Vol 01, Ed 15, September 2021
TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
Hal. 1
SEKTOR PENERBANGAN: PANDEMI DAN DUKUNGAN PEMERINTAH
Hal. 3
TANTANGAN TRANSFORMASI FORMAL USAHA MIKRO (TRANSFUMI)
Hal. 5
PEMULIHAN KINERJA SEKTOR HILIR GAS BUMI
Hal. 7
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Rastri Paramita, S.E., M.M.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc.
Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M.
Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.
Editor
Deasy Dwi Ramiayu, S.E.
Sekretariat
Husnul Latifah, S.Sos.
Memed Sobari
Musbiyatun
Hilda Piska Randini, S.I.P.
Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan
Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya
tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.
Artikel 1 Tantangan dan Kendala Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ..................... 1
Artikel 2 Sektor Penerbangan: Pandemi dan Dukungan Pemerintah ............................................... 3
Artikel 3 Tantangan Transformasi Formal Usaha Mikro (TRANSFUMI) ......................................... 5
Artikel 4 Pemulihan Kinerja Sektor Hilir Gas Bumi .................................................................................. 7
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
1 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
Pada RAPBN tahun anggaran 2022, pendapatan Sumber Daya
Alam (SDA) kehutanan direncanakan sebesar Rp4.857,0 miliar
atau tumbuh 5,3 persen dari outlook tahun 2021. Salah satu
kebijakan yang dilakukan Pemerintah dalam mengoptimalkan
pendapatan SDA kehutanan yaitu optimalisasi pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK). HHBK merupakan sumber daya alam
yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang
sangat baik untuk dikembangkan. Sampai dengan tahun 2019
terdapat 126,92 juta ha luas kawasan hutan Indonesia. Kawasan
hutan tersebut terdiri atas hutan konservasi seluas 27,42 Juta ha,
hutan lindung seluas 29,66 juta ha, hutan produksi terbatas seluas
26,78 juta ha, hutan produksi tetap seluas 29,20 juta ha, dan hutan
produksi yang dapat di konservasi seluas 12,84 juta ha. Hutan
produksi kaya dengan potensi berupa HHBK seperti getah pinus,
getah karet, jernang, kemenyan, daun kayu putih, asam, gaharu,
damar, sagu, kemiri, rotan, bambu, madu dan lain-lain.
Realisasi produksi HHBK dari tahun 2015 sampai tahun 2020
terus mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan sebesar
21,36 persen. Capaian produksi HHBK tahun 2020 mencapai
sebesar 160 persen atau jauh melebihi target sebesar 350 ribu ton
per tahun. Produksi HHBK pada kuartal II tahun 2021 yaitu
sebesar 192 ribu ton atau meningkat sebesar 47,60 persen dari
kuartal II tahun 2020.
Gambar 1. Produksi HHBK Tahun 2015-2020 (Ribu Ton)
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Potensi HHBK saat ini tercatat setidaknya sebesar 66 juta ton.
Namun, potensi HHBK yang besar tersebut, pengembangan dan
pemanfaatannya selama ini belum dilakukan secara maksimal
sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Produksinya di tahun
2020 baru sebesar 228 ribu ton dengan PNBP Rp4,2 miliar.
0
100
200
300
400
500
600
2015 2016 2017 2018 2019 2020
217,69301,15 316,95
358,8
474,19558,86
Komisi IV
TANTANGAN DAN KENDALA PEMANFAATAN
HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
• Potensi HHBK saat ini sebesar 66 juta ton. Namum, pengembangan dan pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal.
• Produksi HHBK tahun 2020 sebesar baru 558 ribu ton dengan PNBP sebesar Rp4,2 miliar.
• Hal-hal yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangan HHBK: ➢ Perlunya penguatan
kelembagaan dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan pascapanen, sehingga masyarakat memperoleh hasil jumlah dan kualitas yang memuaskan.
➢ Pentingnya dilakukan penyusunan data dasar tentang HHBK terkait dengan potensi, luasan, ragam HHBK, nilai produk, sebaran dan pemasarannya.
