tantangan dan kendala pemanfaatan hal. 1 hasil …

12
Vol 01, Ed 15, September 2021 TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) Hal. 1 SEKTOR PENERBANGAN: PANDEMI DAN DUKUNGAN PEMERINTAH Hal. 3 TANTANGAN TRANSFORMASI FORMAL USAHA MIKRO (TRANSFUMI) Hal. 5 PEMULIHAN KINERJA SEKTOR HILIR GAS BUMI Hal. 7

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

Vol 01, Ed 15, September 2021

TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)

Hal. 1

SEKTOR PENERBANGAN: PANDEMI DAN DUKUNGAN PEMERINTAH

Hal. 3

TANTANGAN TRANSFORMASI FORMAL USAHA MIKRO (TRANSFUMI)

Hal. 5

PEMULIHAN KINERJA SEKTOR HILIR GAS BUMI

Hal. 7

Page 2: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Rastri Paramita, S.E., M.M.

Redaktur

Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Dahiri, S.Si., M.Sc.

Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M.

Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.

Editor

Deasy Dwi Ramiayu, S.E.

Sekretariat

Husnul Latifah, S.Sos.

Memed Sobari

Musbiyatun

Hilda Piska Randini, S.I.P.

Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan

Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya

tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.

Artikel 1 Tantangan dan Kendala Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ..................... 1

Artikel 2 Sektor Penerbangan: Pandemi dan Dukungan Pemerintah ............................................... 3

Artikel 3 Tantangan Transformasi Formal Usaha Mikro (TRANSFUMI) ......................................... 5

Artikel 4 Pemulihan Kinerja Sektor Hilir Gas Bumi .................................................................................. 7

Page 3: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

Pada RAPBN tahun anggaran 2022, pendapatan Sumber Daya

Alam (SDA) kehutanan direncanakan sebesar Rp4.857,0 miliar

atau tumbuh 5,3 persen dari outlook tahun 2021. Salah satu

kebijakan yang dilakukan Pemerintah dalam mengoptimalkan

pendapatan SDA kehutanan yaitu optimalisasi pemanfaatan Hasil

Hutan Bukan Kayu (HHBK). HHBK merupakan sumber daya alam

yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang

sangat baik untuk dikembangkan. Sampai dengan tahun 2019

terdapat 126,92 juta ha luas kawasan hutan Indonesia. Kawasan

hutan tersebut terdiri atas hutan konservasi seluas 27,42 Juta ha,

hutan lindung seluas 29,66 juta ha, hutan produksi terbatas seluas

26,78 juta ha, hutan produksi tetap seluas 29,20 juta ha, dan hutan

produksi yang dapat di konservasi seluas 12,84 juta ha. Hutan

produksi kaya dengan potensi berupa HHBK seperti getah pinus,

getah karet, jernang, kemenyan, daun kayu putih, asam, gaharu,

damar, sagu, kemiri, rotan, bambu, madu dan lain-lain.

Realisasi produksi HHBK dari tahun 2015 sampai tahun 2020

terus mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar

21,36 persen. Capaian produksi HHBK tahun 2020 mencapai

sebesar 160 persen atau jauh melebihi target sebesar 350 ribu ton

per tahun. Produksi HHBK pada kuartal II tahun 2021 yaitu

sebesar 192 ribu ton atau meningkat sebesar 47,60 persen dari

kuartal II tahun 2020.

Gambar 1. Produksi HHBK Tahun 2015-2020 (Ribu Ton)

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Potensi HHBK saat ini tercatat setidaknya sebesar 66 juta ton.

Namun, potensi HHBK yang besar tersebut, pengembangan dan

pemanfaatannya selama ini belum dilakukan secara maksimal

sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam

meningkatkan perekonomian masyarakat. Produksinya di tahun

2020 baru sebesar 228 ribu ton dengan PNBP Rp4,2 miliar.

0

100

200

300

400

500

600

2015 2016 2017 2018 2019 2020

217,69301,15 316,95

358,8

474,19558,86

Komisi IV

TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN

HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)

• Potensi HHBK saat ini sebesar 66 juta ton. Namum, pengembangan dan pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.

• Produksi HHBK tahun 2020 sebesar baru 558 ribu ton dengan PNBP sebesar Rp4,2 miliar.

