teknologi bersih pabrik gula kebon agung malang · dari pengertian mengenai produksi bersih maka...
TRANSCRIPT
TEKNOLOGI BERSIH
PABRIK GULA KEBON AGUNG MALANG
Disusun oleh:
Agil Adham Reka 105100200111035
Fatma Ridha N 105100200111036
Ihsanuddin 105100213111006
Niken Lila Widyawati 105100201111016
Tri Priyo Utomo 105100201111005
Vita Noeravila Putri 105100200111032
Widyaningrum 105100204111001
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan polusi
terbanyak didunia. Sumber polusi yang upaling tama adalah dari kendaraan
bermotor dan limbah industry. Polusi ini terjadi akibat kurangnya
penanganan limbah-limbah industry sedangkan semakin hari semakin banyak
berdiri pabrik industry. Pencemaran yang disebabkan oleh polusi ini
menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap lingkungan. Perubahan
yang paling bisadirasakan adalah perubahan suhu udara yang semakin panas dan
perubahan pada air sungai.
Permasalahan tentang pencemaran ini terjadi akibat kurangnya
pengetahuan serta penanganan yang lebih terhadap limbah. Meskipun limah
tidak dapat dihilangkan secara total tetapi denga penanganan limbah yang
baik dapat mengurangi seminimal mungkin polutan yang mencemari udara,
air maupun tanah. Maka dari itu, dilaksanakan kegiatan studi lapang yang
bertempat di Pabrik Gula Kebon Agung, desa Kebon Agung, Malang, Jawa Timur
untuk mengetahui lebih dalam dan melihat secara lngsung proses pembuatan
gula Kristal serta pengolahan limbah pabriknya, serta untuk memenuhi tugas
mata kuliah Teknologi Bersih.
1.2 Perumusan masalah
1. Bagaimana pengelolaan yang seharusnya dilakukan oleh industri tersebut untuk
menuju Teknologi Bersih?
2. Berdasarkan alur bahan dan energy buatlah rancangan bahan yang dapat di
Reduse, Reuse, dan Recycle!
3. Berikan arahan proses produksi industri gula untuk menuju Teknologi Bersih!
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tatacara pengolahan industri untuk memenuhi prinsip teknologi bersih
2. Mengklasifikasikan produk sampingan yang dapat di Reduse, Reuse, dan Recycle
untuk dapat dijadikan bahan baku dan energi
3. Mengetahui arah industri agar menerapkan teknologi bersih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian produksi bersih
Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku, air
dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan
produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran
seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah Produksi Bersih.
Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang menekankan pendekatan
bisnis yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan.
Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan timbulnya
pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan
bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan
melihat sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk
dan transportasi sampai ke konsumen dan produk menjadi limbah. Pendekatan
pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep produksi bersih melalui
peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan daya saing.
Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan dampak
lingkungan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk,
jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap
manusia maupun lingkungan (UNEP, 1994).
Produksi Bersih, menurut Kementerian Lingkungan Hidup, idefinisikan
sebagai : Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan
diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir
yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat
meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan
lingkungan (KLH, 2003).
Dari pengertian mengenai Produksi Bersih maka terdapat kata kunci yang
dipakai untuk pengelolaan lingkungan yaitu : pencegahan pencemaran, proses,
produk, jasa, peningkatan efisiensi, minimisasi resiko. Dengan demikian maka
perlu perubahan sikap, manajemen yang bertanggung-jawab pada lingkungan dan
evalusi teknologi yang dipilih.
Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan-
bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi dan
limbah sebelum meninggalkan proses.
Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan
selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku sampai ke
pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.
Produksi bersih pada sektor jasa adalah memadukan pertimbangan lingkungan
ke dalam perancangan dan layanan jasa. Penerapan Produksi Bersih sangat luas
mulai dari kegiatan pengambilan bahan termasuk pertambangan, proses produksi,
pertanian, perikanan, pariwisata, perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah
makan, perhotelan, sampai pada sistem informasi. Pola pendekatan produksi bersih
dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R
(Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999).
2.2 Prinsip-prinsip pokok produksi bersih
Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan
Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R (Re-think, Re-use,
Reduction, Recovery and Recycle). Elimination (pencegahan) adalah upaya
untuk mencegah timbulan limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku,
proses produksi sampai produk.
1. Rethink (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiaran yang harus dimiliki
pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi :
Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis
daur hidup produk
Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak
terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha
2. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan
limbah pada sumbernya.
3. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan
suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau
biologi.
4. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk
memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula
melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
5. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-
bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah,
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa
perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun
perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan
Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih
menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R
berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan
pengelolaan limbah.
Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan
pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan:
Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi
bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu
untuk dilakukan pengolahan agar buanagn memenuhi baku mutu
lingkungan.
Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa
limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu
dilakukan penanganan khusus.
Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep
produksi bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan
(Weston dan Stuckey, 1994).
3.1.1 Stasiun gilingan
Tebu 100%
Air Ambibisi 19-27% Ampas 32-33%
Nira mentah 87-94%
- Penerapan teknologi bersih
Limbah pada stasiun gilingan menghasilkan ampas. Kemudian ampas
tersebut dapat di recycle menjadi pupuk atau ampas akhir 100% dimanfaatkan
sebagai bahan bakar di stasiun ketel untuk menghasilkan uap.
Umumnya pabrik gula menerapkan sistem imbibisi majemuk yaitu
menggunakan air panas dan nira gilingan berikutnya. Dari stasiun gilingan
dihasilkan nira mentah yaitu nira yang keluar dari gilingan 1 dan 2.
Nira yang masuk ke peti nira mentah adalah nira dari gilingan I dan
gilingan II. Sebelum masuk ke peti nira mentah nira disaring dengan DSM
screen/rotary system untuk menyaring pasir ataupun ampas halus yang ikut dalam
nira. Karena pemakaian yang terus menerus alat pada pesawat gilingan
tentunya akan panas. Untuk mendinginkan alat ini agar dapat terus bekerja
maka disemprotkan air pendingin. Air yang digunakan adalah air sungai.
Sehingga limbah yang dihasilkan dari stasiun gilingan adalah limbah yang
berasal dari proses pendingin tadi dan minyak pelumas yang menetes karena
kebocoran alat serta tumpahan nira.
PG KEBON AGUNG
MALANG
STASIUN GILINGAN STASIUN
KETEL
- Pemberdayaan 3R (Reduse, Reuse, Recycle)
Nira mentah akan diproses kembali untuk menjadi gula. Nira mentah ini
selanjutnya secara bertahap dimurnikan dari kotoran terlarutnya. Selain untuk
pengaturan pH, proses karbonatasi juga dimaksudkan untuk membantu
pengendapan suspensi. Sedangkan proses sulfitasi bertujuan untuk pemucatan dan
proses klarifikasi dengan bantuan bahan kimia pengendap (coagulant) adalah
untuk mengendapkan makromolekul terlarut. Nira jernih selanjutnya dikirim ke
evaporator untuk dikurangi kandungan airnya hingga 60 brix. Nira pekat
selanjutnya dikristalkan di dalam unit kristaliser. Gula yang dihasilkan adalah gula
mentah (raw sugar). Untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik (refined sugar)
maka gula mentah tersebut diproses ulang.
- Arah teknologi bersih
Limbah cair pada stasiun gilingan ini berasal dari proses pendinginan.
Air digunakan untuk menyemprot alat-alat yang panas pada stasiun ini supaya
dingin dan air bekas penyemprotan mesin ini merupakan limbah cair, karena
tidak tertutup kemungkinan tercampur dengan kotoran-kotoran mesin, minyak
pelumas yang menetes karena kebocoran alat, serta tumpahan nira.
Sehingga limbah cair tersebut sebaiknya dtampung dalam bak limbah cair,
kemudian dilakukan proses pemurnian kembali dengan bantuan eceng gondok
yang dapat menyerap racun dalam air beserta memurnikan air tersebut. Atau
melalui proses pada gambar :
3.1.2 Stasiun pemurnian nira
Larutan kapur 0,18-0,21% Blotong 3-4%
Belerang 0,008-0,09%
Nira encer 84-90%
Stasiun Pemurnian bertujuan untuk memisahkan beberapa kotoran-kotoran
bukan gula yang terkandung dalam nira mentah, sehingga diperoleh nira bersih
yang dinamakan nira encer (nira jernih). Dalam PG Kebon Agung proses
pemurnian nira yang digunakan adalah sistem sulfitasi sehingga bahan kimia yang
dipakai adalah larutan kapur tohor serta gas SO2 yang berasal dari pembakaran
belerang padat.
Dalam memproduksi gula pasir khususnya pada stasiun pemurnian nira,
diperlukan adanya bahan pembantu yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
dan memperlancar jalannya proses produksi gula. Bahan pembantu yang
digunakan adalah beberapa zat kimia, yaitu:
1. Susu Kapur (Ca(OH)2)
Susu kapur adalah bahan pembantu yang berfungsi untuk menetralkan
nira, mencegah terbentuknya inversi gula, dan membentuk endapan kotoran
dalam nira.
2. Belerang
Belerang dalah bahan pembantu yang digunakan pada unit operasi
purifikasi. Belerang digunakan dalam bentuk sulfit yang bertujuan untuk
menetralisir kelebihan susu kapur dan menyerap atau menghilangkan zat
warna pada nira.
