struktur komunitas ikan di padang lamun perairan desa...

15
1 Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau Agustinawati Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Andi Zulfikar, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan Maret 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas ikan di padang lamun perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis sampel air dilakukan insitu (langsung dari lapangan pengamatan). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur komunitas ikan di padang lamun perairan Desa Pengudang yaitu berjumlah 469 individu yang meliputi 20 spesies dari 14 famili. Hasil Indeks keanekaragaman (H) menunjukkan pada stasiun 1 sebesar 4,04, pada stasiun 2 sebesar 3,70, dan stasiun 3 sebesar 4,12 keanekaragaman tiap spesies tinggi disetiap stasiun karena > 3, nilai indeks keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar 0,97, pada stasiun 2 sebesar 0,94, dan 0,95 pada stasiun 3 keseragaman berkisar 0-1 dengan kreteria E0,6 sehingga keseragaman tinggi disetiap stasiun, untuk nilai indeks dominansi (C) diperoleh pada stasiun 1 sebesar 0,07, pada stasiun2 sebesar 0,09 dan pada stasiun 3 sebesar 0,06 sehingga pada ketiga stasiun berada dalam keadaan stabil. Meskipun terdapat jenis yang sering dijumpai, hal ini tidak mempengaruhi terhadap kestabilan struktur komunitas ikan di perairan Desa Pengudang. Kata Kunci : Struktur komunitas, Ikan, Padang Lamun, Perairan Desa Pengudang

Upload: dangdieu

Post on 22-Feb-2018

255 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

1

Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan

Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau

Agustinawati

Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Andi Zulfikar, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan Maret 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas ikan di padang lamun

perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi

Kepulauan Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei

dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis sampel air dilakukan insitu

(langsung dari lapangan pengamatan). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

struktur komunitas ikan di padang lamun perairan Desa Pengudang yaitu berjumlah

469 individu yang meliputi 20 spesies dari 14 famili. Hasil Indeks keanekaragaman

(H) menunjukkan pada stasiun 1 sebesar 4,04, pada stasiun 2 sebesar 3,70, dan

stasiun 3 sebesar 4,12 keanekaragaman tiap spesies tinggi disetiap stasiun karena > 3,

nilai indeks keseragaman (E) pada stasiun 1 sebesar 0,97, pada stasiun 2 sebesar 0,94,

dan 0,95 pada stasiun 3 keseragaman berkisar 0-1 dengan kreteria E≤0,6 sehingga

keseragaman tinggi disetiap stasiun, untuk nilai indeks dominansi (C) diperoleh pada

stasiun 1 sebesar 0,07, pada stasiun2 sebesar 0,09 dan pada stasiun 3 sebesar 0,06

sehingga pada ketiga stasiun berada dalam keadaan stabil. Meskipun terdapat jenis

yang sering dijumpai, hal ini tidak mempengaruhi terhadap kestabilan struktur

komunitas ikan di perairan Desa Pengudang.

Kata Kunci : Struktur komunitas, Ikan, Padang Lamun, Perairan Desa Pengudang

Page 2: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

2

Structure of Fish Communities in Seagrass Water Village Pengudang Sebong

Teluk Propinsi Bintan regency of Riau Islands

Agustinawati

Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Tengku Said Raza’i, S.Pi, MP

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Andi Zulfikar, S.Pi, MP Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

This research was conducted in December until March 2015. This study aims to

determine the structure of fish communities in seagrass waters of Teluk Sebong

Pengudang Village Bintan regency of Riau islands province. The method used in this

research was survey method with quantitative and qualitative approaches. Analysis of

water samples carried out in situ (directly from field observations). The results

showed that the structure of fish communities in seagrass waters Pengudang village

that is numbered 469 individuals covering 20 species from 14 families. Results

diversity index (H) showed the station 1 at 4.04, at station 2 by 3.70, and the third

station of 4.12 high diversity of each species at each station because of> 3, uniformity

index value (E) at station 1 of 0.97, at station 2 of 0.94, and 0.95 at 3 stations

uniformity ranges 0-1 with E≤0,6 criteria so that high luminance uniformity of the

station, to the value of dominance index (C) was obtained at station 1 of 0 , 07, on

stasiun 2 of 0.09 and the third station of 0.06 so that the three stations are in a stable

state. Although there are types that are often encountered, this does not affect the

stability of the structure of fish communities in waters Pengudang village.

Keyword : Community structure, fish, Seagrass, Water Village Pengudang

Page 3: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Bintan yang terletak

antara 2000’ lintang utara 1

020’ lintang selatan

dan 1040

bujur timur sebelah barat - 1080

bujur

timur sebelah barat. Luas wilayah kabupaten

87.717,84 km2

dengan luas perairan 86.398,33

km2

(98,49%) dan luas daratan hanya 1,31951

km2 (1,51%) dari keseluruhan terdapat 240

pulau dengan 49 pulau penghuni dan 191

pulau yang tidak berpenghuni (Pemkab Bintan

Dalam Zuraini, 2012). Sehingga memiliki

potensi sumberdaya perairan pesisir yang

cukup besar untuk dimanfaatkan.

Salah satu daerahnya adalah Desa

Pengudang Kecamatan Teluk Sebong

Kabupaten Bintan, dimana wilayah tersebut

dikelilingi oleh perairan sehingga sumberdaya

cukup banyak untuk dimanfaatkan seperti

mangrove, terumbu karang , khususnya

Lamun. Di perairan Desa Pengudang terdapat

jenis-jenis lamun seperti jenis lamun halodole

uninerves, halodule pinifolia, syhngodium

isoehfolium, thalassia hemprichii, dan enhalus

acoroides.