➢ Perlu mengatur program pengembangan HHBK melalui agroforestry, baik di dalam maupun di luar Kawasan hutan
➢ Pentingnya roadmap menyangkut pengembangan HHBK.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu. Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rosalina Tineke K & Linia Siska Risandi
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
2
Artinya, banyak potensi HHBK yang perlu
dikembangkan secara optimal.
Belum optimalnya pengembangan dan
pemanfaatan HHBK tidak terlepas dari
peranan masyarakat. Masyarakat belum
menguasai teknologi panen dan
pengelolaan pascapanen. Sehingga kualitas
yang dihasilkan masih jauh dari standar
yang diharapkan dan harganya masih
rendah. Masyarakat juga belum menguasai
teknik budidaya yang baik. Selama ini HHBK
cenderung dibiarkan tumbuh sendiri. Selain
itu kendala dalam perizinan juga
menyebabkan kegiatan produksi atau
pengolahan masih dilakukan secara
individual. Selain itu juga faktor pasar
dimana bargaining pengepul sangat kuat
daripada petaninya. Sehingga sangat
diperlukan penguatan kelembagaan dan
peningkatan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan
pascapanen, sehingga masyarakat
memperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas
yang memuaskan.
Gambaran produk HHBK yang berkaitan
dengan potensi dan aktualnya saat ini belum
didukung oleh data yang memadai. Dugaan
lemahnya pendataan terhadap produk
HHBK antara lain disebabkan oleh tidak
adanya transparansi data pembelian
produk HHBK oleh pihak pembeli dan
distributor untuk menghindari biaya
tambahan yang harus dikeluarkan. Oleh
karena itu penting dilakukan penyusunan
data dasar tentang HHBK, terkait dengan
potensi produksi, luasan, ragam HHBK, nilai
produk, sebaran, dan pemasarannya.
Berdasarkan data luas dan penyebaran
lahan (Tabel 1), masih banyak kawasan hutan
yang dalam kondisi lahan kritis dan sangat
perlu untuk direhabilitasi. Dengan adanya
keinginan dari masyarakat sekitar hutan
untuk ikut terlibat dalam menanami kawasan
hutan yang kritis tersebut, maka peluang
pengembangan HHBK dengan pola
agroforestry masih sangat terbuka.
Tabel 1. Luas dan Penyebaran Lahan (Hektar)
Sumber: Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, 2018
Dalam pengembangan tata kelola HHBK,
harus ada sinergi perencanaan pada tingkat
desa, kabupaten dan provinsi, yang perlu
dirumuskan ke dalam dokumen perencanaan
masing-masing. Pada tingkat desa, HHBK
memiliki potensi penggerak perekonomian
desa, oleh karena itu penting program-
program yang terkait dengan HHBK
dimasukkan ke dalam RPJMDes. Pada tingkat
provinsi, perlu dilakukan penambahan isu
strategis ke dalam rencana daerah.
Berangkat dari permasalahan di atas, hal-
hal yang perlu mendapatkan perhatian
dalam rangka pengembangan HHBK
adalah masa yang akan datang sangat
diperlukan penguatan kelembagaan dan
peningkatan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan, pemanenan, dan perlakuan
pascapanen, sehingga masyarakat
memperoleh hasil dalam jumlah dan kualitas
yang memuaskan.
Untuk memperoleh data yang memadai
mengenai gambaran produk HHBK yang
berkaitan dengan potensi dan aktualnya
penting dilakukan penyusunan data dasar
tentang HHBK, terkait dengan potensi
produksi, luasan, ragam HHBK, nilai produk,
sebaran, dan pemasarannya.
Pemerintah sebagai pengambil
kebijakan perlu mengatur program
pengem-bangan HHBK melalui agroforestry,
baik di dalam maupun di luar kawasan hutan
secara berkesinambungan bersama
masyarakat sehingga menjadi sumber
pendapatan masyarakat yang kompetitif.
Pentingnya ada roadmap tentang
bagaimana HHBK memiliki langkah-langkah
yang sistematis untuk pengembangan ke
depan. roadmap menyangkut pengembangan
HHBK dalam konteks kelola kawasan, kelola
kelembagaan, kelola usaha dan dukungan
penelitian, yang melibatkan pemerintah
tingkat desa, kabupaten dan provinsi.
