studi kasus evaluasi kinerja seismik bangunan beton
TRANSCRIPT
STUDI KASUS EVALUASI KINERJA SEISMIK BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN MEMPERTIMBANGKAN SOIL
STRUCTURE INTERACTION
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana Teknik
Sipil
Disusun Oleh:
MICHAEL
14 0404 077
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan YME atas kasih dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “Studi Kasus
Evaluasi Kinerja Seismik Bangunan Beton Bertulang Dengan
Mempertimbangkan Soil-Structure Interaction”ini dimaksudkan untuk
melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada
Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dengan rendah hati saya mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini
masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Saya juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca dalam penyempurnaan
tugas akhir ini.
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas
dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberap
pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna M.T,Ph.D,IP-U, selaku Dosen
Pembimbing II yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, dan saran
kepada saya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Ibu Rahmi Karolina S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah banyak memberi arahan dan masukan serta bimbingan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini
3. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST,MT, selaku ketua Departeman Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departeman Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ir. Torang Sitorus M.Tdan Ibu Nursyamsi ST,MT, selaku Dosen
Pembanding dan Penguji Departeman Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
7. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departeman Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada Saya
selama menempuh masa studi di Departeman Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Orang tua saya, Bapak Chandra Halim dan Ibu Megahsari Tjuarman yang
selalu menberikan doa, kasih sayang, motivasi dan materi kepada saya
sehingga saya bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini
9. Kepada pegawai administrasi dan pengawai-pegawai Departeman Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara..
10. Hendrik Wijaya, selaku abang kelas stambuk 2011 yang banyak
memberikan bimbingan, materi, arahan dan saran serta ide dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini
11. Seluruh rekan mahasiswa Teknik Sipil USU, termasuk rekan-rekan
angkatan 2014 dan juga abang/kakak stambuk yang telah memberi
dukungan
12. Seluruh pihak yang membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan-rekan mahasiswa dalam penyempurnaan
Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih. Saya berharap semoga laporan
Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Mei2018
14 0404 077
Michael
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Dalam desain bangunan bertingkat di Indonesia para praktisi masih
jarang mempertimbangkan pengaruh Interaksi Struktur Tanah dalam
merencanakan kapasitas bangunan.Dimana bangunan dianggap berdiri diatas
tanah yang kaku (rigid) tanpa mempertimbangkan sifat maupun jenis tanah.Hal
tersebut dapat menyebabkan keruntuhan bangunan (failure) akibat faktor yang
tidak dipertimbangkan seperti kondisi tanah.
Pada studi ini akan dianalisa kapasitas bangunan dengan metode
nonlinear pushover (NSP) pada 3 jenis model bangunan dengan variasi jumlah
lantai yaitu bangunan 3, 4 dan 5 lantai. Juga akan digunakan dua variasi jenis
tanah yaitu kelas situs tanah SD (tanah sedang) dan kelas situs tanah SE (tanah
lunak) dengan mempertimbangkan interaksi struktur tanah. Hasil analisa tersebut
akan dibandingkan dengan kapasitas bangunan yang tidak mempertimbangkan
interaksi struktur tanah
Dari analisa yang dilakukan didapatkan kesimpulan bahwa pada
bangunan dengan jumlah lantai dibawah 5 , variasi tanah tidak memberikan
pengaruh yang signifikan sehingga interaksi struktur tanah dapat diabaikan. Tetapi
untuk bangunan dengan jumlah lantai diatas 5 variasi tanah mulai berpengaruh
sehingga interaksi struktur tanah perlu dipertimbangkan
Kata kunci : Interaksi Struktur Tanah, Bangunan Beton Bertulang, nonlinear
pushover
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN PENULISAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR NOTASI ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN. ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Studi Literatur ............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
1.5 Pembatasan Masalah ................................................................................... 5
1.6 Metodologi Penulisan ................................................................................. 5
1.7Sistematika Penulisan .................................................................................. 6
BAB II STUDI PUSTAKA .................................................................................... 7
2.1 Pengenalan Interaksi Tanah Struktur .......................................................... 7
2.2 Beam Nonlinear Winkler Foundation (BNWF) Model .............................. 11
2.3 Parameter model BNWF ............................................................................ 14
2.3.1.Kapasitas pembebanan ultimit vertikal dan lateral ............................. 16
2.3.2. Kekakuan elastik vertikal dan lateral ( vK dan hK ) .......................... 19
2.3.3. Kapasitas Tarik TP ........................................................................... 21
2.3.4.Jenis Tanah .......................................................................................... 23
2.3.5.Rasio panjang ujung ( eR ) ................................................................... 23
2.3.6 Rasio intensitas kekakuan ( KR ) ........................................................ 27
2.3.7 Jarak antar pegas ( Lle / ) ................................................................... 30
Universitas Sumatera Utara
2.3.8 Batas Elastik ( rC ) ............................................................................. 32
2.3.9 Kekakuan non linear ( pk ) ................................................................. 34
2.3.10 Kekakuan unloading ( unlk ) ................................................................ 38
2.4Material Model ............................................................................................ 40
2.4.1 Material Beton .................................................................................... 40
2.4.2Material Tulangan ................................................................................ 40
2.4.3Material Model Pegas Tanah ............................................................... 42
2.4.3.1 QzSimple1 Material .................................................................... 42
2.4.3.2 PySimple1 Material ..................................................................... 45
2.4.3.3 TzSimple1 Material ..................................................................... 46
2.5Model Elemen Balok-Kolom ....................................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 50
3.1 Tahapan Perencanaan ................................................................................. 50
3.1.1 Data Propertis Struktur (Superstructure) ............................................ 43
3.1.2 Data Pondasi (Substructure) ............................................................... 47
3.1.3 Data Propertis Tanah ........................................................................... 52
3.1.4Parameter Kekakuan Tanah ................................................................. 55
3.1.4.1 Kapasitas pembebanan ultimit vertikal dan lateral ..................... 55
3.1.4.2 Distribusi kekakuan pegas (kmid dan kend).................................... 59
3.1.4.3 Kekakuan Tapak Pondasi (Kv dan Kh) ....................................... 62
3.1.4.4 Panjang daerah ujung ( endL ) dan Rasio panjang ujung ( Re ) ......... 68
3.1.4.5 Rasio Intensitas kekakuan ( KR ) ..................................................... 68
3.1.4.6 Jarak Antar Pegas ( Lle / ) ............................................................ 69
3.1 Flow Chart .................................................................................................. 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 71
4.1 Umum ......................................................................................................... 71
4.2 Hasil analisa dan pembahasan .................................................................... 71
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
BAB 1
Tidak terdapat tabel
BAB II
Tabel 2.1 Parameter model BNWF ............................................................................ 14
Tabel 2.2 Persamaan untuk menentukan kekakuan pondasi dangkal oleh Gazetas ............ 19
Tabel 2.3Persamaan untuk menentukan kekakuan pondasi dangkal oleh Gazetas ............. 49
BAB III
Tabel 3.1 Dimensi balok dan kolom untuk 3,4 dan 5 lantai ...................................... 51
Tabel 3.2Penulangan Balok ....................................................................................... 51
Tabel 3.3Penulangan Kolom ...................................................................................... 52
Tabel 3.4Dimensi Permodelan Pondasi ..................................................................... 52
Tabel 3.5Klasifikasi kelas situs menurut SNI-1726-2012 ......................................... 53
Tabel 3.6 Korelasi uji penetrasi standar (N-SPT) ...................................................... 54
Tabel 3.7Harga Angka Poisson Ratio ........................................................................ 54
Tabel 3.8Data Tanah .................................................................................................. 55
Tabel 3.9Rangkuman kapasitas ultimit pondasi......................................................... 59
Tabel 3.10 Tabel nilai distribusi kekakuan ................................................................ 63
Tabel 3.11 Nilai kekakuan tapak pondasi .................................................................. 69
BAB IV
Tidak terdapat tabel
BAB V
Tidak terdapat tabel
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
BAB I
Tidak terdapat Gambar
BAB II
Gambar 2.1Permodelan dengan menggunakan spring .................................................... 10
Gambar 2.2Model Beam Nonlinear Winkler Foundation ................................................ 11
Gambar 2.3Model pegas Winkler linear elastik pada sistem SDOF ................................. 12
Gambar 2.4 Model Pondasi Winkler dan Hasil Penelitian Nakaki dan Hart ..................... 13
Gambar 2.5 Backbone Curve oleh Allotey dan Naggar .................................................. 14
Gambar2.6 Pengaruh TP terhadap respons pegas ......................................................... 22
Gambar 2.7 Pengaruh variasi TP terhadap respons pondasi: a) grafik momen
vs rotasi b) grafik penurunan vs rotasi ....................................................... 22
Gambar 2.8Pengaruh variasi TP pada : a) normalisasi momen b) normalisasi
penurunan ............................................................................................... 23
Gambar 2.9Model Winkler untuk pondasi persegi empat ............................................... 25
Gambar 2.10 endL versus aspect ratio menurut Haden et al (2005) dan nilai
rekomendasi oleh ATC-40 ....................................................................... 26
Gambar 2.11Pengaruh eR terhadap respons pondasi : a) grafik momen
versus rotasi b) grafik penununan vs rotasi ................................................ 26
Gambar 2.12Sensitivitas eR terhadap demand penurunan .............................................. 27
Gambar 2.13Rasio intensitas kekakuan versus aspect rasio menurut Harden et
al (2005) dibandingkan dengan rekomendasi ATC-40 ................................ 28
Gambar 2.14Pengaruh rasio intensitas kekakuan terhadap respons pondasi: a)
momen versus rotasi b) penurunan versus rotasi ........................................ 29
Gambar 2.15Rasio intensitas kekakuan versus demand penurunan untuk
pondasi persegi ........................................................................................ 30
Gambar 2.16Pengaruh jarak antar pegas terhadap respons pondasi: a)- b)
momen versus rotas c)- d) penurunan versus rotasi .................................... 31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17Pengaruh jarak antar pegas pada demand penurunan yang
dinormalisasi ........................................................................................... 32
Gambar 2.18pengaruh variasi rC terhadap hubungan gaya-deformasi ............................. 33
Gambar 2.19Pengaruh variasi rC terhadap respons pondasi: a) momen versus
rotasi b) penurunan versus rotasi ............................................................... 34
Gambar 2.20Pengaruh rC terhadap demand penurunan maksimum yang
dinormalisasi ........................................................................................... 34
Gambar 2.21Pengaruh parameter 80α pada backbone curve pegas .................................. 35
Gambar 2.22Pengaruh variasi parameter 80α terhadap respons pondasi: a)
momen versus rotasi b) penurunan versus rotasi ........................................ 37
Gambar 2.23Pengaruh perubahan parameter c terhadap demand penurunan: a)
c versus 80α b) 80α versus demand penurunan yang
dinormalisasi ........................................................................................... 37
Gambar 2.24Pengaruh unlk terhadap hubungan pembebanan deformasi pegas
q-z .......................................................................................................... 39
Gambar 2.25Pengaruh unlk terhadap respons pondasi: a) momen versus rotasi
b) penurunan versus rotasi ........................................................................ 39
Gambar 2.26 Model Material Kent Scott Park........................................................... 40
Gambar 2.27Model Material Giuffre Menegotto Pinto ............................................. 41
Gambar 2.28Model Hysteresis Giuffre Menegotto Pinto .......................................... 41
Gambar 2.30QzSimple1 backbone curve: a) backbone curve yang digunakan pada
model tiang-tanah. b) backbone curve secara umum ................................................. 43
Gambar 2.31Respons siklik QzSimple1 .................................................................... 45
Gambar 2.32 Backbone curve pada PySimple1 ......................................................... 46
Gambar 2.33Respons siklik PySimple1 ..................................................................... 46
Gambar 2.34Bacbone curve TzSimple1 .................................................................... 47
Gambar 2.35Respons siklik TzSimple1 ..................................................................... 47
Gambar3.29Model Material QzSimple1, PySimple1, dan TzSimple1 dengan
elemen zeroLength ..................................................................................................... 48
Gambar 2.36Fiber model balok beton bertulang ........................................................ 48
Universitas Sumatera Utara
BAB III
Gambar 3.1Model Bangunan ..................................................................................... 39
BAB IV
Gambar 4.1Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada kelas situs
tanah D .................................................................................................... 68
Gambar 4.2 Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada kelas
situs tanah E ............................................................................................ 68
Gambar 4.3Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada kelas situs
tanah D .................................................................................................... 69
Gambar 4.4Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada kelas situs
tanah E ..................................................................................................... 69
Gambar 4.5Perbandingan kapasitas lateral rangka 5 lantai pada kelas situs
tanah D .................................................................................................... 70
Gambar 4.6Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada kelas situs
tanah E ..................................................................................................... 70
Gambar 4.7Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada variasi
tanah ........................................................................................................ 71
Gambar 4.8Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada variasi
tanah ........................................................................................................ 72
Gambar 4.9Perbandingan kapasitas lateral rangka 5 lantai pada variasi
tanah ........................................................................................................ 72
BAB V
Tida terdapat Gambar
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI
ultq adalah daya dukung vertikal ultimit pondasi
ultp adalah tekanan tanah pasif pondasi
ultt adalah tahan gesek pondasi
Wg adalah berat struktur yang ditumpu pondasi
Af adalah luas permukaan pondasi
vK adalah kekakuan elastik vertikal pondasi
hK adalah kekakuan elastik lateral pondasi
TP adalah kapasitas tarik pegas tanah
eR adalah rasio panjang ujung
endL adalah panjang daerah ujung
KR adalah rasio intensitas kekakuan
G adalah modulus geser
E adalah modulus elastisitas
F’c adalah mutu beton
Fy adalah tegangan leleh material baja
rC adalah batas elastik
pk adalah kekakuan non linear
80α adalah rasio kekakuan non linear pada 80% kapasitas pegas
unlk adalah kekakuan unloading
endk adalah kekakuan pegas tanah daerah ujung
midk adalah kekakuan pegas tanah daerah tengah
c adalah kohesi
γ adalah berat jenis tanah
Df adalah kedalaman pondasi
B adalah lebar pondasi
L adalah panjang pondasi
Universitas Sumatera Utara
H adalah ketinggian pondasi
φ adalah sudut geser tanah
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Dalam perencanaan suatu bangunan, tanah merupakan salah satu faktor yang
penting dalam mengevaluasi kekuatan dan performa dari struktur bangunan tersebut.
