂Γ∂=
xxR = )( 3
132
121111
Γ+Γ+Γ∂∂x
−
∂Γ∂+
∂Γ∂
1
111
0
011
xx
= ( )313
331
212
221
111
111
110
011
011
101 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
− ( )111
313
111
212
111
111
011
303
011
202
011
101 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
=
+
+−
− kdt
dS
dt
SdS
kr22
1
12
2
2
2 (6.16)
βνβν
βν
νβν
ννν
222222
22
22 ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂−
∂Γ∂=
xxR
= ( )323
332
122
212
022
2021
122
0
222
2
323 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+
∂Γ∂+
∂Γ∂−
∂Γ∂
xxx
− ( )313
122
212
122
111
122
303
022
202
022
101
022 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
=
+
+− kdt
dS
dt
SdSr 22
2
2
22 (6.17)
βνβν
βν
νβν
ννν
333333
33
33 ΓΓ−ΓΓ+∂Γ∂−
∂Γ∂=
xxR
=
∂Γ∂+
∂Γ∂+
∂Γ∂−
∂∂
2
233
1
133
0
033
3)0(
xxxx
+ ( )332
233
331
133
330
033
233
323
133
313
033
303 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
− ( )233
323
133
313
133
212
133
111
033
303
033
202
033
101 ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ+ΓΓ
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
152
=
+
+− kdt
dS
dt
SdSr 22sin
2
2
222 θ (6.18)
Nilai skalar kelengkungan adalah
3333
2222
1111
0000 RgRgRgRgRgR +++== µν
µν
=
+
+− kdt
dS
dt
SdS
S
2
2
2
2
6 (6.19)
Kini persamaan Einstein yang berbentuk
µνµνµνµν πGTgRgR 821 −=Λ−− (6.20)
akan diselesaikan dengan menggunakan hasil-hasil di atas. Untuk komponen−00
diperoleh
00000021
00 8 GTgRgR π−=Λ−−
2
23
dt
Sd
S − )1(
21 − .
+
+− kdt
dS
dt
SdS
S
2
2
2
2
6 − )1.(−Λ = ρπG8−
atau
2382
31
2
SGSkdt
dS ρπ=Λ−+
. (6.21)
Untuk komponen−11 diperoleh
11111121
11 8 GTgRgR π−=Λ−−
+
+−
− kdt
dS
dt
SdS
kr22
1
12
2
2
2
2
2
21
1 kr
S
−− .
+
+− kdt
dS
dt
SdS
S
2
2
2
2
6 )1.(−Λ−
= 2
2
1
8
kr
GpS
−− π
atau
222
2
2
82
GpSSkdt
dS
dt
SdS π−=Λ−+
+ . (6.22)
Untuk komponen−22 dan −33 juga diperoleh hasil yang sama dengan seperti pada
komponen−11.
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
153
Selanjutnya model jagad raya standar diperoleh jika Λ = 0. Bentuk pers.
(6.21) dan (6.22) berturut-turut menjadi
2382 SGkS ρπ=+ɺ (6.23)
22 82 GpSkSSS π−=++ ɺɺɺ (6.24)
Pada bentuk di atas telah digunakan lambang
dt
dSS =ɺ (6.25)
dan
2
2
dt
SdS =ɺɺ (6.26)
untuk menyingkat penulisan. Jika pers. (6.23) dan (6.24) digabungkan, diperoleh
SpG
S )3(3
4 +−= ρπɺɺ (6.27)
atau
SSpG
SS ɺɺɺɺ )3(3
82 +−= ρπ
. (6.28)
Sementara itu kalau pers. (6.23) diturunkan ke t, didapat bentuk
dt
SdGSS
)(
3
82
2ρπ=ɺɺɺ (6.29)
Dengan menyamakan ruas kanan (6.28) dan (6.29) diperoleh bentuk
0)3()( 2
=++ SSpdt
Sd ɺρρ. (6.30)
Jika pada ruas kiri persamaan terakhir dikalikan dengan S, bentuk terakhir tersebut
menjadi
0)()(
3)( 33
222
=+=++dt
Sdp
dt
SdSpSSS
dt
SdS
ρρρ ɺɺ (6.31)
atau
dt
Sdp
dt
Sd )()( 32
−=ρ. (6.32)
Alternatif bentuk lain untuk pers. (6.32) adalah
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
154
dt
pSd
dt
dpS
)]([ 33 += ρ
. (6.33)
Pers. (6.33) dikenal sebagai persamaan kekekalan energi. Sementara itu pers. (6.32)
dapat dibentuk menjadi
Sdt
Sdp
dt
SdS ɺɺ )()( 33
−=ρ (6.34)
atau
23
3)(
pSdS
Sd −=ρ. (6.35)
Dengan menyatakan persamaan keadaan )(ρpp = , persamaan terakhir dapat
digunakan untuk menyatakan ρ sebagai fungsi S. Sebagai contoh jika rapat energi
jagad raya didominasi oleh materi non-relativistik dengan pengabaian nilai tekanan
(p 0≈ ), pers. (6.35) memberikan
3Sρ = konstan. (6.36)
Pada keadaan dimana rapat energi didominasi oleh partikel relativistik (radiasi)
maka ρ31=p (Weinberg, 1972) sehingga dari (6.35) diperoleh
4Sρ = konstan. (6.37)
Dengan mengetahui ρ sebagai fungsi S, dapat ditentukan S(t) untuk seluruh
waktu t. Model jagad raya dengan metrik Robertson-Walker ini dikenal dengan
model Friedmann.
Dinamika jagad raya di masa lalu, sekarang dan masa depan dapat dianalisis
melalui persamaan-persamaan yang telah disebutkan di atas. Pers. (6.27)
menunjukkan bahwa “percepatan” SS /ɺɺ bernilai negatif karena besaran p3+ρ
selalu positif. Karena menurut definisi S > 0 dan SS /ɺ juga > 0 (karena yang
nampak pergeseran merah, bukan pergeseran biru), maka kurve S(t) dengan t
haruslah berbentuk kurve cekung dan memiliki nilai S(t) = 0 pada suatu waktu
tertentu di masa lalu. Didefinisikan pada saat itu sebagai awal waktu t = 0 sehingga
0)0( ==tS (6.38)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
155
Waktu saat ini )( 0t disebut usia jagad raya sejak t = 0. Jika Sɺɺ = 0 untuk 0 ≤ t ≤ 0t
maka Sɺ = K = konstan dan S = Kt. Nilai
100
0
0
)(
)( −== tHtS
tSɺ (6.39)
atau
100−= Ht (6.40)
Karena Sɺɺ selalu negatif untuk 0 ≤ t ≤ 0t maka usia jagad raya haruslah lebih kecil
dari waktu Hubble yang dirumuskan sebagai
100−< Ht (6.41)
Untuk saat di masa depan, nilai tekanan p tidak pernah negatif. Dari pers.
(6.32) nampak bahwa rapat ρ harus lebih kecil dari kenaikan 3S .
Untuk nilai k = −1, )(tSɺ definit positif, sehingga )(tS monoton naik. Saat t
∞→ , )(tS ∞→ . Untuk k = 0, )(tS juga monoton naik, tetapi kenaikannya lebih
lambat dari t. Adapun untuk k = +1, )(tSɺ = 0 ketika GS πρ 8/32 = . Karena Sɺɺ
definit negatif maka )(tS akan membesar lalu mencapai nilai maksimum (saat )(tSɺ
= 0) lalu mengecil sampai S = 0 pada suatu waktu yang terhingga di masa depan.
Jadi secara kualitatif, model dan nasib jagad raya di masa depan ditentukan oleh
tanda kelengkungan ruang. Jika k = −1 atau 0, jagad raya akan berekspansi selama-
lamanya. Sedangkan jika k = +1, ekspansi terseut akan berhenti dan kemudian
mengalami kontraksi balik menuju keadaan singular S = 0.
6.2 Rapat Energi dan Tekanan Jagad Raya
Pada masa kini ( )0tt = , rapat energi dan tekanan jagad raya diberikan oleh
pers. (6.23) dan (6.24) sebagai
G
HSk
πρ
8
)/(3 20
20
0+= (6.42)
dan
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
156
G
HqSkp
π8
)21(/ 200
20
0−+−= (6.43)
Disini, 0S adalah faktor skala kosmik untuk saat sekarang )( 0tt = , 0H dan 0q
berturut-turut adalah konstanta Hubble dan parameter perlambatan, dengan nilai
masing-masing 75 km(s Mpc)−1 dan 1,2. Dari pers. (6.42), nilai kelengkungan ruang
20/ Sk dapat bernilai positif, nol atau negatif, sehingga 0ρ dapat bernilai lebih
besar, sama atau lebih kecil dari rapat kritis (critical density) yang dirumuskan
sebagai
G
Hc π
ρ8
3 20= = 1,1 × 10−26 kg/m3 (6.44)
untuk mana telah diisikan nilai k = 0.
Akan terlihat nanti bahwa nilai
00 ρ<<p (6.45)
sehingga dapat diambil nilai 0p = 0. Hal ini menunjukkan bahwa rapat energi jagad
raya saat ini didominasi oleh materi non-relativistik. Pers. (6.43) menjadi
2002
0
)12( HqS
k −= (6.46)
dan (6.42) memberikan perbandingan rapat energi saat ini dengan rapat kritis (6.44)
sebagai
00 2qc
=ρρ
(6.47)
atau
G
Hq
πρ
4
3 200
0 = . (6.48)
Pers. (6.48) di atas memberikan informasi bahwa 0q tidak pernah bernilai
negatif. Maka untuk 0q > 21 , kelengkungan jagad raya bernilai positif (k = +1),
sedangkan untuk 0q < 21 , kelengkungan jagad raya bernilai negatif (k = −1). Jika
rapat energi jagad raya saat ini sama dengan rapat kritis maka ruang-waktu bersifat
datar yang berkorelasi dengan nilai 21
0 =q .
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
157
Berdasarkan pengamatan, rapat massa-energi jagad raya yang disumbang oleh
materi yang tampak, yaitu galaksi adalah (Weinberg, 1972)
328galaksi /101,3 mkg−×=ρ . (6.49)
Jika massa-energi hanya terkonsentrasi di galaksi, pers. (6.48) memberikan nilai
parameter perlambatan
014,00 =q jika galaksi0 ρρ = (6.50)
yang berimplikasi pada model jagad raya terbuka dengan kelengkungan ruang
bernilai negatif. Namun, nilai 0q ini tidak sesuai dengan hasil analisis q antara
hubungan pergeseran dan luminositas yang memberikan nilai 0q = 1,2 (Weinberg,
1972). Di sini ada dua kemungkinan penyebab terjadinya ketidaksesuaian. Pertama,
penghitungan nilai q melalui hubungan pergeseran merah dan luminositas
menghasilkan nilai 0q yang tidak sesuai. Atau kedua, adanya massa yang hilang
(missing mass) berupa materi gelap (dark matter) yang belum dapat dideteksi orang.
Tampaknya, kemungkinan kedua inilah yang lebih masuk akal. Sebab paling tidak,
ada beberapa kandiidat materi jagad raya yang dapat menyumbang massa-energi
agar nilai rapat kritis dapat terlampaui, seperti lubang hitam (black holes), lubang
hitam mini, radiasi latar belakang gelombang mikro, “lautan” neutrino, graviton
serta materi antar galaksi. Faktor kesulitan teknologi yang menyebabkan orang
belum dapat memastikan materi apa saja yang dapat menyumbang massa jagad agar
dapat melebihi massa kritis jagad raya.
6.3 Masa Dominasi Materi
Dinamika jagad raya dapat ditentukan melalui solusi persamaan Einstein
(6.23) dan (6.24) dengan pengabaian tetapan kosmologi Λ
3
8 22 SG
kSρπ=+ɺ (6.51)
dan 22 82 GpSkSSS π−=++ ɺɺɺ . (6.52)
Pada masa dominasi materi, p dapat diabaikan (p 0≈ ) sehingga pers. (6.52)
menjadi
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
158
02 2 =++ kSSS ɺɺɺ . (6.53)
Bentuk terakhir ini dapat dituliskan menjadi
Skdt
SSd ɺɺ
−=)( 2
. (6.54)
Jika persamaan tersebut diintegralkan, dihasilkan bentuk
kSCSS −=2ɺ (6.55)
dengan C suatu tetapan integrasi. Dengan substitusi (6.55) ke (6.51) diperoleh
G
CS
πρ
8
33 = = tetapan (6.56)
yang menunjukkan bahwa C adalah suatu tetapan positif. Pers. (6.56) melukiskan
bahwa selama masa dominasi materi, berlaku persamaan kekekalan massa-energi
dengan bentuk yang serupa dengan pers. (6.12).
