struktur komunitas ikan di padang lamun perairan desa...
TRANSCRIPT
1
Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan
Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau
Agustinawati
Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan Maret 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas ikan di padang lamun
perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi
Kepulauan Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei
dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis sampel air dilakukan insitu
(langsung dari lapangan pengamatan). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
struktur komunitas ikan di padang lamun perairan Desa Pengudang yaitu berjumlah
469 individu yang meliputi 20 spesies dari 14 famili. Hasil Indeks keanekaragaman
(H) menunjukkan pada stasiun 1 sebesar 4,04, pada stasiun 2 sebesar 3,70, dan
stasiun 3 sebesar 4,12 keanekaragaman tiap spesies tinggi disetiap stasiun karena > 3,
nilai indeks keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar 0,97, pada stasiun 2 sebesar 0,94,
dan 0,95 pada stasiun 3 keseragaman berkisar 0-1 dengan kreteria E≤0,6 sehingga
keseragaman tinggi disetiap stasiun, untuk nilai indeks dominansi (C) diperoleh pada
stasiun 1 sebesar 0,07, pada stasiun2 sebesar 0,09 dan pada stasiun 3 sebesar 0,06
sehingga pada ketiga stasiun berada dalam keadaan stabil. Meskipun terdapat jenis
yang sering dijumpai, hal ini tidak mempengaruhi terhadap kestabilan struktur
komunitas ikan di perairan Desa Pengudang.
Kata Kunci : Struktur komunitas, Ikan, Padang Lamun, Perairan Desa Pengudang
2
Structure of Fish Communities in Seagrass Water Village Pengudang Sebong
Teluk Propinsi Bintan regency of Riau Islands
Agustinawati
Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
This research was conducted in December until March 2015. This study aims to
determine the structure of fish communities in seagrass waters of Teluk Sebong
Pengudang Village Bintan regency of Riau islands province. The method used in this
research was survey method with quantitative and qualitative approaches. Analysis of
water samples carried out in situ (directly from field observations). The results
showed that the structure of fish communities in seagrass waters Pengudang village
that is numbered 469 individuals covering 20 species from 14 families. Results
diversity index (H) showed the station 1 at 4.04, at station 2 by 3.70, and the third
station of 4.12 high diversity of each species at each station because of> 3, uniformity
index value (E) at station 1 of 0.97, at station 2 of 0.94, and 0.95 at 3 stations
uniformity ranges 0-1 with E≤0,6 criteria so that high luminance uniformity of the
station, to the value of dominance index (C) was obtained at station 1 of 0 , 07, on
stasiun 2 of 0.09 and the third station of 0.06 so that the three stations are in a stable
state. Although there are types that are often encountered, this does not affect the
stability of the structure of fish communities in waters Pengudang village.
Keyword : Community structure, fish, Seagrass, Water Village Pengudang
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Bintan yang terletak
antara 2000’ lintang utara 1
020’ lintang selatan
dan 1040
bujur timur sebelah barat - 1080
bujur
timur sebelah barat. Luas wilayah kabupaten
87.717,84 km2
dengan luas perairan 86.398,33
km2
(98,49%) dan luas daratan hanya 1,31951
km2 (1,51%) dari keseluruhan terdapat 240
pulau dengan 49 pulau penghuni dan 191
pulau yang tidak berpenghuni (Pemkab Bintan
Dalam Zuraini, 2012). Sehingga memiliki
potensi sumberdaya perairan pesisir yang
cukup besar untuk dimanfaatkan.
Salah satu daerahnya adalah Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan, dimana wilayah tersebut
dikelilingi oleh perairan sehingga sumberdaya
cukup banyak untuk dimanfaatkan seperti
mangrove, terumbu karang , khususnya
Lamun. Di perairan Desa Pengudang terdapat
jenis-jenis lamun seperti jenis lamun halodole
uninerves, halodule pinifolia, syhngodium
isoehfolium, thalassia hemprichii, dan enhalus
acoroides.
Lamun mempunyai berbagai peranan
penting bagi kehidupan ikan, yaitu (1) sebagai
daerah asuhan dan perlindungan, (2) sebagai
makanan ikan, (3) sebagai tempat mencari
makan (Hutomo dan Azkab, 1987 dalam
heriman 2006). Menurut Kikuchi & Peres
(1977), padang lamun diketahui memiliki jenis
ikan yang beragam dikarenakan padang lamun
merupakan tempat mencari makanan dan juga
daerah asuhan bagi ikan-ikan herbivora dan
ikan-ikan karang.
Berbagai kegiatan manusia seperti
pembangunan di daerah pesisir maupun
pembuangan limbah seperti limbah rumah
tangga, limbah diterjen dan sampah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan
perairan pesisir pada ekosistem padang lamun
yang diduga memberikan dampak yang buruk
bagi kelangsungan ekologis ikan yang ada
pada kawasan tersebut, terutama terkait
dengan kelimpahan dan pola sebaran ikan.
Menurut Ashton (2003:128) dalam
Ayunda (2011), bahwa faktor lingkungan
dalam suatu ekosistem akan mempengaruhi
kelimpahan, keanekaragaman, dan penyebaran
fauna yang hidup di dalamnya yang berkaitan
dengan struktur komunitas.
Mengingat aktifitas manusia tersebut
dapat berpengaruh terhadap lingkungan
perairan pada ekosistem lamun sebagai
penyedia sumberdaya ikan maka perlu
dilakukan penelitian mengenai Struktur
komunitas ikan di padang lamun perairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau.
