studi kerangka hukum sektor pendidikan dasar indonesia

140
Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tata Kelola Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi Kedua September 2009 Laporan ini adalah salah satu dari sejumlah laporan khusus yang disusun oleh Research Triangle Institute (RTI), Mitra Pelaksana untuk program USAID-funded Improved Quality of Decentralized Basic Education (IQDBE) di Indonesia Law on Regional Government Law on Central- Regional Financial Balance Law on Planning Laws on Finance Law on Education

Upload: dinhnguyet

Post on 12-Jan-2017

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tata Kelola

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Edisi Kedua

September 2009

Laporan ini adalah salah satu dari sejumlah laporan khusus yang disusun oleh Research Triangle Institute (RTI), Mitra Pelaksana untuk program USAID-funded Improved Quality of Decentralized Basic Education (IQDBE) di Indonesia

Law on Regional

Government

Law on Central-Regional Financial

Balance

Law on

Planning

Laws on

Finance

Law on

Education

Page 2: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia
Page 3: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi Kedua September 2009

Daftar Isi

Pengantar EDISI KEDUA..................................................................................................... 1 A. Pendahuluan ..................................................................................................................... 4 B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia ........................................................................ 6 C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundang-undangan Indonesia ... 21 D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar yang

Didesentralisasi ................................................................................................................... 26 E. Analisa dan Kesimpulan ................................................................................................. 58

Bibliografi ........................................................................................................................... 67

List of Figures

Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan Indonesia ............................................................... 10 Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi ..................................... 11 Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah menurut Provinsi, 2007 ........................................... 12 Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP................................... 12 Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur

Pendidikan yang Didesentralisasi ....................................................................................... 26

Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah ........................................................... 39 Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat ..................................................... 43

Gambar 8 Proses Penyusunan APBD ................................................................................. 46

Daftar Tabel

Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008 ............................................................. 15 Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan ........................................................................ 16

Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan ................................................................................. 17

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional

(2005/2025) ......................................................................................................................... 68 Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM ................................................ 90

Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan Gratis ............................. 106 Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan ..................... 114 Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU .................................................................... 125 Lampiran 6 Glosari dan Singkatan .................................................................................... 127

Page 4: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia
Page 5: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

1 of 140

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi kedua - September 2009

Pengantar EDISI KEDUA Edisi pertama dari studi kerangka hukum sektor Pendidikan Dasar Indonesia diterbitkan

pada tahun 2007. Sejak itu, terdapat sejumlah perubahan dan peraturan perundang-

undangan baru yang sangat mempengaruhi pendidikan dasar yang didesentralisasi.

Peraturan perundang-undangan baru tersebut antara lain adalah:

Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk

lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara

dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang

No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah)

Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh Undang-

Undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional

Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika

dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan

pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan

penyelenggara pendidikan lainnya.

Edisi kedua ini meninjau perubahan-perubahan tersebut dan pengaruhnya terhadap

penyelenggaraan pendidikan dasar yang didesentralisasi. Studi ini juga memuktahirkan

atau merevisi beberapa analisa yang dilakukan dalam edisi tahun 2007.

Pengantar EDISI PERTAMA Uraian tentang kerangka hukum sektor pendidikan dasar Indonesia ini rumit karena dua

alasan:

Sektor pendidikan Indonesia itu sendiri sudah rumit dan diatur dengan kerangka

hukum yang juga rumit;

Kerangka hukum Indonesia yang sebagian besar didasarkan pada “Sistem Kontinental”

sangat berbeda dengan kerangka hukum yang didasarkan pada tradisi Anglo-Saxon

seperti Amerika Serikat, dalam prinsip maupun praktek.

Butir pertama dibahas dalam dokumen ini. Pengantar ini juga akan mencoba membahas

butir kedua secara singkat. Di Indonesia, pemerintah pusat dibentuk oleh para wakil dari

CSOs (organisasi-organisasi masyarakat sipil) – terutama kelompok-kelompok pemuda –

dari berbagai daerah geografis di Indonesia. Undang-Undang dasar mengatakan bahwa

Indonesia merupakan negara kesatuan yang “terbagi menjadi” (bukan “terdiri dari”)

daerah besar dan kecil.1 Jadi, desentralisasi pada dasarnya merupakan pendelegasian

sebagian wewenang pemerintah pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota, yang tidak

mempunyai wewenang tersebut secara bawaan. Penjelasan2 Undang-Undang Dasar 1945

1 Gagasan Negara “federal” mengandung muatan emosi negative yang sangat besar. Pada tahun 1949,

pemerintah kolonial Belanda setuju untuk “mengakui” kedaulatan Indonesia tetapi hanya dengan ketentuan

bahwa Indonesia harus direorganisasi sebagai negara federal. Pada tahun 1950, berbagai daerah federal

meminta agar konstitusi federal yang diberlakukan oleh Belanda dicabut dan agar Indonesia kembali ke

negara persatuan. 2 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dilampirkan sebagai bagian yang “integral dan tak terpisahkan”

dari Undang-Undang Dasar dan secara hukum mengikat sampai amandemen terbaru pada tahun 2003-2004

mencabut Penjelasan tersebut.

Page 6: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

2 of 140

menyatakan bahwa daerah dapat menjadi “[bagian yang] otonom atau hanya bersifat

administratif” berdasarkan peraturan perundang-undangan.1

Para penganut tradisi politik “liberal” abad ke-18 cenderung menganggap negara sebagai

kelompok orang yang “mengejar kebahagiaan” asalkan hal tersebut tidak mengganggu

pengejaran kebahagiaan orang lain. Pemerintah merupakan sebuah “kontrak” antar warga

negara untuk menyediakan pelayanan tertentu yang memungkinkan mereka mengejar

kebahagiaan. Orang Indonesia, yang menganut tradisi politik “Rousseauian” abad ke-19

cenderung menganggap negara sebagai suatu keluarga dengan warga negara sebagai

anggota keluarga dan pemerintah sebagai kepala keluarga. Pernyataan mula-mula tentang

ideologi nasional (Pancasila) mencakup “kekeluargaan” sebagai salah satu dasar. Dalam

rumusan akhir, Sila Kelima berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat.” Undang-

Undang Dasar menetapkan hubungan ini dalam pasal 33 yang berjudul kesejahteraan

sosial. Ayat 1 berbunyi: perekonomian [nasional] disusun sebagai usaha bersama

berdasarkan asas kekeluargaan dan Penjelasan ayat ini menyatakan bahwa ini adalah

“dasar demokrasi”.

Pandangan masyarakat yang individualis cenderung melihat undang-undang sebagai

perintah kepada orang-orang tentang apa yang harus mereka lakukan (sedikit mungkin)

dan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Menurut pandangan ini, undang-undang harus

sangat saksama dan peraturan pelaksanaannya digunakan untuk menetapkan prosedur

pelaksanaan yang terperinci, seperti format pelaporan, dan sebagainya. Pandangan

masyarakat tentang asas kekeluargaan Indonesia cenderung melihat undang-undang

sebagai sarana untuk menetapkan tujuan dan mendefinisikan kerangka kerja di mana

setiap warga masyarakat dapat memutuskan cara untuk memberikan kontribusi masing-

masing dalam rangka mencapai tujuan bersama. Peraturan-peraturan pelaksanaan

mempunyai dua tujuan:

Peraturan pelaksanaan digunakan untuk menyediakan penjelasan yang terperinci

mengenai apa yang dituntut oleh undang-undang, yaitu, peraturan pelaksanaan

berfungsi sebagai undang-undang dalam tradisi Anglo-Saxon;

Peraturan pelaksanaan menjelaskan maksud awal dari undang-undang jika

pelaksanaannya tampaknya “menyimpang” dan kembali meluruskannya.

Mengenai tujuan yang kedua, peraturan pelaksana mungkin kurang konsisten, terutama

jika peraturan tersebut dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang mempunyai

tanggung jawab yang berbeda atas pelaksanaan undang-undang yang semula.

Gagasan lain yang asing bagi tradisi politik Indonesia adalah “pemerintahan berdasarkan

hukum”. Penjelasan Undang-Undang Dasar sangat spesifik mengenai hal ini bahwa

undang-undang tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang bertugas untuk

melaksanakannya dan bahwa orang-orang baik dapat mengatasi pengaruh negatif bahkan

dari undang-undang yang buruk:

Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah

semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin

pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut

kata-katanya bersifat kekeluargaan,2 apabila semangat para penyelenggara

1 Penjelasan pasal 18.

2 Sekali lagi perhatikan penekanan pada sifat kekeluargaan.

Page 7: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

3 of 140

negara, Para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan maka undang-

undang dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek.

Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar tidak sempurna, akan tetapi

jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan itu baik, Undang-

Undang Dasar [yang tidak sempurna] itu tentu tidak akan merintangi

jalannya negara.

Jadi, yang paling penting ialah semangat.

Penjelasan Umum, Butir IV

Pengantar ini tidak dimaksudkan untuk membela tradisi, tetapi hanya untuk

menjabarkannya. Pemahaman tentang tradisi dapat membantu pemangku kepentingan

Indonesia maupun internasional mengembangkan strategi untuk menjalin kerjasama yang

lebih baik dengan Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan

dasar di Indonesia.

Patut diperhatikan bahwa dokumen ini merupakan revisi dan pemuktahiran dari studi yang

semula (2007). Peraturan-peraturan baru telah ditambahkan dan beberapa peraturan

terdahulu yang sebelumnya tidak digunakan telah ditambahkan jika memang diperlukan

untuk memahami peraturan-peraturan yang baru. Informasi dalam dokumen ini lengkap

dan akurat sampai pada tanggal ketika dicetak. Karena peraturan-peraturan baru digunakan

secara berkelanjutan maka dokumen ini hendaknya tidak dianggap final setelah tanggal

tersebut.

Page 8: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

4 of 140

A. Pendahuluan

1. Dokumen ini berisi uraian dan analisa peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan sektor pendidikan dasar Indonesia dengan berfokus pada penyelenggaraan

pendidikan dasar yang didesentralisasi termasuk pendanaan pendidikan dasar. Studi ini

menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini menyediakan

kerangka yang praktis untuk mendukung interaksi demokratis yang semakin meningkat di

bidang tata kelola pendidikan dengan menghemat dan meningkatkan pendanaan lokal

untuk pendidikan dasar serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor

pendidikan. Namun, keberhasilan kerangka hukum akan bergantung pada pelaksanaan

yang tepat.

2. Dua masalah berikut ini seringkali disebut sebagai penghambat pendidikan dasar yang

didesentralisasi di Indonesia:

Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak

ditulis/didefinisikan dengan jelas

Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa menyediakan sumber

daya untuk melaksanakannya dengan tepat.

Analisa yang lebih mendalam tentang kerangka peraturan saat ini terkait dengan

pendidikan dasar menyimpulkan bahwa meskipun masalah pertama di atas masih relevan,

pemerintah telah membuat kemajuan yang besar dalam memperbaiki peraturan-peraturan

versi sebelumnya sehingga masalah-masalah tersebut tampaknya lebih berlaku bagi versi

sebelumnya (1999) dari undang-undang otonomi daerah dan sistem anggaran yang lama

(sebelum tahun 2004) dan sebagian besar telah teratasi dalam peraturan perundang-

undangan saat ini. Sumber daya pendidikan terus meningkat selama beberapa tahun

terakhir sebagai hasil dari dilaksanakannya ketentuan Konstitusional agar 20% anggaran

pemerintah dialokasikan untuk pendidikan. Masalah mandat yang belum didanai sedang

diselesaikan dengan melaksanakan ketentuan tersebut secara bertahap dan secara tegas

mencoba melaksanakannya berdasarkan sumber daya yang tersedia. Dengan kata lain,

Indonesia sedang membuat kemajuan yang besar dalam melaksanakan dan melembagakan

desentralisasi.

3. Dokumen ini menguraikan dan menganalisa kerangka peraturan perundang-undangan

di Indonesia yang melaksanakan desentralisasi sebagai latar belakang kontekstual untuk

memperkuat manajemen, pembiayaan dan tata kelola pendidikan dasar. Analisa ini

terbatas pada relevansi sektor pendidikan dasar dalam konteks desentralisasi dan

demokratisasi.

4. Dokumen yang telah direvisi bulan September 2009 ini merupakan pemuktahiran versi

analisa sebelumnya bulan September 2007. Ada tiga bidang perubahan utama yang

muncul dalam dua tahun terakhir:

Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk

lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara

dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang

No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah)

Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh Undang-

Undang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional

Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika

dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan

Page 9: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

5 of 140

pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan

penyelenggara pendidikan lainnya.

Bagian B secara singkat memperkenalkan sistem pendidikan Indonesia sedangkan Bagian

C menjabarkan kerangka dan proses pembuatan dan pelaksanaan peraturan perundang-

undangan. Penjabaran proses pembuatan undang-undang memberikan latar belakang untuk

lebih memahami analisa yang dilakukan selanjutnya. Bagian D menjelaskan empat

kelompok peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendidikan yang

didesentralisasi: undang-undang yang terkait dengan desentralisasi atau otonomi daerah,

keuangan, perencanaan pembangunan nasional dan regional, dan pendidikan. Sangat

penting bagi pembuat kebijakan dan pengelola sektor pendidikan untuk memahami

bagaimana berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mempengaruhi sektor

pendidikan. Analisa di Bagian E mengidentifikasi masalah-masalah utama dan menarik

kesimpulan bahwa kerangka peraturan perundang-undangan memang mendukung dasar

untuk meningkatkan pendidikan melalui desentralisasi, dan juga mengidentifikasi

masalah-masalah utama yang harus diatasi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang

dimaksudkan oleh undang-undang tersebut.

Lampiran 1 menyajikan rangkupan pasal-pasal dari undang-undang tentang rencana

pembangunan jangka panjang nasional (UU 17/2007) yang berhubungan dengan posisi

pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025). Rencana

ini masih relevan karena, meskipun Presiden dan Wakil Presiden yang baru terpilih (Juli

2009) akan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun) mereka

sendiri, jangka menengah secara konseptual adalah bagian dari jangka panjang. Lampiran

ini juga berisi rangkuman Rencana Pembangunan Pendidikan Jangka Panjang (2005-2025)

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).1 Lampiran 2 meninjau program Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan peningkatan yang besar pada pendanaan

sekolah sehingga mempunyai dampak yang dramatis terhadap peningkatan akses ke dan

perbaikan kualitas pendidikan dasar. Lampiran 3 berisi latar belakang pembahasan saat ini

tentang pendidikan “gratis”. Lampiran 4 berisi Lampiran Peraturan Pemerintah No.

38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan di Sektor Pendidikan. Lampiran 5

menjabarkan metode transfer tahunan ke anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Lampiran 6 adalah daftar istilah dan singkatan.

1 Penting untuk diperhatikan bahwa dokumen tersebut disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional

(Depdiknas). Dokumen tersebut tidak dapat dianggap sebagai rencana pembangunan jangka panjang sektor

pendidikan karena tidak mencakup sekolah-sekolah di bawah Departemen Agama (Depag). Desain Utama

untuk Mencapai Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun untuk tahun 2006 - 2009 (2006)

merupakan rencana sektor pendidikan yang komprehensif karena, meskipun disusun dan diterbitkan oleh

Depdiknas, dokumen tersebut secara jelas mencakup penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag.

Page 10: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

6 of 140

B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia

5. Bagian ini menguraikan beberapa ciri sistem pendidikan Indonesia untuk menetapkan

latar belakang analisa kerangka peraturan perundang-undangan terkait dengan pendidikan

dasar yang didesentralisasi.

6. Sistem pendidikan Indonesia menanggung beban yang berat dari harapan sosial dan

politik. Pembukaan Undang-Undang Dasar1 menyatakan bahwa salah satu dari empat

alasan Indonesia ingin menjadi bangsa yang merdeka adalah untuk “mencerdaskan

kehidupan bangsa”2 yang selalu ditafsirkan sebagai mandat dasar komitmen nasional di

bidang pendidikan.3 Garis-Garis Besar Haluan Negara

4 1999 – 2004 menganggap bahwa

sistem pendidikan bertanggung jawab atas “”intoleransi terhadap keragaman” yang

dipandang sebagai penyebab kekerasan tahun 1998 dan kekerasan di masyarakat yang

terjadi setelahnya.5 Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional yang sedang berjalan

(2005 – 2025) berisi delapan misi nasional, termasuk mencapai masyarakat yang:

berakhlak mulia, bermoral, etis, berbudaya, dan beradap; mampu bersaing di tingkat

dunia; dan demokratis6 – semuanya dicapai melalui pendidikan.

7. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003), setelah mengutip

Pembukaan Undang-Undang Dasar, menetapkan tujuan sistem pendidikan nasional yaitu:

mengembangkan potensi penuh peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,7 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.8 Rencana

Strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 berkomitmen agar sistem

pendidikan mendukung tujuan jangka panjang nasional (2005 – 2025) untuk

mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber

daya manusia dari negara lain dalam rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi

tantangan dan manfaat dari kesempatan yang ditawarkan melalui globalisasi.9

Struktur Sistem

8. Sistem pendidikan yang bertanggung jawab untuk mencapai cita-cita tersebut adalah

jaringan yang kompleks dari sub-sub sistem yang saling berkaitan. Ada dua departemen

(kementerian) utama yang bertanggung jawab untuk mengawasi penyelenggaraan

pendidikan: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama

1 Dianggap sangat mendasar bagi identitas bangsa sehingga muncul konsensus di Majelis Permusyawartan

Rakyat (MPR) bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar tidak akan diubah selama proses amandemen

batang tubuh Undang-Undang Dasar. 2 Mencerdaskan kehidupan bangsa.

3 Juga perhatikan bahwa UU Law 9/2009 tentang badan hokum pendidikan menyatakan secara tegas bahwa

penyelenggara pendidikan dan pemangku kepentingan ikut memikul tanggung jawab pemerintah untuk

menyelenggarakan pendidikan dalam rangka “mencerdaskan kehidupan bangsa”(pasal 4). 4 Garis-garis Besar Haluan Negara. Selama jangka waktu sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar yang

ketiga pada tahun 2001, GBHN, yang diterbitkan setiap lima tahun, merupakan wewenang hukum tertinggi

setelah Undang-Undang Dasar. 5 Bab 2, Ketentuan Umum, hal. 4.

6 Bab 3, Hal. 39.

7 Beriman dan bertakwa, secara aksara berarti percaya kepada Tuhan Y.M.E. dan memenuhi semua

kewajiban agama. 8 Pasal 3.

9 Bab 1 Pendahuluan, Hal. 3.

Page 11: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

7 of 140

(Depag). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003)1 mengharuskan

integrasi semua sekolah2 ke dalam sebuah sistem nasional tunggal. Depdiknas ditunjuk

sebagai departemen pelaksana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tetapi

wewenang administratif dan saluran pendanaan masih tetap terpisah. Wewenang peraturan

– secara teori – dipadukan dengan memindahkannya dari kedua departemen ke badan

otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (bandingkan paragraf 12, hal.

9 di bawah ini). Meskipun ada kerjasama yang baik di antara kedua departemen tersebut,

terutama di tingkat pusat berupa komite dan tim bersama, namun dalam prakteknya kedua

sistem tersebut masih dikelola secara terpisah.

9. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengakui pendidikan formal, yang

didefinisikan sebagai pendidikan yang tersusun dan terbagi menjadi jenjang pendidikan

dasar, menengah dan tinggi, pendidikan nonformal3 dan pendidikan informal. Pendidikan

dasar dan menengah formal menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Meskipun program nonformal yang

dikembangkan oleh pemerintah sebagai program kesetaraan pendidikan dasar dan

menengah formal (yang disebut Paket A di jenjang sekolah dasar; Paket B di jenjang

sekolah menengah pertama dan Paket C di jenjang sekolah menengah atas) dianggap

sebagai kebijakan strategis untuk mencapai tujuan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,

pendidikan informal yang dikelola bersama dengan pendidikan nonformal, didefinisikan

sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang dilakukan secara mandiri.

Meskipun undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan informal dapat diakui

setelah peserta didik lulus dari ujian berdasarkan standar nasional pendidikan, namun

belum ada peraturan pelaksanaan ataupun program pemerintah (anggaran kegiatan) untuk

jenis pendidikan ini. Program-program pendidikan nonformal dan informal dikelola oleh

Direktorat Jenderal yang berbeda dalam Depdiknas (Direktorat Jenderal Pendidikan

Nonformal dan Informal) dan tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini.4

1 Informasi selengkapnya tentang judul, nomor dan tahun pengesahan suatu undang-undang hanya diberikan

pada saat pertama kali undang-undang tersebut disebutkan. Selanjutnya, hanya judulnya saja yang

digunakan. 2 Secara aksara: satuan pendidikan (education units).

Bahasa hukum Indonesia dan penggunaannya sehari-hari mempunyai beberapa istilah yang memaksudkan

lembaga penyelenggara pendidikan. “Sekolah umum” adalah istilah bahasa Indonesia yang digunakan oleh

Depag untuk memaksudkan sekolah-sekolah Depdiknas. Depdiknas menggunakan istilah “sekolah” tanpa

disertai kata sifat. Sekolah-sekolah Depag tidak disebut dengan kata “sekolah”, melainkan madrasah (bahasa

Arab yang berarti “sekolah.”). Sebagai jalan kompromi, dalam dokumen ini, istilah “sekolah” tanpa kata

sifat memaksudkan sekolah umum maupun madrasah. Apabila disebutkan secara spesifik maka departemen

sektoral (Depdiknas atau Depag) digunakan sebagai pemberi sifat, atau kata sifat “umum” dilekatkan pada

kata sekolah untuk sekolah-sekolah Depdiknas dan “madrasah” sebagai kata sifat dilekatkan pada kata

sekolah untuk sekolah-sekolah Depag. 3 Yang didefinisikan sebagai “pendidikan di luar pendidikan formal, yang dapat dilaksanakan secara

terstruktur dengan jenjang-jenjang.” Undang-Undang 20/2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1,

ayat 11, 12.

Sebenarnya, pendidikan formal adalah pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah dan menghasilkan

surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh pemerintah; pendidikan nonformal ditawarkan oleh

lembaga-lembaga di luar sekolah dan surat tanda tamat belajar dikeluarkan oleh lembaga yang menawarkan

pelatihan/kursus. Khusus pendidikan kesetaraan nonformal (Paket A, B dan C) peserta didik dapat mengikuti

ujian kelulusan nonformal nasional dan menerima surat tanda tamat belajar nonformal dari pemerintah. 4 Pendidikan nonformal secara spesifik juga tidak dimasukkan dalam ketentuan Undang-Undang No. 9/2009

tentang badan hukum pendidikan.

Page 12: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

8 of 140

10. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag berada di tingkat

direktorat jenderal. Pada tahun 2005, Depag1 menata kembali direktorat ini agar dapat

memberikan dukungan dan pengawasan yang lebih baik terhadap pendidikan. Direktorat

jenderal ini sekaran bernama “Direktorat Jenderal Pendidikan Islam” (sebelumnya

“Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam”) dan terdiri dari empat direktorat:

Direktorat Pendidikan Madrasah

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren2

Direktorat Pendidikan Tinggi Islam

Direktorat Pendidikan Islam pada Sekolah Umum.

Subdirektorat di bawah Direktorat Pendidikan Madrasah diselenggarakan menurut

fungsinya3: kurikulum, kesiswaan, guru, fasilitas, organisasi dan kelembagaan,

pengawasan dan evaluasi yang secara garis besar paralel dengan pembagian urusan dalam

Depdiknas.

11. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan dua lembaga non-

departemen yang langsung berada di bawah wewenang Presiden untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan undang-undang yang berlaku bagi sekolah umum maupun madrasah4:

Badan Standar Nasional Pendidikan dan Badan Akreditasi Nasional Sekolah. Lembaga-

lembaga tersebut ditetapkan dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional5 dan anggota-

anggotanya dipilih oleh sebuah tim yang terdiri dari para pejabat senior Depdiknas.

Instruksi dan keputusan dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan dalam bentuk

peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Pedoman teknis untuk melaksanakan keputusan

dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan oleh Depdiknas.6

12. Sistem pendidikan formal terdiri dari tiga jenjang7:

1 Peraturan Pemerintah 63/2005.

2 Mulanya, kedua jenis sekolah ini berbeda dalam pengaturan kurikulum (namun bukan isinya): madrasah

diniyah dibagi menjadi tingkat-tingkat atau “kelas-kelas” dengan mata pelajaran (Islam) yang ditetapkan

untuk setiap kelas sedangkan Pondok Pesantren mengajarkan berbagai mata pelajaran (Islam) dan para

peserta didik dapat memilih sendiri kecepatan dan urutan belajar mereka. Dewasa ini, banyak pondok

pesantren dibagi menjadi tingkat-tingkat dengan kurikulum yang ditetapkan untuk setiap kelasnya.

Semua madrasah diniyah dan pondok pesantren adalah sekolah swasta. Madrasah diniyah maupun pondok

pesantren saat ini didorong untuk memberikan program minimum mata pelajaran pendidikan dasar sekuler

(30% dari total kurikulum nasional) selain kurikulum Islam tradisional dan menyertakan peserta didiknya

untuk mengikuti ujian akhir pendidikan dasar dan menengah pertama guna mendapatkan surat tanda tamat

belajar sekolah dasar dan menengah pertama. Program ini disebut Program Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar

Dikdas) di Pesantren dan didanai melalui Depag. 3 Sebelumnya, pengorganisasian ini didasarkan pada tingkat pendidikan: sekolah dasar, menengah pertama

(SMP), menengah atas (SMA), pendidikan tinggi, madrasah diniyah dan pondok pesantren. 4 Madrasah didefinisikan sebagai “sekolah [umum] yang berciri khas Islam. Madrasah menawarkan

kurikulum yang hampir sama seperti sekolah-sekolah Depdiknas (70% harus sama), dengan menggunakan

kuota mata pelajaran pilihan mereka untuk mata pelajaran tambahan Islam. “Tambahan” karena agama

adalah mata pelajaran wajib di semua sekolah di setiap jenjang pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.

Dalam prakteknya saat ini, madrasah diniyah dan pondok pesantren tidak terikat dengan ketentuan undang-

undang pendidikan. 5 Peraturan Mendiknas No. 29/2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Peraturan

Mendiknas No. 40/2005 tentang Badan Nasional Standar Pendidikan. Versi sebelumnya dari dokumen ini

secara keliru menyebutkan bahwa badan-badan tersebut dibentuk melalui keputusan Presiden. 6 Bandingkan tugas-tugas yang diberikan kepada Subdirektorat Kurikulum (salah satu dari Standar Nasional

Pendidikan/NES) dan Subdirektorat Evaluasi dan Akreditasi (NES lainnya) di Direktorat Pembinaan Taman

Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Peraturan

Mendiknas No. 14/2005 dan Peraturan Mendiknas No. 25/2006. 7 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 11. Undang-undang pendidikan ini

mendefinisikan pendidikan TK/prasekolah sebagai pendidikan nonformal.

Page 13: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

9 of 140

Pendidikan dasar (sekolah dasar 6 tahun, usia 7 sampai 12 tahun, dan sekolah

menengah pertama 3 tahun, usia 13 sampai 15 tahun)1

Pendidikan menengah (3 tahun, usia 16 sampai 18 tahun)

Pendidikan tinggi (program 3 dan 4 tahun di tingkat sarjana; program pasca sarjana di

tingkat Magister dan Doktor).

Analisa dalam dokumen ini akan berfokus pada pendidikan dasar dan menyinggung

pendidikan menengah bilamana berhubungan. Tantangan dan masalah pendidikan tinggi

sangat berbeda dengan tantangan dan masalah pendidikan di bawahnya yang tidak akan

dibahas lebih lanjut.

13. Sekolah-sekolah Depdiknas maupun Depag mempunyai banyak murid yang dilayani

oleh penyelenggara pendidikan swasta yang kurang (Depag) lebih (Depdiknas) diatur

secara ketat oleh departemen sektoral. Error! Reference source not found., di halaman

berikut ini, memperlihatkan struktur sistem pendidikan dan partisipasi2

di setiap bagian

sistem. Ketika peserta didik memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sekolah-

sekolah Depag menjadi kurang menonjol sedangkan sekolah-sekolah swasta di bawah

Depdiknas menjadi lebih menonjol. Di tingkat sekolah dasar, 90% dari total siswa

mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas dan 92% di antaranya mengikuti

pendidikan di sekolah negeri. Sekolah dasar negeri di bawah Depdiknas mencapai hampir

50% dari total angka partisipasi sistem (total system enrolment).

14. Di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), 78% siswa mengikuti pendidikan di

sekolah-sekolah Depdiknas dan 74% di antaranya mengikuti pendidikan di sekolah negeri.

Meskipun ukuran subsektor Depag lebih kecil di tingkat SMP daripada di tingkat SD (2,1

juta siswa SMP dibandingkan dengan 23,1 juta siswa SD), namun kontribusi Depag untuk

total angka partisipasi masih lebih besar: 22% angka partisipasi SMP dibandingkan

dengan 11% angka partisipasi SD. Sekolah-sekolah SMP Depag memainkan peranan yang

sangat penting dalam melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar universal di tingkat

SMP karena banyak orang tua memilih untuk menyekolahkan anak remaja mereka di

lingkungan sosial Islam: 72% partisipasi siswa kelas 1 di SMP-SMP Depag adalah lulusan

dari sekolah-sekolah dasar Depdiknas.

15. Sekolah-sekolah Depag sebagian besar merupakan sekolah swasta di semua tingkat:

87% di tingkat SD; 75% di tingkat SMP; dan 66% di tingkat SMA. Sekolah-sekolah

swasta juga mencapai 67% angka partisipasi di sekolah-sekolah SMA di bawah

Depdiknas.

16. Sekolah-sekolah swasta – Depdiknas maupun Depag – dimiliki dan dijalankan oleh

badan hukum yang disebut “yayasan”3 yang dapat bertanggung jawab atas satu atau

1 Meskipun struktur organisasi Depdiknas dan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten masih

mencerminkan pembagian pra undang-undang sistem pendidikan nasional menjadi jenjang SD (6 tahun),

SMP (3 tahun) dan SMA (3 tahun), pendidikan tinggi tidak termasuk dalam desentralisasi karena lembaga-

lembaga pendidikan tinggi mempunyai (berbagai tingkat) otonomi langsung dari kantor pusat departemen

(Depdiknas dan Depag). 2 Analisa struktur sistem Depag cenderung menggunakan jumlah sekolah daripada angka partisipasi. Karena

sekolah-sekolah Depag jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekolah-sekolah Depdiknas (ukuran rata-rata

berkisar dari 75% di tingkat SD sampai 50% di tingkat SMP dan SMA), hal ini cenderung

menggelembungkan persentase kontribusi sekolah-sekolah Depag terhadap total sistem. 3 Istilah yayasan dalam Bahasa Indonesia mencakup jenis lembaga yang sama seperti istilah “foundation”

dalam Bahasa Inggris. Pendidikan hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan kegiatan politik, sosial

dan/atau amal yang dilakukan oleh yayasan.

Page 14: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

10 of 140

banyak sekolah dan dapat beroperasi di kawasan geografis yang terbatas atau secara

nasional.1 Sekolah swasta mengajarkan kurikulum yang sama seperti sekolah negeri dan

siswanya mengikuti ujian akhir yang sama. Organisasi-organisasi keagamaan dapat

mendirikan yayasan untuk menjalankan sekolah swasta. Misalnya, ada banyak sekolah

swasta di bawah pengawasan Depdiknas yang dioperasikan oleh yayasan Muslim2 maupun

yayasan-yayasan yang didirikan oleh organisasi keagamaan Kristen, Hindu dan Budha.

Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan Indonesia

-

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

30,000,000

Primary JSE SSE Post Secondary

Level of School

Structure of the Indonesian Education System

MORA private

MORA government

MONE private

MONE government

Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008

Variabilitas

17. Angka-angka yang disajikan di atas merupakan total secara nasional, namun situasi di

tingkat lokal sangat beragam.

18. 19. Gambar 2 memperlihatkan persentase kontribusi sekolah Depag terhadap total angka

partisipasi di tingkat provinsi. Provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke

timur. Garis-garis menunjukkan kontribusi sekolah Depag terhadap angka partisipasi di

setiap jenjang pendidikan (garis abu-abu di tingkat SD; garis hitam pekat di tingkat SMP;

garis putus-putus di tingkat SMA). Peranan dominan Depag di tingkat SMP dengan jelas

memperlihatkan (garis hitam pekat cenderung jauh lebih tinggi daripada garsi-garis

lainnya).

20. Tetapi segi yang paling menonjol dari gambar ini adalah perbedaan di antara provinsi-

provinsi. Misalnya, di Jambi (ke-5 dari kiri di Sumatra), sekolah-sekolah dasar Depag

mencapai 27% angka partisipasi, lebih besar daripada 24% untuk SMP dan di Sulawesi

1 Hal ini akan berubaha ketika UU No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan pembahasan dalam paragraph 142,

hal. 52 di bawah ini. 2 Inilah sebabnya mengapa sekolah-sekolah “Muslim” atau “Islam” bukan terjemahan yang tepat untuk

istilah madrasah.

Page 15: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

11 of 140

Barat (ke-5 dari kiri di Sulawesi), sekolah-sekolah SMA Depag mencapai 17% angka

partisipasi, lebih besar daripada 16% untuk SMP. Selanjutnya, provinsi-provinsi tetangga

bisa mempunyai kondisi yang sangat berbeda: misalnya, Jakarta dan Yogyakarta

memberikan kontribusi yang jauh lebih rendah dari sektor madrasah sehingga sangat

berbeda dengan provinsi tetangga mereka Banten dan Jawa Barat (untuk Jakarta), Jawa

Tengah dan Jawa Timur (untuk Yogyakarta); Nusatenggara Barat memberikan kontribusi

yang jauh lebih tinggi dari sektor madrasah sehingga sangat berbeda dengan Bali dan

Nusatenggara Timur; dan demikian pula, Kalimantan Selatan sangat berbeda dengan

provinsi-provinsi lainnya di Kalimantan; dan Maluku Utara sangat berbeda dengan

Maluku dan dua provinsi Papua dan Irian Barat.

Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi

Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2004/2005

21. Gambar 3Sumber lain dari variasi lokal diilustrasikan dalam Gambar 3, di halaman

berikut, yang memperlihatkan angka partisipasi sekolah rata-rata1 untuk usia SD (7 – 12

tahun) dan usia SMP (13 – 15 tahun) di daerah perkotaan dan perdesaan. Sekali lagi,

provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Perhatikan bahwa, untuk

beberapa provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Kalimantan Tengah dan

Sulawesi Tenggara, hampir tidak terdapat perbedaan angka partisipasi perkotaan dan

perdesaan di tingkat sekolah dasar sedangkan semua provinsi mempunyai perbedaan yang

menonjol pada angka partisipasi perkotaan dan perdesaan di tingkat SMP. Perbedaan

perkotaan-perdesaan ini begitu besar bagi Irian Jaya Barat dan Papua sehingga angka

partisipasi SMP perkotaan sebenarnya lebih tinggi daripada angka partisipasi SD

perdesaan.

22. Gambar 4, di halaman berikut, menunjukkan angka partisipasi sekolah untuk anak-

anak usia SMP menurut kabupaten. Sebagaimana pada gambar-gambar sebelumnya,

kabupaten disusun secara berurutan dari barat ke timur dalam provinsi, dan provinsi-

provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Bukan hanya perbedaan absolut

1 Persentase anak dari kelompok usia tertentu yang terdaftar di suatu tingkat sekolah. Nilai maksimum

adalah 100%. Berbagai definisi rasio partisipasi dijelaskan dalam daftar kata Lampiran 6.

Page 16: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

12 of 140

antar kabupaten yang sangat besar, berkisar kurang dari 50% sampai hampir 100% pada

angka partisipasi, melainkan juga perbedaan antar kabupaten di provinsi yang sama

hampir sebanding besarnya: meskipun kisaran rata-rata adalah 70% sampai 95% di sebuah

provinsi, Sulawesi Selatan mempunyai kisaran 49% (Kabupaten Bantaeng) sampai 90%

(Kabupaten Enrekang) dan Kalimantan Selatan mempunyai kisaran 55% (Kabupaten Hulu

Sungai Selatan) sampai 91% (Kota Banjar Baru).

Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah menurut Provinsi, 2007

70

75

80

85

90

95

100

SPR

(per

cen

t)

School Participation Rate by Province, 2007

Urban primary

Rural primary

Urban JSE

Rural JSE

Sumatra Java Kalimantan

Sulawesi

Bali, NTB, NTT

Papua,Maluku,

N.Maluku

Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2007

Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Pe

rce

nt

Par

tici

pat

ion

Rat

e

District

JSE Primary

Sumatra

Java

Bali &

Nusaten

ggara

Sulawesi

Maluku &Papua

Kalimantan

Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2005, data terakhir yang tersedia

Page 17: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

13 of 140

23. Tingkat variasi yang sama juga ditemukan pada variabel-variabel sosial lain seperti

keaksaraan penduduk dewasa dan kesehatan, dan variabel-variabel ekonomi seperti

pekerjaan dan penghasilan. Analisa statistik1 memperlihatkan bahwa hanya sekitar 17%

dari total variabilitas nasional terjadi antara provinsi-provinsi sedangkan sisa variabilitas

83% terjadi antara kabupaten-kabupaten dalam sebuah provinsi. Analisa berdasarkan data

tingkat nasional atau provinsi tidak mungkin menghasilkan petunjuk yang tepat mengenai

kondisi lokal sebagai dasar untuk perencanaan atau pengembangan kebijakan.

24. Variabilitas kondisi lokal juga terdapat pada penggunaan inisiatif kebijakan nasional

yang seragam. Di masa lalu, masalah ini diatasi dengan pendekatan kebijakan nasional

yang seragam dengan implementasi lokal. Namun implementasi lokal terhambat oleh

peraturan pelaksanaan dan aturan teknis nasional yang seragam. Otonomi daerah di tingkat

kabupaten memberikan peluang kepada kabupaten untuk menetapkan prioritasnya sendiri.

Inisiatif pusat seperti “pembinaan” tahunan dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri)

mengenai prioritas sektoral untuk anggaran kabupaten2 melemahkan potensi pemerintah

kabupaten untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik kabupaten. Misalnya,

pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama dalam pedoman penyusunan APBD

tahun 20073, yang relevan di tingkat nasional tetapi sulit menjadi prioritas utama untuk

kota-kota seperti Den Pasar (Bali), Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dan Bukittingi

(Sumatra Barat) yang hanya 3% dari penduduknya berpenghasilan di bawah garis

kemiskinan dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 16%.4 Sekali lagi, akses dan

kualitas yang lebih baik di bidang pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas ketiga

dalam instruksi Depdagri, meskipun akses ke pendidikan bukan prioritas utama bagi

kabupaten Toba Samosir (Sumatra Utara) dengan angka partisipasi 99% untuk siswa usia

sekolah dasar dan menengah pertama dan 93% untuk siswa usia sekolah menengah atas

(dibandingkan dengan rata-rata nasional masing-masing 97%, 83% dan 53%).5

Pembagian tanggung jawab

25. Tanggung jawab atas berbagai aspek pelayanan pendidikan didistribusikan ke seluruh

sistem yang kompleks ini:

penyelenggaraan pelayanan pendidikan formal menjadi tanggung jawab sekolah dan

masyarakat (manajemen berbasis sekolah, dimandatkan oleh undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional)

manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas

menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten, secara langsung untuk sekolah-

sekolah negeri, dan secara tidak langsung melalui perizinan dan peraturan6, untuk

1 Analisa varian/ANOVA.

2 Prioritas ini didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 2004 – 2009.

3 Peraturan Menteri Dalam Negeri 26/2006.

4 Data Susenas 2004.

5 Data Susenas 2004.

6 Dahulu, alat peraturan utama untuk sekolah swasta adalah akreditasi. Untuk mencapai tingkat akreditasi

yang lebih tinggi (dengan skala 4 tingkat), sekolah swasta harus memenuhi lebih banyak kriteria. Sekolah

dengan status akreditasi yang lebih tinggi diizinkan melaksanakan lebih banyak tugas sendiri, misalnya

menyusun dan melaksanakan ujian akhir sendiri. Untuk sekolah-sekolah yang memiliki status akreditasi

lebih rendah, tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh sekolah negeri yang ditunjuk.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memandatkan sebuah sistem akreditasi untuk semua jenis

sekolah (negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag).

Page 18: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

14 of 140

sekolah-sekolah swasta; tanggung jawab ini dilaksanakan melalui Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota1.

manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depag

menjadi tanggung jawab hirarki vertikal Depag yaitu kantor wilayah (Kanwil) di

tingkat provinsi dan kantor departemen (Kandep) di tingkat kabupaten/kota, secara

langsung untuk sekolah-sekolah negeri dan secara tidak langsung untuk sekolah-

sekolah swasta2.

menetapkan kebijakan dan standar pendidikan menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat; selain lembaga-lembaga pusat yang disebutkan di atas dalam

paragraf 11, Hal. 9, Depdiknas maupun Depag mempunyai kantor-kantor untuk

melaksanakan tanggung jawab ini.3

26. Guru sekolah negeri (Depdiknas maupun Depag) berstatus sebagai PNS pemerintah

pusat meskipun beberapa sekolah negeri juga mengangkat guru non-PNS dan membayar

gaji mereka dari anggaran sekolah. Depdiknas dan Depag mendapatkan kuota tahunan

untuk mengangkat guru PNS baru, berdasarkan musyawarah antara Badan Kepegawaian

Negara (pusat), Departemen Keuangan (Depkeu) dan DPR mengenai ketersediaan

anggaran. Untuk guru sekolah Depdiknas, kuota ini kemudian didistribusikan kepada

kabupaten-kabupaten yang melaksanakan rekruitmen sesuai dengan persyaratan dan

pedoman nasional. Depag merekrut di tingkat pusat, tetapi pengajuan surat lamaran dan

penyelenggaraan tes dilaksanakan di tingkat kabupaten. Tenaga baru yang direkrut secara

hukum dipekerjakan oleh departemen di pusat dan mendapatkan nomor induk pegawai

dari departemen di pusat (NIP berawalan 13 untuk Depdiknas dan 15 untuk Depag). Guru

sekolah Depdiknas dengan sendirinya ditugaskan ke kabupaten yang merekrut mereka

sedangkan guru sekolah Depag yang direkrut cenderung ditugaskan ke kabupaten di mana

lamaran kerja mereka diajukan dan diproses. Gaji guru PNS Depdiknas dibayar oleh

pemerintah pusat melalui dana alokasi umum (DAU) dari APBN ke APBD.4 Guru PNS

Depag digaji langsung melalui anggaran Depag pusat dengan dana yang disalurkan

melalui hirarki vertikal Depag. Anggaran departemen pusat juga menanggung tunjangan

tertentu yang melekat pada gaji yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 14/2005

tentang guru dan dosen, bandingkan paragraf, 135 hal. 54 di bawah ini.

27. Kabupaten berwenang untuk mengangkat PNS kabupaten, termasuk guru. PNS

kabupaten mendapatkan nomor induk pegawai kabupaten (berawalan 51) dan gaji mereka

dibayar melalui APBD kabupaten tetapi tidak ditanggung oleh dana alokasi umum (DAU).

1 Dinas mungkin mempunyai nama yang berbeda di kabupaten-kabupaten yang berbeda. Dalam beberapa

kasus, dinas masih disebut dengan nama departemen yang lama yaitu Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud).

Peraturan Pemerintah No. 38/2007 menguraikan pembagian tanggung jawab yang lebih terperinci di antara

pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini tidak

mengubah tanggung jawab dinas kabupaten/kota untuk mengelola penyelenggaraan pendidikan dasar, seperti

yang dinyatakan dalam isinya. 2 Yang harus ditekankan adalah bahwa status hukum dan birokratis dinas dan kandep tidak sama atau

serupa. Dinas adalah bagian dari pemerintah kabupaten/kota yang otonom dan tidak mempunyai hubungan

hirarki dengan Depdiknas di pusat; Kandep adalah bagian dari Depag di puast dan tidak mempunyai

hubungan hukum dengan Dinas meskipun mungkin ada kerjasama antara Kandep dan Dinas. Dinas didanai

melalui APBD kabupaten (desentralisasi); Kandep didanai melalui anggaran Depag di pusat. 3 PP 38/2007 memberikan tanggung jawab kepada Dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk menetapkan

kebijakan “operasional sesuai dengan kebijakan nasional”. 4 Untuk perincian perhitungan DAU, lihat Lampiran 5.