2011 2013 2018
Lahan Kritis 22,025,581 19,564,911 9,453,729
Lahan Sangat Kritis 5,269,260 4,738,384 4,552,721
Total 27,294,842 24,303,294 14,006,450
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
3 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun lalu hingga
saat ini telah memberikan dampak yang luar biasa terhadap
kinerja berbagai sektor ekonomi. Salah satu yang terdampak luar
biasa adalah sektor angkutan udara atau penerbangan. Kebijakan
pembatasan mobilitas manusia sebagai bentuk upaya
pengendalian wabah, baik global maupun nasional, akhirnya
memberikan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap
kinerja sektor penerbangan. Di tingkat global, International Civil
Aviation Organization mencatat terjadi penurunan jumlah
penumpang hingga 60 persen dan penurunan jumlah kursi
penumpang hingga 51 persen pada 2020, baik penerbangan
internasional maupun domestik. Di tingkat nasional, Indonesia
National Air Carrier Association mencatat penurunan jumlah
penumpang hingga 70 persen, angkutan kargo sebesar 65 persen,
dan traffic movement sebesar 43 persen. Secara akumulatif,
kondisi ini berdampak pada penurunan tajam pertumbuhan
sektor penerbangan. Menurut data Badan Pusat Statistik, kinerja
sektor penerbangan pada 2020 terkontraksi sangat tajam, yakni
mengalami penurunan signifikan sebesar 53,01 persen dibanding
2019. Kondisi ini memperpanjang kinerja buruk pertumbuhan
sektor penerbangan yang juga mengalami kontraksi sebesar
negatif 9,76 persen pada 2019 dan pertumbuhan yang menurun
sepanjang 5 (lima) tahun terakhir sebelum pandemi.
Hingga semester pertama 2021, kinerja sektor penerbangan
masih terus terkontraksi hingga negatif 17,24 persen (year on
year). Pada kuartal kedua 2021, kinerja sektor penerbangan sudah
sempat lebih baik apabila dibandingkan dengan kuartal
sebelumnya dan kuartal yang sama pada 2020. Namun, kembali
mengalami tekanan yang luar biasa akibat second wave yang
memaksa pemerintah kembali melakukan pembatasan mobilitas
secara ketat sejak Juli 2021. Kondisi ini memberikan pukulan
berat bagi pelaku usaha sektor penerbangan nasional. Oleh karena
itu, perlu adanya intervensi kebijakan yang dilakukan pemerintah,
termasuk melalui kebijakan APBN.
Sejak 2020 hingga saat ini, tidak banyak intervensi kebijakan
secara langsung kepada sektor penerbangan yang dilakukan
pemerintah, khususnya melalui APBN. Pertama, insentif
pelayanan jasa penumpang pesawat udara berupa subsidi
Passenger Service Charge (PSC) dan biaya kalibrasi.
Komisi V
SEKTOR PENERBANGAN: PANDEMI DAN DUKUNGAN
PEMERINTAH
• Pada 2020, kinerja sektor
penerbangan terkontraksi hingga
negatif 53,01 persen (yoy). Hingga
Semester I-2021, juga masih
terkontraksi negatif 17,24 persen
(yoy).
• Terbatasnya likuiditas, beratnya
beban operasional, dan tekanan beban utang bagi sektor penerbangan
masih akan menjadi tantangan dan
masalah terbesar hingga 2023. Oleh
karena itu dibutuhkan dukungan
pemerintah, antara lain:
a) Memastikan dan mempercepat
proses vaksinasi guna menuju
domestic herd immunity.
b) Mempercepat pemberian subsidi
PSC dan biaya kalibrasi pada
2021.
