studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan...
TRANSCRIPT
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D
DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
CATUR WULANDARI
NIM. P.09010
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
i
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D
DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
CATUR WULANDARI
NIM. P.09010
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Catur Wulandari
NIM : P. 09010
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN DAN
KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN
HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD
SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar – benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Mei 2012
Yang Membuat Pernyataan
CATUR WULANDARI
NIM. P.09010
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Catur Wulandari
NIM : P. 09010
Program Studi : D III Keperawatan
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D
DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD
SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Senin, 7 Mei 2012
Pembimbing : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns (…………………….…)
NIK. 201185071
�
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Catur Wulandari
NIM : P. 09010
Program Studi : D III Keperawatan
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D
DENGAN HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD
SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Senin, 7 Mei 2012
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns (…………………….…)
NIK. 201185071
Penguji II : Diyah Ekarini, S.Kep., Ns (……………………….)
NIK. 200179001
Penguji III : Siti Mardiyah, S.Kep., Ns (……………………….)
NIK. 201183063
Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep., Ns
NIK. 201084050
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan bagi Tuhan Maha Kuasa karena berkat
rahmat dan karunia – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN. D DENGAN
HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA“.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya
kepada yang terhormat :
1. Setiyawan, S.Kep., Ns, Selaku Ketua Prodi Studi D III Keperawatan yang
telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns, Selaku Sekretaris Ketua Prodi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns Selaku dosen pembimbing sekaligus
sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan -
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
vi
4. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns Selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberi masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Siti Mardiyah, S.Kep., Ns Selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberi masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta
ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberi semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman – teman Mahasiswa Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu, yang
telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2012
Penulis
�
�
�
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................. 4
C. Manfaat Penulisan ............................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .......................................................................... 6
B. Perumusan Masalah Keperawatan ....................................... 11
C. Perencanaan ........................................................................ 12
D. Implementasi ....................................................................... 14
E. Evaluasi .............................................................................. 15
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ........................................................................ 18
B. Simpulan ............................................................................. 28
C. Saran ................................................................................... 30
Daftar Pustaka
Lampiran
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Genogram ............................................................................ 7
Gambar 2.2 Pohon Masalah ..................................................................... 12
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Log Book
2. Format Pendelegasian
3. Surat Selesai Pengambilan Data
4. Asuhan Keperawatan
5. Lembar Konsultasi
6. Daftar Riwayat Hidup
�
�
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut UU No. 36, 2009 sehat adalah suatu keadaan sehat, baik sehat
mental, fisik, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan sikap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. World health organization (WHO)
mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial,
bukan semata – mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Videbeck,
2008).
Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan
dengan adanya distres (misal: gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada
satu atau lebih fungsi area penting) atau disertai peningkatan risiko kematian
yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan
(American psychiathtric association), (Videbeck, 2008).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah
skizoprenia. Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada
klien skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizoprenia mengalami
halusinasi. Menurut stuart dan sundeen (1999), klien dengan halusinasi
mengalami kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik tergantung dari
tahap halusinasi yang dialaminya.
2
Gangguan - gangguan tersebut menunjukkan seperti klien berbicara
sendiri, mata melihat kekanan - kekiri, jalan mondar - mandir, sering
tersenyum sendiri dan sering mendengar suara - suara. Halusinasi adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari
stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelaianan
berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2002). Menurut keliat (2006),
mendefinisikan bahwa halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidu.
World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa 26 juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, panik dan cemas merupakan
gejala paling ringan. Dari total populasi 26 juta gangguan jiwa, terdapat 12 –
16 % yang mengalami gangguan jiwa serius. Profil kesehatan kota semarang
tahun 2006, menunjukan bahwa angka gangguan jiwa serius adalah 4.096 klien
atau sekitar 0,29 % dari total penduduk kota semarang. Data tersebut masih
bisa bertambah karena dihitung berdasarkan klien yang berkunjung ke
puskesmas (Mubin, 2009).
Abraham maslow mengatakan bahwa setiap manusia memiliki
kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan
tertinggi. Setiap pemenuhan kebutuhan tersebut akan diikuti pemenuhan
kebutuhan lainnya, kebutuhan itu diantaranya yaitu: pemenuhan kebutuhan
kasih sayang, rasa aman, dan aktualisasi diri, apabila salah satu dari kebutuhan
3
tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat tingginya tingkat stress di kalangan
masyarakat. Salah satu contoh apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi
maka seseorang akan merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak
aman, dan akan timbul rasa cemas, bahkan merasa bahwa ada yang
mengancam dirinya. Tetapi ketika kebutuhan tersebut terpenuhi maka perasaan
- perasaan yang demikian itu tidak akan muncul, sehingga individu selalu
merasa bahwa ia selalu dalam kondisi yang aman (Mubarak, 2007).