Apabila tidak direncanakan secara baik, maka bangunan yang berdiri diatas tanah dapat
mengalami penurunan yang mengakibatkan keretakan pada struktur beton. Pada kasus
yang paling buruk akan terjadi keruntuhan (failure) pada bangunan tersebut.
Menurut SNI 1726-2012 mengenai Tata Perencanaan ketahanan untuk struktur
bangunan gedung dan non gedung, tanah diklasifikasikan berdasarkan kecepatan
gelombang geser, tahanan penetrasi standard dan kuat geser niralir. Semakin tinggi
kekakuan tanah maka semakin besar ketiga parameter tersebut. Kelas situs tanah
berpengaruh dalam menentukan besarnya parameter respons spectral percepatan gempa.
Dalam mempelajari perilaku gerakan tanah (ground motion), maka perlu
diketahui tentang karakteristik statik dan dinamik lapisan tanah tempat merambat. Semua
karakter tersebut akan berpengaruh terhadap gerakan tanah dan respon struktur/bangunan
di atas permukaan tanah.
Analisis interaksi tanah-struktur terhadap seismik mengevaluasi kolektif
respons dari struktur bagian atas (superstructure), pondasi (substructure), dan medium
tanah yang ada di sekitar dan dibawah pondasi, yang biasa disebut free field ground
motion(zona gerak bebas tanah). Zona gerak bebas tanah ini merujuk pada gerakan yang
tidak diakibatkan oleh getaran structural maupun getaran hamburan dari pondasi dan
sekitarnya.
Secara konvensional, Interaksi tanah-struktur merupakan efek yang
menguntungkan dan biasa diabaikan untuk desain yang konservatif. Desain dengan
memperhatikan interaksi struktur tanah dapat memperkecil beban geser dasar bangunan.
Dengan mempertimbangkan interaksi tanah-struktur membuat struktur fleksibel yang
meningkatkan periode natural dari struktur tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi menurut penelitian Mylonakis dan Gazetas (2000) menunjukkan bahwa
meningkatnya periode natural struktur akibat interaksi struktur tanah tidak selalu
menguntungkan.Sedimen tanah lunak mampu memperpanjang periode gelombang
seismik dan meningkatnya periode natural struktur dapat menyebabkan terjadinya
resonansi dengan periode getar tanah.
Selanjutnya ada penelitian yang menunjukkan bahwa ductility demand dapat
meningkatkan periode natural struktur secara signifikan akibat interaksi tanah-struktur.
Keruntuhan tanah dan Deformasi tetap dapat memperparah respons seismik struktur.
Ketika sebuah struktur mengalami gempa. Terjadi interaksi dengan pondasi dan tanah
yang menyebabkan perubahan gerakan tanah.
Interaksi tanah-struktur secara umum dapat dibedakan menjadi 2:
1. Interaksi inersia
2. Interaksi kinematic
Massa dari struktur bagian atas (superstructure) mengirimkan gaya inersial ke
tanah yang mengakibatkan deformasi pada tanah. Fenomena tersebut yang disebut
Interaksi inersia. Gempa yang menyebabkan deformasi tanah disebut zona gerak bebas
(free field motion). Tetapi pondasi tidak ikut berpindah akibat free field motion tersebut.
Fenomena ini disebut dengan Interaksi Kinematik
Universitas Sumatera Utara
1.2 Studi Literatur
Beberapa peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang interaksi
tanah-struktur dan berdasarkan hasil penelitian tersebut, membantu untuk memahami
kinerja bangunan terhadap seismik dengan mempertimbangkan interaksi tanah-struktur..
Berikut hasil penelitiannya:
Menurut Louay Khalil, Marwan Sadek dan Isam Shahrour(2007) pada
penelitian tentang pengaruh interaksi tanah-struktur terhadap periode mendasar bangunan
dilakukan analisis pada variasi jenis tanah dan kondisi struktur menunjukkan bahwa
pengaruh ini bergantung pada kekakuan relatif tanah-struktur itu sendiri, yang dinyatakan
dalam kecepatan gelombang geser (Vs), luas penampang pondasi (A), kekakuan flexure
dari kolom (Ic,Ec), tinggi lantai (H), jumlah lantai serta bays bangunan. Pada kekakuan
relatif tanah yang tinggi pengaruh interaksi tanah-struktur dapat diabaikan, tetapi untuk
kekakuan yang rendah pengaruh interaksi tanah struktur harus dipertimbangkan.
Penelitian oleh Nakhaei dan Ghannad (2008) tentang pengaruh interaksi tanah-
struktur terhadap indeks kerusakan bangunan dengan memodelkan sistem single degree
of freedom (SDOF), mereka mengamati indeks kerusakan bangunan pada bangunan
langsing meningkat pada tanah lunak.
Penelitian dilakukan oleh Alain Pecker dan Charisis T. Chatzigogos (2010)
tentang dampak interaksi tanah-struktur non-linear terhadap respons seismik struktur
yang menunjukkan hasil bahwa pertimbangan interaksi tanah-struktur tidak selalu
menguntungkan. Perhitungan dengan mempertimbangkan tanah struktur dapat
menyebabkan perbesaran translasi dan rotasi pada pondasi
Anand et al (2010) melakukan penelitian tentang perilaku bengunan beton
bertulang terhadap seismic dibawah kondisi tanah yang berbeda menunjukkan bahwa
nilai deformasi geser dasar, gaya aksial, dan momen di kolom meningkat ketika jenis
tanah berubah dari tanah keras menjadi tanah sedang dan dari tanah sedang menjadi tanah
lunak.Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya pertimbangan interaksi tanah-struktur
pada perencanaan frame terhadap gaya seismic
R.M Jenifer Priyanka et al (2012) melakukan penelitian tentang interaksi tanah-
struktur pada gedung bertingkat dengan pondasi kaku dan pondasi fleksibel yang
menunjukkan hasil yang serupa bahwa gaya geser dan momen yang terjadi pada gedung
dengan pondasi kaku lebih kecil daripada gedung dengan pondasi fleksibel. Maka
Universitas Sumatera Utara
pemilihan jenis pondasi perlu disesuaikan dengan kekakuan tanah ketika merencanakan
frame.
Menurut Velestos dan Meek (1973) pada penelitian tentang perilaku dinamik
pondasi gedung bahwa ketika kecepatan gelombang geser tanah lebih rendah daripada
600m/s, pengaruh interaksi struktur tanah terhadap respons seismik struktur signifikan
yang mengakibatkan meningkatnya priode natural struktur dan damping sistem, serta
meningkatnya perpindahan lateral struktur. Sedangkan pada penelitian Hamid Reza
Tabatabaiefar dan Behzad Fatahi (2014) tentang idealisasi sistem interaksi tanah-struktur
untuk menentukan respons seismic gedung bertingkat menunjukkan bahwa pada tanah
dengan kecepatan gelombang geser 600m/s pengaruh interaksi tanah-struktur terhadap
respons seismik tidak signifikan.Tetapi menjadi signifikan pada tanah dengan kecepatan
gelombang geser 320m/s dan 150m/s.
M Mekki et al (2016) meneliti tentang perilaku respons seismik bangunan beton
bertulang dengan mempertimbangkan interaksi tanah-struktur dengan variasi tanah
dengan metode N2 yang mempertimbangkan interaksi tanah struktur dari eurocode,
mereka menganalisa indeks kerusakan dengan 2 pendekatan yaitu Park Ang method dan
RISK-UE method. Dimana hasilnya indeks kerusakan RISK-UE lebih tinggi daripada
Park Ang diuji pada beberapa jenis tanah.
Universitas Sumatera Utara
1.3 TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan kapasitas lateral
bangunan beton bertulang dengan mempertimbangkan interaksi struktur tanah maupun
tidak pada variasi tanah yang berbeda dan pada variasi lantai yang berbeda
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah hasil dari penelitian kinerja respons seismic
bangunan betulang ini dapat menjadi acuan dalam mendesain gedung beton bertulang
kedepannya
1.5 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang diambil dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Digunakan 3 model bangunan yaitu lantai 3,4, dan 5 dengan 2 jenis tanah
2. Digunakan bangunan dengan pondasi tapak
3. Permodelan soil spring dengan Beam Nonlinear Winkler Foundation (BNWF)
4. Perencanaan gaya gempa mengacu pada SNI gempa 2012 dan FEMA356
5. Perhitungan dan permodelan dengan bantuan software OPENSEES
6. Analisa gaya gempa menggunakan metode non linear pushover (NSP)
1.6 Metodologi Penulisan
Metode yang akan digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi
literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data keterangan dari literatur serta
pengasumsian dan juga serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Hasil dari
perhitungan yang dihasilkan akan dicantumkan dan diolah sehingga menghasilkan
kesimpulan.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Sistematika Penulisan
Gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, studi literatur, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, pembatasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II:TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang penjelasan umum dan teori-teori yang
mendukung dalam penyusunan tugas akhir beserta aplikasinya di lapangan
BAB III:METODE PENELITIAN, berisi perhitungan analisis yang dilakukan
berdasarkan pada pemodelan yang diilustrasikan
BAB IV:HASIL DAN PEMBAHASAN, berisi hasil yang didapat dari data yang
diperoleh pada tugas akhir
BAB V:KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dan saran dalam tugas akhir
ini
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengenalan Interaksi Tanah Struktur
Respons struktur terhadap getaran akibat gempa dipengaruhi oleh interaksi
antara tiga sistem yang terkait satu sama lain yaitu struktur, pondasi, dan tanah yang
berada di bawah dan yang mengelilingi pondasi. Analisis Interaksi tanah struktur ini
memperhitungkan respons ketiga sistem tersebut. Dengan mempertimbangkan
interaksi tanah-struktur, didapat respons struktur yang lebih nyata dibandingkan
dengan respons struktur teoritis (dalam kondisi kaku).Acuan telah dibuat oleh
berbagai badan seperti National Earthquake Hazards Reduction Program (NEHRP),
Seismic Design Code (BSSC,1997) dan Uniforn Building Code (ICBO,1997). Acuan
tersebut dibuat akibat besarnya pengaruh situs terhadap gempa besar seperti gempa
Mexico City pada 1985 dan gempa Loma Prieta pada 1989 (Seed et al, 1988 and
1990)
Menurut FEMA P-750 pengaruh dari interaksi tanah-struktur terbagi
menjadi 3 yaitu:
1. Inertial Interaction (Interaksi Inersia)
2. Kinematic Interaction (Interaksi Kinematik)
3. Soil-Foundation Flexibility (Fleksibilitas tanah terhadap pondasi)
Ketiga pengaruh tersebut juga berhubungan dengan:
1. Kekakuan dan Damping Pondasi
Inersia pada struktur yang bergetar mengakibatkan meningkatnya base
shear, momen, dan torsi.Gaya tersebut menghasilkan perpindahan dan rotasi pada
antara pondasi dan tanah. Perpindahan dan Rotasi dapat terjadi akibat fleksibilitas
dari sistem pondasi-tanah , yang memberikan pengaruh besar terhadap fleksibilitas
struktur secara keseluruhan dan meningkatkan periode bangunan. Selain itu,
perpindahan meningkatkan dissipasi energi melalui Hysteretik Damping dan
Universitas Sumatera Utara
Radiation Damping, yang mempengaruhi sistem damping secara keseluruhan.Efek in
berhubungan dengan interaksi Inersia karena pengaruh didasari pada inersia struktur
2. Variasi antara gerak pondasi dan zona gerak bebas tanah
Gerak pondasi dan zona gerak bebas tanah berbeda karena interaksi kinematik
dimana elemen pondasi diletakkan pada atau di bawah permukaan tanah yang
mengakibatkan gerak pondasi menyimpang dari zona gerak bebas penyebaran
gelombang dan pengaruh embedment tanpa adanya inersia struktur dan pondasi, serta
perpindahan dan rotasi relatif antara pondasi dan zona tanah bebas terkait dengan
inersia struktur dan pondasi.