B. Perumusan Masalah
Bedasarkan uraian diatas maka
penulis juga merasa perlu melakukan
penelitian mengenai struktur komunitas ikan
pada perairan Desa Pengudang Kecamatan
Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi
Kepulauan Riau, untuk mengetahui kondisi
4
terkini terkait kondisi struktur komunitas ikan
pada ekosistem padang lamun.
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk :
1) Mengetahui kondisi kualitas perairan pada
struktur komunitas ikan di padang lamun
perairan Desa Pengudang
2) Mengetahui struktur komunitas ikan di
padang lamun perairan Desa Pengudang
3) Mengetahui Asosiasi antar jenis ikan padang
lamun di perairan Desa Pengudang
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah dapat memberi informasi
kepada masyarakat setempat tentang struktur
komunitas ikan padang lamun di perairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau.
Diharapkan data yang diperoleh dapat
dijadikan data dasar mengenai peranan
ekologis padang lamun bagi sumberdaya
hayati ikan dalam upaya pelestarian ekosistem
lamun.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Struktur komunitas merupakan salah
satu kajian ekologi yang mempelajari suatu
ekosistem perairan yang berhubungan dengan
kondisi atau karakteristik perairan. Struktur
komunitas menggambarkan interaksi antar
jenis dalam usaha memperebutkan
sumberdaya yang tersedia (Soedibjo,2006
dalam Jauhara, 2012).
Ikan adalah hewan bertulang
belakang (termasuk vertebrata),habitatnya
perairan, bernapas dengan insang (terutama),
bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya
menggunakansirip-sirip,bersifat poikilotermal.
Ikan paling mendominasi disuatu perairan dan
jumlah sangat banyak dijumpai. Jumlah
spesies ikan yang hidup dipermukaan bumi
adalah 21.723 spesies, sementara jumlah
spesies avetebrata yang ada diperkiraan 43.173
spesies ( Nelson, 1984 dalam Wahyuningsih,
2006).
Padang lamun diketahui memiliki
jenis ikan yang beragam dikarenakan padang
lamun merupakan tempat mencari makanan
dan juga daerah asuhan bagi ikan-ikan
herbivora dan ikan-ikan karang (Kikuchi &
Peres, 1977). Beberapa jenis ikan mendiami
padang lamun secara permanen dan jenis ikan
bersifat temporer, misalnya pada tahap anakan
(juvenil), penghuni musiman, atau ikan yang
berpindah dari habitat yang berdekatan seperti
turumbu karang dan hutan bakau kepadang
lamun mencari makan ( Hogart, 2007; Bjorok
et al, 2008 dalam Rahmawati, 2012).
III. METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan Desember-Maret 2015 yang berlokasi di
kawasan Perairan Desa Pengudang
5
Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitan ini adalah penelitian
yang bersifat survei atau observasi yang tidak
memerlukan perlakuan khusus terhadap objek
yang akan diteliti.
C. Alat/Instumen Penelitian
Alat dan Instrumen yang digunakan
dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat/instrumen pada penelitian
NO Alat dan
Bahan
Kegunaan
1 Salt meter Mengukur
Salinitas
2 Multitester Mengukur Suhu
air
3 Multitester Mengukur
Oksigen Terlarut
4 Multitester Mengukur pH air
5 GPS Megetahui Posisi
Transek
6 Sechidisk Mengukur
Kecerahan
7 Pelampung
terpal
Mengukur
Kecepatan Arus
8 Meteran Mengukur jarak
9 Tali Rafia Membuat garis
10 Kamera
Digital
Dokumentasi
Penelitian
11 Jaring Menanakap Ikan
12 Perahu Untuk Operasian
13 Transek
Kuadrat
Pengamatan
Lamun
14 Buku
Identifikasi
Untuk identifikasi
jenis ikan
D. Bahan Atau Materi Penelitian
Bahan dan Materi yang digunakan dalam
penelitian disajikan pada Tabel 3
Tabel 3.Bahan atau materi yang digunakan dalam
penelitian
NO Bahan Kegunaan
1 Ikan Objek yang diteliti
2 Lamun Objek yang diteliti
E. Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survei yaitu
pengamatan langsung ke lapangan penelitian.
Survei lapangan dimaksudkan untuk
mengumpulkan data-data yang berupa data
primer dan data sekunder.
1. Penentuan Stasiun Pengamatan
Stasiun penelitian ditentukan dengan
metode purposive sampling, yaitu penentuan
lokasi berdasarkan atas adanya tujuan
tertentu dan sesuai dengan pertimbangan
peneliti sendiri sehingga dapat mewakili
populasi (Arikunto, 2006). Oleh karena itu,
stasiun-stasiun ditentukan berdasarkan
kebutuhan informasi yang diinginkan yaitu
kawasan perairan berdasarkan rona lokasi
penelitian dan memungkinkan untuk
melakukan penelitian. Berikut peta lokasi
penelitian(Gambar 6)
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian
Sumber: Citra SPOT tahun 2007
6
Stasiun I, Kawasan Konservasi
(01010’28.5’’LUdan104
033’28.5’’B)
Stasiun II, Tempat Wisata
(01010’34.2’’LUdan104
032’34.56’’BT)
Stasiun III, Pemukiman
(01010’59.8’’LUdan104
031’42.36’’BT)
1. Prosedur kerja
a. Penyamplingan Lamun
Data lamun yang diambil dengan
metode observasi langsung adalah jenis lamun
dan jumlah tegakan perspesies. Pada stasiun
pengamatan diletakan 5 buah transek garis
tegak lurus dengan garis pantai, masing-
masing transek garis mempunyai garis panjang
100m dan jarak antara transek garis 25cm.