Pada saat sekarang ini, jagad raya didominasi oleh materi. Pers. (6.52) dapat
dituliskan menjadi
( ) 200
2
0022
0
122 HqS
S
S
SS
S
k −=
−
−=
ɺ
ɺ
ɺɺ
(6.57)
atau ( ) 200
20
12 Hq
kS
−= . (6.58)
dengan indeks−0 menyatakan keadaan pada masa sekarang. Pers. (6.55) dapat
dituliskan sebagai
020
300
200 kSHSkSSSC +=+= ɺ . (6.59)
Dengan substitusi (6.59) ke (6.56), besaran C dapat dinyatakan dalam besaran 0q
dan 0H untuk tiga nilai k :
• Untuk k = +1, 0q >21 :
2/300
0
)12(
2
−=
qH
qC (6.60)
• Untuk k = 0, 0q = 21 : 2
030HSC = (6.61)
• Untuk k = −1, 0q <21 :
2/300
0
)21(
2
qH
qC
−= (6.62)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
159
Pers. (6.55) akan diselesaikan untuk menentukan nilai S dan t sebagai fungsi
suatu parameter θ yang dikenal dengan sudut pengembangan jagad raya
(development angel)
6.3.1 Untuk k = + 1
Pers. (6.55) menjadi
SCSS −=2ɺ . (6.63)
Melalui persamaan transformasi
2
)sin1( θ−= CS (6.64)
diperoleh
2
sinθθɺɺ CS = (6.65)
sehingga pers. (6.63) menjadi
12
)cos1( =− θθ ɺC. (6.66)
Dengan mengintegralkan ke t diperoleh
DC
t +−=2
)sin( θθ (6.67)
dengan D suatu tetapan integrasi. Dari syarat awal S(t) = 0 dihasilkan D = 0.
Dengan substitusi nilai C dari pers. (6.60) akhirnya diperoleh
)cos1()12( 2/3
00
0 θ−−
=qH
qS (6.68)
dan
)sin()12( 2/3
00
0 θθ −−
=qH
qt . (6.69)
Pers. (6.68) dan (6.69) melukiskan kurva S sebagai fungsi t dengan parameter
θ yang berbentuk sikloid. Kurva tersebut ditampilkan pada Gb. 1. Jagad raya yang
dilukiskan oleh nilai k = +1 ini adalam jagad raya yang berhingga (finite universe).
Jagad raya pada model ini berekspansi dari keadaan singular
0=== θtS , (6.70)
lalu ketika πθ = mencapai ruji maksimum sebesar
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
160
2/3
00
0maks
)12(
2
−=
qH
qS (6.71)
pada saat
2/3
00
0
)12( −=
qH
qt
π (6.72)
kemudian kembali berkontraksi menuju singularitas ketika πθ 2= pada saat
2/3
00
0
)12(
2
−=
qH
qt
π. (6.73)
Jika pers. (6.68) dan (6.69) diturunkan ke θ akan diperoleh laju pertambahan
ruji jagad raya sebesar
θ
θ
θ
θsin
cos1+==
d
dtd
dS
dt
dS. (6.74)
Laju pertambahan ruji jagad raya pada saat awal ketika jagad raya mulai
berekspansi yaitu saat +→ 0t atau +→ 0θ adalah
+→
∞→0
lim
tdt
dS. (6.75)
Keanehan nilai tersebut sudah dapat diduga, mengingat adanya asumsi
pengabaian tekanan. Padahal pada masa awal, jagad raya didominasi oleh radiasi
sehingga pengabaian tersebut tidak benar. Namun demikian asumsi tersebut dapat
dibenarkan untuk masa sekarang ini. Dapat dihitung pula laju pengerutan ruji jagad
raya ketika mengakhiri masa kontraksi menuju keadaan singularitas adalah sebesar
−→
−∞→πθ 2
limdt
dS. (6.76)
Adapun laju pengembangan ruji jagad raya pada ruji maksimum tentu saja sama
dengan nol, yang terjadi saat πθ = .
Hasil dua persamaan di atas menunjukkan bahwa ada suatu masa tertentu
dimana laju pengembangan / pengerutan ruji jagad raya melebihi laju cahaya di
ruang hampa yang dirumuskan sebagai
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
161
cdt
dS =>+= 1sin
cos1
θθ
(6.77)
sehingga diperoleh
2/0 πθ << atau πθπ 22/3 << . (6.78)
Hal ini berarti setengah dari sudut sudut pengembangan jagad raya ketika
berekspansi atau setengah dari sudut pengerutan jagad raya ketika berkontraksi
menyebabkan laju pertambahan / pengerutan ruji jagad raya lebih besar daripada
laju cahaya di ruang hampa.
Selanjutnya akan ditentukan ruji dan usia jagad raya saat ini. Pers. (6.64)
dapat dituliskan sebagai
112
1cos0
00 −=−=
qC
Sθ (6.79)
sehingga
−= − 1
1cos
0
10 q
θ (6.80)
dan
0
00
12sin
q
q −=θ . (6.81)
Jika hasil ini diisikan ke dalam pers. (6.68) dan (6.69) dihasilkan nilai-nilai
12
1
000 −
=qH
S (6.82)
dan
−−−
−= −−
12
1)1(cos
)12( 0
10
12/3
00
00 q
qqH
qt . (6.83)
Dengan mengisikan nilai 0H = 75 km (s.Mpc)−1 atau =−10H 13 milyar tahun dan
0q = 1,2 maka diperoleh nilai
Ruji jagad raya = 0S = 11 milyar tahun cahaya (6.84)
dan
Usia jagad raya = 0t = 7 milyar tahun (6.85)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
162
Hubungan antara rapat energi dan sudut pengembangan θ dapat diturunkan
dari pers. (6.51). Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai
2
2
8
)1(3
GS
S
πρ +=
ɺ
(6.86)
Dengan menggunakan hasil (6.68) dan (6.74) diperoleh
32
0
30
20
)cos1(4
)12(3
θπρ
−−=
Gq
qH. (6.87)
Ini berarti ketika +→ 0t atau +→ 0θ maka ∞→ρ yang menunjukkan bahwa rapt
energi jagad raya saat terjadi Big Bang bernilai takhingga. Nilai rapat energi jagad
raya saat ini sebesar 0ρ dapat dihitung dengan hasil
G
qH
qGq
qH
ππρ
4
3
)2(4
)12(3 020
310
20
30
20
0 =−
−= − (6.88)
yang identik dengan hasil yang ditelaah sebelumnya.
Dari pers. (6.80), secara umum q berubah terhadap waktu t atau sudut
pengembangan θ yang dirumuskan sebagai
θcos1
1
+=q (6.89)
Karena θ mulai dari 0 − 2π sepanjang evolusi jagad raya, maka nilai q bernilai
mulai dari 21 sampai ∞ ketika ruji jagad raya mencapai maksimum lalu mengecil
kembali ke nilai 21 .
6.3.2 Untuk k = 0
Pers. (6.55) menjadi
2SS ɺ = C. (6.90)
Dengan mengintegralkan pers. (6.90) terhadap t kemudian menggunakan pers.
(6.61) akan dihasilkan
3/2
0
0 2
3
= tH
S
S (6.91)
Grafik S versus t terdapat pada Gb. 1. Limit ∞→t menghasilkan nilai ∞→S . Jadi
jagad raya dengan k = 0 adalah model jagad raya terbuka (open universe). Nilai S
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
163
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ruji jagad raya karena jagad raya menurut
model ini tidak bertepi. Oleh karena itu S(t) lebih tepat disebut sebagai suatu faktor
skala kosmik yang menyatakan pengembangan jagad raya. Nilai maksimum S(t)
tidak bermakna.
Usia jagad raya saat ini ketika 0SS = adalah
0
0 3
2
Ht = (6.92)
Dengan 10−H = 13 milyar tahun, diperoleh
Usia jagad raya = 0t = 8,7 milyar tahun. (6.93)
Jika pers. (6.91) diturunkan ke pers. t dihasilkan
3/130
20
3
2
=
t
SH
dt
dS (6.94)
yang menunjukkan bahwa laju pengembangan mula-mula bernilai tak hingga,
kemudian terus mengecil hingga mendekati nol saat ∞→t .
Rapat energi jagad raya dapat ditentukan yaitu
26
1
Gtπρ = . (6.95)
Rapat energi saat ini menjadi
12
00 3
26
−
=
HGπρ = cG
H ρπ
=8
3 20 (6.96)
sesuai dengan pers. (6.44). Jadi rapat energi saat ini sejak dari t = 0 hingga menuju
takhingga menurut model k = 0 sama dengan rapat kritis. Secara umum untuk
rentang waktu yang panjang, rapat energi jagad raya untuk model k = 0 selalu sama
dengan rapat kritisnya.
6.3.3 Untuk k = −1
Pers. (6.55) menjadi
SCSS +=2ɺ . (6.97)
Melalui persamaan transformasi
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
164
)1(cosh)21(2
)1(cosh2/3
00
0 −−
=−= ψψqH
qCS (6.98)
diperoleh
)(sinh)21(2
)(sinh2/3
00
0 ψψψψ −−
=−=qH
qCt (6.99)
Pada Gb. 1 ditunjukkan kurva S sebagai fungsi t. Seperti halnya pada model k
= −1, jika ∞→t atau ∞→ψ maka ∞→S . Jadi S di sini adalah faktor skala
kosmik, bukan ruji jagad raya karena nilainya tak memiliki makna. Ini dapat juga
dipahami dari nilai kelengkungan ruang yang negatif.
Jika (6.98) dan (6.99) masing-masing diturunkan ke ψ akan diperoleh laju
pengembangan jagad raya sebesar
ψ
ψψψ
sinh
1cosh
/
/ +==ddt
ddS
dt
dS. (6.100)
S k = −1 k = 0 k = +1
O t
Gambar. 6.1 Kurva S sebagai fungsi t untuk tiga nilai k
Ketika jagad raya mulai mengembang ( +→ 0t atau +→ 0ψ ) menurut model ini
didapat laju pengembangan faktor skala kosmik sebesar
+→
∞→0
lim
tdt
dS. (6.101)
Adapun untuk ∞→t maka nilainya adalah
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
165
∞→
==t
cdt
dS1lim . (6.102)
Hal ini menunjukkan bahwa laju pengembangan jagad raya pada model k = −1
sepanjang waktu selalu lebih besar dari laju cahaya di ruang hampa.
Dengan menggunakan hasil (6.97) dan (6.100), terdapat ungkapan
112
1cosh0
0 −=+=qC
Sψ (6.103)
sehingga
−= − 1
1cosh
0
10 q
ψ (6.104)
dan
2/3
000
)21(
1sinh
qq −=ψ . (6.105)
Jika hasil ini dimasukkan ke dalam pers. (6.99) akan dihasilkan bentuk
−−−
−=
−−
)21(
)1(cosh
21
11
0
10
10
000 q
qHt . (6.106)
Dengan anggapan bahwa rapat massa-energi jagad raya hanya terkonsentrasi di
galaksi, maka nilai 0q = 0,0014. Dengan 10−H = 13 milyar tahun, diperoleh
Usia jagad raya = 0t = 12,4 milyar tahun. (6.107)
Hubungan antara rapat energi dan ψ dapat dituliskan sebagai
2
2
8
)1(3
GS
S
πρ −=
ɺ
. (6.108)
Dengan menggunakan pers. (6.98) dan (6.100), pers. (6.108) dapat dituliskan
menjadi
32
0
30
20
)1(cosh4
)21(3
−−=
ψπρ
Gq
qH. (6.109)
Ini berarti bahwa untuk +→ 0t atau +→ 0ψ maka ∞→ρ . Adapun untuk ∞→t
atau ∞→ψ maka 0→ρ . Nilai rapat energi saat ini sebesar 0ρ dapat dihitung
sebesar
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
166
G
qH
qGq
qH
ππρ
4
3
)2(4
)21(3 020
310
20
30
20
0 =−
−= − (6.110)
yang serupa dengan pers. (6.44).
Dari pers. (6.103), secara umum q menurut model k = −1 berubah terhadap
waktu t atau ψ dengan perumusan
ψcosh1
1
+=q . (6.111)
Karena ψ mulai dari 0 − ∞, maka q mulai dari 21 lalu mengecil sampai dengan nol.
6.4 Horison Partikel dan Horison Peristiwa
Ditinjau koordinat r untuk mana suatu objek memancarkan foton pada waktu
1t yang selanjutnya diamati pada waktu 0t di koordinat r = 0. Karena 1t tidak dapat
lebih kecil dari t = 0 saat ekspansi jagad raya dimulai, jarak objek terjauh dengan
koordinat r yang dapat diamati saat ini disebut dengan horison partikel (particle
horison) yang dirumuskan sebagai
∫∫ =−
=0
00
020
1
tr
H S
dtS
kr
drSd . (6.112)
Untuk k = +1, pers. (6.68) dan (6.69) memberikan
θdS
dt = (6.113)
sehingga dengan menggunakan pers. (6.80) dan (6.82) diperoleh
000
0
0
θθθ
SdSdH == ∫ = 12
)1(cos
00
10
1
−−−−
qH
q (k = +1) (6.114)
Untuk k = 0 dan −1, nilai Hd berturut-turut adalah
∫ ==0
0 03/2
000
2
)2/3(
t
H HtHS
dtSd (k = 0) (6.115)
== ∫0
00
ψ
ψdSdH00
10
1
21
)1(cosh
qH
q
−−−−
(k = −1) (6.116)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
167
Dengan mengisikan nilai 10−H = 13 milyar tahun, 2,10 =q (k = +1) dan
0014,00 =q (k = −1), diperoleh horison partikel dengan nilai berturut-turut :
• 19 milyar tahun cahaya (k = +1),
• 26 milyar tahun cahaya (k = 0), dan
• 65 milyar tahun cahaya (k = −1).
