studi analisis metode hisab arah kiblat kh. ahmad...
TRANSCRIPT
STUDI ANALISIS METODE HISAB ARAH KIBLAT
KH. AHMAD GHOZALI
DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Syari’ah
Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah
Oleh:
Purkon Nur Ramdhan 082111092
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
H. Tolkah, MA.
Karonsih Baru Raya No.87
RT 3/XII
Ngaliyan Semarang
Ahmad Syifaul Anam, SHI, MH
Perum Korpri No. 28
Jl. Tugurejo Timur RT 05/RW 05
Tugurejo Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Purkon Nur Ramdhan
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
IAIN Walisongo
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Setelah saya mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama
ini saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Purkon Nur Ramdhan
NIM : 082111092
Judul Skripsi : Studi Analisis Metode Hisab Arah Kiblat KH. Ahmad
Ghozali dalam kitab Irsyaad al-Muriid
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosyahkan.
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
H. Tolkah MA Ahmad Syifaul Anam, SHI, MH
NIP. 19690571 99603 1005 NIP. 19800120 200312 1001
iii
iv
M O T T O
“Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu
ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar
sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Baqarah: 149)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini
Saya persembahkan untuk :
Kedua orangtuaku,
Bapakku Nana, Ibuku Ani Susyani
Adik-adikku tersayang Ira Hardianti, Afiatin Nur Saidah
Keluarga Besar Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut
Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Tugu Semarang
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung
jawab, penulis menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang telah
pernah ditulis oleh orang lain atau
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini
tidak berisi satupun pemikiran-
pemikiran orang lain, kecuali informasi
yang terdapat dalam referensi yang
dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 12 Juni 2012
DEKLARATOR
Purkon Nur Ramdhan
NIM: 082111092
vii
ABSTRAK
Kitab Irsyâd al-Murîd ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falak 'alâ al-Rashdi al-Jadîd
(Panduan Bagi Murid Tentang Ilmu Falak Dalam Tinjauan Baru), kitab karangan
KH. Ahmad Ghozali ini merupakan kitab yang dikategorikan ke dalam hisab
kontemporer. Kitab ini disusun sebagai penyempurnaan dari kitab-kitab
sebelumnya, karena buku (kitab) hisab KH. Ahmad Ghozali yang terdahulu
ternyata pada kenyataanya kurang presisi. Kitab-kitab tersebut masih
menggunakan sistem hisab hakiki takribi dan hakiki tahkiki, seperti kitab Taqyidat
al-Jaliyah, Faidl al-Karim, Bughyat al-Rafiq, Anfa' al-Wasilah, Tsamarat al-
Fikar.
Dalam penentuan arah kiblat, kitab tersebut menggunakan rumusan konsep
yang berbeda. Padahal kitab ini termasuk metode hisab kontemporer yang
menggunakan teori segitiga bola. Selain itu, hal yang menarik dari kitab ini adalah
bisa menghitung dua kali kemungkinan rashdul kiblat, yakni kemungkinan
pertama dan kemungkinan kedua. Kemungkinan pertama terjadi qabla zawal
(sebelum zawal) dan kemungkinan kedua terjadi ba'da zawal (sesudah zawal).
Sehingga timbul permasalahan sebetulnya bagaimana metode hisab arah kiblat
KH. Ahmad Ghozali dalam kitab Irsyâd al-Murîd dan bagaimana tingkat
keakurasiannya jika dikomparasikan dengan standar akurasi Ephemeris.
Penelitian ini adalah Library Research. Sumber data primer diperoleh dari
kitab Irsyâd al-Murîd. Sedangkan data sekunder yaitu berupa buku-buku dan
dokumen lainnya. Jenis analisis data menggunakan content analysis (analisis isi)
melalui teknik deskriptif (menjelaskan) dan komparatif (membandingkan).
Metode hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd karangan KH.
Ahmad Ghazali tergolong metode hisab kontemporer yang memiliki kesamaan
dan perbedaan dengan metode kontemporer lainnya (ephemeris). Persamaannya
adalah rumus yang digunakan dalam menghitung azimuth kiblat dan rashdul
merupakan turunan dari teori dasar segitiga bola dan perhitungannya pun harus
selalu menggunakan kalkulator. Sedangkan perbedaanya antara lain:
a) Rashdul kiblat dalam perhitungan kitab Irsyâd al-Murîd
menggunakan nilai absolut dan bisa memperhitungkan dua kali
kemungkinan terjadinya rashdul kiblat dalam sehari. Dan rashdul
kiblat terjadi dua kali ini berlaku bagi daerah tertentu.
b) Penggunaan data Matahari, baik itu deklinasi Matahari atau
equation of time yang berbeda.
c) Metode ini memiliki tingkat akurasi tinggi karena menggunakan
data yang tidak jauh berbeda dengan data ephemris
Kata kunci : (Irsyâd al-Murîd, KH. Ahmad Ghozali, Arah Kiblat, Rashdul
Kiblat dua kali dalam sehari).
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah sang raja manusia yang maha pengasih dan
penyayang, bahwa atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW kekasih Allah sang pemberi syafa’at beserta seluruh keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Metode Hisab Arah Kiblat KH.
Ahmad Ghozali dalam Kitab Irsyâd al-Murîd”, ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas
Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak
mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan baik moral maupun spiritual dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalamnya
terutama kepada :
1. DR. Imam Yahya, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini.dan memberikan
fasilitas belajar dari awal hingga akhir.
2. Drs. H. Tolkah MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ahmad Syifaul Anam, SHI, MH., selaku Pembimbing II atas bimbingan
dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.
4. Ketua Jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah serta Para
Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, yang
telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi
5. Kepala Prodi Konsentrasi Ilmu Falak beserta para pengelola atas segala
perhatian, motivasi untuk selalu semangat belajar.
ix
6. Pimpinan Perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan layanan
kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tuaku beserta segenap keluarga, atas segala do’a, perhatian,
dukungan, kelembutan dan curahan kasih sayang yang tidak dapat penulis
ungkapkan dalam untaian kata-kata.
8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang
Khususnya kepada KH. Sirodj Khudhori dan Dr. KH. Ahmad Izzuddin,
M.Ag yang telah menularkan banyak ilmunya kepada penulis.
9. Keluarga Besar PP Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan Sampang
Madura dan atas wawancaranya.
10. Semua teman-teman di Konsentrasi Ilmu Falak atas segala dukungan dan
persaudaraan yang terjalin.
11. Keluarga "Together 2008". Sebuah inspirasi, tempat bercerita, tempat
berbaur dalam suka-duka. Semua itu tak akan pernah terlupa, kalian adalah
bagian besar dalam hidupku. Akan selalu merindukan kalian.
12. Keluarga kecil Asemrowo (Ramdhani "Ebon", Ade "abah", Lukman
"anton", Alvian "kucrut", Zaenuddin "udin", Rifqi "maas", Tukin
"Masukin", Ashud "Samueliov", Alif "mas alip", Hendra " Mahoo"). Entah
kata apa yang pantas terucap, namun semua yang terjadi akan menjelma
sebagai sebuah memori terindah.
Harapan dan do’a penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-
jasa dari semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
skripsi ini diterima Allah SWT. serta mendapatkan balasan yang lebih baik
dan berlipat ganda.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu penulis mengharap saran dan kritik konstruktif dari pembaca
demi sempurnanya skripsi ini.
x
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Semarang, 12 Juni 2012
Penulis
Purkon Nur Ramdhan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
HALAMAN PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
HALAMAN MOTTO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
HALAMAN PERSEMBAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
HALAMAN DEKLARASI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi
HALAMAN ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii
HALAMAN KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix
HALAMAN DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Permasalahan . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
C. Tujuan Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
D. Telaah Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
E. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
F. Sistematika Penulisan . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
BAB II : FIQH HISAB RUKYAT ARAH KIBLAT
A. Pengertian Kiblat dan Dasar Hukum Menghadap Kiblat . . . . . 17
B. Teori Perhitungan Arah Kiblat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
BAB III : HISAB ARAH KIBLAT KH. AHMAD GHOZALI DALAM
KITAB AL-IRSYÂD AL-MURÎD
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Irsyâd al-Murîd. . . . . . . . . . . . 48
1. Biografi Pengarang Kitab Irsyâd al-Murîd . . . . . . . . . . . . . . . 48
2. Sistematika Kitab Irsyâd al-Murîd . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54
B. Metode Hisab Arah Kiblat KH. Ahmad Ghozali Dalam Kitab
Irsyâd al-Murîd. .. . . . . . . . . . . . . . . .. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 57
1. Azimuth Kiblat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . 58
xii
2. Jam Rashdul Kiblat. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59
BAB IV : STUDI ANALISIS TERHADAP HISAB ARAH KIBLAT KH.
AHMAD GHOZALI DALAM KITAB AL-IRSYÂD AL-MURÎD
A. Analisis Metode Hisab awal Arah Kiblat KH. Ahmad Ghozali
dalam Kitab al-Irsyâd al-Murîd . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . 66
1. Teori Yang Dipakai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66
2. Sumber Data Yang Digunakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70
3. Analisis Metode Hisab Arah Kiblat Dalam Kitab Irsyâd al-
Murîd. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
4. Analisis Jam Rashdul Kiblat Dua Kali Dalam Sehari . . . . 78
B. Tingkat Akurasi Hasil Hisab Kitab Irsyâd al-Murîd . . . . . . . . . 82
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 91
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
C. Penutup . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidaklah ada perbedaan paham antara kaum muslim, bahwa
menghadap kiblat itu wajib untuk sahnya shalat1, maka shalat itu harus
terarah dan waktunya tertentu. Seluruh kaum muslim shalat menghadap
Mekah, kota kuno yang menjadi tempat bangunan suci umat Islam, yakni
Ka'bah. Hampir di seluruh masjid di dunia terdapat mihrab, atau ruang
shalat, yang menjadi petunjuk arah bagi semua jamaah untuk menghadap
ke Ka'bah atau Kiblat. Orientasi ini terlihat dalam pembangunan struktur
masjid2.
Banyak orang berselisih paham tentang arah kiblat masjid-masjid
di Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa sebagian besar masjid di
Indonesia telah melenceng kiblatnya dari Ka'bah, karena itu,
melaksanakan shalat di masjid tersebut tidak sah. Banyak kalangan yang
resah terutama pejabat Kementrian Agama, tokoh masyarakat, para takmir
masjid dan mushola3, bahkan ada yang mengusulkan untuk
1 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), cet ke-37, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004, hal. 71
2 Howard R. Turner, Sains in Mediaeval Islam, An Illustrated Introduction (University of
Texas Press, Austin, 1997) , diterjemahkan oleh Zulfahmi Andri dengan judul Sains Islam yang
Mengagumkan: Sebuah catatan terhadap abad pertengahan, , Bandung: Nuansa, hal. 75
3 Ahmad Izzuddin, "Makalah Menyoal Fatwa MUI Tentang Arah Kiblat", disampaikan
pada Seminar Nasional Menggugat Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010, pada tanggal 27 Mei M
yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Falak Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang. Hal. 1
2
menghancurkan masjid-masjid tersebut dan selanjutnya dibangun kembali
dengan kondisi baru menghadap ke bangunan Ka'bah secara tepat4.
Untuk mendapatkan keyakinan dan kemantapan amal ibadah,
terutama dalam ibadah shalat, dengan ainul yaqin atau paling tidak yang
mendekatinya atau bahkan sampai pada haqqul yaqin, perlu adanya usaha
agar arah kiblat yang kita pergunakan mendekati persis ke Baitullah. Jika
arah tersebut telah kita temukan berdasarkan hasil ilmu pengetahuan
misalnya, maka wajib menggunakan arah tersebut selama belum
memperoleh hasil yang lebih teliti lagi5. Hal ini relevan dengan firman
Allah surat az-Zumar ayat 17-18:
Artinya: "dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak
menyembah- nya6 dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita
gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-
Ku(17), yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya7. mereka Itulah orang-orang yang telah
diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang
mempunyai akal(18) 8
.
4 Ali Mustafa Yaqub, Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka'bah, Jakarta: Pustaka Darus
Sunnah, 2010, hal.14
5 Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: walisongo Press, 2010,
hal. 80
6 Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah s.w.t.
7 Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran
yang lain, tetapi yang diikutinya ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik.
8 Yayasan Penyelengggara Penerjemah/Penafsir Al-Qur'an Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009,
hal.460
3
Persoalan arah kiblat erat kaitannya dengan letak geografis suatu
tempat, yakni berapa jarak suatu tempat dari khatulistiwa yang lebih
dikenal dengan istilah lintang dan berapa derajat letak suatu tempat dari
garis bujur kota Mekah9.
Oleh karena itu, dalam penentuan hisab arah kiblat, salah satu teori
yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan ilmu ukur segitiga
(Spherical Trigonometri)10
. Demi ketelitian hasil perhitungan yang
dilakukan, maka sebaiknya perhitungan yang dilakukan dibantu dengan
mesin hitung atau kalkulator11
.
Adapun rumus dalam mencari Azimuth Kiblat tersebut adalah12
:
Tan Q = tan LM x cos LT x cosec C - sin LT x cotan C
Ket : Q = Azimuth Kiblat
LM = Lintang Mekah 21o25'21,17"
LT = Lintang Tempat
` C = Selisih antara bujur Mekah dan bujur tempat
Disamping itu, suatu saat posisi Matahari berada di atas Ka'bah,
dan itu terjadi pada deklinasi Matahari sebesar lintang tempat Ka'bah
(21o25'25"LU) serta ketika Matahari berada pada titik kulminasi atas
dilihat dari Ka'bah (39o40'39"BT). Hal demikian terjadi pada setiap
tanggal 28 mei (jam11:57:16 LMT atau 09:17:56 GMT) dan pada tanggal
16 juli jam 16:26:43 WIB, semua bayangan benda yang berdiri tegak lurus
9 A. Jamil, Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi Arah Kiblat, Awal Waktu Sholat dan Awal
Tahun Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, 2009. hal.109
10
Ahmad Izzuddin, op. cit, hal. 23
11
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka.
hal. 52
12
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006, Hal.37
4
di permukaan bumi menunjukkan arah kiblat,karena ia berimpit dengan
jalur menuju Ka'bah, sehingga pada waktu itu baik sekali untuk mengecek
atau menentukan arah kiblat. Sedangkan Matahari yang berada di jalur
Ka'bah setiap hari bisa diperhitungkan kapan akan terjadinya13
.
Rumus dalam mencari rashdul kiblat yaitu14
:
Rumus I : Cot A = sin LT x cot Q
Rumus II : cos B = tan Deklinasi x cot LT X cos A = + A
Ket : B = jam rashdul Kiblat
Irsyâd al-Murîd Ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falak 'Alâ AL-Rashdi al-
Jadîd (Panduan Bagi Murid Tentang Ilmu Falak Dalam Tinjauan Baru),
kitab karangan KH. Ahmad Ghozali ini merupakan kitab yang
dikategorikan ke dalam hisab kontemporer. Sebuah sistem atau metode
hisab dapat dikategorikan kedalam hisab kontemporer jika memenuhi
beberapa indikasi sebagai berikut15
:
(1) Perhitungan dilakukan dengan sangat cermat dan banyak proses
yang harus dilalui.
(2) Rumus-rumus yang digunakan lebih banyak menggunakan rumus
segitiga bola.
(3) menggunakan media komputerisasi dan peralatan canggih.
(4) Sistem koreksi lebih teliti dan kompleks.
13 Ibid. hal. 72
14
Ibid, hal. 33
15
http://paramujaddida.wordpress.com/2010/04/17/ensiklopedia-ilmu-falak-rumus-rumus-
hisab-falak/ diakses pada tanggal 25 Juni 2012 pukul 7:43 WIB
5
Dalam perkembangan ilmu falak di Indonesia, sistem hisab dapat
digolongkan menjadi beberapa generasi:16
1. Hisab Hakiki Takribi. Termasuk dalam generasi ini kitab Sullam al-
Nayyirain karya Mansur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri el-
Betawi dan Kitab Fathu al-Rauf al-Mannan karya Abu Hamdan Abdul
Jalil.
2. Hisab Hakiki Tahkiki. Termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab al-
Khulâshat al-Wafiyah karya KH. Zubaer Umar al-Jaelani Salatiga,
kitab Badi’at al-Mitsal karya K.H Ma’shum Jombang, dan Hisab
Hakiki karya KRT Wardan Diponingrat17
.
3. Hisab Hakiki Kontemporer. Termasuk dalam generasi ketiga ini,
seperti The New Comb, Astronomical Almanac,18
Islamic Calendar
karya Muhammad Ilyas, dan Mawaqit karya Dr. Ing. Khafid19
dan
kawan-kawan.
Irsyâd al-Murîd Ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falaki 'Alâ al-Rashdi al-
Jadîd adalah salah satu kitab karya KH. Ahmad Ghozali Muhammad
16 Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, cet I, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hal. 4
17
Muhammad Wardan adalah tokoh muslim Indonesia yang oleh banyak kalangan
disebut-sebut sebagai penggagas awal munculnya konsep wujudul hilal. Lihat dalam Susiknan
Azhari, Hisab & Rukyah “Wacana Untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan”,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal. 5.
18
Nautical Almanac adalah sejenis buku yang memuat daftar posisi Matahari, Bulan,
planit dan bintang-bintang penting pada saat-saat tertentu tiap hari dan malam sepanjang tahun.
Maksudnya ialah mempermudah posisi-posisi kapal. Dalam buku tersebut dimua pula, pukul
berapa G.M.T benda-benda langit itu mencapai Kulminasi atas, bagi setiap meridian bumi.
Deklinasi dan Ascension Recta benda-benda langit, perata waktu, koreksi sextant kearena
pembiasan sinar dank arena pengukuran kehorizon kodrat itu dimuat pula. Lihat P. Simamora,
Ilmu Falak (Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan Lukisan”, cet XXX (Jakarta: C.V
Pedjuang Bangsa, 1985), hal. 66.
19
Dr. Ing. Khafidz adalah seorang ahli geodesi yang sekarang aktif di
BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).
6
Fathullah yang disusun sebagai penyempurnaan dari kitab-kitab
sebelumnya. Karena buku (kitab) hisab KH. Ahmad Ghozali yang
terdahulu ternyata pada kenyataanya kurang presisi. Kitab-kitab tersebut
masih menggunakan sistem hisab hakiki takribi dan hakiki tahkiki, seperti
kitab Taqyidat al-Jaliyah, Faidl al-Karim, Bughyat al-Rafiq, Anfa' al-
Wasilah, Tsamarat al-Fikar.20
Disamping itu KH. Ahmad Ghozali juga mengungkapkan bahwa
penyusunan kitab Irsyâd al-Murîd ini juga berdasarkan keinginannya
untuk ikut memasyarakatkan ilmu falak di kalangan umat Islam pada
umumnya dan para santri pada khususnya. Oleh karena itu kitab Irsyâd al-
Murîd disusun dengan bahasa yang sederhana dan singkat sehingga mudah
dipahami serta dapat dikerjakan dengan alat hitung modern.21
Dalam penentuan arah kiblat, kitab tersebut menggunakan rumusan
konsep yang berbeda. Kitab ini termasuk metode hisab kontemporer. Kitab
Irsyâd al-Murîd telah memenuhi kriteria diatas sehingga dapat
digolongkan kedalam hisab kontemporer22
.
Rumus dalam menghitung azimuth kiblat adalah dengan
menggunakan rumus23
:
A = 360 - BM + BT
sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
cos AQ = (sin LM - sin LT x sin h)/cos LT/cos h
20 Kitri Sulastri, Skrisis, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Irsyâd
al-Murîd, Semarang: IAIN Walisongo, 2010, hal.46-47
21
Ibid
22
Ibid. hal.10-11
23
Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Irsyâd al-Murîd Ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falaki
'alâ al-Rashdi al-Jadîd, Jember: Yayasan An-Nuriyah, 2005, hal. 20
7
Sedangkan dalam rumus rasdhul kiblat menggunakan24
:
a = 90-deklinasi
b = 90- LT
Pa = cos b x tan AQ
P = tan-1
(1/(cos b x tan AQ))
Ca = Cos -1
(1/tan a x tan b x cos P)
Kemungkinan pertama : C = Ca - P
Ba = 12 + C/15
Kemungkinan Kedua : C = Ca + p
Ba = 12 + C/15
Ada dua kemungkinan rashdul kiblat yang bisa diperhitungkan
dalam kitab tersebut, yakni kemungkinan pertama dan kemungkinan
kedua. Kemungkinan pertama terjadi qabla zawal (sebelum zawal25
) dan
kemungkinan kedua terjadi ba'da zawal (sesudah zawal) mengikuti
pemahaman dari KH. Ahmad Ghozali sebagai berikut26
:
"Ketika Simtu Kiblat (azimuth kiblat) sama dengan Simtu 'Irtifa'
as-Syamsi (azimuth Matahari), maka kedudukan Matahari berada
dalam arah menuju kiblat. Dan jika selisih antara azimuth kiblat
dan azimuth Matahari itu sebesar 180o, maka bayangan Matahari
pada waktu tersebut menunjukkan arah kiblat.Azimuth Kiblat
dihitung dari titik utara sejati searah dengan jarum jam. Untuk titik
utara sebesar itu besarnya sekitar 0o - 360
o, titik timur besarnya 90
o,
titik selatan besarnya 180o, dan titik barat besarnya 270
o.Jika
Azimuth Ketinggian Matahari besarnya sekitar 0o - 180
o, maka
Matahari berada di sebelah timur, bisa disebut dengan Qabla
Zawal, dan jika azimuth ketinggian Matahari besarnya sekitar 180o
- 360o, maka Matahari berada di barat, dan disebut dengan Ba'da
Zawal."