Page 19: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

15 of 140

28. Guru PNS juga “diberikan” kepada sekolah-sekolah swasta, dan gaji mereka dibayar

dari anggaran pemerintah melalui dana alokasi umum (untuk guru Depdiknas) atau

anggaran personil (untuk guru Depag). Namun, sebenarnya, yang biasanya terjadi adalah

bahwa sekolah swasta mencalonkan guru-guru yang ada yang memenuhi syarat sebagai

PNS untuk direkrut sebagan PNS melalui proses rekruitmen reguler. Gaji guru disetorkan

ke anggaran sekolah dan realisasi gaji bersih guru ditetapkan melalui kesepakatan antara

guru yang bersangkutan dengan sekolah. Dalam kebanyakan kasus, guru PNS

mendapatkan gaji yang sama seperti guru non-PNS yang setara di sekolah sehingga

“penyediaan” guru PNS sebenarnya merupakan subsidi anggaran untuk sekolah swasta.

Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan distribusi guru PNS dan non-PNS di sekolah-

sekolah Depdiknas dan Depag. Data Depag tidak dipisahkan menurut sekolah negeri dan

swasta namun persentasenya tampaknya memperlihatkan bahwa angka ini memaksudkan

total sekolah negeri dan swasta.

29. Sekolah-sekolah swasta mempunyai dua kategori guru lain: tetap dan tidak tetap.

Guru tetap adalah karyawan tetap yayasan, dengan semua hak karyawan tetap yang sah.1

Mereka menerima gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji dan insentif berdasarkan

jumlah jam pengajaran yang sebenarnya. Guru tetap berhak mendapatkan tunjangan yang

melekat pada gaji berdasarkan Undang-Undang No. 14/2005 dan tunjangan tersebut

ditanggung oleh anggaran Depdiknas dan Depag di pusat. Semua guru PNS adalah

karyawan tetap yayasan. Guru tidak tetap dipekerjakan berdasarkan kontrak tahunan atau

lebih dari setahun.2 Mereka biasanya mendapatkan gaji pokok (yang rendah), tanpa

tunjangan, dan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari insentif berbasis jam

pengajaran. Sebagian besar guru tidak tetap mempunyai beban pengajaran penuh. Sekitar

63% guru di sekolah dasar swasta Depdiknas dan 37% guru di sekolah SMP swasta

Depdiknas berstatus tidak tetap (2006/2007, data terakhir yang tersedia). Guru PNS dari

sekolah negeri Depdiknas seringkali merangkap sebagai guru tidak tetap di sekolah swasta

Depdiknas.

Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008

Tipe sekolah PNS Non PNS

Depdiknas

Negeri

SD 985.913 guru

74,9%

330,196 guru

25,1%

SMP 290.327 guru

71,5%

115,845

28,5%

Swasta

SD 16.691 guru

12,9%

112,332 guru

87,1%

SMP 15.166 guru

8,0%

174,403 guru

92,0%

Depag

SD 41.896 guru

17,3%

242,175 guru

82,7%

SMP 16.974 guru 95,436 guru

1 Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “purna waktu” dalam

statistik Depdiknas dan Depag. Istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tetap. 2 Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “paruh waktu dalam statistik

Depdiknas dan Depag. Sekali lagi, istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tidak tetap.

Page 20: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

16 of 140

15,1% 84,9% Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008

30. Ada kelompok guru lain yang disebut “guru kontrak”. Mereka adalah guru yang

dipekerjakan oleh dan dibiayai melalui anggaran pendidikan kabupaten tetapi bukan PNS

pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten, dengan berbagai tingkat keberhasilan,

berupaya untuk menyertakan guru kontrak agar berhasil direkrut dalam kuota tahunan

kepegawaian Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 43/2007, yang merevisi Peraturan

Pemerintah No. 48/2005 tentang rekruitmen pegawai kontrak sebagai pegawai negeri sipil

menyebutkan guru sebagai prioritas utama untuk direkrut, yang diikuti oleh tenaga

kesehatan, penyuluh pertanian dan personil “lainnya” (pasal 3).

31. TabelTabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan di bawah ini meringkaskan jenis

guru dan sumber pendanaan untuk setiap jenis guru.1

32. Guru tidak tetap yang bekerja berdasarkan kontrak di sekolah negeri maupun swasta

serta guru kontrak kabupaten, perlu dibedakan dengan guru peserta “program guru

kontrak”. Program guru kontrak dimulai sebagai kegiatan dalam proyek-proyek bantuan

donor di mana sejumlah besar guru didatangkan dari sekolah-sekolah dalam rangka

mengikuti program pelatihan dinas atau pendidikan tinggi untuk waktu yang lama.2

Proyek-proyek tersebut kemudian membiayai guru pengganti yang dipekerjakan melalui

anggaran proyek departemen pusat. Semua kontrak diadakan dengan jangka waktu

setahun, tetapi kontrak cenderung diperpanjang untuk jangka waktu bertahun-tahun,

karena guru yang semula tersebut didaftarkan dalam program pendidikan tinggi yang

berlangsung selama bertahun-tahun ataupun karena penggantinya dimutasi dari posisi

jangka pendek ke posisi lain dan bukan mengangkat guru kontrak baru untuk

menggantikan peserta yang telah menyelesaikan pelatihan. Ketika pendanaan donor

terhenti di akhir proyek, secara politik sangat sulit untuk memberhentikan guru-guru

tersebut,3 yang beberapa di antaranya telah bekerja di sekolah selama beberapa tahun.

Akibatnya, anggaran Depdiknas di pusat terus mendanai mereka.4 Sejak tahun 2005,

pemerintah pusat membuat komitmen untuk memberikan status PNS kepada semua guru

kontrak yang ada yang telah melayani sebagai guru kontrak selama 10 tahun atau lebih.

Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan

Sekolah Depdiknas Depag

Negeri PNS pusat (NIP 13)

Gaji dari DAU melalui anggaran

kabupaten

PNS pusat (NIP 15)

Gaji dari anggaran Depag

1 Hal ini akan berubah ketika Undang-Undang No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan paragraf 142, hal 55 di

bawah ini. 2 Di awal proyek (1970an), di mana “program guru kontrak” dimulai, semua peserta pelatihan guru adalah

guru pegawai negeri sipil yang ditugaskan ke sekolah-sekolah program melalui “surat penugasan”

Depdiknas pusat yang secara hukum mengikat guru dan sekolah. Di proyek-proyek berikutnya yang

memberikan pelatihan kepada guru non-PNS dari sekolah swasta, semua peserta pelatihan adalah guru tetap

yang secara hukum terikat pada sekolah mereka dengan status karyawan “tetap”. 3 Pada tahun 2004, di hari Pendidikan Nasional, sebanyak 250.000 guru kontrak membentuk Forum

Komunikasi Guru Kontrak Indonesia untuk melobi status pegawai negeri sipil. 4 Melalui kegiatan dalam anggaran “pembangunan” (dengan format anggaran lama). Sebagian besar guru

tersebut dipekerjakan untuk proyek-proyek yang didanai melalui Depdiknas, bukan Depag. Pendanaan

proyek berbasis Depag masih relatif baru yang dimulai dengan Proyek Pendidikan Dasar ADBs tahun 1996

– 2002.

Page 21: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

17 of 140

PNS kabupaten (NIP 51)

Gaji dari anggaran kabupaten

Guru kontrak pusat

Gaji dari anggaran pusat

Guru kontrak kabupaten/kota

Gaji dari anggaran kabupaten/kota

Non-PNS

Gaji dari anggaran sekolah

Pemerintah menyediakan beberapa

tunjangan

Guru kontrak pusat

Gaji dari anggaran pusat

Non-PNS

Gaji dari anggaran sekolah

Pemerintah menyediakan

beberapa tunjangan

Swasta PNS pusat (NIP 13)

Gaji dari DAU melalui anggaran

kabupaten ke anggaran sekolah

tetapi penghasilan guru dari

anggaran sekolah

Non-PNS: tetap

Gaji dari anggaran sekolah

Pemerintah menyediakan beberapa

tunjangan

Non-PNS: tidak tetap

Gaji dari anggaran sekolah

PNS pusat (ID 15)

Gaji dari anggaran Depag ke

anggaran sekolah tetapi

penghasilan guru dari anggaran

sekolah

Non-PNS: tetap

Gaji dari anggaran sekolah

Pemerintah menyediakan

beberapa tunjangan

Non-PNS: tidak tetap

Gaji dari anggaran sekolah

Konteks Akademis

33. Landasan untuk konteks akademis pendidikan Indonesia adalah standar nasional

pendidikan (SNP) yang dimandatkan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional.

(SNP hendaknya tidak dikacaukan dengan standar pelayanan minimum/SPM urusan

pendidikan yang diwajibkan oleh undang-undang otonomi daerah, bandingkan paragraf

55, hal. 28 di bawah ini.) Peraturan Pemerintah No. 19/2005 mengidentifikasi delapan

(kelompok) standar yang diwajibkan oleh undang-undang:

isi

proses

kompetensi lulusan

pendidik dan tenaga kependidikan

sarana dan prasarana

manajemen

pendanaan

evaluasi pendidikan.

Standar-standar ini telah diterbitkan dalam bentuk Peraturan-Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional sebagaimana ditunjukkan dalam

Tabel 3. Perhatikan bahwa standar pendanaan pendidikan diterbitkan dalam bentuk

peraturan pemerintah dengan wewenang hukum yang jauh lebih tinggi daripada peraturan

menteri.

Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan

Page 22: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

18 of 140

Peraturan Perundang-

undangan

Pokok bahasan Keterangan

Isi

Permen 22/2006 Standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah Petunjuk pelaksanaan

dalam Permen 24/2006

Diubah dengan Permen

6/2007

Permen 13/2007 Isi untuk Pendidikan kesetaraan

Proses

Permen 41/2007 Proses untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah

Permen 3/2008 Proses pendidikan kesetaraan

Kompetensi lulusan

Permen 23/2006

Diubah dengan Permen 6/2007

Kompetensi lulusan untuk

satuan pendidikan dasar dan

menengah

Petunjuk pelaksanaan

dalam Permen 24/2006

Tenaga kependidikan

Permen 12/2007 Pengawas

Permen 13/2007 Kepala sekolah

Permen 16/2007 Guru

Permen 24/2008 Tenaga administrasi

Permen 25/2008 Teknisi laboratorium sekolah

Sarana dan prasarana

Permen 24/2007 Sarana dan prasarana untuk

satuan pendidikan dasar dan

menengah

Manajemen

Permen 19/2007 Pengelolaan pendidikan sekolah

dasar dan menengah

Peraturan ini tidak berisi

“manajemen berbasis

sekolah” tetapi kegiatan-

kegiatan yang diwajibkan

oleh peraturan yang

merupakan manajeman

berbasis sekolah. Lihat

paragraf 131, hal 53 di

bawah ini.

Permen 49/2007 Pengelolaan pendidikan

kesetaraan

Permen 50/2007 Pengelolaan pendidikan oleh

pemerintah kabupaten/kota

Pendanaan

Peraturan Pemerintah 48/2008

Evaluasi

Permen 20/2007

34. Standar isi dan kompetensi lulusan menjadi dasar kurikulum. Semua sekolah

Depdiknas dan Depag, negeri dan swasta, menggunakan kurikulum dasar yang sama

(meskipun sekolah madrasah menambahkan mata pelajaran agama tambahan). Depdiknas

telah mengeluarkan pedoman teknis yang terperinci dan “model” untuk kurikulum ini.

Tanggung jawab untuk mengembangkan silabus dan rencana pelajaran sekarang berada di

tangan guru di bawah pengawasan kepala sekolah dan pengawas meskipun pedoman dari

Page 23: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

19 of 140

Depdiknas mencantumkan contoh-contoh nyata tentang apa yang diajarkan dan cara

mengajar.1

35. Pemerintah2 mengeluarkan surat tanda tamat belajar untuk peserta didik dari empat

tipe sekolah. Kelulusan didasarkan pada keberhasilan dalam ujian akhir di akhir setiap

jenjang pendidikan.3 Ujian akhir untuk jenjang pendidikan dasar menjadi tanggung jawab

dinas pendidikan kabupaten/kota, yang membentuk tim yang beranggotakan para kepala

sekolah, guru dan pengawas, serta dosen (di beberapa kabupaten) dan boleh menyertakan

wakil dari sekolah madrasah.4 Setiap tim dari kabupaten merancang, menyelenggarakan

dan menilai tesnya sendiri,5 dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan/soal-solah ujian

dari database ujian nasional Depdiknas.6 Ujian nasional untuk jenjang SMP dan SMA

dikembangkan dan dilaksanakan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas di tingkat

pusat.

36. Siswa pondok pesantren dan madrasah diniyah yang tidak memiliki sekolah

Depdiknas atau Depag di kampus tetapi menawarkan program pendidikan dasar minimum

(bandingkan catatan kaki 2, hal. 8), diizinkan untuk mengikuti ujian akhir tingkat sekolah

dasar dan SMP dan memenuhi syarat untuk mendapatkan surat tanda tamat belajar dari

pemerintah.

37. Penyediaan buku pelajaran diatur dalam Permendiknas No. 2/2008. Pada prinsipnya,

buku pelajaran diproduksi oleh sektor swasta dan guru diizinkan untuk memilih dari daftar

buku pelajaran yang telah diteliti oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.7 Peraturan

tersebut juga mengizinkan Depdiknas, Depag dan pemerintah derah utnuk membeli hak

cipta dari penulis buku pelajaran (pasal 3) dan mencetak buku untuk dijual kepada sekolah

(pasal 8) secara langsung ataupun melalui penerbit swasta. Peraturan tersebut mengutip

UU No. 5/1999 yang melarang monopoli sebagai salah satu referensinya dan

mengharuskan agar buku yang digunakan di satu sekolah berasal sedikitnya dari dua

penerbit yang berbeda (pasal 6).

1 “Kekakuan” seperti ini sering dikritik oleh akademisi dan pakar pendidikan, namun hal tersebut menjadi

sarana pendukung yang sangat penting bagi banyak guru yang belum berpengalaman sehingga belum

mampu mengembangkan silabus dan rencana pelajaran mereka sendiri. Hal tersebut menjadi tingkat kualitas

minimum dalam hal ini. 2 Pemerintah kabupaten (Kandep Depag untuk madrasah) untuk TK, SD, SMP dan SMA. Di jenjang

pendidikan tinggi, lembaga pendidikan bersangkutan mengeluarkan ijazah namun hak untuk mengeluarkan

ijazah tersebut bergantung pada izin dari departemen teknis di pusat (Depdiknas atau Depag). 3 Ujian terdiri dari sejumlah mata pelajaran. Keputusan akhir lulus/gagal dibuat berdasarkan total nilai

(seluruh mata pelajaran) yang memungkinkan nilai tinggi di salah satu mata pelajaran menutupi nilai rendah

di mata pelajaran yang lain.

Sebelumnya, nilai ujian siswa selama semester/tahun ajaran juga dipertimbangkan dalam memutuskan

apakah siswa memenuhi syarat untuk lulus atau tidak. Hal ini menghasilkan istilah “nilai asli” atau “nilai

murni” yaitu nilai ujian akhir dari lulusan sebelum nilai ulangan rapor diperhitungkan.

Penggunaan nilai ujian tunggal telah diajukan ke pengadilan (Pengadilan Negeri Jakarta bulan Mei 2007)

sebagai pelanggaran hak asasi siswa karena nilai ujian tunggal tidak mencerminkan seluruh prestasi siswa.

Pengadilan mengabulkan tuntutan penggugat dan memerintahkan Depdiknas untuk mengubah system. Pada

saat dokumen ini ditulis, Depdiknas sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak

terhadap keputusan itu. 4 Wakil yang ditunjuk oleh Kandep Depag bertanggung jawab untuk menyusun ujian agama untuk semua

agama, tidak hanya Islam.

7 Daftar ini diterbitkan secara berkala dalam bentuk Permendiknas.

Page 24: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

20 of 140

38. Sekolah-sekolah diwajibkan menyediakan buku pelajaran yang memadai di

perpustakaan sekolah bagi semua murid,1 meskipun guru-guru juga diperbolehkan untuk

“menganjurkan” agar siswa yang mempunyai kemampuan keuangan yang memadai

membeli buku pelajaran. Dalam hal ini, peraturan tersebut mewajibkan agar buku dibeli

langsung dari pengecer. Hal ini dimaksudkan untuk menghapuskan praktek sekolah yang

mewajibkan siswa untuk membeli buku pelajaran dari sekolah (seringkali dengan

penggelembungan harga jauh di atas harga pasar eceran).

39. Peralatan dan media kegiatan belajar mengajar diproduksi oleh sektor swasta. Proyek-

proyek yang didanai oleh donor membeli peralatan dan media kegiatan belajar mengajar di

pasar dan menyerahkannya kepada sekolah-sekolah yang juga dapat membeli di pasar dari

anggaran sekolah sendiri. Depdiknas, dinas pendidikan kabupaten dan Depag melakukan

pengadaan berdasarkan pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah.

1 Beberapa dinas pendidikan kabupaten menyediakan dana buku pelajaran bagi sekolah-sekolah.

Page 25: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

21 of 140

C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundang-

undangan Indonesia

40. Produk hukum Indonesia disusun menurut hirarki kewenangan sebagai berikut:1

Undang-Undang Dasar 1945, termasuk amandemen yang disahkan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR)2

Undang-Undang (UU)3 yang disahkan oleh DPR

Peraturan Pemerintah (PP)4 yang dikeluarkan oleh Presiden

Perintah Eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden

o Peraturan Presiden (Perpres)

o Instruksi Presiden (Inpres)5

o Surat Keputusan Presiden (SK Presiden)

Undang-undang juga mengakui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perppu). Perppu dikeluarkan oleh Presiden dan mempunyai kedudukan hukum yang

setara dengan undang-undang yang disahkan oleh DPR. Perppu terbatas pada keadaan

darurat (secara hukum) yang tidak tercakup dalam undang-undang yang ada. Perppu harus

diajukan dalam sidang berikutnya dari DPR di mana Perppu akan diterima – sehingga

menjadi undang-undang – atau ditolak, di mana DPR harus mengeluarkan suatu undang-

undang untuk menghapuskan Perppu tersebut. Pada saat pemuktahiran ini, tidak ada

Perppu yang secara langsung berhubungan dengan sektor pendidikan sehingga masalah

Perppu tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini.

41. UU No. 10/2004 pasal 7 juga menjadi landasan hukum bagi Peraturan Menteri yang

memperbolehkan jenis produk hukum “lain” jika diperlukan oleh produk hukum yang

secara spesifik disebutkan dalam UU tersebut. Peraturan menteri yang disebutkan dalam

tinjauan ini memenuhi kriteria tersebut.

42. Produk hukum diidentifikasi menurut jenisnya yang diikuti oleh nomor dan tahun

dikeluarkan, misalnya UU 20/2003, Peraturan Pemerintah 58/2006, dsb. Perintah

Eksekutif Menteri juga mencantumkan nama Menteri yang mengeluarkannya, misalnya

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16/2006. Judul formal undang-undang dan Peraturan

1 Undang-Undang 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (produk hukum). Undang-

undang ini tidak menyebutkan instrumen eksekutif seperti peraturan menteri/lembaga, instruksi, surat edaran

dan surat-surat yang akan terus dikeluarkan dan, secara umum, dipatuhi. Fakta bahwa instrumen-instrumen

tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang ini telah mendorong beberapa pemangku kepentingan

menyimpulkan bahwa instrumen-instrumen tersebut tidak mengikat secara hukum sehingga secara selektif

dapat diabaikan. 2 MPR terdiri dari semua anggota DPR ditambah anggota tambahan yang ditunjuk untuk mewakili berbagai

“kelompok fungsional” (kelompok pemangku kepentingan). MPR mempunyai kekuasaan untuk

memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden dan mengeluarkan Ketetapan MPR. 3 Daftar (glosari) istilah dan singkatan dicantumkan sebagai Lampiran 6. Glosari ini terlalu panjang jika

ditempatkan di bagian awal dokumen ini. Oleh karena itu, jika suatu istilah teknis digunakan untuk pertama

kalinya maka nama lengkap dalam bahasa (Inggris maupun) Indonesia serta singkatan-singkatan akan

disebutkan. Penyebutan berikutnya hanya menggunakan nama atau singkatan yang umum. 4 Peraturan Pemerintah dengan status sebagai undang-undang yang disebut Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang dapat dikeluarkan oleh Presiden dalam situasi yang memerlukan solusi hukum yang cepat.

Peraturan tersebut harus disahkan sebagai undang-undang oleh DPR dalam sidang berikutnya, atau menjadi

batal. Peraturan Presiden juga dapat dikeluarkan sebagai pengganti undang-undang dengan ketentuan yang

sama. 5 Instruksi dan Surat Keputusan Presiden tidak secara tegas disebutkan dalam UU 10/2004 tetapi tetap akan

dikeluarkan dan dipatuhi.

Page 26: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

22 of 140

Pemerintah1 juga mencantumkan frase “tentang ...”, misalnya UU 20/2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Untuk sebutan yang kurang formal, produk hukum disebutkan

dengan singkatan jenis, nomor dan tahun, misalnya PP 58/2006, Permendagri 16/2006

(“permen” adalah singkatan untuk peraturan menteri dan “dagri” adalah singkatan Dalam

Negeri/Depdagri; Singkatan untuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional adalah

Permendiknas).

43. Setiap produk hukum yang lebih rendah harus mengacu kepada produk hukum yang

lebih tinggi untuk legitimasinya, misalnya, undang-undang harus mengacu kepada

ketentuan dalam Undang-Undang Dasar; peraturan pemerintah harus mengacu kepada

undang-undang; peraturan/keputusan/instruksi presiden harus mengacu kepada undang-

undang atau peraturan pemerintah, dan sebagainya.

44. Setiap undang-undang menyebutkan departemen yang bertanggung jawab untuk

melaksanakannya.

45. Daerah2 juga mempunyai produk hukumnya sendiri:

3

o Peraturan Daerah (Perda) disahkan oleh DPRD

o Peraturan Walikota/Bupati atau Keputusan Walikota/Bupati atau Instruksi

Walikota/Bupatei dikeluarkan oleh Kepala Daerah4

Peraturan daerah berbeda dengan peraturan perundang-undangan di pusat di mana

peraturan daerah harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan di pusat. Maka

peraturan daerah harus menjadi peraturan pelaksanaan di tingkat daerah untuk peraturan

perundang-undangan di pusat. Permendagri 16/2006 membatasi peraturan daerah pada dua

fungsi: mengatur sesuatu dan menetapkan sesuatu yang baru. Banyak kabupaten telah

mengesahkan peraturan daerah tentang pendidikan. Selain itu, peraturan daerah harus

diajukan kepada Depdagri untuk mendapatkan persetujuan. Daftar peraturan yang

diajukan dan keputusan Depdagri mengenai setiap peraturan yang diajukan dapat dilihat di

website Depdagri.

46. Peraturan daerah yang terpenting adalah peraturan tentang anggaran belanja daerah

(APBD) yang mencakup anggaran belanja tahunan, perubahan anggaran belanja tahunan

dan realisasi anggaran belanja akhir. Persetujuan atas peraturan anggaran belanja daerah

diberikan oleh gubernur untuk kabupaten/kota yang ada di provinsi dan oleh Depdagri

untuk provinsi-provinsi.

1 Dalam pembahasan berikut ini, peraturan perundang-undangan akan disebutkan dengan nama dalam

bahasa (Inggris). Istilah-istilah dapat dijadikan referensi silang dalam glosari Lampiran 6. Peraturan Menteri

disebutkan dengan nama (atau singkatan) dari Menteri yang mengeluarkannya yang diikuti dengan kata-kata

“Peraturan Menteri” dan nomor. 2 Dalam pembahasan hukum dan politik di Indonesia, lawan kata “pusat” (pemerintah pusat) adalah

“daerah”, yang mencakup Provinsi dan Distrik yang terdiri dari Kabupaten dan Kota (sebelumnya

Kotamadya).

Dalam peraturan perundang-undangan, istilah pemerintah tanpa kata sifat selalu memaksudkan pemerintah

pusat.

Dalam pembahasan ini, bila istilah “daerah” digunakan, istilah ini mencakup provinsi maupun

kabupaten/kota. Ketika istilah “distrik” (kabupaten/kota) digunakan, istilah ini mencakup Kota dan

Kabupaten. 3 Didefinisikan dan ditetapkandalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/2006.

4 Kepala Pemerintahan Provinsi adalah Gubernur; Kepala Pemerintahan Kota adalah Walikota dan Kepala

Pemerintahan Kabupaten adalah Bupati. Seperti halnya dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh

pimpinan lembaga pusat (menteri), perintah eksekutif daerah juga tidak secara spesifik disebutkan dalam UU

10/2004 namun tetap akan dikeluarkan dan dipatuhi.

Page 27: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

23 of 140

47. Indonesia mempunyai dua sistem “hukum” yang paralel:1 pengadilan umum dan

pemerintah (badan eksekutif). Hukum pidana dan perdata berjalan melalui sistem

pengadilan umum, termasuk kejaksaan yang, bersama-sama dengan hakim, adalah

pegawai negeri sipil di Departemen Kehakiman. Sistem pemerintahan terdiri dari hukum

administrasi (tata usaha) negara, yaitu peraturan pemerintah dan perintah eksekutif yang

tidak termasuk pidana ataupun perdata. Sistem hukum administrasi mempunyai

pengadilannya sendiri di mana kasus-kasus yang melibatkan pelaksanaan peraturan dan

perintah diajukan terhadap lembaga eksekutif pemerintah oleh warga masyarakat (yang

diwakili oleh pengacara). Hukum administrasi mengikat organisasi masyarakat sipil yang

berada dalam lingkup yurisdiksi hukum ini, yaitu sekolah swasta, tetapi sanksi-sanksinya

bersifat administratif, bukan pidana, yaitu penurunan pangkat atau penundaan kenaikan

gaji berkala untuk pegawai; pengurangan transfer anggaran pusat ke anggaran

kabupaten/kota; hilangnya izin atau penutupan sekolah, dan sebagainya. 2

48. Undang-undang Indonesia dirumuskan sebagai pernyataan prinsip umum, yang diikuti

dengan instruksi: pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip ini akan ditetapkan dengan

peraturan pemerintah. Laporan Inventarisasi yang disusun oleh DRSP menyatakan:

Juga ada kecenderungan untuk menyusun undang-undang yang sangat

mengandalkan peraturan pemerintah turunannya; tanpa pemikiran yang

memadai tentang isi dari peraturan tersebut; masalah-masalah konseptual

dan praktis dalam undang-undang hanya disebutkan setelah undang-undang

tersebut disahkan sehingga menghambat penyusunan peraturan tindak

lanjut yang berguna.

Laporan Inventarisasi, 2006, Hal 8

Seperti dijelaskan di bawah ini, ada alasan yang telah berakar dalam sistem hukum

maupun alasan pelaksanaan praktis untuk keadaan ini. Undang-undang Indonesia tidak

dimaksudkan untuk dapat dilaksanakan secara langsung: Justru melalui peraturan

pelaksanaan maka prinsip-prinsip politik dan sosial yang dinyatakan oleh DPR

diterjemahkan ke dalam tindakan nyata atau larangan. Undang-undang dasar, sebagai

model untuk semua peraturan perundang-undangan, sangat spesifik tentang apa yang

seharusnya dikatakan dan tidak boleh dikatakan dalam undang-undang:

… hanya memuat aturan-aturan pokok ... sedangkan aturan-aturan yang

menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada [peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah] …

Penjelasan Umum, Butir IV

Gagasan di balik pendekatan pembuatan undang-undang ini adalah:

1 Sebenarnya, ada tiga jika pengadilan agama disertakan. Tetapi pengadilan agama hanya menangani urusan

rumah tangga (perkawinan, perceraian, warisan, dan sebagainya) sehingga tidak berpengaruh langsung

terhadap sistem pendidikan kecuali jika suatu sekolah madrasah swasta dibangun di atas tanah yang

mempunyai hak yang sah di pengadilan agama dan bukan di sistem pendaftaran tanah sekuler sehingga

bukan di yurisdiksi pengadilan sekuler. 2 “Grand Design” (atau “Strategi”) desentralisasi (2005) yang disampaikan oleh Depdagri, “Rencana Aksi

Nasional untuk Desentralisasi Fiskal” (2005), “Grand Design” pendidikan (2006) yang disampaikan oleh

Depdiknas dan Depag, serta “Buku Pedoman Pelaksanaan Pemerintahan Daerah” yang diterbitkan setiap

tahun oleh Bappenas tidak mempunyai status hukum.

Page 28: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

24 of 140

Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari dasar

negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar tertulis sedangkan,

selain undang-undang dasar itu, berlaku juga hukum dasar yang tidak

tertulis1, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpeliharan dalam

praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis.

Penjelasan Umum, Butir I

Maka penjelasan ini menarik kesimpulan dari keberadaan hukum tertulis dan tidak tertulis

yang paralel:

Maka telah cukup jikalau [peraturan perundang-undangan] ... hanya

memuat aturan-aturan pokok sebagai instruksi kepada pemerintah ...

Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin

supel sifatnya [elastic, istilah bahasa Inggris dalam teks asli], aturan itu

makin baik.

Penjelasan Umum, Butir IV

49. Selain itu, DPR maupun departemen sektoral tidak menganggap DPR mempunyai

kemampuan teknis untuk menetapkan rincian pelaksanaan. Itulah sebabnya ada

departemen-departemen sektoral di pemerintahan.2 Peraturan pelaksanaan juga

memberikan kelentukan karena lebih mudah mengganti peraturan pelaksanaan daripada

mengesahkan peraturan perundang-undangan yang baru.3

50. Karakteristik undang-undang Indonesia sebagai pernyataan prinsip umum juga

menyebabkan “tumpang tindih” pokok persoalan di antara banyak undang-undang itu

sendiri, yang seringkali dikritik tidak konsisten. Salah satu contoh yang jelas adalah

sejumlah undang-undang yang disahkan pada tahun 2003 dan 2004 (dalam urutan

kronologis): undang-undang keuangan negara (anggaran pemerintah); undang-undang

perencanaan pembangunan; undang-undang pemerintahan daerah (desentralisasi); undang-

undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (keuangan daerah). Undang-

undang keuangan negara menetapkan struktur dan mekanisme anggaran pemerintah di

semua tingkatan (pusat dan daerah) dan mengharuskan anggaran didasarkan pada rencana

seperti yang diatur dalam undang-undang perencanaan pembangunan (juga di semua

tingkatan). Undang-undang pemerintahan daerah menetapkan sumber pendanaan untuk

tanggung jawab pemerintah daerah – anggaran pusat dan daerah, yang diatur dalam

undang-undang keuangan negara – serta sistem perencanaan untuk menyusun anggaran

belanja. Undang-undang keuangan daerah juga mengatur penyusunan rencana dan

anggaran belanja. Prinsip-prinsip dasar yang dinyatakan dalam semua undang-undang ini

sama tetapi konteks yang melekat pada prinsip-prinsip dasar itu berbeda.

1 Perlu diperhatikan bahwa hukum yang tidak tertulis tersebut bukan “preseden” dalam arti bahwa istilah ini

digunakan dalam sistem pengadilan Anglo-Saxon. Ini adalah prosedur pelaksanaan yang dianggap mengikat

karena prosedur tersebut dipatuhi. 2 Dari sejarahnya, hal ini terbentuk dengan dua cara. Pertama, sistem hukum administratsi berbeda dengan

sistem berbasis hukum umum yang terdiri dari hukum perdata dan pidana di mana peraturan pemerintah

berisi sanksi-sanksi pidana. Kedua, Rezim Orde Baru (1966 – 1998) mendefinisikan hukum sebagai

“kebijakan” yang menyatakan “aspirasi masyarakat” dan Departemen-Departemen sebagai “pelaksana”.

Sebagian besar orang yang menduduki posisi senior/menengah di lembaga eksekutif dan legislatif

merupakan produk dari masa Orde Baru. 3 Mengubah undang-undang yang berlaku belakangan ini hanya menjadi bagian dari budaya politik

Indonesia.

Page 29: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

25 of 140

51. Faktor yang sangat penting dalam kasus-kasus di atas adalah undang-undang spesifik

yang menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaannya. Seperti dinyatakan di atas, tanggung

jawab untuk melaksanakan setiap undang-undang diserahkan kepada menteri tertentu:

undang-undang keuangan negara menjadi tanggung jawab Departemen Keuangan

(Depkeu); undang-undang perencanaan pembangunan menjadi tanggung jawab Ketua

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); undang-undang pemerintahan

daerah dan keuangan daerah menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri

(Depdagri)1 meskipun salah satunya mengenai keuangan. Undang-undang tertentu yang

menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaan akan menentukan departemen mana yang

bertanggung jawab atas koordinasi, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan

sebagainya, terhadap aspek prinsip umum yang dimuat dalam semua undang-undang

tersebut. Misalnya, undang-undang keuangan negara, perencanaan pembangunan dan

pemerintahan daerah semuanya mewajibkan “rencana kerja” tahunan sebagai dasar untuk

anggaran belanja tahunan. Pengawasan terhadap pelaksanaan diatur dengan dua peraturan

yang berbeda: Peraturan Pemerintah 20/2004 mengacu kepada undang-undang keuangan

negara, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Menteri Keuangan; sedangkan

Peraturan Pemerintah 39/2006 mengacu kepada undang-undang perencanaan

pembangunan, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Bappenas – dengan tembusan

kepada Depkeu dan Depdagri.

52. Ada banyak faktor penyebab ketidakkonsistenan dan tumpang tindih pada peraturan

tetapi salah satu faktor terpenting adalah kurangnya dukungan profesional di tingkat

menengah untuk penyusunan perundang-undangan. Kebanyakan peraturan pelaksanaan

awalnya disusun oleh tim teknis dari departemen pelaksana sehingga mencerminkan

bidang dan kebutuhan teknis. Draft tersebut kemudian diedarkan ke biro-biro lain dalam

departemen bersangkutan agar dapat ditinjau, sekali lagi oleh personil teknis. Biro hukum

dari departemen tersebut memberikan sangat sedikit masukan dalam proses penyusunan

peraturan pelaksanaan. Dinas di biro hukum itu sendiri bukan jenjang karir yang sangat

diminati. Ada beberapa database komputerisasi peraturan dan database yang ada tidak

dapat diakses oleh orang awam – dibutuhkan jasa programer yang profesional. Tim

penyusun dari satu departemen jarang mempunyai akses yang mudah ke arsip hukum

departemennya sendiri – karena biro hukum merupakan bagian dari Sekretariat Jenderal

sedangkan tim penyusun berasal dari Direktorat Jenderal – dan tidak pernah mempunyai

akses ke arsip hukum departemen-departemen lain. Jika dilihat dari luar, pekerjaan tim

penyusun tampaknya kurang kompeten dan kurang logis tetapi masalahnya adalah

masalah sistem – kurangnya staf pendukung yang kompeten dan profesional dan

kurangnya akses ke arsip hukum – bukan masalah individual.

1 Yang membentuk sebuah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah yang baru untuk melaksanakan undang-

undang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Page 30: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

26 of 140

D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar

yang Didesentralisasi

53. Gambar 5 memperlihatkan hubungan inti beberapa undang-undang nasional yang

terkait dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan.

Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur Pendidikan yang

Didesentralisasi

54. Ada lima undang-undang (atau paket undang-undang) yang secara langsung

mempengaruhi pendidikan yang didesentralisasi.1 Undang-Undang No. 32/2004 tentang

Pemerintahan Daerah memberikan tanggung jawab atas “pengelolaan penyelenggaraan

pendidikan” kepada pemerintah kabupaten/kota.2 Dalam undang-undang ini, juga

disebutkan tanggung jawab pemerintah provinsi atas urusan-urusan dengan “skala”

provinsi. Tanggung jawab tersebut didefinisikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah

No. 38/2007 (bandingkan paragraf 60 - 61, hal. 28 di bawah ini dan Lampiran 4). Undang-

Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah

memberikan pengaturan pembiayaan agar pemerintah kabupaten/kota dapat memenuhi

kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Undang-undang

tentang perencanaan pembangunan dan keuangan negara menetapkan sistem perencanaan

dan penganggaran untuk lembaga-lembaga pendidikan pusat maupun daerah. Tiga

undang-undang mengenai pendidikan secara langsung mengatur sektor pendidikan itu

sendiri.

1 Pembahasan ini selanjutnya dibatasi pada pendidikan dasar (SD dan SMP). Pembahasan terutama berfokus

pada sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

yang secara tidak langsung menyinggung sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen

Agama (Depag), sekolah madrasah. 2 Sekolah-sekolah (secara aksara berarti “satuan penyelenggara pendidikan” dalam Undang-Undang

Pendidikan) bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan.

UU Pemerintahan

Daerah

UU Perimbangan

Keuangan antara

Pusat dan Daerah

UU Peren-

canaan Pem-

bangunan

UU

Keuangan

Negara

UU

Pendidikan

Page 31: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

27 of 140

55. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah1 dan Undang-

Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah. Kedua undang-undang ini dan peraturan-peraturan pelaksanaannya sangat

penting dalam menetapkan desentralisasi urusan-urusan untuk melaksanakan dan

mengelola pendidikan dasar dan mekanisme pendanaan pendidikan yang

didesentralisasikan. Paragraf 55 sampai 84 di bawah ini berfokus pada urusan berbagai

tingkat pemerintahan serta prinsip penyaluran dana di antara berbagai tingkat

pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan desentralisasi, sedangkan

paragraf 85 sampai 97 menjelaskan peraturan-peraturan tentang mekanisme pendanaan

yang didesentralisasikan.

56. Undang-undang pemerintahan daerah membagi “urusan-urusan”2 pemerintahan

menjadi tiga jenis:

Urusan yang dipertahankan, yang terdiri dari enam sektor (misalnya, urusan luar

negeri, pertahanan, kebijakan moneter dan fiskal) di mana tanggung jawab atas urusan

ini dipertahankan pada pemerintah pusat – sektor agama adalah salah satunya dan

itulah sebabnya mengapa sekolah-sekolah madrasah tidak didesentralisasikan;

“Urusan wajib”, yang terdiri dari 15 sektor3 di mana tanggung jawab atas urusan ini

dengan tegas diserahkan kepada kabupaten – sektor pendidikan adalah salah satunya;

Urusan pilihan, di mana kabupaten dapat memilih untuk menerima atau

menyerahkannya kepada pusat, berdasarkan kepentingan dan kemampuan kabupaten

itu sendiri.

57. Semua sektor yang menjadi urusan wajib diatur oleh standar pelayanan minimum

(SPM) yang berada di bawah wewenang Depdagri namun ditetapkan oleh departemen

sektoral yang bertanggung jawab atas sektor tersebut setelah berkonsultasi dengan

Depdagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Di sektor pendidikan,

departemen sektoral yang bertanggung jawab di sektor tersebut adalah Departemen

Pendidikan Nasional (Depdiknas). Peraturan Pemerintah No. 65/2005, yang mengacu

kepada Undang-Undang Pemerintahan Daerah, berisi petunjuk-petunjuk untuk

mengembangkan dan mengeluarkan SPM. SPM berlaku selama dua tahun yang kemudian

akan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang baru. Peraturan Mendiknas No. 6/2007

memberikan petunjuk teknis untuk mengembangkan SPM.

58. Depdiknas telah menerbitkan daftar awal SPM pada tahun 20044 sebelum Peraturan

Pemerintah No. 65/2005 disahkan. Daftar awal ini mencakup, misalnya, angka partisipasi

1 Undang-undang ini telah diubah sebanyak dua kali. Perubahan pertama adalah dengan Undang-Undang

No. 8/2005 yang menetapkan prosedur untuk kasus-kasus ketika pemilihan gubernur, bupati dan walikota

tertunda. Perubahan kedua adalah dengan Undang-Undang No. 12/2008 yang menetapkan tanggung jawab

wakil gubernur, bupati, walikota dan DPRD serta ketentuan-ketentuan tambahan untuk pemilihan kepala

daerah. Perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi hal-hal yang dibahas dalam dokumen ini. 2 Istilah ini adalah istilah bahasa Inggris (function) yang diperkenalkan oleh masyarakat donor selama

pembahasan awal undang-undang tersebut pada tahun 1999. Istilah sebenarnya dalam bahasa Indonesia yang

digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara aksara berarti “urusan” bukan dalam arti “kegiatan

produksi ekonomi” melainkan dalam arti “bidang/sektor”, seperti dalam ungkapan “bukan urusan anda”.

Istilah yang paling cocok dalam bahasa Inggris untuk konteks ini sebenarnya adalah “sektor” tetapi karena

kata “urusan” (function) sekarang sudah umum digunakan maka istilah tersebut akan dipertahankan dalam

dokumen ini. 3 Semula ada 15 sektor, namun sekarang ada 26 sektor, bandingkan: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

No. 13/2006. 4 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 129a/U/2004.

Page 32: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

28 of 140

sekolah, angka putus sekolah dan nilai ujian yang memuaskan. Daftar awal tersebut tidak

secara resmi diumumkan oleh Depdagri. Saat ini, Bank Pembangunan Asia sedang

mendanai sebuah tim untuk mengembangkan SPM pendidikan yang sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang baru, dan sebuah naskah diskusi sedang diedarkan di lingkungan

Depdiknas.1

59. Pelaksanaan SPM menjadi tanggung jawab dinas dan ini dapat mencakup, misalnya,

memastikan bahwa angka partisipasi sekolah sasaran tercapai (termasuk sekolah negeri

dan swasta di bawah Depdiknas maupun Depag).2

60. Peraturan Pemerintah 38/2007 bertujuan untuk melakukan pembagian tugas dan

tanggung jawab secara lebih terperinci antara pemerintah pusat, provinsi dan

kabupaten/kota. Saat ini ada 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan.3 Sejumlah lampiran

memberikan daftar kegiatan yang terperinci yang menjadi tanggung jawab pemerintah

pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lampiran peraturan pemerintah yang menguraikan

pembagian tanggung jawab atas sektor pendidikan dicantumkan sebagai Lampiran 4

dalam dokumen studi ini. Sebelum adanya peraturan pemerintah ini, pemerintah provinsi

tidak memahami hak dan tanggung jawabnya atas sektor-sektor yang didesentralisasi.

Peraturan pemerintah ini bertujuan untuk membantu memperjelas situasinya, terutama

sehubungan dengan bagaimana kegiatan pendidikan didanai dari anggaran provinsi.

61. Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 menguraikan urusan-urusan yang akan

dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tetapi, pembagian

urusan di sektor pendidikan belum meningkatkan dukungan provinsi dalam pemberian

pelayanan pendidikan dasar di provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang disurvei untuk

studi ini (yaitu sekitar 50 kabupaten/kota yang termasuk dalam proyek Decentralized

Basic Education (DBE) dukungan USAID)4. Ada 23 urusan yang menjadi urusan provinsi

maupun kabupaten/kota. Dari urusan-urusan tersebut, enam di antaranya persis sama

(misalnya mengawasi dan memfasilitasi sekolah bertaraf internasional dalam penjaminan

kualitas untuk memenuhi standar internasional). Delapan urusan sangat serupa kecuali

bahwa provinsi berfokus pada pendidikan menengah atas (misalnya, mengkoordinasikan

dan mengawasi pengembangan kurikulum untuk pendidikan menengah atas (provinsi) dan

pendidikan dasar (kabupaten/kota). Sembilan urusan sama kecuali untuk “skala” urusan

(misalnya, mensosialisasikan dan melaksanakan standar nasional pendidikan di tingkat

provinsi (provinsi) dan di tingkat kabupaten/kota (kabupaten/kota). Tanggung jawab untuk

menyelenggarakan dan mendanai pendidikan dasar terutama terletak pada kabupaten

sedangkan provinsi mempunyai peranan yang kurang jelas dalam bidang koordinasi dan

1 UU 25/2009 tentang pelayanan publik secara spesifik mencakup pendidikan dan pengajaran dalam daftar

pelayanan publik yang tercantum dalam pasal 5 dari undang-undang ini. Menteri yang bertanggung jawab

untuk melaksanakan undang-undang ini adalah Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN).

Pasal 15 dari undang-undang ini mengharuskan penyelenggara pendidikan untuk menyusun “standar

pelayanan” atas pelayanan mereka. 2 Sekolah Depdiknas maupun Depag wajib mengikuti standar nasional pendidikan, bandingkan paragraf 25,

hal. 14. 3 Ibid., Paragraf 7.

4 Edisi 2009 “Pemuktahiran 2009 tentang Inventarisasi Reformasi Desentralisasi Terbaru Indonesia”

sebagian menyatakan: “Dalam hal daftar/pengaturan PP 38/2007 itu sendiri, terdapat kekurangan sebagai

berikut: Jelas terdapat penyerahan urusan yang sama (kadang-kadang satu urusan diserahkan kepada ketiga

tingkat pemerintahan) tetapi masih belum jelas apakah penyerahan urusan yang sama ini memang disengaja

dan bagaimana melaksanakannya. Perbedaan antara urusan wajib dan pilihan tidak jelas atau tidak praktis ...

perumusan urusan mengandung banyak konstruksi yang cacat, tidak berguna, tidak jelas, berputar-putar atau

berbelat-belit (misalnya, „... berskala nasional ...‟ ) (hal.36)

Page 33: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

29 of 140

pengawasan; peranan provinsi yang lebih jelas adalah menyelenggarakan pendidikan

bertaraf internasional. Beberapa perbedaan besar dalam mengelola dan menyelenggarakan

pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan provinsi adalah sebagai berikut:

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengelola dan menyelenggarakan

pelayanan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas dan

pendidikan nonformal; provinsi bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan

pengelolaan dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan, pengembangan tenaga

kependidikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan dasar dan menengah

atas antar kabupaten/kota.

