tehnik - tehnik analgesia post operasi

48
TEKNIK – TEKNIK ANALGESIA POST OPERASI Aunun Rofiq*, Purwito Nugroho** ABSTRAC Surgery inevitably results in tissue trauma and release of potent mediators of inflammation and pain .Substances released from injured tissue evoke stress hormone responses in addition to activation of cytokines,adhesion molecules and coagulation factors . Activation of this ‘stress response’ leads to an increase in metabolic rate, water retention and triggering of a ‘fight or flight’ reaction with autonomic features. 1 Pain associated with these responses is unpleasant for the patient.Surgical morbidity associated with poor postoperative pain control is also increasingly recognised. Adverse cardiovascular effects including hypertension, tachycardia and increased cardiac work may result from unrelieved pain.In addition, improved pain control may lead to shorter hospital stays and fewer unscheduled admissions after day-case surgery. Methods used in treating postoperative pain including drugs, routes of administration, patient controlled analgesia (PCA) and epidurals.Many hospitals now unite the different postoperative analgesic techniques such as epidurals and Patient Controlled Analgesia (PCA) under the common management of an Acute Pain Team. These multidisciplinary teams are usually led by an anaesthesiologist and consist of nursing and pharmacy personnel. Keyword: Techniques, analgesia, drugs, routes of administration,PCA, epidurals 1

Upload: guntur-aryo-puntodewo

Post on 05-Jul-2015

470 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

TEKNIK – TEKNIK ANALGESIA POST OPERASI

Aunun Rofiq*, Purwito Nugroho**

ABSTRAC

Surgery inevitably results in tissue trauma and release of potent mediators of inflammation

and pain .Substances released from injured tissue evoke stress hormone responses in addition to

activation of cytokines,adhesion molecules and coagulation factors . Activation of this ‘stress

response’ leads to an increase in metabolic rate, water retention and triggering of a ‘fight or

flight’ reaction with autonomic features.1 Pain associated with these responses is unpleasant for

the patient.Surgical morbidity associated with poor postoperative pain control is also

increasingly recognised. Adverse cardiovascular effects including hypertension, tachycardia and

increased cardiac work may result from unrelieved pain.In addition, improved pain control may

lead to shorter hospital stays and fewer unscheduled admissions after day-case surgery.

Methods used in treating postoperative pain including drugs, routes of administration,

patient controlled analgesia (PCA) and epidurals.Many hospitals now unite the different

postoperative analgesic techniques such as epidurals and Patient Controlled Analgesia (PCA)

under the common management of an Acute Pain Team. These multidisciplinary teams are

usually led by an anaesthesiologist and consist of nursing and pharmacy personnel.

Keyword: Techniques, analgesia, drugs, routes of administration,PCA, epidurals

* Residen Anestesiologi FK Undip

**Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang

1

Page 2: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

ABSTRAK

Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan melepaskan mediator

inflamasi dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan dari jaringan yang mengalami cedera

memicu respon hormon stres selain aktivasi sitokin, molekul adhesi, dan faktor-faktor koagulasi.

Aktivasi ‘respon sres’ tersebut menimbulkan kenaikan tingkat metabolisme, retensi air, dan

memicu reaksi ‘fight or fight’ dengan gejala-gejala otonom.1 Nyeri yang berhubugan dengan

respon-respon tersebut diatas tidaklah nyaman bagi pasien. Efek-efek buruk terhadap

kardiovaskuler antara lain hipertensi, takikardi, dan peningkatan kerja jantung dapat muncul

akibat nyeri yang tidak tertangani. Selain itu, kontrol nyeri yang buruk dapat memperlambat

pasien keluar dari rumah sakit, dan mengakibatkan pasien dirawat mendadak pasca bedah sehari

sehingga meningkatkan biaya perawatan.

Metode yang digunakan dalam terapi nyeri antara lain obat-obatan, jalur pemberian obat,

patient controlled analgesia (PCA) dan epidural. Banyak rumah sakit yang saat ini menyatukan

tehnik analgesi pasca operasi yang berbeda seperti epidural dan Patient Controlled Analgesia

(PCA) di bawah pengelolaan Acute Pain Teams. Tim-tim multi disiplin tersebut biasanya

dipimpin oleh seorang dokter anestesi dan terdiri dari personel perawat dan farmasi

Kata kunci: tehnik- tehnik, analgesi,obat-obatan,jalur pemberian obat,PCA,epidural

Pendahuluan

Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya kerusakan atau

penyakit di dalam tubuh. Tujuan dari manajemen nyeri pascaoperasi adalah untuk mengurangi

atau menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien dengan efek samping seminimal

mungkin. Pereda nyeri pascaoperasi haruslah mencerminkan kebutuhan masing-masing pasien

dan hal ini dapat dicapai dengan mempertimbangkan berbagai macam faktor. Faktor-faktor

tersebut dapat dirangkum sebagai faktor klinis, patient-related factors, dan faktor lokal. Pada

analisa akhir, ditemukan bahwa penentu utama kecukupan dari pereda nyeri pascaoperasi adalah

persepsi pasien itu sendiri terhadap rasa sakit.1

Efektivitas dari pereda rasa nyeri pascaoperasi adalah sangat penting untuk menjadi

pertimbangan bagi siapa saja yang sedang mengobati pasien yang menjalani operasi. Hal ini

2

Page 3: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

awalnya harus dicapai karena alasan kemanusiaan, tapi kemudian ditemukan bahwa dengan

adanya manajemen nyeri pascaoperasi yang baik, maka keadaan fisiologis pasien pun akan

menjadi lebih baik. Manajemen nyeri yang baik tidak hanya akan membantu penyembuhan

pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang lebih cepat, tetapi juga dapat

mengurangi onset terjadinya chronic pain syndrome.

Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk membahas mengenai metode-metode yang dapat

dipakai untuk manajemen nyeri pascaoperasi. Akan didiskusikan bagaimana caranya

menggunakan obat-obat yang bekerja di perifer ( misalnya, Obat Anti Inflamasi Non Steroid),

obat-obat yang bekerja sentral (misalnya, Opioid), dan obat-obat anestesi lokal untuk mencapai

tujuan ini. Selain itu, akan dibahas pula teknik – teknik pemberian obat analgesia.

Manajemen Nyeri pasca Operasi

Kepentingan dari kontrol nyeri pasca operatif yang efektif

Respon stres operasi

Tindakan pembedahan selalu menimbulkan trauma jaringan dan melepaskan mediator inflamasi

dan nyeri yang poten. Substansi yang dilepaskan dari jaringan yang mengalami cedera memicu

respon hormon stres selain aktivasi sitokin, molekul adhesi, dan faktor-faktor koagulasi. Aktivasi

‘respon stres’ tersebut menimbulkan kenaikan tingkat metabolisme, retensi air, dan memicu

reaksi ‘fight or fight’ dengan gejala-gejala otonom. Respon-respon tersebut menimbulkan nyeri

dan morbiditas pembedahan antara lain komplikasi kardiovaskuler dan pernapasan yang dapat

timbul khususnya pada pasien lanjut usia dan pasien-pasien dengan penyakit kardio-respiratorik

sebelumnya.2

Kontrol nyeri pasca operasi yang buruk

Nyeri yang berhubungan dengan respon-respon tersebut diatas tidaklah nyaman bagi pasien.

Berbagai laporan telah diperlihatkan di literatur kedokteran yang menjelaskan mengenai kontrol

nyeri pasca operasi yang teramat buruk di rumah sakit. Sebuah survei menemukan bahwa 77%

orang dewasa yakin bahwa nyeri pasca operasi akan terjadi, dengan hampir 60%

menghubungkannya dengan ketakutan sebelum operasi. Pemberian opioid ‘sesuai kebutuhan’

3

Page 4: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

secara umum dan tradisional dikatakan dapat menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi pada

lebih dari 50% pasien.2

Morbiditas pembedahan

Morbiditas pembedahan yang berhubungan dengan kontrol nyeri pasca operasi yang buruk juga

semakin dikenali. Efek-efek buruk terhadap kardiovaskuler antara lain hipertensi, takikardi, dan

peningkatan kerja jantung dapat muncul akibat nyeri yang tidak tertangani. Nyeri juga dapat

mengakibatkan napas menjadi dangkal dan menekan batuk sehingga meningkatkan risiko

sumbatan sekresi paru dan infeksi di dada.2

Pembiayaan

Selain itu, kontrol nyeri yang buruk dapat memperlambat pasien keluar dari rumah sakit, dan

mengakibatkan pasien dirawat mendadak pasca bedah sehari sehingga meningkatkan biaya

perawatan.