Pada transek garis ditempatkan sebuah transek
dengan ukuran 0,5 x 0,5m. Pengambilan data
lamun pada saat kondisi air surut, kemudian
diidentifikasi jenis-jenis lamun menggunakan
buku panduan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup. No 200 (2004).
b. Pengambilan Data Ikan
Observasi langsung terhadap ikan
sebagai makrofauna yang hidup dilamun
dengan mengunakan jaring pantai. Jaring
pantai yang digunakan dengan ukuran mata
jaring 2cm, panjang 100m dan lebar 1,5m.
Pengoperasian penangkapan jaring tersebut
dilakukan dari arah laut ke darat atau menuju
garis pantai secara menyapu dan alat tangkap
tersebut dioperasikan 4 kali pengulangan pada
setiap titik pengamatan ketika pasang. Hasil
yang didapatkan selanjutnya diidentifikasi
menurut buku identifikasi ikan.
c. Pengambilan Parameter Fisik dan
Kimia Perairan
Data fisika dan kimia perairan
diambil untuk mengambarkan kondisi
lingkungan perairan tempat pengamatan yang
dilakukan. Parameter yang diamati beserta
metode dan satuan ukurannya dijelaskan
dalam Tabel 4.
Tabel 4.Parameter fisika dan kimia peraian No Alat Metode Pengukuran
1 Suhu(ºC) Multitester In situ
2 Salinitas(ppm) Salt meter In situ
3 DO Multitester In situ
4 pH Multitester In situ
5 Kecerahan(m) Sechidisk In situ
6 Kecepatan
Arus(m/dtk)
Terpal
Pelampung
In situ
7 Substrat Fisual In situ
F. Analisis Data
1. Kerapatan Lamun (D)
Untuk menghitung kerapatan lamun
di ukur dengan rumus (Brower dan Zar, 1997
dalam Heriman, 2006)
Keterangan:
D = Jenis Kerapatan (ind/m)
Ni = Jumlah individu atau tegakan
dalam transek
A = Luas total pengambilan sampel
(m2)
2. Struktur Komunitas Ikan
a. Komposisi Spesies (Ks)
Komposisi spesies (Ks) adalah
perbandingan antara jumlah individu setiap
spesies dengan jumlah individu seluruh spesies
yang tertangkap, dengan formula yang di
modifikasi dari Fachrul (2006):
7
Keterangan:
Ks = Komposisi spesies ikan (%)
ni = Jumlah individu suatu speseis
ikan
N = Jumlah individu seluruh spesies
ikan
b. Indeks Dominansi (C)
Nilai indeks dominansi (C) memberi
gambaran tentang dominansi ikan dalam suatu
komunitas ekologi, yang dapat menerangkan
bilamana suatu spesies ikan lebih banyak
terdapat selama pengambilan data. Rumus
indeks dominansi Simpson (C) (Odum,1993
dalam Heriman, 2006) yaitu:
Keterangan :
D = Indeks Dominansi Simpson
N = Jumlah individu seluruh spesies
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i
c. Indeks Keanekaragaman ( H’)
Indeks keanekaragaman (H’) adalah
nilai yang dapat menunjukan keseimbangan
keanekaragaman dalam suatu pembagian
jumlah individu tiap spesies. Sedikit atau
banyaknya keanekaragaman spesies ikan dapat
dilihat dengan menggunakan indeks
keanekaragaman.Nilai indeks keanekaragaman
Shannon (H’) menurut Shanon and Winner
(1949) dalam Heriman (2006) dihitung
menggukan rumus :
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
Pi = Proporsi jumlah individu ( ni/N)
Nilai indeks keanekaragaman
Shannon–Wiener (1963) dalam Heriman
(2006) dengan kreteria sebagai berikut :
H’ < 1 = Keanekaragaman populasi rendah,
1< H’ < = Keanekaraman populasi sedang,
H ‘ > 3 = Keanekaragaman populasi tinggi
d. Indeks Keseragaman (E)
Nilai indeks keseragaman (E), yaitu
individu tiap spesies yang terdapat dalam
komunitas ( Kerbs, 1989 dalam Hariman,
2006). Keseragaman jenis didapat dengan
membandingkan indeks keanekaragaman
dengan nilai maksimumnya, yaitu :
Keterangan :
E = indeks keseragaman
H’ = indeks keanekaragaman
Shannon–Wiener
Hmax = log2 S = nilai indeks Shannon
S = jumlah Spesies
Nilai keseragaman jenis suatu
populasi berkisar antara 0 – 1. Dengan kreteria
sebagai berikut :
E , 0,4 = Keseragaman populasi rendah,
0,4 ≤ E 0,6 = Keseragaman populasi sedang,
E ≥ 0.6 = Keseragaman populasi tinggi
e. Koefisien Kesamaan Jaccard (SJ)
Untuk melihat adanya kesamaan jenis
ikan yang ada pada ketiga lokasi
digunakan indeks kesamaan Jaccard (Krebs,
1989 dalam Umbora ,2013) sebagai berikut:
Pengukuran ini didasarkan skala
nominal yaitu pada data ada dan tidak ada
jenis dalam komunitas yang dibanding dengan
mengukur tabel kontigensi 2x2 (Tabel.5)
8
Nilai koefisien kesamaan berkisar di
antara 0-1,0 atau bila dipersentasikan berkisar
di antara 0-100%. Makin besar nilai yang
diperoleh berarti makin besar kesamaan
komunitas. Namun jika nilai 1,0 berarti
komunitas yang dibandingkan benar-benar
sama.