c) Perlunya afirmative policy
lainnya, seperti insentif
perpajakan (khususnya pajak
penghasilan dan pajak bahan
bakar), insentif penurunan tarif
pelayanan jasa kebandarudaraan,
dan fleksibilitas pembayaran
biaya yang harus dibayarkan
kepada sejumlah BUMN.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Robby Alexander Sirait
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
4
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
Pada 2020, anggaran yang direalisasikan untuk
subsidi PSC sebesar Rp255,19 miliar dan subsidi
biaya kalibrasi sebesar Rp38,81 miliar. Sedangkan
untuk 2021, Kementerian Perhubungan telah
menyampaikan kembali usulan insentif yang sama
kepada Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dan hingga awal Agustus 2021
masih menunggu jawaban dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian. Kedua,
obligasi wajib konversi atau Mandatory
Convertible Bond (MCB) kepada maskapai Garuda
Indonesia. Dalam kurun waktu 2021-2023, PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk direncanakan
akan menerima MCB sebesar Rp8,5 triliun yang
akan disalurkan secara bertahap. Hingga saat ini,
MCB yang sudah dicairkan sebesar Rp1 Triliun.
Sedangkan secara tidak langsung, salah satu
intervensi kebijakan pemerintah adalah melalui
alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk
sektor pariwisata. Pada 2020, realisasinya
mencapai Rp2,89 triliun. Untuk 2021, pemerintah
menganggarkan anggaran PEN untuk sektor
pariwisata sebesar Rp2,4 triliun.
Jika berkaca pada kebijakan negara lain di
sektor penerbangan pada 2020 sebagai patok
banding atau benchmarking, maka dukungan
pemerintah tersebut dirasa belum cukup (tabel 1). Tabel 1. Patok Banding Kebijakan Negara Lain
Sumber: Kemenhub & Universitas Indonesia, DDTC.
Dengan demikian, peningkatan dukungan
pemerintah sangat diperlukan guna membantu
survival strategy yang sedang diupayakan oleh
seluruh maskapai di tengah pandemi Covid-19
yang masih berlangsung dan diprediksi masih
berlanjut hingga pertengahan 2022. Terlebih lagi,
sektor penerbangan diprediksi baru akan mulai
membaik di awal 2022 untuk penerbangan
domestik dan akhir 2023 untuk penerbangan
internasional. Yang artinya bahwa terbatasnya
likuiditas, beratnya beban operasional, dan
tekanan beban utang bagi sektor penerbangan
masih akan menjadi tantangan dan masalah
terbesar hingga 2023. Terdapat beberapa pilihan
kebijakan yang dapat dilakukan, baik di sisa 2021
maupun 2022. Pertama, memastikan dan
mempercepat proses vaksinasi guna menuju
domestic herd immunity, yang diikuti dengan
strategi komunikasi publik yang baik dalam
meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan di
masyarakat. Kedua, mempercepat pemberian
subsidi PSC dan biaya kalibrasi pada 2021 guna
meningkatkan sisi permintaan di sektor
penerbangan, khususnya pada rute dengan jumlah
penumpang terbesar. Ketiga, perlunya afirmative
policy lainnya dan melibatkan lintas sektor guna
mengurangi komponen biaya operasional
maskapai agar mampu survive. Beberapa
kebijakan yang dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan antara lain adalah:
a. Pemberian insentif perpajakan kepada
perusahaan penerbangan, khususnya pajak
penghasilan dan pajak bahan bakar.
b. Pemberian insentif penurunan tarif pelayanan
jasa kebandarudaraan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
36 Tahun 2014 tentang Tata Cara dan Prosedur
Pengenaan Tarif Jasa Kebandarudaraan.
c. Adanya fleksibilitas pembayaran yang harus
dibayarkan oleh maskapai penerbangan kepada
sejumlah BUMN yang terkait dengan
penerbangan, seperti PT. Pertamina (Persero),
PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura
II (Persero), dan AirNav Indonesia.
d. Ikut berperan aktif bersama maskapai
penerbangan dalam menjalin kerja sama
dengan regulator dan asosiasi penerbangan
internasional dalam pengembangan protokol
kesehatan penerbangan.
Terakhir, Komisi V DPR RI perlu melakukan
rapat bersama dengan Komisi VI, Komisi VII, dan
Komisi XI DPR RI guna mendorong afirmative
policy pada poin ketiga dapat diimplementasikan,
dengan mempertimbangkan kondisi keuangan
negara.