• Hal-hal yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangan HHBK: ➢ Perlunya penguatan

kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan pascapanen, sehingga masyarakat memperoleh hasil jumlah dan kualitas yang memuaskan.

➢ Pentingnya dilakukan penyusunan data dasar tentang HHBK terkait dengan potensi, luasan, ragam HHBK, nilai produk, sebaran dan pemasarannya.

➢ Perlu mengatur program pengembangan HHBK melalui agroforestry, baik di dalam maupun di luar Kawasan hutan

➢ Pentingnya roadmap menyangkut pengembangan HHBK.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu. Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rosalina Tineke K & Linia Siska Risandi

Page 4: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

2

Artinya, banyak potensi HHBK yang perlu

dikembangkan secara optimal.

Belum optimalnya pengembangan dan

pemanfaatan HHBK tidak terlepas dari

peranan masyarakat. Masyarakat belum

menguasai teknologi panen dan

pengelolaan pascapanen. Sehingga kualitas

yang dihasilkan masih jauh dari standar

yang diharapkan dan harganya masih

rendah. Masyarakat juga belum menguasai

teknik budidaya yang baik. Selama ini HHBK

cenderung dibiarkan tumbuh sendiri. Selain

itu kendala dalam perizinan juga

menyebabkan kegiatan produksi atau

pengolahan masih dilakukan secara

individual. Selain itu juga faktor pasar

dimana bargaining pengepul sangat kuat

daripada petaninya. Sehingga sangat

diperlukan penguatan kelembagaan dan

peningkatan kapasitas masyarakat dalam

pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan

pascapanen, sehingga masyarakat

memperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas

yang memuaskan.

Gambaran produk HHBK yang berkaitan

dengan potensi dan aktualnya saat ini belum

didukung oleh data yang memadai. Dugaan

lemahnya pendataan terhadap produk

HHBK antara lain disebabkan oleh tidak

adanya transparansi data pembelian

produk HHBK oleh pihak pembeli dan

distributor untuk menghindari biaya

tambahan yang harus dikeluarkan. Oleh

karena itu penting dilakukan penyusunan

data dasar tentang HHBK, terkait dengan

potensi produksi, luasan, ragam HHBK, nilai

produk, sebaran, dan pemasarannya.

Berdasarkan data luas dan penyebaran

lahan (Tabel 1), masih banyak kawasan hutan

yang dalam kondisi lahan kritis dan sangat

perlu untuk direhabilitasi. Dengan adanya

keinginan dari masyarakat sekitar hutan

untuk ikut terlibat dalam menanami kawasan

hutan yang kritis tersebut, maka peluang

pengembangan HHBK dengan pola

agroforestry masih sangat terbuka.

Tabel 1. Luas dan Penyebaran Lahan (Hektar)

Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, 2018

Dalam pengembangan tata kelola HHBK,

harus ada sinergi perencanaan pada tingkat

desa, kabupaten dan provinsi, yang perlu

dirumuskan ke dalam dokumen perencanaan

masing-masing. Pada tingkat desa, HHBK

memiliki potensi penggerak perekonomian

desa, oleh karena itu penting program-

program yang terkait dengan HHBK

dimasukkan ke dalam RPJMDes. Pada tingkat

provinsi, perlu dilakukan penambahan isu

strategis ke dalam rencana daerah.

Berangkat dari permasalahan di atas, hal-

hal yang perlu mendapatkan perhatian

dalam rangka pengembangan HHBK

adalah masa yang akan datang sangat

diperlukan penguatan kelembagaan dan

peningkatan kapasitas masyarakat dalam

pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan

pascapanen, sehingga masyarakat

memperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas

yang memuaskan.

Untuk memperoleh data yang memadai

mengenai gambaran produk HHBK yang

berkaitan dengan potensi dan aktualnya

penting dilakukan penyusunan data dasar

tentang HHBK, terkait dengan potensi

produksi, luasan, ragam HHBK, nilai produk,

sebaran, dan pemasarannya.

Pemerintah sebagai pengambil

kebijakan perlu mengatur program

pengem-bangan HHBK melalui agroforestry,

baik di dalam maupun di luar kawasan hutan

secara berkesinambungan bersama

masyarakat sehingga menjadi sumber

pendapatan masyarakat yang kompetitif.

