suntingan teks: naskah cariyos raja siyem
TRANSCRIPT
1
SUNTINGAN TEKS: NASKAH CARIYOS RAJA SIYEM
Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas Karsono H Saputra
Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424
Abstrak
Skripsi ini merupakan laporan penelitian terhadap naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia yang berjudul Cariyos Raja Siyem dengan nomor koleksi KBG 281. Teks berbentuk
prosa, berisi catatan perjalanan Raja Siyem ketika berkunjung ke Batawi pada tahun 1871.
Penelitian ini bertujuan menghasilkan suntingan teks supaya dapat dipahami oleh masyarakat pada
umumnya. Metode kerja Filologi penelitian yang diterapkan dalam penelitian terhadap naskah
tersebut adalah metode intuitif dengan menggunakan edisi standar dan emendasi (perbaikan
bacaan).
Kata Kunci:
Suntingan teks, filologi, Cariyos Raja Siyem, naskah, Raja siyem
Edited Text: Cariyos Raja Siyem
Abstract
This thesis is a research report study of the manuscript collection from National Library of
Indonesia, entitled Cariyos Raja Siyem with the collection number KBG 281. This text, which is
written in a from of prose, contains Raja Siyem’s travel diary who had traveled to Batawi. The
research aims to generate text edits that can be understood by public. Philology working method
using standard and amendetion (footnote).
Keywords:
Text edits, philology, Cariyos Raja Siyem, manuscript, Raja Siyem
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
2
Pendahuluan
Bangsa Indonesia mempunyai warisan leluhur berupa peninggalan
kebudayaan yang terekam secara turun-temurun dalam kurun waktu yang cukup
panjang. Peninggalan kebudayaan yang ada di Pulau Jawa berasal dari berbagai
daerah, mulai dari barat sampai timur, serta dari daerah pesisiran sampai
pedalaman. Salah satu peninggalan kebudayaan adalah naskah dan prasasti,
sedangkan yang merupakan benda seperti candi serta tempat-tempat suci.
Peninggalan ini sangat bervariasi dalam penggunaan bahasa, aksara, alas tulis,
termasuk kandungan isinya (Robson, 1994: 1-6). Karya-karya tulisan masa
lampau tersebut mampu menginformasikan buah pikiran, perasaan, dan informasi
mengenai berbagai segi kehidupan yang pernah aada. Selain itu, sebagai produk
masa lampau, bahan yang berupa kertas dan tinta, serta bentuk tulisan, dalam
perjalanan waktu semenjak diciptakan sampai saat ini, telah mengalami kerusakan
atau perubahan. Salah satu karya tulis yang masih lestari dari masa ke masa
meskipun telah mengalami perubahan ialah karya sastra.
Dalam kajian sastra Jawa, terdapat bermacam-macam genre, bentuk, da nisi.
Genre sastra adalah tipe sastra yang memiliki jenis yang khas. Sastra dapat
digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya, yakni sastra imajinatif dan sastra
non-imajinatif (Jacob dan Sini, 1991: 17-18). Berdasarkan bentuknya karya sastra
Jawa terbagi dalam tiga kelompok, yaitu puisi, prosa, dan drama (Pigeaud, 1967:
2). Puisi adalah bentuk karangan yang terikat oleh rima, ritme, ataupun jumlah
baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. Puisi lebih mengedepankan keindahan
bunyi, pilihan kata, pesan yang bijak, dan gagasan yang luas namun dikemas
dalam untaian kata yang sangat singkat. Prosa ialah karangan bebas yang tidak
terikat pada bentuk, irama, dan rima (sajak) atau terikat dengan oleh banyaknya
suku kata dan jumlah baris. Berbeda dengan puisi, apabila puisi banyak
menitikberatkan pada keindahan bunyi dan kata-kata, sedangkan prosa
menitikberatkan pada pengisahan tokoh (karakterisasi) dan alur cerita. Bahasa
yang digunakan dalam puisi juga banyak menggunakan bahasa figuratif, namun
pada prosa bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang bermakna
denotatif. Prosa jenisnya ada cerpen pendek, cerpen panjang, cerpen (cerita
pendek), roman atau novel. Drama merupakan karya yang terdiri atas aspek sastra
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
3
dan aspek pementasan. Drama yang dimaksudkan dalam karya sastra di sini
adalah naskah drama. Naskah drama berisi juga cerita rekaan yang dikemas dalam
bentuk dialog. Unsur percakapan dalam naskah drama sangat mendominasi, atau
bahkan secara keseluruhan berisi dialog. Hal ini dikarenakan tujuan akhir dari
naskah drama adalah pementasan atas naskah drama yang diperankan oleh para
pemain.