Berdasarkan catatan medis ruang maespati rumah sakit jiwa daerah
surakarta didapatkan data bahwa pasien dengan diagnosa skizofrenia
menempati peringkat pertama dibandingkan dengan gangguan kesehatan jiwa
lainnya. Dari daftar 20 besar penyakit rawat inap rumah sakit jiwa daerah
surakarta pada bulan Juli, Agustus dan September 2007 pasien dengan
skizofrenia paranoid menempati urutan pertama dengan jumlah pasien
sebanyak 304 orang, pasien dengan perilaku kekerasan menempati urutan
kedua dengan jumlah pasien 219 orang, pasien dengan halusinasi menempati
urutan ketiga dengan jumlah pasien 207 orang pasien, pasien dengan menarik
diri menempati urutan keempat dengan jumlah 123 orang, sedangkan pasien
dengan waham menempati urutan kelima dengan jumlah pasien 73 orang, dan
skizofrenia residual menempati urutan keenam dengan jumlah pasien sebanyak
65 orang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengangkat kasus “Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan dan
keselamatan pada Tn. D dengan halusinasi di ruang maespati RSJD Surakarta”.
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan keamanan dan
keselamatan pada Tn. D dengan Halusinasi.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi pasien dengan pemenuhan
kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi penulis
a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien
jiwa dengan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan:
halusinasi.
5
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan jiwa.
c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi profesi
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya dalam
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran.
3. Bagi institusi
a. Rumah sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di
rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
jiwa, khususnya pada kasus halusinasi pendengaran.
b. Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan keperawatan, khususnya pada klien dengan
pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi, dan
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
�
�
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus pada pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan:
halusinasi di ruang maespati RSJD Surakarta pada tanggal 5 - 7 April 2012.
Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Sedangkan asuhan
keperawatan secara lengkap, dengan metode allo anamnesa dan auto anamnesa.
A. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 5
April 2012 didapatkan data: klien bernama Tn.D, jenis kelamin laki - laki,
umur 36 tahun, beragama Islam, status belum menikah, klien berdomisili di
Karanganyar, pendidikan terakhir klien SMP. Pada tanggal 4 April 2012 klien
dibawa ke IGD RSJD Surakarta oleh ibu kandungnya yaitu Ny. T yang
sekaligus penanggung jawab dan tinggal serumah dengan klien di Karanganyar
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Klien dibawa ke RSJD Surakarta
dengan alasan, karena sejak 6 hari klien bingung, mengamuk, ngeluyur, bicara
sendiri, bicara ngelantur, ketawa - ketawa sendiri, teriak - teriak, mondar -
mandir, sulit tidur. Klien juga mengatakan sering mendengar suara bisikan,
suara tersebut menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara muncul setiap pagi,
siang, malam, jika pasien melamun sendirian, dan jika suara bisikan itu muncul
7
klien langsung menonton televisi. Saat ini untuk ketiga kalinya klien dirawat di
RSJD Surakarta, sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa sejak
tahun 1995. Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil, karena klien jarang
kontrol, sehingga klien jarang minum obat. Didalam keluarga klien tidak ada
yang mempunyai riwayat gangguan jiwa. Pengalaman klien yang tidak
menyenangkan yaitu klien mengatakan jengkel dan marah kepada ibunya
karena jika klien meminta sesuatu jarang dipenuhi, sehingga klien mengamuk
dan menjual barang - barang yang ada dirumahnya.
Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan dari klien yaitu keadaan
umum klien composmentis, tanda - tanda vital klien meliputi tekanan darah
120/80 mmhg, nadi 86 kali per menit, suhu 36°C, respirasi 20 kali per menit,
rambut klien berwarna hitam, lurus, pendek. Fungsi penglihatan klien baik,
simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, hidung klien mancung,
telinga klien simetris kanan dan kiri, dada simetris kanan dan kiri, ekstremitas
klien lengkap, fungsi alat gerak baik, klien juga tidak mempunyai riwayat
penyakit asma dan kejang.
Keterangan:
: Meninggal : Klien : Tinggal serumah
: Laki-laki : Menikah dengan
: Perempuan : Garis keturunan
Gambar 2.1. Genogram
Tn. D umur 36 th Halusinasi
8
Hasil dari pengkajian yang penulis lakukan pada analisa genogram
didapatkan data bahwa klien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, klien
tinggal bersama ibu dan adiknya, ayah klien sudah meninggal, sementara kakak
klien sudah menikah dan tinggal sendiri.