Pentingnya ada roadmap tentang

bagaimana HHBK memiliki langkah-langkah

yang sistematis untuk pengembangan ke

depan. roadmap menyangkut pengembangan

HHBK dalam konteks kelola kawasan, kelola

kelembagaan, kelola usaha dan dukungan

penelitian, yang melibatkan pemerintah

tingkat desa, kabupaten dan provinsi.

2011 2013 2018

Lahan Kritis 22,025,581 19,564,911 9,453,729

Lahan Sangat Kritis 5,269,260 4,738,384 4,552,721

Total 27,294,842 24,303,294 14,006,450

Page 5: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

3 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun lalu hingga

saat ini telah memberikan dampak yang luar biasa terhadap

kinerja berbagai sektor ekonomi. Salah satu yang terdampak luar

biasa adalah sektor angkutan udara atau penerbangan. Kebijakan

pembatasan mobilitas manusia sebagai bentuk upaya

pengendalian wabah, baik global maupun nasional, akhirnya

memberikan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap

kinerja sektor penerbangan. Di tingkat global, International Civil

Aviation Organization mencatat terjadi penurunan jumlah

penumpang hingga 60 persen dan penurunan jumlah kursi

penumpang hingga 51 persen pada 2020, baik penerbangan

internasional maupun domestik. Di tingkat nasional, Indonesia

National Air Carrier Association mencatat penurunan jumlah

penumpang hingga 70 persen, angkutan kargo sebesar 65 persen,

dan traffic movement sebesar 43 persen. Secara akumulatif,

kondisi ini berdampak pada penurunan tajam pertumbuhan

sektor penerbangan. Menurut data Badan Pusat Statistik, kinerja

sektor penerbangan pada 2020 terkontraksi sangat tajam, yakni

mengalami penurunan signifikan sebesar 53,01 persen dibanding

2019. Kondisi ini memperpanjang kinerja buruk pertumbuhan

sektor penerbangan yang juga mengalami kontraksi sebesar

negatif 9,76 persen pada 2019 dan pertumbuhan yang menurun

sepanjang 5 (lima) tahun terakhir sebelum pandemi.

Hingga semester pertama 2021, kinerja sektor penerbangan

masih terus terkontraksi hingga negatif 17,24 persen (year on

year). Pada kuartal kedua 2021, kinerja sektor penerbangan sudah

sempat lebih baik apabila dibandingkan dengan kuartal

sebelumnya dan kuartal yang sama pada 2020. Namun, kembali

mengalami tekanan yang luar biasa akibat second wave yang

memaksa pemerintah kembali melakukan pembatasan mobilitas

secara ketat sejak Juli 2021. Kondisi ini memberikan pukulan

berat bagi pelaku usaha sektor penerbangan nasional. Oleh karena

itu, perlu adanya intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah,

termasuk melalui kebijakan APBN.

Sejak 2020 hingga saat ini, tidak banyak intervensi kebijakan

secara langsung kepada sektor penerbangan yang dilakukan

pemerintah, khususnya melalui APBN. Pertama, insentif

pelayanan jasa penumpang pesawat udara berupa subsidi

Passenger Service Charge (PSC) dan biaya kalibrasi.

Komisi V

SEKTOR PENERBANGAN: PANDEMI DAN DUKUNGAN

PEMERINTAH

• Pada 2020, kinerja sektor

penerbangan terkontraksi hingga

negatif 53,01 persen (yoy). Hingga

Semester I-2021, juga masih

terkontraksi negatif 17,24 persen

(yoy).