Naskah menurut Baried (1985: 54) adalah handschrift dengan singkatan hs
untuk tunggal, hss untuk jamak; manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal,
mss untuk jamak. Jadi, naskah itu benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.
Naskah mengandung matra lama, baik lama dalam jarak waktu maupun lama
dalam jarak budaya yang tercermin melalui unsur tradisional pada alas tulis,
proses produksi dan reproduksi, dan unsur-unsur lainnya (Karsono, 2013: 8).
Teks adalah kandungan naskah yang dinyatakan dengan bahasa atau tanda lain
sesuai dengan jenis wacananya. Contohnya teks primbon dinyatakan dengan
lambang grafis, gambar, atau aksara. Pemahaman aksara mutlak diperlukan
karena naskah dan teks merupakan produk budaya masa lalu yang kemungkinan
mempunyai jarak waktu sangat jauh dengan saat naskah dan teks tersebut dibaca.
Bentuk aksara, alfabet, dan ejaan yang digunakan dalam suatu naskah
berkemungkinan berbeda dengan bentuk aksara, alfabet, dan ejaan ketika naskah
tersebut dibaca, bahkan mungkin aksara yang dipergunakan dalam naskah sudah
tidak dipergunakan sebagai grafem bahasa ketika pembacaan berlangsung
(Karsono, 2013: 27). Teks sebagai peninggalan tertulis memiliki keragaman
dalam hal kandungan isinya.
Dalam buku Relevansi Pernaskahan dengan Berbagai Bidang Ilmu
(Soebadio, 1991: 10) Pigeaud menjelaskan bahwa naskah Jawa dapat digolongkan
berdasarkan kandungan isinya, yaitu: naskah keagamaan yang meliputi berbagai
jaman dan jenis atau aliran agama dan kepercayaan, naskah kebahasaan yang
menyangkut ajaran-ajaran bahasa daerah, naskah filsafat dan folklore, naskah
mistik rahasia, naskah mengenai ajaran dan pendidikan moral, naskah mengenai
peraturan dan hukum, naskah mengenai keturunan dan warga raja-raja, naskah
mengenai bangunan dan arsitektur, naskah mengenai obat-obatan, naskah
mengenai arti perbintangan. Naskah-naskah yang bersangkutan lebih cenderung
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
4
pada astrologi daripada atronomi, naskah mengenai ramalan, penjelasan impian,
dan tanda-tanda yang terdapat pada tubuh manusia, hewan, dan lain-lain, naskah
kesastraaan, kisah epik (kakawin), dan sebagainya, naskah bersifat babad
(sejarah), dan jenis-jenis lain yang tidak tercakup dalam kategori-kategori di atas.
Naskah yang diteliti adalah naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia yang tercatat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4
(1998) dengan judul Cariyos Raja Siyem bernomor koleksi KBG 281. Singkatan
dari KBG adalah Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Naskah ini termasuk ke
dalam kategori yang terakhir, berdasarkan kandungan isinya. Jenis-jenis lain yang
tidak tercakup dalam kategori di atas salah satunya berupa catatan sejarah atau
jurnal. Naskah Cariyos Raja Siyem memuat catatan perjalanan seorang Raja
Thailand berkunjung ke Batawi.
Setelah peneliti memeriksa beberapa katalog ditemukan naskah sekorpus1
diantaranya terdapat di Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 Museum
Sonobudoyo (1990), dan Literature of Java: Catalogue Raisonne of Javanese
Manuscripts in the Library of the Univesity of Leiden and Other Public Collection
in Netherlands (1968). Pada Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1
tercatat tiga naskah, yaitu naskah Pakem Ringgit Purwa kaliyan Madya (72
lampahan) dengan nomor koleksi W26, dan nomor rol. 32 no. 8. Naskah Pakem
Ringgit Purwa Kaliyan Madya (72 lampahan) dengan nomor koleksi W26a, dan
nomor rol. 43 no. 2. Naskah yang terakhir yaitu naskah Pakem Ringgit Purwa (31
lampahan) dengan nomor koleksi W27, dan nomor rol. 43 no. 3. Di katalog
Literature of Java tercatat satu naskah yaitu LOr 10.831 – B-31.081 dengan judul
naskah Wayang Purwa. Naskah Cariyos Raja Siyem dianggap sebagai naskah
tunggal, karena ketiga naskah dengan lakon wayang mempunyai perbedaan jalan
cerita. Oleh karena itu, peneliti mengeliminasi naskah di Museum Sonobudoyo
dan Literature of Java.