Pengkajian konsep diri klien, didapatkan data bahwa, gambaran diri
klien menyukai semua tubuhnya, karena menurut klien semua itu merupakan
anugerah dari Allah, sedangkan identitas diri klien yaitu klien merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara, peran klien sebagai seorang anak, klien tidak
bekerja, ideal diri klien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat pulang
kerumah, supaya bisa segera berkumpul dengan keluarga. harga diri klien,
klien mengatakan bisa menerima dan tidak malu dengan keadaannya sekarang.
Pengkajian hubungan sosial, penulis mendapatkan data bahwa menurut
klien tidak ada orang yang berarti bagi kehidupannya, peran serta klien dalam
kegiatan kelompok atau masyarakat kurang, karena klien kurang aktif dalam
kegiatan tersebut dan jarang keluar rumah, klien lebih senang menonton
televisi dirumah. Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, klien bisa berinteraksi dengan orang lain. klien beragama
islam, sebelum dan selama sakit klien jarang melaksanakan ibadah.
Hasil dari pengkajian status mental klien, didapatkan data: klien
berpenampilan rapi, rambut disisir, kancing baju terpasang dengan benar, dan
memakai alas kaki. Cara bicara klien cepat, jelas, tidak ada gangguan dalam
berbicara. Aktivitas motorik klien, klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan
yang ada di rumah sakit. Alam perasaan klien sedih, karena klien merasa tidak
9
sembuh - sembuh. Afek klien labil, keadaan emosi klien berubah - ubah.
Interaksi selama wawancara klien kooperatif, kontak mata kurang, klien juga
mudah tersinggung.
Proses pikir klien blocking, karena pada awal pembicaraan klien
berbicara lambat, namun lama - kelamaan cara bicara klien cepat, jelas, tapi
kadang - kadang klien berhenti bicara dan melamun. Isi pikir klien tidak ada
gangguan dan tidak ada waham. Tingkat kesadaran klien, klien tampak
bingung, gelisah dan bicara kacau atau ngelantur. Memori daya ingat klien
baik, tidak ada gangguan, klien dapat mengingat kejadian yang terjadi satu
bulan yang lalu. Tingkat konsentrasi dan berhitung klien baik, klien dapat
berhitung dengan baik dan benar. Kemampuan penilaian klien, klien mampu
mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi sedikit penjelasan dari
penulis, misalnya memilih mandi dahulu sebelum makan biar segar. Daya tilik
diri klien, menurut klien, klien sakit karena orang lain (keluarga) yang tidak
bisa memenuhi keinginannya dan kurang perhatian. Klien menyadari bahwa
dirinya mengalami gangguan kejiwaan.
Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data bahwa klien
mengatakan makan tiga kali sehari, klien mengatakan mampu menghabiskan
satu porsi makanan yang berisi nasi, sayur, lauk, buah, dan minum teh manis.
Untuk BAB dan BAK, klien mengatakan dalam sehari BAB satu kali waktu
tidak tentu, konsistensi padat, warna kuning, klien BAB di kamar mandi.
Sedangkan frekuensi BAK tidak tentu, warna urine kuning, bau khas urine,
tempat BAK tidak tentu, kadang di kamar mandi dan kadang di halaman.
10
Dalam hal mandi, klien mengatakan dalam sehari mandi dua kali, pada pagi
dan sore hari, memakai sabun mandi, gosok gigi setiap kali mandi, dan
keramas setiap satu minggu sekali. Dalam hal berpakaian klien mengatakan
dalam sehari ganti baju dua kali, klien juga dapat memilih, mengambil, dan
memakai pakaian sendiri dengan baik dan benar.
Hasil yang penulis dapatkan pada pola istirahat tidur, klien mengatakan
tidur malam jam 22.00 dan bangun jam 04.00 pagi, dan pada siang hari klien
mengatakan tidak bisa tidur siang karena keadaan lingkungan rumah sakit yang
berisik. Pada penggunaan obat klien mengatakan jarang minum obat jika tidak
ada yang mengingatkannya, namun jika dirumah klien hanya minum obat jika
diingatkan ibunya. Dan dalam hal pemeliharaan kesehatan klien mengatakan
jika ada anggota keluarga yang sakit, segera dibawa ke tempat pelayanan
kesehatan terdekat dari rumahnya. Aktivitas klien didalam rumah seperti
menyapu, membereskan tempat tidur dan menonton televisi. Sedangkan
aktivitas diluar rumah, klien mengatakan jarang beraktivitas diluar rumah,
karena klien jarang keluar rumah.