• Terbatasnya likuiditas, beratnya

beban operasional, dan tekanan beban utang bagi sektor penerbangan

masih akan menjadi tantangan dan

masalah terbesar hingga 2023. Oleh

karena itu dibutuhkan dukungan

pemerintah, antara lain:

a) Memastikan dan mempercepat

proses vaksinasi guna menuju

domestic herd immunity.

b) Mempercepat pemberian subsidi

PSC dan biaya kalibrasi pada

2021.

c) Perlunya afirmative policy

lainnya, seperti insentif

perpajakan (khususnya pajak

penghasilan dan pajak bahan

bakar), insentif penurunan tarif

pelayanan jasa kebandarudaraan,

dan fleksibilitas pembayaran

biaya yang harus dibayarkan

kepada sejumlah BUMN.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Robby Alexander Sirait

Page 6: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

4

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Pada 2020, anggaran yang direalisasikan untuk

subsidi PSC sebesar Rp255,19 miliar dan subsidi

biaya kalibrasi sebesar Rp38,81 miliar. Sedangkan

untuk 2021, Kementerian Perhubungan telah

menyampaikan kembali usulan insentif yang sama

kepada Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian dan hingga awal Agustus 2021

masih menunggu jawaban dari Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian. Kedua,

obligasi wajib konversi atau Mandatory

Convertible Bond (MCB) kepada maskapai Garuda

Indonesia. Dalam kurun waktu 2021-2023, PT

Garuda Indonesia (Persero) Tbk direncanakan

akan menerima MCB sebesar Rp8,5 triliun yang

akan disalurkan secara bertahap. Hingga saat ini,

MCB yang sudah dicairkan sebesar Rp1 Triliun.

Sedangkan secara tidak langsung, salah satu

intervensi kebijakan pemerintah adalah melalui

alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk

sektor pariwisata. Pada 2020, realisasinya

mencapai Rp2,89 triliun. Untuk 2021, pemerintah

menganggarkan anggaran PEN untuk sektor

pariwisata sebesar Rp2,4 triliun.

Jika berkaca pada kebijakan negara lain di

sektor penerbangan pada 2020 sebagai patok

banding atau benchmarking, maka dukungan

pemerintah tersebut dirasa belum cukup (tabel 1). Tabel 1. Patok Banding Kebijakan Negara Lain

Sumber: Kemenhub & Universitas Indonesia, DDTC.

Dengan demikian, peningkatan dukungan

pemerintah sangat diperlukan guna membantu

survival strategy yang sedang diupayakan oleh

seluruh maskapai di tengah pandemi Covid-19

yang masih berlangsung dan diprediksi masih

berlanjut hingga pertengahan 2022. Terlebih lagi,

sektor penerbangan diprediksi baru akan mulai

membaik di awal 2022 untuk penerbangan

domestik dan akhir 2023 untuk penerbangan

internasional. Yang artinya bahwa terbatasnya

likuiditas, beratnya beban operasional, dan

tekanan beban utang bagi sektor penerbangan

masih akan menjadi tantangan dan masalah

terbesar hingga 2023. Terdapat beberapa pilihan

kebijakan yang dapat dilakukan, baik di sisa 2021

maupun 2022. Pertama, memastikan dan

mempercepat proses vaksinasi guna menuju

domestic herd immunity, yang diikuti dengan

strategi komunikasi publik yang baik dalam

meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan di

masyarakat. Kedua, mempercepat pemberian

subsidi PSC dan biaya kalibrasi pada 2021 guna

meningkatkan sisi permintaan di sektor

penerbangan, khususnya pada rute dengan jumlah

penumpang terbesar. Ketiga, perlunya afirmative

policy lainnya dan melibatkan lintas sektor guna

mengurangi komponen biaya operasional

maskapai agar mampu survive. Beberapa

kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan antara lain adalah:

a. Pemberian insentif perpajakan kepada

perusahaan penerbangan, khususnya pajak

penghasilan dan pajak bahan bakar.

b. Pemberian insentif penurunan tarif pelayanan

jasa kebandarudaraan sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

36 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Prosedur

Pengenaan Tarif Jasa Kebandarudaraan.

c. Adanya fleksibilitas pembayaran yang harus

dibayarkan oleh maskapai penerbangan kepada

sejumlah BUMN yang terkait dengan

penerbangan, seperti PT. Pertamina (Persero),

PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura

II (Persero), dan AirNav Indonesia.

d. Ikut berperan aktif bersama maskapai

penerbangan dalam menjalin kerja sama

dengan regulator dan asosiasi penerbangan

internasional dalam pengembangan protokol

kesehatan penerbangan.

Terakhir, Komisi V DPR RI perlu melakukan

rapat bersama dengan Komisi VI, Komisi VII, dan

Komisi XI DPR RI guna mendorong afirmative

policy pada poin ketiga dapat diimplementasikan,

dengan mempertimbangkan kondisi keuangan

negara.