Lamun mempunyai berbagai peranan

penting bagi kehidupan ikan, yaitu (1) sebagai

daerah asuhan dan perlindungan, (2) sebagai

makanan ikan, (3) sebagai tempat mencari

makan (Hutomo dan Azkab, 1987 dalam

heriman 2006). Menurut Kikuchi & Peres

(1977), padang lamun diketahui memiliki jenis

ikan yang beragam dikarenakan padang lamun

merupakan tempat mencari makanan dan juga

daerah asuhan bagi ikan-ikan herbivora dan

ikan-ikan karang.

Berbagai kegiatan manusia seperti

pembangunan di daerah pesisir maupun

pembuangan limbah seperti limbah rumah

tangga, limbah diterjen dan sampah dapat

berdampak negatif terhadap lingkungan

perairan pesisir pada ekosistem padang lamun

yang diduga memberikan dampak yang buruk

bagi kelangsungan ekologis ikan yang ada

pada kawasan tersebut, terutama terkait

dengan kelimpahan dan pola sebaran ikan.

Menurut Ashton (2003:128) dalam

Ayunda (2011), bahwa faktor lingkungan

dalam suatu ekosistem akan mempengaruhi

kelimpahan, keanekaragaman, dan penyebaran

fauna yang hidup di dalamnya yang berkaitan

dengan struktur komunitas.

Mengingat aktifitas manusia tersebut

dapat berpengaruh terhadap lingkungan

perairan pada ekosistem lamun sebagai

penyedia sumberdaya ikan maka perlu

dilakukan penelitian mengenai Struktur

komunitas ikan di padang lamun perairan Desa

Pengudang Kecamatan Teluk Sebong

Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau.

B. Perumusan Masalah

Bedasarkan uraian diatas maka

penulis juga merasa perlu melakukan

penelitian mengenai struktur komunitas ikan

pada perairan Desa Pengudang Kecamatan

Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi

Kepulauan Riau, untuk mengetahui kondisi

Page 4: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

4

terkini terkait kondisi struktur komunitas ikan

pada ekosistem padang lamun.

C. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah

untuk :

1) Mengetahui kondisi kualitas perairan pada

struktur komunitas ikan di padang lamun

perairan Desa Pengudang

2) Mengetahui struktur komunitas ikan di

padang lamun perairan Desa Pengudang

3) Mengetahui Asosiasi antar jenis ikan padang

lamun di perairan Desa Pengudang

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah dapat memberi informasi

kepada masyarakat setempat tentang struktur

komunitas ikan padang lamun di perairan Desa

Pengudang Kecamatan Teluk Sebong

Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau.

Diharapkan data yang diperoleh dapat

dijadikan data dasar mengenai peranan

ekologis padang lamun bagi sumberdaya

hayati ikan dalam upaya pelestarian ekosistem

lamun.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Struktur komunitas merupakan salah

satu kajian ekologi yang mempelajari suatu

ekosistem perairan yang berhubungan dengan

kondisi atau karakteristik perairan. Struktur

komunitas menggambarkan interaksi antar

jenis dalam usaha memperebutkan

sumberdaya yang tersedia (Soedibjo,2006

dalam Jauhara, 2012).

Ikan adalah hewan bertulang

belakang (termasuk vertebrata),habitatnya

perairan, bernapas dengan insang (terutama),

bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya

menggunakansirip-sirip,bersifat poikilotermal.

Ikan paling mendominasi disuatu perairan dan

jumlah sangat banyak dijumpai. Jumlah

spesies ikan yang hidup dipermukaan bumi

adalah 21.723 spesies, sementara jumlah

spesies avetebrata yang ada diperkiraan 43.173

spesies ( Nelson, 1984 dalam Wahyuningsih,

2006).

Padang lamun diketahui memiliki

jenis ikan yang beragam dikarenakan padang

lamun merupakan tempat mencari makanan

dan juga daerah asuhan bagi ikan-ikan

herbivora dan ikan-ikan karang (Kikuchi &

Peres, 1977). Beberapa jenis ikan mendiami

padang lamun secara permanen dan jenis ikan

bersifat temporer, misalnya pada tahap anakan

(juvenil), penghuni musiman, atau ikan yang

berpindah dari habitat yang berdekatan seperti

turumbu karang dan hutan bakau kepadang

lamun mencari makan ( Hogart, 2007; Bjorok

et al, 2008 dalam Rahmawati, 2012).

III. METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada

bulan Desember-Maret 2015 yang berlokasi di

kawasan Perairan Desa Pengudang

Page 5: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

5

Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitan ini adalah penelitian

yang bersifat survei atau observasi yang tidak

memerlukan perlakuan khusus terhadap objek

yang akan diteliti.

C. Alat/Instumen Penelitian

Alat dan Instrumen yang digunakan

dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat/instrumen pada penelitian

NO Alat dan

Bahan

Kegunaan

1 Salt meter Mengukur

Salinitas

2 Multitester Mengukur Suhu

air

3 Multitester Mengukur

Oksigen Terlarut

4 Multitester Mengukur pH air

5 GPS Megetahui Posisi

Transek

6 Sechidisk Mengukur

Kecerahan

7 Pelampung

terpal

Mengukur

Kecepatan Arus

8 Meteran Mengukur jarak

9 Tali Rafia Membuat garis

10 Kamera

Digital

Dokumentasi

Penelitian

11 Jaring Menanakap Ikan

12 Perahu Untuk Operasian

13 Transek

Kuadrat

Pengamatan

Lamun

14 Buku

Identifikasi

Untuk identifikasi

jenis ikan

D. Bahan Atau Materi Penelitian

Bahan dan Materi yang digunakan dalam

penelitian disajikan pada Tabel 3

Tabel 3.Bahan atau materi yang digunakan dalam

penelitian

NO Bahan Kegunaan

1 Ikan Objek yang diteliti

2 Lamun Objek yang diteliti

E. Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei yaitu

pengamatan langsung ke lapangan penelitian.

