sudden deafness

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketulian mendadak adalah suatu keadaan kegawatdaruratan otology dengan diagnosa serta pengobatan yang belum diketahui secara pasti. Pertama kali dikemukakan oleh De Klevn pada tahun 1944. Ketulian mendadak umumnya ditujukan pada ketuliansensorineural murni. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketulian mendadak, tapi sebagian besar kasus rata-rata idiopatik. Dilaporkan pula etiologi dari ketulian mendadak hanya dapat ditegakkan pada 10 % kasus tersebut. Dugaan penyebab ketulian mendadak idiopatik antara lain infeksi virus, imunologis, kelainan vaskuler dan ruptur membran intra troklearis. Namun tidak satupun diantaranya yang dapat menjelaskan dengan pasti proses patofisiologi dari ketulian mendadak idiopatik. Kira-kira dari 15.000 laporan kasus ketulian mendadak diseluruh dunia setiap tahunnya 4000 diantaranya terjadi di AS. 1 dari 10.000 -15.000 orang akan mengalami hal ini, dimana insiden tertinggi antara usia 50-60 tahun. Sedangkan insiden terendah antara usia 20-30 tahun. 2 % dari pasien ketulian mendadak tersebut sifatnya bilateral da insidennya sama antara pria dan wanita. 1.2 Tujuan Tujuan penulisan Tutorial ini antara lain untuk memenuhi penilaian Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Kesehatan THT. Tujuan lain adalah agar dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan bermanfaat pula bagi kami sebagi penulis.

Upload: dian-mita

Post on 04-Apr-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

Page 1: Sudden Deafness

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketulian mendadak adalah suatu keadaan kegawatdaruratan otology dengan

diagnosa serta pengobatan yang belum diketahui secara pasti. Pertama kali dikemukakan

oleh De Klevn pada tahun 1944. Ketulian mendadak umumnya ditujukan pada

ketuliansensorineural murni. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan ketulian

mendadak, tapi sebagian besar kasus rata-rata idiopatik. Dilaporkan pula etiologi dari

ketulian mendadak hanya dapat ditegakkan pada 10 % kasus tersebut. Dugaan penyebab

ketulian mendadak idiopatik antara lain infeksi virus, imunologis, kelainan vaskuler dan

ruptur membran intra troklearis. Namun tidak satupun diantaranya yang dapat menjelaskan

dengan pasti proses patofisiologi dari ketulian mendadak idiopatik.

Kira-kira dari 15.000 laporan kasus ketulian mendadak diseluruh dunia setiap

tahunnya 4000 diantaranya terjadi di AS. 1 dari 10.000 -15.000 orang akan mengalami hal

ini, dimana insiden tertinggi antara usia 50-60 tahun. Sedangkan insiden terendah antara

usia 20-30 tahun. 2 % dari pasien ketulian mendadak tersebut sifatnya bilateral da

insidennya sama antara pria dan wanita.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan Tutorial ini antara lain untuk memenuhi penilaian Kepaniteraan

Klinik bagian Ilmu Kesehatan THT. Tujuan lain adalah agar dapat bermanfaat bagi yang

membacanya dan bermanfaat pula bagi kami sebagi penulis.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembahasan dalam Bab II sebagai tujuan pustaka meliputi definisi

tuli mendadak atau sudden deafness, anatomi dari telinga, etiologi sudden deafness,

patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis dari

sudden deafness.

1.4 Sumber

Sumber yang digunakan dalam pembuatan Refreshing ini antara lain didapatkan dari

buku-buku pedoman kuliah, kumpulan bahan-bahan kuliah, dan internet.

Page 2: Sudden Deafness

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Telinga Luar (Auris Eksterna)

Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan

yang diliputi kulit. Bentuk rawan tersebut unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus

Page 3: Sudden Deafness

diusahakan untuk mempertahankan bangunan tersebut. kulit dapat terlepas dari rawan di

bawahnya oleh hematom atau pus, dan rawan yang nekrosis dpat menimbulkan deformitas

kosmetik pada pinna (telinga kembang kol). Liang telinga (Meatus Akustikus Eksternus)

berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua

pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm dan

berdiameter 0,5 cm.

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat

pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai

kelenjar serumen.

Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah

medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang

rawan tersebut. sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang

telinga, sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis

meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di

posterior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki

kelenjar parotis. Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang

digunakan untuk mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.