Negara Kebijakan

KanadaPembebasan sewa tanah milik pemerintahan federal dari Maret hingga Desember

2020 dan memberikan bantuan hingga 331,4 juta dollar Kanada.

Amerika SerikatBandara diberikan dukungan keuangan sekitar USD10 miliar dalam under the

Trump Administration’s CARES Act Airport Program.

AustraliaMemberikan bantuan keuangan sebesar 175 juta dolar Australia untuk maskapai

penerbangan.

Brasil

Memperkenankan maskapai penerbangan dan bandara untuk menunda

pembayaran biaya tertentu, pencabutan pajak tertentu, pengurangan biaya

kebandarudaraan, serta penundaan pembayaran biaya navigasi selama enam bulan

Singapura

Bantuan sektor penerbangan dan pariwista sebesar lebih dari 1 miliar dolar

Singapura (USD 700 juta) akan disisihkan untuk sektor-sektor seperti penerbangan

dan pariwisata.

Kamboja

Pembebasan pajak minimum 10% untuk semua maskapai penerbangan yang

terdaftar di Kamboja, kelonggaran pembayaran biaya penerbangan sipil selama 3

bulan, serta mengizinkan maskapai penerbangan merestrukturisasi utang dengan

cicilan ringan setelah perpanjangan.

ThailandPemberian insentif pajak (penurunan) atas bahan bakar pesawat terbang sejak

Februari 2020 hingga 31 Desember 2021

Page 7: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

5

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021 5 5

Transfumi adalah program Kementerian Koperasi dan UKM

berkolaborasi dengan berbagai stakeholders salah satunya melalui

sinergi dengan Mercy Corps Indonesia untuk melakukan

transformasi usaha dari informal ke formal bagi usaha mikro

(UMik). Tujuan dari transfumi adalah agar usaha mikro dapat

berusaha dengan nyaman, mendapat perlindungan hukum,

terintegerasi pada data nasional dan bisa mendapatkan fasilitas

kemudahan dari pemerintah.

Program ini merupakan salah satu implementasi dari amanat

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta

aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun

2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, Dan Pemberdayaan

Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. Selanjutnya,

yang menjadi indikator utama trasfumi di tahun 2021 adalah

terbitnya Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi UMik yang kemudian

akan berlaku sebagai identitas dan legalitas usahanya.

Pemerintah sejak tahun 2018 telah meluncurkan sistem Online

Single Submission (OSS) atau Perizinan berusaha terintegerasi

secara elektronik dengan tujuan untuk memudahkan proses

perizinan berusaha salah satunya adalah NIB. Melalui OSS ini,

pengajuan dan pemrosesan izin usaha dilakukan secara online.

Sebelum OSS diluncurkan, pelaku usaha harus mengurus

perizinan secara manual, dengan mengetuk pintu satu per satu

mulai dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tingkat

kabupaten/kota, PTSP provinsi, hingga ke PTSP pusat (BKPM).

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat jumlah

pengajuan NIB melalui sistem OSS sepanjang tahun 2020 lalu

mencapai 1.519.551 NIB. Jenis pengajuan NIB Mikro Kecil

mendominasi sebesar 81 persen atau 1.229.417 NIB. Apabila

dilihat dari sisi usaha mikro sebanyak 63.955.369 unit dan Usaha

Kecil sebanyak 193.959 Unit, ternyata baru 1,9 persen dari total

usaha mikro dan kecil yang memiliki NIB. Perbandingan jumlah

UMKM yang besar tidak sebanding dengan pengajuan NIB ini

disebabkan oleh beberapa faktor. Menteri Investasi/Kepala BKPM

Bahlil Lahadalia mengatakan, sebagian besar UMKM yang masih

informal terkendala sulitnya mengajukan perizinan dikarenakan

usaha tersebut mayoritas dikelola oleh orang tua yang gagap

teknologi dan informasi. Terdapat temuan di beberapa daerah

seperti Banyuwangi dan kota Cilegon pelaku usaha membutuhkan

Komisi VI

TANTANGAN TRANSFORMASI FORMAL USAHA MIKRO

(TRANSFUMI)

• Transfumi adalah program Kementerian Koperasi dan UKM berkolaborasi dengan berbagai stakeholders salah satunya melalui sinergi dengan Mercy Corps Indonesia untuk melakukan transformasi usaha mikro dari informal ke formal bagi usaha mikro (UMik).