STASIUN
PEMURNIAN NIRA STASIUN
KETEL
Selain produk utama berupa gula kristal, pengolahan gula dari tebu juga
menghasilkan produk samping berupa pucuk tebu, ampas, blotong dan tetes.
Produk samping ini merupakan bahan baku potensial dari berbagai industri dan
belum optimal dikembangkan. Diperkirakan pengembangan produk samping ini
dapat memberikan keuntungan 2-4 kali dari gula yang diperoleh.
Penerapan teknologi bersih
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang
bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses
produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eco-efficiency dan mengurangi
resiko terhadap manusia dan lingkungan. Pada proses produksi, produksi bersih
meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku yang beracun
dan mengurangi jumlah dan kadar racun dari emisi dan limbah sebelum
meninggalkan proses produksi. Pada produk, strategi ini menitikberatkan pada
pengurangan dampak selama daur hidup produk dari saat bahan baku sampai
produk tersebut dibuang atau tidak terpakai lagi
Dalam proses produksi juga menghasilkan beberapa limbah, limbah yang
dihasilkan adalah limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Limbah cair yang dihasilkan merupakan air yang
digunakan dalam proses produksi yang mengandung banyak padatan tersuspensi
dan zat-zat kimia. Limbah padat yang merupakan produk samping yang dihasilkan
adalah berupa ampas tebu dan blotong. Limbah udara yang dihasilkan adalah
berupa gas-gas pembakaran dari stasiun ketel, dan limbah B3 dihasilkan dari
laboratorium pabrik.
1. Limbah cair
Limbah cair dari pabrik (Effluent) sebelum dialirkan ke sungai terlebih
dahulu dilakukan pengolahan pada unit pengolahan limbah (IPAL) agar
memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh kementrian lingkungan
hidup. Tahapan dalam pengolahan limbah cair dari pabrik di IPAL, yaitu melalui
pengolahan secara berkelanjutan dan terkontrol yang dilakukan di kolam-kolam
penampungan limbah. Pengolahan limbah cair di IPAL secara umum melalui
proses anaerobic dan aerobic.
2. Limbah Udara
Gas buang yang berasal dari cerobong boiler akan dilewatkan ke Wet
Scrubber terlebih dahulu sebelum akhirnya keluar melalui cerobong. Pencemaran
gas SO2 dihindari dengan cara pemasukan gas SO2 kedalam Reaktor Sulfitasi
dilakukan menggunakan sistem hisapan (Induced draft). Hisapan udara dapat
diperoleh dengan cara mengalirkan nira melalui ventury dengan menggunakan
pompa sirkulasi. Sistem seperti ini membuat percampuran (difusi) gas SO2 dalam
nira secara relatif berlangsung lebih sempurna dan pencemaran gas SO2 akibat
kebocoran perpipaan dapat dikurangi.
Selain itu juga mengadakan penanaman pohon di sekitar pabrik dan
mengadakan penghijauan sehingga dapat mengurangi pencemaran udara. Gas
CO2 dapat ditangkap oleh pohon hijau sehingga dapat digunakan untuk proses
assimilasi dan akhirnya dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan
oksigen. Selain itu hal tersebut juga akan menyebabkan keadaan sekitar pabrik
menjadi segar.
3. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Limbah B3 yang dihasilkan antara lain bahan pelumas/oli bekas, kertas
saring dan residu bekas bahan penjernih larutan nira (Pb–Acetat), timah hitam
(Pb) hasil elektrolisa filtrat nira. Limbah tersebut dihasilkan dari proses bahan
pelumas/oli bekas berasal dari penggantian oli kendaraan bermotor dan bekas
pendingin rol-rol gilingan, Pb-Acetat berasal dari bahan penjernih penyaringan
larutan nira, dan Timah hitam (Pb) berasal dari sisa filtrat penyaringan larutan
nira.
Sejauh ini pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pabrik adalah bekas
kertas saring dan residunya dikumpulkan, dikeringkan kemudian disimpan dalam
drum plastik. Timah hitam (Pb) hasil dari Elektrolisa Filtrat dikeringkan dan
disimpan dalam toples plastik tertutup.
Limbah B3 tersebut akan dikumpulkan dan dikoordinir dari direksi untuk
selanjutnya ditangani oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri).
Adapun upaya teknologi bersih lain yang dilakukan perusahaan, antara
lain:
1. PG Kebon Agung sangat menjaga kebersihan mengenai produksinya,
terutama pada ruang pengepakan. Sebelum masuk didalam ruang
pengepakan, karyawan harus mencuci tangan terlebih dahulu serta
menggunakan masker dan sandal khusus yang disediakan oleh perusahaan.