Didalam kitab Irsyâd al-Murîd, dalam menghitung jam rashdul
kiblat untuk kota Surabaya dengan posisi -7o 15' LS dan 112
o 45' BT pada
tanggal 14 Oktober 2004, bisa dilihat rashdul kiblatnya pada kemungkinan
pertama yakni pada jam 11:4:51.67 WIB (Qabla Zawal), dan
24 Ibid. Hal. 23-24
25
Waktu kulminasi dalam bahasa inggris dikenal dengan Midday. Lihat Susiknan Azhari,
Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Hal.244
26
Ahmad Ghazali Muhammad Fathulloh, op. cit., Hal. 21
8
kemungkinan kedua pada jam 1:31:23.66 WIB (Qabla Zawal) 27
. Namun
untuk kemungkinan kedua tersebut tidaklah mungkin untuk bisa dilihat
jam rashdul kiblatnya karena Matahari berada di bawah ufuk.
Sedangkan kota Casablanca pada tangal 27 Mei 2004 dengan
posisi 39o 39' LU dan 7
o 35' BT, jam rashdul kiblatnya bisa dilihat dua kali
pada kemungkinan pertama pada Qobla Zawal yakni jam 9:17:15.32 WD
(Waktu Daerah) dan kemungkinan kedua pada Ba'da Zawal jam 16:31-
50.94 WD.28
Berangkat dari latar belakang yang telah penulis bahas
sebelumnya, maka penulis dengan kemampuan yang ada tertarik untuk
mengetahui dan menganalisa metode kitab Irsyâd al-Murîd dalam meng-
hisab arah kiblat. Studi tersebut penulis angkat dalam skripsi dengan
judul: “Studi Analisis Metode Hisab Arah Kiblat KH. Ahmad Ghozali
dalam Kitab Irsyâd al-Murîd”.
B. Permasalahan
Rumusan masalah penelitian yang dilaporkan dalam bentuk skripsi
ini adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana metode hisab arah kiblat yang dikemukakan oleh
KH.Ahmad Ghozali dalam kitab Irsyâd al-Murîd?
b) Bagaimana tingkat akurasi metode hisab arah kiblat KH.
Ahmad Ghozali dalam kitab Irsyâd al-Murîd?
27 Ibid, Hal. 26
28
Ibid, Hal. 27
9
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) untuk mengetahui metode hisab arah kiblat yang digunakan oleh
KH. Ahmad Ghozali dalam menentukan arah kiblat.
2) untuk mengetahui tingkat akurasi penentuan metode hisab arah
kiblat KH. Ahmad Ghozali yang dibandingkan dengan metode
segitiga bola dan rashdul kiblat yang dianggap paling akurat
disaat ini dalam konteks perkembangan ilmu falak di Indonesia.
D. Telaah Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, ditemukan tulisan yang membahas
kitab Irsyâd al-Murîd karya KH. Ahmad Ghazali yaitu skripsi Kitri
Sulastri dengan judul, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam
Kitab al-Irsyaad al-Muriid29
, namun fokusnya hanya pada seputar hisab
awal bulan kamariah saja bukan seputar hisab arah kiblat. Meski
demikian, penulis tetap menjadikannya sebagai salah satu telaah
pustaka karena skripsi itu juga meneliti objek yang sama namun
berbeda dalam fokus permasalahannya.
Penulis juga menemukan disertasi Ahmad Izzuddin dengan judul
Kajian Terhadap Metode-metode Penentuan Arah Kiblat Dan
Akurasinya30
. Disertasi tersebut meneliti tentang beberapa metode
29 Kitri Sulastri, Skripsi, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Irsyâd
al-Murîd, Semarang: IAIN Walisongo, 2010.
30
Ahmad Izzuddin, Disertasi, Kajian Terhadap Metode-metode Penentuan Arah Kiblat
Dan Akurasinya, Semarang: IAIN Walisongo, 2011.
10
penentuan arah kiblat yang ada di masa sekarang. Hasil dari penelitiannya
itu belum ada rumusan baku tentang definisi menghadap arah kiblat pada
masa para ulama madzhab. Selain itu aplikasi teori perhitungan arah yang
sesuai dengan definisi arah dalam penentuan arah menghadap kiblat adalah
arah yang memiliki acuan pada lingkaran besar (great circle) yang dipakai
dalam teori trigonometri bola dan teori geodesi, karena yang dikehendaki
dalam arah menghadap kiblat adalah arah menghadap, bukan arah
perjalanan bergerak menuju Mekah sebagaimana yang dihasilkan oleh
teori navigasi. Hasil terakhirnya adalah kerangka teoritik yang tepat dan
akurat dalam metode penentuan arah kiblat ialah teori geodesi karena
mempertimbangkan bentuk bumi yang sebenarnya dan teori trigonometri
bola dengan koreksi dari lintang geografik ke geosentris.
Skripsi Siti Muslifah31
yang berjudul “Sejarah Metode Penentuan
Arah Kiblat Masjid Agung At-Taqwa Bondowoso Jawa Timur” yang
membahas sejarah metode pengukuran arah kiblat Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso dan akurasinya. Skripsi Mahya Laila32
yang berjudul
"Studi Komparasi Hisab Arah Kiblat Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin
al-Minangkabawi dalam Kitab Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu Yang
Lima dan Hala Kiblat dengan Logaritma dan K.H Zubair Umar al-Jailani
dalam Kitab al-Khulasah al-Wafiyyah", yang membahas tentang
31
Siti Muslifah, Skripsi, Sejarah Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso Jawa Timur, Semarang: IAIN Walisongo, 2010.
32
Mahya Laila, Skripsi, Studi Komparasi Hisab Arah Kiblat Syekh Muhammad Thahir
Jalaluddin al-Minangkabawi dalam Kitab Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu Yang Lima dan
Hala Kiblat dengan Logaritma dan K.H Zubair Umar al-Jailani dalam Kitab al-Khulasah al-
Wafiyyah, Semarang: IAIN Walisongo, 2010.
11
perbandingan metode hisab arah kiblat dari kitab Pati Kiraan dan kitab al-
khulashoh al-wafiyah.
Juga skripsi Ismail Khudhori (2005) S. 1 Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang yang berjudul “Studi Tentang Pengecekan Arah
Kiblat Masjid Agung Surakarta”.33
Berbagai kepustakaan di atas menunjukkan bahwa penelitian-
penelitian terdahulu berbeda namun dalam ranah yang sama dengan
permasalahan yang akan diangkat penulis.
E. Metode Penelitian
Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan oleh
penulis untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh adalah
memakai metode penelitian yang bersifat Library Research,
karena teknis penekanannya lebih mengutamakan pada kajian
kepustakaan.
2. Jenis Data
Dalam hal ini sumber data primer34
diperoleh dari kitab
Irsyâd al-Murîd35
. Sedangkan data sekunder36
yaitu berupa buku-
33
Ismail Khudhori, Skripsi: Studi Tentang Pengecekan Arah Kiblat Masjid Agung
Surakarta, Semarang: IAIN Walisongo, 2005.
34
Data yang langsung dikumpukan oleh peneliti dari sumber pertamanya. Lihat Sumadi
Suryabrata, Metodologi Penelitian, Ed.1 Cet.9, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, hal.84
35
Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Loc.Cit.
12
buku diantaranya buku "Menentukan Arah Kiblat Praktis" karya
Ahmad Izzuddin37
, "Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek" karya
Muhyiddin Khazin38
, yang memuat data tentang rumusan
perhitungan menentukan arah kiblat serta data-data berupa lintang,
bujur, deklinasi Matahari, dan perata waktu yang diperlukan dalam
menganalisis perhitungan. Skripsi Kitri Sulastri39
mengenai
sistematika kitab Irsyâd al-Murîd biografi pengarangnya serta hasil
wawancara terstruktur kepada informan yaitu bpk. Ismail Selaku
santri terdekat KH. Ahmad Ghozali yang juga menjabat sebagai
ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok PP. Lanbulan. Buku
"Astronomi Geodesi" karya K.J. Villanueva40
, mengenai teori
dasar segitiga bola. Kamus yang berkaitan dengan kitab Irsyâd al-
Murîd, seperti kamus Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia karya
Ahmad Warson Munawir41
, "Kamus Ilmu Falak" karya Muhyiddin
Khazin42
, "Ensiklopedi Hisab Rukyah" karya Susiknan Azhari, dan
lain sebagainya.
36 Data sekunder biasanya tersusun dalam bentuk dokumen. Dalam hal ini peneliti tidak
banyak berbuat untuk menjamin mutunya. Dalam banyak hal peneliti akan harus menerima
menurut apa adanya. Lihat Sumadi Suryabata, op. cit.,hal. 85
37
Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis
38
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek, Loc. Cit
39
Kitri Sulastri, Skripsi, Loc. Cit.
40
K.J. Villanueva, Astronomi Geodesi, Bandung: Departemen Geodesi Fakultas Tekhnik
Sipil dan Perencanaan ITB.
41
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, hlm. 1087-1088
42
Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, cet I
13
3. Metode Pengumpulan Data.
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam
penelitian ini, maka metode yang penulis pergunakan adalah
metode dokumentasi dan wawancara.
Dokumentasi43
, yakni pengumpulan data dan informasi
pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian, terutama
sumber utama yaitu kitab Irsyâd al-Murîd sebagai data primer.
Sedangkan data sekundernya adalah Interview
(wawancara) kepada informan yaitu Bpk. Islmail selaku santri
terdekat KH. Ahmad Ghazali dan ketua Lajnah Falakiyah Al-
Mubarok PP. Lanbulan. Hal terssebut dilakukan dalam rangka
pengumpulan data dan informasi yang berkitan dengan
penelitian ini.data sekunder yang berkaitan dengan penelitian
ini baik melalui studi kepustakaan (buku-buku dan karya ilmiah
lainnya), melalui penelusuran yang ada di situs-situs internet,
maupun hasil-hasil pertemuan-pertemuan ilmiah.
4. Metode Analisis Data.
Analisis yang digunakan penulis adalah content analysis
(analisis isi) melalui teknik deskriptif (menjelaskan) dan
komparatif (membandingkan).
Deskripsi, yaitu gambaran atau lukisan secara sistematis,
faktual dan akurat mengenai metode data primer serta fenomena
43 Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung pada subjek
penelitian namun melalui dokumen. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, Cet I Bogor: Ghalia Indonesia, 2002, hal. 87.
14
atau hubungan antar fenomena yang diselidiki44
. Dengan rujukan
utama yaitu kitab Irsyâd al-Murîd.
Selanjutnya, dilihat dengan model analisis comparative
study. Melakukan studi komparatif adalah membandingkan
metode hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd dengan
metode kontemporer yang dianggap metode paling akurat dan
banyak digunakan oleh kalangan ahli falak dalam menghitung dan
menetapkan arah kiblat yakni metode ephemeris yang
menggunakan landasan teori trigonometri bola.
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan penelitian ini disusun per bab, yang
terdiri atas lima bab. Di dalam setiap babnya terdapat sub-sub
pembahasan.
BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang “Latar
Belakang Masalah” penelitian ini dilakukan. Kemudian mengemukakan
“Tujuan Penelitian”, dan “Manfaat”. Berikutnya dibahas tentang
“Permasalahan Penelitian” yang berisi pembatasan masalah dan rumusan
masalah. Selanjutnya dikemukakan “Tinjauan Pustaka”. Metode penelitian
juga dikemukakan dalam bab ini, di mana dalam “Metode Penelitian” ini
44
Pelaksanaan metode-metode deskriptif dalam pengertian lain tidak terbatas hanya
sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang
arti data itu. Karena itulah maka dapat terjadi sebuah penyelidikan deskriptif membandingkan
persamaan dan perbedaan fenomena tertentu, lalu mengambil bentuk studi komparatif,
menetapkan hubungan dan kedudukan (status) dengan unsur yang lain. Lihat Winarno Surakhmad,
Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metoda, dan Teknik (Bandung: Tarsito, 1985), Edisi ke-7,
hal. 139-141. Lihat juga Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Cet.
II Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2003, hal. 136-137.
15
dijelaskan bagaimana teknis/cara dan analisis yang dilakukan dalam
penelitian. Terakhir, dikemukakan tentang “Sistematika Penulisan”.
BAB II : FIQH HISAB RUKYAT ARAH KIBLAT. Bab ini
memaparkan kerangka teori landasan keilmuan, dengan judul utama “Fiqh
Hisab Arah Kiblat” yang didalamnya membahas tentang “Pengertian dan
dasar hukum menghadap kiblat, pendapat para ulama tentang
menghadap kiblat serta konsep dan metode umum perhitungan azimuth
dan rashdul kiblat.
BAB III : METODE HISAB ARAH KIBLAT KH. AHMAD
GHOZALI DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD. Bab ini menerangkan
metode hisab arah kiblat berupa teori azimuth kiblat dan rahsdul kiblat
dalam kitab Irsyâd al-Murîd. Dalam bab ini juga kami singgung
beberapa kajian yang berkaitan dengan KH. Ahmad Ghozali yang
terangkum dalam Sosio-Biografinya dan dan juga memaparkan gambaran
sistematika dari magnum opusnya kitab Irsyâd al-Murîd.
BAB IV : ANALISIS METODE HISAB ARAH KIBLAT KH.
AHMAD GHOZALI TENTANG METODE AZIMUTH DAN RASHDUL
KIBLAT DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD. Bab ini merupakan
pokok dari pembahasan penulisan penelitian yang dilakukan, yakni
meliputi analisis terhadap metode hisab teori azimuth kiblat dan
rashdul kiblat dan bagaimana tingkat keakurasiannya dibandingkan
dengan metode kontemporer, yakni segitiga bola (spherical
trigonometri).
16
BAB V : PENUTUP. Bab ini meliputi “Kesimpulan” dan “Saran”
serta kata penutup
17
BAB II
FIQH HISAB RUKYAT ARAH KIBLAT
A. Pengertian Kiblat dan Dasar Hukum Menghadap Kiblat
1. Pengertian Kiblat
Secara etimologi, kata "kiblat" berasal dari bahasa Arab yaitu قبهة .
Kata ini adalah salah satu bentuk masdar dari قبهة –يقبم –قبم yang berarti
menghadap.1
Secara terminologi, ada beberapa pendapat mengenai kata "kiblat"
tersebut. Susiknan Azhari memahami "kiblat" sebagai arah yang
menghadap oleh muslim ketika melaksanakan shalat, yakni arah menuju
ke Ka'bah di Mekah2.
Muhyiddin Khazin, yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah
atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota Mekah
(Ka'bah) dengan tempat kota yang bersangkutan3. Sedangakan Kementrian
Agama mengartikan kiblat sebagai suatu arah tertentu bagi kaum muslimin
untuk mengarahkan wajahnya dalam melakukan shalat4.
Slamet Hambali mendefinisikan arah kiblat sebagai arah menuju
Ka'bah (Mekah) melalui lingkaran besar (great circle) bola bumi.
1 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, hlm. 1087-1088.
2 Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat,Yogyakarta: Pusataka Pelajar,2008,Cet II,
Hal.174-175
3Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana
Pustaka,cet IV, 2008, hal.48
4 Departemen Agama RI, Diretorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Ensiklopedi Islam,
Jakarta: CV. Anda Utama, 1993, hal.629
18
Lingkaran besar bola bumi yang dilalui arah kiblat dinamakan lingkaran
arah kiblat. Lingkaran arah kiblat dapat didefinisikan sebagai lingkaran
besar bola bumi yang melalui sumbu kiblat. Sedangkan sumbu kiblat
adalah sumbu bola bumi yang melalui/menghubungkan titik pusat Ka'bah
dengan titik kebalikan Ka'bah5. Sedangkan Ahmad Izzuddin, mengartikan
kiblat adalah Ka'bah atau paling tidak masjidil haram dengan
mempertimbangkan posisi lintang dan bujur Ka'bah6.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kiblat
adalah letak atau posisi Ka'bah yang dalam bentuk ain-nya itu berada (kota
Mekah), sedangkan arah kiblat menunjukkan posisi Ka'bah dilihat dari
arah mana kita berada. Dengan kata lain, Ka'bah disebut sebagai kiblat
karena ia menjadi arah yang kepadanya orang harus menghadap dalam
mengerjakan shalat7.
2. Dasar Hukum Menghadap Kiblat
Semua muslim di dunia sudah mengetahui bahwa menghadap ke
arah kiblat merupakan syarat syahnya shalat8, sebab Jumhur ulama sudah
sepakat bahwa mengahadap kiblat merupakan salah satu syarat syahnya
5 Slamet Hambali, "makalah Arah Kiblat Dalam Perspektif Nahdlatul Ulama,"
disampaikan pada seminar nasional Menggugat Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Arah
Kiblat, Semarang, 27 Mei 2010, hal.2
6 Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010,
hal. 4
7 Al-Fairuzabadi, Al-Qamus al-Muhit , Beirut: Mu'assasad ar-Risalah, t.t. hal.1350. Lihat
juga Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah,
Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,Cet. Ke-II. hal.26
8 Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Irsyâd al-Murîd ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falaki 'alâ
al-Rashdi al-Jadîd, Jember: Yayasan An-Nuriyah, 1997, hal. 10
19
shalat9. Muhammadiyah, sebagaimana ulama lain, berpandangan bahwa
menghadap kiblat adalah merupakan syarat syahnya shalat10
, kecuali shalat
yang dilakukan pada dua kondisi, pertama; ketika shalat syiddat al-khauf
(perang berkecamuk) dan kedua; shalat sunnah saat dalam perjalanan11
.
Sehingga jika dikaitkan dengan berbagai definisi mengenai kiblat diatas,
mengindikasikan bahwa jika seseorang melenceng dari arah kiblat ketika
shalat maka shalatnya menjadi tidak syah12
. Sebagimana kaidah ushul fiqh
yang menyebutkan "Mâ lâ yatimmu al-wajibu illa bihi fa huwa wâjib”
(Suatu perkara yang tidak sempurna tanpa terpenuhinya syarat maka syarat
itu menjadi wajib)13
. Dalam konteks ini maka makna menghadap kiblat
merupakan suatu perantara untuk dapat mendirikan shalat. Karena
mendirikan shalat hukumnya wajib, maka segala hal yang merupakan
perantara untuk bisa melaksanakan shalat hukumnya wajib untuk
dikerjakan14
.
Banyak dasar hukum berupa nash al-Qur'an ataupun Hadist yang
menegaskan tentang perintah menghadap ke arah kiblat, diantaranya:
a) Dasar hukum dalam Al-Quran tentang menghadap kiblat
1) QS. Al-Baqarah: 144
9 Ahmad Musonnif, Ilmu Falak (Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab
Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan,Yogyakarta: Teras, 2011, Hal.83
10
Ki Ageng AF. Wibisono, "makalah Arah Kiblat Dalam Perspektif Muhammadiyah",
disampaikan pada seminar nasional Menggugat Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Arah
Kiblat, Semarang, 27 mei 2010, hal. 6
11
Ali Mustafa Yaqub, Kiblat (Antara Bangunan dan Arah Ka'bah), Jakarta: Pustaka
Darus-sunnah, 2010, hal.16
12
Ahmad Izzuddin, loc. cit.
13
Ibnu Abu Bakar As-Suyuti, Abdurrahman, Al-Asybah Wa an-Nazair, Indonesia: Daar
Ihya' al-Kutub al-Arabiyah, t.t, hal.116
14
Ibid.
20
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke
Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Al-Baqarah: 144)15
2) QS. Al-Baqarah: 149
“Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan
itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Baqarah: 149)16
3) QS. Al-Baqarah: 150
"Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
(sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya,
agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-
15
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quran, Al-qur'an dan Terjemahnya,
Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali-Art (J-ART), 2005, hlm. 22 16
Ibid, hlm. 23
21
orang yang lalim di antara mereka. Maka janganlah kamu
takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar
Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu
mendapat petunjuk." (QS. Al-Baqarah: 150)
17
b) Adapun dasar hukum dalam Hadits tentang menghadap kiblat:
1) Hadis dari Anas bin Malik RA. riwayat Bukhari Muslim18:
)
(
Bercerita Abu Bakar bin Abi Syaibah, bercerita Affan,
bercerita Hammad bin Salamah, dari Tsabit dari Anas:
“Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW (pada suatu hari)
sedang shalat dengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian
turunlah ayat “Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering
menengadah ke langit, maka sungguh kami palingkan
mukamu ke kiblat yang kamu kehendaki. Palingkanlah
mukamu ke arah Masjidil Haram”. Kemudian ada seseorang
dari Bani Salamah bepergian, menjumpai sekelompok
sahabat sedang ruku‟ pada shalat fajar. Lalu ia menyeru,
“Sesungguhnya kiblat telah berubah.” Lalu mereka
berpaling seperti kelompok nabi yakni ke arah kiblat.” (HR.
Muslim)
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:19
17
Ibid 18
Maktabah Syamilah versi 2.11, Muslim Bin Hajjaj Abu Hasan Qusyairi An Naisabury,
Shahih Muslim, Mesir : Mauqi‟u Wazaratul Auqaf, t.t juz 3 hlm. 443 19
Maktabah Syamilah versi 2.11, Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughirah Al
Bukhari, Shahih Bukhari, Mesir : Mauqi‟u Wazaratul Auqaf, t.t juz 2 hlm. 193
22
“Bercerita Muslim, bercerita Hisyam, bercerita Yahya bin
Abi Katsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir
berkata: Ketika Rasulullah SAW shalat di atas kendaraan
(tunggangannya) beliau menghadap ke arah sekehendak
tunggangannya, dan ketika beliau hendak melakukan shalat
fardhu beliau turun kemudian menghadap kiblat.” (HR.
Bukhari).