3. Deformasi Pondasi
Deformasi aksial ,lentur, dan geser pada elemen struktural pondasi terjadi akibat gaya
dan perpindahan yang diberikan oleh superstruktur dan medium tanah.Hal tersebut
mewakili bagaimana desain kompenen pondasi yang seharusnya dan bersifat
signifinkan.Terutama untuk pondasi fleksibel.
Dalam mengevaluasi ketiga pengaruh tersebut pada studi ini menggunakan
metode pendekatan substruktur. Metode Pendekatan Substruktur yaitu analisis dengan
memodelkan tanah dengan sistem pegas (spring) dan dashpot. Dalam analisis
pendekatan substruktur ini dibutuhkan:
1. Evaluasi zona gerak bebas tanah dan sifat material tanah
2. Evaluasi fungsi transfer untuk mengubah free-field motion menjadi foundation
input motion (FIM)
3. Penggabungan spring dan dashpot untuk merepresentasikan kekakuan dan
damping antar tanah-pondasi
4. Analisis respons gabungan struktur dan sistem spring/dashpot dengan diberikan
Foundation Input Motion (FIM)
Tahapan dalam metode pendekatan substruktur :
Universitas Sumatera Utara
1. Spesifikasi Foundation Input Motion (FIM), yaitu gerak dari base slab dengan
memperhitungkan kekakuan dan geometri pondasi . Karena Inersia dihitung secara
terpisah .FIM berlaku untuk kondisi teoritis dimana base slab dan struktur tidak memiliki
massa
2. Karakteristik kekakuan dan damping dari interaksi tanah-pondasi dimodelkan
menggunakan fungsi impedansi sederhana yaitu spring dan dashpot. Penggunaan sistem
spring dan dashpot dapat dilihat pada gambar di bawah.
3. Superstruktur dimodelkan diatas pondasi dengan sistem tereksitasi melalui
pondasi dengan menghilangkan spring dan dashpot dengan komponen rocking dan
translasi dari Foundation Motion Input (FIM). Perlu diketahui bahwa FIM bervariasi
terhadap kedalaman
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Permodelan dengan menggunakan spring (NEHRP, 2012)
Universitas Sumatera Utara
Pada studi ini dipakai pendekatan substruktur dengan metode Beam Nonlinear
Winkler Foundation. Sketsa model berikut dapat dilihat pada Gambar 2.2. Penjelasan
detail tentang model akan dibahas pada sub bab berikut
Gambar 2.2 Model Beam Nonlinear Winkler Foundation
(Rachowdhury, 2008)
2.2 Beam Nonlinear Winkler Foundation (BNWF) Model
Pada studi ini akan dipakai permodelan pegas dengan beam nonlinear winkler
foundation (BNWF) pada gedung dengan pondasi dangkal. Pendekatan dengan Winkler
menggunakan elemen pegas 1 dimensi, atau elemen pegas 1 dimensi yang
dikombinasikan dengan elemen tanah 2 dimensi atau 3 dimensi untuk merepresentasikan
perilaku keseluruhan dari interaksi struktur tanah. Pendekatan pegas Winkler ini menarik
perhatian karena simpel dan tidak membutuhkan komputasi yang rumit. Dengan dua
pendekatan yaitu model dua pegas dan model pegas Winkler . Nonlinear pada permukaan
pondasi dipertimbangkan oleh tiga mekanisme yaitu viscous damper, pegas elastik-plastis
sempurna dan mekanisme impact yang mendissipasi energi pada impact.Perbandingan
kedua model tersebut dengan menggunakan hasil respons dari gedung perpustakaan
Miliken dan gempa San Fernando pada tahun 1971.
Universitas Sumatera Utara
Chopra dan Yim (1985) meneliti respons rocking dari sistem SDOF dengan
mempertimbangkan fenomena uplift pondasi. Pada studi ini, elemen pegas dianggap
linear elastik seperti pada gambar 2.3 . Untuk sistem SDOF, penulis mengembangkan
persamaan yang disimplifikasi untuk menentukan tahanan geser dasar pada struktur
fleksibel yang diperbolehkan mengalami uplift. Hasil menunjukkan bahwa untuk gedung
struktur bertingkat, alaupun fleksibilitas dan uplift memberikan pengaruh yang signifikan
pada mode dasar getaran, tetapi pengaruhnya kecil terhadap mode yang lebih tinggi.
Gambar 2.3 Model pegas Winkler linear elastik pada sistem SDOF
(Chopra dan Yim,1985)
Nakaki dan Hart (1987) menggunakan pegas elastik vertikal dengan viscous
damper pada dasar struktur dinding geser seperti pada gambar 2.4. Pegas Winkler dengan
kapasitas tarik nol dan hanya bersifat tahanan elastik tekan digunakan pada studi ini.
Dinding geser inelastic dimodelkan dengan nonlinear stiffness degrading hysteretic
model. Struktur dengan dasar fleksibel Winkler mempunyai periode yang lebih besar
daripada struktur dasar yang kaku. Uplift pada pondasi menyebabkan besarnya ductility
demand pada struktur
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Model Pondasi Winkler dan Hasil Penelitian Nakaki dan Hart (1987)
Fenves (1998) memodelkan pile cap dengan elemen komposit dengan material
elastic perfectly-plastic element pada DRAIN-3DX. Faktor keamanan vertikal ternyata
mempengaruhi secara signifikan pada kapasitas momen dan juga penurunan vertikal.
Nova dan Montrasio (1991), Cremer et al (2001), dan Houlsby dan Cassidy
(2002) melakukan studi numerikal dan teoritis untuk mendapatkan perilaku interaksi
tanah struktur untuk pondasi dangkal dengan menggunakan macro element melalui
empiris.
Harden et al (2005) memngembangkan model elemen hingga tipe Winkler
dalam meneliti perilaku nonlinear pondasi dangkal menerus akibat beban siklik lateral.
Pada studi ini digunakan backbone curve pada pegas nonlinear tiang. Studi ini
menunjukkan bahwa respons dari simulasi numerik dapat dibandingkan dengan baik
dengan percobaan centrifuge pada pondasi dangkan dibebani dengan siklik lambat dan
eksitasi dinamik.Pada studi ini juga diamati bahwa dengan kekakuan unloading
eksperimental memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kekakuan elastis
tradisional oleh Gazetas (Gazetas, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Allotey dan Naggar (2007) memodelkan tipe Winkler untuk menganalisa
respons siklik pada pondasi dangkal. Backbone Curve pada gambar 2.5 diambil dari studi
penulis yang sebelumnya (Allotey dan Naggar, 2003). Studi ini menunjukkan bahwa
model ini dapat memprediksi momen-rotasi dan respons penurunan dengan baik. Namun
model ini tidak dapat menganalisa respons geser .
Gambar 2.5 Backbone Curve oleh Allotey dan Naggar (2007)
2.3 Parameter model BNWF
Pada bagian sebelumnya, parameter yang dibutuhkan berhubungan dengan
karakteristik tanah dan pondasi. Pada implementasi OpenSees, parameter tersebut terbagi
dalam 2 garis besar yaitu : User defined parameter dan hard coded parameter, User
defined parameter meliputi kapasitas lateral dan vertikal, kekakuan tanah lateral dan
vertikal, dimensi pondasi ( panjang, lebar, tinggi, dan kedalaman yang tertanam), jenis
tanah (lempung atau tanah), dan kapasitas tarik tanah. Pengguna ada dua pilihan untuk
menginput kapasitas dan kekakuan pondasi. Salah satunya ialah dengan menyediakan
kekakuan dan kapasitas secara langsung (didapat dari eksperimen atau estimasi teoritis),
atau dapat menspesifikasikan karakteristik tanah dan pondasi seperti sudut geser dalam,
kohesi, modulus geser, poisson ratio, berat tanah, dan kapasitas serta kekakuan lateral dan
vertikal yang akan dikalkulasikan dalam kode BNWF. Selain parameter berikut, ada
parameter lain yang tidak berkaitan langsung dengan karakteristik tanah atau pondasi
maupun diturunkan dari teori atau eksperimen. Parameter tersebut berhubungan dengan
mesh elemen hingga dan memiliki pengaruh terhadap respons keseluruhan pondasi
Universitas Sumatera Utara
(Harden et al, 2005). Contoh dari parameter tersebut adalah distribusi kekakuan vertikal,
rasio panjang ujung, dan jumlah pegas sepanjang pondasi.
Hard coded parameter di OpenSees meliputi batas elastik, kekakuan non linear,
dan kekakuan unloading. Penggunakan tidak dapat menggunakan parameter tersebut
tanpa memodifikasi kode sumber. Tabel 2.1 menunjukkan daftar dari user defined dan
hard coded parameter
Tabel 2.1 Parameter model BNWF
User defined parameter Hard coded parameter
Kapasitas pondasi (Qult, Pult,, dan Tult) Batas Elastik (Cr)
Kekakuan pondasi (Kv atau Kh) Kekakuan non linear (Kp)
Jenis tanah (lempung atau pasir) Kekakuan unloading (Kunl)
Dimensi pondasi (L,B,H dan Df)
Kapasitas tarik (TP)
Rasio panjang ujung (Re)
Rasio intensitas kekakuan (Rk)
Jarak antar pegas (Ie/L)
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Kapasitas pembebanan ultimit vertikal dan lateral
Kapasitas pembebanan merupakan salah satu parameter dalam menentukan
kemampuan pegas, kapasitas pembebanan pondasi membutuhkan parameter seperti
kohesi, sudut geser, dimensi pondasi, dan kedalaman pondasi. Kapasitas pondasi tersebut
kemudian terbagi ke dalam masing-masing pegas yang tersebar merata sepanjang pondasi
Pada studi ini digunakan persamaan daya dukung oleh Meyerhof (1963):
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++= (2.1)
Dimana qult = daya dukung vertikal ultimit pondasi per satuan luas, c = kohesi, γ = berat
tanah, Df = Kedalaman, B = lebar pondasi, Nc, Nq, dan Nγ adalah faktor daya dukung, Fcs,
Fqs, dan Fγs adalah faktor bentuk, dan Fcd, Fqd, dan Fγd, adalah faktor kedalaman dan Fci,
Fqi, dan Fγi adalah faktor kemiringan. Persamaan untuk menghitung faktor daya dukung,
bentuk, kedalaman dan kemiringan adalah sebagai berikut:
Faktor daya dukung:
(Reissner, 1924) :
'tan2
2'45tan φπφ eNq
+=
(2.2)
(Prandtl, 1921) :
φcot)1( −= qc NN
(2.3)
(Meyerhof, 1963) :
)4.1tan()1( φγ −= qNN
(2.4)
Faktor bentuk (Meyerhof, 1963) :
Universitas Sumatera Utara
Untuk 0=φ
)/(2.01 LBFcs +=
(2.5)
1== sqs FF γ
(2.6)
Untuk 0≥φ
++=
2'45tan)/(2.01 2 φLBFcs
(2.7)
++==
2'45tan)/(1.01 2 φ
γLBFF sqs
(2.8)
Faktor kedalaman (Meyerhof, 1963) :
Untuk 0=φ
)/(2.01 BDF fcd +=
(2.9)
1== dqd FF γ
Universitas Sumatera Utara
(2.10)
Untuk 0≥φ
++=
2'45tan)/(2.01 2 φBDF fcd
(2.11)
++==
2'45tan)/(1.01 2 φ
γBDFF fdqd
(2.12)
Faktor kemiringan (Meyerhof, 1963):
2
901
−==
βqici FF
(2.13)
2
1
−=φβ
γiF
(2.14)
Dimana β = sudut kemiringan pembebanan yang terjadi pada pondasi
Universitas Sumatera Utara
Pada pondasi yang didesain pada muka air tanah maka persamaan harus
dimodifikasi berdasarkan Salgado (2006) atau Das (2007)
Untuk material PySimple1, daya dukung ultimit lateral berupa total gaya
tahanan pasif yang bekerja pada permukaan pondasi. Gaya tahanan pasif dapat
diasumsikan linear pada distribusi tekanan (dengan asumsi lapisan homogen) yang dapat
dihitung dengan :
25.0 fpult DKp γ= (2.15)
Dimana ultp = Tekanan tanah pasif pondasi per satuan panjang, γ = berat tanah, dan pK
= Koefisien tekanan tanah pasif, pK dapat dihitung menggunakan persamaan Coulumb
(1776), Rankine (1847), atau teori logspiral (seperti Caquot dan Kerisel, 1948). Pengguna
juga dapat memasukkan nilai ultp secara langsung.