D. Parameter Kualitas Perairan
Berdasarkan hasil pengukuran
parameter kualitas perairan semuanya masih
dalam kondisi nilai optimal bagi lamun dan
ikan untuk tumbuh dan berkembang dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengukuran parameter fisika
kimia perairan N
O
Parameter
Kualitas Air
St.1 St.2 St.3 Baku Mutu
(keplem Lh No
51 Th 2004)
1 Suhu (ºC) 31,2 30,8 30,4 28-30
2 Salinitas
(0/00)
33,6 32,8 33,2 33-34
3 pH 7,82 8,25 8,19 7-8,5
4 DO (mg/l) 9,8 10,2 10,6 >5
5 Kecerahan (m)
3,8 3,4 3,5 Alami
6 Kecepatan
Arus(m/s)
0,29 0,37 0,28 Alami
7 Substrat Pasir
Berlumpur
Pasir Pasir
berlumpur Alami
Sumber : Data Primer(pengamatan langsung di lokasi
penelitian)
Nilai rata-rata suhu perairan yang
diamati selama penelitian adalah sebesar
31,2ºC pada stasiun 1, 30,8ºC pada stsiun 2,
dan 30,4ºC pada stasiun 3. Nilai suhu pada
tempat penelitian ini masih dalam kondisi
yang optimal dan baik untuk lamun dan ikan
berkembang karena sesuai dengan baku mutu
Kepmen Lh No.51 tahun 2004.
Untuk nilai Salinitas rata-rata yang
diamati selama penelitian sebesar 33,60/00 pada
stasiun 1, 32,80/00 pada stasiun 2, dan 33,2
0/00
pada stasiun 3. Dimana kisaran salinitas
tersebut cocok untuk kelangsungan hidup baik
lamun maupun ikan. Menurut Kepmen Lh
No.51 tahun 2004 menyebutkan bahwa
standart baku mutu salinitas yang baik untuk
kehidupan biota laut yaitu 33-34 0/00 .
Nilai rata-rata pH perairan selama
penelitian sebesar 7,82 pada stasiun 1, 8,25
pada stsiun 2, dan 8,19 pada stasiun 3.
Menurut Kepman Lh no 51 tahun 2004 nilai
kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan
lamun dan kehidupan biota laut yaitu berkisar
7-8,5. Ini berarti pada ketiga stasiun
pengamatan dalam penelitian masih dalam
kondisi pH perairan yang ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan lamun dan
ikan.
Untuk nilai Oksigen terlarut yang diamati
selama priode penelitian 9,8 mg/l pada stasiun
1, 10,2 mg/l pada stasiun 2, dan 10,6mg/l pada
stasiun 3. Menurut Kepmen Lh no 51 tahun
2004 baku mutu oksigen terlarut yang baik
untuk kehidupan biota laut yaitu dari 5 (>5).
Ini berarti ketiga stasiun masih dalam kondisi
perairan yang ideal dan baik untuk
perkembangan dan pertumbuhan lamun serta
pertumbuhan ikan.
Pada stasiun 1 sebesar 3,8m, pada stasiun
2 sebesar 3,4m, dan stasiun 3 sebesar 3,5m.
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis.
9
Hal ini terbukti dari hasil observasi yang
menunjukkan bahwa distribusi padang lamun
hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu
dalam. Namun demikian, pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa sebaran
komunitas lamun di dunia masih ditemukan
hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada
kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya
matahari (Dahuri, 2003).
Hasil kecepatan Arus yang di peroleh
di setiap stasiun berbeda-beda, pada stasiun 1
0,29m/dtk, pada stasiun 2 sebesar 0,37m/dtk
dan pada stasiun 3 sebesar 0,28m/dtk.
Kecepatan tetapan arus yang diukur adalah
kecepatan arus permukaan. Rendahnya
kecepatan arus sangat mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan lamun dan
ikan, kecepatan arus berpengaruh besar dalam
transportasi telur, larva dan ikan-ikan kecil
(Laevastu dan Hayes 1981 dalam Merryanto
2000).
Tipe substrat di ketiga stasiun ini
sangat berbeda-beda, pada stasiun 1 kondisi
wilayah pantainya merupakan pasir berlumpur
dan daerah ini merupakan daerah konservasi
lamun, pada stasiun 2 kondisi wilayahnya
memiliki kondisi pasir pantai yang berwarna
putih daerah ini merupakan tempat hotel dan
wisata bagi wisatawan, dan stasiun 3 kondisi
wilayahnya memiliki kondisi pasir berlumpur
dan daerah ini merupakan daerah yang dekat
dengan pantai dan memiliki ekosistem
mangrove yang cukup baik.