Dari ayat-ayat dan hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Para ulama sepakat, bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib
bagi orang yang melakukan shalat20
. Menghadap kiblat merupakan
suatu keharusan bagi orang yang melaksanakan shalat, sehingga para
ahli fiqh (Hukum Islam) bersepakat mengatakan bahwa menghadap
kiblat merupakan syarat syahnya shalat. Oleh karena itu tidak sah
seseorang tanpa menghadap kiblat21
b. Bila dalam keadaan bingung sehingga tidak mengetahui arah kiblat,
cukup menghadap kemana saja yang diyakini bahwa arah yang
demikian itu adalah arah kiblat22
.
c. Seharusnyalah kita mencari arah kiblat yang sebenarnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat
memungkinkan untuk menemukan arah kiblat dengan hasil yang lebih
akurat. Karena itu sebagai bagian dari berijtihad dalam agama,
20 Dalam Fiqh dinyatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat syahnya shalat
yang tidak dapat ditawar-tawar, kecuali dalam beberapa hal. Selengkapnya baca Ibn Rusyd,
Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtâsid, Beirut: Daar al-Fikr,t.t, hal.80, Lihat juga Majelis
Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah,op. cit., hal 29.
21
Muhyiddin Khazin,op. cit. Hal. 52
22
Ibid
23
mempelajari sistem perhitungan dan pengukuran arah kiblat serta
berusaha untuk menerapkannya barangkali merupakan salh satu bagian
darinya23
.
3. Pendapat Ulama tentang Menghadap Kiblat
Semua ulama madzhab sepakat bahwa Ka'bah itu adalah kiblat
bagi orang yang dekat dan dapat melihatnya. Tetapi mereka berbeda
pendapat tentang kiblat bagi orang-orang yang jauh dan tidak dapat
meilhatnya.
Hanafi, Hanbali, Maliki dan sebagian kelompok dari
Imamiyah, berpendapat bahwa Kiblatnya orang yang jauh adalah arah
dimana letaknya Ka'bah berada, bukan Ka'bah itu sendiri24
.
Menurut mereka yang wajib adalah (cukup) jihhatul Ka'bah, jadi
bagi orang yang dapat menyaksikan Ka'bah secara langsung maka harus
menghadap pada ainul Ka'bah, jika ia berada jauh dari Mekah maka cukup
dengan menghadap ke arahnya saja (tidak mesti persis), jadi cukup
menurut persangkaannya (dzan)25
bahwa di sanalah kiblat, maka dia
menghadap ke arah tersebut (tidak mesti persis).
Hal di atas didasarkan pada firman Allah فىّل وجهك شطر انمسجد انحراو
bukan شطر انكعبة , sehingga jika ada orang yang melaksanakan shalat
dengan menghadap ke salah satu sisi bangunan Masjidil Haram maka ia
23 Ahmad Musonnif,op. cit. hal. 85
24
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab : Ja'fari, Hanafi, Maliki, Syafi'i,
Hambali,Jakarta: Lentera,Cet Ke-6,2007, Hal.77 25
Seseorang yang berada jauh dari Ka'bah yaitu berada diluar Masjidil Haram atau di
sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka'bah, mereka wajib
menghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara dzan atau
kiraan atau disebut sebagai “Jihatul Ka'bah”.
24
telah memenuhi perintah dalam ayat tersebut, baik menghadapnya dapat
mengenai ke bangunan atau ainul Ka'bah atau tidak.26
Mereka juga mendasarkan pada surat Al-Baqarah ayat 144, yang
artinya “Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya.” Kata arah syatrah dalam ayat ini ditafsirkan dengan arah
Ka'bah. Jadi tidak harus persis menghadap ke Ka'bah, namun cukup
menghadap ke arahnya. Mereka juga menggunakan dalil hadits nabi yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi, yang artinya “Arah antara
timur dan barat adalah kiblat.”27
Adapun perhitungan (perkiraan)
menghadap ke jihatul Ka'bah yaitu menghadap salah satu bagian dari
adanya arah yang berhadapan dengan Ka'bah/kiblat.28
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa
mereka memiliki dalil dan dasar, dan kesemuanya dapat dijadikan
pedoman, hanya saja dalam hal penafsiran mereka berbeda. Hal ini terjadi
karena dasar yang digunakan tidak sama. Yang perlu diingat bahwa
kewajiban menghadap kiblat bagi orang yang akan melaksanakan shalat
berlaku selamanya, seseorang harus berijtihad untuk mencari kiblat. Hal
ini perlu diperhatikan karena kiblat sebagai lambang persatuan dan
kesatuan arah bagi umat Islam, maka kesatuan itu harus diusahakan
setepat-tepatnya.29
26
Muhammad Ali As-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni, Surabaya: Bina Ilmu,
1983, hlm. 82 27
Ibid 28
Ibid 29
Syamsul Arifin, Ilmu Falak, Ponorogo: Lembaga Penerbitan dan Pengembangan
Ilmiyah STAIN Ponorogo, t.t, hlm. 19
25
Syafi'i dan sebagian kelompok dari Imamiyah, berpendapat
bahwa Wajib menghadap Ka'bah itu sendiri, baik bagi orang yang dekat
maupun bagi orang yang jauh. Kalau dapat mengetahui arah Ka'bah itu
sendiri secara pasti (tepat), maka ia harus menghadapinya ke arah tersebut.
Tapi bila tidak, maka cukup dengan perkiaraan saja, yang jelas bahwa
orang yang jauh pasti tidak dapat membuktikan kebenaran pendapat ini
dengan tepat, karena ia merupakan perintah yang mustahil untuk
dilakukannya selama bentuk bumi ini bulat. Maka dari itu, kiblat bagi
orang yang jauh harus menghadap ke arahnya, bukan kepada Ka'bah itu
sendiri.
Menurut mereka, yang wajib adalah menghadap ke ainul Ka'bah.
Dalam artian bagi orang yang dapat menyaksikan Ka'bah secara langsung
maka baginya wajib menghadap Ka'bah. Jika tidak dapat melihat secara
langsung, baik karena faktor jarak yang jauh atau faktor geografis yang
menjadikannya tidak dapat melihat Ka'bah langsung, maka ia harus
menyengaja menghadap ke arah di mana Ka'bah berada walaupun pada
hakikatnya ia hanya menghadap jihat-nya saja (jurusan Ka'bah).
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT فىّل وجهك شطر انمسجد
maksud dari kata syathral Masjidil Haram dalam potongan ayat di , انحراو
atas adalah arah dimana orang yang shalat menghadapnya dengan posisi
tubuh menghadap ke arah tersebut, yaitu arah Ka'bah. Maka seseorang
yang akan melaksanakan shalat harus menghadap tepat ke arah Ka'bah.30
30
Muhammad Ali As-Shabuni,op. cit, hlm. 81
26
Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Usamah bin Zaid di atas bahwasannya Nabi SAW
melaksanakan shalat dua raka‟at di depan Ka'bah, lalu beliau bersabda, هذه
inilah kiblat”, dalam pernyataan tersebut menunjukkan batasan“ انقبهة
(ketentuan) kiblat. Sehingga yang dinamakan kiblat adalah „ain Ka'bah itu
sendiri, sebagaimana yang ditunjuk langsung oleh nabi seperti yang
diriwayatkan dalam hadits tersebut. Maka mereka mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan surat Al-Baqarah di atas adalah perintah menghadap
tepat ke arah Ka'bah, tidak boleh menghadap ke arah lainnya.31
Demikianlah Allah menjadikan rumah suci itu untuk persatuan dan
kesatuan tempat menghadap bagi umat Islam. Seperti yang diungkap
Imam Syafi‟i dalam kitab Al-Um bahwa yang dimaksud masjid suci adalah
Ka'bah (Baitullah) dan wajib bagi setiap manusia untuk menghadap rumah
tersebut ketika mengerjakan shalat fardhu, sunnah, jenazah, dan setiap
orang yang sujud syukur dan tilawah. Maka, arah kiblat daerah di
Indonesia adalah arah barat dan bergeser 24 derajat ke utara, maka kita
harus menghadap ke arah tersebut. Tidak boleh miring ke arah kanan atau
kiri dari arah kiblat tersebut.32
Dari beberapa pendapat di atas, penulis lebih condong kepada
pendapat yang pertama. Hal ini karena pada zaman sekarang, teknologi
yang berkembang sudah demikian canggih, dan hal tersebut memudahkan
umat Islam dalam menentukan arah kiblat yang lebih akurat dengan
31
Ibid 32
Abi Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi‟i, Al-Um, t.t hlm. 224
27
bantuan teknologi yang ada. Demikian juga pengetahuan mengenai ilmu
hitungnya, cara perhitungan yang digunakan telah menggunakan prinsip
ilmu hitung bola (spherical trigonometry) dengan tidak mengabaikan
bentuk permukaan bumi yang bulat seperti bola. Juga alat hitungnya
dimana saat ini sudah dapat diperoleh dari sistem komputerisasi. Maka
apabila seseorang dapat menghadap kiblat dengan tepat, mengapa hal
tersebut tidak dipilih untuk meningkatkan keyakinan bahwa telah
menghadap kiblat dengan tepat.
B. Teori Perhitungan Arah Kiblat
1. Teori Penentuan Arah Kiblat
Cara atau metode penentuan arah kiblat mengalami perkembangan
yang cukup signfikan. Perkembangan penentuan arah kiblat itu dapat
dilihat dari alat-alat yang dipergunakan untuk mengukurnya, seperti
tongkat istiwa, rubu' mujayyab, kompas, dan theodolite. Selain itu, sistem
perhitungan yang digunakan juga mengalami perkembangan, baik
mengenai data koordinat maupun sistem ilmu ukurnya yang sangat
terbantu dengan alat perhitungan seperti kalkulator, kalkulator scientific
maupun alat bantu pencarian data koordinat yang semakin canggih seperti
GPS (Global Positioning System)33
.
Masalah kiblat adalah masalah mengenai arah. Arah yang
dimaksud adalah arah Ka'bah di Mekah. Arah ini dapat ditentukan dari
setiap titik atau tempat di permukaan bumi. Penentuan arah ini dapat
33 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006, hal.27
28
dilakukan dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Perhitungan
tersebut merupakan perhitungan untuk mengetahui dan menetapkan ke
arah mana Ka'bah berada apabila dilihat pada suatu tempat di permukaan
bumi34
.
Maka untuk menentukan arah kiblat dapat dilakukan dengan
menggunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry). Hal ini
disebabkan bumi dianggap sebagai bola.35
Jika kita perhatikan sebuah bola maka kita akan tahu bahwa bola
(sphere) adalah benda tiga dimensi yang unik, dimana jarak antara setiap
titik di permukaan bola dengan titik pusatnya selalu sama. Permukaan bola
itu berdimensi dua. Karena bumi sangat mirip dengan bola, maka cara
menentukan arah dari satu tempat (misalnya masjid) ke tempat lain
(misalnya Ka'bah) dapat dilakukan dengan mengandaikan bumi seperti
bola. Posisi di permukaan bumi seperti posisi di permukaan bola.36
Gambar372.1
.
34
Muhyiddin Khazin,op. cit. hlm. 18, lihat juga Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah,op. cit, hlm. 29 35
Departemen Agama RI,op. cit, hlm. 151-152 36
Ibid, lihat juga http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-
kiblat.htm, diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 14.00 WIB
37
Gambar bola langit
29
Untuk mengenal ilmu ukur segitiga bola maka kita harus mengenal
beberapa definisi yang penting untuk diketahui. Pada gambar 2.1,
lingkaran ABCDA adalah lingkaran besar dimana yang dimaksud
lingkaran besar (great circle) adalah irisan bola yang melewati titik pusat
O.38
Dengan kata lain lingkaran besar adalah lingkaran yang titik
pusatnya melalui/ berimpit titik pusat bola. Jika irisan bola tidak melewati
titik pusat O atau tidak berimpit pada titik pusat bola disebut lingkaran
kecil (small circle). Dalam gambar tersebut yang termasuk dalam
lingkaran kecil adalah lingkaran EFGHE.39
Secara umum, segitiga bola didefinisikan sebagai daerah segitiga
yang sisi-sisinya merupakan busur-busur lingkaran besar. Maka apabila
salah satu sisinya merupakan lingkaran kecil, tidak bisa dinyatakan
sebagai segitiga bola.40
Sebagaimana konsep dasar ilmu ukur segitiga
bola41
yang menyatakan:
Jika tiga buah lingkaran besar pada permukaan sebuah bola saling
berpotongan, terjadilah sebuah segitiga bola. Ketiga titik potong
yang berbentuk merupakan titik sudut A, B, dan C. Sisi-sisinya
dinamakan berturut-turut a, b, dan c yaitu yang berhadapan dengan
sudut A, B, dan C.
38
http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm,
diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 14.00 WIB 39
Ibid. 40
Departemen Agama RI, op. cit, hlm. 153 41
Ahmad Izzuddin, op. cit, hlm. 27
30
Konsep tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
A
BCD
E
I
F
G
HGambar
42 2.2.
Segitiga Bola
Ketiga bagian lingkaran berpotongan di titik A,
B, dan C, adapun daerah yang dibatasi oleh
ketiga busur lingkaran besar itu dinamakan
segitiga ABC. Busur AB, BC, dan CA adalah
sisi-sisi segitiga bola ABC. Sedangkan sisi-sisi
segitiga bola dinyatakan dengan huruf a, b, dan c.
Sedangkan dalam perhitungan arah kiblat kita membutuhkan 3
titik, yaitu:
i. Titik A, yang terletak pada lokasi tempat yang akan ditentukan arah
kiblatnya.
ii. Titik B, terletak di Ka'bah (Mekah)
iii. Titik C, terletak di titik kutub utara.
Dua titik diantara ketiganya adalah titik yang tetap (tidak berubah-
ubah) yaitu titik B dan C, sedangkan titik A senantiasa berubah, tergantung
tempat yang akan ditentukan kiblatnya, baik di utara ekuator atau di
sebelah selatan. 43
Bila titik-titik tersebut dihubungkan dengan garis
lengkung pada lingkaran besar, maka terjadilah segitiga bola ABC.
Adapun busur garis yang berada di depan titik A adalah (90o – φ
k)
dan disebut sisi a, sedangkan busur garis di depan titik B adalah (90o – φ
x)
disebut sisi b, di mana φk dan φ
x adalah posisi lintang Ka'bah dan lokasi
yang dihitung. Sedangkan busur di depan sudut C disebut sisi c.
42 Gambar bola yang mennjukkan penjelasan tentang segitiga bola
43 Hafid, "makalah Penentuan Arah Kiblat', makalah disampaikan pada pelatihan
penentuan arah kiblat Jakarta 15 April 2007
a
b c
31
Sehingga bisa dikatakan perhitungan arah kiblat adalah suatu
perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut A (sudut kiblat),
yakni sudut yang diapit oleh sisi b dan sisi c. Maka rumus untuk
mengetahui nilai sudut A,44
yaitu :
)(cotan.sin)sin(
tancocotan mxx
mx
mxsB
Dalam menentukan jarak terdekat dari daerah lokasi ke Ka'bah,
maka kita harus mengetahui:
Jika λ = 00o 00‟ s.d 39
o 49‟ 34,56” BT, maka C = 39
o 49‟ 34,56” - λ
Jika λ = 39o 49‟ 34,56” s.d 180
o 00‟ BT, maka C = λ – 39
o 49‟ 34,56”
Jika λ = 00o 00‟ s.d 140
o 10‟ BB, maka C = λ + 39
o 49‟ 34,56”
Jika λ = 140o 10‟ s.d 180
o 00‟ BB,maka C = 320
o10‟ – λ
Selain itu ada juga teori Bayangan Kiblat. Dimana bayangan kiblat
akan terjadi pada saat posisi Matahari berada tepat di atas Ka'bah dan pada
saat posisi Matahari berada di jalur Ka'bah45
.
Posisi Matahari akan tepat berada di atas Ka'bah akan terjadi ketika
lintang Ka'bah (21o25'25" LU) sama dengan deklinasi Matahari serta pada
saat Matahari berkulminasi atas dilihat dari Ka'bah (39o49'39" BT)
46.
Kesempatan itu datang pada setiap tanggal 28 Mei (kadang-kadang terjadi
pada tanggal 27 Mei untuk tahun Kabisat) pukul 12.18 waktu Mekah atau
44
Ahmad Izzuddin, op. cit, hlm. 28
45
Muhyiddin Khazin, op. cit, hlm.72
46
Ibid.
32
09.18 UT dan tanggal 16 Juli (tahun pendek) atau 15 Juli (tahun Kabisat)
pukul 12.27 waktu Mekah atau 09.27 UT47
.
Bila waktu Mekah dikonversi menjadi waktu Indoensia Bagian
Barat (WIB) maka harus dita,bah 4 jam sama dengan pukul16.18 dan
16.27 WIB. Oleh karena itu setiap tanggal 28 Mei (untuk tahun kabisat)
pukul 16.18 WIB arah kiblat dapat dicek dengan mengandalkan bayangan
Matahari yang tengah berada diatas Ka'bah. Begitu pula setiap tanggal 16
Juli (untuk tahun pendek) atau 15 Juli (untuk tahun kabisat) juga dapat
dilakukan pengecekan arah kiblat dengab metode tersebut48
.
Sedangkan Ketika Matahari berada di jalur Ka'bah bayangan
Matahari berimpit dengan arah yang menuju Ka'bah untuk suatu lokasi
atau tempat, sehingga pada waktu itu setiap benda yang berdiri tegak di
lokasi yang bersangkutan akan langsung menunjukkan arah kiblat. Posisi
Matahari seperti itu dapat diperhitungkan kapan terjadinya49
.
2. Metode Hisab Arah Kiblat
Berdasarkan teori yang disebutkan di atas, maka dalam metode
perhitungan arah kiblat tersebut, dapat diketahui dengan menghitung
azimuth kiblat dan penentuan posisi Matahari atau yang lebih dikenal
dengan rashdul kiblat.
Adapun kaidah atau metode yang digunakan dalam menentukan
arah kiblat disini terdapat dua metode yaitu dengan menghitung Azimuth
Kiblat dan dengan mengetahui posisi Matahari (rashdul kiblat).
47 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, op. cit, Hal. 32
48
Ibid, hal. 33-34
49
Muhyiddin Khazin, op. cit. Hal. 73
33
a) Menggunakan Azimuth Kiblat
Yang di maksud Azimuth Kiblat adalah busur lingkaran
horizon / ufuk dihitung dari titik Utara ke arah Timur ( searah
perputaran jarum jam ) sampai dengan titik Kiblat. Titik Utara
azimuthnya 00, titik Timur azimuthnya 90
0, titik Selatan azimuthnya
1800 dan titik Barat azimuthnya 270
0. Atau dengan kata lain azimuth
kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke kiblat (Ka'bah).50
Untuk menentukan azimuth kiblat ini diperlukan beberapa data,
antara lain:
1) Lintang Tempat yang bersangkutan („Ardlul balad atau urdlul
balad)51
2) Bujur Tempat/ Thulul Balad daerah yang dikehendaki.
Bujur tempat atau thulul balad adalah jarak dari tempat yang
dikehendaki ke garis bujur yang melalui kota Greenwich dekat
London, barada di sebelah barat kota Greenwich sampai 180o disebut
Bujur Barat (BB) dan di sebelah timur kota Greenwich sampai 180o
disebut Bujur Timur (BT). Bujur Barat (BB) berhimpit dengan 180º
Bujur Timur yang melalui selat Bering Alaska, garis bujur 180º ini
50
Ahmad Izzuddin,op. cit. hlm. 31-33 51
Lintang tempat atau lintang geografi yaitu jarak sepanjang meridian bumi yang diukur
dari khatulistiwa bumi sampai tempat yang bersangkutan. Khatulistiwa atau ekuator bumi adalah
lintang 0o dan titik kutub bumi adalah lintang 90
o. Maka nilai lintang berkisar antara 0
o sampai
dengan 90o. Di sebelah selatan khatulistiwa disebut Lintang Selatan (LS) dengan tanda negatif (-)
dan di sebelah utara khatulistiwa disebut Lintang Utara (LU) diberi tanda positif (+). Dalam ilmu
astronomi disebut latitude dan menggunakan lambang ( φ ) phi. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit,
hlm. 4-5, lihat juga, Slamet Hambali, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Shalat dan
Penentuan Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), t.t, 1988, hlm. 49
34
dijadikan pedoman pembuatan Garis Batas Tanggal Internasional
(International Date Line)52
.
Lintang dan Bujur Tempat Ka'bah, besarnya data Lintang
Ka'bah adalah 21º 25‟ 21,17" LU dan Bujur Ka'bah adalah 39º 49‟
34,56” BT.53
b) Rashdul Kiblat
Rashdul kiblat adalah ketentuan waktu dimana bayangan benda
yang terkena sinar Matahari menunjuk arah kiblat. Kesempatan
tersebut datang pada tanggal 28 / 27 Mei dan tanggal 15 / 16 Juli pada
tiap-tiap tahun sebagai “Yaumu Rashdil Kiblat”.54
Bila waktu Mekah
dikonversi menjadi Waktu Indonesia Barat (WIB) maka harus
ditambah dengan 4 jam jadi sama dengan pkl. 16.18 WIB dan 16.27
WIB. Oleh karena itu, setiap tanggal 28 Mei atau 27 Mei (untuk tahun
Kabisat) pukul 16.18 WIB arah kiblat dapat dicek dengan
mengandalkan bayangan Matahari yang tengah berada di atas Ka'bah.
Begitu pula untuk tanggal 16 Juli atau 15 Juli (untuk tahun Kabisat)
juga dapat dilakukan pengecekan arah kiblat dengan metode Rashdul
Kiblat tersebut.55
Perlu diketahui bahwa jam rashdul kiblat setiap harinya
mengalami perubahan, hal tersebut karena terpengaruh oleh deklinasi
52 Ahmad Izzuddin, op. cit, hlm. 28
53 Ibid.
54 Dengan cara mengamati matahari tepat berada di atas Ka'bah. Di mana menurut
perhitungan setiap Tanggal 28 Mei atau 27 Mei ( untuk tahun kabisat) pada pukul 2.18 waktu
mekkah atau 09.18 UT, dan juga pada Tanggal 15 Juli (untuk tahun kabisat) atau 16 Juli (untuk
tahun pendek) pada pukul 12.27 waktu mekkah atau 09.27 UT. 55
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah,op. cit, hlm 34
35
Matahari. Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menentukan
jam Rashdul Kiblat56
:
1) Menentukan Bujur Matahari / Thul as-Syamsi (jarak yang dihitung
dari 0 buruj 00 sampai dengan Matahari melalui lingkarang
ekliptika menurut arah berlawanan dengan putaran jarum jam
dengan alternatif rumus :
Rumus I. Menentukan buruj :
Untuk Bulan 4 s.d. Bulan 12 dengan rumus (min) – 4 buruj.