• Indikator utama trasfumi di tahun 2021 adalah terbitnya Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi UMik yang kemudian akan berlaku sebagai identitas dan legalitas usahanya.

• BKPM mencatat jumlah

pengajuan NIB melalui sistem

OSS tahun 2020 lalu mencapai

1.519.551 NIB. Apabila dilihat

dari sisi usaha mikro sebanyak

63.955.369 dan Unit Usaha Kecil

sebanyak 193.959 Unit, ternyata baru 1,9 persen dari total usaha

mikro dan kecil yang memiliki

NIB.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rahayuningsih

Page 8: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

6

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

6

bantuan permohonan izin atau

pendampingan saat melakukan

pendaftaran pada sistem OSS. Hal ini

dikarenakan pada saat melakukan

registrasi dibutuhkan alamat email yang

sebagian besar orang tua tidak bisa

membuat alamat email.

Pendampingan UMKM sangat

dibutuhkan mengingat di Indonesia jumlah

pendamping tidak setara dengan jumlah

UMKM. Hal ini dikarenakan anggaran

untuk pendamping UMKM jumlahnya

sangat sedikit. Tahun 2020 Kemenkop dan

UKM mendapatkan DAK untuk pelatihan

dan pendampingan koperasi dan UMKM

sebesar Rp200 Miliar. Anggaran ini tidak

sebanding dengan jumlah UMKM yang

mencapai 64 juta. Di sisi lain pemerintah

telah merencanakan program garda

transfumi yang akan dijalankan tahun

2021 yang diharapakan dapat

mendampingi para pelaku usaha agar

mendapatkan legalitas usahanya.

Selain itu terdapat kendala dalam

mengimplementasikan sistem OSS dimana

terdapat daerah-daerah yang jaringan

internetnya belum memadai serta daerah

yang belum memiliki akses listrik. Data

ESDM menyebutkan kuartal I 2021, rasio

elektrifikasi mencapai 99,28 persen dan

rasio jumlah desa berlistrik mencapai

99,59 persen. Terdapat 542.124 rumah

tangga yang belum merasakan aliran listrik

dan desa yang belum teraliri listrik

mencapai 346 desa. Sementara

berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia (APJI1), jumlah

pengguna internet di Indonesia sebanyak

143,26 juta atau sekitar 55 persen dari

populasi. Artinya, masih terdapat 45

persen atau sekitar 117 juta masyarakat

yang masih belum tersentuh internet.

Sehingga pelaku usaha tidak dapat

mengakses sistem OSS yang pada akhirnya

tidak memiliki NIB.

Pelaku usaha juga mendapati kesulitan

saat mendaftarkan bidang usahanya

karena terdapat beberapa bidang usaha

tidak terdaftar dalam Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada

sistem OSS. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 terdapat

1.702 kegiatan usaha yang terdiri atas

1.349 yang sudah diimplementasikan

sementara sebanyak 353 KBLI yang belum

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Agar program Transfumi dapat berjalan

dengan baik, peningkatan NIB dibutuhkan

agar UMKM mendapatkan legalitas

usahanya. Untuk itu terdapat beberapa

saran kebijakan di antaranya, dibutuhkan

percepatan pendampingan karena

program garda transfumi baru akan

dijalankan tahun ini serta diperlukan

penambahan alokasi anggaran untuk

pelatihan dan pendampingan UMKM. Disisi

lain pemerintah perlu bekerja sama

dengan BUMN agar jumlah pendamping

dapat tersebar di seluruh Indonesia.

Pendampingan UMKM yang berkualitas

diperlukan mengingat usaha informal

mayoritas dikelola oleh orang tua yang

gagap teknologi dan informasi sehingga

pelaku usaha dengan mudah mendapatkan

NIB.

Selain itu bagi daerah yang belum

terakses internet dan teraliri listrik

pemerintah daerah dalam hal ini adalah

PTSP kabupaten/kota dapat mendaftarkan

pelaku usaha secara manual sehingga

pelaku usaha mendapatkan legalitas usaha.