Rehabilitasi pasca operasi

Gambar 1.Bagan rehabilitasi pasca operasi

4

Pembedahan

Keterlambatan pemulihan

NyeriRespon stres/ disfungsi organMual, muntah, ileusHipoksemia, gangguan tidurKelelahanImobilisasi, rasa laparDrainase/ pipa nasogastrik, restriksi

Page 5: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Kontrol nyeri yang efektif hanyalah satu aspek dari pemulihan pasca operasi yang lebih baik.

Saat ini diketahui bahwa aspek lain selain nyeri dapat memperlambat atau mengganggu

pemulihan pasca operasi. Faktor-faktor tersebut antara lain, mual, imobilitas, pemasangan pipa

nasogastrik, selang drainase, dll. Perhatikan diagram berikut.

Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut dengan menggunakan mobilisasi

berkekuatan awal dan nutrisi enteral, dan juga kontrol nyeri yang baik serta reduksi respon stres,

perbaikan morbiditas pasca operasi pasca tindakan bedah mayor telah banyak dilaporkan.

Metode yang digunakan dalam terapi nyeri antara lain obat-obatan, jalur pemberian obat,

patient controlled analgesia (PCA) dan epidural.

Perkembangan Acute Pain Teams

Kepentingan dari kontrol nyeri yang efektif dan pengenalan terhadap terapi yang tidak adekuat

diakui oleh para dokter bedah dan dokter anestesi pada tahun 1980an. Hal ini menimbulkan

beberapa perubahan termasuk perkembangan Acute Pain Teams di rumah sakit untuk memantau

kontrol nyeri pasca operasi yang efektif.3

Banyak rumah sakit yang saat ini menyatukan tehnik analgesi pasca operasi yang berbeda

seperti epidural dan Patient Controlled Analgesia (PCA) di bawah pengelolaan Acute Pain

Teams. Tim-tim multi disiplin tersebut biasanya dipimpin oleh seorang dokter anestesi dan

terdiri dari personel perawat dan farmasi. Tujuan mereka adalah untuk menangani nyeri,

memperkenalkan penilaian nyeri sistematik, memperkenalkan tehnik-tehnik baru seperti PCA

dan epidural, dan untuk mengajari staf medis dan perawat. Selain bertanggung jawab untuk audit

pelayanan, mereka juga bertanggung jawab untuk penelitian.

Pelayanan nyeri akut seperti itu telah menujukkan keberhasilannya dalam memperbaiki

pemulihan nyeri dan hasil0hasil pasca operasi. Terdapat beberapa bukti bahwa ‘low tech’,

pendekatan dengan biaya murah seperti penilaian nyeri reguler, kemudahan akses dalam

mendapatkan obat-obatan opioid kuat, serta edukasi dan pengajaran, sama pentingnya dengan

pendekatan ‘high tech’ seperti PCA dan epidural. Selain itu, kontrol nyeri yang lebih baik dapat

menimbulkan waktu rawat inap yang lebih pendek dan jumlah rawat inap tanpa rencana yang

lebih sedikit pasca bedah sehari.3

5

Page 6: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Tujuan-tujuan pokok dari penanganan nyeri pasca operasi yang efektif:4

Untuk mengurangi insidensi dan keparahan nyeri pasca operasi yang dialami pasien.

Untuk mengedukasi pasien mengenai kepentingan mengkomunikasikan nyeri yang tidak

tertangani sehingga mereka bisa mendapatkan evaluasi segera dan terapi yang efektif.

Untuk meningkatkan rasa nyaman dan kepuasan pasien.

Berkontribusi dalam menurunkan komplikasi pasca operasi dan, pada beberapa kasus, rawat

inap yang lebih singkat pasca tindakan pembedahan.

Untuk memperkenalkan pengukuran yang sesuai pada nyeri pasca operasi.

Untuk memperkenalkan perencanaan kontrol nyeri pasca operasi yang efektif.

Untuk mempromosikan pelatihan dan pendidikan bagi staf medis dan keperawatan.

Memberikan kenyamanan bagi pasien dengan sedasi dan gangguan fungsi pernapasan

minimal.

Penilaian nyeri

Subyek dari nyeri pasca operasi dan kontrolnya harus menjadi bagian dari tinjauan awal yang

dilakukan oleh dokter bedah dari segala aspek yang relevan dari prosedur yang direncanakan

REKOMENDASI

Dokter bedah harus membahas hal ini dengan pasien serta keluarganya. Anamnesis tentang nyeri

yang mendalam harus dilakukan oleh dokter anestesi untuk menyertakan penilaian:

Nyeri preoperatif,

Metode pemakaian analgesik sebelumnya,

Pengetahuan, harapan, dan pemilihan pasien akan metode pengelolaan nyeri.

Ketika penilaian nyeri preoperatif sudah lengkap, rencana pengelolaan nyeri harus diperoleh

dengan kerjasama dari pasien.

Alat pengukuran nyeri harus dipilih, misalnya visual analogue scale atau skala deskriptif,

dan pasien diberitahu bahwa akan sering dilakukan penilaian nyeri.

Penilaian nyeri dengan hati-hati harus segera dikerjakan dan kemudian dilakukan secara

rutin melalui terapi dengan menggunakan tehnik pelaporan mandiri. Nyeri harus dinilai baik saat

6

Page 7: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

istirahat dan selama beraktivitas dan pemulihan nyeri dinilai dalam hal kecukupannya untuk

memungkinkan menjalankan fungsi semestinya.

Sistem perawatan pasca operatif menekankan edukasi pada staff dan pasien, penilaian nyeri

berkala, dan memungkinkan pemberian dosis obat-obatan opioid yang lebih sering terlihat efektif

dalam menghilangkan nyeri dan menimbulkan kepuasan pasien.

Intervensi kognisi – perilaku preoperatif

Tujuannya adalah untuk mengurangi nyeri, kecemasan, dan jumlah obat yang diperlukan

dalam kontrol nyeri. Tehnik-tehnik yang digunakan antara lain relaksasi, distraksi, dan

penggambaran. Persiapan sebelum pembedahan dapat mengurangi jumlah obat analgesia yang

diperlukan pasca operasi.3

REKOMENDASI

Obat-obatan harus diberikan menurut farmakokinetik dan farmakodinamiknya.

Perencanaan analgesik seperti jenis, dosis, dan jalur pemberiannya, seharusnya dipertimbangkan

bersama dengan pasien dan didasarkan pada three step ladder WHO (1986, 1996).

Ketika diberikan secara intravena, analgesik seharusnya tidak digunakan bersama tanpa disertai

kontrol flux jalur vena. Biasanya hal ini ditekankan ketika pasien juga mendapatkan opioid.

Obat-obatan analgesik pasca operatif

Obat-obatan anti-inflamasi non-steroid (OAINS)

Obat-obatan analgesik non-opioid yang paling umum digunakan diseluruh dunia adalah

aspirin, paracetamol, dan OAINS, yang merupakan obat-obatan utama untuk nyeri ringan sampai

sedang.

Yang termasuk OAINS antara lain penghambat siklo-oksigenase (COX) non selektif

seperti aspirin, diklofenak, dan ibuprofen dan juga penghabat selektif COX 2 yang baru

rofecoxib dan celecoxib. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara menghambat COX dan

produksi prostaglandin setelahnya. Penghambat COX 2 telah terlihat memiliki efek samping

terhadap lambung seperti pembentukan ulkus dan perdarahan yang lebih sedikit. Keuntungan

utama dari OAINS adalah sifat analgesia tanpa menimbulkan depresi pernapasan dan sedasi.

7

Page 8: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Namun, meskipun efek analgesiknya telah terlihat jelas dalam menangani nyeri pasca operasi,

efek tersebut tidak cukup kuat untuk diberikan secara terpisah pada nyeri kronik. Preparatnya

dapat diberikan secara oral, intravena, atau intramuskuler. OAINS dapat diberikan ‘bila perlu’

atau ‘pada jam tertentu’. 4

Meta analisis terbaru terhadap 3.453 pasien pasca operatif menempatkan OAINS sebagai

analgesik yang sangat efektif. Kombinasi Parasetamol dan kodein merupakan kelompok obat

yang paling manjur berikutnya diikuti dengan parasetamol sendiri dan tramadol. Rekomendasi

OAINS berikut telah didasarkan pada rangkuman informasi yang baru-baru saja dipublikasikan;

OAINS tidak cukup efektif sebagai agen tunggal pasca pembedahan mayor.