Jika sebuah peristiwa di koordinat r terjadi pada waktu 0t , kita akan
mengamatinya pada waktu 1t yang dirumuskan oleh persamaan
∫ ∫=−
r t
tS
dt
kr
dr
02
1
01
. (6.117)
Jarak terjauh suatu peristiwa yang dapat kita amati adalah
∫=max
0
0
t
tE S
dtSd (6.118)
dengan
2/3
00
0max
)12(
2
−=
qH
qt
π untuk k = +1 (6.119)
dan
∞=maxt untuk k = 0 atau −1. (6.120)
Besaran Ed ini disebut sebagai horison peristiwa (event horison)
Pada kasus k = +1, nilai Ed adalah
)( 0max0 θθ −= SdE = 12
)1(cos
00
10
1
−−−2 −−
qH
qπ (6.121)
Dengan mengisikan nilai-nilainya diperoleh horison peristiwa untuk k = +1 sebesar
50 milyar tahun cahaya. Arti fisis horison peristiwa ini adalah cahaya yang
dipancarkan dari suatu peristiwa terjauh tidak akan kita amati sebelum jagad raya
jatuh menuju keadaan singularitas. Adapun untuk k = 0 atau −1, diperoleh Ed
takhingga sehingga peristiwa terjauh yang terjadi saat ini tidak akan dapat diamati.
6.5 Masa Dominasi Radiasi
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
168
Dibandingkan dengan masa kini, peran radiasi bak elektromagnetik pada
masa awal ekspansi jagad raya menjadi dominan (Peebles, 1971). Meskipun saat itu
radiasi dan materi berada dalam keadaan setimbang dengan yang satu menciptakan
yang lain atau sebaliknya, materi memiliki energi amat tinggi sehingga berperilaku
ultra relativistik. Dari teori relativitas khusus, energi materi ultra relativistik bernilai
pmE ≈+= 22p
, seperti yang berlaku bagi radiasi. Karena materi berperilaku
sama seperti radiasi, masa awal jagad raya ditelaah dengan asumsi seolah-olah
jagad raya hanya berisi radiasi. Dengan demikian rapat energi jagad raya saat itu
tidak lain adalah rapat energi radiasi bak radiasi elektromagnetik.
Radiasi latar belakang gelombang mikro yang ditemukan pada tahun 1965
oleh Penzias dan Wilson didapati bersifat isotrop untuk setiap pengamat galaksi.
Rapat energi radiasi adalah ρ yang bernilai sama untuk setiap pengamat. Untuk
pengamat yang ikut bergerak dalam kerangka Robertson-Walker, nilai kecepatan−4
pengamat kontravarian adalah
),1( 0
=µV (6.122)
Diasumsikan bahwa variasi wakttu terhadap komponen medan mE dan mB radiasi
tersebut bersifat acak. Kaitan antara komponen tersebut dirumuskan sebagai
mnnmnm ABBEE η=><+>< (6.123)
dengan tanda < > menunjukkan nilai rerata. Jika dilakukan penjumlahan pada
persamaan di atas meliputi jangkauan m, n = 1, 2, 3 maka diperoleh
∑=
><+><3
1,nm
nmnm BBEE = ρ222 =+ BE
= AAnm
mn 33
1,
=∑=η (6.124)
atau
3
2ρ=A (6.125)
sehingga pers. (6.124) menjadi
3
2 mnnmnm BBEE
ρη=><+>< . (6.126)
Nilai komponen tensor energi−momentum medan elektromagnetik µνT
dirumuskan sebagai
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
169
=
mnTT
S
S
ρµν (6.127)
dengan
ρ=00T ( )2221 BE
+= adalah rapat energi medan elektromagnetik (6.128)
mmm TT S
== 00 m)( BE
×= adalah komponen ke−m vektor Poynting (6.129)
( ) ( )nmnmmnmn BBEET +−+= 2221 BE
η adalah tensor tegangan Maxwell. (6.130)
Akan dihitung nilai rata-rata komponen µνT dari nilai di atas. Dari pers.
(6.130) diperoleh
( ) ( )><+><−+><=>< nmnmmnmn BBEET 2221 BE
η (6.131)
Jika i ≠ j maka
>< mnT = 0. (6.132)
Sedangkan untuk i = j berlaku
32.
3
221332211 ρρρ =+−=>=<>=<>=<>< TTTT mn (6.133)
Selanjutnya mengingat radiasi bersifat ajeg (steady), laju aliran energi pada
sembarang arah bernilai nol sehingga nilai rata-rata vektor Poynting lenyap yang
dirumuskan sebagai
000 =><=><=>< mmm TTS
(6.134)
Sementara itu
ρ=>< 00T . (6.135)
Dengan demikian hanya untuk νµ = sajalah yang mengakibatkan nilai µνT tidak
lenyap. Jadi µνT dari pers. (6.127) tereduksi ke bentuk
ρηρ µννµµν31
34 += VVT (6.136)
dengan kecepatan−4 pengamat galaksi ),1( 0
=µV . (6.137)
Persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk kovarian sebagai
ρηρ µννµµν 31
34 += VVT (6.138)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
170
Dalam kerangka Robertson-Walker, bentuk µνη diperluas menjadi tensor metrik
µνg . Sementara itu kecepatan−4 kovarian pengamat galaksi adalah ),1(0
=µV .
Dengan demikian komponen tensor medan elektromagnetik di dalam kerangka
Robertson-Walker dapat dihitung sebagai
3
sindan
3,
)1(3,
222
33
22
222
2
1100θρρρρ rS
TrS
Tkr
STT ==
−== (6.139)
Jika pers. (6.139) dihubungkan dengan pers. (6.11) untuk fluida sempurna,
nampak bahwa radiasi elektromagnetik berlaku untuk seperti fluida sempurna
dengan rapat energi ρ dan tekanan yang setara dengan nilai ρ31 . Dengan demikian
pada masa dominasi radiasi dapat dikatakan bahwa nilai tekanan jagad raya sama
dengan sepertiga nilai rapat energinya.
Dengan menggunakan nilai komponen tensor Ricci yang telah dihitung,
persamaan Einstein untuk objek jagad raya pada masa dominasi radiasi dapat
diselesaikan. Dengan mengabaikan tetapan kosmologi Λ, komponen−00
memberikan
3
8 22 SG
kSρπ=+ɺ (6.140)
sedangkan komponen−11, −22 dan −33 memberikan hasil yang sama berupa
3
82
22 SG
kSSSρπ−=++ ɺɺɺ (6.141)
Telah dijelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa pada
masa-masa awal ekspansi jagad raya, nilai
kdt
dSS =>>= 1ɺ (6.142)
untuk ketiga nilai k. Jadi nilai k pada dua penyelesaian persamaan Einstein di atas
dapat diabaikan. Dengan mengeliminasi nilai ρ diperoleh
0)(2 ==+
dt
SSdSSS
ɺɺɺɺ (6.143)
Melalui dua kali pengintegralan dihasilkan
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
171
S
AS =ɺ dan AtS 22 = (6.144)
dengan A tetapan positif. Substitusi hasil terakhir ini ke pers. (6.140) akan
dihasilkan
2
132
3
tGπρ = (6.145)
Jika diasumsikan bahwa selama masa ini, radiasi berada dalam kesetimbangan
suhu dengan materi, maka spektrum radiasi tersebut memenuhi aturan spektrum
radiasi benda hitam. Kaitan antara suhu T dengan rapat energi ρ diberikan dalam
hukum Stefan-Boltzmann (disini nilai c diisikan) dengan perumusan (Lawden,
1982)
4aT=ρ (6.146)
dengan
431633
45
KJm10.5,715
8 −−−==hc
ka
π (6.147)
adalah tetapan Stefan-Boltzmann. Besaran k, h dan c berturut-turut adalah tetapan
Boltzmann, tetapan Planck dan laju cahaya di ruang hampa. Akhirnya dengan
menyamakan pers. (6.145) dan (6.146) dihasilkan kaitan antara usia t dan suhu
jagad T pada masa dominasi radiasi yaitu
tGa
cT
1
32
3 2
=
π
= 2/1101052,1 −× t (6.148)
Jika diamati, persamaan di atas berisi tiga tetapan dasar dalam teori kuantum
gravitasi yaitu G, c dan h. Persamaan di atas juga menceritakan bahwa ketika jagad
raya berusia satu detik, suhunya kira-kira K1052,1 10× . Ketika waktu t bertambah,
maka suhunya menurun.
6.6 Data Fisis Jagad Raya
Kini data fisis jagad raya diungkap, dengan pembatasan hanya untuk model
jagad raya tertutup (k = +1)
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
172
Tabel 6.1 Data fisis jagad raya (k = +1)
No Besaran jagad raya Lambang Nilai
1 Tetapan Hubble 0H 75 km/secMpc
2 Waktu Hubble 10−H 13 milyar tahun
3 Parameter perlambatan 0q 1,2
4 Ruji saat ini 0S 11 milyar tahun cahaya
5 Ruji saat ekspansi maksimum maxS 19 milyar tahun cahaya
6 Usia saat ini 0t 7,1 milyar tahun
7 Waktu Big Bang−ekspansi maks. max21 t 29,5 milyar tahun
8 Waktu Big Bang − Big Crunch maxt 59 milyar tahun
9 Volume saat ini 30
22 Sπ 2,2 × 1079 m3
10 Rapat energi saat ini 0ρ 2,5 × 10−26 kg/m3
11 Volume saat ekspansi maksimum 3max
22 Sπ 1,1 × 1080 m3
12 Rapat energi saat ekspansi
maksimum minρ 5,0 × 1027 kg/m3
13 Sudut pengembangan 0θ 0,55π
14 Laju pertambahan ruji saat ini ( )0/ dtdS 0,85 c
15 Laju pertambahan volume saat ini 020
26 SS ɺπ 1,6 × 1062 m3/s
16 Massa total materi 00Vρ 5,6 × 1053 kg
17 Jumlah ekuivalen massa materi suntotal / mm 2,8 × 1028
18 Jumlah ekuivalen massa baryon protontotal / mm 3,4 × 1080
19 Horison partikel Hd 19 milyar tahun cahaya
20 Horison peristiwa Ed 50 milyar tahun cahaya
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
173
6.7 Masa Depan Jagad Raya
Bagaimanakah masa depan jagad raya ? Apakah akan terus mengembang
selamanya ataukah pada akhirnya akan terhenti dan kembali menyusut ? Apakah
akan terjadi suatu kebalikan Big Bang yaitu semacam Big Crunch (Penciutan
Dahsyat), ketika seluruh materi di jagad raya tertarik menuju satu titik, serta radiasi
2,7 K memanas kembali ? Setelah Big Crunch, apakah akan terjadi lagi the New
Big Bang yang memulai evolusi jagad raya yang baru ? (Krane, 1992).
Dari telaah pada pasal 3, rapat energi jagad raya yang disumbang oleh galaksi
tampak bernilai lebih kecil daripada rapat kritis yang memisahkan model jagad
terbuka dengan model jagad tertutup. Sementara itu analisis pergeseran merah
galaksi menunjukkan model jagad raya tertutup. Manakah yang lebih mendekati
fakta ?
Jika nilai 0H dan 0q berturut-turut adalah 75 km/secMpc dan 1,2, agaknya
masih sangat lama bagi jagad raya untuk mencapai ekspansi maksimum, terlebih
lagi untuk mencapai kontraksi akhir. Waktu yang diperlukan untuk keduanya
berturut-turut adalah 23 dan 52 milyar tahun.
Dalam kaitannya dengan alam, pertanyaan yang cukup mendasar adalah
tentang adanya peradaban lain di jagad ini. Apakah manusia hanyalah satu-satunya
makhluk beradab di jagad yang amat luas dan hampir kosong ini yang menempati
bumi yang tak istimewa ? Ataukah jagad raya penuh berisi bentuk-bentuk
kehidupan lain di luar jangkauan pemikiran manusia ? Apapun jawaban untuk
keduanya sama-sama menimbulkan rasa kagum, takut dan takjub.
Demikian pula masa depan jagad raya ini telah memiliki dua kemungkinan
yang sama-sama menimbulkan rasa takut dan kagum.
(1) Jagad raya akan mengembang selamanya, semua bintang dan galaksi akan
menggunakan seluruh energinya sampai habis hingga menjadi lubang hitam.
Seluruh proton akan meluruh menjadi antilepton. Jagad raya akan menjadi
dingin dan gelap, serta seluruh kehidupan berakhir.
(2) Ekspansi jagad raya akan berhenti yang diikuti dengan penyusutan gravitasi,
serta seluruh jagad raya luluh menjadi satu titik. Mungkin akan terbentuk jagad
raya yang baru dengan hukum-hukum alam yang berbeda. Tidak ada yang
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
174
mengetahui kapan dan bagaimana peristiwa itu akan terjadi, kecuali Tuhan yang
telah menciptakan jagad raya ini.