Untuk material TzSimple1, kapasitas daya dukung lateral ultimit adalah total
tahanan geser. Tahanan gesekan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan untuk
kekuatan geser pondasi muka tanah setelah mempertimbangkan sudut gesek dasar antara
tanah dan dasar pondasi. Persamaan digunakan untuk menghitung kapasitas geser pondasi
pada tanah tak berkohesi dapat dihitung dengan asumsi kriteria keruntuhan Mohr
Coulumb:
fgult AcWt 'tan += δ (2.16)
Dimana ultt = tahanan gesek pondasi per satuan luas, gW = berat pondasi dari struktur, δ
= sudut gesekan antara tanah dan pondasi (bervariasi antara 1/3 'φ sampai 2/3 'φ ), fA =
Luas permukaan pondasi
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Kekakuan elastik vertikal dan lateral ( vK dan hK )
Kekakuan vertikal dan lateral merupakan input parameter untuk QzSimple1 dan
TzSimple1, dan dihitung menggunakan persamaan oleh Gazetas (1991). Kekakuan rotasi
pada pondasi merupakan fungsi distribusi pegas vertikal sepanjang pondasi. Kekakuan
vertikal dan lateral berkaitan erat dengan modulus geser tanah dan dimensi pondasi
seperti panjang, lebar dan kedalaman. Persamaan Gazetas umumnya digunakan dalam
desain dan banyak diadopsi oleh acuan desain seperti ATC-40 (1996) dan FEMA 356
(2000) Tabel 2.2 berisi persamaan untuk menghitung kekakuan pondasi pada mode
vertikal, lateral dan rotasi pada tapak permukaan dan tertanam menurut Gazetas. Untuk
menghitung kekakuan total digunakan persamaan berikut:
iii eKK '= (2.17)
Dimana iK = Kekakuan total pondasi dan ie = faktor kekakuan pondasi tertanam
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Persamaan untuk menentukan kekakuan pondasi dangkal oleh Gazetas (1991)
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Kapasitas Tarik TP
Kapasitas tarik dari pegas adalah jumlah maksimum gaya suction yang bisa
diterima oleh sebuah pegas. Kapasitas tarik vertikal pondasi dinyatakan dalam pegas
vertikal (material QzSimple1) dan berkisar antara 0-10% dari kapasitas tekan ultq .Untuk
pegas lateral (Material PySimple1 dan TzSimple1) memodelkan tahanan pasif dan geser.
Kapasitas tarik bersifat sama dengan kapasitas tekan karena perilaku hysteretik pegas
tersebut diasumsikan simetris.
Dari percobaan Rachowdury(2008) Gambar 2.6 menunjukkan pngaruh
kapasitas tarik pada pegas vertikal pada kisaran 0 sampai 10% pada respons hysteretic.
Dapat diperhatikan perubahan kapasitas tarik tidak mempengaruhi kekakuan, kapasitas
atau bentuk backbone curve pada sisi tekan. Namun, pada deformasi 18mm, normalisasi
pembebanan pada pegas menjadi nol menunjukkan bahwa terjadi deformasi permanen.
Gambar 2.7 a) menunjukkan momen versus rotasi dan b) menunjukkan
penurunan versus rotasi untuk TP = 0% dan 10%. Dapat dilihat bahwa kurva momen-
rotasi dan penurunan-rotasi sama pada kapasitas tarik yang berbeda. Namun kapasitas
momen bertambah sebesar kira-kira 8% dengan penambahan kapasitas tarik, dan
penurunan berkurang sebesar kira-kira 20%.
Gambar 2.8 a) dan b) menunjukkan normalisasi demand momen dan penurunan
untuk masing-masing variasi kapasitas tarikTP . Kisaran kapasitas tarik antara 0% sampai
10%. Demand momen dan penurunan dinormalisasi pada kasus TP =0%. Dapat dilihat
bahwa demand momen meningkat secara linear seiring meningkatnya TP . Di sisi lain,
demand penurunan berkurang seiring kenaikan TP . Penurunan pada demand penurunan
lebih tinggi untuk awal (TP 0% sampai 5%) kemudian terjadi penurunan yang sangat
sedikit ( TP 5% sampai 10%). Dapat disimpulkan bahwa meningkatnya TP pegas
mengakibatkan meningkatnya kapasitas momen dan kekakuan pondasi.Namun,
penurunan pada bagian tengah pondasi adalah fungsi deformasi pegas individu, dimana
menunjukkan perilaku nonlinear di sisi tekan dan tarik. Maka perubahan TP
mengakibatkan variasi nonlinear pada penurunan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Pengaruh TP terhadap respons pegas (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.7 Pengaruh variasi TP terhadap respons pondasi: a) grafik momen vs rotasi b)
grafik penurunan vs rotasi (Rachowdhury, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Pengaruh variasi TP pada : a) normalisasi momen b) normalisasi penurunan
(Rachowdhury, 2008)
2.3.4 Jenis Tanah
Pengguna harus menspesifikasikan apakah jenis tanah termasuk pasir (Type1)
atau lempung (Type 2). Pasir diasumsikan memberikan respons terhadap kondisi
teralirkan dan kekuatannya didefinisikan dengan menggunakan parameter tegangan
efektif ( ',0' φ=c ).Lempung diasumsikan memberikan respons pada kondisi tak
teralirkan dan parameter kekuatannya tegangan total ( 0',' =φc ). Pada input jenis tanah,
backbone curve dibentuk menggunakan parameter tegangan efektif atau tegangan total.
Sebagai tambahan, parameter ncCr ,, juga digunakan dalam membentuk backbone
curve.Ketika parameter kekuatan ditentukan, parameter tersebut digunakan dengan
dimensi pondasi untuk menghitung daya dukung ultimit.
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Rasio panjang ujung , eR
Variabel distribusi kekakuan sepanjang pondasi dipakai dalam model untuk
mendistribusikan kekakuan vertikal oleh Gazetas (1991). Parameter eR didefinisikan
sebagai rasio panjang daerah kekakuan yang lebih tinggi terhadap panjang total pondasi:
LLR end
e = (2.18)
ATC-40 (1996) menyarankan bahwa pegas yang lebih kaku sebaiknya
diletakkan di bagian ujung pondasi. Daerah ujung endL didefinisikan sebagai panjang
daerah ujung dimana kekakuan pegas meningkat. ATC40 (1996) menyarankan
6/.BLend = ( B = lebar pondasi) dihitung dari ujung pondasi yang ditunjukkan pada
gambar 2.9. Menurut Harden et al (2005) bahwa endL bervariasi sesuai aspect ratio.
Untuk pondasi persegi (dimana aspect ratio=1) rasio endL dari Harden et al (2005)
menyinggung rasio endL ATC-40 (1996) pada nilai sekitar 16% yang ditunjukkan pada
gambar 2.10.
Untuk menunjukkan pengaruh eR terhadap respons pondasi, Rachowdhury
(2008) melakukan simulasi pada pondasi persegi sepanjang 5m dan menplot grafik
momen dan penurunan terhadap rotasi yang ditunjukkan pada gambar 2.11 a) dan b)
masing-masing untuk eR yang berbeda ( eR =0% dan 16%). Dari gambar 2.12 a) dan b),
dapat dilihat bahwa perubahan eR sebesar 16% mengakibatkan perubahan demand
momen dan penurunan pondasi. Dimana meningkatnya eR mengakibatkan tingginya
intensitas kekakuan di daerah ujung dan menurunnya intensitas di daerah tengah. Maka
variasi eR dapat mengakibatkan variasi respons nonlinear dari pondasi .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 menunjukkan sensitivitas eR terhadap demand penurunan.
Demand penurununan dinormalisasi mengingat kasus dimana distribusi pegas uniform
terjadi ( eR =0%). Jarak eR berkisar antara 0% sampai 16% ( eR menurut ATC-40
(1996)). Dapat dilihat bahwa demand penurunan normalisasi bervariasi secara non linear
terhadap eR .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Model Winkler untuk pondasi persegi empat (ATC-40, 1996)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 endL versus aspect ratio menurut Haden et al (2005) dan nilai rekomendasi
oleh ATC-40 (1996)
Gambar 2.11 Pengaruh eR terhadap respons pondasi : a) grafik momen versus rotasi
b) grafik penununan vs rotasi (Rachowdury, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Sensitivitas eR terhadap demand penurunan
(Rachowdhury, 2008)
2.3.6 Rasio intensitas kekakuan KR
Rasio kekakuan KR didefinisikan sebagai rasio intensitas kekakuan di daerah
ujung terhadap intensitas kekakuan di daerah tengah:
Universitas Sumatera Utara
mid
endk k
kR =
(2.19)
ATC-40 (1996) menyarankan intensitas kekakuan di daerah ujung dan tengah
dengan persamaan :
BvGkend )1(
8.6−
=
(2.20)
BvGkmid )1(
73.0−
=
(2.21)
Harden et al (2005) mengembangkan persamaan analitik untuk rasio kekakuan
ujung.Menurut penelitiannya, rasio kekakuan bervariasa dengan aspect ratio. Gambar
2.13 menunjukkan plot rasio intensitas kekakuan dengan aspect ratio oleh Harden et al
(2005) dan rekomendasi oleh ATC-40 (1996). Dalam gambar ini dapat dilihat seiring
meningkatnya aspect ratio, rasio intensitas kekakuan juga meningkat. Nilai rasio
intensitas kekakuan oleh Harden et al (2005) selalu dibawah rasio intensitas kekakuan
oleh ATC-40 (1996). Hal ini menunjukkan bahwa rekomendasi ATC-40 (1996) selalu
memberikan kekakuan daerah ujung yang lebih tinggi dibandingkan kekakuan daerah
ujung oleh Harden et al (2005) yang dibuat berdasarkan persamaan kekakuan rotasi
Gazetas (1991). Pada pondasi persegi ( aspect ratio=1) rasio kekakuan ATC-40 (1996)
nilainya hampir dua kali lipat daripada nilai rasio kekakuan oleh Harden et al (2005).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Rasio intensitas kekakuan versus aspect rasio menurut Harden et al (2005)
dibandingkan dengan rekomendasi ATC-40 (1996)
Rachowdhury (2008) melakukan percobaan dengan menggunakan dua jenis
rasio kekakuan yaitu 5 dan 9 pada pondasi persegi. Gambar 2.14 a) dan b) menunjukkan
pengaruh variasi rasio intensitas kekakuan ( KR ) pada grafik momen versus rotasi dan
penurunan versus rotasi pada pondasi persegi sepanjang 5m. Dipakai dua nilai KR yaitu
5 dan 9 sesuai rekomendasi ATC-40 (1996) dan Harden et al (2005) untuk pondasi
persegi untuk menunjukkan pengaruh KR terhadap respons pondasi. Dari gambar 2.14
dapat dilihat walaupan KR tidak mempengaruhi momen dan rotasi secara signifikan, KR
mengurangi penurunan sebesar kira-kira 35%. Hal ini karena meningkatnya KR
mengakibatkan penurunan deformasi pada daerah ujung dan kenaikan deformasi pada
daerah tengah, dimana pembebanan ultimit pada setiap pegas sama. Variasi pada KR
merubah deformasi nonlinear pada masing-masing pegas vertikal pada sisi tekan maupun
tarik yang dilihat pada gambar 2.14 b).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Pengaruh rasio intensitas kekakuan terhadap respons pondasi: a) momen
versus rotasi b) penurunan versus rotasi (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.15 menunjukkan pengaruh KR dalam demand penurunan untuk
pondasi persegi 5m. Dilakukan normalisasi penurunan mempertimbangkan penurunan
yang terjadi ketika distribusi kekakuan bersifat uniform ( KR =1). Dari gambar dapat
dilihat bahwa demand penurunan berkurang ketika intensitas kekakuan daerah ujung
bertambah dari distribusi uniform menjadi 5 kali intensitas kekakuan daerah tengah dan
meningkat ketika nilai KR lebih dari 7. Pada kasus ini, demand penurunan tidak jauh
berubah pada KR 5-7, dimana berkorelasi dengan baik sesuai rekomendasi Harden et al
(2005) untuk nilai KR pada pondasi persegi sebesar 5.Namun, meningkat ketika KR =9
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.15. Penurunan nonlinear dengan variasi KR
adalah hasil dari deformasi inelastik dari masing-masing pegas vertikal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Rasio intensitas kekakuan versus demand penurunan untuk pondasi persegi
(Rachowdhury, 2008)
2.3.7Jarak antar pegas Lle /
Jarak antar pegas merupakan salah satu parameter yang penting dalam model
BNWF .Pada implementasi OpenSees, panjang setiap elemen pegas sama, baik di daerah
tengah maupun daerah ujung). Unruk memperoleh intensitas kekakuan yang lebih tinggi
di daerah ujung, kekakuan pegas di daerah ujung ditingkatkan dengan menambah rasio
intensitas kekakuan. Jumlah minimal pegas yang harus dipakai adalah tujuh, dimana akan
terbentuk enam elemen beam. Dua diantara elemen tersebut akan menjadi daerah tengah
dan empat elemen lainnya menjadi daerah ujung (dua di bagian kiri dan dua di bagian
kanan). Pada umumnya, biasanya penggunaan elemen lebih dari enam dan biasanya
digunakan jumlah elemen genap untuk mendapatkan susunan yang simetris.