Pemilihan naskah Cariyos Raja Siyem sebagai sumber data penelitian, karena
naskah ini termasuk dalam bentuk jurnal atau catatan perjalanan sejarah. Naskah
Cariyos Raja Siyem perlu dilakukan penyuntingan teks, agar dapat memberi peran 1 Korpus adalah seluruh naskah yang mengandung teks sejenis (Karsono, 2013: 50).
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
5
filologi sebagai ilmu bantu ilmu sejarah (Baried, 1985: 22). Hal ini menjadi daya
tarik bagi peneliti untuk menggunakan naskah Cariyos Raja Siyem koleksi
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi KBG 281
sebagai sumber data penelitian. Maka ditemukan rumusan masalah dalam
penelitian ini, yaitu bagaimana ketidakterbacaan naskah karena jarak budaya yang
terjadi antara naskah pada jaman dahulu dapat dibaca oleh masyarakat saat ini
dengan bahasa yang mudah dimengerti?
Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan sebuah suntingan teks Cariyos Raja
Siyem berdasarkan prinsip-prinsip kerja filologi. Naskah yang menggunakan
aksara Jawa ini tidak mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa yang awam,
sehingga diharapkan memudahkan pembaca untuk memahami isi yang terkandung
di dalam naskah Cariyos Raja Siyem. Sejauh ini naskah Cariyos Raja Siyem
belum pernah ada yang meneliti, sehingga tidak ditemukan penelitian terdahulu
mengenai Cariyos Raja Siyem. Ranah dalam penelitian ini adalah filologi,
sehingga menggunakan prinsip-prinsip filologi. Manfaat penelitian adalah
memudahkan masyarakat Jawa yang ingin membaca naskah Cariyos Raja Siyem.
Adanya keterbatasan jarak waktu dan jarak budaya menutup kemungkinan
masyarakat yang ingin membaca.
Teori dan Metode
Filologi merupakan ilmu yang mempunyai metodologi yang harus ditaati.
Metodologi tersebut berupa langkah kerja filologi dan metode kerja filologi
(Karsono, 2013: 80). Langkah kerja filologi adalah urutan kegiatan yang harus
dilalui dalam penggarapan naskah, sedangkan metode kerja adalah prinsip yang
dipilih dalam menyajikan edisi teks. Berikut merupakan metode dan langkah kerja
dalam penelitian yang dilakukan: teori, inventarisasi naskah, deskripsi naskah,
perbandingan teks, penentuan teks yang disunting, pertanggungjawaban alih
aksara, kritik teks, pengalihaksaraan.
Setelah memilih naskah untuk diteliti, selanjutnya dalam penelitian ini adalah
menentukan metode yang digunakan agar menghasilkan sebuah suntingan teks
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
6
yang baik. Menurut Karsono (2013: 104-107), ada empat metode kerja filologi,
yakni metode intuitif, metode landasan, metode gabungan, dan metode stema.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode intuitif. Metode
intuitif adalah hanya ada satu-satunya naskah yang mengandung teks yang digarap
sehingga tidak ada teks pembanding dan tidak ada teks yang dibandingkan. Syarat
metode intuitif adalah hanya ada satu-satunya naskah yang mengandung teks yang
digarap sehingga tidak ada teks pembanding dan tidak ada teks yang dibandingkan
(Karsono, 2013: 104).
Selanjutnya, peneliti memilih edisi standar dalam melakukan penyuntingan
teks. Edisi standar dipilih dengan tujuan untuk memudahkan pembaca. Hal ini
sejalan dengan tujuan peneliti yaitu memudahkan pembaca yang awam dengan
aksara Jawa agar dapat memahami suntingan dengan tulisan latin. Dalam edisi ini
dilakukan penerbitan naskah dengan melakukan perbaikan kesalahan-kesalahan
kecil dan ketidakajegan, serta ejaan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku.