Survei lapangan dimaksudkan untuk

mengumpulkan data-data yang berupa data

primer dan data sekunder.

1. Penentuan Stasiun Pengamatan

Stasiun penelitian ditentukan dengan

metode purposive sampling, yaitu penentuan

lokasi berdasarkan atas adanya tujuan

tertentu dan sesuai dengan pertimbangan

peneliti sendiri sehingga dapat mewakili

populasi (Arikunto, 2006). Oleh karena itu,

stasiun-stasiun ditentukan berdasarkan

kebutuhan informasi yang diinginkan yaitu

kawasan perairan berdasarkan rona lokasi

penelitian dan memungkinkan untuk

melakukan penelitian. Berikut peta lokasi

penelitian(Gambar 6)

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Citra SPOT tahun 2007

Page 6: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

6

Stasiun I, Kawasan Konservasi

(01010’28.5’’LUdan104

033’28.5’’B)

Stasiun II, Tempat Wisata

(01010’34.2’’LUdan104

032’34.56’’BT)

Stasiun III, Pemukiman

(01010’59.8’’LUdan104

031’42.36’’BT)

1. Prosedur kerja

a. Penyamplingan Lamun

Data lamun yang diambil dengan

metode observasi langsung adalah jenis lamun

dan jumlah tegakan perspesies. Pada stasiun

pengamatan diletakan 5 buah transek garis

tegak lurus dengan garis pantai, masing-

masing transek garis mempunyai garis panjang

100m dan jarak antara transek garis 25cm.

Pada transek garis ditempatkan sebuah transek

dengan ukuran 0,5 x 0,5m. Pengambilan data

lamun pada saat kondisi air surut, kemudian

diidentifikasi jenis-jenis lamun menggunakan

buku panduan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup. No 200 (2004).

b. Pengambilan Data Ikan

Observasi langsung terhadap ikan

sebagai makrofauna yang hidup dilamun

dengan mengunakan jaring pantai. Jaring

pantai yang digunakan dengan ukuran mata

jaring 2cm, panjang 100m dan lebar 1,5m.

Pengoperasian penangkapan jaring tersebut

dilakukan dari arah laut ke darat atau menuju

garis pantai secara menyapu dan alat tangkap

tersebut dioperasikan 4 kali pengulangan pada

setiap titik pengamatan ketika pasang. Hasil

yang didapatkan selanjutnya diidentifikasi

menurut buku identifikasi ikan.

c. Pengambilan Parameter Fisik dan

Kimia Perairan

Data fisika dan kimia perairan

diambil untuk mengambarkan kondisi

lingkungan perairan tempat pengamatan yang

dilakukan. Parameter yang diamati beserta

metode dan satuan ukurannya dijelaskan

dalam Tabel 4.

Tabel 4.Parameter fisika dan kimia peraian No Alat Metode Pengukuran

1 Suhu(ºC) Multitester In situ

2 Salinitas(ppm) Salt meter In situ

3 DO Multitester In situ

4 pH Multitester In situ

5 Kecerahan(m) Sechidisk In situ

6 Kecepatan

Arus(m/dtk)

Terpal

Pelampung

In situ

7 Substrat Fisual In situ

F. Analisis Data

1. Kerapatan Lamun (D)

Untuk menghitung kerapatan lamun

di ukur dengan rumus (Brower dan Zar, 1997

dalam Heriman, 2006)

Keterangan:

D = Jenis Kerapatan (ind/m)

Ni = Jumlah individu atau tegakan

dalam transek

A = Luas total pengambilan sampel

(m2)

2. Struktur Komunitas Ikan

a. Komposisi Spesies (Ks)

Komposisi spesies (Ks) adalah

perbandingan antara jumlah individu setiap

spesies dengan jumlah individu seluruh spesies

yang tertangkap, dengan formula yang di

modifikasi dari Fachrul (2006):

Page 7: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

7

Keterangan:

Ks = Komposisi spesies ikan (%)

ni = Jumlah individu suatu speseis

ikan

N = Jumlah individu seluruh spesies

ikan

b. Indeks Dominansi (C)

Nilai indeks dominansi (C) memberi

gambaran tentang dominansi ikan dalam suatu

komunitas ekologi, yang dapat menerangkan

bilamana suatu spesies ikan lebih banyak

terdapat selama pengambilan data. Rumus

indeks dominansi Simpson (C) (Odum,1993

dalam Heriman, 2006) yaitu:

Keterangan :

D = Indeks Dominansi Simpson

N = Jumlah individu seluruh spesies

ni = Jumlah individu dari spesies ke-i

c. Indeks Keanekaragaman ( H’)

Indeks keanekaragaman (H’) adalah

nilai yang dapat menunjukan keseimbangan

keanekaragaman dalam suatu pembagian

jumlah individu tiap spesies. Sedikit atau

banyaknya keanekaragaman spesies ikan dapat

dilihat dengan menggunakan indeks

keanekaragaman.Nilai indeks keanekaragaman

Shannon (H’) menurut Shanon and Winner

(1949) dalam Heriman (2006) dihitung

menggukan rumus :

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman

Pi = Proporsi jumlah individu ( ni/N)

Nilai indeks keanekaragaman

Shannon–Wiener (1963) dalam Heriman

(2006) dengan kreteria sebagai berikut :

H’ < 1 = Keanekaragaman populasi rendah,

1< H’ < = Keanekaraman populasi sedang,

H ‘ > 3 = Keanekaragaman populasi tinggi

d. Indeks Keseragaman (E)

Nilai indeks keseragaman (E), yaitu

individu tiap spesies yang terdapat dalam

komunitas ( Kerbs, 1989 dalam Hariman,

2006). Keseragaman jenis didapat dengan

membandingkan indeks keanekaragaman

dengan nilai maksimumnya, yaitu :

Keterangan :