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
175
Soal-Soal Latihan BAB VI
1. Tunjukkan bahwa metrik Robertson−Walker dapat dinyatakan dalam bentuk
22222222
22 )]sin([
4/1dtcddudu
ku
Sds −++
+= φθθ
melalui persamaan transformasi
4/1 2ku
ur
+= .
2. Tunjukkan bahwa metrik de Sitter
2222222222 )sin)(2exp( dtcdrdrdrHTAds −++= φθθ
dapat ditransformasi ke bentuk
222222222222
22 )/1()sin(
/1dTcuHcddu
cuH
duds −−++
−= φθθ
melalui persamaan transformasi
222 /1
)exp(
cuHA
HTur
−
−= , H
cuHTt
2
)/1ln( 222−+= .
3. Tunjukkan bahwa untuk seluruh model Friedmann dengan 0==Λ p , jarak
galaksi dengan pergeseran merah z diberikan oleh
200
000 )]112)(1([
qH
zqqzqcd
−+−+= .
4. Tunjukkan bahwa jika Λ tidak lenyap dalam model Friedmann, maka )(tS
memenuhi
)3/( 322 SkSDcSS Λ+−=ɺ
Kosmologi : Dinamika Jagad Raya ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
176
dengan D adalah parameter rapat materi yang didefinisikan oleh persamaan
DSc 332 =ρκ . Tunjukkan bahwa untuk kasus khusus 0=k , 0=D akan
menghasilkan jagad raya de Sitter.
5. Suatu jagad raya yang berisi radiasi berapat energi U memiliki persamaan
keadaan
223122222 UScSckcSSS κ−=Λ−++ ɺɺɺ ,
222222 )(3 UScSckcS κ=Λ−+ɺ .
Tunjukkan bahwa
)( 4312222 SkSDcSS Λ+−=ɺ
dengan D adalah parameter rapat energi yang didefinisikan oleh persamaan
43 USD κ= .
6. Untuk jagad raya yang berisi radiasi, jika k = 1, D4/3=Λ dan S = 0 pada t =
0, tunjukkan bahwa pada sembarang t berlaku
)]/exp(1[22 DctDS −−= .
Jika DS 2= pada t = 0, tunjukkan bahwa jagad raya tersebut statik tetapi
tidak stabil.
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
177
BAB VII
DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON
Selama beberapa abad sejak kemunculannya di abad ke−17, gravitasi
Newton menjadi hukum yang melandasi dan mendeskripsikan gerak benda−benda
yang terikat dalam interaksi gravitasi. Keakuratannya untuk menganalisis dinamika
gerak benda langit misalnya, tak diragukan lagi. Namun, ada beberapa gejala yang
tak mampu dijelaskan dengan gravitasi Newton, seperti presesi orbit planet di
sekitar matahari (sebagai benda massif), pembelokan cahaya ketika melewati benda
massif (misalnya cahaya bintang yang lewat di sekitar matahari) dan sebagainya
(Bose, 1980)
Teori relativitas umum yang dirumuskan oleh Einstein pada tahun 1915
dalam bentuk teori gravitasi Einstein ternyata mampu menerangkan fenomena
tersebut. Teori ini menyempurnakan gravitasi Newton dengan memasukkan efek
kelengkungan ruang−waktu akibat hadirnya materi di dalamnya. Gravitasi Newton
merupakan bentuk khusus dari gravitasi Einstein untuk medan gravitasi lemah
(Lawden, 1982).
Persamaan gravitasi Einstein dirumuskan dalam bentuk persamaan tensor. Jika
dinamika sistem ingin diselidiki melalui persamaan ini, mula−mula metrik
ruang−waktu sistem tersebut dirumuskan sehingga diperoleh nilai tensor metrik.
Selanjutnya nilai komponen simbol Christoffel, tensor Ricci dan skalar
kelengkungan dapat ditentukan. Selain itu, tensor energi−momentum dalam sistem
tersebut harus dirumuskan pula. Pada akhirnya semua nilai tersebut diisikan ke
dalam persamaan gravitasi Einstein lalu diselesaikan.
Kasus yang dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan
simetri ruang−waktu misalnya penempatan materi statik bermassa M di pusat
koordinat. Untuk sistem ini, Schwarszchild menemukan penyelesaian berupa metrik
Schwarszchild (Misner dkk, 1973). Untuk objek bermassa M massif, terdapat
besaran ruji Schwarszchild 2/ cGMRs = . Dari metrik tersebut, dapat diturunkan
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
178
konsep lubang hitam yang dibatasi oleh horison peristiwa, dimana setiap
partikel/foton yang berada di dalam horison peristiwa tidak dapat keluar darinya.
Belakangan ditemukan salah satu sifat lubang hitam yang ternyata dapat
melepaskan sebagian materi, jika konsep kuantum diisikan ke dalamnya (Hawking,
1974). Yang jelas, lubang hitam telah menjadi salah satu objek fisis dan matematis
yang memancing rasa keingintahuan orang untuk mengetahui karakteristiknya lebih
dalam.
Pada bab ini dikaji berbagai perilaku gerak foton dan partikel (yang
bermassa jauh lebih kecil dari massa lubang hitam Schwarszchild) di sekitar lubang
hitam Schwarszchild.
7.1 PERSAMAAN GRAVITASI EINSTEIN
Persamaan gravitasi Einstein (Weinberg, 1972) dirumuskan sebagai
R g R G c Tµν µν µνπ− = −( / ) (8 / )1 2 4 (7.1)
dengan µνR = tensor Ricci kovarian rank−2, µνg = tensor metrik kovarian rank−2,
R = skalar kelengkungan, G = tetapan gravitasi universal, c = laju cahaya di ruang
hampa dan µνT = tensor energi−momentum kovarian rank−2.
Penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk objek partikel statik bermassa
M yang diletakkan di pusat koordinat (0,0,0) dalam koordinat ruang−waktu 4
dimensi
),,,(),,,( 3210 φθµ rctxxxxx ==
adalah metrik (elemen garis) Schwarszchild yang berbentuk (Lawden, 1982)
( ) ( ) )sin(/21/21 222221222 φθθ ddrdrrmdtcrmds ++−+−−= − . (7.2)
dengan
2ds = kuadrat elemen garis, dan
m = GM/c2.
Dari metrik (7.2) di atas diperoleh komponen tensor metrik kovarian rank-2
sebagai berikut :
)/21(00 rmg −−= , 111 )/21( −−= rmg , 2
22 rg = , θsin233 rg =
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
179
dan 0=µνg untuk νµ ≠ . (7.3)
7.2 PERSAMAAN GEODESIK
Dinamika partikel bermassa (dengan massa partikel = pm <<< M) yang
bergerak jatuh bebas di dalam ruang lengkung mematuhi persamaan geodesik
02
2
=Γ+ds
dx
ds
dx
ds
xd βαµ
αβ
µ (7.4a)
yang dapat diubah bentuknya menjadi
02 =−
ds
dx
ds
dx
x
g
ds
dxg
ds
d βα
µαβ
ν
µν ∂∂
. (7.4b)
Dinamika gerak untuk foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds 2 = 0 pada
metrik ruang-waktu.
7.3 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM MEDAN
SCHWARZSCHILD
Dengan menggunakan persamaan (7.4b) untuk tensor metrik kovarian rank−2
yang terdapat pada persamaan (7.3), diperoleh set persamaan geodesik partikel di
ruang−waktu tersebut yaitu :
0sin)2(2
2
2
222
22
2=
+
−
−
−+
− ds
dt
r
mc
ds
dr
ds
dr
ds
dr
mr
m
ds
dr
mr
r
ds
d φθθ,
(7.5a)
0cossin2
22 =
−
ds
dr
ds
dr
ds
d φθθθ, (7.5b)
0sin22 =
ds
dr
ds
d φθ , (7.5c)
dan
02 =
−ds
dt
r
mr
ds
d. (7.5d)
Persamaan metrik
νµµν dxdxgds =2 (7.6a)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
180
dapat dituliskan sebagai
1=ds
dx
ds
dxg
νµ
µν , (7.6b)
sehingga persamaan (7.2) menjadi
1)2(
sin2
2222
22
2
=
−−
+
+
− ds
dt
r
mrc
ds
d
ds
dr
ds
dr
mr
r φθθ. (7.7)
Dalam rangka mengolah persamaan (7.5) lebih lanjut, selanjutnya
diintroduksikan kaitan antara s = elemen garis dengan τ = waktu pribadi yang
dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
222 τdcds −= . (7.8)
Dengan kaitan ini, persamaan (7.5a), (7.5b), (7.5c) dan (7.5d) dapat dilakukan
substitusi sehingga diperoleh hasil : untuk persamaan tersebut, bentuknya tetap
setelah melalui penggantian s → τ. Sedangkan persamaan (7.7) berubah sedikit
menjadi :
2222
22
22
)2(sin
2c
d
dt
r
mrc
d
d
d
dr
d
dr
mr
r −=
−−
+
+
− ττφθ
τθ
τ. (7.9)
Ditinjau partikel yang jatuh bebas pada daerah mr 2> secara radial dengan θ
dan φ konstan, yang berarti 0== φθ dd . Persamaan (7.5d) di atas dapat dituliskan
menjadi
)2/(/ mrkrddt −=τ , (7.10)
dengan k merupakan suatu suatu tetapan. Jika kita mengambil keadaan awal saat
mRrt 2,0 >==
dan
udtdr t ==0/
dengan cu <≤0 , akhirnya diperoleh
33
322222
)2(
))2()2)((2()2(
mRr
mrRumRrRmcmr
dt
dr
−−+−−−=
. (7.11)
Selanjutnya pengintegralan persamaan (7.11) di atas menghasilkan
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
181
∫∫== −+−−−
−==r
Rr
t
t mrRumRrRmcmr
drmRrtdt
2/13222
2/32/3
0 )2()2)((2)2(
)2(. (7.12)
Terlihat dari integral (7.12) di atas, jika batas atas integrasi r → 2m, maka t → ∞.
Hal ini mengindikasikan bahwa rentang waktu t digelar menuju takhingga.
Untuk kasus khusus dimana partikel dilepaskan dalam keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.11) tereduksi menjadi
)()/21()/21(2)/( 112122 −−− −−−= RrrmRmmcdtdr , (7.13)
atau
)/1/1()/21()/21/(2/ RrrmRmmcdtdr −−−±= . (7.14)
Dari persamaan (7.14), nilai dtdr / bergantung pada suku )/21( rm− dan
)/1/1( Rr − , karena
)/21/(2 Rmm − > 0 untuk mR 2> .
Untuk suku )/21( rm− , nilai r dapat bernilai sembarang, sehingga keadaan
dtdr / ditentukan oleh suku )/1/1( Rr − . Pada suku terakhir ini, agar nilai di
dalam akar tidak menjadi imaginer, haruslah dipenuhi syarat
0)/1/1( >− Rr atau r < R.
Hal ini berarti jarak radial partikel tersebut berkurang dengan bertambahnya waktu
t. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan partikel tersebut menuju ke
arah lubang hitam. Jadi tanda yang diambil pada persamaan (7.14) adalah tanda
minus, sehingga lebih tepat dituliskan sebagai
)/1/1()/21()/21/(2/ RrrmRmmcdtdr −−−−= . (7.15)
Penyelesaian persamaan (7.15) adalah
∫ −−−=
R
r rRmr
drrmRct
2/1
2/32/1
))(2()12/( . (7.16)
Dari integral (7.16) di atas tampak bahwa nilai t → ∞ saat r → 2m. Ini berarti dalam
koordinat Schwarzschild, partikel tersebut membutuhkan koordinat waktu (t) yang
tak terhingga untuk mencapai horison peritiwa berupa bola beruji 2m.
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
182
Kini yang diukur adalah waktu pribadi (τ) partikel tersebut. Jika persamaan
(7.10) diisikan ke dalam persamaan (7.9) untuk gerak radial, diperoleh
22
2222
3222
2)2(
)2()2(
2c
mr
r
RumRcR
mRc
r
mrc
d
dr
mr
r −=
−−−−−−
− τ
atau
2222
322222
)2(
)2()2)((2
RumRc
mrRumRrRmc
Rr
c
d
dr
−−−+−−=
τ. (7.17)
Dengan mengisikan syarat batas :
r = R saat 0=τ ,
persamaan (7.17) memberikan
∫ −+−−−−=
r
R mrRumRrRmc
drRumRcrRc
2/13222
2/122222/12/1
)2()2)((2
)2(τ . (7.18)
Untuk kasus khusus keadaan awal partikel adalah keadaan rehat (u = 0),
persamaan (7.17) tereduksi menjadi
)/1/1(2)/( 22 Rrmcddr −=τ . (7.19)
atau
)/1/1(2/ Rrmcddr −±=τ . (7.20)
Sama halnya pada telaah untuk nilai dr/dt di atas, agar nilai τddr / tidak imaginer
harus dipenuhi syarat
0)/1/1( >− Rr atau r < R
yang menunjukkan bahwa gerak partikel tersebut menuju ke arah lubang hitam.