Mekanisme koping klien, klien mengatakan setiap kali ada masalah
klien selalu bercerita kepada kakaknya, klien tidak mau bercerita kepada
ibunya, karena klien merasa ibunya tidak perduli kepada klien. Pada masalah
psikososial dan lingkungan klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di
kampungnya, klien lebih senang dirumah, karena klien merasa terhibur dengan
menonton televisi dirumah. Pengetahuan klien, klien mengatakan ingin cepat
sembuh dan cepat keluar dari rumah sakit jiwa, karena klien ingin bekerja.
11
Adapun data penunjang yang penulis dapatkan dari pengkajian kepada klien
yaitu klien mendapat terapi medis berupa haloperidol 3x5 mg yang berguna
untuk menenangkan pikiran, thrihexypenidril 2x2 mg yang berguna untuk
memberi rasa rileks dan agar tidak kaku, chlorpromazine 1x100 mg yang
berguna untuk menghilangkan suara - suara (halusinasi).
Pemeriksaan penunjang laborotorium pada Tn.D pada tanggal 5 April
2012 Gula Darah Sewaktu 108 mg/dl (<140 mg/dl), Cholesterol Total 125
mg/dl (<200 mg/dl), Triglycerid 79 mg/dl (<200 mg/dl), Ureum 22 mg/dl (10 –
50 mg/dl), Creatinine 1,1 mg/dl (0,7 – 1,1 mg/dl), SGOT 12 u/l (<37 u/l),
SGPT 19 u/l (<42 u/l).
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian diatas, diperoleh masalah yang menjadi
rumusan diagnosa keperawatan yaitu halusinasi yang ditandai dengan data
subyektif: klien mengatakan mendengar suara bisikan yang menyuruhnya
untuk berhenti merokok, suara muncul setiap pagi, siang, malam, saat klien
melamun sendirian, data obyektif: klien tampak bicara sendiri, bicara kacau,
ngelantur, klien tampak mondar – mandir, klien juga tampak ketawa sendiri.
Resiko perilaku kekerasan yang ditandai dengan data subyektif: klien
mengatakan marah dan jengkel kepada ibunya karena jika meminta sesuatu
jarang dipenuhi, data obyektif: klien tampak mengamuk, klien merusak barang
– barang yang ada dirumahnya.
Berdasarkan data tersebut di atas dapat dijadikan diagnosa keperawatan
yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi, dan resiko perilaku kekerasan.
12
Dan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada, dapat dirumuskan
pohon masalah sebagai berikut:
Resiko perilaku kekerasan (akibat)
�
Gangguan persepsi sensori halusinasi (core problem)
�
Isolasi sosial (MD) (penyebab)
Gambar 2.2. Pohon Masalah
C. Perencanaaan
Dari data yang diperoleh dari hasil pengkajian yang penulis lakukan
pada tanggal 5 – 7 April 2012 ditemukan data permasalahan yang menjadi
rumusan diagnosa keperawatan, yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi.
Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang
dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria
evaluasi: setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada
perawat: ekpresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien, buat kontak yang jelas, tunjukkan sikap
jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya,
13
tanyakan perasaan klien tentang yang dialami, dengarkan dengan penuh ekpresi
klien.
TUK 2: klien dapat mengenal halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x
tindakan klien menyebutkan: isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang
menyebabkan halusinasi (marah, takut, senang, cemas atau jengkel). Intervensi:
adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu, jika klien
menjawab ‘ya’ tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat
akan membantu klien, jika klien tidak sedang mengalami halusinasi klasifikasi
tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien: isi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan
halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan dengan
klien untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan dengan klien tentang
dampak yang akan dialaminya bila halusinasi muncul.
TUK 3: klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi: setelah
1x interaksi klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru
mengontrol halusinasinya, setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan
memperagakan cara, setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah
dipilih untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok. Intervensi: mengidentifikasi bersama klien cara yang
dilakukan jika ada halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien (adaptif,
mal adaptif), diskusikan cara mengontrol halusinasi (menghardik, menemui
14
orang lain, aktivitas dan minum obat), bantu klien memilih cara yang sudah
diajarkan dan dilatih untuk mencobanya, beri klien kesempatan untuk
melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih
dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4: klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi. Kriteria evaluasi: Setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga
menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dan perawat, setelah 2x
interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda gejala proses terjadinya dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan, diskusikan diskusikan dengan kelurga (pengertian,
tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dilakukan mengontrol halusinasi,
obat-obatan, cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi, beri informasi
waktu kontrol).
TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi:
Setelah 2x interaksi klien menyebutkan: manfaat obat, kerugian tidak minum
obat, nama obat, narna, dosis, efek samping obat. Intervensi: diskusikan
dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna,
dosis, cara.