2. Pada kolam limbah terdapat proses pemurnian air limbah untuk
membuang limbah cair tersebut ke sungai agar tidak mencemari air sungai.
3. Penyaringan asap pabrik dengan sistem pengikatan elektron. Karbon akan
terikat oleh alat penyaring dan jatuh ke bawah. Karbon tersebut dapat
dibuat sebagai bahan campuran aspal, dan lain sebagainya.
4. Endapan kotoran dari clarifier dicampur dengan bagacillo untuk kemudian
ditapis menggunakan 6 buah vacuum filter menghasilkan limbah padat
berupa blotong (filter cake) yang kemudian dikirim kembali ke kebun
sebagai pupuk organik.
- Pemberdayaan 3R (Reduse, Reuse, Recycle)
a. Recovery and Reuse (Penggunaan dan Daur Ulang Kembali)
Penggunaan kembali pada tempatnya (On-site recovery and Re-use)
adalah penggunaan kembali limbah yang dihasilkan pada proses yang sama atau
pada proses yang lain di industri tersebut. PG Kebon Agung telah melakukan
beberapa hal dalam bidang ini, yaitu:
1. Penggunaan kembali air hasil akhir pengelolaan limbah
2. Pengambilan tebu yang tercecer di emplacement untuk dimasukkan ke
stasiun gilingan
3. Penggunaan ampas tebu dari stasiun gilingan sebagai bahan bakar pada
stasiun ketel
4. Penggunaan uap nira dari stasiun masakan (kristalisasi) untuk stasiun
penguapan (evaporasi)
5. Penggunaan uap nira dari evaporator I untuk pengoperasian evaporator
berikutnya, nira yang terkandung dalam uap bekas dipisahkan dengan sap
vanger sehingga nira kental bisa dikembalikan ke proses
6. Peleburan kembali gula hasil yang biasanya pada awal giling masih kotor
untuk dijadikan umpan pada stasiun kristalisasi
7. Peleburan kembali gula yang tidak memenuhi kriteria produk (gula kasar
dan gula halus) di stasiun sentrifugasi untuk dijadikan bibitan di stasiun
kristalisasi
8. Tumpahan nira kental di stasiun kristalisasi yang terjadi karena kerusakan
peralatan ditarik kembali dengan pompa ke timbangan boulogne di stasiun
pemurnian (purifikasi) untuk mengalami proses kembali
9. Ceceran oli yang telah diserap dengan ampas di stasiun penggilingan
digunakan pada ketel sebagai tambahan bahan bakar pada saat terjadi jam
berhenti giling yang biasanya dikarenakan kerusakan alat, dan gula yang
tercecer di sekitar timbangan curah diambil kembali secara manual untuk
dilebur kembali di stasiun masakan sehingga jumlah kehilangan produk
bisa lebih dikurangi.
b. Recycle (pemanfaatan lain)
Ampas tebu dari stasiun gilingan yang selain digunakan sebagai bahan
bakar ketel juga dijual kepada perusahaan-perusahaan kertas di sekitar daerah
Jawa Timur. Ampas ini juga direncanakan akan diolah menjadi particle board
yang akan ditangani oleh anak perusahaan. Abu ketel dan blotong yang
dihasilkan di stasiun ketel dan pemurnian juga diproses sebagai biokompos.
Penggunaan biokompos saat ini masih terbatas pada kalangan petani kebun.
Tetes yang dihasilkan di stasiun sentrifugasi juga merupakan hasil
samping yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Dari stasiun
sentrifugasi, molasses dialirkan ke tangki yang terdapat di luar pabrik. Tangki ini
diletakkan di luar pabrik untuk memudahkan perusahaan pengguna dalam
pengambilannya.
Produk samping lain yang juga bermanfaat bagi perusahaan adalah abu
cerobong yang telah diendapkan dalam kolam pembuangan akhir. Abu ini dijual
kepada masyarakat sekitar yang biasanya akan digunakan sebagai tanah urug.
Pemanfaatan Blotong pada stasiun pemurnian nira, antara lain:
1. Sumber Protein
Kandungan protein dari nira sekitar 0.5 % berat zat padat terlarut. Dari
kandungan tersebut telah dicoba untuk melakukan ekstraksi protein dari blotong
dan ditemukan bahwa kandungan protein dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %.
Protein hanya dapat diekstrak menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium
dodecyl sulfate. Kandungan dari protein yang dapat diekstrak antara lain albumin
91.5 %; globulin 1 %; etanol terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %.