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengeluarkan dan mencabut izin

pendirian sekolah dasar dan menengah atas serta pusat/penyelenggara pendidikan

nonformal; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan.

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk memberikan dukungan/bantuan

pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar dan menengah atas, serta pendidikan nonformal sesuai dengan

bidang tugasnya; provinsi bertanggung jawab untuk memberikan

dukungan/bantuan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan

pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya.

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga

kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah

atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya; provinsi

bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga kependidikan bagi

pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya.

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan pegawai

negeri sipil (PNS) kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar

dan menengah atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya;

provinsi bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan PNS

kependidikan bagi pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang

tugasnya.

Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengawasi dan memfasilitasi sekolah

anak usia dini, sekolah dasar dan menengah atas, dan pusat-pusat pendidikan

nonformal dalam penjaminan kualitas untuk memenuhi standar nasional

pendidikan; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan.

62. Provinsi-provinsi dapat menggunakan anggaran mereka (APBD provinsi) untuk

mendanai dinas-dinas pendidikan beserta personilnya maupun memberikan dukungan

dana untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten, misalnya, langsung ke sekolah, guru, beasiswa

peserta didik, dan sebagainya. Selain mengelola anggaran belanjanya sendiri, dinas

pendidikan provinsi juga mengelola pendanaan dekonsentrasi atas nama gubernur, seperti

dijelaskan di bawah ini.

63. Perubahan terpenting yang diperkenalkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007 adalah

pembagian tanggung jawab perencanaan. Pemerintah pusat mengembangkan sebuah

rencana “strategis” nasional di bidang pendidikan.1 Pemerintah provinsi mengembangkan

rencana “strategis” provinsi di bidang pendidikan di provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota mengembangkan “program operasional” pendidikan di kabupaten/kota.

Terminologi dalam peraturan pemerintah ini tidak selaras dengan undang-undang

1 Sesuai dengan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Page 34: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

30 of 140

perencanaan pembangunan nasional, yang mengharuskan dinas pendidikan provinsi

maupun kabupaten/kota menyusun rencana “strategis” pendidikan untuk provinsi dan

kabupaten/kota bersangkutan. Terminologi dalam Lampiran Peraturan Pemerintah

38/2007 secara spesifik menempatkan rencana operasional kabupaten/kota di tingkat yang

lebih rendah daripada rencana strategis provinsi, sehingga rencana kabupaten/kota harus

“sesuai” dengan rencana strategis pusat dan provinsi. Terminologi baru ini sangat sesuai

dengan pemikiran saat ini dari Bappenas maupun Depdagri,1 (bandingkan paragraf 112,

hal. 47 di bawah ini).

64. Karena peraturan ini baru diundangkan pada bulan Juli 2007 dan karena rencana

strategis dikembangkan oleh gubernur dan bupati/walikota yang baru terpilih, yaitu setiap

5 tahun menurut jadwal berkala yang bergantung pada kapan pilkada diadakan;2 maka

masih perlu dilihat sejauh mana kabupaten siap untuk tunduk kepada pembatasan ini dan

sejauh mana provinsi bersedia dan dapat melaksanakannya. Jika yang digunakan adalah

pedoman lama maka kabupaten/kota akan bebas mengutip dari rencana nasional dan

provinsi, kemudian menyusun rencananya berdasarkan kebutuhan dan prioritas setempat.

Misalnya, beberapa kabupaten/kota masih menyusun apa yang mereka sebut rencana

strategis sesuai dengan peraturan lama dan bukan menyusun “program operasional” sesuai

dengan peraturan baru.

65. Ketika mempertimbangkan peraturan ini, perlu diingat bahwa tujuan utama dari

peraturan ini adalah kesaksamaan atau konsistensi anggaran, bukan logika, sehubungan

dengan undang-undang pemerintahan daerah. Pembagian tugas dalam peraturan ini

menjadi dasar untuk menyetujui usulan anggaran oleh berbagai tingkat pemerintahan

daerah karena Peraturan Mendagri 59/2007 mengharuskan setiap unit sektoral

pemerintahan daerah menyusun tugas-tugas yang akan dibiayai dengan dana yang diminta,

berdasarkan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007.

66. Pengalaman awal dalam melaksanakan otonomi daerah berdasarkan paket undang-

undang yang semula tahun 1999 meyakinkan pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah

perlu mendapatkan pengawasan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan

Pemerintah 79/2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah mendefinisikan peranan Depdagri sebagai pengawas kegiatan

pemerintahan daerah. Peraturan Mendagri 23/2007 tentang pedoman tata cara pengawasan

atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, menguraikan proses dan menyediakan format

laporan untuk digunakan oleh pengawas.3 Peraturan Mendagri 44/2008 tentang kebijakan

pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2009 menetapkan pengawasan

dengan tiga langkah: kebijakan umum pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan

daerah, kebijakankhusus pengawasan tahun 2009, dan kebijakan operasional untuk

pengawasan tahun 2009. Pedoman ini bersifat sangat umum dan memberikan hanya

sedikit keterangan baru untuk peraturan tahun 2007.

67. Undang-undang desentralisasi juga mengizinkan pemerintah pusat mendelegasikan

sebagian dari wewenang dan tanggung jawabnya kepada provinsi, kabupaten/kota dan

1 Undang-undang dengan Peraturan Pemerintah 38/2007 sebagai peraturan pelaksanaannya adalah undang-

undang pemerintahan daerah (UU 32/2003), yang memperlihatkan bahwa Depdagri adalam lembaga yang

mendorong penyusunan peraturan pemerintah ini. 2 Saat ini, pilkada diadakan ketika masa jabatan yang berjalan berakhir berdasarkan sejarah yang lalu untuk

setiap kabupaten/kota dan provinsi. 3 Petunjuk dan format diubah dalam Peraturan Mendagri 8/2009.

Page 35: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

31 of 140

bahkan Desa1 dan mewajibkan agar pemerintah pusat menyediakan pendanaan untuk

pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang

didelegasikan kepada gubernur2 dikenal sebagai kegiatan dekonsentrasi dan didanai oleh

dana dekonsentrasi sedangkan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan kepada pemerintah

provinsi, kabupaten/kota atau Desa dikenal sebagai tugas pembantuan dan dibiayai oleh

anggaran tugas pembantuan (bandingkan dengan paragraf 68 di bawah ini). Dana

dekonsentrasi mencakup dana pemerintah pusat kepada provinsi untuk kegiatan-kegiatan

seperti distribusi alat bantu pengajaran kepada taman kanak-kanak, pembangunan

perpustakaan sekolah, peralatan laboratorium untuk sekolah menengah pertama dan

rehabilitasi gedung-gedung sekolah3 (lihat paragraf 69 di bawah ini tentang larangan

Depkeu untuk menggunakan dana dekonsentrasi untuk pembentukan aset tetap). Contoh-

contoh kegiatan tugas pembantuan mencakup pencairan dana pemerintah pusat kepada

provinsi untuk rekonstruksi pasca bencana alam, kepada pemerintah kabupaten/kota untuk

mencairkan beasiswa bagi siswa yang membutuhkan; di sektor pendidikan, salah satu

contoh tugas pembantuan adalah keharusan bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk

membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan ujian nasional.

68. Peraturan pemerintah 7/2008 memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai

prinsip-prinsip pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.4 Peraturan ini memberi

departemen-departemens sektoral wewenang untuk membentuk “norma, standar, prosedur

dan kriteria pelaksanaan” (pasal 2) dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Peraturan

Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008 memberikan perincian lebih lanjut tentang

pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, berikut pendanaannya. Peraturan ini

menetapkan bahwa kegiatan dekonsentrasi tidak bersifat fisik (tidak menciptakan aset

tetap yang baru, misalnya sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan

teknis, pelatihan, penyuluhan, penelitian dan survei, pengawasan dan kontrol) sedangkan

tugas pembantuan bersifat fisik (menciptakan aset tetap baru, misalnya, pembelian lahan,

pembangunan gedung, peralatan dan mesin, pembelian barang-barang habis pakai).5

69. Namun, perbedan ini tidak selalu dipertahankan dalam praktek (misalnya, seperti yang

diuraikan dalam paragraf 67 dalam beberapa kasus, dana telah digunakan untuk

pembangunan apa yang dapat dianggap sebagai aset tetap). Sebelum definisi yang

terperinci tentang mekanisme pendanaan ditetapkan dalam peraturan-peraturan

pelaksanaan, Depdiknas menggunakan pendanaan dekonsentrasi sebagai sarana untuk

melaksanakan prioritas pusat di tingkat sekolah. Istilah dekonsentrasi (dekon) tidak

muncul sebagai mata anggaran; sebaliknya, Depdiknas menugaskan kegiatan-kegiatan

(mata anggaran) kepada kabupaten-kabupaten dalam provinsi. Hal ini mendorong

penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori induk untuk pengeluaran Depdiknas pusat di

daerah-daerah. Sejak tahun 2009, Depdiknas mengadakan pembahasan dengan Bappenas

dan Depkeu untuk lebih menyelaraskan struktur anggaran Depdiknas dengan definisi dan

1 Istilah “Desa” (berhuruf besar) digunakan dalam dokumen ini untuk memaksudkan desa atau kelurahan,

tingkat terendah pemerintahan.

Perlu diperhatikan bahwa kecamatan bukan tingkat pemerintahan, bandingkan PP 19/2008. Kecamatan

didefinisikan sebagai “wilayah” di mana camat ditugaskan. Peraturan pemerintah ini juga secara tegas

menyatakan bahwa camat adalah bagian dari aparat pemerintahan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

untuk mengkoordinasikan kegiatan pemerintah kabupaten/kota di wilayah kecamatan. 2 Untuk penjelasan yang lebih lengkap tentang perlunya membedakan antara “gubernur” (bukan pemerintah

provinsi) dan “pemerintah kabupaten/kota”, lihat paragraf 94, hal 41 di bawah ini. 3 Data diperoleh dari pejabat dinas pendidikan Jawa Tengah untuk tahun 2008.

4 Peraturan Menteri Keuangan 156/2008 memberikan perincian pelaksanaan teknis.

5 Pasal 2 dan 3.

Page 36: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

32 of 140

peraturan yang terbaru. Hal ini juga mungkin yang menjadi alasan mengapa Depdiknas

dipilih sebagai salah satu departemen percontohan untuk program restrukturisasi anggaran,

sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

70. Peraturan Pemerintah No. 7/2008 juga mengharuskan agar Menteri pendelegasi

menetapkan secara saksama tugas dan kegiatan apa yang akan didelegasikan1 dan

mengeluarkan surat keputusan menteri tentang pendelegasian tersebut. Direktur Jenderal

Perimbangan Keuangan Depkeu mempunyai tugas “koordinasi” untuk memastikan bahwa

keseimbangan secara keseluruhan antar provinsi dan antar kabupaten/kota tetap terjaga

dalam pengalokasian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Depkeu harus

mengeluarkan surat rekomendasi yang menyetujui kegiatan dekonsentrasi dan tugas

pembantuan yang diusulkan. Rekomendasi ini kemudian menjadi dasar bagi Departemen

sektoral pendelegasi untuk memilih lokasi kegiatan yang didelegasikan dan jumlah

pendanaan yang disediakan.

71. Sebuah pasal khusus di bagian akhir Peraturan Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008

berisi contoh-contoh proyek donor yang dananya disalurkan melalui anggaran departemen

pusat ke kabupaten/kota sebagai dekonsentrasi atau tugas pembantuan, misalnya proyek

pendidikan yang didesentralisasi. Peraturan ini secara spesifik melarang departemen-

departemen pendelegasi untuk mewajibkan pendanaan imbangan dari APBD

kabupaten/kota tetapi proyek-proyek donor mewajibkan pendanaan imbangan demikian

untuk menunjukkan rasa kepemilikan kabupaten/kota. Peraturan ini menyatakan bahwa

kegiatan-kegiatan tersebut dibebaskan dari ketentuan-ketentuan peraturan dan akan diatur

dengan Peraturan Pemerintah No. 2/2006 tentang hibah dari departemen di pusat kepada

pemerintah daerah.2

72. Analisa awal Bank Dunia terhadap perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang

telah beredar luas di masyarakat donor dan konsultan, telah ditafsirkan sebagai kesimpulan

bahwa pendanaan dekonsentrasi bertentangan dengan desentralisasi. Namun, jika

laporannya dibaca lebih saksama, analisa tersebut sebenarnya ditujukan kepada realisasi

penggunaan pendanaan dekonsentrasi sektor pendidikan, bukan kepada dekonsentrasi

secara umum.

Masalah-masalah ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa undang-undang perimbangan

keuangan pusat dan daerah, dan undang-undang sistem keuangan nasional (bandingkan

paragraf 86, hal. 36) bukan “green-field laws” (undang-undang yang dilaksanakan secara

tersendiri) tetapi diterapkan melalui sistem anggaran yang ada di mana lembaga-lembaga

pemerintah harus menyediakan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang sedang

berlangsung dalam kerangka baru yang dibentuk oleh undang-undang baru, sebelum

peraturan pelaksanaannya dapat dikeluarkan. Ketika pemuktahiran dokumen ini sedang

dilakukan, Depdiknas dan Depkeu mengadakan konsultasi yang intensif untuk

mengembangkan mekanisme yang melaluinya pendanaan untuk kegiatan dan program

Depdiknas yang sedang berlangsung dapat lebih diselaraskan dengan kategori anggaran

Depkeu (bandingkan dengan paragraf 68 hal. 31). Pelaksanaan “restrukturisasi” yang

direncanakan oleh Depkeu dan Bappenas (yang dibahas dalam paragraf 109, hal. 45 di

bawah ini) dengan sendirinya akan mengakomodasi isu-isu yang ada.

1 Bandingkan paragraf 67 di atas.

2 Bandingkan paragraf 82, hal. 36 di bawah ini.

Page 37: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

33 of 140

73. Peraturan Pemerintah No. 3/2007 menetapkan prosedur (dan menyediakan format)

untuk pelaporan atas terlaksananya tanggung jawab yang didesentralisasi1 oleh kepala

daerah kepada DPRD dan Depdagri. Kabupaten/kota mengajukan laporan kepada provinsi

yang kemudian meneruskannya kepada Depdagri. Provinsi mengajukan laporannya

kepada Depdagri yang kemudian meneruskannya kepada Presiden. Peraturan pemerintah

ini mewajibkan agar laporan-laporan tersebut disampaikan kepada publik (melalui media

massa) secara simultan dengan tembusan ke DPR. Peraturan Pemerintah No. 6/2008

menetapkan pedoman untuk mengevaluasi laporan-laporan tersebut oleh sebuah Tim

Kepresidenan yang diketuai oleh Depdagri.2

74. Undang-undang pemerintahan daerah maupun undang-undang perimbangan keuangan

pusat dan daerah mewajibkan agar pendanaan untuk urusan wajib dan urusan pilihan yang

diterima oleh kabupaten disediakan dari APBD kabupaten bersangkutan.3 Kedua undang-

undang tersebut menetapkan komponen-komponen penerimaan anggaran kabupaten/kota:

Pendapatan asli daerah.4

Dana perimbangan dari APBN pusat

Lain-lain. Kategori “lain-lain” dapat mencakup dana dari anggaran belanja pemerintah

pusat dan provinsi serta anggaran kabupaten/kota lain, untuk memberikan subsidi yang

dibukukan sebagai pendapatan dalam anggaran penerimaan kabupaten/kota. Sampai

saat ini, mekanisme pendanaan tersebut sangat jarang digunakan.

Provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua mempunyai sumber pendapatan

tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus” (yang dibahas dalam paragraf 84,

hal 35 di bawah ini).

75. Dana perimbangan terdiri dari tiga jenis transfer dari APBN ke APBD (provinsi dan

kabupaten/kota) (lihat keterangan lebih lanjut tentang arus keuangan dalam paragraf 87 -

98 di bawah ini):

Dana bagi hasil: dana bagi hasil milik daerah yang berasal dari kabupaten (terutama

pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan, serta royalti sumber daya alam) dan

diserahkan kepada pemerintah pusat yang kemudian mendistribusikannya ke provinsi-

provinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia.

Dana alokasi umum (DAU): transfer dana secara sekaligus kepada kabupaten/kota dan

provinsi untuk membantu mereka membiayai kegiatan-kegiatan umum.

Dana alokasi khusus (DAK). Karena DAK pendidikan ditujukan untuk kegiatan-

kegiatan di sekolah maka DAK diterima hanya oleh kabupaten/kota5.

76. Undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah menjelaskan bahwa tujuan

dari dana “perimbangan” adalah “untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah”. Kesenjangan fiskal adalah

1 Urusan wajib + urusan pilihan yang telah diterima oleh kabupaten/kota.

2 Sepanjang pengetahuan penulis, tim ini belum terbentuk.

3 Beberapa analisa oleh lembaga donor telah menyimpulkan bahwa ketentuan ini melarang pemerintah pusat

menyediakan pendanaan untuk sector-sektor yang didesentralisasi. 4 Surplus terjadi selama masa awal desentralisasi. Sumber pendapatan ini sekarang diatur secara ketat

dengan peraturan pelaksanaan dan persyaratan persetujuan dari Depdagri. UU 28/2009 memperbolehkan

pemerintah kabupaten/kota untuk menarik retribusi atas pelayanan yang diberikannya di sektor pendidikan

tetapi pendidikan dasar dan menengah secara tegas dikecualikan (pasal 123). Karena pendapatan asli daerah

tidak secara langsung berhubungan dengan pembiayaan pendidikan dasar maka hal tersebut tidak akan

dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini. 5 Untuk sector pendidikan, DAK tidak disalurkan kepada provinsi, tetapi sektor-sektor lain memang

mempunyai DAK provinsi.

Page 38: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

34 of 140

istilah teknis yang didefinisikan dalam undang-undang tersebut sebagai selisih antara

kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal.

77. Kebutuhan fiskal dihitung oleh Depkeu dengan sebuah rumus yang mencakup

indikator-indikator yang mewakili kuantitas kebutuhan dasar dan biaya untuk

menyediakan pelayanan (lihat Lampiran 5 tentang metode penghitungan DAU). Kapasitas

fiskal kabupaten/kota juga dihitung oleh Depkeu sebesar:

Kapasitas pendapatan asli daerah, yaitu perkiraan Depkeu tentang potensi kabupaten

untuk menghasilkan pendapatan asli daerah.

Dana bagi hasil.

78. Sisi pengeluaran APBD kabupaten/kota mendanai program dan kegiatan untuk sektor-

sektor yang didesentralisasi. Peraturan Pemerintah No. 58/2005 memberikan pedoman,

prosedur dan format untuk menyusun rencana kerja dan anggaran daerah, termasuk

rencana kerja dan anggaran dinas. Peraturan Mendagri No. 13/2006 memberikan perincian

tentang proses beserta contoh format anggaran seperti yang terlampir.1 Depdagri juga

mengeluarkan peraturan menteri setiap tahun tentang pedoman2 penyusunan APBD. Salah

satu pasal dalam pedoman ini adalah mengenai “sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah”

yang pada dasarnya berupa sebuah daftar prioritas pemerintah (pusat) serta program dan

kegiatan yang “diusulkan” untuk dimasukkan dalam APBD. Prioritas dalam Peraturan

Mendagri No. 25/2009 tentang pedoman penyusunan APBD serupa dengan prioritas

tahun-tahun sebelumnya, dengan urutan: pengentasan kemiskinan, akses ke dan kualitas

pendidikan dasar, dan peningkatan kualitas kesehatan.

79. Peraturan-peraturan APBD kabupaten harus mendapatkan persetujuan dari gubernur,

dan peraturan-peraturan ABPD provinsi harus mendapatkan persetujuan dari Depdagri.

Perincian prosedur untuk mengajukan peraturan-peraturan tersebut diberikan dalam

Peraturan Pemerintah No. 79/20053 dan petunjuk teknis kepada Gubernur mengenai

caranya mengevaluasi rancangan peraturan APBD yang diatur dalam Peraturan Mendagri

No. 16/2007. Pelaksanaan APBD mendapatkan pengawasan dari Depdagri,4 melalui

gubernur untuk kabupaten/kota, tetapi juga mendapatkan kontrol dari dinas provinsi

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu. APBD diaudit oleh Badan Pengawasan

Daerah (Bawasda) sebagai auditor internal dan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)

sebagai auditor eksternal.

80. Peraturan Pemerintah No. 56/2005 mengatur Sistem Informasi Keuangan Daerah

(SIKD) di Depkeu dan di setiap daerah. Peraturan ini menyatakan bahwa SIKD adalah alat

“bagi pemerintah pusat untuk mengumpulkan, menganalisa, melaporkan dan menerbitkan

informasi guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik melalui

transparansi dan akuntabilitas. Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 46/2006 tentang

prosedur pelaporan informasi keuangan daerah mewajibkan daerah untuk menyerahkan

1 Permendagri No. 59/2007 membuat beberapa perubahan perincian teknis sesuai dengan ketentuan

Peraturan Pemerintah No. 38/2007, bandingkan paragraf 60, hal. 26 di atas. Permendagri ini berlaku untuk

tahun anggaran 2009. 2 Pedoman penyusunan anggaran belanja 2009 dituangkan dalam Permendagri No. 32/2008.

3 Secara kebetulan, Peraturan Pemerintah ini juga secara spesifik memberikan wewenang kepada Depdagri

untuk melakukan “bimbingan dan pengawasan” terhadap DPRD selain lembaga eksekutif daerah. 4 Permendagri No. 4/2008 memberikan petunjuk tentang proses meninjau dan mengevaluasi laporan

keuangan daerah. Peraturan ini secara spesifik membatasi tinjauan pada masalah kelayakan system

pengendalian keuangan daerah dan ketaatan pada system akuntansi pemerintah sebagaimana ditetapkan oleh

Peraturan Pemerintah No. 24/2005.

Page 39: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

35 of 140

laporan keuangan termasuk anggaran dan realisasinya, neraca, arus kas dan pernyataan

auditor. Laporan keuangan ini harus diserahkan kepada Depkeu untuk diintegrasikan

dengan SIKD dan kepada Depdagri untuk keperluan mengevaluasi penyelenggaraan

pelayanan pemerintah daerah.

81. Undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah juga mempunyai

implikasi terhadap proyek-proyek bantuan pembangunan resmi (ODA) di sektor-sektor

yang didesentralisasi – termasuk pendidikan – yang dilaksanakan di tingkat

kabupaten/kota.1 Undang-undang tersebut memperbolehkan pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota meminjam atas nama sendiri2, namun, dalam prakteknya, pemerintah

(Depkeu) maupun donor tidak terlalu tertarik untuk menggunakan ketentuan-ketentuan ini.

Sebaliknya, pemerintah (pusat) meminjam dari donor dan kemudian menyalurkan dananya

ke pemerintah provinsi dan/atau kabupaten/kota melalui anggaran Depdiknas di pusat.

Dana proyek diteruskan sebagai “hibah” dari pusat ke daerah dalam anggaran Depdiknas.

Peraturan Pemerintah No. 57/2005 menetapkan prosedur hibah pusat kepada pemerintah

daerah, namun jika dibaca secara cermat, peraturan pemerintah ini hanya mengatur dana

yang diterima dari pemerintah pusat sebagai hibah dari lembaga-lembaga donor, bukan

sebagai pinjaman. Petunjuk teknis untuk Peraturan Pemerintah No. 57/2005, yang dimuat

dalam Peraturan Menkeu No. 52 dan 53 PMK 10/2006 secara tegas mencakup dana

pinjaman pemerintah pusat yang diteruskan sebagai hibah kepada pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota.

82. Ketidakkonsistenan ini diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah No. 2/20063 yang

secara tegas mengatur hibah dan pinjaman dari luar negeri dan penyaluran dana luar negeri

kepada pemerintah daerah.

83. Peraturan Menteri Keuangan No. 168 dan 169 PMK.07/2008 menggantikan Peraturan

Menteri Keuangan No. 52 dan 53 PMK 10/2006 dan secara tegas mengacu kepada

Peraturan Pemerintah No. 2/2006. Peraturan-peraturan ini mencakup hibah yang diberikan

dari semua sumber pendanaan, termasuk pinjaman dan hibah rupiah maupun luar negeri,

bantuan pembangunan resmi (pemerintah) dan dana sektor swasta. Dana hibah yang

diterima oleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat dibukukan sebagai penerimaan

“lain-lain” dalam APBD dan dikelola sebagai bagian dari proses APBD (Bandingkan

paragraf 78, Hal. 34 di atas). Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan No. 168 PMK.07/2008

memperbolehkan pemerintah daerah memberikan hibah kepada lembaga-lembaga swasta

termasuk sekolah swasta.

84. Seperti dinyatakan di atas, provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua

mempunyai sumber pendapatan tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus”

yang tercantum dalam undang-undang otonomi khusus (UU 18/2001 untuk Aceh dan UU

21/2001 untuk Papua). Pemerintah provinsi Aceh menerima pendanaan otonomi khusus

1 Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya hanya berlaku bagi proyek-proyek di mana dana diberikan

kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau sekolah negeri. Proyek-proyek di mana donor membeli barang

dan jasa dan kemudian menyerahkan kepemilikan barang kepada kabupaten atau sekolah – termasuk

misalnya pembangunan sekolah baru atau rehabilitasi sekolah yang ada – tidak diatur dengan undang-

undang ini maupun peraturan pelaksanaannya.

DBE tidak menyediakan dana bagi kabupaten atau sekolah. 2 Prosedurnya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 54/2005.

3 Dikeluarkan sebagai peraturan pelaksanaan untuk UU No. 17/2003 tentang keuangan Negara, bukan UU

NO. 33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Jadi, wewenang pelaksanaan terletak pada

Depkeu, bukan Depdagri.

Page 40: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

36 of 140

dari sumber daya alam: 50% dari minyak dan 40% dari gas bumi selama delapan tahun

pertama, turun menjadi 35% dari minyak dan 20% dari gas bumi sejak tahun kesembilan.1

Pendistribusian pendapatan di wilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi

dan kabupaten/kota bersangkutan. Pemerintah provinsi Papua menerima pendanaan

otonomi khusus dari APBN:

Selama 25 tahun pertama, 2% dari total Dana Alokasi Umum (DAU) nasional plus

jumlah tambahan yang akan dirundingkan setiap tahun antara Pemerintah dan DPR

berdasarkan usulan provinsi;

Sejak tahun ke-26 dan seterusnya selama 20 tahun yang akan datang, 50% dari minyak

bumi dan 50% dari gas bumi.

Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa 2% dari DAU terutama ditujukan

untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan. Distribusi pendapatan di antara wilayah-

wilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi dan kabupaten/kota dengan

memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah tertinggal.

85. Jadi, kabupaten/kota mempunyai berbagai sumber pendanaan yang dapat mereka akses

untuk mendukung kegiatan pendidikan:

Kabupaten/kota mempunyai anggaran sendiri (APBD kabupaten/kota)

Provinsi dapat menyediakan pendanaan untuk kegiatan pendidikan di kabupaten yang

bersumber dari anggaran provinsi (APBD provinsi)

Provinsi dapat mengalokasikan dana dekonsentrasi pusat ke kabupaten/kota untuk

mendukung kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan menggunakan pendanaan

dekonsentrasi

Depdiknas pusat dapat mengalokasikan dana hibah blok untuk mendukung kegiatan-

kegiatan yang diperbolehkan menggunakan dana hibah blok.

Dana dari tiga sumber yang disebutkan terakhir tidak disalurkan melalui APBD

kabupaten/kota. DBE1 telah membantu kabupaten/kota untuk menyusun rencana strategis

dengan estimasi sumber daya yang dibutuhkan sehingga kabupaten/kota dapat lebih efektif

melobi untuk mendapatkan dukungan dari sumber-sumber tersebut, dengan berfokus di

tingkat provinsi.

86. Paket undang-undang keuangan: UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU

1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Kelompok undang-undang ini

menata-ulang seluruh proses penganggaran – termasuk Depkeu. Format anggaran

pemerintah diselaraskan dengan praktek terbaik internasional (Perserikatan Bangsa-

Bangsa)2 maupun undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. APBN

terdiri dari dua bagian: pendanaan untuk operasi pemerintah pusat (juga termasuk dana

yang dikeluarkan oleh kantor-kantor di pusat untuk mendukung kegiatan di daerah) dan

transfer langsung ke APBD. Seperti dijelaskan di atas, transfer ini diatur oleh undang-

undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan dana tersebut menjadi tanggung

jawab tunggal daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Daerah tidak perlu

1 Dasar perhitungan persentase tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang.

2 Perbedaan sebelumnya antara anggaran rutin (yang disusun oleh Departemen Keuangan) dan anggaran

pembangunan (yang disusun oleh Bappenas) digantikan dengan anggaran terpadu (yang disusun oleh

Departemen Keuangan). Tidak tepat untuk membandingkan komponen “belanja pembangunan” dari

anggaran sebelum tahun 2005 dengan komponen “belanja modal” dari anggaran saat ini akibat perbedaan

definisi. Belanja pembangunan didanai melalui proyek-proyek dan mencakup komponen lancar dan

komponen modal, termasuk alokasi yang besar untuk biaya pegawai serta operasi dan pemeliharaan.

Page 41: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

37 of 140

mempertanggungjawabkan dana tersebut ke pusat,1 namun APBD harus diaudit oleh

auditor internal dan eksternal pemerintah. Arus keuangan antara pusat dan daerah,

khususnya sehubungan dengan pendidikan, diperlihatkan dalam Error! Reference source

not found.6, di bawah ini.

Mekanisme Arus Keuangan

87. Transfer dari pusat ke daerah, yaitu “Dana Perimbangan”, telah dibahas pada pasal

tentang undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah di atas. Undang-undang

Keuangan Negara konsisten dengan ketentuan dan prosedur tersebut. Seperti dikemukakan

di atas, transfer pusat terdiri dari Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK.

88. Dana Bagi Hasil. Undang-Undang memberikan rumus yang sangat spesifik mengenai

cara mendistribusikan dana bagi hasil (DBH) yang terutama terdiri dari pajak dan royalti

dari berbatai sumber daya alam. Realisasi pendapatan yang diterima oleh daerah atas

sumber daya alam bergantung pada produksi, harga pasar (dalam US$ atau mata uang lain

yang dikonversikan ke dalam US$) dan nilai tukar Rupiah/US$. Dana bagi hasil dibayar

setiap triwulan. Tim penyusun anggaran provinsi dan kabupaten/kota memperkirakan nilai

dana bagi hasil ketika menyusun anggaran. Dana Bagi Hasil menjadi bagian dari APBD

provinsi dan kabupaten/kota dan dapat digunakan untuk pengeluaran provinsi atau

kabupaten/kota dan untuk program-program khusus seperti pelatihan guru, penyediaan

buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, dan sebagainya.

89. Dana Alokasi Umum (DAU). DAU dibayar dalam 12 kali angsuran bulanan dalam

jumlah yang sama. Depkeu menghitung alokasi DAU untuk setiap provinsi dan

kabupaten/kota, berdasarkan perkiraan pendapatan dan kesenjangan fiskal (bandingkan

Lampiran 5). Alokasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Presiden sampai akhir tahun

sebelumnya sehingga alokasi tersebut tersedia untuk perencanaan anggaran. Dana dari

DAU masuk ke APBD provinsi atau kabupaten/kota dan digunakan dengan cara yang

sama seperti Bagi Hasil Sumber Daya.

90. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK tidak didefinisikan dalam undang-undang2 tetapi

daerah harus memenuhi “kriteria” yang ditetapkan oleh departemen sektoral agar

memenuhi syarat untuk mendapatkan DAK. Depkeu mengalokasikan DAK, dan daerah

diwajibkan menyediakan dana pendamping (minimum 10%). Namun, kewajiban ini dapat

diabaikan jika daerah tersebut memenuhi ketentuan sebagai daerah yang “tidak mampu”.

Depkeu mengalokasikan DAK, dengan Peraturan Menteri Keuangan, setelah berkonsultasi

dengan Komite Anggaran DPR dan departemen-departemen sektoral terkait, termasuk

Depdiknas. Peraturan Menteri Depdagri No. 20/2009 memberikan petunjuk yang

terperinci kepada pemerintah daerah tentang administrasi dan pengelolaan dana DAK.

91. DAK di sektor pendidikan diterima hanya di tingkat kabupaten/kota3. Mulai tahun

2008, Depdiknas merundingkan persentase dana pendamping secara tepat untuk setiap

kabupaten/kota penerima bantuan sebagai kontribusi untuk DAK. Peraturan Mendiknas

No. 3/2009 tentang peraturan pelaksanaan DAK di sektor pendidikan tahun anggaran 2009

mencantumkan Lampiran 3 yaitu daftar persentase kontribusi yang disepakati untuk DAK

1 Selain ketentuan pelaporan yang cukup rumit kepada Depdagri dan Bappenas yang disebutkan di atas.

2 Sebenarnya, DAU maupun berbagai jenis DAK merupakan “penjelmaan” dari Hibah Blok (Block Grants)

Inpres dari APBN di pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota selama masa Order Baru. 3 Seperti dikemukakan di atas, beberapa sektor selain pendidikan mendapatkan DAK dari provinsi.

Page 42: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

38 of 140

oleh pemerintah pusat (Depdiknas), pemerintah provinsi dari kabupaten/kota penerima

bantuan dan pemerintah dari setiap kabupaten/kota penerima bantuan.

Page 43: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

39 of 140

Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah

Hibah &

BOS

Madrasah

Kandep

Hibah

untuk

sekolah

BOS

untuk

sekolah

Sekolah

Siswa

Guru

Hibah utk Sekolah

Mendukung Murid &

Guru

APBD Kabupaten/Kota

PAD DAU DAK Bagi

Hasil

Gaji

Biaya

Program &

Kegiatan

Hibah utk Sekolah

Mendukung Murid &

Guru

Hib

ah k

e

Kab

/ko

ta

Hib

ah u

tk

Kab

./Ko

ta

APBD Provinsi

Depag Depdiknas

Transfer ke

daerah

Kanwil

BOS

melalui

Tim

Provinsi

„Deco

n‟

PAD DAU Bagi Hasil Gaji

Biaya

Program

& Kegiatan

APBN

Anggaran Dep.

(APBN)

Hiu

bah

utk

Pro

v.

Page 44: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

40 of 140

92. Sebagaimana dikemukakan dalam paragraf di atas, peraturan pelaksanaan DAK

pendidikan dikeluarkan sebagai Peraturan Mendiknas dengan petunjuk teknis yang

disusun oleh Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Ditjen

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Selama tahun-tahun awal, DAK hanya

digunakan untuk rehabilitasi fisik ruang kelas dan perlengkapannya di sekolah dasar.

Pada tahun 2007, dana DAK dibagi menjadi dua paket: rehabilitasi dengan

peningkatan kualitas dan peningkatan kualitas saja. Kegiatan peningkatan kualitas

mencakup pembelian materi belajar-mengajar, buku referensi untuk guru, buku,

materi dan komputer perpustakaan. Pada tahun 2008, alokasi DAK dibagi menjadi

tiga paket: rehabilitasi dan gedung [baru], rehabilitasi, gedung baru dan peningkatan

kualitas, dan hanya peningkatan kualitas saja. Bangunan baru mencakup ruang kelas

baru dan ruangan lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas sekolah sesuai

dengan standar nasional pendidikan. Petunjuk DAK 2009 kembali ke kegiatan awal

berupa rehabilitasi fisik dan perlengkapannya. Namun, pembangunan baru diizinkan

untuk perpustakaan dan klinik kesehatan sekolah.

93. Rencana Kerja Pemerintah untuk APBN 20101 mencantumkan enam kelompok

prioritas untuk DAK tahun 2010. Kelompok pertama adalah membantu

kabupaten/kota yang miskin untuk mencapai standar pelayanan minimum; kelompok

kedua adalah pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial; kelompok ketiga

adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Pada kelompok yang terakhir, ada

lima prioritas yang spesifik: empat prioritas pertama adalah prioritas di sektor

kesehatan dan yang terakhir adalah “meningkatkan kualitas wajib belajar pendidikan

dasar 9 tahun [dengan akses] yang berkualitas.”2 Cakupan DAK 2010 diperluas ke

sekolah menengah pertama tetapi kegiatan-kegiatannya terbatas pada rehabilitasi fisik

dan perlengkapannya kecuali untuk pembangunan perpustakaan baru. Juga ada

prioritas geografis: kabupaten/kota dengan rasio partisipasi siswa yang rendah,

kabupaten/kota yang terkebelakang dan terpencil serta kabupaten/kota yang

berbatasan dengan negara lain.

94. Pendanaan dekonsentrasi. Pendanaan ini disalurkan melalui anggaran

departemen pusat kepada rekening khusus provinsi untuk belanja program dan

kegiatan yang berada di bawah wewenang pemerintah pusat atas sektor-sektor yang

didesentralisasi tetapi dilaksanakan didaerah.3 Tanggung jawab pelaksanaan program

dekonsentrasi diserahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di

provinsi.4 Gubernur melapor kembali ke dpeartemen sektoral di pusat yang menjadi

sumber dana dan departemen sektoral tersebut harus melapor kembali ke Depkeu.

Pelaksanaan program dan kegiatan dekonsentrasi harian dilaksanakan oleh dinas

provinsi yang bertanggung jawab di sektor bersangkutan, yaitu, kegiatan pendidikan

yang didesentralisasi dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Departemen di

pusat menentukan jumlah pendanaan dekonsentrasi maupun cakupan program dan

kegiatan yang didekonsentrasi. Dinas provinsi mengalokasikan dana kepada penerima

1 Penjelasan peran Rencana Kerja Pemerintah, bandingkan paragraph 109, halaman 46 di bawah ini.

2 Rencana Kerja Pemerintah 2010, Buku 1, Bab 3, hal. 13.

3 Depag tidak mempunyai pendanaan dekonsentrasi karena madrasah tidak didesentralisasi.

4 Gubernur mempunyai dua peranan yang terpisah. Gubernur adalah kepala eksekutif provinsi dan ia

juga menjadi wakil pemerintah pusat untuk wilayah yang tercakup dalam provinsinya. Sebagai

gubernur, ia tidak berwenang atas kabupaten-kabupaten di provinsinya. Sebagai wakil pemerintah

pusat, ia menjalankan wewenang pemerintah pusat atas semua kabupaten berada di provinsinya..

Page 45: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

41 of 140

manfaat secara spesifik sebagaimana dimandatkan oleh departemen pusat, yaitu

sekolah dan siswa. (Rincian pendanaan dekonsentrasi dibahas di atas.)

95. Salah satu contoh penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori yang mencakup

semua bidang (bandingkan paragraf 69, hal 31 di atas) adalah pendanaan bantuan

operasional sekolah (BOS). BOS unik karena program tersebut tidak disebutkan oleh

undang-undang keuangan negara maupun undang-undang otonomi daerah. Namun,

pendanaan pemerintah untuk kegiatan-kegiatan yang ditutupi oleh BOS secara tegas

dimandatkan oleh undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, peraturan

pemerintah tentang pembiayaan pendidikan dan undang-undang tentang badan hukum

pendidikan. Dananya berasal dari anggaran pemerintah pusat (APBN) dan disalurkan

ke rekening bank provinsi yang kemudian dicairkan ke rekening-rekening bank

sekolah. Rekening BOS terpisah dari rekening dana dekonsentrasi dan dari rekening

APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk

Hibah Blok (lihat di bawah.) Untuk informasi tambahan mengenai BOS, lihat

Lampiran 2.

96. Hibah blok. Ini adalah mekanisme yang dimandatkan dalam undang-undang

sistem pendidikan nasional kepada departemen di pusat (Depdiknas dan Depag) untuk

menyediakan pendanaan kepara provinsi, kabupaten/kota dan sekolah meskipun hibah

blok tidak disebutkan dalam undang-undang keuangan negara ataupun undang-

undang otonomi daerah. Hibah blok tidak disalurkan melalui APBD provinsi dan

kabupaten/kota. Meskipun alokasi kegiatan Depdiknas dalam mekanisme pendanaan

hibah blok berubah di tiap-tiap anggaran (setiap tahun), beberapa contoh kegiatan

baru-baru ini yang didanai oleh hibah blok adalah:

Hibah blok pusat langsung ke sekolah: paket konstruksi sekolah baru

Hibah blok provinsi ke kabupaten/kota untuk menyediakan bimbingan bagi

penyelenggara program pendidikan kesetaraan nonformal.

97. Banyak kegiatan pendidikan didanai melalui berbagai mekanisme, termasuk

dekonsentrasi, hibah blok dan (untuk kegiatan yang diizinkan) DAK. Contohnya

adalah pelatihan guru, buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, serta

konstruksi/rehabilitasi prasarana. Banyaknya sumber pendanaan kegiatan di sekolah

mempersulit pemantauan sumber daya sebenarnya yang tersedia untuk pendidikan di

daerah kerja bersangkutan. Sebagian besar sekolah tidak mengetahui sumber utama

pendanaan yang mereka terima. Pokoknya, pendanaan tersebut berasal dari

“pemerintah” atau, kadang-kadang, dari “proyek donor”.

98. Setiap tingkat pemerintahan mempunyai anggaran belanjanya sendiri untuk

membiayai kegiatan yang dapat dibagi menjadi dua kategori umum: operasi kantor

(personalia, pemeliharaan, barang habis pakai, dan sebagainya) dan kegiatan

pendidikan (program). Perlu dicatat bahwa Depdiknas mempunyai perwakilan yang

secara fisik berkedudukan di provinsi, misalnya, Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi dan Balai Pengembangan Pendidikan Luar

Sekolah (BPPLS) serta Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan (P4TK) yang berkedudukan di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.

Page 46: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

42 of 140

Proses Penyusunan Anggaran

99. Proses penyusunan anggaran belanja pusat yang digambarkan pada Gambar 7,

berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 20 dan

21 tahun 2004, berlaku bagi anggaran belanja untuk mendanai operasi pemerintah

pusat termasuk Depdiknas dan Depag. Prosesnya dimulai ketika departemen-

departemen mengembangkan rencana kerja tahunan mereka.1 Rencana kerja

departemen kemudian digabungkan untuk menghasilkan rencana kerja pemerintah,

yang dibahas dalam Kabinet.

100. Sementara itu, Departemen Keuangan (Depkeu) sedang mengembangkan

proyeksi fiskal untuk tahun mendatang yang terdiri dari ramalan variabel ekonomi

makro dan fiskal.2 Ramalan dan rencana kerja pemerintah secara keseluruhan dibawa

ke Panitia Anggaran DPR untuk dibahas. Informasi ini tersedia bagi publik melalui

berbagai sumber termasuk media massa dan website Depkeu.

101. Setelah kesepakatan dicapai, Depkeu kemudian menyusun alokasi anggaran

“indikatif” untuk “program-program” anggaran yang dimuat dalam Instruksi Presiden

dan tersedia bagi publik melalui website Depkeu dan Sekretariat Negara (produk

hukum). Dalam kebanyakan kasus, program mengacu kepada kegiatan di lingkungan

departemen, biasanya di tingkat Direktorat Jenderal atau Direktorat. Jadi alokasi

anggaran untuk suatu program pada dasarnya juga merupakan alokasi anggaran untuk

sebuah satuan kerja. Namun, pendidikan adalah perkecualian: pelaksanaan program –

yang rata-rata mengikuti pengorganisasian Depdiknas – dibagi antara Depdiknas dan

(sebuah Direktorat Jenderal dalam) Depag.3 Alokasi anggaran indikatif tidak

menetapkan pembagian tersebut.

102. Kemudian, Depdiknas dan Depag menyusun rencana kerja dan anggaran

tahunan (RKA-KL)4 melalui konsultasi dengan Bappenas dan Komisi Sektoral di

DPR yang bertanggung jawab di sektor masing-masing.5 Formulir RKA-KL

mempunyai kolom “indikator kinerja” tetapi indikator tersebut seringkali tidak

berguna atau kurang terukur, misalnya, programnya adalah pengembangan kurikulum;

1 Secara teori, rencana-rencana tersebut diwajibkan oleh Undang-Undang Perencanaan Pembangunan

dan menjadi penghubung antara rencana pembangunan dan anggaran belanja. PP 39/2006 adalah yang

terbaru dari sederetan upaya yang panjang untuk mewujudkan penghubung tersebut. Bandingkan WB

PER hal 101 di bawah ini. 2 Ramalan ini sangat penting karena menjadi dasar prediksi pendapatan (harga minyak dan komoditas

lain, pendapatan pajak, pendapatan devisa) dan prediksi pengeluaran yang bersifat bukan pilihan

(pengembalian utang).