D. Implementasi
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan
persepsi sensori: halusinasi dilaksanakan penulis selama 3 hari yaitu pada
tanggal 5 - 7 April 2012 pukul 10.00 WIB dengan :
15
SP1: membina hubungan saling percaya dengan klien,
mengindentifikasi jenis halusinasi, mengindentifikasi isi halusinasi,
mengindentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengindentifikasi
respon pasien terhadap halusinasi, mengajarkan cara memutus halusinasi cara
pertama yaitu dengan menghardik, menganjurkan klien untuk memasukan
dalam jadwal harian.
SP2: mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, mengevaluasi cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik, mengajarkan mengendalikan
halusinasi cara bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan klien
memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP3: mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien
mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang bisa
dilakukan pasien), menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP4: melatih klien menggunakan obat secara teratur, yaitu terapi obat
haloperidol 3x5 mg yang berguna untuk menenangkan pikiran, thrihexypenidril
2x2 mg yang berguna untuk memberi rasa rileks dan agar tidak kaku,
chlorpromazine 1x100 mg yang berguna untuk menghilangkan suara - suara
(halusinasi).
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan penulis lakukan pada akhir pertemuan, adapun
hasil ealuasi yang penulis dapatkan pada hari pertama kamis, 5 April 2012
pada pukul 10.00 WIB diperoleh data subyektif: klien mengatakan mendengar
16
suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara muncul setiap
pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, klien mengatakan setelah
diajari cara menghardik klien menjadi tahu cara menghilangkan suara bisikan
yang mengganggunya. Data obyektif: klien kooperatif saat diwawancarai, klien
mau berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, kontak
mata ada tapi kurang, klien menjawab pertanyaan yang diberikan perawat,
klien menjelaskan jenis, isi, waktu, frekunsi dan respon klien saat halusinasi
muncul. Klien mau memperhatikan tehnik menghardik yang diajarkan, klien
mampu mempraktekkan menghardik walaupun sedikit lupa dan memasukan ke
dalam jadwal kegiatan. Assessement: klien mampu mengungkapkan halusinasi
yang dialami, klien bisa menyebutkan dan mendemonstrasikan cara
mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik. Planning, bagi
klien anjurkan klien untuk melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara
pertama yaitu menghardik jika halusinasi muncul, dan memasukan kedalam
jadwal kegiatan harian, bagi perawat evaluasi SP1, Lanjutkan ke SP2 yaitu
Bercakap – cakap dengan orang lain.
Hari kedua jumat, 6 April 2012 pada pukul 10.00 WIB diperoleh data
subyektif: klien mengatakan sudah mencoba mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik. Klien mengatakan mau berlatih cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Klien mengatakan mau memasukan latihan mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain ke jadwal harian. Data
obyektif: klien tampak kooperatif dan tenang, klien tampak mempratekkan cara
17
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Assessment: masalah teratasi sebagian, klien kadang lupa
memasukan kegiatan kedalam jadwal kegiatan harian. Planning, bagi klien
anjurkan klien untuk memasukan cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain kedalam jadwal kegiatan
harian, bagi perawat evaluasi dan optimalkan SP1 dan SP2, lanjutkan ke SP3.
Hari ketiga Sabtu, 7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB diperoleh data
subyektif: klien mengatakan sudah bisa cara mengendalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan dengan orang lain, klien mengatakan sudah memasukan
dalam jadwal kegiatan harian. Data obyektif: klien kooperatif dan tenang, klien
sudah mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu
dengan cara melakukan kegiatan, klien tampak memasukan cara tersebut
kedalam jadwal kegiatan harian. Assessment: masalah teratasi, klien bisa
mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan melakukan
kegiatan. Planning, bagi klien anjurkan klien memasukan jadwal kegiatan
harian, bagi perawat evaluasi dan optimalkan SP1, SP2, SP3, lanjutkan ke SP4
(cara minum obat).
�
�
18
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis
dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata masalah keperawatan
gangguan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan: halusinasi pada
Tn. D di ruang maespati RSJD Surakarta, pada tanggal 5 – 7 April 2012 dari
tahap pengkajian sampai evaluasi, dan pada bagian akhir dari penulisan laporan
studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang
diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien, khusunya pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
keamanan dan keselamatan: halusinasi.
Menurut Sunardi (2009), halusinasi adalah persepsi yang salah atau
palsu, tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkan atau tidak ada obyek.