E = indeks keseragaman

H’ = indeks keanekaragaman

Shannon–Wiener

Hmax = log2 S = nilai indeks Shannon

S = jumlah Spesies

Nilai keseragaman jenis suatu

populasi berkisar antara 0 – 1. Dengan kreteria

sebagai berikut :

E , 0,4 = Keseragaman populasi rendah,

0,4 ≤ E 0,6 = Keseragaman populasi sedang,

E ≥ 0.6 = Keseragaman populasi tinggi

e. Koefisien Kesamaan Jaccard (SJ)

Untuk melihat adanya kesamaan jenis

ikan yang ada pada ketiga lokasi

digunakan indeks kesamaan Jaccard (Krebs,

1989 dalam Umbora ,2013) sebagai berikut:

Pengukuran ini didasarkan skala

nominal yaitu pada data ada dan tidak ada

jenis dalam komunitas yang dibanding dengan

mengukur tabel kontigensi 2x2 (Tabel.5)

Page 8: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

8

Nilai koefisien kesamaan berkisar di

antara 0-1,0 atau bila dipersentasikan berkisar

di antara 0-100%. Makin besar nilai yang

diperoleh berarti makin besar kesamaan

komunitas. Namun jika nilai 1,0 berarti

komunitas yang dibandingkan benar-benar

sama.

D. Parameter Kualitas Perairan

Berdasarkan hasil pengukuran

parameter kualitas perairan semuanya masih

dalam kondisi nilai optimal bagi lamun dan

ikan untuk tumbuh dan berkembang dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengukuran parameter fisika

kimia perairan N

O

Parameter

Kualitas Air

St.1 St.2 St.3 Baku Mutu

(keplem Lh No

51 Th 2004)

1 Suhu (ºC) 31,2 30,8 30,4 28-30

2 Salinitas

(0/00)

33,6 32,8 33,2 33-34

3 pH 7,82 8,25 8,19 7-8,5

4 DO (mg/l) 9,8 10,2 10,6 >5

5 Kecerahan (m)

3,8 3,4 3,5 Alami

6 Kecepatan

Arus(m/s)

0,29 0,37 0,28 Alami

7 Substrat Pasir

Berlumpur

Pasir Pasir

berlumpur Alami

Sumber : Data Primer(pengamatan langsung di lokasi

penelitian)

Nilai rata-rata suhu perairan yang

diamati selama penelitian adalah sebesar

31,2ºC pada stasiun 1, 30,8ºC pada stsiun 2,

dan 30,4ºC pada stasiun 3. Nilai suhu pada

tempat penelitian ini masih dalam kondisi

yang optimal dan baik untuk lamun dan ikan

berkembang karena sesuai dengan baku mutu

Kepmen Lh No.51 tahun 2004.

Untuk nilai Salinitas rata-rata yang

diamati selama penelitian sebesar 33,60/00 pada

stasiun 1, 32,80/00 pada stasiun 2, dan 33,2

0/00

pada stasiun 3. Dimana kisaran salinitas

tersebut cocok untuk kelangsungan hidup baik

lamun maupun ikan. Menurut Kepmen Lh

No.51 tahun 2004 menyebutkan bahwa

standart baku mutu salinitas yang baik untuk

kehidupan biota laut yaitu 33-34 0/00 .

Nilai rata-rata pH perairan selama

penelitian sebesar 7,82 pada stasiun 1, 8,25

pada stsiun 2, dan 8,19 pada stasiun 3.

Menurut Kepman Lh no 51 tahun 2004 nilai

kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan

lamun dan kehidupan biota laut yaitu berkisar

7-8,5. Ini berarti pada ketiga stasiun

pengamatan dalam penelitian masih dalam

kondisi pH perairan yang ideal untuk

pertumbuhan dan perkembangan lamun dan

ikan.

Untuk nilai Oksigen terlarut yang diamati

selama priode penelitian 9,8 mg/l pada stasiun

1, 10,2 mg/l pada stasiun 2, dan 10,6mg/l pada

stasiun 3. Menurut Kepmen Lh no 51 tahun

2004 baku mutu oksigen terlarut yang baik

untuk kehidupan biota laut yaitu dari 5 (>5).

Ini berarti ketiga stasiun masih dalam kondisi

perairan yang ideal dan baik untuk

perkembangan dan pertumbuhan lamun serta

pertumbuhan ikan.

Pada stasiun 1 sebesar 3,8m, pada stasiun

2 sebesar 3,4m, dan stasiun 3 sebesar 3,5m.

Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang

tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis.

Page 9: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

9

Hal ini terbukti dari hasil observasi yang

menunjukkan bahwa distribusi padang lamun

hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu

dalam. Namun demikian, pengamatan di

lapangan menunjukkan bahwa sebaran

komunitas lamun di dunia masih ditemukan

hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada

kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya

matahari (Dahuri, 2003).

Hasil kecepatan Arus yang di peroleh

di setiap stasiun berbeda-beda, pada stasiun 1

0,29m/dtk, pada stasiun 2 sebesar 0,37m/dtk

dan pada stasiun 3 sebesar 0,28m/dtk.

Kecepatan tetapan arus yang diukur adalah

kecepatan arus permukaan. Rendahnya

kecepatan arus sangat mendukung bagi

pertumbuhan dan perkembangan lamun dan

ikan, kecepatan arus berpengaruh besar dalam

transportasi telur, larva dan ikan-ikan kecil

(Laevastu dan Hayes 1981 dalam Merryanto

2000).

Tipe substrat di ketiga stasiun ini

sangat berbeda-beda, pada stasiun 1 kondisi

wilayah pantainya merupakan pasir berlumpur

dan daerah ini merupakan daerah konservasi

lamun, pada stasiun 2 kondisi wilayahnya

memiliki kondisi pasir pantai yang berwarna

putih daerah ini merupakan tempat hotel dan

wisata bagi wisatawan, dan stasiun 3 kondisi

wilayahnya memiliki kondisi pasir berlumpur

dan daerah ini merupakan daerah yang dekat

dengan pantai dan memiliki ekosistem

mangrove yang cukup baik.