OAINS seringkali digunakan sebagai analgesik yang efektif pasca pembedahan minor atau

sedang.

OAINS seringkali menurunkan kebutuhan akan opioid.

Efek buruk dari OAINS cukup serius dan penting untuk memperhatikan

kontraindikasinya. Efek samping utamanya antara lain:

Iritasi lambung, pembentukan ulkus + perdarahan.

Gangguan pada ginjal.

Pemburukan gejala asma.

Inhibisi platelet.

OAINS dapat digunakan pasca intervensi pembedahan mayor dan dikombinasikan

dengan analgesik yang lebih kuat sebagai bagian dari pendekatan analgesik multimodal atau

keseimbangan analgesia. Pasca pembedahan urologi minor, OAINS cukup efektif untuk

digunakan sebagai agen tunggal.

Tiga coxibs – celecoxib, rofecoxib, dan valdecoxib – telah disetujui penggunaannya oleh

Food and Drug Administration (FDA); coxib keempat, etoricoxib, telah disetujui oleh dewan

pengaturan di Eropa. Etoricoxib dan obat kelima, lumiracoxib, saat ini masih berada di bawah

pertimbangan persetujuan dari FDA.

Coxib telah diproduksi besar-besaran secara langsung kepada konsumen dan telah

mendominasi pasaran resep obat OAINS. Rofecoxib kini telah ditarik dari peredaran berdasarkan

penelitian oleh Data and Safety Monitoring Board of the Adenomatous Polyp Prevention on

Vioxx (APPROVe) dikarenakan adanya peningkatan efek buruk berupa tromboembolisme yang

8

Page 9: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

serius pada kelompok yang mendapatkan rofecoxib 25 mg per hari dibandingkan sengan

kelompok plasebo.5

Saat ini tidak terdapat indikasi yang jelas dalam pemakaiannya sebagai terapi untuk nyeri

pasca operasi, namun Coxib dikontraindikasikan untuk pasien-pasien dengan kardiopati.

REKOMENDASI

Jadwal pemberian dosis obat antara lain sebagai berikut:

Diklofenak (Voltarol, Voltaren) 50 mg 3 x per hari (maksimal 200 mg per hari), atau 100 mg

per rektal setiap 16 jam.

Ibuprofen (Brufen) 400 mg 3 x per hari per oral.

Ketorolak (Toradol) 10-30 mg per oral atau intravena setiap 6 jam.

Rofecoxib (Vioxx) 25 mg per oral 1 x per hari (maksimal 50 mg per hari).

The World Health Organisation Analgesic Ladder diperkenalkan untuk meningkatkan

penanganan nyeri pada pasien dengan kanker. Namun, formula ini dapat juga dipakai untuk

menangani nyeri akut karena memiliki strategi yang logis untuk mengatasi nyeri. 6

Formulasi ini menunjukkan, pada nyeri akut, yang pertama kali diberikan adalah Obat

Anti- Inflamasi non steroid, Aspirin, atau Paracetamol yang merupakan obat-obatan yang bekerja

di perifer. Apabila dengan obat- obatan ini, nyeri tidak dapat teratasi, maka diberikan obat-

obatan golongan Opioid lemah seperti kodein dan dextropropoxyphene disertai dengan obat –

obat lain untuk meminimalisasi efek samping yang timbul. Apabila regimen ini tidak juga dapat

mencapai kontrol nyeri yang efektif, maka digunakanlah obat-obatan golongan Opioid Kuat,

misalnya Morfin.

9

Page 10: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Gambar 2.Efek obat analgesi oral,injeksi,dan topical

Belakangan, World Federation of Societies of Anaesthesiologists (WFSA) Analgesic Ladder

telah dikembangkan untuk mengobati nyeri akut. Pada awalnya, nyeri dapat dianggap sebagai

keadaan yang berat sehingga perlu dikendalikan dengan analgesik yang kuat. Biasanya, nyeri

pascaoperasi akan berkurang seiring berjalannya waktu dan kebutuhan akan obat yang diberikan

melalui suntikan dapat dihentikan. Anak tangga kedua pada WFSA Analgesic Ladder adalah

pemulihan penggunaan rute oral untuk memberikan analgesia. Opioid kuat tidak lagi diperlukan

dan analgesia yang memadai dapat diperoleh dengan menggunakan kombinasi dari obat-obat

yang berkerja di perifer dan opioid lemah. Langkah terakhir adalah ketika rasa sakit dapat

dikontrol hanya dengan menggunakan obat-obatan yang bekerja di perifer. 6

Aspirin adalah analgesik yang efektif dan tersedia secara luas di seluruh dunia. Obat ini

dikonsumsi per oral dan bekerja cepat karena segera dimetabolisme menjadi asam salisilat yang

memiliki sifat analgesik dan, mungkin, anti-inflamasi. Dalam dosis terapeutik, asam salisilat

10

Page 11: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

memiliki waktu paruh hingga 4 jam. Eksresinya tergantung oleh dosis, sehingga dosis tinggi

akan mengakibatkan obat diekskresi lebih lambat. Durasi kerja aspirin dapat berkurang apabila

diberika bersama-sama dengan antasida.7

Aspirin memiliki efek samping yang cukup besar pada saluran pencernaan, menyebabkan

mual, gangguan dan perdarahan gastrointestinal akibat efek antiplateletnya yang irreversibel.

Karena alasan ini, penggunaan aspirin untuk pain relief pascaoperasi harus dihindari apabila

masih tersedia obat-obatan alternatif lainnya. Aspirin juga memiliki keterkaitan epidemiologis

dengan Reye’s Syndrome dan harus dihindari untuk diberikan sebagai analgesia pada anak-anak

usia di bawah 12 tahun.

Dosis berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4 jam hingga maksimum 4g, per

oral per hari.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) memiliki dua efek, analgesik dan

antiinflamasi. Mekanisme kerjanya didominasi oleh inhibisi sintesis prostaglandin oleh enzim

cyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin yang

merupakan mediator utama peradangan. Semua OAINS bekerja dengan cara yang sama dan

karenanya tidak ada gunanya memberi lebih dari satu OAINS pada satu waktu. OAINS pada

umumnya, lebih berguna bagi rasa sakit yang timbul dari permukaan kulit, mukosa buccal, dan

permukaan sendi tulang.4

Pilihan OAINS harus dibuat berdasarkan ketersediaan, biaya dan lamanya tindakan. Jika

rasa sakit tampaknya akan terus-menerus selama jangka waktu yang panjang maka dipilih obat

dengan waktu paruh yang panjang dan efek klinis yang lama. Namun, obat- obatan kelompok ini

memiliki insiden tinggi untuk efek samping penggunaan jangka panjang dan harus digunakan

dengan hati-hati. Semua OAINS mempunyai aktivitas antiplatelet sehingga mengakibatkan

pemanjangan waktu perdarahan. Obat-obatan ini juga menghambat sintesis prostaglandin dalam

mukosa lambung dan dengan demikian menghasilkan pendarahan lambung sebagai efek

samping.8

Kontraindikasi relatif untuk penggunaan OAINS antara lain adalah : setiap riwayat ulkus

peptikum, perdarahan gastrointestinal; operasi yang berhubungan dengan kehilangan darah yang

11

Page 12: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

banyak, asma, gangguan ginjal sedang hingga berat , dehidrasi dan setiap riwayat hipersensitif

untuk OAINS atau aspirin.