Negara Kebijakan
KanadaPembebasan sewa tanah milik pemerintahan federal dari Maret hingga Desember
2020 dan memberikan bantuan hingga 331,4 juta dollar Kanada.
Amerika SerikatBandara diberikan dukungan keuangan sekitar USD10 miliar dalam under the
Trump Administration’s CARES Act Airport Program.
AustraliaMemberikan bantuan keuangan sebesar 175 juta dolar Australia untuk maskapai
penerbangan.
Brasil
Memperkenankan maskapai penerbangan dan bandara untuk menunda
pembayaran biaya tertentu, pencabutan pajak tertentu, pengurangan biaya
kebandarudaraan, serta penundaan pembayaran biaya navigasi selama enam bulan
Singapura
Bantuan sektor penerbangan dan pariwista sebesar lebih dari 1 miliar dolar
Singapura (USD 700 juta) akan disisihkan untuk sektor-sektor seperti penerbangan
dan pariwisata.
Kamboja
Pembebasan pajak minimum 10% untuk semua maskapai penerbangan yang
terdaftar di Kamboja, kelonggaran pembayaran biaya penerbangan sipil selama 3
bulan, serta mengizinkan maskapai penerbangan merestrukturisasi utang dengan
cicilan ringan setelah perpanjangan.
ThailandPemberian insentif pajak (penurunan) atas bahan bakar pesawat terbang sejak
Februari 2020 hingga 31 Desember 2021
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
5
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021 5 5
Transfumi adalah program Kementerian Koperasi dan UKM
berkolaborasi dengan berbagai stakeholders salah satunya melalui
sinergi dengan Mercy Corps Indonesia untuk melakukan
transformasi usaha dari informal ke formal bagi usaha mikro
(UMik). Tujuan dari transfumi adalah agar usaha mikro dapat
berusaha dengan nyaman, mendapat perlindungan hukum,
terintegerasi pada data nasional dan bisa mendapatkan fasilitas
kemudahan dari pemerintah.
Program ini merupakan salah satu implementasi dari amanat
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta
aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun
2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, Dan Pemberdayaan
Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. Selanjutnya,
yang menjadi indikator utama trasfumi di tahun 2021 adalah
terbitnya Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi UMik yang kemudian
akan berlaku sebagai identitas dan legalitas usahanya.
Pemerintah sejak tahun 2018 telah meluncurkan sistem Online
Single Submission (OSS) atau Perizinan berusaha terintegerasi
secara elektronik dengan tujuan untuk memudahkan proses
perizinan berusaha salah satunya adalah NIB. Melalui OSS ini,
pengajuan dan pemrosesan izin usaha dilakukan secara online.
Sebelum OSS diluncurkan, pelaku usaha harus mengurus
perizinan secara manual, dengan mengetuk pintu satu per satu
mulai dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tingkat
kabupaten/kota, PTSP provinsi, hingga ke PTSP pusat (BKPM).
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat jumlah
pengajuan NIB melalui sistem OSS sepanjang tahun 2020 lalu
mencapai 1.519.551 NIB. Jenis pengajuan NIB Mikro Kecil
mendominasi sebesar 81 persen atau 1.229.417 NIB. Apabila
dilihat dari sisi usaha mikro sebanyak 63.955.369 unit dan Usaha
Kecil sebanyak 193.959 Unit, ternyata baru 1,9 persen dari total
usaha mikro dan kecil yang memiliki NIB. Perbandingan jumlah
UMKM yang besar tidak sebanding dengan pengajuan NIB ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Menteri Investasi/Kepala BKPM
Bahlil Lahadalia mengatakan, sebagian besar UMKM yang masih
informal terkendala sulitnya mengajukan perizinan dikarenakan
usaha tersebut mayoritas dikelola oleh orang tua yang gagap
teknologi dan informasi. Terdapat temuan di beberapa daerah
seperti Banyuwangi dan kota Cilegon pelaku usaha membutuhkan
Komisi VI
TANTANGAN TRANSFORMASI FORMAL USAHA MIKRO
(TRANSFUMI)
• Transfumi adalah program Kementerian Koperasi dan UKM berkolaborasi dengan berbagai stakeholders salah satunya melalui sinergi dengan Mercy Corps Indonesia untuk melakukan transformasi usaha mikro dari informal ke formal bagi usaha mikro (UMik).