2. Pakan Ternak
Blotong dapat digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan
dan dipisahkan partikel tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari
kerusakan oleh jamur dan bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung
digunakan dalam bentuk pellet.
3. Briket
Pada saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar
alternative dalam bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu
dikeringkan. Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganya yang
lebih murah daripada kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk
membuat briket ini diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari
pengeringan, selain itu juga tergantung dari kondisi cuaca.
4. Pupuk
Blotong dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung
unsur hara yang dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos
dengan ampas tebu dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke tanaman tebu
sebanyak 100 ton blotong atau komposnya perhektar dapat meningkatkan bobot
dan rendemen tebu secara signifikan.
c. Pengurangan pada Sumbernya (Source Reduction)
1. Perubahan Bahan Input (Input Material Change)
Penggunaan asam phospat cair (P2O5) yang berfungsi untuk membentuk
endapan kotoran dalam nira menggantikan peran Tripple Super Phospat
(TSP) dengan pertimbangan perusahaan sebagai berikut:
a) TSP berharga murah namun keefektifannya kurang bila dibandingkan
dengan asam phospat karena kadar yang terkandung dalam TSP
hanya ± 36% dan yang dapat bereaksi dengan nira hanya ± 30% dan
menimbulkan lebih banyak endapan pospat.
b) Asam Phospat berharga mahal namun lebih efektif daripada TSP karena
kadar ± 80% dan endapan pospat yang ditimbulkan lebih sedikit
sehingga bahan buangan yang harus diolah juga lebih sedikit.
c) Pertimbangan ekonomis perusahaan yang menyatakan bahwa pemakaian
asam Phospat lebih hemat daripada TSP.
2. Pengendalian Proses yang Baik (Better Process Control)
Pengendalian proses dilakukan dengan cara yaitu
a) Penggunaan panel kontrol yang berada di ruang kontrol untuk stasiun
penggilingan. Ruang kontrol ini digunakan untuk mengatur kerja rol
gilingan seperti menghentikan atau menjalankan gilingan dan mengatur
kecepatan perputaran gilingan.
b) Pengukuran pH di stasiun pemurnian yang dilakukan secara manual
dengan penggunaan kertas pH. Pengontrolan ini sangat penting mengingat
parameter mutu di stasiun pemurnian adalah derajat keasaman atau pH
tersebut.
c) Pengontrolan kualitas nira di stasiun penguapan yang dilakukan dengan
brix weigher. Pengontrolan ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil
dari proses penguapan adalah nira kental yang mempunyai konsentrasi
yang sesuai.
d) Pengontrolan kualitas nira yang dilakukan di laboratorium yang berguna
untuk mengetahui nilai brix dan pol nira. Pengambilan sample nira
dilakukan di semua stasiun. Sample ini kemudian dibawa ke laboratorium
untuk dianalisa kandungan brix dan pol-nya.
e) Pembacaan pengontrolan tekanan ruang vacuum di stasiun penguapan dan
kristalisasi yang dilakukan dengan menggunakan vacuummeter. Alat ini
digunakan di badan penguapan terakhir dan semua vacuum pan pada
stasiun kristalisasi.
3. Modifikasi Peralatan (Equipment Modification)
Modifikasi peralatan yang dilakukan oleh perusahaan memperlancar
proses antara lain:
a) Memperbesar lubang udara primer sehingga suplai udara baru ke ruang
bakar bisa optimal. Selama ini diperkirakan suplai udara ke ruang bakar
tidak terdistribusi dengan baik sehingga pembakaran berlangsung tidak
yang sempurna (ampas tidak habis terbakar/terbuang bersama abu) dan
menyebabkan penumpukan ampas.
b) Memperbaiki ruji pickroll yang berguna untuk mengatur jatuhnya ampas
dari baggase plug ke baggase feeder yang lebih kontinyu dengan kondisi
tercacah halus sehingga pembakaran ampas di ruang bakar dapat optimal.
c) Modifikasi peluncur ampas ketel Takuma. Peluncur ampas ketel Takuma
dimodifikasi lebih curam dengan kemiringan mencapai 600 terhadap garis
horizontal, sehingga diharapkan ampas tidak akan menumpuk dibagian
atas. Modifikasi ini ditujukan untuk penumpukan ampas dan menjaga
kontinuitas ampas yang masuk ke ketel Takuma.
- Arah produksi bersih
Diharapkan PG Kebon Agung ini dapat mempertahankan sistem produksi
bersih yang diterapkan saat ini dan dapat mengembangkan teknologi bersih
lainnya. Rekomendasi produksi bersih yang dapat dilakukan adalah penurunan
kadar air ampas, penggunaan dolomit sebagai subtitusi penggunaan kapur pada
stasiun pemurnian, produksi beberapa produk samping yang bermanfaat dan good
house keeping.