Batas-batas MAE antara lain;

Anterior : Fossa mandibular, parotis

Posterior : Mastoid

Superior : Resessus epitimpanikum

Cranial cavity

Inferior : Parotis

Telinga Tengah (Auris Media)

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan

enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut

berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari

membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar : membran timpani

Batas depan : tuba eustachius

Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

Page 4: Sudden Deafness

Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan

promontorium.

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada

dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan

dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan

tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda

timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju

inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika.

Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-

serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari

duapertiga anterior lidah.

Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah

superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus.

Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus

masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis

karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang

menmpati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus kokleariformis dan

berinsersi pada leher maleus.

Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas,

membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.

Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang

menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium.

Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari

prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior.

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal.

Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii

posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada

dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis

menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam

kanalis tulangnya untuk keluar da ri tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di

Page 5: Sudden Deafness

ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid

adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula

Membran Timpani

Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut

dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Umbo (prosesus lateralis maleus) adalah

penonjolan dari bagian bawah lateral maleus. Membrana timpani umumnya bulat. Penting

untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanium yang

mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas bawah membrana

timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan

fibrosa di abagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian

dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini

menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana Sharpnell menjadi flaksid

(lemas).

Tuba Eustakius

Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian

lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial

bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang,

sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan

melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor

Page 6: Sudden Deafness

palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba

eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana

timpani.

Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli di

sebelah atas media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi

perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa

berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli

disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media

adalah membrana basalis. Pada membran ini terletak Organo Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran

tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis

Corti, yang membentuk Organ Corti.

2.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam

melalui stapes, menimbulkan suatu gelombang berjalan sepanjang membran basilaris dan

organ Cortinya. Puncak gelombang berjalan di sepanjang membran basilaris yang

panjangnya 35 mm tersebut, ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Hal ini berakibat

membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membrana tektoria, dengan demikian

menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut

saraf pendengaran yang melekat padanya. Di sisnilah gelombang suara mekanis diubah

menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan melalui saraf kranialis ke-8. Paling

tidak sebagian analisis frekuensi telah terjadi pada tingkat organ Corti. Peristiwa listrik pada

organ Corti dapat diukur dan dikenal sebagai mikrofonik koklearis. Peristiwa listrik yang

berlangsung dalam neuron juga dapat diukur dan disebut sebagai potensial aksi.

Ligamentum spiralis terletak di lateral dinding tulang dari duktus koklearis.

Merupakan jangkar lateral dari membran basilaris dan mengandung stria vaskularis, satu-

satunya lapisan epitel bervaskularisasi dalam tubuh. Stria merupakan suatu sistem transport

Page 7: Sudden Deafness

cairan dan elektrolit dan diduga memainkan peranan penting dalam pemeliharaan

komposisi elektrolit cairan endolimfe (tinggi kalium, rendah natrium) dan sebagai baterai

kedua untuk organ Corti. Juga merupakan sumber potensi arus searah (80 milivolt) dari

skala media.

Terdapat sekitar 30.000 neuron aferen yang mensarafi 15.000 sel rambut pada tiap

koklea. Masing-masing sel rambut dalam disarafi oleh banyak neuron. Juga ada sekitar 500

serabut saraf eferen yang mencapai tiap koklea. Serabut-serabut ini bercabang-cabang pula

secara ekstensif sehingga tiap sel rambut luar memiliki banyak ujung saraf eferen.

Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis.

Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus

inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan

selanjutnya terjadi pada inti lemnikus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior,

jaras pendengaran berlanjut ke korpus ganikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran

pada lobus temporalis.karena seringnya penyilangan serabut-serabut saraf tersebut, maka

lesi sentral jaras pendengaran hampir tidak pernah menyebabkanketulian unilateral.

Serabut-serabut saraf vestibularis berjalan menuju salah satu dari keempat inti

vestibularis, dan dari tempat tersebut disebarkan secara luas dengan jaras-jaras menuju

medula spinalis, serebelum, dan bagian-bagian susunan saraf pusat lainnya. (Adams GL,

Boies LR, Higler PA. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT)

Gelombang bunyi dari sumber bunyi ditangkap oleh aurikula dan diteruskan melalui

canalis akustikus eksternus dan mengalami proses resonansi karena adanya bangunan

berbentuk tabung dengan hubungan kepada udara luar secara langsung. Gelombang suara

yang telah mengalami proses resonansi ini akan menggetarkan membarana timpani.