E. Jumlah Tegakan Lamun dan

Kerapatan Lamun

Berdasarkan hasil pengamatan pada

(Tabel 7) diketahui bahwa pada perairan Desa

Pengudang ditumbuhi 6 jenis lamun yang

tersebar pada ketiga (tiga) stasiun lokasi

pengamatan. Jenis lamun yang ditemukan

pada 3 (tiga) stasiun tersebut yaitu Jenis

Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,

Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis,

Halodule uninervis, dan Cymodecea

serrulata. Jenis lamun yang ditemukan di

perairan Desa Pengudang termasuk yang

ditemukan di Pulau Bintan dari 13 jenis lamun

(7 Genus) yang ditemukan di seluruh

Indonesia ( Nainggolan, 2011)

Hasil pengamatan yang dilakukan

pada ketiga stasiun menunjukan perbedaan

komposisi jenis yang berbeda pada ketiga

stasiun. Keberadaan enam jenis lamun ini

tidak merata pada ketiga stasiun di perairan

Desa Pengudang. Pada Stasiun 1 Jumlah

tegakan lamun ditemukan pada saat

pengamatan sebanyak 422, dan daerah ini

merupakan daerah konservasi lamun. Daerah

ini ditemukan ke enam jenis lamun tersebut

yaitu Enhalus acoroides, Thalassia

hemprichii, Syringodium isoetifolium,

Halophila ovalis, Halodule uninervis, dan

Cymodecea serrulata. Jumlah tegakan yang

paling tinggi yaitu Enhalos acoroides

sebanyak 119 dan yang paling rendah

Halophila ovalis dengan jumlah tegakan hanya

21.

Page 10: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

10

Pada Stasiun 2, jenis lamun dan

tegakan lamun yang ditemukan paling sedikit

ditemukan yaitu sebanyak 205 dikarenakan

daerah ini sering dilalui kapal-kapal ikan

nelayan sekitar, sehingga aktifitas tersebut

dapat berpengaruh pada kehidupan lamun

yang hidup di stasiun ini. Lamun-lamun yang

ditemukan hanya Enhalus acoroides,

Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis.

Berdasarkan pengamatan pada

Stasiun 3 merupakan daerah yang cukup

banyak dijumpai, walaupun daerah ini tidak

menjadi kawasan konservasi namun daerah ini

banyak dijumpai lamun yang mencapai 382

tegakan lamun dan keenam jenis lamun juga

ditemukan distasiun ini. Tegakan lamun yang

ditemukan juga yang paling tinggi yaitu

Enhalus acoroides dengan jumlah tegakan 118

dan yang paling rendah jumlah tegakan yaitu

Halophila ovalis dengan jumlah tegakan 37.

Hasil pengamatan (Tabel 8) dapat

diketahui bahwa kerapatan lamun berbeda

pada setiap stasiun penelitian. Kerapatan jenis

lamun tertinggi ada pada stasiun 1 yaitu

sebesar 844.000 Individu/ha. Tertinggi kedua

pada stasiun 3 yaitu sebesar yaitu 770.000

individu/ha, dan kerapatan yang paling rendah

ada pada stasiun 2 yaitu sebesar 410.000

individu/ha. Perbedaan kerapatan lamun pada

setiap stasiun ini. disebabkan oleh kondisi

lingkungan pada setiap stasiun pengamatan.

F. Struktur komunitas Ikan

1. Jumlah dan Komposisi Spesies

Ikan

Data hasil ikan yang tertangkap pada

ketiga stasiun di perairan Desa Pengudang

selama penelitian berjumlah 469 individu yang

meliputi 20 spesies dari 14 famili. Sebanyak

18 jenis ikan dari 13 famili yang ditemukan

pada stasiun 1, 15 jenis ikan dari 11 famili

yang ditemukan pada stasiun 2, dan 20 jenis

ikan dari 14 famili ditemukan pada stasiun 3

(Tabel 9).

Jumlah ikan yang paling umum

ditemukan pada setiap stasiun adalah Ambasis

nalua (Ambasidae), Geres erythorurus

(Gerridae), Choeradon anchorago (Labridae),

Letrinus letjan (Letrhrinidae), Acreichtthys

tomentosus (Monochantidae), Siganus

canacilatus, Siganus fuscanes, Siganus gutatus

(Siganidae). Hasil penelitian Hutomo dan

martosewojo (1977) dalam Widiastuti (2011)

mengatakan kelompok ikan Ambasidae,

Labridae, Gerridae, Siganidae, dan

Monachantidae family ikan yang menetap

dipadang lamun. Adrim (2006) juga

menyatakan Ambasidae, Labridae,

Lethrinidae, Gerridae, Siganidae, dan

Monachantidae merupakan beberapa suku

ikan yang umum dijumpai di padang lamun.

Dapat dilihat ada 10 spesies ikan

penting yang dominan di padang lamun

perairan Desa Pengudang yaitu Letrinus letjan

dengan 11,51%, spesies Ambasis nalua

11,09%, Siganus canacilatus 6,90%, Gerres

erythrourus dan Choerodon anchorago sama

dengan proporsi 6,69%, Siganus gutatus

6,07%, Casio cuning dan Lutjanus

Page 11: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

11

corponochatus juga sama dengan proporsi

5,86%, Siganus fuscances 5,44%, dengan

total komposisi 66,11%, hal ini masih

menunjukan komposisi spesies ikan ini

tergolong rendah. Rendahnya 10 spesies jenis

ikan penting ini menunjukan bahwa komunitas

ikan di padang lamun perairan Desa

Pengudang masih tergolong stabil. (Manik,

2007) menyatakan dominansi yang tinggi dari

spesies ikan secara temporal sangat

mempengaruhi kestabilan struktur komunitas

ikan pada ekosistem padang lamun. Biasanya

suatu komunitas mengandung banyak spesies

tetapi hanya beberapa spesies saja yang

merupakan kelompok dominan. Odum (1971)

menyatakan bahwa perubahan nilai Indeks

struktur komunitas dalam suatu ekosistem

sangat dipengaruhi oleh adanya kelompok

spesies yang dominan.