E. Jumlah Tegakan Lamun dan
Kerapatan Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan pada
(Tabel 7) diketahui bahwa pada perairan Desa
Pengudang ditumbuhi 6 jenis lamun yang
tersebar pada ketiga (tiga) stasiun lokasi
pengamatan. Jenis lamun yang ditemukan
pada 3 (tiga) stasiun tersebut yaitu Jenis
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,
Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis,
Halodule uninervis, dan Cymodecea
serrulata. Jenis lamun yang ditemukan di
perairan Desa Pengudang termasuk yang
ditemukan di Pulau Bintan dari 13 jenis lamun
(7 Genus) yang ditemukan di seluruh
Indonesia ( Nainggolan, 2011)
Hasil pengamatan yang dilakukan
pada ketiga stasiun menunjukan perbedaan
komposisi jenis yang berbeda pada ketiga
stasiun. Keberadaan enam jenis lamun ini
tidak merata pada ketiga stasiun di perairan
Desa Pengudang. Pada Stasiun 1 Jumlah
tegakan lamun ditemukan pada saat
pengamatan sebanyak 422, dan daerah ini
merupakan daerah konservasi lamun. Daerah
ini ditemukan ke enam jenis lamun tersebut
yaitu Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii, Syringodium isoetifolium,
Halophila ovalis, Halodule uninervis, dan
Cymodecea serrulata. Jumlah tegakan yang
paling tinggi yaitu Enhalos acoroides
sebanyak 119 dan yang paling rendah
Halophila ovalis dengan jumlah tegakan hanya
21.
10
Pada Stasiun 2, jenis lamun dan
tegakan lamun yang ditemukan paling sedikit
ditemukan yaitu sebanyak 205 dikarenakan
daerah ini sering dilalui kapal-kapal ikan
nelayan sekitar, sehingga aktifitas tersebut
dapat berpengaruh pada kehidupan lamun
yang hidup di stasiun ini. Lamun-lamun yang
ditemukan hanya Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis.
Berdasarkan pengamatan pada
Stasiun 3 merupakan daerah yang cukup
banyak dijumpai, walaupun daerah ini tidak
menjadi kawasan konservasi namun daerah ini
banyak dijumpai lamun yang mencapai 382
tegakan lamun dan keenam jenis lamun juga
ditemukan distasiun ini. Tegakan lamun yang
ditemukan juga yang paling tinggi yaitu
Enhalus acoroides dengan jumlah tegakan 118
dan yang paling rendah jumlah tegakan yaitu
Halophila ovalis dengan jumlah tegakan 37.
Hasil pengamatan (Tabel 8) dapat
diketahui bahwa kerapatan lamun berbeda
pada setiap stasiun penelitian. Kerapatan jenis
lamun tertinggi ada pada stasiun 1 yaitu
sebesar 844.000 Individu/ha. Tertinggi kedua
pada stasiun 3 yaitu sebesar yaitu 770.000
individu/ha, dan kerapatan yang paling rendah
ada pada stasiun 2 yaitu sebesar 410.000
individu/ha. Perbedaan kerapatan lamun pada
setiap stasiun ini. disebabkan oleh kondisi
lingkungan pada setiap stasiun pengamatan.
F. Struktur komunitas Ikan
1. Jumlah dan Komposisi Spesies
Ikan
Data hasil ikan yang tertangkap pada
ketiga stasiun di perairan Desa Pengudang
selama penelitian berjumlah 469 individu yang
meliputi 20 spesies dari 14 famili. Sebanyak
18 jenis ikan dari 13 famili yang ditemukan
pada stasiun 1, 15 jenis ikan dari 11 famili
yang ditemukan pada stasiun 2, dan 20 jenis
ikan dari 14 famili ditemukan pada stasiun 3
(Tabel 9).
Jumlah ikan yang paling umum
ditemukan pada setiap stasiun adalah Ambasis
nalua (Ambasidae), Geres erythorurus
(Gerridae), Choeradon anchorago (Labridae),
Letrinus letjan (Letrhrinidae), Acreichtthys
tomentosus (Monochantidae), Siganus
canacilatus, Siganus fuscanes, Siganus gutatus
(Siganidae). Hasil penelitian Hutomo dan
martosewojo (1977) dalam Widiastuti (2011)
mengatakan kelompok ikan Ambasidae,
Labridae, Gerridae, Siganidae, dan
Monachantidae family ikan yang menetap
dipadang lamun. Adrim (2006) juga
menyatakan Ambasidae, Labridae,
Lethrinidae, Gerridae, Siganidae, dan
Monachantidae merupakan beberapa suku
ikan yang umum dijumpai di padang lamun.
Dapat dilihat ada 10 spesies ikan
penting yang dominan di padang lamun
perairan Desa Pengudang yaitu Letrinus letjan
dengan 11,51%, spesies Ambasis nalua
11,09%, Siganus canacilatus 6,90%, Gerres
erythrourus dan Choerodon anchorago sama
dengan proporsi 6,69%, Siganus gutatus
6,07%, Casio cuning dan Lutjanus
11
corponochatus juga sama dengan proporsi
5,86%, Siganus fuscances 5,44%, dengan
total komposisi 66,11%, hal ini masih
menunjukan komposisi spesies ikan ini
tergolong rendah. Rendahnya 10 spesies jenis
ikan penting ini menunjukan bahwa komunitas
ikan di padang lamun perairan Desa
Pengudang masih tergolong stabil. (Manik,
2007) menyatakan dominansi yang tinggi dari
spesies ikan secara temporal sangat
mempengaruhi kestabilan struktur komunitas
ikan pada ekosistem padang lamun. Biasanya
suatu komunitas mengandung banyak spesies
tetapi hanya beberapa spesies saja yang
merupakan kelompok dominan. Odum (1971)
menyatakan bahwa perubahan nilai Indeks
struktur komunitas dalam suatu ekosistem
sangat dipengaruhi oleh adanya kelompok
spesies yang dominan.