Membarana Timpani (ear drum) dan tulang-tulang pendengaran pada telinga bagian

tengah akan meneruskan gelombang suara menuju cochlea atau telinga dalam. Membrana

timpani berbentuk conus (corong) secara tiga dimensi dengan bagian tengah yang

meruncing adalah perlekatan membran timpani dengan malleus. Sementara itu malleus

juga berartikulasi dengan tulang-tulang pendengaran yang lain yaitu incus dan stapes.

Setelah tahap resonansi gelombang pada telinga bagian luar maka gelombang

tersebut menghasilkan getaran membran timpani yang juga akan mengakibatkan daya

ungkit tulang-tulang pendengaran yang pada akhirnya akan menggerakan cairan pada

cochlea melalui foramen ovale dengan gerakan menyerupai piston oleh basis stapes. Pada

tahapan ini terjadi mekanisasi tulang pendengaran yang mengakibatkan amplifikasi suara

oleh karena adanya daya ungkit tulang pendengaran (ossiculla auditiva) yang berhubungan

Page 8: Sudden Deafness

oleh penggetaran membarana timpani yaitu sebesar 1,3 kali lebih kuat. Sementara itu

perbandingan luas penampang membrane timpani sebagai penerima gelombang dan luas

penampang foramen ovale juga memberikan penguatan kekuatan gelombang yang tinggi.

Luas penampang membrane timpani adalah 55 mm2 sedangankan luas penampang

foramen ovale pada cochlea adalah 3,2 mm2, keadaan tersebut secara fisika memberikan

penguatan sebesar 17 kali. Sehingga pada telinga tengah secara umum didapatkan

penguatan gelombang secara total sebanyak 22 kali lebih kuat. Hal ini terjadi karena cairan

pada cochlea memiliki daya inert lebih besar daripada udara, sehingga untuk

menggerakkan cairan dibutuhkan daya yang lebih kuat. Proses kerjasama antara membran

timpani dan tulang pendengaran dalam menghasilkan amplifikasi getaran juga disebut

sebagai Impedance Matching atau penyesuaian impendansi sehingga tekanan yang

dihasilkan oleh stapes ke cochlea dapat memberikan tekanan yang adekuat terhadap cairan

dalam cochlea. Hasil amplifikasi sebesar 22 kali setara dengan peningkatan sekitar 15 dB

hingga 20 dB. Dalam sebuah percobaan simulasi jika gelombang suara memasuki telinga

tengah tanpa adanya membarana timpani dan tulang pendengaran, sehingga hanya akan

melewati udara saja maka terjadi penurunan tingkat persepsi suara sebesar 15 dB hingga

20 dB.

Tulang-tulang pendengaran juga memiliki sebuah system proteksi jika sumber bunyi

terlalu keras yang disebut dengan attenuation reflex. Mekanisme tersebut dihasilkan oleh

adanya kerja oleh muscullus tensor timpani dan muscullus stapedius. Pada saat terjadi

kontraksi m. tensor timpani maka akan terjadi penarikan malleus secara bersamaan m.

stapedius akan menarik stapes kea rah luar terhadap foramen ovale. Kerja berlawanan arah

kedua otot ini akan mengakibatkan rigiditas yang tinggi pada system tulang pendengaran,

sehingga akan mengurangi konduksi tulang pendengaran. Reflek tersebut secara garis

besar akan memberikan mekanisme :

1. Melindungi cochlea dari kerusakan akaibat vibrasi atau gerakan terlalu

kuat stapes pada saat sumber suara terlalu keras.

2. Untuk melakukan masking pada suara dengan frekuensi rendah pada

lingkungan yang gaduh, sehingga sesorang dapat memfokuskan pada suara rendah

pada lingkungan yang riuh.

Fungsi lain dari m. tensor timpani dan m. stapedius adalah untuk mengurangi

kemampuan pendengaran sesorang terhadap suara yang dihasilkan oleh pembicaraanya

sendiri.