Tabel 1.Macam-macam obat analgesi

Ibuprofen merupakan obat pilihan jika rute oral tersedia. Obat ini secara klinis efektif,

murah dan memiliki profil efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan OAINS

lainnya. Alternatif lainnya adalah diclofenak, naproxen, piroxicam, ketorolac, indometasin dan

asam mefenamat. Apabila rute oral tidak tersedia obat dapat diberikan dengan rute lain seperti

supositoria, injeksi atau topikal. Aspirin dan sebagian besar OAINS tersedia sebagai supositoria

dan diserap dengan baik. 8

TERAPI YANG HARUS DIMULAI MELALUI JALUR ORAL

Terapi terhadap nyeri seharusnya didasarkan pada jenis pembedahan yang dikerjakan. Namun,

ketika menilai level nyeri, evaluasi terhadap nyeri yang dialami pasien harus

mempertimbangkan hal berikut

Metamizole / Dypirone

Obat ini dilarang beredar di USA dan UK karena terdapat laporan kasus tunggal berupa

neutropenia agranulositik. Di negara Eropa lain dan Amerika Latin obat tersebut digunakan

sebagai obat analgesik dan antipiretik. Dosis tunggal sebanyak 500 mg sebanding dengan 400

mg ibuprofen.

12

Page 13: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Efek samping yang sering dijumpai antara lain somnolen, gangguan lambung, mual,

hipotensi ringan, reaksi alergi.

REKOMENDASI

Metamizole (Novalgin) 500 mg 1-4 x per hari melalui oral atau 1 g 1-4 x per hari per rektal.

Obat tersebut harus digunakan dengan pengawasan ketat sehubungan dengan indeks

terapetik (dosis yang disarankan harus diperhatikan).

Obat ini diindikasikan untuk nyeri sedang berat pasca operasi.

Paracetamol dan kombinasi paracetamol dengan kodein dan dihidrokodein

Parasetamol (asetaminofen) telah digunakan secara luas sebagai terapi nyeri pasca

operasi. Mekanisme kerja pastinya belum jelas namun dapat bekerja dnegan cara menghambat

COX yang diproduksi sentral.

Parasetamol intravena (Perfalgan) diluncurkan pada bulan April 2004 sebagai terapi

jangka pendek dari nyeri sedang, khususnya pasca pembedahan, dan untuk terapi demam jangka

pendek. Perfalgan mengandung parasetamol terlarut (1g dalam 100 mL).

Propasetamol merupakan pro-drug dari parasetamol dan tersedia dalam bentuk parenteral

selama bertahun-tahun (Pro-Dafalgan). 2g propasetamol dihidrolisis menjadi 1g parasetamol.

Perfalgan 1 g bioekuivalen dengan propasetamol 2g, Perfalgan dapat digunakan dalam

keadaan-keadaan klinik yang sebelumnya telah mendapatkan terapi propasetamol 2g.

Uji klinik yang ada sudah pernah membandingkan popasetamil 2g baik dengan plasebo

ataupun analgesia lain dan terkonsentrasi pada efek sparing morfin pada propasetamol, yakni,

reduksi konsumsi morfin pasca operasi. Para pasien yang terlibat pada sebagian besar penelitian

tersebut memiliki akses untuk mendapatkan alat PCA opioid atau dapat meminta dosis bolus

opioid.9

Reaksi buruk tidak berkurang secara signifikan pada pasien-pasien yang diterapi dengan

propasetamol, jika dibandingkan dengan pasien-pasien yang diterapi dengan morfin saja atau

morfin/OAINS pada uji coba. Satu uji yang pernah dilakukan hanya melihat secara spesifik pada

insidensi efek buruk namun tidak menyimpulkan bahwa propasetamol dapat mengurangi efek-

13

Page 14: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

efek samping akibat morfin. Reaksi buruk yang timbul dapat disebabkan oleh prosedur

pembedahan dan/atau anestesi, tidka hanya morfin.

Obat-obatan tersebutseringkali diresepkan pasca tindakan urologi minor ketika pasien

dapat meminum obat lewat oral. Pilihan lainnya adalah preparat rektal.

Kontraindikasi dari obat ini relatif sedikit; beberapa pasien mungkin alergi dengan obat

tersebut atau sensitif dengan efek konstipasi dari kodein. Overdosis dari parasetamol (lebih dari

6g per hari) dapat menimbulkan gangguan pada hepar.

Jadwal pembedrian dosis yang biasa digunakan antara lain sebagai berikut:

Parasetamol 1 g per oral atau rektal per 6 jam.

Co-proxamoib (32,5 mg dekstropropoksifen + 325 mg parasetamol) 2 tablet setiap 6 jam.

Tramadol (Tramal, Zydol)

Tramadol merupakan analgesik opioid lemah yang secara umum digunakan untuk kontrol nyeri

pasca operasi. Preparat ini dapat diberikan secara oral atau intravena. Preparat ini merupakan

agonis opioid pada reseptor µ dan merupakan penghambat bagi ambilan ulang noradrenalin dan

serotonin pada jalur penghambatan nyeri desendens.

Kemanjuran pemakaiannya pada nyeri pasca operasi telah dilaporkan oleh banyak pusat

penelitian. Kemanjuran tramadol dikatakan kurang dibandingkan OAINS.

Kombinasi Tramadol dengan parasetamol menunjukkan kemanjuran yang sama dengan

ibuprofen.

Efek-efek buruk dari tramadol antara lain pusing, mengantuk, dan mual.

Tramadol dapat digunakan sebagai preparat yang berguna dalam pengelolaan nyeri pasca

tindakan bedah urologi minor hingga sedang.

Tramadol 50-100 mg per oral atau intravena, setiap 6 jam atau terus menerus.

Dosis mulai 100 mg + 0,2 mg/kg/jam untuk pengelolaan.

Metode menggunakan obat opioid

Opioid: oral, intravena, subkutan, dan intramuskuler.

Opioid dapat diberikan per oral, intravena, intramuskuler, atau subkutan pasca pembedahan.

Pemberian opioid sistemik dapat dilakukan dengan menggunakan jadwal pemberian dosis

14

Page 15: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

tradisional ‘bila perlu’ atau ‘pada jam tertentu’. Opioid merupakan terapi lini pertama pada

nyeri akut yang berat. Prinsip kunci untuk pemakaian aman dan efektif adalah dengan titrasi

dosis yang diinginkan untuk mendapatkan efek penghilang rasa sakit yang diinginkan dan

meminimalkan efek-efek yang tidak diinginkan.10

Jalur pemberian subkutan sebanding dengan pemberian intravena.

Jalur pemberian oral merupakan jalur yang paling dapat dilakukan, mudah, dan manjur.

Efek sampingnya antara lain masalah-masalah yang cukup besar seperti depresi napas, dan

masalah-masalah minor yang lebih banyak seperti hipotensi, mengantuk, mual, dan konstipasi.

REKOMENDASI

Pemantauan ketat pasien-pasien pasca pemberian opioid diperlukan tanpa perlu memperhatikan

jalur pemberiannya.

Jadwal pemberian dosis secara umum:

Jadwal pemberian dosis opioid perlu dibedakan bagi masing-masing orang. Respon-respon

pasien terhadap opioid harus dipastikan sehubungan dengan kemanjuran efek analgesiknya

maupun timbulnya efek samping.

Morfin oral (Sevredol, Oramorph) 5-10 mg setiap 3-4 jam. Jalur ini merupakan jalur pilihan

dalam pemberian obat, namun memerlukan pengembalian motilitas lambung.

Oksikodon oral (Oxynorm) 10 mg setiap 4 jam.

Infus morfin subkutan atau intravena (biasanya dipakai sebagai pengelolaan di wilayah high

dependency) hingga 10 mg per jam, namun dititrasi bagi masing-masing pasien untuk

memantau baik efek analgesiknya maupun efek sampingnya.

Injeksi morfin intermiten intramuskuler atau subkutan 10 mg setiap 3 jam.

Dosis harian dewasa = (20-70 tahun) 100 dikurangi usia pasien.

Dosis harian anak = 0,01-0,04 mg/kg/jam.

Opioid mayor dan minor yang berbeda dapat saling menggantikan.

Tabel penentuan dosis ekuianalgesik dapat membantu dalam konversi pemilihan obat dan jalur

pemberian obat.11

Rute oral adalah yang paling banyak digunakan karena merupakan rute yang paling

dapat diterima oleh pasien. Kekurangan dari rute oral untuk mengobati nyeri akut adalah bahwa

15

Page 16: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

penyerapan opioid dapat berkurang akibat keterlambatan pengosongan lambung pascaoperasi.

Mual dan muntah dapat mencegah penyerapan obat-obatan yang diberikan secara oral dan di

samping itu,bioavailabilitas berkurang setelah metabolisme di dinding usus dan hati. Jadi rute

oral mungkin tidak cocok dalam banyak kasus.