Berdasarkan komposisi jenis ikan dari

setiap stasiun, Stasiun 1 memiliki jenis ikan

dan kelimpahan dengan 18 jenis ikan dan 173

individu, diikuti stasiun 2 dengan jenis ikan

dan kelimpahan 15 jenis dan 79 individu, dan

stasiun 3 paling tinggi yang mencapai jenis

ikan dan kelimpahan 20 dari 226 individu.

Pada stasiun 3 faktor tingginya jumlah jenis

ikan dan kelimpahan yang tinggi ini

dikarenakan dalam pengambilan data ikan di

stasiun 3 dan 1 di berikan kebebasan dalam

pengambilan data ikan yang cukup lama

waktunya, sedangkan pada stasiun 1 yaitu

kawasan konservasi lamun tidak boleh terlalu

lama pengambian data ikan disebabkan takut

pengoprasian jaring dapat merusak tumbuhan

lamun pada konservasi lamun

2. Indeks keanekaragaman, keseragaman,

dan dominansi

Ukuran nilai indeks keaneragaman

(H’), indeks keseragaman (E), dan indeks

dominansi (C) menunjukan keseimbangan

dalam pembagian jumlah individu setiap jenis

dan juga menunjukan kekayaan jenis (Odum,

1983 dalam Rappe 2010). Hasil analisa data

untuk indeks keanekaragaman (H’), indeks

keseragaman (E), dan indeks dominansi (C)

ikan yang ditemukan selama penelitian dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai indeks Kanekaragaman,

indeks keseragaman, dan indeks dominansi

NO Indeks St.1 St.2 St.3

1 H’ 4,04 3,70 4,12

2 E’ 0,97 0.94 0,95

3 C’ 0,07 0,09 0,06

Sumber:Data Primer (pengamatan langsung

dilokasi penelitian)

Tabel 10 menjelaskan bahwa nilai

indeks keanekaragaman jenis yang diperoleh

selama pengamatan yaitu sebesar 4,04 pada

stasiun 1, 3,70 pada stasiun 2, dan 4,12 pada

stasiun 3. Keanekaragaman jenis dikatakan

tinggi bila suatu komunitas mempunyai

kelimpahan jenis atau proporsi antar jenis

secara keseluruhan sama banyak atau hampir

sama banyak (Brower et al. 1990 dalam

Malik, 2011). Berdasarkan kreteria indeks

keanekaragaman Shannon-Winner (1963)

dalam Hariman (2006) bahwa nilai indeks H’

Page 12: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

12

besar dari 3,0 maka nilai keanekaragaman

tinggi. Nilai keanekaragaman jenis dari 3

stasiun pengamatan di perairan Desa

Pengudang tergolong tinggi.

Nilai indeks keseragaman (E)

diperoleh selama penelitian yaitu pada stasiun

1 sebesar 0,97 , pada stasiun 2 sebesar 0,94 ,

dan 0,95 pada stasiun 3. Berdasarkan katagori

Kerbs (1989) dalam Heriman (2006) jenis

suatu populasi berkisar 0-1 dengan kreteria E

≥0,6 keseragaman populasi tinggi, maka hasil

perhitungan yang diperoleh pada tiga stasiun

memiliki tingkat keseragaman yang tinggi.

Nilai indeks dominansi (C) pada

masing-masing stasiun diperoleh stasiun 1

sebesar 0,07, stasiun 2 sebesar 0,09, dan

stasiun 3 sebesar 0,06. Menurut Odum (1983)

dalam Heriman (2006) menyatakan bahwa

apabila indeks dominansi mendekati angka 0

berarti dalam dalam komunitas tidak ada jenis

yang mendominasi atau komunitas berada

dalam stabil sedangkan nilai indeks dominansi

mendekati angka 1, berarti dalam komunitas

ada yang mendominsi dari jenis tertentu atau

komunitas berada dalam keadaan tidak stabil.

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai

indeks dominansi jenis ikan di perairan desa

Pengudang berada dalam keadaan stabil.

Data hasil perhitungan di semua

stasiun lokasi penelitian, nilai H’ dan E tinggi

dibandingkan C, dikarenakan tidak ditemukan

spesies ikan yang mendominansi selama

penelitian sehingga tidak terlalu

mempengaruhi kestabilan struktur komunitas

ikan. Menurut Brower et al., (1990),

keanekaragaman jenis adalah suatu ekspresi

dari struktur komunitas, dimana suatu

komunitas dikatakan memiliki

keanekaragaman jenis tinggi, jika proporsi

antar jenis secara keseluruhan sama banyak.

Sehingga jika ada beberapa jenis dalam

komunitas yang memiliki dominansi yang

besar maka keanekaragamannya dan

keseragamannya rendah.

3. Asosiasi Jenis ikan

Asosiasi antar jenis ikan dalam

penelitian ini didasarkan atas keterdapatan

bersamaan jenis ikan tertentu pada stasiun

pengamatan. Pada Tabel 11, terlihat dari dua

belas kali penangkapan di tiga stasiun yang

masing-masing stasiun dilakukan empat kali

penangkapan interval dua minggu selama dua

bulan memperlihatkan bahwa, koefision

asosiasi antar jenis ikan positif (saling

berasosiasi) terjadi pada semua jenis ikan.