Karena itu juga dipilih tanda minus sehingga (7.20) menjadi
)/1/1(2/ Rrmcddr −−=τ . (7.21)
Pengintegralan dengan syarat batas :
Rr == saat0τ
memberikan hasil
( ))12(cos)2/( 12123 −+−= − ρρρτ mRc , (7.22)
dengan
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
183
Rr /=ρ
dan nilai invers cosinus dapat diambil untuk kuadran satu atau dua. τ adalah waktu
yang dihitung oleh jam yang ikut bergerak bersama partikel. Berbeda dengan nilai t,
ternyata nilai τ tetap berhingga, walaupun r → 2m.
7.4 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM BIDANG DATAR MEDAN
SCHWARZSCHILD
Selanjutnya ditinjau gerak foton khusus pada bidang datar dengan 2/πθ = .
Untuk gerakan demikian, metrik Schwarszchild (7.2) menjadi
( ) ( ) 2221222 /21/21 φdrdrrmdtcrmds +−+−−= − (7.23)
Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972)
∂
∂−
∂∂
+∂
∂=Γ ν
αββ
νααβνµνµ
αβx
g
x
g
x
gg2
1 (7.24)
Untuk metrik pada persamaan (7.23) digunakan lambang
tx =0 , rx =1 dan φ=2x ,
maka nilai lambang Christoffel yang tak lenyap adalah
12111
010
001 )/21( −− −=Γ=Γ=Γ rmmr , 121
00 )/21( −−=Γ rrmmc ,
)/21(122 rmr −−=Γ , 12
212
12−=Γ=Γ r . (7.25)
Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.4a), diperoleh set persamaan
02 0102
2
=Γ+ds
dr
ds
dt
ds
td (7.26a)
02
122
2111
21002
2
=
Γ+
Γ+
Γ+ds
d
ds
dr
ds
dt
ds
rd φ (7.26b)
02 2212
2
=Γ+ds
dr
ds
d
ds
d φφ (7.26c)
Selanjutnya ditinjau kurva orbit foton di sekitar lubang hitam dengan r
= r0 = konstan. Dalam rangka melihat dinamika gerak yang berhubungan dengan
swawaktu, dilakukan substitusi s → τ, yang selanjutnya persamaan (7.26a), (7.26b)
dan (7.26c) memberikan
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
184
02
2
=τd
td (7.27a)
02
122
2100 =
Γ+
Γτφ
τ d
d
d
dt (7.27b)
02
2
=τ
φd
d (7.27c)
Penyelesaian persamaan (7.27a) dan (7.27c) adalah
21 kkt += τ (7.28a)
dan
43 kk += τφ (7.28b)
dengan tetapan ik adalah tetapan sembarang. Akhirnya untuk sRr >0 , persamaan
(7.27b) memberikan
30 )/(rmc
dt
d ±=φ (7.29)
Mengingat kaitan (7.8), bentuk metrik dapat dipakai untuk mendapatkan
∫∫ −−=−=∆ −− 220
20
211 )()/21( φτ νµµν drdtrmccdxdxgc (7.30)
yang dengan menggunakan persamaan (7.29) diperoleh
trmdtrmcrmcc ∆−=−−=∆ ∫−
002
021 /31/)/21(τ . (7.31)
Untuk foton, ∆τ = 0, mengingat swawaktu foton = 0, yang berarti lintasan gerak
foton tersebut adalah lingkaran dengan ruji mr 30 = .
Persamaan (7.26c) dapat dituliskan menjadi
0/)/( 2 =ττφ dddrd
yang berarti
Lddr == konstan/2 τφ (7.32)
dengan tetapan L adalah momentum sudut partikel per satuan massa lubang hitam.
Selain tetapan L tersebut terdapat tetapan lain yang dapat diperoleh dengan
menuliskan persamaan (7.26a) sebagai
0/)]/)(/21[( =− ττ dddtrmd
atau
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
185
Eddtrm ==− konstan)]/)(/21[( τ (7.33)
dengan tetapan 2Ec dapat diartikan sebagai energi total partikel (mencakup energi
potensial gravitasi) per satuan massa lubang hitam. Dengan menggunakan dua
tetapan di atas, persamaan (7.23) untuk 02 =ds dapat dinyatakan sebagai
)/21()/()/()( 222 rmrLddrEc −+= τ (7.34)
Persamaan (7.34) di atas dapat dibaca sebagai persamaan gerak partikel
dengan total energi sama dengan 221 )(Ec yang bergerak dalam potensial efektif satu
dimensi sebesar
)/21()/()( 221 rmrLrV −= . (7.35)
Nilai ekstrem (maksimum) potensial tersebut didapat melalui
0)/21(4
2
3
2
=+−−=r
mLrm
r
L
dr
dV
atau
mr 3= (7.36)
yang mana nilai r tersebut tak gayut terhadap L.
7.5 DINAMIKA GERAK FOTON SECARA RADIAL DALAM MEDAN
SCHWARZSCHILD
Selanjutnya untuk gerak foton ( 0=τd ) secara radial ( 0== φθ dd ), dari
persamaan (7.23) diperoleh
( ) ( ) 2122 /21/210 drrmdtcrm −−+−−=
atau
)/21(/ rmcdtdr −= . (7.37)
Nilai dtdr / dapat dikatakan sebagai laju foton pada daerah di sekitar lubang
hitam. Tampak dari persamaan (7.37) di atas bahwa untuk daerah di luar lubang
hitam )2( mr > , nilai laju foton selalu kurang dari c. Bahkan saat foton tepat berada
di horison peristiwa mr 2= , laju foton tepat sama dengan nol. Ini berarti ketika
horison peristiwa berimpit dengan foton yang tepat gagal melepaskan diri dari
lubang hitam (pada mr 2= ). Dari persamaan (7.37) disimpulkan bahwa nilai laju
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
186
foton hanya sama dengan c ketika foton berada di tempat jauh tak berhingga
∞→r , (arti fisisnya : pengaruh lubang hitam tidak mengenai foton tersebut) atau
jika lubang hitam tersebut dilenyapkan ( 0=m ) dengan arti fisis : ruang−waktu
menjadi datar (Minkowski) sehingga laju foton = c di sembarang tempat.
7.6 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON DALAM JAGAD
RAYA BERMETRIK ROBERTSON-WALKER
Pada tinjauan klasik (non-kuantum), deskripsi jagad raya diperoleh melalui
solusi persamaan gravitasi Einstein. Persamaan ini dirumuskan dalam bentuk
persamaan tensor. Jika dinamika sistem ingin diselidiki melalui persamaan ini,
mula−mula metrik ruang−waktu sistem tersebut dirumuskan sehingga diperoleh
nilai tensor metrik. Selanjutnya nilai komponen simbol Christoffel, tensor Ricci dan
skalar kelengkungan dapat ditentukan. Selain itu, tensor energi−momentum dalam
sistem tersebut harus dirumuskan pula. Pada akhirnya semua nilai tersebut diisikan
ke dalam persamaan gravitasi Einstein lalu diselesaikan. Karena tensor yang terlibat
adalah tensor rank−2, maka untuk sistem ruang−waktu 4 dimensi terdapat 16
komponen penyelesaian. Namun tensor metrik sistem biasanya bersifat simetri
sehingga 16 komponen penyelesaian tersebut tereduksi menjadi 10 komponen.
Lebih khusus lagi, jika tensor metrik µνg bernilai tak lenyap hanya untuk µ = ν,
penyelesaian persamaan itu hanya berisi 4 komponen saja. Akan tetapi di dalam 4
komponen penyelesaian tersebut biasanya berisi suku persamaan diferensial orde 2
yang tak linier sehingga banyak kasus sulit diselesaikan secara analitik. Kasus yang
dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan simetri ruang−waktu.
Akan dikaji gerak foton dan partikel bermassa di dalam jagad raya yang
bermetrik Robertson−Walker. Dalam konteks teori relativitas umum, gerak foton
dapat ditinjau dengan nolnya selang waktu pribadi yang dimilikinya. Sedangkan
gerak partikel dapat ditelaah dengan menggunakan persamaan geodesik untuk gerak
jatuh bebas. Persamaan geodesik yang digunakan untuk menelaah gerakan partikel
berbentuk persamaan diferensial non linear orde 2 yang menggabungkan beberapa
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
187
observabel, seperti empat koordinat polar (r, t, θ, φ), parameter k yang menentukan
jenis kelengkungan ruang, faktor jarak S dan elemen garis s.
7.7 SOLUSI PERSAMAAN EINSTEIN UNTUK JAGAD RAYA
Persamaan gravitasi Einstein dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972)
µνµνµνµν πΛ GTgRgR 8)2/1( −=−− (7.38)
Laju cahaya di ruang hampa telah dipasang pada nilai c = 1.
Penyelesaian persamaan (7.38) untuk objek jagad raya bermetrik Robertson-
Walker adalah dua buah persamaan diferensial (Anugraha, 1997)
222 )3/8()3/()/( SGSkdtdS ρπΛ =−+ (7.39)
dan
22222 8)/()/(2 GpSSkdtdSdtSdS πΛ −=−++ . (7.40)
Metrik Robertson-Walker itu sendiri dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972)
)sin()1/( 222222222 φθθτ νµµν ddrkrdrSdtdxdxgd +−−−== (7.41)
dengan : 2τd = kuadrat swa-waktu, S = faktor skala jagad raya, dan k = tetapan
kelengkungan ruang yang dapat bernilai −1, 0 atau 1.
Untuk merumuskan tensor metrik di atas telah digunakan prinsip kosmologi
(cosmological principle) yang menyatakan bahwa setiap pengamat (galaksi)
memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada pengamat yang memiliki kedudukan
yang istimewa di jagad raya.
Dari metrik (7.41) di atas diperoleh nilai-nilai tensor metrik
100 =g , )1/( 2211 −= krSg , 2
22 rg −= , θsin233 rg −=
dan 0=µνg untuk νµ ≠ . (7.42)
Untuk memperoleh hasil persamaan (7.39) dan (7.40) telah diasumsikan jagad
raya bersifat homogen isotrop dengan gas galaksi seperti fluida sempurna (perfect
fluid) dengan tensor energi-momentum kovarian rank-2 yang bersangkutan adalah
pgVVpT µννµµν ρ ++= )( (7.43)
dan kecepatan-4 kovarian gas yang ikut bergerak bersama pengamat di dalam
kerangka Robertson-Walker adalah
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
188
),1( 0
−=µV . (7.44)
Dinamika partikel bermassa yang bergerak jatuh bebas di dalam ruang
lengkung mematuhi persamaan geodesik (Lawden, 1982)
02 =−
ττ∂∂
ττ
βα
µαβ
ν
µν d
dx
d
dx
x
g
d
dxg
d
d. (7.45)
Adapun dinamika gerak foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds 2 = 0 pada
metrik tersebut.
7.8 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM JAGAD RAYA
Disajikan 3 model jagad raya untuk mana dinamika gerakan partikel dan foton
akan ditelaah. Ketiga model jagad raya tersebut sebagai bagian dari penyelesaian
persamaan (7.39) dan (7.40) yang mungkin adalah sebagai berikut (Anugraha,
1997).
1. Model debu (Λ = 0 dan p = 0) dengan k = 0
Pada model ini, sifat jagad raya adalah datar (flat) tak bertekanan, dimana
perubahan faktor skala sebagai fungsi waktu adalah
3/200 ))2/3(( tHSS = (7.46)
dengan S = faktor skala jagad raya, t = usia jagad raya, dan 0H = tetapan Hubble.
2. Model Einstein
Pada model ini nilai faktor skala adalah
S = konstan (7.47)
dengan S = faktor skala jagad raya.
3. Model de Sitter
Pada model ini nilai H sebagai salah satu papameter jagad raya selalu konstan setiap
saat sehingga penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk faktor skala kosmik
sebagai fungsi waktu t adalah
)exp(0 HtSS = (7.48)
dengan S = faktor skala jagad raya, t = umur jagad raya, dan H = tetapan Hubble.
1. Model debu (ΛΛΛΛ = 0 dan p = 0) dengan k = 0
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
189
Kini ditinjau gerakan partikel secara jatuh bebas di jagad raya bermodel debu
datar. Pada model ini jagad raya bersifat datar (flat) dengan kelengkungan ruang
sama dengan nol. Akan ditinjau dua jenis gerakan partikel pada jagad raya model
ini yaitu gerakan radial (r sebagai fungsi t) dan sudut polar φ sebagai fungsi t.
Dari persamaan (7.46) dengan menurunkan S ke t diperoleh
3/10
00
)2/3( tH
HS
dt
dS = . (7.49)
Dengan mengisikan µ = 0, 1, 2, 3, ke dalam persamaan (7.45), diperoleh set
persamaan geodesik sebagai berikut.