Wilkinson (2001), mendefinisikan halusinasi sebagai keadaan seorang individu
yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau stimulus yang diterima,
diikuti dengan suatu respon terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan,
dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakkan. Sedangkan menurut Stuart dan
Laraia (2001), halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima
indra yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu.
Tanda dan gejala halusinasi pendengaran menurut Direja (2011), adalah
data subyektif berupa mendengar suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap – cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan
19
sesuatu yang berbahaya. Sedangkan data obyektif berupa klien tampak bicara
atau ketawa sendiri, marah – marah tanpa sebab, mengarahkan telinga kearah
tertentu, dan menutup telinga.
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikososial, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien
(Stuart dan Laraia, 2001).
Adapun isi pengkajian meliputi: identitas klien, keluhan utama atau
alasan masuk, faktor predisposisi, aspek fisik atau biologis, aspek psikologis,
status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah
psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Data yang
diperoleh dapat dikelompokan menjadi data subyektif dan data obyektif
(Direja, 2011).
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara
auto anamnesa dan allo anamnesa, perawat yang merawat klien, observasi
secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien, serta keluarga juga
berperan penting sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien.
Menurut Direja (2011), halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu
sebagai berikut: fase pertama atau fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk pada tahap nonpsikotik. Klien mulai
20
melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan, perilaku klien
tampak tersenyum atau ketawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
Fase kedua atau fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik seperti
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang
tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien seperti meningkatnya tanda – tanda sistem syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya, dan tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga atau fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa, termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik
seperti bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik, tanda – tanda fisik klien seperti berkeringat
tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
Fase keempat atau fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya, termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik berupa
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.
Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku terror
21
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon
lebih dari satu orang.
Berdasarkan pengkajian pada Tn. D secara garis besar ditemukan data
subyektif dan data obyektif yang menunjukan karakteristik Tn. D dengan
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi, yang ditandai
dengan data subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara bisikan
yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap pagi, siang,
malam saat klien melamun sendirian, jika halusinasi muncul klien langsung
menonton televisi, dan data obyektif yang ditandai dengan klien tampak bicara
sendiri, bicara kacau, mondar – mandir, ketawa sendiri.
Berdasarkan teori dan dari hasil pengkajian diatas, Tn. D termasuk
kedalam fase pertama atau fase comporting, karena penulis tidak menemukan
kesenjangan antara teori dengan pembahasan, yang didukung dengan data
bahwa perilaku Tn. D tampak tersenyum atau ketawa sendiri yang tidak sesuai.
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon klien baik aktual maupun potensial (Stuart and Laraia, 2001). Keliat
(2005) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai penilaian tehnik
mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial.
Menurut Keliat (2006), pohon masalah pada halusinasi dapat
mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya, sehingga
bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai pada empat fase, dimana klien mengalami panik
22
dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang
menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, maka
klien menjadi menarik diri dari lingkungan.
Berdasarkan masalah – masalah tersebut, maka disusun pohon masalah
yaitu isolasi sosial (menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori:
halusinasi sebagai core problem, dan resiko perilaku kekerasan sebagai akibat
(Keliat, 2006).
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori:
halusinasi sebagai prioritas masalah utama yang didukung dengan data
subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap pagi, siang,
malam saat klien melamun sendirian, dan jika halusinasi itu muncul klien
langsung menonton televisi, sedangkan data obyektif yaitu klien tampak bicara
sendiri, biacara kacau atau ngelantur, mondar – mandir, dan ketawa sendiri.
Diagnosa kedua yaitu resiko perilaku kekerasan sebagai akibat yang ditandai
dengan data subyektif yaitu klien mengatakan marah dan jengkel pada ibunya,
karena jika meminta sesuatu jarang dipenuhi, dan data obyektif yaitu klien
tampak marah, dan mengamuk, karena kekurang telitian penulis dan keterbatan
waktu, penulis belum dapat menemukan penyebab dari masalah keperawatan
halusinasi yang dialami Tn. D. Berdasarkan pohon masalah yang ditemukan
pada Tn. D dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan yang berarti antara pohon
masalah dalam teori dengan yang dialami Tn. D.
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus, rencana tindakan keperawatan. Pertama
23
adalah tujuan umum yang berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari
diagnosis tertentu, tujuan umum dapat tercapai jika serangkaian tujuan khusus
telah tercapai. Kedua, tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E)
dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemempuan yang
perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai
dengan masalah dan kebutuhan klien (Direja, 2011).