Untuk Bulan 1 s.d. Bulan 3 dengan rumus (plus) + 8 buruj
.
Rumus II. Menentukan derajat :
Untuk Bulan 2 s.d. Bulan 7 dengan rumus (plus) + 90
Untuk Bulan 8 s.d. Bulan 1 dengan rumus (plus) + 80.
Contoh perhitungan :
Menentukan BM pada tgl 28 Mei 5buruj
280
- 4 +9
2buruj
70
Jadi BM untuk tanggal 28 Mei 2buruj
70
2) Menentukan Selisih Bujur Matahari (SBM) yakni jarak yang
dihitung dari Matahari sampai dengan buruj katulistiwa (buruj 0
atau buruj 6 dengan pertimbangan yang terdekat). Dengan rumus :
- Jika BM antara 10 s.d 180° maka SBM positip ( + )
- Jika BM antara 181° s.d. 360
° maka SBM negatip ( - )
56 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode HIsab-Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya), hal. 42-48
36
Contoh perhitungan :
Menentukan SBM pada tanggal 28 Mei
BM : 2 buruj
7°
2 x 30 = 60° plus 07 = 67
° (sehingga masuk rumus ke 1.)
3) Menentukan Deklinasi Matahari (Mail Awwal li al-syamsi) yakni
jarak posisi Matahari dengan ekuator / katulistiwa langit diukur
sepanjang lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu. Deklinasi
sebelah utara ekuator diberi tanda positif (+) dan sebelah selatan
ekuator diberi tanda negatif (-). Ketika Matahari melintasi
katulistiwa deklinasinya adalah 0°, hal ini terjadi sekitar tanggal
21 Maret dan 23 September. Setelah melintasi katulistiwa pada
tanggal 21 Maret Matahari bergeser ke utara hingga mencapai garis
balik utara (deklinasi + 23° 27‟) sekitar tanggal 21 Juni, kemudian
kembali bergeser ke arah selatan sampai pada katulistiwa lagi
sekitar pada tanggal 23 September, setelah itu bergeser terus ke
arah selatan hingga mencapai titik balik selatan (deklinasi – 23°
27‟) sekitar tanggal 22 Desember, kemudian kembali bergeser ke
arah utara hingga mencapai katulistiwa lagi sekitar tanggal 21
Maret demikian seterusnya. Dengan Rumus deklinasi57
:
Sin Deklinasi = sin SBM x sin Deklinasi terjauh ( 23° 27„ )
Keterangan : SBM : Selisih Bujur Matahari
57 AHmad Izzuddin,op. cit.,Hal. 44
37
Dengan ketentuan deklinasi positif ( + ) jika deklinasi
sebelah utara ekuator yakni BM pada 0 buruj
sampai 5 buruj
dan
deklinasi negatif ( - ) jika deklinasi sebelah selatan ekuator yakni
BM pada 6 buruj
sampai 11 buruj
.
Contoh perhitungan untuk tanggal 28 Mei
Sin 67 0 x Sin 23 0 27‟ 0 = 21 0 29‟ 18.42 ”
Menentukan rashdul qiblat dengan rumus58
:
Rumus I : Cotg A = Sin LT x Cotg AQ
Rumus II: Cos B= Tan Dekl x Cotg LT x Cos A = + A
Rumus III : RQ = (A + B) : 15 + 12
Keterangan :
LT : Lintang Tempat
AQ : Azimuth Qiblat
B : Jika nilai A positif maka nilai B negatif (-), akan
tetapi jika nilai A adalah negatif maka nilai B negatif.
4) Menjadikan Waktu Daerah : Indonesia sekarang terbagi dalam tiga
waktu daerah yakni Waktu Indonesia Barat (WIB) bujur daerahnya
adalah 1050, Waktu Indonesia Tengah (WITA) bujur daerahnya
adalah 1200, dan Waktu Indonesia Timur (WIT) bujur daerahnya
adalah 1350. Rumus untuk mencari waktu daerah adalah sebagai
berikut59
:
58 Ibid, Hal. 45
59
Ibid. Hal. 46
38
Penentuan rashdul qiblat juga bisa mengunakan rumus :
Cotan U = Tan B x Sin Ф
Cos (t-U) = Tan δm
x Cos U : Ф
t = ((t-U) + U) : 15
WH = pk. 12 + t (jika B = UB / SB) atau
pk. 12 – t (jika B = UT / ST)
WD = WH – e + (BTd
− BTx
) : 15
( t – U ) = Ada dua kemungkinan, yaitu positif atau negatif. Jika
nilau U adalah negatif maka nilai dari t – U adalah positif, sedangkan jika
nilai dari U adalah positif maka nilai dari t – U adalah negatif.
U = adalah sudut bantu (Proses)
t = adalah sudut waktu Matahari
δm
= adalah deklinasi Matahari
WH = Waktu hakiki, yaitu waktu yang didasarkan pada peredaran
Matahari
WD = Waktu daerah atau juga bisa disebut LMT (Local Mean Time),
yaitu waktu pertengahan. Untuk wilayah indonesia dibagi menjadi 3 yaitu
WIB, WITA, WIT.
e = adalah equation of Time (perata waktu / ta'dil Al-Zaman)
d = adalah bujur daerah, WIB = 105°, WITA = 120°, WIT = 135°.
Rumus : Waktu Daerah : WH – PW (e) + ( d – x ) : 15
39
Kemudian langkah berikutnya yang harus ditempuh dalam
rangka penerapan waktu rashdul qiblat adalah :
a. Tongkat atau benda apa saja yang bayang-bayangnya dijadikan
pedoman hendaknya betul-betul berdiri tegak lurus pada
pelataran. Ukurlah dengan mempergunakan lot atau lot itu
sendiri dijadikan fungsi sebagai tongkat dengan cara digantung
pada jangka berkaki tiga (tripod) atau dibuatkan tiang
sedemikian rupa sehingga benang lot itu dapat diam dan
bayangannya mengenai pelataran, tidak terhalang benda-benda
lain.
b. Semakin tinggi atau panjang tongkat tersebut, hasil yang
dicapai semakin teliti.
c. Pelataran harus betul-betul datar. Ukurlah pakai timbangan air
(waterpas).
d. Pelataran hendaknya putih bersih agar bayang-bayang tongkat
terlihat jelas. Sehingga bayang-bayang yang terbentuk pada
jam 16. 24. 46.05 WIB adalah rashdul kiblat.
Matahari
Tegak lurus
Bumi Gambar IV. Shof
40
Namun perlu diingat bahwa setiap metode memiliki kelemahan.
Kelemahan dari metode ini diantaranya hanya dapat dilakukan dalam
waktu yang sangat terbatas selama beberapa hari saja. Selain itu, apabila
cuaca mendung, maka metode ini tidak dapat dilakukan. Apalagi didukung
oleh letak geografis Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa sehingga
menyebabkan Indonesia beriklim tropis yang mempunyai curah hujan
yang cukup tinggi.
Sehingga aplikasi metode tersebut tidak dapat dilakukan jika
Matahari terhalang mendung atau hujan. Namun apabila hari itu gagal
karena mendung tadi maka masih diberi toleransi yaitu penentuan arah
kiblat dapat dilakukan pada H+1 atau H+2.
3. Alat Pengukur Arah Kiblat
Alat pengukur arah kiblat pada prinsipnya adalah alat yang dapat
mengetahui arah mata angin. Terdapat beberapa jenis alat yang biasa
digunakan untuk mengukur arah kiblat misalnya:
a) Rubu’ Mujayyab
Rubu mujayyab adalah alat perangkat hitung astronomis untuk
memecahkan permasalahan astronomi bola60
. Alat ini terbuat dari
kayu/papan berbentuk seperempat lingkaran, salah satu mukanya
biasanya ditempeli kertas yang sudah diberi gambar seperempat
60 Hendro Setyanto, RUBU, Bandung: Pudak Scientific, 2001, hal.3
41
lingkaran dan garis-garis derajat serta garis-garis lainya. Dalam istilah
geneometri alat ini disebut “Kwadran”.61
Sebelum melakukan perhitungan dengan menggunakan Rubu'
sangatlah penting untuk mengetahui bagian-bagian Rubu' secara
terperinci sehingga perhitungan dapat dilakukan dengan cepat. Adapun
bentuk rubu‟ dan bagian-bagian rubu‟ mujayyab62
.
1) Markaz, merupakan titik pusat Rubu'. Pada markaz tersebut
dipasang seutas benang yang disebut Khaith.
2) Qaus al-irtifa', dalah busur utama Rubu' dibagi dalam 90 skala.
Ketelitian pembacaan skala tersebut sebesar 0.125o
3) Jaib at-Tamâm (cosinus) yaitu garis lurus yang ditarik dari Markaz
ke awwal qous. Jaib at-Tamam ini dibagi menjadi 60
9sexagesimal) skala per jaib sama besar dan dari setiap skala
ditarik garis lurus ke arah qous irtifa' yang disebut Juyub al-
Mabsuth.
4) Awwalul Qaus (permulaan busur) yaitu bagian busur yang
berimpit dengan sisi Jaib Tamam. Akhirul Qaus yaitu bagian busur
yang berimpit dengan sisi jaib. Dari Awwalul Qaus sampai Akhirul
Qaus dibagi-bagi dengan skala dari 0 derajat sampai dengan 90
derajat.
61
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Jakarta: 1981, hlm.132.
62
Hendro Setyanto,op. cit, hal.3-5
42
5) Hadafah (sasaran) yaitu lubang kecil sepanjang sisi jaib yang
berfungsi sebagai teropong untuk mengincar suatu benda langit
atau sasaran lainnya.
6) Muri yaitu simpulan benang kecil yang dapat digeser.
7) Syaqul yaitu ujung tali yang diberi beban yang terbuat dari metal.
Apabila seseorang mengincar suatu benda langit maka syaqul itu
bergerak mengikuti gaya tarik bumi, dan terbentuklah sebuah sudut
yang dapat terbaca pada qaus, berapa tingginya benda langit
tersebut.
Adapun penggunaan rubu‟ mujayyab63
, diantaranya ketika akan
mengukur ketinggian suatu benda langit yang sudah jelas terlihat di
atas horizon. Mula-mula incar benda langit tersebut melalui lubang
Hadafah dari arah Qaus. Jadi posisi Rubu‟ adalah sebagai berikut:
Markaz benda yang paling atas, sisi Jaib Tamam berada paling depan
dari arah kita dan sisi Qaus berada paling bawah. Setelah sasaran kena,
lihatlah letak benang bersyaqul pada posisi Qaus, kemudian kita lihat
skala yang dimulai dari Awwalul Qaus (sisi Jaib Tamam). Angka
tersebut menunjukkan ketinggian benda langit.
Untuk memperoleh harga sinus dari ketinggian benda langit
tersebut di atas, lihat garis Juyub Mankusah yang melalui angka
ketinggian benda langit memotong sisi Jaib. Angka pada sisi Jaib yang
dihitung mulai dari Markaz itulah yang menunjukkan harga sinus.
63
Badan Hisab Dan Rukyat Departemen Agama, Op cit, hlm 133-134
43
Lalu untuk memperoleh harga cosinus dari ketinggian benda
langit tersebut di atas, lihat garis Juyub Mabsuthoh yang mulai angka
ketinggian benda langit memotong sisi Jaib Tamam. Angka pada sisi
Jaib Tamam yang dihitung mulai Markaz itulah yang menunjukkan
harga cosinus.
Dalam menentukan arah kiblat menggunakan rubu‟, cukup
dengan meletakan rubu‟ ke posisi arah kiblat dari hasil perhitungan.
Namun yang perlu diperhatikan dalam penggunaan rubu‟ mujayyab
adalah data yang disajikan tidak mencapai satuan detik, sehingga data
yang dihasilkan dinilai masih kasar dan kurang akurat.64
Maka
penggunaan alat ini harus sangat hati-hati untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.
b) Tongkat Istiwa’.
Tongkat istiwa‟ dalah sebuah tongkat yang ditancapkan tegak
lurus pada bidang datar dan diletakkan pada tempat terbuka, sehingga
Matahari dapat menyinarinya dengan bebas. Pada zaman dahulu
tongkat ini dikenal dengan nama “GNOMON”.65 Di Mesir, orang bisa
menggunakan obelisk sebagai pengganti tongkat. Sampai sekarang pun
masih banyak orang yang mempergunakan Tongkat Istiwa‟ ini sebagai
alat untuk mencocokan Waktu Istiwa (Waktu Matahari Pertengahan
Seperempat Atau Local Mean Time) dan untuk menentukan waktu-
waktu shalat.
64
Ahmad Izzuddin, op. cit, hlm. 57 65
Ibid hlm. 135.
44
c) Busur Derajat66
Busur Derajat atau yang sering dikenal dengan nama busur saja
merupakan alat pengukur sudut yang berbentuk setengah lingkaran.
Karena itulah busur mempunyai sudut sebesar 180o. Cara menggunakan
busur hampir sama dengan rubu'. Cukup meletakkan pusat busur pada
titik perpotongan garis utara-selatan dan barat-timur. Kemudian tandai
berapa derajat sudut yang dihasilkan dari rumus perhitungan arah kiblat.
Cara seperti ini dianggap kurang akurat karena busur derajat tidak
memiliki ketelitian pembacaan sudut hingga menit dan detik, sehingga
hasil yang ditunjukkan masih sangat kasar.
d) Kompas
Kompas67
merupakan alat navigasi yang berupa jarum magnetis
dimana disesuaikan dengan medan magnet bumi untuk menunjukkan
arah mata angin.68
Penandaan arah kiblat dengan kompas banyak
diamalkan di kalangan masyarakat Islam masa kini.
Arah yang ditunjukkan oleh kompas adalah arah yang merujuk
kepada arah utara magnet. Arah utara magnet ternyata tidak mesti sama
dengan arah utara sebenarnya. Perbedaan arah utara ini disebut sebagai
66 Ahmad Izzuddin, Menentukan Arah Kiblat Praktis, hal. 53
67 Kompas adalah alat penunjuk arah mata angin. Jarum kompas yang terdapat pada
kompas ini terbuat dari logam magnetis yang dipasang sedemikian rupa sehingga mudah bergerak
menunjukkan arah utara. Hanya saja arah utara yang ditunjukkan bukan arah utara sejati (titik
kutub utara), tapi menunjukkan arah utara magnet bumi, yang posisinya selalu berubah-ubah dan
tidak berhimpit dengan kutub bumi. 68
Arah mata angin yang dapat ditunjukkan oleh jarum kompas, diantaranya Utara/North
(disingkat U atau N), Barat/West (disingkat B atau W), Timur/East (disingkat T atau E),
Selatan/South (disingkat S), Barat laut/North-West (antara barat dan utara, disingkat NW), Timur
laut/North-East (antara timur dan utara, disingkat NE), Barat daya/South-West (antara barat dan
selatan, disingkat SW), Tenggara/South-East (antara timur dan selatan, disingkat SE).
45
sudut serong magnet atau deklinasi yang juga berbeda di setiap tempat
dan selalu berubah sepanjang tahun.
Selain itu masalah yang bisa timbul dari menggunakan kompas
ialah tarikan gravitasi setempat dimana ia terpengaruh oleh bahan-
bahan logam atau arus listrik di sekeliling kompas yang digunakan dan
skala derajat yang ada pada kompas sangat kecil, sehingga dalam
penentuan titik derajat menit dan detiknya akan agak kesulitan.
Sehingga tingkat akurasi pengukuran arah dengan kompas masih
rendah. Namun ia dapat digunakan sebagai alat alternatif sekiranya alat
yang lebih teliti tidak ada.
Adapun cara menggunakan kompas yaitu:69
1) Letakkan kompas di atas permukaan yang datar, setelah jarum
kompas tidak bergerak maka jarum tersebut dan menunjukkan arah
utara magnet.
2) Bidik sasaran melalui visir70
, melalui celah pada kaca pembesar,
setelah itu miringkan kaca pembesar kira-kira bersudut 50o dengan
kaca dial71
. Kaca pembesar tersebut berfungsi membidik sasaran
dan mengintai derajat kompas pada dial.
3) Apabila visir diragukan karena kurang jelas terlihat dari kaca
pembesar, luruskan garis yang terdapat pada tutup dial ke arah visir,
searah dengan sasaran bidik agar mudah terlihat melalui kaca
pembesar.
69
www.pramadewa.com, diakses tanggal 22 September 2011 pukul 10.30 WIB 70
Visir adalah lubang dengan kawat halus untuk membidik sasaran 71
Dial adalah permukaan kompas dimana tertera angka derajat dan huruf mata angin.
46
Apabila sasaran bidik 40o maka bidiklah ke arah 40
o. Sebelum
menuju sasaran, tetapkan terlebih dahulu titik sasaran sepanjang jalur
40o. Carilah sebuah benda yang menonjol/tinggi diantara benda lain
disekitarnya, sebab route ke 40o tidak selalu datar atau kering, kadang-
kadang berbencah-bencah. Di tempat itu kita melambung (keluar dari
route) dengan tidak kehilangan jalur menuju 40o
e) Theodolit, GPS dan waterpass
Teodolit merupakan alat termodern yang dapat digunakan oleh
kebanyakan pihak yang melakukan kerja menentukan arah kiblat.
Theodolit dapat digunakan untuk mengukur sudut secara mendatar dan
tegak, dan juga memberi memiliki akurasi atau ketelitian yang cukup
tinggi dan tepat. Untuk mengendalikan alat ini diperlukan operator yang
terlatih dan menguasai teknik penggunaan theodolit secara benar.
Theodolit terdiri dari sebuah teleskop kecil yang terpasang pada
sebuah dudukan. Saat teleskop kecil ini diarahkan maka angka
kedudukan vertikal dan horintal akan berubah sesuai perubahan sudut
pergerakannya. Setelah theodolit berskala analog maka kini banyak
diproduksi theodolit dengan menggunakan teknologi digital sehingga
pembacaan skala jauh lebih mudah.
Selain itu, alat ini juga dapat dipergunakan untuk mengukur
tanah dan mengukur ketinggiannya. Alat ini penting untuk pelaksanaan
Hisab dan Rukyah, sebab dalam rukyah yang diperhitungkan adalah
posisi hilal dari ufuq mar‟i dan azmuth hilal dari salah satu arah mata
47
angin (utara atau barat), dan hal tersebut bisa diukur dengan
mempergunakan alat Theodolit.72
Sejauh ini theodolit dianggap sebagai alat yang paling akurat.
Dimana penggunaannya tidak lepas dari adanya GPS dan waterpass.
GPS digunakan untuk menampilkan data lintang, data bujur dan waktu
secara tepat, karena GPS menggunakan bantuan satelit. Dalam peralatan
GPS, posisi pengamat (bujur, lintang dan ketinggian) dapat ditentukan
dengan akurasi yang sangat tinggi. Sedangkan waterpass digunakan
untuk mempermudah memposisikan theodolit agar datar, dan tegak
lurus terhadap titik pusat bumi.73
.
72
Ibid, Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Jakarta: 1981, hlm 134-135
73
Ahmad Izzuddin, op. cit, hal.55
48
BAB III
HISAB ARAH KIBLAT KH. AHMAD GHOZALI
DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD
A. Gambaran Umum Tentang Kitab Irsyâd al-Murîd
1. Biografi Pengarang Kitab Irsyâd al-Murîd
Nama lengkap KH. Ahmad Ghozali, sang pengarang kitab Irsyâd
al-Murîd, adalah KH. Ahmad Ghozali bin Muhammad bin Fathullah bin
Sa'idah al-Samfani al-Maduri.
Ia dilahirkan pada tanggal 7 Januari 1962 M di sebuah kampung
bernama LanBulan Desa Baturasang Kec. Tambelangan Kab. Sampang,
Jawa Timur.
Ia merupakan salah satu putra dari pasangan KH. Muhammad
Fathullah dan Ibu Nyai. Hj. Zainab Khoiruddin. Ayahnya, Syaikhina Al-
lamah Syaikh Muhammad Fathulah yang merupakan Muassis (perintis
pertama) berdirinya Pondok Pesantren Al-Mubarok LanBulan. Sedangkan
silsilahnya seperti yang telah diuraikan oleh Syaikhina Ahmad Ghozali
dalam kitabnya "Tuhfat ar-Rawy" sebagai berikut1 :
1 Hasil wawancara dengan Bpk. Ismail, selaku ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok
Pondok Pesantren Lanbulan, yang juga merupakan santri terdekat dari KH. Ahmad Ghozali
melalui email pada tanggal 28 April 2012 pukul 20.30 WIB
49
silsilah KH. Ahmad Ghozali2
Pondok Pesantren Al-Mubarok LanBulan yang terletak di daerah
Pulau Garam desa Baturasang, Sampang, Madura perbatasan Bangkalan
dan Sampang, diasuh oleh ulama tiga generasi, antara lain KH. Fathullah,
2 Gambar diambil dari hasil wawancara dengan santri KH. Ahmad Ghozali via email
50
yang dilanjutkan oleh KH. Muhammad Fathullah dan yang terakhir oleh
KH. Barizi Muhammad Fathullah sampai sekarang3.
Lanbulan diambil dari kata Bulan nisbat dari mimpi KH. Fathullah.