Dalam penyuntingan naskah Cariyos Raja Siyem ini menggunakan beberapa buku
yang menjadi pedoman. Buku tersebut adalah yang pertama buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan (Balai
PustakaYogyakarta, 2011) untuk melihat ejaan yang berlaku pada masa kini
supaya suntingan teks tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Buku yang kedua
adalah buku Pathokan Panulise Tembung Jawa Nganggo Aksara Jawa Lan Latin
(Soerasa dan Soetardjo, 1986) untuk melengkapi kaidah-kaidah ejaan, dan kamus
Baosastra Djawa dalam melakukan suntingan teks. Perbaikan tersebut diletakan
pada catatan kaki.
Pembahasan
Penelitian naskah ini menggunakan metode intuitif dengan edisi standar yang
sesuai dengan naskah Cariyos Raja Siyem. Selanjutnya, dalam
pertanggungjawaban alih aksara penelitian ini menggunakan edisi standar, yaitu
pengalihaksaraan dengan penyesuaian tanda berikut sistemnya ke dalam sistem
sebagaimana yang berlaku pada aksara sasaran (Karsono, 2013: 98). Asas standar
tidak hanya mengganti aksara Jawa ke aksara Latin, tetapi juga menyesuaikan
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
7
sistem yang berlaku, seperti huruf kapital, tanda baca, dan tanda hubung. Edisi
standar bertujuan sangat praktis bagi pembacanya agar mudah untuk dibaca.
Dalam penyuntingan naskah Cariyos Raja Siyem ini menggunakan beberapa
buku yang menjadi pedoman. Buku tersebut adalah yang pertama buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan (Balai
PustakaYogyakarta, 2011) untuk melihat ejaan yang berlaku pada masa kini
supaya suntingan teks tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Buku yang kedua
adalah buku Pathokan Panulise Tembung Jawa Nganggo Aksara Jawa Lan Latin
(Soerasa dan Soetardjo, 1986) untuk melengkapi kaidah-kaidah ejaan. Dalam
pertanggungjawaban alih aksara yang mengikuti asas standar sesuai sistem ejaan
yang berlaku sebagai berikut.
1. Aksara Murda (Huruf Kapital) pada naskah yang tidak sesuai, contohnya:
pebruwari àPebruwari
batawi àBatawi
2. Dwipurwa, menurut Sutrisno (2009: 80) dwipurwa adalah perangkapan
suku kata yang berada di depan. Contoh:
sasekaranàsesekaran
tatingngallan à tetingalan
3. Vokal pada naskah ditemukan kata yang mendapat taling tarung ([…h) untuk huruf o dialihaksarakan menjadi huruf a. Contoh: minongkaàminangka
tondha à tandha
4. Sandangan swara (vokal). Sandangan adalah tanda diakritik yang dipakai
sebagai pengubah bunyi di dalam tulisan Jawa. Pada alih aksara, bunyi [é]
dialihaksarakan menjadi e, karena di dalam Pathokan Panulise Tembung
Jawa Nganggo Aksara Jawa Lan Latin (Soerasa dan Soetardjo, 1986)
tidak membedakan bunyi é dan e. Contoh:
dénéàdene
badhé à badhe
5. Bunyi pelancar [y] dan [w], dikembalikan pada kata dasar. Contoh:
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
8
palabuwanàpalabuhan
titiyannipun à titihanipun
6. Perangkapan huruf adalah perangkapan dua konsonan yang sama satu kata
dan sedaerah artikulasi. Pengalihaksarakan kata yang mengandung huruf
rangkap pada naskah yaitu dengan menghilangkan salah satu huruf dan
mengembalikan kata ke bentuk yang lebih baku. Contoh:
awarnni-warnniàawarni-warni
7. sastra lampah adalah cara menuliskan aksara Jawa yang tulisannya
mengikuti bunyi pengucapan untuk memudahkan pembacaan, agar vokal
yang diucapkan mengikuti konsonan akhir dari kata sebelumnya
(Padmosoekotjo, 1967: 68). Contoh:
dhatengnglautàdhateng laut
agengngalit à ageng alit
Dalam penyuntingan naskah Cariyos Raja Siyem, peneliti menggunakan tanda
baca tertentu untuk memeberikan kritik terhadap naskah tersebut. Tanda baca
yang digunakan antara lain:
1. Setiap paragraf baru yang diberi penanda ? pada naskah dialihaksarakan menjadi tanda garis miring ( // ) sesuai dengan naskah.