Menurut Stuart dan Laraia (2001), umumnya kemampuan klien pada
tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang
diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan,
kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi, dan
kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
Tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan
yang dihadapi klien yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi:
setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat:
ekpresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun
non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien, buat kontak yang jelas, tunjukkan sikap
jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya,
24
tanyakan perasaan klien tentang yang dialami, dengarkan dengan penuh ekpresi
klien.
TUK 2: klien dapat mengenal halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x
tindakan klien menyebutkan: isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang
menyebabkan halusinasi (marah, takut, senang, cemas atau jengkel). Intervensi:
adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu, jika klien
menjawab ‘ya’ tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat
akan membantu klien, jika klien tidak sedang mengalami halusinasi klasifikasi
tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien: isi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan
halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan dengan
klien untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan dengan klien tentang
dampak yang akan dialaminya bila halusinasi muncul.
TUK 3: klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi: setelah
1x interaksi klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru
mengontrol halusinasinya, setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan
memperagakan cara, setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah
dipilih untuk mengendalikan halusinasi, setelah 1x interaksi klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok. Intervensi: mengidentifikasi bersama klien cara yang
dilakukan jika ada halusinasi, diskusikan cara yang digunakan klien (adaptif,
mal adaptif), diskusikan cara mengontrol halusinasi (menghardik, menemui
25
orang lain, aktivitas dan minum obat), bantu klien memilih cara yang sudah
diajarkan dan dilatih untuk mencobanya, beri klien kesempatan untuk
melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih
dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4: klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi. Kriteria evaluasi: setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga
menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dan perawat, setelah 2x
interaksi keluarga menyebutkan pengertian,tanda gejala proses terjadinya dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan, diskusikan diskusikan dengan kelurga (pengertian,
tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dilakukan mengontrol halusinasi,
obat-obatan, cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi, beri informasi
waktu kontrol).
TUK 5: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasi:
Setelah 2x interaksi klien menyebutkan: manfaat obat, kerugian tidak minum
obat, nama obat, narna, dosis, efek samping obat. Intervensi: diskusikan
dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna,
dosis, cara.
Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara
konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Tn. D, karena penulis
mengacu pada teori yang ada, dimana tahapan – tahapan perencanaan yang ada
pada kasus Tn. D sesuai dengan keadaan dan kondisi klien, dan sesuai dengan
strategi pelaksanaan yang penulis buat. Tetapi karena keterbatasan waktu,
26
penulis belum melakukan pendokumentasian terhadap pemanfaatan obat klien
dan untuk hasil pelaksanaan selanjutnya terlampir.
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Riyadi dan Purwanto,
2009). Sedangkan menurut Nurjannah (2005), implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana penerapan yang telah disusun pada
tahapan perencanaan. Pada diagnosa persepsi sensori: halusinasi disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan, yang terdiri dari strategi pelaksanaan
klien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berbeda
dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa
dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan
klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek
legal (Direja, 2011).
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan tehnikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan.pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat
27
membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa
yang akan dilaksanakan peran serta yang diharapkandari klien,
dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien
(Direja, 2011).
Tindakan yang penulis lakukan dan sudah terlaksana adalah membina
hubungan saling percaya, menanyakan apakah klien masih mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, mengatakan bahwa
perawat percaya namun perawat tidak mendengarkannya, mengatakan bahwa
perawat akan membantu klien mengontrol halusinasinya, mengobservasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, membantu mengenal
halusinasinya, mendiskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi, mendiskusikan waktu dan frekuensi terjadi
halusinasi, menanyakan tindakan yang klien lakukan ketika suara tersebut
muncul, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasinya, membantu
klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu
menghardik, memberikan kesempatan klien untuk mempraktekkan cara yang
telah diajarkan, memberikan pujian jika berhasil, menganjurkan klien untuk
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Melatih klien menggunakan
obat secara teratur, yaitu terapi obat haloperidol 3x5 mg yang berguna untuk
menenangkan pikiran, thrihexypenidril 2x2 mg yang berguna untuk memberi
rasa rileks dan agar tidak kaku, chlorpromazine 1x100 mg yang berguna untuk
menghilangkan suara - suara (halusinasi).
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus
28
menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan (Nurjannah, 2005). Adapun evaluasi pada hari terakhir yang telah
penulis lakukan yaitu pada hari sabtu, 7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB
adalah data subyektif: Klien mengatakan sudah bisa cara mengendalikan
halusinasi dengan melakukan kegiatan dengan orang lain, klien mengatakan
sudah memasukan dalam jadwal kegiatan harian, data obyektif: klien
kooperatif dan tenang, klien sudah mempraktikan cara mengontrol halusinasi
dengan cara ketiga yaitu dengan cara melakukan kegiatan, klien tampak
memasukan cara tersebut kedalam jadwal kegiatan harian. Assessment:
masalah teratasi, klien bisa mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu
dengan melakukan kegiatan. Planning: bagi klien: anjurkan klien memasukan
kedalam jadwal kegiatan harian, bagi perawat: evaluasi dan optimalkan SP1,
SP2, SP3, lanjutkan ke SP4 (cara minum obat).