KH. Fathullah bermimpi di Desa Baturasang Tambelangan ada Bulan
jatuh bersinar di sekitar desa tersebut setelah dihampiri maka di sana
(tempat jatuhnya Bulan) ada seorang guru berkata : "Dirikanlah pesantren
di sini dan berilah nama LANBULAN. Dengan hati tulus dan penuh
takdim, maka didirikanlah Pondok Pesantren LanBulan"4.
KH. Ahmad Ghozali mempunyai istri bernama Hj. Asma binti
Abul Karim pada tahun 1990 M. Usia pernikahannya terbilang sangat
lama, hingga dikaruniai sembilan orang anak (5 putra dan 4 putri),
diantaranya Nurul Bashiroh, Afiyah, Aly, Yahya, Salman, Muhammad,
Kholil, A'isyah, dan Sofiyah. Berikut daftar silsilah KH. Ahmad Ghozali:
Sejak kecil ia dididik oleh orangtuanya dengan ilmu agama,
sehingga KH. Ahmad Ghozali memiliki minat yang tinggi dalam
memperdalam ilmu agama. Sejak kecil ia selalu tekun belajar. Walaupun
ia pernah mengenyam pendidikan formal hingga kelas 3 SD, tapi dia tetap
melanjutkan pendidikan agamanya di Pondok Pesantren Al-Mubarok
Lanbulan yang diasuh oleh ayahnya sendiri.
Di pondok itulah ia menjadi santri yang taat dan patuh. Ia berguru
kepada KH. Muhammad Fathullah, selaku pengasuh Pondok Pesantren Al-
Mubarok yang juga merupakan ayahanda dari K.H. Ahmad Ghazali. Ia
3 http://syakurasymuny.webs.com/pplanbulan.htm diakses pada hari Senin tanggal 14
Mei 2012 pada pukul 22.24 WIB
4 Ibid
51
juga pernah berguru kepada kedua kakaknya, KH. Kurdi Muhammad
(alm) dan KH. Barizi Muhammad.
Tidak mudah menjadi orang alim, sukses, dan terkenal. Semuanya
membutuhkan kegigihan, semangat yang tinggi dan ketekunan dalam
belajar. Itulah yang dilakukannya dalam menuntut ilmu. Begitulah yang
dilakukan oleh KH. Ahmad Ghozali dalam menuntut ilmu.
Pada tahun 1977, KH. Ahmad Ghozali berguru kepada KH.
Maimun Zubair Sarang Rembang selama Bulan Ramadhan. Hal tersebut
dilakukan setiap tahun selama 3 tahun berturut-turut sampai tahun 1980.
Selain itu, ia juga menyempatkan diri untuk berguru kepada KH. Hasan
Iraqi (alm) di Kota Sampang setiap Hari Selasa dan Sabtu. Pada tahun
1981 M.
Dalam pengembaraannya menuntut ilmu, KH. Ahmad Ghozali
setelah mengenyam pendidikan di pondoknya sendiri di bawah didikan
ayahandanya. KH. Ahmad Ghozali menyempurnakanya dengan
melanjutkan studinya ke negri sebrang yaitu di Makkah al-Mukarromah
kurang lebih selama 15 tahun tepatnya di Pondok Pesantren " As-
Shulatiyah " selama tujuh tahun. Di sana ia belajar pada para ulama yang
otoritas keilmuannya tidak diragukan lagi seperti Syaikh Isma'il Ustman
Zain al-Yamany Al-Makky5, Syaikh Abdullah Al-Lahjy, Syaikh Yasin bin
Isa Al-Fadany dan ulama'-ulama' lainnya.
5Syekh Ismail al-Yamani, termasuk salah satu ulama’ yang ‘Alim sekaligus ‘Allamah pada
zamannya. Kemasyhuran dan kebesarannya di mata para ulama begitu tinggi dan terkenal sampai
ke Mesir, Yaman, Malaysia, Brunei Darussalam dan Indonesia, sehingga tak ayal lagi kalau
banyak santri dan muridnya menjadi ulama’ besar, sebagai penerus perjuangannya yang tidak lain
52
KH. Ahmad Ghozali belajar ilmu falak kepada para guru besar,
seperti Syekh Mukhtaruddin al-Flimbani (alm) di Mekah, KH. Nasir
Syuja'i (alm) di Prajjen Sampang, KH. Kamil Hayyan (alm), KH. Hasan
Basri Sa'id (alm), kemudian pada KH. Zubair Bungah Gresik6.
KH. Ahmad Ghozali menjadi Wakil Pengasuh Pondok Pesantren
Al-Mubarok LanBulan. Sedangkan dalam organisasi, ia pernah menjabat
sebagai Wakil Ketua Syuriyah NU di Kab. Sampang, Ketua Syuriyah NU
di Kec. Tambelangan. Penasehat LFNU Jatim, Anggota BHR Jatim7.
KH. Ahmad Ghozali berperan dalam organisasi kemasyarakatan
selain aktif memberikan kajian kitab para alumni dan simpatisan setiap
minggunya sering diundang dalam acara masyarakat seperti walimatul urs,
selamatan, dan yang lainnya. Disamping itu, KH. Ahmad Ghozali menjadi
rujukan masyarakat ketika mereka tidak menemukan solusi lagi.
Begitu banyak pengalaman KH. Ahmad Ghozali dalam hal
menimba ilmu, terutama ilmu falak. sehingga K.H Ahmad Ghazali
berusaha agar ilmunya bermanfaat bagi umat Islam dengan memberikan
sumbangan dengan produktif mengajar dan mengarang karya tulis berupa
kitab-kitab. Namun kebanyakan dari kitabnya (khususnya kitab falak)
hanya untuk Izz al- Islam Wa al-Muslimien. Salah satu muridnya yaitu Syekh Ahmad Ghozali,
Syekh Ahmad Kurdi dan Syekh Ahmad Barizi dari Sampang. diakses dari
http://khoirunnada.blogspot.com/2011/01/biografi-syekh-ismail-utsman-zein-al.html pada hari
Selasa tanggal 15 Mei 2012 pukul 4.52 WIB 6Hasil wawancara melalui email pada tanggal 28 April 2012 dengan Bpk. Ismail, selaku
ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok Pondok Pesantren Lanbulan, yang juga merupakan santri
terdekat dari KH. Ahmad Ghozali.
7 Ibid
53
hanya dicetak untuk kalangan sendiri, yaitu untuk materi pembelajaran di
Pondok Pesantren al-Mubarok LanBulan, Baturasang, Sampang, Madura.
Kitab-kitab lain karya KH. Ahmad Ghozali antara lain8:
1. Azhar al-Bustan (Fiqh),
2. An-Nujum an-Nayyirah (Hadits),
3. Dlaw'u al-Badr (Jawaban Mas'alah Fiqh),
4. Az-Zahrat al-Wardiyah (Fara'id),
5. Bughyat al-Wildan (Tajwid),
6. Al- Qawl al-Mukhtashor (Mustolah Hadits),
7. Tuhfat ar-Rawy (Tarajim),
8. Tuhfat al-Arib (Tarajim),
9. At- Taqyidat al-Jaliyah (Falak),
10. Faidl al-karîm (Falak),
11. Bughyat ar-Rafîq (Falak),
12. Anfa' al-Washilah (Falak),
13. Tsamarat al-Fikar (Falak),
14. Irsyâd al-Murîd (Falak),
15. Al- Futuhat ar-Rabbaniyyah (Mada'ih Nabawiyah),
16. Al- Fawakih asy-Syahiyyah (Khutbah Minbariyah),
17. Bughyat al-Ahbab (Fî al-Awrad Wa al-Ahzab),
18. Majma' al-Fadla'il (Fî Ad'iyyah Wan Nawafil),
8 Ibid
54
19. Irsyâd al-Ibad (Fî al-Awrad) dan masih banyak lagi yang belum
dicetak.
Beberapa kitab tersebut memiliki konsen pembahasan yang
berbeda serta menggunakan metode hisab yang berbeda pula, seperti kitab
Tsamarat al-Fikar. Kitab tersebut membahas tentang waktu shalat, hilal,
dan gerhana dengan metode hisab hakiki tahkiki.
Kitab Irsyâd al-Murîd disusun sebagai penyempurnaan dari kitab-
kitab sebelumnya. Karena buku (kitab) hisab KH. Ahmad Ghozali yang
terdahulu ternyata pada kenyataanya kurang presisi. Kitab-kitab tersebut
masih menggunakan sistem hisab hakiki takribi dan hakiki tahkiki, seperti
kitab Taqyidat al-Jaliyah, Faidl al-Karim, Bughyat al-Rafiq, Anfa' al-
Wasilah, Tsamarat al-Fikar9.
2. Sistematika Kitab Irsyâd al-Murîd
Kitab Irsyâd al-Murîd pertama kali dipublikasikan pada Pelatihan
Aplikasi Hisab Falak yang diadakan oleh Forum Lajnah Falakiyah UIN
Malang10
.
Kitab Irsyâd al-Murîd ini disusun menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami oleh banyak orang. Dengan tujuan supaya
pemahaman tentang ilmu falak lebih berkembang baik di kalangan umat
Islam pada umumnya dan para santri pada khususnya11
.
9 Kitri Sulastri, skripsi, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab Al-
Irsyaad Al-Muriid, IAIN WALISONGO Semarang 2011. hal. 47
10
Ibid..
11
Ibid.
55
Secara global dapat diterangkan bahwa kitab Irsyâd al-Murîd yang
tebalnya 238 halaman ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian utama dan
bagian lampiran. Dalam bagian Kitab Irsyâd al-Murîd berisikan :
A. Pengantar
B. Pendahuluan
C. Bagian Pertama : Kiblat
1) Hukum mempelajari dalil-dalil tentang kiblat
2) Hukum menghadap kiblat
3) Hukum diperbolehkan tidak menghadap kiblat
4) Arah kiblat
5) Jam rashdul kiblat
D. Bagian kedua : Waktu shalat
1) Waktu dzuhur
2) Waktu ashar
3) Waktu maghrib
4) Waktu isya'
5) Waktu shubuh
6) Waktu imsak
7) Waktu terbit
8) Perhitungan waktu-waktu shalat
E. Bagian ketiga: Penanggalan
1) Pendahuluan
2) Penanggalan masehi
56
3) Penanggalan hijriyah
4) Bulan-Bulan penanggalan hijriyah
5) Hari dan pasaran
6) Tahwil penanggalan hijriyah-masehi secara urfi
7) Tahwil penanggalan masehi-hijriyah secara urfi
F. Bagian keempat : Pembahasan tentang hilal
1) Hukum melihat hilal (Ru'yat al-Hilal)
2) Ru'yatul hilal yang diterima (al-Mu'tabarah)
3) Hilal tidak terlihat namun hisab menetapkan awal Bulan
berdasarkan rukyah
4) Ikhbar dalam rukyatul hilal
5) Memberikan ikhbar rukyatul hilal
6) Penolakan kesaksian rukyatul hilal
7) Hisab hakiki dan hisab isthilahi
8) Kewajiban syariat untuk memberi penetapan hukum terhadap
rukyatul hilal
9) Batasan Imkan ar-Rukyah
10) Tahun-tahun dimana Rasulullah saw berpuasa
11) Tabel-tabel data observasi wujudul hilal
12) Langkah-langkah dalam perhitungan ijtima'
13) Langkah-langkah perhitungan hilal
14) Perhitungan terbenam Bulan dan Matahari secara tahkiki
57
G. Bagian kelima: Gerhana Bulan dan Matahari
1) Kata Khusuf dan Kusuf dari ayat al-Quran
2) Hukum mempelajari gerhana Bulan dan Matahari
3) Hal-hal yang disunahkan ketika terjadi gerhana
4) Sholat khusufaini
5) Gerhana Bulan dan Matahari pada masa Rasulullah saw
6) Perhitungan gerhana Bulan dan Matahari
Rumus yang digunakan kitab Irsyâd al-Murîd sudah sangat
modern. Hal tersebut memang wajar karena diantara rujukan kitab al-
Irsyâd al-Murîd adalah Astronomical Formula For Calculator,
Astronomical Algorithms, Astronomy With Personal Computer dan lain-
lain yang diramu dengan sedemikian rupa oleh KH. Ahmad Ghozali
sehingga menjadi rumus yang mudah digunakan oleh para pengguna kitab
Irsyâd al-Murîd12
.
B. Metode Hisab Arah Kiblat KH. Ahmad Ghozali dalam Kitab Irsyâd al-
Murîd
Di dalam kitab Irsyâd al-Murîd ini, ada dua macam metode hisab arah
kiblat, yaitu dengan سمت القبلة (azimuth kiblat) dan ساعة رصدالقبلة (jam rashdul
kiblat).
12
Dalam mencari data deklinasi matahari, salah satu rumus yang diramu oleh KH Ghozali
adalah rumus untuk mencari gerak matahari yang terdapat dalam buku Astronomical Algorithms.
Berikut ini rumusnya M = 357.52910 + 35999.05030 x T maka dalam kitab al-Irsyaad al-Muriid
menjadi m = Frac ((357.52910 + 35999.05030 x T) / 360) x 360. Jean Meeus, Astronomical
Algorithms, (Virginia: Willman–Bell, Inc, 1991), hlm. 151. Lihat juga Kitri Sulastri, Op. Cit.,
Hal.50
58
1) Azimuth Kiblat
Azimuth kiblat adalah arah atau garis yang menunjuk ke
arah kiblat (Ka'bah). Sebelum melakukan perhitungan, diperlukan
data-data terlebih dahulu seperti halnya dalan spherical
trigonometri, antara lain:
a) Mencari lintang tempat/ Ardh al-Balad
b) Bujur tempat/Thûl al-Balad,
c) Mengetahui lintang Mekah yakni 21o 25' 14,7" LU
13
d) Mengetahui bujur Mekah yakni 39o 49' 40" BT
14
Langkah-langkah hisab dalam kitab Irsyâd al-Murîd15
:
i. Kurangkan lintang Mekah dari 360 derajat dan
tambahkanlah dengan lintang tempat kota yang dicari
tersebut. Kemudian jika hasilnya lebih dari 360 derajat,
maka kurangilsh hasil tersebut dengan 360 derajat. Lalu
simpanlah hasil akhir tersebut dengan simbol A .
ii. Kalikan Jaib (sin) lintang tempat dengan sin lintang Mekah
dan tambahkan cos (tamaam Jaib) Lintang tempat yang
dikalikan dengan cos (tamaam jaib) lintang Mekah yang
dikalikan pula dengan hasil A. Kemudian Arc-kan hasil
tersebut dengan bentuk sin. Hasil akhirnya disebut dengan
h.
13 Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Irsyâd al-Murîd ilâ ma'rifati 'ilmi al-falaki 'alâ
al-rashdi al-jadîd, Jember: Yayasan An-Nuriyah, 2005, hal. 19
14
Ibid.
15
Ibid. hal.19-20
59
iii. Kurangkan sin lintang tempat yang dikalikan dengan sin h
dari sin lintang mekah. Kemudian bagilah hasilnya dengan
cos lintang tempat yang sudah dibagi dengan cos h.
Kemudian Arc-kan hasilnya dengan bentuk cos, dan
simpanlah dengan sebutan Az.
iv. Lihatlah hasil A, jika lebih dari 180 maka hasilnya Az
tersebut adalah azimuth kiblatnya. Dan jika tidak, maka
kurangkan hasil akhir tersebut dengan 360 derajat, dan
hasilnya yg terakhir itulah azimuth kiblatnya dari titik utara
sejati sampai titik yang paling dekat dengannya.
Rumus mencari azimuth kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd
adalah sebagai berikut16
:
A17
= 360o - LT + BT
h = sin-1
(sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
Az = cos-1
((sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h )
AQ18
= Az
2) Jam Rashdul Kiblat
Ketika azimuth Matahari sama dengan azimuth kiblat,
maka kedudukan Matahari pada saat itu bisa menunjukkan arah
16 Ibid, Hal. 20
17
(jika hasilnya lebih dari 360, maka kurangilah dengan 360)
18
( jika A lebih dari 180o, dan jika kurang dari 180
o, maka AQ = 360-Az)
60
kiblat., dan jika selisih antara azimuth kiblat dan azimuth Matahari
itu sekitar 180o, maka kedudukan bayangan Matahari ketika itu
mengarah ke kiblat.
Azimuth kiblat dihitung dari titik utara sejati searah jarum
jam, untuk titik utara besarnya sekitar 0o-360
o, titik timur besarnya
90o, titik selatan besarnya 180
o, dan titik barat besarnya 270
o.
Jika Azimuth Matahari besarnya sekitar 0o - 180
o, maka
Matahari berada di sebelah timur, bisa disebut dengan Qabla
Zawal (sebelum Meridian Pass), dan jika azimuth Matahari
besarnya sekitar 180o - 360
o, maka Matahari berada di barat, dan
disebut dengan Ba'da Zawal (sesudah Meridian Pass).
Contoh:
Diketahui bahwa azimuth kiblat untuk kota Surabaya
adalah 294o 1' 55.33" dari titik Utara (24
o 1' 55.33" B-U) maka
ketinggian Matahari bisa menjadi azimuth yang mengarah ke kiblat
jika kedudukannya berada di sebelah utara dari lintang tempat
Surabaya, dan pada waktu itu terjadi Ba'da Zawal (Sesudah
Meridian Pass) .
Dan adapun kebalikannya (yakni kebalikan dari azimuth
Matahari untuk azimuth kiblat Surabaya dengan besar sudut 180o,
ketika Matahari berada di titik Selatan dari Lintang Tempat
Surabaya, dan pada waktu itu kebalikannya disebut jam rashdul
61
kiblat dimana bayangan Matahari itu mengarah ke kiblat dan
terjadi Qabla Zawal (Sebelum Meridian Pass).
a) Sebelum melakukan perhitungan hendaknya diketahui terlebih
dahulu data-data yang diperlukan , antara lain:AQ = Azimuth
Kiblat, yakni besarnya sudut yang dihitung dari titik utara ke
arah barat atau timur sampai garis yang menuju ke arah kiblat.
b) a, yaitu jarak antara kutub utara dengan deklinasi Matahari
diukur sepanjang lingkaran deklinasi. Harga a ini dihitung
dengan rumus 90 - δ = a
c) b, yaitu jarak antara kutub utara langit dengan zenith (besarnya
zenith=besarnya lintang tempat). Harga b ini dihitung dengan
rumus 90 - ϕ = b
d) P = sudut pembantu. Jika nilai ini negatif, maka harus di
absolutkan. Bgitu juga dengan nilai dari Ca, nilainya
diabsolutkan.
e) C = Sudut waktu Matahari, yakni busur pada garis edar harian
Matahari antara lingkaran meridian dengan titik pusat Matahari
yang sedang membuat bayang-bayang menuju arah kiblat. C
ditambah 12 jika dikategorikan Ba'da Zawal dan dikurangi 12
jika Qabla Zawal.