Page 9: Sudden Deafness

Setelah proses resonansi dan amplifikasi pada telinga bagian luar dan telinga bagian

tengah, maka pada cochlea atau telinga bagian dalam akan terjadi perubahan getaran

suara menjadi proses gerakan mekanik melalui gerakan piston oleh stapes dan pergerakan

cairan cochlea.

Cochlea merupakan system yang berbentuk tabung bergelung. Pada saat ada

sumber suara dan terjadi proses pergerakan stapes pada foramen ovale maka akan terjadi

pergerakan cairan di dalam cochlea. Foramen ovale merupakan awal dati tabung cochlea

dengan bagian akhir tabung adalah foramen rotundum atau round window. Pada foramen

rotundum terdapat bangunan ligament yang dapat menggembung dan fleksibel sehingga

dapat mengikuti perubahan tekanan akibat pergerakan cairan tanpa mengakibatkan

keluarnya cairan dalam cochlea.

Gerakan piston stapes akan mengakibatkan pergerakan cairan dan bulging

(penggembungan) pada foramen rotundum. Sedangkan cochlea sendiri terdiri dari skala

vesitibuli, skala media, dan skala timpani. Pada skala vestibuli dan skala timpani diisi oleh

cairan perilimphe sedangkan skala media berisi cairan endolimphe. Skala vestibuli dan

skala media dipisahkan oleh membran Reissner yang tipis dan mudah bergetar. Di dalam

skala media terdapat organ corti yang akan merubah sistem mekanik menjadi impuls yang

selanjutnya diteruskan oleh saraf pendengaran menuju pusat pendengaran.

Pada saat gerakan cairan pada skala vestibuli terjadi dikarenakan adanya

gelombang suara, maka akan terjadi gerakan pada membrane basilar, hal ini menyebabkan

pergerakan relatif pada cairan endolimphe di skala media, pergerakan relative tersebut

menggetarkan membrane tektorium pada organon corti. Sementara pada organon corti

terdapat sel-sel rambut (stereocillia) yang akan mengalami defleksi dikaibatkan oleh adanya

getaran membrane tektorium. Hal ini mengakibatkan adanya depolarisasi dan

hiperpolarisasi pada arah defleksi yang berlawanan.

Perubahan polarisasi oleh stereocillia akan mengeksitasi serabut saraf yang

berhubungan dengan stereocillia tersebut. Eksitasi pada serabut saraf tersebut diteruskan

impulsnya melalui ganglion spiral untuk dibawa menuju medulla. Selanjutnya oleh system

saraf otak, impuls tersebut diteruskan menuju nucleus olivarius superior dan bersinaps

dengan serabut saraf yang menghubungkan impuls kepada leminiscus lateralis. Selanjutnya

impuls tersebut disampaikan kepada cortex auditorik di area 41 dan 42 oleh serabut

geniculokortikal, sehingga terjadilah persepsi suara.

Tidak semua frekuensi suara dapat didengar oleh manusia, hanya suara dengan

frekuensi antara 20 Hz hingga 20 KHz yang dapat didengar. (Guyton & Hall, 2000)

Page 10: Sudden Deafness

Dapat disimpulkan, proses mendengar diawali bunyi dengan ditangkapnya energi

bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang

ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah

melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya

ungkit tulang pendengaran dan perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong

(oval window). Energi yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran

diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan

menimbulkan gerakan relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini

merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel

rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari

badan sel. Keadaan ini menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, lalu dilanjutkan ke

nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaan (area 39-40) di lobus temporalis.

2.3 Definisi

Tuli mendadak atau sudden deafness, ialah tuli yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis

ketuliannya adalah sensorineural. Penyebabnya tidak dapat langsung diketahui, biasanya

terjadi pada satu telinga. Oleh karena kerusakan terutama di koklea dan biasanya bersifat

permanen, kelainan ini dimasukkan ke dalam keadaan darurat otologi.