1. Penurunan kadar air ampas
Air imbibisi digunakan diawal gilingan akhir yang bisa dilakukan dengan
air panas dengan tujuan untuk memperbaiki ekstraksi gula dari ampas. Sistem
imbibisi yang baik dapat mengurangi adanya kehilangan gula dalam ampas.
Pemberian air imbibisi yang belum terkontrol dengan baik pada stasiun
gilingan, memberikan peluang diterapkannya produksi bersih melalui
penghematan air imbibisi. Penghematan ini dilakukan untuk mencegah
pemberian air imbibisi yang berlebihan yang dapat meningkatkan biaya
pengolahan air dan meningkatkan kadar air ampas yang dihasilkan.
Penurunan kadar air pada ampas sebesar 6,52% yang dihasilkan di stasiun
penggilingan diduga dapat menghemat pemakaian residu. Pada kondisi kadar
air ampas mencapai mencapai 50 %, dihasilkan energi panas yang sedikit
sehingga tambahan energi panas yang dibutuhkan dari residu sedikit pula.
Biaya penghematan yang dapat dihasilkan adalah dengan penghematan air
imbibisi pertahunnya.
2. Penggunaan dolomit sebagai subtitusi penggunaan kapur pada stasiun
pemurnian
Penggunaan dolomit sebagai substitusi penggunaan kapur dengan
perbandingan 40%MgO : 60%CaO pada stasiun pemurnian dapat memberikan
penghematan pada 1 musim giling. Berdasarkan fakta tersebut, maka
penggunaan dolomit pada pemurnian nira direkomendasikan untuk
menggantikan penggunaan kapur. Prospek ini tidak hanya didasarkan atas
faktor teknis saja, namun juga didukung oleh faktor lain antara lain biaya atau
harga dolomit yang lebih rendah dibandingkan dengan kapur dan adanya
cadangan dolomit yang besar dan belum dieksplorasi secara intensif. Mutu
nira jernih pada pemurnian dengan penggunaan dolomit adalah lebih baik bila
dibandingkan dengan mutu nira jernih yang dihasilkan dari proses pemurnian
dengan menggunakan 100% CaO.
3. Produksi produk samping yang bermanfaat
Produksi produk samping yang dapat dilakukan adalah dengan
memanfaatkan limbah produksi gula seperti ampas, blotong, tetes,pucuk tebu
dan daun tua sebagai pakan ternak. Produksi pakan ternak ini diperkirakan
dapat memberikan keuntungan per tahunnya.
4. Good house keeping
Good house keeping yang dapat dilakukan adalah menerapkan manajemen
O&M (Operation and Maintenance) seperti menutup conveyor belt
pengangkut ampas menuju boiler, sugar bin yang berfungsi untuk menampung
gula SHS (produk akhir) sebaiknya ditutup sehingga gula yang dihasilkan
tidak tercecer dan membersihkan kerak dan karat pada alat processing.
Kebiasaan sederhana karyawan seperti menutup kran air yang telah tidak
digunakan, mematikan lampu yang tidak digunakan, pemakaian helm, sarung
tangan, sepatu boot, masker hidung dan sumbat telinga juga sangat membantu
dan berarti dalam peningkatan efisiensi produksi.
3.1.3 Stasiun penguapan
Air kondensat 62-64%
Nira kental 22-26%
Nira encer hasil proses pemurnian masih banyak mengandung air sehingga
dilakukan proses penguapan air agar diperoleh nira kental dngan kekentalan
tertentu. Hasil samping proses penguapan ini adalah air (kondensat) yang
dimanfaatkan sebagai air umpan di stasiun ketel
Nira kental dari evaporator terakhir akan masuk ke tangki sulfitasi untuk
ditambahkan dengan SO2(g). Penambahan ini berguna untuk pemucatan warna
atau bleaching nira kental. Reaksi bleaching ini berdasarkan pada reaksi reduksi
dari ikatan Fe3+ ( ferro ) yang berwarna gelap menjadi Fe2+ ( ferri ) yang
berwarna cerah. Penambahan gas belerang ini mengakibatkan perubahan pH nira
menjadi 5.5 – 5.7.
STASIUN
PENGUAPAN
STASIUN
KETEL
3.1.4 Stasiun Pemasakan dan Stasiun Puteran
Air kondensat 13-15%
Masecuite 40-44%
Sirup 31-35% Tetes 4-5%
Gula produk SHS 6-8%
- Penerapan teknologi bersih
Di stasiun masakan dilakukan proses kristalisasi untuk mengambil
dalam nira kental sebanyak mungkin untuk dijadikan kristal dengan ukuran
yang diinginkan. Dalam prose kristalisasi diperoleh larutan kristal gula yang
disebut masecuite serta diperoleh hasil samping berupa air kondensat yang
dimanfaatkan sebagai air umpan di stasiun ketel. Di stasiun puteran dilakukan
proses pemutaran masecuite yang bertujuan memisahkan kristal gula dari
larutan (sirupnya). Pada proses ini akan diperoleh gula produk SHS dan hasil
samping tetes.