Ramalan tersebut juga penting bagi daerah-daerah karena transfer pusat ke daerah terdiri dari dana

bagi hasil dan dana alokasi umum/DAU (sebagai bagian dari total pendapatan nasional). 3 “Restrukturisasi” anggaran pusat yang direncanakan sebagaimana dibahas dalam paragraf 109 hal 46

di bawah ini menyatakan bahwa hal ini akan berubah di bawah kebijakan baru “instansi penanggung

jawab tunggal untuk setiap program” dalam restrukturisasi. 4 Peraturan Depdiknas No. 44/2007 memberikan petunjuk yang spesifik untuk penyusunan anggaran

Depdiknas. 5 Komisi Sektoral berbeda dengan Panitia Anggaran. Komisi-Komisi Sektoral secara umum

bertanggung jawab atas pengawasan semua aspek sektor: kebijakan, perencanaan, anggaran,

pelaksanaan, masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dan sebagainya.

Page 47: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

43 of 140

kegiatannya adalah “mengembangkan kurikulum”; dan indikator kinerjanya adalah

“dikembangkannya kurikulum”.1

Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat

1 Rencana Kerja Pemerintah 2009, Matriks Program Pendidikan (Matriks 25). Restrukturisasi juga

mencakup masalah ini.

UUD 1945

Rencana Pembangunan Na-sional Jangka Panjang 20 thn

Rencana Pembangunan Jang-ka Panjang Daerah 20 thn

Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 5 Tahun

=====================

Program Departemen

Platform Kampanye

Pilpres

Rencana Kerja Pemerintah – tahunan ================= Program Departemen

Rencana Strategis Departemen 5 thn

Ramalan dan asumsi anggaran

Depkeu Pembahasan dengan DPR

Alokasi Indikatif Rencana Kerja Dep. dan Permintaan Anggaran

Pembahasan dengan Depkeu dan Bappenas

Konsolidasi di Depkeu rancangan anggaran

Pembahasan dengan DPR

UU APBN

Page 48: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

44 of 140

103. Depkeu mengkonsolidasikan RKA-KL menjadi RAPBN yang diajukan

kepada DPR untuk disetujui sebagai undang-undang. DPR dapat merevisi alokasi

anggaran, yang disajikan secara terperinci dengan biaya setiap kegiatan yang dibagi

menjadi delapan kategori biaya.1 Namun, DPR dilarang oleh UU untuk menambah

total defisit anggaran, yaitu kenaikan pendanaan untuk sebuah kegiatan harus

diimbangi dengan penurunan pendanaan untuk kegiatan lain. Rancangan undang-

undang maupun undang-undang final tentang Anggaran Belanja tersedia bagi publik.

Namun, versi yang tersedia bagi publik tidak memuat perincian alokasi anggaran

untuk kegiatan-kegiatan yang spesifik. Setelah undang-undang anggaran belanja

disetujui, undang-undang yang lengkap termasuk lampiran yang terperinci tersedia

bagi publik melalui website Bappenas.

104. Setelah semester pertama setiap tahun, Depkeu menghitung kembali realisasi

pendapatan2 sampai saat itu, dan mengajukan rancangan perubahan anggaran kepada

DPR. Undang-undang rancangan perubahan maupun Perubahan Anggaran final

tersedia bagi publik. Di akhir tahun anggaran, pelaksanaan anggaran diaudit oleh

auditor eksternal (BPK) dan auditor melaporkan hasil auditnya kepada DPR.

Meskipun hasil audit tidak diumumkan kepada publik karena dilindungi oleh

peraturan tentang kerahasiaan, auditor akan mengadakan konferensi pers dan

menyampaikan pokok-pokok penting dari temuan-temuan audit. Website auditor

eksternal juga mencantumkan salinan laporan tahun sebelumnya yang dapat diunduh.

Depkeu mempunyai waktu satu tahun untuk menyusun laporan anggaran akhir

sehubungan dengan realisasi penerimaan dan pengeluaran dan ini akhirnya juga akan

disahkan oleh Parlemen sebagai undang-undang. Undang-undang ini tersedia bagi

publik.

105. Selama proses anggaran, tidak diperlukan konsultasi dengan publik.3

106. Proses anggaran di tingkat daerah serupa dengan tingkat pusat (bandingkan

Gambar 8 di bawah ini), tetapi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

bertanggung jawab untuk mengkonsolidasikan rencana-rencana setiap dinas menjadi

rencana anggaran belanja. Pemerintah daerah mempunyai “tim anggaran” yang

sebenarnya menyusun rancangan Peraturan APBD untuk diajukan kepada DPRD.

107. Permendagri No. 13/2006, yang memberikan petunjuk sangat spesifik tentang

proses anggaran mewajibkan DPRD untuk mengadakan “konsultasi” dengan dinas-

dinas (seperti yang mereka lakukan) tetapi tidak mewajibkan konsultasi dengan

publik.

108. Undang-Undang No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara memberikan

petunjuk yang terperinci tentang pelaksanaan anggaran dan undang-undang no.

15/2004 tentang pengawasan keuangan negara menetapkan prosedur pelaporan dan

audit keuangan. Peraturan pemerintah no. 8/2006, yaitu peraturan pelaksanaan untuk

undang-undang perbendaharaan nasional, memberikan format yang terperinci untuk

1 Bandingkan WB PER, hal 101 di bawah ini.

2 Realisasi pengeluaran tidak disajikan karena penundaan administrative pada pelaksanaan anggaran

berarti bahwa pada bulan Juni, hanya sekitar 10% dari alokasi anggaran telah dibelanjakan. (WB PER,

2007, hal. 98) 3 Hanya proses perencanaan pembangunan yang memerlukan konsultasi dengan publik.

Page 49: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

45 of 140

pelaporan realisasi anggaran. Peraturan pemerintah no. 39/2007 menetapkan prosedur

pengelolaan anggaran pemerintah (urusan perbendaharaan) di tingkat pusat dan

daerah. Semua peraturan perundang-undangan ini tidak secara langsung berhubungan

dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan sehingga tidak akan dibahas lebih

lanjut dalam dokumen ini.

109. Pada bulan Juni 2009, Bappenas dan Depkeu mengeluarkan Surat Edaran

Bersama nomor 0142/M.PPN/06/2009 (sistem penomoran Bappenas) dan

SE1848/MK/2009 (sistem penomoran Depkeu) yang berisi rencana restrukturisasi

sistem penganggaran nasional untuk diselaraskan dengan maksud dari undang-undang

keuangan negara dan perencanaan pembangunan. Restrukturisasi tersebut akan

mengikat jenis-jenis anggaran (kegiatan yang spesifik) secara jauh lebih ketat dengan

prioritas rencana kerja pemerintah jangka menengah dan tahunan maupun rencana

strategis (5 tahun) serta uraian/pembagian tugas di antara departemen-departemen

sektoral. Rencana tersebut menghapuskan praktek saat ini untuk memberikan

pendanaan kepada sebuah program (atau kegiatan) di banyak instansi; sebaliknya

setiap program hanya akan mempunyai sebuah instansi penanggung jawab tunggal.

Restrukturisasi tersebut juga mewajibkan adanya estimasi kebutuhan anggaran selama

tiga tahun ke depan untuk kegiatan-kegiatan yang berlangsung lebih dari setahun. Jadi

anggaran belanja tahun 2010 akan mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk

tahun 2011, 2012 dan 2013, sedangkan anggaran belanja tahun 2011 akan

mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk tahun 2012, 2013 dan 2014.

restrukturisasi tersebut akan diujicoba di enam departemen, salah satunya Depdiknas.

110. Undang-Undang 25/2004 tentang Perencanaan Pembangunan. Undang-

undang ini menetapkan sejumlah rencana yang harus disusun di tingkat pusat maupun

daerah. Di tingkat pusat, harus ada:

Rencana pembangunan jangka panjang (20 tahun);

Rencana pembanguan jangka menengah 1 (5 tahun) yang akan disusun oleh setiap

tim Presiden dan Wakil Presiden yang baru untuk menentukan arah kebijakan

pembangunan pemerintahan mereka;

Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Departemen-departemen2 di tingkat pusat harus mempunyai:

Rencana pembangunan jangka menengah yang disebut Rencana Strategis

(Renstra);

Rencana pembangunan tahunan yang disebut Rencana Kerja

Kementerian/Lembaga (Renja-KL).

1 Sebelumnya disebut “Rencana Pembangunan Lima Tahun” (Repelita). Istilah ini tidak dipergunakan

lagi dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan telah diganti dengan istilah Rencana Jangka

Menengah. 2 Perencanaan sekolah madrasah tercantum dalam Rencana Strategis Depag dan Rencana Kerja

Tahunan Depag.

Page 50: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

46 of 140

Gambar 8 Proses Penyusunan APBD

Rencana Jangka Menengah Daerah 5 tahun

=====================

Program unit sektoral

Rencana Kerja Pemda tahunan

======================== Program unit sektoral

Rencana Strategis Unit 5 tahun

Ramalan dan asumsi anggaran

Pembahasan dengan DPRD

Alokasi Indikatif

Rencana Kerja Unit dan permintaan anggaran

Pembahasan dengan Bidang Anggaran dan Bappeda

Konsolidasi di Bidang Anggaran rencana APBD

Pembahasan dengan DPRD

Peraturan Anggaran

Rencana Jangka Panjang Daerah 20 tahun

Rencana Jangka Panjang Nasional 20 tahun

Platform Kampanye

Pikada Bupati

Rencana Kerja Pemerintah

Page 51: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

47 of 140

Daerah (provinsi dan kabupaten) harus mempunyai:

Rencana pembangunan jangka panjang;

Rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh setiap tim Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baru untuk menentukan arah kebijakan

pembangunan di daerah tersebut selama pemerintahan mereka;

Rencana pembangunan jangka menengah untuk setiap Dinas,1 yang disebut

Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD)2

Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD);

Rencana kerja tahunan untuk setiap Dinas, yang disebut Rencana Kerja Tahunan

Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).

Rangkuman rencana nasional saat ini sehubungan dengan pendidikan (Rencana

jangka panjang nasional, rencana jangka menengah nasional, Rencana Strategis

Depdiknas dan rencana kerja nasional 2009-2010) dapat dilihat dalam Lampiran 1.

111. Peraturan Pemerintah No. 8/2008 memberikan petunjuk yang terperinci

tentang format dan isi rencana pembangunan daerah maupun mekanisme dan

pembagian tanggung jawab atas pengawasan dan evaluasi pelaksanaan dari rencana-

rencana tersebut.3

112. Petunjuk dalam Undang-Undang Perencanaan Pembangunan secara tegas

mewajibkan agar proses penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan

jangka menengah harus dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan

(Musrenbang). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berkonsultasi

dengan wakil dari departemen pusat dan pemerintah daerah. Bappenas juga

mengadakan seminar dan lokakarya di mana wakil-wakil masyarakat sipil – umumnya

akademisi dan pakar yang diakui secara nasional maupun lokal – diminta untuk

mengomentari draft rencana pembangunan tersebut. Depdiknas mengadakan rembuk

nasional tahunan dengan wakil-wakil masyarakat sipil untuk membahas pencapaian

tahun sebelumnya dan arah kebijakan dan kegiatan pendidikan di masa mendatang.4

113. Sejak tahun 2006, Bappenas telah menerbitkan “buku pedoman” tahunan

untuk pemerintah daerah. Buku pedoman ini bertujuan untuk menyampaikan

informasi tentang peraturan perundang-undangan sehubungan dengan pemerintahan

daerah. Petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam buku pedoman mencakup persyaratan

dan prosedur konsultasi perencanaan pembangunan di tingkat daerah. Buku pedoman

tahun 2007 dan selanjutnya juga berisi “tema”, misalnya tema tahun 2007 adalah

investasi dan peran pemerintah daerah dalam mendorong investasi; tema tahun 2008

adalah infrastruktur dan pembangunan daerah – yang membantu mengurangi

kemiskinan; tema tahun 2009 adalah memperkuat perekonomian daerah untuk

menghadapi krisis keuangan global. Jika pemerintah daerah benar-benar

memperhatikan pedoman tersebut maka mereka cenderung menerapkan keseragaman

1 Dinas.

2 Terminologi ini telah diubah oleh PP 38/2007, bandingkan paragraf 60 halaman 29 di atas.

3 Namun, acuan untuk peraturan ini adalah UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, bukan undang-

undang perencanaan pembangunan. Wewenang pelaksanaan terletak di Depdagri, bukan Bappenas. 4 Rembuk ini terpisan dengan rapat kerja nasional (rakernas) di mana informasi tentang kebijakan,

rencana, kegiatan dan anggaran tahun berjalan disosialisasikan kepada tenaga kependidikan pemerintah

pusat dan daerah.

Page 52: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

48 of 140

(dari pusat) dalam proses dan prioritas perencanaan pembangunan yang

didesentralisasi.

114. Secara keseluruhan, proses perencanaan bersifat teknokratis: pegawai Dinas

bekerja sama dengan pegawai badan perencanaan pembangunan untuk

mengembangkan rencana. Dalam beberapa kasus, badan perencanaan pembangunan

mempekerjakan konsultan untuk menyusun rencana. Buku pedoman Bappenas yang

disebutkan di paragraf sebelumnya berisi sangat banyak informasi teknis dan petunjuk

terperinci mengenai caranya melaksanakan proses perencanaan, termasuk konsultasi

publik. Lembaga-lembaga donor juga menyusun prosedur dan manual perencanaan

pembangunan. Banyaknya pendekatan tidak harus selalu negatif karena masalah

sebenarnya terletak pada kemampuan lembaga lokal untuk membela kepentingan

publik yang konstruktif pada apa yang secara tradisional dianggap sebagai urusan

teknokratis.1

115. PP No. 39/2006 mewajibkan departemen pusat maupun kepala daerah,

melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah2 (Bappeda) untuk menyampaikan

laporan triwulan kepada Bappenas tentang realisasi dari yang direncanakan dengan

tembusan kepada Depkeu dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

(untuk departemen-departemen di pusat) dan kepada Depdagri (untuk daerah).

Laporan daerah disusun oleh Bappeda dari laporan-laporan yang disampaikan kepada

Dinas. Laporan dinas kabupaten dikirim dengan tembusan kepada dinas provinsi dan

departemen sektoral di pusat.3

116. Petunjuk-petunjuk dalam UU Perencanaan Pembangunan juga menyatakan

bahwa rencana pembangunan jangka menengah di tingkat pusat maupun daerah harus

mencerminkan platform kampanye dari tim kandidat yang menang. Sebaliknya, isi

dari rencana jangka panjang 2005 – 20254 (LTDP) menyatakan secara tegas bahwa:

“Pemilihan langsung [Presiden dan Wakil Presiden] menjadi peluang bagi para calon

untuk menyampaikan visi, misi dan program mereka dalam kampanye. [Namun]

peluang ini dapat memutuskan kesinambungan antara pembangunan selama satu

periode dan periode berikutnya” (LTDP 2007, Bab 1, Pasal 1.1, paragraf 4, hal 2)

yang memperlihatkan bahwa kelentukan politik dan daya tanggap demokratis untuk

mengikat rencana pembangunan jangka menengah dengan pemilu tidak dipandang

sebagai keuntungan oleh para perencana Bappenas. Selain itu, Surat Edaran Depdagri

1 Sejumlah proyek, termasuk proyek-proyek yang didanai oleh donor, bekerja sama dengan Depdiknas,

Depag dan instansi-instansi pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. 2 Perlu diperhatikan bahwa instansi ini merupakan bagian dari pemerintah daerah dan tidak mempunyai

hubungan hirarki dengan Bappenas.

3 Ada laporan kinerja tahunan lain yang diwajibkan dari para pejabat pemerintah pusat dan daerah,

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP pada mulanya dimaksudkan

sebagai laporan akuntabilitas perorangan atas nama pejabat, tetapi laporan tersebut kemudian

berkembang menjadi laporan kinerja instansi. LAKIP diatur oleh Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang

pertanggungjawaban kinerja penyelenggara negara berdasarkan kebijakan anti korupsi tahun 1999.

LAKIP wajib diberikan oleh semua pejabat pemerintah (Eselon 2 ke atas) di semua unit pemerintahan,

baik di kementerian pusat maupun di daerah. Dasar akuntabilitas dan pelaporannya adalah rencana

strategis pusat atau daerah. Mekanisme evaluasinya adalah hanya perbandingan rencana terhadap

realisasi yang dicapai menurut bobot nilai setiap komponen dalam rencana secara keseluruhan. Lima

indikator evaluasi diberikan (masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak). Pedomannya dikeluarkan

oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Laporannya ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dengan tembusan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 4 UU 17/2007.

Page 53: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

49 of 140

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah1 secara tegas

menyatakan bahwa rencana tingkat provinsi harus didasarkan pada rencana nasional,

dan rencana tingkat kabupaten/kota harus didasarkan pada rencana provinsi. Dalam

praktek, rencana provinsi dan kabupaten/kota yang sedang berjalan untuk kabupaten-

kabupaten dampingan DBE1 cenderung mencerminkan misi dan visi pejabat terpilih

untuk periode mendatang.

117. Permendiknas No. 32/2005 berisi Rencana Strategis Departemen Pendidikan

yang mencakup rencana pendidikan jangka panjang (20 tahun) dalam Bab 4.

Permendiknas No. 14/2006 mengharuskan laporan pertanggungjawaban kinerja dari

para pejabat Depdiknas di pusat dan Permendiknas No. 14/2008 menetapkan

indikator-indikator kinerja utama untuk sektor pendidikan, terutama Rencana

Strategis.

118. Undang-undang pendidikan. Undang-undang pendidikan terdiri dari UU No.

20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dua undang-undang pendukungnya:

UU 14/2005 tentang guru dan dosen dan UU 9/2009 tentang badan hukum

pendidikan.

119. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20/2003 dirancang

untuk menciptakan suatu sistem “yang mampu menjamin pemerataan kesempatan

pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen untuk

menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional

dan global [melalui] ... pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan

berkesinambungan …” (Konsideran c.)

120. Undang-undang ini mempersatukan semua penyelenggara pendidikan dalam

satu sistem nasional: negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag. Namun, penyatuan ini

dicapai melalui sistem peraturan yang terpadu, yang secara formal berada di luar

Depdiknas2 maupun Depag, sedangkan urusan perencanaan, anggaran dan

manajemennya tetap terpisah. Sistem peraturan ini terdiri dari standar nasional

pendidikan (SNP) yang mengikat semua penyelenggara pendidikan. Perlu

diperhatikan bahwa SNP berbeda dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang

dibahas di atas dalam paragraf 57, hal 28. SNP dimandatkan di bawah undang-

undang pendidikan sedangkan SPM dimandatkan di bawah undang-undang

pemerintahan daerah; SNP berlaku bagi seluruh proses belajar mengajar (masukan-

proses-keluaran-evaluasi) tetapi tidak termasuk angka partisipasi sedangkan

rancangan SPM yang lama maupun saat ini mencakup angka partisipasi maupun

karakteristik sekolah tertentu. SNP dilaksanakan oleh Depdiknas sedangkan SPM

dilaksanakan oleh Depdagri. Undang-undang pendidikan memang menyebutkan SPM

dalam pasal 51 yang berbunyi: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar

pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Bab VIII

Standar Manajemen dalam PP 19/2005 tentang SNP mewajibkan pemerintah pusat

maupun kabupaten/kota untuk menyusun rencana tahunan, termasuk pemenuhan SPM

sebagai salah satu prioritas dalam rencana tersebut.

1 Surat Edaran 050/2020/SJ, 11 Agustus 2005.

2 Direktur dari lembaga pengatur adalah orang-orang yang diangkat secara politik dari masyarakat sipil,

namun sekretariat dan pegawai dari lembaga tersebut diperbantukan dari Depdiknas.

Page 54: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

50 of 140

121. Seperti dikemukakan dalam paragraf 33, halaman 17 di atas, SNP

dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Badan ini diberikan

wewenang untuk mengembangkan, memantau dan melaporkan pencapaian standar

tetapi tidak berwenang untuk melaksanakan standar. Undang-undang (dan Depdiknas)

tampaknya telah mempersiapkan pelaksanaan melalui proses akreditasi sekolah, yang

dipercayakan kepada badan independen baru: Badan Akreditasi Nasional

Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang

dibahas dalam paragraf 142 hal 55 di bawah ini, mengharuskan badan hukum

pendidikan memenuhi SNP.

122. Undang-undang pendidikan juga menetapkan program wajib belajar (Wajar)1

dan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyelenggarakan

program wajib belajar ini secara gratis kepada peserta didik2 (bandingkan paragraf

128 hal 52 di bawah ini dan Lampiran 3.) Instruksi Presiden 5/2006 menginstruksikan

berbagai menteri untuk mengambil tindakan guna mempercepat tercapainya program

wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal. Permendiknas No. 35/2006

memberikan pedoman pelaksanaan untuk “gerakan mempercepat tercapainya program

wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal”. Pedoman tersebut diatur

dengan tiga “pilar” kebijakan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana

Strategis: akses dan partisipasi, kualitas dan relevansi, tata kelola, akuntabilitas dan

citra publik. Dengan kata lain, wajib belajar pendidikan dasar tidak terbatas pada

angka partisipasi; hal itu juga termasuk kualitas dan tata kelola.3

123. PP No. 47/2008 mewajibkan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan

dasar universal oleh pemerintah pusat (Depdiknas)4 dan pemerintah daerah, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Pasal 9 dari PP ini

mengharuskan agar pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan

pendidikan dasar tanpa memungut biaya dari peserta didik. Pasal tersebut juga

menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyediakan bantuan

biaya bagi siswa usia pendidikan dasar (7-15 tahun) yang orang tuanya atau walinya

tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka.

1 Tetapi tidak mengatur pelaksanaan atau sanksi-sanksinya. Beberapa kabupaten/kota melihat

kekurangan ini dan melengkapinya dengan peraturan daerah tentang pendidikan. 2 Pasal 1 (18) mendefinisikan penyelenggaraan wajib belajar sebagai “tanggung jawab pemerintah”.

Pasal 11(2) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendanaan

pendidikan bagi setiap warga yang berusia 7 – 15 tahun (kelompok usia pendidikan dasar). Pasal 34(2)

menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa

memungut biaya dari peserta didik.

Ketentuan ini digunakan oleh DPR untuk mengubah BOS dari kebijakan pengentasan kemiskinan

menjadi kebijakan pendidikan dasar gratis, sehingga memutuskan hubungannya dengan asal mula

program sebagai jaring pengaman sosial dan kompensasi subsidi BBM. Pembahasan tentang asal mula

dan perkembangan BOS dapat dilihat dalam Lampiran 2. 3 Peraturan ini membedakan antara “bantuan biaya” bagi siswa dari keluarga miskin dan “beasiswa”

sebagai penghargaan atas prestasi akademik siswa. Beberapa proyek donor menggunakan istilah

“beasiswa” [bahasa Inggris: “scholarship”] untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang diakui oleh

pendanaan pendidikan Indonesia sebagai “bantuan biaya.” Hal ini menimbulkan kesalah-pengertian

ketika dokumen berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 4 Tetapi tidak secara spesifik untuk Depag meskipun Penjelasan Undang-Undang memang

menyebutkan madrasah (sekolah di bawah Depag).

Page 55: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

51 of 140

124. Meskipun undang-undang pendidikan menyatakan bahwa masalah

pembiayaan pendidikan akan diatur dengan peraturan pemerintah namun undang-

undang tersebut masih memberikan pedoman secara umum.

Pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat,

pemerintah daerah dan masyarakat termasuk orang tua siswa.

Salah satu bentuk pendanaan pemerintah adalah keringanan pajak.1

Pendanaan dari pemerintah (pusat atau daerah) kepada sekolah harus berupa hibah

blok sebagai pendanaan wajib dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

(dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota). Dampak dari ketentuan ini adalah

bahwa bantuan pendanaan harus berkaitan langsung dengan program dan kegiatan

yang spesifik.2 Lihat juga paragraf-paragraf mengenai hibah blok di atas.

125. PP No. 48/2008 mengatur pendanaan pendidikan. Pasal 3 membagi biaya

pendidikan menjadi tiga kategori:

Biaya satuan pendidikan (sekolah) yang terdiri dari:

o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas yang digunakan

secara langsung untuk kegiatan pendidikan, misalnya ruang kelas,

laboratorium dan perpustakaan, serta lahan dan fasilitas yang tidak secara

langsung digunakan untuk kegiatan pendidikan, misalnya kantor)

o Biaya operasional (dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia)

o Bantuan biaya (kepada orang tua)

o Beasiswa3

Biaya untuk menyelenggarakan dan mengelola kegiatan pendidikan: Penjelasan

PP menyatakan bahwa biaya ini ditanggung oleh pemerintah pusat dan/atau

daerah dan penyelenggara pendidikan swasta, yang terdiri dari:

o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas lain, misalnya kantor

sekolah negeri dan swasta)

o Biaya operasional (yang dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia)

Biaya siswa, seperti transportasi dan seragam.

126. Peraturan Pemerintah ini memberikan petunjuk yang terperinci kepada

instansi-instansi pemerintah di pusat maupun daerah mengenai bagaimana dan ke

mana mengalokasikan pengeluaran untuk berbagai kategori biaya dalam anggaran

mereka. Setiap pembahasan menyimpulkan dengan pernyataan bahwa pemerintah

bertanggung jawab atas pendanaan “di tingkat yang setidaknya dapat memenuhi

standar nasional pendidikan”. Pasal-pasal PP yang mengatur kewajiban pembiayaan

penyelenggara sekolah swasta mewajibkan standar yang sama.

127. Peraturan Pemerintah ini menunjukkan perbedaan yang jelas dan konsisten

antara pendanaan untuk sekolah yang menawarkan program pendidikan dasar (negeri

maupun swasta; Depdiknas maupun Depag) dan pendanaan untuk sekolah yang

menawarkan program-program lain. Pada prinsipnya, sekolah-sekolah yang

1 Tepatnya pajak mana yang akan dikurangi tidak disebutkan. Kemungkinan pajak bumi dan bangunan

atas fasilitas sekolah swasta. 2 Pendanaan BOS tidak tercantum dalam undang-undang pendidikan atau PP 48/2008 karena

pendanaan tersebut merupakan salah satu mata anggaran dalam APBN. 3 Penjelasan pasal 3 menunjukkan perbedaan antara bantuan biaya pendidikan bagi keluarga yang tidak

mampu dan bantuan biaya pendidikan (beasiswa) untuk setiap peserta didik, termasuk mereka yang

berasal dari keluarga yang tidak miskin, sebagai penghargaan atas prestasi/keunggulan akademik

mereka.

Page 56: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

52 of 140

menawarkan program pendidikan dasar harus menutupi biaya sekolah dan biaya

pengelolaan pendidikan tanpa memungut biaya dari orang tua, dan pemerintah harus

menjamin bahwa pendanaan tersebut tersedia untuk mendukung hal ini. Namun, pasal

51 dan 52 dari peraturan pemerintah ini mengizinkan sekolah negeri maupun swasta

memungut biaya dari orang tua di bawah keadaan yang ditetapkan secara cermat,

termasuk:

Rencana strategis dan tahunan sekolah yang mengacu kepada pencapaian SNP

Dana yang disimpan dalam rekening terpisah dan dikelola secara terpisah dari

penerimaan lain dengan pengumuman tentang pengeluaran yang dipasang di

tempat umum.

Pungutan tersebut tidak terkait dengan kebijakan pendaftaran masuk atau (nilai)

evaluasi

Sedikitnya 20% dana pungutan tersebut digunakan untuk kegiatan peningkatan

kualitas; dan

Larangan mutlak untuk memungut biaya dari orang tua miskin.

Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama dapat membatalkan segala jenis

pungutan yang melanggar kriteria ini.

128. Istilah “pendidikan gratis” tidak digunakan dalam dokumen-dokumen

tersebut; malahan, formulasinya secara konsisten menyatakan bahwa pendidikan

dasar harus disediakan “tanpa memungut biaya” dari orang tua. Pembahasan

mengenai latar belakang “pendidikan gratis” ini dapat dilihat dalam Lampiran 3.

129. Pasal 40 dari Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa pendanaan biaya

operasional non-personalia di sekolah swasta yang menawarkan program pendidikan

dasar juga menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Pasal 45 mewajibkan

sekolah-sekolah tersebut untuk menerima pendanaan dari pemerintah kabupaten/kota.

Sekolah-sekolah yang memilih untuk menolak BOS dilarang melakukan pungutan

sama sekali dari orang tua. Pasal 44 mewajibkan sekolah swasta untuk menyediakan

bantuan biaya bagi peserta didik dari keluarga miskin.

130. Undang-undang sistem pendidikan nasional juga memuat satu pasal yang

berjudul “peran serta masyarakat” dengan membentuk Dewan Pendidikan (DP) dan

komite sekolah/madrasah1. Peraturan pelaksanaan untuk Dewan Pendidikan dan

komite sekolah/madrasah belum dikeluarkan, namun website Depdiknas memuat

dokumen-dokumen yang menguraikan peran dan fungsi DP dan komite sekolah.

Peran dan fungsi kedua lembaga tersebut sama, kecuali tingkatannya: DP bekerja di

tingkat provinsi2 atau kabupaten sedangkan komite sekolah di tingkat sekolah.

Permendiknas No. 19/2007 yang memuat SNP untuk pengelolaan pendidikan di

tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) mewajibkan pemerintah daerah untuk

bekerja sama dengan Dewan Pendidikan dalam berbagai kesempatan. Permendiknas

No. 19/2007 ini yang memuat SNP untuk pengelolaan satuan-satuan pendidikan

(sekolah) mewajibkan agar komite sekolah memberikan masukan dan/atau

persetujuan atas berbagai kebijakan, rencana dan anggaran sekolah dan agar komite

sekolah mengevaluasi pelaksanaan rencana dan anggaran tersebut. Tampaknya peran

1 Komite sekolah/madrasah berbeda dengan “yayasan” yang menjadi pemilik-operator sekolah swasta.

2 Dinyatakan secara tegas bahwa Dewan Pendidikan provinsi tidak mempunyai hubungan hirarki

dengan Dewan Pendidikan kabupaten/kota.

Page 57: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

53 of 140

dan fungsi kedua lembaga tersebut didefinisikan secara tidak langsung, melalui

ketentuan agar pemerintah daerah dan sekolah melibatkan Dewan Pendidikan dan

Komite Sekolah dalam pengambilan keputusan dan evaluasi.

131. Pasal 51 dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan

manajemen berbasis sekolah/madrasah, yang didefinisikan dalam bagian

“Penjelasan”1 UU ini sebagai “bentuk otonomi manajemen pendidikan di satuan

pendidikan yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite

sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.” Kegiatan manajemen

berbasis sekolah biasanya mencakup tinjauan atau partisipasi komite sekolah dalam

mengembangkan rencana dan anggaran sekolah, komite sekolah yang menyuarakan

aspirasi pemangku kepentingan pendidikan kepada manajemen sekolah, mengirimkan

laporan administrasi dan keuangan kepada instansi yang berwenang, memenuhi

kebutuhan operasional, dan sebagainya. Peranan dan kegiatan secara tepat dari komite

sekolah/madrasah perlu disesuaikan dengan ketentuan UU No. 9/2009 tentang Badan

Hukum Pendidikan, bandingkan paragraf 142, hal. 55 di bawah ini.

132. Pasal 49 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional telah menimbulkan

perdebatan politik dan sosial yang luas. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran

pusat dan daerah dialokasikan untuk pendidikan. Edisi tahun 2007 dari survei ini

membahas perkembangan perdebatan ini. Pembaca yang berminat dapat melihat

dokumen tersebut. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan

bahwa nilai pendanaan anggaran pusat untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun

2006 sampai mencapai tujuan 20% pada tahun 2009. Persentase yang ditargetkan

adalah 12% pada tahun 2006, 14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan

20% pada tahun 2009.2

133. Perdebatan tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi no.

13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa UU APBN 2008 yang disahkan oleh DPR

tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya mencapai 15,6% dari total

pendanaan – di bawah 20% yang disyaratkan oleh konstitusi. Pemerintah diberikan

waktu setahun untuk menyesuaikan APBN. MK juga menyelesaikan inti dari

kontroversi ini, yaitu cara menghitung nilai 20% tersebut. MK menginstruksikan agar

total pendanaan untuk “urusan pendidikan”3 (termasuk gaji guru PNS) dibandingkan

dengan total anggaran pemerintah pusat (di luar transfer ke daerah). MK juga

memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran daerah (APBD) yang harus dihitung

dengan cara yang sama.

134. Selanjutnya Depkeu mengeluarkan Permenkeu no. 86/PMK.02/2009 dan

84/PMK.07/2009 yang memberlakukan ketentuan 20% tersebut masing-masing

terhadap APBN dan APBD dan memberikan petunjuk teknis untuk menghitung

alokasi urusan pendidikan.

1 Perhatikan bahwa pasal-pasal dalam Penjelasan bersifat mengikat secara hukum.

2 Rencanan Strategis Depdiknas, Bab 6, pasal 73.

3 “Urusan” adalah salah satu cara untuk mengklasifikasikan alokasi pengeluarang anggaran pemerintah.

Ada 13 urusan yang secara umum berhubungan dengan sektor-sektor, dan salah satunya adalah sektor

pendidikan.

Page 58: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

54 of 140

135. Undang-Undang Guru dan Dosen1. UU 14/2005 penting karena UU ini

mendefinisikan pengajaran sebagai profesi dengan status hukum yang memerlukan

keterampilan dan kompetensi tertentu. Penguasaan keterampilan dan kompetensi

dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat. Undang-undang ini mencantumkan daftar

keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan dari guru. Undang-undang ini

menyatakan bahwa sertifikat dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tinggi guru

terakreditasi yang ditentukan oleh pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional No. 18/2007 juga menetapkan mekanisme bagaimana guru dapat

disertifikasi berdasarkan pengalaman profesional dan prestasi mereka dalam bentuk

“portfolio”.

136. Guru atau dosen yang memiliki sertifikat berhak mendapatkan tunjangan yang

melekat pada gaji sebesar 100% dari gaji pokoknya sebagai PNS. Guru atau dosen di

sekolah swasta akan menerima tunjangan yang melekat pada gaji sebesar 100% dari

gaji pokok sama seperti yang diterima oleh guru PNS. Tunjangan tersebut tidak sama

dengan gaji PNS yang dibayar kepada guru sekolah swasta yang menjadi PNS.

Tunjangan profesi tersedia bagi semua guru yang telah memiliki sertifikat, di

manapun mereka mengajar dan apapun status mereka, termasuk guru tidak tetap di

sekolah swasta dan guru kontrak.

137. UU No. 14/2005 mewajibkan agar pemerintah daerah menyediakan guru yang

berkualifikasi – termasuk yang bersertifikat – dalam jumlah yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan sekolah-sekolah negeri. Pemerintah kabupaten/kota

bertanggung jawab untuk menyediakan guru bagi pra sekolah dan sekolah pendidikan

dasar dan menengah (SD + SMP) sedangkan pemerintah provinsi bertanggung jawab

untuk menyediakan guru bagi sekolah menengah atas dan sekolah luar biasa2.

Penyelenggara pendidikan swasta wajib menyediakan guru yang berkualifikasi dalam

jumlah yang cukup di sekolah mereka. Namun, UU tahun 2009 yang baru tentang

badan hukum pendidikan memberi kepala sekolah tugas untuk mengangkat (dan

memberhentikan) guru-guru secara perorangan, bahkan di sekolah negeri. Setiap guru,

PNS atau bukan, akan menandatangani kontrak dengan sekolah. Bandingkan paragraf

146, hal 56 di bawah ini.

138. Undang-undang No. 14/2005 juga menetapkan tunjangan yang melekat pada

gaji bagi guru-guru yang bekerja di daerah-daerah “khusus” yaitu.

Daerah perdesaan yang terpencil atau tertinggal3

Daerah perdesaan yang dihuni oleh masyarakat adat terpencil

perbatasan dengan negara lain yang secara geografis relatif sulit dijangkau

transportasi, yang telah didefinisikan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian

Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Tunjangan yang melekat pada gaji

mencapai 100% dari gaji pokok PNS dan tersedia bagi semua guru di daerah

1 Kata guru dalam bahasa Indonesia tidak digunakan untuk pengajar di universitas yang disebut dosen.

Profesor yang biasanya merupakan pangkat dalam kepegawaian sipil di perguruan tinggi yang otonom

sekarang menjadi pangkat dari dosen.

Secara teknis, universitas hanyalah salah satu bentuk perguruan tinggi di Indonesia, namun istilah

tersebut digunakan secara umum dalam tinjauan ini. 2 UU 14/2005, pasal 24.

3 Ini adalah istilah teknis dalam wacana ekonomi dan politik daerah di Indonesia. Istilah tersebut

memaksudkan daerah yang masih “tertinggal” dalam proses pembangunan sehingga kurang maju

dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.

Page 59: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

55 of 140

tersebut. Permendiknas No. 32/2007 menetapkan pedoman teknis mengenai

tunjangan yang melekat pada gaji ini.

139. Guru dan dosen PNS juga berhak mendapatkan tunjangan fungsional selain

gaji pokok. Tunjangan fungsional ditetapkan dengan peraturan presiden dan diberikan

kepada pegawai dari berbagai jenis pekerjaan, bukan hanya pendidik. Peraturan

Presiden No. 108/2007 adalah peraturan terakhir yang mengatur tunjangan fungsional

untuk guru.

140. Peraturan Pemerintah No. 41/2009, di bawah UU No. 14/2005, adalah

peraturan induk yang menyediakan pedoman bagi semua tunjangan yang melekat

pada gaji yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

141. Selain gaji, undang-undang tentang guru dan dosen juga mendefinisikan hak

dan kewajiban guru dan dosen dan menetapkan beban pengajaran standar. Guru

mempunyai hak profesional untuk berpartisipasi dalam kebijakan, perencanaan,

penganggaran dan pengawasan di sekolah mereka dan di kabupaten/kota mereka.

142. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. UU No. 9/2009 juga

diperlukan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional. Inti dari undang-undang

ini adalah bawha setiap sekolah merupakan badan hukum yang terpisah dengan

identitas hukum dan status hukumnya sendiri. Sekolah-sekolah tidak lagi “dimiliki”

oleh instansi pemerintah atau penyelenggara swasta. Pemilik yang lama sekarang

berstatus sebagai “pendiri”. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah memberikan

jaminan hukum atas otonomi yang sebenarnya di tingkat sekolah. Tujuan sekundernya

adalah menghapuskan segala bentuk diskriminasi di antara sekolah-sekolah

(misalnya, negeri terhadap swasta, Depdiknas terhadap Depag).

143. Aspek teknik hukum yang sebenarnya dari undang-undang ini agak rumit

tetapi dampaknya adalah membentuk dua jenis badan hukum:

Sekolah individual dan

Penyelenggara, yang dapat mendirikan satu sekolah atau lebih. Yayasan swasta

yang saat ini memiliki dan mengoperasikan sekolah akan menjadi penyelenggara.

Hal ini tetap melindungi yayasan yang ada dengan mengizinkan sekolah-sekolah di

masa mendatang didirikan secara langsung sebagai badan hukum pendidikan, tanpa

memerlukan organisasi yang mewadahinya.

144. Sebuah sekolah terdiri dari dua “organ” (istilah dari undang-undang

bersangkutan), masing-masing organ mempunyai fungsinya sendiri dalam proses

penyelenggaraan pendidikan:

Organ representasi pemangku kepentingan, yang menetapkan kebijakan umum

untuk sekolah, menyusun rencana strategis dan tahunan serta anggaran belanja,

mengevaluasi kinerja sekolah dan mengangkat kepala sekolah

Organ pengelola pendidikan, yang mempunyai otonomi penuh dalam

melaksanakan manajemen berbasis sekolah.

145. Anggota organ representasi pemangku kepentingan terdiri dari pendiri sekolah

(lembaga pemerintah atau yayasan swasta), ketua organ pengelola pendidikan (yaitu

kepala sekolah), wakil guru, pegawai non akademis dan komite sekolah.

Page 60: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

56 of 140

146. Organ pengelola pendidikan menyusun rencana dan anggaran untuk diajukan

kepada organ representasi pemangku kepentingan dan kemudian melaksanakan

rencana dan anggaran yang telah disetujui oleh organ representasi pemangku

kepentingan. Hasil pelaksanaan dilaporkan kembali kepada organ representasi

pemangku kepentingan. Kepala sekolah, sebagai ketua organ pengelola pendidikan,

bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan guru dan personil sekolah

lainnya1 dan mengelola proses belajar mengajar di sekolah.

147. Makna penting dari realisasi otonomi di tingkat sekolah menurut undang-

undang ini diperlihatkan oleh fakta bahwa meskipun terdapat ungkapan yang lazim

“peraturan pelaksanaan mengenai hal ini akan ditetapkan dalam peraturan

pemerintah”, undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa “hal ini

akan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga” yang disusun oleh

pendiri sekolah.

148. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan kesempatan yang luas

untuk membahas masalah-masalah pembiayaan sekolah. Yang terpenting adalah

bahwa sekolah, sebagai badan hukum, akan memiliki asetnya sendiri. Ketentuan ini

berarti bahwa pemilik saat ini, negeri maupun swasta, terpaksa melepaskan aset

sekolah dari neracanya – suatu tugas yang sulit khususnya bagi sekolah swasta di

mana lebih dari satu sekolah mungkin bersama-sama menggunakan satu kampus.

Ketentuan lain mengharuskan agar semua pendapatan yang diterima oleh sekolah

digunakan hanua untuk kegiatan sekolah sendiri: pemilik sekolah swasta tidak dapat

lagi mengambil laba dari sekolah atau mensubsidi silang antar sekolah yang dimiliki

yayasan yang sama.

149. Ketentuan tentang penerimaan dan pengeluaran sekolah secara saksama

mengikuti spesifikasi dalam PP No. 48/2008 tentang pendanaan pendidikan.

Khususnya, pasal 44 undang-undang badan hukum pendidikan menegaskan tanggung

jawab pemerintah untuk menyediakan pendanaan pendidikan dasar:

Pemerintah [pusat dan/atau daerah] menanggung dana pendidikan untuk

sekolah swasta yang menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan

dasar, termasuk biaya operasional dan beasiswa, serta menyediakan

bantuan biaya investasi dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik

miskin sesuai dengan standar pelayanan minimum untuk mencapai standar

pendidikan nasional.

150. Undang-undang badan hukum pendidikan juga membahas masalah akses

pendidikan bagi peserta didik secara lebih langsung. Pasal 46 mewajibkan penerimaan

paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik baru di setiap sekolah dari

keluarga miskin namun memiliki potensi akademik yang tinggi. Peserta didik tersebut

mungkin diwajibkan untuk membayar biaya sekolah berdasarkan kemampuan

keuangan mereka. Selanjutnya, 20% dari seluruh peserta didik di sekolah tersebut

dialokasikan untuk siswa miskin dan/atau yang mempunyai potensi akademik yang

tinggi. Peserta didik ini akan menerima bantuan biaya penuh atau beasiswa sesuai

1 Undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian guru

dan tenaga kependidikan harus sesuai dengan anggaran dasar sekolah serta peraturan tenaga kerja dan

kepegawaian pemerintah yang berlaku.

Page 61: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

57 of 140

dengan kebutuhan. Ketentuan ini berlaku bagi sekolah negeri maupun swasta di

semua jenjang, bukan hanya pendidikan dasar.

151. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan waktu 4 tahun kepada

sekolah negeri dan 6 tahun kepada sekolah swasta untuk menerapkan ketentuan

undang-undang tersebut. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Depdiknas untuk

tahun 2005 – 2025 menargetkan 20% sekolah mencapai status sebagai badan hukum

pendidikan selama periode 2005 – 2010 (sedang berjalan)1 yang terus meningkat

sampai 50% selama periode 2010 – 2015 dan 100% selama periode 2015 – 2020.

1 Lampiran: Rencana Pembangunan Jangka Panjang, pasal untuk Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah, baris Indikator Kinerja Utama. Meskipun target ini tidak tercantum dalam Rencana

Strategis 2005-2010.

Page 62: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

58 of 140

E. Analisa dan Kesimpulan

152. Produk hukum yang berlaku menyediakan kerangka praktis untuk mendukung

peningkatan interaksi demokratis dalam tata kelola pendidikan, rasionalisasi dan

peningkatan pendanaan lokal untuk pendidikan dasar, dan peningkatan transparansi

dan akuntabilitas di sektor pendidikan serta peningkatan kualitas dan akses ke

pendidikan. Tentu saja, masalahnya terletak pada perincian pelaksanaan.