Rachowdhury (2008) melakukan percobaan dengan 2 jenis jarak antara pegas
yaitu 2% dan 17%. Gambar 2.16 a) – d) menunjukkan pengaruh jarak antar pegas
terhadap respons pondasi, dengan model 60 elemen (dimana panjang elemen kira-kira 2%
dari panjang total) dan 6 elemen (dimana panjang elemen kira-kira 17% dari panjang
total). Dari gambar 2.16 a) dan b), dapat dilihat bahwa model dengan distribusi yang
renggang memiliki respons momen rotasi yang lebih kasar.Gambar 2.16 c) dan d)
menunjukkan jarak antar pegas memilki pengaruh yang besar terhadap respons
penurunan. Pada gambar 2.16 c) dan d) juga menunjukkan bahwa keduanya memberikan
Universitas Sumatera Utara
perilaku yang mirip ketika pembebanan awal tetapi setelah mengalami deformasi
nonlinear, terjadi perbedaan perilaku antara kedua model.
Gambar 2.16 Pengaruh jarak antar pegas terhadap respons pondasi: a)- b) momen versus
rotas c)- d) penurunan versus rotasi (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.17 menunjukkan demand penurunan yang dinormalisasi dari pondasi
persegi untuk jarak antar pegas. Sebagai catatan jarak pegas maksimum yang bisa dipakai
pada model ini adalah 17% dari panjang total sesuai dengan jumlah minimum elemen
sebanyak 6 buah. Dari gambar 2.17 dapat dilihat bahwa demand penurunan yang
dinormalisasi tidak menunjukkan perubahan yang berarti ketika panjang elemen lebih
kecil atau sama dengan 6% dari panjang total.Pada penggunaan spasi 17% dari panjang
total mendapatkan nilai penurunan maksimum yang besarnya lebih dari dua kali lipat
nilai penurunan dengan jarak antar pegas 6%.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Pengaruh jarak antar pegas pada demand penurunan yang dinormalisasi (
Rachowdhury,2008)
2.3.8 Batas Elastik rC
rC adalah parameter yang mengontrol batas untuk daerah elastik pada
backbone curve model BNWF. rC adalah rasio pembebanan dimana pegas mulai
berperilaku nonlinear pada beban ultimit yang dapat diterima pegas.Sebagai contoh rC
=0.2 berarti pegas akan memberikan perilaku nonlinear apabila menerima pembebanan
sebesar 20% dari kapasitas ultimit . Meningkatnya rC memperbesar daerah elastik yang
mengurangi penurunan permanen, dan sebaliknya. Jarak rC untuk pegas material
QzSimple1, PySimple1, dan TzSimple1 dapat ditentukan dengan kalibrasi pegas
terhadap percobaan pembebanan pondasi dangkal dengan beban diaplikasikan dalam satu
dof.
Rachowdhury(2008) menggunakan dua nilai rC dalam percobaan. Pengaruh
variasi rC pada hubungan gaya-deformasi pada pegas q-z ditunjukkan pada gambar 2.18
dengan memplot tekanan yang dinormalisasi (= ultqq / ) dengan deformasi pegas.Dari
gambar ini dapat dilihat peningkatan rC dari 0.2 menjadi 0.5 meningkatkan daerah
Universitas Sumatera Utara
elastik secara signifikan. Kedua kurva bersinggungan dan bersifat asimtot menunjukkan
peningkatan rC tidak mempengaruhi kapasitas daya dukung ultimit.
Gambar 2.18 Pengaruh variasi rC terhadap hubungan gaya-deformasi
(Rachowdhury, 2008)
Untuk menunjukkan pengaruh variasi rC terhadap respons pondasi, pondasi persegi 5m
dikenakan pembebanan siklik Ditunjukkan dalam gambar 2.19 a) dan b) bahwa variasi
rC dari 0.5 menjadi 0.2 tidak mempengaruhi demand momen, tetapi demand penurunan
meningkat kira-kira 60%.Gambar 2.20 menunjukkan pengaruh variasi rC terhadap
penurunan maksimum yang dinormalisasi. Dari gambar 2.20 terlihat demand penurunan
berkurang secara hampir linear ( 2R =90%) seiring meningkatnya rC .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Pengaruh variasi rC terhadap respons pondasi: a) momen versus rotasi b)
penurunan versus rotasi (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.20 Pengaruh rC terhadap demand penurunan maksimum yang dinormalisasi
(Rachowdhury, 2008)
2.3.9 Kekakuan non linear pk
Kekakuan daerah nonlinear pada backbone curve lateral maupun horizontal
penting untuk membentuk karakteristik respons pondasi keseluruhan. Kekakuan nonlinear
pk untuk pegas vertikal (QzSimple1) dinyatakan dalam persamaan :
Universitas Sumatera Utara
+−
−−= + )1(50
50
)()()( n
o
n
oultp zzczczqqnk
(2.22)
Dimana c dan n adalah parameter yang mendeskripsikan bentuk backbone curve. Untuk
material QzSimple1 ditemukan oleh Boulanger (2000). Persamaan serupa dipakai untuk
pegas lateral.
Untuk mengekspresikan kekakuan nonlinear pk secara kuantitatif, digunakan
variabel 80α .Parameter 80α adalah rasio kekakuan nonlinear pada 80% kapasitas daya
dukung ultimit pegas ( ultq ). Semakin tinggi nilai pk maka nilai 80α semakin tinggi
juga.Rachowdhury(2008) menggunakan dua nilai 80α dalam percobaannya. Gambar 2.21
menunjukkan plot tekanan yang dinormalisasi ( ultqq / ) versus deformasi pegas q-z
menunjukkan pengaruh perubahan nilai parameter 80α mempengaruhi kekakuan nonlinear
pada backbone curve. Untuk mengubah 80α dari 0.048 menjadi 0.1, parameter c diubah,
sedangkan parameter yang lain tetap. Dari gambar 2.21 dapat dilihat bahwa kurva 80α =
0.048 dan 80α = 0.1 menyimpang pada nilai beban yang di normalisasi sebesar 0.3,
dimana titik ini juga berupa batas elastik rC , mengindikasi bahwa perubahan c tidak
memberikan pengaruh terhadap kekakuan awal, hanya mengubah kekakuan nonlinear
pegas.Kedua kurva menyinggung secara asistot pada saat deformasi mencapai 10mm.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Pengaruh parameter 80α pada backbone curve pegas
(Rachodhury, 2008)
Gambar 2.22 a) dan b) menunjukkan pengaruh variasi parameter 80α terhadap
respons momen versus rotasi dan penurunan versus rotasi pada pondasi persegi 5m.
parameter 80α mempengaruhi demand penurunan secara signifikan, dimana penurunan
menurun kira-kira 50% ketika 80α meningkat sebesar kira-kira 50%. Dimana perubahan
backbone curve pada gambar 2.22 tidak drastis. Gambar 2.22 b) juga menunjukkan
bahwa penurunan awal tidak jauh menyimpang (pada daerah elastik), namun terjadi
penyimpangan yang semakin besar ketika terjadi pembebanan siklik seiring waktu.
Gambar 2.23 a) menunjukkan relasi antara parameter c dan parameter 80α . Dari
gambar dapat dilihat relasi antara c dan 80α tidak bersifat linear. Seiring bertambahnya c
parameter 80α berkurang. Gambar 2.23 b) menunjukkan pengaruh perubahan 80α pada
demand penurunan yang dinormalisasi. Dari gambar dapat dilihat demand penurunan
berkurang seiring dengan meningkatnya 80α . Namun, relasi antara demand penurunan
dan 80α bersifat nonlinear akibat perilaku nonlinear dari pegas. Kenaikan nilai 80α dari
Universitas Sumatera Utara
5% menjadi 10% mengakibatkan berkurangnya demand penurunan sebesar kira-kira
53%.
Gambar 2.22 Pengaruh variasi parameter 80α terhadap respons pondasi: a) momen versus
rotasi b) penurunan versus rotasi (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.23 Pengaruh perubahan parameter c terhadap demand penurunan: a) c versus
80α b) 80α versus demand penurunan yang dinormalisasi
(Rachowdhury, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.3.10 Kekakuan unloading unlk
Kekakuan unloading termasuk parameter yang digunakan untuk menentukan
perilaku pegas vertikal dan lateral. Selama pembebanan siklik, kekakuan unloading
mengontrol perilaku pegas.Rachowdhury menggunakan nilai unlk = ink dan unlk =20% ink
Gambar 2.24 menunjukkan plot pembebanan yang dinormalisasi versus deformasi pegas
q-z untuk dua nilai kekakuan unloading yang berbeda ketika dilakukan pembebanan,
pelepasan beban, dan pembebanan kembali pada sisi tarik. Dari gambar ini dapat dilihat
kapasitas pegas sama untuk kedua kekakuan unloading. Namun, juga dapat dilihat bahwa
ketika unloading, perubahan beban yang kecil mengakibatkan perubahan signifikan pada
deformasi pada kurva unlk =20% ink . Pemilihan unlk didasarkan pada hasil penelitian
Gajan et al (2003).
Gambar 2.25 a) dan b) menunjukkan pengaruh perubahan kekakuan unloading
pada respons momen versus rotasi dan penurunan versus rotasi pada pondasi persegi 5m.
Dari gambar 2.25 a) dapat dilihat bahwa kurva momen rotasi hampir sama atau tidak
mengalami perubahan yang berarti.Dari gambar 2.25 b) dapat dilihat bahwa penurunan
menyimpang ketika amplitude rotasi ditambah. Pengurangan kekakuan unloading
menjadi 20% dari kekakuan loading meningkatkan demand penurunan hanya sebesar 9%.