Terbentuknya kristal dalam proses kristalisasi disebabkan oleh saling
tarik-menarik dan terkumpulnya molekul sacharosa dalam bentuk larutan,
penguapan lebih lanjut menuju fase jenuh akan menyebabkan bergabungnya sub
micron-sub micron menjadi rantai-rantai yang saling mengikat membentuk kristal.
Pembentukan kristal ini disebut pembentukan kristal inti. Selain kristal inti,
terbentuk pula kristal-kristal palsu yang terjadi pada fase lewat jenuh yang
melebihi super saturasi pada saat pembentukan kristal inti. Untuk memperkecil
STASIUN
PEMASAKAN
STASIUN
PUTERAN
STASIUN
KETEL
jumlah kristal palsu maka kondisi lewat jenuh dari larutan harus dikendalikan
sehingga yang terjadi adalah pembentukan kristal sekunder yakni pembesaran dari
kristal inti.
- Pemberdayaan 3R (Reduse, Reuse, Recycle)
Bahan pemanas yang digunakan pada stasiun masakan adalah uap bekas
dari badan penguapan maupun uap bekas dari turbin yang bertekanan 0,9 kg/ cm2
dengan temperatur 70oC yang sudah dapat mendidihkan nira karena dalam
keadaan vacuum. Prinsip kerja vacum pan sama dengan evaporator, hanya
operasionalnya dilakukan secara individual. Proses kristalisasi dilakukan dalam 3
tahap (A, C dan D), untuk tahap C dilakukan bila harga kemumian nira kental
rendah dan bila harga kemumian dari nira kental tinggi tidak diperlukan lagi
masakan C. Gula produksi diperoleh dari massecuite A, sedangkan massecuite C
dan D digunakan untuk bibit. Di stasiun pemasakan juga menggunakan kondensor
untuk mendinginkan uap yang dihasilkan dari vacum pan.
Hasil dari proses pengembunan ini menghasilkan air jatuhan. Selanjutnya
air jatuhan ini akan ditampung di bak penampung yang akan bergabung dengan
air jatuhan yang dihasilkan dari proses penguapan. Sementara itu, di vacum pan
menghasilkan kristal-kristal gula yang selanjutnya ditampung. Hasil akhir dari
proses
- Arah teknologi bersih
Masakan ini selain menghasilkan kristal gula kering dan larutan yang
masih dapat diolah menjadi kristal gula kering. Larutan ini terdiri dari tetes yang
merupakan hasil akhir yang tidak dapat diolah lagi menjadi kristal dan dapat
digunakan untuk bahan baku alkohol, etaanol, spiritus dan lain - lain. Sedangkan
larutan lain adalah strup yang masih dapat diolah menjadi kristal gula kering.
3.1.5 Stasiun pembungkusan
Proses pembungkusan bertujuan untuk memberikan perlakuan terakhir
pada gula sebelum digudangkan. Di stasiun pembungkusan dilakukan
pembungkusan gula dengan karung plastik yang akan mempunyai berat masing-
masing 50 kg.
- Penerapan teknologi bersih
Dari salah satu referensi yang kami dapatkan mengatakan bahwa: “pabrik
gula kebon agung menjaga kebersihan mengenai produksinya yaitu diruang
pengepakan. Sebelum masuk didalamnya pegawai harus mencuci tangan dan juga
menggunakan masker serta sandal khusus yang disediakan perusahaan,”
dimaksudkan agar kebersihannya benar-benar terjaga dan menghasilkan produk
yang berkualitas tinggi.
Usaha dan peraturan tersebut diatas sangatlah harus diterapkan dalam
perusahaan produksi gula, karena memang prosesnya harus tetap menjaga
kebersihannya. Sehingga tidak terdapat bakteri-bakteri maupun yang lainnya yang
ikut terbawa dan campur dalam pembungkusan gula ini.
Selain itu dalam stasiun pembungkusan ini ada beberapa hal yang memang
harus sangat di perhatikan oleh para pekerja sendiri, yakni dalam hal penjahitan.
Dalam proses penjahitan diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan, sebab
dalam proses penjahitan biasanya terdapat sisa-sisa hasil jahitan yang luput dari
pengawasan maupun pembersihan para pekerja di sebuah perusahan.