Berdasarkan komposisi jenis ikan dari
setiap stasiun, Stasiun 1 memiliki jenis ikan
dan kelimpahan dengan 18 jenis ikan dan 173
individu, diikuti stasiun 2 dengan jenis ikan
dan kelimpahan 15 jenis dan 79 individu, dan
stasiun 3 paling tinggi yang mencapai jenis
ikan dan kelimpahan 20 dari 226 individu.
Pada stasiun 3 faktor tingginya jumlah jenis
ikan dan kelimpahan yang tinggi ini
dikarenakan dalam pengambilan data ikan di
stasiun 3 dan 1 di berikan kebebasan dalam
pengambilan data ikan yang cukup lama
waktunya, sedangkan pada stasiun 1 yaitu
kawasan konservasi lamun tidak boleh terlalu
lama pengambian data ikan disebabkan takut
pengoprasian jaring dapat merusak tumbuhan
lamun pada konservasi lamun
2. Indeks keanekaragaman, keseragaman,
dan dominansi
Ukuran nilai indeks keaneragaman
(H’), indeks keseragaman (E), dan indeks
dominansi (C) menunjukan keseimbangan
dalam pembagian jumlah individu setiap jenis
dan juga menunjukan kekayaan jenis (Odum,
1983 dalam Rappe 2010). Hasil analisa data
untuk indeks keanekaragaman (H’), indeks
keseragaman (E), dan indeks dominansi (C)
ikan yang ditemukan selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai indeks Kanekaragaman,
indeks keseragaman, dan indeks dominansi
NO Indeks St.1 St.2 St.3
1 H’ 4,04 3,70 4,12
2 E’ 0,97 0.94 0,95
3 C’ 0,07 0,09 0,06
Sumber:Data Primer (pengamatan langsung
dilokasi penelitian)
Tabel 10 menjelaskan bahwa nilai
indeks keanekaragaman jenis yang diperoleh
selama pengamatan yaitu sebesar 4,04 pada
stasiun 1, 3,70 pada stasiun 2, dan 4,12 pada
stasiun 3. Keanekaragaman jenis dikatakan
tinggi bila suatu komunitas mempunyai
kelimpahan jenis atau proporsi antar jenis
secara keseluruhan sama banyak atau hampir
sama banyak (Brower et al. 1990 dalam
Malik, 2011). Berdasarkan kreteria indeks
keanekaragaman Shannon-Winner (1963)
dalam Hariman (2006) bahwa nilai indeks H’
12
besar dari 3,0 maka nilai keanekaragaman
tinggi. Nilai keanekaragaman jenis dari 3
stasiun pengamatan di perairan Desa
Pengudang tergolong tinggi.
Nilai indeks keseragaman (E)
diperoleh selama penelitian yaitu pada stasiun
1 sebesar 0,97 , pada stasiun 2 sebesar 0,94 ,
dan 0,95 pada stasiun 3. Berdasarkan katagori
Kerbs (1989) dalam Heriman (2006) jenis
suatu populasi berkisar 0-1 dengan kreteria E
≥0,6 keseragaman populasi tinggi, maka hasil
perhitungan yang diperoleh pada tiga stasiun
memiliki tingkat keseragaman yang tinggi.
Nilai indeks dominansi (C) pada
masing-masing stasiun diperoleh stasiun 1
sebesar 0,07, stasiun 2 sebesar 0,09, dan
stasiun 3 sebesar 0,06. Menurut Odum (1983)
dalam Heriman (2006) menyatakan bahwa
apabila indeks dominansi mendekati angka 0
berarti dalam dalam komunitas tidak ada jenis
yang mendominasi atau komunitas berada
dalam stabil sedangkan nilai indeks dominansi
mendekati angka 1, berarti dalam komunitas
ada yang mendominsi dari jenis tertentu atau
komunitas berada dalam keadaan tidak stabil.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai
indeks dominansi jenis ikan di perairan desa
Pengudang berada dalam keadaan stabil.
Data hasil perhitungan di semua
stasiun lokasi penelitian, nilai H’ dan E tinggi
dibandingkan C, dikarenakan tidak ditemukan
spesies ikan yang mendominansi selama
penelitian sehingga tidak terlalu
mempengaruhi kestabilan struktur komunitas
ikan. Menurut Brower et al., (1990),
keanekaragaman jenis adalah suatu ekspresi
dari struktur komunitas, dimana suatu
komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman jenis tinggi, jika proporsi
antar jenis secara keseluruhan sama banyak.
Sehingga jika ada beberapa jenis dalam
komunitas yang memiliki dominansi yang
besar maka keanekaragamannya dan
keseragamannya rendah.
3. Asosiasi Jenis ikan
Asosiasi antar jenis ikan dalam
penelitian ini didasarkan atas keterdapatan
bersamaan jenis ikan tertentu pada stasiun
pengamatan. Pada Tabel 11, terlihat dari dua
belas kali penangkapan di tiga stasiun yang
masing-masing stasiun dilakukan empat kali
penangkapan interval dua minggu selama dua
bulan memperlihatkan bahwa, koefision
asosiasi antar jenis ikan positif (saling
berasosiasi) terjadi pada semua jenis ikan.