Rute sublingual menawarkan beberapa keuntungan teoritis administrasi obat. Penyerapan

terjadi langsung ke sirkulasi sistemik karena tidak melewati metabolisme lintas pertama. Obat

yang telah paling sering digunakan oleh rute ini adalah buprenorfin yang cepat diserap dan

memiliki durasi kerja yang panjang (6 jam).

Rute supositoria. Kebanyakan analgesik opioid bergantung pada metabolisme jika

diberikan melalui mulut. Rute dubur adalah alternatif yang berguna, terutama jika terdapat nyeri

berat yang disertai dengan mual dan muntah. Opioid dapat diberikan dengan efektif melalui

supositoria tetapi tidak ideal untuk terapi segera nyeri akut karena bereaksi lambat dan kadang-

kadang penyerapannya tidak menentu, meskipun secara ideal cocok untuk pemeliharaan

analgesia. Rektal dosis untuk sebagian besar opioid kuat adalah sekitar setengah yang

dibutuhkan oleh rute oral. Ketersediaan opioid untuk penggunaan rektal sangat bervariasi di

seluruh dunia.11

Administrasi intramuskular mewakili teknik yang optimal bagi negara berkembang.

Seperti yang dinyatakan sebelumnya, dengan metode ini efek analgesia akan berhubungan

dengan banyak faktor. Sebuah cara sederhana untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

melaksanakan analgesik secara reguler setiap 4 jam. Bahkan, telah dibuktikan bahwa injeksi

intramuskular opioid dapat sebagus yang dari Patient Controlled Analgesia (PCA). Untuk

mencapai tingkat ini diperlukan penilaian anlagesia reguler, pencatatan skor nyeri dan

pengembangan algoritme pemberian analgesia, tergantung dari tingkat nyeri.

Intravena. Selama bertahun-tahun telah menjadi tindakan yang umum untuk memberikan

bolus opioid baik dalam durante operasi dan pemulihan pasca-operasi untuk menghasilkan

analgesia langsung. Rute ini memiliki kelemahan fluktuasi produksi konsentrasi plasma obat

yang disuntikkan, meskipun bila dilakukan dengan hati-hati injeksi intravena dapat meredakan

nyeri dengan lebih cepat dari metode lain. Namun secara umum teknik infus, baik oleh suntikan

16

Page 17: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

intermiten atau dengan infus, tidak sesuai kecuali dalam pengawasan ketat dan berada dalam unit

terapi intensif karena secara inheren berbahaya jika pasien dibiarkan tanpa pengawasan bahkan

untuk periode singkat.

Patient Controlled Analgesia (PCA)

Patient Controlled Analgesia (PCA) menjadi populer ketika diketahui bahwa kebutuhan

individu untuk opioid bervariasi. Oleh karena itu disusun suatu sistem di mana pasien dapat

mengelola analgesia intravena mereka sendiri dan mentitrasi dosis titik akhir penghilang rasa

sakit mereka sendiri menggunakan mikroprosesor kecil yang dikontrol dengan sejenis pompa.

Berbagai perangkat komersial sekarang tersedia untuk tujuan ini.. Dengan demikian mereka

dapat menyesuaikan tingkat analgesia yang diperlukan, menurut keparahan rasa sakit. Secara

teori, tingkat plasma dari analgesik akan relatif konstan dan efek samping yang disebabkan oleh

fluktuasi tingkat plasma akan dihilangkan. 12

Untuk mencapai keberhasilan dan keamanan analgesia dengan PCA maka pasien harus

mengerti apa yang perlu dilakukan dan ini harus dijelaskan secara rinci sebelum operasi. Hampir

setiap obat opioid telah digunakan untuk PCA. Secara teori, obat yang ideal harus memiliki onset

yang cepat, durasi kerja sedang, dan memiliki margin keselamatan yang luas antara efektivitas

dan efek samping. Pilihan biasanya tergantung pada ketersediaan, preferensi pribadi dan

pengalaman. Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter lainnya perlu ditentukan termasuk

ukuran bolus dosis, jangka waktu minimum antara dosis (kunci- habis) dan dosis maksimum

yang diperbolehkan.

Morfin adalah obat yang paling populer dan akan digunakan sebagai contoh. Dosis ideal

morfin telah ditemukan yaitu 1mg. Namun, tinjauan ulang diperlukan dalam setiap kasus untuk

memastikan bahwa analgesia telah memadai. Tujuan jangka waktu minimum antar dosis adalah

untuk mencegah terjadinya overdosis. Jangka waktu minimum antar dosis harus cukup lama

untuk dosis sebelumnya memiliki efek. Dalam prakteknya, jangka waktu ini berkisar antara 5

dan 10 menit cukup untuk sebagian besar opioid. Dalam prakteknya, adalah lebih logis untuk

menerima bahwa persyaratan analgesik pasien akan sangat bervariasi dan beberapa pasien

mungkin memerlukan jumlah yang sangat besar untuk mencapai nyeri yang memadai.12

17

Page 18: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Mesin PCA memungkinkan pasien untuk memakai opioid secara mandiri dengan cara

menekan tombol yang akan langsung mengirimkan obat ke dalam aliran darah. Keuntungan

potensial dari cara ini adalah kontrol pasien dan pemberian obat yang cepat. PCA

memungkinkan pasien untuk menyesuaikan derajat pemulihan nyeri sesuai keinginan mereka

yang dapat membuat mereka nyaman dan masih dapat memberikan toleransi pada efek samping.

PCA terlihat dapat memberikan kepuasan yang lebih pada pasien dan ventilasi yang lebih baik

dibandingkan dengan jalur pemberian konvensional. Selain karena PCA dikelola oleh acute pain

team, hanya terdapat insidensi efek samping yang kecil dengan cara pemberian ini.12

Morfin merupakan obat yang biasa digunakan di mesin-mesin PCA, namun opioid

lainnya dapat pula digunakan seperti fentanil atau sufentanil.

Efek buruk dari PCA ini antara lain efek sedasi yang berlebihan, depresi pernapasan, dan

mual.

Jadwal pemberian dosis:

Dosis muat dapat diresepkan, yakni 1-2 mg morfin.

Dosis inkremental (bolus): morfin 1 mg, petidin 10 mg, fentanil 20 µg.

Periode terkunci selama 5-8 menit.

Infus dasar: dapat diresepkan – meskipun diperlukan peantauan ketat.

Batas pemberian infus selama 1 jam: morfin sebanyak 30 mg (atau dosis ekuivalen) dalam 4

jam.

Dosis muat morfin sebanyak 0,05-0,2 mg/kg.

Pasien yang menggunakan PCA biasanya mentitrasi analgesia mereka ke titik di mana

mereka merasa nyaman dan bukannya rasa bebas nyeri. Alasan untuk hal ini adalah tidak jelas

tetapi mungkin berkaitan dengan kekhawatiran akan overdosis, kebutuhan untuk kontak dengan

anggota staf rumah sakit dan harapan setelah operasi.

18

Page 19: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Tabel 2.Macam – macam obat analgesi opioid

ANESTESI REGIONAL

Penggunaan teknik anestesi regional pada pembedahan memiliki efek yang positif

terhadap respirasi dan kardiovaskuler pasien terkait dengan berkurangnya perdarahan dan nyeri

yang teratasi dengan baik. Singkatnya, teknik apapun yang dapat digunakan dalam prosedur

bedah menghasilkan hasil yang nyaris sempurna untuk menghilangkan nyeri pascaoperasi

apabila efeknya diperpanjang hingga melebihi durasi pembedahan. Ada beberapa teknik anestesi

lokal sederhana yang dapat dilanjutkan ke periode pasca-operasi untuk memberikan pain relief

yang efektif. Sebagian besar dapat dilakukan dengan risiko minimal termasuk infiltrasi anestesi

lokal, blokade saraf perifer atau pleksus dan teknik blok perifer atau sentral. Meskipun begitu,

kita tidak boleh mengharapkan anelgesi lokal saja dapat mengatasi nyeri pasca operasi, karena

nyeri pascaoperasi memiliki banyak faktor penyebab. Karena nyeri timbul dari multifaktor, maka

manajemen nyeri pascaoperasi haruslah terdiri dari kombinasi pendekatan untuk mencapai hasil

terbaik. 13

Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi panjang seperti Bupivacaine dapat

memberikan analgesia yang efektif selama beberapa jam. Apabila nyeri berlanjut, dapat

19

Page 20: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

diberikan suntikan ulang atau dengan menggunakan infus. Blokade pleksus atau saraf perifer

akan memberikan analgesia selektif di bagian-bagian tubuh yang terkait oleh pleksus atau saraf

tersebut. Teknik-teknik ini dapat digunakan untuk memberikan anestesi untuk pembedahan atau

khusus untuk nyeri pasca-operasi. Teknik-teknik ini dapat sangat berguna jika suatu blok

simpatik diperlukan untuk meningkatkan suplai darah pascaoperasi atau apabila blokade pusat

seperti blokade spinal atau epidural merupakan kontraindikasi.