153. Kritik-kritik berikut ini telah dilontarkan kepada sistem peraturan perundang-

undangan Indonesia:

Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak

ditulis/didefinisikan dengan jelas.

Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa pembekalan

sumber daya untuk melaksanakan peraturan tersebut dengan baik.

Kritik tersebut tampaknya lebih berlaku bagi undang-undang otonomi daerah

sebelumnya (1999) dan sistem anggaran yang lama (sebelum tahun 2004). Sebagian

besar masalah ini, yang disampaikan dalam evaluasi dan analisa oleh donor,1 telah

tercakup dalam peraturan perundang-undangan yang ada saat ini. Contoh utama dari

proses ini adalah restrukturisasi anggaran pusat oleh Depkeu dan Bappenas serta

badan hukum pendidikan.

154. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan antar peraturan perundang-undangan

sampai taraf tertentu merupakan fungsi dari pendekatan umum untuk mengatur,

sehingga peraturan perundang-undangan dianggap cukup mencantumkan prinsip-

prinsip umumnya saja sedangkan perincian pelaksanaan diserahkan kepada lembaga

tertentu yang bertugas melaksanakannya. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan

juga disebabkan oleh kelemahan sistemik, yaitu kurangnya fungsi pendukung di

tingkat menengah – tenaga profesional dan informasi yang dapat diakses. Pertikaian

wilayah di antara berbagai lembaga dengan pendekatan filsafat dan politik yang

sangat berbeda di bidang desentralisasi, memperburuk masalahnya, seperti halnya

dengan tradisi budaya untuk menghindari konflik terbuka tentang formulasi-formulasi

yang dapat ditafsirkan dengan berbagai cara.

155. Segi positifnya, ada upaya untuk memperjelas definisi, namun efek samping

(mungkin bukan tidak diinginkan) dari upaya ini adalah kecenderungan untuk

mensentralisasi kembali pengambilan keputusan dan memberlakukan kembali

keseragaman yang kaku – yang sangat disukai oleh birokrat tetapi bertentangan

dengan semangat desentralisasi. Masih harus dilihat seberapa berhasilkah upaya-

upaya tersebut dalam praktek; apakah lembaga-lembaga sentralisasi (terutama

Bappenas, Depdagri dan pemerintah provinsi) mempunyai kapasitas untuk

mewujudkan visi pembangunan mereka di kabupaten/kota.

156. Masalah mandat yang belum didanai telah diatasi dengan mengizinkan

pelaksanaan secara bertahap dan secara tegas menghubungkan pelaksanaan dengan

ketersediaan sumber daya. Indonesia sedang membuat kemajuan besar dalam

melaksanakan dan melembagakan desentralisasi.

1 Kemudian dicantumkan dalam dokumen kebijakan pemerintah Indonesia, seperti Rencana

Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Strategis Depdiknas tahun 2004.

Page 63: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

59 of 140

157. Akhirnya, penyusunan daftar ketidakkonsistenan dan “ketidakjelasan” tidak

berguna. Pendekatan yang jauh lebih berguna adalah menanyakan:

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang/peraturan

Apakah isi undang-undang/peraturan mendukung tujuannya

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang/peraturan itu akan

mencapai tujuannya (di sinilah ketidakkonsistenan dan ketidakjelasan tersebut

dapat diselidiki)

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang/peraturan dapat

mencapai tujuannya.

158. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1

o Memenuhi kewajiban konstitusi pemerintah untuk “mencerdaskan kehidupan

bangsa”2 dan “menetapkan sistem pendidikan nasional tunggal yang akan

meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak

mulia sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.”3

o Menjamin pemerataan, peningkatan kualitas dan relevansi, dan manajemen

yang lebih efisien.

o Menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.

o Memperbaharui sistem pendidikan secara terencana, berorientasi pada tujuan

dan berkelanjutan.

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

o Undang-undang meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk menetapkan sistem

pendidikan nasional yang komprehensif, termasuk upaya yang terencana untuk

memupuk iman, ketakwaan dan akhlak mulia.

o Undang-undang juga berisi ketentuan-ketentuan berdasarkan praktek terbaik

saat ini dalam kegiatan belajar mengajar maupun pengelolaan pendidikan.

o Dengan menerima asumsi (teknokratis)4 bahwa perubahan harus terencana dan

berorientasi pada tujuan, maka undang-undang dengan jelas menjabarkan arah

perubahan dan tujuan utama.

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

o Undang-undang ini bukan green-field law: Undang-undang ini berupaya

membuat perubahan dasar pada sistem yang ada tetapi disusun seolah-olah

undang-undang ini membentuk sistem yang baru. Selain kata-kata penutup

formal (tercantum dalam semua undang-undang) yang menyatakan bahwa

setiap undang-undang atau peraturan yang ada yang tidak bertentangan dengan

undang-undang ini akan tetap berlaku dan bahwa undang-undang yang ada

yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi,5

tidak ada arah perubahan spesifik yang tercantum dalam undang-undang ini.

o UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mencakup sebagian besar dari

bidang ini.

1 “Konsideran” UU 20/2003.

2 Pembukaan UUD 1945

3 Amandemen ke-4 UUD 1945.

4 Sama-sama dimiliki oleh pemerintah Indonesia, donor dan konsultan.

5 Pasal 75.

Page 64: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

60 of 140

o UU 20/2003 memang mempertimbangkan otonomi daerah dalam pengelolaan

penyelenggaraan pendidikan. Namun, undang-undang otonomi daerah yang

berlaku pada waktu undang-undang pendidikan dikeluarkan adalah undang-

undang otonomi tahun 1999, bukan undang-undang pemerintahan daerah

tahun 2004 yang menggantikannya dan yang sekarang berlaku. Ketentuan-

ketentuan sehubungan dengan undang-undang otonomi daerah dalam undang-

undang pendidikan bersifat cukup umum sehingga secara garis besar tidak

bertentangan dengan undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004, dan

peraturan pelaksanaan untuk undang-undang pemerintahan daerah telah

memperjelas situasi ini.

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya

o Peraturan pelaksanaan akan dikeluarkan tetapi mengalami proses yang lambat.

Sementara itu, berbagai instansi pusat dan daerah terus berkembang dengan

perubahan-perubahan dalam praktek, berdasarkan penafsiran masing-masing

tentang tujuan undang-undang. Proyek-proyek yang didanai donor merupakan

sumber gagasan praktis yang penting mengenai cara mencapai tujuan-tujuan

ini.

o Akreditasi. Badan nasional telah dibentuk dan sekarang menangani standar

dan prosedur akreditasi. Direncanakan bahwa pelaksanaan kegiatan akreditasi

akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang didukung oleh provinsi

dan kabupaten/kota.

o Pendanaan. Majelis Permusyawaratan Rakyat1 menyelesaikan masalah

pendanaan (sebelum undang-undang pendidikan disahkan) dengan

mewajibkan agar anggaran pemerintah “memprioritaskan” pendidikan melalui

alokasi minimum 20% dari anggaran dan menjadikan pendidikan dasar

sebagai pendidikan wajib yang harus dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah

juga secara tegas telah menindaklanjuti masalah pendanaan pendidikan dasar

dengan memberikan subsidi BOS per kapita kepada sekolah-sekolah.2

o Rumus baru untuk menghitung DAU, meskipun rumus ini tidak ditargetkan

secara spesifik untuk pendidikan, dan member kabupaten/kota lebih banyak

sumber daya anggaran yang dapat digunakan untuk pendidikan.

159. Undang-Undang No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:

o Memberikan otonomi sebenarnya kepada sekolah-sekolah

o Menghapuskan diskriminasi di antara berbagai jenis sekolah

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

o Ya.

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

1 Organisasi yang berwenang untuk mengubah undang-undang dasar. Anggota MPR terdiri dari semua

anggota DPR yang terpilih, ditambah anggota-anggota yang ditunjuk. Dahulu, pemerintah menyeleksi

anggota-anggota yang ditunjuk; sekarang hal ini dilakukan oleh sebuah tim seleksi yang terdiri dari

para anggota DPR dan perwakilan pemerintah yang menyeleksi dari daftar kandidat yang diajukan oleh

organisasi masyarakat sipil. 2 Dan pendanaan “pendampingnya”: pendanaan BOP per kapita untuk program pendidikan kesetaraan

nonformal di tingkat dasar dan pendanaan Wajardikdas Depag per kapita untuk program pendidikan

dasar di pesantren.

Page 65: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

61 of 140

o Pada waktu peninjauan ini dilakukan, peraturan dan pedoman pelaksanaannya

telah dikeluarkan khusus perguruan tinggi.

o Pelaksanaan undang-undang ini akan menjadi usaha yang lama dan mahal.

Sebagian besar kabupaten/kota tidak mempunyai inventarisasi yang lengkap

tentang aset pendidikan yaitu sekolah. Banyak yayasan swasta telah

menggunakan kampus bersama-sama dan melakukan subsidi silang dalam

pendanaan.

o Analogi dari proses desentralisasi ke kabupaten/kota ketika kabupaten/kota

merasa bahwa mereka siap memikul tanggung jawab baru meskipun

pengalaman memperlihatkan bahwa mereka belum siap, sehingga masih harus

dilihat apakah para kepala sekolah mampu melanjutkan peranan pembuat

kebijakan maupun pengelola (termasuk di bidang akademis dan finansial)

selain tugas pengajaran mereka sendiri. Peningkatan kapasitas di tingkat

kabupaten/kota memperlihatkan bahwa situasi ini bukan sama sekali tanpa

harapan.

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya

o Pedoman penyusunan anggaran dasar sekolah yang menjadi kunci untuk

melaksanakan undang-undang ini.

o Rencana pengelolaan perubahan dan pedoman proses yang terperinci dari

kantor Depdiknas di pusat untuk membimbing kabupaten/kota dan yayasan-

yayasan swasta yang sedang melakukan perubahan.

160. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1

o Penting untuk memahami apa ingin dilakukan undang-undang ini karena hal

tersebut seringkali disalahmengerti. Undang-undang ini bertujuan untuk

membatasi lingkup pemerintahan daerah (provinsi, tetapi terutama

kabupaten/kota) seperti yang diberikan berdasarkan undang-undang otonomi

daerah tahun 1999 akibat meluasnya persepsi pusat2 bahwa pemerintah

kabupaten/kota “sudah terlalu jauh” sehubungan dengan otonomi mereka

sampai membahayakan peranan pemerintah pusat sebagai sumber tunggal hak

dan wewenang dalam suatu negara kesatuan.

o Mencapai tujuan pemerintahan daerah, yaitu “mempercepat tercapainya

kesejateraan rakyat” dengan meningkatkan dan memberdayakan pemerintahan

daerah, meningkatkan pelayanan dan meningkatkan peranan masyarakat sipil3.

o Melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan daerah, yaitu demokrasi,

pemerataan, keadilan dan segi-segi khusus daerah yang berada dalam negara

kesatuan.

o Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah, terutama

hubungan antara unit-unit pemerintahan4.

o Memberi pemerintah daerah otonomi yang seluas-luasnya untuk

memanfaatkan kekhasan daerah untuk menjawab peluang dan tantangan

persaingan global dalam sistem pemerintahan nasional.

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

1 “Konsideran” UU No. 32/2004.

2 Depdiknas dan Departemen Pekerjaan Umum adalah perkecualian yang menonjol terhadap

kecenderungan umum ini. 3 Istilah ini adalah frase sandi untuk meningkatkan kontribusi financial.

4 Secara vertikal (hirarki pusat-daerah) dan horisontal (antar daerah).

Page 66: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

62 of 140

o Undang-undang memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk

mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan

daerah dengan tetap mempertimbangkan ciri khas lokal. Desentralisasi

“kesejahteraan sosial” dan usaha ekonomi produktif secara spesifik kepada

tingkat kabupaten/kota memberikan wewenang yang diperlukan untuk

merencanakan dan melaksanakan1 kegiatan pembangunan, termasuk

pendidikan2.

o Undang-undang berupaya membangun hubungan sistematis antar unit

pemerintahan, tetapi banyak penafsiran dan “diseminasi” formalitas

melemahkan upaya ini. Berbagai peraturan pelaksanaan yang berbeda perlu

dikeluarkan. Efektivitas peraturan-peraturan tersebut terhambat oleh

kecenderungan untuk mengeluarkan peraturan-peraturan “umum” untuk

mengatasi masalah-masalah yang pada dasarnya bersifat kasuistik.

o Undang-undang tidak secara spesifik membahas efisiesi atau efektivitas

pemerintahan daerah, kecuali untuk hubungan sistematis yang disebutkan di

atas. Undang-undang menetapkan persyaratan pelaporan dan prosedur evaluasi

yang dapat mencakup isu efektivitas tetapi bukan efisiensi.3

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

o Undang-undang ini secara spesifik bertujuan untuk mengendalikan

pemerintahan kabupaten “yang berlebihan”. Tujuan ini telah tercapai, tetapi

masih belum jelas apakah pencapaian ini merupakan dampak dari undang-

undang atau kemajuan alami karena pemerintah daerah mulai terbiasa dengan

tanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan di daerah.

o Meskipun banyak kegiatan penelitian dan survei dilakukan, hanya sedikit

bukti faktual yang memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah menurun

sejak adanya otonomi daerah, termasuk di sektor pendidikan4. Bukti

memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah meningkat di beberapa

daerah untuk beberapa sektor. Dengan adanya kriteria evaluasi Pareto (tidak

memperburuk situasi siapapun dan memperbaiki situasi orang lain),

tampaknya pemerintah daerah telah berhasil. Migrasi antar daerah (“voting

with the feet”) menciptakan persaingan yang sehat antar kabupaten/kota, yang

diperkuat dengan lingkungan pendukung keberhasilan yang menciptakan

harapan yang lebih tinggi. Media massa dan jurnalisme investigatif yang aktif

memainkan peranan penting dalam menyediakan informasi bagi masyarakat.

o Daerah cenderung mengabaikan ketentuan yang mereka anggap sebagai beban

yang tidak perlu, misalnya pelaporan, database/MIS, dan sebagainya., atau

terlalu mahal. Strategi lain untuk menghadapi ketentuan yang tidak realistis

adalah melalui pemenuhan secara formal, misalnya mengangkat sekelompok

konsultan untuk menyusun rencana kabupaten/kota, review, dan sebagainya;

mengajukan dokumen kepada instansi yang mengaturnya; lalu melanjutkan

dengan kegiatan dan prosedur pelaksanaan kabupaten/kota.

1 Pendanaan diatur dalam undang-undang tersendiri. Lihat paragraph 160 di bawah ini.

2 Meskipun pada awalnya sedikit membingungkan mengenai apakah hal ini terbatas pada pendidikan

dasar atau termasuk pendidikan menengah. PP 38/2007 secara spesifik mencakup pengelolaan

pendidikan menengah sebagai kegiatan yang didesentralisasi. 3 Paket undang-undang keuangan negara (bandingkan paragraf 162) berisi ketentuan-ketentuan yang

bertujuan untuk menghasilkan efisiensi biaya (biaya terendah untuk kegiatan tertentu) tetapi bukan

efisiensi ekonomi (mencapai tujuan dengan biaya terendah). 4 Ada ketidakpuasan yang besar pada pencapaian tingkat kesejahteraan sosial, tetapi ini berbeda

dengan perubahan tingkat kesejahteraan sosial.

Page 67: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

63 of 140

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya.

o Lembaga-lembaga pusat, terutama Depdagri, perlu memikul tanggung jawab

mereka secara serius dan memberikan bimbingan praktis maupun pengawasan

yang bermanfaat kepada pemerintah daerah.

o Sebagian besar bimbingan Depdagri sejauh ini mengarah kepada

mensentralisasi kembali wewenang atau menetapkan kembali keseragaman

yang kaku. Depdagri tampaknya tidak mempunyai kemampuan organisasi atau

personil untuk melaksanakan pengawasan yang bermanfaat.

o Peraturan pelaksanaan dari Depdagri tentang pengawasan telah

mengalokasikan pengawasan “teknis” untuk kegiatan-kegiatan sektoral seperti

pendidikan kepada kementerian-kementerian sektoral. Untuk sektor

pendidikan, karena Depdiknas diselenggarakan secara berbeda dengan dinas-

dinas pendidikan kabupaten/kota1, pengawasan teknis masih terbatas.

Perhatikan bahwa sekolah-sekolah di bawah Depag tidak termasuk dalam

sistem ini karena Depag tidak didesentralisasi.

161. Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-

Daerah

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2

o Undang-undang ini dimaksudkan sebagai pendamping bagi undang-undang

pemerintahan daerah untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang

pemerintahan daerah bahwa desentralisasi urusan pemerintahan dari

pemerintah pusat ke daerah akan disertai dengan sumber pendanaan,

pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.3

o Undang-undang ini juga bertujuan untuk menggantikan undang-undang

keuangan pusat/daerah yang telah disahkan sebagai pendamping undang-

undang otonomi daerah tahun 1999.

o Undang-undang ini disahkan setelah dikeluarkannya paket tiga undang-

undang yang mengatur kembali sistem penganggaran nasional, sistem

pembayaran pemerintah dan sistem perencanaan pembangunan nasional.

Undang-undang ini selaras dengan ketiga undang-undang tersebut.

o Membangun hubungan yang adil dan tepat antara keuangan, pelayanan publik

dan eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya lain di antara unit-unit

pemerintahan.

1 Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah mempunyai direktorat-direktorat

tersendiri sesuai dengan jenjang pendidikan: direktorat pendidikan pra-sekolah (yang digolongkan

sebagai pendidikan nonformal dalam undang-undang pendidikan) dan dasar; menengah pertama; dan

menengah atas. Dinas pendidikan kabupaten berbeda-beda dalam struktur organisasinya tetapi sebagian

besar mempunyai unit-unit yang terpisah untuk pendidikan nonformal (termasuk pra-sekolah),

pendidikan dasar (sekolah dasar dan menengah pertama) dan pendidikan menengah. Kedua sistem

tersebut menurut sejarahnya merupakan syarat-syarat. Khususnya pendidikan menengah banyak

dipengaruhi oleh fakta bahwa tanggung jawab atas pengelolaan sekolah dasar diserahkan kepada

kabupaten lama sebelum adanya desentralisasi dan interpretasi undang-undang desentralisasi 1999

yang menetapkan bahwa pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama didesentralisasi ke

tingkat kabupaten/kota sedangkan pendidikan menengah atas didesentralisasi ke tingkat provinsi atau

dipertahankan di pusat (ada perbedaan pendapat mengenai hal ini). 2 “Konsideran” UU 33/2004.

3 UU 32/2004, pasal 12.

Page 68: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

64 of 140

o Menetapkan perimbangan keuangan pusat-daerah berdasarkan pembagian

tugas dan tanggung jawab yang jelas.1

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

o Ya. Sebagian besar keberatan donor (dan konsultan) terhadap sistem keuangan

pusat-daerah diselesaikan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang tahun

1999, yang juga mendahului perombakan sistem keuangan negara. Khususnya,

undang-undang ini telah menghasilkan hubungan yang memuaskan antara

anggaran (pendapatan) dan sumber daya alam yang menjadi sumber utama

ketidakpuasan terhadap sistem keuangan tahun 1999.

o Lembaga pemerintah daerah maupun pusat tidak banyak mengeluh mengenai

undang-undang ini.

o Masalah spesifik alokasi anggaran 20% untuk pendidikan tidak banyak

menimbulkan perdebatan di tingkat kabupaten/kota karena alokasi wajib untuk

gaji pegawai negeri merupakan bagian yang besar dari anggaran

kabupaten/kota. Pendidik dan tenaga kependidikan, serta tenaga kesehatan

(pegawai puskesmas dan bidan) merupakan bagian terbesar dari gaji pegawai

kabupaten/kota.

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

o Dalam hal sistem keuangan, undang-undang ini telah mencapai tujuannya.

o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan

publik, undang-undang perencanaan pembangunan memainkan peranan

penting, bandingkan paragraf 162 di bawah ini.

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya.

o Dalam hal sistem keuangan, pelaksanaan yang efektif sebagaimana telah

ditetapkan oleh Depkeu.

o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan

publik, awalnya terdapat “perang kartu kunci/turf war” antara Bappenas dan

Depkeu, namun tampaknya hal ini telah diselesaikan, dan peraturan

pelaksanaan yang terbaru menyediakan kerangka untuk sistem kebijakan,

rencana dan anggaran yang lebih terpadu. Sekarang, terserah pada Bappenas

untuk mengadakan pengawasan yang efektif terhadap hubungan antara

perencanaan pembangunan dan penganggaran yang disediakan oleh Depkeu

dari segi keuangan murni. Bappenas sedang membentuk Kantor Pemantauan

dan Evaluasi yang dapat melaksanakan tugas ini.

162. Undang-Undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2

o Undang-undang ini dimulai dengan asumsi yang sangat kuat: perencanaan

pembangunan nasional diperlukan untuk “menjamin” agar kegiatan

pembangunan berjalan dengan efektif, efisien dan bersasaran.

o Kemudian, undang-undang ini menambahkan asumsi yang kedua:

perencanaan pembangunan nasional memerlukan sistem perencanaan nasional.

1 “Kejelasan” diperoleh dari undang-undang pendamping tentang pemerintahan daerah.

2 “Konsideran” UU No. 25/2004.

Page 69: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

65 of 140

o Undang-undang ini bertujuan untuk menetapkan sistem perencanaan

pembangunan nasional guna mencapai tujuan nasional sebagaimana

dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

o Undang-undang ini bukan green-field law. Undang-undang ini disahkan

setelah reorganisasi sistem keuangan nasional (bandingkan paragraf 163 di

bawah ini) mengintegrasikan urusan perencanaan pembangunan ke dalam

sistem keuangan (yang baru) di bawah wewenang Depkeu. Undang-undang ini

melembagakan sistem perencanaan pembangunan yang sudah ada di bawah

wewenang Bappenas dan memadukannya dengan sistem penganggaran yang

baru.

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

o Mengingat dua asumsi tersebut, ya.

o Juga ada upaya untuk mengintegrasikan sistem perencanaan pembangunan

dengan sistem penganggaran melalui ketentuan agar anggaran belanja

didasarkan pada “rencana kerja”. Restrukturisasi akan melaksanakan hal ini

dalam praktek.

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

o Ya, jika tujuannya didefinisikan untuk menetapkan sistem perencanaan

pembangunan.

o Belum tentu, jika tujuannya didefinisikan sebagai kegiatan berdasarkan

anggaran dan berdasarkan perencanaan pembangunan. Pengalaman dalam

beberapa tahun pertama setelah undang-undang ini disahkan memperlihatkan

bahwa undang-undang ini tidak mencapai tujuannya. Rencana-rencana bersifat

formalitas dan dikembangkan oleh badan perencanaan pembangunan daerah

sedangkan anggaran belanja disusun oleh dinas-dinas berdasarkan pedoman

dari Depkeu. Peraturan pelaksanaan yang terbaru telah memberi badan

perencanaan pembangunan daerah peranan yang lebih kuat dalam proses

formal, tetapi komposisi sebenarnya dari tim anggaran diputuskan oleh

Bupati/Walikota.

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya

o Badan perencanaan pembangunan daerah perlu mempunyai kompetensi teknis

(dan keterampilan politik) untuk memenuhi peranan mereka dalam proses

perencanaan pembangunan dan penganggaran. Dinas juga perlu mempunyai

keterampilan teknis dan negosiasi untuk menyusun rencana dan anggaran

dalam rangka melaksanakan rencana tersebut. Donor aktif dalam membantu

memenuhi kebutuhan ini.

o Bappenas perlu mempunyai sistem maupun kapasitas untuk melaksanakan

sistem pengawasan anggaran dari segi pencapaian sasaran pembangunan

(Depkeu bertanggung jawab atas pengawasan ketaatan di bidang keuangan).

163. Undang-Undang No. 17/2003 tentang Sistem Keuangan Negara. Undang-

undang ini adalah salah satu dari tiga undang-undang yang mereorganisasi sistem

keuangan negara. Undang-undang lainnya, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan

Negara, yang mengatur sistem pembayaran, dan UU No. 15/2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bersifat terlalu

teknis untuk dibahas dalam kesimpulan.

Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:

Page 70: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

66 of 140

o Tidak seperti biasanya, “Konsideran” undang-undang ini tidak menyatakan

sasaran atau tujuan. Konsideran hanya mengatakan bahwa penyelenggaraan

pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak

dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

o “Penjelasan” Undang-Undang menyatakan bahwa sistem keuangan negara

yang digunakan saat ini masih berasal dari pemerintahan kolonial Belanda

yang telah diubah pada tahun 1955 dan 1968. Penjelasan juga mengatakan

bahwa sistem yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman ini

telah menyebabkan penyimpangan penggunaan uang negara.

o Kemudian, Penjelasan UU menyatakan bahwa tujuan dari sistem keuangan

negara yang disempurnakan ini adalah untuk menghapuskan penyimpangan

penggunaan uang negara dan menciptakan sistem keuangan yang

berkesinambungan sesuai dengan UUD 1945 dan standar internasional.

Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya

o Ya

Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai

tujuannya

o Undang-undang telah mencapai tujuannya. Sistem keuangan saat ini telah

memungkinkan pengawasan keuangan yang lebih ketat terhadap semua tingkat

pemerintahan. Masalah-masalah korupsi yang besar berkaitan dengan

keuangan swasta yang mempengaruhi tindakan pemerintah, bukan berkaitan

dengan keuangan negara.1

o Sistem keuangan saat ini juga sejalan dengan praktek terbaik internasional dan

didasarkan pada standar-standar PBB.

Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai

tujuannya.

o Diseminasi yang memadai dan efektif dari Depkeu, yang belum dilakukan2

tetapi pendekatan pelaksanaan secara bertahap dan belajar dari pengalaman

telah mengatasi kesenjangan ini.

Mungkin bukan kebetulan bahwa sebagian besar undang-undang yang berhasil

bersifat paling teknis dan berhubungan dengan keuangan: undang-undang

perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dan undang-undang sistem

keuangan negara. Undang-undang pendidikan, desentralisasi dan perencanaan

pembangunan jauh lebih luas ruang lingkupnya dan memerlukan keterampilan non-

teknis agar berhasil dalam pelaksanaannya. Di sinilah pendapat baru dan paket

berbagai keterampilan dari lembaga donor dapat sangat bermanfaat.

1 Definisi hukum “korupsi” adalah penyalahgunaan uang negara. Suap sector swasta kepada pejabat

pemerintah adalah tindak pidana tetapi bukan korupsi dalam arti hukum ini karena suap tidak

melibatkan uang negara. 2 Kegiatan diseminasi terdiri dari serangkaian slide powerpoint yang berisi kutipan-kutipan dari

undang-undang dan contoh daftar isian anggaran yang harus dilengkapi.

Page 71: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

67 of 140

Bibliografi

LTDP, 2007: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, lampiran

UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025.

Inventarisasi, 2006: DESENTRALISASI 2006 Laporan Utama Inventarisasi

Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic

Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang

Desentralisasi, Agustus 2006

Inventarisasi, 2009: DESENTRALISASI 2009 Laporan Utama Inventarisasi

Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic

Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang

Desentralisasi, Juli 2009

WB PER, 2007: Belanja Pembangunan: Menciptakan Sebagian Besar Kesempatan

Baru untuk Indonesia – Tinjauan Pengeluaran Publik Indonesia 2007, Inisiatif Analisa

Pengeluaran Publik Bank Dunia, Jakarta 2007

Page 72: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

68 of 140

Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan

Nasional (2005/2025)

Lampiran ini berisi kutipan singkat isi rencana pembangunan. Beberapa daftar telah

diedit ulang dengan pemberian tanda urut. Hanya teks yang berhubungan dengan

pendidikan yang dicantumkan. Dalam beberapa kasus, ini menyebabkan penomoran

tidak berurutan.

Bahan penjelasan tambahan oleh penulis yang dirasakan perlu untuk memperjelas

bunyi atau maksud dari teks yang dikutip dilampirkan dalam kurung [ ] dan tipe huruf

arial.

Referensi halaman dan/atau paragraf/pasal diberikan untuk semua kutipan.

Page 73: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

69 of 140

I. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005 – 2025): UU No. 17/2007

Bab II Kondisi Umum

Bagian II.1 Kondisi Saat Ini

Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan

kualitas hidup manusia dan masyarakat. Salah satu indikatornya adalah

kualitas penduduk, termasuk pendidikan.

Hal. 5

3. Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting

karena sumber daya manusia merupakan subyek dan sekaligus obyek

pembangunan. Kualitas hidup manusia dapat diukur dengan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), yang mencakup pendidikan.

Hal. 5

6. Taraf pendidikan mengalami peningkatan:

Berkurangnya angka buta aksara

Bertambahnya jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan jenjang

SMP

Meningkatnya rata-rata lama sekolah

Meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia.

Walaupun demikian, kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi

persaingan global pada masa depan.

Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan

antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara

wilayah perkotaan dan perdesaan, antar daerah [geografis], dan disparitas

gender.

Hal. 6

Bagian II.2 Tantangan

Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama

2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur dengan

IPM mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian

nasional. Pendidikan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia.

Tantngannya meliputi:

Meningkatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan

jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai

ke jenjang yang lebih tinggi

Mengurangi jumlah penduduk yang buta aksara

Menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan.

Juga:

Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan

Pendidikan harus mencakup pengembangan kebanggaan kebangsaan,

akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang

multikultur, serta meningkatkan daya saing [ekonomi]

Pendidikan sepanjang hayat untuk memanfaatkan “bonus demografi”.

Hal. 22

Page 74: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

70 of 140

Butir B. Ekonomi

3. Rasio penduduk usia produktif akan meningkat menjadi 20 sampai 30% dari

seluruh jumlah penduduk pada tahun 2020 - 2030. Tingkat pendidikan rata-

rata akan meningkat dari SD menjadi SMP dan SMA. Pertumbuhan ekonomi

harus dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi angkatan kerja

tersebut.

Hal. 24

Butir D. Sarana dan Prasarana

3. Perlunya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta

sektor-sektor strategis lainnya.

Hal. 26

Butir E. Politik

3. Perlunya pendidikan politik untuk mengkonsolidasi reformasi,

mengembangkan partai politik, dan memperkuat masyarakat sipil.

Hal. 28

Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional

Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur.

Indikator maju adalah:

Sumber daya manusia dengan pendidikan yang berkualitas tinggi.

Tingginya kualitas pendidikan ditandai oleh:

Makin menurunnya tingkat pendidikan terendah

Meningkatnya partisipasi pendidikan

Meningkatnya jumlah tenaga ahli dan profesional yang dihasilkan oleh sistem

pendidikan.

Hal. 37

Indikator keadilan dan kemakmuran adalah:

Kesempatan yang sama di semua sektor, termasuk pendidikan.

Hal. 38

8 misi:

1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan

beradap melalui pendidikan.

Hal. 39

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing [secara ekonomi].

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.

4. Mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan bersatu.

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan [sosial].

6. Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari.

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan

berbasiskan kepentingan nasional.

[Ungkapan prioritas pembangunan dan pertahanan nasional wilayah laut seperti

halnya wilayah daratan.]

Page 75: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

71 of 140

8. Mewujudkan Indonesia yang berperan penting dalam pergaulan dunia

internasional.

Bab IV Arah Pembangunan

Bagian IV.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang

Bagian IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing [secara ekonomi].

Butir A. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas

3. Pendidikan adalah investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya

manusia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan

pekerjaan dan mengurangi kemiskinan.

Pendidikan dasar harus berkualitas tinggi, terjangkau dan gratis.

Hal. 47

Bagian IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum

2. Peran negara adalah membentuk masyarakat madani yang mandiri dan

dewasa dengan perekonomian dan pendidikan yang kuat.

Hal. 58

Bagian IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Ssri dan Lestari.

10. Dicapai melalui proses pembelajaran sosial dan pendidikan formal pada

semua tingkatan

Hal. 73

Bagian IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,

kuat dan berbasiskan kepentingan nasional

1. Dicapai melalui pendidikan.

Hal. 74

Bagian IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas

Bagian IV.1 Rencana Pembanguan Jangka Menengah Pertama (2004 – 2009). [Catatan: Rencana Jangka Menengah telah disusun (2004) sebelum Rencana Jangka Panjang dikembangkan (2007).]

Meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.

Hal. 78

Bagian IV.2 RPJM Kedua (2010 – 2014).

Meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM), termasuk pendidikan, yang

didukung dengan sistem pendidikan nasional yang terkonsolidasi secara penuh.

Hal 79

Pembangunan ekonomi dari sektor industri; yang ditopang oleh pertanian yang kuat

dengan dukungan pendidikan yang relevan.

Hal. 80

Bagian IV.3 RPJM Ketiga (2015 – 2019)

Mencapai status sebagai negara berpenghasilan menengah.

Page 76: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

72 of 140

Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk keunggulan daya saing

lokal. Didukung oleh manajemen yang efisien dan efektif.

Hal. 81

Bagian IV.4 RPJM keempat (2020 – 2025)

Mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain

ditandai oleh meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi

pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan

pendidikan.

Hal. 82-83

Hubungan yang lebih kuat antara pendidikan dan prestasi yang lebih baik di bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Hal. 83

II. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2004-2009), Peraturan Presiden No.

7/2005 [Perhatikan bahwa rencana ini dikembangkan dan dikeluarkan sebelu Rencana Pembangunan Jangka Panjang dikeluarkan. Pada saat yang sama ketika rencana ini dikembangkan, ada “draft” Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang agak berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang permanen.]

Visi 2004 - 2009

1. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.

2. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum,

kesetaraan dan hak asasi manusia.

3. Perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang

layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Bagian I, hal. 1-1

Misi

1. Indonesia yang aman dan damai

2. Indonesia yang adil dan demokratis

3. Indonesia yang sejahtera.

Bagian I, hal. 1-2

Strategi

1. Penataan Kembali Indonesia

2. Pembangunan Indonesia

Bagian I, hal. 1-2

Tantangan

1. Indonesia yang aman dan damai

separatisme

kejahatan

terorisme.

2. Indonesia yang adil dan demokratis

Peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak kondusif

Page 77: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

73 of 140

Rendahnya kualitas pelayanan publik

Lemahnya lembaga dan badan politik

Lemahnya desentralisasi dan otonomi daerah.

Bagian I, hal. 1-4 / 1-5

3. Indonesia yang makmur

Rendahnya kualitas sumber daya manusia (akses ke pendidikan)

Rendahnya kualitas pendidikan

Desentralisasi pendidikan belum sepenuhnya berhasil

+ Kondisi pelayananan kesehatan dan sosial1

+ Sektor-sektor ekonomi.

Bagian I, hal. 1-5 / 1-6

Prioritas

3. Indonesia yang makmur

Prioritas ketiga adalah kualitas sumber daya manusia seperti yang diukur dengan IPM

Target pertama adalah akses dan kualitas pendidikan.

Bagian I, hal. 1-17

Kebijakannya adalah:

Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun

Peningkatan akses kelompok masyarakat yang belum terjangkau pelayanan

pendidikan (miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat)

Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan, termasuk pendidikan nonformal yang

berkualitas

Kompetensi dan profesionalisme guru

Kesejahteraan guru [secara finansial]

Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat

Kurikulum yang lebih berkualitas dan pelaksanaannya untuk pembentukan watak

dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyelesaikan masalah dan menjadi

produktif [secara ekonomi].

Bagian I, hal 1-18 / 1-19

Program dan sasaran spesifik untuk meningkatkan akses ke pendidikan yang lebih

berkualitas.

Undang-Undang Dasar sebagai landasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

Bagian IV, hal 26-1

Permasalahan:

Tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah (lama sekolah baru mencapai

7,1 tahun dan hanya 36% yang berpendidikan SMP ke atas; angka buta aksara

mencapai 10%). Kondisi ini belum memadai untuk menjadi landasan

pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan dan untuk menghadapi persaingan

global.

Bagian IV, hal 26-1

1 Perlu diperhatikan bahwa pelayanan kesehatan dan social berkaitan dengan kementerian dan program

= alokasi anggaran.

Page 78: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

74 of 140

Perubahan kependudukan (penurunan angka kelahiran) menyebabkan perubahan

kebutuhan pendidikan: penurunan kebutuhan pendidikan dasar; peningkatan

kebutuhan pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan nonformal.

Bagian IV, hal 26-1

Terdapat kesenjangan tingkat pendidikan (penduduk kaya dan miskin, laki-laki

dan perempuan, perkotaan dan perdesaan, serta antar daerah)

o Data Susenas (2003) memperlihatkan bahwa 76% siswa angka putus sekolah

dan yang tidak melanjutkan pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi.

o Orang tua dari masyarakat miskin berpendapat bahwa pendidikan masih

terlalu mahal dan manfaatnya tidak sebanding.

Bagian IV, hal 26-1 / 26-2

Sarana fisik sekolah menengah pertama dan jenjang yang lebih tinggi belum

tersedia secara merata

Kualitas pendidikan rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan peserta didik

o Jumlah pendidik belum memadai dan kualitasnya rendah, termasuk kualifikasi

formal

o Kesejahteraan [ekonomi] pendidik masih rendah

o Fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi

o Biaya operasional belum disediakan secara memadai.

o Akibatnya, lulusan tidak mempunyai keterampilan kewiraswastaan dan lebih

suka menjadi karyawan.

Bagian IV, hal 26-2 / 26/3

Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien

o Di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota

o Pembagian tanggung jawab, termasuk pendanaan tidak jelas

o Standar pelayanan minimum tidak tercapai

o Dewan Pendidikan dan komite sekolah belum melakukan tugasnya secara

optimal.

Bagian IV, hal 26-2 / 26-3

Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai1

o Selama 5 tahun terakhir (2000 – 2004), pembangunan pendidikan

mendapatkan prioritas tertinggi (sektor dengan anggaran pembangunan

terbesar)

o Amanat dari amandemen UUD maupun undang-undang sistem pendidikan

nasional: 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara diperuntukkan

bagi pendidikan DAN pendidikan dasar gratis

o Alokasi untuk pendidikan tahun 2004 baru mencapai 21,5% dari anggaran

pembangunan pusat

o Human Development Report 2004 mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu

1999-2001 pengeluaran pemerintah [pusat] untuk pendidikan hanya sebesar

1,3% dari PDB sedangkan data Susenas 2003 memperlihatkan bahwa

pengeluaran sektor swasta untuk pendidikan mencapai 3,49% laporan ini

1 Catatan: rencana pembangunan ini disusun sebelum format anggaran berubah pada tahun 2004.

Page 79: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

75 of 140

memperlihatkan bahwa pengeluaran swasta lebih besar daripada pengeluaran

pemerintah.

Bagian IV, hal 26-4

Sasaran:

Mengurangi angka buta aksara yang signifikan pada penduduk dewasa

Meningkatkan jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan dasar 9 tahun secara

terukur

o Megurangi angka putus sekolah dasar menjadi 2,6% dan angka putus sekolah

menengah pertama menjadi 1,95%

o Meningkatkan angka partisipasi sekolah penduduk usia 7 – 12 tahun menjadi

99,57% dan penduduk usia 13 – 15 tahun menjadi 96,64%

o Meningkatkan angka partisipasi kasar SD menjadi 115,76% dan SMP menjadi

98,09%

o Mengurangi lamanya penyelesaian pendidikan dengan mengurangi angka

tinggal kelas menjadi 1,63% untuk SD dan 0,32% untuk SMP

Meningkatkan jumlah anak yang mengikuti pendidikan pra-sekolah

Meningkatkan jumlah peserta didik SMA dan perguruan tinggi

o Meningkatkan jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan

o Mengurangi angka tinggal kelas

o Meningkatkan angka partisipasi kasar

Meningkatkan keadilan dengan mengurangi perbedaan perkotaan-perdesaan dan

perbedaan gender

Meningkatkan persentase guru yang memiliki kualifikasi penuh dan sertifikasi

profesional; menyesuaikan jumlah guru dengan jumlah murid.

Meningkatkan kualitas seperti yang terlihat pada nilai kelulusan ujian

Meningkatkan penelitian dan pengembangan serta penemuan ilmu pengetahuan

dan teknologi baru di perguruan tinggi dan penyebarluasannya melalui pelayanan

sosial.

Bagian IV, hal. 26-5

Arah kebijakan

Meningkatkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun

Memperluas akses dan pemerataan pendidikan SMU dan SMK untuk

mengantisipasi meningkatnya lulusan pendidikan dasar 9 tahun; menjadikan

lulusan SLTA sebagai tenaga kerja yang berkualitas.

Memperluas akses ke perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang siap

memasuki dunia kerja; perguruan tinggi sebagai ujung tombak peningkatan daya

saing global melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Meningkatkan akses kelompok-kelompok yang belum menerima pelayanan secara

merata (kelompok miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat)

Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan termasuk pendidikan nonformal yang

berkualitas

Menyediakan pendidikan nonformal bagi mereka yang tidak dapat mengikuti

pendidikan formal, terutama mereka yang buta aksara dan putus sekolah serta

orang lain yang ingin meningkatkan kualitas kehidupannya

Memperbaiki kualitas sarana fisik dan guru

Meningkatkan kesejahteraan [finansial] guru

Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat

Page 80: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

76 of 140

Meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan

memberikan wewenang yang lebih besar kepada sekolah yang disertai dengan

sistim pengawasan dan jaminan kualitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja.

Mereformasi sistim pendanaan pendidikan untuk mencapai 20% pada tahun 2009

dalam rangka memperluas akses kependidikan yang berkualitas

Kurikulum yang berkualitas dan pelaksaanya didukung oleh media dibidang

pembentukan karakter dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyesaikan

masalah dan menjadi produktif [secara ekonomi] untuk mencapai perekonomian

dan masyarakat yang berbasis pada pengetahuan

Mengembangkan pendidikan multikultur guna menumbuhkan wawasan

kebangsaan dan memantapkan pemahaman nilai-nilai pluralisme, toleransi dan

inklusif.

Bagian IV, hal 26-6

Mengembangkan budaya baca

Kebijakan, progam dan kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk

meningkatkan kualitas, akses, efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan .

Bagian IV, hal 26-7

Program-program1

1. Program Pendidikan anak usia dini [Direktorat di lingkungan Ditjen Pendidikan

Dasar dan Menengah]

2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun [3 Direktorat di lingkungan

Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah: Pendidikan Dasar, Menengah Pertama dan

Luar Biasa]

Tujuan:

Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang berkualitas

untuk anak laki-laki maupun perempuan melalui pendidikan formal dan nonformal di

sekolah-sekolah di bawah Depdiknas dan Depag.

Prioritas:

Meningkatkan akses bagi anak-anak yang belum menjadi murid sekolah dasar dan

meningkatkan angka melanjutkan pendidikan ke SMP

Mempertahankan pencapaian, mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas,

dan meningkatkan kualitas

Menawarkan pendidikan tambahan kepada siswa yang tidak melanjutkan

pendidikan ke SMA

Bagian IV, hal. 26-7

Kegiatan-kegiatan:

Meningkatkan dan memperbaiki sarana dan prasarana yang berkualitas, terutama

untuk daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan; rehabilitasi sarana yang rusak,

penyediaan pendanaan operasional yang memadai, peningkatan kualitas.

o Melalui hibah blok dan pendanaan pendamping

Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar baik melalui pendidikan

formal maupun nonformal, termasuk penyelenggaraan khusus bagi penyandang

cacat dan siswa yang memiliki bakat istimewa.

1 Ini kira-kira sama dengan Direktorat Jenderal dan/atau Direktorat dalam Depdiknas.

Page 81: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

77 of 140

Upaya penarikan kembali (retrival) siswa putus sekolah dan yang tidak

melanjutkan pendidikan, termasuk menerapkan Sistem Informasi Manajemen

Pendidikan (EMIS) berbasis masyarakat dan bantuan keuangan berupa beasiswa

dan voucher pendidikan.

Pengembangan kurikulum, termasuk kecapan vokasi (kejuruan) bagi siswa SMP

yang tidak melanjutkan ke SMA.

Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran, dan teknologi pendidikan,

termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan, dan buku

ilmu pengetahuan dan teknologi serbagai bahan acuan

Memberikan perhatian khusus kepada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan

bakat istimewa

Penerapan manajemen berbasis sekolah dan partisipasi masyarakat yang

memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada sekolah

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan, pembiayaan dan

pengelolaan; peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya

pendidikan dasar bagi anak laki-laki maupun anak perempuan.

Bagian IV, hal. 26-8

Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi dan

pengawasan sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi

dan demokratisasi.

Bagian IV, hal. 26-9

3. Program Pendidikan Menengah [2 Direktorat dalam Ditjen Pendidikan Dasar dan

Menengah]

4. Program Pendidikan Tinggi [Direktorat Jenderal]

5. Program Pendidikan Non Formal [Direktorat Jenderal]

6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan [Direktorat

Jenderal]

7. Program Pendidikan Kedinasan

8. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan

9. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

10. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.