Maka pengaruhi kekakuan unloading pada respons pondasi dapat dianggap tidak
signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Pengaruh unlk terhadap hubungan pembebanan-deformasi pegas
q-z (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.25 Pengaruh unlk terhadap respons pondasi: a) momen versus rotasi b)
penurunan versus rotasi (Rachowdhury, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Material Model
Pada sub bab ini akan dibahas material model yang dipakai dalam studi
ini. Material ini meliputi material beton, tulangan, dan pegas tanah.
2.4.1 Material Beton
Pada studi ini dipakai model material beton kent scott park dengan mutu
25 MPa dan modulus elastisitas 23500 MPa. Tegangan tarik pada model kent
scott park ini diabaikan.. Pada software OPENSEES material ini dikenal dengan
Concrete01. Grafik tegangan regangan untuk model ini dintunjukkan dalam
gambar 2.26
Gambar 2.26 Model Material Kent Scott Park
(Park et al, 1982)
2.4.2 Material Tulangan
Tulangan pada studi ini menggunakan model material Giuffre Menegotto Pinto
dengan tegangan leleh 400 MPa dan modulus elastisitas 200000 MPa. Model ini dapat
menangkap perilaku stiffness degrading dengan baik. Material ini dikenal dengan Steel02
Universitas Sumatera Utara
dalam software OPENSEES. Grafik tengangan regangan model ini dapat dilihat dalam
gambar 2.27 dan model hysteresis dalam gambar 2.28
Gambar 2.27 Model Material Giuffre Menegotto Pinto
(Pinto et al, 1973)
Gambar 2.28 Model hysteresis Giuffre Menegotto Pinto
(Hendrik et al, 2017)
Universitas Sumatera Utara
2.4,3 Material Model Pegas Tanah
Model pegas tanah pada studi ini menggunakan model yang diusulkan oleh
Boulanger (2000) yang terdiri dari QzSimple1, PySimple1 dan TzSimple1 material yang
akan dibahas lebih lanjut untuk setiap materialnya.
2.4.3.1 QzSimple1 Material
Material QzSimple1 diimplementasikan dalam OpenSees didasarkan pada
formula oleh Boulanger et al (1999). Material QzSimple1 mempunyai respons hysteretik
asimetris, dengan backbone curve didefinisikan oleh beban ultimit pada daerah tekan dan
reduksi kekuatan tarik yang menggambarkan tanah yang lemah terhadap tarik sehingga
sering dipakai dalam permasalahan pondasi dangkal. Material elastik menunjukkan
perilaku “ far field” , sedangkan material plastis menunjukkan perilaku “near field”
deformasi permanen yang ditunjukkan pada gambar 2.29.Komponen gap (yang terdiri
dari pegas drag dan closure secara paralel) ditambahkan dengan komponen plastis untuk
menganalisa perilaku uplift pondasi. Radiation damping dapat digambarkan dengan
dashpot pada komponen elastis far field. Gaya viscous dari dashpot ini proporsional pada
komponen kecepatan yang dikembangkan pada komponen elastis far field material.
Backbone curve kemudian digambarkan secara elastik, kemudian berkembang menjadi
inelastik seperti gambar 2.30.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.30 QzSimple1 backbone curve: a) backbone curve yang digunakan pada model
tiang-tanah. b) backbone curve secara umum (Rachowdhury,2008)
Persamaan yang digunakan untuk mendeskripsikan material QzSimple1 serupa
dengan yang digunakan untuk material PySimple1 oleh Boulanger et al (1999). Seperti
yang disebut oleh Boulanger (2000). Pada daerah elastis, persamaan pada backbone curve
digambarkan oleh:
zkq in= (2.23)
Batas daerah elastik didefinisikan dengan persamaan
ulto Crqq = (2.24)
Dimana kin = kekakuan elastik awal, q = pembebanan instant, z = deformasi instant, qo =
pembebanan pada batas leleh, dan Cr = parameter yang mengontrol batas elastik
Universitas Sumatera Utara
Pada daerah nonlinear (post-yield), backbone curve didefinisikan dengan:
n
po
poultultzzcz
czqqqq
−+−−=
50
50)(
(2.25)
Dimana qult = pembebanan ultimit, z50 = deformasi dimana 50% dari pembebanan ultimit
bekerja, qo = pembebanan pada batas leleh, zo = deformasi pada batas leleh, dan c dan n
adalah parameter yang mengontrol bentuk dari daerah nonlinear pada backbone curve.
Komponen gap pada pegas adalah kombinasi paralel dari pegas drag dan closure.
Komponen closure (qc-zg) adalah pegas elastik bilinear, dimana kaku terhadap tekan dan
sangat fleksibel terhadap tarik. Komponen nonlinear drag (qd-zg) pada backbone curve
dikontrol dengan persamaan :
−+−−=
go
gdoultdultdd
zzzzqqCqCq
2)(
50
50
(2.26)
Dimana qd = gaya drag pada komponen closure, doq = qd pada awal pembebanan siklik,
goz = zg pada awal pembebanan siklik dan Cd = rasio gaya drag maksimum . Persamaan
untuk PySimple1 dan TzSimple serupa dengan persamaan (2.1) – (2.4) dengan variasi n,
c, dan cr, yang mengontrol bentuk bacbbone curve (Bounlanger,2000). Untuk material
QzSimple1, backbone curve dimodelkan mengikuti Reese dan ONeill untuk pondasi bor
pile pada lempung dan Vijayvergiya (1977) untuk pondasi tiang pancang pada pasir. Nilai
c, n dan Cr dikalibrasi menjadi c = -.35, n = 1.2, Cr = 0.2 untuk lempung dan c = 12.3, n
= 5.5, dan Cr =0.3 untuk pasir.
Pada implementasi OpenSees sekarang, pengguna menspesifikasikan parameter
: tipe material , lempung (soilType=1) atau pasir (soilType=2) , qult,, z50, suction
(kapasitas tarik), dan rasio viscous damping.Respons siklik material QzSimple1 yang
diimplementasikan di OpneSees untuk model pile dapat dilihat pada Gambar 2.31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.31 Respons siklik QzSimple1 (Boulanger,2000)
2.4.3.2PySimple1 Material
Material PySimple1 awalnya digunakan untuk memodelkan ketahanan pasif
horizontal tanah terhadap tiang pancang. Pada studi ini, model ini digunakan untuk
menganalisa tahanan pasif, potensi gap dari pondasi dangkal tertanam akibat pembebanan
seismik ecara lateral. Material PySimple1 memiliki perilaku hysteretik terjepit, dimana
cocok untuk menganalisa fenomena gapping ketika pengangkatan beban pada sisi
berlawanan pondasi. Nilai c, n dan Cr digunakan mengikuti percobaan Matlock (1970)
dan API (1987) oleh Boulanger (2000) sebesar c = 10, n = 5, dan Cr = 0.35 untuk
lempung halus dan c = 0.5, n = 2, dan Cr = -.2 untuk pasir teralirkan.Pegas P-y umumnya
dipasangkan di beberapa lokasi sepanjang tiang untuk mempertimbangkan variasi
karakteristik tanah terhadap kedalaman. Tetapi pada kasus pondasi dangkal diasumsikan
karakteristik tanah sepanjang pondasi tidak berbeda jauh, sehingga hanya dipakai satu
pegas. Pada OpenSees, input parameter untuk material PySimple1 adalah : pult, y50, Cr dan
jenis tanah (lempung atau pasir).Backbone curve pada material PySimple1 dapat dilihat
pada gambar 2.32. Respons siklik material PySimple1 dapat dilihat pada gambar 2.33.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.32 Backbone curve pada PySimple1(Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.33 Respons siklik PySimple1 (Boulanger, 2000)
2.4.3.3 TzSimple1 Material
Material TzSimple1 awalnya digunakan untuk menganalisa tahanan gesekan
sepanjang tiang pancang. Material TzSimple1 memiliki karakteristik kekakuan awal
yang besar dan broad hysteretik untuk mengantisipasi perilaku gesek terkaut dengan geser
pondasi. Nilai c, n dan Ce mengikuti model Reese dan ONeill dan Mosher (1984) oleh
Boulanger (2000) sebesar c = 0.5, n = 1.5, Ce = 0.708 untuk lempung dan c = 0.6, n =
Universitas Sumatera Utara
0.85, Ce =2.05 untuk pasir, dimana Ce = Cr. Untuk pengguna OpenSees, input parameter
untuk material TzSimple1 adalah tult, z50, dan jenis tanah (lempung atau pasir).Backbone
curve untuk TzSimple1 dapat dilihat pada gambar 2.34. Respons siklik pada material
TzSimple1 dapat dilihat pada gambar 2.35.
Gambar 2.34 Bacbone curve TzSimple1 (Rachowdhury, 2008)
Gambar 2.35 Respons siklik TzSimple1 (Boulanger, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.29 Model Material QzSimple1, PySimple1, dan TzSimple1 dengan elemen
zeroLength (Rachowdhury, 2008)
2.5 Model Elemen Balok-Kolom
Pada studi ini digunakan fiber model force-based element
dimana kekakuan elemen dihitung berdasarkan kenaikan pembebanan. Pada software
OpenSees dilakukan permodelan dengan fiber section. Pada fiber section penampang
dibagi menjadi elemen selimut beton, inti beton, tulangan. Selanjutnya dilakukan meshing
seluruh elemen sehingga menjadi kesatuan. Pada model ini digunakan model distributed-
plasticity element. Dimana daerah plastifikasi terdistribusi sepanjang bentang seperti di
gambar 2.36 . Dan perhitungan numerik yang digunakan dalam studi ini yaitu Gauss-
Lobatto quadrature. Tabulasi untuk point integration dilampirkan pada tabel 2.3
Gambar 2.36 Fiber model balok beton bertulang
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Gauss-Lobatto Quadrature
Jumlah titik integrasi Titik, xi Berat,wi
3 0
±1
4/3
1/3
4 ± 5/1
±1
5/6
1/6
5 0
± 7/3
±1
32/45
49/90
1/10
6 ±0.2852315164806451
±0.7650553239294647
±1
0.5548583770354863
0.3784749562978470
0.0666666666666667
7 0
±0.4688487934707142
±0.8302238962785669
±1
0.4876190476190476
0.4317453812098626
0.2768260473615659
0.0476190476190476
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahapan Perencanaan
Tahapan perencanaan dimulai dari penentuan data propertis struktur, data
pondasi, data propertis tanah serta parameter kekakuan tanah yang akan dijelaskan pada
sub bab berikut
3.1.1 Data Propertis Struktur (Superstructure)
Pada studi ini dipakai 3 model struktur dengan 4 bays untuk masing-masing
struktur dengan variasi 3 lantai, 4 lantai, dan 5 lantai seperti di gambar. Digunakan beton
bertulang dengan kuat tekan 25 MPa dan tulangan dengan tegangan leleh 400 MPa dan
didesain dalam bentuk 2 dimensi. Perencanaan struktur dilakukan menurut SNI-2847-
2013 (Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung) dan dengan pembebanan
menurut SNI-1727-2013 (Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan
struktur lain). Adapun tahap perencanaan struktur.