Spinal anestesi memberikan analgesia yang sangat baik untuk operasi di tubuh bagian

bawah dan pain relief bisa berlangsung berjam-jam setelah selesai operasi jika dikombinasikan

dengan obat-obatan yang mengandung vasokonstriktor. Penggunaan teknik epidural

membutuhkan praktisi yang berpengalaman dan pelatihan khusus bagi staf perawat dalam

pengelolaan pasca-operasi pasien. Kateter epidural dapat ditempatkan baik di leher, toraks atau

daerah lumbal tetapi blokade epidural lumbal adalah yang paling umum digunakan.13

Meskipun infus kontinu anestesi lokal dapat menghasilkan analgesia sangat efektif,

teknik ini juga menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan seperti hipotensi, blok sensorik

dan motorik, mual dan retensi urin. Kombinasi obat bius lokal dengan opioid yang diberikan

secara sentral dapat mengurangi sebagian dari masalah ini.

EPIDURAL

Pemberian infus obat anestesi lokal (biasanya bupivakain/markain) dan opioid (biasanya

morfin atau diamorfin) melalui jalur epidural terus menerus telah digunakan untuk

menghilangkan nyeri pasca operasi. Epidural telah menunjukkan kemampuannya dalam efek

analgesik yang superior dibandingkan dengan PCA dan tehnik analgesik lainnya seperti opioid

intramuskuler intermiten. Selain efek penurunan respon stres pada pembedahan yang signifikan

pada pemakaian tehnik ini, epidural juga dapat menurunkan morbiditas pembedahan. Terdapat

20

Page 21: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

insidensi komplikasi pulmonal , komplikasi kardiak, dan ileus paralitik pasca operasi yang

semakin berkurang. Efek buruk yang potensial antara lain:14

Hipotensi (dapat diterapi dengan adrenalin atau efedrin)

Depresi napas

Insidensi kerusakan neurologis yang sangat rendah (<1:20.000) dan infeksi (<1:10.000).

REKOMENDASI

Jalur pemberian epidural dapat digunakan pada pasien-pasien yang telah menjalani operasi

urologi mayor seperti nefrektomi prostatektomi radikal, dimana analgesik pasca operatifjangka

panjang diperlukan selama 3-4 hari.

Jadwal pemberian dosis secara umum:

Bupivakain epidural 0,125% (dosis maksimal 175-250 mg/pemberian) + 2 µg fentanil/mL

atau sufentanil 0,3-1 µg/mL, diberikan dengan kecepatan 5-15 mL/jam.

Ropivakain 0,1-0,2 % (dosis maksimal 500-700) + 2 µg fentanil/mL atau sufentanil 0,3-1

µg/mL, diberikan dengan kecepatan 5-15 mL/jam.

BLOK EPIDURAL KAUDAL

– Pembedahan dibawah umbilikus mencakup pinggul, pelvis, regio urogenital/perianal, dan

ekstremitas bawah, pengambilan sumsum tulang.

– Mudah dilakukan.

– Injeksi tunggal kaudal → efek analgesia postoperatif lama pada pasien anak.

– Kateter epidural dihubungkan dengan kanul intravena standar (seperti Angiocath) → analgesia

postoperatif dalam waktu lama.

– Conroy dkk membandingkan keefektifan blok epidural kaudal dengan infiltrasi di sekitar luka

bedah pada pemberian analgesia postoperatif setelah herniorafi inguinal pada 35 anak-anak.

– Blok epidural kaudal → waktu emergensi yang lebih pendek saat anestesi, nyeri sedikit saat

bergerak, opioid postoperatif lebih sedikit.

– KI : Koagulopati yang tidak dikoreksi, inf. lokal pd tempat injeksi.

– KI spesifik : mielomeningocele dan kelainan anatomi bagian sacral.

• Komplikasi: injeksi subkutaneus, tusukan duramater, injeksi subarachnoid, injeksi

intravaskuler, injeksi intraosseus, hematom, infeksi dan retensi urin.

21

Page 22: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

• Broadman :1154 yang menggunakan blok itu untuk operasi pada anak, tidak ada komplikasi

serius.

• Fisher dkk : waktu untuk miksi postoperatif

• Murah, sederhana, dan tekniknya efektif tidak hanya untuk suplemen analgesia postoperatif

tetapi juga sebagai metode tunggal anestesi.

BLOK EPIDURAL LUMBAL

• Pinggul, pelvis, dan ekstremitas bawah.

• Aternatif : pernah menjalani pembedahan daerah rectum dan sacral atau kelainan anatomi pada

daerah sacral

• Kedalaman ruang epidural dapat diketahui dari modifikasi formula Dohi, sebagai berikut :

Kedalaman (mm) = 18 + (1,5 X umur (tahun)

• Injeksi tunggal atau infus kontinyu anestesi lokal melalui pemakaian kateter epidural.

• Komplikasi : kecelakaan tusukan duramater, trauma langsung medulla spinalis, emboli udara

selama pemasangan jarum epidural, dan kejang akibat infus bupivacain kontinyu.

• Efektif : nyeri lokal yang intens, nyeri somatik, dan nyeri visceral.

• Infus epidural kontinyu dianjurkan pada analgesia epidural pada bayi,anak dan remaja.

• Analgesia epidural kendali pasien (PCEA, Patient-controlled epidural analgesia)

• Tempat insersi

– jalur caudal : pasien kurang dari 12 bulan,

– pendekatan lumbal : pasien berumur lebih dari 12 bulan,

– jalur thorax untuk pasien dengan indikasi spesifik seperti pembedahan thoraks atau abdominal

bagian atas.

• Stimulasi elektrik → memposisikan kateter kedalam regio thoraks melalui ruang caudal.

• Pada bayi yang lebih kecil:bupivacain 0,1% dan hydromrphone 3 µg/mL diberikan 0,2-0,4

ml/kg/hr.

• Pada neonatus : infus epidural kontinyu dengan bupivacain 0,2-0,3 ml/kg/hr.

• Teknik regional kontinyu efektif pada pasien-pasien anak.

Blokade saraf lokal intermiten atau terus-menerus.

22

Page 23: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Blok anestesi lokal dapat digunakan pasca operasi bedah urologi sebagai suplemen analgesik

pasca operasi.

Blok saraf yang biasa digunakan antara lain sebagai berikut:

Infiltrasi daerah luka dengan bupivakain 0,25-0,5% sebanyak 10-20 mL.

Infiltrasi saraf iliohipogastrik atau ilioinguinal pasca reparasi hernia, dengan menggunakan

bupivakain 0,25-0,5% sebanyak 10-20 mL.

Infiltrasi saraf interkosta dengan bupivakain 0,25% sebanyak 5-10 mL.

Pemasangan kateter intrapleura pasca pembedahan intrathoracal, infus bupivakain 0,1% terus

menerus sebanyak 10 mL/jam.

BLOK SARAF PERIFER

• Blok Plexus Brachial Axillaris

– Lengan bawah dan tangan.

– Biasanya anak di sedasi atau di anestesi dahulu

– Arteri axillaris bertindak sebagai penanda sheat axillaris.

– Jarum 23G atau 25G diinsersikan dan dianjurkan untuk pulsasi arteri axillaris secara paralel.

– Anestesi lokal:lidocain, mepivacain, bupivacain dengan dosis 0,5-0,75 mL/Kg atau campuran

lidokain 1% + tetracain 0,1%

– Ivanni dan Tonetty : dosis bolus 0,5-1ml/kg ropivacain 0,2% atau lebobupivacain 0,25%

dengan klonidin 3 µg/kg/24 jam selama 48-72 jam.

– Komplikasi : injeksi intravaskuler, trauma langsung pada nervus/arteri, hematom dan infeksi.

Blok Interscalene

– Clavicula, bahu dan lengan bagian atas.