III. Rencana Kerja Pemerintah [sebagai dasar untuk APBN] tahun 2010

Peraturan Presiden No. 21/2009

Buku I.

Bab I, Pendahuluan

Rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) akan berakhir pada tahun 2009

dan rencana pembangunan jangka menengah berikutnya (2010 – 2014) belum

disusun. Oleh karena itu, dasar penyusunan rencana kerja pemerintah tahun 2010

adalah bagian lima tahun kedua dari rencana pembangunan jangka panjang berjalan

(2005 – 2025).

Pendahuluan, 1.1-1

Rencana kerja tahunan tidak mencakup seluruh rencana kegiatan anggaran

kementerian/lembaga [RKA-KL] 2010 karena rancangan APBN dibuat ketika rencana

kerja sedang berlangsung. Namun rencana kerja ini termasuk dalam pembahasan

APBN 2010 dengan Panitia Anggaran DPR.

Page 82: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

78 of 140

[Buku] 1. [Bab] 1- [hal] 2

Bab II, Tema dan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010

Pencapaian:

Pengentasan kemiskinan

pendidikan

sektor dan program lain.

1.2-1 – 2-32

Tantangan:

kemiskinan

akses dan kualitas pendidikan

sektor lain.

1.2-32 – 2-51

Tema Pembangunan Nasional 2010: Pemulihan Perekonomian Nasional [akibat

dampak krisis keuangan global] dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat.

1.2-52

Dasar Operasional: delapan prinsip pengarusutamaan dan tiga isu lintas bidang

pengarusutamaan peran serta masyarakat

pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan.

1.2-52

pengarusutamaan gender

pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar daerah dan mempercepat

pembangunan daerah terkebelakang

pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah.

1.2-53

pengarusutamaan [kegiatan] padat karya

pengarusutamaan dimensi kepulauan

o pendekatan negara kepulauan [archipelagic state]

o laut sebagai pusat pertimbangan [center of attention].

1.2-54

Isu lintas sektoral perlindungan anak

Isu lintas sektoral HIV/AIDS

Isu lintas sektoral perbaikan gizi.

1.2-55

Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010

1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat serta Penataan Kelembagaan dan

Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial

2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan

Keamanan Nasional

Page 83: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

79 of 140

4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur

dan Energi

5. Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kapasitas untuk Mengatasi

Perubahan Iklim Global.

1.2-56

Arah Kebijakan

Prioritas 2: Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

[pendidikan termasuk dalam prioritas ini]

Sasaran:

Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang

berkualitas untuk anak-anak yang berusia 7-15 tahun

o Angka partisipasi kasar SD 117,1%

o Angka partisipasi murni SD 95,27%

o Angka partisipasi kasar SMP 99,26%

Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi

Meningkatkan akses ke pendidikan anak usia dini

Mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas untuk semua jenjang

pendidikan dan meningkatkan angka siswa yang melanjutkan pendidikan

ke tingkat yang lebih tinggi

Mengurangi kesenjangan partisipasi antar kelompok masyarakat termasuk

persamaan dan keadilan gender

Meningkatkan pendidikan keaksaraan

Meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan

proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi akademis dan standar

kompetensi serta peningkatan kesejahteraan pendidik.

1.2-57

Arah Kebijakan:

Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata

Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi

Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal.

Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik.

1.2-57

Arah Kebijakan

Bidang sosial budaya dan agama

[pendidikan termasuk dalam sektor ini]

Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata

Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan

tinggi

Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal

Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik

Meningkatkan pemerataan dan cakupan pendidikan anak usia dini.

1.2-60

Page 84: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

80 of 140

Meningkatkan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan

Kemitraan pemerintah-swasta [public-private partnership] dalam penyelenggeraan

dan pembiayaan pendidikan.

1.2-61

Bab III. Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

[DAK termasuk dalam bahasan ini]

Prioritas kebijakan DAK:

1. Prioritasnya adalah membantu daerah-daerah dengan kapasitas finansial yang

relatif rendah guna mendukung tercapainya standar pelayanan minimum ...

melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar ... serta daerah-daerah

lain yang termasuk bidang prioritas menurut undang-undang …

2. Mendukung prioritas untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat

miskin ... dan sistem perlindungan sosial khususnya untuk meningkatkan akses

rakyat miskin ke pelayanan dasar.

3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui … [5

program kesehatan] dan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dasar

sembilan tahun secara merata.

1.3-13

Program DAK di bidang pendidikan

1. Ruang kelas baru untuk SMP

2. Perpustakaan atau pusat-pusat pembelajaran untuk SD dan SMP yang dilengkapi

dengan mebeler

3. Rehabilitasi gedung-gedung SD dan SMP.

Diprioritaskan daerah-daerah di mana angka partisipasi pendidikan dasarnya rendah.

Daerah “tertinggal” dan perbatasan dengan negara lain.

1.3-15

Buku Jilid II berisi matriks program sektoral, sasaran, lembaga pelaksana dan alokasi

pendanaan.

Matriks tersebut terdiri dari 9 bidang yang merupakan kumpulan dari sektor-sektor.

Pendidikan adalah bagian dari Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan agama.

Dalam setiap bidang, terdapat fokus prioritas.

Pendidikan adalah fokus prioritas 1 dalam Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan

agama.

Setiap matriks dilengkapi dengan narasi yang terdiri dari pasal-pasal berikut:

A. Kondisi sekarang

B. Permasalahan dan sasaran tahun 2010

C. Arah Kebijakan

Dalam setiap pasal, semua sektor di setiap bidang dibahas.

Matriks pendidikan terdiri dari 109 baris (kegiatan, jenis pendanaan).

Kolom-kolomnya terdiri dari:

Kode anggaran

Kegiatan

Keluaran (kuantitas)

Page 85: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

81 of 140

Program yang mencakup kegiatan-kegiatan

Instansi pelaksana

Alokasi Anggaran.

Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun adalah sebuah program.

Kegiatan-kegiatan di bawah ini dibiayai di bawah program tersebut.

Instansi Pelaksana:

Depdiknas Depag

BOS BOS

SD-SMP satu atap Peningkatan kualitas madrasah

Sekolah SMP baru Membangun madrasah baru )program

ADB)

Laboratorium sains untuk SMP Merehabilitasi madrasah

ITC untuk pendidikan Kesetaraan nonformal di pesantren

Ujian nasional Pendidikan dasar di pesantren

Pendidikan kesetaraan nonformal

Pendidikan khusus

Akreditasi 10.000 SD

Akreditasi 2500 SMP

Akreditasi 150 SLB

Mengembangkan model

kurikulum/pengajaran

Mengembangkan materi pengajaran di

kabupaten/kota

Buku III

[Jilid ini masih baru dalam rencana kerja tahunan pemerintah dan berasal dari Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di zaman Orde Baru.]

Buku III berisi rencana kerja pemerintah untuk provinsi yang dibagi menjadi tujuh

kawasan geografis:

Jawa – Bali

Kalimantan

Nusatenggara

Papua

Sulawesi

Sumatra

Maluku.

Rencana kerja pemerintah untuk setiap kawasan terbagi menjadi pasal-pasal:

1. Kondisi sekarang

2. Maksud dan tujuan, termasuk sasaran kuantitatif

3. Strategi dan arah kebijakan, berdasarkan rencana tata ruang yang ada.

Meskipun data untuk setiap kawasan geografis berbeda, uraian dan isi substansi

(sektor-sektor yang tercakup, prioritas, dsb) seragam di seluruh kawasan tersebut.

Page 86: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

82 of 140

Tidak ada informasi mengenai biaya atau pembahasan sumber pendanaan.

IV. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 - 2009

Versi resminya terlampir pada Permendiknas 32/2005 tetapi diberi tanggal untuk

tahun 2007

[Versi ini dicantumkan dalam website Depdiknas. Versi sebelumnya, Oktober 2005,

diedarkan dalam bentuk CD. Versi sebelumnya agak berbeda dengan versi yang resmi. Juga ada draft Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014 bulan Februari 2009 yang beredar pada saat disusun review ini. Namun, pada bulan Oktober 2009, Menteri Pendidikan yang baru dilantik dan kemungkinan ia akan memimpin penyusunan

Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014.]

Rencana ini diawali dengan Kata Pengantar yang mendefinisikan sasaran jangka

panjang (20 tahun) pembangunan pendidikan untuk menciptakan warga negara

Indonesia yang cerdas dan berdaya saing.

Jangka panjang dibagi menjadi empat tahapan lima tahunan:

2005-2010 meningkatkan kapasitas dan modernitas sistem pendidikan

2010-2015 meningkatkan dan memperkuat pelayanan pendidikan pada tingkat

nasional.

2015-2020 memperkuat daya saing pada tingkat regional [ASEAN]

2020-2025 memperkuat daya saing pada tingkat internasional.

Seluruh rencana strategis, setiap tahapan dan setiap bagian pada tahapan tersebut

diarahkan pada tiga “fokus”

Pemerataan dan perluasan akses pendidikan

Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing

Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik seluruh jajaran pendidikan di

pusat [Jakarta] dan daerah.

Bab I Latar Belakang

Bab ini berisi rangkuman kebijakan pendidikan yang dimuat dalam Rencana

Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di Masa Orde Baru maupun landasan hukum

(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009). Bab ini juga

mengutip TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan (2020)

yang berisi daftar karakteristik yang harus dicapai Indonesia pada tahun 2020. Butir

ke-7 dari visi ini adalah Indonesia yang “maju” dan sub-butir c mengharuskan

peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki

kompetensi standar nasional dan internasional.

[Yang menarik di sini adalah bahwa UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003

tidak menyebutkan TAP MPR ini sebagai sumber.]

hal. 2

Bab 1 juga berisi bagian yang mengelompokkan 39 program Depdiknas (mata

anggaran) menjadi kelompok program Bappenas: delapan kelompok program

pendidikan dan tujuh kelompok program “lain”.

Page 87: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

83 of 140

Tabel 1.1, hal. 3 – 4

Bab 2 Dasar Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional

Tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah:

Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia

meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;

meningkatkan kualitas jasmani [tubuh]

meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang

pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan

demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis

kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta

intelektual

menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien,

bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas

manusia Indonesia;

menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;

memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun

perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah

dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan

pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan

meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,

bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta

memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi

berbagai tantangan dan perubahan;

meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional

dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun

dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya

meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan

melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu

pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan

penerapannya pada masyarakat

menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien,

produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel

meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui

peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat

dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan

desentralisasi pendidikan

mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan

Depdiknas yang bersih dan berwibawa.

Hal. 9

Visi:

Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas

sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Page 88: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

84 of 140

Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada

tahun 2025 menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif.

Penjelasan hasrat Depdiknas tersebut menandaskan bahwa insan Indonesia cerdas

adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas

emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.

hal. 10

Visi Depdiknas lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan

pendidikan sebagai motor penggerang perubahan dari masyarakat berkembang

menuju masyarakat maju.

hal. 11

Misi

Mewujudkan Pendidikan yang Mampu Membangun Insan Indonesia Cerdas

Komprehensif dan Kompetitif.

hal. 12

Tata Nilai Depdiknas

input values: nilai-nilai untuk pegawai

process values: nilai-nilai untuk pengelola

output values: nilai-nilai untuk pemangku kepentingan.

hal. 13

[setiap kelompok tata nilai mempunyai daftar nilai-nilai terlampir]

Bab 3 Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional Basic

[Setiap kebijakan pokok dikembangkan menjadi sejumlah kebijakan yang disertai

dengan sejumlah “program” (mata anggaran). Hanya kebijakan dan program yang berhubungan dengan pendidikan dasar yang dicantumkan di bawah ini.]

1. pemerataan dan perluasa akses

Kebijakan

menghapus hambatan biaya (cost barriers) terhadap pendidikan dasar melalui

pemberian bantuan operasional sekolah (BOS)

Membentuk “SD-SMP Satu Atap”

Program pendidikan kesetaraan nonformal untuk siswa usia pendidikan dasar.

hal. 19

Program

Pendanaan biaya operasi Wajar Dikdas 9 tahun/BOS.

hal. 20

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan (rehabilitasi gedung SD, membangun

gedung SMP)

Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan.

Hal. 21

2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing

Kebijakan

Standar nasional pendidikan

Page 89: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

85 of 140

Ujian sekolah untuk SD dan ujian nasional untuk SMP

Penjaminan mutu melalui suatu proses analisis terhadap hasil ujian untuk

menentukan faktor pengungkit sebagai dasar untuk memberikan intervensi

Tindakan afirmatif dengan memberikan perhatian lebih besar pada satuan

pendidikan yang kualitasnya rendah.

Akreditasi.

Hal. 24

Program-Program

Implementasi standar nasional pendidikan (SNP)

Penjaminan mutu dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP)

Survei benchmarking mutu pendidikan terhadap standar internasional

Akreditasi

Pengembangan guru sebagai profesi.

hal. 25

Sarana dan prasarana

Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten/kota

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pendidikan.

hal. 26

3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik

Reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel.

hal. 28

Kebijakan

Pengembangan kapasitas di semua tingkat pemerintahan dan di sekolah.

hal. 29

Peningkatan sistem pengendalian internal berkoordinasi dengan BPKP dan BPK

Peningkatan kapasitas aparat Inspektorat Jenderal

Peningkatan kapasitas aparat perencanaan dan penganggaran.

hal. 30

Peningkatan kapasitas manajerial aparat

Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang disertai dengan

penyempurnaan peraturan perundang-undangan

Peningkatan citra publik

Pemberantasan KKN.

hal. 30

Tindak lanjut temuan-temuan audit

Pengembangan aplikasi sistem informasi manajemen (SIM) secara terintegrasi.

hal. 31

Bab 4 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2025

4 tahapan masing-masing dengan tema strategisnya sendiri

Peningkatan kapasitas dan modernisasi 2005 – 2010

Page 90: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

86 of 140

Penguatan pelayanan 2010 – 2015

Daya saing regional 2015 – 2020

Daya saing internasional 2020 – 2025 .

hal. 36

3 fokus utama untuk setiap tema/tahapan:

Pemerataan dan perluasan akses

Peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing

Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik.

hal. 36

[Di sini juga terdapat lampiran yang mencantumkan tema, visi, sasaran dan kegiatan (program/mata anggaran) untuk setiap satuan kerja eselon 1 dalam Depdiknas selama masing-masing periode. Sasaran dan kegiatan dikelompokkan menurut 3 bidang fokus utama.]

Bab 5 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional jangka Menengah 2005 – 2009

Gambar 5.1 (hal. 43) memperlihatkan kondisi saat ini program kondisi yang

diharapkan 2009-11-20 untuk 3 bidang fokus utama. Untuk pendidikan dasar:

Akses pendidikan

Kondisi saat ini: 3,2% anak usia 7 – 12 tahun dan 16,5% anak usia 13 – 15 tahun

tidak bersekolah

program: pendidikan dasar

kondisi yang diharapkan: 98% anak usia 13 – 15 bersekolah.

Mutu pendidikan

Kondisi saat ini: peringkat internasional Indonesia ke-12 dari 12 terkait dengan

tingkat relevansi sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan *

o Siswa kurang gizi

o 40% tenaga pengajar mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan

bidang keahliannya

o 58% ruang kelas SD rusak berat dan ringan

o Kebutuhan guru 218.000 orang.

Program: pendidikan dasar

Kondisi yang diharapkan: tercapainya standar nasional pendidikan. [tidak ada data atau sumber pendukung yang diberikan untuk pernyataan ini]

Tata kelola Depdiknas

Kondisi saat ini:

o 8.817 temuan penyimpangan oleh auditor (1997 – 2004)

o Decentralisasi pendidikan

o Sistem informasi manajemen (SIM) tidak memberikan informasi yang

diperlukan untuk manajemen

o Laporan keuangan dengan opini disclaimer dari BPK/auditor.

Program: beragam

Kondisi yang diharapkan:

o Manajemen perubahan

o Sistem pembiayaan berbasis kinerja

o Manajemen berbasis sekolah

o Standar nasional pendidikan (manajemen)

o ICT untuk manajemen

Page 91: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

87 of 140

o Laporan keuangan bukan dengan opini disclaimer.

[Setiap “program” adalah satuan eselon 1.]

Program-program pendidikan dasar

Akses Pendidikan

o BOS

o [hibah blok] untuk pembangunan dan rehabilitasi sekolah + laboratorium,

perpustakaan dan buku

o SD-SMP satu atap

o Pelayanan khusus bagi siswa di daerah terpencil, jarang penduduknya,

bencana alam, konflik dan terisolasi serta anak-anak jalanan.

Sasaran

Angka partisipasi sekolah anak usia 7 – 12 tahun 99,6%

Angka partisipasi murni SD 95%

Angka partisipasi sekolah anak usia 13 – 15 tahun 96.6%

Angka partisipasi murni SMP 75%.

Hal. 47

Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing

o model kurikulum, metode pengajaran dan metode penilaian

o profesionalisasi dan kompetensi guru

o peningkatan sarana dan prasarana pendidikan

o sekolah berbasis keunggulan lokal

o sekolah bertaraf internasional

o ICT.

Hal 48

Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik

o Dewan pendidikan dan komite sekolah

o EMIS

Hal 48

Bab 6 Strategi Pembiayaan

Prioritas karena terbatasnya anggaran pemerintah

Prioritas pertama anggaran pemerintah adalah dukungan bagi anak-anak dari

keluarga miskin dan anak-anak yang kurang beruntung lainnya

Prioritas kedua adalah pendanaan untuk desentralisasi dan otonomi pendidikan

Hal 67

Prioritas ketiga adalah menggunakan anggaran untuk fungsi insentif dan

disinsentif

Hal 68

Rencana Pembiayaan

Tabel 6.1 (hal. 70) memperlihatkan perkiraan makro selama lima tahun untuk alokasi

anggaran pemerintah pusat dan daerah di sektor pendidikan. Anggaran sektor

pendidikan pemerintah pusat (tidak termasuk gaji guru) terhadap total belanja pusat

Page 92: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

88 of 140

naik dari 9% pada tahun 2005 [realisasi] menjadi 20% pada tahun 2009. Jika

termasuk gaji guru, maka persentase kenaikannya adalah dari 43% pada tahun 2005

menjadi 127% pada tahun 2009.* Total alokasi anggaran sektor pendidikan

pemerintah daerah terhadap total belanja daerah naik dari 20% pada tahun 2005

[perkiraan] menjadi 28% pada tahun 2009.

[Angka ini dapat melebihi 100% karena gaji guru tidak dimasukkan dalam “anggaran pemerintah pusat”. Gaji tersebut telah ditransfer langsung ke daerah melalui DAU (bagian dari dana bagi hasil). “Anggaran pemerintah pusat” didefinisikan sebagai total anggaran pendapatan dan belanja negara di luar transfer kepada daerah (dana bagi hasil, dana otonomi khusus dan dana perimbangan).]

Tabel 6.2 (hal. 70) memperlihatkan biaya satuan pendidikan total faktual dari

berbagai jenis (Depdiknas dan Depag) dan tingkat sekolah (SD, SMP, SMA).

[Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara selama pemuktahiran dokumen ini menunjukkan bahwa biaya-biaya didasarkan pada survei yang dilaksanakan untuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).]

Tabel 6.3 (hal 71), 6.4 (hal 72) dan Grafik 6.1 (hal. 72) memperlihatkan perkiraan

realisasi pembiayaan selama lima tahun yang diperlukan dibandingkan dengan

perincian antisipasi anggaran Depdiknas berdasarkan kategori belanja. Total

pembiayaan yang diperlukan naik 69%* selama jangka waktu lima tahun dalam

rangka meningkatkan kualitas dan akses ke sekolah menengah pertama dan sekolah

menengah atas. Kontribusi Depdiknas terhadap total pendanaan yang diperlukan naik

dari 31% to 55% selama jangka waktu tersebut, sehingga anggaran Depdiknas

mengalami kenaikan 200%.** Kontribusi donor internasional diasumsikan tetap stabil

sebesar 5%. Kontribusi masyarakat diasumsikan relatif stabil sebesar 38% - 40% total

kebutuhan pembiayaan tetapi ini menyebabkan kenaikan nilai kontribusi sebesar 62%

selama jangka waktu tersebut. Akhirnya, kekurangan dana (fiscal gap) turun dari 23%

pada tahun 2005 menjadi 1% pada tahun 2009.***

[*Tabel dan grafik menggunakan rupiah. Perhitungan persentase oleh penulis.]

[**Perhatikan bahwa semua perhitungan mengasumsikan laju inflasi 8% pada tahun 2005 yang turun menjadi 3% pada tahun 2009.]

[***Perhatikan bahwa fiscal gap didefinisikan sebagai berkurangnya peningkatan kualitas, bukan defisit belanja absolut.]

Bab 7, Pemantauan dan Evaluasi

Dimulai dengan pembahasan teori Pemantauan dan Evaluasi sebagai bagian dari

struktur organisasi.

Dilanjutkan dengan jenis pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh setiap

instansi.

Indikator kinerja terdiri dari: masukan, proses, keluaran, dampak untuk setiap

kebijakan strategis (akses, mutu, tata kelola).

Page 93: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

89 of 140

Tabel 7.1 Indikator kunci:

Perluasan akses dan pemerataan

o Angka partisipasi (termasuk program pendidikan nonformal)

o Disparitas angka partisipasi antar berbagai kelompok (gender, perkotaan-

perdesaan, miskin-tidak miskin, dsb)

o Penduduk buta aksara.

Mutu dan relevansi

o Nilai ujian

o Proporsi SMA dalam program kejuruan

o Proporsi pendidikan tinggi dalam program kejuruan dan profesional.

Tata kelola

o Jumlah masalah yang ditemukan dalam audit

o Nilai rupiah dari masalah yang ditemukan dalam audit

o Nilai rupiah dari kasus-kasus yang ditindaklanjuti/diselesaikan

hal. 84 – 86

Juga disajikan target kuantitatif tahunan untuk indikator-indikator tersebut.

Page 94: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

90 of 140

Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM

Pendahuluan

1. Bantuan Operasional Sekolah/BOS adalah kegiatan1 (mata anggaran) dalam

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun2 pemerintah Indonesia. Meskipun

BOS sekarang menjadi mata anggaran tersendiri, bantuan ini berasal dari jaring

pengaman sosial dan dana kompensasi subsidi BBM, yang merupakan kategori

politik, bukan mata anggaran. Latar belakang ini menjelaskan beberapa ciri yang tidak

lazim dalam prosedur pendanaan BOS. Selain itu, selama beberapa tahun fiskal di

mana BOS dimasukkan dalam anggaran,3 desain dan prosedur administratif kegiatan

mengalami perubahan yang besar. Oleh karena itu, tampaknya akan berguna jika BOS

dan latar belakangnya dijelaskan secara singkat.

Jaring Pengaman Sosial

2. Jaring pengaman sosial, yang kemudian berkembang menjadi program

kompensasi subsidi BBM dan BOS, berawal sebagai salah satu komponen untuk

penanggulangan krisis valas di akhir tahun 1997. Sebagai bagian dari komitmen

Indonesia terhadap bantuan darurat International Monetary Fund (IMF), Pemerintah

Indonesia menyetujui konsep “jaring pengaman sosial”. Saat itu, konsep tersebut

sangat tidak jelas: “alokasi anggaran untuk belanja sosial akan meningkat untuk

memastikan bahwa semua warga negara Indonesia menerima sedikitnya pendidikan

dasar sembilan tahun dan pelayanan kesehatan dasar yang lebih baik.”4 Ketika krisis

valas berkembang menjadi krisis ekonomi, komitmen konkret pertamanya adalah

program padat karya untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin di daerah

perdesaan maupun perkotaan.5 Program tambahan berikutnya adalah peningkatan

subsidi anggaran untuk pangan, BBM dan listrik maupun subsidi skema kredit untuk

usaha kecil dan menengah di mana sebagian besar dari mereka menggunakan tenaga

kerja non-pertanian.6 Setelah hampir setahun mengalami krisis, pemerintah akhirnya

meluncurkan tiga program baru: beras bersubsidi untuk keluarga sangat miskin,

program beasiswa untuk siswa SD dan SMP dari keluarga miskin, dan hibah blok

kepada sekolah-sekolah untuk menutupi biaya operasional yang melonjak akibat

tingkat inflasi yang tinggi.7 Semua program tersebut dibiayai melalui anggaran

pembangunan dengan bantuan donor. Untuk tahun ajaran 1999/2000, Bank

Pembangunan Asia membiayai beasiswa dan hibah sekolah di 16 provinsi sedangkan

Bank Dunia membiayai program tersebut di 10 provinsi lain. Dana disalurkan melalui

alokasi anggaran pembangunan kepada kementerian bersangkutan, misalnya program

padat karya melalui Departemen Pekerjaan Umum; bantuan beras melalui Bulog

(lembaga pengadaan beras pemerintah); beasiswa dan hibah blok sekolah melalui

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.8

1 Mata anggaran dalam APBN.

2 Kelompok kegiatan terkait yang membentuk kategori pembiayaan.

3 Sejak tahun 2005.

4 Letter of Intent, 31 Oktober 1997; (d) Jaring Pengaman Sosial, paragraf 45.

5 Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Indonesia, 15 Januari 1998, paragraf

48. 6 Memorandum Tambahan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 10 April 1998 paragraf 20.

7 Letter of Intent dan Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 29 Juli 1998.

8 Namanya kemudian berubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional.

Page 95: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

91 of 140

3. Di akhir bulan Maret 2000, pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan

harga BBM pada tanggal 1 April dalam upaya mengurangi subsidi BBM. Pada saat

yang sama, pemerintah juga mengumumkan akan melindungi keluarga miskin dan

penumpang angkutan umum dari kenaikan harga tersebut dengan menyediakan

bantuan tunai untuk membeli BBM dengan harga baru. Setelah berkonsultasi dengan

DPR, kenaikan harga akhirnya ditunda sampai bulan Oktober dan pemerintah

menyediakan bantuan langsung tunai kepada keluarga-keluarga miskin yang sudah

didata.1

4. Setahun kemudian, Bank Dunia membatalkan tahap kedua pinjaman jaring

pengaman sosial dan dengan demikian berakhirlah bantuan donor untuk program

jaring pengaman. Hasil evaluasi Bank menyimpulkan: "Secara keseluruhan,

kontribusi program jaring pengaman untuk mengurangi dampak terburuk dari krisis

terhadap rakyat miskin tampaknya tidak terlalu besar meskipun beberapa program

termasuk beasiswa dan beras bersubsidi terbukti mempunyai dampak yang positif."

5. Pada bulan Juni 2001, pemerintah menaikkan harga BBM lagi sebesar 30 persen.

Pada saat yang sama, pemerintah mengusulkan kepada DPR untuk menyediakan

alokasi anggaran bantuan bagi operator angkutan umum guna membantu mereka

mengatasi kenaikan harga; beras bersubsidi tambahan untuk 1,2 juta keluarga miskin;

program vaksinasi untuk anak-anak dan kebutuhan kesehatan lain dari rakyat miskin;

beasiswa dan renovasi sekolah; air bersih bagi desa-desa miskin; pinjaman lunak bagi

usaha kecil; dan bantuan pemberdayaan masyarakat nelayan kecil. Bantuan

pendidikan terdiri dari beasiswa bagi siswa SD kelas 1, 2 dan 3, siswa SMP dan SMA

kelas 1 dan 2;2 hibah blok untuk bantuan operasional SD, SMP dan SMA; siswa dan

tutor (guru pamong) dalam program pendidikan nonformal; dan bantuan beasiswa

dan hibah blok siswa kepada Depag. Ini adalah pertama kalinya alokasi anggaran

untuk sektor sosial secara eksplisit dihubungkan dengan harga BBM. Namun, jumlah

kenaikan alokasi anggaran untuk sektor sosial tidak langsung berhubungan dengan

perhitungan penurunan alokasi anggaran untuk subsidi BBM, sebaliknya kenaikan

alokasi tersebut didasarkan pada biaya satuan yang digunakan untuk kegiatan jaring

pengaman sosial.

6. Dana beasiswa disalurkan kepada siswa-siswa yang memenuhi syarat melalui

Kantor Pos. Departemen Keuangan mentransfer dana ke Kantor Pos pusat dengan

mendebet transfer dari alokasi anggaran Depdiknas. Kantor Pos pusat kemudian

mengirimkan dana tersebut ke cabang-cabang kantor pos untuk dibayarkan secara

langsung kepada siswa.

Dana Kompensasi Subsidi BBM

1 Mulanya, pendataan dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Keluarga Berencana

Nasional dalam Program Kesejahteraan Keluarga karena Badan Keluarga Berencana Nasional

mempunyai system penggolongan rumah tangga berdasarkan status “kesejahteraan” yang

menggunakan kombinasi tingkat konsumsi, kepemilikan barang yang tahan lama dan variable-variabel

lain. Pendataan selanjutnya dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Pusat Statistik yang

menggunakan garis kemiskinan berdasarkan konsumsi.

Ketua RT mengeluarkan kartu miskin agar rumah tangga di lingkungannya dapat mengajukan

permohonan bantuan. Ketentuan ini membuat penduduk pindahan illegal (yang tidak terdaftar di RT

setempat) tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. 2 Beasiswa untuk siswa kelas 4, 5 dan 6 SD dan kelas 3 SMP dan SMA dibiayai dengan alokasi

anggaran yang dikirimkan melalui Depdiknas.

Page 96: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

92 of 140

7. Dana kompensasi subsidi BBM adalah kategori politik, bukan mata anggaran.

Proses anggarannya rumit. Pada dasarnya, subsidi dibayar oleh Pemerintah kepada

Pertamina (BUMN) untuk mengganti biaya impor dan distribusi produk minyak bumi

kepada Pertamina. Biaya ini terdiri dari 2 komponen:

Selisih antara harga yang dibayar Pertamina di pasar internasional (atau harga

internasional di mana Pertamina dapat menjual produksi domestiknya) dengan

harga domestik

Dikalikan jumlah BBM yang digunakan.1

Departemen Pertambangan dan Energi dan Pertamina, bersama-sama dengan

Departemen Keuangan, meramalkan harga internasional dan permintaan domestik. Ini

menjadi dasar proposal anggaran Pemerintah kepada DPR atas mata anggaran

“subsidi kepada BUMN”.

8. Jika harga minyak internasional meningkat secara drastis maka alokasi anggaran

untuk subsidi kepada Pertamina akan lebih cepat dibelanjakan daripada jadwal

pencairannya dan -- akhirnya – mengancam arus kas perusahaan Pertamina dan

kemampuannya untuk mengimpor minyak. Karena subsidi tersebut merupakan mata

anggaran maka ramalan (asumsi) semula dan revisinya pada total subsidi harus

mendapatkan persetujuan DPR. Ini adalah perbedaan antara potensi subsidi yang

dibutuhkan berdasarkan asumsi tertentu dengan realisasi subsidi yang dianggarkan

(berdasarkan asumsi alternatif), yaitu “dana” kompensasi subsidi BBM. “Dana”

tersebut dapat berasal dari perbedaan asumsi antara satu tahun dan tahun berikutnya

(misalnya usulan anggaran tahun 2003), maupun dari perubahan asumsi yang dihitung

dalam proses evaluasi realisasi penerimaan dan pengeluaran selama semester pertama

tahun fiskal bersangkutan sebagai persiapan pengajuan perubahan anggaran yang

diusulkan kepada DPR pada semester kedua (misalnya 2004).

9. Alokasi “dana” juga menjadi bagian dari proses anggaran sehingga harus dibahas

antara Pemerintah dan DPR. Fakta bahwa “dana” tersebut berasal dari asumsi berarti

bahwa jumlahnya dapat dibahas, dalam batas-batas tertentu. Asumsi-asumsi tentang

harga produk minyak internasional mempengaruhi kedua sisi anggaran, yaitu

penerimaan dan pengeluaran, sehingga satu-satunya tekanan yang berat adalah tingkat

total defisit anggaran dan bahkan hal inipun masih dapat dibahas dalam batas-batas

yang ditetapkan undang-undang. Kenaikan harga BBM domestik menyebabkan

kenaikan pendapatan Pertamina dan mengurangi jumlah subsidi yang dibutuhkan

untuk menutupi biaya-biaya Pertamina. Pengurangan alokasi anggaran untuk subsidi

menyebabkan meningkatnya pengeluaran departemen-departemen sektoral dalam

defisit anggaran yang sama tetapi ukuran dan distribusi “dividen” ini merupakan

proses politik antara DPR dan Pemerintah.

10. Pada bulan Januari 2002 pemerintah menaikkan harga BBM kembali dan, untuk

pertama kalinya, pemerintah mengumumkan mekanisme spesifik untuk meluncurkan

“dana kompensasi” guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat

miskin. Pemerintah memperkirakan bahwa ada 40 juga orang miskin dan bahwa

kenaikan harga BBM akan menambah Rp 170.000 kepada biaya hidup setiap rumah

tangga miskin per tahun. Namun, nilai total paket bantuan (beasiswa, perawatan

1 Pada tahun 2003, kurangnya perhitungan permintaan bensin yang cukup besar telah menyebabkan

Pertamina kekurangan dana tunai sebanyak 30% sehingga akhirnya menyebabkan bank-bank

internasional menolak mengeluarkan Surat Kredit untuk mengimpor BBM. WB PER tahun 2007

menyatakan bahwa arus kas masih menjadi masalah di Pertamina.

Page 97: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

93 of 140

kesehatan gratis, beras bersubsidi) menjadi Rp 350.000. Pembiayaan program-

program tersebut disalurkan melalui alokasi anggaran sekotrak ke setiap departemen

(dan Bulog).

11. Pada bulan Januari 2003, Pemerintah menaikkan harga listrik, yang sehari

kemudian diikuti dengan harga BBM. Sekali lagi Pemerintah mengumumkan akan

ada kompensasi bagi rakyat miskin dalam bentuk beras bersubsidi, pendidikan dan

pelayanan kesehatan. Namun, tidak alokasi anggaran baru yang diumumkan dan

“kompensasi” tersebut tampaknya merupakan kelanjutan dari program-program

sebelumnya.

12. Kenaikan yang tajam pada harga minyak internasional selama triwulan pertama

tahun 2003 terkait dengan keterlibatan AS di Irak dan kenaikan harga-harga yang

mengikutinya selama jangka waktu setelah triwulan pertama diperhitungkan sebagai

asumsi dalam usulan APBN 2004. Ketika usulan perubahan APBN 2004 diajukan

kepada DPR pada semester kedua tahun 2004 – selama kampanye pemilihan Presiden

langsung pertama – semua calon presiden mengakui perlunya kenaikan harga BBM

domestik untuk menutupi kelebihan pengeluaran 300% atas mata anggaran subsidi

BBM yang disebabkan oleh kenaikan dua kali lipat harga minyak dunia.

13. Pasangan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih Susilo Bambang

Yudoyono dan Jusuf Kalla segera mengumumkan bahwa kenaikan harga minyak

domestik perlu dilakukan di awal tahun 2005. Namun, dicapai kesepakatan dengan

DPR bahwa kenaikan harga tersebut tidak akan diajukan sebagai perubahan APBN

2005 yang telah disahkan oleh DPR. Sebaliknya, kenaikan harga tersebut akan

dilakukan secara “lentuk” dalam pelaksanaan APBN yang berlaku.

14. Pemerintah mengumumkan “skema baru yang progresif dan berpihak pada rakyat

miskin” untuk menekan dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat miskin berupa

“dana baru”, tetapi kegiatan tersebut adalah kelanjutan dan perluasan dari kegiatan

sebelumnya, yaitu, beras bersubsidi, pendidikan dan kesehatan, pekerjaan umum, dan

sebagainya. Untuk pertama kalinya, pemerintah mengajukan perhitungan secara

eksplisit: memperlihatkan bahwa alokasi anggaran mencapai Rp 19 trilyun; tanpa

kenaikan harga BBM (dan berdasarkan asumsi tentang harga minyak internasional)

subsidinya mencapai Rp 39,8 trilyun; dan tanpa kenaikan harga BBM (berdasarkan

asumsi yang sama tentang harga minyak internasional), dibutuhkan Rp 60,1 trilyun

untuk mendanai subsidi ini. Jadi, penghematan dari subsidi BBM mencapai Rp 20

trilyun, dan dari jumlah ini, pemerintah akan mengalokasikan separuhnya (Rp 10,5

trilyun) kepada program untuk rakyat miskin. Ini dapat ditambahkan kepada alokasi

anggaran yang ada sebesar Rp 7,3 trilyun untuk program yang sama dalam rangka

menyediakan total “dana” sebesar Rp 17,8 trilyun.1 Pemerintah juga menawarkan

paket bantuan kepada pemilik angkutan umum sehingga mereka tidak perlu

menaikkan tarif angkutan.

BOS

15. Harga minyak domestik naik pada bulan Maret 2005 dan perubahan anggaran

yang sangat besar diajukan kepada DPR. Langkah ini perlu dilakukan untuk

menyediakan saluran pendanaan rekonstruksi pasca-tsunami maupun perubahan

1 Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 1 Maret 2005.

Page 98: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

94 of 140

alokasi untuk subsidi kepada Pertamina dan bantuan kompensasi subsidi BBM, yang

diprogram melalui anggaran kementerian pusat tetapi dikirim kepada berbagai

lembaga pelaksana: dinas provinsi dan kabupaten/kota, Perusahaan Askes

(perusahaan asuransi milik negara), Bulog, dan sebagainya. Pada bulan Juni,

perubahan anggaran disahkan oleh DPR, yang menaikkan total alokasi untuk program

pengentasan kemiskinan dari Rp 10,5 trilyun menjadi Rp 12,5 trilyun di mana hampir

seluruh kenaikan ini ditujukan untuk pendidikan.1 Bentuk bantuan untuk pendidikan

juga berubah dari beasiswa untuk siswa yang tidak mampu menjadi hibah per kapita

kepada sekolah-sekolah. Hibah ini disebut program Bantuan Operasional Sekolah

(BOS). BOS diberikan kepada semua sekolah2 dan madrasah yang menyelenggarakan

pendidikan dasar (SD dan SMP) sedangkan program beasiswa dipertahankan untuk

siswa sekolah dan madrasah yang menyelenggarakan pendidikan menengah atas.

16. Alasan resmi3 dilaksanakannya program BOS saat itu adalah bahwa rumah tangga

miskin4 mempunyai akses pendidikan yang lebih rendah (angka partisipasi) dan ini

melanggar hak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan mengancam keberhasilan

dalam mencapai sasaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun

pemerintah. Diakui bahwa salah satu alasan angka partisipasi yang lebih rendah untuk

anak-anak dari keluarga miskin adalah tingginya biaya pendidikan, termasuk biaya

tidak langsung seperti transportasi, uang sakut, dan sebagainya. Kenaikan harga BBM

dianggap telah mengurangi daya beli rumah tangga miskin, sehingga mempersulit

mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan akhirnya mengancap sasaran

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

17. Secara eksplisit dinyatakan bahwa BOS akan “menggratiskan peserta didik dari

beban biaya operasional sekolah … [untuk] pendaftaran, uang sekolah, biaya ujian

dan materi pelajaran serta biaya praktikum.”5 Tujuan BOS adalah menyediakan

bantuan bagi sekolah-sekolah untuk “mengizinkan sekolah untuk menghapuskan

biaya pendidikan dengan tetap mempertahankan kualitas pendidikan”.6

18. Awalnya, BOS dirancang dengan mekanisme penyeleksian sendiri yang

mendorong hanya sekolah-sekolah yang melayani siswa miskin untuk mengajukan

permohonan bantuan. Draft buku panduan awal (dan pengumuman awal oleh Komisi

Anggaran DPR) menetapkan bahwa setiap sekolah yang menerima BOS harus

membebaskan murid-muridnya dari semua biaya dan iuran sekolah. Teorinya adalah

bahwa sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih kecil daripada BOS dapat

1 Alokasi untuk pelayanan kesehatan mengalami sedikit kenaikan. Alokasi untuk prasarana pedesaan

tetap sama, tetapi besarnya hibah blok kepada setiap desa berkurang dari Rp 300 juta menjadi Rp 150

juga untuk menjangkau lebih banyak desa. 2 Kecuali SMP Terbuka karena biaya tambahan program pendidikan “terbuka” ditutupi oleh hibah blok

Depdiknas pusat kepada Sekolah Induk. SMP Terbuka sebenarnya sebuah program yang dijalankan

oleh SMP (negeri) reguler yang disebut Sekolah Induk di luar program regulernya. Sekolah induk

memenuhi syarat untuk mendapatkan BOS guna menutupi partisipasi pendidikan reguler, tetapi bukan

partisipasi program terbuka.

Pada tahun 2007, cakupan BOS diperluas ke partisipasi program pendidikan terbuka.

Program-program pendidikan dasar nonformal (Paket A dan B) tidak termasuk dalam BOS karena

alasan yang sama seperti SMP Terbuka: biaya-biaya ditutupi oleh anggaran Depdiknas yang ada. 3 Dinyatakan dalam Buku Panduan 2005, hal 2.

4 Dan rumah tangga yang hidup di daerah terpencil atau daerah konflik, dan rumah tangga dengan

anak-anak penyandang cacat. 5 Ibid., hal 3.

6 Ibid., hal 3-4

Page 99: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

95 of 140

mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan BOS dan membebaskan siswa

mereka dari bayaran sekolah, sedangkan sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih

besar daripada BOS (kepada keluarga-keluarga yang lebih mampu) dapat menolak

bantuan BOS.1

19. Namun, ketentuan ini berubah akibat tekanan politik berdasarkan jaminan

Undang-Undang Dasar berupa pendidikan dasar gratis. Menteri Pendidikan

menjelaskan bahwa: “Kami akan mulai menyelenggarakan pendidikan gratis pada

tahun ajaran yang akan datang ... tetapi, istilah „gratis‟ bukan berarti bahwa sama

sekali bebas dari biaya. Pendidikan „gratis‟ diberikan melalui hibah blok yang

dicairkan kepada semua sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri, swasta

dan yang bersifat agama di seluruh Indonesia. … Sekolah tidak lagi diizinkan

menuntut biaya apapun dari siswa miskin,” ia menekankan. "Mereka akan menerima

hibah yang besarnya bergantung pada jumlah murid di setiap sekolah, bukan hanya

siswa miskin, dikali biaya per siswa,” katanya. Pendidikan „gratis‟ untuk siswa yang

mampu dapat diberikan dengan membatasi jenis biaya yang diizinkan untuk dipungut

oleh sekolah … Kami akan menentukan jenis biaya yang dapat dipungut sekolah dari

siswa yang mampu," katanya. Jadi BOS sekarang tersedia bagi semua SD dan SMP

serta madrasah yang mengajukan permohonan dan memenuhi syarat administratif

untuk mendapatkan dana bantuan.2

20. Buku Panduan tahun 2006 menghubungkan BOS secara eksplisit dengan dana

kompensasi subsidi BBM, tetapi Buku Panduan 2007, meskipun menyebutkan beban

kenaikan harga BBM, tidak lagi menyebutkan “dana” tersebut. Tim manajemen BOS

di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota disebut tim manajemen Dana

Kompensasi Subsidi BBM pada tahun 2005 dan 2006, tetapi disebut tim manajemen

BOS pada tahun 2007.

21. Buku Panduan tahun 2007 juga berisi tiga subbagian yang menghubungkan BOS

dengan kebijakan pendidikan nasional dan bukan dengan mekanisme kompensasi

subsidi BBM. Subbagian pertama3 membahas BOS sehubungan dengan program

wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun4 dan mengidentifikasi BOS sebagai kegiatan

yang menyumbang kepada peningkatan dan perluasan akses ke kelompok program.5

Subbagian ini juga mewajibkan kepala sekolah untuk “memperhatikan” aspek-aspek

akses berikut ini:6

Tidak boleh ada siswa miskin yang putus sekolah karena alasan biaya

Setiap upaya harus dibuat untuk memastikan bahwa lulusan SD melanjutkan

pendidikan ke SMP; tidak boleh ada siswa miskin yang tidak dapat melanjutkan

pendidikan karena alasan biaya

1 Ciri ini tetap dipertahankan dalam Buku Panduan, bahkan meskipun ketentuan tersebut telah diubah,

bandingkan paragraf 20, hal. 91 di bawah ini. 2 Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 18 Mei 2005 dan Buku Panduan 2005, hal 7.

3 Subbagian ini terncantum dalam Buku Panduan 2006. Subbagian-subbagian lainnya baru dalam Buku

Panduan 2007. 4 Istilah “program” digunakan di sini sebagai sinonim untuk “mata anggaran” (yang terdiri dari banyak

kegiatan) sedangkan istilah yang sama kemudian dalam kalimat itu digunakan sebagai sinonim untuk

“kegiatan”. Istilah program dalam bahasa Indonesia digunakan dengan arti keduanya, tergantung pada

konteksnya. 5 Dua kelompok program lainnya adalah peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing; dan

manajemen, akuntabilitas dan citra publik. 6 Buku Panduan 2007, hal. 10 – 11.