µ = 0 ⇒ 022
332
222
1100 =
−
−
−
τφ
∂∂
τθ
∂∂
τ∂∂
ττ d
d
t
g
d
d
t
g
d
dr
t
g
d
dtg
d
d
atau
0sin)2/3(2
222
22
3/10002
2
=
+
+
+τφθ
τθ
ττ d
dr
d
dr
d
drtHHS
d
td (7.50)
µ = 1 ⇒ 022
332
2211 =
−
−
τφ
∂∂
τθ
∂∂
ττ d
d
r
g
d
d
r
g
d
drg
d
d
atau
0sin2
222
22 =
+
+
τφθ
τθ
ττ d
drS
d
drS
d
drS
d
d (7.51)
µ = 2 ⇒ 022
3322 =
−
τφ
θ∂∂
τθ
τ d
dg
d
dg
d
d
atau
0cossin2
2222 =
+
τφθθ
τθ
τ d
drS
d
drS
d
d (7.52)
µ = 3 ⇒ 0sin22 22233 =
−=
τφθ
ττφ
τ d
drS
d
d
d
dg
d
d (7.53)
Ditinjau gerakan partikel secara radial sehingga 0== φθ dd . Persamaan
(7.50) dan (7.51) tereduksi ke bentuk
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
190
0)2/3(2
3/10002
2
=
+ττ d
drtHHS
d
td (7.54)
dan
02 =
ττ d
drS
d
d. (7.55)
Dari persamaan (7.55) maka
3/4
02
02
02 )2/3( tHHS
A
S
A
d
dr ==τ
. (7.56)
Jika bentuk di atas dibawa ke persamaan (7.54) diperoleh
03/72
2
=+t
B
d
td
τ (7.57)
dengan
3/7
03
03
0
2
)2/3( HHS
AB = . (7.58)
Melalui substitusi
τd
dtp =
maka
dt
dpp
d
td =2
2
τ
sehingga persamaan (7.57) dapat dituliskan menjadi
dtBtpdp 3/7−−= .
Dengan melalukan pengintegralan diperoleh
CtB
d
dt +=
− 3/42
2
3
τ (7.59)
atau
CtB
d
dt += − 3/4
2
3
τ (7.60)
dengan C tetapan integrasi.
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
191
Persamaan (7.60) di atas dapat diatur sebagai
∫+
=C
t
B
dt
3/42
3τ . (7.61)
Persamaan (7.61) di atas menyatakan hubungan antara waktu pribadi partikel
yang bergerak jatuh bebas dengan waktu koordinatnya. Sayangnya, integral pada
persamaan di atas sulit diselesaikan secara analitik, sehingga diperlukan komputasi
numerik. Kecuali jika pada integral (7.61) di atas diambil nilai C = 0 maka integral
di atas dapat diselesaikan yaitu
∫ == dttB
3/2
3
2τ +3/53/8
02/3
03/2
5
)2/3(3t
A
HSkonstanta (7.62)
Jika hasil (7.60) diisikan ke persamaan (7.52) diperoleh
=+− CtB
dt
dr 3/4
2
33/4
02
02
0
3/4
)2/3( HHS
At −
atau
=r ∫+−
−
CtB
dtt
HHS
A
3/4
3/4
3/40
20
20
2
3)2/3( (7.63)
yang juga sulit diselesaikan secara analitik jika C ≠ 0. Jika dipilih C = 0 maka
penyelesaian analitik persamaan di atas adalah
∫−= dtt
HHSB
Ar 3/2
3/40
20
20 )2/3(3
2
6/1
24
03
03
128
= t
HS+ konstanta. (7.64)
Persamaan (7.63) maupun (7.64) sama-sama menyatakan hubungan antara
koordinat r dalam jagad raya dengan model di atas sebagai fungsi waktu
koordinatnya (t).
Selanjutnya ditinjau gerakan pada r konstan = 0r pada bidang planar θ = π /
2 . Persamaan (7.50), (7.51) dan (7.53) tereduksi ke bentuk
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
192
0)2/3(2
3/13/10
20002
2
=
+τφ
τ d
dtHrHS
d
td (7.65)
02
02 =
τφ
d
drS (7.66)
2S
A
d
d =τφ
. (7.67)
Untuk penyelesaian dengan memperhitungkan persamaan (7.66) terlebih
dahulu, diperoleh nilai φ = konstanta sehingga nilai tetapan A = 0, dan dari
persamaan (7.65) : += τt konstanta. Namun jika hanya diperhitungkan set
persamaan (7.65) dan (7.67) maka kalau hasil (7.67) diisikan ke (7.65) akan
diperoleh
01)3/2(
3/72
2
3/73/40
30
220
3/7
2
2
=+=+t
D
d
td
tHS
Ar
d
td
ττ. (7.68)
Bentuk persamaan di atas mirip dengan persamaan (7.57) sehingga dengan
model penyelesaian yang sama akan diperoleh
CtD
d
dt +=
− 3/42
2
3
τ (7.69)
atau
CtD
d
dt += − 3/4
2
3
τ (7.70)
dengan C tetapan integrasi.
Persamaan di atas dapat diatur sebagai
∫+
=C
t
D
dt
3/42
3τ . (7.71)
Lagi-lagi integral pada persamaan (7.71) di atas sulit diselesaikan secara
analitik, sehingga diperlukan komputasi numerik. Kecuali jika pada integral (7.34)
di atas diambil nilai C = 0 maka integral di atas dapat diselesaikan yaitu
∫ == dttD
3/2
3
2τ +3/5
0
3/20
2/30
3/2
5
)2/3(3t
Ar
HSkonstanta (7.72)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
193
Selanjutnya dengan mengisikan (7.70) ke (7.67) diperoleh
CtD
dt
d
d
dt
dt
d += − 3/4
2
3φτ
φ
3/40
20 )2/3( tHS
A= atau
∫+
=−
−
CtD
dtt
HS
A
3/4
3/4
3/40
20
2
3)2/3(φ + konstanta (7.73)
yang juga sulit diselesaikan secara analitik, kecuali jika telah dipilih nilai tetapan
integrasi C = 0. Untuk kasus pemilihan tetapan C = 0 maka
6/1
60
40
30
2144
=
rHS
tφ + konstanta (7.74)
Persamaan (7.74) di atas menyatakan hubungan antara sudut polar φ sebagai fungsi
waktu t untuk partikel yang bergerak pada r konstan di bidang planar.
Dari dua model gerakan di atas masing-masing untuk r dan φ sebagai fungsi t,
ternyata diperoleh penyelesaian yang serupa yaitu keduanya sebagai fungsi 3/1t .
2. Model Einstein
Dari persamaan geodesik (7.65) dan nilai tensor metrik pada persamaan (7.41),
jika diisikan µ = 0 maka
02 00 =
ττ d
dtg
d
d atau
τd
dt= A = konstanta (7.75)
Jika diisikan µ = 1 diperoleh
0sin22)1(
2
1
12
222
222
2
2=
+
+
−−
−−
τφθ
τθ
ττ d
dr
d
dr
d
dr
kr
kr
d
rd
kr (7.76)
Untuk µ = 2 diperoleh
0cossin22
22
22 =
+−−τφθθ
τθ
ττθ
d
dr
d
d
d
drr
d
dr (7.77)
Sedangkan untuk µ = 3 diperoleh
θτ
φ22 sinr
B
d
d = (7.78)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
194
dengan B = konstanta.
Sekarang ditinjau gerakan radial sehingga 0== φθ dd . Persamaan (7.77) dan
(7.78) berturut-turut menyatakan 0 = 0 dan B = 0. Persamaan (7.76) menjadi
02)1(2
2
22 =
+−ττ d
drkr
d
rdkr (7.79)
Dengan mengisikan (7.75) ke (7.79) diperoleh
02)1(2
2
22 =
+−dt
drkr
dt
rdkr (7.80)
Dilakukan substitusi dtdrv /= , maka persamaan (7.80) dapat dituliskan
menjadi
02)1( 2 =
+− krvdr
dvkrv (7.81)
dengan dua penyelesaian
0=v dan drkr
kr
v
dv
1
22 −
= (7.82)
Penyelesaian pertama memberikan nilai
r = konstan (7.83)
sedangkan dari penyelesaian kedua diperoleh untuk ketiga nilai k berturut-turut
adalah
k = 1 ⇒ )1(/ 2 −== rCdtdrv ⇒ )exp(1
)exp(1
EtD
EtDr
−+= (7.84)
k = 0 ⇒ 0=v ⇒ r = konstan (7.85)
k = −1 ⇒ )1(/ 2 +== rCdtdrv ⇒ )( EDttgr += . (7.86)
dengan C, D dan E adalah tetapan integrasi. Jadi penyelesaian untuk jagad raya
model Einstein untuk gerakan radial adalah persamaan trayektori persamaan (7.84)
− (7.86) yang bergantung pada nilai k.
3. Model de Sitter
Persamaan faktor skala jagad raya sebagai fungsi waktu untuk model de Sitter
ini adalah
)exp(0 HtSS = (7.87)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
195
Persamaan geodesik yang bersangkutan adalah
µ = 0 ⇒ 0)2exp(2
20
2
=
+ττ d
drHtHS
d
td (7.88)
µ = 1 ⇒ 0sin2222
222
22 =
+
+
−τφθ
τθ
ττ d
drS
d
drS
d
drS
d
d (7.89)
µ = 2 ⇒ 0cossin222
2222 =
+
−τφθθ
τθ
τ d
drS
d
drS
d
d (7.90)
µ = 3 ⇒ θτ
φ222 sinrS
B
d
d = (7.91)
dengan B suatu konstanta.
Kembali ditinjau gerakan radial, sehingga 0== φθ dd . Untuk jenis gerakan
ini, persamaan (7.89) menjadi
2S
A
d
dr =τ
(7.92)
dengan A suatu tetapan. Dengan mengisikan persamaan (7.92) ke persamaan (7.88)
diperoleh
0)2exp(2
=−+ HtCd
td
τ (7.93)
dengan
40S
AHC = .
Dilakukan substitusi
τd
dtp =
sehingga
2
2
τd
td=
dt
dpp .
Persamaan (7.93) dapat dituliskan menjadi
dtHtCpdp )2exp(−−=
yang jika diintegralkan bernilai
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
196
DHtCHd
dt +−=
)2exp(2
τ (7.94)
atau
DHtCH
dtd
+−=
)2exp(τ . (7.95)
Untuk mengintegralkan persamaan (7.95) di atas dilakukan substitusi
DHtCHu +−= )2exp(
sehingga
])ln[))(ln[2/1( 2 CHDuHt −−−=
dan
)( 2 DuH
ududt
−−= .
Persamaan (7.95) menjadi
duDuDuDH ∫
−−
+= 11
2
1τ
=
−+−++−
DDHtCH
DDHtCH
DH )2exp(
)2exp(ln
2
1 + konstanta (7.96)
Hasil persamaan (7.94) selanjutnya diisikan ke persamaan (7.92) sehingga
dihasilkan
)2exp(
)2exp()/(20
40
2
HtS
HtSAHDA
dt
dr
−
−+= (7.97)
atau
∫ −+= dtHtSAHDHtS
Ar )2exp()/()2exp( 4
02
20
(7.98)
yang sulit diselesaikan secara analitik jika D ≠ 0. Namun jika D = 0 maka
)exp(40
2/3
HtS
Ar = + konstanta. (7.99)
Persamaan (7.99) di atas menyatakan hubungan antara r sebagai fungsi t untuk
gerakan partikel jatuh bebas dalam jagad raya bermodel de Sitter.
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
197
7.9 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM JAGAD RAYA
Kalau pada dinamika partikel, gerakan jatuh bebasnya ditelaah dengan
persamaan geodesik, maka tidak demikian pada gerakan foton, mengingat nilai
τd foton = 0. Karena swa-waktu foton bernilai demikian maka gerakannya dikaji
dengan mengisikan 2τd = 0 dari metrik Robertson-Walker pada persamaan (7.41)
yang dapat dituliskan sebagai
1sin1
12
222
22
22 =
+
+
− dt
dr
dt
dr
dt
dr
krS
φθθ. (7.100)
Dari persamaan (7.100) di atas dapat ditelaah gerakan foton baik untuk koordinat r,
θ maupun φ sebagai fungsi t untuk model-model jagad raya di atas, bergantung pada
perumusan S sebagai fungsi t.
1. Model debu (ΛΛΛΛ = 0 dan p = 0) dengan k = 0
Pada model ini ditinjau gerakan radial saja, gerakan sudut polar saja dan
gerakan sudut θ saja. Untuk gerakan radial semata, persamaan (7.100) tereduksi
menjadi
3/200
3/2
)2/3( HS
dttdr
−
= (7.101)
yang jika diintegralkan akan menghasilkan
3/13/2
00 )2/3(
3t
HSr = + konstanta. (7.102)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh nilai φ sebagai fungsi t untuk gerakan pada
r konstan = 0r di bidang planar θ = π / 2 yaitu
3/13/2
000 )2/3(
3t
HrS=φ + konstanta. (7.103)
Sedangkan nilai θ sebagai fungsi t untuk gerakan pada r konstan = 0r dan φ =
konstan ternyata serupa dengan persamaan (7.103) yaitu
3/13/2
000 )2/3(
3t
HrS=θ + konstanta. (7.104)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
198
2. Model Einstein
Untuk model ini, bentuk persamaan gerakannya lebih sederhana lagi karena
nilai S yang konstan. Untuk ketiga gerakan foton jatuh bebas seperti halnya pada
model debu di atas, diperoleh penyelesaian berturut-turut sebagai berikut :
1. gerakan radial
1+=k ⇒ )/sin( CStr += (7.105)
0=k ⇒ CStr += / (7.106)
1−=k ⇒ )/( CSttgr += (7.107)
2. gerakan θ untuk ketiga nilai k ⇒ CSrt += )/( 0θ (7.108)
3. gerakan φ untuk ketiga nilai k ⇒ CSrt += )/( 0φ (7.109)
Untuk semua persamaan pada model ini, C adalah tetapan integrasi.