2. Tanda . digunakan pada akhir kalimat, pada naskah dialihaksarakan menjadi tanda titik ( . ).
3. Tanda , di tengah kalimat pada naskah dialihaksarakan menjadi tanda koma ( , ).
4. Tanda hubung ( - ) digunakan untuk penggulangan kata dalam
pengalihaksaraan.
5. Tanda kurung ( ) digunakan untuk penomoran halaman naskah.
Contoh: (h1), (h2), (h3) dan seterusnya. Huruf h untuk menunjukan
halaman, dan angka 1 untuk menunjukan nomor halaman.
6. Tanda =0= digunakan untuk mengakhiri cerita dalam naskah.
Emendasi merupakan perbaikan bacaan (Karsono, 2013: 100). Emendasi
dilakukan apabila ditemukan kata di dalam naskah yang tidak bermakna atau tidak
terbaca berdasarkan kamus Baoesastra Jawa (1939) karangan S. Poerwadarminta
serta melihat konteks kalimat. Perbaikan yang dilakukan oleh penyunting
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
9
diletakkan pada catatan kaki supaya tidak merusak teks serta melampirkan teks
apa adanya, dan memudahkan pembaca.
Ringkasan Cerita
Pada bulan Februari 1871 tersiar kabar kedatangan Raja Siyem ke Batawi
untuk bertemu dengan kanjeng tuan besar dan gubernur jendral. Kanjeng tuan
besar, gubernur jendral dan masyarakat Batawi mempersiapkan penyambutan
kedatangan raja tersebut. Raja Siyem datang ke Batawi mempunyai dua agenda
yaitu, yang pertama bertemu dengan kanjeng tuan besar serta gubernur jendral,
yang kedua melihat kegiatan sehari-hari masyarakat Batawi.
Raja Siyem tiba di Batawi pada tanggal 25 Maret. Raja Siyem menuju kantor
pelabuhan bersama dengan prajuritnya, bertemu dengan gubernur jendral dan
kanjeng tuan besar. Selanjutnya Raja Siyem mengunjungi alun-alun Batawi untuk
melihat prajurit militer yang sedang berlatih perang menggunakan meriam, dan
senjata. Tidak hanya itu, masyarakatpun antusian melihat Raja Siyem yang sedang
berkunjung di Batawi. Raja Siyem mengunjungi undangan dari salah seorang
warga Batawi untuk berpesta di rumahnya sebelum Raja Siyem meninggalkan
Batawi.
Pada bulan April tanggal 1, jam 5 pagi Raja Siyem serta prajurit menuju
pelabuhan berpamitan dan dengan kanjeng tuan besar dan warga yang mengantar
sampai pelabuhan. Lalu Raja Siyem melanjutkan perjalanan menuju Semarang.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dicapai oleh peneliti adalah suntingan teks Cariyos Raja
Siyem. Berikut ini kutipan paragraph awal, tengah, dan akhir naskah tersebut:
Ø Paragraf Awal
(h1)
//Punika cariyos bab rawuhipun Kanjeng Raja Siyem.
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
10
//Ing salebetipun wulan Pebruari taun 1871, ing nagari Batawi wonten kabar
menawi kanjeng tuwan besar ingkang wicaksana, gubenur jendral badhe
ketamuan raja ageng saking nagari Siyem.
//Dene rawuhipun wonten nagari Batawi, ing wulan Maret samangsa-mangsa.
//Ingkang kaping kalih, gedering pawartos samangsa Kanjeng Raja Siyem rawuh
wonten nagari Batawi, kanjeng tuwan besar ingkang wicaksana, gubenur jendral
karsa angurmati ingkang sakelangkung urmat. Sarta anyugata ing karamean
ingkang sakelangkung rame saha kasugata tetingalan awarni-warni aneh-aneh ing
sadangunipun Kanjeng Raja Siyem wonten nagari Batawi.
//Dene cawisanipun yatra, ingkang badhe kadamel nyugata, dalah waragat
tetingalan lan sadaya satus ewu rupiyah.