1. Penentuan panjang dan tinggi gedung
2. Pradimensi kolom, balok dan pelat
3. Perhitungan beban gravitasi struktur
4. Perhitungan beban seismik struktur
5. Analisa Struktur (dengan bantuan SAP2000)
6. Desain tulangan balok dan kolom
Dimensi kolom dan balok dirangkum dalam tabel 3.1 sedangkan penulangan balok dan
kolom dirangkum pada tabel 3.2 dan 3.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Model bangunan : a) 3 Lantai b) 4 Lantai c) 5 Lantai
Tabel 3.1 Dimensi balok dan kolom untuk 3,4 dan 5 lantai
Lantai Dimensi Balok
(mm)
Dimensi Kolom
(mm)
3 200x400 350x350
4 250x450 400x400
5 250x500 450x450
Tabel 3.2 Penulangan Balok
Lantai Tulangan Tekan Tulangan Tarik
3 2D-13 5D-13
4 2D-16 5D-16
5 2D-19 5D-19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Penulangan Kolom
Lantai Tulangan
3 8D-16
4 8D-19
5 8D-22
3.1.2Data Pondasi (Substructure)
Dimensi Pondasi dihitung berdasarkan daya dukung tanah dan beban struktur
yang ditumpu pondasi. Rangkuman dimensi pondasi dapat dilihat pada tabel 3.4
Tabel 3.4 Dimensi Permodelan Pondasi
Parameter 3 Lantai
(m)
4 Lantai
(m)
5 Lantai
(m)
B 1.75 2 2.5
L 1.75 2 2.5
H 0.8 0.8 0.8
Df 0.5 0.5 0.5
3.1.3Data Propertis Tanah
Pada studi ini digunakan 2 jenis kelas situs tanah yaitu SD (Tanah sedang) dan
SE (Tanah Lunak). Kelas situs tanah yang digunakan pada studi ini mengacu pada SNI
1726-2012 (Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan
non gedung).Sedangkan untuk parameter lainnya seperti berat jenis, poisson ratio, sudut
geser dan kohesi dipakai acuan berdasarkan buku bowles. Rangkuman data tanah yang
dipakai dilihat pada tabel 3.8
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.5 Klasifikasi kelas situs (SNI-1726-2012)
Kelas Situs Vs (m/detik) N atau chN uS (kpa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras) 350 sampai 750 >50 ≥ 100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) >175 <15 <50
Dimana Vs adalah kecepatan gelombang geser, N adalah nilai n-spt, uS adalah kuat
geser niralir dan N/A berarti tidak dapat dipakai
Tabel 3.6 Korelasi uji penetrasi standar (N-SPT)
(Bowles,Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah,1991)
Tanah tidak kohesif
N 0-10 11-30 31-50 >50
Berat isi γ
( )3/ mkN
12-16 14-18 16-20 18-23
Sudut geser ϕ 25-32 28-36 30-40 >35
Keadaan Lepas Sedang Padat Sangat padat
Tanah Kohesif
N <4 4-6 6-15 16-25 >25
Berat isi γ
( )3/ mkN
14-18 16-18 16-18 16-18 >20
C (kPa) <25 20-50 30-60 40-200 >100
Konsistensi Sangat
Lunak
Lunak Sedang Kenyal Keras
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.7 Harga angka Poisson Ratio
(Bowles, Analisis dan Desain Pondasi, 1997)
Jenis Tanah Angka Poisson
Lempung jenuh 0.4-0.5
Lempung tak jenuh 0.1-0.3
Lempung berpasir 0.2-0.3
Lanau 0.3-0.35
Pasir Padat 0.1-1
Batuan 0.1-0.4
Tanah Lus 0.1-0.3
Tabel 3.8 Data tanah
Jenis Tanah SD (Tanah Sedang) SE (Tanah Lunak)
Kohesi (kpa) 30 20
Sudut Geser (°) 35 30
Kecepatan gelombang
geser (m/s) 275 150
Modulus geser (MPa) 80 56
Poisson ratio 0.27 0.3
Berat jenis (kN/m3) 18 17
3.1.4Parameter Kekakuan Tanah
Telah dibahas pada bab 2 parameter kekakuan tanah yang diperlukan dan pada
sub bab ini akan dibahas perhitungan masing-masing parameter tersebut.
3.1.4.1 Kapasitas pembebanan ultimit vertikal dan lateral
Untuk kapasitas ultimit vertikal nilainya dapat dihitung dengan persamaan (2.1)
yang dihitung untuk masing-masing struktur beserta variasi tanahnya.
Universitas Sumatera Utara
Rangka 3 lantai (kelas tanah situs D)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(03.48)(75.1)(18)(5.0(
)1)(07.1)(7.1)(3.33)(5.0)(18()1)(072.1)(72.1)(12.46)(30( ++
=ultq 2/174.3550 mkN
Sedangkan untuk tahanan ultimit lateral berdasarkan gaya tahanan pasif dihitung dengan
persamaan (2.19)
25.0 fpult DKp γ=
=ultp 2)5.0)(69.3)(18(5.0
=ultp 2/3025.8 mkN
dan untuk tahanan lateral ultimit berdasarkan tahanan geser dihitung dengan persamaan
(2.20)
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )75.175.1)(30())5.17)(tan(75.217( x+
=ultt kN53.160
Rangka 3 lantai (kelas tanah situs E)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(88.10)(75.1)(17)(5.0(
)1)(088.1)(466.1)(66.10)(5.0)(17()1)(097.1)(51.1)(72.20)(20( ++
=ultq 2/065.928 mkN
25.0 fpult DKp γ=
=ultp 2)5.0)(46.2)(17(5.0
Universitas Sumatera Utara
=ultp 2/2275.5 mkN
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )75.175.1)(20())5.12)(tan(75.217( x+
=ultt kN52.109
Rangka 4 lantai (kelas tanah situs D)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(03.48)(2)(18)(5.0(
)1)(063.1)(7.1)(3.33)(5.0)(18()1)(064.1)(72.1)(12.46)(30( ++
=ultq 2/41.3592 mkN
25.0 fpult DKp γ=
=ultp 2)5.0)(69.3)(18(5.0
=ultp 2/3025.8 mkN
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )22)(30())5.17)(tan(94.335( x+
=ultt kN92.225
Rangka 4 lantai (kelas tanah situs E)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(88.10)(2)(17)(5.0(
)1)(077.1)(466.1)(66.10)(5.0)(17()1)(079.1)(51.1)(72.20)(20( ++
=ultq 2/206.929 mkN
25.0 fpult DKp γ=
Universitas Sumatera Utara
=ultp 2)5.0)(46.2)(17(5.0
=ultp 2/2275.5 mkN
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )22)(20())5.12)(tan(94.335( x+
=ultt kN47.154
Rangka 5 lantai (kelas tanah situs D)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(03.48)(5.2)(18)(5.0(
)1)(05.1)(7.1)(3.33)(5.0)(18()1)(051.1)(72.1)(12.46)(30( ++
=ultq 2/53.3684 mkN
25.0 fpult DKp γ=
=ultp 2)5.0)(69.3)(18(5.0
=ultp 2/3025.8 mkN
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )5.25.2)(30())5.17)(tan(32.455( x+
=ultt kN06.331
Rangka 5 lantai (kelas tanah situs E)
idsqiqdqsqcicdcscult FFFBNFFFDfNFFFNcq γγγγγγ 5.0' ++=
=ultq)1)(1)(6.0)(88.10)(5.2)(17)(5.0(
)1)(062.1)(466.1)(66.10)(5.0)(17()1)(068.1)(51.1)(72.20)(20( ++
=ultq 2/083.948 mkN
Universitas Sumatera Utara
25.0 fpult DKp γ=
=ultp 2)5.0)(46.2)(17(5.0
=ultp 2/2275.5 mkN
fgult AcWt 'tan += δ
=ultt )5.25.2)(20())5.12)(tan(32.455( x+
=ultt kN94.225
Dan nilainya dimuat dalam tabel 3.9
Tabel 3.9 Rangkuman kapasitas ultimit pondasi
3.1.4.2 Distribusi kekakuan pegas (kmid dan kend)
Seperti yang telah dijelaskan pada bab II, distribusi pegas vertikal sepanjang
pondasi berbeda-beda dimana di daerah ujung terletak lebih banyak pegas dan di daerah
tengah jarak antara pegas lebih renggang. Nilai kekakuan pegas di ujung dan di tengah
pondasi dapat dihitung dengan persamaan (2.20) dan (2.21)
Rangka 3 lantai (kelas tanah situs D)
BvGkend )1(
8.6−
=
Rangka Kelas Tanah ultq ultp ultt
3 Lantai SD 3550.174 8.3025 160.53
3 Lantai SE 928.065 5.2275 109.52
4 Lantai SD 3592.41 8.3025 225.92
4 Lantai SE 929.206 5.2275 154.47
5 Lantai SD 3684.53 8.3025 331.06
5 Lantai SE 948.083 5.2275 225.94
Universitas Sumatera Utara
=endk)75.1)(27.01(
)80000(8.6−
=endk mkN /7025.425831
BvGkmid )1(
73.0−
=
=midk)75.1)(27.01(
)80000(73.0−
=midk mkN /28571.45714
Rangka 3 lantai (kelas tanah situs E)
BvGkend )1(
8.6−
=
=endk)75.1)(3.01(
)56000(8.6−
=endk mkN /14.310857
BvGkmid )1(
73.0−
=
=midk)75.1)(3.01(
)56000(73.0−
=midk mkN /42.33371
Rangka 4 lantai (kelas tanah situs D)
BvGkend )1(
8.6−
=
=endk)2)(27.01(
)80000(8.6−
=endk mkN /73.372602
Universitas Sumatera Utara
BvGkmid )1(
73.0−
=
=midk)2)(27.01()80000(73.0
−
=midk mkN /40000
Rangka 4 lantai (kelas tanah situs E)
BvGkend )1(
8.6−
=
=endk)2)(3.01()56000(8.6
−
=endk mkN /272000
BvGkmid )1(
73.0−
=
=midk)2)(3.01()56000(73.0
−
=midk mkN /29200
Rangka 5 lantai (kelas tanah situs D)
BvGkend )1(
8.6−
=
=endk)5.2)(27.01(
)80000(8.6−
=endk mkN /19.298082
BvGkmid )1(
73.0−
=
Universitas Sumatera Utara
=midk)5.2)(27.01(
)80000(73.0−
=midk mkN /32000
Rangka 5 lantai (kelas tanah situs E)
BvGkend )1(
8.6−
=
=endk)5.2)(3.01(
)56000(8.6−
=endk mkN /217600
BvGkmid )1(
73.0−
=
=midk)5.2)(3.01()56000(73.0
−
=midk mkN /23360
Dan nilainya dimuat dalam tabel 3.10
Tabel 3.10 Tabel nilai distribusi kekakuan
Rangka Kelas Tanah endk midk
3 Lantai SD 425831.7025 45714.28571
3 Lantai SE 310857.14 33371.42
4 Lantai SD 372602.73 40000
4 Lantai SE 272000 29200
5 Lantai SD 298082.19 32000
5 Lantai SE 217600 23360
3.1.4.3 Kekakuan Tapak Pondasi (Kv dan Kh)
Untuk menghitung kekakuan tapak pondasi digunakan persamaan (2.17) dan tabel (2.2)
Untuk Rangka 3 Lantai (kelas tanah situs D)
Universitas Sumatera Utara
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()75.1)(75.1(
)75.1(2)75.1(22.01.
)75.1()75.1(3.11
)75.1()5.0(095.01.
75.175.154.173.0
23.01)75.1)(80000(Kv
mkNKv /28.588903=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
75.175.1
)8.0)(75.175.1(1628.05.0
52.01.
75.15.015.01.
75.175.15.22
23.02)75.1)(80000(Kh
mkNKh /0867.598245=
Untuk Rangka 3 Lantai (kelas tanah situs E)
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()75.1)(75.1(
)75.1(2)75.1(22.01.
)75.1()75.1(3.11
)75.1()5.0(095.01.
75.175.154.173.0
3.01)75.1)(56000(Kv
Universitas Sumatera Utara
mkNKv /6.437610=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
75.175.1
)8.0)(75.175.1(1628.05.0
52.01.
75.15.015.01.
75.175.15.22
3.02)75.1)(56000(Kh
mkNKh /647.426161=
Untuk Rangka 4 lantai (kelas tanah situs D)
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
( )
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()2)(2(
)2(2)2(22.01.
)2(23.11
)2()5.0(095.01.
2254.173.0
23.01)2)(80000(Kv
mkNKv /99.668086=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
Universitas Sumatera Utara
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
22
)8.0)(22(1628.05.0
52.01.
25.015.01.
225.22
23..02)2)(80000(Kh
mkNKh /8249.658229=
Untuk Rangka 4 lantai (kelas tanah situs E)
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()2)(2(
)2(2)2(22.01.
)2()2(3.11
)2()5.0(095.01.
2254.173.0
3.01)2)(56000(Kv
mkNKv /5072.487703=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
22
)8.0)(22(1628.05.0
52.01.
25.015.01.
225.22
3.02)2)(56000(Kh
mkNKh /95.468891=
Universitas Sumatera Utara
Untuk Rangka 5 lantai (kelas tanah situs D)
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
( )
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()5.2)(5.2(
)5.2(2)5.2(22.01.
)5.2(5.23.11
)5.2()5.0(095.01.
5.25.254.173.0
23.01)5.2)(80000(Kv
mkNKv /075.801633=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
5.25.2
)8.0)(5.25.2(1628.05.0
52.01.
5.25.015.01.