B. Simpulan
Dari keseluruhan uraian, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,
tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data, perumusan masalah klien
dan analisa data subyektif yaitu klien mengatakan sering mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok, suara didengar setiap
pagi, siang, malam saat klien melamun sendirian, jika halusinasi muncul
klien langsung menonton televisi, dan data obyektif yang ditandai dengan
klien tampak bicara sendiri, bicara kacau, mondar – mandir, ketawa sendiri.
29
2. Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian. Sedangkan diagnosa yang penulis angkat pada kasus Tn. D
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Tujuan Umum dilakukan
tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar
klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
3. Implementasi yang telah penulis lakukan dan sudah terlaksana adalah
membina hubungan saling percaya, menanyakan apakah klien masih
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk berhenti merokok,
mengatakan bahwa perawat percaya, namun perawat tidak
mendengarkannya, mengatakan bahwa perawat akan membantu klien
mengontrol halusinasinya, mengobservasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya, membantu mengenal halusinasinya, mendiskusikan dengan
klien situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi,
mendiskusikan waktu dan frekuensi terjadi halusinasi, menanyakan tindakan
yang klien lakukan ketika suara tersebut muncul, mendiskusikan cara baru
untuk mengontrol halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara
mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, memberikan
kesempatan klien untuk mempraktikan cara yang telah diajarkan,
memberikan pujian jika berhasil, menganjurkan klien untuk memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian.
4. Evaluasi yang telah penulis lakukan pada hari terakhir yaitu pada hari sabtu,
7 April 2012 pada pukul 10.00 WIB adalah Subyektif: klien mengatakan
sudah bisa cara mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
30
dengan orang lain, klien mengatakan sudah memasukan dalam jadwal
kegiatan harian. Obyektif: klien kooperatif dan tenang, klien sudah
mempraktikan cara mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan
cara melakukan kegiatan, klien tampak memasukan cara tersebut kedalam
jadwal kegiatan harian. Assessment: masalah teratasi, klien bisa
mengendalikan halusinasi dengan cara ketiga yaitu dengan melakukan
kegiatan. Planning: bagi klien: anjurkan klien memasukan jadwal kegiatan
harian. Bagi perawat: evaluasi dan optimalkan SP1, SP2, SP3, lanjutkan ke
SP4 (cara minum obat).
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:
1. Bagi rumah sakit, hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang
dibutuhkan klien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan perawat –
perawat yang professional guna membantu penyembuhan pasien.
2. Bagi institusi, untuk selalu memberikan motivasi dan sarana yang memadai
bagi mahasiswa guna penyelesaian tugas karya tulis ilmiah.
3. Bagi keluarga, perlunya keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam
memperbaiki kesehatan keluarga yang menderita gangguan jiwa, terutama
dalam hal penggunaan dan pemanfaatan obat terhadap klien, sehingga
pemecahan masalah yang dihadapi klien dapat ditingkatkan.
�
�
�
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Nuha Medika:
Yogyakarta.
Keliat, Budi Anna. 2005. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. EGC:
Jakarta.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Mubin, Muhammad fatkhul, dkk. 2009. Pengalaman Stigma Pada Keluarga
Dengan Klien Gangguan Jiwa. Vol 3. Media Ners. Di akses pada
November 2009.
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC:
Jakarta.
Nanda. 2006. Diagnosa Keperawatan dan Klasifikasi. EGC: Jakarta.
Nurjannah, Intansari. 2004. Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa. Moco
Media: Yogyakarta.
Stuart & Laraia. 2001. Principle and Practice of Psychiatric Nurshing. Edisi 6.
Mosby Year Book: St. Louis.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Alih
Bahasa: Achir Yani, Editor Yasmin Asih. EGC: Jakarta.
Towsend, Mary C. 2002. Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Catur Wulandari
Tempat, tanggal lahir : Sragen, 19 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jeruk Rt. 16 Rw. – Kel. Jeruk, Kec. Miri
Kab. Sragen
Riwayat Pendidikan : - SD Negeri Jeruk III lulus tahun 2003
� SMP Negeri 1 Andong lulus tahun 2006
� SMA Sukawati Gemolong lulus tahun 2009
� DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Riwayat Pekerjaan : -
Riwayat Organisasi : -
Publikasi : -