//Ingkang punika sadaya tiyang ing salebetipun nagari Batawi, ageng alit jalu estri
sadaya bangsa, sami muji sayektosipun ing kabar wau, saha memuji mangkatena
punika. Pramila sadaya bangsa ageng alit sami pangajeng-ajengipun, sabab
ciptanipun ing manah kalih prakawis.
//Ingkang rumiyin sageda enggal pirsa, kawujudanipun bangsa Siyem, kadosta
punapa penganggenipun para ageng bangsa Siyem.
//Ingkang kaping kalih badhe ningali tetingalan kathah awarni-warni saha aneh-
aneh.
//Sareng dumugi wulan Maret tanggal kaping kalih dasa, wonten kabar malih
rawuhipun Kanjeng Raja Siyem tanggal ping 25 Maret, samangsa wonten tengara
mariyem2 mungel kaping tiga.
Ø Paragraf Tengah
(h16)
//Sareng kanjeng raja rawuh ngriku, para sinyo lajeng sami ajar kathah gelaripun
asantun-santun Kanjeng Raja Siyem saha para punggawa sadaya. Ketingal sanget
2 Silap tulis dari kata mriyem (Poerwadarminta, 1939: 334)
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
11
suka pirenanipun ing penggalih ningali kapigunanipun para sinyo ingkang sami
sekolah sadaya.
//Sesampunipun sawetawis dangu kendel lajeng sami baris asikep senjata, sinyo
ingkang alit inggih mawi senjata alit, ingkang ageng inggih mawi senjata ageng.
//Wau barisipun para sinyo sayektos adamel eramipun ingkang sami ningali,
saking prigelipun para sinyo sadaya.
//Kanjeng Raja Siyem ingkang sukanipun ing penggalih aningali para sinyo ing
sekolahan raja, lajeng maringi yatra sedasa ewu rupiyah. Dhateng tuwan ingkang
nguwasani ing sekolahan raja dhawuhipun Kanjeng Raja Siyem, yatra sedasa ewu
rupiyah wau kalebetan dhateng kantor bang3 bingahipun saben taun kadamel
gancar. Dhateng para sinyo ingkang katarima anggenipun sekolah utawi ingkang
ketingal nemen anggenipun marsudi dhateng kasagetan.
//Wau Kanjeng Raja Siyem wonten sekolahan raja ngantos sawetawis dangu,
kirang langkung 2 jam lajeng kondur nitih kereta sawadya punggawa.
//Kanjeng Raja Siyem sakonduripun saking sekolahan, tedhak mirsani tiyang
senen sarta mirsani gedhong-gedhong kantor sekolahan dokter Jawi tumunten
kondur.
Ø Paragraf Akhir
(h31) kemawon ugi kados adatipun ing sekar latu. Namung tambah wonten
ingkang kapethak limang pethak.
//Ing satelasipun langenan sekar latu, kula lajeng mantuk rumiyin dados boten
ngantos sakondur dalem kangjeng tuwan besar, kalih Kanjeng Raja Siyem.
//Sareng enjingipun wanci jam 5 Kanjeng Raja Siyem sawadya punggawa dalem
karsa bidhal dhateng kapal, namung karsa lajeng dhateng nagari Semarang saha
kadherekaken para tuwan ingkang angeng-ageng sawetawis. 3 Kantor bank.
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
12
//Dene nalika konduripun Kangjeng Raja Siyem inggih mawi kaurmatan kados
nalika rawuhipun, amung punika seserepan kula.
//Anamung panuwun kula dhateng para priyantun ingkang sami amirsani serat
cariyos punika, menawi wonten kang kirang langkungipun ingkang kula
cariyosaken wau ingkang mugi-mugi paringa pangapunten ingkang ageng.
//Sahing pangiket tanggal kaping 2 April 1871.
=0=
Kesimpulan
Naskah Cariyos Raja Siyem dengan nomor koleksi KBG 281 merupakan
naskah yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
(Perpustakaan RI) yang tercatat dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara
Jilid 4 Indonesia (1998). Naskah Cariyos Raja Siyem menjadi data peneliti untuk
menyajikan suntingan teks. Peneliti menganggap naskah ini sebagai naskah
tunggal, karena perbedaan cerita yang dimiliki naskah yang sekorpus. Peneliti
memfokuskan penelitian agar menghasilkan sebuah suntingan teks yang baik.