Percepatan klasifikasi usaha baru yang

belum terdaftar juga menjadi solusi bagi

pelaku usaha yang bidang usahanya tidak

terdaftar. Dengan demikian pelaku usaha

tidak merasa kesulitan dalam

mendaftarkan bidang usahanya karena

sistem OSS sudah mencakup seluruh

bidang usaha.

Page 9: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

Gas bumi menjadi salah satu sumber bahan bakar yang ramah

lingkungan, oleh karena itu penggunaannya sedang didorong untuk

lebih ditingkatkan sebagai sumber bahan bakar. Pemanfaatan gas bumi

saat ini antara lain untuk sektor industri, sektor transportasi dan sektor

rumah tangga. Tingginya penggunaan gas bumi di sektor industri baik

industri besar maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta

penggunaan sebagai pembangkit listrik berdampak positif terhadap

penyaluran niaga gas bumi sampai dengan bulan Februari 2021 yaitu

sebesar 99 BBTUD.

Selama periode 2017-triwulan I 2021, nilai realisasi alokasi gas untuk

dalam negeri (domestik) telah melampaui nilai ekspor. Pada tahun 2020,

pasokan gas untuk domestik sekitar 63,16% dan pada triwulan I tahun

2021, pasokan gas untuk domestik sekitar 65,00%. Total penyaluran gas

bumi selama tahun 2020 adalah 5.253 MMSCFD. Gambar 1. Realisasi Alokasi Gas Domestik 2017-Triwulan I 2021

Sumber: Laporan Kinerja Ditjen Migas

Di tahun 2020 realisasi produksi gas bumi sebesar 6.672 MMSCFD dan

kebutuhan gas bumi dalam negeri adalah 4.213 MMSCFD. Sedangkan

realisasi rasio di tahun 2020 sebesar 158,37%. Kebijakan harga

implementasi penyesuaian harga gas untuk Industri dan Kelistrikan,

Jaringan Gas (Jargas) 134.826 sambungan rumah di 23 Kabupaten atau

Kota. Konverter Kit (Konkit) Nelayan 25.000 paket di 42 Kabupaten atau

Kota. Sedangkan rencana kerja tahun 2021 kebijakan harga melanjutkan

implementasi penyesuaian harga gas untuk Industri dan Kelistrikan,

Komisi VII

PEMULIHAN KINERJA SEKTOR HILIR GAS BUMI

• Gas bumi menjadi salah satu sumber bahan bakar yang ramah lingkungan, oleh karena itu penggunaannya sedang didorong untuk lebih ditingkatkan sebagai sumber bahan bakar.

• Selama periode 2017-triwulan I 2021, nilai realisasi alokasi gas untuk dalam negeri (domestik) telah melampaui nilai ekspor.

• Permasalahan yang menyebabkan gas bumi mengalami penurunan pada tahun 2020: harga gas bumi yang terjangkau, khususnya untuk bahan baku, mewujudkan konektivitas antara sumber gas bumi ke pasar utama, lokasi Pasar yang tersebar dan anchor buyer yang memiliki tingkat uncertain tinggi (Pembangkit), pasokan gas bumi didaerah minim infrastruktur, defisit gas bumi.

• Alternatif kebijakan atas tantangan tersebut antara lain: efisiensi biaya toll fee dengan memperpanjang masa manfaat ekonomi (depresiasi) hingga 15-20 tahun jika kontrak pengakutan lebih rendah, insentif Return untuk investasi baru penambahan 1-3%, usulan pengaturan infrastruktur strategis untuk mendukung LNG/Mini LNG (small scale) seperti lokasi penyimpanan dan regasifikasi (floating/land base), mempersiapkan pengaturan impor gas bumi (LNG), melalui kuota berdasarkan ketersediaan infrastruktur.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita · Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Sekar Arum Wijayanti

2017 2018 2019 2020Triwulan I2021

Ekspor 2753,15 2732,8 2183,76 1999 1891

Domestik 3961,85 4099,2 3996 2400 2600

Lifting/Pemanfaatan GasBumi

6715 6832 6066 5253 5539

% Capaian alokasi GasDomestik

59,00% 60,00% 65,88% 63,16% 65,00%

54,00%56,00%58,00%60,00%62,00%64,00%66,00%68,00%

010002000300040005000600070008000

% C

apai

an

MM

SCFD

Ekspor Domestik

Lifting/Pemanfaatan Gas Bumi % Capaian alokasi Gas Domestik

Page 10: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

8 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021

Jaringan Gas 120.776 sambungan rumah di

21 Kabupaten atau Kota. Konkit nelayan

28.000 palet di 22 provinsi dan Konkit

petani 28.000 paket di 15 provinsi.