Definisi dari tuli mendadak dapat ditentukan berdasarkan beratnya, perjalanan

penyakit, kriteria audiometrik, dan spektrum frekuensi kehilangan pendengaran. Apabila

terjadi secara mendadak dengan perjalanan kehilangan pendengaran sangat cepat, hal

tersebut dapat masuk ke dalam definisi tuli mendadak. Kehilangan pendengaran tiba-tiba

saat bangun dari tidur, kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa hari, kehilangan

pendengaran hanya pada beberapa frekuensi rendah dan tinggi, adanya perubahan

persepsi saat mendengar pembicaraan orang lain, semua kategori tersebut dapat masuk ke

dalam definisi tuli mendadak. Dari keseluruhan kategori, yang sering digunakan dan masuk

ke dalam kualifikasi dalam mendiagnosis tuli mendadak adalah jenis ketulian sensorineural

30 dB atau lebih 3 frekuensi audiometrik yang berdekatan (pure-tone frequencies) yang

terjadi kurang lebih selama 3 hari. Seperti yang telah dijelaskan, tuli mendadak sering terjadi

pada satu bagian telinga, dan prognosisnya adalah baik. Biasanya terjadi secara unilateral,

bilateral secara perlahan (salah satu telinga tuli mendadak kamudian telinga bagian lain

menyusul tuli mendadak) jarang ditemui, tuli mendadak bilateral yang terjadi bersamaan

pada kedua bagian telinga sangat jarang ditemui.

Page 11: Sudden Deafness

2.4 Etiologi

Tuli mendadak atau Sudden deafness atau disebut juga Sudden Sensorineural

Hearing Loss (SNHL) memiliki beberapa kemungkinan etiologi. Tuli mendadak dapat

disebabkan oleh berbagai hal, antara lain oleh iskemia koklea, infeksi virus, trauma kepala,

trauma bising yang keras, perubahan tekanan atmosfir, autoimun, obat ototoksik, Penyakit

Meniere, dan Neuroma akustik. Tetapi yang biasanya dianggap sebagai etiologi dan sesuai

dengan definisi di atas adalah iskemia koklea dan infeksi virus.

2.5 Patofisiologi

Iskemia Koklea

Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna.

Pembuluh darah ini merupakan arteri ujung (end artery), sehingga bila terjadi gangguan

pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia

mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis.

Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut

tidak luas dan membran basal jarang terkena.

Infeksi Virus

Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap pasien dengan Idiopathic Sudden

Sensory Hearing Loss (ISSHL), menunjukkan prevalensi beberapa virus penyebab

tersering. Rata-rata serokonversi dari herpes virus family memiliki angka signifikan tertinggi

dalam populasi pasien dengan tuli mendadak.

Pada studi histopatologi, pada pasien dengan ISSHL ditemukan adanya kerusakan

yang konsisten pada kokhlea dengan tanda-tanda infeksi viral. Hilangnya sel-sel rambut dan

sel-sel penyokong lainnya, atropi membran tektorial, atropi stria vaskularisasi, dan neuronal

loss ditemukan pada pasien-pasien tersebut. Tanda-tanda tersebut juga ditemukan pada

kasus kehilangan pendengaran oleh karena mumps, measles, dan maternal rubella. Infeksi

virus dapat menjadi implikasi penyebab dari ketulian mendadak, tetapi hal tersebut belum

dapat dipastikan.

Beberapa jenis virus, seperti virus parotis, virus campak, virus influensa B dan

mononukleosis menyebabkan kerusakan pada organ corti, membran tektoria dan selubung

myelin saraf akustik.

Page 12: Sudden Deafness

2.6 Gejala klinis

Timbulnya tuli pada iskemia koklea dapat bersifat mendadak atau menahun secara

tidak jelas. Kadang-kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, tetapi

biasanya menetap. Tuli yang bersifat sementara biasanya tidak berat dan tidak berlangsung

lama. Kemungkinan sebagai pegangan herus diingat bahwa perubahan yang menetap akan

terjadi sangat cepat. Tuli dapat unilateral atau bilateral, dapat disertai dengan tinitus dan

vertigo.

Pada infeksi virus, timbulnya tuli mendadak biasanya pada satu telinga, dapat

disertai dengan tinitus dan vertigo. Kemungkinan ada gejala dan tanda penyakit virus

seperti parotis, varisela, variola atau pada anamnesis baru sembuh dari penyakit virus

tersebut. pada pemeriksaan klinis tidak terdapat kelainan telinga.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan pendengaran (audiologi)