Rumus mencari jam rashdul kiblat :
i. a = 90 - δ
62
ii. b = 90 - ϕ
iii. Pa = cos b x tan AQ
iv. P = tan-1 (1/Pa)
v. Ca = cos-1
(1/tan a x tan b x cos P)
vi. Kemungkinan pertama : C = Ca - P
BQ = 12 + C/15
vii. Kemungkinan kedua : C = Ca + P
BQ = 12 + C/15
Keterangan:
BQ= Bayangan Kiblat/ jam rashdul kiblat
Contoh Aplikasi Perhitungan Azimuth dan Jam Rashdul
Kiblat untuk Kota Casablanca, Maroko, Pada Hari Selasa Tanggal 26
Juni 2012
A. Metode Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Irsyaad al-Muriid :
1) Azimuth Kiblat
Data-data yang diperlukan :
Lintang Mekah : 21o 25' 14.7" LU
Bujur Mekah : 39o 49' 40" BT
Lintang Tempat : 33o 39' 00" LS
Bujur Tempat : -7o 35' 00" BB
a) Mencari Fadhlu Thulain (Selisih antara Bujur Mekah dan
Bujur Tempat) dengan rumusan sebagai berikut
A = 360 - BM + BT
63
= 360 - 39o 49' 40" + -7
o 35' 00"
= 312o 35' 20"
b) Mencara nilai h, dengan menggunakan rumusan sebagai
berikut:
sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
= sin 33o 39' 00" x sin 21
o 25' 14.7" + cos 33
o 39'
00" x cos 21o 25'14.7" x cos 312
o 35' 20"
h = 46o 37' 6.68"
c) Mencari nilai Az, dan AQ, rumusannya sebagai berikut:
Az = cos -1
[(sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h]
= 93o 45' 44.22" (Dari titik utara ke arah timur / UTSB)
2) Rashdul Kiblat:
a) Mencari Unsur-unsur yang diperlukan, antara lain :
Menghitung deklinasi Matahari dan equation of time pada
tanggal 26 Juni 2012 :
NO Simbol Rumus Hasil
1 Y
2012
2 M
6
3 D
26
2 JD Int(365.25 x (Y+4716)) + Int(30.6001 x (M + 1)) + D - 1524.5 2456104.5
3 T (JD - 2451545) : 36525 0⁰07'29''
4 S Frac((280.4665 + 36000.76983 x T) : 360 ) x 360 0⁰00'00''
5 M Frac((357.52910 + 35999.05030 x T) : 360) x 360 171⁰22'25''
64
6 N Frac((125.04 - 1934136 xT) : 360) x 360 243⁰35'50''
7 K1 (17.264 : 3600) x sin N + (0.206 : 3600) x sin 2N -0⁰00'15''
8 K2 (-1.264 : 3600) x sin 2S -0⁰00'01''
9 R1 (9.23 : 3600)x cos N - (0.090 : 3600) x cos 2N -0⁰00'15''
10 R2 (0.548 : 3600) x cos 2S -0⁰00'01''
11 Q1 23.43929111 + R1 + R2 - (46.8150/3600) x T 23⁰26'11''
12 E (6898.06 : 3600) x sin m + (72.095 : 3600) x sin 2m + (0.966 : 3600) x sin 3m 0⁰16'54''
13 S1 S + E + K1 + K2 - 20.47" 94⁰47'50''
14 Deklinasi Shift Sin (sin S1 x sinQ1) 23⁰20'58''
15 PT Shift tan (tan S1 x cos Q1) 95⁰13'35''
16 E (S - PT) : 15 -0⁰02'48''
b) Mengetahui unsur-unsur yang diperlukan, antara lain:
a = 90 - deklinasi Matahari
= 90 - 23⁰20'58''
= 66o 39' 02"
b = 90 - LT
= 90 - 33o 39' 00"
= 56o 21' 00"
AQ = 93o 45' 44.22" (UTSB)
c) Menghitung nilai P, dimana P adalah sudut pembantu dengan
rumus sebagai berikut:
Pa = Abs(cos b x tan AQ)
= cos 56o 21' 00" x tan 93
o 45' 44.22"
65
= 8o 25' 35.5"
P = Abs(tan-1
(1/Pa))
= 6o 46' 4.08"
c) Menghitung nilai Ca, dengan rumus sebagai berikut:
Ca = Abs (cos -1
(1/tan a x tan b x cos P))
= 49o 54' 28.61"
d) Mencari jam rasdhul kiblat dengan dua kemungkinan:
i. Kemungkinan pertama:
C = Ca - P = 49o 54' 28.61" - 6
o 46' 4.08"
= 43o 08' 24.53"
BQ = 12 - C/15 = 12 - 43o 08' 24.53" : 15
= 9o 07' 26.36" WIS
= 8o 39' 54.36" WD
ii. Kemungkinan kedua:
C = Ca + P = 49o 54' 28.61" + 6
o 46' 4.08"
= 56o 40' 32.69"
BQ = 12 + C/15 = 12 + 56o 40' 32.69":15
= 15o 46' 42.18" WIS
= 15o 19' 10.18" WD
Jadi azimuth kiblat untuk kota Casablanca adalah 93o 45'
44.22" (UTSB) dan rashdul kiblatnya pada tanggal 26 Juni
2012 terjadi dua kali pada pukul 8:39:54.36 WD dan pukul
15:19:10.18 WD
66
BAB IV
STUDI ANALISIS TERHADAP HISAB ARAH KIBLAT KH AHMAD
GHOZALI DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD
A. Analisis Metode Hisab Arah Kiblat Dalam Kitab Irsyâd al-Murîd
1. Teori Yang Dipakai
Perhitungan posisi Bulan dan Matahari dalam kitab Irsyâd al-
Murîd melakukan koreksi-koreksi hingga beberapa kali berdasarkan gerak
Bulan dan Matahari yang tidak rata1. Begitu pula dalam metode hisab
azimuth kiblat dan rashdul kiblat yang digunakan oleh KH. Ahmad
Ghazali adalah rumus-rumus yang memakai konsep segitiga bola
(Spherical trigonometri. Perhitungan tersebut berpangkal pada teori yang
dikemukakan oleh Copernicus (1473-1543) yakni teori Heliosentris.2
bahkan telah menyerap Hukum Keppler3, yang menganggap bahwa bentuk
lintasan orbit bumi adalah elips.
Sebuah sistem atau metode hisab dapat dikategorikan kedalam
hisab kontemporer jika memenuhi beberapa indikasi sebagai berikut4:
1 Kitri Sulastri, Skripsi, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah Dalam Kitab Irsyaad
Al-Muriid, Semarang: IAIN Walisongo, 2010, hal. 58 2 Teori heliosentris merupakan teori yang menempatkan Matahari sebagai pusat tatasurya.
Lihat dalam Susiknan Azhari, Ilmu Falak "Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern",
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), hlm.15-16. 3Penemu hukum ini yaitu John Kepler. Lihat dalam P. Simamora. Ilmu Falak
(Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan Lukisan”, cet XXX, (Jakarta: C.V Pedjuang
Bangsa, 1985), hlm. 46. Lihat juga M.S.L. Toruan, Pokok-Pokok Ilmu Falak (kosmografi), Cet IV,
(Semarang: Banteng Timur, tt.), hlm. 104.
4http://paramujaddida.wordpress.com/2010/04/17/ensiklopedia-ilmu-falak-rumus-rumus-
hisab-falak/ diakses pada tanggal 25 Juni 2012 pukul 7:43 WIB
67
a) Perhitungan dilakukan dengan sangat cermat dan banyak proses
yang harus dilalui.
b) Rumus-rumus yang digunakan lebih banyak menggunakan rumus
segitiga bola.
c) Data yang digunakan merupakan hasil penelitian terakhir dan
menggunakan matematika yang telah dikembangkan.
d) Sistem koreksi lebih teliti dan kompleks.
Dalam perkembangan ilmu falak di Indonesia, sistem hisab dapat
digolongkan menjadi beberapa generasi:5
1. Hisab Hakiki Takribi. Termasuk dalam generasi ini kitab Sullam al-
Nayyirain karya Mansur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri el-
Betawi dan Kitab Fathu al-Rauf al-Mannan karya Abu Hamdan Abdul
Jalil.
2. Hisab Hakiki Tahkiki. Termasuk dalam kelompok ini, seperti kitab
Khulashat al-Wafiyah karya KH. Zubaer Umar al-Jaelani Salatiga,
kitab Badi‟ah al-Mitsal karya K.H Ma’shum Jombang, dan Hisab
Hakiki karya KRT Wardan Diponingrat6.
3. Hisab Hakiki Kontemporer. Termasuk dalam generasi ketiga ini,
seperti The New Comb, Astronomical Almanac,7 Islamic Calendar
5 Muhyidin Khazin, Kamus Ilmu Falak, cet I, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hal. 4
6 Muhammad Wardan adalah tokoh muslim Indonesia yang oleh banyak kalangan
disebut-sebut sebagai penggagas awal munculnya konsep wujudul hilal. Lihat dalam Susiknan
Azhari, Hisab dan Rukyat "Wacana Untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan",
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 hal. 5
7 Astronomical Almanac (Nautical Almanac) adalah sejenis buku yang memuat daftar
posisi Matahari, Bulan, planit dan bintang-bintang penting pada saat-saat tertentu tiap hari dan
malam sepanjang tahun. Maksudnya ialah mempermudah posisi-posisi kapal. Dalam buku tersebut
68
karya Muhammad Ilyas, dan Mawaqit karya Dr. Ing. Khafid8 dan
kawan-kawan.
Kitab Irsyâd al-Murîd merupakan kitab yang tergolong
menggunakan metode kontemporer.9 Perhitungan yang didasarkan pada
metode tersebut memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada
metode hakiki tahkiki. Namun, sampai saat ini pun belum ada kitab yang
menggunakan metode kontemporer selain kitab Irsyâd al-Murîd. Meski
demikian, di Indonesia sudah dikenal beberapa metode perhitungan yang
menggunakan metode kontemporer.
Metode kontemporer (ephemeris) itu lebih dahulu muncul pada
tahun 1993 dari pada kitab Irsyâd al-Murîd yang muncul pada tahun 2005,
akan tetapi rumus yang digunakan dalam kitab tersebut bukan merupakan
temuan KH. Ahmad Ghozali tetapi penjabaran rumus-rumus yang merujuk
pada referensi Astronomical Algorithms/ Jean Meeus terutama dalam
perhitungan rashdul kiblat dan data deklinasi Matahari.
Metode ephemeris melakukan perhitungan dengan menggunakan
data Matahari dan data Bulan yang disajikan setiap jam. Buku ini memuat
data astronomis Matahari dan Bulanpada setiap jam pada setiap tahun.
dimua pula, pukul berapa G.M.T benda-benda langit itu mencapai Kulminasi atas, bagi setiap
meridian bumi. Deklinasi dan Ascension Recta benda-benda langit, perata waktu, koreksi sextant
kearena pembiasan sinar dank arena pengukuran kehorizon kodrat itu dimuat pula. Lihat P.
Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan Lukisan”, cet XXX
(Jakarta: C.V Pedjuang Bangsa, 1985), hal. 66.
8 Dr. Ing. Khafidz adalah seorang ahli geodesi yang sekarang aktif di BAKOSURTANAL
(Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 9 Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika
yang telah dikembangkan. Metodenya sama dengan metode hisab hakiki tahkiki, hanya saja
sistem koreksinya lebih teliti dan kompleks, sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi.
Selengkapnya lihat Taufik, "Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia", hlm 22. Lihat juga Susiknan
Azhari, op. cit.,, hlm. 4.
69
Data astronomis ini dapat pula dilihat dan dicetak melalui software
program winhisab10
. Buku tersebut diterbitkan setiap tahun sejak tahun
1993 oleh Direktorat Pembinaan Badan Peradlian Agama Islam
Departemen Agama RI. Data ini diprogram secara komputerisasi oleh
alumni ITB (Institut Teknologi Bandung) jurusan Astronomi, atas biaya
proyek pembinaan Peradilan Agama Republik Indonesia11
.
Berbeda dengan kitab Irsyâd al-Murîd yang muncul pada tahun
2005. Sebagaimana telah penulis ungkapkan pada pembahasan
sebelumnya bahwa kitab Irsyâd al-Murîd disusun guna menyempurnakan
kitab-kitab KH. Ghozali sebelumnya. Rumus yang digunakan kitab Irsyâd
al-Murîd sudah sangat modern dan bukanlah merupakan rumus yang
ditemukan oleh KH. Ahmad Ghozali, akan tetapi merupakan penjabaran
ke dalam bentuk rumus baru yang berpijak dari rumus dasar segitiga bola
tetapi esensi dari hasil perhitungannya itu tetap sama. Hal tersebut
memang wajar karena diantara rujukan kitab Irsyâd al-Murîd adalah
Astronomical Algorithms/ Jean Meeus yang muncul pada tahun 199112
.
Pembuktian bahwa kitab tersebut berpijak pada Astronomical
Algorithms/Jean Meeus . Salah satu rumus yang diramu oleh Kyai Ghozali
adalah rumus untuk mencari gerak Matahari yang terdapat dalam buku
Astronomical Algorithms. Berikut ini rumusnya M = 357.52910 +
10 Muhyiddin Khazin, op. cit., hal.152-153
11
Moh. Murtadlo, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008. Hal. 235
12
Hasil wawancara dengan Bpk. Ismail selaku santri terdekat KH. Ahmad Ghozali yang
juga menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok PP. Lanbulan Sampang Madura
70
35999.05030 x T maka dalam kitab Irsyâd al-Murîd menjadi m = Frac
((357.52910 + 35999.05030 x T) / 360) x 36013
2. Sumber Data Yang Digunakan
Perhitungan dalam kitab Irsyâd al-Murîd menggunakan bahasa
yang sederhana sehingga memudahkan bagi kita untuk memahami
perhitungan-perhitungan yang disajikan dalam kitab tersebut.
Dalam perhitungan kitab ini, banyak istilah matematika yang
menggunakan bahasa arab dengan istilah yang bermacam-macam, antara
lain:
سمت القبلة = azimuth kiblat
طول البلد = bujur tempat
عرض البلد = lintang tempat
جيب = sinus14
, perbandingan antara tinggi sebuah segitiga siku-
siku denganpanjang sisi miringnya.
ام جيبتم = cos, perbandingan proyeksi sisi miring dengan sisi itu
sendiri dalam sebuah segitiga siku-siku15
.
الظل = tangen, perbandingan jaib dengan jaib at-tamam (sinus
dibagi cosinus). Kebalikannya, cotangen ( Dhil at-tamam). Besar dhil,
jaib, maupun jaib al-tamam menentukan besar sudut. Dalam ilmu
falak, hal itu sangat penting untuk menentukan benda langit, bahkan
13 Kitri Sulastri, Op.Cit.,hal. 50
14
Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyah, Hal.109
15
Ibid, Hal. 200
71
perhitungan-perhitungan lanjutan misalnya perkiraan jarak benda
langit16
.
Data lintang-bujur Makkah terbaru yaitu 21˚ 25' 14.7" LU dan
Makkah 39˚ 49' 40" BT17
. Sedangkan kitab Irsyâd al-Murîd telah
menggunakan data Lintang-Bujur Makkah terbaru tersebut yakni ф
21˚ 25' 14.7" dan λ 39˚ 49' 40"18
.
Beberapa varian data titik koordinat Ka'bah yang lain, yaitu
sebagai berikut19
:
No Sumber Data Lintang Bujur
1 Atlas PR Bos 38 21o 31' LU 39
o 58' BT
2 Mohammad Ilyas 21o
LU 40o BT
3 Sa'aduddin Djambek (1) 21o 20' LU 39
o 50' BT
4 Sa'aduddin Djambek (2) 21o 25' LU 39
o 50' BT
5 Nabhan Masputra 21o 25' 14.7" LU 39
o 49' 40" BT
6 Ma'shum Bin Ali 21o 50' LU 40
o 13' BT
7 Google Earth (1) 21o 25' 23.2" LU 39
o 49' 34"BT
8 Google Earth (2) 21o 25' 21.4" LU 39
o 49' 34.05"BT
9 Monzur Ahmed 21o 25' 18" LU 39
o 49' 30" BT
16 Ibid, Hal. 56
17Berdasarkan hasil penelitian Nabhan Saputra pada tahun 1994 dengan menggunakan
Global Positioning System (GPS). Sedangkan hasil penelitian Sa'adoeddin Djambek adalah 21˚ 25'
LU 39˚ 50' BT. Lihat juga Kitri Sulastri, op. cit., hal. 68
18
Ahmad Ghazali Muhammad Fathullah, Irsyâd al-Murîd Ilâ Ma'rifati 'Ilmi al-Falaki
'Alâ al-Rashdi al-Jadîd, Jember: Yayasan An-Nuriyah, 2005, Hal. 19
19
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004, hal.206. Lihat Juga, Anisah Budiwati, Skripsi, Sistem
Hisab Arah Kiblat DR. Ing. Khafid Dalam Program Mawaqit, Semarang: IAIN WALISONGO,
2010, hal.81
72
10 Ali Alhadad 21o 25' 21.4" LU 39
o 49' 38" BT
11 Gerhard Kaufmann 21o 25' 21.4" LU 39
o 49' 34" BT
12 S. Kamal Abdali 21o 25' 24" LU 39
o 24' 24" LU
13 Moh. Basil At-ta'i 21o 26' LU 39
o 49' BT
14 Muhammad Odeh 21o 25' 22" LU 39
o 49' 31" BT
15 Prof. Hasanuddin 21o 25' 22" LU 39
o 49' 34.56"BT
16 Dr. Ahmad Izzuddin,
M.Ag
21o 25' 21.17" LU 39
o 49' 34.56"BT
Begitu juga untuk data koordinat kota-kota yang tercantum
dalam kitab Irsyâd al-Murîd ini sama dengan tabel data dari buku
"Almanak Jamiliyah" yang disusun oleh Sa'adoedin Djambek , seperti
data Semarang dengan lintang -7o
00' 00" LS dan bujur 110o 24' 00"
BT20
. begitu juga dalam Kitab Irsyâd al-Murîd data Semarang dengan
lintang -7o00'00" LS dan bujur 110
o 24'00" BT
21.
Namun terdapat hal yang berbeda dalam hisab rashdul kiblat,
yakni pengambilan data deklinasi Matahari dan equation of time
(perata waktu). Metode kontemporer (ephemeris) mengambil data
deklinasi Matahari dan equation of time berdasarkan tabel ephemeris
yang sudah tersedia. Tetapi hisab rashdul kiblat dalam kitab Irsyâd al-
Murîd harus melakukan beberapa tahapan dalam menghitung deklinasi
Matahari, karena dalam kitab tersebut tidak tersedia tabel deklinasi
20 Ahmad Musonnif, op. cit., hal.85
21
Ahmad Ghazali, op.cit., Hal. 226
73
Matahari dan equation of time. Di sinilah adanya ke-khasan dalam
hisab rashdul kiblat pada kitab Irsyâd al-Murîd, selain bisa
memperhitungkan dua kali terjadinya rashdul kiblat pada hari yang
sama dan juga terdapat rumus yang secara khusus menghitung
deklinasi Matahari dan equation of time.
3. Analisis metode Hisab Arah Kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd
a) Azimuth Kiblat
Untuk rumus azimuth kiblat dalam kontemporer
(ephemeris), sebetulnya diperoleh dari penjabaran rumus segitiga
bola seperti pada gambar berikut22
:
A = posisi yang akan dicari arah kiblatnya
B= Kota Mekah (Ka'bah)
C= Kutub Utara
a = (90- LM) jarak antara titik kutub utara sampai garis lintang
yang melewati tempat/kota yang dihitung arah kiblatnya
b= (90-LT) jarak antara Kutub Utara sampai garis lintang yang
melewati Ka'bah
Berdasarkan gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang
dimaksud dengan perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan
untuk mengetahui berapa besar nilai sudut A, yakni sudut yang
diapit oleh sisi b dan sisi c.
22http://moeidzahid.site90.net/hisab/menghitung_arah_qiblat_menentukannya.htm.Diakse
s pada tanggal 10 Mei 2012 pukul 19:30 WIB
74
Untuk mencari besarnya sudut A tersebut, yakni azimuth
kiblat A, maka digunakanlah rumus segitiga bola (spherical
trigonometri) sebagai berikut23
:
Tan Q = tan LM x cos LT x cosec C - sin LT x cotan C
Rumus segitiga bola tersebut, pada dasarnya berasal dari
dalil sin dan dalil cos, turunannya sebagai berikut24
:
Dalil sin :
Dalil Cos :
Cos a = cos b x cos c + sin b sin c cos
A........................................(1)
Cos b = cos a x cos c + sin a sin c cos B
Cos c = cos a x cos b + sin a sin b cos
C........................................(2)
Cos A = cos B x cos C + sin B sin C cos a
Cos B = cos A x cos C + sin A sin C cos b
Cos C = cos A x cos B + sin A sin B cos c
Untuk dalil cosinus, persamaan (2) disubstitusikan ke
pesamaan (1), sehingga diperoleh:
Cos a = cos b x (cos a x cos b + sin a sin b cos C) + sin b sin c cos
A
Cos a = cos a cos2 b + cos b sin a sin b cos C + sin b sin c cos A
23 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006, Hal.37
24
W.M.Smart, Texboook On Spherical Astronomy, New York: Cambridge University
Press, 1997, hal.4-5
75
Cos a = cos a (1-sin2 b) + cosb sin a sinb cosC + sinb sinc
cosA............(3)
Selanjutnya persamaan (3) mengeliminasi cos a, sehingga
kedua ruas dibagi dengan cos a, maka diperoleh:
Cos a = cos a (1-sin2 b) + cos b sin a sin b cos C+sinb sinc cosA
cos a cos a cos a cos a
1 = (1-sin2 b) + cos b sin a sin b cos C + sin b sin c cos A
cos a cos a
sin2 b = cos b sin a sin b cos C + sin b sin c cos A
cos a cos a
cos a sin2 b = cos b sin a sin b cos C+sinb sinc
cosA.......................(4)
Untuk persamaan (4), kedua ruas dibagi dengan sin a sin b,
maka diperoleh:
cos a sin2 b = cos b sin a sin b cos C + sin b sin c cos A
sin a sin b sin a sin b sin a sin b
cotan a sin b = cos b cos C + sinc
cosA..................................................(5)
sin a
Selanjutnya untuk persamaan (5), menstubtitusikan dalil
sinus ke dalam persamaan tersebut, sin c = sin a sin C, sehingga
diperoleh : sin A
cotan a sin b = cos b cos C + sin a sin C cos A
sin a sin A
cotan a sin b = cos b cos C + sin C cotan A
cos b cos C = cotan a sin b - sin C
cotanA...........................................(6)
76
Untuk persamaan (6), mengeliminasi sin C, maka untuk
kedua ruas dibagi dengan sin C, sehingga menjadi:
cos b cos C = cotan a sin b - sin C cotan A
sin C sin C
cos b cotan C = cotan a sin b - cotan A
sin C
cotan A = cotan a sin b - cos b cotan C
sin C
Karena a = 90-LM, dan b = 90-LT, serta C=SBMD, maka
cotan A = cotan (90-LM) sin (90-LT) - cos (90-LT) cotanC
sin C
cotan A = tan LM cos LT - sin LT cotan C (U-B)
sin C
atau tan A = tan LM cos LT - sin LT cotan C (B-U)
sin C
Berdasarkan penjabaran di atas, terbukti bahwa rumus
dalam menentukan azimuth kiblat yang digunakan dalam metode
kontemporer (ephemeris) berasal dari dalil sinus dan dalil cosinus
yang merupakan konsep dasar segitiga bola.
Begitu juga rumus hisab azimuth kiblat dalam kitab Irsyâd
al-Murîd yang merupakan hasil olah penjabaran oleh KH. Ahmad
Ghozali yang juga berpijak pada Astronomical Algorithms dari
teori dasar segitiga bola25
. Untuk pembuktiannya seperti
penjabaran berikut:
A = 360 - BM + BT
25 Hasil wawancara dengan Bpk. Ismail selaku santri terdekat KH. Ahmad Ghozali yang
juga menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok PP. Lanbulan Sampang Madura
77
sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
cos Az = [(sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h]
A adalah besarnya selisih antara bujur Ka'bah dan bujur
tempat, sehingga bisa disebut dengan C. Sedangkan yang dimaksud
dengan h adalah 90-c.
sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
sin h = sin (90-a) x sin (90-b) + cos (90-b) x cos (90-a) x cos C
sin h = cos a x cos b + sin b x sin a x cos C
sin h = cos c
sin h = sin (90-c)
sehingga h = 90-c
Kemudian untuk azimuth kiblatnya:
cos Az = [(sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h]
cos Az = [(sin (90-a) - sin (90-b) x sin (90-c)) : cos (90-b) : cos
(90-c)]
cos Az = (cos a - cos b x cos c) : sin b : sin c
cos Az x sin b x sin c = cos a - cos b x cos c
cos Az x sin b x sin c + cos b x cos c = cos a
cos a = cos b x cos c + sin b x sin c cos Az
Penjabaran di atas membuktikan bahwa rumus hisab
azimuth kiblat juga berasal dari dalil sinus dan cosinus (cos a = cos
b x cos c+ sin b x sin c cos A) dalam konsep dasar segitiga bola
(spherical trigonometri).