Terdapat beberapa tantangan (sekarang

dan potensi masa depan) yaitu: Pertama,

harga gas bumi yang terjangkau, khususnya

untuk bahan baku. Gas sangat dibutuhkan

bagi industri khususnya pupuk. Di mana gas

bumi adalah bahan baku utama untuk

produksi pupuk urea dengan kurang lebih

70% dari total biaya produksi. Sering terjadi

missmatch dimana resources (sumber daya)

gas yang terakumulasi dengan pasarnya

beda. Kemudian untuk memindahkan gas

dibutuhkan teknologi, gas masuk ke tanker

ke refinery (kilang) sehingga membutuhkan

biaya.

Kedua, mewujudkan konektivitas antara

sumber gas bumi ke pasar utama, antar

region, intra region dan integrase dengan

WJD. Ketiga, lokasi Pasar yang tersebar dan

anchor buyer yang memiliki tingkat

uncertain tinggi (Pembangkit), karena dapat

menggunakan bahan bakar lain atau moda

lain (CNG/LNG) dan bersifat monopsoni.

Keempat, pasokan gas bumi di daerah

minim infrastruktur, memerlukan moda non

pipa (LNG/Mini LNG/CNG) sehingga

menambah biaya pengangkutan dan

infrastruktur untuk penyimpanan dan

pemrosesan. Kelima, pada tahun 2027

Indonesia diprediksi defisit pasokan gas

bumi.

Berdasarkan tantangan di atas, maka

alternatif kebijakan yang dapat diberikan

antara lain: Pertama, mengatasi harga gas

bumi yang bersaing khususnya untuk bahan

baku:

- Efisiensi biaya toll fee dengan

memperpanjang masa manfaat ekonomi

(depresiasi), hingga 15-20 tahun jika

kontrak pengakutan lebih rendah.

- Reviu kehati-hatian dan akuntabilitas

(prudent review) terhadap investasi pipa

gas bumi dan keterisian volume pipa

(booking reserved capacity) untuk menjaga

keekonomian Badan Usaha dengan

melibatkan konsultan independent atau

Perguruan Tinggi.

Kedua, mengatasi konektivitas jaringan

pipa gas bumi (khususnya back-bone):

- Akselerasi implementasi Rencana Induk

(on-progress oleh Ditjen Migas) melalui

lelang berdasar skala prioritas.

- Insentif Return untuk investasi baru,

penambahan insentif 1-3%.

- Melanjutkan dengan integrasi antara

Jaringan Distribusi Gas Bumi dengan

transmisi gas bumi.

Ketiga, mengatasi End User yang tersebar

dan Pasokan gas bumi di daerah terisolasi

(minim infrastruktur):

- Usulan pengaturan infrastruktur

strategis untuk mendukung LNG/Mini

LNG (small scale), seperti lokasi

penyimpanan dan regasifikasi

(floating/land base).

- Infrastruktur strategis yang bersifat

monopoli alamiah dan dapat

dimanfaatkan bersama wajib diatur

return-nya seperti pipa gas bumi

- Mengatur distribusi LNG dan CNG untuk

mendukung keamanan pasokan gas pipa

(security of supply) dan daerah kepulauan.

Keempat, mengatasi defisit gas bumi:

Mempersiapkan pengaturan impor gas bumi

(LNG), melalui kuota berdasarkan

ketersediaan infrastruktur. Kelima,

pengawasan atas pelaksanaan strategi harus

senantiasa dilakukan terutama oleh DPR

untuk memastikan komitmen pelaksanaan

strategi tersebut.

Page 11: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …
Page 12: TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN Hal. 1 HASIL …