Terdapat 190 koefision antar jenis ikan positif
(saling berasosiasi). Nilai korelasi 1,00 juga
ada ditemukan pada beberapa asosiasi jenis
ikan seperti Gerres erythorus-Ambasis nalua,
Choeradon-Ambasis nalua, Letrinus letjan-
Ambasis nalua, Choeradon anchorago-Gerres
erythorus, Letrinus letjan-Gerres erythorus
,Letrinus letjan-Choeradon anchorago,
Siganus canaliculatus-Lutjanus corpotatus,
Siganus gutatus-Lutjanus corpotatus, Siganus
Gutatus-Siganus canalicalatus.Hasil penelitian
Hutomo dan martosewojo (1977) dalam
Widiastuti(2011) mengatakan kelmpok ikan
13
Ambasidae, Labridae, Gerridae, dan
Siganidae family ikan yang menetap dipadang
lamun.
Gerres erythorus merupakan ikan
yang mempunyai ukuran tubuh relative kecil,
hewan ini memakan tumbuhan lamun Enhalus
acoroides. Hutomo dan Martosewojo (1977)
meyatakan ikan Gerres erythourus yang
berasosiasi dengan lamun menetap dengan
menghabiskan hidupnya di padang lamun dari
juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi
memijah di luar padang lamun. Sedangkan
Ambasis nalua disebut juga dengan ikan
seriding mrupakan salah satu sekian banyak
spesies ikan yang menggantung hidup mereka
pada ekosistem estuaria (Zahid,2011). Pada
penelitian ini ikan Ambasis nalua ditemukan
dengan ukuran tubuh yang kecil. Zottoli
(1983) menyatakan Ambasis nalua adalah ikan
kecil ramping, yang berenang dalam kawasan
dan terutama memakan plankton hewani yang
merupakan bagian yang penting dari ransum
berbagai jenis pemangsa terbesar.
Letjanus letjan jenis ikan ini banyak
ditemukan bersama-sama dengan ikan lain.
Pada penelitin ini ikan Letjanus letjan
ditemukan pada ke tiga stasiun dan komposisi
spesies yang paling tinggi. Secara umum ikan
Letjanus letjan ini memakan krustasea
(kepiting, udang), moluscka, echinodermata,
polychaeta dan ikan (Toor,1986 dalam
Setyobudiana,2011). Habitat ikan ini di daerah
terumbu karang, lamun, mangrove, di pantai
yang dangkal dan berpasir hingga perairan
dengan kedalaman 50 meter. Sedangkan
Lutjanus corpotatus merupakan ikan karnivora
yang merupakan ikan penghuni dangkal
dikawasan mangrove dan laguna (Kordi,
2011). Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Jelbart et al. (2007) yang melaporkan hasil
tangkapan yang diperoleh pada daerah lamun
yang berdekatan dengan areal mangrove,
terdiri dari ikan-ikan yang berukuran kecil
atau belum mencapai ukuran dewasa.
Choeradon anchorago merupakan
ikan pemakan tumbuhan lamun Enhalus
acoroides, ikan ini di banyak ditemukan pada
daerah karang. Mumby (2006), menyatakan
bahwa biomassa dari jenis ikan terumbu
karang akan meningkat lebih dari dua kali lipat
jika komunitas terumbu karang terhubung
dengan daerah mangrove yang masih
terpelihara dengan baik karena proses
reproduksi dan regenerasi tidak terganggu.
Sedangkan Family ikan Singadidae (Siganus
canaliculatus dan Siganus gutatus)
mengindikasikan bahwa Siganidae bergantung
pada padang lamun untuk makan dan
berlindung. Hutomo dan Martosewojo (1977)
menyatakan ikan jenis Singadidae menetap
hanya pada saat tahap juvenile, namun mereka
memanfaatkan tumbuhan lamun sebagai
makanan dan perlindungan.
V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa:
14
1. Hasil Pengukuran kondisi umum (fisika-
kimia) di perairan Desa Pengudang yaitu
Nilai rata-rata suhu adalah sebesar 31,2ºC
pada stasiun 1, 30,8ºC pada stsiun 2, dan
30,4ºC pada stsiun 3, untuk nilai Salinitas
rata-rata yang diamati selama penelitian
sebesar 33,60/00 pada stasiun 1, 32,8
0/00 pada
stasiun 2, dan 33,20/00 pada stasiun 3,
kemudian rata-rata pH perairan selama
penelitian sebesar 7,82 pada stasiun 1, 8,25
pada stsiun 2, dan 8,19 pada stasiun 3.
Untuk nilai Oksigen terlarut yang diamati
selama priode penelitian 9,8 mg/l pada
stasiun 1, 10,2 mg/l pada stasiun 2, dan
10,6mg/l pada stasiun 3, sedangkan
kecerahan pada stasiun 1 sebesar 3,8m, pada
stasiun 2 sebesar 3,4m, dan stasiun 3 sebesar
3,5m, kemudian hasil kecepatan Arus yang
di peroleh pada stasiun 1 0,29m/dtk, pada
stasiun 2 sebesar 0,37m/dtk dan pada stasiun
3 sebesar 0,28m/dtk. Tipe substrat di ketiga
stasiun ini sangat berbeda-beda Pada stasiun
1 kondisi wilayah pantainya merupakan
pasir berlumpur, pada stasiun 2 kondisi
wilayahnya memiliki kondisi pasir pantai
yang berwarna putih, dan stasiun 3
merupakan substrat paris berlumpur. Hasil
Pengukuran di perairan Desa Pengudang
kecamatan Teluk Sebong kabupaten Bintan
dapat dinyatakan cukup baik, karena masih
dalam kisaran optimal disuatu perairan dan
cukup mendukung untuk pertumbuhan
Lamun dan ikan sesuai Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang baku mutu air laut untuk biota
laut.