78
b) Rashdul Kiblat
Rumus yang digunakan kitab Irsyâd al-Murîd dalam
mencari rashdul kiblat sebetulnya tidak jauh berbeda dengan
metode kontemporer (ephemeris) bahkan bisa dikatakan sama.
Dikatakan sama karena rumus yang ada merupakan olahan saja
kedalam bentuk lain. Tetapi dalam menggunakan data Matahari
seperti deklinasi dan equation of time yang berbeda, sebab dalam
kitab Irsyâd al-Murîd harus mencari nilai deklinasi dan equation of
time dengan menggunakan rumus dan melalui tahapan yang
panjang. Selain itu rumusnya berbeda karena adanya penambahan
rumus tentang pencarian rashdul kiblat yang dimungkinkan bisa
terjadi dua kali. Sehingga langkah-langkah dalam penggunaan
rumus tersebut menjadi lebih banyak. Dengan logika yang
digunakan oleh KH. Ahmad Ghozali sehingga bisa mengolah
rumus rashdul kiblat menjadi perhitungan yang bisa
memprediksikan terjadi rashdul kiblat dua kali dalam sehari.
4. Analisis Jam Rashdul Kiblat dua kali dalam sehari
Hal yang menarik dari hisab rashdul kiblat dalam kitab Irsyâd al-
Murîd ini adalah bisa memperhitungkan kemungkinan dua kali terjadinya
rashdul kiblat dalam sehari. Dan inilah yang tidak ada pada metode
kontemporer (ephemeris)
Konsep rumusan yang digunakan dalam perhitungan rashdul kiblat
dua kali dalam sehari, itu merupakan logika yang digunakan oleh KH.
79
Ahmad Ghozali. Logika dengan memperhitungkan kebalikan dari azimuth
kiblat suatu tempat, artinya bahwa metode tersebut memperhitungkan
azimuth tempat yang sebenarnya dan kebalikannya sengan selisih 180o.
Misalnya azimuth kiblat suatu tempat adalah 93o maka kebalikannya
adalah 180o + 93
o = 273
o.
Sehingga unsur perhitungan dalam metode tersebut menggunakan
dua azimuth dan bisa dihitung kemungkinan dua kali terjadinya rashdul
kiblat tersebut. Berbeda dengan metode kontemporer (ephemris), hanya
bisa memperhitungkan satu kali terjadinya rashdul kiblat, karena hanya
memperhitungkan satu kali azimuth tempat tersebut.
Pada awalnya memang tidaklah mungkin bagi Indoenesia bisa
melihat rashdul kiblat harian dua kali pada hari yang sama. Karena
menurut Prof. Thomas Djamaluddin26
, " tidak mungkin, karena dalam
satu hari Matahari berada di satu deklinasi. Jadi hanya mungkin pagi atau
sore saja. Dan itu berlaku bagi kota-kota yang ada di Indonesia saja.".
Namun seperti yang sudah disinggung dalam pembahsan BAB III,
bahwa jam rashdul kiblat bisa terjadi dua kali kemungkinan untuk dilihat
dalam sehari.
26 Wawancara dengan Prof. Thomas Djamaluddin, via facebook pada hari Kamis tanggal
10 Mei 2012 pukul 16.30 WIB
80
Menurut Mohammad Odeh27
, bahwa pada hari tertentu dan pada
lokasi tertentu, akan sangat dimungkinakan terjadinya rashdul kiblat dua
kali pada hari yang sama.
Dan hal itu terjadi pada hasil perhitungan untuk kota Casablanca,
Maroko. Pertama pada jam 09o 17' 15.32" WD Qobla Zawal, dan yang
kedua pada jam 16o 31' 50.94" WD Ba'da Zawal.
Kota tersebut berada berada pada koordinat 39o 39' LU dan bujur
7o 35' BB. Dimana selisih lintangnya tidak jauh berbeda dengan lintang
Ka'bah, sehingga kasarannya bisa dikatakan posisinya itu selintang
dengan Ka'bah. Dan azimuth kiblatnya adalah sekitar 93o (nilai kasaran)
dan kebalikannya 270o (nilai kasaran) Sehingga dimungkinkan terjadi
rashdul kiblat dua kali pada hari yang sama.
Menurut AR Sugeng Riyadi28
, sehari bisa dua kali, logika ini
benar, akan tetapi berlaku hanya bagi daerah yang selintang dengan
Ka'bah, yang lainnya hanya bisa sekali saja. Selintang itu angka kasar,
untuk lebih validnya seperti kasus kota Casablanca tersebut dengan
azimuth kiblatnya sekitar 93o dan kebalikannya adalah 270
o. Sangat
mungkin terjadi dua kali rashdul kiblat pada hari yang sama, sebab selisih
azimuth kiblat nya mendekati nilai 270o dan 90
o dengan batas hanya
sampai interval 10 derajat saja.
27 Mohammad Odeh adalah orang yang telah membuat program "Accurate Times 5.1".
Program yang bisa menghitung arah kiblat, rashdul kiblat, waktu shalat, awal bulan hijriah dan
gerhana.
28
Wawancara dengan AR Sugeng Riyadi melalui via facebook pada hari Jum'at tanggal
11 Mei 2012 pukul 16.45 WIB
81
Tabel berikut menunjukkan rashdul kiblat yang terjadi dua kali
dalam sehari pada tanggal 26 Juni 2012 yang hanya berlaku bagi daerah
yang azimuth kiblatnya mendekati nilai 270o dan mendekati 90
o dengan
batas 10 derajat.
azimuth kiblat lintang Bujur rashdul 1 rashdul 2
79.560955 20 -7 X x
83.752478 24 -7 12:55 10:05
84.818389 25 -7 13:25 9:59
85.889523 26 -7 13:51 9:55
86.964835 27 -7 14:16 9:52
88.043259 28 -7 14:39 9:49
90.2051 30 -7 15:20 9:45
99.801407 39 -7 17:29 9:35
100.833717 40 -7 X 9:35
291.731728 15 60 17:43 x
283.32538 24 110 12:00 x
279.149463 45 120 17:14 8:33
277.409585 24 90 15:43 12:41
266.288077 24 60 12:35 10:14
263.359862 25 60 12:49 9:10
262.837462 39 90 16:11 8:22
260.468737 26 60 X 8:19
249.540804 30 60 13:09 x
Berdasarkan pernyataan di atas, maka penulis berkesimpulan
bahwa memang rashdul kiblat harian bisa terjadi dua kali dalam sehari.
Terjadinya rashdul kiblat dua kali pada hari yang sama itu berlaku bagi
daerah yang azimuth kiblatnya mendekati nilai 90o atau 270
o, dan ketika
Matahari berada di deklinasi utara. Seperti pada contoh perhitungan di
atas, untuk kota Casablanca pada tanggal 27 Mei 2004, deklinasi
Mataharinya utara. Sebaliknya, jika Matahari itu berada di deklinasi
82
selatan, maka bagi daerah-daerah yang se-lintang dengan Mekah itu tidak
bisa melihat rashdul kiblat sama sekali.
Untuk kota-kota di Indonesia hanya bisa satu hari rashdul kiblat
saja. Walaupun pada kenyataanya dua kali sebab kemungkinan yang
lainnya itu berada di bawah ufuk (ghurub), sehingga tidak mungkin untuk
bisa mengamati rashdul kiblat dua kali di Indonesia.
B. Tingkat Akurasi Hasil Hisab Arah Kiblat Dalam Kitab Irsyâd al-Murîd
Tingkat keakurasian dari berbagai metode memang masih belum bisa
dibuktikan. Dalam menganalisis tingkat akurasi Hisab Arah Kiblat Irsyâd al-
Murîd maka penulis akan membandingkannya dengan metode kontemporer
(ephemeris) yang dianggap modern dan dianggap memiliki keakurasian
tinggi, karena perhitungannya menggunakan data-data yang dibantu oleh alat
canggih seperti kalkulator, GPS, kompas, satelit, dan lain-lain, yang
memiliki tingkat kesalahan kecil. Oleh karena itu, penulis akan
membandingkan hasil perhitungan azimuth kiblat dalam kitab tersebut
dengan metode kontemporer (ephemeris).
Meskipun masalah penentuan kiblat merupakan masalah geografis
matematis, namun penyelesaianya setara dengan permasalahan astronomi
dalam hal menentukan azimuth atau arah benda angkasa dengan deklinasi
dengan sudut jam tertentu. Dan hal itu biasa dilakukan oleh para astronom
83
abad pertengahan. Memang, masalah kiblat dapat diubah menjadi gambaran
angkasa dengan mempertimbangkan puncak Mekah29
.
Harga lintang dan bujur suatu tempat dapat diperoleh dari Almanak,
Atlas, dan referensi lainnya. Untuk kota-kota di ebrbagai negara, harga
lintang dan bujur dapat diperoleh, antara lain: dari "Atlas Der Gehele Aarde"
yang disusun oleh Pr Bos-Jf Meyer Jb, Wolter Groningen. Untuk kota-kota di
Indonesia bisa diperoleh dari "Almanak Jamiliyah" yang disusun oleh
Sa'adoeddin Djambek atau bisa juga dilacak melalui software google earth di
internet30
.
Ada tiga teori yang dapat digunakan dalam perhitungan arah kiblat
suatu tempat di permukaan bumi, yaitu teori trigonometri bola, teori geodesi
dan teori navigasi, Tiga teori ini merupakan suatu tawaran dalam perhitungan
menentukan arah kiblat31
. Namun, sampai saat ini ilmu yang paling
mendekati yang sebenarnya adalah dengan trigonometri bola. Sebagaimana
pengukuran kiblat di MAJT (Masjid Agung Jawa Tengah) juga dengan
trigonometri bola, ketika dibuktikan lewat Google Earth ia benar mengarah
Kiblat32
.
Penulis mengomparasikan metode hisab arah kiblat kitab Irsyâd al-
Murîd dengan metode hisab arah kiblat kontemporer (Ephemeris) karena
29 David A. King, Astronomy In The Service Of Islam, Great Britain,USA: VARIORIUM,
1993, hal.3
30
Ahmad Musonnif, Ilmu Falak (Metode HIsab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab
Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan), Yogyakarta: TERAS, 2011, hal. 35
31
Ahmad Izzuddin, Disertasi, Kajian Terhadap Metode-metode Penentuan Hisab Arah
Kiblat Dan Akurasinya , Semarang: IAIN Walisongo, 2011, hal.177
32
Ahmad Izuddin, disampaikan dalam Acara Sosialisasi Rashdul Kiblat di Kantor
Kementrian Agama Semarang pada tanggal 27 Mei 2010.
84
metode tersebut berdasarkan kepada trigonometri bola. Seperti yang
digunakan oleh metode Ephemeris yang digunakan oleh Muhyiddin Khazin
dalam karyanya Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek.
I. Metode Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Irsyâd al-Murîd :
a) Azimuth Kiblat
Data-data yang diperlukan :
Lintang Mekah : 21o 25' 14.7" LU
Bujur Mekah : 39o 49' 40" BT
Markas : Jakarta
Lintang Tempat : -06o 10' 00" LU
Bujur Tempat : 106o 49' 00" BT
1. A = 360 - BM + BT
= 360 - 39o 49' 40" + 106
o 49' 00"
= 426o 59' 20" - 360
= 66o 59' 00"
2. sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
= sin -06o 10' 00" x sin 21
o 25' 14.7" + cos -06
o 10'
00" x cos 21o 25'14.7" x cos 66
o 59' 00"
h = 18o 49' 06.24"
3. Mencari nilai Az, dan AQ, rumusannya sebagai berikut:
Az = cos -1
[(sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h]
= cos -1
[(sin 21o 25' 14.7" - sin -06
o 10' 00" x sin18
o 49'
06.24") : cos -06o 10' 00" : cos 18
o 49' 06.24"]
85
= 64o 51' 19.28"
AQ33
= 295o 08' 40" (Dari titik utara searah jarum jam/UTSB)
b) Rashdul Kiblat:
1. Mencari Unsur-unsur yang diperlukan, antara lain :
Menghitung deklinasi Matahari dan equation of time pada
tanggal 26 Juni 2012 dengan melaui tahapan seperti pada tabel
berikut34
:
NO Simbol Rumus Hasil
1 Y
2012
2 M
6
3 D
26
2 JD
Int(365.25 x (Y+4716)) + Int(30.6001 x (M + 1)) + D -
1524.5 2456104.5
3 T (JD - 2451545) : 36525 0⁰07'29''
4 S Frac((280.4665 + 36000.76983 x T) : 360 ) x 360 0⁰00'00''
5 M Frac((357.52910 + 35999.05030 x T) : 360) x 360 171⁰22'25''
6 N Frac((125.04 - 1934136 xT) : 360) x 360 243⁰35'50''
7 K1 (17.264 : 3600) x sin N + (0.206 : 3600) x sin 2N -0⁰00'15''
8 K2 (-1.264 : 3600) x sin 2S -0⁰00'01''
9 R1 (9.23 : 3600)x cos N - (0.090 : 3600) x cos 2N -0⁰00'15''
33 Jika A nilainya lebih besar dari 180
o maka untuk AQ = Az, dan jika kurang dari 180
o,
maka AQ=360- Az
34
Ahmad Ghazali, op.cit., Hal. 159-160
86
10 R2 (0.548 : 3600) x cos 2S -0⁰00'01''
11 Q1 23.43929111 + R1 + R2 - (46.8150/3600) x T 23⁰26'11''
12 E
(6898.06 : 3600) x sin m + (72.095 : 3600) x sin 2m +
(0.966 : 3600) x sin 3m 0⁰16'54''
13 S1 S + E + K1 + K2 - 20.47" 94⁰47'50''
14 Deklinasi Shift Sin (sin S1 x sinQ1) 23⁰20'58''
15 PT Shift tan (tan S1 x cos Q1) 95⁰13'35''
16 E (S - PT) : 15 -0⁰02'48''
2. Mengetahui unsur-unsur yang diperlukan, antara lain:
a = 90 - deklinasi Matahari
= 90 - 23⁰20'58''
= 66o 39' 02"
b = 90 - LT
= 90 - -06o 10' 00"
= 96o 10' 00"
AQ = 295o 08' 40" (UTSB)
3. Pa = cos b x tan AQ
= cos 96o 10' 00" x tan 295
o 08' 40"
= 00o 13' 43.88"
P = Abs(tan-1
(1/Pa))
= 77o 06' 34.3"
4. Ca = Abs(cos -1
(1/tan a x tan b x cos P))
87
=Abs(cos -1
(1/ tan 66o 39' 02" x tan 96
o 10' 00" x cos 77
o
06' 34.3"))
= 153o 02' 28"
5. Kemungkinan pertama:
C = Ca - P = 153o 02' 28" - 77
o 06' 34.3"
= 75o 55' 53.7"
BQ = 12 - C/1535
= 12 + 75o 55' 53.7":15
= 17o 03' 43.58" WIS
= 17o 02' 31.58" WIB
Kemungkinan kedua:
C = Ca + P = 153o 02' 28" + 77
o 06' 34.3"
= 230o 09' 02.3"
= 360 - 230o 09' 02.3"
= 129o 50' 57.7"
BQ = 12 + C/1536
= 12 + 129o 50' 57.7" : 15
= 20o 39' 23.85" WIS
= 20o 22' 11.85" WIB
Berdasarkan perhitungan di atas bahwa kota Jakarta memiliki azimuth
kiblat 295o 08' 40" (UTSB) dan rashdul kiblat pada tanggal 26 Juni 2012
terjadi satu kali kemungkinan yang bisa dilihat pada jam 17o 02' 31.58" WIB.
35 Dikurangkan dengan 12 karena dikategorikan sebagai Qabla Zawal
36
Ditambahkan dengan 12 karena dikategorikan sebagai Ba'da Zawal.
88
Selanjutnya penulis akan menghitung azimuth kiblat dan rashdul
kiblat pada tanggal 26 Juni 2012 untuk kota Jakarta dengan metode
Ephemeris, sebagai berikut:
1. Perhitungan Azimuth Kiblat untuk kota Jakarta
Rumus :
Tan Q = tan LM x cos LT x cosec SBMD – sin LT x cotg SBMD
Keterangan :
LM : Lintang Makkah
LT : Lintang Tempat
SBMD : Selisih Bujur Makkah Daerah
Perhitungan :
Jakarta -06º 10’ LS dan 106º 49 ‘ BT
Langkah I : cari SBMD 106º 49 ‘ – 39º 49’ 39” = 66º 59’ 21”
Langkah berikutnya masukkan ke rumus :
Tan Q = tan 21º 25’ 25” x cos -06º 10’ x cosec 66º 59’ 21” – sin -06º 10’
x cotg 66º 59’ 21”
25º 08’ 50.99”.(dari arah barat ke utara)
Jadi Azimuth Kiblat untuk Jakarta adalah 25º 08’ 50.99” dari titik barat ke
utara atau 295º 08’ 50.99” UTSB.37
37
Lihat juga contoh perhitungan azimuth kiblat dalam Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis
Arah Kiblat dalam Materi Pelatihan Hisab Rukyah Pimpinan Wilayah Lajnah Falakiyyah NU
Jawa Tengah, Semarang, Kamis s.d Sabtu 28 s.d 30 Maret 2002, hlm. 1-2.
89
Untuk mengfungsikan hasil hisab azimuth kiblat tersebut kita dapat
menggunakan kompas, tongkat istiwa atau theodolite untuk menentukan arah
kiblat.38
2. Perhitungan Rashdul Kiblat untuk kota Jakarta ( tanggal 26 Juni 2012)
Rumus I : Sin LT x Cotag AQ = Cotg A
Rumus II : Tan Dekl x Cotg LT x Cos A = Cos B+A
Keterangan : LT = Lintang Tempat
AQ = Azimuth Kiblat
Lintang Tempat Jakarta : -06º 10’ LS
Azimuth Kiblat Jakarta : 25º 08’ 50.99”
Deklinasi tanggal 26 Juni 2012 : +23º 20’ 52”.
equation of time : -00º 02’ 50”
Rumus I :
sin -06º 10’ x Cotg 25º 08’ 50.99” = Cotg A
- 77º 06’ 40.25”
Rumus II :
tan +23º 20’ 52” x cotg -06º 10’ x cos - 77º 06’ 40.25” = cos B + A
jam 17 : 03 : 37.67 WH
38
Lihat dalam Ibid. Lihat dalam Ahmad Izzuddin, Hisab Praktis Arah Kiblat dalam
Materi Pelatihan Hisab Rukyah Tingkat Nasional Ma‟had „Aly, Benda, Sirampog, Brebes, Sabtu
s.d Rabu, tanggal 07 s.d 11 Mei 2005. Lihat juga dalam Ahmad Izzuddin, Cara Pengukuran Kiblat
Dengan Theodolite dalam Materi Diklat Nasional Hisab Rukyah Tingkat II, PPLFNU di INISNU
Jepara, Selasa s.d Jum’at, tanggal 06 s.d 09 Agustus 2002. Lihat juga dalam Slamet Hambali,
Menentukan Arah Kiblat Berdasarkan Posisi Matahari Dengan Alat Bantu Theodolite dalam
Materi Orientasi Hisab Rukyah Kanwil Departemen Agama Jawa Tengah Tahun 2005, Semarang,
Senin-Kamis 20-23 Juni 2005.
90
jam 16 : 59 : 11.67 WIB
Jadi pada jam 16:59:11.67 WIB bayang-bayang benda dari sinar
matahari menunjukkan arah Kiblat.
Hasil perhitungan azimuth dan rashdul kiblat untuk kota Jakarta pada
tanggal 26 Juni 2012 dari dua metode di atas adalah sebagai berikut :
Azimuth Rashdul Kiblat
Irsyâd al-Murîd 295o 08' 40" 17
o 02' 31.58" WIB
Ephemeris 295º 08’ 50.99” 16:59:11.67" WIB
Dari hasil perhitungan di atas, dapatlah diketahui bahwa tingkat
keakurasian metode hisab arah kiblat dalam Irsyâd al-Murîd ini cukup akurat.
Terbukti pada tabel diatas, yang dibandingkan dengan standar keakurasian
yakni metode ephemris, tidak terlalu signifikan dengan azimuth kiblat yang
hanya selisih satuan detik dan rashdul kiblat dengan selisih sekitar 4 menit.
Perbedaan tersebut terjadi karena data yang dipakai kedua metode
tersebut berbeda, kitab Irsyâd al-Murîd menggunakan data Matahari dengan
menghitungnya secara manual melalui tahapan rumus yang sangat panjang,
sedangkan kontemporer (ephemeris) hanya menggunakan data Matahari dari
tabel-tabel ephemeris yang sudah ada.
Sehingga tidak diragukan, metode hisab arah kiblat dalam kitab
tersebut memiliki tingkat akurasi tinggi, karena memang metode dalam kitab
tersebut mengadopsi konsep segitiga bola sehingga rumus-rumusnya pun
menggunakan olahan konsep dasar segitiga bola.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan pada beberapa bab
yang terdahulu, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai jawaban akhir
dari pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Metode hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd karangan KH.
Ahmad Ghazali tergolong metode hisab kontemporer, karena data-data
yang digunakan sama dengan data kontemporer Ephemeris dan juga
rumusnya pun merupakan bentuk dari turunan segitiga bola dimana
perhitungannya harus selalu menggunakan kalkulator. Selain itu metode
hisab arah kiblat dalam kitab Irsyâd al-Murîd juga bisa
memperhitungkan terjadinya dua kali rashdul kiblat dalam sehari, dan
inilah yang menurut penulis anggap sebagai kelebihan dari metode ini.