7.10 DINAMIKA METRIK DE SITTER
Untuk menelaah ruang de Sitter, pertama kali dirumuskan metrik
ruang−waktu de Sitter sebagai (Lawden, 1982)
νµµν dxdxgds =2
= )sin(/1
)/1( 222222
22222 φθθ ddr
Rr
drdtcRr ++
−+−− . (7.110)
dengan R konstan.
Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
( )βµν
µνβ
νβµ
αβαµν xgxgxgg ∂∂−∂∂+∂∂=Γ ///
21 . (7.111)
Dari nilai-nilai lambang Christoffel, dapat dicari nilai tensor Ricci µαR yang
dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)
βνα
νβν
βµν
νβαν
νµα
α
νµν
µα ΓΓ−ΓΓ+∂
Γ∂−
∂
Γ∂=
xxR . (7.112)
Untuk menelaah gerakan partikel jatuh bebas, dirumuskan persamaan
geodesik lintasan partikel dalam ruang bermetrik sebagai (Lawden, 1982)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
199
02 =∂
∂−
ds
dx
ds
dx
x
g
ds
dxg
ds
d νµ
αµνβ
αβ . (7.113)
Gerakan foton dapat diselidiki dengan mengisikan nilai 02 =ds mengingat
swawaktunya lenyap.
Pada metrik (7.110) telah dipilih koordinat−4 yang berbentuk :
),,,(),,,( 3210 φθµ rctxxxxx == . (7.114)
Tampak bahwa koordinat−3 spatial dipilih dalam bentuk koordinat bola. Dari
metrik persamaan (7.110), nilai komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap
adalah :
1)/( 2200 −= Rrg , )/( 222
11 rRRg −= , 222 rg = , θ22
33 sinrg = . (7.115)
Adapun nilai µνg untuk νµ ≠ bernilai lenyap. Nilai komponen tensor metrik dari
persamaan (7.115) di atas bersifat simetri. Mengacu pada persamaan (7.115) di atas,
untuk r → R, tensor metrik mengalami singularitas.
Sementara itu relasi antara tensor metrik kovarian dan kontravarian adalah
≠=
==µαµα
δ µα
βµαβ ,0
,1gg , (7.116)
Hubungan di atas memungkinkan untuk mendapatkan komponen tensor metrik
kontravarian yang tak lenyap dengan nilai-nilai sebagai berikut :
)/( 22200 RrRg −= , )/(1 2211 Rrg −= ,
222 /1 rg = , )sin/(1 22
33 θrg = . (7.117)
Sama halnya dengan tensor metrik kovarian, nilai tensor metrik kontravarian juga
bersifat simetri. Demikian pula tensor metrik kontravarian mengalami simgularitas
untuk r = 0 dan r = R.
Langkah selanjutnya, dari nilai tensor metrik yang tertera pada persamaan
(7.115) dan (7.117), dapat dihitung nilai-nilai lambang Christoffel yang tak lenyap
dengan menggunakan rumus persamaan (7.111) sebagai berikut :
422100 /)( RRrr −=Γ ; )/( 220
01010 Rrr −=Γ=Γ ; )/( 221
11 rRr −=Γ ;
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
200
222122 /)( RRrr −=Γ ; r/12
12221 =Γ=Γ ; 22221
33 /)(sin RRrr −=Γ θ ;
r/1331
313 =Γ=Γ ; θ2sin)2/1(2
33 −=Γ ; θcot332
323 =Γ=Γ . (7.118)
Jika diamati, beberapa lambang Christoffel menuju tak hingga untuk r = 0, r = R
serta πθ n= dengan n = bilangan bulat.
Nilai-nilai lambang Christoffel yang terdapat pada persamaan (7.118) di atas
selanjutnya sapat digunakan untuk menghitung komponen simetri tensor Ricci
memanfaatkan persamaan (7.112) sebagai berikut :
00R = 4
22 )(3
R
rR −; 11R =
22
3
Rr −; θ2
2233 sinRR = = 2
22 sin3
R
r θ− . (7.119)
Untuk r → R, nilai ∞→11R , sementara 22R dan 33R lenyap untuk r = 0.
Akhirnya, skalar kelengkungan R dapat ditentukan menggunakan tensor
metrik kontravarian pada persamaan (7.117) dan tensor Ricci pada persamaan
(7.119) dengan nilai
µνµν RgR = =
2
12
R− . (7.120)
Sesuai sifatnya, skalar kelengkungan di atas bernilai konstan, bukan merupakan
fungsi variabel koordinat.
7.11 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM METRIK DE SITTER
Ditinjau gerak foton untuk mana swa−waktunya lenyap, atau
0222 =−= − dscdσ , (7.121)
sehingga metrik de Sitter pada persamaan (7.110) untuk gerak foton menjadi
0)sin()( 2222
22
22
2
2222=++
−+− φθθ ddr
rR
drR
R
dtRrc. (7.122)
Akan diambil kasus khusus : pada t = 0, foton berada di r = 0r dan
selanjutnya bergerak keluar sepanjang garis lurus secara radial dengan θ = konstan
dan φ = konstan. Ini menyebabkan 0== φθ dd sehingga persamaan (7.122)
menjadi
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
201
4
22222 )(
R
rRc
dt
dr −=
. (7.123)
Jika diambil akar positif (mengingat untuk t positif, r bergerak keluar) diperoleh
222 R
dtc
rR
dr =−
. (7.124)
Pengintegralan menghasilkan
kR
ct
rR
rR
R+=
−+
2ln
2
1, (7.125)
dengan k tetapan integrasi. Dengan mengingat syarat batas : 0)0( rtr == , untuk
mana Rr <≤ 00 memberikan
0
0ln2
1
rR
rR
Rk
−+= , (7.126)
sehingga persamaan (7.125) dapat dituliskan dalam bentuk
))((
))((ln
2 0
0
rRrR
rRrR
c
Rt
+−−+= . (7.127)
Untuk bentuk khusus : 00 =r , persamaan di atas menjadi
rR
rR
c
Rt
−+= ln
2. (7.128)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai t hanya valid untuk daerah Rr <≤0 .
Untuk Rr → maka ∞→t . Persamaan (7.128) dapat dinyatakan dalam ungkapan
1)/2exp(
1)/2exp(
+−=
Rct
RctRr . (7.129)
Selanjutnya diambil kasus khusus : foton bergerak dengan 0rr = = konstan
dan φ konstan sehingga persamaan (7.122) dapat dituliskan
22
0
20
222 )(
Rr
rRc
dt
d −=
θ = konstan. (7.130)
Jika diambil akar positifnya, diperoleh
dtRr
rRcd
0
20
2 −=θ , (7.131)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
202
sehingga untuk syarat batas : 0)0( θθ ==t dihasilkan
tRr
rRct
0
20
2
0)(−
+=θθ . (7.132)
Gerakan foton pada kasus ini adalah berupa gerakan azimut melingkar pada
0rr = = konstan dengan kecepatan sudut azimut konstan sebesar
2/120
20 ))(/( rRRrc − .
Pada gerakan ini perlu diberikan pembatasan bahwa 00 ≠r kecepatan sudutnya
tidak tak hingga, juga Rr ≠0 agar kecepatan sudutnya tidak lenyap. Ini berarti,
syarat gerakan melingkar stabil terletak pada daerah Rrr <=< 00 .
Demikian pula untuk gerakan foton polar dengan 0rr = = konstan dan
0θθ = = konstan yang menyebabkan persamaan (7.122) memiliki ungkapan
Rr
rRc
dt
d
00
20
2
sinθφ −
= = konstan. (7.133)
Pengintegralan dengan syarat batas 0)0( φφ ==t memberikan
tRr
rRct
00
20
2
0 sin)(
θφφ
−+= . (7.134)
Mirip dengan gerakan foton secara azimut di atas, pada gerakan foton polar ini,
syarat agar gerakan stabil adalah 00 ≠r , Rr ≠0 , 00 ≠θ dan πθ ≠0 . Kecepatan
sudut polar gerak foton ini bernilai konstan = 2/120
200 ))(sin/( rRRrc −θ .
7.12 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM METRIK DE SITTER
Selanjutnya ditelaah persamaan geodesik lintasan partikel di dalam metrik de
Sitter. Metrik (7.110) dapat ditulis dalam bentuk
1sin2
22
22
22
22
2
22=
+
+
−+
−ds
d
ds
dr
ds
dr
rR
R
ds
dtc
R
Rr φθθ. (7.135)
Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.113) maka diperoleh set persamaan
diferensial berikut :
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
203
)( 22
2
Rrc
Rk
ds
dt
−= , (7.136)
2
22
22
2
22
22
22
−∂∂−
−∂∂−
− ds
dr
rR
R
rds
dtc
R
Rr
rds
dr
rR
R
ds
d
( ) 22
∂∂−
ds
dr
r
θ ( ) 222 sin
∂∂−
ds
dr
r
φθ = 0, (7.137)
( ) 0sin22
222 =
∂∂−
ds
dr
ds
dr
ds
d φθθ
θ. (7.138)
θ
φ22 sinr
l
ds
d = . (7.139)
dengan k dan l tetapan integrasi.
Ditinjau gerakan partikel secara radial, sehingga 0== φθ dd . Persamaan
(7.135) tereduksi ke bentuk
12
22
22
2
22=
−+
−ds
dr
rR
R
ds
dtc
R
Rr. (7.140)
Dengan mengisikan nilai dsdt / dari persamaan (7.136) ke persamaan (7.140) di
atas, diperoleh
1)(
2
2222
42
22
2
22
22=
−−+
− dt
dr
Rrc
Rk
rR
R
Rr
Rk, (7.141)
yang jika disederhanakan menjadi
62
22222222 ][])1[(
Rk
rRrRkc
dt
dr −−+=
. (7.142)
Dari persamaan di atas, diambil akar positif yang memberikan ungkapan
32/122222 ])1([][ kR
dtc
RkrRr
dr =++−+−
. (7.143)
Ruas kiri persamaan di atas dapat diintegralkan dengan menggunakan rumus
(Abramowitz dkk, 1965) untuk bc > ad
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
204
∫ −−+−++
−=
++ 2/12/12
2/12/12
2/12/122 )()]([
)()]([ln
)]([2
1
))(( adbcxdcxb
adbcxdcxb
adbcbdcxbax
dx (7.144)
sehingga pengintegralan persamaan (7.143) memberikan
krrRk
krrRk
kR −−+
+−+222
222
2)1(
)1(ln
2
1 = K
kR
ct +3
, (7.145)
dengan K tetapan integrasi. Untuk syarat batas, misalnya 0)0( ==tr diperoleh K =
0 sehingga
krrRk
krrRk
c
Rt
−−+
+−+=
222
222
)1(
)1(ln
2. (7.146)
Dari persamaan di atas, terdapat syarat : 10 2 +≤≤ kRr agar nilai di dalam akar
tidak negatif serta Rr ≠ agar penyebut ≠ 0. Dua syarat tersebut dapat digabung
menjadi
Rr <≤0 atau 12 +<< kRrR . (7.147)
7.13 METRIK DAN JAGAD RAYA DE SITTER
Dari metrik de Sitter yang terdapat pada persamaan (7.110), dilakukan
transformasi dari koordinat−4 ),,,( φθrct ke ),,,( φθσcT melalui substitusi
−−=
2
22 )/2exp(1ln
R
RcTARcTct
σ (7.148)
)/exp( RcTAr σ= (7.149)
dengan A tetapan positif. Melalui transformasi tersebut metrik de Sitter menjadi
)]sin()[/2exp( 222222222 φθθσσ dddRcTAdTcds +++−= . (7.150)
Bentuk metrik ini sama dengan metrik jagad raya de Sitter yang berasal dari metrik
Robertson−Walker yang dirumuskan sebagai
++
−+−= )sin(
1
22222
22222 φθθσ
σσ
ddk
dSdTcds , (7.151)
kemudian dengan mengisikan untuk jagad raya de Sitter beberapa nilai berikut :
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
205
• )exp(HtAS = yang berasal dari asumsi bahwa nilai tetapan Hubble H =
)/(1 dtdSS − selalu konstan sepanjang waktu T. Selanjutnya diperoleh
hubungan RcH /= .
• jagad raya bersifat datar (flat) karena tidak memiliki rapat massa ρ maupun
tekanan p sehingga nilai tetapan kelengkungan k = 0.
Dari kedua asumsi di atas, diperoleh metrik de Sitter.