- Pemberdayaan 3R (Reuse, Reduce, Recycle)
Dari data dan alur diatas dapat ditarik gambaran bahwa beberapa hal yang
dapat di terapkan 3R (Reuse, Reduce dan Recycle) adalah bongkahan gula yang
mana terpisah saat di talang goyang. Gula kasar yang didapatkan setelah
penyaringan di 8 mesh juga bisa di proses lagi, supaya benar-benar produksi
bersihnya terjaga dan tertata dengan bagus. Begitu juga dengan gula halus hasil
dari saringan 28 mesh bisa di recycle lagi dengan proses yang lain.
Dimana proses yang dimaksudkan dari ketiga bahan tersebut yakni
diangkut ke tangki leburan, dimaksud untuk di proses lebih jauh lagi.
- Arah teknologi bersih
Menurut kami produksi bersih di PT. KEBON AGUNG yang telah dipakai
dan diterapkan sudah maksimal, oleh karenanya hanya perlu menjaga dan
meningkatkan saja kegiatan-kegiatan produksi bersih yang sekarang ada menjadi
lebih baik lagi. Sehingga nantinya bisa menghasilkan produk yang benar-benar
mendapatkan kualitas nomer satu diantara produksi-produksi gula lainnya.
3.1.6 Gudang
- Penerapan teknologi bersih
Memakai baju dan peralatan steril sebelum masuk gudang
Menghindari penyimpanan gula yang terlalu lama agar kwalitas gula tidak
rusak
Memperhatikan alas gudang dan pembersihan gudang secara berkala
- Arah teknologi bersih
Sebaiknya digudang penyimpanan diberi sensor kelembaban dan blower
untuk menjaga kelembaban dalam gudang
Gudang sebaiknya tertutup dan kering menghindari hewan dan mikroba
masuk kedalmnya
Ventilasi pada gudang diberi filter udara mencegah masuknya asap pabrik
serta debu-debu halus masuk kedalamnya
3.1.7 Stasiun ketel
Di stasiun ketel dilakukan proses pemanasan air kondensat sampai
mendidih (menguap) yang bertujuan menghasilkan uap pada tekanan tertentu.
Ketel berfungsi untuk menguapkan air dengan tekanan tertentu dan dimanfaatkan
untuk menghasilkan listrik tenaga uap. Bahan bakar dari ketel diambil dari sisa
stasiun gilingan yaitu berupa ampas tebu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam studi lapang yang kami lakukan di Pabrik Gula Kebon
Agung dapat disimpulkan bahwa PG Kebon Agung telah menerapkan
teknologi bersih semaksimal mungkin dalam produksi gula kristal beserta
penangananan limbah – limbah yang dihasilkan. Terdapat tiga jenis limbah yang
dihasilkan dalam proses produksi, diantaranya : limbah padat, cair dan gas.
Mengenai limbah yang dihasilkan PG Kebon Agung telah diteliti bahwa
hasil limbah berada di bawah standar yang telah ditentukan oleh dinas yang
telah bekerja sama dengan PG Kebon Agung sendiri. Sehingga hasil limbah PG
Kebon Agung tidak berbahaya bagi penduduk sekitar
4.2 Saran
Diharapkan PG Kebon Agung ini dapat mempertahankan sistem produksi
bersih yang diterapkan saat ini dan dapat mengembangkan teknologi untuk
menghasilkan emisi yang seminim mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2012. Pembuatan Gula Pasir. http://www.iptek.net.id/. Diakses
tanggal 10 Desember 2012. 20.26 WIB
Anonymous. 2012. Proses Produksi Gula.
http://id.scribd.com/doc/98021255/Penda-Hulu-An. Diakses pada 07-12-
2012 pukul 10.15 WIB
Anonymous. 2012. Proses Produksi Gula
http://id.scribd.com/doc/52242557/BAB-III-PROSES-PRODUKSI-
GULA. Diakses pada 07-12-2012 pukul 10.00 WIB
Bapedal. 1994. Program Produksi Bersih Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan. Penerbit Nuansa, Bandung
Harliyani, Ade. 1999. Pemanfaatan Limbah Tebu Sebagai Bahan Baku Utama
Complete Feed Block Untuk Ternak Ruminansia. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Indeswari, N. Sri. 1986. Penetuan Dosis Kapur dan Belerang pada Proses
Pemurnian Nira Tebu di Pabrik Gula Mini Lawang. Laporan Penelitian.
Fakultas Pertanian. Universitas Andalas, Padang.
Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula
di Indonesia. Penerbit ITB, Bandung
Mubyarto. 1984. Masalah Industri Gula di Indonesia. Penerbit BPFE, Yogyakarta.