Rashdul kiblat terjadi dua kali dalam sehari itu berlaku bagi tempat
yang memiliki nilai azimuth mendekati 90o atau 270
o, dan bisa berlaku
ketika deklinasi utara. Rumusan dalam menghitung rashdul kiblat harus
selalu menggunakan nilai absolute. Sedangkan untuk kelemahan dari
metode hisab arah kiblat KH. Ahmad Ghozali dalam kitab Irsyâd al-
Murîd adalah menggunakan data deklinasi dan equation of time yang
harus dihitung terlebih dahulu melalui tahapan yang sangat panjang.
92
2. Tingkat akurasi metode hisab arah kiblat KH. Ahmad Ghozali dalam
kitab Irsyâd al-Murîd ini tergolong cukup akurat dengan terpaut selisih
detik untuk azimuth kiblatnya dan terpaut sekitar 4 menit untuk rashdul
kiblatnya dengan standar akurasi hisab ephemeris.
B. Saran
1. Menjadi suatu hal yang sempurna jika kitab Irsyâd al-Murîd dibuatkan
sebuah program (software) yang bisa menghitung arah kiblat
berdasarkan konsep kitab tersebut. Sehingga bisa mempermudah dalam
perhitungan yang terkesan sulit.
2. Kepada KH. Ahmad Ghozali sebagai penulis kitab Irsyâd al-Murîd
hendaknya memunculkan kitab yang konsep penentuan arah kiblatnya
dengan menggunakan pendekatan ilmu geodesi karena pendekatan ini
bisa memperhitungkan arah kiblat dengan proyeksi bumi yang
sebenarnya (elipsoid).
C. Penutup
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan kesehatan, dan juga karunia kepada penulis.
penulis ucapkan sebagai ungkapan rasa syukur karena telah menyelesaikan
skripsi ini. Meskipun telah berupaya dengan optimal, penulis yakin masih
ada kekurangan dan kelemahan skripsi ini dari berbagai sisi. Namun
demikian, penulis berdo’a dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
93
Atas saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk kebaikan dan
kesempurnaan tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih.
Wallahu a’lam bi al-shawab
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fairuzabadi, al-Qamus al-Muhit , Beirut: Mu'assasad ar-Risalah, t.t.
Arifin, Syamsul, Ilmu Falak, Ponorogo: Lembaga Penerbitan dan Pengembangan
Ilmiyah STAIN Ponorogo, t.t
As-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat Ahkam As-Shabuni, Surabaya: Bina
Ilmu, 1983
Asy Syafi’i, Abi Abdullah Muhammad bin Idris, Al-Um, t.t
Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
_____________ Ilmu Falak "Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern",
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007
Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Jakarta: 1981
Budiwati, Anisah, Skripsi, Sistem Hisab Arah Kiblat DR. Ing. Khafid Dalam
Program Mawaqit, Semarang: IAIN WALISONGO, 2010
Departemen Agama RI, Diretorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN, Ensiklopedi Islam, Jakarta: CV. Anda Utama, 1993
Fathullah, Ahmad Ghazali Muhammad, Irsyâd al-Murîd ilâ ma'rifati 'ilmi al-
falaki 'alâ al-rashdi al-jadîd, Jember: Yayasan An-Nuriyah, 2005
Hafid, „Penentuan Arah Kiblat‟, makalah disampaikan pada pelatihan penentuan
arah kiblat Jakarta 15 April 2007
Hambali, Slamet, Arah Kiblat Dalam Perspektif Nahdlatul Ulama, makalah yang
disampaikan pada seminar nasional "Menggugat Fatwa MUI
Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Arah Kiblat", Semarang, 27 Mei
2010, hal.2
____________, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Shalat dan
Penentuan Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), t.t, 1988
Hasan, Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Cet I
Bogor: Ghalia Indonesia, 2002
Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi
Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006
______________, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: walisongo Press,
2010
______________, Makalah, Menyoal Fatwa MUI Tentang Arah Kiblat,
disampaikan pada Seminar Nasional " Menggugat Fatwa
MUINomor 3 Tahun 2010, pada tanggal 27 Mei M yang
diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Falak Fakultas Syari'ah IAIN
Walisongo Semarang.
Jaelani, Ahmad, Skripsi, Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Sunan Ampel
Surabaya Jawa Timur. Semarang: IAIN Walisongo, 2010
Jamil, A., Ilmu Falak (Teori dan Aplikasi Arah Kiblat, Awal Waktu Sholat dan
Awal Tahun Hisab Kontemporer),Jakarta: Amzah, 2009
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana
Pustaka. hal. 52
_____________, Kamus Ilmu Falak, cet I, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005
Khudhori, Ismail, Skripsi: Studi Tentang Pengecekan Arah Kiblat Masjid Agung
Surakarta, Semarang: IAIN Walisongo, 2005.
King, David A., Astronomy In The Service Of Islam, Great Britain,USA:
VARIORIUM, 1993, hal.3
Laila, Mahya, Skripsi, Studi Komparasi Hisab Arah Kiblat Syekh Muhammad
Thahir Jalaluddin al-Minangkabawi dalam Kitab Pati Kiraan
Pada Menentukan Waktu Yang Lima dan Hala Kiblat dengan
Logaritma dan K.H Zubair Umar al-Jailani dalam Kitab al-
Khulasah al-Wafiyyah, Semarang: IAIN Walisongo, 2010
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hisab
Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah,Cet. Ke-II
Meeus, Jean, Astronomical Algorithms, (Virginia: Willman–Bell, Inc, 1991
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Kima Madzhab : Ja'fari, Hanafi, Maliki,
Syafi'i, Hambali,Jakarta: Lentera,Cet Ke-6,2007
Munawir, Ahmad Warson Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997
Murtadlo, Moh., Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008
Muslifah, Siti, Skripsi, Sejarah Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso Jawa Timur, Semarang: IAIN Walisongo, 2010
Musonnif, Ahmad, Ilmu Falak (Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat,
Hisab Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan,Yogyakarta: Teras, 2011
Putri, Hasna Tuddar Skripsi, Pergulatan Mitos Dan Sains Dalam Penentuan Arah
Kiblat ( Studi Kasus Pelurusan Arah Kiblat Mesjid Agung Demak),
Semarang: IAIN Walisongo, 2010
Rasjid, H. Sulaiman FIQH ISLAM (Hukum Fiqh Lengkap), cet ke-37, Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2004
Rusyd, Ibn, Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtâsid, Beirut: Daar al-Fikr,t.t
Setyanto, Hendro, RUBU, Bandung: Pudak Scientific, 2001
Simamora, P., Ilmu Falak (Kosmografi) “Teori, Perhitungan, Keterangan, dan
Lukisan”, cet XXX (Jakarta: C.V Pedjuang Bangsa, 1985
Smart, W.M., Texboook On Spherical Astronomy, New York: Cambridge
University Press, 1997
Sulastri, Kitri, skripsi, Studi Analisis Hisab Awal Bulan Kamariah dalam Kitab
Al-Irsyaad Al-Muriid, IAIN WALISONGO Semarang 2010
Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Cet. II
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2003
Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metoda, dan Teknik ,
Edisi ke-7,Bandung: Tarsito, 1985
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Ed.1 Cet.9, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1995
Toruan, M.S.L., Pokok-Pokok Ilmu Falak (kosmografi), Cet IV, (Semarang:
Banteng Timur, tt.
Turner, Howard R., Sains in Mediaeval Islam, An Illustrated Introduction
(University of Texas Press, Austin, 1997) diterjemahkan oleh
Zulfahmi Andri dengan judul Sains Islam yang Mengagumkan:
Sebuah catatan terhadap abad pertengahan, diterjemahkan dari,
Bandung: Nuansa 2004
Villanueva, K.J., Astronomi Geodesi, Bandung: Departemen Geodesi Fakultas
Tekhnik Sipil dan Perencanaan ITB
Wibisono, Ki Ageng AF., Arah Kiblat Dalam Perspektif Muhammadiyah,
makalah yang disampaikan pada seminar nasional "Menggugat
Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Arah Kiblat",
Semarang, 27 mei 2010
Yaqub, Ali Mustafa, Kiblat Antara Bangunan dan Arah Ka'bah, Jakarta: Pustaka
Darus Sunnah, 2010
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quran, Al-qur'an dan
Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali-Art (J-ART),
2005
____________, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2009
Wawancara
Wawancara dengan Bpk. Ismail, selaku ketua Lajnah Falakiyah Al-Mubarok
Pondok Pesantren Lanbulan, yang juga merupakan santri terdekat
dari KH. Ahmad Ghozali melalui email pada tanggal 28 April 2012
pukul 20.30 WIB
Wawancara dengan Prof. Thomas Djamaluddin, via facebook pada hari Kamis
tanggal 10 Mei 2012 pukul 16.30 WIB
Wawancara dengan AR Sugeng Riyadi melalui via facebook pada hari Jum'at
tanggal 11 Mei 2012 pukul 16.45 WIB
Maktabah Syamilah versi 2.11,
Al Bukhari, Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughirah, Shahih Bukhari,
Mesir : Mauqi’u Wazaratul Auqaf, t.t juz 2
An-Naisabury, Muslim Bin Hajjaj Abu Hasan Qusyairi, Shahih Muslim, Mesir :
Mauqi’u Wazaratul Auqaf, t.t juz 3
Website
http://khoirunnada.blogspot.com/2011/01/biografi-syekh-ismail-utsman-zein-
al.html pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2012 pukul 4.52 WIB
http://moeidzahid.site90.net/hisab/menghitung_arah_qiblat_menentukannya.htm.
Diakses pada tanggal 10 Mei 2012 pukul 19:30 WIB
http://syakurasymuny.webs.com/pplanbulan.htm diakses pada hari Senin tanggal
14 Mei 2012 pada pukul 22.24 WIB
http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm,
diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 14.00 WIB
http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm,
diakses tanggal 18 Maret 2012 pukul 14.00 WIB
http://www.islamicfinder.org/sunQiblah.php? diakses pada hari Sabtu tanggal 12
Mei 2012 pukul 15.56 WIB
www.pramadewa.com, diakses tanggal 22 September 2011 pukul 10.30 WIB
Lampiran I
Wawancara Seputar Kitab Irsyâd al-Murîd
1. Siapakah nama lengkap Kyai Ghozali?
Nama lengkap beliau Syaikhina Allamah Al-Mutafannin Al-Falaky
Syaikh Ahmad Ghozali Muhammad Fathillah
2. Kapan dan dimanakah beliau lahir?
Beliau di lahirkan di kampung Lanbulan desa Baturasang
kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang Madura, pada tanggal 07-
01-1962 M.
3. Kapan dan dimana beliau menikah? Siapa nama istri?
Mengenai pernikahanya beliau menikah pada tahun 1990 di
Lanbulan, Sedangkan nama istri beliau ialah Nyai Asma'.
4. Berapakah putra beliau? Siapa saja nama putra-putra beliau?
Putra-putri beliau sampai saat ini ada Sembilan diantaranya :
1. Nyai Nurul Bashiroh
2. Nyai 'Afiyah
3. Lora Ali
4. Lora Yahya
5. Lora Salman
6. Lora Muhammad
7. Lora Kholil
8. Neng 'Aisyah
9. Neng Shofiyah
5. Siapakah nama orangtua beliau? Silsilah keluarga ?
Nama orang tua beliau ialah Syaikhina al-Lamah Syaikh
Muhammad Fathullah beliau adalah Muassis (perintis pertama) berdirinya
Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan, sedangkan silsilahnya seperti
yang telah diuraikan oleh Syaikhina Ahmad Ghozali dalam kitabnya
"Tuhfatur Rowy".
6. Apakah orangtua beliau juga menguasai ilmu falak?
Menurut sepengetahuan kami, mulai kami mondok di Pesantren ini
yaitu selama tiga tahun lebih sebelum wafatnya beliau dan berita dari para
alumni terdahulu tidak tercatat beliau mengusai ilmu falak, bahkan
Syaikhona Ahmah Ghozali sendiri pernah menceritakan ketika kami
disuruh untuk menyebarkan maklumat tentang gerhana bulan. Beliau
pertama kali menyebarkan maklumat gerhana bulan orang tua beliau
(Syaikh Muhammad F) menyuruh salah satu santrinya supaya melihat
bulan apakah benar gerhana seperti yang diutarakan putranya (Syaikh
Ahmad Ghozali) atau melenceng. Tapi kenyataanya bulan benar-benar
gerhana seperti apa yang telah diprediksikan oleh putranya.
7. Apa saja jenjang pendidikan yang telah beliau lalui?baik itu formal
maupun non-formal?
Untuk jenjang pendidikan yang beliau tempuh hanya pendidikan
non-formal saja sedangkan formal kelas 3 SD saja beliau tidak lulus.
8. Apakah beliau pernah mondok di berbagai tempat? Dimana saja?
Ya, Dalam pengemberaanya menuntut ilmu beliau setelah
mengenyam pendidikan di Pondoknya sendiri dibawah didikan
ayahandanya beliau menyempurnakanya dengan melanjutkan studinya ke
negri sebrang yaitu di Makkah tul Mukarromah tepatnya di Pondok
Pesantren " As-Shulatiyah " selam tujuh tahun. Di sana beliau belajar pada
para ulama' alimyang stabilitas keilmuanya tidak diragukan lagi seperti
Syaikh Isma'il Ustman Zain al-Yamany Al-Makky, Syaikh Abdulloh Al-
Lahjy, Syaikh Yasin bin Isa Al-Fadany dan ulama'-ulama' lainya.
9. Ilmu apa saja yang beliau tekuni?
Kalau dilihat dari karyanya hampir semua macam-macam disiplin
ilmu beliau kuasai mulai dari fiqh, fara'id, sejarah, mustholahul hadits
(ulumul hadits), sampai dengan ilmu falak.
10. Kepada siapa saja beliau menuntut ilmu falak ?
Menurut sepengetahuan kami baik dari beliau ataupun dari para
ustad kami beliau belajar ilmu falak pertama kalinya pada KH. Nazir di
Prajjen Sampang, kemudian pada KH. Zubair Bungah Gresik sedangkan
yang di Mekkah beliau belajar pada Syaikh Mukhtaruddin Al-Falambany.
11. Menurut anda, seberapa pentingkah mempelajari dan mengamalkan ilmu
falak?
Masalah penting dan tidaknya mempelajari sekaligus
pengamalanya ilmu falak tentunya dikembalikan pada masing-masing,
disamping belajarnya membutuhkan waktu toh hasil ilmu falak dapat
diperoleh dengan sangat murah sekali yaitu cukup lima belas ribuan
kalender, waktu sholat, arah qiblat, dan yang lainya dapat diperoleh. Tapi
yang perlu dipertanyakan puas kah mereka dengan hasil tersebut ?
Tahukah maksud dari hasil ilmu falak tersebut ? Tentunya yang bisa
menjawab pertanyaan ini adalah para ahli falak yang semata-mata mencari
keridhoan Alloh swt.
12. Apa saja peran beliau dalam organisasi kemasyarakatan?
Peran beliau dalam organisasi kemasyarakat selain aktif
memberikan kajian kitab para alumni dan simpatisan setiap minggunya
beliau sering diundang dalam acara masyarakat seperti walimatul urs,
selamatan, dan yang lainya. Disamping itu beliau menjadi rujukan
masyarakat ketika mereka tidak menemukan solusi lagi.
13. Apa saja jabatan yang pernah diamanatkan kepada beliau?
Yang kami ketahui bahwa beliau di Pondok Pesantren menjadi
Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mubarok Lanbulan, sedangkan
dalam organisasi beliau menjabat penasehat falak PWNU Jawa Timur,
Anggota Falak PBNU.
14. Apa saja karya-karya beliau (baik yang dicetak atau tidak)?
Karya-karya beliau yang di cetak :
a) Kitab Falak : Irsyadul Murid, Tsamarotul Fikar, Bulughul
Wathor, Bughyatur Rofiq, Anfa'ul Wasilah, Faidlul Karim,
Taqyidatul Jaliyah.
b) Kitab Faro'id : Zahrotul Wardiyah
c) Kitab Sejarah : Tuhfatur Rowi, Sejarah Syaikh Khotib Assirbiny
d) Kitab Ulumul Hadist : Mukhtashor
e) Kitab Mau'idho : An-Nujumun Nayyiroh, Al-Fawaidus
Sahiyyah,
Karya beliau belum dicetak atau dalam tahap pengoreksian diantaranya : untuk
ilmu falak Kitab Zadur Rofiq sedangkan kitab-kitab yang lain masih banyak tapi
masih dalam tahap penyelesaian.
Lampiran II
Aplikasi Perhitungan Azimuth dan Jam Rashdul Kiblat
untuk Kota Semarang Pada Hari Selasa Tanggal 26 Juni 2012
A. Metode Hisab Arah Kiblat dalam Kitab Irsyaad al-Muriid :
1) Azimuth Kiblat
Data-data yang diperlukan :
Lintang Mekah : 21o 25' 14.7" LU
Bujur Mekah : 39o 49' 40" BT
Lintang Tempat : -7o 00' 00" LS
Bujur Tempat : 110o 24' 00" BB
a) Mencari Fadhlu Thulain (Selisih antara Bujur Mekah dan Bujur Tempat) dengan
rumusan sebagai berikut
A = 360 - BM + BT
= 360 - 39o 49' 40" + 110
o 24' 00"
= 430o 34' 20" - 360
o = 70
o 34' 20"
b) Mencara nilai h, dengan menggunakan rumusan sebagai berikut:
sin h = sin LT x sin LM + cos LT x cos LM x cos A
= sin -7o 00' 00" x sin 21
o 25' 14.7" + cos -7
o 00' 00"
x cos 21o 25'14.7" x cos 70
o 34' 20"
h = 15o 14' 16.11"
c) Mencari nilai Az, dan AQ, rumusannya sebagai berikut:
Az = cos -1
[(sin LM - sin LT x sin h) : cos LT : cos h]
= cos -1
[(sin 21o 25' 14.7" - sin -7
o 00' 00" x sin 15
o 14' 16.11") : cos -
7o 00' 00" : cos 15
o 14' 16.11"]
= 65o 29' 33.31"
AQ1 = 360 - Az
= 360 - 65o 29' 33.31"
= 294o 30' 26" (Dari titik utara ke arah timur / UTSB)
2) Rashdul Kiblat:
a) Mencari Unsur-unsur yang diperlukan, antara lain :
Menghitung deklinasi Matahari dan equation of time pada tanggal 26 Juni 2012 :
1 Jika A nilainya lebih besar dari 180
o maka untuk AQ = Az, dan jika kurang dari 180
o,
maka AQ=360- Az
NO Simbol Rumus Hasil
1 Y
2012
2 M
6
3 D
26
2 JD
Int(365.25 x (Y+4716)) + Int(30.6001 x (M + 1)) + D -
1524.5 2456104.5
3 T (JD - 2451545) : 36525 0⁰07'29''
4 S Frac((280.4665 + 36000.76983 x T) : 360 ) x 360 0⁰00'00''
5 M Frac((357.52910 + 35999.05030 x T) : 360) x 360 171⁰22'25''
6 N Frac((125.04 - 1934136 xT) : 360) x 360 243⁰35'50''
7 K1 (17.264 : 3600) x sin N + (0.206 : 3600) x sin 2N -0⁰00'15''
8 K2 (-1.264 : 3600) x sin 2S -0⁰00'01''
9 R1 (9.23 : 3600)x cos N - (0.090 : 3600) x cos 2N -0⁰00'15''
10 R2 (0.548 : 3600) x cos 2S -0⁰00'01''
11 Q1 23.43929111 + R1 + R2 - (46.8150/3600) x T 23⁰26'11''
12 E
(6898.06 : 3600) x sin m + (72.095 : 3600) x sin 2m +
(0.966 : 3600) x sin 3m 0⁰16'54''
13 S1 S + E + K1 + K2 - 20.47" 94⁰47'50''
14 Deklinasi Shift Sin (sin S1 x sinQ1) 23⁰20'58''
15 PT Shift tan (tan S1 x cos Q1) 95⁰13'35''
16 E (S - PT) : 15 -0⁰02'48''
b) Mengetahui unsur-unsur yang diperlukan, antara lain:
a = 90 - deklinasi Matahari
= 90 - 23⁰20'58''
= 66o 39' 02"
b = 90 - LT
= 90 - -07o 00' 00"
= 97o 00' 00"
AQ = 294o 30' 26" (UTSB)
c) Menghitung nilai P, dimana P adalah sudut pembantu dengan
rumus sebagai berikut:
Pa = cos b x tan AQ
= cos 97o 00' 00" x tan 294
o 30' 26"
= 00o 16' 02.38"
P = Abs(tan-1
(1/Pa))
= 75o 01' 59.61"
c) Menghitung nilai Ca, dengan rumus sebagai berikut:
Ca = Abs (cos -1
(1/tan a x tan b x cos P))
= 155o 13' 48"
d) Mencari jam rasdhul kiblat dengan dua kemungkinan:
i. Kemungkinan pertama:
C = Ca - P = 155o 13' 48" - 75
o 01' 59.61"
= 80o 11' 48.39"
BQ = 12 + C/15 = 12 + 80o 11' 48.39" : 15
= 17o 20' 47.23" WIS
= 17o 01' 59.23" WIB
ii. Kemungkinan kedua:
C = Ca + P = 155o 13' 48" + 75
o 01' 59.61"
= 230o 15' 47"
= 360 - 230o 15' 47"
= 129o 44' 13"
BQ = 12 + C/15 = 12 + 129o 44' 13":15
= 20o 38' 56.87" WIS
= 20o 20' 08.87" WIB
Jadi azimuth kiblat untuk kota Semarang adalah 294o 30' 26" dan rashdul
kiblatnya pada tanggal 26 Juni 2012 adalah 17o 01' 59.23" WIB.