5.25.25.22
23..02)5.2)(80000(Kh
mkNKh /2023.775728=
Universitas Sumatera Utara
Untuk Rangka 5 lantai (kelas situs tanah E)
+
+
++
+
−=
67.075.0
.222.01.3.11095.01.54.173.01
HLB
BLLB
BDf
LBGLKv
ν
++
++
+
−=
67.0
75.0
)8.0.()5.2)(5.2(
)5.2(2)5.2(22.01.
)5.2()5.2(3.11
)5.2()5.0(095.01.
5.25.254.173.0
3.01)2)(56000(Kv
mkNKv /153.585192=
+−+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0 )(16)2
(52.01.15.01.5.22
2 BL
HBLHDf
BDf
LBGLKh
ν
( )( )
+
−
+
+
+
−=
4.0
2
5.085.0
5.25.2
)8.0)(5.25.2(1628.05.0
52.01.
5.25.015.01.
5.25.25.22
3.02)5.2)(56000(Kh
mkNKh /2706.552592=
Dan nilainya disusun dalam tabel 3.11
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.11 Nilai kekakuan tapak pondasi
Rangka Tanah kelas Kv Kh
3 Lantai SD 588903.28 598245.0867
3 Lantai SE 437610.6 426161.647
4 Lantai SD 668086.99 658229.8249
4 Lantai SE 487703.5072 468891.95
5 Lantai SD 801633.075 775728.2023
5 Lantai SE 585192.153 552592.2706
3.1.4.4 Panjang daerah ujung ( endL ) dan Rasio panjang ujung ( Re )
Panjang daerah ujung merupakan panjang daerah dimana diletakkan pegas
berintensitas penuh yang nilainya ditentukan sebesar 16% dari panjang tapak pondasi ( L )
dinyatakan oleh ATC-40 (1996)
Untuk Rangka 3 lantai
LLend 61
=
)75.1(61
=endL
mLend 2916.0=
Untuk Rangka 4 lantai
LLend 61
=
)2(61
=endL
mLend 333.0=
Untuk Rangka 5 lantai
LLend 61
=
Universitas Sumatera Utara
)5.2(61
=endL
mLend 416.0=
Dan untuk rasio panjang ujung ( Re ) berhubung semua memakai acuan ATC-40 maka
semua rasio panjang ujung untuk semua model sama yaitu 16%
3.1.4.5 Rasio Intensitas kekakuan ( KR )
Rasio intensitas kekakuan dihitung dengan persamaan (2.22). Tetapi karena endk dan midk
dihitung menurut persamaan yang diajukan oleh ATC-40 maka untuk semua model sama
yaitu 9.315.
3.1.4.6 Jarak Antar Pegas ( Lle / )
Pada studi ini digunakan jarak antar pegas sebesar 10% untuk semua model struktur.
Universitas Sumatera Utara
3.2 FLOW CHART
START
Perhitungan struktur
Penentuan dimensi pondasi
Penentuan parameter tanah
Hasil dan pembahasan
FINISH
Perhitungan parameter kekakuan
Proses analisis dengan bantuan software OpenSees
Kesimpulan dan Saran
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum
Setelah dilakukan perhitungan propertis struktur, dimensi pondasi, data
propertis tanah, serta parameter kekakuan tanah dan kemudiandilakukan analisa
pushover dengan bantuan software OPENSEES dan dilanjutkan dengan
pengolahan output dari OPENSEES dengan menggunakan Microsoft Office Excel
2010 dan diolah dalam bentuk grafik dan dilakukan pembahasan dari hasil yang
didapat. Model dianalisa dengan pembebanan lateral dengan distribusi segitiga atau
sering disebut dengan distribusi massa vertikal untuk mengetahui kapasitas lateral
dari bangunan pada kelas situs tanah yang berbeda beda dengan
mempertimbangkan interaksi struktur tanah maupun tidak. Hasil analisa dapat
dilihat pada sub bab selanjutnya
4.2 Hasil analisa dan pembahasan
Berikut dibawah adalah grafik hasil analisa yang menunjukkan
perbandingan antara model bangunan yang sama dengan mempertimbangkan
interaksi struktur tanah maupun tidak.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada kelas situs tanah D
Gambar 4.2 Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada kelas situs tanah E
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada kelas situs tanah D
Gambar 4.4 Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada kelas situs tanah E
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Perbandingan kapasitas lateral rangka 5 lantai pada kelas situs tanah D
Gambar 4.6 Perbandingan kapasitas lateral rangka 5 lantai pada kelas situs tanah E
Universitas Sumatera Utara
Dapat dilihat dari gambar diatas, bahwa pengaruh interaksi struktur tanah
tidak berpengaruh banyak terhadap kapasitas pada rangka 3 dan 4 lantai pada kelas
tanah situs D dan rangka 3 lantai pada kelas tanah situs D. Sedangkan perbedaan
mulai signifikan terjadi pada rangka 5 lantai pada kelas tanah situs D. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi bangunan maka pengaruh interaksi struktur
tanah membesar. Jadi pada bangunan rendah (low rise) pengaruh interaksi struktur
tanah dapat diabaikan.
Dan berikut dibawah adalah grafik perbandingan antara model bangunan
dengan kelas situs tanah yang berbeda dengan mempertimbangkan pengaruh
interaksi struktur tanah
Gambar 4.7 Perbandingan kapasitas lateral rangka 3 lantai pada variasi tanah
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Perbandingan kapasitas lateral rangka 4 lantai pada variasi tanah
Gambar 4.9 Perbandingan kapasitas lateral rangka 5 lantai pada variasi tanah
Universitas Sumatera Utara
Dari grafik hasil analisa diatas , dilihat bahwa pada rangka 3 lantai variasi
kelas situs tanah hampir tidak memberikan pengaruh sama sekali terhadap
kapasitas lateral bangunan. Tetapi pada rangka 4 dan 5 lantai terjadi perbedaan
yang sangat signifikan. Bangunan mengalami keruntuhan pada kelas situs tanah E
jauh sebelum bangunan pada kelas situs tanah D mengalami keruntuhan. Hal ini
menunjukkan pada bangunan dengan jumlah lantai keatas, variasi tanah
memberikan pengaruh yang semakin besar.
Besarnya Peak strength setiap model dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Rangkuman Peak Strength
Rangka Jenis Tanah Peak Strength (kN)
3 Lantai (SSI) SD (tanah sedang) 84.257
3 Lantai (non SSI) SD (tanah sedang) 88.6986
3 Lantai (SSI) SE (tanah lunak) 83.6811
3 Lantai (non SSI) SE (tanah lunak) 88.6986
4 Lantai (SSI) SD (tanah sedang) 106.883
4 Lantai (non SSI) SD (tanah sedang) 113,661
4 Lantai (SSI) SE (tanah lunak) 86.7182
4 Lantai (non SSI) SE (tanah lunak) 113.661
5 Lantai (SSI) SD (tanah sedang) 133.923
5 Lantai (non SSI) SD (tanah sedang) 142.886
5 Lantai (SSI) SE (tanah lunak) 106.413
5 Lantai (non SSI) SE (tanah lunak) 142.886
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa nonlinear pushover pada bangunan dengan variasi ketinggian dan kelas situs tanah dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada rangka bangunan dengan jumlah lantai 3 dan 4 pengaruh interaksi struktur tanah terhadap kapasitas bangunan sangat kecil, sehingga dalam perencaanaan dapat diabaikan.
b. Pada rangka bangunan dengan jumlah lantai diatas 5 pengaruh interaksi struktur tanah mulai menunjukkan perubahan yang signifikan sehingga dalam perencanaan diperlukan pertimbangan terhadap pengaruh interaksi struktur tanah
c. Variasi tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengaruh interaksi struktur tanah. Meskipun tidak memberikan pengaruh yang besar bagi bangunan dengan jumlah lantai dibawah 5, tetapi pada bangunan dengan jumlah lantai diatas 5 variasi tanah memberikan pengaruh yang sangat signifikan sehingga perlu dipertimbangkan dalam desain bangunan.
5.2 Saran
a. Penelitian mengenai pengaruh interaksi struktur tanah pada bangunan dengan ketinggian rendah perlu dilanjutkan dengan menggunakan metode Nonlinear time history untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada pengaruh interaksi struktur tanah terhadap bangunan dengan ketinggian rendah ( low rise building)
b. Pengaruh interaksi struktur tanah perlu disosialisasikan kepada para praktisi di bidang teknik sipil khususnya di Indonesia, mengingat di Indonesia sebagian besar terdiri dari tanah lunak.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Veletsos AS, Meek JW. Dynamic behaviour of building–foundation system. Earthq Eng Struct Dyn 1974;3(2):121–38
S.A.Warad dan Raveesh Bhat (2015). “Seismic Evaluation of RC Building Considering Soil-Structure Interaction”.The International Journal of Science & Technoledge. 3(11). 87-89
Prof. Patankar J.P dan Mr. Magade S.B . “Effect of Soil Structure Interaction on the Dynamic Behavior of Buildings” .IOSR-JMCE .10-11
Khalil Luoay et al (2007). “Influence of soil-structure interaction on the fundamental period of building” Earthquake Engineering and Structural Dynamics. Pp 2445-2453
M Nakhaei dan M A Ghannad (2008). “The effect of soil-structure interaction on damage index of buildings” Engineering Structures 30.pp 1491-1499
A Pecker dan C T Chatzigogos (2010). “ Non Linear soil structure interaction : impact on the seismic response of structures” XIV European Conference on Earthquake Engineering . pp 1-26
R M Jenifer Priyanka et al (2012). “Studies on Soil Structure Interaction of Multi Storeyed Buildings with Rigid and Flexible Foundation”. International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering” 2(12). 111-118
H R Tabatabaiefar dan B Fatahi (2014). “Idealisation of soil-structure system to determine inelastic seismic response of mid-rise building frames” Soil Dynamics and Earthquake Engineering 66. Pp 339-351
M Mekki et al (2016). “Seismic behavior of R.C structures including soil-structure interaction and soil variability effects” Engineering Structures 126. Pp 15-26
Universitas Sumatera Utara
Psycharis, I. N. (1981).”Dynamic behavior of rocking structures allowed to uplift,” PhD Thesis, California Institute of Technology
Chopra, A. dan Yim, S. C. (1985). “Simplified earthquake analysis of structures with foundation uplift.” ASCE Journal of Structural Engineering, 111(4), 906-930
Nakaki, D. K. and Hart, G. C. (1987), “Uplifting response of structure subjected to earthquake motions.” U.S.-Japan Coordinated Program for Masonry Building Research. Report No. 2.1-3. Ewing, Kariotis, Englekir and Hart.
Fenves, G. L. (1998). “Effects of footing rotation on earthquake behavior of pile supported bridge piers.” Technical Report for Earth Mechanics, Inc.
Cremer, C., Pecker, A., dan Davenne, L. (2001). “Cyclic macro-element for soil-strcuture interaction: Material and geometrical nonlinearities.” International Journal for Numerical and Analytical methods in Geomechanics, 25(12), 1257-1284
Harden, C. W., Hutchinson, T., Martin, G.R., dan Kutter, B, L. (2005). “Numerical modeling of the nonlinear cyclic response of shallow foundations.” Report No. 2005/04, Pacific Earthquake Engineering Research Center, PEER.
Allotey, N. dan Naggar, M. H. E. (2007). “An investigation into the winkler modeling of the cyclic response of rigid footings.” Soil Dynamics and Earthquake Engineering, 28, 44-57.
ATC-40 (1996). Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings. Applied Technology Council (ATC), Redwood City, California.
Boulanger, R. W. (2000a). “The PySimple1 Material, Document for the OpenSees platform. URL: http://opensees.berkeley.edu
Universitas Sumatera Utara
Boulanger, R. W. (2000b). “The QzSimple1 Material, Document for the OpenSees platform. URL: http://opensees.berkeley.edu
Boulanger, R. W. (2000c). “The TzSimple1 Material, Document for the OpenSees platform. URL: http://opensees.berkeley.edu
NEHRP (2000). Recommended Provisions for Seismic Regulations for New Buildings. Building Seismic Safety Council, Washington, D. C.
OpenSees (2008). “Open System for Earthquake Engineering Simulation : Opensees.” Pacific Earthquake Engineering Research Center (PEER), University of California, Berkeley. URL: http://opensees.berkeyley.edu.
Universitas Sumatera Utara