Naskah Cariyos Raja Siyem menceritakan seorang Raja Thailand yang sedang
berkunjung ke Batawi dan berbaur dengan masyarakat lokal. Kedatangannya
disambut dengan meriah oleh penduduk sekitar pelabuhan. Di dalam cerita naskah
ini tidak hanya raja Thailand saja, tetapi ada Negara Belanda yang terlibat dalam
cerita tersebut. Terbukti dengan ditemukannya kata berbahasa Belanda dalam teks
ini. Menunjukkan bahwa pada saat itu Negara Indonesia belum merdeka dan
masih menjadi negara jajahan. Jelas adanya unsur sejarah antara Indonesia dan
negara-negara lainnya, hubungan diplomasi antarnegara yang terjalin pada saat itu
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
13
dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat yang membaca
teks ini.
Dalam melakukan penyuntingan teks ini, peneliti mengalami sedikit kesulitan
saat melakukan suntingan teks. Kesulitan tersebut karena ditemukan kata dengan
berbahasa Belanda. Peneliti menghadapi kesulitan tersebut terbantu dengan
menggunakan kamus Bahasa Belanda-Indonesia. Tidak hanya kesulitan yang
dialami, tetapi juga ditemukan kesalahan penulisan pada naskah. Peneliti
mengatasi kesalahan itu dengan menggunakan beberapa buku pedoman yaitu buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang Disempurnakan (Balai
PustakaYogyakarta, 2011), serta buku Pathokan Panulise Tembung Jawa
Nganggo Aksara Jawa Lan Latin (Soerasa dan Soetardjo, 1986) dan kamus
Baosastra Djawa dalam melakukan suntingan teks. Hasil penelitian ini
menyajikan suntingan teks yang dapat dibaca oleh masyarakat Jawa yang awam.
Penelitian masih belum sempurna. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti,
diharapkan penelitian ini bisa disempurnakan suatu saat nanti. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih mendalam, dan
tidak menutup kemungkinan dilakukan penelitian oleh bidang lain.
Daftar Referensi
Buku
Balai Bahasa Yogyakarta. (2011). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf
Latin yang Disempurnakan. Yogyakarta: Kanisius.
Djamaris, Edward. (1977). Filologi dan Cara Kerja Penelitian Filologi, Bahasa
dan Sastra hlm.20-33.
Edi Sedyawati dkk. (2001). Sastra Jawa: Suatu Tinjauan Umum. Jakarta: Balai
Pustaka.
Elis Suryani NS. (2012). Filologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1991). Apresiasi Kesusastraan. Jakarta:
Gramedia.
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
14
Jennifer Mary Lindsay. (1991). Klasik, Kitsch, Kontemporer: Sebuah Studi
Tentang Seni Pertunjukan Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Karsono H Saputra. (2013). Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Padmosoekotjo, S. (1967). Sarine Basa Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Robson, S.O. (1994). Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.
Siti Baroroh Baried dkk. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Soebadio, Haryati. (1991). Relevansi Pernaskahan dengan Berbagai Bidang Ilmu.
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Soerasa dan Soetardjo. (1986). Pathokan Panulise Tembung Jawa Nganggo
Aksara Jawa Lan Latin. Solo: Tiga Serangkai.
Sudaryanto. (1991). Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa.Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Titik Pudjiastuti. (2006). Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.
Wellek, Rene & Austin Warren. (2013). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Katalog
Behrend, T.E. dan Titik Pudjiastuti (ed). (1997). Katalog Induk Naskah-Naskah
Nusantara, Jilid 3A-B; Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia; Ecole Franҫaise D̛ ext reme Ori ent.
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016
15
Behrend, T.E. (1998). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia Jilid 4. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia;
Ecole Franҫaise D̛ ext reme Ori ent.
Behrend, T.E. (1990). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1 Museum
Sonobudoyo Yogyakarta. Jakarta: Djambatan
Pigeaud, TH. (1967). Literature of Java Volume 1. Leiden: The Hague, Martinus
Nyhoff
Pigeaud, TH. (1968). Literature of Java Volume II dan III. Leiden: The Hague,
Martinus Nyhoff
Kamus
Susi Moeimam dan Hein Steinhauer. (2014). Kamus Belanda-Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sustrisno Sastro Utomo. (2009). Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
W.J.S. Poerwadarminta. (1939). Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters’
Uitgevers Maatschappij.
Suntingan Teks ..., Ayuna Langit Aprisyani Putri Pamungkas, FIB UI, 2016