– Pasien posisi supine, kepala pasien jangan bergerak,

– Tidak mudah dilakukan pada pasien anak yang lebih muda.

– Pada level kartilago krikoidea jarum22-25G diinsersikan ke alur interscalene, diteruskan scr

medial, caudal dan posterior ke processus tansversus C6.

– Lidokain 1% 0,5 mL/kg + tetracain 0,1% atau bupivacain 0,25-0,5% 0,5 mL/kg dapat

digunakan

23

Page 24: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

– Teknik kateter kontinyu juga dapat digunakan.50

– Komplikasi : injeksi intravaskuler, hematom, dan infeksi.

– Juga pernah dilaporkan : blok nervus prenicus dengan paralisis diafragmatik unilateral, injeksi

subarachnoid dengan anestesi spinal total dan injeksi arteri basilar.

Blok Nervus Femoral dan Blok 3-in-1 (teknik paravascular inguinal)

– Osteotomi femur, biopsi otot quadriceps dan vastus lateralis, dan pengambilan kulit donor dari

paha anterior.

– Arteri femoralis pada bagian medial nervus femoralis bertindak sebagai penanda anatomi

– Jarum bevel pendek diinsersikan secara perpendicular ke kulit pada level ligamentum inguinal

dan lateral dari pulsasi arteri femoralis.

– Blok nervus femoralis : bupivacain 0,25-0,5% dengan dosis 0,2-0,3mL/Kg.

– Blok 3 in 1 lebih baik dari pada blok nervus femoralis.

– Jarum diinsersikan dengan posisi jarum 30°dari paha anterior. Anestesi lokal diinjeksikan

dengan penekanan pada bagian distal canalis femoralis dari jarum.

– Blok 3-in-1: bupivacain 0,25-0,5% dengan dosis 0,5-0,7 ml/kg (dengan dosis maksimal 2,5

mg/Kg).

– Lamanya analgesia untuk kedua blok ini adalah 3-6 jam.

– Komplikasi : blok nervus simpatetik, trauma pada pembuluh darah dan hematom

Blok Nervus Kutaneus Femoralis Lateral

– Biopsi otot pada bagian paha, skin graft, dan insisi paha bagian lateral.

– Tidak mengganggu fungsi motorik pada ekstremitas bagian bawah.

– Pada daerah ligamentum inguinal, jarum bevel pendek, ukuran 22G, diinsersikan dengan jarak

yang sama dengan 1 atau 2 ruas jari pasien dari bagian medial ke spina iliaca anterior superior.

Blok Kompartemen Fascia Iliaca

– Osteotomi femoral, perbaikan fraktur femur, pembedahan pinggul, artroskopi lutut dan biopsi

otot.

– Pasien ditempatkan pada posisi supine,

– Penandanya : spina iliaca anterior superior, tuberculum pubis, dan ligamentum inguinal.

24

Page 25: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

– Jarum diinsersikan secara perpendicular ke kulit.

– Dalens dkk : 60 anak-anak dengan blok kompartemen fascia iliaca dengan 60 anak-anak yang

menerima blok 3-in-1.

– 90% pasien yang menerima blok fascia iliaca mempunyai analgesia yang adekuat

dibandingkan dengan 20% pasien yang menerima blok 3-in-1.

– Blok kompartemen fascia iliaca digunakan selama 12-15 jam.

Blok Nervus Fossa Poplitea

– Anestesi pada nervus sciatic yang terdiri dari 2 cabang yaitu nervus tibia dan nervus perineal.

– Dibawah lutut, seperti pembedahan hallus vagus, pembedahan tendon, sinovektomi pada sendi

metatarsal, amputasi, pengambilan benda asing dan eksisi tumor.

– Pasien pada posisi prone atau posisi lateral dengan posisi lutut sedikit flexi.

Blok Nervus Penile

– Sirkumsisi dan perbaikan hipospadia distal.

– Untuk sirkumsisi → efektifitasnya sama tanpa dihubungkan dengan adanya blokade motorik

seperti pada blok kaudal.

– Larutan yang mengandung epinefrin tidak pernah digunakan.

– Komplikasi : injeksi intravaskuler, hematom, infeksi dan iskemia.

Blok Nervus Ileoinguinal dan Ileohipogastrik

– Hernia inguinalis dan orciopeksi.

– Cross dan Barrett : penggunaan blok nervus ileoinguinal dan ileohipogastrik dengan

bupivacain 0,25% dan epinefrin 1:200.000 dengan anestesi caudal yang menggunakan

bupivacain 0,25% pada anak-anak yang melakukan herniorafi dan ocioplexi.

– Tidak berbeda pada durasi dan kualitas analgesianya, insiden muntah atau waktu untuk

pertama kali miksi.

SUREFUSER

Pemberian obat intravena bisa dilakukan dengan menggunakan infuse continues .Sekarang telah ditemukan alat infuse continues yang mudah digunakan pada pasien,yaitu niprosurefuser yang

25

Page 26: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

diproduksi oleh Niprocorporation. Penggunaan alat ini dapat mempermudah bagi kita sebagai tim medis maupun untuk pasien.

Desain yang ringan pada alat ini memungkinkan pasien untuk bias berjalan sambil menggunakan alat ini. Dengan pasien dapat memiliki perangkat mereka sendiri dan tidak memerlukan biaya perawatan.selain itu pasien bisa pulang lebih cepat karena pengurangan rasa sakit yang lebih cepat sehingga dapat meningkatkan mobilitas.

Alat surefuser ini sangat nyaman bagi penggunanya karena: mudah untuk mengisinya, ada kode warna untuk identifikasi, tidak ada alarm, tidak memakai catudaya eksternal, beragam desain dan metode kerja.

Surefuser juga bisa menekan biaya pengobatan pasien, karena: mudah untuk mengatur dan menggunakan, tidak ada manajemen alarm, mengurangi tinggal di rumah sakit, tidak ada penanaman modal dan tidak ada perbaikan maupun pemeliharaan.

Dalam hal keselamatan alat ini aman digunakan, karena: mempunyai pelindung yang kuat,self –ventilasi filter 0,2 mikron,in-line penjepit untuk mencegah kebocoran.

Gambar 3.Niprosurefuser dan travelbag

Surefuser: meningkatkan kualitas hidup penderita melalui pengobatan rawat jalan. Desain ringan sekali pakai dan operasi diam memungkinkan pasien untuk memiliki terapi mereka tanpa mengubah gaya hidup mereka.

26

Page 27: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Gambar 4.cara pemasangan dan pemakaian surefuser

Surfuser dapat digunakan dalam berbagai terapi:

a. Continuous kemoterapi

Surefuser secara luas digunakan untuk administrasi sitotoksik obat untuk perawatan rumah atau di poli pengaturan (seperti 5 FU kanker kolorektal).

b. Thalassemia

Untuk membantu menghilangkan kelebihan besi pasien thalassemia, desferriotamine dapat diberikan terus menerus melalui surefuser.

c. Intermitten antibiotic teraphy.

Surefuser dapat digunakan untuk jangka pendek dan infuse jangka panjang dari antibiotic. Sangat cocok untuk pasien dengan infeksi seperti cystic. Fibrosis atau setiap pasien lainnya yang memerlukan antibiotic IV.

Analgetik

Surefuser sering digunakan untuk memberikan analgetik pasien dan disesuaikan dengan terus infuse obat nyeri. Penyedia layanan kesehatan dapat menyesuaikan terapi manajemen nyeri yang paling sesuai dengan kondisi dan gaya hidup pasien.