Suatu pemeriksaan audiologi yang termasuk didalamnya adalah pemeriksaan PTA,

audiometrik tutur, refleks akustikus. Sheely mengklasifikasikan pasien kedalam 4 kelompok

berdasarkan pemeriksaan audiometrik yaitu ketulian tipe mendatar (41%), tuli pada tonus

tinggi (29%), tuli pada tonus rendah (17%) dan tuli total (13%). Sebagaimana disebutkan

diatas, kerjasama untuk menentukan penyakit retrokokhlearis dibutuhkan beberapa pasien

yang mengalami ketulian asimetris yang progresif. Selanjutnya ABR dibutuhkan oleh

beberapa pasien yang belum pulih sempurna atau mengalami ketulian berulang, mencegah

agar ketulian tidak menjadi parah. Pada kasus seperti ini, sebaiknya digunakan

pemeriksaan MRI. Audiometrik juga dapat menunjukkan adanya pseudohipoksis.

a) Tes penala, Rinne test positif, Weber laterlisasi ke telinga yang sehat, Schwabach test

memendek. Kesan adalah tuli sensorineural.

b) Audiometri nada murni, tuli sensorineural ringan sampai berat.

Tes SISI (short increment sensitivity index)

Skor : 100% atau kurang dari 70%.

Kesan : dapat ditemukan rekrutmen.

Tes Tone decay atau refleks kelelahan negatif.

Kesan : bukan tuli retrokoklea.

c) Audiometri tutur (speech audiometry)SDS (speech discrimination score)

Kurang dari 100%

Page 13: Sudden Deafness

Kesan : tuli sensorineural

d) Audiometri impedansTimpanogram tipe A (normal) refleks stapedius ipsilateral negatif atau positif,

sedangkan kontra lateral positif. Kesan : tuli sensorineural koklea.

Tes keseimbangan ENG ( electro nystagmography )

Pada tes keseimbangan ENG, mungkin terdapat paresis kanal. Penderita perlu

konsulkan ke Sub-Bagian Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian Kardiologi untuk

mengetahui adanya kelainan darah dan hal-hal yang mengakibatkan penyumbatan

pembuluh darah. Selain itu penderita juga dikonsultasikan ke Bagian Radiologi untuk

pembuatan foto rontgen tulang temporal proyeksi Stenvers/ Politomografi/ CT Scan/ MRI

untuk mencari kemungkinan adanya neuroma akustik. Bila diduga kemungkinan adanya

neuroma akustik, pasien konsulkan ke Bagian saraf. Pemeriksaan virologi perlu dilakukan

bila penyebabnya diduga virus.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terhadap pasien dengan tuli mendadak atau sudden deafness antara lain:

Tirah baring sempurna (total bed rest) istirahat fisik dan mental selama dua minggu

untuk menghilangkan atau mengurangi stress yang besar pengaruhnya pada

keadaan kegagalan neurovaskular.

Vasodilatasi yang cukup kuat, misalnya dengan pemberian Complamin injeksi.

3 x 900 mg (3 ampul) selama 4 hari

3 x 600 mg (2 ampul) selama 4 hari

3 x 300 mg (1 ampul) selama 6 hari

Diserai dengan pemberian tablet Complamin 3 x 2 tablet per oral tiap hari.

Perlu dipertimbangkan pemberian vasodilatansia jenis lain, mengingat

Complamin sudah kurang diproduksi.

Secara teoritis, vasodilator dapat memperbaiki suplai darah ke koklea,

mencegah terjadinya hipoksia. Papaverin, histamin, asam nikotinik, prokain, niasin,

dan karbogen digunakan untuk memperbaiki aliran darah koklearis. Inhalasi

karbogen (5% karbondioksida) menunjukkan adanya peningkatan tekanan oksigen

perilimfatis.

Prednison 4 x 10 mg (2 tablet), tapering off tiap 3 hari (hati-hati pada pasien diabetes

melitus).

Page 14: Sudden Deafness

Vitamin C 100 mg, 2 x 1 tablet per hari.

Neurobion 3 x 1 tablet per hari.

Diit rendah garam dan rendah kolesterol.

Inhalasi oksigen 4 x 15 menit (2 liter/ menit).

Obat anti virus sesuai dengan virus penyebab.

Asiklovir dan Amantadin dibatasi penggunaannya pada pengobatan ketulian

sensorineural mendadak idiopatik, hanya pada etiologi virus. Famsiklovir dan

valasiklovir merupakan obat terbaru, yang memiliki struktur dan cara kerja yang

serupa dengan asiklovir dan belum dilaporkan penggunaannya pada ketulian yang

mendadak.