• Indikator utama trasfumi di tahun 2021 adalah terbitnya Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi UMik yang kemudian akan berlaku sebagai identitas dan legalitas usahanya.
• BKPM mencatat jumlah
pengajuan NIB melalui sistem
OSS tahun 2020 lalu mencapai
1.519.551 NIB. Apabila dilihat
dari sisi usaha mikro sebanyak
63.955.369 dan Unit Usaha Kecil
sebanyak 193.959 Unit, ternyata baru 1,9 persen dari total usaha
mikro dan kecil yang memiliki
NIB.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rahayuningsih
6
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
6
bantuan permohonan izin atau
pendampingan saat melakukan
pendaftaran pada sistem OSS. Hal ini
dikarenakan pada saat melakukan
registrasi dibutuhkan alamat email yang
sebagian besar orang tua tidak bisa
membuat alamat email.
Pendampingan UMKM sangat
dibutuhkan mengingat di Indonesia jumlah
pendamping tidak setara dengan jumlah
UMKM. Hal ini dikarenakan anggaran
untuk pendamping UMKM jumlahnya
sangat sedikit. Tahun 2020 Kemenkop dan
UKM mendapatkan DAK untuk pelatihan
dan pendampingan koperasi dan UMKM
sebesar Rp200 Miliar. Anggaran ini tidak
sebanding dengan jumlah UMKM yang
mencapai 64 juta. Di sisi lain pemerintah
telah merencanakan program garda
transfumi yang akan dijalankan tahun
2021 yang diharapakan dapat
mendampingi para pelaku usaha agar
mendapatkan legalitas usahanya.
Selain itu terdapat kendala dalam
mengimplementasikan sistem OSS dimana
terdapat daerah-daerah yang jaringan
internetnya belum memadai serta daerah
yang belum memiliki akses listrik. Data
ESDM menyebutkan kuartal I 2021, rasio
elektrifikasi mencapai 99,28 persen dan
rasio jumlah desa berlistrik mencapai
99,59 persen. Terdapat 542.124 rumah
tangga yang belum merasakan aliran listrik
dan desa yang belum teraliri listrik
mencapai 346 desa. Sementara
berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJI1), jumlah
pengguna internet di Indonesia sebanyak
143,26 juta atau sekitar 55 persen dari
populasi. Artinya, masih terdapat 45
persen atau sekitar 117 juta masyarakat
yang masih belum tersentuh internet.
Sehingga pelaku usaha tidak dapat
mengakses sistem OSS yang pada akhirnya
tidak memiliki NIB.
Pelaku usaha juga mendapati kesulitan
saat mendaftarkan bidang usahanya
karena terdapat beberapa bidang usaha
tidak terdaftar dalam Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pada
sistem OSS. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 terdapat
1.702 kegiatan usaha yang terdiri atas
1.349 yang sudah diimplementasikan
sementara sebanyak 353 KBLI yang belum
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Agar program Transfumi dapat berjalan
dengan baik, peningkatan NIB dibutuhkan
agar UMKM mendapatkan legalitas
usahanya. Untuk itu terdapat beberapa
saran kebijakan di antaranya, dibutuhkan
percepatan pendampingan karena
program garda transfumi baru akan
dijalankan tahun ini serta diperlukan
penambahan alokasi anggaran untuk
pelatihan dan pendampingan UMKM. Disisi
lain pemerintah perlu bekerja sama
dengan BUMN agar jumlah pendamping
dapat tersebar di seluruh Indonesia.
Pendampingan UMKM yang berkualitas
diperlukan mengingat usaha informal
mayoritas dikelola oleh orang tua yang
gagap teknologi dan informasi sehingga
pelaku usaha dengan mudah mendapatkan
NIB.
Selain itu bagi daerah yang belum
terakses internet dan teraliri listrik
pemerintah daerah dalam hal ini adalah
PTSP kabupaten/kota dapat mendaftarkan
pelaku usaha secara manual sehingga
pelaku usaha mendapatkan legalitas usaha.