Analgesia IV: post operasi pasien trauma Analgesia perineural continuous: blok perifer pada bedah orthopedic Epidural analgesia: dengan kateter epidural

27

Page 28: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Tabel 3.Continuous Infus Surefuser

50 ml Surefuser 100 ml Surefuser Waktu Infus Warna

10 ml/jam 20 ml/jam 5 jam ungu

4,2 ml/jam 8,4 ml/jam 12 jam pink

2,1 ml/jam 4,2 ml/jam 1 hari biru

1 ml/jam 2 ml/jam 2 hari hijau

0,7 ml/jam 1,4 ml/jam 3 hari krem

0,4 ml/jam 0,8 ml/jam 5 hari kuning

0,3 ml/jam 0,6 ml/jam 1 minggu jeruk

Tabel 4.Infus Jangka Pendek Surefuser

Tingkat Infusion Waktu Warna

100 ml 200 ml/jam ½ jam Putih

100 ml/jam 1 jam Pucat kelabu

250 ml 250 ml/jam 1 jam Ungu muda

125 ml/jam 2 jam Pink salmon

62,5 ml/jam 4 jam Drill

28

Page 29: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Pengobatan Efek Samping dan Monitor Postoperatif

• PCA, infus narkotik kontinyu, analgesia epidural dan PCEA ? → efek samping

• Pulse oksimetri selama 24 jam pertama setelah infus dimulai

• Mual dan muntah : metoclopramide 0,1-0,2 mg/kgBB/dosis (maksimal 10 mg) IV setiap 6 jam

bila perlu atau ondansentron 0,1 mg/kg/dosis (maksimal 2 mg) IV setiap 4-8 jam bila perlu.

• Gatal : nalbuphin 0,01-0,02 mg/kgBB/dosis (maksimal 1,5 mg)IV tiap 6 jam bila perlu atau

dipenhidramin 0,25-0,5 mg/Kg/dosis (maksimal 25mg) IV tiap 6 jam bila perlu.

• Depresi pernafasan : nalokson 1 µg/kg (maksimal 80 µg) IV bila perlu.

• Kost byery dkk → infeksi dan kolonisasi bakteri pada penggunaan kateter epidural kontinyu

pada anak-anak.

• Seth dkk → analgesia epidural postoperatif pada 100 pasien anak yang berumur 1 hari -15

tahun.

• Menunjukkan bahwa tanda lokal minor dari inflamasi dan infeksi biasanya sering terjadi pada

pasien anak selama infus epidural kontinyu.

Pendekatan Pengobatan Nyeri Yang Lain

• Nonfarmakologi : hipnosis, relaksasi, Stimulasi elektrik saraf transkutaneus, terapi seni dan

akupuntur

• Dokter anestesi yang mengobati nyeri perioperatif pada pasien anak seharusnya mengetahui

karakteristik khusus dari populasi ini dan seharusnya menggunakan teknik pendekatan

farmakologi dan nonfarmakologi yang tepat.

Pelayanan Pengobatan Nyeri Postoperatif pada Anak

• Idealnya sebuah institusi pelayanan penatalaksanaan nyeri pada anak dilakukan secara integrasi

• Kolaborasi :bagian anak, bedah umum anak, urologi anak, ortopedi anak, bedah plastik anak,

bedah jantung anak, bedah syaraf anak, otolaringologi anak dan dilengkapi dengan pelayanan

medis

• Penanganan nyeri yang optimal untuk pasien anak memerlukan alat dan penilaian nyeri yang

memadai dan penatalaksanaan yang agresif .

• Waktu, luasnya trauma, dan pemberian analgesia merupakan faktor yang penting dari lamanya

anak-anak dan bayi merasakan nyeri perioperatif.

29

Page 30: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

Pencegahan nyeri

Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sistem saraf pusat dapat disensitisasi oleh

stimulus nosiseptif persisten yang menimbulkan eksaserbasi persepsi nyeri. Penghambatan pada

stimulus nosiseptif tersebut agar tidak mencapai sistem saraf pusat, melalui pemberian obat-

obatan analgesik sebelum insisi pembedahan, dapat mengurangi kebutuhan analgesik dan

mengurangi nyeri pasca operatif. Namun penelitian klinis saat ini belum ada yang menunjukkan

suatu keuntungan yang jelas.

Selain hal tersebut, terdapat pertimbangan bahwa terapi nyeri pasca operatif di awal dan

secara agresif sebelum nyeri menjadi jelas dianggap sebagai praktik klinik yang baik. Konsep

tersebut lebih disebut sebagai analgesik ‘pencegahan’ dibandingkan dengan ‘pre-emptive’. 13

Kesetimbangan analgesia

Konsep kesetimbangan analgesi adalah bahwa kontrol nyeri pasca operasi yang efektif

tergantung pada penggunaan sejumlah agen analgesik serta jalur pemberian yang berbeda yang

bekerja secara sinergis dalam menciptakan kontrol nyeri yang baik. Sebagai contoh pemakaian

OAINS sebagai ganti dari opioid, atau mengkombinasikan infiltrasi luka lokal dengan obat-

obatan oral. Secara umum pemakaian anti nyeri kombinasi berupa kelas analgesik yang berbeda

serta tehnik analgesi yang digunakan dapat memperbaiki keefektivan pemulihan nyeri pasca

pembedahan, pengurangan dosis maksimal, serta efek-efek buruk yang dapat terjadi. 14

Kesimpulan

Nyeri merupakan suatu respon biologis yang menggambarkan suatu kerusakan atau

gangguan organ tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut

International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional

yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun

potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Manajemen nyeri pascaoperasi

haruslah dapat dicapai dengan baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen nyeri yang baik tidak

hanya berpengaruh terhadap penyembuhan yang lebih baik tetapi juga pemulangan pasien dari

perawatan yang lebih cepat. Dalam menangani nyeri pascaoperasi, dapat digunakan obat-obatan

seperti opioid, OAINS, dan anestesi lokal. Obat-obatan ini dapat dikombinasi untuk mencapai

30

Page 31: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

hasil yang lebih sempurna. Karena kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-beda,

maka penggunaan Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling efektif

dan menguntungkan dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun dengan tidak lupa

mempertimbangkan faktor ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Charlton ED. Posooperative Pain Management. World Federation of Societies of

Anaesthesiologistshttp://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_009.htm.

2. Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the management of acute postoperative pain.

In: Sinatra RS, Hord AH, Ginsberg B, Preble LM, eds. Acute Pain: Mechanisms &

Management. St Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1992:253-68

3. Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local anesthetic delivered via a femoral catheter

by patient-controlled analgesia pump for pain relief after an anterior cruciate ligament

outpatient procedure. Am J Anesthesiol. 2001;28:192-4.

4. Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ; Elsevier Churchill Livingstone. 2006.

5. Kehlet H, Brandt MR, Rem J. Role of neurogenic stimuli in mediating the endocrine-

metabolic response to surgery. Journal of Parenteral & Enteral Nutrition,1980;4(2):152-

156.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=6995626&dopt=Abstract&itool=iconnoabstr

6. Fong TM, Yu H, Cascieri MA,Underwood D, Swain CJ, Strader CD. Interaction of

glutamine 165 in the

fourth transmembrane segment of the human neurokinin-1 receptor with quinuclidine

1antagonists. J Bio Chem 1994; 269 (21):14957-14961.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=8195129&dopt=Abstract&itool=iconfft

7. Kehlet H. The endocrine metabolic response to postoperative pain. Acta Anaesthesiol

Scand Suppl 1982;74:173-175.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=6953731&dopt=Abstract&itool=iconabstr

31

Page 32: Tehnik - Tehnik Analgesia Post Operasi

8. Marks RM, Sachar EJ. Undertreatment of medical inpatients with narcotic analgesics. Ann

Intern Med 1973;78(2):173-181.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=4683747&dopt=Abstract&itool=iconnoabstr

9. Donovan M, Dillon P, McGuire L. Incidence and characteristics of pain in a sample of

medical-surgical inpatients. Pain 1987;30(1):69-78.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=2886969&dopt=Abstract&itool=iconabstr

10. Warfield CA, Kahn CH. Acute pain management. Programs in U.S. hospitals and

experiences and attitudes among U.S. adults. Anesthesiology 1995;83(5):1090-1094.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=7486160&dopt=Abstract&itool=iconabstr

11. Oden R. Acute postoperative pain: Incidence, severity and etiology of inadequate

treatment.Anesthesiology Clinics N America 1989;7:1-5.

12. Sydow FW. The influence of anesthesia and postoperative analgesic management of lung

function.Acta Chiur Scand.1989;550 (Suppl):159-165.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=2652967&dopt=Abstract&itool=iconabstr

13. Partridge AD, Brennan MF, Gray NH. Day Surgery: making it happen: a study conducted

by the NHS Management Executive’s Value for Money Unit. London HMSO,1991.

http://lib.leeds.ac.uk/search/a?a

14. Wilmore DW, Kehlet H. Management of patients in fast track surgery. BMJ

2001;322(7284):473-476.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?

cmd=Retrieve&db=PubMed&list_uids=11222424&dopt=Abstract&itool=iconfft

MARCH 2007 53

32