Terdapat 190 koefision antar jenis ikan positif

(saling berasosiasi). Nilai korelasi 1,00 juga

ada ditemukan pada beberapa asosiasi jenis

ikan seperti Gerres erythorus-Ambasis nalua,

Choeradon-Ambasis nalua, Letrinus letjan-

Ambasis nalua, Choeradon anchorago-Gerres

erythorus, Letrinus letjan-Gerres erythorus

,Letrinus letjan-Choeradon anchorago,

Siganus canaliculatus-Lutjanus corpotatus,

Siganus gutatus-Lutjanus corpotatus, Siganus

Gutatus-Siganus canalicalatus.Hasil penelitian

Hutomo dan martosewojo (1977) dalam

Widiastuti(2011) mengatakan kelmpok ikan

Page 13: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

13

Ambasidae, Labridae, Gerridae, dan

Siganidae family ikan yang menetap dipadang

lamun.

Gerres erythorus merupakan ikan

yang mempunyai ukuran tubuh relative kecil,

hewan ini memakan tumbuhan lamun Enhalus

acoroides. Hutomo dan Martosewojo (1977)

meyatakan ikan Gerres erythourus yang

berasosiasi dengan lamun menetap dengan

menghabiskan hidupnya di padang lamun dari

juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi

memijah di luar padang lamun. Sedangkan

Ambasis nalua disebut juga dengan ikan

seriding mrupakan salah satu sekian banyak

spesies ikan yang menggantung hidup mereka

pada ekosistem estuaria (Zahid,2011). Pada

penelitian ini ikan Ambasis nalua ditemukan

dengan ukuran tubuh yang kecil. Zottoli

(1983) menyatakan Ambasis nalua adalah ikan

kecil ramping, yang berenang dalam kawasan

dan terutama memakan plankton hewani yang

merupakan bagian yang penting dari ransum

berbagai jenis pemangsa terbesar.

Letjanus letjan jenis ikan ini banyak

ditemukan bersama-sama dengan ikan lain.

Pada penelitin ini ikan Letjanus letjan

ditemukan pada ke tiga stasiun dan komposisi

spesies yang paling tinggi. Secara umum ikan

Letjanus letjan ini memakan krustasea

(kepiting, udang), moluscka, echinodermata,

polychaeta dan ikan (Toor,1986 dalam

Setyobudiana,2011). Habitat ikan ini di daerah

terumbu karang, lamun, mangrove, di pantai

yang dangkal dan berpasir hingga perairan

dengan kedalaman 50 meter. Sedangkan

Lutjanus corpotatus merupakan ikan karnivora

yang merupakan ikan penghuni dangkal

dikawasan mangrove dan laguna (Kordi,

2011). Hal yang sama juga dikemukakan oleh

Jelbart et al. (2007) yang melaporkan hasil

tangkapan yang diperoleh pada daerah lamun

yang berdekatan dengan areal mangrove,

terdiri dari ikan-ikan yang berukuran kecil

atau belum mencapai ukuran dewasa.

Choeradon anchorago merupakan

ikan pemakan tumbuhan lamun Enhalus

acoroides, ikan ini di banyak ditemukan pada

daerah karang. Mumby (2006), menyatakan

bahwa biomassa dari jenis ikan terumbu

karang akan meningkat lebih dari dua kali lipat

jika komunitas terumbu karang terhubung

dengan daerah mangrove yang masih

terpelihara dengan baik karena proses

reproduksi dan regenerasi tidak terganggu.

Sedangkan Family ikan Singadidae (Siganus

canaliculatus dan Siganus gutatus)

mengindikasikan bahwa Siganidae bergantung

pada padang lamun untuk makan dan

berlindung. Hutomo dan Martosewojo (1977)

menyatakan ikan jenis Singadidae menetap

hanya pada saat tahap juvenile, namun mereka

memanfaatkan tumbuhan lamun sebagai

makanan dan perlindungan.

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat

disimpulkan bahwa:

Page 14: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

14

1. Hasil Pengukuran kondisi umum (fisika-

kimia) di perairan Desa Pengudang yaitu

Nilai rata-rata suhu adalah sebesar 31,2ºC

pada stasiun 1, 30,8ºC pada stsiun 2, dan

30,4ºC pada stsiun 3, untuk nilai Salinitas

rata-rata yang diamati selama penelitian

sebesar 33,60/00 pada stasiun 1, 32,8

0/00 pada

stasiun 2, dan 33,20/00 pada stasiun 3,

kemudian rata-rata pH perairan selama

penelitian sebesar 7,82 pada stasiun 1, 8,25

pada stsiun 2, dan 8,19 pada stasiun 3.

Untuk nilai Oksigen terlarut yang diamati

selama priode penelitian 9,8 mg/l pada

stasiun 1, 10,2 mg/l pada stasiun 2, dan

10,6mg/l pada stasiun 3, sedangkan

kecerahan pada stasiun 1 sebesar 3,8m, pada

stasiun 2 sebesar 3,4m, dan stasiun 3 sebesar

3,5m, kemudian hasil kecepatan Arus yang

di peroleh pada stasiun 1 0,29m/dtk, pada

stasiun 2 sebesar 0,37m/dtk dan pada stasiun

3 sebesar 0,28m/dtk. Tipe substrat di ketiga

stasiun ini sangat berbeda-beda Pada stasiun

1 kondisi wilayah pantainya merupakan

pasir berlumpur, pada stasiun 2 kondisi

wilayahnya memiliki kondisi pasir pantai

yang berwarna putih, dan stasiun 3

merupakan substrat paris berlumpur. Hasil

Pengukuran di perairan Desa Pengudang

kecamatan Teluk Sebong kabupaten Bintan

dapat dinyatakan cukup baik, karena masih

dalam kisaran optimal disuatu perairan dan

cukup mendukung untuk pertumbuhan

Lamun dan ikan sesuai Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun

2004 tentang baku mutu air laut untuk biota

laut.