Pada pasien dengan diabetes perlu diperhatikan, sebaiknya diberikan kortikosteroid

injeksi dan bila perlu dilakukan pemeriksaan gula darah secara rutin setiap hari serta

konsultasi dengan Sub Bagian Hematologi Penyakit Dalam dan Bagian Kardiologi.

Saat ini telah dikenal terapi oksigen bertekanan tinggi yaitu Terapi Hiperbarik. Pasien

dimasukkan ke dalam chamber (tabung besar yang berisi oksigen bertekanan tinggi). Terapi

hiperbarik oksigen menggunakan 100% oksigen dengan tekanan 250 kPA selama 60 menit

dalam ruangan tertutup. Hyperbarik dengan kombinasi glukokortikoid dosis tinggi dapat

meningkatkan hasil terapi, dan hasil terbaik dicapai jika perawatan dimulai sedini mungkin.

Evaluasi fungsi pendengaran dilakukan tiap minggu selama satu bulan. Bila

gangguan pendengaran tidak sembuh dengan pengobatan di atas, dapat dipertimbangkan

pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Apabila dengan alat bantu dengar juga masih

belum dapat berkomunikasi secara adekuat, perlu dilakukan psikoterapi dengan tujuan agar

pasien dapat menerima keadaan. Rehabilitasi pendengaran agar dengan sisa pendengaran

yang ada dapat digunakan secara maksimal bila memakai alat bantu dengar dan rehabilitasi

suara agar dapat mengendalikan volume, nada dan intonasi oleh karena pendengarannya

tidak cukup untuk mengontrol hal tersebut.

2.9 Prognosis

Pada umumnya makin cepat diberikan pengobatan, makin besar kemungkinan untuk

sembuh, bila sudah lebih dari 2 minggu kemungkinan sembuh menjadi lebih kecil.

Penyembuhan dapat sebagian atau lengkap, tetapi dapat juga tidak sembuh. Hal ini

disebabkan oleh karena faktor konstitusi pasien seperti pasien yang pernah mendapat

pengobatan ototoksik yang cukup lama, pasien diabetes melitus, pasien dengan kadar

Page 15: Sudden Deafness

lemak darah yang tinggi, pasien dengan viskositas darah yang tinggi dan sebagainya,

walaupun pengobatan diberikan pada stadium yang dini.

Empat faktor yang mempengaruhi pemulihan ketulian sensorineural mendadak yang

idiopatik adalah :

a. Waktu Onset

Penelitian menunjukkan bahwa semakin cepat pasien diobati maka semakin baik pula

pemulihan yang dicapai. 56% pasien yang mengalami ketulian selama 7 hari pulih

dengan baik dibanding 27 % pasien yang mengalami ketulian selama 30 hari atau lebih.

Ditambahkan pula bahwa terdapat bias dimana pemulihan terjadi tanpa bantuan obat.

b. Usia rata-rata

Rata-rata usia yang mengalami pemulihan sempurna adalah 41-48 tahun. Usia kurang

dari 15 tahun dan lebih dari 60 tahun memiliki masa pemulihan yang buruk.

c. Vertigo

Pasien dengan vertigo berat menunjukkan prognosis buruk dibanding pasien tanpa

gejala vertigo. 29% pasien vertigo dapat pulih dibanding 55% pasien tanpa vertigo.

d. Audiogram

Pasien dengan ketulian berat rata-rata mempunyai penurunan kesembuhan. Pada

pasien dengan tingkat ketulian menengah, khususnya yang mendengar dengan baik

pada frekwensi 4000 kHz namum memburuk pendengarannya pada frekwensi 8000

kHz, memiliki prognosis yang sangat baik. Sebagian besar penelitian menunjukkan

bahwa ketulian memiliki prognosis buruk bila disertai adanya trauma.

Page 16: Sudden Deafness

DAFTAR PUSTAKA

1. Liston SL, Duval AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Adams GL,

Boies LR, Higler PA. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997. h. 27-38.

2. Soetirto I, Bashiruddin J. Tuli Mendadak. Dalam: Soeparti EA, Iskandar N, editor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Ke Lima.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. h. 35-36.

3. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi. Jakarta: EGC; 2000.

4. http://www.american-hearing.org

5. www.emedicine.com/Inner Ear, Sudden Hearing Loss

6. www.merck.com