Percepatan klasifikasi usaha baru yang
belum terdaftar juga menjadi solusi bagi
pelaku usaha yang bidang usahanya tidak
terdaftar. Dengan demikian pelaku usaha
tidak merasa kesulitan dalam
mendaftarkan bidang usahanya karena
sistem OSS sudah mencakup seluruh
bidang usaha.
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
Gas bumi menjadi salah satu sumber bahan bakar yang ramah
lingkungan, oleh karena itu penggunaannya sedang didorong untuk
lebih ditingkatkan sebagai sumber bahan bakar. Pemanfaatan gas bumi
saat ini antara lain untuk sektor industri, sektor transportasi dan sektor
rumah tangga. Tingginya penggunaan gas bumi di sektor industri baik
industri besar maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta
penggunaan sebagai pembangkit listrik berdampak positif terhadap
penyaluran niaga gas bumi sampai dengan bulan Februari 2021 yaitu
sebesar 99 BBTUD.
Selama periode 2017-triwulan I 2021, nilai realisasi alokasi gas untuk
dalam negeri (domestik) telah melampaui nilai ekspor. Pada tahun 2020,
pasokan gas untuk domestik sekitar 63,16% dan pada triwulan I tahun
2021, pasokan gas untuk domestik sekitar 65,00%. Total penyaluran gas
bumi selama tahun 2020 adalah 5.253 MMSCFD. Gambar 1. Realisasi Alokasi Gas Domestik 2017-Triwulan I 2021
Sumber: Laporan Kinerja Ditjen Migas
Di tahun 2020 realisasi produksi gas bumi sebesar 6.672 MMSCFD dan
kebutuhan gas bumi dalam negeri adalah 4.213 MMSCFD. Sedangkan
realisasi rasio di tahun 2020 sebesar 158,37%. Kebijakan harga
implementasi penyesuaian harga gas untuk Industri dan Kelistrikan,
Jaringan Gas (Jargas) 134.826 sambungan rumah di 23 Kabupaten atau
Kota. Konverter Kit (Konkit) Nelayan 25.000 paket di 42 Kabupaten atau
Kota. Sedangkan rencana kerja tahun 2021 kebijakan harga melanjutkan
implementasi penyesuaian harga gas untuk Industri dan Kelistrikan,
Komisi VII
PEMULIHAN KINERJA SEKTOR HILIR GAS BUMI
• Gas bumi menjadi salah satu sumber bahan bakar yang ramah lingkungan, oleh karena itu penggunaannya sedang didorong untuk lebih ditingkatkan sebagai sumber bahan bakar.
• Selama periode 2017-triwulan I 2021, nilai realisasi alokasi gas untuk dalam negeri (domestik) telah melampaui nilai ekspor.
• Permasalahan yang menyebabkan gas bumi mengalami penurunan pada tahun 2020: harga gas bumi yang terjangkau, khususnya untuk bahan baku, mewujudkan konektivitas antara sumber gas bumi ke pasar utama, lokasi Pasar yang tersebar dan anchor buyer yang memiliki tingkat uncertain tinggi (Pembangkit), pasokan gas bumi didaerah minim infrastruktur, defisit gas bumi.
• Alternatif kebijakan atas tantangan tersebut antara lain: efisiensi biaya toll fee dengan memperpanjang masa manfaat ekonomi (depresiasi) hingga 15-20 tahun jika kontrak pengakutan lebih rendah, insentif Return untuk investasi baru penambahan 1-3%, usulan pengaturan infrastruktur strategis untuk mendukung LNG/Mini LNG (small scale) seperti lokasi penyimpanan dan regasifikasi (floating/land base), mempersiapkan pengaturan impor gas bumi (LNG), melalui kuota berdasarkan ketersediaan infrastruktur.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI
Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita · Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Sekar Arum Wijayanti
2017 2018 2019 2020Triwulan I2021
Ekspor 2753,15 2732,8 2183,76 1999 1891
Domestik 3961,85 4099,2 3996 2400 2600
Lifting/Pemanfaatan GasBumi
6715 6832 6066 5253 5539
% Capaian alokasi GasDomestik
59,00% 60,00% 65,88% 63,16% 65,00%
54,00%56,00%58,00%60,00%62,00%64,00%66,00%68,00%
010002000300040005000600070008000
% C
apai
an
MM
SCFD
Ekspor Domestik
Lifting/Pemanfaatan Gas Bumi % Capaian alokasi Gas Domestik
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
8 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 15, September 2021
Jaringan Gas 120.776 sambungan rumah di
21 Kabupaten atau Kota. Konkit nelayan
28.000 palet di 22 provinsi dan Konkit
petani 28.000 paket di 15 provinsi.