2. Struktur komunitas ikan di perairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong
Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau
tergolong baik, terlihat dari nilai hasil
analisis data untuk indeks keanekaragaman
(H’), indeks keseragaman (E), indeks
dominansi (C).Nilai indeks keanekaragaman
dari 3 stasiun pengamatan di perairan Desa
pengudang tergolong tinggi yaitu sebesar
4,04 pada stsiun 1, 3,70 pada stasiun 2, dan
4,12 pada stasiun 3. Untuk nilai indeks
keseragaman diperoleh nilai sebesar 0,97
pada stasiun 1, 0,94 pada stasiun 2, dan 0,95
pada stasiun 3. Nilai indeks dominansi ikan
yang ditemukan selama penelitian di
perairan Desa Pengudang menunjukan
bahwa jenis ikan di lokasi penelitian dalam
keadaan stabil. Diperoleh nilai indeks
dominansi pada 1 sebesar 0,07, stasiun 2
sebesar 0,09, dan stasiun 3 sebesar 0,06
yang masing-masing dalam kategori rendah.
3. Dari hasil penghitungan persamaaan jascard
diperoleh 190 koefisision antar jenis ikan
positif (saling berasosiasi). Asosiasi jenis
ikan dalam penelitian didasarkan atas
tingkat keterdapatan bersama jenis ikan
tertentu pada stasiun pengamatan. Ikan-ikan
yang yang saling berasosiasi dengan tingkat
paling tinggi korelasi mencapai 1,00 yaitu
Gerres erythorus-Ambasis nalua,
Choeradon anchorago-Ambasis nalua,
Letrinus letjan-Ambasis nalua, Choeradon
15
anchorago-Gerres erythorus, Letrinus
letjan-Gerres erythorus, Letrinus letjan-
Choeradon anchorago, Siganus canacilatus-
Lutjanus corpotatus, Siganus Gutatus-
Lutjanus corpotatus, Siganus gutatus-
Siganus canacilatus. Data yang paling
rendah asosiasi korelasinya yaitu Synaptura
aspilos-Plotosisus lineatus sebesar 0,14 dan
Siganus fuscances-Synaptura aspilos
sebesar 0,18.
B. Saran
Kurang mendapatkan waktu yang
cukup dalam pengambilan data ikan dan
gambaran lengkap mengenai jenis dan sebaran
ikan di perairan Desa pengudang Kecamatan
Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi
Kepulauan Riau, maka perlu adanya
keberlanjutan penelitian secara kontininyu
terutama berdasarkan musim.
DAFTAR PUSTAKA
Adrim, M., 2006, Assosiasi ikan di padang
lamun. Oseana 31 (4) : 1-7.
Azkab, M.H., 2000c, Struktur dan Fungsi
Komunitas Lamun, Oseana, Volume
XXV, Nomor 3, 2000 : 9-17.
Balitbang Biologi Laut,
PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Dahuri R.J, Rais SP dan Ginting M.J,
Sitepu.2003.Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan,
Edisi Revusi. PT.Pradnya Pramitha.
Jakarta
Fahmi dan Adrim, M., 2009, Deversitas pada
Komunitas Padang Lamun di Periran
Pesisir Kepulauan Riau, Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia, 35 (1) :
75-90, Pusat Penelitian Oceanografi-
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta
Heriman, M., 2006, Struktur Komunitas Ikan
yang Berasosiasi dengan Ekosistem
Padang Lamun di Perairan Tanjung
Merah Sulawesi Utara, Skripsi,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hutomo, M. dan A. Djamali 1980. Komunitas
ikan pada padang seagrass di pantai
selatan Pulau Tengah, gugus Pulau
Pari. Dalam: Burhannuddin, M.K.
Moosa dan M. Hutomo (eds.)
Sumberdaya Hayati bahari. Lembaga
Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta.
Hal. 97-107.
Kikuchi, T. and J.M. Peres 1977. Consumer
ecology of Seagrass beds. In : Mcroy
and C. Helferich (eds.) Seagrass
ecosystem : A scientific perspective.
Vol.4. Marcel Dekker Inc. New York
: 357 pp.
Kepmen LH No.51 Tahun 2004. Baku Mutu
Air Laut Untuk Biota Laut di Akses
Pada tanggal 28 Februari 2015 Pukul
16.30 WIB
Manik, N. 2007. Struktur Komunitas Ikan di
Padang Lamun Tanjung
Merah,Bitung. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia, 33 : 81 – 95.
Nainggolan, P. 2011, Distribusi Spasial dan
Pengelolaan Lamun (Seagrass) di
Teluk Bakau Kepulauan Riau,
Skripsi, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Odum, E.P. 1993 Dasar-dasar ekologi.
Penerjemah Tahjono Samingan
Umbora, Steven Z., 2013, Struktur Komunitas
Ikan Padang Lamun di Teluk Youtefa
Kota Jayapura Provinsi Papua,
Skripsi, Universitas Negeri Papua
Manokwari.
Widiastuti, A., 2011, Kajian nilai Ekonomi
Produk dan Jasa Ekosistem Lamun
sebagai Pertimbangan dalam
Pengelolaannya (Studi Kasus
Konservasi Padang Lamun di Pesisir
Timur Pulau Bintan), Tesis,
Universitas Indonesia, Jakarta.