2. Struktur komunitas ikan di perairan Desa

Pengudang Kecamatan Teluk Sebong

Kabupaten Bintan Propinsi Kepulauan Riau

tergolong baik, terlihat dari nilai hasil

analisis data untuk indeks keanekaragaman

(H’), indeks keseragaman (E), indeks

dominansi (C).Nilai indeks keanekaragaman

dari 3 stasiun pengamatan di perairan Desa

pengudang tergolong tinggi yaitu sebesar

4,04 pada stsiun 1, 3,70 pada stasiun 2, dan

4,12 pada stasiun 3. Untuk nilai indeks

keseragaman diperoleh nilai sebesar 0,97

pada stasiun 1, 0,94 pada stasiun 2, dan 0,95

pada stasiun 3. Nilai indeks dominansi ikan

yang ditemukan selama penelitian di

perairan Desa Pengudang menunjukan

bahwa jenis ikan di lokasi penelitian dalam

keadaan stabil. Diperoleh nilai indeks

dominansi pada 1 sebesar 0,07, stasiun 2

sebesar 0,09, dan stasiun 3 sebesar 0,06

yang masing-masing dalam kategori rendah.

3. Dari hasil penghitungan persamaaan jascard

diperoleh 190 koefisision antar jenis ikan

positif (saling berasosiasi). Asosiasi jenis

ikan dalam penelitian didasarkan atas

tingkat keterdapatan bersama jenis ikan

tertentu pada stasiun pengamatan. Ikan-ikan

yang yang saling berasosiasi dengan tingkat

paling tinggi korelasi mencapai 1,00 yaitu

Gerres erythorus-Ambasis nalua,

Choeradon anchorago-Ambasis nalua,

Letrinus letjan-Ambasis nalua, Choeradon

Page 15: Struktur Komunitas Ikan Di Padang Lamun Perairan Desa …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · tangga, limbah diterjen dan sampah dapat berdampak

15

anchorago-Gerres erythorus, Letrinus

letjan-Gerres erythorus, Letrinus letjan-

Choeradon anchorago, Siganus canacilatus-

Lutjanus corpotatus, Siganus Gutatus-

Lutjanus corpotatus, Siganus gutatus-

Siganus canacilatus. Data yang paling

rendah asosiasi korelasinya yaitu Synaptura

aspilos-Plotosisus lineatus sebesar 0,14 dan

Siganus fuscances-Synaptura aspilos

sebesar 0,18.

B. Saran

Kurang mendapatkan waktu yang

cukup dalam pengambilan data ikan dan

gambaran lengkap mengenai jenis dan sebaran

ikan di perairan Desa pengudang Kecamatan

Teluk Sebong Kabupaten Bintan Propinsi

Kepulauan Riau, maka perlu adanya

keberlanjutan penelitian secara kontininyu

terutama berdasarkan musim.

DAFTAR PUSTAKA

Adrim, M., 2006, Assosiasi ikan di padang

lamun. Oseana 31 (4) : 1-7.

Azkab, M.H., 2000c, Struktur dan Fungsi

Komunitas Lamun, Oseana, Volume

XXV, Nomor 3, 2000 : 9-17.

Balitbang Biologi Laut,

PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.

Dahuri R.J, Rais SP dan Ginting M.J,

Sitepu.2003.Pengelolaan Sumber

Daya Wilayah Pesisir dan Lautan,

Edisi Revusi. PT.Pradnya Pramitha.

Jakarta

Fahmi dan Adrim, M., 2009, Deversitas pada

Komunitas Padang Lamun di Periran

Pesisir Kepulauan Riau, Oseanologi

dan Limnologi di Indonesia, 35 (1) :

75-90, Pusat Penelitian Oceanografi-

Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia, Jakarta

Heriman, M., 2006, Struktur Komunitas Ikan

yang Berasosiasi dengan Ekosistem

Padang Lamun di Perairan Tanjung

Merah Sulawesi Utara, Skripsi,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hutomo, M. dan A. Djamali 1980. Komunitas

ikan pada padang seagrass di pantai

selatan Pulau Tengah, gugus Pulau

Pari. Dalam: Burhannuddin, M.K.

Moosa dan M. Hutomo (eds.)

Sumberdaya Hayati bahari. Lembaga

Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta.

Hal. 97-107.

Kikuchi, T. and J.M. Peres 1977. Consumer

ecology of Seagrass beds. In : Mcroy

and C. Helferich (eds.) Seagrass

ecosystem : A scientific perspective.

Vol.4. Marcel Dekker Inc. New York

: 357 pp.

Kepmen LH No.51 Tahun 2004. Baku Mutu

Air Laut Untuk Biota Laut di Akses

Pada tanggal 28 Februari 2015 Pukul

16.30 WIB

Manik, N. 2007. Struktur Komunitas Ikan di

Padang Lamun Tanjung

Merah,Bitung. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia, 33 : 81 – 95.

Nainggolan, P. 2011, Distribusi Spasial dan

Pengelolaan Lamun (Seagrass) di

Teluk Bakau Kepulauan Riau,

Skripsi, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Odum, E.P. 1993 Dasar-dasar ekologi.

Penerjemah Tahjono Samingan

Umbora, Steven Z., 2013, Struktur Komunitas

Ikan Padang Lamun di Teluk Youtefa

Kota Jayapura Provinsi Papua,

Skripsi, Universitas Negeri Papua

Manokwari.

Widiastuti, A., 2011, Kajian nilai Ekonomi

Produk dan Jasa Ekosistem Lamun

sebagai Pertimbangan dalam

Pengelolaannya (Studi Kasus

Konservasi Padang Lamun di Pesisir

Timur Pulau Bintan), Tesis,

Universitas Indonesia, Jakarta.