Page 100: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

96 of 140

Kepala sekolah harus aktif dalam kegiatan retrival, yaitu mencari anak-anak yang

putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke SMP dan mengajak mereka

untuk kembali bersekolah.

22. Subbagian kedua menguraikan BOS terkait dengan manajemen berbasis sekolah.

Pembahasan ini menekankan bahwa BOS adalah wujud dari manajemen berbasis

sekolah karena dana BOS sepenuhnya berada di bawah pengendalian sekolah yang

memberdayakan sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.1 Akhirnya,

subbagian ketiga membahas BOS dan pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota). Subbagian ini mencantumkan kewajiban-kewajiban pemerintah

daerah:

Terus menyediakan dana operasional bagi sekolah-sekolah2

Jika daerah (kabupaten atau provinsi) mempunyai kebijakan “sekolah gratis”,

maka daerah tersebut harus menyediakan pendanaan yang cukup dari APBD

untuk menutupi semua biaya

Menyediakan pendanaan “safeguarding”

Mengawasi penggunaan dana BOS oleh sekolah.

Kelayakan dan partisipasi

23. Semua sekolah dan madrasah layak mendapatkan BOS. Sekolah-sekolah swasta

harus terdaftar di Depdiknas atau Depag. Pondok pesantren yang terdaftar sebagai

peserta program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun3 juga layak mendapatkan

dana BOS bagi siswa-siswa yang menjadi peserta program.

24. Sekolah-sekolah yang mempunyai pendapatan lebih besar dari alokasi BOS

diizinkan untuk menolak pendanaan BOS dan tidak wajib mengikuti aturan-aturan

BOS tetapi kepala sekolah harus mendaftarkan penolakannya kepada tim BOS

Kabupaten/Kota. Pemberitahuan penolakan harus turut ditandatangani oleh komite

sekolah. Jika sekolah mempunyai siswa-siswa miskin maka sekolah itu wajib

“menjamin” bahwa mereka tidak akan putus sekolah karena alasan biaya.4

25. Sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS wajib mematuhi aturan-aturan

berikut ini:

Jika sekolah mempunyai siswa miskin maka siswa tersebut harus dibebaskan dari

semua biaya dan iuran, dan dana BOS yang tersisa harus digunakan untuk

“mensubsidi” siswa-siswa yang lain

Jika sekolah tidak mempunyai siswa miskin maka dana BOS harus digunakan

untuk mengurangi biaya dan iuran semua siswa senilai total dana BOS.

1 Ibid., hal. 11 – 12.

2 Kewajiban ini juga dinyatakan dalam Buku Panduan 2005 dan 2006

3 Berdasarkan program ini, siswa pondok pesantren juga menerima pengajaran mata pelajaran yang

merupakan kurikulum nasional dan mengikuti ujian nasional di akhir kelas 6 dan 9. Program ini

berbeda dengan situasi di mana madrasah berkedudukan di lingkungan kampus pesantren. Madrasah

adalah sekolah: ada ruang kelas, meja kursi, papan tulis, dsb. dan jadwal pelajaran mengikuti jam

sekolah reguler. Dalam program pondok pesantren, mata pelajaran kurikulum nasional diajarkan dalam

ruang kelas pesantren di mana para siswa mungkin duduk di atas tikar (atau karpet) di lantai dna

pelajaran dijadwalkan di sekitar kurikulum bidang studi agama Islam. 4 Buku Panduan 2007, hal. 2.

Page 101: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

97 of 140

Kondisi sebelumnya secara eksplisit disebut “pendidikan gratis terbatas”,1 bandingkan

paragraf 19 di atas.

26. Sekolah-sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS harus membuka

rekening bank atas nama sekolah (bukan perorangan) dengan tanda tangan resmi dari

kepala sekolah dan ketua komite sekolah, yang secara tidak langsung mewajibkan

sekolah untuk membentuk komite sekolah secara resmi.

Jumlah dan Struktur BOS

27. BOS terdiri dari dana yang disediakan dari anggaran pusat kepada sekolah-

sekolah dan dihitung dengan rumus: biaya satuan (per kapita) x jumlah siswa.

Program mencairkan dana Rp 5,3 trilyun pada bulan Juni–Desember 2005 dan Rp

11,12 trilyun pada tahun 2006, atau sekitar 25 persen dari seluruh anggaran pusat

untuk pendidikan.2

28. Alokasi biaya satuan diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Alokasi Biaya Satuan untuk BOS

Tahun (fiskal) Biaya Satuan (Rp.)

Primary JSE

2005: Semester 1 2005/2006 235.0001 324.500

1

2006: Semester 2 2005/2006, Semester 1 2006/2007 235.000 324.500

2007: Semester 2 2006/2007, Semester 1 2007/2008 254.000 354.000 1Sama dengan setahun penuh. Realisasi pembayaran 1/2 dari jumlah ini.

Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun

Meskipun alokasi biaya satuan BOS tidak berubah antara tahun 2005 dan 2006, inflasi

tahunan3 selama tahun 2005 adalah 17,11%, selama tahun 2006 adalah 6,60% dan

selama triwulan pertama tahun 2007 adalah 1,91%. Total kenaikan (dari tahun 2005

sampai 2007) alokasi biaya satuan BOS SD adalah sebesar 8,08% dan SMP adalah

sebesar 9,09% sehingga realisasi nilai dana BOS yang diterima oleh sekolah turun

secara signifikan.

29. Struktur biaya satuan didasarkan pada hasil studi empiris yang dilaksanakan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2002/20034, tetapi

realisasi alokasi biaya satuan didasarkan pada hasil pembahasan antara Depdiknas,

Depkeu dan DPR. Depdiknas menyampaikan perhitungan awal kepada Depkeu dan

DPR yang kemudian menetapkan total dana yang tersedia untuk BOS. Depdiknas

membagi total dana yang ada dengan perkiraan jumlah siswa dan menetapkan alokasi

satuan biaya yang dicantumkan dalam buku panduan.

30. Kerangka metodologi untuk pendataan komponen-komponen biaya yang

digunakan dalam studi ini mengikuti rumus proposal pendanaan yang dikembangkan

1 Ibid., hal. 10.

2 Belanja Pembangunan: Menciptakan Peluang Baru Terbanyak bagi Indonesia – Tinjauan Belanja

Publik Indonesia 2007, Inisiatif Bank Dunia untuk Analisa Pengeluaran Publik, Jakarta 2007, hal. 36. 3 Badan Pusat Statistik, Indeks harga konsumen. Ini adalah rata-rata nasional-ada perbedaan daerah

yang besar. 4 Diterbitkan pada tahun 2005, Abbas Ghozali, “Analisa Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah”, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, Jakarta, 2005.

Page 102: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

98 of 140

oleh UNICEF/UNESCO untuk Depdiknas pada tahun 2001.1 Rumus ini membagi

total biaya menjadi dua kategori: biaya operasional/berulang dan biaya

investasi/modal/pembangunan. Hanya kategori yang pertama yang dibiayai dengan

BOS. Biaya operasional dibagi lagi menjadi dua kategori: biaya personalia dan

nonpersonalia. BOS membiayai biaya nonpersonalia.2 Komponen-komponen biaya

yang dapat dibayar dengan dana BOS dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Komponen Biaya yang Layak (Eligible)

Petunjuk awal tahun 2005 Perubahan tahun 2006 dan 2007

Pendaftaran Diperluas mencakup “semua” kegiatan

yang terkait langsung dan tidak langsung

dengan pendaftaran masuk dan

pendaftaran ulang

Buku pelajaran wajib dan pendukung

untuk dikoleksi perpustakaan

Diperluas mencakup buku referensi untuk

dikoleksi perpustakaan3

Pendukung kualitas guru (Musyawarah

Guru Mata Pelajaran MGMP, kelompok

diskusi kepala sekolah, pelatihan, dsb.)

Tidak berubah

Biaya ulangan dan ujian Diperluas mencakup biaya penyusunan

rapor

Barang habis pakai (buku tulis, kapur,

pensil, barang habis pakai praktikum)

Daftar diperluas mencakup perlengkapan

kantor untuk administrasi sekolah dan

langganan surat kabar

Pemeliharaan ringan Disebutkan kegiatan apa saja yang layak,

termasuk pengecatan, perbaikan atap

bocor, perbaikan pintu dan jendela,

perbaikan mebeler

Untuk tahun 2007, ditambahkan

perbaikan kamar mandi dan fasilitas

sanitasi

Listrik dan jasa Disebutkan daftar eksplesit termasuk

listrik, air dan telepon, dan pemasangan

telepon tambahan untuk sambungan yang

ada4

Tunjangan yang melekat pada gaji guru

tetap dan honorarium untuk guru tidak

tetap

Disebutkan bahwa BOS terbatas untuk

pembayaran gaji pegawai tidak tetap dan

dinyatakan bahwa tunjangan yang

melekat pada gaji guru merupakan

tanggung jawab penuh Pemerintah

Kabupaten/Kota

Kegiatan kesiswaan (program remedial, Daftar diperluas mencakup olah raga,

1 McMahon, W. dan Boediono, “Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia,” McMahon, dkk,

Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas,

Indonesia, UNICEF dan UNESCO, 2001. 2 Biaya personel untuk guru PNS (dan kepala sekolah) di sekolah negeri maupun swasta ditutupi

dengan alokasi anggaran pemerintah. 3 Panduan 2007 menambahkan bahwa buku-buku tersebut adalah tambahan untuk buku-buku yang

dibeli melalui BOS Buku. 4 Yaitu, jika sambungan telepon tersedia di lingkungan sekolah. Membayar penyambungan telepon

baru dari titik terdekat yang ada ke sekolah dilarang.

Page 103: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

99 of 140

Petunjuk awal tahun 2005 Perubahan tahun 2006 dan 2007

bimbingan belajar untuk persiapan ujian,

ekstrakurikuler)

seni dan contoh-contoh spesifik kegiatan

ekstrakurikuler

Biaya transportasi untuk siswa miskin Ditambahkan bahwa bantuan ini terbatas

bagi siswa miskin yang mengalami

“kesulitan” biaya transportasi dari dan ke

sekolah

Asrama (khusus pondok pesantren) Tidak berubah

Peralatan sholat (khusus pondok

pesantren)

Tidak berubah

Komponen baru: biaya administrasi BOS

(perlengkapan kantor, penggandaan

materi, korespondensi, pelaporan)

Komponen baru: penggantian

transportasi1 untuk guru tetapi hanya

untuk kegiatan di luar beban mengajar

reguler

Komponen baru: jika semua kebutuhan di

atas telah terpenuhi dan dana BOS masih

tersisa, maka sisa dana tersebut dapat

digunakan untuk membeli media

pembelajaran dan mebeler sekolah. Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun

Petunjuk dalam buku panduan 2007 mengatakan bahwa dana BOS diutamakan untuk

komponen-komponen yang ada dalam daftar.

31. Juga ada daftar komponen biaya yang tidak layak, yang meliputi:

Instrumen finansial (seperti deposito) untuk mendapatkan bunga

pinjaman

kegiatan yang mahal yang bukan menjadi prioritas sekolah, khususnya karya

wisata, studi banding dan bentuk perjalanan lain

bonus, transportasi dan seragam [guru] dan biaya lain yang tidak secara spesifik

terkait dengan kebutuhan siswa

pemeliharaan besar

pembangunan baru

pembeliah barang-barang yang tidak secara langsung mendukung kegiatan belajar

mengajar

pembelian saham di perusahaan umum

setiap biaya yang telah ditutupi dengan anggaran pemerintah pusat atau

kabupaten/kota, terutama guru kontrak yang disediakan oleh pemerintah dan

beban pengajaran tambahan.

Jadwal dan Mekenisme Pembayaran

32. Karena BOS tercantum dalam APBN, maka dana BOS mengikuti tahun fiskal

(Januari sampai Desember). Namun, sekolah beroperasi dan menyusun anggaran

berdasarkan tahun ajaran (Juli sampai Juni). Maka, alokasi BOS untuk tahun fiskal

1 Ini seringkali merupakan ungkapan pelembut untuk tunjangan yang melekat pada gaji.

Page 104: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

100 of 140

tertentu mendanai semester kedua dari tahun ajaran berjalan dan semester pertama

tahun ajaran berikutnya. Sekolah-sekolah wajib melaporkan perubahan jumlah siswa

di awal tahun ajaran (berikutnya).

33. BOS tahun 2005 disosialisasikan sebagai bagian dari proses perubahan anggaran

tengah tahunan sehingga hanya mencakup semester pertama dari tahun ajaran

2005/2006. Semester kedua tercakup dalam BOS 2006. BOS 2005 disalurkan dengan

satu kali pembayaran. BOS 2006 disalurkan secara bertahap:

Tahap pertama untuk periode Januari dan Februari;

Tahap berikutnya di Jawa dan Bali dalam selang waktu 2 bulan;

Tahap berikutnya di kabupaten/kota lain dalam selang waktu 3 bulan.

BOS 2007 disalurkan dalam selang waktu 3 bulan, dengan ketentuan bahwa pencairan

harus dilakukan di awal bulan pertama dalam selang waktu tersebut.

34. Seringkali dikatakan bahwa BOS, seperti dana kompensasi subsidi BBM dan

jaring pengaman sosial sebelumnya, disalurkan “langsung” dari Depkeu ke sekolah-

sekolah melalui kantor pos atau rekenening bank sekolah. Ini memang benar pada

tahun 2005, tetapi sekarang tidak dilakukan lagi karena mekanisme pembayaran telah

berubah setiap tahun (Bandingkan Gambar 1).

35. Ada tim manajemen BOS (sebelumnya disebut tim manajemen Kompensasi

Subsidi BBM) di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tim-tim ini terdiri dari pegawai

Depdiknas dan pegawai dinas provinsi atau kabupaten/kota namun status hukum

mereka sebagai anggota tim terpisah dari penugasan mereka sebagai PNS. Pada tahun

2005 dan 2006, tim-tim manajemen dari Depdiknas dan Depag bergabung, namun di

awal tahun 2007, Depag mempunyai alokasi anggarannya sendiri untuk BOS serta

manajemen dan struktur pembayarannya sendiri.

Page 105: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

101 of 140

Gambar 1 Mekanisme Pembayaran

(2005)

Sekolah mencatat jumlah siswa

Sekolah mengirim data ke tim

kab/kota

Tim kab/kota memverifikasi &

menggabungkan data

Tim kab/kota mengirim data ke provinsi

Tim prov menggabungkan data

Prov mengirim data ke tim pusat

Tim pusat mengalokasikan dana

BOS ke provinsi

mata anggaran provinsi (DIPA)

Depkeu mengirim dana ke KPKN (Cab.

Provinsi Ditjen Perbendaharaan)

Depkeu mendebet rek. Anggaran

Depdiknas

Sekolah membuka rek. bank

Sekolah mengirim surat

perjanjian ke tim kab/kota

Tim Kab/Kota mengeluarkan

SK ttg daftar sekolah dan

alokasi BOS ke setiap sekolah

SK asli ke tim provinsi

Kopi ke “bank rekanan” dan

sekolah

Tim prov mengeluarkan

permintaan pembayaran

Diverifikasi oleh Dinas

Pendidikan Provinsi

KPKN mentransfer dana ke:

Bank rekanan mentransfer dana ke

rekening bank setiap sekolah

Provinsi/Tim provinsi mentransfer

dana ke rek BOS di “Bank Rekanan”

“Bank rekanan”

Bank rekanan mentransfer dana ke

rek. bank setiap sekolah

Rek bank tingkat provinsi (2006)

Rek bank tim provinsi (2007)

Page 106: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

102 of 140

36. Pembahasan berikut ini difokuskan pada prosedur Depdiknas, dengan penjelasan

tambahan mengenai prosedur Depag yang berbeda dengan Depdiknas. Depdiknas

mengalokasikan anggaran BOS berdasarkan data jumlah siswa yang diajukan oleh

sekolah kepada tim kabupaten/kota. Data tersebut kemudian digabungkan di tingkat

provinsi dan pusat. Alokasi anggaran dilaporkan kepada Depkeu sebagai mata

anggaran yang akan dibelanjakan di provinsi. Pada tahun 2005 dan 2006, mata

anggaran provinsi dikirimkan ke kantor gubernur. Jadi, dana BOS mengikuti

mekanisme yang sama seperti dana1 dekonsentrasi

2 Depdiknas. Pada tahun 2007, tim

manajemen BOS provinsi mempunyai status resmi sebagai “pengguna anggaran”

(satuan kerja/satker) berdasarkan peraturan Depkeu3 yang berarti bahwa tim

manajemen BOS provinsi memenuhi syarat untuk mengendalikan rekening banknya

sendiri.4

37. Hal-hal ini tidak terjadi pada Depag. Tim pusat Depag melaporkan alokasi BOS-

nya kepada Depkeu sebaai mata anggaran yang akan dibelanjakan oleh lembaga-

lembaga vertikal di bawah Depag, yaitu kanwil (provinsi) dan kandep

(kabupaten/kota). Depag tidak mempunyai dana dekonsentrasi karena Depag tidak

didesentralisasi.

38. Pada tahun 2005, provinsi (gabungan tim kompensasi subsidi BBM

Depdiknas/Depag) mengajukan permohonan pembayaran yang diverifikasi oleh dinas

pendidikan provinsi. KPKN tingkat provinsi5 kemudian mencairkan dana langsung ke

“bank rekanan” yang mentransfer uang tersebut ke rekening sekolah. Pada tahun

2006, langkah lainnya ditambahkan: uang masuk ke rekening bank provinsi6 sebelum

ditransfer ke bank rekenan. Pada tahun 2007, seperti dinyatakan di atas, tim

manajemen BOS provinsi mempunyai rekening bank sendiri yang menampung dana

dari KPKN sebelum mentransfernya kembali ke bank rekanan. Mekanisme ini juga

berlaku bagi alokasi Depag, kecuali verifikasi tersebut dikeluarkan oleh kantor

wilayah Depag di provinsi.

1 Namun, Depkeu tidak mengakui BOS sebagai dana dekonsentrasi.

Situasi ini semakin dikacaukan dengan fakta bahwa Buku Panduan mencantumkan peraturan tentang

dana dekonsentrasi (PP No. 106/2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam

pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan) sebagai salah satu dasar hukum bagi pedoman BOS.

Tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa peraturan ini mendahului undang-undang keuangan negara (UU

17/2003) maupun undang-undang perimbangan keuangan pusat-daerah (UU 33/2003).

Dalam APBN 2010, Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk khusus dari Hibah Blok di mana

uang dikirim ke rekening provinsi dan kemudian ke sekolah. 2 Dana dekonsentrasi adalah dana anggaran Depdiknas yang dialokasikan kepada gubernur provinsi

sebagai wakil dari pemerintah pusat di wilayah provinsi.

Manajemen dana harian diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi dipisahkan

dari dana APBD provinsi yang dialokasikan untuk dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi

dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut. Dana

dekonsentrasi dikelola oleh dinas pendidikan kabupaten tetapi tetap dipisahkan dari alokasi APBD

kabupaten/kota untuk dinas pendidikan kabupaten. 3 Instansi-instansi provinsi dan kabupaten/kota seperti dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota

tidak dapat menjadi pengguna anggaran untuk pendanaan anggaran pusat kecuali untuk dana

dekonsentrasi (yang terbatas pada instansi-instansi provinsi) dan dana tugas pembantuan. 4 Ini mungkin terkait dengan fakta bahwa Tim Kompensasi Subsidi BBM merupakan tim ad hoc

sedangkan tim manajemen BOS berhubungan dengan mata anggaran spesifik (BOS) dalam program

Depdiknas yang telah diakui (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun). 5 Yaitu instansi provinsi di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu.

6 Atas nama dinas pendidikan provinsi sebagai penerima kuasa yang didelegasikan dari gubernur.

Page 107: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

103 of 140

39. “Bank rekanan” adalah bank yang telah menandatangani Nota Kesepakatan

(MOU) dengan tim provinsi untuk menyalurkan dana BOS ke rekening bank sekolah.

Secara teori, sekolah bebas membuka rekening di bank manapun, namun dalam

praktek, MOU mungkin menetapkan bahwa sekolah wajib membuka rekening di bank

rekenan. Bank membebankan biaya jasa atas jasa transfer yang diberikannya. Hanya

bank pemerintah yang memenuhi syarat melayani sebagai bank rekanan. Buku

Pedoman menetapkan bahwa lembaga keuangan penyalur dana bisa jadi Kantor Pos1

atau bank rekanan, tetapi dalam praktek, Kantor Pos tidak digunakan lagi.

BOS Buku

40. Pada tahun 2006, Depdiknas menyatakan bahwa salah satu komponen terbesar

dari biaya operasional sekolah adalah penyediaan buku teks pelajaran. Jadi, dana

tambahan sebesar Rp 20.000 per siswa dianggarkan untuk digunakan khusus bagi

sekolah untuk membeli buku teks pelajaran yang akan dipinjamkan kepada siswa

secara gratis. Buku yang dibeli harus baru, bukan bekas, dan telah disetujui sebagai

buku pelajaran. Buku tersebut secara resmi harus didaftarkan sebagai “buku

perpustakaan”, yaitu bagian dari inventaris sekolah, dan digunakan minimum selama

lima tahun.

41. Jumlah seluruh buku yang dibeli harus memungkinkan setiap siswa mempunyai

buku pelajarannya sendiri. Jika sekolah telah memiliki sebagian buku, maka BOS

Buku dapat digunakan untuk membeli sisa buku yang diperlukan dan untuk

menggantikan buku yang rusak.

42. Di tingkat SD, BOS buku dapat digunakan untuk membeli buku pelajaran Bahasa

Indonesia, Matematika dan Sains. Di tingkat SMP, buku yang dibeli adalah mata

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika.

43. Keputusan untuk membeli buku pelajaran dibuat oleh para guru dengan

memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Sekolah kemudian membeli buku

dari toko buku atau langsung dari distributor dengan mempertimbangkan harga dan

tanggal pengiriman. Alokasi dana BOS Buku mencakup biaya pengiriman buku ke

sekolah.

44. Semua sekolah yang menerima BOS memenuhi syarat untuk menerima BOS

Buku tetapi mereka harus mendaftar secara terpisah untuk mendapatkan BOS Buku.

Sekolah dapat memutuskan untuk menerima BOS tetapi menolak BOS Buku.

Sekolah-sekolah yang menolak pendanaan BOS tidak memenuhi syarat mendapatkan

BOS Buku.

45. BOS Buku dikelola secara paralel dengan BOS. Setiap tim manajemen

mempunyai perwakilan BOS Buku SD dan BOS Buku SMP. Dana BOS Buku

disalurkan melalui saluran yang sama seperti BOS, tetapi rekeningnya berbeda

kecuali di tingkat sekolah.

BOS 2009

1 Which may be a hold-over from the social safety net mechanism.

Page 108: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

104 of 140

46. Program BOS 2009 mengalami sejumlah perubahan penting yang disebabkan oleh

definisi ulang tentang kebijakan BOS. Judul buku panduan tahun 2009 adalah

Bantuan Operasional Sekolah untuk Pendidikan Gratis. Rencana Strategis Depdiknas

2004 – 2009 juga mengidentifikasi BOS sebagai bagian dari kebijakan pendidikan

gratis. Selanjutnya, program yang berawal dari kebijakan jaring pengaman sosial

untuk mendukung akses pendidikan (oleh anak-anak miskin) ini dinyatakan

“berhasil”. Orientasi BOS di masa mendatang diperluas untuk mencakup peningkatan

kualitas.

47. Perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan isi dan pelaksanaan BOS yang

meliputi:

Peningkatan alokasi per kapita maupun perbedaan antara sekolah yang berlokasi di

kota dengan di kabupaten.

Penggantian kebijakan BOS Buku dengan “buku teks pelajaran yang murah” di

mana sekolah wajib menggunakan “sebagian” dana BOS untuk membeli buku teks

pelajaran yang hak ciptanya telah dibeli oleh pemerintah

Perubahan pembatasan komponen yang boleh dan tidak boleh dibiayai oleh dana

BOS.

Perubahan struktur organisasi BOS di kantor Depdiknas pusat dengan memecah tim

pusat yang semula independen menjadi dua tim dan memindahkannya ke kantor

direktorat: satu tim di direktorat pembinaan taman kanak-kanak dan sekolah dasar

dan tim lainnya di direktorat manajemen pendidikan menengah pertama.

48. Bagian pendahuluan dalam buku pedoman menjelaskan sistem klasifikasi

pendanaan pendidikan sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.

48/2008 tentang pendanaan pendidikan (hal 7) dan menetapkan bahwa BOS bertujuan

untuk menutupi biaya nonpersonalia di tingkat sekolah (hal 8). Dengan meningkatnya

alokasi BOS dan kenaikan kesejahteraan guru (tunjangan yang melekat pada gaji bagi

guru yang bersertifikat) maka sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dari siswa

untuk menutupi biaya operasional. Perhatikan bahwa sekolah negeri masih diizinkan

melakukan pungutan untuk menutupi biaya investasi dan bahwa sekolah negeri bebas

menerima sumbangan “sukarela” dari siswa untuk menutupi segala jenis biaya

(dinyatakan secara spesifik pada hal 9). Pemerintah kabupaten wajib mengendalikan

pungutan biaya yang dilakukan oleh sekolah swasta untuk memastikan agar siswa

miskin dibebaskan dari segala pungutan dan agar siswa yang lebih mampu tidak

dikenakan pungutan yang berlebihan. (hal 8)

49. Semua sekolah negeri1 sekarang wajib menerima BOS – dan, oleh karena itu,

tunduk kepada aturan tentang pendanaan secara umum. Sekolah swasta layak

menerima BOS tetapi tidak diwajibkan. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap

sekolah yang memilih untuk tidak menerima BOS harus menjamin bahwa siswa

miskin dapat melanjutkan pendidikannya. Ada dua perubahan di sini:

Pada tahun-tahun sebelumnya, sekolah negeri diizinkan untuk menolak (tetapi tidak

ada yang menolak)

Pada tahun-tahun sebelumnya, ketentuan bagi sekolah yang menolak dana BOS

adalah bahwa mereka tidak melakukan pungutan terhadap setiap siswa.

50. Perubahan pada komponen belanja yang diperbolehkan untuk dibiayai meliputi:

1 Kecuali bertaraf internasional.

Page 109: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

105 of 140

Mempekerjakan petugas untuk menangani administrasi BOS di sekolah dasar (yang

tidak mempunyai staf administrasi tetap – pekerjaan administrasi dilakukan oleh

guru)

Pembelian komputer untuk siswa (satu unit komputer per SD dan dua unit per

SMP).

Page 110: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

106 of 140

Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan

Gratis

1. Isu pendidikan (dasar) gratis atau sekolah gratis telah banyak dibahas dalam

media massa belakangan ini. Pembahasan ini erat kaitannya dengan dua isu lain

dalam pendanaan pendidikan yaitu “kontroversi 20%”1 dan program bantuan

operasional sekolah (BOS). Karena kedua isu tersebut telah dibahas dalam bagian lain

dari dokumen tinjauan ini maka hal tersebut tidak akan dibahas secara terpericin di

bagian ini.

2. Selama masa Order Baru, sekolah negeri maupun swasta mengadakan berbagai

pungutan, yang meliputi:

Uang pangkal, rata-rata senilai 1 tahun iuran sekolah, yang dibayar pada saat

siswa melakukan pendaftaran masuk

Biaya pendaftaran tahunan/pendaftaran ulang

Iuran bulanan

Pembelian barang habis pakai untuk pelajaran sains dan kesenian (intra kurikuler)

Kegiatan ekstra kurikuler (barang habis pakai; honorarium kepala sekolah sebagai

“penanggung jawab”, guru, nara sumber luar dan pegawai administrasi;

perjalanan dinas/pekerjaan lapangan yang diperlukan)

Buku pelajaran dan bahan pakaian seragam yang dibeli secara borongan oleh

sekolah dan dijual kembali kepada siswa dengan harga yang sudah dinaikkan –

tetapi tidak semua sekolah melakukannya

Perlengkapan sekolah (kertas, pensil, dsb.) yang dibeli secara borongan oleh

sekolah dan dijual kembali kepada siswa melalui koperasi sekolah – tetapi tidak

semua sekolah melakukannya.

Selain biaya-biaya tersebut, orang tua bertanggung jawab untuk menyediakan uang

transportasi dan uang saku (menurut hasil penelitian oleh Depdiknas, sebagian

besar uang ini digunakan untuk jajanan). Orang tua siswa di sekolah yang tidak

menyediakan buku pelajaran, seragam dan perlengkapan sekolah juga membayar

biaya untuk komponen-komponen ini.

3. Peraturan Pemerintah 48/2008 tentang pendanaan pendidikan dan Undang-

Undang 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mendefinisikan tiga kategori biaya

pendidikan:

Biaya di tingkat sekolah

Biaya manajemen (biaya di tingkat pemerintah)

Biaya di tingkat perorangan/personal

Namun, masyarakat umum, sekolah ataupun dinas pendidikan kabupaten tidak

mengenal terminologi ini, apalagi definisi-definisi teknis.

Peraturan perundang-undangan tidak menggunakan istilah pendidikan gratis,

melainkan menetapkan tanggung jawab untuk mendanai berbagai jenis biaya antara

pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang tua dan masyarakat. Satu-satunya biaya

yang secara eksplisit harus ditanggung oleh orang tua adalah biaya di tingkat

perorangan. Peraturan perundang-undangan secara spesifik menyebutkan bahwa

1 Kontroversi 20% ini masih belum diselesaikan pada waktu versi awal tinjauan ini dikeluarkan, namun

masalah tersebut diselesaikan secara definitif oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Pembahasan

versi awal dokumen ini dilampirkan dalam Lampiran 3A di bawah ini.

Page 111: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

107 of 140

orang tua diperbolehkan memberikan sumbangan “sukarela” untuk berbagai jenis

biaya.

4. Jadi, sebenarnya masih belum terlalu jelas apa yang dimaksud dengan “gratis”

ketika istilah “sekolah gratis” atau “pendidikan gratis” itu digunakan.

5. Istilah sekolah gratis yang tercatat pertama kali digunakan muncul pada kampanye

pemilihan presiden tahun 1999 ketika salah satu kandidat presiden menyatakan

bahwa, jika ia terpilih, maka ia akan menyelenggarakan pendidikan dasar gratis.

Namun, pernyataan ini mendapatkan kritikan secara luas karena tidak realistis dan

selanjutnya digunakan sebagai contoh tentang janji kampanye yang tidak bertanggung

jawab. Ketika Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden, ia secara tegas

mengkritik partai-partai politik yang mengkampanyekan platform pendidikan dasar

gratis selama pemilihan anggota legislatif tahun 2004 dengan mengatakan bahwa

tidak ada yang bisa disebut pendidikan gratis atau murah.

6. Kegiatan nyata untuk mengurangi biaya pendidikan pada awalnya masih bersifat

parsial. Pada tahun 1999 sebagai bagian dari program jaring pengaman sosial untuk

mengurangi dampak krisis keuangan dan ekonomi tahun 1997, pemerintah (dengan

dukungan pendanaan donor) menyediakan beasiswa bagi anak-anak miskin dan hibah

blok untuk biaya operasional.

Salah satu donor juga menyediakan pendanaan untuk membiayai uang pangkal dan

pendaftaran murid-murid SD dari keluarga miskin. Tetapi, karena waktunya tidak

tepat (program diumumkan selama hari libur sekolah sehingga pihak sekolah maupun

orang tua murid tidak mengetahuinya) dan sosialisasinya sangat kurang maka

masyarakat beranggapan bahwa program tersebut juga akan menutupi biaya

pendidikan. Ketika salah pengertian ini diluruskan melalui suatu pengumuman resmi,

banyak orang tua merasa bahwa mereka telah dibohongi dan ketidakpercayaan

tentang “pendidikan gratis” telah tertanam dalam pikiran masyarakat, termasuk media

massa.

7. Di awal tahun 2001, pemerintah mengumumkan bahwa biaya ujuian SD dan SMP

tahun 2001 akan ditanggung oleh pemerintah dan bahwa sekolah tidak diizinkan

memungut biaya ujian. Namun realisasi pencairan dana untuk kebutuhan ini baru

terjadi setelah diselenggarakannya ujian sehingga sekolah-sekolah telah menutupi

biaya tersebut dengan memungut biaya ujian dari orang tua murid.

8. Selain itu, ada laporan bahwa sekolah-sekolah memungut biaya dari orang tua

untuk “acara perpisahan” atau kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilarang yang

biayanya dinaikkan untuk menutupi biaya penyelenggaraan ujian. Sekali lagi, orang

tua merasa dibohongi dan masyarakat merasa tidak percaya.

9. D akhir tahun 2001 dan di awal tahun ajaran 2001/2002, pemerintah

mengumumkan bahwa sekolah wajib menggunakan buku pelajaran yang diterbitkan

oleh pemerintah (sebenarnya diterbitkan dan dijual oleh subkontraktor) yang akan

didistribusikan secara gratis kepada para siswa. Sekolah dilarang mewajibkan siswa

mereka untuk membeli buku pelajaran melalui sekolah atau mewajibkan siswa untuk

menggunakan buku pelajaran yang berbeda dengan (atau selain ) buku yang

diterbitkan oleh pemerintah. Namun, guru-guru di beberapa sekolah yang baik

Page 112: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

108 of 140

kualitasnya merasa tidak puas dengan buku pelajaran pemerintah dan meminta

“kesediaan” orang tua untuk menggunakan buku pelajaran lain yang dibeli oleh orang

tua secara “sukarela” di pasaran. Pasti, kasus-kasus ini mendapatkan perhatian publik

melalui media massa sehingga mempengaruhi opini publik jauh lebih besar daripada

jumlah sebenarnya dari sekolah dan siswa yang terlibat.

10. Setelah undang-undang yang baru tentang pemilihan langsung kepala daerah

(gubernur, walikota dan bupati) dikeluarkan, pendidikan gratis menjadi janji

kampanye.

Dalam kampanye tahun 2003, salah satu calon gubernur Jawa Timur menjanjikan

pendidikan gratis bagi siswa miskin untuk didanai melalui APBD provinsi –

perhatikan bahwa janji ini di tingkat provinsi, bukan di tingkat kabupaten/kota

Dalam kampanye tahun 2005, dua calon walikota Bandarlampung, ibukota

Provinsi Lampung, menjanjikan pendidikan gratis bagi semua siswa

Dalam kampanye tahun 2007, calon bupati yang mengikuti pemilihan kembali di

kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mengkampanyekan suatu platform

telah mencapai 20% dari APBD kabupaten untuk pendanaan pendidikan dan janji

untuk menggunakan dana tambahan dalam rangka menyelengarakan pendidikan

gratis – dan ia terpilih kembali.

Dalam kampanye tahun 2008, calon walikota Samarinda, ibukota Provinsi

Kalimantan Timur, menjanjikan pendidikan gratis

Dalam kampanye tahun 2008, calon gubernur Provinsi Nusatenggara Barat

menjanjikan pendidikan gratis.

11. Perjalanan lain yang menyebabkan gagasan pendidikan gratis menjadi isu publik

adalah pernyataan-pernyataan para pejabat pemerintah daerah (kepala dinas

pendidikan) dan para anggota DPRD. Dalam kebanyakan kasus, pernyataan-

pernyataan tersebut menggambarkan harapan dan/atau rencana, bukan dana, yang

telah disetujui dalam anggaran belanja.

Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Tangerang, Jawa Barat

(sebuah daerah pinggiran Kota Jakarta) mengumumkan bahwa ia berencana

memberikan subsidi iuran sekolah untuk pendidikan dasar pada tahun 2005 dan

bahwa ia akan berkonsultasi dengan DPRD mengenai pendanaan program ini.

Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan,

mengumumkan bahwa ia berencana akan memberikan pendidikan gratis melalui

“subsidi silang” kepada kabupaten/kota dari anggaran pendidikan provinsi

Pada tahun 2006, kepala dinas pendidikan kabupaten Cirebon, Jawa Barat,

mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan

pendanaan tambahan untuk BOS dalam rangka menutupi biaya pendidikan, biaya

operasional dan biaya sekolah [perhatikan bahwa ini adalah istilah teknis yang

digunakan dalam Peraturan Pemerintah No. 48/2008]

Pada tahun 2007, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengumumkan bahwa

pemerintah provinsi akan bekerja sama dengan DPRD untuk mempersiapkan

program pendidikan gratis dan bahwa kota Surabaya dan Blitar di Jawa Timur

telah mencapai tujuan ini.

Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Rembang, Jawa Tengah,

mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan

sekolah gratis dalam rangka melaksanakan program wajib belajar pendidikan

dasar sembilan tahun

Page 113: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

109 of 140

Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Dompu, Nusatenggara Barat,

mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk

menyelenggarakan sekolah gratis.

Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kota Bandung, Jawa Barat,

mengumukan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan

sekolah gratis dalam rangka melaksanakan peraturan pemerintah daerah yang baru

disahkan mengenai pendidikan

Pada tahun 2009 kepala dinas pendidikan kota Bontang, Kalimantan Timur,

mengumumkan bahwa ia berencana akan menyediakan pendidikan gratis sebagai

bagian dari rencana pembangunan kota secara keseluruhan.

12. Ketika program BOS diumumkan pada tahun 2005, dinyatakan dengan eksplisit

bahwa BOS akan “membebaskan siswa dari beban biaya operasional sekolah ...

[untuk] pendaftaran, biaya pendidikan, biaya dan materi ujian, dan biaya

laboratorium serta praktikum.” Tujuan BOS adalah memberikan bantuan kepada

sekolah agar sekolah dapat “membebaskan peserta didik dari biaya pendidikan dengan

tetap menjaga mutu pendidikan”. Pernyataan para pejabat pemerintah tingkat kabinet

yang menggunakan istilah sekolah gratis dan pendidikan gratis tanpa kualifikasi atau

penjelasan tambahan membentuk persepsi masyarakat secara luas bahwa pendidikan

akan bebas dari biaya bagi orang tua murid.

Pengalaman orang tua yang dikenakan pungutan dan iuran untuk menutupi berbagai

jenis biaya yang didukung oleh sekolah sebagai “pengalaman pembelajaran yang

diperlukan” serta pernyataan oleh pemimpin partai politik oposisi dan anggota DPR

telah mempolitisasi isu ini dan semakin memanaskan polemik di seputar isu ini.

13. Sebagian besar pendanaan yang akhirnya disediakan untuk “pendidikan gratis”

adalah berupa dana pendamping provinsi dan/atau kabupaten untuk BOS, yaitu

pendanaan yang disediakan bagi sekolah untuk menutupi biaya operasional.

Pendanaan pendamping ini seringkali disertai dengan ketentuan bahwa sekolah tidak

boleh melakukan pungutan apapun terhadap siswa miskin dan, dalam beberapa kasus,

sekolah tidak diizinkan untuk melakukan pungutan sama sekali.

Mulai tahun 2005, pemerintah provinsi Jakarta mengumumkan bahwa pemerintah

akan menyediakan subsidi per kapita tahunan bagi SD dan SMP dan terus

melakukannya sampai sekarang; pada tahun 2006 program ini diperluas

mencakup sekolah-sekolah swasta1

Mulai tahun 2005, Kabupaten Jembrana di Provinsi Bali menyediakan subsidi per

kapita tahunan dan juga melaksanakan kebijakan pendidikan gratis secara ketat

yang telah dipuji secara luas di media massa dan di antara para donor/konsultan

Mulai tahun 2007, Kabupaten Kupang (ibukota) Provinsi Nusatenggara Timur

mengumumkan bahwa pemerintah kabupaten akhirnya dapat menyediakan subsidi

bagi SD dan SMP setelah melakukan perencanaan dan persiapan selama beberapa

tahun.

14. DBE1 telah bekerja sama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)

untuk membantu kabupaten menghitung biaya operasional sekolah di kabupaten

berdasarkan standar Depdiknas untuk operasi sekolah dan dengan menggunakan biaya

lokal. Setelah biaya ditentukan, biaya tersebut kemudian dibandingkan dengan dana

1 In 2007 this program was extended to senior high schools.

Page 114: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

110 of 140

BOS yang diterima oleh sekolah. Dalam kebanyakan kasus, telah terjadi kesenjangan

negatif secara signifikan yang mendorong lahirnya kebijakan kabupaten dan provinsi

untuk membantu mengatasi kesenjangan tersebut sehingga mempromosikan

pendidikan gratis atau hampir gratis.

Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat menyampaikan hasil perhitungan

biaya operasional kepada pemerintah Jawa Barat. Hasilnya adalah bahwa

pemerintah kabupaten maupun provinsi bersedia menyediakan dana dari APBD

bagi sekolah-sekolah dalam rangka menutupi kekurangan antara hibah BOS

dengan biaya sebenarnya yang diperlukan untuk biaya operasional sekolah.

Beberapa kabupaten di Jawa Tengah telah menyediakan dana pendamping BOS

melalui anggaran tahunan mereka; namun, pemerintah provinsi tidak

menyediakan dana pendamping bagi hibah BOS karena kebijakan gubernur adalah

menyediakan pendidikan murah/terjangkau, bukan pendidikan gratis.

15. Selama dua tahun terakhir, liputan media massa tentang isu sekolah gratis tidak

terlalu diperdebatkan meskipun masih banyak definisi yang berbeda tentang

komponen “gratis” dari pendidikan gratis. Sebenarnya, banyak keluarga miskin tidak

lagi membayar biaya pendidikan dan beberapa keluarga yang anak-anaknya menerima

beasiswa tidak membayar biaya pendidikan sama sekali. Dalam kasus lain, ketika

BOS dan dana pendamping daerah cukup untuk menutupi biaya operasional sekolah,

sekolah dapat memutuskan untuk tidak membebankan biaya apapun dan, dalam

beberapa kasus, juga tidak melakukan pungutan. Jadi, tampaknya ada kesepakatan

umum bahwa pendidikan gratis sekarang dianggap disediakan oleh BOS dan dana

pendamping daerah. Hal ini selaras dengan pendekatan kerangka peraturan

perundang-undangan. Juga ada realisasi bahwa kualitas dan biaya saling berkaitan

secara positif dan orang tua yang memilih untuk mengirimkan anak-anak mereka ke

sekolah yang bereputasi untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik siap untuk

membayarnya.

Page 115: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

111 of 140

Lampiran 3A

Kontroversi 20%

16. Pasal 49 dari undang-undang pendidikan nasional (UU 20/2003) telah menjadi

sumber perdebatan yang berkelanjutan. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran

pusat dan daerah harus dialokasikan untuk pendidikan. Paragraf-paragraf berikut ini

berupaya merangkum perkembangan-perkembangan penting dalam perdebatan

tersebut. Pada tahun 2002, MPR mengesahkan amandemen keempat1 Undang-Undang

Dasar 1945. Salah satu ketentuan dari amandemen ini merevisi Bab 13 pasal 31

Pendidikan dan Kebudayaan. Formulasi awal mengatakan bahwa semua warga negara

terjamin pendidikannya dan bahwa pemerintah akan menyediakan sistem pendidikan

tunggal. Amandemen tersebut menambahkan ketentuan-ketentuan berikut ini:

Pendidikan dasar bersifat wajib bagi semua warga negara dan pemerintah wajib

mendanai pendidikan dasar; (butir 2 yang baru) dan

“Negara [pemerintah] memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya

20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan nasional” (butir 3 yang baru).2

17. Undang-undang pendidikan menetapkan:

Dana pendidikan selain gaji pendidik3 dan biaya pendidikan kedinasan

dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah.4 (pasal 49, ayat 1)

Penjelasan5 untuk ayat ini berbunyi: “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat

dilakukan secara bertahap”.6

18. Nota Anggaran yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR sebagai lampiran

APBN 2005 menyatakan bahwa sektor pendidikan membutuhkan 20% dari total

pendanaan pembangunan selama periode 2002 – 2004, yaitu bahwa Pemerintah telah

1 Ketentuan 20% bukan bagian dari undang-undang dasar awal.

2 Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran

pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. 3 Ini adalah istilah teknis yang didefinisikan dalam pasal 1 dari undang-undang pendidikan. Pasal

tersebut menyebutkan “Tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan

kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.(butir 6) Tenaga kependidikan

tidak termasuk tenaga administrasi di sekolah, pegawai Depdiknas/Depag pusat dan pegawai dinas

pendidikan provinsi dan kabupaten/kota.

Ketika amandemen UUD dan undang-undang pendidikan disahkan, pemerintah masih menggunakan

anggaran ganda, yaitu, anggaran yang terpisah untuk belanja rutin dan belanja pembangunan (modal).

Kemungkinan, maksud dari MPR dan DPR adalah 20% dari anggaran pembangunan, yang secara

otomatis tidak termasuk biaya personalia dari pembilang (belanja pendidikan) maupun penyebut (total

belanja) dalam perhitungan tersebut.