Terdapat beberapa tantangan (sekarang
dan potensi masa depan) yaitu: Pertama,
harga gas bumi yang terjangkau, khususnya
untuk bahan baku. Gas sangat dibutuhkan
bagi industri khususnya pupuk. Di mana gas
bumi adalah bahan baku utama untuk
produksi pupuk urea dengan kurang lebih
70% dari total biaya produksi. Sering terjadi
missmatch dimana resources (sumber daya)
gas yang terakumulasi dengan pasarnya
beda. Kemudian untuk memindahkan gas
dibutuhkan teknologi, gas masuk ke tanker
ke refinery (kilang) sehingga membutuhkan
biaya.
Kedua, mewujudkan konektivitas antara
sumber gas bumi ke pasar utama, antar
region, intra region dan integrase dengan
WJD. Ketiga, lokasi Pasar yang tersebar dan
anchor buyer yang memiliki tingkat
uncertain tinggi (Pembangkit), karena dapat
menggunakan bahan bakar lain atau moda
lain (CNG/LNG) dan bersifat monopsoni.
Keempat, pasokan gas bumi di daerah
minim infrastruktur, memerlukan moda non
pipa (LNG/Mini LNG/CNG) sehingga
menambah biaya pengangkutan dan
infrastruktur untuk penyimpanan dan
pemrosesan. Kelima, pada tahun 2027
Indonesia diprediksi defisit pasokan gas
bumi.
Berdasarkan tantangan di atas, maka
alternatif kebijakan yang dapat diberikan
antara lain: Pertama, mengatasi harga gas
bumi yang bersaing khususnya untuk bahan
baku:
- Efisiensi biaya toll fee dengan
memperpanjang masa manfaat ekonomi
(depresiasi), hingga 15-20 tahun jika
kontrak pengakutan lebih rendah.
- Reviu kehati-hatian dan akuntabilitas
(prudent review) terhadap investasi pipa
gas bumi dan keterisian volume pipa
(booking reserved capacity) untuk menjaga
keekonomian Badan Usaha dengan
melibatkan konsultan independent atau
Perguruan Tinggi.
Kedua, mengatasi konektivitas jaringan
pipa gas bumi (khususnya back-bone):
- Akselerasi implementasi Rencana Induk
(on-progress oleh Ditjen Migas) melalui
lelang berdasar skala prioritas.
- Insentif Return untuk investasi baru,
penambahan insentif 1-3%.
- Melanjutkan dengan integrasi antara
Jaringan Distribusi Gas Bumi dengan
transmisi gas bumi.
Ketiga, mengatasi End User yang tersebar
dan Pasokan gas bumi di daerah terisolasi
(minim infrastruktur):
- Usulan pengaturan infrastruktur
strategis untuk mendukung LNG/Mini
LNG (small scale), seperti lokasi
penyimpanan dan regasifikasi
(floating/land base).
- Infrastruktur strategis yang bersifat
monopoli alamiah dan dapat
dimanfaatkan bersama wajib diatur
return-nya seperti pipa gas bumi
- Mengatur distribusi LNG dan CNG untuk
mendukung keamanan pasokan gas pipa
(security of supply) dan daerah kepulauan.
Keempat, mengatasi defisit gas bumi:
Mempersiapkan pengaturan impor gas bumi
(LNG), melalui kuota berdasarkan
ketersediaan infrastruktur. Kelima,
pengawasan atas pelaksanaan strategi harus
senantiasa dilakukan terutama oleh DPR
untuk memastikan komitmen pelaksanaan
strategi tersebut.