Invers transformasi persamaan (7.148) dan (7.149) adalah
22 /1
)/exp(
RrA
Rctr
−
−=σ (7.152)
22 /1ln RrRctcT −+= . (7.153)
7.14 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM JAGAD RAYA DE SITTER
Ditinjau sebuah foton yang dilepaskan dari titik ),,( φθσ secara radial ke
pusat O pada waktu 0T dalam jagad raya de Sitter dengan metrik diberikan pada
persamaan (7.150). Mengingat untuk foton, swawaktunya lenyap serta gerakannya
dipilih bersifat radial, persamaan (7.150) berbentuk
2222 )/2exp( σdRcTAdTc = . (7.154)
Karena gerakan foton menuju O, diambil akar negatif dari persamaan di atas
sehingga dapat ditulis menjadi
σdcAdTRcT )/()/exp( −=− . (7.155)
Jika diintegralkan
∫∫ −=−0
0
)/exp(σ
σdc
AdTRcT
T
T
atau
)/()/exp()/exp( 0 RARcTRcT σ−−=− . (7.156)
Dengan menyederhanakan bentuk di atas, diperoleh
T = [ ])/exp()/(1ln 00 RcTRAc
RT σ−− . (7.157)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
206
Dari hasil terakhir di atas, selang waktu yang diperlukan menurut pengamat di
ruang de Sitter bagi foton untuk menempuh gerakan tersebut adalah
[ ])/exp()/(1ln 00 RcTRAc
RTTT σ−−=−=∆ . (7.158)
Untuk nilai di atas, tentu saja harus dipenuhi
0)/exp()/(1 0 >− RcTRAσ (7.159)
atau
)/exp()/( 0 RcTAR −<σ . (7.160)
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
207
Soal-Soal Latihan BAB VII
1. Suatu daerah ruang-waktu memiliki metrik
222222 dtxdzdydxds −++= .
Sebuah partikel pada saat t = 0 berada pada posisi (1, 0, 0). Jika partikel
tersebut dilepaskan dan bergerak jatuh bebas, tunjukkan bahwa ia bergerak
sepanjang sumbu x dengan persamaan gerakan tx sech= . Sebuah foton
dipancarkan dari titik (1, 0, 0) pada t = 0 pada arah sumbu y positif.
Tunjukkan bahwa pada saat tersebut
0// == dtdzdtdx , 0/ =dtdy
serta lintasan foton tersebut adalah lingkaran dengan persamaan 122 =+ yx .
2. Jagad raya de Sitter memiliki metrik
222222212 )sin( dtAcddrdrAds −++= − φθθ
dengan
22 /1 RrA −=
dan R tetapan. Saat t = 0, sebuah foton meninggalkan pusat r = 0 dan bergerak
keluar sepanjang garis lurus dengan θ = tetapan dan φ = tetapan. Carilah
koordinat r pada waktu t dan tunjukkan bahwa
2/Rr = saat cRt 2/)3ln(=
serta
Rr → saat ∞→t .
3. zr ,,θ adalah koordinat kuasi−silindris dalam suatu medan gravitasi yang
memiliki metrik
)()( 222222 dtdzrddrrds −++= θ .
Sebuah partikel diletakkan pada titik 1=r , 0== zθ pada medan tersebut
dengan kecepatan 0// == dtdzdtdr , 2/3/ =dtdθ . Tunjukkan bahwa jika
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
208
partikel tersebut jatuh bebas, ia bergerak pada bidang z = 0 antara lingkaran
berjari-jari 1=r dan 3=r , pertama kali mengenai lingkaran terluar pada
πθ 3= . Sebuah foton dipancarkan dari titik 1=r , 0== zθ dan bergerak
dengan kecepatan awal 0// == dtdzdtdr . Tunjukkan bahwa lintasan foton
tersebut berbentuk spiral dengan persamaan
2411 θ+=r
pada bidang z = 0.
4. Metrik de Sitter dapat dinyatakan dalam bentuk
222222 ))(/2exp( dtcdzdydxRctds −++=
dengan R suatu tetapan, dan zyx ,, dapat diperlakukan sebagai koordinat
Kartesan tegaklurus. Tunjukkan bahwa trayektori partikel jatuh bebas dan
foton adalah garis lurus. Sebuah partikel ditempatkan pada pusat saat t = 0
dengan kecepatan V sepanjang sumbu x positif. Tunjukkan bahwa koordinat x
pada waktu t diberikan oleh
])/2exp(1()[/( 22 RctVccVRx −−−= .
Sebuah benda pada titik x = X di sumbu x memancarkan foton yang bergerak
menuju pusat saat t = 0. Tunjukkan bahwa foton tersebut akan tiba di O pada
waktu
)/1ln()/( RXcRt −−= .
5. φθ ,,r adalah koordinat kuasi−kutub bola pada sebuah medan gravitasi yang
bersifat simetri bola terhadap pusat r = 0. Metrik ruang−waktu adalah
2)sin(
)1(
22222
2
222
+−++
+=
r
dtrddr
r
drrds φθθ .
Sebuah partikel diletakkan pada titik ,1=r 2/πθ = , 0=φ pada waktu t = 0
dengan kecepatan sedemikian sehingga 0// == dtddtdr θ , 6/1/ =dtdφ .
Partikel tersebut kemudian bergerak jatuh bebas. Tunjukkan bahwa trayektori
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
209
lintasan partikel tersebut terletak pada bidang 2/πθ = dan memiliki
persamaan kutub
)3/8cos(3
)3/8cos(5
φφ
+−
=r .
6. Carilah persamaan gerakan foton yang bergerak secara radial di dalam bola
Schwarzschild dan tunjukkan bahwa foton tersebut bergerak keluar dari pusat
O mengambil koordinat waktu t yang tak hingga untuk mencapai bola
tersebut. Buktikan pula bahwa foton yang bergerak menuju pusat O dari
mRr 2<= membutuhkan waktu Tt = yang diberikan oleh
)2/1ln(2 mRmRcT −−−=
untuk mencapai O.
7. Sebuah partikel bergerak sepanjang garis radial menuju O dalam daerah r >
2m. Untuk kondisi awal 0/,,0 === dtdrRrt , buktikan bahwa
−
−
−=
−
Rrr
m
R
mmc
dt
dr 1121
212
212
2
.
Selanjutnya tunjukkan pula bahwa
∫ −−
−=R
r rRmr
drr
m
Rct
2/1
2/32/1
))(2(1
2
= [ ]
+−−++−
− −γγ
1
1ln2/cos)4()(1
21
2/1
mRrmRrRrm
R
dengan
)2(
)(2
mRr
rRm
−−=γ .
Tunjukkan bahwa ∞→ct untuk mr 2→ .
8. Sebuah foton dipancarkan dari titik mr = , 0,2/ == φπθ di dalam lubang
hitam Shwarzschild dengan kecepatan sudut 0/ =dtdθ , mcdtd /)33(/ =φ .
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
210
Tunjukkan bahwa kecepatan awal diberikan oleh cdtdr 72/ ±= . Pada kasus
dimana nilai awal dtdr / adalah negatif, tunjukkan bahwa foton tersebut
bergerak pada bidang 2/πθ = dan jatuh ke O sepanjang trayektori
]12/)(coth3[6 2 −−= φαrm
dengan 215ln +=α .
9. φθ ,,r adalah koordinat Schwarzschild. Seorang pengamat tetap pada titik
φθ ,,R mengirim sinyal secara radial menuju pusat O. Sinyal dipantulkan
oleh sebuah benda kecil pada titik φθ ,,r dan kembali ke pengamat.
Tunjukkan bahwa waktu antara transmisi dan penangkapan sinyal kembali
yang diukur oleh jam standar pengamat adalah
−−+−−
mr
mRmrR
c
Rm
2
2ln2
/212.
10. Sebuah foton dipancarkan dari titik ),,( φθr sepanjang radius menuju pusat
pada waktu t dalam jagad raya de Sitter. Tunjukkan bahwa waktu yang
diperlukan untuk mencapai pusat O adalah
H
HtcHAr )exp()/(1ln( −− .
11. Dalam ruang dua dimensi dimana metriknya diberikan oleh
222
22
22
2222
)( ar
drr
ar
drdrds
−−
−
+= θ (r > a),
tunjukkan bahwa persamaan diferensial lintasan geodesik dapat dituliskan
dalam bentuk
42222
2 rkrad
dra =+
θ
dengan 2k adalah suatu tetapan, sedemikian sehingga 12 =k jika dan hanya
jika, geodesik tersebut null.
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
211
12. Didefinisikan koordinat ),( φr pada kerucut lingkaran yang memiliki sudut
setengah vertikal α sehingga metrik permukaan kerucut tersebut diberikan
oleh
22222 sin φα drdrds += .
Tunjukkan bahwa keluarga lintasan geodesik diberikan oleh
)sinsec( βαφ −= ar
dengan βα, adalah tetapan sembarang.
13. Suatu ruang tiga dimensi memiliki metrik
)sin( 222222 φθθλ ddrdrds ++=
dengan λ merupakan fungsi r saja. Tunjukkan bahwa sepanjang lintasan
geodesik untuk 2/πθ = serta 0/ =dsdθ saat s = 0, berlaku
ψλφ d∫=
dengan ψsecbr = .
14. Jika ruang−waktu memiliki metrik
)( 222222 dtdzdydxeds kx −++=
dengan k tetapan, serta
2222 )/()/()/( dtdzdtdydtdxv ++= ,
tunjukkan bahwa benda yang bergerak jatuh bebas memenuhi persamaan
kxeVv 222 )1(1 −=−
dengan Vv = untuk x = 0.
15. Jika ruang−waktu memiliki metrik
2222222 )( dtcdzdydxds αα −++=
dengan 1)1( −−= kxα dan k tetapan, serta
Dinamika Gerak Partikel dan Foton ___________________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________
212
2222 )/()/()/( dtdzdtdydtdxv ++= ,
tunjukkan bahwa untuk benda yang bergerak jatuh bebas tersebut dipenuhi
persamaan
xkcvV 222 =−
dengan v = V untuk x = 0.
16. Jika metrik ruang−waktu adalah
222222 )( dtkdzdydxds αα −++=
dengan α adalah fungsi x saja dan k tetapan, carilah persamaan diferensial
yang membangun lintasan garis dunia partiel yang bergerak jatuh bebas. Jika
x, y dan z diinterpretasikan sebagai koordinat Kartesan tegaklurus oleh
seorang pengamat dan t adalah variabel waktunya, tunjukkan bahwa terdapat
suatu persamaan energi untuk partikel tersebut dalam bentuk
α22
21 k
v − = tetapan.
Daftar Pustaka _______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
213
DAFTAR PUSTAKA Anugraha, R., 1997 : Teori Relativitas Umum Einstein dan Penerapannya pada
Model Standar Alam Semesta pada keadaan awal, sekarang dan masa depan, Skripsi, Fakultas MIPA UGM, Yogyakarta.
Bose, S.K., 1980 : An Introduction to General Relativity, cetakan ke 10, Wiley Eastern Limited.
Farmer, G., 1966, Derivation of Compton Scattering Relation in Covariant Notation, American Journal of Physics, Vol. 34, p. 614.
Hawking, S., 1974 : Black Hole Explosion ? Nature, vol. 248, p. 30 − 33. Krane, K., 1992 : Fisika Modern, UI Press, Jakarta. Lapidus, I.R., 1972, Motion of a Relativistic Particle Acted Upon by a Constant
Force and a Uniform Gravitational Field, American Journal of Physics, Vol. 40, p. 984 − 988.
Lawden, D.F., 1982 : An Introduction to Tensor Calculus, Relativity and Cosmology, John Wiley & Sons, New York.
Misner, C.W., Thorne, K.S., Wheeler, J.A., 1973 : Gravitation, W.H. Freeman & Company, New York.
Muller, R.A., 1972, The Twin Paradox in Special Relativity, American Journal of Physics, Vol. 40, p. 966 − 969.
Muslim, 1985 : Teori Relativitas Khusus, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Muslim, 1986 : Analisis Vektor dan Tensor dalam Fisika Matematik, Fakultas
Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Muslim, 1997 : Teori Relativitas Khusus, Produk dan Eksponen Paradigma
Simetri, Unifikasi dan Optimasi dalam Fisika Modern, Lab Atom−Inti FMIPA UGM, Yogyakarta.
Peebles, P.J.E., 1971 : Physical Cosmology, Princeton University Press Siemon, R.E., Snider, D.R., Elastic Collisions as Lorentz Transformations with
Application to Compton Scattering, American Journal of Physics, Vol. 34, p. 614 − 615.
Weinberg, S., 1972 : Gravitation and Cosmology : Principles and Applications of the General Theory of Relativity, John Wiley & Sons, New York.
Wospakrik, H.J., 1987 : Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum dan Biografi Albert Einstein, ITB, Bandung.
Zahara, M., Muslim, 1992 : Relativitas Khusus dan Mekanika Kuantum Sebagai Sokoguru Fisika Masa Kini, Berkala Ilmiah MIPA, No. 2, Tahun IV, FMIPA UGM Yogyakarta.