Sistem anggaran kesatuan yang digunakan saat ini mengharuskan biaya pegawai ditetapkan dalam

setiap mata anggaran (kegiatan). Jadi, tidak mungkin menghitung “di luar biaya pegawai”. 4 Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 5 Teks “Penjelasan”-nya adalah bagian dari undang-undang dan mengikat secara hukum.

6 Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.

Page 116: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

112 of 140

memenuhi Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pendidikan selama periode

tersebut.

19. Pada tahun 2005, satu kelompok yang terdiri dari sembilan guru dari Banyuwangi,

Jawa Timur, mengajukan suatu kasus ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menuntut

agar MK membatalkan “Penjelasan” pasal 49 Undang-Undang Pendidikan dengan

alasan bahwa hal itu tidak sesuai dengan amandemen konstitusi. MK setuju. Dampak

dari keputusan ini adalah mengharuskan bahwa undang-undang tentang APBN (2005)

dan rencana APBN 2006, yang saat ini sedang dibahas di DPR, memenuhi kriteria

20%.

20. Jadi, para pemohon meminta agar MK menyatakan bahwa undang-undang APBN

2005 tidak konstitusional karena tidak memenui kriteria 20% tersebut. MK

memutuskan bahwa pemohon memang mempunyai kedudukan hukum dan dasar

konstitusional untuk mengajukan permohonan mereka. Namun, MK

mempertimbangkan bahwa jika kasus ini diterima dan diadili lebih lanjut maka hal

tersebut dapat menimbulkan bencana keuangan terhadap negara karena akan

menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan penalaran ini, mayoritas mahkamah

menyatakan kasus ini “tidak dapat diterima”. Dua hakim yang tidak setuju dalam

kasus ini membuat catatan penting yaitu bahwa sifat undang-undang APBN berbeda

dengan undang-undang biasa dalam arti bahwa undang-undang APBN memenuhi

fungsi anggaran dan bukan fungsi perundang-undangan, dan bahwa undang-undang

APBN hanya berlaku selama satu tahun, tidak seperti undang-undang normal yang

berlaku sampai undang-undang tersebut dicabut.

21. Pada bulan Januari 2006, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan

Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), mengajukan petisi kepada pengadilan untuk

mempertimbangkan kembali konstitusionalitas undang-undang APBN 2005, dengan

menuntut agar APBN hanya mengalokasikan 8% untuk pendidikan. Jawaban

pemerintah berisi dua argumen yang berbeda:

8% hanya ditujukan kepada pendanaan anggaran untuk “sekolah” sedangkan

realisasi total biaya pendidikan mencapai 19,3%1

Undang-Undang Dasar tidak secara eksplisit mewajibkan pemerintah untuk

mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan; Undang-Undang Dasar

menyatakan bahwa pemerintah harus “sungguh-sungguh mempertimbangkan”

(yaitu “memprioritaskan”) persentase tersebut.

Sekali lagi, MK memberikan putusan yang menguntungkan bagi petisi tersebut, tetapi

keputusan tersebut hanya kemenangan yang bersifat moral karena keputusan itu

mengharuskan pemerintah “merevisi” alokasi dalam APBN berikutnya tetapi tidak

mengharuskan dipenuhinya kriteria 20% tersebut atau memberikan sanksi jika gagal

memenuhinya.

22. Kasus yang sama diajukan pada tahun 2007 terhadap undang-undang APBN 2006

dan 2007. Kasus tahun 2007 tersebut juga memperkarakan bahwa pemeritah telah

gagal melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar. Keputusan pengadilan serupa,

yaitu bahwa pemerintah melakukan pelanggaran tetapi menerima argumen pemerintah

1 Ketika putusan awal dibuat, beberapa anggota DPR juga memberikan berbagai definisi tentang apa

yang harus dicantumkan dalam alokasi 20% tersebut dan apa saja yang harus dicantumkan sebagai

dasar perhitungan 20% tersebut.

Page 117: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

113 of 140

bahwa tidak mungkin memenuhi ketentuan hukum tersebut. Namun, MK memberikan

kemenangan besar kepada pemerintah ketika MK menyetujui perhitungan pemerintah

sebesar 11,8% dari APBN untuk pendidikan, melawan tuntutan para pemohon bahwa

pencantuman pelatihan kedinasan (in-service training) tidak tepat.

23. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan bahwa bagian dari

pendanaan APBN untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun 2006 untuk mencapai

sasaran 20% pada tahun 2009. Persentase sasaran adalah 12% pada tahun 2006,

14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan 20% pada tahun 2009.1

24. Pembahasan ini diselesaikan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi no.

13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa undang-undang APBN 2008 yang

disahkan oleh DPR tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya 15,6%

dari pendanaan total – di bawah 20% yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar.

Pemerintah diberikan waktu setahun untuk menyesuaikan APBN tersebut. MK juga

menyelesaikan inti dari kontroversi, yaitu bagaimana angka 20% tersebut dihitung.

MK menginstruksikan agar total pendanaan untuk “urusan pendidikan” 2 (termasuk

gaji guru PNS) harus dibandingkan dengan total APBN (kecuali transfer ke daerah).

MK juga memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran pendapatan dan belanja

daerah (APBD) agar dihitung dengan cara yang sama.

1 Rencana Strategis Depdiknas, Bab 5, hal. 73.

Page 118: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

114 of 140

Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan

A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

1. Kebijakan

1. Kebijakan dan

Standar

1.a. Penetapan kebijakan

nasional pendidikan.

b. Koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan

operasional dan program pendidikan antar provinsi.

c. Perencanaan strategis

pendidikan nasional.

2.a. Pengembangan dan

penetapan standar nasional pendidikan (isi,

proses, kompetensi

1.a. Penetapan kebijakan

operasional pendidikan di

provinsi sesuai dengan

kebijakan nasional.

b. Koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan operasional dan

program pendidikan antar kabupaten/kota.

c. Perencanaan strategis

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar,

pendidikan menengah2 dan pendidikan nonformal

sesuai dengan perencanaan

strategis pendidikan

nasional.

2.a. ―

1.a. Penetapan kebijakan

operasional pendidikan di

kabupaten/kota sesuai

dengan kebijakan nasional dan provinsi.

b. ―

c. Perencanaan operasional

program pendidikan anak

usia dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai

dengan perencanaan strategis

tingkat provinsi dan nasional.

2.a. ―

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 38 Tahun 2007

TANGGAL : 9 Juli 2007

Page 119: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

115 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

lulusan, tenaga

kependidikan, sarana1

dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,

dan penilaian

pendidikan).

b. Sosialisasi standar

nasional pendidikan dan pelaksanaannya pada

jenjang pendidikan tinggi.

3. Penetapan pedoman

pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar,

pendidikan menengah,

pendidikan tinggi, dan

pendidikan nonformal.

b. Sosialisasi dan pelaksanaan

standar nasional pendidikan

di tingkat provinsi.

3. Koordinasi atas pengelolaan

dan penyelenggaraan

pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan

penyediaan fasilitas

penyelenggaraan pendidikan

lintas kabupaten/kota,

untuk tingkat pendidikan

dasar dan menengah.

b. Sosialisasi dan pelaksanaan

standar nasional pendidikan

di tingkat kabupaten/kota.

3. Pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah

dan pendidikan nonformal.

4. Penetapan kebijakan

tentang satuan pendidikan

bertaraf internasional dan

satuan pendidikan berbasis

keunggulan lokal. 3

5.a. Pemberian izin pendirian

serta pencabutan izin

perguruan tinggi.

4. —

5.a. ―

4. —

5.a. Pemberian izin pendirian

serta pencabutan izin satuan

pendidikan dasar, satuan

pendidikan menengah dan

satuan/penyelenggara

2 Yang dimaksud dengan “pendidikan menengah” adalah pendidikan sekolah menengah atas (kelas 10-12).

1 “Sarana” mencakup meja, papan tulis, mesin tik, peralatan laboratorium, dsb.

3 “satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal”

Page 120: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

116 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

b. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin

satuan pendidikan

dan/atau program studi

bertaraf internasional.

c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan

pendidikan dan/atau

program studi bertaraf

internasional

d. ―

e. ―

6. Pengelolaan dan/atau

penyelenggaraan

pendidikan tinggi.

7. Pemantauan dan evaluasi

satuan pendidikan bertaraf

b. —

c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan

pendidikan dan/atau

program studi bertaraf

internasional pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah.

d. ―

e. ―

6. Pemberian dukungan

sumber daya terhadap

penyelenggaraan perguruan

tinggi.

7. Pemantauan dan evaluasi

satuan pendidikan bertaraf

pendidikan nonformal.

b. —

c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan

pendidikan sekolah dasar

bertaraf internasional. 1

d. Pemberian izin pendirian

serta pencabutan izin satuan

pendidikan dasar dan

menengah berbasis

keunggulan lokal.

e. Penyelenggaraan dan/atau

pengelolaan pendidikan

berbasis keunggulan lokal

pada pendidikan dasar dan menengah.

6. Pemberian dukungan sumber

daya terhadap

penyelenggaraan perguruan

tinggi.

7. Pemantauan dan evaluasi

1 “Pendidikan dasar” adalah sekolah dasar dan menengah pertama (kelas 1-9).

Page 121: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

117 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

internasional.

8. Penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri.

9. Pemberian izin pendirian,

pencabutan izin penyelenggaraan, dan

pembinaan satuan

pendidikan Asing di

Indonesia.

10.a. Pengembangan sistem

informasi manajemen

pendidikan secara

nasional.

b. Peremajaan data dalam

sistem informasi manajemen pendidikan

nasional untuk tingkat

nasional.

internasional.

8. ―

9. ―

10. a. ―

b. Peremajaan data dalam

sistem infomasi manajemen pendidikan

nasional untuk tingkat

provinsi.

satuan pendidikan sekolah

dasar bertaraf internasional. 8. ―

9. ―

10. a. ―

b. Peremajaan data dalam

sistem infomasi

manajemen pendidikan

nasional untuk tingkat

kabupaten/kota.

2. Pembiayaan 1.a. Penetapan pedoman

pembiayaan pendidikan

anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan

menengah, pendidikan tinggi, pendidikan

nonformal.

b. Penyediaan bantuan biaya

1.a. ―

b. Penyediaan bantuan biaya

1.a. ―

b. Penyediaan bantuan biaya

Page 122: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

118 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

penyelenggaraan

pendidikan tinggi sesuai

kewenangannya.

c. Pembiayaan penjaminan

mutu satuan pendidikan

sesuai kewenangannya.

penyelenggaraan pendidikan

bertaraf internasional sesuai

kewenangannya.

c. Pembiayaan penjaminan

mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.

penyelenggaraan pendidikan

anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal

sesuai kewenangannya.

c. Pembiayaan penjaminan

mutu satuan pendidikan

sesuai kewenangannya.

3. Kurikulum

1.a. Penetapan kerangka dasar

dan struktur kurikulum

pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar dan pendidikan

menengah.

b. Sosialisasi kerangka dasar

dan struktur kurikulum

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

dan pendidikan

menengah.

c. Penetapan standar isi

dan standar kompetensi

lulusan pendidikan dasar

dan menengah, dan

sosialisasinya.

2.a. Pengembangan model

kurikulum tingkat satuan

pendidikan pada

1.a. Koordinasi dan supervisi

pengembangan kurikulum1

tingkat satuan pendidikan

pada pendidikan menengah.

b. Sosialisasi kerangka dasar

dan struktur kurikulum

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.

c. Sosialisasi dan

implementasi standar isi

dan standar kompetensi

lulusan pendidikan

menengah.

2.a. ―

1.a. Koordinasi dan supervisi

pengembangan kurikulum

tingkat satuan pendidikan

pada pendidikan dasar.

b. Sosialisasi kerangka dasar

dan struktur kurikulum

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.

c. Sosialisasi dan

implementasi standar isi

dan standar kompetensi

lulusan pendidikan dasar.

2.a. ―

1 “Kurikulum tingkat satuan pendidikan” istilah kurikulum baru yang diperkenalkan oleh Depdiknas pada tahun 2007.

Page 123: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

119 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.

b. Sosialisasi dan fasilitasi

implementasi kurikulum

tingkat satuan pendidikan.

3. Pengawasan pelaksanaan

kurikulum tingkat satuan pendidikan pada

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, dan

pendidikan menengah.

b. Sosialisasi dan fasilitasi

implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan

pada pendidikan menengah.

3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan

pendidikan pada pendidikan

menengah.

b. Sosialisasi dan fasilitasi

implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan

pada pendidikan anak usia

dini dan pendidikan dasar.

3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan

pendidikan pada pendidikan

dasar.

4. Sarana dan

Prasarana

1.a. Monitoring dan evaluasi

pelaksanaan dan pemenuhan standar

nasional sarana dan

prasarana pendidikan.

b. Pengawasan

pendayagunaan bantuan

sarana dan prasarana

pendidikan.

1.a. Pengawasan terhadap

pemenuhan standar nasional sarana dan

prasarana pendidikan

menengah.

b. Pengawasan

pendayagunaan bantuan

sarana dan prasarana

pendidikan.

1.a. Pengawasan terhadap

pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan

nonformal.

b. Pengawasan pendayagunaan

bantuan sarana dan

prasarana pendidikan.

2.a. Penetapan standar dan

pengesahan kelayakan

buku pelajaran.

2.a. ―

2.a. ―

Page 124: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

120 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

b. ―

b. Pengawasan penggunaan

buku pelajaran pendidikan

menengah.

b. Pengawasan penggunaan

buku pelajaran pendidikan anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan

nonformal.

5. Pendidik dan

Tenaga

Kependidikan

1.a. Perencanaan kebutuhan

dan pengadaan pendidik

dan tenaga kependidikan

secara nasional.

b. ―

2. Pemindahan pendidik dan

tenaga kependidikan PNS

antar provinsi.

1.a. Perencanaan kebutuhan

pendidik dan tenaga

kependidikan untuk

pendidikan bertaraf internasional sesuai

kewenangannya.

b. Pengangkatan dan

penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS

untuk satuan pendidikan

bertaraf internasional.

2. Pemindahan pendidik dan

tenaga kependidikan PNS

antar kabupaten/kota.

1.a. Perencanaan kebutuhan

pendidik dan tenaga

kependidikan pendidikan

anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah

dan pendidikan nonformal

sesuai kewenangannya.

b. Pengangkatan dan

penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS

untuk pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan

pendidikan nonformal sesuai kewenangannya

2. Pemindahan pendidik dan

tenaga kependidikan PNS di

kabupaten/ kota.

Page 125: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

121 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

3. Peningkatan kesejahteraan,

penghargaan, dan

perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan.

4.a. Perencanaan kebutuhan,

pengangkatan, dan

penempatan pendidik dan

tenaga kependidikan bagi

unit organisasi di lingkungan departemen

yang bertanggungjawab di

bidang kependidikan.

b. Pemberhentian pendidik

dan tenaga kependidikan PNS karena pelanggaran

peraturan perundang-

undangan.

5. ―

6. Sertifikasi pendidik.

3. Peningkatan kesejahteraan,

penghargaan, dan

perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan

pendidikan bertaraf

internasional.

4.a. Pembinaan dan

pengembangan pendidik

dan tenaga kependidikan

pendidikan bertaraf

internasional.

b.Pemberhentian pendidik

dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan

bertaraf internasional selain

karena alasan pelanggaran

peraturan perundang-

undangan

5. Pengalokasian tenaga

potensial pendidik dan tenaga

kependidikan di daerah.

6. ―

3. Peningkatan kesejahteraan,

penghargaan, dan

perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan

pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan

menengah dan pendidikan

nonformal.

4.a. Pembinaan dan

pengembangan pendidik dan

tenaga kependidikan

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan

menengah dan pendidikan

nonformal.

b. Pemberhentian pendidik dan

tenaga kependidikan PNS

pada pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal selain

karena alasan pelanggaran

peraturan perundang-

undangan.

5. ―

6. ―

6. Pengendalian 1. Penilaian Hasil 1. Penetapan pedoman, 1. ─ 1. ─

Page 126: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

122 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

Mutu

Pendidikan

Belajar

bahan ujian, pengendalian

pemeriksaan, dan

penetapan kriteria kelulusan ujian nasional.

2. Pelaksanaan ujian nasional

pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan

pendidikan nonformal.

3. Koordinasi, fasilitasi,

monitoring, dan evaluasi

pelaksanaan ujian nasional.

4. Penyediaan blanko ijazah

dan/atau sertifikat ujian

nasional.

5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian

nasional.

2. Membantu pelaksanaan

ujian nasional pendidikan

dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan nonformal.

3. Koordinasi, fasilitasi,

monitoring, dan evaluasi

pelaksanaan ujian sekolah skala provinsi.

4. ―

5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian

sekolah skala provinsi.

2. Membantu pelaksanaan ujian

nasional pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan

pendidikan nonformal.

3. Koordinasi, fasilitasi,

monitoring, dan evaluasi

pelaksanaan ujian sekolah skala kabupaten/kota.

4. ―

5. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian

sekolah skala

kabupaten/kota.

2. Evaluasi 1.a. Penetapan pedoman

evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur,

jenjang dan jenis

pendidikan.

b. Pelaksanaan evaluasi nasional terhadap

pengelola, satuan, jalur,

jenjang dan jenis

pendidikan.

1.a. ―

b. Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur,

jenjang, dan jenis

pendidikan pada pendidikan

anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan

1.a. ―

b. Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan

pada pendidikan anak usia

dini, pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan

Page 127: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

123 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

2.a. Penetapan pedoman

evaluasi pencapaian

standar nasional

pendidikan.

b. Pelaksanaan evaluasi

pencapaian standar

nasional pendidikan.

menengah, dan pendidikan

nonformal skala provinsi.

2.a. ―

b. Pelaksanaan evaluasi

pencapaian standar

nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan

pendidikan nonformal skala

provinsi.

pendidikan nonformal skala

kabupaten/kota.

2.a. ―

b. Pelaksanaan evaluasi

pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan

anak usia dini, pendidikan

dasar, pendidikan menengah

dan pendidikan nonformal

skala kabupaten/kota.

3. Akreditasi 1.a. Penetapan pedoman akreditasi pendidikan jalur

pendidikan formal dan non

formal.

b. Pelaksanaan akreditasi pendidikan jalur

pendidikan formal dan

nonformal.

1.a. ―

b. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan

akreditasi pendidikan

dasar dan menengah.

1.a. ―

b. Membantu pemerintah dalam akreditasi pendidikan

nonformal.

4. Penjaminan Mutu 1. Penetapan pedoman

penjaminan mutu satuan

pendidikan.

2.a. Supervisi dan fasilitasi

satuan pendidikan dalam

pelaksanaan penjaminan

1. ─

2.a. ─

1. ─

2.a. Supervisi dan fasilitasi

satuan pendidikan anak

usia dini, pendidikan dasar,

Page 128: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

124 of 140

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI

PEMERINTAHAN DAERAH

KABUPATEN/KOTA

mutu untuk memenuhi

standar nasional

pendidikan.

b. Supervisi dan fasilitasi

satuan pendidikan bertaraf

internasional dalam penjaminan mutu untuk

memenuhi standar

internasional.

c. ─

d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu

satuan pendidikan skala

nasional.

b. Supervisi dan fasilitasi

satuan pendidikan bertaraf

internasional dalam penjaminan mutu untuk

memenuhi standar

internasional.

c. ─

d. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu

satuan pendidikan skala

provinsi.

pendidikan menengah dan

pendidikan nonformal dalam

penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional

pendidikan.

b. Supervisi dan fasilitasi

satuan pendidikan bertaraf internasional dalam

penjaminan mutu untuk

memenuhi standar

internasional.

c. Supervisi dan Fasilitasi

satuan pendidikan berbasis

keunggulan lokal dalam

penjaminan mutu.

d. Evaluasi pelaksanaan dan

dampak penjaminan mutu

satuan pendidikan skala

kabupaten/kota.

Page 129: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

125 of 140

Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU

1. Kesenjangan fiskal, seperti dijelaskan di atas, adalah selisih antara kebutuhan

fiskal (untuk menyediakan pelayanan dasar) dan kapasitas fiskal. DAU, sebagai

bagian dari dana perimbangan, adalah mekanisme untuk mengurangi kesenjangan

fiskal. DAU dibagi menjadi dua bagian:

Alokasi dasar, bertujuan untuk menutupi biaya personalia untuk PNS1 kabupaten

2

(termasuk semua guru sekolah negeri Depdiknas3 dan sebagian guru sekolah

swasta Depdiknas yang statusnya sebagai PNS)

Kesenjangan fiskal.

2. Kesenjangan fiskal untuk setap kabupaten/kota ( = kebutuhan – kapasitas)

dijumlahkan untuk mendapatkan total kesenjangan fiskal nasional, dan “bobot”

kesenjangan fiskal setiap kabupaten/kota dihitung sebagai persentase dari total

kesenjangan fiskal. Bobot ini kemudian diterapkan pada alokasi anggaran pusat untuk

DAU (dikurangi total alokasi dasar untuk gaji PNS), yang menghasilkan jumlah

pendanaan yang akan diterima kabupaten/kota untuk komponen kesenjangan fiskal

DAU. Lihat Gambar 1 dan 2.

Gambar 1 Alokasi DAU di Pusat

Total DAU dalam APBN

(dihitung oleh Depkeu berdasarkan total pendapatan APBN)

dikurangi

Biaya PNS daerah: sekitar 50% dari total DAU4

(estimasi oleh Depkeu)

Sama dengan

DAU yang tersedia untuk kesenjangan fiskal

Dibagi menjadi

DAU yang tersedia untuk provinsi (10%5) DAU yang tersedia untuk kab/kota (90%)

1 Banyak PNS mendapatkan “warisan” ketika dinas-dinas kabupaten/kota ditutup dan aset-asetnya

diserahkan kepada pemerintah kabupaten selama berlangsungnya desentralisasi awal tahun 1999-2001. 2 Penjelasan di sini terkait dengan kabupaten/kota. Proses yang identik digunakan untuk menghitung

anggaran provinsi, kecuali jika provinsi tidak membayar gaji guru. 3 Guru di sekolah negeri Depag dan guru PNS di sekolah swasta Depag dihitung sebagan PNS Depag

dan didanai melalui anggaran Depag (pusat). 4 WB PER, 2007, hal 120

5 Peraturan Pemerintah 55/2005.

Page 130: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

126 of 140

Gambar 2 Perhitungan DAU untuk Kabupaten/Kota

Kebutuhan fiskal kabupaten/kota (rumus)

dikurangi

Kapasitas fiskal kabupaten/kota

(kapasitas PAD + dana bagi hasil)

Sama dengan

Kesenjangan fiskal kabupaten/kota

Jumlahkan kesenjangan fiskal kabupaten di semua kabupaten

Sama dengan

Kesenjangan fiskal nasional

Hitung nasionalfiskalnkesenjanga

kabfiskalnkesenjanga

__

__= “bobot” kab

Kalikan “bobot” kabupaten dengan total DAU yang tersedia untuk kabupaten

Sama dengan

DAU kesenjangan fiskal kabupaten

ditambah

Biaya pegawai negeri kabupaten

Sama dengan

Total DAU kabupaten

3. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal positif, yaitu kebutuhan lebih besar daripada

kemampuan, menerima DAU sama dengan alokasi pokok kabupaten (untuk gaji

pegawai) ditambah persentase total kesenjangan fiskal nasional. Perhatikan bahwa

jumlah ini tidak harus menutupi semua biaya kabupaten untuk menyediakan

pelayanan di sektor-sektor yang didesentralisasi. Besarnya realisasi subsidi yang

diterima bergantung pada total DAU yang tersedia (total alokasi pendapatan nasional)

dan kesenjangan fiskal di kabupaten lain..

4. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal = 0 hanya menerima alokasi pokok DAU

(untuk membayar gaji pegawai) karena mereka diasumsikan mampu mendanai semua

tanggung jawab yang didesentralisasi.

5. Kabupaten/kota dengan kesenjangan fiskal negatif (kemampuan lebih besar

daripada kebutuhan) yang lebih kecil daripada alokasi pokok DAU menerima alokasi

pokok dikurangi kesenjangan fiskal, yaitu mereka diasumsikan mampu mendanai

sebagian gaji pegawai maupun seluruh tanggung jawab atas penyelenggaraan

pelayanan, dari kapasitas fiskal mereka. Daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal

negatif (kemampuan lebih besar daripada kebutuhan) yang lebih besar daripada

alokasi pokok DAU tidak akan menerima DAU.

Page 131: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

127 of 140

Lampiran 6 Glosari dan Singkatan

Urutan abjad didasarkan pada istilah Bahasa Inggris. Jika tidak ada istilah Bahasa

Inggris (referensi silang), urutan abjad didasarkan pada istilah bahasa Indonesia.

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

Angka partisipasi kasar

(APK)

Lihat Gross enrolment rate (GER)

Angka partisipasi murni

(APM)

Lihat Net enrolment rate (NER)

Angka Partisipasi Sekolah

(APS)

Lihat School Participation Ratio

(SPR)

Badan Pemeriksaan

Keuangan/BPK

Lihat State Auditor

Badan Pengawasan Daerah/

Bawasda

Lihat Regional Inspectorate

Badan Perencanaan

Pembangunan Kabupaten/

Bappekab

Lihat Regency Development

Planning Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan Kota/

Bappekot

Lihat Chartered Municipality

Development Planning Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan

Nasional/Bappenas

Lihat National Development

Planning Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan Provinsi/

Bappeprov

Lihat Provincial Development

Planning Agency

Bantuan Operasonal Sekolah/

BOS

Lihat School Operational Assistance

Bappeda

(sebutan lama, sekarang tidak

digunakan lagi)

Bappekab

Bappekot

Bappeprov

Lihat:

Chartered Municipality

Development Planning Agency

Provincial Development Planning

Agency

Regency Development Planning

Agency

Bappenas lihat National Development

Planning Agency

Basic education Pendidikan dasar SD + SMP

Kelas 1 – 9, usia 7 – 15

Perhatikan, istilah “sekolah dasar”

digunakan untuk kelas 1 – 6, usia 7

– 12.

Bawasda Lihat Regional Inspectorate

Bupati Lihat Regent

BOS Lihat School Operational Assistance

BPK Lihat State Auditor

Central-Regional Undang-undang 33/2004

Page 132: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

128 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

Financial Balance Law tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah

Chartered Municipality Kota (sebelumnya

Kotamadya)

Jenis distrik yang memenuhi kriteria

perkotaan tertentu.

Catatan: Kriteria tersebut berbeda

dengan yang digunakan untuk

klasifikasi statistik “perkotaan-

perdesaan”.

Chartered Municipality

Development Planning

Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan Kota/Bappekot

Penanggung jawab perencanaan

pembangunan di kota.

Bagian dari pemerintah kota; tidak

di bawah wewenang Bappenas.

Daerah lihat Region

Least developed regions Daerah terbelakang

Daerah tertinggal Daerah “Tertinggal”, yaitu daerah

terkebelakang. Istilah ini berasal

dari penggunaan Pemerintah Orde

Baru.

DAK Lihat Sectoral Block Grant

Allocation

Dana bagi hasil/DBH Lihat Shared revenues

DAU Lihat General Block Grant

Allocation

Departemen Agama/ Depag Lihat Depag

Departemen Dalam Negeri/

Depdagri OR Dagri

Lihat MOHA

Departemen Keuangan/

Depkeu

Lihat MOF

Departemen Pendidikan

Nasional/Depdiknas

Lihat MONE

Development planning

consultations

Musyawarah perencanaan

pembangunan/Musrenbang

Konsultasi publik yang

diselenggarakan oleh Bappenas

untuk membahas draft rencana

(jangka panjang dan menengah).

Dimandatkan oleh UU perencanaan

pembangunan.

Dewan Perwakilan Rakyat/

DPR

lihat: Parliament

Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah/DPRD

lihat: Regional Legislative

Assembly

Dinas lihat Regional Sectoral Office

Dinas Pendidikan lihat Regional (Provincial or

District) Education Office

District Kota dan Kabupaten Subbagian geografis dari suatu

provinsi, mempunyai Badan

Eksekutif dan Legislatif sendiri.

Bukan bawahan provinsi.

District office of a

central (sectoral)

ministry

Kantor Departemen/ Kandep Kantor distrik untuk kegiatan

sektoral di sektor non-desentralisasi,

misalnya Kantor Departemen

Agama yang mengawasi madrasah

Page 133: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

129 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

Bukan bagian dari pemerintah

kabupaten/kota.

Education Law i.e. Law

20/2003 concerning the

National Education

System

Undang-undang 20/2003

tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Finance Law i.e. Law

17/2003 concerning

State [Government]

Finance

Undang-undang 17/2003

tentang Keuangan Negara

Financial Inspection

Law i.e. Law 15/2004

concerning Inspection of

Management and

Responsibility for State

[Government] Finance

Undang-undang 15/2004

tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan

Tanggungjawab Keuangan

Negara

General Block Grant

Allocation

Dana Alokasi Umum/DAU Transfer pusat ke APBD berupa

hibah blok tidak bersyarat

unrestricted block grant

“general” schools sekolah Istilah yang digunakan oleh Depag

untuk sekolah-sekolah yang berada

di bawah Depdiknas.

[central] Government Pemerintah Secara aksara: pemerintah.

Digunakan dalam dokumen hukum

tanpa kata sifat, selalu

memaksudkan pemerintah pusat.

Government Regulation/

GR

Peraturan Pemerintah/ PP Peraturan Pelaksanaan suatu UU,

dikeluarkan oleh Presiden

Government Work Plan Rencana Kerja

Pemerintah/RKP

Rencana Kerja Tahunan Pemerintah

Pusat secara keseluruhan

Governor Gubernur Kepala eksekutif Provinsi

Gross enrolment rate

(GER)

Angka partisipasi kasar

(APK)

Rasio total anak yang berpartisipasi

dalam pendidikan sekolah tingkat

tertentu terhadap total anak dari

kelompok umur pada tingkat

tersebut, misalnya total anak yang

terdaftar di sekolah dasar per total

anak dari kelompok umur 7 -12

Head of Region Kepala Daerah Kepala eksekutif suatu daerah.

Mencakup Gubernur, Walikota dan

Bupati.

Head of Region

Executive Order

Peraturan Walikota/ Peraturan

Bupati OR Surat Keputusan

Walikota/Surat Keputusan

Bupati

Peraturan pelaksanaan untuk suatu

peraturan daerah yang dikeluarkan

oleh Kepala Daerah

Instruksi Presiden/Inpres Lihat Presidential Instruction

Instruksi Menteri/Inmen Lihat Ministerial Instructions

Junior secondary

education (JSE) school

Sekolah Menengah Pertama

(SMP)

Kelas 7 – 9, usia 13 – 15

Perhatikan bahwa istilah bahasa

Indonesia”menengah” sekarang

khusus digunakan untuk pendidikan

Page 134: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

130 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

menengah atas, karena jenjang SMP

termasuk dalam pendidikan “dasar”.

Kabupaten Lihat District (umum) ATAU

(spesifik) Regency

Kantor Departemen/ Kandep Lihat District office of a central

(sectoral) ministry

Kantor Wilayah/Kanwil Lihat Provincial office of a central

(sectoral) ministry

Kepala Daerah lihat Head of Region

Kota lihat District (general) OR (specific)

Chartered Municipality

Law (capitalized) Undang-undang/UU UU yang disahkan oleh DPR

Long Term

Development Plan

Rencana Pembangunan

Jangka Panjang

Rencana pembangunan 20 tahun

madrasah OR madrasah

schools

madrasah Istilah yang digunakan oleh Depag

maupun Depdiknas untuk

memaksudkan “sekolah umum

dengan ciri khas Islam” yang berada

di bawah Depag.

Istilah “sekolah Islam” tidak cocok

untuk madrasah.

Pondok Pesantren Bukan madrasah.

Sekolah berasrama tradisional Islam

yang mengajarkan kurikulum mata

pelajaran agama Islam. Independen

dari Depdiknas maupun Depag.

Beberapa juga mengajarkan

kurikulum nasional pendidikan

dasar di bawah program khusus

Depag.

Majelis Permusyawaratan

Rakyat/MPR

Lihat: Peoples‟ Consultative

Assembly

Mayor Walikota Kepala eksekutif suatu Kota.

Medium Term

Development Plan

Rencana Pembangunan

Jangka Menengah

Rencana pembangunan 5 tahun

Minimum service

standards/MSS

Standard pelayanan

minimum/SPM

Standar penyelenggaraan pelayanan

di sektor terdesentralisasi yang

dimandatkan dalam UU

pemerintahan daerah.

Standar akan didefinisikan oleh

kementerian sektoral.

Standar bersifat mengikat terhadap

pemerintah kabupaten.

Ministerial Decision Surat Keputusan Menteri/SK Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan

oleh Menteri yang bertanggung

jawab untuk melaksanakan UU asal,

digunakan terutama untuk

mengeluarkan izin, mengumumkan

pemenang lelang, dsb.

Ministerial Instruksi Menteri/Inmen Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan

Page 135: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

131 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

Instruction/MI oleh Menteri yang bertanggung

jawab untuk melaksanakan UU asal,

seringkali digunakan untuk

memberikan informasi yang lebih

terperinci, misalnya, daftar transfer

anggaran dari APBN ke APBD,

dikeluarkan sebagai Inmen oleh

Menteri Keuangan.

Ministerial

Regulation/PR

Peraturan Menteri/Permen Peraturan pelaksanaan untuk UU

atau PP, dikeluarkan oleh Menteri

yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan UU asal.

Ministry Annual Work

Plan

Rencana Kerja Tahunan-

Kementerian/Lembaga

Renja-KL

Rencana Kerja Tahunan

Kementerian

Ministry [annual] Work

Plan and Budget

Rencana Kerja dan Anggaraan

– Kementerian/Lembaga

RKA-KL

Dokumen anggaran awal yang

disusun oleh kementerian.

MOF Departemen Keuangan/

Depkeu

Departemen Keuangan

MOHA Departemen Dalam Negeri/

Depdagri ATAU Dagri

Departemen Dalam Negeri:

bertanggung jawab atas

pemerintahan daerah

MONE Departemen Pendidikan

Nasional/Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional:

bertanggung jawab untuk

mengawasi sistem pendidikan

nasional. Mempunyai yurisdiksi

langsung atas sekolah-sekolah

“umum”. Bandingkan: Depag

MORA Departemen Agama/ Depag Departemen Agama: Salah satu

tanggung jawabnya adalah

mengawasi sekolah “madrasah”

yang didefinisikan sebagai “sekolah

umum dengan ciri khas Islam.”

Istilah “sekolah Islam” tidak tepat

untuk madrasah.

Musyawarah perencanaan

pembangunan/Musrenbang

lihat: Development planning

consultations

National School and

Madrasah Accreditation

Agency

Badan Akreditasi Sekolah-

Madrasah Nasional/BAS-MN

Lembaga Independen, dibentuk oleh

dan bertanggung jawab kepada

Presiden, bertugas untuk

mengembangkan standar dan

prosedur akreditasi sekolah dan

madrasah.

National Development

Planning Agency

Bappenas Lembaga yang bertanggung jawab

menyusun rencana pembangunan

nasional Jangka Panjang (20 tahun)

dan Jangka Menengah (5 tahun).

Kepala Bappenas memegang

jabatan menteri

National Education

Standards/NES

Standard nasional pendidikan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Mencakup masukan, proses,

Page 136: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

132 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

keluaran dan evaluasi.

Akan didefinisikan oleh GNSP dan

disahkan oleh Depdiknas.

Mengikat semua lembaga

pendidikan (Depdiknas dan Depag).

National Education

Standards Agency/NES

Agency

Badan Standar Nasional

Pendidikan/BNSP

Badan Independen, dibentuk oleh

dan bertanggung jawab kepada

Presiden, bertugas mengembangkan

Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Net enrolment rate

(NER)

Angka partisipasi murni

(APM)

Rasio jumlah anak dengan usia tepat

yang berpartisipasi dalam

pendidikan sekolah tingkat tertentu

terhadap total anak dari kelompok

usia pada tingkat tersebut, misalnya,

total anak usia 7 – 12 tahun yang

terdaftar di SD per total anak usia 7

– 12 tahun

Parliament Dewan Perwakilan Rakyat/

DPR

Lembaga legislatif nasional.

Peraturan Daerah/Perda Lihat Regional Regulation

Peraturan Menteri/Permen Lihat Ministerial Regulation

Peraturan Pemerintah/ PP Lihat Government Regulation

Peraturan Presiden/Perpres Lihat Presidential Regulation

Peoples‟ Consultative

Assembly

Majelis Permusyawaratan

Rakyat/MPR

Kekuasaan pemerintahan tertinggi.

Anggotanya terdiri dari seluruh

anggot DPR + perwakilan dari

“kelompok fungsional” (pemangku

kepentingan). Berwenang untuk

mengubah UUD dan memakzulkan

Presiden.

Planning Law, i.e. Law

25/2004 concerning the

National Development

Planning System

Undang-undang 25/2004

tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

Pondok pesantren Sekolah berasrama tradisional Islam

yang mengajarkan kurikulum mata

pelajaran agama Islam. Independen

dari Depdiknas maupun Depag.

Beberapa juga mengajarkan

kurikulum nasional pendidikan

dasar di bawah program khusus

Depag.

Presidential Decision Surat Keputusan Presiden/SK Peraturan pelaksanaan yang

dikeluarkan oleh Presiden, terutama

digunakan untuk memberikan

landasan hukum kepada paket-paket

“kebijakan”

Presidential

Instruction/PI

Instruksi Presiden/Inpres Peraturan pelaksanaan yang

dikeluarkan oleh Presiden, terutama

digunakan untuk melakukan

pengangkatan, membentuk “tim”,

Page 137: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

133 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

dsb.

Presidential

Regulation/PR

Peraturan Presiden/Perpres Peraturan pelaksanaan untuk suatu

UU atau PP, dikeluarkan oleh

Presiden

Province Propinsi Subbagian geografis dari negara

kesatuan Indonesia yang

mempunyai Badan Eksekutif dan

Legislatif sendiri. Terdiri dari

kabupaten/kota tetapi hirarkinya

hanya bersifat geografis.

Provincial Development

Planning Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan

Provinsi/Bappeprov

Badan yang bertanggung jawab atas

perencanaan pembangunan provinsi.

Bagian dari pemerintah provinsi.

Tidak berada di bawah Bappenas

dan tidak mempunyai wewenang

atas badan perencanaan

pembangunan kabupaten/kota.

Provincial office of a

central (sectoral)

ministry

Kantor Wilayah/Kanwil Kantor provinsi untuk kegiatan

sektoral di sektor yang tidak

terdesentralisasi, misalnya Kantor

Wilayah Depag yang mengawasi

madrasah.

Bukan bagian dari Pemerintah

Provinsi.

Provinsi Lihat Province

Regency Kabupaten Salah satu jenis distrik yang tidak

memenuhi kriteria perkotaan untuk

menjadi sebuah Kota.

Catatan: Kriteria tersebut berbeda

dengan yang digunakan untuk

klasifikasi statistik “perkotaan-

perdesaan”. Kabupaten dapat

bersifat “perkotaan” untuk

keperluan statistik.

Regency Development

Planning Agency

Badan Perencanaan

Pembangunan Kabupaten/

Bappekab

Penanggung jawab perencanaan

pembangunan di kabupaten.

Bagian dari pemerintah kabupaten,

tidak berada di bawah wewenang

Bappenas.

Regent Bupati Kepala eksekutif suatu Kabupaten.

Region (Provincial or

District)

Daerah Satuan geografis dengan

pemerintahannya sendiri (eksekutif

dan legislatif) di luar pusat.

Mencakup Provinsi dan Distrik

(Kota dan Kabupaten).

Regional government Pemerintah daerah/pemda Unit pemerintahan di luar pusat.

Lawan kata dari pemerintah “pusat”

Regional Government

Law i.e. Law 32/2004

concerning Regional

Undang-undang 32/2004

tentang Pemerintah Daerah

Page 138: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

134 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

Government

Regional Inspectorate Bawasda Auditor internal untuk lembaga-

lembaga pemerintah daerah

Regional Legislative

Assembly

Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah/DPRD

Dewan Perwakilan Rakyat (provinsi

atau kabupaten/kota).

Regional Regulation/RR Peraturan Daerah/Perda Peraturan perundangan yang

disahkan oleh DPRD (provinsi atau

kabupaten).

Regional (Provincial or

District) Education

Office

Dinas Pendidikan Unit pemerintahan daerah yang

bertanggung jawab atas pendidikan

di daerah.

Regional Financial

Information

System/RFIS

Sistem Informasi Keuangan

Daerah/SIKD

Database di Depkeu untuk

memantau APBD dan laporan

keuangan daerah

Bank Dunia membantu Depkeu

untuk menetapkan sistem ini.

Informasi dapat disampaikan secara

on-line.

Data terbaru yang dapat diakses

publik adalah tahun 2003.

Regional Sectoral Office Dinas Bertanggung jawab kepada Kepala

Daerah, bukan kepada kementerian

sektoral di pusat.

Regional Sectoral Office

Annual Work Plan

Rencana Kerja Tahunan

Satuan Kerja Perangkat

Daerah /Renja-SKPD

Rencana kerja tahunan satuan kerja

daerah

Regional Sectoral Office

Strategic Plan

Rencana Strategis Satuan

Kerja Perangkat Daerah

/Renstra-SKPD

Rencana jangka menengah (5 tahun)

untuk satuan kerja daerah

Rencana Kerja

Pemerintah/RKP

Lihat Government Work Plan

Rencana Kerja Tahunan-

Kementerian/Lembaga

Renja-KL

Lihat Ministry Annual Work Plan

Rencana Kerja Tahunan

Satuan Kerja Perangkat

Daerah

Renja-SKPD

lihat Regional Sectoral Office

Annual Work Plan

Rencana Pembangunan

Jangka Panjang

Lihat Long Term Development Plan

Rencana Pembangunan

Jangka Menengah

Lihat Medium Term Development

Plan

Rencana Strategis/Renstra lihat Strategic Plan

Rencana Strategis Satuan

Kerja Perangkat Daerah

/Renstra-SKPD

lihat Regional Sectoral Office

Strategic Plan

Renja-KL lihat Ministry Annual Work Plan

Renja-SKPD lihat Regional Sectoral Office

Annual Work Plan

Rencana Kerja dan Anggaraan lihat Ministry [annual] Work Plan

Page 139: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

135 of 140

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia dan

singkatan

Arti

– Kementerian/Lembaga

RKA-KL

and Budget

RKA-KL lihat Ministry [annual] Work Plan

and Budget

School Operational

Assistance

Bantuan Operasional Sekolah/

BOS

Program (mata anggaran) dalam

anggaran Depdiknas.

Menyediakan dana anggaran

pemerintah pusat langsung ke

sekolah berdasarkan jumlah siswa.

School Participation

Ratio (SPR)

Angka Partisipasi Sekolah

(APS)

Rasio jumlah anak dengan usia tepat

yang berpartisipasi dalam

pendidikan sekolah tingkat tertentu

terhadap total anak dari kelompok

usia pada tingkat tersebut, misalnya,

total anak usia 7 – 12 tahun yang

terdaftar di setiap sekolah per total

anak usia 7 – 12 tahun

Sectoral Block Grant

Allocation

Dana Alokasi Khusus/DAK Transfer pusat kepada APBD

berupa hibah blok yang terikat

dengan kegiatan spesifik di sektor

spesifik.

Senior secondary

education (SSE) school

Sekolah Menengah Atas

(SMA)

Kelas 10 – 12, usia 16 – 18

Shared revenues Dana bagi hasil/DBH Sumber pendapatan APBD yang

terdiri dari dana bagi hasil yang

berasal dari dasar pajak daerah

(untuk provinsi, pendapatan berasal

dari kabupaten-kabupaten yang ada

di provinsi tersebut) dan dana bagi

hasil dengan pemerintah dan/atau

daerah lain.

Sistem Informasi Keuangan

Daerah/SIKD

lihat Regional Financial Information

System

Standard pelayanan

minimum/SPM

lihat: Minimum service standards/

MSS

State Auditor Badan Pemeriksaan

Keuangan/BPK

Lembaga independen yang

melakukan audit eksternal terhadap

lembaga-lembaga pemerintah

Strategic Plan Rencana Strategis/Renstra Rencana pembangunan jangka

menengah (5 tahun) untuk

kementerian pusat ATAU dinas

Surat Keputusan Presiden/SK Lihat Presidential Decision

Treasury Law i.e. Law

1/2004 concerning the

State [Government]

Treasury

Undang-undang 1/2004

tentang Perbendaharaan

Negara

Undang-undang/UU Lihat: Law

Walikota Lihat: Mayor

Page 140: Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia

Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2

136 of 140

TRANSLATOR’S STATEMENT: No. HLM01FEB10 This document is translated accurately and consistently from Indonesian into English Tangerang, 10 March 2010 TJENG GOAN HALIM Sworn Translator